penelitian bahasa putu eka respati
Post on 09-Jul-2015
681 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
VERBA BAHASA DAYAK (POMPAKNG) DUSUN PENYALIMAU
HILIR KECAMATAM KAPUAS
KABUPATEN
SANGGAU
(KAJIAN MORFOLOGI)
DESAIN PENELITIAN
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
OLEH :
PUTU EKA RESPATI
NIM: 511100097
FALKULTAS BAHASA DAN SENI INSTITUT KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKANPERSATUAN GURU
REPUBLIK INDONESIA
PONTIANAK
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
penelitian dengan judul “Verba Bahasa Dayak (Pompakng) Di Dusun Penyalimau
Hilir Kecamatam Kapuas Kabupaten Sanggau.
Penyusunan desain penelitian ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Maka, dalam kesempatan ini juga
penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rini Agustina, M.Pd., selaku Pembimbing Utama yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan desain penelitian ini.
2. Ibu Mai Yuliastri Simarmata, M.Pd., selaku Pembimbing Kedua dan selaku
Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan
dan arahan dalam penulisan desain penelitian ini.
3. Bapak Muhammad Lahir, M.Pd., Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP-PGRI Pontianak yang telah memberikan
arahan dan motivasi.
4. Bapak dan Ibu dosen beserta staf IKIP-PGRI Pontianak, yang telah
memberikan motivasi supaya penulis dapat menyelesaikan penulisan desain
penelitian ini dengan baik dan benar.
5. Serta semua pihak yang telah memberikan sumbangsih berupa pikiran,
tenaga, waktu serta dukungannya dalam penulisan desain penelitian ini.
Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam penyempurnaan desain penelitian ini di waktu yang akan
i
datang. Akhir kata, semoga apa yang telah penulis buat dan paparkan dalam
penulisan desain penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua
khususnya demi kemajuan dalam dunia pendidikan itu sendiri.
Pontianak, April 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAGIAN I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Masalah Penelitian .............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
1. Manfaat Teoritis ............................................................................ 5
2. Manfaat Praktis ............................................................................. 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 6
1. Variabel Tunggal ........................................................................... 6
2. Defenisi Operasional .................................................................... 7
F. Metode Penelitian ................................................................................ 8
1. Metode Penelitian .......................................................................... 8
2. Bentuk Penelitian .......................................................................... 8
G. Data dan Sumber Data ......................................................................... 9
1. Data ................................................................................................ 9
2. Sumber Data ................................................................................... 9
3. Subjek Penelitian ........................................................................... 10
H. Teknik dan Alat Pengumpul Data ........................................................ 11
1. Teknik ............................................................................................ 11
2. Alat Pengumpulan Data ................................................................. 12
I. Teknik Analisis Data ............................................................................ 13
J. Teknik Validitasi Data ......................................................................... 16
K. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 19
1. Tempat Penelitian........................................................................... 19
2. Waktu Penelitian ............................................................................ 20
iii
BAGIAN II LANDASAN TEORI
A. Hakikat Verba ..................................................................................... 21
B. Fungsi Verba ....................................................................................... 22
1. Verba dan Frasa Verbal Sebagai Predikat ..................................... 23
2. Verba dan Frasa Verbal Sebagai Subjek ....................................... 23
3. Verba dan Frasa Verbal Sebagai Objek ........................................ 24
4. Verba dan Frasa Verbal Sebagai Pelengkap ................................. 25
5. Verba dan Frasa Verbal Sebagai Keterangan ................................ 25
6. Verba yang Bersifat Atributif ........................................................ 26
7. Verba yang Bersifat Apositif ........................................................ 27
C. Makna Verba ....................................................................................... 28
1. Verba Perbuatan ............................................................................ 29
2. Verba Proses .................................................................................. 30
3. Verba Keadaan .............................................................................. 30
D. Bentuk Verba ...................................................................................... 31
1. Verba Asal ..................................................................................... 35
2. Verba Turunan .............................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 46
IV
BAGIAN I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suku Dayak Pompakng, adalah suku dayak yang bermukim di kabupaten
Sanggau provinsi Kalimantan Barat. Suku Dayak Pompakng ini lebih
memilih hidup di perkampungan di sepanjang tepian sungai di sepanjang
sungai Kapuas dan sungai Sekayam. Dayak Pompakng menurut penuturan
tetua suku ini berasal dari kampung Borakng dan kampung Kamokng.
Kehadiran orang Dayak Pompakng di pantai Kapuas diperkirakan pada
abad ke-17.Pada perjalanan migrasi suku Dayak Pompakng melalui aliran
Sungai Kapuas, dan membangun pemukiman di Lintang Lama dan sempat
mendirikan rumah panjang yang akhirnya terbakar, yang terkenal dengan
sebutan Tomawakng Mosu yang artinya "bekas kampung yang hangus".
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mencari daerah baru dan membuat
pemukiman baru, yang diberi nama Lintang Bale‟ Angin, dan kampung ini
pun berkembang.
Bahasa yang diginakan oleh suku Dayak Pompankg yang di kenal dengan
bahasa bekidoh merupakan ciri khas bahasa Dayak Pompakng. Bahasa
bekidoh ini pada bahasa dayak kuhususnya di Suku Dayak Pompakng di
dalam penggunaannya lebih khususnya pada penggunaan Kata Kerja atau
Verba.
Kata Kerja atau Verba adalah ialah semua kata yang menyatakan perbuatan atau
laku. Dalam kalimat kata kerja biasanya berfungsi sebagai predikat. Penelitian ini
1
mengenai verba bahasa Dayak Pompakng mengkaji tentang bahasa Dayak
Pompkng yang digunakan oleh penutur-penutur yang terdapat di Desa Penyalimau
Hilir‟, Kecamatan Kapuas. Hal-hal yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
fungsi verba, bentuk verba dan makna verba.
1. Fungsi verba
Fungsi verba dibagi menjadi tujuh yaitu, (1) verba dan frasa verbal sebagai
predikat, (2) verba dan frasa verbal sebagai subjek, (3) verba dan frasa verbal
sebagai objek, (4) verba dan frasa verbal sebagai pelengkap, (5) verba dan
frasa verbal sebagai keterangan, (6) verba yang bersifat artibutif, dan (7)
verba yang bersifat apositif.
2. Makna verba
Makna verba dibagi menjadi tiga yaitu verba perbuatan, verba proses dan
verba keadaan.
3. Bentuk verba
Bentuk verba dibagi menjadi dua yaitu verba asal ialah verba yang dapat
berdiri sendiri tanpa afiks dan verba turunan ialah verba yang dibentuk
melalui transposisi pengafiksan, reduplikasi (pengulangan), atau
pemajemukan (pemanduan).
Tujuan dari penggunaan kata kerja atau verba dalam bahsa dayak secara
khusus Suku Dayak Pompankg sebagai sarana untuk memperkenalkan dan
meningkatkan eksistensi bahasa Dayak Pompakng bukan haya dari segi budaya
tetapi dari segi kebahasaan secara kuhusus dalam penggunaan kata kerja atau
verba.
2
Pemilihan lokasi tersebut tentu mengacu pada pertimbangan bahwa bahasa
Dayak Pompakng yang meneliti tentang verba belum pernah diteliti dan
mengingat penulis juga sebagai penutur atau pengguna bahasa tersebut. Bahasa
Dayak Pompakng digunakan pada kalangan masyarakat atau penduduk setempat
sebagai bahasa pergaulan sehari-hari dalam lingkungan masyarakat.
Penelitian terhadap Bahasa Dayak Pompakng ini tentu memiliki
kepentingan antara lain; (1) dalam upaya mendukung perkembangan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional, terutama dalam usaha pengayaan
pembendaharaan kata Bahasa Indonesia (2) sebagai bahasa pengantar di Sekolah
Dasar (3) dipergunakan dalam upacara adat, seperti adat perkawinan, upacara
makan buah, upacara pertunjukan dan lain sebagainya, serta (4) untuk
mendokumentasikan dan melestarikan linguistik nusantara mengingat bahasa
Dayak Pompakng merupakan bagian dari bahasa-bahasa nusantara yang harus
dijaga dan tetap dilestarikan agar tidak punah.
