pemberian metode imajinasi rekam an ... metode imajinasi rekam audioterhadap penurunan kecemasan...
Post on 03-Mar-2019
238 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMBERIAN METODE IMAJINASI REKAM
AUDIOTERHADAP PENURUNAN KECEMASAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.T
TONSILITIS ( PRE OP TONSILEKTOMI )
DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN METODE IMAJINASI REKAM
AUDIOTERHADAP PENURUNAN KECEMASAN HOSPITALISASI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.T DENGAN
TONSILITIS ( PRE OP TONSILEKTOMI )
DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH:
ENISA CAHYA ILLAHI
NIM. P.13085
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN METODE IMAJINASI REKAMAN
HOSPITALISASI
DENGAN
TONSILITIS ( PRE OP TONSILEKTOMI )
DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN METODE
TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.T
TONSILITIS ( PRE OP TONSILEKTOMI )
DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
i
PEMBERIAN METODE IMAJINASI REKAMAN AUDIO
TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN HOSPITALISASI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.T DENGAN
TONSILITIS ( PRE OP TONSILEKTOMI )
DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
ENISA CAHYA ILLAHI
NIM. P.13085
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
AN AUDIO
HOSPITALISASI
DENGAN
TONSILITIS ( PRE OP TONSILEKTOMI )
DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Enisa Cahya Illahi
NIM : P. 13085
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Metode Imajinasi Rekaman Audio
Terhadap Penurunan Kecemasan Hospitalisasi
Pada Asuhan Keperawatan An. T Dengan
Tonsilitis (Pre Op Tonsilektomi) Di Ruang Melati
2 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta,12Mei 2016
Yang Membuat Penyataan
Enisa Cahya Illahi
NIM. P.13085
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini di ajukan oleh :
Nama : Enisa Cahya Illahi
NIM : P13085
Program Studi : DIII Keperawata
Judul : Pemberian metode imajinasi rekaman audio terhadap
penurunan kecemasan hospitalisasi pada asuhan
keperawatan An. T dengan tonsilitis (pre op tonsilektomi)
di ruang Melati 2 Rumah Sakit Dr. Moewardi
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di :
Hari/tanggal :
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns.Meri Oktariani,M.Kep ( )
NIK. 200981037
Penguji 1 :Ns. Anita Istiningtyas, M.Kep ( )
NIK.
Penguji 2 :Ns.Meri Oktariani,M.Kep ( )
NIK. 200981037
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES KusumaHusada Surakarta
Ns. MeriOktariani, M.Kep
NIK. 200981037
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena
berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “Aplikasi pemberian metode imajinasi rekaman audio
terhadap penurunan kecemasan hospitalisasi pada asuhan keperawatan An. T
dengan tonsilitis (pre op tonsilektomi) di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta.
Dalam penyusuhan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi - tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ns. Meri Oktariani M. Kep, selaku Ketua Progam Studi DIII keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta sekaligus sebagai pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan -
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
2. Ns. Alfyana Nadya R, M. Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Diyah Ekarini, M. Kep
masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada penulis untuk
menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Semua dosen program studi DIII keperawatan STIKes Kusuma Hu
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
5. Kedua orangtuaku berserta
sayang, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan pendidikan DIII Keperawatan.
6. Teman – teman mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3B progam studi
DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak
yang tidak mampu penulis sebutkan satu
dukungan.
Semoga laporan Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
v
Ns. Diyah Ekarini, M. Kep, selaku penguji I yang telah memberi banyak
masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada penulis untuk
menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semua dosen program studi DIII keperawatan STIKes Kusuma Hu
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
Kedua orangtuaku berserta kakak-kakaku yang selalu memberikan kasih
ng, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat
elesaikan pendidikan pendidikan DIII Keperawatan.
teman mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3B progam studi
DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak
yang tidak mampu penulis sebutkan satu – persatu, yang memberikan
Semoga laporan Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta,
selaku penguji I yang telah memberi banyak
masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada penulis untuk
Semua dosen program studi DIII keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
yang selalu memberikan kasih
ng, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat
elesaikan pendidikan pendidikan DIII Keperawatan.
teman mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3B progam studi
DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak
persatu, yang memberikan
Semoga laporan Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
Surakarta, 12 Mei 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan ........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori ............................................................................... 6
1. Tonsilitis ................................................................................. 6
2. Asuhan Keperawatan ............................................................. 12
3. Stres Hospitalisasi .................................................................. 19
4. Tindakan ................................................................................ 20
B. Kerangka Teori ............................................................................. 23
BAB III METODE PENULISAN APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset .................................................................. 24
B. Tempat dan Waktu ....................................................................... 24
C. Media dan Alat yang digunakan ................................................... 24
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ........................... 25
E. Alat Ukur Evaluasi ....................................................................... 26
vii
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian .................................................................................... 32
B. Prioritas Diagnosa Keperawatan .................................................. 37
C. Intervensi Keperawatan ................................................................ 38
D. Implementasi ................................................................................. 39
E. Evaluasi Keperawatan .................................................................. 45
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .................................................................................... 48
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................. 58
C. Intervensi ....................................................................................... 62
D. Implementasi ................................................................................ 64
E. Evaluasi ........................................................................................ 65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 68
B. Saran ............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
No Keterangang Tabel Halaman
1. Tabel 3.1 Pemberian Bimbingan Imajinasi Rekaman Audio .............. 25
2. Tabel 3.2 Alat Ukur Dengan Kuesioner .............................................. 26
ix
DAFTAR GAMBAR
No Keterangang Gambar Halaman
1. Gambar 2.1 KerangkaTeori ......................................................................... 23
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tonsil (amandel) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Karena
posisinya, banyak benda asing yang melaluinya dan bisa menimbulkan
infeksi. Tonsil berperan dalam menahan setiap serangan kuman. Karena itu
tonsil akan membesar sebagai reaksi pertahanan bila ada infeksi
(Arie, 2007).Tonsilitas adalah peradangan tonsil yang merupakan cincin
Waldeyer terdiri atas susunan limfa yang terdapat dalam rongga mulut yaitu
tonsil faringeal, tonsil palatina, tonsil lingual, tonsil tuba Eustachius (Cristanto
dkk,2014). Menurut Firman (2006) penyebabnyaadalahinfeksibakteri
streptococcus atauinfeksi virus.Tonsil
berfungsimembantumenyerangbakteridanmikroorganismelainnyasebagaitinda
kanpencegahanterhadapinfeksi.Tonsilbiasanya dikalahkanolehbakterimaupun
virus, sehinggamembengkakdanmeradang, menyebabkan tonsillitis.Macam-
macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006) yaitu tonsilitis akut,
tonsilitis falikularis, tonsilitis lakunaris, tonsilitis membranosa ( Septis Sore
Throat ), tonsilitis kronik.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit Tonsilitis di tujuh provinsi di
Indonesia pada bulan September 2012 prevelensi tonsilitis kronik tertinggi
setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%. Berdasarkan data dari rekam
medik di Puskesmas Bayat Kabupaten Klaten, diketahui jumlah penderita
2
tonsilitis sebanyak 56 orang pada tahun 2013. Data bulan Januari sampai
bulan April 2014, tercatat 21 anak penderita tonsilitis. Diketahui pula bahwa
penderita tonsilitis mengalami panas tinggi dengan suhu 39C, nyeri waktu
menelan dan nafsu makan menurun.
Pada awal tahun 2011, telah dilakukan 100 sampai 500 tonsilektomi
setiap tahunnya di Jawa Tengah. Angka ini menunjukkan penurunan dari
waktu ke waktu dimana pada tahun 2011, diperkiraksn 287 anak-anak di
bawah 15 tahun menjalani topnsilektomi, dengan atau tanpa adenoidektomi.
Dari jumlah ini, 248 anak (86,4%) menjalani tonsiloadenoidektomi dan 165
lainnya (13,6%) menjalani tonsilektomi saja. Hal serupa juga ditemukan di
Semarang. Sedangkan orang dewasa berusia 16 tahun atau lebih, angka
tonsilektomi meningkat dari 72 per 100 pada tahun 2009. (Qimindra,2007).
Di rumah Sakit Dr. Moewardi data yang di dapat dari rekam medis pada tahun
2014 terdapat 34 anak yang menderita tonsillitis di usia rata-rata 11-15 tahun.
Berdasarkan asuhan keperawatan terdapat beberapa diagnosa yang
akan muncul pada penyakit tonsilitis. Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien tonsilitis menurut Wilkinson, Judith(2007) adalah
kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi, nyeri akut
berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil,hipertermi berhubungan
dengan proses penyakit, cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman.
Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman merupakan salah satu diagnosa
yang sering muncul pada anak dengan penyakit tonsilitis, dalam mengatasi
masalah-masalah tersebut dapat dilakukan alternatif tindakan
3
Bimbingan Imajinasi Rekaman Audio terhadap nyeri akut pada
pengamplikasikan jurnal “ Pemberian Metode Imajinasi Rekaman Audio
terhadap penurunan stress hospitalisasi pada anak “.
Kelebihan metode terapi musik yaitu; mengatur sistem limbik yang
mengatur emosi dan fisik (tekanan darah dan nadi), musik dapat merubah
persepsi sakit dan sensasi sakit, musik dapat membantu dan mengurangi stress
(Bogopolsky,2007). Pelaksanaa intervensi bimbingan imajinasi rekaman audio
pada penelitian yaitu pada responden yang mengalami penyakit akut, dirawat
dirumah sakit, dan pelaksanaan intervensi tidak pada ruang khusus. Sehingga,
pengaruh bimbingan imajinasi rekaman audio berkontribusi sebesar 11,5%
terhadap penurunan skor stress. Peneliti berpendapat bahwa kondisi saat
hospitalisasi pada responden pada penelitian ini memberikan ruang dan waktu
yang cukup singkat, sehingga memberikan manfaat yang signifikan pada
penurunan skor tress walaupun tidak sebesar dengan penurunan nyeri kronis
pada penelitian yang dilakukan Tilburg(2009).
Dari kasus diatas memperlihatkan sebagian besar anak mempunyai
pengalaman 1 kali dirawat dirumah sakit baik pada kelompok intervensi
maupun pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh
bimbingan imajinasi rekaman audio terhadap penurunan stres hospitalisasi
pada responden. Tantangan bagi perawat anak untuk menggunakan berbagai
teknik menurunkan stres hospitalisasi dengan sebagai bagian dari asuhan
keperawatan pada anak yang dirawat. (Arwansyah,2007)
4
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian metode Imajinasi Rekaman Audio
terhadap penurunan stress pada An. Dengan Tonsilitis di Rumah Sakit
Dr. Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An. Dengan Tonsilitis.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. Dengan
Tonsilitis
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada An.
Dengan Tonsilitis.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada An. Dengan Tonsilitis
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada An. Dengan Tonsilitis.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian metode imajinasi
rekaman audio terhadap penurunan stress hospitalisasi pada An.
Dengan Tonsilitis
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit dalam menjalankan
asuhan keperawatan dengan tonsilitis.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai salah satu wacana dan tambahan informasi tentang salah satu
tindakan mandiri perawat dalam pemberian metode imajinasi rekaman
5
audio terhadap penurunan stress hospitalisasi yang bida diaplikasikan
dirumah sakit.
3. Bagi pasien
Sebagai salah satu tindakan keperawatan Metode Bimbingan Imajinasi
Rekaman Audio untuk menurunkan stres hospitalisasi pada pasien dengan
Tonsilitis.
4. Bagi Penulis
Sebagai tambahan informasi, ilmu pengetahuan dan pengalaman tentang
efektifitas pemberian metode imajinasi rekaman audio terhadap
penurunan stress hospitalisasi dengan tonsilitis
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Tonsilitis
a. Definisi Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan
kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil
faringeal adenoid, tonsil palatina, tosil faucial, tonsil lingual, tosil
pangkal lidah, tonsil tuba Eustachius, lateral band dinding faring
Gerlach’s tonsil (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007). Tonsil
(amandel) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Karena
posisinya, banyak benda asing yang melaluinya dan bisa menimbulkan
infeksi. Tonsil berperan dalam menahan setiap serangan kuman.
