pengaruh sifat machiavellian, lingkungan...
Post on 05-Feb-2018
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH SIFAT MACHIAVELLIAN, LINGKUNGAN ETIKA DAN
PERSONAL COST TERHADAP INTENSI MELAKUKAN
WHISTLEBLOWING
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi.
Oleh:
SYAIFA RODIYAH
1111082000043
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Syaifa Rodiyah
2. Tempat, Tanggal Lahir: Jakarta, 26 Februari 1994
3. Alamat : Kamp. Sawah rt 06 rw 02. Srengseng
Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
4. Telepon : 08989911885
5. Email : rodiyahsyaifa@gmail.com.
II. PENDIDIKAN
1. SDN Menteng Dalam 01 Pagi Tahun 1999-2005
2. SMPN 15 Jakarta Tahun 2006-2009
3. SMAN 35 Jakarta Tahun 2009-2011
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011-2015
III. PENGALAMAN BERORGANISASI
1. Anggota Rohis Annabillah SMPN 15 Jakarta Tahun 2006
2. Anggota PMR SMAN 35 Jakarta Tahun 2008
3. Anggota Tari Saman SMAN 35 Jakarta Tahun 2008
4. Staff Divisi Humas Pengurus FLP Tahun 2015
5. Anggota Komunitas Sanggar Enigami Tahun 2015
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Sebagai peserta dalam “Think Acct: BEMJ Akuntansi” 10-11
Desember 2011, Cibubur, Jakarta.
2. Sebagai peserta dalam acara “KEISYA: LiSEnSi” 24 September
2011, Aula SC, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Sebagai peserta dalam acara “Company visit to Bank Indonesia: BI
dan LiSEnSi”, 2012.
vii
4. Sebagai peserta dalam acara “FIGHTERS: LDK Syahid”, 11-13
Mei 2012, Desa Ciburayut, Bogor.
5. Sebagai peserta dalam acara “Workshop dan Pelatihan Microsoft
Excel: LiSEnSi”, 06 Desember 2014, Teater UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Sebagai peserta dalam acara “Safari Ramadhan, Edukasi Produk
dan Jasa Keuangan Gerakan Literasi Keuangan”, 10 Juli 2014,
Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Sebagai peserta dalam acara “Kompas Saba Kampus: Kompas”, 10
Mei 2014, UI-Depok.
8. Sebagai peserta dalam seminar nasional “Accounting Fair: HMJ
Akuntansi”, 10 Maret 2014, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Sebagai peserta dalam seminar “Peluang dan Tantangan Sektor
Transportasi Indonesia Menghadapi Komunitas Ekonomi
ASEAN”, 10 September 2014, FISIP-UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
10. Sebagai peserta dalam “Pelatihan Jurnalistik: Metro TV”, 28-29
April 2015, Balairung, UI-Depok.
V. KEPANITIAAN
1. Divisi Konsumsi “Inagurasi FLP Ciputat angkatan X”
2. Divisi PHD “Open Recruitment FLP angkatan XI”
3. Divisi Humas “Inagurasi FLP angkatan XI”
4. Divisi Konsumsi “FLP Fair”
5. Divisi Kestari “OPAK”, UIN-Syarif Hidayatullah Jakarta.
VI. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Mat Naseh
2. Ibu : Ratna Utami
3. Anak ke : 2 dari 2 bersaudara.
viii
THE INFLUENCE OF MACHIAVELLIANISM, ETHICAL ENVIRONMENT
AND PERSONAL COST TO WHISTLEBLOWING INTENTION
By: Syaifa Rodiyah
ABSTRACT
The purpose of this study to find out the influence of Machiavellianism,
ethical environment, and personal cost to whistleblowing intentions. Based on
purposive sampling methode, this study used a sample of 97 respondents who
work as accountant, internal auditor and staff in the companies that implement a
whistleblowing system was located in Jakarta. This study used primary data with
quetionary. Data was analyzed multiple regression analysis with SPSS 20
processing.
The result indicates that Machiavellianism and ethical environment has an
influence on whistleblowing intention. While the effect personal cost do not have
an influence on whistleblowing intention.
Keywords: Machiavellianism, Ethical Environment, Personal Cost,
Whistleblowing.
ix
PENGARUH SIFAT MACHIAVELLIAN, LINGKUNGAN ETIKA DAN
PERSONAL COST TERHADAP INTENSI MELAKUKAN
WHISTLEBLOWING.
Oleh: Syaifa Rodiyah
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sifat Machiavellian,
lingkungan etika, dan personal cost terhadap intensi melakukan whistleblowing.
Berdasarkan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan sampel
sebanyak 97 responden yang berprofesi sebagai akuntan, internal auditor dan staff
di perusahaan yang menerapkan whistleblowing system dan berada di wilayah
Jakarta. Penelitian ini menggunakan data primer dari kuesioner. Data dianalisis
menggunakan analisis regresi berganda yang pengolahannya melalui SPSS 20.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat Machiavellian dan lingkungan
etika berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Sedangkan
personal cost tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing.
Kata kunci: Sifat Machiavellian, Lingkungan Etika, Personal Cost,
Whistleblowing.
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Sifat Machiavellian, Lingkungan Etika dan Personal Cost Terhadap
Intensi Melakukan Whistleblowing”. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta orang-orang yang tetap
istiqamah mengikuti risalah beliau hingga akhir zaman.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih tak terhingga
atas jasa yang tak ternilai harganya, penulis ucapkan kepada:
1. Kesayanganku, kebahagiaanku, yang tercinta Bapah Ace dan Mamah
Tami sebagai orangtua yang telah memberikan bimbingan, dukungan,
ridho serta doa yang tiada hentinya untuk penulis.
2. Abang hero Aip cungkring yang telah memberikan semangat dan doanya
dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Arief Mufraini, L.c., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang
telah bersedia menyediakan waktunya yang sangat berharga untuk
membimbing penulis selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala
masukan, motivasi dan nasihat yang telah diberikan selama ini.
6. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan berdiskusi.
Terimakasih atas semua saran, inspirasi, ilmu dan nasehatnya.
xi
xii
DAFTAR ISI
Judul ..................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan Skripsi............................................................................... ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ........................................................ iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi .................................................................... iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .................................................... v
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ vi
Abstract ................................................................................................................. viii
Abstrak ................................................................................................................. ix
Kata Pengantar ................................................................................................... x
Daftar Isi .............................................................................................................. xii
Daftar Tabel ......................................................................................................... xv
Daftar Gambar .................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ................................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian............................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................... 13
1. Tujuan Penelitian....................................................................... 13
2. Manfaat Penelitian..................................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 15
A. Tinjauan Literatur................................................................ 15
1. Teori Tindakan Beralasan................................................. 15
xiii
2. Sifat Machiavellian................................................................... 17
3. Lingkungan Etika...................................................................... 22
4. Personal Cost............................................................................ 24
5. Intensi Whistleblowing.............................................................. 26
6. Teori Umum Audit.................................................................... 29
B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu................................................... 33
C. Kerangka Pemikiran....................................................................... 40
D. Hipotesis........................................................................................ 41
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 50
A. Ruang Lingkup Penelitian.................................................... 50
B. Metode Penentuan Sampel................................................... 50
C. Metode Pengumpulan Data................................................... 52
D. Metode Analisis Data........................................................... 52
1. . Statistik Deskriptif........................................................... 52
2. . Uji Kualitas Data............................................................. 52
3. . Uji Asumsi Klasik............................................................ 53
4. . Uji Koefisien Determinasi (R2)......................................... 56
5. . Uji Hipotesis.................................................................... 57
E. Definisi Operasional dan Pengukuran.................................... 58
1. . Sifat Machiavellian........................................................... 59
2. . Lingkungan Etika............................................................. 59
3. . Personal Cost................................................................... 60
4. Intensi Whistleblowing...................................................... 61
xiv
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................... 65
A. Gambaran Umum Objek Penelitian....................................... 65
1. . Tempat dan Waktu Penelitian........................................... 65
2. . Karakteristik Profil Responden.......................................... 66
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian.............................................. 68
1. . Hasil Uji Statistik Deskriptif............................................. 68
2. . Hasil Uji Kualitas Data..................................................... 70
3. . Hasil Uji Asumsi Klasik................................................... 73
a. Hasil Uji Multikolonieritas........................................... 73
b. Hasil Uji Normalitas..................................................... 74
c. Hasil Uji Heterokedastisitas.......................................... 75
4. . Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)................................. 77
5. . Hasil Uji Hipotesis............................................................ 79
a. Hasil Uji Statistik t....................................................... 79
b. Hasil Uji Statistik F...................................................... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 87
A. Kesimpulan......................................................................... 87
B. Saran................................................................................... 88
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 90
Lampiran ............................................................................................................. 94
xv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ......................................................... 34
3.1 Operasional Variabel Penelitian ........................................................... 63
4.1 Data Sampel Penelitian ........................................................................ 66
4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian ....................................................... 66
4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden ............................................................ 67
4.4 Hasil Uji Statistik Deskriptif ................................................................ 69
4.5 Hasil Uji Reliabilitas ............................................................................ 70
4.6 Hasil Uji Validitas Sifat Machiavellian ............................................... 71
4.7 Hasil Uji Validitas Lingkungan Etika .................................................. 71
4.8 Hasil Uji Validitas Personal Cost ........................................................ 72
4.9 Hasil Uji Validitas Intensi Whistleblowing .......................................... 72
4.10 Hasil Uji Multikolonieritas .................................................................. 73
4.11 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov................................... ...... 75
4.12 Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji Park............ .................................... 76
4.13 Hasil Uji Koefisien Determinasi............................................. ............. 77
4.14 Hasil Uji Statistik t...................................................................... ......... 79
4.15 Hasil Uji Statistik F................................................................. ............. 84
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Dasar Penelitian ...................................................................... 40
4.1 Hasil Uji Normalitas Grafik P-Plot ......................................................... 74
4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Grafik Scatterplot .................................... 76
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Surat Penelitian Skripsi ...................................................................... .. 95
2 Kuesioner dan Jawaban Responden ..................................................... 108
3 Hasil Pengujian Instrumen Penelitian .................................................. 128
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kasus-kasus kecurangan dan pelanggaran organisasional masih
menjadi perbincangan yang hangat di atas muka bumi. Hari-hari
masyarakat dan kolom-kolom pemberitaan di media massa seringkali
bertopikkan kecurangan. Bahkan sepulang beraktivitas melihat
pemberitaan di media elektronik pun tidak terlepas dari kasus kecurangan.
Kecurangan (korupsi) menjadi bayang-bayang dalam setiap
langkah kehidupan. Telebih di Indoneisa, kecurangan (korupsi) seolah
menjadi tradisi. Apalagi di dunia politisi, di awal cerita berteriak berantas
korupsi tapi di akhir cerita bagi-bagi komisi. Berjanji siap di hukum mati
dan potong jari jika korupsi. Kini janji tinggalah janji, omong kosong
belaka, tidak lagi seperti hutang yang harus dilunasi.
Etika dan kejujuran menjadi primadona yang sulit dicari. Petinggi
perusahaan sekelas Enron dan Worldcom bahkan harus berakhir di penjara
karena kasus kecurangan (pelanggaran etis). Mantan Chief Financial
Officer Enron Andrew Fastow divonis enam tahun penjara di tahanan
Houston, Texas. Sementara mantan pendiri dan Chief Executive Officer
WorldCom Bernard Ebbers juga harus meringkuk selama dua puluh lima
tahun di penjara Oakdale, Louisiana, Amerika Serikat.
2
Ebbers dinyatakan bersalah karena telah berperan dalam
manipulasi US$ 11 miliar di perusahaan telekomunikasi WorldCom.
Sementara Fastow dinilai bersalah dalam skandal manipulasi keuangan
Enron tahun 2001 lalu, yang telah menyebabkan perusahaan perdagangan
energi itu menghadapi kebangkrutan terbesar dalam sejarah Amerika
Serikat (Qomariyah, 2006: 1). Fenomena pelanggaran etika atas skandal
akuntansi dalam perusahaan ini telah memicu Sherron Watkins dan
Cynthia Cooper menjadi seorang whistleblower dan mengungkapkan
skandal korporasi tersebut kepada publik (Lacayo dan Ripley, 2002 dalam
Hwang et. al., 2008: 504)
Watkins dalam suratnya mengeluhkan praktik akuntansi agresif
yang dilakukan oleh Enron akan “meledak” dan hal itu benar terjadi,
akhirnya Enron kolaps. Ketika akhirnya jaringan penipuan ini terungkap,
saham Enron langsung anjlok dari US$ 90 lebih, jadi kurang dari 70 sen.
Kasus ini juga menyeret firma akunting lima besar di dunia saat itu, yaitu
Arthur Anderson. Auditor Enron tersebut hancur setelah David Duncan,
auditor utama Enron memerintahkan penghancuran ribuan dokumen
terkait (Pranata, 2012: 5).
Banyaknya skandal akuntansi yang terjadi membuat profesionalitas
akuntansi dipertanyakan. Citra profesi akuntansi dan perilaku etis akuntan
terjun bebas menuju sumur terdalam. Pun profesi auditor, karena dua
kasus penipuan yang telah dipaparkan di atas menyeret nama auditor
terkenal dan KAP ternama.
3
Instansi pemerintahan Indonesia juga tak luput dari praktik
kecurangan keuangan. Diawali oleh pernyataan Susno Duadji di media
massa mengenai adanya praktik mafia hukum yang menyeret Gayus
Tambunan kepada publik. Gayus Tambunan adalah pegawai Direktorat
Jenderal Pajak yang terlibat dalam kasus pencucian uang dan korupsi
puluhan miliar rupiah. Kasus ini melibatkan Andi Kosasih, seorang
pengusaha asal Batam. Antara Gayus dan Andi terjalin perjanjian bisnis.
Andi menggunakan jasa pihak kedua untuk melakukan pengadaan tanah.
Ia membayarkan enam kali lebih banyak dari biaya yang dibutuhkan untuk
pengadaan tanah tersebut. Susno Duadji menyerahkan berkas perkara pada
7 Oktober 2009. Dalam berkas Gayus dijerat dengan tiga pasal yakni pasal
korupsi, pencucian uang, dan penggelapan (Anggadha, 2010: 1).
Kasus Gayus Tambunan memang tidak sefenomenal Enron dan
Worldcom namun kasus ini cukup menambah daftar keburukan citra
profesi akuntan dan auditor. Namun di sisi lain ada seorang auditor yang
perlahan mengangkat citra profesi akuntan dan auditor. Teringat kalimat
yang dilontarkan oleh John McLennan, seorang pengungkap fakta
(whistleblower) mantan auditor efisiensi internal, Westpac Banking
Corporation, kepada Penyelidikan Perbankan Parlemen Australia (1990-
1991) dalam Quentin Dempster, Elsam (2006: 1)
“Bank dan para pegawainya mencuri uang dari nasabah
mereka. Mengambil komisi-komisi secara rahasia dan mengubah
kesepakatan adalah tindakan mencuri. Dan mereka berusaha
menutupinya dengan berusaha untuk mengakhiri dengan paksa
publikasi dari surat-surat itu. Saya tidak bisa memikirkan kasus
yang lebih buruk dari bobroknya moral korporasi”
4
Menurut penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri dan
Laksito (2013: 1) tinjauan etika atas pengambilan keputusan berdasarkan
pendekatan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara
pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan. Semakin
auditor memahami kode etik maka keputusan yang diambil akan semakin
mendekati kewajaran, adil dan bermoral. Pun dalam memutuskan untuk
menjadi pelapor kejadian yang tidak etis.
Maraknya skandal akuntansi yang terjadi baik di dalam negeri
maupun di luar negeri yang telah dipaparkan di atas, membuktikan adanya
pelanggaran etis akuntan. Pelanggaran ini membuat informasi yang
disampaikan oleh auditor menjadi tidak terpercaya. Hal ini dapat
mengakibatkan kerugian bagi para pengguna laporan keuangan. Kerugian
tersebut dikarenakan para pengguna laporan keuangan mendasarkan
keputusannya dari informasi yang disajikan oleh profesi akuntansi,
sehingga informasi yang salah dapat berujung pada keputusan yang salah
pula.
Salah satu cara mencegah pelanggaran akuntansi sehingga dapat
mengembalikan kepercayaan masyarakat adalah dengan melakukan
whistleblowing. Whistleblowing adalah pelaporan yang dilakukan oleh
anggota organisasi (aktif maupun non-aktif) mengenai pelanggaran,
tindakan ilegal atau tidak bermoral kepada pihak di dalam maupun di luar
organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Near
dan Miceli (1985) dalam Hwang et. al., (2008: 505) whistleblowing adalah
5
pengungkapan yang dilakukan oleh anggota organisasi (mantan karyawan
atau karyawan) secara ilegal, praktek-praktek tidak bermoral atau tidak sah
di bawah kendali pemberi kerja mereka, kepada orang atau pihak lain yang
mampu mempengaruhi tindakan mereka.
Menjadi seorang whistleblower bukanlah perkara yang mudah.
Seorang whistleblower kerap kali mengalami suatu dilema. Di satu sisi dia
akan dianggap sebagai pengkhianat perusahaan karena telah mengungkap
“rahasia” perusahaan. Di satu sisi lainnya whistleblower akan dianggap
sebagai pahlawan heroik yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, hingga
ketika seseorang melakukan tindakan yang tidak etis dia akan “meniup
pluit”, sekalipun orang tersebut adalah teman maupun atasannya di
perusahaan tempatnya bekerja. Belum lagi dampak yang diakibatkan jika
whistleblower memutuskan untuk “meniup pluitnya”. Dampak tersebut
dapat menjadikan whistleblower sebagai orang yang dipuji dunia atau
justru sebaliknya, menjadi penghuni jeruji besi karena kurangnya bukti
atau lain hal. Itulah salah satu alasan yang membuat peneliti tertarik untuk
meneliti keputusan individu dalam melaksanakan intensi whistleblowing.
Sejak awal 1990-an banyak negara di dunia telah membuat
peraturan perundang-undangan yang melindungi whistleblower, diatur
dalam undang-undang korporasi, undang-undang ketenagakerjaan,
undang-undang konsumen dan keuangan. Negara-negara ini antara lain
Amerika Serikat, Australia, Kanada, Perancis, India, Jepang, Selandia
Baru, dan Inggris (Semendawai dkk. 2011: 41).
6
Di Amerika Serikat kita mengenal istilah SOA (Sarbanes Oxley-
Act) sebagai perwujudan dari “kemarahan” rakyat Amerika. Mereka
adalah pemilik “surat-surat berharga” Enron, WorldCom, Tyco dan emiten
semacamnya di pasar modal Amerika Serikat, surat-surat berharga itu
kemudian menjadi tidak berharga lagi, khususnya di tahun 2000-2001
ketika para CEO dan sekutunya melakukan fraud. Banyak di antara
pemilik surat-surat berharga ini adalah para investor kecil. Mereka menulis
surat kepada wakil-wakil mereka di Congress and House of
Representatives. Surat dikabulkan dan terbitlah Sarbanes-Oxley Act
(SOA) yang diundangkan Juli 2002 (Tuanakotta, 2011: 254).
Di Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
membuat peraturan berjudul Pedoman Sistem Pelaporan dan Pelanggaran
(SPP) atau Whistleblowing System (Septianti, 2013: 1065). Keberadaan
peraturan ini tidak seketika membuat masyarakat di Indonesia gemar
melakukan whistleblowing. Hal tersebut dikarenakan posisi saksi di
Indonesia sangat rawan terhadap tindak pembalasan seperti pengucilan dan
pengancaman atau bisa berubah menjadi terdakwa.
Menurut Ajzen (1991) dalam Daivitri (2013: 9) perilaku seseorang
untuk melakukan atau tidak melakukan sangat dipengaruhi oleh niat.
Sehingga niat tersebut dapat digunakan sebagai prediktor kemauan
seseorang dalam berperilaku. Niat berperilaku merupakan indikasi
kesiapan seseorang untuk melakukan perilaku, sehingga niat berperilaku
merupakan anteseden langsung dari perilaku itu sendiri.
7
Begitupun dengan niat melakukan whistleblowing. Seseorang yang
melakukan whistleblowing dikenal dengan istilah whistleblower, yang
mana bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti pengungkap
fakta. Sesungguhnya para whistleblower telah mengetahui resiko yang
mungkin akan diterimanya jika ia melaporkan suatu tindak kecurangan
atau tidak terpuji lainnya. Namun mereka tetap memilih untuk melakukan
hal itu, walaupun akan mengancam karir atau kehidupan pribadi mereka.
Jadi tidak berlebihan jika penghargaan dan perlindungan hukum diberikan
pada mereka yang mempunyai keberanian mengungkapkan kebenaran di
atas segalanya.
Motif seseorang membuat laporan atau sebagai whistleblower
bukan merupakan hal yang penting untuk dipersyaratkan. Motif seseorang
sebagai whistleblower dapat bermacam-macam, mulai dari motif itikad
baik menyelamatkan lembaga atau perusahaan, persaingan pribadi atau
bahkan persoalan pribadi. Namun yang terpenting adalah seseorang
tersebut melaporkan untuk mengungkap kejahatan atau pelanggaran yang
terjadi di perusahannya bukan motifnya. Dengan mengungkap dugaan
pelanggaran atau tindak pidana, diharapkan pelanggaran yang lebih besar
dapat terungkap dan praktik-praktik menyimpang di perusahaan dapat
ditangani dan diperbaiki (Semendawai dkk. 2011: 25).
Whistleblowing merupakan sebuah proses kompleks yang
melibatkan karakterisktik individual dan faktor-faktor situasional lainnya.
