pengaruh waktu fermentasi terhadap produksi...
Post on 29-Oct-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI KANDIDAT ANTIBIOTIKA DARI ISOLAT
BAKTERI SIMBION DARI GANGGANG HIJAU Caulerpa racemosa
NUR AFNI N111 09 278
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI KANDIDAT ANTIBIOTIKA DARI ISOLAT BAKTERI SIMBION DARI
GANGGANG HIJAU Caulerpa racemosa
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
NUR AFNI N111 09 278
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
iii
PERSETUJUAN
PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI KANDIDAT ANTIBIOTIKA DARI ISOLAT BAKTERI SIMBION DARI GANGGANG HIJAU
Caulerpa racemosa
NUR AFNI
N111 09 278
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama,
Dr. Hj. Sartini, M.Si., Apt. NIP. 19611111 198703 2 001
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua, Dr. Mufidah, M.Si., Apt. Dr.rer-nat.Elmi Nurhaidah Zainuddin, DES. NIP. 19730309 199903 2 002 NIP. 19610618 198803 2 001
Pada tanggal, Juli 2013
iv
PENGESAHAN
PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI KANDIDAT ANTIBIOTIKA DARI ISOLAT BAKTERI SIMBION DARI
GANGGANG HIJAU Caulerpa racemosa
Oleh :
NUR AFNI N111 09 278
Dipertahankan Dihadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Pada tanggal : Juli 2013
Panitia Penguji Skripsi :
1. Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt. ( Ketua ) : ..........................
2. Drs. H. Syaharuddin Kasim, M.Si., Apt. ( Sekretaris ) : ..........................
3. Dr. Hj. Sartini, M.Si., Apt. ( Ex officio ) : ..........................
4. Dr. Mufidah, M.Si., Apt. ( Ex officio ) : ..........................
5. Dr.rer.nat.Elmi Nurhaidah Zainuddin, DES.( Ex officio) : ..........................
6. Dra. Hj. Naimah Ramli, Apt. ( Anggota) : ..........................
Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt.
NIP. 19560114 198601 2 001
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Juli 2013
Penyusun
Nur Afni
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis telah
menyelesaikan tugas akhir ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
studi di Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Penulis menyadari banyaknya rintangan dan hambatan yang
dihadapi dalam penyusunan skripsi ini, namun dengan doa dan dukungan
dari berbagai pihak, Alhamdulillahirabbil’alamin skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan
banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
Ayahanda tercinta Abdul Rasyid (Alm.) dan Ibunda tercinta Hj. Nurung
yang telah banyak memberikan pengorbanan baik moril maupun materil
yang tidak akan mampu penulis balas sampai akhir hayat, di dalam doa
yang senantiasa dipanjatkan sebagai pemacu penulis dalam menghadapi
berbagai kendala selama menjalani dunia perkuliahan. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada kakak dan adik tercinta Yuliana,
Yuliani, Yulianti, Arianto dan Nurul Rezky Amalia yang selalu memberikan
curahan kasih sayang yang sebesar-besarnya dan semangat yang tak
henti-hentinya.
Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Hj. Sartini, M.Si., Apt. selaku
pembimbing utama, Ibu Dr. Mufidah, M.Si., Apt. selaku pembimbing
pertama dan Ibu Dr. rer.nat. Elmi Nurhaidah Zainuddin, DES. selaku
ix
pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu selama ini untuk
memberikan bimbingan, saran dan motivasi serta menyumbangkan ide-
ide kepada penulis dalam melakukan penelitian hingga skripsi ini
terselesaikan.
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini,
terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. selaku penasehat akademik
yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang bermakna bagi
penulis.
3. Bapak Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, M.S., Apt., Bapak Drs. H.
Syaharuddin Kasim, M.Si., Apt. dan Ibu Dra. Hj. Naimah Ramli, Apt.
selaku dosen penguji penulis atas saran dan masukan yang diberikan.
4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin atas
segala ilmu serta bantuannya selama penulis menjalani pendidikan.
5. Kak Haslia S.Si. selaku Laboran Laboratorium Mikrobiologi, kak Ismail
S.Si., Apt. dan kak Desi selaku Laboran Pusat Penelitian Biofarmaka
serta kak Dewi, kak Arti dan bu Adri yang telah banyak membantu
dalam menyelesaikan penelitian ini.
6. Saudara-saudara seangkatan Ginkgo 2009 yang senantiasa memberi
dorongan dan doa hingga selesainya penelitian ini.
x
7. Sahabat-sahabat tercinta Whyllies Agung Ajie Buana, Nurfitriyanti,
Annisyiah Wira Mahkota, Andi Padariani Ussu dan Amira Lestari terima
kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan dalam penelitian PKMP 2012 kak Suryadi,
S.Si., Apt. dan Ayu Permata Sari serta Dewi Purwaningsih rekan
seperjuangan dalam pengurusan skripsi ini.
9. Kak Andi Dian Permana, S.Si., Apt. dan kak Sherwin Armanda, S.Si.,
Apt. yang senantiasa memberi masukan dan saran selama ini.
10. Rekan-rekan korps asisten Laboratorium Mikrobiologi dan
Laboratorium Farmaseutika Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
11. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu per satu,
semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua dengan pahala
berlimpah.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan guna
tambahan wawasan agar dalam pengerjaan penelitian selanjutnya dapat
lebih baik.
Akhirnya semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang farmasi. Amin.
Makassar, Juli 2013
Nur Afni
vi
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh waktu fermentasi terhadap produksi kandidat antibiotika dari isolat bakteri simbion dari ganggang hijau Caulerpa racemosa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan waktu fermentasi yang optimum dari isolat BSCr-5 dalam menghasilkan kandidat senyawa antibiotika. Kurva pertumbuhan Isolat BSCr-5 ditentukan melalui perhitungan jumlah sel bakteri dengan metode ALT (Angka Lempeng Total). Isolat BSCr-5 difermentasi pada medium produksi dengan variasi waktu fermentasi selama 2x24 jam hingga 9x24 jam pada suhu 37oC. Aktivitas antimikroba supernatan isolat BSCr-5 diuji dengan metode difusi agar pada medium MHA (Muller Hinton Agar). Hasil penelitian memperlihatkan periode fase pertumbuhan bakteri berbeda antara fase pertumbuhan dipercepat (6-12 jam), fase pertumbuhan logaritma (12-48 jam), fase pertumbuhan diperlambat (48-72 jam), fase pertumbuhan stasioner (72-120 jam), fase kematian diperlambat (120-144 jam), fase kematian logaritma (144-168 jam) dan fase kematian tetap (168-192 jam). Waktu fermentasi optimum dan aktivitas antimikroba dari isolat BSCr-5 berbeda terhadap masing-masing bakteri uji yaitu Salmonella thyposa (120 jam; 16,15 mm), Pseudomonas aeruginosa (120 jam; 16,83 mm), Escherichia coli (216 jam; 15,40 mm), Bacillus subtilis (216 jam; 16,87 mm) dan Staphylococcus aureus (216 jam; 17,25 mm).
vii
ABSTRACT
Study about the effect of fermentation period on production of antibiotic compounds of bacterial symbiont from green algae Caulerpa racemosa has been done. The aim of the study was to obtain the optimum fermentation period of isolate BSCr-5 in producing antibiotic candidate compounds. Growth curve of isolate BSCr-5 was determined by calculating the total of bacterial cells with SPC (Standard Plate Count) method. Isolate BSCr-5 was fermented at different fermentation period range from 2 to 9x24 h at 37oC. Antimicrobial activity of supernatant of isolate BSCr-5 was measured by agar diffusion method on MHA (Muller Hinton Agar) medium. The results showed that period of bacterial growth phase are different between accelerated (6-12 h), logarithmic (12-48 h), declined (48-72 h), stationary (72-120 h), declined death phase (120-144 h), logarithmic death phase (144-168 h) and constant death phase (168-192 h). The optimum fermentation period and antimicrobial activity of isolate BSCr-5 were different depend on each microorganisms test: Salmonella thyposa (120 h; 16.15 mm), Pseudomonas aeruginosa (120 h; 16.83 mm), Escherichia coli (216 h; 15.40 mm), Bacillus subtilis (216 h; 16.87 mm) and Staphylococcus aureus (216 h; 17.25 mm).
xi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................ vi
ABSTRACT .......................................................................................... vii
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 5
II.1 Aspek Biologis Ganggang Laut ...................................................... 5
II.2 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi Ganggang Hijau
Caulerpa ........................................................................................ 7
II.3 Senyawa Antimikroba .................................................................... 8
II.4 Ganggang Laut sebagai Penghasil Senyawa Antimikroba............. 11
II.5 Simibiosis Bakteri dengan Organisme Laut ................................... 12
II.6 Isolasi Mikroorganisme .................................................................. 14
II.7 Fermentasi Mikroorganisme ........................................................... 17
II.8 Pengukuran Pertumbuhan Mikroba ............................................... 18
II.9 Lama Fermentasi ........................................................................... 21
II.10 Uji Aktivitas Antimikroba ............................................................... 22
II.11 Mikroba Uji ................................................................................... 24
xii
II.11.1 Eschericia coli ........................................................................... 24
II.11.2 Salmonella thyposa ................................................................... 25
II.11.3 Pseudomonas aeruginosa ........................................................ 26
II.11.4 Staphylococcus aureus ............................................................. 26
II.11.5 Bacillus subtilis .......................................................................... 27
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN .............................................. 29
III.1 Alat dan Bahan ............................................................................ 29
III.2 Metode Kerja ................................................................................. 29
III.2.1 Penyiapan Alat ........................................................................... 29
III.2.2 Penyiapan Medium .................................................................... 30
III.2.2.1 Medium MA (Marine Agar) ...................................................... 30
III.2.2.2 Medium NA (Nutrient Agar) ..................................................... 30
III.2.2.3 Medium MYB (Maltose Yeast Extract Broth) ........................... 30
III.2.2.4 Medium Produksi .................................................................... 31
III.2.2.5 Medium MHA (Muller Hinton Agar) ......................................... 31
III.2.3 Penentuan Kurva Pertumbuhan dengan Metode ALT................ 31
III.2.4 Produksi Senyawa Isolat BSCr-5 dengan Variasi Waktu
Fermentasi ................................................................................ 32
III.2.5 Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi ................................ 33
III.2.5.1 Pembuatan Larutan Kontrol Positif.......................................... 33
III.2.5.2 Peremajaan dan Pendispersian Biakan Murni Bakteri Uji ....... 34
III.2.5.3 Penentuan Daya Hambat dengan Metode Difusi Agar............ 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 36
xiii
IV.1 Pengukuran Pertumbuhan Isolat Bakteri Simbion ......................... 36
IV.2 Fermentasi Bakteri Simbion ........................................................... 38
IV.3 Aktivitas Antimikroba Metabolit Bakteri Simbion (BSCr-5) ............ 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 48
V.1 Kesimpulan .................................................................................... 48
V.2 Saran ............................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 50
Lampiran ............................................................................................. 55
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil pengukuran diameter hambatan hasil fermentasi isolat BSCr-5 dengan variasi waktu fermentasi terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji ................................................. 44
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ganggang hijau Caulerpa racemosa ............................................. 7
2. Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme ............................................ 19
3. Kurva pertumbuhan isolat bakteri simbion ganggang hijau Caulerpa racemosa (BSCr-5) ...................................................... 37
4. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap
Salmonella thyposa ....................................................................... 40 5. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap
Pseudomonas aeruginosa ............................................................. 41 6. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap
Escherichia coli .............................................................................. 42 7. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap
Bacillus subtilis .............................................................................. 42 8. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap
Staphylococcus aureus.................................................................. 43 9. Hubungan diameter hambatan hasil fermentasi isolat BSCr-5
dengan waktu fermentasi terhadap 5 bakteri uji ............................ 44 10. Koloni yang tumbuh pada metode perhitungan ALT ...................... 56 11. Fermentasi awal isolat BSCr-5 dengan medium MYB ................... 56 12. Fermentasi lanjutan isolat BSCr-5 dengan medium produksi ........ 57 13. a) Proses sonikasi hasil fermentasi isolat; (b) Proses sentrifugasi
hasil fermentasi isolat .................................................................... 57 14. Hasil fermentasi isolat BSCr-5 sebelum disentrifugasi .................. 58
15. Hasil fermentasi isolat BSCr-5 setelah disentrifugasi .................... 58
16. Liofilisat supernatan hasil fermentasi isolat BSCr-5 tiap lama
fermentasi ..................................................................................... 59
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja ................................................................................. 55
2. Gambar Hasil Penelitian ............................................................... 57
3. Hasil pengukuran pertumbuhan isolat dengan metode Angka Lempeng Total ............................................................................... 61
4. Data Pengukuran Diameter Zona Hambat .................................... 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang
kesehatan yang terus berkembang. Penyakit ini masih merupakan
penyakit utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Antimikroba adalah obat yang paling banyak diresepkan untuk
pengobatan infeksi. Penggunaan antimikroba secara tidak rasional dapat
menimbulkan efek samping dan resistensi. Masalah antibiotika dan
resistensinya menjadi perhatian seluruh dunia. Hingga akhirnya pada
tahun 2011, WHO menetapkan tema Antimicrobacterial Resistance and its
Global Spread untuk memperingati Hari Kesehatan Sedunia (1,2,3).
