meningitis anchan
Post on 14-Jul-2016
244 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PENYAKIT MENINGITIS
OLEH
KELOMPOK I
1. ROSA DARMA PADMI (08.321.0206)
2. NITA NUR ELYANI (08.321.0101)
3. DEWA AYU PUTU SONYAWATI (08.321.0074)
4. NI KOMANG WIDYANTARI (08.321.0243)
5. AYU KARTIKA SARI (08.321.0120)
6. ANDRI WIJAYANTI (08.321.0152)
7. DWIJA SADGUNA (08.321.0228)
8. ANDI SUTRISNA (08.321.0086)
9. SANG AYU MADE SUMARINA (08.321.0266)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA
PPNI BALI
2010
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang melapisi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ
jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meningens, biasanya ditimbulkan
oleh salah satu dari mikroorganisme Pneumokokus, Meningokokus,
Stafilokokus, Streptokokus, Hemophilus influenza, dan bahan aseptis
(virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal, dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan
piamater di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan
oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan
protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan
piamater dan ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan
serebrospinal (CCS) (Hickey, 1997).
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran
atau selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan
berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar
masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black & Hawk,
2005).
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi SSP yang akut dan
memiliki angka kematian dan kecacatan yang tinggi. Diagnosis meningitis
sering mengalami kelambatan karena gejala dan tanda klinis meningitis tidak
spesifik terutama pada bayi. Dalam penelitian retrospektif observasional pada
penderita meningitis bakteri sejak bulan Januari 1989 hingga Desember 2000
di bangsal anak RS Dr. Sutomo, diperoleh 840 kasus meningitis terdiri 479
laki-laki dan 361 perempuan. Usia terbanyak pada 1-4 tahun.
Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umur antara 1
dan 10 tahun. Penyakit ini relatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤ 3 bulan.
Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS dan
Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaan
nonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasien
usia 5 sampai 9 tahun.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
a. Bakteri:
Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokokus),
Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. Penyebab lainnya lues,
Virus, Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia.
b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita.
c. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
e. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.
4. Patologi/Patofisiologi Terjadinya Penyakit
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis
bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur
bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid
menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi
radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan
trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi.
Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis.
Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum
terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi, dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom
Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan
nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
Pathway:
terdapat ruam dan
lesi purpura
Sesak nafas
Kejang
tonus otot menurun
hambatan mobilitas fisik
Tekanan pada pusat reflex muntah di
medulla meningkat reflex muntah di
Sakit kepala
Gangguan perfusi
jaringan serebral
O2 ke otak tdk adekuat
Mual, muntah
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan Gangguan rasa nyaman : nyeri
Penurunan aliran darah ke serebral
Menekan saraf-saraf di cranial
Kerusakan integritas kulit
menyebar keseluruh S. cranial dan spinal
menghambat absorbsi CSS
kerusakan neurologis
yang mensarafi otot
edema serebral
tek. intakranial meningkat
risiko cedera
Ketidakseimbangan potensial
membran
Hipertermi
Terjadi katup ledak/PA yang
berlebihan
mikrooganisme
(bakteri, virus, jamur, Protozoa)
Masuk melalui darah (hematogen), trauma, pasca bedah atau ruptur serebri
Masuk ke Sistem Saraf Pusat
inflamasi pada piamater, arachroid, CSS
eksudat
Meningitis
PK infeksi
Pola Nafas tidak efektif
5. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, yaitu:
1) Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak arachnoid dan piamater yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya adalah lues, Virus, Toxoplasma gondhii,
dan Ricketsia.
2) Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumonia
(pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Meningitis berdasarkan mikroorganisme penyebab :
1) Meningitis bakterial
Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh
meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arachnoid dan
subarachnoid. Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi
neurologi dengan angka kematian sekitar 25% (Ignatavicius & Wrokman,
2006). Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan
penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik. Meningitis
bakterial sering disebut juga sebagai meningitis purulen atau meningitis
septik. Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah;
Streptococcus pneuemonia (pneumococcus), Neisseria meningitides,
Haemophilus influenza, (meningococcus), Staphylococcus aureus dan
Mycobakterium tuberculosis (Ginsberg, 2008).
2) Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat
lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles,
mumps, herpes simplek, dan herpes zoster (Wilkinson, 1999). Virus
penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA
(ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus
RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue),
mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan contoh virus DNA
antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS) (PERDOSSI, 2005).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti
semula (penyembuhan secara komplit) (Ignatavicius & Wrokman, 2006).
