neu o transmitter
Post on 11-Aug-2015
80 Views
Preview:
TRANSCRIPT
A. Pengertian Asetil Kolin
Asetil Kolin adalah molekul-molekul kecil dapat berdifusi. Neurotransmitter
banyak macam, diantaranya yaitu Asetil kolin. Asetil kolin adalah transmitter pd
akhiran motorik/neuro muscular junction-aklusan syaraf dan di otak. Smafos
Kolmergikamps yang menggunakan neurotransmitter: asetilkolin. Bila ada impuls
syaraf datang, asetil kolin dilepaskan ke celah. Asetilkolin ke membran post smaptik
berikatan dengan reseptor spesifik mengakibatkan depolarisasi membran post
smoptik. Depolarisasi dijalarkan sepanjang membran ekstrabel elektrik dari sel syaraf
kedua. Asetilkolin dihidrolisis oleh enzim asetilkolin kemudian depolarisasi berhenti
(membran post smaptik terpolarisasi lagi).
B. Sintesis Asetilkolin
Asetil KoH + kolin Asetil kolin
Enzim : kolin asetil transferase – juga kolin asetrisse
Asetilkolin + H2O Asetat + Kolin
Enzim : Asetil kolin enterase
Enzim ini terdapat dalam membran postsmaptik. Sinaps dapat menjalarkan 1000
impuls tiap detik, hal ini hanya dapat terjadi bila membran post smaptik sudah
kembali terpolarisasi dalam fraksi nuli detik. Pelepasan asetilkolin tergantung adanya
ion Ca++ dalam cairan ekstrasel.
Interaksi Asetilkolin dengan reseptor spesifik pada membran postsmaptik
mengubah permeabilitas membran konduktans ion Na+ dan K+ meningkat dan ada
aliran Na+ ke dalam sel dan aliran K+ keluar sel (aliran Na+ > aliran K+).
Mengakibatkan depolarisasi membran postsmaptik dan memicu pokunal aksi pada
akson di dinding atau membran otot. Asetilkolin membuka hubungan (saluran) kation
(satu) yang permeabilitas utk Na+ maupun K+ harus sama.
Aliran Na+ > K+ sebab gradasi elektrokinasis membran lebih tinggi untuk Na+
dibanding K+. Inhibitor Asetilkolin: Phytostigmine-Neostigmin, merupakan
Karbumoil Ester.
1
Phytostigmin dan Neostigmin menghambat Asetilkolin dengan membentuk
ikatan yang sangat lambat lepas. Neostigmin digunakan sebagai obat Glaucoma
( dengan dasar Neostigmin menghambat.
Organik Fluorophosphate termasuk Diesepromyl phosphofluorosetat. Banyak
senyawa organik fosfat yg sudah digunakan untuk insektisida pertanian, dan gas
syaraf. Senyawa-senyawa ini dapat mematikan karena dapat menyebabkan Paralisis
Respiratorik.
Tabung Sarin termasuk yang paling toksik. Parathion digunakan dengan
insektisida pertanian. Dari percobaan diketahui bahwa dalam ekstrak otak ada 2
Pentapephsia yang dapat berikatan dengan reseptor Opiat yang dapat menghilangkan
rasa sakit pada hewan.
Pentapeptidia :
1. Ankephalin
NH2-kronin-Glism-Glisin-Fenilalanin-Lisosin-COO4
2. Menurunkan Enkephalin
NH2-Tirosin-Glism-Glisin-Fenilalanin-Metronin-COO4
Ternyata urutan Asam Amino tersebut menurunkan Enkefalin dalam sentawa
β polupm (β LPH) yang tampak terisolasi dari hipolisis inferior (enzim lain sudah
ditemukan) 910 AA. Endosfin juga sebagian dari βLPH . Senyawa dari βLPH mol
enkefalon.
Otot serong lintang :
1. Otot skelet
2. Otot jantung
Otot tidak serong lintang :
1. Otot polos
Otot: mesin biokimiawi utama yang mengubah energi kimiawi menjadi energi
mekanik.
