micron medical multimedia - m3yapindo.com m3 kedokteran.pdf · ilmu kedokteran forensik dan...
Post on 29-Oct-2019
46 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Katalog ProdukM3 Kedokteran 2018/2019
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
IDKSOIlmu Dasar Kedokteran
Sistem Organ
SKDIStandar Kompetensi
Dokter Indonesia
UKMPPDUji Kompetensi Mahasiswa
Program Profesi Dokter
1
Ilmu DasarKedokteran
1. Sistem Saraf 2. Psikiatri 3. Sistem Indra 4. Sistem Respirasi 5. SistemKardiovaskular
6. SistemGastrointestinalHepatobilier dan
Pankreas
7. Sistem Ginjaldan Saluran Kemih
8. Sistem Reproduksi 9. Sistem EndokrinMetabolik dan
Nutrisi
10. SistemHematologi
dan Imunologi
11. SistemMuskuloskeletal
12. SistemIntegumen
13. Ilmu KedokteranForensik danMedikolegal
E - LibraryLaporanKasus
Uji BerbasisKomputer
Update M3Kedokteran
2
Tim Penyusun
Dr. dr. Lucy Widasari, MSi.
Dr. Purbo S. Widodo, SpM. Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tahun 1967, kemudian melanjutkan pendidikan spesialis mata di Universitas Indonesia, saat ini aktif sebagai dokter spesialis mata di RS Mata AINI Jakarta. dr. Purbo Supripto Widodo, SpM. merupakan anggota dari Ikatan Dokter Indonesia, dan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Adapun layanan kesehatan yang diberikan oleh dr. Purbo Supripto Widodo adalah Konsultasi Kesehatan, Pemeriksaan Fisik, dan Bedah Mata.
Dr. Luh Putu Sunitri, SpOG.Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tahun 1967, saat ini aktif sebagai dokter praktik mandiri dan praktik swasta di Jakarta.Dr. Luh Putu Sunitri, SpOG. merupakan penasehat dari Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI) yang mempunyai visi Terwujudnya keselamatan dan kese-hatan Ibu hamil, melahirkan, nifas, serta bayi baru lahir dan anak. Dan misi Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk berperan aktif pada upaya-upaya keselamatan; Membangun jejaring seluas-luasnya dengan organisasi/lembaga dan individu, di dalam dan di luar negeri yang peduli keselamatan dan kesehatan; Memotivasi kegiatan masyarakat/lembaga yang peduli akan keselamatan dan kesehatan; Membangun budaya yang mengarah pada keselamatan dan kesehatan ibu hamil, melahirkan, nifas, serta bayi baru lahir dan anak.
dr. Lucy Widasari, MSi adalah dosen Ilmu Gizi di berbagai Perguruan Tinggi negeri dan swasta, praktisi pada berbagai klinik, dan konsultan medis pada beberapa perusahaan.•••••
••
Saat ini dr. Lucy Widasari, MSi. sedang menempuh pendidikan Doktoral dengan kepeminatan Ilmu Gizi di Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tim Pembina Sekolah Dasar Bersih Sehat DKI Jakarta; Ketua MEU (Medical Education Unit) 2010-2015 di Fakultas Kedokteran;Anggota Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI);Anggota Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia (APKESI);Anggota Perhimpunan Pengkaji Pendidikan Kedokteran di Indonesia (PERPIPKI);Anggota Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI);Pengurus Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI) regio 3.
3
Technical Support
Jalan Tanjung Duren RayaNo. 89C, Jakarta Barat, 11470 (021-56967880)
m3technicalsupport1
SMS
ONLY
0878 3483 2315 0878 3483 2315
@
csyapindo@yahoo.co.idSenin - Sabtu, 08.00 - 17.00
08.00
17.00
MicronMedicalMultimedia
www.m3yapindo.com
ID M3 : 188188 U
Edisi Kedokteran
Ilmu Dasar Kedokteran
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
KEDOKTERAN
4
ILMU DASARFISIOLOGI
ILMU DASARHISTOLOGI
ILMU DASARBIOKIMIA
ILMU DASARBIOLOGI
ILMU DASARPATOLOGI KLINIS
ILMU DASARPATOLOGI ANATOMI
ILMU DASARMIKROBIOLOGI
ILMU DASARPARASITOLOGI
ILMU DASARFARMAKOLOGI
ILMU DASARFARMASI
ILMU DASARANATOMI
ILMU DASARKESEHATAN MASYARAKAT
ILMU DASARGIZI
ILMU DASARRADIOLOGI
9.3. Vaskularisasi Cranium 9.3.1. Ekstrakranial 9.3.2. Intrakranial 9.3.3. Cerebrovaskular 9.4. Encephalon (otak) 9.5. Anatomi Perjalanan Sirkulus Wilisi 9.6. Area - Area Otak 9.7. Sutura Beserta Isinya 9.7.1. Sutura 9.7.2. Serebrum 9.7.3. Serebelum 9.7.4. Batang Otak 9.7.5. Medula Spinalis 9.7.6. Liquor Cerebrospinal(LCS)10. ANATOMI SISTEM INDRA 10.1. Anatomi Mata 10.1.1. Rongga Orbita 10.1.2. Palpebra 10.1.3. Aparatus Lacrimalis 10.1.4. Bola Mata 10.2. Anatomi Telinga 10.2.1. Telinga Luar 10.2.2. Telinga Tengah 10.2.3. Telinga Dalam 10.3. Anatomi Hidung dan Tenggorokan
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
ANATOMI
1. TERMINOLOGI ANATOMICA 1.1. Definisi2. POSITIO ANATOMICA 2.1. Definisi 2.2. Bagian-bagian3. LINEA 3.1. Definisi4. ANATOMI SUPERFISIAL 4.1. Definisi5. ANATOMI PROFUNDA 5.1. Definisi6. GERAKAN ANATOMI 6.1. Definisi 6.3. Tulang7. JUNCTURA 7.1. Definisi 7.3. Komponen Penyusun8. SISTEM ORGAN 8.1. Definisi 8.3. Sistem Organ9. ANATOMI SISTEM SARAF 9.1. Anatomi Cranium 9.1.1. Neuro-cranium 9.1.2. Viscerocranium/Splanchnocranium 9.2. Anatomi Lapisan Kepala
1.2. Bagian-bagian
3.2. Bagian-bagian
4.2. Regio
5.2. Bagian
6.2. Otot6.4. Jenis Gerakan
7.2. Otot7.4. Macam-macam
8.2. Sistem Organisasi8.4. Cavity
Ilmu Dasar Kedokteran Anatomi
5
1. TERMINOLOGI ANATOMICA11.1. Definisi
1.2. Bagian-bagian
Terminologi adalah kosa kata suatu seni atau ilmu atau ilmu yang mem-pelajari tentang penyelidikkan, susunan, dan konstruksi istilah.
Kepala
Leher
Thoraks
Punggung
Abdomen
Pelvis/perineum
Ekstreminitas bawah
Ekstreminitas atas
Superior (kanal): lebih dekat dengan kepala. Contoh: cor (jantung) ter-letak superior dari pada gaster (lambung).Inferior (kaudal): lebih dekat pada kaki. Contoh: gaster (lambung) leb-ih inferior dari pada cor (jantung).Anterior (ventral): lebih dekat ke depan. contoh: sternum terletak an-terior terhadap cor (jantung).Prosterior (dorsal): lebih dekat ke belakang. contoh: jantung prosteri-or terhadap sternum.Medial (tengah): mendekati bagian medial (tengah). contoh: digitus (jari kelingking) lebih medial daripada digitus I manus.Lateral: menjauhi bidang median. Contoh: digitus I manus (ibu jari) terletak lebih lateral dari pada digitus v manus.
Proksimal lebih dekat dengan batang tubuh atau pangkal misalnya pada ekstremitas. Contoh: siku terletak proksimal terhadap pergelan-gan tangan.Distal lebih jauh dari batang tubuh atau rangka misalnya pada eks-tremitas. Contoh: pergelangan tangan lebih distal dari pada siku.Superfisial: lebih dekat ke atau di permukaan. contoh: otot-otot len-gan bawah adalah superfisial terhadap tulangnya (humerus).Profunda: lebih jauh dari permukaan. Contoh: humerus lebih profunda dari pada otot-ototnya.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
1
32
46
8
5
7
9
1010
Gambar 1-1 Bagian-bagian utama tubuh yang dipelajari dalam anatomi regional.
Gambar 1-2 Istilah anatomi yang menjelaskan posisi satu struktur relatif terhadap struktur lain.
Lateral
Proksimal
Distal Inferior
LateralSuperior
Medial
Garis tengah
Kuadran Kanan Atas
Kuadran Kanan Bawah
Usus 12 jari (duo denum), usus besar, usus kecil, kandung kemih, rektum, testis, anus
Anus, rektum, testis, ginjal, usus kecil, usus besar
Kuadran Kiri Bawah
Hati, kantung empedu, paru, esofagus Hati, jantung, esofagus, paru, pankreas,limfa, lambung
Kuadran Kiri Atas
Tabel 1-1. Gambaran Organ dalam Kuadran
B. Dalam bentuk regioRegio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik, yaitu dengan menarik dua garis sejajar den-gan garis median dan garis transversal yang menghubung-kan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS). Bedasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi menjadi 9 regio:
1. Regio hypocondriaca dextra2. Regio epigastrica3. Regio hypocondriaca sinistra4. Regio abdominal lateralis dextra5. Regio umbilicalis6. Regio abdominal lateralis sinistra7. Regio inguinalis dextra8. Regio pubica (hypogastrium)9. Regio inguinalis sinistraKepentingan pembagian ini, yaitu bila kita meminta pasien untuk menunjukan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi perjalanan rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk mem-buat peta lokasi rasa nyeri beserta perjalanannya, sebab sudah diketa-hui karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ intra abdominal berdasarkan hubungan persarafan viseral dan somatik. Secara garis besar organ-organ dalam abdomen dapat diproyeksikan pada permukaan abdomen dalam bentuk regio, yaitu antara lain:
Gambar 3-3 Pembagian Regio Abdomen dalam bentuk regio
Hati atau hepar berada di regio hypocondriaca dextra, epigastrica dan sedikit ke hypocondriaca sinistra. Lambung berada di regio epigastrium. Limpa berkedudukan di regio hypocondrium kiri. Kandung empedu atau vesika felea sering kali berada pada per-batasan regio hypocondrium kanan dan epigastica. Kandung kemih yang penuh dan uterus pada orang hamil dapat teraba di regio hypogastrium. Apendiks berada di daerah antara regio inguinalis dextra, abdomina-lis lateral kanan, dan bagian bawah regio umbilicalis.
•
•••
•
•
6
Ilmu Dasar Kedokteran
7
2.2.1. Fisiologi Pendengaran 2.2.2. Jenis Gangguan Pendengaran 2.2.3. Jenis Penyakit Pendengaran 2.3. Fisiologi Hidung dan Tenggorokan 2.3.1. Sel-sel Membran Olfactorius 2.3.2. Perangsangan Sel-sel Olfactorius 2.3.3. Potensial Membran dan Aksi pada Sel-Sel 2.3.4. Sensasi Utama Penghidu 2.3.5. Penghantaran Sinyal Penghidu ke Sistem Saraf Pusat 2.3.6. Sinus Paranasal 2.3.7. Proses Menelan 2.3.8. Proses Berbicara3. FISIOLOGI PERNAPASAN (RESPIRASI) 3.1. Fungsi Sistem Respirasi 3.2. Proses Respirasi 3.3. Pernafasan Eksternal dan Internal 3.3.1. Pernafasan Eksternal 3.4. Mekanika Pernafasan 3.5. Otot Respirasi 3.5.1. Otot inspirasi utama 3.5.2. Otot inspirasi tambahan: 3.5.3. Otot ekspirasi: 3.6. Volume dan Kapasitas Paru 3.6.1. Volume paru
1. FISIOLOGI SISTEM SARAF 1.1. Fisiologi Neuron 1.2. Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf 1.3. Pembagian, Tingkat, & Organisasi Sistem Saraf 1.4. Jaras 1.4.1. Jaras Sensoris 1.4.2. Jaras Motoris 1.4.3. Hemifer Cerebri 1.4.4. Sistem Saraf Perifer 1.4.5. Nervus Kranialis 1.4.6. Input SSP 1.5. Ganglia Basal 1.5.1. Fisiologi 1.5.2. Komponen Ganglia Basal 1.5.3. Hubungan-hubungan Ganglia Basalia 1.5.4. Peran Ganglia Basalis pada Sirkuit Regulatoris 1.5.5. Fisiologi 1.6. Sistem Otonom 1.6.1. Sistem Saraf Simpatis 1.6.2. Sistem Saraf Parasimpatis2. FISIOLOGI SISTEM INDRA 2.1. Fisiologi Mata 2.1.1. Proses Visual Mata 2.1.2. Tajam Penglihatan 2.2. Fisiologi Telinga
3.3.2. Pernapasan Internal
3.6.2. Kapasitas paru
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
FISIOLOGI
Fisiologi
8
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan pala-tum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini ter-jadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m. salpingofaring dan m. palatofaring, kemudian m. levator veli palatine bersama-sama m. kon-striktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m. pala-tofaring (bersama m. salpingofaring) oleh kontraksi aktif m. konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.Ada yang berpendapat bahwa tonjolan passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
Gambar 2-58 Proses berbicara
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pen-gunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi li-dah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi da-lam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor far-ingis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.2.3.8. Proses Berbicara
Palatum molle
Plica vocalis
Cavitas oralis
Cavitas nasi
Bibir
Gigi
Lidah
Cavitaspharingeal
Plica vocalis tertutup ketika berbicara sehingga udara dari paru-paru menekan
antara plica vocalis menyebabkan getaran yang menghasilkan suara
Plica vocalis terbuka selama bernapas memungkinkan udara masuk ke dalam
paru-paru
Larynx
Pada mata emetropia sinar merah dibiaskan di belakang retina sedang sinar hijau di depan, demikian pula dengan mata yang telah dikoreksi dengan tepat. Penderita duduk dengan satu mata ditutup dan melihat pada kartu merah hijau yang ada huruf di atasnya. Pada pasien diminta untuk memberitahu huruf diatas warna yang tam-pak lebih jelas. Bila terlihat huruf diatas hijau lebih jelas berarti mata hipermetropia, sedang pada miopi akan lebih jelas huruf pada warna merah. Pada keadaan diatas dilakukan koreksi sehingga huruf diatas warna hijau sama jelas dibanding huruf diatas warna merah
5. Uji Dominan MataUji ini bertujuan untuk mengetahui mata dominan pada anak. Anak diminta melihat pada satu titik atau benda jauh. Satu mata ditutup kemudian mata yang lainnya. Bila mata yang dominan yang tertutup maka anak tersebut akan menggerakkan kepalanya untuk melihat ben-da yang matanya dominan
6. Uji Crowding Phenomenon
Uji ini bertujuan untuk mengetahui adanya ambliopia. Penderita di-minta membaca huruf kartu Snellen sampai huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya crowding phenomenon pada mata tersebut menderita ambliopia.
7. Penurunan Tajam PenglihatanPenurunan tajam penglihatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti usia, kesehatan mata dan tubuh dan latar belakang pasien. Ta-jam penglihatan cenderung menurun sesuai dengan meningkatnya usia seseorang. Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor yang mempen-garuhi ketajaman penglihatan seseorang. Dari penelitian yang dilaku-kan di Sumatera, Indonesia, didapat bahwa penyebab tertinggi terjad-inya low vision atau visual impairment adalah katarak, kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, amblyopia, Age-related Macular Degeneration, Macular Hole, Optic Atrophy, dan trauma. Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan mata yang herediter.Gambar 2-11 Uji dominan mata kanan
Gambar 2-12 Crowding bar, atau kontur interaksi bar, memungkinkan pemeriksa untuk menguji crowding phenomenon dengan optotype terisolasi pada anak yang menderita ambliopia.
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
BIOLOGI
1. SEL 1.1. Definisi Sel 1.2. Teori Sel 1.3. Jenis Sel 1.4. Bentuk Sel2. PEMBELAHAN SEL 2.1. Definisi 2.2. Fungsi Pembelahan Sel 2.3. Macam-macam 3. KOMUNIKASI SEL 3.1. Definisi 3.2. Fungsi Komunikasi Sel 3.3. Ikatan Biomolekul 4. GENETIKA 4.1. Definisi Genetika 4.2. Fungsi Genetika 4.3. Definisi Gen, genom, pengantar genetika5. KROMOSOM 5.1. Definisi Kromosom 5.2. Fungsi kromosom 5.3. Struktur kromosom 5.4. Bentuk dari kromosom
6. GEN (DNA DAN RNA) 6.1. Definisi Gen 6.2. Fungsi Gen 6.3. Struktur Gen7. MUTASI 7.1. Definisi Mutasi 7.2. Faktor Penyebab Mutasi 7.3. Macam-macam Mutasi8. EKSPRESI GEN (DOGMA SENTRAL) 8.1. Definisi Ekspresi Gen 8.2. Mekanisme Ekspresi Gen 8.2.1. Transkripsi 8.2.2. Translasi 8.2.3. Transkripsi Prokaryot dan Translasi Prokaryot 8.2.4. Transkripsi Eukaryot dan Translasi Eukaryot 8.3. Faktor Ekspresi Gen
1.5. Ukuran Sel1.6. Jumlah Sel1.7. Struktur Sel1.8. Metode Pengamatan Sel
2.3.1. Mitosis 2.3.2. Meiosis 2.3.3. Amitosis
3.4. Jenis Komunikasi Sel3.5. Mekanisme Komunikasi Sel3.6. Matriks Extraseluler
4.4. Pola Hereditas4.5. Simbol Genetika4.6. Pedigree chart
5.5. Jenis Kromosom5.6. Kariotipe Manusia5.7.Penyakit Kelainan Genetik
Ilmu Dasar Kedokteran Biologi
9
Ciri-ciri sel eukariotik - Komponen sel lebih teratur - Merupakan bahan genetika dalam nukleus Komponen utama sel, terdiri dari : - Membran plasma - Sitoplasma Sub-komponen sel terdiri dari : - Mitokondria - Ribosom - Retikulum endoplasma kasar - Retikulum endoplasma halus2. Sel prokariotik
Berdasarkan keberadaan membran intinya, sel terbagi menjadi 2, yaitu1. Sel eukariotik
Sel eukariotik memiliki dua bentuk, yaitu tetap dan berubah, sebagai berikut:
Adapun faktor bentuk sel tergantung pada:
Sel prokariotik ialah suatu jenis sel yang memiliki inti tidak jelas, karena tidak memiliki membran inti.
-
-
---
-
-
-
-
-
-
-
-
--
Tetap terdiri dari: sel spermatozoa, sel saraf, sel eritrosit, sel epi-tel, sel tanaman, dan lain-lain. Berubah terdiri dari: sel leukosit dan amoeba
Fungsi selViskositas sitoplasmaTegangan permukaan membransel
Rigiditas membran plasmaPengaruh mekanis darisekitarnya.
1.3. Jenis Sel
Gambar 1-20 Mikroskopis
Kromosom terlihat pertama kali sebagai benang panjang yang kemudian menjadi pendek dan tebal. Di karenakan hilangnya air dari kromosom yang mengadakan spiralisasi (cooling)Kromosom terlihat ganda, kecuali pada daerah kinetokhor atau sentromer. Ini menandakan bahwa telah terjadi suatu replikasi kromatid pada interfaseKedua benang pada kromosom ini disebut kromatid (sister chromatids)Membran nukleus mulai menghilang, nukleolus juga meng-hilang. Sentroma di luar nukleus membelah menjadi dua dan mulai bergerak ke arah kutub masing-masing sambil mem-buat benang-benang spindle.
Kromosom mulai bergerak pertama kali menuju dan berkum-pul pada bidang ekuatorial = proses kongregasi.Yang menempel pada ekuatorial hanyalah kinetokhor. Sedang-kan lengan-lengan kromosom bebas di luar bidang ekuatorial.Setelah semua kromatid tersusun dalam bidang ekuator, kromatid ini akan mulai terpisah dari pasangannya dan mas-ing-masing akan di hubungkan dengan kutub pembelahan sel pada setiap sisi. Tahap metaphase ini diakhiri dengan tertari-knya bagian kinektokor kearah kutub pembelahan sel mas-ing-masing. Sementara itu bagian lengan kromatidnya masih melekat satu sama lain.
2. Mitosis
Gambar 2-3 Pada profase, kromatin mengembun menjadi kromosom.
Gambar 2-4 Pada metafase, kromosom menyelaraskan di pusat sel dalam hubungan dengan serat poros.
Gambar 2-2 Mitosis selesai, dan interfase baru dimulai.
Sel eukariotik memiliki inti sel yang jelas karena inti sel mempunyai dinding atau membran inti.
MitokondriaPeroksisom
Pori inti
Nekleus (inti sel)Retikum endoplasma kasar
Retikulum endoplasma halus
Ribosom (menempel pada retikulum endoplasma kasar)
Mikrofilamen
Membran plasma
Ribosom bebas
Lisosom
Kompleks golgi
Vesikel
Sitosol
Vault
Pasangan sentrioldalam sentrosom
Mikrolobulus yang memancardari sentrosom
Fimbria: struktur pelekatanpermukaan sejumlah prokariota
Ribosmom: komplek yangmenyintesis protein
Membran plasma: membran yang menyelubungi sitoplasma
Dinding sel: struktur kaku di luar membran plasmaKapsul: pelapis luar serupa-jeli pada banyak prokariota
Flagela: organel lokomosibeberapa jenis bakteri
0,5 μm
(b) Irisan tipis baktei Bacillus coagulans (TEM)
Gambar 1-3 Sel prokariotik.Contoh dari sel prokariotik :- Bakteri- Ganggang hijau- Ganggang biru- Virus
Kromosombakteri
Serat poros Serat astral
Sentriol
Khatulistiwa
Sentromer
Nukleoid: wilayah tempat DNAsel terletak (tidak terselubungmembran)
(a) Bakteri tipikal berbentuk batang
Di dalam interfase, di bagi menjadi tiga periode, yaitu:a. Periode G1 (Gap 1) : suatu periode sebelum sintetis DNA.b.
c.
Periode S (Sintetis) : Periode sintetis DNA atau replica DNA dan replica kromatid dari kromosom.Periode G2 (Gap2) : Periode sintetis DNA berakhir dan siap untuk bermitosis. Juga di sebut pra-mitosis.Jadi, pada tahap G2 sel telah mempunyai kromosom bersifat dip-loid dan mempunyai sepasang unit sentriol atau dengan kata lain sel telah siap untuk menggandakan atau memulai pembelahan.
a. Kariokinesis 1) Profase
2) Metaphase
KromatidKromosom
Serat poros
Kromosom
Kinetokor di sentromer
Kromatid
10
11
Ilmu Dasar Kedokteran Parasitologi
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
PARASITOLOGI
2.5.5. H. Diminuta2.5.6. E. granulosus
3. PROTOZOOLOGI3.1. Definisi & Klasifikasi3.2. Rhizopoda3.2.1. E. Histolytica3.2.2. E. Coli3.2.3. E. Hartmanni3.2.4. I. Butschlii
3.3. Flagellata3.3.1. G. Lamblia
3.4. Cilliata (B. Coli)3.5. Sporozoa3.5.1. C. Parvum3.5.2. C. Belli
4. MIKOLOGI4.1. Definisi & Klasifikasi4.1.1. Actinomycetes4.1.2. Myxomycetes4.1.3. Chytridiomycetes4.1.4. Zygomycetes4.2. Macam-macam Sporula4.2.1. Blastospora4.2.2. Artrospora4.3. Macam-macam Spesies
1. PARASITOLOGI1.1. Definisi & Klasifikasi1.2. Hospes
2. HELMINTOLOGI2.1. Definisi & Klasifikasi2.2. Nematoda Usus2.2.1. A. lumbricoides2.2.2. Toxocaridae2.2.3. A. Duodenale2.2.4. A. Braziliense2.2.5. S. stercoralis
2.3. Nematoda Jaringan2.3.1. W. Bancrofti2.3.2. B. Malayi2.3.3. B. Timori2.3.4. Loa Loa
2.4. Trematoda2.4.1. C. Sinensis2.4.2. O. Viverrini2.4.3. F. Hepatica2.4.4. F. Buski2.4.5. Echinostomatidae
2.5. Cestoda2.5.1. D. Latum2.5.2. T. Saginata
1.3. Vektor1.4. Ruang Lingkup
2.2.6. E. Vermicularis2.2.7. T. trichiura2.2.8. T. spiralis2.2.9. C. philippinensis
2.3.5. D. Immitis2.3.6. D. Medinensis2.3.7. G. Spinigerum
2.4.6. M. Yokogawai2.4.7. P. Westermani2.4.8. S. Japonicum2.4.9. S. Mansoni2.4.10. S. Haematobium
2.5.3. T. Solium2.5.4. H. Nana
2.5.7. T. Multiceps2.5.8. D. caninum
3.2.5. D. Fragilis3.2.6. E. Nana3.2.7. E. Gingivalis
3.3.2. P. Hominis
3.5.3. C. Cayetanensis3.5.4. T. Gondii
4.1.5. Ascomycetes4.1.6. Basidiomycetes4.1.7. Deuteromycetes
4.2.3. Klamidospora
12
mengusulkan untuk menyebutnya parasit Wuchereria malayi Pada tahun 1960, bagaimanapun Buckley mengusulkan untuk membagi genus tua Wuchereria, ke dalam dua generasi, Brugia dan Wuchereria dan nama Filaria malayi Brugia malayi sebagai hasilnya. Wuchereria W. bancrofti, yang sejauh ini hanya ditemukan menginfeksi manusia, dan Brugia beri-si B. genus malayi, yang menginfeksi manusia dan hewan, serta spesies zoonosis lainnya. Morfologi: mikrofilaria 230 mikron, bersarung merah, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya 2x lebar. Inti badannya tidak teratur, ekornya mempunyai 1- 2 inti tambahan. Cacing dewasa (makrofilaria) bentuk halus seperti benang, warna putis kekuningan. Cacing jantan : 23 mm, ekornya melingkar. Cacing betina : 55 mm, ekornya lurus. Memiliki larva stadium I, II, III seperti pada Wuchereria bancrofti.Vektor: Anopheles barbirostris. Terapi: Dietil karbamasin. Diagnosa: Ge-jala klinis, menemukan mikrofilaria, biopsi, imunologi. Gejala: serangan demam dan peradangan dan saluran dan kelenjar limfe.
