percobaan iv (reaksi asam-basa [analisis kuantitatif].doc
Post on 20-Dec-2015
325 Views
Preview:
TRANSCRIPT
``PERCOBAAN 4
REAKSI ASAM BASA : ANALISIS KUANTITATIF
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR IPERCOBAAN 4
REAKSI ASAM BASA : ANALISIS KUANTITATIF
Laporan ini dibuat untuk memenuhi nilai praktikum Kimia Dasar I
Disusun oleh :Imelda Friskawati S (J2C009028)Nailil Amalia Y.N (J2C009029)Yuanita Efhiliana (J2C009030)Boy P Manurung (J2C009032)Zainal Arifin (J2C009033)Nina Adriana (J2C009034)Bara Yunianto F (J2C009035)
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2009
PERCOBAAN IVREAKSI ASAM BASA : ANALISIS KUANTITATIF
I. TUJUAN
1.1 Mampu menerapkan reaksi asam basa untuk menetapkan konsentrasi asam
atau basa.
1.2 Mampu menentukan kadar asam asetat dalam sampel asam cuka
perdagangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Volumetri
Volumetri adalah suatu metode analisa kuantitatif yang digunakan
dengan cara mengukur volume larutan yang konsentrasi larutannya telah
diketahui dengan teliti, kemudian mereaksikannya dalam jumlah volume
tertentu dengan larutan yang akan ditentukan konsentrasinya. Reaksi-
reaksi yang dapat dimanfaatkan dalam volumetri adalah reaksi asam basa
atau netralisasi, reaksi pengendapan atau pembentukan senyawa
kompleks dan reaksi redoks.
( Svehla, 1979 )
2.2 Reaksi – Reaksi Volumetri
2. 2. 1 Reaksi Asam Basa atau Netralisasi
Asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air mengalami
dissosiasi dengan pembentukan ion Hidrogen sebagai salah satu
ion positif. Basa adalah zat yang bila dilarutkan dalam air
menglami dissosiasi dengan penbentukan ion Hidroksil ( OH )
sebagai satu-satunya ion negatif. Garam adalah hasil reaksi antara
asam dan basa. Proses semacam ini disebut Reaksi Netralisasi.
Jika sejumlah asam dan basa murni yang ekuivalent dicampur dan
larutannya diluapkan, suatu zat kristalin tertinggal yang tak
mempunyai ciri ciri khas suatu asam ataupun basa, zat ini disebut
garam.
Contoh :
HCl + NaOH NaCl + H2O
Pembentukan garam merupakan proses kimia sejati. Padahal
asam, basa dan garam hampir semua terdissosiasi dalam larutan.
Namun air juga dapat terbentuk tapi tidak terdissosiasi sama
sekali.
Pada hakekatnya reaksi asam basa dalam air adalah
pembentukan air panas netralisasi ( 56.9 KJ ) untuk tiga mol asam
dan basa. Zat-zat amphoter mampu melangsungkan reaksi
netralisasi baik dengan menggunakan asam maupun basa ( lebih
tepatnya dengan ion Hidrogen maupun ion Hidroksil ). Reaksi
netralisasi antara asam kuat dengan Hidroksida logam dalam
larutan air sebenarnya adalah reaksi antara Hidronium dan
Hidroksima.
Contoh :
H3O + OH- H2O + H2O
Asam1 + basa2 basa1 + asam2
Reaksi netralisasi dapat berlangsung tanpa adanya air.
Dalam hal ini, asam-asam yang tak terdissosiasi bereaksi
langsung dengan ion hidroksil yang berada dalam fase padat.
( Svehla, 1979 )
2.2.2. Reaksi Pengendapan
Endapan zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat
keluar dari larutan. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu
jenuh dengan zat yang bersangkutan. Reaksi pengendapan terjadi
karena kelarutan rendah. Kelarutan suatu endapan sama dengan
konsentrasi molar dari larutan jenuhnya.
Contoh :
Kation perak dengan anion halogen secara luas, reaksinya :
Ag+ + X- AgX
Dengan X- merupakan ion klorida, bromida, atau halida,
reaksinya :
AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3
2.2.3. Reaksi Pembentukan Senyawa Kompleks.
Dalam arti luas, Senyawa kompleks adalah senyawa yang
terbentuk karena penggabungan dua atau lebih senyawa
sederhana, yang masing – masing dapat berdiri sendiri. Suatu ion
( molekul ) kompleks terdiri dari suatu asam ( ion ) pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom ( ion ) pusat itu.