Mengingat pentingnya kedudukan dan fungsi bahasa daerah dalam
kaitannya dengan pertumbuhan, perkembangan, dan pembakuan bahasa nasional,
serta kepentingan pembinaan dan perkembangan bahasa-bahasa daerah itu sendiri
sebagai satu di antara unsur-unsur kebudayaan nasional, maka bahasa-bahasa
daerah harus diselamatkan, dipeihara, dibina, dan dikembangkan.
Oleh sebab itu, diperlukan usaha pendokumentasian bahasa tersebut secara
menyeluruh dari sistem gramatikanya agar bahasa tersebut tidak mengalami
kepunahan. Pendokumentasian bahasa tersebut tentu saja dilakukan dengan cara
melakukan penelitian secara bertahap.
3
Adapun harapan yang ingin dicapai iyalah agar dalam penggunaan kata
kerja atau verba dalam bahasa dayak Pompakng kuhususnya di Dusun Penyalimau
Hilir dapat dengan mudah di mengerti dalam bentuk, fungsi dan makna
pengunaannya sehari-hari. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti
tertarik untuk membuat rencana penelitian kebahasaan yaitu
“Verba Bahasa Dayak(Pompakng) Di Dusun Penyalimau Hilir Kecamatan
Kapuas Kabupaten Sanggau”
Sebagai judul rencana penelitian, agar memudahkan di dalam membedakan
dan pengunaan kata kerja yaitu secara kuhusus kata kerja aktif dan kata kerja pasif
dalam bahasa Dayak Pompakng di Dusun Penyelimau Hilir.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan fenomena yang terjadi dan dipaparkan pada latar belakang
dapat dirumuskan masalah umum rencana penelitian sebagai berikut:
Bagaimnakah Penggunaan Verba Bahasa Dayak (Pompakng) di Dusun
Penyalimau Hilir?
Masalah yang telah dikemukakan dan dirinci kedalam sub-sub
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Fungsi Verba Bahasa Dayak Pompakng Kecamatan Kapuas
Kabupaten Sanggau?
2. Bagaimanakah Makna Verba Bahasa Dayak Pompakng Kecamatan Kapuas
Kabupaten Sanggau?
3. Bagaimanakah Bentuk Verba Bahasa Dayak Pompakng Kecamatan Kapuas
Kabupaten Sanggau?
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah menjelaskan dan mendeskripsikan
Verba Bahasa Dayak Pompakng Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau.
Secara khusus tujuan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeksipsikan Fungsi Verba dalam Bahasa Dayak Pompakng Kecamatan
Kapuas Kabupaten Sanggau.
2. Mendeskripsikan Makna Verba Bahasa Dayak Pompakng Kecamatan Kapuas
Kabupaten Sanggau.
3. Mendeskripsikan Bentuk Verba Bahasa Dayak Pompakng Kecamatan Kapuas
Kabupaten Sanggau.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis,
sebagai berikut.
1. Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi
pembaca khususnya guru berkaitan dengan bidang pengajaran, sehingga
dapat mempermudah pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran verba
dalam bahasa indonesia kepada murid di sekolah khususnya di daerah
kecamatan Kapuas.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan panduan untuk
melakukan penelitian sejenis maupun lanjutan.
5
c. Temuan dari hasil penelitian dapat pula menjadi informasi yang berguna
bagi lembaga sebagai bahan kajian untuk kemudian dikembangkan dalam
rangka kemajuan ilmu pendidikan khususnya mengenai bahasa Daerah.
2. Praktis
a. Bagi Siswa
Melalui rencana penelitian ini diharapkan siswa menyadari pentingnya
melestarikan bahasa daerah dan meningkatkan motivasi belajar siswa
tentang verba melalui bahasa Dayak Pompakng.
b. Bagi Guru
Hasil yang dihasilkan melalui penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan bagi guru dalam rangka melaksanakan proses
pembelajaran di kelas, dengan harapan agar melalui pengajaran verba
dengan bahasa Dayak Pompakng dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa terkhusus siswa di Kecamatan Kapuas.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengenai verba bahasa Dayak Pompakng mengkaji tentang
bahasa Dayak Pompkng yang digunakan oleh penutur-penutur yang terdapat di
Dusun Penyalimau Hilir, Kecamatan Kapuas.
1. Variabel Tunggal
Variabel Tunggal dalam rencana penelitian ini adalah Verba
Bahasa Dayak Pompakng di Dusun Penyalimau Hilir Kecamatan Kapuas
Kabupaten Sanggau.
6
2. Defenisi Operasional
Adapun penjelasan istilah ini dimaksud untuk menghindari kesalahan
penafsiran istilah antara penulis dengan pembaca. Oleh karena itu, maka perlu
dijelaskan istilah yang dimaksud, antara lain sebagai berikut.
a. Verba atau kata kerja adalah kelas kata yang menyatakan suatu pekerjaan,
pengalaman, keberadaan ataupun yang dalam pengertian lainnya dalam
perspektif yang dinamis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI
2008:1546) “Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan,
atau keadaan; kata kerja. Verba berasal dari bahasa latin Verbum yang
artinya „kata‟. Verba dalam kalimat atau frase berposisi sebagai predikat”.
Menurut Harimurti Kridalaksana (1993: 226) menyatakan bahwa “verba
adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat dalam
beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti kata, aspek,
dan pesona atau jumlah. Sebagian verba memiliki unsur semantis
perbuatan, keadaan dan proses, kelas kata dalam bahasa Indonesia ditandai
dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin
diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dan sebagainya”.
b. Bahasa Dayak Pompakng adalah bahasa yang digunakan subsuku yang
mendiami dusun Penyalimau Jaya Desa Penyalimau Hilir, Kecamatan
Kapuas Kebupaten Sanggau.
c. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat
dalam kalimt.
7
d. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan
yang bukam sifat atau kualitas.
Berdasarkan pembentukannya dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu verba
asal/pangkal/dasar dan turunan. Verba asal dasar adalah yang belum
mendapat tambahan afiks, tetapi terdiri dan memiliki makna. Sedangkan
verba turunan sudah mendapat tambahan afiks. Dalam pembentukan verba
turunan terdapat dua jenis afiks, masing-masing bersifat infleksional dan
derivasional distribusi berbeda dengan kata dasarny.
F. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah metode etnografi. Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu
budaya atau sistem kelompok sosial. Penulis menguji kelompok tersebut
dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup. Etnografi
adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses,
etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu
kelompok, di mana dalam pengamatan tersebut penulis terlibat dalam
keseharian hidup responden. Penulis mempelajari arti atau makna dari
setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok.
2. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bentuk kualitatif. Bentuk penelitian kualitatif tidak menggunakan
perhitungan, maksudnya data yang akan dianalisis tidak berbentuk angka-
8
angka. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (1994:6) yang
mengatakan bahwa “data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar,
dan buka angka-angka”.
G. Data dan Sumber Data
“Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Berkaitan dengan hal itu pada bagaian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-
kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto, dan statistik” dalam Lofland dan
Lofland (1984:47).
1. Data
Data dalam penelitian ini adalah verba Bahasa Dayak Pompakng.
