perhitungan overall equipment effectiveness...
Post on 10-Apr-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
UNIVERSITAS INDONESIA
PERHITUNGAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS
PADA JALUR PRODUKSI PEMBUATAN KALENG
KEMASAN SUSU KENTAL MANIS MENGGUNAKAN
METODE ROOT CAUSE ANALYSIS
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
ANTONIUS TRI ARYONO
0906603902
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
DESEMBER 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama : ANTONIUS TRI ARYONO FEBRIANTO
NPM : 0906603902
Tanda Tangan :
Tanggal : 28 Desember 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama : Antonius Tri Aryono Febrianto
NPM : 0906603902
Program studi : Teknik Industri
Judul Kripsi :PERHITUNGAN OVERALL EQUIPMENT
EFFECTIVENESS PADA JALUR PRODUKSI
PEMBUATAN KALENG KEMASAN SUSU KENTAL
MANIS MENGGUNAKAN METODE ROOT CAUSE
ANALYSIS
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan : Depok
Tanggal : 28 Desember
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik
Departemen Teknik Industri pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) Ir Rahmat Nurcahyo MEngSc , selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi ini;
(2) Ir Amar Rachman MEIM, dan Ir Djoko Sihono Gabriel MT atas saran dan
masukan yang bermanfaat pada seminar 1 skripsi;
(3) Ir Erlinda Muslim MEE, Ir Djoko Sihono Gabriel MT , Ir Dendi P Ishak
MSIE dan Romadhani Ardi ST MT atas saran dan masukan yang bermanfaat
pada seminar 2 skripsi;
(4) Pihak departemen Can Making PT FFI yang telah mengijinkan saya dan
membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;
(5) Orang tua dan keluarga saya yang senantiasa mendukung dan mendoakan
saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;
(6) Teman teman TI EXUI 2009 yang telah berjuang bersama-sama selama ini
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok 28 Desember 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama : Antonius Tri Aryono Febrianto
NPM : 0906603902
Program studi : Teknik Industri
Fakultas : Teknik
Jenis karya :Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk diberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
PERHITUNGAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS PADA
JALUR PRODUKSI PEMBUATAN KALENG KEMASAN SUSU
KENTAL MANIS MENGGUNAKAN METODE ROOT CAUSE
ANALYSIS
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 28 Desember 2011
Yang menyatakan
(Antonius Tri Aryono Febrianto)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
vi
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
Skripsi, 28 Desember 2011
Antonius Tri Aryono Febrianto
PERHITUNGAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS PADA
JALUR PRODUKSI PEMBUATAN KALENG KEMASAN SUSU KENTAL
MANIS MENGGUNAKAN METODE ROOT CAUSE ANALYSIS
xxi + 122 halaman, 108 tabel, 87 gambar, 5 persamaan matematika
ABSTRAK
Latar belakang permasalahan penelitian ini adalah rendahnya nilai OEE jalur
produksi pembuatan kaleng kemasan untuk susu kental manis. Aktual nilai OEE
berada di angka 60 % hingga 70 %. Nilai tersebut masih berada dibawah target
yang tetapkan perusahaan. Penelitian ini bertujuan mendesain program untuk
meningkatkan nilai OEE pada jalur produksi tersebut. Ada 3 faktor yang
mempengaruhi rendahnya nilai OEE, yaitu faktor ketersediaan, kinerja dan
kualitas.
Berdasarkan data yang diperoleh ternyata faktor ketersediaan merupakan faktor
yang paling berpengaruh pada rendahnya nilai OEE. Jalur produksi pembuatan
kaleng kemasan terdiri atas 7 mesin . Rendahnya nilai ketersediaan ternyata
dipengaruhi oleh terjadinya kerusakan pada mesin mesin tersebut. Dari data yang
diperoleh, ternyata ada 4 mesin yang mendominasi terjadinya kerusakan pada
jalur produksi tersebut.Mesin-mesin tersebut adalah, mesin Body Maker, Parting,
Palletizer, dan mesin Seamer.
Langkah selanjutnya adalah melakukan Criticality Analysis pada mode kegagalan
yang sering terjadi pada mesin-mesin tersebut. Mode kegagalan dengan tingkat
kekritisan tinggi kemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan Fault Tree
Analysis (FTA). Dari hasil analisa tersebut akan didapatkan akar penyebab
terjadinya kerusakan pada mesin yang dijadikan dasar dalam membuat desain
program perbaikan. Dengan menerapkan langkah-langkah perbaikan tersebut,
diharapkan kerusakan pada mesin berkurang, sehingga nilai ketersediaan akan
naik, dan nilai OEE sebesar 80 % yang ditetapkan dapat terwujud.
Kata kunci:
OEE, Criticality Analysis, FTA
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
vii
UNIVERSITY OF INDONESIA
INDUSTRIAL ENGINEERING DEPARTMENT
INDUSTRIAL ENGINEERING PROGRAM
Skripsi, December 28th
2011
Antonius Tri Aryono Febrianto
CALCULATION OF OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS IN CAN
MAKING PRODUCTION LINE FOR SWEETENED CONDENSED MILK
PACKAGING USING ROOT CAUSE ANALYSIS METHODOLOGY
xxi + 122 pages, 108 tables, 87 figures, 5 mathematical equation
ABSTRACT
The background of this research is low value of can making production line for
sweetened condensed milk packaging. Actual OEE were 60 % to 70 %. That
amount is below the target company. This study aims at designing a program to
increase the value of the OEE on production lines. There are 3 factors that affect
the low value of OEE, ie the availability, performance and quality.
Based on the data, availability is the most influential factor on the low value of
OEE. Can making production line consists of 7 machines. The low value of
availability was affected by the occurrence of damage to the machines. From the
data obtained, there are 4 machines that dominate can making production line
breakdown , Body Maker machine , Parting, Palletizer, and seamer machine.
The next step is to conduct criticality Analysis on the failure mode that often
occurs in these machines. Failure modes with high criticality level then further
analyzed using the Fault Tree Analysis (FTA). From the analysis results will be
found the root cause of the damage to the machine relied upon in making design
improvements program. By implementing corrective measures, the expected
damage to the engine is reduced, so the value will increase availability, and value
of the OEE of 80% set can be realized.
Key word:
OEE, Criticality Analysis, FTA
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..............................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………...iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………iv
HALAMAN PERSETUJUANPUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………v
ABSTRAK ……………………………………………………………………...vi
ABSTRACT …………………………………………………………………...vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….viii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………...xvii
DAFTAR PERSAMAAN MATEMATIKA………………...………………xxi
BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….….1
1.2 Diagram keterkaitan masalah ………………………………………...3
1.3 Rumusan Permasalahan……………………………………………….4
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………...4
1.5 Ruang lingkup penelitian……………………………………………...4
1.6 Metodologi Penelitian………………………………………………...4
BAB 2. LANDASAN TEORI…………………………………………………..6
2.1 Overall Equipment Effectiveness…………………………………….6
2.1.1 Pengertian OEE…………………………………………….6
2.1.2 Perhitungan OEE…………………………………………...7
2.1.2.1 Perhitungan faktor ketersediaan………………….7
2.1.2.2 Perhitungan faktor kinerja………………………..8
2.1.2.3 Perhitungan faktor kualitas……………………….8
2.2 Root Cause Analysis………………………………………………..10
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
ix
2.2.1 FMECA …………………………………………………..11
2.2.1.1 Pengertian FMECA……………………………..11
2.2.1.2 Perbandingan FMECA………………………….11
2.2.2 Fault Tree Analysis (FTA)………………………………...17
BAB 3. PENGUMPULAN DATA …………………………………………...20
3.1 Gambaran umum obyek penelitian………………………………….20
3.2 Jalur produksi can making…………………………………………..21
3.3 Data kerugian pada peralatan……………………………………….25
3.3.1 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi ketersediaan
(A)……………………………………………………….25
3.3.1.1 Data tahun 2009…………………………………25
3.3.1.2 Data tahun 2010…………………………………27
3.3.1.3 Data tahun 2011………………………………....29
3.3.2 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kinerja
(P)………………………………………………………..38
3.3.2.1 Data Tahun 2009………………………………...39
3.3.2.2 Data tahun 2010………………………………...40
3.3.2.3Data bulan Januari hingga Juni 2011……………..41
3.3.3 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kualitas
(Q)…………………………………………………………42
3.3.3.1Data tahun 2009…………………………………..42
3.3.3.2 Data tahun 2010………………………………….43
3.3.3.3Data tahun 2011…………………………………..44
3.4 Detail data kerugian peralatan yang mempengaruhi ketersediaan…..47
3.4.1 Data penghentian rutin…………………………………….47
3.4.2 Data kegagalan pasokan…………………………………...48
3.4.3 Data kerusakan…………………………………………….49
BAB 4. PENGOLAHAN DATA ……………………………………………..52
4.1 Perhitungan OEE…………………………………………………....52
4.1.1 Perhitungan OEE tahun 2009……………………………..52
4.1.1.1 Perhitungan faktor ketersediaan (A)………………..52
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
x
4.1.1.2Perhitungan faktor kinerja (P)……………………….54
4.1.1.3 Perhitungan faktor kualitas (Q)……………………..55
4.1.1.4 Nilai OEE…………………………………………...56
4.1.2 Perhitungan OEE tahun 2010……………………………...58
4.1.2.1 Perhitungan faktor ketersediaan (A)………………..58
4.1.2.2 Perhitungan faktor kinerja (P)………………………59
4.1.2.3 Perhitungan faktor kualitas (Q)……………………..60
4.1.2.4 Nilai OEE…………………………………………...61
4.1.3 Perhitungan OEE tahun 2011……………………………...63
4.1.3.1 Perhitungan OEE bulan Januari 2011……………….63
4.1.3.2 Perhitungan OEE bulan Februari 2011…………..…67
4.1.3.3 Perhitungan OEE bulan Maret……………………....70
4.1.3.4 Perhitungan OEE bulan April 2011…………………74
4.1.3.5 Perhitungan OEE bulan Mei 2011…………………..77
4.1.3.6 Perhitungan OEE bulan Juni 2011…………………..81
4.1.3.7 Perhitungan nilai OEE bulan Januari-Juni 2011…….84
4.2 Evaluasi kekritisan dan Faul Tree Analysis………………………….90
4.2.1 Mesin Body maker……………………………………..…..92
4.2.1.1 Analisa kekritisan…………………………………...92
4.2.1.2 Akar penyebab kegagalan…………………………..93
4.2.2 Mesin parting……………………………………………..100
4.2.2.1 Analisa kekritisan………………………………….100
4.2.2.2 Akar penyebab kegagalan…………………………101
4.2.3 Mesin palletizer…………………………………………..107
4.2.3.1 Analisa kekritisan…………………………………107
4.2.3.2 Akar penyebab kegagalan………………………...107
4.2.4 Mesin seamer…………………………………………….111
4.2.4.1 Analisa kekritisan…………………………………111
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xi
4.2.4.2 Akar penyebab kegagalan………………………...109
4.3 Kesimpulan analisa………………………………………………...118
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………122
5.1 Kesimpulan………………………………………………………..122
5.2 Saran……………………………………………………………….122
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria evaluasi analisa kekritisan…………………………………..16
Tabel 2.2 Analisa kekritisan ……………………………………………………17
Tabel 3.1 Kerugian peralatan bulan Januari hingga Juni 2009………………….25
Tabel 3.2 Kerugian peralatan bulan Juli hingga Agustus 2009…………………26
Tabel 3.3 Kerugian peralatan tahun 2009……………………………………….26
Tabel 3.4 Kerugian peralatan bulan Januari hingga Juni 2010………………….27
Tabel 3.5 Kerugian peralatan bulan Juli hingga Desember 2010……………….27
Tabel 3.6 Kerugian peralatan tahun 2010………………………………………28
Tabel 3.7 Kerugian peralatan bulan Januari 2011……………………………....29
Tabel 3.8 Kerugian peralatan bulan Februari 2011……………………………..31
Tabel 3.9 Kerugian peralatan bulan Maret 2011………………………………..32
Tabel 3.10 Data kerugian peralatan bulan April 2011…………………………34
Tabel 3.11 Kerugian peralatan bulan Mei 2011………………………………..35
Tabel 3.12 Kerugian peralatan bulan Juni 2011……………………………….37
Tabel 3.13 Data penghentian minor bulan januari-Juni 2009………………….39
Tabel 3.14 Data penghentian minor bulan Juli-Desember 2009……………….39
Tabel 3.15 Data penghentian minor bulan Januari-Juni 2010…………………40
Tabel 3.16 Data penghentian minor bulan Juli-Desember 2010……………….40
Tabel 3.17 Data penghentian minor bulan Januari hingga Juni 2011………….41
Tabel 3.18 Data produk cacat tahun 2009……………………………………..42
Tabel 3.19 Data produk cacat tahun 2010……………………………………..43
Tabel 3.20 Data produk cacat bulan Januari 2011…………………………….44
Tabel 3.21 Data produk cacat bulan Februari 2011……………………………45
Tabel 3.22 Data produk cacat bulan Maret 2011……………………………... 45
Tabel 3.23 Data produk cacat bulan April 2011……………………………….45
Tabel 3.24 Data produk cacat bulan Mei 2011………………………………...46
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xiii
Tabel 3.25 Data produk cacat bulan Juni 2011………………………………...46
Tabel 3.26 Data produk cacat bulan januari-Juni 2011………………………..46
Tabel 3.27 Data penghentian rutin bulan januari hingga Juni 2011…………...47
Tabel 3.28 Data kegagalan pasokan area can making jalur 1 bulan Januari
hinggaJuni 2011…………………………………….…………...48
Tabel 3.29 Data kerusakan mesin area can making line 1 bulan Januari hinggaJuni
2011………………………………………………………………50
Tabel 4.1 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Januari-Juni 2009…………53
Tabel 4.2 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Juli-Desember 2009………53
Tabel 4.3 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2009……………….54
Tabel 4.4 Perhitungan tingkat kinerja bulan Juli-Agustus 2009………………54
Tabel 4.5 Perhitungan nilai kualitas bulan Januari-Juni 2009…………………55
Tabel 4.6 Perhitungan nilai kualitas bulan juli-Desember 2009………………56
Tabel 4.7 Nilai OEE bulan Januari-Juni 2009………………………………...57
Tabel 4.8 Nilai OEE bulan Juli-Desember 2009………………………………57
Tabel 4.9 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari-Juni 2010…………..58
Tabel 4.10 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Juli-Desember 2010………58
Tabel 4.11 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2010……………...59
Tabel 4.12 Perhitungan tingkat kinerja bulan Juli-Desember 2010……………59
Tabel 4.13 Perhitungan nilai kualitas bulan Januari-Juni 2010………………...60
Tabel 4.14 Perhitungan nilai kualitas bulan Juli-Desember 2010………………61
Tabel 4.15 Nilai OEE bulan Januari-Juni 2010………………………………....62
Tabel 4.16 Nilai OEE bulan Juli-Desember 2010……………………………....62
Tabel 4.17 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari 2011………………..64
Tabel 4.18 Perhitungan faktor kinerja bulan januari 2011……………………...65
Tabel 4.19 Perhitungan faktor kualitas bulan januari 2011…………………….66
Tabel 4.20 Perhitungan OEE bulan Januari 2011………………………………67
Tabel 4.21 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Februari 2011…………….68
Tabel 4.22 Perhitungan faktor kinerja bulan Februari 2011………………….68
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xiv
Tabel 4.23 Perhitungan faktor kualitas bulan Februari 2011…………………69
Tabel 4.24 Perhingan OEE bulan Februari 2011……………………………..70
Tabel 4.25 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Maret 2011……………...71
Tabel 4.26 Perhitungan tingkat kinerja bulan Maret 2011……………………71
Tabel 4.27 Perhitungan tingkat kualitas bulan Maret 2011…………………...72
Tabel 4.28 Perhitungan nilai OEE bulan Maret 2011…………………………73
Tabel 4.29 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan April 2011……………….74
Tabel 4.30 Perhitungan tingkat kinerja bulan April 2011……………………..75
Tabel 4.31 Perhitungan tingkat kualitas bulan April 2011…………………….76
Tabel 4.32 Perhitungan OEE bulan April 2011………………………………..76
Tabel 4.33 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Mei 2011…………………77
Tabel 4.34 Perhitungan tingkat kinerja bulan Mei 2011………………………78
Tabel 4.35 Perhitungan tingkat kualitas bulan Mei 2011……………………...79
Tabel 4.36 Perhitungan OEE bulan Mei 2011…………………………………80
Tabel 4.37 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan juni 2011…………………81
Tabel 4.38 Perhitungan faktor kinerja bulan Juni 2011………………………..82
Tabel 4.39 Perhitungan faktor kualitas bulan Juni 2011……………………….83
Tabel 4.40 Perhitungan nilai OEE bulan Juni 2011……………………………83
Tabel 4.41 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari-Juni 2011………....85
Tabel 4.42 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2011……………...86
Tabel 4.43 Perhitungan tingkat kualitas bulan Januari-Juni 2011…………….87
Tabel 4.44 Perhitungan nilai OEE bulan Januari-Juni 2011…………………..88
Tabel 4.45 Kerugian peralatan bulan januari-Juni 2011……………………....89
Tabel 4.46 Data kerusakan bulan Januari-Juni 2011……………………….....90
Tabel 4.47 Kriteria evaluasi analisa kekritisan………………………………..91
Tabel 4.48 FMECA mesin body maker……………………………………….93
Tabel 4.49 Event untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron pada feeder...94
Tabel 4.50 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron
pada feeder………………………………………….………………94
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xv
Tabel 4.51 Event untuk mode kegagalan body can macet……………….............96
Tabel 4.52 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan body can macet………..97
Tabel 4.53 Event utuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik……………98
Tabel 4.54 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak
baik………………………………………………………………….99
Tabel 4.55 FMECA mesin parting……………………………………………...100
Tabel 4.56 Event untuk mode kegagalan Posisi yang tidak sinkron……………101
Tabel 4.57 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan posisi yang tidak
sinkron…………………………………….……………………..102
Tabel 4.58 Event untuk mode kegagalan pemotongan yang tidak normal……..103
Tabel 4.59 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pemotongan tidak
normal………………………………………………….………..104
Tabel 4.60 Event untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi………106
Tabel 4.61 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak
berfungsi………………………………………….……………..106
Tabel 4.62 FMECA mesin palletizer…………………………………………..107
Tabel 4.63 Event untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar…………….108
Tabel 4.64 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan posisi yang tidak
benar…………………………………………………………....109
Tabel 4.65 Event untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem pneumatic…110
Tabel 4.66 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem
pneumatic…………………………………………………………110
Tabel 4.67 FMECA mesin seamer……………………………………………..111
Tabel 4.68 Event untuk mode kegagalan body can macet……………………..112
Tabel 4.69 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan body can macet………113
Tabel 4.70 Event untuk mode kegagalan kemacetan pada lid…………………114
Tabel 4.71 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan kemacetan pada lid….115
Tabel 4.72 Event untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik…………....117
Tabel 4.73 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan hasil seaming tidak
baik………………………………………………………..……..118
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xvi
Tabel 4.74 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin body maker...118
Tabel 4.75 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin parting……...119
Tabel 4.76 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin palletizer……120
Tabel 4.77 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin seamer……...121
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram keterkaitan masalah……………………………………….3
Gambar 1.2 Diagram alir metodologi penelitian…………………………………5
Gambar 2.1. Tabel OEE ………………………………………………………...9
Gambar 2.2. Lembar kerja FMECA (SAE-J1739) ……………………………12
Gambar 2.3. Lembar kerja FMECA (MIL-1629a) …………………………….12
Gambar 2.4. Lembar kerja analisa kekritisan (MIL-1629) …………………….13
Gambar 2.5. Lembar kerja analisa pemeliharaan (MIL-1629) …………………13
Gambar 2.6 Lembar kerja FMECA (IEC-60812) ……………………………...14
Gambar 2.7. Lembar kerja FMECA untuk sistem lintasan kereta api ………....15
Gambar 2.8 Matrik kekritisan untuk petrokimia plant ………………………...15
Gambar 2.9 Contoh struktur fault tree ………………………………………...18
Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan kaleng …………………………..24
Gambar 3.2 Diagram kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin …………………………………………….26
Gambar 3.3 Diagram Kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin……………………………………………. 27
Gambar 3.4 Diagram kerugian perlatan tahun 2010 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin………………………….…………………..28
Gambar 3.5 Diagram pie kerugian peralatan tahun 2010 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin. ……………………………………………..29
Gambar 3.6 Diagram kerugian peralatan bulan Januari 2011 ………………....30
Gambar 3.7 Diagram pie penggunaan mesin bulan Januari 20011 yang
mempengaruhi ketersedian mesin………………………………30
Gambar 3.8 Diagram kerugian peralatan bulan Februari 2011………………...31
Gambar 3.9 Diagram pie kerugian peralatan bulan Februari 2011 yang
mempengaruhi ketersediaan mesin …………………………….32
Gambar 3.10 Diagram kerugian peralatan bulan Maret 2011 ……………….. 33
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xviii
Gambar 3.11 Diagram pie kerugian peralatan bulan Maret 2011 yang
mempengaruhi ketersediaan mesin. …………….……………33
Gambar 3.12 Diagram kerugian peralatan bulan April 2011…………………35
Gambar 3.13 Diagram pie kerugian peralatan bulan April 2011 yang
mempengaruhi ketersediaan mesin …………………………35
Gambar 3.14 Diagram kerugian peralatan bulan Mei 2011 …………………..36
Gambar 3.15 Diagram kerugian peralatan bulan Mei 2011 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin …………………………………………..…37
Gambar 3.16 Diagram kerugian peralatan bulan Juni 2011…………………...38
Gambar 3.17 Diagram pie kerugian peralatan bulan Juni 2011 yang
mempengaruhi tingkat ketersediaan mesin …………………..38
Gambar 3.18 Diagram penghentian minor tahun 2009………………………..39
Gambar 3.19 Diagram penghentian minor tahun 2010………………………. 40
Gambar 3.20 Diagram penggunaan mesin bulan Januari-Juni 2011………… .41
Gambar 3.21 Diagram waktu produk cacat tahun 2009 ………………………43
Gambar 3.22 Diagram waktu produk cacat tahun 2010……………………….44
Gambar 3.23 Diagram waktu produk cacat bulan januari hingga Juni 2011…..47
Gambar 3.24 Diagram penghentian rutin area can making jalur 1 bulan Januari
hingga Juni 2011 ………………………………………………48
Gambar 3.25 Diagram hilangnya waktu karena kegagalan pasokan pada bulan
Januari hingga Juni 2011……………………………………….49
Gambar 3.26 Diagram kerusakan area can making jalur 1 bulan Januari hingga
Juni 2011………………………………………………….…….51
Gambar 4.1 Diagram tingkat ketersediaan tahun 2009 ………………………..53
Gambar 4.2 Diagram tingkat kinerja tahun 2009 ……………………………...55
Gambar 4.3 Diagram nilai kualitas tahun 2009 ………………………………..56
Gambar 4.4 Diagram nilai OEE tahun 2009 …………………………………..57
Gambar 4.5 Diagram tingkat ketersediaan tahun 2010 ……………………….59
Gambar 4.6 Diagram tingkat kinerja tahun 2010 ………………………………60
Gambar 4.7 Diagram nilai kualitas tahun 2010 ………………………………..61
Gambar 4.8 Diagram nilai OEE tahun 2010 …………………………………..62
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xix
Gambar 4.9 Diagram tingkat ketersediaan bulan Januari 2011…………………64
Gambar 4.10 Diagram tingkat kinerja bulan januari 2011 ……………………..65
Gambar 4.11 Diagram nilai kualitas bulan Januari 2011 ……………………….66
Gambar 4.12 Diagram nilai OEE bulan Januari 2011 ……………………….....67
Gambar 4.13 Diagram tingkat ketersediaan bulan Februari 2011 ……………....68
Gambar 4.14 Diagram tingkat kinerja bulan Februari 2011……………………..69
Gambar 4.15 Diagram nilai kualitas bulan Februari 2011 ………………………69
Gambar 4.16 Diagram nilai OEE bulan Februari 2011………………………….70
Gambar 4.17 Diagram tingkat ketersediaan bulan Maret 2011………………….71
Gambar 4.18 Diagram tingkat kinerja bulan Maret 2011………………………..72
Gambar 4.19 Diagram nilai Kualitas bulan Maret 2011………………………...73
Gambar 4.20 Diagram nilai OEE bulan Maret.2011……………………………73
Gambar 4.21 Diagram tingkat ketersediaan bulan April 2011………………....74
Gambar 4.22 Diagram tingkat kinerja bulan April 2011……………………….75
Gambar 4.23 Diagram nilai kualitas bulan April 2011………………………...76
Gambar 4.24 Diagram nilai OEE bulan April 2011 ………………………….77
Gambar 4.25 Diagram tingkat ketersediaan bulan Mei 2011………………….78
Gambar 4.26 Diagram tingkat kinerja bulan Mei 2011………………………..79
Gambar 4.27 Diagram nilai kualitas bulan Mei 2011………………………….79
Gambar 4.28 Nilai OEE bulan Mei 2011………………………………………80
Gambar 4.29 Diagram tingkat ketersediaan bulan Juni 2011…………………..81
Gambar 4.30 Diagram tingkat kinerja bulan Juni 2011………………………..82
Gambar 4.31 Diagram nilai kualitas bulan Juni 2011………………………….83
Gambar 4.32 Diagram nilai OEE bulan Juni 2011……………………………..84
Gambar 4.33 Diagram tingkat ketersediaan bulan januari-Juni 2011………….85
Gambar 4.34 Diagram tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2011……………….86
Gambar 4.35 Diagram nilai kualitas bulan Januari-Juni 2011…………………87
Gambar 4.36 Diagram nilai OEE bulan Januari-Juni 2011………………………88
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xx
Gambar 4.37 Diagram pie kerugian pada peralatan bulan Januari-Juni 2011 yang
mempengaruhi tingkat ketersediaan……………………………...89
Gambar 4.38 Diagram pareto kerusakan peralatan……………………………...90
Gambar 4.39 Matrik kekritisan area can making line 1………………………….92
Gambar 4.40 FTA untuk pergerakan tidak sinkron pada feeder………………...93
Gambar 4.41 FTA untuk mode kegagalan body can macet……………………...95
Gambar 4.42 Diagram FTA untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik..98
Gambar 4.43 Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi tidak sinkron………101
Gambar 4.44 Diagram FTA untuk mode kegagalan pemotongan yang tidak
normal…………………………………………………….…..103
Gambar 4.45 Diagram FTA untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak
berfungsi………………………………………..…………….105
Gambar 4.46 Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar….108
Gambar 4.47 Diagram FTA untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem
pneumatic………………………………………….………….109
Gambar 4.48 Diagram FTA untuk mode kegagalan body can macet …….......111
Gambar 4.49 Diagram FTA untuk mode kegagalan kemacetan pada lid …….114
Gambar 4.50 Diagram FTA untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik .116
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xxi
DAFTAR PERSAMAAN MATEMATIKA
Persamaan 2.1. OEE…………………………………..…………………………6
Persamaan 2.2. Ketersediaan (Availability)…………………………..….............7
Persamaan 2.3. Kinerja (Performance)……………………..…………………….8
Persamaan 2.4. Kualitas (Quality)………………………..……………...............8
Persamaan 3.1. Waktu produk cacat……………..……………………..............42
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam menghadapi persaingan industri yang semakin kompetitif, banyak
perusahaan menerapkan konsep Total Productive Maintenance. Konsep
pemeliharaan yang diperkenalkan oleh Japan Institute of Plant Maintenance
(JIPM) pada tahun 1971 tersebut, mampu memberikan beberapa keuntungan yang
dibutuhkan oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan global. Dua
diantaranya adalah, memaksimalkan efektifitas peralatan dan menciptakan sistem
productive maintenance pada peralatan. Pada umumnya tingkat efektifitas
peralatan didapatkan melalui perhitungan Overall Equipment Effectiveness
(OEE).