Pemanfaatan bahan alam dalam upaya penemuan antimikroba
yang baru dan lebih efektif melawan infeksi baik yang disebabkan oleh
bakteri ataupun jamur perlu dikembangkan. Salah satu yang potensial
sebagai penghasil antimikroba adalah metabolit sekunder yang dihasilkan
dari organisme laut. Lingkungan laut merupakan sumber yang kaya akan
produk alam yang aktif secara biologis dengan jenis struktur yang
beragam (4).
Salah satu biota laut yang kaya akan metabolit sekunder adalah
ganggang laut atau makro alga. Ganggang laut memproduksi berbagai
senyawa yang terdiri dari metabolit primer yang bersifat esensial bagi
proses metabolisme sel dan metabolit sekunder berupa senyawa
metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan
2
dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan
lainnya. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Menurut Del Val,
metabolit sekunder berperan sebagai alat pertahanan inang terhadap
patogen, parasit, predator. Senyawa dengan aktivitas sitostatik, antiviral,
antielmentik, antifungi dan antibakteri telah dideteksi pada alga hijau,
coklat dan merah (5,6).
Osman dkk. (2010) mengemukakan bahwa ganggang hijau
(Chlorophyta) merupakan spesies yang memiliki aktivitas antimikroba
yang lebih aktif dibandingkan dengan ganggang coklat (Phaeophyta) dan
ganggang merah (Rhodophyta). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Izzati (2007) menunjukkan Caulerpa racemosa memiliki aktivitas
antibakteri terhadap tiga jenis bakteri patogen yaitu Pseudomonas
pavanaceae, Pseudomonas syntata, dan Pseudomonas tetrolens,
sedangkan berdasarkan hasil penelitian Djide dkk. (2012) menunjukkan
bahwa ekstrak methanol dan ekstrak n-heksana Caulerpa racemosa
konsentrasi 10% (2 mg / kertas cakram) memiliki aktivitas daya hambat
terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis dan
berdasarkan skrining fitokimia yang dilakukan ditemukan golongan
senyawa berupa triterpenoid dan steroid (6,7,8).
Suryadi dkk. (2012) telah melakukan penelitian mengenai potensi
bakteri simbion dari beberapa ganggang hijau sebagai penghasil senyawa
antimikroba yang menunjukkan bahwa isolat BSCr-5 yang merupakan
3
isolat bakteri simbion dari ganggang hijau spesies Caulerpa racemosa
memberikan aktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Salmonella thypii dan fungi Candida albicans (9).
Proses fermentasi kehidupan mikroorganisme berperan sangat
besar terhadap produksi antibiotika. Siklus pertumbuhan mikroorganisme
meliputi fase lag, fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Anah
dkk. (1991) mengemukakan bahwa antibiotik merupakan metabolit
sekunder dan dihasilkan pada akhir fase logaritmik sebelum fase
stasioner; sedangkan menurut Jack dkk. (1995) , antibiotik diproduksi
pada saat fase stasioner (10, 11).
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam optimasi produksi
antibiotika yaitu waktu atau lama fermentasi, konsentrasi sumber karbon
yang tersedia dalam medium fermentasi serta pH medium fermentasi.
Berdasarkan hasil penelitian Enshasy dkk. (2007) bahwa aktivitas
antibakteri dihasilkan pada fase decay yaitu fase pada saat substrat mulai
habis, penelitian pada antibiotik rifamycin yang dihasilkan oleh
Amycolaptosis mediterranei. Penelitian lain yang dilakukan oleh Todorov
dan Dicks (2007) menyebutkan bahwa aktivitas antibakteri berupa
bacteriocin yang dihasilkan oleh Lactobacillus pentosus ST712BZ
optimum setelah lama fermentasi 24 jam pada suhu 30°C dengan media
pertumbuhan yang ditambahkan 20-40 gram/L glukosa (12,13).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian lanjutan
untuk melihat bagaimana pengaruh waktu atau lama fermentasi isolat
4
bakteri simbion ganggang hijau Caulerpa racemosa dalam menghasilkan
senyawa antimikroba. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan
waktu fermentasi yang optimum dari isolat terpilih dalam menghasilkan
kandidat senyawa antibiotika.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Aspek Biologis Ganggang Laut
Alga atau ganggang laut adalah bagian terbesar dari tumbuhan laut
yang secara morfologi dapat dikelompokkan ke dalam tumbuhan tidak
berpembuluh (Tallophyta) karena tidak memiliki perbedaan susunan
kerangka seperti akar, batang dan daun. Keseluruhan dari tanaman ini
merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus. Bentuk thallus
alga ada bermacam-macam, ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng
bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya. Thallus ini ada yang
tersusun oleh hanya satu sel (unicelluler) dan ada yang terdiri dari banyak
sel (multicelluler). Terdapat beberapa jenis percabangan pada thallus
yaitu ada yang thallus dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-
dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah
pada satu sisi thallus utama) dan ada juga sederhana yang tidak
bercabang. Sifat substansi thallus beraneka ragam yaitu ada yang lunak
seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur
(calcareous), lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut
(spongeous) dan sebagainya (14,15).
Penamaan divisi dan kelas dari alga atau ganggang diklasifikasikan
berdasarkan warna organisme atau pigmentasinya menjadi empat kelas
yaitu cyanophyta atau alga biru-hijau, rhodophyta atau alga merah,
phaeophyta atau alga coklat dan chlorophyta atau alga hijau. Organisme
6
ini mengandung klorofil serta pigmen lain untuk melangsungkan
fotosintesis, tersebar luas di alam, dan dijumpai hampir di segala
lingkungan yang terkena sinar matahari (15,16).
Klasifikasi Ganggang Hijau Caulerpa racemosa (17)
Kingdom : Plantae
Phylum : Chlorophyta
Classis : Ulvophyceae
Ordo : Bryopsidales
Family : Caulerpaceae
Genus : Caulerpa
Species : Caulerpa racemosa
Ciri secara umum dari Caulerpa adalah keseluruhan tubuhnya
terdiri dari satu sel dengan bagian bawah yang menjalar menyerupai
stolon yang mempunyai rhizoid sebagai alat pelekat pada substrat serta
bagian yang tegak. Bagian yang tegak disebut asimilator karena
mempunyai klorofil. Stolon dan rhizoid bentuknya hampir sama dari jenis
ke jenis. Sedangkan asimilator mempunyai bentuk bermacam-macam
tergantung jenisnya. Caulerpa racemosa memiliki asimilator dengan
bentuk silindris dengan bulatan-bulatan ujung merata dan bertangkai
panjang. Berdasarkan habitatnya Caulerpa racemosa merupakan spesies
yang menempel pada batu karang, tumbuh pada bagian tengah sampai
bagian bawah zona eutorial dengan substrat lumpur atau pasir tetapi juga
tumbuh soliter pada batuan mati. Distribusi vertikal Caulerpa sangat luas
7
seperti misalnya Caulerpa racemosa ditemukan pada 20-30 m
kedalamannya (18).
Gambar 1. Ganggang hijau Caulerpa racemosa
II.2 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi Ganggang Hijau Caulerpa
Caulerpa merupakan salah satu jenis ganggang hijau yang belum
banyak dimanfaatkan dan termasuk dalam Feather Seaweed. Feather
Seaweed dilaporkan sebagai makroalga yang dapat dimakan, mempunyai
zat bioaktif seperti anti bakteri, anti jamur, anti tumor dan bisa digunakan
untuk terapi tekanan darah tinggi dan gondok (19).
Menurut Anam dan Collins dalam Saptasari (2010) menyatakan
kandungan kimia Caulerpa sertularioides telah diteliti memiliki lima
senyawa dan telah diisolasi dari ekstrak n-heksana yaitu Caulerpin, O-
sitosterol asam palmitat dan dua senyawa lain yang diduga sebagai
steroid dan hidrokarbon. Ekstrak dari etil asetat mengandung caulerpin
dan siklotetra dekana, serta dari ekstrak metanol diisolasi caulerpin dan
suatu senyawa yang diduga hidrokarbon tidak jenuh. Zat caulerpicin dan
8
caulerpin dapat diisolasi dari Caulerpa racemosa, Caulerpa sertulariodes,
dan Caulerpa lentifera. Kandungan ini dapat diketahui apabila tallus
terluka menunjukkan warna jingga dan kemudian akan timbul tonjolan
sehingga menyebabkan degenerasi disekitar luka tersebut (18).
Secara kimia ganggang laut atau alga terdiri dari air, karbohidrat,
lemak dan abu. Selain karbohidrat, protein, lemak dan serat, ganggang
laut juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin
(A,B,C,D,E, dan K) dan makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium
dan selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium
(20, 21).
II.3 Senyawa Antimikroba
Antimiroba adalah substansi yang menghambat pertumbuhan atau
membunuh bakteri ataupun mikroorganisme lain (organisme mikroskopik
termasuk bakteri, jamur, virus, protozoa dan ricketsia), sedangkan secara
teknik istilah antibiotik mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu
macam mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikrooganisme yang lain (22).
Suatu antimikroba harus bersifat toksisitas selektif artinya obat atau
zat tersebut harus bersifat sangat toksis terhadap mikroorganisme
penyebab penyakit tetapi relatif tidak toksis terhadap jasad inang.
