pengaruh kejutan suhu dingin terhadap usaha triploidisasi ikan...
Post on 27-Oct-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH KEJUTAN SUHU DINGIN TERHADAP USAHA TRIPLOIDISASI IKAN RAINBOW BOESEMANI (Melanotaenia boesemani)
SKRIPSI PROGRAM BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh : WIDIATMAKA
NIM. 135080500111045
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
PENGARUH KEJUTAN SUHU DINGIN TERHADAP USAHA TRIPLOIDISASI IKAN RAINBOW BOESEMANI (Melanotaenia boesemani)
SKRIPSI
PROGRAM BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Oleh : WIDIATMAKA
NIM. 135080500111045
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul : Pengaruh Kejutan Suhu Dingin Terhadap
Usaha Triploidisasi Ikan Rainbow
Boesemani (Melanotaenia boesemani)
Nama : W idiatmaka
NIM : 135080500111045
Program Studi
PENGUJI PEMBIMBING :
Pembimbing 1 : Dr. Ir. Maheno Sri Widodo, MS
Pembimbing 2 : Dr. Ir. Agoes Soeprijanto, MS
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING :
Penguji 1 : Wahyu Endra Kusuma, S.Pi, M.P, D.Sc
Penguji 2 : Soko Nuswantoro, S.Pi, M.Si
Tanggal Ujian : 20 Desember 201
v
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, November 2017
Mahasiswa,
(Widiatmaka)
vi
RIWAYAT HIDUP
Widiatmaka adalah nama penulis skripsi ini. Penulis
lahir dari orang tua Suherman dan Suprihatin sebagai
anak tunggal. Penulis dilahirkan di Desa Karangan,
Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, Jawa
Timur pada tanggal 05 Juni 1994. Penulis menempuh
pendidikan dimulai dari SD Negeri Surodakan III
(lulus tahun 2007), melanjutkan ke SMP Negeri I
Trenggalek (lulus tahun 2010) kemudian ke SMA Negeri I Trenggalek (lulus
tahun 2013) dan Universitas Brawijaya, Malang (on going), hingga akhirnya
bisa menempuh masa kuliah di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program
Studi Budidaya Perairan.
Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha, penulis
telah berhasil menyelesaikan skripsi ini. Semoga dengan penulisan skripsi ini
mampu memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar – besarnya atas
terselesaikannya skripsi yang berjudul “Pengaruh Kejutan Suhu Dingin
Terhadap Usaha Triploidisasi Ikan Rainbow Boesemani (Melanotaenia
Boesemani)”.
vii
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan penelitian skripsi ini tidak lepas
dari dukungan moril dan materil dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap :
1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayahnya
sehingga memberikan kesadaran terhadap penulis untuk sesegera
mungkin menyusun skripsi ini.
2. Bapak Suherman, selaku ayah penulis yang senantiasa memberikan
dukungan moril dan materi untuk sesegera mungkin menyelesaikan studi
S1 agar secepatnya mendapat gelar Sarjana Perikanan.
3. Ibu Suprihatin, selaku Ibu dari penulis yang selalu sabar dalam mendidik
dan merawat penulis sedari kecil sehingga sekarang mampu menyusun
skripsi ini.
4. Saudara Arif Susbianto, yang telah memberikan inspirasi mengenai
penelitian ikan rainbow.
5. Dr. Ir. Maheno Sriwidodo, MS selaku pembimbing satu dalam
penyusunan skripsi yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis
guna kelancaran program skripsi yang ditempuh.
6. Dr. Ir. Agoes Suprijanto, MS selaku pembimbing dua dalam penyusunan
skripsi yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis guna
kelancaran program skripsi yang ditempuh.
7. Dr. Ir. Muhammad Fadjar, MSC selaku ketua program studi Budidaya
Perairan yang selalu memberikan pengarahan dalam pengambilan judul
skripsi, sehingga memudahkan penulis dalam menjalani program
skripsinya.
viii
8. Pak Udin “Jhon”, selaku staf Laboratorium Budidaya Perairan divisi
Reproduksi ikan yang selalu memberikan bantuan dalam hal teknis untuk
kelancaran program skripsi yang ditempuh.
9. Sungging, Blek, Imam, Yuris, Shobir, Ulil dan Wahindra yang menjadi
mitra dalam melaksanakan program skripsi yang terhimpun di area “21”
serta lek Edo yang selalu menemani jaga malam ketika melakukan
perawatan dan pengamatan pada ikan.
10. Teman-teman “Repro People” yang selalu menemani saat pelaksanaan
skripsi.
11. Pak Bobby “Rainbow Man” yang selalu memberikan stok indukan rainbow
boesemani sebagai bahan yang digunakan dalam skripsi yang diambil.
ix
RINGKASAN
WIDIATMAKA. Pengaruh Kejutan Suhu Dingin Terhadap Usaha Triploidisasi Ikan Rainbow Boesemani (Melanotaenia boesemani). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Maheno Sri Widodo, MS dan Dr. Ir. Agoes Suprijanto, MS
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki potensi sumberdaya ikan yang besar. Salah satunya adalah ikan hias, baik ikan hias air tawar maupun laut. Sedikitnya 240 jenis ikan hias laut (marine ornamental fish) dan 226 jenis ikan hias air tawar (freshwater ornamental fish). Beberapa jenis ikan hias air tawar bahkan tergolong spesies asli (indigenous species) dan langka, tidak terdapat di negara lain, misalnya Arwana (Sclerophages formosus), Botia (Botia macracantha) dan Balashark serta Rainbow Irian. Perkembangan ikan hias di Indonesia mengalami kemajuan yang terus meningkat, terutama ikan hias air tawar asli Indonesia. Prospek bisnis ikan hias di Indonesia cukup cerah. Faktor pendukungnya adalah jenis ikan yang beragam, air yang cukup, lahan yang masih luas dan iklim yang cocok. Ikan hias air tawar yang dibudidayakan di Indonesia tidak hanya komoditas ikan hias lokal saja tetapi ikan hias air tawar impor. Ikan rainbow merupakan salah satu komoditas ekspor dan salah satu ikan endemik yang artinya hanya ditemukan di Papua, Sulawesi dan Australia. Salah satu prinsip bioteknologi untuk meningkatkan produksi benih baik kualitas maupun kuantitasnya adalah rekayasa genetik. Dalam perkembangannya rekayasa genetik dapat dilakukan dengan poliploidisasi. Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom yang bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas ikan agar menghasilkan benih-benih yang mempunyai keunggulan, antara lain : pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten terhadap penyakit. Poliploidisasi yang banyak dikenal adalah triploidisasi dan tetraploidisi. Triploidisasi adalah manipulasi genetik yang dilakukan untuk membuat benih memiliki kromosom triploid, sedangkan tetraploidisasi adalah usaha yang dilakukan untuk membuat jumlah kromosom suatu individu menjadi tetraploid.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan dan Laboratorium Unit Pelaksana Teknis Perikanan Air Tawar Sumber Pasir Universitas Brawijaya, Malang pada bulan Mei 2017 – Juli 2017. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan eksperimen dengan rancangan acak lengkap menggunakan 4 perlakuan yaitu kejut suhu (0, 3, 4 dan 5°C) selama 90 detik dan 3 ulangan. Data hasil yang diperoleh dianalisa sidik ragam dilanjutkan uji BNT dan terakhir dilakukan uji polynomial orthogonal. Parameter utama yang diukur pada penelitian ini adalah jumlah ikan 3n, HR, SR dan GR, sedangkan parameter penunjang meliputi kualitas air meliputi suhu, pH dan oksigen terlarut.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa embriogenesis telur ikan rainbow boesemani sesuai dengan studi literatur yang ada. Kejutan suhu dingin juga dapat menghasilkan ikan rainbow boesemani yang triploid tetapi masih dalam persentase yang rendah atau tidak signifikan. Jumlah ikan triploid terbanyak yang dihasilkan pada penelitian ini didapatkan pada kejutan suhu 40 C sebeasar 13,33% jika dibandingkan dengan jumlah ikan triploid pada perlakuan kejutan suhu lainya. Diharapkan dengan diketahui bahwa kejutan suhu dingin berpengaruh untuk menghasilkan individu ikan triploid dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan laju pertumbuhan pada ikan dan khususnya pertumbuhan pada ikan hias.
x
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Mu penulis dapat menyajikan Penelitian Skripsi yang
berjudul Pengaruh Pemberian Kejutan Suhu Dingin Terhadap Usaha Triploidisasi
Ikan Rainbow Boesemani (Melanotaenia boesemani)
Penelitian skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mengerjakan skripsi pada program Strata-1 di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang. Diharapkan skripsi ini berguna bagi
pihak yang membutuhkan sebagai suatu referensi terutama pada perkembangan
dan kemajuan pada sektor ikan hias di Indonesia .
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan skripsi ini
agar tulisan ini bisa bermanfaat bagi segenap pihak yang membutuhkan.
Malang, November 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................................... 4
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................... vi
RINGKASAN ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3 1.4 Hipotesis ............................................................................................ 4 1.5 Kegunaan Penelitian .......................................................................... 4 1.6 Waktu dan Tempat ............................................................................. 4
2. TINAJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5 2.1 Biologi Rainbow Boesemani ............................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi ............................................................. 5 2.1.2 Reproduksi Rainbow Boesemani ................................................ 6 2.1.3 Perkembangan Telur Rainbow Boesemani ................................. 6
2.2 Pertumbuhan Ikan Rainbow Boesemani .......................................... 10 2.3 Triploidisasi ...................................................................................... 11 2.4 Metode Pemberian Kejutan Suhu ..................................................... 12 2.5 Pengaruh Pemberian Kejutan Suhu Dingin ...................................... 13 2.6 Triploidisasi Pada Ikan Hias ............................................................. 13 2.7 Metode Pengecekan Jumlah Kromosom .......................................... 14
3. METODE PENELITIAN ........................................................................................ 17 3.1 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ 17
3.1.1 Alat Penelitian ........................................................................... 17 3.1.2 Bahan Penelitian ....................................................................... 17 3.1.3 Media Penelitian ....................................................................... 17
3.3 Metode Penelitian ............................................................................ 18 3.4 Rancangan Percobaan Penelitian .................................................... 18 3.5 Prosedur Penelitian .......................................................................... 20
3.5.1 Persiapan Penelitian ................................................................. 20 3.6 Parameter Uji ................................................................................... 29
3.6.1 Parameter Utama ...................................................................... 29 3.6.2 Parameter Penunjang ............................................................... 30
3.7 Analisis Data .................................................................................... 31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 32
xii
4.1 Parameter Utama ............................................................................. 32 4.1.1 Embriogenesis Ikan Rainbow Boesemani ................................. 32 4.1.2 Jumlah Ikan Rainbow Roesemani Triploid ................................ 35 4.1.3 Hatcing Rate Telur Ikan Rainbow Boesemani ........................... 39 4.1.4 Survival Rate Ikan Rainbow Boesemani .................................... 42 4.1.5 Growth Rate Ikan Rainbow Boesemani ..................................... 44
4.2 Parameter Penunjang ...................................................................... 46
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 51 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 51 5.2 Saran ............................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53
LAMPIRAN ......................................................................................................... 58
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ikan Rainbow Boesemani (Afini et al., 2016). ................................................... 5
2. Denah Percobaan. ......................................................................................... 19
3. Diagram Alur Aklimatisasi Indukan Rainbow Boesemani. .............................. 20
4. Diagram Alur Pemeliharaan Induk Rainbow Boesemani. ............................... 21
5. Diagram Alur Pemijahan Ikan Rainbow Boesemani. ...................................... 22
6. Diagram Alur Pengamatan Embriogenesis Telur Ikan Rainbow. .................... 23
7. Diagram Alur Pemberian Perlakuan Kejut Suhu Terhadap Telur yang Baru Dibuahi. ............................................................................................................. 24
8. Diagram penetasan telur ................................................................................ 25
9. Diagram Alur Pemeliharaan Larva. ................................................................ 26
10. Diagram Alur Uji Jumlah Kromosom. ........................................................... 27
11. (a) Kromosom larva rainbow boesemani diploid dan (b) kromosom larva boesemani dengan keterangan (Perbesaran 1000x). ........................................ 36
12. (a) Kromosom larva rainbow boesemani triploid dan (b) kromosom larva boesemani dengan keterangan (Perbesaran 1000x). ........................................ 37
13. Persentase larva triploid ikan rainbow boesemani selama penelitian ........... 38
14. Hatching rate larva ikan rainbow boesemani selama penelitian ................... 40
15. Survival rate larva rainbow selama penelitian. ............................................. 43
16. Growth rate larva rainbow boesemani selama penelitian. ............................ 45
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perkembangan Embrio Ikan Pelangi (Melanotaenia boesemani) ..................... 7
2. Perbandingan embriogenesis ikan rainbow boesemani pada literatur dan yang
diamati langsung oleh penulis ............................................................................ 32
3. Data jumlah larva triploid ............................................................................... 37
4. Tabel sidik ragam jumlah larva triploid rainbow boesemani............................ 38
5. Data hatcing rate larva ikan rainbow boesemani (%) .................................... 40
6. Tabel sidik ragam hatcing rate ikan rainbow boesemani ................................ 42
7. Data survival rate pada hari ke 15 larva ikan rainbow boesemani .................. 42
8. Sidik ragam survival rate pada larva ikan rainbow boesemani ....................... 43
9. Data growth rate masing-masing perlakuan ................................................... 44
10. Sidik ragam growth rate pada larva ikan rainbow boesemani ....................... 45
11. Kualitas air Suhu .......................................................................................... 47
12. Kualitas Air DO ............................................................................................ 49
13. Tabel kualitas air pH ................................................................................... 50
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Glosarium ...................................................................................................... 58
2. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................. 60
3. Data Pengamatan dan Analisa Perhitungan Ikan Triploid .............................. 63
4. Data Pengamatan dan Analisa Perhitungan Hatcing Rate ............................. 66
5. Data Pengamatan dan Analisa Perhitungan Survival Rate ............................ 69
6. Data Pengamatan dan Analisa Perhitungan Growth Rate .............................. 72
7. Data Kualitas Air ............................................................................................ 75
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki
potensi sumberdaya ikan yang besar. Di dunia ikan hias, Indonesia mendapat
julukan Home for Hundred of Exotic Ornamental Fish Species. Salah satu
keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia dan patut dibanggakan adalah
keragaman spesies ikan hias air tawar (Kusrini et al. 2015). Sedikitnya ada 240
jenis ikan hias laut (marine ornamental fish) dan 226 jenis ikan hias air tawar
(freshwater ornamental fish). Perkembangan ikan hias di Indonesia mengalami
kemajuan yang terus meningkat, terutama ikan hias air tawar asli Indonesia
(Priono dan Satyani, 2012).
