medan kinerja di pemerintah kota penilaian...
Post on 22-Mar-2019
285 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KAJIAN PENERAPAN SISTEMPENILAIAN PEGAWAI BERBASISKINERJA DI PEMERINTAH KOTA
MEDAN
Name, Job title
Company name
Date
someone@example.com
Medan, 2017
KATA PENGANTAR
Pertama dan utama kita sampaikan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa, atas berkat dan hidayahNya maka penelitian ini dapat diselesaikan dengan
tepat waktu. Penelitian ini Berjudul “Kajian Penerapan Sistem Penilaian Pegawai
Berbasis Kinerja Di Pemerintahan Kota Medan“. Salah satu langkah yang ditempuh
Pemerintah Kota Medan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai adalah dengan
pemberian tambahan penghasilan berupa tunjangan kinerja daerah. Pegawai
merupakan salah satu tenaga pemerintahan yang mempunyai peran sebagai faktor
penentu keberhasilan tujuan organisasi, untuk itu kinerja para pegawai harus selalu
ditingkatkan. Upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut biasanya dilakukan dengan
cara memberikan tunjangan kinerja, memberikan motivasi, meningkatkan
kemampuan sehingga terwujud sistem pemerintahan yang baik.
Tujuan dari pemberian tunjangan kinerja daerah ini adalah untuk meningkatkan
prestasi PNS dan kesejahteraaan pegawai yang diharapkan akan ikut meningkatkan
disiplin dan kualitas kinerja pegawai sehingga dapat bekerja lebih giat dan
bermanfaat dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat .
Penelitian ini dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kota
Medan, dibantu staf/tenaga ahli dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi penuh dalam penelitian ini.
Demikianlah kami sampaikan, semoga penelitian ini dapat memberikan banyak
manfaat bagi Pemerintah Kota Medan, terutama dalam upaya meningkatkan kinerja
pegawai dalam melayani masyarakat Kota Medan.
KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKOTA MEDAN
Drs. H. MARASUTAN, M,pd
KATA SAMBUTAN
Dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan pemerintahan yang telah
ditetapkan bersama, diperlukan kondisi yang kondusif dan keharmonisan antar
instansi pemerintah, pegawai yang satu dengan yang lain, yang masing-masing
mempunyai peran yang cukup besar dalam mencapai tujuan pemerintahan.
Pegawai merupakan salah satu tenaga pemerintahan yang mempunyai peran
sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi, karena pegawai langsung
bersinggungan dengan masyarakat untuk memberikan pelayanan. Untuk itu
kinerja para pegawai harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan
kinerja tersebut biasanya dilakukan dengan cara memberikan
tunjangan kinerja.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
mengamanatkan bahwa pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PNS serta menjamin kesejahteraan. UU ASN mengharuskan penilaian
kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan
tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan
manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.
Ketentuan dalam UU ASN tersebut menegaskan bahwa tunjangan kinerja,
tunjangan kemahalan dan fasilitas bagi ASN di daerah dibebankan pada APBD.
Artinya tidak ada konsekuensi bagi pemerintah pusat untuk menganggarkan
pembayaran remunerasi atau tunjangan kinerja PNS. Pemerintah Daerah
memberikan sumber PAD yang besar pemberian tunjangan kineria kepada
pegawai tentu bukan suatu keputusan yang sulit. Namun bagi daerah dengan PAD
minim tentu hanya mampu memberikan tunjangan kinerja sesuai dengan
kemampuan daerah.
Saat ini pemerintah Kota Medan sedang merancang dan merumuskan aturan
soal sistem gaji yang akan diterima oleh pegawai negeri sipil (PNS) dalam suatu
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gaji, Tunjangan Kinerja Daerah
(TKD). Diharapkan PP tersebut mampu menghasilkan secara komprehensif aturan
penggajian berbasis pada harga jabatan dengan tetap memperhatikan faktor
lainnya (seperti masa kerja), dan pelaksanaan pemberian tunjangan kinerja ini
mampu meningkatkan prestasi keria PNS di Kota Medan. Dengan demikian
pemberian Tunjangan Kinerja Daerah berbasis penilaian kerja PNS diharapakan
akan berdampak bagi Pemerintah Kota Medan, karena peningkatan kinerja yang
terwujud dalam laporan capaian kinerja menunjukan tingkat capaian yang cukup
baik. Untuk itu perlunya dilakukan kajian ini agar dapat meningkatkan disiplin,
kenyamanan dalam bekerja yang mendorong meningkatnya prestasi yang
mengarah kepada pemberian pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Diharapkan ke depannya penelitian kajian dapat menjadi referensi terbaik dalam
perumusan kebijakan untuk meningkatkan pembangunan Kota Medan,
Medan, Agustus 2017
WALIKOTA MEDAN
Drs. H. T. DZULMI ELDIN S, M.Si
i
Abstrak
Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja biasanya dilakukan dengan caramemberikan tunjangan kinerja, memberikan motivasi, meningkatkan kemampuanmelalui diklat serta gaya kepemimpinan yang baik. Sementara kinerja pegawaidapat ditingkatkan apabila tunjangan kinerja diberikan tepat waktu, dan pihakpemerintah bisa mengetahui apa yang diharapkan dan kapan bisa harapan-harapandiakui terhadap hasil kerjanya. Upaya untuk meningkatkan kinerja PegawaiNegeri Sipil pemerintah Kota Medan akan melakukan pemberian tambahanpenghasilan pegawai berdasarkan jabatan, pangkat dan golongan dimanabesarannya juga ditentukan berdasarkan tingkat kehadiran serta beban kerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan sistempenilaian pegawai berbasis kinerja di pemerintah di Kota Medan, menyusunfaktor-faktor yang mempengaruhi sistem penilaian pegawai berbasis kinerja dipemerintah Kota Medan sehingga penyerapan anggaran dapat tercapai sesuaitarget dan terakhir untuk merumuskan penerapan sistem penilaian pegawaiberbasis kinerja dipemerintah kota Medan yang akan mempengaruhi pemberianTunjangan Kinerja Daerah (TKD). Serta memberikan sumbangan, pemikiranterkait kebijakan strategi pemberian TKD berbasis penilaian kinerja PNS dipemerintah Kota Medan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor yang berpengaruh terhadapkinerja pegawai Pemko Medan adalah keadilan dan kewajaran. Keadilan dankewajaran dalam hal ini meliputi pendapatan berdasarkan keahlian, kesejahteraan,keterbukaan informasi dan keterbukaan prosedur kompensasi. Semakin tinggi rasakeadilan dan kewajaran yang dirasakan oleh pegawai maka kinerja yangdihasilkan juga akan semakin meningkat. Dasar hukum pemberlakuan tambahanpenghasilan pegawai pada Pemko Medan untuk saat ini yaitu Perwal No.44 tahun2017, dimana terdapat perbedaan angka yang cukup signifikan antara pendapatanjabatan tertentu dnegan pendapatan jabatan lainnya. Selain itu, terdapat tigakategori tambahan penghasilan yang semua kategori tersebut diberikan kepadakriteria pegawai yang sama. Kategori ini tidak terdapat dalam rujukan peraturanperundangan-undangan yang mengatur tunjangan kinerja.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK................................................................................................ iDAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