2.3.3. Brugia TimoriMenurut Markell, Voge, dan John, mikrofilaria dari jenis ini pertama kali ditemukan pada tahun 1964 di kepulauan Timor. Kemudian, penyakit ini menyebar ke pulau-pulau di Dangkalan Sunda. Mikrofilaria B. timori dapat dengan jelas dibedakan dari mikrofilaria B. malayi. Mikrofilaria dari B. timori lebih panjang dari B. malayi, dengan rata-rata 310 mikron. Jarak cephalic (bagian dari mikrofilaria anterior ke nuclei tubuh) mempunyai perbandingan panjang dan lebar 2:1 di B. ma-layi, sedangkan di B. timori 3:1. Sarung B. malayi mengandung Giemsa stain, sedangkan hal itu tidak ditemui pada B. timori.
Morfologi: Mikrofilaria 280 mikron, bersarung pucat, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya 3x lebarnya, inti badannya tidak teratur, ekor memiliki inti tambahan. Cacing dewasa (makrofilaria) bentuk seperti benang, warna putih kekuningan. Cacing jantan : 23mm, ekor meling-kar. Cacing betina: 39mm, ekor lurus. Memiliki larva stadium I, II dan III.Vektor anopheles barbirostris. Terapi dietilkarbamasin. Diagnosa: geja-la klinis, menemukan mikrofilaria, biopsi, dan imunologi.
2.3.4. Loa LoaLoa loa adalah nematoda filarial yang menyebabkan loaiasis. Ini adalah bagian dari kelompok nematoda parasit filarial yang menyebabkan fila-riasis limfatik. Loa loa filariasis (juga dikenal sebagai loaiasis, Calabar swelling, Fugitive swelling, Tropical swelling dan Afrika eyeworm) penyakit mata yang disebabkan oleh cacing nematoda, loa loa.Morfologi: Mikrofilaria 300 mikron, ditemukan dalam urin, darah, memi-liki sarung. Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan dan jaringan subkonjungtiva. Cacing jantan: 34 mm, dan cacing betina: 70 mm.Gambar 2-25 Brugia timori
Gambar 2-26 Siklus hidup Brugia timori.
Siklus hidup seperti untuk W. bancrofti (p. 12)
Mansonia Anopheles Aedes
Nyamuk
Hospes Perantara: Lalat Chrysops, cara transmisi: gigitan lalat rusa, dan Chrysops. Terapi: Dietilkarbamasin, pembedahan dilakukan bila ditemu-kan cacing dewasa di mata.Diagnosa: Menemukan mikrofilaria dalam darah pada siang hari, dan menemukan cacing dewasa dari konjungtiva atau jaringan subkutan.Gejala: gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung dengan me-nimbulkan iritasi pada mata, mata sembab, sakit, dan pelupuk mata menjadi bengkak sehingga mengganggu penglihatan.
2.3.5. Dirofilaria Immitis
Gambar 2-27 Loiasis
Gambar 2-28 Siklus hidup larva chrisops genus.
Filaria dewasa bermigrasi di bawah konjungtiva
Mikrofilaria menyerang jar-ingan subkutan dan menjadi dewasa
Waktu maturasi 1 tahun.
Eosinophilia
Mikrofilaria
Gravida ♀ dischanges mikro-filaria dalam pembuluh darah
Mikrofilaria ditemukan dalam darah perifer
Rentang hidup 1-15 tahun.
Lalat Chrisops
Alergi pruritas kronik, papula berkem-bang, kulit dapat menebal, cacing yang mati dapat membentuk abses.
Mikrofilaria kehilangan selubung, menembus din- ding lambung, jaringan, menjadi dewasa dan bermi-grasi dari badan ke bagian mulut. Serangga infektif. Waktu maturasi 10-12 hari.
Pembengkakan Calabar, ber-tahan selama beberapa hari untuk menjadi dewasa.
Gambar 2-29 Dirofilaria immitis
Gambar 2-30 Siklus hidup dirofilaria immitis pada anjing dan kucing
Patensi (menghasilkan keturunan) Patensi sementara
Dewasa
L4
(Larva tahap ke-4)
MikrofilariaL3
(7 sampai 8 bulan setelah infeksi)
Cacing jantung di jantung dan pembuluh darah di paru-paru (1-3 cacing)
(6 sampai 7 bulan setelah infeksi)
14 hari atau lebih larva stadium ke-3 yang infektif
3 sampai 4 bulan
2 sampai 3 bulan
Perkembanganlarva
L4(Larva tahap ke-4)
Perkembangan larva
Perkembanganlarva3 sampai
4 hari
Cacing jantung di jantung dan pembuluh darah di paru-paru (1-250 cacing)
Dewasa
13
FarmakologiIlmu Dasar Kedokteran
1. ILMU DASAR FARMAKOLOGI1.1. Obat1.2. Bentuk Sediaan Obat (BSO)1.3. Cara Pemberian Obat, Keuntungan, & Kerugiannya1.4. Alasan Pemberian Obat 1.5. Efek Obat
2. FARMAKOKINETIK2.1. Absorbsi2.2. Distribusi
3. PARAMETER FARMAKOKINETIK3.1. Bio-availability 3.2. Jenis parameter-parameter farmakokinetika
4. FARMAKODINAMIK4.1. Farmakodinamik I4.1.1. Mekanisme Kerja Obat4.1.2. Reseptor
4.2. Farmakodinamik II4.2.1. Kerja Obat yang Tidak Diperantarai Reseptor4.2.2. Kerja Obat dengan Reseptor
4.3.Variabel Farmakodinamika4.3.1. Kurva Kadar Obat Dalam Plasma Vs Waktu4.3.2. Hubungan Dosis Obat dengan Persen Responsif
5. INDEKS TERAPI5.1. Kondisi Fisiologik
2.3. Metabolisme Obat2.4. Ekskresi (Eliminasi)
5.2. Kondisi Patologik
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
FARMAKOLOGI
- Dekontaminasi topikal, menggunakan air dan sabun sebagai zat iritan.- Meningkatkan eliminasi zat toksik, untuk pembebasan urin.- Antidot.
Farmakokinetik atau kinetik obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup empat proses, yakni: Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi.
2. FARMAKOKINETIK
Gambar 1-17 Efek toksik
Kualitas
Toksikologi
Farmakologi
Studi klinis
Obat yang aman dan berkhasiat
Berkas pendaftaran
Pharmaco-vigilance
Gambar 2-1 Prinsip-prinsip kunci dari Farmakokinetik
Gambar 2-2 Farmakokinetik
Obat Absorpsi
Distribusi
Metabolisme
Hati
Ekresi
Alat pengangkut
Mulut, intravena, intraperitoneal, subkutan, intramuskular, inhalasi
Membran rongga mulut, saluran pencernaan, peritoneum, kulit, otot, paru-paru.
1. Administrasi obat
2. Penyerapan dan distribusi
Target situs
3. Mengikat
Plasma darah
Plasma protein yang mengikat
Metabolisme
4. Inaktivasi
Hati
Keringat, uap air, air liur, urin, feses
5. Ekresi
Produk ekskresi
Depot penyimpanan tidak aktif
Usus, ginjal, paru-paru, kelenjar keringat, dll
Reseptor neuron
Tulang & lemak
2.1. Absorbsi Pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diab-sorpsi dengan sangat cepat, misalnya nitrogliserin. Karena darah dari mu-lut langsung ke vena kava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat yang diberikan sublinguinal ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati. Pada pemberian obat melalui rektal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar atau muntah, hanya 50% darah dari rektum yang melalui vena porta, sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, absorpsi obat melalui mukosa rektum seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat menyebabkan iritasi mukosa rektum.Absorpsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagian barier absorpsi adalah membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua mem-bran sel di tubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian, agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus mempunyai kelarutan lemak. Kecepatan difusi berbanding lurus dengan derajat kelar-utan lemak molekul obat. Kebanyakan obat merupakan elektrolit lemah, yakni asam lemah atau basa lemah. Dalam air, elektrolit lemah ini akan terionisasi menjadi bentuk ionnya. Derajat ionisasi obat bergantung pada konstanta ionisasi obat (pKa) dan pada pH larutan dimana obat berada.
Absorpsi sama artinya dengan penyerapan. Untuk bahasan mengenai far-makokinetik ini bahwa absorpsi yang dimaksud adalah proses diserapnya atau masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberiannya yaitu berupa ada yang dari saluran cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru-paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, den-gan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 m2 (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan villi dan mikrovilli).
Gambar 2-3 Absorpsi obat
Sublingual
Obat Inhalasi
Topikal
Rektal
Tempelan transdermal
Bagian paracellular
Difusi pasif
Difusi yang terfasilitasi
Transpor-tasi aktif
Gambar 2-4 Absorbsi
14
15
Ilmu Dasar Kedokteran
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
4.1.2. Gigi 4.1.3. Lidah 4.2. Esofagus 4.3. Gaster 4.4. Usus Halus 4.5. Apendiks Vermiformis 4.6. Kolon Rektum 4.7. Hepar 4.8. Kandung Empedu 4.9. Pankreas5. HISTOLOGI SISTEM GINJAL & SALURAN KEMIH 5.1. Ginjal 5.2. Ureter 5.3. Kandung Kemih 5.4. Uretra6. HISTOLOGI SISTEM REPRODUKSI 6.1. Histologi Genitalia Wanita 6.1.1. Ovarium 6.1.2. Tuba Falopi 6.1.3. Uterus 6.1.4. Vagina 6.1.5. Kelenjar Mammae 6.1.6. Labia Mayora 6.1.7. Minora 6.1.8. Vestibulum
1. HISTOLOGI SISTEM SARAF 1.1. Neuron 1.1.1. Sinaps 1.1.2. Neurotransmiter 1.2. Sel Glia (Sel Penyongkong) 1.2.1. Sel Glia pada SSP 1.2.2. Sel Glia pada SST 1.2.3. Tahap Meilinasi 1.2.4. Tahap Regenerasi 1.3. Susunan Saraf Pusat 1.4. Histologi Medulla Spinalis 1.5. Histologi Sistem Saraf Pusat 1.6. Histologi Sistem Saraf Tepi2. HISTOLOGI SISTEM RESPIRASI 2.1. Sistem Konduksi 2.2. Sistem Respirasi3. HISTOLOGI SISTEM KARDIOVASKULAR 3.1. Histologi Jantung 3.2. Histologi Arteri 3.3. Histologi Kapiler 3.4. Histologi Vena4. HISTOLOGI SISTEM GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER, & PANKREAS 4.1. Rongga Mulut 4.1.1. Bibir
Histologi
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
HISTOLOGI
16
Gambar 1-21 Potongan area di dekat fissura mediana anterior yang memperlihatkan dura mater (D) dan ruang subdural (SD) yang keras dan dilapisi oleh sel pipih mirip-epi-tel. Lapisan meninges tengah adalah lapisan arachnoid (A) yang menyerupai jaring dan mengandung ruang subarakhnoid (SA) dan trabekula jaringan ikat (T). Ruang subara-khnoid terisi dengan cairan serebrospinal dan arachnoid berfungsi sebagai bantalan peredam kejut di antara otak dan tengkorak. Pembuluh darah (BV) yang cukup besar berjalan melalui lapisan arakhnoid. Pia mater (P) yang berada paling dalam tipis dan tidak terpisah secara tegas dari arachnoid; bersama-sama, kedua lapisan tersebut ter-kadang disebut sebagai pia-arakhnoid atau leptomeninges. Ruang di antara pia ma-ter dan substansia alba (WM) di medula spinalis adalah artifak yang terbentuk selama proses diseksi; normalnya, pia tersebut sangat melekat erat pada lapisan prosessus astrosit pada permukaan jaringan SSP. lOOx. H&E.
Gambar 1-22 Banyak fitur penting dari medulla spinalis yang terlihat di penampang ini. Substantia alba terdiri dari serabut saraf yang membawa turun naik informasi dan membuat daerah luar medulla. Substantia grisea, yang berisi badan sel, terletak di pusat medulla dan mudah diidentifikasi oleh warna dan bentuk kupu-kupu. Canalis centralis terletak di pusat medulla dan berisi cairan serebrospinal (CSF). Radix pos-terior mengandung serat sensorik aferen yang mengirimkan sinyal dari SST, melalui ganglion sensorium nervi spinalis, ke Cornu posterius. Radix anterior nervi spinalis mengandung akson motorik eferen. Radix anterior nervi spinalis dan dorsalis bersatu membentuk medulla spinalis.
Merupakan lanjutan batang otak yang terbagi dalam sejumlah kanan, sedangkan setiap saraf spinal berhubungan segmen medulla spinalis melalui akar atau radiks (radiks posterior/dorsal: serabut aferen dan ra-dix anterior berisi serabut saraf efferen). Pada foramen intervetebrale yang terletak antara foramen magnum dan C1 merupakan keluaran dari nervus spinalis servicalis satu dan diantara C7 dan T1 terdapat nervus spinalis servicalis 8.
D
DSDATSABVPWM
: Dura mater: Subdural: Arachnoid: Trabekula: Subarakhnoid: Pembuluh darah: Pia mater: Substansia alba
SSA
BV
P
SD
T
BV
P
WM
Susunan saraf spinal → 31 pasang saraf spinal (nervus spinalis), yang terdiri dari:~ 8 pasang nervus cervicalis (C1 – C7).~ 12 pasang nervus thoracicus (T1 – T12).~ 5 pasang nervus lumbalis (L1 – L5).~ 5 pasang nervus sacralis (S1 – S5).~ 1 pasang nervus coccygeus (Co1).Substansia Alba (White matter): serabut saraf yang terdiri dari ser-abut yang berpangkal di medula spinalis yang naik meuju otak (acendens) dan serabut saraf yang berasal dari otak turun ke medula (de-cendens). Kumpulan serat-serat saraf (Funikulus):- Anterior (ventral).- Lateral.- Posterior (dorsal).- Funikulus terbagi atas kelompokan kecil lagi (Fasikulus)/traktus.
3
2
1
76
5
4
1. Canalis centralis2. Dorsalis3. Substantia alba4. Substantia grisea5. Radix posterior6. Radix anterior7. Ventralis
Gambar 1-15 Mielinisasi dari berdiameter besar PNS akson.
Gambar 1-19 Serebrum 40x
Gambar 1-19 Serebrum 40xGambar 1-18 Medula spinalis: daerah mid-torakal (potongan transversal). Pulasan: hematoksilin dan eosin. Pembesaran lemah.
SSP
2
4
5
6
7
8
9
10
11
3 1 1513
14
Serebrum
Serebrum
Medulla spinalis
Substansia Grisea
Substansia Grisea
Substansia Alba
Substansia Alba
Substansia Alba
Substansia Grisea
Vena spinalis posteriorDura materAraknoid materPia materRadiks posteriorKornu posterior griseaKolumna lateral albaKornu lateral grisea dengan neuron motorikKanalis sentralisKornu anterior grisea dengan neuron motorikRadiks anteriorVena dan arteri spinalis anteriorRuang subduralSpatium subarachnoideumSulcus medianus posteriorFasciculus gracilisFasciculus cuneatusCommisura griseaKornu lateral grisea dengan neuron motorikKornus anterior griseaAkson radiks anteriorFisuura mediana anteriorKolumna posterior
Korteks serebeli: substansia griseaKorteks serebeli: stratum moleculareStratum purkijenseKorteks serebeli: stra-tum granulosumSubstansia albaFolium serebeliPia materSubstansia albaSulciKorteks serebeli: substansia grisea
KapilarisSel GranularSel PiramidalNukleus Neuroglial
C :GC :PC :NN :
1.
2.
3.4.
5.6.7.8.9.
10.
NN
C
GC
PC
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.2.3.4.5.6.7.8.
9.10.
11.12.
13.14.
15.
16.17.18.19.
20.21.22.
a.
Korteks Medula
D. Terdiri atas 2 lapisan:Substansia grisea (abu-abu) yang terdiri dari Perikarion dan serat saraf tak bermaielin.Substansia alba (putih) yang terdiri serat saraf bermielin dan den-drit.
1.
2.
16a
17
18
1920
21
22
12
17
Ilmu Dasar Kedokteran Patologi Anatomi
1. JEJAS1.1. Penyebab Jejas Sel1.2. Mekanisme Jejas Sel1.3. Proses Kematian Sel1.3.1. Kematian Sel Terprogram1.3.2. Kematian Sel Tidak Terprogram1.3.3. Morfologi Kerusakan Sel
1.4. Jenis-jenis Kerusakan Sel1.4.1. Cedera Subletal
1.5. Respon Subseluler1.6. Kalsifikasi
2. ADAPTASI SEL2.1. Adaptasi Sel Fisiologis2.2. Adaptasi Sel Patologik2.2.1. Atrofi2.2.2. Hipertrofi2.2.3. Metaplasia2.2.4. Hiperplasia2.2.5. Displasia
3. INFLAMASI3.1. Sistem Imun Non-Adaptif (Innate)3.1.1. Inflamasi3.1.2. Interferon3.1.3. Sel Natural Killer 3.1.4. Sistem Komplemen Melubangi Organisme
1.4.2. Cedera Letal
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
PATOLOGI ANATOMI
3.2. Sistem Imun Adaptif (non-Innate)3.2.1. Limfosit B : Imunitas Humoral3.2.2. Limfosit T : Imunitas Selular3.3. Lima Tanda Inflamasi
3.4. Inflamasi Akut dan Mekanisme3.4.1. Mekanisme Inflamasi Akut3.4.2. Mediator Kimia Inflamasi Akut3.4.3. Perubahan Vaskuler3.4.4. Berbagai Peristiwa yang Terjadi Pada Sel3.4.5. Defek Pada Fungsi Leukosit
3.5. Inflamasi Kronik dan Mekanisme3.5.1. Mekanisme Inflamasi Kronik3.5.2. Sel dan Mediator Inflamasi Kronik
3.6. Inflamasi Granulomatosa3.7. Saluran dan Kelenjar Getah Bening Pada Inflamasi3.7.1. Kelenjar Getah Bening 3.7.2. Lalu Lintas Kelenjar Getah Bening Pada Inflamasi
3.8. Pemulihan4. REGENERASI SEL
4.1. Pengendalian Pertumbuhan dan Deferensial Sel4.1.1. Proliferasi Sel Normal (siklus sel) 4.1.2. Potensi Proliferatif Jenis Sel yang Berbeda4.1.3. Mediator Terlarut4.1.4. Pemberian Sinyal4.1.5. Reseptor Permukaan Sel
18
G0, sebagian besar jaringan matur terdiri atas sel yang dalam suatu kombinasi dari berbagai kedaan. Masuk dan berkembangnya suatu sel dipengaruhi oleh perubahan kadar dan aktivitas protein yang disebut siklin. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks sehingga mengaktivasi dengan protein yang disintesis secara konstitutif yang disebut kinase yang bergantung pada siklin (CDK ; Cyclin-Dependent Kinase). Kombinasi antara siklin dan CDK berkaitan dengan setiap transisi penting dalam siklus sel. Kombinasi keduanya menggunakan efeknya dengan memfosforilasi sekelompok substrat protein terpilih (protein fosforilat kinase dan protein kontraregulasi de-fosforilat kinase). Fosforilasi dapat menimbulkan perubahan konformasi bergantung pada proteinnya yang secara potensial dapat :a. Mengaktivasi atau meng inaktivasi suatu aktivitas enzimatik.b. Menginduksi atau mengganggu interaksi protein.c. Menginduksi atau menghambat pengikatan protei pada DNA.d. Menginduksi atau mencegah katabolisme protein.
4.1.2. Potensi Proliferatif Jenis Sel yang Berbeda
Berdasarkan kemampuan regenerasi serta hubungan terhadap siklus sel, sel tubuh dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu sel labil, sel stabil, dan sel permanen dengan mengecualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel permanen yang tak membelah (otot jantung dan syaraf), sebagian sel matur memiliki perbandingan jumlah yang beragam antara sel yang terus membelah,
4.1.1. Proliferasi Sel Normal (siklus sel)
Meskipun pertumbuhan dapat dicapai dengan memperpendek panjang siklus sel atau menurunkan laju sel yang hilang, kendali pengaturan yang penting adalah penginduksian sel istirahat (resting cells) (pada fase G0) agar memasuki siklus sel. Berbagai sinyal dari lingkungan se-tempat dapat mengubah kecepatan prolifesasi sel dan dapat mengu-bah kemampuan sel dalam berdiferensiasi dan bersintesis. Proliferasi sel normal = Siklus sel. Sel yang sedang ber proliferasi berkembang melalui serangkaian tempat dan fase yang sudah ditentukan yang dise-but siklus sel yang terdiri dari beberapa fase, yaitu : a. Fase G1: fase pertumbuhan dan pengecekan prasintesis 1b. Fase S : fase sintesis DNAc. Fase G2: fase pertumbuhan dan pengecekan pramitosisd. Fase M : fase mitosise. Fase G0 : sel istirahatSel beristirahat dalam suatu fase yang disebut fase G0. Dengan mengec-ualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel-sel yang mengalami diferensiasi tahap akhir dan tidak membelah, dan semuanya berada pada fase
Gambar 4-2 Fase siklus sel normal
Sel labil bersiklus secara kontinu (misalnya, epidermis, saluran pencernaan epitel)
Duplikasi kromosom
Memeriksa kerusakan DNA unduplikat
(Pos G2/M)S
M
G1
G0
G2
Titik pembatas
Mitosis
Siklus sel
Pembelahan sel
Duplikasi sentrosom
Pertumbuhan massa
Sel stabil yang tak bergerak (misalnya, hepatosit)
Sel Permanen(misalnya, neuron, miosit jantung)
Memeriksa kerusakan DNA (Pos G1/S)
Jaringan labil(terus mem-
belah)
Jaringan stabil(tidak terus membelah)
Jaringan otot polos
Jaringan kulit
Jaringan saraf
Jaringan permanen
(tidak mem-belah)
Gambar 4-3 Potensi poliferatif jenis sel yang berbeda, menurut kapasitas generatif sel, jaringan tubuh dapat dibagi menjadi 3 kelompok
a.
b.
c.d.
terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah, dan sel radang yang berasal dari pejamu.Prinsip umum :
Timbulnya neoplasma adalah hilangnya responsibilitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan normal (terus membelah diri tanpa mempedulikan pengaruh regulatorik yang mengendalikan pertumbu-han sel normal)Neoplasma berperilaku seperti parasite dan bersaing dengan sel dan jaringan normal untuk memperoleh kebutuhan metaboliknya .Mengalami transformasiPada tahap tertentu, neoplasma memiliki otonomi dan sedikit banyak terus membesar tanpa bergantung pada lingkungan lokal dan status gizi penjamu.