Overall Equipment Effectiveness merupakan suatu metode yang
digunakan untuk mengukur akibat gabungan dari faktor ketersediaan, kinerja, dan
kualitas. Peter Willmott dan Dennis McCarthy (2001) mengatakan pengukuran
OEE mesin akan memungkinkan operator atau tim untuk memfokuskan upaya
mereka untuk mengeliminasi enam kerugian klasik yaitu, kerusakan, waktu
persiapan dan pertukaran, menjalankan mesin pada kecepatan rendah, penghentian
minor, produk cacat, dan kerugian start up.
Selama lebih dari 85 tahun, Frisian Flag Indonesia, pemimpin pasar di
industri susu Indonesia dan ahli nutrisi susu bertaraf internasional, berkomitmen
untuk terus-menerus menyediakan produk susu berkualitas terbaik dan bernutrisi
tinggi bagi seluruh anggota keluarga Indonesia. Sebagai afiliasi Royal Friesland
Campina di Belanda, yang dikenal di seluruh dunia sebagai ahli susu, Frisian Flag
Indonesia berkomitmen untuk mengikuti standar internasional tertinggi dalam
proses produksi susu yang dihasilkan.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
2
Overall Equipment Effectiveness (OEE) inilah yang menjadi landasan bagi
FFI untuk mengevaluasi “continuous improvement” yang diterapkan dalam
rangka menghadapi persaingan global yang makin kompetitif.
Salah satu produk yang yang menjadi andalan FFI adalah susu kental
manis dalam kemasan kaleng. FFI memiliki beberapa line produksi kusus untuk
pembuatan kaleng, yang biasa disebut area Can Making, Saat ini nilai OEE Can
Making jalur 1 berkisar di angka 60%. Tentu saja nilai tersebut masih dibawah
target 80% yang ditetapkan perusahaan. Semakin tinggi nilai OEE menandakan
semakin efektif suatu aset, dan semakin berkurangnya kerugian.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
3
1.2 Diagram keterkaitan masalah
Gambar 1.1 Diagram keterkaitan masalah
Meningkatakan nilai
OEE
Mengurangi Biaya
tidak langsung akibat
kerugian mesin
Mengurangi kerugian
pada mesin
Rencana perbaikan
peningkatan OEE
Rendahnya nilai OEE
Rendahnya tingkat
ketersediaan mesin
karena kerugian mesin
Lamanya
persiapan,
pembersihan.
Ketidaktersediaa
n material
Kualitas material
yang kurang baik
Program
pemeliharaan yang
belum sempurna
Seringnya
kerusakan mesin
Hilangnya waktu
karena memproduksi
produk yang gagal.
Kegagalan
pasokan
Lamanya
penghentian rutin.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
4
1.3 Rumusan Permasalahan
Permasalahan dari penelitian ini adalah tidak tercapainya nilai OEE (Overall
Equipment Effectiveness) Can Making jalur 1. Nilai OEE saat ini berkisar di
angka 60 %, nilai tersebut masih dibawah target OEE yang ditetapkan perusahaan,
yaitu 80%.
1.4 Tujuan Penelitian
Membuat desain program peningkatan nilai OEE (Overall Equipment
Effectiveness) Can Making jalur 1 agar dapat memenuhi target yang ditetapkan
perusahaan.
1.5 Ruang lingkup penelitian
Pengambilan data pada proses pembuatan kaleng (Can making jalur 1)
Pengambilan data penggunaan mesin, data produksi dan data kualitas
sebagai dasar perhitungan OEE diambil dari bulan Januari 2009 hingga
Juni 2011.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan metodologi Root Cause Analysis (RCA)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
5
Gambar 1.2 Diagram alir metodologi penelitian
Mulai
Rumusan Permasalahan,
rendahnya nilai OEE
Mengumpulkan data penghentian
minor
Menentukan tujuan,
peningkatan nilai OEE
Perhitungan OEE
Mengumpulkan data
kerusakan mesin,
penghentian rutin dan
kegagalan pasokan
Mengumpulkan data
kualitas
Merumuskan desain program
untuk perbaikan
Menyimpulkan penelitian
Menghitung tingkat kinerja mesin
(P)
Menghitung
ketersediaan mesin (A)
Menghitung faktor
kualitas (Q)
Mencari akar permasalahan
dengan metode RCA
Laporan
harian
produksi
Selesai
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Overall Equipment Effectiveness
2.1.1 Pengertian OEE
OEE didefinisikan oleh Nakajima (1988) sebagai suatu pendekatan untuk
mengevaluasi kemajuan yang dicapai dari inisiatif perbaikan yang merupakan
bagian dari filosofi Total Productive Maintenance. OEE merupakan suatu alat
yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa akibat gabungan dari
faktor ketersediaan, kinerja dan kualitas.
Dengan demikian, OEE berupaya untuk mengidentifikasi kerugian produksi dan
biaya tidak langsung dan tersembunyi lainya, yang menurut Ericsson (1997)
merupakan penyumbang sebagian besar dari total biaya produksi. Kerugian ini
diformulasikan sebagai fungsi dari komponen yang saling terpisah, yaitu
ketersediaan (A), kinerja (P), dan kualitas (Q). OEE adalah hasil perkalian dari 3
faktor diatas:
OEE = A X P X Q (2.1)
Robinson dan Ginder (1995) menyatakan OEE sebagai pengukuran efektifitas
utilisasi dari aset dengan menyatakan akibat dari kerugian peralatan:
1. Waktu penghentian
2. Waktu yang dibutuhkan untuk persiapan dan penyesuaian
3. Persiapan yang tidak efisien
4. Waktu yang hilang karena peralatan.
5. Penghentian minor
6. Beroperasi dengan kecepatan dibawah ideal
7. Memproduksi produk di luar spesifikasi atau cacat, pengerjaan ulang, atau
dijual dengan harga yang lebih rendah.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
7
Sekine dan Arai (1998) mengkategorikan 7 kerugian peralatan kedalam 3 faktor
perhitungan OEE. Kerugian 1 hingga 4 merupakan bagian dari ketersediaan,
kerugian 5 dan 6 merupakan bagian dari kinerja peralatan, kerugian 7 merupakan
kualitas dari proses.
Pada kenyataannya, OEE mengukur seberapa baik potensi proses produksi atau
peralatan. Melalui perhitungan yang baik, hal ini juga dapat menunjukkan target
realistis yang dapat dicapai untuk perbaikan.
Pengukuran OEE tidak hanya terbatas pada efektivitas peralatan, namun dapat
diterapkan pada bisnis secara keseluruhan, menilai produktivitas rantai nilai dari
pemasok ke pelanggan. OEE adalah indikator nilai kenerja yang dapat diterapkan
pada 3 tingkatan:
1. Mesin atau proses : floor to floor OEE
2. Jalur produksi atau pabrik : door to door OEE
3. Pemasok ke pelanggan : value chain OEE
2.1.2 Perhitungan OEE
2.1.2.1 Perhitungan faktor ketersediaan
Faktor Ketersediaan mengukur waktu total ketika sistem tidak beroperasi karena
adanya kerusakan mesin, persiapan, penyesuaian, dan kemacetan lainya.(Jonsson,
Lesshammar,1999). Ketersediaan dihitung menggunakan rumus seperti dibawah
ini.. Dalam rumus tersebut, Waktu pemuatan adalah lamanya mesin beroperasi
setelah dikurangi aktivitas yang direncanakan yang menggangu produksi, sebagai
contoh: kegiatan pemeliharaan yang direncanakan, jam istirahat karyawan
produksi, inisiatif perbaikan atau pengujian mesin, pemeliharaan yang dilakukan
operator dan lain sebagainya.
(2.2) A = waktu pemuatan – waktu penghentian
waktu pemuatan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
8
2.1.2.2 Perhitungan faktor kinerja
Faktor OEE yang kedua adalah tingkat kinerja, mengukur rasio kecepatan
operasi peralatan yang aktual (kecepatan ideal dikurangi berkurangnya kecepatan ,
penghentian minor, dan mesin tidak beroperasi) dibandingkan dengan kecepatan
ideal itu sendiri (Jonsson, Lesshammar, 1999). Akan tetapi, Nakajima (1988)
mengukur jumlah output yang tetap, dan dalam definisi kinerja, hal ini
mengindikasikan deviasi aktual produksi dalam waktu dibandingkan dengan
waktu siklus yang ideal. Kinerja (P) dapat dihitung dengan persamaan berikut:
(2.3)
2.1.2.3 Perhitungan faktor kualitas
Faktor ketiga dari OEE adalah kualitas (Q). Kualitas mengindikasikan proporsi
cacat produksi terhadap total volume produksi. Kerakteristik penting yang
ditekankan pada konsep kualitas berikut hanya melibatkan cacat yang terjadi pada
tahap tertentu dari suatu produksi, biasanya mesin yang spesifik, atau jalur
produksi. Kualitas (Q) dihitung mengunakan persamaan berikut:
(2.4)
Pada contoh gambar 2.1, Ada 12 jam waktu tersedia yang kemudian dikurangi 2
jam untuk pemeliharaan yang direncanakan. Waktu 2 jam tersebut dan
penghentian yang direncanakan lainya tidak termasuk ke dalam perhitungan OEE.
Dari 10 jam yang tersisa, 2 jam telah hilang karena adanya penghentian seperti
kerusakan mesin dan pertukaran.
P = waktu siklus yang ideal x keluaran
waktu operasi
Q = masukan - jumlah cacat kualitas
masukan
Ketersediaan (A) = 8 jam
10 jam
= 0,8 = 80%
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
9
Dari 8 jam mesin beroperasi, 2 jam hilang karena penghentian minor dan waktu
siklus yang lambat.
6 jam keluaran dari waktu operasi bersih, 2 jam hilang karena produk cacat dan
dikerjakan ulang.
Berdasarkan ketersediaan (A), kinerja (P), Kualitas (Q), maka OEE dapat dihitung
sebagai berikut:
OEE = A X P X Q = 0,8 x 0,75 x 0,66 = 0,4 = 40%
Gambar 2.1. Tabel OEE
(Sumber: Diadaptasi dari Braglia (2009))
Kinerja (P) = 6 jam
8 jam
= 0,75 = 75%
Kualitas (Q) = 4 jam
6 jam
= 0,66 = 66%
Waktu dasar
Waktu operasi
Waktu pemuatan
Ketersediaan (A)
Waktu operasi bersih
Kinerja (P)
Waktu operasi
yang berharga
Kualitas (Q)
Penghentian
yang
direncanakan
Penghentian
Kecepatan
berkurang
Kerugian
kualitas
=12 jamketersediaan saat awal
= 10 jam
= 8 jam
= 6 jam
= 4 jam waktu
operasi yang
berharga
2 jam Penghentian yang
direncanakan untuk
pemeliharaan
pencegahan
2 jam penghentian karena
kerusakan, persiapan,
permulaan, dan peralatan
2 jam kerugian kecepatan
karena penghentian minor
dan waktu siklus yang lambat.
2 jam hilang karena
cacat dan pengerjaan
ulang
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
10
2.2 Root Cause Analysis
Root Cause Analysis (RCA) adalah sebuah proses yang didesain untuk
menyelidiki dan mengkategorikan akar penyebab dari suatu peristiwa yang
memiliki dampak terhadap keselamatan, kesehatan, lingkungan, kualitas,
kehandalan, dan produksi (James J. Rooney dan Lee N.Vanden Heuvel, 2004).
Pelaksanaan RCA akan memperbaiki dan mengurangi akar penyebab yang
meminimalkan terulangnya kegagalan (Anthony, 2004: Cameron, Holmes, dan
Chen, 2008). RCA meliputi elemen dasar seperti, material, lingkungan,
manajemen, dan metode operasi. Beberapa teknik RCA adalah, 5 Whys, Failure
Mode and Effects Analysis (FMEA), Fault Tree Analysis (FTA), dan diagram
pareto.
FMEA adalah analisa ketahanan sistematik yang menentukan semua
kemungkinan mode kegagalan dari suatu produk untuk memastikan akibatnya
terhadap sistem (Cai, dan Wu, 2004). FMEA kemudian diikuti Criticality
Analysis (CA) (Guo, Gao, Yang, dan Kang, 2009), yang bertujuan untuk
mengklasifikasikan setiap mode kegagalan yang ditentukan oleh FMEA
berdasarkan tingkatan kekritisan. Kedua teknik FMEA dan CA akan membentuk
FMECA.
Fault Tree Analysis (FTA) adalah metode deduktif yang mengasumsikan
kegagalan sistem dari atas ke bawah dan menganalisa alasan yang memungkinkan
untuk kegagalan. Kombinasi FMECA dan FTA diadopsi untuk melakukan RCA.
Disini mode kegagalan yang kritikal akan digunakan sebagai obyek FTA (top
event)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
11
2.2.1 FMECA
2.2.1.1 Pengertian FMECA
FMECA (Failure Mode, Effect, and Criticality Analysis) adalah prosedur untuk
mengidentifikasi potensi kegagalan, menentukan penyebab dan akibat dari mode
kegagalan dan menghilangkan efeknya terhadap sistem. FMECA telah digunakan
secara luas dalam industri. Pada awal tahun 1949, sektor pertahanan Amerika
menciptakan FMECA sebagai analisis terhadap kehandalan. FMECA adalah
metode analisis dimana semua potensi kegagalan ditemukan, penyebab dan akibat
dari kegagalan dianalisa, kegagalan yang kritikal ditentukan, dan metode untuk
menghilangkan efek dari kegagalan kritis.
Metode analisis tersebut distandarkan dengan MIL-1629a oleh sector pertahanan
US, kemudian dimodifikasi menjadi SAE-J1739 dan SAE-ARP5580 oleh industri
otomotif.
2.2.1.2 Perbandingan FMECA
Prosedur FMECA di berbagai sektor industri hampir sama dalam hal konsep dan
persiapan. Karakteristik tiap prosedur FMECA harus ditentukan dengan
menganalisa lembar kerja FMECA. Lembar kerja SAE-J1739 yang digunakan
dalam industry otomotif, MIL-1629a digunakan dalam industri militer, dan IEC-
60812 digunakan dalam industri elektronik.
1. SAE-J1739
Lembar kerja SAE-J1739 ditunjukan pada gambar 2.2. Karakteristik utama dari
lembar kerja SAE-J1739 adalah FMECA terdiri dari 2 analisa, yaitu FMEA dan
CA (Criticality Analysis). Dalam gambar tersebut ditunjukkan kedua mode
kegagalan dan analisa kritis dianalisa dalam satu lembar kerja. Tingkatan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
12
kekritisan berdasarkan RPN (Risk Priority Number) yang merupakan perkalian
dari tingkat keparahan (S), tingkat terjadinya (O), dan tingkat deteksi (D).
Gambar 2.2. Lembar kerja FMECA (SAE-J1739)
2. MIL 1629
Lembar kerja MIL 1629a ditunjukkan pada gambar 2.3. Karakteristik pertama
adalah FMEA harus dilakukan terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh CA
(Criticality Analysis), tidak seperti J1739.
Gambar 2.3. Lembar kerja FMECA (MIL-1629a)
Nomor FMEA :
Halaman:
Item : Penanggungjawab proses : Disiapkan oleh :
Model tahun / kendaraan : Tanggal kunci : Tanggal FMEA :
Aksi yang
diambil S O D RPN
Hasil perbaikan
FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS
Fungsi
proses
Mode
kegagalan
potensial
Potensial
efek dari
kegagalan Keparahan Kelas
Target
penyelesaian
Penyebab
potensial
kegagalan Kejadian
Desain
kontrol
aktual Deteksi RPN
Rekomendasi
perbaikan
Sistem : Tanggal :
Tingkatan ketentuan : Halaman :
Referensi gambar : Dipenuhi oleh :
Misi : Desetujui oleh :
Efek lokal Selanjutnya Efek terakhir
Metode
deteksi
kegagalan Kompensasi
Tingkat
keparahan Catatan
FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS
Nomor
Identifikasi
ID Item
fungsional Fungsi
Mode
kegagalan
dan
penyebab
Fase misi
dan mode
operasional
Efek kegagalan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
13
Dengan kata lain, mode kegagalan yang serius ditentukan dengan FMEA terlebih
dahulu, kemudian CA dilakukan hanya untuk mode kegagalan yang serius.
Karakteristik kedua adalah MA (Maintainability Analysis). MA dilakukan
berdasarkan keluaran dari FMEA dan CA. Pembuat desain sistem sebaiknya
menyebutkan mode kegagalan, indikator kegagalan, akibat kegagalan, tingkat
keparahan, metode deteksi dan dasar pemeliharaan. Lembar kerja CA dan MA
ditunjukkan pada gambar 2.4 dan gambar 2.5.
Gambar 2.4. Lembar kerja analisa kekritisan (MIL-1629)
Gambar 2.5. Lembar kerja analisa pemeliharaan (MIL-1629)
Sistem : Tanggal :
Tingkatan ketentuan : Halaman :
Referensi gambar : Dipenuhi oleh :
Misi : Desetujui oleh :
Probabilitas
kegagalan
Tingkat kegagalan
sumber data Catatan
CRITICALITY ANALYSIS
Probabilitas
efek
kegagalan
Rasio mode
kegagalan
Tingkatan
kegagalan
Waktu
operasi
Mode
kegagalan Item
Nomor
identifikasi
ID Item
fungsional Fungsi
Mode
kegagalan
dan
penyebab
Fase misi dan
mode
operasional
Tingkat
keparahan
Sistem : Tanggal :
Tingkatan ketentuan : Halaman :
Referensi gambar : Dipenuhi oleh :
Misi : Desetujui oleh :
Efek
lokal
Efek
selanjutn
Efek
terakhir
FAILURE MODE EFFECTS AND CRITICALITY ANALYSIS
MAINTAINABILITY INFORMATION
Nomor
identifikasi
ID item
fungsional Fungsi
Mode
kegagalan
dan
penyebab
Efek kegagalan
Tingkat
keparahan
Prediktabilitas
kegagalan
Deteksi
kegagalan
Pemeliharaan
dasar Catatan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
14
Karakteristik ketiga dari MIL 1629a adalah, tidak seperti SAE-J1739,
nomorkekritisan tidak ditujukan pada penyebab kegagalan, namun pada mode
kegagalan.
