pemikiran anwar sadat tentang...
Post on 14-Mar-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
vi
INKONSISTENSI ANWAR SADAT TENTANG DEMOKRASI
Oleh
ACHMAD BAEHAKI NIM: 101033221773
PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1428 H/2007 M
PEMIKIRAN ANWAR SADAT TENTANG DEMOKRASI
vii
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam Pemikiran Politik Islam
Oleh: ACHMAD BAEHAKI
101033221773
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Zainun Kamaluddin, M.A. Drs. Idris Thaha, M.Si NIP: 150 228 884 NIP: 150 317 723
Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1428 H/2007 M
viii
KATA PENGANTAR
Bismillâh al rahmân al rahîm
Dengan penuh rasa syukur atas terselesaikannya skripsi ini penulis
memanjatkan puji kepada Allah Subhânah wa Ta‘âla. Dialah Dzat yang Maha
Agung yang telah menciptakan manusia dan seluruh ciptaannya baik di bumi
maupun di langit. Dialah yang selalu Ada ketika manusia fana. Shalawat dan
salam tetap tercurah kepada Nabi dan Rasul Allah, Muhammad shalla Allâh
‘alaih wa sallam yang telah meletakan pondasi yang kuat bagi peradaban
manusia.
Perjalanan menempuh sarjana bagi penulis memang tidak semudah yang
dibayangkan. Berbagai halangan yang mengganggu baik selama perkuliahan
maupun dalam penyelesaian skripsi ini selalu ada. Tetapi dengan kekuasaan-Nya
Allah memperlihatkan kasih sayang-Nya dengan cara-Nya sendiri, sehingga
penulis mampu menuntaskan skripsi ini sesuai ketentuan tradisi akademik yang
membahas tentang “pemikiran Anwar Sadat tentang demokrasi”.
Skripsi ini juga ditulis untuk menambah pengayaan bagi wacana
demokratisasi di Indonesia. Demokrasi selama ini belum mencapai cita-cita
idealnya. Demokrasi Indonesia hanya sebatas prosedurnya saja, terutama ditandai
dengan pemilihan yang diadakan secara langsung. Tetapi hakekatnya belum
mencapai apa yang sebenarnya dituju oleh demokratisasi itu sendiri. Di sini
pentingnya, berkaca apakah problem demokrasi antara Mesir dan Indonesia
memiliki potensi persoalan yang sama, mengingat kedua negara merupakan
bangsa dengan penduduk mayoritas Muslim.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis sangat berterima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan peran penting bagi terselesaikannya skripsi ini.
Pihak-pihak tersebut antara lain: Perputakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Perpustakaan Utama UIN, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Freedom
Institute, CSIS, dan LIPI. Tak lupa pula kepada mereka, dengan rendah hati
penulis haturkan banyak terima kasih atas kerjasama yang manis ini.
ix
Akhirnya penulis sadar betul berhutang budi kepada mereka yang telah
memberikan kontribusi yang berharga selama penulis menempuh jenjang
pendidikan sarjana dan penyelesaian skripsi ini. Mereka itu adalah:
1. Kedua orang tuaku, Maturidi dan Siti Hasanah, dengan tanpa terkecuali
ini merupakan sebuah kado pertama yang bisa diberikan kepada orang
tua tercinta. Tanpa mereka penulis mustahil bisa mengenyam pendidikan
setinggi ini. Merekalah sesungguhnya yang telah berhasil melewati
masa-masa sulit dengan segala kesabarannya. Keempat kakak-kakakku,
mereka pula yang memberikan dukungan agar dapat terselesaikannya
skripsi ini mereka adalah Mariam, Sutinah, Baedowi, dan Siti Rohmah.
Adik-Adikku: Baesoni, Baenuri, dan Baedoni yang merupakan beban
moral bagi saya apabila skripsi ini tidak dapat terselesaikan.
2. Dr. Amin Nurdin, M.A., Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang
telah berusaha menciptakan lingkungan intelektual yang kondusif
sehingga memmungkinkan penulis khususnya dan mahasiwa Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat umumnya bisa belajar dengan nyaman.
3. Drs. Agus Darmaji, M.Fils., Ketua Jurusan Pemikiran Politik Islam yang
telah memberikan masukan dan saran yang berharga pada draf awal
pengajuan skripsi ini.
4. Dra. Wiwi Siti Sjazarah, M.Ag., Sekretaris Jurusan Pemikiran Politik
Islam yang telah memberikan pelayanan akademik sebaik-baiknya.
5. Drs. Idris Thaha, M.Si. dan Dr. Zainun Kamalluddin, M.A. selaku
pembimbing atas ide-idenya yang brilian dalam penulisan skripsi ini.
6. Semua Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan pelayanan
pengetahuan dengan profesional: memberikan ruang diskusi yang
dialogis dan terbuka dan memberikan kebebasan berpikir pada setiap
pokok bahasan yang disampaikan; telah memberikan sengatan
intelektual dengan penuh rasa saling menghargai, terbuka, dan
menjunjung tinggi kebebasan intelektual, dengan tetap bertumpu pada
kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku. Mereka juga telah memberikan
apresiasi terhadap aneka ragam pikiran yang muncul sehingga
memungkinkan terjadinya pendewasaan intelektual.
x
7. Teman-temanku seangkatan di program studi Pemikiran Politik Islam:
Mohamad Nabil, Ahmad Munjin, Yusuf Hamdani dan istri (Salmah),
Alimani yang berjasa memberi ide untuk mengangkat tema ini, dan
Abdul Aziz Nurizun yang tanpanya kami tidak berlangganan Koran
Tempo.
Penulis yakin masih banyak nama yang belum disebutkan yang memiliki
andil besar dalam penulisan karya ilmiah ini, baik langsung maupun tidak
langsung. Kepada mereka semua, penulis tetap menghaturkan rasa terima kasih
yang teramat sangat. Semoga Allah membalasnya amal mereka sebagai tiket
masuk surga. Amin.
Jakarta, 19 Mei 2007
Achmad Baehaki
xi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
PEDOMAN TRANSLITERASI...................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................... 7
D. Metode Penelitian ........................................................... 8
E. Sistematika Penulisan .................................................... 8
BAB II BIOGRAFI DAN KARIR POLITIK ANWAR SADAT
A. Riwayat Hidup Anwar Sadat .......................................... 11
B. Karya-Karya Anwar Sadat ............................................. 16
C. Perjalanan Karir Politik Anwar Sadat ........................…. 18
BAB III SEJARAH DEMOKRASI DI MESIR
A. Pengertian Demokrasi ..................................................... 28
B. Sejarah Masuknya Demokrasi di Mesir ......................... 33
C. Elemen-Elemen Demokrasi di Mesir ............................. 38
D. Konteks Lahirnya Gagasan Demokrasi Anwar Sadat .... 41
xii
BAB IV GAGASAN DEMOKRASI ANWAR SADAT
A. Multi Partai ..................................................................... 44
B. Kebebasan Pers .............................................................. 49
C. Kebijakan Pintu Terbuka (Infitah) ................................. 54
1. Ekonomi ...................................................................... 54
2. Reaksi Organisasi Kemahasiswaan............................. 58
3. Sektor Pertanian .......................................................... 59
4. Anwar Sadat Tidak Konsisten: Sebuah Analisis…………… 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................. 64
B. Saran-Saran ................................................................. 66
BIBLIOGRAFI ............................................................................................. 67
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demokrasi sejak pertama kali berkembang di Eropa memiliki transformasi
makna sesuai ruang dan waktu di mana demokrasi diterapkan. Sesudah perang
dunia II (1939-1945) demokrasi juga didukung oleh beberapa negara baru di Asia.
India, Pakistan, Filipina, dan Indonesia mencita-citakan demokrasi konstitusional,
sekalipun terdapat bermacam-macam bentuk pemerintahan.1
Jika dilacak secara historis demokrasi berasal dari dua kata bahasa
Yunani, “Demos” dan “Kratos.” Demos berati rakyat, sedangkan “Kratos” artinya
kekuasaan atau pemerintahan. Jika digabung dari dua kata tersebut maknanya
menjadi pemerintahan rakyat.2 Jadi, secara terminologi, demokrasi berarti
kekuasaan pemerintahan yang di dalamnya rakyat menjadi pemegang kekuasaan
tertinggi atau kedaulatan berada di tangan rakyat.3 Dengan kata lain, demokrasi
bisa dikatakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam perkembangannya, kita mengenal bermacam-macam istilah
demokrasi, yang dalam pembagiannya demokrasi secara umum terbagi ke dalam
empat model: demokrasi presidensial, demokrasi parlementer, demokrasi
perwakilan, dan demokrasi langsung.4 Demokrasi presidensial, presiden memiliki
kedudukan kuat dalam pembuatan keputusan dan kekuasaan politik. Demokrasi
parlementer, parlemenlah merupakan satu-satunya lembaga perwakilan tertinggi
1Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama,
2000), h. 51 2M. Amien Rais, Demokrasi dan Proses Politik, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. ix 3Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 174. 4Thomas Meyer, Demokrasi: Sebuah Pengantar untuk Penerapan, (Jakarta: Friedrich-
Ebert-Stiftung, 2002), h. 13
xiv
untuk mengambil keputusan. Demokrasi perwakilan, mempercayakan sepenuhnya
pengambilan keputusan di tingkat parlemen oleh wakil-wakil yang dipilih.
Demokrasi langsung, akan mengalihkan sebanyak mungkin keputusan kepada
rakyat yang berdaulat.
Bagi dunia Islam, kata “demokrasi” pada awalnya begitu asing. Ia masuk
ke dunia muslim, baru diakhir abad ke-19, dan di gerbang abad ke-20, melalui
serbuan kolonialisme Eropa, dan munculnya nasionalisme. Kondisi ini membawa
transformasi yang cukup revolusioner terhadap keberadaan dan stabilitas dunia
Islam. Pada gilirannya, hal ini juga merubah mental dan pandangan dunia kaum
muslim pada umumnya. Serbuan kolonialisme Eropa di satu sisi, dan perubahan
radikal dalam aras politik dan ekonomi di lokalitas dunia Islam di sisi yang lain,
telah membawa ke arah pembentukan negara-bangsa (natio-state) baru yang tidak
lagi berdasarkan pada identitas agama semata, tetapi juga identitas lokal dan
warisan kolonial. Bahkan, ideologi warisan kolonial, semisal “demokrasi,” yang
sebelumnya begitu asing, menjadi semacam identitas (nasional) baru di negara-
bangsa muslim yang baru terbentuk.
Konsekuensinya, umat Islam yang mendiami negara-negara baru tersebut
mengalami ketegangan dalam proses pencarian identitas negaranya: apakah akan
didasarkan pada Islam—seperti sebelumnya—atau pada ideologi peninggalan dan
paksaan kolonial, seperti demokrasi. Mungkin, bagi pemikir-pemikir muslim yang
menganggap demokrasi itu adalah produk kolonial yang ingin meminggirkan
Islam, maka akan menjatuhkan pilihannya pada Islam sebagai identitas negaranya.
Dalam konteks ini, pemikir Muslim sekaligus pemimpin Mesir di
pertengahan tahun 70-an, Anwar Sadat, memilih opsi yang kedua. Karena, bagi
xv
dia, demokrasi adalah ideologi negara yang bisa membawa Mesir sejajar dengan
negara-negara Eropa yang sebelumnya menjajah tanah kediamannya.5 Aspek-
aspek keterbukaan, multi partai, kebebasan pers, dan liberalisasi ekonomi6—Sadat
menyebutnya kebijakan ekonomi “pintu terbuka”7—yang terkandung dalam nilai-
nilai demokrasi bisa menjadikan bangsa Mesir lebih maju dalam kacamata Anwar
Sadat.
Implikasi dari kebijakan ekonomi “pintu terbuka” ini mendorong penetrasi
budaya Barat, dari pakain dan perilaku hingga televisi, musik, dan video, yang
menguntungkan kaum elit terbaratkan yang menikmati hak istimewa dalam
ekonomi; dengan demikian mendorong tumbuhnya suatu masyarakat yang di
dalamnya yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.8
Di samping untuk membawa Mesir sejajar dengan negara-negara Eropa,
Sadat juga memperkenalkan sosialisme demokratis sebagai ideologi tandingan
bagi sosialisme ilmiah Nasser, dan telah menggantikan segara satu-partai di Mesir
dengan sistem pemilihan multi-partai.9
Langkah pertama sebagai presiden adalah keinginan memposisikan bangsa
Mesir sejajar dengan bangsa Eropa. Ini dibuktikan dengan usahanya menyatukan
seluruh organisasi Islam dengan tokoh-tokoh Islam untuk bersatu dalam
membangun negara Mesir yang kuat, kedua dengan istilah “kebijakan pintu
terbuka” dalam upaya menarik investor ke Mesir guna memperbaiki prekonomian
5John L. Esposito dan John D. Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan
Prospek. Penerjemah Rahmani Astuti (Bandung : Mizan, 1999), h. 238. 6Riza Sihbudi, dkk., Profil Negara-Negara Timur Tengah, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995),
h. 157. 7Esposito dan Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, h. 238. 8Esposito dan Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, h. 238. 9Esposito dan Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, h. 242.
xvi
yang terpuruk sepeninggal kepemimpinan Abdel Nasser, yaitu dengan
memberikan kebijakan-kebijakan bagi para investor.
Kematian Abdel Nesser sebagai presiden, merupakan peristiwa yang
secara otomatis menaikkan Anwar Sadat—yang sebelumnya menjabat wakil
presiden—sebagai Presiden. Dalam kepemimpinannya, Sadat memerintah tahun
1971 hingga 1981—menggantikan presiden sebelumnya Abdul Naser—Ia
mengubah model perpolitikan Mesir menjadi sistem demokrasi. Pada pidato
pertama di hadapan rakyat Mesir, Sadat, sebagai presiden akhirnya menonjolkan
demokrasi sebagai tema utama pidatonya, karena hal ini yang memang
dikehendaki oleh masyarakat Mesir. Mendengar pidato tersebut, napas lega
menyelimuti rakyat Mesir dan terdengar di seluruh negeri. Meski demikian, dalam
pidato pertama ini nampak bahwa gagasannya mengenai demokrasi masih agak
kabur.10 Ia juga mewarisi ekonomi yang bobrok, kemerosotan moral. Sadat dalam
kepemimpinannya berusaha membentuk identitas dan legitimasi politiknya
sendiri, memanfaatkan Islam untuk menyingkirkan kekuasaan kubu Nasseseris
dan kelompok kiri (kelompok Islam radikal).11
Dalam analisa terhadap langkah dan kebijakan-kebijakan Anwar Sadat
dapat kita awali dengan langkah-langkah politik yang ia lakukan melalui
hegemoni agar mendapat dukungan sebanyak-banyaknya. Diawali dengan
keinginannya untuk memposisikan bangsa Mesir sejajar dengan bangsa Barat,
Sadat menyebutnya “Revolusi pembetulan”, yang menurutnya setelah Nasser
meninggal susunan pemerintahannya bobrok. Karena itu, ia merangkul sebanyak-
banyaknya organisasi Islam termasuk melepaskan tahanan politik semasa Nasser
10Mohamed Heikal, Anwar Sadat: Kemarau Kemarahan. Penerjemah Arwan Setiawan (Jakarta: PT. Temprin, 1986), h.37
11Esposito dan Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, h. 236.
xvii
berkuasa khususnya anggota Ikhwan Muslimin guna mendapat dukungan dalam
kepemimpinannya.
Dalam aras yang lain, kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya antara lain:
Diambilnya kebijakan ”pintu terbuka” yaitu untuk menarik investor menanam
saham di Mesir. Ia juga memasukan kekuatan pers berdasarkan perubahan
kontitusi tahun 1980 dan UU No. 148 tahun 1981. Menurutnya pers adalah
kekuatan rakyat yang independen.12 Kemudian ia merubah ideologi negara Mesir
menjadi demokrasi, mereferendum kontitusi 11 September 1971, yang isinya:
”Mesir adalah negara republik dengan multi partai (pasal 5). Kekuasaan berada di
tangan rakyat (pasal 3). Islam adalah agama resmi negara dan syariat Islam adalah
sumber perundang-undangan dan bahasa Arab adalah bahasa resmi negara (pasal
2). Di samping itu, secara tegas dijelaskan, bahwa republik Arab Mesir adalah
sebuah negara demokrasi dan sosialis yang berdasarkan pada aliansi kekuatan
pekerja rakyat (pasal 1).”13
Namun langkah kebijakan Sadat tidak banyak membawa perubahan
terhadap perbaikan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Mesir. Persoalan
kemiskinan, pengangguran dan politik regional Mesir semakin terpuruk ditambah
persoalan politik internal dengan tumbuhnya militan-militan Islam. Posisi politik
Sadat semakin sulit dikendalikan walaupun dalam kekuasaannya mengusung
demokrasi, dan dengan konstitusi ia mencoba meyakinkan lima hal yaitu lembaga
pemerintahan yang lebih kukuh, demokrasi yang lebih luas, kemakmuran yang
lebih besar, pamor internasional yang baru, dan perdamaian.
12M. Riza Sihbudi, dkk., Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah (Jakarta: PT. Eresco, 1993), h. 200. 13Sihbudi, dkk., Konflik dan Diplomasi, h. 335
xviii
Atas dasar tersebut, Anwar Sadat dalam memimpin Mesir secara ideologis
didasarkan pada sosialisme demokratis yang pada mulanya lebih cenderung
menerapakan model “demokrasi parlementer”, mengalami perubahan ke arah
“presidensial”. Ini tercermin pada masa kepemimpinannya yang cenderung
mempertahankan diri sebagai presiden di mana ketika itu ia digerogoti oleh
banyaknya gerakan-gerakan Islam radikal seperti Jamaat Al-Muslimin, Jamaat Al-
Jihad, Jund Allah (prajurit Allah) dan Ikhwanul Muslimin sehingga ia terbunuh
oleh kelompok yang menamakan diri sebagai Jamaat Al-Jihad.14 Demokrasi
presidensial mengalami pengejawantahannya secara penuh pada kepemimpinan
setelahnya yaitu Husni Mubarak di mana presiden memiliki kedudukan kuat
dalam pembuatan keputusan dan kekuasaan politik.