6.2. Klasifikasi Neoplasma
Tumor dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Tumor jinak (Benigna) dan Tumor ganas (Maligna)1. Tumor Jinak (Benigna)
Gambaran makroskopisnya “Dianggap relatif tidak berdosa”, yang mengisyaratkan bahwa:
Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, sesuai definisi Willis, adalah “massa abnormal jaringan yang pertumbu-hannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan ja-ringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti”. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.Dalam istilah umum kedokteran neoplasma disebut tumor, dan cabang ilmu yang mempelajari tumor disebut onkologi . Tumor memiliki 2 kom-ponen dasar: Parenkim dan StromaParenkim terdiri atas sel yang telah mengalami transformasi atau sel neo-plastik, dan stroma penunjang non-neoplastik yang berasal dari pejamu,
6. NEOPLASMA6.1. Definisi Neoplasma
Gambar 6-1 Neoplasma
Jaringan di bawah kulit
Permukaan kulit Tumor Pertumbuhan tumor
Pembuluh darah baru memberikan tumor oksigen dan nutrisi
1
Sel kulit normal
Tumor invasif
Sel kanker
Kulit bagian bawah
Kanker menyerang jaringan di bawahnya
Sel kanker menginvasi pembuluh darah
Sel kanker menyebar ke bagian lain dari tubuh
Pembuluh darah
2
Gambar 6-2 Klasifikasi tumor
Sel tumor jinak (bukan kanker) tumbuh hanya secara lokal dan tidak dapat dapat menyebar
dengan invasi atau metastasis
Sel ganas (kanker) menginvasi jaringan di sekitarnya, memasuki pembuluh darah dan
bermetastasis ke situs yang berbeda
Sel normalSel normal
Sel tumor jinak
Sel tumor ganas
19
Ilmu Dasar Kedokteran Patologi Klinis
MICRON MEDICAL MULTIMEDIAMICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
PATOLOGI KLINIS
2.8. Sediaan Apus Darah2.8.1. Membuat Sediaan Apus Darah2.8.2. Memulas Sediaan Apus2.8.3. Memeriksa Sediaan Apus
3. PENUNTUN LABORATORIUM KLINIK HEMATOLOGI 23.1. Menghitung Retikulosit3.2. Menghitung Trombosit3.3. Laju Endap Darah3.4. Penetapan Nilai Hematokrit3.5. Indeks Ikterus3.6. Nilai Eritrosit Rata-rata3.7. Ketahanan Osmotik3.8. Sel Lupus Erythematosus (Sel LE)
4. PENUNTUN LABORATORIUM KLINIK HEMATOLOGI 34.1. Sumsum Tulang 4.1.1. Pungsi, Membuat dan Memulas Sediaan4.1.2. Memeriksa dan Melaporkan
4.2. Percobaan-Percobaan pada Kelainan Hemoragik4.2.1 Masa Perdarahan4.2.2 Percobaan Pembendungan4.2.3. Retraksi Bekuan4.2.4. Volume Cairan Bekuan
4.3. Penetapan Golongan Darah (ABO)4.4. Uji Silang4.5. Percobaan Coombs
1. PENDAHULUAN CAIRAN TUBUH (DARAH)1.1. Komposisi Cairan tubuh1.2. Hematologi1.3. Darah1.3.1. Fungsi Darah1.3.2. Komposisi Darah
1.4. Gangguan Pada Darah1.4.1. Anemia defisiensi besi 1.4.2. Leukemia
1.5. Golongan Darah1.6. Imunologi1.7. Hipersensitivitas
2. PENUNTUN LABORATORIUM KLINIK HEMATOLOGI 12.1. Alat-Alat Pemeriksaan Hematologi2.1.1. Jenis Alat Hematologi2.1.2. Pemeliharaan Alat-Alat
2.2. Cara Memperoleh Darah Pemeriksaan Hematologi 2.3. Antikoagulansia Untuk Pemeriksaan Hematologi2.4. Darah Oxalat dan EDTA Untuk Pemeriksaan Hematologi 2.5. Kesalahan Lazim Dalam Cara Memperoleh Darah 2.6. Penetapan Kadar Hemoglobin2.7. Menghitung Sel-Sel Darah2.7.1. Menghitung Leukosit2.7.2. Menghitung Sel Eosinofil2.7.3. Menghitung Eritrosit
1.4.3. Hemofilia1.4.4. Thalasemia
4.2.5. Masa Pembekuan4.2.6. Masa Protrombin4.2.7. Masa Rekalsifikasi
20
Cara ini digunakan untuk menguji adanya gangguan faktor pembekuan darah pada jalur extrinsik, yaitu kekurangan faktor pembekuan V, VII, X, protrombin dan fibrinogen. Jika dianggap bahwa faktor lain-lain dalam proses-proses itu normal, maka masa protrombin ini menjadi ukuran untuk aktivitas protrombin. Dasar percobaan: kepada plasma diberi sejumlah tromboplastin dan ion calcium yang optimal dan la-manya waktu untuk menyusun fibrin diukur.Cara tahap tunggal menurut QuickA. Membuat plasma
Ke dalam tabung sentrifuge yang bergaris dimasukkan 0,5 ml larutan natriumsitrat 3,8%Lakukan pungsi vena dan masukkanlah ke dalam tabung sentri-fuge tadi 4,5 ml dari darah itu. Campurlah baik-baik.Pusinglah selama 20 menit dengan kecepatan 3.000 rpm dan pi-sahkanlah plasma dari sel-sel darah. Kalau plasma itu tidak dapat segera diperiksa, simpanlah dalam lemari es; tetapi meskipun di-simpan pada suhu rendah, pemeriksaan harus dilakukan dalam waktu 2 jam setelah darah diambil.
1.
2.
3.
B. PenetapanMasukkanlah tabung serologi 13 x 10 mm ke dalam air bersuhu 37oC.Masukkanlah 0,1 ml plasma ke dalam tabung dan tunggulah be-berapa lama sampai plasma bersuhu 37oC pula.Kemudian tambahkan 0,1 ml tromboplastin dan campurlah.Lalu kepada campuran itu diberi 0,1 ml larutan CaCl2 0,22% (0,02 m). Jalankan stopwatch tepat pada saat larutan calciumchlorida itu masuk. Campur baik-baik.Biarkan selama 10 detik, kemudian dicoba apakah sudah ada fi-brin dengan berkali-kali memancing memakai kaitan logam dalam campuran tadi.Hentikan stopwatch pada saat adanya fibrin: lamanya yang ditun-juk ialah masa protrombin plasma.
CatatanPemeriksaan ini pun bukan satu penetapan kuantitatif dalam arti kata sebenarnya; hasilnya ikut dipengaruhi oleh kualitas tromboplastin yang dipakai dan oleh teknik mengerjakan percobaan.
1.
2.
3.4.
5.
6.
4.2.6. Masa Protrombin
Gambar 4-24 Masa Protrombin
Kalsium, tromboplastin (termasuk faktor jaringan dan fosfolipid)
Disentrifugasi
Plasma Bekuan fibrinBerisi sitrat (mengikat kalsium)
Pisahkan sel darah
Gambar 4-25 Membuat plasma dengan mensentrifuge sample darah
Guna pemeriksaan mikroskopis urine adalah untuk melihat kelainan ginjal dan salurannya (stadium, berat ringannya penyakit, follow up).Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan mikroskopik urine adalah:1. Urine sewaktu yang segar2. Urine pagi yang segar (terbaik)3. Urine dengan pengawet (formalin)Sediaan pemeriksaan mikroskopik urine :1. Tanpa pewarnaan (sediaan natif)2. Dengan pewarnaan seperti: Sudan III/IV = oval fat bodies; Prussian
Blue = butir hemosiderin.Cara pemeriksaan : 5ml urin masukkan dalam tabung sentrifuge, pus-ingkan 1500 rpm selama 5 menit, supernatan dipisahkan ke tabung lain, sedimen diteteskan diatas obyek gelas, tutup dengan deck gelas, sediaan diperiksa dengan mikroskop dengan perbesaran obyektif 10 dan 40x. Yang dapat dilihat:
5.2.2. Pemeriksaan Mikroskopik urine
Sel darah (Eritrosit) : ditemukan pada pasien hematuria pada trauma ginjal, tumor ginjal, TBC ginjal : Bentuk bundar; Batas jelas; Warna kuning muda; Ukuran ± 7μm; Normal 0-1 /lpb.Leukosit : ditemukan pada pasien leukosituria, pada sistitis, pielone-fritis : Bentuk bundar; Batas tidak jelas; Sitoplasma banyak berbutir; Ukuran ± 11μm; Normal <6/lpb.Silinder : cetakan protein yang terjadi di tubuli. Syarat terbentuknya; adanya proteinuria, suasana asam, oligouria – anuria. Yang ditemukan = silinder hialin, silinder granuler, silinder eritrosit, silinder leukos-it. (nama sesuai dengan sel/struktur yang menempel).Contoh : Silinder hyalin, silinder epitel, silinder eritrosit. Epitel : Berasal dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Normal selalu terdapat dalam urin. Bertambah banyak pada penderita glomerulonefritis. Positif pada radang selaput lendir pada traktus uri-narium.Benang lendir : Terdapat pada iritasi selaput lendir traktus urogenital.Oval bat bodies : epitel yang mengandung lemak, berasal dari sindro-ma nefrotik (SN).Bakteri : S. Tiphy, E.Colli, M.TBC.
Gambar 5-14 Pemeriksaan Mikroskopik urine
Gambar 5-15 Unsur organik
EritrositLeukosit
Sel darah merah segar
21
Ilmu Dasar Kedokteran Farmasi
1.2.5. Obat Kausatif1.2.6. Obat Simtomatis1.2.7. Obat Tradisional
1.6.3. Metabolism1.6.4. Ekskresi
4.2.3. Fitofarmaka
1.7. Indikasi Obat1.8. Dosis1.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dosis Obat1.10. Macam-Macam Dosis Obat1.11. Cara Menghitung Dosis Anak
2. MEMILIH OBAT-P (PRIBADI)2.1. Tentang Obat-P (Pribadi)2.2. Contoh Memilih Obat-P Angina Pektoris2.3. Pedoman Memilih Obat-P2.4. Obat-P dan Terapi-P
3. RESEP3.1. Definisi3.2. Macam-macam3.3. Kelengkapan Resep3.4. Copy Resep (Apograph)3.5. Perlu diperhatikan dalam penulisan resep3.6. Syarat Kertas Resep 3.7. Bahasa Resep3.8. Prinsip Penulisan Resep Rasional3.9. Seni Menulis Resep
4. OBAT TRADISIONAL 4.1. Pengertian4.2. Pengelompokan4.2.1. Obat tradisional (jamu)4.2.2. Obat herbal terstandar
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
FARMASI
1. OBAT1.1. Klasifikasi Obat1.1.1. Berdasarkan jenis obat yang beredar di Indonesia1.1.2. Berdasarkan daya kerja atau terapi1.1.3. Berdasarkan mekanisme kerja obat1.1.4. Berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian1.1.5. Berdasarkan cara pemberian1.1.6. Berdasarkan efek yang ditimbulkan1.1.7. Berdasarkan asal obat dan cara pembuatannya1.1.8. Penggunaan obat1.1.9. Waktu pemberian obat
1.2. Jenis Obat1.2.1. Obat essensial1.2.2. Obat baru1.2.3. Obat paten1.2.4. Obat generik
1.3. Sumber, Tata Nama, dan Pemberian Nama Obat1.4. Dasar Pemilihan Bentuk Sediaan Obat1.5. Bentuk Sediaan Obat1.5.1. Obat cair1.5.2. Obat lembek (semi-padat)1.5.3. Obat padat
1.6. Mekanisme Obat1.6.1. Absorpsi1.6.2. Distribusi
22
1.1. Klasifikasi Obat 1.1.1 Berdasarkan jenis obat yang beredar di Indonesia
Obat Daftar G: Dari kata dalam bahasa Belanda: Gevaarlijk, yang art-inya berbahaya. Merupakan golongan obat keras. Hanya dapat diper-oleh melalui resep dokter. Obat ini dianggap tidak aman, atau penya-kit yang menjadi indikasi obat tidak mudah didiagnosis oleh awam. Obat golongan ini diberi tanda dot merah.Obat Daftar O: Dari kata Opium. Merupakan golongan obat opiat, yang diawasi secara ketat penggunaannya, agar tidak tidak disalah-gunakan. Obat Daftar W: Dari kata dalam bahasa Belanda: Waarschuwing, yang artinya peringatan. Merupakan golongan obat bebas terbatas. Penjua-lannya bisa tanpa resep dokter namun dibatasi hanya di apotik atau depot obat berijin. Obat golongan ini diberi tanda dot biru. Contoh: antimo, anti flu.Obat Bebas: Obat yang boleh dijual di mana saja tanpa resep dokter karena aman untuk pengobatan sendiri. Disebut juga obat OTC (Over The Counter). Bertanda dot hijau.
1.
2.
3.
4.
1. OBAT
Obat adalah suatu zat kimia yang mana dalam dosis layak dapat mem-perbaiki fungsi-fungsi fisiologis dari tubuh dengan cara mencegah, mengurangi, menghilangkan dan menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit luka, pada hewan, manusia atau untuk memperelok badan atau tubuh manusia.Sifat dan Ukuran ObatMolekul obat dapat binteraksi dengan molekul reseptor (yang berper-an sebagai pengatur dalam sistem biologik). Obat dapat berinteraksi dengan obat lain. Obat dapat disintesa dalam tubuh (hormon) atau se-bagai zat kimia yang datang dari luar (xenobiotik). Obat dapat bersifat seperti toksik. Ukuran molekuler obat-obat yang biasa digunakan ber-variasi, dari sangat kecil (ion litium, berat molekuler =7) sampai sangat besar (misalnya, alteplase (t-PA), suatu protein dengan berat molekul = 59.050). Berat molekul rata-rata obat ± 100-1000. Biasanya obat yang sangat besar (misalnya protein) harus diberikan langsung pada kompar-temen tempat efek obat, dapat melalui infus intravena.Tujuan pemberian obatProfilaksis (untuk mencegah), terapetik (untuk menyembuhkan/mengo-bati), mengubah kondisi tertentu, rehabilitasi, diagnostik, dan promosi tingkat kesehatan.
c. Memperhatikan komponen obat yang ber-DM.Cara Menentukan Dosis Obat dalamFormula Officinalis
Melihat isi/komponen obat & dosisnya dalam buku resmi Bila isi obat standar hanya 1 macam zat dan tercantum dalam Formularium Indo-nesia (FI) maka DL lihat di FI, kalau tidak ada di FI → liat DL di buku resmi lainnya.Bila isi obat standar >1 zat:a. Mencari DL obat standar pada buku resmi sesuai dengan BB/umur. b. Menentukan DT berdasarkan berat-ringan penyakit.c. Memperhatikan komponen obat yang ber-DM.
Cara Penulisan Obat PatenFormula Magistralis
Bila isi obat paten hanya 1 macam zat → penulisan dalam satuan berat (mg/gr) atau bentuk obat paten tersebut. contoh : vometa 10 mg atau vometa tab IBila isi obat paten > 1 macam zat → penulisan bentuk obat paten tersebut. contoh : Bactrim tab II.
Contoh Resep
1.
2.
1.
2.
Gambar 1-1. Obat. mencegah, mengurangi, menghilangkan dan menyembuhkan penyakit.
NAMA OBATObat Bebas
Obat Bebas Terbatas/
golongan W
Obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter (disebut obat OTC = Over The Counter). Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat dan warung.Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Dulu obat ini disebut daftar W g waarschuwing (peringatan)
OBH, aspirin, scetosal dan minyak kayuputih
Yodium tinture, salep histamin
Tanda khusus lingkaran hijau dengan tepi hitam
Tanda khusus pada kemasan adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam dan ada tanda peringatan Awas Obat Keras!!
DESKRIPSI CONTOH TANDA KHUSUS
P no. 1Awas! Obat
keras Bacalah
aturan pakai
P no. 2Awas! Obat
keras Hanya untuk
dikumur, jangan ditelan
Gambar 3-3 Resep untuk A 29
Gambar 3-4 Resep untuk A 30
Gambar 3-5 Resep untuk A 31
23
Biokimia
3.5. Metabolisme Protein 3.5.1. Katabolisme 3.5.2. Anabolisme 3.6. Replikasi DNA 3.7. Translasi4. LIPID 4.1. Fungsi Lipid 4.2. Klasifikasi Lipid dan Sumber Lipid 4.2.1. Klasifikasi Lipid 4.2.2. Sumber Lipid 4.3. Metabolisme Lipid 4.4. Lipid Plasma dan Lipoprotein 4.4.1. Jenis Lipoprotein 4.4.2. Metabolisme Lipoprotein 4.4.3. Apolipoprotein5. ENZIM 5.1. Struktur Enzim 5.2. Sifat-Sifat Enzim 5.3. Karakteristik Enzim 5.4. Penggolongan Enzim 5.5. Enzim Protease 5.5.1. Penggolongan Protease 5.5.2. Kegunaan Enzim Protease 5.6. Isolasi Enzim dan Pemurnian Enzim
1. ILMU DASAR BIOKIMIA 1.1. Pengertian Metabolisme, Katabolisme, & Anabolisme 1.2. Metabolisme Karbohidrat, Protein, & Lemak 1.2.1. Metabolisme Karbohidrat 1.2.2. Metabolisme Protein 1.2.3. Metabolisme Lemak2. KARBOHIDRAT 2.1. Sumber Karbohidrat 2.2. Fungsi dan Peran Karbohidrat 2.2.1. Kebutuhan Karbohidrat 2.2.2. Metabolisme Karbohidrat 2.3. Glikolisis 2.4. Dekarboksilasi Oksidatif 2.5. Siklus Krebs 2.6. Glikogenesis dan Glikogenolisis 2.6.1. Glikogenesis 2.6.2. Glikogenolisis 2.7. Metabolisme Pentosa Fosfat 2.8. Glukoneogenesis 2.9. Hormon Metabolisme Karbohidrat3. PROTEIN 3.1. Pengertian Protein 3.2. Struktur Protein 3.3. Pencernaan dan Penyerapan Protein 3.4. Asam Amino
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
BIOKIMIA
Ilmu Dasar Kedokteran
24
Lipid merupakan salah satu zat makromolekul yang digunakan oleh tubuh untuk proses metabolisme.Lipid di dalam plasma darah ialah kolesterol, trigliserida (TG), fosfo-lipid dan asam lemak yang tidak larut dalam cairan plasma. Lipid–lipid ini memerlukan modifikasi dengan bantuan protein untuk dapat diang-kut dalam sirkulasi darah karena sifatnya yang tidak larut dalam air. Lipid plasma terdiri dari triasilgliserol (16%), fosfolipid (30%), kolester-ol (14%), dan ester kolesterol (36%) serta sedikit asam lemak rantai-pan-jang tak teresterifikasi (asam lemak bebas, FFA) (4%). Fraksi yang tera-khir ini, asam lemak bebas (FFA), secara metabolik adalah lipid plasma yang paling aktif. Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk bebas maupun ester, trigliserida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein yang disebut apoprotein. Dalam molekul lipoprotein inilah lipid dapat larut dalam sirkulasi darah, sehingga bisa diangkut dari tempat sintesis menuju tempat penggunaannya serta dapat didis-tribusikan ke jaringan tubuh.Lipoprotein memiliki dua bagian yaitu inti yang terdiri dari trigliserida dan ester kolesterol yang tidak larut air dan bagian luarnya terdiri dari kolesterol bebas, fosfolipid, dan apoprotein yang lebih larut air. HDL, LDL, dan Lp (a) dominan intinya mengandung ester kolesterol, pada VLDL dan kilomikron, TG merupakan komponen yang dominan.
4.4.1. Jenis Lipoprotein
Apilipoprotein
Fosfolipid
Ester kolesterol
Trigliserida
Kolesterol bebas
Gambar 4-23 Struktur lipoprotein
4.4. Lipid Plasma dan LipoproteinLipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis, berdasarkan berat jenisn-ya, yaitu, kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Interme-diate Density Lipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL). Lipoprotein ini dapat berinteraksi dengan enzim tubuh seperti Lipoprotein Lipase (LPL), Lechitin Cholesterol Acyl Transferase (LCAT), dan Hepatic Triglyceride Lipase (HTGL) sehingga lipoprotein ini dapat berubah jenisnya.1. Kilomikron ialah lipoprotein yang paling besar, diproduksi oleh
usus halus dan bertugas mengangkut trigliserida dari makanan ke dalam jaringan. Beberapa ester kolestril juga terdapat pada kilo-mikron. Kilomikron melewati duktus toraksikus ke aliran darah. Tri-gliserida dikeluarkan dari kilomikron pada jaringan ekstrahepatis melalui suatu jalur yang berhubungan dengan VLDL yang mencak-up hidrolisi oleh sistem lipase lipoprotein (LPL), suatu penurunan progresif pada diameter partikel terjadi ketika trigliserida di dalam inti tersebut dikosongkan. Lipid permukaan, yakni apo-A-1, apo-A-II, dan apo-C, ditransfer ke dalam hepatosit.
Lipid nonpolar:Ester kolesterolTrigliserida
Apo E
Lipid amfipatik:FosfolipidKolesterol
Apo C-2
Apo B100
Gambar 4-24 Struktur kilomikron
2.
3.
Katabolisme LDL terutama terjadi di dalam hepatosit dan dalam se-bagian besar sel bernukleus melibatkan endositosis yang diperan-tarai oleh reseptor berafinitas tinggi. Kolesterol ester dari inti LDL kemudian dihidrolisis, yang menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis membran sel. Ses-sel juga mendapatkan kolesterol dari sintesis de-novo melalui suatu jalur yang melibatkan pembentukan asam mevalonat yang dikatalisis oleh HMG KoA reduktase. Hati memainkan peran utama dalam pengolahan kolesterol tubuh. Tidak seperti sel lainnya, hep-atosit mampu mengeliminasi kolesterol dari tubuh melalui sekresi kolesterol dalam empedu dan mengkonversikan kolesterol menjadi asam empedu yang juga disekresikan dalam empedu.
High Density Lipoprotein (HDL)HDL disebut juga a-lipoprotein adalah lipoprotein terkecil yang ber-diameter 8-11nm, namun mempunyai berat jenis terbesar dengan inti lipid terkecil. Unsur lipid yang paling dominan dalam HDL ialah kolesterol dan fosfolipid. Komponen HDL adalah 20% kolesterol, <5% trigliserida, 30% fosfolipid dan 50% protein. HDL ialah protein lipid yang memiliki inti dominan ester kolesterol dan terdiri atas Apo–I, Apo-II, Apo C, Apo E, dan Apo D. HDL berfungsi sebagai pengangkut kolesterol dalam jalur cholesterol transport dari ekstra hepar ke dalam hepar.
Gambar 4-26 Struktur Low Density Lipoprotein (LDL)
Gambar 4-25 Struktur Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
Very Low Density Lipoprotein (VLDL)Hati mensekresikan VLDL, lipoprotein yang terdiri atas 60% trigliseri-da, 10-15% kolesterol dan bertugas membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer. VLDL mengandung Apo-B-100 dan Apo-C. Trigliseri-da VLDL dihidrolisis oleh lipase lipoprotein menghasilkan asam le-mak bebas untuk disimpan di dalam jaringan seperti di otot jantung dan otot rangka. Hasil dari deplesi trigliserida menghasilkan sisa yang disebut lipoprotein berdensitas menengah (IDL). Partikel LDL mengalami endositosis secara langsung oleh hati, sisa HDL dikonversi menjadi LDL dengan menghilangkan trigliserida yang diperantarai oleh lipase hati. Proses tersebut menjelaskan fenomena klinis pergeseran beta (beta shift). Peningkatan VLDL dalam plasma dapat disebabkan karena peningkatan sekresi precursor VLDL dan juga penurunan katabolisme LDL.
Low Density Lipoprotein (LDL)LDL ialah lipoprotein pada manusia yang berguna sebagai pengang-kut kolesterol ke jaringan perifer dan berguna untuk sintesis mem-bran dan hormon steroid. LDL mengandung 10% trigliserida serta 50% kolesterol, dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya kadar koles-terol dalam makanan, kandungan lemak jenuh, dan tingkat kecepa-tan sintesis dan pembuangan LDL dan VLDL dalam tubuh.
Apo B-100
Trigliserida
Apo E
Kolesterol ester
Non-esterifikasi kolesterol
Apo C-III
Fosfolipid
Apo C-II
Apo B-100
Kolesterol ester
Kolesterol
Trigliserida
Fosfolipid
25
2.9.1. Fisiologi2.9.2. Kurva
2.10. Nomenklatur Bakteri2.11. Flora Normal2.12. Isolasi Bakteri
3. VIRUS3.1. Definisi, Sifat, dan Struktur Virus3.2. Klasifikasi Virus3.2.1. Asam Nukleatnya3.2.2. Ukuran dan Morfologi3.2.3. Ada Tidaknya Selubung
3.3. Reproduksi Virus3.3.1. Kembang Biak Virus3.3.2. Daur Litik
3.4. Interaksi, Patogenensis, Porte d’entrée, & Penyebaran3.5. Tanggap Kebal Terhadap Virus3.6. Kegagalan Tanggap Kebal3.7. Imunopatologi3.8. Jenis Infeksi3.9. Sifat Penyakit3.10. Pemurnian dan Identifikasi Virus3.11. Pencegahan Virus
1. PENDAHULUAN1.1. Mikroorganisme1.2. Hubungan Inang-Parasit
2. BAKTERI2.1. Taksonomi Bakteri2.2. Klasifikasi Bakteri2.3. Struktur dan Morfologi Bakteri2.3.1. Struktur Bakteri2.3.2. Morfologi Bakteri
2.4. Morfologi Bakteri Kokus2.4.1. Staphylococcus2.4.2. Streptococcus
2.5. Morfologi Bakteri Basil2.5.1. Bacillus2.5.2. Clostridium2.5.3. Corynebacterium2.5.4. Lactobacillus2.5.5. Listeria2.5.6. Erysipelothrix2.5.7. Escherichia
2.6. Morfologi Bakteri Vibrio2.7. Pewarnaan Bakteri2.8. Perkembangbiakan Bakteri2.9. Pertumbuhan Bakteri
Ilmu Dasar Kedokteran Mikrobiologi
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
MIKROBIOLOGI
1.3. Sterilisasi & Desinfeksi
2.3.3. Bakteri Gram Positif2.3.4. Bakteri Gram Negatif
2.4.3. Neisseria
2.5.8. Shigella2.5.9. Salmonella2.5.10. Bordetella2.5.11. Brucella2.5.12. Pseudomonadaceae2.5.13. Haemophilus
2.9.3. Metabolisme2.9.4. Pengukuran
3.2.4. Jumlah kapsomer3.2.5. Sel inang
3.3.3. Daur lisogenik
26
Senyawaan amonium kuartener (misalnya benzalkonium klorida) menginaktifkan bakteri melalui gugus hidrofobik dan lipofiliknya, berinteraksi dengan membran sel untuk mengubah sifat-sifat me-tabolik dan permeabilitasnya.Etilen oksida yaitu suatu zat pengalkil yang terutama bermanfaat untuk mensterilkan instrumen yang peka terhadap panas. Zat ini memerlukan waktu pajanan selama 4 sampai 6 jam, diikuti dengan aerasi untuk menghilangkan gas yang terserap.Alkohol memerlukan konsentrasi 70 sampai 95 % untuk mem-bunuh bakteri dalam waktu yang cukup. Bentuk yang paling banyak dipakai di rumah sakit ialah isopropil alkohol (90% - 95%).
e.
f.
g.
Bakteri adalah mikroorganisme prokariotik uniseluler yang umumnya memperbanyak diri dengan pembelahan sel (fisi) dan selnya tipikal ter-dapat di dalam suatu dinding sel.
