pengembangan pembelajaran berbasis masalah …digilib.unila.ac.id/56522/3/tesis tanpa bab...
Post on 21-Aug-2020
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHBERBANTUAN LKPD DENGAN TAHAPAN POLYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASIMATEMATIS
(Tesis)
Oleh
YESHINTA SARI
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2019
ABSTRAK
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHBERBANTUAN LKPD DENGAN TAHAPAN POLYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASIMATEMATIS
Oleh
Yeshinta Sari
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran berbasis masalahberbantuan LKPD dengan tahapan Polya dan menguji efektivitasnya terhadapkemampuan komunikasi matematis. Tahapan pengembangan ini dimulai daristudi pendahuluan, penyusunan sintak pembelajaran berbasis masalah,penyusunan LKPD dengan tahapan Polya, validasi, uji coba lapangan awal, danuji lapangan. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri30 Bandarlampung tahun pelajaran 2018/2019. Data penelitian diperolehmelalui tes kemampuan komunikasi matematis. Pembelajaran berbasis masalahberbantuan LKPD dengan tahapan Polya yang dikembangkan telah validmenurut ahli desain pembelajaran, ahli materi, dan ahli media. Hasil uji cobalapangan awal menunjukan bahwa pembelajaran berbasis masalah berbantuanLKPD dengan tahapan Polya termasuk dalam kategori sangat baik. Hasil ujilapangan menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematis peserta didikmenggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapanPolya lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis peserta didikyang menggunakan pembelajaran konvensional, sehingga dapat disimpulkanbahwa pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polyaefektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik.Peningkatan kemampuan komunikasi matematis peserta didik yangmenggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapanPolya dikategorikan tinggi.
Kata kunci: komunikasi matematis, LKPD, pemecahan masalah Polyapembelajaran berbasis masalah.
.
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF PROBLEM BASED LEARNING ASSISTEDWORK SHEETS WITH POLYA STAGES TO INCREASE
MATHEMATICAL COMMUNICATION
By
Yeshinta Sari
This research aims to develop problem-based learning assisted worksheet basedwith the Polya stages and test its effectiveness on mathematical communicationskills. The stages of development start from preliminary studies, the preparationof the syntax of problem-based learning, preparation of worksheet with thePolya's stages, validation, initial field trials, and field tests. The subject of thisresearch was conducted on the eighth class students at SMP Negeri 30Bandarlampung in the academic year of 2018/2019. This research data wasobtained through tests of mathematical communication skills. problem-basedlearning assisted worksheet based with the Polya stages developed has beenvalid valid according to learning design experts, material experts and mediaexperts. The results of the initial field trials showed that problem-based learningassisted worksheet based with the Polya stages was included in the excellentcategory. The results of field tests show that the mathematical communicationskills of students using problem-based learning assisted worksheet based withthe Polya stages are higher than the mathematical communication skills ofstudents using conventional learning, so it can be concluded that problem-basedlearning assisted worksheet based with the Polya stages are effective forimproving students' mathematical communication skills. Increased mathematicalcommunication skills of students using problem-based learning assistedworksheet based with the Polya stages are categorized as high.
Keywords: mathematical communication, worksheet, problem based learning,Polya problem solving.
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHBERBANTUAN LKPD DENGAN TAHAPAN POLYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASIMATEMATIS
Oleh
YESHINTA SARI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk MencapaiGelar MAGISTER PENDIDIKAN
MATEMATIKA
Pada
Program Studi Magister Pendidikan MatematikaJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rantau Fajar, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi
Lampung pada 03 Februari 1994. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara pasangan Bapak Gunawan dan Ibu Maryanti.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Rantau Fajar pada tahun
2006, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Raman Utara pada tahun
2009, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Seputih Raman pada
tahun 2012. Penulis menyelesaikan sarjana program studi Pendidikan Matematika
di STKIP PGRI Bandar Lampung pada tahun 2016. Penulis melanjutkan
pendidikan pada program studi Pasca Sarjana Pendidikan Matematika Universitas
Lampung tahun 2016.
MOTTO
Kadang kita patah semangat, namun jangan pernah putus asa, karenamatahari selalu terbenam setiap malam, namun terbit kembali di esok
hari(Henry Van Dyke)
Jangan pernah menyerah atas impianmu. Rintangan memang kadangmenjatuhkanmu, namun kamu harus bangkit dan terus melangkah.
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin
Dengan hati yang ikhlas dan rasa syukur kepada Allah SWT,
yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya,
kupersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku
kepada:
Ayahanda dan Ibunda tercinta Gunawan dan Maryanti yang
selalu berusaha memberikan yang terbaik, mencurahkan kasih
sayang, dukungan, kerja keras tanpa mengenal lelah, serta doa
yang tulus yang selalu mengiringi keberhasilanku.
Adikku Sahrul Saputra serta seluruh keluarga besar yang terus
memberikan dukungan dan doanya padaku.
Chandra Pratama Syaimar yang selalu memberikan semangat,
motivasi dan dukungan. You are the best partner.
Para pendidik yang dengan tulus dan sabar dalam mendidik dan
memberikan ilmunya.
Sahabat-sahabat seperjuangan.
Almamater Universitas Lampung tercinta.
ii
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Pengembangan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Peserta Didik SMP Kelas VIII” sebagai syarat untuk mencapai gelar
Magister pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya tesis ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Budi Koestoro, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan perhatian,
dan memotivasi selama penyusunan tesis sehingga tesis ini menjadi lebih
baik.
2. Ibu Dr. Asmiati, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan,
sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan tesis sehingga
tesis ini menjadi lebih baik.
3. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Pembahas yang telah memberikan
iii
masukan, kritik dan saran yang bersifat kritis dan membangun sehingga tesis
ini menjadi lebih baik.
4. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Matematika, dan validator ahli desain pembelajaran dalam
penelitian ini yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini dan memberikan waktu untuk menilai serta memberi
saran perbaikan produk pengembangan.
5. Bapak Drs. Suharsono S., M.S., M.Sc., Ph.D., selaku validator ahli materi
dalam penelitian ini yang telah memberikan waktu untuk menilai serta
memberi saran perbaikan produk pengembangan.
6. Bapak Dr. Bambang Sri Anggoro, M.Pd., selaku validator ahli media dalam
penelitian ini yang telah memberikan waktu untuk menilai serta memberi
saran perbaikan produk pengembangan.
7. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Lampug
beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada panulis
dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Bapak Prof. Drs. Mustofa, MA., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan
perhatian dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis.
9. Bapak dan Ibu Dosen Magister Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan bekal
ilmu pengetahuan kepada penulis.
10. Bapak Syaifudin, M.Pd., selaku guru SMP N 30 Bandar Lampung yang telah
membantu dan membimbing selama penelitian.
iv
11. Ibu Ita Oktriani, S.Pd., sebagai guru mitra yang telah banyak membantu
dalam penelitian.
12. Siswa/siswi kelas VIII dan IX SMP Negeri 30 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2018/2019, atas semangat dan kerjasamanya.
13. Sahabat-sahabat seperjuanganku dalam menyusun tesis ini: Chandra Pratama
Syaimar, Esty Pramitasari A, Citra Fertika Putri, dan Avissa Purnama Yanti
atas dukungan, motivasi, serta bantuan yang telah diberikan.
14. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.
15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada
penulis, mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga tesis
ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, Maret 2019Penulis
Yeshinta Sari
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................... viiDAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viiiDAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... ix
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1B. Rumusan Masalah................................................................................. 11C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 11D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 11
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Lembar Kerja Peserta Didik.................................................................. 13B. Pembelajaran Berbasis Masalah ........................................................... 18C. Pemecahan Masalah Polya.................................................................... 22D. Kemampuan Komunikasi Matematis.................................................... 25E. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan LKPD
dengan Tahapan Polya ......................................................................... 31F. Teori Belajar yang Mendukung ............................................................ 34G. Penelitian yang Relevan........................................................................ 36H. Kerangka Pikir ...................................................................................... 39I. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 44
III. METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian...................................................................................... 45B. Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian.................................................. 45C. Prosedur Pengembangan....................................................................... 47D. Instrumen Penelitian ............................................................................. 51E. Teknik Analisis Data............................................................................. 63
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian ..................................................................................... 72
1. Hasil Studi Pendahuluan .................................................................. 732. Hasil Penyusunan Pembelajaran Berbasis Masalah
Berbantuan LKPD dengan Tahapan Polya ............................................ 753. Hasil Validasi Ahli ........................................................................... 78
vi
4. Uji Coba Lapangan Awal................................................................. 825. Hasil Revisi Uji Coba Lapangan...................................................... 836. Uji Coba Lapangan........................................................................... 83
B. Pembahasan........................................................................................... 901. Hasil Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah
Berbatuan LKPD dengan Tahapan Polya......................................... 902. Kemampuan Komunikasi Matematis ............................................... 102
V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan .............................................................................................. 105B. Saran ..................................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 107
LAMPIRAN....................................................................................................... 112A. Perangkat Pembelajaran............................................................................... 112B. Instrumen Penelitian dan Angket................................................................. 214C. Analisis Data ................................................................................................ 236D. Lembar Penilaian Ahli ................................................................................. 273
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Kisi-kisi Intrumen Validasi Ahli Model Pembelajaran ............................. 523.2 Kisi-kisi Intrumen Validasi Ahli Media .................................................... 533.3 Kisi-kisi Intrumen Validasi Silabus........................................................... 533.4 Kisi-kisi Instrumen Validasi RPP.............................................................. 543.5 Kisi-kisi Instrumen LKPD Oleh Ahli Materi ............................................. 543.6 Kisi-kisi Instrumen Respon Guru Terhadap LKPD................................... 553.7 Kisi-kisi Instrumen Respon Peserta Didik Terhadap LKPD ..................... 563.8 Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis.................. 573.9 Hasil Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis......................... 583.10 Interpretasi Tingkat Kesukaran.................................................................. 603.11 Tingkat Kesukaran Butir Soal ................................................................... 603.12 Interpretasi Nilai daya Pembeda................................................................ 623.13 Daya Pembeda Butir Soal.......................................................................... 623.14 Konversi Nilai Tiap Kategori Penilaian .................................................... 643.15 Konversi Nilai Tanggapan Guru dan Peserta Didik Terhadap LKPD....... 653.16 Kriteria Nilai N-Gain................................................................................. 663.17 Uji Normalitas Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis ............. 673.18 Uji Normalitas Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis............. 683.19 Uji Homogenitas Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis.......... 693.20 Uji Homogenitas Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis ......... 694.1 Hasil Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah Masalah............... 764.2 Tahapan LKPD dengan Tahapan Polya..................................................... 774.3 Kategori Penilaian Validasi Ahli Desain Pembelajaran ............................ 794.4 Kategori Penilaian Validasi LKPD Oleh Ahli Materi ............................... 804.5 Kategori Penilaian Validasi LKPD Oleh Ahli Materi ............................... 804.6 Kategori Penilaian LKPD Tanggapan Guru .............................................. 814.7 Kategori Penilaian LKPD Tanggapan Peserta Didik ................................ 814.8 Rekapitulasi Skor Skala Uji Coba LKPD.................................................. 824.9 Data Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis.............................. 844.10 Hasil Uji t Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis..................... 854.11 Data Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis ............................. 864.12 Hasil Uji t Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis .................... 874.13 Data Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Setelah Pembelajaran................................................................................. 884.14 Data Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ........................... 89
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Desain Penelitian the one group pretest-postest design ............................ 514.1 Peserta Didik berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan ................ 974.2 Jawaban Peserta Didik Menggunakan Strategi Membuat Model
Matematika ................................................................................................ 984.3 Jawaban Peserta Didik Menggunakan Strategi Membuat Tabel ............... 994.4 Guru Memberikan Bimbingan Kepada Peserta Didik ............................... 100
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. Perangkat PembelajaranA.1 Silabus ................................................................................................ 112A.2 RPP ..................................................................................................... 141A.3 LKPD.................................................................................................. 164
B. Instrumen Penelitian dan AngketB.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Kemampuan Komunikasi
Matematis ........................................................................................... 214B.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ......... 216B.3 Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis .................................. 217B.4 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ................. 219B.5 Angket Tanggapan LKPD Oleh Guru ................................................ 228B.6 Angket Tanggapan LKPD Oleh Peserta Didik................................... 232
C. Analisis DataC.1 Analisis Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ............. 236C.2 Analisis Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ......... 238C.3 Analisis Daya Pembeda Soal dan Tingkat Kesukaran Soal ............... 240C.4 Data Skor Awal, Skor dan Indeks Gain Akhir Kemampuan
Komunikasi Matematis Kelas Kontrol ............................................... 242C.5 Data Skor Awal, Skor Akhir dan Indeks Gain Kemampuan
Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen......................................... 243C.6 Analisis Statistik Deskriptif Skor Awal dan Skor Akhir
Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen danKelas Kontrol...................................................................................... 244
C.7 Uji Normalitas Skor Awal dan Skor Akhir KemampuanKomunikasi Matematis....................................................................... 246
C.8 Homogenitas Skor Awal dan Skor Akhir KemampuanKomunikasi Matematis....................................................................... 248
C.9 Uji t Skor Awal dan Skor Akhir Kemampuan KomunikasiMatematis ........................................................................................... 251
C.10 Pencapaian Indikator Skor Awal dan Skor Akhir KemampuanKomunikasi Matematis Kelas Eksperimen......................................... 252
C.11 Pencapaian Indikator Skor Awal dan Skor Akhir KemampuanKomunikasi Matematis Kelas Kontrol ............................................... 256
C.12 Analisis Validasi Desain Pembelajaran.............................................. 260
x
C.13 Analisis Validasi Silabus .................................................................... 261C.14 Analisis Validasi RPP......................................................................... 262C.15 Analisis Validasi LKPD Oleh Materi ................................................. 263C.16 Analisis Validasi LKPD Oleh Media ................................................. 266C.17 Analisis Angket Tanggapan Guru Terhadap LKPD........................... 268C.18 Analisis Angket Tanggapan Peserta Didik Terhadap LKPD ............. 269
D. Lembar Penilaian AhliD.1 Lembar Penilaian Ahli Desain Pembelajaran ..................................... 273D.2 Lembar Penilaian Silabus Ahli Materi .............................................. 277D.3 Lembar Penilaian RPP Ahli Materi.................................................... 281D.4 Lembar Penilaian LKPD Ahli Materi................................................. 285D.5 Lembar Penilaian LKPD Ahli Media ................................................. 292
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003). Pendidikan
mempunyai peran penting dalam membangun sumber daya manusia yang
kompetitif dan mampu bersaing dengan negara lain. Pendidikan harus mampu
mempersiapkan sumber daya manusia yang terampil dan kritis dalam
menghadapi tantangan maupun perubahan-perubahan yang akan terjadi di dunia
pendidikan mendatang.