Berdasarkan sifat toksisitas tersebut, antimikroba dapat bersifat : (23)
1. Bakteriostatika, yaitu zat atau bahan yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme (bakteri). Dalam keadaan seperti ini
9
jumlah mikroorganisme menjadi stasioner, tidak dapat lagi multiplikasi
dan berkembang biak. Sebagai contoh adalah sulfonamida, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin dan novobiosin serta paraaminosalisilat.
2. Bakteriosida, yaitu zat atau bahan yang dapat membunuh
mikroorganisme (bakteri). Dalam hal ini jumlah mikroorganisme akan
berkurang atau bahkan habis, tidak dapat lagi berkembang biak. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin, neomisin.
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal debagai kadar
hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba
tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid
bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (24).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima
kelompok, yaitu : (23, 24)
1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.
Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman
patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam para amino
benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Antimikroba bekerja memblok
tahap metabolik spesifik mikroba, sperti sulfonamid, trimetoprim, PAS dan
sulfon.
10
2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu
kompleks polimer mukopeptida. Antimikroba golongan ini dapat
menghambat sintesis atau menghambat aktivitas enzim yang berperan
dalam pembentukan dinding sel mikroorganisme. Antimikroba yang
termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin,
vankomisin dan sikloserin.
3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba
Antimikroba secara langsung bekerja pada membran sel yang
mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan keluarnya senyawa
intraseluler yang berupa komponen penting dari dalam sel
mikroorganisme yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida. Antimikroba
yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, kolistin, amfoterisin
B dan nistatin.
4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba
Dalam kelangsungan hidupnya mikroba perlu mensintesis berbagai
protein, dimana sintesis protein berlnagsung di ribosom dengan bantuan
mRNA dan tRNA. Antimikroba mempengaruhi fungsi ribosom pada
mikroorganisme yang menyebabkan sintesa protein terhambat. Pada
bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit yang berdasarkan konstanta
sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Antimikroba yang
berinteraksi dengan ribosom 30S antara lain adalah aminoglikosida dan
11
tetrasiklin, sedangkan yang berinteraksi dengan ribosom 50S antara lain
adalah kloramfenikol, linkomisin, klindamisin dan eritromisin.
5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Dalam hal ini antimikroba mempengaruhi metabolisme asam
nukeat. Antimikroba kelompok ini bekerja dengan cara berikatan dengan
enzim polymerase-RNA (pada sub-unit) sehingga menghambat sintesis
RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Sebagai contoh, rifampisin mengikat
dan menghambat DNA-dependent RNA-polimerase yang ada pada
bakteri, kuinolon menghambat DNA girase dan metronidazol menghambat
sintesis DNA.
II.4 Ganggang Laut Sebagai Penghasil Senyawa Antimikroba
Telah dilakukan penelitian oleh Andi Reskika mengenai ganggang
hijau Enteromorpha linza yang ditemukan memiliki aktivitas antimikroba
terhadap Vibrio alginoliticus ganggang coklat Dictyopteris acrostichoides
ditemukan memiliki aktivitas terhadap Vibrio alginoliticus dan Vibrio
harveyi. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Vallinayagam dkk. yang menemukan aktivitas dari ganggang Gracilaria
edulis terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeroginosa.
Taksin dkk. juga menemukan bahwa ganggang merah Coralina officinalis
memiliki aktivitas terhadap Enterococcus faecalis, Enterobacter
aerogenens dan Escherichia coli, sedangkan ganggang hijau Ulva rigida
memiliki aktivitas terhadap Staphylococcus aureus (25, 26, 27).
12
II.5 Simbiosis Bakteri Dengan Organisme Laut
Simbiosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
setiap hubungan permanen atau jangka panjang antara dua atau lebih
spesies yang berbeda dari organisme. Hubungan antara tanaman inang
dengan anggota yang lebih kecil dikenal sebagai simbion atau symbiote.
Tanaman inang biasanya menyediakan makanan dan tempat tinggal bagi
simbion, sementara manfaat bagi tuan rumah bervariasi di setiap jenis
hubungan. Hubungan ini dapat diklasifikasikan oleh jenis asosiasi, tingkat
keintiman, dan tingkat ketergantungan (28).
Klasifikasi dari hubungan simbiotik, antara lain : (28, 29)
1. Type asosiasi
(a) Mutualisme adalah simbiosis yang saling menguntungkan antara
tanaman inang dan simbiosisnya.
(b) Komensalisme adalah salah satu dari pasangan simbion yang
mendapatkan keuntungan, sedangkan yang lainnya tidak
mendapatkan keuntungan maupun kerugian.
(c) Parasitisme adalah simbiosis yang merugikan tanaman inang.
2. Tingkat keintiman
(a) Episimbion / Ectosimbion adalah simbion yang hidup pada permukaan
sel inang.
(b) Endosimbion / Simbion intraselular adalah simbion yang hidup di
dalam sel inangnya.
13
3. Ketergantungan terhadap simbiosis
(a) Simbion fakultatif adalah simbion yang dapat hidup pada kondisi hidup
yang bebas.
(b) Simbion obligat adalah simbion yang tidak dapat hidup tanpa bantuan
dari tanaman inangnya.
Hentschel dan Wilkinson dalam Mahdiyah (2012) mengemukakan
bahwa spons merupakan salah satu organisme yang dapat berasosiasi
dengan sejumlah besar mikroorganisme berbeda meliputi cyanobacteria,
bakteri heterotrofik, alga uniseluler dan zoo-chlorella. Senyawa bioaktif
laut atau produk alami laut (Marine Natural Products (MNPs)) adalah
senyawa organik yang diproduksi oleh mikroba, spons, rumput laut, dan
organisme laut lain. Organisme inang mensintesis senyawa ini sebagai
metabolit sekunder untuk melindungi dirinya dan menjaga keseimbangan
lingkungan. Spons laut memiliki sumber yang kaya akan mikroorganisme
baru dengan potensi aktivitas farmakologi. Interaksi antara spons dan
bakteri terjadi dalam bentuk simbiosis komensalisme di mana dalam
interaksi ini dihasilkan senyawa bioaktif (30,31).
Telah dilakukan penelitian oleh Zheng dkk. (2005) bahwa beberapa
bakteri berasosiasi dengan spons yang menghasilkan metabolit sekunder
dengan aktivitas antimikroba adalah bakteri yang berasosiasi dengan
spons Himeniacidon parleve, yaitu NJ6-3-1 yang menghasilkan senyawa
beta karbolin alkaloid yang bersifat antimikroba terhadap Staphylococcus
aureus (32).
14
II.6 Isolasi Mikroorganisme
Mikroorganisme di alam dapat diperoleh dalam bentuk tunggal,
teteapi pada umumnya mikroorganisme di alam selalu dalam bentuk
populasi campuran, baik yang mempunyai hubungan kerabat maupun
tidak sehingga untuk memperoleh mikroorganisme yang akan digunakan
sebagai alat dalam penelitian-penelitian dibutuhkan isolasi
mikroorganisme pada tempat di alam yang diperkirakan menjadi habitat
dari mikroorganisme tersebut dan mempunyai peranan yang cukup
penting pada lingkungan tersebut. Dalam beberapa hal identifikasi
terhadap bakteri dapat dibuat dari pengamatan preparat yang diwarnai
dan dapat ditentukan ukuran, bentuk dan kelompok atau grup
organismenya (apakah termasuk basilus, kokus, Gram-positif atau Gram-
negatif) (23).
Secara alami, bakteri di alam ditemukan dalam populasi campuran.
Hanya dalam keadaan tertentu saja populasi ini ditemukan dalam
keadaan murni. Berikut adalah metode-metode isolasi mikroorganisme
dalam suatu bahan campuran : (23, 33)
1. Metode Goresan
Inokulum digoreskan dipermukaan medium agar nutrien (NA) dalam
cawan petri dengan menggunakan jarum ose. Teknik ini lebih
menguntungkan bila ditinjau dari sudut ekonomi dan waktu, tetapi
memerlukan keterampilan yang diperoleh dengan latihan. Penggoresan
yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah.
15
2. Metode Agar Sebar
Setetes inokulum diletakkan ditengah-tengah medium agar nutrien
(NA) dan dengan menggunakan batang kaca bengkok (hocky stick)
inokulum tersebut disebarkan di permukaan medium. Hocky stick yang
sama dapat digunakan untuk menjamin penyebaran sel-selnya dengan
baik. Pada beberapa cawan petri akan tumbuh koloni-koloni yang
terpisah-pisah. Pada teknik ini sterilisasi batang penyebar dilakukan
dengan mencelupkan ke dalam alkohol dan kemudian dipanaskan
sehingga alkohol terbakar habis. Penyebar didinginkan dahulu sebelum
digunakan untuk menyebarkan inokulum pada permukaan agar.
Penyebaran inokulum dilakukan dengan memutar agar lempengan.
3. Metode Agar Tuang
Isolasi menggunakan media cair dengan cara pengenceran. Dasar
melakukan pengenceran adalah penurunan jumlah mikroorganisme
sehingga pada suatu saat hanya ditemukan satu sel di dalam tabung.
Pada cara agar tuang, dilakukan pengenceran satu mata ose suspensi
bakteri ke dalam tiga tabung agar tuang sehingga akan diperoleh
lempengan dengan jumlah bakteri yang optimum untuk isolasi. Teknik ini
lebih mudah karena untuk mendapatkan koloni yang terpisah tidak
diperlukan keterampilan seperti pada teknik penggoresan.
Biakan murni merupakan biakan yang hanya mengandung satu
macam bakteri saja. Dalam teknik biakan murni tidak saja diperlukan
bagaimana memperoleh suatu biakan murni, tetapi juga bagaimana
16
memelihara serta mencegah pencemaran dari luar. Media untuk
membiakkan bakteri haruslah steril sebelum digunakan. Pencemaran dari
luar terutama berasal dari udara yang mengandung banyak
mikroorganisme (33).
Untuk mendapatkan isolat murni mikroba dari suatu bahan yang
mengandung campuran mikroba dapat dilakukan dengan beberapa cara
tergantung dari mikroorganismenya antara lain : (34)
1. Isolasi pada agar cawan
Kebanyakan bakteri, kapang dan khamir dapat membentuk koloni
pada medium padat, sehingga mudah diisolasi dengan cara menyebarkan
sel-sel tersebut pada agar cawan sedemikian rupa sehingga tumbuh
koloni-koloni yang terpisah. Konsentrasi agar yang digunakan 1-2%, tetapi
terkadang digunakan agar yang lebih lunak untuk mengisolasi beberapa
mikroba tertentu. Prosedur isolasinya dapat menggunakan metode gores
yaitu dengan menggoreskan sampel di permukaan medium agar ataupun
dengan metode tuang yaitu dengan cara mengencerkan kultur yang
kemudian dituang ke dalam cawan dan kemudian menambahkan medium
agar.
2. Isolasi dalam medium cair
Beberapa bakteri terutama yang ukuran selnya besar dan
kebanyakan protozoa dan ganggang tidak dapat tumbuh pada agar
cawan, tetapi hanya dapat tumbuh pada kultur cair. Cara yang termudah
untuk mengisolasi mikroba dalam medium cair adalah dengan metode
17
pengenceran. Dalam metode ini, inokulum diencerkan di dalam medium
steril, dan sejumlah tabung yang berisi medium diinokulasikan dengan
suspensi inokulum dari masing-masing pengenceran.
