metode penentuan awal bulan qamariyah syeikh...
Post on 17-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
METODE PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH SYEIKH
MUHAMMAD FAQIH BIN ABDUL JABBAR AL-MASKUMAMBANGI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh:
MOH. ADIB MS
NIM.1110044100081
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H / 2015 M
METODE PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH SYEIKH
MUHAMMAD T'AQIH BIN ABDUL JABBAR AL.MASKUMAMBANG
SKRIPSIDiajukan Kepada x'akultas syariah dan Hukum untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. SV)
Oleh:
MOH. ADIB MSNIM.1110044100081
Di bawah bimbingan
PROGRAM STUDI HT]KUM KELUARGA(AHWAL SYAKHSTYYAH)
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUMI.INIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF' HIDAYATULLAHJAKARTA
1437 H t 20l5M
Drs. Sirril WafirMANIP: 196003 I 8 199103 I 001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
l. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarra.
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karyasaya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Of$ Syarif Hidayatullah
Jakarta.
J akarta, 0 8 Desembe r 20 I 5
MOH. ADIB MS
PENGESAHAN PAFI-ITIA UJIA}I
Skripsi yang berjudul 6Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyah Syeikh
Muhammad Faqih bin Abdul Jahbar al-Maskumambangi" telah diujikan dalam
Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Januari 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada
Program Studi Hukum Keluarga Islam.
Jakart4 8 Januari 2015
Mengesahkan I
Dekan,
.-\!
Ketua
Sekretaris
Pembimbing
Penguji I
Penguji II
Dr. Abdul Halim, M.Ag.NIP. 196706081994031
Arip Furqon, M.ANrP. 19710215 1997A3 2 002
Drs. Sirril Wafa, M.ANIP. 19600318199103
Dr. Sudirman Abbas, M.AS.NIP. r502950s1
Dra. Maskufa, MANrP. 1 96807 031994032002
NIP: 19691216 199603 1 001
iii
ABSTRAK
Metode penentuan awal bulan qamariah dalam ilmu falak digunakan
untuk menentukan jatuhnya awal bulan qamariah. Secara fundamental terdapat
dua aliran yang muncul tentang metode penentuan awal bulan qamariyah yaitu :
metode hisab dan metode rukyat dengan dasar yang oleh masing-masing aliran
diyakini kebenarannya.
Di pulau Jawa, dinamika perkembangan ilmu falak cukup pesat dengan
munculnya tokoh-tokoh falak dengan karya-karyanya yang menjadi pelopor ilmu
falak di Indonesia. Dari penelusuran penulis ada seorang ahli falak yang
merupakan ulama besar dan fatwa beliau diikuti banyak orang, khususnya di jawa
Timur, yaitu Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi
yang secara runtutan nasab merupakan keturunan dari salah satu Wali Songo yaitu
Sunan Giri. Sebagai seorang tokoh ahli falak, Syeikh Muhammad Faqih bin
Abdul Jabbar al-Maskumambangi menyusun sebuah kitab falak yang berjudul al-
mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-qamariyah Kitab tersebut membahas
tentang penentuan awal bulan qamariah.
Penentuan awal bulan Qamariyah merupakan elemen penting dalam tubuh
islam karena di dalamnya membahas permasalahan yang berhubungan dengan
peribadatan orang islam. Kitab ini memiliki metode sendiri dalam penentuan awal
bulan qamariah, sehingga muncul persoalan tentang apa metode yang digunakan
oleh Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi dalam
menentukan awal bulan qamariah, mencakup metode yang digunakan di
dalamnya, kelebihan metode dan kekurangannya. Serta turut serta menambah
khazanah keilmuan khususnya di dalam disiplin ilmu falak.
Rumusan Masalah yaitu : bagaimana metode yang digunakan Syeikh
Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar dalam menentukan awal bulan Qamariyah
yang terdapat dalam kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-
qamariyah”? dan Apa kelebihan dan kekurangan metode kitab “al mandzumah ad
daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”nya Syeikh Muhammad Faqih bin
Abdul Jabbar dalam menentukan awal bulan Qamariyah?
Dari hasil analisa penulis, terdapat beberapa kesimpulan mengenai metode
hisab yang terdapat pada kitab al-mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-
qamariyah karya Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-
Maskuambang yaitu: Metode hisab yang digunakan oleh Syeikh Muhammad
Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi dalam kitab al-mandzumah ad-
daliyah fi awail al-asyhur al-qamariyah termasuk metode hisab istilahi yang
perhitungannya bisa dilakukan dengan cara yang cepat dan sederhana. Metode
perhitungan dalam kitab al-mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-
qamariyah ini Perhitungan yang pertama adalah dengan membagi tahun yang
dicari dengan bilangan 30 apabila sisa dari pembagian tersebut adalah salah satu
angka : 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, atau 29 maka tahun yang dicari adalah
tahun kabisat, apabila sisa hasil pembagiannya bukan angka-angka di atas maka
tahun yang dicari adalah tahun basithah. Perhitungan yang kedua dengan cara
tahun yang dicari dikurangi 1 kemudian dibagi 30, hasil pembagiannya dikali 5,
dari sisa pembagian dicari jumlah tahun tahun kabisat dan basitah, yang kabisat
iv
dikali 5 dan yang basitah dikali 4, hasilnya dijumlahkan dengan hasil pembagian
yang dikali 5, hasilnya ditambah 5 dan dibagi 7, sisanya adalah hari jatuhnya awal
bulan qamariah. Hisab ini termasuk metode hisab istilahi, yaitu metode hisab
yang perhitungannya hanya memperhitungakan perjalanan rata-rata bulan
sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pedoman untuk perhitungan dalam hal-hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.
Kelebihan kitab ini adalah perhitungannya masih sangat sederhana dan
mudah dipelajari untuk orang-orang yang baru belajar ilmu falak. Hisab ini
termasuk dalam kriteria hisab aritmatik yang pada praktiknya bisa diterapkan
dalam pembuatan kalender sepanjang masa untuk keperluan sipil dan adminstrasi.
Sedangkan kekurangan kitab ini yaitu belum membahas tentang koreksi atau
ta’dil sehingga perhitungannya masih bersifat sangat umum dan belum akurat.
Kata kunci : Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi,
Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyah.
Pembimbing : Drs. Sirril Wafa, MA.
Daftar pustaka : tahun 1995 s.d. tahun 2015.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, teruntai tahmid atas kasih sayang Allah SWT yang selalu
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya hingga akhirnya sampailah pada tahap
akhir studi ini dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul:
Metode Penentuan Awal Bulan Qamariah Syeikh Muhammad Faqih bin
Abdul Jabbar al-Maskumambang, dengan cukup lancar. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah untuk Sang Penegak Panji Islam Nabi Muhammad Saw.
keluarga, para sahabat, dan para pengikut beliau yang telah membawa Islam
sampai saat ini.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini bukan hanya hasil jerih
payah penulis pribadi sendiri. Akan tetapi merupakan wujud nyata dari usaha,
bantuan pemikiran, dan do’a dari berbagai pihak yang membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Abdul Halim, M.Ag, Ketua Program Studi Hukum Keluarga
(AhwalSyakhsiyyah) Fakultas Syari’ah dan Hukum.
3. Arip Purkon, M.Ag., Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal
Syakhsiyah) Fakultas Syari’ah dan Hukum.
4. Drs. Sirril Wafa, MA., Dosen pembimbing yang sangat berkualitas dan besar
hati, yang ditengah kesibukannya selalu sabar serta bersedia meluangkan
waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan penulis dengan sangat teliti.,
dan Dra. Maskufa, MA., Dosen Pembimbing Akademik yang tidak pernah
vi
bosan memberikan arahan dan masukan ilmu untuk penulis selama di bangku
perkuliahan.
5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
yangtelah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.
6. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik baik secara
langsung atau tidak telah membantu pemahaman dalam menyelesaikan skripsi.
7. Keluarga besar pondok pesantren Maskumambang serta seluruh pengurusnya,
Inu Pamungkas, Anam, Nasir, Muzajjaddan tim Ilmu Falak Pon-Pes Lirboyo
Jawa Timur yang telah memberikan reverensi dan sumbangan pemikiran
tentang fokus kajian skripsi ini.
8. Yang tercinta mama lan mimi, yang disetiap nafasnya selalu terpanjatkan doa
untuk kebahagiaan dan kesuksesan anak-anaknya di dunia dan di akhirat,
pemberi inspirasi paling nyata di setiap fase kehidupan, serta selalu
memberikan motivasi moril dan materil untuk keberhasilan penulis.
9. Kakakku Saefudin Zuhri, S.E., Nur’alimah dan suami (Ali Murtadlo) , adik-
adikku Masyhadi, Dewi Rahma, Siti Uzlifah serta Seluruh keluarga besar,
terima kasih atas do'a dan motivasinya.
10. Kawan-kawan seperjuangan, khususnya Muhdi Aziz, Irfan Rizkiani, Ahmadi,
Syauqi, Adam Setiawan, Ema, Duray, Zian, Ipank, dan kawan-kawan di
Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Prodi Hukum Keluarga angkatan
2010 yang selalu hangat baik suka maupun duka, teman-teman KKN “Damar
Wulan” Ciamis, Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Cirebon Jakarta Raya
(Hima-Cita),. Semoga kita selalu saling mensuport dan mendoakan dimanapun
berada.
11. Keluarga Besar Pusat Studi dan Pengembangan Pesantren (PSPP) : Goes
vii
Jamal, Pak Afifi, Pak Guru, Idris Mesut, Kacung Alam, Abro, bung Mumu
Catur Widjaya, Ono, ARC, Mala, Muta’aliyah, serta para aktifis kajian PSPP
yang selalu mengecas intelektual, spiritual, dan emosional di setiap malam
jumat.
Penulis ucapkan ribuan terima kasih dan doa semoga Allah SWT
menerima semua kebaikan yang telah diberikan, dan semoga Ia memudahkan
segala urusan serta membalasnya dengan balasan yang lebih baik.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
karena keterbatasan waktu dan reverensi serta keterbatasan kemampuan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar skripsi
ini menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
semua yang membacanya. Amin.
Jakarta, 08 Desember 2015
Moh. Adib MS, S.Sy
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ........................................ ii
ABSTRAK .................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 13
D. Metode Penelitian .................................................................... 14
BAB II PROFIL SYEKH MUHAMMAD FAQIH BIN ABDUL
JABBAR AL-MASKUMAMBANG
A. Biografi Syekh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-
Maskumambangi ..................................................................... 19
B. Pendidikan dan Pemikirannya ................................................. 23
C. Guru dan Murid-muridnya....................................................... 29
BAB III DESKRIPSI KITAB “AL MANDZUMAH AD DALIYAH FI
AWAILI AL-ASYHURI AL-QAMARIYAH”
A. Deskripsi Lengkap ................................................................... 35
B. Metode penentuan awal bulan qamariyah yang digunakan
dalam kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri
al-qamariyah” ......................................................................... 38
C. Aplikasi metode penentuan awal bulan qamariyah kitab “al
mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah” ... 53
BAB IV ANALISIS METODE PENENTUAN AWAL BULAN
QAMARIYAH KITAB AL-MANDZUMAH AD DALIYAH
FI AWAILI AL-ASYHURI AL-QAMARIYAH
A. Tingkatan Akurasi Dalam Ilmu Hisab atau Ilmu Falak ........... 58
B. Posisi Kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri
al-qamariyah” Dalam Ilmu Falak ........................................... 62
C. Metode Hisab Kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-
asyhuri al-qamariyah” Dalam Penentuan Awal Bulan
Syar’iyyah ................................................................................ 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 70
B. Saran-saran .............................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Falak secara bahasa berarti madaar yaitu orbit, garis atau tempat
perjalanan bintang atau celestial sphere or star. Ilmu falak berarti pengetahuan
mengenai tempat beredarnya bintang-bintang. Salah satu ayat Al-Quran yang
memuat kata falak adalah surat yasin ayat 40 yang berbunyi :
Artinya : tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun
tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis
edarnya. (QS : Yasin 40).
Sedangkan secara terminologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang dan
benda-benda langit yang lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari
benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain.1
Menurut Ahmad Izzuddin, ilmu falak dikalangan umat Islam dikenal
dengan sebutan ilmu hisab, sebab kegiatan yang paling menonjol pada ilmu
tersebut adalah melakukan perhitungan-perhitungan. Namun demikian
menurut penulis karena dalam ilmu falak pada dasarnya menggunakan
pendekatan dua “kerja ilmiah” dalam mengetahui waktu-waktu ibadah dan
posisi benda-benda langit, yakni pendekatan hisab (perhitungan) dan
pendekatan rukyat (observasi) benda-benda langit, maka idealnya penamaan
1 Maskufa. Ilmu Falak, (Jakarta : Gaung Persada, 2010), h. 1
2
ilmu falak ditinjau dari kerja ilmiahnya disebut ilmu hisab rukyat, tidak
disebut ilmu hisab (saja).2
Ilmu falak termasuk ilmu yang tertua yang banyak dijumpai di
berbagai bangsa di dunia dengan tujuan dan penggunaan yang berbeda-beda.
Misalnya untuk mengetahui waktu yang tepat untuk penyembahan terhadap
dewa-dewa yang diakui, mengetahui banjirnya sungai nil, mengetahui arah
angin sehingga diketahui sumber air, bulan dan bintang yang menghiasi langit
pada malam hari digunakan oleh para pengembara dan pelaut, fase-fase
perubahan bulan dan perjalanan harian matahari digunakan oleh petani dan
peternak untuk memulai bercocok tanam dan lain-lain yang kesemuanya ini
menjelaskan bahwa benda-benda angkasa sudah dijadikan sebagai dasar dalam
praktek kehidupan nyata jauh sebelum astronomi dikenal sebagai disiplin
ilmu.3
Ilmu falak mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan
manusia terutama dalam penentuan waktu-waktu untuk keperluan hidup
sehari-hari. Ketertarikan manusia pada fenomena alam semesta akan
keindahannya yang memunculkan legenda maupun kemurkaannya
memunculkan kesadaran akan adanya Dzat yang Supranatural telah
mengiringi kelahiran ilmu ini.
Sejarah mencatat bahwa sebelum kedatangan agama Islam di Indonesia
telah tumbuh perhitungan tahun yang ditempuh menurut perhitungan jawa
2 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis “metode hisab-rukyat praktis dan solusi
permasalahannya”, (Semarang: Pustaka Al-hilal, 2011) edisi revisi, h. 1.
