preskes tifoid dr rustam
Post on 11-Aug-2015
75 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
DEMAM TIFOID DAN
TONSILOFARINGITIS KRONIS
Disusun Oleh :
Novarina Ratnaningtyas G0007114
Farah Hafidzah G00072
Pembimbing :
Prof. Dr. Harsono Salimo, dr. Sp.A(K)
KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
0
2012
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS
Nama : An. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 14 tahun
Nama ayah : Haryanto
Nama Ibu : Sutini
Pekerjaan Ayah : Sopir
Pekerjaan Ibu : ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Bener 3/1 Wonosari Klaten
Tgl Masuk : 22 Mei 2012
Tgl pemeriksaan : 24 Mei 2012
No. CM : 01129764
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan dengan pasien dan alloanamnesis dilakukan pada ibu
penderita tanggal 24 Mei 2012 di bangsal Melati II kamar 2.
A. Keluhan Utama : Panas 4 hari
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih sejak 4 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh badan panas
seluruh tubuh. Panas dirasakan terutama jika malam hari. Panas turun jika diberi
paracetamol tetapi kemudian naik lagi. Selain itu pasien juga mengeluh mual (+)
dan muntah (+). Muntah selama satu hari sebanyak 3 kali. dan perut sakit (+).
Pasien juga mengeluh perut sakit, terutama di ulu hati. Pasien mengeluh nyeri
menelan, batuk (+), pilek (-), gusi berdarah (-), mimisan (-). Sebelum masuk RS,
BAB 1x sehari konsistensi padat, pasien mengaku sudah 2 hari tidak BAK tidak
ada keluhan. Oleh keluarga pasien dibawa ke puskesmas, karena merasa lemas
dan tak kunjung membaik, kemudian pasie dirujuk ke RSDM.
Tiga bulan yang lalu pasien mengeluh batuk-pilek kambuh-kambuhan, nyeri
telan, dan demam. Diperiksakan ke puskesmas dan sembuh namun kemudian
1
kambuh lagi. Hal serupa pernah dialami pasien pada saat pasien di bangku kelas 6
SD. Pasien mengaku sering jajan sembarangan dan minum es.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat sering batuk pilek : disangkal
- Riwayat sering sesak napas : disangkal
- Riwayat atopi : disangkal
- Riwayat mondok : disangkal
- Riwayat alergi obat : disangkal
- Riwayat alergi makanan/susu : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
- Riwayat sakit serupa di keluarga : disangkal
- Riwayat sakit serupa di lingkungan : teman sekolah pasien 1 tahun yang lalu
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat sakit paru : disangkal
- Riwayat alergi di keluarga : disangkal
E. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Faringitis : (+) sejak 2 tahun
yang lalu
Bronkitis : disangkal
Pneumonia : disangkal
Morbili : disangkal
Pertusis : disangkal
Meningitis : disangkal
Malaria : disangkal
Polio : disangkal
Demam typoid : disangkal
Diare : disangkal
Kejang Demam : disangkal
F. Riwayat Imunisasi
Jenis I II III IV
BCG 0 bulan - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Pertusis 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
2
Tetanus 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
HEPATTIS B 0 bulan 1 bulan 3 bulan -
CAMPAK 9 bulan - - -
G. Keadaan Kesehatan Keluarga
Ayah : baik
Ibu : baik
Sekitar rumah : baik
H. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : TM I : 1x
TM II : 1x
TM III : 2x
Keluhan selama kehamilan : Tidak menderita sakit selama hamil
Ibu tidak pernah keguguran
Obat yang diminum selama kehamilan: vitamin dan obat tambah darah.
I. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 2800 gram dan panjang 46 cm, lahir
spontan, langsung menangis, menangis kuat, usia kehamilan 9 bulan lebih 10 hari,
ditolong bidan.
J. Riwayat Post Natal
Kontrol ke Puskesmas setelah kelahiran, saat imunisasi, atau anak sakit. Selain ke
Puskesmas, pasien berobat ke rumah sakit.
K. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu penderita mengikuti program Keluarga Berencana sistem suntik 3 bulan sekali. Sikap
dan kepercayaan baik.
3
L. Pohon Keluarga
I
II
III
An. A, 14 tahun
Pasien adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Riwayat keguguran tidak ada, anak lahir
meninggal tidak ada. Ayah dan Ibu menikah satu kali.
M. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Mulai senyum : 1 bulan
Mulai miring : 2 bulan
Mulai tengkurap : 4 bulan
Mulai duduk : 6 bulan
Gigi keluar : 8 bulan
Berdiri : 13 bulan
Berbicara : 12 bulan
Menstruasi : 12 tahun
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.
N. Riwayat Makan Minum Anak
1. ASI diberikan sejak usia 0 bulan hingga umur 2 tahun, frekuensi pemberian
tiap kali anak menangis, lamanya menyusui ± 10 – 15 menit, bergantian
payudara kanan dan kiri. saat menyusui tidak terengah-engah, tidak sering
tersedak. Sesudah menyusui anak tertidur.