Dewasa ini perkembangan ikan hias air tawar Indonesia memiliki 15 jenis
ikan hias air tawar yang sangat diminati oleh masyarakat yaitu, Arwana, Barbus,
Black ghost, Botia, Cupang, Diskus, Frontosa, Guppy, Koi, Lou Han, Maanvis,
Maskoki, Oskar, Platy, Rainbow (Pelangi) (Lesmana & Daelami 2009). Dari
beberapa jenis yang dibutkan salah satunya adalah ikan rainbow yang paling
diminati masyarakat khususnya penggemar ikan hias karena memiliki morfologi
tubuh dan pola warna yang khas dan unik.
Ikan rainbow boesemani dan ikan rainbow merah merupakan jenis ikan
endemik yang berasal dari Irian Jaya, Indonesia. Kedua jenis ikan ini paling
diminati masyarakat di antara lima genus dan 37 spesies dari famili
Melanotaeniidae (Kadarusman et al. 2010). Ikan rainbow boesemani memiliki
harga jual yang lumayan tinggi yaitu sekitar 10.000 rupiah/ekor sedangkan, ikan
rainbow merah sebesar 5000 rupiah/ekor (Kuncoro 2011). Hal ini menunjukkan
bahwa perkembangan bisnis ikan hias di Indonesia mengalami peningkatan yang
cukup baik.
2
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi benih baik kualitas
maupun kuantitasnya adalah rekayasa genetik atau rekayasa kromosom.
Manipulasi kromosom dapat menghasilkan ikan dengan kualitas genetik yang
unggul, antara lain pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan tinggi dan
resisten terhadap penyakit. Salah satu bentuk manipulasi kromosom adalah
pembuatan ikan poliploid. Poliploid yang banyak dikenal adalah triploid dan
tetraploid. (Nurasni et al, 2012).
Ikan triploid dapat dihasilkan dengan dua cara, yaitu melalui pembuatan
ikan tetraploid disilangkan dengan ikan diploid atau melalui penghambatan
peloncatan polar body II pada saat meiosis II (Pristariyoto et al, 2012). Beberapa
cara dapat dilakukan untuk penghambatan peloncatan polar body II antara lain
dengan pemberian perlakuan fisik seperti melakukan kejutan (shocking) suhu
panas (heat shock) maupun dingin (cold shock), tekanan (hydrostatic pressure)
dan secara kimiawi (Mukti, 2001).
Potensi ikan hias di Indonesia perlu diadakan pemuliaan spesies-spesies
ikan yang dapat dikembangkan di perairan indonesia dan ikan asli endemik
Indonesia yang tidak ditemukan ditempat lain. Salah satu ikan asli Indonesia
adalah ikan rainbow atau ikan pelangi. Ikan ini asli endemik daerah Irian Jaya
yang saat ini menjadi primadona dari para pecinta ikan hias. Ikan ini memiliki
harga yang stabil dan memiliki beragam spesies. Prinsip bioteknologi adalah
usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas benih pada
ikan. Rekayasa genetik yang dilakukan untuk memenuhi tujuan tersebut salah
satunya adalah triploidisasi. Triploidisasi dapat dilakukan dengan berbagai
metode salah satunya adalah dengan perlakuan kejutan suhu dingin. Maka dari
itu, pada penelitian ini untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas benih ikan
Rainbow Boesemani dilakukan usaha triploidisasi dengan memberikan perlakuan
kejutan suhu dingin pada telur ikan yang baru dibuahi.
3
1.2 Rumusan Masalah
Jenis ikan hias rainbow boesemani (M. boesemani) memiliki keunikan
pada warna tubuhnya yang indah dengan adanya garis-garis yang menyerupai
warna pelangi. Ikan rainbow ini juga banyak diminati oleh para pecinta ikan hias
terutama untuk aquascape. Namun para pembudidaya ikan rainbow memiliki
kendala yaitu lamanya masa pertumbuhan ikan rainbow boesemani itu sendiri.
Maka dari itu pada penelitian ini, penulis ingin melakukan uji coba atau penelitian
tentang triploidisasi ikan rainbow boesemani untuk menghasilkan benih ikan
unggul yang memiliki laju pertumbuhan yang lebih baik. Berdasarkan hal tersebut
dapat ditarik beberapa rumusan masalah di antaranya :
• Bagaimana pengaruh perlakuan kejutan suhu terhadap keberhasilan
triploidisasi ikan Rainbow Boesemani?
• Bagaimana pengaruh perlakuan triploidisasi Rainbow Boesemani
terhadap survival rate, growth rate dan hatching rate larva ikan tersebut?
• Berapa suhu pada perlakuan kejutan suhu dingin yang optimal dalam
usaha triploidisasi ikan tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
• Menjelaskan tentang pengaruh pemberian kejutan suhu pada saat
perkembangan embrio terhadap triploidisasi ikan Rainbow Boesemani
(Melanotaenia boesemani).
• Menjelaskan tentang efek triploidisasi terhadap survival rate, growth rate
dan hatching rate pada telur ikan Rainbow Boesemani (Melanotaenia
boesemani)
4
• Menjelaskan mengenai lama waktu dan suhu yang optimal dalam
perlakuan kejutan suhu untuk triploidisasi ikan Rainbow Boesemani
(Melanotaenia boesemani)
1.4 Hipotesis
H0: Pemberian perlakuan kejut dingin pada saat perkembangan embrio ikan
tidak berpengaruh terhadap usaha triploidisasi ikan rainbow boesemani.
H1: Pemberian perlakuan kejut dingin pada saat perkembangan embrio ikan
berpengaruh terhadap usaha triploidisasi ikan rainbow boesemani.
1.5 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai informasi tentang pengaruh
pemberian kejutan suhu dingin terhadap triploidisasi ikan Rainbow Boesemani
untuk meningkatkan daya jual ikan ini.
1.6 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Divisi
Reproduksi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium UPT
Air Tawar Sumber Pasir Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya, Malang pada Bulan Mei – Juni 2017.
5
2. TINAJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Rainbow Boesemani
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Allen dan Cross (1980), klasifikasi ikan rainbow bosemani adalah
sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Osteichthyes
Subclass : Actinopterygii
Ordo : Atheriniformes
Family : Melanotaeniidae
Genus : Melanotaenia
Spesies : Melanotaenia boesemani
Gambar 1. Ikan Rainbow Boesemani (Afini et al., 2016).
Ikan Rainbow Boesemani (M. boesemani) memiliki bentuk tubuh yang
khas yaitu bentuk mulut yang agak panjang, tubuh pipih, sirip punggung dan sirip
perut berbentuk simetris mendekati ekor, bentuk sirip ekor agak bercagak,
memiliki sirip punggung ganda, sirip punggung pertama lebih kecil dibandingkan
sirip punggung kedua yang letaknya berdekatan, sedangkan bentuk kepala untuk
ikan jantan lebih kecil dari ikan betina. Panjang maksimal ikan rainbow
6
boesemani sekitar 9 cm ukuran jantan dewasa dan 7 cm ukuran betina dewasa
(Allen, 1991).
2.1.2 Reproduksi Rainbow Boesemani
Spesies ikan yang berasal dari famili Melanotaeniidae umumnya
tergolong pemijah bertahap, tidak mengasuh anaknya dan memperlihatkan pola
pemijahan yang bervariasi berdasarkan musim yaitu pada musim basah, musim
kering dan sepanjang waktu. Aktivitas reproduksi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: lingkungan, pakan dan genetik. Salah satu faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi pola reproduksi organisme akuatik adalah media
penempelan telur atau substrat (Mustahal et al., 2014).
Menurut Siby et al. (2009), reproduksi terjadi saat ikan telah mencapai
tingkat kematangan tertinggi pada ukuran pertama kali matang gonad (L50) pada
ikan jantan 99,5 mm dan betina 99,2 mm. Hal ini menggambarkan kematangan
pada ikan Rainbow jantan dan betina terjadi pada ukuran yang relatif sama.
Selain itu, pencapaian ukuran pertama kali matang gonad (L50) dapat juga
berbeda pada ikan jantan dan betina. Selain itu diketahui juga bahwa puncak
pemijahan ikan pelangi merah jantan dan betina ikan pelangi merah terjadi saat
musim hujan. Kondisi ini dapat menjamin ketersediaan makanan di alam.
2.1.3 Perkembangan Telur Rainbow Boesemani
Menurut Chumaidi et al. (2009), proses perkembangan embrio ikan
pelangi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu inti sel telur, pembentukan calon
embrio dan perkembangan embrio hingga telur. Perkembangan telur ikan pelangi
dari awal pembuahan hingga telur tersebut menetas membutuhkan waktu
penetasan selama 6 – 7 hari. Dan setelah menetas menjadi larva hingga kuning
telur pada larva tersebut habis membutuhkan waktu hingga 2 – 3 hari.
Perkembangan embrio ikan pelangi dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Perkembangan Embrio Ikan Rainbow (Chumaidi et al. (2009).
Tahap Perkembangan Karakteristik Perkembangan
Durasi Perkembangan
(Menit)
Pembelahan pertama telur membentuk dua sel. Butiran minyak berada pada bidang sisi telu antara kutub anima dan kutub vegetatif
0
Pembelahan kedua inti telur membentuk 4 sel. Butiran minyak bergerak ke bawah menuju kutub vegetatif
61
Pembelahan ketiga inti telur membentuk 8 sel. Butiran minyak berada pada kutub vegetatif
73
Pembelahan keempat inti telur membentuk 16 sel
77
Pembelahan kelima inti telur membentuk 32 sel
142
Pembelahan keenam inti telur membentuk 64 sel
147
8
Pembelahan ketujuh inti telur membentuk banyak sel
234
Morula, sel-sel inti telur mulai bergerak ke bawah melingkupi kuning telur
658
Blastula, sel-sel inti telur telah melingkupi ½ kuning telur
781
Gastrula sel-sel inti telur telah melingkupi 2/3 kuning telur
1.204
Neurula calon embrio sudah terbentuk, beberapa somit sudah terlihat
1.177
Embrio awal. Embrio membentuk huruf C dan terbentuk calon mata
1.310
Embrio akhir. Bintik mata sudah terlihat somit-somit mulai terlihat jelas
1.466
9
Telur menetas menjadi larva
8.660
Hasil penelitian Nugraha (2004), menyatakan proses perkembangan
embrio ikan rainbow akan menetas 7 hari setelah terjadi pembuahan. Telur yang
dibuahi akan terlihat terang di daerah kutub-kutub anima yang mengalami
pembelahan, sementara bagian yang lebih gelap merupakan massa kuning telur
yang terdapat dikutub vegetative dan tidak mengalami pembelahan. Pada
perkembangannya, pembelahan pertama terjadi pada satu jam 13 menit setelah
pembuahan yang menghasilkan dua sel yang ukurannya sama besar, tetapi lebih
kecil dari satu sel sebelumnya. Pembelahan kedua terjadi satu jam 45 menit
setelah pembuahan yang menghasilkan empat sel yang ukurannya sama besar,
tetapi lebih kecil dari dua sel sebelumnya. Pembelahan kedua ini diawali dengan
dua buah blastomer yang masing-masing membelah menjadi dua sel sehingga
menghasilkan empat buah blastomer yang sama besar. Keempat buah blastomer
tersusun dalam dua baris yang sejajar dimana setiap baris terdiri dari dua buah
blastomer yang sama besar. Peristiwa selanjutnya adalah pembelahan ke tiga,
ke empat, ke lima dan seterusnya hingga membentuk morula pada lima jam
delapan menit setelah pembuahan. Pada saat morula ini sel-sel hasil
pembelahan sulit untuk dihitung jumahnya. Setelah fase morula, fase berikutnya
adalah fase blastula dengan ditandai terbentuknya rongga blastosul dibawah
blastoderm dan lapisan troploblas/periblas dibawah blastosul. Terjadi tepat tujuh
jam 45 menit setelah pembuahan. Perubahan selanjutnya adalah dari fase
blastula menjadi fase glastrula. Perubahan fase blastula ke fase glastrula ini
membutuhkan waktu empat jam 42 menit atau 12 jam 27 menit dari fase
pembuahan. Fase glastrula ini ditandai dengan adanya lekukan pada bagian
10
endoderm, sehingga terdapat tiga lapisan yaitu ektoderm, mesoderm, dan
endoderm. Perkembangan selanjutnya adalah fase awal organogenesis teramati
18 jam 50 menit setelah pembuahan dengan dimulai pembentukan tabung yang
menyerupai bentuk tubuh atau disebut juga notokorda. Kemudian akan muncul
tonjolan yang menyerupai bentuk tubuh atau disebut notokorda. Kemudian akan
muncul tonjolan yang menyerupai bakal kepala, bakal tubuh dan setelah itu akan
muncul somit. Pada 35 jam 42 menit setelah pembuahan fase bintik mata
terbentuk. Pertama-tama akan terdapat bakal mata yang kemudian dari jam ke
jam mata tersebut berubah warna dari coklat muda, coklat tua hingga mata
sudah benar-benar berwarna hitam. Pada saat bersamaan juga kuning telur
diserap oleh tubuh embrio untuk pembentukan organ-organ tubuhnya. Setelah 47
jam 26 menit embrio ikan akan terlihat mulai bergerak-gerak, walaupun tidak
secara aktif akan tetapi ini menandakan bahwa embrio dalam telur tersebut telah
ditiupkan ruh. Setelah pergerakan pertama kali embrio ini maka secara sedikit
demi sedikit akan terjadi pembentukan organ-organ tubuh yang lain hingga
embrio siap untuk menetas, yaitu ketika tujuh hari setelah pembuahan. Jika telur
sudah menetas pada larva tersebut masih mempunyai kantong kuning telur.