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut,
meningo-ensepalitis akut atau ensepalitis akut. Derajat ringan akut
meningo-ensepalitis mungkin terjadi pada banyak infeksi virus akut,
biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa tidak
teridentifikasi.
3) Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit
oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga
penanganannya juga sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada
susunan saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses
desak ruang (abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30%-40% dan
insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan
penurunan daya tahan tubuh (Martz, 1990 dalam Depkes RI, 1998).
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur,
disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi
pada pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) (Ignatavicius &
Wrokman, 2006; Wilkinson, 1999). Jamur cenderung menimbulkan
meningitis kronis atau abses otak.
6. Gejala Klinis
Walaupun banyak jenis organisme penyebab meningitis, secara umum
tanda dan gejalanya hampir sama semua, antara lain:
Secara umum gejala meningitis adalah sakit kepala, demam, mual,
muntah, photopobia, adanya tanda rangsang meningeal/iritasi meningen
seperti; kaku kuduk positif, tanda Kernig positif, dan tanda Brudzinski
positif, perubahan tingkat kesadaraan, kejang, peningkatan tekanan
intrakranial, disfungsi saraf kranial, dan penurunan status mental
(Ignatavicius & Wrokman, 2006; Hickey, 1997).
Salah satu komplikasi lanjut dari meningitis adalah koma, hal ini
merupakan prognosis yang buruk, dan dapat terjadi pada 5%-10% pasien
meningitis bakterial.
Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah;
terjadi hipersensitivitas kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun
fungsi motorik masih dapat dipertahankan. Efek toksin pada otak atau
trombus pada suplai vaskular ke area serebral menyebabkan
ketidakmampuan permanen fungsi serebral, jika terjadi perubahan
patologi, maka dapat terjadi hemiparesis, demensia, dan paralisis (Hickey,
1997). Obstruksi jalan napas atau disritmia jantung dapat terjadi.
Gejala meningitis yang diakibatkan dari infeksi dan peningkatan tekanan
intracranial (TIK):
- Sakit kepala dan demam
Sakit kepala dan demam adalah gejala awal meningitis. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan
sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap
tinggi selama perjalanan penyakit.
- Perubahan pada tingkat kesadaran
Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis
bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan
awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada
beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses
fisiologi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan koma.
- Iritasi meningen
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah
dikenali, yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
1) Rigiditas nukal (kaku leher)
Rigiditas nukal merupakan tanda awal dan rigiditas nukal
adalah upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena
adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan
nyeri berat.
2) Tanda Kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
3) Tanda Brudzinski
Bila leher pasien difleksikan maka hasilnya adalah fleksi lutut
dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah
di salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi
ekstremitas yang berlawanan.
4) Fotofobia
Pada beberapa pasien, tanpa alasan yang diketahui pasien
meningitis mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya.
- Kejang dan peningkatan TIK
Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan
edema serebral.
- Adanya ruam
Ruam merupakan salah satu cirri yang mencolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua
pasien meningitis, terdapat ruam petekie dengan lesi purpura
sampai ekimosis pada daerah yang luas.
- Infeksi fulminating
Terjadi pada sekitar 10 % penderita meningitis meningokokus,
dengan tanda-tanda septicemia : demam tinggi yang tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan
ekstremitas), syok, dan tanda-tanda kuagulopati intravascular
diseminata (KID).
Manifestasi klinis pada anak:
- Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah,
kejang-kejang.
- Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia,
delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor
dan koma
- Gejala pada respiratory atau gastrointestinal
- Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan
- Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)
- Tanda kernig dan brudzinki (+)
- Kulit dingin dan sianosis
- Peteki/adannya purpura pada kulit infeksi meningococcus (meningo
cocsemia)
- Keluarnya cairan dari telinga meningitis peneumococal
- Congenital dermal sinus infeksi E. Colli
- Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai
2 tahun
- Nafsu makan menurun dan menangis meraung-raung.
- Fontanel menonjol
- Nuchal Rigidity tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi
namun lambat
Pada Neonatus:
- Sukar untuk diketahui manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik
ada kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:
Menolak untuk makan
Kemampuan menelan buruk
Muntah
Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis
melemah
Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang
RR yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
Leher fleksibel
Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak
diobati/ditangani
7. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala: edema serebral, pada anak bisa terjadi pembesaran kepala,
pembuluh darah kepala terlihat jelas, fontanela tegang, keras dan sedikit
tinggi dari permukaan tengkorak.