3. Isolasi sel tunggal
Untuk mengisolasi sel mikroba yang ukurannya besar dan tidak
dapat diisolasi dengan metode agar cawan dan pengenceran, ada suatu
cara isolasi yang disebut isolasi dengan sel tunggal. Sel mikroba yang
dapat dilihat dengan perbesaran 100 kali atau kurang, setiap selnya dapat
dipisahkan dan diambil dengan menggunakan pipet kapiler yang sangat
halus, kemudian dicuci beberapa kali di dalam medium steril yang
jumlahnya relatif besar untuk menghilangkan mikroba kontaminan yang
ukurannya lebih kecil.
II.7 Fermentasi Mikroorganisme
Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses
oksidasi anaerobik atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan
alkohol serta beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang
menggunakan substrat protein dan lemak. Fermentasi adalah proses yang
dilakukan oleh mikroorganisme baik melalui proses aerobik ataupun
anaerobik dimana terjadi perubahan kimia spesifik dari suatu substrat
organik dan menghasilkan produk yang bernilai ekonomis (35,36).
Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba
pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang
melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari
18
glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air,
CO2 dan energi (ATP). Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan
metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat yang
setengah terurai (35).
Dalam proses fermentasi mikroorganisme, pemilihan medium
sangat penting terhadap keberhasilan proses fermentasi karena medium
menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan, energi, zat pembangun sel dan
susbtrat biosintesis selama fermentasi. Medium yang digunakan untuk
menumbuhkan fungi mengandung sumber karbon (umumnya glukosa),
sumber nitrogen (umumnya amonia atau nitrat terkadang asam amino),
fosfat, sulfat, magnesium, potassium, dan unsur mikro seperti besi,
mangan, zink, tembaga. Dan sebagai tambahan, terkadang juga
ditambahkan bahan alam pada medium seperti air rendaman jagung,
ekstrak khamir, jus buah-buahan dan protein terhidrolisa (35, 37).
II.8 Pengukuran Pertumbuhan Mikroba
Pertumbuhan secara umum dapat didifenisikan sebagai
pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup.
Perbanyakan sel adalah konsekuensi pertumbuhan. Pada organisme
uniseluler seperti bakteri, pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel
yang juga berarti pertambahan jumlah organisme yang membentuk
populasi atau suatu biakan (16).
Pada pengukuran pertumbuhan atau perbanyakan dapat dilakukan
dengan pengukuran pertambahan berat (berat kering) atau perhitungan
19
jumlah mikroorganismenya. Pada perhitungan jumlah mikroorganisme
dapat dibedakan antara perhitungan jumlah sel yang mati dan yang hidup
atau jumlah total (total count) dan jumlah sel mikroorganisme yang hidup
(viable count). Jumlah total bakteri dapat ditentukan dengan beberapa
cara seperti perhitungan dengan menggunakan Petroff Hauser Bacteria
Counter atau dengan cara-cara lainnya,sedangkan jumlah bakteri yang
viable dapat ditentukan dengan cara taburan (plating) atau dengan cara
filter membran atau dengan cara-cara lainnya (23).
Suatu piaraan mikroorganisme, misalnya bakteri yang sudah cukup
tua kemudian diambil sedikit untuk ditanam pada medium cair yang cocok.
Dalam waktu yang sama bila kita ambil 1 kolong kawat inokulasi kemudian
disebarkan pada agar lempengan dalam cawan petri. Jumlah koloni yang
kemudian tumbuh di cawan dapat kita hitung. Biasanya jumlahnya
menjadi sangat besar, maka kita mabil logaritmanya saja. Bila logaritma
jumlah bakteri ditulis dalam ordinat, waktu dituliskan dalam basis maka
diperoleh kurva seperti di bawah ini : (16).
Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroorganisme (Waluyo L, 2004)
20
Pada kurva pertumbuhan tersebut terlihat adanya fase-fase
pertumbuhan yaitu : (16, 23, 38)
1. Fase I : Fase Adaptasi (Fase Lag)
Fase ini untuk menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi
lingkungan di sekitarnya. Fase ini belum terjadi pembelahan sel karena
beberapa enzim mungkin belum disintesis. Lamanya fase ini bervariasi,
dapat cepat atau lambat tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan
lingkungannya.
2. Fase II : Fase Pertumbuhan Awal
Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih
rendah. Jumlah bakteri mulai bertambah sedikit demi sedikit.
3. Fase III : Fase Pertumbuhan Logaritma (Eksponensial)
Pada fase ini, sel jasad renik membelah dengan cepat, dimana
pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Kecepatan
pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti
pH dan kandungan nutrien, suhu dan kelembaban udara.
4. Fase IV : Fase Pertumbuhan Diperlambat
Pada fase ini pertumbuhan mulai terhambat disebabkan karena
adanya pengurangan nutrien dan mulai terjadi penimbunan hasil
metabolisme yang bersifat racun, juga terjadi perubahan lingkungan
seperti pH dan lain-lain. Pada fase ini pertumbuhan sel tidak stabil, tetapi
jumlah populasi masih naik. Hal ini karena jumlah sel yang masih tumbuh
lebih banyak daripada jumlah sel yang mati.
21
5. Fase V : Fase Pertumbuhan Tetap (Stasioner)
Pada fase ini jumlah sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama
dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini lebih kecil karena
sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah habis. Pada fae ini sel-sel
lebih tahan terhadap keadaaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi dan
bahan kimia.
6. Fase VI : Fase Kematian Dipercepat dan Kematian Logaritma
Kedua fase ini sering disebut sebagai fase penurunan kematian.
Pada fase ini kecepatan kematian meningkat terus menerus sedangkan
kecepatan pembelahan menjadi nol. Setelah sampai ke fase kematian
logaritma kecepatan kematian mencapai maksimum. Jumlah selnya
menurut sesuai deret ukur, tetapi penurunan jumlah tersebut akan
mencapai keadaan yang minimum.
II.9 Lama Fermentasi
Menurut Buckle dkk. (1985) bila suatu sel mikroorganisme
diinokulasikan pada media nutrien agar, pertumbuhan yang terlihat mula-
mula adalah suatu pembesaran ukuran, volume dan berat sel. Ketika
ukurannya telah mencapai kira-kira dua kali dari besar sel normal, sel
tersebut membelah dan menghasilkan dua sel. Sel-sel tersebut kemudian
tumbuh dan membelah diri menghasilkan empat sel. Selama kondisi
memungkinkan, pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung terus
sampai sejumlah besar populasi sel terbentuk (39).
22
Waktu antara masing-masing pembelahan sel berbeda-beda
tergantung dari spesies dan kondisi lingkungannya, tetapi untuk
kebanyakan bakteri waktu ini berkisar antara 10-60 menit. Tipe
pertumbuhan yang cepat ini disebut pertumbuhan logaritmis atau
eksponensial karena bila log jumlah sel digambarkan terhadap waktu
dalam grafik akan menunjukkan garis lurus. Tetapi pada kenyataannya
tipe pertumbuhan eksponensial ini tidak langsung terjadi pada saat sel
dipindahkan ke medium pertumbuhan dan tidak terjadi secara terus
menerus (40).
Kunaepah (2008) pada kefir susu kacang merah menunjukkan
lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap aktivitas antibakteri dengan
diameter zona bening paling tinggi 1,5 mm pada perlakuan lama
fermentasi 24 jam suhu ruang dan jumlah glukosa 5%, hal ini
kemungkinan disebabkan oleh suhu dan waktu yang berbeda, pada
penelitian dilakukan pada suhu 43,5°C dan waktu 6, 8 dan 10 jam berbeda
dengan 24 jam sehingga ada waktu lebih lama dalam memproduksi asam
yang berpengaruh terhadap aktivitas antibakterinya (41).
II.10 Uji Aktivitas Antimikroba
1. Metode Difusi
Metode Difusi termasuk teknik agar-overlay seperti cakram, strip,
sumur (lubang) dan silinder. Uji difusi disk adalah salah satu metode yang
paling umum digunakan uji kerentanan antimikroba. Di Amerika Serikat ini
adalah metode resmi untuk deteksi kualitatif penghambatan zat kimia
23
dalam susu. Filter kecil kertas cakram (sekitar 1 cm diameter) diresapi
dengan sejumlah zat standar antibakteri ditempatkan ke piringan agar
yang telah diinokulasi sebelumnya untuk metode ini. Cawan dibalik dan
diinkubasi. Kadang-kadang, sebelum inkubasi, cawan dengan disk yang
tersisa pada suhu mendekati 00C selama beberapa jam untuk
memungkinkan difusi. Waktu inkubasi bervariasi dari sekitar 48 jam.
Diameter zona penghambatan pertumbuhan bakteri adalah ukuran
kerentanan. Metode Difusi biasanya digunakan untuk zat murni (39).
2. Metode Dilusi
Metode dilusi terutama digunakan untuk menentukan konsentrasi
hambat minimum (MIC) dari zat murni dan ekstrak. Sampel harus
homogen terdispersi dalam air. Hal ini biasanya dicampur dalam berbagai
pengenceran dengan media diinokulasi. Setelah inkubasi, sifat
penghambatan sampel dapat diperkirakan dengan perbandingan
turbidimetri atau visual dengan biakan kontrol. Dalam uji tabung berbagai
konsentrasi analit dicampur dalam serangkaian tabung dengan suspensi
bakteri. Jumlah terkecil menyebabkan penghambatan pertumbuhan
bakteri, media tetap jernih, memberikan nilai MIC. Dalam pengenceran
agar dengan berbagai konsentrasi zat antibakteri yang dicampur dengan
nutrient agar. plat agar diinokulasi dan diinkubasi. Konsentrasi terendah
dari antibiotik yang menunjukkan tidak ada pertumbuhan dibaca sebagai
nilai MIC. Uji mikrodilusi kaldu dilakukan dalam piring microtitre. Setelah
24
inkubasi pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan adanya putih "pellet" di
bagian dasar sumur (42).
II.11 Mikroba Uji
1. Escherichia coli
a. Klasifikasi (43)
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Enterobacteriales
Suku : Enterobacteriacea
Marga : Escherichia
Jenis : Escherichia coli
b. Sifat dan Morfologi (38, 43)
Berbentuk batang, biasanya berukuran 0,5 x 1,0-3,0 mikron. Bervariasi
terdapat dalam bentuk hampir bulat sampai batang panjang, terdapat
dalam bentuk tunggal, berpasangan dan rantai pendek. Motil ataupun
non-motil, strain motil memiliki flagela peritrik (flagela secara merata
tersebar di seluruh permukaan sel). Biasanya tidak memiliki kapsul, tidak
membentuk spora. Gram-negatif. Tumbuh baik pada temperatur antara
8oC sampai 46oC, namun mempunyai temperatur optimum pada suhu
37oC.
Bersifat aerobik dan fakultatif anaerobik, katalase positif. Memiliki
metabolisme tipe fermentatif dan respirasi. Glukosa dan laktosa
difermentasi dengan produksi asam dan gas. Asetilmetilkarbinol tidak
25
diproduksi. Umumnya tidak mampu memanfaatkan asam urat sebagai
satu-satunya sumber nitrogen. Ditemukan dalam kotoran; kadang-kadang
patogen terhadap manusia (enteritis, peritonitis, sistisis, dll), terdistribusi
secara luas di alam.