Pendidikan adalah salah satu dasar untuk menciptakan manusia yang berpotensi
dan berkualitas. Melalui pendidikan manusia dididik agar mempunyai keahlian
dan keterampilan sehingga menjadi manusia yang terampil bekerja, kreatif,
inovatif dan produktif. Hal ini sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 yaitu untuk
mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai
pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan afektif
2
serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara
dan peradaban dunia.
Untuk mencapai tujuan kurikulum tersebut, diperlukan peningkatan kualitas
pendidikan di semua aspek, salah satunya adalah dalam pembelajaran
matematika. Pembelajaran matematika yang dikembangkan harus dapat
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking
Skill (HOT’s). Kemampuan matematis yang termasuk HOT’s yaitu kemampuan
pemecahan masalah, pemahaman konsep matematis, penalaran matematis,
berpikir kreatif, berpikir kritis, representasi, komunikasi dan koneksi matematis.
Permendikbud RI Nomor 58 Tahun 2014 Lampiran III menyatakan bahwa
matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia
dan juga mendasari perkembangan teknologi modern, serta mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Bagi dunia
keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang
memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat dan tepat. Dapat
dikatakan bahwa perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan
komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika. Penguasaan
dan pemahaman atas matematika yang kuat sejak dini diperlukan agar dapat
menguasai dan mencipta teknologi di masa depan. Oleh karena itu, mata
pelajaran matematika perlu diajarkan di setiap jenjang pendidikan untuk
membekali peserta didik dengan mengembangkan kemampuan menggunakan
bahasa matematika dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan matematika
untuk memperjelas suatu keadaan atau masalah.
3
Matematika merupakan dasar dalam mengembangkan cara berpikir sehingga
matematika sangatlah penting dalam kehidupan. Tujuan umum pembelajaran
matematika menurut National Council of Teachers of Mathematics atau NCTM
(2000) yaitu peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman
dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, dirumuskan lima standar
pokok pembelajaran matematika, yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi
(mathematical communication), kedua, belajar untuk bernalar (mathematical
reasoning), ketiga, belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem
solving), keempat, belajar untuk mengaitkan pengertian ide (mathematical
connections), dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika
(positive attitudes toward mathematics). Sehingga salah satu tujuan
pembelajaran matematika adalah peserta didik memiliki kemampuan
komunikasi matematis.
Komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan gagasan atau ide
matematika ke dalam bentuk simbol, gambar, tabel, grafik, atau diagram dan
sebaliknya, untuk memperjelas suatu kedaan atau masalah serta pemecahannya
Azizah (2011:4). Hal ini juga didukung oleh penjelasan NCTM yaitu
komunikasi matematis adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan
matematika NCTM (National Council of Teachers of Mathematics ) (2000: 60)
sebab komunikasi merupakan cara berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman
sehingga ide tersebut menjadi lebih bermakna. Hal ini selaras dengan
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan
pembelajaran matematika di sekolah adalah agar peserta didik memiliki
4
kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, serta agar peserta didik
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Kemampuan komunikasi matematis menjadi kemampuan yang harus
ditingkatkan oleh guru agar peserta didik memiliki kemampuan memberikan
informasi yang padat, singkat dan akurat melalui nilai-nilai yang dibahasakan.
Dalam menggali kemampuan komunikasi matematis peserta didik, guru perlu
menghadapkan peserta didik pada berbagai masalah yang merupakan situasi
nyata untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam
mengkomunikasikan gagasannya.
Pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika juga dikemukakan oleh
Asikin dalam (Hendriana, 2017: 60) diantaranya adalah; a) melalui komunikasi
ide matematika dapat digali dalam berbagai perspektif; b) mempertajam cara
berpikir untuk meningkatkan kemampuan melihat keterkaitan antara konten
matematika; c) untuk mengukur pemahaman matematis; d) mengorganisasi cara
berpikir; e) mengonstruksikan pengetahuan matematika, mengembangkan
pemecahan masalah, meningkatkan penalaran, menunjukkan rasa percaya diri,
serta meningkatkan keterampilan sosial. Selanjutnya menurut Mumme &
Shepherd dalam (McKenzie, 2001) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi
matematika membantu peserta didik dalam meningkatkan pemahaman,
menetapkan pemahaman bersama, memberdayakan peserta didik sebagai
5
pembelajar, menyediakan lingkungan belajar yang nyaman, dan membantu guru
dalam mengidentifikasi pemahaman dan miskonsepsi dari peserta didik sehingga
dapat mencari cara untuk mengarahkan peserta didik. Dengan demikian
kemampuan komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting
dalam pembelajaran matematika, karena selain sebagai kemampuan yang
harus dimiliki oleh setiap peserta didik, komunikasi matematis juga
merupakan sebuah alat yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan khususnya permasalahan matematika.
Berdasarkan observasi pembelajaran matematika di kelas VIII SMP Negeri 30
Bandarlampung diperoleh keterangan bahwa pembelajaran pada umumnya
masih menggunakan model pembelajaran konvensional, pembelajaran
matematika di kelas masih cenderung menerapkan pembelajaran langsung yang
berpusat pada guru. Dalam hal ini, guru secara langsung menjelaskan materi dan
memberikan contoh soal beserta penyelesaiannya, selanjutnya peserta didik
diminta untuk mengerjakan soal-soal yang ada pada LKS dari salah satu
penerbit yang selanjutnya dibahas bersama sehingga menyebabkan peserta didik
menjadi pasif dalam pembelajaran. Soal latihan yang diberikan juga cenderung
sama dengan contoh yang telah diberikan oleh guru. Hal ini mengakibatkan
banyak peserta didik yang kesulitan dalam menyelesaikan soal apabila diberikan
soal yang tidak sama dengan contoh. Untuk dapat menyelesaiakan masalah ini,
guru pernah mencoba menerapkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik,
akan tetapi dalam pelaksanaanya belum berjalan maksimal dan kembali
menerapkan pembelajaran konvensional.
6
Dari hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 30
Bandarlampung, diperoleh keterangan bahwa komunikasi matematis peserta
didik masih tergolong rendah. Menurut guru tersebut, kurangnya kemampuan
komunikasi matematis peserta didik dapat dilihat dari: 1 ) peserta didik
kurang aktif dalam mengajukan pertanyaan atau ide/gagasan, 2) ketika diberikan
suatu permasalahan misalnya dalam bentuk soal cerita, peserta didik tidak
terbiasa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal,
sehingga peserta didik sering salah dalam menafsirkan maksud dari soal
tersebut, 3) peserta didik kesulitan mengubah suatu permasalahan dalam bentuk
gambar, grafik atau tabel, 4) kurangnya ketepatan peserta didik dalam
menggunakan simbol-simbol atau istilah-istilah matematika dan 5) adanya sikap
ragu-ragu peserta didik untuk mengungkapkan atau mengkomunikasikan
gagasan-gagasan matematika kedalam bentuk tulisan. Dari informasi yang
diperoleh, maka dapat diketahui bahwa komunikasi matematis peserta didik
kelas VIII SMP Negeri 30 Bandarlampung masih relatif rendah.
Melihat dari masalah yang ditemukan, maka diperlukan upaya yang inovatif
untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika melalui
perbaikan proses pembelajaran yaitu membuat variasi dalam pembelajaran
dengan menciptakan suatu model pembelajaran yang baru atau dengan kata lain
inovasi. Inovasi yang dimaksud adalah bentuk kreativitas guru dalam mengelola
pembelajaran yang semula monoton, membosankan, dan ortodaks menuju
pembelajaran yang menyenangkan, variatif, dan bermakna. Melalui inovasi
dalam pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis peserta didik.
7
Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika ini, perlu dirancang
suatu pembelajaran yang membiasakan peserta didik untuk mengkonstruksi
sendiri pemikirannya baik dengan guru, teman, maupun terhadap materi
matematika itu sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis adalah dengan menerapkan
model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan
adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan yang dapat mendukung serta
mengarahkan peserta didik pada kemampuan untuk berkomunikasi matematika,
sehingga peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan serta mampu
mengkomunikasikan ide atau gagasan matematikanya.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis peserta didik yaitu dengan model pembelajaran berbasis
masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang
menuntut aktivitas mental peserta didik untuk memahami suatu konsep
pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal
pembelajaran. Masalah yang disajikan pada peserta didik merupakan masalah
kehidupan sehari-hari (kontekstual). Kemudian peserta didik dituntut untuk
menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan konsep matematis, dalam
proses menyelesaikan masalah-masalah tersebut, peserta didik dilatih untuk
menginterpretasikan ide-idenya ke dalam simbol matematis maupun ilustrasi
gambar.
8
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahap utama yang dimulai
dengan guru memperkenalkan peserta didik dengan situasi masalah dan diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja peserta didik. Darmawan (2010: 110)
mengemukakan langkah-langkah melaksanakan pembelajaran berbasis masalah
yaitu 1) orientasi peserta didik pada masalah, 2) mengorganisasi peserta didik
untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan 5) menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pada tahap membimbing penyelidikan individual maupun kelompok peserta
didik bersama kelompoknya menyelidiki masalah, mengumpulkan informasi
yang sesuai, dan berdiskusi untuk mencari penyelesaian dari permasalahan yang
diberikan oleh guru. Pada tahap ini umumnya peserta didik masih kesulitan
dalam menentukan langkah apa saja yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan masalah, sehingga banyak peserta didik yang tidak mampu
menyelesaikan permasalahan yang diberikan..
Salah satu alternatif yang dapat membantu peserta didik dalam menyelesaikan
masalah adalah dengan langkah penyelesaian masalah Polya. Salah satu
manfaat pemecahan masalah Polya adalah menjadikan peserta didik berhati-hati
dalam mengenali tahap-tahap yang sesuai dengan proses pemecahan masalah.
Peserta didik akan menyediakan kerangka kerja yang tersusun rapi untuk
menyelesaikan masalah yang membantunya dalam memecahkan masalah
tersebut. Sehingga diharapkan dalam menyelesaikan masalah peserta didik tidak
akan kesulitan dalam menentukan langkah apa saja yang harus dilakukan untuk
9
menyelesaikan masalah karena dalam pemecahan masalah Polya sudah
terdapat tahapan atau langkah yang runtut dan terstruktur untuk menyelesaikan
masalah.
Menurut Polya, pemecahan masalah dalam matematika terdiri atas empat
langkah pokok yang harus dilakukan secara berurutan (1973: 5) yaitu 1)
memahami masalah, pada tahapan ini langkah yang dilakukan peserta didik
adalah menentukan hal-hal atau apa yang diketahui dan hal-hal atau apa yang
ditanyakan, 2) membuat rencana pemecahan masalah, langkah yang dilakukan
peserta didik adalah dengan membuat tabel, membuat grafik, dan membuat
model matematika, 3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah dengan
melaksanakan perhitungan dan penyelesaian model matematika untuk
menyelesaikan permasalahan, 4) menelaah kembali yaitu memeriksa kembali
kebenaran dari langkah-langkah penyelesaian masalah.
Dengan langkah pemecahan masalah Polya peserta didik akan terbiasa untuk
mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik saja,
tetapi peserta didik diharapkan dapat mengaitkannya dengan situasi nyata yang
pernah dialaminya atau yang penah dipikirkannya. Peserta didik juga dapat
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat mempelajari serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah. Dengan adanya tahapan penyelesaian
masalah Polya akan membantu peserta didik untuk lebih mudah dalam
menyelesaikan masalah. Tidak hanya untuk menyelesaikan masalah tetapi
10
pembelajaran berbasis masalah dengan tahapan Polya ini juga akan
meningkatkan kemampuan komunikasi peserta didik.
Selain pemilihan model pembelajaran, guru hendaknya dapat mengeluarkan
kreativitasnya melalui pengembangan media pembelajaran. Salah satu media
pembelajaran yang dapat dikembangkan dan yang dapat digunakan dengan
mudah oleh peserta didik berupa lembar kerja peserta didik (LKPD). LKPD
dapat didefenisikan sebagai bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang
berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang
dicapai (Prastowo, 2012). Dengan LKPD pembelajaran akan lebih efektif dan
efisien sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. LKPD berfungsi
sebagai panduan belajar peserta didik dan juga memudahkan peserta didik dan
guru melakukan kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, di SMP Negeri 30 Bandarlampung
dalam pembelajaran matematika diperlukan adanya pengembangan
pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya dalam
rangka membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran
matematika. Salah satu pencapaian tujuan tersebut antara lain dengan
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Oleh karena itu,
mengembangkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan
tahapan Polya perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis peserta didik.
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah proses dan hasil pengembangan pembelajaran berbasis
masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis peserta didik?
2. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran menggunakan pengembangan
pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui proses dan hasil (produk) pengembangan pembelajaran berbasis
masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
2. Mengetahui efektivitas pembelajaran menggunakan pengembangan
pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau
khasanah bagi pengembangan pengetahuan dalam pembelajaran matematika
12
khususnya mengenai tahapan dan proses pengembangan pembelajaran berbasis
masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya dalam kaitannya dengan
kemampuan komunikasi matematis peserta didik. Selain itu penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan kajian bagi penelitian serupa di
masa yang akan datang.
2. Secara Praktis
Memberikan masukan kepada guru atau praktisi pendidikan dalam
mengembangkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan
tahapan Polya sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan komunikasi
matematis peserta didik.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
Widjajanti (2008: 1) mengemukakan bahwa lembar kerja peserta didik (LKPD)
merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh pendidik
sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKPD yang disusun dapat
dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan
pembelajaran yang akan dihadapi. Menurut Majid (2007:176) lembar kerja
peserta didik merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan
oleh peserta didik, lembar kegiatan biasanya juga dilengkapi dengan petunjuk
atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas yang
diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan
dicapainya.
Definisi lembar kerja peserta didik menurut Trianto (2010:11), adalah sebuah
panduan peserta didik yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan
atau pemecahan masalah. Menurut Depdiknas (2008) lembar kerja peserta didik
(LKPD) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh
peserta didik. Selanjutnya, menurut Prastowo (2012: 204) LKPD merupakan
suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi,
ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus
14
dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus
dicapai. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lembar kegiatan
peserta didik merupakan lembaran-lembaran panduan peserta didik yang berisi
materi singkat dan tugas-tugas, serta langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam pembelajaran untuk untuk menemukan/ memperoleh pengetahuan dari
materi yang sedang dipelajari sehingga mampu mengembangkan kemampuan
yang diharapkan.