1.1.......................................................................................... Latar
Belakang.......................................................................... 1
1.2.......................................................................................... Perumusa
n Masalah......................................................................... 5
1.3.......................................................................................... Tujuan
Penelitian......................................................................... 5
1.4.......................................................................................... Manfaat
Penelitian......................................................................... 6
BAB II DASAR PENGATURAN TUNJANGAN KINERJA......... 7
2.1.......................................................................................... Hak-hak
Pegawai ASN................................................................... 8
2.2.......................................................................................... Gaji dan
Tunjangan........................................................................ 9
2.3.......................................................................................... Pedoman
Penetapan Tunjangan Kinerja.......................................... 12
2.4.......................................................................................... Tunjanga
n Kinerja Pegawai ASN Daerah di Kota Medan............. 18
2.5.......................................................................................... Kekelirua
n Jenis Peraturan.............................................................. 21
2.6.......................................................................................... Tunjanga
n Kinerja versus Tambahan Penghasilan......................... 22
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 25
2.1.......................................................................................... Disiplin
Kerja................................................................................ 25
3.1.1 Macam-macam disiplin kerja................................. 28
3.1.2 Prinsip-prinsip Pendisiplinan.................................. 29
3.1.3 Indikator-indikator Kedisiplinan............................ 30
2.2.......................................................................................... Beban
Kerja................................................................................ 31
iii
3.2.1 Analisis Beban Kerja.............................................. 32
2.3.......................................................................................... Prestasi
Kerja................................................................................ 34
2.4.......................................................................................... Kinerja
......................................................................................... 35
2.5.......................................................................................... Tunjanga
n Kinerja Daerah.............................................................. 36
2.6.......................................................................................... Kompete
nsi..................................................................................... 38
2.7.......................................................................................... Keadilan
dan Kewajaran................................................................. 38
2.8.......................................................................................... Lingkung
an Organisasi................................................................... 39
2.9.......................................................................................... Motivasi
......................................................................................... 39
2.10 Kerangka Konseptual Penelitian................................... 41
BAB IV METODE PENILITIAN...................................................... 42
3.1.......................................................................................... Jenis
Penelitian......................................................................... 42
3.2.......................................................................................... Tempat
dan Waktu Penelitian....................................................... 42
3.3.......................................................................................... Populasi
dan Sampel Penelitian..................................................... 42
3.4.......................................................................................... Metode
Pengumpulan Data........................................................... 42
3.5.......................................................................................... Teknik
Analisis Data.................................................................... 43
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN...................................... 45
4.1.......................................................................................... Operasion
al Variabel........................................................................ 45
4.2.......................................................................................... Analisis