Karakteristik individual tersebut diantaranya adalah pertimbangan etis,
8
locus of control dan komitmen organisasi. Sedangkan faktor
situasionalnya terdiri dari keseriusan pelanggaran dan status pelanggar
(Ahmad, 2011: 5).
Adapun karakteristik individual lain yang dinilai dapat
mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan whistleblowing, yakni
sifat Machiavellian. Seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang
tinggi cenderung membuat keputusan berdasarkan kepentingan dirinya
sendiri. Individu dengan sifat Machiavellian lebih rasional dan non-
emosional. Lebih jauh lagi, ia bersedia berbohong demi mencapai
keinginan dirinya.
Dalton dan Radtke (2012: 162) dalam penelitiannya menemukan
adanya pengaruh antara sifat Machiavellian dengan intensi
whistleblowing. Seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi,
keinginanya dalam melakukan intensi whistleblowing rendah.
Lebih jauh lagi Dalton dan Radke (2012: 162) menemukan bahwa
organisasi dengan lingkungan etis yang baik berpengaruh terhadap intensi
melakukan whistleblowing. Organisasi dengan lingkungan etika yang baik
dapat diciptakan dengan mengadakan pelatihan etika bagi karyawannya.
Pelatihan etika memberikan pengaruh yang lebih besar pada individu yang
memiliki sifat Machiavellian yang rendah daripada individu yang
memiliki sifat Machiavellian yang tinggi (Bloodgood, 2010 dalam Dalton
dan Radtke, 2012: 157).
9
Penelitian lain menemukan bahwa perusahaan dengan lingkungan
etis yang baik dapat mempengaruhi keputusan etis auditor dan pekerja
professional pajak (Sweeney, 2010: 545). Lingkungan etika auditor
meliputi standar perilaku bagi seorang profesional yang ditujukan untuk
tujuan praktis dan idealistik (Putri dan Laksito, 2013: 3). Lingkungan etika
disini juga berarti komitmen etis organisasi yang terkait erat dengan
persepsi instansi terhadap nilai-nilai moral. Secara keseluruhan, semua
penelitian tentang etika menunjukkan bahwa karakter etika organisasi
memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan etis (Dickerson, 2009
dalam Muttaqin, 2014: 43). Pun dalam mempengaruhi keputusan
seseorang untuk melakukan whistleblowing.
Variabel lain yang dinilai mempengaruhi intensi seseorang untuk
melakukan whistleblowing adalah personal cost. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012: 156) yang
menjadikan personal cost sebagai variabel pemoderasi antara variabel sifat
Machiavellian dengan intensi whistleblowing. Penelitian ini menjadikan
variabel personal cost sebagai variabel independen, karena diyakini
variabel tersebut berpengaruh langsung terhadap intensi whistleblowing.
Personal cost merupakan salah satu alasan utama yang
menyebabkan responden tidak ingin melaporkan dugaan pelanggaran
karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak akan ditindak
lanjuti, mereka akan mengalami retaliasi, atau manajemen tidak akan
10
melindungi mereka dari ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis
pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown, 2008: 672).
Dalam penelitian yang dilakukan (Septianti, 2013: 1067) personal
cost termasuk ke dalam faktor individu yang dinilai mempengaruhi niat
seseorang untuk melakukan whistleblowing. Namun hasil penelitian yang
didapat adalah tidak mendukung hipotesa. Personal cost tidak
mempengaruhi niat seseorang untuk melakukan whistleblowing. Hal ini
tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Carson et. al., (2008:
361) serta Kaplan dan Whitecotton (2001: 45). Dengan pertimbangan
inilah, variabel personal cost diuji kembali.
Berdasarkan uraian di atas peneliti termotivasi untuk meneliti
mengenai intensi whistleblowing dengan judul “Pengaruh Sifat
Machiavellian, Lingkungan Etika dan Personal Cost Terhadap Intensi
Melakukan Whistleblowing”. Penelitian ini merupakan pengembangan
dari penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Rdtke (2012: 153) yang
berjudul The Joint Effects of Machiavellianism and Ethical Environment
on Whistleblowing menunjukkan bahwa sifat Machiavellian dan
lingkungan etika memiliki pengaruh dengan intensi melakukan
whistleblowing. Selain membandingkan antara lingkungan etika yang
lemah dan lingkungan etika yang kuat akan pengaruhnya dengan intensi
melakukan whistleblowing, Dalton dan Radtke (2012: 153) juga
menggunakan variabel lingkungan etika sebagai variabel moderasi antara
sifat Machiavellian dengan intensi melakukan whistleblowing.
11
Selain itu peneliti juga menambahkan satu variabel personal cost
yang merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2013: 1063)
serta penelitian yang dilakukan oleh Bagustianto dan Nurkoholis (2015:
1). Kedua penelitian tersebut menemukan bahwa personal cost tidak
berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya di antaranya:
1. Penelitian ini menjadikan variabel lingkungan etika sebagai variabel
independen, berbeda dengan penelitian Dalton dan Radtke (2012: 153)
yang menjadikan variabel lingkungan etika sebagai variabel yang
memoderasi variabel sifat Machiavellian dan intensi melakukan
whistleblowing, serta tidak membandingkan variabel lingkungan etika
yang kuat dengan lingkungan etika yang lemah.
2. Penelitian ini menjadikan variabel personal cost sebagai variabel
independen yang merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh
Septianti (2013: 1063) serta penelitian yang dilakukan oleh
Bagustianto dan Nurkholis (2015: 1), berbeda dengan penelitian
Dalton dan Radtke (2012: 153) yang menjadikan variabel personal
cost sebagai variabel yang memoderasi variabel sifat Machiavellian
dengan intensi melakukan whistleblowing.
3. Penelitian ini menggunakan responden yang memiliki profesi dengan
latar belakang akuntansi dan bekerja pada perusahaan yang memiliki
whistleblowing system, berbeda dengan penelitian yang dilakukan
12
Dalton dan Radtke (2012: 159) yang menjadikan mahasiswa dan
mahasiswi pasca sarjana dan telah memiliki pengalaman kerja.
Berbicara mengenai responden, auditor sebagai profesi yang
memberikan jasa pemeriksaan memang memiliki peluang besar untuk
menjadi whistleblower. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi profesi
lain untuk melakukan whistleblowing. Penelitian yang dilakukan oleh
Septianti (2013: 1088) menjadikan karyawan PPATK sebagai responden
dan menyarankan untuk menambah kementerian sebagai objek
penelitiannya atau mengganti objek penelitiannya dengan perusahaan-
perusahaan yang telah menerapkan whistleblowing system. Penulis
memilih saran yang kedua dengan alasan untuk menambah variansi
khasanah penelitian mengenai intensi whistleblowing. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti merumuskan beberapa profesi yang akan menjadi
responden dalam penelitian ini, yaitu karyawan (akuntan) termasuk
internal auditor dan jajaran profesi keuangan lainnya seperti akuntan biaya
dan akuntan pajak di beberapa perusahaan di Indonesia yang telah
menerapkan whistleblowing system.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
masalah yang akan diteliti selanjutnya dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
13
1. Apakah sifat Machiavellian berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing?
2. Apakah lingkungan etika berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing?
3. Apakah personal cost berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing?
4. Apakah sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost
berpengaruh secara simultan terhadap intensi melakukan
whistleblowing?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Menganalisis pengaruh sifat Machiavellian terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
b. Menganalisis pengaruh lingkungan etika terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
c. Menganalisis pengaruh personal cost terhadap intensi melakukan
whistleblowing.
d. Menganalisis pengaruh sifat Machiavellian, lingkungan etika dan
personal cost secara simultan terhadap intensi melakukan
whistleblowing.
14
2. Manfaat Penelitian
a. Kontribusi Teorotis
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk memperluas
pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia dalam
pengembangan literatur, khususnya mengenai teori perkembangan
moral dan whistleblowing. Secara khusus penelitian ini juga
bermanfaat bagi:
a.1 Mahasiswa Jurusan Akuntansi
Sebagai tambahan sumber literasi guna mengetahui makna
whistleblowing dan beberapa faktor yang mempengaruhinya.
a.3 Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan perbandingan dan pertimbangan tambahan
dalam menentukan dan menyelesaikan masalah terkait.
b. Kontribusi Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
dan menjadi bahan pertimbangan bagi praktisi baik akuntan,
auditor maupun manajer dalam mengembangkan pengetahuan
terkait dengan whistleblowing serta sebagai pendorong intensi
akuntan untuk menjadi whistleblower guna mengaktifkan
whistleblowing system di perusahaan terkait.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Tindakan Beralasan
Sering kita memikirkan dan menilai serta menduga-duga latar
belakang seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Mengapa
seseorang melakukan ini, melakukan itu, memprediksikan apa yang
akan dilakukan dan menganalisis apa yang membuat perilaku seseorang
berubah. Dalam melakukan sesuatu dan mengambil keputusan untuk
bertindak, seseorang pasti diiringi alasan di baliknya. Hal ini dijelaskan
dalam sebuah teori yang bernama Teori Tindakan Beralasasn (Theory of
Reasoned Action). Teori tindakan beralasan menjelaskan bahwa minat
merupakan sebuah fungsi dari dua penentu dasar yang berhubungan
dengan faktor pribadi dan pengaruh sosial (Jogiyanto, 2007 dalam
Merdikawati, 2012: 24).
Miller (2005) dalam Merdikawati (2012: 24) mendefinisikan tiga
komponen yang terdapat dalam teori ini. Sikap terhadap perilaku adalah
total dari sejumlah keyakinan seseorang terhadap sebuah perilaku
tertentu yang dinilai dari evaluasi seseorang terhadap keyakinan
tersebut (individual reasoning). Ajzen dan Fishbein (1980) dalam
Aryani (2010: 13) menggemukakan Teori Tindakan Beralasan
didasarkan pada asumsi-asumsi:
16
a. Bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara
yang masuk akal.
b. Bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada.
c. Bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan
implikasi tindakan mereka.
Ajzen dan Fishbein juga menambahkan komponen lain dalam teori
ini, yaitu norma subjektif. Norma subyektif didefinisikan sebagai
sebuah kombinasi dari ekspektasi seseorang maupun kelompok tertentu
yang dianggap penting oleh individu dengan niat untuk memenuhi
ekspektasi tersebut. Kombinasi dari sikap terhadap perilaku dan norma
subyektif inilah yang membentuk minat individu terhadap perilaku.
Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Anwar (1995) dalam
Aryani (2010: 15) bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu
proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan
dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak
ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap
sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga
oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan kita mengenai apa yang
orang lain inginkan agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap suatu
perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau
niat berperilaku tertentu.
Dengan begitu tampak bahwa intensi untuk berperilaku merupakan
fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku
17
dan presepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau
tidak melakukan perilaku yang bersangkutan yang disebut dengan
norma subjektif. Hal ini pun muncul berdasarkan pertimbangan
seseorang atas apa yang dinilainya baik dan benar, dalam hal ini
whistleblowing.
2. Sifat Machiavellian
Dan dalam tindakan manusia, khususnya raja-raja
yang tidak terbatas, tujuan menghalalkan segala cara”
(Machiavelli, The Princes dalam Schmandt, 2009: 247)
Sifat Machiavellian pertama kali diperkenalkan oleh Niccolo
Machiavelli pada abad ke-16. Karakteristik kepribadian
Machiavellianisme (Machiavellianism-Mach) berasal dari nama
Niccolo Machiavelli, penulis pada abad ke enam belas yang menulis
tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan. Individu
dengan sifat Machiavellian yang tinggi cenderung pragmatis,
mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting
daripada proses. “jika hal ini berguna, manfaatkanlah” adalah semboyan
yang konsisten dengan perspektif tinggi Mach.
Sejumlah penelitian mengenai kepribadian Mach telah dilakukan.
Individu dengan karakteristik Mach yang tinggi melakukan lebih
banyak manipulasi, lebih banyak memperoleh kemenangan, tidak
mudah terbujuk, dan lebih banyak membujuk dibandingkan individu
dengan tingkat Mach yang rendah. Namun tingginya sikap Mach ini
dapat diredam oleh faktor-faktor situasional. Telah ditemukan bahwa
18
individu Mach yang tinggi berkembang baik ketika (1) berinteraksi
secara langsung dengan individu lain, bukan secara tidak langsung; (2)
ketika situasi mempunyai sedikit peraturan, yang memungkinkan
kebebasan improvisasi; dan (3) bila keterlibatan emosional dengan
detail-detail yang tidak relevan dengan keberhasilan mengganggu
individu Mach yang rendah (Robbins dan Judge, 2008: 139).
Christie dan Geis (1970) dalam Purnamasari dan Chrismastuti,
(2006: 3) mendeskripsikan kepribadian Machiavellian sebagai suatu
kepribadian antisosial, yang tidak memperhatikan moralitas
konvensional dan mempunyai komitmen ideologis yang rendah. Secara
umum individu yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi lebih
cenderung mengabaikan norma-norma etika ketika dihadapkan dengan
masalah-masalah moral (Dalton dan Radtke, 2012: 153). Lebih jauh
lagi Vitell (1991) dan Granitz (2003) dalam Dalton dan Radtke (2012:
155) mendeskripsikan kepribadian Machiavellian sebagai pribadi yang
menerima perilaku tidak etis seperti praktek pencurian dan kecurangan,
selanjutnya Dahling (2009) dan Gunnthorsdottir (2002) dalam Dalton
dan Radtke (2012: 155) menyatakan pribadi Machiavellian akan
melakukan tindakan dengan memperhitungkan keuntungan ekonomi
yang didapat sebagai landasan dalam bertindak.
Bagi sang Machiavellian, tujuan menghalalkan cara, tak peduli
kesusahan manusia apa yang mungkin disebabkannya. Etika ini berjaya
di kalangan para penggemar Machiavelli dalam aktivitas intens istana-
19
istana kerajaan selama berabad-abad (dan tentu saja, ini terus berlanjut
dalam banyak lingkaran politik dan bisnis dewasa ini).
Asumsi Machiavelli adalah bahwa kepentingan diri merupakan
kekuatan penggerak satu-satunya dalam kodrat manusia, altruisme
(paham yang lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan
orang lain) sama sekali tidak ada dalam gambaran itu. Sudah pasti,
seorang Machiavellian politis sebenarnya mungkin tidak memiliki
tujuan yang jahat atau egoistik, ia bisa jadi memiliki suatu alasan
bertindak yang meyakinkan, bahkan yang ia yakini. Setiap penguasa
totaliter, misalnya, membenarkan tiraninya sendiri sebagai hal yang
diperlukan untuk melindungi negara dari musuh berbahaya, meskipun
alasan itu hanya dibuat-buat.
Istilah “Machiavellian” (atau singkatan “Mach”) digunakan oleh
para psikolog untuk diterapkan pada orang-orang yang wawasannya
tentang kehidupan mencerminkan sikap sinis dan apa pun yang terjadi.
Tes pertama untuk tipe Mach sesungguhnya didasarkan pada
pernyataan-pernyataan dari buku-buku Machiavelli, seperti “Perbedaan
terbesar antara kebanyakan kriminal dan orang lain adalah bahwa para
kriminal itu cukup bodoh untuk bisa tertangkap, “ dan “kebanyakan
orang jauh lebih mudah lupa akan kematian orangtua mereka daripada
kehilangan harta bendanya”.
Inventaris psikologis tidak membuat penilaian moral, dan dalam
konteks yang merentang dari penjualan ke politik, bakat-bakat tipe
20
Mach termasuk daya tarik yang dangkal, kelicikan dan kepercayaan diri
bisa jadi merupakan aset yang baik. Di pihak lain, tipe Mach cenderung
secara sinis kalkulatif dan arogan, amat ingin bertindak dalam cara yang
merusak kepercayaan serta kerja sama.
Meskipun barangkali amat berkepala dingin dalam interaksi sosial,
mereka tetap tidak tertarik membangun hubungan emosi dengan orang-
orang. Ia melihat orang dalam segala bidang kehidupan seperti bagian-
bagian yang bisa ditukar satu sama lain, tak berdaya satu dari yang lain.
Orang-orang tipe Mach umumnya memiliki empati visi-
terowongan: mereka bisa memusatkan diri pada emosi seseorang
terutama ketika mereka ingin menggunakan orang itu untuk tujuan-
tujuan mereka sendiri. Jika tidak, orang-orang tipe Mach ini umumnya
kurang baik dalam penyelarasan empatik dibandingkan tipe-tipe lain.
Sikap dingin orang tipe Mach kelihatannya disebabkan oleh defisit
utama dalam memproses emosi, baik dalam diri mereka sendiri maupun
dalam diri orang lain. Mereka melihat dunia ini dalam kerangka
rasional dan probabilistik yang tidak hanya hampa dari emosi namun
juga kosong dari arti etis yang mengalir dari kepedulian manusia. Inilah
sebab mengapa mereka mudah jatuh ke dalam perbuatan yang licik.
Seperti pembunuh berantai, sebagian diri mereka telah mati.
Orang-orang tipe Mach kelihatan sama bingungnya ketika menyangkut
emosi mereka sendiri, pada saat merasa tidak nyaman, mereka sedang
merasa “sedih, lelah, lapar atau sakit”. Orang-orang tipe Mach kelihatan
21
mengalami dunia batin mereka yang secara emosi kering sebagai dunia
yang sarat dengan kebutuhan-kebutuhan dasar yang mendesak untuk
seks, uang atau kekuasaan. Keadaan sulit orang tipe Mach berujung
pada bagaimana memenuhi dorongan-dorongan itu dengan sumberdaya
antar pribadi yang tidak memiliki radar emosi dengan cakupan krusial.
Meskipun begitu, kemampuan selektif mereka untuk merasakan apa
yang mungkin dipikirkan seseorang bisa cukup tajam, dan mereka
kelihatan bersandar pada kecerdikan ini untuk membuka jalan mereka
di dunia. Orang-orang tipe Mach dengan cepat dan tajam mempelajari
dunia antar pribadi yang bisa mereka masuki hanya pada permukaan,
pengetahuan sosial mereka yang licik mencatat nuansa dan menemukan
cara bagaimana orang mungkin berkreasi terhadap situasi tertentu.
Kemampuan ini memungkinkan mereka memiliki kelihaian sosial
mereka yang legendaris.
Sebagaimana telah kita lihat, sejumlah definisi keahlian sosial
dewasa ini, yang didasarkan terutama pada pengetahuan sosial yang
baik seperti itu, akan memberi orang nilai tinggi pada orang-orang tipe
Mach. Namun, sementara kepala mereka tahu apa yang harus
dilakukan, hati mereka tetap tidak tahu. Sejumlah orang melihat
perpaduan kekuatan dan kelemahan ini sebagai ketidakmampuan yang
diatasi orang-orang tipe Mach melalui kelicikan demi diri sendiri
(Goleman, 2007: 167).
22
Abdullah (1970: 189) dalam bukunya yang berjudul “Pemikiran
Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran”, mengungkapkan bahwa prinsip
Machiavellian yaitu “menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan”
(the end justifies the means). Sebenarnya, prinsip Machiavellian yang
menghalalkan segala cara hanya berlaku pada masyarakat yang
menghidupkan suap-menyuap. Pada masyarakat yang moralis,
Machaivelli menyarankan agar kekuasaan diperoleh melalui persetujuan
rakyat. Malangnya, saran yang kedua tidak populer.
3. Lingkungan Etika
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks
ilmiah, istilah “etika” pun berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata
Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat
tinggal yang biasa; padang rumput; kandang; kebiasaan; adat; akhlak;
watak; perasaan; sikap; cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha)
artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar
belakang bagi terbentuknya instilah “etika” yang oleh filsuf Yunani
besar Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini,
maka “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan. Lebih dalam lagi etika di definisikan dengan
tiga arti. Pertama, kata “etika” bisa dipakai dalam arti: nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, “etika” berarti
23
juga: kumpulan asas atau nilai moral. Ketiga, “etika” mempunyai arti
sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk (Bertens, 2007: 4).
Etika merupakan konsep fundamental bagi semua bidang
akuntansi, pemasaran, keuangan, pemerintahan dan lain sebagainya.
Perilaku dan tindakan etis seseorang akan memberikan dampak pada
orang lain dan lingkungannya termasuk lingkungan tempat ia bekerja
begitu juga sebaliknya, lingkungan yang telah terbentuk di suatu
organisasi dapat mempengaruhi anggota organisasinya. Perilaku dan
tindakan etis pun menjadi bagian kritis dari faktor penentu
keberlangsungan perusahaan atau yang lebih kita kenal dengan istilah
GCG (Good Corporate Governance). Kesadaran akan pentingnya hal
ini justru muncul ketika berbagai kasus kontra etis terjadi baik pada
profesi akuntan dan maupun bisnis secara umum.
Akuntansi dan profesi auditor lekat hubungannya dengan dunia
bisnis. Sebagai kegiatan sosial bisnis bisa disoroti sekurang-kurangnya
dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu mungkin
dipisahkan dengan: sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika (Bertens,
2000: 13). Menurut penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri
dan Laksito (2013: 1), tinjauan etika atas pengambilan keputusan
berdasarkan pendekatan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya
korelasi antara pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan
keputusan. Semakin auditor memahami kode etik maka keputusan yang
diambil akan semakin mendekati kewajaran, adil dan bermoral. Pun
24
dalam hubungannya dengan keputusan seseorang untuk melaksanakan
intensi whistleblowing. Etika yang dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam kasus whistleblowing adalah etika utilitarianisme.
Termasuk di dalamnya mempertimbangkan sejauh mana dan berapa
besar atau kecilnya kerugian atau keuntungan yang akan dialami
perusahaan jika karyawan (akuntan) membocorkan atau mendiamkan
kecurangan tersebut (Keraf, 1998: 177).
