panduan praktek
Post on 28-Dec-2015
44 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Praktikum I
PEMERIKSAAN AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG DAN INTERPRETASI EKG
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat :
1. Melakukan pemeriksaan aktifitas listrik jantung dengan menggunakan alat EKG
2. Menginterpretasi aktifitas jantung pada gambaran EKG
3. Membuat kesimpulan mengenai gambaran EKG
Alat yang digunakan :
1. Tempat tidur
2. Mesin & Kertas EKG
Aktivitas Listrik Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang mampu menghasilkan muatan listrik.Tubuh
merupakan sebuah konduktor yang baik,dengan demikian impuls yang dihasilkan jantung
dapat menjalar keseluruh tubuh sehingga potensial aksi yang dipancarkan oleh jantungdapat
diukur dengan Galvanometer melalui elektroda-elektroda yang diletakan pada berbagai
tempat. Grafik yang tercatat melalui rekaman ini disebut elektrocardiogram (EKG).
Aktivitas listrik jantung dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya aktivitas sistim saraf
otonom, keadaan anatomi struktur jantung , keadaan otot jantung, kondisi sistem konduksi
jantung, penggunaan obat tertentu, dan konsentrasi elektrolit dalam serum, oleh karena itu
kesimpulan hasil EKG harus disertai dengan hasil pemeriksaan fisik, anamnesa dan keadaan
klinis klien.
Jantung dapat berkontraksi secara teratur karena mendapat impuls secara teratur dari pace
maker alamiah (SA Node) yang akan dilanjutkan ke sistem konduksi lainnya yaitu AV Node,
Bundlle of His, dan Purkinye Fibers.
Terbukanya saluran ion Na dan Ca pada membran sel otot jantung menyebabkan ion ini
dengan mudah masuk kedalam sel otot jantung dan dengan segera menimbulkan perubahan
potensial membran dimana intrasel menjadi lebih elektro positif dan menimbulkan proses
depolarisasi, keadaan ini dinamakan potensial aksi. Setelah fase depolarisasi berlalu, membran
sel akan mengalami repolarisasi, yaitu keadaan dimana ion-ion kembali keposisi semula dan
intrasel kembali menjadi lebih elektro negatif. Pada fase depolarisasi terdapat masa refrakter
dan pada masa ini otot jantung tidak dapat dirangsang. Rangsangan baru dapat diterima jika
sel sudah mengalami proses repolarisasi sempurna.
Masa refrakter sangat penting bagi fungsi jantung untuk mempertahankan irama jantung
secara regular dan memberi waktu yang cukup bagi jantung untuk berkontraksi dan
1
berelaksasi, sehingga fungsi hemodinamik jantung dapat dipertahankan dengan baik dan
efektif.
Adanya rangsang pada saat proses repolarisasi belum sempurna memungkinkan
terjadinya salah satu dari empat hal dibawah ini :
1) Rangsang tiba pada permulaan fase repolarisasi. Jantung sama sekali tidak
dapat dirangsang, masa ini disebut masa refrakter absolut. Hubungan dengan EKG pada
fase ini terletak pada diantara permulaan kompleks QRS sampai kira-kira puncak
gelombang T
2) Rangsang tiba sesudah masa refrakter absolut. Pada masa ini rangsang yang
sangat kuat akan mendapat respon elektris, tetapi potensial aksi yang dihasilkan tidak
normal Periode ini dinamakan masa refrakter relatif. Dalam hubungannya dengan EKG
periode ini terletak pada sisi menurunnya gelombang T.
3) Rangsang tiba pada bagian awal masa refrakter relatif. Pada fase ini rangsang
yang sangat kuat dapat membangkitkan respons elektris yang menimbulkan sebuah
potensial aksi. Masa ini disebut masa refrakter efektif
4) Rangsang tiba sesudah masa refrakter relatif. Pada fase ini rangsang yang
lemahpun dapat membangkitkan respons elektris yang menimbulkan sebuah potensial
aksi. Masa ini disebut masa supernormal exitability. Hubungan dengan EKG, periode ini
terdapat pada akhir dari gelombang T.
Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang dibagi dengan garis tipis ( 1 mm x 1 mm) dan
garis sedikit tebal (5 mm x 5 mm). Aksis horizontal menggambarkan waktu, dan kecepatan
mencatat mesin EKG adalah 25 mm/detik. Dengan demikian 1 mm horizontal sama dengan
0.2 detik. Aksis vertikal menggambarkan amplitudo (voltage). Standar baku amplitudo untuk
voltage adalah 1 atau 10 kotak berukuran 0.1 mm (1 cm) sama dengan 1 mVolt. Stardarisasi
ini harus konsisten agar dengan melihat amplitudo dapat dilihat adanya perubahan amplitudo
dalam gambaran EKG yang menunjukkan perubahan konduksi jantung. Apabila gambaran
EKG yang terekam terlalu kecil, standarisasi amplitudo dapat dirubah menjadi 2 mVolt atau
sebaliknya jika amplitudonya terlalu tinggi, voltagenya dirubah menjadi 0.5 mVolt.
Elektroda
Elektroda berdasarkan polaritasnya dibagi menjadi elektroda positif (anoda) dan elektroda
negatif (katoda) dan netral (ground).
Elektroda dibuat dari bahan yang dapat menjamin resistensi yang rendah antara kulit dan
permukaan elektroda. Dan untuk memperoleh gambaran EKG yang jelas pada setiap
pemasangan elektroda harus dibubuhi jelly atau krim yang berfungsi untuk meminimalkan
resistensi.
2
EKG dapat direkam antara 2 kutub ( positif dan negatif) yang dipasang dipermukaan
tubuh dengan sebuah elektroda netral sebagai kontak ketiga dan diletakkan di tungkai yang
bertujuan untuk menyalurkan arus listrik yang berlebihan ketanah. EKG standar dibuat
sebanyak 12 sadapan pada tempat yang mampu memberikan gambaran aktivitas listrik
jantung.
Teknik Perekaman
1) Persiapan orang yang akan di EKG
Orang yang akan di EKG harus berada dalam keadaan relaks, tenang, dan berbaring
terlentang, serta tidak dalam keadaan terlalu kenyang atau terlalu lapar.
Badan yang berminyak atau kotor, terutama pada area tempat pemasangan elektroda
harus dibersihkan terlebih dahulu.
2) Ruang untuk pemeriksaan EKG harus sejuk, tenang dan nyaman. Tidak berdekatan
dengan alat X-Ray, mesin bermotor, atau mesin bertegangan tinggi. Selama perekaman
benda-benda elektronik ( AC, TV, Heater. radio) sebaiknya dimatikan. Tempat tidur
sebaiknya terbuat dari kayu atau bahan non-konduktor, dan tidak bersentuhan dengan
dinding yang mengandung kabel listrik.
3) Alat EKG diletakkan ditempatnya/diatas meja dan kabel mesin EKG tidak boleh
melewati badan pasien atau dibawah tempat tidur pasien untuk mencegah timbulnya AC
interferensi.
4) Prosedur perekaman
Pertama aturlah standarisasi 1 mVolt untuk semua sandapan.
Periksalah semua elektroda apakah sudah terpasang tepat pada tempat yang seharusnya
dengan sebelumnya sudah memberikan jelly secara merata.
5) Sandapan EKG
Elektroda yang dipasang pada tempat tertentu pada tubuh merupakan 1 sandapan. Garis
hipotetis yang menghubungkan 2 elektroda disebut poros sandapan. Terdapat 3 macam
sandapan :
a) sandapan bipolar (sandapan standar)
b) sandapan unipolar ekstremitas
c) sandapan unipolar precordial
a. Sandapan Bipolar (Standard Lead / I, II,
III )
Sandapan bipolar mengukur perbedaan potensial antara 2 elektroda pada permukaan
tubuh. Sandapan bipolar disebut sandapan standard dan ditandai dengan I, II, dan III.
Sandapan I : elektroda positif dihubungkan dengan lengan kiri (LA) dan elektroda negatif
dihubungkan dengan lengan kanan (RA)
3
Sandapan II : Elektroda positif dihubungkan dengan kaki kiri (LL), dan elektroda negatif
dengan lengan kanan (RA).
Sandapan III : Elektroda positif dengan kaki kiri (LL) dan elektroda negatif dengan
tangan kiri (LA).
Gambaran EKG pada sandapan ini menunjukkan :
Sandapan I : Keadaan jantung kiri lateral
Sandapan II Berjalan parallel dengan arah vector yang normal
Sandapan III : Keadaan jantung kanan dan bawah
Oleh karena pertama kali digunakan oleh Einthoven untuk mengetahui perbedaan
potensial listrik pada bidang frontal, ketiga sandapan ini dikenal dengan segitiga Einthoven.
b. Sandapan unipolar limb lead (aVR, aVL,
aVF)
Sandapan ini hanya mengukur potensial listrik pada satu titik, sehingga disebut sandapan
unipolar. Sandapan ini pertama kali digunakan oleh Wilson. Selanjutnya Goldberger
memperbaharui teknik perekaman dengan sandapan ekstremitas yang diperbesar. (a VR, a VL,
a VF).
Sandapan a VR = sandapan unipolar lengan kanan yang diperkuat.
Sandapan a VL = sandapan unipolar lengan kiri yang diperkuat.
Sandapan a VF = sandapan unipolar tungkai kiri yang diperkuat.
Gambaran EKG pada sandapan ini menunjukan
a VR : keadaan jantung kanan
a VL : keadaan jantung kiri dan lateral
a VF : keadaan jantung bawah
c. Sandapan uniporal prekordial
Sandapan unipolar dada ditandai dengan huruf V
Penempatan elektroda sebagai berikut:
V1 : ruang iga keempat pada garis sternal kanan
V2 : ruang iga keempat pada garis sternal kiri
V3 : terletak diantara V2 dan V4
V4 : ruang iga kelima pada garis mid clavicularis kiri
V5 : garis aksila depan
V6 : garis aksila tengah
V7 : garis aksila belakang
V8 : garis scapula belakang
V9 : batas kiri columna vertebralis
V3R: lokasinya sama dengan V3 teapi di sebelah kanan
V4R: sampai V9R sama dengan sandapan-sandapan di atas hanya letaknya di dada
sebelah kanan
4
Gambaran EKG pada sandapan ini menunjukan:
V1 : keadaan jantung anterior atas kanan dan anteroposterior
V1, V2, V3 : keadaan jantung anteroseptal
V4 : keadaan jantung antero apical
V5-V6 : keadaan jantung anterolateral atau jantung kiri lateral.
