prosiding seminar nasional pendidikan guru sekolah … · diterbitkan oleh program studi pendidikan...
Post on 17-Jan-2020
30 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0
Diselenggarakan atas Kerjasama Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar --- ii Dalam Rangkaian Kegiatan PGSD Present III Tahun 2019 | Pekanbaru, 1 April 2019
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU, 1 APRIL 2019
Mewujudkan Generasi EKSIS (Edukatif, Kompetitif, Sportif, Inovatif dan Solutif)
x, 197 halaman
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
ISBN: 978-623-91681-0-0
Penyunting:
Koordinator : Dr. Neni Hermita, M.Pd.
Anggota : Zetra Hainul Putra, S.Si, M.Sc., Ph.D
Otang Kurniaman, S.Pd., M.Pd.
Editor:
Eddy Noviana, S.Pd., M.Pd.
Nofrico Afendi, S.Pd., M.Pd.
Muhammad Nainul Huda, S.Pd.
Diterbitkan oleh Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau Alamat Penerbit Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Panam Pekanbaru Riau, 28293
Website: http://pgsd.fkip.unri.ac.id/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0
Diselenggarakan atas Kerjasama Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar --- iii Dalam Rangkaian Kegiatan PGSD Present III Tahun 2019 | Pekanbaru, 1 April 2019
SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 1 APRIL 2019
Pengarah
Plt. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama
Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Penanggung Jawab
Koordinator Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Ketua Pelaksana
Eddy Noviana, S.Pd., M.Pd.
Sekretaris
Eva Astuti Mulyani, S.Pd., M.Pd.
Bendahara
Otang Kurniaman, S.Pd., M.Pd.
Sekretariat
Mahmud Alpusari, S.Pd., M.Pd.
Muhammad Ramadhan
Diana Novita Sari
Publikasi dan Promosi
Guslinda, S.Pd., M.Pd.
Zariul Antosa, S.Sn., M.Sn.
Rini Elinda Putri
Acara dan Dokumentasi
Gustimal Witri, S.Pd., M.Pd.
Hadi Gunawan
Zaki Alharis
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0
Diselenggarakan atas Kerjasama Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar --- iv Dalam Rangkaian Kegiatan PGSD Present III Tahun 2019 | Pekanbaru, 1 April 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan ke hadlirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga buku Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau yang dilaksanakan pada tanggal 1 April 2019 di Gedung Serba Guna Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau dapat terwujud.
Buku prosiding tersebut memuat sejumlah artikel hasil penelitian dan telah konseptual, baik berasal dari dosen, baik dari yang berasal dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau dan perguruan tinggi lain dan mahasiswa yang dikumpulkan dan ditata oleh tim dalam Kepanitiaan Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. Plt. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau Prof. Dr.
Sudjianto, MS yang telah memfasilitasi kegiatan seminar nasional ini. 2. Koordinator Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Riau Dr. Neni Hermita, M.Pd. yang telah mendukung dalam pelaksanaan kegiatan ini.
3. Bapak/Ibu segenap panitia Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pemikirannya demi suksesnya kegiatan ini.
4. Bapak/Ibu narasumber dan dosen serta mahasiswa penyumbang artikel hasil penelitian dan telaah konseptual dalam kegiatan ini.
Semoga buku prosiding ini dapat memberi kemanfaatan bagi kita semua, untuk kepentingan pengembangan ilmu, teknologi, seni, budaya, dan olah raga. Di samping itu, diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi upaya pembangunan bangsa dan negara.
Terakhir, tiada gading yang tak retak. Mohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan. Saran dan kritik yang membangun tetap kami tunggu demi kesempurnaan buku prosiding ini.
Pekanbaru, Agustus 2019 Ketua Pelaksana, Eddy Noviana, S.Pd., M.Pd. NIP. 19821120 200912 1 004
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0
Diselenggarakan atas Kerjasama Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar --- v Dalam Rangkaian Kegiatan PGSD Present III Tahun 2019 | Pekanbaru, 1 April 2019
DAFTAR ISI
PEMBICARA UTAMA
KOMPETENSI GURU SD DALAM TRANFORMASI PENDIDIKAN ERA INDUSTRI 4.0 Rarasaning Satianingsih
1 – 6
TANTANGAN DAN PELUANG GURU SD DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS TEKNOLOGI DIGITAL DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Zetra Hainul Putra
7 – 19
PEMAKALAH
ANALISIS RESPONS SISWA SEKOLAH DASAR TERHADAP PEMBELAJARAN TEMATIK BERBANTUAN ALAT PERAGA PADA KURIKULUM 2013 Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda
20 – 40
THE CHALLENGES OF THEMATIC LEARNING IN ELEMENTARY SCHOOLS FOR 21ST CENTURY SKILLS AND 4.0 INDUSTRIAL REVOLUTION Chaerul Rochman, Rokayah, Neni Hermita
41 – 54
STUDI PENDAHULUAN PENGEMBANGAN INSTRUMEN KETERAMPILAN GURU DALAM PENILAIAN PORTOFOLIO MATA PELAJARAN SBdP Cahya Ramadaniati Lius, Gustrimal Witri, Jaya Adi Putra
55 – 60
MEDIA PEMBELAJARAN KOMIK SEBAGAI SARANA LITERASI INFORMASI DALAM PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA DI SEKOLAH DASAR Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi
61 – 73
ANALISIS PENANAMAN KEMAMPUAN LITERASI SISWA SEKOLAH DASAR Beny Al Fajar
74 – 79
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SDN 183 PEKANBARU Resi Widya
80 – 93
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS III SDN 012 SUNGAI UPIH KECAMATAN KUALA KAMPAR KABUPATEN PELALAWAN Nurteha
94 – 104
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0
Diselenggarakan atas Kerjasama Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar --- vi Dalam Rangkaian Kegiatan PGSD Present III Tahun 2019 | Pekanbaru, 1 April 2019
ANALYSIS OF STRENGTHENING CHARACTER EDUCATION VALUES IN THE NOVEL LASKAR PELANGI BY ANDREA HIRATA Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa
105 – 121
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LITERASI SISWA SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH Henni Setia Ningsih, Mahmud Alpusari
122 – 126
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS LAPORAN SISWA KELAS V SD NEGERI 115 PEKANBARU Haryati Nurdi, Lazim N
127 – 142
PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS III SD NEGERI 42 PEKANBARU Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin
143 – 154
KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS IV SD NEGERI 130 PEKANBARU Shilvia Pratiwi
155 – 169
KEEFEKTIFAN MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION BERBANTUAN KALENDER CERITA TERHADAP KEMAMPUAN MEMAPARKAN INFORMASI PENTING KELAS V Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia
170 – 177
PENGEMBANGAN MEDIA OMSURYA (KOMIK SUMBER DAYA ALAM) PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas
178 – 186
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MATERI PELUANG PADA MATAKULIAH PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini
187 – 197
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7775
Rarasaning Satianingsih --- 1 Kompetensi Guru SD dalam Tranformasi Pendidikan Era Industri 4.0
KOMPETENSI GURU SD DALAM TRANFORMASI PENDIDIKAN
ERA INDUSTRI 4.0
Rarasaning Satianingsih rarasaning.setyaningsing@gmail.com
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Indonesia
Sitasi Satianingsih, R. (2019). Kompetensi Guru SD dalam Tranformasi Pendidikan Era Industri 4.0. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 1-6. ISBN : 978-623-91681-0-0. DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7775
Era Globalisasi saat ini diikuti dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat
dan kompleks. Perkembangan teknologi yang berbasis internet, mengantarkan kita
memasuki era revolusi industri 4.0. Sebuah era baru yang menekankan pada pola digital
economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan sebagainya atau dikenal dengan
fenomena disruptive innovation (Clayton , 1995).
Perubahan konsep dan struktur pekerjaan, gaya hidup dalam pemenuhan
kebutuhan, berimplikasi pada kompetensi yang dibutuhkan untuk mencari pekerjaan juga
berubah pada era distruptive ini. Sebuah survei tahun 2018 yang dilakukan oleh
perusahaan perekrut tenaga kerja internasional ”Robert Walters” bertajuk Salary Survey
2018 (Walters, 2018) yang berfokus pada transformasi bisnis ke platform digital telah
memicu permintaan profesional sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi
yang jauh berbeda dari sebelumnya.
Selain itu, era 4.0 juga menimbulkan persoalan budaya dan karakter/moral
bangsa, seperti yang saat ini terjadi. Krisis multidimensional yang bermuara pada krisis
moral dan krisis kepercayaan diri telah membuat generasi bangsa enggan dan malu
menunjukkan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Kehidupan masyarakat khususnya
generasi muda pada era globalisasi banyak dipengaruhi nilai-nilai budaya luar, sehingga
banyak sikap dan perilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila (Maftuh, 2008).
Hal ini dibuktikan dengan berkembangnya budaya pop Korea dan budaya barat di
Indonesia. Kenyataan ini dapat dikatakan sebagai implikasi dari kegagalan strategi dan
sistem pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia (Hadisuprapto, 2004).
Jika masalah-masalah di atas terus dibiarkan, lambat laun Indonesia akan
mengalami miss-cultural atau kepunahan budaya. Masyarakat Indonesia akan kehilangan
aset terbesar warisan nenek moyang yang dimilikinya. Indonesia juga akan kehilangan
jati dirinya sebagai bangsa multikultural. Generasi muda saat ini sudah menyukai budaya
trend dunia dan mulai melupakan kebudayaan, serta nilai-nilai luhur kearifan budaya
lokal.
Fenomena tersebut tidak hanya memprihatinkan tetapi juga memerlihatkan bahwa
sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertanggung jawab memberikan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7775
Rarasaning Satianingsih --- 2 Kompetensi Guru SD dalam Tranformasi Pendidikan Era Industri 4.0
berbagai pengetahuan dan keterampilan, serta mengembangkan berbagai nilai dan sikap,
tidak mampu menjalankan fungsinya. Hal ini merupakan tantangan yang dihadapi dalam
mengembangkan potensi peserta didik.
Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan.
Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih
esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri.
Pendidikan setidaknya harus mampu membangun peserta didik/masyarakat yang
berpengetahuan (knowledge society) yang memiliki sense of future dalam bentuk: a)
peserta didik memiliki kompetensi untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum
ada; b) peserta didik yang memiliki kompetensi menyelesaikan masalah (resolusi konflik)
untuk masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, c) peserta didik yang memiliki
kompetensi menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan dan,
d) peserta didik yang dapat menjaga dan mempertahankan integritas bangsa (Martadi,
2018 dengan modifikasi).
Pendidikan harus memosisikan peserta didik sebagai ”pemikir” yang harus aktif
dalam mengembangkan potensi diri dan mencari makna dari dunianya (Bruner, 1996).
Potensi pendidikan sebagai agen konstruktif perbaikan masyarakat harus diwujudkan
secara nyata. Sekolah tidak sekadar mengembangkan kemampuan intelektual peserta
didik, namun juga membekali karakter mereka untuk menghadapi tantangan di masa
depan. Pendidikan harus berorientasi pada pembentukan karakter setiap individu peserta
didik agar senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menumbuhkan
semangat religius, mempertahankan martabat dan jati diri bangsa, serta mampu
beradaptasi di era 4.0.
Pendidikan nasional mengandung landasan filosofi dan landasan-landasan kultural
yang menjamin pendidikan tidak tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia
(Kartadinata, 2014). Hal ini, berarti bahwa martabat dan jati diri manusia Indonesia
melaluli pendidikan tidak tercerabut dari akar budayanya sebagai bangsa Indonesia.
Tugas dan peran guru bukan hanya memberikan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan saja, melainkan juga membentuk sikap dan karakter peserta didik sehingga
fungsi pendidikan nasional yang diamanatkan dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20
tahun 2003, dapat diwujudkan.
Pendidikan berfungsi untuk membangun kecerdasan moral/karakter, membangun
watak dan membangun kepribadian serta martabat bangsa. Perlu disadari, bahwa
kecerdasan moral kehidupan bangsa bukan kecerdasan orang perorang, demikian pula
halnya karakter bangsa bukan karakter orang perorang, dan martabat bangsa bukan
martabat orang perorang (Kartadinata, 2012). Kecerdasan moral, karakter, dan martabat
bangsa yang dimaksud adalah kecerdasan, karakter, dan martabat yang melekat pada
orang perorang yang mengandung nilai-nilai kultural, kesadaran kultural dan karena itu
pendidikan harus membangun kecerdasan kultural (cultural intelligence).
Semua rumusan yang amat indah namun abstrak tesebut perlu dipadankan
dengan praktik penyelenggaraan pendidikan. Dalam tataran operasional
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7775
Rarasaning Satianingsih --- 3 Kompetensi Guru SD dalam Tranformasi Pendidikan Era Industri 4.0
penyelenggaraan pendidikan terwujud dalam pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah
proses pendidikan, dan pembelajaran harus bersifat mendidik. Dengan kata lain
pendidikan yang harus diselenggarakan adalah pembelajaran yang mendidik. Proses
pembelajaran yang dipraktikkan harus bersifat mendidik yang mampu membangun
kompetensi dan karakter bangsa. Pendidikan haruslah merupakan ”proses” yang
membawa manusia dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya
(Kartadinata, 2011). Proses pembelajaran yang dipraktikkan bukan hanya sebuah proses
transformasi informasi (pengetahuan) dan keterampilan yang diukur dengan nilai ujian,
dan bahkan membentuk perilaku instan. Proses pembelajaran harus sekaligus
membangun masyarakat yang berpengetahuan, bermartabat dan memiliki karakter kerja
keras, kejujuran dan peduli mutu, sehingga ketika pengetahuan dan keterampilan itu
diuji, peserta didik merasa bangga, puas dan bermartabat karena kejujuran dan kerja
keras dilakukan dalam mencapai prestasi tersebut. Kecerdasan, martabat dan karakter
tersebut yang akan membangun kecerdasan, martabat dan karakter perorangan maupun
bangsa secara kolektif.
Ditinjau dari implementasi kurikulum yang bersifat konstruktif yang digunakan
selama ini kurang memberikan tekanan pada ranah sikap dalam pembentukan karakter
peserta didik. Kebermaknaan pembelajaran ditekankan pada kemampuan pengetahuan
dan keterampilan peserta didik dan kurang memperhatikan ranah sikap.
Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, pendidik mengintegrasikan 18 nilai moral
ke dalam proses pembelajaran dengan cara pembiasaan (habituasi) dan pencontohan
(modelling). Akan tetapi, untuk pencapaian sikap baru bersifat nurturant effect dari
aktivitas-aktivitas tersebut. Pembelajaran yang dilakukan terkait nilai moral baru pada
batasan “tahu” belum menyentuh proses penalaran, mengapa nilai moral itu harus
dilakukan. Pendidik hanya menekankan ranah pengetahuan, sedangkan untuk ranah
sikap yang terkandung dalam materi, pendidik belum mengajak peserta didik untuk
menganalisis nilai-nilai moral yang terkandung dalam materi (buku siswa) sehingga
kompetensi peserta didik yang dicapai dan dikembangkan berdasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) belum tampak.
Jika merujuk pada tujuan pembelajaran baik dalam taksonomi Bloom maupun Krathwohl
(Dettmer, 2015), (taksonomi tersebut) tidak sampai pada aspek penalaran atau penilaian
mengapa nilai-nilai moral/karakter tersebut harus diterima dan diikuti. Hal ini berdampak,
pada peserta didik hanya dapat melaksanakan nilai-nilai moral yang dikehendaki oleh
orang dewasa tetapi tidak memahami alasannya. Peserta didik dapat menghafal tetapi
tidak mengerti maknanya. Cara-cara tersebut tidak memperlakukan peserta didik sebagai
subjek moral, sehingga terbentuk adalah nilai-nilai moral heteronomi (karena pengaruh
luar) bukan nilai-nilai moral otonomi (datang dari kesadaran sendiri).
Pelaksanaan pendidikan khususnya pendidikan karakter, bukan hanya
mengenalkan nilai-nilai moral (dalam bentuk transmisi/pewarisan nilai) kepada peserta
didik tetapi juga mengajarkan bagaimana penalaran atau penilaian mengapa nilai-nilai
moral tersebut harus diterima dan diikuti. Hal ini sejalan dengan pandangan Maftuh
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7775
Rarasaning Satianingsih --- 4 Kompetensi Guru SD dalam Tranformasi Pendidikan Era Industri 4.0
(2009) bahwa pendidikan karakter berkaitan dengan bagaimana anak berfikir tentang
standar benar dan salah. Oleh karena itu, pendidikan karakter/moral harus dilaksanakan
dengan membelajarkan peserta didik untuk 1) bagaimana menalar/berfikir tentang
aturan berperilaku etis, 2) bagaimana berperilaku (behave) yang sebenarnya dalam
situasi moral, dan 3) bagaimana anak merasakan (feel) masalah moral. Yang selanjutnya
kegiatan terserbut menjadi kebiasaan cara berpikir (habbit of mind) peserta didik, dalam
berperilaku. Dengan demikian, pendidikan karakter harus dilaksanakan dengan
memberikan kesaksian kepada peserta didik bahwa hidup dengan segala konsekuensinya
itu bernilai. Prinsip pokok ini dilaksanakan dengan pembelajaran secara verbal maupun
pembimbingan nonverbal, pendampingan hidup bersama, dan penciptaan tata hidup
yang merangsang saling melayani.
Pelaksanaan pendidikan saat ini harus mampu mengembangkan potensi peserta
didik sebagai manusia Indonesia seutuhnya, pelaksanaan pendidikan harus mampu
membangun perilaku bangsa yang sehat dan memperbaiki serta merubah perilaku ”sakit”
yang tidak menguntungkan kehidupan bangsa, sehingga terwujud masyarakat Indonesia
yang ”waras” (sane society) sebagai masyarakat Indonesia yang bertakwa, cerdas,
demokratis, berkarakter, mandiri, berdaya saing dan berdaya tahan hidup sehingga
menjadi masyarakat/bangsa Indonesia yang unggul. Salah satu ciri manusia atau bangsa
unggul adalah memiliki kesadaran dan orientasi masa depan. Dengan demikian, melalui
kekuatan etnografis bangsa sendiri akan terjamin sustainability bangsa Indonesia masa
depan.
Dalam menyiapkan generasi yang siap dimasa depan, dibutuhkan transformasi
pendidik yang profesional. Ada lima tuntutan yang harus dipenuhi pendidik untuk menjadi
profesional (Siswandari, 2017 dengan modifikasi), yaitu: (1) memiliki komitmen pada
peserta didik dan proses pembelajarnya yang mendidik, (2) menguasai secara mendalam
materi pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada peserta didik, (3)
mengevaluasi proses dan hasil belajar peserta didik, (4) mampu berpikir kritis,
kolaboratif, komunikatif, dan kreatif tentang apa yang dilakukan dalam pembelajaran, (5)
membangun masyarakat belajar untuk peserta didik maupun lingkungan profesinya. Oleh
karena itu pendidik dituntut untuk literate terhadap teknologi, literate dalam hal budaya,
literate terhadap resolusi konflik, literate terhadap globalisasi dan literate terhadap future
strategies.
Kita wujudkan pendidik profesional yang transformatif di era 4.0 yang memiliki
kepribadian dan moral yang matang serta berkembang, menguasai ilmu yang ditekuni,
memiliki keterampilan untuk membangkitkan peserta didik dalam menguasai sains dan
teknologi, serta mengembangkan profesi secara berkelanjutan. Pendidik harus
melaksanakan pendidikan dengan membangun manusia Indonesia masa depan yang
mempunyai daya saing, mandiri, dan ketahanan hidup serta bermartabat. Salah satu ciri
manusia atau bangsa yang unggul adalah memiliki kesadaran dan orientasi masa depan.
Kecerdasan, karakter dan keimanan adalah kekuatan utuh yang harus dibangun melalui
pendidikan untuk membawa bangsa memiliki orientasi masa depan.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7775
Rarasaning Satianingsih --- 5 Kompetensi Guru SD dalam Tranformasi Pendidikan Era Industri 4.0
Oleh karena itu melalui keilmuan seorang guru dapat saling membantu untuk
membina dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan karakter agar dapat hidup
berkualitas dan bermartabat. Caranya, dengan melakukan pembelajaran yang mendidik
yang mengajarkan manusia Indonesia memiliki kebiasaan berpikir (habbit of mind) dalam
menghadapi segala tantangan dan perubahan di masa depan. ”Kita harus yakin dengan
jalan ini, tetapi harus kerja keras”.
Dalam era industri 4.0, pendidik harus memiliki kemampuan untuk melakukan
transformasi pemikiran (habbit of mind) dari yang lampau ke ranah dan semangat baru.
Akan tetapi, transformasi tersebut mensyaratkan adanya kemauan dan kemampuan
bersikap adaftif (menyesuaikan diri), akomodatif (menerima perkembangan kemajuan
liyan), dan daya kreatif (kemampuan untuk menciptakan atau mengkreasikan sesuatu
yang baru).
Transformasi habbit of mind tersebut menjadi semakin mendesak dalam
perkembangan teknologi yang amat pesat dan kompleks seperti saat ini. Ilmu mengalami
anomali dalam waktu yang singkat. Nilai-nilai kultural dan sosial mengalami entropi dan
paraphernalia. Dalam suasana demikian, maka keunggulan akan diperoleh bagi mereka
yang ”cepat, kreatif, dan inovatif” sebaliknya bukan yang ”besar dan mapan”.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner, J. (1996). “The Culture of Education”
http://www.scottlondon.com/reviews/bruner.html. Harvard Univ. Press,
Clayton, M. C; Joseph, B. (1995). "Disruptive Technologies: Catching the Wave", jurnal
Harvard Business Review
Colby, A. (2010). “The place of moral interpretation and habit in moral development”.
ProQuest Biology Journals pg. 161 / Human Development; May/Jun 2010; 43, 3
Dettmer, P. (2015) “New Blooms In Established Fields: Four Domains of Learning and
Doing”. Roeper Review, 28 (2), 70-78. DOI:10.1080/02783190609554341
Hadisuprapto, P. (2004) ”Studi Tentang Makna Penyimpangan Perilaku Di Kalangan
Remaja”. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 3 No. III September 2004 : 9 – 18
Kartadinata, S. (2011). ”Menguak Tabir Bimbingan Konseling sebagai Upaya Pedagogis”.
Bandung, UPI PRESS
_____________. (2012). ”Penyehatan Kultur Pendidikan”. Bandung, UPI PRESS
_____________. (2014). ”Politik Jati Diri: Telaah filosofis dan Praksis Pendidikan bagi
Penguatan Jati Diri Bangsa”. Bandung, UPI PRESS
Maftuh, B. (2008). ”Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Nasionalisme Melalui
Pendidikan Kewarganegaraan”. Educationist. Vol. II no. 2 juli 2008
________. (2009). “Bunga Rampai Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai”. Bandung:
CV Yasindo Multi Aspek.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7775
Rarasaning Satianingsih --- 6 Kompetensi Guru SD dalam Tranformasi Pendidikan Era Industri 4.0
Martadi. (2018). ”Guru Bagi Generas Milenia di Era Revolusi Industri 4.0.”
http://www.girimu.com/2018/03/08/guru-bagi-generasi-milenial-di-era-revolusi-
industri-4-0
Undang-Undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Walters, R. (2018), “Salary Survey 2018” (https://www.robertwalters.co.id/career-
advice/salary-survey-2018-indonesia-salary-and-trends.html)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 7 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
TANTANGAN DAN PELUANG GURU SD DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS TEKNOLOGI DIGITAL DI ERA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Zetra Hainul Putra zetra.hainul.putra@lecturer.unri.ac.id
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru
Sitasi Putra, Z. H. (2019). Tantangan dan Peluang Guru SD Dalam Pembelajaran Matematika Berbasis
Teknologi Digital di Era Revolusi Industri 4.0. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 7-19. ISBN: 978-623-91681-0-0. DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
Makalah ini mencoba mengulas tentang tantangan dan peluang guru Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika menggunakan teknologi digital. Tantangan yang utama yaitu berasal dari diri guru sendiri (faktor internal) seperti rendahnya kemampuan matematis dan didaktis guru, kurangnya kepercayaan diri, dan kurangnya kemampuan menggunakan teknologi digital dalam
pembelajaran. Selain itu faktor eksternal yang menjadi kendala utama terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung penggunaan teknologi digital. Dilain hal, terdapat beberapa peluang yang dapat mendukung guru untuk melaksanakan pembelajaran matematika berbasis digital. Peluang utama yaitu ketersediaan sumber belajar matematika secara online yang dapat diakses guru, dan kesempatan siswa untuk menggunakan beberapa sumber belajar matematika berbasis teknologi digital secara online dan diluar jam belajar di sekolah Keywords: teknologi digital, faktor internal, faktor eksternal, sumber belajar matematika online
PENDAHULUAN
Di tahun 2015, Indonesia berpartisipasi pada studi internasional yang dikenal
dengan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Studi yang
diselenggarakan setiap empat tahun sekali ini diantaranya mengevaluasi kemampuan
matematika siswa kelas empat sekolah dasar. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
siswa-siswa Indonesia memiliki kemampuan matematika yang rendah yaitu mereka
hanya mampu memperoleh skor matematika sebesar 397 (Mullis, Martin, Foy, & Hooper,
2015). Nilai ini jauh dibawah standar internasional yang ditetapkan TIMSS, yaitu sebesar
500, dan dari siswa-siswa Singapura yang menempati ranking pertama dengan skor
sebesar 618. Ini merupakan sebuah tantangan bagi kita baik yang berperan sebagai
tenaga pendidik, peneliti, pemerhati pendidikan, dan pengambil kebijakan pendidikan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 8 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
(pemerintah), untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing anak-anak Indonesia.
Selain itu, beragam peluang, termasuk penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran
matematika, mungkin dapat membantu peningkatan kemampuan matematika siswa dan
hal ini tentu perlu dukungan dari semua pihak.
Penggunaan teknologi digital merupakan satu diantara beragam issue yang dapat
menjadi peluang bagi peningkatan mutu dan kwalitas pembelajaran matematika di
sekolah dasar di era revolusi industri 4.0. Beragam penelitian telah dilakukan sebelumnya
dan hasilnya menunjukkan adanya pro dan kontra tentang pemanfaatan teknologi digital
dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa (Cahyono & Ludwig,
2018; Loong & Herbert, 2018). Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari beragam faktor
yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran menggunakan teknologi digital, dan
salah satunya adalah peran guru dalam mendukung pembelajaran matematika terutama
di Sekolah Dasar.
Mengingat luasnya area yang dapat dibahas terkait dengan tantangan dan peluang
guru sekolah dasar dalam penggunaan teknologi digital untuk mendukung pembelajaran
matematika, penulis membatasi makalah ini pada pembahasan berikut ini. Pertama,
penulis akan membahas tentang tantangan dan kendala yang mungkin dihadapi guru
dalam pembelajaran matematika menggunakan teknologi digital, dan yang kedua yaitu
faktor pendukung atau peluang yang dapat dimanfaatkan guru dalam pembelajaran
matematika menggunakan teknologi digital.
1. Tantangan Guru dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Teknologi
Digital
Secara garis besar terdapat dua tantangan yang menjadi penghalang bagi guru
dalam pembelajaran matematika menggunakan teknologi digitial. Pertama, tantangan
yang berasal datang dari dalam diri guru sendiri (faktor internal), dan yang kedua adalah
dari luar (faktor eksternal). Faktor internal yang menjadi tantangan guru dan dibahasan
dalam tulisan ini yaitu kurangannya kemampuan matematis dan didaktis guru, rendahnya
kepercayaan diri, dan kurangnya pengetahuan guru dalam menggunakan teknologi
digital. Sedangkan faktor internal yang utama menjadi tantangan yaitu terkait
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 9 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung terlaksananya pembelajaran matematika
menggunaan teknologi digital, selain itu juga terkait dengan waktu pembelajaran,
pelatihan, dan tenaga ahli teknologi informasi dan komputer (TIK) di sekolah yang
mendukung terlaksananya pembelajaran matematika dan bidang lainnya menggunakan
teknologi digital.
a. Kurangnya Kemampuan Matematis dan Didaktis (Calon) Guru Sekolah
Dasar
Kemampuan matematika guru dalam mengajar mempengaruhi keberhasilan siswa
dalam pembelajaran (Hill, Rowan, & Ball, 2005). Pengetahuan konten yang dimiliki guru
memiliki peran yang penting walaupun dalam pembelajaran konsep matematika yang
sangat mendasar sekalipun, yaitu dari pembelajaran di kelas satu Sekolah Dasar. Oleh
karena itu, beragam penelitian sebelumnya telah berupaya mengungkap sejauh mana
kemampuan matematis dan didaktis guru dan calon guru Sekolah Dasar (Depaepe et al.,
2015; Putra, 2016, 2018), dan pada kesempatan ini penulis akan mendiskusikan
beberapa temuan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya
tentang pengetahuan matematis dan didaktis (calon) guru sekolah dasar di Indonesia
dan dibandingkan dengan guru-guru dari negara lain.
Johar, Patahuddin, & Widjaja (2017) melakukan studi perbandingan kemampuan
mengajar calon guru di Indonesia dan di Belanda. Studi ini mengevaluasi seorang calon
guru disetiap negera ketika praktikum pengajaran di kelas empat Sekolah Dasar, dan
mereka mengajarkan dua soal terkait dengan pecahan yang dirancang berdasarkan
situasi kontekstual. Salah satu contoh soal yang diberikan kepada siswa yaitu sebagai
berikut:
Tentukan berapa kg daging yang akan diperoleh setiap orang jika 15 kg daging
dibagikan kepada 20 orang.
Setiap siswa diminta untuk menyelesaikan soal tersebut dalam kelompok kecil.
Hasil yang diperoleh yaitu calon guru Indonesia secara nyata membimbing siswanya
untuk merepresentasikan soal tersebut ke diagram berdasarkan konsep pecahan
sebagain hubungan bagian dengan keseluruhan. Guru tersebut benar-benar
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 10 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
menfokuskan bagaimana membagi 15 dengan 20 tanpa memberikan perhatian terhadap
makna dari operasi tersebut. Sementara itu, calon guru Belanda memberikan dukungan
supaya siswa-siswa terlibat dengan situasi yang diberikan di soal yaitu dengan
mengingatkan mereka hubungan antara kg dengan gram. Hal ini membantu siswa
menyelesaikan soal tersebut dengan beragam cara seperti rasio, misalnya sebuah
kelompok menyadari jika 1500 gram untuk 10 orang, maka 750 gram untuk 20 orang.
Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2018) juga memberikan temuan yang sama
yaitu calon guru di Indonesia cenderung untuk mengajarkan siswa dengan menjelaskan
secara langsung bagaimana menyelesaikan soal-soal matematika dengan rumus yang
ada tanpa menjelaskan makna dibalik rumus tersebut. Soal pecahan dan decimal
merupakan salah satu konsep yang sulit bagi mereka untuk memahami dan juga
menjelaskan kepada siswa. Contoh sederhana yaitu beberapa diantara mereka bahkan
tidak mampu mengubah pecahan decimal menjadi pecahan biasa, dan menempatkannya
pada garis bilangan (Putra & Winsløw, 2019). Seperti pada gambar 1, seorang calon guru
mencoba menjelaskan bahwa 0.45 lebih kecil dari 0.5 pada sebuah garis bilangan, tetapi
dia tidak menyadari bahwa gambar yang disajikan tidaklah benar dimana 0.45
seharusnya berada diantara 0.4 dan 0.5.
Gambar 1. Representasi Pecahan Decimal Yang Digambarkan
Oleh Seorang Calon Guru
Hal yang serupa juga dijumpai pada guru-guru Sekolah Dasar yaitu ketika mereka
diminta membuat sebuah soal kontekstual dari operasi perkalian pecahan (Putra, 2019).
Hanya sebagian kecil dari mereka yang mampu membuat soal kotekstual untuk operasi
pecahan 1
2× 2. Sebagian besar dari mereka cenderung menginterpretasikan operasi
perkalian sebagai penjumlahan yang berulang, dan mengabaikan makna perkalian
pecahan lainnya, misalnya perkalian adalah faktor. Ketika merepresentatiskan kedalam
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 11 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
soal cerita, mereka cenderung mengalami misinterpretasi. Sebagai contoh seorang guru
menulis soal cerita dari operasi 1
2× 2 sebagai berikut:
Kakak mempunyai 2 apel. Apel tersebut akan diberikan kepada dua adeknya.
Berapa banyak apel yang diperoleh untuk setiap adeknya.
Soal kontekstual yang dituliskan oleh guru tersebut memiliki makna pembagian
bilangan bulat dengan bilangan bulat.
Rendahnya kemampuan matematis dan didaktis (calon) guru sangat berpengaruh
besar terhadap keberhasilan pembelajaran di Sekolah Dasar. Jika mereka tidak memiliki
pondasi pengetahuan matematika yang kuat, tentu mereka akan kesulitan dalam
membantu siswa untuk memahami konsep matematika yang diajarkan. Tantangan ini
tentu berdampak juga ketika mereka dituntut untuk menggunakan teknologi digital dalam
pembelajaran matematika. Selain tidak memahami konsep matematis dengan baik,
mereka juga akan kesulitan menghubungkan ataupun menjelaskan konsep matematis
yang disajikan menggunakan teknologi digital.
b. Rendahnya Kepercayaan Diri dan Pengetahuan Guru dalam Penggunaan
Teknologi Digital
Rendahnya kepercayaan diri dan pengetahuan guru dalam menggunakan
teknologi digital menjadi sebuah tantangan bagi terlaksananya pembelajaran
menggunakan teknologi digital (Bingimlas, 2009). Hal ini merupakan sebuah tantangan
yang telah terkontekstual sehingga butuh usaha yang besar untuk mendukung guru-guru
keluar dari tantagan ini.
Beberapa studi telah dilaksanakan untuk mengetahu penyebab kurangan
kepercayaan diri guru-guru dalam menggunakan teknologi dan faktor utamanya yaitu
kekawatiran mereka akan kegagalan dalam pembelajaran berbasis teknologi. Sementara
itu keterbatasan pengetahuan dalam menggunakan teknologi digital menjadi alasan yang
lain buat mereka merasa khawatir dalam penggunaan teknologi digital. Loong and
Herbert (2018) menemukan bahwa penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran
matematika merupakan suatu yang kompleks bagi guru-guru dimana mereka harus
memiliki pengetahuan yang mensinkronkan atara tujuan pembelajaran matematika yang
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 12 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
ingin dicapai dan bagaimana teknologi digital mampu membantu dalam proses tersebut.
Sementara itu, bagi guru-guru yang merasa diri mereka memiliki pengetahuan dan
kemampuan terbatas dalam penggunaan teknologi digital, mereka merasa cemas ketika
harus menggunakan teknologi. Sebaliknya, guru-guru yang memiliki kepercayaan diri
dalam menggunakan teknologi di kelas dikarenakan mereka memiliki pengetahuan yang
memadai tentang teknologi digital (Bingimlas, 2009).
Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan guru dalam menggunkan teknologi
digital menjadi tantangan yang utama dalam pebelajaran matematika berbasis teknologi
digital. Hal ini tidak hanya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga di
negara-negara maju lainnya, seperti Denmark, Belanda, dan lainnya. Banyak diantara
guru-guru lebih memilih untuk mengajar secara tradisional, yaitu menjelaskan di papan
tulis, dari pada menggunakan teknologi digital. Penyebab utamanya bukanlah rendahnya
kemampuan pedagogik ataupun didaktik guru melainkan rendahnya pengetahuan dan
kemampuan dalam menggunakan teknologi digital.
c. Keterbatasan Sarana dan Prasarana Penunjang Penggunaan Teknologi
Digital dalam Pembelajaran Matematika
Faktor eksternal yang menjadi penghambat utama bagi guru-guru dalam
menggunakan teknologi digital yaitu terkait ketersediaan sarana dan prasarana. Hal ini
tidak dapat dimungkiri lagi terutama di Indonesia dimana fasilitas pendukung
penggunaan teknologi digital masih sangat terbatas, misalnya komputer. Selain itu,
beberapa pembelajaran menggunakan teknologi digital memerlukan saluran internet
sehingga membutuhkan biaya yang mahal dan belum menjadi anggaran dari setiap
sekolah ataupun pemerintah. Dari survey yang dilakukan oleh Kementrian Komunikasi
dan Informatika Republik Indonesia (Keminfo, 2017) menunjukkan bahwa terdapat gap
yang tinggi antara kepemilikan komputer oleh individu yaitu hanya 7,79% saja dari
mereka yang disurvey memiliki komputer dan ini didominasi oleh mereka yang tinggal di
kota-kota. Lebih lanjut lagi, baru 12,12% dari mereka yang menggunakan komputer di
Sekolah atau kampus. Walaupun demikian, lebih dari setengah penduduk Indonesia
(66,33%) telah menggunakan telepon pintar atau smartphone dan 40,87 % dari siswa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 13 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
Sekolah Dasar telah menggunakannya (Keminfo, 2017), sehingga kesempatan untuk
melaksanakan pembelajaran matematika berbasis teknologi digital memiliki peluang yang
besar. Namun penggunaan teknologi digital masih didominasi pada tujuan sosial media
dan hiburan ketika terhubung dengan internet, sedangkan untuk kepentingan pendidikan
dan pembelajaran masih tergolong rendah yaitu sebesar 34,16% (Keminfo, 2017).
Sementara itu beberapa faktor eksternal lainnya yang menjadi tantangan dalam
penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran matematika dan juga bidang ilmu
lainnya yaitu keterbatasan waktu pembelajaran, ketidak adaan pelatihan yang disediakan
untuk guru-guru dalam penggunaan teknologi digital, dan ketidak tersediaan tenaga ahli
digital teknologi disekolah (Bingimlas, 2009). Faktor-faktor eksternal ini tentunya dapat
diatasi secara seksaman oleh pihak-pihak pengambil kebijakan di sekolah ataupun
mereka yang bekerja di dinas dan kementrian pendidikan.
2. Peluang Guru dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Teknologi
Digital
Guru-guru saat ini dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajaran
terutama pembelajaran matematika. Kondisi dimana guru menjelaskan kemudian diikuti
dengan pemberi latihan soal-soal matematika kepada siswa tanpaknya tidak lagi
memberikan hasil yang positif terhadap keberhasilan dalam pembelajaran.
Penggunaan teknologi digital memberikan peluang kepada guru untuk
memanfaatkannya dalam pembelajaran. Dibeberapa sekolah, terutama di kota-kota
besar, sarana dan prasarana pendukung penggunaan teknologi digital di dalam kelas
cukup mendukung, namun sebagian besar sekolah, terutama di daerah-daerah pelosok
masih jauh dari kata cukup. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan untuk
menggunakan teknologi digital dalam pembelajaran matematika di luar kelas, atau biasa
dikenal dengan outdoor activity. Oleh karena itu, penulis mencoba mengulas beberapa
contoh pembelajaran matematika menggunakan teknologi digital yang dapat
dimanfaatkan oleh guru dalam pembelajaran.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 14 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
a. Pembelajaran menggunakan MathCityMap
MathcityMap-Project merupakan sebuah proyek yang mengembangkan program
mencari jejak matematika secara online (Cahyono & Ludwig, 2018). Projek ini
dikembangkan oleh peneliti matematika dari Goethe-Universitas Frankfurt, Jerman.
MathcityMap telah dikembangkan dalam bahasa Indonesia sehingga guru-guru Indonesia
dapat memanfaatkan program tersebut dalam pembelajaran matematika di luar ruangan
kelas. Kelebihan dari program ini yaitu seorang guru bisa merancang soal-soal
matematika yang ada di kota mereka dengan mendaftar di website
https://mathcitymap.eu/id/ (gambar 1). Soal-soal tersebut berhubungan dengan konteks
yang ada disekitar mereka misalnya untuk mereka yang tinggal di desa, konteks yang
bisa diambil yaitu pengukuran luas area sawah, dan berapa banyak padi yang bisa di
tanam diarea tersebut. Soal-soal seperti ini merupakan soal-soal terbuka dimana
jawabannya menuntuk siswa untuk menganalisa soal, melakukan pengukuran, estimasi,
dan lain sebagainya.
Gambar 1. Website mathcitymath
Di Indonesia, saat ini telah dikembangkan lima rute mathcitymap di kota
Semarang. Untuk setiap rute, terdapat beberapa soal matematika yang harus
diselesaikan oleh siswa, dan setiap soal memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 15 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
Seperti yang terlihat pada gambar 2, terdapat enam soal matematika yang harus
diselesaikan siswa, dan untuk dapat mengakses soal dan mengikuti rute tersebut, siswa
dituntut untuk menggunakan telepon pintar mereka yang terhubung dengan internet.
Gambar 2. Mathcitymap Kota Semarang
Sebuah contoh soal yang diberikan ke siswa yaitu mengestimasi luas lantai
bangunan yang berada di pemompa air (Cahyono & Ludwig, 2018). Lantai bangungan
tersebut berbentuk segidelapan beraturan (gambar 3). Guna menyelesaikan soal
tersebut, siswa dituntut untuk mengobservasi bangunan tersebut, melakukan
pengukuran, dan menggunakan beberapa pengetahuan matematika mereka seperti
segidelapan beraturan terdiri dari depalan segitiga sama kaki, dan bagaimana
menentukan luas segitiga-segitiga tersebut.
Gambar 3. Bangunan segidelapan pada mathcitymap di Surabaya
(Cahyono & Ludwig, 2018)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 16 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyono dan Ludwig (2018), siswa
memperoleh pengalaman matematika, dan kemampuan matematika mereka mengalami
peningkatan. Mengingat program yang disediakan bersifat terbuka, jadi guru-guru dapat
mengebangkan soal-soal matematika sesuai dengan konteks dan kondisi disekitar area
dimana mereka tinggal. Selain itu, aktifitas ini dapat diberikan kesiswa dalam bentuk
tugas kelompok sehingga mereka bisa saling bekerja sama dalam menyelesaikan soal-
soal tersebut. Mathcitymap bisa menjadi alternatif guru dalam pemberian tugas rumah,
dan kemudian hasil kerja siswa dapat didiskusikan di dalam kelas.
b. Belajar Matematika Online
Beragam sumber belajar online yang mungkin dapat dimanfaatkan guru dalam
mendukung pembelajaran matematika di sekolah dasar. Beberapa sumber belajar
tersebut dikembangkan oleh masyarakat Indonesia seperti Zenius
(https://www.zenius.net/), ruang guru, dan lain sebagainya. Selain itu juga terdapat
beragam situs berbahasa Inggris yang dapat dimanfaatkan guru seperti Thinklets
(http://www.fisme.science.uu.nl/publicaties/subsets/rekenweb_en/), khan Academy
(https://www.khanacademy.org/), pbkids (https://pbskids.org/games/), dan lainnya.
Sementara itu, guru-guru juga dapat menggunakan website seperti socrative
(https://www.socrative.com/) untuk membuat soal-soal latihan secara online yang dapat
diakses oleh siswa.
Sebuah contoh program yang bisa digunakan oleh guru yaitu kegiatan
membangung blok berdasarkan gambar visual yang disajikan (gambar 4). Dalam hal ini
siswa dituntut untuk mengkopi gambar yang ada. Pembelajaran ini sangat sesuai untuk
siswa Sekolah Dasar guna membangung pengetahuan mereka tentang bangungan tiga
dimensi dan persepktif. Misalnya, jika dilihat dari atas, maka bangungan tersebut memiliki
8 blok dimana ditengah-tengah tidak ada blok, ketika dilihat dari samping juga terdiri dari
8 blok, dimana blok yang kosong yaitu dibagian tengah atas. Sehingga untuk mengkopi
blok tersebut, siswa dituntut untuk mensingkronisasikan perspektif mereka dari berbagai
sudut pandang.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 17 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
Gambar 4. Membangun menggunakan blok-blok kubus
(http://www.fisme.science.uu.nl/toepassingen/28432/)
Beragam sumber belajar matematika yang diintegrasikan dengan teknologi digital
selayaknya dapat membantu guru-guru untuk mempersiapkan siswa-siswa mereka di era
revolusi industri 4.0. Peluang-peluang tersebut berada di tangan guru, dan guru yang
tidak siap dengan penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran matematika akan
mengalami kesulitan dalam mengajar di masa-masa yang akan datang. Sementara itu,
kesiapan guru dan dukungan dari sekolah dan pemerintah merupakan kunci utama untuk
kesuksesan pembelajaran matematika berbasis teknologi digital (Loong & Herbert, 2018).
PENUTUP
Pembelajaran matematika di era revolusi industry 4.0 saat ini menuntut guru untuk
lebih kreatif, inovatis, aktif dan professional. Guru dituntut memiliki pengetahuan
matematika yang baik dan juga dituntut untuk dapat menggunakan teknologi digital
dalam pembelajaran. Kendala-kendala yang ada tentu saja perlu waktu dan usaha untuk
mengatasainya. Misalnya, rendahnya kemampuan guru mungkin dapat ditingkatkan
dengan memberikan pelatihan kepada guru-guru, dan juga mempersiapkan guru-guru di
institusi pendidikan guru dengan lebih baik. Seyogyanya calon guru memiliki
pengetahuan matematis dan didaktis yang memenuhi standar yang ditetapkan sebelum
mereka layak untuk mengajar di Sekolah Dasar. Dalam hal ini, tugas institusi pendidikan
guru untuk mengontrol kwalitas calon guru. Sementara itu, calon guru juga harus
disiapkan dalam penggunaan teknologi digital selama menempuh pendidikan guru.
Keterbatasan sarana dan prasarana merupakan kendala yang selayaknya menjadi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 18 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
perhatian pemerintah kedepannya. Jika hal ini terus diabaikan, maka siswa-siswa
Indonesia akan selalu kesulitan dalam belajar berbasis teknologi digital, dan tentu saja
kwalitas pendidikan Indonesia akan selalu tertinggal dari negara-negara lainnya di dunia.
Sementara itu, penggunaan telepon pintar dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk
meningkatkan pembelajaran matematika berbasis teknologi digital. Mengingat banyaknya
sumber belajaran yang bisa dimanfaatkan guru, seperti mathcitymap, dan dapat diakses
dengan telepon pintar menggunakan jaringan internet, selayaknya alasan keterbatasan
sarana dan prasarana dapat diminimalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bingimlas, K. A. (2009). The poisson process and associated probability distributions on
time scales. Proceedings of the Annual Southeastern Symposium on System Theory,
5(3), 235–245. https://doi.org/10.1109/SSST.2011.5753775.
Cahyono, A., & Ludwig, M. (2018). Teaching and Learning Mathematics around the City
Supported by the Use of Digital Technology. Eurasia Journal of Mathematics,
Science and Technology Education, 15 (1), 1–8.
https://doi.org/10.29333/ejmste/99514.
Depaepe, F., Torbeyns, J., Vermeersch, N., Janssens, D., Janssen, R., Kelchtermans, G.,
… Van Dooren, W. (2015). Teachers’ content and pedagogical content knowledge
on rational numbers: A comparison of prospective elementary and lower secondary
school teachers. Teaching and Teacher Education, 47, 82–92.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2014.12.009.
Hill, H. C., Rowan, B., & Ball, D. L. (2005). Effects of Teachers’ Mathematical Knowledge
for Teaching on Student Achievement. American Educational Research Journal,
42(2), 371–406. https://doi.org/10.3102/00028312042002371.
Johar, R., Patahuddin, S. M., & Widjaja, W. (2017). Linking pre-service teachers’
questioning and students’ strategies in solving contextual problems: A case study in
Indonesia and the Netherlands. The Mathematics Enthusiast, 14(1–3), 101–128.
https://doi.org/10.1242/dmm.009688.
Loong, E. Y.-K., & Herbert, S. (2018). Primary school teachers’ use of digital technology
in mathematics: the complexities. Mathematics Education Research Journal,
(Christensson 2010). https://doi.org/10.1007/s13394-018-0235-9.
Mullis, I. V. ., Martin, M. O., Foy, P., & Hooper, M. (2015). TIMSS 2015 International
results in Mathematics. Lynch School of Education, Boston College: TIMSS & PIRLS
International Study Center. https://doi.org/10.1007/978-1-4939-1292-6.
