pengaruh perubahan pendapatan asli daerah dan perubahan …digilib.unila.ac.id/32146/10/skripsi...
Post on 09-Jun-2019
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH PERUBAHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN
PERUBAHAN SiLPA TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK
EKSEKUTIF PENYUSUN ANGGARAN
(Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Indonesia)
(Skripsi)
Oleh
MEGAH DHEANE TIA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH PERUBAHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PERUBAHANSiLPA TERHADAP OPORTUNISTIK EKSEKUTIF PENYUSUN ANGGARAN
(Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Indonesia)
Oleh
MEGAH DHEANE TIA
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan proses politisyang melibatkan legislatif dan eksekutif. Fenomena perilaku oportunistik penyusun angaranyang memasukkan self-interest serta kepentingan kelompoknya dalam alokasi belanja APBDmenjadi hal menarik untuk diteliti dari sudut pandang teori keagenan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis: pengaruh perubahan pendapatan aslidaerah dan perubahan SiLPA terhadap perilaku oportunistik eksekutif penyusun anggaranpada Kabupaten/Kota di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder yangdidapatkan dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuagan. Populasi dalam penelitian iniadalah seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia selama periode penelitian 2013-2015.Berdasarkan kriteria sampel yang ditetapkan, terdapat 76 Kabupaten/Kota di Indonesia yangterpilih menjadi sampel penelitian. Alat analisis yang digunakan adalah menggunakan metoderegresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan pendapatan asli daerahdan perubahan SiLPA berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik eksekutif penyusunanggaran.
Kata Kunci: Perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Perubahan SiLPA, PerilakuOportunistik Eksekutif Penyusun Anggaran
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF CHANGES of LOCAL REVENUE AND CHANGES ofSiLPA TOWARD THE EXECUTIVE OPPORTUNISTIC BEHAVIOR OF BUDGET
REQUESTOR(Empirical Study in the regions/cities of Indonesia)
By
MEGAH DHEANE TIA
Preparations of APBD is a political process that involves legislative and executive.Budgetingbehavioral phenomena that includes self-interest ang group interest in the allocation ofbudget expenditures be an interesting to be examined from the perspective of agency theory.
This study aims to examine and analyze: the influence of changes of local revenue andchanges of SiLPA to the executive opportuistic behavior of budget requestor in theregions/cities of the Indonesia. The data which is used is the secondary data obtained fromDirektorat Jenderal Perimbangan Keuangan. The population in this study is all theregions/cities in Indonesia of the research period 2013-2015. Based o the criteria, thesamples which are used are 76 regions/cities.The instrument used is multiple regressionmethod. The results of the study show that the changes of local revenue and changes of SiLPAhave positive influence toward the executive opportunistic behavior of the budget requestor.
Keywords: Changes of Local Revenue, Changes of SiLPA, Executive Opportunistic Behaviorof Budget Requestor.
PENGARUH PERUBAHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DANPERUBAHAN SiLPA TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK
EKSEKUTIF PENYUSUN ANGGARAN(Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Indonesia)
Oleh
MEGAH DHEANE TIA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan AkuntansiFakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Juli 1996.
Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, putri
bapak Rastum dan ibu Ratimah.
Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan
Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 14 Pagi Jakarta Timur.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh oleh penulis di SMP Negeri 27 Jakarta
Timur dan diselesaikan pada tahun 2011. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di SMK Negeri 50 Jakarta Timur hingga tahun
2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur SBMPTN. Selain itu, pada tahun
2016 penulis terpilih sebagai anggota acara dalam kegiatan
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) yang merupakan kegiatan tahunan yang
diselenggarakan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai perwujudan kepedulian
akuntan terhadap pembangunan bangsa dan negara Indonesia.
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang telah
diberikan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Kupersembahkan karyaku ini untuk:
Kedua orang tuaku
Bapak Rastum dan Ibu Ratimah
Saudaraku
Dwi, Dandi, Deva
Seluruh keluarga besarku yang telah memberikan motivasi dan doa.
Seluruh sahabat dan teman-teman yang telah memberikan semangat.
Almamaterku tercinta Universitas Lampung.
MOTTO
“ Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu bila kau sudah
selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah kepada Tuhanmu.”
(Qs. Al-Ainsyirah : 6-8)
“Mulailah dari tempatmu berada. Gunakan yang kau punya. Lakukan yang kau
bisa”
(Arthur Ashe)
“Jangan ingat lelahnya belajar, tapi ingat buah manisnya yang bisa dipetik kelak
ketika sukses”
(Anonymous)
SANWACANA
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perubahan
Pedapatan Asli Daerah dan Perubahan SiLPA Terhadap Perilaku Oportunistik
Eksekutif PenyusunAnggaran (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di
Indonesia)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah diperoleh penulis dapat
membantu mempermudah proses penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Ibu Dr. Farichah, S.E., M.Si., Akt., selaku Ketua Jurusan S1 Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
4. Ibu Dr. Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt., selaku Dosen Pembimbing 1
dan Ibu Ade Widiyanti, S.E., M.S.Ak., Akt., selaku Dosen Pembimbing 2 yang
telah memberikan waktu, kritik, saran, masukan dan semangat untuk penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Rindu Rika Gamayuni, S.E., M.Si., selaku Dosen Penguji Utama yang
telah memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses penyusunan
skripsi ini.
6. Ibu Mega Metalia, S.E., M.Si., M.S.Ak., Akt., selaku Pembimbing Akademik
selama masa perkuliahan.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung yang telah
memberikan ilmu pengetahuan dan pembelajaran berharga bagi penulis selama
menempuh program pendidikan S1.
8. Seluruh staff Akademik, Administrasi, Tata Usaha, para pegawai, serta staff
keamanan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung yang telah
banyak membantu baik selama proses perkuliahan maupun penyusunan
skripsi, terimakasih atas segala kesabaran dan bantuan yang telah diberikan.
9. Bapak Rastum dan Ibu Ratimah selaku kedua orang tuaku yang selalu
mendoakan dan menjadi penyemangat untuk menyelesaikan studi ini. Terima
kasih atas kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan kepadaku
kepentingan anak anaknya.
10. Adikku tersayang Endah Dwi Luciana, Dandi Septo Nugroho dan Deva Julian
Ramadhansyah yang selalu bersedia menemani dan memberikan bantuan.
11. Ukhtiku terhebat, Citra Iswari, Jesi Rakasiwi, Melianatika, Mulia Candra,
Robingatul Ngatdawiyah dan Rizky Isnaeni yang telah menemani dan berjuang
bersama. Terima kasih untuk semua kenangan selama ini.
12. Teman seperjuangan Dina Purwitasari, Melinda Deborah, Laila Indriyani, Anggi
Mega, Amin Sobri, Kurnia Purnamaayu yang selalu menghibur, mendukung
serta bersedia mendengar dan berbagi keluh kesah bersama. Terima kasih atas
kenangan indahnya semoga selalu terjaga kebersamaan kita.
13. Teman-teman seperjuangan Akuntansi angkatan 2014 dan semua pihak yang
telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan semoga
Allah SWT memberikan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya untuk kita semua.
