pengaturan fungsi anggaran dewan perwakilan rakyat...
Post on 12-Mar-2019
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGATURAN FUNGSI ANGGARAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
( STUDI KETERLAMBATAN PENETAPAN APBD DKI 2015 )
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk memenuhi persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Agie Zaky Fathul Jamil
NIM: 1112048000038
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/ 2017 M
iv
ABSTRAK
AGIE ZAKY FATHUL JAMIL. NIM 1112048000038. PENGATURAN
FUNGSI ANGGARAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA (STUDI KETERLAMBATAN
PENETAPAN APBD DKI 2015). PROGRAM STUDI Ilmu Hukum, Konsentrasi
Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 1438 H/ 2017 M. X + 77 halaman + 3 halaman Daftar Pustaka.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan fungsi anggaran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta dan menganalisis faktor apa saja yang
menghambat penetapan APBD DKI Jakarta tahun 2015. Fungsi anggaran DPRD
merupakan salah satu fungsi Dewan Perwakilan yang harus dijalankan dan hal ini
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini tertuang dalam pasal 99 ayat (1)
Undang-Undang Pemda tahun 2014 yang menyebutkan bahwa fungsi anggaran
diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap
rancangan Perda Provinsi tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
yang diajukan oleh Gubernur. Dalam penyusunan APBD ada beberapa tahapan yang
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan dalam prakteknya dalam
penyusunan APBD DKI Jakarta 2015 hampir semuanya mengalami keterlambatan.
Skripsi ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara ilmiah yaitu dalam
ranah kajian ilmu hukum, baik secara praktis dan akademis.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif
dengan menggunakan pendekatan normatif empiris. pendekatan ini pada dasarnya
merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya
penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai
implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Bahan hukum yang
digunakan penulis ada tiga yaitu bahan hukum primer, sekunder dan bahan non
hukum. Hasil dari analisis dan penelitian ini menyimpulkan bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta sebagai pihak yang bertanggung jawab atas
keterlambatan APBD DKI Jakarta dan tidak mematuhi ketentuan tentang penyusunan
APBD dalam perundang-undangan. Karena pada penyusunan APBD, salah satu
badan dalam DPRD yakni Badan Anggaran yang mana tuagsnya untuk membahas
bersama mengenai APBD DKI yang tidak kunjung terbentuk hingga awal Desember
atau pada batas akhir penetapan APBD DKI berdasarkan ketentuan undang-undang.
Kata Kunci: DPRD DKI Jakarta, Anggota DPRD, Badan Anggaran DPRD, Fungsi
Anggaran DPRD, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah:
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta
alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “PENGATURAN FUNGSI ANGGARAN DEWAN PERWAKILAN
DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA (STUDI
KETERLAMBATAN PENETAPAN APBD DKI 2015) dengan lancar dan baik.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkankan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan juga bagi kita selaku pengikut
setia beliau hingga akhir hayat.
Tidak lupa ucapan terima kasih dan cinta yang sedalam-dalamnya kepada
kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs. Sugiharto, MA dan ibunda Dra. Amsiyah.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis baik
secara materiil maupun immateriil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan para wakil Dekan.
vi
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH, dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya dan memberikan arahan serta bimbingannya dengan
sabar kepada penulis selama ini sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar.
4. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. dosen pembimbing akademik yang telah
bersedia memberikan waktu dan arahan serta masukan kepada penulis disela-
sela kesibukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik dan benar serta segenap Dosen serta staf Fakultas Syariah dan Hukum
yang dengan ikhlas mendidik dan membimbing penulis dari semester 1 hingga
selesai penulisan skripsi ini.
5. Kepala Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Kepala
Perpustakan Fakultas Syariah dan Hukum berserta staf yang telah
memberikan fasilitas serta materi kepada peneliti dalam mendapatkan materi
dalam penulisan skripsinya.
6. Adik-adik tercinta Cendekia Zahrah Chumaira dan Ratu Ayunissa Mutiara
Kamila yang telah memberikan dukungan dan semangatnya serta yang telah
menemani penulis sejak kecil hingga selesainya penulisan skripsi ini serta
Kakek dan Nenek tercinta, H. Ateng dan Hj. Halimah. Terimakasih untuk
segala doa dan dukungan semangatnya baik moril ataupun materiil. Teman-
teman dan sahabat-sahabat tercinta dari Ilmu Hukum Angkatan 2012 Agasti
vii
Prior, Reynaldi Hendryan, Muhammad Yusuf, Sigit Ganda P, Dimas Anggri,
Ade Kurniawan, Said Agung Sedayu, Muchtar Ramadhan, Muhammad
Ansyori, Muhammad Raziv, Bagdhady Zanjani, Irvan Zidniy, M. Ariq
Siregar, Murtadlo, Denny Fernandes, Farid Muhajir, dan teman-teman lainnya
terimakasih atas kebersamaan dan keceriaannya selama ini. Sahabat-sahabat
penulis yaitu Nurhasan, M. Ibnu, Farid, Fadil, Pringgo, dan yang lainnya
terimakasih atas segala waktu, dukungan serta motivasi.
7. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan karya ilmiah ini terimakasih atas
semua dukungan baik moril maupun materiil.
Demikian penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang terdapat dalam penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 14 September 2017
Penulis
Agie Zaky Fathul Jamil
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING..................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI.............................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN................................................................ iii
ABSTRAK........................................................................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................ v
DAFTAR ISI....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah........................................... 1
B. Perumusan dan batasan masalah.............................. 8
C. Tujuan dan manfaat penelitian................................ 9
D. Tinjauan kajian terdahulu....................................... 10
E. Kerangka konseptual............................................... 12
F. Metode penelitian................................................... 12
G. Sistematika penelitian............................................. 15
BAB II TINJAUAN UMUM
A. Pengertian Pengaturan Fungsi Anggaran ............. 17
B. Fungsi Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah...................................................................... 18
C. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah........................... 21
ix
a. Tugas dan Wewenang DPRD....................... 22
b. Dasar Hukum Fungsi Anggaran DPRD........ 24
D. APBD dan Fungsi APBD......................................... 25
BAB III PROFIL PEMERINTAHAN DKI JAKARTA DAN DPRD
DKI JAKARTA
A. Gambaran Pemerintahan DKI Jakarta...................... 28
B. Kondisi geografis dan keadaan demografis.............. 31
C. Sejarah dan Gambaran umum DPRD DKI Jakarta... 39
BAB IV PENGATURAN FUNGSI ANGGARAN DPRD DKI DAN
ANALISIS KETERLAMBATAN PENETAPAN APBD DKI
2015 SERTA PENGARUHNYA
A. Pengaturan fungsi Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah......................................................................... 52
B. Duduk Perkara Keterlambatan Penetapan APBD
DKI 2015.................................................................... 54
C. Analisis keterlambatan Penetapan APBD DKI 2015
dan pengaruhnya terhadap Pengelolaan Keuangan
Daerah......................................................................... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................. 74
B. Saran............................................................................ 76
x
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat ( democratie ).
Pemilik kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam negara Indonesia adalah
rakyat. Kekuasaan itu harus disadari berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Bahkan kekuasaan hendaklah diselenggarakan bersama-sama dengan
rakyat. Dalam sistem konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar,
pelaksanaan kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur
konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi (constitutional
democracy ).1
Kedaulatan rakyat ( democratie ) Indonesia diselenggarakan secara
langsung dan melalui sistem perwakilan. Secara langsung, kedaulatan rakyat
diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah sebagai pemegang kewenangan legislatif, Presiden dan Wakil
Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, dan Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman.
Dalammenentukankebijakanpokokpemerintahandanmengatur ketentuan hukum
berupa Undang-undang Dasar dan Undang-undang, serta dalam menjalankan
1Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, ( Jakarta: Sinar Grafika), 2011, h.
58
2
fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, pelembagaan kedaulatan
rakyat itu disalurkan melalui sistem perwakilan, yaitu melalui Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Di daerah-daerah provinsi dan
kabupaten/kota, pelembagaan kedaulatan rakyat itu juga disalurkan melalui sistem
perwakilan, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.2
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut DPRD) adalah
unsur pemerintahan daerah sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi
berdasarkan pancasila. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berpegang teguh kepada prinsip-prinsip
otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.3Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah merupakan salah satu penyelenggara pemerintahan
daerah. Pada dasarnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki empat fungsi
utama, yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi kontrol dan fungsi
perwakilan.4
Titik Triwulan dalam bukunya yang berjudul ― Hukum Tata Usaha Negara
dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia‖, menyatakan bahwa
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah memiliki fungsi: Pertama, legislasi yang diwujudkan dalam
membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah. Kedua, fungsi anggaran,
2Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme,….. h. 59.
3Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, (Jakarta: PT. Gramedia), 2003, h. 232
4Khairul Muluk, Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah, ( Malang:
Bayumedia Publishing), 2007, h. 233
3
diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah bersama pemerintah daerah. Ketiga, fungsi pengawasan yang diwujudkan
dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan
daerah, keputusan kepala daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah.5
Dalam menjalankan fungsi nya, hal ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 99
ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (
selanjutnya disebut UU Pemda ) yang mana salah satunya yakni fungsi anggaran.
Fungsi anggaran diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan
bersama terhadap rancangan Perda Provinsi tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Provinsi yang diajukan oleh gubernur.
Menurut Hanif Nurcholis dalam bukunya yang berjudul ― Teori dan
Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah‖, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah merupakan model penganggaran pemerintah daerah yang ditetapkan
dengan peraturan daerah dan mencerminkan program tahunan pemerintah
daerah.Pada dasarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mencerminkan
kerangka kebijakan publik yang memuat hak dan kewajiban pemerintah daerah
dan masyarakat dalam format pendapatan, belanja maupun pembiayaan.6
5Titik Triwulan & Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Prenada Media ), 2011, h. 245.
6Pheni Chalid, Keuangan Daerah Investasi dan Desentralisasi, ( Jakarta: Kemitraan), h.
49.
4
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dilakukan
ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota, termasuk di DKI Jakarta. Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah dan juga kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015.
Untuk mendukung pelaksanaan fungsi Anggaran ini, DPRD memiliki alat
kelengkapan, yaitu apa yang disebut dengan Badan Anggaran. Badan Anggaran
yang merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap, merupakan alat
kelengkapan yang berfungsi dan bertugas membantu DPRD dalam hal melakukan
kajian, pembahasan dan merekomendasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, mulai dari proses perencanaan, penganggaran dan pengawasan terhdap
segala kebijakan yang berkenaan dengan penganggaran.7
Undang-Undang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa APBD harus
disusun bersama dan harus mendapat persetujuan DPRD (Pasal 101 ayat 1).
Faktanya, proses penyusunan ini seringkali tersandera oleh tarik ulur kepentingan
elit Daerah, baik di eksekutif maupun legislatif. Bahkan sebelum disetujui saja
sudah memakan waktu tiga bulan, dan setelah itu diproses di Depdagri untuk di
evaluasi. Implikasinya, APBD efektif di gunakan secara resmi sekitar bulan April
dan Mei. Proses ini belum termasuk perubahannya. Padahal perhitungan tahun
7Tim Pusat Kajian Kebijakan dan Hukum DPD RI, Pengkajian Bidang Otonomi Daerah
Tentang Evaluasi Penyelenggaran Otonomi Daerah 2004-2008 Dalam Tinjauan Beberapa Aspek,(
Jakarta: Setjen DPD RI), 2009, h. 99-100
5
belanja APBD ditetapkan mulai bulan Januari, sehingga molornya proses
penyusunan dan persetujuan APBD ini otomatis mendistorsi efektivitas kinerja
aparatur Daerah dan secara langsung berimbas ke kualitas pelayanan publik.
Bagaimana pun, APBD memiliki fungsi untuk menggerakan roda perekonomian
Daerah. Dengan adanya keterlambatan dan rendahnya penyerapan belanja APBD,
maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi Daerah. Fenomena ini
berlangsung hampir di semua Pemerintah Daerah.8
Dalam pasal 311 ayat (1) Undang-undang Pemda telah di sebutkan bahwa:
― Kepala daerah wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD
disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD sesuai
dengan wktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan untuk
memperoleh persetujuan bersama. “
Maksud dari kata ―waktu yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan”, bila dikaitkan dengan pasal 20 ayat (1) Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Keuangan Negara telah disebutkan
bahwa Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD
pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya anggaran yang akan
ditetapkan.
Dalam kasus penyusunan APBD DKI 2015, Pemerintah daerah Provinsi
DKI Jakarta baru menyerahkan Raperda APBD serta penjelasan dan dokumen
8Josef Riwu Kaho, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, (
Yogyakarta: PolGov Fisipol UGM), 2012, h. 288.
6
pendukung kepada DPRD DKI Jakarta pada tanggal 5 November 2014,9 yang
mana hal ini tidak sesuai dengan waktu yang di tentukan dalam pasal 20 ayat (1)
Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Negara. Keterlambatan dalam pengajuan
Raperda APBD DKI Jakarta Tahun 2015 oleh Pemprov DKI diperparah oleh
belum terbentuknya Alat Kelengkapan Dewan DPRD DKI yang bertujuan untuk
membahas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD DKI tahun anggaran 2015.
Dalam pasal 312 ayat (1) UU Pemda menyebutkan:
―Kepala Daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda
tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran
setiap tahun”.
Tahun anggaran yang dimaksud disini ialah tahun anggaran yang meliputi
satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
(Pasal 4 UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara). Hal ini berarti
bahwa kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui raperda tentang APBD pada
bulan November tahun sebelumnya. Namun, pengesahan ini kembali terlambat di
Daerah DKI Jakarta yang mana Raperda tentang APBD DKI dengan pagu
anggaran senilai Rp. 78, 03 triliun baru disahkan pada tanggal 27 Januari 2015
dalam rapat Paripurna DPRD dengan Gubernur DKI Jakarta.
Dalam proses penyusunan APBD DKI Jakarta tahun 2015 pun menyimpan
masalah yang relatif sama, yakni tarik ulur kepentingan dalam pengesahan APBD
oleh DPRD dan Pemprov DKI. Gubernur DKI pernah berkata bahwa ada dana
9 https://www.merdeka.com/jakarta/dprd-belum-bentuk-akd-pembahasan-apbd-dki-2015-
terkatung-katung.html
7
siluman yang dimasukkan ke Raperda APBD DKI Jakarta Tahun 2015 oleh para
anggota DPRD DKI Jakarta. Adanya dana siluman dalam RAPBD DKI Jakarta ini
dianggap sebagai faktor utama terhambatnya pengesahan APBD DKI Jakarta
tahun 2015, namun adanya dana siluman ini pun harus dibuktikan mengingat
bahwa DPRD mempunyai fungsi anggaran yang mana menekankan bahwa APBD
harus dibahas dan disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Pemkot DKI
Jakarta. berbagai macam kendala ini yang kemudian membuat penulis tertarik
membahas pengaturan fungsi anggaran DPRD DKI Jakarta dalam hal penyusunan
APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2015.