Selain itu, tuturan yang dituturkan masyarakat subsuku Dayak Pompakng
sehari-hari juga merupakan data.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah verba Bahasa Dayak
Pompakng yang digunakan atau dituturkan oleh masyarakat subsuku
Dayak Pompakng, cerita rakyat, teks wawancara, dan catatan lapangan
yang penulis dapatkan di Desa Penyalimau Hilir‟ Dusun Penyalimau Jaya
Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau. Hal tersebut seperti yang
disampaikan oleh Moleong (1996:157). “Sumber data dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata atau perilaku namun kenyataan di lapangan
perilaku subjek hanya dapat dijelaskan dengan kata-kata”. Sebagai
sumber data tambahan dan perbandingan, penulis menggunakan beberapa
9
cerita rakyat subsuku Dayak Pompakng di Desa Penyalimau Hilir‟ yang
dituturkan. Sumber data yang berupa bahasa Dayak Pompakng dan cerita
rakyat yang dituturkan inilah yang direkam dan kemudian
ditranskripsikan, sehingga menjadi bentuk sumber tertulis.
Bahasa biasanya dituturkan informan. Informan yang akan
dijadikan sumber data tertulis harus memiliki kriteria-kriteria tertentu,
sehingga data yang diperoleh atau data yang diinginkan oleh penulis lebih
akurat dan refresentatif untuk dijadikan data. Penentuan informan dalam
penelitian ini dipilih dengan syarat-syarat kriteria yang berpedoman
kepada pendapat Sudaryanto dalam (Kusema Jati, 2007:42), sebagai
berikut.
1) Berjenis kelamin pria atau wanita.
2) Berusia antara 20-65 tahun (tidak pikun)
3) Informan lahir dan dibesarkan di desa itu jarang atau tidak pernah
meninggalkan desanya.
4) Berpendidikan maksimal tamat SD.
5) Penduduk asli.
6) Tidak cacat alat ucap: dan,
7) Sehat jasmani dan rohani.
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah individu, benda atau organisme, yang
dijadikan sebagai sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan
data penelitian. Dalam penelitian kualitatif, istilah subjek penelitian sering
disebut sebagai informan. yaitu pelaku yang memahami objek penelitian.
Jadi informan yang dimaksudkan di sini adalah orang yang memberi
informasi tentang data yang dibutuhkan oleh penulis, berkaitan dengan
penelitian yang sedang dilaksanakan. Pada penelitian ini yang menjadi
10
informan adalah individu yang terlibat dalam proses percakapan
mengenai Verba tentunya dalam Bahasa Dayak Pompakng. Selain
informan, kita juga mengenal istilah key informan atau kunci sumber
informasi. Adapun yang menjadi key informan di sini adalah (ketua adat
Dayak Pompakng yang ada di Desa tersebut dan kepala Desa Penyalimau
Hilir‟ tempat penulis melakukan penelitian).
H. Teknik dan Alat Pengumpul Data
1. Teknik Pengumpul Data
a. Teknik Simak dan Libat Cakap .
Disebut teknik libat cakap, karena penulis terlibat langsung
dalam dialog atau percakapan antara informan dan penulis.
Disamping itu, penulis juga memperhatikan penggunaan bahasa
lawan bicaranya. Penulis juga ikut serta dalam pembicaraan dapat
aktif dapat pula reseptif. Dalam teknik simak libat cakap ini penulis
menggunakan alat perekam berupa Handpone Recorder untuk
merekam pembicaraan yang dituturkan oleh informan.
b. Komunikasi Langsung
Wawancara atau interviu (interview) merupakan satu di
antara bentuk teknik pengumpulan data yang banyak digunakan
dalam penelitian kualitatif. Untuk mendapatkan data penulis
memanfaatkan media yang telah dipersiapkan berupa gambar daftar
pertanyaan/pedoman wawancara, dan daftar kata dalam bahasa
11
Indonesia yang mengandung verba untuk dijadikan bahan
percakapan.
c. Teknik Catat dan Rekam
Teknik perekaman diperlukan untuk merekam semua apa
yang diujarkan oleh informan, baik ujaran dari hasil wawancara
maupun cerita rakyat yang informan tuturkan. Teknik catat juga
berfungsi sebagai antisipasi dari kurang sempurnanya alat elektronik
seperti Handpone Recorder.
d. Teknik Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi dalam penelitian ini bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang
berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life
histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumentasi yang
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-
lain.
2. Alat Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah
penulis sendiri. Dalam pengerjaannya penulis dibantu oleh alat-alat yang
menunjang dan mempermudah penelitian, sehingga penelitian dapat
berjalan dengan efektif dan lancar. Adapun alat yang digunakan adalah:
a. Handpone Recorder, kaset, dan batrai untuk merekam bahasa lisan.
Handpone Recorder dimaksudkan untuk mendokumentasikan
12
bahasa lisan ke dalam bentuk rekaman bunyi sehingga dapat
diputar berulang-ulang.
b. Alat pengumpul data dalam teknik komunikasi langsung adalah
lembar pedoman wawancara dan alat tulis sebagai media untuk
mencatat hal-hal yang berkaitan dengan data yang diteliti. Alat tulis
juga berfungsi sebagai antisipasi dari kurang sempurnanya alat
elektronik seperti Handpone Recorder.
c. Teknik catat dan rekam menggunakan alat tulis dan Handpone
Recorder untuk mencatat dan merekam setiap tuturan oleh
masyarakat yang menggunakan Bahasa Dayak Pompakng.
d. Alat yang digunakan dalam teknik dokumentasi adalah Kamera
Handpone untuk mendokumentasi pada saat pengumpulan data di
lapangan.
I. Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini, yaitu verba Bahasa Dayak Pompakng akan
dianalisis secara struktural. Analisis struktural adalah pengutamaan perhatian
pada urutan dan susunan unit-unit bahasa dan antar unit bahasa. Data yang telah
diperoleh akan dideskripsikan secara struktural berdasarkan.
A. Fungsi Verba Bahasa Dayak Pompakng
B. Makna Verba Bahasa Dayak Pompakng
C. Bentuk Verba Bahasa Dayak Pompakng
1) Reduksi Data
13
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, semakin
lama penulis ke lapangan, maka jumlah data yang diperoleh akan semakin
banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya apabila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan,
seperti komputer, notebook, dan lain sebagainya.
Dalam mereduksi data, setiap penulis akan dipandu oleh tujuan yang akan
dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena
itu, apabila penulis dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang
dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus
dijadikan perhatian penulis dalam melakukan reduksi data.
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan, keleluasaan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang
masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan dengan teman
atau orang lain yang dipandang cukup menguasai permasalahan yang diteliti.
Melalui diskusi itu, wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat
mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang
signifikan.
14
2) Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.
Dalam penelitian kuantitatif, penyajian data dapat dilakukan dengan
menggunakan tabel, grafik, pictogram, dan sebagainya. Melalui penyajian data
tersebut, maka data terorganisasikan dan tersusun dalam pola hubungan, sehingga
akan semakin mudah dipahami.
Beda halnya dalam penelitian kualitatif, di mana penyajian data dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori, dan sejenisnya.
Menurut Miles dan Huberman, yang paling sering digunakan untuk menyajikan
data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Dengan adanya penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami tersebut. Selanjutnya oleh Miles dan Huberman disarankan agar dalam
melakukan display data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik,
matrik, network (jaringan kerja), dan chart.
3) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Miles
dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan mengalami perubahan
apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
15
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin
dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi
mungkin juga tidak. Mengapa bisa demikian? Karena seperti telah
dikemukakan di atas bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti
berada di lapangan.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau bahkan gelap,
sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan ini dapat berupa hubungan
kausal atau interaktif, maupun hipotesis atau teori.
J. Teknik Validitasi Data
“Trianguation is qualitative cross-validation. Is assesses the sufficiency of
the data according to the convergence of multiple data sources or multiple
data collection procedures” (Wiliam Wiersma, 1986). Triangulasi dalam
pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatakan sesuatu yang lain. Di luar data untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling
16
banyak digunakan ialah melalui sumber lainnya. Denzen (1978) dalam
Moleong (2007:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan
teori.
Triangulasi Sumber
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton 1987:331). Hal
ini dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan
dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan
orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3)
membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu; (4)
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat bisa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan;
(5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil
pembandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan, pendapat, atau
pemikiran. Hal penting di sini ialah bisa mengetahui adanya alasan-alasan
terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut (Patton, 1987:331).