Dengan demikian, pada hemat penulis, tema ini menjadi penting dan
menarik untuk diteliti lebih lanjut untuk pengayaan demokratisasi di Indonesia
sebagai negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan Mesir sebagai
negara dengan mayoritas Muslim. Demokrasi yang diusung Anwar Sadat harus
dijadikan cermin bagi perpolitikan di Indonesia pada umumnya.
Secara khusus, kenapa tema ini menjadi penting, karena belum mendapat
tempat yang proporsional terutama pada Program Studi Pemikiran Politik Islam,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta. Karena itu, penulis sebagai mahasiswa yang memilih program studi
tersebut sebagai pembidangan pengetahuan maka tema ini menjadi signifikan dan
memiliki relevansi yang berharga bagi demokratisasi Indonesia.
14 Esposito dan Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, h. 237.
xix
Atas dasar itulah, dalam penulisan skripsi ini penulis akan
mempertahankan sebuah hipotesis: “bahwa model demokrasi yang diusung
Anwar Sadat hanya demi kepentingan kekuasaannya.” Dengan hipotesis di atas
maka sksripsi ini diberi judul: “Pemikiran Anwar Sadat tentang Demokrasi”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Untuk memperjelas permasalahan dan agar penelitian ini lebih terarah dan
fokus, maka penulis membuat batasan masalah yakni yang akan dibahas dalam
skripsi ini adalah pemikiran Anwar Sadat tentang sosialisme demokrasi
khususnya kebebasan pers, politik “pintu terbuka”, dan pemilu multi-partai.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan
masalahnya sebagai berikut: Pertama, faktor-faktor apa saja yang membuat
inkonsistensi demokrasi Anwar Sadat yang diusungnya semenjak ia berkuasa?
Kedua, apa saja implikasi dari inkonsistensi tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini ada dua tujuan yang dianggap penting yaitu:
Pertama, untuk memberikan penjelasan tentang inkonsistensi Anwar Sadat dalam
mengusung sosialisme demokrasi di Mesir selama pemerintahannya.
Kedua, untuk memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan studi strata satu
(S1) di Program Studi Pemikiran Politik Islam, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
xx
D. Metode Penelitian
Dalam membahas skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan
(Library Research), dengan berusaha memperoleh data-data dan informasi
melalui literatur-literatur kepustakaan, jurnal, dan data-data elektronik.
Pembahasan skripsi ini menggunakan tiga metode sekaligus: metode
deskriptif, analitis, dan kritis. Dua metode pertama akan diterapkan serentak
sebagai kesatuan. Metode deskriptif digunakan untuk memberi gambaran secara
objektif materi yang akan dibahas. Metode analitis digunakan untuk mendapatkan
implikasi dari ide hubungan demokrasi yang diusung Anwar dengan kepentingan
politiknya untuk mempertahankan kekuasaannya.
Adapun teknik penulisan skripsi ini secara umum menggunakan buku
Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun 2005/2006.
E. Sistematika Penulisan
Agar penulisan Skripsi ini sistematis dan rapih, maka skripsi ini akan
dibagi menjadi lima bab, dari masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab, yang
sistematikanya sebagai berikut.
Tulisan ini dimulai dengan bab pertama. Dalam bab pertama diawali
dengan latar belakang masalah, yang mengupas tentang seputar demokrasi di
Mesir yang diusung oleh Anwar Sadat. Pada awal kepemimpinanya terdapat
indikasi-indikasi demokrasi dalam langkah dan kebijakan yang telah ia keluarkan
hingga akhir kepemimpinannya. Rumusan dan pembatasan masalah, metode
penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam bab ini.
xxi
Selanjutnya dalam bab kedua berisi mengenai otobiografi dan perjalanan
Anwar Sadat dalam meniti karir hingga memimpin Mesir. masa kecil yang
dianggapnya pedih dengan latar keluarga yang dikucilkan, latar belakang sosial
yang membuatnya menjadi kuat akan masa depan yang telah manunggu di depan
mata, pendidikan, karier politik, yang mengiringi Anwar Sadat kepada kesuksesan
dalam hidupnya diawali dari masuknya sadat menjadi seorang perwira, sampai
keterlibatanya dalam revolusi 1952 dan masa bergulirnya kekuasaan ke tangan
Anwar Sadat.
Bab ketiga, ingin menunjukkan beberapa aspek perkembangan demokrasi
di Mesir. Konteks suasana di Mesir—yang telah melakukan perjalanan yang
panjang dalam sejarah perpolitikannya—yang menjadi inspirasi bagi Sadat akan
menjadi pembahasan selanjutnya. Demokrasi yang memperjauangkan kebebasan,
di satu sisi, dan kepentingan politik Anwar Sadat di sisi lain yang menyusup, dan
kemudian sulit diidentifikasi akan jadi penutup dalam bab ini.
Bab keempat, secara spesifik akan memasuki wilayah pemikiran Anwar
Sadat tentang demokrasi. Liberalisasi ekonomi, kebebasan pers, dan pemilu
dengan multi partai yang menjadi inti dari pemikiran Anwar Sadat untuk
menopang demokrasi akan disuguhkan dalam bab ini. Hasrat kekuasaan Anwar
Sadat yang kemudian mencederai demokrasi yang ia perjuangkan akan dianalisis
secara mendetail dengan mengaitkannya pada konteks sosial Mesir yang begitu
kompleks. Analisis tentang inkonsistensi sikap politiknya akan menjadi
penghujung dalam bab ini.
Akhirnya, seluruh uraian dalam skripsi ini akan ditutup dengan bab V. Bab
ini ingin menunjukkan temuan dan kesimpulan dari hasil telaah tema ini. Apakah
xxii
tesis awal skripsi ini yang menyatakan bahwa demokrasi yang diusung Anwar
Sadat hanya demi kepentingan kekuasaannya bisa dibenarkan atau tidak akan
dibuktikan di bab penutup ini. Beberapa rekomendasi dan saran-saran penting
akan disertakan di akhir bab ini.
xxiii
BAB II
BIOGRAFI DAN KARIR POLITIK ANWAR SADAT
Memahami gagasan salah seorang tokoh tidak mungkin didapatkan secara
sempurna jika tidak mengetahui segala sisi kehidupannya secara komprehensif:
baik perjalanan hidupnya, latar belakang pendidikannya, orang-orang yang
mempengaruhinya, dan seluruh aspek lainnya yang berkaitan dengan tokoh
tersebut. Karena skripsi ini adalah ingin mengkaji pemikiran tokoh yang bernama
Anwar Sadat, khususnya tentang gagasan demokrasinya, maka cukup tepat jika
penulusuran riwayat hidup, karya-karyanya, dan orang-orang yang memengaruhi
serta perjalanan karir politik yang ditempuh dilakukan.
Di samping hal itu melengkapi pengetahuan tentang karakter pribadinya
secara utuh, juga untuk memudahkan memahami gagasan demokrasi Anwar Sadat
sesuai konteksnya. Untuk itu, pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada tiga
hal utama: pertama, tentang riwayat hidup Anwar Sadat mulai sejak kecil hingga
menjadi Presiden Mesir; kedua, tentang karya-karya beliau dan tokoh-tokoh yang
memengaruhinya; dan ketiga, perjalanan karir politik yang ditempuh Sadat.
A. Riwayat Hidup Anwar Sadat
Anwar Sadat, tokoh yang pernah memimpin Mesir (1970-1981) ini
dilahirkan 25 Desember 1918, di desa Mit Abu el-Kom 40 km sebelah Utara kota
Mesir, tepatnya di Distrik Tala provinsi Menufisia bagian pedalaman negara
Mesir.15 Ia ditakdirkan lahir dari keluarga miskin: ayahnya berasal dari Mesir,
15Arthur Goldschmidt, JR., Historical Dictionary of Egypt, (Lanham, MD., & London:
The Scarecrie Oressm Unc, 1994), h. 248.
xxiv
sementara Ibunya dari Sudan keturunan keluarga yang perna menjadi budak. Ia
anak laki-laki satu-satunya dari enam saudara perempuannya hasil dari pernikahan
dengan Sitt el-Barrien ibu kandung Anwar Sadat. Ayahnya memiliki tiga orang
istri lain, di antaranya Fatoum dan Aminah, dan memiliki 13 anak dari
keseluruhannya.16
Ayah Sadat bernama Mohamed Mohamed el-Sadaty, sementara Ibunya
Sitt el-Barrien anak dari seorang budak yang didatangkan dari Sudan, Afrika
Utara, yang baru merdeka ketika penghapusan perbudakan dilakukan Inggris di
masa penjajahannya. Sebelum menikahi Sitt el-Barrien, Mohamed telah lebih dulu
menikah, tetapi tidak dikaruniai anak sehingga bercerai. Ayahnya bekerja sebagai
penerjemah pada sebuah datasemen Korps kesehatan tentara Inggris di Shebin el-
Kom yang melakukan riset tentang penyakit tropis.17
Di usia 12 tahun, tepatnya 1930, Mohamed Al Sadaty pindah ke Kairo
bersama keluarganya, dan tinggal di sebuah rumah bertingkat di Kubbri el Kubba
suatu daerah pinggir kota Kairo, yaitu di Sharia Mohamed Badr No.1. Pada saat
yang sama, Mesir baru mendapat kemerdekaan dari penjajahan Inggris, dan
bentuk pemerintahan pertama yang dipilih adalah monarki (kerajaan). Sejak
duduk di sekolah dasar Anwar Sadat menyadari betapa kuatnya cengkraman
Inggris Raya terhadap negaranya. Meskipun di bawah Raja Fuad Mesir
mempunyai konstitusi dan parlemen, namun Mesir tak lebih dari pemerintahan
“wayang atau boneka” yang didalangi Inggris Raya.
16Anshari Thayib dan Anas Sadaruan, Anwar Sadat Antara Pahlawan dan Penghianat
(Surabaya: Bina Ilmu, 1982), h. 1. 17Mohamed Heikal, Anwar Sadat: Kemarau kemarahan. Penerjemah Arwah Setiawan
(Jakarta: Temprin, 1986), h. 6.
xxv
Setelah raja Fuad mangkat, pada 28 April 1936, kepemimpinannya
digantikan oleh anaknya, Farouk yang masih belia (17 tahun). Di bawah
pimpinannya, Mesir malah kembali membuat perjanjian dengan Inggris yang
membentuk pertahanan bersama yang menjadikan Inggris mengirim kembali
tentaranya ke Mesir. Saat itu, Anwar Sadat sudah berumur lebih dari 17 tahun,
sehingga cukup memahami akan kesepakatan-kesepakatan Mesir di bawah Raja
Farouk dengan Inggris Raya. Ini pula yang mebentuk keinginan Anwar Sadat
untuk bergerak ke dalam ranah politik, dan memulainya kemudian, dengan masuk
akademi akademi militer.18
Semenjak keluarga Sadat pindah ke Kairo, Sitt el-Berrien, Ibu Anwar
Sadat mengalami kondisi badan yang sakit-sakitan. Karena itu, Om-Mohammed,
neneknya Anwar Sadat, menyuruh kepada Mohammed Mohammed el-Sadaty,
ayahnya Anwar Sadat untuk menikah lagi. Atas perintah ibunya ini, ayah Anwar
Sadat menikah dengan Fatoum, seorang gadis dari Mansoura. Sampai saat itu
Sadat tinggal dengan neneknya Om-Mohammed di Mit Abu el-Kom. Selang
waktu berjalan Om-Mohammed pun pindah ke Kairo, untuk menetap bersama
Mohammed el-Sadaty. Bersatunya kembali Anwar Sadat dengan ayahnya di
sebuah rumah di Kubri el-Kubba, Sharia Mohamed Badr No. 1.19
Sadat menjalani tahun-tahun yang dramatis (menyedihkan), dan kondisi
ini membentuk karakter kehidupannya. Oleh karena itu, wataknya yang ekstrim
(memegang prinsip secara teguh) dan kompleks tidak dapat dipahami tanpa
mengetahui berbagai pengalaman yang ia alami. Selama itu, Anwar muda tidak
harus menyesali hilangnya kebebasan serta gairah hidup desa, tetapi ia harus
18Thayib, Pahlawan dan Penghianat, h. 3. 19Heikal, Kemarau Kemarahan, h. 7.
xxvi
menyaksikan ibunya diturunkan ke posisi perbudakan yang tidak kalah keras dari
pada kedudukan kakeknya (Khairallah), yang seharusnya sudah bebas dari alam
perbudakan. Suasana dramatis seperti ini yang sebagian besar membentuk
karakter Sadat: memegang teguh prinsip, kompleks, dan pantang menyerah.
Sadat mengikuti kakaknya, Talaat ke sekolah negeri lanjutan pertama.
Tetapi di sekolah lanjutan pertama in ia harus meninggalkan sekolah itu dan
pindah ke salah-satu sekolah lain. Dalam autobiografinya ia menulis salah satu
pengalaman yang menyedihkan yang dia alami ketika di sekolah lanjutan pertama:
“Hal itu merupakan titik balik dalam hidup saya. Saya sadar bahwa kegagalan saya merupakan pertanda bahwa Tuhan terhadap diri saya, mungkin karena kealpaan saya, mungkin karena ketakaburan saya. Begitulah dalam semangat yang demikian dan dalam perasaan yang kabur itu—kombinasi dalam rasa, dosa, dan ketetapan untuk bertobat—saya menyerahkan skripsi saya ke sekolah lain.”20
Pengalaman-pengalaman hidup semasa Sadat kecil ini, seperti yang ia tulis di
atas, banyak yang jadikan kenangan dan semangat hidup sampai ia menjadi
redaktur di sebuah koran bernama al-Ahram. Melalui koran ini, Anwar Sadat
banyak menceritakan dan menuliskan kisah-kisah perjalanan hidupnya yang
dramatis.
Di sisi lain, Anwar Sadat adalah seorang yang sangat menyukai aktor-
aktor film, terutama ketika ia menjadi redaktur gomhouriyeh pasca revolusi 1952.
Ia menulis sebagian artikel yang menceritakan sosok yang menjadi aktor tersebut.
Lebih dari itu, ia juga pernah menyebut dirinya Haji Mohamed, meskipun
sesungguhnya Sadat belum pernah naik Haji. Untuk mendukung perannya itu, ia
menceritakan bahwa dirinya pernah memelihara jenggot. “Benar” katanya, bahwa
saya menamakan diri saya Haji Mohamed sebagai bagian dari memainkan peran,
20Heikal, Kemarau Kemarahan, h. 9.
xxvii
tetapi tidak pernah ada orang menanyakan ini, maka saya teruskan saja. Saya
hanya bisa merasa benar-benar kerasan diantara aktor-aktor saja.”21
Sejak kelulusan di akademi militer kemudian Anwar dijodohkan oleh
ayahnya dengan seorang putri Omdah (kepala) desa Mit Abu el-Kom. Namanya
Ekbel Mady dan dengan wanita ini Sadat mempunyai tiga putri, Rokaya, Rowiya,
Camelia. Bersama Nasser dan 10 perwira lainnya membentuk Free Officers
Committee, organisasi rahasia untuk menggulingkan pemerintahan monarki.
Semasa perang dunia ke II Sadat dipenjarakan selama dua tahun karena bekerja
sama dengan Jerman. Sebagai angota Free Ofisser Committee, ia turut berperan
dalam mengulingkan pemerintahan (1952). Di bawah pemerintahan baru, ia
menjadi anggota dewan komando revolusioner yang berkuasa, editor koran Al
gomhuriya, dan menjabat menteri negara (1954-1956). Selanjutnya ia menjadi
sekretaris jendral partai politik yang berkuasa, memimpin dewan nasional (1969-
9168), menjadi salah satu dari empat wakil presiden (9164-1967). Pada 1969 ia
menjadi wakil presiden tunggal dan terpilih menjadi presiden setelah kematian
presiden Nasser (1970).22
Serangan Mesir tehadap Sinai yang diduduki Israel-pada Oktober 1973-
mengawali perang Arab–Israel. Pada 1975, bekerja sama dengan menlu AS Henri
Kissinger, ia mengupayakan suatu persetujuan untuk tidak saling menyerang
antara Arab dan Israel serta membuka kembali terusan Suez. Dalam usaha
menyelesikan konflik Arab –Israel , Sadat mengunjungi Israel (November 1977).