Putra, Z. H. (2016). Pengetahuan mahasiswa pedidikan guru sekolah dasar dalam
merepresentasikan operasi pecahan dengan model persegi panjang. Jurnal Elemen,
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7766
Zetra Hainul Putra --- 19 Teknologi Digital, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Sumber Belajar Matematika Online
2 (1), 1–13. Retrieved from http://e-
journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/jel/article/view/174
Putra, Z. H. (2018). A Comparative Study of Danish and Indonesian Pre-service Teachers’
Knowledge of Rational Numbers. University of Copenhagen.
Putra, Z. H. (2019). Elementary teachers’ knowledge on fraction multiplication: An
anthropological theory of the didactic approach. Journal of Teaching and Learning
in Elementary Education, 2 (1), 47–52.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.33578/jtlee.v2i1.6964
Putra, Z. H., & Winsløw, C. (2019). Prospective elementary teachers’ knowledge of
comparing decimals. International Journal on Emerging Mathematics Education,
3(1), 57–68. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.12928/ijeme.v3i1.11314
Prospective.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 20
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
ANALISIS RESPONS SISWA SEKOLAH DASAR TERHADAP PEMBELAJARAN TEMATIK
BERBANTUAN ALAT PERAGA PADA KURIKULUM 2013
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda harini.bunda@unsri.ac.id
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya, Palembang
Sitasi Puspita, L., Effendy, U., Usman, N., Harini, B., & Amilia, V. (2019). Analisis Respons Siswa Sekolah Dasar
terhadap Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga Pada Kurikulum 2013. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 20-40. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
This study aims to analyze the response of elementary school students to thematic learning assisted by teaching aids in the 2013 curriculum. The method used in this study is qualitative descriptive. Data collection techniques in this study were interviews and questionnaires. The instrument of this study was a questionnaire distributed to grade IV and class V students. The study was conducted in SD Negeri 01 Palembang, SD Negeri 04 Palembang, dan SD Negeri 24 Palembang. Questionnaire as an instrument of research has 4 aspects, namely interest, presentation of information, delivery of instructions, and content. These four aspects are represented by statements. When the statement is on the agreed criteria and strongly agrees, it means students give a positive response. However, when the statement is on the criteria of disagree and strongly disagrees, it means students give a negative response. Based on the results of the questionnaire response analysis of students who were in the agreed criteria and strongly agreed, students gave a positive response to thematic learning assisted by teaching aids in the 2013 curriculum Keywords: students response, thematic learning, teaching aids
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pendidikan sebagai-mana yang diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat
mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi
tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman. Dalam rangka
memenuhi undang-undang tersebut, maka dikembangkan kurikulum 2013 yang
diharapkan dapat memenuhi kedua dimensi. Kedua dimensi kurikulum tersebut yang
pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran,
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 21
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Salah
satu perkembangan pola pikir yang dikembangkan kurikulum 2013 adalah pola
pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Siswa harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memilih
kompetensi yang sama.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa dalam mengimplementasikan kurikulum
2013 yaitu kompetensi sikap, pengetahuan, serta keterampilan. Diharapkan siswa dapat
menjadi pembelajar yang aktif dan kritis sehingga pembelajaran dapat dikatakan berhasil.
Sejalan dengan tujuan kurikulum 2013 yaitu untuk mempersiapkan manusia Indonesia
agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.
Pada dasarnya keberhasilan dari suatu pembelajaran ditentukan oleh hubungan
antara pendidik dan peserta didik. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan
hubungan antata pendidik dan peserta didik. Salah satu faktornya yaitu media
pembelajaran yang digunakan oleh guru. Media pembelajaran adalah segala sesuatu
yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang
disengaja, bertujuan dan terkendali (Miarso, 2004). Munadi (2008:7-8) mengatakan
bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan
menyalurkan pesan secara terencana sehingga tercipta lingkungan beajar yang kondusif
dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Sehingga
dapat dikatakan bahwa media pembelajaran yang menyampaikan pesan belajar berperan
penting dalam keberhasilan suatu proses pembelajaran.
Untuk menyampaikan pesan belajar dibutuhkan sebuah media pembelajaran agar
pembelajaran yang berlangsung menjadi mudah dan menyenangkan bagi siswa. Jika
media didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi dapat diperankan oleh media
meskipun tanpa keberadaan guru. Untuk itu penggunaan media pembelajaran sangat
membantu guru dalam proses pembelajaran tetapi harus diperhatikan oleh guru sebelum
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 22
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
menerapkannya dalam kelas. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan
dalam pembelajaran adalah alat peraga.
Menurut Sudjana (2009), dalam proses belajar mengajar alat peraga dipergunakan
dengan tujuan agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien. Pembelajaran
menggunakan alat peraga berarti mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra siswa
untuk meningkatkan efektivitas siswa belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba,
dan menggunakan pikirannya secara logis dan realistis. Tidak semua media pembelajaran
disebut sebagai alat peraga, akan tetapi semua alat peraga pasti merupakan media
pembelajaran. Sehingga keduanya berfungsi memudahkan peserta didik dalam
memahami materi pelajaran. Alat peraga digunakan untuk melatih keterampilan proses
seperti mengamati, bertanya, merumuskan masalah dan hipotesis, interpretasi data,
menarik kesimpulan, dan berkomunikasi dalam bentuk praktikum (Nur, 2011).
Pembelajaran tematik juga memerlukan alat peraga sebagai media pembelajaran.
Sebagaimana Rusman (2010:254) menyatakan bahwa pembelajaran tematik
memberikan pengelaman bermakna, karena siswa akan memahami konsep-konsep yang
dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain
yang telah dipahami. Pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 diawali dari siswa
mengamati gambar, video, ataupun benda. Alat peraga yang digunakan dapat membantu
dalam melatih keterampilan tersebut.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, artinya penelitian
yang menggambarkan fenomena tanpa membandingkan atau menghubungkan antar
variabel. Sebagaimana Sutama (2012:38) menyatakan bahwa penelitian diskriptif
ditujukan untuk mendiskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya.
Didin Fatihudin dan Iis Holisin (2011:22) menambahkan bahwa penelitian diskriptif
merupan penelitian yang menggambarkan suatu kejadian atau gejala tanpa
menghubungkan atau membandingkan antara variabel satu dengan variabel yang
lainnya. Selanjutnya, Nazir (2014:43) menyebutkan tujuan dari penelitian deskriptif
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 23
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat sreta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar Mitra PGSD FKIP
Universitas Sriwijaya. Jumlah subjek penelitian ini adalah sebanyak 62 siswa. Sebanyak
30 siswa dari SD Negeri 238 Palembang. Jumlah tersebut terdiri dari 22 siswa perempuan
dan 8 siswa laki-laki. Selanjutnya, sebanyak 32 siswa dari SD Negeri 24 Palembang.
Jumlah tersebut terdiri dari 20 siswa perempuan dan 12 siswa laki-laki.
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V SD Mitra PGSD FKIP Universitas
Sriwijaya yang terdiri dari 2 sekolah. Kedua sekolah yang dimaksud yaitu SD Negeri 238
Palembang dan SD Negeri 24 Palembang. SD Negeri 238 Palembang beralamatkan di
Jalan Srijaya KM 5.5 Kelurahan Srijaya Kecamatan Alang-alang Lebar. SD Negeri 24
Palembang beralamatkan di Jalan Kapten A. Anwar Arsyad, Demang Lebar Daun, Iluru
Barat I.
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2018/2019 semester ganjil.
Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah. Selanjutnya,
disesuaikan dengan jadwal kegiatan penelitian ini yang terdapat pada bagian jadwal
penelitian.
Salah satu kegiatan penting dalam penelitian adalah pengumpulan data, yaitu
untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna tercapainya penelitian yang akurat.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner,
wawancara, dan observasi. Masing-masing teknik pengumpulan data penelitian ini
diuraikan sebagai berikut:
1) Kuesioner
Sudijono (2009:84) mengemukakan bahwa pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner dinilai jauh lebih praktis, menghemat waktu, dan tenaga. Hal itu
dikarenakan kuesioner ditujukan secara tertulis. Menurut Sudjana (2013:71), alternatif
jawaban yang terdapat dalam kuesioner dapat juga ditransformasikan dalam bentuk
simbol kuantitatif agar menghasilkan data interval. Hal itulah yang juga akan dilakukan
dalam penelitian ini. Teknik kuesioner dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh
data respons siswa SD mitra PGSD FKIP Universitas Sriwijaya terhadap pembelajaran
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 24
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
tematik berbantuan alat peraga pada kurikulum 2013. Kuesioner diberikan kepada siswa
kelas V SD . Instrument yang digunakan, yaitu angket respons siswa SD mitra PGSD FKIP
Universitas Sriwijaya terhadap pembelajaran tematik berbantuan alat peraga pada
kurikulum 2013.
2) Observasi
Nurgiyantoro (2010:93) menyatakan bahwa observasi merupakan cara untuk
mendapatkan informasi dengan cara mengamati objek secara cermat dan terencana.
Teknik observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data aktivitas siswa
SD mitra PGSD FKIP Universitas Sriwijaya terhadap pembelajaran tematik berbantuan
alat peraga pada kurikulum 2013. Observasi dilakukan pada kegiatan pembelajaran
tematik berbantuan alat peraga pada kurikulum 2013. Instrumen yang digunakan yaitu
lembar pedoman observasi aktivitas siswa SD mitra PGSD FKIP Universitas Sriwijaya
terhadap pembelajaran tematik berbantuan alat peraga pada kurikulum 2013.
3) Wawancara
Rachman (2011:163) menyatakan bahwa merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
suatu topik tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, Widoyoko (2014:40) mengemukakan
bahwa waawncara merupakan pengumpulan data yang langsung dari sumbernya tentang
gejala sosial, baik yang terpendam maupun tampak. Wawancara menjadi alat yang
sangat baik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi,
serta proyeksi seseorang terhadap masa depannya.
Teknik wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan untuk memperoleh data
respons siswa SD mitra PGSD FKIP Universitas Sriwijaya terhadap pembelajaran tematik
berbantuan alat peraga pada kurikulum 2013. Wawancara dilakukan kepada beberapa
siswa kelas V SD. Instrument yang digunakan, yaitu lembar pedoman wawancara respons
siswa SD mitra PGSD FKIP Universitas Sriwijaya terhadap pembelajaran tematik
berbantuan alat peraga pada kurikulum 2013.
Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya akan dianalisis. Penelitian ini akan
melakukan analisis data secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif merupakan analisis
statistik inferensial. Analisis statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 25
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono,
2011: 209).
Selanjutnya, dalam penelitian ini terdapat data yang akan dianalisis, yaitu data
angket respons siswa SD mitra PGSD FKIP Universitas Sriwijaya terhadap pembelajaran
tematik berbantuan alat peraga pada kurikulum 2013. Oleh karena angket yang
digunakan adalah angket tertutup, maka menuntut sudut pandang cara responden
menjawab. Menurut Arikunto (2006:152), dalam angket tertutup terdapat jawaban yang
telah disediakan sehingga responden tinggal memilih. Terdapat empat alternatif jawaban
yang disediakan, yaitu sangat setuju, setuju, agak setuju, dan tidak setuju. Setiap
alternatif tersebut memiliki nilai yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Skala Penilaian Jawaban Angket
Alternatif Nilai
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Cara menghitung nilai jawaban angket tersebut yaitu dengan membagi jumlah
nilai jawaban dengan jumlah responden (Arikunto, 2006:243). Oleh karena penggunaan
teknik angket diperlukan untuk mengetahui respons siswa SD mitra PGSD FKIP
Universitas Sriwijaya terhadap pembelajaran tematik berbantuan alat peraga pada
kurikulum 2013, maka responden dalam teknik angket ini adalah seluruh subjek
penelitian ini yang berjumlah 62 siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil penelitian terdiri dari data respons siswa SD Negeri 01 Palembang, SD Negeri
04 Palembang, dan SD Negeri 24 Palembang. Masing-masing hasil penelitian tersebut
diuraikan sebagai berikut.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 26
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
1) Hasil Data Respons Siswa SD Negeri 01 Palembang
Siswa SD Negeri 01 Palembang diberikan kuesioner pada tanggal 15 Oktober 2018
dan 23 Oktober 2018. Penyebaran angket dilakukan selama 2 hari. Hari pertama, yaitu
15 Oktober 2018 kepada siswa kelas IV. Hari kedua, yaitu 23 Oktober 2018 kepada siswa
kelas V.
Hasil data respons siswa kelas IV SD Negeri 01 Palembang terhadap alat peraga
yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum
2013, dapat diuraikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 2. Data Respons Siswa Kelas IV SD Negeri 01 Palembang
Berdasarkan tabel di atas, keempat aspek berada pada respons positif. Hal ini
terlihat dari masing-masing aspek berada pada kriteria setuju dan sangat setuju.
Aspek pertama, yaitu ketertarikan siswa terhadap alat peraga yang digunakan
sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut
diwakili 3 pernyataan. Ketiga pernyataan, yaitu pernyataan nomor 1, 3, dan 4 masing-
masing berada pada kriteria setuju dan sangat setuju. Pernyataan nomor 1 sebanyak
42% pada kriteria setuju. Pernyataan nomor 3 dan 4 berada pada kriteria sangat setuju,
No Aspek Pernyataan
Nomor % Kriteria
1 Ketertarikan 1 42 Setuju
3 71 Sangat Setuju
4 63 Sangat Setuju
2 Penyajian Informasi 6 71 Sangat Setuju
7 54 Setuju
3 Pemberian Instruksi 8 58 Sangat Setuju
10 50 Sangat Setuju
4 Isi 5 50 Setuju
2 46 Setuju
9 46 Setuju
11 54 Sangat Setuju
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 27
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
masing-masing persentase yaitu 71% dan 63%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek
pertama mendapat respons positif dari siswa kelas IV SD Negeri 01 Palembang.
Aspek kedua, yaitu penyajian informasi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 6 dan 7. Pernyataan nomor
6 sebanyak 71% pada kriteria sangat setuju. Sedangkan, pernyataan nomor 7 berada
pada kriteria setuju dengan persentase 54%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek kedua
mendapat respons positif dari siswa kelas IV SD Negeri 01 Palembang.
Aspek ketiga, yaitu pemberian instruksi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu nomor 8 dan 10. Kedua pernyataan tersebut
berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing pernyataan memiliki persentase 58%
dan 50%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek ketiga mendapat respons positif dari siswa
kelas IV SD Negeri 01 Palembang.
Aspek keempat, yaitu isi yang terdapat pada alat peraga yang digunakan sebagai
media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut diwakili
4 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 5, 2, 9, dan 11. Pada aspek ini terdapat 3
pernyataan pada kriteria setuju dan 1 pernyataan pada kriteria sangat setuju. Pernyataan
pada kriteria setuju, yaitu 5, 2, dan 9. Masing-masing dengan persentase 50%, 46%, dan
46% juga. Sedangkan, pernyataan pada kriteria sangat setuju adalah pernyataan nomor
11 dengan persentase 54%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek keempat mendapat
respons positif dari siswa kelas IV SD Negeri 01 Palembang.
Hasil data respons siswa kelas V SD Negeri 01 Palembang terhadap alat peraga
yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum
2013, dapat diuraikan pada tabel sebagai berikut.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 28
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
Tabel 3. Data Respons Siswa Kelas V SD Negeri 01 Palembang
Berdasarkan tabel di atas, keempat aspek berada pada respons positif. Hal ini
terlihat dari masing-masing aspek berada pada kriteria setuju dan sangat setuju.
Aspek pertama, yaitu ketertarikan siswa terhadap alat peraga yang digunakan
sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut
diwakili 3 pernyataan. Ketiga pernyataan, yaitu pernyataan nomor 1, 3, dan 4 masing-
masing berada pada kriteria setuju dan sangat setuju. Pernyataan nomor 1 sebanyak
61% pada kriteria setuju. Pernyataan nomor 3 dan 4 berada pada kriteria sangat setuju,
masing-masing persentase yaitu 52% dan 79%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek
pertama mendapat respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 01 Palembang.
Aspek kedua, yaitu penyajian informasi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 6 dan 7. Pernyataan nomor
6 sebanyak 52% pada kriteria setuju. Sedangkan, pernyataan nomor 7 berada pada
kriteria sangat setuju dengan persentase 73%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek
kedua mendapat respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 01 Palembang.
Aspek ketiga, yaitu pemberian instruksi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu nomor 8 dan 10. Pernyataan nomor 8 berada
No Aspek Pernyataan
Nomor % Kriteria
1 Ketertarikan 1 61 Setuju
3 52 Sangat Setuju
4 79 Sangat Setuju
2 Penyajian Informasi 6 52 Setuju
7 73 Sangat Setuju
3 Pemberian Instruksi 8 55 Setuju
10 58 Sangat Setuju
4 Isi 5 55 Sangat Setuju
2 79 Sangat Setuju
9 52 Sangat Setuju
11 70 Sangat Setuju
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 29
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
pada kriteria setuju dengan persentase 55%. Pernyataan nomor 10 berada pada kriteria
sangat setuju dengan persentase 58%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek ketiga
mendapat respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 01 Palembang.
Aspek keempat, yaitu isi yang terdapat pada alat peraga yang digunakan sebagai media
pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut diwakili 4
pernyataan, yaitu pernyataan nomor 5, 2, 9, dan 11. Keempat pernyataan tersebut
berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing dengan persentase 55%, 79%, 52%
dan 70%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek keempat mendapat respons positif dari
siswa kelas V SD Negeri 01 Palembang.
2) Hasil Data Respons Siswa SD Negeri 04 Palembang
Siswa SD Negeri 04 Palembang diberikan kuesioner pada tanggal 16 Oktober 2018
dan 24 Oktober 2018. Penyebaran angket dilakukan selama 2 hari. Hari pertama, yaitu
16 Oktober 2018 kepada siswa kelas IV. Hari kedua, yaitu 24 Oktober 2018 kepada siswa
kelas V.
Hasil data respons siswa kelas IV SD Negeri 04 Palembang terhadap alat peraga
yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum
2013, dapat diuraikan pada tabel 4. Berdasarkan tabel tersebut, keempat aspek berada
pada respons positif. Hal ini terlihat dari masing-masing aspek berada pada kriteria setuju
dan sangat setuju.
Aspek pertama, yaitu ketertarikan siswa terhadap alat peraga yang digunakan
sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut
diwakili 3 pernyataan. Ketiga pernyataan, yaitu pernyataan nomor 1, 3, dan 4 masing-
masing berada pada kriteria setuju dan sangat setuju. Pernyataan nomor 1 sebanyak
52% pada kriteria sangat setuju. Pernyataan nomor 3 sebanyak 52% pada kriteria setuju.
Pernyataan nomor 4 berada pada kriteria sangat setuju dengan persentase 70%.
Sehingga, disimpulkan bahwa aspek pertama mendapat respons positif dari siswa kelas
IV SD Negeri 04 Palembang.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 30
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
Tabel 4. Data Respons Siswa Kelas IV SD Negeri 04 Palembang
Aspek kedua, yaitu penyajian informasi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 6 dan 7. Pernyataan nomor
6 sebanyak 61% pada kriteria sangat setuju. Sedangkan, pernyataan nomor 7 berada
pada kriteria setuju dengan persentase 44%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek kedua
mendapat respons positif dari siswa kelas IV SD Negeri 04 Palembang.
Aspek ketiga, yaitu pemberian instruksi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu nomor 8 dan 10. Kedua pernyataan tersebut
berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing pernyataan memiliki persentase 40%
dan 44%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek ketiga mendapat respons positif dari siswa
kelas IV SD Negeri 04 Palembang.
Aspek keempat, yaitu isi yang terdapat pada alat peraga yang digunakan sebagai
media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut diwakili
4 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 5, 2, 9, dan 11. Pada aspek ini terdapat 2
pernyataan pada kriteria setuju dan 2 pernyataan pada kriteria sangat setuju. Pernyataan
pada kriteria setuju, yaitu pernyataan nomor 2 dan 11 dengan masing-masing persentase
48%, dan 44%. Sedangkan, pernyataan pada kriteria sangat setuju adalah pernyataan
No Aspek Pernyataan
Nomor % Kriteria
1 Ketertarikan 1 52 Sangat Setuju
3 52 Setuju
4 70 Sangat Setuju
2 Penyajian Informasi 6 61 Sangat Setuju
7 44 Setuju
3 Pemberian Instruksi 8 40 Sangat Setuju
10 44 Sangat Setuju
4 Isi 5 56 Sangat Setuju
2 48 Setuju
9 44 Sangat Setuju
11 44 Setuju
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 31
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
nomor 5 dan 9 dengan masing-masing persentase 56% dan 44%. Sehingga, disimpulkan
bahwa aspek keempat mendapat respons positif dari siswa kelas IV SD Negeri 04
Palembang.
Hasil data respons siswa kelas V SD Negeri 04 Palembang terhadap alat peraga
yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum
2013, dapat diuraikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 5. Data Respons Siswa Kelas V SD Negeri 04 Palembang
Berdasarkan tabel di atas, keempat aspek berada pada respons positif. Hal ini
terlihat dari masing-masing aspek berada pada kriteria setuju dan sangat setuju.
Aspek pertama, yaitu ketertarikan siswa terhadap alat peraga yang digunakan
sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut
diwakili 3 pernyataan. Ketiga pernyataan, yaitu pernyataan nomor 1, 3, dan 4 berada
pada kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan secara berturut-turut
adalah 78%, 70%, dan 55%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek pertama mendapat
respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 04 Palembang.
Aspek kedua, yaitu penyajian informasi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 6 dan 7. Kedua pernyataan
tersebut berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan
No Aspek Pernyataan
Nomor % Kriteria
1 Ketertarikan 1 78 Sangat Setuju
3 70 Sangat Setuju
4 55 Sangat Setuju
2 Penyajian Informasi 6 70 Sangat Setuju
7 58 Setuju
3 Pemberian Instruksi 8 49 Sangat Setuju
10 55 Sangat Setuju
4 Isi 5 64 Sangat Setuju
2 61 Sangat Setuju
9 58 Sangat Setuju
11 64 Sangat Setuju
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 32
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
secara berturut-turut adalah 70% dan 58%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek kedua
mendapat respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 04 Palembang.
Aspek ketiga, yaitu pemberian instruksi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu nomor 8 dan 10. Pernyataan nomor 8 berada
pada kriteria setuju dengan persentase 49%. Sedangkan, pernyataan nomor 10 berada
pada kriteria sangat setuju dengan persentase 55%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek
ketiga mendapat respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 04 Palembang.
Aspek keempat, yaitu isi yang terdapat pada alat peraga yang digunakan sebagai
media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut diwakili
4 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 5, 2, 9, dan 11. Keempat pernyataan berada pada
kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan secara berturut-turut 64%,
61%, 58%, dan 64%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek keempat mendapat respons
positif dari siswa kelas V SD Negeri 04 Palembang.
3) Hasil Data Respons Siswa SD Negeri 24 Palembang
Siswa SD Negeri 24 Palembang diberikan kuesioner pada tanggal 19 Oktober 2018
dan 22 Oktober 2018. Penyebaran angket dilakukan selama 2 hari. Hari pertama, yaitu
15 Oktober 2018 kepada siswa kelas IV. Hari kedua, yaitu 22 Oktober 2018 kepada siswa
kelas V.
Hasil data respons siswa kelas IV SD Negeri 24 Palembang terhadap alat peraga
yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum
2013, dapat diuraikan pada tabel sebagai berikut.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 33
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
Tabel 6. Data Respons Siswa Kelas IV SD Negeri 24 Palembang
Berdasarkan tabel di atas, keempat aspek berada pada respons positif. Hal ini
terlihat dari masing-masing aspek berada pada kriteria setuju dan sangat setuju.
Aspek pertama, yaitu ketertarikan siswa terhadap alat peraga yang digunakan
sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut
diwakili 3 pernyataan. Ketiga pernyataan, yaitu pernyataan nomor 1, 3, dan 4 masing-
masing berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan secara
berturut-turut adalah 63%, 75%, dan 71%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek pertama
mendapat respons positif dari siswa kelas IV SD Negeri 24 Palembang.
Aspek kedua, yaitu penyajian informasi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 6 dan 7. Kedua pernyataan
tersebut berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan
secara berturut-turut adalah 58% dan 88%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek kedua
mendapat respons positif dari siswa kelas IV SD Negeri 24 Palembang.
Aspek ketiga, yaitu pemberian instruksi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu nomor 8 dan 10. Kedua pernyataan tersebut
No Aspek Pernyataan
Nomor % Kriteria
1 Ketertarikan 1 63 Sangat Setuju
3 75 Sangat Setuju
4 71 Sangat Setuju
2 Penyajian Informasi 6 58 Sangat Setuju
7 88 Setuju
3 Pemberian Instruksi 8 63 Sangat Setuju
10 67 Sangat Setuju
4 Isi 5 63 Sangat Setuju
2 79 Sangat Setuju
9 63 Sangat Setuju
11 71 Sangat Setuju
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 34
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
berada pada kriteria setuju dan sangat setuju. Pernyataan nomor 8 berada pada kriteria
setuju dengan persentase 63%. Sedangkan, pernyataan 10 berada pada kriteria sangan
setuju dengan persentase 67%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek ketiga mendapat
respons positif dari siswa kelas IV SD Negeri 24 Palembang.
Aspek keempat, yaitu isi yang terdapat pada alat peraga yang digunakan sebagai
media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut diwakili
4 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 5, 2, 9, dan 11. Keempat pernyataan tersebut
berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan secara
berturut-turut adalah 63%, 79%, 63%, dan 71%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek
keempat mendapat respons positif dari siswa kelas IV SD Negeri 24 Palembang.
Hasil data respons siswa kelas V SD Negeri 24 Palembang terhadap alat peraga
yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum
2013, dapat diuraikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 7. Data Respons Siswa Kelas V SD Negeri 24 Palembang
Berdasarkan tabel di atas, keempat aspek berada pada respons positif. Hal ini
terlihat dari masing-masing aspek berada pada kriteria setuju dan sangat setuju.
Aspek pertama, yaitu ketertarikan siswa terhadap alat peraga yang digunakan
sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut
diwakili 3 pernyataan. Ketiga pernyataan, yaitu pernyataan nomor 1, 3, dan 4 masing-
No Aspek Pernyataan
Nomor % Kriteria
1 Ketertarikan 1 64 Sangat Setuju
3 72 Sangat Setuju
4 76 Sangat Setuju
2 Penyajian Informasi 6 56 Sangat Setuju
7 64 Sangat Setuju
3 Pemberian Instruksi 8 64 Sangat Setuju
10 52 Sangat Setuju
4 Isi 5 60 Sangat Setuju
2 64 Sangat Setuju
9 64 Sangat Setuju
11 52 Sangat Setuju
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 35
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
masing berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan secara
berturut-turut adalah 64%, 72%, dan 76%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek pertama
mendapat respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 24 Palembang.
Aspek kedua, yaitu penyajian informasi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 6 dan 7. Kedua pernyataan
tersebut berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan
secara berturut-turut adalah 56% dan 64%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek kedua
mendapat respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 24 Palembang.
Aspek ketiga, yaitu pemberian instruksi yang terdapat pada alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013.
Aspek tersebut diwakili 2 pernyataan, yaitu nomor 8 dan 10. Kedua pernyataan tersebut
berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan secara
berturut-turut adalah 64% dan 52%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek ketiga
mendapat respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 24 Palembang.
Aspek keempat, yaitu isi yang terdapat pada alat peraga yang digunakan sebagai
media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Aspek tersebut diwakili
4 pernyataan, yaitu pernyataan nomor 5, 2, 9, dan 11. Keempat pernyataan tersebut
berada pada kriteria sangat setuju. Masing-masing persentase pernyataan secara
berturut-turut adalah 60%, 64%, 64%, dan 52%. Sehingga, disimpulkan bahwa aspek
keempat mendapat respons positif dari siswa kelas V SD Negeri 24 Palembang.
Pembahasan
1) Respons Siswa SD Negeri 04 Palembang
Berdasarkan hasil penelitian, siswa SD Negeri 01 Palembang sangat tertarik
dengan alat peraga yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran
tematik kurikulum 2013. Siswa mengakui bahwa siswa senang dengan alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran di kelas. Hal itu membuat siswa mau mempelajari
materi pelajaran di kelas kembali diulang lagi di rumah. Situasi ini tentu saja
menghasilkan perilaku baik. Sebagaimana Sudjana (1995:47) menyatakan bahwa yang
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 36
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
dimaksud mengulang pelajaran adalah suatu aktifitas untuk mengatasi masalah dengan
cara mengulang pelajaran yang telah disampaikan melalui proses memasukkan informasi
ke dalam memori jangka panjang. Pelajaran yang diulangi dapat berupa memperdalam
lagi materi yang sudah dipelajari ataupun materi yang akan dipelajari.
Siswa SD Negeri 01 Palembang juga mengakui bahwa alat peraga yang digunakan
sebagai media pembelajaran di kelas sudah memberikan instruksi kepada saya untuk
memahami materi pembelajaran. Hal itu membuat instruksi yang terdapat dalam media
gampang dimengerti oleh saya. Instruksi dalam media merupakan bagian dari fungsi.
Sebagaimana Kemp & Dayton (dikutip Sukiman, 2012:39) menyatakan bahwa fungsi
instruksi dipenuhi dengan melibatkan peserta didik baik dalam benak atau mental
maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.
Selanjutnya, siswa SD Negeri 01 Palembang mengakui bahwa media pembelajaran
memberikan bantuan ketika sedang bekerja sama dalam memecahkan masalah materi
pembelajaran. Hal ini sejalan dengan penelitian Haryanto (2015) yang juga menyoroti
peningkatan kemampuan memecahkan masalah melalui media. Hanya saja media yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah media komputer. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa terdapat peningkatan kemampuan dan menarik perhatian siswa.
Selain itu, juga dinyatakan dalam penelitian tersebut bahwa situasi pembelajaran menjadi
lebih bervariasi dan tidak monoton.
2) Respons Siswa SD Negeri 01 Palembang
Berdasarkan hasil penelitian, siswa SD Negeri 04 Palembang sangat tertarik
dengan alat peraga yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran
tematik kurikulum 2013. Siswa mengakui bahwa alat peraga yang digunakan sebagai
media pembelajaran di kelas manarik perhatian. Oleh karena itu, sebaiknya memang guru
menggunakan alat peraga agar dapat menarik perhatian siswa.
Usman (2003:28) menyatakan bahwa perhatian bersifat lebih sementara dan
memiliki hubungan dengan minat. Namun, keduanya memiliki perbedaan. Minat sifatnya
menetap, sedangkan perhatian sifatnya sementara dan adakalanya menghilang. Namun,
ada pula perhatian terpusat yang disebut dengan terkonsentrasi dan tertuju pada satu
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 37
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
objek saja. Dalam kegiatan belajar di kelas, seorang siswa hendaknya menggunakan
perhatian terpusat pada pelajaran. Sehingga, pelajaran yang diterima dapat dipahami
dengan baik.
Siswa SD Negeri 04 Palembang mengakui penyajian informasi pada alat peraga
yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum
2013. Alat peraga yang digunakan sebagai media pembelajaran di kelas sudah
menyajikan informasi yang sesuai dengan materi pembelajaran. Penyajian informasi
dalam media pembelajaran menjadi bagian dari fungsi media itu sendiri.
Kemp & Dayton (dikutip Sukiman, 2012:39) menyatakan bahwa fungsi informasi
dipenuhi ketika media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi
di hadapan sekelompok peserta didik. Penyajian dapat pula berbentuk hiburan, drama,
atau teknik motivasi. Ketika mendengar atau menonton bahan informasi, para siswa
bersifat pasif. Partisipasi yang diharapkan dari siswa hanya terbatas pada persetujuan
atau ketidaksetujuan mereka secara mental, atau terbatas pada perasaan tidak atau
kurang senang, netra, atau senang.
3) Respons Siswa SD Negeri 24 Palembang
Berdasarkan hasil penelitian, siswa SD Negeri 24 Palembang sangat tertarik
dengan alat peraga yang digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran
tematik kurikulum 2013. Ketertarikan siswa SD Negeri 24 Palembang tergambarkan pada
pernyataan bahwa media pembelajaran memberi kesempatan untuk mendapatkan
pengetahuan baru. Kesempatan tersebut dapat dibangun melalui teori belajar
konstruktivistik, sehingga pengetahuan baru diperoleh siswa.
Winasanjaya (20005:118) menyatakan bahwa konstruktivisme adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata. Akan
tetapi, juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang
diamani. Selanjutnya, pengetahuan dalam teori ini memang berasal dari luar. Akan tetapi,
dikonstruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, teori ini tidak bersifat dinamis.
Tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksi.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 38
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
Siswa SD Negeri 24 Palembang juga mengakui bahwa media pembelajaran
memudahkan dalam melakukan proses berpikir. Pengetahuan baru yang diperoleh
tersebut tentu saja melalui proses berpikir. Dalam teori belajar, proses berpikir termasuk
dalam teori belajar kognitif.
Riyanto (2005:9) mengemukakan bahwa teori belajar kognitif merupakan suatu
teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons, lebih dari itu belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan
dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan
dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetap mengalir, bersambung-
sambun, dan menyeluruh.
SIMPULAN
Respons siswa terhadap alat peraga yang digunakan sebagai media pembelajaran
pada pembelajaran tematik kurikulum 2013 tergambarkan pada 4 aspek. Keempat aspek
yang dimaksud adalah ketertarikan, penyajian informasi, pemberian instruksi, dan isi.
Respons positif siswa terlihat ketika pernyataan setiap aspek secara umum berada pada
kriteria setuju dan sangat setuju. Sedangkan, respons negative siswa terlihat ketika
pernyataan setiap aspek secara umum berada pada kriteria tidak setuju dan sangat tidak
setuju.
Berdasarkan data respons siswa terhadap alat peraga yang digunakan sebagai
media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013 yang terdapat pada
bagian hasil penelitian, respons yang tampak merupakan respons positif. Siswa sangat
tertarik dengan alat peraga yang digunakan sebagai media pembelajaran pada
pembelajaran tematik kurikulum 2013. Siswa mengakui bahwa siswa senang dengan alat
peraga yang digunakan sebagai media pembelajaran di kelas. Hal itu membuat siswa
mau mempelajari materi pelajaran di kelas kembali diulang lagi di rumah. Selain itu, siswa
mengakui bahwa alat peraga yang digunakan sebagai media pembelajaran di kelas
manarik perhatian. Oleh karena itu, sebaiknya memang guru menggunakan alat peraga
agar dapat menarik perhatian siswa.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 39
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
Rekomendasi ditujukan kepada guru yang belum menggunakan alat peraga yang
digunakan sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Hal
ini mengingat bahwa respons yang diberikan siswa sudah menunjukan arah positif, lalu
tidak ada alasan lagi bagi guru untuk tidak menggunakan alat peraga yang digunakan
sebagai media pembelajaran pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. Tentu saja juga
ada banyak kegunaan dan fungsi lainnya mengenai penggunaan alat peraga sebagai
media pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Fatihudin, D. & Holisin, I. (2012). Cara Praktis Memahami Penulisan: Karya Ilmiah, Artikel
Ilmiah Dan Hasil Penelitian. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hamalik, O. (2006). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Haryanto, U. (2015). Peningkatan Kemampuan Memecahkan Masalah melalui Media
Komputer dalam Pembelajaran Matematik pada Siswa SMKN Ngawen. Jurnal
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, 22( 4), 432-442.
Khaeruddin dkk. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP); Konsep dan
Implementasinya di Madrasah. Yogyakarta: Pilar Media.
Notoadmojo, S. (2003). Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nurgiyantoro, B. (2010). Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi.
Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
Nazir, M. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Prastowo, A. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta: DIVA Press.
Rachman, M. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Moral. Semarang: Unnes Press.
Rusman. (2012). Manajemen Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo.
Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Rajawali Pers.
Riyanto, Y. (2012). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sadiman, A.S., Rahardjo, R., Haryono, A., & Rahardjito. (2012). Media Pendidikan:
Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.
Samana, A. (2001). Sistem Pengajaran. Yogyakarta: Kanisius.
Sudijono, A. (2009). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sudjana, N. (1997). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7776
Linda Puspita, Umar Effendy, Nuraini Usman, Bunda Harini, Vina Amilia Suganda --- 40
Pembelajaran Tematik Berbantuan Alat Peraga pada Kurikulum 2013
Sudjana, N. (2013). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta: Alfabeta.
Sukiman. (2012). Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pedagogia.
Sukayati. (2004). Pembelajaran Tematik di SD Merupakan Terapan dari Pembelajaran
Terpadu. Disampaikan dalam Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD
Jenjang Lanjut Tanggal 6 – 19 Agustus 2004 di PPPG Matematika.
Sumiati & Arza. (2008). Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Suryani, N & Agung, L. (2012). Startegi Belajar-Mengajar. Yogyakarta: Ombak.
Susanto, A. (2014). Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Sutama. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Kualitatif, Kuantitatif, PTK, R & D.
Kartasura: Fairuz Media.
Trianto. 2013. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik baik Anak Usia Dini TK/RA
dan Ana Usia Awal SD/MI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Usman, Moh. Uzer. 2003. Menjadi Guru Professional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Widoyoko, Eko Putro. 2014. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Winasanjaya. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Kencana.
Yunanto, Sri Joko. 2004. Sumber Belajar anak Cerdas. Jakarta: Grasindo.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 41
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
THE CHALLENGES OF THEMATIC LEARNING IN ELEMENTARY SCHOOLS FOR 21ST CENTURY SKILLS AND
4.0 INDUSTRIAL REVOLUTION
Chaerul Rochman1, Rokayah 2, Neni Hermita3 chaerulrochman99@uinsgd.ac.id
1UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Bandung, Indonesia, 2 STKIP Sebelas April, Sumedang, Indonesia,
3 PGSD Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia
Sitasi Rochman, C., Rokayah., & Hermita, N. (2019). The Challenges of Thematic Learning in Elementary
Schools For 21st Century Skills and 4.0 Industrial Revolution. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 41-54. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
Education continues to develop with very high acceleration. In line with knowledge management sySTEAMs that are very sySTEAMatic, digital and complex. This code greatly influences thematic learning at the elementary level. The paper from the results of this study aims to reveal a profile of scientific literacy skills that support the achievement of students' scientific competencies at the elementary school level. The method used in this study is participatory pro-active research, where 5th-grade students from one of the private elementary schools in Bandung actively provide data through the instrument. The instrument used was a scientific literacy on thematic learning test and triangulation using interview techniques. The results showed that: (1) science literacy skills of 5th-grade students were still below the average, (2) the majority of students still relied on compulsory textbooks as a source of scientific literacy on thematic learning. This study concluded that the ability of scientific literacy on thematic learning in elementary school students in Bandung was still low. Based on analysis and conclusions, this study recommends that to deal with the challenges of the 21st century and the industrial revolution 4. science learning needs to be developed that involves the use of actual and contextual information and information technology. Keywords: contextual information, elementary school, information technology, and thematic learning
PENDAHULUAN
Kompetensi siswa menghadapi abad 21 dan revolusi industry 4.0 menjadi suatu
keniscayaan. Sejalan dengan perkembangan sains dan teknologi pada abad 21st tersebut
mendorong perkembangan dunia semakin maju secara cepat (Isabelle, 2017).
Percepatan perkembangan ini ditunjukkan dengan banyaknya produk teknologi yang
menjadi mitra kehidupan masyarakat termasuk siswa di semua tingkatan, termasuk pada
siswa sekolah dasar. Bagi siswa, berbagai variasi produk teknologi ini menyebabkan
semakin banyaknya pengetahuan dan keterampilan teknologi yang harus dikuasai.
Dampak lanjutannya adalah perlunya penyesuaian dan penyempurnaan kurikulum
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 42
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
pendidikan dan teknologi pembelajaran. Pembelajaran merupakan bagian dari kurikulum
yang akan terkena dampaknya. Dampak tersebut terkait dengan struktur materi, metode
pembelajaran dan penilaian proses dan hasil belajar. Ahmed Ibrahim (2017) mengatakan
bahwa metodologi, proses dan media pembelajaran juga selayaknya dapat mendukung
perkembangan pembelajaran abad 21 dan revolusi industry 4.0. Dengan pembelajaran
yang melibatkan sains teknologi enjiniring seni dan matematika (STEAM), siswa
diharapkan dapat lebih cepat literat terhadap tantangan abad 21 dan revolusi indusri 4.0.
Selain itu, peserta didik dapat menguasai keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
pada abad 21.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa keterampilan abad 21 dan revolusi
industry 4.0 penting diterapkan dalam pembelajaran di sekolah tingkat dasar.
Pembelajaran yang menggunakan konsep sains teknologi enjinering, seni, dan
matematika sangat mendukung peserta didik menguasai tantangan abad 21 an revolusi
industry 4.0 (Weintrop, D. et al., 2016). Di beberapa negara, pembelajaran STEAM dapat
mendorong siswa memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan matematis
(Christensen, R., & Knezek, 2015). Pembelajaran STEAM yang diterapkan di sekolah
dapat mempekuat dan meningkatkan kebermaknaan serta memecahkan masalah-
masalah sains dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula pembelajaran
sains dapat meningkatkan literasi digital, seni dan komputer. Temuan lain menyimpulkan
ada keterkaitan antara kemampuan akademik, keyakinan individual, dan sikapnya
terhadap perkembangan penggunaan teknologi digital (Olofsson et al (2011). Hal ini
menunjukkan bahwa ada pula hubungan antara kemampuan dasar sains dan matematika
dengan penguasaan STEAM. Siswa sekoah dasar di Indonesia rata-rata kemampuan sains
dan matematika masih rendah sehingga akan mempengaruhi tingkat kemampuan
penggunaan teknologi digital. Pandangan lain menyebutkan bahwa kemampuan siswa
dalam mengenali konsep-konsep dasar sains, seni dan produk teknologi masih rendah.
Namun kegiatan seni dapat dijadikan sebagai kegiatan yang terintegrasi dan mendukung
keberhasilan pembelajaran tematik (John, 2015). Sehingga timbul masalah apakah
kemampuan literasi sains, literasi seni siswa sekolah dasar Indonesia memiliki keterkaitan
dalam mendukung literasi abad 21 dan revolisi industry 4.0? Di samping itu, penting
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 43
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
diungkap bagaimana kecenderungan kemampuan atau literasi siswa terhadap persoalan
sains, teknologi, eniniring, seni dan matematika yang bersifat kontekstual. Persoalan ini
penting, karena semua persoalan penguasaan pengetahuan dan keterampilan SETAM
erat kaitan dengan proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka penting kajian terhadap kemampuan konsep
sains, seni dan teknologi pada siswa sekolah dasar yang dilakukan secara bertahap.
Sebagai tahapan awal perlu dipetakan kondisi eksisting literasi sains siswa. Setelah itu,
perlu diidentifikasi tantangan apa yang dihadapi siswa dalam melakukan pembelajaran
sains di kelas. Akhrinya, penting menyusun rekomendasi untuk meninndaklanjuti
pemecahan masalah literasi sains melalui pembelajaran sehari-hari di sekolah.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pendekatan kualitatif partisipatoris. Partisipan
dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas tinggi pada salah satu sekolah dasar di
Bandung sebanyak 25 orang. Partisipan terdiri dari 9 orang siswa laki-laki dan 16 orang
siswa perempuan. Untuk mendapatkan data kemampuan tematik dipergunakan tes
tertulis tentang Science Technology Engeneering Art and Math (STEAM) sebanyak 6 butir
soal. Pertanyaan terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian pertama tentang science, technology,
engineering, art, tiga pertanyaan tentang matematik, serta dua pertanyaan lainnya
mengenai kepedulian terhadap keluarga dan sikap partisipan terhadap dampak
pembelajaran tematik.
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: memberikan instrument tes
literasi pembelajaran tematik kepada peserta didik; mengolah data, dan menganalisis
hasil pengolahan data. Data yang diperoleh dari jawaban 25 partisipan diolah dengan
menggunakan rubric, yaitu skor 4 untuk jawaban benar dan lengkap, skor 3 untuk
jawaban benar dan tidak lengkap, skor 2 untuk jawaban yang minimal, skor 1 untuk
jawaban yang salah, dan skor 0 untuk tidak menjawab/kosong.
Setelah pengolahan data literasi partisipan, langkah selajutnya adalah triangulasi
terhadap beberapa orang partisipan. Triangulasi bertujuan untuk mendalami jawaban
tentang STEAM pembelajaran tematik yang diberikan oleh partisipan (Cavlazoglu, B., &
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 44
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
Stuessy, 2017) . Triangulasi dilakukan dengan teknik wawancara kepada beberapa orang
partisipan unggul dan asor. Hasil nya dideskripsikan dan diinterpretasikan sehingga dapat
melengkapi analisis data penelitian. Berdasarkan analisis dan kesimpulan, maka langkah
terakhir adalah merumuskan rekomendasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis data penelitian terdiri dari profil kemampuan tematik siswa dan
distribusi kemampuan STEAM, profil rata-rata STEAM, hubungan STEAM dengan
kepedulian keluarga dan Sikap siswa dalam konteks pembelajaran tematik. Berdasarkan
hasil analisis data dan untuk memperdalam jawaban siswa telah dilakukan triagulasi.
a. Profil kemampuan literasi STEAM siswa
Berdasarkan data yang diperoleh dari instrument tentang kemampuan literasi
STEAM, maka ditunjukkan profil distribusi partisipan dalam konteks pembelajaran tematik
sebagaimana grafik berikut.
Gambar 1. Profil Kemampuan Literasi STEAM Siswa
Gambar 2. Profil Kemampuan Literasi Berdasarkan Gender
33.4
35.8
32,0
33,0
34,0
35,0
36,0
Siswa Laki-laki Siswa Perempuan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 45
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
Gambar 1 dan 2 menunjukkan distribusi kemampuan literasi STEAM partisipan
siswa kelas 5. Skor perolehan rata-rata kemampuan leterasi STEAM adalah 35.0; serta
skor tertinggi sebesar 40, sedangkan skor terkecil adalah 28. Secara keseluruhan, semua
partisipan siswa masih berada tidak jauh dari angka rata-rata. Jika dilihat dari jenis
kelamin, skor rata-rata siswa perempuan (35.8) lebih besar dari skor rata-rata siswa laki-
laki (33.4).
Kecenderungan kemampuan STEAM siswa perempuan lebih besar ini sesuai
dengan hasil penelitian dari OztUrk (2010) yang menyatakan bahwa ada perbedaan
kemampuan keterampilan sains siswa perempuan dengan siswa laki-laki pada sekolah
dasar. Demikain juga dikatakan oleh Reilly (2015) bahwa perbedaan gender
menunjukkan adanya perbedaan kemampuan atau kompetensi sains anak pendidikan
dasar. Kemampuan literasi terhadap STEAM yang masih rendah terjadi di berbagai
negara. Literasi STEAM dipengaruhi oleh rendahnya literasi sains pada mata pelajaran di
sekolah. Ada pengaruh perbedaan gender pada kemampuan literasi ini (Han, S., Capraro,
R., & Capraro, 2015). Perbedaan cara berpikir dan bertindak dalam mempelajari sains
berbeda. Pada beberapa negara kemampuan berpikir kritis, kolaborasi ataupun
komunikasi kelompok perempuan lebih tinggi dibanding dengan laki-laki. Pembeda yang
signigikan terjadi pada aspek technology dibanding dengan konsep sains, engineering
maupun matematik. Untuk meningkatkan kemampuan literasi STEAM pada peserta didik
perlu diberikan pendekatan dan metode pembelajaran yang besifat kontekstual
(Kennedy, T. J., & Odell, 2014). Kurikulum yang banyak mengaitkan materi dengan
technology dapat dilakukan dalam pendidikan dasar. Selain itu, pembelajaran yang sering
mengenalkan technology bagi peserta didik laki-laki maupun perempuan dapat dilakukan
secara seimbang (Huang, C. S., Su, A. Y., Yang, S. J., & Liou, 2017).