Karena itu tonsil akan membesar sebagai reaksi pertahanan bila ada
infeksi (Arie, 2007).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh
kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan
streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus
(Mansjoer,2005) Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan
dengan mengambil atau mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi
selanjutnya (Shelov,2004).Tonsilitis adalah suatu peradangan pada
7
hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada
anak-anak (Firman S 2006). Tonsilitis adalah inflamasi dari tonsil yang
disebabkan oleh infeksi (Harnawatiaj, 2006).
b. Etiologi
MenurutFirman S (2006) penyebabnyaadalahinfeksibakteri
streptococcus atauinfeksi virus.Tonsil
berfungsimembantumenyerangbakteridanmikroorganismelainnyasebag
aitindakanpencegahan terhadapinfeksi.Tonsil biasanya
dikalahkanolehbakterimaupun virus,
sehinggamembengkakdanmeradang, menyebabkan tonsillitis.
Penyebab utama tonsilitis adalah kuman golongan streptokokus
(streptokus α streptokokus ß hemolycitus, viridians dan pyogeneses),
penyebab yang lain yaitu infeksi virus influenza, serta herpes (Nanda,
2008). Infeksi ini terjadi pada hidung / faring menyebar melalui sistem
limpa ke tonsil hiperthropi yang disebabkan oleh infeksi bisa
menyebabkan tonsil membengkak sehingga bisa menghambat keluar
masuk udara. 50% bakteri merupakan penyebabnya. Tonsil bisa
dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan
meradang, dan juga menyebabkan tonsilitis (Reeves, 2006).
8
c. Klasifikasi
Macam-macam tonsilitis menurut, Imam Megantra (2006) :
1) Tonsilitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus
viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh
virus.
2) Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudet
diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut
detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat
peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3) Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-
lekuk) permukaan tonsil.
4) Tonsil Membranosa (Septis Sore Throat)
Bila eksudet yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak
tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah
diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.
5) Tonsilitis Kronik
Tonsilitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik
(rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang
tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.
9
d. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Tonsilitis menurut (Smeltzer & Bare, 2009)
ialah sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan.
Sedangkan menurut Effiaty Arsyad Soepardi,dkk (2007) tanda dan
gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri
menelan, kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi, serta
pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.Gejalanya berupa
nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan)nyeri
seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga
memiliki persyarafan yang sama).Gejala lain :demam, tidak enak
badan, sakit kepala, muntah
e. Patofisiologi
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas
bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring
kemudian menyebar melalui sistem limfe ke tonsil. Adanya bakteri dan
virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan
infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar
masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan
edema pada faring serta ditemukan nya sakit tenggorokan, nyeri telan,
demam tinggi, bau mulut. Pada waktu anak lahir belum mempunyai
folikal dan biasanya berukuran kecil, dengan demikian habisnya
material antibodi, maka secara berangsur terjadi pembesaran tonsil.
Pembesaran ini dapat melebihi normal, oleh karena infeksi saluran
pernafasan berat. Pembesaran tonsil yang sampai menimbulkan
10
gangguan serius biasanya terjadi pada anak berumur 3-5 tahun.
Keadaan ini ditandai dengan gangguan bernafas atau gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, karena usia tersebut mudah menderita
infeksi saluran nafas atas. Apabila satu atau dua tonsil
meradang membesar sampai ketengah urofaring maka sebaiknya
dilakukan tindakan pengangkatan tonsil atau disebut Tonsilektomi
(Reeves, Roux, Lockhart, 2006)
f. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Firman S (2006), pemeriksaan penunjang dalam tonsilitis
yaitu :
1) Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri
yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup
ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam
jengkering.
2) Pemeriksaan Penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3) Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
11
g. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
1) Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan
palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi
akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A
(Soepardi,dkk 2007)
2) Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada ruptur spontan gendang telinga
(Soepardi,dkk 2007).
3) Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke
dalam sel sel mastoid (Soepardi,dkk 2007).
4) Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena
alergi (Reeves, Roux, Lockhart, 2008).
5) Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua
atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu
12
rongga atau 15 ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari
membran mukosa (Reeves, Roux, Lockhart, 2008).
6) Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal
dan nasopharynx (Reeves, Roux, Lockhart, 2008)
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S,
2006 : Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral
(melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan,
bisa diberikan dalam bentuk suntikan. Pengangkatan tonsil
(tonsilektomi) dilakukan jika : Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau
lebih tahun.Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam
kurun waktu 2 tahun. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih /
tahun dalam kurun waktu 3 tahun. Tonsilitis tidak memberikan respon
terhadap pemberianantibiotik.Penatalaksanaantonsilitis kronik terapi
lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. Terapi radikal
dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif
tidak berhasil.
2. Asuhan Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nursalam,2007).
13
a. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status
perkawinan, agama, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal
datang kerumah sakit.
b. Riwayat kesehatan yang terdiri dari :
1) Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan
pasien berobat atau keluhan atau gejala saat awal dilakukan
pengkajian pertama kali yang utama. Keluhan utama klien tonsilitis
biasanya nyeri pada tenggorokan dan pada saat menelan disertai
demam.
2) Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor yang melatarbelakangi
atau mempengaruhi dan mendahului keluhan, bagaimana sifat
terjadinya gejala (mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus atau
berupa serangan, hilang dan timbul atau berhubungan dengan
waktu), lokalisasi gejalanya dimana dan sifatnya bagaimana
(menjalar, menyebar, berpindah-pindah atau menetap). Bagaimana
berat ringannya keluhan berkurang, lamanya keluhan berlangsung
atau mulai kapan serta upaya yang telah dilakukan apa saja.
3) Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tanda dan gejala yang menyebabkan klien mencari
pertolongan kesehatan seperti : nyeri pada tenggorokan, susah
untuk menelan, peningkatan suhi tubuh, kelemahan hebat,
kehilangan perhatian pada lingkungan.
14
b) Riwayat penyakit tonsilitis akut dan kronik, menjalani
tonsilektomi.
c) Pola nutrisi dan metabolik
Anoreksia, mual, muntah, BB menurun karena intake kurang,
nyeri untuk menelan, nafas berbau, membran mukosa kering.
d) Pola eliminasi
Warna urin kuning pekat, ureum meningkat
e) Pola aktivitas dan latihan
Kelelahan(fatique), kelemahan
f) Pola tidur dan istirahat
Gelisah tidur sering terganggu karena nyeri pada tenggorokan
g) Pola persepsi sensor dan kognitif
Kurangnya pendengaran perhatian berkurang atau menyempit,
kemampuan berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian
untuk lingkungan, sakit kepala.
h) Pola persepsi diri dan konsep diri
Penurunan harga diri, perubahan konsep diri dan body image,
menurunnya harga diri, menurunnya tingkat kemandirian dan
perawatan diri.
i) Pola peran dan berhubungan sesama
Tidak dapat menjalankan sekolah, penurunan kontak sosial dan
aktivitas.
15
j) Pola koping dan toleransi terhadap stes
Ketidakefektifan koping individu dan keluarga, mekanisme
pertahanan diri : denial proyeksi, rasionalisasi, displasmen.
k) Pola nilai dan kepercayaan
Kehilangan kepercayaan kepada pemberi pelayanan kesehatan.
c. Diagnosa Keperawatan
Menurut Muttaqin (2014) diagnosa keperawatan merupakan
keputusan klinik tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat
tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan
pendidikan dan pengalamanya, perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah status
kesehatan klien. Diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan pre
tonsilitis ada 5, yaitu :
1) Cemas berhubungan dengan stres hospitalisasi.
2) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan
tonsil.
3) Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
4) Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan adanya anoreksia.
5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
16
d. Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan
ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan
tersebut. Intervensi merupakan langkah awal dalam menentukan apa
yang dilakukan untuk membantu pasien dalam memenuhi serta
mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap
perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa
keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi
keperawatan (Potter dan perry,2005)
1) Cemas berhubungan dengan stres hospitalisasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
pasien mampu mengurangi rasa cemas
Hasil yang diharapkan :
- Mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
- Mampu mengungkapkan dan menunjukkan teknik mengontrol
cemas
- ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya cemas
Intervensi keperawatan :
a) Gunakan pendekatan yang menenangkan
b) Dorong keluarga untuk menemani anak
c) Identifikasi tingkat kecemasan
17
d) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
2) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh.
Hasil yang diharapkan :
- Suhu tubuh dalam rentang normal ( 36,5-37,5 C)
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi keperawatan :
a) Pantau suhu tubuh anak (derajat dan pola ), perhatikan
menggigil atau tidak.
b) Berikan kompres hangat
c) Berikan cairan yang banyak ( 1500-2000 cc/hari )
d) Kolaborasi pemberian antipiretik
3) Nyeri berhubungan dengan pembekakan pada tonsil
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri dapat berkurang
Hasil yang diharapkan :
- Mampu mengontrol nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
18
Intervensi keperawatan :
a) Pantau nyeri klien ( skala, intensitas, kedalaman, frekuensi)
b) Berikan posisi yang nyaman
c) Berikan teknik relaksasi dengan tarik nafas panjang melalui
hidung dan mengeluarkannya pelan-pelan melalui mulut.
d) Kolaborasi pemberian analgetik
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan adanya anoreksia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nutrisi terpenuhi.
Hasil yang diharapkan :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi keperawatan :
a) Kaji konjungtiva, sclera, turgor kulit
b) Berikan makanan dalam keadaan hangat
c) Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan
d) Kolaborasi pemberian vitamin penambahan nafsu makan
5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien mampu melakukan aktivitas mandiri.
19
Hasil yang diharapkan :
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
- Tanda-tanda vital normal
Intervensi keperawatan :
a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
b) Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktifitas
c) Berikan lingkungan yang nyaman
d) Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi klien
3. Stres Hospitalisasi
Sakit dan dirawat dirumah sakit merupakan krisis utama yang
tampak pada anak. Hospitalisasi adalah suatu kondisi seseorang karena
sakit dan masuk rumah sakit atau selama seseorang berada dirumah sakit
karena sakit (Hidayat, 2005). Hospitalisasi menimbulkan suatu kondisi
krisi baik bagi anak maupun keluarganya. Persepsi anak terhadap penyakit
berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh tahapan usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang ada, dan
kemampuan koping anak. Stres yang dialami oleh anak dan keluarga
akibat hospitalisasi dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan yang
berbeda dengan perubahan lingkungan yang berbeda dengan lingkungan
rumah, kehilangan kendali atas tubuhnya, ancaman dari penyakit serta
adanya persepsi yang tidak menyenangkan tentang rumah sakit disebabkan
20
oleh pengalaman orang lain menurut Syah,M (2008). Cara penanganan
stres hospitalisasi pada anak dapat dilakukan dengan cara mencegah atau
mengurangi dampak perpisahan, mencegah kehilangan kendali, dan
mengurangi atau meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan
rasa nyeri (Supartini,2008).