2.1. Taksonomi BakteriTaksonomi bakteri dibedakan menjadi :A. Taksonomi Linneaus
Bakteri menggunakan 2 nama, yaitu nama Binomial (Binomial Name) se-hingga bakteri selalu terdiri dari nama Genus dan Epitheton specifium, nama Genus diawali dengan huruf besar dan Epitheton species ditulis dengan huruf kecil.Contoh : Staphylococcus aureus
2. BAKTERI
Gambar 2-2 Taksonomi Linneaus
Kehidupan Domain Kerajaan Divisi Kelas Order Famili Genus Spesies
Gambar 2-1 Bakteri
Kromosom
Pilus (fimbriae)
Ribosom
Nuklear
Flagela
SitoplasmaDinding sel
Kapsul
Membran sel
Plasmid
Virus berselubung mempunyai selubung yang tersusun atas lipo-protein atau glikoprotein, contoh: Poxvirus, Herpesviruses, Ortho-myxoviruses, Paramyxoviruses, Rhabdoviruses, Togaviruses.
B. Virus tidak berselubung
3.2.3. Berdasarkan Ada Tidaknya Selubung yang Melapisi NukleokapsidA. Virus berselubung
A. Virus dengan 252 kapsomer, contoh adenovirusB. Virus dengan 162 kapsomer, contoh herpesvirusC. Virus dengan 72 kapsomer, contoh papovavirusD. Virus dengan 60 kapsomer, contoh picornavirusE. Virus dengan 32 kapsomer, contoh parvovirus
3.4.5. Berdasarkan Sel InangnyaA. Virus yang menyerang manusia
Pada virus tidak berselubung nukleokapsid tidak diselubungi oleh lapisan yang lain. Contoh: Adenoviruses, Papovaviruses, Parvoviruses, Picornaviruses, Reoviruses.
3.4.4. Berdasarkan Jumlah Kapsomernya
Gambar 3-9 Virus berselubung
RNA Genom
Nukleoprotein
Gambar 3-10 Virus tidak berselubung
Gambar 3-11 Kapsomer virus
Jarum
Kapsid
Genom
KapsidGenom KapsomerKapsomer
Gambar 3-12 Virus HIV yang menyerang manusia
27
Ilmu Dasar Kedokteran
4. JUMLAH ZAT GIZI YANG DIBUTUHKAN TUBUH4.1. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi4.2. Cara Menentukan Kebutuhan Gizi
5. PERIODE EMAS 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN5.1. 1000 Hari Pertama Kehidupan5.2. Masa Prakonsepsi dan Periode Awal Kehamilan5.3. Masa Kehamilan 0-8 Minggu5.4. Proses Tumbuh Kembang Otak5.5. Dampak Kekurangan Gizi5.6. Stunting
6. GIZI DALAM DAUR KEHIDUPAN6.1 Gizi Remaja6.1.1 Penilaian Status Gizi Remaja6.1.2 Kebutuhan Gizi Remaja6.1.3 Masalah Gizi dan Kesehatan Pada Masa Remaja
6.2. Gizi Ibu hamil6.2.1. Karakteristik Kehamilan6.2.2. Permasalahan Gizi Pada Ibu Hamil6.2.3. Gizi Seimbang untuk Ibu Hamil6.2.4. Rekomendasi WHO Tentang Perawatan Antenatal
6.3. Gizi Bayi dan Balita6.3.1 Penilaian Status Gizi Bayi dan Balita6.3.2 Kebutuhan Gizi Pada Bayi dan Balita6.3.3 Pemberian Makanan6.3.4 Masalah Gizi Pada Bayi dan Balita
1. PENGERTIAN GIZI2. PENILAIAN STATUS GIZI
2.1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung 2.1.1. Antropometri2.1.2. Klinis
2.2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung2.2.1. Survey Konsumsi
3. ZAT GIZI3.1. Karbohidrat3.1.1. Kebutuhan & Sumber Karbohidrat3.1.2. Metabolisme Karbohidrat
3.2. Protein3.2.1. Mutu & Sumber Protein
3.3. Lemak3.3.1. Sumber Lemak3.3.2. Klasifikasi Lemak3.3.3. Kebutuhan Lemak
3.4. Vitamin dan Mineral3.4.1. Vitamin
3.5. Serat Makanan (DIETARY FIBER)3.5.1. Definisi Serat3.5.2. Penggolongan Serat
3.6. Air3.6.1. Definisi & Sumber Air3.6.2. Proses Perjalanan Air
2.1.3. Biokimia2.1.4. Biofisik
2.2.2. Stastitik Vital
3.2.2. Metabolisme Protein
3.3.4. Fungsi Lemak3.3.5. Metabolisme Lemak3.3.6. Makanan Tinggi Lemak
3.4.2. Mineral
3.5.3. Komposisi Kimia Serat3.5.4. Manfaat & Sumber Serat
3.6.3. Fungsi Air3.6.4. Dampak Negatif
Gizi
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
GIZI
28
3. ZAT GIZI Klasifikasi Zat Gizi
Pengelompokan zat gizi bila dikelompokkan ada tiga.1. Berdasarkan sumbernya
Berdasarkan sumbernya zat gizi dibagi menjadi zat gizi berasal dari nabati dan hewani. Zat gizi nabati merupakan zat gizi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sedangkan zat gizi hewani adalah sumber zat gizi dari hewan.
2. Berdasarkan jumlahPengelompokkan zat gizi berdasarkan jumlah yang diperlukan oleh tubuh terbagi menjadi dua, yaitu zat gizi mikro dan makro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tu-buh dalam satuan gram. Zat gizi makro terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang kecil dengan satuan mg. Zat gizi makro adalah mineral dan vitamin.
3. Berdasarkan FungsiZat gizi yang terkandung dalam makanan memiliki fungsi mas-ing-masing. fungsi zat gizi tersebut adalah pertama sebagai sumber tenaga atau sumber energi. Zat gizi yang bersumber tenaga digu-nakan untuk beraktivitas, membantu jalannya proses kerja dan me-tabolisme di dalam tubuh.
Makanan yang masuk melalui mulut kemudian dipecah menjadi senya-wa kimia yang lebih sederhana disebut zat gizi. Menurut almaitser 2001 dan Sulistyoningsih 2011 zat gizi itu sendiri adalah ikatan kimia yang dibutuhkan tubuh untuk berbagai keperluan, yaitu menghasilkan ener-gi, membangun dan memelihara jaringan dan mengatur proses-proses kehidupan. Zat gizi yang terdapat dimakanan dan dibutuhkan oleh tu-buh yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.Makanan yang masuk kedalam tubuh memiliki berbagai kandungan zat gizi. Kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh usia, jenis kelamin, akti-vitas, berat badan dan tinggi badan.
Gambar 3-1 Pedoman gizi seimbang
Mencuci tangan
2-4 porsi
3-4 porsi
2-3 porsi
Bermain sepak bola
BerjalanSenam Bersepeda
Menyapu
+ Minum air putih 8 gelas
4 sendok makan (gula)
Batasi gula, garam, dan minyak
1 sendok teh (garam)
5 sendok makan (minyak)
Pantau berat badan
Air
Bahan Makanan
Bahan Kering
Organik
Protein Lemak Vitamin
Anorganik
Mineral
Karbohidrat
Zat makanan
Skema 3-1 Klasifikasi Zat gizi
Selama proses kehamilan terjadi perpindahan zat-zat gizi dari tubuh ibu ke dalam tubuh janin melalui plasenta. Pertumbuhan janin dalam kand-ungan ibu sangat bergantung pada asupan zat gizi ibu. Ibu hamil yang menderita gizi kurang, terutama Kurang Energi Kronis (KEK) berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah dan berdampak pada per-tumbuhan dan perkembangan anak, perkembangan intelektual, serta produktivitas di kemudian hari.Ibu hamil secara alamiah senantiasa melindungi dan memelihara janin dalam kandungannya agar tetap sehat. Janin yang sehat akan tercip-ta apabila ibu hamil dapat mengatur makanan yang dikonsumsi secara baik dan benar. Upaya yang baik ini tidak hanya akan membentuk tubuh janin yang sehat, tetapi juga dapat memberi perlindungan pada bayi dari berbagai infeksi dan gangguan lain yang dapat mengganggu pertum-buhan dan perkembangan. Beberapa hal terkait kehamilan yang akan diuraikan dalam bab ini meliputi karakteristik kehamilan, permasalahan gizi pada masa kehamilan, dan gizi seimbang pada masa kehamilan.
6.2.1. Karakteristik KehamilanDefinisiMasa bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, kehamilan, menyusui, dan lansia ialah rangkaian dalam siklus kehidupan manusia. Proses ke-hamilan, melahirkan, dan menyusui merupakan kondisi alamiah yang secara kodrati dialami oleh kaum perempuan. Perempuan memegang peranan penting dalam pembentukan insan manusia yang sehat, baik lahir maupun batin, cerdas, kuat, dan produktif. Salah satu ciri bangsa maju adalah memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivi-tas kerja yang tinggi. Tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas akan sangat dipengaruhi oleh keadaan gizi seseorang.Gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta seluruh kelompok umur. Gizi baik membuat berat badan normal atau sehat, tu-buh tidak mudah terkena penyakit infeksi, produktivitas kerja mening-kat, serta terlindung dari penyakit kronis dan kematian dini. Agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular terkait gizi, pola makan masyarakat perlu ditingkatkan ke arah konsumsi gizi seimbang.
6.2. Gizi Ibu hamil
Gambar 6-9 Gizi pada ibu hamil
Trimesterpertama0 sampai 2 minggu
Trimesterkedua13 sampai 28 minggu
Trimesterketiga29 sampai 40 minggu
Gambar 6-10 Periode perkembangan kehamilan
29
Ilmu Dasar Kedokteran Radiologi
4. SISTEM KARDIOVASKULAR4.1. Sistem Kardiovaskular4.1.1. Penilaian jantung4.1.2. Kelainan-kelainan jantung didapat4.1.3. Kelainan Jantung Bawaan4.1.4. Kelainan Pada Perikard dan Miokard4.1.5. Penggunaan fluoroskopi
4.2. Angiografi4.2.1. Arteriografi
4.3. Angiografi Substraksi Digital4.4. Limfografi
5. TRAKTUS DIGESTIVUS DAN BILIARIS5.1. Pemeriksaan Radiologi5.2. Esofagus, Lambung, Duodenum, dan Usus Kecil5.2.1. Esofagus5.2.2. Lambung-Duodenum5.2.3. Pemeriksaan Usus Halus (Follow Through)
5.3. Kolon5.3.1. Pemeriksaan Radiologik Kolon5.3.2. Gambaran Radiologik Kolon Normal
5.4. Abdomen Akut5.5. Traktus Billiaris
6. TRAKTUS URINALIS6.1. Ginjal dan Buli-Buli6.1.1. Pemeriksaan Radiologik Traktus Urinarius
1. PENGANTAR RADIOLOGI1.1. Sejarah Sinar X1.2. Perkembangan Mutakhir Pencitraan Diagnostik1.3. Segi-Segi Fisika Radiologi dan Radiografi1.3.1. Radiofisika
1.4. Terminologi Radiodiaknostik1.5. Bahaya Radiasi dan Pencegahannya1.6. Cara Membaca Foto Roentgen
2. TULANG2.1. Trauma Skeletal (Rudapaksa Skeletal)2.2. Infeksi Tulang dan Sendi2.2.1. Osteomielitis2.2.2. Artritis purulenta
2.3. Tumor Tulang dan Lesi yang Menyerupai Tumor Tulang3. TORAKS
3.1. Toraks Normal3.2. Radang Paru yang Tidak Spesifik3.3. Enfisema, Atelektasis dan Bronkiektasis3.4. Pleura dan Mediastinum3.5. Tuberkulosis Paru3.5.1. Klasifikasi3.5.2. Tuberkuloma
3.6. Tumor Jinak dan Ganas Paru3.6.1. Tumor Jinak
3.7. Kelainan Paru Akibat Lapangan Kerja
4.2.2. Flebografi/Venografi
1.3.2. Radiografi
2.2.3. TB Tulang dan Sendi2.2.4. Sifilis Tulang
3.5.3. Kelanjutan TB3.5.4. Diagnostik diferensial
3.6.2. Tumor Ganas
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
RADIOLOGI
30
1. PENGANTAR RADIOLOGI1.1. Sejarah Sinar-X
Cara-cara pemeriksaan yang menghasilkan gambar tubuh manusia un-tuk tujuan diagnostik dinamakan pencitraan diagnostik (imaging). Ter-masuk dalam diagnostik mutakhir atau pemeriksaan canggih ini, ialah: angiokardiografi, digital sub straction ultrasonografi, Doppler colourul trasonografi, kedokteran nuklir, computerised tomography, resonance dan PET scan.A. Angiokardiografi
Sinar-X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis den-gan gelombang listrik, radio, infra merah panas, cahaya, sinar gamma, sinar kosmik dan sinar ultraviolet tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek.Penggunaan sinar x adalah sesuatu yang penting untuk diagnosa jar-ingan sekitarnya dan pemakaian yang paling banyak pada diagnostic imaging system. Pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gel panas, radio, cahaya, dan ultraviolet tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek (1/10.000 panjang gelombang cahaya yang terlihat).Satuan : Angstrom (1 A = 10-8 cm ).
1.2. Perkembangan Mutakhir Pencitraan Diagnostik
Gambar 1-2 Sejarah perkembangan radiologi
Dibangun pemindai positron pertama1952
1896Dibangun salah satu mesin sinar-X pertama
Memelopori penggunaan MRI
untuk mendiagnosis penyakit dan luka
1979
1970-anMemeloporipemindaian PET
2011Mengembangkantomosintesis payudara
1991Diperkenalkan fMRI (fungsional MRI) sebagai alat penelitianMengembangkan pemindaian MRI berkecepatan tinggi
Memasang pemindai MR-PET terintegrasi pertama di AS 2010
1850
Gambar 1-1 Sejarah penemu sinar X
Wilhelm Röntgen
Tabung sinar X pertama
Sinar X medis pertama oleh Wilhelm Röntgen dari
tangan istrinya Anna Bertha Ludwig
Gambar 1-3 Angiokardiografi
Jenis fraktur yang mungkin terjadi sangat bervariasi dan bergantung pada berbagai faktor, misalnya besar atau kuatnya trauma, trauma langsung atau tidak langsung, umur penderita dan lokasi fraktur. Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.Beberapa tipe fraktur yaitu: Fraktur transversal, Fraktur spiral atau obtik, Fraktur kominutif (lebih dan 2 fragmen), Fraktur avulsi, Fraktur greenstick pada anak-anak, Fraktur epífisis dengan separasi, Fraktur kompresi (pada vertebra), Fraktur impresi pada tengkorak. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Roentgen:1. Adakah fraktur dan di mana lokasinya 2. Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen3. Bagaimana struktur tulang (biasa atau patologik)Bila dekat atau pada persendian adakah dislokasi dan Fraktur epifisis, serta
proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal atau humerus proksimal.
2. Fraktur disebabkan trauma berat
pelebaran sela sendi karena efusi ke dalam rongga sendi. Pemerik-saan radiologik selanjutnya untuk kontrol:
Segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen-intramedular (kadang-kadang pen menembus tulang), plate dan screw (kadang-kadang screw lepas).Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur yang meliputi pembentukan callus, konsolidasi, remodeling (terutama pada anak-anak), adanya komplikasi.
a.
b.
Gambar 2-4 Fraktur transversal diakibatkan trauma berat
Gambar 2-5 Jenis-jenis fraktur
LinearTransversal
Epifisis ImpresiKompresi vertebra
Oblik Spiral Greenstick Kominutif
31
Ilmu Dasar Kedokteran
6. GIZI MASYARAKAT6.1. Penilaian Status Gizi6.2. Surveilans Gizi Masyarakat6.3. Permasalahan Gizi di Indonesia6.3.1. Pengelolaan Masalah gizi di indonesia6.3.2. Suplementasi gizi
7. PEMBIAYAAN KESEHATAN7.1. Kebijakan Jaminan Pembiyaan Kesehatan7.2. Pengumpulan Dana Jamninan Sosial : BPJS
8. PROMOSI KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KESEHATAN9. KESEHATAN LINGKUNGAN
9.1. Pencemaran Udara9.2. Pencemaran Air
1. KONSEP DASAR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT2. DEMOGRAFI DAN KEPENDUDUKAN
2.1. Fertilitas, Mortalitas, Migrasi, Mobilitas2.1.1. Fertilitas2.1.2. Mortalitas
2.2. Teori Kependudukan2.3. Keluarga Berencana
3. KESEHATAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IBU DAN ANAK3.1. Kematian Ibu3.2. Kematian Anak3.3. Upaya Menurunkan Morbiditas serta Mortalitas
4. MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN4.1. Public Health Service di Indonesia4.2. Manajemen4.2.1. Manajemen Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit4.2.2. Manajemen Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
5. KONSEP DAN PENERAPAN EPIDEMIOLOGI5.1. Sejarah dan Tujuan atau Kegunaan Epidemiologi5.2. Konsep Penting dan Ruang Lingkup Epidemiologi5.3. Pengukuran Frekuensi Masalah Kesehatan & Penyakit5.4. Penelitian Epidemiologi & Interpretasi Data Epidemiologi5.5. Hubungan Estimasi Risiko5.6. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular &
Tidak Menular
2.1.3 Migrasi2.1.4 Mobilitas
Ilmu Kesehatan Masyarakat
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
ILMU DASAR
KESEHATAN MASYARAKAT
32
6. GIZI MASYARAKAT Telah banyak penelitian dilakukan yang menunjukkan hubungan yang erat pola diet tertentu dengan kejadian suatu penyakit. Perubahan kondisi sosial, ekonomi dan gaya hidup berdampak juga dengan pe-rubahan pola konsumsi masyarakat. Hal ini berdampak pada semakin meningkatnya prevalensi non-communicable-cronic disease.Negara berkembang terutama yang mengalami transisi pembangunan yang pesat baik transisi demograpi dan epidemiologi, menghadapi masalah ganda malnutrisi. Pertumbuhan ekonomi, industrialisasi dan globalisasi seiiring dengan peningkatan laju urbanisasi. Hal tersebut membuat perubahan sosial capital masyarakat beserta perubahan gaya hidup (pola makan dan aktivitas fisik) dan kemampuan mendapatkan makanan. Seperti contoh di Indonesia, masalah undernutrition sampai saat ini belum juga tuntas, ditambah lagi dengan permasalahan obesi-tas yang berhubungan dengan penyakit tidak menular lainnya, kian hari kian meningkat.
6.1. Penilaian Status Gizi
Gizi Masyarakat/Community Nutrition merupakan bagian dari keseha-tan masyarakat yang berfokus pada promosi kesehatan individu, keluar-ga dan masyarakat dengan menyiapkan pelayanan yang berkualitas dan program yang berdasar kebutuhan masyarakat. Community nutrition mencakup promosi kesehatan, kebijakan dan legislasi, prevensi primer dan sekunder dan pelayanan kesehatan disemua daur kehidupan senada dengan definisi diatas, Gibney et al. menyatakan gizi masyarakat adalah peningkatan kesehatan melalui gizi dan pencegahan primer (sekunder) penyakit yang berkaitan dengan gizi di dalam populasi.Public Health Nutrition/Gizi kesehatan masyarakat adalah suatu aktivitas yang menjamin masyarakat memperoleh kesehatan dalam hal gizi/pan-gan. Kegiatannya meliputi surveilan dan monitoring status kesehatan terkait nutrisi dan faktor risiko, penilaian berbasis masyarakat/popula-si, perencanaan program dan evaluasi, kepemimpinan dalam intervensi masyarakat/populasi lintas disiplin, lintas program dan lintas sektor, dan kepemimpinan dalam mengakses dan kualitas layanan gizi kepada masyarakat. Makanan dan gizi merupakan salah satu determinan pent-ing yang menentukan kesehatan seseorang, lebih luas lagi masyarakat.
Gambar 6-1 Gizi masyarakat
Gambar 6-2 Penilaian status gizi
Dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Ja-minan Sosial, maka badan penyelenggara memiliki status sebagai badan hukum yang dibentuk dengan Undang-Undang, sehingga memberi kepastian hukum dalam menyelenggarakan program jaminan sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat melaksanakan prinsip-prin-sip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional sesuai dengan ketentuan Undang-Undang untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada peserta.Namun demikian masih dibutuhkan 14 peraturan pelaksana yang di-petakan untuk mengiringi implementasi UU BPJS, ada sedikitnya tujuh peraturan presiden dan delapan peraturan pemerintah. BPJS Kesehatan yang berdiri dan beroperasi 1 Januari 2014, lanjutnya, perlu disiapkan masukan untuk peraturan pelaksananya juga tentang pengalihan JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan), penambahan kapasitas orgnisasi dan pemisahan aset, keuangan, serta sistem akuntansi. UU No.24/2011 tentang BPJS perlu ditindak lanjuti melalui peratur- an pemerintah, di antaranya mengenai prosedur pengenaan dan sanksi administratif terh-adap pelanggaran pendaftaran dan kepesertaan. Selain itu, dibutuhkan peraturan pemerintah tentang prosedur transformasi program jaminan sosial bagi PNS, anggota TNI, Polri ke dalam program SJSN.A. Konsep penyelenggaraan system JPKM/Manage Care
Putusan Mahkamah Konstitusi pada Perkara No. 007/PU-III/2005 men-yatakan pula bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat Daer-ah juga dapat dibentuk dengan Peraturan Daerah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dengan memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Pemerintah Daerah. Implementasi ideal dari SJSN masih terus berproses.
7.2. Pengumpulan Dana Jaminan Sosial : BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai penyelenggara pro-gram jaminan sosial pada hakekatnya melaksanakan pengumpulan dana yang bersifat wajib berdasarkan mekanisme asuransi sosial dan tabungan wajib untuk kepentingan peserta. Sifat wajib dalam pengumpulan dana dalam pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus memper-hatikan ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik In-donesia Tahun 1945.Pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara tidak boleh diatur dalam peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang. Dalam proses yang alot, RUU BPJS akhirnya ditetapkan menjadi UU No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jamninan Sosial.
Gambar 6-9 Gizi pada ibu hamil
Gambar 7-8 Konsep JPKM
Biokimia
Biofisik
Tanda klinis
Antropometri
Sistem biayaSistem
Pelayanan Kesehatan
Peran Serta Masyarakat
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
SARAF
4.4. Jaras 4.4.1. Jaras Sensoris 4.4.2. Jaras Motoris 4.4.3. Hemifer Cerebri 4.4.4. Sistem Saraf Perifer 4.4.5. Nervus Kranialis 4.4.6. Input SSP 4.5. Ganglia Basal 4.5.1. Fisiologi 4.5.2. Komponen Ganglia Basal 4.5.3. Hubungan-hubungan Ganglia Basalia 4.5.4. Peran Ganglia Basalis pada Sirkuit Regulatoris 4.5.5. Fisiologi 4.6. Sistem Otonom 4.6.1. Sistem Saraf Simpatis 4.6.2. Sistem Saraf Parasimpatis5. HISTOLOGI SISTEM SARAF 5.1. Neuron 5.1.1. Sinaps 5.1.2. Neurotransmiter 5.2. Sel Glia (Sel Penyongkong) 5.2.1. Sel Glia pada SSP 5.2.2. Sel Glia pada SST 5.2.3. Tahap Meilinasi 5.2.4. Tahap Regenerasi
1. PENDAHULUAN SISTEM SARAF2. EMBRIOLOGI JARINGAN SARAF3. ANATOMI SISTEM SARAF DAN KRANIUM 3.1. Anatomi Cranium 3.1.1. Neuro-cranium 3.1.2. Viscerocranium/Splanchnocranium 3.2. Anatomi Lapisan Kepala 3.3. Vaskularisasi Cranium 3.3.1. Ekstrakranial 3.3.2. Intrakranial 3.3.3. Cerebrovaskular 3.4. Encephalon (otak) 3.5. Anatomi Perjalanan Sirkulus Wilisi 3.6. Area - area Otak 3.7. Sutura Beserta Isinya 3.7.1. Sutura 3.7.2. Serebrum 3.7.3. Serebelum 3.7.4. Batang Otak 3.7.5. Medula Spinalis 3.7.6. Liquor Cerebrospinal (LCS)4. FISIOLOGI SISTEM SARAF 4.1. Fisiologi Neuron 4.2. Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf 4.3. Pembagian, Tingkat, & Organisasi Sistem Saraf
1. Sistem Saraf
33
3.7.3. Serebelum
1. TALAMUS Fungsi: - Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps. - Kesadaran kasar akan sensasi. - Berperan dalam kesadaran. - Berperan dalam kontrol motorik.2. HIPOTALAMUS Fungsi: - Regulasi banyak fungsi homeostatik (suhu, haus, pengeluaran urin, asupan makanan). - Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin. - Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.