Dari sandapan-sandapan di atas dapat menunjukan keadaan jantung sebagai berikut:
- keadaan jntung anteroseptal pada sandapan : V1, V2, V3
- keadaan jantung apical : I, II, III
- keadaan jantung superior : I, a VL
- keadaan jantung anterior : II, III, a VR
- keadaan jantung anterolateral : I, a VL, V5, danV6.
Elektrokardiogram yang normal
EKG adalah suatu rekaman yang ditimbulkan oleh perubahan aktivitas listrik jantung
yang ditandai dengan gelombang P, Q, R, S, T dan U.
Gelombang P
Gelombang P merupakan depolarisasi atrium dan merupakan perjalan impuls dan impuls
SA. Gelombang P yang normal waktu <0,08 detik dan amplitudo < 3 mm (2,5mm) dan di aVR
selalu negatif.
Gelombang Q
Menggambarkan awal dari depolarisasi ventrikel. Gelombang Q pada sadapan aVR adalah
normal.
Gelombang Q menggambarkan keadaan pathologis (nekrosis jaringan miokard) jika dijumpai
karakteristik sebagai berikut :
Lebar (waktu) lebih dari 0.04 detik (1mm)
Dalamnya lebih dari 25% amplitudo gelombang R
Gelombang R
Merupakan defleksi positif pertama dari kompleks QRS, yang menggambarkan fase
depolarisasi ventrikel.
Gelombang S
Merupakan defleksi negatif sesudah gelombang R, yang juga menggambarkan
depolarisasi ventrikel
Gelombang T
Gelombang T ditimbulkan oleh proses repolarisasi ventrikel. Waktu gelombang T
biasanya 0,10-0,25 detik. Gelombang T positif I dan II; mendatar bifasis atau negatif di aVL
dan aVF; negatif di V1 dan positif do V2 sampai V6.
5
Gelombang U
Gelombang U adalah defleksi positif yang kecil sesudah gelombang T, disebut juga
after potensial. Gelombang U yang negatif selalu berarti abnormal.Bila amplitudo gelombang
U > dari gelombang T menggambarkan hipokalemia
P-R interval
P-R interval menunjukan waktu antara depolarisasi atrium sampai dengan permulaan
depolarisasi ventrikel. P-R interval diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan
QRS kompleks. P-R interval waktu 0,12-0,20 detik.
P-R Segmen
P-R segmen merupakan perlambatan transmisi impuls di simpul AV P-R segmen diukur
dari akhir gelombang sampai permulaan QRS kompleks.
QRS kompleks
QRS kompleks menunjukan depolarisasi ventrikel jantung. Nilai normal < 0.12.
Interval QRS > 0.12 dijumpai pada Bundle Branch Block (BBB) atau hiperkalemia
S-T segmen
ST segmen adalah interval antara akhir QRS kompleks dengan permulaan gelombang
T. ST segmen biasanya anisoelektrik dan waktunya antara 0,05-0,15 detik.
S-T interval
ST interval diukur dari QRS sampai akhir gelombang T.
Q-T interval
QT interval menunjukan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi dan repolarisasi
ventrikel. QT interval diukur mulai dari permulaan QRS kompleks sampai akhir gelombang T.
Waktu QT interval 0,35-0,44 detik. QT interval tergantung frekuensi jantung.
1
2
3
6
Rate of Impulse Formation
(Impulses Per Minute )
1. S-A Node = 60 – 40
2. A – V Junction = 40 – 60
3. Ventricle = 20 - 40
LKA LKIV1 V2
V3
V4 V5
V6
Precordial – leads(Chest – leads )
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
aVF(+)(+)(+)
(+)
aVL(+)(+)aVR
I
IIIII
Heart Rate
0.04”
0.2”
1 mm 5 mm
1 mm
5 mm
P
Q
R
S
T
U
1
2
3
4
5
6
7
8
9a
b
c
7
Untuk kecepatan kertas EKG = 25 mm / 1 detikBila antara QRS complex dgn. QRS berikutnya satu kotak besar berarti Heart Rate-nya = 300 / menit
Gabungan bidang proyeksi Vektor (Impuls) dari Einthoven & (Bipolar)Goldberger (monopolar) “Bidang Frontal”
- leads = I , II , III = Bipolar
- leads = aVR , aVL , aVF = Monopolar (Limb – leads).
Tata Kerja Praktikum
Pemeriksaan EKG
1. Persiapan Alat-alat
a. Mesin EKG yang sudah disiapkan dengan 3 kabel, yaitu :
1) Satu kabel untuk listrik (power)
2) Satu kabel untuk bumi (ground)
3) Satu kabel untuk pasien (patient cable)
b. Plat elektroda, yaitu :
1) Elektroda ekstremitas dikaitkan dengan ban pengikat
2) Elektroda dada dengan ban pengisap
c. Jeli elektroda
d. Kertas EKG
e. Kertas tissue
f. Kapas alkohol/ alkohol 70%
g. Pisau cukur (bila perlu)
2. Cara Menempatkan Elektroda
a. Elektroda extremitas atas dipasang pada pergelangan tangan kanan dan kiri.
b. Elektroda extremitas bawah dipasang pada pergelangan kaki kanan dan kiri bagian
dalam.
c. Posisi pada pergelangan tidak mutlak, bila diperlukan dapat dipasang sampai ke
bahu kiri/kanan, pangkal paha kiri/kanan. Kemudian kabel dihubungkan :
1) Merah (RA) : lengan kanan
2) Kuning (LA) : lengan kiri
3) Hijau (LL) : tungkai kiri
4) Hitam (RL) : tungkai kanan (sebagai ground)
d. Elektroda harus selalu terpasang pada :
1) V1 : Ruang sela iga IV disebalah pinggir kanan sternum
2) V2 : ruang sela iga IV disebelah pinggir kiri strenum
3) V3 : ditengah antara V2 dan V4
4) V4 : ruang sela iga ke V pada garis miklavikula kiri
5) V5 : garis aksilaris anterior kiri setinggi V5
6) V6 : garis midaksilaris kiri setinggi V5
e. Hidupkan mesin EKG (power on), biarkan sebentar untuk pemanasan
f. Periksa kembali standarisasi dari EKG, yaitu :
1) Kalibrasi 1 mV
2) Kecepatan 25 mm/detik
8
3) Setelah itu dilakukan kalibrasi dengan menekan tombol RUN/ START, dan
setelah kertas bergerak tombol kalibrasi ditekan 3 kali berturut-turut, dan
periksa apakah tinggi hasil kaliberasi 10 mm (1 mV)
g. Dengan memindahkan LEAD Selector, buat pencatatan EKG secara berturut-turut :
LEAD I, II, III, 2VR, 2VL, 2VF, V1-V6
h. Selesai pencatatan pindahkan lagi ke LEAD Selector Kalibrasi dan lakukan
kalibrasi sebanyak 3 kali
i. Matikan mesin EKG
j. Rapikan pasien dan alat-alat
k. Catat hasilnya di pinggir kiri atas kertas EKG :
1) Nama pasien
2) Umur
3) Tanggal dan jam perekaman
4) Yang membuat perekaman pada kiri bawah
Di bawah tiap LEAD, diberi tanda LEAD berapa
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Sebelum bekerja periksa dahulu voltase mesin EKG.
2. Alat selalu dalam posisi STOP bila tidak digunakan.
3. Rekaman dilakukan masing-masing LEAD 3-4 kompleks.
4. Kalibrasi dapat dipakai ½ mV bila gambar terlalu besar, atau 2 mV bila gambar terlalu
kecil.
5. Hindari gangguan listrik dan mekanik seperti : jam tangan, tremor, bergerak, atau
batuk.
Dalam perekaman EKG, perawat harus menghadap pasien
Hitunglah frekuensi denyut jantung dengan perhitungan sbb.:
___300___ atau __1500____
kotak besar kotak kecil
9
Laporan Praktikum I
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1…………………………………………..
2. ………………………………………….
3. ………………………………………….
4. …………………………………………..
I. Tujuan
Praktikum : ..................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
....................................................................................
II. Evaluasi
EKG
1. HR : x/m
2. gel P :
Posisi ......................................................................................................
Waktu ..........................................................................................................
Amplitudo .......................................................................................................
3. P-R interval : ........................................................................................................
4. QRS complex : ...................................................................................................
5. ST segment : ........................................................................................................
.....................................................................................................
6. Gel.T : Posisi ................................................................................................
Amplitudo : .........................................................................................................
Kesimpulan :
………………………………………………………….................................
..............................................................................................................
...............................................................................................................
..............................................................................................................
10
Hasil Rekaman EKG
Nama : Tgl ....................... TD .............................
I II
III AVR
AVL AVF
V1 V2
V3 V4
V5 V6
11
Praktikum II
DENYUT JANTUNG (ICTUS CORDIS), BUNYI JANTUNG, &
PENGARUH PERUBAHAN POSISI DAN AKTIVITAS TERHADAP
TEKANAN DARAH DAN DENYUT JANTUNG
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat :
1. Melakukan pemeriksaan denyut jantung
2. mengidentifikasi bunyi jantung menggunakan stetoskop
3. dan menjelaskan pengaruh aktivitas terhadap denyut jantung dan
tekanan darah.
Alat yang diperlukan
1. Sphygmomanometer
2. Stetoskop
3. Bangku kayu
Mekanisme kerja Jantung
Mekanisme kontraksi jantung terjadi karena adanya proses stimulus-respons yang timbul
karena adanya sistem penghantar khusus jantung yang dibentuk oleh otot-otot jantung. Dengan
demikian otot jantung berbeda dengan otot lainnya karena selain berfungsi untuk kontraksi
tetapi juga berfungsi sebagai sistem konduksi ( penghantar khusus). Sistem penghantar khusus
ini mempunyai sifat-sifat sbb.:
a. Otomatisasi : yaitu kemampuan untuk menghasilkan impuls secara spontan
b. Ritmisitas : yaitu kemampuan membentuk impuls secara teratur
c. Daya konduksi : yaitu kemampuan untuk menyalurkan impuls
d. Daya rangsang : yaitu kemampuan untuk menanggapi stimulus.