Pada MIL 1629a, efek kegagalan dibedakan menjadi efek lokal, efek pada
tingkatan berikutnya, dan efek terakhir. Efek lokal hanya mempengaruhi item
pada tingkatan yang sama. Sedangkan efek pada tingkatan berikutnya hanya
mempengaruhi item pada tingkatan lebih lanjut dalam hirarki sistem, dan efek
paling akhir mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Dengan menganalisa 3
efek, memungkinkan untuk mengerti aliran dari efek yang disebabkan oleh
kegagalan pada sistem.
3. IEC-60812
Gambar 2.6 Lembar kerja FMECA (IEC-60812)
Spesifikasi proses pada IEC-60812 serupa dengan MIL-1629a. Lembar kerja IEC-
60812 ditunjukkan pada gambar 2.6. Namun tidak seperti MIL-1629a, kelas
kritikalitas hanya dapat ditentukan secara kualitatif.
Berdasarkan karakteristik dari MIL 1629a, IEC-60812, dan SAE-J1738, prosedur
FMECA diajukan dengan lembar kerja ditunjukkan pada gambar 2.7. Lembar
kerja tersebut menampilkan FMEA dan CA dalam satu lembar kerja.
Produk akhir : Item: Disiapkan oleh :
Periode operasi: Revisi: Tanggal :
Item
referensi
Deskripsi
item dan
fungsi
Mode
kegagalan
Kode
mode
kegagalan
Penyebab
kegagalan
Efek
lokal
Efek
akhir
Metode
deteksi Kompensasi
Tingkat
keparahan
Frekuensi
atau
probabilitas
kejadian Catatan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
15
Gambar 2.7. Lembar kerja FMECA untuk sistem lintasan kereta api
Sumber: J. H. KIM , H. Y. JEONG dan J. S. PARK (2009)
Criticality Analysis pada setiap mode kegagalan ditambahkan ke FMEA untuk
menggolongkan kekritisan dari mode kegagalan untuk menetapkan strategi
pemeliharaan. Hasil dari criticality analysis pada ethylene plant ditunjukkan pada
matrik (Gambar 2.8).
Gambar 2.8 Matrik kekritisan untuk petrokimia plant
Sumber: Dacheng Li dan Jinji Gao (2010)
Sistem : Tanggal :
Tingkatan ketentuan : Halaman :
Gambar referensi : Disiapkan oleh :
Disetujui oleh :
Lokal berikutnya Akhir Frekuensi Keparahan Kritikalitas
Analisis kritisTugas
pemeliharaan
FAILURE MODE EFFECTS AND CRITICALITY ANALYSIS
Nama
part ID part Fungsi
Mode
kegagalan
Penyebab
kegagalan
Efek kegagalan
EL M H H H
EL M H H H
D L M M H H D L M M H H
C L L M H H C L L M H H
B L L M M H B L L M M H
A L L L M H A L L L M H
I II III IV V I II III IV V
EM M H H H
EL M M H H
D L M M H H D L L M M H
C L L M M H C L L L M M
B L L L M H B L L L L M
AL L L M M
AL L L L L
I II III IV V I II III IV V
Pro
bab
ilita
s ke
gaga
lan
Konsekuensi terhadap kerugian produksi
Pro
bab
ilita
s ke
gaga
lan
Konsekuensi terhadap biaya pemeliharaan
Pro
bab
ilita
s ke
gaga
lan
Konsekuensi terhadap keselamatan
Pro
bab
ilita
s ke
gaga
lan
Konsekuensi terhadap lingkungan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
16
Absis dari matrik menunjukan konsekuensi dari kegagalan, sedangkan ordinat
menunjukan kemungkinan dari kegagalan. Evaluasi kekritisan dibagi kedalam 4
aspek: keselamatan, lingkungan, kerugian produksi, dan biaya maintenance (Tabel
2.1).
Tabel 2.1 Kriteria evaluasi analisa kekritisan
Sumber: Dacheng Li dan Jinji Gao (2010)
Mode kegagalan dari ethylene refrigerant compressor beberapa diantaranya,
getaran yang tidak normal, suhu yang tinggi pada bantalan gelinding, kebocoran
seal, suhu yang tinggi pada discharge, unit tidak bekerja secara normal, shutdown
yang tidak normal dan adanya hentakan. Analisa kekritisan ditunjukan pada tabel
2.2. Terdapat 2 kekritisan tinggi, 2 kekritisan menengah, dan 2 kekritisan rendah.
Item Level Kriteria
Probabilitas kejadian E Terjadi lebih dari 5 kali dalam siklus pemeliharaan
D Terjadi 4 kali dalam siklus pemeliharaan
C Terjadi 3 kali dalam siklus pemeliharaan
B Terjadi 2 kali dalam siklus pemeliharaan
A Terjadi 0-1 kali dalam siklus pemeliharaan
Konsekuensi keselamatan V Lebih dari 1 kehilangan nyawa pada kecelakaan yang besar.
IV Meninggal dengan segera, atau 30 hari setelah kecelakaan
III
Cacat fisik, Kehilangan pendengaran, visual, bahaya yang serius bagi
kesehatan manusia
II
Kerusakan menengah pada tubuh manusia, bahaya menengah bagi
kesehatan manusia.
I
Tidak ada kerusakan pada tubuh manusia, tidak berbahaya bagi
kesehatan manusia
Konsekuensi lingkungan V Perubahan struktur ekosistem yang signifikan
IV Polutan yang banyak, Polutan mengandung racun yang tinggi
III Beberapa jenis polusi yang dihasilkan dan hasilnya cukup besar.
II Jenis polusi yang dihasilkan sedikit, dapat diselesaikan oleh sistem
I Tidak air limbah, limbah gas, radiasi, gelombang elektromagnet, dalam
rentang yang masih diijinkan oleh indeks perlindungan lingkungan
Konsekuensi kerugian produksi V Berhenti lebih dari 24 jam
IV Berhenti antar 8 hingga 24 jam
III Berhenti kurang dari 8 jam
II Pengurangan output atau kualitas produk
I Tidak ada efek
Konsekuensi biaya pemeliharaan V > RMB 50.000
IV RMB 20.000-RMB 50.000
III RMB 10.000-RMB 20.000
II RMB 5000-RMB 10.000
I <RMB5000
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
17
Tabel 2.2 Analisa kekritisan
Sumber: Dacheng Li dan Jinji Gao (2010)
2.2.2 Fault Tree Analysis (FTA)
Konsep FTA pertamakali diperkenalkan oleh H.A. Watson di tahun 1961, atas
permintaan U.S.Air Force (Ericson, 1999). Pada tahun 1963, Boeing adalah
perusahaan komersil pertama yang memperkenalkan keuntungan FTA dan
membangun aplikasi FTA (Ericson, 1999). Mengikuti kemajuan penggunaan FTA
dalam industri kedirgantaraan, teknik FTA mulai diterima secara luas di antara
praktisi di industri nuklir. Sejak itu, kontribusi yang signifikan telah dibuat dalam
memajukan FTA dengan mengembangkan algoritma dan perangkat lunak untuk
memecahkan pohon kesalahan (Ericson 1999).
NASA mendefinisikan pohon kesalahan sebagai "sebuah model grafis dari
berbagai kombinasi kesalahan yang paralel dan sekuensial yang akan
mengakibatkan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan yang telah ditetapkan.
Kesalahan dapat merupakan peristiwa yang terkait dengan kegagalan komponen
hardware, kesalahan manusia, kesalahan perangkat lunak, atau peristiwa terkait
lainnya yang dapat menyebabkan peristiwa yang tidak diinginkan (2002, 2).
Peristiwa yang tidak diinginkan dari sistem diwakili oleh top event dalam struktur
pohon kesalahan. Analis selanjutnya menentukan dengan segera penyebab
terjadinya top event, yang merupakan intermediate event (gate event).
Mode kegagalan PF CS Level CE Level CP Level CM Level Criticality
Getaran yang tidak normal D II M I L V H V H H
Suhu yang tinggi pada bantalan
gelinding D II M I L V H V H H
Kebocoran pada seal D III M I L V H V H H
Suhu yang tinggi pada discharge C I L I L II L II L L
Unit tidak dapat bekerja C I L I L III L III L M
Shutdown yang tidak normal C I L I L V L V H H
Hentakan C III M I L V L V M M
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
18
Intermediate event (gate event) kemudian diperlakukan sebagai sub top event, dan
analis menentukan penyebab intermediate. Analis melanjutkan analisa hingga
mendapatkan primary event (basic event dan undeveloped event).
Primary event adalah event yang tidak dikembangkan lebih lanjut. Gerbang logika
mengintegrasikan primary event dengan top event. Gerbang logika yang paling
umum digunakan untuk menghubungkan primary event dengan top event adalah
gerbang AND dan OR. Gerbang AND mengindikasikan even diatasnya tidak akan
terjadi hingga semua event dibawahnya terjadi. Gerbang OR mengindikasikan
bahwa event pada level yang lebih rendah sudah cukup bagi event diatasnya untuk
terjadi.
Gambar 2.9 Contoh struktur fault tree
Sumber: Mohamed Abdelrahman Mohamed Abdelgawad ( 2011)
Fault Tree (FT) secara metematika diwakili oleh persamaan Boolean. FTA
kualitatif mengidentifikasikan minimal cut set. Ayyub mendefinisikan minimal
cut set (MCS) sebagai cut set dengan kondisi salah satu dari basic event yang
tidak terjadi menyebabkan tidak terjadinya top event. Kemudian MCS dapat
dilihat sebagai jumlah kombinasi yang terkecil pada basic event, yang jika terjadi
bersamaan akan menyebabkan terjadinya top even. FTA kualitatif mewakili
perhitungan probabilitas terjadinya top even.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
19
Keberhasilan FTA membutuhkan langkah-langkah berikut (NASA 2002, Ferdous
2006):
1. Mencari pengetahuan tentang sistem yang akan dianalisa.
2. Menetukan top event
3. Menentukan aturan dasar, termasuk prosedur bagaimana menamai basic
event dan gate event.
4. Menetapkan ruang lingkup analisa, dilanjutkan dengan konstruksi fault
tree.
5. Menjalankan FTA kualitatif dengan menghitung MCS
6. Menjalankan FTA kuantitatif dengan menghitung probabilitas top event
7. Mengevaluasi tingkatan kontribusi akar penyebab terhadap top event.
8. Menganalisa dan menafsirkan hasilnya.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
20
BAB 3
PENGUMPULAN DATA
3.1 Gambaran umum obyek penelitian
Semua ini dimulai di tahun 1922 dengan merek susu Friesche Vlag atau yang
lebih dikenal sebagai Susu Bendera diimpor dari Cooperative Condensfabriek
Friesland di Belanda, sekarang Royal FrieslandCampina.
Sebagai ahli nutrisi susu bertaraf internasional, FRISIAN FLAG INDONESIA
memproduksi dan memasarkan berbagai jenis produk termasuk susu bubuk, susu
cair siap minum dan susu kental manis. Frisian Flag Indonesia mengoperasikan
dua fasilitas produksi yang canggih di Pasar Rebo dan Ciracas, Jakarta Timur.
Pabrik di Pasar Rebo memproduksi susu bubuk dan pabrik di Ciracas
memproduksi susu cair serta susu kental manis.
Proses produksi susu di FRISIAN FLAG INDONESIA menggunakan teknologi
mutakhir dan praktek sterilisasi terbaik dari awal hingga akhir untuk menghindari
kontaminasi dalam proses produksinya, praktek ini yang dikenal sebagai Good
Manufacturing Practices (GMP).
FRISIAN FLAG INDONESIA mengikuti standar sertifikasi produksi kelas dunia
tertinggi untuk memastikan hasil produksi yang berkualitas tinggi bagi konsumen.
Seluruh proses supply chain, mulai dari pembelian bahan baku sampai dengan
distribusi produk akhir kepada distributor dan grosir, diawasi oleh HACCP
(Hazardous Analysis Critical Control Point) dan sistem ISO 9001; 2008 dan
sistem ISO 14000.
Sebagai bagian dari keluarga multinasional ini, PT Frisian Flag Indonesia
mengedepankan pengalaman global dan kerja sama jangka panjang dengan para
peternak Indonesia untuk tetap menjadi leader dalam menghasilkan produk-
produk bergizi berbasis susu. Hal ini dilakukan dengan memproduksi dan
memasarkan aneka produk termasuk susu bubuk, susu cair siap minum, dan susu
kental manis dengan merek-merek Frisian Flag, Yes!, dan Omela.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
21
PT Frisian Flag Indonesia berkomitmen untuk senantiasa menghasilkan produk-
produk susu bergizi yang dapat terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Selain itu, PT Frisian Flag Indonesia juga terus berupaya untuk meningkatkan
kesadaran gizi masyarakat melalui beragam program. Semua ini dilakukan
sebagai wujud visi perusahaan untuk turut berkontribusi terhadap perkembangan
bangsa
3.2 Jalur produksi can making
Area Can Making adalah area pembuatan kaleng dengan bentuk tanpa tutup atas,
atau biasa disebut OTC (Open Top Can). Frisian Flag Indonesia memiliki 3 line
untuk pembuatan Open Top Can. OTC yang telah dibuat nantinya lansung
disimpan dahulu sebelum nantinya siap untuk diisikan dengan susu kental manis.
Adapun Line Can Making yang akan menjadi fokus penelitian adalah jalur 1. Pada
dasarnya ada 7 stasiun kerja yang saling berurutan pada pembuatan OTC di jalur
1.
1. Slitter
2. Body Maker
3. Parting
4. Flanger
5. Seaming Closer
6. Leak tester
7. Palletizer-Depalletizer
Stasiun kerja tersebut merupakan jalur yang berkesinambungan, jika terjadi
penghentian pada salah satu stasiun kerja maka keseluruhan sistem akan terhenti.
Berikut ini adalah penjelasan detil mengenai masing-masing stasiun kerja:
1.Slitter
Input dari Proses ini adalah Tinplate body, yaitu berupa lembaran pelat untuk
pembuatan kaleng. Satu tinbody plate akan dipotong pada stasiun keerja slitter
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
22
menjadi 20 double body blank. Kapasitas mesin ini adalah 900 tinplate body tiap
jam atau 18.000 double body blank.
2.Body maker
Input dari proses ini adalah double body blank. Pada stasiun kerja ini, double
body blank akan dibentuk menjadi double body can, yaitu kaleng terbuka
bertumpuk dua dan belum dipisahkan. Kapasitas mesin ini adalah 18.000 double
body can tiap jam yang nantinya dipisahkan menjadi 36.000 body can pada
stasiun kerja berikutnya.
3.Parting
Inputan proses ini adalah double body can, pada stasiun kerja ini double body can
akan dipisahkan menjadi single body can, yaitu kaleng terbuka tanpa tutup.
Kapasitas mesin ini adalah 36.000 single body can tiap jam.
4.Flanger
Proses selanjutnya adalah Flanging. Pada proses ini kedua bibir kaleng atas bawah
dibuat flens. Kegunaan flens adalah untuk memudahkan kaleng pada proses
pemberian tutup pada kaleng. Kapasitas mesin adalah 36.000 body can tiap jam.
Jadi output dari stasiun kerja ini adalah body can yang sudah dibuat flens bagian
atas dan bawahnya.
5.Seaming Closer
Proses seaming closer adalah proses pemberian tutup pada bagian bawah kaleng.
Jadi output dari stasiun kerja ini adalah kaleng yang belum mempunyai tutup atas,
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
23
atau biasa disebut OTC (Open Top Can). Kapasitas mesin ini adalah 36.000 OTC
tiap jam.
6.Leak Tester
Stasiun kerja ini berfungsi sebagai penguji kebocoran. Tidak ada proses
pembentukan pada stasiun kerja ini, mesin ini hanya memastikan tidak ada
kebocoran pada kaleng. Kapasitas mesin ini adalah 36.000 OTC tiap jam.
7.Palletizer-Depalletizer
Proses ini adalah proses terakhir sebelum open top can disimpan. Mesin
Palletizer berfungsi untuk memasukkan kaleng pada palet. Kapasitas mesin ini
adalah 24.000 kaleng tiap jam.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
24
Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan kaleng
Open Top
Can
Open Top
Can
inventory
Palletizer Godan Open Top
Can
Leak
tester
Off
spe
c
No
Bonfiglioli
Yes
Ruey Seamer closer Lid +
body
can Conveyor elevator
Ruey Flanger Body can
Conveyor
elevator
End-
feeder
Parting Ruey Double body can
Conveyor elevator
Body maker Soudronic
AFB 640 Double
body
blank
Feeder
transport
Wire system
Welder system
Tinplate
body
Slitter
Material Proses Can Making Mesin
Cepak
Subproses
Magazine
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
25
3.3 Data kerugian pada peralatan
OEE merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan dan menanalisa
akibat gabungan dari faktor ketersediaan, faktor kinerja, dan kualitas. Oleh karena
itu perlu diidentifikasi kerugian-kerugian pada peralatan yang dapat
mempengaruhi ketiga faktor tersebut.
3.3.1 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi ketersediaan (A)
Terdapat beberapa kerugian pada peralatan yang ada di area can making yang
mempengaruhi tingkat ketersediaan, yaitu:
1. Penghentian rutin: Penggunaan waktu untuk persiapan mesin, pertukaran,
pembersihan, dan istirahat makan.
2. Kegagalan pasokan: Penghentian yang tidak diharapkan karena kekurangan
material, produk, operator, kelebihan beban pada penyangga, penghentian
pada mesin lainya.
3. Kerusakan: Penghentian karena kerusakan mekanik dan kelistrikan,
pemeliharaan korektif dan kesalahan operator.
3.3.1.1 Data tahun 2009
Untuk melihat gambaran umum kondisi peralatan pada area can making line 1,
maka diambil data ketersediaan mesin 2 tahun terakhir. Tabel 3.1 dan 3.2 dibawah
ini merupakan tabel kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi
ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.1 Kerugian peralatan bulan Januari hingga Juni 2009
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Penghentian rutin Jam 1 4.28 5.38 7.75 10.23 12.87
Kegagalan pasokan Jam 0 5 10 0 8.67 1.25
Kerusakan Jam 82.75 96.32 80.48 102.02 162.95 129.37
Deskripsi Unit2009
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
26
Tabel 3.2 Kerugian peralatan bulan Juli hingga Agustus 2009
Gambar 3.2 Diagram kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin
Pada tabel 3.1 dan 3.2 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di
bulan Juli sebesar 18.97 jam, kegagalan pasokan terlama di bulan Agustus
sebesar 17.77 jam, dan kerusakan terlama pada bulan Juli sebesar 195.88 jam.
Tabel 3.3 Kerugian peralatan tahun 2009
Pada tabel 3.3 dapat dilihat total kerugian peralatan di tahun 2009. Penghentian
rutin terjadi selama 156.9 jam, kegagalan pasokan 55.8 jam, dan kerusakan
peralatan 1508.9 jam. Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya
maka kerusakan berkontribusi sebesar 88%, penghentian rutin 9 %, dan kegagalan
pasokan sebesar 3%. (Gambar 3.3)
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Penghentian rutin Jam 18.97 18.53 32.52 18.37 14.42 12.58
Kegagalan pasokan Jam 2.83 17.77 4.5 0.28 0 5.5
Kerusakan Jam 195.88 187.55 128.08 123.68 142.47 77.35
Deskripsi Unit2009
Deskripsi Unit Tahun 2009
Penghentian rutin Jam 156.9
Kegagalan pasokan Jam 55.8
Kerusakan Jam 1508.9
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
27
Gambar 3.3 Diagram Kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin.
3.3.1.2 Data tahun 2010
Tabel 3.4 dan 3.5 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan tahun 2010
yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.4 Kerugian peralatan bulan Januari hingga Juni 2010
Tabel 3.5 Kerugian peralatan bulan Juli hingga Desember 2010
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Penghentian rutin jam 17.2 17.98 22.95 16.68 8.27 56.82
Kegagalan pasokan Jam 18.28 3.5 3.58 7.48 1 1.15
Kerusakan Jam 124.3 104.18 86.87 70.58 51.58 224.88
Deskripsi Unit2010
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Penghentian rutin jam 28.23 25.12 18.65 21.57 10.63 17.55
Kegagalan pasokan Jam 4.7 4.82 0 3.97 8.72 0
Kerusakan Jam 242.9 176.92 147.57 130.7 133.33 121.12
Deskripsi Unit2010
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
28
Gambar 3.4 Diagram kerugian perlatan tahun 2010 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin.
Pada tabel 3.4 dan 3.5 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di
bulan Juni sebesar 56.82 jam, kegagalan pasokan terlama di bulan Januari sebesar
18.28 jam, dan kerusakan terlama pada bulan Juli sebesar 242.9 jam.
Tabel 3.6 Kerugian peralatan tahun 2010
Pada tabel 3.3 dapat dilihat total kerugian peralatan di tahun 2010. Penghentian
rutin terjadi selama 261.65 jam, kegagalan pasokan 57.2 jam, dan kerusakan
peralatan 1614.93 jam. Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat
persentasenya maka kerusakan berkontribusi sebesar 78%, penghentian rutin 11%,
dan kegagalan pasokan sebesar 11%. (Gambar 3.5)
Deskripsi Unit Tahun 2010
Penghentian rutin Jam 261.65
Kegagalan pasokan Jam 57.2
Kerusakan Jam 1614.93
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
29
Gambar 3.5 Diagram pie kerugian peralatan tahun 2010 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin.
3.3.1.3 Data tahun 2011
Data kerugian peralatan tahun 2011 diambil dari bulan Januari hingga Juni. Data
tersebut kemudian akan dijadikan dasar dalam melakukan pencarian akar
permasalahan rendahnya nilai OEE di area can making line jalur 1.
