perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode job
Post on 16-Oct-2021
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Perhitungan Harga Pokok Produksi Menggunakan Metode Job Order Costing
(Studi Kasus UMKM CV. TRISTAR Alumunium)
Rully Kusumawardani
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Jalan M. T. Haryono 165 Malang rully.kusumawardani90@gmail.com
Dosen Pembimbing:
Drs. Harlendro, MM.
RINGKASAN
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui
perhitungan harga pokok produksi CV. TRISTAR, khususnya produk alumunium standar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan perhitungan harga pokok produksi
berdasarkan pesanan tapi terdapat kesalahan pada penentuan biaya bahan baku dan tarif tenaga
kerja langsung serta pembebanan biaya overhead. Selanjutnya dilakukan perhitungan harga pokok
produksi metode Job Order Costing dengan menggunakan rata-rata harga bahan baku, rata-rata tarif
tenaga kerja langsung dan pembebanan biaya overhead aktual menggunakan cost driver volume
produksi. Hasil perhitungan menunjukkan perbedaaan yang signifikan dimana harga pokok
produksi yang dihitung oleh perusahaan lebih rendah dari harga pokok produksi menggunakan
metode Job Order Costing. Perbedaaan harga pokok produksi tentunya mempengaruhi harga jual
dan laba rugi perusahaan dimana harga jual yang ditentukan dan laba yang diperoleh perusahaan
terlalu rendah.
Kata Kunci: Harga Pokok Produksi, Job Order Costing, Manajemen Keuangan UMKM.
RESUME
This research is a case study which aims to determine the cost of production calculation of
CV. TRISTAR, especially the standard aluminum products. The results showed that the company
uses the cost of production calculations based on order but there is an error in the determination of
the cost of materials and direct labor rates and overhead expense allocation. Further calculation of
the cost of production was used in this research by Job Order Costing method using the average
price of raw materials, the average direct labor rates and the actual overehead cost allocation
using volume production cost driver. The result shows a significant differences in the cost of
production which is calculated by the company that lower than the cost of production using Job
Order Costing method. Differences in the cost of production would affect the selling price and the
company's income where the selling price is determined and profits from the company too low .
Keywords : Cost of Production, Job Order Costing, Financial Management SMEs .
PENDAHULUAN
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) memiliki peran yang strategis
dalam pembangunan ekonomi nasional sejak
krisis tahun 1997 sampai dengan sekarang.
UMKM telah membuktikan diri sebagai katup
pengaman, dinamisator, stabilisator
perekonomian Indonesia dan sudah teruji
kekuatan dan kehandalannya ketika Indonesia
mengalami krisis ekonomi tahun 1997 dan
krisis ekonomi dunia seperti Sub-prime
mortgage US dan European Sovereign
Debt(Mohammad Hanif, 2012).
Perkembangan UMKM dari tahun 2005
sampai tahun 2012 terus meningkat terbukti
dari data UMKM sandingan Departemen
Koperasi dan UMKM yang menyebutkan
peningkatan jumlah UMKM yang lebih besar
daripada usaha besar, peningkatan jumlah
tenaga kerja yang diserap UMKM yang lebih
besar dari tenaga kerja yang diserap oleh
usaha besar dan peningkatan pendapatan
domestik bruto (PDB) yang disumbangkan
oleh UMKM dimana kontribusinya lebih
besar dibandingkan dengan PDB yang
disumbangkan usaha besar.
Namun bersamaan dengan perkembangan
UMKM yang pesat, angka kematian UMKM
juga meningkat disebabkan berbagai
permasalahan yang dihadapi UMKM.
Masalah manajemen keuangan dinilai
menjadi kelemahan utama pelaku usaha kecil
menengah (UKM) dalam mengembangkan
bisnisnya dimana kemampuan mereka dalam
menyusun laporan keuangan diragukan
karena keterbatasan sumber daya yang ada.
(Stevanus dalam Kewirausahaan UKM, 2007
: 189). Mereka mencampuradukkan dana
usaha dan keluarga, tidak memiliki laporan
keuangan, dan bersikap konsumtif.
Perusahaan baik perusahaan manufaktur
maupun jasa pada umumnya mempunyai
tujuan untuk memperoleh laba yang maksimal
dengan melakukan proses manajemen yang
baik, efektif, dan efisien dan memanfaatkan
peran manajer melalui proses perencanaan,
pengendalian dan pengambilan keputusan
yang tepat berdasarkan informasi yang
berkaitan dengan biaya dalam organisasi.
Pada perusahaan manufaktur, biaya produksi
merupakankomponen biaya yang paling
penting dimana dengan biaya produksi yang
lebih rendah dari pesaing, berarti dapat
menurunkanbiaya secara keseluruhan.
Perencanaan dan pengendalian biaya
produksi dapat dilakukan dengan perhitungan
harga pokok produksi secara tepat dan akurat
dengan tetap menjaga kualitas daribarang atau
produk yang dihasilkan. Informasi yang
dibutuhkan dalam perhitungan harga pokok
produksi adalah informasi mengenai biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik. Harga pokok produksi ini
nantinya akan digunakan untuk penentuan
harga jual produk maupun untuk perhitungan
laba rugi periodik.
Dalam prakteknya, pembebanan biaya ke
produk dan jasa dilakukan dengan
menghitung rata-rata untuk antarwaktu dan
antarproduk. Cara untuk menghitung rata-rata
sangat tergantung pada tipe proses produksi
yang terkait. Para pelaku usaha biasanya tidak
detail dan kurang rinci dalam
mengidentifikasi biaya-biaya yang menjadi
biaya produksi dan tidak menerapkan metode
perhitungan harga pokok produksi yang
sesuai. Akibatnya perhitungan harga pokok
produksi menjadi tidak tepat dan
mempengaruhi laba rugi yang diperoleh
perusahaan, dimana laba atau rugi tersebut
tidak sesuai dengan laba yang sesungguhnya
diterima perusahaan dan menjadi tujuan
perusahaan.
CV. TRISTAR bergerak di bidang
produksi produk berbahan dasar alumunium,
stainless steel, besi dan kaca dimanamenjadi
fokus bisnis perusahaan selama beberapa
tahun terakhir. Saat ini alumunium banyak
diminati konsumen selain karena keunggulan
yang dimilikinya, juga sebagai pengganti
kayu ketika kayu semakin langka dan harga
bahan kayu melambung. Alumunium
memiliki keunggulan berupa harganya yang
terjangkau, lebih tahan lama, anti rayap, anti
karat dan perawatan yang mudah.
CV. TRISTAR melakukan produksi
sesuai pesanan dan menghitung harga pokok
produksi menggunakan metode Job Order
Costing, tapi masih belum sesuai dengan
teori. Banyak biaya-biaya yang seharusnya
dibebankan tidak dimasukkan dalam
perhitungan harga pokok produksi.
Perusahaan sering mengabaikan proses
pencatatan menurut sistem akuntansi yang
lazim terutama dalam hal pengelompokan dan
pencatatan biaya produksi dan biaya non
produksi lainnya. Akibatnya biaya-biaya
aktual yang dikeluarkan perusahaan tidak
terhitung dan tidak menjadi komponen harga
pokok produksi yang ditetapkan.
Untuk memberikan solusi dari
permasalahan tersebut, maka diperlukan
adanya evaluasi dalam mengelompokkan dan
mengumpulkan biaya untuk menyusun harga
pokok produksi. Perusahaan disarankan untuk
melakukan perhitungan harga pokok produksi
menggunakan metode Job Order
Costinguntuk pengakumulasian biaya, biaya
penyerapan (absorption costing), atau sering
juga disebut dengan pendekatan biaya penuh
(full costing) untuk perlakuan biaya overhead
tetap dan sistem tradisional untuk
pembebanan biaya dengan menggunakan cost
driver volume produksi. Kita menyebut
metode perhitungan harga pokok produksi
dalam penelitian ini dengan metode Job
Order Costing untuk memudahkan
pemahaman. Alasan penggunaan metode ini
sebagai perhitungan harga pokok produksi
perusahaan karena perusahaan memproduksi
produk sesuai pesanan dan metode ini mudah
dilakukan dan tidak membutuhkan banyak
biaya. Metode ini cukup membantu
perusahaan dalam membuat laporan keuangan
eksternal dan mengambil beberapa keputusan
terkait produksi.
PENELITIAN TERDAHULU
Pudjiastusi (2003) meneliti tentang
peranan Job Order Costing method dalam
menetapkan Harga Pokok Produksi pada PT.
Harost Irmi Bandung, perusahaan pembuat
furnitur berbahan rotan. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis biaya produksi,
menghitung harga pokok produksi dan
melihat peranan Job Order Costing dalam
menetapkan harga pokok produksi. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa
perhitungan harga pokok produksi pada
perusahaan telah menerapkan metode harga
pokok berdasarkan pesanan (Job Order
Costing)yang dilakukan dengan melakukan
pemisahan biaya produksi menjadi biaya
produksi langsung yang terdiri dari biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung
serta biaya produksi tidak langsung yang
terdiri dari biaya-biaya selain biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja langsung. Khusus
untuk penetapan taksiran biaya overhead
pabrik, perusahaan menetapkan berdasarkan
pada biaya yang dibebankan langsung pada
pesanan yang dilihat dari perhitungan biaya
tahun buku sebelumnya. Penentuan harga
pokok setiap pesanan dilakukan pada saat
pesanan tersebut selesai dikerjakan.
Widiyastuti (2007) dalam skripsinya
yang berjudul Analisis Perhitungan Harga
Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus
UMKM Lifera Hand Bag Collection),
menyimpulkan bahwa perhitungan harga
pokok produksi yang dilakukan perusahaan
masih sangat sederhana dan tidak sesuai
dengan teori. Biaya overhead pabrik tidak
dialokasikan ke masing-masing produk secara
rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian
biaya secara nyata, melainkan hanya
merupakan suatu estimasi biaya yang
dianggarkan dalam kelompok biaya lain-lain.