Bandar Lampung, 28 Juni 2018
Penulis,
Megah Dheane Tia
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
ABSTRACT
ABSTRAK
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
MOTTO
SANWACANA
DAFTAR ISI ....................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................vi
BAB I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang................................................................................11.2 Rumusan Masalah ..........................................................................61.3 Tujuan Penelitian............................................................................71.4 Manfaat Penelitian..........................................................................7
1.4.1 Manfaat Praktik ....................................................................71.4.2 Manfaat Teoritis ...................................................................7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Landasan Teori ...............................................................................8
2.1.1 Teori Keagenan ....................................................................8
ii
2.1.2 Teori Keagenan dalam Penganggaran Sektor Publik ...........102.1.2.1 Hubungan Keagenan Antara Eksekutif dan
Legislatif..................................................................112.1.2.2 Hubungan Keagenan Antara Legislatif dan
Publik (Voters) .........................................................122.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD).........................122.1.4 Proses Penyusunan APBD....................................................132.1.5 Perubahan APBD..................................................................182.1.6 Perubahan Pendapatan Asli Daerah......................................192.1.7 Perubahan SiLPA .................................................................212.1.8 Perilaku Oportunistik............................................................222.1.9 Perilaku Oportunistik Dalam Penganggaran ........................22
2.2 Penelitian Relevan ..........................................................................242.3 Rerangka Pemikiran .......................................................................272.4 Hipotesis .........................................................................................28
2.4.1 Pengaruh Perubahan Pendapatan Asli Daerah TerhadapPerilaku Oportunistik Eksekutif Penyusun Anggaran ........28
2.4.2 Pengaruh Perubahan SiLPA Terhadap PerilakuOportunistik Eksekutif Penyusun Anggaran .......................30
BAB III. METODE PENELITIAN3.1 Jenis dan Sumber Data ...................................................................323.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel ..........................................32
3.2.1 Variabel Dependen ...............................................................323.2.2 Variabel Independen.............................................................34
3.2.2.1 Perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) .............343.2.2.2 Perubahan SiLPA.....................................................34
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian......................................................353.4 Teknik Pengumpulan data ..............................................................363.5 Metode Analisis Data .....................................................................37
3.5.1 Statistik Deskriptif................................................................373.5.2 Pengujian Asumsi Klasik .....................................................37
3.5.2.1 Uji Normalitas..........................................................373.5.2.2 Uji Multikolonearitas ...............................................383.5.2.3 Uji Heteokedastisitas................................................393.5.2.4 Uji Autokorelasi .......................................................39
3.5.3 Metode Regresi Bergnda .....................................................403.5.4 Pengujian Hipotesis ..............................................................41
3.5.4.1Koefisien Determinasi...............................................413.5.4.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)...............413.5.4.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t) ...................42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Deskripsi Data ................................................................................43
4.1.1 Seleksi Sampel .....................................................................434.1.2 Statistik Deskriptif ...............................................................43
4.2 Uji Asumsi Klasik ..........................................................................45
iii
4.2.1 Uji Normalitas ......................................................................454.2.2 Uji Multikoliieritas ...............................................................464.2.3 Uji Autokorelasi ...................................................................474.2.4 Uji Heterokedastisitas ..........................................................48
4.3 Hasil Uji Hipotesis .........................................................................504.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) ............................................504.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) .........................................514.3.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)..............................................51
4.4 Pembahasan ....................................................................................524.4.1 Pengaruh perubahan pendapatan asli daerah terhadap
oportunistik eksekutif penyusun anggaran ..........................524.4.2 Pegaruh perubahan SiLPA terhadap oportunistik eksekutif
penyusun anggaran ..............................................................54
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan.....................................................................................555.2 Keterbatasan Penelitian ..................................................................555.3 Saran ...............................................................................................56
5.3.1 Saran Bagi Pemerintah Daerah ............................................565.3.2 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ..........................................57
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 2.1 : Ringkasan Penelitian Relevan ...................................................242. Tabel 3.1 : Sampel Penelitian .....................................................................363. Tabel 4.1 : Hasil Uji Statistik Deskriptif ....................................................444. Tabel 4.2 : Hasil Uji Multikolinieritas.........................................................475. Tabel 4.3 : Hasil Uji Autokorelasi ...............................................................486. Tabel 4.4 : Hasil Uji Glejser ........................................................................497. Tabel 4.5 : Hasil Uji Koefisien Determinasi ...............................................508. Tabel 4.6 : Hasil Uji Statistik F ...................................................................519. Tabel 4.7 : Hasil Ui Statistik t .....................................................................51
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 2.1 : Rerangka Pemikiran .............................................................. 282. Gambar 4.1 : Normal Probability Plot ........................................................ 463. Gambar 4.2 : Hasil Uji Heterokedastisitas ................................................. 49
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Daftar Sampel Penelitian2. Lampiran 2 Data Tabulasi3. Lampiran 3 Statistik Deskriptif4. Lampiran 4 Uji Asumsi Klasik5. Lampiran 4.1 Uji Normalitas6. Lampiran 4.2 Uji Multikolinieritas7. Lampiran 4.3 Uji Autokorelasi8. Lampiran 4.4 Uji Heterokedastisitas9. Lampiran 5 Uji Hipotesis10. Lampiran 5.1 Uji Koefisien Determinasi11. Lampiran 5.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)12. Lampiran 5.3 Uji Signifikansi Parsial (Ui t)
25
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diterapkannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia
telah membawa perubahan sangat besar dalam pengeloaan keuangan negara.
Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya
berimplikasi pada terjadinya pendelegasian wewenang di antara para pihak
(stakeholders) yang terkait dengan penganggaran di daerah (Halim & Abdullah,
2006). Bentuk pengelolaan keuangan daerah yang mandiri (mengatur dan
mengurus sendiri) dapat dilihat dari bagaimana strategi Pemda dalam
penganggaran untuk program dan kegiatan pemerintahan, penyediaan sarana dan
prasarana publik dan pelayanan kepada masyarakat.
Pengelolaan keuangan daerah yang terdesentralisasi ternyata memiliki banyak
persoalan. Pemerintah daerah (Pemda) belum sepenuhnya siap atau serius
melaksanakan peraturan perundangan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah.
Beberapa kasus korupsi dan penyimpangan pengelolaan keuangan di Pemda
kemudian terjadi, baik di pihak Pemerintah daerah (eksekutif) maupun Dewan
2
Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif), dipandang sebagai akibat dari
ketidakpastian Pemda tersebut (Asmara, 2010).
Pembuatan kebijakan pengalokasian sumber daya dalam belanja daerah sarat
dengan berbagai kepentingan (Abdullah dan Asmara, 2006). Ketika kepentingan
tersebut merugikan masyarakat (voters), maka dapat disebut sebagai korupsi
politik atau korupsi administratif (Martinez dkk., 2006). Hal ini dapat terjadi
dalam proses penyusunan APBD murni yang akan dilaksanakan sejak awal tahun
anggaran berkenaan dan perubahan APBD yang dilaksanakan pada triwulan
ketiga tahun anggaran berkenaan.
Secara sederhana, perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah
daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang
terjadi. Perkembangan yang dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya
anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga
untuk mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam suatu SKPD. Perubahan atas
setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan alasan berbeda, baik untuk
perubahan anggaran penerimaan maupun perubahan anggaran pengeluaran
(Abdullah dan Nazry, 2015).
Forrester dan Mullins (1992, dalam Abdullah dan Rona, 2014) menyatakan bahwa
perubahan anggaran menjadi sarana bagi legislatif dan eksekutif untuk
menyesuaikan agenda masing-masing. Pada akhirnya selalu ada konsensus yang
dicapai. Oleh karena itu, kebijakan, arah, dan strategi dalam penganggaran
menjadi ajang pertarungan kekuatan, dimana masing-masing pihak berupaya
3
untuk memenuhi kepentingannya (self-interest), sehingga sering mengorbankan
kepentingan publik (Abdullah dan Rona, 2014).
Seperti halnya proses penyusunan anggaran APBD murni, perubahan APBD juga
memiliki persoalan keagenan. Pengamatan publik terhadap perubahan anggaran
tidak sekuat dalam penyusunan APBD murni (Abdullah dan Nazry, 2015). Hal ini
disebabkan karena tidak ada mekanisme partisipatif publik dan keterkaitan
langsung dengan dokumen perencanaan yang sudah ditetapkan lebih awal, seperti
RPJM dan RKPD. Selain itu, waktu sosialisasi dan pembahasan oleh legislatif
relatif singkat.
Menurut laporan Tim Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (2010) menyatakan bahwa rata-rata realisasi pendapatan kabupaten/kota
mencapai 104% - 105% dari APBD-M dan 99% - 101% dari APBD-P sedangkan
rata-rata relisasi belanja mencapai 98% dari APBD-M atau 92% APBD-P di tahun
2009. Laporan Tim Seknas Fitra (2012) menyatakan bahwa secara keseluruhan
perencanaan dan perubahan pendapatan daerah cukup baik pada kecuali untuk
tahun 2010 sedangkan perencanaan dan perubahan anggaran belanja daerah kian
memburuk dari tahun 2008-2010. Jika dibandingkan dengan APBD-M rata-rata
belanja daerah adalah 100% tetapi memburuk di tahun 2010 menjadi 107%.
Dibandingkan dengan APBD-P, realisasi belanja daerah berfluktuasi antara 92%
(2008-2010) dan 96% (2009).
Hal ini menunjukkan bahwa adanya indikasi peluang praktik opotunistik dengan
memanfaatkan moment perubahan APBD. Anggaran disusun berdasarkan asas
maksimal untuk belanja dan asas minimal untuk anggaran pendapatan. Target
4
anggaran pendapatan yang underestimate akan dilakukan penyesuaian saat
perubahan APBD kemudian digunakan sebagai sumber pembiayaan untuk
peningkatan anggaran belanja yang dapat memberikan keuntungan untuk
memenuhi self-interest para penyusun anggaran.
Pendapatan asli daerah ( PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi daerah. Meskipun proporsi pendapatan asli daerah rata-rata
hanya 10 persen dari total penerimaan daerah, tetapi besaran pendapatan asli
daerah akan cenderung meningkat ketika adanya perubahan anggaran. Hal ini
akan menjadi celah untuk mengusulkan peningkatan anggaran yang menjadi
preferensi penyusun anggaran. Sedangkan SiLPA merupakan salah satu alasan
adanya perubahan APBD yang merupakan indikator efisiensi dan dapat juga
diartikan sebagai besaran tindakan oportunistik yang dilakukan dengan
penggelembungan (mark-up) belanja atau penurunan (mark-down) pendapatan
(Abdullah, 2013). Tindakan ini tidak terlepas dari keinginan eksekutif untuk
mendapat keuntungan pribadi dan golongan, maupun pencitraan diri dan
organisasinya.
Perilaku oportunistik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memanfaatkan
kesempatan yang ada, sehubungan dengan jabatan yang dipegangnya, untuk
mewujudkan kepentingannya sendiri. Perilaku oportunistik dapat dilihat dari
kecenderungan pengalokasian anggaran dalam jumlah besar untuk belanja daerah
yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan tertentu yang bersifat pribadi atau
kelompok. Perilaku oportunistik legislatif dan eksekutif saat perubahan APBD
dapat mengakibatkan terjadinya miss-alokasi anggaran belanja pemerintah
(Megasari, 2015).