Leher : kaku leher, spasme otot-otot leher, kesulitan menelan, mual,
muntah.
Mata: fotophobia, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer, tidak
bisa melihat keatas, stabismus, nystaqmus, atropi optic.
Telinga : pendengaran terganggu.
Hidung : halusinasi penciuman.
2. Dada
Cor: tekanan darah meningkat, nadi meningkat, tekanan nadi berat,
taikardi, disritmia.
Pulmo: suara napas vesikuler -/-, riwayat infeksi pada sinus atau paru,
peningkatan kerja pernapasan.
3. Integumen : turgor kulit menurun dan membran mukosa kering.
4. Ekstremitas: tonus otot menurun, rasa pegal pada otot, ataksia,
kelumpuhan, gerakan involunter.
5. Neurologis: ptosis, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas
nukal, babinski positif, reflek abdominal menurun, dan reflek kremastetik
hilang pada laki-laki.
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK.
a) Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat,
kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih,
sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal,
kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur
khusus.
2) Glukosa serum: meningkat
3) LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil
(infeksi bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum
glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya
menurun dari nilai normal.
7) ESR/LED: meningkat pada meningitis
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis
tuberkulosis.
b. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema
cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali
pada penyakit yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu
dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel, hematom
daerah serebral, hemoragik atau tumor.
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi
intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang
menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan
radang.
9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium.
Tes ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum
tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar
puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang
belakang, tepat di atas pinggul. Jarum menyedot contoh cairan sumsum tulang
belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila
tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan
biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa
orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari (Ellenby,
Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006). Diagnosis meningitis lebih spesifik
berdasarkan penyebabnya sebagai berikut :
a. Diagnosis meningitis bakteri akut:
Pemeriksaan CSS menunjukkan tekanan meningkat dengan warna keruh
sampai purulen, dan peningkatan jumlah lekosit (500 - 35000/cmm) yang
terutama terdiri sel PMN (stadium awal). Kadar protein meningkat dan
kadar glukosa menurun. Hendaknya dilakukan pengecatan CSS (Gram)
disamping pembiakkan kuman. Pemeriksaan lain seperti X-foto tengkorak,
sinus paranasalis mastoid, toraks, dan EEG.
b. Diagnosis meningitis tuberkulosis:
1. Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda
Kernig, dan Brudzinski.
2. Pemeriksaan CSS menunjukkan :
Peningkatan sel darah putih terutama limfosit
Peningkatan kadar protein
Penurunan kadar glukosa
3. Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :
Ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan
pembiakan CSS
Kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberculosis
Pada anamnesis kontak dengan penderita tuberkulosis aktif
10. Terapi/Tindakan Penanganan
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif
suportif untuk membantu pasien melaluimasa kritis :
1) Penderita dirawat di rumah sakit.
2) Pemberian cairan intravena.
3) Bila gelisah berikan sedatif/penenang.
4) Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik.
5) Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan:
a. Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena 4x
sehari.
b. Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulfa 400 mg.
c. Dapat pula ditambahkan ceftriaxon 4-6 gram intra vena.
6) Pada waktu kejang:
a. Melonggarkan pakaian.
b. Menghisap lendir.
c. Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah.
d. Menghindarkan pasien jatuh.
7) Jika penderita tidak sadar lama:
a. Diit TKTP melalui sonde.
b. Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi
setiap dua jam.
c. Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotic.
8) Jika terjadi inkontinensia, pasang kateter.
9) Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital.
10) Kolaborasi fisioterapi dan terapi bicara.
11) Konsultasi THT (jika ada kelainan telinga, seperti tuli).
12) Konsultasi mata (kalau ada kelainan mata, seperti buta).
13) Konsultasi bedah (jika ada hidrosefalus).
Terapi Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr
selama 1 ½ tahun.
Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1
tahun.
Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2
kali sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
Sefalosporin generasi ke 3
Ampisilin 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
Ampisilin 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
Sefalosforin generasi ke 3.
b. Pengobatan simtomatis :
Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 –
0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan.
Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
Penurun panas :
Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM atau es.
c. Pengobatan suportif :
Cairan intravena.
Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.