Kuning telur ini bias bertahan 2-3 hari sebagai cadangan makanan.
2.2 Pertumbuhan Ikan Rainbow Boesemani
Dalam perkembangan hidupnya, ikan rainbow mengalami beberapa fase
kehidupan yaitu telur, larva, benih, dewasa, induk. Menurut Chumaidi et al.,
(2009), proses embryogenesis yang terjadi pada ikan pelangi merah berlangsung
relatif lama yaitu 125 jam. Setelah proses embriogenesi, larva ikan rainbow
merah ketika menetas sudah memiliki sirip dada dan sirip ekor yang masih
menyatu dengan anal dan sirip punggung. Larva ikan rainbow sudah membentuk
sirip dada sebelum larva menetas, sedangkan pada spesies rainbow sirip dada
terlihat ketika larva baru menetas
11
Larva ikan rainbow boesemani yang baru menetas sudah memiliki sirip
dada namun sirip anal dan sirip punggung masih menyatu dengan sirip ekor yang
berbentuk bulat. Larva ikan rainbow boesemani yang berusia 11 hari sudah
mengalami pembelokan tulang ekor di sirip ekor. Larva ikan rainbow boesemani
usia 14 hari sudah terlihat sirip anal dan sirip punggung dengan panjang total
8.12 mm dengan sirip anal yang sudah memiliki jarijari sirip yang lebih mengeras.
Jarijari sirip punggung terlihat mengeras ketika larva ikan rainbow boesemani
berusia 18 hari dan belum terlihat sirip punggung yang terbagi menjadi dua
bagian (Yuliani, 2013).
2.3 Triploidisasi
Salah satu proses poliploidisasi adalah triploidisasi dengan terbentuknya
individu yang memiliki kromosom tiga set yang steril. Triploidisasi telah dilakukan
dan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan. Pembentukan ikan
triploid dilakukan dengan memberi kejutan panas pada telur yang dibuahi secara
normal pada saat tingkat meiosis II. Pemberian kejutan tersebut diharapkan
dapat mencegah terlepasnya polar-body II sehingga terbentuk keadaan triploid
(Nurasni, 2012). Ikan triploid dapat dihasilkan dengan dua cara, yaitu melalui
pembuatan ikan tetraploid disilangkan dengan ikan diploid atau melalui
penghambatan peloncatan polar body II pada saat meiosis II (Pristiariyoto, 2013).
Poliploidisasi adalah usaha, proses atau kejadian yang menyebabkan
individu berkromosom lebih dari dua set. Salah satunya yang paling populer
adalah triploidisasi. Individu triploid adalah individu yang memiliki tiga set
kromosom (3n). Individu tersebut bersifat steril sehillgga memiliki laju
pertumbuhan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan individu normal. Hal ini
dikarenakan individu triploid tidak membutuhkan energi untuk perkembangan
12
gonadnya sehingga energi tersebut dapat digunakan untuk pertuinbuhan
tubuhnya (Widiyanti, 2008).
2.4 Metode Pemberian Kejutan Suhu
Pada penelitian mengenai poliploidisasi telah dilakukan pada beberapa
kelompok ikan untuk menghasilkan ikan poliploid melalui induksi kejutan dingin.
Pemberian kejutan suhu biasanya dilakukan pada saat perkembangan telur ikan
atau beberapa saat setelah telur terbuahi oleh sperma pejantan. Perlakuan
kejutan suhu dingin untuk dapat memperlihatkan individu triploidisasi pada
penelitian yang dilakukan oleh Tian-jun Xu dan Song-lin Chen (2010), kejutan
suhu dingin 3°C dilakukan tiga atau empat menit setelah pembuahan telur oleh
sperma jantan pada ikan Japanese flounder (Paralichthys olivaceus). Menurut
Hartono dan Witoko (2012), pembentukan individu triploid pada ikan patin dapat
dilakukan dengan kejutan suhu 40C yang dilakukan dua sampai lima menit
setelah proses pembuahan. Sedangkan Cassani dan Caton (1985), menyatakan
untuk menghasilkan individu triploid pada ikan grass carp dapat dilakukan
dengan kejutan dingin pada suhu 5-70C pada saat 2-4 menit setelah terjadi
pembuahan.
Menurut Van Eenennaam (1995), untuk menghasilkan individu triploid
pada ikan dapat dilakukan dengan kejutan suhu dingin 30C pada saat setelah
terjadi proses pembuahan telur oleh sperma jantan. Menurut Hartono dan
Febriani (2013), kejutan suhu dingin 40C pada telur ikan patin yang telah dibuahi
dapat menghasilkan individu triploid ikan patin. Kejutan suhu dingin 40C
dilakukan 3 menit setelah terjadi pembuahan. Sedangkan Marx dan Sukumaran
(2007), menyatakan kejutan suhu dingin 50C dapat menghasilkan individu triploid
pada ikan lele (Clarias gariepinus). Kejutan suhu dingin 50C dilakukan saat
setelah 2-4 menit terjadi pembuahan.
13
2.5 Pengaruh Pemberian Kejutan Suhu Dingin
Efek atau pengaruh dari perendaman telur yang dilakukan dalam suhu
rendah untuk beberapa saat tentunya mempunyai pengaruh dalam proses
ploidisasi. Hal ini dijelaskan oleh Ulusu dan Tezcan (2001), bahwa kejutan suhu
dingin dapat mempengaruhi komposisi membran dan fungsi susunan membran
yang optimal. Kejutan dingin juga dapat mempengaruhi pembelahan sel pada
telur ikan. Selain itu, kejutan suhu rendah dapat merusak protein-protein pada
sitoplasma telur. Perlakuan perendaman telur ini dilakukan setelah beberapa
saat terjadi pembuahan.
Menurut Hartono et al. (2016), bahwa perlakuan kejutan suhu rendah
dapat menyebabkan kematian pada telur, hal ini disebabkan karena adanya
kerusakan sitoplasma pada telur itu sendiri. Selain itu, perlakuan kejutan suhu
rendah juga dapat menyebabkan kerusakan pada benang spindle yang terbentuk
selama proses pembelahan sel didalam telur. Hal ini disebabkan karena adanya
kejutan ganda pada telur yang sudah diberikan kejutan suhu dingin (3-50C) akan
langsung diinkubasi pada perairan dengan suhu normal. Hal ini juga dapat
mempengaruhi daya tetas pada telur tersebut.
2.6 Triploidisasi Pada Ikan Hias
Triploidisasi umumnya telah banyak dilakukan pada ikan konsumsi namun
rekaya genetik berupa triploidisasi juga telah dilakukan pada ikan hias. Salah
satu usaha triploidisasi pada ikan hias telah dilakukan Uma dan Chandran
(2008), pada ikan hias black tetra (Gymnocorymbus ternetzi) dengan
menggunakan kejutan suhu dingin 90C pada telur ikan black tetra yang baru saja
dibuai dengan waktu kejutan suhu dingin yang optimal selama 2,75 menit.
Setelah dilakukan kejutan suhu dingin, telur dimasukan ke dalam akuarium untuk
proses inkubasi telur dengan suhu 250C sampai terjadinya penetasan telur.
14
Penelitian mengenai triploidisasi pada ikan hias tidak hanya pada ikan
black tetra saja, triploidisasi pada ikan hias lainnya telah dilakukan
Sumantadinata dan Hadiroseyani (2002) yang melakukan triploidisasi pada ikan
hias lain yaitu ikan koi dengan menggunakan kejutan suhu panas dan kejutan
suhu dingin. Pada kejutan suhu panas menggunakan suhu 400C dan suhu dingin
dapat menggunakan suhu 40C pada telur yang telah dibuahi selama 1-1,5 menit
dan dilakukan 2-3 menit setelah terjadi pembuahan pada telur. Triploidisasi pada
ikan koi ini bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan perbaikkan
warna pada tubuh ikan koi.
2.7 Metode Pengecekan Jumlah Kromosom
Pengujian jumlah kromosom pada ikan yang diberi perlakuan merupakan
kunci dari keberhasilan pada penelitian yang dilakukan ini. Ada beberapa metode
pengecekan jumlah kromosom pada makhluk hidup dan ikan pada khususnya
adalah metode yang digunakan oleh Said et al. (2003), pada penelitian ini juga
dilakukan perhitungan jumlah kromosom ikan rainbow. Pada metode perhitungan
kromosom yang digunakan ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan
diantaranya adalah:
a. Persiapan Jaringan
Sejumlah larva ikan berumur 10 - 30 hari direndam dalam larutan kolkisin
0,01 - 0,09% w/v (70 - 90 mg kolkisin dalam 1 L air pemeliharaan). Larva
dibiarkan berenang selarna 7,5 - 9,0 jam. Larva kemudian dimatikan dan
dimasukkan dalam larutan hipotonik 0,075M KCI selama 90 - 100 menit. Larva
kemudian difiksasi dengan larutan Carnoy yaitu campuran etanol absolut dengan
asam asetat glasial (dengan perbandingan 3:1) selama 2x30 menit.
15
b. Pembuatan Preparat
Larva yang telah difiksasi dikeringkan dengan kain kasa atau kertas tisu
kemudian ditempatkan dalam kaca objek cekung dan ditetesi 3 - 5 tetes asam
asetat 50%. Larva diaduk dengan scalpel sampai terbentuk suspensi. Suspensi
diambil menegunakan pipet pasteur kemudian dibuat ring (lingkaran) pada kaca
obyek yang telah diletakkan di atas hot plate pada suhu 45 - 500C. Pembuatan
lingkaran dilakukan dengan cara mengeluarkan suspense, lalu dihisap kembali.
Pada tiap preparat dapat dibuat 3 - 4 lingkaran dan setiap sampel suspensi dapat
dibuat 4 - 5 buah preparat.
c. Pewarnaan Preparat
Preparat yang dihasilkan diwarnai menggunakan Giemsa yang dilarutkan
dalam Phosphat Buffer Saline/PBS pH 6. 88 dengan perbandingan 1:30, selama
30-60 menit. Preparat kemudian dicuci dengan air mengalir lalu dikering
anginkan. Hasilnya diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 400 - 1000 kali.
Preparat dengan sebaran yang baik dipotret dengan perbesaran 1000 kali untuk
kemudian dianalisis.
d. Pengamatan dan Pengambilan Data
Analisis diiakukan terhadap jumlah dan bentuk kromosom. Jumlah
kromosom dihitung dan diambil dari 10 - 20 ring dengan sebaran yang baik.
Untuk menentukan jumlah kromosom, perlu dilakukan perhitungan secara
manual dan jika ikan memiliki kromosom triploid maka jumlah kromosom akan
menjadi setengah kali lebih banyak dari ikan normal, sedangkan ikan tetraploid
memiliki jumlah kromosom dua kali kromosom ikan normal.