Diensephalon
Gambar 3-33 Serebrum, permukaan superior, permukaan inferior, potongan padabidang melalui pedunculi
Pedunculus cerebri
Tractus opticus
Thalamus
Colliculus superior
Colliculus inferior
Pedunculus cerebri
Pedunculus cerebellarismedius
Pedunculus cerebellarissuperior
Pedunculus cerebellarisinferior
Medulla oblongata
Nucleus corporisgeniculati lateralis
Nucleus corporisgeniculati medialis
Diensephalon
Mesensephalon
Pons
N. IIN. III
N. IV
N. V
N. VI
N. VIIIN. VII
N. IXN. X
N. XII
N. XI
Gambar 3-32 Diensephalon dan batang otak
Lobulus centralis(II-III)
Culmen (IV-V)Vermis(vermissuperior)
Fissura prima
Fissura horizontal
Fissura dorsolateralis(posterolateralis)
(Incisura cereblli posterior)Lobulus semilunaris inferior (H VII B)
Permukaan superiorAla lobuli centralis
Fissura retrotonsillarisTonsilla cerebelliLobulus biventer (H VIII)
Fissura secundaFissura horizontalis
Lobulus semilunaris inferior (H VII)
superiormediusinferior
Lobus centralis
Flocculus (H X)
Nodulus (X)
(Incisura cerebelli pastoreir)
Ventriculus quartus
Nucleus
fastigiglobosi
dentatus
emboliforma
Crus cerebri
Lingula (I)
Vermis
Fasciculus longi t udinalismedialis
Lapisan nuklear medullaoblongata
Pedunculus cerebellarissuperior
Potongan pada bidang melalui pedunculipedunculi cerebellares superiores
Velum medullare superius
Decussatio pedunculorumcerebellarium superiorum
Pyrami (VII)Tuber (VII B)
Ovula (IX)
Ventriculus quartusVelum medullare inferius
Lingula (I)
Velum medullare superior
Vermis (vermissuperior)
Fissura horizontal
Fissura postlunata
Lobulus semilunaris superior (H VII B)
Lobulus simplex(lobulus quadrabgularisposteror) [H VI]
Delive (VI)
Folium (VII A)
(Incisura cerebelli anterior)
Lobulus quardrangularisanteriror (H IV-V)
Sistem yang mempengaruhi kegiatan motorik, namun berada diluar tractus piramidalis.Jaras saraf mulai dari cornu anterior medulla spinalis sampai ke efek-tor (dari motor neuron ke bawah).Jalur yang menyusun sistem ini mencakup sejumlah sinaps yang mel-ibatkan banyak daerah di otak.
Penghubung terakhir di multineuron ini adalah batang otak teruta-ma formatio retikularis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh daer-ah-daerah motorik korteks, serebelum dan nukleus basal.Korteks motorik itu sendiri saling berkaitan dengan thalamus serta daerah-daerah pramotorik dan motorik suplementer.Korteks motorik primer dan batang otak → langsung mempengaruhi neuron motorik.Daerah otak lain → tidak langsung dengan cara menyesuaikan kelu-aran motorik dari kmp dan batang otak.
•
•
•
•
•
•
Kuncinya
Saraf motorik bawah
Akson dari sarafmotorik atas motorik homunculus
pada korteks motorikprimer dari hemisferotak kiri
Saluran kortikospinalisKe ototrangka
Ke ototrangka
Ke ototrangka
Inti motoriksaraf kranial
Inti motoriksaraf kranial
Dekusasi piramidalis
Saluran lateral kortikospinalis
Pangkal serebral
Serebrum
Otak tengah
Piramidalis
Saluran anterior kortikospinalisMedulla spinalis
Gambar 4-8 Saluran kortikospinalis dan saluran motorik melewati Medulla spinalis
Gambar 4-9 Tractus rubrospinalis (di saluran ekstrapiramidal)
Gambar 4-10 Lower Motor Neuron (LMN)
Sumsum tulangbelakang oblongata 2) LMN (Lower Motor Neuron)
Adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada tahap perjalan terakhir ke otot.
Nukleus merahOtak tengah
Serebelum
Pons
Medulla oblongata
Tractus rubrospinalis
Medulla spinalis colli
Saraf motorik ataspada motorik primer
Korteks motorik primer
Kerangka otot
Medulla spinalis
Inti motoriksomatik padamedulla spinalis
Kerangka otot
Saraf motorik menurun
34
5.2. Penatalaksanaan Percobaan Bunuh Diri dengan Intoksikasi Akut 5.3. Penatalaksanaan Keadaan Gaduh Gelisah6. PSIKOTERAPI SUPORTIF 6.1. Pengertian Psikoterapi Suportif 6.2. Tujuan Psikoterapi Suportif 6.3. Indikasi Psikoterapi Suportif 6.4. Beberapa Jenis Psikoterapi Suportif 6.5. Beberapa Contoh Penerapan Psikoterapi Suportif7. MANAJEMEN KASUS PSIKIATRIK 7.1. Gambaran Umum 7.2. Manajemen Kasus Psikosis Fungsional 7.3. Manajemen Gangguan Penyesuaian dengan Afek Cemas 7.4. Manajemen Gangguan Penyesuaian dengan Afek Depresi 7.5. Manajemen Gangguan Psikosomatik 7.6. Manajemen Gangguan Somatisasi
1. PENDAHULUAN PSIKIATRI 1.1. Pengertian Dasar Psikiatri 1.2. Pembagian Ilmu Kesehatan Jiwa2. CARA MENDETEKSI KASUS PSIKIATRI MENURUT METODE PENDEKATAN PRAKTIS3. PENGGUNAAN PRAKTIS OBAT-OBAT ANTIPSIKOSIS 3.1. Pengertian Penggunaan Praktis Obat-Obat Antipsikosis 3.2. Pedoman Penggunaan Antipsikosis 3.3. Khasiat Obat Antipsikosis 3.4. Obat yang Tersedia di Puskesmas 3.5. Cara Pemilihan Obat 3.6. Cara Pemakaian Antipsikosis 3.7. Efek Samping Obat Antipsikosis 3.8. Beberapa Catatan Penting4. PENGGUNAAN PRAKTIS OBAT ANTICEMAS DAN ANTIDEPRESI 4.1. Pengertian Penggunaan Praktis Obat Anticemas dan Antidepresi 4.2. Obat Anticemas 4.3. Obat Antidepresi5. PENANGANAN KASUS KEDARURATAN PSIKIATRIK DI PUSKESMAS 5.1. Pengertian Penanganan Kasus Kedaruratan psikiatrik di Puskesmas
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK
PSIKIATRI
2. Psikiatri
35
1.2 Pembagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Gambar 1-12 Kajian epidemiologi psikiatri
Tabel 1-1 Perbedaan psikosis dan neurosis
Tabel 1-2 Gangguan proses berfikir.
Rumah sakit jiwa Perawatanyang memadai
Tidak pernah
menerima
pengobatan
yang tepat
Rumah Sakit Umum
Dokter perawatan primer
Dokter keluarga
Sampel komunitas
No.
1.
7.
8.
9.
10.
2.
3.
4.
5.
6.
Aspek
Perilakuumum
Gejala-gejala
Orientasi
Resiko sosial
Penyembuhan
Pemahaman (insight)
Gangguan terjadi pada seluruh aspek kepribadian, tidak ada kotak dengan realitas.
sulit dicapai.
Tidak dapat dituntun di pengadilan
Ada inkoherensi dan neogol-isme.
Begitu ekstrem dan regresif (kembali keadaan semula), sehingga bertentangan dengan kenyataan.
Segala sesuatu yang ada dipikirannya dikeluarkan langsung dalam pembicaraan
Tidak dapat dituntun di pengadilan
Tak ada gangguan pembicaraan jadi tidak ada gangguan isi dan laju pikiran.
Kecemasan hanya sebagai substitusi atau hanya bersifat simbolis.
Semua yang ada di dalam pikiran tidak dapat keluar, melainkan ekspresi simbolik.
Hukum
Bicara
Mekanisme pertahanan jiwa
Penyampaian pikiran
Dereisime
Pikiran utistik
Bentuk pikiran yang nonrealistik Pemikiran yang sama sekali tidak masuk akal
Mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungan“saya mau makan, semua orang dapat berjalan”
Gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satukalimat pun sudah sukar ditangkap atau diikuti
Tidak ada sangkut pautnya antara proses mentalindividu dan pengalaman yang sedang berjalanex: kepala desa berkata “seorang PNS harus kebalterhadap korupsi walaupun gaji tidak cukup,keluarga menderita, bila tidak tahan silahkankeluar”
Dalam bentuk lamunan, waham, fantasi halusinasi(cara berpikir memuaskan keinginan yang tidakterpenuhi tanpa memperdulikan keadaansekitarnya)
Gangguan bentuk pikiran
Hendaya berbahasa
Assosiasi longgar (derailment)
Inkoherensi (word salad)
Gejala bervariasi luas dengan waham, kedangkalan emosi yg terjadi secara terus-menerus.
Penderita mengalami disorien-tasi (waktu, tempat, & orang).Penderita tidak memahami bahwa dirinya sakit
Perilaku penderita dapat membahayakan orang lain dan diri sendiri.Penderita melakukan perawatan di rumah sakit. Kesembuhan seperti semula dan permanen
Gangguan terjadi pada sebagian kepribadian, kontak dengan realitas masih ada.
permanen sangat mungkin untuk dicapai.
Gejala psikologis dan somatik bisa bervariasi, tetapi bersifat temporer dan ringan.
Penderita tidak atau mengalami disorientasi.Penderita memahami bahwa diri -nya mengalami gangguan jiwa.
Perilaku penderita jarang atau tidak membahayakan orang lain dan diri sendiri.Tidak begitu memerlukan per-awatan di rumah sakitKesembuhan seperti semula dan
PSIKOSIS NEUROSIS
Pengobatan komplementer alternatif
Keagamaan danahli pengobatan
Gambar 4-8 Saluran kortikospinalis dan saluran motorik melewati Medulla spinalis
Gambar 5-3 Skema penatalaksanaan percobaan bunuh diri dengan intoksikasi akut
Kedaruratan psikiatrik adalah suatu keadaan gangguan dalam proses pikir, alam perasaan, dan perbuatan yang memerlukan tindakan per-tolongan segera. Kasus kedaruratan psikiatrik yang sering ditemukan adalah percobaan bunuh diri dan keadaan gaduh gelisah. Karena itu, dalam buku penuntut praktis ini hanya akan membahas kedua jenis keadaan tersebut.
Tindakan pertama dalam menghadapi percobaan bunuh diri adalah menyelelamatkan kehidupan penderita, yaitu mengamankan jalannya pernapasan, memperbaiki fungsi kardiovaskuler, mengeluarkan zat yang digunakan dari saluran pencernaan, dan pengobatan toksikologik. Semua prosedur tersebut sesuai dengan tindakan gawat darurat medik.
Percobaan Bunuh Diri (PBD) adalah tindakan merusak tubuh yang tidak sampai mengakibatkan kematian. Intoksikasi adalah penggunaan zat yang mengakibatkan timbulnya gangguan fungsi tubuh dan perilaku maladaptif. Percobaan bunuh diri dengan intoksikasi akut yang paling sering terjadi di Jakarta adalah percobaan bunuh diri dengan insektisi-da (56%) dan obat-obatan (36%). Penatalaksanaan percobaan bunuh diri dengan intoksikasi Meliputi dua tahap, yaitu penatalaksanaan medik dan penatalaksanaan psikiatrik.
5. PENANGANAN KASUS KEDARURATAN PSIKIATRIK DI PUSKESMAS
5.1. Pengertian Penanganan Kasus Kedaruratan Psikiatrik di Puskesmas
1. Penatalaksanaan Medik
5.2. Penatalaksanaan Percobaan Bunuh Diri dengan Intoksikasi Akut
PERCOBAAN BUNUH DIRI DENGAN INTOKSIKASI AKUT
PENATALAKSANAAN MEDIK
PERBAIKAN KONDISI FISIK
Rujuk RSU
PBD RESIKO TINGGI PBD RESIKO RENDAH
Berobat jalanRujuk unit pelayananpsikiatrik
PENATALAKSANAAN PSIKIATRIK
resiko tinggi (penilaian “MAS SALAD”)
Gambar 5-2 Percobaan bunuh diri
36
3. Sistem Indra
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
INDRA
3.3.3. Jenis penyakit pendengaran 3.4. Histologi Telinga 3.4.1. Telinga Luar 3.4.2. Telinga Tengah 3.4.3. Telinga Dalam4. HIDUNG DAN TENGGOROKAN 4.1. Embriologi Hidung dan Tenggorokan 4.2. Anatomi Hidung dan Tenggorokan 4.2.1. Anatomi Hidung 4.2.2. Anatomi Tenggorokan 4.3. Fisiologi Hidung dan Tenggorokan 4.3.1. Sel-sel Membran Olfactorius 4.3.2. Perangsangan Sel-sel Olfactorius 4.3.3. Potensial Membran dan Aksi pada Sel-Sel 4.3.4. Sensasi Utama Penghidu 4.3.5. Penghantaran Sinyal Penghidu ke Sistem Saraf Pusat 4.3.6. Sinus Paranasal 4.3.7. Proses Menelan 4.3.8. Proses Berbicara 4.4. Histologi Hidung dan Tenggorokan 4.4.1. Histologi Hidung 4.4.2. Histologi Tenggorokan
1. PENDAHULUAN SISTEM INDRA 1.1. Pendahuluan Indra dan Mekanisme Sensorik 1.2. Pendahuluan Mata 1.3. Pendahuluan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT)2. MATA 2.1. Embriologi Mata 2.2. Anatomi Mata 2.2.1. Rongga Orbita 2.2.2. Palpebra 2.3. Fisiologi Mata 2.3.1. Proses Visual Mata 2.3.2. Tajam Penglihatan 2.4. Histologi mata 2.4.1. Palpebra 2.4.2. Kornea 2.4.3. Retina 2.4.4. Uvea3. TELINGA 3.1. Embriologi Telinga 3.2. Anatomi Telinga 3.2.1. Telinga Luar 3.2.2. Telinga Tengah 3.3. Fisiologi Telinga 3.3.1. Fisiologi Pendengaran 3.3.2. Jenis Gangguan Pendengaran
2.2.3. Aparatus Lacrimalis2.2.4. Bola Mata
2.3.3. Pembiasan Cahaya2.3.4. Visual impairment
2.4.5. Sklera2.4.6. Lensa Mata2.4.7. Vitreus Humor
3.2.3. Telinga Dalam
37
Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensi-tif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, mem-proses, dan meneruskan informasi visual ke otak.Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang ma-suk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk.Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat mau-pun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekua-tan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontrak-si untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relak-sasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf para-simpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat.
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada reti-na dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pu-pil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells
Camerapostrema
N. opticus
RetinaChoroidea
Sclera
Humor vitreus
Tunica conjunctiva
Iris
Pupil
Lensa
Corpus ciliare
Ligamen suspensori
Cornea conjunctiva
Kedua diisi dengan humor aquosus
Camera anterior bulbi oculi
Camera posterior bulbi oculi
A., V. centralis retinae
Gambar 2-16 Bagian sagital dari mata, Lapisan bola mata.
2.1. Fisiologi Mata
2.3.1. Proses Visual Mata
Colliculus superior
Lobus occipitalis
Gambar 2-17 Proses penglihatan, Jaras penglihatan
Tractus opticusN. opticus Titik fiksasi
Chiasma opticus
Radiatio optica
Corpus genicula-tum laterale
Macula lutea
Retina Lensa
Bidang makular
Bidang binokular
Bidang monokular
Struktur khusus: glandula ceruminous yang merupakan modifikasi dari kelenjar keringat apokrin yang menghasilkan earwax. Memiliki ukuran yang lebih besar dari kelenjar ekri. Sel sekret terdiri dari sel kuboid dan mengandung granul pigmen coklat dan vakuola lemak dan dikelilingi oleh sel myoepitel. Terdapat sel epitelium (ektoderm yang terletak didalam membran basal tetapi berdifrensiasi menjadi sel kon-traktil pelindung). Duktus glandula serumen memiliki lumen yang be-sar dan dikelilingi oleh lapisan epitel skuamosa berlapis gepeng yang sangat sempit.
Selaput tipis yang semitransparan, terletak serong pada ujung medi-al meatus acusticus externus, yang pisahkan telinga luar & tengah. Selaput ini mengarah ke bawah, muka & lateral. Sisi lateral dilapisi epidermis lanjutan meatus acusticus. Sisi medialnya disebelah dalam dilapisi mukosa seperti telinga tengah. Lapisan tengah selaput ini be-rupa jaringan ikat melekat pada lengan meatus acusticus & berpencar ke tepi. Daerah tepi dijumpai banyak serabut sirkular. Bagian pinggir menebal & membentuk cincin fibrocartilago. Cincin ini membuat parit (sulcus tympanicus) pada pars
3. Kulit tipis, rambut dan kelenjar sebasea pada kanal meatus eksternus
4. Membran timpani (gendang telinga)
Gambar 3-7 Inervasi sensorik Auricula, sisi kanan; dilihat dari lateral.
Gambar 3-8 Kulit tipis pada kanal meatus eksternus
Gambar 3-9 Membrana tympanica, sisi kanan; dilihat dari lateral.
A. auricularis posteriorN. vagus [X]N. facialis [VII]
Kanal meatus eksternus
Kelenjar sebasea
Pori-pori keringat
Kelenjar ekrin
A. auricularis posterior, Rr. perforantes
A. temporalis superficialis
A. carotis externa
Rr. auricularis anteriores
A. auricularis posterior, Rr. auriculares
Meatus acusticus externus(Paries posterior)
Pars tensa
Anulus fibrocartilagineus
Plica mallearis posteriorPars flaccida*
Plica mallearisanterior
Prominentiamallearis
Stria mallearis
Umbo membranaetympanicae
**
N. auricularis magnus (C2, C3)
N. occipitalis minor (C2)
N. auriculotempo-ralis berasal dari N. mandibularis (V/3)
38
4. Sistem Respirasi
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
RESPIRASI
4.7. Pertukaran Gas (Transportasi Gas) 4.8. Difusi Gas pada Sel/Jaringan 4.9. Regulasi Sistem Respirasi 4.9.1. Pengendalian Pernapasan oleh Sistem Persarafan 4.9.2. Kendali Kimia 4.9.3. Pengaturan oleh Mekanisme Non Kimiawi 4.10. Suara Pernapasan 4.10.1. Suara Pernapasan Pokok 4.10.2. Suara Pernapasan Tambahan 4.11. Spirometri 4.12. Saturasi Oksigen 4.13. Analisa Gas Darah 4.14. Pemantauan Arus Puncak Ekspirasi (APE) 4.14.1. Pengukuran APE 4.14.2. Interpretasi Pengukuran APE 4.14.3. Nilai Terbaik APE dengan Peak Flow Meter 4.14.4. Variabiliti Harian 4.14.5. Penggunaan APE untuk Pengelolaan Asma Mandiri5. HISTOLOGI ILMU RESPIRASI 5.1. Sistem Konduksi 5.2. Sistem Respirasi
1. PENDAHULUAN SISTEM RESPIRASI2. EMBRIOLOGI SISTEM RESPIRASI3. ANATOMI SISTEM RESPIRASI 3.1. Hidung 3.1.1. Septum Nasal 3.1.2. Nares (Nostril) 3.2. Trakea 3.3. Bronkus 3.4. Paru (Pulmo) 3.5. Pleura 3.5.1. Vaskularisasi Pleura 3.5.2. Inervasi Pleura 3.6. Sirkulasi Paru4. FISIOLOGI PERNAPASAN (RESPIRASI) 4.1. Fungsi Sistem Respirasi 4.2. Proses Respirasi 4.3. Pernapasan Eksternal dan Internal 4.3.1. Pernapasan Eksternal 4.4. Mekanisme Pernapasan 4.5. Otot Respirasi 4.5.1. Otot Inspirasi Utama 4.5.2. Otot Inspirasi Tambahan 4.6. Volume dan Kapasitas Paru 4.6.1. Volume Paru
3.1.3. Chonca3.1.4. Meatus
3.5.3. Recessus Pleura3.5.4. Fisiologi Pleura
4.3.2. Pernapasan Internal
4.5.3. Otot Ekspirasi
4.6.2. Kapasitas Paru
39
lipatan pleuroperikardial → tersisa suatu ruang yaitu rongga pleuraprimitive → berkembang menjadi pleura viseralis dan parietalis.
Sampai bulan ke-7 kehamilan prenatal bronkioli terus bercabang men-jadi saluran yang lebih banyak dan lebih kecil lagi (tahap kanalikuler), dan pembuluh darah terus meningkat.Pernapasan pada janin dapat berlangsung jika sel bronkiolus respirato-rius yang awalnya berbentuk kuboid berubah menjadi sel gepeng tipis.Sel gepeng ini berhubungan dengan kapiler darah dan getah bening, ruang-ruang
disekitarnya dikenal sebagai sakus terminalis (alveoli primitif), dan sel yang melapisi sakus dikenal sebagai sel epitel alveolus tipe I.Selama bulan ke-7, jumlah kapiler sudah memadai untuk pertukaran gas yang adekuat, dan bayi prematur sudah dapat bertahan hidup.Selama 2 bulan prenatal & beberapa tahun pasca lahir jumlah sacus ter-minalis ini akan terus meningkat & berkembang menjadi alveoli matur.Alveolus matur belum ada sebelum lahir.Sebelum lahir, paru terisi oleh cairan dengan sedikit protein, sebagaianmukus, dan surfaktan yang dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II.Pada awal pernapasan cairan paru diserap kecuali surfaktan, untuk mencegah kolapsnya alveolus selama ekspirasi dengan mengurangi tegangan permukaan di pertemuan udara kapiler darah.Tidak adanya surfaktan menyebabkan respiratory distress syndrom (RDS).
PEMATANGAN PARU•
•
•
•
•
•
•
TrakeaBronkus kiri
Lobus superiorkanan
Lobus superior kiri
Lobus media kanan
Lobus Inferior kananLobus Inferior kiri
Tunas paru
Faring
Tunas paru
Pematangan Paru5-16 minggu
16-26 minggu
16 minggu lahir
8 bulan masa kanak-kanak
Pembentukan cabang berlanjut untuk membentuk bronkiolus terminalis. Belum ada bronkiolus respiratoriusatau alveolus
Terbentuk sakus terminalis (alveolus prim-itif) dan kapiler membentuk kontak erat
Alveolus matur telah memilikikontak epitel-epitel (kapiler)yang sempurna
Masing-masing bronkiolus bercabang menjadi 2 atau lebih bronkiolus respirato-rius, yang selanjutnya bercabang-cabang menjadi 3-6 duktus alveolaris
Periodepseudoglandular
Periodekanalikular
Periode sakusterminalis
Periode alveolar
Lipatanpleuroperikar-dium
Nervusfrenikus
Jantung
Venakardinaliskomunis
Trakea
Tunas paru
Peritoneum viseralis
Kanalisperikardio-peritonealis
Pleura parietalis
Pleuraviseralis
Gambar 2-3 Tahapan perkembangan trakea dan paru. A. 5 minggu. B. 6 minggu. C. 8 minggu.
Gambar 2-4 Tahapan perkembangan trakea dan paru. A. 5 minggu. B. 6 minggu. C. 8 minggu.Tabel 2-1 Pematangan paru
Recessus merupakan sebuah ruangan kosong yang akan terisi oleh paru saat inspirasi dalam dan akan menjadi tempat yang berisi cairan pada pasien dengan kasus efusi pleura. Terdapat 3 recessus, yaitu:
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks ke dalam paru-paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting pressure) dalam posisi ti-duran adalah -2 sampai -5 cmH2O; sedikit bertambah negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cmH2O. Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung di atas, rongga pleura yang steril karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang diproduksinya ber-tindak sebagai lubrikans (pelumas).
3.5.3. Recessus Pleura 3.5.4. Fisiologi pleura
Recessus costomediastinalis posterior dextra et sinistra. Recessusyang terletak di antara pleura parietalis pars costalis dan pleuraparietalis pars mediastinalis di bagian dorsal.
Recessus costodiaphragmatica dextra et sinistra. Recesssus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan pleura parietalispars diaphragmaticaRecessus costomediastinalis anterior dextra et sinistra. Recessus yang terletak di antara pleura parietalis pars costalis dan pleuraparietalis pars mediastinalis di bagian ventral
-
-
-
Pons
Jugular ganglion
Jugular ganglion
N. vagus
Ganglion cervicale superius
Medulla
N. phrenicus
N. intercostalis Plexus pulmonalis
Truncus sympathicus
Diaphragma
Gambar 3-14 Inervasi pleura
Mm. intercostales
Costae
Parasympathetic
Sympathetic
Motor (ke otot rangka)
Gambar 3-15 Recessus pleura
Parsmediastinalis
Cupula pleurae
Lig. pulmonae
Pars costalis
Pars diaphragmatica
Cavitas parietalis
Pleura parietalis
Recessusphrenicomediastinalis
Recessuscostodiaphragmaticus
Recessuscostomediastinalis
40
5. Sistem Kardiovaskular
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
KARDIOVASKULAR
1. PENDAHULUAN SISTEM KARDIOVASKULAR2. EMBRIOLOGI JARINGAN KARDIOVASKULAR 2.1. Perkembangan Jantung 2.1.1. Struktur Jantung Mudigah $ Turunan 2.1.2. Pembentukan Septum 2.2. Eritropoiesis Janin 2.2.1. Keterlibatan Organ 2.2.2. Hemoglobin 2.5. Turunan Lengkung 2.6. Cacat pada Sistem Arteri 2.6.1. Koarktasio Aorta 2.6.2. Paten Duktus Arteriosus 2.7. Pemintasan Kanan ke Kiri: Sianosis Dini 2.8. Pemintasan Kiri ke Kanan: Sianosis Terhambat 2.9. Hubungan Defek Jantung Kongenital3. ANATOMI SISTEM KARDIOVASKULAR 3.1. Batas-Batas Jantung 3.2. Pembungkus Jantung 3.3. Ruang pada Jantung 3.4. Katub-Katub Jantung4. FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULAR 4.1 Elektrofisiologi Jantung 4.1.1. Potensial Membran Istirahat 4.1.2. Potensial Aksi Jantung 4.2 Otot dan Kontraksi Jantung
2.3. Sirkulasi Janin2.4. Turunan Janin-Postnatal2.5. Turunan Lengkung Aorta
4.3.2. Sistol
4.2.1. Perangkaian Eksitasi-Kontraksi 4.2.2. Kontraktilitas 4.2.3. Hubungan Panjang-Tegangan dalam Ventrikel 4.2.4. Afterload 4.3. Lingkar Tekanan - Volume 4.3.1. Diastol 4.4. Kurva Fungsi Jantung dan Vaskular 4.5. Curah Jantung (Cardiac Output) 4.5.1. Curah Jantung dari Fick 4.5.2. Isi Sekuncup (Stroke Volume) 4.5.3. Fraksi Ejeksi 4.6. Siklus Jantung 4.6.1. Pemeriksaan Tekanan Selama Siklus Jantung 4.6.2. Bunyi Jantung 4.7. Regulasi Tekanan Arterial 4.7.1. Regulasi Tekanan Arterial Rerata 4.7.2. Refleks Baroreseptor: Regulasi Jangka-Pendek Tekanan Darah 4.7.3. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron: Regulasi Jangka Panjang Tekanan Darah 4.7.4. Autoregulasi 4.8. Hemodinamika dan Sirkulasi Vaskular Perifer 4.8.1. Darah 4.8.2. Komponen Pembuluh Darah 4.8.3. Parameter Hemodinamik
41
Gambar 4-58 Pembesaran atrium kanan dan kiri
Gambar 4-59 Pembesaran ventrikel kanan
Gambar 4-60 Pembesaran ventrikel kiri
A. Menemukan Kelainan Jantung dengan Menginterpretasikan EKG 1. Pembesaran Ruang
4.9.3. Menginterpretasikan EKG
Pada penyakit-penyakit tertentu, ruang jantung dapat membesar, lebih besar daripada normal. Dengan mengetahui terjadinya pem-besaran ruang jantung, Anda mendapatkan informasi tambahan untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pembesaran ruang yang dapat dinilai, yaitu pembesaran atrium kanan dan kiri serta ven-trikel kanan dan kiri.