Berdasarkan kecenderungan data dan beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa pembelajaran sains pada pembelajaran tematik perlu dipertimbangkan perbedaan
gender. Siswa laki-laki perlu mendapatkan rangsangan aktivitas yang lebih intensif.
Aktivitas yang dilakukan oleh siswa laki-laki diharapkan dapat meningkatkan
kompetensinya. Di lain pihak perlu pula dilakukan pembelajaran kelompok campuran,
artinya dalam satu kelompok terdiri dari anak laki-laki dan perempuan. Keberagaman
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 46
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
gender dalam satu kelompok akan memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk
dapat berinteraksi.
b. Profil kemampuan tematik siswa
Berdasarkan data yang diperoleh dari instrument tentang pembelajaran tematik
yang terdiri dari kemampuan tematik siswa, kepedulian terhadap keluarga dan sikap
terhadap STEAM dapat disajikan dan diidentifikasi oleh partisipan dapat ditunjukkan pada
gambar 3 berikut.
Gambar 3. Profil Kemampuan Tematik Siswa
Gambar 3 menunjukkan rata-rata skor kemampuan tematik siswa dari 25 orang
partisipan. Komponen yang paling tinggi peroleh skornya adalah keterampilan enjinering
(keteknikan). Sedangkan skor yang paling rendah adalah kemampan seni (arts). Nampak
bahwa rata-rata skor untuk STEAm diperoleh angka 3.5. Namun skor sikap siswa
terhadap STEAM dalam pembelajaran tematik adalah3.3. Adapun skor kepedulian siswa
terhadap keluarga terkait pembelajaran STEAM adalah paling besar, yaitu 3.6.
Kemampuan STEAM pada pembelajaran tematik siswa menunjukkan bervariasi. Namun
kondisi ini apakah dapat dikatakan adanya hubungan antar komponennya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen pembelajaran STEAM pada
praktisnya terjadi secara kolaboratif. Komponen sains, teknologi, enjinering, seni dan
matematika menjadi bagian dari kemampuan siswa. Pengaruh ada dan seringnya siswa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 47
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
menggunakan alat teknologi di lingungan rumah akan berpengaruh terhadap
kemampuan STEAM. Pada satu alat teknologi yang digunakan di rumah tangga (keluarga)
selalu mengandung beberapa informasi yang terkait ddengan STEAM. Satu alat teknologi
seperti televisi mengandung konsep sains (cahaya, bunyi, mekanika, dll), konsep
teknologinya berupa aplikasi konsep sains, enjineringnya berkaitan dengan semakin
simple dari segi fungsi dan ukurannya. Sedangkan pasa aspek seni (arts) terlihat dari
desain produk yang semakin menarik. Adapun unsur matematikanya terdapat pada
bentuk, ukuran dan perbandingan antara bahian-bagian alat teknologi. Keseluruhan
komponen STEAM sangat berpengaruh terhadap kepedulian siswa kepada keluarga.
Demikian pula, sikap yang positif dan konstruktif akan mempengaruhi digunakannya
produk teknologi di sekitar. Siswa dapat mempelajari berbagai alat teknologi di
rumahnya. Ia akan mempelajari bagaimana cara mengoperasikan sampai kepada
bagaimana cara memeliharanya. Siswa dapat mengenali produk teknologi yang ada di
sekitar mereka (Altun, 2017). Siswa mengenali lebih baik hanya produk-produk yang
nyata ada di sekitar tempat tinggal mereka. Banyak produk teknologi yang dapat dikenali
oleh peserta didik dari berbagai macam media, baik media ceak maupun media
elektronik. Tingkat pemahaman peserta didik terhadap produk technology akan
tergantung kepada ada tidaknya produk itu di tempat tinggal mereka. Frekuensi
penggunaan produk teknologi juga berpengaruh terhadap pemahaman mereka. Kegiatan
penggunaan seperti menghidupkan televisi, mengatur chanel, membesarkan volume,
mengatur warna dan lain-lain akan mempengaruhi literasi STEAM. Namun, masih jarang
peserta didik yang mempertanyakan konsep sains, teknologi, dan dimensi-dimensi lain
pada sutau produk teknologi. Lemahnya kemampuan peserta didik mengajukan
pertanyaan menunjukkan lemahnya kemampuan berpikir kritis. Selain itu, mereka jarang
mengomunikasikan hal-hal ilmiah yang berkaitan dengan produk teknologi yang mereka
gunakan.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 48
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
c. Distribusi Teknologi dan Arts dalam STEAM
Berdasarkan data yang diperoleh dari instrument tentang produk-produk teknologi
yang dipilih dan digambar oleh 25 orang partisipan dapat ditunjukkan pada gambar 4
berikut.
Gambar 4. Distribusi Teknologi dan Arts dalam STEAM
Gambar 4 menunjukkan bahwa produk teknologi yang paling banyak digambar
oleh partisipan berutur-turut adalah lemari es/refrigerator, handphone, computer dan
television. Jumlah produk teknologi yang paling banyak digambar berjumlah 4 dari 20
jenis yang harus dipilih (20%). Lemari es adalah produk teknologi yang paling banyak
dipilih dan digambar secara visual oleh partisipan, yaitu oleh 8 (32%). Sedangkan yang
paling sedikit digambar adalah televise (4 atau 16%).
Mengapa lemari es/refrigerator paling banyak dipilih sebagai produk teknologi saat
ini? Beberapa studi menunjukkan bahwa salah produk teknologi yang paling berkembang
adalah lemari es selain handphone. Perkembangkan kualitas (Wong, A. Y., & Daud,
2017), varietas maupun kuantaitas teknologi adalah handphone (Wong, A. Y., & Daud,
2017). Pada handphone berbagai informasi hampir tak terbatas (Rambitan, 2015).
Semua bidang kehidupan dapat diketahui dan dilakukan melalui handphone, termasuk
pendidikan. Handphone dapat dijadikan media pembelajaran yang sangat efektif. Namun,
pada bidang pendidikan harus ada aturan formal maupun norna etikapenggunaan
handphone (Porter, G et al, 2016). Selain itu, literasi terhadap handphone dan
penggunaanya harus menjadi program para pendidik. Handphone dapat meningkatkan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 49
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
terhadap kemampuan berpikir kritis anak (Rambitan, 2015) Oleh sebab itu, upaya literasi
secara massif penting dilakukan kepada para peserta didik. Dalam pandangan sederhana,
anak-anak pada pendidikan dasar masih sering berhubungan dengan lemari es terutama
berkaitan dengan makanan, seperti es krim, susu dan lain-lain. Makanan merupakan
bagian dari keseharian anak usia sekolah dasar (7 sd 12 tahun). Oleh sebab itu, produk
teknologi lemari es menjadi salah satu produk yang paling disukai anak. Selain itu, anak-
anak sangat gemar dengan asesoris tempelan gambar pada dinding lemari es. Hal ini
menyebabkan mereka akan lebih familiar dengan lemari es.
d. Triangulasi dan Hubungan STEAM, Kepedulian Keluarga dan Sikap
Berdasarkan analisis jawaban partisipan ketika dilakukan analisis hubungan antar
STEAM, Kepedulian Keluarga dan Sikap serta triangulasi literasi STEAM, maka dapat
dideskripsikan melalui gambar 5 dan tabel 1 berikut.
Gambar 5. Hubungan STEAM, Kepedulian Keluarga dan Sikap Siswa
Gambar 5 menunjukkan hubungan antara kemampuan STEAM siswa dengan
kepedulian kepada keuarga dan sikapnya terhadap STEAM. Hubungan ketiga ditunjukkan
dengan koefiesien korelasi sederhana, yaitu STEAM dan Keluarga sebesar 0.49; lebih
besar diaganding dengan hubungan STEAM dengan Sikap (0.38) dan Keluarga dan Sikap
(0.16). Hal ini menunjukkan bahwa factor keluarga lebih besar hubungannya dengan
kemampuan STEAM siswa. Sedangkan hubungan STEAM dengan sikap lebih rendah,
hanya 0.38.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 50
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
Beberapa penelitian menunjukkan ada kaitannnya antara frekuensi penggunaan
teknologi di rumah tangga dengan pemahaman konsep-konsep sains yang digunakan.
Dengan kata lain, keluarga mendukung siswa dalam memahami bebagai alat teknologi.
Anak lebih banyak belajar teknologi dari keluarga yang memiliki dan menggunakan
produk teknologi. Sehingga keluarga dengan frekuensi penggunaan produk teknologi
akan membantu anak dalam memahami konsep-konsep sains. Bagi siswa, konsep sains
bukan lagi konsep yang bersifat abstrak akan tetapi menjadi bagian yang kehidupan ril
nya.
Tabel 1. Deskripsi Triangulasi Partisipan pada Literasi STEAM
No Indikator STEAM Deskripsi dari Partisipan
1 Science: Beri penjelasan konsep
sains apa yang kamu gambar?
▪ Partisipan umumnya menjawab konsep
sains yang sederhana dan paling sering
ditemui adalah lemari es, dan mobile phone
sebagai produk teknologi
▪ Partisipan tidak memiliki penjelasan sains
yang lebih spesifik dari produk teknologi
yang digambar
▪ Partisipa tidak memiliki konsep yang utuh
dari produk teknilogi lainnya
2 Technology: Manfaat-manfaat apa
yang kamu peroleh dari tekologi
yang sering kamu gunakan
▪ Partisipan sebagian besar menjelaskan
banyak manfat dari adanya produk
teknologi lemari es, terutama dengan
manfaat untuk menyimpan makanan
kesukaannya.
▪ Partisian lebih kecenderungan
menggunakan mobllie phone daripada
televisi
3 Engineering: Bagaimana cara
mengopersikan produk teknologi?
▪ Partisipan lebih banyak menjelaskan cara
penggunaan secara umum, yaitu
menghidupkan dan mematikan alat secara
sederhana
4 Arts: Hal apa sajakan yang menarik
dari produk teknologi yang kalian
gambar?
▪ Partisipan lebih banyak memberikan alasan
bahwa menggambar lemri es lebih lenaik
karena mereka memiliki pengalaman dalam
menempel asesoris dan gambar yang
menarik
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 51
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
4 Math: Jelaskan apakah pada produk
teknologi yang kai gambar terdapat
hal-hal yang berhubungan dengan
matematika? (ukuran panjang, luas,
volume, berat, dan besaran lainnya
dengan satuan)
▪ Partisipan lebih banyak mengemukakan
ukuran panjang dan lebar, tanpa
mengemukakan besaran volume. Bakan
mereka tidak dapat menjelaskan satan-
satuan listrik lainnya.
Tabel 1 menunjukkan bahwa jawaban partisipan terhadap empat komponen
STEAM cukup bervariasi. Pada komponen sience, penjelasan partisipan terhadap produk
teknologi masih sederhana. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi beberapa
variasi jawaban. Pada umumnya partisipan menjawab dengan kalimat sederhana.
Komponen technology, partisipan sudah mulai menjelaskan cara-cara menghidupkan,
menggunakan, dan menutup produk technology, seperti televisi. Demikian pula pada
komponen engineering, partisipan dapat menjelaskan teknis fungsi dari refrigerator,
mobile phone, dan television dengan benar. Sedangkan pada komponen mathematic,
partisipan pada umumnya dapat mengidentifikasi dan menentukan ukuran-ukuran dari
produk teknologi. Sebagian besar partisipan mampu menghitung besaran luas, namun
masih banyak yang salah menghitung besaran volume. Sebagian kecil partisipan mampu
membaca besaran/dimensi lain yang terdapat pada produk teknologi.
Berdasarkan deskripsi pada tabel 1, maka kualitas penjelasan peserta didik sekolah
dasar kelas tinggi masih rendah. Kemampuan peserta didik dalam mengomuikasikan
pengetahuan produk teknologi masih rendah (Tsai, C. W., Shen, P. D., & Lu, 2015). Selain
kemam;uan komunikasi, peserta didik juga masih lemah dalam mengkolaborasikan
informasi-informasi yang ada pada produk teknologi. Informasi yang bersifat angka-
angka (matematis) belum dapat dipahami dan diolah secara baik. Padahal, untuk
menghadapi tantangan abad 21 dan revolusi industri 4.0 ini, seperti peserta didik harus
memiliki kemampuan literasi teknologi yang kuat. Diyakini bahwa seseorang harus
memiliki kemampuan literasi matematis (Kettler, 2014). Meskipun demikian, studi
menunjukkan kemampuan mengoperasikan persamaan-persamaan matematika
merupakan salah satu kesulitan yang dialami oleh peserta didik di sekolah dasar
(Ramirez, G et.al, 2016).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 52
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
SIMPULAN
Kelemahan siswa pada pendidikan dasar terjadi pada kompetensi menguasai
literasi STEAM. Hal ini menjadi tantangan dalam dunia pembelajaran sains khususnya
dan pembelajaran tematik pada umumnya. Tantangan ini sekaligus menjadi tantangan
dalam menghadapi abad 21 (Ronald W. Marx, 2006;Tang Wee Teo & Ke, 2014). Literasi
sains, teknologi enjinering, seni dana matematik penting dalam program keberhasilan
pelaksanaan kurikulum pendidikan saat ini. Penelitian ini merekomendasikan untuk
menyempurnakan temuan penelitian ini yaitu perlu dikaji lebih mendalam tentang model
pembelajaran yang literat terhadap science technology engineering arts and math.
Penguatan pembelajaran kontekstual, kooperatif dan keterlibatan produk technology
perlu dilakukan secara prioritas (Altun, 2017). Lembaga pendidikan perlu lebih sigap
dalam menghadapi abad 21 dan revolusi Industri 4.0 yaitu mengembangkan
pembelajaran terpadu terintegrasi sejak jenjang sekolah dasar dengan menggunkana
teknologi digital interaktif berbudaya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, I., W. AullsBruce., & M. Shore. (2017). Teachers’ Roles, Students’ Personalities,
Inquiry Learning Outcomes, and Practices of Science and Engineering:The
Development and Validation of the McGill Attainment Value for Inquiry Engagement
Survey in STEAM Disciplines. International Journal of Science and Mathematics
Education, 15(7), 1195–1215. Retrieved from
https://link.springer.com/article/10.1007/s10763-016-9733-y
Altun, S. (2017). The effect of cooperative learning on students’ achievement and views
on the science and technology course. International Electronic Journal of
Elementary Education, 7(3), 451–468.
Cavlazoglu, B., & Stuessy, C. . (2017). Changes in science teachers’ conceptions and
connections of STEAM concepts and earthquake engineering. The Journal of
Educational Research, 110(3), 239–254.
http://doi.org/10.1080/00220671.2016.1273176
Christensen, R., & Knezek, G. (2015). Active Learning Approaches to Integrating
Technology into a Middle School Science Curriculum Based on 21st Century Skills.
In Emerging Technologies for STEAM Education Springer, Cham. In In Emerging
Technologies for STEAM Education (pp. 17–37).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 53
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
Han, S., Capraro, R., & Capraro, M. M. (2015). How science, technology, engineering,
and mathematics (STEAM) project-based learning (PBL) affects high, middle, and
low achievers differently: The impact of student factors on achievement.
International Journal of Science and Mathematics Education, 13(5), 1089–1113.
http://doi.org/10.1007/s10763-014-9526-0
Huang, C. S., Su, A. Y., Yang, S. J., & Liou, H. H. (2017). A collaborative digital pen
learning approach to improving students’ learning achievement and motivation in
mathematics courses. Computers & Education, 107, 31-44., 107, 31–44.
http://doi.org/10.1016/j.compedu.2016.12.014
Isabelle, A. D. (2017). STEAM Is Elementary: Challenges Faced by Elementary Teachers
in the Era of the Next Generation Science Standards. The Educational Forum, 81(1),
83--91. http://doi.org/https://doi.org/10.1080/00131725.2016.1242678
John, Y. J. (2015). A" New" Thematic, Integrated Curriculum for Primary Schools of
Trinidad and Tobago: A Paradigm Shift. International Journal of Higher Education,
4(3), 172-187.
Kennedy, T. J., & Odell, M. R. L. (2014). Engaging students in STEAM education. Science
Education International, 25(3), 246–258. Retrieved from http://icaseonline.net
Kettler, T. (2014). Critical thinking skills among elementary school students: Comparing
identified gifted and general education student performance. Gifted Child Quarterly,
58(2), 127–136. http://doi.org/10.1177/0016986214522508
ÖztÜrk, N., Tezel, Ö., & Acat, M. B. (2010). Science Process Skills Levels of Primary School
Seventh Grade Students in Science and Technology Lesson. Journal of Turkish
Science Education (TUSED), 7(3).
Olofsson, A. D., Lindberg, J. O., Fransson, G., & Hauge, T. E. (2011). Uptake and use of
digital technologies in primary and secondary schools–a thematic review of
research. Nordic Journal of Digital Literacy, 6(04), 207-225.
Porter, G., Hampshire, K., Milner, J., Munthali, A., Robson, E., De Lannoy, A., ... & Abane,
A. (2016). Mobile Phones and Education in Sub‐Saharan Africa: From Youth Practice
to Public Policy. Journal of International Development, 28(1), 22–39.
Rambitan, V. M. (2015). The Effect of Smartphone on Students’ Critical Thinking Skill in
Relation to the Concept of Biodiversity. American Journal of Educational Research,
3(2), 243–249.
Ramirez, G., Chang, H., Maloney, E. A., Levine, S. C., & Beilock, S. L. (2016). On the
relationship between math anxiety and math achievement in early elementary
school: the role of problem solving strategies. Journal of Experimental Child
Psychology, 141, 83–100. http://doi.org/10.1016/j.jecp.2015.07.014
Reilly, D., Neumann, D. L., & Andrews, G. (2015). Sex differences in mathematics and
science achievement: A meta-analysis of National Assessment of Educational
Progress assessments. Journal of Educational Psychology, 107(3), 645.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7777
Chaerul Rochman, Rokayah , Neni Hermita --- 54
Contextual information, Elementary school, Information technology, and Thematic learning
Ronald W. Marx, and C. J. H. (2006). No Child Left Behind and Science Education:
Opportunities, Challenges, and Risks. The Elementary School Journal, 106(5).
Retrieved from https://www.journals.uchicago.edu/doi/abs/10.1086/505441
Tang Wee Teo & Ke, K. J. (2014). Challenges in STEAM Teaching: Implication for
Preservice and Inservice Teacher Education Program. Theory Into Practice, 53(1),
18–24. http://doi.org/10.1080/00405841.2014.862116
Tsai, C. W., Shen, P. D., & Lu, Y. J. (2015). The effects of Problem-Based Learning with
flipped classroom on elementary students’ computing skills: A case study of the
production of Ebooks. International Journal of Information and Communication
Technology Education (IJICTE), 11(2), 32040. http://doi.org/Copyright: © 2015
|Pages: 9 DOI: 10.4018/ijicte.2015040103
Weintrop, D., Beheshti, E., Horn, M., Orton, K., Jona, K., Trouille, L., & Ilensky, U. (2016).
Defining computational thinking for mathematics and science classrooms. Journal
of Science Education and Technology, 25(1), 127–147.
Wong, A. Y., & Daud, K. (2017). Headmaster Technology Leadership in Malaysia
Elementary Schools. Journal of Education and Learning, 11(2.), 154–164. Retrieved
from https://www.neliti.com/publications/70939/headmaster-technology-
leadership-in-malaysia-elementary-schools
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7778
Cahya Ramadaniati Lius, Gustrimal Witri, Jaya Adi Putra --- 55
Pengembangan Instrumen Penilaian Portofolio Mata Pelajaran SBdP,
STUDI PENDAHULUAN PENGEMBANGAN INSTRUMEN KETERAMPILAN GURU DALAM
PENILAIAN PORTOFOLIO MATA PELAJARAN SBdP
Cahya Ramadaniati Lius, Gustrimal Witri, Jaya Adi Putra cahyarl99@gmail.com, gustrimalwitri@lecturer.unri.ac.id, jayaadiputra@lecturer.unri.ac.id.
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
Sitasi Lius, C.R., Witri, G., & Putra, J.A. (2019). Studi Pendahuluan Pengembangan Instrumen Keterampilan
Guru dalam Penilaian Portofolio Mata Pelajaran SBdP. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 55-60. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7778.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
This preliminary study examines the development of teacher understanding instruments in conducting portofolio assessments and SBdP learning in elementary schools. The purpose of this study as an initial step is to develop teacher skill instruments in the SBdP subject portfolio assessment. This research method is development research with the ADDIE development model (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) but in this article only uses three stages, namely Analysis, Design, and Development. The results of the preliminary study of this development are instruments with indicators around teacher understanding in portfolio assessment and teacher understanding of SBdP learning. Instruments developed using content validity by art learning experts. The development of this instrument is useful as a source of measurement for applying portfolio assessment in SBdP subjects by the teacher students response, thematic learning, teaching aids. Keywords: instruments, portfolio assessment
PENDAHULUAN
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 pasal 39, menjelaskan bahwa “Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi”. Seperti yang dijelaskan pada undang-undang diantaranya
disebutkan bahwa seorang guru bertugas menilai hasil pembelajaran peserta didik dalam
menjalankan tugas keprofesionalannnya. Oleh karena itu, guru harus memiliki
kompetensi serta keterampilan dalam menilai proses dan hasil pembelajaran yang telah
dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7778
Cahya Ramadaniati Lius, Gustrimal Witri, Jaya Adi Putra --- 56
Pengembangan Instrumen Penilaian Portofolio Mata Pelajaran SBdP,
Berdasarkan survey dari United Nation Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) dalam Global Education Monitoring (GEM) report 2016 terhadap
kualitas pendidikan negara-negara berkembang di Asia Pasifik, Indonesia menempati
peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas pendidik, kualitasnya berada pada
level 14 dari 14 negara berkembang (Yunus, 2017; Puspitasari, 2015; Harefa, 2015).
Rendahnya kualitas pendidik dapat dijadikan salah satu gambaran bahwa dalam
menjalankan tugasnya pendidik masih membutuhkan perhatian. Kualitas pendidik yang
rendah dikarenakan berbagai faktor diantaranya kurangnya pelatihan-pelatihan serta
pengetahuan dalam pembaharuan pendidikan yang belum diikuti serta diketahui oleh
pendidik.
Faktanya pada saat menilai hasil pembelajaran khususnya pada mata pelajaran
SBdP, guru menilai hasil karya seni rupa siswa belum mengacu pada instumen serta
indikator-indikator penilaian yang jelas. Guru masih menilai karya seni rupa siswa
berdasarkan perasaan, seperti jika guru merasa bahwa gambar siswa bagus maka ia akan
memberikan nilai yang tinggi, begitu sebaliknya jika guru merasa bahwa gambar siswa
tidak bagus maka ia akan memberikan nilai yang rendah. Ketika mengikuti perasaan
maka setiap saat perasaan itu bisa berbeda-beda, artinya nilai yang diberikan akan
berbeda juga meskipun hanya ada satu karya. Bisa jadi ketika guru sedang tidak suka
dengan seorang murid, dengan sembarangan dia memberikan nilai berdasarkan
perasaannya saat itu. Tidak ada kejelasan terhadap nilai yang diberikan. Hal ini
memunculkan pertanyaan bagaimana guru melakukan penilaian dan memberikan standar
serta indikator-indikator dalam menilai karya seni rupa siswa.
Salah satu alternatif solusi yang dilakukan oleh guru dalam menilai karya seni
siswa dengan menggunakan penilaian portofolio. Penilaian portofolio adalah
pengumpulan informasi sejauh mana ketercapaian peserta didik yang dibuktikan dengan
hasil karya siswa dalam kurun waktu tertentu. Penilaian portofolio memiliki prinsip-prinsip
yang dapat menjadi acuan guru dalam menilai proses dan hasil karya siswa (Kunandar,
2013). Tentunya penggunaan penilaian portofolio ini berbeda-beda dterapkan oleh
masing-masing guru. Perbedaan tersebut tentunya disebabkan karena keterampilan
masing-masing guru.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7778
Cahya Ramadaniati Lius, Gustrimal Witri, Jaya Adi Putra --- 57
Pengembangan Instrumen Penilaian Portofolio Mata Pelajaran SBdP,
Dalam artikel ini, penulis ingin mencoba mengembangkan instrumen keterampilan
guru dalam penilaian portofolio pada mata pelajaran SBdP. Instrumen didefinisikan
sebagai alat ukur atau parameter yang digunakan untuk mengumpulkan data (Afrizal,
2016). Dalam melakukan sebuah penelitian, harus terlebih dahulu membuat rancangan
instrumen sebagai alat dalam pengumpulan data. Instrumen ini dapat berupa angket,
kuesioner, pertanyaan, panduan wawancara, dan sebagainya yang dijadikan sebagai alat
pengumpulan data. Instrumen merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari
sebuah penelitian, karena instrumenn merupakan kunci untuk menemukan serta
mengumpulkan informasi dari informan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah pada
artikel ini adalah “Bagaimana pengembangan awal instrumen keterampilan guru dalam
penilaian portofolio mata pelajaran SBdP?”
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan artikel ini adalah
mengembangkan awal instrumen keterampilan guru dalam penilaian portofolio mata
pelajaran SBdP.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan metode pengembangan Addie. Tahapan dalam
metode pengembangan ADDIE (Analysis, design, develop, implementation, dan
evaluation). Pada penelitian ini hanya menggunakan tiga tahap yaitu analysis, design dan
development.
Analysis (Analisis), pada tahap ini penulis memikirkan permasalahan yang terjadi
pada dunia pendidikan. Permasalahan yaitu penilaian portofolio yang dilakukan guru
apakah sudah sesuai dengan kompetensi siswa yang telah ditetapkan. Setelah
menemukan permasalahan, maka peneliti mengembangkan instrumen untuk
menganalisis serta menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Proses analisis
misalnya dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut ini: (1) apakah guru
sudah menerapkan penilaian portofolio sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, (2)
apakah guru sudah menentukan kriteria/indikator untuk menilai karya seni rupa siswa.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7778
Cahya Ramadaniati Lius, Gustrimal Witri, Jaya Adi Putra --- 58
Pengembangan Instrumen Penilaian Portofolio Mata Pelajaran SBdP,
Design (Desain), pada tahap ini penulis mempersiapkan rancangan instrumen
keterampilan guru guru dalam penilaian portofolio mata pelajaran SBdP. Rancangan
instrument ini masih berbentuk konsep dan akan dikembangkan pada tahap
development.
Development (Pengembangan), pada tahap ini penulis mengembangkan
rancangan instrumen menjadi indikator, sub indikator, serta jumlah pertanyaan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Produk yang dihasilkan dalam penulisan artikel ini yaitu instrumen keterampilan
guru dalam penilaian portofolio mata pelajaran SBdP. Dalam merancang instrumen ini,
penulis mengembangkan indikator dari permasalahan yang akan dikaji yaitu keterampilan
guru dalam penilaian portofolio dan pembelajaran SBdP. Sehingga indikator-indikator
yang dikembangkan seputar pemahaman guru tentang penilaian portofolio dan
pembelajaran SBdP. Berikut ini deskripsi mengenai indikator-indikator yang
dikembangkan dalam instrumen keterampilan guru dalam penilaian portofolio mata
pelajaran SBdP.
1. Pemahaman guru tentang penilaian portofolio
Indikator ini memuat keterampilan guru dalam melakukan teknik penilaian.
Indikator ini mengarah pada pemahaman guru terhadap penilaian portofolio yang
dilakukan kepada siswa, sampai sejauh mana guru memahami penggunaan penilaian
portofolio.
2. Pemahaman guru tentang pembelajaran SBdP
Indikator ini memuat pemahaman guru tentang pembelajaran. Indikator ini akan
memberi fakta terhadap pemahaman guru terhadap materi ajar seni rupa, serta
kompetensi dasar seni rupa siswa SD yang dipahami oleh guru, sehingga kompetensi
serta keterampilan guru dalam menilai karya seni rupa siswa berdasarkan
pemahamannya terhadap seni rupa khususnya pada sekolah dasar.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7778
Cahya Ramadaniati Lius, Gustrimal Witri, Jaya Adi Putra --- 59
Pengembangan Instrumen Penilaian Portofolio Mata Pelajaran SBdP,
Dari hasil pengembangan instrumen keterampilan guru dalam penilaian portofolio mata
pelajaran SBdP, maka sesuai dengan deskripsi diatas dapat dilampirkan instrument pada
tabel sebagai berikut.
Tabel 1. Indikator Pertanyaan dan Sub Indikator Instrumen Portofolio
Indikator Pertanyaan Sub Indikator
Pemahaman guru tentang
penilaian portofolio
Pengertian penilaian portofolio
Prinsip penilaian portofolio
Perencanaan penilaian portofolio
Komponenpenilaian portofolio
Alur Pelaksanaan portofolio
Pemahaman guru tentang
pembelajaran SBdP
Pembelajaran SBdP
Pemahaman materi ajar seni rupa
Kompetensi dasar seni rupa siswa SD
Instrumen yang dikembangkan sudah divalidasi melalui content validity (validitas
isi). Content validity (validitas isi) yaitu validasi yang dilakukan dengan mengecek serta
mengukur item yaitu indikator dan sub indikator apakah sudah memenuhi konsep.
Content validity ini diberi penilaian oleh ahli, dalam hal ini instrumen yang dikembangkan
divalidasi oleh ahli pembelajaran seni yaitu Drs. Zariul Antosa, M.Sn.
Skala yang digunakan yaitu skala likert, yaitu bentuk pengukuran persepsi variabel
dalam kejadian atau peristiwa sosial. Skala likert ini variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi indikator variabel. Skala ini menggunakan pilihan yang diantaranya sangat tidak
setuju, tidak setuju, cukup, setuju, dan sangat setuju. Dalam instrumen yang dirancang
oleh penulis yaitu indikator serta sub indikator menggambarkan pilihan jawaban diantara
pilihan tersebut sehingga terdapat kejelasan serta ketegasan yang diharapkan pada
variabel yang akan dituju dalam pembuatan instrumen ini.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7778
Cahya Ramadaniati Lius, Gustrimal Witri, Jaya Adi Putra --- 60
Pengembangan Instrumen Penilaian Portofolio Mata Pelajaran SBdP,
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengembangan awal dapat disimpulkan bahwa instrumen yang
dihasilkan berupa indikator diantaranya pemahaman guru tentang penilaian portofolio
dan pemahaman guru tentang pembelajaran SBdP. Instrumen pengembangan ini
divalidasi dengan content validity (validasi isi) oleh ali pembelajaran seni. Instrumen ini
diukur dengan skala likert yaitu bentk pengukuran dengan pilihan sangat tidak setuju,
tidak setuju, cukup, setuju, dan sangat setuju.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal. (2016). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Faizal, A. (692-709. Penilaian Autentik (Authentic Assessment) dalam Pembelajaran
Menulis Pada Kurikulum. Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Sukabumi.
Kunandar. (2013). Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Mareza, L. (2017). Pendidikan Seni Budaya dan Prakarya (SBdP) Sebagai Strategi
Intervensi Umum Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Scholaria Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, 7(1), 35-38.
Yusuf, A.M. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.
Padang: PT Fajar Interpratama Mandiri.
Yubani, A. (2013). Penilaian Autentik dalam Kurikulum 2013. Seminar Nasional
Implementasi Kurikulum 2013: 742-749. Universitas Pelita Harapan. Tangerang.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 61 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
MEDIA PEMBELAJARAN KOMIK SEBAGAI SARANA LITERASI INFORMASI
DALAM PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA DI SEKOLAH DASAR
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi eddy.noviana@lecturer.unri.ac.id, munjiatun@lecturer.unri.ac.id, na.afendi89@gmail.com
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau, Pekanbaru
Sitasi Noviana, E., Munjiatun, M., & Afendi, N. (2019). Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi
Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 61-73. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract Disaster mitigation is a response to disasters. Disaster response is the need to be
studied, respond to and carry out activities or activities before a disaster occurs, a disaster occurs and after a disaster occurs. To achieve the disaster mitigation capabilities of students, information literacy capabilities regarding disaster mitigation are needed. Information on disaster mitigation literacy can be done through learning. Learning Media about mitigation can be carried out in an attractive, effective and efficient manner. One interesting learning media for students at the elementary school level is comic learning media. Development of comic learning media about learning planning mitigation specifically designed for learning outcomes that are compiled and developed in order to support students for disaster response.
Keywords: comics, learning media, disaster mitigation
PENDAHULUAN
Sekolah sebagai jalur formal merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk
menumbuhkan dan mengembangkan pendidikan mitigasi bencana melalui proses
pembelajaran. Bencana alam berdampak sangat kompleks pada setiap aspek kehidupan
baik dari segi ekonomi, sosial dan kesehatan. Fenomena alam yang berkaitan dengan
ancaman bencana seperti tsunami, erupsi, gempa tektonik, gempa vulkanik, gempa
tremor, gempa multifase, awan panas, lahar panas, lahar dingin, kubah lava, abu
vulkanik, semakin familier dikenal masyarakat. ltulah pembelajaran yang diterima
masyarakat. Masyarakat menjadi akrab dengan lingkungan alam dan fenomena atau
gejalanya. Gejala alam yang berupa bencana alam tidak perlu disikapi negatif, tetapi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 62 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
hendaknya disikapi positif. Gejala-gejala alam tersebut patutlah diterima dengan akal
sehat, rasional, tidak perlu mengaitkan dengan hal yang mistik yang irasional dari sisi
pemikiran ilmiah. Hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana dapat
mencegah agar berbagai fenomena alam itu tidak atau kurang mengganggu kenyamanan
hidup manusia.
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan usaha sadar yang dimiliki oleh seorang
pendidik untuk mendidik peserta didiknya, dengan demikian mampu mengarahkan
melalui interaksi peserta didik dengan sumber belajar lainnya, dalam rangka untuk
mencapai tujuan yang diinginkan dari pendidik tersebut (Trianto, 2014). Pembelajaran
merupakan suatu interaksi antara dua arah, yaitu dari seorang pendidik dan peserta didik,
dimana keduanya itu terjadi melalui komunikasi yang baik dan terarah dapat
menghasilkan suatu target yang sebelumnya telah ditetapkan. Sumber belajar yang dapat
digunakan oleh peserta didik yaitu media pembelajaran.
Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan adalah media grafis. Media
grafis sebagai salah satu dari media yang dapat mengkomunikasikan sebuah kenyataan-
kenyataan dan pikiran-pikiran secara lebih jelas melalui perpaduan antara yang
mengungkapkan kata-kata dan gambar (Sudjana, 2013). Berdasarkan uraian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan salah satu bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik.
Salah satu media pembelajaran grafis yang cocok diterapkan dalam pembelajaran adalah
komik. Media pembelajaran komik merupakan media grafis yang dapat mempermudah
peserta didik dalam proses pembelajaran. Komik merupakan bacaan yang cukup menarik
untuk dibaca oleh anak-anak. Kesenangan anak-anak terhadap komik dapat
dimanfaatkan sebagai pokok utama pemilihan objek pengembangan media
pembelajaran. Namun yang menjadi permasalahan saat ini adalah belum ada media
pembelajaran yang dikembangkan berupa komik yang khusus mengembangkan tentang
pendidikan mitigasi bencana di sekolah dasar. Oleh sebab itu, melalui artikel ini mencoba
mengangkat rancangan dasar (kontruksi dasar) media pembelajaran komik sebagai
sarana untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memperoleh literasi
informasi mengenai pendidikan mitigasi bencana di sekolah dasar.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 63 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
PEMBAHASAN
1. Komik sebagai Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa
untuk belajar. Media pembelajaran sebagai sumber belajar merupakan komponen dari
sistem instruksional disamping pesan, orang, teknik latar dan peralatan. Sehingga fungsi
media pembelajaran yang utama adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut
mempengaruhi kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pencapaian pembelajaran sangat
membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian isi pesan pembelajaran.
Menurut Sadiman, dkk (2006: 16) media pembelajaran berfungsi untuk:
a) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.
c) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber
belajar.
d) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual,
auditori & kinestetiknya.
e) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan
persepsi yang sama.
Komik sebagai salah satu media pembelajaran dua dimensi dan termasuk media
grafis dua dimensi. Komik definisikan sebagai bentuk kartu yang mengungkapkan
karakter dan menerapkan suatu cerita dalam urutan yang erat hubungannya dengan
gambar dan rancang untuk dapat memberikan kepada para pembaca khususnya peserta
didik. Danaswari (2013) mengungkapkan bahwa komik memiliki beberapa karakteristik,
yaitu sebagai berikut:
a) Pembuatan komik untuk menggambar diperlukan adanya karakter. Karakter dalam
komik, yaitu pendeskripsian dari sesuatu yang akan dijelaskan di dalam komik.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 64 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
b) Ekspresi wajah karakter. Pada saat kita menentukan ekspresi dari perasaan sang
karakter yang kita buat. Misalnya, ekspresi yang digambarkan saat tersenyum, sedih,
marah, kesal, atau kaget.
c) Balon kata, yaitu unsur utama setiap komik gambar dan kata. Keduanya saling
mendeskripsikan satu sama lain. sehingga menunjukkan dialog antar tokoh.
d) Garis gerak, yaitu yang digambar akan terlihat hidup dalam imajinasi pembaca.
e) Latar, yaitu dapat menunjukkan pada pembaca konteks materi yang disampaikan
dalam komik tersebut.
f) Panel, yaitu sebagai urutan dari setiap gambar-gambar atau materi dan untuk
menjaga kelanjutan dari cerita yang sedang berlangsung.
Komik merupakan kartun yang dapat mengungkapkan karakter dan sangat
berperan dalam suatu cerita sangat erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang
untuk memberikan hiburan kepada pembaca khususnya peserta didik. Komik adalah
suatu bentuk cerita bergambar, terdiri atas berbagai situasi dalam cerita bersambung,
kadang lebih bersifat humor. Peserta didik sekolah dasar pada usia 7-12 tahun berada
pada masa operasional kongret yang umumnya lebih tertarik untuk membaca buku
dengan gambar-gambar yang menarik, dan berwarna. Komik merupakan salah satu
media massa yang hadir dengan berbagai jenis. Menurut Marcel Boneff (Saputri, 2016)
ada beberapa jenis untuk komik di Indonesia, yaitu sebagai berikut: 1) Komik wayang.
Komik wayang merupakan salah satu dari hasil tradisi lama yang hadir dari berbagai
sumber hindu, setelah itu diolah kemudian diperkaya dengan unsur lokal, beberapa
diantaranya berasal dari kesusastraan jawa kuno, seperti Mahabarata dan Ramayana; 2)
Komik silat. Komik silat atau biasa disebut komik pencak merupakan teknik bela diri,
sebagaimana karate berasal dari Jepang, atau kuntao dari Cina. Pada komik silat ini
banyak sekali yang mengambil ilham dari seni bela diri dan juga legenda-legenda rakyat;
3) Komik humor. Komik humor, yaitu setiap dalam penampilannya akan selalu
menceritakan hal-hal yang lucu dan membuat pembacanya akan tertawa. Baik terhadap
karakter tokoh yang biasanya akan digambarkan dengan fisik yang lucu atau jenaka
maupun pada tema yang diangkat dan dengan memanfaatkan banyak segi anekdotis; 4)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 65 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
Komik roman remaja. Komik roman remaja dalam bahasa Indonesia, kata roman sendiri
jika akan digunakan sendiri selalu berarti tentang kisah cinta, sedangkan kata remaja
yang digunakan untuk dapat menunjukkan bahwa komik ini ditujukan untuk kaum muda,
dimana salah satu ceritanya tentu saja romantik; dan 5) Komik didaktis. Pada komik
didaktis ini merujuk kepada komik yang bermaterikan tentang ideologi, ajaran-ajaran
agama, kisah-kisah perjuangan tokoh dan materi-materi lainnya, didaktis mempunyai
materi yang memiliki nilai-nilai pendidikan bagi para pembacanya. Komik jenis ini memiliki
dua fungsi, yaitu fungsi hiburan dan juga dapat dimanfaatkan secara langsung atau tidak
langsung untuk tujuan pendidikan.
Pengembangan komik didaktis diperlukan unsur-unsur dalam pengembangannya,
sehingga dapat memenuhi syarat komik didaktis sebagai media pembelajaran. Unsur-
unsur yang ada dalam mengembangkan komik sebagai media pembelajaran adalah
sebagai berikut: 1) Halaman pembuka. Pada halaman pembuka terdiri dari judul serial,
judul cerita, kredits (pengarang, penggambar pensil, peninta, pengisi warna), indicia
(keterangan penerbit, waktu terbitan, pemegang hak cipta); 2) Halaman isi. Halaman isi
terdiri dari panel tertutup, panel terbuka, balon kata, narasi, efek suara, gang/gutter. 3)
Sampul komik. Untuk sampul komik biasanya tertera nama penerbit, nama serial, judul
komik, pembuat komik dan nomor jilid; 4) Splash page. Halaman pembuka, splash page
atau satu halaman penuh, biasanya tanpa frame atau panel. Pada halaman ini bisa
dicantumkan juga judul, kreator, cerita, juga illustrator; dan 5) Double-spread page. Dua
halaman penuh bisa dengan variasi panel-panel. Biasanya untuk memberi kesan “wah”
atau dasyat atau memang perlu ditampilkan secara khusus agar pembaca terbawa
suasana (Ulva, 2017).
2. Literasi Informasi
Literasi informasi secara umum adalah kemelekan atau keberaksaraan informasi.
Menurut kamus bahasa inggris pengertian literacy adalah kemelekan huruf atau
kemampuan membaca dan information adalah informasi. Maka literasi informasi adalah
kemelekan terhadap informasi. Walaupun istilah literasi informasi belum begitu familiar
dan menjadi istilah yang asing di kalangan masyarakat.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 66 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
Literasi informasi adalah kemampuan dalam menemukan informasi yang
dibutuhkan, mengerti bagaimana perpustakaan diorganisir, familiar dengan sumber daya
yang tersedia (termasuk format informasi dan alat penelusuran yang terautomasi) dan
pengetahuan dari teknik yang biasa digunakan dalam pencarian informasi. Hal ini
termasuk kemampuan yang diperlukan untuk mengevaluasi informasi dan
menggunakannya secara efektif seperti pemahaman infrastruktur teknologi pada transfer
informasi kepada orang lain, termasuk konteks sosial, politik dan budaya serta
dampaknya (Reitz, 2004:356).
Shapiro (1996:31) mengemukan bahwa literasi informasi sebagai :
Information literacy is refer to a new liberal art that extends from knowing how to use computers and access information to critical reflection on the nature of information itself, its technical infrastructure, and its social, cultural and even philosophical context and impact.
Pendapat di atas dikatakan bahwa literasi informasi ditujukan sebagai sebuah seni
liberal baru dalam rangka mengetahui bagaimana menggunakan komputer, mengakses
informasi dan berpikir secara kritis dalam informasi mereka, infrastruktur teknologi dalam
kontes sosial, budaya, konteks filosofi dan dampaknya.
Bundy dalam Hasugian (2009:200) mengemukankan bahwa: “Literasi informasi
adalah seperangkat keterampilan yang diperlukan untuk mencari, menganalisis dan
memanfaatkan informasi”. Tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas dalam laporan
penelitian America Library Association’s Presidental Commite on Information Literacy
(1989:1) dikatakan bahwa “information literacy is a set of abilities requiring individuals
to recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use
effectivelly the needeed information”. Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa
literasi informasi adalah seperangkat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
seseorang untuk mengetahui kapan informasi dibutuhkan, kemampuan untuk
menempatkan, mengevaluasi dan menggunakan secara efektif kebutuhan informasinya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai definisi literasi informasi, maka
dalam artikel ini yang dimaksud dengan literasi informasi adalah kemampuan dan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 67 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
pengetahuan peserta didik sekolah dasar dalam menggunakan informasi yang dikemas
dalam sebuah media pembelajaran yang berbentuk komik cetak yang berisi tentang
informasi mengenai mitigasi bencana yang diharapkan peserta didik dapat
menempatkan, mengevaluasi dan menggunakan secara efektif bila terjadi bencana alam.
3. Pendidikan Mitigasi Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (PB)
dalam Bab I Pasal 1, mengelompokkan bencana ke dalam bencana alam, bencana non
alam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan alam, antara lain gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah
bencana yang disebabkan peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial
adalah bencana yang mengakibatkan peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan manusia, yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas,
dan teror.
Berbagai jenis ancaman bencana sebagai berikut: (1) gempa bumi; (2) tsunami;
(3) letusan gunung api; (4) banjir; (5) tanah longsor/gerakan tanah; (6) kebakaran hutan
dan lahan; (7) kekeringan; (8) gelombang ekstrem; (9) cuaca ekstrem (angin puting
beliung, topan, dan badai tropis); (10) erosi; (11) abrasi; (12) epidemi dan wabah
penyakit; (13) kebakaran hutan; (14) kegagalan teknologi; dan (15) konflik sosial. (UU
Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana).
Penanggulangan bencana secara umum dapat diuraikan sebagai berikut: 1)
Sebelum bencana: pencegahan (prevention), penjinakan (mitigation), kesiapsiagaan
(prepored ness); 2) selama bencana: tahap awal, tahap darurat (response), konsolidasi
(consolidotion), tahap akhir, rehabilitasi (rehobilitation); dan 3) sesudah bencana :
rekonstruksi, pembangunan (development) (Purwantoro, 2011: 8). Pada tahap sesudah
bencana (post hazard) ada sepuluh langkah untuk proses perencanaan sistem pemulihan
masyarakat akibat bencana. Langkah-langkah tersebut bukanlah hal yang baru, yaitu
meliputi perolehan informasi tentang mitigasi, penyusunan tujuan, alternatif pemikiran,
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 68 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
penentuan langkah kerja menurut French Wetmore and Gil Jamieson (development)
(Purwantoro, 2011: 8), langkah-langkah tersebut adalah: (a) Mengorganisasikan
rancangan (orgonize to prepare the plan); (b) Melibatkan masyarakat (involve the
public); (c) Mengkoordinasikan dengan agen lain (coordinote with other agencies)
a) Penilaian Bencana (assess the hazard)
b) Mengevaluasi permasalahan (evoluating the problems)
c) Menyusun tujuan (setting the goals)
d) Penilaian stategi (reviewing possible strategies and measures)
e) Menyusun draf rancangan (drafting the action plan)
f) Mengadopsi rancangan (adopting the plans)
g) Mengiplementasi, mengevaluasi, dan merevisi rancangan (implementing, evoluating,
and revising the plans)
Pendidikan mitigasi bencana dilakukan dengan tujuan: (a) memberikan informasi
pada siswa tentang pengetahuan yang benar mengenai bencana; (b) memberikan
pemahaman tentang perlindungan secara sistematis; dan (c) membekali siswa melalui
practical training bagiamana melindungi dirinya dan bagaimana mereka bisa merespon
bencana tersebut secara tepat dan cepat.
4. Rancangan Komik Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
Fungsi komik didaktis sebagai media pembelajaran memiliki fungsi hiburan dan
juga dapat dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung untuk tujuan pendidikan.
Dengan melihat fungsi sebagai hiburan dan tujuan pendidikan, maka sangat berpeluang
besar untuk dikembangkan komik sebagai literasi informasi dalam pendidikan mitigasi
bencana. Pendidikan mitigasi bencana merupakan proses pendidikan dalam menghadapi
dan menanggulangi bencana, baik pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana.
Oleh sebab itu, diperlukan kontruksi awal dalam merancang komik sebagai literasi
informasi dalam pendidikan mitigasi bencana. Langkah pertama yang dilakukan adalah
mengembangkan dan menganalisis capaian pembelajaran yang harus dicapai oleh
peserta didik di sekolah dasar yang berkenaan dengan tentang informasi mitigasi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 69 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
bencana. Langkah kedua adalah membetuk karakter tokoh yang sesuai dengan kondisi
peserta didik di sekolah dasar. Langkah ketiga adalah menyusun dan mengembangkan
storyboard atau jalan cerita dari komik yang akan dikembangkan. Langkah keempat,
yakni merancang gambar dan tampilan dari isi komik yang akan dikembangkan. Dan
langkah kelima adalah melakukan uji validasi konten, kebahasaan, dan grafik oleh
validator ahli (Thiagarajan, 1974).