4. Tindakan
a. Definisi Bimbingan Imajinasi
Bimbingan imajinasi adalah teknik untuk mengarahkan individu untuk
fokus dan berkhayal atau berimajinasi (Naparstek,2006). Tielle (2011)
menyatakan bimbingan imajinasi adalah teknik yang dapat digunakan
di rumah dan dapat membantu untuk bersantai serta menyingkirkan
beban pikiran atau stres yang sedang dialami. Pengertian lain menurut
Jrank (2011) bimbingan imajinasi adalah teknik perilaku kognitif
dimana seseorang dipandu untuk membayangkan kondisi yang rileks
atau tentang pengalaman yang menyenangkan.
b. Manfaat Bimbingan Imajinasi
Metode bimbingan imajinasi memberikan manfaat pada anak antara
lain ; belajar untuk rileks/bersantai, mempersiapkan diri bagi anak-
anak menghadapi masa, menghilangkan atau merubah perilaku yang
tidak diinginkan, meningkatkan manajemen nyeri secara efektif,
perilaku pembelajaran yang diinginkan dan baru, menjadi lebih
termotivasi dalam menghadapi suatu masalah, mengatasi atau
21
menghilangkan marah, mengolah situasi stres dan kecemasan
(Coyne,2006).
c. Kandungan Bimbingan Imajinasi
Rekaman audio berisi panduan relaksasi atau membayangkan hal-hal
yang menyenangkan bagi individu. Selain itu, bimbingan imajinasi
dimodifikasi antara panduan oleh pemandu dan mendengarkan
rekaman audio tentang musik relaksasi, atau suara suara burung/air.
Bimbingan imajinasi pada anak-anak dapat menggunakan dan memilih
gambar aktif yang melibatkan gerak seperti terbang atau berolah raga,
anak diarahkan pada bimbingan imajinasi dengan menggunakan saran
saran yang positif, gambar tidak harus hidup atau anatomis. Bimbingan
imajinasi dapat juga kombinasi gambar dan rekaman audio
(Snyder & Lindquist,2006).
d. Mekanisme pemberian terapi bimbingan imajinasi
Intervensi diberikan bimbingan imajinasi rekaman audio sebanyak 3
kali selama 2 hari, yang dilakukan saat responden atau anak dalam
keadaan tidak tidur, makan atau sedang dilakukan tindakan
keperawatan medis. Tindakan relaksasi yang mengawali bimbingan
imajinasi rekaman audio, secara fakta anak menyatakan perasaan
tenang dan nyaman. Bimbingan imajinasi rekaman audio akan
membuat kedekatan anak dengan tenaga keperawatan, meningkatkan
rasa percaya diri dalam anak membina hubungan teraupetik, sehingga
anak tidak merasa sendiri, anak menjadi kreatif dalam berimajinasi
22
hal-hal yang positif untuk mengurangi ketidaknyamanan anak selama
dirawat (Coyne,2006).
23
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 KerangkaTeori
Sumber: Nanda (2008); Cristanto, dkk (2014)
Penyebab utama tonsilitis adalah kuman golongan
streptokokus (streptokokus α streptokokus β hemolycitus,
viridians dan pyogeneses, penyebab lain yaitu infeksi virus
influenza, serta herpes (NANDA, 2008)
Tonsilitis adalah peradangan tonsil yang merupakan
cincin Waldeyer terdiri atas susunan limfa yang
terdapat dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal,
tonsil palatina, tonsil lingual, tonsil tuba Eutachius
(Cristanto dkk, 2014)
Cemas
berhubungan
dengan stres
hospitalisasi
Hipertermi
berhubungan
dengan proses
inflamasi
pada faring
dan tonsil
Nyeri
berhubungan
dengan
pembekakan
pada tonsil
Resiko
perubahan
status nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
adanya
anoreksia
Intoleransi
aktifitas
berhubungan
dengan
kelemahan
pemberian metode imajinasi rekaman
audio
Penurunan Stress
Hospitalisasi
24
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Pasien yang menderita tonsilitis yang di ruang rawat inap di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat aplikasi riset
Penelitian ini dilakukan di ruang inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2. Waktu aplikasi riset
04-16 Januari 2015
C. Media dan Alat yang Digunakan
1. Laptop
2. CD
25
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset
Tabel 3.1
PemberianBimbinganImajinasiRekaman Audio
No. Aspek Yang dinilai
A. Fase orientasi
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan prosedur
4. Menanyakan kesiapan pasien
B. Fase kerja
1. Menjaga privasi pasien
2. Mengatur posisi pasien
3. Mengukur kecemasandengankuesioner
4. Memilih audio yang akan diperlihatkan pasien selama 15 menit
5. Melakukan obervasi terhadap kecemasan klien
C. Fase Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Menyampaikan tindak lanjut
3. Berpamitan
E. Alat Ukur Evaluasi
Tingkat cemas dapat dikelompokkan dengan menggunakan kriteria HARS
(Hamilton Anxiety Rating Scale). Unsur yang dinilai antara lain: perasaan
ansietas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan,
perasaan depresi, gejala somatik, gejala respirasi, gejala gejala kardiovaskuler,
gejala respirasi, gejala gastrointestinal, gejala urinaria, gejala otonom, gejala
tingkah laku.
26
Tabel 3.2
AlatUkurDenganKuesioner
1. Perasaan cemas yang anda alami biasanya Skor
a. Firasat buruk
b. Takut akan pikiran sendiri
c. Mudah tersinggung
d. Tidak lama
2. Ketegangan yang anda alami berupa Skor
a. Terasa tegang
b. Lesu
c. Mudah terkejut
d. Tidak dapat istirahat
e. Mudah menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3. Ketakutan yang anda hadapi Skor
a. Pada gelap
b. Ditinggal sendiri
c. Pada orang asinmg
d. Pada keramaian lalu lintas
e. Pada kerumunan orang banyak
4. Gangguan tidur yang anda alami Skor
a. Sukar memulai tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidak pulas
d. Mimpi buruk
e. Mimpi yang menakutkan
5. Gangguan berpikir ada pada yaitu Skor
a. Daya ingat buruk
b. Sulit berkonsentrasi
c. Sering bingun
d. Mudah marah
6. Bila anda merasa tertekan, maka anda Skor
a. Kehilangan minat atau kemauan
b. Sedih
c. Bangun dini hari
d. Berkurangnya kesukaan pada hobi
e. Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7. Gangguan somatic atau gangguan otot yang
anda alami
Skor
a. Nyeri otot
27
b. Kaku
c. Kekdutan otot
d. Gigi gemertak
e. Suara tidak stabil
8. Gangguan sensorik atau gangguan dari
penerimaan rangsangan yang anda rasakan
Skor
a. Tangan berdenyut
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah dan pucat
d. Merasa lemah
e. Perasaan seperti di tusuk-tusuk
9. Gangguan kardiovaskuler atau gangguan
peredaran darah yang anda rasakan
Skor
a. Denyut nadi cepat
b. Dada berdebar-debar
c. Nyeri dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lemah seperti mau pingsan
10. Gangguan pernapasan yang anda rasakan yaitu Skor
a. Rasa tertekan di dada
b. Perasaan seperti tercekik
c. Merasa napas pendek atau sesak
d. Sering menarik napas panjang
11. Gangguan gastrointestinal atau gangguan
saluran pencernaan yang anda alami yaitu
Skor
a. Sulit menelan
b. Mual muntah
c. Berat badan menurun
d. Konstipasi atau sulit BAB
e. Perut melilit
f. Nyeri lambung sebelum dan sesudah makan
g. Rasa panas di perut
h. Perut terasa penuh atau kembung
12. Gangguan urogenetalia dan kelamin yang anda
rasakan
Skor
a. Sering kencing
b. Tidak dapat menahan kencing
c. Nafsu seksual menurun
d. Tidak dapat kencing
28
13. Gangguan vergetatif otonomi atau gangguan
ketidakseimbangan tubuh yang anda alami
Skor
a. Mulut kering
b. Muka kering
c. Mudah berkeringat
d. Pusing atau sakit kepala
e. Bulu roma berdiri
14. Apakan anda merasakan Skor
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Mengerutkan dahi dan muka tegang
d. Napas pendek dan cepat
e. Muka merah
Jumlah
Sumber : (Gragson,2006)
Unsur yang dinilai dapat menggunakan skoring, dengan ketentuan penilaian
sebagai berikut:
a. 0: Tidak ada gejala dari pilihan yang ada
b. 1: Satu gejala dari pilihan yang ada
c. 2: Kurang dari separuh dari pilihan yang ada
d. 3: Separuh atau lebih dari pilihan yang ada
e. 4: Semua gejala ada
Untuk selanjutnya skor yang dicapai dari masing-masing unsur atau item
dijumlahkan sebagai indikasi penilaian dertajat stres, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Skor < 14 tidak ada stres
2. Skor 14-20 stres ringan
3. Skor 21-27 stres sedang
4. Skor 28-41 stres berat
29
5. Skor 42-56 stres berat sekali
30
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada bab ini berisi tentang laporan asuhan keperawatan yang
dilakukan pada An. T dengan Tonsilitis selama 2 hari mulai tanggal 9 – 10
Januari 2016 di bangsal Melati 2 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
Adapun laporan laporan kasus yang akan dikemukakan pada bab ini adalah
proses keperawatan yang meliputi, pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Klien bernama An. T, tanggal lahir 22 April 2010, An. T berumur 6
tahun, orang tua An. T bernama Tn. R berumur 38 tahun, pendidikan
SMP memiliki pekerjaan swasta yang bertempat tinggal di
Sumberlawang Sragen. Hubungan dengan klien adalah seorang ayah. An.
T masuk rumah sakit Dr. Moewardi pada tanggal 8 Januari 2016 pukul
23.00 WIB dengan diagnosa medis Tonsilitis. Pengkajian pada An. T
dilakukan pada tanggal 9 Januari 2016 pukul 09.00 WIB dengan
menggunakan metode alloanamnesa dan autoanamnes.
2. Riwayat kesehatan klien
An. T masuk kerumah sakit dengan keluhan utama
tenggorokan sakit untuk menelan, panas sudah kurang lebih 2 hari.
Pada tanggal 8 Januari 2016 An. T, mengeluh sakit tenggorokan dan
31
susah menelan makanan dan merasa takut dan juga panas naik turun
sudah 2 hari. Lalu ibu dan keluarganya membawa An. T ke Rumah
Sakit Dr. Moewardi. Di IGD An. T mendapat infus D-1/4 16 tpm dan
injeksi Cefotaxim 1gr/12jam. Dari hasil pemeriksaan An. T tampak
lemas, pucat, panas. Tanda-tanda vital : Tekanan Darah : 90/70 mmHg,
Nadi : 90x/menit, Suhu : 38,7C, Pernafasan : 30x/menit. Kemudian
An. T dipindahkan ke ruang inap Melati 2 Rumah Sakit Dr. Moewardi.
Pada riwayat sebelumnya, saat An. T berumur 3 tahun pernah
sakit panas, namun diperiksakan ke dokter terdekat bisa sembuh. An. T
tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan. Keluarga
An. T juga mengatakan imunisasi dasar pada An. T lengkap sesuai
jadwal imunisasi. Dikeluarga An. T tidak ada riwayat penyakit
menurun seperti darah tinggi (Hipertensi), penyakit gula (Diabetes
Militus), serta penyakit yang menular lainnya seperti asma dan kulit.
Pada waktu lahir An. T memiliki berat lahir 3200 gram, berat
sekarang 20 kilogram, dengan tinggi badan 110cm, lingkar kepala
50cm, lingkar dada 58cm, dan lingkar lengan 25cm. Sebelum sakit ibu
pasien mengatakan anaknya makan 3 kali per hari, makan teratur,
dengan porsi cukup, habis satu porsi, makan dengan nasi, lauk, sayur,
tidak ada keluhan mual muntah, minum 5-6 gelas kecil sehari, minum
air putih dan teh. Selama sakit pasien dan keluarga mengatakan makan
3 kali sehari menghabiskan ½ porsi makan yang disediakan rumah
32
sakit, makan dengan roti dan bubur, tidak mual muntah, minum 2-3
gelas sehari, minum air putih dan susu.
Sebelum sakit pasien mengatakan buang air besar kurang
lebih 1x sehari, feses lembek, warna kuning kecokelatan dan tidak ada
keluhan, buang kecil kurang lebih 6-8x per hari, warna kuning dan
tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan 1x sehari buang air
besar, feses lembek, warna kuning kecokelatan dan tidak ada keluhan,
buang air kecil kurang lebih 5-6x perhari, warna kuning, keluhan tidak
ada.