1. Data bulan Januari 2011
Tabel 3.7 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Januari 2011
yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.7 Kerugian peralatan bulan Januari 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Penghentian rutin Jam 2.2 1.78 0.85 5.32 2 12.15
Kegagalan pasokan Jam 0 0 0 0 0 0
Kerusakan Jam 12.07 22.12 3.42 15.42 5.77 58.8
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
30
Gambar 3.6 Diagram kerugian peralatan bulan Januari 2011
Pada tabel 3.7 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu ke-
4 sebesar 5.32 jam, kerusakan terlama pada minggu ke-2 sebesar 22.12 jam, dan
tidak terjadi kegagalan pasokan pada bulan tersebut. Pada tabel tersebut juga
dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Januari 2011. Penghentian
rutin terjadi selama 12.15 jam, kegagalan pasokan 0 jam, dan kerusakan peralatan
58.8 jam. Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan
berkontribusi sebesar 83%, penghentian rutin 17%, dan kegagalan pasokan
sebesar 0%. (Gambar 3.7)
Gambar 3.7 Diagram pie penggunaan mesin bulan Januari 20011 yang
mempengaruhi ketersedian mesin.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
31
2. Data bulan Februari 2011
Tabel 3.8 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Februari 2011
yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.8 Kerugian peralatan bulan Februari 2011
Gambar 3.8 Diagram kerugian peralatan bulan Februari 2011
Pada tabel 3.8 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu ke-
2 sebesar 11.28 jam, kerusakan terlama juga pada minggu ke-2 sebesar 37.2 jam,
dan tidak terjadi kegagalan pasokan pada bulan tersebut. Pada tabel tersebut juga
dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Januari 2011. Penghentian
rutin terjadi selama 28.09 jam, kegagalan pasokan 0 jam, dan kerusakan peralatan
130.43 jam. Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka
kerusakan berkontribusi sebesar 82%, penghentian rutin 18%, dan kegagalan
pasokan sebesar 0%. (Gambar 3.9)
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Penghentian rutin Jam 4.9 11.28 5.83 5.45 0.63 28.09
Kegagalan pasokan Jam 0 0 0 0 0 0
Kerusakan Jam 22.05 37.2 31.38 35.58 4.22 130.43
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
32
Gambar 3.9 Diagram pie kerugian peralatan bulan Februari 2011 yang
mempengaruhi ketersediaan mesin
3. Data bulan Maret 2011
Tabel 3.9 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Maret 2011
yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line jalur 1.
Tabel 3.9 Kerugian peralatan bulan Maret 2011
Pada tabel 3.8 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu ke-
1 sebesar 4.7 jam, Kegagalan pasokan terlama pada minggu ke-2 sebesar 0.67
jam, dan kerusakan terlama juga pada minggu ke-1 sebesar 35.38 jam. Pada
minggu ke-5 nilai kerugian peralatan tidak ada karena pada minggu tersebut mesin
mengalami kelebihan kapasitas sehingga produksi diberhentikan.
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Penghentian rutin Jam 4.7 4.28 4.27 2.33 0 15.58
Kegagalan pasokan Jam 0.42 0.67 0.28 0 0 1.37
Kerusakan Jam 35.38 34.08 33.07 12.47 0 115
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
33
Gambar 3.10 Diagram kerugian peralatan bulan Maret 2011
Pada tabel tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Maret
2011. Penghentian rutin terjadi selama 15.58 jam, kegagalan pasokan 1.37 jam,
dan kerusakan peralatan 115 jam.
Gambar 3.11 Diagram pie kerugian peralatan bulan Maret 2011 yang
mempengaruhi ketersediaan mesin.
Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan
berkontribusi sebesar 87%, penghentian rutin 12%, dan kegagalan pasokan
sebesar 1%. (Gambar 3.11)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
34
4. Data bulan April 2011
Tabel 3.10 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan April 2011
yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line jalur 1.
Tabel 3.10 Data kerugian peralatan bulan April 2011
Pada tabel 3.10 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu
ke-5 sebesar 4.55 jam, Kegagalan pasokan terlama pada minggu ke-4 sebesar 2
jam, dan kerusakan terlama juga pada minggu ke-2 sebesar 46.15 jam. Pada
minggu ke-1 nilai kerugian peralatan tidak ada karena pada minggu tersebut mesin
mengalami kelebihan kapasitas sehingga produksi diberhentikan.
Pada tabel tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan April
2011. Penghentian rutin terjadi selama 15.27 jam, kegagalan pasokan 2.58 jam,
dan kerusakan peralatan 148.7 jam. Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat
persentasenya maka kerusakan berkontribusi sebesar 89%, penghentian rutin 9%,
dan kegagalan pasokan sebesar 2%. (Gambar 3.13)
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Penghentian rutin Jam 0 4 4.2 2.52 4.55 15.27
Kegagalan pasokan Jam 0 0 0 2 0.58 2.58
Kerusakan Jam 0 46.15 43.62 25.18 33.72 148.7
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
35
Gambar 3.12 Diagram kerugian peralatan bulan April 2011
Gambar 3.13 Diagram pie kerugian peralatan bulan April 2011 yang
mempengaruhi ketersediaan mesin
5. Data bulan Mei 2011
Tabel 3.10 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Mei 2011
yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.11 Kerugian peralatan bulan Mei 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Penghentian rutin Jam 0 5.83 6.47 4.98 3.95 21.23
Kegagalan pasokan Jam 0 0 0 0.43 0 0.43
Kerusakan Jam 0 31.55 38.95 21.72 16.77 109
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
36
Pada tabel 3.11 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu
ke-3 sebesar 6.47 jam, Kegagalan pasokan terlama pada minggu ke-4 sebesar
0.43 jam, dan kerusakan terlama pada minggu ke-3 sebesar 38.95 jam. Pada
minggu ke-1 nilai kerugian peralatan tidak ada karena pada minggu tersebut mesin
mengalami kelebihan kapasitas sehingga produksi diberhentikan. Pada tabel
tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Mei 2011.
Penghentian rutin terjadi selama 21.23 jam, kegagalan pasokan 0.43 jam, dan
kerusakan peralatan 109 jam.
Gambar 3.14 Diagram kerugian peralatan bulan Mei 2011
Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan
berkontribusi sebesar 84%, penghentian rutin 16%, dan kegagalan pasokan
sebesar 0%. (Gambar 3.15)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
37
Gambar 3.15 Diagram kerugian peralatan bulan Mei 2011 yang mempengaruhi
ketersediaan mesin .
6. Data bulan Juni 2011
Tabel 3.12 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Juni 2011
yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.12 Kerugian peralatan bulan Juni 2011
Pada tabel 3.12 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu
ke-4 sebesar 6.57 jam, Kegagalan pasokan terlama pada minggu ke-4 sebesar
6.12 jam, dan kerusakan terlama pada minggu ke-2 sebesar 40 jam. Pada tabel
tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Juni 2011.
Penghentian rutin terjadi selama 25.76 jam, kegagalan pasokan 6.67 jam, dan
kerusakan peralatan 113.8 jam.
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Penghentian rutin Jam 2.33 6.53 6.57 7.08 3.25 25.76
Kegagalan pasokan Jam 0 0 0 6.12 0.55 6.67
Kerusakan Jam 1.5 40 34.95 22.62 14.68 113.8
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
38
Gambar 3.16 Diagram kerugian peralatan bulan Juni 2011
Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan
berkontribusi sebesar 78%, penghentian rutin 18%, dan kegagalan pasokan
sebesar 4%. (Gambar 3.17)
Gambar 3.17 Diagram pie kerugian peralatan bulan Juni 2011 yang
mempengaruhi tingkat ketersediaan mesin
3.3.2 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kinerja (P)
Kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kinerja adalah penghentian minor.
Penghentian minor di area can making line 1 terjadi karena adanya kemacetan
pada jalur kaleng. Kondisi tersebut tidak berlangsung lama, namun jika kejadinya
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
39
berulang terus, maka total waktu penghentian minor dapat mempengaruhi nilai
OEE area can making line 1.
3.3.2.1 Data Tahun 2009
Tabel 3.13 dan 3.14 dibawah adalah tabel penghentian minor tahun 2009 yang
mempengaruhi tingkat kinerja peralatan di area can making line 1. Pada tabel
tersebut dapat dilihat bahwa penghentian minor terlama terjadi di bulan Februari
sebesar 13.73 jam, sedangkan penghentian minor tersingkat di bulan Desember
sebesar 0.4 jam
Tabel 3.13 Data penghentian minor bulan januari-Juni 2009.
Tabel 3.14 Data penghentian minor bulan Juli-Desember 2009
Gambar 3.18 Diagram penghentian minor tahun 2009.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Penghentian minor Jam 7.38 13.73 9.11 9.12 6.92 6.53
2009Deskripsi Unit
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Penghentian minor Jam 12.41 13.12 8.9 0.75 0.4 0.3
2009Deskripsi Unit
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
40
3.3.2.3 Data tahun 2010
Tabel 3.15 dan 3.16 dibawah adalah tabel penghentian minor tahun 2010 yang
mempengaruhi tingkat kinerja peralatan di area can making line 1. Pada tabel
tersebut dapat dilihat bahwa penghentian minor terlama terjadi di bulan November
sebesar 0.54 jam.
Tabel 3.15 Data penghentian minor bulan Januari-Juni 2010
Tabel 3.16 Data penghentian minor bulan Juli-Desember 2010
Gambar 3.19 Diagram penghentian minor tahun 2010
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Penghentian minor Jam 0.4 0.06 0.14 0.17 0.06 0.23
2010Deskripsi Unit
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Penghentian minor Jam 0.06 0.06 0.18 0.08 0.54 0.16
2010Deskripsi Unit
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
41
3.3.2.3 Data bulan Januari hingga Juni 2011
Tabel 3.17 dibawah adalah tabel penghentian minor bulan Januari hingga Juni
2011 yang mempengaruhi tingkat kinerja peralatan di area can making line 1.
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa penghentian minor terlama terjadi di bulan
Maret sebesar 0.26 jam, sedangkan penghentian minor tersingkat terjadi di bulan
Juni sebesar 0.07 jam.
Tabel 3.17 Data penghentian minor bulan Januari hingga Juni 2011
Gambar 3.20 Diagram penggunaan mesin bulan Januari-Juni 2011
Berdasarkan data data diatas, penghentian minor memiliki nilai yang relatif kecil
dibandingkan dengan jenis kerugian perlatan yang lain seperti kerusakan mesin
dan penghentian minor.
Bulan/Minggu Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Januari 0.04 0.04 0.01 0.01 0.04 0.14
Februari 0.01 0.01 0.01 0.17 0.01 0.21
Maret 0.05 0.11 0.02 0.08 0.26
April 0 0.06 0.03 0.03 0.01 0.13
Mei 0 0.01 0.11 0.02 0.02 0.16
Juni 0.01 0.02 0.03 0.01 0 0.07
Penghentian minor tahun 20011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
42
3.3.3 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kualitas (Q)
Waktu yang digunakan untuk menghasilkan produk cacat, atau pengerjaan ulang
sangat mempengaruhi faktor kualitas dalam perhitungan Overall Equipment
Efectiveness. Oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu jumlah produk cacat
tiap periode waktu.
3.3.3.1Data tahun 2009
Tabel 3.18 dibawah merupakan tabel produk cacat yang terjadi di tahun 2009.
Pada tabel tersebut kolom jumlah cacat merupakan jumlah produk cacat di setiap
bulanya. Sedangkan kolom waktu produk cacat diperoleh dengan rumus berikut.
Waktu produk cacat = ( Jumlah cacat x Waktu siklus ideal ) / 3600 detik (3.1)
Waktu siklus ideal = Waktu yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah kaleng (0.1
detik)
Tabel 3.18 Data produk cacat tahun 2009
Pada tabel diatas, waktu produk cacat terlama terjadi pada bulan Agustus sebesar
2.32 jam, sedangkan waktu produk cacat tersingkat terjadi di bulan Januari, yaitu
0.66 jam.
Bulan Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam)
Januari 23818 0.66
Februari 45671 1.27
Maret 32972 0.92
april 50959 1.42
Mei 59491 1.65
Juni 50677 1.41
Juli 73183 2.03
Agustus 83395 2.32
September 61210 1.70
Oktober 70560 1.96
November 58780 1.63
Desember 44130 1.23
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
43
Gambar 3.21 Diagram waktu produk cacat tahun 2009
3.3.3.2Data tahun 2010
Tabel 3.18 dibawah merupakan tabel produk cacat yang terjadi di tahun 2010.
Pada tabel tersebut, waktu produk cacat terlama terjadi di bulan Juli sebesar 3.23
jam, sedangkan waktu produk cacat terpendek terjadi di bulan Mei, yaitu 0.94
jam.
Tabel 3.19 Data produk cacat tahun 2010
Bulan Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam)
Januari 83,158 2.31
Februari 63,038 1.75
Maret 67,034 1.86
april 60,626 1.68
Mei 33,775 0.94
Juni 95,650 2.66
Juli 116,306 3.23
Agustus 113,271 3.15
September 101,890 2.83
Oktober 103,347 2.87
November 86,130 2.39
Desember 86,393 2.40
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
44
Gambar 3.22 Diagram waktu produk cacat tahun 2010
3.3.3.3 Data tahun 2011
Data produk cacat di tahun 2011 diambil dari bulan Januari hingga Juni. Data
tersebut dapat dilihat pada tabel 3.20 hingga tabel 3.25 dibawah ini. Pada data
produk cacat bulan Maret 2011, produk cacat tidak terjadi pada minggu ke-5. Hal
ini dikarenakan pada minggu tersebut mesin mengalami kelebihan kapasitas,
sehingga kegiatan produksi berhenti.
Tabel 3.20 Data produk cacat bulan Januari 2011
Minggu Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam)
1 9247 0.26
2 13876 0.39
3 2908 0.08
4 9646 0.27
5 3271 0.09
Januari 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
45
Tabel 3.21 Data produk cacat bulan Februari 2011
Tabel 3.22 Data produk cacat bulan Maret 2011
Tabel 3.23 Data produk cacat bulan April 2011
Minggu Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam)
1 14,958 0.42
2 20,449 0.57
3 23,066 0.64
4 20,200 0.56
5 2,686 0.07
Februari 2011
Minggu Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam)
1 16,613 0.46
2 20,203 0.56
3 16,821 0.47
4 16,735 0.46
5 - 0.00
Maret 2011
Minggu Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam)
1 - 0.00
2 20,957 0.58
3 14,885 0.41
4 15,997 0.44
5 16,416 0.46
Apr-11
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
46
Tabel 3.24 Data produk cacat bulan Mei 2011
Tabel 3.25 Data produk cacat bulan Juni 2011
Tabel 3.26 merupakan data produk cacat bulan Januari hingga Juni 2011. Dari
tabel tersebut, waktu produk cacat terlama terjadi di bulan Juni (2.74 jam), dan
waktu produk cacat tersingkat terjadi di bulan Januari (1.08 jam)
Tabel 3.26 Data produk cacat bulan januari-Juni 2011
Minggu Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam)
1 - 0.00
2 20,852 0.58
3 18,162 0.50
4 19,001 0.53
5 12,528 0.35
Mei 2011
Minggu Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam)
1 - 0.00
2 22,494 0.62
3 28,253 0.78
4 29,609 0.82
5 18,208 0.51
Juni 2011
Bulan Waktu produk cacat (jam)
Januari 1.08
Februari 2.26
Maret 1.96
April 1.90
Mei 1.96
Juni 2.74
Januari-Juni 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
47
Gambar 3.23 Diagram waktu produk cacat bulan januari hingga Juni 2011
3.4 Detail data kerugian peralatan yang mempengaruhi ketersediaan
Pada bab 3.3.1 sudah dijelaskan mengenai 3 jenis kerugian yang menyebabkan
rendahnya nilai ketersediaan, yaitu:
1. Penghentian rutin
2. Kegagalan pasokan
3. Kerusakan pada peralatan
Ketiga jenis kerugian tersebut dapat dilihat lebih detail lagi untuk lebih dapat
memahami penyebab rendahnya tingkat ketersediaan di area can making line 1.
3.4.1 Data penghentian rutin
Tabel 3.27 Data penghentian rutin bulan januari hingga Juni 2011
Penghentian rutin Unit Jan Feb Mar April Mei Juni Jumlah
Waktu istirahat jam 1.63 9.25 0.3 0 0.17 3.47 14.82
Persiapan/pembersihan/ganti produk jam 10.5 18.9 15.3 15.3 21.1 22.3 103.29
Jumlah jam 12.2 28.1 15.6 15.3 21.2 25.8 118.11
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
48
Ada 2 jenis penghentian yang dikategorikan penghentian rutin, yaitu:
1. Waktu istirahat
2. Persiapan/pembersihan/ganti produk
Pada tabel 3.27, total waktu yang digunakan untuk persiapan, pembersihan dan
pergantian produk adalah 103.29 jam selama periode Januari hingga Juni 2011.
Gambar 3.24 Diagram penghentian rutin area can making jalur 1 bulan Januari
hingga Juni 2011
3.4.2 Data kegagalan pasokan
Berikut ini adalah detail data yang dikategorikan sebagai kegagalan pasokan. Ada
3 jenis kegagalan pasokan di FFI, yaitu kualitas material, ketidaktersediaan
material dan penghentian karena berhentinya pasokan listrik.
Tabel 3.28 Data kegagalan pasokan area can making jalur 1 bulan Januari hingga
Juni 2011.
Kegagalan pasokan Unit Jan Feb Mar April Mei Juni Jumlah
Kualitas material jam 0 0 0.7 2.58 0 2.9 6.2
Ketidaktersediaan material jam 0 0 0 0 0.4 3.8 4.18
Penghentian jam 0 0 0.7 0 0 0 0.67
Jumlah jam 0 0 1.4 2.58 0.4 6.7 11.05
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
49
Selama periode Januari hingga Juni, terdapat beberapa kegagalan pasokan,
diantaranya, penghentian karena kualitas material sebesar 6,2 jam, dan
ketidaktersediaan material selama 4,18 jam.
Gambar 3.25 Diagram hilangnya waktu karena kegagalan pasokan pada bulan
januari hingga Juni 2011.
3.4.3 Data kerusakan
Dari data penggunaan mesin, maka dapat disimpulkan bahwa kerusakan mesin
merupakan bentuk kerugian yang paling berpengaruh terhadap perhitungan OEE.
Untuk itu perlu diambil data mengenai detail kerusakan pada stasiun kerja,
subsistem, atau komponen yang berada di area can making jalur 1:
1. Parting station : stasiun kerja parting
2. Feeder : merupakan subsistem dari stasiun kerja body maker yang berfungsi
untuk mengantarkan double body blank menuju mesin body maker.
3. Flanger : stasiun kerja flanger
4. Transport : merupakan subsistem dari stasiun kerja body maker yang
berfungsi mengantarkan double body blank ke tempat pengelasan.
5. Wire system : merupakan subsistem dari stasiun kerja body maker berfungsi
sebagai unit pengelasan.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
50
6. Magazine : merupakan subsistem stasiun kerja body maker berfungsi sebagai
tempat penyimpanan double body blank.
7. Welder system : merupakan subsistem dari stasiun kerja body maker berfungsi
sebagai unit pengelasan.
8. Seamer : stasiun kerja seamer
9. Conveyor elevator : merupakan sebuah unit ban berjalan yang melintas
vertikal dari stasiun kerja flanger menuju seamer.
10. Endfeeder : Merupakan subsistem stasiun kerja seamer, berfungsi untuk
mengantarkan tutup kaleng atatu lid menuju stasiun kerja seamer.
11. Palletizer/Dealletizer : stasiun kerja palletizer dan depalletizer.
12. Masalah elektrik : kerusakan karena masalah kelistrikan.
13. Leak tester : stasiun kerja leak tester.
Tabel 3.29 Data kerusakan mesin area can making line 1 bulan Januari hingga
Juni 2011
Dari data diatas, stasiun kerja parting paling sering mengalami kerusakan, yaitu
sebesar 133,12 jam, diikuti subsistem transport sebesar 128,42 dan mesin
palletizer sebesar 100,02 jam. Data kerusakan ini sangat penting untuk
memfokuskan area kritis perbaikan.
Sistem Unit Jan Feb Mar April Mei Juni Total
Parting station jam 5.72 17.8 32.2 39.43 16.67 21.3 133.1
Feeder / Magazine jam 3.9 8.7 10 7.65 3.33 1.6 35.21
Flanger jam 5.73 6.95 1.68 2.1 8.12 4.62 29.2
Transpot jam 8.58 29.15 29.6 18.93 23.45 18.73 128.4
Wire system jam 4.7 6.92 5.42 4.82 1.78 15 38.64
Magazine jam 0 0 0 1.03 2.35 1.13 4.51
Welder system jam 5.27 14.9 12.7 18.45 11.47 12.97 75.79
Seamer jam 6.52 9.38 3.6 15.85 6.73 4.57 46.65
Conveyor elevator jam 4.9 3.7 2.12 4.6 3.15 5.38 23.85
Endfeeder jam 0.25 0.43 1 1.62 0.47 1.53 5.3
Palletizer/Depalletizer jam 6.93 17.75 14.9 18.02 20.97 21.43 100
Masalah elektrik jam 0.28 12.17 0.55 4 5.82 2.02 24.84
Leak tester jam 6 2.58 1.17 12.17 4.68 3.47 30.07
Total jam 58.8 130.4 115 148.7 109 113.8 675.6
Data kerusakan Januari-Juni 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
51
Gambar 3.26 Diagram kerusakan area can making jalur 1 bulan Januari hingga
Juni 2011.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
52
BAB 4
PENGOLAHAN DATA
4.1 Perhitungan OEE
Dari data Ketersediaan (A), kinerja (P), dan kualitas (Q) yang ada pada bab 3,
nilai Overall Equipment Effectiveness dapat diperoleh. OEE merupakan hasil
perkalian dari ketiga faktor tersebut.
OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q)
Namun sebelumnya masing masing faktor akan dihitung terlebih dahulu sebelum
nilai OEE didapatkan.
4.1.1 Perhitungan OEE tahun 2009
Untuk melihat gambaran umum kondisi peralatan pada area can making line 1,
maka perlu dilakukan perhitungan OEE 2 tahun terakhir, yaitu tahun 2009 dan
2010.
4.1.1.1 Perhitungan faktor ketersediaan (A)
Tabel 4.1 dan 4.2 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan.
Waktu operasi = Lamanya mesin beroperasi setelah dikurangi aktivitas
yang direncanakan mengganggu produksi (misalnya kegiatan
pemeliharaan yang direncanakan.
Penghentian rutin: Penggunaan waktu untuk persiapan mesin, pertukaran,
pembersihan, dan istirahat makan.
Kegagalan pasokan: Penghentian yang tidak diharapkan karena
kekurangan material, produk, operator, kelebihan beban pada penyangga,
penghentian pada mesin lainya.
Kerusakan: Penghentian karena kerusakan mekanik dan kelistrikan,
pemeliharaan korektif dan kesalahan operator.
Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan
pasokan, dan kerusakan.
Ketersediaan (A): Waktu pemuatan / Waktu operasi
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
53
Tabel 4.1 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Januari-Juni 2009
Tabel 4.2 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Juli-Desember 2009
Pada tabel 4.1 diatas, waktu operasi di bulan Januari sebesar 233.92 jam, maka
waktu pemuatan adalah waktu operasi dikurangi 1 jam penghentian rutin, 0 jam
kegagalan pasokan, dan 82.75 jam kerusakan. Sehingga didapatkan waktu
pemuatan sebesar 150.17 jam. Kemudian tingkat ketersediaan (A) merupakan
hasil bagi antara waktu pemuatan dengan waktu operasi, hasilnya adalah 0.642
Gambar 4.1 Diagram tingkat ketersediaan tahun 2009
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Waktu operasi jam 233.92 367.12 301.52 391.8 538.38 468.5
Penghentian rutin jam 1 4.28 5.38 7.75 10.23 12.87
Kegagalan pasokan jam 0 5 10 0 8.67 1.25
Kerusakan jam 82.75 96.32 80.48 102.02 162.95 129.37
Waktu pemuatan jam 150.17 261.52 205.66 282.03 356.53 325.01
0.642 0.712 0.682 0.720 0.662 0.694Ketersediaan (A)
Deskripsi Unit2009
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Waktu operasi jam 627.13 692.68 506.08 528.92 526.68 349.7
Penghentian rutin jam 18.97 18.53 32.52 18.37 14.42 12.58
Kegagalan pasokan jam 2.83 17.77 4.5 0.28 0 5.5
Kerusakan jam 195.88 187.55 128.08 123.68 142.47 77.35
Waktu pemuatan jam 409.45 468.83 340.98 386.59 369.79 254.27
0.653 0.677 0.674 0.731 0.702 0.727Ketersediaan (A)
Deskripsi Unit2009
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
54
Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa tingkat ketersediaan tertinggi terjadi di
bulan Oktober sebesar 0.731 sedangkan yang terendah ada di bulan Januari, yaitu
0.642.