Rumus dan nama beberapa ion kompleks adalah sebagai
berikut :
[ Fe ( CN )6 ]4- Ion heksa siano ferat (II)
[ Fe ( CN )6 ] 3- Ion heksa siano ferat (III)
[ Cu (NH3)4 ] 2+ Ion tetra amino kuprat (II)
[ Cu (CN)4 ] 3- Ion tetra siano kuprat (I)
[ Co (H2O)6 ] 3+ Ion heksa akuo kobaltat (III)
[ Ag (CN)3 ] - Ion siano argentat (I)
Atom pusat ( Fe, Cu, Co, Ag ) ligan ( CN, H2O, NH3 )
Muatan ion kompleks merupakan jumlah muatan ion – ion yang
membentuk kompleks itu.
Ag + + 2CN- [ Ag (CN)2 ] –
Cu 2+ + 4CN- [ Cu (CN)4 ] 2-
Salah satu fenomena umum yang sering muncul bila ion
kompleks terbentuk adalah perubahan warna dalam larutan.
Cu2+ + 4NH3 [ Cu (NH3)4 ] 2+
Biru biru tua gelap
Fe2+ + 6CN- [ Fe (CN)6 ] 4-
Hijau muda kuning
Fenomena lain ialah kenaikan larutan, banyak endapan bisa larut
karena pembentukan kompleks.
( Svehla, 1979 )
2.2.4. Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah bilamana bilangan oksidasi ( valensi )
spesi-spesi yang bereaksi tidaklah berubah. Namun terdapat
sejumlah reaksi dimana keadaan oksidasi berubah yang disertai
dengan pertukaran elektron antar pereaksi. Oksidasi adalah proses
dimana oksigen diambil oleh suatu zat. Reduksi adalah proses
dimana oksigen diambil dari zat.
Contoh :
2FeCl3 + SnCl 2FeCl2 + SnCl2
2.3 Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita untuk
mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan
suatu larutan ion yang konsentrasinya diketahui. Pada waktu titrasi,
larutan yang mengandung suatu pereaksi dimasukkan dalam buret
yang disebut penitrasi. Larutan ini diteteskan perlahan lahan melalui
kran dalam erlenmeyer yang mengandung pereaksi lain. Titrasi
dihentikan sampai warna indikator berubah. Perubahan warna ini
menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi.
( Brady,1997 )
2.4. Analisis volumetri
Analisis volumetri juga dikenal dengan titimetri, dimana zat yang
akan dianalisa dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya
diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi
larutan yang tidak diketahui kemudian dihitung. Syaratnya adalah
reaksi harus berlangsung secara tepat dan cepat, kuantitatif dan tidak
ada reaksi samping. Selain itu, jika reagen penitrasi yang diberikan
berlebih, maka harus diketahui dengan suatu indikator. Semua metode
titimetri bergantung pada larutan standart yang mengandung sejumlah
reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang tinggi.
Konsentrasi dinyatakan dalam normalitas, larutan standart disiapkan
dengan menimbang reagen murni secara tepat, karena tidak semua
larutan standart tersedia dalam keadaan murni. Oleh karena itu, dikenal
standart primer yaitu zat yang tersedia pada kondisi titrasi, dan tidak
melakukan reaksi sampingan. Standart primer yang biasa digunakan
dalam titrasi volumetri adalah :
a. Asam : C6H4(COOK), C5OOH, C6H5COOH, HCl, asam
sulfat, SO2(NH2)OH
b. Basa : Na2CO3, MgO, dan Na2BaO7
c. Oksidator : K2Cr2O7, (NCl4)2, Fe (NO3)2,
d. Reduktor : Na2C2O4
e. Lain lain : NaCl, KCl
Dalam menggunakan standart primer larutan titimetri yang sesuai
adalah di standarisasikan secara gravimetri.
Metode volumetri secara garis besar terbagi menjadi empat,
yaitu :
1. Titrasi asam basa, meliputi reaksi asam basa baik lemah maupun
kuat.
2. Totrasi pengendapan, meliputi pembentukan endapan dengan
indikator pengabsorbsi.
3. Titrasi Redoks, meliputi hampir semua reaksi oksidasi reduksi.
4. Titrasi kompleksiometri, meliputi reaksi EDTA untuk melihat
pembedahan pH pada pengomplekan.