Otot serong lintang tersusun dari: Sel serabut otot multi inti, dikelilingi
membrane plasma yang dapat dirangsang “listrik“ sarkolemma. Serabut otot
tersusun dari banyak miofibril yang tersusun paralel terdapat dalam cairan
2
intrasel sarkoplasma. Dalam sarkoplasma terdapat: glikogen, ATP,
fosfokreatin, enzim-enzim glikolisis.
Sarkomer: Unit fungsional otot. Pita A - Pita I - Pita H - garis Z.
Sarkomer: regio antara garis Z dgn garis Z.
AMP + H2O IMP + NH3
IMP + Aspartate + GTP Adenylosuccinate + GDP + P1
Adenylosuccinate AMP + Fumarate
Tidak resisten :
Aspartate + GTP + H2O Fumorsis + GDP + P1 + NH3
Massa Otot : 75% air, > 20% protein
Protein utama: aksin dan myosin.
Aksin
Monomer aksin---glandula globular. 25% protein otot (berat). Dengan adanya Mg++ ,
G aktin mengalami polimerisasi secara non kovalen---F. Aklin (raliks dobel) F aklin
6-7 mm (tebalnya) , tiap 35,5 mm ada pitch.
Myosin
Yaitu : sekelompok protein yang sudah teridentifikasi 15 protein mg. Disini yg
dimaksud myosin II. Myosin : 55 % protein otot , membentuk filamen yang
esimetrik. Tersusun :
- 2 heliks , saling terpilin mempunyai kepala globular ( 1 pasang ).
- 2 pasang rantai ringan ( L chain ) ± 20 K
- Sepasang L chain esensial
- Sepasang L chain pengatur.
Dalam otot skelet myosin berikatan dgn aktin menjadi aktomyosin. Dalam aktin ada
ATPase, yg membantu dalam aktomyosin.
Tripsin
Myosin --------2 LMM ( light meromyosin ) + HMM
3
Tidak mempunyai ATPase aktivity , tidak berikatan dengan Faktin.
HMM : Protein larut.
Mempunyai bagian fibrous dan bagian globular. Mempunyai aktifitas ATPase dan
berikatan dengan faktin.
Papain
HMM --------HMMS1 + HMMS2 fragmen.
S2 : Fibrious , tidak mempunyai ATPase, tidak berikatan dengan aktin.
HMMS1 BM 115 Kda
- Mempunyai aktifasi ATPase
- Berikatan dengan rantai-rantai
- Tanpa adanya ATP berikatan codicorate dengan aktin , dicorate aktin dengan
aaroheads.
S1 dan HMM mempunyai akhiran ATPase yang melanjutkan aktifitasnya
100-200 x dengan berkompleks. F aklin sangat mempercepat laju miosin ATPase
melepaskan produknya yaitu ADP + Pi . Jadi meskipun F aklin tidak mempengaruhi
hidrolisisnya, kemampuan untuk melepaskan produknya ( oleh ATPase ) sangat
menambah laju
Dampak Keperawatan Kritis
Dampak keperawatan kritis bagi perawat dengan menggali di lapangan
tentang dampak-dampak (aspek fisik, psikologi dan sosial) yang dirasakan oleh
perawat selama bekerja di unit keperawatan intensif.
Positif
Merupakan tantangan dalam artian menghadapi pasien-pasien kritis, misalnya
menjadi suatu kebanggaan tersendiri bila pasien kritis bisa terselamatkan dan menjadi
baik (survive) ilmu selalu berkembang cepat tanggap dengan kondisi pasien
memiliki skill atau keterampilan khusus yang tidak semua perawat bisa dan mampu
melakukannya.
Negatif
Stress fisik sangat tinggi dikarenakan harus memantau kondisi pasien selama
24 jam stress psikologis tingkat kecemasa dan ketegang karena selalu dihadapkan
4
dengan kondisi pasien yang kritis dan tidak stabil aspek sosial: terisolir atau kuramg
sosialisasi dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan yang lain kurang istirahat
dikarenakan tidak ada waktu khusus untuk istirahat tidak ada insentif khusus pada
perawat ruang intensif (sama dengan perawat ruang perwatan lain) kekhawatiran akan
tertularnya penyakit infeksi (infeksi nosokomoal tinggi).
C. Fungsi Asetil Kolin
Sebagai zat gizi penting untuk fungsi otak
Memiliki fungsi otak yang optimal, terutama dalam hal mengingat (memori).