Selanjutnya dilakukan perhitungan harga
pokok produksi dengan metode Activity Based
Costing (ABC) dan menghasilkan harga
pokok produksi yang lebih besar daripada
metode perhitungan yang digunakan
perusahaan. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya penggunaan sumberdaya yang
dilakukan dalam perhitungan ABC
dibandingkan dengan jika menggunakan
metode perusahaan karena dalam metode
ABC setiap aktivitas yang berhubungan
dengan proses produksi dimasukkan dalam
perhitungan. Margin dari hasil penetapan
harga jual yang diperoleh perusahaan
berdasarkan metode perusahaan lebih besar
daripada dengan metode ABC. Walaupun
dengan metode ABC margin yang diperoleh
lebih rendah daripada margin dengan metode
perusahaan, namun dengan metode ABC
semua biaya produksi yang diperlukan dalam
proses produksi sudah diperhitungkan sesuai
dengan pemakaian biaya yang sebenarnya
sehingga menghasilkan harga pokok produksi
yang lebih akurat.
Indah Fitri (2012) meneliti tentang
penerapan metode Full Costing dalam
menetapkan harga produksi pada peternakan
ayam UD. Family Poultry Shop di Kabupaten
Blitar. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
perhitungan harga pokok produksi perusahaan
tidak memasukkan semua komponen biaya
produksi, sehingga laba yang diterima
perusahaan setiap periode belum
menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
Peneliti menghitung kembali harga pokok
produksi menggunakan metode Full Costing
dan ditemukan perbedaan yang signifikan
antara perhitungan yang dilakukan
perusahaan dibandingkan dengan perhitungan
menggunakan Full Costing. Harga pokok
produksi yang selama ini dibebankan oleh
perusahaan ternyata lebih rendah daripada
perhitungan harga pokok produksi
menggunakan metode Full Costing. Analisis
perhitungan harga jual juga dilakukan dengan
menggunakan metode return on asset dan
margin laba 15%. Hasilnya mengungkapkan
bahwa harga jual yang selama ini diterapkan
perusahaan lebih rendah dari dari harga jual
yang menggunakan metode return on asset.
LANDASAN TEORI
UMKM
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) saat ini merupakan usaha yang
masih dapat bertahan di tengah badai krisis
moneter yang berkepanjangan. UMKM
berperan strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional dan mengalami
perkembangan tiap tahun yang cukup pesat.
Untukitu, pemerintah berupaya dengan keras
untuk membina usaha kecil dan menengah
guna menjadikannya sebagai penyumbang
devisa bagi Negara.
Definisi usaha kecil untuk setiap negara
tidak sama tergantung pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan suatu negara dan
tergantung pula oleh konsep pembangunan
dan pembinaan terhadap usaha kecil oleh
pemerintah suatu negara (Soeharto
Prawirokusumo, 2010 : 46-48). Adapun
definisi dari UMKM dijelaskan dalam
peraturan pemerintahan mulai dari Undang-
Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha
Kecil, Keputusan Menteri Keuangan
No.316/KMK.016/1994, Keputusan Menteri
Keuangan No.250/KMK.04/1995 dan
peraturan yang paling baru yaitu Undang-
Undang No. 20 tahun 2008 tentang usaha
mikro, kecil dan menengah.
Dewasa ini banyak bermunculan usaha-
usaha baru mulai dari skala kecil hingga besar
dengan berbagai macam produk dan jasa yang
ditawarkan. Akan tetapi seiring dengan
bertambahnya angka usaha kecil, angka
kematian usaha kecil yang baru lahir pada
umumnya juga cukup tinggi bila
dibandingkan dengan usaha menengah dan
usaha besar (Soeharto Prawirokusumo, 2010 :
229). Menurut Soeharto Prawirokusumo
(2010 : 229-230) angka kematian usaha kecil
yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh
adanya permasalahan dalam ketidakmampuan
manajemen mengelola bisnis, kurangnya
pengalaman dalam pengoperasian fisik bisnis
dan kemampuan konsep, lemahnya kendali
keuangan dalam hal permodalan dan
kebijakan kredit pembayaran, gagal
mengembangkan perencanaan strategis,
pertumbuhan yang tak terkendali, pemilihan
lokasi yang buruk, persediaan yang tidak
baik, dan ketidakmampuan mengatasi transisi
kewirausahaan.
Perbaikan dan pengembangan UMKM
perlu dilakukan agar dapat bertahan di
kerasnya persaingan di dunia bisnis. Hal ini
merupakan tanggung jawab semua pihak
bukan hanya pemerintah. Menurut Soeharto
Prawirokusumo (2010 : 223), beberapa saran
untuk perbaikan dapat dilakukan oleh UMKM
berdasarkan penyebab-penyebab kegagalan
UMKM. UMKM disarankan untuk
melakukan hal-hal berikut ini :
Mengenali bisnis secara mendalam
Mengembangkan rencana bisnis yang
matang
Mengelola sumber daya keuangan dengan menerapkan sistem informasi
keuangan dan digunakan untuk
pengambilan keputusan bisnis,
permodalan yang mencukupi, dan
pengelolaan arus kas yang baik.
Memahami laporan keuangan sebagai alat pengendali dan alat indikator
kesehatan perusahaan dengan mencatat
semua kondisi keuangan bisnis.
Mengelola manusia secara efektif
dengan melatih dan memotivasi
karyawan.
Menjaga kondisi pribadi dengan memantau kesehatan dan menghindari
stres.
Setiap perusahaan, baik besar maupun
kecil, memerlukan biaya untuk beroperasi.
Untuk mendapatkan uang, perusahaan harus
terlebih dahulu mengeluarkan uang untuk
membeli persediaan dan mendapat pasokan,
perlengkapan dan fasilitas, dan untuk
menggaji karyawan kemudian memanfaatkan
sumber daya yang ada tersebut untuk
menghasilkan suatu produk atau memberikan
jasa kepada konsumen. Manajemen keuangan
adalah seni dan ilmu tentang pengelolaan
uang perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Manajemen keuangan berhubungan erat
dengan akuntansi dimana akuntan bertugas
untuk mengumpulkan dan menyajikan data
keuangan, sedangkan manajer keuangan
menggunakan laporan keuangan dan
informasi yang disajikan oleh akuntan untuk
mengambil keputusan keuangan (Mas’ud
Machfoedz dan Mahmud Machfoedz, 2011 :
164).
Pada perusahaan kecil, fungsi keuangan
mungkin ditangani oleh bagian akuntansi
yang kemudian berkembang menjadi
depertemen atau bagian tersendiri. Pada
lingkup perusahaan yang lebih kecil, fungsi
keuangan ditangani oleh bagian administrasi
atau bahkan pemilik perusahaan itu sendiri.
Bagian keuangan mengawasi operasi
keuangan sehari-hari, seperti perencanaan
pembiayaan, manajemen kas, kredit dan
tagihan, dan aktivitas keuangan jangka
panjang, misalnya menciptakan investasi,
pengembangan dana dan pengelolaan rencana
pesangon perusahaan (Mas’ud Machfoedz
dan Mahmud Machfoedz, 2011 : 164).
Stevanus dalam Kewirausahaan UKM (2007 :
189) menyebutkan bahwa permasalahan yang
sering muncul dalam UKM adalah peranan
akuntansi dalam upaya pengelolaan keuangan
UKM secara lebih baik. Dengan segala
keterbatasan sumber daya yang ada,
kemampuan UKM untuk menyusun laporan
keuangan yang layak dan memanfaatkan
berbagai rasio keuangan untuk pengambilan
keputusan bagi kegiatan operasional
diragukan.
Pengertian dan Konsep Biaya
Hansen dan Mowen (2009:47)
mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai
ekuivalen kas yang dikorbankan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang
diharapkan memberi manfaat saat ini atau di
masa datang bagi organisasi.
Carter (2009 : 30) mendefinisikan biaya
sebagai suatu nilai tukar, pengeluaran, atau
pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin
perolehan manfaat. Dalam akuntansi
keuangan, pengeluaran atau pengorbanan
pada tanggal akuisisi dicerminkan oleh
penyusutan atas kas atau aset lain yang terjadi
pada saat ini atau di masa yang akan datang.
Sedangkan menurut Horngren, et al (2008 :
31), Biaya adalah sumber daya yang
dikorbankan (sacrificed) atau dilepaskan
(forgone) untuk mencapai tujuan tertentu.
Biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan
tujuan tertentu. Garisson (2008 : 64)
mengklasifikasikan biaya tersebut
berdasarkan tujuan untuk menyiapkan laporan
keuangan eksternal menjadi biaya produksi
dan biaya non produksi. Biaya produksi
adalah biaya yang berkaitan dengan
pembuatan barang dan penyediaan barang.
Biaya non produksi adalah biaya yang
berkaitan dengan fungsi desain,
pengembangan pemasaran, distribusi, layanan
pelanggan dan administrasi umum (Hansen
dan Mowen, 2009 : 56).
Terdapat tiga istilah yang kerap
digunakan dalam menggambarkan biaya
produksi, yaitu (Garisson, et all., 2008 : 51) :
1. Biaya Bahan Langsung (Direct Material
Costs)
Bahan mentah merupakan bahan yang
digunakan untuk menghasilkan produk
jadi. Bahan langsung adalah bahan yang
menjadibagian yang tak terpisahkan dari
produk jadi dan dapat ditelusuri secara
fisik dan mudah ke produk tersebut.