Saat dilakukan pengkajian pasien dapat berbicara dengan
lancar, tidak ada gangguan pendengaran. Pada pengkajian kognitif dan
perceptual, pada nyeri pasien didaptkan hasil, nyeri sakit saat menelan
makanan, nyeri seperti ditusuk tusuk, nyeri dibagian tenggorokan,
dengan skala 7 dan nyeri sewaktu waktu. Ekspresi wajah pasien
tampak meringis sakit saat makan, dan pasien tampak kurang nyaman
pembengkakan tonsilnya. Didaptkan pengkajian di mulut pasien,
mukosa bibir pasien kering, merah dan tidak terdapat stomalitis T2-T2
hiperenis.
3. Hasil pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien, keadaan umum pasien baik,
kesadaran composmentis, suhu 38,7C, pernafasan 30 kali per menit,
denyut nadi 90 kali per menit, nadi dengan irama reguler, tekanan
darah 90/70 mmHg. Pada pemeriksaan head to toe didapatkan hasil
33
bentuk kepala mesochepal, suturan dan fontanel paten, rambut hitam,
tidak ada ketombe. Konjungtiva tidak anemis, reaksi pupil mengecil
saat ada cahaya, tidak ada kantong mata.
Pemeriksaan pada telinga bersih, kanan kiri simetris,
pendengaran tajam, tidak ada serumen. Hidung simetris, tidak ada
polip. Pemeriksaan mulut, mukosa bibir kering, merah dan tidak
terdapat stomatitis. T2-T2 hiperenis. Leher pasien tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid. Pemeriksaan fisik paru saat diinspeksi
tidak ada jejas, kanan kiri simetris, perkusi sonor, palpasivocal
fremitus kanan kiri sama, auskultasi vesikuler diseluruh lapang paru.
Pemeriksaan jantung hasil inspeksi ictus cordis tidak tampak,
palpasiictus cordis terba di SIC V, perkusi pekak, auskultasi reguler
BJ I – BJ II, “lup dup”, tidak ada suara bising atau suara tambahan.
Pemeriksaan abdomen hasil inspeksi tidak ada jejas, auskultasi bising
usus 18 kali per menit, perkusi timpani, palpasi tidak ada nyeri tekan.
Genetalia pasien tampak bersih, tidak terpasang selang kateter. Di
ekstremitas tangan kanan mampu bergerak aktif dan tangan kiri
terpasang infus, di ektremitas bawah kaki kanan kiri memiliki
kekuatan penuh.
4. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium pada An. T pada 10 Januari
2016 didapatkan hasil hemoglobin 13,4 gr/dl (N: 10,8-12,8),
hematokrit 43% (N: 31-43), leukosit 1,3 ribu/ ul (N: 45-14,5), eritrosit
34
4,33 juta/ul (N: 3,70-5,70), trombosit 26 ribu/ul (N: 150-450), MCV
96,6 g/dl (N: 80,0-96,0), MCH 30,9 pg (N: 28,0-33,0), MCHC
33,7g/dl (N: 33,0-36,0), RDW 16,2 %(N: 11,6-14,6), MPV 9,2 fl (N:
7,2-11,1), PDW 19% (N: 25-65), eosinosil 2,30% (N: 0,00-4,00),
basofil 10,5% (N: 0,00-1,00), netrofil 18,60% (N: 24,00-72,00),
branulosit 24,20% (N: 43,00-64,00), limfosit 70,00% (N: 36,00-52,00),
monosit 58% (N: 0,00-5,00).
5. Terapi
Tanggal 10 Januari 2016 An. T mendapatkan terapi dari
dokter infus D-1/4 16 tetes per menit, injeksi cefotaxim 1gr/24jam,
injeksi gentamizin 80/125 gr/24jam, paracetamol 250gr/12jam.
Tanggal 11 Januari 2016 An. T mendapatkan terapi dari dokter infus
D-1/4 16 tetes per menit, injeksi cefotaxim 1gr/24jam, injeksi
gentamizin 80/125 gr/24jam, paracetamol 250gr/12jam. Tanggal 12
Januari 2016 An. T mendapatkan terapi dari dokter infus D-1/4 16
tetes per menit, injeksi cefotaxim 1gr/24jam, injeksi gentamizin 80/125
gr/24jam, paracetamol 250gr/12jam.
6. Analisa Data dan Perumusan Masalah
Dari hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 9
Januari 2016 pukul 10.00 WIB, yang didapatkan data subjektif ibu
pasien mengatakan anaknya panas naik turun sudah kurang lebih 2
hari. Data objektif pasien, tekanan darah : 90/70mmHg, nadi :
90x/menit, suhu: 38,7C, RR: 30x/menit. Data objektif pasien tampak
35
panas, lemas, dan pucat. Sehingga dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada
tonsil.
Pukul 10.05 WIB didapat data subjektif ibu pasien
mengatakan anaknya mengalami sakit ditenggorokan, nyeri seperti
ditusuk tusuk, dengan skala nyeri 7, nyeri datang sewaktu waktu dan
nyeri saat menelan. Data objektif pasien pasien tampak meringis sakit
saat menelan, pasien tampak kurang nyaman dengan pembekakan
tonsil. Sehingga dapt ditegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut
berhubungan dengan pembekakan pada tonsil.
Pukul 10.20 WIB didapatkan data subjektif ibu pasien
mengatakan anaknya takut karena susah menelan makanan dan merasa
sakit, data objektif pasien skor kecemasan yang didapat di derajat stres
: 28-41(stres berat), pasien tampak cemas dan takut, pasien tampak
pucat dan bibir pasien kering. Sehingga dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan cemas berhubungan denganstres hospitalisasi.
B. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Dari analisa data yang sudah dirumuskan, penulis memprioritaskan
diagnosa keperawatan yang pertama, hipertermia berhubungan dengan
proses inflamasi pada tonsil, yang kedua nyeri akut berhubungan dengan
pembengkakan pada tonsil, yang ketiga cemas berhubungan dengan stres
hospitalisasi.
36
C. Intervensi
Setelah penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan, penulis
menentukan intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa keperawatan
yang pertama, tujuan yang dibuat penulis setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24jam diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh
dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam rentan normal (36,5-37,5C), nadi
dan RR rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing.Intervensi atau tindakan yang akan dilakukan pantau suhu tubuh,
berikan kompres hangat, berikan cairan yang banyak (1500-2000cc/hari),
kolaborasi pemberian antipiretik.
Intervensi yang akan dilakukan penulis pada diagnosa keperawatan
kedua, setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam diharapkan nyeri
dapat berkurang dengan kriteria hasil mampu mengontrol nyeri,
melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan managemen nyeri, mampu
mampu mengenali nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang.Intervensi atau tindakan keperawatan yang akan dilakukan,
pantau nyeri pasien dengan skala, berikn posisi yang nyaman pada pasien,
berikan teknik relaksasi, kolaborasi pemberian analgetik.
Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa keperawatan yang
ketiga, tujuan yang dibuat penulis setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24jam pasien mampu mengurangi rasa stres dengan kriteria hasil
pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas,
mampu mengungkapkan teknik mengontrol cemas, ekspresi wajah dan
37
bahasa tubuh serta menunjukkan teknik mengontrol cemas. Intervensi atau
tindakan keperawatan yang akan dilakukan, gunakan pendekatan yang
menyenangkan, dorong keluarga untuk menemani anak atau pasien,
berikan obat penurun kecemasan.
D. Implementasi
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilakukan, penulis
kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. T, yang dilakukan
tanggal 9 Januari 2016 pada jam 09.00 WIB pada diagnosa pertama,
memonitor tanda tanda vital, respon subjektif pasien, ibu pasien
mengatakan An. T bersedia untuk diperiksa. Respon objektif tekanan
darah 90/70 mmHg, nadi 90x/menit, RR 30x/menit, suhu 38,7C. Pada
pukul 09.15 WIB, penulis melakukan pemberian injeksi cefotaxim
100gr/8jam dan gentamizin 115mg/24jam. Respon subjektif pasien, ibu
pasien mengatakan anaknya bersedia diberikan obat dan respon objektif
pasien, obat masuk melalui selang IV dan pasien tampak kooperatif. Pada
pukul 09.30 WIB, penulis memberikan kompres air hangat. Dan didapat
respon subjektif pasien, ibu pasien mengatakan anaknya susah diberikan
kompres dan selalu menolak. Respon objektif pasien, pasien tampak bibir
pucat dan kering dengan Suhu 38,9C. Pada pukul 11.00 WIB, penulis
memberikan paracetamol 120mg/12jam, dan di dapat respon subjektif
pasien, ibu pasien mengatakan An. T bersedia diberikan obat. Respon
objektif pasien, obat masuk melalui oral dan pasien tampak kooperatif.
38
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilkukan, penulis
kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. T, yang dilakukan
tanggal 10 Januari 2016 pada jam 10.00 WIB pada diagnosa pertama,
memonitor tanda tanda vital dan didapat respon objektif pasien, ibu pasien
mengatakan An. T bersedia diperiksa. Respon objektif tekanan darah
90/65 mmHg, nadi 93x/menit, RR 31x/menit, suhu 37,5C pasien tampak
kooperatif. Pada pukul 09.00 WIB, penulis melakukan pemberian injeksi
cefotaxim 100gr/8jam dan gentamizin 115mg/24jam. Respon subjektif
pasien, ibu pasien mengatakan anaknya bersedia diberikan obat dan respon
objektif pasien, obat masuk melalui selang IV dan pasien tampak
kooperatif. Pada pukul 09.30 WIB, penulis memantau suhu tubuh pasien
dan didapatkan respon subjektif pasien, ibu pasien mengatakan An. T
panasnya masih naik turun. Respon objektif pasien, pasien terlihat pucat
dan lemas, bibir pasien tampak merah serta didapat S : 38C. Pada pukul
10.00 WIB, penulis memberikan obat paracetamol 250mg/12jam dan
didapat respon subjektif pasien. Ibu pasien mengatakan An. T diberikan
obat, dan respon objektif pasien tampak kooperatif dan obat masuk
melalui oral.
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilkukan, penulis
kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. T, yang dilakukan
tanggal 11 Januari 2016 pada jam 07.30WIB pada diagnosa pertama,
memonitor tanda tanda vital dan didapat respon objektif pasien, ibu pasien
mengatakan An. T bersedia diperiksa. Respon objektif tekanan darah
39
100/80 mmHg, nadi 90x/menit, RR 33x/menit, suhu 38C pasien tampak
kooperatif. Pada pukul 08.00WIB, penulis melakukan pemberian injeksi
cefotaxim 100gr/8jam dan gentamizin 115mg/24jam. Respon subjektif
pasien, ibu pasien mengatakan anaknya bersedia diberikan obat dan respon
objektif pasien, obat masuk melalui selang IV dan pasien tampak
kooperatif. Pada pukul 09.20WIB, penulis memantau suhu tubuh pasien
dan didapatkan respon subjektif pasien, ibu pasien mengatakan An. T
panasnya masih naik turu. Respon objektif pasien, pasien terlihat pucat
dan lemas, bibir pasien tampak merah serta didapat S : 38,1C. Pada pukul
09.30 WIB, penulis memberikan kompres air hangat. Dan didapat respon
subjektif pasien, ibu pasien mengatakan An. T bersedia diberikan kompres
air hangat. Dan respon objektif pasien, kompres sudah tertempel di dahi
pasien.Pada pukul 10.00 WIB, penulis memberikan paracetamol
120mg/12jam, dan di dapat respon subjektif pasien, ibu pasien
mengatakan An. T bersedia diberikan obat. Respon objektif pasien, obat
masuk melalui oral dan pasien tampak kooperatif.
