pemanfaatan energi terbarukan dalam rangka mengurangi...
Post on 09-Aug-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi
Permasalahan Lingkungan
Sebuah film dokumenter mengenai
penyediaan listrik dan bisnis tambang
batu bara akhir-akhir ini menjadi
perbincangan hangat di Indonesia. Film
dokumenter yang berjudul Sexy Killers ini
menarik untuk diikuti, film ini mengangkat
masalah-masalah yang timbul dari
kegiatan tambang batu bara di Indonesia
demi memenuhi kebutuhan listrik
masyarakat Indonesia. Film yang
diproduksi oleh Watchdoc Documentary
ini telah ditonton banyak orang dalam
waktu yang singkat. Watchdoc sendiri
merupakan salah satu rumah produksi
yang sering menampilkan film
dokumenter terkait dengan permasalahan
di Indonesia.
Singkatnya film ini menimbulkan
diskursus baik secara objektif maupun
subjektif dari masyarakat tentang
gambaran pasca kegiatan pertambangan
yang berdampak negatif untuk kehidupan
masyarakat akibat beberapa oknum tidak
bertanggung jawab. Film ini dibuka
dengan menampilkan gambaran tentang
lokasi tambang batu bara, yang
menimbulkan beberapa masalah belum
terselesaikan.
Misal tambang batu bara di
Kalimantan Timur membuat
galian/lubang tambang yang sampai kini
belum tertutupi atau direklamasi. Padahal
sesuai dengan perjanjian, setelah proses
penambangan selesai, kewajiban
perusahaan untuk melakukan reklamasi
harus dipenuhi. Puncak permasalahan
Sexy Killer adalah bekas kolam-kolam
galian tambang batu bara yang tidak
direklamasi atau ditimbun kembali, yang
menimbulkan banyak korban jiwa.
Penanggulangan kerusakan pasca
tambang batubara dan PLTU belum
diterapkan secara efektif, mulai dari
masalah airr bersih yang langka bahkan
tercemar, lumpur mencemari sawah,
wilayah pertanian kurang produktif
sampai polusi udara karena debu lalu
lintas pengangkutan batubara. Selain itu
ada banyak warga yang mengeluh tentang
dampak lingkungan dan ancaman
kesehatan.
Emisi PLTU yang menggunakan batu
bara
Selain tambang batu bara,
penggunaan batu bara menggunakan
PLTU juga menimbulkan suatu masalah. Di
dalam film ini digambarkan
pengoperasian PLTU sangat merugikan
linhkungan. Selain menyoroti Kalimantan
Timur, film ini juga menampilkan pulau
Karimunjawa dan daerah yang terdapat
PLTU di Bali, Batang, Cirebon dan Palu.
Contoh PLTU Batang di Jawa Tengah
dalam pengoperasiannya membutuhkan
batu bara dengan jumlah besar. Di sisi lain,
jarak PLTU yang dekat dengan pemukiman
warga dan proses pengoperasian PLTU
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
akan menghasilkan berbagai bahan kimia
yang sangat berbahaya, diantaranya
merkuri, PM 2.5, nitrogendioksida,
sulfurdioksida dan berbagai gas
berbahaya lainnya. Apabila gas beracun ini
terhirup manusia dapat memicu penyakit
asma hingga kanker. Di Panau, Sulawesi,
masyarakat terkena kanker paru-paru
hingga meninggal, setidaknya delapan
warga meninggal karena kanker dan
masalah paru-paru. 1
Eksploitasi energi memang tidak
dapat dipungkiri akan menimbulkan ekses
ke masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung, dan tentunya
1 Della Syahni, “Sexy Killer, Ketika Industri Batubara Hancurkan Lingkungan dan Ruang Hidup Warga”, https://www.mongabay.co.id/2019/04/16/sexy-
negara ataupun perusahaan swasta yang
mengeksploitasi energi harus melakukan
langkah preventif guna mencegah ekses
terhadap kesehatan meluas secara masif.