Para peneliti telah menemukan adanya hubungan antara fungsi otak dan berbagai zat
gizi dalam makanan. Hubungan ini telah terjadi sejak janin berada dalam kandungan
ibu. Salah satu di antara zat gizi penting tersebut adalah kolin.
Dalam tubuh, kolin penting sebagai komposisi utama membran sel normal
serta menjaga keutuhan membran sel dalam proses-proses biologi, seperti
aliran/rangsangan informasi, komunikasi intrasel, dan bioenergi. Selain itu, kolin juga
dapat membantu fungsi normal otak melalui pembentukan neurotransmiter
asetilkolin, yaitu bentuk senyawa kolin yang sangat berperan pada fungsi otak.
Asetilkolin juga merupakan senyawa kimia yang berperan pada proses
penyimpanan dan pemanggilan kembali memori, perhatian (atensi), maupun
konsentrasi seseorang. Makin banyak asetilkolin yang disintesis, makin banyak pula
yang dilepaskan ke dalam saraf sehingga makin baik pula proses memori dan atensi.
Pada manusia masa perkembangan otak juga sudah dimulai sejak janin berada
dalam kandungan. Oleh karena itu, asupan kolin yang cukup sudah harus
diperhatikan pada ibu hamil maupun ibu menyusui. Hal ini disebabkan pada saat
tersebut merupakan masa kritis untuk mendapatkan hasil perkembangan memori otak
bayi yang terbaik.
Untuk menjamin ketersediaan kolin yang cukup pada bayi baru lahir, alam
telah mengatur dengan beberapa cara antara lain melalui plasenta dan air susu ibu
(ASI). Pada masa kehamilan, jumlah cadangan kolin dalam tubuh ibu mengalami
penurunan karena disalurkan ke janin melalui plasenta. Jumlah kolin dalam plasenta
mencapai 14 kali lebih tinggi daripada jumlah kolin dalam darah. Adapun tujuan
5
penimbunan kolin dalam plasenta adalah untuk menjamin ketersediaan kolin bagi
janin.
Pada masa menyusui, kolin dari ibu juga akan dikeluarkan ke dalam ASI.
Jumlah kolin dalam ASI dapat mencapai 100 kali jumlah kolin dalam darah ibu. Oleh
karena itu, bayi yang diberi ASI akan mendapatkan jumlah kolin yang mencukupi
untuk perkembangan fungsi sel otak sebagai pusat memori. Hal ini sejalan dengan
tujuan program pemberian ASI eksklusif yang dicanangkan oleh pemerintah dengan
tujuan untuk mencerdaskan bangsa sehingga lebih menggugah ibu untuk mau
menyusui bayinya.
Asupan kolin yang memadai pada setiap orang berbeda menurut usia. Rata-
rata pada lelaki dewasa sebanyak 550 miligram/hari, wanita 425 miligram/hari,
sedangkan pada bayi dan anak-anak jumlahnya lebih sedikit lagi. Walaupun kolin
dapat disintesis oleh tubuh sendiri, pada keadaan tertentu tubuh dapat juga mengalami
kekurangan kolin. Untuk mencegah terjadinya kekurangan kolin pada ibu hamil, ibu
menyusui, maupun orang dewasa sehat, perlu diberikan tambahan makanan maupun
suplemen yang mengandung tinggi kolin.
D. Penyakit Akibat Kekurangan asetil kolin
Miastenia gravis
Pada keadaan kekurangan kolin, akan timbul gangguan pada fungsi hati.
Contohnya : miastenia gravis. Miastenia gravis timbul antara umur 10-30 tahun. Pada
umur dibawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita.
Sementara itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria (Harsono, 1996). Insidens
miastenia gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000.
Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah karena sesungguhnya
banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis (Patofisiologi, 1995). Tingkat kematian
pada waktu lampau dapat sampai 90%. Kematian biasanya disebabkan oleh
insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah berhasil dikurangi secara drastic sejak
tersedia obat-obatan serta unit-unit perawatan pernapasan. Remisi spontan dapat
terjadi pada 10% hingga 20% pasien dan dapat dicapai dengan melakukan timektomi
elektif pada pasien-pasien tertentu. Yang paling cocok untuk menjalani cara ini
6
adalah wanita muda yang masih dini keadaannya (5 tahun pertama setelah awitan)
dan tidak berespon baik dengan pengobatan.