Sistem penghantar khusus jantung terdiri dari :
a. Sinoatrial (SA) Node yang berperan sebagai pacu jantung (pace maker), terletak
pada dinding atrium kanan dekat muara Vena Cava Superior
b. Atrioventrikular (AV) Node, terletak dibagian bawah septum atrium dekat muara
Sinus Koronarius
c. Bundle of His (Berkas His), sebagai lanjutan dari AV Node dan merupakan
penghubung fungsional antara otot atrium dengan otot ventrikel. Dibagian atas
septum venetrikel, berkas His bercabang 2 (dua) menjadi cabang kanan (Right
Bundle Branch) yang menuju ventrikel kanan, dan cabang kiri (Left Bundle branch0
yang menuju ventrikel kiri. Cabang kiri ini pendek dan bercabang lagi menjadi
fasikulus anterior yang menuju dinding ventrikel kiri bagian depan atas, dan
12
fasikulus posterior menuju dinding ventrikel kiri bagian belakang bawah.Ujung-
ujung berkas susunan penghantar khusus di ventrikel terdiri dari serat-serta Purkinje
yang berada di sel-sel miokardium.
Kecepatan pembentukan impuls, konduksi, dan kekuatan kontraksi diatur oleh sistem
saraf autonom yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis melalui
N.Vagus.Dalam mengendalikan aktivitas jantung saraf simpatis dan parasimpatis mempunyai
pengaruh yang berlawanan. Saraf simpatis meningkatkan kecepatan pembentukan impuls,
kecepatan konduksi, dan kekuatan kontraksi, sedangkan saraf parasimpatis dalam hal ini
N.Vagus, sebaliknya yaitu menurunkan kecepatan pembentukan impuls, kecepatan konduksi
dan kekuatan kontraksi.
Sistem saraf autonom ini, juga dipengaruhi oleh perubahan tekanan dimana reseptor
tekanan (baroreceptor/pressoreceptor) terletak pada lengkung aorta dan sinus karotikus, serta
perubahan kimia darah yaitu perubahan oksigen, karbondioksida, elektrolit, pH, dan obat-obat
tertentu.
Adaptasi terhadap kebutuhan oksigen dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Jika
kebutuhan tubuh akan oksigen meningkat, misalnya saat melakukan latihan atau olah raga,
kegemukan, stress emosi, penyakit metabolisme,perdarahan, anemia, dan penggunaan obat-
obat tertentu, curah jantung (cardiac output) meningkat. Apabila kebutuhan oksigen ini
berkurang, misalnya saat istirahat, hipervolemia, meningkatnya viskositas darah, curah
jantung ini akan menurun.
Hubungan timbal balik antara mekanisme pemompaan dan kebutuhan oksigen menjamin
dinamika ekuilibrium dalam pemenuhan kebutuhan oksigen. Darah yang dipompakan ke
dalam aorta pada waktu systole dapat didengarkan berupa denyut nadi (heart rate) dan darah
ini menimbulkan tekanan yang bergelombang sepanjang arteri dan dapat diraba sebagai
denyut nadi.
Pengaturan Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jntung yang berkontraksi saat
memompa darah sehingga darah terus mengalir didalam pembuluh darah. Tekanan ini
diperlukan supaya darah tetap mengalir serta dapat melawan gravitasi dan hambatan dalam
dinding arteri. Tanpa tekanan darah yang terus menerus darah tak akan dapat mengalir ke otak
dan keseluruh jaringan tubuh.
Tekanan darah tergantung dari kemampuan jantung sebagai pompa dan hambatan dalam
pembuluh darah arteri. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam 1 menit disebut curah
jantung (cardiac output). Cardiac output tergantung dari kecepatan jantung berdenyut (heart
rate) dan jumlah darah yang dipompakan dalam setiap denyutan atau pompaan yang disebut
isi sekuncup (stroke volume).Dalam keadaan normal isi sekuncup ini berjumlah sekitar 70 ml
dengan frekuensi denyut jantung 72 x/menit, sehingga curah jantung diperkirakan sekitar 5
liter. Jumlah ini tidak menetap tetapi dipengaruhi oleh aktivitas seseorang.
13
Sepanjang 24 jam tekanan darah selalu berubah-ubah berkisar antara 20 – 30 mmHg,
angka ini tergantung dari kegiatan dan tuntutan kebutuhan tubuh. Tekanan darah paling rendah
adalah apabila sedang istirahat atau pada saat tidur. Saat berdiri dan bergerak tubuh akan
mengadakan pengaturan sehingga tekanan darah menjadi stabil. Curah jantung meningkat
pada pada waktu melakukan kerja otot, stress, peningkatan suhu lingkungan, kehamilan,
setelah makan, dan aktivitas lainnya.
Didalam pembuluh darah, darah tidak mengalir secara kontinyu dan merata seperti air di
dalam pipa karet atau plastik, akan tetapi berupa semburan atau dorongan sesuai dengan
denyutan jantung sehingga pembuluh darah berdenyut. Tekanan pada pembuluh darah akibat
dorongan tersebut disebut tekanan sistolik, yaitu berupa tekanan maksimal yang menekan
pembuluh darah arteri. Selanjutnya tekanan pada pembuluh darah arteri akan menurun yaitu
selama jantung relaksasiatau diantara pompaan atau denyutan jantung, tekanan ini dinamakan
tekanan diastolic.
Pengukuran Tekanan Darah
a. Cara occilometrik
Prinsip pengukuran ini didasarkan pada pencatatan oscilasi yang tercatat pada tambur.
Tekanan sistolik dibaca saat mulai terjadinya oscilasi sedangkan tekanan diastolik
dibaca saat oscilasi maksimum. Pengukuran ini jarang dilakukan
b. Cara palpatorik
Alat yang digunakan sphygmomanometer. Pada saat tekanan / kompresi yang tinggi
pada n.brakhialis / radialis tidak dapat diraba, pada saat penekanan diturunkan nadi
dapat teraba dan ini disebut tekanan sistolik, sedangkan tekanan diastolik dengan cara
ini tak dapat diukur.
c. Cara auskultatorik ( Korotkoff)
Alat yang digunakan terdiri dari sphygmomanometer yang dilengkapi dengan manset,
manometer airraksa, pompa karet, katup pengatur dan stetoskop.Jika pompa karet
dipompa berkali-kali, rongga udara akan mrngembang, dan akan mendorong airraksa
sebagai penunjuk tekanan akan menunjukkan tekanan yang semakin meningkat. Jika
penutup katup pengatur dibuka, tekanan udara dalam rongga manset lengan akan
berkurang dan air raksa sebagai penunjuk tekanan juga akan menurun. Dengan
meletakkan stetoskop diatas arteri lengan (dibawah pemasangan manset).
Phase I : bunyi pembuluh darah yang menyerupai bunyi jantung pertama
Phase II : seperti bunyi phase I tetapi disertai oleh semacam bising
Phase III : bising hilang lagi, kembali seperti phase I
Phase IV : bunyi pembuluh sekonyong-konyong menjadi perlahan
Phase V : bunyi pembuluh hilang
Phase I = tekanan sistolik
Phase V = tekanan diastolik
14
Yang dianjurkan sebagai suasana baku pada pengukuran tekanan darah :
1. Suhu ruangan harus nyaman bagi penderita, tidak terlalu dingin atau panas, dan dicatat
2. Lingkungan tidak gaduh (tenang)
3. Penderita harus dalam keadaan istirahat, yang dimaksudkan ialah sebelum pelaksanaan
pengukuran tekanan darah penderita tidak boleh melakukan kegiatan fisik, makan
merokok atau kedinginan sekurang-kurangnya dalam waktu 30 menit sebelum
pelaksanaan (atau berbaring selama 10-15 menit).
Pelaksanaan Pengukuran Tekanan Darah
1. Setelah penderita cukup istirahat dan dalam posisi sikap yang nyaman, pengukuran
dilakukan pada arteri brachialis lengan kanan dengan memperhatikan beberapa hal :
a. Bila pada sikap duduk maka lengan kanan yang dipasang manset harus dalam
keadaan nyaman dan membentuk sudut 450 dengan dada, dengan pinggiran bawah
dari manset yang melingkari lengan 2-3 cm dari fossa cubiti terletak setinggi
jantung (setinggi ruang sela iga ke-4) dan bila berbaring lengan penderita juga
harus diletakkan sejajar/setinggi jantung 450 dari dada dalam posisi supinasi (sikap
penderita harus dicatat)
b. Lengan atas tidak terlilit lengan baju (lengan baju tidak sempit)
c. Pemasangan manset pada lengan harus tepat sehingga terjadi bendungan vena
lengan bawah.
2. Manset dipompa dengan cepat sambil meraba denyut arteri radialis sampai denyut
arteri tidak terabalagi. Kemudian tekanan di naikkan lagi 30 mmHg
3. Tekanan dalam manset diturunkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg
perdetik. Penurunan tekanan manset harus dilakukan dengan halus, tidak tersendat-
sendat sampai permukaan air raksa kembali ke garis 0 (nol)
4. Selama menurunkan tekanan dalam manset, stetoskop diletakkan pada arteri brachialis
pada fosa cubiti. Corong stetoskop tidak boleh bocor tepat rata diatas kulit dan tidak
boleh di tekan terlalu kuat pada arteri brachialis
5. Maka pengamat/ pengukur pada posisi sebidang horizontal dengan permukaan
miniskus air raksa
6. Tekanan sistolik ditetapkan sesuai dengan fase korotkoff (bunyi pertama yang
terdengar keras seperti bunyi pertama dari jantung). Dan tekanan diastolik ditetapkan
sesuai dengan fase korotkoff
7. Pengukuran tekanan darah dilakukan 3 kali berturut-turut selama waktu 2-3 menit
15
Tata Kerja Praktikum
IIA. Denyut Jantung Denyut Jantung (Ictus Cordis)
1. Mintalah orang percobaan melepas bajunya dan perhatikan apa yang tampak pada
ruang intercostal V sedikit medial dari garis medioclavicularis. Untuk lebih jelasnya
suruh orang percobaan sedikit membungkuk badannya.
2. Lihat dan raba dan hitung denyut jantungnya.
3. Catat apa yang akan terjadi bila orang percobaan melakukan ekspirasi atau inspirasi
yang dalam.