Menurut Prastowo (2012: 205-206) LKPD memiliki banyak fungsi, tujuan, dan
kegunaan yaitu sebagai berikut: (1) Fungsi LKPD, (a) sebagai bahan ajar yang
bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik,
(b) sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami
materi yang disampaikan, (c) sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas
untuk berlatih, (d) memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
(2) Tujuan LKPD, (a) menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik
untuk memberi interaksi dengan materi yang diberikan, (b) menyajikan tugas-
tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang
diberikan, (c) melatih kemandirian belajar peserta didik; dan memudahkan
pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik, (d) memudahkan
pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik. (3) Manfaat LKPD, (a)
memancing peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, (b)
membantu siswa menemukan suatu konsep dalam belajar.
Selanjutnya Wulandari (2013: 8-9) menyatakan bahwa peran LKPD sangat besar
dalam proses pembelajaran karena dapat meningkatkan aktivitas peserta didik
15
dalam belajar dan penggunaannya dalam pembelajaran dapat membantu guru
untuk mengarahkan peserta didiknya menemukan konsep-konsep melalui
aktivitasnya sendiri. Disamping itu LKPD juga dapat mengembangkan
ketrampilan proses, meningkatkan aktivitas peserta didik dan dapat
mengoptimalkan hasil belajar. Berdasarkan pendapat di atas, adapun manfaat
LKPD dalam penelitian ini adalah untuk memfasilitasi kebutuhan peserta didik
dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis.
Syarat-syarat penyusun LKPD yang harus dipenuhi agar LKPD dikatakan baik
menurut Darmodjo dan Kaligis (1992: 41) adalah sebagai berikut.
1. Syarat Didaktik
LKPD sebagai salah satu media pembelajaran haruslah memenuhi persyaratan
didaktis, artinya suatu LKPD harus mengikuti asas pembelajaran yang efektif,
yaitu: (a) memperhatikan adanya perbedaan individu sehingga dapat digunakan
oleh seluruh peserta didik yang memiliki kemampuan yang berbeda (b)
menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga berfungsi
sebagai penunjuk bagi peserta didik untuk mencari informasi bukan alat
pemberitahu informasi (c) memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan
kegiatan peserta didik sehingga dapat memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menulis, bereksperimen, praktikum, dan lain sebagainya (d)
mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika
pada diri anak, sehingga tidak hanya ditunjukkan untuk mengenal fakta-fakta
dan konsep-konsep akademis maupun juga kemampuan sosial dan psikologis (e)
menentukan pengalaman belajar dengan tujuan pengembangan pribadi peserta
didik bukan materi pelajaran.
16
2. Syarat Kontruksi
Syarat konstruksi adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan
bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan sehingga
dapat dimengerti oleh peserta didik. Jadi, LKPD yang memenuhi syarat
konstruksi antara lain: (a) LKPD menggunakan bahasa yang sesuai tingkat
kedewasaan anak, struktur kalimat yang jelas, dan kalimat yang digunakan
sederhana dan pendidikan, (b) LKPD memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai
dengan tingkat kemampuan peserta didik, (c) LKPD menghindari pertanyaan
yang terlalu terbuka, (d) LKPD mengacu pada buku standar dalam kemampuan
keterbatasan peserta didik, (e) LKPD menyediakan ruang yang cukup untuk
memberi keluasaan pada peserta didik untuk menulis maupun menggambarkan
hal-hal yang peserta didik ingin sampaikan, (f) LKPD menggunakan lebih
banyak ilustrasi dari pada kata-kata, (g) LKPD dapat digunakan untuk anak-
anak baik yang lamban maupun yang cepat, (h) LKPD memiliki tujuan belajar
yang jelas serta manfaat dari itu sebagai sumber motivasi, (i) LKPD mempunyai
identitas untuk memudahkan administrasinya.
3. Syarat Teknis
Syarat teknis berkaitan dengan tulisan, gambar dan penampilan. Dari segi
tulisan, LKPD yang baik adalah: (a) menggunakan huruf cetak, tidak
menggunakan huruf latin/ romawi,(b) menggunakan huruf tebal yang agak besar
untuk topik, (c) menggunakan minimal 10 kata dalam 10 baris, (d)
menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban
peserta didik, dan (e) membandingkan antara huruf dan gambar harus serasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa LKPD yang baik harus
17
memenuhi syarat didaktik, konstruksi, dan teknik agar dapat digunakan dengan
baik dan tercapai tujuan pembelajaran.
Sebagai bahan ajar yang baik, dalam penyusunan dan mengembangkan LKPD,
tentu kita harus mengetahui dan memahami komponen-komponen yang ada
dalam LKPD. Prastowo (2012:215) menyatakan bahwa struktur LKPD terdiri
atas enam komponen yaitu: a) Judul, b) Petunjuk belajar, c) Kompetensi yang
akan dicapai, d) Informasi pendukung, e) Tugas-tugas dan langkah-langkah
kerja, f) Penilaian. Menurut Trianto (2010:223) menyatakan bahwa komponen-
komponen LKPD meliputi: a) Judul eksperimen, b) Teori singkat tentang
materi, c) Alat dan bahan, d) Prosedur eksperimen, f) Data pengamatan serta
pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi. Sedangkan menurut Astuti dan
Setiawan (2013) komponen LKPD meliputi Judul, Kompetensi dasar, Tujuan
Pembelajaran, dan Isi LKPD.
Berdasarkan pendapat di atas, adapun komponen-komponen dari LKPD yang
akan dikembangkan yaitu:
a. Halaman muka/cover
b. Petunjuk Belajar, berisi langkah bagi guru untuk menyampaikan LKPD
kepada peserta didik dan langkah bagi peserta didik untuk mempelajari
LKPD.
c. Kompetensi yang akan di capai, berisi kompetensi dasar, indikator
pencapaian dan tujuan pembelajaran yang akan di capai.
18
d. Lembar Kegiatan, berisi beberapa langkah prosedural cara pelaksanaan
kegiatan tertentu yang harus dilakukan peserta didik berkaiatan dengan
praktik.
e. Latihan-latihan, suatu bentuk tugas yang diberikan kepada peserta didik
untuk melatih kemampuan yang diukur setelah mempelajari LKPD.
B. Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang melatih
dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual peserta didik, untuk
merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi (Shoimin, 2014: 129). Menurut
Delisle (1997: 6) pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model yang
terstruktur yang dapat membantu peserta didik untuk dapat membangun
pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah serta membantu peserta
didik untuk dapat menguasai pengetahuan yang penting. Lebih lanjut,
Sudarman (2007: 69) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis masalah
atau Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah kontekstual sebagai suatu konteks bagi peserta didik
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah,
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menghadapkan peserta didik
19
pada suatu masalah sehingga peserta didik dapat mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi dan keterampilan penyelesaian masalah serta memperoleh
pengetahuan baru terkait dengan permasalahan tersebut.
Pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik yang
selanjutnya mampu menjadikan keunggulan tersendiri bagi PBM jika
dibandingkan pembelajaran yang lainnya. Karakter-karakter PBM menurut
Trianto (2009: 93) bahwa karakteristik model PBM yaitu: (a) adanya pengajuan
pertanyaan atau masalah, (b) berfokus pada keterkaitan antar disiplin, (c)
penyelidikan autentik, (d) menghasilkan produk atau karya dan
mempresentasikannya, dan (e) kerja sama.
Menurut Herman (2007: 49) pembelajaran berbasis masalah mempunyai lima
karakteristik antara lain: (1) Memposisikan peserta didik sebagai self-directed
problem solver (pemecah masalah) melalui kegiatan kolaboratif, (2) Mendorong
peserta didik untuk mampu menemukan masalah dan mengelaborasinya dengan
mengajukan dugaan-dugaan dan merencanakan penyelesaian, (3) Memfasilitasi
peserta didik untuk mengekspolarasi berbagai alternatif penyelesaian dan
impikasinya serta mengumpulkan dan mendistribusikan informasi, (4) Melatih
peserta didik untuk terampil menyajikan temuan, (5) Membiasakan peserta didik
untuk merefleksikan tentang efektivitas cara berpikir mereka dan menyelesaikan
masalah.
Duch, Groh, & Allen (2001:6) menyatakan beberapa outcome dari pelaksanaan
model pembelajaran berbasis masalah, antara lain yaitu kemampuan berpikir
kritis dan mampu menyelesaikan masalah kompleks dan masalah kehidupan
20
sehari-hari, kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan
sumber belajar yang tepat, kemampuan untuk bekerja sama secara cooperative,
kemampuan komunikasi yang mencakup komunikasi lisan dan tertulis melalui
demonstrasi.
Selanjutnya, Arends (1997: 158-160) menyatakan bahwa dengan pembelajaran
berbasis masalah akan dapat membantu peserta didik untuk (1)
mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah, (2) menjadi
pembelajar yang independent dan mandiri. Selanjutnya, Trianto (2009: 94-95)
menyatakan bahwa tujuan pembelajaran berbasis masalah yaitu membantu
peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan
mengatasi masalah, belajar peranan orang dewasa yang autentik dan menjadi
pembelajar yang mandiri.
Herman (2007: 49) menjelaskan bahwa tipe masalah yang digunakan dalam
model pembelajaran berbasis masalah diantaranya adalah masalah terbuka
(open-ended problem atau ill-structured problem) dan masalah terstruktur (well-
structured problem). Pada masalah terstruktur, untuk menjawab masalah yang
diberikan peserta didik dihadapkan dengan sub-sub masalah dan penyimpulan.
Sedangkan dalam masalah terbuka, peserta didik dihadapkan dengan masalah
yang memiliki banyak alternatif cara untuk menyelesaikannya dan memiliki satu
jawaban atau multijawaban yang benar.
Peran guru sangatlah berpengaruh dalam terlaksananya proses pembelajaran
berbasis masalah. Arends (1997: 162) menyatakan bahwa peran guru selain
menyajikan dan menjelaskan suatu hal kepada peserta didik yaitu lebih
21
mengarah sebagai pembimbing dan fasilitator sedemikian sehingga peserta
didik dapat berpikir dan menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
Menurut Rusman (2010: 234) peran seorang guru dalam pembelajaran berbasis
masalah antara lain: (1) Merancang dan menggunakan permasalahan yang ada
didunia nyata, sehingga peserta didik dapat menguasai hasil belajar, (2) Menjadi
pelatih peserta didik dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri dan
pembelajaran teman sebaya, (3) Menfasilitasi proses PBM yaitu mengubah cara
berpikir, mengembangkan keterampilan inquiri dan menggunakan pembelajaran
kooperatif, (4) Melatih peserta didik tentang strategi pemecahan masalah,
berpikir kritis dan berpikir sistematis, (5) Menjadi perantara proses penggunaan
informasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran
berbasis masalah yang lebih menekankan pada peserta didik, guru lebih
berperan sebagai perancang masalah, pembimbing dan fasilitator sehingga
peserta didik mampu berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka
sendiri.
Pengajaran pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahap utama yang
dimulai dengan guru memperkenalkan peserta didik dengan situasi masalah dan
diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja peserta didik. Darmawan
(2010: 110) mengemukakan langkah-langkah melaksanakan pembelajaran
berbasis masalah yaitu 1) orientasi peserta didik pada masalah, 2)
mengorganisasi peserta didik untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok, 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
dan 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
22
Setiap pembelajaran yang diberikan guru tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Pun demikian halnya dengan model pembelajaran berbasis
masalah. Akinoglu & Tandogan (2007: 73-74) mendeskripsikan beberapa
kelebihan pembelajaran berbasis masalah, antara lain 1) kelas akan lebih
terpusat pada peserta didik dibandingkan dengan guru, 2) meningkatkan prestasi
dan kemampuan berpikir tingkat tinggi 3) mengembangkan tingkat sosialisasi
dan keterampilan komunikasi peserta didik dengan memungkinkan mereka
untuk belajar dan bekerja dalam tim, 4) model ini menyatukan antara teori dan
praktek yang memungkinkan peserta didik untuk menggabungkan pengetahuan
lama dengan pengetahuan baru dan untuk mengembangkan keterampilan
menilai mereka dalam lingkungan disiplin tertentu.
Beberapa keunggulan dari pembelajaran berbasis masalah seperti yang telah
diuraikan di atas, memberikan dukungan secara teoritis bahwa pembelajaran
berbasis masalah berpeluang besar dalam rangka membantu pencapaian tujuan
pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika.
C. Pemecahan Masalah Polya
Polya (1973) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha
mencari jalan keluar dari suatu kesulitan. Pada saat seseorang memecahkan
masalah, ia tidak sekedar belajar menerapkan berbagai pengetahuan dan kaidah
yang telah dimilikinya, tetapi juga menemukan kombinasi berbagai konsep dan
kaidah yang tepat serta mengontrol proses berpikirnya. Polya (1962: 117)
menyatakan bahwa memperoleh suatu masalah sama halnya dengan mencari
23
suatu cara atau strategi yang tepat namun strategi tersebut belum kita peroleh.
Oleh karena suatu masalah tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin,
maka dalam pemecahan masalah terdapat tiga hal yang harus digarisbawahi
(Polya, 1962: 3), yaitu 1) unknown (hal yang akan dicari), 2) data (hal yang
telah diketahui), 3) condition (kondisi sama dengan bagaimana hal yang akan
dicari terhubung dengan data). Dalam bukunya yang lain Polya (1973: 5)
mengemukakan beberapa tahap pemecahan masalah atau yang disebut dengan
heuristic pemecahan masalah, antara lain yaitu:
1. Memahami masalah (understanding the problem)
Memahami masalah mengarah kepada identifikasi informasi, fakta yang
diperlukan dalam menyelesaikan masalah. Pada tahap ini, peserta didik harus
dapat menentukan hal-hal atau apa yang diketahui, hal-hal atau apa yang
ditanyakan, menentukan apakah informasi yang diperlukan sudah cukup.
menentukan kondisi (syarat) yang harus dipenuhi. Apabila diperlukan, peserta
didik dapat membuat diagram atau tabel atau sketsa atau grafiknya. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami masalah dan
mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaianya. Peserta didik
juga dituntut untuk mengetahui apa yang ditanyakan, yang akan menjadi arah
pemecahan masalah. Tanpa pemahaman yang baik, peserta didik tidak akan
bisa menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kekeliruan memahami masalah
juga dapat berdampak terhadap tidak terselesaikannya pengerjaan soal secara
tepat.
24
2. Membuat rencana pemecahan masalah (devising a plan)
Membuat rencana merujuk pada pemodelan dari masalah yang diketahui.