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilkukan, penulis
kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. T, yang dilakukan
tanggal 9 Januari 2016 pada jam 10.00 WIB pada diagnosa kedua,
mengobservasi tingkat nyeri dengan skala nyeri. Didapat data subjektif
pasien, P: ibu pasien mengatakan An. T menangis dan merasakan
tenggorokannya sakit untuk menelan makanan, Q: nyeri seperti ditusuk-
tusuk, R: nyeri ditenggorokan, S: skala 7, T: nyeri sewaktu-waktu. Data
40
objektif pasien, pasien tampak meringis sakit dan tampak kurang nyaman.
Pada pukul 12.30 WIB, penulis memberikan posisi yang nyaman dan
didapat data subjektif pasien, ibu pasien mengatakan An. T nyaman
dengan duduk dan bermain mobil mobilan. Data objektif pasien, pasien
tampak tenang dan rileks.Pada pukul 13.30 WIB penulis memberikan
teknik relaksasi nafas dalam, dan didapat data subjektif pasien, ibu pasien
mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi agar anaknya bisa nyaman
dan tidak merasakan nyeri. Data objektif pasien, pasien tampak tenang,
melakukan teknik denganmengambil nafas dengan hidung dan
menghembuskan melalui mulut secara pelan pelan.
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilkukan, penulis
kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. T, yang dilakukan
tanggal 10 Januari 2016 pada jam 10.10 WIB pada diagnosa kedua,
mengobservasi tingkat nyeri dengan skala nyeri. Didapat data subjektif
pasien, P: ibu pasien mengatakan An. T menangis dan merasakan
tenggorokannya sakit untuk menelan makanan, Q: nyeri seperti ditusuk-
tusuk, R: nyeri ditenggorokan, S: skala 6, T: nyeri sewaktu-waktu. Data
objektif pasien, pasien tampak meringis sakit saat menelan dan tampak
kurang nyaman. Pada pukul 11.00WIB, penulis memberikan posisi yang
nyaman dan didapat data subjektif pasien, ibu pasien mengatakan An. T
nyaman dengan duduk dan bermain mobil mobilan. Data objektif pasien,
pasien tampak tenang dan rileks. Pada pukul 13.55 WIB penulis
memberikan teknik relaksasi nafas dalam, dan didapat data subjektif
41
pasien, ibu pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi agar
anaknya bisa nyaman dan tidak merasakan nyeri. Data objektif pasien,
pasien tampak tenang, melakukan teknik denganmengambil nafas dengan
hidung dan menghembuskan melalui mulut secara pelan pelan.
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilkukan, penulis
kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. T, yang dilakukan
tanggal 11Januari 2016 pada jam 10.15 WIB pada diagnosa kedua,
mengobservasi tingkat nyeri dengan skala nyeri. Didapat data subjektif
pasien, P: ibu pasien mengatakan An. T sedikit sudah bisa mengurangi
nyerinya, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri ditenggorokan, S: skala
4, T: nyeri sewaktu-waktu. Data objektif pasien, pasien tampak meringis
sakit saat menelan dan tampak kurang nyaman. Pada pukul 09.00WIB,
penulis memberikan posisi yang nyaman dan didapat data subjektif pasien,
ibu pasien mengatakan An. T nyaman dengan duduk dan menonton film.
Data objektif pasien, pasien tampak tenang dan rileks.
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilkukan, penulis
kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. T, yang dilakukan
tanggal 9 Januari 2016 pada jam 10.10 WIB pada diagnosa ketiga,penulis
mengidentifikasi kecemasan pasien dengan lembar kuisoner sebelum
memperlihatkan bimbingan imajinasi didapat data subjektif pasien, ibu
pasien mengatakan An. T sangat takut saat diperiksa di IGD dan
merasakan sakit. Dan data objektif pasien, pasien tampak mengerutkan
42
dahi dan hasil pengukuran kecemasan pasien yaitu 288 skor dan tergolong
cemas berat.
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilkukan, penulis
kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. T, yang dilakukan
tanggal 10Januari 2016 pada jam 12.30WIB pada diagnosa ketiga, penulis
mengidentifikasi kecemasan pasien. Didapat data subjektif pasien, ibu
pasien mengatakan An. T sangat takut dengan keadaan kamar dan rumah
sakit. Data objektif pasien, pasien tampak mengerutkan dahi dan terlihat
kurang nyaman serta cemas. Pukul 13.10 penulis, memberikan bimbingan
imajinasi dengan MP4 berjudul CARS, data subjektif pasien, ibu pasien
mengatakan An. T sangat menyukai film yang diberikan dan merasa
senang. Data objektif pasien, pasien tampak kooperatif dan tampak
tersenyum senang.
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilkukan, penulis
kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. T, yang dilakukan
tanggal 11Januari 2016 pada jam 08.45WIB pada diagnosa ketiga penulis,
memberikan bimbingan imajinasi dengan MP4 berjudul OSCAR, data
subjektif pasien, ibu pasien mengtakan anaknya menyukai film yang
diberikan. Didapat kan data objektif pasien, pasien tampak tenang,
nyaman, serta senang dengan film oscar. Pukul 10.30WIB penulis
memberikan bimbingan imajinasi dengan MP4 yang berjudul upin ipin
didapat data subjektif pasien, ibu pasien mengatakan An. T bersedia
43
diberikan film. Data objektif pasien, pasien tampak kooperatif dan hasil
pengukuran kecemasan yang diberikan : 49skor.
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada tanggal 9 Januari 2016 pukul 14.00 WIB
diperoleh data subjektif ibu pasien mengatakan An. T panas naik turun ,
diperoleh data objektif pasien tampak lemas dan pucat serta bibir kering
dan S: 38C. Analisa masalah keperawatan hipertermia pada An. T belum
teratasi, intervensi dilanjutkan, pantau suhu tubuh, berikan kompres hangat
dan kolaborasi obat antibiotik ( paracetamol 250mg/12jam).Evaluasi pada
tanggal 10 Januari 2016 pukul 14.00 WIB diperoleh data subjektif pasien,
ibu pasien megatakan An. T panasnya masih naik turun, data objektif
pasien bibir pasien kering dan pucat dengan S: 37,9C. Analisa masalah
keperawatan hipertermi belum teratasi, intervensi dilanjutkan, pantau suhu
tubuh pasien. Evaluasi yang dilakukan pada masalah keperawatan
hipertermia yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 penulis pada
pukul 13.00 WIB data subjektif pasien, ibu pasien mengatakan An. T suhu
tubuh anaknya naik turun data objektif pasien, S: 38,1C pasien tampak
bibir pucat dan kering. Analisa masalah keperawatan hipertermia belum
teratasi, lanjut intervensi pantau suhu tubuh.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 9 Januari 2016pada masalah
keperawatan nyeri yang dilakukan penulis pukul 14.05 WIB, diperoleh
hasil P: ibu pasien mengatakan An. T menangis dan merasakan
tenggorokannya sakit untuk menelan makanan, Q: nyeri seperti ditusuk-
44
tusuk, R: nyeri ditenggorokan, S: skala 7, T: nyeri sewaktu-waktu.
Berdasarkan data objektif pasien, pasien tampak meringis sakit dan
tampak kurang nyaman, pasien tampak meringis sakit. Analisa masalah
keperawatan nyeri pada An. T belum teratasi, intervensi dilanjutkan,
pantau nyeri pasien, berikan posisi nyaman, berikan teknik relaksasi.
Adapun hasil evaluasi pada masalah keperawatan nyeri pada tanggal 10
Januari 2016 pukul 13.40 WIB diperoleh hasil data subjektif pasien P: ibu
pasien mengatakan An. T menangis dan merasakan tenggorokannya sakit
untuk menelan makanan, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri
ditenggorokan, S: skala 6, T: nyeri sewaktu-waktu. Data objektif pasien,
pasien tampak meringis sakit saat menelan dan tampak kurang nyaman.
Analisa masalah keperawatan nyeri pada An. T belum teratasi, intervensi
dilanjutkan pantau skala nyeri. Adapun evaluasi pada masalah
keperawatan nyeri yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 pukul
18.50 WIB P: ibu pasien mengatakan An. T sedikit sudah bisa
mengurangi nyerinya, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri
ditenggorokan, S: skala 4, T: nyeri sewaktu-waktu. Data objektif pasien,
pasien tampak meringis sakit saat menelan dan tampak kurang nyaman.
Analisa masalah keperawatan nyeri belum teratasi, intervenis dilanjutkan
pantau skala nyeri.
Adapun hasil evaluasi pada masalah keperawatan kecemasan pada
An. T yang dilakukan pada tanggal 9 Januari2016 pukul 14.00 WIB ibu
pasien mengatakan anaknya takut saat diperiksa dan merasakan sakit saat
45
menelan makanan.. berdasarkan data objektif pasien, hasil kuisoner
sebelum memperlihatkan bimbingan imajinasi dengan film MP4 : 288 dan
tergolong stres berat. Analisa masalah keperawatan pasien belum teratasi,
intervensi dilanjutkan identifikasi tingkat kecemasan, dorong keluarga
untuk menemani anaknya, gunakan pendekatan yang
menyenangkan.Adapun evaluasi pada masalah keperawatan kecemasan
yang dilakukan penulis pada tanggal 10 Januari 2016 pukul 14.00 WIB
diperoleh data subjektif ibu pasien mengatakan An t masih merasa takut
dengan keadaan lingkungan dirumah sakit, data objektif pasien tampak
kurang nyaman, takut, gelisah. Analisa masalah keperawatan pasien belum
teratasi. Intervensi dilanjutkan dengan identifikasi tingkat kecemasan,
dorong keluarga untuk menemani anaknya. Adapun hasil evaluasi pada
masalah kecemasan dilakukan penulis pada tanggal 12 Januari 2016 pukul
14.00WIB ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak merasakan sakit
dan cemas, data objektif pasien tampak tenang, film yang diberikan pada
pasien tampak senang, dan hasil kuisoner setelah memperlihatkan pasien
mp4 skornya 49. Analisa masalah keperawatan kecemasan sudah teratasi,
intervensi dilanjutkan.
46
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang “Aplikasi pemberian metode
imajinasi rekaman audio terhadap penurunan kecemasan hospitalisasi pada asuhan
keperawatan An. T dengan tonsilitis (pre op tonsilektomi) di ruang melati 2
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Pembahasan pada bab ini terutama
membahas adanya kesesuaian maupun kesengajaan antara teori dengan kasus.
Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia
melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
A. Pengkajian
Dalam pengkajian penulis terhadap An. T didapatkan bahwa pasien
datang dengan keluhan utama tenggorokan sakit untuk menelan, panas sudah
kurang lebih 2 hari. Seperti yang telah disebutkan menurut Reeves (2006),
keluhan utama pada pasien anak tonsilitis adalah nyeri pada tenggorokan,
meradang, virus influenza.Berdasarkan dengan hasil pengkajian An.T sudah
sesuai dengan teori yang telah ditemukan oleh penulis.
Dalam riwayat sekarang, data ibu pasien mengatakan pada tanggal 8
Januari 2016 An. T, mengeluh sakit tenggorokan dan susah menelan makanan
dan merasa takut dan juga panas naik turun sudah 2 hari. Lalu ibu dan
keluarganya membawa An. T ke Rumah Sakit Dr. Moewardi. Di IGD An. T
mendapat infus D-1/4 16 tpm dan injeksi Cefotaxim 1gr/12jam. Dari hasil
47
pemeriksaan An. T tampak lemas, pucat, panas. Tanda-tanda vital : Tekanan
Darah : 90/70 mmHg, Nadi : 90x/menit, Suhu : 38,7C, Pernafasan :
30x/menit. Kemudian An. T dipindahkan ke ruang inap Melati 2 Rumah Sakit
Dr. Moewardi. Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2009)
ialah sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan
menurut Effiaty Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda dan gejala yang timbul
yaitu nyeri tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri menelan, kadang-kadang
disertai otalgia, demam tinggi, serta pembesaran kelenjar submandibuler dan
nyeri tekan. Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika
penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan
dan telinga memiliki persyarafan yang sama).Gejala lain :demam, tidak enak
badan, sakit kepala, muntah. Berdasarkan hasil pengkajian pada An. T dengan
Tonsilitis telah sesuai dengan teori yang telah ditemukan oleh penulis.Dari
data pengkajian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesengajaan antara teori
dan kenyataan yang terjadi pada gejala Tonsilitis yang dialami An. T dalam
pengkajian keperawatan An. T didapatkan.