4.1.1.2Perhitungan faktor kinerja (P)
Tabel 4.3 dan 4.4 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja tahun 2009.
Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan
pasokan, dan kerusakan. (didapatkan dari perhitungan ketersediaan)
Penghentian minor: Penghentian yang disebabkan oleh kemacetan pada
jalur kaleng
Waktu operasi bersih: Waktu pemuatan – penghentian minor
Kinerja (P): Waktu operasi bersih / waktu pemuatan
Tabel 4.3 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2009
Tabel 4.4 Perhitungan tingkat kinerja bulan Juli-Agustus 2009
Pada tabel 4.3 diatas, waktu pemuatan di bulan Januari sebesar 150.17 jam, maka
waktu operasi bersih adalah waktu pemuatan dikurangi 7.38 jam penghentian
minor. Sehingga didapatkan waktu operasi bersih sebesar 142.79 jam. Kemudian
tingkat kinerja (P) merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih dengan
waktu pemuatan, hasilnya adalah 0.951
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Waktu pemuatan jam 150.17 261.52 205.66 282.03 356.53 325.01
Penghentian minor jam 7.38 13.73 9.11 9.12 6.92 6.53
Waktu operasi bersih jam 142.79 247.79 196.55 272.91 349.61 318.48
0.951 0.947 0.956 0.968 0.981 0.980
Deskripsi Unit2009
Kinerja (P)
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Waktu pemuatan jam 409.45 468.83 340.98 386.59 369.79 254.27
Penghentian minor jam 12.41 13.12 8.9 0.75 0.4 0.3
Waktu operasi bersih jam 397.04 455.71 332.08 385.84 369.39 253.97
0.970 0.972 0.974 0.998 0.999 0.999
Deskripsi Unit2009
Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
55
Gambar 4.2 Diagram tingkat kinerja tahun 2009
Dari tabel 4.3 dan 4.4 diatas juga dapat dilihat bahwa tingkat kinerja tertinggi
terjadi di bulan November dan Desember sebesar 0.999 sedangkan yang terendah
ada di bulan Januari, yaitu 0.951.
4.1.1.3 Perhitungan faktor kualitas (Q)
Tabel 4.5 dan 4.6 merupakan tabel perhitungan nilai kualitas tahun 2009
Waktu operasi bersih: waktu pemuatan - penghentian minor (perhitungan
tingkat kinerja)
Waktu produk cacat: Waktu yang digunakan untuk menghasilkan produk
cacat.
Waktu operasi yang berharga : Waktu operasi bersih – waktu produk cacat
(waktu operasi murni setelah dikurangi segala bentuk kerugian pada
peralatan)
Kualitas (Q): Waktu operasi yang berharga / waktu operasi bersih
Tabel 4.5 Perhitungan nilai kualitas bulan Januari-Juni 2009
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Waktu operasi bersih jam 142.79 247.79 196.55 272.91 349.61 318.48
Waktu produk cacat jam 0.66 1.27 0.92 1.42 1.65 1.41
Waktu operasi yang berharga jam 142.13 246.52 195.63 271.49 347.96 317.07
0.995 0.995 0.995 0.995 0.995 0.996
Deskripsi Unit2009
Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
56
Tabel 4.6 Perhitungan nilai kualitas bulan juli-Desember 2009
Gambar 4.3 Diagram nilai kualitas tahun 2009
Pada tabel 4.5 diatas, waktu operasi bersih di bulan Januari sebesar 142.79 jam,
maka waktu operasi yang berharga adalah waktu operasi bersih dikurangi 0.66
jam waktu produk cacat. Sehingga didapatkan waktu operasi yang berharga
sebesar 142.13 jam. Kemudian tingkat kualitas (Q) merupakan hasil bagi antara
waktu operasi yang berharga dengan waktu operasi bersih, hasilnya adalah 0.995.
Rentang nilai kualitas sepanjang tahun 2009 adalah 0.993 hingga 0.996.
4.1.1.4 Nilai OEE
Tabel 4.7 dan 4.8 merupakan tabel perhitungan nilai OEE di tahun 2009.
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Waktu operasi bersih jam 432.49 439.41 392 413.05 335.56 342.82
Waktu produk cacat jam 3.23 3.15 2.83 2.87 2.39 2.4
Waktu operasi yang berharga jam 429.26 436.26 389.17 410.18 333.17 340.42
0.993 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993Kualitas (Q)
Deskripsi Unit2010
OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
57
Tabel 4.7 Nilai OEE bulan Januari-Juni 2009
Tabel 4.8 Nilai OEE bulan Juli-Desember 2009
Nilai OEE di bulan Januari sebesar 0.608 merupakan hasil perkalian dari
ketersediaan (0.642), kinerja (0.951), dan kualitas (0.995). Rentang nilai OEE di
tahun 2009 adalah 0.608 hingga 0.726.
Gambar 4.4 Diagram nilai OEE tahun 2009
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Ketersediaan (A) 0.642 0.712 0.682 0.720 0.662 0.694
Kinerja (P) 0.951 0.947 0.956 0.968 0.981 0.980
Kualitas (Q) 0.995 0.995 0.995 0.995 0.995 0.996
OEE = A x P x Q 0.608 0.671 0.649 0.693 0.646 0.677
Deskripsi2009
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Ketersediaan (A) 0.653 0.677 0.674 0.731 0.702 0.727
Kinerja (P) 0.970 0.972 0.974 0.998 0.999 0.999
Kualitas (Q) 0.995 0.995 0.995 0.995 0.996 0.995
OEE = A x P x Q 0.630 0.655 0.653 0.726 0.698 0.723
Deskripsi2009
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
58
4.1.2 Perhitungan OEE tahun 2010
4.1.2.1 Perhitungan faktor ketersediaan (A)
Tabel 4.9 merupakan tabel perhitungan tingkat ketersediaan peralatan di area can
making line 1 pada tahun 2010. Sama seperti perhitungan di tahun 2009, waktu
pemuatan sebesar 480.97 pada bulan Januari merupakan hasil dari waktu operasi
(640.75 jam) dikurangi penghentian rutin (17.2 jam), kegagalan pasokan (18.28
jam), dan kerusakan (124.3 jam)
Tabel 4.9 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari-Juni 2010
Tabel 4.10 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Juli-Desember 2010
Rentang nilai tingkat ketersediaan adalah sebesar 0.554 di bulan Juni hingga
0.798 di bulan Maret.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Waktu operasi jam 640.75 502.57 562.58 449.22 243.2 633.6
Penghentian rutin jam 17.2 17.98 22.95 16.68 8.27 56.82
Kegagalan pasokan jam 18.28 3.5 3.58 7.48 1 1.15
Kerusakan jam 124.3 104.18 86.87 70.58 51.58 224.88
Waktu pemuatan jam 480.97 376.91 449.18 354.48 182.35 350.75
0.751 0.750 0.798 0.789 0.750 0.554Ketersediaan (A)
Deskripsi Unit2010
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Waktu operasi jam 708.38 646.33 558.4 569.37 488.78 481.65
Penghentian rutin jam 28.23 25.12 18.65 21.57 10.63 17.55
Kegagalan pasokan jam 4.7 4.82 0 3.97 8.72 0
Kerusakan jam 242.9 176.92 147.57 130.7 133.33 121.12
Waktu pemuatan jam 432.55 439.47 392.18 413.13 336.1 342.98
0.611 0.680 0.702 0.726 0.688 0.712Ketersediaan (A)
Deskripsi Unit2010
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
59
Gambar 4.5 Diagram tingkat ketersediaan tahun 2010
4.1.2.2 Perhitungan faktor kinerja (P)
Tabel 4.11 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja peralatan di area can
making line 1 pada tahun 2010. Pada bulan Januari waktu operasi bersih sebesar
480.57 merupakan hasil dari waktu pemuatan sebesar 480.97 jam dikurangi
penghentian minor sebesar 0.4 jam.
Tabel 4.11 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2010
Tabel 4.12 Perhitungan tingkat kinerja bulan Juli-Desember 2010
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Waktu pemuatan jam 480.97 376.91 449.18 354.48 182.35 350.75
Penghentian minor jam 0.4 0.06 0.14 0.17 0.06 0.23
Waktu operasi bersih jam 480.57 376.85 449.04 354.31 182.29 350.52
0.999 1.000 1.000 1.000 1.000 0.999Kinerja (P)
Deskripsi Unit2010
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Waktu pemuatan jam 432.55 439.47 392.18 413.13 336.1 342.98
Penghentian minor jam 0.06 0.06 0.18 0.08 0.54 0.16
Waktu operasi bersih jam 432.49 439.41 392 413.05 335.56 342.82
1.000 1.000 1.000 1.000 0.998 1.000
Deskripsi Unit2010
Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
60
Dari tabel 4.11 dan 4.12 diatas rentang nilai kinerja adalah 0.998 hingga 1. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja peralatan di area can making line 1 cukup baik.
Gambar 4.6 Diagram tingkat kinerja tahun 2010
4.1.2.3 Perhitungan faktor kualitas (Q)
Tabel 4.13 dan 4.14 merupakan tabel perhitungan tingkat kualitas peralatan di
area can making line 1 pada tahun 2010. Pada bulan Januari waktu operasi yang
berharga sebesar 478.26 merupakan hasil dari waktu operasi bersih sebesar 480.57
jam dikurangi waktu produk cacat sebesar 2.31 jam.
Tabel 4.13 Perhitungan nilai kualitas bulan Januari-Juni 2010
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Waktu operasi bersih jam 480.57 376.85 449.04 354.31 182.29 350.52
Waktu produk cacat jam 2.31 1.75 1.86 1.68 0.94 2.66
Waktu operasi yang berharga jam 478.26 375.1 447.18 352.63 181.35 347.86
0.995 0.995 0.996 0.995 0.995 0.992
Deskripsi Unit2010
Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
61
Tabel 4.14 Perhitungan nilai kualitas bulan Juli-Desember 2010
Dari tabel 4.13 dan 4.14 diatas rentang nilai kualitas adalah 0.992 hingga 0.996.
Nilai kualitas yang mendekati 1 menunjukkan tingkat kualitas area can making
line 1 cukup baik.
Gambar 4.7 Diagram nilai kualitas tahun 2010
4.1.2.4 Nilai OEE
Tabel 4.15 dan 4.16 merupakan tabel perhitungan nilai OEE di tahun 2010.
Perhitungan OEE merupakan perkalian dari faktor ketersediaan, kinerja, dan
kualitas.
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Waktu operasi bersih jam 432.49 439.41 392 413.05 335.56 342.82
Waktu produk cacat jam 3.23 3.15 2.83 2.87 2.39 2.4
Waktu operasi yang berharga jam 429.26 436.26 389.17 410.18 333.17 340.42
0.993 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993Kualitas (Q)
Deskripsi Unit2010
OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
62
Tabel 4.15 Nilai OEE bulan Januari-Juni 2010
Tabel 4.16 Nilai OEE bulan Juli-Desember 2010
Pada tabel 4.15 diatas, nilai OEE sebesar 0.746 di bulan januari 2010 merupakan
hasil perkalian ketersediaan (0.751), kinerja (0.999), dan kualitas (0.995). Rentang
nilai OEE di tahun tersebut dimulai dari 0.549 hingga 0.795.
Gambar 4.8 Diagram nilai OEE tahun 2010
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Ketersediaan (A) 0.751 0.750 0.798 0.789 0.750 0.554
Kinerja (P) 0.999 1.000 1.000 1.000 1.000 0.999
Kualitas (Q) 0.995 0.995 0.996 0.995 0.995 0.992
OEE = A x P x Q 0.746 0.746 0.795 0.785 0.746 0.549
Deskripsi2010
Juli Agus Sept Okt Nov Des
Ketersediaan (A) 0.611 0.680 0.702 0.726 0.688 0.712
Kinerja (P) 1.000 1.000 1.000 1.000 0.998 1.000
Kualitas (Q) 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993
OEE = A x P x Q 0.606 0.675 0.697 0.720 0.682 0.707
Deskripsi2010
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
63
4.1.3 Perhitungan OEE tahun 2011
Perhitungan OEE di tahun 2011 akan mengambil data di bulan Januari hingga
Juni. Perhitungan tersebut nantinya akan dijadikan dasar dalam mencari penyebab
dan akar masalah sehingga dapat memberikan usulan perbaikan yang tepat.
4.1.3.1 Perhitungan OEE bulan Januari 2011
1. Perhitungan faktor ketersediaan (A)
Tabel 4.17 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada
Januari 2011. Beberapa deskripsi dalam tabel tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Waktu operasi = Lamanya mesin beroperasi setelah dikurangi aktivitas
yang direncanakan mengganggu produksi (misalnya kegiatan
pemeliharaan yang direncanakan.
Penghentian rutin: Penggunaan waktu untuk persiapan mesin, pertukaran,
pembersihan, dan istirahat makan.
Kegagalan pasokan: Penghentian yang tidak diharapkan karena
kekurangan material, produk, operator, kelebihan beban pada penyangga,
penghentian pada mesin lainya.
Kerusakan: Penghentian karena kerusakan mekanik dan kelistrikan,
pemeliharaan korektif dan kesalahan operator.
Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan
pasokan, dan kerusakan.
Ketersediaan (A): Waktu pemuatan / Waktu operasi
Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 38.26 jam di minggu pertama
merupakan hasil dari waktu operasi (52.53 jam) dikurangi penghentian rutin (2.2
jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (12.07 jam). Maka nilai
ketersediaan (A) merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan (38.26 jam)
dengan waktu operasi (52.53 jam).Rata-rata nilai ketersedian di bulan januari
adalah 0.69.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
64
Tabel 4.17 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari 2011
Gambar 4.9 Diagram tingkat ketersediaan bulan Januari 2011
2. Perhitungan faktor kinerja (P)
Tabel 4.18 merupakan perhitungan tingkat kinerja bulan januari 2011..
Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan
pasokan, dan kerusakan. (didapatkan dari perhitungan ketersediaan)
Penghentian minor: Penghentian yang disebabkan oleh kemacetan pada
jaulur kaleng
Waktu operasi bersih: Waktu pemuatan – penghentian minor
Kinerja (P): Waktu operasi bersih / waktu pemuatan
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi jam 52.53 79.88 16 62.93 20.93 232.3
Penghentian rutin jam 2.2 1.78 0.85 5.32 2 12.15
Kegagalan pasokan jam 0 0 0 0 0 0
Kerusakan jam 12.07 22.12 3.42 15.42 5.77 58.8
Waktu pemuatan jam 38.26 55.98 11.73 42.19 13.16 161.3
0.73 0.70 0.73 0.67 0.63 0.69Ketersediaan (A)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
65
Tabel 4.18 Perhitungan faktor kinerja bulan januari 2011
Pada tabel 4.18 diatas , waktu operasi bersih sebesar 0.999 di bulan minggu
pertama merupakan hasil dari waktu pemuatan (38.26 jam) dikurangi penghentian
minor (0.04 jam). Maka kinerja (P) merupakan hasil bagi antara waktu operasi
bersih (38.22 jam) dengan waktu pemuatan (38.26 jam). Nilai rata-rata tingkat
kinerja di bulan Januari 2011 adalah 0.999.
Gambar 4.10 Diagram tingkat kinerja bulan januari 2011
3. Perhitungan faktor kualitas (Q)
Tabel 4.19 merupakan tabel perhitungan nilai kualitas bulan Januari 2011.
Beberapa deskripsi yang ada pada tabel dijelaskan sebagai berikut:
Waktu operasi bersih: waktu pemuatan - penghentian minor (perhitungan
tingkat kinerja)
Waktu produk cacat: Waktu yang digunakan untuk menghasilkan produk
cacat.
Waktu operasi yang berharga : Waktu operasi bersih – waktu produk cacat
(waktu operasi murni setelah dikurangi segala bentuk kerugian pada
peralatan)
Kualitas (Q): Waktu operasi yang berharga / waktu operasi bersih
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu pemuatan jam 38.26 55.98 11.73 42.19 13.16 161.32
Penghentian minor jam 0.04 0.04 0.01 0.01 0.04 0.14
Waktu operasi bersih jam 38.22 55.94 11.72 42.19 13.13 161.2
0.999 0.999 0.999 1.000 0.998 0.999Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
66
Tabel 4.19 Perhitungan faktor kualitas bulan januari 2011
Pada tabel 4.19, waktu operasi yang berharga sebesar 37.96 jam pada minggu
pertama merupakan hasil dari waktu operasi bersih (38.22 jam) dikurangi dengan
waktu produk cacat (0.26 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993
merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (37.96 jam) dengan waktu
operasi bersih (38.22 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan januari 2011
adalah 0.993.
Gambar 4.11 Diagram nilai kualitas bulan Januari 2011
4. Nilai OEE
Tabel 4.20 merupakan tabel perhitungan nilai OEE di bulan Januari 2011.
Perhitungan OEE merupakan perkalian dari faktor ketersediaan, kinerja, dan
kualitas.
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi bersih jam 38.22 55.94 11.72 42.19 13.13 161.2
Waktu produk cacat jam 0.26 0.39 0.08 0.27 0.09 1.09
Waktu operasi yang berharga jam 37.96 55.55 11.64 41.92 13.04 160.11
0.993 0.993 0.993 0.994 0.993 0.993Kualitas (Q)
OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
67
Tabel 4.20 Perhitungan OEE bulan Januari 2011
Pada tabel 4.20 nilai OEE 0.723 pada minggu pertama merupakan hasil perkalian
ketersediaan (0.728), kinerja (0.999), dan kualitas (0.993). Nilai rata-rata OEE
untuk bulan januari adalah 0.687.
Gambar 4.12 Diagram nilai OEE bulan Januari 2011
4.1.3.2 Perhitungan OEE bulan Februari 2011
1. Perhitungan faktor ketersediaan (A)
Tabel 4.21 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada
bulan Februari 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 61.2 jam di
minggu pertama merupakan hasil dari waktu operasi (88.15 jam) dikurangi
penghentian rutin (4.9 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (22.05
jam). Maka nilai ketersediaan (A) merupakan hasil pembagian antara waktu
pemuatan (61.2 jam) dengan waktu operasi (88.15 jam).Rata-rata nilai ketersedian
di bulan Februari adalah 0.67.
Deskripsi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Rata-rata
Ketersediaan (A) 0.728 0.701 0.733 0.670 0.629 0.692
Kinerja (P) 0.999 0.999 0.999 1.000 0.998 0.999
Kualitas (Q) 0.993 0.993 0.993 0.994 0.993 0.993
OEE 0.723 0.695 0.728 0.666 0.623 0.687
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
68
Tabel 4.21 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Februari 2011
Gambar 4.13 Diagram tingkat ketersediaan bulan Februari 2011
2. Perhitungan faktor kinerja (P)
Tabel 4.22 merupakan tabel perhitungan tingkat ketersediaan di bulan Februari
2011. Pada tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 61.19 jam pada minggu
pertama merupakan hasil dari waktu pemuatan (61.2 jam) dikurangi penghentian
minor (0.01 jam). Maka tingkat kinerja senilai 1.000 merupakan hasil bagi antara
waktu operasi bersih (61.19 jam) dengan waktu pemuatan (61.2 jam). Nilai rata-
rata tingkat kinerja di bulan Februari 2011 adalah 0.999.
Tabel 4.22 Perhitungan faktor kinerja bulan Februari 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi jam 88.15 127.72 126.83 117.65 18.8 479.15
Penghentian rutin jam 4.9 11.28 5.83 5.45 0.63 28.09
Kegagalan pasokan jam 0 0 0 0 0 0
Kerusakan jam 22.05 37.2 31.38 35.58 4.22 130.43
Waktu pemuatan jam 61.2 79.24 89.62 76.62 13.95 320.63
0.69 0.62 0.71 0.65 0.74 0.67Ketersediaan (A)
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu pemuatan jam 61.2 79.24 89.62 76.62 13.95 320.63
Penghentian minor jam 0.01 0.01 0.01 0.17 0.01 0.21
Waktu operasi bersih jam 61.19 79.23 89.61 76.45 13.94 320.42
1.000 1.000 1.000 0.998 0.999 0.999Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
69
Gambar 4.14 Diagram tingkat kinerja bulan Februari 2011
3. Perhitungan faktor kualitas (Q)
Pada tabel 4.23, waktu operasi yang berharga sebesar 60.77 jam pada minggu
pertama merupakan hasil dari waktu operasi bersih (61.19 jam) dikurangi dengan
waktu produk cacat (0.42 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993
merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (60.77 jam) dengan waktu
operasi bersih (61.19 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan Februari 2011
adalah 0.993.
Tabel 4.23 Perhitungan faktor kualitas bulan Februari 2011
Gambar 4.15 Diagram nilai kualitas bulan Februari 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi bersih jam 61.19 79.23 89.61 76.45 13.94 320.42
Waktu produk cacat jam 0.42 0.57 0.64 0.56 0.07 2.26
Waktu operasi yang berharga jam 60.77 78.66 88.97 75.89 13.87 318.16
0.993 0.993 0.993 0.993 0.995 0.993Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
70
4. Nilai OEE
Tabel 4.24 Perhingan OEE bulan Februari 2011
Pada tabel 4.24 nilai OEE 0.689 pada minggu pertama merupakan hasil perkalian
ketersediaan (0.694), kinerja (1.000), dan kualitas (0.993). Nilai rata-rata OEE
untuk bulan Februari adalah 0.678.
Gambar 4.16 Diagram nilai OEE bulan Februari 2011
4.1.3.3 Perhitungan OEE bulan Maret
1. Perhitungan faktor ketersediaan (A)
Tabel 4.25 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada
bulan Maret 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 73.3 jam di
minggu pertama merupakan hasil dari waktu operasi (113.8 jam) dikurangi
penghentian rutin (4.7 jam), kegagalan pasokan (0.42 jam), dan kerusakan (35.38
jam). Maka nilai ketersediaan (A) merupakan hasil pembagian antara waktu
pemuatan (73.3 jam) dengan waktu operasi (113.8 jam).Rata-rata nilai ketersedian
di bulan Maret adalah 0.67.