Definisi
Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis
merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara
cepatnya terjadi kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat
memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Miastenia gravis ialah
gangguan oto-imun yang menyebabkan otot skelet menjadi lemah dan lekas lelah1.
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan
kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada sambungan
neuromuscular
Patofisiologi
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular,
maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin
akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan
bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini
menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba
menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir
(EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran
otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang
sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan
kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi,
astilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada miastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis
terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran
postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak
antara membran presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak
asetilkolin dalam perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh
kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan
membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut
7
maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama. Kelainan kelenjar timus terjadi
pada miastenia gravis. Meskipun secara radiologis kelainan belum jelas terlihat
karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar timus pada kebanyakan pasien
menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita hiperplasia timus,
sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi
menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan
terus-menerus.
Pembuktian etiologi oto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa
kelenjar timus mempunyai hubungan erat. Pada 80% penderita miastenia didapati
kelenjar timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur
timoma dan pada penderita-penderita lainnya terdapat infiltrat limfositer pada pusat
germinativa kelenjar timus tanpa perubahan di jaringan limfoster lainnya5.
Manifestasi Klinis
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga
merupakan gangguan otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan
mengurangi efisiensi hubungan neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi
sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap
terlokalisir pada sekelompok otot tertentu saja. Gambaran klinis miastenia gravis
sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang ringan sampai pada kelemahan tubuh
menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala kelainan okular disertai
kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala kelainan
okular jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati kesulitan
mengunyah dan menelan. Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot
okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral
atau bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan
diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari
menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit tidak diganggu oleh
kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga
pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas dari
kesulitan penglihatan. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau
8
bilateral, salah satu otot okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil).Diagnosis
dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata.
Walaupun otot levator palpebra jelas lumpuh pada miastenia gravis, namun
adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot
okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Bila penyakit hanya
terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan
tidak akan menyebabkan kematian.
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat
LMN, kelemahan otot pengunyah, paresis palatum mol/arkus faringeus/uvula/otot-
otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung
jika pasien mencoba menelan, menimbulkan suara yang abnormal, atau suara nasal,
dan pasien tidak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang yang
menggantung.
Kelemahan otot non-bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali.
Yang pertama terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan
dengan tangan. Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi
otot ringan dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih
memburuk lagi.
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan
akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi membersihkan
lendir. Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat
dan dengan memberikan obat antikolinesterase.
Gejala-gejala dapat menjadi lebih atau mengalami eksaserbasi oleh sebab:
1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi
selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid.
2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
infeksi yang disertai diare dan demam.
3. Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila
mereka berada dalam keadaan tegang.
9
4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin,
suatu obat yang mempermudah terjadinya kelemahan otot, dan obat-obat lainnya.
Klasifikasi
Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi 3:
1. Kelompok I: Miastenia ocular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak
ada kasus kematian.
2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan
bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka
kematian rendah.
3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia, dan
sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan.
Otot-otot pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan
dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
4. Kelompok III: Miastenia berat akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai
mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal
dalam waktu 6 bulan. Respons terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik,
kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-
gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan atau
secara tiba-tiba. Respons terhadap obat dan prognosis buruk.
Disamping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa bentuk
varian miastenia gravis, ialah:
1. Miastenia neonates
10
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan. Jenis ini terjadi
pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8, dan
disebabkan oleh masuknya antibodi antireseptor asetilkolin ke dalam melalui
plasenta.
2. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada dewasa.
3. Miastenia congenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada kelainan
imunologik dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini biasanya
tidak progresif.
4. Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa
terjadi pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa.
5. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya
pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma
bronkus (small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia
gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa
disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan refleks tendo
menurun atau negatif. Seringkali penderita mengeluh mulutnya kering.