Dalam film ini, akibat dari tambang
batubara beragam dari kekurangan air
bersih dan terlihat tercemar, polusi udara,
dll. Jika kita telaah satu per satu,
kekurangan air bersih dan tercemar dapat
berdampak terjangkitnya wabah penyakit
kulit, sedangkan polusi udara dapat
menimbulkan sesak napas bagi
masyarakat dan yang paling parah adalah
dapat menimbulkan kanker paru-paru.
killer-ketika-industri-batubara-hancurkan-lingkungan-dan-ruang-hidup-warga/, diakses 27 Mei 2019.
Sumber : Petrus Rizki, PLTU Batu Bara sumber polusi, Kebijakan Pemerintah terhadap Energi Perlu Direvisi.
/www.mongabay.co.id/2016/09/21/pltu-batubara-sumber-polusi-kebijakan-pemerintah-terhadap-energi-
perlu-direvisi/. Diakses tanggal 5 Mei 2019.
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
Dari data dampak PLTU pada
kesehatan sudah terlihat bahwa proyek
PLTU yang ada di Indonesia saat ini
maupun yang akan datang cukup
memakan banyak korban. Meskipun baru
sebatas proyeksi, tetapi data ini diambil
dari produksi yang sekarang dan
perkiraan yang akan datang. Data di atas
cukup bisa diterima, mengingat Indonesia
menurut data Global Carbon Project pada
tahun 2017 memproduksi gas CO2
mencapai 480 juta ton. Greenpeace
menyatakan bahwa proyeksi saat ini
untuk korban akibat proyek PLTU
batubara menyasar orang dewasa hingga
anak-anak. Untuk orang dewasa, saat ini
akibat yang ditimbulkan akibat dari
paparan PM 2.5 adalah penyakit jantung
iskemik, penyakit paru-paru obstruktif,
stroke dan kanker paru-paru. Sementara
untuk ancaman anak-anak adalah infeksi
pada saluran pernafasan bawah.
Jumlah proyeksi ancaman yang
paling banyak bagi orang dewasa di
indoesia adalah stroke yakni mencapai
angka 2681 orang dan bagi anak-anak
mencapai 282 orang. Bukan hanya itu, jika
pemerintah menambah jumlah PLTU,
maka jumlah korban bisa melonjak 20%-
30%, dan yang paling banyak masih ada
pada ancaman stroke.
PLTU sebagaimana kita tahu
menghasilkan CO2 sebagai hasil
pembakaran dari batu bara. Selain CO2
sendiri terdapat beberapa bahan lain yang
dikeluarkan dari pembakaran batu bara.
Pada tabel diatas dikatakan bagaimana
produksi CO2 yang dihasilkan Indonesia
yang sangat masif. Produksi dari CO2 dapat
mengakibatkan berapa gangguan
kesehatan bagi manusia. Pada saat
Sumber : https://www.tobasatu.com/2017/01/16/pltu-labuhan-angin-banyak-masalah-dprd-sumut-
minta-pln-diberi-sanksi/
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
kandungan CO2 di udara mencapai lebih
dari 600 ppm maka tubuh manusia dapat
terkena dampak seperti sesak nafas,
berkeringat, kepala pusing, hiperventilasi,
dan pingsan.2 CO2 merupakan suatu zat
yang berbahaya dan perlu untuk
ditanggulangi.
CO2 selain merupakan gas yang
beracun, gas ini menimbulkan efek lain
yang merugikan bagi lingkungan. CO2
tersebut merupakan salah satu jenis gas
yang merupakan gas rumah kaca. Selain
CO2, jenis gas rumah kaca juga terdiri dari
karbondioksida (CO2), metana (CH4), N2O,
klorofluorokarbon (CFC-11 dan CFC-12).3
Gas rumah kaca tersebut merupakan salah
satu penyebab efek rumah kaca. Gas-gas
tersebut, seperti CO2, menyerap panas
matahari. Proses penyerapan panas
tersebut menyebabkan panas yang
seharusnya dikeluarkan dari bumi
menjadi tetap didalam bumi. Panas
tersebutlah yang akhirnya menyebabkan
efek rumah kaca sehingga terjadi
pemanasan global.4
2 D.S Robertson, “Health effects of increase in concentration of carbon dioxide in the atmosphere”, CURRENT SCIENCE, VOL. 90, NO. 12, 25 JUNE 2006. 3 Working Group I contribution to the Fourth Assessment Reportof the Intergovernmental Panel on Climate Change, “Climate Change 2007
The Physical Science Basis : Frequently Asked Questions and Selected Technical Summary Boxes”, 2007, Friesens, Canada, hlm. 9. 4 Ibid., hlm. 7.