IIB. Bunyi Jantung
Dengarkan bunyi jantung pada tempat-tempat berikut ini :
1. Apex
2. Sela iga II sebelah kanan dari sternum
3. Sela iga II sebelah kiri dari sternum
4. Sela iga IV sebelah kanan sternum
5. Sela iga IV sebelah kiri sternum
IIC. Pengaruh Perubahan Posisi Dan Aktivitas Terhadap Tekanan Darah Dan Denyut
Jantung
1. Mintalah orang percobaan untuk relax
2. Hitunglah denyut nadi orang percobaan
3. Pasang manset pada lengan atas
4. Pompa karet berkali-kali sampai airraksa pada manometer naik mencapai 20 – 40
mmHg diatas rata-rata tekanan darah normal sambil meletakkan stetoskop diatas arteri
dibawah pemasangan manset
5. Buka klep pengatur perlahan-lahan
6. Dengarkan dengan seksama suara yang terdengar melalui stetoskop
7. Tentukan sistolik dan diastolik
8. Lakukan pemeriksaan tekanan darah pada posisi tidur, duduk, dan berdiri
9. Mintalah orang percobaan untuk naik-turun tangga dengan kecepatan 60 x / menit
selama 3 menit tanpa istirahat.
10. Periksa kembali denyut nadi dan tekanan darah orang percobaan segera setelah 1’, 2’,
dan 3’ melakukan aktivitas.
16
Laporan Praktikum II
Nama : ……………………………
NPM : ……………………………
Tanggal Praktikum : ……………………………
Partner : 1…………………………………………
2. …………………………………………
3. …………………………………………
4. …………………………………………
d. Tujuan Praktikum : .....................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
II. Hasil Praktikum
Denyut Jantung (Ictus Cordis) & Bunyi Jantung
Hasil auskultasi :
………………………………………………………………………………………..
.
………………………………………………………………………………………..
.
………………………………………………………………………………………..
.
Hasil pencatatan :
1. Waktu antara sistol ke diastol berikutnya : ………… detik
2. Waktu antara sistol ke sistol berikutnya : ………… detik
3. Waktu antara diastol ke diastol berikutnya : ………… detik
4. Waktu antara dua sistol : ………… detik
5. Waktu antara dua nadi arteri : ………… detik
6. Denyut jantung rata-rata berdasar hasil di atas : ………… /menit
Pengaruh Perubahan Posisi Dan Aktivitas Terhadap Tekanan Darah Dan Denyut
Jantung
Denyut Nadi saat istirahat ................................................................
Tekanan darah pada posisi tiduran ....................................................
Tekanan darah pada posisi duduk ...................................................
Tekanan darah pada posisi berdiri ....................................................
Denyut nadi setelah aktivitas 1’ ...................2’.........................3’....................
Tekanan darah setelah aktivitas .1’....................2’.........................3’....................
17
Kesimpulan : ...................................................................................................
..........................................................................................................................
...........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
Praktikum III
PENGARUH CAIRAN HIPOTONIS, ISOTONIS, DAN HIPERTONIS
TERHADAP JARINGAN TUBUH
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan yang terjadi
pada sel akibat adanya cairan hipotonis, isotonis, dan cairan hipertonis yang berada
dilingkungan sel.
Alat yang diperlukan
1. Tabung reaksi 3 (tiga) buah
2. Berbagai cairan dengan kekuatan yang berbeda terdiri dari :
Cairan hipotonis : Nacl 0.45%
Cairan isotonis : NaCl 0.9%
Caairan hipertonis NaCl 3%
3. Spuit disposible 5 ml
4. Kapas alcohol
5. Basin Kidney
Pergerakan Cairan Tubuh
Cairan tubuh walaupun didistribusikan pada kompartemen tertentu, pada kenyataannya
tidaklah terikat pada satu kompartemen saja. Cairan akan bergerak dan terjadi pertukaran
antara cairan intrasel, cairan interstisial, dan cairan intravaskuler secara menetap.
Cairan intrasel dipisahkan oleh membran sel dari cairan interstisial, dan cairan
intravaskular dipisahkan oleh dinding kapler dari cairan interstitial. Perbedaan struktur
pemisah ini memungkinkan perbedaan dalam cara perpindahan cairan diantara kompartemen
ini.
Pergerakan Cairan Antara Interstitial dengan Intravaskuler
Untuk mempertahankan kehidupan sel yang sehat, harus terjadi perpindahan cairan
diantara intravaskuler (plasma = bagian dari darah) dengan interstitial secara menetap. Darah
berperan dalam pengangkutan zat ke dan dari sel. Zat-zat yang akan di kirim ke sel harus
melewati interstisial, begitu juga sisa metabolisme dari sel yang akan dikirim ke organ
pembuangan melewati cairan interstitial akan dipindahkan ke plasma. Tanpa adanya
18
mekanisme yang bertanggung jawab dalam pertukaran ini, zat-zat tersebut akan bertumpuk di
interstitial dan akan membahayakan bagi kehidupan sel.
Perpindahan cairan antara interstisial dengan intravaskuler dipengaruhi oleh :
Permiabilitas dinding kapiler ; yaitu kemampuan dinding kapiler untuk dilewati oleh suatu
zat. Dalam keadaan normal dinding kapiler adalah semipermiabel, artinya tidak semua zat
bisa melewatinya. Zat yang melewatinya dengan mudah adalah O2, H2O, CO2, glukosa,
elektrolit, urea, sedangkan molekul-molekul besar seperti protein tak dapat melewatinya.
Molekul-molekul akan berpindah dari konsentrasi yang tinggi menuju konsentrasi yang
rendah. Proses perpindahan seperti ini disebut difusi.
Permiabilitas ini dapat berubah menjadi lebih permiabel atau kurang permiabel.
Peningkatan permiabilitas dapat terjadi oleh adanya zat-zat yang keluar dari area cedera
atau oleh karena reaksi alergi, seperti histamin, kinin, serotonin, dan prostaglandin. Keadaan
ini memungkinkan molekul protein dapat melewati dinding kapiler dan menyebabkan
edema. Sedangkan penurunan permiabilitas kapiler dapat terjadi karena adanya zat kimia
seperti antihistamin, steroid dan salisilat.
Tekanan darah kapiler ; yaitu dorongan atau desakan yang berasal dari darah pada dinding
kapiler yang mendesak air keluar dari pembuluh darah dan cenderung mendorong molekul-
molekul keluar dari pembuluh kapiler. Proses perpindahan seperti ini dikenal dengan
filtrasi.
Tekanan darah kapiler ini dipengaruhi oleh banyaknya darah yang ada dalam kapiler.
Jumlah darah yang ada dalam kapiler tergantung dari besarnya curah jantung dan diameter
pembuluh darah yang memperdarahi kapiler tersebut. Oleh karena itu tekanan darah
disepanjang kapiler tidak sama, makin ke bagian distal makin kecil. Tekanan darah kapiler
proksimal adalah 35 mmHg sedangkan tekanan kapiler bagian distal adalah 15 mmHg.
Tekanan osmotik koloid ; tarikan pada air yang berasal dari protein yang berada pada
pembuluh darah, cenderung menarik air yang berada di interstisial untuk masuk ke dalam
pembuluh darah kapiler, jadi berlawanan dengan tekanan darah kapiler, proses perpindahan
seperti ini dikenal dengan proses osmosa Dalam keadaan normal yaitu konsentrasi plasma
protein terutama plasma albumin > 3.5 gr%, besarnya tekanan osmotik koloid ini adalah 25
mmHg, dan penurunan konsentrasi plasma protein menyebabkan tekanan osmotik koloid
menurun pula.
Adanya ketiga hal tersebut menyebabkan pergerakan cairan antara interstisial dan cairan
intravaskuler. Pada bagian prolsimal karena tekanan darah kapiler lebih besar dari tekanan
osmotik koloid maka cairan dan beberapa zat yang dapat melewati dinding kapiler keluar dari
kapiler menuju interstisial.Cairan ini yang akan memberikan makanan dan oksigen bagi
kehidupan sel. Dengan keluarnya cairan maka tekanan darah kapiler makin ke ujung kapiler
makin kecil, sementara tekanan osmotik koloid tidak berubah, sehingga pada ujung kapiler
(distal kapiler) tekanan osmotik koloid lebih besar dari tekanan darah kapiler. Hal ini
19
menyebabkan cairan beserta molekul-molekul yang berada di interstisial ( sisa metabolisme :
CO2, urea) bergerak masuk ke intravaskular. Untuk menghindari penumpukan cairan di
interstisial tidak semua cairan interstisial masuk ke kapiler melalui cara ini, sebagian akan
masuk ke pembuluh darah vena yang besar melalui kapiler limfe. Adanya perubahan dari
ketiga hal diatas dapat menyebabkan penumpukan cairan di interstitial yang dikenal dengan
edema.s
Pergerakan Cairan Antara Intrsel dengan Interstisial
Dalam upaya mempertahankan homeostasis, cairan intrasel harus mendapatkan
kebutuhannya dan mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme yang bukan saja tidak berguna bagi
sel tetapi juga membahayakan kehidupan sel. Oleh karena itu CIS melakukan pertukaran
cairan dengan interstisial untuk mendapatkan O2, nutrient, dan mengeluarkan sisa
metabolisme.
Membran sel yang memisahkan CIS dengan cairan interstisial terbentuk dari 2 lapisan
lemak. Struktur ini menyebabkan tidak semua zat bisa melewatinya dengan mudah. Terdapat 3
mekanisme perpindahan zat saat melintasi membran sel yaitu:
1) Difusi sederhana (simple diffusion) :
zat-zat yang larut dalam lemak saja yang dapat keluar masuk dengan mudah seperti O2,
CO2, urea, alkohol, Cl dan molekul kecil bermuatan negatif lainnya.
2) Difusi difasilitasi (facilitated diffusion) : beberapa zat tak dapat menembus membran
tanpa bantuan zat lain. Sebagai contoh : glukosa pindah dari interstitial ke intrasel melalui
ikatan dengan carrier phosphat pada membrane sel, setelah glukosa dilepaskan ke
intrasel, carrier phosphat kembali ke membrane dan mengambil glukosa lainnya dan
seterusnya.
3) Transport Aktif
Beberapa zat dapat bergerak antara interstisial dan intrasel melewati membrane sel
dengan melawan gradient konsentrasi melalui mekanisme pompa aktif misalnya pompa
untuk mengatur natrium dan kalium di interstisial dan di ekstrasel.