Berikut ini disajikan contoh rancangan kompetensi mitigasi bencana yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Rancangan Kompetensi Dasar dalam Pendidikan Mitigasi Bencana
Kompetensi Dasar Deskripsi
Mampu mengidentifikasi ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana geologi dan hidrometeorologi di Indonesia.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi capaian pembelajaran, yakni: (a) siswa dapat menjelaskan posisi Indonesia yang berdampak pada bencana geologi dan hidrometeorologi; (b) siswa dapat membedakan ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana geologi dan hidrometeorologi.
Mampu mengidentifikasi ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana gempa bumi.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi capaian pembelajaran, yakni: (a) siswa dapat menjelaskan gejala dan penyebab terjadinya gempa bumi; (b) siswa dapat menjelaskan kegiatan atau aktivitas sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana gempa bumi; dan (c) siswa dapat melakukan simulasi kegiatan sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana gempa bumi.
Mampu mengidentifikasi ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana tsunami.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi capaian pembelajaran, yakni: (a) siswa dapat menjelaskan gejala dan penyebab terjadinya tsunami; (b) siswa dapat menjelaskan kegiatan atau aktivitas sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana tsunami; dan (c) siswa dapat melakukan simulasi kegiatan sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana tsunami.
Mampu mengidentifikasi ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana gunung api.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi capaian pembelajaran, yakni: (a) siswa dapat menjelaskan gejala dan penyebab terjadinya gunung api; (b) siswa dapat menjelaskan kegiatan atau aktivitas sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana gunung api; dan (c) siswa dapat melakukan simulasi kegiatan sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana gunung api.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 70 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
Mampu mengidentifikasi ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana banjir.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi capaian pembelajaran, yakni: (a) siswa dapat menjelaskan gejala dan penyebab terjadinya bencana banjir; (b) siswa dapat menjelaskan kegiatan atau aktivitas sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana banjir; dan (c) siswa dapat melakukan simulasi kegiatan sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana banjir.
Mampu mengidentifikasi ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana tanah longsor.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi capaian pembelajaran, yakni: (a) siswa dapat menjelaskan gejala dan penyebab terjadinya tanah longsor; (b) siswa dapat menjelaskan kegiatan atau aktivitas sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana tanah longsor; dan (c) siswa dapat melakukan simulasi kegiatan sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana tanah longsor.
Mampu mengidentifikasi ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana puting beliung.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi capaian pembelajaran, yakni: (a) siswa dapat menjelaskan gejala dan penyebab terjadinya putting beliung; (b) siswa dapat menjelaskan kegiatan atau aktivitas sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana putting beliung; dan (c) siswa dapat melakukan simulasi kegiatan sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana putting beliung.
Mampu mengidentifikasi ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana kekeringan.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi capaian pembelajaran, yakni: (a) siswa dapat menjelaskan gejala dan penyebab terjadinya kekeringan; (b) siswa dapat menjelaskan kegiatan atau aktivitas sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana kekeringan; dan (c) siswa dapat melakukan simulasi kegiatan sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana kekeringan.
Mampu mengidentifikasi ancaman sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana kebakaran.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi capaian pembelajaran, yakni: (a) siswa dapat menjelaskan gejala dan penyebab terjadinya kebakaran; (b) siswa dapat menjelaskan kegiatan atau aktivitas sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana kebakaran; dan (c) siswa dapat melakukan simulasi kegiatan sebelum, sedang dan setelah terjadi bencana kebakaran.
Setelah dikembangkan capaian pembelajaran yang disajikan pada tabel 1 di atas,
maka dikembangkan salah satu rancangan komik sebagai literasi informasi pada
pendidikan mitigasi bencana di sekolah dasar, yaitu bencana gempa bumi. Adapun contoh
pengembangan komik mitigasi bencana gempa bumi dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 71 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
Gambar 1. Contoh Rancangan Komik Mitigasi Bencana
SIMPULAN
Berdasarkan paparan yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
salah satu media pembelajaran yang menarik untuk memperkenalkan mitigasi bencana
kepada peserta didik di sekolah dasar adalah media pembelajaran komik. Komik yang
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 72 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
dikembangkan mengacu pada kompetensi dasar dan capaian pembelajaran yang
berhubungan dengan tanggap kebencanaan, yaitu (a) bencana geologi dan
hidrometeorologi di Indonesia; (b) bencana gempa bumi; (c) bencana tsunami; (d)
gunung api; (e) bencana banjir bencana banjir; (f) bencana tanah longsor; (g) puting
beliung; (h) bencana kekeringan; dan (i) bencana kebakaran.
DAFTAR PUSTAKA
American Library Association (ALA). 1989. Presidential Committee on Information
Literacy: Final Report. Diakses tanggal 15 Januari 2019.
[http://www.ala.org/ala/mgrps/divs/acrl/publications/whitepapers/presidential.c
f m].
Danaswari, R. W, Kartimi, Roviati, E. (2013) . Pengembangan Bahan Ajar Dalam Bentuk
Media Komik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN 9 Cirebon
pada Pokok Bahasan Ekosistem. Jurnal Scientiae Educatia, 2 (2).
Hasugian. 2009. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Medan: USU Press.
Jailani, I. (2015). Pengembangan Media Komik Pembelajaran Matematika Meningkatkan
Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas V, Yogyakarta: Jurnal Prima Edukasia
Vol. 3 No. 1.
Naziyah, N. (2014). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Pada Materi Jurnal Penyesuaian
perusahaan Jasa Di Kelas XI Perbankan SMK Assa’adah Bungah Gresik. Jurnal
Pendidikan Akuntansi (JPAK) Volume 3 (2). (Online).
Http://Www.Scribd.Com/Doc/273118085/Pengembangan-Lembar-Kerja-Siswa-
Pada-Materi-Jurnal-Penyesuaian-Perusahaan-Jasa-Di-Kelas-Xi-Perbankan-Smk-
Assa-Adah-Bungah-Gresik#Scribd. (Diakses 17 Desember 2017)
Purwantoro, S. (2011). Kapan Pembelajaran Mitigasi Bencana akan dilaksanakan?.
Prosiding Semiloka Nasional “Urgensi Pendidikan Mitigasi Bencana” Fakultas Ilmu
Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 11-12 Mei 2011. Halaman 1-
14.
Reitz, J. M. (2004). Information literacy. In Dictionary and Information Science.
Westport, CT: Library Unlimited.
Sadiman, A., Haryono, A., dan Rahardjito, R. (2006). Media Pendidikan. Jakarta:
Puteskom dan Raja Grfindo Persada.
Saputri, A., dkk. (2016). Efektivitas Penggunaan Media Komik Kartun Terhadap Hasil
Belajar Fisika Siswa SMA Negeri 2, Jurnal Penelitian Pendidikan Fisika Universitas
Pasir Pengaraian, halaman 5.
Shapiro, J. J., & Hughes, S. K. (1996). Information Literacy as a Liberal Art:
Enlightenment Proposals for a New Curriculum. Educom Review, 31.
http://net.educause.edu/apps/er/review/reviewArticles/31231.html
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7781
Eddy Noviana, Munjiatun, Nofrico Afendi --- 73 Media Pembelajaran Komik sebagai Sarana Literasi Informasi dalam Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah Dasar
Soeharto, H. B. R. (2015). Pengembangan Media Komik Berbasis Pendidikan Karakter
pada Pembelajaran Tematik-Integratif Kelas IV SD, Jurnal Edukasia Vol.3 No.1.
Sudjana, N., Rivai, A. (2013). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono, S., (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Thiagarajan, et all. (1974). Instructional Development for Training Teacher of Expectional
Children. Minneapolis, Minnesota: Leadership Training Institute/Special
Education, University of Minnesota
Trianto, I., B. (2014). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif dan Kontekstual.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Ulva, R. K., Hidayah, H. (2017). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komik Pada
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas IV MI Nurul Hidayah Roworejo
Negerikaton Pesawaran. Jurnal Terampil Pendidikan dan Pembelajaran Dasar Vol.
4 No. 1 , p-ISSN 2355-1925 e-ISSN 2580-8915 Juni 2017), halaman 38.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7782
Beny Al Fajar --- 74
Penanaman Kemampuan Literasi Siswa Sekolah Dasar
ANALISIS PENANAMAN KEMAMPUAN LITERASI SISWA SEKOLAH DASAR
Beny Al Fajar benyalfajar02@gmail.com
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau, Pekanbaru
Sitasi Al Fajar, B. (2019). Analisis Penanaman Kemampuan Literasi Siswa Sekolah Dasar. Prossiding Seminar
Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halman 74-79. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7782.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
Literasi merupakan keterampilan dalam berbahasa meliputi mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Seiring dengan perkembangan zaman, maka literasi juga ikut berkembang. Pemerintah mencanangkan program gerakan literasi sekolah yang bertujuan mendukung pengembangan literasi siswa, Dalam implementasi, guru sebagai fasilitator diharapkan mampu menyajikan materi dan pembelajaran yang menarik bagi siswa. Faktor internal dan ekksternal menjadi pengaruh dalam kegiatan literasi. Tujuan dari adanya kegiatan literasi adalah untuk memperluas ilmu pengetahuan yang dimiliki seorang siswa, hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Keywords: kemampuan literasi, siswa sekolah dasar
PENDAHULUAN
Salah satu faktor penting dalam tujuan memajukan bangsa adalah dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia yang
berkualitas sangat dibutuhkan oleh sebuah bangsa, karena apabila sebuah bangsa
memiliki sumber daya alam yang berlimpah namun apabila tidak memiliki sumberdaya
manusia yang berkualitas maka akan menjadi kendala dalam pengelolaan sumber daya
alam itu sendiri. Sehubungan dengan masalah tersebut dibutuhkan kemampuan literasi
yang handal oleh setiap individu. Kemampuan literasi yang tinggi sangat berpengaruh
terhadap kemampuan memperoleh sebuah informasi, semakin banyak informasi yang
didapatkan maka akan meningkat pula kualitas sumber daya manusia yang dimiliki.
Literasi merupakan kemampuan yang berkaitan dengan kegiatan membaca, berpikir, dan
menulis yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memahami informasi secara
kritis, kreatif, dan reflektif, literasi dapat dijadikan sebagai basis pembelajaran di sekolah.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7782
Beny Al Fajar --- 75
Penanaman Kemampuan Literasi Siswa Sekolah Dasar
Seiring dengan perkembangan zaman, permasalahan literasi hendaknya menjadi
satu masalah yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh bangsa Indonesia. Dampak
buruk dari kurangnhya kemampuan literasi adalah akan rendahnya tingkat berkompetisi
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Hasil-hasil penelitian Internasional
menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia secara umum tergolong
rendah. Siswa kita di Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca dan menulis
sebagai kegiatan sehari-hari. Bagi masyarakat barat aktivitas membaca dan menulis
sudah menjadi kegiatan sehari-hari. Rendahnya literasi masyarakat Indonesia disebabkan
oleh masyarakat Indonesia merupakan masyarakat aliterat, yaitu masyarakat yang bisa
membaca namun belum memiliki keinginan untuk menjadikan kegiatan membaca sebagai
aktivitas keseharian (Nurdiyanti,2010). Maka dari itu peningkatan kualitas sumber daya
manusia bangsa Indonesia dapat dilakukan melalui kegiatan literasi yang dilakukan pada
setiap jenjang pendidikan, terutama jenjang pendidikan sekolah dasar, agar siswa di
Indonesia dapat menanamkan kegiatan literasi sejak kecil.
KAJIAN LITERATUR
Definisi Kemampuan Literasi
Secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang berarti melek huruf (Echols
& Shadily, 2003). Literasi merupakan semua proses pembelajaran baca tulis yang
dipelajari seseorang termasuk di dalamnya empat keterampilan berbahasa mendengar,
berbicara, membaca, dan menulis (Kharizmi, 2015).
Clay & Ferguson (2001) menjelaskan bahwa terdapat beberapa komponen literasi
yaitu sebagai berikut:
1. Literasi Dini (Early Literacy), yaitu kemampuan dasar untuk menyimak atau
memahami sebuah bahasa lisan yang dibentuk dari pengalaman anak terhadap
interaksi dilingkungan sekitarnya
2. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk menarik informasi berupa
lisan, membaca rangkaian kata, menulis beberapa kosa kata, dan menghitung berupa
angka yang berguna untuk pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7782
Beny Al Fajar --- 76
Penanaman Kemampuan Literasi Siswa Sekolah Dasar
3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy) yaitu, kemampuan dalam memanfaatkan
koleksi referensi untuk memahami informasi ketika menyelesaikan sebuah karya
tulisan, penelitian maupun cara dalam mengatasi sebuah permasalahan.
4. Literasi Media (Media Literacy) yaitu kemampuan untuk memahami penggunaan
media dan tujuan penggunaannya baik berupa media cetak, media elektronik, dan
media digital (internet)
5. Literasi Teknologi (Technology Literacy) yaitu kemampuan memahami
perkembangan teknologi seperti perangkat keras (hardware), perangkat lunak
(software)
6. Literasi Visual (Visual Literacy) yaitu pemahaman tingkat lanjut angtara literasi media
dan literasi teknologi yang memanfaatkan materi visual dan audiovisual untuk
kebutuhan belajar
Dari komponen diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan literasi setiap
individu memiliki komponen nya masing-masing dalam perkembangan kemampuan
literasi. Komponen tersebut sangat dibutuhkan terutama bagi peserta didik tingkat
pendidikan sekolah dasar, yang dimana tingkat pendidikan sekolah dasar merupakan
awal penanaman kemampuan literasi, agar kemampuan literasi tersebut dimiliki oleh
setiap siswa sejak kecil hinga dewasa nanti.
Guru berperan penting dalam penanaman kemampuan literasi siswa pada jenjang
pendidikan sekolah dasar, Sebagai contoh dalam pengajaran membaca, dibutuhkannya
kemampuan seorang siswa untuk menyerap maupun menggali informasi dari sebuah
karangan teks, lalu siswa dapat menarik kesimpulan menurut pemahamannya sendiri
tentang teks tersebut.
Hasil penelitian (Kana, dkk: 2017) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi literasi ada 2 macam, yaitu:
1. Faktor Internal yang berasal dari dalam diri siswa seperti : Faktor keturunan, minat,
bakat, IQ dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal yang berasal dari luar diri siswa seperti :keluarga, sekolah,
bimbingan belajar dan lain sebagainya
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7782
Beny Al Fajar --- 77
Penanaman Kemampuan Literasi Siswa Sekolah Dasar
Adanya perbedaan minat dan bakat seorang siswa menyebabkan perbedaan
kemampuan literasi yang berbeda juga, siswa yang lebih suka memanfaatkan waktu
istirahat dengan kegiatan membaca maupun menulis cenderung memiliki wawasaan luas
daripada siswa lainya, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya kosa kata yang i abaca
dari sebuah teks yang terdapat dalam buku bacaan, buku-buku tersebut memiliki
informasi yang dapat mengembangkan pengetahuan siswa.
Karakteristik siswa pun dapat menjadi faktor dalam penanaman kemampuan
literasi, seorang guru wajib mengetahui karakteristik masing-masing siswa, pola
karakteristik siswa yang berbeda un akan menjadi pertimbangan sendiri oleh guru dalam
menentukan metode pengajaran yang sesuai. Seperti pada kelas rendah maka sumber
dan media pengajaran yang digunakan dalam pembelajaran literasi adalah konkrit,
menarik dan bermakna. Pentingnya kemampuan literasi pada saat sekarang ini dapat
menjadi faktor penting dalam mengembangkan pengetahuan siswa, karena seiring
dengan perkembangan teknologi maka informasi yang tersedia pun akan semakin luas,
informasi maupun ilmu pengetahuan tidak hanya tersedia dalam buku yang terdapat di
perpustakaan saja, para siswa sekarang dapat mengakses informasi yang dibutuhkan
melalui akses secara online, baik dalam berupa jurnal maupun artikel-artikel ilmiah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Peraturan Menteri nomor 23
tahun 2013 meluncurkan sebuah gerakan literasi sekolah untuk menumbuhkan sikap budi
pekerti luhur kepada anak-anak melalui bahasa. Melalui gerakan tersebut, pihak sekolah
pun sangat mendukung dalam upaya pengembangan kemampuan literasi siswa, sekolah
gencar melakukan kegiatan lomba yang bertajuk pada kemampuan membaca maupun
menulis. Sekolah juga mendukung dengan adanya kegiatan membaca pada jam istirahat
dengan menyediakan berbagai buku bahan bacaan di berbagai tempat bermain siswa.
Guru juga berperan dalam menumbuhkan kegiatan literasi siswa, guru diharapkan
mampu menyajikan materi maupun media pembelajaran yang menarik untuk
menumbuhkan minat siswa, guru juga dapat melakukan aktivitas kegiatan pembelajaran
di perpustakaan sekolah yang dimana menyajikan berbagai macam informasi, sehingga
siswa dapat bereksplorasi baik secara individu maupun kelompok dengan bahan bacaan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7782
Beny Al Fajar --- 78
Penanaman Kemampuan Literasi Siswa Sekolah Dasar
yang dibacanya, apabila menemukan sebuah kesulitan maka siswa dapat menanyakan
hal tersebut kepada guru yang disini berperan sebagai fasilitator.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah maupun pihak sekolah dalam
pengembangan kemampuan literasi siswa sekolah dasar, namun beberapa siswa masih
belum bisa melakukan kegiatan literasi tersebut, siswa cenderung lebih memilih bermain
daripada melakukan kegiatan membaca maupun menulis. Sangat disayangkan fasilitas
yang telah disediakan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh siswa. Buku-buku yang
tersedia sering diabaikan oleh siswa. Maka oleh karena itu penanaman kemampuan
literasi ini menjadi perhatian bersama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,
tidak hanya perhatian pemerintah dan guru namun orang tua juga harus memberikan
perhatian kepada anak-anak dalam mengembangkan kemampuan literasi pada anak, hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara mengajak anak-anak menbaca buku 10-15 menit
sebelum tidur. Apabila hal tersebut terus dilakukan, maka kegiatan membaca tersebut
akan menjadi kebiasaan seorang anak dan akan berlanjut hingga ia dewasa nanti.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah studi literatur dengan cara mencari referensi teori yang
relevan dengan permasalahan yang ditemukan. Jenis data yang digunakan pada
penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku dan jurnal.
SIMPULAN
Rendahnya kemampuan literasi siswa dapat disebabkan oleh rendahnya minat dan
bakat siswa. Terdapat faktor internal yang mempengaruhi kemampuan literasi seorang
siswa, baik berupa minat atau bakat dan faktor eksternal berupa dorongan sekolah
maupun keluarga, dalam hal tersebut maka pemerintah telah mencanangkan adanya
kegiatan literasi sekolah demi menanamkan sikap luhur kepada siswa melalui bahasa,
pihak sekolah pun memberikan kontribusi dalam upaya tersebut berupa melakukan
kegiatan lomba dalam bidang membaca dan menulis.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7782
Beny Al Fajar --- 79
Penanaman Kemampuan Literasi Siswa Sekolah Dasar
Hendaknya sebagai guru dapat menyajikan pembelajaran yang menarik didalam
kelas agar siswa lebih merasa berminat dalam kegiatan pembelajran dan hal tersebut
diharapkan dapat mengembangkan minat siswa dalam kegiatan literasi. Penanaman
kemampuan literasi yang dilakukan sejak kecil akan berguna bagi seorang peserta didik
untuk masa depannya dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Clay & Ferguson. (2001). Gerakan Literasi Sekolah Dasar. Jakarta: Online
http://pgsd.umk.ac.id/files/prosiding/2017/3%20Mulyo%20Teguh.pdf
Echol, J.M & Hassan, S. (2003). Kamus Inggris Indonesia:An English-Indonesian
Dicrionary. Jakarta: Gramedia.
Kharizmi, M. (2015). Kesulitan Siswa Sekolah Dasar dalam Meningkatkan Kemampuan
Literasi. Jurnal Pendidkan Dasar (Jupendas), 2(2), 11-21.
Nurdiyanti, E. (2010). Pembelajaran Literasi Mata Pelajarna Bahasa Indonesia pada Siswa
Kelas V Sekolah Dasar. Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta:
Online (http://ejournal.upi.edu/index.php/edulib/article/view/13490)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013 tentang Standar
Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota
Suyono. (2011). Pembelajaran Efektif dan Produktif Berbasis Literasi. Malang: Cakrawala
Indonesia
Wahyuni, S. (2009). Menumbuhkembangkan Minat Baca Menuju Masyarakat Literat.
Jurnal Ilmiah Bahasa, Sastra dan Pengajarannya, 6(2), 179-189. DOI.
http://dx.doi.org/10.21831/diksi.v16i2.6617.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 80 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS
SISWA KELAS IV SDN 183 PEKANBARU
Resi Widya resiwidya72@gmail.com
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru
Sitasi Widya, R. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS
Siswa Kelas IV SDN 183 Pekanbaru. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 80-93. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
The background of this study is the low social studies learning outcomes of fourth-grade students of SDN 183 Pekanbaru. The low level of social studies learning outcomes of these students was seen from 35 students, only 15 students who achieved the minimum completeness criteria set at 70. Based on this problem, researchers made improvements to learning by conducting classroom action research by applying role-playing learning models. This research was conducted in April 2018, with the research subject being fourth-grade students with a total of 35 students consisting of 20 male students and 15 female students. The data used in this study are data on teacher and student activities and student social studies learning outcomes. The results of the study show that the activities of teachers and students and students' social studies learning outcomes increase every cycle. Teacher activities at the first meeting of the first cycle obtained an average percentage of 60.71%. Then in the second meeting, the first cycle received 67.85%. In the second cycle, the first meeting received 73.21%. While the second meeting gained 87.50%. The activity of students in the first cycle of the first meeting gained 57.50%. In the second meeting, the first cycle obtained 62.50%. At the first meeting, the second cycle received 72.50%. At the second meeting, the second cycle received 90.00%. The average social studies learning outcome increases, on the base score with an average score of 64.05 then in the first cycle gets 74.14, in the second cycle gets 81.28. Based on the results of these studies, it can be concluded that social studies learning outcomes of fourth-grade students of SDN 183 Pekanbaru have increased after the role-playing learning model has been applied. Keywords: role-playing learning model, social studies learning outcomes
PENDAHULUAN
Pendidikan bagi umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi
sepanjang hayat. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup
berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia
menurut konsep pandangan hidup mereka.
Salah satu cabang ilmu pengetahuan tersebut adalah Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS). Ilmu pengetahuan sosial adalah salah satu disiplin ilmu yang berpengaruh dan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 81 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
memajukan daya pikir manusia. Selain itu agar siswa mampu mengikuti pelajaran IPS
lebih lanjut, untuk membantu memahami bidang studi lain, dan agar para siswa dapat
berpikir logis, kritis, dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa kreatif. Oleh karena
itu, mata pelajaran IPS diberikan pada setiap jenjang pendidikan.
Menyadari pentingnya IPS dalam kehidupan, seharusnya mata pelajaran IPS
merupakan mata pelajaran yang menarik dan menyenangkan. Agar siswa tertarik
mengikuti pelajaran IPS. Maka, seharusnya pelajaran IPS dilaksanakan dengan cara yang
menarik, menyenangkan, dan melibatkan siswa secara aktif. Hal ini sejalan dengan
pendapat Oemar Hamalik (2007) yang menjelaskan bahwa guru dan siswa senantiasa
dituntut agar menciptakan suasana lingkungan belajar yang baik dan menyenangkan,
menantang dan menggairahkan.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di SDN 183 Pekanbaru pada awal
bulan Februari 2016 lalu, peneliti melihat bahwa pembelajaran IPS yang dilakukan belum
optimal sehingga pencapaian tujuan pembelajaran IPS yang diharapkan belum tercapai.
Pada pembelajaran, siswa masih cenderung terpusat kepada guru atau peran guru di
kelas lebih dominan dibandingkan siswa. Hal ini terlihat ketika pembelajaran berlangsung,
materi diberikan oleh guru, defenisi dan contoh juga diberikan, penyelesaian soal
dilakukan sendiri oleh guru, kegiatan siswa adalah mendengar dan membuat catatan,
serta mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru, ketika guru meminta siswa
mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami, siswa tersebut malas
bertanya dan hanya diam. Siswa juga merasa tidak percaya diri untuk menjawab ataupun
memberikan pertanyaan/ tanggapan secara terbuka, baik kepada guru maupun teman
sebayanya.
Guru cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan sehingga perbedaan
individual ataupun kelompok kurang mendapat perhatian. Pembelajaran hendaknya
memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga pembelajaran
benar-benar dapat merubah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari
yang berperilaku yang kurang baik menjadi baik, Dari yang tidak mngerti menjadi
mengerti, dari yang belum faham mnjadi faham. Dan ada halnya dimana faktor lain juga
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 82 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
telihat dari perlakuan guru yang masih menggunakan strategi pembelajaran yang
cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung. Hal ini menyebabkan
kurangnya minat dan respon siswa terhadap pembelajaran karena tidak adanya variasi
dari cara mengajar guru.
Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya
kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam
pencapaian tujuan pembelajaran, Terjadinya perbedan klasikal dimana anak yang cerdas
cenderung lebih cepat paham diantara temannya yang kurang cerdas.
Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar,
sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Salah satu indikasi dapat dilihat dari
rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah
siswa yang memperoleh hasil belajar rendah berdasarkan Ketuntasan Kompetensi
Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh SDN 183 Pekanbaru pada mata pelajaran IPS
yaitu 70, secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Ketercapaian KKM Siswa Kelas IV SDN 183 Pekanbaru
Jumlah
Siswa KKM
Persentasi Ketuntasan Rata-rata
Tuntas Tidak Tuntas
35 70 15 20 64.05
Dari tabel di atas, dapat diketahui masih banyaknya jumlah siswa yang belum
mencapai KKM. Hal ini disebabkan oleh faktor yang berasal dari guru yaitu : (1) guru
hanya memberikan paparan materi dan contoh-contoh di papan tulis, kemudian
memberikan tugas untuk mengerjakan soal; (2) guru tidak menggunakan media dalam
proses pembelajaran; dan (3) guru tidak melibatkan siswa dalam proses belajar. Selain
faktor dari guru terdapat juga faktor dari dalam diri siwa yaitu : (1) kurangnya motivasi
belajar dari siswa; (2) kurangnya minat siswa dalam belajar; (3) siswa merasa bosan
dengan strategi dan model pembelajaran yang itu-itu saja yang cenderung monoton.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk Meningkatkan Hasil
Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN 183 Pekanbaru”. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah penerapan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 83 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
belajar IPS siswa kelas IV SDN 183 Pekanbaru ? Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN 183 Pekanbaru dengan menerapkan
model pembelajaran role playing. Dari penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Bagi guru
a. Diharapkan dapat menciptakan variasi mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa.
b. Diharapkan guru lebih kreatif dan aktif dalam menciptakan media pembelajaran
agar siswa tidak merasa bosan dan jenuh dalam proses belajar.
2. Bagi siswa
a. Diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar sehingga siswa semakin kreatif
dan semangat dalam proses pembelajaran.
b. Diharapkan siswa mampu menciptakan hal-hal baru dalam pembelajaran.
3. Bagi sekolah
a. Diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran di sekolah.
b. Diharapkan dapat manaikkan nama sekolah melalui kemampuan akademik siswa.
4. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan berpijak dalam penelitian
berikutnya yang berkaitan dengan model-model pembelajaran yang diterapkan dalam
penelitian ini.
Model pembelajaran role playing menurut Huda (2013: 115) merupakan sebuah
model pembelajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Model
ini membantu masing-masing siswa untuk menemukan makna pribadi/ penghayatan
dalam dunia sosial mereka dan memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok.
Dalam dimensi sosial, model ini bermanfaat memudahkan individu untuk berkerja sama
dalam menganalisis kondisi sosial, khususnya permasalahan sosial.
Seperti telah diharapkan sebelumnya, setiap model pembelajaran memiliki
langkah-langkah tertentu yang memberikan kekhasan terhadap model itu sendiri.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 84 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
Demikian juga halnya dengan model pembelajaran role playing sebagai berikut : (a)
menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai role playing; (b) guru
memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan dimainkan; (c) guru
menetapkan pemain yang akan terlibat dalam role playing, peranan yang harus
dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan; (d) guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya kepada siswa yang terlibat dalam
permeranan; (e) role playing mulai dimainkan oleh kelompok pemeran; (f) guru menarik
perhatian siswa; (g) guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang
mendapatkan kesulitan; (h) role playing hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini
dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang
sedang dimainkan; (i) melakukan diskusi tentang peran yang dimainkan; dan (j)
merumuskan kesimpulan.
Kelebihan diterapkannya model pembelajaran role playing menurut Aris Shoimin
(2014:162) sebagai berikut:
1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi
dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu
melakukan permainan.
4. Berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.
5. Sangat menarik bagi siswa sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan
penuh antusias.
6. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta
menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
7. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan dapat memetik
butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
8. Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat
menumbuhkan/ membuka kesempatan bagi lapangan kerja.
Kelemahan model pembelajaran role playing menurut Aris Shoimin (2014: 162)
sebagai berikut:
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 85 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
1. Metode bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang/ banyak.
2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid.
Ini tidak semua guru memilikinya.
3. Kebanyak siswa yang ditunjukan sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan
suatu adegan tersebut.
4. Apabila pelaksanaan model pembelajaran role playing bermain peran mengalami
kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti
tujuan pengajaran tidak tercapai.
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
Hasil belajar adalah bukti usaha yang dicapai oleh siswa yang berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam memahami materi pelajaran
serta menyelesaikan permasalahan dan juga kemampuan yang di miliki seseorang setelah
menerima pengalaman belajarnya berupa nilai-nilai dan sebagainya. Hasil belajar
mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan
tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal
yang dilakukan seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar (Nana Sudjana, 2012:
22; Catharina Tri Anni, 2006: 5; Ekawarna, 2013).
Beberapa penelitian yang dijadikan sebagai referensi penelitian terdahulu yaitu:
1. Arleni Tarigan (2016) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Role Playing
untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD Negeri 013 Lubuk Kembang
Sari Kecamatan Ukui” dengan simpulan penelitian bahwa hasil belajar IPS siswa kelas
III mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran role playing.
2. Hasan Basri (2017) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 032 Kualu
Kecamatan Tambang” dengan simpulan penelitian bahwa hasil belajar bahasa
Indonesia siswa kelas V mengalami peningkatan setelah diterapkan model
pembelajaran role playing.
Berdasarkan penelitian relevan di atas, yang menjadi pembeda dalam penelitian
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah subjek penelitian (kelas IV), mata pelajaran
yang dijadikan penelitian adalah mata pelajaran IPS.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 86 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupaka penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SDN 183
Pekanbaru. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV dengan jumlah 35 siswa, yang
terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Penelitian ini dilakukan sebanyak
dua siklus (Suharsimi Arikunto, 2014: 3). Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data aktivitas guru dan siswa dan hasil belajar IPS siswa. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa dan tes
hasil belajar IPS. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan tes
tertulis, sedangkan analisis yang dilakukan adalah analisis data aktivitas guru dan siswa
serta hasil belajar IPS.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa data aktivitas guru dan siswa
dan hasil belajar mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran role
playing. Adapun penjabaran secara detail tentang hasil penelitian adalah sebagai berikut.
1. Data Aktivitas Guru dan Siswa
Adapaun data tentang perolehan aktivitas guru dan siswa dapat dilihat pada tabel
2 dan tabel 3 di bawah ini.
Tabel 2. Data Aktivitas Guru
Uraian Siklus I Siklus II
Petermuan Pertemuan
I II I II
Skor Dasar 34 38 41 49 Persentase 60.71% 67.85% 73.21% 87.50%
Kategori Kurang Cukup Baik Amat Baik
Berdasarkan tabel 2 terlihat perbandingan aktivitas guru dalam 2 kali pertemuan
yang secara umum terdapat peningkatan penerapan model pembelajaran role playing.
Pada pertemuan pertama siklus I aktivitas guru memperoleh skor 34 dengan persentase
60.71% dengan kategori kurang. Kemudian pada pertemuan kedua siklus I dengan skor
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 87 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
38 dengan persentase 67.85% dengan kategori cukup. Pada siklus II pertemuan I
aktivitas guru sudah baik, dengan mendapatkan skor 41 dengan persentase 73.21%
dengan kategori baik. Sedangkan pada pertemuan kedua skor yang diperoleh 49 dengan
persentase 87.50% dengan kategori amat baik.
Tabel 3. Data Aktivitas Siswa
Uraian
Siklus I Siklus II
Petermuan Pertemuan
I II I II
Skor Dasar 29 25 29 36
Persentase 57.50% 62.50% 72.50% 90.00% Kategori Kurang Cukup Baik Amat Baik
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat aktivitas siswa semakin meningkat, dari siklus I
pertemuan pertama aktivitas siswa memperoleh persentase 57.50% dengan kategori
kurang. Pada pertemua kedua siklus I naik menjadi 62.50% dengan kategori cukup.
Aktivitas siswa semakin meningkat pada pertemuan pertama siklus II yaitu 72.50%
dengan kategori baik. Pada pertemuan kedua siklus II diperoleh persentase aktivitas
siswa adalah 90.00% dengan kategori amat baik.
2. Data Hasil Belajar IPS
Adapun data hasil belajar IPS dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN 183 Pekanbaru
Tahapan Rata-rata
Nilai
Ketuntasan Hasil Belajar
Individu Klasikal
Tuntas Tidak Tuntas
Skor Dasar 64,05 15 (42.85%) 20 (57.14%) Tidak Tuntas
Siklus I 74.14 26 (74,28%) 9 (25.72%) Tuntas Siklus II 81,28 30 (85.71%) 5 (14.28%) Tuntas
Dari tabel di atas dapat disimpulkan terjadi peningkatan dari skor dasar, ulangan
akhir siklus I, dan ulangan akhir siklus II. Hasil belajar siswa sebelum tindakan (skor
dasar) dengan nilai rata-rata 64,05 kemudian mengalami peningkatan pada siklus I
setelah penerapan model pembelajaran role playing dengan jumlah 74,14 persentase
peningkatan dari skor dasar ke ulangan harian siklus I 15,75%. Pada siklus II kemudian
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 88 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
mengalami peningkatan sehingga rata-rata mencapai adalah 81.28 dengan persentase
peningkatan skor dasar ke ulangan siklus II adalah 26,90%. Terjadinya peningkatan pada
hasil belajar siswa dari skor dasar, ulangan akhir siklus I, dan ulangan akhir siklus II
menunjukkan bahwa model pembelajaran role playing dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan lebih dapat menguasai
pembelajaran yang disampaikan. Dengan demikian berpengaruh pada hasil belajar siswa
sesuai dengan yang diharapkan.
Pada skor dasar, ketuntasan siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan,
terlihat pada skor dasar jumlah siswa yang tuntas hanya 15 siswa (42.85%) dan tidak
tuntas sebanyak 20 siswa (57.14%). Kemudian pada ulangan akhir siklus I siswa yang
tuntas bertambah menjadi 26 siswa (74,28%) dan 9 siswa (25.72%) yang tidak tuntas.
Selanjutnya pada siklus II siswa yang tuntas meningkatkan menjadi 30 siswa (85.71%)
sementara yang tidak tuntas sebanyak 5 siswa (14,28%). Peningkatan rata-rata hasil
belajar siswa dan peningkatan jumlah siswa yang mencapai KKM menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa
kelas IV SDN 183 Pekanbaru.
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis hasil penelitian diperoleh dari data primer yang berupa
ulangan akhir siklus, kesimpulan tentang aktivitas guru dan siswa, serta ketercapaian
KKM dan keberhasilan tindakan. Pada pertemuan pertama siklus I, aktivitas guru
memperoleh skor 34 dengan persentase 60.71% atau dengan kategori cukup. Hal ini
disebabkan karena pada kegiatan ini guru belum terlalu bisa memberikan motivasi
kepada siswa, kemudian guru belum bisa menyajikan materi pembelajaran dengan baik.
Guru belum bisa mengorganisasikan siswa sehingga terjadi keributan, merasa kesusahan
dalam mengarahkan siswa dalam kelompok belajar, guru sudah dengan baik memberikan
soal evaluasi kepada siswa. Dalam memberikan penghargaan guru masih kurang bisa
sehingga siswa menjadi riuh dan bersorak-sorak.
Pada pertemuan kedua siklus II, aktivitas guru memperoleh skor 38 dengan
persentase 67.85% dengan kategori baik. Hal ini dilihat dari fase 1 yang sudah
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 89 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
meningkat, guru sudah bisa menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa meskipun
masih tampak kekurangan di sana-sini. Tetapi guru masih belum bisa menyajikan materi
dengan baik dan belum bisa mengendalikan siswa dalam membentuk kelompok. Pada
kegiatan ini, sudah lebih bisa dalam membimbing dan mengarahkan siswa berbagi
informasi dalam kelompok. Di dalam memberikan soal evaluasi guru mengalami kesulitan
dikarenakan soal evaluasi yang diberikan tidak semudah soal evaluasi sebelumnya jadi
siswa protes dan meminta pergantian soal. Dalam memberikan penghargaan guru
dengan baik memberikan umpan balik dan memberikan penghargaan berupa pujian
untuk individu dan tepuk tangan untuk kelompok.
Pada siklus II pertemuan I, aktivitas guru meningkat dengan skor 41 dengan
persentase 73.21% dengan kategori baik. Pada pertemuan ini, guru sudah terlihat baik
sekali, guru dengan tepat menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Pada siklus II
pertemuan I, aktivitas guru meningkat dengan skor 41 dengan persentase 73.21%
dengan kategori baik. Pada pertemuain ini, guru sudah terlihat baik sekali, guru dengan
tepat menyampaikan tujuan dan memotivasi Tetapi dalam memberikan soal evaluasi guru
masih kurang dikarenakan siswa sudah tidak fokus dan malas mengerjakan soal evaluasi.
Dalam memberikan penghargaan guru sudah baik dapat dilihat dari pemberian umpan
balik positif dan penghargaan untuk individu maupun kelompok.
Pada pertemuan II siklus 11 aktivitas guru meningkat lagi dengan skor 49 dengan
persentase 87.50 % dengan kategori amat baik. Dalam pertemuan ini sudah baik sekali.
Dimana guru sudah terlihat telah menguasai model pembelajaran yang diterapkan. tetapi
guru masih kesulitan dalam mengatur atau mengarahkan siswa dalam pembentukan
kelompok luar dan kelompok dalam.
Analisis hasil tindakan aktivitas siswa dalam pelaksanaan penerapan model
pembelajaran role playing pada siklus I pertemuan pertama adalah 57.50% pada katagori
cukup, hal ini dikarenakan pada pertemuan pertama tidak semua siswa mencatat
kompetensi yang ingin dicapai, dan masih banyak siswa yang masih bingung dengan
model pembelajaran yang sedang berlangsung tersebut. Dan juga siswa dalam
pembentukan kelompok ribut sehingga guru kehilangan kendali.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 90 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
Namun pada pertemuan kedua terjadi peningkatan menjadi 62,50% dengan
katagori baik, pada siklus I mengalami peningkatan sebesar 72.50%, baik. peningkatan
ini dikarenakan siswa sudah mulai mengerti dengan model pembelajaran yang diterapkan
guru. Dan siswa sudah mau diarahkan dalam pembentukan kelomok. Pada saat berbagi
informasi siswa sudah mengerti meskipun masih ada yang ribut. Pada saat mengerjakan
soal evaluasi siswa sudah tidak ribut seperti pertemuan pertama meskipun masih ada
beberapa siswa yang menyontek dengan temannya. Pada saat guru memberi penguatan
siswa sudah mau mendengarkan tetapi masih ada yang bercerita dengan temannya.
Pada saat berbagi informasi siswa sudah mengerti meskipun masih ada yang ribut.
Pada saat mengerjakan soal evaluasi siswa sudah tidak ribut seperti pertemuan pertama
meskipun masih ada beberapa siswa yang menyontek dengan temannya. Pada saat guru
memberi penguatan siswa sudah mau mendengarkan tetapi masih ada yang bercerita
dengan temannya.
Sedangkan pada siklus ke II pertemuan pertama meningkat lagi menjadi 72.50 %
katagori baik. Kegiatan siswa sudah baik meskipun masih ada siswa yang belum
mengikuti arahan dari guru. Didalam pertemuan ini kegiatan siswa masih sama pada
pertemuan sebelumnya, masih ada siswa yang ribut pada saat berbagi informasi dalam
bekerja di kelompoknya.
Pertemuan kedua meningkat menjadi 90.00% katagori sangat baik. Kegiatan
siswa sudah sangat baik. Siswa sudah bisa diarahkan dalam pembentukan kelompok.
Dan tidak ada lagi siswa yang ribut pada saat berbagi informasi. Mereka dengan tertib
berbagi informasi dengan pasangannya. Tetapi dalam menerima penghargaan yang
diberikan oleh guru masih ada siswa yang tidak mendengarkan.
Hasil belajar individu sebelum dan sesudah tindakan bisa dilihat pada tabel 4.3
diatas dalam pelaksanaan penerapan model pembelajaran role playing dapat disimpulkan
terjadi peningkatan dari skor dasar, ulangan akhir siklus I, dan ulangan akhir siklus II.
Hasil belajar siswa sebelum tindakan (skor dasar) dengan nilai rata-rata 64.05 kemudian
mengalami peningkatan pada siklus I setelah penerapan model pembelajaran role playing
dengan jumlah 74.14 persentase peningkatan dari skor dasar ke ulangan harian siklus I
15.75%. Pada siklus II kemudian mengalami peningkatan sehingga rata-rata mencapai
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 91 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
adalah 81.28 dengan persentase peningkatan skor dasar ke ulangan siklus II adalah
26.90%. Terjadinya peningkatan pada hasil belajar siswa dari skor dasar, ulangan akhir
siklus I, dan ulangan akhir siklus II menunjukkan bahwa model pembelajaran role playing
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berani mengemukakan pendapat
dan lebih dapat menguasai pembelajaran yang disampaikan.
Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasa penelitian di atas, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN 183 Pekanbaru mengalami
peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran role playing. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa hipotesis penelitian terbukti dan diterima.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa
kelas IV SDN 183 Pekanbaru. Hal ini ditunjukkan dalam penjelasan sebagai berikut :
1. Penerapan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan kualitas aktivitas
guru pada proses pembelajaran, hal ini dapat dilihat pada pertemuan pertama siklus
I, aktivitas guru memperoleh skor 34 dengan persentase 60.71% dengan kategori
cukup. Kemudian pada pertemuan kedua siklus I dengan skor 38 dengan persentase
67.85% dengan kategori baik. Pada siklus II pertemuan I aktivitas guru sudah baik,
dengan mendapatkan skor 41 dengan persentase 73.21% dengan kategori baik.
Sedangkan pada pertemuan kedua skor yang diperoleh 49 dengan persentase
87.50% dengan kategori amat baik. Aktivitas siswa siklus I pertemuan pertama
aktivitas siswa memperoleh persentase 57.50% dengan kategori cukup. Pada
pertemua kedua siklus I naik menjadi 62.50% dengan kategori baik. Aktivitas siswa
semakin meningkat pada pertemuan pertama siklus II yaitu 72.50% dengan kategori
baik. Pada pertemuan kedua siklus II diperoleh persentase aktivitas siswa adalah
90.00% dengan kategori amat baik.
2. Rata-rata hasil belajar IPS kelas IV SDN 183 Pekanbaru meningkat, terjadi
peningkatan dari skor dasar, ulangan akhir siklus I, dan ulangan akhir siklus II. Hasil
belajar siswa sebelum tindakan (skor dasar) dengan nilai rata-rata 64.05 kemudian
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 92 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
mengalami peningkatan pada siklus I setelah penerapan model pembelajaran role
playing dengan jumlah 74.14 persentase peningkatan dari skor dasar ke ulangan
harian siklus I 15.75%. Pada siklus II kemudian mengalami peningkatan sehingga
rata-rata mencapai adalah 81.28 dengan persentase peningkatan skor dasar ke
ulangan siklus II adalah 26.90%.
Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian di atas, saran untuk penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Untuk siswa, hasil belajar siswa yang sudah baik harus dipertahankan dan
dikembangkan terus-menerus. Untuk hasil belajar siswa yang belum bagus harus
ditingkatkan lagi cara belajarnya. Selain itu, pembelajaran dengan model
pembelajaran role playing ini melatih keterampilan berbicara siswa dalam diskusi
kelompok serta membuat siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.
2. Guru IPS disarankan untuk menggunakan model pembelajaran role playing agar
pembelajaran lebih menarik, dan tidak membosankan, karena model pembelajaran
role playing membuat siswa ikut terlibat dan menjadi aktif, semua siswa mengambil
peran atau andil dalam sebuah kelompok. Guru juga harus memperhatikan setiap
kesulitan belajar siswa kemudian mencari pemecahan masalahnya.
Sekolah disarankan mempunyai sarana dan prasarana serta alat bantu atau peraga
yang mencukupi, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran siswa tidak mengalami
kesulitan
DAFTAR PUSTAKA
Anni, C.T. (2006). Psikologi Belajar. Semarang: UNNES
Basri, H. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 032 Kualu Kecamatan Tambang. Jurnal
PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran). Volume 1 Nomor 1 Juli 2017
Ekawarna. (2013). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: GP Press
Erlisnawati & Marhadi, M. (2015). Implementasi Model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN 169 Pekanbaru.
Jurnal Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 4 (2).