6. Miastenia gravis antibodi-negatif
Kurang lebih ¼ daripada penderita miastenia gravis tidak menunjukkan
adanya antibodi. Pada umumnya keadaan demikian terdapat pada pria dari golongan I
dan IIB. Tidak adanya antibodi menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi
respons terhadap pemberian prednison, obat sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi.
7. Miastenia gravis terinduksi penisilamin
D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid,
penyakit Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan,
penderita mengalami miastenia gravis yang secara perlahan-lahan akan menghilang
setelah D-P dihentikan.
11
8. Botulisme
Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium botulinum,
yang menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf motorik. Akibatnya adalah
paralisis berat otot-otot skelet dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum,
tipe A dan B paling sering menimbulkan kasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan
laut (see food). Intoksikasi biasanya terjadi setelah makan makanan dalam kaleng
yang tidak disterilisasi secara sempurna. Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36
jam sesudah terkena toksin. Kemudian muncul pandangan kabur, disfagia, dan
disartri. Pupil dapat dilatasi maksimal. Kelemahan terjadi pola desendens selama 4-5
hari, kemudian mencapai tahap stabil (plateau). Paralisis otot pernapasan dapat terjadi
begitu cepat dan bersifat fatal. Pada kasus yang berat biasanya terjadi kelemahan otot
ocular dan lidah. Sebagian besar penderita mengalami disfungsi otonom (mulut
kering, konstipasi, retensi urin).
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik. Penting sekali untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari miastenia gravis.
Diagnosis dapat dibantu dengan meminta pasien melakukan kegiatan berulang
sampai timbul tanda-tanda kelelahan. Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan
tes diagnostik sebagai berikut:
1. Antibodi anti-reseptor asetilkolin
Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat berguna
untuk menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90% penderita
miastenia gravis golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita golongan I. Titer antibodi
ini umumnya berkolerasi dengan beratnya penyakit.
2. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan
lebih kurang 30% penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya tidak
ada antibodi ini dan juga tidak ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka
kemungkinan adanya timoma adlah sangat kecil.
3. Tes tensilon (edrofonium klorida)
12
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat
apabila pemeriksaan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau
hasil pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap diduga adanya
miastenia gravis. Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka
disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan
kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangnya ptosis,
lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya
kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Jika
diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis banding antara miastenia
gravis yang sesungguhnya dengan sindrom miastenik. Penderita sindrom miastenik
mempunyai gejala-gejala yang serupa dengan miastenia gravis, tetapi penyebabnya
ada kaitannya dengan proses patologis lain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan
keganasan yang telah meluas. Usia timbulnya kedua penyakit ini merupakan faktor
pembeda yang penting. Penderita miastenia sejati biasanya muda, sedangkan sindrom
miastenik biasanya lebih tua. Gejala-gejala sindrom miastenik biasanya akan hilang
kalau patologi yang mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan
pemeriksaan EMG.
4. Foto dada
Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk
melihat apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken
tomografik.
5. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg.
Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang
kedua mata beberapa lamanya. Pada miastenia gravis kelopak mata yang terkena
menunjukkan ptosis.
6. Tes prostigmin
Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan
intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang
dan tenaga membaik.
13
Terapi
1. Antikolinesterase
Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin
bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat.
Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan,
neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg
per oral setara dengan 1 mg subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian
atropin 0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan
kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera dihancurkan. Akibatnya aktifitas otot
dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya tahan
semula. Pemberian antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis
golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh
stimulasi parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan,
berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal
(efek samping muskarinik) berupa kram atau diare dapat diatasi dengan pemberian
propantelin bromida atau atropin. Penting sekali bagi pasien-pasien untuk menyadari
bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda terlalu banyak obat yang diminum, sehingga
dosis berikutnya harus dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik. Karena
neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini
dapat diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek
smping tersebut.
2. Steroid
Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis,
dan diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari
efek samping. Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-
10 mg/minggu) untuk menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat
dimulai dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol atau
dosis mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang berat, prednisolon
dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikan
efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan
14
klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada
perbaikan klinis maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan
tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon
secara mendadak harus dihindari.
3. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang
baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa
gangguan saluran cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan
dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan
laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon bersama-sama
dengan azatioprin sangat dianjurkan.