Terdapat dua pandangan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi tindakan etis yang dibuat oleh seorang individu.
Pertama, pandangan yang berpendapat bahwa tindakan atau
pengambilan keputusan tidak etis lebih dipengaruhi oleh karakter moral
individu. Kedua, tindakan tidak etis lebih dipengaruhi oleh lingkungan,
misalnya sistem reward dan punishment perusahaan, iklim etis
organisasi dan sosialisasi kode etik profesi oleh organisasi dimana
individu tersebut bekerja (Trevino dan Youngblood, 1990 dalam
Purnamasari dan Chrismastuti, 2006: 2).
4. Personal Cost
Dalam Akuntansi Sumber Daya Manusia Personal cost accounting
adalah biaya yang berhubungan dengan fungsi proses manajemen
personalia dalam pencarian dan pengembangan sumberdaya manusia
(Naukoko, 2014: 45). Sedangkan menurut Schutlz et al., (1993) dalam
Bagustianto dan Nurkholis (2015: 6) personal cost of reporting adalah
pandangan pegawai terhadap risiko pembalasan atau balas dendam atau
25
sanksi dari anggota organisasi, yang dapat mengurangi minat pegawai
untuk melaporkan wrongdoing. Anggota organisasi yang dimaksud
dapat saja berasal dari manajemen, atasan, atau rekan kerja. Beberapa
pembalasan dapat terjadi dalam bentuk tidak berwujud (intagible),
misalnya penilaian kinerja yang tidak seimbang, hambatan kenaikan
gaji, pemutusan kontrak kerja, atau dipindahkan ke posisi yang tidak
diinginkan (Curtis, 2006).
Personal cost merupakan salah satu alasan utama yang
menyebabkan seseorang tidak ingin melaporkan dugaan pelanggaran
karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak akan ditindak
lanjuti, mereka akan mengalami retaliasi, atau manajemen tidak akan
melindungi mereka dari ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis
pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown, 2008 dalam
Septianti, 2013: 1067). Graham dalam Zhuang (2003: 21)
mengemukakan bahwa personal cost yang paling dipertimbangkan
adalah pembalasan dari orang-orang dalam organisasi yang menentang
tindakan pelaporan. Personal cost berkurang ketika bantuan dalam
persiapan dan presentasi argumen kritis tersedia dan diberikan
perlindungan pembalasan. Sifat dan besarnya retaliasi atau sanksi yang
dikenakan oleh manajemen terhadap whistleblower merupakan faktor
penentu yang paling signifikan bagi keputusan whistleblower dalam
mengkomunikasikan pelanggaran organisasional.
26
Personal cost bukan hanya dampak tindakan balas dendam dari
pelaku kecurangan, melainkan juga keputusan menjadi pelapor
dianggap sebagai tindakan tidak etis, misalnya melaporkan kecurangan
atasan dianggap sebagai tindakan yang tidak etis karena menentang
atasan (Sabang, 2013 dalam Bagustianto dan Nurkholis, 2015: 6).
Pengaruh persepsi keseriusan pelanggaran, personal cost reporting,
tanggung jawab untuk melapor, dan komitmen profesi terhadap niat
pelaporan pelanggaran oleh para auditor menyatakan bahwa pria dan
wanita berbeda dalam mempertimbangkan penurunan personal cost
(Kaplan dan Whitecotton, 2001: 57).
5. Intensi Whistleblowing
Salah satu cara mencegah pelanggaran akuntansi sehingga dapat
mengembalikan kepercayaan masyarakat adalah dengan melakukan
whistleblowing. Menurut Sweeney (2010) serta berdasarkan Report to
The Nation yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE) setiap dua tahun sekali (terakhir tahun 2012) yang
senantiasa menempatkan tips dalam peringkat teratas sumber
pengungkapan kecurangan dalam Bagustianto dan Nurkholis (2015: 2)
mengungkapkan bahwa pengaduan dari whistleblower terbukti lebih
efektif dalam mengungkap fraud dibandingkan metode lainnya seperti
audit internal, pengendalian internal maupun audit eksternal.
Whistleblowing adalah pelaporan yang dilakukan oleh anggota
organisasi (aktif maupun non-aktif) mengenai pelanggaran, tindakan
27
ilegal atau tidak bermoral kepada pihak di dalam maupun di luar
organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh
Near dan Miceli (1985) dalam Daivitri (2013: 3), whistleblowing adalah
pengungkapan yang dilakukan oleh anggota organisasi (mantan
karyawan atau karyawan) secara ilegal, praktek-praktek tidak bermoral
atau tidak sah dibawah kendali pemberi kerja mereka, kepada orang
atau pihak lain yang mampu mempengaruhi tindakan mereka.
Seseorang yang melakukan whistleblowing dikenal dengan istilah
whistleblower yang memiliki makna bermacam-macam. Kadang ia
diartikan sebagai „saksi pelapor‟, „pemukul kentongan‟, atau
„pengungkap fakta‟. Untuk disebut sebagai whistleblower, seseorang
setidaknya harus memenuhi dua kriteria.
Kriteria pertama, whistleblower menyampaikan atau mengungkap
laporan kepada otoritas yang berwenang atau kepada media massa atau
publik. Dengan mengungkapkan kepada otoritas yang berwenang atau
media massa yang diharapkan dugaan suatu kejahatan dapat diungkap
dan terbongkar.
Kriteria kedua, seorang whistleblower merupakan orang „dalam‟,
yaitu orang yang mengungkap dugaan pelanggaran dan kejahatan yang
terjadi di tempatnya bekerja atau ia berada. Karena skandal kejahatan
selalu terorganisir, maka seorang whistleblower kadang merupakan
bagian dari pelaku kejahatan atau kelompok mafia itu sendiri. Dia
terlibat dalam skandal lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi.
28
Selanjutnya whistleblower juga dibagi menjadi dua kategori, yaitu
whistleblower di sektor swasta dan whistleblower di sektor atau instansi
Pemerintahan. Dilihat dari tempat seseorang bekerja, pada umumnya,
seorang whistleblower dapat berasal dari perusahaan swasta atau
instansi Pemerintah. Oleh karena itu, seorang whistleblower dapat
muncul dari perusahaan-perusahaan swasta maupun dari lembaga-
lembaga publik dan pemerintahan (Semendawai dkk. 2011: 1).
Untuk melaksanakan tanggung jawab moral sebagai pekerja,
whistleblower sepatutnya dapat memenuhi beberapa syarat moral.
Menurut Bowie. N (1982) dalam Hussin (2004: 77) whistleblower
boleh diterima dari segi moral jika dapat memenuhi beberapa kriteria
berikut: (1) melaporkan perilaku tidak etis dengan motif yang bermoral,
(2) sekumpulan whistleblower perlu membahasnya dengan semua pihak
terkait sebelum dilaporkan kepada umum, (3) penting bagi
whistleblower untuk memiliki bukti pendorong untuk mendukung
persoalan yang dilaporkan, (4) seorang whistleblower hanya menilai
setelah analisis terperinci dibuat atas kasus-kasus, berdasarkan kepada
seberapa serius dan lamanya kasus tersebut, (5) whistleblower harus
memastikan bahwa ia mempunyai peluang untuk berjaya.
Dalam Theory of Planned Behavior (TPB), yang merupakan
pengembangan dari Teori Tindakan Beralasan, perilaku whistleblowing
yang ditampilkan seseorang timbul karena adanya minat (intention)
untuk berperilaku, sedangkan minat berperilaku ditentukan oleh 3
29
faktor penentu: (1) sikap, yaitu keyakinan seseorang tentang benar
tidaknya melaporkan tindak kecurangan dan konsekuensinya, (2) norma
subyektif, yaitu tingkat dukungan dan perhatian orang-orang sekitar jika
melaporkan tindak kecurangan, dan (3) kontrol perilaku yang
dipersepsikan, yaitu tingkat kendala yang akan dihadapi jika seseorang
melaporkan tindak kecurangan dan pentingnya mempertimbangkan
kendala tersebut (Mutmainah, 2007: 3).
6. Teori Umum Audit
a. Pengertian Audit
Mengulas suatu topik pembahasan, terlebih dahulu harus
bisa mendefinisikan topik tersebut, agar tidak rancu. Setiap variabel
yang dijadikan judul dalam penelitian ini telah didefinisikan
sebelumnya. Adapun teori umum audit yang berhubungan dengan
pembahsan topik terkait. Sebelum memahami peran auditor dan
akuntan sebagai whistleblower, ada baiknya kita mengingat
kembali apakah yang dimaksud dengan auditing. Berikut disajikan
beberapa pendapat ahli dalam mendefinisikan audit:
a.1 Boynton (2003: 5) mendefinisikan audit sebagai proses
sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa
ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara
30
asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.
a.2 Arens dan Loebbecke (1997: 1) mendefinsikan auditing sebagai
proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang
informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi
yang dilakukan seseorang yang kompeten dan independen
untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi
dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen
dan kompeten.
a.3 Sukrisno Agoes (2012: 4) mendefinisikan auditing sebagai
suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis,
oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang
telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan
untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajiban
laporan keuangan tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa auditing meliputi beberapa ciri penting yakni
proses yang sistematis, memperoleh dan mengevaluasi bukti dan
asersi secara objektif, derajat kesesuaian, kriteria yang telah
31
ditetapkan, penyampaian hasil, dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
b. Profesi audit
Para profesional yang ditugaskan untuk melakukan audit atas
kegiatan dan peristiwa ekonomi bagi perorangan dan entitas resmi,
pada umumnya diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:
b.1 Auditor Independen
Biasanya merupakan seseorang bergelar CPA yang bertindak
sebagai praktisi perorangan ataupun anggota kantor akuntan
publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada
klien.
b.2 Auditor Internal
Auditor internal adalah pegawai dari organisasi yang diaudit.
Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian
independen, yang dinamakan audit internal, dalam lingkungan
organisasi sebagai suatu bentuk jasa bagi organisasi. Tujuannya
adalah untuk membantu manajemen organisasi dalam
memberikan pertanggungjawaban yang efektif (Boynton, 2003:
8).
b.3 Auditor Pemerintah
Auditor Pemerintah adalah auditor yang berasal dari lembaga
pemeriksa pemerintah. Di Indonesia lembaga yang bertanggung
jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan
32
atau keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) sebagai lembaga pada tingkat tertinggi, Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan
Inspektorat Jenderal (Itjen) yang ada pada departemen-
departemen pemerintah.
Fungsi auditor pemerintah adalah melakukan audit atas
keuangan negara pada instansi-instansi atau perusahaan-
perusahaan yang sahamnya dimiliki pemerintah.
Aktivitas yang dilakukan oleh auditor pemerintah adalah:
- Audit Keuangan (Financial Audits)
a. Audit Laporan Keuangan
b. Audit atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan
- Audit Kinerja (Performance Audits)
a. Audit ekonomi dan efisiensi operasi organisasi
b. Audit atas program pemerintah dan BUMN (Efektivitas)
(Rahayu dan Suhayati, 2010: 1).
c. Perbedaan Audit Dengan Akuntansi
Auditing mempunyai sifat analitis, karena akuntan publik
memulai pemeriksaannya dari angka-angka dalam laporan
keuangan, lalu dicocokkan dengan neraca saldo, buku besar, buku
harian (special journals), bukti-bukti pembukuan (documents) dan
sub buku besar.
33
Sedangkan accounting mempunyai sifat konstruktif, karena
disusun mulai dari bukti-bukti pembukuan, buku harian, buku besar
dan sub buku besar, neraca saldo sampai menjadi laporan
keuangan. Akuntansi (accounting) dilakukan oleh pengawas
perusahaan (bagian akuntansi) dengan berpedoman pada Standar
Akuntansi Keuangan atau ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas
Publik) atau IFRS sedangkan auditing dilakukan oleh akuntan
publik (khususnya financial audit) dengan berpedoman pada
Standar Profesional Akuntan Publik, Kode Etik Profesi Akuntan
Publik dan Standar Pendalian Mutu (Sukrisno, 2012: 8).
B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Adapun hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik
penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.1.
34
Tabel 2.1
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Metode Penenelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Rizki
Bagustianto dan
Nurkholis
(2015).
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Minat Pegawai
Negeri Sipil (PNS)
untuk Melakukan
Tindakan Whistle-
Blowing (Studi Pada
PNS BPK RI).
Terdapat variabel
intensi whistleblowing
dan personal cost;
data yang dianalisis
merupakan data
primer dengan
instrumen berupa
kuesioner.
Terdapat variabel
komitmen organisasi
dan tingkat keseriusan
kecurangan; Tidak
terdapat variabel sifat
Machiavellian dan
lingkungan etika;
Responden merupakan
pegawai BPK-RI.
Sikap terhadap
whistleblowing berpengaruh
positif terhadap minat PNS
melakukan tindakan whistle-
blowing; komitmen
organisasi berpengaruh
positif terhadap minat PNS
melakukan tindakan whistle-
blowing; Personal cost tidak
berpengaruh terhadap minat
PNS melakukan tindakan
whistle-blowing.
2. Pritta Amina
Putri dan Herry
Laksito (2013).
Pengaruh
Lingkungan Etika,
Pengalaman Auditor
dan Tekanan
Ketaatan Terhadap
Kualitas Audit
Judgment.
Variabel Lingkungan
Etika; Pengukuran
variabel menggunakan
kuesioner dan skala
likert; Menggunakan
metode purposive
judgment sampling
dan analisis regresi
Tidak terdapat
variabel intensi
whistleblowing, sifat
Machiavellian dan
Personal cost;
Responden
merupakan auditor
eksternal di Semarang.
Lingkungan etika dan
pengalaman memiliki
hubungan positif dengan
audit judgment. Sedangkan
variabel tekanan ketaatan
memiliki hubungan negatif
dengan audit jugment.
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Bersambung ke halaman selanjutnya
35
No Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Metode Penenelitian
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
berganda.
3. Aai Niyaratih
Daivitri (2013)
Pengaruh
Pertimbangan Etis
dan Komponen
Perilaku Terencana
Pada Niat
Whistleblowing
Internal Dengan
Locus of Control
Sebagai Variabel
Pemoderasi.
Variabel Intensi
melakukan
Whistleblowing;
instrumen penelitian
yang digunakan
adalah kuesioner.
Variabel
pertimbangan etis,
norma subyektif, sikap
dan persepsi kontrol
dan locus of control
sebagai variabel
pemoderasi; penelitian
dilakukan di PPATK;
Metode analisis yang
digunakan adalah
regresi hirarkikal.
Sikap dan norma subyektif
berpengaruh positif dan
signifikan pada niat
whistleblowing internal
sedangkan pertimbangan etis
dan persepsi kontrol
berpengaruh negatif dan
signifikan pada niat
whistleblowing internal.
Selain itu, locus of control
hanya memoderasi pengaruh
norma subyektif pada niat
whistleblowing internal.
4. Windy Septianti
(2013).
Pengaruh Faktor
Organisasional,
Individual,
Situasional, dan
Demografis
Terhadap Niat
Melakukan
Whistleblowing
Variabel Intensi
whistleblowing;
Pengujian hipotesis
menggunakan analisis
regresi berganda.
Responden merupakan
karyawan di PPATK;
Tidak terdapat
variabel sifat
Machiavellian dan
Lingkungan Etika.
Status manajerial , locus of
control, komitmen
organisasional, personal cost
dan status pelanggar tidak
berpengaruh signifikan
terhadap niat melakukan
whistleblowing internal;
keseriusan pelanggaran dan
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Bersambung ke halaman selanjutnya
36
No Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Metode Penenelitian
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Internal. suku bangsa berpengaruh
signifikan terhadap niat
melakukan whistleblowing
internal.
5. Derek Dalton
dan Robin R.
Radtke (2012).
The Joint Effects of
Machiavellianism
and Ethical
Environment on
Whistle-Blowing.
Variabel Sifat
Machiavellian,
Lingkungan Etika dan
Intensi
Whistleblowing.
Objek penelitian
adalah mahasiswa/i S2
yang telah memiliki
pengalaman kerja;
personal cost
dijadikan variabel
pemoderasi antara
sifat Machiavellian
dengan
whistleblowing.
Sifat Machiavellian
berhubungan negatif dengan
intensi whistleblowing;
lingkungan etika yang baik
lebih berpengaruh pada
individu yamg memiliki sifat
Machiavellian yang rendah
daripada individu yang
memiliki sifat Machiavellian
yang tinggi.
6. Breda Sweeney,
Don Arnold dan
Bernard Pierce
(2009).
The Impact of
Perceived Ethical
Culture of the Firm
and Demographic
Variables on
Auditor’s Ethical
Evaluation and
Intention to Act
Decisions.
Variabel Lingkungan
Etika; Pengumpulan
data dilakukan dengan
cara menyebarkan
kuesioner.
Tidak ada variabel
sifat Machiavellian,
Intensi whistleblowing
dan personal cost;
Responden merupakan
Manajer auditor
berpengalaman di
Irlandia dan Amerika
Serikat.
Perusahaan dengan
lingkungan etis yang baik
dapat mempengaruhi
keputusan etis auditor; di
Amerika Serikat niat untuk
terlibat dalam perilaku tidak
etis lebih tinggi daripada di
Irlandia.
Bersambung ke halaman selanjutnya
Tabel 2.1 (Lanjutan)
37
No
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
7.
Dennis Hwang,
Blair Staley,
Ying Te Chen
dan Jyh-Shan
Lan (2008).
Confucian Culture
and Whistle-
Blowing By
Professional
Accountants: An
Exploratory Study
Variabel Intensi
whistleblowing dan
Lingkungan Etika.
Konsentrasi
penenlitian pada
budaya masyarakat
Cina; Melakukan
pendekatan survey
untuk mengumpulkan
data; Tidak adanya
variabel personal cost
dan sifat
Machiavellian.
Moralitas adalah faktor yang
paling penting dalam
mendorong Intensi
whistleblowing.
.
8. Robin L.
Wakefield
(2008).
Accounting and
Machiavellianism.
Variabel Sifat
Machiavellian;
Pengumpulan data
dilakukan dengan
penyebaran kuesioner.
Tidak terdapat
variabel intensi
whistleblowing,
lingkungan etis dan
personal cost.
Temuan menunjukkan bahwa
perilaku Machiavellian tidak
diperlukan untuk mencapai
sukses dalam profesi
akuntansi, dan
penyebarluasan standar-
standar etika harus
mempertahankan tingkat
integritas yang tinggi dalam
profesi ditandai dengan
idealisme.
Bersambung ke halaman selanjutnya
Tabel 2.1 (Lanjutan)
38
No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
9. St. Vena
Purnamasari dan
Agnes Advensia
Chrisnastuti
(2006)
Dampak
Reinforcement
Contingency
Terhadap Hubungan
Sifat Machiavellian
dan Perkembangan
Moral
Terdapat variabel sifat
Machiavellian.
Terdapat variabel
perilaku etis atau
perkembangan moral
dan reinforcement
contigency; Tidak
terdapat variabel
lingkungan etis;
responden merupakan
mahasiswa akuntansi
Unika Soegijapranata.
Pemberian hukuman pada
perilaku etis tidak akan
meningkatkan pengaruh
negatif sifat Machiavellian
terhadap perilaku etis;
Pemberian penghargaan pada
perilaku etis tidak akan
meningkatkan pengaruh
positif perkembangan moral
terhadap perilaku etis;
Pemberian hukuman pada
perilaku etis akan
menurunkan pengaruh positif
perkembangan moral
terhadap perilaku etis.
10. Steven E.
Kaplan dan
Stacey M.
Whitecotton
(2001)
An Examination of
Auditors’ Reporting
Intentions When
Another Auditor is
Offered Client
Employed.
Terdapat variabel
personal cost yang
dihubungkan dengan
Auditors reporting
intention; Data yang
dianalisis merupakan
data primer denga
instrumen berupa
Terdapat variabel
penerimaan tingkat
keseriusan perilaku
Tidak etis, personal
responsibility, dan
komitmen profesional;
tidak terdapat variabel
sifat Machiavellian
Personal cost dan personal
responsibility berpengaruh
signifikan terhadap intensi
Pelaporan auditor; Tingkat
keseriusan pelaku
pelanggaran tidak
berpengaruh signifikan
terhadap intensi pelaporan
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Bersambung ke halaman selanjutnya
39
No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
kuesioner. dan lingkungan etika.;
Responden merupakan
auditor senior.
suditor; Komitmen
profesional berpengaruh
signifikan terhadap intensi
pelaporan auditor
Tabel 2.1 (Lanjutan)
40
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam
gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kerangka Dasar Penelitian.
Pengaruh Sifat Machiavellian, Lingkungan Etika, dan Personal
Cost terhadap Intensi Whistleblowing.
Basis Teori : Teori Tindak Beralasan dan intensi Whistleblowing.
Fenomena dan Kasus dalam Lingkup Intensi whistleblowing.
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Metode Analisis: Regresi Berganda
Kesimpulan dan Saran
Sifat
Machiavellian
Intensi
Whistleblowing
Lingkungan
Etika
Personal
Cost
41
D. Hipotesis
Hubungan dan keterkaitan antara variabel dependen dan
independen dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sifat Machiavellian terhadap Intensi Melakukan
Whistleblowing
Sejumlah penelitian mengenai kaitan kepribadian Mach
yang tinggi dan rendah terhadap perilaku tertentu telah dilakukan.