11. Komplikasi
1. Hidrosefalus obstruktif
2. Meningococcus Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
12. Ketidaksesuaian sekresi ADH
13. Pengumpulan cairan subdural
14. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
15. Retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II ( optikus )
16. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut,
konjungtivitis.
17. Epilepsi
18. Pneumonia karena aspirasi
19. Emfisema subdural
20. Keterlambatan bicara
21. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ),
nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data Biopsikososial-spiritual
a. Oksigen
Data Subjektif: klien mengeluh sesak.
Data Obyektif: wheezing +/+, napas cepat dan dangkal.
b. Nutrisi
Data Subjektif: klien mengeluh mual muntah, ibu klien mengatakan klien
tidak mau makan.
Data Obyektif: klien tampak lemas.
c. Eliminasi
Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien banyak mengeluarkan
keringat.
Data Obyektif: klien tampak banyak berkeringat.
d. Gerak dan aktifitas
Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien kejang-kejang.
Data Obyektif: klien kaku kuduk, tonus otot melemah, pergerakan
melemah, kekuatan menangis melemah, bila leher klien difleksikan maka
hasilnya adalah fleksi lutut dan pinggul, bila dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah di salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada
sisi ekstremitas yang berlawanan.
e. Istirahat dan tidur
Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien sering terbangun saat
tidur apabila sesak, kejang, dan merasa nyeri.
Data Obyektif: klien tampak lemas
f. Pengaturan suhu tubuh.
Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien mengalami demam
Data Obyektif: suhu tubuh klien >37,5°C
g. Rasa nyaman
Data Subjektif: klien mengeluh nyeri sendi, sakit kepala, mual, muntah,
klien mengeluh mudah lelah.
Data Obyektif: klien tampak meringis kesakitan, skala nyeri > 0, klien
tampak lemas.
h. Rasa aman
Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa klien banyak sering kejang.
Data Obyektif: klien tampak gelisah
i. Sosialisasi
Tidak dikaji
j. Melaksanakan ibadah
Tidak dikaji
k. Rekreasi
Tidak dikaji
l. Prestasi
Data Subjektif: ibu klien mengatakan bahwa prestasi belajar klien
menurun
Data Obyektif: -
m. Belajar
Tidak dikaji
Pemeriksaan Fisik
1. Kepala: edema serebral, pada anak bisa terjadi pembesaran kepala, pembuluh
darah kepala terlihat jelas, fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari
permukaan tengkorak.
Leher : kaku leher, spasme otot-otot leher, kesulitan menelan, mual, muntah.
Mata: fotophobia, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer, tidak bisa
melihat keatas, stabismus, nystaqmus, atropi optic.
Telinga : pendengaran terganggu.
Hidung : halusinasi penciuman.
2. Dada
Cor: tekanan darah meningkat, nadi meningkat, tekanan nadi berat, taikardi,
disritmia.
Pulmo: suara napas vesikuler -/-, riwayat infeksi pada sinus atau paru,
peningkatan kerja pernapasan.
3. Integumen : turgor kulit menurun dan membran mukosa kering.
4. Ekstremitas: tonus otot menurun, rasa pegal pada otot, ataksia, kelumpuhan,
gerakan involunter.
5. Neurologis: ptosis, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal,
babinski positif, reflek abdominal menurun, dan reflek kremastetik hilang pada
laki-laki.
Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif
terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2) Glukosa serum : meningkat
3) LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan
pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai
normal.
7) ESR/LED : meningkat pada meningitis.
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.
c. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral
atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit
yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
melihat ukuran/letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor.
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh
di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK
ditandai dengan penurunan kesadaran, sakit kepala, kaku kuduk, kejang, TD
meningkat, gelisah.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah ke
serebral ditandai dengan sesak nafas
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai
dngan sakit kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat, nadi
meningkat, wajah meringis kesakitan, skala nyeri >0.
d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu tubuh
> 37,5°C, sakit kepala, kelemahan
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan TIK ditandai dengan mual, muntah, nafsu makan menurun.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai
dengan adanya ruam dan lesi
g. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat
meningitis.
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan sekunder
akibat gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot menurun, kekuatan
menangis melemah.
i. PK infeksi
3. Intervensi Keperawatan
a. Penyusunan prioritas
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah ke
serebral ditandai dengan sesak nafas
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIK
ditandai dngan sakit kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat,
nadi meningkat, wajah meringis kesakitan, skala nyeri >0.
d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu
tubuh > 37,5°C, sakit kepala, kelemahan
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan TIK ditandai dengan mual, muntah, nafsu makan menurun.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai
dengan adanya ruam dan lesi
g. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder
akibat meningitis.