Sedangkan pada penelitian lain yang membahas tentang triploidisasi
yang dilakukan oleh Alawi et al. (2009), penentuan keberhasilan induksi triploid
dievaluasi berdasarkan pengukuran sel darah merah (diameter panjang, pendek,
luas dan volume sel) saat ikan berumur 40 hari. Hasil studi memperlihatkan
16
bahwa sel darah merah (luas atau volume) ikan triploid lebih besar dari sel darah
merah diploid. Tingkat induksi triploid dihitung berdasarkan volume sel darah
merah 1.5 kali dari sel darah diploid dari 12 ekor ikan yang disampel.
17
3. METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan Penelitian
3.1.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain heater aquarium 75
watt, akuarium pemijahan ukuran 50 x 30 x 30 cm, akuarium pemeliharaan induk
berukuran 120 x 50 x 50 cm, toples ukuran 4 liter, toples ukuran 15 liter,
thermometer akuarium, kotak sterofoam, pipet tetes, mikroskop binokuler,
kamera, aerator set, alat tulis, rak akuarium, seser, substrat penempelan telur
ikan, sectio set, hot plate, kabel roll dan objek glass, timbangan analitik, DO
meter, pH meter, heater masak, cawan petri, beaker glass.
3.1.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain indukan ikan
rainbow boesemani (M. boesemani) yang didapatkan dari petani ikan di
Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, pakan alami berupa
artemia, jentik nyamuk, cacing darah beku, telur ikan rainbow, asam asetat, KCL,
giemsa, akuades, asam asetat glasial, kolkisin.
3.1.3 Media Penelitian
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium yang
berukuran 50 x 30 x 30 cm yang berisi air tawar berjumlah lima buah untuk
pemijahan indukan ikan rainbow dan tiga buah akuarium berukuran 120 x 50 x 50
cm untuk tempat pemeliharaan indukan. Kemudian dibutuhkan juga toples
ukuran 15 liter untuk inkubasi telur yang sudah diberikan perlakuan suhu. Toples
ukuran 4 liter yang digunakan untuk pemberian perlakuan kejutan suhu yang
diberi heater dan thermometer, sedangkan akuarium untuk pembesaran larva
berukuran 120 x 40 x 15 cm dengan masing-masing tempat adalah 20 x 10 x 15
18
cm. Air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tandon air yang ada di
Laboratorium Budidaya divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Brawijaya Malang. Sedangkan untuk pengecekan jumlah
kromosom ikan yang diberi perlakuan, dilakukan di Laboratorium UPT Air Tawar
Sumber Pasir Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya,
Malang.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dan
eksperimen. Budiarto (2002), menjelaskan bahwa metode deskriptif dapat
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta. Sedangkan menurut Hartanto (2003), bahwa
dasar penelitian eksperimen adalah menguji hubungan satu sebab (cause) dan
akibat (effect). Sistem yang digunakan dalam pengujian yaitu tertutup dengan
kondisi terkontrol. Rancangan penelitian ini berguna untuk mendapatkan
informasi yang relevan.
3.4 Rancangan Percobaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Desain
rancangan acak lengkap ini digunakan karena percobaan dilakukan di
laboratorium dengan kondisi lingkungan yang dapat dikontrol (Nazir, 2003). RAL
merupakan rancangan penelitian yang paling sederhana dengan bahan yang
homogen dan perlakuan terbatas. Keuntungan menggunakan RAL yaitu denah
perancangan lebih mudah, analisis statistik terhadap subjek percobaan sangat
sederhana, fleksibel dalam penggunaan jumlah perlakuan dan jumlah ulangan,
kehilangan informasi relatif sedikit dalam hal data hilang dibandingkan dengan
rancangan lain (Novianti et al., 2014).
19
Penelitian ini dilakukan peneliti didasari oleh beberapa alasan tertentu.
Dari beberapa alasan diantaranya adalah pemijahan secara alami dipilih karena
ikan rainbow tidak bisa untuk distriping dan juga pemberian kejut suhu dilakukan
dengan dasar sebelum terbentuknya kutub anima pada telur, sehingga dapat
disimpulkan badan polar belum meninggalkan sel telur yang baru saja dibuahi,
sedangkan pemilihan suhu kejut 3, 4 dan 5 ⁰C karena pada suhu 4 ⁰C dapat
mengakibatkan komposisi dan fungsi susunan membran pada telur tidak optimal.
Pada suhu 4 ⁰C juga dapat mempengaruhi pembelahan sel pada telur ikan yang
diakibatkan rusaknya protein-protein pada sitoplasma telur. Suhu 3 dan 5⁰C
dipilih karena suhu tersebut satu derajat di atas dan di bawah suhu yang dapat
mendenaturasi protein. Lama kejutan suhu dipilih 90 detik dari hasil persiapan
penelitian. Pada lama waktu ini didapati daya tetas telur yang paling tinggi dari
waktu 120 dan 150 detik, sehingga dipilih untuk meningkatkan telur yang
menetas dengan tujuan untuk meningkatkan ketelitian dengan adanya telur yang
berhasil menetas lebih banyak.
K : Perlakuan kontrol, yaitu penetasan telur ikan secara normal (biasa)
A : Perlakuan kejutan suhu dingin 3˚C pada telur yang baru terfertilisasi selama
90 detik
B : Perlakuan kejutan suhu dingin 4˚C pada telur yang baru terfertilisasi selama
90 detik
C : Perlakuan kejutan suhu dingin 5˚C pada telur yang baru terfertilisasi selama
90 detik
Gambar 2. Denah Percobaan. Keterangan : (K-C) Perlakuan, (1-3) = Ulangan
K3 A3 B1 C2 C1 B3
A2 K2 A1 B2 C3 K1
20
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Persiapan Penelitian
a. Aklimatisasi Indukan Rainbow Boesemani
• Aklimatisasi yang dilakukan pertama adalah menyiapkan wadah
pemeliharaan berupa akuarium dengan dimensi 120 x 50 x 50 cm.
Penggunaan akuarium yang relatif besar dengan tujuan agar fluktuasi
suhu yang tinggi dapat dihindari karena banyaknya jumlah volume air,
sehingga suhu cenderung mudah dikontrol.
• Akuarium tersebut kemudian dibersihkan dan diisi air dengan ketinggian
40 cm.
• Akuarium yang telah berisi air, selanjutnya diberi filter air untuk menjaga
kebersihan akuarium dan memberi gerakan air agar mempermudah
terjadinya difusi oksigen dan diberi heater aquarium 50 watt sebanyak
empat buah dan di atur suhunya 30ºC.
• Satu dari lima heater yang telah dipasang setiap satu minggu sekali
dilepas, sehingga pada hari ke 28 akuarium tidak menggunakan heater
Akuarium Pemeliharaan
Diberi heater 4 buah, Thermometer dan Aerasi pada akuarium tersebut
Aklimatisasi dilakukan selama satu bulan
Setiap satu minggu sekali heater yang terpasang pada akuarium dilepas
satu persatu
Pada minggu ke empat akuarium yang digunakan untuk memelihara
ikan sudah tidak menggunakan heater lagi
Gambar 3. Diagram Alur Aklimatisasi Indukan Rainbow Boesemani.
21
sama sekali. Hal ini bertujuan agar ikan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru.
b. Pemeliharaan Induk Rainbow Boesemani
• Pemeliharaan induk ikan rainbow boesemani (Melanotaenia boesemani)
meliputi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00
dan pada sore hari pukul 16.00.
• Pakan yang digunakan dalam pemeliharaan induk adalah pakan berupa
cacing darah beku. Untuk satu kali memberi pakan berjumlah 12 kotak
dan cacing darah beku sebelumnya juga harus diencerkan terlebih dahulu
setelah itu diberikan pada induk.
• Penyifonan atau pembersihan akuarium dari lumut, feses dan kotoran lain
dilakukan setiap tiga hari sekali atau dilakukan dua kali dalam satu
minggu. Penyifonan ini juga bertujuan agar induk ikan rainbow terhindar
dari berbagai penyakit. Alat yang digunakan untuk penyifonan selang
berukuran 0.5 dim/inchi dan metode yang digunakan adalah metode flow
water. Flow water itu berarti pada saat air mulai keluar juga harus
ditambahkan air kedalam akuarium yang sedang dibersihkan.
Indukan Rainbow Boesemani
Diberi pakan dua kali sehari
Pagi pukul 07.00 dan sore pukul 16.00 diberi pakan berupa cacing
darah beku yang berjumlah 12 kotak
Penyifonan kotoran dan sisa pakan dilakukan setiap dua kali dalam satu
minggu
Gambar 4. Diagram Alur Pemeliharaan Induk Rainbow Boesemani.
22
c. Pemijahan Ikan Rainbow Boesemani
• Pemijahan dilakukan di dalam akuarium yang memiliki dimensi 50 x 30 x
30 cm yang diisi air dengan ketinggian 40 cm.
• Akuarium pemijahan dilengkapi dengan airator yang menjamin adanya
oksigen terlarut dalam air.
• Sebelum dipijahkan, ikan jantan dan betina dipasangkan selama tiga hari
tanpa memberikan substrat untuk penempelan telur.
• Pemijahan dilakukan pada hari keempat setelah tiga hari dipasangkan
dengan perbandingan antara jantan dan betina adalah 2:3.
• Setelah ikan dipasangkan selama tiga hari, kemudian pada hari keempat
ketinggian air dalam akuarium diturunkan menjadi 20 cm dan aerator juga
tetap dinyalakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen terlarut dalam air.
• Akuarium yang telah dikurangi ketinggian airnya kemudian di beri substrat
berupa tali rafia di dalamnya berjumlah lima buah pada pukul 16.00 WIB.
Akuarium pemijahan diberi substrat berupa tali rafia yang dilengkapi
pemberat berjumlah tiga buah
Indukan Jantan dan Betina
Dipasangkan pada akuarium pemijahan selama tiga hari
Perbandingan pada tiap-tiap akuarium pemijahan antara jantan dan
betina adalah 2:3
Pada hari ke empat, setelah diberi pakan air pada akuarium pemijahan
diturunkan menjadi 20 cm
Pemijahan berlangsung selama satu malam dan selama masa
pemijahan dilakukan pengontrolan setiap 30 menit sekali
Gambar 5. Diagram Alur Pemijahan Ikan Rainbow Boesemani.
23
• Ikan diawasi terus sepanjang malam untuk pengambilan telur yang baru
saja dibuahi untuk selanjutnya diberikan perlakuan kejutan suhu.
• Telur yang baru saja dikeluarkan oleh induk betina dan dibuahi oleh
sperma induk jantan secepatnya dikeluarkan dari perairan untuk
selanjutnya diberikan perlakuan suhu.
• Pemijahan ikan ini akan berakhir pada pagi hari pada pukul 05.00 WIB
substrat diangkat dan air kembali diisi dengan ketinggian 40 cm.
d. Pengamatan Embriogenesis Telur Ikan Rainbow
• Pengamatan embriogenesis telur ikan dilakukan dari pertama telur
diangkat sampai telur menetas.
• Pengamatan dilakukan pada setiap perlakuan yang dilakukan pada ikan
(kontrol, kejut suhu 3o, 4o dan 5⁰C).
• Pengamatan dilakukan dengan objek glass cekung di bawah mikroskop
dengan perbesaran 40 dan 100 kali.
Telur yang diangkat dari akuarium 30 menit setelah dilakukannya
pemijah dimulai kontroling pada pukul 00.00
Diangkat dari akuarium dan diganti setelah substrat lama diambil
Telur yang menempel pada substrat diambil satu dan diamati sesuai
dengan literature yang telah didapat
Khusus untuk embryogenesis telur dengan perlakuan, sebelum telur
diamati terlebih dahulu dilakukan kejutan suhu 3o, 4o dan 5⁰C
Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan objek glass cekung
dengan perbesaran 40 sampai 100 kali
Gambar 6. Diagram Alur Pengamatan Embriogenesis Telur Ikan Rainbow.
24
• Hasil dari pengamatan embriogenesis berguna untuk menentukan kapan
dilakukan kejutan suhu yang tepat untuk membuat usaha triploidisasi ikan
ini berhasil.
e. Pemberian Perlakuan Kejut Suhu Terhadap Telur yang Baru Dibuahi
• Pemberian kejutan suhu dilakukan menggunakan toples ukuran 4 liter
yang suhunya disesuaikan dengan cara mencampurkan es batu dengan
air biasa dan ditunggu sampai suhu yang diinginkan.
• Kejutan suhu (perendaman) dilakukan selama 90 detik.
• Perendaman dilakukan dengan cara mengambil substrat dari akuarium
pemijahan yang telah berisi telur dan derendam beserta substratnya.
• Suhu yang digunakan untuk perendaman adalah 3o, 4o dan 5°C.
• Setelah perendaman selesai, telur yang telah diberi perlakuan
dikembalikan ke dalam wadah penetasan toples berukuran 15 liter
dengan suhu air yang normal.
• Jika telur yang telah diberi perlakuan kejutan suhu berhasil menetas
berarti telur tersebut mampu bertahan dengan perlakuan kejutan suhu
yang diberikan dan bisa dipelihara sampai menjadi dewasa.