Dalam keadaan normal natrium banyak dijumpai dalam cairan ekstrasel, sedangkan
kalium paling banyak berada di intrasel. Jika kalium keluar ke ekstrasel dan natrium
masuk ke intrasel pompa Na – K akan menariknya kembali ke kompartemen semula.
Mekanisme ini membantu distribusi komponen cairan dalam keadaan normal dan
membantu dalam mempertahankan homeostasis.
4) Osmosis :
Osmosis adalah pergerakan cairan melewati membran semipermiabel dari konsentrasi
yang rendah menuju konsentrasi tinggi.
20
Tata Kerja Praktikum
1. Siapkan 3 buah tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 ml NaCl 0.45%,
NaCl 0.9% dan NaCl 3%
2. Mintalah salah satu mahasiswa untuk secara sukarela diambil darah vena sejumlah 3
ml
3. Masukkan darah volunteer kedalam tabung reaksi yang sudah berisi cairan tadi
4. Kocok campuran tadi secara perlahan-lahan
5. Perhatikan perubahan apa yang terjadi pada ketiga tabung reaksi tersebut ?
6. Jelaskan mengapa dan bagaimana terjadinya perubahan tersebut !
21
Laporan Praktikum III
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner 1………………………………… 2. ………………………………
3. ……………………………… .4. ……………………………………
Tujuan Praktikum : .............................................................................................................
............................................................................................................................................. ..........
...................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Campuran darah dengan cairan NaCl 0.45% menghasilkan : …………………................
............................................................................................................................................. ..........
...................................................................................................................................
Kesimpulan : ......................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Campuran darah dengan cairan NaCl 0.9% menghasilkan : ………………….................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Kesimpulan : .......................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Campuran darah dengan cairan NaCl 3% menghasilkan …………………....................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Kesimpulan ………………………………………………………………….
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
22
Praktikum IV
PENGARUH KELEBIHAN CAIRAN HIPOTONIS, ISOTONIS, DAN HIPERTONIS
TERHADAP PEMBENTUKAN URINE
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan jumlah urine
dalam waktu tertentu sebagai dampak dari penambahan cairan hipotonis, isotonis, dan
hipertonis.
Alat yang diperlukan
1. Gelas ukuran
2. Cairan untuk diminum :
Aqua 1 liter
NaCl 0. 9% 1 liter
Dextrose 10% 1 liter
3. Kertas dan ballpoint untuk mencatat
Mekanisme Pengaturan Cairan dan Elektrolit
Perubahan volume cairan dan konsentrasi elektrolit didalamnya dapat menimbulkan
masalah kesehatan yang serius, oleh karena itu tubuh mempunyai mekanisme homeostatis
yang akan mempertahankan keadaan cairan dan lektrolit dalam batas-batas normal. Organ
yang terlibat dalam pengaturan cairan dan elektrolit adalah ginjal, paru-paru, jantung,
pembuluh darah, kelenjar adrenal, kelenjar parathyroid, dan kelejar hipofise.
Ginjal :
Ginjal merupakan organ vital dalam pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pengaturan ini dilakukan bersama-sama dengan hormon aldosteron dan ADH dengan cara sbb.
:
Mengatur volume cairan ekstrasel (CES) dan osmolalitas cairan melalui retensi dan
ekskresi cairan dan elektrolit secara selektif.
Saat CES mengalami peningkatan dan osmolalitas plasma menurun (berhubungan dengan
penurunan kadar Na), maka ginjal akan mengatur konsentrasi urine menjadi lebih encer
dengan mengurangi absorpsi air di tubulus. Hal ini terjadi karena penurunan osmolalitas
plasma akan merepresi hipofise posterior untuk tidak mensekresikan ADH yang
mengakibatkan penurunan absorpsi air di tubulus ginjal.
Begitu pula saat cairan tubuh menurun. Penurunan volume cairan menyebabkan perfusi
ginjal menurun yang merangsang mekanisme renin-angiotensin yang akan menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Peningkatan aldosteron akan menimbulkan
perasaan haus sehingga intake cairan meningkat, dan meningkatkan absorpsi natrium dan
air di ginjal.
23
Peningkatan Na plasma yang menyebabkan peningkatan osmolalitas CES menyebabkan
perangsangan hipofise posterior untuk meningkatkan sekresi ADH. ADH akan merubah
permiabilitas tubulus dan duktus contortus terhadap air sehingga absorpsi air meningkat.
Mengatur konsentrasi elektrolit di CES melalui retensi dan ekskresi elektrolit secara
selektif. Pada ginjal terjadi absorpsi elektrolit terutama natrium, chlorida dan bikarbonat,
serta ekskresi kalium dan hidrogen. Banyaknya elektrolit yang diabsorpsi atau diekskresi
tergantung konsentrasi elektrolit tersebut di CES.
Mengatur pH CES melalui ekskresi hidrogen dan absorpsi bikarbonat.
Saat pH CES menurun tubulus ginjal akan mengekskresikan hidrogen ke lumen tubulus.
Pada lumen tubulus sebagian hidrogen berikatan dengan HCO3 dan membentuk H2CO3,
kemudian terurai menjadi CO2 dan H2O.
CO2 dan H2O berdifusi ke dalam sel epitel tubulus dan kembanli membentuk H2CO3
yang kemudian terurai menjadi H dan HCO3 . Hakan disekresikan ke lumen tubulus dan
HCO3 akan masuk ke kapiler.
Sebaliknya saat pH CES meningkat tubulus akan meretensi hidrogen sehingga tidak
terjadi absorpsi bikarbonat. Dengan demikian pH akan kembali menuju normal.
Jantung dan Pembuluh Darah :
Jantung berfungsi memompakan darah untuk bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah, dan sekitar 20% dari curah jantung bersirkulasi ke ginjal untuk membentuk
urine.
Saat volume plasma meningkat, curah jantung juga akan meningkat, dan perfusi ginjal
akan meningkat pula. Keadaan ini akan menyebabkan pembentukan urine lebih banyak
dari biasanya.
Sebaliknya saat volume plasma menurun, tekanan darah turun, dan akan merangsang
baroreseptor di sinus karotikus dan reseptor regang di atrium menyebabkan perangsangan
aktivitas simpatis yang menyebabkan vasokontriksi arteriole afferent sehingga filtrasi di
glomerulus menurun. Keadaan ini akan merangsang pengeluaran enzim renin kedalam
darah dan merubah angiotensinogen yang dibentuk di hati menjadi angiotensin I.
Angiotensin I dirubah di paru menjadi angiotensin II. Angiotensin II mempunyai 2 (dua)
efek yaitu : 1) menimbulkan vasokonstriksi sehingga tahanan perifir meningkat yang
akhirnya meningkatkan tekanan darah, dan 2) merangsang korteks adrenal untuk
mensekresikan aldosteron. Aldosteron meningkatkan absorpsi natrium dan air, volume
plasma meningkat, dan produksi urine menjadi turun.
Paru-paru :
Paru-paru juga termasuk organ vital dalam mempertahankan homeostasis. Melalui
ventilasi alveolar diperkirakan 13.000 mEq ion hidrogen terbuang ( di ginjal hanya sekitar 40
– 80 mEq). Paru-paru dibawah kendali Medulla akan segera mengatasi asidosis/alkalosis
24
metabolik. Saat asidosis metabolik ventilasi paru akan meningkat (hiperventilasi) untuk
mengeluarkan CO2 sehingga mengurangi kelebihan asam. Sebaliknya saat alkalosis ventilasi
paru akan menurun (hipoventilasi) untuk meretensi CO2 yang akan meningkatkan keasaman
cairan tubuh.
Oleh karena itu gangguan ventilasi paru dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
asam-basa. Selain itu paru-paru juga membuang sekitar 300 ml uap air melalui ekspirasi
(insensible water loss).
Kelenjar Hipofise :
Kelenjar hipofise posterior menyimpan dan mensekresikan ADH yang diproduksi oleh
hipothalamus. Sekresi ADH akan dirangsang oleh peningkatan osmolalitas CES dan tertahan
oleh penurunan osmolalitas CES. Peranan ADH adalah meningkatkan permiabilitas tubulus
distal bagian akhir, tubulus kolektivus, dan ductus kolektivus terhadap air, karena tanpa
adanya ADH area ini impermiabel terhadap air. Dengan demikian adanya ADH akan
meningkatkan absorpsi air di ginjal.
Kelenjar Adrenal :
Hormon utama dari kelenjar adrenal yang mempengaruhi keseimbangan cairan adalah
aldosteron yang disekresi oleh bagian korteks. Hormon ini terutama berperan dalam
meningkatkan absorpsi natrium, dan ekskresi hidrogen dan kalium di tubulus distal ginjal.
Sekresi aldosterone dirangsang oleh Angiotensin II yang dihasilkan dalam mekanisme renin-
angiotensin, penurunan konsentrasi natrium plasma dan peningkatan kalium plasma.
Kelenjar Parathyroid :
Kelenjar paratiroid mensekresikan hormon paratiroid. Sekresi hormon ini terangsang oleh
penurunan konsentrasi calsium dalam plasma dengan target organ tulang, saluran cerna, dan
ginjal.. Hormon ini mempengaruhi pelepasan calsium dan phosphor dari tulang, meningkatkan
absorpsi calsium, phosphor di saluran pencernaan dan di tubulus ginjal, serta meningkatkan
ekskresi phosphor di ginjal.Aktivitas hormon paratiroid akan meningkat oleh pengaruh
vitamin D, yang akan meningkatkan absorpsi calsium di saluran cerna dan di ginjal.serta
memudahkan pemecahan osteoclast pada tulang
Kelenjar Tiroid :
Kelenjar tiroid mensekresikan hormon calsitonin yang mempunyai peranan dalam
penyimpanan calsium pada tulang. Sekresi calsitonin dirangsang oleh peningkatan calsium
dalam plasma.
25
Tata Kerja Praktikum
1. Mintalah 3 orang mahasiswa untuk menjadi orang percobaan
2. Berikan kesempatan kepada ketiga orang percobaan untuk mengosongkan kandung
kemihnya
3. Orang percobaan I diminta untuk minum Aqua 1000 ml, orang percobaan II minum
NaCl 0.9%, dan orang percobaan III minum Dextrose 10%
4. Tunggulah ½ jam., 1 jam, dan 2 jam kemudian untuk mengosongkan kembali kandung
kemihnya
5. Catatlah jumlah masing-masing urine yang di keluarkan oleh ketiga orang percobaan
6. Adakah perbedaan jumlah dan berat jenis urine pada ketiga orang percobaan tersebut ?
mengapa demikian, jelaskan mekanismenya !