( Khopkar, 1990 )
2.5. Teori Asam Basa
Asam dan basa didefinisikan oleh ahli kimia berabad abad yang
lalu dalam sifat sifat larutan air. Suatu zat yang larutan airnya berasa
asam dan memerahkan lakmus biru, bereaksi dengan logam aktif untuk
membentuk hidrogen dan menetralkan basa. Engan mengikuti pola
yang serupa, suatu basa didefinisikan sebagai suatu zat yang
larutannya berasa pahit, membirukan lakmus meerah, terasa licin,
sabun, dan menetralkan ikatan asam. Pada tahun 1887, Arhenius
mempostulatkan bahwa bila molekul elektrolit dilarutkan dalam air,
akan terbentuk ion positif dan negatif. Menurut Arhenius, asam adalah
zat yang larut dalam air untuk memberikan ion-ion H+. Sedangkan basa
adalah zat yang melarut kedalam air untuk memberikan ion-ion OH-.
Teori lewis menyatakan bahwa asam adalah spesi apa saja yang
bertindak sebagai penerima pasangan elektron. Sedangkan basa adalah
spesi apa saja yang bertindak sebagai pemberi pasangan elektron.
( Keenan, 1990 )
Bronsted-lowry mendefinisikan bahwa asam adalah suatu
senyawa yang mampu menyumbang proton. Dipihak lain, tiap
senyawa yang mampu menerima proton dianggap sebagai basa
(akseptor proton).
( Rivai, 1995 )
2.6. Indikator Asam basa
Indikator asam basa adalah senyawa organik yang berubah
warnanya dalam larutan dengan pH larutan. Misalnya, lakmus yang
berwarna merah dalam larutan asam tetap berwarna merah, dalam
larutan basa lakmus berwarna biru tetap berwarna biru. Lakmus yang
berwarna biru, dalam larutan asam akan berwarna merah. Sedangkan
lakmus berwarna merah di dalam larutan basa berwarna biru.
( Rivai, 1995 )
Para ahli kimia menggunakan zat warna bernama kertas lakmus.
Kertas lakmus berasal dari lumut kerak (Rosella tunctona). Lakmus
sangat umum digunakanuntuk menguji keasaman dan kebasaan, sebab
memiliki keunggulan sebagai berikut,
1. lakmus sukar teroksidasi oleh O2 di udara, sehingga dapat disimpan
lama.
2. lakmus mudah diserp oleh kertas, sehingga dapat disediakan
dengan bentuk kertas lakmus
3. perubahan warnanya jelas terlihat.
( Arsyad, 2001 )
2.7. Pengenceran
Proses pengenceran ialah mencampurkan larutan pekat
( konsentrasi tinggi ) dengan cara menambah pelarut agar diperoleh
volume akhir yang lebih besar.
V1. N1 = V2. N2
Keterangan : V1 : volume awal
N1 : volume akhir
V2 : normalitas awal
N2 : normalitas akhir
Jika larutan dengan senyawa kimia yang pekat diencerkan,
kadang – kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama terjadi
pada asam sulfat. Panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam
sulfat harus dimusnahkan dulu dalam air dan tidak boleh sebaliknya.
( Brady, 1997 )
2.8. Larutan Standar
Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya telah
diketahui secara teliti. Larutan standart disebut juga larutan baku.
Larutan standart ditambahkan melalui buret. Dalam titrasi sering
digunakan larutan asam karena lebih mudah diawetkan dari pada
larutan basa. Dalam memilih larutan asam sebagai larutan standart,
faktor – faktor yang harus diperhatikan adalah :
1. asam harus kuat terdissosiasi tinggi
2. asam tidak boleh mudah menguap
3. larutan asam harus stabil
4. garam dan asamnya harus kuat
5. asam bukan oksidator yang kuat untuk merusak senyawa organik.
( Underwood, 1983 )
2.9. Indikator Universal
Suatu indikator yang dapat berbentuk padatan atau cairan yang
memperlihatkan pH larutan dengan kisaran warna.