5
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sucahya (2016) dan Florensia (2009)
menyatakan bahwa jumlah perubahan PAD berpengaruh positif terhadap
probabilitas perilaku oportunistik legislatif dan SiLPA tahun anggaran
sebelumnya sebagai penerimaan pembiayaan berpengaruh negatif terhadap
perilaku oportunistik saat perubahan APBD. Sedangkan menurut penelitian
Megasari (2015) menyatakan bahwa PAD berpengaruh negatif terhadap perilaku
oportunistik penyusun anggaran dan SiLPA berpengaruh positif di
Kabupaten/Kota di Bali.
Penelitian tentang perilaku oportunistik dalam penyusunan anggaran sebelumnya
lebih terfokus pada perilaku legislatif yang cenderung mempengaruhi alokasi
anggaran untuk kepentingan politik dengan meningkatkan anggaran untuk belanja
infrastruktur dan belanja DPRD. Namun mengamati fenomena yang terjadi terkait
perubahan APBD yang menjadi sarana untuk merubah alokasi anggaran secara
legal dan adanya anggapan bahwa eksekutif merupakan pelaksana semua fungsi
pemerintah daerah yang telah berhubungan langsung dengan masyarakat dalam
waktu sangat lama dan adanya asimetri informasi antara eksekutif dengan
legislatif dimana eksekutif mempunyai akses informasi yang besar dalam konteks
penyusunan anggaran, maka penulis tertarik untuk meneliti perilaku oportunistik
yang dilakukan oleh eksekutif.
Penelitian ini memfokuskan proksi oportunistik eksekutif pada perubahan jumlah
anggaran dana belanja modal, hibah dan bantuan sosial dengan alasan bahwa
anggaran belanja modal (yang menghasilkan aset tetap) sering menjadi objek yang
dimanfaatkan untuk memenuhi self-interest para pembuat keputusan anggaran,
khususnya untuk pengadaan aset sulit identifikasi nilai perolehan sebenarnya.
6
Itulah sebabnya mengapa dalam Permendagri yang mengatur tentang penyusunan
anggaran ditegaskan untuk menghindari pengalokasian anggaran belanja modal
dalam perubahan anggaran. Namun, pratik dilapangan menunjukkan bahwa
penambahan alokasi untuk belanja modal dalam perubahan anggaran masih tetap
besar (Abdullah dan Rona, 2014). Sedangkan berdasarkan Permendagri Nomor 13
Tahun 2006, belanja hibah dan bantuan sosial ini masuk kedalam kategori belanja
tidak langsung yang pengalokasiannya tidak didasarkan pada target kinerja
tertentu sehingga penentuan besaran anggarannya cenderung bersifat subjektif dan
rentan dengan penyimpangan (Winoto dan Falikhatun, 2015).
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dan pembahasan dalam bentuk skripsi dengan judul
“Pengaruh Perubahan Pendapatan Asli Daerah dan Perubahan SiLPA
Terhadap Perilaku Oportunistik Eksekutif Penyusun Anggaran (Studi
Empiris Pada Kabupaten/Kota di Indonesia).”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Apakah perubahan pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap perilaku
oportunistik eksekutif penyusun anggaran ?
2. Apakah perubahan SiLPA berpengaruh terhadap perilaku oportunistik
eksekutif penyusun anggaran?
7
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh
perubahan pendapatan asli daerah dan perubahan SiLPA terhadap perilaku
oportunistik eksekutif penyusun anggaran.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak. Adapun kegunaan
dalam penelitian ini diarahkan pada manfaat praktik dan manfaat teoritis, sebagai
berikut:
1.4.1 Manfaat Praktik
1. Untuk membandingkan antara teori yang dipelajari dengan praktik yang
sesungguhnya diterapkan.
2. Sebagai dasar untuk mengembangkan, memperluas dan menggali lebih
dalam teori-teori yang telah dipelajari.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menjadi tambahan referensi atau
rujukan mengenai pegaruh perubahan pendapatan asli daerah dan perubahan
SiLPA terhadap perilaku oportunistik eksekutif penyusun anggaran.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Eksposisi teoritis secara mendetail dari teori keagenan pertama kali dinyatakan
oleh Jensen dan Meckling (1976). Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori
keagenan merupakan:
“We define an agency relationship as a contract under which one or morepersons (the principals) engage another person (the agent) to perform someservice on their behalf which involves delegating some decision makingauthority to the agent.”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa hubungan keagenan didefinisikan sebagai
suatu kontrak antara manajer (agent) dan pemilik (principal) dimana pemilik
(principal) mendelegasikan sebagian kewenangan kepada manajer (agent) untuk
melaksanakan kegiatan perusahaan dan kewenangan untuk mengambil keputusan.
Hal tersebut megakibatkan manajer lebih banyak memiliki informasi
dibandingkan pemilik.
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan
9
Teori keagenan menurut Eisenhardt (1989) dilandasi oleh tiga asumsi, yaitu:
1. Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia mengemukakan bahwa manusia memiliki
kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki
keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan menghindari risiko (risk
aversion).
2. Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian mengemukakan adanya konflik antar anggota
organisasi, efisien sebagai kriteria produktifitas dan adanya asimetris
informasi antara pemilik perusahaan dan manajemen.
3. Asumsi tentang informasi
Asumsi informasi menerangkan bahwa informasi dipandang sebagai
komoditas yang dapat diperjual-belikan.
Teori yang menjelaskan hubungan principal dan agent ini salah satunya berakar
pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi dan teori organisasi. Teori
principal-agent menganalisis susunan kontraktual diantara dua atau lebih indvidu,
kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak,
baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan
bahwa agent akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh
principal dimana dalam hal ini tejadi pendelegasian wewenang (Halim dan
Abdullah, 2006).
10
2.1.2 Teori Keagenan dalam Penganggaran Sektor Publik
Teori keagenan berfokus pada persoalan asimetri informasi: agen mempunyai
informasi lebih banyak tentang kinerja aktual, motivasi, dan tujuan, yang
berpotensi menciptakan moral hazard dan adverse selection. Principal sendiri
harus mengeluarkan biaya (costs) untuk memonitor kinerja agent dan menentukan
struktur insentif dan monitoring yang efisien. Adanya asimetri informasi di antara
eksekutif-legislatif dan legislatif-pemilih menyebabkan terbukanya ruang bagi
terjadinya perilaku oportunistik dalam proses penyusunan anggaran, yang justru
lebih besar daripada di dunia bisnis yang memiliki automatic checks berupa
persaingan (Kasper & Streit, 1999 dalam Abdullah dan Asmara, 2006).
Implikasi penerapan teori keagenan dapat menimbulkan hal positif dalam bentuk
efisiensi, tetapi lebih banyak yang menimbulkan hal negatif dalam bentuk
perilaku oportunistik (opportunistic behaviour). Hal ini terjadi karena pihak agent
memiliki informasi keuangan yang lebih daripada pihak principal (keunggulan
informasi), sedangkan dari pihak principal memanfaatkan kepentingan pribadi
atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan
(discretionary power) (Latifah, 2010).
Dalam Halim dan Abdullah (2006) disebutkan bahwa pada pemerintahan,
peraturan perundang-undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak antara
eksekutif, legislatif, dan publik. Dalam peraturan tersebut dinyatakan semua
kewajiban dan hak pihak-pihak yang terlibat dalam pemerintahan. Beberapa
aturan yang secara eksplisit merupakan manifestasi dari teori keagenan adalah:
11
1. UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004 yang diantaranya
mengatur bagaimana hubungan antara eksekutif dan legislatif. Eksekutif
yang dipilih dan diberhentikan oleh legislatif ( UU 22/1999) atau diusulkan
untuk diberhentikan (UU 32/2004) merupakan bentuk pengimplementasian
prinsip-prinsip hubungan keagenan di pemerintahan. Eksekutif akan
membuat pertanggungjawaban kepada legislatif pada setiap tahun atas
anggaran yang dilaksanakannya dan setiap lima tahun ketika masa jabatan
kepala daerah berakhir.
2. PP No. 110 Tahun 2000, PP No. 24 Tahun 2004 dan PP No. 37 Tahun 2005
mengatur tentang kedudukan keuangan anggota legislatif.
3. UU N0. 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004 dan UU No. 15 Tahun 2004
merupakan aturan yang secara tegas mengatur bagaimana perencanaan,
pelaksanaan, dan pemeriksaan keuangan publik (negara dan daerah)
dilaksanakan oleh pemerintah.
2.1.2.1 Hubungan Keagenan Antara Eksekutif dan Legislatif
Dalam hubungan keagenan antara eksekutif dan legislatif, eksekutif sebagai agent
dan legislatif sebagai principal (Latifah, 2010) menyebut hubungan eksekutif
dengan legislatif dengan nama self-interest model. Legislatif ingin dipilih
kembali, eksekutif ingin memaksimumkan anggarannya, dan konstituen ingin
memaksimumkan utilitasnya. Agar terpilih kembali, legislatif mencari program
dan projects yang membuatnya populer di mata konstituen. Birokrat mengusulkan
program-program baru karena ingin agency-nya berkembang dan konstituen
percaya mereka menerima manfaat (benefit) dari pemerintah tanpa harus
12
membayar biayanya secara penuh. Hal ini menunjukkan bahwa baik eksekutif
maupun legislatif berupaya untuk memaksimalkan dan memanfaatkan perannya
dalam penyusunan anggaran demi memperoleh keuntungan individual maupun
kepentingan kelompok yang cenderung akan menimbulkan kerugian bagi rakyat.