Pembesaran Atrium Kanan (Right Atrium Hypertrophy - RAH). Bila ada gelombang P yang tinggi disebut Peak P atau P Pulmonal. Biasanya ini terjadi pada pembesaran atrium kanan akibat pen-yakit paru konis.Pembesaran Atrium Kiri (Left Atrium Hypertrophy - LAH) paling sering ditemukan pada mitral stenosis dan juga sering ditemu-kan pada mitral insufiensi, aorta stenosis, aorta insufiensi, dan sistemik hipertensi. Pada mitral stenosis adanya peningkatan tekanan atrium kiri dan dilatasi atrium kiri dapat terlihat berupa P mitral yaitu gelombang P yang lebar dengan notch lead II dan prominen gelombang p terminal pada lead V1. Bila ada gelom-bang P yang berlekuk ini disebut P Mitral. Biasanya ini terjadi pada pembesaran atrium kiri akibat insufisiensi mitral atau ste-nosis mitral.
Pembesaran Ventrikel Kanan (Right Ventricle Hypertrophy-RVH). Jika di Lead V1 gelombangnya positif, dengan QRS langsing maka kemungkinan terjadi RVH. Jika di Lead V6 terdapat gelom-bang S maka kemungkinan ini juga terjadi RVH. Namun perlu dikonfirmasi dengan memasang V3R di dada kanan.
Pembesaran Ventrikel Kiri (Left Ventricle Hypertrophy - LVH). Hipertrofi ventrikel kiri didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri, sebagai respon miosit terhadap berb-agai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan darah. Apabila Lead V5/V6 tinggi gelombang R > 27 kotak kecil atau apabila lead V5/V6 dan V1 tinggi gelombang R di V5/V6 ditam-bah dalam gelombang S di V1 ≥ 35 kotak kecil maka sangat dimungkinkan terjadinya LVH.
a.
b.
c.
d.
1. Pembesaran Atrium Kanan
2. Pembesaran Atrium Kiri
Irama Ventrikuler adalah irama denyut jantung yang pemacu domi-nannya adalah sumber impuls Ventrikel.
Irama Pemacu Buatan adalah irama denyut jantung yang irama dom-inannya adalah alat pemacu jantung buatan (dipasang pada atrium, ventrikel atau keduanya). Ciri: muncul garis pacemaker (pacemaker spike).
Gambar 4-46 A. Lokasi irama pemacu buatan, B. Rekam irama pemacu buatanGambar 4-45 A. Lokasi irama ventrikuler, B. Rekam irama ventrikuler
d. e.
A.
B.
42
6. Sistem Gastrointestinal
1. PENDAHULUAN SISTEM GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER, & PANKREAS2. EMBRIOLOGI JARINGAN GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER, & PANKREAS 2.1. Rongga Mulut 2.1.1. Mulut 2.1.2. Lidah 2.2. Endoderm (Foregut, Midgut, & Hindgut) 2.3. Hepar 2.4. Pankreas3. ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER, & PANKREAS 3.1. Esofagus 3.2. Gaster 3.3. Intestinum Tenue 3.4. Intestinum Crassum 3.5. Hepatobilier 3.5.1. Hepar 3.6. Pankreas 3.6.1. Bentuk dan Ukuran 3.6.2. Saluran Pankreas4. FISIOLOGI SISTEM GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER, & PANKREAS 4.1. Definisi dan Fungsi 4.2. Proses Pencernaan Dasar
2.1.3. Wajah2.1.4. Gigi
3.5.2. Vesika Biliaris
3.6.3. Bagian Pankreas3.6.4. Vaskularisasi & Inervasi
4.3. Organ Pencernaan 4.3.1. Mulut 4.3.2. Saliva 4.3.3. Faring dan Laring 4.3.4. Lambung 4.3.5. Hati5. HISTOLOGI SISTEM GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER, & PANKREAS 5.1. Rongga Mulut 5.1.1. Bibir 5.1.2. Gigi 5.2. Esofagus 5.3. Gaster 5.4. Usus Halus 5.5. Apendiks Vermiformis 5.6. Kolon Rektum 5.7. Hepar 5.8. Kandung Empedu 5.9. Pankreas
4.3.6. Cairan Empedu4.3.7. Pankreas4.3.8. Usus Halus4.3.9. Usus Besar4.3.10. Defekasi
5.1.3. Lidah
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
GASTROINTESTINAL,HEPATOBILIER, & PANKREAS
43
Gambar 4-19 Motilitas usus halus. a. Peristaltik; b. Segmentasi
Gambar 4-21 Pencernaan usus halus
Gambar 4-20 Sekresi usus halus
Motilitas
Sekresi
Pencernaan. Pencernaan di usus halus sendiri melibatkan enzimen-zim pankreas, sekresi empedu. Walaupun ada beberapa enzim yang dikeluarkan oleh brush border usus halus seperti disakaridase dan aminopeptidase.
Segmentasi, yaitu metode motilitas utama usus halus, mencampurdan mendorong secara perlahan kimus.Rangsangan parasimpatis meningkatkan segmentasi sedangkan rangsang simpatis menurunkan segmentasi.Jika sebagian makanan sudah diserap, kontraksi segmental ber-henti dan digantikan oleh migrating motility complex yang ber-langsung diantara waktu makan. Dan kontraksi ini berfungsi se-bagai “sapu” dimana dibawa ke usus besar.Sewaktu makanan datang, kontraksi ini secara otomatis tergantidengan gerakan segmentasi.
Setiap hari kelenjar-kelenjar eksokrin yang terletak di mukosa usushalus mengeluarkan sekitar 1.5 L larutan garam dan mucus cair (sukus enterikus) ke dalam lumenSekresi ini tidak mengandung enzim pencernaan namun sekresi cairan ini memberikan proteksi dan lubrikasi. Selain itu sekresi ini juga menghasilkan banyak H
20 untuk ikut serta dalam proses en-
zimatik.
Pencernaan karbohidrat dituntaskan di brush border.
Aminopeptidase, menghidrolisis fragmen peptida kecil menjadikomponen asam amino sehingga pencernaan protein selesai.
•
•
•
•
•
•
a b
Kapiler darah
Lamina propria
ArteriolaVenula
Glandulae intestinales
Vasa lymphatica
Muscularis
Lamina muscularismucosae
Sel goblet(mensekresi mukus)
Sel enteroendokrin(mengeluarkan hormon,kolesistokinin, atau GIP)
Lacteal
Sel Paneth(mensekresikan lisozimdan mampu fagositosis)
Pepsin
HCl
Fragmenpeptida
Protein
Tripsinogen
Tripsin
Kimotripsin
Enterokinase
Enterosit
Karboksipeptidase
Mukosa lambung
Kimotripsinogen
Prokarboksipeptidase
Lumen usus halusDuctuspancreaticus
Pepsinogen
Selchief
Selparietal
Pepsinogen*
Lumen
1. PENGANTAR SISTEM GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER, & PANKREASPROSES PENCERNAANSistem digestif menyiapkan makanan agar dapat dikonsumsi oleh sel. Ada 5 aktifitas dasar dalam pencernaan yaitu:
Pencernaan kimiawi adalah rangkaian reaksi katabolik (pemecahan) un-tuk memecah karbohidrat, lipid, dan protein menjadi molekul-molekul berukuran kecil, sehingga dapat melintasi dinding saluran pencernaan menuju kapiler pembuluh darah dan pembuluh limfe, yang selanjutnya akan diteruskan menuju sel-sel di berbagai bagian tubuh.
Pencernaan mekanik terdiri atas berbagai gerakan yang membantu pencernaan kimiawi. Tergolong sebagai pencernaan mekanik adalah pe-ngunyahan makanan agar dapat ditelan. Otot polos lambung dan usus halus mengocok makanan sehingga bercampur dengan enzim yang mengkatalisis reaksi kimiawi.
Ingesti atau makan adalah memasukkan makanan ke dalam tubuh.Peristalsis adalah perpindahan makanan di sepanjang saluran pencer-naan.Digesti adalah pemecahan makanan melalui proses mekanik kimiawi.Absorpsi adalah penyerapan hasil pencernaan makanan dari saluran pencernaan ke vaskuler (pembuluh darah) dan pembuluh limfe (getah bening).Defekasi adalah eliminasi (pembuangan) bahan-bahan yang tak dapat dicerna ke luar tubuh.
1.2.3.4.
5.
MulutEsofagus
Lambung
Jantung
Rektum Anus
Feses
Hati
Pembuluh balikhati
makanandan air
PENYERAPAN
SEKRESI
Usus kecil Usus besar
MOTILITAS
Gambar 4-19 Motilitas usus halus. a. Peristaltik; b. Segmentasi
Rongga mulutLidah
Faring
Hati
Lambung
Kolon desendens
Kolon sigmoid
RektumAnus
Laring
Trakea
Esofagus
Kandung empeduPilorus
Duodenum
Kolon transversum
Kolon asendens
Jejunum
Ileum
Sekum
Usus buntu
Pancreas
Gambar 1-2 Organ-organ yang bekerja pada sistem digestif
44
7. Sistem Ginjal
1. PENDAHULUAN SISTEM GINJAL & SALURAN KEMIH 1.1. Ginjal 1.2. Ureter 1.3. Kandung Kemih 1.4. Uretra2. EMBRIOLOGI SISTEM GINJAL & SALURAN KEMIH 2.1. Pembentukan Ginjal 2.2. Pembentukan Kandung Kemih dan Uretra 2.3. Posisi Ginjal3. ANATOMI SISTEM GINJAL & SALURAN KEMIH 3.1. Ginjal 3.1.1. Pendarahan pada Ginjal 3.1.2. Pembuluh Limfe pada Ginjal 3.1.3. Persarafan pada Ginjal 3.2. Ureter 3.2.1. Pendarahan pada Ureter 3.2.2. Pembuluh Limfe pada Ureter 3.2.3. Persarafan pada Ureter 3.3. Kelenjar Adrenal 3.3.1. Pendarahan pada Kelenjar Adrenal 3.3.2. Pembuluh Limfe pada Kelenjar Adrenal 3.3.3. Persarafan pada Kelenjar Adrenal 3.4. Vesika Urinaria 3.4.1. Kandung Kemih pada Pria 3.4.2. Kandung Kemih pada Wanita
3.5. Uretra4. FISIOLOGI SISTEM GINJAL & SALURAN KEMIH 4.1. Filtrasi Glomerulus 4.2. Reabsorpsi Tubulus 4.3. Sekresi Tubulus 4.4. Ekskresi dan Klirens Plasma 4.5. Berkemih (Proses Miksi) 4.5.1. Pengisian 4.5.2. Pengosongan5. HISTOLOGI SISTEM GINJAL & SALURAN KEMIH 5.1. Ginjal 5.3. Kandung Kemih 5.4. Uretra
5.2. Ureter
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
GINJAL & SALURAN KEMIH
45
Ren sinister
Gambar 3-2 Proyeksi ginjal (Ren) pada dinding tubuh dorsal.
Gambar 3-3 Posisi ginjal, Ren [Nephros], dan kelenjar anak ginjal, glandula suprarenalis, dalam rongga retroperitoneal; dilihat dari ventral
Costa XI
Costa XII
Ren dexter
Crista iliaca
A. corticalis
Glandula suprarenalis
Ren
A.; V. renalis
Costa Xl
Ureter
N. subcostalis
N. iliohypogastricus
N. ilioinguinalis
M. quadratuslumborum
A. suprarenalismedia;V. suprarenalissinistra
Glandulasuprarenalis
Fascia renalis
V. cava inferiorA.; V. renalis
Ureter
M. psoas major
N. genitofemoralis
Ren, Capsulafibrosa
Ren, Capsulaadiposa
A. renalisaccessoria
A. suprarenalisinferior;
V. suprarenalisdextra
Spina iliacaposterior superior
Facies anterior: Permukaan ventral yang cembung dan menghadap ke ventrolateralFacies posterior: Permukaan dorsal yang menghadap ke dorsomedialMargo lateral: Tepi yang cembung, mengarah ke dinding posterolat-eral abdomen dan dapat dibuat garis → Linea Brodel → Dapat dibuat sayatan untuk membuka ginjal tanpa mengenai pembuluh darahMargo medial: Merupakan tepi cekung dan belahan vertikal yang ber-ikatan dengan bibir tebal ginjal → Hilum. Hilum berjalan menuju ka-vitas besar → Sinus renal, dan hilum berisi (dari depan ke belakang): vena renalis, 2 cabang arteri renalis, ureter, dan cabang ketiga arteri renalis. Pembuluh limfe dan serat simpatis berjalan pada hilum.
1.
2.3.
4.
Permukaan ginjal terdiri dari:
A. interlobaris
Hilumrenale
V. renalis
N. renalis
A. renalis
Medulla
Ureter
Capsula
A. arcuata
Pelvis renalis
Pyramides
Papillaris
Columnae renales
Cortex
Gambar 3-4 Bagian frontalis ginjal
Calyx renalisminor
Calyx renalismajor
Pembungkus ginjal (dari profunda - superficial): Struktur Ginjal terdiri dari:Kapsul fibrosa: Mengelilingi ginjal, berikatan erat dengan permu-kaan luar ginjal. Lemak perirenal: Melapisi kapsul fibrosa.Fascia renal: Jaringan ikat yang mengalami pemadatan dan ter-letak diluar lemak perirenal. Melapisi ginjal, dan kelenjar suprarenal Berkesinambungan secara lateral dengan fascia transversalisLemak pararenal: Terletak diluar fascia renal, dan jumlah banyak. Membentuk bagian dari lemak retroperitoneal.Lemak perirenal, fascia renal, dan lemak paraenal menyokong gin-jal dan menahan ginjal tetap berada pada posisi mereka pada dinding posterior abdomen.
Korteks: Bagian luar berwarna coklat tua, dan korteks memanjang ke dalam medulla diantara piramid-piramid sebagai kolumna renal.Medulla: Bagian dalam berwarna coklat muda dan terdiri atas 1 lusin (12 buah) piramida ginjal. Piramida ginjal memiliki basis yang meng-hadap korteks dan apex nya (Papilla renal) menghadap medial. Basis piramida ginjal akan memanjang ke dalam korteks sebagai garis (stri-ae) yang disebut garis medulla.
1.
2.3.
4.
5.
1.
2.
Gambar 3-5 Ginjal, Ren [Nephros], dan kelenjar anak ginjal, Glandula suprarenalis, sisi kanan; se-bagian kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat ginjal pada kutub atas tetap dipertahankan tampak ventral.
Margo superior Capsula adiposaCapsula fibrosa
Margo medialis
Glandula suprarenalis
V. suprarenalis
A. suprarenalis inferior
A. renalis, R. posterior
V. renalis
Hilum renale
Ureter
A. renalis, R. anterior
V. testicularis/ovarica sinistra
Aa. suprarenales mediae
Aa. suprarenalessuperiores Ren
Margo lateralis
Pelvis renalis
Gambar 3-6 Ginjal, Ren[Nephros]; potongan belah dua vertikal miring untuk memperlihatkan korteks, medula dan Pelvis renalis setelah pembuluh darah dan jaringan lemak di dalam sinus ginjal disingkirkan; tampak ventral. Panah dari piramida menunjuk ke Calix renalis
Gambar 3-7 Ginjal, Ren [Nephros]; potongan belah dua vertikal miring untuk membuka pelvis renalis untuk memperlihatkan korteks, medula, pelvis dan hilum; tampak ventral.
Sinus renalis
Papillae renales
Cortex renalisCalyx renalis major
Columnae renales
Medulla renalis
Lobus renalis
Pelvis renalis
Ureter
Capsula fibrosa
Cortex renalis
Columnae renales
Aa. interlobares
A. renalis
Calices renales minores
Calyx renalis major
Medulla renalis,Pyramides renales
Area cribrosa, Foramina papillaria
Pelvis renalisSinus renalis
Ureter
Lobus renalisA. arcuata
V. renalis
Medulla renalis,Pyramides renales
46
1. PENDAHULUAN SISTEM REPRODUKSI2. EMBRIOLOGI SISTEM UROGENITAL 2.1. Pertumbuhan Gonad 2.2. Embriologi Sistem Reproduksi Wanita 2.2.1. Genitalia Interna Wanita 2.2.2. Genitalia Eksterna Wanita 2.3. Embriologi Sistem Reproduksi Pria 2.3.1. Duktus Genitalis Pria 2.3.2. Genitalia Eksterna Pria 2.4. Homolog Genitalia Pria dan Wanita3. ANATOMI SISTEM REPRODUKSI PRIA DAN WANITA 3.1. Sistem Reproduksi Pria 3.1.1. Skrotum 3.1.2. Testis 3.1.3. Saluran Keluarnya Sperma 3.2. Sistem Reproduksi Wanita 3.2.1. Alat Genitalia Eksternal 3.2.2. Alat Genitalia Internal 3.2.3. Fungsi Alat Reproduksi Wanita 3.2.4. Anatomi Payudara4. FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI 4.1. Hipotalamus Sistem Reproduksi 4.2. Hipofisis dan Hormon-Hormon Hipofisis 4.3. Ovarium
4.3.1. Hormon-Hormon Ovarium 4.3.2. Farmokologi Hormon Steroid Seks 4.4. Menstruasi 4.5. Hubungan Siklus Menstruasi dengan Pembentukan Folikel & Korpus Luteum 4.5.1. Fase Folikel 4.5.2. Fase Luteal 4.6. Hubungan Siklus Menstruasi dengan Kedudukan Uterus (Kekebalan Endometrium) 4.6.1. Fase Menstruasi 4.6.2. Fase Proliferasi 4.6.3. Fase Sekresi 4.7. Hubungan Siklus Menstruasi dengan Berbagai Hormon dari Hipotalamus, Hipofisis Anterior, dan Ovarium. 4.8. Hubungan antara kadar Hormon, Kedudukan uterus, dan siklus ovarium 4.9. Gangguan Haid dan Siklusnya 4.9.1. Kelainan Jumlah Darah dan Lamanya Perdarahan 4.9.2. Kelainan Siklus Menstruasi 4.10. Fisiologi Produksi ASI 4.11. Fisiologi Pubertas 4.11.1. Fisiologi Pubertas Pada Pria 4.11.2. Fisiologi Pubertas Pada Wanita 4.12. Pesalinan Normal
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
REPRODUKSI
8. Sistem Reproduksi
47
1. Tubulus rektus
2. Rete testis
3.Duktuli eferentes
4. Duktus epididimis .
5. Tubulus rektus
Gambar 3-5 A. Testis [Orchis], dan Duktus Epididymis, dengan pembuluh darah; dilihat dari sisikanan dan B. Histologi Duktus Epididymis
Gambar 4-51 Diagram segitiga Einthoven
a.
b.
a.b.
c.
3.13. Saluran Keluarnya Sperma
Yang menghubungkan ujung tubulus seminiferus dengan Retetestis.Tubulus ini dikenali oleh hilangnya sel spermatogenik secara-berangasur-angsur dengan bagian awal hanya terdiri atas sel ser-toli sebagai unsur dindingnya dan diikuti ruas utama yang terdiri atas epitel kuboid yang ditunjang oleh selubung jaringan ikat.
Merupakan Lanjutan dari saluran rate testisMemiliki epitel yang terdiri atas sel kuboid tak bersilia yang diselin-gi sel bersilia yang melucut ke arah epididimis.Sebagai saluran keluar genitalia yang mengangkut spermatozoa yang dihasilkan testis sampai ke meatus penis.
Jaringan saluran yang beranastomosis, yang dilapisi epitel kuboid. Tubulus rektus mencurahkan isinya ke dalam rate testis
adalah saluran tunggal yang berkelok dengan panjang 4-6 cm. Ekor dan badan epididimis di bentuk oleh jaringan ikat dan pembuluh da-rah di sekitarnya
adalah saluran berdinding otot tebal, yang berlanjut dan mencurah-kan isinya ke dalam uretra pars prostatika. Ditandai dengan lumenn-ya sempit dan lapisan otot polos tebal. Mukosanya membentuk lipa-tan memanjang dan sebagian besar dilapisi epitel bertingkat silindris dengan stereolia. Lapisan ototnya terdiri atas lapisan Longitudinal luar dan dalam yang dipisahkan oleh lapisan Sirkular. Karena banyak-nya otot polos sehingga menghasilkan kontraksi peristaltik kuat yang ikut serta menyemprotkan spermatozoa keluar selama ejakulasi.
Hypothalamus
Penghasil FSH
Sel Sertoli
SpermatogenesisInhibin
Sel Leydig
Testoteron
FSH
Penghasil LH
LH
Gonadotropinrelasing
hormon (GnRH)
Plexuspampiniformis A. testicularis
Sel basal
Mikrovili
Spermatozoa
Sel silindris Jaringan ikatdan otot polos
Tunica albuginea
Duktus efferentestestis
lobuli testis
Septulatestis
Corpusepididymidis
Caputepididymidis
Duktusdeferens
Caudaepididymidis
Duktusdeferens
Glandulavesiculosa
Lobus prostataemedius
Lobus prostataesinister
Urethra masculina
Ampulla ductusdeferentis
Glandulavesiculosa
Lobus prostataedexter
Basisprostatae
Gambar 3-6 A. Duktus deferens Glandulae vesiculosae dan B. Histologi Duktus Deferens
2. Oligomenorea 3. Amenorea
Di sini siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Apabila panjangn-ya siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan amenorea. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang. Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama, perbedaanya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kese-hatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulatoar dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasa.
Amenorea ialah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea sekunder. Pada amneore primer, apabila seorang wan-ita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah dapat haid yang disebab-kan oleh kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Sedangkan pada amenorea sekunder, penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi, penyebabnya seperti ganggu-an gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain.
Yang dimaksudkan di sini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua menometroragia. Kedua jenis perdarahan ini dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital (perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium), atau oleh kelainan fungsional (Perdarah-an disfungsional pada masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium).
Gambar 4-23 Polimenorea (siklus haid yang lebih pendek)
Gambar 4-24 Oligomenorea (siklus haid yang lebih panjang) Gambar 4-25 Dismenorea (suatu gejala nyeri haid pada wanita)
Fase menstruasi (hari ke 1-5)
Fase menstruasi (hari ke 1-5)
Lapisan dalamuterus
Lapisan dalamuterus
Darah menstruasi
Darah menstruasi
14 hari
35 hari
4.9.3. Perdarahan Bukan Haid (Metroragia atau Menometroragia)
4.9.4. Gangguan Lain Dalam Hubungan Dengan Haid 1. Dismenorea
Tuba fallopi
Ovari
Uterus
VaginaAbdominal cramps
48
9. Sistem Endokrin
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
ENDOKRIN, METABOLIK& NUTRISI
1. PENDAHULUAN SISTEM ENDOKRIN, METABOLISME, & NUTRISI 1.1. Komunikasi Antar Sel 1.2. Hubungan Sistem Endokrin dengan Sistem Saraf2. HORMON 2.1. Mekanisme Sintetis dan Sekresi Hormon 2.2. Mekanisme Kerja Hormon 2.3. Prinsip Tranduksi Sinyal secara Hormonal di Dalam Sel Sasaran 2.4. Biokimia Hormon 2.4.1. Sintetis Hormon 2.4.2. Penyimpanan Hormon 2.4.3. Pelepasan Hormon 2.4.4. Transpor Hormon 2.4.5. Degradasi Hormon 2.5. Regulasi Hormon3. KELENJAR ENDOKRIN 3.1. Hipotalamus 3.2. Hipofisis 3.3. Tiroid 3.4. Paratiroid4. HIPOTALAMUS DAN HIPOFISIS 4.1. Hipotalamus 4.1.1. Anatomi Hipotalamus 4.1.2. Fisiologi Hipotalamus
4.2. Hipofisis 4.2.1. Anatomi Hipofisis 4.2.2. Fisiologi Hipofisis 4.2.3. Histologi Hipofisis 4.3. Gangguan Hipotalamus dan Hipofisis5. TIROID 5.1. Embriologi Tiroid 5.2. Anatomi Tiroid 5.2.1. Glandula Thyroidea 5.2.2. Batas-Batas Lobus 5.2.3. Batas-Batas Isthmus 5.2.4. Pendarahan 5.2.5. Innervasi 5.2.6. Aliran Limfe 5.3. Fisiologi Tiroid 5.4. Histologi Tiroid6. PARATIROID 6.1. Anatomi Paratiroid 6.2. Fisiologi Paratiroid 6.2.1. Struktur Hormon Paratiroid 6.2.2. Efek Dan Fungsi Hormon Paratiroid 6.2.3. Pengontrolan Sekresi PTH 6.2.4. Efek Fisiologis Kalsium 6.2.5. Penyerapan Kalsium 6.3. Histologi Paratiroid
3.5. Adrenal3.6. Pankreas3.7. Ovarium3.8. Testis
49
3.