Keterlambatan penetapan APBD DKI Jakarta tahun 2015 ini juga
memberikan pengaruh terhadap program-program yang akan dijalankan oleh
Pemerintahan DKI Jakarta serta berbagai macam kebutuhan dalam pemerintahan.
Namun, dalam menjalankan roda pemerintahan tahun 2015, Gubernur dan
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sepakat menggunakan anggaran mendahului
berdasarkan pada Peraturan Gubernur Nomor 211 Tahun 2014 tentang
Pengeluaran Daerah Mendahului Penetapan APBD 2015. Pengeluaran daerah
yang diperbolehkan menggunakan anggaran mendahului ialah gaji dan tunjangan
PNS, Gubernur dan Wakil Gubernur serta pembayaran Tunjangan kinerja Daerah
(TKD), honor pegawai tidak tetap, pembayaran telepon, air, listrik, internet, gas,
jasa kebersihan dan anggaran darurat untuk korban bencana alam.10
10
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/24/18464701/Kisruh.APBD.Antisipasi.Banjir.Jaka
rta.Pakai.Anggaran.Ini diakses tanggal 3 Oktober 2017 pukul 1:30 WIB.
8
Masalah tarik ulur kepentingan dalam penyusunan dan penetapan APBD
di setiap kabupaten dan kota ini harus menjadi perhatian bagi para elit-elit di
pemerintahan dan dampaknya bagi semua kinerja pemerintahan harus
diperhatikan. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk membahas mengenai
pelaksanaan fungsi anggaran DPRD kota yang dituangkan dalam penelitian
berjudul ―PENGATURAN FUNGSI ANGGARAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA ( STUDI
KETERLAMBATAN PENETAPAN APBD DKI 2015 ).”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup mengenai fungsi DPRD dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang
menekankan ada tiga fungsi DPRD yakni Fungsi legislasi, fungsi anggaran
dan fungsi pengawasan, maka penelitian ini hanya menjelaskan pengaturan
fungsi anggaran terhadap penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah khususnya di DKI Jakarta dan peneliti akan mengkaji
lebih dalam dan terfokus pada faktor penghambat pengaturan fungsi anggaran
DPRD DKI Jakarta dalam penetapan APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran
2015.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
9
a. Bagaimana pengaturan fungsi anggaran DPRD DKI Jakartajika terjadi
keterlambatan dalam penetapan APBD ?
b. Bagaimana pengaruh keterlambatan penetapan APBD terhadap
pengelolaan keuangan daerah ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah dan pembatasan masalah diatas,
adapun tujuan ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaturan fungsi anggaran DPRD DKI Jakarta
apabila penetapan APBD DKI Jakarta terlambat.
b. Untuk mengetahui pengaruh dan dampak yang terjadi apabila terjadi
keterlambatan penetapan APBD DKI Jakarta terhadap pengelolaan
keuangan daerah.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
A. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini, yakni :
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan
memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum pada
umumnya dan hukum kelembagaan negara serta tata negara pada
khususnya.
10
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan literatur
dalam dunia kepustakaan mengenai pengaturan fungsi anggaran
DPRD Provinsimaupunkota.
B. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan masukan dan
pertimbangan bagi Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan DPRD DKI
Jakarta dalam penyusunan APBD DKI Jakarta selanjutnya..
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Tinjauan kajian terdahulu merupakan tinjauan atas kepustakaan yang
berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penulisan
skripsi. Dalam penulisan skripsi ini peneliti merujuk pada skripsi-skripsi maupun
penelitian-penelitian yang pernah membahas seputar DPRD. Berikut beberapa
review nya:
Skripsi yang berjudul ― OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM PENINGKATAN OTONOMI
DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO‖, ditulis oleh Harum Qorinatul Zuhro
dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013. Dalam skripsi ini membahas tentang peningkatan kembali (
optimalisasi ) peran dan fungsi DPRD dalam peningkatan otonomi daerah dan
faktor-faktor yang mendukung optimalisasi peran dan fungsi DPRD dalam
peningkatan otonomi daerah adapun dalam penulisan penelitian penulis ini
11
membahas mengenai pengaturan fungsi anggaran DPRD DKI Jakarta dalam hal
keterlambatan penetapan APBD tahun 2015.
Skripsi yang berjudul ― Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD ) Periode 2009-2014 Terhadap Pengelolaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Subang‖, ditulis oleh
Ilham Fatma Setiawan dari Fakultas syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Skripsi ini membahas mengenai
pelaksanaan fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD Kabupaten Subang
terhadap pengelolaan APBD kabupaten Subang. Dalam penelitian penulis
membahas mengenai fungsi anggaran DPRD DKI Jakarta hal keterlambatan
penetapan APBD tahun 2015 yang tentunya berbeda dengan fungsi pengawasan
DPRD.
Buku yang berjudul ― Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
di Indonesia”, ditulis oleh Josef Riwu Kaho. Dalam buku ini menjelaskan
hubungan kewenangan, keuangan dan pengawasan antara Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat sementara dalam skripsi penulis membahas mengenai pelaksaan
fungsi anggaran yang termasuk dalam hubungan kewenangan antara pemerintah
daerah dengan DPRD kabupaten/kota.
Jurnal hukum yang berjudul, Fungsi Pengawasan DPRD di Era Otonomi
Daerah, di tulis oleh Liky Faizal dalam Jurnal TAPIs Vol. 7 No. 13 Juli –
Desember 2011 IAIN Raden Intan. Jurnal ini membahas mengenai fungsi
pengawasan DPRD di era otonomi daerah berserta kewenangan DPRD.
12
Sedangkan skripsi yang penulis susun membahas mengenai fungsi anggaran
DPRD yang mana tentu berbeda dengan fungsi pengawasan DPRD.
E. Kerangka Konseptual
Dalam pembahasan ini disampaikan suatu rangkaian definisi secara
analitis dengan memberikan kejelasan secara terang mengenai konsep-konsep
yang digunakan dalam penelitian ini:
Fungsi anggaran DPRD yakni menyusun Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah bersama pemerintah Daerah dan menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah bersama pemerintah Daerah.
DPRD kabupaten/kota merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat daerah
yang berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota yang
dipilih melalui partai politik dan dipilih langsung oleh masyarakat.11
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1
Januari sampai 31 Desember.12
F. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang konkret dan hasil yang diharapkan, maka
penulisan penelitian ini menggunakan metode-metode dalam penelitian, yakni:
11
Riduan Syahrani, Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, ( Bandung: Alumni),
2009, h. 49
12
B. N. Marbun, Otonomi Daerah 1945-2010: Proses dan Realita, ( Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan ), 2010, h. 162
13
1. Jenis Penelitian
Tipe penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini ialah
yuridis normatifdalam pengaturan fungsi anggaran DPRD dalam kasus
keterlambatan penetapan APBD DKI Jakarta tahun 2015.Dalam kaitannya,
penulis mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
terkait, gejala hukum serta norma-norma yang ada dalam masyarakat.
2. Pendekatan Masalah
Dalam hal ini peneliti melakukan pendekatan normatif empiris,
pendekatan ini merupakan penggabungan antara pendekatan hukum
normatif dengan adanya penambahan berbagai empiris. Metode penelitian
normatif empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif
(undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang
terjadi dalam suatu masyarakat.13
3. Bahan Hukum
Sumber data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Data primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang
berarti memiliki otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan atau putusan-putusan hukum.14
Bahan
13
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), (Jakarta: Rajawali Press), 2011, h. 14-15.
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana), 2010, hal. 141
14
hukum primer yang ada dalam tulisan ini yakni UU nomor 23 tahun
2014 tentang Pemda dan UU nomor 17 tahun 2003 tentang
Pengelolaan keuangan
b. Bahan Hukum Sekunder
Data sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen resmi. Sebagai bahan hukum sekunder
terutama ialah buku teks, kamus hukum, jurnal hukum dan komentar
atas putusan pengadilan.15
c. Bahan non Hukum
Merupakan bahan atau rujukan yang memberi petunjuk atau
penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
Seperti kamus hukum, ensiklopedia, berita hukum dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan ini terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder serta bahan non hukum yang telah di dapatkan
kemudian dipadukan dan disusun sesuai dengan hierarkinya.
5. Pengolahan dan Teknik Analisis Data
Setelah bahan-bahan hukum yang diperoleh, meliputi bahan hukum
primer maupun sekunder, penulis melakukan pengolahan data dengan cara
memeriksa informasi atau data yang diperoleh dari berbagai peraturan
perundangan terkait . Kemudian menghubungkan antara data primer dan
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, ( Jakarta: Kencana ), 2008, h.141.
15
sekunder serta bahan non hukum, kemudian dilakukan proses editing
untuk meneliti kembali serta mengoreksi terhadap hasil penelitian hingga
menghasilkan kesimpulan.
Analisis data dalam penelitian ini ialah bersifat kualitatif. Analisis
data ialah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola,
kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
di rumuskan hipotesis kerja yang sesuai.16
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi yang disusun oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan penjelasan menyeluruh tentang isi skripsi, maka
sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:
BAB I, Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan latar belakang masalah,
perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan, tinjauan ( review ) kajian terdahulu, keraangka teori dan
konseptual, metode penelitian, sistematika penulisan dan daftar pustaka
sementara.
16
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya), 2005, h. 186
16
BAB II, Tinjauan Umum.Dalam bab ini menerangkan Pengertian
Pengaturan, pengertian fungsi, pengertian anggaran, tugas, wewenang dan
fungsi DPRD, dasar hukum DPRD, fungsi Anggaran DPRD, APBD,
fungsi APBD.
BAB III, Gambaran Umum DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta .dalam
bab ini diuraikan mengenai gambaran umum Pemerintahan Kota DKI
Jakarta, sejarah DKI Jakarta, konsidi geografis dan keadaan demografis,
gambaran umum DPRD DKI Jakarta.
BAB IV,Pengaturan Fungsi Anggaran DPRD dan Keterlambatan dalam
penetapan APBD DKI tahun 2015. Dalam bab ini menjelaskan pengaturan
fungsi anggaran DPRD dalam duduk perkara keterlambatan, faktor
penghambat fungsi anggaran DPRD serta analisis keterlambatan dalam
penetapan APBD DKI tahun 2015.
BAB V, Penutup. Berisi kesimpulan dan saran penulis yang didapatkan
berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya
17
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Pengertian Pengaturan Fungsi Anggaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengaturan merupakan suatu cara
untuk mengatur sesuatu.Menurut Kamus Manajemen, pengaturan diartikan
sebagai penjagaan kegiatan agar tetap mengikuti arah yang sudah ditetapkan, atau
pemberian arah baru kepada kegiatan jika penilaian prestasi (karya) dan analisis
menuntutnya.1
Fungsi ialah kegiatan pokok yang dilakukan dalam suatu organisasi atau
lembaga. Adapun menurut J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, mengemukakan fungsi adalah jabatan atau kedudukan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fungsi diartikan sebagai jabatan
(pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan suatu hal. Sementara menurut para ahli
yakni Liang Gie, fungsi diartikan sebagai sekelompok ativitas yang tergolong
pada jenis yang sama berdasarkan sifatnya, pelaksanaan ataupun pertimbangan
lainnya. Senada dengan pengertian tersebut, Sutarto dalam skripsi Nining yang
berjudul ―Analisis Kesesuaian Tugas Pokok dan Fungsi dengan Kompetensi”,
fungsi merupakan rincian tugas yang sejenis atau erat hubungannya satu sama lain
untuk dilakukan oleh seorang pegawai tertentu yang masing-masing berdasarkan
sekelompok aktivitas sejenis menurut sifat atau pelaksanaannya.
1B.N Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), 2003, h. 239
18
Menurut Kamus Manajemen, fungsi diartikan sebagai bagian utama dari
cabang kerja yang selanjutnya terbagi menjadi aktivitas.2
Maka bisa disimpulkan bahwa fungsi merupakan suatu guna dari hal (objek).
Jika objeknya ialah anggaran maka fungsi anggaran merupakan bagaimana suatu
anggaran akan dijalankan secara rinci dan akuntabel dan dilaksanakan
berdasarkan fungsi nya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, anggaran merupakan perkiraan atau
perhitungan maupun taksiran mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang
diharapkan untuk periode yang akan datang.3 Sementara menurut Kamus
Manajemen, anggaran merupakan rancangan penjatahan sumberdaya yang
dinyatakan dengan angka biasanya dalam satuan uang. Dalam praktiknya,
anggaran adalah sebuah perkiraan pendapatan dan pengeluaran untuk masa
mendatang dari satu kegiatan atau usaha.4
B. Fungsi Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Fungsi anggaran merupakan fungsi DPRD dalam membahas dan menyetujui
peraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Fungsi anggaran (penganggaran) ini merupakan fungsi DPRD yang cukup
strategis dalam konteks pembangunan daerah untuk kepentingan masyarakat.
Salah satu indikator keberpihakan pemerintah daerah kepada masyarakat adalah
dengan melihat anatomi dan komposisi APBD yang disusun pihak eksekutif
2B.N Marbun, Kamus Manajemen, h. 79.
3Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Gramedia), 2008, h. 63
4B.N Marbun, Kamus Manajemen,h. 22.
19
bersama DPRD. Dalam tradisi politik anggaran di berbagai daerah, menunjukkan
sekitar 60-70 persen dialokasikan untuk belanja rutin aparatur birokrasi,
sedangkan sisanya diperuntukkan untuk masyarakat melalui belanja publik atau
pembangunan. Dengan kata lain, ini menunjukkan ada something wrong dalam
pengelolaan uang rakyat yang dikelola elit daerah.
Secara definitif, anggaran dapat diartikan sebagai rencana keuangan dalam
hal ini daerah selama satu tahun yang berisi tentang pengeluaran dan sumber
pendapatannya. Secara konsep, anggaran berarti suatu dokumen perencanaan yang
memuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif dalam bidang keuangan.
Sebuah rencana keuangan yang baik adalah ketika anggaran dapat memenuhi
aspirasi dan kebutuhan masyarakat daerah setempat.5
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, fungsi anggaran daerah
terdiri atas otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi dan distribusi. Dalam
konteks ini, Fitra membagi menjadi tiga fungsi utama dalam rangka menciptakan
kesejahteraan masyarakat, yakni fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi
stabilisasi.
Pertama, fungsi alokasi, anggaran merupakan sarana untuk penyediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Selain itu juga, sarana untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas pemerintahan dan pembangunan. Kedua, fungsi
distribusi, penyusunan anggaran merupakan mekanisme pembagian secara merata
dan berkeadilan atas berbagai sumberdaya yang dimiliki suatu masyarakat dan
pemanfaatannya. Ketiga, fungsi stabilisasi, penyusunan anggaran daerah dapat
5Sirajuddin, dkk, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah ( Sejarah, Asas,
Kewenangan, dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah), (Malang: Setara Press),
2016, h. 171
20
digunakan untuk menjaga stabilitas ekonomi seperti penciptaan lapangan
pekerjaan, dan pengendalian laju inflasi. Laju inflasi bisa ditekan, maka akan
meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong adanya pertumbuhan
ekonomi. Dampak lanjutnya, akan mendorong terciptanya lapangan kerja yang
bisa menyerap tenaga kerja sehingga angka pengangguran bisa diminimalisasi.