3 Maskufa, Ilmu Falak, h. 5-6.
3
hindu atau tahun soko yang dimulai pada hari sabtu, 14 Maret 78 M. yakni
tahun penobatan Prabu Syaliwahono (Aji Soko). Kalender inilah yang
digunakan umat Budha di Bali guna mengatur kehidupan masyarakat dan
agama. Namun sejak tahun 1043 H/1633 M yang bertepatan dengan 1555
tahun soko, tahun soko diasimilasikan dengan Hijriyah, kalau pada mulanya
tahun soko berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan Agung diubah
menjadi tahun Hijriyah yakni berdasarkan peredaran bulan, sedangkan
tahunnya tetap meneruskan tahun soko tersebut. Sehingga jelas sejak zaman
berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, umat Islam sudah terlibat dalam
pemikiran ilmu falak, hal ini ditandai dengan adanya penggunaan kalender
Hijriyah sebagai kalender resmi.4
Setelah adanya penjajahan Belanda di Indonesia terjadi pergeseran
penggunaan kalender resmi pemerintah, semula kalender hijriyah diubah
menjadi kalender masehi. Meskipun demikian umat Islam tetap menggunakan
kalender hijriyah, terutama daerah kerajaan-kerajaan Islam dalam penetapan
hari-hari yang berkaitan dengan persoalan ibadah, seperti 1 Ramadhan, 1
Syawal dan Dzulhijjah. Pada saat itu juga ilmu falak banyak berkemabang
dan dipelajari di pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Dan sampai
sekarang, khazanah kitab-kitab ilmu falak di Indonesia dapat dikatakan relatif
banyak, apalagi banyak pakar falak sekarang yang menerbitkan (menyusun)
kitab falak dengan cara mencangkok kitab-kitab yang sudah lama ada di
masyarakat dengan disertai kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh
4 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (metode hisab-rukyat praktis dan solusi
permasalahannya), h. 15-16
4
para pakar astronomi dengan cara mengolah data-data kontemporer yang
berkaitan dengan ilmu falak. Dan setelah Indonesia merdeka dan dibentuknya
Departemen Agama, dengan memperhatikan fenomena tersebut, Kementerian
Agama, berdasarkan keputusan Menteri Agama pada tanggal 16 Agustus
1972, maka terbentuklah Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama dengan
diketuai oleh Sa‟adoeddin Djambek.5
Mempelajari ilmu falak yang dalam hal ini menentukan awal bulan
Qamariyah sangatlah penting, karena di dalamnya terdapat kegiatan umat
Islam yang berkaitan dengan penentuan waktu seperti tiga jenis ibadah yang
termasuk dalam rukun Islam yaitu puasa, zakat, dan haji. Ketika kita
menyadari pentingnya hal-hal di atas, maka tentunya pembahasan ini pun
menjadi sangat penting untuk dikaji dan digali.6
Di Indonesia, yang penduduk muslimnya merupakan bagian terbesar
negara bangsa ini, hampir selalu terjadi perbedaan di dalam memahami dan
mengaplikasikan pesan hadis Rasulullah Saw yang berbunyi :
5 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (metode hisab-rukyat praktis dan solusi
permasalahannya), h. 19.
6Fatin Masyhudi Bahri, tahqiq kitab al mandzumah ad daliyah fi awail al-asyhur al-
qamariyah (Jakarta: 2009, Kementerian Agama Republik Indonesia), h. II.
7 Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-bukhari, shahih al-
bukhari, (Kairo : Daru al-hadis, 2004), juz 2, h. 34.
5
Artinya : Dari Nafi dari Abdullah bin Umar bahwasannya Rasulullah Saw
menjelaskan bulan Ramadhan kemudian beliau bersabda :
janganlah kamu berpuasa sampai kamu melihat hilal dan (kelak)
janganlah kamu berbuka sampai kamu melitnya lagi. Jika tertutup
awan maka perkirakanlah (HR. Bukhari)
Artinya: “berpuasalah kamu karena melihat hilal (tanggal) dan berbukalah (berlebaranlah) kamu karena melihat tanggal, bila kamu tertutup oleh mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulan sya‟ban tiga puluh hari” (HR. Bukhari dan Muslim)”.
Artinya: "Sesungguhnya Said bin Umar ra. mendengar dari Nabi Saw, beliau bersabda sungguh bahwa kami adalah umat ummi tidak mampu menulis dan menghitung umur bulan adalah sekian dan sekian yaitu kadang 29 dan kadang 30 hari" (HR. Bukhari).
Pada dasarnya, sejarah pemikiran Islam sejak awal pertumbuhannya
adalah sejarah aliran, mazhab atau firqah. Sejarah fiqih hisab rukyat (termasuk
penetapan awal bulan Qamariyah) juga tidak bisa dilepaskan dari persoalan
aliran fikiran tersebut. Dalam wacana pemikiran Islam, aliran pemikiran itu
biasa disebut mazhab. Kata mazhab biasa digunakan dalam term fiqih, yaitu
suatu cabang ilmu keislaman yang mempelajari tentang hukum-hukum agama
atau disebut bidang yurisprudensi Islam. 10
8 Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari, shahih al-
bukhari, juz 2, h. 38.
9 Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-bukhari, shahih al-
bukhari, juz 2, h. 34. 10
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah, “menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
penentuan awal Ramadhan, idul fitri dan idul adha” h. 1.
6
Akar dari lahirnya aliran dalam penetapan awal bulan Qamariyah
adalah perbedaan interpretasi terhadap hadist yang berbunyi :
Menurut penelitian Syihabbudin al-Qalyubi, hadis-hadis hisab rukyat
tersebut mengandung sepuluh interpretasi yang beragam, diantaranya:
1. Perintah berpuasa berlaku atas semua orang yang melihat hilal dan tidak
berlaku atas orang yang tidak melihatnya.
2. Melihat di sini melalui mata. Karenanya, ia tidak berlaku atas orang buta
(matanya tidak berfungsi).
3. Melihat (rukyat) secara ilmu bernilai mutawatir dan merupakan berita dari
orang yang adil.
4. Nash tersebut mengandung juga makna zhan (prasangka kuat) sehingga
mencakup ramalan dan nujum (astronomi)
5. Ada tuntutan puasa secara kontinu jika terhalang pandangan atas hilal
manakala sudah ada kepastian hilal sudah dapat dilihat.
6. Ada kemungkinan hilal sudah wujud sehingga wajib puasa, walaupun
menurut ahli astronomi belum ada kemungkinan hilal dapat dilihat.
7. Perintah hadis tersebut ditujukan kepada kaum muslimin secara
menyeluruh. Namun pelaksanaan rukyah tidak diwajibkan kepada
seluruhnya bahkan mungkin hanya perseorangan.
11 Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj, Jami‟u As-Sahih, Juz III, (Beirut : Dar Al-Fikr, tt,)
h. 122.
7
8. Hadis ini mengandung makna berbuka puasa.
9. Rukyah itu berlaku terhadap hilal Ramadhan dalam kewjiban berpuasa,
tidak untuk ifthar-nya (berbuka).
10. Yang menutup pandangan ditentukan hanya oleh mendung bukan
selainnya.12
Berawal dari perbedaan itu lahirlah dua mazhab besar. Pertama, mazhab
rukyat; menurut mazhab ini penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan
ditetapkan berdasarkan rukyat atau melihat bulan yang dilakukan pada hari ke-
29. Apabila rukyat tidak berhasil, baik karena posisi hilal belum dapat dilihat
maupun karena terjadi mendung, maka penetapan awal bulan harus
berdasarkan istikmal (penyempurnaan bilangan bulan menjadi 30 hari).
Sehingga menurut mazhab ini term rukyat dalam hadis-hadis hisab rukyat
adalah bersifat ta‟abudi ghairu ma‟qul al-ma‟na. artinya tidak dapat
dirasionalkan pengertiannya, sehingga tidak dapat diperluas dan tidak dapat
dikembangkan. Karena dalam redaksi hadis Rukyat-Hisab lain menyebutkan
“jika pada tanggal 29 bulan tidak tampak atau tidak dapat dilihat maka
tindakan selanjutnya adalah menyempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari”
menjadi alasan lain yang menguatkan mazhab ini.13
Dengan demikian, rukyat
hanya diartikan sebatas melihat dengan mata kepala. Kedua, mazhab hisab;
penentuan awal dan akhir bulan qamariyah berdasarkan perhitungan falak.
Menurut mazhab ini, term rukyat yang ada dalam hadis-hadis hisab rukyat
12
Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah Minhaju at-Thalibin jilid II, (Kairo: Musthafa al-
Babi al-Halabi, 1956), h. 45.
13
Sub Direktorat Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Direktorat Urusan Agama Islam
& Pembinaan Syariah, Ilmu falak praktik, (Jakarta : Kementerian Agama, 2013) h. 96-97.
8
dinilai bersifat ta‟aqquli ma‟qul al-ma‟na, dapat dirasionalkan, diperluas dan
dikembangkan. Sehingga ia dapat diartikan (antara lain) mengetahui sekalipun
bersifat zhanni (dugaan kuat) tentang adanya hilal, kendatipun hilal dengan
hisab falaki tidak mungkin dapat dilihat.14
Implikasi dari hadist di atas adalah terhukumi wajibnya berpuasa bagi
seluruh orang muslim (fardlu ain). Sementara hukum melaksanakan rukyatnya
menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dan Jumhur adalah wajib hanya bagi seorang
atau sebagian orang yang dianggap mampu untuk melaksanakannya. Dan
menurut pendapat yang lain mengatakan pelaksanaan rukyat dilaksanakan oleh
dua orang adil.15
Imam an-Nawawi sepakat “pelaksanaan rukyat itu cukup
dilakukan oleh dua orang muslim yang adil dan tidak disayaratkannya
melaksanakan rukyat bagi setiap orang muslim.16
Cara-cara penentuan awal bulan dengan hisab semula tidak populer
(baru dikenal pada abad ke-20an), namun organisasi Islam yang mendukung
metode ini semakin bertambah besar dari waktu ke waktu. Di Indonesia (saja),
beberapa organisasi Islam telah mempraktikkan cara perhitungan awal bulan
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dengan cara hisab, diantaranya adalah
Muhammadiyah dan Persis.17
14
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah “menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
penentuan awal Ramadhan, idul fitri dan idul adha”, h. 3-5
15
Ibnu Hajar al-Asqalani, fathu al-bari Syarh Shahih al-Bukhari, juz IV, (Beirut: Dar al-
Fikr, 1998) h. 153.
16
an-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr, 1972),
h. 190.
17
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, (Jakarta: Amithas Publicita dan
Center for Islamic Studies, 2007) h. 130
9
Di Indonesia popular dengan tiga arus utama mazhab hisab rukyat,
pertama mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan
Islam terbesar di Indonesia (NU), kedua mazhab hisab dengan sponsor utama
Muhammadiyah, dan ketiga mazhab imaknu rukyat yang dimunculkan oleh
Pemerintah18
yang sering berbeda satu dengan yang lainnya, keadaan inilah
yang menjadikan masyarakat Indonesia di setiap tahun ketika penentuan awal
bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah selalu mengundang polemik
berkenaan dengan pengaplikasian pendapat-pendapat tersebut, sehingga nyaris
mengancam persatuan dan kesatuan umat. Masalah klasik ini menurut Ibrahim
Husein disebut sebagai persoalan “klasik” yang selalu “aktual" karena masalah
ini hadir semenjak masa-masa awal Islam dan selalu kembali hangat ketika
menjelang datangnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Terlepas dari metode penentuan awal dan akhir bulan Qamariyyah yang
dikenal apakah menggunakan metode Rukyat atau Hisab. Namun semua
kalender hijriyyah tentulah memakai metode hisab.
Hisab dalam ilmu falak terbagi menjadi dua :
1. Hisab „Urfi
Hisab „urfi merupakan sistem perhitungan kalender yang didasarkan
kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara
konvensional. Sistem ini dimulai oleh khalifah Umar bin Khattab r.a.
sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam abadi.19
18
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah, pendahuluan 19 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, (Jakarta : Erlangga, 2007) h. 102
10
Jumlah hari tahun Basithah dalam penanggalan hijriyyah ialah 354
hari dan 355 hari dalam tahun kabisat. Bulan-bulan ganjil dalam setahun
(Muharram, Rabiul Awwal, Jumadil Awwal, Rajab, Ramadhan, dan
Dzulqa‟dah) berjumlah 30 hari. Bulan-bulan genap dalam setahun (Safar,
Rabiu Tsani, Jumadil Tsani, Sya‟ban, Syawal, dan Dzulhijjah) berumur 29
hari. Kecuali bulan Dzulhijjah dalam bulan kabisat berumur (30) hari.
Kalender qamariah (lunar system) membagi satu tahun menjadi 12
bulan. Setiap bulan memiliki jumlah hari 29 atau 30. Total jumlah hari
dalam setahun pada sistem kelender qamariah adalah 354 hari, jadi satu
tahun qamariah kira-kira berjumah 11,256 hari lebih pendek dari sistem
kalender syamsiah, karena bulan sinodik hanya memiliki 12 x 29,53 hari
yang menyebabkan satu tahun kalender qamariah hanya memiliki
354,36707 hari,20
Perhitungan hisab „urfi adalah berdasarkan perhitungan tradisional
bahwa bulan mengelilingi bumi selama 345 11/30 hari yang dilakukan
dengan memperhatikan:
a. Kalender qamariah akan berulang dengan siklus 30 tahunan.
b. Umur bulan qamariah adalah 29 dan 30 hari secara bergantian kecuali
pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan dengan tahun kabisat, umur
bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari. Tahun kabisat jatuh pada tahun
ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Jadi dalam siklus 30
tahunan akan terdapat 11 tahun kabisat (panjang) dan 19 tahun basitah
20 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, (Jakarta: PT. Amythas Publicita,
2007) h. 63.
11
(pendek).
c. Cara menentukan tahun kabisat dilakukan dengan angka tahun dibagi
30, jika sisanya menunjukkan angka-angka tahun kabisat maka tahun
tersebut adalah tahun kabisat, jika bukan maka tahun tersebut adalah
tahun basithah.21
2. Hisab haqiqi
Hisab haqiqi merupakan sistem hisab yang didasarkan pada peredaran
bulan dan bumi sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidak
konstan dan tidak beraturan, akan tetapi tergantung kepada posisi hilal
setiap awal bulannya, sehingga boleh jadi dua bulan berturut-
turut umurnya 29 hari atau 30 hari, atau bisa juga bergantian sebagaimana
perhitungan yang ada pada sistem hisab „urfi.22
Perhitungan yang digunakan dalam sistem hisab haqiqi ada beberapa
macam, mulai yang masih berupa pendekatan-pendekatan kasar, sampai
yang sangat teliti, dari perhitungan yang hanya menggunakan tabel-tabel
dan menggunakan penghitungan interpolasi dan ekstrapolasi sederhana,
sampai perhitungan yang kompleks dengan bantuan komputer berdasarkan
perhitungan trigonometri bola (spherical trigonometry), dan dari sistem
perhitungan yang dasarnya berasal dari kitab klasik sampai keperhitungan
yang mengacu kepada khazanah ilmu astronomi modern.23
21 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, h. 143.
22
Lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2008) Cet.II, h. 105. 23 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, h. 144 – 145.
12
Semua pembahasan di atas sebagaimana dinyatakan oleh Harton
dan Hunt, jelas merupakan hasil penelaahan atau investigasi ilmiah.
Artinya bahwa pertumbuhan ilmu pengetahuan dari awal hingga sekarang
merupakan kontribusi kegiatan penelitian yang selama ini dilakukan oleh
peneliti dan ilmuan (researchcer and scientist).24
Untuk itu penulis sangat tertarik untuk menganalisis metode
penentuan awal bulan Qamariyahnya kiai Faqih, dengan judul: METODE
PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH SYEIKH MUHAMMAD
FAQIH BIN ABDUL JABBAR AL-MASKUMAMBANGI”. Kiai Faqih
atau yang akrab dipanggil Maskumambang (nama desa, dijuluki
maskumambang karena kemasyhurannya), merupakan salah satu ulama
Nusantara yang lahir pada tahun 1857 dan wafat pada tahun 1937 di
Maskumambang, Gresik, Jawa Timur. Ketenarannya disebabkan antara
lain oleh kealiman dan pemikiran-pemikiran briliannya yang dituangkan
dalam buku-buku yang dipelajari di Pesantren-Pesantren. Salah satu
karyanya yang monumental adalah “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-
asyhuri al-qamariyah”. Buku ini berisi pemikiran Kyai Faqih di bidang
Ilmu Falak yang membahas tentang metodologi penentuan awal bulan
Qamariyah.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk mempermudah dalam melakukan studi ini, maka penulis
memberikan batasan-batasan objek kajian agar pembahasan dapat terfokus dan
tidak melebar. Secara garis besar terdapat dua metode untuk menentukan awal
24
Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, tp, tt.