Toples ukuran 4 liter diisi air yang suhunya disesuaikan dengan masing-
masing perlakuan yang diinginkan
Telur dalam substrat langsung dimasukkan ke dalam toples ukuran 4
liter yang suhunya sudah disesuaikan dan perendaman dilakukan
selama 90 detik
Telur yang sudah diberi perlakuan kemudian dikembalikan pada wadah
penetasan toples ukuran 15 liter
Penetasan akan berlangsung selama satu minggu
Gambar 7. Diagram Alur Pemberian Perlakuan Kejut Suhu Terhadap Telur yang Baru Dibuahi.
25
f. Penetasan Telur
• Pada penetasan telur diberikan suhu kamar selama masa penetsan,
penetasan ini berlangsung selama 6 sampai 7 hari terhitung dari hari
pertama kali telur dibuahi.
• Selama masa penetasan telur setiap hari pada perkembangan telur
diamati dan dihitung telur yang mati dan dilakukan pemeliharaan agar
telur tetap bersih terhindar dari kotoran-kotoran.
• Tempat penetasan telur adalah toples berukuran 15 liter dan diberi
aerator agar telurnya tetap mendapatkan oksigen terlarut yang optimal.
• Setiap wadah diberi penetasan telur diberikan atau diletakkan telur yang
berjumlah 25 butir.
• Selama masa penetasan telur setiap harinya diamati, untuk memonitoring
kesehatan telur untuk menghitung jumlah telur yang sehat dan mati, serta
untuk menentukan jumlah hatcing rate telur yang didapat.
Telur di letakkan pada wadah penetasan toples ukuran 15 liter yang
masing-masing berjumlah 25 butir
Dimasukkan pada toples berukuran 15 liter dan diberi kertas label
Penetasan berlangsung selama 6-7 hari
Setiap pagi dikontrol kesehatan dan kebersihan dari tempat penetasan
Setelah telur menetas dilakukan perhitungan hatcing rate dengan rumus
(Murni et al., 2015)
Gambar 8. Diagram penetasan telur
26
g. Pemeliharaan Larva
• Pemeliharaan larva dilakukan menggunakan inkubator yang memiliki
resirkulasi air ukuran 120 x 40 x 15 dengan masing-masing tempat adalah
20 x 10 x 15 cm.
• Bak pemeliharaan dilengkapi dengan thermometer akuarium yang
berfungsi sebagai penanda suhu. Jika sewaktu-waktu suhu mengalami
perubahan yang derastis bisa langsung ditangani.
• Pemeliharaan larva dari menetas berlangsung selama 15 hari, sampai
larva siap untuk diamati jumlah kromosomnya. Selama pemeliharaan juga
diamati dan dicatat bila ada larva yang mati.
• Sebelum dilakukan uji kromosom ikan terlebih dulu dihitung survival rate
dan growth rate untuk mengetahui perkembangan larva tersebut.
Penetasan berlangsung selama 6-7 hari
Dilakukan pada akuarium inkubator dengan ukuran 20 x 10 x 15 cm
Setelah berusia 15 hari ikan siap dicek jumlah kromosomnya
Diberi pakan setiap pagi dan sore menggunakan artemia secukupnya
(Mambrasar et al., 2015)
Dihitung SR nya
Dihitung GR nya
(Afrianto dan Liviawaty, 2005)
Gambar 9. Diagram Alur Pemeliharaan Larva.
27
h. Uji Jumlah Kromosom
Larva umur 15 hari
Dilakukan perendaman larva ikan dalam larutan kolkisin 0,01 -0,09%
w/v (10-90 mg kolkisin dalam 1 L air pemeliharaan). Larva dibiarkan
berenang selarna 7,5 - 9,0 jam.
Setelah dilakukan perendaman, larva ikan kemudian dimatikan dan
dimasukkan dalam larutan hipotonik 0,075M KCI selama 90 - 100 rnenit.
Larva kemudian difiksasi dengan larutan Carnoy yaitu campuran etanol
absolut dengan asam asetat glasial (dengan perbandingan 3 : 1 )
selama 2x30 menit.
Selanjutnya dilakukan pembuatan preparat yaitu dengan cara larva
yang telah difiksasi dikeringkan dengan kain kasa atau kertas tisu
kemudian ditempatkan dalam kaca objek cekung dan ditetesi 3 - 5 tetes
asam asetat 50%. Larva diaduk dengan scalpel sampai terbentuk
suspensi.
Selanjutnya supensi diambil menggunakan pipet Pasteur kemudian
dibuat ring (lingkaran) pada kaca obyek yang telah diletakkan di atas hot
plate pada suhu 45 - 500C. Pada tiap preparat dapat dibuat 3 - 4
lingkaran.
Selanjutnya dilakukan pewarnaan preparat menggunakan giemsa yang
dilarutkan dalam Phosphat Buffer Saline/PBS pH 6,88 dengan
perbandingan 1:30 selama 30-60 menit.
Preparat kemudian dicuci dengan air mengalir lalu dikeringanginkan.
Preparat kemudian diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 400 -
1000 kali.
Preparat dengan sebaran yang baik didokumentasikan dengan
perbesaran 1000 kali urtuk kemudian dianalisis dan dihitung jumlah
kromosomnya.
Dihitung jumlah ikan yang memliki kromosom triploid
(Nurasni, 2012)
Gambar 10. Diagram Alur Uji Jumlah Kromosom.
28
• Larva yang telah dipelihara selama 15 hari diambil 5 ekor larva ikan
sebagai sampel setiap perlakuan selanjutnya dilakukan uji jumlah
kromosom di bawah mikroskop.
• Persiapan jaringan dengan larva ikan direndam dalam larutan kolkisin
0,01 -0,09% wlv (10-90 mg kolkisin dalam 1 L air pemeliharaan). Larva
dibiarkan berenang selarna 7,5 - 9,0 jam.
• Larva kemudian dimasukkan dalam larutan hipotonik 0,075M KCI selama
90 - 100 rnenit.
• Larva kemudian difiksasi dengan larutan Carnoy yaitu campuran etanol
absolut dengan asam asetat glasial (dengan perbandingan 3 : 1 ) selama
2x30 menit.
• Pembuatan preparat yaitu dengan cara larva yang telah difiksasi
dikeringkan dengan kertas saring kemudian ditempatkan dalam kaca
objek cekung dan ditetesi 3-5 tetes asam asetat 50%. Larva diaduk
dengan scalpel sampai terbentuk suspensi.
• Suspensi diambil menegunakan pipet Pasteur kemudian dibuat rrirg
(lingkaran) pada kaca obyek yang telah diletakkan di atas hot plate
pada suhu 45 – 50 0C.
• Pembuatan lingkaran dilakukan dengan cara mengeluarkan suspensi,
lalu dihisap kembali. Jadi pada saat setelah meneteskan atau
mengeluarkan lalu dihisap kembali berfungsi agar pada saat dipanaskan
tidak menggumpal.
• Pada tiap preparat dapat dibuat 3-4 lingkaran dan setiap sampel suspensi
dapat dibuat 4 - 5 buah preparat.
29
• Pewarnaan Preparat menggunakan giemsa yang dilarutkan dalam
Phosphat Buffer Saline/PBS pH 6,88 dengan perbandingan 1:30, selama
30-60 menit.
• Preparat kemudian dicuci dengan air mengalir lalu dikeringanginkan.
Hasilnya diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 400 - 1000 kali.
• Preparat dengan sebaran yang baik didokumentasikan dengan
perbesaran 1000 kali untuk kemudian dianalisis dan dihitung jumlah
kromosomnya.
• Ikan sampel yang telah dihitung jumlah kromosomnya kemudian dicatat
untuk mendapatkan hasil dan dapat ditarik kesimpulan.
3.6 Parameter Uji
3.6.1 Parameter Utama
Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
A. Embriogenesis telur ikan rainbow praecox (M. boesemani)
Pengamatan perkembangan embrio ikan rainbow diperlukan untuk
mengetahui kapan sebaiknya dilakukan kejutan suhu. Menurut Nurasni (2012),
untuk membentuk individu triploid kejutan yang pas adalah ketika telur
mengalami perkembangan meiosis dua yaitu sebelum keluarnya badan polar
kedua dari dalam sel telur yang telah terbuahi.
B. Jumlah ikan yang memiliki jumlah kromosom triploid (presentase)
Induksi ikan triploid ditentukan dengan jumlah kromosom yang berasal
dari 5 individu secara acak (random) per perlakuan. Nurasni (2012), menyatakan
bahwa induksi ploidisasi dapat dihtiung dengan rumus sebagai berikut:
30
•
C. Hatching rate telur dari masing-masing perlakuan
Untuk mengukur daya tetas telur dilakukan dengan menghitung jumlah
telur yang menetas dibagi jumlah total telur yang dibuahi dikalikan seratus
persen. Murni et al. (2015), menjelaskan bahwa perhitungan penetesan telur ikan
dihitung menggunakan rumus:
•
D. Survival rate ikan dari masing-masing perlakuan
Survival rate atau sintasan menurut Mambrasar et al. (2015), menyatakan
bahwa untuk menghitung sintasan hidup larva dengan mencatat jumlah larva
yang mampu bertahan hidup selama masa pemeliharaan. Perhitungan sintasan
hidup larva dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
•
E. Growth rate Ikan dari masing-masing perlakuan
Growth rate atau laju pertumbuhan mutlak dapat dihitung dengan cara
bobot awal larva dibagi dengan bobot akhir larva yang dipelihara selama
beberapa hari. Hasil ini dapat diketahui dari pembagian antara Wt atau berat
akhir larva denngan W0 atau berat awal larva pada awal masa pemeliharaan
(Afrianto dan Liviawaty, 2005).
•
3.6.2 Parameter Penunjang
Penelitian yang akan dilakukan peneliti terdapat tiga parameter
penunjang yang diamati. Selama penelitian berlangsung dilakukan pengamatan
terhadap kualitas air media budidaya meliputi suhu, pH dan DO. Pengukuran
31
suhu menggunakan Thermometer, pengukuran pH menggunakan pH meter dan
pengukuran DO menggunakan DO meter.
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan
menggunakan analisis keragaman (ANOVA). Rancangan percobaan yang
digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dilakukan uji BNT dengan
selang kepercayaan 95%-99% untuk menguji apakah terdapat pengaruh antar
perlakuan yang diberikan. Jika terdapat pengaruh yang berbeda nyata, maka
dilanjutkan uji Ortogonal untuk mengetahui perlakuan yang memberikan hasil
tertinggi dan terendah. Data kualitas air dianalisis secara deskritif dengan
menampilkan table dan gambar. Analisis data dilakukan dengan bantuan
program SPSS 16.0 dan Ms.Exel 2013.
32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Parameter Utama
4.1.1 Embriogenesis Ikan Rainbow Boesemani
Pada pengamatan embriogenesis didapatkan bahwa triploidisasi bisa
diperoleh dengan memberikan kejutan suhu pada embrio yang telah dibuahi 3-7
menit setelah terjadinya proses fertilisasi atau sebelum terjadinya pembelahan
pertama. Hal ini karena tidak bisanya ikan rainbow boesemani untuk distripping,
maka dalam penelitian ini dilakukan metode baru dengan menggunakan
pemijahan alami dan pengangkatan telur setiap 30 menit sekali (sebelum adanya
pembelahan sel). Pengamatan embriogenesis pada penelitian ini untuk
membuktikan kesesuaian waktu pembelahan telur pada studi literatur dengan
kondisi di lapang. Perbandingan antara sumber dari literatur dan pengamatan
langsung pada embriogenesis yang dilakukan penulis dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan embriogenesis ikan rainbow boesemani pada literatur dan yang diamati langsung oleh penulis
Sumber Literatur (Chumaidi et al.,
2009)
Pengamatan Embrio
Keterangan Waktu
00.00 09/6/2016
Membentuk satu sel 00.37
10/06/2017
33
Pembelahan pertama telur membentuk dua sel. Butiran minyak berada pada bidang sisi telu antara kutub anima dan kutub vegetatif
01.00 10/6/2016
Pembelahan kedua inti telur membentuk 4 sel. Butiran minyak bergerak ke bawah menuju kutub vegetatif
01.30 10/6/2017
Pembelahan ketiga inti telur membentuk 8 sel. Butiran minyak berada pada kutub vegetatif
02.15 10/6/2017
Pembelahan keempat inti telur membentuk 16 sel
02.50 10/6/2017
Pembelahan kelima inti telur membentuk 32 sel
03.10 10/6/2017
Pembelahan keenam inti telur membentuk 64 sel
03.46 10/6/2017
34
Pembelahan ketujuh inti telur membentuk banyak sel
06.24 10/6/2017
Morula, sel-sel inti telur mulai bergerak ke bawah melingkupi kuning telur
14.00 10/6/2017
Blastula, sel-sel inti telur telah melingkupi ½ kuning telur
16.25 10/6/2017
Glastrula sel-sel inti telur telah melingkupi 2/3 kuning telur
19.15 10/6/2017
Neurula calon embrio sudah terbentuk, beberapa somit sudah terlihat
00.30 11/6/2017
Embrio awal. Embrio membentuk huruf C dan terbentuk calon mata
01.55 11/6/2017
35
Embrio akhir. Bintik mata sudah terlihat somit-somit mulai terlihat jelas
05.55 12/6/2017
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui adanya
kesesuaian antara sumber dari literatur dengan pengamatan yang dilakukan
secara langsung pada laboratorium reproduksi ikan. Walaupun adanya
perbedaan menurut Chumaidi et al., (2009), menyatakan bahwa perbedaan suhu
lingkungan tidak begitu berpengaruh pada perkembangan embrio ikan rainbow.