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
Jumlah Produksi CO2 yang Besar
Jika kita melihat data yang
dikumpulkan oleh Global Carbon Project,
Indonesia menjadi produsen CO2 nomor
12 di dunia. Berdasarkan penelitian
tersebut pada tahun
2017 Indonesia telah
memproduksi sekitar
487 juta ton CO2.
Produksi dari CO2
tersebut melingkupi
hasil dari bahan bakar
seperti minyak, batu
bara, dan gas bumi
(baik dari proses
Industri maupun
bukan). Jumlah
tersebut
cenderung lebih
sedikit jika dibandingkan dengan 5 negara
penghasil CO2 terbesar, dimana peringkat
teratas dipegang oleh Tiongkok dengan
produksi CO2 sebesar 9839 juta ton; dan
Jepang di peringkat ke lima sebesar 1205
juta ton. Untuk di Indonesia sendiri,
produksi karbon cenderung untuk
meningkat selama beberapa tahun ini.
Walaupun begitu jumlah produksi karbon
tersebut bukan merupakan yang tertinggi
di selama ini. Peningkatan produksi gas
Sumber : Global Carbon Project, 2018, Global Carbon Atlas,
http://www.globalcarbonatlas.org/en/CO2-emissions, diakses tanggal 28 April 2019.
Sumber : Global Carbon Project, 2018, Global Carbon Atlas,
http://www.globalcarbonatlas.org/en/CO2-emissions, diakses tanggal 28 April 2019.
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
karbon Indonesia dapat dilihat dalam
grafik diatas.
PLTU sendiri yang menjadi
perhatian pertama diawal, bisa
menghasilkan ribuan kilo Ton emisi CO2
setiap tahun. Dalam suatu penelitian
penghitungan emisi CO2 pada PLTU
Banten, PLTU Indramayu, dan PLTU
Rembang, semua PLTU tersebut
mempunyai jumlah emisi diatas empat
ribu kilo ton.5 PLTU Banten dapat
menghasilkan 4341,7 kiloTon (kTon)
emisi CO2 setiap tahunnya; PLTU
Indramayu dapat menghasilkan 6953,1
kTon emisi CO2; sedangkan PLTU
Rembang dapat menghasilkan 5014,6
kTon emisi CO2. Jumlah emisi dari tiga
PLTU tersebut masih belum digabungkan
dengan berbagai PLTU lain yang ada di
Indonesia. Selain itu ketiga PLTU tersebut
mempunyai kapasitas 600-990 MW,
sedangkan di Indonesia terdapat PLTU
yang mempunyai kapasitas hingga 1300
MW. Sehingga bisa saja emisi CO2 yang
dihasilkan lebih besar daripada yang
diperkirakan karena semakin besar energi
listrik yang dihasilkan semakin besar pula
emisi CO2 yang dihasilkan.6
Batu Bara yang bermasalah tidak hanya
di bidang emisi
Merujuk pada definisi yang
tertuang dalam UU No 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan
5 Rizki Firmansyah Setya Budi, Suparman,
“Perhitungan Faktor Emisi CO2 PLTU Batubara
dan PLTN”, Jurnal Pengembangan Energi
Nuklir, Vol. 15, No. 1, Juni 2015, Hlm. 7.
Batubara, Reklamasi diartikan sebagai
kegiatan yang dilakukan sepanjang
tahapan usaha pertambangan untuk
menata, memulihkan, dan memperbaiki
kondisi lingkungan dan ekosistem.