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan
sekunder akibat gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot
menurun, kekuatan menangis melemah.
i. PK infeksi
b. Intervensi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK
Tujuan : perfusi jaringan serebral adekuat
Kriteria hasil : - Tingkat kesadaran membaik (GCS: E4 M6 V5).
- Klien tidak sakit kepala.
- Klien tidak kaku kuduk.
- Tidak terjadi kejang
- TD dalam batas normal (bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65
mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg).
- Klien tidak gelisah.
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai
indikasi setelah dlakukan pungsi lumbal.
R / Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya risiko herniasi
batang otak yang memerlukan tindakan medis segera.
2. Pantau/catat status neurologis, seperti GCS.
R / Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,
penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral.
3. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah.
R / Normalnya autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral
dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik.
4. Pantau pernapasan, catat pola dan irama pernapasan.
R / Tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya
peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena.
5. Berikan waktu istiahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan
tersebut.
R / Mencegah kelelahan berlebihan. Aktivitas yang dilakukan secara terus
menerus dapat meningkatkan TIK
6. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai indikasi. Jaga kepala
pasien tetap berada pada posisi netral.
R / Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
7. Pantau GDA. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
R / Terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel
yang memperburuk iskemia serebral.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah ke serebral
ditandai dengan sesak nafas
Tujuan : Tujuan : Pola pernapasan efektive
Kriteria hasil :
- Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
- Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
- Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi: :
1). Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
2). Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3). Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4). Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
5). Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dngan
sakit kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat, nadi meningkat, wajah
meringis kesakitan, skala nyeri >0
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil :
- Klien tidak sakit kepala
- Nadi, RR, dan TD dalam batas normal
- Wajah tidak meringis kesakitan
- Skala nyeri 0
Intervensi :
1. Pantau TTV terutama Nadi, RR, dan TD
R / Peningkatan TTV mengindikasikan nyeri
2. Beri posisi yang nyaman
R / Posisi yang nyaman membantu mengurangi nyeri
3. Tingkatkan tirah baring, bantu kebutuhan perawatan diri yang penting.
R / Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
4. Berikan latihan rentang gerak secara tepat dan masase otot.
R / Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi
nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut
5. Ajarkan teknik manajemen nyeri (distraksi).
R / Membantu mengurangi nyeri.
6. Berikan analgetik sesuai indikasi
R / Membantu mengurangi nyeri.
d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu tubuh >
37,5°C, sakit kepala, kelemahan
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36-37,5°C
Klien tidak sakit kepala
Klien merasa lebih bertenaga
Intervensi :
1. Monitor temperatur anak setiap 1 sampai 2 jam bila terjadi peningkatan secara
tiba-tiba.
R/ Peningkatan temperatur secara tiba-tiba akan mengakibatkan kejang-kejang.
2. Berikan kompres hangat.
R/ Kompres air efektif menyebabkan tubuh menjadi dingin melalui peristiwa
konduksi.
3. Pantau asupan dan haluaran cairan.
R/ Haluaran cairan yang berlebihan akibat penguapan dapat menyebabkan dehidrasi
4. Anjurkan orang tua untuk memberikan anak banyak minum.
R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan.
5. Berikan obat penurun panas sesuai indikasi.
R/ Membantu menurunkan suhu tubuh.
6. Berikan antibiotik, jika disarankan.
R/ Antibiotik sesuai dengan petunjuk guna mengobati organisme penyebab.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
TIK ditandai dengan mual, muntah, nafsu makan menurun.
Tujuan : berat badan yang stabilKriteria hasil :
- Asupan nutrisi adekuat- Berat badan normal- Nilai laboratorium dalam batas normal :
Albumin : 4 – 5,8 g/dLHb : 13,5-17,5 g/dl (pria)11,5-15,5g/dl (wanita)Ht : 31 – 43 %Trombosit : 150.000 – 400.000 µLEritrosit : 3,8 – 5,5 x 1012
Intervensi : 1. Observasi dan catat masukan makanan pasien
R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.2. Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering
R/ makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan asupan nutrisi.3. Observasi mual / muntah, flatus.