26
Laporan Praktikum IV
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1……………………………… 2. ………………………………
3. …………………………… 4. …………………………………
Tujuan Praktikum : .....................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Cara melakukan :
Orang Percobaan I minum Aqua 1 liter menghasilkan :
1/2 jam kemudian : …………… ml dg BJ :……………………………………
1 jam kemudian : ………………ml dg BJ :………………………………………
2 jam kemudian : ………………ml dg BJ :……………………………………….
Orang Percobaan II minum NaCl 0.9 % 1 liter menghasilkan :
½ jam kemudian : ………………ml dg BJ :…………………………………
1 jam kemudian : ……………… ml dg BJ :………………………………………
2 jam kemudian : ……………… ml dg BJ :……………………………………….
Orang Percobaan III minum Dextrosa 10% 1 liter menghasilkan :
½ jam kemudian : ……………… ml dg BJ :…………………………………
1 jam kemudian : ……………… ml dg BJ :………………………………………
2 jam kemudian : ……………… ml dg BJ :………………………………………
Kesimpulan
............................................................................................................................................. ..........
...................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
27
Praktikum V
PENGARUH BERBAGAI PENUTUP TERHADAP PENGUAPAN
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mendemonstrasikan pengaruh lemak
terhadap kehilangan panas
Alat yang diperlukan
a. Thermometer air
b. Gelas dengan ukuran 200 ml 3 buah
c. Minyak goreng 100 ml
b. Kain wool untuk penutup gelas
c. Kain tipis dari katun penutup gelas
d. Panci berisi air dan kompor untuk memasak air
Suhu Tubuh Normal
Tidak ada tingkat suhu yang dianggap normal, karena pengukuran pada banyak orang
normal suhu memperlihatkan rentang suhu normal, yaitu mulai dari 36ºC (97ºF) samapai lebih
dari 37,5ºC (99ºF). Bila diukur per rektal nilainya kira-kira 0,6ºC (1ºF) lebih tinggi dari suhu
oral (Guyton&Hall,. 1997). Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa suhu tubuh normal
berkisar antara 36,5-37,5ºC (Scheifele, 1989 yang dikutip oleh iskandar, 2002).
Suhu tubuh sedikit bervariasi pada kerja fisik dan pada lingkungan yang ekstrim, karena
pada pengaturan suhu tidak 100% tepat. Bila bentuk panas yang berlebihan karena kerja fisik
yang berat maka suhu rektal akan meningkat sampai setinggi 34-40ºC. Sebaiknya ketika tubuh
terpapar dengan suhu yang dingin maka suhu rektal dapat turun dibawah 35,6ºC.
Mekanisme Keseimbangan Suhu Tubuh
Menurut Kozier (1991) menyatakan bahwa suhu tubuh merupakan keseimbangan
antara produksi panas yang dihasilkan oleh tubuh dengan kehilangan panas dalam tubuh.
Mekanisme keseimbangan suhu ini sangat berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Mekanisme Produksi Panas
Produksi panas adalah produk tambahan metabolisme yang utama. Faktir-faktor yang
berperan penting dalam metabolisme tubuh. Diantaranya yaitu: (1) laju metabolisme basal dari
semua sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan karena konstruksi otot yang
disebabkan oleh menggigil; (3) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh
trioksin (dan oleh sebagian kecil hormon pertimbuhan dan testosteron) terhadap sel; (4)
metabolisme tambahan yang disebabkan efekepnefrin dan norepinefrin; (5)metabolisme
tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktifitas kimiawi dalam sel.
28
Mekanisme Kehilangan Panas
Sebagian besar produksi panas dala mtubuh dihasilkan pada organ dalam terutama hati,
otak, jantung, dan otot rangka terutama selama kerja. Kemudian panas ini dari jaringan dalam
tubuh ke kulit melalui sistem penghubung arteriovenosus (arteriovenous shunt). Penghubung
dapat terbuka untuk menghantarkan panas dari kulit ke lingkungan sekitarnya atau tertutup
untuk menhambat panas keluar dari tubuh. Membuka atau mentupnya arteriovenosus ini diatur
oleh sistem saraf simpatis yang berespon terhadap perubahan lingkungan. Berbagai cara panas
hilang dari kulit ke lingkungan yaitu:
(1) Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas dari area permukaan benda yang satu denga permukaan
yang lain tanpa adanya kontak langsung antara dua buah benda (Kozier, 1991). Orang
yang telanjang pada suhu kamar normal kehilangan panas kira kira 60% dari kehilangan
panas total (sekitar 15%) melalui radiasi (Guyton, 1997). Kehilangan panas melalui radiasi
berarti kehilangan dalam bentuk gelombang panas ira merah, suatu jenis gelombang
elektromagnetik.
(2) Konduksi
Konduksia dalah perpindahan panas dari suatu molekul ke molekul lain yang disertai
kontak langsung antara dua buah benda (Taylor, 1997). Darah membawa atau
mengkondiksikan panas dari inti tubuh ke permukaan kulit. Normalnya, hanya sedikit
jumlah panas yang dilepaskan melalui proses konduksi ke permukaan kulit. Selimut
pendingin atau kasur pendingin dapat digunakan untuk menurunkan demam melalui
konduksi panas dari kulit ke kasur/selimut pendingin. Perindahan panas juga dapat terjadi
melalui pemaparan dengan air. Air memiliki panas khusus beberapa ribu kali lebih besra
daripada udara, sehingga setiap unitbagian air yang berdekatan ke kulit dapat
mengabsorbsi jumlah kuantitas panas yang lebih besar dari pada udara. Juga konduktifitas
air terhadap panas berbeda dengan konduktifitas udara. Oleh karena itu, kecepatan
kehilangan panas ke air pada suhu yang cukup rendah jauh lebih besar dari pada
kecepatan kehilangan panas ke udara pada suhu yang sama.
(3) Konveksi
Konveksi adal perpindahan panas melalui pergerakan idara diantara dua area yang berbeda
kepadatannya (Taylor, 1997). Ada dua macam konveksi yaitu konveksi alamiah dan
konveksi paksa. Konveksi alamiah adalah kehilangan panas akibat suhu udara sekitar lebih
dingin dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan konveksi paksa terjadi dari pendingin
ruangan seperti AC dan kipas angin.
(4) Evaporasi
Kehilangan panas melalui penguapan yang terjadi terus menerus dari traktus respiratorius,
mukosa mulut dan dari kulit (Kozier, 1991). Evaporasi dapat terjadi melalui kulit dan
paru-paru (insensible waterloss). Evaporasi air yang tidak kelihatan ini tidak dapat
29
dikendalikan untuk tujuan pengaturan suhu karena evaporasi tersebut dihasilkan dari difusi
molekul air terus menerus melalui kulit dan permukaan sistem pernafasan. Akan tetapi
kehilangan panas melalui evaporasi keringat dapat diatur dengan pengaturan kecepatan
berkeringat. Berkeringat terjadi melalui kelenjar keringat yang diatur oleh sistim saraf
simpatis
Pengaturan Suhu Tubuh
Konsep Set-Point Dalam pengaturan Suhu Tubuh
Pada tingkat yang hampir tepat 37,1ºC terjadi perubahan drastis pada kecepatan
kehilangan panasdan kecepatan pembentukan panas. Pada suhu diatas tingkat ini, kecepatan
kehilangan panas lebih besar dari pada kecepatan pembentukan panassehingga suhu tubuh
turun dan mencapai kembali tingkat 37,1ºC. Sebaliknya pada suhu dibawah tingkat ini,
kecepatan pembentukan panaslebih besar dari pada kecepatan kehilangan suhu panas sehingga
suhu tubuh meningkat dan kembali mencapai suhu 37,1ºC. Tingkat temperatur kritis ini
disebut set-pointdari mekanisme pengaturan suhu tubuh, yaitu semua mekanisme pengaturan
temperatur yang terus menerus berupaya untuk mengembalikan suhu tubuh ke tingkat set-
point (Guyton&Hall, 1997)
Mekanisme pengaturan Suhu Tubuh
Sistem yang mengatur suhu tubuh terdiri dari tiga bagian, yaitu: deteksi suhu kulit dan
suhu inti tubuh, penggabungan di hippotalamus, dan sistem efektor yang mengatur produksi
panas dan kehilangan panas.
Sistem deteksi suhu tubuh terdiri dari dua bagian yaitu deteksi suhu tubuh di kulit dan
deteksi suhu tubuh di jaringan dalam (inti tubuh). Kulit memiliki reseptor dingin dan pana.
Reseptor dingin jauh lebih banyak dari pada reseptor panas, tepatnya terdapat sepuluh kali
lebih banyak di seluruh kulit. Oleh karena itu, deteksi suhu bagian perifer terutama
menyangkut deteksi suhu sejuk dan dingin dari pada suhu hangat (Guyton&Hall, 1997).
Reseptor suhu tubuh bagian dalam ditemukan pada baian tertentu dalam tubuh. Terutama
di medulla spinalis, di organ dalam abdomen, atau disekitar vena-vena besar. Reseptor dalam
ini berbeda fungsinya dengan reseptor kulit karena reseptor tersebut lebih banyak terpapar
dengan suhu inti dari peda suhu permukaan tubuh, reseptor inti tubuh lebih banyak mendeteksi
dingin dari pada hangat. Hal ini dimungkinkan karena reseptor kulit dan reseptor bagian dalam
tubuh berperan mencegah hipotermi, yaitu mencegah suhu tubuh yang rendah.
Integrator hipotalamus merupakan pust yang mengatur suhu inti tubuh, terletak di area pre-
optik dari hipotalamus bagian anterior (Kozier, 1991). Pusat ini berfungsi untuk meng
integrasikan antara input yang bearasal dari berbagai macam reseptor suhu yang terletak di
tubuh dengan output yangmerespon terjadinya merespon terjadinya peningkatan pembentukan
panas tubuh atau peningkatan kehilangan panas tubuh (Porth, 1990). Area-pre-optik ini
mengundang sejumlah neuron-neuron yang sensitif terhadap panas kira-kira sepertiga dari
30
jumlah neuron yang sensitif terhadap dingin. Neuron-neuron ini berfungsi mjengantarkan
sinyal dan reseptor suhu kulit dan meresponnya kembali melalui mekanisme umpan balik.
Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi panas (set-point berada di atas
tingkat temperatur kritis)maka sistem efektor segera mengirim singyal untuk menurunkan set-
point dengan cara menghambat produksi panas tubuh dan meningkatkan pelepasan panas
tubuh ke lingkungan. Akibatnya suhu tubuh menurun dan mencapai tingkat temperatur kritis
(Guyton&Hall, 1997). Respon fisiologis yang timbul dari stimulus suhu panas adalah berupa
vasodilatasi pembuluh darah di seluruh tubuh, berkeringat, dan penghambatan termogenesisi
kimia seperti hormon epinefrin dan tiroksi oleh sistim saraf pusat (Kozier, 1991).
Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi dingin (set-point berada di bawah
tingkat temperatur kritis)maka sistem efektor segera mengirim sinyal untuk menaikanproduksi
panas tubuh dan menghambat pelepasan pelepasan panas tubuh ke lingkungan. Akibatnya
suhu tubuh meningkat dan mencapai kembali tingkat temperatur kritis (Guyton&Hall, 1997).
Respon fisiologis yang timbul dari adanya stimulus suhu dingin adalah terjadinya
vasokontriksi pembuluh darah perifer sehingga kulit telihat pucat, piloereksi (rambut berdiri
pada akarnya), menggigil, pelepasan epinefrin dan norepinefrin, pelepasan trioksin oleh
hormon tiroid yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh (Kozier, 1991).
Selain mekanisme bawah sadar untuk pengaturan suhu tubuh, tubuh memiliki mekanisme
pengaturan temperatur lain berupa perilaku pengaturan suhu tubuh. Perilaku ini meliputi
emilihan jenis pakaian, pengaturan suhu lingkungan dengan menggunakan mesin penghangat
atau AC, minim minuman hangat disaat tubuh kedinginan, posisi tubuh “meringkuk” yang
bertujuan untuk menghambat pelepasan panas disaat udara dingin dan sebagainya (Porth,
1990).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
(1) Usia
baik usia yang lebih muda maupun yang lebih tua, sangat sensitif terhadap perubahan suhu
lungkungan. Bayi dan anak-anak lebih cepat berespon terhadap perubahan suhu udara baik
panas maupun dingin. Menurut Donna (1993) menyatakan bahwa pengaturan suhu tubuh
pada usia toodler sudah mulai stabil dibandingkan dengan infant. Orang berusia lanjut
(diatas 75 tahun) lebih mudah terjadi hipotermi dikarenakan faktor penuaan sehingga
kontrol pengaturan suhu tubuh kurang optimal (Taylor, 1997)
(2) Variasi diurnal
Suhu tubuh secara normal mengalami perubahan setiap hari bervariasi sebesar 2ºC diantara
pagi hari dan siang hari. Suhu tubuh berada pada tingkat paling tinggi diantara pukul 20.00
dan 24.00 WIB dan berada pada tingkat paling rendah diantara pukul 04.00 dan 06.00
(Kozier, 1991).
(3) Exercise
31
Kerja yang berlebihan dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 38,3-40ºC diukur secara
rektal (Kozier, 1991).
(4) Hormon
Wanita memiliki pengaturan suhu tubuh yang berfluktuatif dibandingkan laki-laki. Hal ini
terjadi karena adanya perubahan hormonal pada waita terutama peningkatan progesteron
pada saat ovulasi. Perubahan hormon meningkatkan suhu tubuh sebesar 0,5-1ºC (Taylor,
1997).
(5) Stress
Tubuh berespon baik terhadap stress fisik dan stress emosional. Adanya stress
menyebabkan rangsangan terhadap epinefrin dan norepinefrin sehingga kecepatan
metabolisme akan meningkat yang pada akhirnya juga akan meningkatkan suhu tubuh
(Kozier, 1991).
(6) Suhu Lingkungan
Suhu tubuh yang ekstrim dapat berpengaruh terhadap sistem pengaturan suhu tubuh
seseorang. Pada dasarnya, ketika tubuh terpapar udara dingin yang ekstrim tanpa baju
pelindung yang adekuat maka terjadi kehilangan panas yang dapat meningkatakan
hipotermi, jika tubuh terpapar pada udara panas yang ekstrim maka akan terjadi hipertermi
(Taylor, 1997).
(7) Cairan
Salah satu fungsi cairan dalam pengaturan sirkulasi darah adalah menghantarkan panas
yang merupakan hasil metabolisme tubuh. Yang dimaksud cairan disini adalah darah.
Aliran darah kekulit menentukan kehilangan panas dari tubuh dan dengan cara ini
mengatur suhu tubuh. Kehilangan sejumlah besar cairan dari traktus gastrointestinal, kulit,
atau ginjal yang berlangsung secara abnromal dan dehidrasi dapat menyebabkan
menurunnya volume cairan intravaskuler. Berkurangnya cairan intravaskuler akan
menyebabkan menurunnya volume darah. Penurunan volume darah akan menggangu
proses transportasi dari tubuh ke lingkungan. Akibatnya temperatur tubuh akan meningkat
(Guyton&Hall, 1997).
Tata Kerja Praktikum
1. Panaskan 500 ml air hingga mendidih
2. Masukkan kedalam ketiga 3 gelas masing-masing sampai berisi 2/3 bagian
3. Gelas I ditutup dengan kain tipis dari katun
Gelas II ditutup dengan kain wool
Pada Gelas III ditambahkan minyak goreng 50 ml
4. Ukur suhu masing-masing gelas setiap 15 menit selama 2 jam dan catatlah hasilnya.
32
Laporan Praktikum V
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1……………………………… 2. ………………………………
3. …………………………… 4. …………………………………
Tujuan Praktikum : .....................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Hasil Praktikum :
Gelas I menghasilkan :
¼ jam I : ………………………………
¼ jam II : ………………………………
¼ jam III : ……………………………
¼ jam IV : .............................................
Gelas II menghasilkan :
¼ jam I : ………………………………
¼ jam II : ………………………………
¼ jam III : ……………………………
¼ jam IV : .............................................
Gelas III menghasilkan :
¼ jam I : ………………………………
¼ jam II : ………………………………
¼ jam III : ……………………………
¼ jam IV : .............................................
Kesimpulan ......................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
33
Praktikum VI
PERNAFASAN DAN SUHU TUBUH
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat
1. Menjelaskan mekanisme pengaturan pernafasan.
2. Menjelaskan perubahan suhu tubuh sebagai dampak dari perbedaan cara pengukuran.
Alat yang diperlukan
1. Stopwatch
2. Kantong kertas
3. Thermometer oral
4. Thermometer aksila
5. Air es
Tata Cara Praktikum
VIA. Pernafasan Pada Manusia
Pernafasan Kuat dan Apnoe
1. Catat pernafasan normal selama 5 detik. Sekarang catat pernafasan kuat, cepat, dan
dalam selama 2-3 menit. Kemudian bernafas biasa dan lupakan pernafasan tadi (jangan
mengatur pernafasan dengan sengaja). Catat masa pemulihan ini sebaik-baiknya. Apa yang
Saudara lihat? Adakah masa apnoe, hitung waktunya!
2. Ulangi percobaan di atas, tetapi gunakan kantong kertas untuk pernafasan kuat.
VIB. Titik Penghentian
1. Catat lama penghentian (berhentilah bernafas) setelah hal-hal berikut. Istirahat selama 5
menit setelah tiap mengerjakan ini.
a. Ekspirasi biasa.
b. Ekspirasi tunggal kuat.
c. Inspirasi tunggal kuat.
d. Inspirasi kuat setelah pernafasan kuat 1 menit.
e. Inspirasi tunggal kuat dari sebuah kantong oksigen.
f. Inspirasi tunggal kuat sesudah pernafasan selama 3 menit dengan 3 kali pernafasan
yang terakhir dari sebuah kantong oksigen.
g. Inspirasi tunggal kuat segera sesudah latihan (lari ditempat selama 3 menit).
Ulangi penahanan nafas ini (no.7) tiap 40 detik kemudian, sampai nafas hampir normal
34
VIC. SUHU TUBUH DAN TATA PANAS
A. Suhu pada Ketiak
Orang percobaan berbaring dengan tubuh bagian atas terbuka (tidak memakai baju) dan
bernafas melalui hidung (mulut sudah tertutup). Pasang termometer klinik ke dalam ketiak
(ketiak harus kering dari keringat). Biarkan termometer selama 10 menit dan bacalah
hasilnya.
B. Suhu Mulut
Turunkan termometer, bersihkan termometer dengan air dan alkohol. Pasang termometer
di bawah lidah orang percobaan yang sama. Biarkan selama 10 menit dan bacalah
hasilnya. Bandingkan dengan (A).
C. Pengaruh Penguapan
Orang percobaan yang sama sambil berbaring bernafas dengan tenang melalui mulut
selama 2 menit. Pasang termometer di dalam mulut. Baca hasilnya pada 5 menit pertama
dan pada 5 menit kedua (tidak perlu diturunkan dahulu setelah 5 menit pertama).
D. Pengaruh Luar terhadap Temperatur Mulut
Orang percobaan berkumur-kumur dengan air es selama satu menit. Kemudian ukur suhu
mulutnya. Baca suhu pada 5 menit pertama dan pada 5 menit kedua (suhu termometer
tidak perlu diturunkan dahulu).
Lakukan percobaan A, B, C, dan D pada orang percobaan yang lain. Catat nama, jenis
kelamin, umur, dan suhu ruangan.
35
TES TOLERANSI GLUKOSA
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan kadar glukosa
darah sebagai dampak dari asupan karbohidrat sederhana.
Alat yang diperlukan
1. Gelas ukuran
2. Cairan untuk diminum :
Air gula (75 gram gula dilarutkan dalam 300 ml air minum
3. Alat pemeriksaan kadar gula darah
4. Kertas dan ballpoint untuk mencatat
Tubuh menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi untuk aktifitas sel.
Karbohidrat dapat ditemukan dalam makanan yang mengandung pati seperti roti, nasi, kentang
dan lain-lain. Karbohidrat terdiri dari:
1. Karbohidrat sederhana yang terdiri dari 6 karbon monosakarida, dan yang termasuk ke
dalam monosakarida adalah glukosa, galaktosa dan fruktos8.