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang, anggaran juga memiliki
fungsi otorisasi, artinya pemerintah diberi otoritas oleh rakyat melalui wakil-
wakilnya untuk membelanjakan sejumlah dana publik sesuai yang tertulis dalam
APBD. Berdasarkan fungsi ini, maka pemerintah tidak diperkenankan
membelanjakan diluar yang dianggarkan, atau melakukan pengeluaran tanpa
adanya anggaran yang telah ditetapkan secara legal.6
Pelaksanaan fungsi anggaran DPRD di wujudkan dengan membahas dan
menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah bersama kepala
daerah. Menurut pasal 99 ayat (2) UU Pemda, fungsi anggaran dilaksanakan
dengan cara:
1. Membahas KUA dan PPAS yang disusun oleh gubernur berdasarkan
RKPD;
2. Membahas rancangan Perda Provinsi tentang APBD Provinsi;
3. Membahas rancangan Perda Provinsi tentang perubahan APBD
Provinsi;
4. Membahas rancangan Perda Provinsi tentang Pertanggungjawaban
APBD Provinsi
6Sirajuddin dkk, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah( Sejarah,Asas, Kewenangan,
dan Pengawasan Penyelenggaran Pemerintah Daerah), h. 172.
21
C. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Keberadaan lembaga legislatif kuno dapat ditelusuri ke masa Yunani kuno.
Warga Athena yang menjadi anggota (Ekklesia) mempunyai kesempatan untuk
mempengaruhi pembentukan kebijakan, meskipun sebagian kecil dari mereka
mendominasi sidang dewan tersebut. Dewan yang mendampingi ―Badan
Limaratus‖(Vouli ton Pentakosion) selaku badan eksekutif ini, bertugas
mempertimbangkan keputusan badan eksekutif tersebut dan mengeluarkannya
dalam bentuk melalui perdebatan anggota.
Lembaga legislatif dalam bentuknya sekarang bermula di Inggris di
penghujung abad XII dimana Magnum Concilium sebagai dewan kaum feodal
dinamakan parlemen sebagai wadah para baron atau tuan tanah untuk mebahas
segala sesuatu termasuk mendapatkan kesepakatan untuk meningkatkan
kontribusinya untuk kerajaan. Sampai penghujung abad XIV barulah parlemen
dimanfaatkan oleh raja Inggris sebagai badan konsultasi dalam pembuatan
undang-undang. Lalu di awal abad XV parlemen berfungsi sebgai badan pembuat
hukum sungguhpun dari sisi keanggotaan lembaga tersebut blum sepenuhnya
sebagai badan perwakilan rakyat. Parlemen yang sekaligus sebagai pembuat
hukum dan badan perwakilan melalui pemilihan baru berlangsung pada dalam
abad XVIII di Inggris.7
Adapun fungsi pokok dari lembaga perwakilan (parlemen) itu pertama-tama
adalah pengawasan terhadap eksekutif, baru setelah itu fungsi legislatif dan fungsi
anggaran. Diantara bentuk bentuk yang penting dalam rangka pengawasan ialah:
7Paimin Napitupulu, Peran dan Pertanggungjawaban DPR: Kajian di DPRD DKI
Jakarta,(Bandung: Alumni), 2005, h. 32.
22
(1) Mengangkat dan memberhentikan kabinet; (2) hak menetukan dan mengawasi
anggaran dan keuangan; (3) melindungi hak milik dan kekayaan warga
masyarakat; (4) menyelenggarakan forum perdebatan parlemen; (5) melakukan
dengar pendapat; (6) hak interpelasi dan pertanyaan; (7) melaksanakan fungsi
pemerintahan secara bersama; DPRD memiliki tugas dan wewenang sebagai
berikut:
a. Tugas dan wewenang DPRD
Dalam UUD 1945, jelas disebutkan adanya institusi pemerintahan daerah
provinsi yang terdiri atas jabatan Gubernur dan institusi DPRD Provinsi.
Kedua institusi, jabatan gubernur dan DPRD Provinsi itu secara bersama-
sama disebut oleh UUD 1945 sebagai pemerintahan daerah. Dalam pasal
18 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan, ― Negara Kesatuan republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap tiap provinsi, kabupaten dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
Pemerintahan daerah provinsi mempunyai gubernur dan DPRD provinsi,
pemerintahan daerah kabupaten mempunyai bupati dan DPRD kabupaten,
dan pemerintahan daerah kota mempunyai walikota dan DPRD kota.8
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya DPRD merujuk pada Pasal
41 dan 42 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 juncto Undang-
Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam
Undang-Undang tersebut ditentukan bahwa DPRD memiliki fungsi
8Jimly Ashiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
(Jakarta: Sinar Grafika), 2010, h.239
23
legislasi, anggaran dan pengawasan. Mengenai tugas dan wewenangnya,
ditentukan dalam Pasal 42 ayat (1), yaitu:
1. Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk
mendapat persetujuan bersama;
2. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama
dengan kepala daerah;
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD,
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
4. Mengusulkan pengangkatan dan perberhentian kepala daerah kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan
kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur bagi DPRD
kabupaten/kota;
5. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil kepala daerah
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah
dalam penyelenggaran pemerintahan daerah;
9. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
24
10. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaran pemilihan kepala daerah;
11. Memberikan persetujauan terhdap rencana kerjasama antar daerah dan
dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Disamping itu, oleh Undang-Undang ditambahkan pula bahwa selain
tugas dan wewenang di atas, DPRD melaksanakan tugas dan wewenang
lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Artinya, selain ke
11 jenis tugas dan wewenang yang tersebut pada pasal 42 ayat (1) itu,
tugas dan wewenang DPRD masih dapat ditambah lagi dengan peraturan
perundang-undangan.9
b. Dasar hukum fungsi anggaran DPRD
Jika gubernur adalah kepala pemerintah daerah provinsi atau kepala
pemerintahan eksekutif, maka apakah status hukum DPRD provinsi?
Dapatkah DPRD provinsi disebut sebagai lembaga legislatif atau lembaga
pembentuk peraturan daerah provinsi atau lembaga penyusun dan
menetapkan APBD provinsi ? Soal ini penting karena sudah menjadi
kebiasaan umum di antara teoritisi dan praktisi bahwa fungsi kekuasaan di
beda bedakan menurut kategori kekuasaan ala Montesquieu ke dalam tiga
cabang kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Secara normatif, fungsi DPRD telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
9Jimly Ashiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, h.
254.
25
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (UUMD3). Dalam pasal 316 disebutkan bahwa DPRD
mempunyai tiga fungsi, pertama fungsi legislasi, fungsi anggaran dan
fungsi pengawasan.
Dalam pasal 96 ayat (1) Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan DPRD provinsi mempunyai fungsi
pembentukan perda, anggaran dan pengawasan. Ketiga fungsi ini
dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di daerah provinsi serta
harus menjaring aspirasi rakyat.
D. APBD dan Fungsi APBD
Dr. M. Suparmoko dalam bukunya Keuangan Negara dalam Teori dan
Praktek, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan anggaran (budget) ialah
suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran
negara atau kota yang diharapka dalam jangka waktu satu tahun.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, selanjutnya di sebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.10
Menurut Permendagri Nomor 37 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan
APBD tahun anggaran 2015, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
selanjutnya disebut APBD, ialah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan di
tetapkan dengan peraturan daerah.
10
Herry Kamaroesid, Sistem Administrasi Anggaran Negara, (Medan: Mitra Wacana
Media), 2013,h. 2
26
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara, APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi.
Fungsi otorisasi mempunyai arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Fungsi
perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan, Fungsi
pengawasan berarti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan
yang telah di tetapkan, Fungsi alokasi berarti bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan-pemborosan sumber
daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian, Fungsi distribusi
berarti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan serta Fungsi stabilisasi berarti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.11
Berdasarkan Undang-Undang, APBD dibuat pihak eksekutif, di bahas
bersama DPRD dan disahkan bersama DPRD. Artinya APBD yang dibuat
eksekutif akan sah memiliki legitimasi jika sudah mendapatkan pengesahan dari
pihak DPRD. Dalam konteks ini, fungsi DPRD tidak hanya sekedar budgeting
semata, namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana DPRD melakukan
fungsi kontrol budgeting secara maksimal. Artinya, DPRD tidak hanya membahas
11
Herry Kamaroesid, Sistem Administrasi Anggaran Negara, h. 23-24.
27
dan memberikan pengesahan APBD, namun juga mengawasi realisasi berjalannya
APBD dan mengawal agar program dan alokasi anggarannya bisa dilaksanakan
sesuai program yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, program dan alokasi
anggarannya bisa tepat sasaran dan tidak mengalami penyimpangan dan
kebocoran.
Fungsi kontrol budgeting ini sangat penting, karena selama ini DPRD dinilai
publik tidak saja lemah dari sisi fungsibudgeting, tapi juga dalam fungsi kontrol
budgetingnya. Berbagai penyimpangan dan kebocoran anggaran di berbagai dinas
dan lembaga DPRD menunjukkan akan hal itu. Bahkan menurut almarhum
begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikusumo, setiap tahun
APBN/APBD kita mengalami kebocoran sebesar 30 persen. Lemahnya fungsi ini,
yang kemudian berdampak luas, salah satu yang paling signifikan adalh
rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan pelayanan dasar ( pendidikan dan
kesehatan) semakin terbengkalai.12
12
Sirajuddin dkk, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah, h. 172-173
28
BAB III
PROFIL PEMERINTAHAN DKI JAKARTA DAN DPRD DKI
JAKARTA
A. Gambaran Pemerintahan DKI Jakarta
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut undang-
undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati
pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur di dalam undang-
undang. Negara pun menghormati dan mengakui hak-hak khusus dan istimewa itu
sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi DKI Jakarta
sebagai pemerintahan yang bersifat khusus dan kedudukannya sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan daerah otonomi yang memiliki fungsi
dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintah negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
diberikan khusus tugas, hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah dan sebagai tempat kedudukan
perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. Hal ini
juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota NKRI, selanjutnya di
sebut UU Pemprov DKI pada pasal (3), pasal (4) dan Pasal (5) yang berbunyi:
―Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia” (Pasal 3)
29
“Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada
tingkat provinsi” (Pasal 4)
“Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban dan tanggung jawab
tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan
perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional” (pasal
5)
Provinsi DKI Jakarta merupakan kota dengan banyak peran, yaitu sebagai
pusat pemerintahan, pusat kegiatan perekonomian, pusat perdagangan, pusat jasa
perbankan dan keuangan, dan juga sebagai gerbang utama wisatawan manca
negara. Dengan kondisi tersebut, maka pembangunan di wilayah DKI Jakarta
mempunyai potensi yang besar, tantangan dan permasalahan yang lebih kompleks
dibandingkan daerah lain. Untuk mengembangkan potensi-potensi dan menangani
tantangan serta permasalahan yang tersebut, diperlukan suatu perencanaan
pembangunan yang terarah, terpadu, dan menyeluruh dengan memperhatikan 4
(empat) pilar pembangunan yaitu pilar Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan Hidup
yang didukung oleh pilar Aparatur atau Birokrasi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh Gubernur dibantu oleh Wakil
Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah yang harus memperoleh suara lebih dari 50% suara sah
( Pasal 10 dan Pasal 11 ayat (1) UU Pemprov DKI).
Perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta terdiri atas sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kota
administrasi/kabupaten administrasi, kecamatan dan kelurahan.(Pasal 14 ayat (1)
UU Pemprov DKI)
30
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2013-2017 adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah 5
(lima) tahunan yang menjabarkan visi, misi dan program Gubernur terpilih pada
Pemilihan Gubernur (Pilgub) Tahun 2012. Untuk mencapai tujuan pembangunan
daerah, maka visi, misi dan program tersebut dijabarkan melalui strategi
pembangunan daerah berupa kebijakan dan program pembangunan, beserta
kerangka pendanaan pembangunan serta kaidah pelaksanaannya.
Sebagai dokumen perencanaan pembangunan daerah, RPJMD Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2013-2017 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
perencanaan pembangunan nasional sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2005-2025, Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun
2010-2030, dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014.
Penyusunan RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 dilakukan
melalui 5 (lima) pendekatan, yaitu pendekatan teknokratik, partisipatif, politik,
atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-up). Pendekatan teknokratik
dilakukan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah, dan diskusi
dengan para pakar dan tenaga ahli yang kompeten sesuai dengan substansi yang
dibutuhkan RPJMD.
31
Pendekatan partisipatif dalam penyusunan RPJMD Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2013-2017 dilaksanakan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam forum konsultasi publik dan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) untuk mendapatkan aspirasi yang dapat
dipertanggungjawabkan dan mewujudkan rasa memiliki dokumen perencanaan
pembangunan ini. Sedangkan pendekatan politik dilakukan melalui penyusunan
visi, misi dan program pembangunan oleh Gubernur terpilih, serta dengan proses
konsultasi dan pembahasan dengan anggota DPRD.
Selanjutnya, pendekatan atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-up)
dalam penyusunan RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 dilaksanakan
menurut jenjang pemerintahan di Provinsi DKI Jakarta. Hasil dari proses ini
selanjutnya diselaraskan dalam Musrenbang yang melibatkan para stakeholder,
yang ada di Provinsi DKI Jakarta.1 Pemerintah Provinsi DKI Pada saat karya
ilmiah ini di buat dipimpin oleh Gubernur Ir. Basuki Tjahaja Purnama dan Wakil
Gubernurnya Djarot Saiful Hidayat.
B. Kondisi geografis dan keadaan demografis
Provinsi DKI Jakarta berada pada posisi geografis antara 106.22’42‖ dan
106.58’18‖ Bujur Timur, serta antara 5.19’12‖ dan 6.23’54‖ Lintang Selatan
dengan keseluruhan luas wilayah 7.659,02 km², meliputi 662, 33 km² daratan,
termasuk 110 pulau di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan 6.977,5
km² lautan.
1http://www.jakarta.go.id/v2/news/2013/11/latar-belakang-2013-2017#.V-FuP0aVM1U
di akses tanggal 21 September 2016 pukul 2:34 WIB
32
Provinsi DKI Jakarta terbagi dalam lima kota Administrasi dan satu
Kabupaten Administrasi. Kota Administrasi Jakarta Pusat memiliki luas 48,13
km²; Kota Administrasi Jakarta Utara dengan luas 146,66 km²;Kota Administrasi
Jakarta Barat dengan luas 129,54 km²; Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan
luas 141,27 km² dan kota Administrasi Jakarta Timur dengan luas 188,03 km²,
serta Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan luas 8,70 km².