Sedangkan pengamatan embriogenesis menjadi dasar waktu yang tepat untuk
melakukan kejutan suhu terhadap telur ikan rainbow boesemani. Karena untuk
melakukan perlakuan kejutan suhu pada telur yang sudah dibuahi perlu
menentukan waktu sebelum terjadi pembelahan kedua. Menurut (Mukti et al,
2001) pada umumnya triploidisasi dilakukan dengan memberikan tekanan
hidrostatik atau dengan cara lain yaitu dengan kejutan suhu. Ikan triploid dapat
diproduksi dengan melalui pemberian kejutan suhu pada saat pembelahan
meiosis 1, sehingga polar body II tidak keluar dari sel telur. Perlakuan tersebut
berpengaruh terhadap pergerakan normal dari kromosom saat meiosis.
4.1.2 Jumlah Ikan Rainbow Roesemani Triploid
Uji triploidisasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode
diantaranya adalah pengamatan diameter sel darah merah, perhitungan jumlah
kromosom secara langsung pada jaringan atau sel dan pengamatan jumlah inti
dari sel telur. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, uji triploidisasi
dilakukan dengan menggunakan perhitungan jumlah kromosom ikan secara
langsung dengan metode Klingerman dan Bloom. Metode ini dipilih karena
36
metode ini cukup sederhana dan yang paling mungkin dilakukan karena larva
sampel yang diambil baru berusia 15 hari saat dilakukan uji kromosom dilakukan.
Untuk pengambilan sampel diambil 5 ekor larva disetiap perlakuan.
Hasil dari uji kromosom pada penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil
pengamatan gambar dokumentasi kromosom ikan rainbow boesemani diploid
dapat dilihat pada gambar 11, hasil yang didapatkan oleh peneliti yaitu
menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 1000x.
Pada gambar 11 menunjukan ikan diploid memiliki dua set atau sepasang
kromosom (2n) dari hasil pengamatan didapatkan sebanyak 51 kromosom,
sedangkan jumlah kromosom ikan rainbow boesemani diketahui memiliki 48
kromosom. Ikan pelangi merah (Glossolepis incisus) dan ikan pelangi boesemani
(Melanotaenia boesemani) diploid memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu 48
buah (Said et al. 2003). Hasil yang didapatkan masih tergolong ikan diploid
karena jumlahnya masih dikisaran 48 kromosom. Untuk lebih jelasnya
keterangan perhitungan lihat pada gambar 11a adalah gambar kromosom ikan
rainbow boesemani yang tidak diberi perlakuan (diploid), sedangkan gambar 11b
adalah gambar yang telah diberikan keterangan untuk mempermudah
perhitungan kromosom.
Gambar 11. (a) Kromosom larva rainbow boesemani diploid dan (b) kromosom larva boesemani dengan keterangan (Perbesaran 1000x).
A. B.
37
Pada gambar 12 didapatkan hasil ikan triploid (3n) jumlah kromosom
yang dimiliki yaitu 3 set kromosom. Hal ini terjadi karena beberapa menit setelah
telur terbuahi oleh sperma, telur diberi perlakuan kejutan suhu dingin sehingga
mengakibatkan polar body tidak bisa loncat dan akhirnya didapatkan total
kromosom yang berada pada telur menjadi tiga set yaitu dari sperma, telur itu
sendiri dan yang terakhir dari badan polar yang ditahan. Untuk hasil pengamatan
didapatkan sebanyak 70 kromosom. Jumlah yang didapat sudah tergolong dalam
ikan triploid karena berada dikisaran 72 kromosom atau 3 set kromosom. Proses
triploidisasi pada ikan prinsipnya adalah untuk mencegah atau menahan
peloncatan polar body II dari telur dan mengakibatkan adanya tiga set kromsosm
yaitu satu dari telur, satu dari sperma dan satu dari badan polar (Lawson dan
Ishola, 2010).
Tabel 3. Data jumlah persentase larva triploid.
Perlakuan Ulangan (%)
Rata-rata (%) 1 2 3
K 0 0 0 0
A 0 0 20 6,67
B 20 20 0 13,33
C 20 0 0 6,67
Gambar 12. (a) Kromosom larva rainbow boesemani triploid dan (b) kromosom larva boesemani dengan keterangan (Perbesaran 1000x).
A. B.
38
Data yang didapat selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel sidik ragam
untuk mencari apakah masing-masing perlakuan yang berbeda menuntukkan
perbedaan yang signfikan atau tidak. Tabel sidik ragam dari data jumlah ikan 3n
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Tabel sidik ragam jumlah larva triploid rainbow boesemani
JK Db KT F. Hit F 5% F 1 %
Perlakuan 88,88889 2 44,44444 0,333333 5,14 10,95
Acak 800 6 133,3333 Ns
Total 888,8889 8
ket : non signifikan (ns) atau tidak berbeda nyata
Dari hasil perhitungan pada tabel sidik ragam di atas dapat disimpulkan
bahwa pemberian suhu yang berbeda pada penelitian ini tidak berbeda nyata
terhadap jumlah ikan triploid larva ikan rainbow boesemani setelah dilakukan
pemeliharaan selama 15 hari.
Gambar 13. Persentase larva triploid ikan rainbow boesemani selama penelitian
39
Suhu kejut dingin merupakan salah satu faktor utama dalam mengubah
kromsom dari diploid (2n) menjadi triploid (3n) pada beberapa saat setelah
fertilisasi. Diketahui lama waktu pemberian kejutan suhu juga dapat
mempengaruhi tingkat keberhasilan dari triploidisasi pada ikan (Hartono dan
Purbosari, 2010). Karena pada penelitian ini pemijahan atau fertilisasinya
dilakukan secara alami maka tingkat keberhasilannya sangat sulit ditentukan.
Tidak bisanya ikan rainbow distriping mengakibatkan proses fertilisasi juga harus
dilakukan secara alami. Ikan triploid memiliki sifat mandul karena tidak dapat
melangsungkan proses perpasangan kromosom, sehingga energi yang
digunakan untuk reproduksi pada ikan diploid digunakan untuk pertumbuhan
somatik atau tubuh pada ikan triploid, sehingga pertumbuhannya lebih cepat
(Pristiariyoto et al. 2013). Perkembangan gonad ikan diploid tidak jauh berbeda
dengan perkembangan gonad ikan mas tetraploid. Ikan diploid dan tetraploid
sama-sama mengalami perkembangan gonad secara normal. Hal ini berbeda
dengan ikan triploid yang menunjukkan bahwa jaringan gonad di dalam rongga
tubuhnya tidak berkembang secara baik atau dikatakan steril dimungkinkan
mengalami kecacatan pada organ gonad organisme tersebut (Mukti et al., 2001).
4.1.3 Hatcing Rate Telur Ikan Rainbow Boesemani
Hatching rate atau daya tetas adalah banyaknya larva yang menetas
dibandingkan dengan jumlah telur yang ditebar atau diberi perlakuan dalam
bentuk persen. Daya tetas dihitung untuk mengetahui seberapa banyak
perbedaan antar perlakuan dan mencari perlakuan mana yang memiliki hasil
terbaik atau melihat apakah pengeruh dari pemberian kejut suhu berdampak
pada daya tetas telur ikan rainbow boesemani selama masa penelitian.
Diharapkan pemberian perlakuan tidak berdampak pada daya tetas ikan rainbow
boesemani dan daya tetas ikan rainbow boesemani tetap mendekati 100%. Data
40
daya tetas ikan rainbow boesemani dapat dilihat pada tabel 5, sedangkan grafik
daya tetasnya dapat dilihat pada gambar 14.
Tabel 5. Data hatcing rate larva ikan rainbow boesemani (%)
Perlakuan
Ulangan (%)
Rata-rata (%)
1 2 3
K 84 88 84 85,33
A 56 56 60 57,33
B 68 72 56 65,33
C 60 64 64 62,67
Berdasarkan beberapa sumber dijelaskan Yulianto dan Ikrom, (2015),
bahwa telur ikan pelangi akan menetas dalam kurun waktu 6-7 hari. Dari total
830 butir telur yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan, didapat 713 butir telur
yang menetas menjadi larva. Dari pembenihan yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa total telur ikan pelangi yang menetas sebesar 85 %, dari sembilan pasang
induk yang telah dipijahkan. Perhitungan statistik hatcing rate dilihat pada tabel 5.
Gambar 14. Hatching rate larva ikan rainbow boesemani selama penelitian
41
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa perlakuan K (Kontrol)
memiliki nilai daya tetas yang paling tinggi dengan nilai rata- rata 85,33% butir
telur yang menetas diikuti dengan perlakuan B yaitu 65,33%, perlakuan C
62,66% dan perlakuan A 57,33%.
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa telur tanpa
perlakuan atau kontrol memiliki tingkat penetasan yang paling baik. Dari total 25
telur rata-rata dari perlakuan kontrol menetas sebanyak 22 butir. Jika disajikan
dalam bentuk persen, maka total telur yang menetas adalah 85 %. Dari grafik
juga dapat disimpulkan bahwa semakin dingin pemberian kejut suhu pada telur
yang menetas juga semakin sedikit karena pemberian kejutan suhu dilakukan
dengan variasi suhu yang berbeda dan tidak menggunakan variasi waktu
perendaman dengan suhu yang sama. Hal ini dikarenakan pemberian kejut
dingin akan mengganggu proses perkembangan dari telur dan juga
embryogenesis ikan rainbow boesemani sesuai dengan pernyataan (Djawad dan
Jompa, 2007), bahwa telur-telur yang mendapat perlakuan kejutan dingin akan
terseleksi yakni telur yang tidak mampu melawan tekanan kejutan dingin yang
diberikan akan rusak dan tidak menetas sehingga hanya telur-telur yang
berkualitas baik yang mampu bertahan melawan tekanan suhu dingin tersebut.
Hal ini juga dikarenakan perkawinan dilakukan secara alami tidak secara striping.
Kontrol tidak dimasukkan kedalam tabel perhitungan statistik karena
memiliki selang perlakuan yang berbeda dengan perlakuan 3, 4 dan 50C.
Perhitungan statistik hanya untuk mencari pengaruh atau perbedaan pada tiap-
tiap perlakuan saja. Setelah hasil dari perlakuan diketahui, untuk mengetahui
perbedaan dari masing-masing perlakuan, data dimasukkan ke dalam tabel sidik
ragam yang bertujuan untuk melihat dari antar perlakuan mempunyai perbedaan
atau tidak. Tabel sidik ragam pada perhitungan hatcing rate dapat dilihat pada
tabel 6.
42
Tabel 6. Tabel sidik ragam hatcing rate ikan rainbow boesemani
JK db KT F. Hit F 5% F 1 %
Perlakuan 99,556 2 49,778 1,867 5,14 10,95
Acak 160 6 26,667 Ns
Total 259,556 8
ket : non signifikan (ns) atau tidak berbeda nyata `
Berdasarkan tabel 6 dapat disimpulkan bahwa pada pemberian kejut
suhu yang diberikan pada penelitian ini dengan perbedaan antar perlakuan yaitu
satu derajat tidak berbeda nyata terhadap hasil daya tetas larva ikan pelangi
boesemani (Melanotaenia boesemani).
4.1.4 Survival Rate Ikan Rainbow Boesemani
Survival rate atau sintasan merupakan banyaknya larva yang berhasil
bertahan hidup dibandingkan jumlah larva awal dari awal pemberian perlakuan
sampai waktu tertentu. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan survival rate
dihitung selama 15 hari terhitung dari menetasnya larva ikan tersebut. Hasil
perhitungan untuk analisa statistik dilihat pada tabel 7 sedangkan diagram atau
grafik untuk perbandingan survival rate dapat dilihat pada gambar15.
Tabel 7. Data survival rate pada hari ke 15 larva ikan rainbow boesemani
Perlakuan
Ulangan
Rata-rata
1 2 3
K 80,95 90,91 90,84 87,45
A 78,57 71,43 80,00 76,67
B 82,35 83,33 87,71 83,80
C 86,67 81,25 75,00 80,97
43
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan K
memiliki nilai rata-rata yang paling baik yaitu 87,45 % diikuti dengan perlakuan B
memiliki rata-rata sebesar 83,80 %, perlakuan C sebesar 80,97 % dan perlakuan
A sebesar 76,67 %. Untuk mengetahui perhitungan statistik antar perlakuan A, B
dan C dan mencari apakah perbedaan antar perlakuan berbeda nyata atau
tidak. Data yang tersaji dalam tabel kemudian dimasukkan ke dalam tabel sidik
ragam untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan yang diberikan. Analisis
ini berguna untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang nyata dari perbedaan
pemberian kejutan suhu yaitu 3, 4 dan 5⁰C. Analisis sidik ragam dapat dilihat
pada tabel 8.