2.1.2.2 Hubungan Keagenan Antara Legislatif dan Publik (Voters)
Dalam hal memberikan pelayanan kepada publik, legislatif (DPRD) bertindak
sebagai agent dan publik (rakyat) bertindak sebagai principal. Legislatif
merupakan perwakilan dari rakyat yang dipercaya untuk dapat menjalankan
tugasnya dalam mensejahterakan rakyat dan mengembangkan daerahnya.
Legislatif bertindak berdasarkan keinginan rakyat dan rakyat memantau kinerja
dari legislatif. Jadi walaupun di satu sisi legislatif menjadi principal, tapi dalam
hubungannya dengan publik, legislatif bertindak sebagai agent. Sehingga dalam
menjalankan tugasnya, legislatif menempatkan dirinya sebagai pihak yang
menerima tugas dari publik, kemudian melakukan pendelegasian tugas kepada
eksekutif untuk melakukan penganggaran. Namun pada kenyataannya, legislatif
tidak selalu memiliki preferensi yang sama dengan publik.
2.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilitas. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa Perda
tentang APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada
tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan berarti bahwa APBD menjadi
13
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan tahunan yang
bersangkutan, sedangkan fungsi pengawasan terlihat dari digunakannya APBD
sebagai standar dalam penilaian penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2.1.4 Proses Penyusunan APBD
Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP No. 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman pada Rencana
Kerja (Renja) Pemerintahan Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat demi tercapainya tujuan bernegara.
Setidaknya, terdapat enam sub-proses dalam penyusunan APBD, yaitu
penyusunan KUA, penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS),
penyiapan Surat Edaran Kepala Daerah tentang pedoman penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD, penyusunan RKA SKPD, penyiapan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD, pembahasan Raperda APBD dan
penyusunan Raper KDH Penjabaran APBD, evaluasi serta penetapan Raperda
APBD dan Raper KDH Penjabaran APBD.
1. Penyusunan Kebijakan Umum APBD
Proses penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari proses perencanaan. Seperti diketahui, setiap SKPD
mengembangkan Renstra dengan mengambil program yang tercantum dalam
RPJMD yang sesuai dengan bidangnya, pada kurun waktu tahun anggaran yang
sama pula dengan yang tercantum pada RPJMD. Renstra tersebut kemudian
14
dikembangkan menjadi Renja SKPD per tahun. Dokumen Renja tiap SKPD ini
akan dikompilasikan oleh Pemda menjadi pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan Mendagri melalui SE Mendagri. Proses penyusunannya diawali dengan
pembuatan rencana awal KUA oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Rancangan awal KUA tersebut terdiri atas
dua komponen utama, yaitu:
a. Target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan
dilaksanakan oleh Pemda untuk setiap urusan pemerintahan daerah.
b. Proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, serta sumber dan
penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya.
Program-program tersebut harus diselaraskan dengan prioritas
pembangunan yang ditetapkan pemerintah.
2. Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara.
PPAS merupakan dokumen yang berisi seluruh program kerja yang akan
dijalankan tiap urusan pada tahun anggaran, dimana program kerja tersebut diberi
prioritas sesuai dengan visi, misi, dan strategi Pemda. Sama seperti KUA, proses
penyusunan PPAS diawali dengan pembuatan rancangan awal PPAS oleh TAPD.
Rancangan awal PPAS ini disusun berdasarkan Nota Kesepakatan KUA, dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Menetukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan.
b. Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan.
c. Menentukan plafon anggaran untuk tiap program.
15
TAPD harus menentukan skala prioritas urusan yang disesuaikan dengan visi dan
misi Pemda. Dalam menentukan skala prioritas ini, TAPD dapat menggunakan
teknik-teknik review and ranking yang ada, baik yang berbasis statistik maupun
tidak, seperti penggunaan tabel input-output atau penggunaan metodologi logical
framework.
3. Penyiapan Surat Edaran Kepada Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA
SKPD.
Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA SKPD
merupakan dokumen yang sangat penting bagi SKPD sebelum menyusun RKA.
Setidaknya ada tiga dokumen dalam lampiran SE KDH yang dibutuhkan SKPD
dalam penyusunan RKA-nya, yaitu:
a. Dokumen KUA, yang memberikan rincian program dan kegiatan per SKPD.
b. Standar Satuan Harga, yang menjadi referensi dalam penentuan rincian
anggaran di RKA.
c. Kode Rekening untuk tahun anggaran yang bersangkutan.
Selain KUA dan PPA, data tentang Analisis Standar Belanja, dokumen Standar
Pelayanan Minimal, serta Standar Satuan Harga dibutuhkan dalam pembuatan
rancangan awal SE KDH ini. Data Analisis Standar Belanja adalah penilaian
kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu
kegiatan, sedangkan Standar Satuan Harga merupakan harga satuan setiap unit
barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan KDH.
16
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
RKA SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana
pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD, serta rencana
pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. RKA SKPD disusun sesuai dengan
Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA SKPD.
Dokumen RKA SKPD terdiri atas Rincian Anggaran Pendapatan, Rincian
Anggaran Belanja Tidak Langsung, Rincian Anggaran Belanja Langsung,
Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung, Rincian Penerimaan Pembiayaan
Daerah, dan Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
5. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah APBD
Dokumen sumber yang utama dalam penyiapan Raperda APBD adalah RKA
SKPD. Oleh karenanya harus dipastikan bahwa setiap RKA SKPD telah disusun
sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang berlaku. Untuk menjamin hal ini,
setelah TAPD mengumpulkan RKA SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju
yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dokumen perencanaan lainnya
yang relevan, target atau capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran
kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan
minimal, serta dokumen sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Proses selanjutnya adalah pengompilasian seluruh RKA yang telah dievaluasi
TAPD menjadi dokumen kompilasi RKA. Proses ini dilakukan oleh PPKD.
Berdasarkan dokumen kompilasi tersebut, PPKD kemudian membuat lampiran-
lampiran Raperda APBD yang terdiri ats:
a. Ringkasan APBD.
b. Ringkasan APBD (menurut urusan pemerintahan dan organisasi).
17
c. Rincian APBD (menurut urusan pemerintahan, organisasi, pendapatan,
belanja, dan pembiayaan).
d. Rekap belanja (menurut urusan pemerintahan, organisasi, program kegiatan,
dan keselarasan urusaan dengan fungsi).
6. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah APBD
Kepala Daerah menyampaikan Raperda tentang APBD yang telah disetujui
bersama DPRD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD kepada Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian tersebut dilakukan paling
lambat tiga hari kerja setelah Raper KDH disusun dan disertai dengan:
a. Persetujuan bersama Pemda-DPRD terhadap Raperda APBD.
b. KUA dan PPA yang disepakati Kepala Daerah dan pimpinan DPRD.
c. Risalah sidang jalannya pembahasan Raperda APBD.
d. Nota Keuangan dan pidato Kepala Daerah perihal penyampaian pengantar
nota keuangan pada sidang DPRD.
Proses evaluasi ini dilakukan maksimal selama 15 hari kerja sejak penyerahan
dilakukan. Jika kedua rancangan peraturan tersebut dinyatakan tidak lolos
evaluasi, maka Pemda bersama DPRD harus melakukan penyempurnaan. Raperda
tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD yang telah lolos dalam proses evalusi segera ditetapkan oleh Kepala
Daerah menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Penetapan
tersebut dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran
sebelumnya.
18
2.1.5 Perubahan APBD
Perubahan APBD diajukan setelah laporan realisasi anggaran semester pertama
dan hanya dapat dilakukan satu kali dalam satu kali anggaran, kecuali dalam
keadaan kejadian luar biasa. Kejadian luar biasa adalah keadaan yang
menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD
mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50%.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 bab VII Pasal 154
menyebutkan bahwa seandainya selama setahun berjalan perlu diadakan
perbaikan atau penyesuaian terhadap alokasi anggaran, maka perubahan APBD
masih dimungkinkan terutama apabila:
1. Terjadinya perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan
Umum Anggaran (KUA), dapat berupa surplus atau tidak tercapainya
proyeksi pendapatan.
2. Terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran
antar unit organisasi, antar kegiatan dan antar jenis belanja.
3. Penggunaan SiLPA tahun anggaran sebelumnya setelah laporan keuangan
diperiksa oleh BPK-RI.
4. Keadaan darurat.
5. Keadaan luar biasa.
19
2.1.6 Perubahan Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan
menjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah.
Berdasarkan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Pasal 6
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan kelompok pendapatan asli
daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:
1. Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran yang
dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku.
2. Retribusi Daerah
Sumber pendapatan lain yang dapat dikategorikan dalam pendapatan asli daerah
adalah retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
20
3. Pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan
Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah adalah tingginya campur
tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan roda pemerintahan daerah. Termasuk
didalamnya adalah pengelolaan kekayaan daerah berupa sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sektor industri. Dengan adanya otonomi daerah maka
inilah saatnya bagi daerah untuk mengelola kekayaan daerahnya seoptimal
mungkin guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Undang-undang
mengizinkan pemerintah daerah untuk mendirikan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). BUMD ini bersama sektor swasta atau Asosiasi Pengusaha Daerah
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi daerah sehingga dapat menunjang
kemandirian daerah dalam pembangunan perekonomian daerah.