Huda, M. (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Hamalik, O. (2007). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7783
Resi Widya --- 93 Model Pembelajaran Role Playing, Hasil Belajar IPS
Suprijono, A. (2009). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Remaja
Suprijono, A. (2012). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Sudjana, N. (2009). Penelitian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Suharsini, A, dkk. (2014). Peneitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Syahrilfuddin, dkk. 2011. Peneitian Tindakan Kelas. Pekanbaru: Cendekia Insani
Tarigan, A. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk Meningkatkan
Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan
Ukui. Jurnal Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 5 (3) Edisi Khusus Hut
Pgri Ke-71 Tanggal 25 November 2016.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 94 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA
SISWA KELAS III SDN 012 SUNGAI UPIH KECAMATAN KUALA KAMPAR KABUPATEN PELALAWAN
Nurteha nurteha@gmail.com
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru
Sitasi Nurteha, N. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Inquiry untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas III SDN 012 Sungai Upih Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 94-104. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
So authors are interested in conducting research with the title “Application of Inqury Learning Model to Improve Science Learning Outcomes of Class III Students at SDN 012 river. Upih. In accordance with the above problems, the purpose of this research was to improve science learning outcomes for third grade students of SDN 012 river by applying the Inquiry learning model. In the first cycle the activity of the teacher in the first and second meetings was moderate, with the percentage of the first meeting 58% and at the second meeting 62%. In the second cycle there was an increase in achieving good, with a percentage of the first 74% and at the second meeting 83%. In the first cycle of meeting 1 the percentage of student activity was 58% with the medium category, at the meeting 2 percent was 58% with the medium category. In cycle II at the 1st meeting, the students activity was 62% with the medium category at the 2nd meeting experiencing an increase in the percentage of 83% in the good category, cycle I and cycle II. Obtained an increase in learning outcomes from the base score to UH cycle I by 6%, from a base score of 69.68 increasing to 74.37 in the first cycle. Then in the second cycle obtained an increase in learning outcomes by 25% from a base score of 69.68 increased to 87,18 in cycle II. Keywords: inquiry learning model, science learning outcomes
PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, terutama dalam proses pembangunan nasional. Oleh karena itu upaya
peningkatan mutu pendidikan di sekolah merupakan strategi dalam meningkatkan
sumber daya manusia. Pendidikan sebagai wahana utama pembangunan sumber daya
manusia berperan dalam mengembangkan peserta didik menjadi sumber yang produktif
dan memiliki kemampuan professional dalam meningkatkan mutu kehidupan berbangsa
dan bernegara. Disamping itu pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 95 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
harkat dan martabat manusia, melalui proses yang panjang dan berlangsungsepanjang
hayat. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Penggunaan metode yang
digunakan guru belum sesuai dengan tujuan pembelajaran akan menjadi sebuah kendala
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, sehingga banyak materi
pembelajaran yang terabaikan dengan percuma karena penggunaan metode yang
dikehendaki guru dan mengabaikan karakteristik siswa, fasilitas sekolah, serta situasi
kelas. Dari permasalahan yang terjadi, guru hendaknya memberikan tindakan kepada
siswa yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dengan cara
menerapkan model pembelajaran yang bervariasi. Salah satu model yang dapat
diterapkan adalah model pembelajaran Inquiry. Inquiry adalah suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis, sehingga mereka dapat merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiry yaitu (1) keterlibatan siswa secara
maksimal dalam proses kegiatan belajar, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan
sistematis pada tujuan pemebelajaran dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri
siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inquiry. Sehingga hasil belajarnya
meningkat. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis mengadakan penelitian
dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Inquiry untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Siswa Kelas III SDN 012 sei. Upih”. Sesuai dengan permasalah di atas, tujuan
diadakannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas
III SDN 012 sei. Upih dengan menerapkan model pembelajaran Inquiry.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SDN 012 Sungai. Upih kecamatan kuala
kampar semester ganjil tahun ajaran 2017/2018. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas
III SDN 012 Sungai. Upih dengan jumlah siswa kelas 38 orang yang terdiri 18 orang laki-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 96 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
laki dan 20 orang perempuan. Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
(PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga belajar siswa meningkat (Zainal
Aqib, 2009: 3). Model penelitian tindakan kelas secara garis besar terdapat empat
tahapan yang lazim dilalui yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
pengamatan, (4) refleksi (Suharsimi Arikunto, 2009: 16). Model siklus Penelitian Tindakan
Kelas dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian ini direncanakan untuk enam kali pertemuan dalam tiga siklus. Pada
siklus pertama terdiri dari dua kali pertemuan yaitu pertemuan pertama, Ulangan harian
pada pertemuan ke dua. Pada siklus kedua terdiri dari dua kali pertemuan yaitu
pertemuan ke tiga, dan ulangan harian pada pertemuan ke empat. Pada siklus ketiga
terdiri dari dua kali pertemuan yaitu pertemuan ke lima, dan ulangan harian pada
pertemuan ke enam. Perangkat Pembelajaran saat melaksanakan belajar mengajar yaitu:
Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS). Instrumen
yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:Tes
hasil belajar berupa ulangan harian, Lembar observasi aktivitas siswa, Lembar observasi
aktivitas guru. Analisis data aktivitas guru dan siswa menggunakan format checklist yang
dilakukan dengan cara penskoran, kemudian hasil penskoran dihitung presentase
Perencanaan
PelaksanRefleksi Pengamatan
SiklusI
Perencanaan
Pelaksan
Refleksi
Siklus II
Pengamatan
?
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 97 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
aktivitasnya yaitu dengan membandingkan skor aktivitas yang diperoleh dengan skor
aktivitas ideal. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan aktivitas guru dan
siswa adalah sebagai berikut:
Keterangan :
NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan
R = skor mentah yang diperoleh siswa
SM = skor maksismum ideal dari tes yang bersangkutan
Untuk melihat tingkat keberhasilan siswa dan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran digunakan lima kategori yaitu dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 1. Kriteria Keberhasilan Proses Pembelajaran Siswa dan Guru
No Tingkat Penguasaan Predikat
1 86 - 100 % Sangat Baik
2 76 - 85 % Baik
3 60 - 75 % Cukup
4 55 - 59 % Kurang
5 < 54 % Kurang sekali
(Ngalim Purwanto, 2009)
Dalam penelitian ini, setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan
individu) jika proporsi jawaban benar siswa ≥ 65%, dan suatu kelas dikatakan tuntas
belajarnya ( ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ 85% siswa yang
telah tuntas belajarnya Ketuntasan belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus :
Depdikbut ( dalam Trianto, 2010 : 241)
NP = 𝑅
𝑆𝑀 x 100
KB = 𝑇
𝑇𝑡 x 100
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 98 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
Keterangan:
KB = ketuntasan belajar
T = jumlah skor yang diperoleh siswa
Tt = jumlah skor total
Untuk menghitung rata-rata hasil belajar IPA adalah dengan cara menjumlahkan
semua nilai data dibagi banyaknya data dengan menggunakan rumus :
(Nana Sudjana. 2010: 109)
Keterangan:
�̅� = Mean/Rata-rata
∑𝑋 = jumlah seluruh skor
N = banyaknya subjek
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar menggunakan analisis kuantitatif
dengan rumus:
( Zainal aqib, 2009 )
Keterangan :
P = persentase peningkatan
Posrate = nilai sesudah diberikan tindakan
Baserate = nilai sebelum tindakan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data yang di analisis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah aktivitas siswa dan
aktivitas guru yang disertai hasil belajar siswa, ketuntasan klasikal dan peningkatan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPA SDN 012 Sungai. Upih. Berdasarkan hasil diskusi
�̅�= ∑𝑋
𝑁
P = 𝑝𝑜𝑠𝑟𝑎𝑡𝑒−𝐵𝑎𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡𝑒
𝐵𝑎𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡𝑒 x 100
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 99 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
dengan obsever, adanya peningkatan aktivitas guru pada setiap pertemuan. Aktivitas
guru dilakukan untuk mengamati kesesuaian tindakan dengan perencanaan. Pada siklus
I penelitian belum bisa menerapkan pembelajaran inquiry, sehingga pada siklus I
penelitian belum bisa membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran. Pada siklus II
penelitian mulai bisa menerapkan pembelajatran Inquiry, penelitian berusahkan supaya
kondisi belajar berjalan dengan lancar dan siswa aktif. Penelitian memperbaiki kekurang
pada siklus I, sehingga peningkatan aktivitas guru pada pembelajaran Inquiry dapat
dilihat pada tabel berikut.
Hasil 2. Observasi Aktivitas Guru dengan Penerapan Model Pembelajaran Inkuiry
No Uraian SIKLUS I SIKLUS II
Pert I Pert II Pert I Pert II
1 Jumlah 14 15 18 20 2 Persentase 58% 62% 74% 83%
3 Kategori Sedang Sedang Baik Baik
Dari tabel diatas dapat dilihat bawah aktivitas guru dalam poses pembelajaran
telah mengalami peningkatan. Pada siklus I aktivitas guru pada pertemuan pertama dan
kedua memperoleh sedang, dengan persentase nya pertemuan pertama 58% dan pada
pertemuan kedua 62%. Selanjutnya pada siklus II mengalami peningkatan mencapai
baik, dengan persentase pada pertama 74% dan pada pertemuan kedua 83%.
Berdasarkan pengamatan obsever mengenai aktivitas siswa mengalami peningkatan,
pada proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan siswa aktif selama peruses
belajar dapat lihat tabel berikut.
Tabel 3. Hasil Observasi Aktifitas Siswa dengan Penerapan Model Pembelajaran Inquiry
No Uraian SIKLUS I SIKLUS II
Pert I Pert II Pert I Pert II
1 Jumlah 14 14 15 20 2 Persentase 58% 58% 62% 83%
3 Kategori Sedang Sedang Baik Baik
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa pada siklus I pertemuan 1 persentase
aktivitas siswa 58% dengan kategori sedang, pada pertemuan 2 persentasenya 58%
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 100 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
dengan kategori sedang. Pada siklu II pada pertemuan 1 aktivitas siswa persentasenya
62% denga kategori sedang, pada pertemuan 2mengalami peningkatan persentasenya
83% dengan kategori baik. Pada siklus I aktivitas siswa belum memuaskan mugkin siswa
belum aktif dalm proses pembelajaran dan mungkin masih dalam kebingungan dengan
pembelajaran yang dilaksanakan guru. Pada siklus II aktivitas siswa mengalami
peningkatan, pada siklus II siswa mulai mengerti dalam pembelajaran pelaksanaan guru
dengan mengunakan pembelajaran inquiry, proses pembelajaran mulai membaik dan
siswa yang berani menjadi berani dalam proses pembelajaran inquiry. Data hasil belajar
siswa diperoleh dengan melakukan analisis data berdasarkan hasil UH I dan UH II, yaitu
dapat dilihat dari rata-rata hasil UH siswa. Rata-rata hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah tindakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Hasil Belajar IPA Kelas III SND 012 Sungai Upih
No Aspek Skor Dasar UH I UH 2
1 Jumlah 1115 1190 U1395
2 Rata-rata 69,68 74,37 87,18
Pada tabel di atas terlihat adanya peningkatan anatara skor dasar, siklus I dan
siklus II. Dari nilai rata-rata skor dasar 69,68, meningkat menjadi 74,37 pada UH siklus
I. selanjutnya nilai rata-rata pada siklus II meningkat menjadi 87,18. Dari fakta-fakta di
atas dapat di simpulkan bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan
tindakan dengan menerapkan model pembelajaran inquiry. Ketuntasan klasikal yang
telah diterapkan pada penelitian ini adalah 85%. Berikut perbandingan ketuntasan
klasikal sebelum dan sesudah tindakan.
Tabel 5. Ketuntasan Belajar IPA Siswa Kelas II SDN 012 Sei Upih
Data Ketuntasan T TT
KKM Ketuntasan Klasikal
Keterangan
Skor Dasar
UH Siklus I UH Siklus II
8 8
11 5 16 0
70
70 70
50%
68% 100%
Tidak Tuntas
Tidak Tuntas Tuntas
Dari tabel di atas dapat di lihat siswa yang tuntas secara pribadi dapat di lihat di
skor dasar pada siklus I dan siklus II. Pada skor dasar sebelum menungunakan model
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 101 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
inquiry yang tuntas 8 orang dan yang tidak tuntas 8, dengan ketuntasan klasikal 50%,
sehingga di nyatakan belum tuntas. Pada siklus I dengan mengunakan pembelajaran
inquiry siswa yang tuntas 11 dan yang belum tuntas 5 dengan ketuntasan 68 persen di
nyatakan belum tuntas, pada siklus II dengan pembelajaran inquiry siswa yang tuntas 16
orang dan belum tuntas 0, pada siklus II ini mengalami peningkatan dengan ketuntasan
klasikal 100%. sehingga di nyatakan tuntas. Untuk menhetahui hasil dari peningkatan
hasil belajar siswa pada setiap siklusnya, maka dapat dianalisiskan dengan data hasil
belajar berdasarkan rata-rata kelas sebelum dan sesudah di berikan tindakan.
Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan menerapkan model
pembelajaran inquiry dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Peningkatan Hasil Belajar IPA Kelas III SDN 012 Sungai Upih
No Data Rata-rata Peningkatan UH 1 UH 2
1 Skor Dasar 69,68
2 UH I 74,37 6, 73% 25,11% 3 UH 2 87,18
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setelah dilaksakan tindakan pada siklus I,
maka diperoleh peningkatan hasil belajar dari skor dasar ke UH siklus I sebesar 6%, dari
skor dasar 69,68 meningkatan menjadi 74,37 pada siklus I. selanjutnya pada siklus II
diperoleh peningkatan hasil belajar sebesar 25% dari skor dasar 69,68 meningkat
menjadi 87,18 pada siklus II. Pembahasan hasil penelitian adalah kajian ulang dimana
nilai dari sekolah kelas III SDN 012 Sungai. Upih yang belum menggunakan model Inquiry
maka ditingkatkan lagi dengan mengunakan penerapan model pembelajaran Inquiry,
maksud dari Inquiry adalah perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam,
Sund yang dikutip dari (Trianto, 2013: 78-79). Berdasarkan analisis hasil tindakan
diperoleh kesimpulan tentang aktivitas guru dan siswa, data hasil beleajar siswa dan
keberhasilan tindakan.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 102 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis hasil tindakan diperoleh kesimpulan tentang aktivitas guru
dan siswa, data hasil belajar siswa dan keberhasilan tindakan.
1. Aktivitas Guru
Berdasarkan lembaran observasi pada aktivitas guru dalam pelaksanaan dengan
pembelajaran inquiry semangkin meningkat pada setiap pertemuan. Pada pertemuan
pertama pada siklus I persentase 50% dengan kategori sedang dan pada pertemuan
kedua dengan persentase 60% dengan kategori sedang. Pada siklus I guru kurang dalam
mengidentifikasi masalah dan guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyampaikan pendapat, pada siklus II pada pertemuan pertama aktivitas guru
mengalami meningkat dengan persentase 71% dengan kategori baik, dan pada
pertemuan kedua dengan persentase 78% dengan kategori baik. Pada siklus II guru
semangkin bisa menyampaikan informasi dalam melakukan percobaan dan guru sangat
baik dalam menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotensi siswa.
2. Aktivitas Siswa
Hasil belajar ditentukan oleh proses pembelajaran yang telah dilaksanakan sesuai
langkah-langkah yang telah di tentukan. Selain aktivitas guru ada juga aktivitas siswa,
dalam aktivitas siswa juga memperngaruhi kerhasilan tindakan. Berdasarkan analisis data
diketahui aktivitas siswa juga meningkat setelah menerapakan model pembelajaran
inquiry. Aktivitas siswa pada siklus I pada pertemuan pertama persentase 59% dengan
kategori sedang, pada siklus I siswa kurang bisa menyampaikan pendapat Dalam bentuk
hipotensi dan siswa kurang mengerti dalam menentukan langkah-langkah percobaan.
Pada pertemuan kedua persentase 62% dengan kategori baik. Pada siklus II pada
pertemuan pertama persentase 65% dengan kategori baik pada pertemuan ke dua 75%
dengan kategori baik, pada siklus II siswa sudah bisa menetukan langkah-langkah yang
sesuai dengan hipotensi dan siswa sangat baik dalam memberikan kesimpulan.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 103 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
3. Hasil Belajar Siswa
Keberhasilan penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar siswa berupa skor
yang sudah diberikan tindakan di peroleh siswa pada UH siklus I dan UH siklus II dengan
perbandingan dengan skor yang belum mengunakan tindakan, pada hasil belajar siswa
dapat dilihat dari rata-rata kelas pada setiap UH dan ketuntasan siswa, baik secara
individu maupun klasikal. Rata-rata yang diperoleh pada UH sikus I 6%dengan rata-rata
69,68 menjadi 74,37 pada siklus I, adapun ketuntasan klasikal pada siklus I dinyatakan
(belum tuntas) dengan persentase ketuntasan 68% kemudian rata-rata UH pada siklus
II meningkat menjadi 25 %, kemudian rata-rata pada siklus II 87,18 dengan ketuntasan
klasikal 100% atau dinyatakan (tuntas) secara klasikal. Secara umum dapat di simpulkan
bahwa penerapan pembelajaran model inquiry pada proses pembelajaran dapat
meningkat hasil belajar IPA siswa kleas III sdn Sei. Upih, sehingga dapat dikatakan bahwa
tindakan yang dilakukan berhasil.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan menerapkan pembelajaran
model inquiry dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas III SD Negeri 012 Sungai. Upih.
Berdasrkan hasil dan penemuan penelitian, maka penelitian memberikan beberapa
rekomendasi antara lain:
1. Dengan meningkatkan hasil belajar, guru dapat menerapkan salah satu model
pembelajaran dengan pembelajran model inquiry
2. Ketika guru ingin menerapkan pembelajaran inquiry, terapkanlah pada semua
pembelajaran, agar siswa aktif dalam semua pembelajaran.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar atau acuan dalam melaksanakan
penelitian lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2009). Penilitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hamalik, O. (2013). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyati & Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7784
Nurteha --- 104 Model Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar IPA
Purwanto, M.N. (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sudjana, N. (2010). Penilain Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.
Al-Tabany., Badar, T.I. (2014). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif dan
Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Group.
Aqib, Z. (2009). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk Guru, SMP, SMA, SMK. Bandung:
Yrama Widya.
Trianto. (2010). Model pembelajaran terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 105 Analysis, Strengthening character education values, Novel
ANALYSIS OF STRENGTHENING CHARACTER EDUCATION VALUES IN THE NOVEL LASKAR PELANGI
BY ANDREA HIRATA
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa dianardila227@gmail.com
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau, Pekanbaru
Sitasi Ardila, D., Kurniaman, O., & Antosa, Z. (2019). Analysis of Strengthening Character Education Values In
the Novel Laskar Pelangi By Andrea Hirata. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 105-121. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
This study aims to analyze the response of elementary school students to thematic learning assisted by teaching aids in the 2013 curriculum. The method used in this study is qualitative descriptive. Data collection techniques in this study were interviews and questionnaires. The instrument of this study was a questionnaire distributed to grade IV and class V students. The study was conducted in SD Negeri 01 Palembang, SD Negeri 04 Palembang, dan SD Negeri 24 Palembang. Questionnaire as an instrument of research has 4 aspects, namely interest, presentation of information, delivery of instructions, and content. These four aspects are represented by statements. When the statement is on the agreed criteria and strongly agrees, it means students give a positive response. However, when the statement is on the criteria of disagree and strongly disagrees, it means students give a negative response. Based on the results of the questionnaire response analysis of students who were in the agreed criteria and strongly agreed, students gave a positive response to thematic learning assisted by teaching aids in the 2013 curriculum Keywords: students response, thematic learning, teaching aids
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter menurut Doni Koesoema (dalam Kamal, 2017) merupakan
sebuah struktur antropologis yang terarah pada proses pengembangan dalam diri
manusia secara terus menerus untuk menyempurnakan dirinya sebagai manusia
yang berkeutamaan, yakni dengan mengaktualisasikan nilai-nilai keutamaan seperti
keuletan, tanggung jawab, kemurahan hati, dan lain-lain. Pendidikan karakter merupakan
sebagai metode dalam mengajarkan kebiasaan cara berfikir dan berprilaku yang
membantu individu untuk berkerja sama sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan
bernegara serta membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat
dipertanggung jawabkan (M. Mahbubi, 2012 :38). Pendidikan karakter sesunggunya,
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 106 Analysis, Strengthening character education values, Novel
bukan sekedar mendidik benar dan salah, tetapi mencakup proses pembiasaan tentang
perilaku baik sehingga siswa dapat memahami, merasakan, dan mau berprilaku baik
sehingga terbentuklah tabiat yang baik (Listyarti, 2012). Secara sederhana pendidikan
karakter merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menciptakan, melahirkan,
menanamkan serta mengembangkan nilai-nilai kepada peserta didik agar dapat menjadi
manusia yang berkualitas dimasa sekarang dan di masa yang akan datang.
Penguatan karakter bangsa menjadi salah satu butir nawacita yang dicanangkan
presiden Joko Widodo melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Gerakan
Penguatan Pendidikan Karakter menjadi semakin mendesak diprioritaskan karena
berbagai persoalan yang mengancam keutuhan dan masa depan bangsa seperti
maraknya tindakan intoleransi dan kekerasan atas nama agama yang mengancam
kebinekaan dan keutuhan NKRI, munculnya gerakan – gerakan separatis, perilaku
kekerasan dalam lingkungan pendidikan dan di masyarakat, kejahatan seksual, tawuran
pelajar, pergaulan bebas dan kecendrungan anak- anak muda pada narkoba. Pendidikan
karakter harus diutamakan mengingat maraknya media informasi di era modern yang
membuat anak - anak mudah terjerumus. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan
dibina sejak usia dini. Usia dini khususnya usia SD merupakan masa kritis bagi
pembentukan karakter seseorang, penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini
mungkin kepada anak – anak adalah kunci utama membangun bangsa. Pada kurikulum
2013 integrasi literasi dan nilai- nilai PPK menjadi kebijakan baru kemendikbud. Gerakan
literasi mulai digerakkan pemerintah mengingat masih rendahnya budaya literasi di
kalangan siswa. Berbagai alasan ini telah cukup menjadi dasar kuat bagi kementrian
pendidikan dan kebudayaan untuk kembali memperkuat jati diri dan identitas bangsa
melalui gerakan nasional pendidikan dengan meluncurkan gerakan Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK).
Peran sastra dalam pendidikan karakter dapat di refleksikan melalui narasi cerita
dan tokoh yang dihadirkan oleh pengarang melalui karya sastra. Melalui karya sastra
karakter pembaca akan terasah secara perlahan karena ia harus mampu merasakan apa
yang dirasakan orang lain (tokoh) cerita. Disinilah letak energi positif yang mampu di
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 107 Analysis, Strengthening character education values, Novel
transferkan sastra kepada pembaca yang secara tidak langsung akan terjadi proses
transformasi added value secara sosiologis maupun psikologis.
Elmustian Rahman (2004 : 13) mengatakan karya sastra adalah ungkapan pribadi
manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan,
dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Horatius dalam Elmustian Rahman (2004 : 4) mengungkapkan membaca karya sastra
memiliki berbagai manfaat, antara lain : karya sastra dapat memperkaya pengetahuan
intelektual, memperluas emosi, serta mengandung unsur pendidikan dan pengajaran.
Para pakar memberikan sejumlah pemikiran tentang apa manfaat sebuah karya sastra,
Jakob Sumardjo dan Saini KM dalam Elmustian Rahman (2004 : 18-19) membeberkan
sejumlah manfaat sastra sebagai berikut : memberi kesadaran kepada pembaca tentang
kebenaran – kebenaran hidup, memperoleh pengetahuan dan pengalaman serta
pemahaman yang mendalam tentang manusia, dunia, dan kehidupan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 555) novel adalah karangan prosa
yang panjang dan menceritakan sebuah kisah. Menurut Abrams dalam Elmustian Rahman
(2004 : 104) novel berasal dari bahasa italia novella (dalam bahasa jerman berarti
novelle. Secara harfiah novella berarti barang baru atau kecil dan kemudian diartikan
dalam cerita pendek atau prosa. Dewasa ini pengertia novella dan novella mengandung
arti yang sama dengan istilah indonesia novelet (inggris : novellete) merupakan sebuah
karya prosa fiksi yang cukupan, tidak terlalu panjang, dan tidak terlalu pendek. Menurut
Jassin dalam Elmustian Rahman (2004 : 104) novel menceritakan suatu kejadian yang
luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian – kejadian itu menimbulkan pergolakan batin
yang mengubah perjalanan nasib tokohnya. Melalui novel, secara tidak langsung dengan
membaca dan menelaahnya novel mampu memberikan manfaat bagi pembacanya.
Makna kata yang terkandung di dalamnya dapat menyiratkan fenomena sosial yang
memiliki nilai positif yang bisa dijadikan rujukan sebagai contoh yang mampu
mempengaruhi sikap positif seseorang.
Novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata adalah novel yang menggambarkan
bagaimana kehidupan anak kampung di Belitong, kehidupan orang marginal di Belitong
dalam ketidakadilan kompensasi wilayah dan persamaan kesempatan. Laskar Pelangi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 108 Analysis, Strengthening character education values, Novel
juga menggambarkan tingginya kesenjangan sosial antara kaum borjuis dan kaum
marginal di belitong. Novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata menceritakan tentang
SD Muhammadiyah yang terancam dibubarkan jika tidak mencapai siswa baru sejumlah
10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang mendaftar, akan tetapi tepat ketika pak Harfan,
sang kepala sekolah, hendak berpidato menutup sekolah, harun dan ibunya datang untuk
mendaftarkan diri di sekolah kecil itu. mulai dari sanalah dimulai cerita mereka
mengarungi hari – hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama dalam
menempuh pendidikan.
Dengan melihat novel “Laskar Pelangi” yang mengandung banyak sekali makna
pelajaran disamping kelebihan dan kekuranganya, maka penulis tertarik menjadikan
novel ini sebagai bahan penelitian. Dengan judul “ Analisis nilai – nilai penguatan
pendidikan karakter dalam novel laskar pelangi karya Andrea Hirata”. Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah nilai-nilai penguatan pendidikan karakter
dalam novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata ? oleh karena itu tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui ada tidaknya nilai – nilai penguatan pendidikan karakter dalam
novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata dan untuk mendeskripsikan nilai-nilai
penguatan pendidikan karakter yang terkandung dalam novel “Laskar Pelangi” karya
Andrea Hirata.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah menurut Moleong
(dalam Isnaniyah 2013). Subjek penelitian ini adalah novel “ Laskar Pelangi” Karya
Andrea Hirata yang diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka pada Tahun 2008
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi.
Untuk memperoleh data-data yang terdapat dalam novel peneliti harus
mengobservasi novel dengan cara membaca novel terlebih dahulu untuk mendapatkan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 109 Analysis, Strengthening character education values, Novel
data yang terkait dengan penelitian. Setelah novel dibaca, dan memperoleh data-data
yang terkait dengan nilai-nilai penguatan pendidikan karakter data tersebut dipindahkan
ke dalam tabel pengumpulan data dan diidentifikasi berdasarkan indikator nilai – nilai
penguatan pendidikan karakter dengan memberi tanda (√) pada tabel pengumpulan
data.
Tabel 1 Tabel Pengumpulan Data
Nilai – Nilai Penguatan Pendidikan Karakter.
No Bab Teks Data Kode Nilai Karakter Hal Penjelasan
RE NA MA GO IN
1
2
...
Keterangan :
RE : Nilai penguatan pendidikan karakter Religius
Na : Nilai penguatan pendidikan karakter Nasionalis
Ma : Nilai penguatan pendidikan karakter Mandiri
GO : Nilai penguatan pendidikan karakter Gotong – Royong
IN : Nilai penguatan pendidikan karakter Integritas
Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2010) Ada tiga hal yang
perlu diketahui dalam proses analisis data yaitu :
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemulihan, pemusatan pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi catatan-catatan kasar dalam betuk
tulisan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membaca karya sastra secara berulang-
ulang, membuat rangkuman, pengodean, menulis memo-memo.
2. Model data (Data Display)
Penyajian data merupakan pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 110 Analysis, Strengthening character education values, Novel
3. Penarikan atau verifikasi kesimpulan
Langkah ketiga dari aktivitas analisis adalah penarikan atau verfikasi
kesimpulan. Dari permulaan data peneliti kualitatif mulai memutuskan “makna”
sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola, dan penjelasan. Peneliti dapat menagangani
kesimpulan-kesimpulan ini secara jelas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dalam penelitian ini adalah nilai-nilai penguatan pendidikan
karakter dalam novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata. Novel ini bercerita tentang
sebuah ironi tentang kurangnya akses pendidikan bagi anak –anak di salah satu pulau
terkaya di Indonesia. Pada penelitian ini penulis menemukan lima nilai penguatan
pendidikan karakter. Lima nilai tersebut adalah nilai – nilai utama yang menjadi fokus
dalam gerakan PPK yaitu nilai Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong – royong dan
Integritas.
1. Religius
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan
individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan lingkungan.
Berikut beberapa contoh data yang mengandung nilai penguatan pendidikan
karakter religius.
“Kedua, karena firasat anak – anak mereka dianggap memiliki karakter yang mudah disesatkan iblis sehingga sejak usia muda harus mendapatkan pendadaran islam yang tangguh.” (hlm: 4 paragraf 7 bab 1 sepuluh murid baru)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter religius yang ditunjukkan dengan sikap melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, yaitu menuntut ilmu.
“ Tak tahu apa yang merasuki kepala bapaknya, yaitu A Liong, seorang Kong Hu Cu sejati, waktu mendaftarkan anak laki – laki satu – satunya itu ke sekolah islam puritan dan miskin ini.” (hlm : 68 Paragraf 11 Bab 9 Penyakit Gila No. 5)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 111 Analysis, Strengthening character education values, Novel
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter religius yang
ditunjukkan dengan sikap menghargai perbedaan agama dan kepercayaan lain. SD
Muhammadiyah yang mengedepankan pendidikan islam tetap bisa menerima murid
dengan agama berbeda.
“ Chiong Si Ku atau sembahyang rebut diadakan setiap tahun. Sebuah acara semarak di mana seluruh warga tionghoa berkumpul.” (hlm : 259 Paragraf 32 Bab 20 Miang Sui)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter religius yang
ditunjukkan dengan sikap Menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama dan kepercayaan lain, Hidup dan rukun damai dengan pemeluk agama lain dan
kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan. Data tersebut menunjukkan acara
Chiong Si Ku yang merupakan acara ibadah warga tionghoa dapat berjalan meriah dan
dilakukan setiap tahun di Belitong yang mayoritasnya warganya beragama Islam.
“ Berita utama : hiduplah hanya dari ajaran Al – Quran, hadist, dan sunatullah, itulah pokok –pokok turunan Muhammadiyah, Insya Allah nanti setelah besar engkau akan dilimpahi rezeki yang halal dan pendamping hidup yang sakinah.” (hlm : 350 Paragraf 5 Bab 26 Be There or Be Damned! )
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter religius yang
ditunjukkan dengan sikap Teguh dengan keimanannya. Sikap teguh ditunjukkan oleh
ucapan Bu Mus, ucapan itu menunjukkan betapa kuatnya Bu Mus berpegang dengan
nilai – nilai ketuhanan untuk menjalani kehidupan.
“Begitu cepat alam berubah dan pelayaran yang damai beberapa waktu lalu hingga menjadi usaha mempertahankan hidup yang mencekam saat ini kami dibukakan Allah sebuah lembar kitab yang nyata bahwa kuasaNya demikian besar tak terbatas.” (hlm : 409 Paragraf 24 Bab 29 Pulau Lanun )
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter religius yang
ditunjukkan dengan sikap Percaya dengan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Data
menunjukkan Saat nyawa telah berada diujung tanduk ikal menyadari bahwa betapa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 112 Analysis, Strengthening character education values, Novel
besarnya kuasa Allah swt dan percaya bahwa kuasa Allah demikian besar dan tak
terbatas.
2. Nasionalis
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan
bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya. Berikut beberapa contoh
data yang mengandung nilai penguatan pendidikan karakter nasionalis.
“ Samson menyanyikan lagu yang berjudul Teguh Kukuh Berlapis Baja juga C. Simanjuntak sesuai dengan citra tubuh raksasanya.” (hlm : 131 paragraf 11 Bab12 Mahar)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter nasionalis yang
ditunjukkan dengan sikap apresiasi terhadap budaya sendiri. Apresiasi adalah kesadaran
terhadap nilai – nilai budaya dan seni dan penghargaan terhadap sesuatu dengan
perasaan. Data menunjukkan sikap apresiastif terhadap budaya bangsa sendiri saat
samson menyanyikan lagu nasional di depan kelas.
“ Kita harus karnaval ! apa pun yang terjadi ! dan biarlah tahun ini para guru tidak ikut campur, mari kita beri kesempatan kepada orang – orang muda berbakat seperti mahar untuk menunjukkan kreativitasnya. “ (hlm : 222-223 Paragraf 23 Bab 18 Moran)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter nasionalis yang
ditunjukkan dengan sikap menjaga kekayaan budaya bangsa. Wujud menjaga kekayaan
budaya bangsa ini dapat dilihat dari kalimat Pak Harfan pada data sangat menginginkan
SD Muhammadiyah untuk ikut karnaval 17 agustus bagaimanapun caranya.
“ Penampilan Muhammadiyah tahun ini adalah daripada suatu puncak pencapaian seni yang gilang gemilang oleh karena itu dewan juri tak punya daripada pilihan lain selain daripada menganugerahkan penghargaan daripada penampil seni terbaik tahun ini kepada sekolah Muhammadiyah.!” (hlm : 247 Paragraf 38 Bab 19 Sebuah Kejahatan Terencana)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 113 Analysis, Strengthening character education values, Novel
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter nasionalis yang
ditunjukkan dengan sikap unggul dan berprestasi yang ditunjukkan pada data dengan
kemenangan SD Muhammadiyah dalam lomba karnaval 17 Agustus. Dengan nyaris tanpa
biaya, sekolah Muhammadiyah bisa membuktikan mengalahkan sekolah PN yang telah
menjadi langganan juara karnaval setiap tahunnya.
“ Namun para mantan pengajar sekolah itu patut bangga bahwa mereka telah mewariskan semacam rasa bersalah bagi mantan muridnya jika mencoba- coba berdekatan dengan khianat terhadap amanah, jika mempertimbangkan dirinya merupakan bagian dari sebuah gerombolan atau rencana melawan hukum, dan jika membelakangi ayat –ayat Allah. Itulah panggilan tak sadar yang membimbing lurus jalan kami sebagai keyakinan yang dipegang teguh karena bekal dan Pendidikan Dasar Islam Yang tangguh di sekolah miskin itu. “ (hlm : 487 paragraf 16 Bab 33 Anakronisme)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter nasionalis yang
ditunjukkan dengan sikap taat hukum. Data tersebut menunjukkan para mantan pengajar
sekolah muhammadiyah telah memberikan pendidikan bagi siswanya yang melekat
hingga dewasa.
“ Ia tak pernah sehari pun bolos.“ (hlm : 359 Paragraf 32 Bab 26 Be There or Be Damned)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter nasionalis yang
ditunjukkan dengan sikap disiplin.
3. Mandiri
Nilai karakter mandiri merupakan sikap perilaku tidak bergantung pada orang lain
dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi
dan cita – cita. Berikut beberapa contoh data yang mengandung nilai penguatan
pendidikan karakter mandiri.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 114 Analysis, Strengthening character education values, Novel
“ Setelah seharian mengajar, beliau melanjutkan bekerja menerima jahitan sampai jauh malam untuk mencari nafkah, menopang hidup dirinya dan adik – adiknya.” (hlm : 30 Paragraf 2 Bab 4 Perempuan – Perempuan Perkasa )
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter mandiri yang
ditunjukkan dengan sikap etos kerja (kerja keras). Semangat kerja pada data ditunjukkan
dengan sikap bu mus yang tidak lelah untuk bekerja.
“ Tapi lebih dari setengah perjalanan sudah, aku tak kan kembali pulang gara – gara buaya bodoh ini. Tak ada kata bolos dalam kamusku.” (hlm : 88 Paragraf 4 Bab 10 Bodenga )
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter mandiri yang
ditunjukkan dengan sikap Tangguh tahan banting. Lintang sebenarnya bisa saja tidak
masuk sekolah, tapi lintang tidak mau. Semangatnya yang tinggi untuk belajar
membuatnya tangguh dan tahan banting, ia akan tetap ke sekolah.
“ Pikiranku melayang ke suatu hari bertahun- tahun yang lalu ketika sang bunga pilea ini membawa pensil dan buku yang keliru, ketika ia beringsut – ingsut naik sepeda besar 80 km setiap hari untuk sekolah” (hlm : 383 Paragraf 63 Bab 27 Detik – Detik Kebenaran )
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter mandiri yang
ditunjukkan dengan sikap daya juang dan keberanian. Selain sikapnya yang tangguh dan
tahan banting tokoh lintang juga memiliki daya juang dan keberanian yang luar biasa.
Daya juang berarti kesanggupan untuk mendapatkan sesuatu. Kesanggupan ini
ditunjukkan pada data Lintang sanggup bersepeda bolak balik ke sekolah sejauh 80km
setiap harinya.
“Tuan Pos kami adalah tuan sekaligus anak buah bagi dirinya sendiri karena semua pekerjaan ia kerjakan sendiri.” (hlm : 278 Paragaraf 12 Bab 21 Rindu)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter mandiri yang
ditunjukkan dengan sikap professional. Profesional dapat diartikan keahlian yang
memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya. Pada data tuan pos bekerja
sendiri. Tapi ia bekerja secara profesional di bidangnya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 115 Analysis, Strengthening character education values, Novel
“ Mereka salut karena selain akan menampilkan sesuatu yang berbeda, menampilkan suku terasing di Afrika adalah ide yang cerdas.” (hlm : 226 Paragraf 34 Bab 18 Moran )
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter mandiri yang
ditunjukkan dengan sikap kreatif.. ide kreatif mahar menampilkan suku terasing dari
afrika adalah ide cerdas dan inovatif yang sesuai dengan kondisi kas sekolah
“Aku benar – benar bertekad mendapatkan beasiswa itu karena bagiku ia adalah tiket untuk meninggalkan hidupku yang terpuruk.”(hlm : 460 Paragraf 9 Bab 32 Agnostik )
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter mandiri yang
ditunjukkan dengan sikap menjadi pembelajar sepanjang hayat. Pada data sikap menjadi
pembelajar sepanjang hayat ditunjukkan oleh ikal yang ingin terus belajar. Keinginannya
untuk terus belajar diwujudkan dengan usaha kerasnya untuk mendapatkan beasiswa.
Ia benar – benar bertekad untuk sekolah lagi guna memperbaiki kehidupannya.
4. Gotong – royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja
sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi, dan
persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang – orang yang membutuhkan.
Berikut beberapa contoh data yang mengandung nilai penguatan pendidikan karakter
gotong – royong.
“ Setelah itu, setiap sore, dibawah pohon filicium, kami bekerja keras berhari- hari melatih tarian aneh dari negeri yang jauh. “ (hlm : 227 Paragraf 36 Bab 18 Moran)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter gotong – royong
yang ditunjukkan dengan sikap komitmen pada keputusan bersama yang ditunjukkan
oleh keseriusan siswa sekolah muhammadiyah berlatih tarian suku terasing dari afrika.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 116 Analysis, Strengthening character education values, Novel
“ Aku sudah tak tahan ibunda, aku menuntut pemungutan suara yang demokratis untuk memilih ketua kelas baru. Aku juga tak sanggup mempertanggung jawabkan kepemimpinanku di padang Masyar nanti. “ (hlm : 71 Paragraf 21 Bab 9 Penyakit Gila No 5)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter gotong – royong
yang ditunjukkan dengan sikap mesyawarah mufakat. Data menunjukkan kucai ingin
diadakannya musyawarah mufakat untuk pemilihan ketua kelas yang baru.
“ Walaupun kami benci pada kefanatikannya tapi ia tetap teman kami, anggota Laskar Pelangi, kami tak ingin kehilangan dia.” (hlm : 326 Paragraf 66 Bab 24 Tuk Bayan Tula)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter gotong – royong
yang ditunjukkan dengan sikap solidaritas. Solidaritas adalah perasaan setia kawan.
“ Terimalah Harun, Pak, karena SLB hanya ada di pulau Bangka, dan kami tak punya biaya untuk menyekolahkannya ke sana. Pak Harfan juga tersenyum, beliau melirik Bu Mus sambil mengangkat bahunya. “ genap sepuluh orang...” katanya.” (hlm : 7 Paragraf 13 Bab 1 Sepuluh Murid Baru)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter gotong – royong
yang ditunjukkan dengan sikap anti diskriminasi. Sikap anti diskriminasi adalah sikap yang
menentang membeda – bedakan sikap dan perlakuan terhadap seseorang. Wujud sikap
anti diskriminasi pada data 3 adalah Pak Harfan yang menerima Harun yang seharusnya
bersekolah di SLB untuk bersekolah di SD Muhammadiyah.
“ Mereka mengajari kami membuat rumah – rumahan dari perdu apit- aoit, mengusap luka – luka di kaki kami, membimbing kami cara mengambil wudu, melongok ke dalam sarung kami ketika kami disunat, mengajari kami do’a sebelum tidur, memompa ban sepeda kami, dan kadang – kadang membuatkan kami air jeruk sambal.” (hlm : 32 Pargraf 8 Bab 4 Perempuan – Perempuan Perkasa)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter gotong – royong
yang ditunjukkan dengan sikap kerelawanan. Sikap kerelawanan pada data adalah sikap
Pak Harfan dan Buk Mus yang selalu peduli dan tanpa pamrih menolong para siswanya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 117 Analysis, Strengthening character education values, Novel
5. Integritas
Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai – nilai
kemanusiaan dan moral. Berikut beberapa contoh data yang mengandung nilai
penguatan pendidikan karakter integritas.
“ Ia adalah model wanita yang memegang pertanggung jawaban pada setiap gabungan huruf – huruf yang meluncur dan mulutnya. “ (hlm : 338 Paragraf 19 Bab 25 Rencana B)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter integritas yang
ditunjukkan dengan sikap konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan
kebenaran. Pada Data konsistensi tersebut terlihat dari penggunaan kalimat Ini berarti
A ling adalah wanita yang memiliki konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan
kebenaran karena ia berani mempertanggung jawabkan apa yang telah dikatakannya.
“ Sifat lain sahara yang amat menonjol adalah kejujurannya yang luar biasa dan benar – benar menghargai kebenaran. Ia pantang berbohong. Walau dicampakkan ke dalam lautan api yang berkobar – kobar, tak satupun dusta akan keluar dari mulutnya.” (hlm : 75 Paragraf 34 Bab 9 Penyakit Gila No 5)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter integritas yang
ditunjukkan dengan sikap kejujuran. Pada data dijelaskan bahwa Sahara adalah anak
yang pantang berbohong dan memiliki kejujuran yang luar biasa.
“ Kami diajarkan menggali nilai luhur di dalam diri sendiri agar berperilaku baik karena kesadaran pribadi. “ (hlm : 30 Paragraf 3 Bab 4 Perempuan – Perempuan Perkasa)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter integritas yang
ditunjukkan dengan sikap cinta pada kebenaran. sikap ini ditunjukkan oleh ajaran Bu Mus
kepada siswanya agar berlaku baik dengan kesadaran pribadi.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 118 Analysis, Strengthening character education values, Novel
“ Beliau menyitir perkataan Khalifah Umar Bin Khatab. “ barangsiapa yang kami tunjuk sebagai amir dan telah kami tetapkan gajinya untuk itu, maka apa pun yang ia terima selain gajinya itu adalah penipuan!. Rupanya Bu Mus geram dengan korupsi yang merajalela di negeri ini dan beliau menyambung dengan lantang. “ kata – kata itu mengajarkan arti penting memegang amanah kepemimpinan seseorang akan di pertanggung jawabkan nanti di akhirat. “ (hlm : 70 – 71 Paragraf 19 Bab 9 Penyakit Gila No 5 )
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter integritas yang
ditunjukkan dengan sikap anti korupsi. Pada data sikap anti korupsi ditunjukkan pada
sikap Bu Mus yang sangat geram dengan korupsi yang merajalela di negeri ini.
“ Beliau mengobarkan semangat kami untuk belajar dan membuat kami tercengang dengan petuahnya tentang keberanian pantang menyerah melawan kesulitan apa pun . pak harfan memberi kami pelajaran pertama tentang keteguhan pendirian, tentang ketekunan, tentang keinginan kuat untuk mencapai cita – cita. Beliau menyampaikan sebuah prinsip yang diam – diam menyelinap jauh ke dalam dadaku serta memberi arah bagiku hingga dewasa, yaitu bahwa hiduplah untuk memberi sebanyak – banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak – banyaknya.” (hlm : 24 Paragraf 21 Bab 3 Inisiasi )
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter integritas yang
ditunjukkan dengan sikap komitmen moral. Pada data komitmen moral tercermin pada
ajaran Pak Harfan tentang prinsip hidup.
“ Kali ini ibunda tidak memberimu nilai terbaik untuk mendidikmu sendiri,” kata Bu Mus dengan bijak pada Mahar yang cuek saja. “ bukan karna karyamu tidak bermutu, tapi dalam bekerja apapun kita harus memiliki disiplin. “ (hlm : 190 Paragraf 34 Bab 16 Puisi Surga Dan Kawanan Burung Pelintang Pulau)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter integritas yang
ditunjukkan dengan sikap keadilan. meskipun karyanya selalu luar biasa Buk Mus tetap
mengurangi nilainya karena tidak menfgumpulkan tugasnya tepat waktu. Ini berarti Buk
Mus telah menunjukkan sikap tidak memihak atau keadilan kepada siswanya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 119 Analysis, Strengthening character education values, Novel
“ Darinya kami belajar tentang kerendahan hati, tekad dan persahabatan. Ketika ia menekan tombol diatas meja mahoni pada lomba kecerdasan dulu, ia telah menyihir kepercayaan diri kami sampai hari ini, membuat kami berani bermimpi melawan nasib, berani memiliki cita – cita. “ (hlm : 431 Paragraf 22 Bab 30 Elvis Has Left The Building)
Data tersebut mengandung nilai penguatan pendidikan karakter integritas yang
ditunjukkan dengan sikap keteladanan. Pada data sikap Lintang telah memeberikan
keteladanan untuk anggota Laskar Pelangi.
Interaksi Antar Nilai – Nilai Penguatan Pendidikan Karakter
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, penulis menemukan adanya interaksi
anatara nilai karakter yang satu dengan nilai karakter yang lainnya. Data - data yang
berdiri sendiri dapat dimaknai bahwa masing - masing nilai penguatan pendidikan
karakter yaitu nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong – royong, dan integritas yang
terkandung dalam tingkah laku tokoh menjadi nilai - nilai dasar pembentukan keutuhan
pribadi yang diinginkan dalam gerakan PPK.
Karena Keutuhan pribadi ini tidak dapat dipenuhi dengan hanya satu nilai karakter
saja. Kelima nilai utama karakter bukanlah nilai - nilai yang berdiri dan berkembang
sendiri - sendiri melainkan nilai yang berinteraksi satu sama lain, yang berkembang
secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi. Keutuhan pribadi merupakan suatu
indikator keberhasilan pendidikan karakter yang tercermin dalam perilaku sehari – hari
anak yang menunjukkan nilai – nilai penguatan pendidikan karakter.
Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter di SD Melalui Novel
Penerapan penguatan pendidikan karakter di SD memerlukan kerja sama secara
menyeluruh antara guru, siswa, maupun kepala sekolah. Peranan guru dalam penguatan
pendidikan karakter memegang faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan pendidikan karakter di sekolah. Bahkan guru sangat menentukan berhasil
tidaknya peserta didik dalam mengembangkan pribadinya secara utuh. Dikatakan
demikian karena guru merupakan figur utama, serta contoh dan teladan bagi peserta
didik khususnya peserta didik dalam usia SD.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 120 Analysis, Strengthening character education values, Novel
Dalam gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) gerakan literasi menjadi
salah satu poin untuk mengembangkan nilai – nilai penguatan pendidikan karakter.
Gerakan ini dapat diwujudkan dengan guru mengajak siswanya membaca novel yang
mengandung nilai - nilai penguatan pendidikan karakter seperti novel Laskar Pelangi
Karya Andrea Hirata. Guru dapat mengarahkan siswa – siswa untuk membaca novel yang
mengandung nilai – nilai penguatan pendidikan karakter sebelum memulai pembelajaran.
Kegiatan membaca novel dapat dilakukan 15 menit sebelum memulai pembelajaran.
SIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian terhadap novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata
peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa novel “ Laskar pelangi mempunyai nilai –
nilai penguatan pendidikan karakter. Nilai – nilai penguatan pendidikan karakter yang
terdapat pada novel “ Laskar Pelangi” adalah nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong –
royong dan integritas. Nilai – nilai penguatan pendidikan karakter yang ditemukan
berdasarkan indikator nilai – nilai penguatan pendidikan karakter.
Nilai penguatan pendidikan karakter yang paling menonjol dalam novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata adalah nilai religius. Nilai – nilai yang berdiri sendiri
menjelaskan bahwa masing – masing nilai adalah nilai – nilai utama yang menjadi dasar
pembentukan keutuhan pribadi. Keutuhan pribadi terbentuk ketika nilai – nilai utama
memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Nilai-nilai penguatan pendidikan karakter yang ditemukan dalam novel “Laskar
Pelangi” karya Andrea Hirata berwujud perilaku-perilaku yang dilakukan oleh tokoh dalam
menghadapi peristiwa dan dalam berbagai bentuk interaksi antara tokoh dengan tokoh
yang lain yang dikisahkan.
Dalam implementasi penguatan pendidikan karakter di SD mnelalui novel guru
memegang peranan penting keberhasilan suatu pendidikan karakter karena guru adalah
figur utama yang mnenjadi contoh para siswanya.