2. Disakarida, seperti laktosa dan sukrose
3. Polisakarida atau karbohidrat kompleks seperti patL
Pada umumnya jenis karbohidrat yang paling banyak dalam diet seharihari adalah
disakarida dan polisakarida, yang pada akhirnya dihidrolisis oleh enzim seperti sakaridase
dalam usus halus menjadi gula sederhana yaitu glukosa, galaktosa dan fruktosa kemudian
diabsorbsi dalam viii-viii usus halus masuk ke dalam darah dan ditransportasikan melalui vena
porta ke dalam hati.
Glukosa sederhana yang sampai di hati dengan bebas masuk ke dalam sel-sel hati dan
secara enzimatis galaktosa dan fruktosa dirubah menjadi glukosa.
Kadar guia dalam darah harus terus dipertahankan dalam jumlah yang normal di dalam
darah. Pada masa pasca absortif, glukosa dalam intestine dapat menjadi sumber utama
konsentrasi gula di dalam darah, akan tetapi waktu setelah absorbsi kadar gula darah akan
diseimbangkan oleh glukosa dari hati yang merupakan pool untuk glukosa di dalam darah.
Setelah makan makanan yang tinggi karbohidrat, gula darah akan tinggi,
mengakibatkan uptake glukosa oleh hati menjadi meningkat, dan proses pembentukan
glikogen hati akan meningkat melalui suatu proses yang disebut glikogenesis.
Jaringan pengguna gluokosa terbesar adalah otot dan otak. Pada otot yang sedang aktif
36
dimana kebutuhan akan energi sangat tinggi, glukosa akan diambil secara cepat dari glukosa
dan dirubah menjadi glukosa 6 fosfat, dan kemudian dengan bantuan enzim-enzim glikolisis
dirubah menjadi piruvat yang pada akhirnya masuk ke sistem respirasi sel atau siklus kreb
untuk menghasilkan energi (pada keadaan cukup oksigen). Tapi sebaliknya apabila otot atau
tubuh secara keseluruhan sedang tidak aktif atau sedang istrirahat, glukosa yang dalam hati
akan dirubah menjadi glukosa 6 fosfat, dan dirubah menjadi glikogen hati sebagai cadangan
glukosa.
Untuk dapat masuk ke dalam sel otot, glukosa perlu bantuan insulin yang merupakan
pembawa pesan pertama, yang akan berikatan dengan reseptor insulin dalam membran sel.
Apabila ikatan hormon dan insulin terbentuk maka glukosa melalui gerbang protein G dapat
menembus membran sel untuk dipakai selanjutnya.
Sering sekali, karena adanya kegemukan, kurang aktifitas dan konsumsi gula sederhana
yang terlalu banyak dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan reseptor insulin sel otot
sebagai pemakai terbesar glukosa menjadi kurang atau bahkan tidak sensitif terhadap insulin,
menyebabkan glukosa yang ada dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dan bertumpuk
dalam darah, hal ini disebut hiperglikemia. Kandisi menurunnya sensitifitas reseptor insulin
sering menyertai penyakit Diabetes Melitus tipe II.
Penyakit Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang sulit penangananya karena
berkaitan dengan kekacauan endakrin tubuh, oleh sebab itu deteksi dini diabetes lebih penting
dari pada mengobati. Salah satu prekondisi yang mendahului adalah adanya intoleransi
glukosa, yang senng menyertai orang yang kegemukan atau dengan riwayat ke!uarga dengan
diabetes mellitus tipe 2. Pemeriksaan untuk melihat toleransi glukosa adalah tes oral toleransi
glukosa. Pemeriksaan ini dapat bermanfaat untuk deteksi dini Diabetes mellitus tipe 2.
Tata Kerja Praktikum:
1. Diet 3 hari cukup karbohidrat
2. Puasa 12-14 jam kemudian diperiksa gula darah puasanya
3. Minum air gula (75 gram gula 9ilarutkan dalam 300 ml air minum) selama 5 menit
Gula darah diperiksa kembali setelah 30 menit, 1 jam dan setelah 2 jam)
Hasil akan menunjukan ada gangguan toleransi atau ada gangguan uptake glukosa apabila
hasil pemeriksaan : Puasa > 120 mg/dL dan 2 jam setelah makan < 140 mg/dL
37
Praktikum VI
PENGARUH AKTIVITAS PADA KADAR GLUKOSA DARAH
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan kadar glukosa
darah sebagai dampak dari aktivitas fisik.
Alat yang diperlukan
1. stopwatch
2. Alat pemeriksaan kadar gula darah
3. Kertas dan ballpoint untuk mencatat
Tata Kerja Praktikum:
1. Mintalah orang percobaan untuk relax, periksa glukosa darah sewaktu
2. Mintalah orang percobaan untuk naik-turun tangga dengan kecepatan 60 x / menit
selama 12 menit tanpa istirahat.
3. Periksa glukosa darah segera setelah aktivitas, menit ke-30, menit ke-60, dan menit
ke-120 setelah melakukan aktivitas.
38
PERNAFASAN DAN SUHU TUBUH
I. PERNAFASAN PADA MANUSIA
Pernafasan Kuat dan Apnoe
Catat pernafasan normal selama 5 detik. Sekarang catat pernafasan kuat, cepat, dan dalam
selama 2-3 menit. Kemudian bernafas biasa dan lupakan pernafasan tadi (jangan
mengatur pernafasan dengan sengaja). Catat masa pemulihan ini sebaik-baiknya. Apa
yang Saudara lihat? Adakah masa apnoe, hitung waktunya!
Ulangi percobaan di atas, tetapi gunakan kantong kertas untuk pernafasan kuat.
Titik Penghentian
Catat lama penghentian (berhentilah bernafas) setelah hal-hal berikut. Istirahat selama 5
menit setelah tiap mengerjakan ini.
Ekspirasi biasa.
Ekspirasi tunggal kuat.
Inspirasi tunggal kuat.
Inspirasi kuat setelah pernafasan kuat 1 menit.
Inspirasi tunggal kuat dari sebuah kantong oksigen.
Inspirasi tunggal kuat sesudah pernafasan selama 3 menit dengan 3 kali pernafasan yang
terakhir dari sebuah kantong oksigen.
Inspirasi tunggal kuat segera sesudah latihan (lari ditempat selama 3 menit).
Ulangi penahanan nafas ini (no.7) tiap 40 detik kemudian, sampai nafas hampir normal
39
II. PERNAFASAN BUATAN
A. Cara Nielsen (cara angkat tangan – tekan punggung)
Berlututlah Saudara pada salah satu kaki atau kedua-duanya di dekat orang percobaan
yang telungkup dengan kepala dipalingkan ke samping di atas pungggung tangannya.
Pegang lengan atas orang percobaan pada kedua sikunya (tangan saudara dalam keadaan
lurus). Tarik ke belakang dengan berat badan saudara (terasa ada perlawanan kuat).
Kemudian kembali dan tekan punggung orang percobaan, di bawah tulang belikat (lengan
saudara tetap lurus) dengan arah vertikal ke bawah (hanya dengan berat badan saudara).
Ulangi hal-hal di atas sebanyak 15 kali/menit.
B. Cara Silvester (cara angkat tangan – tekan dada)
Baringkan orang percobaan terlentang dengan bantal (buntalan pakaian) di bawah
pertengahan punggung. Berlututlah Saudara di dekat kepala orang percobaan dan pegang
kedua pergelangan tangannya. Angkat kedua lengannya ke atas kepala sehingga terletak
sejajar dengan badan. Pekerjaan ini lakukan dengan waktu 2 detik saja. Turunkan kembali
lengannya melalui cara yang sama dan letakkan di atas dada.
Sambil memegang kedua lengan ayunkan tubuh Saudara ke muka dan lakukan tekanan ke
dadanya sehingga terasa tekanan menetang yang kuat. Lakukan hal ini dalam waktu 2
detik. Dengan demikian pekerjaan di atas akan memakan waktu 4 detik seluruhnya dan
nafas buatan berlangsung 15 kali/menit.
C. Cara Schaefer (cara tekan punggung)
Telungkupkanlah orang percobaan dengan salah satu lengannya lurus di atas kepala dan
yang sebelah lagi bengkok pada sikunya. Kepala menghadap ke samping di atas lengan
bawah. Sekarang Saudara berlutut di atas pinggul orang percobaan sehingga pinggulnya
tepat di bawah kedua paha Saudara (lutut Saudara berada di samping crista iliaca orang
percobaan). Letakkan kedua tangan Saudara di punggung orang percobaan sehingga
kelingking Saudara pada costa terbawah. Ayunkan berat badan Saudara ke depan dengan
kedua lengan tetap lurus (tidak bengkok). Lakukan hal ini dalam 2 detik. Kemudian tarik
badan Saudara ke belakang kembali selama 2 detik. Ulangi hal-hal di atas dengan
kecepatan 15 kali/menit.
III.SUHU TUBUH DAN TATA PANAS
E. Suhu pada Ketiak
Orang percobaan berbaring dengan tubuh bagian atas terbuka (tidak memakai baju) dan
bernafas melalui hidung (mulut sudah tertutup). Pasang termometer klinik ke dalam ketiak
(ketiak harus kering dari keringat). Biarkan termometer selama 10 menit dan bacalah
hasilnya.
40
F. Suhu Mulut
Turunkan termometer, bersihkan termometer dengan air dan alkohol. Pasang termometer
di bawah lidah orang percobaan yang sama. Biarkan selama 10 menit dan bacalah
hasilnya. Bandingkan dengan (A).
G. Pengaruh Penguapan
Orang percobaan yang sama sambil berbaring bernafas dengan tenang melalui mulut
selama 2 menit. Pasang termometer di dalam mulut. Baca hasilnya pada 5 menit pertama
dan pada 5 menit kedua (tidak perlu diturunkan dahulu setelah 5 menit pertama).
H. Pengaruh Luar terhadap Temperatur Mulut
Orang percobaan berkumur-kumur dengan air es selama satu menit. Kemudian ukur suhu
mulutnya. Baca suhu pada 5 menit pertama dan pada 5 menit kedua (suhu termometer
tidak perlu diturunkan dahulu).
Lakukan percobaan A, B, C, dan D pada orang percobaan yang lain. Catat nama, jenis
kelamin, umur, dan suhu ruangan.
41
top related