Individu dengan karakteristik Mach yang tinggi melakukan lebih
banyak manipulasi, lebih banyak memperoleh kemenangan, tidak
mudah terbujuk, dan lebih banyak membujuk dibandingkan
individu dengan tingkat Mach yang rendah. Namun tingginya sikap
Mach ini dapat diredam oleh faktor-faktor situasional. Telah
ditemukan bahwa individu Mach yang tinggi berkembang baik
ketika (1) berinteraksi secara langsung dengan individu lain, bukan
secara tidak langsung; (2) ketika situasi mempunyai sedikit
peraturan, yang memungkinkan kebebasan improvisasi; dan (3) bila
keterlibatan emosional dengan detail-detail yang tidak relevan
dengan keberhasilan mengganggu individu Mach yang rendah
(Robbins dan Judge, 2008: 139).
Penelitian Machiavellianisme erat kaitannya dengan
perilaku. Seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi
perilakunya cenderung tidak etis. Pun dalam memutuskan untuk
melakukan intensi whistleblowing. Hasil penelitian yang dilakukan
42
oleh Purnamasari dan Chrismastuti (2006: 16) menghubungkan
sifat Machiavellian dengan perkembangan moral atau perilaku etis.
Diantara hubungan tersebut adalah pemberian penghargaan pada
perilaku etis tidak mempengaruhi antara sifat Machiavellian
terhadap perilaku.
Hasil ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Dalton dan
Radtke (2012: 162) yakni seseorang yang memiliki sifat
Machiavellian yang tinggi perilakunya akan semakin tidak etis.
Kedua penelitian tersebut dilakukan pada mahasiswa akuntansi,
yang secara tidak langsung mengindikasikan bahwa terdapat sifat
Machiavellian dalam diri calon akuntan. Padahal menurut
Wakefield (2008: 117) perilaku Machiavellian tidak diperlukan
untuk mencapai sukses dalam profesi akuntansi, dan
penyebarluasan standar-standar etika harus mempertahankan
tingkat integritas yang tinggi dalam profesi ditandai dengan
idealisme. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti
sifat Machiavellian pada diri seorang akuntan bukan calon akuntan
dan hubungannya dengan intensi melakukan whistleblowing. Maka
hipotesis pertama yang dirumuskan adalah:
H1: Sifat Machiavellian berpengaruh terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
43
2. Lingkungan Etika terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing
Menurut penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri
dan Laksito (2013: 1) tinjauan etika atas pengambilan keputusan
berdasarkan pendekatan moral. Hasil penelitian menunjukkan
adanya korelasi antara pemahaman nilai-nilai etika dengan
pengambilan keputusan. Semakin auditor memahami kode etik
maka keputusan yang diambil akan semakin mendekati kewajaran,
adil dan bermoral. Pun dalam hubungannya dengan keputusan
seseorang untuk melaksanakan intensi whistleblowing. Etika yang
dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam kasus
whistleblowing adalah etika utilitarianisme. Termasuk di dalamnya
mempertimbangkan sejauh mana dan berapa besar atau kecilnya
kerugian atau keuntungan yang akan dialami perusahaan jika
karyawan (akuntan) membocorkan atau mendiamkan kecurangan
tersebut (Keraf, 1998: 177).
Penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Rdtke (2012:
157) memfokuskan pada lingkungan etika organisasi. Beliau
mengatakan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi
lingkungan etika organisasi yakni nilai-nilai misi perusahaan, nilai-
nilai kepemimpinan dan manajemen, kelompok sebaya, prosedur
atau aturan dan kode etik, etika pelatihan serta penghargaan dan
sanksi. Responden yang digunakan adalah mahasiswa-mahasiswi
pasca sarjana yang telah memiliki pengalaman kerja sehingga
44
memiliki pengetahuan lebih mengenai lingkungan organisasi yang
baik dan tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi
antara lingkungan etika dan sifat Machiavellian adalah
berpengaruh signifikan. Lingkungan etika yang baik
mengindikasikan dampak yang baik terhadap pribadi yang
memiliki sifat Machiavellian yang tinggi. Singkatnya terdapat
hubungan antara sifat Machiavellian dan intensi whistleblowing
yang dimoderasi oleh lingkungan etika. Berdasarkan hal tersebut
peneliti tertarik untuk meneliti lingkungan etika pada karyawan
(akuntan) di perusahaan yang memiliki whistleblowing system
dengan pertimbangan pengetahuan lingkungan etika yang dimiliki
karyawan yang sedang bekerja lebih tinggi daripada
mahasiswa/mahasiswi pasca sarjana yang memiliki pengalaman
pekerjaan. Selain itu terdapatnya perbedaan budaya, kebiasaan atau
peraturan serta kebijakan di luar dan dalam negeri Indonesia. Oleh
karena itu peneliti memutuskan untuk meneliti kembali varibel
lingkungan etika, dengan hipotesis:
H2: Lingkungan etika berpengaruh terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
3. Personal Cost terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing
Personal cost merupakan salah satu alasan utama yang
menyebabkan seseorang tidak ingin melaporkan dugaan
pelanggaran karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak
45
akan ditindak lanjuti, mereka akan mengalami retaliasi, atau
manajemen tidak akan melindungi mereka dari ancaman retaliasi,
khususnya dalam jenis pelanggaran yang melibatkan para manajer
(Septianti, 2013: 1067). Graham dalam Zhuang (2003: 21)
mengemukakan bahwa personal cost yang paling dipertimbangkan
adalah pembalasan dari orang-orang dalam organisasi yang
menentang tindakan pelaporan. Personal cost berkurang ketika
bantuan dalam persiapan dan presentasi argumen kritis tersedia dan
diberikan perlindungan pembalasan. Sifat dan besarnya retaliasi
atau sanksi yang dikenakan oleh manajemen terhadap
whistleblower merupakan faktor penentu yang paling signifikan
bagi keputusan whistleblower dalam mengkomunikasikan
pelanggaran organisasional.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke
(2012: 156) personal cost memoderasi variabel sifat Machiavellian
dengan intensi whistleblowing. Sedangkan Septianti (2013: 1067)
menjadikan personal cost termasuk ke dalam faktor individu yang
dinilai mempengaruhi niat seseorang untuk melakukan
whistleblowing. Namun hasil penelitian yang didapat adalah tidak
mendukung hipotesa. Personal cost tidak mempengaruhi niat
seseorang untuk melakukan whistleblowing. Hal ini tidak
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Carson et. al., (2008:
361) serta Kaplan dan Whitecotton (2001: 45). Ada
46
ketidakkonsistenan hasil dari beberapa penelitian di atas. Dengan
pertimbangan inilah, peneliti menguji kembali variabel personal
cost dengan hipotesa:
H3: Personal cost berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing.
4. Sifat Machiavellian, Lingkungan Etika dan Personal Cost
terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi sikap individu
dalam memutuskan melakukan intensi whistleblowing.
Machiavellian sebagai salah satu sifat yang tidak diperlukan untuk
mencapai sukses dalam profesi akuntansi (Wakefield, 2008: 117),
pun merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap
seseorang dalam memutuskan melakukan intensi whistleblowing.
Penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012: 162)
menyatakan ada pengaruh antara sifat Machiavellian yang dimiliki
seorang individu terhadap intensi whistleblowing.
Selain itu, sifat Machiavellian juga mempengaruhi
perkembangan moral dan perilaku etis yang ada pada diri
seseorang. Dimana moralitas adalah faktor yang paling penting
dalam mendorong intensi whistleblowing (Hwang et. al., 2008:
510). Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dan Chrismastuti
(2006: 1083) meghubungkan sifat Machiavellian terhadap
perkembangan moral yang berkaitan dengan perilaku etis individu
47
dengan menggunakan teori reinforcement sebagai pemoderasi.
Hasilnya, pemberian hukuman pada perilaku etis tidak akan
meningkatkan pengaruh sifat Machiavellian terhadap perilaku etis,
pemberian penghargaan pada perilaku etis tidak akan
meningkatkan pengaruh sifat Machiavellian terhadap perilaku etis,
pemberian penghargaan pada perilaku etis tidak akan
meningkatkan pengaruh perkembangan moral terhadap perilaku
etis, permberian hukuman pada perilaku etis akan menurunkan
pengaruh perkembangan moral terhadap perilaku etis.
Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan antara
perkembangan moral yang menentukan derajat tinggi rendahnya
sifat Machiavellian seorang individu yang akan memepengaruhi
perilakunya dalam memutuskan melakukan intensi whistleblowing.
Perkembangan moral dan sifat Machiavellian juga dipengaruhi
oleh lingkungan etika. Perilaku dan tindakan etis seseorang akan
memberikan dampak pada orang lain dan lingkungannya termasuk
lingkungan tempat ia bekerja begitu juga sebaliknya, lingkungan
yang telah terbentuk di suatu organisasi dapat mempengaruhi
anggota organisasinya.
Enam faktor lingkungan etika organisasi yang dapat
mempengaruhi anggota organisasinya diantaranya, nilai-nilai misi
organisasi, nilai-nilai kepemimpinan dan manajemen, kelompok
sebaya, prosedur atau aturan dan kode etik, etika pelatihan, serta
48
penghargaan dan sanksi (Dalton dan Radtke, 2012: 157). Menurut
penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri dan Laksito
(2013: 1), tinjauan etika atas pengambilan keputusan berdasarkan
pendekatan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi
antara pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan.
Semakin auditor memahami kode etik maka keputusan yang
diambil akan semakin mendekati kewajaran, adil dan bermoral. Pun
dalam hubungannya dengan keputusan seseorang untuk
melaksanakan intensi whistleblowing.
Menjadi whistleblower bukanlah perkara yang mudah. Pada
penelitian Daivitri (2013: 8) dinyatakan bahwa akan terjadinya
dilema etika ketika individu dihadapkan oleh persoalan etika. Jika
individu tidak mempunyai pertimbangan etis maka ia akan
mengabaikan persoalan tersebut dan cenderung menyetujui
ketidaketisan. Individu yang mempunyai pertimbangan etis ia akan
lebih mengkritisi sebuah kejadian dan akan mengambil keputusan
bertindak berdasarkan keyakinan individu melalui penalaran
moralnya.
Namun, tidak berhenti sampai di situ, ada faktor personal
cost yang mempengaruhi keputusan individu dalam melakukan
intensi whistleblowing. Menurut Septianti (2013: 1072) individu
yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain,
memiliki posisi yang kuat, dan memiliki kewenangan untuk
49
mengganti pegawai dalam organisasi cenderung memiliki persepsi
bahwa personal cost yang akan ditimbulkan dari perilaku
whistleblowing akan relatif rendah, sehingga individu tersebut akan
terlibat dalam perilaku whistleblowing. Niat pegawai untuk
melaporkan pelanggaran adalah lebih kuat ketika personal cost
pelaporan dipersepsi lebih rendah atau tanggung jawab pribadi
untuk melaporkan pelanggaran dipersepsi lebih tinggi.
Dalton dan Radtke (2012: 156) pun menjadikan personal
cost sebagai variabel yang memoderasi antara sifat Machiavellian
terhadap intensi whistleblowing. Dengan begitu dapat disimpulkan
bahwa adanya keterkaitan antara sifat Machiavellian, lingkungan
etika dan personal cost dalam mempengaruhi intensi
whistleblowing. Oleh karena itu, peneliti merumuskan hipotesis,
berupa:
H4: Sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost
secara simultan memiliki pengaruh terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memfokuskan untuk menguji kembali pengaruh sifat
Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost terhadap intensi
melakukan whistleblowing guna memperoleh bukti empiris antara varibel-
variabel tersebut. Responden dalam penelitian ini adalah pegawai yang
terkait dengan akuntansi yaitu akuntan biaya, akuntan pajak dan internal
auditor di perusahaan-perusahaan yang memiliki sistem whistleblowing
dan berada di wilayah DKI Jakarta.
B. Metode Penentuan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling dengan berdasarkan pertimbangan (judgement) yaitu
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (judgement
sampling) melibatkan pemilihan subjek yang berada di tempat yang paling
menguntungkan atau dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi
yang diperlukan (Sekaran, 2006: 136). Peneliti memilih metode ini
dikarenakan responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini dibatasi atau
tidak umum. Responden yang digunakan diantaranya harus memenuhi
kriteria sebagai:
1. Aakuntan yang bekerja di perusahaan yang memiliki whistleblowing
system.
51
2. Memiliki pendidikan minimal D3, sehingga diharapkan memiliki
pengetahuan yang memadai serta memiliki persepsi dan pertimbangan
yang komprehensif terhadap minat whistleblowing.
C. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Data bersumber langsung dari responden yaitu akuntan yang bekerja di
perusahaan yang memiliki whistleblowing system dengan instrumen
penelitian berupa kuesioner.
Adapun perusahaan-perusahaan tersebut di antaranya:
1. PT. Pertamina Persero, dengan keputusan Direksi Pertamina No.
15/C00000/2012-So tentang whistleblowing system yang saya peroleh
dari http://www.pertamina.com/media/374416/TKO_WBS_Ind.pdf.
2. PT. PLN, SK Board of Directors No: 02.001.K/010/PLNE/III/2012
dan SK No: 02.003.K/010/PLNE/III/2012 tentang whistleblowing
system yang saya peroleh dari http://www.pln.co.id/?p=7250.
3. PT. Jasa Marga (Persero) Tbk dengan SK No. 09/KPTS/2013 tentang
whistleblowing system yang saya peroleh dari
http://www.jasamarga.com/gcg/Whistle%20Blowing%20System.pdf.
4. PT. Asuransi Jasa Indonesia dengan SK No. SKB. 007/SKB/I/2013
tentang whistleblowing system yang saya peroleh dari
http://jasindo.co.id/assets/media/file/file-kebijakan-tata-kelola-perusa-
haan-10.pdf.
52
5. PT. Sewatama dengan SK No.SK-10/SEWATAMA-BOC/X/2014
tentang whistleblowing system yang saya peroleh dari
http://sewatama.com/wp-content/uploads/2014/12/Penunjukan-Ketua-
WBS.pdf.
6. PT. Pegadaian di http://wbs.pegadaian.co.id/.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik, dan
uji hipotesis.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan memberikan gambaran atau
deskripsi suatu adat yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan
skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2013:19).
2. Uji Kualitas Data
Pengujian kualitas data terdapat dua macam pengujian, yaitu
sebagai berikut:
a. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner
yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu
kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu.
53
Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan
cara one shot atau pengukuran sekali saja, di sini pengukurannya
hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan
pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.
Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa
(α). Suatu kostruk atau variabel dikatan reliabel jika memberikan
nilai Cronbach Alfa > 0.70 (Nunnaly, 1960 dalam Ghozali, 2013:
46).
b. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan
pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini diukur
menggunakan Pearson Corelation dengan nilai signifikan di bawah
0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator
pertanyaan pada kuesioner valid ketika nilai signifikansinya di
bawah 0,05 (Ghozali, 2013: 52).
3. Uji Asumsi Klasik
Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka
peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas, dan uji
heterokedastisitas.
54
a. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen
saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi
antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali,
2013: 105).
Pada penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolonieritas di dalam model regresi melihat dari nilai
Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai tolerance. Kedua ukuran
ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian
sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen
(terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya.
Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih
yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jika nilai
tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10, maka dalam
model regresi tersebut terdapat multikolonieritas yang tidak dapat
ditoleransi dan variabel tersebut harus dikeluarkan dari model
regresi agar hasil yang diperoleh tidak bias (Ghozali, 2013:106).
55
b. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi mormal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F
mengasumsikan bahwa nilai residual memiliki distribusi normal
atau mendekati nol (Ghozali, 2013: 160).
Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau
tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik
menggunakan grafik histogram dan probability plot. Namun
analisis grafik dapat menyesatkan jika tidak hati-hati secara visual
terlihat normal padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab
itu, dalam penelitian ini selain menggunakan analisis grafik juga
dilengkapi dengan uji statistik menggunakan non-parametik
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dalam uji K-S dilihat dari angka
probabilitas signifikansi data residual. Jika angka probabilitas
kurang dari 0,05 maka variabel ini tidak berdistribusi secara
normal (Ghozali, 2013:161).
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model
56
regresi yang baik adalah homoskeditisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2013: 139).
Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dapat dilihat
jika ada pola tertentu pada grafik scatterplot, seperti titik yang
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang melebar
kemudian menyempit). Sebaliknya, jika titik-titik menyebar di atas
dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heterokedastisitas. (Ghozali, 2013:141).
Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang
cukup signifikan. Oleh sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih
dapat menjamin keakuratan hasil. Penelitian ini menggunakan uji
Park untuk menambah keakuratan hasil (Ghozali, 2013: 143)
Uji Park dilakukan dengan cara meregresikan nilai residual
dengan msing-masing variabel independen. Apabila nilai sig. >
0,05 maka tidak ada gejala heteroskedastisitas.
4. Uji Koefisien Determinan (R2)
Koefisien determinan (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinan adalah antara nol sampai satu. Apabila hanya terdapat satu
variabel independen maka R2
yang dipakai. Tetapi apabila terdapat
dua atau lebih variabel independen maka yang dipakai adalah adjusted
R2. Setiap tambahan variabel independen, R
2 akan meningkat tidak
peduli variabel tersebut berpengaruh signifikan atau tidak terhadap
57
variabel dependen. Sedangkan nilai adjusted R2 dapat naik atau turun
apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model
(Ghozali, 2013: 97).
5. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model
regresi berganda. Model regresi berganda umumnya digunakan untuk
menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap
variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam
persamaan linier. Variabel independen terdiri dari sifat Machiavellian,
lingkungan etika, dan personal cost. Sedangkan variabel dependennya
adalah whistleblowing. Persamaan regresi berganda dirumuskan
sebagai berikut:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3X3 + e
Di mana:
Y = Whistleblowing
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
X1 = Sifat Machiavellian
X2 = Lingkungan Etika
X3 = Personal Cost
e = Error
Pengujian hipotesis ini melalui beberapa pengujian, yaitu:
1) Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)
58
Uji Statistik F menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013:
98). Dalam membandingkan probabilitas (pada tabel anova tertulis
Sig) dengan taraf nyata kurang dari 0,05.
Jika probabilitas > 0,05 maka model ditolak.
Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima.
2) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas dan independen secara individu dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Apakah variabel
independen berpengaruh secara nyata atau tidak (Ghozali, 2013:
98). Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan melihat
probabilitasnya, yaitu:
Jika probabilitas > 0,05 maka model ditolak.
Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran
Pada bagian ini akan diuraikan masing-masing variabel yang
digunakan berikut dengan operasional dan cara pegukurannya.
1. Sifat Machiavellian (X1)
Christie dan Geis (1970) dalam Purnamasari dan
Chrismastuti (2006: 3) mendeskripsikan kepribadian Machiavellian
sebagai suatu kepribadian antisosial, yang tidak memperhatikan
59
moralitas konvensional dan mempunyai komitmen ideologis yang
rendah. Lebih jauh lagi Vitell (1991) dan Granitz (2003) dalam
Dalton dan Radtke (2012: 155) mendeskripsikan kepribadian
Machiavellian sebagai pribadi yang menerima perilaku tidak etis
seperti praktek pencurian dan kecurangan, selanjutnya Dahling
(2009) dan Gunnthorsdottir (2002) dalam Dalton dan Radtke
(2012: 155) menyatakan pribadi Machiavellian akan melakukan
tindakan dengan memperhitungkan keuntungan ekonomi yang
didapat sebagai landasan dalam bertindak.
Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang
digunakan Dalton dan Radtke (2012: 169) yakni dengan
menggunakan skala likert 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak
setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), dan sangat setuju (5). Pada
penyataan 4,7 dan 9 adalah pernyataan positif. Pada pernyataan
positif skornya dibalik. Misalkan responden mengisi sangat tidak
setuju maka nilai bobotnya yaitu 5.
2. Lingkungan Etika (X2)
Akuntansi dan profesi auditor lekat hubungannya dengan
dunia bisnis. Sebagai kegiatan sosial bisnis bisa disoroti sekurang-
kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu
mungkin dipisahkan dengan: sudut pandang ekonomi, hukum, dan
etika (Bertens, 2000: 13). Menurut penelitian Nuryanto dan Dewi
(2001) dalam Putri dan Laksito (2013: 1), tinjauan etika atas
60
pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan moral. Hasil
penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pemahaman nilai-
nilai etika dengan pengambilan keputusan. Semakin auditor
memahami kode etik maka keputusan yang diambil akan semakin
mendekati kewajaran, adil dan bermoral. Pun dalam hubungannya
dengan keputusan seseorang untuk melaksanakan intensi
whistleblowing.
Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang
digunakan Dalton dan Radtke (2012: 169) yakni dengan
menggunakan skala likert 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak
setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), dan sangat sangat setuju
(5).
3. Personal Cost (X3)
Menurut Shutlz et al., (1993) dalam Bagustianto dan
Nurkholis (2015: 6) personal cost of reporting adalah pandangan
pegawai terhadap risiko pembalasan, balas dendam atau sanksi dari
anggota organisasi, yang dapat mengurangi minat pegawai untuk
melaporkan wrongdoing. Personal cost merupakan salah satu
alasan utama yang menyebabkan seseorang tidak ingin melaporkan
dugaan pelanggaran karena mereka meyakini bahwa laporan
mereka tidak akan ditindak lanjuti, mereka akan mengalami
retaliasi, atau manajemen tidak akan melindungi mereka dari
61
ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis pelanggaran yang
melibatkan para manajer (Septianti, 2013: 1067).
Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang
dikembangkan oleh Septianti (2013: 1093), yakni menggunakan
tiga kasus akuntansi yang terkait untuk mengukur personal cost
dalam intensi melakukan whistleblowing. Variabel ini diukur
dengan menggunakan 5 poin skala likert. Tiap skenario menilai
tingkat personal cost responden dengan dampak penundaan
kenaikan pangkat. Skala 1 mempresentasikan “sangat rendah” dan
skala 5 mempresentasikan “sangat tinggi”.