Saran-saran yang dapat diberikan penulis sehubungan dengan temuan penelitian
adalah :
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7785
Dian Ardila, Otang Kurniaman, Zariul Antosa --- 121 Analysis, Strengthening character education values, Novel
1. Novel ini dapat dijadikan motivasi untuk masayarakat dalam segala kalangan. Karena
memiliki nilai-nilai penguatan pendidikan karakter yang sangat bermanfaat dalam
kehidupan
2. Untuk guru SD dapat menanamkan nilai- nilai penguatan pendidikan karakter yang
ditemukan dalam kegiatan belajar.
3. Novel – novel tertentu dapat membantu pengembangan pendidikan karakter melalui
kegiatan literasi yang bisa dilakukan guru sebelum memulai pembelajaran
4. Guru dan para siswa dapat meneladani tokoh – tokoh yang ada di dalam novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata.
DAFTAR PUSTAKA
Hirata, A. (2008) . Laskar Pelangi. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka
Kamal, R. (2017). Implementasi Pendidikan Karakter Di Sd/Mi. Pekalongan. Stain
Lisyarti, R. (2012). Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif. Jakarta:
Erlangga Grup
Mahbubi, M. (2012). Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Ilmu
Rahman, E. & Jalil, A. (2004). Sejarah Sastra. Pekanbaru: Unri Press
Rahman, E. & Jalil, A. (2004).. Teori Sastra. Pekanbaru: Labor Bahasa, Sastra, dan
Jurnalistik Universitas Riau Sukmadinata,
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tim PPK Kemendikbud. (2014). Konsep Dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter
Tingkat Sekolah Dasar Dan Menengah Pertama. Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta
Tim Prima Pena. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gitanada Press
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7787
Henni Setia Ningsih, Mahmud Alpusari --- 122 Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LITERASI SISWA SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH
Henni Setia Ningsih, Mahmud Alpusari hennisetianingsih121@gmail.com, mahmud31079@yahoo.co.id
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
Sitasi Ningsih, H.S., & Alpusari, M. (2019). Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Literasi Siswa
Sekolah Dasar Kelas Rendah. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 122-126. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7787.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
This study aims to determine the various types of factors that influence the literacy of low-grade elementary school students. This study uses a literature study research method by examining several journals and references related to the factors that influence the literacy of elementary school students. The results of the various literature reviews will be used to identify several factors that influence student literacy. From the results of a review of various literature studies, the results of factors that affect the low grade elementary school students 'liabilities are the age of students, parents' backgrounds, tutoring that can or additional learning such as tutoring, education, interest or talent, family care level or parent's work Keywords: influencing factors and literacy
PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk generasi penerus
bangsa sebagaimana diamanatkan dalan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Didalam undang-undang
tersebut, dikemukakan juga bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam aspek perkembangan dasar yang perlu dipersiapkan anak dalam memasuki
pendidikan dasar kelas rendah ialah aspek bahasa. Dimana dalam aspek bahasa tersebut
kemampuan literasi termasuk didalamnya. Kemampuan literasi yaitu kemampuan atau
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7787
Henni Setia Ningsih, Mahmud Alpusari --- 123 Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah
keterampilan membaca dan menulis. Membaca merupakan proses yang dilakukan dan
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis
melalui bahasa tulis ataupun dalam kata-kata. Literasi dini merupakan suatu
pembentukan keterampilan baca tulis yang diketahui awal sebelum anak sekolah. Dalam
hal tersebut kemampuan dasar baca tulis salah satunya lahir karena keingintahuan siswa
dan kemauan siswa yang tinggi untuk berkeinginan mengetahui sesuatu. Peran dari
orang tua juga sangat dibutuhkan dalam hal tersebut, agar anak bisa mengenal huruf
atau abjad di awal, karena di zaman yang semakin berkembang saat ini siswa kelas
rendah khususnya kelas satu sudah dituntut harus bisa membaca dan menulis dengan
lancer.
Berdasarkan hasil telaah dari beberapa kajian literarur, peneliti menemukan
beberapa masalah yang terdapat dikelas rendah khsuusnya dikelas satu yaitu dalam hal
literasi atau sering disebut baca tulis. Berbagai macam masalah yang ditemukan dalam
pembelajaran khususnya akan dijabarkan sebagai beriku:1) beberapa orang siswa sulit
membaca buku bacaan, 2) beberapa siswa tidak bisa menulis dengan benar, 3) siswa
tidak tertarik membaca teks yang ada dalam buku, 4) siswa tidak bisa menceritakan
kembali apa yang sudah dibaca. Literasi dikelas awal merupakan dasar dari penentu
keberhasilan dalam suatu kegiatan belajar siswa, akan tetapi masih ada siswa disekolah
dasar yang tidak mampu membaca dan menulis dengan baik. Dari berbagai masalah
tersebut khususnya pada literasi atau membaca dan menulis siswa disebabkan oleh
berbagai faktor salah satunya ialah kesiapan siswa sebelum memasuki pendidikan
sekolah dasar. Oleh karena itu penting bagi pemakalah dan khsusnya bagi calon guru
sekolah dasar untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengarui literasi siswa
sekolah dasar kelas rendah tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang akan
dikaji lebih lanjutnye dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut: Apa saja faktor-
faktor yang mempengaruhi literasi siswa sekolah dasar kelas rendah?”. Berdasarkan
rumusan masalah tersebut maka tujuannya ialah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi literasi siswa sekolah dasar kelas rendah.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7787
Henni Setia Ningsih, Mahmud Alpusari --- 124 Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Salah satu aspek dalam perkembangan yang perlu disiapkan untuk memasuki
pendidikan disekolah dasar ialah aspek bahasa. Dalam aspek perkembangan bahasa,
didalamnya terdapat kemampuan literasi. Kemampuan literasi merupakan kemampuan
membaca dan menulis permulaan. Literasi dikelas awal merupakan dasar dari penentu
keberhasilan dalam suatu kegiatan belajar siswa, akan tetapi masih ada siswa disekolah
dasar yang tidak mampu membaca dan menulis dengan baik. Untuk itu kita harus
mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan literasi siswa sekolah dasar dikelas
rendah tersebut tersendat. Berdasarkan telaah dari bebagai kajian literatur maka
pemakalah dapat menarik kesimpulan mengenai hasil dari faktor-faktor yang
mempengaruhi literasi siswa disekolah dasar kelas rendah.
Berdasarkan faktor- faktor yang mempengaruhi literasi siswa kelas rendah bahwa
kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran, kematangan usia, pendidikan orang tua,
motivasi, minat, bakat, keadaan keluarga dan bimbingan belajar merupakan beberapa
faktor yang sangat mempengaruhi membaca dan menulis siswa atau biasa yang disebut
literasi. Selain itu terdapat pula faktor keturunan, berdasarkan telaah dari berbagai kajian
literatur, ada siswa yang sangat lancar dalam membaca dan menulis, tetapi tidak
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumya. Seperti pendidikan orang
tua. ada siswa yang pintar dalam hal membaca menulis tetapi pendidikan orang tuanya
hanya sampai sekolah menengah saja. Ada juga siswa yang lancar membaca belum tentu
lancar dalam menulis begitu juga sebaliknya.
Kemampuan menulis dan membaca(literasi) dipengaruhin oleh due faktor, yaitu
faktor yang berasal dari dalam siswa seperti faktor keturunan, minat, bakat, dan IQ atau
tingkat kecerdasan. Dan faktor yang berasal dari luar siswa seperti motivasi, keluarga,
bimbingan belajar atau les tambahan, dan bimbingan belajar saat menempuh pendidikan
di taman kanak-kanak atau pendidikan di usia dini.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Kana Saputri, Fauzi, Nurhaidah, 2017. mengenai
literasi siswa, Sebanyak 9 orang anak atau 32,14% anak memperoleh nilai literasu amat
baik (A), sebanyak 8 orang siswa atau 28,57% memperoleh nilai baik (B), 6 orang siswa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7787
Henni Setia Ningsih, Mahmud Alpusari --- 125 Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah
atau 21,42% memperoleh nilai cukup (C), dan selanjutnya hanya 5 orang siswa atau
sekitar 17,87% yang memperoleh nilai kurang terhadap literasi.
SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas didapat kesimpulan dari hasil telaah kajian
berbagai referensi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi literasi siswa sekolah
dasar kelas rendah khusunya kelas satu, bisa disimpulkan bahwa hasil telaah dari
berbagai kajian literatur menunjukkan ada dua faktor yang mempengaruhi literasi siswa
sekolah dasar kelas rendah yaitu faktor internal siswa seperti minat, bakat, keturunan,
IQ atau kecerdasan siswa, kematangan usia dan motivasi. Dan faktor eksternal seperti
keadaan keluarga, belajar tambahan atau les. Seperti yang dikemukan oleh Sani, 2014
Pendidikan yang berkualitas tentunya melibatkan siswa untuk aktif belajar dan
mengarahkan terbentuknya nilai-nilai yang dibutuhkan siswa dalam menempuh
kehidupan. Siswa harus dibekali dengan kemampuan untuk belajar sepanjang hayat,
belajar dari aneka sumber, belajar bekerja sama, beradaptasi, dan menyelesaikan
masalah. Untuk itu sebagai calon seorang guru harus memenuhi kualifikasi, terlatih
secara profesional, memiliki motivasi, serta mendapatkan dukungan. Kemudian sekolah
perlu memasukkan kmbali buku bacaan yang wajib kedalam kurikulum guna untuk
menjamin ketersediaan buku bacaan yang bermutu, oleh kerana itu penerbit milik negara
balai pustake penting untuk dikembalikan pade posisi sebelumnye sebagai penerbit dan
penyedie buku bacaan yang bermutu bagi sekolah-sekolah. Selanjutnya pemerintah dan
sekolah saling bekerja sama dalam membangun dan meningkatkan infrastruktur
pendidikan di sekolah-sekolah seperti perpustakaan, penyediaan listrik, pojok baca siswa
dan lain sebagainya. Semua hal tersebut guna untuk meningkatkan literasi siswa baik itu
di kelas rendah ataupun di kelas tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A & Jauhar, M. (2015). Dasar-Dasar Psikoliguistik. Jakarta : Prestasi Pustaka. Amir & Slamet, Y. (1996). Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia (Bahasa Lisan
dan Bahasa Tertulis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Arikunto, S. (2003a). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Bukhari. (2012). Membaca dan Menulis. Banda Aceh: Yayasan Pena Banda Aceh. Gherardini , Monalisa. (2016). Pengaruh Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir
Kritis Terhadap Kemampuan Literasi Sain. Jurnal pendidikan dasar, 7(2). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Air Bumi, dan Matahari. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Pembukuan, Balitbang Kemendikbud. Rosidi, A. (2016). Pembinaan Minat Baca Bahasa dan Sastera. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7787
Henni Setia Ningsih, Mahmud Alpusari --- 126 Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Santrock. (2007). Perkembangan Anak 11th Edition. Jakarta: Erlangga. Semiawan, C. (2008). Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar.Jakarta:
PT Indeks. Sukini & Iskandar. (2009). Bahasa Indonesia untuk kelas 1. Jakarta: Pusat Pembukuan. Sutini. (2010). Upaya Meningkatkan Minat Baca Siswa Kelas III Sekolah Dasar. Jurnal
Kependidikan Interaksi. Tahun 5 No.5 Juni 2010. 56-64. Sugiyono. (2012). MetodePenelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung :Alfabeta. Subini, N. (2013). Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak Anda. Yogyakarta: Javalitera. Syah, M. (2013). Psikologi Belajar. Jakarta : Rajawali Pers. Syah, M. (2013). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Susilo, T.A. (2013). Belajar CALISTUNG Itu Asyik. Yogyakarta: Javalitera. Sani, R.A. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
Bumi Aksara. Saputri, K & Nurhaidah, F. (2017). Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Anak Kelas
1 SD Negeri 20 Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Unsyiah, 2 (1), 98-104.
Tarigan, H.G. (2008). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Triatma, I.N. (2016). Minat Baca Pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri Delegan 2 Prambanan Sleman Yogyakarta. E-Jurnal Prodi Teknologi Pendidikan. V(6), http://journal.student.uny.ac.id
USAID. (2014). Modul Pembelajaran Literasi Kelas Awal di LPTK. USAID PRIORITAS: Draf Januari 2014.
UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pakpahan, R. (2016). Factors Affecting Literacy Mathematics Achievement of Indonesian
Student In Pisa 2012. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 1(3). Pikiran Rakyat, 17 Maret 2017 diperoleh dari http://www.pikiranrakyat.
com/pendidikan/2017/03/17/soal-minat-baca-indonesia-peringkat-60-dari-61-negara-396477 pada tanggal 29 September 2017.
Yuliati, Y. (2017). Literasi Sains Dalam Pembelajaran IPA . Jurnal Cakrawala Pendas, 3(2).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 127 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MENULIS LAPORAN SISWA KELAS V SD NEGERI 115 PEKANBARU
Haryati Nurdi, Lazim N haryatinrd20@gmail.com
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru
Sitasi Nurdi, H., & Lazim N. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk
Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa Kelas V SD Negeri 115 Pekanbaru. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 127-142. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
The tendency in the teaching and learning process which only provides learning writing skills theoretically, is less in practice. While factors from students include low motivation, limited ability, unwillingness to write, and lack of writing practice. Such conditions of students with teacher learning models that are less varied and innovative, make PBM writing skills a burden for students. Based on the problems found above, the author feels interested in making improvements to learning by applying the Think Talk Write (TTW) type of learning model to improve report writing skills of fifth grade students of Pekanbaru Elementary School 115. Object as many as 29 students. This study uses the Classroom Action Research method carried out in 2 cycles. The activities carried out by the teacher at the first meeting of the first cycle were 63.00% with the moderate category and the second meeting the average activity carried out was 79.00% in the good category. In the activity of teachers in the second cycle of the first meeting the average activity of teachers is 92.00% with a very good category and in the second cycle the average activity of teachers is 96.00% with a very good category. As for the activities of students in the first cycle of the first meeting the average activity of students was 63.00% (medium category), the second meeting increased to 71.00% (good category), the second cycle of the first meeting the average activity of students was 79.00 % with good categories, and at the second meeting the average activity of students is 88.00% or in the good category. Based on the results of the study it can be concluded that the Cooperative Type Think Talk Write learning model can improve the report writing skills of class V students of SD Negeri 115 Pekanbaru. Keywords: Cooperative Learning Type Think Talk Write model and report writing skills
PENDAHULUAN
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. pembelajaran merupakan bantuan yamg diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaa,
kemahiran serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 128 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik (Suyanti, 2013).
Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di SD,
karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat pen-ting bagi
kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai-mana dinyatakan
oleh Akhadiah dkk. (1991: 1) adalah agar siswa ”memiliki kemampuan berbahasa
Indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia
sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa sekolah
dasar”.
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah terdiri atas empat keterampilan
berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Hal ini sejalan dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, ada empat keterampilan berbahasa
yang harus dikuasai oleh siswa yaitu, keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis.
Menulis adalah kegiatan pesan (gagasan, perasaan, atau informasi) secara tertulis
kepada pihak lain. Dalam kegiatan berbahasa menulis melibatkan empat unsur, yaitu
penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, medium tulisan, serta pembaca
sebagai penerima pesan. Kegiatan menulis sebagai sebuah perilaku berbahasa memiliki
fungsi dan tujuan : personal, interaksional, informatif, instrumental, heuristik, dan estetis.
Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi yang peneliti lakukan dengan
Tesnita, S.Pd selaku wali kelas VA SD Negeri 115 Pekanbaru diketahui keterampilan
menulis laporan masih rendah, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada data berikut.
Jumlah siswa 29 orang, jumlah siswa yang terampil 8 orang (28%), sedangkan jumlah
siswa yang tidak terampil yaitu 21 orang (72%). Masih banyak siswa yang tidak terampil
menulis laporan. Hal ini disebabkan oleh dari proses pembelajaran, kurang merangsang
pemikiran siswa dan kurang memberi kesempatan siswa untuk menuangkan ide dan
gagasannya dalam bentuk tulisan, selain itu pembelajaran juga tidak disesuaikan dengan
karakteristik dan kondisi sekitar siswa.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 129 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman hidup dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran
dalam tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain (Trianto, 2007).
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang
menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran. Dengan suasana kelas yang
demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam
memberdayakan potensi siswa secara maksimal. Menurut (David W. Johnson, 2010 : 4)
model pembelajaran kooperatif adalah suatu proses belajar mengajar yang melibatkan
penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja
bersama-sama didalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan
pembelajaran satu sama lain. Pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama antar
peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Melalui belajar
secara kelompok, peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi
dengan teman-temannya.
Tabel 1. Fase Pembelajaran Kooperatif Fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Fase 2 Menyajikan informasi Fase 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok kooperatif Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dalam belajar Fase 5 Evaluasi Fase 6 Memberikan penghargaan
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotifasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru menghargai upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: Trianto (2007)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 130 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
Kegiatan pembelajaran menggunakan Think-Talk-Write (TTW) pada dasarnya
melewati kegiatan berpikir (think), berbicara/berdiskusi, bertukar pendapat (talk) serta
menulis hasil diskusi (write) (Iru dan Arihi 2012). Lebih lanjut, Yamin dan Ansari (2012)
menjelaskan bahwa dalam aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca
suatu teks kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca. Yamin (2007: 153)
menyebutkan manfaat membuat catatan selain melengkapi materi juga dapat membantu
daya ingat seseorang terhadap suatu materi. Setelah tahap “think” selesai dilanjutkan
dengan tahap “talk” yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa
yang mereka pahami.
Pendapat Ngalimun (2014) yang menjelaskan bahwa pembelajaran TTW (Think
Talk Write) ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak,mengkritisi, dan
alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan
kemudian buat laporan hasil presentasi. Sintaknya adalah: informasi, kelompok
(membaca, mencatat, menandai), presentasi, diskusi dan melaporkan.
Langkah-langkah pembelajaran dengan TTW (dalam Istarani & Muhammad
Ridwan, 2014: 59) adalah sebagai berikut:
1. Guru membagi teks bacaan berupa lembar aktivitas siswa yang memuat situasi
masalah dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya.
2. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual, untuk
dibawa ke forum diskusi (think).
3. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan
(talk) dan guru sebagai mediator lingkungan belajar.
4. Siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write).
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan
Kelas adalah penelitian praktis yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan-
kekurangan dalam pembelajaran di kelas dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat
memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih
profesional.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 131 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
Kunci utama PTK adalah adanya tindakan yang dilakukan berulang-ulang dalam
rangka mencapai perbaikan yang diinginkan. Tindakan oleh orang yang terlibat langsung
dalam bidang yang diperbaiki tersebut, dalam hal ini para guru dapat meminta bantuan
orang lain dalam merencanakan dan melaksanakan perbaikan tersebut.
Adapun uraian setiap siklus pada penerapan penelitian tindakan kelas sebagai
berikut :
1. Perencanaan
Perencanaan dimulai dengan menetapkan kelas sebagai tempat penelitian dan
menetapkan jadwal penelitian yaitu pada semester kedua tahun ajaran 2016/2017,
menyiapkan perangkat pembelajaran, lembar soal, lembar jawaban, serta lembar
observasi aktivitas siswa dan guru.
2. Pelaksanaan Tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan diwujudkan dalam pembelajaran keterampilan
menulis laporan pengamatan menggunakan model pembelajaran Think-TalkWrite (TTW).
Hal ini sesuai dengan rencana awal yang telah disusun dan ditetapkan. Sehingga antara
pelaksanaan tindakan dan perencanaan ada sebuah keterkaitan yang jelas. Maka dari itu,
diharapkan keterampilan menulis laporan pengamatan siswa yang merupakan fokus
permasalahan pada penelitian ini dapat meningkat.
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan bersamaan waktunya dengan pelaksanaan tindakan
dengan melibatkan seorang observer dengan menggunakan lembar observasi untuk
mengamati aktivitas guru dan siswa.
4. Refleksi
Refleksi dilaksanakan pada setiap akhir siklus, peneliti mengkaji, menilai dan
mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan. Kelemahan dan kekurangan
dari tindakan diperbaiki pada rencana selanjutnya. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua
siklus, agar peneliti merasa lebih yakin dan memperoleh informasi yang lebih akurat
sehingga bisa menjadi masukan yang berarti untuk mengadakan perbaikan bagi siklus
berikutnya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 132 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati aktifitas guru dan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung dengan cara mengisi lembaran pengamatan yang telah
disediakan untuk setiap kali pertemuan. Observasi dilakukan untuk memantau proses
pembelajaran bahasa Indonesia yaitu menulis laporan yang sedang berlangsung di kelas.
Observasi ini bertujuan untuk mengamati kegiatan yang dilakukan guru dan siswa kelas
V SDN 115 Pekanbaru di dalam kelas sejak sebelum melaksanakan tindakan, saat
pelaksnaaan tindakan sampai akhir tindakan. Peran peneliti dalam kegiatan ini adalah
melaksanakan kegiatan ini adalah melaksanakan pembelajaran dalam pelaksanaan
penelitian tindakan kelas V SDN 115 Pekanbaru. Sedangkan observer berperan sebagai
pengamat jalannya pembelajaran dikelas. Selain mengamati pembelajaran di kelas, juga
mengamati kerja guru mengelola kelas dan dalam menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe think talk write.
2. Teknik Tes
Teknik tes di kumpulkan dari data keterampilan menulis laporan yang terdiri dari
nilai keterampilan menulis laporan pada ulangan harian pertama dan ulangan harian
kedua.
3. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi di lihat dari foto-foto selama proses penelitian berlangsung.
Teknik Analisis Data
1. Aktivitas Guru dan Siswa
Setelah data terkumpul melalui observasi, kemudian data aktivitas siswa dan guru
dianalisis dengan menggunakan rumus :
NR = 𝐽𝑆 × 100%
Keterangan: NR = Persentase rata-rata aktivitas JS = Jumlah skor aktivitas yang dilakukan SM = Skor maksimal yang didapat dari aktivitas
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 133 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
Dalam menentukan kriteria penilaian tentang hasil penelitian, maka dilakukan
pengelompokan atas lima kriteria penilaian yaitu baik, cukup, kurang baik dan tidak baik.
Adapun kriteria persentase tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Aktivitas guru dan siswa
NO Persenrase Interval Kategori
1 2
3 4
5
90 sd 100 70 sd 89
50 sd 69 30 sd 49
< 30
Amat Baik Baik
Sedang Kurang
Sangat Kurang
1. Evaluasi Keterampilan Menulis Laporan
Kriteria-kriteria yang dinilai dari menulis laporan tersebut dengan menentukan skor
yang diperoleh siswa yaitu menggunakan rubrik penilaian yang jumlah aspek penilaian 5.
Tabel 3. Rubrik Penilaian Keterampilan Menulis
No Aspek Frekuensi Skor
Jumlah
Skor
Rata-Rata
Skor 1 2 3 4
1 Kesesuaian Sistematika Laporan
2 Kebermaknaan Laporan
3 Ketepatan Ejaan dan
Tata Tulis
4 Kejelasan Kalimat
5 Kerapian Tulisan
Jumlah
Masing-masing aspek ini terdiri dari 4 deskriptor. Jadi deskriptor keseluruhan dari
rubrik penilaian keterampilan menulis laporan siswa berjumlah 20, dan merupakan skor
maksimal yang dapat diperoleh siswa. Jumlah deskriptor ini yang akan dijadikan acuan
untuk menilai laporan pengamatan yang telah dibuat siswa dengan cara dianalisisdengan
menggunakan rumus penentuan skor teoritis. Hal ini bertujuan untuk menkonversi nilai
laporan yang dibuat siswa menjadi skala nilai 0-100.
Skala penilaian aktivitas dan evaluasi siswa dalam menulis ringkasan cerita adalah
sebagai berikut :
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 134 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
Tabel 4. Nilai dan Kriteria Menulis Laporan Interval Penilaian Kategori
90 – 100 Baik sekali
70 – 89 Baik
50 – 69 Sedang
30 – 49 Kurang
10 – 29 Kurang sekali
(KTSP, 2007: 367)
2. Indikator Ketuntasan
a) Ketuntasan Individu
Seseorang siswa dikatakan tuntas apabila mendapatkan nilai hasil belajar
mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 70.
b) Ketuntasan Klasikal
Ketuntasan klasikal tercapai apabila 80% dari seluruh siswa telah mencapai KKM
yaitu 70, maka kelas dikatakan tuntas. Adapun rumus yang dipergunakan untuk
menentukan ketuntasan klasikal sebagai berikut:
𝐾𝐾 =𝐽𝑇
𝐽𝑆𝑋 100%
Keterangan:
KK = Ketuntasan Klasikal
JT = Jumlah siswa yang tuntas
JS = Jumlah siswa seluruhnya
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Penelitian
Penelitian ini merupakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Talk Write dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri 115 Pekanbaru, dilaksanakan sejak
tanggal 16 April 2017 hingga 12 Mei 2017. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan
kelas (PTK) terdiri dari dua siklus, tiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan dengan alokasi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 135 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
waktu tiap pertemuan 2 x 35 menit. Penelitian dilakuakan dengan observer guru kelas V
SD Negeri 115 Pekanbaru, pada saat proses pembelajaran berlangsung diamati oleh
observer yang berpedoman pada Lembar Observasi, sedangkan keterampilan menulis
laporan siswa menggunakan tes dengan format penilaian.
Analisis Hasil Penelitian
1. Aktivitas Guru
Proses pembelajaran mengalami peningkatan pada aktivitas guru setiap
pertemuan siklus I dan II dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5. Aktivitas Guru Pada Siklus I dan II
Jumlah
Siklus I Siklus II
Pertemuan I
Pertemuan II
Pertemuan I
Pertemuan II
Persentase 63.00% 79.00% 92.00% 96.00%
Kategori Sedang Baik Amat Baik Amat Baik
Dari tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa pada siklus I pertemuan I rata-rata
aktivitas yang dilakukan guru adalah 63.00% dengan kategori sedang dan pertemuan
kedua rata-rata aktivitas yang dilakukan adalah 79.00% dengan kategori baik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada pertemuan pertama ini ada
beberapa aktivitas guru yang belum menguasai sepenuhnya yaitu masih susahnya guru
mengaplikasikan aktivitas-aktivitas tersebut pada siswa. Sebaiknya guru mempelajari
karakteristik siswa dalam menguasai materi yang diajarkan dan menjelaskan terlebih
dahulu kepada siswa prosedur belajar dengan pembelajaran Think Talk Write, sehingga
siswa mengerti prosedur pembelajaran yang dimaksud oleh guru.
Pada aktivitas guru di siklus II pertemuan I rata-rata aktivitas guru adalah 92.00%
dengan kategori amat baik dan di siklus II rata-rata aktivitas guru adalah 96.00% dengan
kategori amat baik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada pertemuan pertama dan
kedua ini ada beberapa aktivitas guru yang sudah menguasai sepenuhnya yaitu sudah
bagusnya guru mengaplikasikan aktivitas-aktivitas tersebut pada siswa. Dan guru telah
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 136 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
menjelaskan terlebih dahulu kepada siswa prosedur belajar dengan pembelajaran Think
Talk Write, sehingga siswa mengerti prosedur pembelajaran yang dimaksud oleh guru.
2. Aktivitas Siswa
Data aktivitas siswa yang diperoleh selama proses pembelajaran menggunakan
model pembelajaran Think Talk Write di SDN 115 Pekanbaru terdiri atas 4 pertemuan.
Siklus I terdiri dari 2 pertemuan dan siklus II juga terdiri dari 2 pertemuan, untuk tiap
siklusnya (terlampir). Kemudian data tersebut diolah dan dibahas dalam bentuk table
rekapitulasi diantaranya adalah guru mampu membuat siswa berpartisipasi dan
termotivasi dengan materi yang diajarkan karena selama ini dalam kegiatan proses
belajar mengajar siswa hanya mendenarkan penjelasan guru.
3. Hasil Keterampilan Menulis Laporan Siswa
Hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh dari keterampilan menulis laporan siswa
pada pembelajaran menulis laporan menggunakan ThinkTalk-Write (TTW) di kelas V SDN
115 Pekanbaru. Pada siklus I ini didapatkan data sebagai berikut.
Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Keterampilan Menulis Siswa Siklus I
No Aspek
Frekuensi
Skor Jumlah Skor
Rata-Rata
Skor 1 2 3 4
1
Kesesuaian
Sistematika Laporan
0 7 9 13 93 3.21
2 Kebermaknaan
Laporan 0 5 24 0 82
2.83
3 Ketepatan Ejaan
dan Tata Tulis 4 18 7 0 61
2,1
4 Kejelasan Kalimat 1 5 23 0 80 2.76
5 Kerapian Tulisan 4 9 10 16 76 2.62
Jumlah 392 13.52
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan keterampilan menulis laporan siswa pada siklus
I memperoleh jumlah skor klasikal 392 dengan rata-rata skor 13.52. Hal tersebut dapat
dilihat dari perolehan skor tiap aspek penilaian keterampilan menulis laporan sebagai
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 137 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
berikut. Aspek kesesuaian sistematika laporan, jumlah skor klasikal yang diperoleh 93
dengan rata-rata 3.21. Data tersebut didapat dari 13 siswa sudah menulis laporan sesuai
dengan sistematika laporan yang benar. Terdapat judul, keterangan, hasil, dan simpulan.
9 siswa mendapat skor 3 karena masih kesulitan membuat kesimpulan. 7 siswa kesulitan
menguraikan hasil pengamatan dan membuat kesimpulan sehingga memperoleh skor 2.
Aspek kebermaknaan laporan, jumlah skor klasikal yang diperoleh 82 dengan rata-
rata skor 2.83. Hal ini ditunjukkan dengan hanya 24 siswa yang memperoleh skor 3 pada
aspek ini. Skor siswa ini diperoleh dari bagian-bagian laporan yaitu judul, pembuka, dan
hasil pengamatan sudah terkait. Hanya saja, simpulan yang belum sesuai dengan hasil
yang diuraikan. Sebanyak 5 siswa hanya memperoleh skor 2 karena hanya judul dan
pembuka saja yang terkait.
Aspek ketepatan ejaan dan tata tulis, jumlah skor klasikal yang diperoleh 61
dengan rata-rata 2.10. Aspek ini sebanyak 4 siswa memperoleh skor 1, ditunjukkan
dengan hasil laporan siswa yang hanya memakai kata-kata baku. Sebanyak 18 siswa
memperoleh skor 2 karena laporan yang dibuat sudah memakai kata-kata baku dan tepat
menggunakan awalan dan akhiran. Sebanyak 7 siswa menulis laporan memakai kata-
kata baku, tepat menggunakan awalan dan akhiran, serta tepat dalam menggunakan
huruf kapital. 107 Aspek menggunakan bahasa yang baik dan jelas, jumlah skor klasikal
yang diperoleh 80 dengan rata-rata 2.76.
Data ini diperoleh dari 29 siswa kelas V, 23 laporan siswa sudah menggunakan
kalimat yang mudah dipahami, tidak menimbulkan multitafsir, dan menggunakan kata-
kata yang sopan. Tetapi, 23 siswa ini masih menggunakan kata-kata yang berulang-ulang
di kalimatnya. Sebanyak 5 siswa memperoleh skor 2 karena kalimat dalam laporannya
menimbulkan multitafsir dan berulang-ulang. Hanya 1 siswa yang memperoleh skor 1
karena laporannya hanya menggunakan kata-kata yang sopan pada aspek penilaian ini.
Aspek penilaian yang terakhir yaitu kerapian tulisan, jumlah skor klasikal yang
diperoleh 76 dengan rata-rata 2.62. Sebanyak 6 siswa sudah menulis dengan tegak,
lurus, dan tidak terdapat coretan, serta mudah dibaca sehingga memperoleh skor 4.
Sebanyak 10 laporan siswa masih didapati coretan sehingga memperoleh skor 3.
Sebanyak 9 siswa memperoleh skor 2 karena di laporannya masih didapati coretan dan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 138 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
tidak lurus. Hanya 4 siswa saja yang memperoleh skor 1 karena tulisan di laporannya
hanya mudah dibaca saja.
Berikut tabel distribusi frekuensi nilai keterampilan menulis laporan siswa pada
siklus I.
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Nilai Keterampilan Menulis Laporan Siswa Siklus I
Rentang Nilai Kualifikasi Frekuensi Frekuensi Relatif
84-100 Tuntas 2 6.90%
66-83 Tuntas 14 48.28%
49-65 Tidak
Tuntas 11 37.93%
32-48 Tidak
Tuntas 2 6.90%
Jumlah 29 100%
Berdasarkan tabel 7 Hasil belajar siswa yaitu keterampilan menulis laporan pada
siklus I ini menunjukkan 2 siswa memperoleh nilai direntang 84-100 dengan frekuensi
relatif 6.90%, 14 siswa memperoleh nilai direntang 66-83 dengan frekuensi relatif
48.28%, 11 siswa memperoleh nilai direntang 49-65 dengan frekuensi relatif 37.93%,
dan 2 siswa memperoleh nilai direntang 32-48 dengan frekuensi relatif 6.90%.
Hasil belajar siswa pada siklus II diperoleh dari keterampilan menulis laporan
pengamatan siswa pada pembelajaran menulis laporan menggunakan Think-Talk-Write
(TTW) di kelas V SDN 115 Pekanbaru. Pada siklus II ini didapatkan data sebagai berikut.
Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Keterampilan Menulis Siswa Siklus II
No Aspek Frekuensi Skor Jumlah
Skor Rata-Rata
Skor 1 2 3 4
1 Kesesuaian Sistematika Laporan
0 0 16 13 100 3,45
2 Kebermaknaan Laporan 0 3 20 6 90 3,1
3 Ketepatan Ejaan dan Tata Tulis
0 7 21 1 81 2,79
4 Kejelasan Kalimat 0 2 15 12 97 3,34
5 Kerapian Tulisan 0 6 10 13 94 3,24
Jumlah 462 15,92
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 139 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan menunjukkan keterampilan menulis laporan
siswa pada siklus II memperoleh jumlah skor klasikal 462 dengan ratarata skor 15.92.
Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan skor tiap aspek penilaian keterampilan menulis
laporan sebagai berikut. Aspek kesesuaian sistematika laporan, jumlah skor klasikal yang
diperoleh 100 dengan rata-rata 3.45. Data tersebut didapat dari 13 siswa sudah menulis
laporan sesuai dengan sistematika laporan yang benar. Terdapat judul, keterangan, hasil,
dan simpulan. Sebanyak 16 siswa mendapat skor 3 karena masih kesulitan membuat
kesimpulan. Aspek kebermaknaan laporan, jumlah skor klasikal yang diperoleh 90 dengan
rata-rata skor 3.10.
Hal ini ditunjukkan sebanyak 6 siswa memperoleh skor 4. 20 siswa yang
memperoleh skor 3 pada aspek ini. Skor siswa ini diperoleh dari bagian-bagian laporan
yaitu judul, pembuka, dan hasil pengamatan sudah terkait. Hanya saja, simpulan yang
belum sesuai dengan hasil yang diuraikan. Sebanyak 3 siswa hanya memperoleh skor 2
karena hanya judul dan pembuka saja yang terkait. Aspek ketepatan ejaan dan tata tulis,
jumlah skor klasikal yang diperoleh 81 dengan rata-rata 2,79. Aspek ini sebanyak 7 siswa
memperoleh skor 2 karena laporan yang dibuat sudah memakai kata-kata baku dan tepat
menggunakan awalan dan akhiran.
Sebanyak 21 siswa menulis laporan memakai kata-kata baku, 140 tepat
menggunakan awalan dan akhiran, serta tepat dalam menggunakan huruf kapital. Hanya
1 siswa saja yang memperoleh skor 4 pada aspek ini. Aspek kejelasan kalimat, jumlah
skor klasikal yang diperoleh 97 dengan rata-rata 3.34. Data ini diperoleh dari 29 siswa
kelas VB, 12 laporan siswa sudah menggunakan kalimat yang mudah dipahami, tidak
menimbulkan multitafsir, menggunakan kata-kata yang sopan, dan tidak menggunakan
kata-kata yang berulang-ulang di kalimatnya. Sebanyak 15 siswa memperoleh skor 3
karena kalimat dalam laporannya masih ada yang diulang-ulang. Hanya 2 siswa yang
memperoleh skor 2 karena laporannya hanya menggunakan kata-kata yang sopan dan
mudah dipahami pada aspek penilaian ini.
Aspek penilaian yang terakhir yaitu kerapian tulisan, jumlah skor klasikal yang
diperoleh 94 dengan rata-rata 3.24. Sebanyak 13 siswa sudah menulis dengan tegak,
lurus, dan tidak terdapat coretan, serta mudah dibaca sehingga memperoleh skor 4.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 140 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
Sebanyak 10 laporan siswa masih didapati coretan sehingga memperoleh skor 3.
Sebanyak 6 siswa memperoleh skor 2 karena di laporannya masih didapati coretan dan
tidak lurus. Berikut tabel distribusi frekuensi nilai keterampilan menulis laporan siswa
pada siklus II.
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Keterampilan Menulis Laporan Siklus II
Rentang Nilai
Kualifikasi Frekuensi Frekuensi
Relatif
84-100 Tuntas 10 34.48%
66-83 Tuntas 15 51.72%
49-65 Tidak Tuntas 4 13.79%
32-48 Tidak Tuntas 0 0.00%
Jumlah 29 100%
Berdasarkan tabel 9 Keterampilan menulis laporan pada siklus II ini menunjukkan
10 siswa memperoleh nilai direntang 84-100 dengan frekuensi relatif 34.48%, 15 siswa
memperoleh nilai direntang 66-83 dengan frekuensi relatif 51.72%, dan 4 siswa
memperoleh nilai direntang 49-65 dengan frekuensi relatif 13.79%.
Pembahasan
Setelah melakukan proses penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V SD Negeri
115 Pekanbaru untuk meningkatkan keterampilan menulis laporan dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write, peningkatan hasil belajar yang
dapat dilihat diantaranya adalah: 1) meningkatkan aktivitas guru dalam mengajar 2)
meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran 3) meningkatkan hasil belajar siswa.
Untuk mengetahui perbandingan peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan hasil
belajar yang diperoleh dari Skor Dasar, Ulangan Harian I, dan Ulangan Harian II setelah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write baik tuntas secara
individu maupun tuntas secara klasikal di kelas V SD Negeri 115 Pekanbaru Tahun Ajaran
2017/2018 dapat dilihat pada Hasil belajar siswa yaitu keterampilan menulis laporan pada
siklus I ini menunjukkan 2 siswa memperoleh nilai direntang 84-100 dengan frekuensi
relatif 6.90%, 14 siswa memperoleh nilai direntang 66-83 dengan frekuensi relatif
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 141 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
48.28%, 11 siswa memperoleh nilai direntang 49-65 dengan frekuensi relatif 37.93%,
dan 2 siswa memperoleh nilai direntang 32-48 dengan frekuensi relatif 6.90%.
Keterampilan menulis laporan pada siklus II ini menunjukkan 10 siswa
memperoleh nilai direntang 84-100 dengan frekuensi relatif 34.48%, 15 siswa
memperoleh nilai direntang 66-83 dengan frekuensi relatif 51.72%, dan 4 siswa
memperoleh nilai direntang 49-65 dengan frekuensi relatif 13.79%. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write
dapat meningkatkan keterampilan menulis laporan siswa kelas V SD Negeri 115
Pekanbaru.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran Think Talk Write dapat meningkatkan keterampilan
menulis siswa kelas V SDN 115 Pekanbaru. Hal ini dapat dilihat pada data berikut ini:
1. Aktivitas yang dilakukan guru pada pertemuan pertama siklus pertama adalah
63.00% dengan kategori sedang dan pertemuan kedua rata-rata aktivitas yang
dilakukan adalah 79.00% dengan kategori baik. Pada aktivitas guru di siklus kedua
pertemuan pertama rata-rata aktivitas guru adalah 92.00% dengan kategori amat
baik dan di siklus kedua rata-rata aktivitas guru adalah 96.00% dengan kategori amat
baik. Sedangkan untuk aktivitas siswa pada siklus pertama pertemuan pertama rata-
rata aktivitas siswa 63.00% (kategori sedang) , pada pertemuan kedua meningkat
menjadi 71.00% (kategori baik), siklus kedua pertemuan pertama rata-rata aktivitas
siswa adalah 79.00% dengan kategori baik, dan pada pertemuan kedua rata-rata
aktivitas siswa adalah 88.00% atau dengan kategori baik.
2. Peningkatan keterampilan menulis laporan pada siklus I ini menunjukkan 2 siswa
memperoleh nilai direntang 84-100 dengan frekuensi relatif 6.90%, 14 siswa
memperoleh nilai direntang 66-83 dengan frekuensi relatif 48.28%, 11 siswa
memperoleh nilai direntang 49-65 dengan frekuensi relatif 37.93%, dan 2 siswa
memperoleh nilai direntang 32-48 dengan frekuensi relatif 6.90%. Dan Keterampilan
menulis laporan pada siklus II ini menunjukkan 10 siswa memperoleh nilai direntang
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7789
Haryati Nurdi, Lazim N --- 142 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa
84-100 dengan frekuensi relatif 34.48% , 15 siswa memperoleh nilai direntang 66-
83 dengan frekuensi relatif 51.72% , dan 4 siswa memperoleh nilai direntang 49-65
dengan frekuensi relatif 13.79%.
Adapun rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
a. Kepala sekolah, Hendaknya kepala sekolah memberikan dukungan dan menambah
fasilitas untuk penerapan Think Talk Write dikelas, sehingga dapat menumbuhkan
minat belajar siswa.
b. Guru, Hendaknya guru aktif dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Talk Write hal ini karena dengan penerapan secara sistematis dan
melaksanakan langkah-langkah model pembelajaran Think Talk Write dengan baik
dan benar, maka aktivitas guru meningkat dan diikuti aktivitas siswa yang juga
meningkat.
c. Siswa, hendaknya siswa dapat memahami secara baik dan mendengarkan guru
ketika lagi menjelaskan pelajaran di depan kelas.
d. Peneliti Berikutnya, hendaknya lebih baik lagi dalam menerapkan model
pembelajaran koopertif tipe think talk write ini, misalnya dengan menggunakan
media, sehingga siswa lebih tertarik untuk belajar. Semoga skripsi ini bisa menjadi
acuan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta :
Depdiknas
Dimyati & Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Muchlisoh. (1992). Materi Pokok Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Departemen
Pendidikan
Mulyasa. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sundayana, R. (2014). Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung
Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:Konsep, Landasan,
dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 143
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING TERHADAP HASIL BELAJAR IPA
SISWA KELAS III SD NEGERI 42 PEKANBARU
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin
idhadiahs@gmail.com
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
Sitasi Setiyowati, I.D., & Syarifuddin. (2019). Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Brainstorming
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III SD Negeri 42 Pekanbaru. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 143-154. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
This research discusses one of the alternative learning methods than can helps students expand the knowledge, think critically, and think creatively which raise the creative ideas so that students are interested and consider that science is not a boring subject. The objective of this research was to find out the difference of significant learning outcomes on science between the experimental and control class. The type of this research was quasi-experimental research with non-equivalent control group design. The result of the research showed that there was no significant difference on the outcome of science learning between experimental and control class. The average of pretest of student’s learning outcomes in experimental class was 56,286 became 69,428 on the posttest and gain was 0,3 categorized as low. Whereas, the average of pretest in control class was 55,857 increased to 67,714 on the posttest and gain was 0,268 also categorized as low. Keywords: brainstorming learning methods, learning outcomes
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan alam, yang sering disebut juga dengan istilah pendidikan sains,
disingkat menjadi IPA. IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum
pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar (Ahmad Susanto, 2013).
Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui
pengamatan yang tepat sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan
penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan (Ahmad Susanto, 2013).
Ahmad Susanto (2013) mengatakan bahwa salah satu masalah yang dihadapi
dunia pendidikan saat ini adalah masalah lemahnya pelaksanaan proses pembelajaran
yang diterapkan para guru di sekolah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 144
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
kurang mampu mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Pelaksanaan proses
pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya diarahkan pada kemampuan siswa untuk
menghapal informasi, otak siswa dipaksa hanya untuk mengingat dan menimbun
berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahamai informasi yang diperoleh untuk
menghubungkannya dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal, untuk anak jenjang sekolah dasar, menurut Marjono (dalam Ahmad
Susanto, 2013), hal yang harus diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa
ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka terhadap suatu masalah.
Demikian pula, IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa
ingin tahu anak didik secara ilmiah. Ini akan membantu mereka mengembangkan
kemampuan untuk bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta
mengembangkan cara berpikir bebas (Sumaji dkk., 2003).
Peneliti menerapkan metodepembelajaran brainstorming ini sebagai salah satu
alternatif pemilihan metode pembelajaran yang membantu peserta didik untuk lebih
banyak tahu, berpikir kritis, menimbulkan ide-ide kreatif, dan berpikir kreatif sehingga
peserta didik merasa tertarik dan menganggap mata pelajaran IPA itu tidak
membosankan. Serta agar peserta didik belajar dengan tidak hanya mengingat dan
memahami saja, tapi juga mendidik mereka untuk belajar dengan menyelesaikan
masalah dengan berdasarkan pengalamannya sendiri dan mengembangkan kemampuan
berpikir kritis serta kreatifnya.
Metode pembelajaran brainstorming membawa siswa dari yang hanya diam dan
menerima apa yang diperoleh dari seorang guru menjadi seorang siswa yang sibuk
dengan menemukan pemecahan permasalahan. Dengan metode ini, siswa dapat
berinteraksi dengan teman sejawatnya untuk bertukar pendapat. Rasa percaya diri mulai
tumbuh dan membuat siswa untuk berfikir kritis. Permasalahan yang diberikan perlahan
demi perlahan dapat mereka pecahkan. Menemukan jalan keluar atau pemecahan
masalah dengan sendiri membuat siswa lebih ingat dan percaya diri untuk tidak
menggantungkan pemikiranya dengan sekedar mengingat (Muhammad Lukman Khakim,
2017).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 145
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah
terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan peningkatan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelas eksperimen dengan
kelas kontrol.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SD Negeri 42 Pekanbaru pada semester
genap tahun ajaran 2016/2017.
Bentuk penelitian adalah penelitian eksperimen kuasi dengan desain the
nonequivalent control group design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yakni
kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol yang tidak dipilih secara random.
Kelas eksperimen menggunakan metode pembelajaran brainstorming, sedangkan kelas
kontrol tanpa menggunakan metode pembelajaran brainstorming.
Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada
desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random
(Sugiyono, 2010).
Tabel 1. Desain Penelitian
Kelompok Prates Perlakuan (Variabel
bebas)
Pascates (Variabel
terikat)
E Y1 X Y2 C Y1 - Y2
Keterangan:
E : Kelompok eksperimen C : Kelompok control X : Perlakuan terhadap kelas eksperimen dengan menggunakan metode
pembelajaran brainstorming - : Kelas kontrol tanpa menggunakan metode pembelajaran brainstorming Y1 : Hasil prates kelas eksperimen dan kelas control Y2 : Hasil pascates kelas eksperimen dan kelas kontrol
(Nana Sudjana dan Ibrahim, 2009)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 146
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
Untuk memperoleh dan mengumpulkan data dalam penelitian ini, peneliti
menggunkan instrumen penelitian yang terdiri dari:
a) Perangkat pembelajaran: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar
Kerja Siswa (LKS), buku IPA kelas III, soal latihan, dan lembar observasi.
b) Instrumen Pengumpulan Data: Kisi-kisi soal uji coba, tes awal dan tes akhir serta soal
tes awal dan tes akhir.
c) Prosedur dari penelitian ini adalah:
1. Tahap persiapan
2. Tahap pelaksanaan
3. Tahap pengolahan dan analisis data
Data dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas III Sekolah Dasar Negeri 42 Pekanbaru. Di
mana kelas III tersebut terdiri dari 5 kelas, yakni III A, III B, III C, III D, serta III E.