2. Salmonella thyposa
a. Klasifikasi (43)
Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Bangsa : Enterobacteriales
Suku : Enterobacteriacea
Marga : Salmonella
Jenis : Salmonella thyposa
b. Sifat dan Morfologi (38, 43)
Salmonella thyposa adalah bakteri yang berbentuk basil yang tidak
begitu panjang berukuran 0,6-0,7 x 2,0-3,0 µm, biasanya tunggal,
berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai pendek. Gram-
negatif. Motil dengan flagela peritrik, kadang-kadang non-motil. Hidup
secara aerobik atau anaerobik fakultatif, memfermentasikan glukosa
dengan menghasilkan asam tapi tidak menghasilkan gas. Tumbuh optimal
pada suhu 37oC. Tidak membentuk spora, lekas mati dalam di dalam terik
matahari, tidak dapat bertahan lama di dalam perairan bebas. Bakteri ini
dapat ditemukan di saluran pencernaan manusia dan hewan dan
merupakan penyebab penyakit demam tifoid (tipus perut).
26
3. Pseudomonas aeruginosa
a. Klasifikasi (43)
Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Bangsa : Pseudomonadales
Suku : Pseudomonadaceae
Marga : Pseudomonas
Jenis : Pseudomonas aeruginosa
b. Sifat dan Morfologi (38, 43)
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri Gram-negatif berbentuk
batang dengan ukuran 0,5-0,6 x 1,5 µm, biasanya berbentuk tunggal,
berpasangan dan membentuk rantai pendek. Motil dengan flagela yang
memiliki satu hingga tiga flagela polar. Hidup secara aerobik atau
fakultatif, katalase positif, oksidasi positif. Tumbuh optimal pada suhu
37oC dan tumbuh dengan baik pada suhu 42oC. Tidak mampu
memfermentasi tetapi mampu mengoksidase glukosa, laktosa ataupun
karbohidrat lainnya. Kadang-kadang kedapatan di dalam luka pada hewan
atau manusia. Bakteri ini menyebabkan timbulnya nanah yang kebiru-
biruan.
4. Staphylococcus aureus
a. Klasifikasi (43)
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
27
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus
b. Sifat dan Morfologi (43)
Staphylococcus aureus adalah bakteri berbentuk bulat dan
berdiameter 0,8-1,0 µm. Susunan selnya ada yang berbentuk tunggal,
berpasangan, dalam rantai pendek dan membentuk gerombolan yang
tidak teratur. Non-motil. Gram-positif. Hidup secara aerobik ataupun
anaerobik fakultatif, memiliki suhu optimal 37oC dan dapat tumbuh pada
suhu 10oC dan 45oC. Mampu memfermentasi mannitol, koagulase positif.
Ditemukan terutama pada membran mukus hidung dan kulit (folikel
rambut). Penyebab dari furunkulosis, piaemia, osteomielitis, suppurasi dari
luka, dan keracunan makanan. Sangat umum.
5. Bacillus subtilis
a. Klasifikasi (43)
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Bacillaceae
Marga : Bacillus
Jenis : Bacillus subtilis
28
b. Sifat dan Morfologi (43)
Berbentuk batang dengan ukuran 0,7-0,8 x 2,0-3,0 µm, tidak
membentuk rantai. Tidak memiliki kapsul. Motil dengan flagel peritrik.
Termasuk bakteri Gram-positif. Mampu membentuk endospora, berukuran
0,6-0,9 x 1,0-1,5 µm, elips hingga silinder, sentral hingga parasentral,
berdinding tipis. Kebanyakan terbentuk dalam 48 jam. Bakteri ini
menghasilkan antibiotik basitrasin dan subtilin. Suhu pertumbuhan optimal
antara 28oC dan 40oC. Umumnya terdistribusi di tanah, debu dan material
terdekomposisi.
29
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah Biological Safety Cabinet II
(BioHazard), cawan petri, centrifugator (Hermle Labnet Z 383 K), enkas,
erlenmeyer (Pyrex), freeze drying (Scanvac), gelas ukur (Pyrex), inkubator
(Memmert), jangka sorong (Tricle Brand), jarum ose bulat, kompor gas,
labu ukur, lampu spiritus, lemari pendingin (Pannasonic), mikro pipet,
otoklaf (All American), oven (WTB Binder type E115), pinset, pipet volum,
rak tabung, sendok tanduk, sonikator (Elma E 30 H), tabung centrifuge
(Pyrex), tabung reaksi, timbangan analitik (Chyo JL 200), tip, vial.
Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat bakteri simbion dari
ganggang hijau Caulerpa racemosa yaitu isolat BSCr-5 yang diperoleh
dari hasil penelitian oleh Suryadi dkk. (2012), air suling, etanol 70 %,
kapas, kertas cakram berdiameter 6 mm (Oxoid), kontrol antibiotik
(kloramfenikol, tetrasiklin), larutan NaCl fisiologis, medium MA (marine
agar), medium MYB (maltose yeast extract broth), medium NA (nutrient
agar), medium MHA (Mueller Hinton agar) dan medium produksi yang
terdiri dari glukosa, ekstrak yeast, NaCl, pati terlarut dan tepung kedelai.
III.2 Metode Kerja
III.2.1. Penyiapan Alat
Alat-alat yang digunakan dicuci bersih dengan detergen lalu dibilas
dengan air mengalir dan terakhir dengan air suling. Selanjutnya
30
dikeringkan, dibungkus dan disterilkan. Tabung reaksi dan labu
Erlenmeyer terlebih dahulu disumbat dengan kapas bersih. Alat yang
terbuat dari gelas disterilkan dalam oven pada suhu 180oC selama 2 jam,
sedangkan alat-alat yang tidak tahan pemanasan tinggi dan berskala
disterilkan dalam otoklaf pada suhu 121OC, tekanan 2 atm selama 15
menit. Jarum ose disterilkan dengan cara pemanasan langsung hingga
memijar.
III.2.2 Penyiapan Medium
III.2.2.1 Medium MA (Marine Agar)
Medium marine agar dibuat dengan menimbang 37,4 g serbuk
medium Marine Broth dan 15 g serbuk agar lalu didispersikan dengan air
suling hingga 1000 ml pada labu Erlenmeyer dan dipanaskan hingga larut
kemudian disterilkan di autoklaf dengan suhu 121oC tekanan 2 atm
selama 15 menit.
III.2.2.2 Medium NA (Nutrient Agar)
Medium nutrient agar dibuat dengan menimbang 8 g serbuk
medium Nutrient Broth dan 15 g serbuk agar lalu didispersikan dengan air
suling hingga 1000 ml pada labu Erlenmeyer dan dipanaskan hingga larut
kemudian disterilkan di autoklaf dengan suhu 121oC tekanan 2 atm
selama 15 menit.
III.2.2.3 Medium MYB (Maltose Yeast Extract Broth)
Medium MYB dibuat dengan menimbang 10 g maltosa dan 4 g
ekstrak yeast lalu didispersikan dengan air suling hingga 1000 ml pada
31
labu Erlenmeyer dan dihomogenkan kemudian disterilkan di autoklaf
dengan suhu 121oC tekanan 2 atm selama 15 menit.
III.2.2.4 Medium Produksi
Medium produksi dibuat dengan menimbang 20 gram glukosa, 10
gram pati terlarut, 25 gram tepung kedelai, 1 gram ekstrak yeast dan 10
gram NaCl lalu didispersikan dengan 1000 ml air suling pada labu
Erlenmeyer kemudian disterilkan di autoklaf dengan suhu 121oC tekanan
2 atm selama 15 menit.
III.2.2.5 Medium MHA (Muller Hinton Agar)
Medium MHA dibuat dengan menimbang 38 g serbuk medium MHA
lalu didispersikan dengan air suling hingga 1000 ml pada labu Erlenmeyer
dan dipanaskan hingga larut kemudian disterilkan di autoklaf dengan suhu
121oC tekanan 2 atm selama 15 menit.
III.2.3 Penentuan Kurva Pertumbuhan dengan Metode ALT (Angka
Lempeng Total) Bakteri
Isolat BSCr-5 diinokulasikan pada 8 buah Erlenmeyer berisi
medium MYB (maltose yeast extract broth) lalu diinkubasi pada suhu 37oC
selama 24 Jam sebagai starter kemudian difermentasikan pada medium
produksi dengan dengan konsentrasi starter 10% lalu diinkubasi pada
suhu 37oC selama 24 hingga 192 jam untuk masing-masing labu
Erlenmeyer.
Perhitungan jumlah bakteri dengan metode ALT dilakukan dengan
beberapa faktor pengenceran dari produk fermentasi yang diambil pada
32
selang waktu 24 jam. Hari pertama dilakukan pengambilan produk
fermentasi pada jam ke-0, ke-6, ke-12 dan ke-24 lalu diambil tiap 24 jam
hingga jam ke-192 (hari ke-8). Sebanyak 1 ml dari masing-masing hasil
fermentasi dibuat pengenceran dengan berbagai faktor pengenceran
kemudian 1 ml dari masing-masing pengenceran diinokulasikan dalam
dalam cawan petri steril kemudian ditambahkan medium nutrient agar
(NA) cair dengan suhu ± 40-45oC sebanyak ±15-20 ml, dihomogenkan
dan dibiarkan memadat lalu diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu
37oC. Selanjutnya, dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada permukaan
medium beradasarkan metode ALT dan dibuat kurva pertumbuhan isolat.
III.2.4 Produksi Senyawa Isolat BSCr-5 dengan Variasi Waktu
Fermentasi
Produksi senyawa antibiotika dari isolat BSCr-5 dilakukan dengan 8
variasi waktu yaitu selama 2x24 jam hingga 9x24 jam. Isolat BSCr-5
diinokulasikan dalam 8 buah Erlenmeyer berisi 10 ml medium MYB
(maltosa yeast extract broth) lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24
jam. Setelah itu, masing-masing starter difermentasikan pada medium
produksi dengan volume total 100 ml kemudian diinkubasi pada suhu
37oC dengan beberapa variasi waktu fermentasi yaitu selama 48 Jam, 72
jam, 96 jam, 120 jam, 144 jam, 168 jam, 192 jam dan 216 jam. Hasil
fermentasi terlebih dahulu diultrasonikasi selama 15 menit selanjutnya
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm hingga
diperoleh supernatan dan residu.
33
Supernatan dari tiap hasil fermentasi dipindahkan sebanyak 20 ml
ke dalam cawan petri lalu diliofilisasi hingga berupa serbuk kering.
Liofilisat dari tiap supernatan dilarutkan dengan 2 ml air suling steril dan
dikocok homogen sehingga diperoleh supernatan yang lebih pekat 10 kali
dari konsetrasi awal.
III.2.5 Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi
III.2.5.1 Pembuatan Larutan Kontrol Positif
Larutan kontrol positif yang digunakan untuk bakteri
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Salmonella thyposa adalah
tetrasiklin dengan konsentrasi 30 bpj. Baku antibiotika tetrasiklin ditimbang
sebanyak 50 mg dan dimasukkan ke dalam labu tentu ukur 50 ml yang
telah disterilkan terlebih dahulu kemudian didispersikan dengan asam
klorida 0,1 N steril hingga batas tanda dan dikocok hingga larut (1000 bpj).
Sebanyak 3 ml dari larutan tersebut dipipet dan dimasukkan ke dalam
labu tentu ukur 100 ml dan ditambahkan dengan asam klorida 0,1 N
hingga volume total larutan 100 ml (30 bpj).