13
bulan qamariyah, pertama dengan menggunakan metode rukyat dan yang
kedua menggunakan metode hisab. Di Indonesia terdapat tiga metode popular
yang digunakan masyarakat untuk menentukan penentuan awal bulan
qamariyah. pertama rukyatul hilal, kedua hisab, dan yang ketiga imkanu
rukyah. Untuk itu penulis membatasi penelitian metode penentuan awal bulan
qamariyah yang ada dalam kitab al-mandzumah al-daliyyah fi awaili al-
asyhuri al-qamariyah saja. Penelitian ini akan membahas dua permasalahan,
yaitu:
1. Bagaimana metode yang digunakan Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul
Jabbar dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang terdapat dalam
kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”?
2. Apa kelebihan dan kekurangan metode kitab “al mandzumah ad daliyah fi
awaili al-asyhuri al-qamariyah”nya Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul
Jabbar dalam menentukan awal bulan Qamariyah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui metode Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar
dalam menentukan awal bulan Qamariyah dalam kitab “al mandzumah ad
daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode penentuan awal
bulan qamariyah yang terdapat dalam kitab “al mandzumah ad daliyah fi
awaili al-asyhuri al-qamariyah”.
14
D. Metode Penelitian
Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa jenis
penelitian sebagai upaya untuk mendapatkan data yang akurat dan objektif,
diantara penelitian itu ialah:
1. Penelitian Kualitatif
yaitu lingkungan alamiah sebagai sumber data, peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian
kualitatif. Tekanan pada penelitian kualitatif ada pada proses bukan hasil
dan peneliti sebagai instrumen kunci.25
2. Metode pengumpulan data
Kajian skripsi ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library
research), yaitu suatu metode dengan cara mengumpulkan data dan
informasi, baik berupa buku-buku maupun artikel-artikel yang kemudian
diidentifikasi secara sistematis dan analitis dengan bantuan berbagai
macam materi yang ada.26
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab “al
mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”. Karya Syeikh
Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi sebagai literatur
utama dan sumber data penelitian. Sedangkan data sekunder yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah sumber data yang mendukung data
primer yaitu buku-buku tentang Ilmu Falak, khususnya buku-buku yang
membahas tentang metode penentuan awal bulan Qamariyah, penelitian-
25
Saifuddin Azwar, “Metode Penelitian”, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2005), h. 5
26
Masri Singarinbun (ed), Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3S, 1989), h. 71
15
penelitian, artikel-artikel dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
metode penentuan awal bulan Qamariyah.
3. Metode Pembahasan
Dalam metode ini penulis menggunakan:
a. Metode deskriptif, yaitu suatu pembahasan yang bermaksud untuk
membuat gambaran mengenai data-data dalam rangka menguji
hipotesa atau menjawab pertanyaan yang keadaan pada waktu sedang
bejalan dari pokok masalah.27
b. Metode analisis, yaitu suatu bahasan dengan cara memberikan
penafsiran-penafsiran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun.
Jadi metode deskriptif analisis adalah suatu pembahasan yang
bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah
tersusun dan terkumpul dengan cara memberikan tafsiran terhadap data
tersebut.28
4. Metode penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2012.
5. Kajian Review Terdahulu
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk kepada skripsi-skripsi
yang terdahulu dengan pokok pembahasan yang berbeda, diantaranya
sebagai berikut:
27
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet 9,
1995), hal. 18
28
Masri Singarinbun (ed), Metode Penelitian Survey, hal. 63
16
Ada beberapa tulisan yang menganalisis tentang kitab-kitab falak
klasik diantaranya adalah skripsi Ahmad Izzuddin yang berjudul analisa
kritis tentang hisab awal bulan Qamariyah dalam kitab sullam al-
nayyirain. Tulisan ini mengurai dan menganalisa tentang sistem hisab
yang digunakan pada kitab sullam Al-Nayyirain karangan KH. Ahmad
Mansyur Betawi yang akhirnya sampai pada kesimpulan yang menyatakan
bahwa terdapat kekurangan dan kelebihan sistem hisab yang digunakan
dalam kitab tersebut. Pertama, penggunaan metode Ptolomeus (geosentris)
yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat jagat raya, sedangkan seiring
perkembangan ilmu astronomi telah diakui kebenarannya teori Copernicus
(Heliosentris) bahwa matahari adalah pusat jagat raya. Kedua, yang
digunakan merupakan data-data mentah yang perlu dikoreksi beberapa kali
lagi. Ketiga, hisabnya kurang akurat karena ada sistem tathbiq yang
menandakan adanya ketaqriban sistem hisab tersebut. Sedangkan
kelebihannya adalah sistem hisab dalam kitab ini sederhana dan mudah
untuk dipelajari karena telah menggunakan metode algoritma (urutan
logika berfikir) dan perhitungan yang benar.29
Skripsi Sayful Mujab yang berjudul studi analisis pemikiran Hisab
KH. Moh. Zubair Abdul Karim dalam kitab ittifaq Dzatil Bain.30
M. Rifa Jamaluddin Nasir yang membahas Pemikiran Hisab KH.
29
Ahmad Izzuddin, Analisa Kritis tentang Hisab Awal Bulan Qamariyah dalam Kitab
Sullam al- Nayyirain, Skripsi Sarjana Fakultas Syariah IAIN Walisongo, (Semarang; Perpustakaan
IAIN Walisongo, 1997) h. 76-77
30
Sayful Mujab, Studi Analisis Pemikiran Hisab KH. Moh. Zubair Abdul Karim dalam
Kitab Ittifaq Dzatil Bain, (Semarang: Skripsi Sarjana Fakultas Syariah IAIN Walisongo, 2007)
17
Ma‟shum bin Ali al-Maskumambangi (analisis kitab Badi‟atul Mitsal fi al-
hisab sinina wa al-hilal, Skripsi mahasiswa konsentrasi IlmuFalak jurusan
ahwal al-syakhsiyah IAIN Wali Songo Semarang, 2010).
Dari penelusuran tersebut, belum ada tulisan yang membahas
tentang metode penentuan awal bulan Qamariyah Syeikh Muhammad
Faqih bin Abdul Jabbar al-maskumambangi dalam kitab “al mandzumah
ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”. Sehingga penulis
mengambil kitab ini sebagai objek utama penelitian dengan menganalisa
bagaimana metode penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan
Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi.
6. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dan masing-
masing bab memiliki beberapa sub-sub. Adapun secara sistematis, bab-bab
tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari beberapa sub bab yang meliputi: latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, metode penelitian, kajian review terdahulu
dan sistematika penuliasan.
BAB II : PROFIL SYEIKH MUHAMMAD FAQIH BIN ABDUL
JABBAR AL-MASKUMAMBANGI
Bab ini akan membahas tentang: Biografi Syeikh Muhammad
Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi, Pendidikan dan
Pemikirannya serta Karya-karyanya.
18
BAB III: DESKRIPSI KITAB “AL MANDZUMAH AD DALIYAH FI
AWAILI AL-ASYHURI AL-QAMARIYAH”
Pada bab ini penulis memaparkan tentang Deskripsi lengkap kitab
“al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”,
Metode penentuan awal bulan qamariyah yang digunakan dalam
kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-
qamariyah” dan Aplikasi metode penentuan awal bulan
qamariyah kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri
al-qamariyah”.
BAB IV: ANALISIS METODE PENENTUAN AWAL BULAN
QAMARIYAH KITAB “AL MANDZUMAH AD DALIYAH FI
AWAILI AL-ASYHURI AL-QAMARIYAH”
Pembahasan dalam bab ini meliputi tentang Analisis Metode
Penentuan Awal Bulan Qamariyyah kitab “al mandzumah ad
daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah” serta kelebihan dan
kekurangan Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyyah kitab “al
mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”.
BAB V: PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran serta akan dilengkapi
dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap
penting.
19
BAB II
PROFIL SYEIKH MUHAMMAD FAQIH
BIN ABDUL JABBAR AL-MASKUMAMBANG
A. Biografi Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-
Maskumambangi
Kyai Muhammad Faqih Maskumambang lahir pada tahun 1857 di
Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, kabupaten Gresik, Jawa Timur
(kurang lebih 40 km arah barat laut dari kota Surabaya). Kyai Faqih adalah
seorang Kyai yang memiliki karisma luar biasa, yang sangat popular
dikalangan jamiyyah Nahdlatul Ulama, salah satu Kyai yang memiliki peran
penting di dalam tubuh NU sejak pertama kali dibentuk. Beliau adalah sahabat
karib Hadratu asy-syaikh Hasyim Asy‟ari sejak nyantri di pondok pesantren
Syaikhuna Kholil Bangkalan Madura, ketika belajar di tanah suci Mekkah,
hingga bersama KH. Asy‟ari menjadi pengurus inti di NU.1
Kyai Faqih menikah dengan Nurkhadijah, yang tak lain adalah seorang
putri Muhammad Achyat Kebondalem, Surabaya. Secara garis besar, Kyai
Faqih Maskumambang masih tergolong darah biru, baik dari jalur ayah
maupun ibu. Ayahnya, Kyai Abdul Jabbar masih keturunan Hadiwijaya atau
yang lebih dikenal dengan sebutan Jaka Tingkir yang nasabnya bersambung
hingga ke salah satu Walisongo, yaitu Sunan Giri. Sedangkan ibunya, Nyai
Nursimah merupakan putri Kyai Idris, Kebondalem Baureno, Bojonegoro.
1 Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
Keagamaan di Masyarakat, (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009), h. 124.
20
Dari darah biru kedua orang tuanya ini, tidak mengherankan jika Kyai Faqih
Maskumambang kelak akan menjadi seorang ulama yang masyhur dan
disegani di kalangan masyarakat luas.2
Sejak tahun 1907 Kyai Faqih mulai memusatkan perhatiannya untuk
mengasuh pesantrennya Maskumambang dengan dibantu saudara-saudaranya
dan didukung oleh masyarakat sekitar. Ia mulai melakukan pengembangan
pesantren baik dari sisi fisik maupun sistemnya. Pada masanya, banyak santri
berdatangan dari berbagai daerah untuk menimba ilmu. Banyaknya santri ini
disebabkan letak Maskumambang berdekatan dengan Sidayu Gresik. Yang
pada saat itu menjadi pusat perdagangan, yaitu tempat berkumpulnya
pedagang dari pulau Madura, Kalimantan, Sumatera, Surabaya, Tuban,
Lamongan, dan daerah lainnya. Disamping itu, Sidayu juga menjadi pusat
pemerintahan Kabupaten Gresik.
Dibawah kepemimpinan Kyai Faqih, Pesantren Maskumambang
mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dennis Lombart menyebutkan bahwa
pesantren ini sangat terkenal di pulau Jawa, bahkan Nusantara pada abad ke-
19 sampai abad ke-20. Demikian pula Zamaksari Dhofier (1941) menyebutkan
bahwa pesantren Maskumambang menjadi pusat penyebaran agama Islam di
wilayah Gresik, bahkan di sebagian pulau Jawa pada abad ke-19.
Kemajuan yang diperoleh Maskumambang dan banyaknya santri yang
belajar di sana menjadikan Kyai Faqih dikenal di berbagai daerah dengan
panggilan K.H. Muhammad Faqih al-Maskumambangi. Ketenarannya
2 KH. Abdul Aziz Masyhuri, An-Nusus Al-Islamiyyah Fi Ar-Rad Ala Mazhab Al-
Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi) Depok: Sahifa,
2015.
21
disebabkan antara lain oleh kealiman dan pemikiran-pemikiran brilian yang
dituangkannya dalam buku-buku yang dipelajari di pesantren-pesantren. Salah
satu karya monumentalnya adalah al-Mandzumah al-Daliyah Fi Awail al-
asyhur al-Qamariyah, yang membahas tentang pemikiran Kyai Faqih di
bidang Astronomi (Ilmu Falak), yaitu menjelaskan metode penentuan awal
bulan Qamariyah dan buku penolakan atas ideologi Wahabiyyah lewar
karyanya yaitu an-Nusus al-Islamiyyah fi ar-rad ala Mazhab al-Wahabiyyah,
selesai ditulis pada tahun 1922.3
Pesantren Maskumambang di masa Kyai Faqih banyak memberi
sumbangan yang berarti bagi pengembangan Islam pada umumnya dan
pesantren pada khususnya. Pada masa kepemimpinan Kyai Faqih
perkembangan pesantren maju begitu pesat, semakin banyaknya santri yang
berdatangan di Pesantren Maskumambang menyebabkan semakin
dibutuhkannya kamar untuk menampung para santri yang jumlahnya terus
naik. Pada masa KH. Abdul Jabbar, bangunan asrama hanya terdiri atas tiga
kamar. Karena jumlah santri yang muqim semakin bertambah, Kyai Faqih
menambah tujuh kamar lagi; masing-masing berukuran 2 X 1, 5 m, yang
lokasinya di sebelah kiri langgar.4
Kenaikan jumlah santri putera yang belajar di pesantren
Maskumambang diikuti kenaikan jumlah santri puteri. Informasi menyebutkan
jumlah santri puteri mencapai 200 orang, jumlah santri mukim yang datang
3 KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-nushus al-islamiyah fi ar-rad ala mazhab al-wahabiyah
karya KH. Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi, (Depok: Sahifa, 2015) h. XIV.
4 Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
Keagamaan di Masyarakat, h. 126.
22
dari luar Kecamatan Dukun mencapai 30 santri, dan jumlah pengajar pada
periode ini mencapai 20 guru. Sistem pengajaran Pesantren Maskumambang
mulai mengalami perubahan: tidak hanya menggunakan sistem halaqah, tetapi
juga menggunakan sistem bandongan atau wetonan yaitu metode pengajaran
di mana Kyai memberikan pelajaran dengan membacakan dan mengomentari
kitab tertentu, sementara para santri mengikuti dan menyimak dengan duduk
bersila mengelilingi Kyai sambil memberikan tanda dan catatan pada kitabnya
masing-masing. Proses ini berjalan secara berkesinambungan dari awal hingga
kitab yang dikaji khatam. Metode ini efektif jika santri yang mengikuti sudah
menguasai dasar-dasar kitab klasik dan benar-benar serius dalam belajar)5.
Selain itu juga diajarkan metode pengajaran Sorogan (Metode Sorogan
diterapkan baik bagi santri pemula maupun santri senior. Untuk santri pemula,
dilakukan dengan cara maju satu persatu dan menyodorkan kitabnya masing-
masing. Lantas gurunya membacakan salah satu kalimat dalam bahasa arab
kemudian menerjemahkan dengan bahasa setempat dan menerangkan
maksudnya. Santri yang mengaji diharuskan menyimak kitabnya sambil
memberi tanda tertentu pada kalimat yang baru dibacakan. Metode Sorogan
biasanya dibacakan oleh santri senior pembantu Kyai, yang disebut qari atau
badal. Sedangkan untuk santri senior, metode sorogan lazim diterapkan untuk
pengajian yang bersifat khusus. Caranya, santri yang bersangkutan menghadap
Kyai sambil membawa kitab yang akan dibaca. Kyai hanya menyimak dan
meluruskan bacaan yang salah, serta memberikan kom,entar bila diperlukan.
5Tim Penyusun Pustaka Tebuireng, Profil Pesantren Tebuireng, Pustaka Tebuireng,
Jombang, 2011, cet. Pertama h. 8.
23
Metode ini cukup efektif untuk memacu kemajuan santri dalam hal
penguasaan kitab kuning).6 Kurikulumnya berdasarkan pada pola pengajaran
kitab secara tuntas.
Kitab-kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren Maskumambang sama
seperti kitab-kitab yang diajarkan di Pesantren Salafiyah pada umumnya, yaitu
bidang Fiqih (Safinah al-najah, Fathu al-Qarib, Fathu al-Muin, Ianah al-
Thalibin, Fathu al-Wahab, al-Muhadzab, dan al-Iqna), bidang Hadis (Nail al-
autar dan Riyad al-shalihin), bidang tafsir (Tafsir Jalalain), bidang tasawuf
(Ihya Ulumu al-din), dan bidang aqidah (Aqidah al-Awam).