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct
Labor Costs)
Tenaga kerja langsung digunakan untuk
biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri
ke produk jadi dengan mudah. Disebut
juga dengan istilah touch labor karena
tenaga kerja langsung melakukan kerja
tanganatas produk pada saat produksi
secara langsung.
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead merupakan seluruh
biaya manufaktur yang terkait dengan
objek biaya (barang dalam proses
kemudian barang jadi), namuntidak
dapat dilacak ke objek biaya secara
ekonomis.
Biaya nonproduksi dibagi menjadi dua
(Garisson, et all., 2008 : 52) :
1. Biaya pemasaran atau penjualan
Biaya pemasaran atau penjualan meliputi
semua biaya yang diperlukan untuk
menangani pesanan konsumen dan
memperoleh produk atau jasa untuk
disampaikan kepada konsumen.
2. Biaya administrasi
Biaya administrasi meliputi pengeluaran
eksekutif, organisasi, dan klerikal yang
berkaitan dengan menajemen umum
organisai.
Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah semua
biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi
suatu barang atau jasa selama periode
bersangkutan. Dengan kata lain, bahwa harga
pokok produksi merupakan biaya untuk
memperolehbarang jadi yang siap jual
(Mulyadi, 2009:14).
Adapun tujuan dilakukannyaperhitungan
harga pokok produksi menurut Horngren dan
Foster (2008 : 90) adalah sebagai berikut:
a. Untuk memenuhi keperluan pelaporan
eksternal dalam hal penilaian persediaan
dan penentuan laba.
b. Untuk pedoman pengambilan keputusan
mengenai harga dan strategi produk.
c. Untuk menilai prestasi bawahannya dan
bagian organisasi tersebut sebagai
investasi ekonomi.
Pengertian lain tentang harga pokok
produksi oleh Blocher, et all., (2007 : 147)
disebut biaya produk (product costing)
menjelaskan bahwa penentuan biaya produk
(product costing) merupakan proses
pengakumulasian, pengklasifikasian dan
pembebanan bahan langsung, tenaga
langsung, dan biaya overhead pabrik ke
produk atau jasa.
Keputusan-keputusan stratejik dan
operasional yang dibuat oleh manajer
berdasarkan tentang informasi biaya produk
atau jasa antara lain (Blocher, et all., 2007 :
147) :
1. Menentukan harga jual produk
2. Menilai dampak keuangan dari
penambahan atau penghapusan produk,
divisi atau suatu bagian dalam
perusahaan
3. Memutuskan untuk membuat atau
membeli
4. Mengevaluasi kinerja produk, jasa atau
divisi
Beberapa metode penentuan Harga
Pokok Produksi telah ditemukan oleh
beberapa ahli di bidang akuntansi. Salah
satunya menurut Blocher, et all., (2007 : 147-
149) mengklasifikasikan beberapa sistem
penentuan biaya produk yang pemilihannya
tergantung pada (1) sifat industri dan produk
atau jasa, (2) strategi perusahaan dan
informasi manajemen yang dibutuhkan, dan
(3) biaya dan manfaat untuk memperoleh,
merancang, memodifikasi dan
mengoperasikan sistem tertentu.
Blocher, et all. (2007 : 147-149)
mengklasifikasikan beberapa jenis penentuan
biaya produk yaitu :
a. Metode Akumulasi Biaya :
Sistem Biaya Berdasarkan Pesanan (job order costing), menjadikan
pesanan atau satu batch produk atau
jasa sebagai objek biaya. Sistem ini
biasa digunakan oleh perusahaan yang
mempunyai banyak jenis produk yang
berbeda.
Sistem Biaya Berdasarkan Proses
(process costing), menjadikan proses
produksi atau departemen menjadi
objek biaya. Sistem berdasarkan proses
biasa digunakan oleh perusahaan yang
mempunyai produk yang homogen
yang memproduksi saru atau beberapa
jenis produk secara masal.
b. Metode Pengukuran Biaya
Sistem Biaya Sesungguhnya (actual
costing system), menggunakan jumlah
biaya yang sesungguhnya dikeluarkan
untuk menghasilkan produk, yang
meliputi biaya untuk bahan langsung,
tenaga langsung, dan overhead pabrik.
Sistem Biaya Normal (normal costing), menggunakan biaya sesungguhnya
untuk bahan langsung dan tenaga kerja
langsung, dan biaya normal untuk
biaya overhead pabrik menggunakan
tarif yang ditentukan di muka.
Sistem Biaya Standar (standar costing), menggunakan tarif standar
(biaya) dan kuantitas untuk ketiga jenis
biaya produksi (bahan langsung, tenaga
kerja langsung dan overhead pabrik).
Biaya standar merupakan target biaya
yang ditetapkan di muka yang
seharusnya dicapai oleh perusahaan.
c. Metode Pembebanan Biaya Overhead
Sistem Tradisional (traditional
costing), mengalokasikan biaya
overhead ke produk atau pesanan
berdasarkan cost driver volume, seperti
biaya tenaga kerja langsung atau jam
kerja langsung.
Sistem Berdasarkan Aktivitas (activity based costing), mengalokasikan biaya
overhead ke produk dengan
menggunakan kriteria sebab-akibat
dengan cost driver majemuk, cost
driver berbasis volume dan cost driver
yang tidak berbasis volume, supaya
dapat mengalokasikan biaya overhead
pabrik secara lebih akurat ke produk
yang mendasarkan konsumsi sumber
daya pada berbagai aktivitas.
d. Perlakuan Biaya Overhead Tetap
Sistem Biaya Variabel (variable costing), hanya memasukkan biaya
produksi variabel dalam biaya produk
dan memperlakukan biaya overhead
tetap sebagai biaya periode
(beban/’expense’). Sistem biaya
variabel untuk tujuan perencanaan dan
pengendalian manajerial internal.
Sistem Biaya Penuh (full costing), memasukkan atau menyerap semua
biaya produksi, baik yang tetap
maupun variabel. Sistem biaya penuh
disyaratkan untuk tujuan pelaporan
kepada pihak luar.
Job Order Costing
Sistem perhitungan berdasarkan pesanan
(Job-Order Costing) digunakan untuk
perusahaan yang memproduksi berbagai
produk yang cukup berbeda antara yang satu
dengan yang lain selama periode tertentu.
Produk khusus atau produk yang dibuat
menurut pesanan termasuk dalam kategori ini,
begitu juga pesanan yang menyediakan jasa
yang berbeda kepada pelanggan. Perusahaan
yang umumnya menggunakan sistem
berdasarkan pesanan adalah percetakan,
konstruksi, pembuatan perabot, perbaikan
mobil, perusahaan pakaian yang menerima
order desain pakaian, dan perusahaan jasa
seperti rumah sakit, kantor konsultan hukum,
studio film, kantor akuntan, agen iklan, toko
reparasi. (Garisson, et all., 2008: 123 dan
Hansen dan Mowen, 2009 : 290)
Job Order Costing dimulai dengan
adanya pesanan dari konsumen yang
menginginkan produk dengan spesifikasi
tertentu. Pesanan tersebut kemudian dicatat
pada kartu biaya pesanan yang terdiri dari
bahan baku langsung, tenaga kerja langsung
dan biaya overhead. Pada saat produksi telah
selesai, total biaya yang telah dicatat dalam
kartu biaya merupakan total biaya pesanan.
Biaya rata-rata per unit ditentukan dengan
cara membagi biaya pesanan total dengan
jumlah unit pesanan yang dihasilkan.
(Blocher, et all., 2007 : 157)
Semua biaya yang dicatat dalam kartu
biaya dimasukkan dalam rekening produk
dalam proses. Rekening pembantu untuk
rekening produk dalam proses (bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, dan berbagai
overhead pabrik) terdiri dari kartu-kartu biaya
yang di dalamnya memuat biaya produksi
selama atau sebelum periode pemrosesan
pesanan. Jumlah kartu biaya sama dengan
jumlah pada sisi debit rekening produk dalam
proses. Jumlah ini merupakan biaya produksi
total yang dibebankan. Jumlah ini dilaporkan
dalam laporan biaya/harga pokok produksi.
(Blocher, et all., 2007 : 158)
Menurut Blocher, et all (2007 : 158-164),
sistem biaya pesanan dilakukan dengan
mengikuti alur berikut ini :
a. Biaya Bahan Baku
Job order costing menggunakan formulir
permintaan bahan untuk mendokumentasikan
dan mengendalikan bahan yang digunakan.
Formulir permintaan bahan merupakan
dokumen sumber yang digunakan oleh
supervisor departemen produksi untuk
meminta bahan yang diperlukan untuk
produksi ke gudang. Formulir permintaan
bahan menunjukkan departemen, pesanan,
dan proyek yang dibebani bahan yang
digunakan.
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung dicatat
dalam kartu biaya pesanan dengan
menggunakan kartu waktu (time ticket) yang
disiapkan setiap hari untuk setiap karyawan.
Kartu waktu menunjukkan waktu karyawan
yang digunakan untuk setiap pesanan, tarif
gaji, dan biaya total yang dibebankan pada
setiap pesanan. Biaya tenaga kerja langsung
didebit ke rekening produk dalam proses dan
dikredit pada utang gaji pada saat biaya
dikeluarkan.
c. Biaya Overhead Pabrik
Pembebanan atau alokasi overhead
merupakan proses membebankan biaya
overhead untuk pesanan yang sesuai. Alokasi
diperlukan karena biaya overhead tidak dapat
ditelusuri ke pesanan individual. Ada tiga
pendekatan dalam membebankan biaya
overhead pabrik ke berbagai pesanan actual
costing, normal costing, dan standar costing.
d. Tarif Overhead
Tarif overhead yang ditentukan dimuka
merupakan taksiran tarif overhead pabrik
yang digunakan untuk membebankan biaya
overhead pabrik ke pesanan tertentu.