Kunjungan ini merupakan yang pertama kali dilakukan kepala pemerintahan
negara Arab. September 1978, dalam suatu pertemuan yang diprakarsai presiden
21Heikal, Kemarau Kemarahan, h. 11. 22Bambang Widiatmoko, “Sadat, Anwar Al-“ dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia,
(Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990), h. 313.
xxviii
AS Jimmy Carter di Camp David, Sadat mencapai kesepakatan bersama PM Israel
Menacem Begin tentang pengembalian kepada Mesir semenanjung Sinnai yang
diduduki Israel pada 1967. Karena kunjungan ke Yerusalem dan usaha-usaha
perdamaiannya Sadat dan Begin memperoleh hadiah Novel perdamaiann 1978.23
Pada September 1981, Anwar Sadat mengenakan tindakan represif kepada
organisasi pergerakan Islam yang diaggapnya fundamentalis, termasuk kumpulan
pelajar, dan organisasi Koptik, yang dianggapnya dapat mengganggu stabilitas
nasional Mesir, dengan mengadakan tindakan penangkapan dan penahanan. Atas
tindakan ini menyebabkan dia dikecam di seluruh dunia atas pelanggaran HAM
dalam tindakan-tindakannya tersebut. Oleh karena itu, pada 6 Oktober 1981,
ketika menghadiri parade militer, Sadat mengakhir hidupnya karena ditembak
mati oleh kelompok muslim garis keras yang tidak senang dengan kebijakan-
kebijakan politik Anwar Sadat.24
B. Karya-Karya Anwar Sadat
Ketika mendekam di penjara, Anwar Sadat mengalami masa-masa sulit: ia
merasa sangat kesepian. Untuk mengusir rasa sepi yang diderita ini, ia banyak
membaca buku. Meskipun di dalam penjara, ia senang belajar bahasa, sehingga di
samping mampu berbicara dalam bahasa Arab dan Inggris, ia juga menguasai
bahasa Jerman, Prancis, dan Persia. Perkenalannya dengan beberapa penulis
Amerika Serikat, seperti Douglas dan Zane Grey, membuat ambisi Sadat untuk
belajar politik kian meledak. Namun, jika ditanya siapa lagi yang amat
23Widiatmoko, “Anwar Al-Sadati,” h. 313. 24“Anwar Sadat” artikel diakses pada 24 April 2007 dari http://www.wikipedia.com/.
xxix
mempengaruhi kepribadiaannya, maka Sadat akan pasti menjawab: “yang
mempengaruhi kepribadian saya adalah Khalifah Oemar Ibn Khattab.25
Meskipun demikian, ia tidak hanya an sich dipengaruhi oleh beberapa
tokoh di atas. Beberapa orang besar lainnya yang ia kagumi juga berpengaruh
kendati tidak sebesar pengaruh orang-orang di atas. Setidaknya ada beberapa
tokoh lagi yang disebut-sebut sangat dikagumi oleh Anwar Sadat. Di antaranya
adalah Zahran, figur sentral yang menjadi teman akrabnya sejak kecil di Mesir.
Meskipun Zahran tidak sekaliber Douglas, namun ia cukup berpengaruh terhadap
Sadat. Sementara yang lain, Musthofa Kemal Attaturk, Mohandas Gandhi, Adolf
Hitler, Hasan al-Banna, dan Gamal Abdul Nasser adalah figur yang ia kagumi.
Dari berbagai pertemuannya dan petualanggannya dengan sejumlah tokoh-
tokoh di atas, ditambah lagi minat bacanya yang tinggi ketika Sadat mendekam
dipenjara, maka ia kemudian menghasilkan sejumlah karya. Karya-karya besarnya
berikut ini hampir semua ditulis setelah ia keluar dari penjara. Karya-karyanya
antara lain: The full Story of the Revolusion (1954), Unknown Pages of the
Revolusion (1955), Revolusion on the Nile(1957). Buku yang terakhir ini
mengisahkan tentang revolusi yang pecah pada 1952 di bawah pengaruh Nasser
dan Anwar Sadat. Sementara karya yang lain adalah: Son, This is yaur
UncleGamal–Memorirs of Anwar el-Sadat (1958), dalam buku ini dia
menceritakan tentang Nasser; In Search of Identity: An Autobiography (1978), the
story of his life and of his country after 1918, dan sebuah cerita Novel yang
berjudul The Frince of The Island (1956).26
25Thayib, Pahlawan dan Penghianat, h. 21. 26Haman Basyar,”Bagaimana Militer Menguasai Mesir?” jurnal Ilmu politik Vol 3, no 4
(Juli 1988): h.85-88; “Anwar Sadat” artikel diakses pada 24 April 2007 dari http://www.wikipedia.com/.
xxx
C. Perjalanan Karir Politik Anwar Sadat
Mohamed-Mohamed el-Sadaty ayahnya Anwar Sadat dengan koneksinya
ia berusaha memasukan Anwar Sadat ke kedalam akademi militer. Sekembalinya
tugas dari Sudan, ayahnya memperkenalkannya anak muda yang sudah ia disebut-
sebutnya kepada Dr. Fitzpatrick (kepala unit kesehatan yang mana ayah Sadat
bekerja tugas dari Sudan). Ia mengusulkan agar Anwar Sadat dikirim ke akademi
militer. Yang sebelumnya ini tidak mungkin dilakukan tanpa ada persetujuan
Inggris dan Mesir.
Pada 26 Agustus 1936 ditandatanganinya persetujuan penghapusan
persyaratan untuk menjadi seorang perwira guna mengembangkan pasukan Mesir.
Persyaratan-persyaratan seperti halnya harta untuk menjadi perwira dihapuskan,
maka terbukalah peluang bagi pemuda-pemuda seperti Anwar Sadat, dan Gamal
Abdel Nasser untuk menjadi perwira. Masa pendidikan yang diperpendek menjadi
sembilan bulan. Sadat lulus dari Akademik militer kerajaan sebagai letnan dua
infanteri pada bulan Februari 1938.27
Semenjak di akademi militer di Abasia, ia mulai berkenalan dengan
kehidupan politik yang sebenarnya. Ia berkampaye untuk kemerdekaan Mesir
dalam arti yang sebenarnya.28 Di akademi ini Anwar Sadat berkenalan dengan
Gamal Abdul Nassser, beserta sepuluh perwira lainnya yang kemudian
membentuk (Free Officers Commitee) atau komite perwira bebas, organisasi
27Heikal. Anwar Sadat : Kemarau, h 14 28Thayib, Pahlawan dan Penghianat,h. 3
xxxi
rahasia untuk mengulingkan pemerintah monarki.29 Mereka lalu menyusun
gerakan bawah tanah yang berpusat di kota Mangkaba di Asyut. Gerakan itu
semakain kokoh dengan bergabungnya beberapa opsir lain seperti Zakaria Mohi
el-idan Ahmed Anwar.
Dalam karier politik Anwar Sadat, seperti yang dia tulis dalam
autobiografinya, menyebutkan bahwa ketika ia tiba di Manqabad dalam tugas
kemiliterannya, ia sebetulnya sudah seorang revolusioner, namun masih bergerak
secara rahasia. Sadat yang jauh lebih matang dari pada rekan-rekan perwiranya—
yang kebanyakan tidak punya pendidikan politik—membuat dia dijadikan
pemimpin dalam memperjuangkan revolusi. Dikatakan bahwa ia berusaha keras
dalam perbincangan-perbincangan yang panjang, untuk membuka mata rekan-
rekannya saya terhadap realitas keadaan yang pada umumnya, dan posisi Inggris
pada khususnya. Walaupun tidak ada bukti atas pengakuannya ini.30
Tahun 1940 Nasser bertugas di Sudan dan Sadat ditunjuk untuk bergabung
dengan korps sandi di Maadi, beberapa mil di Selatan Kairo. Saat itu perang yang
sudah lama diramalkan di Eropa telah pecah yaitu perang dunia ke II, dan
meskipun Mesir negara yang dijajah Inggris sedang berusaha untuk terlepas dari
Inggris, kehadiran pasukan Inggris yang besar di tanah Mesir memastikan bahwa
negara itu tentu akan terlibat secara langsung dan seperti yang segera terbukti,
akan menjadi salah satu medan perang yang utama.
Waktu itu Mesir tebagi ke dalam tiga kekuatan politik utama, urutan-
urutannya dan kombinasinya akan menentukan nasibnya. Pertama Raja yang
penghuninya sejak 1936 oleh raja Farouk, partai Wafd, dan Inggris yang
29Widiatmoko, “Anwar Al-Sadat,” h. 313. 30Heikal, Anwar Sadat, h. 13
xxxii
perwakilannya di Kairo sejak 1934. Dalam perselisihannya pihak istana dan partai
Wafd, Raja Farouk dan perdana menteri melihat Ikhwanul Muslimin dapat
dipakai guna sebagai senjata menghadapi partai Wafd, dan Hasan Al-Banna
diperbolehkan berkeliling barak-barak tentara untuk mengutarakan pikiran-
pikiranya.31
Salah satu yang memberikan pengaruh lebih berarti terhadap karirnya
adalah orang yang ia jumpai di Maadi, bernama Hassan Ezzat. Hassan Ezzat ini
seorang perwira angkatan udara yang telah mempelajari sandi di Maadi, dan
merupakan anggota suatu kelompok bawah tanah dalam angkatan udara yang juga
mencakup Abdel Latief Bagdadi. Gerakan ini mempunyai hubungan dengan
Jendral Aziz el-Masri, inspektur jendral angkatan darat grup ini melakukan
negosiasi dan diplomasi dengan Jerman guna mengusir Inggris. Dalam
keterlibatanya Sadat membuat perjanjian yang disusun oleh Ezzat dengan mata-
mata Jerman, Hans Eppler dan yang dikenal sebagai Sandy. Sadat, dianggap orang
yang dapat memprakarsai dua buah pemancar yang dibawa para mata-mata, salah
satunya, pemancar Amerika yang kuat yang didapat melaui perwakilan Swiss di
Kairo.32
Tidak berselang lama, gerakan Anwar Sadat ini tercium oleh kerajaan.
Karena dia bekerja sebagai spionase, akhirnya ditangkap dan diadili oleh
pengadilan militer Mesir. Lebih dari itu, ia dipecat dari dinas kemiliteran dan
dipenjarakan dalam kam tahanan tahun 1941. Keadaan itu tentu mengguncangkan
keluarganya, sebab saat itu, Sadat lah satu-satunya tenpat gantungan kehidupan
31Heikal, Anwar Sadat : Kemarau, h. 13 32 Heikal, Kemarau Kemarahan, h. 15
xxxiii
mereka, untunglah teman-teman Sadat membantu memberikan sumbangan 100
dolar per bulan untuk membiayai keluarga Sadat.33
Di aras yang lain, Yussef Rashad merekrut Hassan Ezzat untuk menjadi
anggota pasukan besi. Hassan Ezzat pun mengusulkan nama Sadat sebagai calon
yang dapat dimanfaatkan, kemudian utusan dari istana mengunjunginya di penjara
Makousah, dan setelah Sadat masuk pasukan pengawal besi ia dipindah ke asrama
Zeitoun, dekat Kairo. Ketika ia pergi dari penjara beberapa waktu kemudian,
seorang utusan dari istana mengatur suatu pertemuan Anwar Sadat dan Hussein
Tewfiq, salah satu pengawal raja dan sekaligus pengusaha.34
Dalam pertemuan ini Sadat mengatakan kepada Tewfiq bahwa taktik yang
dijalankannya keliru. Apa gunanya menyerang orang perorang tentara Inggris
yang tidak ada habis-habisnya. Jauh lebih tepat menyerang orang-orang Mesir
yang bersahabat dengan Inggris, dan dengan demikian mengancam mereka untuk
menghentikan kerja sama dengan Inggris, karena inilah yang dilakukan Tewfiq
dalam pergerakannya.
Setelah melakukan pertemuan dengan Tewfiq, Sadat ikut telibat dalam
rencana pembunuhan terhadap Nahas Pasha dan Amin Osman, hingga pada
Husein Tewfiq tertangkap basah dalam penyerangan tehadap Nahas. Sekali lagi
Sadat kembali ke penjara aliens. Tapi akhirnya ia dibebaskan bersama sebelas
orang tertuduh. Dan Husein Tewfik dijatuhi hukuman lima belas tahun penjara,
tetapi istana merencanakan pelariannya ke Syiria dan dianggap sebagai pahlawan
masyarakat. Dalam percaturan politknya Anwar Sadat keluar masuk penjara
membuat istrinya minta untuk diceraikan.
33Thayib, Pahlawan dan Pengkhianat, h. 9. 34Heikal, Kemarau Kemarahan, h. 17.
xxxiv
Setelah Sadat dibebaskan ia menerbitkan ringkasan-ringkasan dari catatan
hariannya di penjara. Pertama kali ia terbitkan dalam mingguan el-Muusawwar
pada tahun1948, dan kemudian dalam bentuk buku. Buku yang diberi judul Thirty
Montha in Prision itu, kemudian dilarang beredar, tetapi setelah Sadat menjadi
presiden, orang-orang Arab menerbitkannya kembali. Yang diungkapkan dalam
buku itu ialah mengenai berbagai peristiwa yang membentuk watak dan karakter
Sadat. Pengalaman-pengalaman yang dituangkan dalam buku itu sangat attraktif,
sehingga layak dikutip:
“Jum’at, 18 Januari 1945 lewat tengah malam kemarin saya dibawa ke penjaraa Alienas, Penjara aliens lagi! Di sinilah saya pernah bersama Eppler dan lainnya beberapa tahun lampau! 17 Februari Al Muqottam melaporkan bahwa Killearn akan di pindahkan dari kairo. Saya benci sekali pada mahluk itu ! ia sudah mengkotori martabat Mesir. Jadi, saya ingin merayakan peristiwa itu, dan memesan dari luar dua belas potong kue. Saya membagikanya kepada wanita India Leila itu dan yang lain-lainya, tiga potong untuk saya sendiri. Celakanya, tentu ada yang tidak beres dengan kue-kue itu, sebab pukul dua dini hari saya terbangun karena perut saya sakit. Saya menjadi tambah benci kepada Killearn. Sementara itu sadat mulai menggerakan rekan-rekannya di penjara.”35
Setelah tigapuluh satu bulan ia berada di penjara saya merasa dilahirkan
kembali ke dalam satu dunia lain yang sama sekali tidak saya kenal.36 Setelah
bebas tahun 1948 ia tidak mempunyai pekerjaan kemudian oleh Hassan Ezzat ia
disediakan modal untuk menjadi pemborong.
Suatu hari pada tahun 1948, ketika ia masih bekerja pada usaha
pemborong itu, ia dihubungi oleh Hasan Al-Banna yang menanyakan apakah
Sadat dapat mempertemukan dengan Raja Farouk. Kejadian ini diungkap oleh
35Heikal, Kemarau Kemaraha, h. 20. 36Anwar Sadat, Mencari Identitas: Sebuah Autobiografi, (Jakarta: Tira Pustaka, 1983), h.
130.
xxxv
Sadat dalam autobiografi yang dilarang itu. Al-Banna mengatakan, ia tahu bahwa
Ikhwanul Muslimin dicurigai oleh orang asing, dan bahwa kecurigaan itulah yang
membuat raja berprasangka terhadap organisasi itu.
“Percayalah Anwar,” begitu menurut laporan mengenai pembicaraan
mereka, “Saya ingin menghentikan kesalahpahaman seperti ini, saya yakin orang
asing akan merasa aman terhadap kami. Jika saya bertemu dengan raja, saya yakin
bisa mendapat kepercayaannya. Satu pertemuan saja sudah cukup. Saya tidak
meminta raja untuk bekerja sama dengan kami, saya hanya ingin meyakinkan
bahwa ia tidak perlu takut apa-apa dari Ikhwanul Muslimin. Anda kenal Yussef
Rashad? Apa anda dapat menyampaikan i’tikad saya untuk raja? Bahwa saya
tidak akan jadi bahaya baginya. Sadat menjawab, bahwa ia akan berusaha
sedapat-dapatnya. Setahun kemudian, atas perintah istana, Hasan Al-Banna
dibunuh.37
Masih sebagai pemborong Sadat menikahi Jihan Fatwa Raouf, untuk
memulai hidup babak baru. Setelah berlibur di Helwan, Sadat mendapat pekerjaan
sementara dipenerbit Del el-Hillal, tetapi apa yang diinginkan baik olehnya
sendiri maupun Jihan dan keluarganya bukanlah pekerjaan kewartawanan,
melainkan masuk tentara. Maka sadat mendatangi Russef Rashad (Seorang Dokter
bedah kerajaan, yang semula merupakan Dokter angkatan laut Mesir), sambil
menunjukan bahwa berhubung ia dibebaskan oleh pengadilan Amin Osman, maka
tidak ada lagi halangan untuk kembali masuk dalam dinas ketentaraan. Rasyad
37Suatu pengusutan yang di selenggarakan sesudah revolusi 1952 menunjukan bahwa
pembunuha dilakukan atas perintah perdana mentri Ibrahim Abdel Hadi, oleh jendral Mohamed Wasf, direktur pasukan khusus yang bertanggung jawab atas perlindungan terhadap paramentri pemerintahan. Abdel Hadi diajukan ke pengadilan atas tuduha ini oleh suatu pengadilan revolusi, dengan Sadat sebagi salah satu hakim anggota, dan dijatuhi hukuman mati, yang kemudian di ubah menjadi hukuman seumur hidup. Heikal, Kemarau Kemarahan, h. 21.
xxxvi
menyarankannya untuk mencegat raja Farouk saat ia mau sembahyang Jumat di
masjid Husein di Kairo.
Ia melakukan hal ini, mencium tangan raja, dan memohon maaf atas
segala kesalahannya. Raja Farouk hanya menjawab dengan menganggukkan
kepala. Hari berikutnya Russef Rashad menyuruhnya pergi menemui Mohamed
Haidar Pasha, panglima tertinggi angkatan bersenjata. Ini dilakukanya, Haidar
menyambut dengan marah, “kamu penjahat! Konduitemu jelek sekali.” Sadat pun
mau protes. Haidar Pasha memotongnya, “jangan berbicara.” Dipijatnya tombol,
masuklah seorang pengawal. “Hari ini juga anak ini harus jadi tentara kembali,”
perintah Haidar Pasha seorang panglima tertinggi.38
Anwar Sadat pada tanggal 15 Januari 1950 menjadi kapten lagi dalam
ketentaraan Mesir. Ia sudah kawin dengan Jihan, dan mereka bertempat tinggal di
sebuah flat di lingkungan Manial di Kairo. Tetapi para penguasa militer berfikir
bahwa orang yang kontroversial ini lebih baik ditempatkan di luar Kairo, dan
demikianlah ia ditugasi di Rafah, Sinai Utara.