4. Timektomi
Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi
dan kontrol jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita
beberapa hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase
sering kali merupakan tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini harus segera diatasi
dengan fisioterapi dan antibiotik.
5. Plasmaferesis
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50
ml/kg BB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat.
Plasmaferesis bila dikombinasikan dengan pemberian obat imusupresan akan sangat
bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas
bahwa terapi demikian ini dapat memberi hasil yang baik sehingga penderita mampu
hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis mungkin efektif padakrisi miastenik
karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor asetilkolin, tetapi
tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.
15
Krisis Pada Miastenia Gravis
Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat
menelan, membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat-alat.
Ada dua jenis krisis, yaitu:
1. Krisis miastenik
Krisis miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang
lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat
secara cukup dan dapat dicetuskan oleh infeksi.
Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut:Kontrol jalan napas
Pemberian antikolinesterase. Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan (respirator),
obat-obat antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini dapat
memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya krisis
kolinergik. Setelah krisis terlampaui, obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap,
dan seringkali dosis dapat diturunkan.
2. Krisis kolinergik
Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat
antikolinesterase. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah
minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi
remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-obatan dan batas terapeutik
antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit sekali. Respons
mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial.
Tindakan terhadap kasus demikiana dalah sebagai berikut: Kontrol jalan
napas. Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat diberikan
atropine 1 mg intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika diberikan atropine, pasien
harus diawasi secara ketat, karena secret saluran napas dapat menjadi kental sehingga
sulit dihisap atau mungkin gumpalan lender dapat menyumbat bronkus, menyebabkan
atelektasis. Kemudian antikolinesterase dapat diberikan lagi dengan dosis yang lebih
rendah. Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.
16
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg
intravena. Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik,
tetapi tidak akan memberikan perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala krisis
kolinergik.
Peran Kolin terhadap Memori
Penyakit Alzheimer, yang ditandai dengan terjadinya penurunan kemampuan
berpikir dan memori. Proses penurunan memori ini tidak hanya terjadi pada penderita
Alzheimer, namun dapat juga menyertai proses penuaan normal. Dikatakan bahwa
penurunan memori pada proses penuaan berhubungan dengan disfungsi dari sistem
saraf kolinergik. Para peneliti telah menemukan adanya hubungan antara fungsi
sistem saraf kolinergik dengan berbagai nutrien dalam makanan. Satu di antara
nutrien penting tersebut adalah kolin.
Memori merupakan suatu fungsi otak yang menarik perhatian para ahli selama
berabad-abad yang lalu hingga sekarang. Memori dapat dipandang sebagai suatu
proses mental yang menggunakan beberapa tempat penyimpanan di otak dengan
kapasitas dan waktu yang berbeda.
Ada beberapa hal yang termasuk dalam fungsi memori seperti: kemampuan
untuk melakukan registrasi, menulis istilah/sandi serta kemahiran melakukan sesuatu
dan mengingat kembali kejadian yang lalu. Untuk menjaga kestabilan proses ini
diperlukan perubahan fisik pada sinaps saraf (hubungan antara sel-sel saraf) dan
secara biokimiawi ternyata sistem saraf kolinergik memegang peranan yang cukup
penting.
Neurotransmiter (zat kimia penghantar) pada sistem saraf kolinergik ini
adalah asetil kolin. Asetil kolin merupakan karier kimia yang berperan pada proses
penyimpanan dan pemanggilan kembali memori, atensi maupun konsentrasi
seseorang. Dikatakan makin banyak asetil kolin yang dibentuk, maka makin banyak
pula yang dilepaskan ke dalam sinaps saraf sehingga makin baik pula proses memori
dan atensi.
Salah satu bahan utama asetil kolin adalah kolin. Pembentukan asetil kolin sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan kolin dalam sistem saraf kolinergik (gambar 1),
17
sedangkan kadar kolin pada sistem saraf kolinergik dapat dipengaruhi oleh asupan
kolin dari makanan.