4. Lain-lain Pendapatan yang sah
Lain-lain pendapatan yang sah yang dapat digunakan untuk membiayai belanja
daerah dapat diupayakan oleh daerah dengan cara-cara yang wajar dan tidak
menyalahi peraturan yang berlaku. Alternatif untuk memperoleh pendapatan ini
bisa dilakukan dengan melakukan pinjaman kepada pemerintahan pusat, pinjaman
kepada pemerintah daerah lain, pinjaman kepada lembaga keuangan dan non
keuangan, pinjaman kepada masyarakat, dan juga bisa dengan menerbitkan
obligasi daerah.
Abdullah (2013) mengungkapkan ada beberapa kondisi yang menyebabkan sebab
perubahan atas angaran pendapatan terjadi, yaitu karena (1) target pendapatan
dianggarkan terlalu rendah dalam anggaran daerah atau APBD (underestimated).
(2) Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik
21
moral hazard yang dilakukan agent dalam konteks pendapatan adalah budget
minimizer. (3) Jika dalam APBD murni target PAD underestimated, maka dapat
“dinaikkan” dalam APBD perubahan kemudian digunakan sebagai dasar
mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P.
2.1.7 Perubahan SiLPA
Selisih Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya
merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas tahun anggaran
sebelumnya. Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 137
menyatakahn bahwa Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun
sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk :
Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada
realisasi belanja
Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung
Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran
belum diselesaikan
Abdullah (2013) menjelaskan bahwa perubahan dalam pembiayaan terjadi ketika
asumsi yang ditetapkan pada saat penyusunan APBD harus direvisi. Ketika
besaran realisasi surplus/defisit dalam APBD berjalan berbeda dengan anggaran
yang dtetapkan sejak awal tahun anggaran, maka diperlukan penyesuaian dalam
anggaran penerimaan pembiayaan, setidaknya untuk mengkoreksi penerimaan
yang bersumber dari SiLPA.
22
Selisih (variance) antara SiLPA dalam APBD tahun berjalan dengan Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) tahun sebelumnya merupakan angka yang menjadi
salah satu bahan untuk perubahan anggaran dalam tahun berjalan, terutama dalam
bentuk penyesuaian untuk belanja.
2.1.8 Perilaku Oportunistik
Istilah oportunistik berasal dari kata opportunity yang berarti kesempatan.
Perilaku oportunistik mengacu pada pribadi, sifat atau dinamika kelompok dalam
menghadapi suatu kondisi dimana dalam posisi tertentu merasa mempunyai
kesempatan atau peluang lebih untuk melakukan sesuatu sesuai keinginan.
Perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan
dengan segala cara bahkan cara ilegal sekalipun.
Menurut Wiliamson (1993) mendefinisikan perilaku oportunistik sebagai berikut:
“Opportunism is a less technical term than adverse selection and moralhazard. It suggest, correctly, that the troublesome behavior in question isnot an arcane economic condition but is familiar and pervasive. Not onlyare the failures to self-disclose true atributes ex-ante (adverse selection)and true performance ex post (moral hazard) both subsumed underopportunism.”
2.1.9 Perilaku Oportunistik Dalam Penganggaran
Perilaku oportunistik anggaran (fiscal opportunism), yaitu perilaku oportunistik
dalam pembuatan keputusan alokasi belanja dan preferensi yang mengarah pada
alokasi belanja yang dapat memberikan keuntungan pribadi juga keinginan untuk
aman secara fiskal, yakni anggaran bisa terealisasi tepat waktu dan tepat jumlah,
memiliki peluang untuk menambah alokasi saat perubahan APBD, dan
kemungkinan variansi (selisih anggaran dan realisasi sampai akhir tahun) yang
23
rendah (Romarina dan Makfatih, 2010). Perilaku oportunistik mengarah pada
terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard
(penyalahgunaan wewenang).
Eksekutif memiliki keunggulan dalam hal penguasaan informasi dibanding
legislatif (asimetri informasi). Keunggulan ini bersumber dari kondisi faktual
bahwa eksekutif adalah pelaksana semua fungsi pemerintah daerah dan
berhubungan langsung dengan masyarakat dalam waktu sangat lama. Eksekutif
memiliki pemahaman yang baik tentang birokrasi dan administrasi serta peraturan
perundang-undangan yang mendasari seluruh aspek pemerintahan. Oleh karena
itu, anggaran untuk pelaksanaan pelayanan publik diusulkan untuk dialokasikan
dengan didasarkan pada asumsi-asumsi sehingga memudahkan eksekutif
memberikan pelayanan dengan baik.
Eksekutif akan memiliki kecenderungan mengusulkan anggaran belanja yang
lebih besar dari yang aktual terjadi saat ini (asas maksimal). Sebaliknya untuk
anggaran pendapatan, eksekutif cenderung mengusulkan target yang lebih rendah
(asas minimal) agar ketika realisasi dilaksanakan, target tersebut lebih mudah
dicapai. Usulan anggaran yang mengandung slack seperti ini merupakan
gambaran adanya simetri informasi antara eksekutif dan legislatif. Slack tersebut
terjadi karena agent (eksekutif) menginginkan posisi yang relatif aman dan
nyaman dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Megasari, 2015).
Realisasi perilaku oportunistik eksekutif dalam pengusulan belanja ini diantaranya
adalah mengusulkan kegiatan yang sesungguhnya tidak menjadi prioritas,
mengusulkan kegiatan yang memiliki lucrative opportunities (peluang mendapat
24
keuntungan pribadi) yang besar, mengalokasikan komponen belanja yang tidak
penting dalm suatu kegiatan, mengusulkan jumlah belanja yang terlalu besar
untuk komponen belanja dan anggaran setiap kegiatan, dan memperbesar
anggaran untuk kegiatan yang sulit diukur hasilnya.
2.2 Penelitian Relevan
Pada bagian ini akan ditampilkan ringkasan penelitian terdahulu yang ditunjukkan
melalui tabel 2.1
Tabel 2.1Ringkasan Penelitian Relevan
No Penulis Judul Variabel Kesimpulan
1 Keefer &
Khemani
(2003)
The Political
Economy of
Public
Expenditure
Var. dependen:
Kebijakan legislatif
Var. Independen:
proyek infrasturktur,
anggaran pendidikan,
anggaran kesehatan
dan belanja publik
1. Kebijakan legislatif
berpengaruh positif
terhadap proyek
infrastruktur, anggaran
pendidikan, anggaran
kesehatan dan anggaran
publik.
2 Abdullah
dan Asmara
(2006)
Perilaku
Oportunistik
Legislatif dalam
Penganggaran
Daerah: Bukti
Empiris atas
Aplikasi Agency
Theory di Sektor
Publik
Var. dependen:
Belanja daerah
Var Independen :
PAD, DAU, DAK,
DBH
1. PAD, DAU, DBK dan
DBH berpengaruh
terhadap belanja daerah.
3 Martinez,
dkk. (2006)
“Corruption,
Fiscal Policy and
Fiscal
Var. Dependen:
Dana sektor pajak
Var. Independen:
1. Budget dalam anggaran
pajak berpengaruh positif
terhadap kesempatan
25
Management”. kesempatan korupsi
di sektor pajak
Var. Kontrol:
Regulasi fiskal
korupsi di sektor tersebut.
4 Riharjo dan
Isnadi
(2010)
Perilaku
Oportunistik
Pejabat Eksekutif
dalam
Penyusunan
APBD (Bukti
Empiris atas
Penggunaan
Penerimaan
Sumber Daya
Alam)
Var. Dependen:
Slack Anggaran
untuk belanja
kemakmuran rakyat
dari pendapatan SDA
Var. Independen:
Belanja pegawai,
belanja barang dan
jasa, belanja modal.
Var Moderasi:
Oportunistik
Eksekutif
1. Belanja Pegawai dan
belanja modal
berpengaruh terhadap
slack anggaran untuk
kemakmuran rakyat yang
berasal dari pendapatan
SDA.
2. Belanja barang dan jasa
tidak bepengaruh
terhadap slack anggaran
dalam penetapan belanja
untuk kemakmuran
rakyat yang berasal dari
pendapatan SDA
3. Oportunistik eksekutif
mendorong pengaruh
belanja pegawai
langsung, belanja modal ,
belanja barang dan jasa,
modal terhadap
peningkatan slack
anggaran.
5 Putri
(2014)
Deskripsi
Oportunistik
Eksekutif dalam
Pemungutan
Pajak Daerah
Pemerintah
Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa
Timur Tahun
Var. dependen:
Pajak Daerah
Var. Independen:
Perilaku oportunistik
eksekutif
1. Pemerintah Daerah
berperilaku oportunistik
dan menunjukkan arah
perkembangan yang
meningkat.
26
2008-2012
6 Megasari
(2015)
Pengaruh
Pendapatan Asli
Daerah, Selisih
Lebih
Perhitungan
Anggaran dan
Flypaper Effect
Pada Perilaku
Oportunistik
Penyusun
Anggaran.
Var. Dependen:
OPA
Var Independen:
PAD, SiLPA dan
Flypaper Effect.