Gamal Abdel Nasser dan Abdel Hakim adalah yang pertama menemui
Anwar Sadat untuk mengucapkan selamat. Dari Nasser ini, ia mendengar bahwa
organisasi perwira bebas sudah berkembang menjadi besar sekali dan tumbuh
semangkin kuat, dan ia pun menyarankan agar Sadat mengikuti pendidikan lebih
lanjut mengejar ketertinggalannya dalam dunia militer.39
Pada akhir tahun 1951 Sadat dengan resmi diajak menjadi anggota gerakan
Perwira Bebas. Hampir semua gerakan itu kecuali Nasser sangat menentang
dimasukannya Sadat dalam organisasi Perwira Bebas. Dikarenakan apa yang telah
38Sadat, Mencari Identitas, h. 137. 39Sadat, Mencari Identitas, h. 138.
xxxvii
dilakukan Sadat, tetapi Nasser memandang itu berbeda, bahwa semua perwira
yunior yang mempunyai pengalaman politik secara potensial berguna bagi
gerakan itu, dan bahwa kaitan Sadat dengan Istana janganlah disia-siakan, Ia
dapat menyampaikan Informasi mengenai apa yang sedang terjadi di Istana, dan
barang kali menyampaikan kepada Istana informasi yang menyesatkan tentang
Perwira Bebas. Yang dikhawatirkan oleh temen-teman Nasser ialah Sadat malah
menjadi Agen ganda.
Sampai pada tanggal 18 Juli 952, Sadat dan Nasser terkejut ketika
mengetahui bahwa raja telah membatalkan hasil pemilihan badan perkumpulan
perwira, rupanya bahwa perwira Bebas memenangkan jumlah terbanyak dari kursi
di dalam badan itu sehingga dengan demikian telah mengalahkan kaum
“Kraton.”40 Oleh karena itu, raja berusaha menembus kekalahannya, bahkan telah
mulai menyusun pertahanan, sementara itu seorang wartawan dari partai Wafd-
Ahmed Abdul Fatah memberitahukan kepada Nasser (yang menjadi kawan
dekatnya) bahwa raja akan mengganti pemerintahan dan bahwa menteri
peperangan yang baru adalah Major Jendral Husein Sirri Amer. Ia mengetahui
banyak tentang seluk-beluk organisasi Perwira Bebas, dan bila sudah berkuasa
akan menyapu bersih semua anggotanya dan mengacaukan apa yang telah disusun
dan kawan-kawan.
Ditambah ketegangan yang semangkin memuncak di seluruh negeri yang
diakibatkan kemerosotan ekonomi yang sangat lemah hingga terjadi inflasi yang
tidak dapat dihindari, sampai kemudian timbul huru-hara besar di Kairo, 26
Januari 1952. Kerusuhan ini dipicu oleh sekelompok perusuh—entah siapa yang
40M. Hamdan Basyar, “Bagaimana Militer Menguasai Mesir?,” Jurnal Ilmu Politik, no. 3
10 Desember 1988, h. 87.
xxxviii
menggerakan—yang membakar kedai-kedai minum, toko-toko, senjata diobrak-
abrik, penjarahan, ban-ban dibakar tragedi ini dikenal dengan “Sabtu Hitam.”41
Karena Mesir mengalami kerusuhan yang tak kunjung tiba, maka Nasser
memutuskan bahwa revolusi akan dilancarkan sebelum menteri-menteri
memangku jabatanya. Pada 21 Juli 952 Nasser pun mengirim surat yang berisi
Revolusi akan dilakukan sekarang, padahal waktu surat tiba, Sadat tidak ada di
rumah, dan dia pergi bersama istrinya menonton film di bioskop. Sekembalinya
dari perjalanan pukul 12.45 dini hari 23 Juli, Sadat kaget.
Dikarenakan keterlambatan Sadat dalam tugas, revolusi sudah kadung
bergulir. Ia pun langsung berangkat ke markas besar militer. Operasi telah
berhasil, markas besar telah diambil alih, Sadat pun ditolak untuk masuk. Hingga
akhirnya Abdel Hakim Amer memanggilnya untuk masuk, 3.00 Pagi berangkat ke
studio untuk mebacakan teks Proklamasi, hingga pukul 7.00 dapat dibacakan oleh
Anwar Sadat teks proklamasi revolusi.
Keesokan harinya ia mendapat tugas untuk memberitahukan kesediaan
atas jabatan yang diberikan kepada Ali Maher termasuk memberitahukan atas
turun tahtanya raja Farouk yang sedang berada di Iskandariayah. Sadat sendiri
berkat pengalaman singkat menjadi editor Dar le-Hilla, maka pemerintah
menunjuk Sadat memegang koran harian yang baru diterbitkan untuk
mengutarakan suara Dewan Komando Revolusi.42
41Basyar, “Bagaimana Militer Menguasai Mesir?,” h. 87. 42Orang yang di tunjuk Nasser dan Sadat untuk membentuk pemerintahan baru.”Kami
percayakan tugas kepada Ali Maher untuk membentuk pemerintahan baru, dan tidak melakukannya sendiri yakni tidak membentuk pemerintahan yang tersendiri dari para perwira militer, sebab kami tidak memprsiapkan diri mengambil alih kekuasaan. Tujuan kami adalah untuk mendapatkan kehidupan politik yang sehat di dalam negeri, menyingkirkan raja, sebagai golongan politik, dan orang Inggris. Sadat, Mencari Identitas, h. 153.
xxxix
Jabatan baru didapat ketika diangkat sekretaris jendral kongres Islam yang
baru dibentuk dan bermasrkas besar di Kairo. Kedudukan ini benar-benar ia
nikmati, berbagai judul ide ia ajukan untuk film dan berbagai bentuk publisitas
lain yang menerangkan Islam. Hal ini memberi alasan kepadanya untuk bergaul
dengan para aktor dan sutradara.
Kemudian pada tahun 1958 ia menjadi juru bicara parlemen bersama
setelah dibentuk UNI Mesir dan Syiria (Republik Persatuan Arab). Kemudian ia
diangkat sebagai menteri luar negeri yang membuatnya menjadi lebih banyak
berhubungan dengan dunia luar. Pada 20 Februari 1961 menjadi pembicara dalam
Dewan Nasional dan bertangung jawab dalam propaganda melawan Israel. Tahun
1966 sehari setelah presiden Nasser mengkritik habis-habisan kebijaksanaan
Amerika Serikat di Timur Tengah, Sadat pergi ke Wasington dan dapat bersikap
dingin dan sopan ketika bertemu dengan presiden AS Lindon B Jonson.
Tahun 1968 Sadat membuat tindakan gegabah ialah menentang kebijakan
menteri luar negri AS Wiliam Rogers tentang perdamaian Timur Tengah sebagai
kelanjutan dari perang Mesir Israel selama enam hari di tahu 1967.43 Dalam
gerak-geriknya, Sadat mengikuti perpolitikan yang dijalankan Nasser, dan dalam
pemerintahan, Sadat sesekali menggantikan Nasser. Hingga pada tahun 1969
Sadat disumpah menjadi Wakil presiden.
Setelah Nasser meninggal, karena serangan jantung 28 September 1970,
maka diadakanya rapat bersama di antara kabinet dan Komite Eksekutif Tinggi
Persatuan Sosialis untuk mengumumkan kepada dunia bahwa wakil presiden telah
mengambil alih posisi Nasser. Dengan kata lain, sejak saat itu, Sadat resmi
43Thayib, Pahlawan dan Penghianat, h. 23
xl
menjabat sebagai presiden Mesir, dan kepemimpinannya ini berakhir pada 1981
setelah ia ditembak mati oleh salah satu anggota gerakan Islam garis keras.
BAB III
SEJARAH DEMOKRASI DI MESIR
Ide demokrasi Anwar Sadat tidak bergerak dari ruang kosong. Ia selalu
merupakan negosiasi-negosiasi tertentu dari konteks di mana dia ikut bergelut
untuk membangun sebuah negara demokratis bernama Mesir. Di samping ide
demokrasi Anwar Sadat tidak bisa dilepaskan dari gagasan para filsuf Yunani
kuno sebagai pencetusnya, namun ia juga mengintrodusir langkah-langkah
demokratis yang lebih maju dari sekedar gagasan para filsuf Yunani kuno, dan
yang sesuai dengan konteks negaranya. Otoritarianisme yang dilakukan Nasser
xli
sebelum Sadat naik tahta, menjadikan ia mengambil langkah penting dalam
kebijakan politiknya ketika ia berkuasa: yaitu “demokratisasi Mesir.”
Karena itu, bab ini akan berupaya melacak pengertian demokrasi sebagai
sebuah pijakan pertama Anwar Sadat; sejarah masuknya demokrasi di Mesir
sebagai konteks di mana Anwar Sadat memperkenalkan demokrasi akan menjadi
pembahasan kedua; elemen-elemen demokrasi di Mesir sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari konteks tersebut masuk pada bagian ketiga; dan bagian terakhir
adalah konteks lahirnya gagasan Anwar Sadat itu sendiri.
A. Pengertian Demokrasi
Secara Etimologis Demokrasi berasal dari kata Yunani, yang asal katanya
rakyat berkuasa dan terbagi dalam dua kata “demos” dan “kratos”. Demos yang
berarti rakyat dan Kratos yang berarti kekuasaan.44
Sedangkan secara terminologis, menurut Kranenburg demokrasi adalah:
demokrasi terbentuk dari dua pokok kata Yunani, yaitu : Demos (Rakyat) dan
Kratein (Memerintah) yang maknanya adalah “cara memerintah oleh rakyat.”
Menurut Koentjoro Poerbopranoto demokrasi adalah: suatu yang pemerintahanya
dipegang oleh rakyat maksudnya : suatu sistem dimana rakyat di ikutsertakan
dalam pemerintahan negara. Menurut Abraham Lincoln demokrasi adalah:
pemerintah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat (Democracy of Government
of the People, By the people an for the people).45
44Miriam Budiharjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),
h.50 45“Demokrasi.” Artikel diakses tanggal 27 April 2007 dari
http://www.demokrasiindonesia .com/5mklno/pengertiandemokrasimkljder/t//5%^321bagi56.
xlii
Dari ketiga definisi yang dikemukakan, semuanya mengartikan rakyat
mempunyai wewenang atau kekuatan dalam menentukan keputusan-keputusan
dalam hal pemerintahan. Ini dapat dilihat dalam sejarahnya, demokrasi di Yunani
mempunyai empat prinsip oprasional: Pertama, adalah para warganegara sendiri
yang langsung membuat keputusan-keputusan politik dan mengawasinya. Kedua,
terdapat ekualitas dan hukum bagi semua warganegaraan dalam hal yang
memberikan suara pada berbagai isyu, dalam dialog terbuka dan dalam hak untuk
menduduki jabatan pemerintahan. Ketiga, kebebasan politk dan kewarganegaraan
(politik and civic fredom) dijamin sepenuhnya. Keempat, dalam proses penentuan
kebijakan, bila semua argumen telah dipaparkan, voting dipandang sebagai sarana
terbaik untuk mengetahui kemauan para warganegara mengenai masalah-masalah
tertentu.46
Sejak dari dahulu dalam perkembangannya demokrasi telah menjungjung
“Hak Azasi” yang mana di sana para individu dan kelompok dapat
mengembangkan secara bebas dan mewujudkan kepentingan, keyakinan dan nilai-
nilai yang dianutnya dalam proses politik. Dimana demokrasi dalam bentuk
pengawasan bersama terhadap bentuk pelaksanaan kekuasaan politik oleh seluruh
angota masyarakat dijamin. Disana telah terpenuhi persyaratan terpenting untuk
penghormatan dan perlindungan hak azasi manusia. Karena itu hak azasi manusia
dan demokrasi tidak boleh bertentangan. Kemerosotan demokrasi akan
mengakibatkan kemerosotan perlindungan hak azasi manusia. Sebaliknya
46Amien Rais, Demokrasi dan Proses Politik, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. xi
xliii
kemerosotan dalam perlindungan hak azasi manusia akan mengakibatkan
kemerosotan dalam pelaksanaan demokrasi.47
Dari empat prinsip oprasional yang dikemukakan diatas, sama halnya
seperti yang tertuang dalam Deklarasi Hak Azasi Manusia PBB tahun 1966, yang
dibedakan dalam empat kelompok pula :
Hak liberal, sejak abad 18 hak liberal telah mendapat pengakuan, yang
mencakup perlindungan individu terhadap kekuasaan negara dan tercakup di
dalamnya praktek kekuasaan negara yang sewenang-wenang terhadap
warganegaranya. Mencakup hak kebebasan beragama, kebebasan memilih tempat
tinggal, hak protes hukum yang adil jika terjadi tuntutan, kebebasan berpendapat
dan perlindungan terhadap perlakuan yang merendahkan martabat manusia.
Hak politik, ini mencakup hak hal warganegara untuk memiliki
kesempatan yang sama untuk berpartisipai dalam proses pembentukan dan
pengawasan kekuasaan politik. Seperti hak memilih, hak berkumpul dan
berserikat, hak bebas berpendapat, hak bebas informasi, perlindungan
perlindungna dari penindasan dari negara.
Hak sosial dan ekonomi, pada abad 20 hak sosial dimasukan dalam kontek
umum hak azasi manusi sebagai suatu dimensi baru, yang bertujuan memberikan
kebebasan kepada setiap individu melalui negara. Karena pada setiap negara
hukumyang menerap kan hak azasi manusia secara utuh harus mengembangkan
kesejahteraan bagi rakyatnya.
Hak budaya, deklarasi PBB 1966 menekankan pentingnya pelaksanaan
hak budaya. Antara lain, mengunakan bahasa sendiri dan gaya hidup menurut
47Thomas Meyer, Demokrasi: Sebuah Pengantar untuk Penerapan, (Jakarta : D’print
Comunications, 2005), h.15
xliv
tradisi yang di anutnya. Dalam keterkaitan ini mengacu pada keterhubungan
antara kebebasan “dalam,” “dari” dan “melalui” negara.48
Demokrasi dalam perjalanannya mengalami kritikan-kritikan maupun
perubahan-perubahan dari asal mula yang lahir dari Yunani kuno. Dengan
mengatasnamakan demokrasi dalam perjalanannya demokrasi melegitimasi
dirinya sesuai dengan tempat dan konteks wilayah demokrasi itu tumbuh, seperti
halnya : demokrasi pancasila, demokrasi Soviet, demokrasi Nasional dan banyak
lainnya.
Akan tetapi demokrasi secara umum terbagi ke dalam empat model yang
tidak terlepas dari dari konteks wilayah maupun jaman. Pertama, demokrasi
presidensial memiliki kedudukan kuat dalam pembuatan keputusan dan kekuasaan
politik yang kuat pula, kekuasaan politik presiden sering kali disejajarkan dengan
parlemen atau bahkan lebih kuat dari parlemen. Demokrasi presidensial kepala
negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat merupakan pusat kekuasaan
mandiri, yang juga pengaruh baik alam pembentukan pemerintah maupun dalam
penyusunanan undang-undang.
Sesuai dengan pengalaman sebuah masyarakat, demokrasi presiensial
secara lebih kuat dapat menciptakan unsur kesinambungan stabilitas dalam proses
politik. Hal ini khususnya berlaku jika kelompok-kelompok perwakilan di
parlemen jumlahnya banyak dan heterogen, sehingga kecil kemungkinan tercapai
kesepakatan di antara mereka utnuk mengoyahkan kedudukan pemerintah.
Kalaupun ada kesepakatan maka kesepakatan tersebut bersipat labil. Walaupun
demikian demokrasi presidensial memerlukan pembatasan kekuasaan kepala
48Meyer, Demokrasi, h. 17
xlv
negara yang jelas, untuk menghindari terjadinya konsentrasi kekuasaan yang
hampir menyerupai kediktatoran. Jika lembaga-lembaga pengimbang seperti
parlemen dan pemerintah, partai dan masyarakat sipil lemah maka mutu
demokrasi presidensial dapat merosot secara tak terkendali berubah menjai
kediktotaran.
Kedua, demokrasi parlementer ini merupakan kebalikan dari demokrasi
presidensial. Parlemen merupakan satu-satunya lembaga perwakilan tertinggi
untuk pengambilan keputusan. Peran presiden pada tipe ini terbatas pada tugas-
tugas mewakili negar dan penengah dalam situasi konflik. Dalam demokrasi
parlementer kekuasaan pengambilan keputusan politik dijalankan oleh wakil-
wakil rakyat sesui dengan pemilihan umum.
Ketiga, demokrasi perwakilan. Demokrasi ini mempercayakan sepenuhnya
pengambilan keputusan tingkat parlemen oleh wakil-wakil yang dipilih. Untuk
sebagian besar pengambilan keputusan pada tingkat regional dan nasional dapat
dilakukan tidak pada demokrasi langsung. Tetapi demokrasi perwakilan murni
sering menunjukan kecenderungan mengabaikan kehendak rakyat dan
mempersulit identifikasi dan partisipasi politik rakyat.
Keempat, demokrasi langsung ini akan lebih mengalihkan sebanyak
mungkin keputusan kepada rakyat yang berdaulat, misalnya melalui plebisit,
referendum, jajak pendapat rakyat, dan keputusan rakyat atau mengembalikan
sebanyak mungkin keputusan ke tingkat komunitas lokal, pada suatu negara yang
luas demokrasi ini sangat tebatas untuk diterapkan, seperti sidang paripurna tidak
mungkin untuk dihadiri seluruh rakyat.
xlvi
Dari empat tipe demokrasi yang diulas di atas, Mesir di era Anwar Sadat,
menganuti sistem demokrasi parlementer. Hal tersebut direkam dalam konstitusi
Mesir 1971. Namun, dalam perjalananya, demokrasi parlementer yang diadopsi
Anwar Sadat mengalami goncangan dan instabilitas politik, yang memaksa Anwar
mengambil langkah-langkah politik yang bertentangan dengan demokrasi. Meski
demikian, Anwar Sadat tetap mengklaim bahwa langkah-langkah yang
ditempuhnya tidak menyimpang dari semangat demokrasi.