17
Berdasarkan penjelasan di atas, maka triangulasi yang lebih tepat
dipergunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Penggunaan
dengan triangulasi dengan sumber karena dalam hal ini yaitu membandingkan
dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang dperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hai ini dapat dicapai
dengan jalan membandingkan dengan apa yang dikatakan orang di tempat
umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan apa yang
dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya
sepanjang waktu, membandingkan keadaan dengan perspektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan,
serta membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan
18
K. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Bahasa Dayak Pompkng merupakan satu di antara bahasa Dayak yang ada
di Kalimantan Barat, penutur Bahasa Dayak Pompkng sebagian besar berada
di daerah Kabupaten Sanggau, tepatnya di Kecamatan Kapuas. Kecamatan
Kapuas ini merupakan satu di antara kecamatan yang ada di kabupaten
Sanggau. Mengingat banyak dan luasnya pemakai dan Pengguna bahasa
Dayak Pompakng, maka penulis membatasi lokasi penelitian tersebut, yaitu
Desa Penyalimau Hilir‟, Dusun Penyalimau Jaya, kecamatan Kapuas
Kabupaten Sanggau.
Pemilihan lokasi tersebut tentu mengacu pada pertimbangan bahwa bahasa
Dayak Pompakng yang meneliti tentang verba belum pernah diteliti dan
mengingat penulis juga sebagai penutur atau pengguna bahasa tersebut.
Bahasa Dayak Pompkng digunakan pada kalangan masyarakat atau penduduk
setempat sebagai bahasa pergaulan sehari-hari dalam lingkungan masyarakat.
19
2. Waktu Kegiatan Penelitian
Waktu penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 6 bulan mulai bulan
Juli sampai Bulan Desember 2014.
No. Jenis
Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
I
II
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Pengajuan
Judul
Penyusunan
Proposal
Konsultasi
Seminar
Proposal
Perbaikan
Proposal
Pelaksanaan
Pengumpulan
Data
Analisis Data
Penelitian,
Pengolahan
Data,
Penyusunan
Laporan
Konsultasi
Ujian Skripsi
Perbaikan
20
BAGIAN II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat Verba
“Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan;
kata kerja. Verba berasal dari bahasa latin Verbum yang artinya „kata‟. Verba
dalam kalimat atau frase berposisi sebagai predikat”. Verba dalam bahasa
Indonesia dimaknai sebagai kelas kata yang menyatakan suatu pekerjaan,
pengalaman, keberadaan ataupun yang dalam pengertian lainnya dalam perspektif
yang dinamis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2008:1546)
Keberadaan kata terbagi dalam berbagai kelompok yang membedakan antara
yang satu dengan yang lainnya. Menurut Harimurti Kridalaksana (1993: 226)
menyatakan bahwa “verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai
predikat dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti
kata, aspek, dan pesona atau jumlah. Sebagian verba memiliki unsur semantis
perbuatan, keadaan dan proses, kelas kata dalam bahasa Indonesia ditandai
dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali
dengan kata seperti sangat, lebih, dan sebagainya”.
Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Mess (1992:4) yang
berhubungan dengan pengertian verba atau kata kerja. Beliau mengatakan:
“Sesuai dengan namanya, kata kerja pada umumnya menyatakan suatu pekerjaan,
perbuatan atau gerak. Ciri-ciri fisik lain yang ditampakan secara tradisional adalah
kemungkinan menduduki fungsi predikat oleh sebuah kalimat verba. Ciri-ciri fisik
21
yang paling menonjol adalah kemampuan menduduki posisi memerintah
(imperatif) secara langsung”.
Verba dalam tataran bahasa Indonesia merupakan bagain dari kategori
gramatikal. Verba ini mengacu kepada peristiwa dalam kaitannya sebagai bagian
dari kategori semantik. Verba dalam bahasa Indonesia memiliki kelas utama yang
terdiri dari tiga bagian yakni: keadaan, aksi atau perbuatan serta proses.
Sedangkan menurut (Van Ophuijser 1983:116) mengatakan bahwa "verba Melayu
adalah pangkal verba yang tampil secara mandiri sebagai bentuk perintah".
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai verba penulis dapat simpulkan
bahwa verba merupakan kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau
pekerjaan yang berfungsi sebagai predikat dalam beberapa bahasa lain yang
mempunyai ciri morfologis. Sebagai satu di antara kelas kata dalam tuturan
kebangsaan verba mempunyai frekuensi yang tinggi pemakaiannya dalam suatu
kalimat, verba mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyusunan kalimat.
Perubahan struktur pada kalimat sebagian besar ditentukan oleh perubahan bentuk
verba.
B. Fungsi Verba
Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau inti predikat dalam
kalimat. Menurut Alwi, dkk. (2010:167) “Verba memiliki fungsi utama sebagai
predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai
fungsi lain. Jika ditinjau dari segi fungsinya, verba (maupun frasa verbal)
terutama menduduki fungsi predikat. Walaupun demikian, verba dapat pula
22
menduduki fungsi lain seperti subjek, objek, dan keterangan (dengan perluasan
berupa objek, pelengkap, dan keterangan).
1. Verba dan Frasa Verbal sebagai Predikat, menurut Alwi, dkk. (2010:168)
Telah dikemukakan bahwa verba berfungsi terutama sebagai predikat atau
sebagai inti perdikat kalimat.
a. Kaca jendela itu pecah
b. Orang tuanya bertani.
c. Kedua sahabat itu berpeluk-pelukan
d. Mobil yang ditumpanginya tahan peluru.
e. Pemerintah akan mengeluarkan peraturan moneter baru.
f. Para tamu bersalam-salaman dengan akrab.
Dalam kalimat (a-d), verba pecah, bertani, berpeluk-pelukan dan tahan
peluru berfungsi sebagai predikat. (perlu diperhatikan bahwa tahan peluru
adalah verba majemuk. Jadi, tahan dan peluru bukan dua kata yang berdiri
sendiri). Predikat kalimat (e-f) adalah frasa verba, tetapi diikuti oleh unsur-
unsur lain. Pada (e) frasa akan mengeluarkan diikuti oleh objek kalimat
peraturan moneter baru. Pada (f) keterangan cara dengan akrab mengikuti
predikat bersalam-salaman.
Predikat adalah bagian kalimat yang menandai apa yang dikatakan oleh
pembicara tentang subjek. Oleh karena itu, verba atau frasa verbal sebagai
predikat dikarenakan verba berfungsi sebagai inti predikat kalimat.
2. Verba dan Frasa Verbal sebagai Subjek
Pada kalimat-kalimat di bawah ini terlihat bahwa verba dan perluasannya
(yang berupa objek, pelengkap, dan / atau keterangan dapat berfungsi sebagai
subjek. Pada umumnya verba yang berfungsi sebagai subjek adalah verba inti.
Tanpa pewatas depan ataupun pewatas belakang. Jika verba ini memiliki
23
unsur lain seperti objek dan keterangan, unsur itu menjadi bagian dari subjek.
Lihatlah contoh berikut. Menurut Alwi, dkk. (2010:169).
a. Membaca telah memperluas wawasan pikirannya.
b. Bersenam setiap pagi membuat orang itu terus sehat.
c. Makan sayur-sayuran dengan teratur dapat meningkatkan kesehatan.
Dalam kalimat (a), subjeknya ialah verba membaca, sedangkan dalam
kalimat (b) dan (c) subjeknya adalah frasa verba bersenam setiap pagi dan
makan sayur-sayuran dengan teratur.
Berdasarkan uraian di atas subjek adalah pokok pembicaraan atau pokok
bahasan dan pada umumnya verba berfungsi sebagai subjek adalah verba
inti. Unsur bagian dari subjek bisa merupakan unsur lain seperti objek dan
keterangan.