Pada riwayat terdahulu, saat An. T berumur 3 tahun pernah sakit panas,
namun diperiksakan ke dokter terdekat bisa sembuh. Menurut Smeltzer &
Bare (2009) panas merupakan gejala terhadap penyakit Tonsilitis.
Berdasarkan hasil dari pengkajian pada An. T dengan Tonsilitis telah sesuai
dengan teori yang ditemukan oleh penulis. An. T tidak memiliki riwayat
alergi makanan maupun obat-obatan. Seperti yang dikemukakan oleh Shelov
(2004) bahan kimia yang berperan dalam pengobatan tonsilitis sehingga dapat
48
disimpulkan bahwa pasien tidak mempunyai alergi obat dan seperti yang
disebutkan dalam teori.
Perkembangan yang dicapai antara lain, personal sosial An.T merasa
dirinya senang berinteraksi dengan teman yang lain saat diruang bermain.
Adaptif motorik halus, pasien saat usia 3 tahun senang berinteraksi dan
belajar didampingi oleh ibu. Bahasa yang digunakan bahasa jawa. Motorik
kasar pasien senang menonton film. Kebiasaan yang dinilai dari pola tingkah
laku, An.T tidak ada tingkah laku yang abnormal. Sesuai dengan tahap usia
belajar dan rasa ingin tahu yang tinggi.
Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional
dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik,
dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen,2005). Pengkajian
sebelas pola gordon yang didapat dari wawancara dan observasi An.T dan ibu
An.T diantaranya, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan. Jika An.T sakit,
keluarga segera berobat ke pelayanan kesehatan terdekat, yaitu dokter dekat
desa. Menurut teori, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
menggambarkan tentang persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan.
Persepsi terhadap arti kesehatan, kemempuan menyusun tujuan, pengetahuan
tentang praktik kesehatan (Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa
tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori.
Kemudian pola nutrisi dan metabolisme An.T. Berdasarkan teori sejak
lahir kualitas hidup pasien dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas nutrisi
yang dikonsumsi dan digunakan. Status nutrisi tubuh dalah keseimbangan
49
antara asupan zat gizi dan energi yang dikeluarkan atau dibutuhkan di tingkat
kebutuhan fisiologis akan nutrisi yang harus dipenuhi yang tepat
meningkatkan pertumbuhan, mempertahankan kesehatan dan membantu
tubuh melawan infeksi dan pulih dari penyakit (Morton dan Psil atricia
Gonce,2005). Berdasarkan teori diatas tidak ada kesenjangan.
Pengkajian nutisi yang didapat dari hasil wawancara sebagai berikut,
waktu lahir An. T memiliki berat lahir 3200 gram, berat sekarang 20
kilogram, dengan tinggi badan 110cm, lingkar kepala 50cm, lingkar dada
58cm, dan lingkar lengan 25cm. Sebelum sakit ibu pasien mengatakan
anaknya makan 3 kali per hari, makan teratur, dengan porsi cukup, habis satu
porsi, makan dengan nasi, lauk, sayur, tidak ada keluhan mual muntah,
minum 5-6 gelas kecil sehari, minum air putih dan teh. Selama sakit pasien
dan keluarga mengatakan makan 3 kali sehari menghabiskan ½ porsi makan
yang disediisakan rumah sakit, makan dengan roti dan bubur, tidak mual
muntah, minum 2-3 gelas sehari, minum air putih dan susu. Berdasarkan teori
aspek biologi dari pengkajian nutrisi meliputi, umur (terkait dengan tumbuh
kembang pasien) riwayat asupan makanan dan cairan klien dan jenis porsi
makan (Asmadi,2008). Berdasarkan teori diatas tidak ada kesenjangan antara
fakta dan teori.
Pengkajian pola eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
essensial dan berperan penting dalam menentukan kelangsungan kehidupan
manusia. Menurut teori eliminasi terbagi dua bagian utama pula, yaitu
eliminasi fekal (buang air besar) dan eliminasi urine (buang air kecil)
50
(Asmadi,2008). Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit
An.T pola BAK frekuensi BAK 6-8 kali dalam sehari, warna kuning dan
tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan sebelum sakit BAB satu kali sehari
dengan konsistensi lunak berbentuk, berbau khas, berwarna kuning
kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ayah pasien mengatakan selama sakit
An.T pola BAK frekuensi BAK 5-6 kali dalam sehari, warna kuning dan
tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan sebelum sakit BAB satu kali sehari
dengan konsistensi lunak berbentuk, berwarna kuning kecoklatan dan tidak
ada keluhan. Dari kesimpulan pengkajian eliminasi fekal dan urine An.T
tidak ada masalah keperawatan yang muncul. Karena dalam teori
menggambarkan efisiensi dalam pembuangan zat sisa metabolisme
(Davey, 2005).Karakteristik feses abnormal konsistensi dikatakan abnormal
bila bentuknya cairan keras. Warna abnormal sangat pucat (penyakit pada
organ empedu), merah (perdarahan pada rektum dan anus). Ciri urine normal
baik, kejernihan normal jernih bila dibiarkan lama akan menjadi keruh.
Warna kuning, bau seperti amonia (Asmadi, 2008). Berdasarkan teori diatas
tidak ada kesenjangan dalam pengkajian eliminasi, eliminasi An.T dalam
batas normal.
Aktivitas fisik (mekanik tubuh) merupakan irama sirkadian manusia.
Tiap individu mempunyai irama atau pola tersendiri dalam kehidupan sehari-
hari untuk melakukan kerja, rekreasi, makan, istirahat, dan lain-lain
(Asmadi,2008). Pada pola aktivitas dan latihan pasien, ibu pasien mengatakan
sebelum sakit kemampuan perawatan diri, makan minum, toileting,
51
berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM dalam
kriteria mandiri tanpa bantuan. Selama sakit pola aktivitas dan latihan pasien,
ibu pasien mengatakan sebelum sakit kemampuan perawatan diri, makan
minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi
atau ROM dalam kriteria mandiri tanpa bantuan. Dalam teori disebutkan pola
aktivitas dan latihan tingkat kemampuan nilai 0 adalah mandiri (Nurlaila,
2009), sehingga ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian tidak ada
kesenjangan.
Kebutuhan istirahat tidur pada individu yang sakit sangat diperlukan
untuk mempercepat proses penyembuhan (Asmadi,2008). Ibu pasien
mengatakan An. T tidur dengan nyenyak selama belum dirumah sakit dan
bisa tidur di siang hari maupun malam hari. Saat sakit ibu pasien mengatakan
juga bisa tidur disiang hari maupun malam hari. Dalam teori kelemahan dan
kelelahan adalah faktor utama paling kuat yang mempengaruhi status
fungsional dan kualitas kesehatan hidup anak dengan Tonsilitis. Saat aktivitas
persyarafan secara otomatis akan mengurangi suplai energi ke ekstremitas
superior dan inferior. Tubuh memprioritaskan suplai darah ke jantung dan
paru-paru, sehingga otak juga mengalami penurunan suplai darah. Penurunan
suplai darah ke otak menimbulkan rangsang mengantuk, sehingga tubuh
memerintahkan untuk istirahat (Tiurlan, 2011). Berdasarkan teori diatas tidak
ada kesenjangan antara fakta dan teori.
Pola kognitif perseptual sebelum sakit dan selama sakit ibu pasien
mengatakan pasien tidak mempunyai gangguan terhadap indra penciuman,
52
perabaan, penglihatan maupun pendegaran. Pola kognitif perseptual pasien,
menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, dan
kompensasinya terhadap tubuh (Muttaqin, 2008). Dari hasil pengkajian
terhadap An.T tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan..
Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit An.T mengatakan tentang
gambaran diri merasa sehat, identitas diri mengetahui sebagai seorang anak,
peran berperan sebagai pelajar sekolah dasar kelas 4, ideal diri ingin menjadi
anak baik, harga diri tidak rasa minder. Pola persepsi konsep diri
menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
Konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri
sendiri (Nurlaila,2009). Selama sakit An. T mengatakan tentang gambaran
diri merasa sempurna dengan keadaan yang dialami, identitas diri mengetahui
sebagai seorang anak dan berperan sebagai pelajar di TK. Menurut Tiurlan
(2011), konsep diri anak dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal maupun
internal. Usia anak, temperamen, dukungan keluarga, status kesehatan dan
kecerdasan sangat mempengaruhi pembentukan konsep diri anak dengan
Tonsilitis. Anak dengan kemampuan percaya diri yang tinggi dapat menerima
perubahan akibat sakitnya, sehingga dapat tetap menjalani aktivitas sehari-
hari dengan tidak dibawah tekananrasa malu atau depresi. Dari teori tersebut
An.T termasuk dalam kemapuan percaya diri yang tinggi, sehingga tidak ada
perbedaan dari teori.
53
Pola hubungan peran pasien menggambarkan dan mengetahui
hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat
tinggal pasien (Nurlaila,2009). Ibu pasien mengatakan selama dan sebelum
sakit An.T berhubungan baik dengan keluarga maupun teman dekatnya. Anak
perlu menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang dalam kondisi sakit, sehingga
anak memiliki kehati-hatian yang tinggi dalam menjalankan aktivitas sehari-
hari. Pemahaman positif tentang kondisi sakitnya dapat meningkatkan
kesadaran akan pentingnya pencapaian kesehatan, sehingga hal tersebut dapat
meningkatkan semangat anak. Anak menyatakan bahwa mereka bersemangat
untuk menjalani pengobatan (Mubarak, 2007). Berdasarkan teori pasien telah
mengetahui hubungan dan peran anggota keluarga, sehingga tidak ada
kesenjangan dari teori yang ada.
Pola mekanisme koping pasien, An.T mengatakan sebelum sakit
perasaan merasa senang dan akrab dengan teman. Selama sakit An.T
kooperatif dengan lingkungan dan interaksi komunikatif dengan dokter dan
perawat. Mekanisme koping pada setiap anak memiliki kemampuan adaptasi
terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun dalam
kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Mekanisme
koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi,
kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres
(Smeltzer & Bare, 2007). Anak mengalami berbagai hal yang tidak
menyenangkan dari prosedur klinik dan hospitalisai, namun anak menyadari
bahwa menjalankan pengobatan merupakan pilihan yang terbaik untuk
54
mencapai kesembuhan dari penyakitnya(Smeltzer & Bare, 2007). Dari teori
tersebut mekanisme koping yang ada di An.T mengalami kontrol seperti yang
ada pada teori, sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
pengkajian pola mekanisme koping An.T.
Pola nilai dan keyakinan, An.T mengatakan sebelum sakit berdoa setiap
saat, dan selama sakit berdoa setiap akan dilakukan tindakan. Menurut Wong,
(2009) anak telah mengembangkan kemampuan untuk memahami adanya
kekuasaan Tuhan dalam kehidupannya dan memiliki keyakinan bahwa Tuhan
sanggup memberikan jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya.