1. Metil jingga
- merah dibawah 3
- kuning diatas 4.5
2. Bromtimol biru
- kuning dibawah 6.5
- biru diatas 7.5
3. Phenolphtalein
- tidak berwarna dibawah 8,5
- merah jambu diatas 9.5
Nama Jangkauan pH Warna Asam Warna Basametil kuning 2 - 3 merah Kuningdinitro fenol 2,4 - 4.0 tidak berwarna Kuningmetil jingga 3 - 4.5 merah Kuningmetil merah 4.4 - 6.6 merah KuningLakmus 6 - 8 merah biru Phenolphtalein 8 - 10 tak berwarna Merah
trinitro benzene 12 - 13 tak berwarna tak berwarna
2.10 Titik Akhir dan titik Ekuivalent
Volume dalam jumlah tertentu yang ditambahkan tepat sama
dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang
dianalisis disebut sebagai titik ekuivalent. Volume dimana perubahan
warna indikator nampak oleh pengamat adalah merupakan titik akhir.
Titik ekuivalent dan titik akhir tidak sama pada praktiknya, titik akhir
tercapai setelah titik ekuivalent. Perbedaan antara titik akhir dan titik
ekuivalent adalah kasalahan titik akhir yaitu kesalahan acak yang
berbeda untuk setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan
determinan, dan nialinya dapat dihitung.
( Khopkar, 1990 )
2.11. Analisa Bahan
1. Asam Oksalat
merupakan larutan standart primer dengan konsentrasi 0,1
N
biasanya digunakan sebagai titran
sangat stabil, dapat diperoleh dengan derajat kemurnian
tinggi
sangat terdissosiasi, Ka = 5.6 10-2
( Khopkar, 1990 )
2. Asam asetat
bentuk cair, TL : 16,6 oC, TD : 118,1oC
kadarnya dalam cuka makanan 20-25%
berbau tajam
terbuat dari oksidasi etanolkarena pengaruh jenis bakteri,
seperti acetobacter
( Basri, 1996 )
3.` NaOH
* Sifat fisis :
- Indeks bias 2,13, BM : 40,01 gram/m
- TL : 318oC , TD : 1390oC
- sedikit tembus cahaya
* Sifat kimia:
- Mudah larut dalam air
- Kelarutan 300 gram / 100 ml air pada 0oC
- Beracun dan menyebabkan iritasi pada kulit
- Dapat menarik H2O dan CO2 dari udara
( Basri, 1996 )
4. Penolpthalein ( PP )
* Berbau busuk
* berwarna kuning keputihan
* tidak larut dalam air
* larut dalam alkali
* larut dalam alkohol
* sebagai indikator
( Basri, 1996 )
5. Aquades
- titik didih 100oC dan titik beku 0oC
- senyawa berfase cair denhgan pH 7
- tidak berbau dan tidak berwarna
( Basri, 1996 )
III. METODE PERCOBAAN
3. 1 AlatBuret
Labu ukur
Pipet tetes
Erlenmeyer
Statik
Gelas beker
Gelas ukur
Pipet gondok
Pipet ukur
3. 2 Bahan
NaOH
Asam oksalat
Asam asetat
Phenolphthalein
Aquades
3. 3 Gambar Alat
a. Gelas Beker b. Gelas Ukur c. Tabung Reaksi
d. Pipet Tetes e.Labu Ukur f. Corong
g. Pipet gondok h. Pipet ukur i. Erlenmeyer
j. statif
Skema Kerja
3.4.1 Standarisasi NaOH dengan larutan standar asam oksalat
3.4.2. Penetapan kadar asam asetat
15 mL NaOH
erlenmeyer
25 mL asam cuka perdagangan
labu ukur
Penambahan tiga tetes Phenolphtalein
Penitrasi dengan asam oksalat sampai warna berubah
Pencatatan volume asam oksalat yang diperlukan
Penghitungan konsentrasi NaOH sesungguhnyaHasil
Pengenceran sampai 250 mL
Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
4.1. Data Percobaan
NO PERLAKUAN HASIL KET
1
Standarisasi NaHSO4 larutan standar
asam oksalat
a. pengisian 15 mL NaOH ke dalam
erlenmeyer + 3 tetes PP
NaOH setelah ditetesi PP berubah
warna menjadi merah muda. +
b. titrasi larutan NaOH dengan asam
oksalat standar sampai merah muda
(indikator tepat hilang)
Setelah dilakukan titrasi NaOh
berubah menjadi bening pada
volume asam oksalat 15 mL; 15,5
mL ; 15,3 mL. +
c. lakukan titrasi 3 kali
2 Penetapan kadar asam asetat
a. 250 mL pengenceran asam cuka + 3
tetes PP
Asam cuka yang semula berwarna
bening. +
b. titrasi larutan asam cuka dengan
NaOH sampai warna berubah merah
muda tetap
Pada saat dilakukan titrasi
berubah warna menjadi merah
muda pada saat volume NaOH 14
mL; 15 mL; 14,5 mL. +
25 mL asam cuka encer
Erlenmeyer
Penambahan tiga tetes Phenolphtalein
Penitrasian asam cuka dengan larutan NaOH
Pencatatan volume NaOH yang diperlukan
Perhitungan kadar asam oksalatHasil
4.2. Perhitungan
a.Standarisasi NaOH dengan larutan standar asam oksalat
Diketahui :
Volume asam oksalat
V asam oksalat pada titrasi pertama = 15 mL
V asam oksalat pada titrasi kedua = 15,5 mL
V asam oksalat pada titrasi ketiga = 15,3 mL
V asam oksalat rata-rata adalah V1+V2+V3 = 15+ 15,5+ 15,3 =
3 3
45,8 = 15,267 mL
3
Volume NaOH = 15 mL
M (konsentrasi asam oksalat) = 0,1 N
Ditanyakan : M (konsentrasi) NaOH?