Kyai Faqih meninggal dunia pada 1937 M dalam usia 80 tahun dengan
meninggalkan pesantren yang menggunakan sistem tradisional dan berfaham
ahlussunah-waljamaah. Sepeninggal Kyai Faqih, kepemimpinan pesantren
Maskumambang dipercayakan kepada K.H. Ammar Faqih (selanjutnya
disebut Kyai Ammar), anak keempat dari Kyai Faqih.7
B. Pendidikan dan Pemikirannya
Sewaktu kecil Kyai Muhammad Faqih Maskumambang memperoleh
pendidikan dasar agama dari ayahnya langsung. Usai belajar ilmu agama dari
ayahnya, Kyai Faqih Maskumambang melanjutkan tafaqquh fiddin-nya ke
pesantren Kademangan Bangkalan, Madura yang diasuh oleh seorang ulama
yang masyhur dengan keluasan ilmu lahir dan batin, yaitu Syaikhana Kholil.
Di pesantren ini lahir ulama-ulama penyebar ajaran ahlussunnah waljamaah
6Tim Penyusun Pustaka Tebuireng, Profil Pesantren Tebuireng, Pustaka Tebuireng, h. 9.
7 Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku
Keagamaan di Masyarakat, (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009) h. 129.
24
yang menjadi tokoh nasional seperti KH. Hasyim Asy‟ari, KH. Wahab
Hasbullah, KH. Bisri Sansuri, KH. Ridwan Abdullah, dan KH. As‟ad
Syamsul Arifin.8
Dalam catatan sejarah Kyai Faqih juga pernah studi di Pesantren
Langitan Tuban (sekarang Lamongan). Di Pesantren ini dia belajar kepada
Kyai Ahmad Sholeh (wafat tahun 1990) selama tiga tahun. Selanjutnya ia
belajar di pesantren Kebondalem Surabaya, Pesantren Ngelom Sepanjang
Sidoarjo, Pesantren Qomarudin Bungah Gresik,9 dan terakhir di Kota suci
Mekah selama tiga tahun. Menuntut ilmu di tanah suci Makkah al-
Mukarramah ini beliau lakukan untuk melestarikan tradisi ulama-ulama
terdahulu ketika mereka hendak atau lebih mematangkan keilmuan yang sudah
mereka pelajari. Di tanah suci Makkah ini beliau belajar kepada para ulama
Haramain, terlebih kepada Syeikh Mahfudz at-Turmusi (Termas), seorang
ulama yang alim dan terkenal sebagai pengajar di masjidil haram yang juga
menjadi tumpuan (tujuan) bagi para pelajar yang datang dari berbagai penjuru
dunia, terlebih nusantara. Selama di tanah suci Kyai Faqih menempuh ilmu
bersama dengan teman-temannya yang berasal dari nusantara seperti Kyai
Hasyim Asy‟ari dan Kyai Munawwir Krapyak, Jogjakarta. Kedua sahabatnya
ini sama-sama belajar kepada Syeikh Mahfudz at-Turmusi. Kelak ketiga
murid Syeikh Mahfudz at-Turmusi ini akan menjadi ulama yang disegani di
8 KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus al-Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab al-
Wahabiyyah, karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang), Biografi KH.
Muhammad Faqih Maskumambang.
9 Mundzir Suparta, perubahan orientasi pondok pesantren salafiyah terhadap perilaku
keagamaan di masyarakat, asta buana sejahtera, Jakarta: 2009, hal. 124.
25
dunia Islam. KH. Asy‟ari dan Kyai Faqih Maskumambang menjadi pendiri
Nahdlatul Ulama. Sedangkan Kyai Munawwir terkenal sebagai ulama yang
ahli dalam bidang al-Quran dan Qiraah Sab’ah. Hampir semua sanad al-Quran
dan Qiraah sab’ah yang ada di Indonesia saat ini diriwayatkan melalui jalur
Kyai Munawwir Krapyak, terlebih di pulau jawa.10
Kyai Faqih merupakan salah seorang Ulama ahlussunnah waljamaah.
Menurut rumusan Founding Father NU (Hasyim Asy‟ari) ahlussunnah
waljamaah merupakan salah satu tradisi atau ajaran Islam yang bertumpu pada
pemikiran Abu Hasan Asy‟ari (260 H - 324 H) dan Abu Manshur al-Maturidi
dalam bidang Teologi; Imam Maliki, Hanafi, Syafi‟i, dan Hanbali dalam
bidang Fiqih; Imam Ghazali dan Junaid al-Baghdadi dalam bidang tasawwuf;
dan Imam Mawardi dalam bidang politik (siyasah).11
Lahirnya Nahdlatul Ulama didorong oleh semangat mempertahankan
paham ortodoksi ahlussunah wal jamaah dari serangan kaum modernis Islam
yang mengusung jargon purifikasi ajaran-ajaran keislaman dunia Islam
terutama Timur Tengah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ditandai
dengan maraknya gerakan-gerakan yang kurang lebih memiliki karakteristik
sama (yang puritan, anti tradisi, dan revivalistik). Sejak Muhammad bin Abdul
Wahab sukses memelopori gerakan Wahabi di Najed pada abad ke-18,
kemudian segera diikuti oleh berbagai gerakan Islam di Timur Tengah, Asia,
10
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus al-Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab al-
Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang), Biografi KH.
Muhammad Faqih Maskumambang.
11
Sumanto al-Qurtubi, Nahdlatul Ulama “Dari Politik Kekuasaan Sampai Pemikiran
Keagamaan”, (Semarang: Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Press), 2004, h. 60.
26
Afrika Utara, dan tak ketinggalan Indonesia. Puncaknya pada kemenangan
Rezim Sa‟ud yang berhaluan Wahabi di Saudi Arabia pada 1920-an. Oleh para
ulama NU, kemenangan rezim Sa‟ud yang wahabi dan anti-tradisi dipandang
membahayakan eksistensi paham ahlussunah yang pro-tradisi yang sudah
lama eksis di Timur Tengah dan Arab. Oleh karena itu, kemudian mereka
membentuk komite Hijaz agar penguasa baru Arab Saudi tetap memelihara
tradisi lokal dan praktik keagamaan lain di luar mainstream Wahabi.
Wahabisme adalah aliran keagamaan yang sangat keras dan bahkan ekstrem.
Ekstremisme itu ditunjukkan dengan sikap penentangan tentang semua hal-
ihwal praktek keagamaan yang menurutnya penuh bid’ah, takhayul, khurafat,
syirik termasuk paham bermazhab yang tidak ada dalam al-Quran dan
Hadist.12
Sesuai dengan doktrin Wahabisme pula, Raja Abdul Aziz bin Sa‟ud
seenaknya melakukan penghancuran kubah Makam para sahabat, auliya, dan
orang-orang saleh di Makkah dan Madinah sehingga nyaris kubah-kubah itu
tak tersisa kecuali kubah makam Rasulullah. Menyikapi situasi ini, para
Ulama Jam‟iyyah Nahdlatul Wathan kemudian berkumpul di Surabaya untuk
mendiskusikan situasi ini. Dalam musyawarah ini mereka menyepakati
membentuk “komite Hijaz” yang diketuai Kyai Wahab Hasbullah.
Dua tahun sebelum Raja Abdul Aziz bin Sa‟ud terpilih sebagai King
Arab Saudi, Kyai Faqih menulis sebuah karya yang berjudul “an-nusus al-
Islamiyyah fi ar-rad ala mazhab al-wahabiyyah” yang berisi tentang kritik
12
Sumanto al-Qurtubi, Nahdlatul Ulama “Dari Politik Kekuasaan Sampai Pemikiran
Keagamaan”, h. 8-9.
27
kepada aliran Wahabi melalui nash-nash Islam. Karena “perang-soft-ideologi”
(perang pemikiran atau non fisik) itu beliau terkenal sebagai seorang ulama
yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Nabi dan senantiasa menjaga
tradisi ahlussunah wal jamah.
Kyai Faqih merupakan seorang pedagang, dalam berdagang beliau
selalu mengingat pesan mulia Nabi: “Tidaklah sekali-sekali seseorang makan
suatu makanan yang lebih baik dari pada makan dari hasil keringatnya sendiri,
dan sesungguhnya Nabi Daud dahulu senantiasa makan dari hasil keringatnya
sendiri.” (HR. muttafaq alaih). Dan ketika selesai berdagang beliau
dedikasikan waktu luangnya untuk mengajar para santri.13
Kisah Kyai Hasyim Asyari pada awal berdirinya NU menuliskan fatwa
dalam majalah Suara Nahdlatul Ulama pada tahun1926. Dalam artikel ini
beliau mengajukan argumentasi karena kentongan (alat bunyi dari kayu yang
dipukul, berfungsi seperti bedug digunakan sebagai penanda masuknya waktu
shalat dan masuknya waktu berjamaah) tidak disebutkan dalam hadist Nabi
maka tentunya kentongan diharamkan dan tidak dapat digunakan sebagai
penanda masuknya waktu shalat. Seperti banyak Kyai lainnya, Kyai Hasyim
juga beralasan bahwa dalam hal-hal pemujaan, tradisi harus dipertahankan dan
inovasi dibatasi hanya pada penerapan sosial ajaran itu, bukan cara pemujaan
dasar.14
13
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus al-Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab al-
Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang), h. XXV.
14
Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biographi of AbdurrahmanWahid,
Yogyakarta: 2002, LKis, cet. Kedua, h. 162-163.
28
Sebulan setelah dipublikasikannya artikel Kyai Hasyim itu, seorang
Kyai senior lainnya, Kyai Faqih menulis sebuah artikel untuk menentangnya.
Ia beralasan bahwa Kyai Hasyim salah karena prinsip yang digunakkan dalam
masalah ini adalah qiyas, atau kesimpulan yang didasarkan atas prinsip yang
sudah ada. Atas dasar ini maka kentongan memenuhi syarat untuk digunakan
sebagai beduk tanda masuknya waktu shalat. Sebagai tanggapannya Kyai
Hasyim mengundang semua ulama Jombang untuk bertemu dengannya di
rumahnya dan meminta agar kedua artikel ini dibaca keras. Ketika hal ini telah
dilakukan, ia mengumumkan kepada mereka yang hadir “anda bebas
mengikuti pendapat mana saja karena kedua-duanya benar, tetapi saya
mendesakkan bahwa di pesantren saya kentongan tidak dipergunakan.”
Beberapa bulan kemudian Kyai Hasyim diundang untuk menghadiri
perayaan maulid Nabi di Gresik. Tiga hari sebelum waktunya tiba, Kyai
Faqih, yang merupakan Kyai senior di Gresik, membagikan surat edaran ke
semua masjid dan mushala meminta mereka menurunkan kentongan dan tidak
menggunakannya selama Kyai Hasyim berada di tempat itu untuk
menghormati Kyai Hasyim.15
Kyai Masykur menanggapi kisah Rais Akbar NU dan Wakilnya ini
pertama dikarenakan kedekatan kedua kyai, kedua merupakan representasi
dan implementasi pluralisme sempurna yang diajarkan para Kyai pendiri
(muassis) Organisasi sosial keagamaan terbesar yang ada di Negeri ini.
15
Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biographi of Abdurrahman Wahid, h.
162-163.
29
Gus Dur pun ikut mengomentari kisah ini dalam salah satu tulisannya,
dia mengatakan: “Meyakini sebuah kebenaran, tidak berarti hilangnya sikap
menghormati pandangan orang lain, sebuah sikap tanda kematangan pribadi
kedua tokoh tersebut. Begitulah tatakrama dalam perbedaan pendapat yang
ditunjukkan oleh para pendahulu kita, suatu sikap yang harus diteladani dan
dilestarikan.”16
C. Guru dan Murid-muridnya
Sejak kecil Kyai Faqih dididik secara langsung oleh kedua orang
tuanya. Ayahnya Kyai Abdul Jabbar, pendiri sekaligus pengasuh Pesantren
Maskumambang yang ia dirikan sekembalinya menuntut ilmu di tanah
Haramain. Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang alim dalam Ilmu Tasir,
Tauhid, Fiqih, Balaghah, Manthiq, dan Ushul Fiqih.17
Selanjutnya Kyai Faqih
nyantri di Pondok Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura di bawah
asuhan Ulama yang masyhur dengan keluasan ilmu lahir bathinnya, yaitu
Syaikhuna Kholil.
Di akhir pengembaraan ilmunya, beliau berangkat ke tanah suci
Makkah al-Mukaramah. Beliau menjadi murid Syeikh Mahfudz at-Turmusi-
seorang ulama yang alim dan popular sebagai pengajar di Masjidil Haram
yang juga menjadi tujuan para pelajar yang datang dari penjuru Dunia. Dari
beliau Kyai Faqih memperoleh banyak silsilah keilmuan yang bersambung
16
Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, edisi digital, (Jakarta:
Democracy Project, Yayasan Abad Demokrasi), h. 256-257.
17
Fathin Masyhudi Bahri, tahqiq al-mandzumah ad-daliyah fi awaili al-asyhur al-
qamariyah Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi, h. 27.
30
kepada sumber aslinya. Sanad dari Syeikh Mahfudz at-Turmusi terkumpul
dalam salah satu karyanya yang berjudul “kifayah al-mustafid lima ala min al-
asanid li asy-syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at-turmusi”.18
Kyai Faqih juga memperoleh transmisi keilmuan yang bersambung
kepada Sheikh Imam al-Murtadla az-Zabidi seorang ulama dari Yaman
(pengarang kitab “ittihafu sanadi al-muttaqin”) sebuah kitab berisi komentar
atas kitab ihya ulumiddin karya imam al-Ghazali.
Untuk sanad Fiqih Syafiiyah, Kyai Faqih Maskumambang mempunyai
sanad yang bersambung hingga Rasulullah. Secara berurutan transmisi Fiqih
Syafi‟i Kyai Faqih ini sebagai berikut: 19
1. Kyai Faqih Maskumambang.
2. Syeikh Mahfudz at-Turmusi.
3. Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syatha al-Makki.
4. Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan.
5. Syeikh Ustman bin Hasan ad-Dimyati.
6. Syeikh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi
7. Syeikh Muhammad Salim al-Hafni
8. Syeikh Ahmad al-Khulaifi
9. Syeikh Ahmad al-Bisybisyi
10. Syeikh Sulthan bin Ahmad al-Mazzahi
18
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus al-Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab al-
Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi), h. xxvi.
19
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus al-Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab al-
Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi), h. xxxvii-
xxxviii.