B. Sejarah Masuknya Demokrasi di Mesir
Sejak mendaratnya Napoleon di Alexandria 2 Juni 1798, Mesir dengan
mudah jatuh dalam jajahan Inggris. Napoleon tidak hanya menjajah, akan tetapi
memberikan beberapa ide yang dibawa dalam ekspedisi Napoleon ke Mesir. Ide-
ide yang pada waktu itu belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi umat Islam
di Mesir. Tetapi dalam perkembangan kontak dengan Barat di abad ke sembilan
belas ide-ide itu semangkin jelas dan kemudian diterima dan dipraktekkan dalam
kancah peroplitikan di Mesir.
Menurutnya ada tiga ide-ide yang dibaca Napoleon pada waktu itu,Antara
lain: Republik (Liberte) dimana republik adalah negara yang berdasarkan kepada
sistem demokrasi yang di pimpin oleh presiden, ide persamaan (egalite) dimana
dalam artinya kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam soal pemerintahan. Pada
saat itu Napoleon telah mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari
ulama-ulama Al-Azhar dan pemuka-pemuka dalam dagang dari Cairo dan daerah-
daerah.Tugas badan ini adalah membuat undang-undang, memelihara ketertiban
umum dan menjadi perantara antara penguasa-penguasa Perancis dan rakyat
Mesir. Ketiga, Ide kebangsaan. Makna yang terkandung dalam maklumat
xlvii
Napoleon bahwa orang Perancis merupakan suatu bangsa (nation) dan bahwa
kaum Mamluk adalah orang asing dan datang ke Mesir dari Kaukasus, jadi
sungguh pun orang Islam tetapi berlainan bangsa dari orang Mesir. Juga
maklumat itu mengandung kata-kata umat Mesir.49
Sampai pada awal abad-20 di Mesir timbul suatu usaha mengakhiri
kekuasaan Inggris yang telah bercokol sejak tahun 1798. Usaha ini dimotori oleh
organisasi politik yang bernama Al-Wafd al-Misr (utusan Mesir). Di bawah
pimpinan Saad Zaghul, Al-Wafd menuntut kebebasan dan pemerintahan sendiri di
Mesir. Februari 1922 Inggris memproklamirkan Mesir sebagi negara Monarki
kontitusional.50
Sebuah negara yang semi independen yang tidak lepas dari kontrol oleh
Inggris, yaitu negara Monarki negara yang dipimpin oleh seorang raja dan sebuah
parlemen. Rezim ini dikenal dengan rezim liberal, sekalipun rezim ini telah
memberikan konsep kebebasan poltik dimana tumbuhnya partai-partai politik
ataupun gerakan-garakan yang skalanya kecil dan intelektual-intelektual Mesir
menjadi terpecah dalam beberapa golongan ataupun aliran, rezim ini dianggap
gagal dan dapat digulingkan di tahun 1952 oleh perwira bebas yang merupakan
kumpulan kemiliteran Istana sendiri yang merencanakan turunya raja dan
mengusir Inggris dan menginginkan Mesir menjadi negar republik.
Dengan maraknya gelombang demokratisasi, Mesir pun mencoba dapat
merubah sebuah rezim pada suatu negara dari rezim otoriter menjadi rezim
demokrasi. Seperti dalam sebuah studi demokrasi mengatakan: “Kegagalan
49Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1996), h .32. 50Haman Basyar, ”Bagaimana Militer Menguasai Mesir?” Jurnal Ilmu politik Vol 3, no. 4
(Juli 1988): h.85-88.
xlviii
ekonomi dari suatu rezim ototriter bisa jadi merupakan faktor kelemahan rezim
tersebut, tetapi keberhasilan dari suatu rezim otoriter mungkin berpeluang lebih
besar untuk menciptakan landasan bagi suatu rezim demokrasi.51 Mungkin ini
yang terjadi di Mesir, rakyat yang selama berabad-abad tidak merasakan
kebebasan dalam negrinya sendiri.
Semenjak kepemimpinan Ismail hingga Raja Farouk, telah menunjukan
kondisi ekonomi yang lemah dan intervensi asing yang masuk ke negri Mesir,
dengan bentuk negara monarki parlementer. Dilanjutkan dengan pemerintahan
yang diperoleh lewat revolusi tahun 1952 yang diperoleh oleh kekuatan militer,
dengan bentuk negara presidensial. Ini tidak jauh beda dari yang satu ke satu
lainya. Tidak memperjuangkan hak-hak kebebasan yang telah diketahui oleh
rakyat Mesir pada jamannya.
Kemudian Rezim Nasser pun berdiri (1952-1970). Ironisnya pada awal
kepemimpina Nasser bukan demokrasi yang ia angkat untuk menjalankan
pemerintahan Mesir. Boleh dikatakan massa ini masa matinya demokrasi di Mesir
langkah pertama yang dilakukan Nasser ialah berusaha mengarahkan kekuasaan
politik ke satu tangan, adanya partai politik tunggal, kekuasaan parlemen lebih
rendah dari kekuasaan presiden, dan banyak hal yang ia larang guna untuk
kokohnya dalam kepemimpinannya.
Sampai pada kepemimpinan Anwar Sadat, selepas wafatnya Gamal Abdul
Nasser. Sadat membuat langkah politik yang berbeda dengan Abdul Nasser. Ia
ingin mebentuk identitas dan legitimasi politik sendiri, yaitu dengan mengambil
langkah dan kebijakn-kebijakan, diantaranya yaitu mengaplikasikan tuntutan
51Huntington, Gelombang Demokrasi, h. 45.
xlix
rakyat diera peralihan presiden yaitu menginginkan “pemulihan kebebasan
demokrasi yang lebih besar.”52
Sepanjang tahun 1970-an hingga 1980-an, lebih dari 30 negara mengalami
pergeseran dari sistem otoritarian menuju sistem demokrasi. Beberapa sebab
disinyalir mengakibatkan kondisi transisi ini, pertama: Perkembangan ekonomi
bisa jadi merupakan faktor utama terjadinya perubahan-perubahan politis tersebut.
Kedua: kebijakan-kebijakan dan peran-peran yang dimainkan oleh Barat, dalam
hal ini, Amerika Serikat, kekuatan-kekuatan Eropa dan lembaga-lembaga
internasional membantu mempercepat proses demokratisasi di beberapa negara
Eropa, Amerika Latin, negara-negara Asia53. dan tidak terkecuali Mesir yang
mengalami hal-hal tersebut.
Langkah lainya mereferendum kontitusi 11 September 1971, antara lain
yaitu: ”Mesir adalah negara republik dengan multi partai (pasal 5). Kekuasaan
berada ditangan rakyat (pasal 3). Islam adalah agama resmi negara dan syariat
Islam adalah sumber perundang-undangan dan bahasa Arab adalah bahasa resmi
negara (pasal 2). Di samping itu, secara tegas dijelaskan, bahwa republik Arab
Mesir adalah sebuah negara demokrasi dan sosialis yang berdasarkan pada aliansi
kekuatan pekerja rakyat (pasal 1).”54 Pasal 4 Melanjutkan ” Dasar ekonomi dari
republik Arab Mesir adalah sistem demokrasi sosialis yang didasarkan pada
kecukupan dan keadilan dengan cara mencegah ekploitasi, yang mengakibatkan
penghapusan perbedaan-perbedaan pendapatan melindungi pendapatan yang sah,
52Mohamed Heikal, Anwar Sadat: Kemarau Kemarahan, Penerjemah Arwan Setiawan
(Jakarta: PT Temprin, 1986), h. 37. 53 Samuel P.Huntington, Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia,
(Yogyakarta: Qolam, 2001) h. 351. 54M.riza Sihbudi, M Hamdan Basyar, Happy Bone Zulkarnain, Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah, (Jakarta: PT Eresco, 1993), h. 335.
l
dan menjamin persamaan distribusi kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab
masyarakat”55
Kontitusi 1971 telah menggambarkan kehidupan demokratisasi di Mesir.
Dimulai dengan dibukanya politik multi partai yang tertera pada pasal 5, yang
sebelumnya pada era Nasser dilakukan pemusatan yang bertumpu pada satu
partai. Kemudian dalam pasal lain menerangkan tentang terpusatnya kekuasaan
yang mutlak berada ditangan rakyat, tercantum pada pasal 3. Pada pasal 1 pun
memperkuat argumen yang di keluarkan Sadat yaitu, republik Arab Mesir adalah
sebuah negara demokrasi dan sosialis yang berdasar pada aliansi kekuatan pekerja
rakyat. yang terpenting dari pasal ini ialah pelaksanaanya dalam menjalankan roda
perpolitikan.
Seharusnya pemusatan kekuasaan yang menjadi ciri negara Mesir itu
sudah berkurang pada era presiden Anwar Sadat. Tetapi ini malah sebaliknya
dengan semangkin terpusatnya kekuasaan di tangan presiden. Khususnya setelah
presiden menjadi ketua partai terkuat tahun 1978, Ditambah lemahnya partai
oposisi pada saat itu, yang membuka peluang sang penguasa untuk berbuat
diktator.
Tumbuhnya polarisasi antara tokoh Islam dan pejabat-pejabat
pemerintahan, belakangan disesali, pada komitmen demokrasi, yang dijustifikasi
dengan tuduhan bahwa kaum fundamentalis hendak membajak demokrasi, dan
akhirnya meluasnya konfrontasi antara pasukan keamanan negara dan kaum
55Shirreen T. Hunter, Politik Kebangkitan Islam, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2001),
h. 40.
li
extrimis muslim yang akhirnya menyulut refolusi moderat dan juga refolusi
kekerasan56.
Presiden Anwar Sadat baru diganti oleh wakilnya Hosni Mubarak setelah
tewas ditembak oleh kaum extremis yang radikal pada 6 oktober 1981. Dengan
tampilnya Hosni Mubarok sebagai presiden, ia mencoba menjalankan apa-apa
yang telah menjadi kebijakan-kebijakan atas pemerintahan. Mubarak dikenal
wakil yang setia akan kebijakan-kebijakan yang diambil Anwar Sadat. Ia pun
memulai program pemerintahanya dengan memperbaiki bidang ekonomi dan
hubungan luar negri. Dalam perpolitikannya sebelum merubah pola politik yang
di wariskan Sadat, atas nama demokrasi Mubarak berhasil memperkokoh
kekuasaanya.
C. Elemen-Elemen Demokrasi di Mesir
Elemen-elemen demokrasi di mesir diperkirakan tumbuh sejak
dibacakannya ultimatum Napoleon diabad-17, yang mana ide-ide republik, ide
persamaan, ide kebangsaan telah membuka dan membentuk pikiran bangsa Mesir
di kemudian hari.
Diawali dengan tumbuhnya rasa kebangsaan yang tampak mudah untuk
tumbuh dan berkembang di Mesir. Homogenitas dan isolasi negri ini, yang
sepanjang pemerintahan pusatnya, dan aspek kultural masa silamnya yang khas,
melahirkan kesadaran akan identitas Mesir. Di akhir abad sembilan belas,
semtimen patriotisme dipudarkan oleh gagasan reformasi modern.
56John L. Elposito dan John D. Voll. Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan
Prospek. Penerjemah Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 1999), h. 234.
lii
Para penulis nasionalis, seperti Mustafa Kail mengajukan gagasan tentang
sebuah kesatuan bangsa, semangat patriotik, semangat kebenciannya terhadap
pemerintah asing, dan juga pembentukan sebuah pemerintahan kontitusional dan
pendidikan model Barat. Lutfi Al-Sayid menekankan sebuah masyarakat sekuler
dan kontitusional. Ia berdali kebebasan merupakan basis (dasar) bagi masyarakat.
Kebebasan dari penguasa asing, kebebasan dari kontrol negara, dan pengakuan
dari hak-hak sipil dan politik warga yang asasi merupakan prinsip utama bagi
pembentukan masyarakat. Menurutnya “Nasionalisme berarti kemrdekaan dan
sekaligus merupakan sistem politik dan sosial yang baru bagi Inggris”.57
Ini merupakan suatu usaha untuk mengakhiri kekuasaan Inggris yang telah
bercokol sejak tahun 1882. usaha ini dimotori oleh organisasi-organisasi politik
yang tumbuh disaat itu salah satu cukup kuat ialah bernama Al-Wafd al-Misr
(utusan Mesir). Dibawah pimpinan Saad Zaghlul, Al-Wafd menuntut kebebasan
dan pemerintahan sendiri di Mesir. Semenjak (1919-1922) pergerakan untuk
mendapat merdekaan semangkin kuat. Unntuk meredam tuntutan Wafd dan rakyat
Mesir, Februari 1922 Inggris memprolamirkan Mesir sebagai Negara Monarki
Kontitusional. Mesir dapat bebas dalam mengelola negara dengan ketentuan
Inggris Masalah Sudan, keamanan Mesir dari interfensi asing, pengawasan
terusan suez, dan penjamin kepentingan asing dan minoritas.58
Dalam perjalanannya demokrasi di Mesir, Inggris dalam sudah sedikit
melihatkan adanya kebebasan dalam berdemokrasi kepada rakyat Mesir walaupun
semua dengan aturan-aturan yang Inggris tentukan. Terlihat dengan sudah adanya
57Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Penerjemah Ghufron A. Mas‘adi (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1999), h. 113. 58Haman Basyar, ”Bagaimana Militer Menguasai Mesir?” jurnal Ilmu politik Vol 3, No. 4
(Juli 1988): h.85-88.
liii
partai-partai politik, Organisasi sosial, kelompok-kelompok intelektual, terbitnya
surat-surat kabar, adanya pemberlakuan tipe peradilan Eropa-Mesir.
Masuk pada jaman kemerdekaan Mesir (1922), demokrasi sudah mulai
tampak pada susuna negara monarki kontitusional dan memegang rezim liberal
terlihat, partai politik semangkin berkembang, organisasi-organisasi bermunculan,
gagasan dapat diutarakan.. Mesir telah dapat mengatur urusan dalam negri sendiri,
walaupun Inggris masih mengintervensi negara Mesir. Elemen demokrasi
semangkin tumbuh dalam masyarakat Mesir, walaupun dalam bentuk organisasi-
organisasi yang formal maupun beraliran garis keras, banyaknya kelompok-
kelompok intelegensia yang memegang rezim yang modernis.
Dalam priode pasca-revolusi 1952. Pada masa transisi, Nasser berusaha
mengarahkan kekuasaan politik ke satu tangan, sehingga pata tanggal 16 Januari
1956, ketika masa transisi yang tiga tahun selesai pada awal ia menjabat sebagi
presiden, kekuasaan sudah terpusat di tangan presiden, partai politik tunggal,
angota parlemen sebagaiman alat pemerintahan lainnya sangat tergantung pada
kontrol Nasser.59
Priode Nasser berkuasa berarti matinya demokrasi di mesir, dengan
pemusatan kekuasaan kepada Presiden, pengerucutan partai politik menjadi
tunggal, dijegalnya surat kabar yang memberitakan secara kritis dalam
perpolitikan di Mesir, penangkapan lawan-lawan politik yang keras. Ini
menjadikan demokrasi yang diusung pada revolusi 1952 menjadi semu. 60
D. Konteks Lahirnya Gagasan Demokrasi Anwar Sadat
59 M. Riza Sihbudi, Timur Tengah, h. 325 60Riza Sihbudi, dkk, Profil Negara-Negara di Timur Tengah, (Jakarta: Dunia Pustaka
Jaya, 1995), h. 148.
liv
Apabila kita telusuri, apa yang telah dipelajari oleh Anwar Sadat
sehubungan dengan terlahirnya gagasan tentang demokrasi. Kita ketahui bahwa
Anwar Sadat mengagumi tokoh-tokoh yang membuatnya menjadi tergar dan gigih
akan cita-citanya sewaktu ia kecil hingga menjabat presiden dan menjalankan
politiknya.
Tokoh pertama yang ia kenali ialah Zahran, seorang pahlawan yang
diceritakan neneknya semasa ia kecil, dari Denshway desa tetanggga tanah
kelahiran Anwar Sadat. Zahran hanya seorang pahlawan desa kecil yang
melawan penjajah Inggris, dan berakhir di tiang gantungan. Nama ini lah yang
membuatnya kuat untuk mengikuti jejak orang-oarang yang Sadat kagumi dalam
mengusir Inggis di tanah Mesir, sampi ia besar dan tumbuh di barak akademi
militer.
Kedua Mahatma Ghandi pad atahu 1932 singgah di Mesir dalam
perjalananya menuju Inggris. Berita tentang perjuangannya yang gagah perkasa di
masa lampau dan masa kini setiap hari memenuhi surat kabar dan majalah.
“Wataknya meninggalkan kesan mendalam dalam diri saya dan saya jatuh cinta
pada citranya.” Bahkan Sadat meniru Mahama Ghandi, dengan membuka
pakaian, memakai sarung serta membuat alat pemintal sendiri. Aksi ini dilakukan
dalam waktu beberapa hari yang menurutnya “perlawanan tampa kekerasan.”61
Kemungkinan tokoh yang paling cocok untuk disebut guru dalam
pembelajaran demokrasi Anwar Sadat ialah Mahatma Ghandi, dimana Ghandi
mengkampanyekan demokrasi kepada rakyatnya.
61Anwar El-Sadaty, Mencari identitas: Sebuah Autobiografi, (Jakarta : Tira Pustaka,
1983), h.16
lv
Ketiga, Hitler. Sadat melihat ketika Hitler melakukan pawai jalan kaki dari
Munshen ke Berlin untuk menghapus akibat kekalahan Jerman pada perang dunia
ke I dan membangun kembali negaranya. Menurutnya apa yang dilakukan Hitler
adalah politik yang baik, pada waktu itu Sadat masih berumur dua belas
tahun.62Hitler walau pun seorang pemimpin yang ditator yang kejam tetapi yang
ia lihat ialah semangatnya dalam membangun negaranya seuasi kekalahan itu
yang Sadat tiru dan dijadikan pegangan baginya.
Keempat, Kemal Ataturk yang mana ia juga terkenal sebagai seorang
pemimpin yang telah membebaskan negaranya dan berkeinginan untuk
membangunnya kembali.