Deskripsi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Rata-rata
Ketersediaan (A) 0.694 0.620 0.707 0.651 0.742 0.683
Kinerja (P) 1.000 1.000 1.000 0.998 0.999 0.999
Kualitas (Q) 0.993 0.993 0.993 0.993 0.995 0.993
OEE 0.689 0.616 0.701 0.645 0.738 0.678
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
71
Tabel 4.25 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Maret 2011
Gambar 4.17 Diagram tingkat ketersediaan bulan Maret 2011
2. Perhitungan faktor kinerja (P)
Tabel 4.26 merupakan tabel perhitungan tingkat ketersediaan di bulan Maret
2011. Pada tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 73.25 jam pada minggu
pertama merupakan hasil dari waktu pemuatan (73.3 jam) dikurangi penghentian
minor (0.05 jam). Maka tingkat kinerja senilai 0.999 merupakan hasil bagi antara
waktu operasi bersih (73.25 jam) dengan waktu pemuatan (73.3 jam). Nilai rata-
rata tingkat kinerja di bulan Maret 2011 adalah 0.999.
Tabel 4.26 Perhitungan tingkat kinerja bulan Maret 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi jam 113.8 124.17 103.92 80.17 - 422.06
Penghentian rutin jam 4.7 4.28 4.27 2.33 - 15.58
Kegagalan pasokan jam 0.42 0.67 0.28 0 - 1.37
Kerusakan jam 35.38 34.08 33.07 12.47 - 115
Waktu pemuatan jam 73.3 85.14 66.3 65.37 - 290.11
0.64 0.69 0.64 0.82 - 0.69Ketersediaan (A)
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu pemuatan jam 73.3 85.14 66.3 65.37 - 290.11
Penghentian minor jam 0.05 0.11 0.02 0.08 - 0.26
Waktu operasi bersih jam 73.25 85.03 66.28 65.29 - 289.85
0.999 0.999 1.000 0.999 - 0.999Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
72
Gambar 4.18 Diagram tingkat kinerja bulan Maret 2011
3. Perhitungan faktor kualitas (Q)
Pada tabel 4.27, waktu operasi yang berharga sebesar 72.79 jam pada minggu
pertama merupakan hasil dari waktu operasi bersih (73.25 jam) dikurangi dengan
waktu produk cacat (0.46 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.994
merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (72.79 jam) dengan waktu
operasi bersih (73.25 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan Maret 2011
adalah 0.993.
Tabel 4.27 Perhitungan tingkat kualitas bulan Maret 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi bersih jam 73.25 85.03 66.28 65.29 - 289.85
Waktu produk cacat jam 0.46 0.56 0.47 0.46 - 1.95
Waktu operasi yang berharga jam 72.79 84.47 65.81 64.83 - 287.9
0.994 0.993 0.993 0.993 - 0.993Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
73
Gambar 4.19 Diagram nilai Kualitas bulan Maret 2011
4. Nilai OEE
Tabel 4.28 Perhitungan nilai OEE bulan Maret 2011
Pada tabel 4.28 nilai OEE 0.640 pada minggu pertama merupakan hasil perkalian
ketersediaan (0.644), kinerja (0.999), dan kualitas (0.994). Nilai rata-rata OEE
untuk bulan Maret adalah 0.640.
Gambar 4.20 Diagram nilai OEE bulan Maret.2011
Deskripsi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Rata-rata
Ketersediaan (A) 0.644 0.686 0.638 0.815 - 0.696
Kinerja (P) 0.999 0.999 1.000 0.999 - 0.999
Kualitas (Q) 0.994 0.993 0.993 0.993 - 0.993
OEE 0.640 0.680 0.633 0.809 - 0.690
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
74
4.1.3.4 Perhitungan OEE bulan April 2011
1. Perhitungan tingkat ketersediaan (A)
Tabel 4.29 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada
bulan April 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 90.32 jam di
minggu kedua merupakan hasil dari waktu operasi (140.47 jam) dikurangi
penghentian rutin (4 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (46.15 jam).
Maka nilai ketersediaan 0.64 merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan
(90.32 jam) dengan waktu operasi (140.47 jam).Rata-rata nilai ketersediaan di
bulan April adalah 0.63.
Tabel 4.29 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan April 2011
Gambar 4.21 Diagram tingkat ketersediaan bulan April 2011
2. Perhitungan tingkat kinerja (P)
Tabel 4.30 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja di bulan April 2011. Pada
tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 90.26 jam pada minggu kedua
merupakan hasil dari waktu pemuatan (90.32 jam) dikurangi penghentian minor
(0.06 jam). Maka tingkat kinerja senilai 0.999 merupakan hasil bagi antara waktu
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi jam - 140.47 109.93 91.62 105.72 447.74
Penghentian rutin jam - 4 4.2 2.52 4.55 15.27
Kegagalan pasokan jam - 0 0 2 0.58 2.58
Kerusakan jam - 46.15 43.62 25.18 33.72 148.67
Waktu pemuatan jam - 90.32 62.11 61.92 66.87 281.22
- 0.64 0.56 0.68 0.63 0.63Ketersediaan (A)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
75
operasi bersih (90.26 jam) dengan waktu pemuatan (90.32 jam). Nilai rata-rata
tingkat kinerja di bulan April 2011 adalah 1.000.
Tabel 4.30 Perhitungan tingkat kinerja bulan April 2011
Gambar 4.22 Diagram tingkat kinerja bulan April 2011
3. Perhitungan tingkat kualitas (Q)
Pada tabel 4.31, waktu operasi yang berharga sebesar 89.68 jam pada minggu
kedua merupakan hasil dari waktu operasi bersih (90.26 jam) dikurangi dengan
waktu produk cacat (0.58 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.994
merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (89.68 jam) dengan waktu
operasi bersih (90.26 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan April 2011
adalah 0.993.
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu pemuatan jam - 90.32 62.11 61.92 66.87 281.22
Penghentian minor jam - 0.06 0.03 0.03 0.01 0.13
Waktu operasi bersih jam - 90.26 62.08 61.89 66.86 281.09
- 0.999 1.000 1.000 1.000 1.000Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
76
Tabel 4.31 Perhitungan tingkat kualitas bulan April 2011
Gambar 4.23 Diagram nilai kualitas bulan April 2011
4. Nilai OEE
Tabel 4.32 Perhitungan OEE bulan April 2011
Pada tabel 4.32 nilai OEE 0.638 pada minggu kedua merupakan hasil perkalian
ketersediaan (0.643), kinerja (0.999), dan kualitas (0.994). Nilai rata-rata OEE
untuk bulan April adalah 0.625.
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi bersih jam - 90.26 62.08 61.89 66.86 281.09
Waktu produk cacat jam - 0.58 0.41 0.44 0.46 1.89
Waktu operasi yang berharga jam - 89.68 61.67 61.45 66.4 279.2
- 0.994 0.993 0.993 0.993 0.993Kualitas (Q)
Deskripsi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Rata-rata
Ketersediaan (A) - 0.643 0.565 0.676 0.633 0.629
Kinerja (P) - 0.999 1.000 1.000 1.000 1.000
Kualitas (Q) - 0.994 0.993 0.993 0.993 0.993
OEE - 0.638 0.561 0.671 0.628 0.625
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
77
Gambar 4.24 Diagram nilai OEE bulan April 2011
4.1.3.5 Perhitungan OEE bulan Mei 2011
1. Perhitungan tingkat ketersediaan (A)
Tabel 4.33 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada
bulan Mei 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 82.29 jam di
minggu kedua merupakan hasil dari waktu operasi (119.67 jam) dikurangi
penghentian rutin (5.83 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (31.55
jam). Maka nilai ketersediaan 0.69 merupakan hasil pembagian antara waktu
pemuatan (82.29 jam) dengan waktu operasi (119.67 jam).Rata-rata nilai
ketersedian di bulan Mei adalah 0.68.
Tabel 4.33 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Mei 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi jam - 119.67 119.5 102.55 71.1 412.82
Penghentian rutin jam - 5.83 6.47 4.98 3.95 21.23
Kegagalan pasokan jam - 0 0 0.43 0 0.43
Kerusakan jam - 31.55 38.95 21.72 16.77 108.99
Waktu pemuatan jam - 82.29 74.08 75.42 50.38 282.17
- 0.69 0.62 0.74 0.71 0.68Ketersediaan (A)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
78
Gambar 4.25 Diagram tingkat ketersediaan bulan Mei 2011
2. Perhitungan tingkat kinerja (P)
Tabel 4.34 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja di bulan Mei 2011. Pada
tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 82.28 jam pada minggu kedua
merupakan hasil dari waktu pemuatan (82.29 jam) dikurangi penghentian minor
(0.01 jam). Maka tingkat kinerja senilai 1 merupakan hasil bagi antara waktu
operasi bersih (82.28 jam) dengan waktu pemuatan (82.29 jam). Nilai rata-rata
tingkat kinerja di bulan Mei 2011 adalah 0.999.
Tabel 4.34 Perhitungan tingkat kinerja bulan Mei 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu pemuatan jam - 82.29 74.08 75.42 50.38 282.17
Penghentian minor jam - 0.01 0.11 0.02 0.02 0.16
Waktu operasi bersih jam - 82.28 73.97 75.4 50.36 282.01
- 1.000 0.999 1.000 1.000 0.999Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
79
Gambar 4.26 Diagram tingkat kinerja bulan Mei 2011
3. Perhitungan tingkat kualitas (Q)
Pada tabel 4.35, waktu operasi yang berharga sebesar 81.7 jam pada minggu
kedua merupakan hasil dari waktu operasi bersih (82.28 jam) dikurangi dengan
waktu produk cacat (0.58 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993
merupakan hasil bagi antara waktu operasi yang berharga (81.7 jam) dengan
waktu operasi bersih (82.28 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan Mei
2011 adalah 0.993.
Tabel 4.35 Perhitungan tingkat kualitas bulan Mei 2011
Gambar 4.27 Diagram nilai kualitas bulan Mei 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi bersih jam - 82.28 73.97 75.4 50.36 282.01
Waktu produk cacat jam - 0.58 0.5 0.53 0.35 1.96
Waktu operasi yang berharga jam - 81.7 73.47 74.87 50.01 280.05
- 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
80
4. Nilai OEE
Tabel 4.36 Perhitungan OEE bulan Mei 2011
Pada tabel 4.36 nilai OEE 0.683 pada minggu kedua merupakan hasil perkalian
ketersediaan (0.688), kinerja (1.000), dan kualitas (0.993). Nilai rata-rata OEE
untuk bulan Mei adalah 0.683.
Gambar 4.28 Nilai OEE bulan Mei 2011
Dari tabel perhitungan OEE (tabel 4.10) dapat disimpulkan bahwa faktor
ketersediaan menjadi faktor yang paling mempengaruhi nilai OEE. Nilai rata-rata
OEE bulan Mei adalah 69 %. Nilai OEE tertinggi terjadi di minggu ke 4 sebesar
74 %, sedangkan nilai OEE terendah terjadi di minggu ke-3 sebesar 62 %
Deskripsi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Rata-rata
Ketersediaan (A) - 0.688 0.620 0.735 0.709 0.688
Kinerja (P) - 1.000 0.999 1.000 1.000 0.999
Kualitas (Q) - 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993
OEE - 0.683 0.615 0.730 0.703 0.683
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
81
4.1.3.6 Perhitungan OEE bulan Juni 2011
1. Perhitungan faktor ketersediaan
Tabel 4.37 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada
bulan Juni 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 6.54 jam di minggu
pertama merupakan hasil dari waktu operasi (10.37 jam) dikurangi penghentian
rutin (2.33 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (1.5 jam).
Maka nilai ketersediaan 0.63 merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan
(6.54 jam) dengan waktu operasi (10.37 jam).Rata-rata nilai ketersedian di bulan
Juni adalah 0.73.
Tabel 4.37 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan juni 2011
Gambar 4.29 Diagram tingkat ketersediaan bulan Juni 2011
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi jam 10.37 137.63 149.8 146.52 88.15 532.47
Penghentian rutin jam 2.33 6.53 6.57 7.08 3.25 25.76
Kegagalan pasokan jam 0 0 0 6.12 0.55 6.67
Kerusakan jam 1.5 40 34.95 22.62 14.68 113.75
Waktu pemuatan jam 6.54 91.1 108.28 110.7 69.67 386.29
0.63 0.66 0.72 0.76 0.79 0.73Ketersediaan (A)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
82
2. Perhitungan faktor kineerja (P)
Tabel 4.38 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja di bulan Juni 2011. Pada
tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 6.53 jam pada minggu pertama
merupakan hasil dari waktu pemuatan (6.54 jam) dikurangi penghentian minor
(0.01 jam). Maka tingkat kinerja senilai 0.998 merupakan hasil bagi antara waktu
operasi bersih (6.53 jam) dengan waktu pemuatan (6.54 jam). Nilai rata-rata
tingkat kinerja di bulan Juni 2011 adalah 1.000.
Tabel 4.38 Perhitungan faktor kinerja bulan Juni 2011
Gambar 4.30 Diagram tingkat kinerja bulan Juni 2011
3. Perhitungan faktor kualitas (Q)
Pada tabel 4.39, waktu operasi yang berharga sebesar 90.46 jam pada minggu
kedua merupakan hasil dari waktu operasi bersih (91.08 jam) dikurangi dengan
waktu produk cacat (0.62 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993
merupakan hasil bagi antara waktu operasi yang berharga (90.46 jam) dengan
waktu operasi bersih (91.08 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan Juni
2011 adalah 0.993.
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu pemuatan jam 6.54 91.1 108.28 110.7 69.67 386.29
Penghentian minor jam 0.01 0.02 0.03 0.01 0 0.07
Waktu operasi bersih jam 6.53 91.08 108.25 110.69 69.67 386.22
0.998 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
83
Tabel 4.39 Perhitungan faktor kualitas bulan Juni 2011
Gambar 4.31 Diagram nilai kualitas bulan Juni 2011
4. Nilai OEE
Tabel 4.40 Perhitungan nilai OEE bulan Juni 2011
Pada tabel 4.40, nilai OEE 0.630 pada minggu pertama merupakan hasil perkalian
ketersediaan (0.631), kinerja (0.998), dan kualitas (1.000). Nilai rata-rata OEE
untuk bulan Juni adalah 0.708.
Deskripsi Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Total
Waktu operasi bersih jam 6.53 91.08 108.25 110.69 69.67 386.22
Waktu produk cacat jam 0 0.62 0.78 0.82 0.51 2.73
Waktu operasi yang berharga jam 6.53 90.46 107.47 109.87 69.16 383.49
1.000 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993Kualitas (Q)
Deskripsi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Rata-rata
Ketersediaan (A) 0.631 0.662 0.723 0.756 0.790 0.712
Kinerja (P) 0.998 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Kualitas (Q) 1.000 0.993 0.993 0.993 0.993 0.994
OEE 0.630 0.657 0.717 0.750 0.785 0.708
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
84
Gambar 4.32 Diagram nilai OEE bulan Juni 2011
4.1.3.7 Perhitungan nilai OEE bulan Januari-Juni 2011
1. Perhitungan faktor ketersediaan (A)
Tabel 4.41 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan bulan
Januari hingga Juni 2011. Beberapa deskripsi dalam tabel tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Waktu operasi = Lamanya mesin beroperasi setelah dikurangi aktivitas
yang direncanakan mengganggu produksi (misalnya kegiatan
pemeliharaan yang direncanakan.
Penghentian rutin: Penggunaan waktu untuk persiapan mesin, pertukaran,
pembersihan, dan istirahat makan.
Kegagalan pasokan: Penghentian yang tidak diharapkan karena
kekurangan material, produk, operator, kelebihan beban pada penyangga,
penghentian pada mesin lainya.
Kerusakan: Penghentian karena kerusakan mekanik dan kelistrikan,
pemeliharaan korektif dan kesalahan operator.
Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan
pasokan, dan kerusakan.
Ketersediaan (A): Waktu pemuatan / Waktu operasi
Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 161.32 jam di bulan Januari
merupakan hasil dari waktu operasi (232.27 jam) dikurangi penghentian rutin
(12.15 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (58.8 jam). Maka nilai
ketersediaan 0.69 merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan (161.32
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
85
jam) dengan waktu operasi (232.27 jam).Rata-rata nilai ketersedian bulan Januari
hingga Juni adalah 0.68.
Tabel 4.41 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari-Juni 2011
Gambar 4.33 Diagram tingkat ketersediaan bulan januari-Juni 2011
2. Perhitungan faktor kinerja (P)
Tabel 4.42 merupakan perhitungan tingkat kinerja bulan Januari hingga Juni
2011..
Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan
pasokan, dan kerusakan. (didapatkan dari perhitungan ketersediaan)
Penghentian minor: Penghentian yang disebabkan oleh kemacetan pada
jaulur kaleng
Waktu operasi bersih: Waktu pemuatan – penghentian minor
Kinerja (P): Waktu operasi bersih / waktu pemuatan
Pada tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 161.18 jam di bulan Januari
merupakan hasil dari waktu pemuatan (161.32 jam) dikurangi penghentian minor
(0.14 jam). Maka tingkat kinerja 0.999 merupakan hasil bagi antara waktu operasi
Deskripsi Unit Jan Feb Mar April Mei Juni Total
Waktu operasi jam 232.27 479.15 422.06 447.74 412.82 532.47 2526.5
Penghentian rutin jam 12.15 28.09 15.58 15.27 21.23 25.76 118.08
Kegagalan pasokan jam 0 0 1.37 2.58 0.43 6.67 11.05
Kerusakan jam 58.8 130.43 115 148.67 108.99 113.75 675.64
Waktu pemuatan jam 161.32 320.63 290.11 281.22 282.17 386.29 1721.7
0.69 0.67 0.69 0.63 0.68 0.73 0.68Ketersediaan (A)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
86
bersih (161.18 jam) dengan waktu pemuatan (161.32 jam). Nilai rata-rata tingkat
kinerja di bulan Januari hingga Juni 2011 adalah 0.999.
Tabel 4.42 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2011
Gambar 4.34 Diagram tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2011
3. Perhitungan faktor kualitas (Q)
Tabel 4.19 merupakan tabel perhitungan nilai kualitas bulan Januari hingga Juni
2011. Beberapa deskripsi yang ada pada tabel dijelaskan sebagai berikut:
Waktu operasi bersih: waktu pemuatan - penghentian minor (perhitungan
tingkat kinerja)
Waktu produk cacat: Waktu yang digunakan untuk menghasilkan produk
cacat.
Waktu operasi yang berharga : Waktu operasi bersih – waktu produk cacat
(waktu operasi murni setelah dikurangi segala bentu kerugian pada
peralatan)
Kualitas (Q): Waktu operasi yang berharga / waktu operasi bersih
Deskripsi Unit Jan Feb Mar April Mei Juni Total
Waktu pemuatan jam 161.32 320.63 290.11 281.22 282.17 386.29 1721.7
Penghentian minor jam 0.14 0.21 0.26 0.13 0.16 0.07 0.97
Waktu operasi bersih jam 161.18 320.42 289.85 281.09 282.01 386.22 1720.8
0.999 0.999 0.999 1.000 0.999 1.000 0.999Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
87
Pada tabel 4.43, waktu operasi yang berharga sebesar 160.1 jam pada bulan
Januari merupakan hasil dari waktu operasi bersih (161.18 jam) dikurangi dengan
waktu produk cacat (1.08 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993
merupakan hasil bagi antara waktu operasi yang berharga (160.1 jam) dengan
waktu operasi bersih (161.18 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan januari
hingga Juni 2011 adalah 0.993.
Tabel 4.43 Perhitungan tingkat kualitas bulan Januari-Juni 2011
Gambar 4.35 Diagram nilai kualitas bulan Januari-Juni 2011
4. Nilai OEE
Tabel 4.44 merupakan tabel perthitungan nilai OEE di bulan januari hingga Juni
2011. Nilai OEE merupakan hasil perkalian dari faktor ketersediaan, faktor
kinerja, dan faktor kualitas.
Deskripsi Unit Jan Feb Mar April Mei Juni Total
Waktu operasi bersih jam 161.18 320.42 289.85 281.09 282.01 386.22 1720.8
Waktu produk cacat jam 1.08 2.26 1.96 1.9 1.96 2.74 11.9
Waktu operasi yang berharga jam 160.1 318.16 287.89 279.19 280.05 383.48 1708.9
0.993 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
88
Tabel 4.44 Perhitungan nilai OEE bulan Januari-Juni 2011
Gambar 4.36 Diagram nilai OEE bulan Januari-Juni 2011
Pada tabel diatas , nilai rata-rata OEE 0.676 merupakan hasil perkalian faktor
ketersediaan (0.681), kinerja (0.999), dan kualitas (0.993)
Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor ketersediaan
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya nilai OEE.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Rata rata
Ketersediaan (A) 0.695 0.669 0.687 0.628 0.684 0.725 0.681
Kinerja (P) 0.999 0.999 0.999 1.000 0.999 1.000 0.999
Kualitas (Q) 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993 0.993
OEE = A x P x Q 0.689 0.664 0.682 0.624 0.678 0.720 0.676
Deskripsi2011
OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q)
0.676 = 0.681 x 0.999 x 0.993
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
89
Tabel 4.45 Kerugian peralatan bulan januari-Juni 2011
Pada tabel 4.45 merupakan tabel kerugian peralatan yang dapat mempengaruhi
ketersediaan. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kerusakan merupakan
kerugian yang paling dominan dengan 675.64 jam, diikuti penghentian rutin
dengan 118.08 jam, dan kegagalan pasokan 11.05 jam. Jika dibuat dalam
persentase, kerusakan pada peralatan berkontribusi sebesar 84 %, penghentian
rutin 15%, dan kegagalan pasokan 1%. (Gambar 4.37)
Gambar 4.37 Diagram pie kerugian pada peralatan bulan Januari-Juni 2011 yang
mempengaruhi tingkat ketersediaan.
Pada tabel 4.46 dibawah ini merupakan data kerusakan pada tiap stasiun kerja
bulan Januari hingga Juni 2011. Pada tabel tersebut mesin body maker merupakan
penyumbang kerusakan paling besar dengan 282.57 jam.
Deskripsi Unit Januari Februari Maret April Mei Juni Total
Penghentian rutin jam 12.15 28.09 15.58 15.27 21.23 25.76 118.08
Kegagalan pasokan jam 0 0 1.37 2.58 0.43 6.67 11.05
Kerusakan jam 58.8 130.43 115 148.67 108.99 113.75 675.64
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
90
Tabel 4.46 Data kerusakan bulan Januari-Juni 2011
Gambar 4.38 Diagram pareto kerusakan peralatan
Bila data kerusakan tersebut dibuat diagram pareto, maka ada 4 stasiun kerja
yang menyumbang 80% kerusakan di area can making line 1. (Gambar 4.38):
1. Body maker
2. Parting station
3. Palletizer
4. Seamer
4.2 Evaluasi kekritisan dan Fault Tree Analysis
Langkah selanjutnya adalah mendefinisikan mode kegagalan pada 4 stasiun kerja
yang paling berkontribusi terhadap kerusakan area can making line 1, yaitu
Kerusakan Kerusakan (jam)
Body maker 282.57
Parting station 133.12
Palletizer 100.02
Seamer 51.95
Leak tester 30.07
Flanger 29.2
Masalah elektrik 24.84
Conveyor elevator 23.85
Total 675.62
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
91
stasiun kerja body maker, parting, palletizer, dan seamer. Semua mode kegagalan
kemudian akan dinilai tingkat kekritisanya terhadap faktor keselamatan,
lingkungan, kerugian produksi, dan biaya pemeliharaan. Tabel 4.47 merupakan
kriteria evaluasi dalam analisa kekritisan mode kegagalan.