31
11. Syeikh Ali az-Ziyadl
12. Al-muhaqqiq Syeikh Ahmad bin Hajar al-Haitami
13. Syeikh al-Islam Zakariya al-Anshari
14. Syeikh Jalaluddin al-Mahalli
15. Syeikh al-Wali Ahmad bin Abdurrahim al-Iraqi
16. Syeikh Abdurrahim bin Husain al-iraqi
17. Syeikh Sirajuddin al-Bulqini
18. Syeikh Alauddin bin al-Atthar
19. Al-imam Yahya an-Nawawi
20. Syeikh Abi Hafsh (Umar bin As‟ad az-Zai‟i)
21. Syeikh AbiUmar (Utsman bin Abdurrahman atau ibnu Shalah asy-
Syahruzuri)
22. Syeikh Abdurrahman (ayah ibnu Shalah)
23. Syeikh Abi Sa‟ad (Abdullah bin Abi Ashrun)
24. Syeikh Abi Ali al-Fariqi
25. Syeikh Abi Ishaq (Ibrahim Syaerozi)
26. Syeikh al-Qadli abi at-thayyib (thahir bin Abdullah at-Thabri)
27. Syeikh abil hasan (Muhammad bin Ali al-Masirji)
28. Syeikh Abi Ishaq (Ibrahim bin Ahmad al-Marwazi)
29. Syeikh Abil Abbas (Ahmad bin Suraij al-Baghdadi)
30. Syeikh Abil Qasim (Utsman bin Said bin Yasar al-Anmathi)
31. Syeikh Ismail bin Yahya al-Muzani)
32. Imam asy-Syafi‟i (Abu Abdillah Muhammad bin Idris)
32
33. Imam Maliki ((Malik bin Anas)
34. Nafi‟
35. Abdullah bin Umar
36. Rasulullah Saw.
Sanad yang bersambung sampai sumbernya langsung menunjukkan
bahwa keilmuan Kyai Faqih Maskumambang bisa dipertanggungjawabkan
tingkat keabsahannya. Dari sebuah sanad, kita bisa mengetahui dari mana
sebuah ilmu itu diambil. Abdullah bin Umar berkata : “ilmu adalah bagian dari
agama, shalat juga bagian darinya. Maka dari itu, lihatlah dengan siapa engkau
mengambil ilmu agama tersebut. Kelak di hari kiamat kalian akan diminta
pertanggung jawaban atas semua itu”.20
Sementara murid-murid Kyai Faqih yang pernah belajar di
Maskumambang telah tersebar di berbagai daerah dan menjadi tokoh penting,
termasuk menjadi pendiri dan pengasuh beberapa Pesantren. Diantara mereka
adalah:21
1. K.H. Fakih Usman (1904-1969), belajar di Pesantren Maskumambang
tahun 1918-1922. Ia pernah menjadi ketua Muhammadiyah Surabaya
(1938), ketua PP. Muhammadiyah (1942-1948), dan Menteri Agama RI
ke-5 (Januari-September 1950) pada kabinet Abdul Halim atau Kabinet
RI di Yogyakarta.
2. K.H. Abdul Hadi, santri yang secara khusus belajar Ilmu Falak. Ia
20
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus al-Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab al-
Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi), Silsilah
Keilmuan, h. xxvi.
21
Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
Keagamaan di Masyarakat, (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009), h. 126-127.
33
menjadi pemangku Pondok Pesantren Langitan Tuban yang keempat.
3. K.H. Ma‟sum bin Ali, seorang ahli hisab terkenal di Indonesia. ia
mendirikan pesantren Seblak di Kota Jombang setelah menikah dengan
puteri Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy‟ari yang bernama Ny.
Khoiriyah.
4. K.H. Muhammad Adlan Ali (1900-1990), keponakan Kyai Faqih. Ia
pernah menjadi anggota Syuriah dan Mustasyar NU Jawa Timur, A‟wan
PBNU, anggota DPRD tingkat II Jombang (hasil pemilu 1977) dari
unsure PPP, dan Rais „Am Thariqah al-Mu‟tabarah an-Nahdliyah
sekaligus sebagai Mursyid Thariqah. Setelah menikah dengan keponakan
Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy‟ari, ia mengajar di Pesantren
Tebuireng Jombang. Selanjutnya ia mendirikan Pesantren Cukir di
Jombang.
5. K.H. Fattah Yasin, pernah menjadi Menteri Penghubung Alim Ulama
Indonesia.
6. K.H. Wahid Hasyim (1914-1935), Menteri Negara pada Kabinet
Soekarno (1945), Kabinet Syahrir 3 (1946-1947), menteri Agama pertama
RIS (1949), Menteri Agama Kabinet Natsir (1950-1951), Menteri Agama
Kabinet Sukiman (1951-1952), dan pemangku Pesantren Tebuireng
Jombang pada tahun 1974.
7. K.H. Mukhtar Faqih (1904-1979), putera keenam Kyai Muhammad
Faqih, menjadi pemangku Pesantren Kebondalem Surabaya, Rois
34
Syuriyah NU Surabaya, dan kepala Pengadilan Kota Surabaya.
8. K.H. Abdul Hamid, putera Kyai Faqih, mendirikan Pesantren Karang
Binangun Lamongan, tidak jauh dari Pesantren Maskumambang.
9. K.H. Zubair, pendiri Pesantren Sarang Jawa Tengah.
35
BAB III
DESKRIPSI KITAB
“AL-MANDZUMAH AD-DALIYAH FI AWAILI AL-ASYHURI AL-
QAMARIYAH”
A. Deskripsi Lengkap
Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren sejak tahun 2007
mengumpulkan dan merekonstruksi kitab karya Ulama Nusantara yang
bertujuan untuk memberikan semangat kepada generasi muda agar
meneruskan budaya tulis-menulis yang diwariskan Ulama-ulama Nusantara
serta membangkitkan daya intelektual sehingga tumbuh perkembangan
akademik yang maju. Dalam perspektif lain turats ini tidak hanya dihafalkan
saja, tetapi dikaji dan diteliti sebisa mungkin. Dan pemikiran-pemikiran ulama
kita dapat dijadikan corak pemikiran bagi generasi selanjutnya. Kajian yang
pertama yaitu dilakukan pencarian profil, kemudian mencari karya-karyanya.
Hal ini masih jarang dilakukan di beberapa Universitas-Universitas di
Indonesia. Kebanyakan kajiannya hanya pada ranah pemikiran dan konsep.
Banyak sekali karangan ulama nusantara yang belum dicetak, seperti di Aceh
terdapat salah satu ulama yang mempunyai 10000 karya sebelum tsunami
2004, sebagaimana ditemukan karangan ulama di belahan daerah nusantara,
seperti di Banten, Jawa, Padang, Palembang, dan lain-lain. kebanyakan
karangan ulama kita ini memberikan contoh baik bagi generasi selanjutnya.1
1 Lihat muqadimah al-muhaqiq kitab “al-Mandzumah ad-Daliyah fi Awail al-Asyhur al-
Qamariyah”
36
Salah satu yang ditemukan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan
Pondok Pesantren ialah Kitab al-mandzumah al-daliyah fi awail al-asyhuri al-
qamariyah karya Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar
Maskumambang. Kitab ini merupakan salah satu kitab karangan Syeikh
Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang yang ditemukan
dalam koleksi kitab-kitab KH. Abdul Hadi (Pengasuh Pondok Pesantren
Langitan tahun 1921-1971), sebagai salah satu kitab yang diajarkan kepadanya
ketika beliau belajar kepada KH. Faqih Maskumambang pada tahun 1930.
al-Mandzumah ad-Daliyyah fi Awail al-Asyhur al-Qamariyyah terdiri
dari 48 nadzam (bait), metode penulisan berbentuk nadzam ini menunjukkan
bahwa beliau ingin mengadakan metode pendidikan ilmu falak dengan cara
yang menyenangkan. Mekanisme pendidikan dengan cara yang
menyenangkan ini juga telah tertata rapi di Pesantren Maskumambang tempo
dulu. Kemasyhuran dan kedalaman pengetahuan beliau ini menjadikan
Pondok Pesantren Maskumambang sangat terkenal dan santri-santrinya pun
berdatangan dari berbagai daerah.
Kitab al-mandzmah ad-daliyyah fi awaili al-asyhur al-qamariyah
kemudian ditahqiq dan direkonstruksi dengan tanpa mereduksi isinya oleh
Fathin Masyhudi Bahri menjadi lima pembahasan :
Pada BAB I : berisi tentang istilah-istilah yang terdapat dalam ilmu
falak, meliputi : 1. Pengertian Hari dan Bulan, 2. Pengertian Bintang (buruj),
3. Pengertian Rukyatul Hilal, 4. Pengertian Hisab Falaki (dalil-dalil al-Quran
dan Hadis yang berhubungan dengan ilmu falak : Tentang Peredaran Matahari
37
dan Bulan, Tentang Menghadap Qiblat; Pendapat Para Ulama Dalam Ilmu
Falak, Kalender Hijriyyah dan Kalender Masehi, Hal-hal Yang Berkaitan
Dengan Masuknya Bulan Qamariyah (puasa bulan Ramadan, zakat, haji,
sumpah ila’, puasa kifarat, Masa (iddah) Istri Karena Meninggalnya Suami,
Waktu Berhenti Dari Haid, Bulan-Bulan Mulia Yang Diharamkan Untuk
Berperang, dan Menetapkan Masuknya Bulan Qamariyah Dengan Hisab
falaki. BAB II : Profil Muallif (pengarang kitab) 1. Nama dan Nasabnya, 2.
Guru-guru dan Murid-muridnya, 3. Dinamika Hidup muallif Dalam
Kehidupan Sehari-Hari, Organisasi, dan Politik. BAB III : Kajian Tentang
Kitab ; 1. Nama Kitab dan Hubungannya Dengan Muallif, Peran Penting
Kitab Al-Mandzumah Ad-Daliyah Fi Awail Al-Asyhur Al-Qamariyah, Tentag
Tulisan Tangan KH. Abdul Hadi Langitan. BAB IV : Metode Penelitian. BAB
V : Seni Penulisan Tangan.2
Kemudian pada pembahasan selanjutnya ditampilkan pembahasan isi
kitab “almandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-qamariyah menurut
ulama fiqih sunni yang dibangun atas hadis-hadis Nabi karya al-faqir ilallah
Muhammad Faqih bin abdul Jabbar al-maskumambang. Pada bagian ini akan
menjadi pokok kajian penulis, yaitu menganalisa metode penentuan awal
bulan Qamariyah yang digunakan oleh Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul
Jabbar al-Maskumambang.
2 Sistematika Penulisan Fatin Mashudi bahri, Selengkapnya lihat Muhtawiyatu al-Kitab
al-Mandzumah ad-Daliyah fi Awaili al-Asyhuri al-Qamariyyah Syeikh Muhammad Faqih bin
Abdul Jabbar al-Maskumambangi, (Jakarta : wizaratu asy-syuun ad-diniyyah li al-jumhur al-
indunisiyyah, 2009).
38
Menurut Kyai Faqih Maskumambang di dalam kitab “al-Mandzumah
ad-Daliyah fi Awaili al-Asyhuri al-Qamariyah” yang membahas tentang
metode penentuan awal bulan Qamariyah. Penggunaan metode hisab dan
rukyat sama pentingnya, karena untuk mengetahui kapan dilakukannya rukyat
terlebih dahulu harus menggunakan ilmu hisab. Sementara untuk memastikan
keesokan harinya apakah sudah memasuki bulan baru dapat diketahui secara
pasti dengan melakukan rukyat. Seperti yang tertera dalam bait nadzam 17- 19
tentang penggunaan hisab dapat dilakukan sehari atau dua hari sebelum
dilakukannya rukyat atau boleh juga melakukan metode hisab di hari
dilakukannya visibilitas hilal. Berikut teks lengkap bait-bait nadzam karya
Kiai Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang yang akan dijelaskan di sub-
bab berikut.
B. Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyah Yang Digunakan Dalam
Kitab “al-Mandzumah ad-Daliyah fi Awaili al-Asyhuri al-Qamariyah”
39
40
Kumpulan Nadzam yang menunjukkan (penentuan) awal bulan-bulan
qamariah menurut metode ulama Sunni yang didasarkan pada hadits Nabi
karya al-Faqir ila-Allah Ta’ala Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-
Maskumambangi. (Semoga) Allah memberi kecukupan bagi keduanya Amin
Amin Amin
41
Bismillahirrahmanirrahim
1. Aku memulai (menyusun bait ini) dengan mengucap basmalah dan
hamdalah. Shalawat dan salam (semoga) terlimpahkan pada (Nabi
Muhammad) sebaik-baiknya orang yang bersujud.
2. Dan para sahabatnya serta keluarganya selama pelaksanaan puasa Masih
berkaitan dengan melihat hilal tanpa keraguan.
3. Selanjutnya,
adalah huruf-huruf untuk merumuskan bilangan.
Setelah mengucapkan basmalah dan hamdalah dalam nadzam pertama
dan kedua, kemudian Syeikh Faqih menjelaskan angka-angka rumus dengan
huruf abjadiyah pada nadzam ketiga, yakni:
أ ب ج د ه و ز ح ط ي ك ل م ن
50 40 30 20 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
س ع ف ص ق ز ش ت ث خ ذ ض ظ غ
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 90 80 70 60
4. (Jumlah hari) tahun Bashithah ialah (354 hari) dan tahun kabisat
Ialah (355 hari). (Jumlah hari) pada bulan ganjil (30) dan
bulan pada genap adalah (29).
Pada bait keempat ini menjelaskan tentang jumlah hari, jumlah hari
dalam tahun Basithah penanggalan Arab ialah 354 hari, dengan rumus
karena = 300, = 50, dan + = 2+2 = 4, sehingga menjadi
42
354 hari. Adapun jumlah hari tahun kabisat ialah 355 hari dengan rumus
karena = 1, = 300, = 50, dan + = 2+2 = 4, sehingga
menjadi 355 hari.
Bulan-bulan ganjil dalam setahun (1. Muharram, 3. Rabiul Awwal,
5. Jumadil Awwal, 7. Rajab, 9. Ramadhan, dan 11. Dzulqa’dah) jumlah
harinya ialah 30 hari sehingga dirumuskan oleh Syeikh menjadi , yakni
Bulan-bulan genap dalam setahun (2. Safar, 4. Rabiu .10 = ي + 20 = ك
Tsani, 6. Jumadil Tsani, 8. Sya’ban, 10. Syawal, dan 12. Dzulhijjah)
jumlah harinya ialah 29 hari sehingga dirumuskan oleh syeikh menjadi
, yakni 4 = د + 20 = ك + 5 = ه.
5. Kecuali bulan Dzulhijjah, maka (jumlah harinya) ialah : = (01) ي +
ك( 01) (30) pada tahun kabisat. Selanjutnya, tahun kabisat adalah (tahun
ke-) جي ,(10) ي ,(7) ز ,(5) ه ,(2) ب :ي ج + (3= ) (10) هي: ,(13) (5) ه + (10) ي
حي: ,(15)= ( ي01+ )( ح 8= ) أك: ,(18) ء (0) + )20( ك = وك: ,(21) 20( ك ( =6)
طك ,(26)و + :( ك 01ط + ) (9= ) (29) dan دك ( ك : 01( د + )4= ) (24).
6. Adalah tahun-tahun kabisat pada setiap (30) ل tahun, dan selainnya adalah
tahun-tahun Basithah. Pada tahun yang sempurna, maka tidak dianggap
(gugur). Dan ambillah دأ (5)
Dalam bulan hijriyah mempunyai siklus 30 tahunan, dari 30 tahun
tersebut terdapat 11 tahun kabisat dan 19 tahun basithah. Tahun kabisat
adalah tahun yang ada pada urutan ke : 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26,
dan 29. Dan selain tahun-tahun tersebut adalah tahun basithah.
Cara mengetahui tahun kabisat atau basithah, tahun yang sdang
berjalan dibagi 30 dan sisa dari pembagian tersebut dicocokkan dengan
43
bait nadzam ke 5, apabila terdapat angka yang sama maka tahun tersebut
merupakan tahun kabisat. Apabila angkanya tidak terdapat seperti angka-
angka dalam bait ke-5 maka tahun tersebut basithah.
Contoh : 1437 : 30 = 47, sisa 27. Karena 27 itu tidak terdapat
dalam angka bait nadzam ke-5, maka tahun 1437 merupakan tahun
basithah.
7. Bagi masing-masing (30) وكد dari yang tersisa, dan tahun kabisat dengan
serendahnya. Adapun tahun Basithah maka cukup.
Satu bulan pada kalender Hijriyah ditetapkan berdasarkan periode
bulan mengelilingi bumi atau dikatakan periode revolusi bulan dan waktu
yang diperlukan bulan untuk mengelilingi bumi 1 kali putaran adalah 29,5
hari, atau tepatnya 29 hari 44 menit 3 detik. Di samping berevolusi
terhadap bumi, bulan juga berotasi terhadap porosnya dan waktu yang
dibutuhkan untuk satu kali putar juga 29,5 hari.