4.
1.
2.3.
Sebagian besar hormon hidrofilik berfungsi dengan mengaktifkan sistem pembawa pesan kedua di dalam sel sasaran. Pengaktifan ini secara langsung mengubah aktifitas protein intrasel yang sudah ada, biasanya enzim, untuk menghasilkan efek yang diinginkan.Semua hormon lipofilik terutama berfungsi dengan mengaktikan gen-gen spesifik di sel sasaran untuk menyebabkan pembentukan protein intrasel baru, yang gilirannya menghasilkan efek yang diinginkan. Protein yang baru ini dapat berupa enzim atau protein struktural.
Di dalam permukaan atau pada permukaan membran sel (protein, peptide dan hormon katekolamin)Di dalam sitoplasma sel (hormon steroid)Di dalam nukleus sel (Hormon tiroid)
Ketika ligan (hormon) terikat pada bagian ekstrasel reseptor, ter-jadi perubahan bentuk di reseptor yang mengaktifkan protein-G dan menginduksi sinyal intrasel yang dapat (1) membuka/menutup kanal ion atau (2) mengubah aktivitas enzim dalam sitoplasma sel.Protein-G α, ß, dan γ yang teraktifkan dan terkait dengan GDP ber-hubungan dengan sitoplasma dan terjadi pertukaran GDP menjadi GTP.Pergantian ini menyebabkan subunit α terdisosiasi dari subunit ß dan γ protein-GSubunit α akan berinteraksi dengan protein target.Protein ini selanjutnya mengubah aktivitas kanal ion/aktivitas enzim intrasel seperti adenilil siklase atau fosfolipase C yang akan mengu-bah fungsi sel.Keterangan Tambahan:Proses pengantaran sinyal terhenti ketika hormon terlepas, subunit α menginaktifkan diri dengan mengubah GTP menjadi GDP dan subunit α bergabung kembali dengan subunit β dan γ membentuk protein G inaktif.
Reseptor terkait enzim memiliki tempat pengikatan hormon di luar membran dan tempat katalis/aktivitas enzim di bagian dalam.Bila hormon terikat pada bagian ekstrasel dari reseptor, enzim yang terletak tepat di bawah membran sel akan diaktifkan (atau kadang- kadang di nonaktifkan)Contoh: Reseptor Leptin
Leptin yang terkait pada bagian ektrasel reseptor menimbulkan fosforilasi dan aktivasi janus kinase 2 (JAK 2) yang bersangkutan di intrasel.Hal tersebut menyebabkan fosforilasi STAT yang mengaktivasi transkripsi gen target dan sintesis protein.Fosforilasi JAK2 juga mengaktifkan beberapa sistem enzim lain yang lebih cepat seperti Mitogenoctivated Protein Kinase (MAPK) dan Fosfatidilinositol 3 kinase (PI3K).
a) Reseptor Hormon yang terkait protein-G
b) Reseptor Hormon Terkait Enzim
Hormon bekerja pada resptor spesifik di sel target. Jika suatu sel ti-dak memiliki reseptor untuk hormone tersebut maka tidak ada nada respon. Ketika hormon berikatan dengan reseptor, hal tersebut akan melaksanakan serangkaian reaksi di dalam sel. Lokasi berbagai jenis reseptor hormon:
I. Pengantaran Sinyal Intrasel Setelah Aktivasi Resptor Hormon
2.2. Mekanisme kerja hormon
-
-
-
--
-
-
-
-•
•
•
- Sejumlah hormon terkait protein G inhibitor (Gi) ataupun G stimula-tor (Gs). Jadi tergantung Gi atau Gs yang di respon oleh hormon. Se-hingga hormon dapat menaikan atau menurunkan aktivitas enzim.
Gambar 2-3 Mekanisme aktivasi dari G protein-bergandengan reseptor. Ketika hormon mengaktifkan reseptor, sebuah aktif, b, dan g protein G rekan kompleks dengan reseptor dan diaktifkan, dengan pertukaran guanosin trifosfat (GTP) untuk guanosin difosfat (GDP). Hal ini menyebabkan suatu sub-unit (yang GTP terikat) untuk memisahkan dari b dan g subunit protein G dan berinteraksi dengan protein target yang terikat membran (enzim) yang menginisiasi sinyal intraseluler.
Reseptor
G-protein(tidak aktif)
G-protein(aktif) GTP mengaktifkan protein target (enzim)
GDP
GTP
Sitoplasma
Hormon
Cairanekstraseluler
2.4.2. Penyimpanan Hormon
2.4.3. Pelepasan Hormon
2.4.4. Transpor Hormon
2.4.4. Transpor HormonGambar 2-3 Mekanisme aktivasi dari G protein-bergandengan reseptor. Ketika hormon mengaktifkan reseptor, sebuah aktif, b, dan g protein G rekan kompleks dengan reseptor dan diaktifkan, dengan pertukaran guanosin trifosfat (GTP) untuk guanosin difosfat (GDP). Hal ini menyebabkan suatu sub-unit (yang GTP terikat) untuk memisahkan dari b dan g subunit protein G dan berinteraksi dengan protein target yang terikat membran (enzim) yang menginisiasi sinyal intraseluler.
Hormon mempunyai kemampuan terbatas dalam menyimpan produkn-ya, seperti testis dewasa yang normal hanya mempunyai kemampuan sekitar seperenam jumlah testosterone yang diperlukan untuk produksi sehari-hari, dimana penampungan dalam testis selalu bertukar berka-li-kali untuk menampung produk harian hormon, dan pada jaringan yang mempunyai organela penampung hormon dan jumlah hormon yang ter-simpan juga terbatas, seperti granula insulin dalam sel beta pankreas secara teratur hanya bias terisi jumlah untuk kebutuhan jangka pendek.
Pada beberapa keadaan melibatkan konversi derivate tidak terlarut menjadi terlarut (proteolisis tiroglobulin menjadi hormon tiroid), dan beberapa keadaan pelepasan dengan cara eksositosis dari simpanan granula (insulin, glukagon, prolaktin, hormon pertumbuhan), pelepasan juga dapat melibatkan difusi pasif molekul yang baru disintesis seperti hormon steroid ke gradient yang lebih rendah dalam plasma. Pelepasan hormon adalah fungsi kecepatan sintesis hormon dan aliran darah ke jaringan. Pelepasan awal bahan yang tersimpan selalu diikuti oleh pen-ingkatan angka sintesis (seperti padapelepasan dua fase insulin yang diinduksi infuse glukosa. Jika ada perubahan frekuensi pelepasan hor-mon dapat merupakan tanda penyakit tertentu, seperti hilangnya ritmediurnal pelepasan kortisol merupakan tanda khas pada fase awal penya-kit chusing. (ritme pelepasan hormon sangat penting pada interpretasi kadar hormon dalam plasma).
Transport dapat melalui pembuluh limfe, darah dan cairan ekstraselu-ler dari tempat pelepasan ke tempat kerja selulernya dan akhirnya in-aktivasi dan degradasi metaboliknya. Plasma merupakan pelarut pasif pada hormon peptide dan amin, semakin sulit hormon terlarut dalam air semakin penting peranan protein transport dan hormon yang teri-kat protein (HP) tidak dapat memasuki beberapa kompartemen sel dan berfungsi sebagai reservoir tempat hormon bebas (H) dilepaskan dalam difusi ke interseluler.
Kadar plasma setiap hormon tergantung pada kecepatan sekresi hor-mon dan keepatan metabolism dan ekskresi atau disebut sebagai clear-ance metabolic. Hanya sebagian kecil fraksi hormon yang diekskresi dalam keadaan intak ke dalam urin atau empedu.
Degradasi dan inaktivasi hormon dapat terjadi dalam jaringan sasaran, dalam jaringan nonsasaran seperti hati dan ginjal atau dalam jaringan sasaran dan nonsasaran sekaligus. Metabolism hormon memungkinkan ekskresi hormon steroid dan tiroid dengan cara menjadikan larut dalam urin dan empedu.Perubahan kecepatan degradasi hormone tidak akan mengakibatkan kelebihan atau kekurangan hormon, tetapi dapat mengakibatkan gang-guan berat farmakologi endokrin.
Sintetis hormon
Penyimpanan hormon
Pelepasan hormon
Transpor hormon
Degradasi hormon
Saluran GI
danfungsi sellainnyaSel tubuh
Ginjal
Hormon tiroid dikeluarkanmelalui urin
Hati
Tiroksin -proteinpengikat
B.M.R
Hormontirotropic
Thiouracil
Asamamino
enzimproteolitik
enzimpengoksidasi
Monoiodotyrosine
Di-iodo-tyrosine
Tri-iodo-thyronine
Tiroksin
Tri-iodo-thyronine
Tiroksin
Rangkaianenzim
I2
Perangkapiodida
Folikeltiroid yang
mengandungenzim tiro-
globulin
BLO
K
BLOK
2
34
5
1
BLO
K
Anteriorpituitari
Alirandarah
Sel - seltiroid
KSCNK CI O
4
1.
2.
3.
4.
5.
50
10. Sistem Hematologi
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
HEMATOLOGI & IMUNOLOGI
1. PENDAHULUAN SISTEM HEMATOLOGI & IMUNOLOGI 1.1. Darah 1.2. Sistem Imun2. HEMOPOIESIS 2.1. Periode Hemopoiesis 2.2. Pluripotential Stem Cell 2.3. Komponen Sel Darah 2.4. Eritropoiesis 2.4.1. Definisi 2.4.2. Mekanisme 2.4.3. Sel Seri Eritropoiesis 2.4.4. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoiesis 2.4.5. Metabolisme Besi 2.4.6. Pembentukan Hemoglobin3. HEMOSTASIS NORMAL DAN KOAGULASI 3.1. Sistem Vaskular 3.2. Sistem Trombosit 3.3. Sistem Koagulasi 3.4. Sistem Fibrilonisis4. SISTEM LIMFATIK 4.1. Anatomi Sistem Limfatik 4.1.1. Komponen Pembuluh dan Saluran Limfatik 4.1.2. Nodus Limfatikus 4.1.3. Tonsil
4.1.4. Timus 4.1.5. Limpa (Spleen) 4.2. Fisiologi Sistem Limfatik 4.2.1. Saluran Limfa 4.2.2. Pembuluh Limfa 4.2.3. Organ-Organ dan Jaringan Sistem Limfatik 4.3. Histologi Sistem Limfatik5. SISTEM IMUNITAS 5.1. Klasifikasi 5.1.1. Sistem Imun Alamiah (Non Spesifik) 5.1.2. Sistem Imun Didapat (Spesifik) 5.2. Prosesi dan Presentasi Antigen 5.3. Peran Major Histocompatibility Antigen (MHC) 5.4. Respon Imun Terhadap Bakteri Ekstraselular 5.4.1. Respon Imun Terhadap Bakteri Ekstraselular 5.4.2. Respon Imun Terhadap Bakteri Intraselular 5.4.3. Respon Imun Terhadap Jamur 5.4.4. Respon Imun Terhadap Parasit 5.4.5. Respon Imun Terhadap Virus 5.5. Reaksi Hipersensitivitas (Alergi) 5.5.1. Reaksi Tipe I 5.5.2. Reaksi Tipe II
51
4. SISTEM LIMFATIK
Sistem limfatik terdiri atas Pembuluh limfa, Nodus limfatik, Organ lim-fatik, Nodul limfatik, dan Sel limfatik. Cairan yang terdapat pada pemb-uluh limfa disebut limfa. Sistem limfatik memiliki fungsi sebagai trans-portasi kelebihan cairan intersisial ke aliran darah, transportasi diet lipid, merupakan tempat limfosit dan meningkatkan respon imun.
Filamen yang berbentuk jangkar mengikat sel endotelia ke struktur yang berdekatan. Sel endotelial yang overlap berperan sebagai katup. Bila tekanan cairan intertitialis meningkat, cairan masuk ke kapiler limfa dan sel endotelial menutup. Cairan yang sudah masuk, tidak bisa kembali lagi ke jaringan. Usus halus mempunyai kapiler limfatik yang spesial yang dinamakan lacteal. Lacteal memiliki fungsi mengangkut cairan in-tertitial, lipid, dan vitamin larut dalam lipid. Limfa pada tractus ini sep-erti susu dan disebut juga chyle.
Kapiler Limfa : Merupakan pembuluh limfa kecil yang merupakan tem-pat pertama dari jaringan limfa. Tubulus yang terdapat sepanjang jarin-gan kapiler, kecuali di dalam sumsum tulang merah dan susunan saraf pusat. Terdiri atas selapis endotelium, tetapi membran basalis lebihtipis dan diameter lebih besar.
4.1. Anatomi Sistem Limfatik4.1.1. Komponen Pembuluh dan Saluran Limfatik
Adenoid
Timus
Seljaringan
Cairaninterstisial
Kapilerlimfatik
Timus
Nodus limfa
Massa limfositdan makrofag
Pembuluhlimfatik
LimpaDarahkapiler
Sumsumtulang
Pembuluhgetahbening
Tonsil
Nodus limfa
Gambar 4-1 Anatomi sistem limfatik
Duktus limfatikuskanan, memasukivena
Kapiler limfa
Kapiler limfa
Venula
Sel jaringan Serat jaringan
Limfa
SelendotelialPemb. limfa
Cairaninterstisial
Cairan jaringan
Gambar 4-2 Kapiler limfatik
Gambar 4-3 Pembuluh limfa
Katup ditutup (Katuppencegah aliran balik)
Katup terbuka (limfamengalir ke depan)
Sel epitel yangtumpang tindih
Limfa
Cairan memasukikapiler limfatik
Arah aliran getahbening di kapiler
Pembuluhlimfatik
Katup pencegahaliran balik
Lipatanendotelial
Nodus limfa merupakan organ yang berbentuk kacang atau oval yang terletak sering berkumpul di sepanjang pembuluh limfa. limfa men-galir melalui sejumlah nodus biasanya 8-10 nodus sebelum kembali ke sirkulasi vena. Nodus ini memiliki berbagai ukuran yaitu sebagian berukuran kecil seperti kepala peniti dan yang paling besar berukuran sebesar almond. Sebuah kelenjar limfa mempunyai pinggiran yang cembung dan yang cekung. Pinggiran yang cekung di sebut hilum. Sebuah kelenjar terdiri atas jaringan fibrus, jaringan otot, dan jarin-gan kelenjar. Di sebelah luar, jaringan limfa terbungkus oleh kapsul fibrus. Dari sini keluar tajuk-tajuk dari jaringan otot dan fibrus, yaitu trabekulae, masuk ke dalam kelenjar dan membentuk sekat-sekat. Ruangan diantaranya berisi jaringan kelenjar, yang mengandung ban-yak sel darah putih atau limfosit.
Pembuluh limfa aferen menembus kapsul di pinggiran yang cembung dan menuangkan isinya kedalam kelenjar. Bahan ini bercampur den-gan benda-benda kecil daripada limfa yang banyak sekali terdapat di dalam kelenjar dan selanjutnya campuran ini dikumpulkan pembuluh limfa aferen yang mengeluarkan melalui hilum. Arteri dan vena juga masuk dan keluar kelenjar melalui hilum. Kerjanya sebagai penyar-ing dan dijumpai di tempat-tempat terbentuknya limfosit. Kelom-pokkelompok utama terdapat didalam leher, axila, torax, abdomen, dan lipatan paha. Nodus limfa diselubungi jaringan ikat longgar yang membagi nodus menjadi nodulus-nodulus. Tiap nodulus mengand-ung ruang-ruang (sinus) yang berisi limfosit dan makrofag. Saat cairan limfa melewati sinus maka makrofag akan memakan bakteri dan mikroorganisme.
Gambar 4-16 Sumsum merah pada organ limfatik
Gambar 4-17 Nodus limfa
Katup ditutup (Katuppencegah aliran balik)
b. Nodus Limfa (kelenjar limfa)
Sel induk disumsum tulang
merahmenimbulkan
prekursor limfosit
Cairan limfa mengalir
ke nodus melaluipembuluh yang
sempit
Cairan limfa mengalir
keluar dari nodusmelalui pembuluh
lebar
Sel B dan T pada,makrofag dan sel
plasma
Katup membuat cairan limfa berhentimengalir di arah yang salah
Sumsum tulangmerah
Timus
Sel T
Sel T
Sel B
Sel B
Transpor darah
Transpor darah
Prekursorlimfosit
Noduslimfa
Sel B Sel B
52
11. Sistem Muskuloskeletal
1. PENDAHULUAN SISTEM MUSKOLOSKELETAL 1.1. Terminologi Anatomica 1.1.1. Positio Anatomica 1.1.2. Linea 1.1.3. Anatomi Superfisial 1.1.4. Anatomi profunda 1.1.5. Gerakan anatomi 1.1.6. Junctura 1.2. Pendahuluan Sistem Skeletal 1.3. Pendahuluan Sistem Muskular2. EMBRIOLOGI SISTEM MUSKOLOSKELETAL 2.1. Embriologi Sistem Skeletal 2.2. Embriologi Sistem Muskular3. ANATOMI SISTEM MUSKOLOSKELETAL 3.1. Anatomi Sistem Skeletal dan Sendi 3.1.1. Sistem Skeletal 3.1.2. Aksial Skeletal 3.1.3. Apendikular Skeletal 3.1.4. Sendi 3.2. Anatomi Sistem Muskular 3.2.1. Struktur Muskular 3.2.2. Aksial Muskular 3.2.3. Apendikular Muskular4. FISIOLOGI SISTEM MUSKOLOSKELETAL 4.1. Fisiologi Tulang
4.1.1. Struktur Tulang 4.1.2. Tipe-tipe Tulang 4.1.3. Tulang Berdasarkan Bentuknya 4.1.4. Proses Pertumbuhan Tulang (Osifikasi) 4.1.5. Mineral Utama pada tulang 4.1.6. Demineralisasi, Mineralisasi, & Remodeling tulang 4.2. Fisiologi Sistem Muskular 4.2.1. Otot Rangka 4.2.2. Otot Polos 4.2.3. Otot Jantung5. HISTOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL 5.1. Histologi Sistem Skeletal 5.1.1. Osteoblas 5.1.2. Osteosit 5.1.3. Osteoklas 5.1.4. Periosterum & Endosteum 5.2. Histologi Sistem Muskular 5.2.1. Otot Rangka 5.2.2. Otot Jantung 5.2.3. Otot Polos 5.2.4. Regenerasi Jaringan Otot
5.1.5. Jenis Tulang5.1.6. Osteogenesis5.1.7. Remodeling Tulang5.1.8. Sendi
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
MUSKULOSKELETAL
53
Sistem otot terdiri dari: Otot, Fascia, Tendon. Otot membentuk 43% be-rat badan; > 1/3-nya merupakan protein tubuh dan setengahnya tempatterjadinya aktivitas metabolik saat tubuh istirahat.Proses vital di dalam tubuh (seperti. Kontraksi jantung, kontriksi pem-buluh darah, bernapas, peristaltik usus) terjadi karena adanya aktivitas otot.Fungsi otot adalah Sebagai alat gerak aktif, Menyimpan cadangan makanan, Memberi bentuk luar tubuh Menghasilkan gerakan rangka, mempertahankan sikap dan posisi tubuh, menyokong jaringan lunak, menunjukkan pintu masuk dan keluar saluran dalam sistem tubuh, danmempertahankan suhu tubuh; kontraksi otot: energi menjadi panas. Tipe jaringan otot:
1. Otot polos
2. Otot rangka/otot serat lintang
1.3. Pendahuluan Sistem Muskular
Memiliki 1 inti yang berada di tengah, dipersarafi oleh saraf otonom (involunter), serat otot polos (tidak berserat), terdapat di organ dalamtubuh (viseral), sumber Ca
2+ dari CES, sumber energi terutama dari
metabolisme aerobik, awal kontraksi lambat, kadang mengalami tetani, tahan terhadap kelelahan.Otot polos unit ganda adalah otot yang terdiri atas serabut yang berbeda-beda dan setiap dari serabut-serabut ini bekerja secara tersendiri tanpa saling membantu dengan serabut-serabut pada ototpolos lainnya.Otot Polos Unit Tunggal adalah otot polos unit tunggal adalah otot yang memiliki ratusan sampai jutaan serabut yang saling berkontrak-si dan membrane selnya melekat satu sama lain pada tempat yang berbeda akibatnya memudahkan serabut dapat disebarkan ke sera-but lainnya.
memiliki banyak inti, dipersarafi oleh saraf motorik somatik (volunt-er), melekat pada tulang, sumber Ca
2+ dari retikulum sarkoplasma
(RS), sumber energi dari metabolisme aerobik dan anaerobik, awal kontraksi cepat, mengalami tetani dan cepat lelah. Serabut-serabut otot ini akan bergabung dalam suatu kelompok yang lebih besar yang disebut fasikulus otot. Beberapa jenis konfigurasi fasikulus otot ini antara lain:a. Paralel: Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot.b. Fusiform: Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot dan
Otot rangka
Otot jantung
Otot polos
Gambar 1-44 Sistem Mukulus
Neuron otonom Relaks
KontraksiNukleus
Serabut otot
Sarkolema
Badan dense
Nukleus
Filamen tipisFilamen tebal
Filamen menengah
Gambar 1-45 Otot polos. a. Viseral (unit tunggal) jaringan otot polos. b. Unit ganda jaringan otot polos. c. Mikroskopis anatomi dari otot polos relaks dan kontraksi
3. ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL
3.1. Anatomi Sistem Skeletal dan Sendi
Rangka (skeletal) bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memu-ngkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi. Otot (mus-cle) jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan
Alat gerak tubuh manusia → sistem muskuloskeletal: pasif → rangka (skeletal); aktif → otot (muscle). Rangka-tulang: jaringan ikat yg keras &kaku (jaringan penyokong); banyak mengandung mineral, zat perekat dan zat kapur. Tulang rawan, tulang, dan sendi.
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Tulangberasal dari embrionic hyline cartilage yang mana melalui proses os-teogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang dise-but osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan gara kalsium.Pembentuk jaringan: Sel-sel tulang (sel → osteoprogenitor, osteoblast, → osteosit, dan osteoklas), dan Matriksnya mengandung unsur anor-ganik, terutama kalsium fosfat (hidroksiapatit). Secara makroskopik: Spongiosa (kanselosa), dan kompak (padat). Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum) lapis tipis jaringan ikat (endos-teum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang yang dapat diklasifikasikandalam lima kelompok berdasarkan bentuknya, antara lain:1. Os longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contoh: Os humerus.
Gambar 4-24 Oligomenorea (siklus haid yang lebih panjang) Gambar 3-2 Tulang humerus
3.1.1. Sistem Skeletal
Capitulumhumeri
Epicondyluslateralis
Cristasupraepicondylarislateralis
Cranium
Mandibula
Sternum
Costae
Columna vertebralis
Os sacrum
Persendianbola dan soket
Persendian palena
Persendian engsel
Persendian luncur
Clavicula
Humerus
Ulna
Radius
Os carpi
Phalanges
Phalanges
PelvisFemur
Palleta
TibiaFibula
Os tarsi
Os metatarsalia
Osmetacarpalia
Scapula
Persendianellipsoidal
Persendianputar
Fossaradialis
Faciesanterolateralis
Crista tuberculimajoris
Collumchirurgicum
Tuberositas deltoidea
Tuberculum majus
Sulcus inter-tubercularis
Caput humeri
Collum anatomicum
Tuberculum minus
Corpus humeriMargo medialis
Faciesanteromedialis
Fossacoronoidea
Epicondylusmedialis
Trochleahumeri
Crista supraepicondylarismedialis
Crista tuberculiminoris
Margo lateralis
Condylushumeri
54
12. Sistem Integumen
1. PENDAHULUAN SISTEM INTEGUMEN2. EMBRIOLOGI SISTEM INTEGUMEN 2.1. Embriologi Kulit 2.2. Embriologi Adneksa Kulit3. ANATOMI SISTEM INTEGUMEN 3.1. Kulit 3.1.1. Epidermis 3.1.2. Dermis 3.1.3. Hipodermis 3.2. Adneksa Kulit 3.2.1. Kelenjar sebaceous/sebasea (kelenjar lemak) 3.2.2. Eccrine sweat glands atau kelenjar keringat 3.2.3. Kelenjar payudara (glandula mamae) 3.2.4. Pembuluh darah 3.2.5. Serat elastin dan kolagen 3.2.6. Saraf nyeri dan reseptor sentuh 3.2.7. Rambut dan folikel rambut 3.2.8. Kuku 3.2.9. Warna Kulit4. FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN 4.1. Fungsi Umum Sistem Integumen 4.2. Fungsi Keratinisasi 4.3. Fungsi Pigmentasi 4.3.1. Melanosit 4.3.2. Melanosom
4.3.3. Melanin 4.4. Sistem Integumen pada Kehamilan 4.5. Regulasi Suhu 4.5.1. Suhu Inti Internal Homeostasis Pada 37,8°C 4.5.2. Suhu Inti Stabil 4.5.3. Radiasi, Konduksi, Konveksi, dan Evaporasi5. HISTOLOGI SISTEM INTEGUMEN 5.1. Kulit Tebal 5.2. Kulit Tipis 5.3. Adneksa Kulit 5.3.1. Glandula Sudorifera 5.3.2. Glandula Sebasea 5.3.3. Kelenjar payudara (Glandula Mamae) 5.3.4. Rambut 5.3.5. Kuku
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
INTEGUMEN
55
Integumen merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin “integumen-tum“, yang berarti “penutup”. Sesuai dengan fungsinya, organ-organ pada sistem integumen berfungsi menutup organ atau jaringan dalam manusia dari kontak luar. Sistem Integumen pada manusia terdiri dari kulit, kuku, rambut, kelenjar keringat, kelenjar minyak dan kelenjar susu. Sistem integumen mampu memperbaiki sendiri (self-repairing) & mekanis mempertahanan tubuh pertama (pembatas antara lingkungan luar tubuh dengan dalam tubuh).