Beberapa strategi dalam pemecahan masalah diantaranya adalah: 1) mencoba-
coba, 2) membuat grafik, 3) mencobakan pada soal yang lebih sederhana, 4)
menyusun tabel, 5) menemukan pola, 6) memecah tujuan, 7) melaksanakan
perhitungan, 8) berpikir logis, 9) bergerak dari belakang, dan 10) mengabaikan
hal yang tidak mungkin.
3. Melaksanakan rencana pemecahan masalah (carrying out the plan)
Rencana yang telah dikembangkan melalui penguasaan konsep dan berbagaii
strategi di atas, selanjutnya diimplementasikan selangkah demi selangkah
sehingga mencapai apa yang diharapkan. Pengalaman memecahkan masalah
dan pola yang ada dari proses pemecahan masalah sangat membantu
kelancaran peserta didik dalam menjalankan rencana pemecahan masalah.
4. Menelaah kembali (looking back)
Menelaah kembali dapat dimaknai sebagai setiap tahap pemeriksaan kebenaran
langkah-langkah dari jawaban. Dengan demikian, pada tahap ini peserta didik
harus memeriksa hasil yang diperoleh. Apakah hasil tersebut sudah sesuai
dengan masalahnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang memiliki kemampuan
pemecahan masalah akan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya untuk dapat menyelesaikan masalah melalui tahap-tahap
memahami masalah, merencanakan strategi, melaksanakan strategi,
menelaah/meneliti kembali sehingga pada akhirnya dapat memperoleh solusi
25
atas permasalahan yang ada. Dalam penelitian ini pemecahan masalah dimaknai
sebagai suatu proses pengaplikasian pengetahuan yang telah dimiliki peserta
didik terhadap suatu kondisi yang dalam rangka menemukan suatu
penyelesaian/solusi dan untuk membangun pengetahuan baru. Selanjutnya,
proses pemecahan masalah matematis meliputi empat tahap yaitu (1) tahap
memahami masalah, (2) merencanakan strategi, (3) melaksanakan strategi, dan
(4) menelaah kembali solusi yang diperoleh.
D. Kemampuan Komunikasi Matematis
Grenes dan Schulman (1996: 168) mengemukakan bahwa komunikasi
matematis merupakan: (1) kekuatan sentral bagi peserta didik dalam
merumuskan konsep dan strategi, (2) modal keberhasilan bagi peserta didik
terhadap pendekatan dan penyelsaiannya dalam eksplorasi dan investigasi
matematika, (3) bermanfaat bagi peserta didik dalam berkomunikasi dengan
temannya untuk memperoleh informasi, berbagi pikiran dan mempertajam idea
untuk menyakinkan orang lain.
NCTM (2000: 60) mengungkapkan bahwa komunikasi matematis merupakan
suatu cara peserta didik untuk mengungkapkan ide-ide matematis mereka baik
secara lisan, tertulis, gambar, diagram, menggunakan benda, menyajikan dalam
bentuk aljabar, atau menggunakan simbol matematika. Kemampuan komunikasi
matematis mempengaruhi kemampuan matematis yang lain, seperti kemampuan
pemecahan masalah. Selanjutnya, Yeager, A dan Yeager, R. (2008)
mendefinisikan komunikasi matematis sebagai kemampuan untuk
mengomunikasikan matematika baik secara lisan, visual, maupun dalam bentuk
26
tertulis, dengan mengunakan kosa kata matematika yang tepat dan berbagai
representasi yang sesuai, serta memperhatikan kaidah-kaidah matematika.
Peserta didik tidak akan memahami konsep dan solusi suatu masalah matematika
atau mungkin salah menafsirkannya jika konsep dan solusi itu tidak
dikomunikasikan dengan menggunakan bahasa matematis yang tepat.
Menurut Astuti dan Leonard (2015: 104) kemampuan komunikasi matematis
adalah kemampuan peserta didik untuk mempresentasikan permasalahan atau ide
dalam matematika dengan menggunakan benda nyata, gambar, grafik, atau tabel,
serta dapat menggunakan simbol-simbol matematika. Sedangkan Lestari dan
Yudhanegara (2015: 83) mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi
matematis adalah kemampuan menyampaikan gagasan atau ide matematik baik
secara lisan maupun tulisan serta kemampuan memahami dan menerima
gagasan/ide matematik orang lain secara cermat, analitis, kritis, evaluatif untuk
mempertajam pemahaman.
Menurut Sumarmo (2006: 5), kemampuan komunikasi matematika merupakan
kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk
berkomunikasi dalam bentuk: 1) Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram
atau benda nyata ke dalam bahasa, symbol, idea atau model matematik, 2)
Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, 3)
Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, 4) Membaca
dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis,, 5) Membuat
konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi 6)
Mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam bahasa sendiri.
27
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan kemampuan
komunikasi dalam matematika adalah kemampuan peserta didik membaca
wacana matematika dengan pemahaman, mampu mengembangkan bahasa dan
simbol matematika sehingga dapat mengkomunikasikan secara lisan dan tulisan,
mampu menggambarkan secara visual dan merefleksikan gambar atau diagram
ke dalam ide matematika, dan menyatakan peristiwa sehari-hari kedalam bahasa
atau simbol matematika sehingga dapat membawa peserta didik pada
pemahaman yang mendalam tentang matematika.
Umar (2012: 1) mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi matematis
dalam pembelajaran matematika sangat perlu untuk dikembangkan, hal ini
karena melalui komunikasi matematika peserta didik dapat mengorganisasikan
berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan. Peressini dan Bassett
dalam (NCTM, 1996: 63) berpendapat bahwa dengan komunikasi matematika
maka tingkat kemampuan pemahaman peserta didik tentang konsep dan
aplikasi matematika dapat lebih mudah dipahami. Ini berarti, dengan adanya
komunikasi matematika guru dapat lebih memahami kemampuan peserta didik
dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep
dan proses matematika yang mereka pelajari.
Selanjutnya, Baroody (1993) mengemukakan dua alasan penting mengapa
komunikasi menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran matematika. Pertama,
matematika pada dasarnya adalah sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri.
Matematika bukan hanya alat berpikir yang membantu peserta didik untuk
menemukan pola, pemecahan masalah, dan menarik kesimpulan, tetapi juga alat
28
untuk mengkomunikasikan pikiran peserta didik tentang berbagai ide dengan
jelas, tepat dan ringkas. Kedua, belajar dan mengajar metematika adalah
kegiatan sosial yang melibatkan setidaknya dua pihak, yaitu guru dan peserta
didik. Penting untuk peserta didik mengungkapkan pemikiran dan ide-ide
mereka dalam proses belajar dengan mengkomunikasikannya kepada orang lain
melalui bahasa, karena pada dasarnya pertukaran pengalaman dan ide
merupakan proses belajar.
Suderadjat (2004: 44) berpendapat bahwa komunikasi matematika memegang
peranan penting dalam membantu peserta didik membangun hubungan antara
aspek-aspek informal dan intuitif dengan bahasa matematika yang abstrak, yang
terdiri atas simbol-simbol matematika, serta antara uraian dengan gambaran
mental dari gagasan matematika. Pentingnya komunikasi dalam pembelajaran
matematika juga dikemukakan oleh Clark (2005) yang menyakan bahwa
komunikasi dapat berperan sebagai; a) alat untuk mengeksploitasi ide
matematika dan membantu kemampuan peserta didik dalam melihat berbagai
keterkaitan materi matematika b) alat untuk mengukur pertumbuhan
pemahaman dan merefleksikan pemahaman matematika pada peserta didik, c)
alat untuk mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika
peserta didik, d) alat untuk mengkonstruksikan pengetahuan matematika,
pengembangan pemecahan masalah, peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa
percaya diri, serta peningkatan keterampilan sosial.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
matematis mempunyai peran penting dalam membangun pengetahuan
29
matematika serta mengembangkan pemahaman matematika peserta didik. Lebih
lanjut dapat berpengaruh pada prestasi matematika peserta didik. Oleh karena itu
perlu adanya upaya untuk meningkatkan komunikasi matematis peserta didik.
Untuk menilai kemampun komunikasi matematis peserta didik dapat dilihat dari
dua jenis komunikasi yaitu komunikasi secara lisan dan komunikasi secara
tulisan. Ansari (2003) menelaah kemampuan komunikasi matematis dari dua
aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing).
Komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan peserta didik dalam
kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Sedangkan yang
dimaksud dengan komunikasi tulisan (writing) adalah kemampuan peserta didik
menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi, dan struktur matematika untuk
menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan
masalah.
Secara lebih khusus penilaian kemampuan komunikasi matematis didasarkan
pada indikator – indikator kemampuan komunikasi matematis. Indikator
kemampuan komunikasi matematis menurut beberapa ahli antara lain yaitu
indikator komunikasi matematis menurut Sumarmo (2010) dapat dilihat dari: 1)
menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa,
simbol, idea, atau model matematik, 2) menjelaskan ide, situasi dan relasi
matematika, secara lisan dan tulisan, 3) mendengarkan, berdiskusi dan menulis
tentang matematika, 4) membaca dengan pemahaman suatu representasi
matematika tertulis. 5) mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam
bahasa sendiri.
30
Menurut Lestari dan Yudhanegara (2015: 83) indikator kemampuan komunikasi
matematis diantaranya: 1) Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram
ke dalam ide matematika, 2) Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematika
secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar, 3)
Menyatakan peristiwa sehari-hari dengan bahasa matematika, 4) Mendengarkan,
berdiskusi dan menulis tentang matematika, 5) Membaca dengan pemahaman
suatu presentasi matematika tertulis, 6) Menyusun pertanyaan matematika yang
relevan dengan situasi masalah, 7) Membuat konjektur, menyusun argumen,
merumuskan definisi dan generalisasi.
Selanjutnya, Ansari (2003) juga mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi
matematis peserta didik terdapat tiga indikator, yaitu: 1) drawing
(menggambar), yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke
dalam ide-ide matematika. Atau sebaliknya, dari ide-ide matematika ke dalam
bentuk gambar atau diagram, 2) mathematical expresion (ekspresi matematika),
yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-
hari dalam bahasa atau simbol matematika, 3) Writen text (menulis), yaitu
memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model
situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan aljabar,
menjelaskan, dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari,
mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat
konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi.
Berdasarkan penjelasan beberapa ahli, kemampuan komunikasi matematis yang
akan diteliti adalah kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan
31
drawing (menggambar), mathematical expresion (ekspresi matematika) dan
Writen text (menulis) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang
dikembangkan, yaitu: (1) Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan
solusi masalah menggunakan gambar, bangun, tabel dan secara aljabar, (2)
Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik secara tulisan, (3) Menggunakan
bahasa matematika dan simbol secara tepat.
E. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan LKPD denganTahapan Polya
Pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya
berdasarkan teori belajar konstruktivisme yang mengarahkan peserta didik
mengkonstruk pengetahuannya melalui diskusi kelompok kecil dengan
kemmapuan peserta didik yang heterogen. Pada penelitian ini tahapan
pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya
mencakup beberapa langkah berikut.
Kegiatan Awal
Tahap kegiatan awal merupakan tahap awal peserta didik sebelum
melaksanakan aktivitas pembelajaran berbasis masalah. Pada tahap ini, hal yang
dilakukan guru sebagai berikut.
a. Orientasi peserta didik pada masalah
Pada tahap ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan,
langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, dan motivasi
kepada peserta didik agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian
masalah. Kemudian guru memberikan permasalahan kontekstual kepada peserta
didik. Selanjutnya, Peserta didik diajak untuk memahami masalah tersebut dan
32
mulai berpikir bagaimana cara menyelesaikan masalah yang diberikan. Selain
itu, sebelum peserta didik memahami masalah, pada tahap orientasi peserta
didik pada masalah diberikan apersepsi tentang konsep dasar materi yang akan
dipelajari dan berkaitan dengan materi yang telah dipelajari, hal ini bertujuan
untuk mengarahkan peserta didik menemukan konsep baru pada materi yang
akan dipelajari.
Kegiatan Inti
Tahap kegiatan inti pembelajaran berbasis masalah mengikuti beberapa tahapan
berikut.
b. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
Pada tahap ini, peserta didik dikondisikan untuk membentuk kelompok yang
terdiri dari 4-5 peserta didik dengan mengakomodasikan heterogenisasi peserta
didik yang memiliki kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah, peserta
didik yang pendiam dengan yang mudah berkomunikasi. Pembentukan
kelompok dilakukan dengan mempertimbangkan agar setiap kelompok dapat
berdiskusi sehingga mencapai tujuan mereka dan membangun hubungan
kerjasama yang efektif.
c. Membimbing pemecahan masalah menggunakan pemecahan masalahPolya
Pada tahap ini, guru mengawasi jalannya diskusi kelompok dan memberikan
bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan. Selama diskusi
berjalan, peserta didik mendiskusikan masalah yang diberikan dan
menyelesaikan masalah dengan menggunakan tahapan pemecahan masalah
Polya. Adapun tahapan pemecahan masalah Polya adalah sebagai berikut.
33
1. Menentukan hal-hal atau apa yang diketahui dan hal-hal atau apa yang
ditanyakan pada permasalahan (memahami masalah). Pada tahap
memahami masalah ini peserta didik diminta untuk menuliskan hal-hal yang
diketahui dan ditanyakan pada permasalahan yang diberikan guru. Hal ini
untuk mempermudah peserta didik dalam menafsirkan maksud dari
permasalahan tersebut.
2. Menggunakan strategi dalam pemecahan masalah yaitu membuat model
matematika, menyusun tabel, atau membuat grafik. (membuat rencana
pemecahan masalah).
3. Melaksanakan perhitungan guna untuk menentukan penyelesaian dari
permasalahan yang diberikan (melaksanakan rencana pemecahan masalah).
4. Memeriksa kembali perhitungan dan langkah-langkah yang telah ditempuh
dalam menentukan penyelesaian masalah (menelaah kembali).
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada tahap ini, beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi didepan
kelas dengan bimbingan dari guru dan kelompok lain menanggapi. Melalui
proses pembelajaran ini, peserta didik akan terlibat aktif dan diberikan
kesempatan untuk mengemukakan ide-ide serta pendapatnya.
e. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah
Pada tahap ini, guru menganalisis, mengevaluasi, dan merefleksi hasil diskusi
kelompok. Guru memberi kesempatan kepada peserta didk untuk bertanya dan
menyampaikan pendapat tentang pembelajaran yang sudah dilakukan.
Kemudian guru bersama peserta didik membuat suatu kesimpulan dan
penegasan mengenai hal yang telah dipelajari.