Larutan kontrol positif yang digunakan untuk bakteri Escherichia
coli dan Pseudomonas aeruginosa adalah kloramfenikol dengan
konsentrasi 30 bpj. Baku antibiotika kloramfenikol ditimbang sebanyak 50
mg dan dimasukkan ke dalam labu tentu ukur 50 ml yang telah disterilkan
terlebih dahulu kemudian didispersikan dengan 1 ml etanol 70% lalu
ditambahkan air suling steril hingga batas tanda dan dikocok hingga larut
(1000 bpj). Sebanyak 3 ml dari larutan tersebut dipipet dan dimasukkan ke
34
dalam labu tentu ukur 100 ml dan ditambahkan dengan air suling steril
hingga volume total larutan 100 ml (30 bpj).
III.2.5.2 Peremajaan dan Pendispersian Biakan Murni Bakteri Uji
Bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Salmonella
thyposa, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa dibiakkan dalam
medium NA miring selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24
jam.Bakteri uji yang telah diremajakan, didispersikan dengan larutan NaCl
fisiologis steril lalu diukur kekeruhannya hingga 25% transmitan pada
spektrofotometer (Spectronic 20D+) dengan panjang gelombang 580 nm.
III.2.5.3 Penentuan Daya Hambat dengan Metode Difusi Agar
Aktivitas antimikroba diuji menggunakan metode difusi agar dengan
menggunakan medium MHA (muller hinton agar). Masing-masing
suspensi mikroba uji sebanyak 100 µl dipindahkan ke dalam botol steril
lalu ditambahkan 20 ml medium MHA dan dicampur homogen. Campuran
medium dan suspensi bakteri uji kemudian dituang ke dalam cawan petri
steril dan dibiarkan memadat. Masing-masing supernatan hasil fermentasi
sebanyak 20 µL diteteskan pada kertas cakram steril kemudian dikering
anginkan, lalu diletakkan diatas media uji yang mengandung bakteri uji.
Cawan kemudian diinkubasi selama 24 jam pada 37oC.
Sebagai kontrol positif digunakan larutan tetrasiklin 30 bpj pada
cawan petri yang mengandung bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus
subtilis dan Salmonella thyposa, sedangkan larutan kloramfenikol 30 bpj
untuk bakteri uji Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Zona
35
hambatan yang terbentuk ditandai dengan adanya zona bening di sekitar
kertas cakram steril setelah masa inkubasi dan diukur diameter zona
hambatnya dengan menggunakan jangka sorong dengan tiga sisi
pengukuran.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Pengukuran Pertumbuhan Isolat Bakteri Simbion
Isolat BSCr-5 simbion yang diperoleh pada penelitian sebelumnya.
Bakteri tersebut memiliki karakterisasi yaitu bakteri Gram-negatif
berbentuk batang, hidup secara aerob fakultatif, tumbuh optimal pada
suhu 37oC, pH 7 dan tekanan osmosis setara NaCl 1%, bersifat tahan
asam, serta tidak mampu menguraikan laktosa dan tidak menghasilkan
gas (9). Penelitian pengaruh waktu fermentasi terhadap produksi kandidat
antibiotika dari isolat bakteri simbion dari ganggang hijau Caulerpa
racemosa yakni isolat BSCr-5 telah dilakukan. Penentuan variasi waktu
fermentasi didasarkan pada waktu dicapainya fase pertumbuhan stasioner
isolat saat penentuan kurva pertumbuhan isolat tersebut.
Isolat BSCr-5 diremajakan dalam medium marine agar kemudian
dibuat kultur isolat bakteri dengan cara diinokulasikan pada medium MYB
selama sehari sebagai starter lalu difermentasikan pada 8 buah labu
Erlenmeyer berisi medium produksi dan diinkubasi selama 24 sampai 192
jam atau selama 8 hari untuk masing-masing labu Erlenmeyer.
Kurva pertumbuhan bakteri diperoleh melalui perhitungan jumlah
sel bakteri dengan metode ALT (angka lempeng total) atau hitungan
cawan. Menurut Waluyo (2005), metode hitung cawan merupakan metode
yang paling sensitif dalam menentukan jumlah bakteri dibandingkan
dengan metode perhitungan lainnya karena hanya sel mikroorganisme
37
yang masih hidup yang dapat dihitung (14). Cawan yang dipilih dan
dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni 30 – 300 koloni per ml
(per cawan petri).
Kurva pertumbuhan isolat BSCr-5 dapat dilihat pada gambar, untuk
data selengkapnya dapai dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 3. Kurva pertumbuhan isolat bakteri simbion ganggang hijau Caulerpa racemosa
(BSCr5). Keterangan gambar :
(a) Fase pertumbuhan dipercepat (e) Fase kematian diperlambat (b) Fase pertumbuan logaritma (f ) Fase kematian logaritma (c) Fase pertumbuhan diperlambat (g) Fase kematian tetap (d) Fase stasioner
Data kurva pertumbuhan diatas memperlihatkan bahwa isolat
BSCr-5 mengalami fase pertumbuhan dipercepat pada waktu 12 jam, fase
pertumbuhan logaritma pada waktu 12 hingga 48 jam, fase pertumbuhan
diperlambat pada waktu 48 hingga 72 jam, fase stasioner atau fase
konstan pada waktu 72 hingga 120 jam, fase kematian diperlambat pada
waktu 120 hingga 144 jam, fase kematian logaritma pada waktu 144
5.3805.898
8.3229.255
9.079
9.079 8.653
7.477
7.415
0.000
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
0 24 48 72 96 120 144 168 192
Log
Jum
lah
Se
l
Waktu (Jam)
a b c d e
38
hingga 168 jam dan mengalami fase kematian tetap pada waktu 168 jam,
namun belum dapat diketahui mengalami fase kematian maksimum
karena waktu pengamatan yang kurang lama.
Berdasarkan data tersebut, dibuat variasi waktu fermentasi isolat
bakteri mulai hari ke-2 (48 jam) hingga hari ke-9 (216 jam). Anah dkk.
(1991) mengemukakan bahwa antibiotik merupakan metabolit sekunder
dan dihasilkan pada akhir fase logaritmik sebelum fase stasioner;
sedangkan menurut Jack dkk. (1995) , antibiotik diproduksi pada saat fase
stasioner (10,11).
IV.2 Fermentasi Bakteri Simbion
Senyawa antimikroba dari isolat bakteri simbion BSCr-5 diperoleh
dengan cara fermentasi isolat dalam 8 buah Erlenmeyer yang berisi 10 ml
medium MYB yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC sebagai
starter dan dilanjutkan dengan fermentasi dalam medium produksi
sebanyak 100 ml yang diinkubasi pada suhu 37oC selama selisih waktu 24
jam yaitu mulai pada 48 Jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam, 144 jam, 168 jam,
192 jam dan 216 jam (2 hingga 9 hari). Fermentasi dilakukan dengan
memberi perlakuan pengocokan medium sesekali agar terjadi proses
kontak dengan udara sehingga distribusi oksigen dalam medium lebih
homogen dan setiap sel mendapat suplai oksigen yang cukup untuk
menunjang pertumbuhannya.
Sebelum dilakukan pengujian aktivitas antimikroba terlebih dahulu
dilakukan sonikasi terhadap masing-masing hasil fermentasi yang
39
diperoleh selama 15 menit dengan tujuan untuk memecahkan massa sel
bakteri agar metabolit sekunder yang masih terdapat dalam sel bakteri
dapat terekstraksi ke cairan medium produksi. Setelah proses sonikasi
selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15
menit untuk memisahkan supernatan dan residu. Sebanyak 20 ml
supernatan dari tiap hasil fermentasi dipindahkan ke dalam cawan petri
steril lalu diliofilisasi hingga berupa serbuk kering. Liofilisat dari tiap
supernatan dilarutkan dengan 2 ml air suling steril dan dikocok homogen
sehingga diperoleh supernatan yang lebih pekat 10 kali dari konsetrasi
awal.
IV.3 Aktivitas Antimikroba Metabolit Bakteri Simbion (BSCr-5)
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar
terhadap bakteri Gram negatif Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa
dan Salmonella thyposa serta bakteri Gram positif Staphylococcus aureus
dan Bacillus subtilis. Supernatan hasil fermentasi isolat sebanyak 20 µl
diletakkan pada kertas cakram steril berdiameter 6 mm dan
dikeringanginkan sebelum diletakkan di atas permukaan medium MHA
(Muller Hinton Agar) yang telah diinokulasi masing-masing bakteri uji.
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol (30 bpj) untuk bakteri
uji Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa dan kontrol positif
tetrasiklin (30 bpj) untuk bakteri uji Salmonella thyposa, Staphylococcus
aureus dan Bacillus subtilis.
40
Hasil pengukuran diameter hambatan hasil fermentasi isolat BSCr-
5 terhadap Salmonella thyposa (Gambar 4) menunjukkan bahwa aktivitas
penghambatan tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan lama
fermentasi selama 120 jam yaitu sebesar 16,15 mm. Fermentasi selama
48 jam memperlihatkan aktivitas penghambatan terendah terhadap bakteri
uji Salmonella thyposa dengan diameter hambatan sebesar 9,93 mm.
Gambar 4. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap bakteri
Salmonella thyposa
Hasil pengukuran zona hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5
terhadap Pseudomonas aeruginosa (Gambar 5) menunjukkan bahwa
aktivitas penghambatan tertinggi diperoleh setelah masa fermentasi
selama 120 jam yaitu sebesar 16,83 mm. Aktifitas penghambatan
terendah juga diperlihatkan pada perlakuan dengan lama fermentasi 48
jam yaitu sebesar 8,60 mm.
48 jam
96 jam
72 jam
120 jam
168 jam
192 jam
216 jam
144 jam
Tetrasiklin
41
Gambar 5. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa
Hasil pengukuran diameter hambatan hasil fermentasi isolat BSCr-
5 terhadap Escherichia coli (Gambar 6) menunjukkan bahwa aktivitas
penghambatan tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan lama
fermentasi selama 216 jam yaitu sebesar 15,40 mm. Fermentasi selama
48 jam memperlihatkan aktivitas penghambatan terendah terhadap bakteri
uji Escherichia coli dengan diameter diameter hambatan sebesar 8,28
mm.
Hasil pengukuran diameter hambatan hasil fermentasi isolat BSCr-
5 terhadap Bacillus subtilis (Gambar 7) menunjukkan bahwa aktivitas
penghambatan tertinggi diperoleh setelah masa fermentasi selama 216
jam yaitu sebesar 16,87 mm, sedangkan pada perlakuan dengan lama
fermentasi selama 48 jam memperlihatkan aktivitas penghambatan
terendah terhadap bakteri uji Bacillus subtilis dengan diameter hambatan
sebesar 8,95 mm.
Kloramfenikolol
48 jam
96 jam
72 jam
120 jam
168 jam
192 jam
216 jam
144 jam
42
Gambar 6. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap bakteri Escherichia coli
Gambar 7. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap bakteri Bacillus subtilis
Hasil pengukuran diameter hambatan hasil fermentasi isolat BSCr-
5 terhadap Staphylococcus aureus (Gambar 8) menunjukkan bahwa
aktivitas penghambatan tertinggi diperoleh setelah masa fermentasi
selama 216 jam dengan diameter hambatan sebesar 17,25 mm,
Tetrasiklin
Kloramfenikol
48 jam
96 jam
72 jam
120 jam
168 jam
192 jam
216 jam
144 jam
48 jam
96 jam
72 jam
120 jam
168 jam
192 jam
216 jam
144 jam
43
sedangkan pada perlakuan dengan lama fermentasi selama 72 jam
memperlihatkan aktivitas penghambatan terendah terhadap bakteri uji
Staphylococcus aureus dengan diameter hambatan sebesar 9,88 mm.