Penentuan tarif overhead yang ditentukan
dimuka dilakukan dengan menganggarkan
biaya overhead pabrik untuk periode operasi
yang sesuai, menentukan dasar yang paling
tepat untuk membebankan biaya overhead
(cost driver), menganggarkan jumlah total
aktivitas dari cost driver yang telah dipilih
dalam periode operasi dan membagi biaya
overhead pabrik yang dianggarkan dengan
tingkat aktivitas yang dianggarkan dari cost
driver yang telah dipilih.
Kriteria yang ideal untuk pemilihan dasar
alokasi adalah hubungan yang erat dalam
perilaku biaya overhead total. Pemilihan
terbaik untuk cost driver adalah aktivitas atau
ukuran output yang menunjukkan apa yang
memicu atau menyebabkan terjadinya biaya
overhead. Beberapa cost driver yang biasa
digunakan antara lain :
Cost driver berbasis volume : jam kerjalangsung, biaya tenaga kerja
langsung, dan jam mesin.
Cost driver berbasis aktivitas : jumlah setup, pesanan, waktu siklus produksi,
dan jam inspeksi.
Tarif overhead yang ditentukan di muka
biasanya dihitung pada saat atau sebelum
awal tahun sebagai berikut :
Sumber : Garisson, et all., 2008 : 65
Rumus untuk membebankan biaya
overhead ke produk atau pekerjaan adalah
sebagai berikut :
e. Pembebanan biaya overhead terlalu
tinggi dan terlalu rendah
Perbedaan antara biaya overhead pabrik
sesungguhnya dengan jumlah biaya overhead
pabrik dibebankan disebut selisih overhead.
Selisih tersebut dapat disebabkan karena
pembebanan terlalu rendah (underapplied)
atau pembebanan terlalu tinggi (overapplied).
Biaya overhead underapplied dan
overapplied.
Selisih biaya overhead tersebut dapat
dihilangkan dengan dua cara :
1. Menyesuaikan rekening harga pokok
penjualan
2. Membagi secara rata ketidaksesuaian
(selisih) ke dalam saldo akhir rekening
produk dalam proses, produk selesai dan
harga pokok penjualan.
Perhitungan harga pokok produksi
menggunakan metode Job Order Costing
tersebut dilaporkan dalam skedul harga pokok
produksi dan harga pokok penjualan.
Pelaporan harga pokok tersebut ditampilkan
pada gambar 1. Selanjutnya skedul harga
pokok tersebut masuk ke dalam bagian
laporan laba rugi seperti ditampilan pada
gambar 2.
Tarif overhead ditentukan dimuka
Jumlah dari basis
alokasi yang
terjadi dalam
suatu pekerjaan
Overhead yang
dibebankan
untuk pekerjaan
tertentu
x Tarif overhead
ditentukan
di muka =
Sumber : Garisson, et all., 2008 : 66
Gambar 1
Skedul Harga Pokok Produksi
dan Harga Pokok Penjualan
Harga Pokok Produksi
Persediaan awal bahan mentah . . . . . . . . . . . . . xxx
(+) Pembelian bahan mentah . . . . . . . . . . . . . . xxx
Total bahan mentah tersedia . . . . . . . . . . . . . . . xxx
Bahan mentah digunakan dalam produksi . . . . xxx
(-) Bahan baku tidak langsung termasuk
dalam overhead pabrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxx xxx
Tenaga Kerja Langsung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
Overhead pabrik yang dibebankan
ke barang dalam proses . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
Total biaya produksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
(+) Persediaan awal akhir barang dalam proses . .
xxx
xxx
(-) Persediaan akhir barang dalam proses . . . . . . .
xxx
Harga Pokok Produksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
Harga Pokok Penjualan
Pesediaan awal barang jadi . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
(+) Harga pokok produksi . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
Barang tersedia untuk dijual . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
(-) Persediaan akhir barang jadi . . . . . . . . . . . . . .
xxx
Harga pokok penjualan yang belum disesuaikan..
xxx
Ditambah: Underapplied overhead . . . . . . . . . . .
xxx
Harga Pokok Penjualan disesuaikan . . . . . . . . . . .
xxx
Sumber : Garisson, et all., 2008 : 146
Gambar 2
Laporan Laba Rugi Penjualan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
(-) Harga pokok penjualan
xxx
Margin Kotor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
(-) Beban penjualan dan administrasi
Beban gaji . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxx
Beban depresiasi . . . . . . . . . . . . . . . . xxx
Beban iklan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxx
Beban lainnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxx
xxx
Laba bersih operasi . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxx
Sumber : Garisson, et all., 2008 : 14
Metode Full Costing dan Variable Costing
Full Costing merupakan salah satu
metode penentuan kos produk, yang
membebankan seluruh biaya produksi sebagai
kos produksi, baik biaya produksi yang
berperilaku variabel maupun tetap (Mulyadi,
2001 : 49).
Metode full costing terdiri dari unsur-
unsur biaya produksi sebagai berikut:
Persediaan Awal
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja
Biaya overhead pabrik variabel
Biaya overhead pabrik tetap
Total Biaya Produksi
Persediaan Akhir
Harga Pokok Produksi
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
(xxx)
xxx
Menurut Mulyadi (2001 : 18) variable
costing merupakan satu metode penentuan
kos produk yang membebankan hanya biaya
produksi yang berperilaku variabel saja
kepada produk.
Metode variable costing terdiri dari
unsur-unsur biaya produksi sebagai berikut:
Persediaan Awal
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja
Biaya overhead pabrik variabel
Total Biaya Produksi
Persediaan Akhir
Harga Pokok Produksi
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
(xxx)
xxx
Metode Penetapan Harga Jual
Salah satu kebijakan perusahaan yang
penting adalah keputusan untuk menetapkan
harga jual atas produknya agar profitable dan
markable. Jika harga ditentukan terlalu tinggi,
pembeli akan menghindari pembelian produk
perusahaan. Jika harga yang ditentukan terlalu
rendah, biaya perusahaan mungkin tidak
tertutupi. Banyak faktor yang mempengaruhi
penentuan harga jual selain biaya dari pembuatan produk itu sendiri. Harga jual ini
harus disesuaikan dengan jenis perusahaan,
produk, dan pasarnya.
Menurut Garisson (2009 : 531)
pendekatan yang umum dalam penentuan
harga adalah Markup biaya. Markup produk
adalah perbedaan antara harga jual dengan
biayanya yang biasa dinyatakan sebagai
presentase dari biaya.
Harga Jual =
Biaya + (Presentase markup × Biaya)
Sumber : Garrison, 2009 : 531
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kasus (case
study), yaitu meneliti tentang status subjek
penelitian yang berkenaan dengan suatu fase
spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas (Nazir, 2011:54). Creswell dalam
Lilik Sugiharti dan Unggul Heriqbaldi (2012 :
21) menyatakan bahwa studi kasus
merupakan pendekatan kualitatif, di mana
peneliti mengeksplorasi sebuah kasus atau
lebih dari waktu ke waktu.
Objek penelitian yang diteliti adalah
UMKM CV. TRISTAR Madiun, yang
bertempat di Jalan Kelapa Manis no. 28
Madiun. CV. TRISTAR merupakan
perusahaan pembuatan perabotan, interior,
dan eksterior berbahan alumunium, stainless
steel, dan kaca.
Menurut Moleong (2007 : 234), data
dalam penelitian kualitatif dikumpulkan
melalui wawancara, observasi, review
dokumen atau secara gabungan. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode trianggulasi dimana metode
kuantitatif dan kualitatif digunakan bersama-
sama dalam sebuah penelitian (Burhan
Bungin, 2010 : 198).
Metode analisis data dimulai dengan
pengumpulan data penelitian dengan cara
mengelompokkan, mengategorikan, dan
mengurutkan data sehingga data tersebut
mempunyai makna untuk menjawab masalah
dan bermanfaat untuk menarik kesimpulan.
Aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan terus menerus
yaitu dengan reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Data
diolah dengan komputer menggunakan
kalkulator dan program Microsoft Excel.
Analisis data dikelompokkan menjadi analisis
kuantitatif yaitu menghitung harga pokok
produksi dan analisis kualitatif, yaitu
membandingkan hasil perhitungan harga
pokok produksi dengan menggunakan metode
perusahaan dan metode Job Order Costing
serta melihat pengaruh dari hasil perhitungan
harga pokok produksi tersebut terhadap harga
jual dan laba rugi perusahaan.
1. Analisis Harga Pokok Produksi dengan
Metode Perusahaan
Analisis harga pokok produksi dilakukan
terhadap 3 produk alumunium standar
yang banyak dipesan konsumen selama
bulan Januari sampai Juni 2013.
Perhitungan harga pokok produksi
alumunium per unit yang dilakukan
perusahaan masih sangat sederhana yaitu
dengan menjumlahkan biaya bahan yang
dibutuhkan dalam pembuatan produk,
biaya tenaga kerja langsung yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan produk,
dan beberapa biaya overhead yang
dibebankan dengan metode estimasi
biaya standar.Harga jual ditentukan
dengan memperhitungan laba sebesar
20% dan diskon sebesar 5% dari biaya
produksi.
2. Pengumpulan dan Pengelompokan Biaya
Biaya-biaya yang terjadi selama bulan
Januari sampai Juni 2013 dikumpulkan
dan dikelompokkan berdasarkan biaya
produksi dan biaya non
produksi.Selanjutnya dianalisis mana
yang merupakan komponen-komponen
biaya produksi sehingga dapat dilakukan
perhitungan harga pokok produksi
dengan tepat.