R/ gajala GI menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.4. Bantu pasien melakukan oral higiene, gunakan sikat gigi yang halus dan lakukan
penyikatan yang lembut sebelum atau sesudah makan.R/ meningkatkan napsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut diperlukan bila jaringan rapuh/luak/perdarahan.
5. Observasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit, Trombosit, Albumin.R/ mengetahui efektivitas program pengobatan, mengetahui sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
6. Berikan diet halus rendah serat, hindari makanan pedas atau terlalu asam sesuai indikasi.R/ bila ada lesi oral, nyeri membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi anak.
7. Berikan suplemen nutrisi mis : ensure, IsocalR/ meningkatkan masukan protein dan kalori.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan
adanya ruam dan lesi
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
- Menunjukkan penyembuhan luka sesuai waktu tanpa komplikasi.
- Menunjukkan teknik meningkatkan penyembuhan atau pencegahan komplikasi.
Intervensi :
1. Obeservasi atau catat ukuran, warnadan keadaan kulit di ara sekitar luka
R/ Mengetahui perkembangan luka pasien dan kulit di sekitarnya
2. Ubah posisi dengan sering
R/ Memperbaiki sirkulasi darah
3. Beri perawatan kulit sering agar tidak terjadi kering atau lembab
R/ Terjadi kering / lembab dapat merusak kulit dan mempercepat kerusakan
4. Berikan kasur busa atau udara sesuai indikasi
R/menurunkan tekanan kulit dan meningkatkan sirkulasi
5. Kolaborasi pemberian antibiotik oral,topikal, dan IV sesuai indikasi
R/ mencegah atau mengontrol infeksi.
g. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat
meningitis.
Tujuan : tidak terjadi cedera.
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera
- Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
-
Intervensi :
1. Gunakan tempat tidur yang rendah, dengan pagar tempat tidur terpasang.
R/ Untuk menghindari cedera saat jatuh dari tempat tidur.
2. Longgarkan pakaian bila ketat
R/ Untuk menghindari sesak saat kejang
3. Gunakan matras pada lantai.
R/ Penggunaan matras pada lantai dapat meminimalisasi cedera bila terjatuh,
misalnya dari tempat tidur.
4.Diskusikan dengan orang tua perlunya pemantauan konstan terhadap anak kecil.
R/ Pemantauan yang konstan dibutuhkan untuk menghindari anak dari kecelakaan
yang dapat menyebabkan anak cedera.
5. Berikan terapi antikonvulsan.
R/ Untuk mengatasi kejang.
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan sekunder akibat
gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot menurun, kekuatan menangis
melemah.
Tujuan : dapat melakukan mobilitas secara mandiri
Kriteria hasil :
- Tonus otot meningkat
555 555
555 555
- Kekuatan menangis meningkat
Intervensi :
1. Hindari berbaring atau duduk dalam posisi yang sama dalam waktu lama
R/ Berbaring atau duduk dalam posisi yang sama dalam waktu lama dapat
meningkatkan kekakuan otot dan menimbulkan risiko dekubitus.
2. Ajarkan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat sedikitnya 4x
sehari.
R/ Untuk merelaksasikan otot agar imobilitas fisik perlahan-lahan dapat teratasi
3. Anjurkan untuk ambulasi, dengan atau tanpa alat bantu.
R/ Untuk melatih otot agar terbiasa untuk mobilisasi
4. Lakukan mandi air hangat.
R/Mandi air hangat dapat mengurangi kekakuan tubuh pada pagi hari dan
memperbaiki mobilitas
5. Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman
R/ menurunkan kelelahan meningkatkan relaksasi dan menurunkan resiko terjadinya
kerusakan pada kulit.
i. PK infeksi
6. Evaluasi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral teratasi
b. Pola nafas tidak efektif teratasi
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) teratasi
d. Hipertermi teratasi
e. Ketidakseimbangan nutrisi teratasi
f. Kerusakan integritas kulit teratasi
g. Risiko cedera teratasi
h. Hambatan mobilitas fisik
Daftar Pustaka
Awaludin, Aziz. 2008. Askep Anak dengan Meningitis.
http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=18603 [12 September 2009]
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Erathenurse. 2007. Askep pada Meningitis.
http://erathenurse.blogspot.com/2007/12/askep-pada-meningitis.html [12 September
2009]
Hidayat. 2009. Askep Meningitis. http://hidayat2.wordpress.com/2009/03/24/askep-
meningitis/ [12 September 2009]
Potter & Perry. 1999. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
top related