Pada tahun 1975 beberapa peneliti telah melaporkan bahwa asupan kolin yang
adekuat akan mempercepat pembentukan kolin dalam tubuh dan meningkatkan
pelepasan asetil kolin oleh sel saraf. Penelitian juga dilakukan pada penderita
Alzheimer dan ditemukan bahwa pada penderita ini terjadi proses degenerasi yang
meluas pada sistem saraf kolinergik. Hal ini terjadi akibat proses "autokanibalisme"
(proses pengambilan kolin) pada membran fosfolipid dengan tujuan untuk
memperoleh ketersediaan kolin yang adekuat guna mencukupi pembentukan
asetilkolin.
Melihat pentingnya peranan kolin pada fungsi saraf terutama pada memori,
maka asupan kolin yang adekuat sangat dibutuhkan untuk mempertahankan hidup
normal. Walaupun kolin dapat dibentuk dalam tubuh, namun pada keadaan tertentu
dapat terjadi defisiensi. Untuk mencegah terjadinya defisiensi kolin perlu diketahui
bahan makanan sumber kolin seperti tampak pada tabel 2. Jika asupan dari makanan
masih tidak mencukupi, dapat diberikan tambahan atau suplemen yang mengandung
tinggi kolin.
E. Akibat Kekurangan Asetil Kolin
Jika asupan kolin sangat berlebihan (> 3,5 gram/hari) akan timbul gejala
tekanan darah rendah, mual, dan diare.
F. Penyakit Akibat Kelebihan Asetil Kolin
Parkinson
Penumpukan zat besi di otak maupun residu insektisida berlebihan dalam
tubuh bisa memicu timbulnya penyakit Parkinson. Penyebab penyakit Parkinson
sejauh ini belum diketahui. Para ahli memperkirakan ada kaitan dengan faktor
keturunan dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel-sel berpigmen di
substansia nigra di otak bagian tengah, tempat produksi dopamin (suatu
neurotransmitter).
Radikal bebas sisa metabolisme tubuh maupun zat bersifat racun terhadap
saraf seperti zat besi, herbisida, pestisida serta senyawa mengandung mangan, bisa
18
menyebabkan degenerasi neuron (sel pengantar impuls dalam sistem saraf) dan
kerusakan sel otak di substansia nigra. Akibatnya kadar dopamin di otak menurun.
Rendahnya kadar dopamin, menyebabkan gangguan pada bagian otak yang
mengatur gerakan yang bisa diatur (volunteer) dan gerakan yang tidak bisa diatur
(involunteer). Herbisida, pestisida, dan insektisida mengikat enzim kolinesterase yang
berfungsi memetabolisme asetilkolin yang dilepaskan oleh saraf. Akibatnya terjadi
kelebihan asetilkolin pada reseptor saraf dan menekan kadar dopamin.
Gejala Parkinson
Gejala utama penyakit Parkinson, adalah tremor (gemetaran), rigiditas
(kekakuan terutama pada gerakan otot leher, lengan, tungkai yang terlihat dengan
gerakan terpatah-patah), akinesia/bradikinesia (gerakan lamban, kedipan mata
berkurang, otot muka kurang bergerak, suara mengecil dan monoton, refleks menelan
lambat, dan air liur menetes keluar) dan postural reflex terganggu yang menyebabkan
penderita sering jatuh.
Penyakit Parkinson terjadi pada sekitar 200 per 100.000 penduduk. Parkinson
menyerang sekitar satu persen orang berusia di atas 60 tahun. Makin tinggi usia
harapan hidup di suatu negara, makin tinggi pula jumlah pengidap penyakit
Parkinson.
Saat ini tersedia pelbagai obat untuk terapi penyakit Parkinson. Antara lain zat
antikolinergik seperti trihexyphenidil, benztropine mesylate. Penghambat chathechol-
o-metyl transferase (COMT inhibitor) seperti entacapone. Antagonis NDMA seperti
amantadine., Juga dopaminergik seperti carbidopa dan levodopa. Agonis dopamin
misalnya bromocryptine mesylate, pramipexole dan sebagainya.
Pramipexole merupakan obat Parkinson dengan selektivitas tinggi pada
subtipe reseptor dopamin sehingga dapat mengurangi dosis levodopa dan
memperlambat perburukan penyakit Parkinson. Obat itu juga bisa digunakan sebagai
terapi tunggal untuk Parkinson tahap dini. (ATK)
G. Akibat Kelebihan Asetil Kolin
Radikal bebas dapat memicu kerusakan sel, jaringan, yang akhirnya
berkembang kepada kerusakan organ. Dalam jangka panjang, radikal bebas bisa
19
memicu kanker berkaitan dengan aktivitasnya mengubah material RNA dan DNA sel.