2. Susu buatan: diberikan merk SGM diberikan sejak umur 1 bulan, frekuensi
pemberian 3x/ hari, takaran 2-3 sendok takar per gelas.
3. Makanan lunak mulai diberikan saat usia 6 bulan.
4
4. Makanan padat mulai diberikan saat anak usia 8 bulan.
5. Makanan dewasa mulai diberikan saat usia 12 bulan.
Riwaya makan pasien makan 3x sehari dengan nasi dan lauk pauk tempe, tahu,
telur, terkadang daging. Pasien jarang minum susu. Pasien makan buah-buahan
2-3 kali seminggu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : lemah
Derajat kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Nadi : 104x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 24x/menit, reguler, tipe thorakoabdominal
Suhu : 38,8°C (per axiler)
Berat badan : 38 kg
Tinggi badan : 142 cm
Lingkar kepala : 52 cm
Lingkar lengan atas: 26 cm
C. Kulit : kulit sawo matang, kelembaban cukup, turgor kembali cepat,
ujud kelaianan kulit (-), sianosis (-), eritem (-)
D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
E. Wajah : wajah seperti orang tua (-)
F. Mata : conjungtiva bleeeding (-/-), conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), cowong (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil (isokor 3mm/3mm), air mata (+/+)
G. Hidung : napas cuping hidung (-/-), bau (-), sekret (-/-) purulen, darah (-/-)
H. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (+)
I. Telinga : sekret tidak ada, tragus pain tidak ada
J. Tenggorok : uvula ditengah, tonsil T3-T3, faring hiperemis (+), kripte melebar
(+), pseudomembran (-), detritus (-)
5
K. Leher : normocolli, limfonodi tidak membesar, kaku kuduk (-), JVP tidak
meningkat.
L. Limphonodi: tidak membesar
M. Thoraks : bentuk normochest, iga gambang (-), retraksi (-) intercostals
epigastrial, ekspirasi memanjang (-)
N. Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : kesan batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I – II intensitas normal, reguler, bising (-).
O. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-), RBH (-/-),
wheezing (-/-)
P. Abdomen
Inspeksi : dinding perut // dinding dada, venektasi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), nyeri tekan epigastrika (+), hepar dan lien
tidak teraba, turgor kembali cepat
Q. Urogenitalia
Dalam batas normal, nyeri saat BAK (-)
R. Digestiva
Tidak BAB 3 hari
S. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - - sianosis - -
- - - - - -
Capillary refill time < 2”
Arteri Dorsalis Pedis teraba kuat
Clubbing finger (-)
Baggy pants (-)
6
T. Perhitungan Status Gizi
1. Secara klinis
Nafsu makan : berkurang
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+), warna hitam
Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)
Mata : edema palpebra(-/-), CA(-/-), cekung (-/-)
Bibir : mukosa basah (+),pucat (-),kering (-), stomatitis (-), pecah-
pecah (-)
Lidah : papil lidah atrofi (-), lidah kotor (+)
Leher : pembesaran tiroid (-)
Thorax : iga gambang (-)
Abdomen : lipatan lemak sub kutan (-), turgor kembali cepat (+),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
Gluteus : baggy pants (-)
Ekstremitas : edema - - akral dingin - -
- - - -
Status gizi secara klinis : Gizi baik
2. Secara Antropometris
BB : 38 kg , Umur : 14 tahun, TB : 142 cm
BB : 38 x 100% = 76 % 0 < BB < +2
U 50 U
TB : 142 x 100% = 83 % 0 < TB < +2
U 171 U
BB : 38 x 100% = 82 % 0 < BB < +2
TB 46 TB
Status gizi secara antropometri : gizi baik.