3. Verba dan Frasa verba sebagai Objek
Dalam kalimat berikut verba dan frasa verba dengan perluasannya
berfungsi sebagai objek. Menurut Alwi, dkk. (2010:170)
a. Dia sedang mengajarkan menari pada adik saya.
b. Dia mencoba tidur lagi tanpa bantal.
c. Mereka menekuni membaca Alkitab pada pagi hari.
Dalam kalimat (a) verba mencari adalah objek dari predikat sedang
mengerjakan. Dalam kaliamt (b) dan (c) yang berfungsi sebagai objek ialah
verba tidur lagi dan membaca Alkitab, yang masing-masing diikuti oleh
keterangan tanpa bantal dan pada pagi hari.
24
Berdasarkan uraian di atas objek merupakan hal, perkara, atau orang yang
menjadi pokok pembicaraan. Terkait verba dan frasa verbal juga berfungsi
sebagai objek yang masing-masing diikuti oleh kata keterangan.
4. Verba dan Frasa Verbal sebagai Pelengkap
Verba dan frasa verbal berserta perluasannya dapat berfungsi sebagai
pelengkap dalam kalimat seperti terlihat pada contoh-contoh berikut. Menurut
Alwi, dkk. (2010:171)
a. Dia sudah berhenti merokok
b. Mertuanya merasa tidak bersalah.
c. Samuel baru mulai mengerti masalah itu.
Verba merokok, frasa verbal tidak bersalah, dan perluasan verba mengerti
masalah itu dalam kalimat (a-c) berfungsi sebagai pelengkap dari predikat
berhenti, merasa, dan mulai. Masing-masing predikat itu tidak lengkap, dan
dengan demikian predikat yang bersangkutan tidak berterima jika tidak
diikuti oleh pelengkap.
Berdasarkan uraian di atas verba dan frasa verbal dapat juga berfungsi
sebagai pelengkap dari predikat. Predikat yang bersangkutan tidak diteriama
jika diikuti oleh pelengkap.
5. Verba dan Frasa Verbal sebagai Keterangan
Dalam kalimat berikut verba perluasannya berfungsi sebagai keterangan.
Menurut Alwi, dkk. (2010:172)
a. bu sudah pergi berbelanja
b. Paman datang berkunjung minggu yang lalu.
25
c. Saya bersedia membantu Anda.
d. Mereka baru saja pulan bertamasya.
Berdasarkan contoh di atas tampak bahwa ada dua verba yang letaknya
berurutan; pertama merupakan predikat dan yang kedua bertindak sebagai
keterangan. Pada kalimat (a-c) terkandung pengertian „maksud‟ atau „tujuan‟
dari perbuatan yang dinyatakan predikat. Karena itu, perkataan untuk dapat
disisipkan. Pergi untuk berbelanja, datang untuk berkunjung, dan bersedia
untuk membantu Anda. Pada kalimat (d) terkandung pengertian „asal‟ dan
oleh sebeb itu dapat disisipkan kata dari: pulang dari bertamasya. Dalam hal
ini verba (dengan perluasannya) menjadi bagian dari frasa preposisional
seperti juga dalam kedua kalimat beikut.
a. Dia mengawini gadis Australia itu untuk memperoleh status penduduk
menetap.
b. Pencuri memasuki rumah itu dengan memecahkan kaca jendela.
6. Verba yang Bersifat Atributif
Verba (bukan frasa) juga bersifat artibutif, yaitu, memberikan keterangan
tambahan pada nomina. Dengan demikian, sifat itu ada pada tataran frasa.
Perhatikan contoh berikut. Menurut Alwi, dkk. (2010:172)
a. Anjing tidur tak boleh diganggu.
b. Negara itu sedang berada dalam situasi berbahaya.
c. Kami terpaksa bekerja lembur karena banyak pekerjaan mendesak.
d. Emosi tak terkendali sangat merugikan.
26
Verba tidur, berbahaya, medesak, dan tak terkendali bersifat atributif
dalam frasa nomina anjing tidur, situasi berbahya, pekerjaan mendesak, dan
emosi tak terkendali. Setiap verba tersebut menerangkan nomina inti anjing,
situasi, pekerjaan, dan emosi. Verba yang berfungsi atributif seperti ini
merupakan kependekan dari bentuk lain yang memakai kata yang. Dengan
demikian, bentuk panjangnya adalah adalah (anjing) yang tidur, (situasi)
yang berbahaya (pekerjaan) yang mendesak, dan (emosi) yang tak
terkendali.
Berdasarkan uraian di atas verba juga bersifat atributif yang memberikan
keterangan tambahan pada nomina. dengan kata lain, verba yang bersifat
atributif tersebut menerangkan nomina inti. Frasa verbal bukan bersifat
atributif.
7. Verba yang Bersifat Apositif
Verba dan perluasannya dapat juga bersifat apositif, yaitu sebagai
keterangan yang ditambahkan atau diselipkan, seperti yang terdapat dalam
kalimat berikut. Menurut Alwi, dkk. (2010:173).
a. Pekerjaannya, mengajar, sudah dijalankan.
b. Usaha Pak Suroso, berdagang kain, tidak begitu maju.
c. Sumber pencarian penduduk desa itu, bertani dan beternak, sudah
lumayan.
Verba dan perluasannya mengajar, berdagang kain, dan bertani dan
beternak dalam kalimat-kalimat di atas berfungsi sebagai aposisi. Konstruksi
tersebut masing-masing menambah keterangan pada nomina pekerjaannya,
27
dan frasa nominal usaha Pak Suroso dan sumber pencarian penduduk desa
itu. Sebagaimana dapat dilihat, verba (dengan perluasannya) yang berfungsi
sebagai aposisi tersebut terletak di antara koma. Dalam membaca, intonasi
keterangan yang ditambahkan seperti itu biasanya direndahkan.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa verba dapat
berfungsi sebagai predikat, subjek, objek, pelengkap, keterangan, aposisi, dan
artibut. Namun, perlu diperhatikan bahwa kategori sintaksinya tetap verba.
Fungsinya saja yang dapat bermacam-macam.
C. Makna Verba
Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan
yang bukan sifat kualitas. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat
diberi perfiks ter- yang berarti „paling‟. Verba seperti mati atau suka misalnya,
tidak dapat diubah menjadi „termati‟ atau tersuka’.
Verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna
kesangatan. Tidak ada bentuk seperti ‘agak belajar’, ‘sangat pergi’, dan ‘bekerja
sekali‟ meskipun ada bentuk seperti „sangat berbahaya’, agak mengecewakan dan
mengharapkan sekali.
Tiap verba memiliki makna inheren yang terkandung di dalamnya. Verba lari
dan belajar, misalnya mengandung makna inheren perbuatan. Verba seperti itu
biasanya dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan Apa yang dilakukan oleh
subjek? Verba lari, misalnya, dapat menjadi jawaban atas pertanyaan Apa yang
dilakukan oleh pencuri itu?. Aspek semantik (maknanya), verba terbagi menjadi
tiga, yaitu (1) verba perbuatan (aksi), proses, dan keadaan.
28
1. Verba perbuatan
Verba perbuatan (aksi) dapat dikenali dari dua ciri: (a) dapat menjadi
jawaban terhadap pertanyaan: Apa yang dilakukan oleh subjek, (b) dapat
dipakai sebagai pembentuk kalimat perintah.
Contoh:
a. Hasan tidur sejak tadi.
b. Kami belum makan sejak kemarin.
c. Orang tuaku naik haji tahun ini.
Kata yang dicetak miring pada kalimat di atas adalah verba perbuatan.
Kata tidur dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan : Apa yang dilakukan
Hasan? Kata makan merupakan jawaban terhadap pertanyaan: Apa yang
belum kami lakukan sejak kemarin? Demikian pula dengan kata naik
haji adalah verba perbuatan sebab secara semantis kata tersebut dapat
digunakan untuk menjawab pertanyaan: Apa yang dilakukan orang tuaku
pada tahun ini? Selain itu, kata tersebut dapat dipakai dalam kalimat perintah
seperti dalam kalimat berikut:
a. Tidur!
b. Makan(lah) sesuka kalian!