34
Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir setelah peserta didik melaksanakan aktivitas pembelajaran
berbasis masalah tahapan pemecahan masalah Polya guru memberikan beberapa
soal untuk dikerjakan secara individu berkaitan dengan konsep materi yang telah
ditemukan dalam diskusi kelompok. Soal yang diberikan merupakan soal yang
sesuai dengan indikator-indikator kemampuan komunikasi matematis guna
untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
F. Teori Belajar yang Mendukung
1. Teori Belajar Konstruktivisme
Trianto (2007:13) menyatakan bahwa teori konstruktivisme dipelopori oleh
seorang psikolog asal Amerika Serikat yakni John Dewey. Teori kontruktivisme
terangkum dalam teori kognitif. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa
peserta didik harus menemukan sendiri dan menstransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Menurut prinsip kontruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan dengan
baik. Tekanan ada pada peserta didik yang belajar bukan guru yang mengajar.
Fungsi mediator dan fasilitator adalah (1) menyediakan pengalaman belajar
yang memungkinkan peserta didik bertanggungjawab dalam membuat
rancangan, proses, dan penelitian; (2) menyediakan atau memberikan kegiatan-
kegiatan yang merangsang keingintahuan peserta didik dan membantu mereka
untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide
35
mereka; (3) guru memonitor dan mengevaluasi kesimpulan peserta didik
(Suparno, 2010: 70).
2. Teori Belajar Vygotsky
Teori Vygotsky menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran.
Vygotsky berpendapat bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu dengan
orang lain merupakan faktor merupakan faktor yang terpenting yang mendorong
atau memicu perkembangan kognitif seseorang (Hidayat, 2004: 24). Vygotsky
berpendapat pula bahwa proses belajar akan terjadi secara efesien dan efektif
apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana
yang mendukung, dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu atau lebih
dewasa, misalnya guru.
Menurut Vygotsky (Hidayat, 2004: 25) setiap anak mempunyai apa yang disebut
zona perkembangan proksimal (zone of proximal development), yang oleh
Vygotsky, pembelajaran berlangsung ketika peserta didik bekerja dalam zone of
proximal development sehingga dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya
peserta didik tidak dapat bekerja sendiri. Ide penting yang diturunkan dari
Vygotsky adalah scaffolding yang berarti memberikan sejumlah besar bantuan
kepada peserta didik selama tahap-tahap pertama pembelajaran dan kemudian
mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengambil alih tanggungjawab setelah ia dapat melakukannya. Bentuk
dari bantuan itu berupa petunjuk, peringatan, dorongan, penguraian langkah-
langkah pemecahan masalah, pemberian contoh, atau segala sesuatu yang dapat
mengakibatkan peserta didik mandiri.
36
Menurut Vygotsky (Arends 2008: 47) peserta didik memiliki dua tingkat
perkembangan yang berbeda yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual menetukan fungsi
intelektual peserta didik saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri
hal-hal tertentu. Sedangkan tingkat perkembangan potensial didefinisikan
sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh peserta didik dengan
bantuan orang lain. Hal ini dapat dimungkinkan terjadi dengan membentuk kelas
dalam kelompok kecil secara heterogen sehingga peserta didik yang lebih maju
dapat membantu peserta didik yang lain.
Prinsip-prinsip teori Vygotsky ini merupakan bagian kegiatan pembelajaran
dalam model pembelajaran berbasis masalah, melalui kerja kelompok kecil.
Peran kerja kelompok ini adalah untuk mengembangkan kemampuan aktual
peserta didik, dengan kerja kelompok maka beberapa ide dalam memecahkan
suatu permasalahan yang didapatkan peserta didik dapat dikumpulkan kemudian
digeneralisasikan atau disimpulkan secara bersama dalam kelompok tersebut.
Guru berperan sebagai fasilitator yang akan membantu peserta didik apabila
mengalami kesulitan dalam proses pemecahan masalah.
G. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan Tasdikin (2012) dengan judul “pembelajaran berbasis
masalah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah
siswa SMP”. Penelitian ini memusatkan perhatian dalam upaya meningkatkan
kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematik siswa SMP melalui
serangkaian aktivitas pemecahan masalah selama proses pembelajaran. Hasil
37
penelitian ini pun menunjukkan bahwa ketika siswa diberikan keleluasaan untuk
mengeksplorasi kemampuan matematis yang dipicu oleh permasalahan yang
disajikan oleh guru (peneliti), maka dengan sendirinya siswa mampu
membangun (mengkonstruksi) pengetahuan matematis. Selain itu tingkat
kepercayaan diri dan menghargai matematika lebih terlihat dengan
pembelajaran yang dirancang seperti itu. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik dalam hal
meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis
peserta didik dibanding dengan pembelajaran konvensional. Adapun sikap
peserta didik terhadap pembelajaran berbasis masalah menunjukkan sikap yang
yang positif.
Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2016) dengan judul “peningkatan
kemampuan komunikasi peserta didik menggunakan pembelajaran berbasis
masalah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan
komunikasi matematik antara peserta didik yang diajar dengan menggunakan
pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi
matematik peserta didik yang diajar dengan pembelajaran biasa. Hal ini,
dikarenakan pembelajaran berbasis masalah memiliki keunggulan dibandingkan
pembelajaran biasa. Sintaks pembelajaran berbasis masalah sangat
mempengaruhi peserta didik dalam meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik. Hal ini ditunjukkan dari perhitungan terhadap indeks gain untuk
mengukur besar peningkatan kemampuan komunikasi matematik pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol dan diperoleh rata-rata indeks gain hasil tes
kemampuan komu- nikasi matematik, pada kelas eksperimen sebesar 0,64,
38
sedangkan pada kelas kontrol sebesar 0,30. Sehingga peningkatan kemampuan
komunikasi matematik pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.
Selanjutnya, menurut hasil penelitan yang dilakukan oleh Surya, Sayhputra,
dan Juniati (2018) yang berjudul “pengaruh Problem Based Learning terhadap
kemampuan komunikasi matematis dan self regulated learning” Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan yang signifikan antara
peserta didik yang di ajar menggunakan model PBL dengan peserta didik yang
diajar menggunakan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan
komunikasi matematik, perbedaan kemampuan komunikasi rata-rata peserta
didik perempuan lebih tinggi daripada peserta didik laki-laki adalah 16,202
dibandingkan dengan peserta didik laki-laki 14,769, (2) terdapat perbedaan
yang signifikan antara peserta didik yang di ajar menggunakan model PBL
dengan peserta didik yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional
terhadap kemampuan self regulated learning peserta didik, (3) Proses
penyelesaian jawaban peserta didik terhadap Problem Based Learning lebih
baik daripada pembelajaran konvensional.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diperoleh
informasi bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki peluang yang cukup
besar terhadap pencapaian tujuan pembelajaran matematika, salah satunya yaitu
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
39
H. Kerangka Pikir
Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang
harus dimiliki peserta didik. Hal ini karena komunikasi matematis sangat
diperlukan peserta didik ketika ia ingin mengungkapkan, mengkomunikasikan,
menyajikan, memperjelas ide, pemahaman dan argumen matematis dari ide
matematika yang ditampilkan peserta didik sebagai pengganti dari suatu situasi
masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang
dihadapinya sebagai hasil dari interprestasi pikirannya. Suatu masalah dapat
dinyatakan melalui suatu gagasan atau ide matematika ke dalam bentuk simbol,
gambar, tabel, grafik, atau diagram dan sebaliknya, untuk memperjelas suatu
keadaan atau masalah.
Namun pada kenyataannya kemampuan komuikasi matematis peserta didik
masih rendah. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelajaran pada umumnya masih
menggunakan model pembelajaran konvensional, pembelajaran matematika di
kelas masih cenderung menerapkan pembelajaran langsung yang berpusat pada
guru. Hal tersebut menyebabkan peserta didik lebih banyak mendengarkan
daripada mengembangkan ide-ide matematisnya sendiri ketika pembelajaran
berlangsung. Maka dari itu, diperlukan upaya yang inovatif untuk memperbaiki
dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika melalui perbaikan proses
pembelajaran yaitu membuat variasi dalam mengelola pembelajaran yang
semula monoton, membosankan, dan ortodaks menuju pembelajaran yang
menyenangkan, variatif, dan bermakna.
40
Kegiatan pembelajaran yang umumnya digunakan guru bersifat konvensional
atau terfokus pada guru (teacher centered) diubah menjadi pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (student centered). Melalui pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik nantinya peserta didik aktif untuk menggali dan
memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari
sehingga peserta didik tetap mampu mengingat materi-materi yang telah
dipelajari dan mampu menyelesaikan soal dengan baik. Salah satu pembelajaran
yang melibatkan peserta didik aktif dalam pembelajaran matematika adalah
pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berbasis masalah dapat membangun kemampuan komunikasi
matematis peserta didik yang dilakukan dengan cara mengajukan masalah-
masalah yang berkaitan dengan materi atau konsep tersebut. Pada proses
pembelajaran berbasis masalah banyak memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk lebih aktif memecahkan masalah sehari-hari. Peserta didik akan
membangun pengetahuannya melalui masalah kontekstual yang diberikan, dari
masalah yang disajikan, peserta didik akan bersama-sama memecahkan masalah
tersebut. Selain pemilihan pembelajaran yang tepat, diperlukan juga bahan ajar
yang dapat memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
Salah satu bahan ajar yang dapat memfasilitasi kemampuan komunikasi
matematis peserta didik adalah Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), karena
salah satu manfaat LKPD adalah dapat membantu guru untuk mengarahkan
peserta didiknya menemukan konsep-konsep melalui aktivitas-aktivitas yang
terdapat dalam LKPD. Dengan penggunaan LKPD dalam proses pembelajaran
di kelas dapat membantu peserta didik untuk belajar lebih aktif.
41
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahapan yaitu orientasi peserta
didik pada masalah, mengorganisasi peserta didik untuk belajar, membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Sedangkan tahapan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan
tahapan Polya yaitu orientasi peserta didik pada masalah, mengorganisasi
peserta didik untuk belajar, membimbing pemecahan masalah menggunakan
pemecahan masalah Polya, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah diawali dengan orientasi peserta didik pada
masalah. Pada tahap ini, guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan menjelaskan
hal-hal yang diperlukan selama pelajaran serta memotivasi peserta didik untuk
terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. Selanjutnya peserta didik diberikan
permasalahan kontekstual, kemudian peserta didik diajak untuk memahami
masalah tersebut dan mulai berpikir bagaimana cara menyelesaikan masalah
yang diberikan. Ketika peserta didik memperoleh ide/gagasan tentang solusi
masalah yang diharapkan, maka peserta didik tersebut memiliki kemampuan
mengekspresikan masalah matematika yang merupakan salah satu indikator
kemampuan komunikasi matematis.
Tahap kedua adalah mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Pada tahap
ini, peserta didik dikelompokkan secara heterogen. Dalam kelompok tersebut
terdapat anggota kelompok yang mudah memahami masalah dan sulit
memahami masalah, dengan dibentuk kelompok heterogen, setiap peserta didik
42
dapat saling bertukar pikiran, berbagi ide/gagasan yang dimiliki sehingga
peserta didik mampu menjelaskan situasi/masalah dan relasi matematik secara
tulisan yang merupakan indikator kemampuan komunikasi matematis. Setelah
kelompok terbentuk, kemudian guru membagikan LKPD dengan tahapan Polya
kepada setiap kelompok.
Tahap ketiga adalah membimbing pemecahan masalah yang ada pada LKPD
menggunakan pemecahan masalah Polya. Pada tahap ini, guru mengawasi
jalannya diskusi kelompok dan memberikan bantuan kepada peserta didik yang
mengalami kesulitan. Selama diskusi berjalan, peserta didik mendiskusikan
masalah yang diberikan dan menyelesaikan masalah dengan menggunakan
tahapan pemecahan masalah Polya.
Tahapan pemecahan masalah Polya terdiri atas empat tahap. Tahap yang
pertama yaitu memahami masalah, pada tahap memahami masalah peserta didik
harus mengetahui hal yang akan dicari, hal yang diketahui dan keterkaiatan
antara hal yang akan dicari dan hal yang diketahui. Tahap kedua yaitu
merencanakan strategi. Pada tahap ini strategi pemecahan masalah yang
digunakan peserta didik selama pembelajaran antara lain yaitu dengan membuat
model matematika dan menyusun tabel.. Tahap ketiga yaitu melaksanakan
rencana pemecahan masalah. Setelah peserta didik berhasil menemukan strategi
pemecahan masalah yang tepat, maka hal selanjutnya adalah melaksanakan
perhitungan dan penyelesaian model matematika. Guru dalam hal ini berperan
sebagai fasilitator dan sekaligus sebagai evaluator. Tahap keempat adalah
menelaah kembali. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk memeriksa
43
kembali perhitungan dan langkah-langkah yang telah ditempuh peserta didik.
Dengan langkah penyelesaian masalah Polya dalam pembelajaran berbasis
masalah dapat membantu peserta didik untuk lebih mudah dalam menyelesaikan
masalah karena langkah-langkah pemecahan masalah Polya menggunakan
langkah-langkah penyelesaian yang urut dan mudah dipahami peserta didik.
Pada tahap PBM yang ketiga ini, peserta didik dituntut untuk dapat
menginterpretasikan ide-idenya ke dalam simbol matematis maupun ilustrasi
gambar dengan baik serta penjelasan yang logis atau dengan kata lain peserta
didik dituntut untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis.
Tahap keempat adalah menyajikan hasil karya. Dalam tahap ini, beberapa
kelompok mempresentasikan hasil diskusi didepan kelas dengan bimbingan dari
guru dan kelompok lain menanggapi. Melalui proses pembelajaran ini, peserta
didik akan terlibat aktif dan diberikan kesempatan untuk mengemukakan ide-ide
serta pendapatnya. Tahap yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah. Pada tahap ini, guru membantu peserta didik
melakukan refleksi atau evaluasi serta mengklarifikasi hasil diskusi kemudian
guru bersama peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Pada
tahap ini peserta didik dapat menganalisis suatu masalah dengan logis, rasional,
dan realistik.
Dengan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD
dengan tahapan Polya yang akan di terapkan, peserta didik akan mengasah
kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan uraian di atas, diharapkan
bahwa pengembangan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan
44
tahapan Polya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta
didik.
I. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, hipotesis dalam
penelitian ini adalah pengembangan pembelajaran berbasis masalah berbantuan
LKPD dengan tahapan Polya memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
45
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Research and Development (R&D) atau dapat
dikatakan sebagai penelitian pengembangan. Penelitian ini dilakukan untuk
menghasilkan produk berupa pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD
dengan tahapan Polya pada materi sistem persamaan linear dua variabel kelas
VIII yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
peserta didik.