1. Hanya SiLPA yang
berpengaruh positf
terhadap OPA sedangkan
PAD dan Flypaper Effect
tidak berpengaruh
terhadap OPA.
7 Parwati,
Budiasih
dan Astika
(2015)
Perilaku
Oportuistik
Penyusun
Anggaran
Var. Dependen:
PAD, DAU dan
SiLPA
Var. Independen:
OPA
1. PAD, DAU dan SiLPA
berpengaruh positif
terhadap OPA
8 Sucahya
(2016)
Peluang Perilaku
Oportunistik
Penyusun
Anggaran
Perubahan Pada
Pemerintah
Kabupaten
Sintang
Var. Dependen:
PAD, SiLPA, dan
BHPP
Var. Independen:
OPA
1. PAD berpengaruh
sigifikan terhadap OPA
sedangkan SiLPA dan
BHPP tidak berpengaruh
signifikan terhadap OPA
9 Bohn dan
Jose (2017)
Political
Opportunism and
Countercyclical
Fiscal Policy in
Election year
Recessions.
Var . Dependen:
Kebijakan Fiskal
Var. Independen:
OL
1. Adanya perilaku
oportunistik pada saat
tahun pemilihan dengan
naiknya defisit anggaran
secara signifikan.
10 Yahya,
dkk. (2017)
Influence
Behavior in
Var. Dependen:
PAD, DAU, DBH
1. PAD, DAU, DBH dan
SiLPA berpengaruh
27
2.3 Rerangka Pemikiran
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau
pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan
dialokasikan dalam belanja. Dalam hal pengalokasian berkaitan dengan sumber
penerimaannya dari pendapatan, maka besaran pendapatan akan dimanfaatkan
untuk mengatur alokasi belanja. Salah satu sumber penerimaan daerah adalah
pendapatan asli daerah dan penggunaan sisa anggaran tahun sebelumnya.
Perubahan besaran anggaran pendapatan asli daerah dan SiLPA memberi peluang
bagi penyusun anggaran untuk berperilaku oportunistik dengan mengalokasikan
dana yang lebih besar ke dalam bidang-bidang tertentu sesuai preferensinya.
Perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan
dalam segala cara bahkan cara ilegal sekalipun yang dipengaruhi oleh adanya
kekuatan (power) dan kemampuan (ability) (Maryono, 2013). Fenomena perilaku
oportunistik eksekutif dapat dilihat dari pengalokasian anggaran yang lebih
mengarah pada preferensi yang menguntungkan pihak tertentu, sehingga
kebutuhan masyarakat tidak menjadi prioritas utama. Penelitian ini bertujuan
Legislature
Budget
Development of
Regions in the
Province of Aceh
and North
Sumatra.
dan SiLPA
Var. Independen:
OL
terhadap OL.
28
untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh Perubahan PAD dan Perubahan
SiLPA terhadap perilaku oportunistik eksekutif penyusun anggaran.
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
2.4.1 Pengaruh Perubahan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Perilaku
Oportunistik Eksekutif Penyusun Anggaran
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengharapkan Pemerintah Daerah
memiliki kemandirian yang lebih besar dalam keuangan daerah. Oleh karena itu,
peranan PAD sangat menentukan kinerja keuangan daerah. Dengan potensi yang
dmiliki oleh masing-masing daerah diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan penerimaan daerah. Penerimaan daerah tersebut dapat digunakan
untuk membiayai segala kewajibannya dalam menjalankan pemerintahannya,
termasuk untuk digunakan dalam meningkatkan infrastruktur daerah (Megasari,
2015).
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau
pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan
dialokasikan dalam belanja. Dalam hal pengalokasian berkaitan dengan sumber
pembiayaannya dari pendapatan, maka besaran pendapatan akan dimanfaatkan
Perubahan PAD(X1)
Perubahan SiLPA(X2)
)
Perilaku OportunistikEksekutif
(Y)
29
untuk mengatur alokasi belanja. Taksiran atas penerimaan yang bersumber dari
pendapatan menggunakan asumsi-asumsi tentang potensi pendapatan, baik di
daerah maupun di pusat. Asumsi-asumsi tersebut dapat saja harus direvisi setelah
tahun anggaran berjalan atau karena adanya perubahan kebijakan dalam
pengelolaan keuangan negara. Dalam konteks otonomi daerah, Pemda dapat
mengubah perkiraan penerimaan atas pendapatan asli daerah (PAD) (Abdullah
dan Asmara, 2006).
Abdullah dan Rona (2014) menyatakan bahwa perubahan target atas PAD dapat
berpengaruh terhadap alokasi belanja pada tahun yang sama. Dari perspektif
agency theory, pada saat penyusunan APBD murni, eksekutif (dan mungkin juga
dengan sepengetahuan dan/atau persetujuan legislatif) target PAD dtetapkan di
bawah potensi, lalu dilakukan “adjustment” pada saat dilakukan perubahan
APBD.
Penelitian Abdullah dan Asmara (2006) serta Sucahya (2016) menunjukkan
bahwa besaran perubahan PAD berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik
penyusunan anggaran. Menurut Suartini, dkk (2016) yang meneliti faktor-faktor
perilaku oportunistik eksekutif calon incumbent menyatakan bahwa perubahan
PAD berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran
terkait Pilkada di Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Berdasarkan kajian empiris di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
H1: Perubahan PAD berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik
eksekutif penyusun anggaran.
30
2.4.2 Pengaruh Perubahan SiLPA terhadap Perilaku Oportunistik
Eksekutif Penyusun Anggaran
SiLPA merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutupi
defisit anggaran, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja
langsung (belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja pegawai) dan
mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum
diselesaikan. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA
akan terbentuk bila terjadi surplus pembiayaan neto. Namun tidak selalu SiLPA
yang berasal dari kegiatan yang telah selesai 100% merupakan efisiensi, tetapi
bisa juga diartikan sebagai ukuran besarnya “oportunisma” (dengan
menggelembungkan anggaran) yang dilakukan oleh SKPD (agen sebagai budget
maximizer) (Abdullah, 2013).
Perubahan SiLPA menjadi salah satu alasan utama mengapa perubahan APBD
dilakukan. Jika diterapkan konsep anggaran berimbang (penerimaan sama dengan
pengeluaran atau SILPA bernilai nol atau NIHIL), maka varian SiLPA akan
menyebabkan perubahan alokasi belanja (Adullah, 2013).
Hasil penelitian Megasari (2015), Parwati dkk. (2015) dan Yahya dkk. (2017)
menyatakan bahwa perubahan SiLPA berpengaruh positif terhadap perilaku
oportunistik penyusun anggaran. Hal ini sejalan penelitian Abdullah dan Rona
(2014) dimana SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja modal pada periode
anggaran selanjutnya, yang berarti dapat berpengaruh pada alokasi belanja tahun
berikutnya sehingga hal ini memberi ruang bagi eksekutif dan legislatif untuk
mengalokasikan free cash flow tersebut untuk melakukan perilaku oportunistik.
31
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis, seperti di bawah:
H2: Perubahan SiLPA berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik
eksekutif penyusun anggaran.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data
sekunder berupa data APBD murni dan APBD Perubahan Kabupaten/Kota di
Indonesia untuk tahun anggaran 2013-2015. Sementara itu sumber data diperoleh
dari situs Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Keuangan, situs
Biro Hukum dan web masing-masing daerah.
3.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel
Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus
dioperasionalisasikan dengan cara mengubahnya menjadi variabel, yang berarti
sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Variabel-variabel dalam penelitian ini
terdiri dari variabel dependen yaitu perilaku oportunistik eksekutif dan variabel
independen yaitu Perubahan PAD dan Perubahan SiLPA.
3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah Perilaku Oportunistik Eksekutif
(OE). Perilaku oportunistik yaitu perilaku yang berusaha mencapai keinginan
dengan segala cara bahkan dengan cara yang ilegal sekalipun, dapat menyebabkan
hubungan principal-agent yang terjadi dalam suatu kontrak akhirnya mengarah
33
pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard
(penyalahgunaan wewenang).
Pengukuran OE dikembangkan dari penelitian Abdullah dan Asmara (2006) yang
diturunkan dari pemahaman yang digali dari studi sebelumnya yaitu Keefer dan
Khemani (2003), dan Mauro (1998). Dalam penelitian ini, peneliti mengganti
proksi untuk pengukuran oportunistik eksekutif dengan mata anggaran belanja
bantuan sosial, belanja hibah, dan belanja modal yang diduga sebagai realisasi
dari oportunistik eksekutif.
Oportunistik eksekutif di ukur dengan tahap sebagai berikut:
1. Menghitung spread anggaran belanja hibah (∆Hibah), spread anggaran
belanja bantuan sosial (∆Bansos), spread anggaran belanja modal (∆Modal).
Perhitungan spread(∆) = APBD perubahan – APBD murni
2. Mengakumulasikan spread anggaran belanja hibah (∆Hibah), spread
anggaran belanja bantuan sosial (∆Bansos), spread anggaran belanja modal
((∆Modal).
Perhitungan OE = ∆hibah + ∆bansos + ∆Modal
Keterangan:∆Hibah : perubahan meningkatnya anggaran belanja hibah.∆Bansos : perubahan meningkatnya anggaran bantuan sosial.∆Modal : perubahan meningkatnya anggaran belanja modal.