4. Intensi Whistleblowing (Y)
Whistleblowing adalah pelaporan yang dilakukan oleh
anggota organisasi (aktif maupun non-aktif) mengenai pelanggaran,
tindakan ilegal atau tidak bermoral kepada pihak di dalam maupun
di luar organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang
diungkapkan oleh Near dan Miceli (1985) dalam Daivitri (2013: 3),
whistleblowing adalah pengungkapan yang dilakukan oleh anggota
organisasi (mantan karyawan atau karyawan) secara ilegal, praktek-
praktek tidak bermoral atau tidak sah di bawah kendali pemberi
kerja mereka, kepada orang atau pihak lain yang mampu
mempengaruhi tindakan mereka.
Seseorang yang melakukan whistleblowing dikenal dengan
istilah whistleblower yang mmemiliki makna bermacam-macam.
62
Kadang ia diartikan sebagai „saksi pelapor‟, „pemukul kentongan‟,
atau „pengungkap fakta‟ (Semendawai, 2011: 1).
Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang
dikembangkan oleh Septianti (2013: 1093-1094) dengan
menggunakan tiga skenario kasus akuntansi serta instrumen yang
dikembangkan oleh Bagustianto dan Nurkholis (2015: 11).
Variabel ini diukur menggunakan skala likert 5 poin. Skala 1
mempresentasikan “sangat rendah” dan skala 5 mempresentasikan
“sangat tinggi”.
Untuk lebih jelasnya, peneliti menggambarkan sub variabel
dan indikatornya dalam kuesioner pada tabel 3.1.
63
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Indikator No. Butir
Pertanyaan
Skala
Pengukuran
Sifat
Machiavellian
(X1) (Dalton
dan Radtke,
2012).
Kemampuan
individu
mengendalikan
seseorang
1
Likert
Tingkat
Kepercayaan
2
Usaha penyelesaian
masalah
3,4
Kesempatan negatif 5
Motif melakukan
tindakan
6,7
Kecintaan terhadap
harta
8
Moralitas 9
Lingkungan
Etika (X2)
(Dalton dan
Radtke, 2012).
Nilai-nilai
kehormatan,
keadilan dan
kejujuran.
1
Likert
Kode etik sebagai
kontrol.
2,6
Kebijakan
perusahaan
3
Pelatihan perilaku
etis
4
Penghargaan
terhadap perilaku
etis
5
Sistem evaluasi
kinerja
7
Bersambung ke halaman selanjutnya
64
Personal Cost
(X3)
(Septianti,
2013)
Kasus mengenai
penyalahgunaan
aset.
1.a
Likert
Kasus mengenai
korupsi.
2.a
Kasus mengenai
fraud.
3.a
Intensi
melakukan
whistleblowing
(Y) (Septianti,
2013;
Bagustianto
dan Nurkholis,
2015)
Kasus mengenai
penyalahgunaan
aset.
1.b
Likert
Kasus mengenai
korupsi
2.b
Kasus mengenai
fraud
3.b
Niat/minat
melakukan tindakan
whistleblowing
1
Keinginan untuk
mencoba
melakukan tindakan
whistleblowing
2
Rencana untuk
melakukan tindakan
whistleblowing.
3
Usaha keras untuk
melakukan internal
whistleblowing.
4
Usaha keras untuk
melakukan
eksternal
whistleblowing.
5
Tabel 3.1 (Lanjutan)
65
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah akuntan atau seseorang yang
memiliki latar belakang sebagai akuntan meliputi akuntan biaya,
akuntan pajak, dan internal auditor beserta staff yang bekerja pada
perusahaan yang memiliki whistleblowing system. Penyebaran serta
pengambilan kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 23 Februari hingga
5 Mei 2015.
Peneliti mengambil sampel sebanyak 6 perusahaan yang memiliki
whistleblowing system dan berada di wilayah Jakarta. Kuesioner yang
disebarkan sebanyak 129 buah dan jumlah kuesioner yang kembali
adalah sebanyak 105 buah atau 81,40%. Kuesioner yang tidak kembali
sebanyak 24 buah atau 18,60%. Hal ini dikarenakan responden belum
sempat mengisi sampai waktu pengambilan dan beberapa terbawa
responden yang sedang dinas di luar kota atau cuti. Kuesioner yang
dapat diolah berjumlah 97 buah atau 75,20 %, sedangkan kuesioner
yang tidak dapat diolah karena tidak memenuhi kriteria sebagai sampel
dan tidak diisi secara lengkap oleh responden sebanyak 8 buah atau
6,20 %. Gambaran mengenai data sampel disajikan pada Tabel 4.1.
66
Tabel 4.1
Data Sampel Penelitian
No Keterangan Jumlah Presentase
1 Jumlah kuesioner yang disebar. 129 100%
2 Jumlah kuesioner yang tidak kembali. 24 18,60%
3 Jumlah kuesioner yang tidak dapat
diolah. 8 6,20%
4 Jumlah kuesioner yang dapat diolah. 97 75,20%
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Data distribusi penyebaran kuesioner penelitian ini dapat dilihat
dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2
Data Distribusi Sampel Penelitian
No Nama Perusahaan Kuesioner
dikirim
Kuesioner
dikembalikan
1 PT. Pertamina Persero 30 26
2 PT. Asuransi Jansindo Persero 30 27
3 PT. Jasa Marga Persero Tbk. 20 19
4 PT. PLN Persero 10 10
5 PT. Pegadaian Persero 20 17
6 PT. Sewatama 6 6
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
2. Karakteristik Profil Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja di
perusahaan yang memiliki whistleblowing system sebagai akuntan atau
yang memiliki latar belakang berkaitan dengan akuntan. Berikut tabel
4.3 menjelaskan deskripsi mengenai identitas responden penelitian
yang terdiri dari umur, posisi, jenis kelamin, jenjang pendidikan dan
masa kerja responden.
67
Tabel 4.3
Hasil Uji Deskripsi Responden
Deskripsi Responden Frequency Percent Valid
Percent
Cumulatif
Percent
Umur
<25 6 6,2 6,2 6,2
25-35 55 56,7 56,7 62,9
>35 36 37,1 37,1 100,0
Posisi
Akuntan 28 28,9 28,9 28,9
Akuntan
Biaya 8 8,2 8,2 37,1
Akuntan
Pajak 3 3,1 3,1 40,2
Budget
Staff 27 27,8 27,8 68,0
Internal
Auditor 12 12,4 12,4 80,4
Staff 19 19,6 19,6 100,0
Jenis
Kelamin
Pria 48 49,5 49,5 49,5
Wanita 49 50,5 50,5 100,0
Jenjang
Pendidik
-an
D3 6 6,2 6,2 6,2
S1 70 72,2 72,2 78,4
S2 20 20,6 20,6 99,0
S3 1 1,0 1,0 100,0
Masa
Kerja
<5 th 26 26,8 26,8 26,8
5-10 th 33 34,0 34,0 60,8
11-15 th 15 15,5 15,5 76,3
>15 th 23 23,7 23,7 100,0
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang bekerja pada
perusahaan yang memiliki sistem whistleblowing sebesar 6,2% atau
sebanyak 6 orang berusia kurang dari 25 tahun. 56,7% atau sebanyak
55 orang berusia 25-35 tahun. Sisanya sebesar 37,1% atau sebanyak 36
orang masing-masing berusia lebih dari 35 tahun. Pada posisi terakhir
diperoleh informasi bahwa sebanyak 28 orang atau sebesar 28,9%
menduduki posisi sebagai akuntan, 8 orang atau 8,2% responden
menduduki jabatan sebagai akuntan biaya. Sebanyak 3 orang atau
68
sebesar 3,1% menduduki jabatan sebagai akuntan pajak, 27 orang atau
27,8% sebagai budget staff dan sisanya 12 orang atau 12,4% sebagai
internal auditor.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sekitar 48 orang atau 49,5%
responden didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, dan sisanya sebesar
49 orang atau 50,5% responden berjenis kelamin perempuan. Pada
pendidikan Diploma III (DIII) dengan jumlah responden sebanyak 6
atau 6,2%. Strata Satu (S1) dengan jumlah responden 70 atau 72,2%.
Strata Dua (S2) dengan jumlah responden sebanyak 20 orang atau
20,6%. Sisanya sebesar 1% atau sebanyak 1 orang berpendidikan
terakhir Strata Tiga (S3). Selanjutnya diketahui bahwa sebanyak
26,8% atau 26 responden memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun,
34% atau 33 responden memiliki pengalaman 5-10 tahun, 15,5% atau
15 responden memiliki masa kerja 11-15 tahun dan sisanya 23,7% atau
23 responden masa kerja lebih dari 15 tahun.
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sifat
Machiavellian, lingkungan etika, personal cost dan intensi
whistleblowing akan diuji secara statistik deskriptif seperti yang
terlihat pada Tabel 4.4.
69
Tabel 4.4
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh informasi bahwa pada variabel
sifat Machiavellian, total jawaban minumum responden sebesar 9 dan
maksimum sebesar 28, dengan rata-rata total jawaban 17,06 dan
standar deviasi sebesar 3,968. Variabel lingkungan etika dengan total
jawaban minimum responden sebesar 9 dan maksimum sebesar 35,
dengan rata-rata total jawaban 27,95 dan standar deviasi 5,201.
Variabel personal cost dengan total jawaban minimum responden 3
dan maksimum sebesar 15, dengan rata-rata total jawaban 11,38 dan
standar deviasi 2,608. Variabel intensi whistleblowing dengan total
jawaban minimum responden 23 dan maksimum sebesar 40, dengan
rata-rata total jawaban 33,29 dan standar deviasi 5,206.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk
variabel sifat Machiavellian rata-rata responden menjawab tidak
setuju. Sementara untuk variabel lingkungan etika, personal cost dan
intensi whistleblowing rata-rata jawaban responden adalah setuju.
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sifat
Machaivellian 97 9 28 17,06 3,968
Lingkungan
Etika 97 9 35 27,95 5,201
Personal Cost 97 3 15 11,38 2,608
Intensi
Whistleblowing 97 23 40 33,29 5,206
Valid N
(listwise) 97
70
2. Hasil Uji Kualitas Data
a. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan sebagai alat pengukur suatu kuesioner
yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Untuk
mengukur reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa. Suatu
variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Croanbach’s Alfa >
0,70.
Tabel 4.5
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Croanbach’s Alpha Keterangan
Sifat Machiavellian 0,740 Reliabel
Lingkungan Etika 0,947 Reliabel
Personal Cost 0,904 Reliabel
Intensi Whistleblowing 0,899 Reliabel
Sumber: Data primer yang diolah 2015
Tabel 4.5 menunjukkan nilai Croanbach’s Alpha atas variabel
sifat Machiavellian sebesar 0,740, lingkungan etika sebesar 0,947,
personal cost sebesar 0,904 dan intensi whistleblowing sebesar 0,899.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam
kuesioner ini reliabel karena nilai Croanbach’s Alpha lebih besar dari
0,7.
b. Hasil Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu
kuesioner. Suatu pertanyaan pada kuesioner dikatakn valid jika tingkat
signifikansinya di bawah 0,05. Tabel berikut menunjukkan hasil uji
validitas dari empat variabel yang digunakan dalam penelitian ini,
71
yaitu sifat Machiavellian (SM), lingkungan etika (LE), personal cost
(PC), dan intensi whistleblowing (IW) dengan 97 sampel responden.
Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas Sifat Machiavellian
No. Butir
Pertanyaan
Pearson
Correlation Sig (2-Tailed) Keterangan
1 (SM1) 0,691** 0,000 Valid
2 (SM2) 0,504** 0,000 Valid
3 (SM3) 0,428** 0,000 Valid
4 (SM4) 0,655** 0,000 Valid
5 (SM5) 0,475** 0,000 Valid
6 (SM6) 0,313** 0,002 Valid
7 (SM7) 0,576** 0,000 Valid
8 (SM8) 0,500** 0,000 Valid
9 (SM9) 0,632** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Tabel 4.6 menunjukkan variabel sifat Machiavellian mempunyai
kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05.
Tabel 4.7
Hasil Uji Validitas Lingkungan Etika
No. Butir
Pertanyaan
Pearson
Correlation
Sig (2-
Tailed) Keterangan
1 (LE1) 0,862** 0,000 Valid
2 (LE2) 0,855** 0,000 Valid
3 (LE3) 0,840** 0,000 Valid
4 (LE4) 0,914** 0,000 Valid
5 (LE5) 0,886** 0,000 Valid
6 (LE6) 0,918** 0,000 Valid
7 (LE7) 0,822** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Tabel 4.6 (Lanjutan)
72
Tabel 4.7 menunjukkan variabel lingkungan etika mempunyai
kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05.
Tabel 4.8
Hasil Uji Validitas Personal Cost
No. Butir
Pertanyaan
Perason
Correlation
Sig (2-
Tailed) Keterangan
1 (PC1) 0,930** 0,000 Valid
2 (PC2) 0,939** 0,000 Valid
3 (PC3) 0,879** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Tabel 4.8 menunjukkan variabel personal cost mempunyai
kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05.
Tabel 4.9
Hasil Uji Validitas Intensi Whistleblowing
No. Butir
Pertanyaan
Pearson
Correlation Sig (2-Tailed) Keterangan
1 (IW1) 0,841** 0,000 Valid
2 (IW2) 0,802** 0,000 Valid
3 (IW3) 0,852** 0,000 Valid
4 (IW4) 0,779** 0,000 Valid
5 (IW5) 0,663** 0,000 Valid
6 (IW6) 0,639** 0,000 Valid
7 (IW7) 0,722** 0,000 Valid
8 (IW8) 0,728** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Tabel 4.9 menunjukkan variabel intensi whistleblowing
mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05.
73
3. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah
adanya korelasi antar variabel bebas (independen) dalam model
regresi. Untuk mendeteksi adanya masalah multikolonieritas dalam
penelitian ini dengan menggunakan nilai tolerence dan Variance
Inflation Factor (VIF). Regresi yang terbebas dari problem
multikolonieritas apabila nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,10
maka data tersebut tidak ada multikolonieritas. Berikut ini disajikan
hasil uji multikolonieritas dengan menggunakan nilai tolerance dan
VIF, yaitu:
Tabel 4.10
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardize
d Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error
Beta
Tole-
rance
VIF
1
(Constant) 34,645 4,639
7,468 ,000
TOTAL SM -,503 ,122 -,384 -4,142 ,000 ,946 1,057
TOTAL LE ,241 ,095 ,241 2,545 ,013 ,906 1,104
TOTAL PC ,043 ,184 ,022 ,235 ,815 ,952 1,050
a. Dependent Variable: TOTAL IW
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 4.10 di atas terlihat bahwa nilai tolerance
mendekati angka 1 atau lebih dari 0,10 dan nilai VIF di sekitar
74
angka 1 atau kurang dari 10 untuk setiap variabel, yang ditunjukkan
dengan nilai tolerance untuk sifat Machiavellian 0,946, lingkungan
etika sebesar 0,906, dan personal cost sebesar 0,952. Dengan nilai VIF
masing-masing adalah 1,057, 1,104, dan 1,050. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi tidak terdapat
multikolonieritas dan dapat digunakan dalam penelitian ini.
b. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah model regresi,
variabel dependen dan variabel independen atau keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi
data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini uji
normalitas dilakukan dengan menggunakan analisis grafik (probability
plot) dan uji statistik (K-S).
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
75
Gambar 4.1 memperlihatkan penyebaran data yang berada di
sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, ini
menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normal.
Hasil uji normalitas berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S)
disajikan pada Tabel 4.11 berikut ini:
Tabel 4.11
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov
Unstandardized Residual
N 97
Normal Parametersa,,b
Mean ,0000000
Std. Deviation 4,52390976
Most Extreme Differences
Absolute ,070
Positive ,070
Negative -,057
Kolmogorov-Smirnov Z ,691
Asymp. Sig. (2-tailed) ,726
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Menurut Tabel 4.11 di atas, hasil uji (K-S) menunjukkan bahwa
data terdistribusi normal. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas sebesar
0,726. Sehingga model penelitian ini memenuhi uji asumsi klasik
normalitas.
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah
dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap. Dalam
76
penelitian ini uji heteroskedastisitas menggunakan analisis grafik
scatterplot dan uji statistik menggunakan uji Park.
Gambar 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot
Sumber: Data primer yang diolah, 2015.
Gambar 4.2, menunjukkan titik-titik menyebar secara acak dan
tidak membentuk pola tertentu serta tersebar di atas dan di bawah
angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas sehingga model regresi layak digunakan. Berikut
hasil uji heterokedastisitas menggunakan uji Park.
Tabel 4.12
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Uji Park
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 2,747 5,374 ,511 ,610
lnx1 1,299 ,881 ,152 1,476 ,143
lnx2 -1,684 1,078 -,164 -1,563 ,121
lnx3 ,294 ,723 ,042 ,407 ,685
a. Dependent Variable: Lnei2
77
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa nilai signifikansi setiap variabel
lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas
dan model regresi layak digunakan.
4. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel
independen. Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen
yaitu sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost.
Sedangkan variabel dependennya yaitu intensi whistleblowing. Adapun
hasil uji koefisien Adjusted R Square disajikan dalam Tabel 4.13 di
bawah ini:
Tabel 4.13
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 ,495a ,245 ,221 4,596
Predictors: (Constant), TOTAL PC, TOTAL SM, TOTAL LE
Dependent Variabel: TOTAL IW
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Pada Tabel 4.13 memperlihatkan Adjusted R Square sebesar 0,221.
Hal ini berarti sebesar 22,1% variabel intensi whistleblowing dapat
dijelaskan oleh variabel sifat Machiavellian, lingkungan etika dan
personal cost. Sedangkan sisanya yaitu sebesar (100% - 22,1% =
77,9%) dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.
Variabel-variabel lain yang mempengaruhi intensi whistleblowing
78
menurut Septianti (2013: 1087) adalah keseriusan pelanggaran dan
suku bangsa. Keseriusan pelanggaran merupakan suatu faktor yang
mempengaruhi presepsi para pegawai, bahwa semua jenis pelanggaran
yang terjadi merupakan jenis pelanggaran yang relatif serius dan dapat
menimbulkan dampak kerugian yang cukup besar, sehingga niat
keinginan untuk melaporkan juga cukup besar. Suku bangsa yang
dianggap memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk melakukan
whistleblowing adalah suku bangsa Jawa dibandingkan dengan suku
bangsa non-Jawa.
Sedangkan menurut Daivitri (2013: 102) yang mempengaruhi
intensi seseorang untuk melakukan whistleblowing adalah
pertimbangan etis, sikap individu, norma subyektif, dan persepsi
kontrol perilaku. Pertimbangan etis dan persepsi kontrol memiliki
hubungan yang berlawanan dengan intensi melakukan whistleblowing.
Individu yang memiliki pertimbangan etis tinggi cenderung akan
bertindak etis sehingga intensi melakukan whistleblowing tinggi.
Persepsi kontrol perilaku memuat keyakinan yang berkaitan dengan
rasa mampu atau rasa tidak mampu dalam mengelola perilaku.
Beberapa individu merasakan bahwa akan terasa sulit untuk
melaporkan masalah, sehingga mengarah kepada niat whistleblowing.
Sedangkan sikap dan norma subyektif berpengaruh pada intensi
melakukan whistleblowing. Individu yang memiliki sikap positif
cenderung melakukan whistleblowing. Norma subyektif atau norma
79
sosial dipahami sebagai tekanan sosial yang dirasakan untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Jika melaporkan
suatu kejahatan semakin disukai dan diterima orang lain, maka
seseorang akan semakin mungkin untuk menyelesaikan suatu laporan
kejahatan. Selain itu moralitas juga merupakan salah satu faktor
penting dalam mendorong intensi whistleblowing (Hwang et. al.,
2008: 510).
5. Hasil Uji Hipotesis
Pengujian dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi
berganda, yaitu:
a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh
masing-masing variabel independen secara individual terhadap
variabel dependen. Tabel 4.14 berikut ini menyajikan hasil uji statistik
t dalam penelitian ini, yaitu
Tabel 4.14
Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 34,645 4,639 7,468 ,000
TOTAL SM -,503 ,122 -,384 -4,142 ,000
TOTAL LE ,241 ,095 ,241 2,545 ,013
TOTAL PC ,043 ,184 ,022 ,235 ,815
a. Dependent Variable: TOTAL IW
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
80
Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa terdapat 2 variabel
independen yaitu sifat Machiavellian dan lingkungan etika
berpengaruh terhadap variabel dependen intensi whistleblowing.
Sedangkan 1 variabel independen lainnya yaitu personal cost tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen intensi whistleblowing.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
H1: Sifat Machiavellian berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing.
Hasil pengujian variabel sifat Machiavellian mempunyai
signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Hal ini memberikan arti
bahwa H1 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa sifat
Machiavellian berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Dalton dan Radtke, 2012: 162) mengungkapkan
bahwa seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi,
keinginanya dalam melakukan intensi whistleblowing rendah, berlaku
kebalikannya seseorang yang memiliki sifat Machiavellian yang
rendah. Keinginannya dalam melakukan intensi whistleblowing tinggi.