3. Analisis Harga Pokok Produksi dengan
Metode Job Order Costing Perhitungan
harga pokok produksi dengan metode Job
Order Costing diawali dengan
pengidentifikasian proses produksi yang
dilakukan oleh perusahaan dan biaya-
biaya yang digunakan untuk
memproduksi produk. Biaya tersebut
meliputi biaya bahan baku langsung,
biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead. Biaya overhead pabrik (biaya
tidak langsung) yang ditimbulkan akibat
dilakukannya aktivitas tersebut meliputi
biaya penggunaan bahan penolong, biaya
pembelian bahan, biaya listrik, biaya
pemeliharaan mesin dan kendaraan, biaya
penyusutan mesin dan peralatan, serta
biaya penyusutan bangunan. Pembebanan
biaya overhead menggunakan metode
Full Costing dimana memasukkan semua
unsur biaya overhead baik variabel
maupun tetap kedalam biaya produksi.
Pembebanan biaya overhead juga
dilakukan dengan sistem tradisional
dimana dasar alokasinya menggunakan
cost driver volume produksi.
4. Penyajian Data dan Penarikan
Kesimpulan
Data disajikan dalam bentuk hasil
perhitungan harga pokok produksi
menggunakan metode perusahaan dan
menggunakan metode Job Order Costing.
Selanjutnya ditampilkan perbandingan
hasil analisa untuk harga pokok produksi,
harga jual dan perhitungan laba rugi
operasi sehingga nantinya dapat ditarik
kesimpulan dan dianalisis lebih lanjut
implikasi dari hasil penelitan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan Harga Pokok Produksi
Alumunium dengan Metode Perusahaan
Perhitungan harga pokok produksi
produk alumunium yang telah dilakukan oleh
CV. TRISTAR selama ini masih sederhana.
Perhitungannnya dilakukan berdasarkan
pesanan yaitu menggunakan Job Order
Costing, akan tetapi penerapannya masih
belum sesuai dengan teori. CV. TRISTAR
menggolongkan biaya produksi ke dalam
biaya bahan, biaya material kecil, biaya listrik
dan ongkos tukang pengerjaan produk. Biaya
overhead lain seperti penyusutan peralatan
dan bangunan serta perhitungan biaya
penunjang lainnya tidak dibebankan pada
biaya produksi. Ongkos tukang dibebankan
berdasarkan lama pengerjaan produk.
a. Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku yang dihitung oleh CV.
TRISTAR dilakukan dengan menggunakan
estimasi jumlah bahan baku yang dipakai
selama proses produksi. Estimasi ini
didasarkan pada proses produksi yang
sebelumnya pernah dilakukan sehingga
dapat diketahui pemakaian aktual bahan
bakunya.Pemakaian bahan baku kemudian
dikalikan dengan harga bahan baku yang
berlaku. Sedangkan penentuan harga bahan
baku hanya didasarkan pada harga awal
pembelian bahan. Perhitungan lainnya
yang tidak tepat adalah biaya bahan
penunjang yang dimasukkan kedalam
perhitungan biaya bahan baku dengan
metode pembebanan estimasi. Bahan-
bahan penunjang tersebut seharusnya
dimasukkan ke dalam biaya overhead
karena tidak dapat ditelusuri dengan pasti
pembebannya biayanya untuk masing-
masing produk.
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Perhitungan biaya tenaga kerja dilakukan
dengan berdasarkan waktu yang
dibutuhkan tenaga kerja untuk
mengerjakan produk. Dasar
perhitungannya didapatkan dengan
mengalikan tarif tenaga kerja perhari
dengan jumlah standar hari penyelesaian
produk. Tarif tenaga kerja yang dipakai
dalam perhitungan harga pokok produksi
perusahaan hanya menggunakan 1 tarif
tenaga kerja saja yang dipilih berdasarkan
pada tenaga kerja yang paling sering
menerima pesanan, yaitu sebesar Rp
57.000. Tarif tenaga kerja tersebut terdiri
dari ongkos kerja dan uang makan tukang
dalam satu hari.
c. Biaya Overhead
Biaya overhead yang dibebankan dalam
biaya produksi CV. TRISTAR hanya biaya
karet, biaya material kecil dan biaya listrik
yang dasar perhitungannya menggunakan
estimasi yang ditentukan dimuka tanpa ada
dasar basis alokasi atau cost driver. Biaya
ini juga dijadikan satu dengan perhitungan
bahan baku. Untuk itu biaya ini dipisahkan
dan biaya-biaya lain yang seharusnya
masuk biaya overhead juga dibebankan,
antara lain mur baut, lem fox, lem sealent
silicon, amplas kaca, biaya ekspedisi bahan
baku, biaya pengiriman produk, biaya
pemeliharaan peralatan produksi, biaya
konsumsi pekerja langsung dan penyusutan
peralatan dan bangunan. Selanjutnya
perusahaan juga tidak memperhitungkan
biaya overhead aktual yang dikeluarkan
selama proses produksi pada akhir periode,
sehingga tidak dapat diketahui
pembebanan biaya overhead yang
ditentukan dimuka tersebut overapplied
atau underapplied.
Perhitungan Harga Pokok Produksi
Alumunium dengan Metode Job Order
Costing
Analisis telah dilakukan terhadap
perhitungan harga pokok produksi produk
alumunium yang dilakukan oleh perusahaan
dan menunjukkan bahwa perhitungan harga
pokok produksi yang dilakukan CV.
TRISTAR menggunakan metode
pengumpulan biaya Job Order Costing belum
dilakukan dengan semestinya. Metode
perhitungan harga pokok produksi
menggunakan Job Order Costing seharusnya
memisahkan biaya produksi menjadi biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan
biaya overhead. Biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung seharusnya dihitung
menggunakan biaya aktual yang dipakai
dalam produksi sedangkan biaya overhead
dihitung menggunakan estimasi tarif overhead
yang ditentukan dimuka dan dibebankan ke
produk dengan menggunakan cost driver
volume produksi, jam tenaga kerja langsung
atau jam mesin.
Selain metode Job Order Costing, CV.
TRISTAR menggunakan sistem pengumpulan
biaya standar dengan menghitung tarif standar
dan kuantitas standar dari bahan baku, tenaga
kerja langsung, dan beberapa biaya overhead,
khususnya biaya penunjang, biaya aksesoris
dan biaya listrik, yang dibutuhkan untuk
mengerjakan suatu produk. Tarif dan
kuantitas standar dari biaya produksi tersebut
diperoleh dari perhitungan yang pernah
dilakukan sebelumnya.
Berikut ini evaluasi perhitungan harga
pokok produksi dari masing-masing
komponen biaya produksi yang terdiri dari
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead yang dihitung
menggunakan metode Job Order Costing :
a. Biaya Bahan Baku
CV. TRISTAR sebenarnya sudah
melakukan pengidentifikasian bahan-
bahan yang terdiri dari bahan baku,
aksesoris dan bahan penunjang. Akan
tetapi semua pemakaian bahan tersebut
dibebankan ke dalam biaya bahan baku.
Dalam perhitungan harga pokok produksi
menggunakan Job order Costing ini,
pengelompokkan bahan-bahan produksi
ini kemudian dibebankan ke perhitungan
harga pokok produksi sesuai dengan
posnya dan harga bahan baku dihitung
dengan mengalikan jumlah pemakaian
bahan standar dengan rata-rata harga
bahan selama bukan Januari sampai Juni
2013.
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Perhitungan yang akan kita pakai dalam
metode Job Order Costing ini
menggunakan rata-rata dari tarif tenaga
kerja yang ada di CV. TRISTAR dengan
hanya menggunakan tarif ongkos kerja
saja, tanpa memasukkan uang makan,
yaitu sebesar Rp 45.000 (dengan
pembulatan keatas). Tabel 2 berikut ini
menampilkan rata-rata tarif tenaga kerja
CV. TRISTAR, khususnya divisi
alumunium dan kaca.
Tabel 2
Rata-Rata Tarif Tenaga Kerja Divisi
Alumunium dan Kaca
(dalam Rupiah)
No Nama
Ongkos
Kerja
(OK)
Uang
Makan
(UM)
Jumlah
OK +
UM
/hari /hari
1 Tukang 1 70.000 7.000 77.000
2 Tukang 2 50.000 7.000 57.000
3 Tukang 3 50.000 7.000 57.000
4 Tukang 4 50.000 7.000 57.000
5 Tukang 5 40.000 7.000 47.000
6 Tukang 6 35.000 7.000 42.000
7 Tukang 7 35.000 7.000 42.000
8 Tukang 8 25.000 7.000 32.000
9 Tukang 9 50.000 7.000 57.000
10 Tukang 10 40.000 7.000 47.000
11 Tukang 11 40.000 7.000 47.000
RATA-RATA 44.091 51.091
Sumber : Ongkos Kerja CV. TRISTAR (Data
diolah, 2013)
c. Biaya Overhead
Dalam perhitungan biaya overhead yang
akan kita lakukan menggunakan metode
Job Order Costing, biaya overhead aktual
selama bulan Januari sampai Juni 2013
dipakai dalam perhitungan pembebanan
biayanya. Biaya overhead dibebankan
menggunakan metode tradisional dimana
biaya overhead dialokasikan ke produk
dengan menggunakan cost driver volume,
yaitu volume produksi selama 6 bulan
terakhir, bulan Januari sampai dengan Juni
2013. Cost driver volume produksi dipilih
sebagai dasar alokasi karena dirasa paling
mudah untuk menelusurinya dibandingkan
dengan menggunakan jam tenaga kerja langsung ataupun jam mesin.