Didukung dari teori tersebut, An.T lebih berserah diri kepada Tuhan dengan
cara berdoa dan bersyukur ketika mengalami sesuatu yang tidak
menyenangkan selama menjalani pengobatan. Sehingga kesimpulan dari
pembahasan tidak ada kesenjangan dengan teori dari kondisi An.T
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh secara keseluruhan atau
hanya beberapa bagian saja yang dianggap perlu oleh dokter yang
bersangkutan (Mubarak,2007). Keadaan umum pasien adalah sadar
penuh/composmentis. Pada pemeriksaan head to toe tidak didapatkan
kelainan yang berlebih. Hasil pemeriksaan An.T kepala mesochepal, tidak
terdapat benjolan dikepala kondisi rambut dan kulit kepala terlihat bersih,
mata simetris kanan kiri, konjungtiva tidak anemis, mata terlihat cekung,
telinga pasien simetris kanankiri tidak terdapat serumen. Hidung pasien tidak
terdapat secret, mukosa bibir kering, leher tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid. Pada penderita Tonsilitis pada dasarnya mengalami membrane mukosa
55
kering dan konjungtiva anemis pada klien (Nursalam, 2013). Dapat
disimpulkan dari data pengkajian pemeriksaan bahwa tidak ada kesenjangan
antara teori dan kenyataan yang terjadi pada anak dengan Tonsilitis yang
dialami An. T.
Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi bentuk dada simetris antara
kanan kiri palpasi vocal premitus sama antara kanan kiri perkusi sonor
auskultasi vesikuler tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan inspeksi jantung
ictus cordis tidak tampak palpasi ictus cordis teraba di SIC V perkusi pekak
auskultasi bunyi jantung satu dan bunyi jantung dua sama suara lub ,dup, lup,
dup. Pemeriksaan inspeksi abdomen datar dan tidak ada bekas luka auskultasi
bising usus 18 kali permenit, pada pemeriksaan palpasi abdomen tidak ada
nyeri tekan dan tidak ada benjolan, dan pada pemeriksaan perkusi terdengar
thympani. Genetalia An. T tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan pada
genetalia dan berjenis kelamin perempuan. Anus An. T bersih, tidak ada
hemoroid. Pada pengkajian ekstremitas tangan kanan dan kiri maupun kaki
kanan dan kiri normal kekuatan otot normal lima, tidak ada perubahan bentuk
tulang, ROM aktif, capilary refile kurang dari dua detik, perabaan akral
hangat. Dalam pemeriksaan dada, dilakukan dengan metode dan langkah
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (Mubarak,2007). Berdasarkan teori
tersebut, pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan teori, sehingga tidak ada
kesenjangan antara pemeriksaan langsung pada pasien dengan teori.
Terapi yang didapat oleh An. T dari dokter mendapat infus D-1/4 16
tetes per menit golongan parenteral, fungsi sebagai pemenuhan kebutuhan
56
cairan, injeksi cefotaxim 1gr/24jam golongan antibiotik, fungsi sebagai
penghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel bakteri, injeksi gentamizin
80/125 gr/24jam golongan antibiotik, fungsi mengurangi anti nyeri,
paracetamol 250gr/12jam golongan analgesik antipiretik, fungsi sebagai
penurunan demam dan nyeri (Prihaningtyas, 2014). Terapi yang diberikan
sesuai dengan teori yang ada, sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada teori yang didapatkan penulis, masalah keperawatan yang lazim
muncul pada penyakit Tonsilitis adalah hipertermia berhubungan dengan
proses inflamasi pada tonsil, nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan
pada tonsil, cemas berhubungan dengan stres hospitalisasi,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
adanya anoreksia, dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
(Muttaqin, 2014). Dari pengkajian yang dilakukan penulis didapatkan tiga
masalah keperawatan yaitu hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
pada tonsil, nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil,
cemas berhubungan dengan stres hospitalisasi. Penulis tidak memasukkan
dalam asuhan keperawatan An. T karena dalam pengkajian tidak didapatkan
tanda dan gejala dari Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan adanya anoreksia dan Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan.
Pada teori yang didapatkan penulis, masalah keperawatan pada
diagnosa keperawatan hipertermia menurut Muttaqin (2014), antara lain kulit
57
kemerahan, kejang, takikardi, kulit terasa hangat, konvulsi, peningkatan suhu
tubuh diatas normal, takipneu. Diagnosa hipertermia berhubungan proses
inflamasi yang muncul pada tanggal 9 Januari 2016 didapatkan hasil diagnosa
pertama bahwa ibu pasien mengatakan anaknya panas naik turun kurang lebih
dua hari dengan suhu tubuh 38,7C. Hipertermia merupakan peningkatan suhu
tubuh diatas kisaran normal (Hardi, 2013).
Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An.T, penulis
menggunakan prioritas kebutuhan dasar Maslow yang meliputi kebutuhan
fisiologis, rasa aman dan nyaman, rasa mencintai, harga diri, serta aktualisasi
diri. Diagnosa utama adalah hipertermia berhubungan dengan proses
inflamasi. Namun dengan tindakan mengkaji tanda dan permasalahan yang
muncul dan penyebabnya, terdapat tindakan keperawatan antara lain monitor
suhu tubuh pasien, monitor warna dan suhu kulit, monitor tanda tanda vital
pasien, monitor intake output, berikan antipiretik, berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam, kompres pasien di lipatan paha dan aksila,
monitor suhu minimal 2jam (Nurarif dan Hardhi, 2013). Maka masalah
keperawatan hipertermia dapat teratasi dengan suhu tubuh dalam rentang
normal, nadi dan RR rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit dan
tidak ada pusing.
Diagnosa keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan
pembengkakan tonsil. Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan
actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
58
(Wilkinson, 2015). Batasan karakteristik dari nyeri akut perubahan selera
makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi pernafasan, laporan
isyarat, perilaku distraksi, fokus menyempit, perubahan posisi untuk
menghindari nyeri (Wilkinson, 2015). Nyeri pada tenggorokan terjadi karena
adanya pembengkakan tonsil membuat anak merasa nyeri bila digunakan
untuk makan (Nursalam, 2013). Pada data diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan pembengkakan pada tonsil, muncul nyeri di tenggorokan berdasarkan
hasil pengkajian tanggal 9 januari 2016, data subjektif pasien ibu pasien
mengatakan An. T mengalami sakit di tenggorokan, nyeri seperti ditusuk-
tusuk, dengan skala nyeri 7, nyeri datang sewaktu-waktu dan nyeri saat
menelan, data objektif dari masalah ini adalah pasien tampak meringis sakit
saat menelan makanan, pasien tampak kurang nyaman dengan pembengkakan
pada tonsil.
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu cemas berhubungan dengan
stres hospitalisasi. Pada pengkajian diperoleh data subjektif ibu pasien
mengatakan anaknya takut karena sudah menelan makanan dan merasa sakit.
Batasan karakteristik tampak waspada, takut, mengekspresikan kekhawatiran
akibat perubahan dalam peristiwa hidup, gelisah (Nurarif dan Hardhi, 2013).
Data objektif pasien yaitu pasien tampak cemas, takut, gelisah, tampak pucat
dan bibir kering. Penulis melakukan tindakanterapi musik yaitu; mengatur
sistem limbik yang mengatur emosi dan fisik (tekanan darah dan nadi ),
musik dapat merubah persepsi sakit dan sensasi sakit, musik dapat membantu
dan mengurangi stress (Bogopolsky,2007). Pelaksanaa intervensi bimbingan
59
imajinasi rekaman audio pada penelitian yaitu pada responden yang
mengalami penyakit akut, dirawat dirumah sakit, dan pelaksanaan intervensi
tidak pada ruang khusus. Sehingga, pengaruh bimbingan imajinasi rekaman
audio berkontribusi sebesar 11,5% terhadap penurunan skor stress. Peneliti
berpendapat bahwa kondisi saat hospitalisasi pada responden pada penelitian
ini memberikan ruang dan waktu yang cukup singkat, sehingga memberikan
manfaat yang signifikan pada penurunan skor tress walaupun tidak sebesar
dengan penurunan nyeri kronis pada penelitian yang dilakukan
Tilburg(2009).
Sedangkan dua diagnosa keperawatan dalam teori tetapi tidak
ditemukan pada pasien yaitu Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia dan Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik. Batasan karakteristik yang ada berupa menghindari
makanan, kram abdomen, nyeri abdomen, diare (Nurarif dan Hardhi, 2013).
Dari teori diatas pasien An. T tidak terdapat dari salah satu batasan
karakteristik yang diatas.
Diagnosa kedua yang tidak muncul yaitu intoleransi aktivitas.
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis
untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang
jarus atau yang ingin dilakukan. Batasan karakteristik yang ada berupa
respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, respons frekuensi jantung
60
abnormal terhadap aktivitas, perubahan EKG yang mencerminkan aritmia,
perubahan EKG yang mencerminkan iskemia, ketidaknyamanan setelah
aktivitas, dispnea setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan
merasa lemah. Faktor yang berhubungan dengan tirah baring, kelelahan
umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, imobilitas,
gaya hidup kurang gerak (Wilkinson, 2015). Dari teori diatas data An. T tidak
tercantum di pengkajian penulis, sehingga penulis tidak mengangkat diagnosa
tersebut.
C. Perencanaan
Pada prioritas pertama yaitu hipertermia berhubungan dengan proses
inflamasi pada tonsil, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan
dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24
jam terjadi penurunan suhu tubuh dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam
rentan normal (36,5-37,5C), nadi .dan RR rentang normal, tidak ada
perubahan warna kulit dan tidak ada pusing. Perencanaan yang berupa
monitor suhu minimal tiap 2 jam dengan rasional mengetahui suhu tubuh
pasien setiap jamnya, monitor warna dan suhu kulit dengan rasional
mengetahui ada tidaknya perubahan warna kulit pasien, berikan pengobatan
untuk mengatasi penyebab demam dengan rasional membantu pengobatan,
ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas dengan rasional
mengurangi kegiatan pasien, kolaborasi pemberian cairan intravena dengan
rasional mempercepat proses penyembuhan, tingkatkan intake cairan dan
61
nutrisi dengan rasional memantau pengeluaran dan pemasukan terhadap
pasien (Nurarif dan Hardhi, 2013).
Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan
dengan pembengkakan pada tonsil. Tujuan dan kriteria hasil yang ingin
dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
melaporkan nyeri berkurang menjadi skala 0, memperlihatkan teknik
relaksasi secara individual yang efektif, mengenali faktor penyebab dan
menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor tersebut. Perencanaan
yang ada berupa mencegah atau mengurangi nyeri dengan kaji tingkat nyeri
dengan skala nyeri, kaji adanya kebutuhan klien untuk mengurangi rasa nyeri,
evaluasi efektivitas terapi pengurangan rasa nyeri dengan melihat derajat
kesadaran, berikan teknik mengurangi rasa nyeri nonfarmakologi, kolaborai
pemberian obat anti nyeri secara teratur untuk mencegah timbulnya nyeri
secara berulang (Suriadi, 2006).
Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu cemas berhubungan
dengan stres hospitalisasi. Tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam antara lain berikan
bimbingan imajinasi rekaman audio dengan MP4 rasional membantu
mengurangi kecemasan pada klien, gunakan pendekatan yang menyenangkan
dengan rasional membantu proses penyembuhan klien dengan hal yang
menyenangkan, dorong keluarga untuk menemani anak dengan rasional
membantu keaktifan klien dalam kegiatan (Siswantoro, 2009).
62
D. Implementasi
Implementasi yang diterapkan penulis untuk mengatasi diagnosa
keperawatan yang pertama yaitu hipertermia berhubungan dengan proses
inflamasi pada tonsil selama tiga hari mulai dari tanggal 9 Januari 2016
sampai 11 Januari 2016 memonitor tanda-tanda vital, memonitor suhu tubuh,
memberikan kompres hangat, memberikan obat oral paracetamol
(Asmadi, 2007).
Sedangkan diagnosa yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan
pembengkakan pada tonsil. Implementasi yang diterapkan penulis untuk
mengatasi nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil selama
tiga hari dimulai tanggal 9 Januari 2016 sampai 11 Januari 2016 antara lain
mengkaji nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan, dan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasi. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam (Nursalam, 2013),
menginstruksikan pasien untuk menginformasikan jika nyeri tidak menurun.
Mengedukasi kepada pasien dan keluarga tentang manfaat relaksasi nafas
dalam (Wong, 2009).