Selain itu hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Abdullah (1970:189) dalam bukunya yang berjudul Pemikiran
Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran, mengungkapkan bahwa prinsip
Machiavellian yaitu “menghalalkan segala cara demi mencapai
tujuan” (the end justifies the means). Sebenarnya, prinsip
81
Machiavellian yang menghalalkan segala cara hanya berlaku pada
masyarakat yang menghidupkan suap-menyuap. Seperti kita ketahui
bersama praktik suap-menyuap (korupsi) di Indonesia seolah sudah
menjadi tradisi. Jadi logis adanya jika sifat Machiavellian
mempengaruhi intensi melakukan whistleblowing di Indonesia.
H2: Lingkungan etika berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing
Pada Tabel 4.14 memperlihatkan hasil pengujian variabel
lingkungan etika mempunyai signifikansi 0,013 atau lebih kecil dari
0,05. Hal ini memberikan arti bahwa H2 diterima, sehingga dapat
dikatakan bahwa lingkungan etika berpengaruh terhadap intensi
whistleblowing. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dalton dan Radtke (2012: 162) bahwa lingkungan etika yang baik
lebih berpengaruh pada individu yang memiliki sifat Machiavellian
yang rendah daripada individu yang memiliki sifat Machiavellian
yang tinggi.
Organisasi dengan lingkungan etika yang baik dapat
diciptakan dengan mengadakan pelatihan etika bagi karyawannya.
Pelatihan etika memberikan pengaruh yang lebih besar pada individu
yang memiliki sifat Machiavellian yang rendah daripada individu
yang memiliki sifat Machiavellian yang tinggi (Bloodgood, 2010
dalam Dalton dan Radtke, 2012: 157).
82
Penelitian lain menemukan bahwa perusahaan dengan
lingkungan etis yang baik dapat mempengaruhi keputusan etis auditor
dan pekerja professional pajak (Sweeney, 2010: 545). Lingkungan
etika auditor meliputi standar perilaku bagi seorang profesional yang
ditujukan untuk tujuan praktis dan idealistik (Putri dan Laksito, 2013:
3). Lingkungan etika disini juga berarti komitmen etis organisasi yang
terkait erat dengan persepsi instansi terhadap nilai-nilai moral. Secara
keseluruhan, semua penelitian tentang etika menunjukkan bahwa
karakter etika organisasi memiliki pengaruh dalam pengambilan
keputusan etis (Dickerson 2009 dalam Muttaqin, 2014: 43). Pun
dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan
whistleblowing.
H3: Personal cost berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing.
Berdasarkan Tabel 4.14 variabel personal cost memiliki
tingkat signifikansi 0,815 atau lebih besar dari nilai 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa personal cost tidak berpengaruh terhadap intensi
melakukan whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Septianti (2013: 1087) dan Rizki Bagustianto dan
Nurkholis (2015: 15). Namun tidak berhasil mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Kaplan dan Whitecotton (2001) dalam Septianti
(2013: 1087) yang menemukan bahwa personal cost berpengaruh
terhadap intensi melakukan whistleblowing. Septianti beranggapan
83
bahwa personal cost tidak mempengaruhi intensi melaukan
whistleblowing disebabkan oleh persepsi para whistleblower potensial
bahwa dampak kerugian fisik, ekonomik dan psikologis berpengaruh
terhadap pembuatan keputusan etis (Collins, 1989 dalam Septianti,
2012: 1084).
Faktor lain yang dapat menyebabkan tidak berpengaruhnya
personal cost terhadap intensi melakukan whistleblowing adalah
retaliasi. Personal cost merupakan salah satu alasan utama yang
menyebabkan responden tidak ingin melaporkan dugaan pelanggaran
karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak akan ditindak
lanjuti, mereka akan mengalami retaliasi, atau manajemen tidak akan
melindungi mereka dari ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis
pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown, 2008: 1066). Hal
ini didukung oleh Sabang (2013) dalam Bagustianto dan Nurkholis
(2015: 6) bahwa personal cost bukan hanya dampak tindakan balas
dendam dari pelaku kecurangan, melainkan juga keputusan menjadi
pelapor dianggap sebagai tindakan tidak etis, misalnya melaporkan
kecurangan atasan dianggap sebagai tindakan yang tidak etis karena
menentang atasan.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Hasil uji statistik F dapat dilihat pada Tabel 4.15. H4 diterima jika
nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05.
84
Tabel 4.15
Hasil Uji Statistik F
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
H
H
4
:
H4: Sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost
berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing.
Pada Tabel 4.15 nilai F diperoleh dengan tingkat signifikansi
0,000 atau lebih kecil dari 0,05 maka H4 diterima, sehingga dapat
dikatakan bahwa sifat Machiavellian, lingkungan etika, dan personal
cost berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Dalton dan
Radtke, (2012: 162) bahwa sifat Machiavellian memiliki pengaruh
dengan intensi melakukan whistleblowing. Lingkungan etika yang
baik lebih berpengaruh pada individu yang memiliki sifat
Machiavellian yang rendah daripada individu yang memiliki sifat
Machiavellian yang tinggi.
Enam faktor lingkungan etika organisasi yang dapat
mempengaruhi anggota organisasinya diantaranya, nilai-nilai misi
organisasi, nilai-nilai kepemimpinan dan manajemen, kelompok
sebaya, prosedur atau aturan dan kode etik, etika pelatihan, serta
ANOVAa
Model Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1
Regression 637,205 3 212,402 10,054 ,000b
Residual 1964,713 93 21,126
Total 2601,918 96
a. Dependent Variable: TOTAL IW
b. Predictors: (Constant), TOTAL PC, Total SM, TOTAL LE
85
penghargaan dan sanksi (Dalton dan Radtke, 2012: 157). Perusahaan
dengan lingkungan etis yang baik dapat mempengaruhi keputusan etis
auditor (Sweeney et. al., 2009: 545). Selain lingkungan etika, faktor
lain yang mendorong intensi whistleblowing adalah moralitas (Hwang
et. al., 2008: 510).
Hasil Penelitian Nuryanto dan Dewi (2001) dalam Putri dan
Laksito (2013: 1) tinjauan etika atas pengambilan keputusan
berdasarkan moral. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi
antara pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan.
Pun dalam hubungannya dengan keputusan seseorang untuk
melakukan intensi whistleblowing. Etika yang dapat digunakan
sebagai dasar pertimbangan dalam kasus whistleblowing adalah etika
utilitarianisme. Termasuk di dalamnya mempertimbangkan sejauh
mana dan berapa besar atau kecilnya kerugian atau keuntungan yang
akan dialami perusahaan jika karyawan (akuntan) membocorkan atau
mendiamkan kecurangan tersebut (Keraf, 1998: 177).
Keuntunngan tersebut dapat berupa reward dari
perusahaan. Hak-hak whistleblower yang juga seorang saksi
(pelapor) telah diatur dalam UU No. 13 tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, yang salah satu haknya meliputi
mendapatkan balas jasa atau reward dari negara atas kesaksian yang
telah diungkap karena kesaksian mampu membongkar suatu
kejahatan yang besar (Semendawai dkk, 2011:10). Sedangkan
86
kerugiannya dapat berupa retaliasi, manajemen tidak akan
melindungi mereka dari ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis
pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown, 2008: 672).
Retaliasi merupakan salah satu bentuk dari personal cost.
Graham dalam Zhuang (2003) dalam Septianti (2012: 1072)
menggemukakan bahwa personal cost yang paling dipertimbangkan
adalah retaliasi dari orang-orang dalam organisasi yang menentang
tindakan pelaporan. Maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
di antara sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost
terhadap intensi whistleblowing yang secara simultan mempengaruhi
intensi melakukan whistleblowing, sesuai dengan hasil dari
penelitian ini.
87
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini meneliti tentang sifat Machiavellian, lingkungan
etika dan personal cost terhadap intensi whistleblowing. Analisis
dilakukan menggunakan metode analisis regresi berganda dengan program
Statistical Package for Social Science (SPSS) Ver. 20. Populasi dalam
penelitian adalah pegawai yang bekerja pada perusahaan yang memiliki
whistleblowing system khususnya akuntan, internal auditor, akuntan biaya,
akuntan pajak, budgeting dan staff. Perusahaan dikonsentrasikan pada
wilayah DKI Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, maka dapat
disimpulkan menjadi beberapa poin di bawah ini:
1. Sifat Machiavellian berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012).
2. Lingkungan etika berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dalton dan Radtke (2012).
3. Personal cost tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Septianti (2013).
88
4. Sifat Machiavellian, lingkungan etika dan personal cost berpengaruh
terhadap intensi melakukan whistleblowing.
B. Saran
Penelitian mengenai whistleblowing di masa mendatang
diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih berkualitas,
dengan mempertimbangkan saran di bawah ini:
1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan variabel yang
mempengaruhi intensi melakukan whistleblowing seperti variabel suku
bangsa, karena suatu hal yang baru dalam penelitian tentang
whistleblowing di Indonesia (Septianti, 2013).
2. Jika tujuan peneliti untuk mendapatkan hasil yang lebih khusus,
disarankan hanya memilih satu perusahaan yang merapkan sistem
whistleblowing saja dengan mempertimbangkan penerapan sistem
whistleblowing pada perusahaan terkait dan tentu saja dengan izin
perusahaan.
3. Jika tujuan penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih general,
disarankan untuk menambah jumlah perusahaan yang menerapkan
sistem whistleblowing dan memperluas daerah penelitian.
4. Untuk mendapatkan kualitas data dan hasil yang lebih baik disarankan
instrumen penelitian tidak hanya berupa kuesioner, namun juga
wawancara atau survey, karena sistem whistleblowing pada setiap
89
perusahaan dapat berbeda penerapannya. Pun untuk mendapatkan data
yang lebih nyata.
90
Daftar Pustaka
Abdullah, Abdul Rahman Haji, “Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan
Aliran”. Malaysia: Gema Insani Press, 1997.
Agoes, Sukrisno, “Auditing, Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan
Publik”. Jakarta: Salemba Empat, 2012.
Ahmad, Syahrul Ahmar, “Internal Auditors and Internal Whistleblowing
Intention: A Study of Organitational, Individual, Situasional, and
Demographic Factors”. Western Australia: School of Accounting,
Finance and Economics Faculty of Business and Law Edith Cowan
University, Doctor Program (S3), 2011.
Anggadha, Arry dan Fadila Fikriani Armadita. “Kronologi Kasus Pajak Gayus
Versi Kejaksaan”. Diakses pada 1 Juni 2014 jam 23:04.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/138233kronologi_kasus_pajak_
gayus_versi_kejaksaan, 2010.
Anonim. http://www.pertamina.com/media/374416/TKO_WBS_Ind.pdf. Diakses
pada 29 Juni 2015 jam 22:06.
Anonim. http://www.pln.co.id/?p=7250. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:11.
Anonim. http://www.jasamarga.com/gcg/Whistle%20Blowing%20System.pdf.
Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:14.
Anonim. http://jasindo.co.id/assets/media/file/file-kebijakan-tata-kelola-
perusahaan-10.pdf. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:20.
Anonim. http://sewatama.com/wp-content/uploads/2014/12/Penunjukan-Ketua-
WBS.pdf. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:33.
Anonim. http://wbs.pegadaian.co.id/. Diakses pada 29 Juni 2015 jam 22:55.
Arens, Alvin A. Dan James K. Loebbecke. “Auditing Suatu Pendekatan
Terpadu”, Edisi Indonesia, hlm. 1. Jakarta: Salemba Empat, 1997.
Aryani, Alvita Tyas Dwi. “Pengaruh Nilai Personal terhadap Sikap Akuntabilitas
Sosial dan Lingkungan, (Studi pada Mahasiswa Magister Akuntansi dan
Magister Undip)”. Semarang: Program Magister (S2) Universitas
Diponegoro, 2010.
Bagustianto, Rizki dan Nurkholis. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk Melakukan Tindakan Whistle-blowing
(Studi pada PNS BPK RI)”. Malang: e-journal Universitas Brawijaya,
2015.
91
Bertens, K. “Etika”, Seri Filsafat Atmajaya: 15, hlm. 4-6. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2007.
Bertens, K. “Pengantar Etika Bisnis”, hlm.13. Jakarta: Kanisius, 2000.
Boynton, W dan Johnson, RN., kell. “Modern Auditing”, Jilid 1, Jakarta:
Erlangga, 2006.
Brown, A. J. “Whistleblowing in the Australian Public Sector: Enchancing the
Theory and Practice of Internal Witness Management in Public Sector
Organisations”. Australia: ANU Press.
Carson, Thomas. L, Marry Ellen Verdu, Richard E. Wokutch. “Whistle-Blowing
for Profit: An Ethical Analysis of the Federal False Claims Act”. Journal
of Business Ethics 77: 361-376. 2008.
Cressy, Robert. “Machiavellian Denigration and the Shifting Base of
Organisational Power”. London: CASS Business School, 2007.
Curtis, Mary B. “Are Audit-related Ethical Decisions Dependent upon Mood?”.
Journal of Business Ethics. Vol.68; 191-209, 2006.
Daivitri, Aai Niyaratih. “Pengaruh Pertimbangan Etis dan Komponen Perilaku
Terencana pada Niat Whistleblowing Internal dengan Locus of Control
sebagai Variabel Pemoderasi”. Yogyakarta: Program Magister (S2),
Universitas Gadjah Mada, 2013.
Dalton, Derek dan Robin R. Radtke. “The Joint Effects of Machiavellianism and
Ethical Environment on Whistle-Blowing”. Spriager Science + Bussiness
Media Dordrecht, 2012.
Dempster, Quentin. “Para Pengungkap Fakta”. Sydney: ABC Books for the
Australian Broadcasting Corporation, 2011.
Goleman, Daniel. “Social Intelligence. Ilmu Baru tentang Hubungan Antar
Manusia”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Gozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21”,
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2013
Hussin, Wan Sabri Wan. “Etika dan Amalan Perniagaan”. Kuala Lumpur: Sanon
Printing Corporation SDN BHD, 2004.
Hwang, Dennis dkk. “Confucian Culture and Whistle-blowing by Professional
Accountants: an exploratory study”. Managerial Auditing Journal, Vol.
23 No. 5, pp. 504-526, Emerald Group Publishing Limited. 2008.
92
Kaplan, Steven. E dan Stacey M. Whitecotton. “An Examination of Auditors’
Reporting Intentions When another Auditor is Offered Client
Employment”. Auditing: A Journal of Practice & Theory Vol. 20, No 1:
45-63. 2001.
Keraf, Dr. A. Sonny. “Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya”. Jakarta:
Kanisius, 1998.
Merdikawati, Risti. “Hubungan Komitmen Profesi dan Sosialisasi Antisipatif
Mahasiswa Akuntansi dengan Niat Whistleblowing (Studi Empiris pada
Mahasiswa Strata 1 Jurusan Akuntansi di Tiga Universitas Teratas di
Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta)”. Semarang: Program Sarjana (S1)
Universitas Diponegoro, 2012.
Mutmainah, Siti. “Minat Perilaku Pengungkapan Tindak Pelanggaran
(Whistleblowing)”. Semarang: Politeknik Negeri Semarang (Jurnal), 2007.
Muttaqin, Alif Zain. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sensitivitas
Etika Auditor Pemerintah”. Semarang: Universitas Diponegoro, 2014.
Naukoko, Princilvanno Andreas. “Akuntansi Sumber Daya Manusia”. Manado: e-
journal, Vol.9 No.3, Universitas Sam Ratulangi, 2014.
Pranata, Metta. “Delapan Kasus Penipuan Saham Terbesar Sepanjang Sejarah”.
Diakses pada: 07 Desember 2014 20.35 WIB.
http://m.detik.com/finance/read/2012/06/11/073614/1937612/6/5/
Purnamasari, St Vena dan Agnes Advensia Chrismastuti, “Dampak
Reinforcement Contigency Terhadap Hubungan Sifat Machiavellian dan
Perkembangan Moral”. Padang: Simposium Nasional Akuntansi 9, 2006.
Putri, Pritta Amina dan Herry Laksito. “Pengaruh Lingkungan Etika, Pengalaman
Auditor dan Tekanan Ketaatan Terhadap Kualitas Audit Judgment”.
Diponegoro Journal Accounting, Volume 2, halaman 1-11, 2013.
Qomariyah, Nurul. “Petinggi Enron dan Worldcom Berakhir di Penjara”.
Diakses pada: 07 Desember 2014 17.10 WIB.
finance.detik.com/read/2006/09/27/095404/683491/4/petinggi-enron-dan-
worldcom-berakhir-di-penjara.
Rahayu, Siti Kurnia dan Ely Suhayati. “Auditing, Konsep Dasar dan Pedoman
Pemeriksaan Akuntansi Publik”. Edisi pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. “Perilaku Organisasi
(Organizational Behavior)” Buku 1, edisi 12. Jakarta: Salemba Empat,
2008.
93
Schmandt, Henry J. “Filsafat Politik”. Cetakan III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009.
Sekaran, Uma. “Metodologi Penelitian untuk Bisnis”. Buku 2, edisi 4. Jakarta:
Salemba Empat, 2006.
Semendawai, Abdul Haris dkk. “Memahami Whistleblower”. Jakarta: Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), 2011.
Septianti, Windy. “Pengaruh Faktor Organisasional, Individual, Situasional, dan
Demografis Terhadap Niat Melakukan Whistleblowing Internal”.
Manado: Simposium Nasional Akuntansi, 2013.
Supriyatno, Agus. “Auditor Bank Global Kena Sanksi”. Diakses pada: 1 Juni
2014 jam 22:53.
http://www.tempo.co/read/news/2008/03/31/056120109/Auditor-Bank-
Global-
Sweeney, Breda, Don Arnold dan Bernard Pierce. “The Impact of Perceived
Ethical Culture of the Firm and Demographic Variables on Auditors’
Ethical Evaluation and Intention to Act Decisions”. Journal of Business
Ethics, Spriager, 2010.
Tuanakotta, Theodorus M. “Berpikir Kritis dalam Auditing”. Jakarta: Salemba
Empat, 2011.
Wakefield, Robin. L. “Accounting and Machiavellianism”. Behavioral research in
accounting, Volume 20, Number 1, pp. 115-129, 2008.
Zhuang, Jinyun, “Whistleblowing & Peer Reporting: A Cross-Cultural
Comparison of Canadians and Chinese”, Tesis Magister Sains. Canada:
University of Lethbridge, 2003.
94
LAMPIRAN
95
LAMPIRAN 1:
Surat Penelitian
Skripsi
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
LAMPIRAN 2:
Kuesioner dan
Jawaban Responden
109
KUESIONER
PENGARUH SIFAT MACHIAVELLIAN, LINGKUNGAN ETIKA, DAN
PERSONAL COST TERHADAP INTENSI MELAKUKAN
WHISTLEBLOWING
Peneliti: Syaifa Rodiyah
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
110
111
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Perusahaan : ....................................................
Umur Responden : ( ) <25 ( )25-35 ( ) >35
Posisi : ( ) Direktur Keuangan ( ) Akuntan
( ) Akuntan Biaya ( ) Akuntan Pajak
( ) Budget Staff ( ) Internal Auditor
( ) Lainnya........................ (Sebutkan)
Jenis Kelamin : ( ) Pria ( ) Wanita
Jenjang Pendidikan : ( ) D3 ( ) S1 ( ) S2 ( ) S3
Masa Kerja : ( ) < 5 th ( ) 11-15 th
( ) 5-10 th ( ) > 15 th
PETUNJUK UMUM PENGISIAN KUESIONER
Di bawah ini adalah pernyataan yang mewakili pendapat umum terkait sifat
Machiavellian, lingkungan etika, dan personal cost yang mempengaruhi intensi
melakukan whistleblowing. Dimohon untuk membaca setiap pernyataan secara hati-
hati dan menjawab dengan lengkap semua pernyataan. Tidak ada pernyataan yang
benar atau salah. Bapak/Ibu mungkin saja setuju atau tidak setuju dengan pernyataan
tersebut. Kami ingin mengetahui seberapa jauh Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut, dengan memberi tanda X pada pilihan yang tersedia
sebagai berikut:
1 = Sangat Tidak Setuju (STS) 4 = Setuju (S)
2 = Tidak Setuju (TS) 5 = Sangat Setuju (SS)
3 = Kurang Setuju (KS)
Whistle-Blowing adalah tindakan dari seorang pegawai (mantan pegawai) suatu
organisasi, untuk mengungkap apa yang ia percaya sebagai perilaku ilegal,
kecurangan, atau tidak etis kepada manajemen/manajemen puncak (internal whistle-
blowing) atau kepada otoritas/pihak berwenang di luar organisasi maupun kepada
publik (external whistle-blowing)
Selayang Pandang
112
DAFTAR PERNYATAAN
SIFAT MACHIAVELLIAN
No Pernyataan STS TS KS S SS
1. Cara terbaik untuk mengendalikan seseorang
adalah dengan mengabulkan apa yang dia
inginkan.
2. Anda tidak akan pernah benar-benar percaya
kepada siapa pun.
3. Sulit untuk maju tanpa menyikut orang lain.
4. Kejujuran adalah kebijaksanaan yang terbaik
dalam semua kasus.
5. Semua orang memiliki sisi negatif yang akan
muncul jika diberi kesempatan.
6. Anda tidak akan memberitahu siapapun alasan
anda melakukan sesuatu kecuali itu
menguntungkan bagi anda.
7. Tidak ada alasan untuk berbohong kepada
orang lain.
8. Seseorang lebih mudah melupakan kehilangan
ayahnya daripada kehilangan hartanya.
9. Kebanyakan orang-orang yang maju di dunia
adalah orang-orang yang bersih moralnya.
LINGKUNGAN ETIKA
No Pernyataan STS TS KS S SS
1. Lingkungan perusahaan tempat anda bekerja
menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan,
kehormatan dan kejujuran.