Tabel 4.47 Kriteria evaluasi analisa kekritisan
Berdasarkan evaluasi pada tabel diatas,maka dapat dibentuk matrik kekritisan
untuk area can making line 1, dalam pengaruhnya terhadap faktor keselamatan,
lingkungan, kerugian produksi, dan biaya pemeliharaan (Gambar 4.39). Matrik
inilah yang dijadikan landasan dalam menilai tingkat kekritisan mode kegagalan
pada FMECA.
Item Level Kriteria
Tingkat keparahan (MTTF) D 0 jam hingga 1 minggu
C 1 minggu hingga 3 bulan
B 3 bulan hingga 1 tahun
A 1 hingga 5 tahun
Konsekuensi keselamatan (S) V Cedera yang mematikan
IV Kecelakaan serius dengan cidera permanen
III Kecelakaan yang menyebabkan sakit
II Kecelakaan yang tidak menyebabkan sakit
I Hampir kecelakaan
Konsekuensi lingkungan (E) IV Pelanggaran terhadap peraturan lingkungan dengan dampak yang besar terhadap
lingkungan
III Pelanggaran terhadap peraturan lingkungan yang mengarah terhadap gangguan dalam
ruang lingkup perusahaan.
II Pelanggaran terhadap peraturan lingkungan tanpa dampak langsung.
I Tanpa dampak
Konsekuensi kerugian produksi (P) V Menghentikan keseluruhan pabrik
IV Menghentikan sebagian dari pabrik
III Kehilangan 30 % kapasitas
II Kehilangan 10 % kapasitas
I Tidak ada efek
Konsekuensi biaya pemeliharaan (M) V > €100.000
IV €10.000 hingga €100.000
III €2.500 hingga €10.000
II 0 hingga €2.500
I Tidak ada efek
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
92
Gambar 4.39 Matrik kekritisan area can making line 1
4.2.1 Mesin Body maker
4.2.1.1 Analisa kekritisan
Pada tabel 4.48 terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi,
diantaranya pergerakan tidak sinkron pada feeder, suhu yang tinggi pada sheet
conveyor, pergerakan tidak sinkron pada sistem transport, body can macet,
pengelasan yang tidak baik, dan suhu yang tinggi pada sistem wire. Setelah
masing masing mode kegagalan dinalisa, ternyata ada 3 mode kegagalan yang
memiliki tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan 3 lainya memiliki tingkat
kekritisan menengah (Medium).
Ketiga mode kegagalan tersebut adalah, pergerakan tidak sinkron pada feeder,
body can macet, dan pengelasan yang tidak baik. Ketiga mode kegagalan inilah
yang akan dicari penyebabnya dengan fault tree analysis.
D L M M H H D L M M H
C L L M H H C L M M H
B L L M H H B L L M H
A L L M H H A L L M H
I II III IV V I II III IV
D L M H H H D M H H H H
C L M H H H C L M H H H
B L M H H H B L M H H H
AL L M H H
AL L M H H
I II III IV V I II III IV
Konsekuensi terhadap kerugian produksi Konsekuensi terhadap biaya pemeliharaan
Tin
gkat
kep
arah
an
Tin
gkat
kep
arah
an
Konsekuensi terhadap keselamatan Konsekuensi terhadap lingkungan
Tin
gkat
kep
arah
an
Tin
gkat
kep
arah
an
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
93
Tabel 4.48 FMECA mesin body maker
4.2.1.2 Akar penyebab kegagalan
1. Pergerakan tidak sinkron pada feeder
Diagram FTA untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron pada feeder dapat
dilihat pada gambar 4.40 dan tabel 4.49. Dari hasil analisa didapatkan 14 basic
event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.40 FTA untuk pergerakan tidak sinkron pada feeder
Mes
in
Fu
ngsi
Mod
e k
egagala
n
Tin
gk
at
kep
ara
han
Kes
elam
ata
n (
S)
Lev
el
Lin
gk
un
gan
(E
)
Lev
el
Ker
ugia
n p
rod
uk
si (
P)
Lev
el
Bia
ya p
emel
ihara
an
(M
)
Lev
el
Kek
riti
san
Pergerakan tidak
sinkron pada feederB III M I L III H III H H
Suhu yang tinggi pada
sheet conveyorA III M I L III M III M M
Pergerakan tidak
sinkron pada sistem
transport
A III M I L III M III M M
Body can macetB III M I L III H III H H
Pengelasan yang tidak
baikB III M I L III H III H H
Suhu yang tinggi pada
sistem wireA III M I L III M III M M
Body maker Pembuatan double
body can
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
94
Tabel 4.49 Event untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron pada feeder.
Berdasarkan akar penyebab kegagalan pada tabel 4.49 maka dapat diusulkan
tindakan perbaikan yang dpat dilihat pada tabel 4.50.
Tabel 4.50 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron
pada feeder
SIMBOL EVENT
T Pergerakan tidak sinkron pada feeder
A1 Keausan pada vaccum drum
A2 Feeder drive tidak sinkron
A3 Sucker bar tidak sinkron
A4 Keausan pada feeder magazine
B1 Kerusakan pada bearing
B2 Lip seal aus
B3 Bushing aus
B4 Disk aus
X1 Melebihi masa pakai bearing
X2 Kurangnya lubrikasi
X3 Rendahnya kualitas lip seal
X4 Lip seal melebihi masa pakai
X5 Rendahnya kualitas bushing
X6 Bushing melebihi masa pakai
X7 Rendahnya kualitas disk
X8 Kesalahan pada saat pemasangan
X9 Pengaturan feeder drive yang tidak tepat
X10 Parameter pengaturan yang tidak tepat
X11 Sucker bar melebihi masa pakai
X12 Pengaturan sucker bar yang tidak tepat
X13 Kualitas material feeder magazine
X14 Feeder magazine melebihi masa pakai
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Pergerakan tidak
sinkron pada feeder
Keausan pada vaccum drum Kurangnya lubrikasi Pelumasan berkala
Rendahnya kualitas spare part
vaccum drum
Memantau kualitas pasokan
spare part vaccum drum
Spare part vaccum drum
melebihi masa pakai
Menetapkan frekuensi
penggantian spare part
vaccum drum
Kesalahan pada saat
pemasangan
Menetapkan standar
pemasangan spare part
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
95
Tabel 4.50 (sambungan)
2. Body can macet
Diagram FTA untuk mode kegagalan body can macet dapat dilihat pada gambar
4.41 dan tabel 4.51. Dari hasil analisa didapatkan 24 basic event yang menjadi
akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.41 FTA untuk mode kegagalan body can macet
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Feeder drive tidak sinkron Pengaturan feeder drive yang
tidak tepat
Menetapkan standar
pengaturan feeder drive
Parameter pengaturan yang
tidak tepat
Menetapkan parameter
pengaturan feeder drive
Sucker bar tidak sinkron Sucker bar melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi
penggantian sucker bar
Pengaturan sucker bar yang
tidak tepat
Menetapkan standar
pengaturan sucker bar
Keausan pada feeder
magazine
Kualitas material feeder
magazine
Memantau kualitas pasokan
feeder magazine
Feeder magazine melebihi masa
pakai
Menetapkan frekuensi
penggantian feeder
magazine
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
96
Tabel 4.51 Event untuk mode kegagalan body can macet
Berdasarkan akar penyebab kegagalan pada tabel 4.51 maka dapat diusulkan
tindakan perbaikan yang dapat dilihat pada tabel 4.52.
SIMBOL EVENT
T Body can macet
A1 Kerusakan pada sistem transport 1
A2 Kerusakan pada sistem transport 3
A3 Kerusakan pada alat kalibrasi
A4 Kerusakan pada conveyor ROC
A5 Kerusakan pada conveyor OHC
B1 Keausan pada rantai
B2 Kerusakan pada motor penggerak
B3 Keausan pada pawls
B4 Kerusakan pada motor penggerak
B5 Keausan pada conveyor ROC
B6 Suhu terlalu tinggi pada motor penggerak
B7 Keausan pada conveyor OHC
B8 Suhu terlalu tinggi pada motor penggerak
X1 Rantai melebihi masa pakai
X2 Rendahnya kualitas rantai
X3 Pengaturan dan pemasangan yang tidak sesuai
X4 Motor penggerak melebihi masa pakai
X5 Kerusakan pada bearing
X6 Kurangnya pendinginan pada motor
X7 Pawl melebihi masa pakai
X8 Rendahnya kualitas material
X9 Pengaturan dan pemasangan yang tidak sesuai
X10 Motor penggerak melebihi masa pakai
X11 Kerusakan pada bearing
X12 Kurangnya pendinginan pada motor
X13 Alat kalibrasi melebihi masa pakai
X14 Rendahnya kualitas material alat kalibrasi
X15 Rendahnya kualitas material conveyor
X16 Conveyor melebihi masa pakai
X17 Kegagalan komponen elektrikal
X18 Kerusakan pada bearing
X19 Kurangnya pendinginan pada motor
X20 Rendahnya kualitas material conveyor
X21 Conveyor melebihi masa pakai
X22 Kegagalan komponen elektrikal
X23 Kerusakan pada bearing
X24 Kurangnya pendinginan pada motor
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
97
Tabel 4.52 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan body can macet
3. Pengelasan yang tidak baik
Diagram FTA untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik dapat dilihat
pada gambar 4.42 dan tabel 4.53. Dari hasil analisa didapatkan 16 basic event
yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Body can macet Keausan pada rantai Rantai melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian
rantai
Pengaturan dan pemasangan
yang tidak sesuai
Menetapkan standar pengaturan dan
pemasangan rantai
Kerusakan pada motor
penggerak
Motor penggerak melebihi masa
pakai
Pemeriksaan secara berkala dan
melaksanakan manajemen elektrikal
motor
Kerusakan pada bearing Pelumasan secara berkala
Kurangnya pendinginan pada
motor
Pemantauan secara berkala
terhadap kipas pendingin motor
Keausan pada pawls Pawl melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian
pawls
Pengaturan dan pemasangan
yang tidak sesuai
Menetapkan standar pengaturan dan
pemasangan pawls
Kerusakan pada motor
penggerak
Motor penggerak melebihi masa
pakai
Pemeriksaan secara berkala dan
melaksanakan manajemen elektrikal
motor
Kerusakan pada bearing Pelumasan secara berkala
Kurangnya pendinginan pada
motor
Pemantauan secara berkala
terhadap kipas pendingin motor
Kerusakan pada alat
kalibrasi
Alat kalibrasi melebihi masa
pakai
Menetapkan frekuensi penggantian
alat kalibrasi
Keausan pada conveyor
ROC dan OHC
Rendahnya kualitas material
conveyor
Memantau kualitas pasokan
conveyor
Conveyor melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian
conveyor
Suhu terlalu tinggi pada
motor penggerak
Kegagalan komponen elektrikal Pemeriksaan secara berkala dan
melaksanakan manajemen elektrikal
motor
Kerusakan pada bearing Pelumasan secara berkala
Kurangnya pendinginan pada
motor
Pemantauan secara berkala
terhadap kipas pendingin motor
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
98
Gambar 4.42 Diagram FTA untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik
Tabel 4.53 Event utuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik
SIMBOLEVENT
T Pengelasan yang tidak baik
A1 Kerusakan pada pendulum
A2 Kerusakan pada welding roll
A3 Kerusakan pada wire profiler
A4 Kerusakan pada motor wire profiler
A5 Kerusakan pada wire chopper
B1 Keausan pada pendulum
B2 Kebocoran pada pendulum
B3 Keausan pada wire profiler
B4 Suhu yang terlalu tinggi pada motor
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
99
Tabel 4.53 (sambungan)
Berdasarkan akar penyebab kegagalan pada tabel 4.53 maka dapat diusulkan
tindakan perbaikan yang dapat dilihat pada tabel 4.54.
Tabel 4.54 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik
SIMBOLEVENT
X1 Rendahnya kualitas material
X2 Pengaturan pendulum yang tidak tepat
X3 Rendahnya kualitas seal
X4 Melebihi masa pakai
X5 Profil welding roll tidak standar
X6 Welding roll melebihi masa pakai
X7 Pengaturan welding roll yang tidak tepat
X8 Rendahnya kualitas material
X9 Wire profiler melebihi masa pakai
X10 Kebocoran pada wire profiler
X11 Pengaturan kedalaman wire yang tidak tepat
X12 Kegagalan komponen elektrikal
X13 Kerusakan pada bearing
X14 Kurangnya pendinginan motor
X15 Wire chopper melebihi masa pakai
X16 Pengaturan wire chopper yang tidak tepat
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Pengelasan yang
tidak baik
Kerusakan pada pendulum Pengaturan pendulum yang
tidak tepat
Menetapkan standar pengaturan
pendulum
Rendahnya kualitas seal Memantau kualitas pasokan seal
Melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi
penggantian pendulum
Kerusakan pada welding roll Profil welding roll tidak
standar
Menetapkan standar profil
welding roll
Welding roll melebihi masa
pakai
Menetapkan frekuensi
penggantian welding roll
Pengaturan welding roll
yang tidak tepat
Menetapkan standar pengaturan
welding roll
Kerusakan pada wire
profiler
Rendahnya kualitas
material
Memantau kualitas pasokan wire
profiler
Wire profiler melebihi
masa pakai
Menetapkan frekuensi
penggantian wire profiler
Pengaturan kedalaman
wire yang tidak tepat
menetapkan standar pengaturan
kedalaman wire
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
100
Tabel 4.54 (sambungan)
4.2.2 Mesin parting
4.2.2.1 Analisa kekritisan
Pada tabel 4.48 terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi,
diantaranya pengereman yang tidak berjalan normal, posisi yang tidak sinkron,
pemotongan yang tidak normal, shutdown yang tidak normal, dan unit lubrikasi
tidak berfungsi. Setelah masing masing mode kegagalan dinalisa, ternyata hanya
ada 3 mode kegagalan yang memiliki tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan
2 lainya memiliki tingkat kekritisan menengah (Medium).
Ketiga mode kegagalan tersebut adalah, posisi yang tidak sinkron, pemotongan
yang tidak normal, dan unit lubrikasi tidak berfungsi. Ketiga mode kegagalan
inilah yang akan dicari penyebabnya dengan fault tree analysis.
Tabel 4.55 FMECA mesin parting
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Kerusakan pada motor wire
profiler
Kegagalan komponen
elektrikal
Pemeriksaan secara berkala dan
melaksanakan manajemen
elektrikal motor
Kerusakan pada bearing Pelumasan secara berkala
Kurangnya pendinginan
motor
Pemantauan secara berkala
terhadap kipas pendingin motor
Kerusakan pada wire
chopper
Wire chopper melebihi
masa pakai
Menetapkan frekuensi
penggantian wire chopper
Pengaturan wire chopper
yang tidak tepat
Menetapkan standar pengaturan
wire chopper
Mes
in
Fu
ngsi
Mod
e k
egagala
n
Tin
gk
at
kep
ara
han
Kes
elam
ata
n (
S)
Lev
el
Lin
gk
un
gan
(E
)
Lev
el
Ker
ugia
n p
rod
uk
si (
P)
Lev
el
Bia
ya p
emel
ihara
an
(M
)
Lev
el
Kek
riti
san
Pengereman tidak
berjalan normalA I L I L III M III M M
Posisi yang tidak
sinkronB I L I L III H III H H
Pemotongan tidak
normalB I L I L III H III H H
Shutdown yang tidak
normalA I L I L III M III M M
Unit lubrikasi tidak
berfungsiB I L I L III H III H H
Memisahkan double
body can menjadi
single body can
Parting
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
101
4.2.2.2 Akar penyebab kegagalan
1. Posisi yang tidak sinkron
Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi yang tidak sinkron dapat dilihat pada
gambar 4.43 dan tabel 4.56. Dari hasil analisa didapatkan 11 basic event yang
menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.43 Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi tidak sinkron
Tabel 4.56 Event untuk mode kegagalan Posisi yang tidak sinkron
SIMBOL EVENT
T Posisi yang tidak sinkron
A1 Setingan yang tidak tepat
A2 Joint patah
A3 Kerusakan Bearing
B1 Lubrikasi yang tidak baik
X1 Baut kendor
X2 Kaleng macet
X3 Material joint yang buruk
X4 Desain yang lemah
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
102
Tabel 4.56 (sambungan)
Berdasarkan akar penyebab kegagalan pada tabel 4.56 maka dapat diusulkan
tindakan perbaikan yang dapat dilihat pada tabel 4.57.
Tabel 4.57 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan posisi yang tidak sinkron
2. Pemotongan yang tidak normal
Diagram FTA untuk mode kegagalan pemotongan tidak normal dapat dilihat pada
gambar 4.44 dan tabel 4.58. Dari hasil analisa didapatkan 19 basic event yang
menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
SIMBOL EVENT
X5 Pemasangan yang tidak sesuai
X6 Kualitas bearing
X7 Injeksi pelumas yang tidak lancar
X8 Kotoran pada pelumas
X9 Kurangnya pelumasan
X10 Pemasangan bearing yang tidak tepat
X11 Beban berlebih pada bearing
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Posisi yang tidak sinkron Pengaturan yang tidak tepat Baut kendur Monitoring kekencangan baut dan
pengecekan berkala
Joint patah Rendahnya kualitas
material joint
Melakukan pengecekan terhadap
pasokan spare part
Desain yang lemah Perhitungan ulang kekuatan joint
Pemasangan yang tidak
sesuai
Membuat standar pemasangan dan
penyeimbangan joint
Kerusakan bearing Kurangnya pelumasan Pelumasan secara berkala
Pemasangan bearing
yang tidak tepat
Membuat standar pemasangan bearing
serta melengkapi alat pemasang bearing
Kotoran pada pelumas Penggantian pelumas secara berkala
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
103
Gambar 4.44 Diagram FTA untuk mode kegagalan pemotongan yang tidak
normal
Tabel 4.58 Event untuk mode kegagalan pemotongan yang tidak normal
SIMBOL EVENT
T Pemotongan yang tidak normal
A1 Kerusakan pada inner die shaft
A2 Kerusakan pada pinion gear
A3 Kerusakan pada bearing
A4 Kerusakan pada pegas
A5 Kerusakan pada dies
B1 Buruknya pelumasan
X1 Rendahnya kekuatan desain
X2 Kualitas material yang tidak baik
X3 Kekerasan material yang rendah
X4 Kelelahan material
X5 Injeksi pelumas tidak lancar
X6 Kotoran pada pelumas
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
104
Tabel 4.58 (sambungan)
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.58 dapat diusulkan tindakan perbaikan
seperti pada tabel 4.59
Tabel 4.59 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pemotongan tidak normal
SIMBOL EVENT
X7 Kurangnya pelumasan
X8 Kualitas material kurang baik
X9 Rendahnya kekerasan permukaan gear
X10 Kualitas bearing tidak baik
X11 Kotoran pada pelumas
X12 Beban berlebih pada bearing
X13 Kurangnya pelumasan
X14 Kualitas material pegas
X15 Kapasitas beban yang tidak memadai pada pegas
X16 Kelelahan material setelah pemakaian yang lama
X17 Pengaturan yang tidak tepat
X18 Rendahnya kekerasan permukaan dies
X19 Rendahnya kualitas material
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Pemotongan tidak normal Kerusakan pada inner die
shaft
Rendahnya kekuatan
desain
Perhitungan ulang kekuatan inner
die shaft
Rendahnya kualitas
material
Memantau kualitas pasokan spare
part
Kekerasan material yang
rendah
Membuat standar kekerasan
pasokan inner die shaft
Kerusakan pada pinion
gear
Kotoran pada pelumas Penggantian pelumas secara
berkala
Kurangnya pelumasan Pelumasan secara berkala
Rendahnya kekerasan
permukaan gear
Membuat standar kekerasan
pasokan gear
Kerusakan bearing Rendahnya kualitas
bearing
Memantau kualitas pasokan gear
Kotoran pada pelumas Penggantian pelumas secara
berkalaKurangnya pelumasan Pelumasan secara berkala
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
105
Tabel 4.59 (sambungan)
3. Unit lubrikasi tidak berfungsi
Diagram FTA untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi dapat dilihat
pada gambar 4.45 dan tabel 4.60. Dari hasil analisa didapatkan 9 basic event yang
menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.45 Diagram FTA untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi.
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Kerusakan pada pegas Kualitas material pegas Memantau kualitas pasokan pegas
Kapasitas beban yang
tidak memadai pada
pegas
Menghitung ulang kekuatan pegas
Kelelahan material
setelah pemakaian yang
lama
Menetapkan standar penggantian
pegas
Kerusakan pada dies Pengaturan yang tidak
tepat
Membuat standar pemasangan
dies
Rendahnya kekerasan
permukaan dies
Memantau kekerasan permukaan
pasokan dies
Rendahnya kualitas
material
Memantau kualitas pasokan dies
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
106
Tabel 4.60 Event untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.60, dapat diusulkan tindakan perbaikan
seperti pada tabel 4.61
Tabel 4.61 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak
berfungsi
SIMBOL EVENT
T Unit lubrikasi tidak berfungsi
A1 Kemacetan pada kipas
A2 Tekanan oli rendah
B1 Kerusakan bearing
B2 Gesekan pada dinding pompa
B3 Viskositas rendah
C1 Shaft bengkok
X1 Kualitas bearing
X2 Pemasangan bearing yang tidak tepat
X3 Cavitasi pada pompa
X4 Rendahnya kualitas material
X5 Rendahnya kekuatan desain
X6 Kelelahan pada material
X7 Spesifikasi oli yang tidak tepat
X8 Suhu oli terlalu tinggi
X9 Filter oli tersumbat
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Unit lubrikasi tidak
berfungsi
Kemacetan pada kipas Pemasangan bearing yang
tidak tepat
Membuat standar pemasangan
bearing serta melengkapi alat
pemasang bearing
Shaft pompa bengkok Rendahnya kualitas
material
Memantau kualitas pasokan
shaft
Rendahnya kekuatan
desain
Menghitung ulang kekuatan
shaft
Kelelahan pada material Menetapkan frekuensi
penggantian pegas
Tekanan oli rendah Spesifikasi oli yang tidak
tepat
Menghitung ualng spesifikasi
oli yang tepat
Suhu oli terlalu tinggi Menambahkan unit pendingin
pada sistem lubrikasi
Filter oli tersumbat Menetapkan frekuensi
penggantian filter
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
107
4.2.3 Mesin palletizer
4.2.3.1 Analisa kekritisan
Pada tabel 4.62 terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi,
diantaranya mesin tidak dapat bekerja normal, Posisi yang tidak benar, dan
kerusakan pada sistem pneumatic. Setelah masing masing mode kegagalan
dinalisa, ternyata hanya ada 2 mode kegagalan yang memiliki tingkat kekritisan
tinggi (High), sedangkan yang lainya memiliki tingkat kekritisan menengah
(Medium).