Jumlah hari pada setiap bulan 29 hari atau 30 hari dengan
berselang-seling, maka setiap tahun akan terbuang waktu 12 x 44 menit 3
detik = 8 jam 48 menit 36 detik. Waktu yang terbuang tiap tahun ini akan
dikumpulkan sehingga menjadi bilangan bulat dengan satuan hari. Waktu
yang terbuang selama 30 tahun = 11 hari (30 x 8 jam 48 menit 36 detik =
11 hari). 11 hari ini akan ditambahkan pada tahun-tahun dalam setiap
periode 30 tahun. Jadi terdapat tahun kabisat sebanyak 11 tahun kali dalam
setiap interval 30 tahun.
8. Telah ditunjukkan. Ambillah dari masing-masing dan apa yang kau Ambil
kumpulkanlah keseluruhannya, maka kau akan mendapatkan petunjuk.
44
Cara mengetahui permulaan hari dalam awal bulan hijriyah yaitu sebagai
berikut :
a. Tahun tam yakni tahun yang telah sempurna (sebelum tahun yang akan
diketahui nama hari di awal tahunnya) dibagi 30
b. Hasil dari pembagian tersebut dikalikan 5 ( د)ا lalu simpan*
c. Sisa pembagian 30 tadi (hasilnya adalah angka 30 ke bawah) hitunglah
berapa tahun kabisat dan basithahnya (lihat dan sesuaikan dengan
keterangan bait nomor 6), maka:
1) Jumlah tahun kabisatnya dikalikan 5 ( د)ا lalu simpan**
2) Jumlah tahun basithahnya dikalikan 4 ( نراخالدف ) lalu simpan***
3) Jumlahkan semua angka hasil perkalian yang disimpan tersebut
dengan ditambahkan angka 5 (اد(
9. Bagilah dari keseluruhannya, (7) ز supaya Kamu melihat angka (7) ز atau
serendahnya, dan hitunglah mulai dari ahad, maka akan ditemukan nama
hari awal tahun yang diinginkan.
Urutan nama-nama hari dalam al-Mandzumah ad-Daliyah fi Awaili
al-Asyhuri al-Qamariyah untuk mengetahui awal hari pada permulaan
tahun (bulan Muharam) :
a. Ahad
b. Senin
c. Selasa
d. Rabu
45
e. Kamis
f. Jumat
g. Sabtu
Misalkan ingin mengetahui tanggal satu muharam pada tahun 1437
1437-1=1436 (tahun tam)
1436: 30 = 47 (angka sesudah koma tidak dihitung)
47 X 5 = 235*
Pada tahun tam (1436) siklus 30 tahunan hijriyah sedang berada
pada tahun ke 26 yaitu sudah 10 tahun mengalami tahun kabisat dan 16
tahun basithah). Mengetahui tahun tam dalam siklus 30 tahunan sedang
berada pada tahun ke berapa, yaitu terlebih dahulu dicari tahun siklusnya.
Setelah itu tahun tam dikurangi tahun siklus, maka hasilnya adalah urutan
tahun dalam siklus 30 tahunan. Seperti berikut: 1436 - 1410 = 26.
Tahun kabisat 10 x 5 = 50**
Tahun basithah 16 x 4 = 64***
Jumlah total angka-angka yang disimpan dan tambahkan 5 = 354 ****
354 : 7 = 50, sisa 4 (rabu)
Jadi awal hari pada tahun 1437 adalah hari Rabu.
10. Maka hasil dari perhitungan tersebut Adalah awal tahun sesudah sempurna
(tahun sebelumnya) tanpa ada keraguan!
11. Untuk mengetahui awal bulan yang kau hitung selain muharram Dimulai
dengan perhitungan
46
a. Muaharam : (1) ا
b. Shafar : (3) ج
c. Rabiul awal : (4) د
d. Rabiul Tsani : (6) و
e. Jumadil awal : (7) ز
f. Jumadil Tsani : (2) ب
g. Rajab : (3) ج
h. Sya’ban : (5) ه
i. Ramadhan : (6) و
j. Syawal : (1) ء
k. Dzulqa’dah : (2) ب
l. Dzulhijjah : (4) د
12. Maka hasil dari perhitungan yang kau lakukan adalah Permulaan awal
bulan yang kau cari. Ketahuilah nak!
Jadi misalkan untuk tahun 1437 H. seperti dicontohkan di atas
yang awal muharamnya jatuh pada hari rabu maka bulan-bulan berikutnya
pada tahun 1437 H. adalah sebagai berikut :
a. Muharam (1) Rabu
b. Shafar (3) Jumat
c. Rabiul Awal (4) Sabtu
d. Rabiul Tsani (6) Senin
e. Jumadil Awal (7) Selasa
f. Jumadil Tsani (2) Kamis
47
g. Rajab (3) Jumat
h. Sya’ban (5) Ahad
i. Ramadhan (6) Senin
j. Syawal (1) Rabu
k. Dzulqa’dah (2) Kamis
l. Dzulhijjah (4) Sabtu
13. Berpeganglah pada bait-bait ini selama di muka bumi ini terdapat manusia
yang terkena taklif ketika hendak melaksanakan ibadah.
14. Asal dari isi bait-bait ini dari Sayid Ahmad yang dinisbatkan pada
Marzuqi kemudian sampai Maad.
Kyai Faqih merupakan murid dari al-Marzuqi nama lengkapnya
Ahmad bin Muhammad bin Ramadhan, Abu al-Fauz al-Husaini al-
Marzuqi. Beliau merupakan ahli fiqih Maliki al-Makki. Beberapa karya
beliau adalah (tahsilu naili al-maram) syarah nadzam aqidatul awam
(tauhid), nadzam “ismatu al-anbiyai”, dan bulughu al-maram, syarhi li
qishati maulidi an-nabawi. (kitab al-a’lamu li az-zarkali, juz 1, halaman
247).3
15. Maka percayalah bahwa pendapat ini adalah pendapat yang benar,
menurut saya bait-bait ini tidak akan mendustakan kecuali bagi yang tidak
suka dan hasud.
16. Apa yang disampaikan di dalam kitab washilah tidak ada perbedaan
diantara keduanya.
3 Fatin Mashudi bahri, tahqiq Al-mandzumah ad-daliyah fi awaili al-asyhuri al-
qamariyyah Syaikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi, h. 44
48
Kitab falak yang diajarkan kepada Syeikh Faqih Maskumambang
yaitu kitab wasilah at-thullab li yahya bin Muhammad bin Muhammad bin
Abdurrahman al-Hithab (902-990 H. atau 1496-1587 M.) seorang Ulama
Fiqih Maliki dari Mekah yang membidangi Ilmu Falak, beberapa karyanya
“washilah at-thullab fi ilmi al-falak bithariqi al-hisab, al-ujubah fi al-
waqfi, irsyadu as-salik al-muhtaji ila bayani al-mu’tamar wa al-hajji,
mukhtashar suluku ad-darain fi halli an-nayyirain fi al-miqat, dan syarhu
alfadzi al-waqifin wa al-qismah ala al-mustahiqqin.4
17. Dalam satu daerah hasil hisab bisa saja hasilnya sama seperti hasil rukyat.
18. Seperti halnya dimungkinkannya hasil hisab lebih awal 1 atau 2 hari, dan
tidak mungkin hasil dari perhitungan hisab lebih awal 3 hari dari hasil
rukyat.
19. Rukyatul hilal tidaklah mungkin mendahului hasil hisab, apabila ada
persaksian dari seseorang yang mendahului hisab, maka persaksiannya
tertolak.
20. Ketika bulan bisa dirukyat dan dengan mata bisa dilihat, maka boleh
disiapkan penguat yang lain.
21. Di dalam bulan Ramadhan jumlah 30 hari itu jarang, sedangkan 29 hari itu
sering (bahkan jarang terjadi hanya satu kali).
22. Jumlah 29 hari itu terjadi 2 kali atau sampai 4 kali berturut-turut,
sebagaimana yang difatwakan Imam Nawawi.
Pendapat Imam Nawawi ini bersumber dari hadis Nabi yang berbunyi :
4 Fatin Mashudi bahri, tahqiq Al-mandzumah ad-daliyah fi awaili al-asyhuri al-
qamariyyah Syaikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumamban, h. 44
49
Artinya: Dari Ibnu Mas’ud, dia berkata : ketika saya berpuasa dengan
Nabi Saw jumlah 29 hari itu lebih sering dari pada jumlah 30
hari bersamanya (HR. Abu Daud)
Melihat bait ke 21 dan 22 nampak jelas bahwa jumlah hari pada
bulan ramadhan bertentangan dengan bait keempat yang dalam urutan
bulan jatuh pada urutan ke-9 (ganjil). Pada bait ke 21 dan 22 “usia 29 hari
pada bulan ramadhan lebih sering dari pada usia 30 harinya. Sedangkan
pada bait keempat disebutkan “pada bulan ganjil usia bulan berjumlah 30
hari dan pada bulan genap usia bulan 29 hari”. Akan tetapi pada bait ke-26
dijelaskan bahwa penentuan awal bulan Qamariyah yang berkaitan dengan
pelaksanaan ibadah harus menggunakan metode rukyatul hilal bukan
bukan dengan hisab.
23. Melihat hilal itu hukumnya fardlu kifayah, untuk mengetahui hukum yang
terjadi di keesokan harinya.
24. Oleh karena itu, kita mencukupkan ketika dua hari pada akhir bulan
mendung.
25. Maksudnya, ketika dua hari di akhir bulan itu tidak dapat dilakukan rukyat
sejak matahari terbenam sampai matahari terbit maka sudah pasti hilal
tidak terlihat.
5 Sulaiman Ibn Al-Asy’ats Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Beirut, Darul Fikr, tth), Juz 1, h.
710
50
26. Istikmal (menggenapkan umur bulan menjadi 30 hari) itu sah.
Ketertampakan hilal di awal bulan dihitung sejak keberhasilan rukyat),
bukan dihitung sejak diketahui hasil hisab.
27. Terjadi istitar dalam dua malam berturut-turut di akhir bulan,
meniscayakan terjadinya istikmal.
28. Jika pada malam 29 dan 30 terjadi istitar, maka tidak lagi diperlukan
rukyat di sore harinya, karena umur bulan sudah genap 30 hari.
29. Maka harus berpuasa ketika harus tertutup di dua hari tersebut, karena satu
bulan itu tidak mungkin melewati 30 hari.
30. Adapun hadis “shumu li rukyatihi….” Terkhusus bagi orang ketika terjadi
istitar pada tanggal 29 dan 30 (sejak hilal pertama kali muncul sampai
terbit fajar).
31. Orang yang terhalang rukyat di akhir hari (ashar sampai maghrib) ketika
melihat hilal di waktu subuh maka dianggap.
32. Ketika seorang adil bersaksi tentang awal bulan dengan hilal (pada tanggal
28) kemudian dia merukyat pada subuh tanggal 29, maka diragukan.
33. Tanggal 1 dan tanggal 29 (hari dilakukannya rukyat) cobalah dihitung,
maka engkau akan mendapatkan nama hari yang sama.
Ketika bulan Sya’ban dimulai pada hari senin, maka pada tanggal
29 (hari di mana dilakukannya rukyat) akan jatuh pada hari senin juga,
seperti contoh :
51
Senin = 1 Selasa = 2 Rabu = 3 Kamis : 4 Jumat : 5 Sabtu : 6 Minggu = 7
Senin = 8 Selasa = 9 Rabu = 10 Kamis =11 Jumat = 12 Sabtu =13 Minggu =14
Senin = 15 Selasa = 16 Rabu = 17 Kamis = 18 Jumat = 19 Sabtu = 20 Minggu = 21
Senin = 22 Selasa = 23 Rabu = 24 Kamis = 25 Jumat = 26 Sabtu = 27 Minggu = 28
Senin = 29
34. Jika terjadi istitar satu kali, dan sore harinya ternyata tampak hilal, maka
pada bulan berikutnya akan terjadi istikmal
35. Ketika tidak bisa rukyat di malam hari, maka hadis nabi melarang puasa di
siang harinya.
36. Jika bisa melihat hilal maka perintah untuk berpuasa itu jelas, jadi
bagaimana menurutmu dengan hadis ini. Dari manakah engkau bisa
menolak?
37. Jika permulaan bulan dengan perantara hilal itu membingungkan maka
ijtihadlah.
38. Wajib dengan metode yang dikehendaki dan memilih metode yang paling
akurat karena perkiraannya lebih baik.
39. Hisab posisi bulan seperti yang digunakan dalam perhitungan kalender
hijriyah, menurut sebagian ulama boleh diamalkan bagi sang hasib dan
pengikut setianya (murid-muridnya)
40. Namun dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat. Sama halnya
dengan metode perhitungan lainnya, seperti hisab yang menggunakan
pedoman pada kemunculan bintang, buah-buahan, dan angin sebagai
tanda-tanda yang dikenali.
52
41. Cara paling mudah untuk mengetahui awal bulan yaitu dengan cara
melihat kalender, maka gunakanlah seperti yang sudah dilakukan orang-
orang dahulu. Dan lihatlah kitab “hasyiyatu al-raudli”.
42. Benar! (terdapat perbedaan pendapat tentang penggunaan hisab manazil
(posisi bulan) dan ketiga metode pendekatan di atas). Namun,
sesungguhnya tidak seorang ulama pun berpendapat bahwa hilal penentu
awal bulan Syar’iyah bisa diprediksi dengan menggunakan ketiga metode
pendekatan tersebut (bintang, angin, dan buah-buahan).
43. Barang siapa yang mampu untuk berijtihad maka menurut ulama fiqih
tidak boleh taqlid.
44. Di sana (keterangan di atas) disertai pendapatku setelah saya mengulang-
ulang lautan karya ulama yang diperhitungkan.
45. Dan hanya bagi Allah pemilik segala puji, dan shalawat dan salam kepada
Nabi dengan tanpa meminta balasan.
46. Serta keluarga, sahabat, kemudian orang yang mengharapkan perbaikan
yang salah pada secarik bait ini.
47. Dari saudara yang mempunyai sifat adil sesudah mengangan-angan,
semoga mendapatkan faidah setelahnya.
48. Tarikh dibuatnya bait-bait ini adalah tahun 1342 (لغ ءيش)ا bila dihitung
dengan huruf jumal berjumlah 1342 seperti rincian berikut ini )ي + 300 )ش
Namun, meskipun dengan .1342 = (1) ا + (30) ل + (1000) غ + (1) ء + (10)
susah payah selain Tuhan tidak akan member kesempatan itu
(terselesaikannya tulisan ini).
53
C. Aplikasi Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyah Kitab “al-
Mandzumah ad-Daliyah fi Awaili al-Asyhuri al-Qamariyah”
Aplikasi metode penentuan awal bulan Qamariyah yang terdapat di dalam
kitab al-mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-qamariyah tergolong
singkat dan mudah. Agar lebih aplikatif mengetahui metode penentuan awal
bulan Qamariyah yang terdapat di dalamnya, pertama Kyai Faqih
Maskumambang memaparkan rumus-rumus yang digunakan, yaitu :
1. Usia hari dalam kitab al-mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-
qamariyah :
a. Muharam : 30
b. Shafar : 29
c. Rabiul awal : 30
d. Rabiul Tsani : 29
e. Jumadil awal : 30
f. Jumadil Tsani : 29
g. Rajab : 30
h. Sya’ban : 29
i. Ramadhan : 30
j. Syawal : 29
k. Dzulqa’dah : 30
l. Dzulhijjah : 29/30
2. Dalam kitab al-mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-qamariyah
mempunyai siklus 30 tahunan (daur). Dalam 30 tahun tersebut terdapat 11
54
tahun kabisat yaitu tahun yang ada pada urutan ke : 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18,
21, 24, 26, dan 29. dan 19 tahun basithah yaitu tahun ke : 1, 3, 4, 6, 8, 9,
11, 12, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 25, 27, 28, dan 30. Yang selanjutnya
angka 30 dijadikan rumus dalam menentukan awal bulan qamariyah.