2. Lingkungan perusahaan tempat anda bekerja
mendukung dan menjadikan kode etik sebagai
kontrol perilaku karyawan.
3. Kebijakan di lingkungan perusahaan tempat
anda bekerja mendorong karyawan untuk
melaporkan masalah korporasi.
4. Pelatihan untuk mengembangkan perilaku etis
karyawan dilakukan secara berkala.
5. Perusahaan secara konsisten menghargai
perilaku etis.
6. Tingkat kepatuhan terhadap kode etik
perusahaan atau profesi tinggi.
7. Sistem evaluasi kinerja di perusahaan tempat
anda bekerja berjalan dengan baik.
113
Kasus 1: Penyalahgunaan Aset Wanda adalah staf keuangan pada sebuah kementrian atau lembaga di
Indonesia. Salah satu bagian dalam pekerjaan rutin Wanda ialah mereviu akun biaya
perjalanan dinas. Saat Raffi meminta penggantian atas biaya penginapan perjalanan
dinas atas suatu projek pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Wanda
mendengar kabar mengenai reputasi Raffi sebagai Direktur Sumber Daya Manusia
yang boros. Dugaan Wanda berubah menjadi sebuah kehawatiran ketika dia
menemukan permintaan penggantian biaya hotel sebesar Rp 4.410.000,00 atas nama
keluarga Raffi tanpa pembenaran yang jelas. Dia mengetahui bahwa biaya hotel atas
nama keluarga Raffi ini tidak termasuk dalam kebijakan penggantian atas biaya
penginapan perjalanan dinas. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini, Wanda
pergi menemui Raffi untuk berdiskusi. Raffi marah besar dan merespon pertanyaan
Wanda, “Saya yang bertanggung jawab akan kesuksesan perojek ini. Selain itu, saya
adalah Direktur Sumber Daya Manusia di kantor ini”. Rafi juga mengatakan bahwa dia
tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Wanda untuk
tidak mengurusi permasalahan ini lagi atau Raffi mengancam akan menunda kenaikan
pangkat Wanda.
PERSONAL COST
a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat personal cost (penundaan kenaikan pangkat) jika
Wanda melaporkan kasus tersebut?
Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi
WHISTLEBLOWING
b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus
tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda?
Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi.
Kasus 2: Korupsi
Aryo adalah seorang staf senior unti layanan pengadaan barang/jasa pada
suatu kementerian/lembaga di Indonesia. Kantor Aryo sedang melakukan suatu projek
pengadaan infrastruktur teknologi informasi yang bernilai Rp. 5.000.000.000,00.
Projek tersebut ternyata banyak diminati dan diikuti oleh berbagai perusahaan
teknologi informasi di Indonesia. Selama proses pengadaan berlangsung, secara tidak
sengaja, Aryo melihat pertemuan rahasia di salah satu hotel mewah antara kepala unit
layanan pengadaan dengan Direktur salah satu perusahaan yang sedang mengikuti
proses pengadaan tersebut. Aryo mengetahui ternyata dalam pertemuan rahsia tersebut,
Direktur salah satu perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut
memberikan cek senilai Rp 100.000.000,00 kepada kepala unit layanan pengadaan
dengan tujuan agar perusahaannya dapat memenangkan projek pengadaan. Cek
tersebut ternyata diterima oleh kepala unit layanan pengadaan. Untuk meminta
penjelasan atas permasalahan ini, Aryo pergi menemui kepala unit layanan pengadaan
114
untuk berdiskusi. Kepala unit layanan pengadaan mengatakan bahwa dia tidak ingin
membicarakan masalah ini lebih lanjut dan meminta Aryo untuk tidak mengurusi
permasalahan ini lagi atau dia mengancam akan mengeluarkan Aryo dari tim unit
layanan pengadaan barang/jasa dan tidak akan pernah dilibatkan lagi dalam tim unit
layanan pengadaan barang/jasa berikutnya.
PERSONAL COST
a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat personal cost (penundaan kenaikan pangkat) jika
Aryo melaporkan kasus tersebut?
Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi.
WHISTLEBLOWING
b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus
tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda?
Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi.
Kasus 3: Fraud
Farhat adalah seorang staf senior auditor internal pada suatu
kementerian/lembaga di Indonesia. Ketika sedang melakukan audit terhadap laporan
keuangan, Frhat menemukan bukti bahwa terdapat beberapa transaksi pembelian
barang/jasa yang telah dipotong pajak, tetapi bendahara tidak menyetorkan pajak
tersebut ke kas negara. Setelah Farhat melakukan perhitungan, ternyata jumlah pajak
yang tidak disetorkan ke kas negara dan menyebabkan penundaan penerimaan negara
adalah sebesar Rp95.948.500,00. Farhat menduga uang pajak tersebut masuk ke
rekening pribadi milik bendahara. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini,
Farhat pergi menemui bendahara untuk berdiskusi. Bendahara mengatakan bahwa dia
tidak ingin membicarakan permasalahan ini lagi atau dia mengancam akan melaporkan
kepada atasan Farhat bahwa sebenarnya dia mengetahui bahwa dulu, ketika Farhat
menjadi staf unit layanan pengadaan, Farhat pernah menerima travel cheque senilai
Rp50.000.000,00 dari salah satu rekanan. Farhat menyadari bahwa jika atasannya
sampai mengetahui perbuatannya dulu, kemungkinan dirinya akan terancam dipecat
dan dimasukkan ke dalam penjara.
PERSONAL COST
c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat personal cost (penundaan kenaikan pangkat) jika
Farhat melaporkan kasus tersebut?
Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi
WHISTLEBLOWING
d. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus
tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda?
Sangat rendah 1 2 3 4 5 Sangat tinggi
115
INTENSI WHISTLEBLOWING
No Pernyataan STS TS KS S SS
1. Jika saya mengetahui adanya fraud atau
korupsi yang terjadi di Perusahaan, saya akan
berminat untuk melakukan tindakan whistle-
blowing .
2. Saya akan mencoba melakukan tindakan
whistle-blowing jika saya mengetahui adanya
fraud atau korupsi yang terjadi di Perusahaan.
3. Saya berencana melakukan tindakan whistle-
blowing untuk mengungkap fraud atau korupsi
yang terjadi di Perusahaan apabila saya
mengetahuinya.
4. Jika saya mengetahui adanya fraud atau
korupsi yang terjadi di Perusahaan, saya akan
berusaha keras melakukan tindakan whistle-
blowing melalui saluran internal Perusahaan
(internal whistle-blowing).
5. Jika internal whistle-blowing tidak
memungkinkan, saya akan berusaha keras
untuk melakukan tindakan whistle-blowing
melalui saluran eksternal Perusahaan.
116
Responden
Umur Posisi
Jenis
Kelamin
Jenjang
Pendidikan
Masa
Kerja
1 3 2 2 2 3
2 3 2 1 1 4
3 2 2 2 1 1
4 1 2 2 1 1
5 3 2 2 2 4
6 3 3 1 1 1
7 2 3 2 2 2
8 2 5 2 2 2
9 2 5 2 2 2
10 2 5 2 2 2
11 2 2 2 3 2
12 2 7 1 2 1
13 3 2 2 2 3
14 2 7 1 2 1
15 3 7 1 1 3
16 3 5 2 2 4
17 3 5 2 2 4
18 2 7 2 2 1
19 2 2 2 2 1
20 2 2 2 3 3
21 2 5 2 2 2
22 1 5 2 2 2
23 2 5 2 2 2
24 2 5 2 2 2
25 2 5 1 2 1
26 2 2 2 2 2
27 2 5 2 2 1
28 2 5 2 2 1
29 2 3 1 2 2
30 2 5 2 2 2
31 2 5 2 2 2
32 2 5 2 1 1
33 2 3 1 2 2
34 2 3 1 2 2
35 2 5 2 2 2
36 2 3 2 2 2
37 2 5 2 2 2
38 2 5 1 2 1
39 2 5 1 2 1
JAWABAN RESPONDEN MENGENAI IDENTITAS
Bersambung ke halaman selanjutnya
117
Responden Umur Posisi
Jenis
Kelamin
Jenjang
Pendidikan
Masa
Kerja
40 2 2 1 2 1
41 2 2 1 2 2
42 2 7 1 3 2
43 2 7 1 2 3
44 2 4 2 4 2
45 2 5 1 3 1
46 3 5 1 3 4
47 2 7 1 2 1
48 3 2 2 2 3
49 2 7 1 3 2
50 3 7 2 3 2
51 3 6 1 3 3
52 3 6 1 2 4
53 3 6 1 3 4
54 2 5 2 2 2
55 3 6 1 2 3
56 2 3 2 2 2
57 3 2 2 2 4
58 2 2 2 3 2
59 3 2 1 3 4
60 3 3 1 2 4
61 3 6 1 2 4
62 3 6 1 2 4
63 3 6 1 2 4
64 2 5 1 2 2
65 3 5 2 2 4
66 2 4 1 2 1
67 1 4 2 2 1
68 2 5 1 2 1
69 2 7 2 2 2
70 3 5 1 2 3
71 3 2 2 2 3
72 3 2 2 3 4
73 3 6 1 3 4
74 2 6 1 3 3
75 2 6 1 3 3
76 3 6 1 3 4
77 3 6 1 3 4
78 2 5 1 2 1
Bersambung ke halaman selanjutnya
JAWABAN RESPONDEN MENGENAI IDENTITAS (LANJUTAN)
118
Responden
Umur Posisi
Jenis
Kelamin
Jenjang
Pendidikan
Masa
Kerja
79 1 2 2 2 1
80 1 7 1 2 1
81 2 2 1 2 1
82 1 7 1 2 1
83 2 2 1 2 1
84 3 7 2 2 4
85 2 2 2 2 2
86 3 7 2 3 2
87 2 7 1 2 2
88 3 7 1 3 4
89 3 2 2 2 4
90 3 2 2 2 3
91 3 7 1 2 3
92 3 7 2 2 4
93 2 2 1 2 1
94 2 2 1 2 3
95 3 7 2 3 4
96 2 2 1 2 2
97 2 2 2 2 2
JAWABAN RESPPONDEN SIFAT MACHIAVELLIAN
Resp. SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9 Total SM
1 2 3 1 2 2 2 2 2 2 18
2 1 1 1 1 2 3 2 1 2 14
3 1 3 1 1 3 2 2 1 3 17
4 3 2 2 2 2 2 2 3 3 21
5 1 2 2 2 2 2 2 2 2 17
6 2 1 2 1 2 2 2 2 2 16
7 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
10 1 2 1 1 1 1 1 1 1 10
11 3 3 3 2 2 2 2 2 2 21
12 2 5 2 2 2 2 2 2 2 21
13 3 1 3 2 2 2 2 3 3 21
14 2 5 2 2 2 2 2 2 2 21
15 3 3 2 2 2 2 2 1 3 20
16 2 2 3 2 1 2 2 3 3 20
JAWABAN RESPONDEN MENGENAI IDENTITAS (LANJUTAN)
Bersambung ke halaman selanjutnya
119
Resp. SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9 Total SM
17 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18
18 2 1 4 2 2 1 1 2 2 17
19 3 2 2 2 2 2 2 1 2 18
20 2 3 1 2 2 2 2 1 2 17
21 3 2 3 1 4 2 1 1 1 18
22 2 1 4 2 2 1 1 2 2 18
23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
24 2 3 2 1 2 2 2 2 1 9
25 1 2 1 1 1 1 1 1 1 10
26 3 3 3 2 2 2 2 2 2 21
27 2 2 3 1 1 3 1 3 1 17
28 2 3 2 1 2 2 2 2 1 17
29 3 2 3 1 2 2 1 1 1 16
30 2 3 1 2 2 2 2 2 2 18
31 1 1 1 1 2 3 2 1 2 14
32 1 3 1 1 3 2 2 1 3 17
33 3 2 2 2 2 2 2 3 3 21
34 1 2 2 2 2 2 2 2 2 17
35 3 4 3 5 2 2 2 5 2 28
36 1 1 1 1 1 2 2 2 2 13
37 1 1 1 2 2 2 2 2 1 14
38 3 2 2 2 2 2 2 2 1 18
39 1 3 1 1 4 4 2 1 2 19
40 1 2 1 1 1 1 1 1 1 10
41 3 3 3 2 2 2 2 2 2 21
42 2 5 2 2 2 2 2 2 2 21
43 3 1 3 2 2 2 2 3 3 21
44 2 5 2 2 2 2 2 2 2 21
45 4 2 1 1 4 3 2 1 2 20
46 2 1 1 2 2 2 2 4 2 18
47 1 1 1 1 1 3 1 3 2 14
48 1 1 1 2 2 2 2 2 2 15
49 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18
50 2 1 4 2 2 1 1 2 2 17
51 3 2 2 2 2 2 2 1 2 18
52 2 3 1 2 2 2 2 1 2 17
53 2 1 1 1 5 3 2 2 2 19
54 3 2 1 1 4 2 5 1 3 22
55 2 2 3 2 2 2 2 3 3 21
56 3 2 2 2 2 2 3 3 3 22
Bersambung ke halaman selanjutnya
JAWABAN RESPONDEN SIFAT MACHIAVELLIAN (LANJUTAN)
120
Resp. SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9 Total SM
57 2 5 2 2 2 2 2 2 2 21
58 3 3 2 2 2 2 2 1 3 20
59 2 2 3 2 1 2 2 3 3 20
60 2 1 4 2 2 1 1 2 2 17
61 3 2 2 2 2 2 2 1 2 18
62 2 3 1 2 2 2 2 1 2 17
63 2 3 3 2 2 2 2 3 1 20
64 3 3 1 1 4 3 2 1 2 20
65 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10
66 2 2 3 2 1 2 2 3 3 9
67 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
68 2 2 3 1 1 2 1 1 1 14
69 1 1 2 1 1 1 1 2 1 11
70 2 3 1 2 2 2 2 2 2 18
71 1 1 1 1 2 3 2 1 2 14
72 1 3 1 1 3 2 2 1 3 17
73 3 2 2 2 2 2 2 3 3 21
74 1 2 2 2 2 2 2 2 2 17
75 2 1 2 1 2 2 2 2 2 16
76 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10
77 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
78 3 3 2 2 2 2 2 1 3 20
79 2 2 3 2 1 2 2 3 3 20
80 1 2 2 2 2 2 2 2 2 17
81 2 3 1 2 2 2 2 2 2 16
81 3 1 3 2 2 2 2 3 3 21
83 3 2 2 2 2 2 2 3 3 21
84 1 2 2 2 2 2 2 2 2 17
85 2 5 2 2 2 2 2 2 2 21
86 3 3 3 2 2 2 2 2 2 21
87 2 5 2 2 2 2 2 2 2 21
88 3 1 3 2 2 2 2 3 3 20
89 2 2 3 2 1 2 2 3 3 20
90 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18
91 2 1 2 1 2 2 2 2 2 16
92 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10
93 2 1 4 2 2 1 1 2 2 17
94 3 2 2 2 2 2 2 1 2 18
95 2 3 1 2 2 2 2 1 2 17
96 2 3 1 2 2 2 2 2 2 18
Bersambung ke halaman selanjutnya
JAWABAN RESPONDEN SIFAT MACHIAVELLIAN (LANJUTAN)
121
Resp. SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9 Total SM
97 1 1 1 1 2 3 2 1 2 14
JAWABAN RESPONDEN LINGKUNGAN ETIKA
Resp. LE1 LE2 LE3 LE4 LE5 LE6 LE7 Total LE
1 5 5 4 3 4 4 4 29
2 5 5 5 5 5 5 5 35
3 3 3 3 3 4 4 2 22
4 5 4 4 4 4 4 4 29
5 4 4 3 4 4 4 4 27
6 4 5 5 4 4 4 4 30
7 4 4 4 4 4 4 4 28
8 5 5 5 5 5 5 5 35
9 4 5 4 5 4 5 4 31
10 4 4 4 4 4 4 4 28
11 4 4 4 4 4 4 4 28
12 4 4 4 2 3 3 2 22
13 2 3 2 2 3 2 3 17
14 4 4 4 2 3 3 2 22
15 2 3 2 2 3 2 3 17
16 5 5 4 4 4 4 5 31
17 5 4 3 4 4 4 4 28
18 5 5 4 4 5 4 3 30
19 4 4 4 4 4 4 4 28
20 4 4 4 3 4 4 4 27
21 4 4 4 4 4 4 4 28
22 5 5 4 5 4 5 5 33
23 5 5 5 5 5 5 5 35
24 5 5 5 5 5 5 5 35
25 4 4 4 4 4 4 4 28
26 5 5 5 5 5 5 5 35
27 4 4 4 4 4 4 4 28
28 5 5 5 5 5 5 5 35
29 4 4 4 4 4 4 4 28
30 5 5 5 5 5 5 5 35
31 5 5 5 5 5 5 5 35
32 5 5 5 5 5 5 5 35
33 4 4 5 5 4 4 4 30
34 2 1 2 1 3 2 3 14
35 4 5 4 4 4 4 5 30
JAWABAN RESPONDEN LINGKUNGAN ETIKA
Bersambung ke halaman selanjutnya
122
Resp. LE1 LE2 LE3 LE4 LE5 LE6 LE7 Total LE
36 5 5 5 5 5 5 5 35
37 4 4 4 4 4 4 4 28
38 4 5 4 4 4 5 4 30
39 5 5 5 5 5 5 4 34
40 5 4 4 4 4 4 4 29
41 4 4 4 4 4 4 4 28
42 4 4 4 4 4 4 4 28
43 5 5 5 5 5 5 5 35
44 2 2 4 4 4 4 4 24
45 4 4 4 3 4 4 4 27
46 4 4 4 4 4 4 4 28
47 5 4 2 5 4 4 4 28
48 2 4 4 2 4 4 2 22
49 5 5 4 5 5 5 5 34
50 4 4 3 3 4 4 4 26
51 3 4 4 3 4 2 5 25
52 4 4 4 4 4 4 3 27
53 4 4 4 5 5 4 3 29
54 4 2 2 4 4 4 3 23
55 3 4 3 4 4 4 3 25
56 4 4 4 4 4 4 4 28
57 2 3 2 2 3 2 3 17
58 4 4 4 4 4 4 4 28
59 4 4 4 2 3 3 2 22
60 4 4 4 4 4 4 4 28
61 4 4 4 5 5 4 4 30
62 2 2 1 1 1 1 1 9
63 4 4 3 4 4 4 3 26
64 5 4 4 4 4 5 4 30
65 4 4 4 4 4 3 4 27
66 5 5 4 4 4 4 4 30
67 5 4 4 4 4 4 4 29
68 4 4 4 4 4 4 4 28
69 4 4 4 4 4 4 4 28
70 4 4 4 4 4 4 4 28
71 4 4 4 4 4 4 4 28
72 5 5 5 5 5 5 5 35
73 5 5 4 5 4 5 5 33
74 4 4 3 4 4 4 4 27
75 4 5 5 4 4 4 4 30
Bersambung ke halaman selanjutnya
JAWABAN RESPONDEN LINGKUNGAN ETIKA (LANJUTAN)
123
Resp. LE1 LE2 LE3 LE4 LE5 LE6 LE7 Total LE
76 4 4 4 4 4 4 4 28
77 5 5 5 5 5 5 5 35
78 4 5 4 5 4 5 4 31
79 4 4 4 4 4 4 4 28
80 4 4 4 4 4 4 4 28
81 4 4 4 2 3 3 2 22
81 2 3 2 2 3 2 3 17
83 5 5 5 5 5 5 5 35
84 4 5 4 5 4 5 4 31
85 4 4 4 4 4 4 4 28
86 2 3 2 2 3 2 3 17
87 5 5 4 4 4 4 5 31
88 5 4 3 4 4 4 4 28
89 5 5 4 4 5 4 3 30
90 5 5 5 5 5 5 5 35
91 3 3 3 3 4 4 2 22
92 4 4 4 3 4 4 4 27
93 4 5 5 4 4 4 4 30
94 4 4 4 4 4 4 4 28
95 4 4 4 2 3 3 2 22
96 2 3 2 2 3 2 3 17
97 4 4 3 4 4 4 4 27
Resp. PC 1 PC 2 PC 3 TOTAL PC
1 4 4 4 12
2 5 4 4 13
3 4 3 4 11
4 4 3 4 11
5 4 4 4 12
6 4 4 4 12
7 4 4 4 12
8 4 4 4 12
9 4 4 4 12
10 4 4 4 12
11 4 4 4 12
12 4 5 5 14
13 5 4 4 13
JAWABAN RESPONDEN PERSONAL COST (LANJUTAN)
Bersambung ke halaman selanjutnya
JAWABAN RESPONDEN LINGKUNGAN ETIKA (LANJUTAN)
124
Resp. PC 1 PC 2 PC 3 TOTAL PC
14 4 5 5 14
15 5 4 4 13
16 1 1 3 5
17 3 3 3 9
18 3 3 1 7
19 3 3 3 9
20 4 4 4 12
21 4 4 4 12
22 4 4 4 12
23 4 5 4 13
24 4 4 4 12
25 4 4 4 12
26 4 4 4 12
27 4 4 4 12
28 4 4 4 12
29 4 4 4 12
30 4 4 4 12
31 4 4 4 12
32 4 4 4 12
33 4 4 4 12
34 5 5 5 15
35 3 3 4 10
36 5 5 5 15
37 1 3 1 5
38 1 1 1 3
39 4 4 4 12
40 4 4 4 12
41 4 4 4 12
42 4 4 4 12
43 4 4 5 13
44 5 5 5 15
45 5 5 3 13
46 4 4 4 12
47 4 4 4 12
48 5 5 5 15
49 4 4 4 12
50 4 4 5 13
51 4 3 4 11
52 4 4 4 12
53 4 4 4 12
Bersambung ke halaman selanjutnya
JAWABAN RESPONDEN PERSONAL COST (LANJUTAN)
125
Resp. PC 1 PC 2 PC 3 TOTAL PC
54 2 3 4 9
55 2 3 3 8
56 4 3 3 10
57 5 4 4 13
58 3 3 3 9
59 4 5 5 14
60 5 5 5 15
61 4 4 5 13
62 4 4 4 12
63 4 4 4 12
64 4 4 4 12
65 5 5 5 15
66 5 4 4 13
67 2 2 2 6
68 4 4 4 12
69 3 4 4 11
70 1 1 4 6
71 3 3 2 8
72 1 1 1 3
73 1 1 1 3
74 4 4 4 12
75 4 4 4 12
76 4 4 4 12
77 4 4 4 12
78 4 4 4 12
79 4 4 4 12
80 4 4 4 12
81 4 5 5 14
81 5 4 4 13
83 4 3 4 11
84 4 4 4 12
85 4 4 4 12
86 4 4 4 12
87 4 4 4 12
88 4 5 5 14
89 5 4 4 13
90 4 4 4 12
91 5 4 4 13
92 1 1 3 5
93 3 3 3 9
Bersambung ke halaman selanjutnya
JAWABAN RESPONDEN PERSONAL COST (LANJUTAN)
126
Resp. PC 1 PC 2 PC 3 TOTAL PC
94 3 3 1 7
95 4 4 4 12
96 4 4 4 12
97 5 4 4 13
JAWABAN RESPONDEN INTENSI WHISTLEBLOWING
Resp. IW 1 IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8
TOTAL
IW
1 4 5 4 4 4 4 4 4 33
2 5 5 5 4 4 3 4 4 34
3 3 4 4 4 4 4 4 3 30
4 3 4 4 4 4 4 4 3 30
5 5 4 4 4 4 4 4 4 33
6 4 5 4 5 4 4 4 4 34