Selanjutnya untuk perlakukan biaya
overhead, dilakukan dengan menggunakan
metode full costing dimana tidak
dipisahkan antara biaya tetap dan biaya
variabel. Metode variable costing yang
memisahkan biaya overhead menjadi biaya
tetap dan biaya variabel memang akan
memberikan hasil perhitungan yang lebih
akurat untuk tujuan pengambilan
keputusan manajemen, akan tetapi sulit
untuk diterapkan pada perusahaan ini
karena ketidaktersediaan rekapan data
yang menunjang perhitungan. Sehingga
metode full costing dianggap paling mudah
dan tepat untuk diterapkan, minimal untuk
mengetahui biaya produksi dan untuk
pelaporan eksternal.
Perhitungan biaya overhead aktual
dilakukan dengan mengalokasikan
beberapa biaya yang ada di CV. TRISTAR
selama bulan Januari sampai Juni 2013 ke
dalam biaya produksi dan biaya non
produksi berdasarkan presentase
penggunaan biaya dan volume produksi.
Hal ini dikarenakan biaya-biaya tersebut
belum dilakukan pemisahan sesuai
kelompok biayanya. Presentase
penggunaan biaya didapat dengan
menghitung beban yang ditanggung untuk
produksi dan non produksi yang
merupakan hasil dari observasi dan
wawancara dengan pemilik dan karyawan
produksi.
Dari analisa di atas, selanjutnya kita
menghitung kembali harga pokok produksi
yang telah dilakukan perusahaan dengan
menerapkan metode Job Order Costing untuk
pengakumulaisan biaya produksi, metode
tradisional untuk pembebanan biaya
overhead, metode Full Costing untuk
perlakuan biaya overhead, serta pengukuran
biaya standar dan biaya aktual untuk biaya
overhead, bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung. Selanjutnya kita akan menyebut
metode perhitungan harga pokok produksi
yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan metode Job Order Costing
untuk memudahkan dalam memahaminya.
Perbandingan Hasil Analisis
Analisis harga pokok produksi beberapa
produk standar CV. TRISTAR telah
dilakukan dan selanjutnya adalah
membandingkan hasil analisis tersebut. Harga
pokok produksi tersebut pastinya berpengaruh
pada harga jual dan laba masing-masing
produk. Perbandingan hasil analisis harga
pokok produksi, harga jual dan laba masing-
masing produk disajikan pada tabel 3 berikut
ini :
Tabel 3
Perbandingan Hasil Analisis
Harga Pokok Produksi, Harga Jual dan Laba masing-masing Produk
(dalam Rupiah)
METO DE
PERUSAHAAN
METO DE JOB
ORDER
COSTING
SELISIHMETO DE
PERUSAHAAN
METO DE JOB
ORDER
COSTING
SELISIHMETO DE
PERUSAHAAN
METO DE JOB
ORDER
COSTING
SELISIH
Biaya Bahan Baku 778.250 864.107 85.857 242.983 242.839 (144) 978.433 925.221 (53.212)
Biaya Tenaga Kerja Langsung 114.000 90.000 (24.000) 57.000 45.000 (12.000) 228.000 180.000 (48.000)
Biaya Overhead 112.180 122.273 10.093 55.333 114.006 58.673 188.400 162.276 (26.124)
Harga Pokok Produksi 1.004.430 1.076.380 71.950 355.317 401.845 46.528 1.394.833 1.267.497 (127.336)
Mark up (Laba 20% + Diskon 5%) 251.108 269.095 17.987 88.829 100.461 11.632 348.708 316.874 (31.834)
Harga Jual 1.255.538 1.345.475 89.937 444.146 502.306 58.160 1.743.542 1.584.371 (159.170)
Pembulatan 44.463 525 (43.937) 5.854 694 (5.160) 6.458 629 (5.830)
Harga Jual Pembulatan 1.300.000 1.346.000 46.000 450.000 503.000 53.000 1.750.000 1.585.000 (165.000)
Laba 295.570 269.620 (25.950) 94.683 101.155 6.472 355.167 317.503 (37.664)
URAIAN
ALMARI RAK PIRING JEMURANETALASE
Sumber : Data diolah (2013)
a. Analisis Perbandingan Harga Pokok
Produksi
Hasil analisis menunjukkan adanya
perbedaan yang cukup besar dalam
perhitungan harga pokok produksi untuk
masing-masing produk dimana ada selisih
yang yang positif dan ada yang negatif.
Selisih yang positif menunjukkan bahwa
harga pokok produksi yang dilakukan
perusahaan lebih rendah daripada harga
pokok produksi menggunakan metode Job
Order Costing. Sedangkan selisih negatif
menunjukkan bahwa harga pokok produksi
yang dilakukan perusahaan lebih tinggi
daripada harga pokok produksi menggunakan
metode Job Order Costing. Selisih ini
merupakan evaluasi biaya yang terdiri dari:
1. Biaya bahan yang telah dipisahkan
menjadi biaya bahan baku khusus untuk
bahan alumunium dan kaca, sedangkan
biaya aksesoris dan biaya penunjang
lainnya masuk ke perhitungan biaya
overhead dimana harga bahannya diubah
menjadi harga rata-rata bahan.
14
2. Biaya tenaga kerja langsung yang
perhitungannya telah diubah menjadi tarif
rata-rata tenaga kerja langsung dan
memisahkan uang makan ke dalam biaya
overhead.
3. Biaya overhead terdiri dari biaya bahan
dan biaya tenaga kerja langsung yang
telah dipisahkan dan masuk ke dalam
perhitungan biaya overhead ditambah
dengan biaya overhead lainnya yang
belum semuanya dibebankan ke dalam
harga pokok produksi seperti biaya
pemeliharaan peralatan, biaya pengiriman
bahan, biaya penyusutan peralatan dan
bangunan, biaya telefon dan biaya
transpor melakukan pengerjaan produk
diluar dan survey. Perlakukan biaya
overhead menggunakan sistem full
costing dimana tidak memisahkan biaya
overhead tetap dan biaya overhead
variabel dan dibebankan dengan sistem
tradisional dengan menggunakan cost
driver volume produksi (total unit yang
diproduksi).
b. Analisis Perbandingan Harga Jual
Produk
Perbedaan harga pokok produksi yang
terjadi karena perbedaan penerapam metode
perhitungan harga pokok produksi tersebut
otomatis mempengaruhi harga jual masing-
masing produk. Perusahaan ternyata terlalu
rendah menetapkan harga pokok produksi dan
harga jualnya. Perusahaan menentukan harga
jual dengan melakukan mark up biaya sebesar
20% dari harga pokok produksi, diskon
sebesar 5% dari harga pokok produksi, dan
melakukan pembulatan ke ribuan terdekat.
Perbedaan harga jual tersebut tentunya juga
akan mempengaruhi laba yang diperoleh
perusahaan. Tabel 3. diatas membandingkan
perhitungan harga jual yang dilakukan oleh
perusahaan dan harga jual yang dihitung
menggunakan metode Job Order Costing.
Analisis perbandingan harga jual 2
produk standar alumunium pada tabel 3.
menunjukkan perbedaan dimana harga jual
yang ditetapkan oleh perusahaan lebih rendah
dari harga jual yang dihitung menggunakan
metode Job Order Costing untuk produk
etalase standar dan jemuran standar.
Sedangkan untuk produk almari rak piring
standar, harga jual yang ditetapkan
perusahaan lebih tinggi dari harga jual yang
dihitung menggunakan Job Order Costing.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa
hal berikut ini :
1. Harga pokok produksi telah dihitung
kembali dan memberikan perbedaan yang
signifikan antara harga pokok produksi
metode perusahaan dengan harga pokok
produksi metode Job Order Costing.
2. Kebijakan pembulatan harga jual yang
dilakukan oleh perusahaan tidak konstan
dan tidak mempunyai dasar yang kuat.
Ada yang dilakukan pembulatan ke
puluhan ribu terdekat dan ke ratusan ribu
terdekat. Hal ini dilakukan oleh
perusahaan untuk menyamakan dengan
harga pasar dan mengantisipasi
konsumen yang menawar dengan harga
lebih rendah. Kebijakan pembulatan ini
tentunya tidak tepat diterapkan karena
ada yang mencapai Rp 48.000 dan dinilai
akan memberatkan konsumen.
3. Pada perhitungan menggunakan Job
Order Costing, dilakukan pembulatan ke
ribuan terdekat agar pembulatan tersebut
tidak terlalu besar dan besarnya bisa
dipertanggunjawabkan.
c. Analisis Perbandingan Laba Produk
Perbedaan harga pokok produksi dan
harga jual ini akan berpengaruh pada laba
yang diterima oleh perusahaan. Hasil analisa
menunjukkan bahwa laba masing-masing
produk yang diterima perusahaan jika
menggunakan perhitungan perusahaan lebih
tinggi dibandingkan dengan laba yang
dihitung menggunakan metode Job Order
Costing untuk produk etalase dan almari rak
piring. Sedangkan untuk produk jemuran, laba
yang dihitung dengan metode perusahaan
lebih rendah daripada laba yang dihitung
menggunakan Job Order Costing. Perbedaan
hasil analisa ini disebabkan oleh selain
penerapan metode penentuan harga pokok
produksi yang berbeda, juga disebabkan oleh
kebijakan pembulatan harga jual yang
dilakukan.
d. Analisa Perbandingan Laporan Laba
Rugi Perusahaan
Perbedaan harga pokok produksi dan
harga jual masing-masing produk ini tentunya
15
akan berpengaruh pada pengambilan
keputusan manajemen dan laba rugi
perusahaan. Laporan laba rugi terdiri dari
perhitungan total penjualan, total harga pokok
produksi dan dan total biaya non produksi.
Harga pokok produksi dan harga jual yang
sudah dihitung menggunakan metode
perusahaan dan metode Job Order Costing
ditampilkan dalam tabel 3. Penjualan yang
digunakan dalam perhitungan laba rugi ini
adalah penjualan selama bulan Januari sampai
Juni 2013 yang sesungguhnya terjadi dimana
ada diskon yang diberikan kepada konsumen.