Semua kenaikan alokasi tersebut dinyatakan dalam satuan rupiah dan bertanda
positif, namun jika yang terjadi sebaliknya atau tidak terjadi perubahan seperti di
atas maka di beri nilai 0 (nol). Perubahan anggaran belanja hibah, bantuan sosial
dan belanja modal dilihat dari data ringkasan perubahan APBD.
34
3.2.2 Variabel Independen
3.2.2.1 Perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari potensi yang dimiliki oleh
daerah sendiri, yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Perubahan anggaran pendapatan asli daerah
adalah penyesuaian atas target yang telah ditetapkam sebelumnya dan diukur
dengan angka selisih antara target pendapatan asli daerah setelah perubahan
APBD dengan target pendapatan asli daerah dalam APBD murni (Abdullah dan
Sari, 2016)
∆ PPAD = PAD APBD-P – PAD APBD-M
Keterangan:∆PPAD : Perubahan meningkatnya anggaran PADPAD APBD-P : Anggaran PAD saat APBD perubahanPAD APBD-M : Anggaran PAD saat APBD murni
Semua kenaikan alokasi tersebut dinyatakan dalam satuan rupiah dan bertanda
positif, namun jika terjadi sebaliknya atau tidak terjadi perubahan seperti diatas
maka di beri nilai 0 (nol). Perubahan PAD dapat dilihat dari laporan ringkasan
APBD dan data ringkasan perubahan APBD.
3.2.2.2 Perubahan SiLPA
Selisih Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) merupakan penerimaan daerah yang
bersumber dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya. SiLPA menjadi alternatif
pembayaran daerah untuk menutup defisit ketika nilai belanja lebih besar dari
pendapatan. Perubahan SiLPA terjadi karena adanya koreksi atas target SiLPA
35
dalam APBD murni karena angka pasti SiLPA tersebut telah ditetapkan oleh BPK
berdasarkan hasil audit dan disampaikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
BPK. Pengukuran perubahan SiLPA dilakukan dengan menghitung selisih antara
SiLPA dalam perubahan APBD dengan anggaran SiLPA dalam APBD murni.
∆ PSiLPA = SiLPA APBD-P - SiLPA APBD-M
Keterangan:∆PSiLPA : Perubahan meningkatnya anggaran PADSiLPA APBD-P : Anggaran PAD saat APBD perubahanSiLPA APBD-M : Anggaran PAD saat APBD murni
Semua kenaikan alokasi tersebut dinyatakan dalam satuan rupiah dan bertanda
positif, namun jika terjadi sebaliknya atau tidak terjadi perubahan seperti diatas
maka di beri nilai 0 (nol). Perubahan SiLPA tahun anggaran sebelumnya dapat
dilihat dari laporan ringkasan APBD dan data ringkasan perubahan APBD.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah generasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai
kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengambilan
sampel bertujuan (purposive sampling) dilakukan dengan mengambil sampel dari
populasi berdasarkan kriteria tertentu.
36
Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah:
1. Bukan daerah pemekaran baru atau paling tidak sudah berdiri sejak tahun
2013.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota yang melaporkan/mempublikasikan APBD
murni dan APBD-P secara rutin selama tahun anggaran 2013 - 2015.
3. Anggaran APBD dalam keadaan defisit.
Tabel 3.1Sampel Penelitian
No Keterangan Jumlah
1 Kab/Kota di Indonesia. 505
2 Anggaran APBD tidak dalam keadaan defisit. (196)
3Daerah pemekaran baru atau paling belum berdiri sejak
tahun 2013.(15)
4
Pemerintah Kabupaten/Kota yang tidak melaporkan/
mempublikasikan APBD murni dan APBD-P secara rutin
selama tahun anggaran 2013-2015.
(218)
Jumlah Sampel 76
Tahun (n) 3
Total Sampel 228
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi. Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yaitu data
mengenai variabel yang diperoleh melalui dokumen-dokumen, website, jurnal-
jurnal, artikel tulisan ilmiah dan catatan di media masa.
37
3.5 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini metode analisis data menggunakan data kuantiatif dengan
model analisis multiple regression menggunakan software SPSS ver 22. Regresi
digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen. Analisis regresi ada 2 jenis, yaitu regresi linier sederhana dan
regresi linier berganda. Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda karena
vaiabel independen yang digunakan lebih dari satu variabel.
3.5.1 Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, yang menginformasikan
tentang nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi
(standard deviation). Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskrisipkan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum.
3.5.2 Pengujian Asumsi Klasik
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier
berganda. Regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian
ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat tersebut
adalah harus terdistribusi secara normal.
3.5.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji
t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau
asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel
38
kecil (Ghozali, 2016). Salah satu cara untuk melihat normalitas residual adalah
menggunakan analisis grafik. Dalam grafik yang dihasilkan jika data menyebar di
sekitar garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas data,
namun apabila data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka mode regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali,
2016).
3.5.2.2 Uji Multikolonearitas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2016). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika
variabel independen saling berkoreasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama
variabel independen sama dengan nol.
Dalam Ghozali (2016) mutikolonieritas dapat dilihat dari :
Nilai tolerance dan lawannya
Variance Inflation Factor (VIF)
Kedua ukuran tersebut menunjukkan variabel independen mana yang dijelaskan
oleh variabel independen yang lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap
variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap
variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =
1/Tolerance). Nilai cut-off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
39
multikolonieritas adalah nilai Tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10
(Ghozali, 2016).
3.5.2.3 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heterokedastisitas
(Ghozali, 2016).
Uji statistik yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya Heterokedastisitas
dalam penelitian ini adalah Uji Glejser. Glejser mengusulkan untuk meregres nilai
absolut residual terhadap variabel independen. Uji Glejser dilakukan dengan
meregresikan variabel independen terhadap nilai residual mutlaknya dengan
probabilitas signifikansi 5%. Suatu model dikatakan tidak mengandung adanya
heteroskedastisitas, jika tidak ada satupun variabel independen yang signifikan
secara statistik mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2016).
3.5.2.4 Uji Autokorelasi
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data time series, sehingga
menggunakan pengujian autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul
40
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu
observasi ke observasi lainnya (Ghozali, 2016).
Uji Autokorelasi dapat dilakukan dengan Run Test. Run Test sebagai bagian dari
statistik non-parametrik dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar
residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan
korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test
digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak
(sistematis).
H0 : residual (res_1) random (acak)
Ha : residual (res_1) tidak random
3.5.3 Metode Regresi Berganda
Penelitian ini terdiri dari 2 variabel independen (Perubahan Pendapatan Asli
Daerah dan Perubahan SiLPA), sehingga menggunakan persamaan regresi
berganda. Persamaan regresi yang digunakan adalah:
Y = α + β1X1 + β2X2 + ε ...................................(1)
Keterangan:
Y = Oportunistik Eksekutif (OE)α = Konstantaβ1, β2 = Koefisien RegresiX1 = Perubahan PADX2 = Perubahan SiLPAε = Error
41
3.5.4 Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
nilai probabilitas uji t, uji F, dan koefisien determinasi (Adjusted R2). Perhitungan
statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada
dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak
signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima
(Ghozali, 2016).
3.5.4.1 Koefisien Determinasi
Tujuan pengujian ini adalah untuk menguji tingkat keeratan atau keterikatan
antara variabel dependen dan variabel independen yang bisa dilihat dari besarnya
nilai koefisien determinasi (Adjusted R-square). Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu (Ghozali, 2016). Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2016). Secara umum, koefisien
determinasi untuk data runtut waktu (time series) biasanya mempunyai nilai
koefisien determinasi yang tinggi.
3.5.4.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen
atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama
sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2016). Uji F dapat dilakukan
dengan melihat nilai signifikansi F pada output hasil regresi menggunakan SPSS
42
dengan significance level 0,05 (α = 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari α
maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan), yang berarti secara
simultan variabel-variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel terikat. Jika nilai signifikan lebih kecil dari α maka hipotesis
diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti bahwa secara simultan variabel-
variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
3.5.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t dapat menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen dalam menerangkan variabel-variabel dependen (Ghozali, 2016). Uji
statistik t ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
apakah berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel dependen.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 (α=5%).
Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria menurut Ghozali
(2016), sebagai berikut:
1. Jika t hitung > t tabel atau probabilitas < 0,05, maka hipotesis diterima. Hal
ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
2. Jika t hitung < t tabel atau probabilitas > 0,05, maka hipotesis ditolak. Hal
ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
55
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan anggaran pendapatan
asli daerah dan perubahan SiLPA terhadap oportunistik eksekutif penyusun
anggaran pada 76 Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun 2013-2015, dengan
total 228 jumlah observasi menjadi 222 observasi setelah transform dan outlier
data. Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Perubahan anggaran pendapatan asli daerah berpengaruh positif dan
signifikan terhadap oportunistik eksekutif penyusun anggaran.
2. Perubahan anggaran SiLPA berpengaruh positif terhadap oportunistik
eksekutif penyusun anggaran.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan penelitian ini diantaranya:
1. Faktor yang mempengaruhi dalam penelitian ini hanya terdiri dari 2 variabel
bebas yaitu perubahan PAD dan perubahan SiLPA sedangkan masih banyak
faktor lain yang mempengaruhi perilaku opotunistik eksekutif penyusun
anggaran.