Gambar 8. Hasil uji daya hambat hasil fermentasi isolat BSCr-5 terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Uji daya hambat menunjukkan bahwa isolat bakteri simbion BSCr-5
memiliki aktivitas berspektrum luas terhadap semua mkroorganisme uji
dengan tingkat penghambatan yang bervariasi berdasarkan waktu atau
lama fermentasinya (Tabel 1). Data pada tabel 1 juga memperlihatkan
bahwa metabolit sekunder isolat bakteri simbion BSCr-5 memperlihatkan
daya hambat tertinggi terhadap kelima bakteri uji pada waktu fermentasi
yang berbeda-beda. Waktu fermentasi optimum dan aktivitas antimikroba
dari isolat BSCr-5 berbeda terhadap masing-masing bakteri uji yaitu
Salmonella thyposa selama 120 jam dengan diameter hambatan 16,15
mm, Pseudomonas aeruginosa selama 120 jam dengan diameter
Tetrasiklin
48 jam
96 jam
72 jam
120 jam
168 jam
192 jam
216 jam
144 jam
44
hambatan 16,83 mm, Escherichia coli selama 216 jam dengan diameter
hambatan 15,40 mm, Bacillus subtilis selama 216 jam dengan diameter
hambatan 16,87 mm dan Staphylococcus aureus selama 216 jam dengan
diameter hambatan 17,25 mm.
Tabel 1. Hasil pengukuran diameter hambatan hasil fementasi isolat BSCr-5 dengan variasi waktu fermentasi terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji.
Waktu Fermentasi
Diameter Hambatan (mm)
S. thyposa P.
aeruginosa E. coli B. subtilis S. aureus
48 jam 9,93 8,60 8,28 8,95 10,48
72 jam 10,15 13,17 11,23 9,12 9,88
96 jam 12,08 9,80 11,75 10,62 11,23
120 jam 16,15 16,83 14,07 15,85 16,62
144 jam 13,23 9,22 13,15 11,78 11,30
168 jam 13,22 13,05 12,78 14,13 16,10
192 jam 10,07 13,50 11,40 12,95 12,68
216 jam 15,07 15,07 15,40 16,87 17,25
Kontrol + Tetrasiklin
7,85 - - 9,18 8,15
Kontrol + Kloramfenikol
- 0 0 - -
Gambar 9. Hubungan diameter hambatan hasil fermentasi isolat BSCr-5 dengan waktu fermentasi terhadap 5 bakteri uji
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
48 72 96 120 144 168 192 216 240
Dia
met
er H
amb
atan
(mm
)
Waktu Fermentasi (jam)
S. thyposa
P. aeruginosa
E. coli
B. subtilis
S. aureus
45
Berdasarkan hasil pengukuran daya hambat isolat bakteri simbion
BSCr-5 terhadap kelima bakteri uji yaitu bakteri Gram negatif Escherichia
coli, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella thyposa serta bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis, memperlihatkan
bahwa waktu fermentasi yang optimum dari isolat bakteri simbion BSCr-5
dalam menghasilkan suatu kandidat antibiotika adalah selama 120 dan
216 jam.
Data grafik hubungan diameter hambatan hasil fermentasi isolat
BSCr-5 dengan waktu fermentasi terhadap 5 bakteri uji (Gambar 9)
memperlihatkan fluktuasi diameter hambatan yang dihasilkan. Hasil yang
diharapkan sebenarnya ada selang waktu fermentasi yang menghasilkan
diameter hambatan yang optimal, misalnya pada fase stasioner, namun
pada penelitian ini diperoleh diameter hambatan yang beragam.
Diameter hambatan mengalami peningkatan hingga pada waktu
fementasi 120 jam, namun pada jam ke-144 hingga ke-216 mengalami
fluktuasi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena metode fermentasi yang
dilakukan, pada penelitian ini menggunakan fermentasi dengan 8 wadah
yang terpisah (batch fermentation) antara masing-masing variasi waktu
fermentasi bukan melalui continous fermentation. Selain itu, kemungkinan
pada waktu fermentasi 120 jam metabolit sekunder yang memiliki aktifitas
hambatan masih berupa metabolit ekstraseluler kemudian memasuki
waktu fermentasi 216 jam terjadi penumpukan metabolit intraseluler
46
karena fermentasi yang berlangsung lebih lama sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan aktifitas hambatan.
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas ukuran
zona hambat pada uji aktivitas antimikroba seperti preparasi larutan uji,
aplikasi larutan uji ke kertas cakram, ketebalan lempeng agar, konsentrasi
inokulum, suhu dan waktu inkubasi, dan faktor lain yang mempengaruhi
kecepatan germinasi (44). Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
variabilitas diameter hambatan pada penelitian ini yaitu ketidakseragaman
metabolit sekunder hasil fermentasi yang dihasilkan karena dilakukan
pada 8 wadah yang terpisah dan utamanya karena konsentrasi inokulum
yang digunakan berbeda.
Diameter hambatan pada hasil fermentasi selama 120 dan 168 jam
memperlihatkan pembentukan zona yang agak keruh (tidak tembus
cahaya) atau disebut juga halo zone yang dapat mengindikasikan adanya
aktivitas bakteristatik dari hasil fermentasi isolat BSCr-5.
Menurut Ibtissam (2009), aktivitas antimikroba dapat ditentukan
dengan menggunakan standar ukuran aktifitas yaitu aktifitas rendah
dengan diameter hambatan kurang dari 10 mm, aktifitas sedang dengan
diameter hambatan 10-15 mm, aktifitas tinggi atau aktif dengan diameter
hambatan 16-19 mm dan lebih besar dari 20 mm tergolong memiliki
aktifitas yang sangat tinggi (sangat aktif) (45). Hasil penelitian
menunjukkan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh isolat bakteri
simbion BSCr-5 termasuk dalam kategori aktivitas antibakteri tinggi (aktif).
47
Penelitian ini masih perlu dilanjutkan untuk mengisolasi dan memurnikan
komponen aktif antimikroba di dalam hasil fermentasi isolat bakteri
simbion BSCr-5 yang diduga memiliki aktifitas antibakteri yang lebih tinggi.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Isolat BSCr-5 mengalami fase pertumbuhan dipercepat pada waktu
inkubasi 6 hingga 12 jam, fase pertumbuhan logaritma pada waktu 12
hingga 48 jam, fase pertumbuhan diperlambat pada waktu 48 hingga 72
jam, fase stasioner pada waktu 72 hingga 120 jam, fase kematian
dipercepat pada waktu 120 hingga 144 jam, fase kematian logaritma
pada waktu 144 hingga 168 jam dan memasuki fase kematian tetap
pada waktu 168 jam.
2. Waktu fermentasi optimum dan aktivitas antimikroba dari isolat BSCr-5
berbeda terhadap masing-masing bakteri uji yaitu Salmonella thyposa
(120 jam; 16,15 mm), Pseudomonas aeruginosa (120 jam; 16,83 mm),
Escherichia coli (216 jam; 15,40 mm), Bacillus subtilis (216 jam; 16,87
mm) dan Staphylococcus aureus (216 jam; 17,25 mm).
V.2 Saran
1. Selain pengaruh waktu fermentasi juga perlu dilakukan pengujian
optimasi produksi antibiotika dengan melihat pengaruh sumber karbon,
pH medium dan lain-lain.
49
2. Perlu dilakukan isolasi dan karakterisasi senyawa aktif antibakteri yang
dihasilkan oleh isolat bakteri simbion ganggang hijau Caulerpa
racemosa.
3. Perlu dilakukan pengujian aktifitas antibakteri dari metabolit
ekstraseluler maupun metabolit intraseluler isolat bakteri simbion
ganggang hijau Caulerpa racemosa.
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelwan RHH. Pemakaian Antimikrobia Secara Rasional di Klinik, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006.
2. Priyanto. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Jakarta : Binarupa
Aksara. 2009. hal. 41-42, 51-52.
3. Utami ER. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. di dalam Saintis Vol.1 No.1. 2012. hal.124-138.
4. Carte BK. Biomedical Potential of Marine Natural Products : Marine
organisms are yielding novel molecules for use in basic research and medical application. di dalam BioScience Vol. 46 No. 4. 1996. hal. 271-286.
5. Del Val AG, Platas G, Basilio A, Cabello A, Gorrochategui J and Suay I. Screening of Antimicrobial Activities in Red, Green, and Brown Macroalgae from Gran Canaria Spain. Journal of International Microbiology. 2001. 4. hal. 35 - 40.
6. Osman MEH, Abushady AM and Elshobary ME. In Vitro Screening of
Antimicrobial Activity of Extracts of some Macroalgae Collected from Abu-Qir bay Alexandria, Egypt. African Journal of Biotechnology Vol. 9(12). 2010. hal. 7203-7208.
7. Izzati M. Skreening Potensi Anti Bakteri pada Beberapa Spesies
Rumput Laut terhadap Bakteri Patogen pada Udang Windu. Jurnal Bioma. Vol. 9. No. 2. 2007.
8. Djide MN, Gobel RB dan Sartini. Screening for Antibacterial
Compounds of Caulerpa racemosa from Lae-lae Coastal in Makassar, Poster Presenter. The 5th International Symposium Microbiology, Manado. 2012.
9. Suryadi, Afni N, Sari AP dan Sartini. Potensi Bakteri Simbion dari
beberapa Ganggang Hijau sebagai Penghasil Senyawa Antimikroba. di dalam Laporan Hasil Penelitian Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian. Makassar : Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. 2012.
10. Anah L, Hariyadi HR dan Tanuwidjaja L. Penelitian Pendahuluan
Produksi Oksitetrasiklin Skala Fermentor 4 Liter dengan Menggunakan Media Optimum yang Ekonomis. di dalam Teknologi Indonesia Jilid
51
XIV No.2. Bandung : Staf Peneliti Puslitbang Kimia Terapan-LIPI. 1991.
11. Jack RW, Tagg JR and Ray B. Bacteriosin of Gram-possitive Bacteria.
Microbiol Rev. 59(2). 1995. hal. 171-200.
12. Enshasy HAE, Baz AFE and Ammar EM. Simultaneous production and decomposition of different rifamycins during Amycolatopsis mediterranei growth in shake flask and in stirred tank bioreactor. Communicating Current Research and Educational Topics and Trends in Applied Microbiology. 2007.
13. Todorov SD and Dicks LMT. Bacteriocin production by Lactobacillus pentosus ST712BZ isolated from boza. Brazilian Journal of Microbiology vol. 38 no.1. 2007.
14. Singkoh MFO. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Alga Laut Caulerpa
racemosa dari Perairan Pulau Nain. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. Vol.VII-3. 2011.