Secara administrasi kewilayahan, masing-masing kota dan Kabupaten
Administratif di bagi menjadi beberapa kecamatan. Masing-masing kecamatan
tersebut di bagi menjadi beberapa kelurahan. Kota Administratif Jakarta Pusat
terdiri dari 8 kecamatan, 44 kelurahan, 394 RW dan 4.668 RT. Kota Administratif
Jakarta Utara terdiri atas 6 kecamatan, 31 keluarahan, 431 RW dan 5.072 RT.
Selanjutnya Kota Administratif Jakarta Barat terdiri dari 8 kecamatan, 56
kelurahan, 580 RW dan 6.409 RT. Kota Administratif Jakarta Selatan terdiri dari
10 kecamatan, 65 keluarahan, 576 RW dan 6.128. kemudian Kota Administratif
Jakarta Timur terdiri atas 10 kecamatan, 65 kelurahan, 700 RW dan 7.886 serta
Kabupaten Kepulauan Seribu yang hanya terdiri dari 2 kecamatan, 6 kelurahan, 24
RW dan 116 RT.2
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Provinsi DKI Ibukota Jakarta memiliki batas-batas yaitu
sebelah utara dengan Laut Jawa, sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi dan
2http://www.jakarta.go.id/v2/news/category/geografis-jakarta diakses tanggal 19 April
2017 pukul 2:38 WIB
33
Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat, sebelah selatan dengan Kota Depok dan sebelah
barat dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.
Secara demografi, pada tahun 2006, penduduk DKI Jakarta berjumlah
8.961.680 jiwa, sedangkan pada tahun 2011 jumlah penduduk bertambah menjadi
10.187.595 jiwa. Dari keseluruhan jumlah, penduduk laki-laki sebanyak
5.252.767 jiwa dan perempuan sebanyak 4.934.828 jiwa, dengan seks ratio 106.
Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta pada periode 2000-2010 sebesar
1,42 persen per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun
1990-2000 hanya sebesar 0,78 persen per tahun.3
DPRD DKI Jakarta mempunyai 106 anggota yang tersebar di beberapa
Daerah Pemilihan (Dapil). Ada 10 Dapil Anggota DPRD DKI Jakarta yakni:4
1. Dapil Kota Administrasi Jakarta Pusat
Dapil ini mencakup Kecamatan Cempaka Putih, Gambir, Johar Baru,
Kemayoran, Menteng, Sawah Besar, Senen dan Tanah Abang.5
Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih periode 2014-2019 yang terpilih:
Bestari Barus (Nasdem)
Mualif ZA (PKB)
A Zairofi (PKS)
Prasetio Edi Marsudi (PDIP)
Pandapotan Sinaga (PDIP)
3http://www.jakarta.go.id/v2/news/category/demografi-jakarta diakses tanggal 19 April
2017 pukul 2:36 WIB
4https://kpujakarta.wordpress.com/data/ diakses tanggal 2 Agustus 2017 pukul 14:20 WIB
5http://kpujakarta.blogspot.co.id/p/dapil.html diakses tanggal 2 Agustus 2017 pukul 14:19
WIB
34
Elyzabeth CH Mailoa (PDIP)
Agustiar (Golkar)
Iman Satria (Gerindra)
Fajar Sidik ( Gerindra)
Taufiqurrahman (Demokrat)
Riano Ahmad (PPP)
Verry Yonnevil (Hanura)
2. Dapil Kota Adm. Jakarta Utara dan Kab. Adm. Kep. Seribu
Dapil ini mencakup Kecamatan Koja, Kelapa Gading, Cilincing, Kep.
Seribu Utara dan Kep. Seribu Selatan.
Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih periode 2014-2019 yang terpilih:
Subandi (Nasdem)
Yusriah Dzinnun (PKS)
Jhonny Simajuntak (PDIP)
Meity Magdalena (PDIP)
Ramly HIM (Golkar)
Aristo Purboaji (Gerindra)
Neneng Hasanah (Demokrat)
Maman Firmansyah (PPP)
Syarifuddin (Hanura)
3. Dapil kota Adm. Jakarta Utara
Dapil ini mencakup kecamatan Tanjung Priok, Pademangan dan
Penjaringan.
35
Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih periode 2014-2019 yang terpilih:
Hasan Basri Umar (Nasdem)
Abdul Aziz (PKB)
Tubagus Arif (PKS)
Ida Mahmudah (PDIP)
Steven Setiabudi (PDIP)
Gani Suwondo (PDIP)
M. Taufik (Gerindra)
Santoso (Demokrat)
Zainuddin (Hanura)
4. Dapil kota Adm. Jakarta Timur
Dapil ini mencakup kecamatan Cakung, Pulo Gadung dan Matraman.
Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih periode 2014-2019 yang terpilih:
Hasbiallah Ilyas (PKB)
Sudirman (PKB)
Selamat Nurdin (PKS)
Dwi Rio Sambodo (PKS)
Johnni A Hutapea (PDIP)
Yudistira Hermawan (Golkar)
Prabowo Soenirman (Gerindra)
Ferrial sofyan (Demokrat)
Nina Lubena (PPP)
M Sangaji (Hanura)
36
5. Dapil kota Adm. Jakarta Timur
Dapil ini mencakup kecamatan Duren Sawit, Jatinegara dan Kramat Jati.
Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih periode 2014-2019 yang terpilih:
Abd. Suhaimi (PKS)
Pantas Nainggolan (PDIP)
Syahrial (PDIP)
Taufik Azhar (Golkar)
Taufik Hediawan (Gerindra)
Mujiono (Demokrat)
Bambang Kusmanto (PAN)
Belly Bilallusalam (PPP)
Syamsudin (PPP)
Farel Silalahi (Hanura)
6. Dapil kota Administrasi Jakarta Timur 2
Dapil ini mencakup kecamatan Duren Sawit, Jatinegara dan Kramat Jati.
Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih periode 2014-2019 yang terpilih:
Dite Abimanyu (PKS)
William Yani (PDIP)
Manuara Siahaan (PDIP)
Tandanan Daulay (Golkar)
M. Sanusi (Gerindra)
Syarif (Gerindra)
Misan Samsuri (Demokrat)
37
Johan Musyawa (PAN)
Matnoor Tindoan (PPP)
M. Guntur (Hanura)
7. Dapil kota Administrasi Jakarta Selatan
Dapil ini mencakup Kecamatan Setia Budi, Kebayoran Baru, Kebayoran
Lama, Pesanggrahan dan Cilandak.
Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih periode 2014-2019 yang terpilih:
Triwisaksana (PKS)
Gembong Warsono (PDIP)
Rikardo (PDIP)
Indrawati Dewi (PDIP)
Asraf Ali (Golkar)
Abdul Goni (Gerindra)
Nuraina (Gerindra)
Lucky PS (Demokrat)
Ichwan Jayadi (PPP)
Ruslam Amsyari (Hanura)
8. Dapil Kota Adm. Jakarta Selatan
Dapil ini mencakup kecamatan Tebet, Mampang Prapatan, Pancoran,
Pasar Minggu dan Jagakarsa. Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih periode
2014-2019 yang terpilih:
Darusslam (PKB)
Rifkoh Abriani (PKS)
38
Achmad Yani (PKS)
Panji Virgianto (PDIP)
Yuke Yurike (PDIP)
Sereida Tambunan (PDIP)
Zainuddin (Golkar)
Seppalga Ahmad (Gerindra)
Endah Setia Dewi (Gerindra)
Achmad Nawawi (Demokrat)
Rendhika Harsono (PPP)
Wahyu Dewanto (Hanura)
9. Dapil Kota Adm. Jakarta Barat
Dapil ini mencakup kecamatan Kalideres, Cengkareng dan Tambora.
Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih periode 2014-2019 yang terpilih:
Inggard Joshua (Nasdem)
Ahmad Ruslam (PKB)
Rois HS (PKS)
Ong Yenny (PDIP)
Siegrieda Lauwani (PDIP)
Cinta Mega (PDIP)
Bimo Hastoro (PDIP)
Khotibi Achyar (Golkar)
Rani Maulani (Gerindra)
Nur Afni Sajim (Demokrat)
39
Usman Helmy (PPP)
Fahmi ZH (Hanura)
10. Dapil kota Jakarta Barat
Dapil ini mencakup kecamatan Kembangan, Kebun Jeruk, Palmerah,
Grogol Petamburan dan Tamansari. Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih
periode 2014-2019 yang terpilih:
James A Sianipar (Nasdem)
Nasrullah (PKS)
Merry Hotma (PDIP)
Januarius IP (PDIP)
Petra Lumbun (PDIP)
Raja Netral Sitinjak (PDIP)
Fathi Bin Rahmatulla (Golkar)
Moh Arief (Gerindra)
Rina Aditya S (Gerindra)
M Hasan (Demokrat)
Lulung AL (PPP)
Hamidi AR (Hanura)6
C. Sejarah dan Gambaran umum DPRD DKI Jakarta
Berdasarkan Ordonantie pembentukan sebagaimana termuat dalam Staatsblad
1926 Nomor 366 dan berlaku tanggal 1 Oktober 1926, Gemeente Batavia telah
ditunjuk menjadi Stadsgemeente Batavia dan menyelenggarakan pemerintahan
6http://megapolitan.kompas.com/read/2014/05/13/1035508/Ini.Nama-
nama.Anggota.DPRD.DKI.Periode.2014-2019 diakses tanggal 2 Agustus pukul 15.00 WIB
40
daerahnya menurut SGO. Keanggotaan Gemeenteraad Stadsgemeente sama
dengan pada masa Gemeente Batavia, demikian pula mengenai jumlahnya. Pada
zaman Jepang, sistem pemerintahan pada waktu itu semula tidak terdapat Dewan-
Dewan.
Namun sejak bulan September 1943 terjadi perubahan dalam sistem
pemerintahan Bala Tentara Jepang, yaitu dengan dibentuknya Dewan-Dewan baik
di pusat maupun di daerah yang menjalankan fungsi sebagai Badan Penasehat.
Pada pemerintahan pusat, badan terssebut bernama Tyuuoo Sangi-in dan di daerah
disebut Sangi-in. Selanjutnya, sejak Indonesia merdeka bersamaan dengan Komite
Nasional Indonesia Pusat pada tanggal 29 Agustus 1945, di Jakarta dibentuk pula
Komite Nasional Daerah Kota Jakarta yang kedudukannya diatur dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Pemerintahan Nasional
Daerah. Menurut UU Nomor 1 pasal 2, ditetapkan Komite Nasional Daerah
menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah, yang bersama-sama dan dipimpin oleh
Kepala Daerah menyelenggarakan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya.
Dalam pelaksanaannya, hingga akhir tahun 1946 Badan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Jakarta baru beranggotakan 39 orang. Penyelenggaraan
Pemerintahan Nasional Kota Jakarta ternyata tidak berjalan dengan lancar dan
berakhir pada tanggal 21 Juli 1947, dan berakhir pula masa jabatan Badan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Jakarta yang dibentuk pada awal kemerdekaan
Indonesia.
Berakhirnya Badan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Jakarta bersamaan
dengan mendaratnya tentara pendudukan sekutu pada tanggal 29 September 1945,
41
dimana mulai tanggal 21 Juli 1947 pihak Belanda melancarkan serangan serta
menduduki wilayah-wilayah yang dikuasai oleh RI dan tidak terkecuali
kekuasaan-kekuasaan Pemerintah RI yang berada di kota Jakarta. Pada tanggal 25
Agustus 1948 ditetapkan Ordonantie tentang pengaturan sementara mengenai
aparatur pemerintahan stadsgemeente di Pulau Jawa (Ordonantie Tijdelijke voor
Ziengenbestuur Stadsgemeente Java Stadsblad 1948 Nomor 195) yang bermaksud
untuk membentuk kembali pejabat/dewan. Berdasarkan ketentuan tersebut, Wakil
Tinggi Mahkuta Belanda menerbitkan Staatsblad 1949 Nomor 56 yang
membentuk kembali alat-alat perlengkapan baru yang akan menyelenggarakan
tugas kekuasaan Stadsgemeente Batavia. Keputusan tersebut kemudian
diperbaharui dengan keputusan tanggal 28 Februari 1949 Nomor 13 yang
diumumkan dalam Staatsblad 1949 Nomor 68, menetapkan bahwa semua
wewenang, hak, kewajiban dan pekerjaan lainnya dijalankan oleh
Stadsbestuursraad (Majelis Pemerintahan Kota Jakarta), College van Dagelijks
Bestuur (Badan Pemerintahan Harian), dan Burgemeester. Lebih lanjut dengan
Keputusan Sekretaris van Staat voor Binnenlandse Zaken (Sekretaris Negara
untuk Urusan Dalam Negeri dari Pemerintah Pre-Federal tanggal 3 Maret 1949
Nomor AZ 25/3/7 telah ditetapkan jumlah Anggota Majelis Pemerintahan Kota
Jakarta sebanyak 33 orang. Pada tanggal 27 Desember 1949 berlangsung
pemulihan kedaulatan Indonesia dari tangan Belanda kepada bangsa Indonesia.
Sejak itu berdirilah Republik Indonesia Serikat sebagai suatu negara hukum yang
demokratis dan berbentuk federasi. Stadsgemeente Jakarta sebagai suatu daerah
swatantra di dalam lingkungan wilayah Distrik Federal Jakarta tetap berlangsung
42
menurut ketentuan perundangan desentralisasi yang telah ada sebelum RIS, yaitu
S.G.O dan ―ordonantie tijdelijke voorzienigen bestuur stadsgemeente Java‖.
Demikian pula susunan dan organisasi stadsgemeente masih tetap seperti
sediakala tanpa perubahan.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah masih dilakukan oleh Majelis
Pemerintahan Kota Jakarta, Badan Pemerintahan Harian dan Walikota yang
dibentuk pada zaman Pre-Federal. Sesuai dengan yang telah ditetapkan, bahwa
jangka waktu pelaksanaan tugas Majelis Pemerintahan Kota Jakarta dan Badan
Pemerintahan Harian hanya satu tahun, maka pada tanggal 1 Maret 1950 kedua
badan tersebut meletakan jabatannya. Mengingat dalam jangka waktu 1 tahun
belum dapat dilangsungkan pemilihan untuk membentuk majelis yang baru, maka
untuk mencegah macetnya penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Jakarta,
dengan keputusan presiden tanggal 28 Februari 1950 Nomor 93, ditetapkan bahwa
sambil menanti pengaturan lebih lanjut semua kekuasaan, hak dan kewajiban serta
segala urusan dan pelaksanaan menurut perundang-undangan yang berlaku berada
dalam tangan Dewan Perwakilan Kota dan College van Burgemeesteren
Wethouders dari Gemeente kota Jakarta, untuk sementara diselenggarakan dan
dilaksanakan oleh Walikota. 8 Pemerintahan tunggal tersebut tidak berlangsung
lama, karena Kementrian Dalam Negeri RIS telah melakukan usaha-usaha untuk
membentuk majelis yang baru. Pada akhir bulan Februari 1950, Kementrian
mengadakan pertemuan dengan pelbagai partai politik dan organisasi lain. Dalam
pertemuan disetujui pembentukan sebuah Panitia pembaharuan Majelis
Pemerintahan Kota Jakarta yang disebut Panitia Tujuh yang bertugas untuk dalam
43
waktu singkat membentuk sebuah majelis baru, yang didalamnya duduk wakil-
wakil dari pelbagai aliran politik dan lainnya yang dapat mencerminkan keadaan
yang sebenar-benarnya dari masyarakat Kota Jakarta pada dewasa itu.