Manifestasi yang paling mudah dilihat dari dampak radikal bebas adalah kerutan pada
kulit akibat aktivasi metallproteinase yang memecah kolagen.
Radikal bebas (free radical) merupakan oksigen yang tidak stabil karena
jumlah jumlah elektronnya berkurang dari yang seharusnya dua elektron. Akibatnya
oksigen yang kekurangan elektron ini akan mengambil elektron dari molekul lain.
Karena dampaknya yang dahsyat, tak ada upaya lain selain menghadang
aktivitas radikal bebas untuk mencegah kerusakan sel lebih lanjut. Antioksidan
merupakan zat ampuh yang selama ini diyakini mampu meredam radikal bebas.
Likopene, lutein, zeasantin, betakarotene serta vitamin C dan E adalah contoh
antioksidan. Zat-zat ini tersimpan dalam sayur-sayuran dan buah-buahan tertentu.
Tapi tidak semua antioksidan didapat dari bahan-bahan dari luar tubuh. Salah
satunya lecithin. Lecithin merupakan salah satu subsantsi lemak yang sering disebut
fosfolipid. Zat ini diproduksi setiap hari oleh liver. Lecithin dibutuhkan setiap sel
dalam tubuh karena merupakan kunci pembentukan membran sel. Karena itu, letichin
mampu melindungi sel-sel dari oksidasi, terutama pelindung lapisan permukaan otak.
Meskipun merupakan substansi lemak, letichin juga bertindak sebagai pengemulsi
lemak (fat emulsifier) yang sangat mendukung sistem sirkulasi. Selain itu lecithin
20
merupakan penyampai pesan yang membantu pengendalian tekanan darah dan
produksi insulin.
Lecithin diyakini sebagai sumber tidak terbatas dari kolin, sejenis vitamin B.
Dalam tubuh, komponen utama lecithin yang disebut fosfatidilkolin dipecah menjadi
kolin. Fosfatidilkolin, dan pada beberapa kasus kolin atau lecithin sendiri, bisa
membantu mengatasi gangguan memori, seperti pada penyakit Alzheimer.
Para nutritis dan dokter meyakini fosfatidilkolin sangat bernilai dalam
membantu memperlambat atau mengembalikan memori yang hilang, mengingat
komponen utama sel-sel otak terdiri dari fosfolipid. Fosfatidilkolin memegang peran
utama dalam suplai kolin ke otak, untuk membangun neurotransmitter asetilkolin.
Tinggi rendahnya kadar asetilkolin berkaitan dengan kerusakan memori seiring
bertambahnya usia.
Salah satu manfaat fosfatidilkolin adalah melindungi hati dari kerusakan
akibat alkohol dan hepatitis. Fosfatidilkolin bisa mempercepat aliran lemak dan
kolesterol dalam liver sehingga tidak memberi kesempatan zat-zat ini menumpuk
dalam liver. Dengan begitu, akan membantu liver meminimalisir racun-racun
berbahaya dari tubuh.
Lecithin mencegah dua efek samping serius akibat kecanduan alkohol, yakni
luka parut yang parah pada hati dan sirosis. Lecithin juga bisa digunakan pada
gangguan hati akibat hepatitis.
Sebagian besar penduduk Amerika Serikat menyertakan suplemen lecithin
dalam diet sehari-hari. Rata-rata dosis yang dipakai adalah 6 gram lecitin dan 1 gram
kolin. Dosis yang tinggi bisa menimbulkan efek samping seperti keringat berlebih,
nausea, muntah, perut kembung, dan diare. Dosis yang ekstrim dari kolin (10 gram
sehari) bisa menyebabkan irama jantung tak normal.
Karena fosfatidilkolin, lecithin, atau kolin bisa meningkatkan kadar
asetilkolin, maka sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan bipolar. Karena
kadar asetilkolin yang terlalu tinggi akan memperberat fase depresi mereka.
21
top related