Tabel 8. Sidik ragam survival rate pada larva ikan rainbow boesemani
JK Db KT F. Hit F 5% F 1%
Perlakuan 77,423 2 38,711 1,997 5,14 10,95
Acak 116,324 6 19,387 Ns
Total 193,743 8
ket : non signifikan (ns) atau tidak berbeda nyata
Gambar 15. Survival rate larva rainbow selama penelitian.
44
Dari hasil perhitungan pada tabel sidik ragam di atas dapat disimpulkan
bahwa pemberian suhu dingin yang berbeda pada penelitian ini tidak berbeda
nyata terhadap sintasan larva ikan rainbow boesemani setelah dilakukan
pemeliharaan selama 15 hari.
Dalam beberapa sumber dijelaskan bahwa sintasan dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah kualitas air, kualitas larva dan penanganan
atau pemeliharaan. Menurut Mubarokah et al. (2015) menjelaskan bahwa
sintasan larva ikan pelangi berkisar antara 55-99%. Selain dipengaruhi oleh
pakan, sintasan juga dapat dipengaruhi oleh kualitas air tempat pemeliharaan
larva tersebut. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Nur dan Nurhidayat. (2012)
juga mengemukakan bahwa kualitas air merupakan komponen yang dapat
memengaruhi sintasan, perkembangbiakan, pertumbuhan, pengelolaan dan
produksi ikan. Variabel kualitas air tersebut meliputi suhu, pH, oksigen terlarut,
serta senyawa-senyawa lainnya.
4.1.5 Growth Rate Ikan Rainbow Boesemani
Growth rate merupakan laju pertumbuhan ikan yang dipelihara selama
hari penelitian. Pada penelitian kali ini laju pertumbuhan diukur dalam jangka
waktu 15 hari untuk menentukan pengaruh triploidisasi terhadap laju
pertumbuhan pada larva ikan rainbow boesemani. Data dari hasil penelitian
dapat dilihat pada tabel 9 dan gambar 16.
Tabel 9. Data growth rate masing-masing perlakuan
Perlakuan Ulangan
Rata-rata 1 2 3
K 0,0173 0,0157 0,0164 0,01647
A 0,01720 0,01480 0,02062 0,01754
B 0,02160 0,02280 0,01670 0,02037
C 0,02320 0,01360 0,01570 0,01840
45
Grafik dibuat untuk membandingkan pengaruh dari setiap perlakuan
dengan kontrol. Dari grafik di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan B
(kejut suhu 40C) dan perlakuan C (kejut suhu 50C) memiliki laju pertumbuhan
yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Urutan masing-masing
perlakuan dari yang tertinggi sampai yang paling rendah adalah perlakuan B, C,
A kemudian perlakuan K.
Data yang tersaji dalam tabel 9 kemudian dimasukkan ke dalam tabel
sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan yang diberikan
pada penelitian ini. Analisis ini berguna untuk mengetahui apakah ada
perbedaan yang nyata dari perbedaan pemberian kejutan suhu pada tiga
perlakuan yaitu 30, 40 dan 50C. Analisis sidik ragam dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Sidik ragam growth rate pada larva ikan rainbow boesemani
JK Db KT F. Hit F 5% F 1%
Perlakuan 0,00001 2 0,000006 0,5195 5,14 10,95
Acak 0,00007 6 0,000012 Ns
Total 0,00009 8
ket : signifikan (s) atau berbeda nyata
Gambar 16. Growth rate larva rainbow boesemani selama penelitian.
46
Dari hasil perhitungan pada tabel sidik ragam di atas dapat disimpulkan
bahwa pemberian kejut suhu yang berbeda pada penelitian ini tidak berbeda
nyata terhadap laju pertumbuhan larva ikan rainbow boesemani setelah
dilakukan pemeliharaan selama 15 hari.
Menurut Mukti et al. (2001) dalam penelitiannya, ikan triploid akan
mengalami pertumbuhan yang tinggi terutama pada saat periode perkembangan
atau kematangan gonad maupun masa pemijahan, karena energi yang
diperlukan untuk metabolisme perkembangan gonad ketika musim pemijahan
dipergunakan untuk pertumbuhan somatik atau tubuh. Sehingga efek konsumsi
energi dalam proses reproduksi akan menentukan perbedaan laju pertumbuhan
antara triploid dan diploid. Hal ini dapat dijadikan sebuah trobosan baru untuk
mempersingkat waktu pemeliharaan yang dibutuhkan untuk memproduksi ikan
rainbow boesemani dewasa (siap jual). Sedangkan menurut Haryani dan
Sulawesty. (2003), menyatakan bahwa kendala yang dihadapi bagi para petani
ikan adalah pertumbuhan ikan yang lambat, sehingga memerlukan waktu yang
lama untuk memlihara sampai ukuran jual. Karena pemeliharaan yang lama
memnyebabkan meningkatnya biaya produksi untuk budidaya ikan pelangi.
4.2 Parameter Penunjang
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan
kegiatan budidaya karena kualitas air seperti pH, suhu dan DO mampu
mempengaruhi proses metabolism dalam tubuh organisme perairan. Dalam
kegiatan budidaya ketiga unsur tersebut tidak bisa dilepaskan karena saling
berhubungan satu dengan yang lain jika salah satu tidak terpenuhi maka
selanjutnya juga berpengaruh buruk bagi kegiatan budidaya. Oksigen terlarut
merupakan salah satu syarat mutlak untuk organisme perairan seperti ikan,
udang atau kerang untuk mampu melakukan metabolisme dan tumbuh. Suhu
47
juga menjadi faktor penting karena suhu mampu mempengaruhi dari laju
metabolism ikan. Akan tetapi suhu juga dapat menyebabkan kematian ikan bila
peningkatan suhu drastis. pH juga mempunyai peranan dalam keberhasilan
budidaya, maka dari itu dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kualitas air
berupa oksigen terlarut, suhu dan pH dalam perairan pada pukul 14.00 dan 05.00
WIB untuk mengetahui kadar masing-masing kualitas air dan pemilihan waktu
tersebut karena pada waktu-waktu tersebut masing-masing kualitas air berada
pada titik krisis.
A. Suhu
Menurut Kordi dan Tamsil (2010), suhu sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ikan. Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan
kenaikan suhu. Suhu juga dapat menekan kehidupan ikan, bahkan
menyebabkan kematian bila peningkatan suhu drastis. Sifat ikan yang poikiloterm
mengakibatkan rendahnya laju metabolism ketika suhu mengalami penurunan.
Sedangkan menurut Maniagasi et al. (2013), parameter kualitas air yang sangat
berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan salah satunya adalah
suhu. Suhu sangat mempengaruhi terhadap aktivitas metabolisme organisme
perairan, oleh karena itu penyebaran organisme pada suatu perairan dibatasi
oleh suhu perairan tersebut.
Pada hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, pada pengukuran
kualitas air pada pagi dan sore pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada
tabel 11.
Tabel 11. Kualitas air Suhu
Parameter Pengukuran
Hasil Pengukuran (⁰C)
Suhu Tertinggi Suhu Terendah
Waktu Pengukuran
Pagi 23,4 – 24,9 24,9 23,4
Sore 25,2 – 28,8 28,8 25,2
48
Pada tabel 11 dapat dilihat bahwa pengukuran yang dilakukan pagi dan
sore menunjukan hasil suhu pada pagi hari berkisar antara 23,4 – 24,9 0C dan
pada sore hari yaitu 25,2 – 28,8 0C. Pengukuran suhu dilakukan pada sore hari
karena pada waktu ini didapat suhu kritis yaitu mencapai suhu maksimal dan
minimal. Hasil pengukuran yang dilakukan penulis menunjukkan kisaran suhu
terendah adalah 23,4 0C dan yang tertinggi adalah 28,8 0C. Hal ini sesuai dengan
Nurhidayat dan Hidayat, (2012), menyebutkan bahwa ikan rainbow atau yang
sering disebut dengan ikan rainbow mampu hidup pada suhu perairan yang
berkisar antara 22 0C hingga 29 0C. Perubahan suhu perairan dapat disebabkan
oleh curah hujan, penguapan, suhu dan kelembapan udara. Jika perubahan suhu
sangat drastis bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup organisme bahkan nafsu
makan bisa menurun. Selain itu pengaruh lainnya adalah terhadap laju
metabolisme ikan. Semakin tinggi suhu air maka laju metabolisme ikan akan
semakin meningkat dan sebaliknya jika suhu air terlalu rendah, maka laju
metabolisme akan menurun. Dapat disimpulkan bahwa suhu pada media
pemeliharaan selama masa penelitian sesuai dengan kadar optimal ikan rainbow
boesemani.
B. Oksigen Terlarut (DO)
Dalam sistem budidaya air yang baik harus mengandung oksigen yang
memadai, oksigen yang terlarut sangat dibutuhkan untuk bernafas dan
membantu proses metabolisme tubuh. Didalam air sebenarnya sudah
mengandung oksigen terlarut akan tetapi jika didalam wadah pemeliharaan
terdapat organisme yang banyak tetep saja masih kurang sehingga dibantu
dengan sistem aerasi. Air yang kekurangan oksigen dapat diatasi dengan
memberikan suplai oksigen melalui aerasi (Bachtiar, 2005). Sedangkan menurut
Tatangindatu et al. (2013), DO yang seimbang untuk hewan budiaya adalah lebih
49
dari 5 mg/L. Jika oksigen terlarut tidak seimbang akan menyebabkan sress pada
ikan karena otak tidak mendapat suplai oksigen yang cukup, serta kematian
akibat kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan karena jaringan tubuh ikan
tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah. Hal ini bisa berakibat
fatal terhadap organisme tersebut seperti kematian.
Pada penelitian yang telah dilakukan penulis, pengukuran oksigen terlarut
dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Kualitas Air DO
Parameter Pengukuran
Hasil Pengukuran (ppm)
DO Tertinggi DO Terrendah
Waktu Pengukuran
Pagi 5,90 – 7,10 7,10 5,90
Sore 6,20 – 7,32 7,32 6,20
Pengukuran kualitas air yang telah dilakukan selama hari pada tabel 12
dapat dilihat hasil dari pengukuran DO (Oksigen terlarut). Pada tabel dapat
disimpulkan bahwa pada pengukuran yang dilakukan pada pagi hari didapat hasil
kisaran DO adalah 5,90 – 7,10 ppm, sedangkan pengukuran yang dilakukan sore
hari hasilnya DO perairan adalah 6,20 – 7,32 ppm. Selain suhu DO merupakan
faktor penting lain yang menjadi kunci keberhasilan budidaya akuatik. Pada ikan
pelangi sendiri untuk kandungan oksigen terlarut disebutkan oleh (Said et al.
2005), kadar oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan rainbow adalah 4,6
– 7,8 mg/l. Dapat disimpulkan bahwa oksigen terlarut pada media pemeliharaan
selama masa penelitian sesuai dengan kadar optimal ikan rainbow boesemani.
C. pH
Derajat keasaman (pH) air merupakan faktor pembatas pada
pertumbuhan ikan dan jasad renik lainnya (plankton, zooplankton dan lain-lain).
50
Nilai keasaman (pH) perairan yang sangat rendah (sangat asam) dapat
menyebabkan kematian pada ikan. Gejala yang diperlihatkan adalah gerakan
ikan tidak teratur, tutup insang bergerak sangat aktif dan ikan berenang sangat
cepat di permukaan. Sebaliknya jika pH perairan terlalu tinggi maka pertumbuhan
ikan akan terhambat (Cahyono, 2001). Sedangkan Satyani dan Priono (2012),
menyatakan bahwa lingkungan air yang ideal bagi ikan hias rata-rata adalah 6-7.
Pada penelitian yang telah dilakukan penulis, hasil dari pengukuran
kualiatas air yaitu pH selama 15 hari dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Tabel kualitas air pH
Parameter Pengukuran
Hasil Pengukuran
pH Tertinggi pH Terendah
Waktu Pengukuran
Pagi 6,60 – 7,20 7,20 6,60
Sore 6,30 – 7,10 7,10 6,30
Pada tabel 13 yang telah disajikan dapat dilihat bahwa pada media
pemeliharaan ikan rainbow boesemani pH yang diapat pada sore hari dalam
kisaran 6,60 – 7,20, sedangkan pada pagi hari 6,30 – 7,10. pH air yang cocok
untuk biota air berbeda-beda, namun sebagian besar biota perairan lebih
menyukai pH perairan yang mendekati nilai 7 atau netral. Dalam penelitian yang
dilakukan (Mujadid et al. 2014) dapat disimpulkan, ikan pelangi boesemani dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik pada kisaran pH 6,5 – 7,0, Sedangkan
menurut Bleher (2002), kisaran pH yang sesuai untuk kelangsungan hidup ikan
rainbow yaitu berada pada kisaran pH 6 – 8. Dapat disimpulkan bahwa pH pada
media pemeliharaan selama masa penelitian sesuai dengan kadar optimal ikan
rainbow boesemani.