Jawab :
MNaOH . VNaOH = Masam oksalat . Vasam oksalat
M NaOH. 15 mL = 0,1 . 15,267
M NaOH = 1,5267
15
M NaOH = 0,1017 N
b.Penetapan kadar asam asetat
Diketahui:
V CH3COOH = 25 mL
M NaOH = 0,1017 N
BM CH3COOH = 60 g/mol
Faktor pengenceran = 10
V NaOH
V NaOH1 = 14 mL
V NaOH2 = 15 mL
V NaOH3 = 14,5 mL
V rata-rata NaOH = V1+V2+V3 = 14+ 15+ 14,5 = 43,5 = 14,5 mL
3 3 3
Kadar asam asetat (CH3COOH) = VNaOH × M NaOH × BMCH3COOH × 100%
Faktor pengenceran × V CH3COOH
= 14,5 × 0,1017 × 60 ×100%
10×25
= 8847,9
250
= 35,3916 %
V. PEMBAHASAN
5.1. Standarisasi NaOH dengan larutan standar asam oksalat
Larutan NaOH ini harus `distandardisasi` atau `dibakukan`, yakni ditentukan
konsentrasinya yang setepatnya atau sebenarnya. Percobaan ini dilakukan
dengan menggunakan asam oksalat sebagai larutan standar, yaitu larutan
yang telah diketahui konsentrasinya, dan NaOH sebagai larutan yang akan
dicari konsentrasinya. Cara kerjanya yaitu, bilas buret oleh aquades lalu
bilas dengan larutan asam oksalat. Pembilasan ini dilakukan agar buret
benar-benar steril dari zat lain yang memungkinkan perbedaan pH asam
oksalat, sehingga titrasi dapat berlangsung dngan akurat. . Asam oksalat
yang digunakan untuk membilas kemudian dibuang. Setelah dibilas,
masukkan asam oksalat 0,1 N ke dalam buret hingga batas skala nol (sebagai
titran). Tabung buret sebelumnya di Ke dalam erlenmeyer dimasukkan 15
mL NaOH (sebagai titrat) dan 3 tetes indikator fenolftalein sabagai
indikator pH. Larutan ini berwarna merah muda pucat.
Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan
yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam
lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan
memberikan warna terang karena anionnya (Day, 1981).
Selanjutnya dilakukan titrasi. Titrasi dilakukan dengan
menambahkan titrat (asam oksalat) pada buret tetes demi tetes ke tabung
erlenmeyer yang berisi titran (NaOH). Selama titrasi, tabung erlenmeyer
digoyang-goyangkan agar campuran merata. Titrasi ini dilakukan sampai
mencapai keadaan ekuivalen . Artinya secara stoikiometri titran dan titrat
tepat habis bereaksi) yang ditandai dengan berubahnya warna indicator,
dalam hal ini warna merah muda tepat berubah menjadi bening. Keadaan ini
disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama
dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan
sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan
keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati
titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh
karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.
Indikator fenolftalein pada larutan basa,akan berwarna merah muda.
Ketika mencapai titik ekivalen, indikator menampakkan warna bening pada
larutan. Hal ini dikarenakan larutan bersifat netral. Yaitu ketika NaOH telah
tepat bereaksi.
Reaksi yang terjadi pada titrasi ini adalah reaksi netralisasi. Yaitu
antara asam oksalat, ,yang merupakan asam kuat dan NaOH(basa kuat).