3. Urutan hari dalam kitab al-mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-
qamariyah
a. Ahad
b. Senin
c. Selasa
d. Rabu
e. Kamis
f. Jumat
g. Sabtu
Rumus urutan hari ini khusus digunakan untuk mengetahui bulan
muharam saja, sementara urutan hari untukmengetahui 11 bulan
selanjutnya menggunakan rumus di bawah ini.
4. Rumus angka bulan-bulan setelah diketahui awal bulan pada tahun yang
akan dicari :
a. Muharam (1) Rabu
b. Shafar (3) Jumat
c. Rabiul Awal (4) Sabtu
d. Rabiul Tsani (6) Senin
e. Jumadil Awal (7) Selasa
55
f. Jumadil Tsani (2) Kamis
g. Rajab (3) Jumat
h. Sya’ban (5) Ahad
i. Ramadhan (6) Senin
j. Syawal (1) Rabu
k. Dzulqa’dah (2) Kamis
l. Dzulhijjah (4) Sabtu
Implementasi rumus angka yang terdapat dalam
digunakan untuk mengetahui hari pertama dalam bulan-bulan
setelah muharam (bulan Safar-Dzulhijah) sesudah diketahui nama hari
pada bulan muharam. Misalkan pada bulam muharam jatuh pada hari rabu
(nama hari yang jatuh pada awal bulan muharam menjadi acuan untuk
mengetahui nama hari pada bulan Safar-Dzulhijah). setelah diketahui
nama hari pada bulan muharam, langkah selanjutnya adalah mencocokkan
angka-angka yang ada dala rumus dengan nama-nama hari dengan
menggunakan urutan hari konvensional. (Rabu (1), Kamis (2), Jumat (3),
Sabtu (4), Minggu (5), Senin (6), Selasa (7).
Misalkan tahun 1437
1437 – 1 = 1436
1436 : 30 = 47
47 x 5 = 235*
Sisa 26
10 x 5 = 50*
56
16 x 4 = 64*
5 = 5*
Jumlah total = 354
354 : 7 = 50, sisa 4
Jadi awal hari pada tahun 1437 adalah hari Rabu.
Perhitungan di atas menggunakan metode hisab urfi yang menggunakan
konsep daur (siklus) qamariyah yang berjumlah 30 tahun. Untuk mencari
kapan jatuhnya awal muharam maka tahun yang dicari dikurangi 1 (dicari
tahun tam) kemudian dibagi 30, hasil dari pembagiannya dikali 5. Sisa dari
tahun tam : 30 tadi dicari tahun kabisat dan basithahnya, lalu tahun kabisat
dikali 5 dan tahun bashitah dikali 4 tambahkan 5 (rumus), jumlahkan.
Hasil perhitungannya dibagi 7, dan sisa hasil pembagian tersebut adalah
hari jatuhnya awal bulan qamariyah. Sedangkan untuk mengetahui 11 awal
bulan berikutnya tinggal melihat rumus bulan seperti yang terdapat pada
poin 3, seperti berikut ini :
Muharam Shafar Rabiul
awal
Rabiul
tsani
Jumadil
awal
Jumadil
tsani
Rabu (1) (3) jumat (4) sabtu (6) senin (7) selasa (2) kamis
Rajab Sya’ban Ramadhan Syawal Dzulqa’dah Dzuhijjah
(3) jumat (5) ahad (6) senin (1) rabu (2) kamis (4) sabtu
Kyai Faqih dalam bait ke 17 sampai 19 menjelaskan untuk
melaksanakan rukyat terlebih dahulu harus dilakukan hisab. Namun hasil
perhitungan hisab tidak selalu akurat, terkadang sesuai dengan hasil
visibilitas hilal dan terkadang lebih awal satu atau dua hari dari hasil
rukyat.
57
Di dalam kitab al-Mandzumah ad-Daliyyah fi Awail al-Asyhur al-
Qamariyah bait 33 juga dijelaskan awal hari pada bulan yang berjalan
sama seperti nama hari dilaksanakannya rukyat. Jadi ketika pada tanggal 1
sya’ban jatuh pada hari senin maka tanggal 29 sya’ban atau hari
dilaksanakannya rukyat adalah hari senin. Seperti contoh di bawah ini :
Senin = 1 Selasa =
2 Rabu = 3 Kamis : 4 Jumat : 5 Sabtu : 6
Minggu =
7
Senin = 8 Selasa =
9
Rabu =
10
Kamis
=11
Jumat =
12
Sabtu
=13
Minggu
=14
Senin =
15
Selasa =
16
Rabu =
17
Kamis =
18
Jumat =
19
Sabtu =
20
Minggu =
21
Senin =
22
Selasa =
23
Rabu =
24
Kamis =
25
Jumat =
26
Sabtu =
27
Minggu =
28
Senin =
29
58
BAB IV
ANALISIS METODE PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH
KITAB AL-MANDZUMAH AD DALIYAH FI AWAILI AL-ASYHURI AL-
QAMARIYAH
A. Tingkatan Akurasi Dalam Ilmu Hisab atau Ilmu Falak
Hisab itu maksudnya perhitungan. Dalam pengertian yang luas ilmu
hisab adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk
perhitungan (arithmatic). Dalam pengertian yang lebih sempit, ilmu hisab
adalah sebutan lain dari ilmu falak, yaitu ilmu pengetahuan yang membahas
posisi dan lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan bumi dari
segi perhitungan dan waktu.
Ilmu hisab adalah ilmu yang berkembang terus menerus dari zaman ke
zaman. Secara keseluruhan perkembangan ilmu hisab ini memiliki
kecenderungan ke arah semakin tingginya tingkat akurasi atau kecermatan
produk perhitungan. Observasi atau rukyat terhadap posisi dan lintasan benda-
benda langit adalah salah satu faktor dominan yang mengantarkan ilmu hisab
ke tingkat kemajuan perkembangannya. Di samping faktor penemuan alat
observasi yang lebih tajam, alat-alat perhitungan yang lebih canggih dan cara
perhitungan yang semakin cermat.1
Berdasarkan perkembangan intelektual para ulama dengan masing-
masing karyanya dalam perhitungan hisab awal bulan qamariyah, maka dari
1A. ghazalie Masroeri dkk, Pedoman Rukyat Dan Hisab Nahdlatul Ulama, Jakarta :
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006, h. 4-5
59
segi tingkat akurasi secara umum ilmu hisab yang berkembang di Indonesia
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Hisab ‘Urfi
Hisab ‘urfi merupakan sistem perhitungan kalender yang didasarkan
kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara
konvensional. Sistem ini dimulai oleh khalifah Umar bin Khattab r.a.
sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam abadi.2
Jumlah hari tahun Basithah dalam penanggalan hijriyyah ialah 354
hari dan 355 hari dalam tahun kabisat. Bulan-bulan ganjil dalam setahun
(Muharram, Rabiul Awwal, Jumadil Awwal, Rajab, Ramadhan, dan
Dzulqa’dah) berjumlah 30 hari. Bulan-bulan genap dalam setahun (Safar,
Rabiu Tsani, Jumadil Tsani, Sya’ban, Syawal, dan Dzulhijjah) berumur 29
hari. Kecuali bulan Dzulhijjah dalam bulan kabisat berumur (30) hari.
Kalender qamariah (lunar system) membagi satu tahun menjadi 12
bulan. Setiap bulan memiliki jumlah hari 29 atau 30. Total jumlah hari
dalam setahun pada sistem kelender qamariah adalah 354 hari, jadi satu
tahun qamariah kira-kira berjumah 11,256 hari lebih pendek dari sistem
kalender syamsiah, karena bulan sinodik hanya memiliki 12 x 29,53 hari
yang menyebabkan satu tahun kalender qamariah hanya memiliki
354,36707 hari,3
2 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, (Jakarta : Erlangga, 2007) h. 102
3 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, (Jakarta: PT. Amythas Publicita,
2007) h. 63.
60
Perhitungan hisab ‘urfi adalah berdasarkan perhitungan tradisional
bahwa bulan mengelilingi bumi selama 345 11/30 hari yang dilakukan
dengan memperhatikan:
a. Kalender qamariah akan berulang dengan siklus 30 tahunan.
b. Umur bulan qamariah adalah 29 dan 30 hari secara bergantian kecuali
pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan dengan tahun kabisat, umur
bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari. Tahun kabisat jatuh pada tahun
ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Jadi dalam siklus 30
tahunan akan terdapat 11 tahun kabisat (panjang) dan 19 tahun basitah
(pendek).
c. Cara menentukan tahun kabisat dilakukan dengan angka tahun dibagi
30, jika sisanya menunjukkan angka-angka tahun kabisat maka tahun
tersebut adalah tahun kabisat, jika bukan maka tahun tersebut adalah
tahun basithah.4
2. Hakiki, hisab hakiki ini dibagi menjadi tiga stratifikasi yaitu :
a. Hakiki bi at-taqrib
Dalam system hisab ini umur bulan tidak selalu bergantian antara 30
dan 29 hari, akan tetapi yang menjadi acuan adalah ijtima’ apakah
ijtima terjadi sebelum atau sesudah matahari terbenam. Apabila ijtima
terjadi sebelum matahari terbenam maka dipastikan ketika matahari
terbenam hilal sudah di atas ufuk (positif), dan apabila ijtima terjadi
sesudah matahari terbenam ketika matahari terbenam dipastikan hilal
4 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, h. 143.
61
msih di bawah ufuk (negatif). Diantara kitab-kitab yang termasuk
kategori sistem hisab ini yakni sullam al- nayyirain, tadzkirat al-
ikhwan, fathu rauf al-manan, al-qawaid al-falakiyah, asy-syamsu wa
al-qamar bi husban, jadawil al-falakiyah, risalah al-qamarain, risalah
al-falakiyah, risalah al-hisabiyah, risalah asy-syamsu al-hilal, hisab
qath’i, dan lain-lain.
b. Hakiki bi at-tahqiq
Hisab hakiki ini adalah sistem penentuan awal bulan qamariyah
dengan metode penentuan kedudukan bulan pada saat terbenam. Cara
yang ditempuh adalah menentukan terjadinya ghurub matahari untuk
suatu tempat, sehingga dapat diperhitungkan bujur matahari dan bujur
bulan serta data-data yang lain dengan koordinat ekliptika (ijtima).
Kemudian perhitungan ini diproyeksikan ke equator dengan koordinat
equator sehingga akan diketahui jarak sudut lintasan matahari dan
bulan pada saat terbenamnya matahari.. setelah itu diproyeksikan
menjadi koordinat horizon, dengan demikian dapatlah ditentukan
berapa tinggi bulan pada saat matahari terbenam dan nilai azimuthnya.
Data yang digunakan dalam hisab ini sangat beraneka ragam sesuai
dengan kepustakaan yang dipakai. Diantara kitab yang digolongkan
dalam hisab hakiki ini adalah al-mathla’ as-said, manahij al-
hamidiyah, al-khulashah al-wafiyahmuntaha nataij al-aqwal, badi’ah
al-mitsal, hisab hakiki menara kudus, nur al-anwar, ittifaq dzat al-
bain, markaz al-falakiyah, dan lain-lain.
62
c. Hisab hakiki kontemporer
Dalam sistem ini hitungan dilakukan dengan sangat cermat, banyak
proses yang harus dilaui, rumus-rumus yang digunakan lebih banyak
pada iterasi atau pengulangan yang memungkinkan mendapatkan hasil
yang akurat. Koreksi beberapa planet pun digunakan untuk
memperoleh hasil yang akurat.
Sistem hisab hakiki bi at-tahqiq (kontemporer) sangat beragam,
ada yang bisa digunakan cukup dengan kalkulator (scientific), ada yang
digunakan dengan computer. Diantara karya yang termasuk pada sistem
hisab ini adalah New Comb, EW. Brown, Jean Meuus, almanac nautika,
astronomical almanac, ephemeris hisab rukyat, Islamic calendar,
mawaqit, al-falakiyah, moon c52, asto info, MABIMS, BMG, dan Boscha
ITB.5
B. Posisi Kitab “al-Mandzumah ad-Daliyah fi Awaili al-Asyhuri al-
Qamariyah” Dalam Ilmu Falak
Metode hisab yang digunakan dalam penentuan awal bulan qamariah
sangat berpengaruh terhadap tingkat akurasi hasil perhitungan.
Pengklasifikasian metode hisab kepada sistem ‘urfi dan haqiqi merupakan
proses dari perkembangan metode hisab. Pada awalnya sistem hisab yang
lebih dulu digunakan adalah hisab ‘urfi yang menurut perhitungannya adalah
berdasarkan kepada perjalanan rata-rata bulan, kemudian berkembang menjadi
5 Ahmad Izzuddin dkk, Buku Saku Hisab Rukyat, Jakarta : Direktorat Pembinaan Syariah
dan Hisab Rukyat, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, 2013, h. 100-103.
63
sistem hisab haqiqi yang melakukan perhitungan dengan berdasarkan kepada
perjalanan bulan sebenarnya dalam mengelilingi bumi.6 Sistem hisab haqiqi
pun berkembang dari sistem hisab haqiqi taqribi, haqiqi tahqiqi dan haqiqi
kontemporer sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahun.
Dalam masalah metode perhitungan awal bulan qamariah, ada
beberapa hal yang termasuk bagian dari proses perhitungan yaitu: data yang
digunakan, langkah-langkah, dan prosedur yang ditempuh, serta rumus-rumus
dan alat hitung yang digunakan.7 Dalam hal data, sistem perhitungan yang
terdapat dalam kitab al-mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-
qamariyah ini prosedur perhitungan yang digunakan adalah menggunakan
sistem daur 30 tahun seperti yang terdapat dalam sistem hisab istlahi yang
digunakan untuk membuat kalender hijriyah.
Rumus-rumus yang digunakan dalam kitab al-mandzumah ad-daliyah
fi awail al-asyhur al-qamariyah yaitu:
1. Perhitungan yang pertama adalah dengan membagi tahun yang dicari
dengan bilangan 30 apabila sisa dari pembagian tersebut adalah salah satu
angka : 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, atau 29 maka tahun yang dicari
adalah tahun kabisat, apabila sisa hasil pembagiannya bukan angka-angka
diatas maka tahun yang dicari adalah tahun basithah.
2. Perhitungan yang kedua dengan cara tahun yang dicari dikurangi 1
kemudian dibagi 30, hasil pembagiannya dikali 5, dari sisa pembagian
6Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab
Nahdlatul Ulama, Jakarta : tp, 2006, h. 5 – 6. 7 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,
Yogyakarta : Suara Muhamadiyyah, 2007 cet. II, h. 133
64
dicari jumlah tahun tahun kabisat dan basitah, yang basitah dikali 4 dan
yang kabisat dikali 5, hasilnya dijumlahkan dengan hasil pembagian yang
dikali 5, hasilnya ditambah 5 dan dibagi 7, sisanya adalah hari jatuhnya
awal bulan qamariah.
Sarana yang dibutuhkan untuk perhitungan ini bisa dengan cara manual
tanpa bantuan kalkulator scientific atau komputer. Tidak ada ketentuan lebih
lanjut dalam penentuan sistem penentuan awal bulan qamariah dalam kitab al-
Mandzumah ad-Daliyah fi Awail al-Asyhur al-Qamariyah.
Dalam sistem hisab yang tingkat akurasinya tinggi metode
perhitungannya sangat panjang dan rumit dengan menggunakan data yang
lengkap dan bervariasi serta rumus-rumus dan koreksi-koreksi yang teliti,
berkaitan dengan data matahari dan bulan maupun data lokasi tempat
perhitungannya, seperti yang terdapat dalam kitab al-Khulashatu al-
Wafiyah, New Comb serta Ephemeris Hisab dan Rukyat yang diterbitkan oleh
Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimbingan
Masyarakat Islam Departemen Agama Republik Indonesia.