Kebutuhan kalori/hari: 38 kg x 60 kal/ kgBB/ hari = 2280 kal/ hari
Karbohidrat : ¼ x 50% x 2280 kal/hari = 360 gram/hari
Lemak : 1/9 x 35% x 2280 kal/hari = 112 gram/hari
Protein : ¼ x 15% x 2280 kal/hari = 108 gram/hari
7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 22 Mei 2012 pukul 01.00
Pemeriksaan 01/03/12 Satuan Rujukan
Hemoglobin 13,3 g/dL 11,1-14,1
Hematokrit 40 % 31-41
AL 6,3 Ribu/ul 5,0-19,5
AT 135 Ribu/ul 150-450
AE 4,51 Juta/ul 3,60-5,20
MCV 87,7 /um 80,0-96,0
MCH 29,4 Pg 28,0-33,0
Limfosit 21,50 % 60,00-66,00
Monosit 11,20 % 0,00-6,00
Granulosit 67,30 % 28 – 40
Gol darah ABO O
2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 22 Mei 2012 pukul 06.00
Pemeriksaan 22/05/12 Satuan Rujukan
Hemoglobin 12,4 g/dL 11,1-14,1
Hematokrit 36 % 31-41
AL 6,2 Ribu/ul 5,0-19,5
AT 153 Ribu/ul 150-450
AE 4,18 Juta/ul 3,60-5,20
3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 23 Mei
2012
IgM Salmonela : positif (+)
4. Hasil Pemeriksaan Urin Rutin tanggal 23 Mei 2012
Urinalisa 24/01/2011 Satuan Rujukan
Makroskopis
Warna Yellow Kuning jernih
Kejernihan sl.cloudy Jernih
8
Kimia Urin
Berat Jenis 1,015 1.015-1.025
Ph 6.5 4,5-8
Leukosit Negatif /uL Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein 25 mg/dL Negatif
Glukosa Normal mg/dL Normal
Keton Negatif mg/dL Negatif
Urobilinogen Normal mg/dL Normal
Bilirubin Negatif mg/dL Negatif
Eritrosit 25 /uL Negatif
Mikroskopis
Eritrosit 10,7 /uL 0 – 8.4
Eritrosit 2 /LPB 0 – 5
Leukosit 12,4 /uL 0 – 5,8
Leukosit 2 /LPB 0 – 12
Epitel
Epitel /uL 0,0 – 3,5
Epitel /LPB 0 – 2
Epitel Squamous 0-1 /LPB Negatif
Epitel transisional - /LPB Negatif
Epitel bulat - /LPB Negatif
Silinder
Silinder /uL 0,00 – 0,47
Silinder /LPB 0 – 3
Hyalin 2 /LPK 0 – 3
Granulated - /LPK Negatif
Lekosit - /LPK Negatif
Mukus 0,12 /uL 0,00-0,00
Sperma /uL 0-0
Konduktivitas 20,1 mS/cm 3,0-32
Lain-lain Bakteri (++)
5. Hasil Pemeriksaan Tinja Tanggal 23 Mei 2012
Makroskopis : warna coklat, konsistensi lunak, lendir negative, pus negative, darah
negative, kuman (+), cacing (-), sel epitel (+).
9
Kesimpulan : Tinja lunak warna coklat, tidak ditemukan parasit maupun jamur
pathogen.
V. RESUME
Kurang lebih sejak 4 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh badan panas
seluruh tubuh, terutama jika malam hari. Selain itu pasien juga mengeluh mual (+)
dan muntah (+) satu hari sebanyak 3 kali, perut sakit (+), nyeri menelan (+), batuk (+),
2 hari tidak BAK tidak ada keluhan. Riwayat bauk, nyeri menelan kambuh-kambuhan
sejak SD. Oleh keluarga pasien dibawa ke puskesmas, karena merasa lemas dan tak
kunjung membaik, kemudian pasien dirujuk ke RSDM.
Dari pemeriksaan fisik tanggal 24 Mei 2012 didapatkan keadaan umum lemas,
derajat kesadaran compos mentis, status gizi kesan cukup. Tanda vital pasien
didapatkan: nadi 104x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, simetris; pernafasan 24
x/menit, tipe thorakoabdominal, suhu 38,8º C (per axiler), BB 38 kg; TB 142 cm.
mulut lidah kotor (+), tenggorok : tonsil T3-T3, faring hiperemis (+), kripte
melebar (+), abdomen nyeri tekan (+), nyeri tekan epigastrika (+).
VI. DAFTAR MASALAH
1. Panas
2. Mual dan muntah
3. Nyeri perut ulu hati
4. Batuk
5. Nyeri telan
6. Lidah kotor
7. Tonsil membesar T3-T3
8. Kripte melebar
9. Faring hiperemis
10. Nyeri tekan abdomen
11. Tidak BAB 3 hari
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Demam tifoid
2. Tonsilofaringitis kronis
3. Dengue Fever
10
VIII. DIAGNOSIS KERJA
1. Demam tifoid
2. Tonsilofaringitis kronis
IX. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. Diet lunak TKTP 2800 kkal/hari
2. IVFD RL 16 tpm makro
3. Injeksi chloramfenicol 500 mg/6 jam intra.vena
4. Paracetamol 1-3x500 mg k/p febris
5. Domperidon 10 mg k/p mual
Dx : DR3, Widal, IgM Salmonela, urin rutin, feces rutin
Mx : KU dan VS / 8jam
BCD/ 8jam
Edukasi
- Motivasi keluarga tentang penyakitnya
- Istirahat
X. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
XI. FOLLOW UP
Follow up 24 Mei 2012 25 Mei 2012 26 Mei 2012
S Demam (+), nyeri perut
berkurang, batuk jarang,