Satu sisi yang berbeda Kemal menjadi contoh yang patut ditiru dengan
kesamaan posisi negara yang sedang dijajah. Kemungkinan inilah yang patut
Sadat tiru untuk diterapkan di Mesir. Terlepas dari tokoh-tokoh yang ia kenal
sejak kecil, untuk mengaguminya ini merupakan reaksi alami yang telah
membentuk jati diri seorang Anwar Sadat dewasa. Dalam pendidikannya di
akademi militer, Sadat sudah merasa dirinya mempunyai misi untuk mengusir
Inggris dari Mesir. Ia banyak bertemu orang–orang yang satu visi dam misi
seperti Gamal Abdul Nasser, Kamaliddien Hussein, Abdul Hakiem Amir, Hassan
Ibrahim,Abdul Muniem, Abdul Rauf, Salah Salim, Jamal Salim Abdul Latief
Bagdadi, Khalid Mohiedin. Kumpulan ini terikat dalam sebuah nama perwira
bebas sebuah gerakan bawah tanah yang tersusun dalam kemiliteran kerajaan.
Gerakan ini banyak melakukan diskusi-diskusi tentang tercapainya pemerintah
yang demokrasi dan lepas dari cengkraman Inggris.
62El-Sadaty, Mencarai Identitasi, h. 17.
lvi
Dari semua yang terjabarkan di atas kemungkinan membentuk pola fikir
Anwar Sadat tentang demokrasi, tetapi kemungkinan terdekat ialah karena Anwar
Sadat ingin menandingi kekuatan lawan politinya semenjak ia menjadi presiden
yaitu kekuatan sepeninggal Nasser yang beraliran nasionalis, bagi tercapainya
kepentingan pribadi sebagai presiden, dan yang lebih jelas yaitu desakan rakyat
yang menuntut akan demokrasi yang didambakan oleh masyarakat Mesir sejak
puluhan tahun mungkin ratusan tahun.
lvii
BAB VI
GAGASAN DEMOKRASI ANWAR SADAT
Gagasan demokrasi Anwar Sadat memang tidak sekomprehensif konsep
demokrasi mutakhir yang mendekati “sempurna.” Praktik demokrasinya pun
berdiri di atas tiga prinsip utama: multi partai, kebebasan pers, dan kebijakan
pintu terbuka. Namun, hal itu bisa dinilai sebagai sebuah prestasi luar biasa, bagi
negara semisal Mesir yang baru beranjak dari rezim otoritarianisme Nasser.
Langkah Sadat untuk menerapkan demokrasi dengan mengamandemen konstitusi
Mesir 1971 setelah kepergian Nasser adalah awal pendasaran bagi masa depan
demokrasi di Mesir. Atas dasar itu, pragraf berikut akan mengurai tiga gagasan
utama demokrasi Sadat.
A. Multi Partai
Meskipun sebelum Prisiden Nasser meninggal, Sadat menjabat sebagai
wakilnya, bukan berarti ia sepaham dengan Nasser. Uni Sosialis Arab (Arabic
Socialist Uni—ASU) yang memonopoli perpolitikan Mesir menyisakan trauma
tersendiri bagi Sadat. Akibatnya, aspirasi politik dari rakyat yang menjadi inti dari
demokrasi tidak menemukan ruang untuk mengambil peran. Partai politik (parpol)
yang biasanya dapat memainkan peranan besar dalam kehidupan politik, sosial,
dan ekonomi suatu negara tidak terjadi di Mesir pada masa Nasser. Untuk itu,
pada kepemerintahannya, Sadat mencoba mengintrodusir sistem multi partai yang
dianggap bisa memainkan peran secara leluasa. Partai, perannya sering tampak
setelah memenangkan pemilihan umum (pemilu) baik di parlemen maupun di
eksekutif. Dalam konteks legislatif, partai politik, pada dasarnya berlomba-lomba
lviii
memperoleh kursi sebanyak mungkin; semakin banyak kursi yang diperoleh
semakin luas pula peranan yang dapat mereka lakukan.63
Cara perebutan kursi dalam pemilu untuk meningkatkan peran suatu
parpol tidak selalu sama. Dilihat dari tujuan berdirinya parpol, ada parpol yang
sudah berperan tanpa perlu memenangkan sesuatu pemilu; ini biasanya didirikan
oleh penguasa suatu negara dengan melanggengkan kekuasaanya atau maksud
lain yang serupa (Sosialis Arab) di Mesir, misalnya didirikan oleh presiden Nasser
dengan menciptakan identitas Arab Nasser dapat menyetir keinginan rakyat.
Dalam kehidupan selanjutnya, tanpa harus memenangkan pemilu, Nasser dengan
partai tunggalnya ASU sudah berperan di kehidupan politik Mesir. ASU
merupakan satu-satunya parpol pada masa Nasser yang di harapkan menjembatani
komunikasi antara rakyat dan penguasa.64
Masa awal pemerintahan Sadat ditandai dengan kebijakannya untuk
merangkul sebanyak mungkin kelompok-kelompok Islam. Hal ini lakukan untuk
membendung kuatnya pengaruh gerakan Nasserisme yang berpijak pada ideologi
nasionalisme Arab. Gerakan Nasserisme pada masa itu tidak hanya kuat di Mesir,
tetapi juga di Suriah dan Irak, dengan berhasilnya Partai Baath mengambil alih
kekuasaan di dua negara tersebut. Di Libya, sosok Moammar Khadafi yang sangat
kagum pada figur Abdul Nasser juga berhasil mengambil alih kekuasaan. Di
Ajazair juga terjadi hal yang sama, ketika Kolonel Houari Boumedienne berhasil
mengudeta pemerintah sebelumnya. Ia juga termasuk pengagum Gamal Abdul
63M. Riza Sihbudi, dkk., Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah (Jakarta: PT. Eresco,
1993), h. 190. 64Sihbudi, Konflik dan Diplomas, h. 191.
lix
Nasser. Jadi, gerakan nasionalisme Arab yang berbasiskan ideologi sosialisme
sangat mendominasi.65
Dengan pengalaman-pengalaman ini, Anwar Sadat langsung mengambil
langkah-langkah politik untuk mengantisipasi perebutan kekuasaan yang saat itu
sudah ada di hadapannya. Di awal peralihan kepresidenan ketika Nasser wafat,
rakyat Mesir sudah banyak mengkampanyekan ide demokrasi. Setahun setelah
Sadat berkuasa, kontitusi baru diundangkan. Kontitusi ini kemudian direferendum
pada tanggal 11 September 1971, dan pada tanggal 22 Mei 1980. Kontitusi yang
sama diperbaiki dengan referendum. Menurut kontitusi 1971, (pasal 5) “Mesir
adalah negara republik dengan sistem multi partai.”66
Sepeninggal Nasser, ASU merupakan partai yang sebelumnya
mendominasi seluruh kehidupan politik Mesir. Pada masa Anwar Sadat
memimpin Mesir, partai politik dipecah menjadi tiga partai. Ketiga parpol tersebut
adalah Partai Uni Nasional Progresif (Hizb al-Tajammu al-Wathani al-
Thaqaddumi al-Wahdawi yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi: the Uni
Progresive Party), partai ini mewakili aliran “kiri” Mesir; Partai Sosialis Liberal
(Hizb al-Ahrar al-Isytirakiyyin, bahasa Inggrisnya: the Liberal Sosialist Party),
mewakili ideologi “kanan” Mesir; dan Partai Sosialis (Hizb al-Misr) yang
mewakili paham “tengah” Mesir.
Salah satu antisipasi yang terus berlanjut dalam perpolitikan yang
dijalankan Sadat ialah menyusulnya partai baru yang dibentuk guna memperkuat
kepemimpinannya. Pada tahun 1978, Sadat membuat parpol baru, yaitu Partai
65“Model Demoktasi di Mesir” Artikel di aksese pada tanggal 18 Januari 2007 dari
http://Islamlib.co/id/index.php? 66Alfian dan Nazarudin Syamsudin, Masa Depan Kehidupan Politik Indonesia, (Jakarta:
Rajawali, 1988), h. 321.
lx
Nasional Demokratik (Hizb al-Wathani al-Dimuqrati atau the Nasional
Demokration Party—NDP).67
Dengan munculnya partai ini, semua anggota partai sosialis berpindah dan
menjadi anggota NDP. Dan partai lain pun akhirnya tersingkirkan secara otomatis.
Berdirinya NDP ini berdasarkan UU No.40 th.1977 tentang parpol. UU tersebut
merupakan penjabaran dari pasal 5 kontitusi 1971 yang menghendaki berlakunya
multi partai, menurut UU pasal 5 ini orang Mesir boleh mendirikan parpol asal
memenuhi syarat-syarat berikut:
“1. Dasar, program, tujuan, kebijaksanaan, dan cara yang digunakan tidak bertentangan dengan syariat Islam, prinsip revolusi 23 Juli 1952 dan 15 Mei 1971, Persatuan Nasional , perdamaian sosial, dan sistem sosial demokrat. 2. Program dan kebijakan partai berbeda dengan partai lain. 3. program dan dasar partai tidak mengacu kepada satu kelas, fraksi, profesi, asal daerah, ras atau agama. 4. Paratai bukan merupakan bagian dari organisasi militer atau para militer. 5. Partai tidak berfungsi sebagai cabangdari parpol di luar negri.”68
Dengan demikian, jumlah partai di Mesir tidak ada batasnya. Kesempatan
ini dimanfaatkan oleh sekelompok simpatisan partai Wafd yang telah terkubur
sejak jaman Nasser. Mereka kemudian mendirikan partai Wafd Baru ( Hizb al-
Wafd al-Jadid dalam bahasa Inggrisnya: the New Wafd Pary). Dan, ternyata partai
Wafd baru mendapatkan dukungan dari kalangan rakyat dan kaum tradisional.
Keadaan ini membuat Sadat terdesak dan berusah untuk melakukan tindakan
preventif dengan melarang partai Wafd baru yang baru berdiri selama 100 hari.
Seiring dibentuknya partai NDP, yang berdasarkan UU No.40 1977
tentang parpol, tidak hanya partai Wafd Baru yang berdiri tetapi masih ada partai-
partai lainnya seperti: Hizbul ‘amal (labour party). Partai Oposisi ini didirikan
pada tahun 1978, sekretaris jendral pertamanya adalah mendiang Mahmud Abu
67Alfian dan Nazarudin, Masa Depan, h. 326 68Alfian dan Nazarudin, Masa Depan, h. 327.
lxi
Wafiah. Partai ini bertujuan untuk menciptakan jalur politik yang menyokong
haluan Islam yang mendapat resistensi keras dan luas pada saat itu. Partai ini
membangkitkan kembali semangat paham-paham mendiang Gamal Abdul Nassir
mantan presiden Mesir kedua. Dalam perjalanannya, partai ini dengan sekjennya
Dhiyauddin Dawud tidak mampu merealisasikan kemajuan apa pun dalam
menarik pendukung dari seluruh rakyat Mesir.
Partai NPUG (National Progressive Unionist Grouping) berdiri tahun
1976, pada mulanya partai ini menghadapi problem intern dengan 3 front:
kelompok Nassser di bawah Kamaluddin Rif’at dan sebagian kelompok tua
Marxisme di bawah Abdurrahman Syarqowi serta kelompok muda Marxisme.
Partai ini mempunyai surat kabar yang diterbitkan secara reguler. Dan, surat
kabarnya adalah al ahali, yang pernah dibrendel oleh pemerintahan Sadat.
Hizbulahrar merupakan partai oposisi pertama di Mesir, dan surat kabar
hariannya “al ahrar” yang terbit pertama pada tahu 1977. Partai ini didirikan oleh
Mustofa Kamil Murad, yang mengkombinasikan tiga unsur utama: nasionalis,
sekuler, dan Islam. Setelah meninggalnya Mustafa Kamil terjadi perpecahan yang
luas dalam partai ini, hingga dibekukan oleh Komite Partai Mesir, dan surat
kabarnya pun mengalami nasib sama, dibredel.69
Sambutan masyarakat Mesir saat itu sangat antusias akan berlakunya
sistem multi partai, yang mati di saat kepemimpinan presiden Nasser. Partai-partai
di atas merupakan contoh telah siapnya masyarakat Mesir menghadapi alam
demokrasi, tetapi Sadat tidak tinggal diam akan banyaknya saingan politik yang
sewaktu-waktu mengancam kepemimpinannya. Ia pun mengambil langkah seribu
69“Hizbulahrar,” artikel diakses tanggal 15 Januari 2007 dari supraptoe.wordpress.com/20 07/04/09/mesir-negeri-gudang-ilmu-dan-peradaban-2/ - 60k
lxii
untuk membungkan suara-suara yang vokal dalam percaturan politik di Mesir
pada saat itu.
NDP menjadi partai pemerintah yang tidak tersaingi. Dalam ranah politik,
NDP bagaikan penganut sistem partai tunggal yang berjalan di balik topeng
liberal. Jadi tidaklah jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Nasser melalui
partia ASU-nya itu, namun dengan strategi dan taktik yang lebih brilian.
Keliberalan Sadat di bidang politik hanya sampai pada bentuk struktur formalnya
saja, realitas sehari-harinya masih sama dengan zaman Nasser. Parpol selain NDP
memang ada, tetapi mereka dibuat sedemikian rupa, sehingga perjalanan hidupnya
tidak bisa mencerminkan dan mewakili pengikutnya. Partai politik lain itu hanya
digunakan untuk menunjukan, bahwa Mesir tidak menganut sistem partai tunggal
sebagaimana yang dianut Nasser. Sadat ingin menampakkan perbedaannya
dengan Nasser.70
B. Kebebasan Pers
Menurut (pasal 1) dalam kontitusi 1971 dikatakan bahwa “Republik Arab
Mesir adalah negara demokrasi dan sosialis yang berdasarkan kepada aliansi
kekuatan pekerja rakyat.” Dalam politik demokrasi di Mesir pada pemerintahan
Sadat, Mesir telah mempraktikkan pemisahan kekuasaan yang dalam istilah
Montesquieu disebut trias politika: legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Selain ketiga kekuasaan yang telah disebutkan di atas, Sadat
memperkenalkan satu penyangga utama demokrasi sebagai kekuatan pendukung
keempat, yaitu pers. Perubahan kontitusi tahun 1980 dan UU No148 tahun 1981
mengatakan: “Pers adalah kekuatan rakyat yang independen. Kebebasan pers
70 Sihbudi, Konflik dan Diplomasi, h.204.
lxiii
dijamin oleh undang-undang dan sensor terhadap pers ditiadakan. Wartawan
bebas melakukan kegiatannya asalkan tidak melanggar hukum.”71
Untuk memudahkan pengaturan kehidupan pers, maka dibentuk Dewan
Tinggi Pers (Al-Majlis al-A’la lil-Shahafat). Dewan ini mempunyai tanggung
jawab untuk:
“Mengemukakan pendapat dalam RUU yang mengatur masalah pers; menjamin kemajuan dan pertumbuhan pers; Melindungi kegiatan pers dan hak-hak kewartawanan; menetapkan kode etik pers; menanggung upah minimum yang pantas bagi wartawan dan pekerja pers; dan menerbitkan izin bagi wartawan yang ingin bekerja untuk penerbitan non-Mesir (asing) agen berita atau organisasi media lainnya, baik dalam Mesir maupun di luar negeri.”72
Di samping Dewan Tinggi Pers, ada dua dewan lagi yang ikut mengurusi
masalah pers, yaitu Dewan Penerbitan (Majlis al-Idarat) dan Dewan Redaktur
(Majlis al-Tahrir). Dewan Penerbit yang mempunyai 15 angota yang terdiri dari
seorang ketua yang dipilih oleh Shura, 6 orang karyawan organisasi pers (2 orang
wartawan, 2 orang Administrator, dan 2 orang pekerja), dan 8 orang anggota yang
dipilih oleh Shura. Masa tugas Dewan Penerbit adalah 4 tahun dan mereka dapat
dipilih kembali. Sedang Dewan Redaktur terdiri atas sekurang-kurangnya lima
anggota dengan dipimpin oleh pimpinan yang dipilih oleh Shura.73
Mesir memang memiliki tradisi kebebasan pers dan kebebasan pers
dijamin dan dilindungi secara konstitusional, kebebasan pers itu dirumuskan:
“Freedom of the press, printing, publication and mass media shall be guaranteed. Censorship on newspapers is forbidden as well as notifying, suspending or cancelling them by administrative method. In a state of emergency or in time of war a limited cencorchip may be imposed on the
71Alfian dan Nazarudin, Masa Depan Kehidupan, h.325 72Sihbudi, Konflik dan Diplomasi, h. 206. 73Sihbudi, Konflik dan Diplomasi, h. 208.
lxiv
newspapers, publication and mass media in maters related to publik safety or porposes of nation al security in accordance with the law”74
Salah satu penerbit yang sangat berpengaruh dalam pembentukan opini
politik sejak masa Pro-Revolusi ialah harian Al-Ahram, yang kini memiliki sebuah
lembaga pengkajian strategis yang banyak berfungsi sebagai sumber konsultasi
dan informasi tentang masalah Mesir, negara-negara Timur Tengah lainnya dan
Afrika.75
Tidak hanya penerbit Al-Ahram, masih banyak yang lain dalam
memberikan berita dan cukup vokal. Seperti Al-Ahali suatu koran mingguan yang
dipimpin Khaled Moehiddin salah satu dari kelompok “Perwira Bebas” menganut
aliran Marxis dan berakhir dalam penjara. Al-Ahali adalah koran yang baik dan
dibaca secara luas. Koran ini berani membahas maslah-masalah yang
bertentangan dengan mengambil sikap slogan: “Tidak ada perdamaian terpisah
dengan Israel.” Koran ini mengutuk korupsi pada umumnya dan mengungkapkan
kasus-kasus secara khusus. Terdapat suatu tulisan bersambung yang berjudul
“imperium Ottoman” Mengenai Osman Ahmed Osman dan Arab Contractor
Company. Meskipun cukup berhasil, Al-Ahali mempunyai kelemahan besar, yaitu
koran ini dicetak pada salah satu koran pemerintah, dan karena ini ia menemuai
ajalnya.76
Tabloid mingguan Al-Shaab (rakyat), merupakan sebuah ruang aktualisasi
dan aktifitas dari partai Misr el-Fatat (Mesir muda). Di bawah Mohamed Abu
Wafia, koran ini adalah koran pertama yang menerima keberadaan Camp David,
74Riza Sihbudi, dkk, Profil Negara-Negara di Timur Tengah, (Jakarta: Dunia Pustaka
Jaya, 1995), h. 150. 75Riza Sihbudi, Profil Negara, h. 151. 76Mohamed Heikal, Anwar Sadat: Kemarau Kemarahan. Penerjemah Arwan Setiawan
(Jakarta: PT. Temprin, 1986), h.174.
lxv
meskipun dengan persyaratan, tetapi kemudian jauh lebih kritis dalam bahasannya
yang memperdebatkan antara yang loyal pada pemerintah dan yang tidak dan
berakhir dengan perpecahan. Al-Shaab beralih kepada kekuatan demi kekuatan
yang tersusun dari tokoh-tokoh terkemuka dari masyarakat Mesir.