51
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah triploidisasi pada
ikan rainbow boesemani berhasil dilakukan namun dengan pemijahan yang
dilakukan secara alami. Pada pengamatan embriogenesis yang dilakukan
bertujuan untuk membandingkan dengan literatur untuk penentuan
pengangkatan substrat yang berisi telur yang baru saja dibuahi untuk dapat
dijadikan patokan saat pemberian kejutan suhu dingin. Jumlah ikan triploid
terbanyak yang dihasilkan pada penelitian ini didapatkan pada kejutan suhu 4o C
jika dibandingkan dengan jumlah ikan triploid pada perlakuan kejut suhu lainnya,
namun hal ini masih tergolong rendah. Pada perlakuan kejut suhu 3o dan 5o C
juga didapatkan hasil ikan triploid namun dengan jumlah yang lebih rendah.
Hatching rate telur ikan tanpa perlakuan kejutan suhu menunjukan hasil yang
tertinggi dan semakin rendah kejut suhu yang diberikan maka semakin rendah
pula HR telur tersebut, namun dalam hitungan statistic hasilnya tidak berbeda
nyata. Survival rate pada penelitian yang telah dilakukan tidak berbeda nyata
antar perlakuan dan hasil yang paling baik adalah pada perlakuan C dan A dikuti
dengan perlakuan B dan C. Laju pertumbuhan atau growth rate larva ikan
rainbow boesemani hasilnya tidak berbeda nyata. Perlakuan C dengan kejutan
suhu 4o C memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi karena memiliki jumlah
ikan dengan kromosom 3n paling tinggi.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis adalah adanya penelitian lanjutan
untuk triploidisasi ikan hias khusunya pada ikan rainbow, karena ikan pelangi
merupakan salah satu ikan asli dari indonesi. Selain itu penelitian lanjutan
52
mengenai variasi suhu dan lama waktu kejutan diperlukan untuk meningkatkan
hasil jumlah ikan yang triploid. Minimnya jumlah ikan yang memiliki koromosom
3n pada penelitian ini dikarenakan barunya metode yang digunakan penulis
dalam pengecekan jumlah kromosom pada larva ikan rainbow boesemani.
53
DAFTAR PUSTAKA
Afini, I., D. Elfidasari., T. Kadarini Dan S. T. Musthofa. 2016. Analisis Morfometrik Dan Meristic Hasil Persilangan Ikan Pelangi Boesemani (Melanotaenia boesemani) Dan Ikan Pelani Merah Abnormal (Glossolepis incisus). Life Science 5(1) : 42 – 51.
Afrianto, E dan E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 57 hlm.
Alawi, H., Nuraini dan Sapriana. 2009. Induksi Triploid Ikan Selais (Kryptoterus lympok) Menggunakan Kejutan Panas. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 14 (1): 37-47.
Allen, G.R. 1991. Field guide to the freshwater fishes of New Guinea. Christensen Research Institute. Madang. PNG.
, Cross. 1980. Description of Five New Rainbowfishes (Melanotaeniidae) from New Guinea Rec. West. Aust. Mus 8(3):337-396.
Bachtiar, Y. 2005. Mencegah Mas Koki Mudah Mati. Agro Media Pustaka. Depok. 64 hlm.
Bleher, H.2002. Fishes in Nature and in The Aquarium. Nutrafin Aquatic News. Aquapress. Italy.
Budiarto, E, 2002. Biostatika untuk kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. 11-28.
Cahyono, B. 2001. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta. 67 hlm.
Cassani, J. R. dan W. E. Caton. 1985. Induced Triploidy in Grass Crap, Ctenopharyngodon idella. Aquaculture. Elsevier Science Publisher. 46(1): 37-44.
Chumaidi., B. Nur., Sudarto., L. Pouyad dan J. Slembrouck. 2009. Pemijahan Dan Perkembangan Embrio Ikan Pelangi, Melanotenia spp. Asal Papua. Jurnal Perikanan. 11(2): 131-137.
Djawad, I. M., dan Jompa. H., 2007. Pengaruh Kejutan Dingin Terhadap Masa Inkubasi, Derajat Penetasan, dan Sintasan Prelarva Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Jurnal Sains dan Teknologi. 7 (3): 119 – 124.
Hartanto, R. 2003. Modul Metedologi Penelitian. Universitas Diponegoro, Semarang. 24 hlm.
Hartono, D. Puji dan N. Purbosari. 2010. Perbaikan mutu dan penignkatan produksi ikan mas koki (Carrasius auratus) melalui rekayasa st kromosom. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 10(3): 144-149.
54
, dan D. Febriani. 2013. Pengaruh Lama Waktu Pemberian Kejutan Suhu Dingin Pada Pembentukan Individu Triploid Ikan Patin (Pangasius sp.). Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. 12(3): 61-68.
, dan P. Witoko. 2012. Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Kejutan Dingin Pada Pembentukan Individu Triploid Ikan Patin (Pangasius Sp). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 12(3): 156-162.
, P. Witoko dan N. Purbosari. 2016. The Effect of Heat Shock on The Tetraploidy of Catfish (Pangasius hypophthalamus). Journals of Aquaculture. 9(3): 597-603.
Haryani, G. S dan F. Sulawesty. 2003. Efek hormon 17-α-metiltestosteron terhadap pertumbuhan ikan pelangi irian (Melanotaenia boesemani). Jurnal Iktiologi Indonesia. 3(1): 1-20.
Kadarini, T., S. Subandiyah dan M. Zamroni. 2015. Dukungan kelestarian keanekaragaman melalui produksi larva ikan rainbow kurumoi (Melanotaenia parva) pada ukuran induk berbeda.Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. 1(5): 1227-1332.
Kadarusman, Sudarto E, Paradis dan Pouyaud L. 2010. Description of Melanotaenia fasinensis, A New Species of Rainbowfishes (Melanotaeniidae) from West Papua, Indonesia with Comment on The Rediscovery of M. ajamaruensis and The Endangered Status of M. Parva. Cybium 34(2):207-215.
Kordi, M. G. H. K, dan A. Tamsil. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara Buatan. Lily Publisher. Yogyakarta. 190 hml.
Kuncoro, E. B. 2008. Aquascape Pesona Taman Akuarium Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta. 97 hlm.
Kuncoro EB. 2011. Sukses Budi Daya Ikan Hias Air Tawar. Yogyakarta: Lily Publisher.
Kusrini, E., S. Cindelaras dan A. B. Prasetio. 2015. Pengembangan Budidaya Ikan Hias Koi (Cyprinus carpio) Lokal Di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Media Akuakultur. 10(2): 71-78.
Lesmana DS, Daelami D. 2009. Panduan Lengkap Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta: Penebar Swadaya.
Mambrasar, P., R. Monijung., O. Kalesaran dan J.C. Watung. 2015.Sintasan Dan Pertumbuhan Larva Ikan Ikan Lele (Clarias sp) Hasil Penetasan Telur Melalui Penambahan Madu Dalam Pengenceran Sperma. Jurnal Budiaya Perairan. 3(1): 101-107.
Maniagasi, R., S.T, Sipriana dan Y. Mundeng. 2013. Analisa Kualitas Fisika Kimia Diareal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. 1(2): 29-37.
55
Marx, K. Karal dan N. Sukarman. 2007. Production of triploid African catfish, Clarias gariepinus (Burchell), Using Chromosome Manipulation Techniques. Journal fish Research. 11(2): 121-130.
Mubarokah, D., Tarsim dan T. Kadarini. 2015. Embriogenesis dan daya tetas telur ikan pelangi (Melanotaenia parva) pada salinitas yang berbeda. Aquasains: 157-167.
Mujadid, I.,Ediyanto dan Nurhidayat. 2014. Fekunditas optimal ikan rainbow boesemani (Melanotaenia boesemani) dengan perbandingan beberapa ukuran. Jurnal Ilmiah Satya Mina Bahari. 1(1).
Mukti, A.H., Rustidja, S. B. Sumitro dan M. S. Djati. 2001. Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Biosain. 1(1): 111-116.
Murni., N. Insana dan A.H. Sambu. 2015. Optimasi Dosis yang Berbeda Terhadap Daya Tetas (Hatching Rate) dan Sintasan Pada Telur Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) yang Diberi Ekstrak Meniran (Phillanthus Niruri ). Jurnal Ilmu Perikanan. 4(2): 1-7.
Mustahal, D. Hermawan dan G. Gumilar. 2014. Produksi Larva Ikan Rainbow Merah Perrot (Glossolepis incisus) Dengan Jumlah Substrat Tali Rafia yang Berbeda. Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan. 4(4): 243-250.
Nazir, 2003. Metode Penelitian. Cetakan Kelima, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Novianti, V., Anisa, dan Sirajang N. 2014. Keragaman dalam blok pada rancangan acak kelompok tidak lengkap seimbang dengan intergradien. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin. Makassar. 110 hlm.
Nugraha, F. 2004. Embriogenesis dan Perkembangan Larva Ikan Rainbow (Glossolepis incisus). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 55 hlm
Nur, B., dan Nurhidayat. 2012. Optimalisasi reproduksi ikan pelangi kurumoi Melanotaenia parva Allen, 1990 melalui rasio kelamin induk dalam pemijahan. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 12(2): 99-109.
, Chumaidi., Sudarto., L. Pouyaud dan J. Slembrouck. 2009. Pemijahan dan Perkembangan Embrio Ikan Pelangi (Melanotaenia spp.) Asal Sungai Sawiat, Papua. Jurnal Riset Akuakultur. 4(2): 147-156.
Nurasni, A. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Kejutan Panas Terhadap Triploidisasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus). IJAS. 2(1): 19- 27.
Priono, B dan D. Satyani. 2012. Penggunaan berbagai jenis filter untuk pemeliharaan ikan hias air tawar di akuarium. Media Akuakultur. 7(2): 76-83.
Pristiariyoto, P., Isnawati dan N. Kuswanti. 2013. Pengaruh konsentrasi dan lama perendaman telur dalam larutan kolkhisin terhadap laju pertumbuhan ikan patin (Pangasius pangasius). Lentera Bio. 2(3): 229-232.
56
Rustidja. 2004. Analisa Jumlah Kromosom Ikan Mas Koki (Carrasius auratus) Tetraploid yang Dihasilkan Dengan Metode Kejutan Suhu panas. Jurnal Perikanan UGM. 1(1): 1-8.
Said, S. Djamhuriyah., O. Charman., Hidayat dan Abinawanto. 2003. Studi Kromosom Ikan Pelangi (Melanotaenia lacustris). Jurnal Iktiologi Indonesia. 3(2): 79-85.
, W.D. Supyawati dan Noortiningsih. 2005. Pengaruh Jenis Pakan dan Kondisi Cahaya Terhadap Warna Ikan Pelangi Merah (Glossolepis incises) Jantan. Jurnal Iktiologi Indonesia. 5(2): 1-7.
Satyani, D dan B. Priono. 2012. Penggunaan Berbagai Wadah Untuk Pembudidayaan Ikan Hias Air Tawar. Media Akuakultur. 7(1): 1-6.
Siby, L. Sofia., M. F. Rahardjo dan D. S. Sjafei. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah (Glossolepis incisus, Weber 1907) Di Danau Sentani. Jurnal Iktiologi Indonesia. 9(1): 49-61.
Sumanatadinata, K. Alimuddin dan Y. Hadiroseyani. 2002. Fenotipe Keturunan Diploid dan Triploid Persilangan Ikan Koi Kohaku dan Sanke Betina Dengan Jantan Putih dan Merah. Jurnal Akuakultur Indonesia. 1(3): 97-100.
Tatangindatu, F., O. Kalesaran dan R. Rompas. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air Pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. Jurnal Budiaya perairan. 1(2): 8-19.
Tian-jun Xu dan Song-lin Chen. 2010. Induction of All-triploid Japanese Flounder (Paralichthys olivaceus) by Cold Shock. Journal of Aquaculture. 62(1): 43-49.
Ulusu, N. Nuray dan E. F. Tezcan. 2001. Cold Shock Protein. Turkey Journals Medical Science. 31(1): 283-290.
Umu, B dan M. R. Chandran. 2008. Induction of Triploidy in Gymnocorymbis ternetzi (Boulenger). Journal of Fisheries and Hydrobiology. 3(2): 41-47.
Van Eenennaam, L. Alison. 1995. Induction of Meiotic Gynogenesis and Polyploidy in White Sturgeon (Acipenser transmontanus Richardson). Journal of Animal Science. 1-6.
Widiyanti, P. Marlina. 2008. Tetraploidisasi Ikan Lele Afrika (Clarias gariepinus, Burchell 1822). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 55 hlm.
Yuliani, F., S. Z. Musthofa., T. Kadarini dan D. Elfidasari. 2013. Perkembangan Larva Ikan Rainbow Boesemani (Melanotaenia bosesemani): Tahap Perkembangan Sirip dan Pembelokan Tulang Ekor. Unnes Journal of Life Science. 2(2): 100-104.
Yulianto, H dan F. D. Ikrom .2015. Kajian Budidaya Ikan Rainbow (Melanotaenia) di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan hias Depok, Jawa Barat. PENA Akuakultur. 12(1): 79-93.
57
Yusup. 2000. Ragam Jenis Ikan Hias. Putra Danayu Publisher. Jakarta. Hlm 132.
top related