Kedua mode kegagalan tersebut adalah, posisi yang tidak benar dan kerusakan
pada sistem pneumatic. Kedua mode kegagalan inilah yang akan dicari
penyebabnya dengan fault tree analysis.
Tabel 4.62 FMECA mesin palletizer
4.2.3.2 Akar penyebab kegagalan
1. Posisi yang tidak benar
Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar dapat dilihat pada
gambar 4.46 dan tabel 4.63. Dari hasil analisa didapatkan 7 basic event yang
menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Mesi
n
Fu
ngsi
Mod
e k
egagala
n
Tin
gk
at
kep
arah
an
Kese
lam
ata
n (
S)
Level
Lin
gk
un
gan
(E
)
Level
Keru
gia
n p
rod
uk
si (
P)
Level
Bia
ya p
em
elih
araan
(M
)
Level
Kek
rit
isan
Mesin tidak dapat bekerja
normalA I L I L III M III M M
Posisi yang tidak benarB I L I L III H III H H
Kerusakan pada sistem
pneumaticB I L I L III H III H H
Memasukkan
kaleng pada
pallet
Palletizer
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
108
Gambar 4.46 Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar
Tabel 4.63 Event untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.63, dapat diusulkan tindakan perbaikan
seperti pada tabel 4.64.
SIMBOL EVENT
T Posisi yang tidak benar
A1 Gagalnya kontrol utama
A2 Gagalnya fungsi sensor
B1 Sensor tidak sejajar
B2 Sensor rusak
B3 Kesalahan pada sensor
X1 Pengaturan yang tidak tepat
X2 Korsleting karena melebihi umur pakai
X3 Rusaknya komponen elektrikal
X4 Pengaturan sensor yang tidak tepat
X5 Tertabrak komponen lain
X6 Pengaturan komponen yang tidak tepat
X7 Komponen melebihi masa pakai
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
109
Tabel 4.64 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar.
2. Kerusakan pada sistem pneumatic
Diagram FTA untuk mode kerusakan pada sistem pneumatic dapat dilihat pada
gambar 4.47 dan tabel 4.65. Dari hasil analisa didapatkan 7 basic event yang
menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.47 Diagram FTA untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem
pneumatic.
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Posisi yang tidak
benar
Gagalnya kontrol utama Pengaturan yang tidak tepat Membuat standar
pengaturan
Korsleting karena melebihi
umur pakai
Menetapkan frekuensi
penggantian komponen
elektrikal
Gagalnya fungsi sensor Pengaturan sensor yang tidak
tepat
Membuat standar
pengaturan sensor
Pengaturan komponen yang
tidak tepat
Membuat standar
pengaturan komponen
Komponen melebihi masa
pakai
Menetapkan frekuensi
penggantian komponen
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
110
Tabel 4.65 Event untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem pneumatic.
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.65 dapat diusulkan tindakan perbaikan
seperti pada tabel 4.66.
Tabel 4.66 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem
pneumatic.
SIMBOL EVENT
T Kerusakan pada sistem pneumatic
A1 Kegagalan pada air cylinder
A2 Kegagalan pada katup pengontrol
B1 Kebocoran pada seal
B2 Kerusakan pada poros dan dudukan silinder
B3 Kebocoran pada seal katup
X1 Kurangnya pelumasan
X2 Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic
X3 Beban yang menggantung
X4 Beban berlebih
X5 Baut yang kendor
X6 Kurangnya lubrikasi
X7 Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic
X8 Pengaturan katup yang tidak tepat
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Kerusakan pada
sistem pneumatic
Kegagalan pada air
cylinder
Kurangnya pelumasan Pelumasan secara berkala
Tingginya kelembaban
udara pada sistem
pneumatic
Memantau kadar air pada
udara yang dihasilkan
compressor
Beban yang
menggantung
Mendesain ulang struktur
pemasangan dudukan
Baut yang kendor Monitoring kekencangan
baut dan pengecekan
berkala
Kegagalan pada
katup pengontrol
Kurangnya lubrikasi Pelumasan secara berkala
Tingginya kelembaban
udara pada sistem
pneumatic
Memantau kadar air pada
udara yang dihasilkan
compressor
Pengaturan katup yang
tidak tepat
Membuat standar
pengaturan katup
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
111
4.2.4 Mesin seamer
4.2.4.1 Analisa kekritisan
Pada tabel 4.67 terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi,
diantaranya body can macet, timing tidak tepat, kemacetan pada lid, hasil seaming
tidak baik, Mesin tidak dapat bekerja, dan suhu yang tinggi pada sistem. Setelah
masing masing mode kegagalan dinalisa, ternyata hanya ada 3 mode kegagalan
yang memiliki tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan 2 lainya memiliki
tingkat kekritisan menengah (Medium) dan sisanya rendah (Low).
Ketiga mode kegagalan tersebut adalah, body can macet, timing yang tidak tepat,
kemacetan pada lid, dan hasil seaming tidak baik. Ketiga mode kegagalan inilah
yang akan dicari penyebabnya dengan fault tree analysis.
Tabel 4.67 FMECA mesin seamer
4.2.4.2 Akar penyebab kegagalan
1. Posisi yang tidak benar
Diagram FTA untuk mode kegagalan body can macet dapat dilihat pada gambar
4.48 dan tabel 4.68. Dari hasil analisa didapatkan 10 basic event yang menjadi
akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Mes
in
Fu
ng
si
Mo
de
keg
aga
lan
Tin
gk
at
kep
ara
ha
n
Kes
ela
ma
tan
(S
)
Lev
el
Lin
gk
un
ga
n (
E)
Lev
el
Ker
ug
ian
pro
du
ksi
(P
)
Lev
el
Bia
ya p
emel
iha
raa
n (
M)
Lev
el
Kek
riti
san
Body can macet B I L I L III H III H H
Timing tidak tepat B I L I L III H II M M
Kemacetan pada lidB I L I L III H III H H
Hasil seaming tidak baikB I L I L III H III H H
Mesin tidak dapat
bekerjaA I L I L III M III M M
Suhu yang tinggi pada
sistemB I L I L I L III H L
Memberi tutup
bagian bawah pada
kaleng
Seamer
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
112
Gambar 4.48 Diagram FTA untuk mode kegagalan body can macet
Tabel 4.68 Event untuk mode kegagalan body can macet
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.68, dapat diusulkan tindakan perbaikan
seperti pada tabel 4.69.
SIMBOL EVENT
T Body can macet
A1 Roller chain sprocket aus
A2 Keausan pada timing spiral
A3 Kerusakan pada air cylinder
B1 Rendahnya kualitas material
B2 Keausan pada seal cylinder
B3 Dudukan cylinder patah
X1 Kurangnya pelumasan
X2 Rendahnya kekerasan permukaan material
X3 Rendahnya kekuatan desain
X4 Rendahnya kualitas material spiral
X5 Melebihi masa pakai
X6 Kurangnya pelumasan
X7 Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic
X8 Melebihi masa pakai
X9 Rendahnya kualitas dudukan
X10 Beban yang menggantung
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
113
Tabel 4.69 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan body can macet
2. Kemacetan pada lid
Diagram FTA untuk mode kemacetan pada lid dapat dilihat pada gambar 4.49 dan
tabel 4.70. Dari hasil analisa didapatkan 14 basic event yang menjadi akar
penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Body can macet Roller chain sprocket aus Kurangnya pelumasan Pelumasan secara berkala
Rendahnya kekerasan
permukaan material
Memantau kekerasan
permukaan pasokan roller
chain sprocket
Rendahnya kekuatan desain Menghitung ulang kekuatan
sprocket
Keausan pada timing spiral Rendahnya kualitas material
spiral
Memantau kualitas pasokan
timing spiral
Melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi
penggantian spiral
Kerusakan pada air cylinder Kurangnya pelumasan Pelumasan secara berkala
Tingginya kelembaban udara
pada sistem pneumatic
Memantau kadar air pada
udara yang dihasilkan
compressor
Melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi
penggantian silinder
Rendahnya kualitas dudukan Memantau kualitas paokan
dudukan silinder
Beban yang menggantung Mendesain ulang struktur
pemasangan dudukan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
114
Gambar 4.49 Diagram FTA untuk mode kegagalan kemacetan pada lid
Tabel 4.70 Event untuk mode kegagalan kemacetan pada lid
SIMBOL EVENT
T Kemacetan pada lid
A1 keausan pada joint
A2 Keausan pada separator
A3 Kebocoran pada air cylinder
A4 Keausan pada pisau
B1 Pemilihan material separator
B2 Seal silinder aus
B3 Dudukan silinder patah
B4 Pemilihan material pisau
X1 Rendahnya kualitas material joint
X2 Rendahnya kekuatan desain
X3 Pemasangan yang tidak satu sumbu
X4 Rendahnya kualitas material
X5 Rendahnya kekerasan permukaan separator
X6 Melebihi masa pakai
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
115
Tabel 4.70 (sambungan)
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.70, dapat diusulkan tindakan perbaikan
seperti pada tabel 4.71.
Tabel 4.71 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan kemacetan pada lid
SIMBOL EVENT
X7 Kurangnya lubrikasi pada silinder
X8 Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic
X9 Melebihi masa pakai
X10 Rendahnya kualitas material dudukan silinder
X11 beban yang menggantung
X12 Rendahnya kualitas material pisau
X13 Rendahnya kekerasan permukaan material pisau
X14 Melebihi masa pakai
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Kemacetan pada lid keausan pada joint Rendahnya kualitas material
joint
Memantau kualitas pasokan
joint
Rendahnya kekuatan desain mendesain ulang kekuatan joint
Pemasangan yang tidak satu
sumbu
Membuat standar pemasangan
dan penyeimbangan joint
Keausan pada separator Rendahnya kualitas material Memantau kualitas pasokan
separator
Rendahnya kekerasan
permukaan separator
Memantau kekerasan
permukaan pasokan separator
Melebihi masa pakai menetapkan frekuensi
penggantian separator
Kebocoran pada air
cylinder
Kurangnya lubrikasi pada
silinder
Pelumasan secara berkala
Tingginya kelembaban udara
pada sistem pneumatic
Memantau kadar air pada
udara yang dihasilkan
compressor
Melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi
penggantian silinder
Rendahnya kualitas material
dudukan silinder
Memantau kualitas pasokan
dudukan silinder
Beban yang menggantung Mendesain ulang struktur
pemasangan dudukan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
116
Tabel 4.71 (sambungan)
3. Hasil seaming tidak baik
Diagram FTA untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik dapat dilihat pada
gambar 4.50 dan tabel 4.72. Dari hasil analisa didapatkan 20 basic event yang
menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.50 Diagram FTA untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Keausan pada pisau Rendahnya kualitas material
pisau
Memantau kualitas pasokan
pisau
Rendahnya kekerasan
permukaan material pisau
Memantau kekerasan
permukaan pasokan pisau
Melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi
penggantian pisau
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
117
Tabel 4.72 Event untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.72, dapat diusulkan tindakan perbaikan
seperti pada tabel 4.73.
SIMBOL EVENT
T Hasil seaming tidak baik
A1 Hasil seaming tahap pertama tidak baik
A2 Hasil seaming tahap kedua tidak baik
B1 Keausan pada seaming roll tahap pertama
B2 Keausan pada seaming chuck tahap pertama
B3 Kerusakan pada bearing tahap pertama
B4 Keausan pada seaming roll tahap kedua
B5 Keausan pada seaming chuck tahap kedua
B6 Kerusakan pada bearing tahap kedua
X1 Rendahnya kualitas seaming roll
X2 Pengaturan seaming roll yang tidak tepat
X3 Kurangnya pelumasan
X4 Profile seaming roll yang tidak sesuai
X5 Rendahnya kualitas material seaming chuck
X6 Pengaturan seaming chuck yang tidak tepat
X7 Melebihi masa pakai
X8 Rendahnya kualitas bearing
X9 Kurangnya pelumasan pada bearing
X10 Pemasangan bearing yang tidak tepat
X11 Rendahnya kualitas seaming roll
X12 Pengaturan seaming roll yang tidak tepat
X13 Kurangnya pelumasan
X14 Profile seaming roll yang tidak sesuai
X15 Rendahnya kualitas material seaming chuck
X16 Pengaturan seaming chuck yang tidak tepat
X17 Melebihi masa pakai
X18 Rendahnya kualitas bearing
X19 Kurangnya pelumasan pada bearing
X20 Pemasangan bearing yang tidak tepat
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
118
Tabel 4.73 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik.
4.3 Kesimpulan analisa
Setelah diadakan analisa menggunakan diagram FTA, maka dapat disimpulkan
beberapa akar penyebab kerusakan pada mesin body maker, parting, palletizer,
dan seamer. Tabel 4.74 hingga tabel 4.77 menampilkan akar penyebab dan
tindakan perbaikan yang dapat dilakukan.
Tabel 4.74 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin body maker
Mode kegagalan Penyebab langsung Akar penyebab Tindakan perbaikan
Hasil seaming tidak
baik
Keausan pada seaming roll Rendahnya kualitas seaming
roll
Memantau kualitas pasokan
seaming roll
Pengaturan seaming roll yang
tidak tepat
Membuat standar pemasangan
seaming roll
Kurangnya pelumasan Pelumasan secara berkala
Profil seaming roll yang tidak
sesuai
Menatapkan standar profil
seaming roll
Keausan pada seaming
chuck
Rendahnya kualitas material
seaming chuck
Memantau kualitas pasokan
seaming chuck
Pengaturan seaming chuck
yang tidak tepat
Membuat standar pemasangan
seaming chuck
Kerusakan pada bearing Melebihi masa pakai Menetapkan frekunsi
penggantian bearing
Kurangnya pelumasan pada
bearing
Pelumasan secara berkala
Pemasangan bearing yang
tidak tepat
Membuat standar pemasangan
bearing serta melengkapi alat
pemasang bearing
Akar penyebab Tindakan perbaikan
Kurangnya lubrikasi pada bearing vaccum drum Pelumasan berkala pada bearing vaccum drum
Kesalahan pada saat pemasangan disk vaccum
drum
Menetapkan standar pemasangan disk vaccum drum
Pengaturan feeder drive yang tidak tepat Menetapkan standar pengaturan feeder drive
Parameter pengaturan feeder drive yang tidak tepat Menetapkan parameter pengaturan feeder drive
Pengaturan sucker bar yang tidak tepat Menetapkan standar pengaturan sucker bar
Kualitas material feeder magazine Memantau kualitas pasokan feeder magazine
Feeder magazine melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian feeder magazine
Rantai dan pawl melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian rantai dan pawls
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
119
Tabel 4.74 (sambungan)
Tabel 4.75 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin parting
Akar penyebab Tindakan perbaikan
Pengaturan dan pemasangan rantai dan pawls yang
tidak sesuai
Menetapkan standar pengaturan dan pemasangan
rantai dan pawls
Motor penggerak sistem transport melebihi masa
pakai
Pemeriksaan secara berkala dan melaksanakan
manajemen elektrikal motor penggerak sistem
transport
Kurangnya pendinginan pada motor penggerak
sistem transport
Pemantauan secara berkala terhadap kipas pendingin
motor penggerak sistem transport
Rendahnya kualitas material conveyor ROC dan
OHC
Memantau kualitas pasokan conveyor ROC dan
OHC
Conveyor ROC dan OHC melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian conveyor ROC
dan OHC
Kegagalan komponen elektrikal motor penggerak
conveyor ROC dan OHC.
Pemeriksaan secara berkala dan melaksanakan
manajemen elektrikal motor conveyor ROC dan
OHC
Kurangnya pendinginan pada motor penggerak
conveyor ROC dan OHC
Pemantauan secara berkala terhadap kipas pendingin
motor conveyor ROC dan OHC
Pengaturan pendulum yang tidak tepat Menetapkan standar pengaturan pendulum
Profil welding roll tidak standar Menetapkan standar profil welding roll
Pengaturan welding roll yang tidak tepat Menetapkan standar pengaturan welding roll
Pengaturan kedalaman wire pada wire profiler yang
tidak tepat
menetapkan standar pengaturan kedalaman wire
Pengaturan wire chopper yang tidak tepat Menetapkan standar pengaturan wire chopper
Akar penyebab Tindakan perbaikan
Baut kendur Monitoring kekencangan baut dan pengecekan
berkala
Rendahnya kualitas material joint Melakukan pengecekan terhadap pasokan joint
Desain yang lemah pada joint Perhitungan ulang kekuatan joint
Pemasangan joint yang tidak sesuai Membuat standar pemasangan dan
penyeimbangan joint
Kurangnya pelumasan pada bearing Pelumasan secara berkala pada bearing
Pemasangan bearing yang tidak tepat Membuat standar pemasangan bearing serta
melengkapi alat pemasang bearing
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
120
Tabel 4.75 (sambungan)
Tabel 4.76 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin palletizer
Akar penyebab Tindakan perbaikan
Rendahnya kekuatan desain inner die
shaft
Perhitungan ulang kekuatan inner die shaft
Kekerasan material yang rendah pada
inner die shaft
Membuat standar kekerasan pasokan inner die
shaft
Kurangnya pelumasan pada pinion gear Pelumasan secara berkala pada pinion gear
Rendahnya kekerasan permukaan pinion
gear
Membuat standar kekerasan pasokan pinion gear
Kualitas material pegas Memantau kualitas pasokan pegas
Kelelahan material setelah pemakaian
yang lama
Menetapkan standar penggantian pegas
Pengaturan yang tidak tepat pada dies Membuat standar pemasangan dies
Rendahnya kekerasan permukaan dies Memantau kekerasan permukaan pasokan dies
Spesifikasi oli yang tidak tepat Menghitung ulang spesifikasi oli yang tepat
Suhu oli terlalu tinggi Menambahkan unit pendingin pada sistem
lubrikasi
Filter oli tersumbat Menetapkan frekuensi penggantian filter
Akar penyebab Tindakan perbaikan
Pengaturan yang tidak tepat pada
kontrol utama
Membuat standar pengaturan kontrol utama
Korsleting karena melebihi umur
pakai
Menetapkan frekuensi penggantian komponen
elektrikal
Pengaturan sensor yang tidak tepat Membuat standar pengaturan sensor
Komponen melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian komponen
Kurangnya pelumasan pada air
cylinder
Pelumasan secara berkala pada air cylinder
Tingginya kelembaban udara pada
sistem pneumatic
Memantau kadar air pada udara yang
dihasilkan compressor angin
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
121
Tabel 4.76 (sambungan)
Tabel 4.77 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin seamer
Akar penyebab Tindakan perbaikan
Beban yang menggantung pada
dudukan air cylinder
Mendesain ulang struktur pemasangan
dudukan air cylinder
Baut yang kendor Monitoring kekencangan baut dan pengecekan
berkala
Kurangnya lubrikasi pada katup
pengontrol
Pelumasan secara berkala pada katup
pengontrol
Pengaturan katup yang tidak tepat Membuat standar pengaturan katup
Akar penyebab Tindakan perbaikan
Kurangnya pelumasan chain sprocket Pelumasan secara berkala pada chain sprocket
Kurangnya pelumasan pada air cylinder Pelumasan secara berkala pada air cylinder
Tingginya kelembaban udara pada sistem
pneumatic
Memantau kadar air pada udara yang
dihasilkan compressor
Pemasangan joint yang tidak satu sumbu Membuat standar pemasangan dan
penyeimbangan joint
Rendahnya kualitas material separator Memantau kualitas pasokan separator
Rendahnya kekerasan permukaan
separator
Memantau kekerasan permukaan pasokan
separator
Separator melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian separator
Rendahnya kualitas material pisau Memantau kualitas pasokan pisau
Rendahnya kekerasan permukaan
material pisau
Memantau kekerasan permukaan pasokan
pisau
Pengaturan seaming roll yang tidak tepat Membuat standar pemasangan seaming roll
Profil seaming roll yang tidak sesuai Menetapkan standar profil seaming roll
Pengaturan seaming chuck yang tidak
tepat
Membuat standar pemasangan seaming chuck
Kurangnya pelumasan pada bearing Pelumasan secara berkala pada bearing
Pemasangan bearing yang tidak tepat Membuat standar pemasangan bearing serta
melengkapi alat pemasang bearing
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
122
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang didapat, rendahnya nilai OEE area can making line 1
sebesar 60% hingga 70 % ternyata sangat dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan
peralatan. Ada 3 jenis kegagalan pada peralatan yang mempengaruhi tingkat
ketersediaan, yaitu penghentian rutin, kegagalan pasokan, dan kerusakan pada
peralatan. Dari 3 jenis kegagalan tersebut, ternyata kerusakan pada peralatan
merupakan kegagalan yang paling dominan. Ada 4 mesin yang berkontribusi
terhadap terjadinya kerusakan pada area can making line 1. Mesin-mesin tersebut
adalah mesin Body Maker, mesin Parting, Palletizer, dan mesin Seamer.
Dari hasil analisa menggunakan FTA terhadap mode kegagalan yang sering
terjadi pada keempat mesin tersebut, akan didapatkan akar penyebab terjadinya
kerusakan. Akar penyebab tersebut menjadi landasan dalam mendesain tindakan
perbaikan guna meningkatkan nilai OEE menjadi 80 % seperti yang ditargetkan
oleh perusahaan.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini, maka disarankan untuk melakukan tindakan perbaikan
guna mengurangi tingginya tingkat kerusakan mesin. Karena seiring dengan
berkurangnya kerusakan mesin, maka nilai ketersediaan mesin akan bertambah,
sehingga nilai OEE peralatan juga meningkat sesuai dengan target yang
ditetapkan perusahaan yaitu 80 %.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
123
DAFTAR REFERENSI
Peter Willmott dan Dennis McCarthy.2001. “TPM – A – Route to World-
Class Performance”. Butterworth-Heinemann.2001
Paul M. Gibbons dan Stuart C. Burgess. “Introducing OEE as a measure
of lean Six Sigma capability”. International Journal of Lean Six Sigma Vol. 1 No.
2, 2010 pp. 134-156
J. H. KIM , H. Y. JEONG dan J. S. PARK.2007. “Development of the
FMECA process and analysis methodology for railroad system”. International
Journal of Automotive Technology, Vol. 10, No. 6, pp. 753−759 (2009)
Mohamed Abdelrahman Mohamed Abdelgawad.2011. “Hybrid Decision
Support System for Risk Criticality Assessment and Risk Analysis”. University of
Alberta.
Dacheng Li dan Jinji Gao.2010. “Study and application of Reliability-
centered Maintenance considering Radical Maintenance”. Journal of Loss
Prevention in the Process Industries 23 (2010) 622-629
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
top related