Dr. Hilmi Murad seorang ahli ekonomi yang pernah menjadi rektor
Universitas ‘Ain Sham’s, pernah menjabat menteri pendidikan di era Nasser.
Artikel-artikel yang ditulisnya mengenai keadaan ekonomi Mesir, tetapi tulisan
yang membuat gerah Anwar Sadat ialah sebutan terhadap Jihan istri Sadat dengan
“First Lady.”77
Fathi Radwan seorang pemimpin pertama Misr el-Fatat, pernah menjabat
Menteri Pembinaan Nasional (1952). Satu artikelnya, “El-‘Utaqa”(yang diangkat)
tulisan ini ia menolak pengakuan yang selalu dinyatakan oleh Sadat bahwa ia
telah “memberikan” kemerdekaan dan demokrasi kepada bangsa Mesir. “Kami
bukan budak,” Tulis Fathih Radwan, “yang harus diberitahu kepada kita sudah
diberi emansipasi. Bila kita merdeka, ini bukan karena diberi olah siapapun.” Dr.
Muhamed Asfur adalah seorang ahli hukum, secara terbuka menentang Cam
david.78
Akibat tekanan-tekanan yang timbul dari lawan-lawan politik yang
berkembang saat itu di Mesir terutama lewat media-media baik di koran-koran,
televisi, radio atau pun partai politik yang terus memantau perpolitikan Anwar
Sadat, selebihnya ketika persetujuan Cam David diperdebatkan di Parlemen.
Hanya lima belas wakil yang mengajukan suara menentang, meskipun tidak
77Heikal, Anwar Sadat, h. 176. 78Heikal, Anwar Sadat, h. 176
lxvi
kurang dari lima puluh lima wakil suara termasuk sebagian dari partai nasional
Sadat sendiri, memilih untuk tidak hadir di parlemen pada hari pemungutan suara.
Tentu saja ini tidak cukup untuk Sadat, karena ia ingin menempatkan persetujuan
ini dalam suatu kedudukan yang tidak terguncang, sehingga ia memutuskan untuk
membubarkan parlemen dan memerintahkan pemerintahan baru.79
Ini tidak kontitusional, karena presiden hanya diberi wewenang dalam
kontitusi untuk membubarkan parlemen hanya bila terjadi sengketa antara dirinya
dan parlemen. Dan, bila pemungutan suara yang menyusulnya mendukung
pendapat presiden. Dalam peristiwa ini jauh dari terlibat sengketa dengan
presiden, parlemen dengan kelebihan timbangan suara yang besar justru
mendukung kebijaksanaannya. Tetapi tujuannya yang sesungsuhnya dengan
pembubaran itu adalah guna menutup kaum independen untuk selama-lamanya.80
Masih ada tiga jawatan yang dimaksudkan bertindak sebagai pengawas
atas nama masyarakat dan menikmati kebebasan cukup longgar. Yang pertama
adalah pengawas Administratif yang ditugasi mengawasi tindakan-tindakan
pemerintah dan dengan demikian merupakan bagian yang tepat untuk
memperhatikan transaksi yang mencurigakan dan yang liar. Badan ini pun
dibubarkan lewat dekrit presiden atas dasar bahwa ia sudah menjadi ganguan
birokrasi.
Badan pengawas kedua Kantor Akutansi Publik. Badan ini seharusnya
mengirimkan kepada parlemen laporan-laporan mengenai industri-industri yang
dinasionalisasikan mengeniai ekspor negara. Laporan-laporannya memang
memberikan kepada kelompok independen. Ini pun bernasib sama dengan badan
79Heikal, Anwar Sadat, h. 177. 80Heikal, Anwar Sadat, h. 178
lxvii
Administratif yaitu mengalami penjegalan atas tugasnya yang dianggap
menghalangi kinerja pemerintahan Anwar Sadat.
Ketiga Dinas Intelegen Umum. Meskipun demikian badan ini mengatakan
mempunyai informasi tentang segala apa yang terjadi, badan ini juga tidak tahu
harus diapakan informasi itu. Badan ini sewaktu kepemimpinan Nasser telah di
setujui untuk dijadikan koran terbitan Al-Ahram. Tetapi di tahun (1974) Sadat
membatalkan pengaturan itu dan ketika ia mendirika majelis Keluarga (majlis el-
Shura) ia mendirikan apa yang dinamakan Dewan Pers Tertinggi, yang diketuai
oleh kaum majlis. Ini tentu saja mengindikasikan bahwa seluruh pers secara
efektif ada dibawah kontrol pemerintah, yang menyangkut semua pemimpin
redaksi.81
C. Kebijakan Pintu Terbuka (Infitah)
1. Ekonomi
Infitah adalah sebuah kata berbahasa Arab yang artinya “pintu terbuka”.
Kata ini merujuk pada Presiden Mesir Anwar Sadat: “membuka pintu” (opening
the door) untuk memprivatisasi penanaman modal (investasi) di Mesir. Pada
tahun-tahun setelah Perang Oktober dengan Israel pada 1973, Sadat membawa
sejumlah perbaikan bagi Mesir. Yang paling populer di antaranya, Mesir
merupakan negara Arab pertama yang mengakui kedaulatan Israel. Sadat juga
melakukan reformasi ekonomi yang mengakhiri dominasi ekonomi Mesir oleh
sektor publik dan mendorong baik investasi domestik maupun investasi asing
dalam sektor swasta, sebuah kebijakan yang dijuluki dengan nama “infitah”.
81Heikal, Anwar Sadat, h. 178
lxviii
Pada tahun-tahun setelah “Perang Oktober,” ada tiga madzhab pemikiran
yang muncul di Mesir: kaum Marxis mendukung untuk meneruskan trend sosialis
yang sudah dibangun di Mesir di bawah pengaruh Uni Soviet, di saat yang sama
kelompok yang lebih kecil mendorong kapitalisme pasar bebas. Sebelum
pemilihan Sadat, kaum statis, pendukung ekonomi terpimpin (command economy)
dengan membatasi investasi swasta yang mendominasi kancah politik di Mesir.
Kebijakan infitah Sadat sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh “filsafat pasar
bebas” yang masih mempertahankan beberapa elemen yang sosialistik. Kebijakan
ini juga baik secara ideologis maupun politis dimotivasi oleh keinginan Sadat
untuk bersekutu dengan Barat dan anggota masyarakat Mesir sendiri yang kaya
dan kuat. Dengan cara ini Sadat membedakan dirinya dari era Nasser yang pada
saat yang sama melindungi dirinya berada dalam kekuasaan.82
Dengan demikian program Anwar Sadat ini adalah untuk menopang
investasi swasta di Mesir yang lebih sering disebut dengan “open door policy”.
Kebijakan ini dikumandangkan bersamaan dengan “Oktober Paper” 1974 yang
dimaksudkan untuk merelaksasi kontrol pemerintah yang diterapkan di bawah
Sosialisme Arab Gamal Abdel Nasser. Kebijakan ini juga sebenarnya sudah
dimulai pada 1971 sebagai sebuah usaha untuk menarik investasi oleh negara-
negara Arab lain untuk menyelamatkan ekonomi Mesir yang terpuruk. Kebijakan
ini juga merupakan kelanjutan dari perang Arab-Israel pada 1973 karena Mesir
membutuhkan dana asing untuk membiayai bahan pokok yang penting dan
bagian-bagian tertentu yang akan membawa ekonomi Mesir kembali pada
produksi secara maksimal. Mesir juga mengharapkan untuk mengubah hutang
82“Infitah,” artikel diakses tanggal 9 Mei 2007 dari http://wwww.en.wikipedia.org/wiki/I
nfitah.
lxix
jangka pendeknya (short-term debt) menjadi utang jangka panjang (longer
indebtedness) dengan berkurangnya masa-masa yang berat. Oleh karena itu,
kebijakan ini bisa menarik investasi swasta untuk meningkatkan pendapatan
negara selanjutnya, pekerjaan, dan kurs asing.83
Foaktor-faktor dilakukanya kebijakan pintu terbuka (Infitah), terjadi
disinyalir selain dari penjabaran atas realitas terselenggaranya hasil undang-
undang kontitusi 1971 yakni dalam (pasal 4) “Dasar ekonomi dari Republik Arab
Mesir adalah sistem Demokrasi sosialis yang didasarkan pada kecukupan dan
keadilan dengan cara mencegah ekploitasi yang mengakibatkan penghapusan
perbedaan-perbedaan pendapatan, melindungi pendapatan yang sah, dan
menjamin persamaan distribusi kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab
masyarakat.”84
Dorongan lain akibat merosotnya prekonomian negara yaitu, terlibatnya
peperangan antara Mesir-Israel (1973). Peperangan ini menghabiskan biaya yang
tidak sedikit dengan keadaan prekonomian yang diwariskan Nasser pada Sadat.
Hal lain yaitu Sadat mengharap dapat dukungan ekonomi dan politik kepada
Amerika Serikat, dengan pemulihan hubungan dengan kultur Barat.
Pada dekade 1970-an di bawah presiden Anwar Sadat, rezim Mesir
kembali kepada sistem prekonomian campuran dan kembali kepada kebijakan
meningkatkan investasi swasta. Tahun 1974 hal ini menjadi kebijakan infitah
membuka pintu bagi investasi asing. Kebijakan baru ini sejalan dengan
persekutuan rezim Sadat dengan Amerika Serikat dan negara-negara Arab
konservatif. Meski banyak tergantung pada investasi asing, namun kesejahteraan
83“Infitah,” arikel diakses tanggal 9 Mei 2007 dari www.answers.com/topic/infitah 84Shireen T. Hunter, Politik Kebangkitan Islam, penerjemah Ajat S.U. (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogni, 2001), h. 40.
lxx
rakyat terus-menerus bergantung pada ekspor minyak, pada sektor pariwisata, bea
terusan Suez, dan kiriman uang para pekerja di luar negeri. Demikianlah, hutang
Mesir luar negri Mesir berkembang semangkin besar.
Tokoh-tokoh Islam mencemooh dan menolak reformasi hukum ini karena
mereka dianggap sebagai hasil pengaruh Barat. Mereka menyebut undang-undang
Jihan, mengacu pada Jihan Sadat, yang ibunya berasal dari Inggris dan dia
dianggap sudah bertabrakan. Kebijakan ekonomi “pintu terbuka” (infitah) Sadat
dianggap sebagai ketergantungan ekonomi Mesir yang semangkin besar pada
Barat, dan mendorong penetrasi budaya Barat, dari pakaian dan perilaku hingga
televisi, musik dan video, yang menguntungkan kaum elit terbaratkan yang
menikmati hak istimewa dalam eklonomi, dengan demikian, mendorong
tumbuhnya suatu masyarakat yang di dalamnya yang kaya semangkin kaya dan
yang miskin semangkin miskin.85
Namun demikian, yang menjadi tantangan utama bagi pemerintahan Mesir
ialah pembangunan ekonomi dalam negeri. Sebab sekalipun sudah mendapat
sumber bantuan baru dari luar negeri dan pemutihan hutang luar negerinya, Mesir
masih harus berusaha untuk mencapai selekasnya tahap lepas landas bagi
pertumbuhan prekonomian, dengan memperlancar masuknya modal asing serta
mempercepat penyedian sarana dan prasarana pendukung proses industrialisasi.86
85John L. Elposito dan John D. Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem
dan Prospek. Penerjemah Rahmani Astuti (Bandung : Mizan, 1999), h. 238 86Riza Sihbudi, Profil Negara, h. 152.
lxxi
2. Reaksi Organisasi Kemahasiswaan
Dalam fanatisme agama para mahasiswa tidak sendirian sebagian dari
mereka yang menarik keuntungan dari kebijakan infitah secara lahiriah juga sama
bersemangatnya dalam pertunjukan agama mereka. Dimana-mana bermunculan
masjid baru yang dibiayai oleh pemerintah atau orang-orang kaya. Di gedung-
gedung apartemen mewah yang baru yang berkembang baik di Kairo dan
Iskandariah, biasa dijumpai masjid di lantai bawah tanahnya. Hal ini terjadi
karena masjid diperlakukan istimewa: bebas pajak.
Sadar atau tidak pemerintah tampaknya bertekad menguji diktum Marx
bahwa agama adalah candu bagi rakyat. Masalahnya ialah bahwa mereka tidak
tahu agama macam apa yang mereka hadapi. Sebenarnya, fundamentalisme
Muslim jenis baru yang digalakan secara nekat ini sebagian besar hanya di
permukaan menitikberatkan pada tanda-tanda agama yang kelihatan serta pada
huruf-huruf dalam hukum tetapi mengabaikan pelajaran sejarah yang sebenarnya.
Ini bukan usaha untuk memahami dan menggali kembali cita-cita tinggi Islam
pada masa awalnya, seperti yang dilakukan oleh Ibn Hambal dan Ibn Taimiah.
Tetapi usaha yang kasar dan siap untuk menyembunyikan masalah-masalah
politik dan sosial di balik Galabiyeh dan cadar. Fundamentalime dari jenis lain
bereaksi di tempat lain, tetapi tampak dan tidak terawasi oleh penguasa.
Pemerintah dan pendukugnya telah menciptakan suatu monster, dan suatu hari
nanti mungkin lebih cepat dari yang diduga.87
87Mohamed Heikal, Anwar Sadat: Kemarau Kemarahan. Penerjemah Arwan Setiawan
(Jakarta: PT. Temprin, 1986), h.162.
lxxii
3. Sektor Pertanian
Kebijakan Sadat pada sektor pertanian adalah kompromi dengan berbagai
kepentingan pihak–pihak yang terlibat. Jumlah tanah diberikan dengan
perkongsian insinyur pertanian. Sejumlah tanah lainnya didistribusikan kepada
kaum petani yang telah terdaftar di lembaga-lembaga kerjasama pertanian.
Sejumlah tanah lainnya lagi dijual secara lelangkepada penawar tertinggi, yang
memungkinkan kalangan industrialis yang kaya menghimpun tanah agribisnis.
Secara umum, Mesire mempertahankan sistem prekonomia yang didominasi
negara yang sangat rentan terhadap berbagai pertimbangan politik pragmatis.
Perekonomian Mesir yang bercorak sosialis dan semi-sosialis
mengembangkan distribusi kekuasaan baru di tangan masyarakat Mesir. Elit tuan
tanah yang lama diganti oleh gerasi pejabat militer, birokrat, dan teknokrat,
sebaliknya kebijakan Infitah dekade 1970-an mendorong sejumlah perbankan
asing, perusahaan bersama dan melahirkan elit baru terdiri dari kalangan impor-
ekspor, kontraktor dan spekulan dalam usaha perumahan. Dengan perubahan
orientasi ekonomi tersebut, Mesir juga mengundurkan diri dari tujuan-tujuan
kemakmuran dan sosial tahun 1960-an dan memberlakukan sebuah distribusi
penghasilan yang kurang memadai yaitu dengan dibukanya kebijakan Infitah.
Undang-undang 43 (1974) menggerakan infitah dengan memberikan
insentif-insentif, seperti mengurangi pajak, tarif impor, dan jaminan-jaminan
terhadap nasionalisasi, bagi investor-investor Arab dan asing dalam industri,
reklamasi tanah, pariwisata, dan perbankan di Mesir. Beberapa penasehat Anwar
Sadat menginginkan untuk membatasi infitah dalam rangka mendorong investasi
asing dalam ekonomi Mesir. Yang lainnya menginginkan untuk menerapkan
lxxiii
norma-norma kapitalis untuk semua perusahaan-perusahaan domestik, baik itu
yang dimiliki oleh pihak investor swasta maupun oleh pihak investor pemerintah.
Sadat cenderung mengadopsi pandangan yang terakhir, yang menyebabkan
kemerosostan bagi perencanaan negara dan hukum-hukum mengenai pekerja.
Korupsi bertambah dalam sebuah kelompok wirausaha munfatihin
(mereka yang menjalankan kebijakan “pintu terbuka”), yang mengambil
keuntungan secara berlebihan dan konsumsi yang mencolok mata bertentangan
dengan kebanyakan masyarakat Mesir dari kelas menengah dan orang-orang
miskin. Demonstrasi protes dan pemogokan mereka meletus seketika menyusul
kebijakan “pintu terbuka” dilaksanakan. Usaha Sadat, di bawah tekanan Bank
Dunia, untuk memindahkan kontrol kurs dan mengurangi subsidi pemerintah
dalam bahan makanan pokok menggiring pada kerusuhan Januari 1977 (krisis
pangan), tetapi meskipun demikian infitah tetap diteruskan. Di bawah kekuasaan
Husni Mubarak, para mufatihin telah menjadi kelompok kepentingan yang
berbeda yang telah melawan usaha-usaha Mubarak untuk megurangi kesempatan
mereka (para mufatihin) untuk memperkaya diri atau memotong tingkat konsumsi
mereka. Kebijakan infitah menjadikan Mesir bergantung secara ekonomi pada
negara-negara Arab yang lebih kaya, Eropa, dan Amerika Serikat. Kebijakan ini
pula telah memperlebar jurang sosial dan ekonomi antara yang kaya dan miskin
yang secara potensial menjadi “bom waktu” bagi masa depan Mesir.