Kelas III B terpilih menjadi kelas eksperimen dengan jumlah 35 orang siswa dan kelas III
D terpilih menjadi kelas kotrol dengan jumlah 35 orang siswa.
Penelitian ini diawali dengan memberikan soal tes awal untuk mengetahui
kemampuan awal siswa sebelum mendapatkan perlakuan yang perlakuannya dibagi
menjadi 2, yakni perlakuan khusus dan perlakuan biasa. Perlakuan khusus untuk kelas
eksperimen dengan menggunakan metode pembelajaran brainstorming. Dan perlakuan
biasa untuk kelas kontrol dengan pembelajaran yang konvensional. Kemudian diakhiri
dengan memberikan soal tes akhir untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah
mendapatkan perlakuan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data skor tes awal dan skor
tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 147
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
a. Uji Normalitas dan Homogenitas Skor Tes Awal
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Awal
Kelas Normalitas Homogenitas
Eksperimen Tidak Normal Homogen
Kontrol Tidak Normal Homogen
b. Uji Perbedaan (Wilcoxon Test) Skor Tes Awal
Tabel 3. Hasil Wilcoxon Test Tes Awal
Tes Awal Kontrol - Tes Awal
Eksperimen
Keterangan
Z -0.263a Tidak terdapat
perbedaan signifikan Asymp. Sig. (2-tailed)
0.793
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Sumber: Skor olahan SPSS.18
Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa Zhitung= 0,263 dan pvalue (Asymp.
Sig 2 tailed)= 0,793 dengan taraf signifikansi α= 0,05. Dengan ketentuan sebagai berikut,
jika pvalue > 0,05 maka Ha ditolak, jika pvalue < 0,05 maka Ha diterima. Sementara itu,
data di atas menunjukkan bahwa nilai pvalue lebih besar dari taraf signifikansi, sehingga
Ho diterima dan Ha ditolak. Untuk itu dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa skor tes
awal hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dan kemampuan siswa dikedua kelas tersebut adalah sama.
c. Uji Normalitas dan Homogenitas Skor Tes Akhir
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir
Kelas Normalitas Homogenitas
Eksperimen Tidak Normal Homogen
Kontrol Tidak Normal Homogen
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 148
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
d. Uji Perbedaan (Wilcoxon Test) Skor Tes Akhir
Tabel 5. Hasil Wilcoxon Test Tes Akhir
Tes Akhir Kontrol - Tes Akhir Eksperimen
Keterangan
Z -0.442a Tidak terdapat perbedaan signifikan Asymp. Sig. (2-tailed) 0.658
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Sumber: Skor olahan SPSS.18
Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa Zhitung= 0,442 dan pvalue (Asymp.
Sig 2 tailed)= 0,658 dengan taraf signifikansi α= 0,05. Dengan ketentuan sebagai berikut,
jika pvalu e> 0,05 maka Ha ditolak, jika pvalue < 0,05 maka Ha diterima. Sementara itu,
data di atas menunjukkan bahwa nilai pvalue lebih besar dari taraf signifikansi, sehingga
Ho diterima dan Ha ditolak. Untuk itu dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa skor tes
akhir hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak terdapat perbedaan
yang signifikan dan kemampuan siswa dikedua kelas tersebut adalah sama.
Tabel 6. Hasil Perolehan Skor Tes awal,Tes akhir dan N-Gain Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Kode Siswa Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Tes awal Tes Akhir Gain Tes awal Tes Akhir Gain
Jumlah 1970 2430 1955 2370
Rata-Rata 56,285 69,428 0,3 55,857 67,714 0,268
Sumber: Skor olahan Ms. Excel, 2007
Berdasarkan data pada tabel di atas, diperoleh data bahwa terdapat perbedaan
rata-rata pada tes awal dan tes akhir serta gain dengan kriteria interpretasi rendah.
Pada kelas eksperimen jumlah siswa yang mengalami peningkatan yakni 27 orang
siswa, menurun 4 orang siswa, dan tetap 4 orang siswa berdasarkan perolehan gain.
Sedangkan pada kelas kontrol jumlah siswa yang mengalami peningkatan yakni 21 orang
siswa, menurun 11 orang siswa, dan tetap 3 orang siswa.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 149
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
Pembahasan
Sebelum melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan metode
brainstorming dan tes akhir, peneliti menguji kemampuan awal siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol dengan memberikan tes awal. Kelas eksperimen dan kelas kontrol yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kelas yang diberi atau ditentukan oleh pihak
sekolah dengan tingkat kognitif yang sama. Kemudian dilanjutkan dengan menguji data
yang telah diperoleh sebelum melakukan uji hipotesis. Dari hasil uji normalitas diketahui
bahwa data skor tes awal tersebut berdistribusi tidak normal dan bersifat homogen, serta
perbedaan rata-rata pada tes awal sebelum diberi perlakuan atau tindakan tersebut
diperoleh bahwa rata-rata tes awal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
Setelah diberikan tes awal pada pertemuan sebelumnya, siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol mendapatkan perlakuan pada proses pembelajaran dengan
empat kali pertemuan di kelas eksperimen dan dua kali pertemuan di kelas kontrol.
Kemudian siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut diberikan tes akhir pada
akhir pertemuan. Dari hasil uji dan analisis terhadap skor tes akhir tersebut, diketahui
bahwa data skor tes akhir tersebut berdistribusi tidak normal dan homogen serta siswa
yang belajar menggunakan metode pembelajaran brainstorming di kelas eksperimen
memiliki rata-rata tes akhir lebih besar bila dibandingkan dengan kelas kontrol. Dilihat
dari hasil perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar
antara siswa pada kelas eksperimen dengan siswa pada kelas kontrol. Namun perbedaan
tersebut tidak berarti secara statistik sebab tidak terdapat perbedaan yang signifikan
terhadap hasil belajar antara siswa yang belajar dengan menggunakan metode
pembelajaran brainstorming dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.
Dengan demikian, hipotesis yang diterima adalah H1 atau tidak terdapat perbedaan
peningkatan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas
kontrol.
Sementara itu, berdasarkan hasil uji dan analisis gain, baik pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol mendapatkan kategori atau interpretasi rendah untuk nilai gain dan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 150
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
namun secara statistik perbedaan tersebut tidak terlalu berarti. Hal ini juga dibuktikan
dari hasil uji perbedaan atau wilcoxon test pada kedua kelas tersebut yang sekaligus
menjawab hipotesis penelitian di mana diperoleh hasil bahwa H1 diterima atau dengan
kata lain tidak terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar IPA yang signifikan antara
kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Penerapan metode pembelajaran brainstorming ini berjalan dengan baik. Namun,
ada beberapa kendala yang bisa menjadi penyebab dari rendahnya perbedaan
peningkatan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas
kontrol. Pada kelas eksperimen, siswa merasa kurang setuju dengan sistem pembagian
kelompok secara acak, sebab siswa pembagian kelompok biasanya dengan teman dekat
mereka sehingga pembagian waktu untuk tahap ini menjadi menyita waktu selama
beberapa menit setelah kemudian mereka mendapatkan kecocokan dengan anggota
kelompok mereka. Kemudian selain kendala pada sistem pembagian kelompok, yang
menjadi kelemahan dalam penerapan metode pembelajaran ini adalah waktu yang
kurang memadai.
Menurut Dani Frengki Simanjuntak (2016), hal-hal yang perlu diantisipsi dalam
penggunaan metode brainstorming (kelemahannya) yaitu: (1) memerlukan waktu yang
relatif lama, (2) lebih didominasi oleh siswa yang pandai dan (3) siswa tidak segera tahu
apakah pendapat yang dikemukakannya itubetul atau salah. Salah satu kelemahan dalam
metode pembelajaran brainstorming itu terlihat dalam penelitian ini, yakni memerlukan
waktu yang relatif lebih lama. Hal inilah juga yang menjadi salah satu sebab tidak
terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol dalam penelitian ini, sebab waktu untuk proses
pembelajaran yang diberikan tidak cukup panjang.
Proses pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran brainstorming
pembelajaran telah mampu membuat pelaksanaan pembelajaran yang biasanya berpusat
pada guru, menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa serta guru juga ikut aktif
dalam pembelajaran sebagai fasilitator dan mediator, di mana peserta didik lebih banyak
mengemukakan pendapat atau ide-idenya serta mengembangkan rasa ingin tahu mereka
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 151
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
sehingga terjadi peningkatan semangat belajar di kelas. Sebagian besar siswa mencoba
mengemukakan idenya, termasuk siswa yang cenderung pendiam, pada saat sesuatu
menarik perhatiannya, mereka ikut mengemukakan pendapatnya, dan beberapa siswa
yang tidak paham masih harus diberikan sedikit penjelasan lebih sebelum mereka
akhirnya mengerti dan mengemukakan pendapatnya. Hal ini sejalan dengan pendapat
menurut Lydia Mahyudin Jahja Maloppo (2015), IPA dapat membantu peserta didik untuk
lebih banyak tahu, berpikir kritis dan menimbulkan ide-ide kreatif dari pikiran mereka,
sehingga peserta didik dapat lebih mudah menyampaikan pendapatnya atau idenya.
Demikian juga, menurut Devi Lidiawati (2016), proses pembelajaran brainstorming
menekankan kepada transfer of values atau transfernilai.Nilai yang dimaksud adalah nilai-
nilai karakter secara luas, salah satunya adalah rasa ingin tahu.
Metode pembelajaran brainstorming terbukti dapat memengaruhi hasil belajar
peserta peserta didik, dari ranah kognitif, dari segi pengetahuan dan pemahaman,
peserta didik akan berpikir keras mengenai satu masalah yang diajukan oleh guru yang
akan menguras pikiran, dari proses berpikir tersebut peserta didik akan menjadi lebih
paham atas apa yang yang diajukan oleh guru (Muh. Zaidi Thahir, 2017). Sama seperti
penelitian yang dilakukan oleh Muh. Zaidi Thahir tersebut, penelitian yang dilaksanakan
ini juga demikian, metode pembelajaran brainstorming ini mempengaruhi hasil belajar
siswa yang dapat dilihat melalui peningkatan rata-rata nilai hasil belajar siswa yang dalam
hal ini adalah pada tes awal dan tes akhir, meskipun peningkatan tersebut jika dalam
statistik tidak ada peningkatan hasil pembelajaran yang signifikan dan jumlah siswa yang
mengalami peningkatan hasil belajar juga bertambah, di mana siswa pada kelas
eksperimen lebih banyak mengalami peningkatan hasil belajar di bandingkan dengan
kelas kontrol.
Hal ini juga sesuai dengan esensi metode pembelajaran brainstorming yang
dikemukakan oleh Ridwan Abdullah Sani (2014). Metode curah pendapat (brainstorming)
adalah metode pengumpulan besar gagasan dari sekelompok orang dalam waktu singkat.
Metode ini sangat sering digunakan dalam pemecahan/ penyelesaian masalah yang
kreatif dan dapat digunakan sendiri atau sebagai bagian dari strategi lain. Kegiatan curah
pendapat sangat berguna untuk membangkitkan semangat belajar dan suasana
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 152
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
menyenangkan kedalam kegiatan kelompok, serta mengembangkan ide kreatif masing-
masing peserta didik. Metode ini sering digunakan untuk menghasilkan sebanyak
mungkin gagasan mengenai topik tertentu.
Ridwan Abdullah Sani (2014) mengatakan bahwa pada masa mendatang, kita
akan menghadapi beberapa tantangan dan perubahan yang menuntut perubahan
paradigma pendidikan tradisional yang selama ini diterapkan oleh guru di Indonesia.
Siswa pada saat ini harus terbiasa mencari informasi sendiri, mampu mengidentifikasi
dan merumuskan masalah, mampu bekerja efektif dalam kelompok dalam kelompok dan
membangun jaringan, serta memiliiki kreativitas yang tinggi.
Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan metode pembelajaran brainstorming ini juga
dapat dinilai sebagai suatu cara untuk membiasakan siswa bepikir kreatif dengan
mengembangkan ide yang tidak biasa namun sesuai dengan tugas yang diberikan dan
mampu bekerja dalam kelompok dalam menyelesaikan masalah dan tugas yang ada
sehingga dapat menjadi bekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memadai
dalam menghadapi tantangan pada masa mendatang.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar IPA yang
signifikan antara siswa yang mendapatkan perlakuan pembelajaran menggunakan
metode pembelajaran brainstorming atau pada kelas eksperimen dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional atau pada kelas kontrol terhadap hasil belajar
IPA siswa Kelas III SD Negeri 42 Pekanbaru, sehingga menjawab hipotesis penelitian di
mana diperoleh hasil bahwa H1 diterima atau dengan kata lain tidak terdapat perbedaan
peningkatan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas
kontrol. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang memperoleh
rata-rata tes awal56,285 menjadi 69,428 pada rata-rata skor tes akhir serta gain 0,3
dengan kategori rendah. Sedangkan kelas kontrol memperoleh rata-rata tes awal sebesar
55,857dan meningkat menjadi 67,714 pada rata-rata skor tes akhir serta gain 0,268
dengan kategori yang juga rendah.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 153
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
Melalui penulisan skripsi ini peneliti ingin menyampaikan saran yang berhubungan
dengan penerapan metode pembelajaran brainstorming ini. Adapun saran yang dimaksud
tersebut adalah kepada peneliti selanjutnya agar meneliti lebih dalam lagi mengenai
perbedaan-perbedaan yang terjadi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol serta
hubungan antara metode pembelajaran brainstorming terhadap hasil belajar IPA siswa,
serta lebih memperhatikan tentang waktu yang digunakan dalam metode pembelajaran
brainstorming ini, sebab metode ini membutuhkan waktu yang cukup panjang, sehingga
penelitian tentang metode pembelajaran brainstormin gini dapat terus berkembang dan
menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Khakim, M.L. (2017). Penerapan Metode Pembelajaran Brainstorming Terhadap Pemahaman Konsep Siswa SMP Kelas VII pada Materi Aljabar. (Online), http://simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/file_artikel/2017/12.1.01.05.0152.pdf (diakses 29 September 2018).
Lidiawati, D. (2016). Pengaruh Penerapan Metode Brainstorming Terhadap Keaktifan Belajar Siswa di Kelas V Mata Pelajaran IPA Tentang Gaya SD Negeri Nayu Barat II Nusukan Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016. (Online), http://jurnal-mahasiswa.unisri.ac.id/index.php/fkippgsd/article/viewFile/281/224 (diakses 1 Oktober 2018).
Maloppo, L.M.J. (2015). Penerapan Brainstorming pada Pembelajaran IPA di Kelas III SDN 03 Telaga Kabupaten Gorontalo. (Online), kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIP/article/download/8843/8730 (diakses 10 Januari 2016).
Simanjuntak, D.F. (2016). Pengaruh Metode Pembelajaran Brainstorming dengan Menggunakan Media Visual Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 1 Sukoharjo Kelas X Tahun Ajaran 2015/2016. (Online), http://digilib.unila.ac.id/25563/20/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf (diakses 1 Oktober 2018).
Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sudjana, N & Ibrahim. (2009). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo Bandung.
Sani, R.A. (2014). Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Sani, R.A. (2014). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
Bumi Aksara. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7792
Idha Diah Setiyowati, Syahrilfuddin --- 154
Brainstorming Learning Methods, Learning Outcomes
Sumaji, Soehakso, R.M.J.T., Mangunwijaya Y.B., Liek Wilardjo, Paul Suparno, Frans Susilo, Marpaung, Y., Sularto, ST., Kartika Budi, F., Sinardi, F., Sarkim, T., dan Rohandi, R.. (2003). Pendidikan Sains Yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius.
Thahir, M.Z. (2017). Efektivitas Penerapan Metode Pembelajaran Brainstorming Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas V MI Muhammadiyah Pannampu Makassar. (Online), http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4906/1/Muh.%20Zaidi%20Thahir.pdf (diakses 1 Oktober 2018).
Wisudawati, A.W & Sulistyowati, E. (2014). Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 155 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS IV SD NEGERI 130 PEKANBARU
Shilvia Pratiwi shilviapratiwi24@gmail.com
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru
Sitasi Pratiwi, S. (2019). Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas IV SD Negeri 130 Pekanbaru. Prossiding
Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 155-169. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
Poetry is a variety of literature that is described using language that is briefly dense and beautiful. In writing poetry, there are three essence of poetry, namely the nature of art or function of aesthetics, density, and indirect expression. Writing poetry needs to be introduced to students since elementary school, so that students have the ability to appreciate poetry well. Appreciating a poem is not only intended for understanding and understanding poetry, but influences sharpening the sensitivity of feelings, reasoning, and sensitivity of children to humanitarian problems. The assessment of learning to write poetry in Pekanbaru Public Elementary School 130 is only subjective. The study was conducted in class IV SDN 130 Pekanbaru. This research was conducted in the second semester of the 2016/2017 school year. The method used in this study is descriptive quantitative. Collecting information with test techniques is usually done through giving a set of tasks. Data processing in the form of scoring the value of writing poetry, the average student writing ability and the percentage level of students' ability to write poetry both individually and classically. There are several aspects assessed in writing poetry are themes, images or images, diction, discussion and mandate. The action taken is that the researcher gives an essay test sheet to determine the ability of students to write poetry. Based on the recapitulation of the ability to write poetry, the average writing ability of students in writing poetry with the theme of the teacher viewed from all aspects is 52.39 with less criteria. Keywords: ability to write poetry
PENDAHULUAN
Menulis merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Melalui
menulis, seseorang dapat mengungkapkan ide, mengekspresikan pikiran, pengetahuan,
perasaan, ilmu dan pengalaman-pengalaman hidupnya ke dalam bahasa tulis. Bentuk
pengungkapan tersebut dapat di wujudkan dalam bentuk puisi, artikel, sketsa, cerpen,
maupun karangan bentuk lain.
Menulis puisi perlu dikenalkan kepada siswa sejak di sekolah dasar, sehingga siswa
mempunyai kemampuan untuk mengapresiasikan puisi dengan baik. Mengapresiasikan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 156 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
sebuah puisi bukan hanya ditujukan untuk penghayatan dan pemahaman puisi,
melainkan berpengaruh mempertajam terhadap kepekaan perasaan, penalaran, serta
kepekaan anak terhadap masalah kemanusiaan. Saat menulis puisi, siswa dapat
mengapresiasikan gagasan, perasaan, serta pengalamannya secara puitis. Guru dapat
membantu serta membimbing siswa untuk memunculkan dan mengembangkan suatu
gagasan, lalu mengorganisasikan menjadi puisi sederhana. Dengan demikian, menulis
puisi memerlukan beberapa kemampuan, misalnya kemampuan memunculkan suatu
gagasan, kemampuan mengembangkan gagasan, mengembangkan kemampuan dalam
pemilihan kata, serta mengkoorganisasikannya menjadi puisi yang bermakna.
Berdasarkan pengamatan peneliti dan melakukan observasi serta wawancara
terhadap guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD Negeri 130 Pekanbaru,
sehubungan dengan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya menulis puisi,
pebelajaran menulis puisi siswa terkesan hanya melepas tugas saja. Setelah memberikan
teori menulis, siswa umumnya diberi tugas menulis puisi dan dikumpulkan pada
pembelajaran berikutnya tanpa ada pembahasan mengenai tulisan siswa tersebut.
Maka dari itu analisis kemampuan dalam menulis puisi mempunyai peranan
penting dengan menganalisis kemampuan menulis puisi siswa, dapat diketahui aspek-
aspek kemampuan yang dikuasai siswa dan yang belum dikuasai oleh siswa. Sehubungan
dengan itu, Nurgiyantoro (2010: 487) menjelaskan bahwa penilaian dalam pembelajaran
menulis puisi memperhatikan empat aspek, yaitu imajinasi, diksi, tema dan makna. Di SD
negeri 130 Pekanbaru belum pernah diadakan dan dilaksanakan penelitian mengenai
analisis kemampuan menulis puisi siswa.
Dalam pelaksanaan observasi tersebut peneliti merasa tertarik untuk mengkaji
lebih jauh tentang kemampuan menulis puisi dengan judul “ Analisis Kemampuan menulis
puisi siswa kelas IV SD Negeri 130 Pekanbaru.”
METODE PENELITIAN
Metode dan Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dibicarakan, penelitian ini menggunakan
metode dan jenis penelitianya deskriptif kuantitatif. Hal itu didasarkan pada
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 157 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
pertimbangan tuntutan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Rumusan masalah dan
tujuan penelitian berkaitan dengan pemerolehan gambaran kemampuan siswa kelas IV
SD Negeri 130 Pekanbaru dalam menulis puisi. Gambaran tersebut akan dilakukan
dengan mengemukakan hakikat puisi yang dilihat dari aspek fungsi estetika, kepadatan
serta ekspresi tidak langsung. Pada puisi yang ditulis siswa kelas IV SD Negeri 130
Pekanbaru.
Populasi dan Sampel
Arikunto (2006:112) menyatakan bahwa “apabila subjek penelitian kurang dari
100, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitianya berupa penelitian populasi, dan
jika subjeknya besar dapat diambil 10-15% atau lebih”. Dari pernyataan tersebut dalam
penelitian ini, peneliti tidak menggunakan sampel. Jumlah populasi pada penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri 130 Pekanbaru. Subjek penelitian pada penelitian
ini sejumlah 99 orang siswa.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
tes dan dokumentasi. Pengumpulan informasi dengan teknik tes lazimnya dilakukan lewat
pemberian seperangkat tugas. Teknik tes dalam penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis kemampuan menulis siswa.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
1. Meminta siswa untuk membuat 3 puisi hasil karya mereka.
2. Meminta siswa membuat puisi sesuai dengan tema yang telah ditentukan.
3. Mengumpulkan hasil menulis puisi yang dibuat oleh subjek penelitian.
Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh kesimpulan yang
benar-benar bisa dipercaya. Analisis kemampuan menulis puisi siswa dilakukan dengan
langkah- langkah sebagai berikut :
1. Membaca puisi yang telah dibuat siswa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 158 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
2. Memberi pembobotan pada tiap aspek
3. Menghitung kriteria penguasaan siswa tiap aspek secara individu
4. Menghitung kriteria tingkat kemampuan siswa tiap aspek
5. Mencari nilai rata-rata kemampuan menulis siswa tiap aspek
6. Menarik kesimpulan dan hasil yag diperoleh dalam mmelihat kemampuan menulis
siswa.
Terdapat beberapa aspek yang dinilai dalam penulisan puisi adalah :
1. Tema
2. Citraan atau imaji
3. Diksi
4. Permajasan
5. Amanat
Kriteria tingkat kemampuan siswa berdasarkan aspek-aspeknya dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut ini.
Nilai = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑒𝑛𝑡𝑎ℎ
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙x 100
(Anas Sudijono, 2011: 318 )
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, kemampuan
menulis puisi siswa kemudian diinterpretasikan dengan kriteria sangat baik, baik, cukup,
dan kurang. Kriteria kemampuan siswa tersebut memperhatikan interval persentase
seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Penentuan Kriteria Kemampuan Menulis puisi Anak
Interval Tingkat
Kemampuan
Kriteria
86-100 Sangat Baik
75-85 Baik
55-74 Cukup
10-54 Kurang
(Nurgiyantoro dalam Hepta Aju Lestari 2014:46 )
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 159 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
Frekuensi tiap aspek kemampuan yang paling banyak diperoleh siswa diketahui
dengan menghitung jumlah siswa yang memperoleh kriteria sangat baik, baik, cukup,
dan kurang pada tiap aspek. Kemudian menghitung persentase setiap kriteria yang
diperoleh tersebut. Kriteria yang memperoleh persentase terbesar adalah kriteria yang
paling banyak diperoleh siswa. Kemudian, untuk mencari nilai rata-rata setiap aspek
kemampuan menulis siswa menggunakan rumus sebagai berikut ini.
M = ∑ 𝑥
𝑁
(Anas Sudijono, 2011: 327)
Keterangan:
M : nilai rata-rata kemampuan berdasarkan aspek menulis puisi
∑ 𝑥: jumlah nilai kemampuan berdasarkan aspek menulis puisi
N : jumlah sampel penelitian
Nilai rata-rata kemampuan menulis tersebut digunakan setelah mendapatkan skor
tiap aspek penilaian sehingga nilai rata-rata yang dicari adalah nilai rata-rata tiap aspek
bukan nilai rata-rata siswa secara klasikal. Hal ini memudahkan peneliti untuk
menganalisis kemampuan menulis puisi siswa berdasarkan aspek-aspek yang diamati.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Penelitian
Penelitian dilaksanakan oleh peneliti dalam waktu tiga hari yang terdiri dari 3 kelas
yaitu: IV A , IV B dan IV C. Kelas IV A dengan jumlah siswa 37 orang, IV B dengan jumlah
siswa 31 orang dan IV C dengan jumlah siswa 31 orang. Tindakan yang dilakukan yaitu
peneliti memberikan lembaran tes essay untuk mengetahui kemampuan peserta didik
dalam menulis puisi. Terdapat tiga tema puisi yang telah ditentukan oleh penulis yaitu
tema guru, tema orang tua dan tema sahabat. Siswa diberikan kesempatan untuk
membuat sebuah puisi selama 2 x 35 menit. Kemudian penulis mengumpulkan tes hasil
menulis puisi siswa dan dianalisis sesuai dengan kriteria menulis puisi. Analisis
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 160 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
kemampuan menulis puisi pada siswa kelas IV di SD Negeri 130 Pekanbaru dilihat dari
lima aspek yaitu tema, imaji, diksi, majas dan amanat.
Analisis Kemampuan Menulis Puisi
Kemampuan menulis puisi pada siswa kelas IV di SD Negeri 130 Pekanbaru dilihat
dari lima aspek yaitu tema,imaji,diksi,majas dan amanat kemampuan menulis puisi pada
siswa kelas IV di SD Negeri 130 Pekanbaru dilihat dari lima aspek yaitu
tema,imaji,diksi,majas dan amanat. Rata-rata kemampuan menulis siswa dalam menulis
puisi dengan tema guru, tema orang tua dan tema sahabat dapat dilihat pada tabel 4.1
di bawah ini.
Tabel 2. Rekapitulasi Kemampuan Siswa Kelas IV SD Negeri 130 Pekanbaru dalam Menulis Puisi
Interval Kategori Jumlah Siswa Persentase
Tema Guru
Tema Orang Tua
Tema Sahabat
Tema Guru
Tema Orang Tua
Tema Sahabat
86-100 Sangat
Baik 2 1 2 2.02% 1.01% 2.02%
75-85 Baik 6 12 11 6.06% 12.12% 11.11%
56-74 Cukup 32 21 19 32.32% 21.21% 19.19%
10-55 Kurang 59 65 67 59.60% 65.66% 67.68%
Jumlah 99 99 99 100% 100% 100%
Nilai Rata-Rata 52.39 48.91 49.09 Kurang Kurang Kurang
Analisis kemampuan menulis Puisi Siswa Per-Indikator
Tema
Aspek tema dalam kemampuan menulis puisi berarti kemampuan siswa dalam
mengemukakan ide, isi dan gagasan dalam puisi sesuai dengan gambar. Kemampuan
menulis puisi pada siswa kelas IV SD Negeri 130 Pekanbaru pada aspek tema sebagai
berikut.
Jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi guru ada 45
(45.46 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 27 (27.27 %) siswa, untuk kategori
cukup tidak ada dan kategori kurang ada 27 (27.27 %) siswa.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 161 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
Sedangkan jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi
orang tua ada 50 (50.5 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 13 (13.13 %)
siswa, untuk kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 36 (36.37 %) siswa.
Kemudian jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi
sahabat ada 45 (45.46 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 23 (23.23 %)
siswa, untuk kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 31 (31.31 %) siswa. Dari
hasil analisis terhadap aspek kemampuan tema dengan tema guru, orang tua dan
sahabat memperoleh kriteria sangat baik.
Imaji
Aspek imaji dalam kemampuan menulis puisi berarti kemampuan siswa dapat
membayangkan gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya.
Adapun gambaran pikiran adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai,
yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh
mata (indra penglihatan). Kemampuan menulis puisi pada siswa kelas IV SD Negeri 130
Pekanbaru pada aspek imaji sebagai berikut:
Jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi guru ada 1
(1.01 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 17 (17.18 %) siswa, untuk kategori
cukup tidak ada dan kategori kurang ada 81 (81.81 %) siswa.
Sedangkan jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi
orang tua ada 3 (3.03 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 13 (13.13 %) siswa,
untuk kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 83 (83.84 %) siswa.
Kemudian jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi
sahabat ada 2 (2.02 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 13 (13.13 %) siswa,
untuk kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 84 ( 84.85 %) siswa. Dari hasil
analisis terhadap aspek kemampuan Imaji dengan tema guru, orang tua dan sahabat
memperoleh kriteria kurang.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 162 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
Diksi
Aspek diksi dalam kemampuan menulis puisi berarti kemampuan siswa dapat
memilih kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana yang
diusahakan secermat dan seteliti mungkin. Kemampuan menulis puisi pada siswa kelas
IV SD Negeri 130 Pekanbaru pada aspek diksi sebagai berikut:
Jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi guru ada 2
(2.02 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 8 (8.08 %) siswa, untuk kategori
cukup tidak ada dan kategori kurang ada 89 (89.90 %) siswa.
Sedangkan jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi
orang tua tidak ada, yang memperoleh kategori baik ada 11 (11.11 %) siswa, untuk
kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 88 (88.88 %) siswa.
Kermudian jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi
sahabat ada 2 (2.02 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 17 (17.18 %) siswa,
untuk kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 80 (80.80 %) siswa. Dari hasil
analisis terhadap aspek kemampuan diksi dengan tema guru, orang tua dan sahabat
memperoleh kriteria kurang.
Majas
Aspek majas dalam kemampuan menulis puisi berarti kemampuan siswa untuk
dapat memilih gaya bahasa dalam bentuk tulisan yang digunakan dalam puisi yang
bertujuan unuk mewakili perasaan dan pikiran dari siswa. Kemampuan menulis puisi pada
siswa kelas IV SD Negeri 130 Pekanbaru pada aspek majas sebagai berikut:
Jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi guru ada 3
(3,03 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 9 (9,09 %) siswa, untuk kategori
cukup tidak ada dan kategori kurang ada 87 (87,88 %) siswa.
Sedangkan jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi
orang tua ada 1 (1,01) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 9 (9,09 %) siswa,
untuk kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 89 (89,90 %) siswa.
Kemudian jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi
sahabat ada 1 (1,01 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 11 (11.11 %) siswa,
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 163 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
untuk kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 87 ( 87,88 %) siswa. Dari hasil
analisis terhadap aspek kemampuan majas dengan tema guru, orang tua dan sahabat
memperoleh kriteria kurang.
Amanat
Aspek amanat dalam kemampuan menulis puisi berarti kemampuan siswa untuk
dapat menyampaikan maksud yang hendak disampaikan atau himbauan,pesan, tujuan
yang hendak disampaikan siswa melalui puisinya. Kemampuan menulis puisi pada siswa
kelas IV SD Negeri 130 Pekanbaru pada aspek amanat sebagai berikut:
Jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi guru ada 3
(3.03 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 39 (39.40 %) siswa, untuk kategori
cukup tidak ada dan kategori kurang ada 57 (57.57%) siswa.
Sedangkan jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema
puisi orang tua ada 12 (12.12) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 25 (25.26 %)
siswa, untuk kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 62 (62.62 %) siswa.
Kemudian jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat baik pada tema puisi
sahabat ada 7 (7.07 %) siswa, yang memperoleh kategori baik ada 30 (30.30 %) siswa,
untuk kategori cukup tidak ada dan kategori kurang ada 62 ( 62.63 %) siswa. Dari hasil
analisis terhadap aspek kemampuan majas dengan tema guru, orang tua dan sahabat
memperoleh kriteria kurang.
PEMBAHASAN
Sebelum melakukan tes, peneliti memberi pengarahan mengenai kegiatan menulis
puisi. peneliti menekankan agar siswa menulis puisi dengan baik berdasarkan kelima
aspek yang akan dinilai. Berdasarkan hasil analisis menulis puisi masih menjadi suatu
hal yang sulit bagi siswa. Kesulitan tersebut terlihat pada aspek diksi, imaji dan
permajasan. Berdasarkan hasil analisis, banyak siswa yang kurang piawai menentukan
diksi yang tepat, imaji yang dapat membangkitkan rasa mendengar, melihat dan
membayangkan pembaca puisi, majas yang sesuai dengan tema yang diangkat dan juga
majas yang digunakanpun masih bersifat sederhana belum sekompleks puisi dewasa .
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 164 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
Hal ini diamati melalui aspek-aspek penilaian kemampuan menulis puisi anak sesuai
pendapat Nurgiyantoro (2010: 487).
Kemampuan menulis puisi anak pada siswa kelas IV di SD Negeri 130 Kota
Pekanbaru dengan tema guru dilihat dari kelima aspek memperoleh nilai rata-rata 52,39
%. Secara umum, kriteria kemampuan siswa dalam menulis puisi tema guru adalah
kurang dan secara klasikal dan berdasarkan Standar Ketuntasan Minimal (KKM) untuk
mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah ditetapkan yaitu 75 maka dinyatakan bahwa
siswa kelas IV di SD Negeri 130 Kota Pekanbaru tidak mampu dalam menulis puisi.
Alasannya karena hanya 8.08 % (8 siswa) yang dinyatakan mampu dalam menulis puisi
anak. Sedangkan untuk mencapai kemampuan secara klasikal harus mencapai
persentase ≥ 75% siswa yang mampu.
Analisis Puisi Dilihat dari Aspek Tema
Dalam sebuah puisi tentunya sang penyair ingin mengemukakan sesuatu hal bagi
penikmat puisinya. Sesuatu yang ingin diungkapkan oleh penyair dapat diungkapkan
melalui puisi atau hasil karyanya yang dia dapatkan melalui pengelihatan, pengalaman
ataupun kejadian yang pernah dialami atau kejadian yang terjadi pada suatu masyarakat
dengan bahasanya sendiri. Dia ingin mengemukakan, mempersoalkan,
mempermasalahkan hal-hal itu dengan caranya sendiri.
Berdasarkan analisis kemampuan menulis puisi dengan tema guru terhadap aspek
tema, diperoleh nilai rata-rata sebesar 77.02. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan
bahwa kemampuan siswa dalam kesesuaian tema guru memperoleh kriteria baik.
Alasannya karena 77.02 berada pada interval 75-85 dengan kategori baik. Analisis
kemampuan menulis puisi dengan tema orang tua terhadap aspek tema, diperoleh nilai
rata-rata sebesar 73.99. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
siswa dalam kesesuaian tema orang tua memperoleh kriteria cukup. Alasannya karena
73.99 berada pada interval 56-74 dengan kategori cukup. Dan untuk analisis kemampuan
menulis puisi dengan tema sahabat terhadap aspek tema, diperoleh nilai rata-rata
sebesar 75. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 165 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
kesesuaian tema sahabat memperoleh kriteria baik. Alasannya karena 75 berada pada
interval 75-85 dengan kategori baik.
Analisis Puisi Dilihat dari Aspek Imaji
Imaji atau citraan adalah gambaran angan yang muncul di benak pembaca puisis.
Lebih lengkapnya, citraan adalah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang
menggambarkannya. Wujud gambaran dalam angan itu adalah sesuatu yang dapat
dilihat, dicium, diraba, dikecap, dan didengar panca indera. Tetapi sesuatu yang dapat
dilihat, dicium, diraba, dikecap, dan didengarkan itu tidak benarbenar ada, hanya dalam
angan-angan pembaca atau pendengar.
Analisis kemampuan menulis puisi dengan tema guru terhadap aspek imaji,
diperoleh nilai rata-rata sebesar 44.20. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam kesesuaian aspek imaji dengan tema guru memperoleh kriteria
kurang. Alasannya karena 44.20 berada pada interval 10-55 dengan kategori kurang.
Analisis kemampuan menulis puisi dengan tema orang tua terhadap aspek imaji,
diperoleh nilai rata-rata sebesar 39.64. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam kesesuaian aspek imaji dengan tema orang tua memperoleh
kriteria kurang. Alasannya karena 39.64 berada pada interval 10-55 dengan kategori
kurang. Dan untuk analisis kemampuan menulis puisi dengan tema sahabat terhadap
aspek imaji, diperoleh nilai rata-rata sebesar 38.39. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam kesesuaian tema sahabat memperoleh
kriteria kurang. Alasannya karena 38.39 berada pada interval 10-55 dengan kategori
kurang.
Analisis Puisi Dilihat dari Aspek Diksi
Diksi atau pilihan kata berguna untuk membedakan nuansa makna dan gagasan
yang ingin disampaikan dan menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa
sebuah puisi. Dengan memilih kata yang tepat berarti memfungsikan kesanggupan
sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca seperti
yang dipikirkan dan dirasakan penulis pada saat menciptakan puisinya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 166 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
Analisis kemampuan menulis puisi dengan tema guru terhadap aspek diksi,
diperoleh nilai rata-rata sebesar 43.19. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam kesesuaian aspek diksi dengan tema guru memperoleh kriteria
kurang. Alasannya karena 43.19 berada pada interval 10-55 dengan kategori kurang.
Analisis kemampuan menulis puisi dengan tema orang tua terhadap aspek diksi, diperoleh
nilai rata-rata sebesar 39.40. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam kesesuaian aspek diksi dengan tema orang tua memperoleh
kriteria kurang. Alasannya karena 39.40 berada pada interval 10-55 dengan kategori
kurang. Dan untuk analisis kemampuan menulis puisi dengan tema sahabat terhadap
aspek diksi, diperoleh nilai rata-rata sebesar 43.19. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam kesesuaian tema sahabat memperoleh
kriteria kurang. Alasannya karena 43.19 berada pada interval 10-55 dengan kategori
kurang.
Analisis Puisi Dilihat dari Aspek Majas
Majas adalah gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam
suatu karangan yang bertujuan unuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang.
Majas atau gaya bahasa dalam sebuah karya sastra dapat menghidupkan atau
meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Penggunaan majas
menyebabkan puisi menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan
terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan (Pradopo, 2007: 62).
Analisis kemampuan menulis puisi dengan tema guru terhadap aspek majas,
diperoleh nilai rata-rata sebesar 41,92. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam kesesuaian aspek majas dengan tema guru memperoleh kriteria
kurang. Alasannya karena 41,92 berada pada interval 10-55 dengan kategori kurang.
Analisis kemampuan menulis puisi dengan tema orang tua terhadap aspek majas,
diperoleh nilai rata-rata sebesar 36,12. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam kesesuaian aspek majas dengan tema orang tua memperoleh
kriteria kurang. Alasannya karena 36,12 berada pada interval 10-55 dengan kategori
kurang. Dan untuk analisis kemampuan menulis puisi dengan tema sahabat terhadap
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 167 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
aspek majas, diperoleh nilai rata-rata sebesar 36,37. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam kesesuaian tema sahabat memperoleh
kriteria kurang. Alasannya karena 36,37 berada pada interval 10-55 dengan kategori
kurang.
Analisis Puisi Dilihat dari Aspek Amanat
Puisi selalu ingin mengandung amanat (pesan). Meskipun penyair tidak secara
khusus dan sengaja mencantumkan amanat dalam puisinya. amanat tersirat di balik kata
dan juga di balik tema yang diungkapkan penyair (Waluyo, 1991:130). Amanat adalah
maksud yang hendak disampaikan atau himbauan,pesan, tujuan yang hendak
disampaikan penyair melalui puisinya.
Pada analisis kemampuan menulis puisi dengan tema guru terhadap aspek
amanat, diperoleh nilai rata-rata sebesar 57.32. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan
bahwa kemampuan siswa dalam kesesuaian aspek amanat dengan tema guru
memperoleh kriteria cukup. Alasannya karena 57.32 berada pada interval 56-74 dengan
kategori cukup. Analisis kemampuan menulis puisi dengan tema orang tua terhadap
aspek amanat, diperoleh nilai rata-rata sebesar 54.80. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam kesesuaian aspek amanat dengan tema
orang tua memperoleh kriteria kurang. Alasannya karena 54.80 berada pada interval 10-
55 dengan kategori kurang. Dan untuk analisis kemampuan menulis puisi dengan tema
sahabat terhadap aspek amanat, diperoleh nilai rata-rata sebesar 53.29. Hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam kesesuaian tema
sahabat memperoleh kriteria kurang. Alasannya karena 53.29 berada pada interval 10-
55 dengan kategori kurang
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulan bahwa secara
klasikal siswa kelas IV SD Negeri 130 Pekanbaru belum mencapai kriteria ketuntasan
belajar dalam menulis puisi. Berdasarkan rekapitulasi kemampuan menulis puisi, rata-
rata kemampuan menulis siswa dalam menulis puisi dengan tema guru dilihat dari
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 168 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
keseluruhan aspek adalah 52.39 dengan kriteria kurang.Selanjutnya dapat diketahui
bahwa ada 2 (2.02 %) siswa berkategori sangat baik, kemudian 6 (6.06%) siswa
berkategori baik, 32 (32.32%) siswa berkategori cukup dan 59 (59.60 %) siswa
berkategori kurang. Kemudian rata-rata kemampuan menulis siswa dalam menulis puisi
dengan tema orang tua dilihat dari keseluruhan aspek adalah 48.91 dengan kriteria
kurang.Selanjutnya dapat diketahui bahwa ada 1 (1.01 %) siswa berkategori sangat baik,
kemudian 12 (12.12 %) siswa berkategori baik, 21 (21,21 %) siswa berkategori cukup
dan 65 (65.66 %) siswa berkategori kurang. Rata-rata kemampuan menulis siswa dalam
menulis puisi dengan tema sahabat dilihat dari keseluruhan aspek adalah 49.09 %
dengan kriteria kurang. Selanjutnya dapat diketahui bahwa ada 2 (2.02 %) siswa
berkategori sangat baik, kemudian 11 (11.11 %) siswa berkategori baik, 19 (19.19 %)
siswa berkategori cukup dan 67 (67.68 %) siswa berkategori kurang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, berikut peneliti menyampaikan
beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini.
1. Aspek kemampuan yang kurang dikuasai siswa seperti aspek imaji, aspek diksi, aspek
majas dan aspek amanat. Kurangnya pemahaman siswa untuk beberapa aspek
tersebut sehingga siswa kesulitan untuk membuat puisi. Oleh karena itu, guru lebih
diharapkan untuk mampu membimbing siswa dalam melaksanakan pebelajaran
menulis puisi dengan memperhatikan aspek penulisan puisi.
2. Siswa diharapkan lebih memperhatikan materi pembelajaran menulis puisi yang
diberikan oleh guru.
3. Guru dapat membuat pembelajaran menulis puisi lebih menyenangkan dengan
menerapkan model atau metode pembelajaran yang inovatif.
4. Guru di harapkan memberi bimbingan kepada siswa dan selalu terbuka dalam
memberi penilaian.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta : Depdiknas
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7793
Shilvia Pratiwi --- 169 Kemampuan Menulis Puisi Siswa
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta :
Depdiknas
Nurgiantoro. B.(2014). Penilaian Pembelajaran Sastra Berbasis Kompetensi. Yogyakarta
: BPFE
Nurudin. (2010). Dasar-Dasar Penulisan. Malang; UMM Press.
Pradopo, R.D. (2010).Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gadjah mada University Press.
Supardi U.S.(2013). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Jakarta : PT. Prima Ufuk Semesta
Tarigan. (2008). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Bandung
Waluyo, H.J. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7794
Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia --- 170
Team Assisted Individualization, Kalender Cerita, Memaparkan Informasi Penting
KEEFEKTIFAN MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION BERBANTUAN KALENDER CERITA TERHADAP KEMAMPUAN
MEMAPARKAN INFORMASI PENTING KELAS V
Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia nugrahetisabilillah@yahoo.co.id, anahanalia508@gmail.com
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
Sitasi Sb. Sismulyasih, N., & Hanalia, A. (2019). Keefektifan Model Team Assisted Individualization Berbantuan
Kalender Cerita terhadap Kemampuan Memaparkan Informasi Penting Kelas V. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 170-177. ISBN: 978-623-91681-0-0. DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7794.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan model team assisted individualization berbantuan kalender cerita terhadap kemampuan memaparkan informasi penting meng-gunakan kalimat efektif siswa kelas V. Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dengan desain nonequivalent control group design. Teknik sampling yang digunakan adalah sampel jenuh. Penelitian ini menunjukan bahwa (1) harga thitung yaitu 1,702 lebih besar dibandingkan harga ttabel yaitu 1,682 dengan taraf signifikasi 5% (0,05) sehingga dapat diketahui terdapat perbedaan rata-rata antara kelas kontrol dan eksperimen dengan rata-rata lebih tinggi pada kelas eksperimen dan (2) N-gain pada kelas eksperimen 0,34 termasuk dalam kategori sedang, sedangkan kelas kontrol 0,26 termasuk dalam kategori rendah. Gain ternormalisasi yang lebih tinggi pada kelas eksperimen menunjukan bahwa terdapat peningkatan kemampuan memaparkan informasi penting menggunakan kalimat efektif pada siswa kelas V SD. Simpulan penelitian ini yaitu model team assisted individualization berbantuan kalender cerita efektif digunakan pada pembelajaran kemampuan memaparkan informasi penting menggunakan kalimat efektif siswa kelas V SDN Jatirejo dan SDN Gunungpati 03. Keywords: team assisted individualization, kalender cerita, memaparkan informasi penting
PENDAHULUAN
Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Menurut Daryanto (2014:1) dalam mewujudkan
tujuannya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan pencapaian
pendidikan salah satunya peranan guru. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya
guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melakukan proses pembelajaran yang
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7794
Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia --- 171
Team Assisted Individualization, Kalender Cerita, Memaparkan Informasi Penting
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran (Undang-undang No. 14
tahun 2005). Proses pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh bagaimana cara guru
merancang suatu pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Dalam merancang pembelajaran yang menarik, guru harus memilih model
pembelajaran yang sesuai. Selain itu, untuk menunjang proses pembelajaran perlu
diggunakan media pembelajaran yang sesuai. Menurut Asyhar (2012:21) penggunaan
media pembelajaran adalah untuk menyediakan rangsangan dan informasi yang ditata
dan diorganisasikan dengan cara yang bermacam-macam, agar peserta didik yang
memiliki kondisi dan karakteristik yang berbedabeda dapat memperoleh pengalaman
belajar.
Perencanaan pembelajaran yang baik akan memudahkan tercapainya tujuan
pembelajaran yang mencakup 4 kompe-tensi, yaitu spiritual, sosial, pengetahuan, dan
keterampilan (Permendikbud, 2016:24). Di sekolah dasar terdapat berbagai macam
keterampilan berbahasa yang bisa dikembangkan. Menurut Susanto (2016: 242)
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di sekolah dasar terdiri atas empat
keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Salah satu
keterampilan ber-bahasa yang sering kita gunakan adalah keterampilan berbicara.
Menurut Abidin (2015:125) salah satu indikator keber-hasilan siswa belajar adalah
kemampuan-nya dalam mengungkapkan gagasan secara lisan di dalam kelas dalam satu
lingkup muatan pelajaran tertentu.
Namun pada kenyataannya, pem-belajaran keterampilan berbicara yang
dilaksanakan di sekolah masih mengalami berbagai masalah seperti yang terjadi di SDN
Jatirejo dan SDN Gunungpati 03 yang berada di Gugus Srikandi Kota Semarang. Menurut
penjelasan guru, siswa merasa kurang percaya diri apabila berbicara di depan umum.
Selain itu, siswa masih menggunakan istilah-istilah kedaerahan (dialek) pada saat
berbicara di kelas serta masih sering dijumpai kesalahan dalam penyusunan kalimat.