Dalam majelis akan dijamin sekurang-kurangnya 7 kursi untuk partai-partai
politik, dengan demikian pemilihan akan dilangsungkan dalam 2 tahap, yaitu
pertama dipilih terlebih dahulu 7 orang diantara calon-calon yang diajukan oleh
partai-partai politik saja, kemudian baru dilakukan pemilihan 18 orang lainna dari
semua calon yang dikemukakan. Berdasarkan pemilihan yang diikuti oleh 177
organisasi, terdapat 25 orang calon yang mendapat suara terbanyak dan
dinyatakan terpilih. Pada tanggal 9 Maret 1950 selesailah tugas pekerjaan Panitia
Tujuh, dan 25 nama tersebut diatas disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri
RIS untuk disahkan sebagai anggota-anggota Majelis Pemerintahan Kota Jakarta
yang baru. Dengan keputusan Menteri Dalam Negeri RIS tanggal 16 Maret 1950
Nomor B.Z/3/4/13 diangkatlah 25 orang yang diajukan oleh Panitia Tujuh
tersebut menjadi Dewan Perwakilan Kota Sementara dari Kotapraja 9 Jakarta
terhitung mulai tanggal 15 Maret 1950. Pada tanggal 30 Maret 1950 Nomor 203
masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat Kota Sementara diperpanjang selama 6
bulan yaitu hingga 1 Januari 1951, dengan catatan bahwa sebelum tanggal
tersebut harus sudah terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat Kota berdasarkan
pemilihan umum. Menjelang akhir tahun 1950 masih belum diadakan pemilihan
untuk membentuk suatu Dewan Perwakilan Kota yang baru.
Untuk menghindarkan kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah
Kota Jakarta, maka dengan Keppres RI tanggal 27 Desember 1950 Nomor 69,
44
masa jabatan yang semula ditetapkan hingga akhir tahun 1950 diperpanjang untuk
waktu yang tidak ditentukan, dan akan ditetapkan kemudian oleh Menteri Dalam
Negeri berdasarkan atas persiapan-persiapan penyelenggaraan pemilihan umum
anggota Dewan Perwakilan Kota tersebut. Dewan Perwakilan Kota Sementara
yang dibentuk pada zaman RIS ternyata sifatnya 1966 –1969 menggunakan
gedung Bouw Ploeg Maatschappy tidak sementara sebagaimana disebutkan daam
namanya, karena dapat mencapai umur 6,5 tahun yaitu sampai tanggal 31
Agustus1956, selama jangka waktu tersebut telah terjadi perubahan dalam
susunannya. Pemerintah Pusat mengeluarkan undang-undang tahun 1956 Nomor
14 yang mengatur pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan
Pemerintahan Daerah Peralihan di daerah-daerah berdasarkan pertimbangan
jumlah suara yang diperoleh dalam pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat
(Parlemen) yang baru di daerah masing-masing.
DPRD Peralihan bubar sesudah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas dasar
pemilihan umum dilantik, atau selambat-lambatnya 1 tahun setelah Undang-
Undang 1956/14 diundangkan. Undang-undang tersebut ditetapkan tanggal 17 Juli
1956. Jadi masa jabatan DPRD Peralihan hanya sampai tanggal 17 Juli 1957.
Akan tetapi jangka waktu 1 tahun tersebut dihapuskan karena tidak ada daerah
yang dapat membentuk DPRD dengan jalan pemilihan sebelum tanggal 17 Juli
1957. Selanjutnya ditetapkan bahwa masa jabatan DPRD Peralihan ialah sampai
dilantiknya DPRD atas dasar Pemilu. Berdasarkan permohonan dimaksud,
Pemerintah telah mengubah UU Nomor 8 Tahun 1957 (LN 1957 Nomor 50 TLN
No. 1274), dimana dasar perhitungan untuk menentukan jumlah anggota DPRD
45
Kotapraja Jakarta Raya menjadi tiap-tiap 45.000 penduduk mempunyai seorang
wakil, dengan minimal 30 dan maksimal 50 anggota. Selanjutnya berdasarkan SK
Mendagri tanggal 20 Mei 1957 Nomor BPU/15/11/10 sebagai pelaksanaan dari
UU Nomor 1 Tahun 1957 Jo. UU Nomor 8 Drt. 1957, jumlah anggota DPRD
sebanyak 41 orang. Kemudian atas dasar pertimbangan dengan kedudukan Jakarta
sebagai Daerah Khusus Ibukota Negara yang ditetapkan dalam Penetapan
Presiden No.2 Tahun 1961 dan UU No. 10 Tahun 1964, yang memiliki
kelengkapan dari berbagai golongan politik dan Golongan Karya di dalam
masyarakat, serta memperhatikan perkembangan jumlah penduduk, maka oleh
Presidium Kabinet Kerja dengan keputusannya tanggal 29 Januari 1964 Nomor
Aa/C/61964 12 telah diadakan perubahan terhadap jumlah keanggotaan DPRD-
GR DKI Jakarta menjadi 50 orang. Sampai pada saat terjadinya penghianatan G-
30-S/PKI Tahun 1965, anggota DPRD-GR DKI Jakarta berjumlah 49 orang,
karena 1 orang anggotanya diberhentikan berhubung dengan pembubaran partai
Murba pada tahun 1964. Jumlah anggota DPRD Periode 1966-1971 berjumlah 39
orang. Dalam periode ini dengan Keputusan DPRD Nomor 9/DPRD-GR/1966
terdapat 11 orang anggota yang berasal dari PKI dipecat, dan berdasarkan surat
Ketua DPRD- GR Nomor 198/I/S/DPRD-GR terdapat 2 orang anggota dari
Partindo diberhentikan kegiatannya sebagai anggota DPRD. Selanjutnya
berdasarkan Kepmen Dagri/Deputi Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi
Daerah Nomor Des.2/12/40-85, terdapat 10 orang anggota DPRD-GR
diberhentikan dengan hortma serta pengangkatan 12 orang anggota baru. Sesuai
46
dengan UU Nomor 16 Th. 1969 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Th. 1970,
jumlah anggota 13 DPRD periode 1977-1982 sebanyak 40 orang.
Dengan landasan UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedaulatan
MPR, DPR dan DPRD, jis. yang disempurnakan menjadi UU Nomor 5 Th. 1975,
serta PP Nomor 2 Th. 1976 yang menggariskan bahwa jumlah anggota DPRD
Tingkat I sekurang-kurangnya 40 orang dan sebanyak-banyaknya 75 orang
dengan perhitungan untuk sekurang-kurangnya 200.000 jiwa penduduk mendapat
seorang wakil, maka keanggotaan DPRD DKI Jakarta masa bhakti 1982-1987
berjumlah 40 kursi. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
dan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 jumlah
anggota DPRD tingkat I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 dan sebanyak-
banyaknya 100 orang. Sedangkan bagi DKI Jakarta ditetapkan sekurang-
kurangnya 60 orang. Oleh karena itu berdasarkan surat Mendagri Nomor 161.31-
860 Th. 1987, anggota DPRD DKI Jakarta masa bhakti 1987-1992 berjumlah 60
orang.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah
kembali dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995, jumlah anggota DPRD I
sebanyak-banyaknya 100 orang dan sekurang-kurangnya 45 orang dan dalam ayat
(4) ditetapkan bahwa jumlah anggota DPRD DKI Jakarta ditetapkan sekurang-
kurangnya 60 orang. Untuk masa bhakti 1992-1997 berdasarkan Kepmendagri
Nomor 47 Tahun 1992 jumlah anggota DPRD DKI Jakarta ditetapakan 75 orang.
47
Selanjutnya, untuk DPRD hasil Pemilu tahun 1997 hanya berusia 14 sekitar 2
tahun, karena terjadinya reformasi disegala bidang yang ditandai dengan
penggantian pimpinan nasional, dilakukannya perubahan terhadap Undang-
Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, tentang
Pemilihan Umum, Partai Politik, Pemerintahan Daerah. Keanggotaan DPRD hasil
Pemilu 1997 ini berjumlah 85 orang. Selanjutnya sebagai hasil Pemilu 1999,
berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, keanggotaan DPRD tetap berjumlah 85 orang
dan pada tahun 2004—2009 Anggota Dewan berjumlah 75 orang. Sedangkan
pada periode tahun 2009—2014 Fraksi DPRD DKI Jakarta berjumlah 10 Fraksi
terdiri dari Fraksi Demokrat 32 Anggota, Fraksi PKS 18 Anggota, Fraksi PDI
Perjuangan 11 Anggota, Fraksi Golongan Karya 7 Anggota, Fraksi Persatuan
Pembangunan 7 anggota, Fraksi Gerindra 6 Anggota, Fraksi Hanura 4 orang
anggota, Fraksi PDS 4 Anggota, Fraksi PAN 4 Anggota, Fraksi PKB 1 Anggota.
Jumlah seluruhnya 94 orang anggota dewan.7
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khusus Ibukota Jakarta (disingkat DPRD
DKI Jakarta) adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. DPRD Provinsi DKI Jakarta memiliki fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan. Selain itu DPRD Provinsi DKI Jakarta juga
memberikan pertimbangan terhadap calon walikota/bupati yang diajukan oleh
Gubernur. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125%
7http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ diakses tanggal 16 November 2016 pukul 17.34
WIB
48
(seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah
penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang. Saat ini
anggota DPRD DKI Jakarta terdiri dari 106 anggota yang dipilih berdasarkan
daftar terbuka dari partai dalam pemilihan umum legislatif 2014. Pemilihan
dilakukan setiap lima tahun sekali bersamaan dengan pemilihan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah serta Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah seluruh Indonesia. Pemilihan umum terakhir dilaksanakan pada 9
April 2014. Jumlah kursi untuk DPRD DKI mengalami peningkatan dari 94 kursi
menjadi 106 kursi dimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi partai
mayoritas dengan perolehan 28 kursi, disusul Partai Gerakan Indonesia Raya
dengan 15 kursi, dan Partai Keadilan Sejahtera dengan 11 kursi.
DPRD DKI Jakarta mempunyai lima komisi yang membidangi perannya
masing-masing. Pertama, Komisi A yang membidangi komisi pemerintahan.
Komisi ini meliputi pemerintahan umum, kepegawaian/aparatur, ketentraman dan
ketertiban, hukum dan perundang-undangan, perijinan, pertanahan, kependudukan
dan catatan sipil, pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana, kesatuan
bangsa dan politik, organisasi dan tata laksana, kepala daerah dan kerjasama luar
negeri, tata pemerintahan, perlindungan masyarakat, pendidikan dan pelatihan
pegawai, kewilayahan, komunikasi, informatika dan kehumasan. Komisi A DPRD
DKI Jakarta di ketuai oleh H. Riano P.Ahmad, SH dengan wakil ketua H. Petra
Lumbun, SH, MH dan Syarif, M. Si sebagai sekretaris. Komisi A berjumlah 21
anggota. Kedua, Komisi B yang membawahi bidang perekonomian. Tugas Komisi
ini meliputi perindustrian dan energi, kelautan dan pertanian, koperasi, usaha
49
mikro, kecil dan menengah dan perdagangan, pariwisata dan kebudayaan,
penanaman modal dan promosi, ketahanan pangan, perhubungan, perikanan,
peternakan, ketenagakerjaan dan trasnmigrasi, pemberdayaan aset/kekayaan
daerah dan perusahaan daerah. Komisi B DPRD DKI Jakarta diketuai oleh H.
Tubagus Arif, S.Ag, M.AP dan Mohammad Sangaji, SH sebagai Wakil Ketua dan
H. Darussalam, SH sebagai Sekretaris. Komisi B berjumlah 22 orang. Ketiga,
Komisi C yang membidangi keuangan. Tugas komisi ini meliputi pengelolaan
keuangan daerah, pelayanan pajak, retribusi perbankan, aset daerah, aset milik
daerah, perusahaan daerah, badan pengelola, perusahaan patungan. Komisi C
diketuai oleh Santoso, SH dan Cinta Mega, SH sebagai wakil ketuanya serta Ir.
James Arifin Sianipar, MM sebagai Sekretaris. Anggota komisi C DPRD DKI
Jakarta sebanyak 15 orang. Keempat, komisi D DPRD DKI Jakarta yang
membidangi Pembangunan. Tugas komisi ini meliputi pekerjaan umum,
perumahan dan gedung pemerintah daerah, tata ruang, pengawasan dan penertiban
bangunan, pertamanan dan pemakaman, kebersihan dan pengelolaan lingkungan
hidup daerah. Komisi D DPRD DKI Jakarta diketuai oleh H. Iman Satria dan H.
Abdurrahman Suhaimi, Lc., MA sebagai wakil ketua serta Panji Virgianto, SS,
SI.Kom sebagai sekretaris. Komisi D DPRD DKI Jakarta berjumlah 22 orang.
Kelima, Komisi E DPRD DKI Jakarta yang membawahi bidang Kesra. Tugas
komisi E DPRD DKI Jakarta meliputi sosial, pendidikan, kesehatan, olahraga dan
pemuda, pemberdayaan masyarakat dan perempuan, perlindungan anak, keluarga
berencana, perpustakaan dan arsip daerah, RSUD dan RSKD, mental dan
spiritual. Komisi E DPRD DKI Jakarta diketuai oleh Pantas Nainggolan, SH.,
50
MM dan H. Ramly H.I. Muhammad, M.Si sebgai wakil ketua serta Veri Yonnevil,
SH sebagai sekretaris. Komisi E DPRD DKI Jakarta berjumlah 21 anggota.8
DPRD DKI Jakarta juga mempunyai 4 (empat) Badan yang mempunyai
kewenangan masing-masing yakni Badan Anggaran, Badan Kehormatan, Badan
Legislasi dan Badan Musyawarah. Pertama, Badan Anggaran DPRD DKI yang di
ketuai oleh Prasetio Edi Marsudi, SH ini memiliki kewenangan yaitu menjalin
kerjasama dengan pihak Pemerintahn Provinsi DKI Jakarta dalam rangka
perancangan, pembahasan dan penetapan yang berkaitan dengan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta. Badan Anggaran
DPRD DKI Jakarta mempunyai empat wakil ketua yakni, H. Mohamad Taufik, Ir.