Implementasi yang diterapkan pada diagnosa yang ketiga cemas
berhubungan dengan stres hospitalisasi yang dilakukan selama tiga hari mulai
dari tanggal 9 Januari 2016 sampai 11 Januari 2016 berupa gunakan
pendekatan yang menyenangkan (Hardi, 2013). Memberikan tindakan
Bimbingan Imajinasi Rekaman Audio dengan MP4 untuk mengurangi
kecemasan. Intervensi diberikan bimbingan imajinasi rekaman audio
63
sebanyak 3 kali selama 2 hari, yang dilakukan saat responden atau anak
dalam keadaan tidak tidur, makan atau sedang dilakukan tindakan
keperawatan medis. Tindakan relaksasi yang mengawali bimbingan imajinasi
rekaman audio, secara fakta anak menyatakan perasaan tenang dan nyaman.
Bimbingan imajinasi rekaman audio akan membuat kedekatan anak dengan
tenaga keperawatan, meningkatkan rasa percaya diri dalam anak membina
hubungan teraupetik, sehingga anak tidak merasa sendiri, anak menjadi
kreatif dalam berimajinasi hal-hal yang positif untuk mengurangi
ketidaknyamanan anak selama dirawat (Coyne,2006).
E. Evaluasi
Penulis mengevaluasi apakah respon klien mencerminkan suatu keajuan
atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi penulis sudah
sesuai dengan teori yang ada yaitu sesuai SOAP (subjektif, objektif,
assement, dan planning). Evaluasi dilakukan setiap hari selama tiga hari yaitu
dari tanggal 9-11 januari 2016.
Catatan keperawatan pada An. T yang dirawat di ruang Melati 2 Rumah
Sakit Dr. Moewardi dimulai sejak tanggal 9 Januari 2016 sampai 11 Januari
2016. Untuk diagnosa yang pertama hipertermia berhubungan dengan proses
inflamasi. Didapatkan hasil data subjektifibu pasien mengatakan An. T suhu
tubuh anaknya naik turun data objektif pasien, S: 38,1C pasien tampak bibir
pucat dan kering. Analisa masalah keperawatan hipertermia belum teratasi,
lanjut intervensi pantau suhu tubuh. Dengan kriteria hasil suhu tubuh yang
abnormal, lemas, pucat dan bibir kering (Wilkinson,2007). Hal ini
64
menyatakan masalah hipertermi belum teratasi dan lanjut intervensi. Dengan
kriteria hasil suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan RR dalam rentang
normal, tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing (Suriadi, 2006). Hal
ini menyatakan masalah hipertermia belum teratasi.
Catatan perkembangan pada An. T yang dirawat di ruang Melati 2
Rumah Sakit Umum Daerah Moewardi dimulai tanggal 9-11 Januari 2016
diagnosa nyeri berhubungan dengan pembengkakan tonsil didapatkan hasil
evaluasi data subjektif P: ibu pasien mengatakan An. T sedikit sudah bisa
mengurangi nyerinya, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri ditenggorokan,
S: skala 4, T: nyeri sewaktu-waktu. Data objektif pasien, pasien tampak
meringis sakit saat menelan dan tampak kurang nyaman. Analisa masalah
keperawatan nyeri belum teratasi, intervensi dilanjutkan pantau skala nyeri.
Dengan kriteria hasil nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil. Mampu
mengontrol nyeri, melaporkan nyeri berkurang dengan skala nyeri,
menyatakan rasa nyaman (Syah M,2008). Hal ini menyatakan masalah nyeri
belum teratasi dan lanjutkan intervensi.
Catatan perkembangan pada An. T yang dirawat di ruang Melati 2
Rumah Sakit Umum Daerah Moewardi dimulai sejak 9-11 Januari 2016
diagnosa cemas berhubungan dengan stres hospitalisasi didapatkan hasil
evaluasi data subjektif ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak merasakan
sakit dan cemas, data objektif pasien tampak tenang, film yang diberikan pada
pasien tampak senang, dan hasil kuisoner setelah memperlihatkan pasien mp4
skornya 49. Analisa masalah keperawatan kecemasan sudah teratasi,
65
intervensi dilanjutkan. Dengan kriteria hasil cemas yaitu mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas, mengidentifikasi untuk
mengontrol cemas, mengekspresikan wajah dengan bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan (Syah M,2008). Hal ini
menyatakan masalah kecemasan belum teratasi dan lanjut intervensi. Dengan
kriteria hasil klien mampu mengidentifikasikan gejala cemas, menunjukkan
teknik mengontrol cemas, dan vital sign dalam batas normal (Suriadi, 2006).
Hal ini menyatakan masalah cemas sudah teratasi.Memberikan tindakan
Bimbingan Imajinasi Rekaman Audio dengan MP4 untuk mengurangi
kecemasan. Intervensi diberikan bimbingan imajinasi rekaman audio
sebanyak 3 kali selama 2 hari, yang dilakukan saat responden atau anak
dalam keadaan tidak tidur, makan atau sedang dilakukan tindakan
keperawatan medis. Tindakan relaksasi yang mengawali bimbingan imajinasi
rekaman audio, secara fakta anak menyatakan perasaan tenang dan nyaman.
Bimbingan imajinasi rekaman audio akan membuat kedekatan anak dengan
tenaga keperawatan, meningkatkan rasa percaya diri dalam anak membina
hubungan teraupetik, sehingga anak tidak merasa sendiri, anak menjadi
kreatif dalam berimajinasi hal-hal yang positif untuk mengurangi
ketidaknyamanan anak selama dirawat (Coyne,2006).
66
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan
diagnosa, implementasi dan evaluasi tentang pemberian Metode Bimbingan
Imajinasi Rekaman Audio terhadap Penurunan Kecemasan pada An. T
dengan Pre Op Tonsilitis di Bangsal Melati 2 RSUD Moewardi. Secara
metode Karya Tulis Ilmiah, maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Pengkajian terhadap masalah yang dialami An. T dilakukan secara
komprehensif dan diperoleh hasil yaitu ibu pasien mengatakan An. T
mengeluh tenggorokan sakit untuk menelan, panas sudah kurang lebih 2
hari. Diperoleh data objektif pasien Tekanan Darah : 90/70 mmHg,
Nadi : 90x/menit, Suhu : 38,7C, RR: 30x/menit dan pasien tampak
cemas, takut.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien adalah adalah
hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil. Diagnosa
yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan pada
tonsil. Dan yang ketiga cemas berhubungan dengan stres hospitalisasi.
3. Intervensi keperawatan diagnosa yang pertama hipertermia
berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil yaitu observasi suhu,
monitor warna kulit dan suhu kulit. Diagnosa yang kedua nyeri
67
akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil yaitu pantau skala
nyeri, kaji kebutuhan klien untuk mengurangi nyeri. Diagnosa yang
ketiga cemas berhubungan dengan stres hospitalisasi yaitu pantau
kecemasan.
4. Implementasi yang diberikan penulis sesuai dengan intervensi yang
sudah dibuat penulis Pemberian Bimbingan Imajinasi Rekaman Audio
dengan MP4 merupakan salah satu tindakan untuk mengurangi
kecemasan pada An. T yang mengalami Tonsilitis.
5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, evaluasi masalah
hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil belum
teratasi dengan intervensi pantau suhu tubuh, monitor warna kulit dan
suhu kulit. Masalah keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut
berhubungan dengan pembengkakan tonsil belum teratasi dengan
intervensi pantau skala nyeri. Masalah keperawatan yang ketiga yaitu
cemas berhubungan dengan stres hospitalisasi sudah teratsi dengan
intervensi memberikan Bimbingan Imajinasi Rekaman Audio. Dengan
observasi lembar kuisoner dari skor 288 menjadi 49 yang dilakukan
selama 2 hari 3 kali.
6. Analisa
Pemberian metode Bimbingan Imajinasi Rekaman Audio dengan MP4
merupakan salah satu tindakan untuk mengurangi kecemasan pada An.
T yang mengalami Tonsilitis.Metode bimbingan imajinasi memberikan
manfaat pada anak antara lain ; belajar untuk rileks/bersantai,
68
mempersiapkan diri bagi anak-anak menghadapi masa, menghilangkan
atau merubah perilaku yang tidak diinginkan, meningkatkan
manajemen nyeri secara efektif, perilaku pembelajaran yang diinginkan
dan baru, menjadi lebih termotivasi dalam menghadapi suatu masalah,
mengatasi atau menghilangkan marah, mengolah situasi stres dan
kecemasan
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan kepada An. T dengan
Tonsiltis mengungkapkan usulan dan masukan positif pada bidang kesehatan
antara lain :
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik anatara tim kesehatan
maupun klien, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya dan khususnya bagi klien yang
mengalami kecemasan dengan Tonsilitis.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan
keterampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan
yang lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien
Tonsilitis, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu membantu
dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya.
69
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkulitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional,
terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan
secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
70
DAFTAR PUSTAKA
Amarudin T, Samodra E, Cristanto A. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Oto Rhinol Laryngol
Ind 2007;37(1):20-31.
Artikel Penelitian Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro/SMF Kesehatan THT-KL RS Dr. Kariadi, Semarang.
Coyne, I. (2006). Children experiences of hozpitalization. Journal of Child Healt Care, 10
(4), 326-336.
D, L., Hockenberry, M., Eaton, Wilson,D., Winkelstein,M. L.& Schwartz, P.(2009). Buku
Ajar Keperawatan pediatrik.Edisi 6, (Alih bahasa : Hartono. A., Kurnianingsih. S., &
Setiawan). Jakarta : EGC.
Dahlan, M.S., 2009.Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Efiaty, Nurbaiti, Jenny, Ratna. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan.
Edisi ke 6. FKUI, 2007.
Farokah, Suprihati, Suyitno S., 2007. Hubungan Tonsilitis Kronis dengan Prestasi Belajar
pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Dalam: Riyanto W.B., 2007.
Cermin Dunia Kedokteran No. 155 (THT), Jakarta. 34
Glover, Alison J., The Incidence of Tonsillectomyin School Children, 2008. International
Journal of Epidemiolog; y37. p.9–19.
Gray RF. Adenoidectomy and Tonsillectomy. In: Synopsis of Otolaryngology. Oxford
Buttleworth Heinemann. 2006;354-8.
Hasan, R.et.al.2009. ilmu Kesehatan Anak Jilid 1,2,3. Bagian Ilmu kesehatan anak FKUI :
Jakarta.
Hermani B, Fachrudin D, Syahrial MH, Riyanto BUD, Susilo, Nazar HN et al. Tonsilektomi
Pada Anak dan Dewasa. Jakarta: HTA Indonesi 2009;1-5.
Hidayat,A.A.A.(2005). Pengatur Ilmu Keperawatan Anak 1 Jakarta : Salemba Medika.
M.M.,Daraiseh, N.M., Henson, M.A.,&Mcleod, S.M. (2009). Evalution of the magic island:
Relaxation for kids compact disc. Journal of Pediatric nursing, 35 (5), 290-295
M.M., Kuiken V.D.M.,& Broome, M.E. (2006). Playing in the park: What scool-age children
tell us about imagery. Journl of pediatric nursing, 21(2), 115-125
Nursalam , Rekawati, S., & Utami, S.(2005). Asuhan Keperawatan bayi dan anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Rahajoe Nastini, Supriyanto Bambang,dkk. Buku Ajar Anak Edisi 1, IDAI 2012.
71
Rusmarjono. Soepardi, Efiaty A. 2007. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid dalam
Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Siregar FPJ. Prevelensi Tonsilitis Akut pada Siswa yang absen di SMA Negeri 4 Medan
Bulan Juli 2011-2012.Universitas Sumatera Utara;2012.
Siswantoro B., 2003. Pengaruh Tonsilektomi Terhadap Kejadian Bakterimia Pasca Operasi
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
Supartini, Y,(2005). Buku Ajar: Konsep dasar Keperawatan anak. Jakarta: EGC.
top related