Sedangkan, Pascatambang diartikan
sebagai kegiatan setelah, akhir, sebagian
atau seluruh kegiatan usaha
pertambangan untuk memulihkan fungsi
lingkungan, dan fungsi sosial. Tambang
batubara di Indonesia umumnya
dilakukan dengan sistem tambang terbuka
(open pit mining) sehingga berdampak
terhadap kerusakan lingkungan. Dampak
kerusakan lingkungan antara lain
hilangnya vegetasi hutan, flora dan fauna
serta lapisan tanah. Oleh karena itu setiap
perusahaan yang melakukan kegiatan
pertambangan wajib melaksanakan
reklamasi lahan bekas pertambangannya.7
6 Ibid., hlm. 6. 7 Sarita Oktorina, “Kebijakan Reklamasi dan Revegetasi Lahan Berkas Tambang (Studi Kasus Tambang Batu Bara Indonesia)”, Al-Ard: Jurnal Teknik Lingkungan Vol.3 No.1 – Agustus 2017
Sumber : http://kaltim.prokal.co/read/news/280703-walah-632-
lubang-tambang-tak-jelas-kapan-direklamasi.html
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
Dalam kasus tambang di Kaltim ini
galian tambang tidak dilakukan reklamasi
sehingga seolah-olah dilakukan
pembiaran terhadap perusahaan yang
melanggar peraturan. Padahal kewajiban
untik melakukan reklamasi telah diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78
Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan
Pascatambang. Padahal Peraturan
Pemerintah ini merupakan tujuan untuk
menjalankan amanat undang-undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
dalam melaksanakan pengelolaan
pertambangan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan. Terlebih
kasus ini memuncak ketika bekas galian
merenggut puluhan nyawa itu berada di
empat kabupaten/kota di Kaltim. Yakni,
Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Penajam
Paser Utara, dan Kota Samarinda. Hingga
saat ini sudah ada 32 korban tewas di
bekas galian tambang. Mayoritas korban
masih berusia 6-15 tahun. 8Sebagian besar
lokasi tambang tidak jauh dari
permukiman maupun tempat aktivitas
warga. Padahal jika kita melihat pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 4 Tahun 2012, jarak lokasi
tambang tidak boleh kurang dari 500
meter dari permukiman dan tempat
aktivitas warga.
Batu bara yang kemudian
ditambang kemudian akan digunakan
dalam PLTU. PLTU tersebut akan
8 Ilham Safutra, “Dalih Pemprov Kaltim Ketika Lobang Bekas Galian Tambang Makan Korban”, https://www.jawapos.com/jpg-
mengeluarkan gas emisi seperti yang kita
bahas pada subbab sebelumnya. Apabila
PTLU tersebut pengoperasiannya dekat
dengan permukiman warga akan
menghasilkan berbagai bahan kimia yang
sangat berbahaya. Apabila gas beracun ini
terhirup manusia akan mengakibatkan
penyakit asma hingga kanker. Secara
moral negara sudah sepatutnya
memikirkan bagaimana masyarakat bisa
mendapatkan lingkungan yang sehat
seperti yang sudah diamanatkan dalam
pasal 28H UUD 1945 bahwa lingkungan
hidup yang baik dan sehat merupakan hak
asasi setiap warga negara Indonesia. Hal
ini perlu didorong dengan kualitas
lingkungan hidup yang baik diatur dalam
UU PPLH 32/2009 bahwa kualitas
lingkungan hidup yang semakin menurun
telah mengancam kelangsungan
perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya sehingga perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan yang
sungguh-sungguh dan konsisten oleh
semua pemangku kepentingan.
Upaya untuk memberikan lingkungan
yang sehat dan mengurangi emisi gas
rumah kaca
Jika melihat kasus pada film Sexy
Killer, ada beberapa masalah lingkungan
dan kesehatan yang disebabkan oleh
today/03/12/2018/dalih-pemprov-kaltim-ketika-lobang-bekas-galian-tambang-makan-korban/, diakses 27 Mei 2019.
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
pertambangan batu bara. Selain itu
dampak penggunaan batu bara pada
PLTU yang menghasilkan CO2
dengan jumlah sangat besar dapat
menimbulkan kerusakan
lingkungan yang sangat besar pula
seperti pemanasan global. Dalam
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945,
disebutkan bahwa setiap orang
berhak mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Pasal
28H ayat (1) tersebut membuat
negara wajib untuk menyediakan
bagi segenap rakyatnya lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Sehingga
negara seharusnya bertanggungjawab
menemukan penyelesaian terhadap
permasalahan lingkungan tersebut.