pasien dapat tidur nyenyak,
Panas (-), BAK (+), BAB (-)
Demam sumer (+), nyeri
perut berkurang, batuk
jarang, pasien dapat
tidur nyenyak, Panas (-),
BAK (+), BAB (-)
Demam (-), nyeri perut
(-) , batuk jarang,
pasien dapat tidur
nyenyak, BAK (+),
BAB (-)
11
O kompos mentis, baik, gizi
kesan kurang
kompos mentis, baik,
gizi kesan kurang
kompos mentis, baik,
gizi kesan kurang
Tanda Vital N : 110 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37,9oC (per axiler)
N : 90 x/menit
RR : 16/menit
S : 37,2oC (per axiler)
N : 84 x/menit
RR : 16 x/menit
S : 36,8oC (per axiler)
Kepala Mesocephal Mesocephal Mesocephal
Telinga bentuk normal, serumen (-),
gendang telinga intak
bentuk normal, serumen
(-),gendang telinga intak
bentuk normal,
serumen (-),gendang
telinga intak
Mata Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Konjungtiva anemis
(-/-), Sklera ikterik (-/-),
edema palpebra (-/-),
Konjungtiva anemis
(-/-), Sklera ikterik
(-/-), edema palpebra
(-/-),
Hidung Napas cuping hidung (-/-),
sekret (+/+)↓
Napas cuping hidung
(-/-), sekret (+/+)
Napas cuping hidung
(-/-), sekret (-/-)
Mulut Mukosa basah (+), thypoid
tongue (+), sianosis (-)
Mukosa basah (+),
thypoid tongue (-),
sianosis (-)
Mukosa basah (+),
thypoid tongue (-),
sianosis (-)
Tenggorok Tonsil T3-T3, Faring
hiperemis (-)
Tonsil T2-T2, Faring
hiperemis (-)
Tonsil T2-T2, Faring
hiperemis (-)
Thorax Retraksi (-)
Cor : BJ I-II intensitas
normal, reguler, bising (-)
Pulmo: SD vesikuler (-/-),
ST (-/-) RBH(-/-) wheezing
(-/-)
Retraksi (-)
Cor : BJ I-II intensitas
normal,reguler,bising(-)
Pulmo: SD vesikuler
(-/-), ST (-/-) RBH (-/-)
wheezing (+/+)
Retraksi (-)
Cor : BJ I-II intensitas
normal,reguler,bising(-
)
Pulmo: SD vesikuler (-
(-/-), ST (-/-) RBH (-/-)
wheezing (-/-)
Abdomen Supel, Dinding perut //
dinding dada, nyeri tekan
(+), hepar dan lien tidak
teraba, peristaltik (+) normal
Supel, Dinding perut //
dinding dada, nyeri
tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba, peristaltik
(+) normal
Supel, Dinding perut //
dinding dada, nyeri
tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba,
peristaltik (+) normal
12
Genital discharge (-) discharge (-) discharge (-)
Ekstremitas Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
a. dorsalis pedis teraba kuat
Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
a. dorsalis pedis teraba
kuat
Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
a. dorsalis pedis teraba
kuat
Asessment - Tifoid fever
- Tonsilofaringitis kronis
- Tifoid fever
-Tonsilofaringitis kronis
- Tifoid fever
- Tonsilofaringitis
kronis
Terapi 1. Diet lunak TKTP 2800
kkal/hari
2. IVFD RL 16 tpm makro
3. Injeksi chloramfenicol
500 mg/6 jam intra.vena
4. Paracetamol 1-3x500 mg
k/p febris
5. Domperidon 10 mg k/p
mual
1. Diet lunak TKTP
2800 kkal/hari
2. IVFD RL 16 tpm
makro
3. Inj. chloramfenicol
500 mg/6 jam iv
4. Paracetamol 1-3x500
mg k/p febris
5. Domperidon 10 mg
1. Diet lunak TKTP
2800 kkal/hari
2. IVFD RL 16 tpm
makro
3. Inj. chloramfenicol
500 mg/6 jam iv
4. Paracetamol 1-
3x500 mg k/p febris
5. Domperidon 10 mg
Plan Diff count Boleh pulang
Monitoring - KU/VS tiap 8 jam
- balance cairan /8jam
- diuresis /8jam
- KU/VS tiap 8 jam
- balance cairan /8jam
- diuresis /8jam
- KU/VS tiap 8 jam
- balance cairan /8jam
- diuresis /8jam
Edukasi Tirah baring, diet lunak Tirah baring, diet lunak Tirah baring, diet
lunak
13
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
2.1. DEFINISI
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi yang biasanya terdapat dalam saluran pencernaan
(Djoko, 2006).
2.2. KRITERIA DIAGNOSIS
Demam naik secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada
sore/malam hari.
Sulit buang air besar atau diare, sakit kepala.
Kesadaran berkabut, bradikardia relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali, atau
splenomegali.
Kriteria Zulkarnaen:
o Febris > 7 hari, awal demam tidak mendadak, naik perlahan, seperti anak tangga,
disertai delirium/apatis, gangguan defekasi.
o Terdapat 2 atau lebih :
Lekopeni.