Contoh verba perbuatan yang lain:
Membeli mempertanggungjawabkan
menakut-nakuti membaca
mandi kembang belajar
minum bernyanyi
29
2. Verba proses
Verba proses dapat dikenali melalui dua indikator: (a) dapat digunakan
untuk menjawab pertanyaan: Apa yang terjadi pada subjek?
(b) mengisyaratkan adanya perubahan dari satu keadaan ke keadaan lain.
Perhatikan contoh berikut!
a. Padi di sawah Pak Arman telah menguning.
b. Air di sawah mulai mengering.
Verba yang dicetak miring pada kalimat di atas adalah verba proses. Kata
menguning pada kalimat di atas dapat digunakan untuk menjawab
pertanyaan:Apa yang terjadi pada padi di sawah Pak Arman. Selain itu, kata
tersebut juga mengisyaratkan adanya “perubahan dari tidak kuning menjadi
kuning atau agak kuning”. Demikian pula dengan kata mengering pada
kalimat di atas digunakan untuk menjawab pertanyaan: Apa yang terjadi pada
air di sawah? Kata mengering juga mengandung makna adanya “perubahan
dari tidak kering menjadi kering atau agak kering”.
Contoh verba proses lainnya:
mengecil terdampar
meledak kebanjiran
terbakar jatuh
tersesat terbalik
3. Verba Keadaan
Verba keadaan umumnya tidak dapat digunakan untuk menjawab kedua
pertanyaan di atas dan tidak dapat pula digunakan sebagai perintah. Verba
30
keadaan mengisyaratkan acuan verba berada dalam situasi tertentu. Verba
yang mengandung makna “keadaan” ini jumlahnya sedikit dan sering
tumpang tindih dengan verba proses maupun dengan adjektiva. Verba
seperti mati termasuk verba proses dan sekaligus verba keadaan. Contoh
lain: suka, berguna.
Untuk membedakan verba keadaan dengan adjektiva pada umumnya dapat
menggunakan prefiks ter-. Adjektiva pada umumnya dapat ditambahkan
dengan prefiks ter- yang berarti “paling”, sedang pada verba keadaan, hal ini
tidak terjadi. Dari adjektiva cantik atau dingin misalnya, dapat dibentuk
menjadi tercantik (paling cantik) dan terdingin (paling dingin). Namun, dari
verba suka, mati, dan bergunatidak dapat dibentuk menjadi: tersuka, termati,
atau terberguna.
D. Bentuk Verba
Pengelompokan verba membagi bentuk menjadi dua yakni verba asal dan
verba turunan. Verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dan
verba turunan harus memakai afiks, dan dibagi lagi menjadi tiga subkelompok:
verba yang dasarnya adalah dasar bebas, tetapi memerlukan afiks supaya dapat
berfungsi sebagai verba; verba yang dasarnya adalah dasar bebas, yang dapat pula
memiliki afiks; dan verba yang dasarnya adalah dasar terikat, dan memerlukan
afiks. Selain itu verba turunan juga dapat berupa reduplikasi atau majemuk.
Menurut Alwi, dkk. (2010:102) “Bahasa Indonesia ada dua macam dasar yang
dipakai dalam pembentukan verba: (1) dasar yang tanpa afiks apapun telah
memiliki kategori sintaksis dan mempunyai makna mandiri, dan (2) dasar yang
31
kategori sintaksis ataupun maknanya baru dapat ditentukan setelah diberi afiks.
Dasar dari kelompok pertama itu dinamakan dasar bebas, sedangkan yang
kelompok kedua dinamakan dasar terikat. Bentuk seperti marah, darat, dan pergi
adalah dasar bebas. Bentuk juang, temu dan selenggara adalah dasar terikat”.
Ketiga contoh yang terakhir itu belum dapat dimasukan ke dalam kelas kata
manapun dan belum pula mempunyai makna yang mandiri. Kelas kata dan makna
ketiga bentuk itu ditentukan oleh afiks yang dibubuhkan padanya, jka kita
tambahkan afiks ber- atau meng-kan, yang kita peroleh adalah verba berjuang
bertemu, dan menyelenggarakan dengan artinya masing-masing.
Berdasarkan kedua macam dasar di atas, bahasa Indonesia pada dasarnya
mempunyai dua macam bentuk verba, yakni (1) verba asal: verba yang dapat
berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, dan (2) verba turunan: verba
yang harus atau dapat memakai afiks bergantung pada tingkat keformalan bahasa
dan/ atau pada posisi sintaksisnya. Verba turunan dibagi lagi menjadi tuga
subkelompok yakni, (a) verba yang dasarnya adalah dasar bebas (misalnya, darat)
tetapi memerlukan afiks supata dapat berfungsi sebagai verba (mendarat), (b)
verba yang dasarnya adalah dasar bebas (misalnya, baca) yang dapat pula
memiliki afiks (membaca), dan (c) verba yang dasarnya adalah dasar terikat
(misalnya, temu) yang memerlukan afiks (bertemu). Selain ketiga subkelompok
verba turunan itu, ada jiga verba turunan yang berbentuk kata berulang (misalnya,
naik haji, bertanggung jawab). Kecuali tiba, semua verba bebas pada keompok
(1) pada 2 berikut dapa pula dipakai sebagai dasar untuk membentuk, antara lain,
verba mengadakan, menuruni, dan menurunkan.
31
Verba turunan pada kelompok (2a) perlu dibedakan dari keompok (2b) karena
alasan berikut. Pertama, sifat wajib dan manasuka afiks pada kedua kelompok itu
mempunyai pengaruh dalam sintaksis. Dalam kalimat imperatif. Afiks pada (2a)
harus mempertahankan karena dasar pada kelompok ini adalah kata yang bukan
verba. Perhatikan contoh berikut.
(a) Mendaratlah di landasan 3!
(b) Berlayarlah sebelum hujan turun!
(c) Cepatlah berpakaian kalau kamu mau ikut!
Asal: berdiri sendiri tanpa afiks :
a. Dasar bebas‟ : Afiks wajib
b. Dasar bebas, afiks : manasuka
1. Turunan
c. Dasar terikat :
Afiks wajib
d. berulang :
e. Majemuk :
Sebaikanya, afiks meng- pada kelompok (2b) malah harus dihapuskan
dalam kalimat inperetatif karena ciri makna verba kelompok ini adalah yang
menyatakan perbuatan. Perkecualiannya adalah apabila objeknya tidak dinyatakan
secara eksplisit.
ada, datang, mandi
tidur tinggal, suka, tiba, turun,
pergi.
(mem)baca, (mem) beli,
(meng)ambil, (men)dengar,
(be)kerja, (ber)karya, (ber)jalan.
Mendarat, melebar, mengering,
membesar, berlayar, betelur,
bersepeda, bersuami.
Bertemu, bersua, membelalak,
menganga, mengunsi, berjuang.
Berjalan jalan, memukul-mukul,
makan-makanan
Naik haji, campur tangan, cuci
muka, mempertanggung jawabkan.
Verba
Bagan: 1 Bentuk Verba, Alwi, dkk. (2010:103)
32
(a) Bacalah buku ini baik-baik!
(b) Ambillah mobilnya dibengkel itu!
(c) “ayo, membaca!” perintah guru kepada murid yang sedang melamun.
Selain itu, tidak adanya afiks ber- ataupun meng- dalam kalimat
bergantung pada keformalan gaya bahasa yang dipakai, jika gaya bahasanya
formal, afiks ber- dan meng- dipertahankan: tetapi informal, afiks itu dapat
ditiadakan.