2. Sampel pengamatan yang digunakan hanya tiga tahun dari tahun 2013-2015
sehingga terkesan kurang representatif.
56
5.3 Saran-Saran
5.3.1 Saran Bagi Pemerintah Daerah
Dari hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan, beberapa pemerintah daerah
menunjukkan adanya indikasi oportunistik penyusunan anggaran, maka
diharapkan:
1. Untuk memperkecil probabilitas perilaku oportunistik kedepannya, penetapan
pos anggaran pendapatan asli daerah perlu menggunakan metode analisa
perhitungan potensi pendapatan asli daerah yang terukur, sehingga hasilnya
dapat memenui anggaran belanja sesuai dengan prinsip anggaran berimbang,
tidak hanya sekedar menyeimbangkan antara penerimaan daan pengeluaran.
Peluang perilaku oportunistik terhadap porsi PAD perubahan anggaran
kedepannya akan lebih realistis artinya tidak terlalu besar variannya.
2. Pemerintah daerah sebaiknya memaksimalkan tujuan sesungguhnya dalam
penyusunan anggaran dengan benar-benar mengutamakan kebutuhan dan
kepentingan masyarakat umum. Transparansi dan kemudahan akses laporan
secara lengkap sangat dibutuhkan dalam rangka mempermudah pengawasan
dalam proses penyusunan anggaran.
3. Pada saat penyusunan anggaran agar dilakukan secara cermat sehingga pada
saat realisasi anggaran dana dapat terserap seoptimal mungkin sehingga
dimungkinkan SiLPA yang rendah.
57
5.3.2 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Memperbesar sampel penelitian dengan cara menambah periode penelitian,
sehingga variasi data antar-tahun dapat terlihat.
2. Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan proksi dari perilaku
oportunistik eksekutif penyusun anggaran. Pengukuran lain dapat digunakan
mengingat pengukuran perilaku merupakan sesuatu yang bersifat
multidimensi dan mengingat bahwa pengukuran proksi yang digunakan
dalam penelitian ini masih bersifat umum, sementara belanja modal, belanja
hibah dan bantuan sosial dapat dijabarkan menjadi jenis belanja sesuai
dengan fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy dan Ramadhaniatun Nazry. 2015 “Analisis Varian AnggaranPemerintah Daerah Penjelasan Empiris dari Perspektif Keagenan”.Jurnal Samudra Ekonomi dan Bisnis. Vol 6, No, 2 Juli 2015.
Abdullah, Syukriy, dan Riza Rona. 2014. “Pengaruh Sisa Anggaran, PendapatanSendiri dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal”. Iqtishadia.Vol 7, No.1, Maret 2014.
Abdullah, Syukriy, Sari dan Nelliyanti. 2016. “Pengaruh Perubahan AnggaranPendapatan Asli Daerah, Perubahan Anggaran Dana Bagi Hasil DanPerubahan Anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran TerhadapPerubahan Anggaran Belanja Tidak Langsung”. Jurnal MagisterAkuntansi Pascasarjana Universitas Syiah ISSN 2302-016
Abdullah, Syukriy. 2013. “Perubahan APBD”.http://syukriy.wordpress.com/2013/04/22/perubahanapbd/?relatedposts_exclude=2643 (diakses pada Jumat, 10 November 2017 pukul 17:10).
Abdullah., Syukriy dan Asmara. 2006. “Perilaku Oportunistik Legislatif DalamPenganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory diSektor Publik”. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 9.
Asmara, John Andra. 2010. “Analisis Perubahan Alokasi Belanja DalamAnggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBA) Provinsi NaggroeAceh Darussalam”. Jurnal Telaah & Riset Akuntansi. Vol. 3 No 2 Juli2010.
Bohn, Frank. Dan Francisco Jose Vega. 2017. “Political Opportunism andCounterccyclical Fiscal Policy in Election-year Recessions”.Universidade Do Minho.
Eisenhardt, Kathleen M. 1989. “Agency theory: An assessment and review”.Academy of Management Review 14(1).
Florensia. 2009. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah:Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Tesis.Program Sarjana Magister Sains Ilmu Ekonomi. Universitas Gajah Mada.
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBMSPSS23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, dan Abdullah. 2006. “Hubungan dan Masalah Keagenan di PemerintahanDaerah: Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi”. JurnalAkuntansi Pemerintah 2(1).
http://www.djpk.depkeu.go.id/?p=5412 (diakses pada Jumat, 17 November 2017pukul 12:41)
https://data.go.id/dataset/ringkasan-perubahan-apbd-pemerintah-kabupaten-kota-indonesia/resource/647773d8-ff12-4565-8d30-89fcf7ac6bd7# (diaksespada Jumat, 17 November 2017 pukul 12:40)
Jensen, M.C. and W.H. Meckling. 1976. “Theory of The Firm: ManagerialBehavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of FinancialEconomics. Vol.3.No.4.
Jogianto H.M. (2010). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah danPengalaman-pengalaman. Yogyakarta: BPFE.
Keefer, P. and Khemani, S. 2003. “The political economy of public expenditures”.Background paper for WDR 2004: Making Service Work for PoorPeople. The World Bank.
Latifah, Nurul. 2010. “Adakah Perilaku Oportunistik dalam Aplikasi AgencyTheory di Sektor Publik ? ”. Fokus Ekonomi. Vol. 5 No.2.
Martinez-Vazquez, Jorge, F. Javier Arze & Jameson Boex. 2006. “Corruption.Fiscal Policy, and Fiscal Management. Working paper”. Publication wasproduced for review by The United states Agency for InternationalDevelopment.
Maryono, R. 2013. “Pengaruh Perubahan Dana Alokasi Umum Terhadap PerilakuOportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah”. E-Jurnal UNP.
Megasari, Ida Ayu Gede Sutha. 2015. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, SelisihLebih Perhitungan Anggaran dan Flypaper Effect Pada PerilakuOportunistik Penyusun Anggaran”. Jurnal Buletin Studi Ekonomi. Vol.20 No. 2.
Muhtar., Abdul Rohman dan Anis Chairi. 2016. “Opportunistic Behavior AndPublic Spending : The Case of Indonesia”. Corporate Ownership &Control. Vol. 14, Issue 1, Fall 2016, Continued-3
Nordiawan, Deddi., Iswahyudi Sondi dan Maulidah Rahmawati. 2012. AkuntansiPemerintahan. Jakarta: Salemba Empat.
Parwati, Sayu Made., I Gusti Ayu Nyoman B., Ida Bagus Putra Astika. 2015.“Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran”. Jurnal Ilmiah Akuntansidan Bisnis. Vol. 10. No. 2.
Putri, Anjarizky Cancerina. 2014. “Deskripsi Oportunistik Eksekutif dalamPemungutan Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi JawaTimur Tahun 2008-20012”. Artikel Ilmiah Mahasiswa. UniversitasJember.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintah Daerah.
________________. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan PemerintahanDaerah.
________________. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentangPengelolaan Keuangan Daerah.
________________. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
_________________. 2008. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentangPajak Daerah dan Retribusi Daerah.
_________________. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun2011 tentang Perubahan Kedua atas Peratutan Menter Dalam NegeriNomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Riharjo, I.B. dan Isnadi. 2010. “Perilaku Oportunistik Pejabat Eksekutif dalamPenyusunan APBD ( Bukti Empiris atas Penggunaan Penerimaan SumberDaya Alam)”. Jurnal Ekuitas. Vol.14 No.3.
Romarina, Arina. dan Makhfatih. 2010. “Faktor -- Faktor Risiko Fiskal damPenganggaran Daerah”. Jurnal BPPK. Volume I.
Suartini, NI Kadek A., Dodik Ariyanto dan Maria. 2016. “Determinan PerilakuOportunistic Penyusun Anggaran Calon Incumbent Terkait PilkadaSerentak Tahun 2015”. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis UniversitasUdayana.
Sucahya, Yahya. 2016. “Peluang Perilaku Oportunistik Penyusun AnggaranPerubahan Pada Pemerintah Kabupaten Sintang”. UniversitasTanjungpura.
Tim Sekertaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran. 2010.Analisis Anggaran Daerah Studi Terhadap Anggaran Tahun 2007 – 2010di 42 Kabupaten dan Kota dan 5 Provinsi di Indonesia.
Tim Sekertaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran. 2012.Laporan Analisis Anggaran Daerah 2008-2011 Temuan Hasil StudiPengelolaan Anggara di 20 Kabupaten/Kota Partisipan Program Kinerja.
Williamson, Oliver E. 1993. “Opportunism and Its Critics”. Managerial andDecision Economics. Vol. 14.
Winoto, Agus Hadi dan Falikhatun. 2015. “Indikasi PenyalahgunaanDiscretionary Fund Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahMenjelang Pemilukada 2015”. Jurnal Akuntansi dan KeuanganIndonesia. Juni 2015, Vol. 12, No. 1.
Yahya, Idhar., Zainul Bahri T., dan Iskandar Muda. 2017. “Influence BehaviorLegislature Budget Development of Region in the Province of Aceh andNorth Sumatra”. International Journal of Economic Research. ISSN:0972-9380 Vol. 14 No. 8.
top related