Malaria (-)
Kelainan urine (-)
o Terdapat 2 atau lebih :
Penurunan kesadaran.
Rangsang meningeal (-)
Perdarahan usus (+)
Bradikardi relatif.
Splenomegali (+)
Diagnosa ditegakkan dari :
Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap sebagai
positif, 3 gejala kardinal curiga).
14
5 cardinal sign : 1. Demam; 2. Bradikardi relatif; 3. Toxemia yang
karakteristik; 4. Splenomegali; 5. Rose spot (Mirzanie, 2005)
2.3. PATOGENESIS
Benda tercemar kuman (tinja, muntah, keringat) => sistem pencernaan =>
lambung, kuman akan berkurang oleh karena HCl => pada usus kecil, melakukan
penetrasi & berbiak di kelenjar limfoid mesenterik => masuk ductus thoracicus =>
masuk ke peredaran darah (bakteriemi I) => ditangkap oleh RES (sampai di sini disebut
silent period/masa tunas) => kemudian di RES akan bermultiplikasi intraseluler =>
masuk ke dalam peredaran darah (bakteriemi II) => beredar di seluruh tubuh => masuk
ke dalam empedu dan usus, di usus akan membuat luka di plaque payeri. Bila Salmonella
typhi menetap di empedu/limpa dapat terjadi relaps/carrier.
Terjadinya febris diduga disebabkan oleh endotoksin (suatu lipopolisakarida
penyebab leukopeni) yang bersama-sama Salmonella typhi merangsang leukosit di
jaringan. Inflamasi merangsang pengeluaran zat pirogen.
Pada fase bakteriemi (minggu ke I, 7 hari pertama) Salmonella ada di hati, limpa,
ginjal, sumsum tulang, kantung empedu => bermanifestasi di usus (plaque payeri) di
mana akan terjadi :
Minggu I => membuat luka hiperemis pada plaque payeri.
Minggu II => terjadi nekrosis pada plaque payeri.
Minggu III => terbentuk tukak/ulcus yang ukurannya bervariasi di mana dapat
terjadi perdarahan dan perforasi.
Minggu IV => dapat sembuh dengan sendirinya (Keusch, 2008).
2.4. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi: 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari 21 hari)
Keluhan utama yang mencolok:
1. Panas yang makin tinggi terutama pada malam hari dan pagi hari, bila panas
sering disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat pula kontinua.
Suhu meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari
ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC.
2. Lemah badan, nyeri kepala di frontal.
3. Mual - anoreksia.
4. Gangguan defekasi :
15
Obstipasi pada minggu I.
Diare pada minggu II. Karena peradangan kataral dari usus, sering
disertai dengan perdarahan dari selaput lendir usus, terutama ileum.
5. Insomnia.
6. Muntah.
7. Nyeri perut.
8. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan menjadi
meningismus (akhir minggu ke I).
9. Myalgi/atralgi.
10. Batuk.
Nadi terjadi bradikardi relatif (normalnya frekuensi nadi akan meningkat sebanyak
18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1o C, pada demam typoid
denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang seharusnya), hal ini
disebabkan oleh karena efek endotoksin pada miokard.
Lidah, typhoid tongue, warna lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi
hiperemis dan terdapat tremor.
Abdomen, agak cembung dan meteorismus.
1. Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai teraba pada
akhir minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat juga lunak dan
nyeri tekan positif.
2. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai dengan
masa konvalesens.
3. Kantung empedu, merupakan sumber kuman yang dapat tetap utuh, dapat
terjadi kholesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk. Karier sering
terjadi pada penderita dengan kholesistitis kronik dan batu empedu.
Meteorismus, kita harus hati-hati untuk tanda perforasi/adanya perdarahan
pada usus.
4. Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri menunjukkan :
Hiperplasi pada minggu ke I.
Nekrose pada minggu ke II.
Ulcerasi pada minggu ke III.
Penyembuhan pada minggu ke IV.
16
Kulit, Rose spot, adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir
minggu ke I sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini
terjadi karena infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang
disebabkan oleh infiltrasi kuman Salmonella typhi pada kulit, yang menyebabkan
terjadinya proses radang, sehingga terjadi perembesan dari sel eritrosit, karena
permeabilitas kapiler meningkat (Djoko, 2006).
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin.
o Leukopeni (47% dari kasus) 2000 - 3000 sampai dengan 5000/mm3. Bila ada
leukositosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau infeksi
sekunder.
o Limfositosis relatif (pasien tetap leukopeni tetapi persentasi limfosit lebih
banyak dari normal).
o Aneosinofilia.
2. Pemeriksaan bakteriologik
o Biakan Gall, untuk diagnosa pasti. Biakan dapat diambil dari :
Sumsum tulang (90% ketelitian) pada minggu ke I dan minggu ke II.