Tabel 4 menunjukkan total harga pokok
produksi dan harga jual selama bulan Juni
sampai Juni 2013. Perhitungan laba kotor
operasi dihitung dengan mengurangi
penjualan dengan harga pokok produksi
ketiga produk alumunium. Perhitungan laba
bersih operasi dihitung dengan mengurangi
laba kotor dengan biaya-biaya operasional
(non produksi).
Perhitungan laporan laba rugi selanjutnya
dibandingkan antara laba rugi yang dihitung
menggunakan metode perusahaan dan
menggunakan metode Job Order Costing.
Perhitungan laba rugi 3 produk standar
alumunium selama bulan Januari sampai Juni
2013 dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 4
Perhitungan Harga Jual dan Harga Pokok Produksi
3 Produk Standar Alumunium Bulan Januari – Juni 2013
(dalam Rupiah)
ETALASE JEMURANALMARI
RAK PIRING TO TALETALASE JEMURAN
ALMARI
RAK PIRING TO TAL
JUMLAH PRO DUKSI (UNIT) 13 10 9 32 13 10 9 32
HARGA JUAL 1.300.000 450.000 1.750.000 1.346.000 503.000 1.585.000
TO TAL HARGA JUAL 16.900.000 4.500.000 15.750.000 37.150.000 17.498.000 5.030.000 14.265.000 36.793.000
BIAYA BAHAN BAKU 778.250 242.983 978.433 864.107 242.839 925.221
BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG 114.000 57.000 228.000 90.000 45.000 180.000
BIAYA OVERHEAD 112.180 55.333 188.400 122.273 114.006 162.276
BIAYA BAHAN BAKU 10.117.250 2.429.833 8.805.899 21.352.983 11.233.394 2.428.389 8.326.989 21.988.772
BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG 1.482.000 570.000 2.052.000 4.104.000 1.170.000 450.000 1.620.000 3.240.000
BIAYA OVERHEAD 1.458.340 553.333 1.695.600 3.707.273 1.589.544 1.140.060 1.460.484 4.190.087
13.057.590 3.553.167 12.553.499 29.164.256 13.992.938 4.018.448 11.407.473 29.418.859
HARGA PO KO K PRO DUKSI
TO TAL HARGA PO KO K PRO DUKSI
TO TAL
METO DE PERUSAHAAN METO DE JOB ORDER COSTINGURAIAN
Sumber : Data Diolah 2013
Tabel 5
Perhitungan Laba Rugi 3 Produk Alumunium Standar
Bulan Januari – Juni 2013
(dalam Rupiah)
ETALASE JEMURANALMARI RAK
PIRINGTOTAL ETALASE JEMURAN
ALMARI RAK
PIRINGTOTAL
PENJUALAN 16.900.000 4.500.000 15.750.000 37.150.000 17.498.000 5.030.000 14.265.000 36.793.000
HARGA POKOK PRODUKSI
BIAYA BAHAN BAKU 10.117.250 2.429.833 8.805.899 21.352.983 11.233.394 2.428.389 8.326.989 21.988.772
BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG 1.482.000 570.000 2.052.000 4.104.000 1.170.000 450.000 1.620.000 3.240.000
BIAYA OVERHEAD 1.458.340 553.333 1.695.600 3.707.273 1.589.544 1.140.060 1.460.484 4.190.087
TOTAL HARGA POKOK PRODUKSI 13.057.590 3.553.167 12.553.499 29.164.256 13.992.938 4.018.448 11.407.473 29.418.859
LABA KOTOR OPERASI 3.842.410 946.833 3.196.501 7.985.744 3.505.062 1.011.552 2.857.527 7.374.141
BIAYA OPERASIONAL
BIAYA PERUSAHAAN *) 1.549.514 1.191.934 1.072.741 3.814.189
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM **) 718.122 552.402 497.161 1.767.685
BIAYA PEMASARAN ***) 353.338 271.799 244.619 869.756
TOTAL BIAYA OPERASIONAL 1.549.514 1.191.934 1.072.741 3.814.189 1.071.460 824.200 741.780 2.637.441
LABA BERSIH OPERASI 2.292.896 (245.101) 2.123.760 4.171.556 2.433.602 187.351 2.115.747 4.736.700
SELISIH 140.706 432.452 (8.013) 565.144
LAPORAN LABA RUGI
METODE PERUSAHAAN METODE JOB ORDER COSTING
Keterangan
*) : Perhitungan biaya operasional menggunakan metode perusahaan
**) : Perhitungan biaya administasi dan umum menggunakan metode Job Order Costing
***) : Perhitungan biaya pemasaran menggunakan metode Job Order Costing
Sumber : Data Diolah 2013
16
Hasil perhitungan laba rugi atas 3
produk standar alumunium menunjukkan
perbedaan antara perolehan laba dengan
metode perusahaan dan perolehan laba
dengan menggunakan metode Job Order
Costing. Perhitungan laba dengan
menggunakan metode perusahaan
memperoleh laba bersih operasi sebesar Rp.
4.171.556. Perhitungan laba dengan
menggunakan metode Job Order Costing
memperoleh laba bersih operasi sebesar Rp.
4.736.700. Selisihnya sebesar Rp. 565.144
menunjukkan bahwa perolehan laba yang
dihitung menggunakan metode perusahaan
lebih rendah daripada perolehan laba yang
dihitung menggunakan Job Order Costing.
Perbedaan dan selisih laba tersebut
disebabkan karena :
a. Penerapan metode perhitungan harga
pokok produksi yang berbeda antara
metode perusahaan dengan metode Job
Order Costing yang terdiri dari biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead.
b. Kebijakan pembulatan harga jual yang
awalnya terlalu besar yaitu dibulatkan ke
puluhan ribu dan ratusan ribu terdekat,
dengan alasan untuk menyamakan harga
jual dengan harga pasar dan
mengantisipasi konsumen yang menawar
dengan harga terlalu rendah, diubah ke
dalam pembulatan ribuan terdekat.
c. Biaya-biaya perusahaan sebelumnya
tidak dilakukan pengelompokan biaya
sehingga belum jelas pos biayanya.
Pengelompokan biaya dilakukan ke
dalam biaya produksi dan biaya non
produksi / biaya operasional, dan
dialokasikan dengan dasar alokasi
presentasi pemakaian biaya pada masing-
masing kelompok biaya dan volume
produksi, yaitu jumlah unit yang di
produksi selama bulan Januari sampai
Juni 2013. Biaya non produksi dalam
perhitungan perusahaan memasukkan
seluruh biaya yang ada di perusahaan
yang seharusnya merupakan biaya
overhead. Sehingga biaya operasionalnya
terlalu besar yang akhirnya mengurangi
laba perusahaan secara keseluruhan.
Implikasi Hasil Penelitian
Penerapan metode Job Order Costing
pada CV. TRISTAR menghasilkan perbedaan
yang cukup signifikan terhadap harga pokok
produksi, harga jual dan laba yang diperoleh
perusahaan. Perbedaannya tidak semua sama,
dalam artian ada yang menghasilkan nilai
positif ada yang negatif. Perbedaannya
disebabkan oleh kesalahan perusahaan dalam
menghitung biaya produksi dan terkait
kebijakan pembulatan harga perusahaan.
Penerapan metode Job Order Costing
mempunyai beberapa keunggulan dan
kelemahan. Keunggulan yang didapat jika
perusahaan menerapkan metode tersebut yaitu
terkait pelaporan keuangan perusahaan
kepada pihak investor. Laporan Laba Rugi
CV. TRISTAR akan menunjukkan laba
perusahaan yang lebih banyak, sehingga
investor akan percaya untuk memberikan
pinjaman kepada perusahaan karena
menganggap perusahaan mampu membayar
kewajiban hutangnya.
Keuntungan lain dapat dilihat dari segi
pengambilan keputusan. Perusahaan dapat
mengetahui keseluruhan biaya yang
berhubungan dengan produksi dan
menganalisis penyebab biaya produksi yang
membengkak tersebut, kemudian
mengendalikan pos-pos biaya yang kurang
penting dengan melakukan efisiensi biaya.
Akan tetapi kelemahan jika menerapkan
metode Job Order Costing juga didapat, yaitu
terkait pelaporan eksternal kepada pemerintah
dan pajak. Perusahaan mempunyai laba bersih
lebih besar yang berarti pajak yang
dibayarkan juga besar.
Kelemahan lainnya yaitu terkait
penentuan harga jual produk yang terlalu
tinggi. Perusahaan akan menentukan harga
jual lebih besar dari harga semula dan hal ini
akan beresiko kehilangan konsumen karena
harga jual yang ditetapkan terlalu tinggi dari
harga di pasaran.
17
KESIMPULAN
Hasil analisis menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi yang
dilakukan CV. TRISTAR untuk 3 produk
alumunium standar sudah menggunakan
Job Order Costing tapi masih belum
tepat. Kesalahan dilakukan pada
perhitungan biaya bahan baku yang tidak
dipisahkan dengan biaya penunjang dan
biaya aksesoris, harga bahan baku yang
menggunakan tarif awal pembelian,
perhitungan biaya tenaga kerja langsung
yang hanya memakai satu tarif pekerja,
dan biaya overhead belum dibebankan
seluruhnya
Harga pokok produksi selanjutnya
dihitung kembali dengan menggunakan
metode Job Order Costing untuk
pengakumulasian biaya produksi, metode
tradisional untuk pembebanan biaya
overhead, metode Full Costing untuk
perlakuan biaya overhead, serta
pengukuran biaya standar dan biaya
aktual untuk bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead
Hasil analisis harga pokok produksi menunjukkan bahwa perhitungan harga
pokok produksi yang dilakukan
perusahaan lebih kecil dari pada
perhitungan harga pokok produksi
menggunakan Job Order Costing untuk
produk etalase alumunium standar
panjang 200 cm dan jemuran alumunium
standar panjang 150 cm. Sedangkan
untuk produk almari rak piring panjang
100 cm, menghasilkan perhitungan harga
pokok produksi perusahaan yang lebih
besar daripada perhitungan harga pokok
produksi menggunakan Job Order
Costing, Perbedaan ini dikarenakan :
o Perusahaan membebankan biaya
bahan penunjang ke dalam biaya
bahan baku yang seharusnya
dibebankan ke biaya overhead.