Triwisaksana, M. Sc, H. Lulung AL, SH dan Mayjen TNI (Purn) H. Ferrial
Sofyan dengan 46 anggota. Kedua, Badan Kehormatan yang diketuai oleh Drs. H.
Nasrullah, ME dan H. Syarifuddin sebagai wakil ketua yang berwenang untuk
menegakkan peraturan dan tata tertib yang kaitannya dengan kode etik Dewan
PErwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Badan Kehormatan DPRD DKI
Jakarta mempunyai 7 anggota. Ketiga, Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta ini
diketuai oleh H. Mohamad Taufik dan Merry Hotma, SH sebagai wakilnya ini
memiliki kewenangan untuk menyusun rancangan Peraturan Daerah (Perda) dan
Program Legislasi Daerah (Prolegda) guna dikordinasikan dengan Pihak
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelum diajukan dan dibahas oleh pimpinan
Dewan. Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta mempunyai 20 anggota. Keempat,
badan Musyawarah DPRD DKI Jakarta yang memiliki tugas yakni
8http://dprd-dkijakartaprov.go.id/komisi/komisi-e-bidang-kesra/ diakses tanggal 14 April
2017 pukul 1:50 WIB
51
mengkordinasikan hal-hal yang berkaitan dengan agenda kegiatan dewan,
penetapan sidang, termasuk penetapan jangka waktu pembahasan Peraturan
Daerah (Perda) dan memberi kesempatan kepada semua alat kelengkapan dewan
guna mengajukan masukan-masukan yang berkaitan dengan tugas pokok dan
fungsi mereka didalamnya. Badan Musyawarah DPRD DKI Jakarta Di ketuai oleh
Prasetio Edi Marsudi, SH dan H. Mohamad Taufik, Ir. Triwisaksana, M. Sc, H.
Lulung AL, SH, Mayjen TNI (Purn) H. Ferrial Sofyan sebagai keempat wakilnya
dan 45 anggota di dalamnya.
52
BAB IV
PENGATURAN FUNGSI ANGGARAN DPRD DKI DAN ANALISIS
KETERLAMBATAN PENETAPAN APBD DKI 2015 SERTA
PENGARUHNYA
A. Pengaturan Fungsi Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Menurut Wasistiono dan Yonatan bahwa fungsi anggaran mempunyai
peranan sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat dan
meningkatkan daya saing. Anggaran pada tingkat daerah (APBD) mempunyai
hubungan yang signifikan dengan anggaran pada tingkat nasional (APBN), yaitu
sebagai alat untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal secara vertikal
(proporsionalitas pendapatan lukratif), selain itu juga mengatasi persoalan
ketimpangan fiskal horisontal (membandingkan antara kebutuhan fiskal (fiscal
needs)) dengan kemampuan fiskal (fiscal capacity) untuk menentukan /
menghitung celah fiskal (fiscal gap). Selain itu juga mengatasi persoalan-
persoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya efek pelayanan publik
dan pelayanan sipil (inter jurisdicational spill over effect), yaitu efek menyebar
atau eksternalitas ke daerah-daerah lainnya.1
Fungsi penganggaran merupakan salah satu fungsi terpenting dari DPRD,
sehingga para anggota DPRD perlu memahami perbedaan fungsional dalam hal
penganggaran dibandingkan dengan fungsi pemerintah daerah dalam hal
penganggaran, dalam rangka penyusunan dan penetapan RAPBD menjadi APBD
1Wasistiono dan Yonatan, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), (Jakarta:Fokusmedia), 2007, h.107
53
pada setiap kabupaten/kota. Oleh karena itu perbedaan mendasar yang
menentukan tingkat kerja penganggaran DPRD perlu dijabarkan, guna
meminimalisasi ketidaksamaan persepsi fungsional antara fungsi penganggaran
pemerintah daerah dengan fungsi penganggaran DPRD.
Perbedaan fungsional dari kedua institusi tersebut dalam hal penganggaran
terletak pada tujuan masing-masing yang hendak dicapai. Hal ini dijelaskan oleh
Djojosoekarto dan Djayasinga sebagai berikut :
Tujuan fungsi penganggaran bagi pemda, APBD merupakan instrumen
pemenuhan tanggungjawab pemerintahan sebagai kontrak sosial antara
pemerintah dengan rakyat. Tujuan fungsi penganggaran bagi DPRD, APBD lebih
bersifat politis dimana setiap pilihan program yang disetujui dalam APBD harus
memperhatikan preferensi para pemilihnya.2
Pengaturan fungsi anggaran DPRD Provinsi terdapat dalam Undang-Undang
no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah di dalam pasal 96 ayat (1), (2) dan
(3) serta Pasal 99 ayat (1) dan (2).
Dalam pasal 96 ayat (1), (2) dan (3) disebutkan:
1) “DPRD Provinsi mempunyai fungsi; a. Pembentukan perda provinsi
(legislasi); b. Anggaran; c. Pengawasan”
2) “Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam
kerangka representasi rakyat di daerah provinsi” .
3) “Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), DPRD Provinsi menjaring aspirasi masyarakat”
Dalam UU Pemda tahun 2014 pasal 99 ayat (1) dan (2) juga disebutkan:
2Agung Djojosoejarto dan Marselina Djayasinga , Membangun Kapasitas Fungsi
Penganggaran DPRD. (Jakarta: Konrad Adenauer Sitiftung (KAS)), 2004
54
1) Fungsi anggaran sebgaimana dimaksud dalam pasal 96 ayat (1) hurub
b diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama
terhadap rancangan perda provinsi tentang APBD Provinsi yang
diajukan oleh gubernur
2) Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan cara :
a. Membahas KUA dan PPAS yang disusun oleh gubernur
berdasarkan RKPD;
b. Membahas rancangan Perda Provinsi tentang APBD Provinsi;
c. Membahas rancangan Perda Provinsi tentang Perubahan APBD
Provinsi;
d. Membahas rancangan Perda Provinsi tentang pertanggung
jawaban APBD Provinsi.
B. Duduk perkara Keterlambatan Penetapan APBD DKI 2015
Hubungan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok)
dengan DPRD DKI Jakarta kembali memanas ditengah kekhawatiran banjir yang
masih mungkin terjadi di Jakarta karena musim penghujan masih terus
berlangsung pada tahun 2015. Panasnya hubungan ini bahkan sampai adanya
ancaman dari DPRD DKI Jakarta untuk mengajukan hak angket yang bisa
berujung pada pelengseran Gubernur. Hal ini dikarenakan deadlock yang terjadi
ketika penyusunan APBD tahun anggaran 2015.
Menurut Ir. Triwisaksana ( Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta) dalam
tulisannya di Kompasiana, Penyusunan APBD berdasar kepada Permendagri
No.37 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2015 serta aturan
dasar tentang penyusunan APBD maupun Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu
Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
55
Jika mengacu pada pada Permendagri no 37 tahun 2014 tentang pedoman
penyusunan APBD maka ada beberapa tahapan dimulai dari penyusunan RKPD,
persetujuan KUA dan PPAS hingga Penyampaian RAPBD ke Mendagri yang
mana ini adalah tugas bersama antara Gubernur dan Fungsi anggaran DPRD.
Proses penetapan APBD DKI Jakarta 2015 sebenarnya telah dimulai sejak
pertengahan tahun 2014. Pada pertengahan Juni 2014, eksekutif dalam hal ini
Pemprov DKI telah mengajukan draf Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon
Anggaran Sementara kepada Pihak Legislatif DKI Jakarta yakni DPRD DKI
Jakarta senilai Rp. 81,5 triliun.
Jika segera dibahas dan disetujui, KUA PPAS itu akan menjadi acuan untuk
menentukan draf Rancangan Peraturan Daerah APBD 2015. Sayangnya, sampai
akhir masa jabatan DPRD 2009-2014 hingga anggota baru periode 2014-2019
dilantik pada Oktober 2014, KUA PPAS itu tak kunjung dibahas.3
Pada 5 November 2014, Pemprov DKI Jakarta kembali mengajukan KUA
PPAS dengan nilai yang sudah direvisi sebesar Rp. 79,6 triliun. Namun,
pembahasan KUA PPAS kembali molor hingga Desember 2014 karena alat
kelengkapan DPRD yang akan membahasnya belum terbentuk. Alat kelengkapan
yang berwenang untuk membahas penyusunan APBD bersama Pemprov yakni
Badan Anggaran DPRD.
KUA PPAS yang tidak kunjung dibahas serta disetujui dalam bentuk nota
kesepahaman yang menjadi dasar bagi APBD DKI tahun 2015 serta menjadi salah
satu penyebab terlambatnya penetapan APBD DKI tahun 2015 ini memberi
3 Artikel dikutip dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/28/14103121/Jalan.Berliku.APBD.DKI.Jakarta.2015
diakses tanggal 14 April 2017 pukul 1.05 WIB
56
pengaruh yang cukup berdampak pada jalannya roda pemerintahan DKI Jakarta.
Tubagus Arif, anggota DPRD DKI Komisi E yang membidangi Kesejahteraan
Sosial menyatakan bahwa pihak yang paling menderita akibat terlambatnya
penetapan APBD ini ialah layanan kesehatan dan gaji pegawai honorer serta
dampak banjir di tahun 2015.4
Setelah melalui proses pembahasan yang begitu alot karena memanasnya
hubungan antar fraksi, alat kelengkapan dewan disahkan pada hari Senin, 8
Desember 2014 yakni Komisi Dewan, Badan Anggaran (Banggar), Badan
Legislasi Daerah (Balegda), Badan Musyawarah (Bamus) dan Badan Kehormatan
(BK).5
Setelah Alat kelengkapan dewan di sahkan, APBD DKI 2015 langsung di
bahas oleh Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta yang di ketuai oleh Prasetio Edi
Marsudi, SH. Kemudian pada tanggal 12 Desember 2014 di adakan rapat
Penyempurnaan Rumusan Rancangan KUA PPAS APBD DKI 2015, di ruang
rapat serbaguna gedung DPRD lama lantai 3. Hal ini berdasar Surat Ketua DPRD
Nomor 665/-071.78 tentang undangan tanggal 11 Desember 2014. Selanjutnya,
Badan Anggaran DPRD melakukan Rapat Banggar Pembahasan Pemberian PMP
dalam RAPBD 2015, pada 15-17 Desember 2014.
Pada 16 Desember 2014, Pemprov DKI mengirim Nota Kesepakatan KUA
PPAS 2015 ke DPRD namun dikembalikan oleh Setwan DPRD DKI Jakarta
4http://www.satuharapan.com/read-detail/read/yang-paling-menderita-di-balik-
runyamnya-apbd-dki diakses pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 1:44 WIB
5 Artikel di kutip dari http://news.liputan6.com/read/2144505/dprd-dki-jakarta-sahkan-
alat-kelengkapan-dewan di akses tanggal 14 April 2017 pukul 3:06 WIB
57
karena dinilai belum ada pembahasan. Nota kesepakatan KUA PPAS di
kembalikan pada tanggal 18 Desember 2014.
Tanggal 19 Desember 2014, barulah Rapat Gabungan Pimpinan DPRD
bersama TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) DKI Jakarta untuk
membahas RAPBD DKI Jakarta.
Karena, pembahasan RAPBD DKI tahun 2015 yang tidak kunjung ditetapkan
bersama oleh DPRD dan Gubernur DKI Jakarta, Pemprov DKI menerima surat
Menteri Dalam Negeri tentang Teguran atas Keterlambatan Penetapan Perda
tentang APBD 2015 pada tanggal 6 Januari 2015.
Kemudian pada tanggal 7 Januari diadakan Rapat dengan agenda Penelitian
hasil perumusan Badan Anggaran terhadap Rancangan KUA PPAS APBD 2015
dan persetujuan terhadap Rumusan Rancangan KUA PPAS 2015.
Pada tanggal 8 Januari Pemprov DKI mengirim ulang Nota Kesepakatan
KUA PPAS 2015 ke DPRD dan ditandatangi oleh Pimpinan DPRD DKI Jakarta
pada 9 Januari 2015.
Tanggal 12 Januari 2015, Gubernur DKI Jakarta memberi Pidato pada Sidang
paripurna DPRD DKI Jakarta tentang Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah
(Raperda) APBD 2015. Sidang Paripurna ini berdasar surat Ketua DPRD DKI
Jakarta Nomor 19/-.071.78 tanggal 9 Januari 2015 tentang undangan rapat
paripurna DPRD provinsi DKI Jakarta.6
Kemudian pada tanggal 14 Januari 2015, Setiap Fraksi di DPRD DKI Jakarta
menyampaikan Pandangan Umum Fraksi terhadap Raperda tentang APBD 2015
6 Artikel dikutip dari http://regional.kontan.co.id/news/ini-kronologi-awal-mula-kisruh-
ahok-dprd diakses tanggal 12 April 2017 pukul 2:35 WIB
58
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015. Paripurna ini berdasar Surat ketua DPRD DKI
Jakarta Nomor 21/-071.78 tanggal 9 Januari 2015 tentang undangan rapat
paripurna DPRD provinsi DKI Jakarta.
Baru pada tanggal 20 Januari 2015, Gubernur DKI Jakarta memberikan
jawaban melalui Pidato Jawaban Gubernur atas Pandangan Umum Fraksi DPRD
pada Sidang Paripurna DPRD. Sidang ini mundur dari jadwal seharusnya yakni 16
Januari 2015.
Kemudian pada tanggal 20-21 Januari 2015, DPRD Mengadakan Rapat
Komisi DPRD membahas mengenai RAPBD DKI Jakarta dan pada tanggal 26
Januari 2015, Para anggota dewan menyampaikan usulan revisi kegiatan dalam
RAPBD tahun anggaran 2015 kepada Ketua DPRD DKI Jakarta.
Barulah pada 27 Januari 2017 akhirnya DPRD DKI Jakarta mengadakan
Sidang Paripurna kata akhir Gubernur terkait APBD 2015 (pengesahan APBD
2015), di ruang Rapat paripurna DPRD pada pukul 14.00 WIB.7DPRD DKI
Jakarta akhirnya menyetujui APBD DKI Jakarta tahun 2015 sebesar Rp. 73,08
triliun. Jumlah tersebut meningkat 0,24 persen dibanding APBD DKI tahun
anggaran 2014 yang berjumlah Rp. 72,9 triliun.8Penetapan APBD DKI Jakarta
tahun anggaran 2015 ini baru disahkan setelah terlambat kurang lebih sebulan dari
batas yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yakni 31
Desember.