Darah pada minggu ke I dan minggu ke II (70% - 90%) minggu ke II
sampai minggu ke III (30% - 40%).
o Biakan pada agar SS bahan diambil dari :
Tinja pada minggu ke II sampai minggu ke III.
Urine pada minggu ke III sampai minggu ke IV.
o Bila Gall positif diagnosa pasti dari tiphoid abdominalis, tetapi bila negatif
belum tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik pengambilan
bahan, waktu perjalanan penyakit, post vaksinasi.
2. Pemeriksaan serologik
O Elisa Salmonela typhi/paratyphy IgG dan IgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologi yang lebih baru yang dianggap
lebih spesifik dan lebih sensitif dibandingkan uji widal untuk mendeteksi demam
tifoid/paratifoid. Tes ini juga termasuk Rapid test, jadi hasilnya dapat segera
diketahui. Diagnosis demam tifoid bila IgM positif berarti terjadi infeksi akut dan
bila IgG positif menandakan pernah kontak/ terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.
17
(a) Tubex® TF (mendeteksi antibodi IgM tehadap antigen 09 IPS
Salmonella typhi)
(b) Typhidot (mendeteksi Antibodi IgG dan IgM terhadap antigen 50 kD
Salmonella typhi)
(c) Typhidot M (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 50 kD
Salmonella typhi)
(d) Dipstick test (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen LPS
Salmonella typhi)
o Pemeriksaan pelacak DNA Salmonella typhi dengan PCR (Polimerase Chain
Reaction)
Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah
mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah
dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara
polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik
untuk S. typhi.
Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi
risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila
prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam
spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam
spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya
yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari
spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat
ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian. Oleh karena
biaya yang mahal, tes ini tidak dianjurkan untuk pelayanan rutin.
2.6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Paratiphoid.
2. Malaria.
3. TBC millier.
4. Influenza.
5. Dengue.
6. Rheumatic fever.
8. Hepatitis.
18
2.7. KOMPLIKASI
Minggu I: Syok Endotoksemia
Minggu II: Perdarahan usus
Biasanya timbul pada hari ke 14 - ke 21 dari perjalanan penyakit. Dapat berupa
perdarahan yang minimal sampai perdarahan tersembunyi yang masif. Yang ditandai
dengan :
o Penurunan suhu mendadak.
o Tanda-tanda shock.
Tensi turun mendadak sampai dibawah normal.
Nadi cepat dan kecil.
Sianosis.
Tachypnoe.
Kulit dingin dan lembab.
o Perdarahan per ani yang tidak selalu tampak.
Minggu III: Perforasi usus
Biasanya muncul pada akhir minggu ke III, umumnya terjadi di daerah sekitar 60
cm dari bagian akhir ileum. Dengan gejala yang kita dapatkan adalah:
o KU buruk.
o Reaksi tubuh dan mental menjadi lambat.
o Tiba-tiba menjadi gelisah dan mengeluh nyeri perut.
o Muntah-muntah.
o Suhu tiba-tiba turun.
o Pernafasan cepat dan hanya menggunakan otot-otot intercostal.
o Dinding perut tegang, defense musculare, terutama di perut sebelah kanan (pada
lokasi ileum).
o Pekak hati menghilang.
o Perkusi menjadi tympani.
o Bising usus menurun sampai hilang.
Minggu IV: Relaps Tifoid
Febris timbul kembali setelah ± 10 hari afebris atau setelah 3 minggu diberikan
terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat ditemukan setelah 19
beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat terapi tidak adekuat.
Limfa yang tetap teraba adalah gejala penting dari impending relaps.
o Insidensi 10% - 20%.
o Patogenesa :
Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang
bermanifestasi, sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps
disebabkan oleh kuman yang tersembunyi.
Chloramfenikol menghambat atau memperlambat pembentukkan antibodi,
sehingga memudahkan relaps tapi justru relaps pada titer antibodi yang
tinggi hal ini dibuktikan dengan titer widal, yaitu penularan bukan oleh
karena kekebalan.
Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh
tersebut mati.
2.8. PENATALAKSANAAN
1. Terapi secara umum Djoko, 2006; Keusch, 2008)
a. Non medikamentosa
1) Perawatan : Bed rest semitotal.
Tujuannya agar tidak memperberat konstipasi pasien. Sebab, apabila
dilakukan bed rest total maka motilitas usus pasien akan semakin rendah
sehingga memperberat konstipasi pasien.
2) Dietetik :
Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit.
Pemberian makanan padat dini berupa nasi pada penderita Tifoid non
komplikasi ternyata terbukti mempercepat waktu pemulihan (rata-rata 7-
10 hari sedangkan sebelumnya rata-rata 14 hari).
Pemberian makanan padat dini juga dapat merangsang regenerasi epitel
usus dan lebih cepat memperbaiki status nutrisi penderita.
Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada luka di
ileum terminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan
peningkatan kerja usus, hal ini menyebabkan luka makin hebat.
b. Medikamentosa:
1) Antibiotik
20
a) Golongan Quinolon.
Levofloxacin 2x500 mg selama 14 hari
Ciprofloksasin, dosis 2 x 500 mg selama 14 hari
Tidak boleh diberikan pada pasien dengan usia kurang dari 15 tahun,
karena bisa menyebabkan penutupan epifise tulang lebih cepat.
Keuntungan dari Quinolon:
Waktu yang diperlukan untuk terapi lebih pendek.
Bersifat bakterisida.
b) Cotrimoxazole, dengan dosis 400 mg 2 x 2 tablet/hari sampai 7 hari
afebris.
Waktu yang diperlukan untuk penurunan suhu sama dengan
chloramfenicol.
Tidak terjadi krisis toksik.
Gejala lebih cepat hilang.
Dapat digunakan untuk pasien yang toksik dan delirium.
Lebih unggul dalam mencegah relaps.
Efek samping yang perlu diperhatikan adalah trombositopenia, untuk
menghindarkannya kita berikan asam folat.
c) Ampicillin, dosis 3 - 4 x (0.5 - 1 gram)/hari selama 15 hari
Digunakan untuk tifoid abdominalis ringan dan untuk karier.
Amoxicilin, dosis 4 x 1 gram (untuk ukuran kecil) - 6 gram (untuk
ukuran besar)/hari.
Untuk kasus karier 6 gram/hari selama 6 minggu
2) Simptomatik:
a) Analgetik antipiretik (DOC : parasetamol)
Jangan menggunakan asam salisilat, karena bisa menyebabkan
hiperhidrosis.
Dapat merangsang mukosa usus.
Efek antipiretik dapat berlebihan.
Menghambat efek dari chloramfenicol.
b) Laxantia dan enema, untuk memudahkan buang air besar.
Hati-hati perdarahan dan perforasi.
c) Muntah-muntah
21
Prochlorperazine (Stemetil) dengan dosis 3 x 5mg atau 3 x 10 mg.
Prometazine (Phenergan) dengan dosis 3 x 25 mg.
d) Diare : Diphenoxylate hydrochloride (Lomotil, Reasec) 4 x 2 tab
e) Meteorismus
Intake diganti dengan parenteral
Gunakan stomach tube dan aspirasi tiap jam.
3) Supportif
a) Kortikosteroid
Hanya dianjurkan untuk penderita dengan toksemia dan hiperpireksi berat.
Tidak boleh dipergunakan secara rutin.
Harus dihindarkan dalam minggu ke III karena bila ada perdarahan kita
tidak tahu dari penyakit atau dari kortikosteroid.
Memperpendek deman dan gejala cepat hilang.
Menghambat pembentukkan immunitas sehingga mudah untuk relaps.
Dosis :
Hari ke I : Hidrokortison 200 mg im, Prednison 3 x 15 mg
Hari ke II : Prednison 3 x 10 mg
Hari ke III : Prednison 3 x 5 mg
Hari ke IV : Prednison 3 x 5 mg
Hari ke V : Prednison 1 x 5 mg.
o Roborantia : Vitamin B dan vitamin C.
2.9 PENCEGAHAN
a. Vaksin oral Ty 21a Vivotif Berna
Vaksin ini tersedia dalam bentuk kapsul yang diminum selang sehari dalam 1
minggu, satu jam sebelum makan. Vaksin ini dikontraindikasikan pada wanita hamil,
menyusui, penderita imunokompromais, sedang demam, sedang minum antibiotik,
dan anak kecil < 6 tahun. Lama proteksi dilaporkan 5 tahun.
b. Vaksin Polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Memeux.
Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 ml yang berisi 25 mikrogram antigen
Vi dalam buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan secara intramuskuler dan booster
setiap 3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif, hamil,
menyusui, sedang demam, dan anak kecil < 2 tahun (Djoko, 2006).
22
BAB III
TONSILO FARINGITIS KRONIS
1. Pengertian
Tonsilofaringitis adalah peradangan pada tonsila palatina dan dinding faring
yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-lain.
Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama
yang tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian
dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti
dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 ± 4
bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis
yang merupakan infeksi fokal.
Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama pada
mukosa faring dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis
kronis hiperplastik (granular)dan faringitis kronis atropi atau kataralis.
2. Patologi
a. Patologi tonsilitis kronis
Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa
jaringanlomfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti
dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar.