15. Van den Hoek C, Mann DG and Jahns HM. Algae. An Introduction to
Phycology. Australia : Cambridge University Press. 1995. hal. 16, 301, 391-392, 401, 406. Available from : http://books.google.co.id
16. Waluyo L. Mikrobiologi Umum. Penerbit UMM Press. Malang. 2004. hal.98-99, 109-112, 279.
17. Agardh JG. Till algeners systematic. Nya bidrag. (Tredje afdelningen). Lunds Universitets Ars-Skrift, Afdelningen for Mathematik och Naturventeskap 19(2): 1-177, 4 plates. 1883. Available from http://algaebase.org
18. Saptasari M. Variasi Ciri Morfologi dan Potensi Makrolaga Jenis Caulerpa di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang. El-Hayah vol.1 No.2. 2010. hal.19-22.
19. Balai Besar Riset Pengolahan produk dan Bioteknologi Kelautan dan perikanan (BBRP2BKP). Manfaat dan Kandungan Kimia Caulerpa. 2010.
20. Bakhuni DS and Rawat DS. Bioactive marine natural product. Anamaya Spring. New Delhi. 2005. hal. 2-19, 26-30.
52
21. Tjitrosoepomo G. Taksonomi Tumbuhan Schyzophyta, Thallophyta, Pteridophyta. Cetakan keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 2003.
22. Kee JL dan Hayes ER. Farmakologi: Proses Pendekatan Keperawatan. EGC. Jakarta. 1996. hal.324.
23. Djide MN dan Sartini. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Makassar. 2008. hal.75-76, 206-210, 339-342, 206.
24. Ganiswarna GS. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1995. hal.571-573.
25. Reskika A. Evaluasi potensi rumput laut coklat (Phaeophyceae) dan rumput laut hijau (Chlorophyceae) asal Perairan Takalar sebagai antibakteri Vibrio spp. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar. 2011. hal.1-32.
26. Vallinayagam K, Arumugam R, Raja Kannan RR, Thirumaran G and Anantharaman P. Antibacterial activity of some selected seaweeds from Purumadam Coastal Regions. Global Journal of Pharmacology. 2009. 3(1). hal.50-52.
27. Taskin E, Ozturk M, Taskin E and Kurt O. Antibacterial acitivities of some marine algae from the Aegean Sea (Turkey). African Journaol of Biotechnology. 17 Desember 2007. Vol (6). 24. Hal.2746-2751. Available from : http://www.academicjournals.org/AJB
28. Bordenstein S. Microbial Life Educational Resources. [accessed 30 April 2013]. Available from http://serc.carleton.edu/microbelife/topics/marinesymbiosis/index.html
29. Dolan MF. Speciation of termite gut protists: the role of bacterial symbionts. Int Microbiol. Amherst USA. Departement of Geosciences, University of Massachusetts. 2001. 4(4) hal.203-208.
30. Hentschel U, Schmid M, Wagner M, Fieseler L, Gernert C and Hacker J. Isolation and phylogenetic analysis of bacteria with antimicrobial activities from the Mediterranean sponges Aplysina aerophoba and Aplysina cavernicola. FEMS Microbiol Ecol. 2001. 35. hal.305-312.
31. Proksch P, Edrada RA and Ebel R. Drugs from the seas – current status and microbiological implications. Appl Environ Microbiol 59. 2002. hal.125-134.
53
32. Zheng L, Han X, Chen H, Lin W and Yan X. Antimicrobial Screening Active Compound Isolation wth the Sponge Hymeniacidon parleve. Journal Microbial Biotech. 21. 2005. hal. 201-206.
33. Lay BW. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT.Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 2007. hal.37-42.
34. Labela PD. Isolation of biotechnological organism from nature. Mc. Graw-Hill Publishing Company. New York. 1990. hal.26-29, 260.
35. Pelczar MJ dan Chan ECS. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jilid 2,
diterjemahkan oleh Hadioetomo R.S. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1988.
36. Muchtadi dan Ayustaningwarno F. Teknologi Proses Pengolahan
Pangan. Alfabeta. Bandung. 2010.
37. Fardiaz S. Fisiologi Fermentasi. Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Bogor. 1988. hal.105-107.
38. Dwidjoseputro D. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. 2005. hal.60-62, 126, 169, 188.
39. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, and Wooton M. 1985. Ilmu Pangan (diterjemahkan oleh Purnomo, H dan Adiono). UI Press. Jakarta.
40. Rachman A. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. 1989. Hal. 88
41. Kunaepah U. Pengaruh Lama Fermentasi Dan Konsentrasi Glucosa Terhadap Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total Dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang Merah. Tesis Magister Gizi Masyarakat UNDIP Semarang. 2008.
42. Choma I. The Use of Thin-Layer Chromatography with Direct Bioautography for Antimicrobial Analysis. [serial on the internet] 1 September 2005. 2012 [dikutip 5 November 2012]; LCGC Europe Vol. 18, Issue 9. [7 screen] Available from: http://www.chromatographyonline.com
43. Breed RS, Murray EGD and Smith NR. Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology. 7th ed. The Williams and Wilkins Company. Baltimore. 1957. hal.99, 335-337, 372, 464-465, 620-621.
54
44. Davis WW and Stout TR. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Assay; Factors Influencing Variability and Error. Applied Microbiology. 22(4).1971. Hal.659-665.
45. Ibtissam C, Hassane R, Jose ML, Fransisco DSJ, Antonio GVJ,
Hassan B and Mohamed K. Screening of antibacterial activity in marine green and brown macroalgae from the coast of morocco. African Journal of Biotechnology. 2009. Apr 6. 8(7). hal.1258-1262.
55
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Skerja
a. Penentuan Kurva Pertumbuhan Isolat
b. Produksi Senyawa Isolat BSCr-5 dengan Variasi Waktu Fermentasi
Dilakukan pengambilan kultur bakteri pada jam ke-0, ke-6, ke-12 dan ke-24 lalu tiap 24 jam hingga jam ke-192
Diambil sebanyak 1 ml lalu dibuat pengenceran dengan beberapa faktor pengenceran
Diinokulasikan masing-masing 1 ml hasil pengenceran ke dalam medium NA dengan metode tuang
Diinkubasi selama 1 x 24 jam suhu 37
oC
Diremajakan pada medium MA
Disubkultur pada 8 erlenmeyer berisi medium MYB, selama 24 jam
Difermentasi pada medium produksi pada suhu 37
oC selama 24-192 jam
Diremajakan pada medium MA
Disubkultur pada 8 erlenmeyer berisi medium MYB, selama 24 jam
Difermentasi pada medium produksi pada suhu 37
oC
Difermentasi selama 48 – 216 jam
Kurva Pertumbuhan
Stok Isolat BSCr-5
Stok Isolat BSCr-5
Kultur Bakteri
Jumlah koloni bakteri
Diultrasonikasi selama 15 menit
Disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm
Hasil Fermentasi
Supernatan Residu
56
c. Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi
Diinkubasi pada suhu 37oC
selama 24 jam
Pengukuran diameter zona hambat
Dipipet sebanyak 100 µl Diteteskan 20 µl ke kertas cakram steril
Dilarutkan dengan 2 ml air suling steril
Diliofilisasi sebanyak 20 ml
Kertas cakram
mengandung supernatan
Cawan petri berisi
medium MHA
Diameter hambatan
Kesimpulan
Pembahasan
Supernatan Bakteri Uji
Diremajakan pada medium NA, inkubasi pada suhu 37
oC selama 24 jam
Didispersikan dengan NaCl fisiologis
Suspensi Bakteri
Liofilisat
Supernatan Pekat
57
Lampiran 2. Gambar Hasil Penelitian
Gambar 10. Koloni yang tumbuh pada metode perhitungan ALT
Gambar 11. Penyiapan subkultur isolat BSCr-5 dengan medium MYB diinkubasi pada suhu 37
oC selama 24 jam
58
Gambar 12. Fermentasi isolat BSCr-5 dengan medium produksi diinkubasi pada suhu 37
oC selama 48 – 216 jam
(a) (b)
Gambar 13. (a) Proses sonikasi hasil fermentasi isolat; (b) Proses sentrifugasi hasil fermentasi isolat
59
Gambar 14. Hasil fermentasi isolat BSCr-5 sebelum disentrifugasi
Gambar 15. Hasil fermentasi isolat BSCr-5 setelah disentrifugasi
60
Gambar 16. Liofilisat supernatan hasil fermentasi isolat BSCr-5 tiap lama fermentasi
48 jam 72 jam 96 jam
120 jam 144 jam
168 jam 192 jam 216 jam
61
Lampiran 3. Hasil pengukuran pertumbuhan isolat dengan metode Angka Lempeng Total
Waktu (Jam)
Jumlah Koloni tiap Faktor pengenceran
Jumlah Sel (kol/ml) Log10 Jumlah Sel
6 10-2 10-3 10-4
2,4 x 105 5,380 TBUD 240 264
12 10-4 10-5 10-6
7,9 x 105 5,898 79 35 5
48 10-6 10-7 10-8
2,1 x 108 8,322 213 121 17
72 10-7 10-8 10-9
1,8 x 109 9,255 178 145 25
96 10-7 10-2 10-9
1,2 x 109 9.079 119 7 5
120 10-6 10-7 10-8
1,2 x 109 9,079 512 117 27
144 10-6 10-7 10-8
4,5 x 108 8,176 560 45 0
168 10-5 10-6 10-7
3,0 x 107 7,477 296 65 14
192 10-4 10-5 10-6
2,6 x 107 7,415 TBUD 264 53
62
Lampiran 4. Data Pengukuran Diameter Hambatan
Lama Fermentasi
Diameter Hambatan (mm)
Salmonella thyposa
Pseudomonas aeruginosa
Escherichia coli
Bacillus subtilis
Staphylococcus aureus
Nilai Rata-rata
Nilai Rata-rata
Nilai Rata-rata
Nilai Rata-rata
Nilai Rata-rata
48 jam
9,40
9,93
8,40
8,60
8,35
8,28
8,45
8,95
11,00
10,48 10,30 9,00 8,20 9,00 10,40
10,10 8,40 8,30 9,40 10,05
72 jam
10,20
10,15
17,15
13,17
11,15
11,23
9,10
9,12
10,20
9,88 10,20 11,20 11,20 9,20 9,35
10,05 11,15 11,35 9,05 10,10
96 jam
12,10
12,08
10,00
9,80
12,35
11,75
11,15
10,62
11,40
11,23 12,10 9,40 11,45 11,25 11,20
12,05 10,00 11,45 9,45 11,10
120 jam
16,30
16,15
17,10
16,83
14,00
14,07
14,10
15,85
16,45
16,62 16,10 16,40 14,20 19,00 17,00
16,05 17,00 14,00 14,45 16,40
144 jam
16,15
13,23
9,05
9,22
13,15
13,15
12,00
11,78
11,35
11,30 12,10 9,20 13,00 11,30 11,25
11,45 9,40 13,30 12,05 11,30
168 jam
13,00
13,22
12,40
13,05
13,00
12,78
14,05
14,13
16,20
16,10 13,45 13,30 12,25 14,20 16,05
13,20 13,45 13,10 14,15 16,05
192 jam
10,10
10,07
14,10
13,50
12,10
11,40
14,10
12,95
13,35
12,68 10,10 13,35 11,10 12,30 12,35
10,00 13,05 11,00 12,45 12,35
216 jam
15,00
15,07
15,10
15,07
16,05
15,40
17,15
16,87
16,20
17,25 15,20 15,05 15,00 17,35 17,20
15,00 15,05 15,15 16,10 18,35
Kontrol +
8,00
7,85
0
0
0
0
9,05
9,18
8,20
8,15 7,45 0 0 9,20 8,25
8,10 0 0 9,30 8,00
top related