Titrasi dilakukan tiga kali (triplo) agar diperoleh data yang
mendekati kebenaran atau data yang akurat. Data yang diperoleh adalah
sebagai berikut : pada titrasi pertama, untuk mendapatkan titik ekivalen
diperlukan asam oksalat sebanyak 15 mL. Titrasi kedua, diperlukan asam
oksalat sebanyak 15,5 mL. Titrasi ketiga, diperlukan asam oksalat sebanyak
15,3 mL. Sehingga dapat diperoleh volume rata-ratanya 15,267 mL dan dari
perhitungan diperoleh hasil bahwa kosentrasi NaOH yang sesungguhnya
adalah 0,1017 N.
5.2. Penetapan kadar asam asetat
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar asam asetat dengan
menggunakan larutan NaOH sebagai larutan standar yang diketahui
konsentrasinya. Langkah-langkah percobaan yang dilakukan yaitu cuci buret
dengan aquades, lalu bilas lagi dengan NaOH. Hal ini ditujukan agar buret
benar-benar steril dari zat lain yang memungkinkan perbedaan pH NaOH,
dan titrasi dapat berlangsung dngan akurat. Kemudian masukkan NaOH
kedalam buret hingga batas skala nol.
Di samping itu, dilakukan pengenceran asam cuka (CH3COOH).
Yaitu dengan menambahkan air ke dalam 25 mL asam asetat hingga larutan
menjadi 250 mL. Hal ini dilakukan agar konsentrasi asam asetat
berkurang .sehingga dalam titrasi dengan NaOH tidak embutuhkan volume
NaOH yang banyak. Karena
M1V1= M2V2
Lalu sebanyak 25 mL asam asetat encer tersebut dimasukan ke dalam
erlenmeyer dan diberi 5 tetes indikator fenolftalein. Warna larutan bening.
Setelah itu dilakukan titrasi. Titrasi dilakukan dengan menambahkan
titrat (NaOH) pada buret secara tetes demi tetes ke tabung erlenmeyer yang
berisi titran (CH3COOH). Selama titrasi, tabung erlenmeyer digoyang-
goyangkan agar campuran merata. Titrasi ini dilakukan sampai mencapai
keadaan ekuivalen. Yaitu ketika indikator fenolfalein menunjukkan warna
merah muda. Artinya NaOH dan CH3COOH tepat bereaksi.
Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali agar diperoleh data yang akurat.
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : pada titrasi pertama, warna
larutan asam asetat berubah menjadi merah muda ketika NaOH penitrasi
yang digunakan sebanyak 14 mL. Pada titrasi kedua, dengan indikator yang
sama, 15 mL. Untuk titrasi ketiga, volume NaOH yang diperlukan adalah
sebanyak 14,5 mL. Sehingga diperoleh volume rata-ratanya 14,5 mL dan
dari perhitungan diperoleh hasil bahwa kosentrasi CH3COOH adalah N.
Sedangkan kadar CH3COOH adalah 35,3916 %.
VI. KESIMPULAN
6.1.Standarisasi NaOH dengan larutan standar asam oksalat dapat
menetapkan konsentrasi NaOH yaitu 0,1017 N
6.2. Kadar asam asetat dalam asam cuka perdagangan dapat ditentukan yaitu
35,3916 %
VII. DAFTAR PUSTAKA
Basri,S.1996.Kamus Kimia.Jakarta:PT Rineka Cipta.
Brady,James. 1992. Kimia Universitas. Jakarta: Binarupa Aksara.
Brady,James. 1999. Kimia Universitas. Jakarta: Binarupa Aksara.
Day,R.A. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Khopkar,SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: PT UI press.
Petrucci,Ralph. 1992. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Rivai,Harizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Erlangga.
Rosenberg,Jeromy. 1992. Kimia Dasar,Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga.
Soemardjo,Damin.1997. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar.Semarang: Undip
press
Underwood. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Organik Kualitatif Makro dan
Semimikro,Edisi ke-5. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
Semarang, 21 Desember 2009
Mengetahui
asisten
Restu Kurniasih
J2C 005 139
Praktikan
Yuanita Efhiliana Nina AdrianaJ2C 009 030 J2C 009 034
Zainal Arifin Nailil Amalia Y.NJ2C 009 033 J2C 009 029
Bara Yunianto F Imelda FriskawatiJ2C 009 035 J2C 009 028
Boy Paulinus MJ2C 009 032
top related