Secara klinis kripte ini tampak di isi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
menembus kapsul tonsil dan akhirnyamenimbulkan perlekatan dengan jaringan di
sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertaidengan pembeasran kelenjar limfa
submandibula.
b. Patologi faringitis kronis
Bakteri atau virus secara langsung dapat menginvasi mukosa faring, menyebabkan
responradang lokal. Virus-virus lain seperti rhinovirus dan coronavirus dapat
23
menyebabkan iritasimukosa faring akibat sekunder dari sekresi nasal. Infeksi
streptokokus memiliki karakteristik yaitu invasi local dan pelepasan toksin
ekstraseluler maupun protease. Fragmen-fragmen ProteinM dari serotip Streptokokus
grup A mirip dengan antigen-antigen sarkolema miokardiak dan berhubungan dengan
demam rematik dan kerusakan katup jantung bertahap
3. Gejala dan Tanda
Gejala tonsilitis kronis dapat berupa :
a. Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok,
sulitsampai sakit menelan.
b. Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala,
demamsubfebris, nyeri otot dan persendian.
c. Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis
kronis), udematau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik
dan kecil (tonsilitisfibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan
pembengkakan kelenjar limferegional.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptusmelebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di
tenggorokan,dirasakan kering di tenggorokan dan napas berbau.Besar tonsil
ditentukan sebagai berikut:
T0 : tonsil di dalm fosa tonsil atau telah diangkat
T1 : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula
T2 : bila besarnya 1/2 jarak arkus anterior dan uvula
T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula
T4 : bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih
24
Gambar 1.1 Gambar Pembesaran Tonsil pada Tonsilitis
Gejala dan tanda faringitis kronis
Gejala subjektif yang dirasakan dapat berupa rasa gatal di tenggorokan, rasa
ada yangmengganjal di tenggorokan, batuk iritatif dan batuk yang berdahak. Penderita
faringitis kronis juga dapat menderita gangguan pada laring yaitu suara serak. Pada
stadium dini, membran mukosa akan tampak merah karena pembuluh darah
mengalami kongesti, bengkak dan dilapisimucus. Pada tahap selanjutnya warna
membrane mukosa faring akan lebih gelap dan seperti ditutupi oleh folikel-folikel
yang membesar, terjadi penebalanmukosa, serta secret berkurang dankental.
Diagnosis faringitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis terutama didapatkan adanya rasa nyeri
di sekitar tenggorokan, disertai nyeri saat menelan (terutama saat menelan ludah) dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Hasil pemeriksaan fisik terutama didapatkan mukosa
faring yang tampak merah(hiperemi) dan tonsil (amandel) membesar dan memerah,
kadang disertai bercak (detritus).Pasien faringitis harus menghindari sumner-sumber
iritan. Kebiasaan merokok, mengkonsumsialcohol, makanan panas, dan kontak
langsung dengan udara terbuka harus dibatasi untuk mengurangi gejala faringitis.
4. Terapi
Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik,
obatkumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan
hasil. Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu
diberikan selama sekurangnya 10hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah
golongan penisilin atau sulfonamida, namun bilaterdapat alergi penisilin dapat
diberikan eritromisis atau klindamisin.
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi local dengan melakukan
kaustik faring dengan zat kimia larutan nitrat argenti atau dengan listrik (electro
cauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat kumur atau tablet hisap. Jika di
perlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran. Sedangkan pada
faringitis atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis
kronik atrofinya dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bhutta Z.A. 2006. Current concepts in the diagnosis and treatment of typhoid fever.. BMJ.
pp:78-82
Bruch J.L., Garvey T., Corales R., Scmitt S.K. 2010. Typhoid fever.
http://emedicine.medscape.com/article (27 Juli 2011)
Djoko W. 2006. Demam Tifoid. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata
M., dan Setiati S., (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, hal: 1752-1757.
Kalra S.P., Naithani N., Mehta S.R., Swamy A.J. 2003. Current trends in management of
typhoid fever. MJAFI. 59:130-135.
Khan A. M., Yousaf M. N., Mahmood T. 2004. Current Trends in The Management of
Typhoid Fever. Gomal Journal of Medical Sciences. 2: 59-62.
Keusch G.T. 2008. Salmonellosis. Dalam: Fauci A.S., Kasper D.L., Braunwald E., Hauser
S.L., Longo D.L., Jameson J.L., dan Loscalzo J. (eds). Harrisson’s Principles of
Internal Medicine, 17th Edition. New York: McGraw-Hill.
Khan K.H., Ganjewala D., Rao K.V. 2008. Recent Advencement in Typhoid Research-a
review. Advance Biotech. pp: 35-39.
Mirzani H. 2005. Demam Tifoid. Dalam: Buku Saku Internoid. Leksana dan Mirzanie H.
(eds). Yogyakarta: Tosca.
Otegbayo, J.A. 2005. Typhoid fever: The chalenges of medical management. Annals of
Ibadan postgraduate medicine.3:60-62.
Rafatellu M., Wilson R.P., Winter S.E., Baumler A.J. 2008. Clinical Pathogenesis of Typhoid
Fever. J infect developing country. 2(4): 260-266.
Rasmilah .2001. Typus. USU Digital Library. (27 Juli 2011)
26
top related