B. Tempat, Waktu, dan Subjek Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 30 Bandarlampung pada
semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Subjek dalam penelitian ini dibagi
dalam beberapa tahap berikut:
1. Subjek Studi Pendahuluan
Pada studi pendahuluan dilakukan beberapa langkah sebagai analisis kebutuhan
kebutuhan lembar kerja peserta didik, yaitu observasi, wawancara, dan analisis
tingkat kesulitan soal. Subjek pada observasi adalah peserta didik kelas VIII A.
Subjek pada saat wawancara adalah satu orang guru yang mengajar matematika
di kelas VIII yaitu Ita Oktriani, S.Pd., sedangkan subjek pada saat analisis
46
tingkat kesulitan soal dan daya pembeda soal adalah peserta didik kelas IX A
terdiri dari 28 peserta didik, 9 peserta didik laki-laki dan 19 peserta didik
perempuan.
2. Subjek Validasi LKPD
Subjek validasi LKPD dalam penelitian ini adalah tiga orang ahli yang terdiri
atas ahli desaian pembelajaran, ahli materi dan ahli media. Ahli desain
pembelajaran yaitu bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., ahli materi yaitu bapak
Drs. Suharsono.S, M.S.,M.Sc., Ph.D. dan ahli media yaitu bapak Dr. Bambang
Sri Anggoro, M.Pd.
3. Subjek Uji Coba Lapangan Awal
Subjek pada tahap ini adalah enam orang peserta didik kelas VIII A yang belum
menempuh materi sistem persamaan linear dua variabel. Keenam peserta didik
tersebut terdiri dari dua peserta didik dengan kemampuan matematis tinggi, dua
peserta didik dengan kemampuan matematis sedang, dan dua peserta didik
dengan kemampuan matematis rendah. Pengelompokan kemampuan matematis
peserta didik dilakukan berdasarkan nilai ujian tengah semester yang diperoleh
peserta didik. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kepraktisan LKPD sebelum
diuji cobakan pada kelas penelitian.
4. Subjek Uji Coba Lapangan
Subjek pada tahap ini adalah peserta didik kelas VIII B dan VIII C. Pemilihan
subjek penelitian ini dilakukan dengan cara purpose sampling atau sampling
bertujuan, yaitu teknik penentuan dengan pertimbangan tertentu. Alasan
menggunakan purpose sampling karena diperlukan dua kelas yang homogen
47
kemampuannya serta dapat mewakili karakteristik populasi. Selain itu juga
karena atas pertimbangan guru bidang studi matematika kelas VIII SMP Negeri
30 Bandarlampung. Dua kelas yang diambil sebagai sampel yaitu kelas VIII B
terdiri dari 31 peserta didik dan kelas VIII C terdiri dari 31 peserta didik. Kelas
VIII C sebagai kelas eksperimen terdiri dari 12 peserta didik laki-laki dan 19
peserta didik perempuan, sedangkan kelas VIII B sebagai kelas kontrol terdiri
dari 14 peserta didik laki-laki dan 14 peserta didik perempuan. Kelas
eksperimen yaitu kelas yang belajar dengan menggunakan LKPD berbasis
masalah menggunakan tahapan pemecahan masalah Polya dan sebagai kelas
kontrol yaitu kelas yang belajar dengan pembelajaran konvensional dan LKPD
yang digunakan adalah LKPD yang sudah ada di sekolah.
C. Prosedur Pengembangan
Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan mengacu pada prosedur R&D
dari Borg dan Gall (1989) ada 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan
pengembangan, yaitu: (1) Studi pendahuluan (Research and information
collecting), (2) Perencanaan (Planning), (3) Pengembangan desain/draf produk
awal (Develop preliminary form of product), (4) Uji coba lapangan awal
(Preliminary field testing), (5) Revisi hasil uji coba lapangan awal (Main
product revision), (6) Uji lapangan (Main field testing), (7) Penyempurnaan
produk hasil uji lapangan (Operasional product revision), (8) Uji lapangan
operasional (Operasional field testing), (9) Penyempurnaan produk akhir (Final
product revision), (10) Diseminasi dan implementasi (Dissemination and
implementation). Akan tetapi, penelitian ini bersifat terbatas, artinya tahapan
48
R&D hanya dilakukan hingga hasil uji coba lapangan (Main field testing).
Pembatasan tahapan R&D ini dilakukan karena mengingat keterbatasan waktu,
tenaga, dan biaya dari peneliti dalam menyelesaikan penelitian pengembangan
ini. Penjelasan mengenai langkah penelitian dan pengembangan diatas sebagai
berikut
1. Studi Pendahuluan (Research And Information Collecting)
Langkah awal studi pendahuluan adalah melakukan studi literatur dan observasi
lapangan yang mengindentifikasikan potensi atau permasalahan yang terjadi di
lapangan. Literatur dapat berupa teori-teori, konsep, kajian yang berisi tentang
model pengembangan yang baik. Studi literatur bertujuan untuk menemukan
konsep-konsep dan teori-teori yang dapat mendukung dan memperkuat suatu
produk yang akan dikembangkan. Observasi lapangan dilakukan dengan
mengakaji model pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan oleh guru
matematika di kelas VIII.
Selanjutnya, dilakukan wawancara dilakukan dengan guru tersebut terkait
dengan hasil observasi agar hasil pengamatan yang diperoleh lebih akurat dan
memperjelas beberapa hal mengenai kebutuhan LKPD dalam pembelajaran.
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan buku teks kurikulum 2013 dan LKS
yang digunakan guru saat mengajar kemudian mengkaji buku-buku tersebut dan
penelitian yang relevan sebagai acuan penyusunan LKPD. Analisis terhadap
kompetensi inti dan kompetensi dasar matematika, silabus matematika kelas
VIII, dan indikator kemampuan komunikasi matematis sebagai bahan
pertimbangan penyusunan materi dan evaluasi.
49
2. Perencanaan (Planning)
Setelah melakukan studi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan
merencanakan penelitian. Perencanaan penelitian ini meliputi perumusan tujuan
penelitian, perkiraan dana, tenaga, waktu, penyusunan silabus, RPP, dan LKPD
yang akan dikembangkan serta soal untuk mengukur kemampuan komunikasi
matematis.
3. Pengembangan Desain Produk Awal (Develop Preliminary Of Product)
Hasil studi pendahuluan dan perencanaan penelitian digunakan untuk membuat
rancangan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan
Polya, materi yang akan dituangkan dalam LKPD, serta susunan dan isi LKPD
yang disesuaikan dengan tahapan pembelajaran. LKPD yang telah disusun
kemudian divalidasi oleh ahli, yaitu ahli materi dan ahli media yang
berkompeten dibidangnya melalui lembar validasi LKPD.
LKPD yang telah divalidasi oleh ahli kemudian direvisi secara terus menerus
sesuai dengan saran dan masukan dari ahli materi dan ahli media. Selain itu,
dilakukan analisis lembar penilaian LKPD yang diberikan kepada ahli materi
dan ahli media. Validasi ahli materi dan ahli media dilakukan untuk mengetahui
kebenaran isi dan format LKPD dengan tahapan Polya untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
4. Uji Coba Lapangan Awal (Preliminary Field Testing)
LKPD yang telah dianalisis dan direvisi kemudian diujicobakan di lapangan
dalam skala kecil. LKPD diujicobakan terhadap enam peserta didik SMP Negeri
30 Bandarlampung kelas VIII yang berbeda dengan kelas penelitian. Enam
50
peserta didik tersebut dipilih dari peserta didik yang berkemampuan tinggi,
sedang, dan rendah. Hal ini dilakukan agar LKPD dapat digunakan oleh seluruh
peserta didik baik dari kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Setelah peserta
didik membaca LKPD dengan tahapan Polya, peserta didik mengisi angket uji
keterbacaan. Angket tersebut kemudian dianalisis dan dijadikan salah satu acuan
kembali melakukan revisi dan penyempurnaan LKPD yang diangggap sudah
tepat, maka lanjut pada tahap uji lapangan.
5. Merevisi hasil uji coba (Main product revision)
Revisi hasil uji coba lapangan awal dilakukan setelah pelaksanaan uji coba
dengan mengacu pada hasil analisis angket yang diberikan kepada enam peserta
uji coba serta masukan dari enam peserta didik sehingga LKPD siap untuk
digunakan dalam uji lapangan.
6. Uji Coba Lapangan (Main Field Testing)
Pada tahap uji coba produk ini desain penelitian yang akan digunakan adalah the
one group pretest-postest design. Desain ini digunakan sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai yaitu ingin mengetahui efektivitas kemampuan komunikasi
matematis peserta didik setelah menggunakan pembelajaran berbasis masalah
berbantuan LKPD dengan tahapan Polya dengan pemberian tes awal (pretest)
dan tes akhir (posttest). Gambar 3.1 merupakan desain penelitian the one group
pretest-postest design (Lestari dan Yudhanegara, 2008: 112).
51
Gambar 3.1 Desain Penelitian the one group pretest-postest design
Sebelum melakukan uji lapangan, terlebih dahulu peserta didik pada kelas
eksperimen dan kontrol diberikan pretest yaitu untuk mengetahui kemampuan
awal peserta didik mengenai materi yang akan dipelajari. Uji coba lapangan
dilakukan pada kelas VIII B dan VIII C. Peserta didik kelas VIII B
menggunakan pembelajaran konvensional, sedangkan peserta didik kelas VIII C
menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan
Polya. Kemudian peserta didik pada kedua kelas diberikan posttest untuk
mengetahui efektivitas dari pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD
dengan tahapan Polya yang telah dikembangkan untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen,
yaitu non tes dan tes. Instrumen – instrumen tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Instrumen Non Tes
Instrumen nontes terdiri dari beberapa bentuk yang disesuaikan dengan
langkah–langkah dalam penelitian pengembangan. Terdapat dua jenis instrumen
O X O
Pretes untukmengukurkemampuan awalkomunikasimatematis
Pembelajaranberbasis masalahberbantuan LKPDdengan tahapanPolya
Postes untukmengukurkemampuan akhirkomunikasimatematis
52
nontes yang digunakan, yaitu wawancara dan angket. Wawancara digunakan
saat studi pendahuluan dengan pedoman wawancara instrumen ini digunakan
untuk melakukan wawancara dengan guru saat observasi mengenai kondisi awal
peserta didik dan pemakaian buku teks di sekolah. Instrumen yang kedua, yaitu
angket digunakan pada beberapa tahapan penelitian. Angket ini memakai skala
Likert dengan empat pilihan jawaban yang disesuaikan dengan tahap penelitian
dan tujuan pemberian angket. Beberapa jenis angket dan fungsinya dijelaskan
sebagai berikut.
a. Angket Validasi Pengembangan Pembelajaran
Instrumen ini digunakan oleh ahli model pembelajaran untuk menguji
konstruksi model pembelajaran yang dikembangkan. Adapun indikator
intrumen terdapat pada Tabel 3.1. Secara lengkap terdapat pada lampiran D.1.
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Validasi Model Pembelajaran
Indikator Butir Angket
Teori Pendukung 1, 2Struktur Pembelajaran Berbasis Masalah berbantuanLKPD dengan tahapan Polya
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,11, 12
b. Angket Uji Validasi Media
Instrumen ini digunakan untuk menguji konstruki LKPD yang dikembangkan
oleh ahli media. Adapun kisi-kisi intrumen validasi ahli media terdapat pada
Tabel 3.2.
53
Tabel 3.2 Kisi-kisi Intrumen Validasi Ahli Media
Kriteria Indikator Butir AngketAspek KelayakanKegrafikan
Ukuran Buku Guru dan LembarKerja Peserta didik
1, 2
Desain sampul Buku Guru danLembar Kerja Peserta didik
3, 4, 5, 6, 7
Desain isi Buku Guru dan LembarKerja Peserta didik
8, 9, 10, 11, 12,13, 14, 15, 16
Aspek KelayakanBahasa
Lugas 17, 18, 19
Komunikatif 20, 21
Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa 22, 23Penggunaan istilah, simbol,maupun lambing
24, 25
c. Angket Uji Validasi Materi
Adapun kisi-kisi intrumen untuk validasi silabus terdapat pada Tabel 3.3.
instrumen ini digunakan untuk mengukur kevalidan silabus dalam pelaksanaan
pembelajaran matematika model pembelajaran berbasis masalah menggunakan
tahapan pemecahan masalah Polya pada materi sistem persamaan linear dua
variabel. Secara lengkap terdapat pada lampiran D.2.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Validasi Silabus
Aspek yang di Nilai Indikator Butir Angket
Isi yang disajikan
Mengkaji keterkaiatan antarastandar kompetensi (SK) dankompetensi dasar (KD) dalammata pelajaran
1,2,3,4,5,6,8
Mengidentifikasi Materi dansumber belajar
2,3,4,7
Kegitan pembelajaran 5,6
BahasaPenggunaan bahasa yang sesuaidengan EYD 9,10
Alokasi Waktu Kesesuaian alokasi waktu 11, 12, 13
Kisi-kisi instrumen untuk validasi RPP terdapat pada Tabel 3.4. Instrumen ini
digunakan untuk mengukur kevalidan RPP dalam pelaksanaan pembelajaran
54
matematika model pembelajaran berbasis masalah menggunakan tahapan
pemecahan masalah Polya pada materi sistem persamaan linear dua variabel.
Secara lengkap terdapat pada lampiran D.3.
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Validasi RPP
Aspek yang di Nilai Indikator Butir Angket
Perumusan tujuanpembelajaran
Standar kompetensi dankompetensi dasar
1,2,3
Indikator dan tujuanpembelajara
4,5
Isi yang disajikanSistematika penyusunan Rpp 6,7,8Tahap-tahap pembelajaran daninstrumen
9,10
BahasaPenggunaan bahasa yang sesuaidengan EYD
11,12,13
Waktu Kesesuaian alokasi waktu 14,15
Kisi-kisi instrumen validasi LKPD oleh ahli materi digunakan untuk menguji
substansi LKPD yang dikembangkan, meliputi kesesuaian indikator dengan
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang mencakup aspek
kelayakan isi, aspek kelayakan penyajian, dan penilaian pembelajaran berbasis
masalah menggunakan pemecahan masalah polya pada materi sistem persamaan
linaer dua variabel. Kisi-kisi instrumen terdapat pada Tabel 3.5. Secara lengkap
terdapat pada lampiran D.4.
Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen LKPD Oleh Ahli Materi
Indikator Butir Angket
Aspek Kelayakan Isi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9Aspek Kelayakan Penyajian 10, 11, 12, 13, 14, 15,
16, 17, 18,Penilaian Pembelajaran Berbasis Masalahberbantuan LKPD dengan tahapan Polya
19, 20, 21, 22, 23
55
d. Angket Tanggapan Guru Terhadap LKPD
Instrumen ini berupa angket yang diberikan kepada guru untuk mengetahui
kepraktisan dan keterlaksanaan LKPD dengan tahapan Polya yang telah
dikembangkan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika pada materi sistem
persamaan linear dua variabel. Angket ini sebagai dasar untuk merevisi LKPD.
Kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk validasi dijelaskan pada Tabel 3.6.
Secara lengkap terdapat pada lampiran B.5.
Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Respon Guru Terhadap LKPD
Aspek YangDinilai
Indikator ButirAngket
Aspek teknikpenyajian
Kesesuaian susunan penyajian LKPD 1, 2,Kesesuaian gambar/ilustrasi denganmateri
15, 17
Kejelasan teks 16Aspek kesesuaianbahasa
Kesederhanaan bahasa 18, 19Kejelasan struktur kalimat 20
Aspek kesesuaianmateri
Kesesuaian materi dengan SK dan KD 4, 6, 7, 14, 24
Aspek keakuratanmateri
Kualitas LKPD terhadap pemahamndan kemampuan peserta didik
3, 5, 8, 9, 10,13
Aspek kemudahan Kemudahan penggunaan LKPD 11, 12, 21,22, 23, 25
e. Angket Tanggapan Peserta Didik Terhadap LKPD
Instrumen ini berupa angket yang diberikan kepada peserta didik yang menjadi
subjek uji coba LKPD dengan tahapan Polya untuk mengetahui keterbacaan,
ketertarikan, dan tanggapannya dari LKPD. Instrumen yang diberikan berupa
pernyataan skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Setuju
(STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS). Kisi-kisi instrumen
yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.7. Secara lengkap terdapat pada
lampiran B.6.
56
Tabel 3.7 Kisi-kisi Instrumen Respon Peserta Didik Terhadap LKPD
Kriteria Indikator Butir Angket
Aspek tampilan Kejelasan teks 1, 2, 4, 7, 15Kesesuaian gambar /ilustrasidengan materi
17, 19
Aspek penyajianmateri
Kemudahan pemahaman materi 22, 29Ketepatan penggunaan lambangatau simbol
16
Kelengakapan dan ketepatansistematika penyajian
3, 9, 10, 13, 26
Kesesuaian contoh dengan materi 20, 21Aspek manfaat Kemudahan belajar 11, 12, 25, 28
Peningkatan motivasi belajar 8, 18, 23, 24, 30Ketertarikan mengunakan LKPD 5, 6, 14, 27
2. Instrumen Tes
Intrumen tes yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis. Tes
kemampuan komunikasi matematis diberikan secara individual dan tujuannya
adalah untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis. Penilaian hasil
tes dilakukan sesuai dengan pedoman yang digunakan dalam penskoran
kemampuan komunikasi matematis yang diadaptasi dari Ansari (2003) dan
dapat dilihat pada Tabel 3.8. Sebelum digunakan, instrumen ini diujicobakan
terlebih dahulu pada 28 orang peserta didik kelas IX A yang telah menempuh
materi sistem persamaan linaer dua variabel untuk mengetahui validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal. Uji tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
a. Validitas (Validity)
Validitas yang dilakukan terhadap instrumen tes kemampuan komunikasi
matematis didasarkan pada validitas isi dan validitas empiris. Validitas isi dari
tes kemampuan komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara
57
membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan komunikasi
matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Tes yang
dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi
dasar dan indikator yang diukur.
Tabel 3.8 Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Indikator Kriteria Penilaian SkorMenggambar(drawing), menyatakanide matematika kedalam bentuk gambar,diagram, tabel dansebaliknya
Tidak ada jawaban 0Membuat gambar namun masih salah/menyatakan ide matematika yang terkandungdalam gambar namun salah.
1
Membuat gambar namun kurang lengkap danbenar/ menyatakan ide matematika yangterkandung dalam gambar namun kuranglengkap dan benar.
2
Membuat gambar secara lengkap dan benar/menyatakan ide matematika yang terkandungdalam gambar secara lengkap dan benar.
3
Ekspresi matematika(mathematicalexpression),mengekspresikankonsep matematikadengan menyatakanperistiwa sehari-haridalam bahasa atausimbol matematika
Tidak menuliskan apa yang diketahui dan apayang ditanyakan dari soal.
0
Menuliskan apa yang diketahui dan apa yangditanyakan dari soal tetapi belum tepat.
1
Menuliskan apa yang diketahui tetapi tidakmenuliskan apa yang ditanyakan dari soal atausebaliknya.
2
Menuliskan apa yang diketahui dan apa yangditanyakan dari soal dengan benar dan lengkap.
3
Menulis( written text),memberikan penjelasanide dengan bahasasendiri, dan membuatmodel situasimatematika denganmenggunanakan tulisandan aljabar.
Menuliskan model matematika dalammenyelesaikan soal tetapi salah.
0
Benar menuliskan model matematika tetapilangkah penyelesaian salah.
1
Benar menuliskan model matematika danlangkah penyelesaian benar, tetapi hasil akhirsalah, tidak memberikan penjelasan/kesimpulan.
2
Benar menuliskan model matematika, langkahpenyelesaian benar, dan hasil akhir benar, tetapimemberikan penjelasan/ kesimpulan tetapi salah.
3
Benar menuliskan model matematika, langkahpenyelesaian benar, dan hasil akhir benar, danmemberikan penjelasan/ kesimpulan denganbenar.
4
58
Dengan asumsi bahwa guru yang mengajar matematika mengetahui dengan
benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada
penilaian guru tersebut.
Teknik yang digunakan untuk menguji validitas empiris ini dilakukan dengan
menggunakan rumus korelasi product moment (Widoyoko, 2012) sebagai
berikut.
= ∑ − (∑ ) (∑ )( ∑ − (∑ ) )( ∑ − (∑ ) )Keterangan:
= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y.N = Jumlah Peserta didik.∑ = Jumlah skor peserta didik pada setiap butir soal.∑ = Jumlah total skor peserta didik.∑ = Jumlah hasil perkalian skor peserta didik pada setiap butir soal.
dengan total skor peserta didik.
Penafsiran harga korelasi dilakukan dengan membandingkan dengan harga
kritik untuk validitas butir instrumen, yaitu 0,3961. Artinya apabila ≥0,3961, nomor butir tersebut dikatakan valid dan memuaskan (Widoyoko,
2012). Tabel 3.9. menyajikan hasil validitas instrumen tes komunikasi
matematis. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.1.
Tabel 3.9 Hasil Validitas Instrumen Tes Komunikasi Matematis
No. Soal Kriteria1a 0,77 Valid1b 0,78 Valid1c 0,86 Valid2 0,82 Valid3 0,82 Valid4a 0,74 Valid4b 0,83 Valid
59
b. Reliabilitas (Reliability)
Instrumen dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan instrumen tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama
menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg (stabil). Bentuk soal tes
yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe uraian. Menurut Lestari
dan Yudhanegara (2015: 206) untuk mencari koefisien reliabilitas soal tipe
uraian menggunakan rumus Alpha Chronbach yang dirumuskan sebagai berikut:
= 1 − ∑Keterangan:
r = Koefisien reliabilitas.= Banyak butir soal.∑ = Varians skor butir soal ke-i.
st2 = Varians skor total.
Sudijono (2008) berpendapat bahwa suatu tes dikatakan baik apabila
memiliki nilai reliabilitas ≥ 0,70. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba
instrumen kemampuan komunikasi matematis, diperoleh nilai koefisien
reliabilitas sebesar 0,75. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen yang
diujicobakan memiliki reliabilitas yang tinggi sehingga instrumen tes dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
Hasil perhitungan reliabilitas selengkapnya terdapat pada Lampiran C.2.
c. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu
butir soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang,
60
tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk menghitung tingkat kesukaran
suatu butir soal digunakan rumus sebagai berikut.
TK = JIKeterangan:
TK : nilai tingkat kesukaran suatu butir soalJT : jumlah skor yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang diperolehIT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh peserta didik pada suatu
butir soal
Sudijono (2008: 372) mengintepretasikan nilai tingkat kesukaran suatu butir
soal seperti pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi0,00 ≤ TK ≤ 0,15 Sangat sukar0,16 ≤ TK ≤ 0,30 Sukar0,31 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang0,71 ≤ TK ≤ 0,85 Mudah0,86 ≤ TK ≤ 1,00 Sangat mudah
Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal memiliki nilai
tingkat kesukaran 0,31 ≤ TK ≤ 0,85. Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji
coba soal kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Tingkat Kesukaran Butir Soal
No. Butir Soal Indeks TK Interprestasi1a 0,80 Mudah1b 0,79 Mudah1c 0,63 Sedang2 0,46 Sedang3 0,34 Sedang4a 0,47 Sedang4b 0,76 Mudah
61
Dengan melihat hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal yang diperoleh,
maka instrumen tes kemampuan komunikasi yang sudah diuji cobakan telah
memenuhi kriteria tingkat kesukaran yang sesuai dengan kriteria yang
diharapkan. Hasil perhitungan kesukaran selengkapnya terdapat pada Lampiran
C.3.
d. Daya Pembeda
Daya beda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan
antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya
beda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi
atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Untuk menghitung
daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari peserta didik yang memperoleh
nilai tertinggi sampai peserta didik yang memeperoleh nilai terendah. Kemudian
diambil 27% peserta didik yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok
atas) dan 27% peserta didik yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok
bawah).
Berikut perhitungan indeks daya pembeda soal uraian digunakan rumus sebagai
berikut berdasarkan pendapat Sudijono (2008:120)
DP = JA − JBIAKeterangan :DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentuJA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolahJB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolahIA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
62
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang
tertera dalam Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi1,00 DP 0,10 Sangat Buruk0,10 ≤ DP ≤ 0,19 Buruk0,20 ≤ DP ≤ 0,29 Agak baik, perlu revisi0,30 ≤ DP ≤ 0,49 Baik0,50 ≤ DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi baik,
yaitu memiliki daya pembeda ≥ 0.30. Hasil perhitungan daya pembeda butir
soal yang telah diujicobakan disajikan pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13 Daya Pembeda Butir Soal
No. Butir Soal Daya Pembeda Interprestasi1a 0,34 Baik1b 0,38 Baik1c 0,56 Sangat baik2 0,66 Sangat baik3 0,69 Sangat baik4a 0,56 Sangat baik4b 0,31 Baik
Dengan melihat hasil perhitungan daya pembeda butirsoal yang diperoleh, maka
instrumen tes yang sudah diujicobakan telah memenuhi kriteria daya
pembeda soal yang sesua dengan kriteria yang diharapkan. Hasil perhitungan
daya pembeda butir soal selengkapnya terdapat pada Lampiran C.3.
63
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian pengembangan ini dijelaskan berdasarkan
jenis instrumen yang digunakan dalam setiap tahapan penelitian pengembangan,
yaitu :
1. Analisis Data Pendahuluan
Data studi pendahuluan berupa hasil observasi dan wawancara dianalisis secara
deskriptif sebagai latar belakang diperlukannya pembelajaran berbasis masalah
berbantuan LKPD dengan tahapan Polya. Hasil review berbagai buku teks serta
KI dan KD matematika SMP kelas VIII juga dianalisis secara deskriptif sebagai
acuan untuk menyusun LKPD
2. Analisis Data
a. Angket Validitas Ahli
Data yang diperoleh dari validasi desain pembelajaran, silabus, RPP, LKPD
dengan tahapan Polya dan soal kemampuan komunikasi matematis adalah hasil
validasi ahli desain pembelajaran, materi dan ahli media melalui angket skala
kelayakan. Analisis yang digunakan berupa deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif berupa komentar dan saran dari validator dideskripsikan secara
kualitatif sebagai acuan untuk memperbaiki desain pembelajaran, silabus, RPP,
dan LKPD. Data kuantitatif berupa skor penilaian ahli desain pembelajaran, ahli
materi, dan ahli media dideskripsikan secara kuantitatif menggunakan skala
likert dengan 4 skala kemudian dijelaskan secara kualitatif. Skala yang
digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah
4 skala,yaitu.
64
1) Skor 1 adalah kurang baik.
2) Skor 2 adalah cukup baik.
3) Skor 3 adalah baik.
4) Skor 4 adalah sangat baik.
Data kualitatif yang telah diperoleh kemudian dianalisis presentase
kevalidannya menggunakan persamaan.
= ∑∑ × 100%Keterangan:
P : Presentase yang dicari∑ X : Jumlah nilai jawaban responden∑ Xi : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi
Sedangkan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk merevisi produk yang
dikembangkan menggunakan kriteria penilaian yang dijelaskan pada Tabel 3.14.
Tabel 3.14 Konversi Nilai Tiap Kategori Penilaian
Presentasi (%) Kategori76 – 100 Valid56 – 75 Cukup Valid40 – 55 Kurang Valid0 -39 Tidak Valid
Arikunto (2016)
b. Analisis Tanggapan Guru dan Peserta Didik terhadap LKPD
Data yang diperoleh dari hasil tanggapan guru dan peserta didik terhadap LKPD
yang dikembangkan melalui skala kelayakan. Analisis yang digunakan berupa
deskripsi kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif berupa tanggapan
dideskripsikan secara kualitatif sebagai acuan untuk memperbaiki LKPD. Data
65
kuantitatif berupa skor penilaian dideskripsikan secara kuantitatif menggunakan
skala Likert dengan 4 skala kemudian dijelaskan secara kualitatif. Skala yang
digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah 4 skala, yaitu:
1) Skor 1 adalah kurang baik.
2) Skor 2 adalah cukup baik.
3) Skor 3 adalah baik.
4) Skor 4 adalah sangat baik.
Hasil tanggapan guru dan peserta didik terhadap LKPD dengan tahapan Polya
dilakukan dengan mengubah nilai kualitatif menjadi nilai kuantitatif. Penilaian
berdasarkan data angket yang diperoleh. Kriteria analisis nilai rata-rata yang
digunakan disajikan dalam Tabel 33.15 di bawah ini:
= ∑∑ × 100%Keterangan:
: Presentase penilaian∑ : Jumlah nilai jawaban responden∑ : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi
Tabel 3.15 Konversi Nilai Tanggapan Guru dan Peserta Didik TerhadapLKPD
Presentasi Kategori85− 100 Sangat Praktis70− 84 Praktis55− 69 Cukup Praktis50− 54 Kurang Praktis0− 49 Tidak Praktis
Arikunto (2009)
66
c. Analisis Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah erbantuan LKPDdengan Tahapan Polya
Data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest kemampuan komunikasi
matematis kemudian dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan
kemampuan komunikasi matematis peserta didik pada kelas yang menggunakan
pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya dan
peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional. Menurut Lestari dan
Yudhanegara (2015: 235) besarnya peningkatan kemampuan peserta didik
dihitung dengan rumus N-gain, yaitu:
N − gain = Skor Postes − Skor PretesSkor Maksimum Ideal − Skor PostesHasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi dari Lestari dan Yudhanegara (2015: 235) seperti terdapat pada Tabel
3.16.