1. PENDAHULUAN SISTEM INTEGUMEN
Gambar 1-2 Adneksa kulit
Gambar 1-1 Fungsi sistem integumen
Lipatan kuku lateral
Rambut
Epidermis
Dermis
Hipodermis
Kelenjar keringat
Akarselubung luar
Medullapada rambut Korteks
pada rambut
Kurtikula
Dasar kuku
Falangs (tulangpada jari) Lipatan kuku
proksimal
Lunula
Ujungkuku
Akarkuku
Matrikskuku
Badankuku
Eponikium(kutikula)
Akarselubungdalam
Folikel rambut
Folikel rambut
Ototarrector pili
Gambar 3-8 Serat elastin dan kolagen
Gambar 3-7 Pembuluh darah pada kulit
Semua bagian pada kulit harus diikat menjadi satu, dan pekerjaan ini dilakukan oleh sejenis protein yang ulet yang dinamakan kolagen. Kola-gen merupakan komponen jaringan ikat yang utama dan dapat ditemu-kan pada berbagai jenis jaringan serta bagian tubuh yang harus diikat menjadi satu. Protein ini dihasilkan oleh sel-sel dalam jaringan ikat yang dinamakan fibroblast. Kolagen diproduksi dalam bentuk serabut yang menyusun dirinya dengan berbagai cara untuk memenuhi berbagai fungsi yang spesifik. Pada kulit serabut kolagen tersusun dengan pola rata yang sa-ling menyilang. Kolagen bekerja bersama serabut protein lainnya yang dinamakan elas-tin yang memberikan elastisitas pada kulit. Kedua tipe serabut ini secara bersama-sama menentukan derajat kelenturan dan tonus pada kulit. Perbedaan serat elastin dan kolagen, adalah serat elastin yang membuat kulit menjadi elastin dan lentur sementara kolagen yang memperkuat jaring-jaring serat tersebut. Serat elastin dan kolagen itu sendiri akan berkurang produksinya karena penuaan sehingga kulit mengalami kehilangan kekencangan dan elas-tisitas kulit.
Indera peraba berada pada kulit, yang terdiri dari tiga lapisan: epider-mis, dermis, dan hipodermis.Berbagai jenis reseptor sensorik, yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, jumlah, dan distribusi di dalam kulit, bertanggung jawab untuk men-yampaikan informasi tentang tekanan, suhu, dan nyeri.Sensor sentuh terbesar, sel darah Pacinian, terletak di hipodermis, lapisan lemak tebal terdalam kulit, yang merespon getaran. Saraf bebas ujung-neuron yang berasal dari sumsum tulang belakang, masuk dan tetap berada di kulit-informasi mengirimkan tentang suhu dan rasa sakit dari lokasi mereka di bagian bawah epidermis.Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal dan permukaan yang terdiri dari saraf-saraf motorik dan saraf sensorik. Ujung saraf motorik berguna untuk menggerakkan sel-sel otot yang ter-dapat pada kulit, sedangkan saraf sensorik berguna untuk menerima rangsangan yang terdapat dari luar atau kulit. Pada kulit ujung-ujung, saraf sensorik ini membentuk bermacam-macam kegiatan untuk mener-ima rangsangan.
Pembuluh darah Epidermis
Pembuluh darah dermis
Pembuluh darah hipodermis
3.2.5. Serat elastin dan kolagen
3.2.6. Saraf nyeri dan reseptor sentuh
Batang sel epidermis
Dasar sel
Epidermis
Dermis
Jaringan subkutan
Pembuluh darah
Asam hialuronat
Fibroblas
Elastin
Kolagen
Batang sel dermal
56
13. Sistem Forensik
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
BLOK SISTEM
KEDOKTERAN FORENSIK &MEDIKOLEGAL
1. PENDAHULUAN ILMU DASAR KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL 1.1. Pendahuluan 1.2. Sejarah Perkembangan Modern Ilmu Kedokteran Forensik 1.3. Pemeriksaan Kedokteran Forensik 1.3.1. Pemeriksaan Korban/tersangka Mati 1.3.2. Pemeriksaan Luka 1.3.3. Pemeriksaan Dalam/otopsi2. ASFIKSIA (MATI LEMAS) 2.1. Definisi 2.2. Gejala 2.3. Beberapa Jenis Kejadian yang dapat Digolongkan Sebagai Mati Lemas 2.3.1. Strangulasi 2.3.2. Sufokasi 2.3.3. Pembekapan 2.4. Mekanisme Kematian
2.3.4. Choking dan Gagging2.3.5. Crush Asphyxia2.3.6. Tenggelam
57
1. PENDAHULUAN ILMU DASAR KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL1.1. Pendahuluan
1.2. Sejarah Perkembangan Modern Ilmu Kedokteran Forensik
Ilmu kedokteran forensik berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu kedokteran pada khususn-ya karena kedokteran forensik adalah penerapan kedokteran untuk kepentingan pembuktian perkara peradilan. Ilmu Kedokteran Foren-sik berasal dari bahasa Romawi lama yaitu: Forum yaitu suatu wadah pada zaman Romawi dimana orang –orang bijak / raja pada waktu itu menerima berbagai pengaduan dari masyarakat tentang berbagai masalah yang dialami masyarakat termasuk masalah-masalah kriminal yang memerlukan penetapan siapa salah dan siapa yang benar. Berkem-bangnya Ilmu Hukum dan kesadaran masyarakat akan hak–haknya dalam memperoleh keadilan, pembuktian siapa benar dan siapa salah pada kasus apapun tidak selalu bisa ditentukan secara mudah, sehingga diperlukan berbagai sarana pembuktian yang sifatnya ilmiah yaitu Ilmu pengetahuan termasuk Ilmu Pengetahuan Kedokteran. Pemanfaatan pengetahuan untuk kepentingan pembuktian dalam pros-es peradilan sebetulnya telah berkembang lama, awalnya dimulai dari
kepercayaan seperti pada zaman animisme (kepercayaan terhadap benda – benda alam) proses pembuktian ini diserahkan juga pada alam apabila ada permasalahan dengan menentukan siapa yang salah atau yang benar. Berkembangnya teknologi dan pengetahuan yang sangat pesat saat ini tidak jarang juga dimanfaatkan untuk kejahatan, kemajuan transportasi dan komunikasi menyebabkan ter-jadinya kejahatan lintas batas antar negara sehingga kualitas dan kuantitas kejahatan sangat tinggi, sementara disisi lain tuntutan mas-yarakat akan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia, Kepastian Hukum dan Keadilan menuntut kepolisian bekerja secara profesional. Dalam mengungkap kejahatan terhadap tubuh manusia dirasakan peranan Kedokteran Forensik sangat penting, pembunuhan dengan kualitas tinggi seperti penggunaan racun, teror dengan bahan biologis, kimia dan nuklir, pembunuhan dengan perencanaan dan lain lain, me-merlukan antara lain keahlian dan pengetahuan Kedokteran Forensik dalam pengungkapan kasusnya. Peranan kedokteran forensik men-dukung secara ilmiah dalam proses penegakan hukum dan keadilan tidak dapat disangkal lagi, kerjasama yang bersifat kesetaraan dan kemitraan dalam pengungkapan perkara pidana yang menyangkut tu-buh manusia antara kepolisian dan para ahli kedokteran forensik perlu dikembangkan agar masyarakat mendapatkan proses penega-kan hukum yang profesional, ilmiah dan benar, sehingga masyarakat mendapat keadilan baik masyarakat sebagai korban, pelaku atau pihak–pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana.
Sejarah perkembangan dukungan Ilmu Kedokteran mencatat keterpad-uan antara Ilmu Dasar dan Ilmu Kedokteran sejak kebudayaan manusia masih berasaskan aninisme telah diformulakan bahwa pen-yakit ditimbulkan oleh adanya kejahatan atau kesalahan pada orang tersebut, entah itu berupa kejahatan terdapat lingkungan maupun terhadap sesama manusia yang ditentukan oleh benda–benda yang ada di alam ini maupun oleh ke hendak dewa–dewa (asas hukum kar-ma) sehingga orang tersebut harus dihukum dengan membayar atau melakukan suatu ritual tertentu. Berkembangan Ilmu Kedokteran kemu-dian lebih ilmiah dalam mendukung salah atau tidaknya seseorang, Hippocrates (460–335 bc) mencatat bahwa kematian mendadak lebih sering terjadi pada orang yang gemuk dibandingkan orang yang kurus selain itu beliau menetapakan dasar – dasar
Gambar 1-1 Ilmu kedokteran forensik
1.3.3. Pemeriksaan dalam/otopsiPrinsip Tubuh harus dibuka sesuai aturan yang ada artinya buka rong-ga kepala, dada dan perut, tidak dikenal adanya otopsi partial atau sebagian.Sayat seminimal mungkin organ–organ tubuh dan uraikan semaksimal mungkin (artinya tiap sayatan harus menghasilkan data sebanyak mun-gkin). Dari Pemeriksaan Dalam ditentukan Cause of Death (COD) dan Mechanism of Death (MOD). Cause of Death yaitu penyebab awal dari suatu peristiwa. Sedangkan Mechanism of Death adalah proses sampai terjadinya kematian.Contoh untuk luka terbuka CoD oleh karena kekerasan tajam/tumpul MOD biasanya adalah perdarahan atau rusaknya organ vital dan lain-lain (emboli, infeksi, neurogenik shock). Berbeda dengan klinikus CoD klinik = MoD Forensik sedangkan MoD klinik = CoD Forensik.
KESIMPULAN Berisikan Identitas, Ada tidaknya tanda-tanda kekerasan, Sebab Kematian, Mekanisme kematian, dan lain-lain yang dapat menun-jang penyidikan. Mengenai cara kematian harus berhati–hati bila akan dimasukan dalam kesimpulan oleh karena harus dilihat secara keseluruhan proses yang terjadi pada korban, mulai dari TKP, temuan–temuan barang bukti dan saksi-saksi demikian juga dengan saat kematian oleh karena saat kematian sangat dipengaruhi oleh banyak hal.
Gambar 1-10 Hanging
Gambar 1-10 Hanging
Gambar 1-12 Pemeriksaan dalam (otopsi) Sayat seminimal mungkin organ–organ tubuh dan uraikan semaksimal mungkin (artinya tiap sayatan harus menghasilkan data sebanyak mungkin).
58
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
LAPORAN
KASUS
Laporan Kasus
DEP. ILMUPENYAKIT DALAM DEP. ILMU THT
DEP. ILMU BEDAHDEP. ILMU
KESEHATAN ANAKDEP. ILMU
KULIT & KELAMIN
DEP. ILMUPENYAKIT MATA
DEP. ILMUJANTUNG & PARU
DEP. ILMUPENYAKIT SARAF
DEP. ILMUKESEHATAN JIWA
DEP. ILMU KEBIDANANDAN KANDUNGAN
DEP. ILMUKEDOKTERAN FORENSIK
DEP. ILMU KESEHATANMASYARAKAT &
KEDOKTERAN KELUARGA
59
1. KASUS: RHINITIS ALERGIIDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Pekerjaan Status PernikahanANAMNESIS 1. Keluhan Utama Hidung tersumbat. 2. Riwayat Penyakit Sekarang
3. Riwayat Penyakit Dahulu & Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengeluh hidung tersumbat sejak 2 hari lalu. Bergantian hi-dung kanan dan kiri namun kadang bisa terjadi pada keduanya. Terja-di hilang-timbul. Kontak dengan debu diakui pasien. Trauma hidung (-), memakai obat tetes hidung (-), bersin-bersin (+), gatal di hidung (+), mata gatal dan berair (+). Keluhan disertai ingus yang keluar cair dan berwarn jernih namun hanya sebentar. Saat ini keluhan hidung tersumbat yang mengganggu pasien. Pasien mengaku sulit bernapas seperti biasa sehingga mengganggu aktifitasnya. Pasien tidak mero-kok.
4. Riwayat Sosial – Ekonomi Kesan ekonomi cukup. Pasien berobat sebagai pasien bpjs.PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis
2. Status Lokalis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) a. Kepala dan leher
Tabel 1-2 Hasil pemeriksaan status generalis
Tabel 1-3 Hasil pemeriksaan kepala dan leher
Gambar 1-1 Pemeriksaan fisik. Pembesaran kelenjar limfe pada submandibulaTabel 1-1 Hasil riwayat penyakit dulu dan penyakit keluarga
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa selama kurang lebih2 tahun
Riwayat trauma pada wajah
Riwayat sakit gigi
Riwayat alergi
Riwayat penyakit lain
Riwayat operasi
Riwayat penyakit serupa
Riwayat alergi
Riwayat penyakit lain
Disangkal
Disangkal
Makanan (+, seafood), obat (-)
DM (-), HT (-), asma (-)
(-)
(-)
(-)
DM (-), HT (-), asma (-)
Riwayat penyakit serupa selama kurang lebih2 tahun
Status Generalis
Keadaan Umum Baik
Compos Mentis
Baik
TD 120/70 mmHgNadi 88x/menitRR 20x/menit
Kesadaran
Status Gizi
Vital Sign
Status Lokasi Kepala dan Leher
Kepala Baik
Wajah Compos Mentis
Leher Baik
Kelenjar limfemembesar
Ukuran normalkelenjar limfe
b. Gigi dan Mulut
c. Pemeriksaan Telinga
d. Pemeriksaan Hidung
Tabel 1-4 Hasil pemeriksaan kepala dan leher
Gambar 1-2 Pemeriksaan fisik mulut dan gigi
Tabel 1-5 Pemeriksaan telinga
Gambar 1-3 Pemeriksaan telinga Tabel 1-6 Pemeriksaan hidung
Status Lokasi Kepala dan Leher
Gigi geligi Normal
Lidah Normal, koto(-), tremor(-), stomatitis(-), dan ukus(-)
Pipi Edema(-), dan nyeri(-)
Gingiva
Palatum durum
Otoskop
Meatusacusticusexternus Membrana
tympanica
Area tonsillar
Bagian dasar mulut
Permukaanventral lidah Lateral
border lidah
Mukosa
Bibir
Lateralborder lidah
Vestibula
Gingivaanterior
Mukosa bukalGingivaposterior
Dextra
Auricula Bentuk normalnyeri tarik (-),nyeri tragus (-)
Bengkak (-)nyeri tekan (-),fistula (-)
Bengkak (-)Nyeri tekan (-)
Serumen (-)Hiperemis (-)Sekret (-)
Intak suram reflekscahaya sulitdinilai
Intak suramrefleks cahayasulit dinilai
Serumen (-)Hiperemis (-)Sekret (-)
Bengkak (-)Nyeri tekan (-)
Bengkak (-)Nyeri tekan (-)
Bengkak (-)Nyeri tekan (-)
Bengkak (-)nyeri tekan (-),fistula (-)
Bentuk normalnyeri tarik (-),nyeri tragus (-)
Pre auricular
Retro auricular
CAE
Membran timpani
Mastoid
Hidung luar
Bentuk
Tanda Inflamasi
KrepitasiNyeri tekan hidung
Nyeri tekan sinus
Vestibulum nasi
Septum
SekretMukosa
Konkanasi mediaKonkanasi inferior
Massa
Tumor
Perdarahan
Hipertrofi (+) & Hiperemis (-) Hipertrofi (+) & Hiperemis (-)Hipertrofi (+) & Hiperemis (-)Hipertrofi (+) & Hiperemis (-)
Deviasi (-)
Eritem (-), dan Bengkak (-) Eritem (-), dan Bengkak (-)
Tidak tampak deformitas
DextraInspeksi
Palpasi
Rhinoskopi anerior
(-)
(-) (-)
(-)
(-)
(-) (-)
(-)
(-)
(-) (-)
Normal
+ (serous)Hiperemis (-), Pucat (+), Edema (+), dan Basah (+)
Hiperemis (-), Pucat (+), Edema (+), dan Basah (+)
+ (serous)
Normal
(-)
Sinistra
60
DEP. ILMU THTLaporan Kasus
61
MICRON MEDICAL MULTIMEDIA
CBT
COMPUTERIZEDBASED TEST
PSIKIATRI INDRA RESPIRASI KARDIOVASKULAR
HEMATOLOGIENDOKRINGASTROINTESTINAL
MUSKULOSKELETAL INTEGUMEN
REPRODIKSIGINJAL DANSALURAN KEMIH
KEDOKTERAN FORENSIKDAN MEDIKOLEGAL
SARAF
CBT
62
KUIS SARAF► Sisa Waktu 29:55Senin, 16 Okt 2017. 9:15:5
Seorang laki-laki usia 18 tahun mengalami sesak 3 jam yang lalu, sebelumnya keluhan laki-laki itu mengalami kebas pada ekstremitas bawah dan sekitar 2 minggu yang lalu mengalami ISPA, kesadaran compos mentis, hasil pemerik-saan fisik menunjukan RR; 32 kali/menit, motorik lumpuh, refleks fisiologis (-). Dimanakah lesinya?
a. Gangguan vaskularb. Lesi sentral medulla spinalisc. Infeksi intrad. Infeksi meninge. Lesi radiks anterior dan posterior
Pertanyaan 1 dari 30►
Berikutnya ►◄ Sebelumnya
1.
a b c d e
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
KUIS SARAF►
Mulai ►
PETUNJUK
1. Jumlah soal per kuis 30 soal.2. Pilihlah salah satu jawaban yang benar. 3. Waktu yang tersedia 30 menit.4. Periksa jawaban dengan teliti.5. Klik tombol “Nilai” pada lembar kerja jika sudah selesai.
SELAMAT MENGERJAKAN !
Informasi Kuis►
CBT SARAF
63
KUIS SARAF►
Seorang laki-laki usia 18 tahun mengalami sesak 3 jam yang lalu, sebelumnya keluhan laki-laki itu mengalami kebas pada ekstremitas bawah dan sekitar 2 minggu yang lalu mengalami ISPA, kesadaran compos mentis, hasil pemerik-saan fisik menunjukan RR; 32 kali/menit, motorik lumpuh, refleks fisiologis (-). Dimanakah lesinya?
a. Gangguan vaskularb. Lesi sentral medulla spinalisc. Infeksi intrad. Infeksi meninge. Lesi radiks anterior dan posterior
Pertanyaan 1 dari 30►
Berikutnya ►◄ Sebelumnya
1.
a b c d e
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
KUIS SARAF►
Kunci Jawaban►
1.
a b c d e
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
1.
a b c d e
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Jawaban Benar: (+4 Poin)
Jawaban Salah: (0 Poin)
Jawaban Kosong: (0 Poin)
Total Nilai:
Hasil:
Nilai Minimum:
75 Pts
Soal
Soal
Soal
Jawaban Anda
►
64
FREEMEDICAL E-LIBRARY
For education purpose only
Bates’s Guide to Physical Examination and History Taking 11th Ed
The 11th edition of the pre-eminent textbook on physical examination contains foundational content to guide students’ approaches to history taking, interviewing, and other core assess-ment skills, as well as fully illustrated, step-by-step techniques that outline correct performance of physical examination. The book features a vibrant full-color art program and an easy-to-follow two-column format with step-by-step examination techniques on the left and abnormalities with differential diagnoses on the right.
English
English
English
English
English
English
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Yokochi’s Color Atlas of Anatomy 7th Ed
This Color Atlas of Anatomy features full-color photographs of actual cadaver dissections, with accompanying schematic drawings and diagnostic images. The photographs depict anatomic structures with a realism unmatched by illustrations in traditional atlases and show students specimens as they will appear in the dissection lab.
diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations 12th Ed
This new edition features:Expanded Introduction on basic histology techniques and staining as well as a more comprehen-sive list of stains that students may encounter in their histology course New chapter on cell bi-ology accompanied by both drawings and representative photomicrographs of the main stages in the cell cycle during mitosis Contents reorganized into four parts, progressing logically from Methods and Microscopy through Tissues and Systems.
Guyton and Hall’s Textbook of Medical Physiology 12th Ed
The twelfth edition of Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology continues this best-sell-ing title’s long tradition as one of the world’s favorite physiology textbooks. The immense success of this book is due to its description of complex physiologic principles in language that is easy to read and understand. Now with an improved color art program, thorough updates reflecting today’s medicine and science, and accessible online at Student Consult, this textbook is an excellent source for mastering essential human physiology knowledge.
Dorland’s Illustrated Medical Dictionary 32nd Ed
Thoroughly updated, this user-friendly reference, trusted for more than a century by healthcare personnel at every professional level, allows you to grasp the meanings of all medical terms in current usage. Understand and correctly use all the latest terminology in today’s ever-evolving medical field with the 32nd Edition of the comprehensive, highly respected Dorlands Illustrated Medical Dictionary! Enhance your understanding of all the current medical terminology in your field by relying on the most comprehensive and highly respected medical dictionary,
Langman’s Medical Embryology 12th ed
Langman’s Medical Embryology covers embryology for medical, nursing, and health professions students with a strong clinical emphasis. The text is highly valued as a teaching and learning resource for its clinical correlation boxes, summaries, problems to solve, illustrations and clin-ical images, and clear, concise writing style all of which make the subject matter accessible to students and relevant to instructors. Online material includes Simbryo an animation program showing processes, organs, and systems developing in human embryos as well as review ques-tions and full text online.
E - Library
65
FREEMEDICAL E-LIBRARY
For education purpose only
Gartner Hiatt’s Color Textbook of Histology 3rd Ed
Concise, current, and richly illustrated, this one-of-a-kind text encompasses cellular and molec-ular biological concepts as well as classical morphology to present histology from a functional perspective. A wealth of superb illustrations -including light and electron micrographs as well as schematic diagrams and three-dimensional drawings - make all concepts easy to understand, and clinical correlations underscore the practical relevance of the material. Helpful tables and summary statements summarize vital information at a glance.
English
English
English
English
English
English
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Indonesian
Junqueira’s Basic Histology: Text and Atlas, Fourteenth Edition 14th Ed
The most authoritative, current, and beautifully illustrated histology text available NEW chap-ter-ending multiple-choice questions review must-know materialNEW clinical vignettes have been added to each chapterFull-color, easy-to-understand drawings provide just the right level of detail necessary to rein-force key concepts and facilitate comprehension and retention of text material
Gray’s Basic Anatomy International Ed
Gray’s Basic Anatomy equips you with all the essential anatomy information you need to know, in a concise, efficient, high-yield format! This new medical textbook lets you study efficiently while being confident in your mastery of the most important anatomical concepts.See the clinical implications with “Clinical Apps,” “Imaging Apps,” and surface anatomy boxes throughout.Get a clear picture with carefully selected illustrations that are easy to learn from, modern in design, and concisely labeled.
Robbins’s Basic Pathology 9th Ed
Robbins Basic Pathology delivers the pathology knowledge you need, the way you need it, from the name you can trust! This medical textbook’s unbeatable author team helps you efficiently master the core concepts you need to know for your courses and USMLE exams.Get a rich understanding of all essential pathology concepts with expert guidance from an all-star editorial team. Grasp the connections between basic science and clinical medicine with clinicopathologic correlations throughout.
Harper’s Illustrated Biochemistry 30th Ed
The Thirtieth Edition of Harper’s Illustrated Biochemistry combines outstanding full-colorillus-trations with authoritative integrated coverage of biochemical disease and clinical information. Using brevity and numerous medically relevant examples, Harper’s presents a clear, succinct review of the fundamentals of biochemistry that every student must understand in order to succeed in medical school.
Sherwood’s Introduction to Human Physiology 8th Ed
Organized around the central theme of homeostasis - how the body meets changing de-mands while maintaining the internal constancy necessary for all cells and organs to func-tion - this title helps you understand how each component of the course depends on the others and appreciate the integrated functioning of the human body.
66
E - Journal
67
68
Ditemukan Pembaruan untuk M3 Kedokteran
Update Summary
Update M3 Kedokteran 2.5.1 Update size: 585.26 MB
Update M3 Kedokteran 2.5.1 (02-08-2018) DIMOHON UNTUK UPDATE APLIKASI SECARA BERURUTAN DARI VERSI TERKECIL
Fitur Baru• ILMU DASAR MEDIS: ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Peningkatan• PERBAIKAN SISTEM REPRODUKSI: VIDEO
Selanjutnya Batal
Penginstalan M3 Kedokteran
Selamat datang di pemasangan aplikasi M3 Kedokteran
Mengumpulkan info
Menyiapkan instalasi
Menginstal
Menyelesaikan instalasi
Selamat datang di pemasangan aplikasi M3 Kedokteran
Program ini akan menginstal M3 Kedokteran di komputer anda. Silahkan klik “Selanjutnya” untuk melanjutkan
Selanjutnya BatalKembali
Update M3 Kedokteran
top related