7 5 5 5 5 5 5 5 5 40
8 5 5 5 5 5 5 5 5 40
9 5 5 5 5 5 5 5 5 40
10 5 4 5 5 5 5 5 5 39
11 3 3 3 4 4 4 4 4 29
12 1 1 1 4 4 4 4 4 23
13 1 1 3 4 4 4 4 3 24
14 1 1 1 4 4 4 4 4 23
15 1 3 4 4 4 4 4 3 27
16 5 5 3 4 1 4 4 3 29
17 4 4 4 4 4 4 4 4 32
18 4 5 2 4 4 1 1 4 25
19 4 4 4 4 4 4 4 4 32
20 4 4 4 4 4 4 4 4 32
21 5 5 5 4 4 4 4 4 35
22 5 5 5 4 4 4 4 4 35
23 4 4 4 5 5 5 5 5 37
24 5 5 5 5 5 5 5 5 40
25 5 5 5 5 5 4 5 5 39
26 5 5 5 5 5 5 5 5 40
27 5 5 5 5 5 5 5 5 40
28 5 5 5 4 4 4 4 4 35
29 5 5 5 5 5 5 5 5 40
30 5 5 5 5 5 4 4 4 37
JAWABAN RESPONDEN PERSONAL COST (LANJUTAN)
Bersambung ke halaman selanjutnya
127
Resp. IW 1 IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8
TOTAL
IW
31 5 5 5 4 5 5 5 5 39
32 5 5 5 5 5 4 5 5 39
33 5 5 5 5 5 5 5 5 40
34 4 4 4 5 4 4 4 4 33
35 4 4 4 4 4 4 3 4 31
36 5 5 5 5 5 4 4 4 37
37 5 5 5 4 4 4 4 4 35
38 3 4 4 4 4 4 4 4 31
39 2 2 2 4 4 4 4 4 26
40 5 5 5 5 5 4 5 5 39
41 5 5 5 5 5 5 5 5 40
42 5 5 5 5 5 5 5 5 40
43 5 5 5 5 5 5 5 3 38
44 5 5 5 5 4 4 4 5 37
45 3 4 3 4 4 4 4 3 29
46 4 5 5 4 4 4 4 2 32
47 5 5 5 5 5 3 5 3 36
48 5 5 5 4 4 4 4 4 35
49 5 5 5 4 4 4 4 4 35
50 4 4 4 4 4 4 4 4 32
51 3 4 3 4 3 3 4 3 27
52 4 4 4 4 4 4 4 4 32
53 5 5 5 4 4 4 4 4 35
54 4 3 3 4 4 4 4 3 29
55 4 4 3 4 4 4 4 3 30
56 3 4 4 4 4 4 3 3 29
57 1 3 4 4 4 4 4 3 27
58 3 3 3 3 3 3 3 3 24
59 4 4 4 4 4 4 4 4 32
60 4 4 5 4 4 4 4 4 33
61 4 5 5 5 5 5 5 5 39
62 5 5 5 5 5 5 5 5 40
63 4 3 3 4 4 4 4 3 29
64 4 3 4 4 4 3 4 3 29
65 4 5 5 4 4 4 4 4 34
66 4 4 4 4 4 4 4 4 32
67 4 4 4 5 5 5 5 5 37
68 4 4 3 5 5 5 5 5 36
69 5 5 4 5 5 5 5 4 38
JAWABAN RESPONDEN INTENSI WHISTLEBLOWING (LANJUTAN)
Bersambung ke halaman selanjutnya
128
Resp. IW 1 IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8
TOTAL
IW
70 5 5 5 5 5 5 5 5 40
71 4 4 4 4 4 4 4 3 31
72 5 5 5 5 5 5 5 5 40
73 5 4 4 5 4 4 4 3 33
74 5 4 4 4 4 4 4 4 33
75 4 5 4 5 4 4 4 4 34
76 5 5 5 5 5 5 5 5 40
77 5 5 5 5 5 5 5 5 40
78 5 5 5 5 5 5 5 5 40
79 5 4 5 5 5 5 5 5 39
80 3 3 3 4 4 4 4 4 29
81 1 1 1 4 4 4 4 4 23
81 1 1 3 4 4 4 4 3 24
83 3 4 4 4 4 4 4 3 30
84 5 4 4 4 4 4 4 4 33
85 4 5 4 5 4 4 4 4 34
86 5 4 5 5 5 5 5 5 39
87 3 3 3 4 4 4 4 4 29
88 1 1 1 4 4 4 4 4 23
89 1 1 3 4 4 4 4 3 24
90 1 1 1 4 4 4 4 4 23
91 5 5 3 4 1 4 4 3 29
92 4 4 4 4 4 4 4 4 32
93 4 5 4 4 4 4 4 4 33
94 5 5 5 4 4 3 4 4 34
95 3 4 4 4 4 4 4 3 30
96 1 3 4 4 4 4 4 3 27
97 5 5 5 5 5 5 5 5 40
JAWABAN RESPONDEN INTENSI WHISTLEBLOWING (LANJUTAN)
129
LAMPIRAN 3:
Hasil Pengujian
Instrumen Penelitian
128
HASIL UJI VALIDITAS
Hasil Uji Validitas Variabel Sifat Machiavellian
Correlations
SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9 Total SM
SM1
Pearson Correlation 1 ,239* ,453
** ,429
** ,351
** ,123 ,373
** ,282
** ,409
** ,691
**
Sig. (2-tailed) ,019 ,000 ,000 ,000 ,230 ,000 ,005 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
SM2
Pearson Correlation ,239* 1 -,008 ,378
** ,210
* ,149 ,319
** ,035 ,137 ,504
**
Sig. (2-tailed) ,019 ,939 ,000 ,039 ,147 ,001 ,730 ,180 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
SM3
Pearson Correlation ,453**
-,008 1 ,436**
-,085 -,247* -,117 ,488
** ,240
* ,428
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,939 ,000 ,406 ,015 ,254 ,000 ,018 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
SM4
Pearson Correlation ,429**
,378**
,436**
1 -,024 -,100 ,271**
,598**
,389**
,655**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,812 ,329 ,007 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
SM5
Pearson Correlation ,351**
,210* -,085 -,024 1 ,469
** ,475
** -,132 ,268
** ,475
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,039 ,406 ,812 ,000 ,000 ,197 ,008 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
SM6
Pearson Correlation ,123 ,149 -,247* -,100 ,469
** 1 ,407
** ,037 ,233
* ,313
**
Sig. (2-tailed) ,230 ,147 ,015 ,329 ,000 ,000 ,718 ,022 ,002
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
SM7
Pearson Correlation ,373**
,319**
-,117 ,271**
,475**
,407**
1 ,188 ,585**
,576**
Sig. (2-tailed) ,000 ,001 ,254 ,007 ,000 ,000 ,065 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
Bersambung ke halaman selanjutnya
129
SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9 Total SM
SM8
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
,282**
,005
97
,035
,730
97
,488**
,000
97
,598**
,000
97
-,132
,197
97
,037
,718
97
,188
,065
97
1
97
,390**
,000
97
,500**
,000
97
SM9
Pearson Correlation ,409**
,137 ,240* ,389
** ,268
** ,233
* ,585
** ,390
** 1 ,632
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,180 ,018 ,000 ,008 ,022 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
Total SM
Pearson Correlation ,691**
,504**
,428**
,655**
,475**
,313**
,576**
,500**
,632**
1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,002 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil Uji Validitas Variabel Sifat Machiavellian (Lanjutan)
130
Correlations
LE 1 LE 2 LE 3 LE 4 LE 5 LE 6 LE 7 TOTAL LE
LE 1
Pearson Correlation 1 ,773**
,670**
,731**
,688**
,767**
,621**
,862**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97
LE 2
Pearson Correlation ,773**
1 ,768**
,680**
,664**
,727**
,624**
,855**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97
LE 3
Pearson Correlation ,670**
,768**
1 ,653**
,716**
,731**
,599**
,840**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97
LE 4
Pearson Correlation ,731**
,680**
,653**
1 ,839**
,871**
,771**
,914**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97
LE 5
Pearson Correlation ,688**
,664**
,716**
,839**
1 ,829**
,707**
,886**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97
LE 6
Pearson Correlation ,767**
,727**
,731**
,871**
,829**
1 ,667**
,918**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97
LE 7
Pearson Correlation ,621**
,624**
,599**
,771**
,707**
,667**
1 ,822**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97
TOTAL LE
Pearson Correlation ,862**
,855**
,840**
,914**
,886**
,918**
,822**
1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil Uji Validitas Variabel Lingkungan Etika
131
Hasil Uji Validitas Personal Cost
Correlations
PC 1 PC 2 PC 3 TOTAL PC
PC 1
Pearson Correlation 1 ,851**
,693**
,930**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97
PC 2
Pearson Correlation ,851**
1 ,733**
,939**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97
PC 3
Pearson Correlation ,693**
,733**
1 ,879**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97
TOTAL PC
Pearson Correlation ,930**
,939**
,879**
1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasul Uji Validitas Variabel Intesi Whistleblowing
Correlations
IW 1 IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8 TOTAL
IW
IW 1
Pearson Correlation 1 ,876**
,757**
,503**
,296**
,284**
,386**
,483**
,841**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,003 ,005 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97
132
Hasil Uji Validitas Variabel Intensi Whistleblowing (Lanjutan)
IW1 IW2 IW3 IW4 IW5 IW6 IW7 IW8 Total IW
IW 2
Pearson Correlation ,876**
1 ,809**
,468**
,245* ,210
* ,291
** ,377
** ,802
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,016 ,039 ,004 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97
IW 3
Pearson Correlation ,757**
,809**
1 ,497**
,476**
,392**
,489**
,403**
,852**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97
IW 4
Pearson Correlation ,503**
,468**
,497**
1 ,689**
,617**
,712**
,660**
,779**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97
IW 5
Pearson Correlation ,296**
,245* ,476
** ,689
** 1 ,551
** ,619
** ,646
** ,663
**
Sig. (2-tailed) ,003 ,016 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97
IW 6
Pearson Correlation ,284**
,210* ,392
** ,617
** ,551
** 1 ,834
** ,585
** ,639
**
Sig. (2-tailed) ,005 ,039 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97
IW 7
Pearson Correlation ,386**
,291**
,489**
,712**
,619**
,834**
1 ,597**
,722**
Sig. (2-tailed) ,000 ,004 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97
IW 8
Pearson Correlation ,483**
,377**
,403**
,660**
,646**
,585**
,597**
1 ,728**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97
TOTAL
IW
Pearson Correlation ,841**
,802**
,852**
,779**
,663**
,639**
,722**
,728**
1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 97 97 97 97 97 97 97 97 97
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
133
HASIL UJI RELIABILITAS
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Sifat Machiavellian
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 97 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 97 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items
N of Items
,711 ,740 9
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
SM1
SM2
SM3
SM4
SM5
SM6
SM7
SM8
SM9
1,98
2,15
1,92
1,66
1,94
1,97
1,80
1,86
2,00
,790
1,121
,898
,593
,747
,529
,552
,829
,677
97
97
97
97
97
97
97
97
97
134
Inter-Item Correlation Matrix
SM1 SM2 SM3 SM4 SM5 SM6 SM7 SM8 SM9
SM1 1,000 ,239 ,453 ,429 ,351 ,123 ,373 ,282 ,409
SM2 ,239 1,000 -,008 ,378 ,210 ,149 ,319 ,035 ,137
SM3 ,453 -,008 1,000 ,436 -,085 -,247 -,117 ,488 ,240
SM4
SM5
SM6
SM7
SM8
SM9
,429
,351
,123
,373
,282
,409
,378
,210
,149
,319
,035
,137
,436
-,085
-,247
-,117
,488
,240
1,000
-,024
-,100
,271
,598
,389
-,024
1,000
,469
,475
-,132
,268
-,100
,469
1,000
,407
,037
,233
,271
,475
,407
1,000
,188
,585
,598
-,132
,037
,188
1,000
,390
,389
,268
,233
,585
,390
1,000
Item-Total Statistics
Scale Mean
if Item
Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
SM1 15,30 10,753 ,601 ,466 ,643
SM2 15,12 11,130 ,282 ,284 ,725
SM3 15,36 12,046 ,264 ,523 ,714
SM4 15,62 11,780 ,580 ,576 ,660
SM5 15,34 12,435 ,285 ,432 ,704
SM6 15,31 13,424 ,204 ,368 ,713
SM7 15,47 12,169 ,525 ,577 ,671
SM8 15,42 11,580 ,395 ,534 ,685
SM9 15,28 11,474 ,559 ,475 ,658
Scale Statistics
Mean Variance Std.
Deviation
N of
Items
17,28 14,495 3,807 9
135
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Lingkungan Etika
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 97 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 97 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based
on Standardized Items
N of Items
,944 ,947 7
Item Statistics
Mean Std.
Deviation
N
LE 1 4,08 ,886 97
LE 2 4,16 ,786 97
LE 3 3,89 ,877 97
LE 4 3,88 1,013 97
LE 5 4,06 ,659 97
LE 6 3,99 ,860 97
LE 7 3,89 ,888 97
Inter-Item Correlation Matrix
LE 1 LE 2 LE 3 LE 4 LE 5 LE 6 LE 7
LE 1 1,000 ,773 ,670 ,731 ,688 ,767 ,621
LE 2 ,773 1,000 ,768 ,680 ,664 ,727 ,624
LE 3 ,670 ,768 1,000 ,653 ,716 ,731 ,599
LE 4 ,731 ,680 ,653 1,000 ,839 ,871 ,771
LE 5 ,688 ,664 ,716 ,839 1,000 ,829 ,707
LE 6 ,767 ,727 ,731 ,871 ,829 1,000 ,667
LE 7 ,621 ,624 ,599 ,771 ,707 ,667 1,000
136
Item-Total Statistics
Scale Mean
if Item
Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
LE 1 23,87 19,888 ,807 ,694 ,936
LE 2 23,78 20,671 ,806 ,720 ,936
LE 3 24,06 20,163 ,777 ,683 ,939
LE 4 24,07 18,443 ,871 ,846 ,931
LE 5 23,89 21,414 ,853 ,772 ,935
LE 6 23,96 19,582 ,884 ,834 ,929
LE 7 24,06 20,246 ,752 ,632 ,941
Scale Statistics
Mean Variance Std.
Deviation
N of
Items
27,95 27,049 5,201 7
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Personal Cost
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 97 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 97 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items
N of Items
,904 ,904 3
137
Item Statistics
Mean Std.
Deviation
N
PC 1 3,79 ,999 97
PC 2 3,76 ,922 97
PC 3 3,82 ,924 97
Inter-Item Correlation Matrix
PC 1 PC 2 PC 3
PC 1 1,000 ,851 ,693
PC 2 ,851 1,000 ,733
PC 3 ,693 ,733 1,000
Item-Total Statistics
Scale Mean
if Item
Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
PC 1 7,59 2,953 ,829 ,735 ,846
PC 2 7,62 3,134 ,863 ,764 ,818
PC 3 7,56 3,416 ,741 ,555 ,918
Scale Statistics
Mean Variance Std.
Deviation
N of
Items
11,38 6,801 2,608 3
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Intensi Whistleblowing
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 97 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 97 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
138
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized
Items
N of Items
,877 ,899 8
Item Statistics
Mean Std.
Deviation
N
IW 1 3,98 1,291 97
IW 2 4,11 1,172 97
IW 3 4,08 1,067 97
IW 4 4,38 ,509 97
IW 5 4,26 ,696 97
IW 6 4,19 ,635 97
IW 7 4,26 ,617 97
IW 8 4,03 ,770 97
Inter-Item Correlation Matrix
IW 1 IW 2 IW 3 IW 4 IW 5 IW 6 IW 7 IW 8
IW 1 1,000 ,876 ,757 ,503 ,296 ,284 ,386 ,483
IW 2 ,876 1,000 ,809 ,468 ,245 ,210 ,291 ,377
IW 3 ,757 ,809 1,000 ,497 ,476 ,392 ,489 ,403
IW 4 ,503 ,468 ,497 1,000 ,689 ,617 ,712 ,660
IW 5 ,296 ,245 ,476 ,689 1,000 ,551 ,619 ,646
IW 6 ,284 ,210 ,392 ,617 ,551 1,000 ,834 ,585
IW 7 ,386 ,291 ,489 ,712 ,619 ,834 1,000 ,597
IW 8 ,483 ,377 ,403 ,660 ,646 ,585 ,597 1,000
139
Item-Total Statistics
Scale Mean
if Item
Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
IW 1 29,31 17,466 ,739 ,806 ,857
IW 2 29,18 18,688 ,695 ,855 ,859
IW 3 29,21 18,770 ,778 ,790 ,846
IW 4 28,91 23,231 ,736 ,704 ,863
IW 5 29,03 22,780 ,577 ,662 ,869
IW 6 29,10 23,281 ,558 ,717 ,871
IW 7 29,03 22,843 ,658 ,782 ,864
IW 8 29,26 21,860 ,646 ,609 ,862
Scale Statistics
Mean Variance Std.
Deviation
N of
Items
33,29 27,103 5,206 8
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS
Coefficient Correlationsa
Model TOTAL PC TOTAL SM TOTAL LE
1
Correlations
TOTAL PC 1,000 ,072 ,218
TOTAL SM ,072 1,000 ,231
TOTAL LE ,218 ,231 1,000
Covariances
TOTAL PC ,034 ,002 ,004
TOTAL SM ,002 ,015 ,003
TOTAL LE ,004 ,003 ,009
a. Dependent Variable: TOTAL IW
140
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 34,645 4,639 7,468 ,000
TOTAL
SM -,503 ,122 -,384 -4,142 ,000 ,946 1,057
TOTAL
LE ,241 ,095 ,241 2,545 ,013 ,906 1,104
TOTAL
PC ,043 ,184 ,022 ,235 ,815 ,952 1,050
a. Dependent Variable: TOTAL IW
HASIL UJI NORMALITAS MENGGUNAKAN GRAFIK P-LOT
141
HASIL UJI NORMALITAS MENGGUNAKAN UJI (K-S)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 97
Normal Parametersa,,b
Mean ,0000000
Std. Deviation 4,52390976
Most Extreme
Differences
Absolute ,070
Positive ,070
Negative -,057
Kolmogorov-Smirnov Z ,691
Asymp. Sig. (2-tailed) ,726
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MENGGUNAKAN SCATTERPLOT
142
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MENGGUNAKAN UJI PARK
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 2,747 5,374 ,511 ,610
lnx1 1,299 ,881 ,152 1,476 ,143
lnx2 -1,684 1,078 -,164 -1,563 ,121
lnx3 ,294 ,723 ,042 ,407 ,685
a. Dependent Variable: Lnei2
HASIL UJI KOEFISIEN DETERMINASI PADA REGRESI BERGANDA
Model Summaryb
Mode
l
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 ,495a ,245 ,221 4,596
a. Predictors: (Constant), TOTAL PC, Total SM, TOTAL LE
b. Dependent Variable: TOTAL IW
HASIL UJI STATISTIK t PADA REGRESI BERGANDA
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constan
t) 34,645 4,639
7,468 ,000
TOTAL
SM -,503 ,122 -,384 -4,142 ,000 ,946 1,057
TOTAL
LE ,241 ,095 ,241 2,545 ,013 ,906 1,104
TOTAL
PC ,043 ,184 ,022 ,235 ,815 ,952 1,050
a. Dependent Variable: TOTAL IW
143
HASIL UJI STATISTIK F PADA REGRESI BERGANDA
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1
Regression 637,205 3 212,402 10,054 ,000b
Residual 1964,713 93 21,126
Total 2601,918 96
a. Dependent Variable: TOTAL IW
b. Predictors: (Constant), TOTAL PC, TOTAL SM, TOTAL LE
top related