Perusahaan menggunakan harga bahan
baku pada saat awal pembelian saja
yang seharunya menggunakan rata-
rata harga bahan baku.
o Perusahaan menggunakan tarif 1
pekerja untuk biaya tenaga kerja
langsung yang seharusnya
menggunakan tarif rata-rata pekerja
karena tarifnya berbeda-beda sesuai
dengan keahlian dan lama bekerja.
o Perusahaan tidak membebankan
beberapa unsur biaya overhead
kedalam harga pokok produksi dengan
tepat. Perusahaan hanya memasukkan
biaya listrik dan beberapa biaya bahan
penunjang. Sedangakan biaya bahan
penunjang lainnya, biaya operasi,
biaya perbaikan dan pemeliharaan
peralatan dan biaya penyusutan
peralatan dan bangunan tidak
dibebankan ke dalam biaya produksi.
Perbedaan ini tentunya mempengaruhi harga jual dan laba rugi perusahaan.
Harga jual yang diterapkan perusahaan
lebih rendah dari harga jual yang dihitung
menggunakan metode Job Order Costing
untuk produk etalase 200 cm dan jemuran
150 cm. Sedangkan harga jual yang
ditetapkan perusahaan untuk almari rak
piring 100 cm lebih tinggi daripada harga
jual menggunakan metode Job Order
Costing. Perbedaan harga jual dan harga
pokok produksi tersebut mempengaruhi
perhitungan laba yang dilakukan
perusahaan menjadi lebih rendah dari
pada laba yang sebenarnya diterima
perusahaan, hal ini dikarenakan :
o Perhitungan harga pokok produksi
untuk ketiga produk alumunium yang
dibebankan perusahaan ada yang lebih
rendah dan ada yang lebih kecil
daripada harga pokok produksi yang
sebenarnya. Sehingga berpengaruh
terhadap harga jualnya dan laba per
produk.
o Kebijakan pembulatan harga jual ke
ratusan ribu dan puluhan ribu terdekat
yang dilakukan CV. TRISTAR diganti
kedalam ribuan terdekat untuk
mengurangi harga jual yang terlalu
tinggi.
o Perhitungan laba rugi dengan metode
perusahaan tidak memisahkan biaya-
biaya perusahaan kedalam biaya
produksi dan biaya non produksi,
sehingga biaya-biaya yang belum
dimasukkan ke perhitungan harga
18
pokok produksi dibebankan semua ke
biaya operasional. Sedangkan
perhitungan laba rugi dengan metode
Job Order Costing memisahkan
biaya–biaya perusahaan kedalam
biaya produksi (overhead) dan biaya
non produksi.
SARAN
Bagi Perusahaan :
1. Perusahaan hendaknya menghitung dan
memperhatikan semua komponen harga
pokok produksi (biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya
overhead) dengan tepat dan akurat sesuai
dengan teori yang ada, khususnya Job
Order Costing, sampai ke tahap
pelaporan laba rugi agar dapat dianalisis
pencapaian bisnisnya dan dijadikan
bahan evaluasi serta pengambilan
keputusan.
2. Khusus untuk biaya overhead,
perusahaan seharusnya menghitung tarif
pembebanan biaya overhead dengan cost
driver yang lebih dapat mencerminkan
biaya overhead yang sesungguhnya
terjadi dalam proses produksi dan juga
memperhitungkan underapplied dan
overapplied dari biaya overhead yang
ditentukan di muka dibandingkan dengan
biaya overhead yang sesungguhnya
terjadi.
3. Perusahaan hendaknya menerapkan
penentuan harga jual yang tepat dan
konstan dengan melakukan kebijakan
pembualatan harga jual yang tidak terlalu
besar untuk menghindari ketimpangan
dalam perhitungan laba perusahaan.
4. Perusahaan hendaknya menganalisis
semua biaya-biaya yang ada di
perusahaan dan memisahkannya kedalam
biaya produksi dan biaya non produksi
(biaya operasional). Biaya produksi ini
digunakan dalan perhitungan harga
pokok produksi dan biaya non produksi
digunakan dalam perhitungan laba rugi
perusahaan.
Bagi Penelitian Selanjutnya :
1. Perlu mengkaji lebih banyak jurnal
sejenis yang terkait dengan perhitungan
harga pokok produksi dan keputusan
strategik perusahaan dalam penggunaan
akuntansi manajemen dan akuntansi
biaya sehingga dapat menentukan
konstruk konseptual dan operasional
yang lebih lebih kompleks.
2. Mengidentifikasi metode penentuan
harga pokok produksi yang tepat
disesuaikan dengan sifat bisnis, produk
yang dihasilkan, perubahan lingkungan
manufaktur, tujuan penyediaan informasi
untuk kebutuhan pengambilan keputusan
yang bersifat operasional atau strategik,
dan pertimbangan biaya atau manfaat
terhadap perolehan, perancangan,
modifikasi dan pengoperasian sistem
tertentu.
3. Memilih objek penelitian dengan
karakteristik bisnis yang berbeda,
misalnya perusahaan jasa atau
perusahaan dagang untuk mengetahui
perbedaan perhitungan harga pokok
produksi dan pengaruhnya terhadap harga
jual dan laba.
4. Memilih objek penelitian yang sudah
melakukan pengelolaan keuangan
keuangan sesuai standar akuntansi untuk
melengkapi data-data yang dibutuhkan
dalam perhitungan harga pokok produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, Sandingan Data UMKM 2011-
2012, (Online),
(http://www.depkop.go.id/, diakses pada
tanggal 3 Mei 2013 pada pukul 10.15)
Anonimous, Undang Undang no 20 tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, (Online),
(http://www.depkop.go.id/, diakses pada
tanggal 3 Mei 2013 pada pukul 11.00)
Blocher, Edward J., Chen, Kung H., Cokins,
Gary., Lin, Thomas W., 2007,
Manajemen Biaya, Edisi 3, Salemba
Empat, Jakarta.
19
Bungin, Burhan, 2010, Analisis Data
Penelitian Kualitatif, Rajawali Pers,
Jakarta.
Carter, Wiliam K, 2009, Akuntansi Biaya,
Edisi 14, Terjemahan oleh Krista,
Salemba Empat, Jakarta.
Diane Pudjiastuti, 2003, Peranan Job Order
Costing Method dalam Menetapkan
Harga Pokok Produksi (Studi Kasus
pada PT. Harost Ismi Bandung), Skripsi
Jurusan Akuntansi Universitas
Widyatama Bandung.
Garrison, Ray H., Noreen, Eric W., Peter C.,
2008, Akuntansi Manajerial, Edisi 11,
Terjemahaan oleh Nuri Hinduan,
Salemba Empat, Jakarta.
Hanif, Mohammad, 2012,Peran Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia,
(online),
http://id.scribd.com/doc/102335452/Usah
a-Mikro-Kecil-dan-Menengah-UMKM-
di-Indonesia, diakses pada tanggal 3 Mei
2013 pukul 17.03)
Hansen, Don. R dan Maryanne M. Mowen,
2009, Akuntani Biaya.Edisi 8,
Terjemahan oleh Deny Arnos Kwary,
Salemba Empat, Jakarta.
Horngern, Charles T., Datar, Srikant M.,
Foster, George., 2006, Akuntansi Biaya,
Edisi 12, Erlangga, Jakarta.
Indah Fitri Rusmala, 2012, Pentingnya
Penerapan Metode Full Costing dalam
rangka menetapkan harga pokok produksi
pada Peternak Ayam UD. Family Poultry
Shop di Kabupaten Blitar, Skripsi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya Malang.
Lilik Sugiharti dan Unggul Heriqbaldi, 2012,
Pendekatan Penelitian Kualitaitf : Naratif,
Fenomenologi, Groubded Theory,
Etnografi, & Studi Kasus, dalam Desain
Penelitian : Pendekatann Kualitatif,
Insan Muamalah Publiser, Malang.
Mas’ud Machfoedz, Mahmud Machfoedz,
2011, Kewirausahaan : Matode
Manajemen dan Implementasi, Edisi 1,
BPFE, Yogyakarta.
Moleong, L, 2007, Metodologi Penelitian
Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Mulyadi, 2001, Akuntansi Manajemen. Edisi
3, Salemba Empat, Jakarta.
Mulyadi, 2009, Akuntansi Biaya, Edisi 5,
Aditya Media, Yogyakarta.
Nazir, Moh, 2011, Metode Penelitian, PT.
Ghalia Indonesia, Jakarta
Soeharto Prawirokusumo, 2010,
Kewirausahaan dan Manajemen Usaha
Kecil, BPFE, Yogyajarta.
Stevanus Hadi Darmaji, 2007, Prospek
Pembentukan dan Sistem Akuntansi bagi
Usaha Kecil dan Menengah (UKM),
dalam Kewirausahaan UKM : Pemikiran
dan Pengalaman Karya Bersama FE
Universitas Surabaya dan Forum Daerah
UKM Jawa Timur, Edisi 1, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Widiyastuti, S. 2007. Analisis Perhitungan
Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi
Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection
Bogor, Skripsi Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor.
top related