Contoh:
(a) Bekerjalah dengan rajin! (formal)
(b) Kerja(lah) dengan rajin! (informal)
(c) Murid itu bekerja dengan rajin! (formal)
(d) Murid itu kerja dengan rajin! (informal)
(e) Mereka sudah membaca buku itu. (formal)
(f) Mereka sudah baca buku itu. (informal)
Dengan demikian, alasan kedua ialah bahwa dalam gaya bahasa yang
informalpun afiks meng- atau ber- pada kelompok (2a) masih tetap dipertahankan,
baik dalam bentuk utuhnya maupun dalam bentuk yang sudah sedikit diubah
(seperti bertelur menjadi nelur).
Contoh:
(a) Kapal terbangnya sudah (me)ndarat, belum?
(b) Ayamnya, kok, belum bertelur?
(c) Ayamnya, kok, belum nelur?
33
Sebaliknya, dalam bahasa informal afiks meng- dan ber- pada kelompok
(2b) umunya tidak dipakai. Berikut adalah contoh yang lain:
(a) Kemarin kamu beli apa di sana?
(b) Saya belum dengar berita itu.
(c) Kamu sekarang kerja di mana?
1. Verba Asal
Verba asal ialah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks. Hal itu
berarti bahwa dalam tataran yang lebih tinggi seperti klausa ataupun kalimat,
baik dalam bahasa formal maupun informal, verba macam itu dapat dipakai.
Perhatikan contoh berikut.
(a) Di mana Bapak tinggal?
(b) Segera setelah tiba di Jawa, kirimlah surat ke mari.
(c) Kita perlu tidur sekitar enam jam sehari?
Makna leksikal, yakni makna yang melekat pada kata, telah dapat pula
diketahui dan verba semacam itu. Dalam bahasa Indonesia jumlah verba asal
tidak banyak.
Contoh:
Ada gugur jatuh mandi
Bangun hancur kalah mati
Cinta hidup lahir menang
Datang hilang lari minum
Duduk ikut makan muak
Naik rasa tengelam tumbang
34
Paham sadar terbit tumbuh
Pecah suka tiba turun
Pergi tahan tidur tamat
Pulang tahu tinggal yakin
Daftar ini juga mengandung sejumlah kata yang mempunyai ciri verba dan
adjektiva sekaligus, misalnya hancur dan pecah.
2. Verba Turunan
Verba turunan adalah verba yang dibentuk melalui transposisi,
pengafiksan, reduplikasi (pengulangan), atau pemajemukan (pemanduan).
Transposisi adalah suatu proses penurunan kata yang memperlihatkan
peralihan suatu kata dari kategori sintaksis yang satu ke kategori sintaksis yang
lain tanpa mengubah bentuknya. Nomina jalan, misalnya, diturunkan verba
jalan. Contoh berikut juga merupakan transposisi dari nomina ke verba.
Dasar Verba Turunan
Telepon telepon
Cangkul cangkul
Gunting gunting
Sikat sikat
Pengafiksan adalah penambahan afiks pada dasar. Contoh:
Dasar Verba Turunan
Beli membeli
Darat mendarat
Temu bertemu
35
Sepeda bersepeda
Restu merestui
Besar memperbesarkan
Henti memberhentikan
Reduplikasi adalah pengulangan suatu dasar. Contoh:
Dasar Verba Turunan
Lari lari-lari
Makan makan-makan
Tembak tembak-menembak
Terka menerka-nerka
Kata turunan dibentuk dengan proses reduplikasi dinamakan kata
berulang. Dengan demikian, verba turunan seperti yang digambarkan di atas
dapat juga disebut verba berulang. Seperti terlihat pada cntoh di atas,
pengafiksan dapat juga terjadi pada verba berulang. Misalnya, tembak-
menembak dan menerka-nerka.
Pemajemukan adalah penggabungan atau pemaduan dua dasar atau lebih
sehingga menjadi satu satuan makna.
Dasar Verba Turunan
Jual, beli jual beli
Jatuh, bangun jatuh bangun
Salah, sangka salah sangka
Salah, hitung salah hitung
Hancur, lebur hancur lebur
36
Kata turunan yang terbentuk melalui pemajemukan disebut kata majemuk.
Dengan demikian, verba turunan seperti digambarkan di atas dapat juga disebut
verba majemuk. Pengafiksan dan reduplikasi dapat terjadi pada verba
majemuk, misalnya memperjualbelikan, menghancurleburkan, dan jatuh-jatuh
bangun.
a. Proses Penurunan Verba
Proses Penurunan verba ada empat macam afiks atau imbuhan
yang dipakai untuk menurunkan verba: prefiks, sufiks, konfiks, dan yang
tidak produktif lagi infiks. Prefiks, yang sering juga dinamakan awalan,
adalah afiks yang diletakan di muka dasar. Sufiks, yang sebut juga
akhiran, diletakan di belakang dasar. Konfiks, adalah gabungan prefiks
dan sufiks yang mengapit dasar dan membentuk satu kesatuan. Infiks,
yang juga dinamakan sisipan, adalah bentuk afiks yang ditempatkan di
tengah dasar.
Dalam bahasa Indonesia terdapat prefiks verba meng-, per-, dan
ber-. Selain itu, terdapat pula prefiks di- dan ter- yang menggantikan
meng- pada jenis klausa atau kalimat tertentu. Jumlah sufiks untuk verba
ada tiga, yakni –kan, -i, dan –an. Konfiks verba adalah ke—an dan ber—
an.
Prefiks dan sufiks dapat membentuk konfiks jika dua syarat berikut
terpenuhi. Pertama, keterpaduan antara prefiks dan sufiks benrsifat mutlak,
artinya kedua sufiks itu secara serentak dilekatkan pada dasar kata.
Perhatikan contoh berikut.
37
(a) Para pengungsi berdatangan.
(b) Mereka kejatuhan pohon.
Dasar kedua verba pada contoh di atas masing-masing adalah
datang dan jatuh. Pada bentuk berdatangan, prefiks ber- dan sufiks –an
secara serentak ditempelkan pada dasar datang. Demikian pula halnya
dengan konfiks ke—an dan dasar jatuh yang menghasilkan bentuk
kejatuhan.
Syarat kedua adalah bahwa pemisahan salah satu dari afiks itu
tidak akan meninggalkan bentuk yang masih berwujud kata yang
hubungan maknanya masih dapat ditelusuri. Perhatikan contoh berikut.
(a) Mereka kecurian mobil.
(b) Pak Asmuni berhalangan.
Verba kecurian secara sepintas dapat dipisahkan menjadi ke-curian
karena dalam bahasa kita memang ada kata curian. Namun, makna verba
kecurian tidak dapat ditelusuri dari gabungan ke dan curian. Oleh karena
itu, ke—an adalah konfiks. Sebaliknya, verba berhalangan tidak terbentuk
dari dasar halang dan konfiks ber—an, tetapi dari prefiks ber- dengan
bentuk yang sudah bersufiks –an, yakni halangan. Makna dari gabungan
ber- dan halangan tidak hanya dapat ditelusuri dari penggabungan itu
sendiri, tetapi juga dari kaidah umum bahasa Indonesia mengenai prefiks
ber-, yakni prefiks ber- berarti „mempunyai‟. Dengan demikian,
berhalangan berarti ‟mempunyai halangan‟.
38
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa urutan penurunan verba
mengikuti kaidah urutan afiks sebaga berikut.
1) Jika prefiks tertentu mutlak diperlukan untuk mengubah kelas kata
dari dasar tertentu menjadi verba, prefiks itu tinggi letaknya dalam
hierarki penuruan verba. Contoh:
darat (nomina) mendarat (verba)
layar (nomina) berlayar (verba)
kuning (adjektiva) menguning (verba)
satu (numeralia) bersatu (verba)
Prefiks meng- dan ber- pada contoh di atas mutlak diperlukan untuk
mengubah nomina darat dan layar, adjektiva kuning, dan numeralia
satu menjadi verba. Karena itulah prefiks seperti ini mempunyai
hierariki yang tinggi dalam proses penuruan verba.