D. Anwar Sadat tidak Inkonsistensi: Sebuah Analisis
Jika kita memperhatikan bab-bab terdahulu, maka akan kita dapati
kebijakan Anwar Sadat yang inkonsistensi. Inkonsistenansi tersebut tercermin
dalam kebijakannnya semenjak ia berkuasa—sebagaimana telah dijelaskan dalam
lxxiv
bab III. Pada awal kekuasaannya ia membebaskan orang-orang yang dipenjara
dari kalangan Ikhwanul Muslimin dan kelompok Islam radikal yang dipenjara
semasa pemerintahan Nasser. Pada saat yang sama ia membuka ruang demokrasi
seluas-luasnya pada masa itu, Sadat menyebutnya “Sosialisme Demokrasi”
sebagai saingan bagi “Sosialisme Ilmiah” Naser.
Meski demikian, jika dilihat antara persamaan dan perbedaan dapat kita
jelaskan dalam beberapa hal. Dilihat dari persamaan, yang disebut-sebut
demokrasi menurut Anwar Sadat tidak jauh berbeda dengan apa yang di menjadi
prinsip oprasional demokrasi yunani dan Deklarasi Hak Azasi Manusia PBB
1966.Walaupun tidak semua dapat di jabarkan apa yang menjadi pilar-pilar
demokrasi. Akan adanya : Hak tau, peran pers bebas, ada oposisi, pembuatan UU
terbuka, pengadilan yang independen, batas kuasa presiden, hak minoritas dab
kaum marjinal dilindungi, pemerintahan tunduk kepada kontitusi, pemilu bebas
dan adil, pembagian kekuasaan, kontrol sipil atas militer.
Pilar-pilar ini akan menjadi tolak ukur persamaan dan perbedaan
demokrasi menurut Anwar Sadat dengan secara umum. Hak tahu, pada mulanya
hak tahu mempunyai tempat yang cukup bebas, diman publik mempunyai hak atas
apa-apa yang terjadi di Mesir tapi hak ini lambat laun mengalami pengekangan
oleh Anwar Sadat. Peran pers bebas, pers di mesir di era Sadat mendapat
dukungan yang lebih dengan di bentuknya UU tentang pers dan ini pula mendapat
kekangan dari Sadat sendiri. Pembuatan UU terbuka, ini tidak terjadi di mesir.
Pengadilan independen, telah di sebutkan dalam kontitusi 1971 pasal 3. Batas
kekuasaan presiden, ini telah di tentukan dalam UU pemerintahan Mesir, tetapi
Sadat dalam pelaksanaannya melakukan penyipangan. Hak minoritas dan kaum
lxxv
marjinal dilindungi, mendapat posisi di awal-awal kepemimpinannya walaupun
berubah dengan inkonsistensi. Pemerintahan tunduk pada kontitusi, Sadat
melakukan penyelewengan kekuasan di mana presiden melebihi parlemen. Pemilu
bebas dan adil, kemungkinan di Mesir ini belum terwujud walaupun UU telah
menyatakan. Kontrol sipil akan militer, berbeda dalam kenyataanya militer justru
dikomando oleh presiden.
Gagasan demokrasi Sadat seperti multi-partai, kebebasan pers, dan
ekonomi pintu terbuka, secara kronologis inkonsistensi dengan gagasan yang ia
usung. Dalam pelaksanaannya ketiga elemen demokrasi yang ia gagas
bertentangan dengan konsep yang ia cetuskan sendiri. Gagasan beliau dalam
multi-partai misalnya, pertama-pertama ia membuka ruang bagi tumbuhnya
partai-partai baru di mana pada masa Nasser hanya ada satu partai yaitu partai
ASU (Arab Socialist Union/Uni Sosialis Arab).
Pada masa awal pemerintahan, Sadat bertambah menjadi tiga partai politik
yaitu Uni Nasional Progresif (Hizb al-Tajammu al-Wathani al-Taqaddumi al-
Wahdawi—the Uni National Progresiive Party), dan Partai Sosialis Liberal (Hizb
al-Ahrar al-Isytirokiyah—the Liberal Sosialist Party). Tetapi, pada tahun 1978,
Sadat membuat parpol baru, yaitu Partai Nasional Demokratik (Hizb al-Wathani
al-Dimuqrati atau the Nasional Demokration Party NDP).88 Dengan munculnya
partai ini, Semua angota partai sosialis berpindah dan menjadi anggota NDP. Dan
partai lainpun akhirnya tersingkirkan secara otomatis, karena dalam mengatur
perpartaian ini Sadat sudah mengantisipati atas dilemahkannya lawan-lawan partai
politik berdirinya NDP ini berdasarkan UU No.40 th.1977 tentang parpol.
88Alfian dan Nazarudin, Masa Depan, h. 326
lxxvi
Dalam hal kebebasan pers Sadat memberikan peran yang sangat penting
bagi perkembangan pers di Mesir. Peran Sadat dalam hal ini adalah memberikan
masukan pada amandemen undang-undang 1971 di mana pers pada masa sebelum
Sadat tidak mendapat tempat dalam undang-undang meskipun pada masa itu pers
tumbuh menjamur yang merepresentasikan semua elemen di Mesir. Tetapi pada
tahun 1974 membatasi organisasi pers menjadi berada di bawah kontrol
pemerintah dan ini sangat jelas bertentangan dengan demokrasi.
Sedangkan dalam hal “infitah” (kebijakan ekonomi pintu terbuka)
Inkonsistensi Anwar Sadat tampak dalam konsep yang ia usung yaitu sosialisme
demokrasi tetapi dalam ideologi ekonominya Sadat lebih cenderung pada
kapitalisme murni. Ini tentunya bebeda dalam sistem ekonomi sosialisme
demdokrasi yang ia usung. Seharusnya Sadat memberikan ruang secara bebas
dalam ekonomi tetapi pemerintah memilki tanggung jawab dalam pemerataan dan
pendistribusian kebebasan maupun kekayaan negara. Dalam hal ini, bentuk
subsidi misalnya yang pada masa Sadat subsidi dikurangi. Ini juga bertentangan
dengan “sosialisme demokrasi” yang ia usung.
Memang posisi Sadat sangat dilematis. Bagaimana tidak ia berada dalam
tampuk kekuasaan yang dikepung oleh gerakan-gerakan yang radikal dan
fundamentalis baik dalam bentuk partai politik maupun organisasi-organisasi
keagamaan lainnya. Jika ruang demokrasi dibuka seluas-luasnya maka yang akan
terpilih nantinya adalah kelompok-kelompok yang anti-demokrasi. Dengan
demikian, pada akhirnya demokrasi hanya menjadi alat bagi tercapainya tujuan-
tujuan yang tidak demokratis sama sekali.
lxxvii
Keadaan di atas, belakangan dinarasikan dengan sangat cerdas oleh
Fareed Zakaria, seorang editor majalah Newsweek International. Ia
mengatakan:
“Suppose elections are free and fair and those elected are racist, fascist, separatist,” said the American diplomat Richard Holbrooke about Yugoslavia in the 1990s. “That is the dilemma.” Indeed, it is, and not merely in Yugoslavia’s past but in the world’s present. Consider, for example, the challenge we face across the Islamic word. We recognize the need for democracy in those often-repressive countries.”89
Ini, berlaku pada daerah Ketimur Tengahan dan tidak terlepas Mesir yang
di dalamnya nyata-nyata akan gerakan-gerakan radikal. Hal itu pula yang
belakangan dikhawatirkan oleh Presiden Husni Mubarak di Mesir dan Yaser
Arafat di Palestina.
Di atas semua itu, langkah politik yang dilakukan Anwar sadat, ada satu
langkah yang sangat mengecewakan bagi kelompok-kelompok radikal dan
fundamentalis yaitu dipenjarakannya tiga ribu aktivis-aktivis baik partai politik
maupun organisasi keagamaan. Ini menjadikan luka dan dendam yang mendalam
bagi simpatisan-simpatisan organisasi-organisasi dan partai politik yang
diberangus oleh Sadat. Dengan dendam yang menumbuhkan rencana pembunuhan
Anwar dan itu berhasil. Pada 6 Oktober 1981 Sadat terbunuh oleh simpatisan al-
Jihad yang menyusup kepada Angkatan Militer Mesir.
89Fareed Zakaria, The Future of Freedom: Illiberal Democracy at Home and Abroad, 1st ed., (New York: W.W. Norton & Company, Inc., 2003), p. 17
lxxviii
BAB V
PENUTUP
Setelah memperhatikan bab-bab sebelumnya, bagian ini merupakan
benang merah dari keseluruhan skripsi ini yang tertuang dalam batasan dan
rumusan masalah yang sudah ditentukan di bab I. Bagian ini merupakan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan berikut: Pertama, faktor-faktor apa saja yang
membuat inkonsistensi demokrasi Anwar Sadat yang diusungnya semenjak ia
berkuasa? Kedua, apa saja implikasi dari inkonsistensi tersebut ? Dengan
demikian di bawah ini dipaparkan faktor-faktor Inkonsistensi dari segi multi
partai, kebebasan pers, dan kebijakan pintu terbuka sekaligus implikasinya bagi
Anwar Sadat. Terakhir adalah saran-saran yang mengajukan usulan setelah
ditemukannya ketidaksesuaian antara teori demokrasi yang diusung Sadat dengan
prakteknya yang diterapkan dalam sistem pemerintahan ketika itu. Saran-saran itu
tentu sangat berguna bagi pemerintahan sesudahnya yakni Husni Mubarak dan
sekaligus merupakan cermin bagi proses demokratisasi di Indonesia.
A. Kesimpulan
Foktor yang menyebabkan Anwar Sadat inkonsistensi adalah karena
Anwar Sadat merasa terancam atas lawan-lawan patrai politik dan organisasi-
organisasi yang radikal, yang merongrong pada kekuasaannya atas kebijakannya
yang demokratis. Seperti “Sosialisme demokrasi,” yang memiliki derivasi: multi
partai, kebebasan pers, kebijakan ekonomi pintu terbuka (infitah). Jika demokrasi
dibuka seluas-luasnya maka lawan-lawan politiknya yang notabene merupakan
lxxix
representasi dari kelompok radikal akan merongrong dan merebut kekuasaannya.
Maka apabila itu yang terjadi, yang berkuasa nanti adalah mereka yang
merupakan ancaman bagi demokrasi itu sendiri: radikalisme dan
Fundamentalisme. Inilah yang menjadi kata kunci mengapa Anwar Sadat
inkonsistensi.
Dalam hal partai politik, faktor yang menyebabkan Anwar Sadat
inkonsistensi karena ada ketakutan bahwa ia tidak dapat berkuasa pada priode
selanjutnya, maka ia mendirikan partai NDP (National Democratic Party), pada
saat yang sama partai “Wafd Baru” muncul dan mendapat dukungan yang luas
dari masyarakat. Sadat merasa terancam dengan keadaan semacam ini dan
akhirnya partai Wafd Baru dilarang.
Dalam hal pers, faktor yang menyebabkan Anwar Sadat inkonsistensi
menjamin hak-hak pers yang bebas adalah karena banyaknya kritikan terhadap
kekuasaan yang dijalankannya seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sedangkan dalam kebijakan ekonomi “pintu terbuka,” ia cenderung
inkonsistensi dari “sosialisme demokrasi” yang kemudian mengadopsi “norma-
norma kapitalis”. Faktor ini disebabkan karena keinginannya memonopoli
kekuatan ekonomi dalam keluarga besarnya. Kenyataan ini bisa dilacak dengan
melihat cara Sadat merangkul kalangan masyarakat Mesir yang kaya dan kuat
yang pada akhirnya para munfatihin mengambil keuntungan secara berlebihan dan
konsumsi yang mencolok mata. Hal ini bertentangan dengan kebanyakan
masyarakat Mesir dari kelas menengah dan orang-orang miskin. Tiba-tiba saja
demonstrasi protes dan pemogokan masyarakat Mesir meletus seketika menyusul
kebijakan “pintu terbuka” dilaksanakan.
lxxx
Dengan faktor-faktor di atas Anwar Sadat melakukan langkah politik yang
ekstrim di mana ia memenjarakan lebih dari tiga ribu orang terhadap orang-orang
yang menurutnya membangkang pemerintah. Orang-orang yang dipenjara
merupakan representasi aktivis partai, pers, dan organisasi-organisasi keagamaan.
Tindakan Sadat tersebut memiliki implikasi yaitu membuat para aktivis tersebut
“dongkol”, sehingga pada 6 Oktober 1981 Sadat menuai jerih payahnya itu
dengan lebih kurang tujuh puluh peluru bersarang di tubuhnya, Sadat pun tewas.
Dengan demikian hipotesis skripsi ini bahwa “model demokrasi yang
diusung Anwar Sadat hanya demi kepentingan kekuasaanya” benar adanya
dengan inkonsistensi demokrasi yang ia cetuskan sendiri.
B. Saran-Saran
Jika Mesir menginginkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih
baik maka disarankan dua hal: pertama, bagi pemerintah yang sedang duduk di
tampuk kekuasaan disarankan menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara
konsisten. Demokrasi harus ditransformasikan secara luas kepada masyarakat
Mesir.
Kedua, bagi rakyat Mesir disarankan agar demokrasi tidak dijadikan untuk
mencapai tujuan yang tidak demokratis (undemocratic procedure) mengingat
bahwa Mesir memiliki banyak organisasi-organisasi kemasyarakatan yang
cenderung anti-demokrasi. Dengan demokrasi ini diharapkan semua persoalan
bangsa bisa diselesaikan dengan cara-cara damai dan rasional, sehingga
pembunuhan sebagaimana terjadi pada Sadat tidak terulang kembali.
lxxxi
BIBLIOGRAFI
Alfian dan Nazarudin Syamsudin, Masa Depan Kehidupan Politik Indonesia,
Jakarta: Rajawali, 1988. “Anwar Sadat” artikel diakses pada 24 April 2007 dari http://www.wikipedia.
com/. Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka
Utama, 2000. Basyar, Haman, ”Bagaimana Militer Menguasai Mesir?” jurnal Ilmu politik Vol.
3, No. 4 (Juli 1988): h.85-88. “Demokrasi.” Artikel diakses tanggal 27 April 2007 dari
http://www.demokrasiindonesia.com/5mklno/pengertiandemokrasimkljder/t//5%^321bagi56.
lxxxii
Esposito, John L. dan John D. Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan Prospek. Penerjemah Rahmani Astuti Bandung : Mizan, 1999.
Goldschmidt, Arthur JR., Historical Dictionary of Egypt, Lanham, MD., &
London: The Scarecrie Oressm Unc, 1994 Heikal, Mohamed, Anwar Sadat: Kemarau Kemarahan. Penerjemah Arwan
Setiawan Jakarta: PT. Temprin, 1986 “Hizbulahrar,” artikel diakses tanggal 15 Januari 2007 dari
http://www.supraptoe.Wordpress.com/2007/04/09/mesir-negeri-gudangilmu -danper adaban-2/ - 60k
Hunter, Shireen T., Politik Kebangkitan Islam, penerjemah Ajat S.U. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogni, 2001. Huntington, Samuel P., Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik
Dunia, Yogyakarta: Qolam, 2001. “Infitah,” arikel diakses tanggal 9 Mei 2007 dari www.answers.com/topic/infitah Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Umat Islam, Penerjemah Ghufron A. Mas‘adi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
Meyer, Thomas, Demokrasi: Sebuah Pengantar untuk Penerapan, Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung, 2002.
“Model Demoktasi di Mesir” Artikel di aksese pada tanggal 18 Januari 2007 dari
http://Islamlib.co/id/index.php? Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1996. “Pengertian Infitah,” artikel diakses tanggal 9 Mei 2007 dari
http://wwww.en.wikipedia.or g/wiki /I nfitah. Rais, M. Amien, Demokrasi dan Proses Politik, Jakarta: LP3ES, 1986 El-Sadaty, Anwar, Mencari identitas: Sebuah Autobiografi, Jakarta : Tira Pustaka,
1983.
Sihbudi, Riza, dkk., Profil Negara-Negara Timur Tengah, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995
-------, dkk, Profil Negara-Negara di Timur Tengah, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,
1995 -------, dkk., Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah. Jakarta: PT. Eresco, 1993
lxxxiii
-------, dan M Hamdan Basyar, Happy Bone Zulkarnain, Konflik dan Diplomasi di
Timur Tengah, Jakarta: PT Eresco, 1993 Thayib, Anshari dan Anas Sadaruan, Anwar Sadat Antara Pahlawan dan
Penghianat Surabaya: Bina Ilmu, 1982. Widiatmoko, Bambang, “Anwar Sadat” dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia,
Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990. Zakaria, Fareed, The Future of Freedom: Illiberal Democracy at Home and
Abroad, 1st ed., New York: W.W. Norton & Company, Inc., 2003
PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab Indonesia Konsonan
ا b ب t ت ts ث j ج h ح kh خ d د r ر z ز s س sy ش
s ص d ض t ط z ظ ‘ ع g غ f ف q ق k ك l ل m م n ن w و h هـ ’ ء y ي
84
Arab Indonesia Vokal
a ــَـ i ــِـ u ــُـ Vokal Panjang â ــا û ــو î ــي â ى â’ آ Difthong وـــ aw/au يـــ ay
Kata Sandang ...ا لـ al-
al-sy ا لشــ...وا لـ wa’l-
Lainnya ât ــات âh ــاة
85
top related