Untuk perhitungan awal bulan qamariah yang digunakan dengan
sistem Ephemeris Hisab dan Rukyat, harus menggunakan data-data matahari
dan bulan sebagai acuan untuk melakukan perhitungan, yaitu:
1. Data-data matahari yang diperlukan dalam perhitungan adalah ecliptic
longitude atau bujur astronomis matahari, ecliptic latitude atau lintang
astronomis matahari, apparent right ascension atau panjatan tegak,8
8 Lihat Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, h.
33.
65
apparent declination atau deklinasi matahari, true geocentric distance atau
jarak geosentris, semi diameter atau jari-jari piringan matahari, true
obliquity atau kemiringan ekliptika, dan equation of time atau perata
waktu.9
2. Data-data bulan yang diperlukan meliputi apparent longitude atau bujur
astronomis bulan, apparent latitude atau lintang astronomis
bulan, apparent right ascension atau panjatan tegak, apparent
declination atau deklinasi bulan, horizontal parallax atau beda lihat, semi
diameter atau jari-jari piringan bulan, angle bright limb atau sudut
kemiringan bulan, dan fraction illumination atau phase bulan.10
Untuk rumus dan prosedur yang dilakukan dalam perhitungan ini rumit
dan panjang, sehingga memerlukan alat bantu berupa scientific kalkulator baik
itu yang manual ataupun yang program, langkah-langkah perhitungannya
adalah:
1. Menentukan awal bulan dan tahun hijriah yang akan dihitung.
2. Menentukan lokasi atau kota untuk markaz perhitungan.
3. Mencari konversi tanggal atau perbandingan tarikh.
4. Menyiapkan data astronomis yang dalam hal ini menggunakan
data ephemeris Hisab dan Rukyat.
5. Melacak Fraction Illumination Bulan (FIB) terkecil pada tanggal tertentu
9 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik Perhitungan Arah Kiblat,
Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana, Yogyakarta : Buana Pustaka, 2004, h. 152 – 154.
10 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik Perhitungan Arah Kiblat,
Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana, h. 152 – 154.
66
menurut waktu Greenwich.
6. Menghitung sabaq matahari (B1).
7. Menghitung sabaq bulan (B2).
8. Menghitung jarak matahari – bulan dengan rumus: MB = ELM – ALB.
9. Menghitung sabaq bulan mu’addal dengan rumus: SB = B2 – B1.
10. Menghitung titik ijtima’ dengan rumus: titik ijtima’ = MB : SB.
11. Menghitung waktu ijtima’ menurutu GMT dengan rumus: Ijtima’ = waktu
FIB + titik ijtima’.
12. Memperkirakan saat matahari terbenam menurut GMT pada tanggal
terjadinya ijtima’.
13. Melacak data-data berikut menggunakan data ephemeris dengan cara
interpolasi, yaitu:
a. Deklinasi matahari.
b. Semi diameter matahari.
c. Equation of time.
14. Menghitung tinggi matahari.
15. Menghitung sudut waktu matahari.
16. Menghitung waktu matahari terbenam menurut GMT.
17. Menghitung Asensio Rekta matahari dengan cara interpolasi.
18. Menghitung Asensio Rekta bulan dengan cara interpolasi.
19. Menghitung deklinasi bulan dengan cara interpolasi.
20. Menghitung semi diameter bulan dengan cara interpolasi.
21. Menghitung horizontal parallaks bulan dengan cara interpolasi.
67
22. Menghitung sudut waktu bulan.
23. Menghitung tinggi hilal hakiki.
24. Menghitung parallax bulan.
25. Menghitung tinggi hilal.
26. Melacak refraksi.
27. Menghitung tinggi hilal mar’i.
catatan: apabila hasilnya positif (+) maka hilal di atas ufuk mar’i,
apabila hasilnya negatif (–) maka hilal di bawah ufuk mar’i.
28. Menghitung nisful fudlah bulan.
29. Menghitung parallaks nisful fudlah.
30. Menghitung setengah busur siang bulan hakiki.
31. Menghitung setengah busur siang bulan.
32. Menghitung lama hilal.
33. Menghitung waktu terbenam hilal.
34. Menghitung arah matahari.
35. Menghitung arah hilal.
36. Menghitung posisi hilal.
Catatan : Apabila hasilnya positif (+) maka hilal berada di utara
matahari, apabila hasilnya negatif (–) maka hilal berada di selatan
matahari.
37. Menghitung arah terbenam hilal.
38. Menghitung luas cahaya hilal dengan cara inerpolasi.
39. Menghitung lebar nurul hilal (NH) dengan satuan ukur ushbu’.
68
40. Menghitung kemiringan hilal.
41. Mengambil kesimpulan dari perhitungan yang telah dilakukan yakni waktu
ijtima’ (hari, tanggal, jam), waktu dan arah matahari terbenam, tinggi dan
arah hilal terhadap titik barat dan terhadap matahari, lama hilal setelah
matahari terbenam, keadaan hilal, ukuran tentang luas dan lebar cahaya
hilal.11
Langkah-langkah di atas adalah proses perhitungan yang dilakukan
dalam sistem hisab haqiqi kontemporer, data yang dihasilkan lebih akurat
karena proses yang ditempuh rumit dan panjang, ada banyak aspek yang
diperhitungkan, sedangkan dalam hisab urfi perhitungan yang dilakukan tidak
sampai ke tahap yang rumit, hanya dengan beberapa langkah, maka awal
bulan qamariah sudah dapat diketahui, dengan tanpa menggunakan
perhitungan waktu ijtima’ (hari, tanggal, jam), waktu dan arah matahari
terbenam, tinggi dan arah hilal terhadap titik barat dan terhadap matahari,
lama hilal setelah matahari terbenam, keadaan hilal, ukuran tentang luas dan
lebar cahaya hilal sebagaimana yang dihasilkan oleh perhitungan dengan
sistem ephemeris.
C. Metode Hisab Kitab “al-Mandzumah ad-Daliyah fi Awaili al-Asyhuri al-
Qamariyah” Dalam Penentuan Awal Bulan Syar’iyah.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa ilmu hisab adalah ilmu
yang berkembang terus menerus dari zaman ke zaman. perkembangan ilmu
hisab ini memiliki kecenderungan ke arah semakin tingginya tingkat akurasi
11
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik Perhitungan Arah Kiblat,
Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana, h. 155 – 160.
69
atau kecermatan produk perhitungan. Pada awalnya sistem hisab yang lebih
dulu digunakan adalah hisab ‘urfi atau istilahi yang menurut perhitungannya
adalah berdasarkan kepada perjalanan rata-rata bulan, kemudian berkembang
menjadi sistem hisab haqiqi yang melakukan perhitungan dengan berdasarkan
kepada perjalanan bulan sebenarnya dalam mengelilingi bumi.12
Sistem
hisab haqiqi pun berkembang dari sistem hisab haqiqi taqribi, haqiqi
tahqiqi dan haqiqi kontemporer sesuai dengan perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahun.
Ilmu hisab yang terdapat dalam kitab al-Mandzumah ad-Daliyah fi
Awaili al-Asyhuri al-Qamariyah merupakan ilmu hisab urfi yang mekanisme
perhitungannya masih sangat mudah tanpa menggunakan perhitungan-
perhitungan astronomis. Dilihat dari klasifikasi ilmu hisab, hasil dalam sistem
hisab yang terdapat dalam kitab al-Mandzumah ad-Daliyah fi Awail al-
Asyhuri al-Qamariyah masih tergolong kurang akurat sehingga tidak dapat
digunakan untuk menentukan awal bulan hijriyah yang berkaitan dengan
syariat dalam pelaksanaan ibadah.
12
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab
Nahdlatul Ulama, Jakarta : tp, 2006, hlm. 5 – 6.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisa penulis, terdapat beberapa kesimpulan mengenai
metode hisab yang terdapat pada kitab al-Mandzumah ad-Daliyah fi Awail al-
Asyhur al-Qamariyah karya Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-
Maskuambang yaitu:
1. Metode hisab yang digunakan oleh Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul
Jabbar al-Maskuambangi dalam kitab al-mandzumah ad-daliyah fi awail
al-asyhur al-qamariyah termasuk metode hisab ‘urfi yang perhitungannya
bisa dilakukan dengan cara yang cepat dan sederhana. Perhitungan yang
pertama adalah dengan membagi tahun yang dicari dengan bilangan 30
apabila sisa dari pembagian tersebut adalah salah satu angka : 2, 5, 7, 10,
13, 15, 18, 21, 24, 26, atau 29 maka tahun yang dicari adalah tahun
kabisat, apabila sisa hasil pembagiannya bukan angka-angka di atas maka
tahun yang dicari adalah tahun basithah.
Perhitungan yang kedua dengan cara tahun yang dicari dikurangi 1
kemudian dibagi 30, hasil pembagiannya dikali 5, dari sisa pembagian
dicari jumlah tahun tahun kabisat dan basitah, yang kabisat dikali 5 dan
yang basitah dikali 4, hasilnya dijumlahkan dengan hasil pembagian yang
dikali 5, hasilnya ditambah 5 dan dibagi 7, sisanya adalah hari jatuhnya
awal bulan qamariah. Hisab ini termasuk metode hisab urfi, yaitu metode
hisab yang perhitungannya hanya memperhitungakan perjalanan rata-
71
rata bulan sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pedoman untuk
perhitungan dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.
2. Kelebihan kitab ini adalah perhitungannya masih sangat sederhana dan
mudah dipelajari. Hisab ini termasuk dalam kriteria hisab aritmatik yang
pada praktiknya bisa diterapkan dalam pembuatan kalender sepanjang
masa untuk keperluan sipil dan adminstrasi. Sedangkan kekurangan kitab
ini yaitu belum membahas tentang koreksi atau ta’dil sehingga
perhitungannya masih bersifat sangat umum dan belum akurat.
B. Saran-saran
1. Kitab al-Mandzumah ad-Daliyah fi Awail al-Asyhur al-Qamariyah adalah
salah satu kitab falak karangan tokoh dari Jawa Timur yaitu Syeikh
Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi yang perlu
dipelajari agar ilmu falak terus mengalami perkembangan zaman sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Walaupun metode hisabnya
termasuk kategori hisab urfi yang menurut klasifikasi ilmu falak belum
akurat, akan tetapi metode ini tetap merupakan bentuk kesatuan
dari metode-metode hisab, karena kemunculan metode hisab taqribi,
tahqiqi dan kontemporer disebabkan adanya metode hisab ‘urfi ini.
2. Memasukkan disiplin ilmu falak karya Ulama-Ulama Nusantara ke dalam
kurikulum pembelajaran di Pondok Pesantren atau Madrasah agar muncul
generasi penerus yang mendalami dan mengembangkannya, serta
mengajarkan Ilmu Falak kepada generasi selanjutnya, karena Ilmu Falak
72
merupakan ilmu yang sangat diperlukan masyarakat dalam hal-hal yang
berkaitan dengan ibadah.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas kebahagiaan dan
nikmat selalu berjalan bersama dalam setiap kehidupan makhlukNya, serta
ilmu pengetahuan yang tak pernah habis dipelajari hingga sampai pada
tahapan akhir perjalanan pendidikan ini. Dengan segala upaya penulis
berusaha menghadirkan yang terbaik dalam penulisan skripsi, salah dan
kurang pasti ada di setiap hembusan nafas yang dititipkan Allah SWT kepada
setiap manusia seperti penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dengan
kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif
demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan untuk orang lain.
Semoga Allah SWT selalu menunjukkan jalan kebenaran bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud, Sulaiman Ibn Al-Asy’ats, Sunan Abu Daud, Juz 1, (Beirut: Darul
Fikr, tth).
al-Asqalani, Ibnu Hajar, fathu al-bari Syarh Shahih al-Bukhari, juz IV, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1998).
al-Qalyubi, Syihabuddin, Hasyiyah Minhaju at-Thalibin jilid II, (Kairo: Musthafa
al-Babi al-Halabi, 1956).
al-Qurtubi, Sumanto, Nahdlatul Ulama (Dari Politik Kekuasaan Sampai
Pemikiran Keagamaan), Semarang: Lembaga Studi Sosial dan Agama
(eLSA) Press, 2004.
an-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr,
1972).
Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, Cet.II, 2008.
Azhari, Susiknan, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,
Yogyakarta : Suara Muhamadiyyah, 2007 cet. II.
Azwar, Saifuddin, “Metode Penelitian”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Barton, Greg, Biografi Gus Dur The Authorized Biographi of Abdurrahman
Wahid, Yogyakarta: LKis, 2002, cet. Kedua.
Ismail, Muhammad bin, bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-bukhari,
shahih al-bukhari, juz 2, Kairo : Dar al-hadis, 2004.
Izzuddin, Ahmad dkk, Buku Saku Hisab Rukyat, Jakarta : Direktorat Pembinaan
Syariah dan Hisab Rukyat, Direktorat Urusan Agama Islam dan
Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,
2013.
Izzuddin, Ahmad, Analisa Kritis Tentang Hisab Awal Bulan Qamariyah Dalam
Kitab Sullam Al- Nayyirain, skripsi sarjana fakultas Syariah IAIN
Walisongo, Semarang; Perpustakaan IAIN Walisongo, 1997.
Izzuddin, Ahmad, Fiqih Hisab Rukyah “menyatukan NU dan Muhammadiyah
dalam penentuan awal Ramadhan, idul fitri dan idul adha”, Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis (metode hisab-rukyat praktis dan solusi
permasalahannya), Pustaka Al-hilal Semarang, edisi revisi..
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik Perhitungan Arah
Kiblat, Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana, Yogyakarta : Buana
Pustaka, 2004.
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab
Nahdlatul Ulama, Jakarta : tp., 2006.
Maskufa. Ilmu Falak, Jakarta: Gaung Persada (GP Press), 2010.
al-Maskumambang, KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar, Menolak Wahabi
“Membongkar Penyimpangan Sekte Wahabi; dari Ibnu Taimiyah
hingga Abdul Qadir at-Tilmisani”, 2015, terj. KH. Abdul Aziz
Manshur, Depok: Sahifa, 2015
al-Maskumambang, Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar, tahqiq kitab al-
mandzumah ad daliyah fi awail al-asyhur al-qamariyah terj. Fatin
Masyhudi Bahri, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia,
2009).
Masroeri, A. Ghazalie dkk, Pedoman Rukyat Dan Hisab Nahdlatul Ulama,
Jakarta : Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006.
Mujab, Sayful, studi analisis pemikiran Hisab KH. Moh. Zubair Abdul Karim
dalam kitab ittifaq Dzatil Bain, Skripsi Sarjana Fakultas Syariah IAIN
Walisongo, Semarang.
Muslim, Abu Husain, bin Al-Hajjaj, Jami’u As-Sahih, Juz III, Beirut : Dar Al-
Fikr, tt.
Pustaka Tebuireng, Profil Pesantren Tebuireng, Jombang: Pustaka Tebuireng,
2011, cet. Pertama.
Saksono, Tono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, Jakarta: Amithas Publicita
dan Center for Islamic Studies, 2007.
Singarinbun, Masri (ed), Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3S, 1989.
Sopyan, Yayan, Pengantar Metode Penelitian, tp., 2009.
Sub Direktorat Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Direktorat Urusan Agama
Islam & Pembinaan Syariah, Ilmu falak praktik, (Jakarta : Kementerian
Agama, 2013).
Suparta, Mundzir, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap
Perilaku Keagamaan Di Masyarakat, Jakarta: Asta Buana Sejahtera,
2009.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995,
cet 9.
Wahid, Abdurrahman, Islamku, Islam Anda, Islam Kita (edisi digital), Jakarta:
Democracy Project (Yayasan Abad Demokrasi), 2011.
top related