Selain itu Indonesia pada tahun
2015 telah mengikatkan diri terhadap
Paris Agreement. Dalam Pasal 2 Paris
Agreement tersebut diatur bahwa
contracting state dalam hal pembangunan
berkelanjutan sepakat untuk mengurangi
produksi gas emisi rumah kaca. Hal ini
kemudian ditegaskan dalam Pasal 4 Paris
Agreement. Pasal 4 tersebut menyatakan
bahwa penurunan jumlah dari emisi gas
rumahkaca harus dicapai dengan segera
sesuai dengan keadaan dari tiap-tiap
negara. Setelah itu ditekankan bahwa
setiap negara yang menandatangi Paris
Agreement harus berusaha untuk
merencanakan pembangunan jangka
panjang yang rendah akan gas rumah kaca.
Semuanya dilakukan dengan tujuan untuk
menanggulangi perubahan iklim, dan
pemanasan global dibawah 2℃. Oleh
karena itu, Indonesia yang mengikatkan
diri pada Paris Agreement seharusnya
mencari penyelesaian terhadap
permasalahan jangka panjang terhadap
permasalahan lingkungan termasuk Gas
Emisi.
Ketentuan pada Pasal 28H ayat (1)
UUD 1945 dan Paris Agreement telah
memerintahkan bagi negara untuk
menjamin lingkungan hidup yang baik dan
upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.
Tetapi pada hukum yang lebih specialis
masih belum terdapat regulasi yang
mengatur tentang bagaimana
penyelesaian masalah dari emisi gas
rumah kaca tersebut. Proyeksi bauran
energi di Indonesia, terutama dalam
pembangkit tenaga listrik, batu bara masih
Sumber :
https://www.un.org/sustainabledevelopment/climate-action/
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
menempati posisi paling tinggi. Dalam
Keputusan Menteri ESDM Nomor 39
K/20/MEM/2019, penggunaan batubara
masih dalam kisaran 54,6% pada tahun
2025 dari total seluruh energi pembangkit
listrik di Indonesia. Jumlah ini menurun
jika dibandingkan dengan tahun lalu
dimana penggunaan batubara di Indonesia
masih dalam kisaran 58,6%. Walaupun
menurun tetapi dapat disimpulkan bahwa
produksi emisi CO2 masih akan tetap tinggi
sampai pada tahun 2025.
Tetapi jika kita melihat Keputusan
Menteri ESDM Nomor 1567
K/21/MEM/2018, terdapat perubahan
pada proyeksi bauran energi pembangkit
listrik. Perubahan tersebut salah satunya
adalah kenaikan persenan penggunaan
energi terbarukan dari total penggunaan
pada pembangkit listrik. Penggunaan
energi terbarukan (EBT) meningkat dari
11% menjadi maksimal sebesar 22,5%
pada tahun 2025. Jumlah ini terus
meningkat dimana dalam Keputusan
Menteri ESDM Nomor 39
K/20/MEM/2019 penggunaan EBT dalam
pembangkit listrik meningkat menjadi
23% keatas pada tahun 2025-2028.
EBT menjadi menarik disini.
Ditengah keadaan Indonesia yang telah
meratifikasi Paris Agreement yang
mewajibkan pengurangan emisi gas
rumah kaca, energi terbarukan dapat
menjadi suatu penyelesaian. Seperti yang
kita tahu sebagian besar sumber daya
yang digunakan untuk membangkitkan
energi listrik menggunakan batu bara
sehingga emisi CO2 yang dihasilkan untuk
kepentingan ini juga semakin besar.