7 Artikel dikutip dari http://regional.kontan.co.id/news/ini-kronologi-awal-mula-kisruh-
ahok-dprd diakses tanggal 17 April 2017 pukul 1:45 WIB
8 Artikel dikutip dari http://news.detik.com/berita/2844167/kronologi-ahok-vs-dprd-dari-
dana-siluman-sampai-hak-angket diakses tanggal 17 April 2017 pukul 1:52 WIB
59
C. Analisis Keterlambatan Penetapan APBD DKI 2015 dan Pengaruhnya
terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD menurut Peraturan Mentri
Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2014 tentang Pedoman penyusunan APBD tahun
anggaran 2015:
No. URAIAN WAKTU LAMA
1 Penyusunan RKPD Akhir Bulan Mei
2 Penyampaian Rancangan KUA
dan Rancangan PPAS oleh
Ketua TAPD kepada kepala
daerah
Minggu 1 bulan
Juni
1 minggu
3 Penyampaian Rancangan KUA
dan Rancangan PPAS oleh
kepala daerah kepada DRPD
Pertengahan bulan
Juni
6 minggu
4 Kesepakatan antara kepala
daerah dan DPRD atas
Rancangan KUA dan
Rancangan PPAS
Akhir bulan Juli 6 minggu
5 Penerbitan Surat Edaran kepala
daerah perihal Pedoman
Penyusunan RKA-SKPD dan
RKA-PPKD
Awal bulan
Agustus
8 minggu
6. Penyusunan dan pembahasan Awal bulan 8 minggu
60
RKA-SKPD dan RKA-PPKD
serta penyusunan Rancangan
Perda tentang APBD
Agustus sampai
dengan akhir bulan
September
7. Penyampaian Rancangan Perda
APBD kepada DPRD
Minggu 1 bulan
Oktober
2 bulan
8. Pengambilan persetujuan
bersama DPRD dan kepala
daerah
Paling lambat 1
(satu) bulan
sebelum tahun
anggaran yang
bersangkutan
9 Menyampaikan Rancangan
Perda tentang APBD dan
Rancangan Perkada tentang
Penjabaran APBD
3 hari kerja setelah
persetujuan
bersama
10 Hasil evaluasi Rancangan Perda
tentang APBD dan Rancangan
Perkada tentang Penjabaran
APBD
Paling lama 15 hari
kerja setelah
Rancangan Perda
tentang APBD dan
Rancangan Perkada
tentang Penjabaran
APBD diterima
oleh
Mendagri/Gubernur
61
11 Penyempurnaan Rancangan
Perda tentang APBD sesuai
hasil evaluasi yang ditetapkan
dengan keputusan pimpinan
DPRD tentang penyempurnaan
Rancangan Perda tentang
APBD
Paling lambat 7
hari kerja ( sejak
diterima keputusan
hasil evaluasi)
12 Penyampaian keputusan DPRD
tentang Penyempurnaan
Rancangan Perda tentang
APBD kepada Mendagri/Gub
3 hari kerja setelah
keputusan
pimpinan DPRD
ditetapkan
13 Penetapan Perda tentang APBD
dan Perkada tentang Penjabaran
APBD sesuai dengan hasil
evaluasi
Paling lambat akhir
Desember (31
Desember)
14 Penyampaian Perda tentang
APBD dan Perkada tentang
Penjabaran APBD kepada
Mendagri dan Gub
Paling lambat 7
hari kerja setelah
Perda dan Perkada
ditetapkan
Penyusunan RAPBD DKI Jakarta 2015 sedari awal memang sudah njelimet
dan ruwet. Keterlambatan yang terjadi di hampir semua tahapan membuat
pengesahan dan penetapan APBD DKI 2015 menjadi molor dari jadwal yang
62
seharusnya yakni tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Sebagaimana
yang penulis kutip dari pasal 53 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah:
― Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh
kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD” (ayat 1)
―Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran
sebelumnya” (ayat 2)
Pasal ini menjelaskan secara gamblang, bahwa APBD harus ditetapkan
selambat-lambatnya tanggal 31 Desember.
Melihat dan memahami kisruh APBD DKI Jakarta tahun 2015 yang berujung
pada keterlambatan penetapannya dalam bentuk Perda APBD dan rakyat Jakarta
yang paling di rugikan dalam konflik yang terjadi ini. Padahal, masyarakat Jakarta
menjadi bagian penyumbang terbesar dari APBD DKI Jakarta melalui Pendapatan
Asli Daerah sebesar Rp. 45,32 Triliun seperti di ungkap oleh SEKNAS FITRA
dalam press releasenya.9
Melihat dari Permendagri Nomor 37 tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan APBD tahun anggaran 2015 terdapat beberapa tahapan dalam
penyusunan APBD yang mana di dalamnya juga terdapat batas waktu.
Pertama, dalam peraturan Mendagri nomor 37 tahun 2014 tentang pedoman
Penyusunan APBD tahun Anggaran 2015 telah di jelaskan bahwa proses
penyusunan APBD yang melibatkan DPRD dimulai dengan pengajuan KUA-
9http://seknasfitra.org/pressrelease/jalan-keluar-kisruh-apbd-dki-jakarta-rakyat-jangan-
dirugikan/ diakses tanggal 18 April 2017 pukul 1:31 WIB
63
PPAS oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD. Hal ini juga tercantum dalam Pasal
34 ayat (3) dan pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang berbunyi:
―Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai landasan
penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni
tahun anggaran berjalan” pasal 35 ayat 1 berbunyi:‖berdasarkan kebijakan
umum APBD yang telah di sepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas
rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang dismpaikan oleh
kepala daerah”.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa KUA PPAS dari Pemerintah Provinsi
harus segera diserahkan kepada DPRD selambatnya pertengahan bulan Juni dan
dalam kasus APBD DKI Jakarta, draf KUA PPAS dari Pemprov telah diserahkan
pada pertengahan juni 2014 kepada DPRD DKI Jakarta sebesar Rp. 81,5 triliun.10
Penyerahan draf KUA PPAS ini sesuai dengan apa yang di amanatkan dalam
undang-undang yakni selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun anggaran. Hal
ini juga tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara yang berbunyi:
― Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai
landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan
Juni tahun berjalan.”
Pasal 142 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib
DPRD Provinsi DKI Jakarta yang berbunyi:
10
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/28/14103121/Jalan.Berliku.APBD.DKI.Ja
karta.2015 diakses tanggal 17 April 2017 pukul 3:15 WIB
64
―Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Rancangan Prioritas
dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) disampaikan Gubernur kepada DPRD
paling lambat bulan Juni tahun anggaran berjalan”
Kedua, tahapan selanjutnya, setelah diserahkan kepada DPRD, draf KUA
PPAS harus dibahas bersama selambatnya minggu kedua bulan Juli tahun
anggaran sebelumnya. Hal ini termuat dalam Pasal 35 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah:
―Pembahasan prioritas dan plafon anggaran sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun
anggaran sebelumnya”
Draf KUA PPAS yang telah dibahas dan disepakati bersama oleh kepala
daerah dan DPRD dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman antara Eksekutif
(Pemerintah Daerah) dan Legislatif (DPRD). Hal ini termuat dalam Pasal 35 ayat
4 PP nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang berbunyi:
―kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran sementara
yang telah dibahas dan disepakati bersama kepala daerah dan DPRD dituangkan
dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan
pimpinan DPRD”
Namun, harus diingat bahwa Nota Kesepahaman ini bukan merupakan APBD
yang baru disahkan. Perubahan dari sisi nilai maupun spesifik jenis kegiatan
masih mungkin terjadi, termasuk penghilangan kegiatan jika dianggap tidak sesuai
dengan isu strategis atau kebutuhan yang mendesak, diluar kewenangan atau
tupoksi dari SKPD atau bukan merupakan kewajiban daerah. Hasil kesepakatan
ini yang kemudian menjadi dasar bagi Pemda untuk menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA) SKPD dan diajukan kembali ke Dewan dalam bentuk
65
Rancangan Perda (Raperda) APBD.11
Kesepakatan antara kepala daerah dan
DPRD mengenai Rancangan KUA dan PPAS harus disahkan selambat-lambatnya
akhir bulan Juli tahun anggaran sebagaimana disebutkan dalam Lampiran
Permendagri Nomor 37 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun
2015. Jika dikaitkan kepada penyusunan APBD DKI 2015, KUA PPAS dan Nota
kesepahaman yang seharusnya ditetapkan akhir bulan Juli ini mengalami
keterlambatan hampir 5 bulan lamanya.padahal KUA dan PPAS yang harus di
sepakati sesuai dengan batas waktunya juga tercantum didalam pasa 142 ayat (3)
Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi DKI
Jakarta yang berbunyi:
―Rancangan KUA dan PPAS yang telah di bahas, selanjtnya disepakati
menjadi KUA dan PPA paling lambat bulan Juli tahun anggaran berjalan”
Draf KUA dan PPAS DKI 2015 haruslah dibahas selambatnya pada minggu
kedua bulan Juli sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang dan draf
KUA dan PPAS disahkan dalam bentuk Nota kesepakatan yang di tandatangani
oleh pihak legislatif dan pihak eksekutif DKI Jakarta selmbatnya pada akhir Juli.
Namun, KUA dan PPAS ini baru dimulai dibahas pada 24 Desember dan
ditandatangani pada 7 Januari 2015. Hal ini dikarenakan belum terbentuknya Alat
Kelengkapan Dewan DRPD DKI Jakarta periode 2014-2019 dan tidak dibahasnya
draf KUA dan PPAS yang telah di serahkan Pemprov pada Pertengahan Juni 2014
oleh Anggota DPRD yang lama.
11
Artikel di kutip dari http://www.kompasiana.com/triwisaksana/polemik-apbd-dki-
jakarta-2015_54f34434745513802b6c6eb4 diakses pada tanggal 17 April 2017 pukul 3:56 WIB
66
Alat kelengkapan dewan(AKD) DPRD DKI baru disahkan pada tanggal 8
Desember 2014 dan terdiri atas Badan Musyawarah, Komisi-Komisi Dewan,
Badan Legislasi Daerah, Badan Anggaran dan Badan Kehormatan DPRD DKI
Jakarta. Setelah dilantik pada Agustus 2014, AKD baru di sahkan 5 bulan
setelahnya.12
Sementara menurut Peraturan DPRD DKI mengenai Tata Tertib
DPRD DKI Jakarta, alat kelengkapan Dewan harus segera dibentuk setelah
anggota Dewan dilantik. Hal ini tercantum dalam Pasal 52 ayat (1) (Badan
Musyawarah), pasal 54 ayat (1) (Komisi A,B,C,D,E), pasal 59 ayat (1) (Balegda),
pasal 63 ayat (1) (Badan Anggaran) dan pasal 65 ayat (1) dan (2) (Badan
Kehormatan).
Pada pembahasan KUA dan PPAS APBD DKI 2015 inilah menurut penulis
kendala pertama terjadi yakni keterlambatan dalam pembahasan KUA dan PPAS
dan penandatangan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS antara pihak legislatif dan
Eksekutif DKI Jakarta. KUA dan PPAS ini sangat penting bagi RAPBD karena
KUA dan PPAS ini menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah untuk meyusun
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD dan diajukan kembali ke Dewan
dalam bentuk Rancangan Perda (Raperda) APBD.Menurut Ir. Triwisaksana (
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Periode 2014-2019), KUA memuat target
pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan
oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintah daerah yang disertai
dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan
penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya,
12
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/12/08/17003271/Setelah.4.Bulan.Akhirnya.D
PRD.DKI.Punya.Struktur.Alat.Kelengkapan di akses pada tanggal 18 April 2017 pukul 4:35 WIB
67
sedangkan PPAS memuat Rancangan program prioritas dan patokan batas
maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD. Keterlambatan disini
disebabkan dua hal yang seharusnya bisa dihindari apabila anggota Dewan DPRD
DKI Jakarta memang bekerja untuk rakyat Jakarta. Hal pertama, anggota Dewan
DPRD DKI Jakarta yang lama periode 2009-2014 harusnya sudah membahas
KUA Dan PPAS yang sudah diberikan oleh Pemprov DKI pada pertengahan Juni
2014 bukan malah seperti diabaikan karena masa jabatan mereka yang mau habis
periodenya. Karena hal ini telah dijelaskan pada pasal 142 ayat 3 Peraturan Tata
Tertib DPRD DKI Jakarta bahwa KUA dan PPAS harus dibahas sebelum 2
minggu pertama di bulan Juli dan disepakati selambatnya akhir Juli. Hal kedua,
lambatnya kinerja anggota dewan DPRD yang baru dilantik yang tidak kunjung
menentukan dan melantik alat kelengkapan dewan sebagaimana telah
diamanatkan oleh Peraturan Tata Tertib DPRD DKI Jakarta.
Keterlambatan penentuan alat kelengkapan dewan, khususnya Badan
Anggaran DPRD DKI Jakarta yang memang berwenang untuk membahas KUA
PPAS berdampak signifikan pada keterlambatan penetapan APBD ini. Penulis
berpendapat bahwa tak kunjung dibentuknya alat kelengkapan dewan DPRD ini
memegang peranan penting dalam keterlambatan penetapan APBD DKI tahun
2015. Praktis, sejak dilantik Agustus 2014, DPRD DKI memang tidak bekerja
sama sekali, termasuk dalam membahas KUA dan PPAS serta RAPBD tahun
2015. Hal ini tentu mencederai aspirasi masyarakat yang tentu berharap bahwa
RAPBD segera di sahkan dan digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat Jakarta.
68
Lebih dalam lagi, DPRD DKI Jakarta tidak melakukan fungsi anggarannya
sebagaimana yang yang tercantum dalam perundang-undangan dengan baik, yakni
membahas dan memberikan persetujuan terhadap KUA dan PPAS serta RAPBD.
Padahal persetujuan ini menjadi acuan dalam proses penyusunan APBD DKI
Jakarta tahun 2015.
Keterlambatan penetapan APBD DKI tahun 2015 ini memberi dampak yang
cukup berpengaruh dalam roda pemerintahan DKI Jakarta. Karena dalam APBD
memuat semua rincian baik itu tentang program yang akan dijalankan serta
belanja pegawai dalam waktu satu tahun anggaran. Ketika APBD tidak disahkan
maka otomatis tersendat semua program maupun belanja pegawai yang tercantum
dalam RAPBD tersebut. Keterlambatan inipun memberikan dampak negatif dalam
pengelolaan keuangan daerah, salah satunya tersendatnya penyaluran dana
perimbangan, yakni Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 25 persen serta
menghambat realisasi program penting dan pembangunan proyek-proyek
infrastruktur di DKI Jakarta.13
Banyak program-program dan proyek infrastruktur penting yang realisasi nya
terhambat serta pembayaran belanja pegawai termasuk tunjangan kerja daerah,
pembayaran kebutuhan air, listik dan sebagainya yang tidak bisa terbayarkan
karena keterlambatan penetapan APBD tersebut. Namun, pembayaran belanja
pegawai yang didalamnya ada tunjangan kerja daerah (TKD) serta pembayaran
listrik, air dan segala kebutuhan pemerintah provinsi sudah termaktub dalam
13
Dikutip http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/21-kelola-keuangan-daerah-
dengan-tepat diakses pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 2:04 WIB
69
Peraturan Gubernur Nomor 211 Tahun 2014 tentang Pengeluaran Daerah
Mendahului Penetapan APBD 2015.