2) Jika prefiks tertentu digunakan bersama-sama dengan sufiks tertentu
dan kehadiran kedua afiks itu terpadu dan maknanya tak terpisahkan,
dalam hierarki penurunan verba kedu afiks yang bersangkutan
mempunyai tempat yang sama tingginya. Dengan kata lain, prefiks
dan sufiks itu merupakan konfiks.
Contoh:
jatuh (verba) kejatuhan (verba)
banjir kebanjiran (verba)
datang kedatangan (verba)
pergi bepergian (verba)
39
3) Jika prefiks tertentu terdapat pada verba dengan dasar nomina yang
bersufiks tertentu, prefiks itu lebih tinggi letaknya daripada sufiks
dalam hierarki penuruan verba.
Contoh:
halangan berhalangan
kaitan berkaitan
pasangan berpasangan
urutan berurutan
hubungan berhubungan
Perlu kiranya dicatat di sini dua hal. Pertama, bentuk yang terletak di
lajur kiri adalah nomina yang telah bersufiks –an. Nomina ini berubah
menjadi verba setelah diberi prefiks ber-. Kedua, prefiks ber- adalah
wajib untuk memperoleh status kata sebagai verba. Karena itulah
hierarki ber- lebih tinggi daripada –an.
4) Jika prefiks tertentu digunakan bersama-sama dengan sufiks tertentu,
sedangkan hubungan antara sufiks dan dasar telah menumbuhkan
makna tersendiri, dan penambahan prefiks itu tidak mengubah makna
leksikalnya, maka tempat sufiks dalam hierarki penurunan verba lebih
tinggi daripada prefiks.
Contoh:
Darat daratkan mendaratkan
Kuning kuningkan menguningkan
Restu restui merestui
40
Adil adili mengadili
Beli belikan membelikan
Dekat dekati mendekati
Perlu diperhatikan bahwa bentuk yang terletak di lajur tengah adalah
verba sehingga prefiks meng- tidak berfungsi sebagai pembentuk
verba.
5) Jika prefiks tertentu digunakan bersama-sama dengan sufiks tertentu,
hubungan antara prefiks dan dasar kata telah menghasilkan perubahan
kelas kata, dan penambahan sufiks tidak mengubah kelas kata lagi,
maka dalam hierarki penuruan verba prefiks itu lebih tinggi daripada
sufiks.
Contoh:
Asas berasas berasaskan
Atap beratap beratapkan
Dasar berdasar berdasarkan
Suami bersuami bersuamikan
Pada contoh di atas dasar asas telah diubah menjadi verba berasas.
Oleh karena itu, penambahan sufiks –kan tidak lagi merupakan syarat
untuk menjadikan dasar asas menjadi verba.
6) Jika prefiks tertentu digunakan bersama-sama dengan sufiks tertentu,
dan gabungan keduanya bukan merupakan konfiks tetapi menentukan
makna leksikal, maka maknalah yang kita anggap menentukan
hierarki pembentukan verba. Verba transitif berhentikan, misalnya,
41
kita anggap diturunkan dari berhenti lalu ditambah –kan dan bukan
dari berhenti lalu ditambahkan ber-. Hal ini disebabkan oleh makna
verba berhentikan, yakni manyebabkan berhentinya dan bukan
ditandai oleh hentikan.
Dari keenam kaidah di atas tampaklah bahwa yang menjadi patokan
utama adalah wajib tidaknya afiks. Jika wajib, hierarkinya tinggi. Kecuali
untuk sejumlah verba pada kelompok nomor 5, pada umumnya dalam hal
penurunan verba, sufiks lebih tinggi hierarkinya dari prefiks.
(a) Penggabungan Prefiks dan Sufiks
Pada dasarnya prefiks dapat bergabung dengan sufiks.
Namun, dalam kenyataannya tidak sebarang prefiks dapat
bergabung dengan sebarang sufiks. Bagan 2 di bawah ini
menunjukan semua kemungkinan penggabungan antara kedua afiks
itu.
Bagan 2. Penggabungan Prefik dan Sufiks, Alwi, dkk. (2010:111)
Perfik Sufik
meng – -kan
per-
ber- -i
ter-
di-
ke- -an
42
Dalam bagan di atas dapat kita lihat bahwa dalam
pembentukan verba bahasa Indonesia (a) Prefiks ke- tidak dapat
bergabung dengan sufiks –kan atau –i (kecuali dalam dasar verba
ketahui) (b) prefiks meng-, per-, dan di- tidak dapat bergabung
dengan sufiks –an; (c) predikat ber- tidak dapat bergabung
dengan sufiks –an dan dengan –i pada kata ketahui. Berikut ini
diberikan contohnya secara berturutan.
Meng-kan
Menidurka
Membelikan
Mendekatkan
Meng-i
Merestui
Membohongi
Mendekati
Per-kan
Permainkan
Peristrikan
Peringatan
Per-I
Perbaiki
Perlengkapi
Peringati
Ber-kan
Berjatuhan
Berpergian
Berdatangan
Ter-kan
Terselesaikan
Terabaikan
Terlemparkan
Ter-i
Terpenuhi
Teratasi
Tersaingi
Di-kan
Ditentukan
Dihabiskan
Dituliskan
Di-i
Didatangi
Dibatasi
Diulangi
Ke-an
Kelaparan
Kejatuhan
Kecurian
Ke-i
Ketahui.
43
(b) Urutan Afiks
Di atas telah disajikan berbagai kemungkinan
penggabungan prefiks dan sufiks. Di antara prefiksi itu sendiri
terdapat pula urutan yang harus dipatuhi jika dua prefiks terdapat
pada satu dasar yang sama. Urutan yang pertama adalah prefiks
meng- yang selalu menduduki posisi paling kiri. Kemudian
menyusul prefiks per- atau ber- sehingga menjadi bentuk memper-
dan member- seperti pada kata memperjuangkan, memperkecil,
memperbaiki, memberhentikan, memberlakukan, dan
memberangkatkan.
Prefiks ter- dan di- merupakan pengwujudan lain dari
prefiks meng- dalam posisi-posisi tertentu. Jika meng- merupakan
prefiks ver ba yang transitif, ter dan di dapat menggantinya.
Contoh:
Membeli dibeli terbeli
Membawa dibawa terbawa
Memberangkatkan diberangkatkan terberangkatkan
Oleh karena itu, meng- disatu pihak dengan di- dan ter-
dipihak lain menduduki posisi yang sama dalam susunan urutan
verba. Prefiks ke- tidak dapat bergabung dengan prefiks lain.
Demikian pula sufiks –kan, -i dan –an tidak dapat saling
bergabung. Perlu diperhatikan bahwa prefiks ke- seperti dalam
kemukakan dan ketengahkan bukan merupakan prefiks verbal.
44
Dalam kaitannya dengan sufiks ke- hanya dapat bergabung dengan
–an seperti pada verba kejatuhan, kehujanan, dan kecurian dengan
satu pengecualian, ketahui, dalam hal ini ke- bergabung dengan –i.
45
DAFTAR PUSTAKA
Alloy, Sujarni, dkk. (2008). Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa
Dayak Di Kalimatan Barat. Pontianak: Institut Dayaklogi.
Alwi, Hasan, dkk. (2010). Tata Bahasa Baku: Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Hs, Widjono. (2012). Bahasa Indonesia. Jakarta: Kompas Gramedia.
Idrus, Muhammad. (2002). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogjakarta: Erlangga.
Moleong, J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya
Nascucha, dkk. (2013). Bahasa Indonesia: Penulisan Karya Ilmiah, Yogyakarta:
Media Perkasa.
Permendiknas, (2009). Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan,
Yogjakarta: Pustaka Timur.
Ramlan, M. (2009). Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif, Yogjakarta: CV
Karyono
Satori, D & Komariah, A (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Sidu, Ode L. (2013). Sintaksis: Bahasa Indonesia. Kediri: Unhalu Press.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
46
top related