Tabel 3.16 Kriteria Nilai N-Gain
Nilai N-Gain KriteriaN-gain ≥ 0,70 Tinggi
0,30 < N-gain ≤ 0,70 Sedang
N-gain ≤ 0,30 Rendah
Pengolahan dan analisis data kemampuan komunikasi matematis dilakukan
dengan menggunakan uji statistik terhadap peningkatan kemampuan komunikasi
matematis peserta didik (N-Gain) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol
dengan bantuan software SPPS versi 20.0. Adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut.
67
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berasal
dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov Z. Adapun hipotesis uji adalah sebagai berikut:
H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Uji normalitas dilakukan dengan uji dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z (K-S
Z) menggunakan software SPPS versi 20.0 dengan kriteria pengujian yaitu jika
nilai probabilitas (sig.) dari Z lebih besar dari = 0,05, maka hipotesis nol
diterima (Trihendradi, 2005: 113). Setelah dilakukan pengujian normalitas pada
skor awal (pretest) didapat hasil yang disajikan pada Tabel 3.17.
Tabel 3.17 Uji Normalitas Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis
KelompokPenelitian
BanyaknyaPeserta Didik
K-S Z Probabilitas(Sig.)
Eksperimen 31 .140 .200Kontrol 31 .129 .124
Pada Tabel 3.20 terlihat bahwa probabilitas (Sig.) untuk kelas eksperimen dan
kelas kontrol lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis nol diterima. Hal ini
berarti bahwa data kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data kemampuan
komunikasi matematis awal dapat dilihat pada Lampiran C.7. Uji normalitas
juga dilakukan terhadap data skor posttest kemampuan komunikasi matematis,
setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 3.18.
68
Tabel 3.18 Uji Normalitas Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis
KelompokPenelitian
BanyaknyaPeserta Didik
K-S Z Probabilitas(Sig.)
Eksperimen 31 .131 .186Kontrol 31 .155 .055
Pada Tabel 3.18 terlihat bahwa probabilitas (Sig.) untuk kelas eksperimen dan
kelas kontrol lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis nol diterima. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa data skor akhir (posttest) berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data posttest
kemampuan komunikasi matematis awal dapat dilihat pada Lampiran C.7.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari
populasi yang memiliki variansi yang sama (homogen) atau tidak. Untuk
menguji homogenitas variansi maka dilakukan uji Levene. Adapun hipotesis
untuk uji ini adalah:
Ho : 12 = 22 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen)
H1 : 12 ≠ 22 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang tidak homogen)
Dalam penelitian ini perhitungan uji homogenitas menggunakan Levene Test
dengan soffware SPSS versi 20.0. Untuk menentukan hipotesis dilihat dati Fhitung
atau dapat dilihat dari Asymp.Sig dengan kriteria pengujian jika nilai probabilitas
(Sig.) lebih besar dari = 0,05, maka hipotesis nol diterima, artinya kedua data
sampel berasal dari populasi yang sama atau homogen (Trihendradi, 2005: 145).
69
Berdasarkan hasil uji normalitas pada data skor awal dan skor akhir (posttest)
kemampuan komunikasi matematis diketahui bahwa kedua kelas berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Sehingga selanjutnya dilakukan uji
homogenitas terhadap skor awal dan skor akhir kemampuan komunikasi
matematis. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil uji homogenitas skor
awal yang disajikan pada Tabel 3.19. dan untuk hasil uji homogenitas skor akhir
(posttest) dapat dilihat pada Tabel 3.20.
Tabel 3.19 Uji Homogenitas Skor Awal Kemampuan KomunikasiMatematis
KelompokPenelitian
Variansi StatistikLevene
Probabilitas(Sig.)
Eksperimen 29.045 .033 .857Kontrol 23.206
Tabel 3.20 Uji Homogenitas Skor Akhir Kemampuan KomunikasiMatematis
KelompokPenelitian
Variansi StatistikLevene
Probabilitas(Sig.)
Eksperimen 26.791 3.477 .067Kontrol 49.858
Pada Tabel 3.19 dan Tabel 3.20 terlihat bahwa nilai probabilitas (Sig.) lebih
besar dari = 0,05, sehingga hipotesis nol diterima. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa data skor awal dan skor akhir (posttest) kemampuan komunikasi
matematis peserta didik dari kedua kelompok populasi memiliki varians yang
homogen atau sama. Perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran
C.8.
70
3. Uji hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas data, diperoleh bahwa
data skor awal dan skor akhir (posttest) kelas eksperimen dan kelas kontrol
berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Menurut Sudjana (2005: 243),
apabila data dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian
yang sama maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua
rata- rata, yaitu Uji-t dengan hipotesis uji sebagai berikut.
1) Hipotesis data untuk skor awal
H0: μ1 = μ2, tidak ada perbedaan kemampuan awal komunikasi matematis
peserta didik yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah
berbantuan LKPD dengan tahapan Polya dengan kemampuan
awal komunikasi matematis peserta didik yang menggunakan
pembelajaran konvensional.
H1: μ1 ≠ μ2,. ada perbedaan kemampuan awal komunikasi matematis peserta
didik yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah
berbantuan LKPD dengan tahapan Polya dengan kemampuan
awal komunikasi matematis peserta didik yang menggunakan
pembelajaran konvensional.
Hipotesis data untuk skor akhir
H0: μ1 = μ2, tidak ada perbedaan kemampuan akhir komunikasi matematis
peserta didik yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah
berbantuan LKPD dengan tahapan Polya dengan kemampuan
akhir komunikasi matematis peserta didik yang menggunakan
pembelajaran konvensional.
71
H1: μ1 ≠ μ2,. ada perbedaan kemampuan akhir komunikasi matematis peserta
didik yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah
berbantuan LKPD dengan tahapan Polya dengan kemampuan
akhir komunikasi matematis peserta didik yang menggunakan
pembelajaran konvensional.
Dengan menggunakan SPSS versi 20.0 dengan kriteria uji jika nilai probabilitas
(Sig.) lebih besar dari α = 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005).
Jika hipotesis nol ditolak maka perlu dianalisis lanjutan untuk mengetahui
apakah kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang menggunakan
pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya lebih
tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang
menggunakan pembelajaran konvensional. Adapun analisis lanjutan tersebut
dengan melihat data sampel mana yang rata-ratanya lebih tinggi.
105
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengembangan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan
tahapan Polya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
peserta didik diawali dari studi pendahuluan yang menunjukkan kebutuhan
dikembangkannya pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD
dengan tahapan Polya. Hasil validasi menunjukkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya pada materi
sistem persamaan linear dua variabel telah valid/layak digunakan. Hasil
akhir dari penelitian pengembangan ini adalah sintak/tahapan pembelajaran
berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
2. Pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya
efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta
didik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan komunikasi matematis peserta
didik yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD
dengan tahapan Polya lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi
matematis peserta didik yang menggunakan pembelejaran konvensional.
106
Selain itu, kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang
menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan
tahapan Polya dikategorikan tinggi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dikemukakan sara-saran sebagai
berikut:
1. Guru dapat memanfaatkan produk pengembangan pembelajaran berbasis
masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya yang diharapkan dapat
dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
peserta didik pada materi sistem persamaan linear dua variabel.
2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan
pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD dengan tahapan Polya
hendaknya:
a. Mengembangkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan LKPD
dengan tahapan Polya pada ruang lingkup yang berbeda, atau dalam
kemampuan lainnya yang harus dimiliki peserta didik dalam
pembelajaran matematika.
b. Memperhatikan karakteristik masing-masing peserta didik dalam
pembentukan kelompok diskusi. Selain memperhatikan tingkat
kemampuan matematika peserta didik, kemampuan interaksi sosial
peserta didik juga harus diperhatikan agar diskusi dapat berjalan secara
aktif dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
c. Permasalahan yang dibuat dalam LKPD harus sesuai dengan
karakteristik permasalahan pembelajaran berbasis masalah.
107
DAFTAR PUSTAKA
.Akinoglu, Orhan dan Tandongan, Ruhan Ozkardes. 2007. The Effects of
Problem- Based Active Learning in Science Education on Student’sAcademic Achievement, Attitude and Concept Learning. Eurasia Journalof Mathematics, Science & Technology Education.
Ansari, Bansu.I. 2003. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman danKomunikasi Matematis Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write.Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. [Disertasi].
Arends, Richrad. 1997. Classroom instruction and management. New York:McGraw Hill Companies.
. 2008. Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. BukuDua.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Astuti, A dan Leonard. 2015. Peran Kemampuan Komunikasi Matematikaterhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa. Jurnal Formatif 2(2): 102-110.
Astuti, Y dan Setiawan, B. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS)Berbasis Pendekatan Inkuiri Terbimbing dalam PembelajaranKooperatif pada Materi Kalor. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. 2(1),hlm. 88-92.
Azizah, Siti Maryam Noer. 2011. Pengaruh Penerapan Model PembelajaranKooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap Kemampuan KomunikasiMatematis Siswa. Jakarta: UIN Jakarta. [Skripsi]
Barrody, A, J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating. K-8Helping Children Think Mathematically. New York Macmillan PublishingCompany.
108
Borg, W.R dan Gall, M.D. 1989. Educational Research and Introduction. NewYork: Longman.
Clark, Keren K, et.al. 2005. Strategies for Building MathematicalCommunication in the Middle School Classroom: Modeled inProfesional Development, Implemented in the Classroom. CurrentIssues in the Middle Level Education. 11(2), 1-12.
Darmawan. 2010. Penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah dalamMeningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPSdi MI Darrusaadah Pandeglang. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 11No.2.
Darmodjo, Hendro dan Jenny R.E Kaligis. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta:
Depdikbud
Delisle, R. 1997. How to use problem-based learning in the classroom.Alexandria,VA:ASCD
Depdiknas. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2006, tentang StandarIsi. Depdiknas. Jakarta
. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: PusatKurikulum Depdiknas.
. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58Tahun 2014, tentang Kurikulum 2013 Sekolah MenengahPertama/Madrasah Tsanawiyah. Depdiknas. Jakarta
Duch, B., Groh, S., dan Allen, D. 2001. The power of problem-based learning:A practical “how to” for teaching undergraduate courses in anydiscipline. Sterling: Stylus Publishing.
Greenes, C. dan Schulman, L. 1996. Communication Processes inMathematical Explorations and Investigations. In P.C. Elliott and M.J.Kenney (Eds). 1996 Yearbook. Communication in Mathematics. K-12and Be.vond. USA: NCTM
Hendriana, H. 2016. Meningkatkan kemampuan Komunikasi dan PemecahanMasalah serta Disposisi Matematik Siswa SMA melalui MetodePenemuan Terbimbing. Bandung: STKIP Siliwangi. [Tesis]
Herman, Tatang. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk MeningkatkanKemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SekolahMenengah Pertama. Educationist. Vol 1, hlm 47-55.
109
Hidayat, M. A. 2004. Bahan Penelitian Matematika “Teori-Teori BelajarMatematika”. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Lestari, K.E. dan Mokhamad R.Y. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika.Bandung: Refika Aditama.
Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT RemajaRosdakarya.
McKenzie, Fiona. 2001. Developing Children’s Communication Skill to AidMathematical Understanding. ACE Papers, 10.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (1996). Communicattionin Mathematics. K-12 and Byon, Virginia.
. 2000. Principles and Standards for School Mathematics.NCTM: Reston VA.
Polya, G. 1962. Mathematical discovery: On understanding learning andteaching problem solving. New York: John Wiley and son, Inc.
. 1973. How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method(1st ed.). New Jersey: Princeton University Press.
Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.Yogyakarta: Diva Press.
Purba, Nirmala. 2016. Peningkatan Kemampuan Komunikasi SiswaMenggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Matematics Paedagogic.Vol 1, No 1, hlm 19-28.
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme.Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untukMengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah.Jakarta: Jurnal pendidikan inovatif.
Suderadjat, Hari. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).Bandung: CV. Cipta Cekas Grafika.
Sudijono, Anis. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja GrafindoPersada. ‘
Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi ke-6. Bandung: Tarsito.
110
Sumarmo, U. 2006. Pembelajaran untuk Mengembangkan KemampuanBerfikir Matematik. Makalah disajikan pada seminar nasionalpendidikan MIPA,FMIPA. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
. 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan PembelajaranMIPA dalam Konteks Bahasa Indonesia: Evaluasi dalam PembelajaranMatematika. Bandung: FMIPA UPI.
Suparno, Paul. 2001. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:Kanisius.
Surya, E. Syahputra, E dan Juanita, N. 2018. Pengaruh Problem BasedLearning terhadap kemampuan komunikasi matematis dan self regulatedlearning. Journal of Education and Practice. Vol. 9, No.6, hlm 14-23.
Tasdikin. 2012. Pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkankemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP.Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses pada tanggal 3Februari 2018, dari http://repository.upi.edu/tesisview. [Tesis]
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.Jakarta: Prestasi Pustaka.
. 2009. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta:PrestasiPustaka
. 2010. Mendesain Model Pembelajran Inovatif-Progresif: Konsep,Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat satuanpendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 13.0 Analisis DataStatistik. Yogyakarta: Andi Offset.
Umar, Wahid. 2012. Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalamPembelajaran Matematika. Jurnal Ilmiah Program Studi MatematikaSTKIP Siliwangi Bandun., Vol 1, No 1.
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003-2006. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Bandung: Fokus Media.
Wardani, V. Novia dan Merona S. Putri. 2016. Implementasi ModelPembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan KomunikasiMatematis Siswa. Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika danPembelajarannya. Vol. 1, No.2.
Widjajanti, E. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. Jurnal Pendidikan KimiaFMIPA. Universitas Negeri Yogyakarta.
111
Widoyoko, Eko Putro. 2013. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:Pustaka Bealajar.
Wulandari. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis CeritaBergambar Materi Sistem Pencernaan Di SMP. J.bio.edu.2(3).
Yeager, A dan Yeager, R. 2008. Teaching Trough the Mathematics Processes.Jurnal Communication mathematical Vol 2(1). Diakses pada tanggal 13Februari 2018 dari http://gains-wikispaces.com.
top related