Faktor lain yang menyebabkan masalah keterampilan berbicara siswa yaitu kurangnya
minat baca siswa yang berpengaruh pada terbatasnya perbendaharaan kata siswa. Selain
itu, siswa belum terbiasa berbicara di depan umum sehingga keterampilan siswa sulit
berkembang.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7794
Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia --- 172
Team Assisted Individualization, Kalender Cerita, Memaparkan Informasi Penting
Permasalahan yang telah diuraikan peneliti tersebut didukung dengan nilai
keterampilan berbicara siswa kelas V SDN Jatirejo dan SDN Gunungpati 03. Dari 48 siswa
kelas V terdapat 37 siswa yang belum mendapatkan nilai ≥ 65. Di SDN Jatirejo dari 27
siswa hanya ada 6 siswa yang sudah tuntas, sedangkan di SDN Gunungpati 03 dari 21
siswa hanya 5 siswa yang mendapatkan nilai ≥ 65.
Juhana (2012:108) menyatakan bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan untuk
mengatasi siswa yang kurang percaya diri khususnya dalam berbicara adalah dengan
pemberian motivasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti
menggunakan model Team Assisted Individualization berbantu-an kalender cerita.
Pemilihan model dan media tersebut didasarkan pada beberapa penelitian yang relevan.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Susilawati pada tahun 2017 dengan judul
“Penggunaan Model Pembelajaran Team Asisted Indi-vidualization untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Bahasa Indonesia” yang menun-jukkan bahwa penggunaan model pem-
belajaran TAI dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Memahami Teks kelas
V.
Penelitian yang dilakukan oleh Ani Elys Qomaria pada tahun 2013 dengan judul
“Peningkatan Keterampilan Ber-bicara Pengalaman Pribadi dengan Teknik Peta Konsep
Siswa Kelas VIII A MTs Al-Mu’min Sembirkadipaten Kebumen” yang menunjukkan bahwa
keterampilan berbicara pengalaman pribadi siswa dengan menerapkan teknik peta
konsep meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Riko Hermanto dan Anisyah pada tahun 2017
dengan judul “Media Literasi Kalender Cerita Bermuatan Nilai Karakter Sebagai Strategi
Penguatan Revolusi Mental Bagi Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah” menunjukkan bahwa
terdapat perkem-bangan literasi siswa.
Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan penelitian ini akan membahas
mengenai “Keefektifan Model Team Assisted Individualization Berban-tuan Kalender
Cerita terhadap Kemampuan Memaparkan Informasi Penting Meng-gunakan Kalimat
Efektif Kelas V SDN Jatirejo”.
Berdasarkan uraian analisis latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu apakah model Team Assisted Individualization berbantuan kalender cerita efektif
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7794
Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia --- 173
Team Assisted Individualization, Kalender Cerita, Memaparkan Informasi Penting
terhadap kemampuan memaparkan informasi penting menggunakan kalimat efektif siswa
kelas V SDN Jatirejo?
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah quasi experimental dengan desain non-equivalent
control group design. Subjek penelitian terdiri dari 48 siswa yang terdiri atas 27 siswa
kelas V SDN Jatirejo (kelas eksperimen) dan 21 siswa kelas V SDN Gunungpaati 03 (kelas
kontrol). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel jenuh.
Sumber data penelitian ini berasal dari siswa dan guru. Variabel terikat pada
penelitian ini adalah kemampuan me-maparkan informasi penting mengguna-kan kalimat
efektif. Variabel bebasnya adalah model TAI berbantuan kalender cerita. Penelitian ini
menggunakan empat jenis tekik pengumpulan data yaitu observasi, dokumentasi,
wawancara dan tes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rubrik
kemampuan memaparkan informasi penting meng-gunakan kalimat efektif. Sebelum
diguna-kan, rubrik diuji validitasnya dengan validitas konstruk dan kemudian diuji-
cobakan pada kelas uji coba dan dianalisis reliabilitasnya. Uji reliabilitas mengguna-kan
reliabilitas antar rater dari formulasi Ebel. Sedangkan untuk pengujian data awal dan
akhir, peneliti menggunakan uji liliefors untuk menguji normalitas data dan uji F untuk
menguji homogenitas.
Pengujian hipotesis menggunakan statistik dengan uji pihak kanan (uji-t) dengan
menggunakan rumus polled varians. Selanjutnya untuk mengetahui peningkatan
keterampilan berbicara siswa digunakan uji n-gain.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data awal hasil belajar materi kemampuan me-
maparkan informasi penting menggunakan kalimat efektif kelas eksperimen dan kelas
kontrol terbukti bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Hal tersebut ditunjukkan
dengan hasil perhitungan Liliefors diperoleh Lhitung kelas kontrol dan Lhitung kelas
eksperimen lebih kecil dari Ltabel. Uji homogenitas dengan menggunakan uji F
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7794
Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia --- 174
Team Assisted Individualization, Kalender Cerita, Memaparkan Informasi Penting
menunjukkan Fhitung lebih kecil dari Ftabel. Hasil uji normalitas dan homogenitas data akhir
hasil belajar materi kemampuan memaparkan informasi penting menggunakan kalimat
efektif kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa data tersebut normal dan
homogen.
Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis akhir dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
keefektifan model TAI berbantuan kalender cerita dalam materi kemampuan
memaparkan informasi penting menggunakan kalimat efektif. Dari hasil pengujian
tersebut di-peroleh ttabel 1,68 dan thitung 1,70. Hipotesis akan diterima apabila ttabel < thitung.
Tabel 1. Pengujian Hipotesis t-test
Uji N-gain
Dari hasil perhitungan N-Gain di-dapat nilai N-Gain untuk kelas eksperimen 0,342
dan untuk kelas kontrol 0,263. Hal tersebut berarti bahwa peningkatan hasil belajar kelas
eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol.
Tabel 2. Uji N-Gain
Kelas Sf Si N-Gain
Eksperimen 68,33 51,85 0,34
Kontrol 62,62 49,28 0,26
Data skor pretest dan posttest dalam keterampilan memaparkan informasi pen-
ting menggunakan kalimat efektif siswa kelas V dapat disajikan dalam bentuk diagram
garis sebagai berikut.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7794
Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia --- 175
Team Assisted Individualization, Kalender Cerita, Memaparkan Informasi Penting
Gambar 1. Peningkatan Nilai Kelas Eksperimen dan Kontrol
Hasil penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amosa
Isiaka Gambari dan Mudasiru Olalere Yusuf (2017) dengan judul “Relative Effectiveness
of Computer-Supported Jigsaw II, STAD and TAI Cooperative Learning Strategies on
Performance, Attitude, and Retention of Secondary School Students in Physics”. Dari
penelitian tersebut terbukti bahwa ketiga jenis model pembelajaran kooperatif tersebut
(STAD, Jigsaw II, dan TAI) memiliki efek positif terhadap sikap siswa terhadap fisika
dibandingkan dengan model ICI.
Penelitian oleh Dwi Radyana Giri, dkk (2017) dengan judul “Pengaruh Model
Pembelajaran TAI Berbantuan Media Powerpoint terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Siswa Kelas V” menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model TAI berbantuan media
powerpoint berpengaruh positif terhadap hasil belajar bahasa Indonesia. Penelitian oleh
Subarni (2017) dengan judul “Peningkatan Motivasi dan Kemampuan Menyimak Cerita
dengan Model Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) pada Mata Pelajaran
Bahasa Jawa Kelas V SD Negeri Putuk Kecamatan Nguntoronadi, Wonogiri Tahun
Pelajaran 2015/2016” menunjukkan bahwa model pembelajaran TAI terbukti dapat
meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan menyimak cerita siswa kelas V SDN
Putuk Kecamatan Nguntoronadi.
Penelitian yang dilakukan oleh Meylan GNA Sihombing (2014) dengan judul “The
Correlation Between The Students’ Pronunciation Mastery and Their Ability In Speaking”
menunjukkan bahwa guru harus mempertimbangkan pemahaman siswa dalam
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7794
Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia --- 176
Team Assisted Individualization, Kalender Cerita, Memaparkan Informasi Penting
pengucapan karena merupakan salah satu cara untuk membuat siswa lebih mudah untuk
berbicara.
Penelitian yang dilakukan oleh Acih Munasih dan Iman Nurjaman (2017) dengan
judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Tanya Jawab pada
Anak Usia 4-5 Tahun” menunjukkan bahwa untuk meningkatkan keterampilan berbicara
dibutuhkan model prmbelajaran yang menuntut siswa terlibat aktif dalam pembelajaran
serta mendapat kesempatan untuk mengemuka-kan ide-ide dan pendapatnya.
Penelitian mengenai media kalender cerita dilakukan oleh Munadia (2017) dengan
judul “Gunakan Kalender untuk Perkuat Literasi Siswa”. Munadia menjelaskan bahwa
dengan menggunakan kalender cerita dalam pembelajaran menjadikan siswa lebih
antusias mengikuti pembelajaran.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa model
TAI berbantuan kalender cerita efektif digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
materi kemampuan memaparkan informasi penting menggunakan kalimat efektif siswa
kelas V SDN Jatirejo. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji-t yang menunjukkan nilai
thitung (1,70224) > ttabel (1,68195). Rata-rata N-gain kelas kontrol lebih kecil dibandingkan
kelas eksperimen (0,2629 < 0,3423). Hal tersebut berarti bahwa kelas eksperimen
memiliki perubahan lebih tinggi (antara pretest dan posttest) dibandingkan dengan kelas
kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. (2015). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Refika Aditama.
Asyhar, R. (2012). Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi.
Daryanto., & Sudjendro, H. (2014). Siap Penyongsong Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava
Media.
Gambari, A.I., & Yusuf, M.O. (2017). Relative Effectiveness of Computer-Supported
Jigsaw II, STAD and TAI Cooperative Learning Strategies on Performance, Attitude,
and Retention of Secondary School Students in Physics. Journal of Peer Learning,
10(6), 76-94.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7794
Nugraheti Sismulyasih Sb, Ana Hanalia --- 177
Team Assisted Individualization, Kalender Cerita, Memaparkan Informasi Penting
Giri, D.R., dkk. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran TAI Berbantuan Media Powerpoint
Terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V. Jurnal PGSD Universitas
Pendidikan Ganesha, 5 (2), 1-10.
Hermanto, R., & Anisyah. (2017). Media Literasi Kalender Cerita Bermuatan Nilai Karakter
Sebagai Strategi Penguatan Revolusi Mental Bagi Siswa Sekolah Dasar Kelas
Rendah. International Conference on Language, Literature and Teaching, 1, 860-
869.
Juhana. (2012). Psychological Factors That Hinder Students from Speaking in
English Class (A Case Study in a Senior High School in South Tangerang,
Banten, Indonesia). Journal of Education and Practice, 13(12), 100-110.
Munadia. (2015). “Gunakan Kalender untuk Perkuat Literasi Siswa”. Warta Prioritas.
Edisi II. Juni -Agustus. Hlm. 5.
Munasih, A., & Iman, N. (2017). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui
Metode Tanya Jawab Pada Anak Usia 4-5 Tahun. Jurnal Ceria, 6(1), 1-15.
Permendikbud No. 22 tahun 2016
Permendikbud No. 24 tahun 2016
Qomaria, A.Y. (2013). Peningkatan Keterampilan Berbicara Pengalaman Pribadi dengan
Teknik Peta Konsep Siswa Kelas VIII A Mts Al-Mu’min Sembirkadipaten Kebumen.
Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, 3(1), 7-11.
Sihombing, M.GNA. (2014). The Correlation Between The Students’ Pronunciation
Mastery and Their Ability In Speaking. The Second International Conference on
Education and Language, 1(1), 388-393.
Subarni. (2017). Peningkatan Motivasi dan Kemampuan Menyimak Cerita dengan Model
Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) pada Mata Pelajaran Bahasa
Jawa Kelas V SD Negeri Putuk Kecamatan Nguntoronadi, Wonogiri Tahun Pelajaran
2015/2016. Indonesian Journal on Education and Research, 2(3), 46-53.
Susanto, A. (2016). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Susilawati. (2017). Penggunaan Model Pembelajaran Team Assisted Individualization
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia. Jurnal Pena Edukasi, 4(3), 98-
106.
Undang-undang No. 14 tahun 2005
Undang-Undang No. 20 tahun 2003
Undang-Undang No. 24 tahun 2005
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas --- 178
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
PENGEMBANGAN MEDIA OMSURYA (KOMIK SUMBER DAYA ALAM) PADA PEMBELAJARAN IPS
KELAS IV
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas fitriadwiprasetyaningtyas02@gmail.com
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
Sitasi Susilowati, M.T., Ptasetyaningtyas, F.D. (2019). Pengembangan Media Omsurya (Komik Sumber Daya
Alam) pada Pembelajaran IPS Kelas IV. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 178-186. ISBN: 978-623-91681-0-0. DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795.
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
This study aimed to describe the media design, to test the media feasibility, and to test the effectiveness of OMSURYA (Comic Natural Resources) media on social science learning. This study used a quantitative approach. The type of research used Research and Development (R&D). The techniques of data collection were test, interview, questionnaire, observation, and documentation. The data analysis of this study was analysis of media feasibility and analysis of media effectiveness. The OMSURYA (Comic Natural Resources) media was claimed very appropriate by the material expert with 92,3% feasibility percentage, and by the media expert with 90% percentage or included in the very feasible criteria . The result showed of the mean difference with t test obtained calculated 9,276 more than t table which is 2,08. The average improvement (N-gain) of pretest and posttest data was obtained at 0,6382 with medium criteria. The conclusion of this study is the OMSURYA (Comic Natural Resources) media is appropriate and effective learning that used on the Social Science learning for type and distribution of natural resources in Indonesia material. Keywords: comic; learning media; Social Science
PENDAHULUAN
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 21 tahun 2016
tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah pada Kurikulum 2013,
menyatakan bahwa ada 8 muatan pelajaran yang harus diajarkan kepada siswa tingkat
Sekolah Dasar, salah satunya adalah muatan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 37, dijelaskan bahwa IPS
merupakan bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan
menengah yang anatara lain mencakup ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan lain
sebagainya yang dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat. Tujuan utama
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas --- 179
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
pembelajaran IPS adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka
terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif
terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap
masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun masyarakat
(Susanto, 2014:145).
Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan melalui data observasi,
wawancara, dan data hasil belajar, didapat informasi bahwa dalam pembelajaran IPS
penggunaan media pembelajaran yang digunakan masih sangat terbatas. Guru hanya
menggunakan media berupa papan tulis dan gambar-gambar yang terdapat pada buku
siswa. Hal tersebut membuat siswa kurang dapat memahami materi pelajaran yang
disampaikan hal tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa rendah dan belum mencapai
KKM.
Permasalahan tersebut dapat dilihat dengan perolehan hasil Ulangan Akhir
Semester I kelas IV SD Negeri Mangkang Wetan 03. Sebagian besar siswa pada muatan
IPS belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). KKM dari muatan IPS adalah 65.
Dari 22 siswa, jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya 8 orang siswa atau
sebesar 36,4% sedangkan yang mendapatkan nilai kurang dari 65 ada 14 siswa atau
sebesar 63,6%.
Untuk mengoptimalkan hasil belajar diperlukan berbagai faktor. Salah satu faktor
yang dapat mengoptimalkan hasil belajar adalah media pembelajaran. Pernyataan
tersebut sesuai dengan pendapat Indaryati dan Jailani (2015:85) yang menyatakan
bahwa media pembelajaran merupakan salah satu faktor utama yang dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa, karena melalui medialah pesan pembelajaran dapat
disampaikan sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut. Siswa membutuhkan media
pembelajaran yang mampu menstimulus keinginan mereka untuk membaca dan
mempelajari materi IPS. Dengan adanya media pembelajaran, siswa lebih mudah
menyerap materi yang disampaikan oleh guru serta membuat siswa menjadi lebih tertarik
mengikuti pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut, penggunaan media pembelajaran
yang tepat dan menarik dapat berfungsi untuk meningkatkan prestasi dan motivasi
belajar siswa (Sunarti, dkk., 2016:60). Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti ingin
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas --- 180
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
mengembangkan media pembelajaran OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) pada
pembelajaran IPS materi jenis dan persebaran sumber daya alam di Indonesia untuk
mengoptimalkan pembelajaran IPS yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru kelas
IV SD.
Menurut Sudjana dan Rivai (2015:64) Komik merupakan suatu bentuk kartun yang
mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang dihubungkan
dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan bagi pembacanya. Menurut
Daryanto (2016:146) komik memiliki beberapa kelebihan yaitu meningkatkan
kemampuan membaca siswa, meningkatkan penguasaan kosa kata, membuat pembaca
terlibat secara emosional sehingga siswa membacanya hingga akhir.
Penelitian yang mendukung pemecahan masalah ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Shaminin Krishnan dan Kamisah Othman tahun 2016, yang berjudul
“Effectiveness of Using Comic To Increase Pupils’ Achievements And Higher Order
Thinking Skills In Science. International Journal of English and Education”. Hasil penelitian
menunjukan ada peningkatan yang signifikan yang dicapai oleh murid dalam topik Energi
dengan menggunakan media komik, sehingga meningkatkan kemampuan untuk
mengingat fakta dan konsep. Agar kemampuan berpikir lebih tinggi, implikasi utama dari
studi ini adalah bahwa komik efektif menjadi media untuk meningkatkan proses belajar
mengajar, sehingga membuatnya menarik untuk belajar ilmu.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah desain pengembangan, menguji kelayakan, dan menguji keefektifan media
OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) pada pembelajaran IPS materi jenis dan
persebaran sumber daya alam di Indonesia kelas IV SD Negeri Mangkang Wetan 03.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui desain pengembangan, menguji
kelayakan, dan menguji keefektifan media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) pada
pembelajaran IPS materi jenis dan persebaran sumber daya alam di Indonesia kelas IV
SD Negeri Mangkang Wetan 03.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas --- 181
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan. Metode penelitian
Resech and Development (R&D) merupakan metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono,
2016: 407). Pada penelitian pengembangan media OMSURYA (Komik Sumber Daya
Alam), peneliti menggunakan model pengembangan Sugiyono hanya sampai pada 8
langkah saja karena peneliti memiliki keterbatasan yaitu waktu dan biaya untuk
melaksanakan produksi massal. Sehingaa 8 tahapan yang digunakan diantaranya: (1)
potensi dan masalah; (2) pengumpulan data; (3) desain produk; (4) validasi desain; (5)
revisi desain; (6) uji coba produk; (7) revisi produk; (8) uji coba pemakaian.
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan
data kualitatif. Sedangkan subyek penelitia terdiri atassiswa, guru, pakar/ahli dan peneliti.
Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi desain pengembangan media
OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam), kelayakan media OMSURYA (Komik Sumber Daya
Alam), dan keefektifan media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) terhadap hasil
belajar IPS.
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah teknik tes dan teknik
non tes. Teknik tes berupa soal pretest dan posttest. Teknik non tes pada penelitian ini
menggunakan instrumen berupa wawancara, angket kebutuhan guru dan siswa, angket
penilaian ahli, angket tanggapan guru dan siswa, dan dokumentasi.
Teknik analisis data menggunakan analisis data produk, untuk mengetahui
kelayakan media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam). Analisis data awal/uji persyarata
analisis, uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar IPS sebelum
dan sesudah menggunakan mediaOMSURYA (Komik Sumber Daya Alam). Uji N-gain
digunakan untuk mengetahui peningkatan rata-rata hasil belajar.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan meliputi desain dan komponen media OMSURYA (Komik
Sumber Daya Alam), kelayakan media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) oleh
validator ahli, dan keefektifan media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas --- 182
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
Desain dan Komponen Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) yaitu media pembelajaran komik
dalam bentuk buku yang ceritanya membahas tentang materi jenis dan persebaran
sumber daya alam di Indonesia. Media ini dirancang untuk mempermudah siswa dalam
mempelajari materi jenis dan persebaran sumber daya alam di Indonesia. Perancangan
media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) didahului dengan merancang prototipe
sesuai dengan kebutuhan guru dan siswa, serta materi ajar IPS. Komik memliki beberapa
manfaat dan kelebihan salah satunya yang dikemukakan oleh Buchori (2015:67) komik
dapat merangsang motivasi belajar siswa. Sedangkan menurut Nugraheni (2017:115)
komik dapat membantu siswa mencari informasi baru dan meningkatkan keaktifan siswa
dalam proses belajarnya.
Desain media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) yang dikembangkan dalam
penelitian ini terdapat beberapa bagian yaitu: (1) sampul depan, (2) halaman prakata,
(3) petunjuk penggunaan komik, (4) daftar isi, (5) kompetensi Dasar, (6) indikator, (7)
tujuan Pembelajaran, (8) Peta konsep, (9) Pengenalan tokoh, (10) isi materi dalam
bentuk cerita, (11) uji kompetensi, (12) daftar pustaka, dan (13) biodata
penulis.rancangan pengembangan media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
berukuran A4 (lebar 21 cm x 29,7 cm), menggunakan huruf Comic Sans MS, kertas yang
akan digunakan pada sampul yaitu ivory dan kaertas pada isi buku adalah CTS/ Art Paper.
Komik yang dikembangkan juga disesuaikan dengan tujuan dan materi yang akan
diajarkan yaitu materi jenis dan persebarn sumber daya alam di Indonesia.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas --- 183
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
Validasi Ahli terhadap Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Validasi Penilaian oleh Ahli Materi
Indikator Skor yang
diperoleh
Skor maksimal
Aspek Kesesuaian Materi 19 20
Aspek Penyajian Materi 19 20
Aspek Kebahasaan 10 12
Jumlah skor 48 52
Persentase 92,3%
Kriteria Sangat Layak
Tabel 1 menunjukan bahwa hasil validasi penilaian komponen kelayakan isi media
OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) oleh ahli materi termasuk dalam kriteria “sangat
layak” dengan skor 48 dan presentase sebesar 92,3%. Hasil validasi dari ahli materi
menunjukan bahwa media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) sangat layak diuji
cobakan dengan revisi sesuai dengan komentar dan saran dari validator ahli materi.
Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Validasi Penilaian oleh Ahli Media
Indikator Skor yang
diperoleh
Skor maksimal
Aspek Kesesuaian Media 11 12
Aspek Mutu Teknis 24 28
Aspek Kualitas 19 20
Jumlah skor 54 60
Persentase 90%
Kriteria Sangat Layak
Tabel 2 menunjukan bahwa hasil validasi penilaian komponen penyajian media
OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) oleh ahli media termasuk dalam kriteria “sangat
layak” dengan skor 54 dan presentase sebesar 90%. Hasil penilaian dari validator media
menunjukan bahwa media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) sangat layak untuk
diujicobakan dengan revisi sesuai komentar dan saran dari validator ahli media.
Hasil validasi oleh ahli media memperoleh skor 60 dengan persentase 93,75%
dengan interpretasi “sangat baik”. Validasi oleh ahli materi memperoleh skor 74 dengan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas --- 184
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
persentase 92,5% dengan interpretasi “sangat baik”. Hal tersebut menunjukan media
komik yang dikembangkan sangat layak digunakan sebagai media pembelajaran
berdasarkan ahi media dan ahli materi.
Hasil Angket Tanggapan Siswa dan Guru terhadap Media OMSURYA (Komik
Sumber Daya Alam)
Angket tanggapan siswa terdiri dari 16 indikator yang diberikan kepada 6 siswa
SD Negeri Mangkang kulon 01 pada uji coba produkdengan hasil bahwa siswa antusias
terhadap pembelajaran dengan menggunakan media OMSURYA (Komik Sumber Daya
Alam).
Angket tanggapan guru terdiri dari 16 indikator, pada uji coba produk dari 21
aspek yang ditanyakan semuanya mendapat tanggapan positif dengan skor 1 atau 100%.
Dari persentase tersebut selanjutnya dikonversikan ke dalam kriteria tanggapan dan
termasuk ke dalam kriteria sangat layak.
Keefektifan Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
Tabel 3 Hasil Uji Perbedaan rata-rata Nilai Pretest dan Posttest
Data thitung ttabel α Dk Keterangan
Pretest 9,276 2,08 5% 42 Ha diterima
Posttest
Berdasarkan tabel 3 hasil perhitungan uji perbedaan rata-rata dengan
menggunakan rumus polled varians diperoleh thitung sebesar 9,276 dan ttabel sebesar 2,08.
Karena thitung > ttabel maka Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa media
OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) efektif digunakan pada pembelajaran IPS
terhadap hasil belajar siswa. Sehingga dapat disimpulkan hasil perhitungan T-test
terdapat perbedaan antara hasil belajar sebelum dan sesudah menggunakan
mediaOMSURYA (Komik Sumber Daya Alam). Setelah diketahui perbedaan rata-rata nilai
pretest dan posstest , selanjutnya adalah mencari seberapa besar peningkatan rata-rata
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas --- 185
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
nilai pretest dan posstest. Hasil peningkatan rata-rata nilai pretest dan posstest disajikan
dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 4 Hasil Uji Peningkatan Rata-rata (N-Gain)
Data Rata-rata Banyak
Siswa
Selisih
Rata-
rata
N-gain Kriteria
Pretest 62,4 22 24 0,638 Sedang
Postest 86,4
Tabel 4 menunjukan peningkatan rata-rata pretest dan posttest siswa kelas IV SD
negeri Mangkang Wetan 03 sebesar 0,638 dan termasuk dalam kriteria sedang dengan
selisih rata-rata sebesar 24. Peningkatan rata-rata menunjukan bahwa media OMSURYA
(Komik Sumber Daya Alam) efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar pada
pembelajaran IPS materi jenis dan persebaran sumber daya alam di Indonesia.
SIMPULAN
Pengembangan media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam) telah melalui
penilaian kelayakan isi dengan penilaian sebesar 92,3%, dan komponen penyajian
sebesar 90%. Hasil uji perbedaan rata-rata menggunakan uji t diperoleh thitung sebesar
9,276 lebih besar dari ttabel sebesar 2,08. Karena thitung > ttabel maka Ha diterima.
Peningkatan rata-rata (N-gain) data pretest dan posttest diperoleh sebesar 0,638 dengan
kriteria sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa media OMSURYA (Komik Sumber
Daya Alam) layak dan efektif untuk digunakan pada pembelajaran IPS materi jenis dan
persebaran sumber daya alam di Indonesia terhadap hasi belajar siswa kelas IV SD Negeri
Mangkang Wetan 03.
DAFTAR PUSTAKA
Buchori, A. (2015). Development Learning Model Of Charactereducation Through E-
Comic in Elementary School. International Journal of Education and Research, 3(9).
Daryanto. (2016). Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7795
Marita Tri Susilowati, Fitria Dwi Prasetyaningtyas --- 186
Media OMSURYA (Komik Sumber Daya Alam)
Ernawati, D. (2016). Pengembangan Media Komik Pembelajaran Ipa Kelas IV Tahun
Ajaran 2015/2016 di SD. Jurnal PGSD, 4(2).
Indriyati & Jailani. (2015). Pengembangan Media Komik Pembelajaran Matematika
Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas V. Jurnal Prima Edukasia
Universitas Negeri Yogyakarta. 3(1).
Krishnan, S., & Othman, K. (2016). Effectiveness of Using Comic To Increase Pupils’
Achievements And Higher Order Thinking Skills In Science. International Journal of
English and Education. Universiti Kebangsaan Malaysia, 5(3).
Kustandi, C. (2013). Media Pembelajaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
MERÇ, A. (2013). The Effect Of Comic Strips on Efl Reading Comprehension. International
Journal on New Trends in Education and Their Implications Anadolu University
TURKEY, 4(1).
Nugraheni, N. (2017). Penerapan Media Komik pada Pembelajaran MAtematika di Sekolah
Dasar. Jurnal Refleksi Edukatika, 7(2).
Rivai, A., & Nana, S. (2015). Media Pembelajaran. Bandung:Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: C.V Alfabeta.
Sunarti. R., Selly., & Wardani, S. (2016). Pengembangan Game Petualangan “Si Untuk
Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Cakrawala
Pendidikan, 37(1).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Badan Standar Nasional Pendidikan.
Widyaningtyas, R. S., Rusilowati, A. & Mosik. (2014). Pengembangan Komik Bervisi SETS
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SD Kelas IV Materi Sumber Daya Alam dan
Kebencanaan Alam Tahun 2012/2013. Unnes Phisics Education Journal, 3(1).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 187
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MATERI PELUANG PADA MATAKULIAH PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini
elok_pgsd@mail.unnes.ac.id, nursiwi@mail.unnes.ac.id, trimurtinipgsd@mail.unnes.ac.id
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
Sitasi Sari, E.F., Nugraheni, N., & Trimurtini. (2019). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Materi
Peluang pada Matakuliah Pembelajaran Matematika SD. Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, halaman 187-197. ISBN: 978-623-91681-0-0, DOI: http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Penyerahan
Revisi
Terbit
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran interaktif materi peluang pada mata kuliah pembelajaran matematika SD. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan, dengan menggunakan model ADDIE. Yaitu salah satu model pengembangan media yang digunakan dalam berbagai jenis pengembangan media pembelajaran. Prosedur pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengembangan ADDIE menurut Lee & Owens
(2004) yang terdiri dari 5 tahap yaitu : (1)analisis, (2) desain, (3)pengebangan, (4) implementasi, (5) evaluasi.Validasi media dilakukan oleh seorang ahli media dan ahli materi. Media yang dihasilkan diujicobakan kepada 40 orang mahasiswa semester 5 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (Jurusan PGSD FIP UNNES). Hasil pengembangan media ini berupa file media pembelajaran interaktif materi peluang yang dapat digunakan dengan laptop. Hasil uji kelayakan menunjukkan bahwa media layak digunakan terbukti dengan validasi ahli media mendapatkan nilai 3,2 yang artinya masuk dalam kategori layak digunakan, ahli materi mendapatkan nilai 3,2 masuk dalam kategori layak digunakan tanpa revisi, dan respon positif mahasiswa sebanyak 90,9% menyatakan media layak digunakan. Keywords: media pembelajaran interaktif, pembelajaran matematika SD
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia
untuk mengikuti perkembangan peradaban. Begitu juga dengan peningkatan kualitas
perkuliahan pembelajaran matematika SD juga harus seiring dan sejalan dengan
perkembangan tersebut. Dengan adanya peningkatan kualitas perkuliahan terutama
untuk mata kuliah pembelajaran matematika SD, diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar mahasiswa. Peningkatan kualitas pembelajaran ini dapat berupa penggunaan
media pembelajaran yang lebih bervariatif.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 188
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
Materi pembelajaran dapat disampaikan dengan suatu alat yang biasa disebt
dengan media pembelajaran. Pembelajaran pada proses tatap muka perkuliahan
merupakan sebuah proses komunikasi antara peserta didik dan pengajar. Media sebagai
pembawa pesan sangat berrarti bagi seorang mahasiswa. Oleh karena itu sebagai penyaji
dan penyalur pesan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili dosen menyampaikan
informasi secara jelas dan menarik. Metode dan media pembelajaran yang digunakan
oleh dosen sangat berpengaruh terhadap hasil proses belajar mengajar. Untuk
menciptakan proses belajar mengajar yang dapat menimbulkan komunikasi dua arah,
serta dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika yang sesuai dengan waktu yang
tersedia maka dikembangkan bentuk pembelajaran matematika yang tidak hanya
berpusat pada dosen tetapi juga berpusat pada mahasiswa.
Saat ini teknologi komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai sarana
perhitungan dan pengolahan kata tetapi juga sebagai sarana belajar multimedia yang
memungkinkan seorang pengajar dapat membuat desain dan rekayasa suatu materi yang
diajarkan pada peserta didik. Komputer juga dapat merangsang peserta didik yaitu
mahasiswa untuk mengerjakan latihan atau simulasi karena tersedianya animasi grafik,
warna dan musik yang dapat menambah realisme.
Multimedia merupakan gabungan berbagai bentuk yaitu teks, suara, gambar,
animasi dan video yang diatur oleh komputer (Isjoni dkk, 2008) Sajian multimedia dapat
diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai sarana untuk
menampilkan dan merekayasa teks, grafik, dan suara. Macromedia Flash yang dapat
menampilkan grafis, teks, audio, dan animasi ini dapat dimanfaatkan dalam pembuatan
CD pembelajaran interaktif. Hal ini sangat bermanfaat dalam proses perkuliahan
pembelajaran matematika SD terutama pada pokok bahasan peluang. Dengan tampilan
yang dapat mengkombinasikan berbagai unsur penyampaian informasi dan pesan,
komputer dapat dirancang dan digunakan sebagai media yang efektif untuk mempelajari
dan mengajarkan materi pelajaran matematika.
Berdasarkan hasil pengamatan di Jurusan PGSD FIP UNNES, mahasiswa masih
kesulitan dalam memahami materi pelajaran matematika pada pokok bahasan peluang.
Pada materi peluang ini, mahasiswa masih kesulitan membedakan antara masalah
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 189
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
mengenai permutasi dan kombinasi. Selain itu penyajian materi pada pokok bahasan
tersebut cenderung monoton dan kurang variasi dalam penggunaan media pembelajaran,
sehingga kurang menarik. Berdasarkan uraian di atas, maka sangatlah penting untuk
mengembangkan media pembelajaran interaktif materi peluang untuk matakuliah
pembelajaran matematika SD. Media ini diharapkan mampu dijadikan pijakan untuk
pengembangan media selanjutnyadan dapat digunakan sebagai referensi mahasiswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan, dengan menggunakan model
ADDIE. Yaitu salah satu model pengembangan media yang digunakan dalam berbagai
jenis pengembangan media pembelajaran. Prosedur pengembangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model pengembangan ADDIE menurut Lee & Owens (2004)
yang terdiri dari 5 tahap yaitu : (1)analisis, (2) desain, (3)pengebangan, (4)
implementasi, (5) evaluasi.
Hasil pengembangan divalidasi oleh ahli media dan ahli materi yang meliputi
kelayakan materi pembelajaran, dan RPS. Selain itu produk dijicobakan kepada
mahasiswa untuk mendapatkan tanggapan. Data yang dipeoleh dianalisis menggunakan
statistik deskrptif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan kegiatan penelitian pengembangan media pembelajaran interaktif
materi peluang ini telah dilakukan selama 12 bulan. Model pengembangan dilakukan
dalam lima tahapan, yaitu: analysis (analisis), design (perancangan), development
(pengembangan), implementation (implementasi), evaluation (evaluasi).
Tahap analisis dilakukan hal-hal yang meliputi analisis kurikulum, analisis situasi
dan karakteristik mahasiswa. Analisis kurikulum dilakukan dengan memperhatikan
sebaran kurikulum matematika di PGSD. Tujuannya adalah memperoleh data yang
dijadikan pedoman untuk identifikasi materi dan sebaran materinya. Analisis situasi dan
karakteristik mahasiswa dilakukan di Jurusan PGSD UNNES, sebagai tempat uji coba
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 190
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
produk. Analisis ini melalui observasi dan wawancara dengan mahasiswa matematika.
Hasil analisis situasi dan karakteristik mahasiswa di Jurusan PGSD adalah sebagai berikut:
(1) pada matakuliah pembelajaran matematika SD penyampaian materi peluang perlu
mendapatkan perhatian khusus (2) mahasiswa belum memaksimalkan laptop mereka
untuk menunjang pembelajaran (3) perlu media baru untuk menambah alat penyampaian
pesan. Berdasarkan hasil analisis mahasiswa memerlukan aktivitas lainnya yang berilai
namun tidak mengganggu mereka dalam memahami dan menyelesaikan soal. Maka
dapat dikatakan bahwa pengembangan media pembelajaran interaktif materi peluang
layak dikembangakan.
Tahap selanjutnya, tahap desain, adalah mendesain media yang akan dibuat
berdasarkan hasil analisis. Desain yang dilakukan yaitu membuat rancangan
pengembangan media untuk pokok bahasan peluang yang meliputi menyusun rancangan
pengembangan media dan aktivitas siswa dan menyusun alur pembelajaran yang berupa
flowchart. Penyusunan rancangan pengembangan media ini bertujuan untuk
menggambarkan keseluruhan isi media pembelajaran yang akan dibuat. Penyusunan
rancangan media yang berisi: (1) judul; (2) komponen media seperti video, audio, dan
animasi. (3) Menyusun flowchart. Langkah selanjutnya adalah menyusun alur yang dibuat
dalam bentuk flowchart berdasarkan rancangan pengembangan media yang dibuat
sebelumnya. Pembuatan flowchart ini bertujuan untuk mempermudah proses
pengembangan dalam menggabungkan komponen-komponen media yang ada. Hasil
selangkapmya dapat dilihat pada Diagram 1.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 191
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
Pendahuluan
Kaidah Pencacahan
Mulai
Permutasi
Kombinasi
Peluang Kejadian
Peluang Kejadian Majemuk
Masukan nama Menu Utama Kompetensi Latihan Permainan Simulasi
Materi
Diagram 1. Flowchart Media Pembelajaran Interaktif materi peluang
Pada tahap pengembangan ini rancangan pengembangan yang telah dibuat
dikembangkan menjadi sebuah Media Pembelajaran Interaktif Materi Peluang. Media ini
berbentuk file .swf yang dapat dijalankan pada komputer atau laptop.
Petunjuk
Penggunaan
Keluar
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 192
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
Gambar 1. Contoh Tampilan Produk Media Pembelajaran Interaktif Materi Peluang
Gambar 2. Contoh Tampilan Materi Pada Produk Media Pembelajaran Interaktif
Materi Peluang
Media tersebut selanjutnya dikonsultasikan kepada dosen ahli media. Untuk
memperoleh saran dan persetujuan untuk dikembangkan lebih lanjut. Sedangkan untuk
materi dikonsultasikan kepada ahli materi.
Konsultasi kepada ahli media mendapatkan validasi skor 16, artinya bernilai 3,2
kategori layak digunakan. Secara rinci per item sebagai berikut: (1). Cakupan pokok
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 193
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
bahasan, mendapatkan skor 2. Artinya materi mengacu pada kurikulum di PGSD, (2)
Petunjuk mengerjakan, mendapatkan skor 3. Artinya Ada petunjuk pemakaian yang
cukup lengkap menggunakan bahasa Indonesia, (3) Konstruksi materi, mendapatkan
skor 3, artinya kalimat soal cukup dipahami dan dapat dikerjakan, (4) Tampilan,
mendapatkan skor 4, artinya gambar dan tulisan sesuai denganmateri, (5) Kualitas Bahan
Media, mendapatkan skor 4 artinya media dibuat dengan langkah yang sesuai.
Validasi ahli materi mendapatkan skor 16, yang berarti nilanya adalah 3,2 kategori
layak. Dengan tiap aspek rincian sebagai berikut: (1)Cakupan pokok bahasan,
mendapatkan skor 3 artinya soal mengacu pada kurikulum di PGSD dan di SD, (2)
Petunjuk mengerjakan, mendapatkan skor 4 artinya Ada petunjuk pemakaian yang
lengkap menggunakan bahasa Indonesia, (3) Konstruksi materi, mendapatkan skor 3
artinya kalimat materi tidak mudah dipahami namun dapat dikerjakan, (4)Tampilan,
mendapatkan skor 3 artinya gambar dan tulisan cukup sesuai dengan materi, (5)Kualitas
Bahan Media, mendapatkan skor 3 artinya dibuat dengan langkah-langkah yang cukup
sesuai.
Memasuki tahap keempat yaitu implementasi, 7 mahasiswa melakukan uji coba
mewakili kelompok kecil. Kelima mahasiswa ini setelah belajar materi peluang
menggunakan media pembelajaraninteraktif materi Peluang, diberikan angket. Angket
tersebut meliputi persetujuan dan pertidaksetujuan atas pernyataan tentang media
tersebut. Dari hasil uji kelompok kecil di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
71,4% persetujuan diberikan mahasiswa terhadap pernyataan yang disediakan yang
artinya, media ini layak digunakan untuk uji kelompok besar.
Selajutnya uji kelompok besar media kepada 33 mahasiswa untuk materi peluang.
Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan media yang telah dikembangkan.
Selanjutnya mahasiswa mengisi angket yang telah diberikan dengan 20 pertanyaan yang
sama dengan kelompok kecil. Hasil rekapitulasi angket kelompok besar adalah 90,9 %
mahasiswa setuju terhadap pernyataan yang diberikan, artinya media ini layak
digunakan.
Tahap akhir dari pengembangan media pembelajaran interaktif materi peluang ini
adalah tahap evaluasi. Tahap evaluasi dilaksanakan dengan tujuan memperbaiki media
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 194
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
sebelum versi akhir dibuat. Evaluasi pada tahap ini baru sebatas evaluasi terhadap tahap
sebelumnya. Hasil evaluasi ini adalah: (1). Media Pembelajaran Interaktif materi peluang
dapat memfasilitasi aktivitas mahasiswa dalam matakuliah pembelajaran matematika SD,
hal ini berarti tujuan dari pengembangan media tercapai, (2) Respon positif yang
diberikan mahasiswa menandakan bahwa media pembelajaran interaktif materi peluang
dapat diterima sebagai alternatif media yang dapat digunakan untuk variasi
pembelajaran, (3) Media Pembelajaran interaktif materi peluang dapat dijadikan dasar
untuk memunculkan ide pengembangen media dengan materi lainnya.
PEMBAHASAN
Alat bantu berupa media pembelajaran dibutuhkan seorang mahasiswa untuk
memperoleh informasi baru tentang materi yang diajarkan di dalam pembelajaran
matematika yang abstrak (Nugraheni, 2017. Kreatifitas dan aktifitas peserta didik yaitu
mahasiswa dapat ditumbuhkan melalui pemanfaatan media yang sesuai dalam
pembelajaran (Purnama dkk, 2017). Batasan tersebut dapat digunakan dasar untuk
menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran yang berfungsi untuk menyampaikan isi materi pembelajaran dan
merangsang mahasiswa untuk belajar.
Media Pembelajaran Interaktif Materi Peluang adalah media yang dikembangakan
peneliti untuk mahasiswa calon guru SD yang mengikuti perkuliahan Pembelajaran
Matematika SD. Media ini merupakan media untuk belajar materi peluang dengan lebih
menyenangkan. Media ini diharapkan mampu menambah kreatifitas siswa dalam ide
pembelajaran dengan materi lainnya
Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Materi Peluang ini menggunakan
model pengembangan ADDIE. Model pengembangan ini dilakukan dalam lima tahapan,
yaitu: analysis (analisis), design (perancangan), development (pengembangan),
implementation (implementasi), evaluation (evaluasi).
Setelah melewati semua tahapan pengembangan maka terciptalah Media
Pembelajaran Interaktif Materi Peluang yang berisi materi dan latihan soal poko bahasan
peluang dalam bentuk file .swf. Media yang dikembangkan dibuat menarik dengan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 195
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
paduan materi, warna, efek suara dan efek tulisan yang berpadu sempurna. Hal ini
diharapkan merubah persepsi mahasiswa bahwa materi peluang membosankan menjadi
menyenangkanSiswa yang berminat sikapnya akan senang terhadap pelajaran danakan
tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya
menerima pelajaran yang guru berikan (Heriyati, 2017). Sikap belajar siswa akan terlihat
sebagai suatu perasaan senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, suka atau
tidak suka terhadap hal-hal tertentu ketika proses pembelajaran berlangsung (Lambertus,
Ambarsari & Maonde, 2016). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran harus lebih
positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran dibanding sebelum mengikuti
pembelajaran (Budiman, 2014). Bagi yang menganggap matematika menyenangkan
maka akan tumbuh motivasi dalam diri peserta didik untuk mempelajari matematika dan
optimis dalam menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat menantang dalam
pelajaran matematika (Lestari, 2017). Pembelajaran matematika dapat menjadi
pengalaman yang menyenangkan bagi setiap siswa. Jika seseorang memiliki minat
belajar matematika, maka ia akan menunjukkan tingkah laku seperti menginginkan
materi matematika lebih banyak, secara sukarela mencarinya, dan bahkan mau
mengulanginya (Suwoto, 2015). Perasaan senang akan menimbulkan minat belajar yang
diperkuat lagi oleh sikap positif, sebaliknya perasaan yang tidak senang menghambat
dalam belajar karena tidak melahirkan sikap yang positif dan tidak menunjang minat
dalam belajar (Ratnasari, 2017). Kemampuan untuk mengerjakan soal matematika bukan
hanya sekedar menghafal rumus, tetapi juga ketelitian dan keyakinan atau anggapan
yang positif terhadap matematika (Syamarro, Saluky & Winarso, 2015). Matematika
berguna untuk memperoleh keterampilan-keterampilan tertentu dan untuk
mengembangkan cara berpikir (Sumartono & Normalina, 2015). Siswa yang mempunyai
perasaan senang atau sikap positif dengan mata pelajaran matematika akan dapat
membangun rasa ingin tahu yang besar yang akan berdampak mendukungnya proses
belajar mengajar karena siswa akan mudah mengungkapkan pendapat, pertanyaan atau
jawabannya (Prasetyawan, 2017).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 196
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
SIMPULAN
Simpulan dari tulisan ini adalah proses pengembangan media melalui 5 tahap
ADDIE yaitu Analisys, design, development, implementation, dan evaluation yang
menghasilkan Media Pembelajaran Interaktif Materi Peluang berbentuk media
pembelajaran dalam file .swf yang berisi materi dan latian soal materi peluang. Hasil uji
kelayakan menunjukkan bahwa media layak digunakan terbukti dengan validasi ahli
media mendapatkan nilai 3,2 yang artinya masuk dalam kategori layak digunakan, ahli
materi mendapatkan nilai 3,2 masuk dalam kategori layak digunakan tanpa revisi, dan
respon positif mahasiswa sebanyak 90,9% menyatakan media layak digunakan. Adapun
saran yang diberikan agar Media Pembelajaran Interaktif Materi Peluang dapat digunakan
dalam matakuliah pembelajaran matematika SD di PGSD UNNES.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, H. (2014). Pengaruh Pembelajaran Geometri Terhadap Sikap Matematik dan
Kecemasan Matematika Siswa. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, 3(1),
20-30.
Heriyati. (2017). Pengaruh Minat dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar
Matematika. Jurnal Formatif, 7(1), 22-32.
Lambertus, A,M., & Maonde, F. (2016). Pengaruh Sikap Siswa Terhadap Hasil Belajar
Matematika Melalui Kombinasi Model Pembelajaran Kooperatif. Jurnal Pendidikan
Matematika,7(2), 105-124.
Lee, W. & Owens, D.L. (2004). Multimedia Based Instructional Design, Second Edition.
United States Of America: John Wiley & Sonc, Inc.
Lestari, W. (2017). Pengaruh Kemampuan Awal Matematika dan Motivasi Belajar
Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Analisa, 3(1), 76-84.
Nugraheni, N. (2017). Penerapan Media Komik Pada Pembelajaran Matematika di Sekolah
Dasar. Jurnal Refleksi Edukatika, 7(2)111-117.
Nugraheni, N, Sari, Elok Fariha, & Trimurtini. (2018). Pengembangan Media Geometry
Fun Activity Berciri Konservasi Pada Kuliah Geometri dan Pengukuran SD. Laporan
Penelitian. Tidak dipublikasikan. FIP UNNES.
Purnama, MD., Irawan, E.B., & Sa’dijah, C. (2017). Pengembangan Media Box Mengenal
Bilangan dan Operasinya Bagi Siswa Kelas 1 di Sdn Gadang 1 Kota Malang. Jurnal
Kajian Pembelajaran Matematika, 1(1), 46-51.
Ratnasari, I.W. (2017). Hubungan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika.
Psikoborneo, 5(2),400-405.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU, 2019
ISBN : 978-623-91681-0-0 | DOI : http://dx.doi.org/10.33578/psn.v1i1.7797
Elok Fariha Sari, Nursiwi Nugraheni, Trimurtini --- 197
Media Pembelajaran Interaktif, Pembelajaran Matematika SD
Suwoto. 2015. Peningkatan Motivasi Belajar Melalui Pembelajaran Matematika Realistik
Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Sumbergempol Kabupaten Tulungagung.
Dinamika, 15(1),105-116.
Syamarro, N., Saluky., & Winarso, W. (2015). Pengaruh Motivasi dan Persepsi Siswa pada
Matematika Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII di MTS Al-
Hidayah Dukupuntang Kabupaten Cirebon (Pokok Bahasan Kubus dan Balok).
EduMa, 4(2).
top related