Energi terbarukan (EBT), berdasarkan
pada UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi, mempunyai arti energi yang
berasal dari sumber daya energi
berkelanjutan seperti panas bumi, angin,
Sumber : https://wow.tribunnews.com/2018/07/02/presiden-jokowi-bakal-
resmikan-pembangkit-listrik-tenaga-angin-di-sulawesi-selatan
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
bioenergi, sinar matahari, terjunan air, dan
lain-lain.9 Melihat definisi tersebut, dapat
dilihat bahwa EBT merupakan salah satu
bentuk energi yang ramah lingkungan
dengan melihat dari sumber-sumber
energi yang tidak atau minim
mengeluarkan gas emisi dalam prosesnya.
Sehingga apabila EBT ini dimanfaatkan
dengan baik dan maksimal maka dapat
mengurangi penggunaan batu bara. Hal ini
akan berimplikasi pada pengurangan
jumlah CO2 yang diproduksi dan
berkurangnya tambang batu bara yang
merusak lingkungan dalam prosesnya.
RUU EBT sebagai awal kedaulatan
energi di bidang EBT
Sebagaimana yang sudah
dijelaskan diatas terkait sumber energi
yang digunakan di Indonesia sebagian
besar masih tergantung oleh Minyak dan
batu bara. Maka dari itu kita perlu solusi
konkret yang dapat setidaknya
mengurangi ketergantungan kita pada
minyak dan batu bara dalam hal sumber
energi.
Indonesia tercatat telah
memanfaatkan energi baru dan
terbarukan sebagai sumber energi, tetapi
jumlahnya masih tidak signifikan yakni
hanya 0.2% saja untuk saat ini.10 Padahal
Indonesia memiliki banyak sekali sumber
9 Lampiran Keputusan Menteri ESDM Nomor 39 K/20/MEM/2019 halaman III-10 10 Imam Kholiq, “Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Energi Terbarukan Untuk Mendukung Substitusi BBM”, Jurnal IPTEK, Vol 19 No.2, Desember 2015, hlm. 76.
energi baru dan terbarukan yang potensial
untuk dikembangkan.
Yang pertama adalah air, dengan
keadaan alamnya yang cukup asri
Indonesia sangatlah bisa memanfaatkan
air sebagai sumber energi bagi
masyarakatnya. Besar potensi energi air di
Indonesia saja adalah 74.976 MW dan
yang baru termanfaatkan baru sekitar
3.105 MW.11 Oleh karena itu dengan
potensi yang sebesar itu tentunya harus
dimanfaatkan guna mengurangi
ketergantungan terhadap minyak dan
batu bara yang jumlahmya semakin
menipis.
Yang kedua adalah panas bumi, ini
sebagai akibat dari membentang luasnya
jalur gunung berapi yang ada di Indonesia
dengan panjang 7500km dan lebar 50-
200km, berdasarkan penelitian potensi
energi panas bumi di Indonesia mencapai
19.658 MW dengan rincian di Pulau Jawa
8.100 MW, Sumatera 4.885 MW sisanya
tersebar di Sulawesi dan di kepulauan
lainnya.12 Masih banyak sekali energi baru
yang dapat dikembangkan di Indonesia
seperti biodiesel, surya, alkohol dll.
Dengan potensi yang sedemikian besar
tadi, energi baru dan terbarukan ini bisa
sangat dikembangkan dari sisi pendanaan,
regulasi, dll.
11 Abubakar Lubis, “Energi Terbarukan Dalam Pembangunan Berkelanjutan”, J.Tek.Ling, Vol.8 No.2 Jakarta, Mei 2007, hlm. 158. 12 Ibid., hlm. 161.
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
Akan tetapi sebelum kita berjalan
terlalu jauh tentang pengembangannya,
terlebih dahulu kita harus mengetahui
sebenarnya apa itu energi baru dan energi
terbarukan itu sendiri? Jika kita melihat
pada RUU tentang energi baru dan
terbarukan, definisi dari energi baru ialah
semua jenis energi yang berasal dari atau
dihasilkan dari teknologi baru
pemgolahan sumber energi
tidak terbarukan dan sumber
energi terbarukan. Artinya
energi baru ini bisa berasal dari
temuan setelah adanya
penemuan energi dari
eksploitasi tambang dan bisa
juga berasal dari energi
terbarukan itu sendiri. Dalam
RUU Energi baru dan
terbarukan ini disebutkan
contoh sumber energi baru
adalah seperti nuklir, hidrogen,
gas metana dll. Sementara
energi terbarukan menurut
RUU definisinya adalah energi yang
berasal atau dihasilkan sumber energi
terbarukan itu sendiri. Contoh dari
sumber energi terbarukan adalah panas
bumi, angin, bioenergi dll.