Pergub Nomor 211 tahun 2014 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa untuk
membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah mendahului penetapan APBD
Tahun Anggaran 2015 dipergunakan setinggi-tingginya angka APBD Tahun
Anggaran 2014 sebagai acuan dalam melaksanakan pengeluaran daerah.
Sementara Pasal 1 ayat (2) meyebutkan bahwa yang bisa di biayai oleh anggaran
pendahuluan yaitu pembayaran gaji dan tunjangan PNS serta Pimpinan dan
Anggota DPRD, tunjangan kinerja daerah dan transpor pejabat, pembayaran
telepon, air, listrik dan sebagainya hingga kegiatan operasional penyelenggaran
pemerintahan lain yang bersifat mendesak.
Adapun pengeluaran daerah yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (2)
disesuaikan dengan kebutuhan pembayaran berdasarkan hasil perhitungan Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah/Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2014 serta ditetapkan setinggi-tingginya 1/12
(satu per dua belas) dari anggaran belanja Tahun 2014. Hal ini tercantum dalam
pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Gubernur Nomor 211 Tahun 2014 tentang
Pengeluaran Daerah Mendahului Penetapan APBD 2015.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa belanja pegawai dan kebutuhan Pemerintahan
Provinsi DKI Jakarta tidak terlalu mengalami permasalahan karena hal itu telah
diatur apabila terjadi keterlambatan penetapan APBD. Hal ini juga di tekankan
oleh Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Kementerian
70
Keuangan, Yusrizal Ilyas dalam wawancaranya bersama detik.com, ia
mengatakan bahwa belanja pegawai dan operasional rutin di APBD memiliki
aturan khusus. Jadi meski APBD belum disahkan, gaji dan sebagainya masih bisa
tetap cair namun anggaran untuk program dan proyek pemerintahan yang lain
tidak bisa dicairkan.14
Melihat segala permasalahan yang terjadi, baik Pemprov DKI dan DPRD
DKI tentu seakan tidak berpihak kepada masyarakat yang diwakilinya tapi hanya
bekerja untuk dirinya sendiri. Dalam Islam, DPRD atau Ahl al-Halli wa al-„Aqd
seharusnya dapat berperan aktif dalam memberdayakan masyarakat. Dalam
penyusunan anggaran pun, DPRD DKI Jakarta seperti tidak berdasar pada prinsip
penyusunan anggaran karena hampir semua prosesnya mengalami keterlambatan.
Padahal anggaran harus disusun berdasarkan pada prinsip-prinsip anggaran yaitu,
transparan, akuntabel, disiplin anggaran (efisien, tepat guna, tepat waktu dan
dapat dipertanggungjawabkan), keadilan (penggunaannya harus dialokasikan
secara adil untuk kepentingan seluruh masyarakat), efisien dan efektif (harus
digunakan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan bagi masyarakat).
Jika dicermati kembali, prinsip-prinsip anggaran tersebut sangatlah relevan
dengan prinsip hukum Ekonomi Islam. Oleh karena itu penyusunan anggaran
14
Artikel dikutip dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/2474584/kalau-
apbd-belum-disahkan-bagaimana-nasib-gaji-pns-daerah diakses tanggal 3 Oktober 2017 pukul
3:32 WIB
71
dengan penerapan hukum Ekonomi Islam sudah menjadi keniscayaan. Adapun
prinsip-prinsip yang dapat diterapkan yakni:15
1. Prinsip Tauhid (Ketuhanan)
Prinsip Tauhid ini merupakan prinsip umum dalam Islam. Prinsip ini
menegaskan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang
sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La‟ilaha Illa
Allah.
Seperti Firman Allah swt. Dalam surat Ali Imran ayat 64:
Artinya: “Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada
suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan
Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling
maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
Berdasarkan prinsip ini, maka seorang Muslim yang menyusun suatu
anggaran adalah sedang beribadah dan memenuhi perintah dan ketetapan
Allah, sehingga anggaran yang disusun akan transparan, akuntabel,
disiplin dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Prinsip Keadilan
15
Syed Nawab Haider Navqi, Islam Economics and Society, (London and New York:
Kegan Paul International Ltd), 1994, h. Xviii.
72
Prinsip ini menegaskan bahwa dalam penyusunan anggaran haruslah
dialokasikan secara adil untuk seluruh masyarakat. Prinsip keadilan ini
tercantum dalam QS. Al An’am ayat 152:
Artinya: “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya.
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”
QS. Al-Maidah ayat 8:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
3. Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar
Prinsip ini menegaskan bahwa dalam penyusunan, anggaran harus bersifat
sebagai pedoman kerja, maka bagi yang menyimpang akan mendapat
sanksi dan yang berprestasi mendapat reward. Prinsip ini ditegaskan
dalam QS. Al-Imran ayat 104, 110 dan 114
4. Prinsip pertanggungjawaban
73
Prinsip ini merupakan prinsip yang menuntut komitmen mutlak terhadap
upaya peningkatan kesejahteraan sesama manusia, sehingga penyusunan
anggaran harus mempertanggungjawabkannya. Prinsip ini terdapat dalam
QS. Al-Isra ayat 36 dan Al-Ahzab ayat 15.
Firman Allah dalam QS. Al-Isra ayat 36:
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.”
74
BAB V
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Fungsi Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diatur dalam
Undang-Undang no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah di dalam
pasal 96 ayat (1), (2) dan (3) serta Pasal 99 ayat (1) dan (2). Fungsi
Anggaran dapat diwujudkan dengan cara persetujuan bersama antara
anggota DPRD dengan pemimpin di daerahnya terkait APBD suatu
daerah.
Dalam penyusunan APBD berdasarkan Permendagri Nomor 37 tahun 2014
tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015 ditetapkan
batas waktu penyusunan rancangan APBD, hal itu juga terdapat dalam
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Namun, aturan ini sperti tidak diketahui oleh para
anggota DPRD DKI dan menyebabkan keterlambatan dalam penetapan
APBD DKI Jakarta tahun 2015 khususnya dalam penetapan Nota
Kesepahaman KUA PPAS antara Gubernur DKI Jakarta dengan DPRD
DKI Jakarta. KUA PPAS inilah yang menjadi acuan dalam menyusun
APBD suatu daerah.
2. Penyusunan RAPBD DKI Jakarta 2015 sedari awal memang sudah
njelimet dan ruwet. Keterlambatan yang terjadi di hampir semua tahapan
75
membuat pengesahan dan penetapan APBD DKI 2015 menjadi molor dari
jadwal yang seharusnya yakni tanggal 31 Desember tahun anggaran
sebelumnya. Sebagaimana yang terdapat dalam pasal 53 ayat (2) PP No.
58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Keterlambatan penetapan APBD ini barang tentu berdampak kepada
realisasi program kerja dan proyek infrastuktur yang terdapat di dalam
APBD DKI Jakarta tahun 2015 serta juga berdampak kepada belanja
pegawai, baik PNS maupun tenaga honorer serta kebutuhan kantor
Pemerintahan.
Namun, pembayaran belanja pegawai yang didalamnya ada tunjangan
kerja daerah (TKD) serta pembayaran listrik, air dan segala kebutuhan
pemerintah provinsi sudah termaktub dan diatur dalam Peraturan Gubernur
Nomor 211 Tahun 2014 tentang Pengeluaran Daerah Mendahului
Penetapan APBD 2015.
Pergub Nomor 211 tahun 2014 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa untuk
membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah mendahului penetapan
APBD Tahun Anggaran 2015 dipergunakan setinggi-tingginya angka
APBD Tahun Anggaran 2014 sebagai acuan dalam melaksanakan
pengeluaran daerah. Sementara Pasal 1 ayat (2) meyebutkan bahwa yang
bisa di biayai oleh anggaran pendahuluan yaitu pembayaran gaji dan
tunjangan PNS serta Pimpinan dan Anggota DPRD, tunjangan kinerja
daerah dan transpor pejabat, pembayaran telepon, air, listrik dan
76
sebagainya hingga kegiatan operasional penyelenggaran pemerintahan lain
yang bersifat mendesak.
Adapun pengeluaran daerah yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (2)
disesuaikan dengan kebutuhan pembayaran berdasarkan hasil perhitungan
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat
Daerah/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2014 serta
ditetapkan setinggi-tingginya 1/12 (satu per dua belas) dari anggaran
belanja Tahun 2014. Hal ini tercantum dalam pasal 2 ayat (1) dan (2)
Peraturan Gubernur Nomor 211 Tahun 2014 tentang Pengeluaran Daerah
Mendahului Penetapan APBD 2015.
Hal ini juga di tekankan oleh Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi
Keuangan Kementerian Keuangan, Yusrizal Ilyas ia mengatakan bahwa
belanja pegawai dan operasional rutin di APBD memiliki aturan khusus.
Jadi meski APBD belum disahkan, gaji dan sebagainya masih bisa tetap
cair namun anggaran untuk program dan proyek pemerintahan yang lain
tidak bisa dicairkan.
B. Saran
1. Mengingat pentingnya para anggota Dewan menyadari bahwa penyusunan
anggaran ini harus berdasar pada ketentuan dalam pedoman penyusunan
APBD yang telah dikeluarkan oleh Mendagri dan Menurut Ir.
Triwisaksana ( Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta) dalam tulisannya di
Kompasiana, Penyusunan APBD berdasar kepada Permendagri No.37
tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2015 serta aturan
77
dasar tentang penyusunan APBD maupun Pengelolaan Keuangan Daerah
yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah dan Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan Perundangan terkait.
Peraturan Perundang-undangan tersebut telah mengatur ketentuan serta
batas waktu yang telah di tetapkan dalam penyusunan APBD agar tidak
terjadi keterlambatan penetapan yang akan merugikan banyak pihak dalam
suatu daerah. Selain itu, Ketika ada keterlambatan Mendagri harus
langsung mengevaluasi DPRD DKI Jakarta dan Pemerintah Daerah DKI
Jakarta.
2. Penyusunan Anggaran ini sangat fundamental bagi kelangsungan negara
maupun daerah. Mengingat fundamentalnya penyusunan anggaran agar
tepat waktu dan efektif, maka keterlambatan akan berdampak pada
realisasi program dan proyek infrastruktur suatu daerah. Pemerintah DKI
Jakarta telah menggunakan anggaran mendahului yang berdasar pada
PerGub nomor 211 tahun 2014 untuk pembayaran Kebutuhan operasional
kantor Pemerintahan dan Belanja Pegawai. Hal ini tentu tidak akan terjadi
apabila tidak terjadi deadlock antara DPRD dan Pemerintahan DKI
Jakarta. DPRD dan Pemerintah DKI Jakarta sudah seharusnya bekerja
untuk kesejahteraan rakyat Jakarta, khususnya pengelolaan keuangan
daerah dalam bentuk APBD. Ketika APBD terlambat di tetapkan maka
masyarakat adalah pihak yang paling di rugikan karena aspirasinya dan
keterwakilannya diabaikan.
78
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ali, Zainudin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.
Ashiddiqie, Jimly, 2010,Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika),
Asshiddiqie, Jimly, 2011, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jakarta: Sinar
Grafika.
Bratakusumah, Deddy Supriyadi dan Dadang Solihin, 2003, Otonomi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Jakarta: PT. Gramedia.
Chalid, Pheni, 2008, Keuangan Daerah Investasi dan Desentralisasi, Jakarta:
Kemitraan.
Djayasinga, Marselina dan Agung Djojosoejarto , 2004, Membangun Kapasitas
Fungsi Penganggaran DPRD. (Jakarta: Konrad Adenauer Sitiftung
(KAS)),
Irianto, Sulistyowati dan Shidarta, 2009, Metode Penelitian Hukum Konstelasi
dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kaho, Josef Riwu, 2012, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia, Yogyakarta: PolGov Fisipol UGM.
Kamaroesid, Herry, 2013,Sistem Administrasi Anggaran Negara, (Medan: Mitra
Wacana Media),
Marbun, B.N, 2003,Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan),
Marbun, B.N, 2010, Otonomi Daerah 1945-2010: Proses dan Realita, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.
Moleong, Lexy J., 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muluk, Khairul, 2007, Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan
Daerah, Malang: Bayumedia Publishing.
Napitupulu, Paimin, 2005,Peran dan Pertanggungjawaban DPR: Kajian di
DPRD DKI Jakarta,(Bandung: Alumni).
79
Nasuhi, Hamid dkk, 2007, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( skripsi, tesis dan
disertasi), Jakarta: center for quality developmen and assurance UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Navqi, Syed Nawab Haider, 1994, Islam Economics and Society, (London and
New York: Kegan Paul International Ltd), h. Xviii.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Gramedia),
Sirajuddin , 2016, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah( Sejarah,Asas,
Kewenangan, dan Pengawasan Penyelenggaran Pemerintah Daerah),
(Malang: Setara Press),
Syahrani, Riduan, 2009, Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, (Bandung:
Alumni),
Tim Pusat Kajian Kebijakan dan Hukum DPD RI, 2009, Pengkajian Bidang
Otonomi Daerah Tentang Evaluasi Penyelenggaran Otonomi Daerah
2004-2008 Dalam Tinjauan Beberapa Aspek, Jakarta: Setjen DPD RI.
Triwulan, Titik& Ismu Gunadi Widodo, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Prenada Media),
Wasistiono dan Yonatan, 2007,Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), (Jakarta:Fokusmedia),
Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2015.
Peraturan DPRD Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib
DPRD Provinsi DKI Jakarta
Internet:
80
http://dprd-dkijakartaprov.go.id/komisi/komisi-e-bidang-kesra/
http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/12/08/17003271/Setelah.4.Bulan.Akhirnya.DP
RD.DKI.Punya.Struktur.Alat.Kelengkapan
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/28/14103121/Jalan.Berliku.APBD.DKI.Jak
arta.2015
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/28/14103121/Jalan.Berliku.APBD.DKI.Jak
arta.2015
http://news.detik.com/berita/2844167/kronologi-ahok-vs-dprd-dari-dana-siluman-sampai-
hak-angket
http://news.liputan6.com/read/2144505/dprd-dki-jakarta-sahkan-alat-kelengkapan-dewan
http://regional.kontan.co.id/news/ini-kronologi-awal-mula-kisruh-ahok-dprd
http://regional.kontan.co.id/news/ini-kronologi-awal-mula-kisruh-ahok-dprd
http://seknasfitra.org/pressrelease/jalan-keluar-kisruh-apbd-dki-jakarta-rakyat-jangan-
dirugikan/
http://www.jakarta.go.id/v2/news/2013/11/latar-belakang-2013-2017#.V-FuP0aVM1U
http://www.jakarta.go.id/v2/news/category/demografi-jakarta
http://www.jakarta.go.id/v2/news/category/geografis-jakarta
http://www.kompasiana.com/triwisaksana/polemik-apbd-dki-jakarta-
2015_54f34434745513802b6c6eb4
top related