Dalam hal pengembangan dari sisi
regulasi sebenarnya pemerintah dan
legislatif sudah cukup bagus untuk
menginisiasi adanya RUU EBT ini. Seperti
dalam perumusan UU ini, pemerintah
cukup serius mempertimbangkan EBT ini
nantinya akan dijadikan tulang punggung
energi dan pembangunan di Indonesia. Ini
terlihat dalam pasal 3 huruf b RUU EBT ini
yang berbunyi "Menjadikan energi baru
dan terbarukan sebagai modal
pembangunan berkelanjutan yang
mendukung perekonomian nasional dan
memperkuat serta mengembangkan posisi
industri dan perdagangan Indonesia.”
Dalam pasal ini terlihat bahwa EBT ini
nantinya bukan hanya dijadikan sumber
energi cadangan bagi masyarakat saja
tetapi juga nantinya dikembangkan lagi
sedemikian rupa untuk menambah
pemasukan negara guna membiayai
pembangunan. Selain itu EBT ini nantinya
juga digunakan untuk menciptakan
lapangan kerja baru bagi masyarakat
seperti yang tertera pada pasal 3 huruf h.
Terkait dengan penguasaannya,
pemerintah juga sepertinya menaruh
perhatian khusus pada EBT ini. Dalam
pasal 4 RUU EBT ini dikatakan bahwa EBT
ini sebagai kekayaan alam nasional dan
sepenuhnya dikuasai oleh negara.
Dikarenakan energi baru ini sumbernya
Sumber : https://www.batamnews.co.id/berita-4325-malaysia-bangun-
pembangit-listrik-tenaga-surya-berkekuatan-9000-mw.html
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
bisa berasal dari sumber energi baru
ataupun energi tidak terbarukan berarti
merujuk pasal a quo juga energi baru dan
terbarukan ini sama hakikatnya dengan
bumi yakni dikuasai negara sepenuhnya
dan negara memiliki kewenangan penuh
terkait penggunaannya dengan
dimilikinya hak menguasai negara.
Selain itu jika kita melihat lebih
dalam lagi. Dalam RUU EBT, Pemerintah
memudahkan dalam pengembangan dan
pengelolaan Energi terbarukan. Dalam hal
ini RUU EBT mengatur insentif-insentif
terhadap badan usaha yang bergerak di
bidang pengelolaan EBT. Insentif tersebut
sesuai dengan Pasal 34 ayat (2) RUU EBT
adalah :
a. kemudahan dalam memproduksi dan
sertifikasi bahan bakar cair lokal
berbasis biomassa dan biofuel;
b. pembebasan atau pengurangan bea
masuk;
c. pembebasan atau pengurangan pajak
pertambahan nilai selama dalam hal
menggunakan teknologi dan jasa dalam
negeri;
d. pembebasan atau pengurangan pajak
penghasilan Badan Usaha untuk jangka
waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun;
dan/atau
e. jenis insentif lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Insentif ini dapat membuat Badan Usaha
yang bergerak dalam bidang pengelolaan
EBT menjadi mudah dalam pengelolaan
usahanya. Selain itu hal ini dapat memacu
upaya pengelolaan EBT yang semakin
masif pula.
Pemanfaatan EBT dalam
penyediaan tenaga listrik juga diatur
dalam RUU EBT. Pada Pasal 22 ayat (1)
RUU tersebut disebutkan bahwa
pemerintah menugaskan perusahaan
listrik negara (PLN) untuk membeli tenaga
listrik dengan memanfaatkan EBT atau
Sumber Energi Baru. Kewajiban
pemerintah yang menugaskan PLN untuk
menggunakan EBT dapat menjadi solusi
dari pengunaan PLTU yang eksploitatif
dan merusak lingkungan.
Potensi EBT yang besar di
Indonesia dan dengan regulasi yang
mendukung pengembangan EBT di
Indonesia akan semakin mempermudah
untuk EBT menjadi berkembang, Oleh
karena itu seharusnya dengan
disahkannya RUU EBT akan
mengembangkan pengelolaan EBT.
Berkembangnya EBT terutama di bidang
penggunaan tenaga listrik akan
memperbesar presentase penggunaan
EBT dalam pembangkit tenaga listrik.
Dimana implikasinya pembangkit listrik
yang eksploitatif dan merusak lingkungan
seperti batu bara dan BBM dapat
berkurang presentase penggunaannya
dalam pembangkit tenaga listrik.
Kesimpulam
Dengan telah dibentuknya RUU
terkait energi baru dan terbarukan ini
diharapkan dapat menjadi solusi dari sisi
regulasi dalam memudahkan penggunaan
energi terbarukan. RUU energi terbarukan
Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Mengurangi Permasalahan
Lingkungan
Kabinet Gelora Pembebasan
dapat memberi kepastian hukum terkait
kedaulatan Indonesia terhadap energi
baru dan terbarukan yang ada
didalamnya. RUU tersebut juga dapat
memberi kemudahan bagi perusahaan
dalam upaya mengembangkan energi
tersebut. Serta pada akhirnya diharapkan
dapat memperbesar presentase
penggunaan EBT dalam sumber daya
pembangkit listrik.
Semua hal tersebut dilakukan demi
menjaga lingkungan yang baik sesuai
dengan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
Presentase EBT yang besar akan
mengurangi penggunaan Batu Bara dalam
pembangkit listrik. Dikarenakan batu bara
bersifat eksploitatif dalam
pengambilannya dari alam serta
pengolahannya yang menghasilkan CO2.
Diharapkan batu bara dapat digantikan
posisinya oleh EBT yang lebih ramah
lingkungan sehingga berimplikasi pada
lingkungan yang baik dan sehat.
Daftar Pustaka
Keputusan Menteri ESDM Nomor 1567 K/21/MEM/2018 Keputusan Menteri ESDM Nomor 39 K/20/MEM/2019
Kholiq, Imam, “Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Energi Terbarukan Untuk Mendukung Substitusi BBM”,
Jurnal IPTEK, Vol 19 No.2, Desember 2015.
Lubis, Abubakar, “Energi Terbarukan Dalam Pembangunan Berkelanjutan”, J.Tek.Ling, Vol.8 No.2 Jakarta, Mei
2007.
Oktorina, Sarita, “Kebijakan Reklamasi dan Revegetasi Lahan Berkas Tambang (Studi Kasus Tambang Batu
Bara Indonesia)”, Al-Ard: Jurnal Teknik Lingkungan Vol.3 No.1 – Agustus 2017
Paris Agreement Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan Konsep 2 Agustus 2018
Rizki Firmansyah Setya Budi, Suparman, “Perhitungan Faktor Emisi CO2 PLTU Batubara dan PLTN”,
Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, Vol. 15, No. 1, Juni 2015, Hlm. 7. Robertson, D.S, “Health effects of increase in concentration of carbon dioxide in the atmosphere”, CURRENT
SCIENCE, VOL. 90, NO. 12, 25 JUNE 2006.
Safutra, Ilham, “Dalih Pemprov Kaltim Ketika Lobang Bekas Galian Tambang Makan Korban”,
https://www.jawapos.com/jpg-today/03/12/2018/dalih-pemprov-kaltim-ketika-lobang-bekas-galian-
tambang-makan-korban/, diakses 27 Mei 2019.
Syahni, Della, “Sexy Killer, Ketika Industri Batubara Hancurkan Lingkungan dan Ruang Hidup Warga”,
https://www.mongabay.co.id/2019/04/16/sexy-killer-ketika-industri-batubara-hancurkan-lingkungan-
dan-ruang-hidup-warga/, diakses 27 Mei 2019.
Working Group I contribution to the Fourth Assessment Reportof the Intergovernmental Panel on Climate Change, “Climate Change 2007 The Physical Science Basis : Frequently Asked Questions and Selected Technical Summary Boxes”, 2007, Friesens, Canada.
top related