Disiplin Kerja.................................................................. 45
5.2.1 Jenis Kelamin....................................................... 45
5.2.2 Usia...................................................................... 46
5.2.3 Tingkat Pendapatan.............................................. 47
5.2.4 Lama bekerja........................................................ 47
5.2.5 Jabatan terakhir.................................................... 48
5.2.6 Pangkat/ Golongan............................................... 48
iv
4.3.......................................................................................... Analisis
Deskriptif Penilaian Pegawai Berbasis Kinerja
di Pemerintah Kota Medan.............................................. 49
5.3.1 Kompetensi Responden....................................... 49
5.3.2 Keadilan atau Kewajaran Responden.................. 52
5.3.3 Lingkungan Organisasi........................................ 53
5.3.4 Motivasi............................................................... 54
5.3.5 Penilaian Pegawai Berbasis Kinerja.................... 56
4.4.......................................................................................... Hasil
Regresi Linier dan Uji Signifikansi Parsial (Uji T)......... 57
4.5.......................................................................................... Pengujian
Simultan (Uji F)............................................................... 58
4.6.......................................................................................... Analisis
Koefisien Determinasi..................................................... 59
4.7.......................................................................................... Pembahas
an..................................................................................... 59
4.8.......................................................................................... Penilaian
Berbasis Kinerja Bengkulu dan Surabaya....................... 61
BAB V PERUMUSAN PENERAPAN SISTEM PENILAIANPEGAWAI BERBASIS KINERJA PEMKO MEDAN...... 64
6.1............................................................................................ AnalisisDisiplin Kerja.................................................................... 64
6.2............................................................................................ AnalisisBeban Kerja....................................................................... 68
6.3............................................................................................ AnalisisPrestasi Kerja..................................................................... 75
6.4............................................................................................ CapaianSerapan Anggaran Daerah Sesuai Target........................... 77
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN............................................. 797.1 Kesimpulan...................................................................... 797.2 Saran................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 81LAMPIRAN ......................................................................................... 83
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan pemerintahan yang telah
ditetapkan bersama, diperlukan kondisi yang kondusif dan keharmonisan antar
instansi pemerintah, pegawai yang satu dengan yang lain, yang masing-masing
mempunyai peran yang cukup besar dalam mencapai tujuan pemerintahan.
Pegawai merupakan salah satu tenaga pemerintahan yang mempunyai peran
sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi, karena pegawai langsung
bersinggungan dengan masyarakat untuk memberikan pelayanan. Untuk itu
kinerja para pegawai harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan
kinerja tersebut biasanya dilakukan dengan cara memberikan
tunjangan kinerja, memberikan motivasi, meningkatkan kemampuan melalui
diklat serta gaya kepemimpinan yang baik. Sementara kinerja pegawai dapat
ditingkatkan apabila tunjangan kinerja diberikan tepat waktu, dan pihak
pemerintah bisa mengetahui apa yang diharapkan dan kapan bisa harapan-harapan
diakui terhadap hasil kerjanya.
Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah kota Medan untuk
meningkatkan kesejahteraan pegawai adalah dengan pemberian tambahan
penghasilan berupa tunjangan kinerja daerah. Tujuan dari pemberian tunjangan
kinerja daerah ini adalah untuk meningkatkan prestasi PNS dan kesejahteraaan
pegawai yang diharapkan akan ikut meningkatkan disiplin dan kualitas kinerja
pegawai sehingga dapat bekerja lebih giat dan bermanfaat dalam memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Upaya untuk meningkatkan kinerja
Pegawai Negeri Sipil pemerintah Kota Medan akan melakukan pemberian
tambahan penghasilan pegawai berdasarkan jabatan, pangkat dan golongan
dimana besarannya juga ditentukan berdasarkan tingkat kehadiran serta beban
kerja.
2
Pengaturan pemberian tunjangan kinerja kepada pegawai atau biasa
disebut remunerasi diatur Dalam Peraturan MENPAN & RB Nomor 34 Tahun
2011 dan Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2011. Dalam Peraturan ini
menetapkan besaran dasar (basi quantities) tunjangan serta berapa jumlah yang
dapat diterima pegawai sesuai kinerjanya, maka penelitian ini menggunakan
indikator:
1. Kehadiran
Tingkat kehadiran ini dimaksudkan meningkatkan disiplin kehadiran
pegawai.
2. Pelaksanaan tupoksi
Pelaksanaan tupoksi ini dimaksudkan menilai kinerja pegawai dalam bekerja.
3. Perlaku
Perilaku ini dimaksudkan agar dalam bekerja pegawai juga harus
memperhatikan etika dan perilakunya, mind-set dan culture-set ini
mendapatkan perhatian yang cukup banyak dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN) mengamanatkan bahwa pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan
layak kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS. Komponen gaji yang
diterima PNS hanya terdiri dari 3 macam yaitu gaji, tunjangan kinerja, dan
tunjangan kemahalan. Gaji adalah kompensasi dasar berupa honorarium
sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab jabatan dan resiko pekerjaan yang
ditetapkan oleh peraturan perundang undangan. Tunjangan kinerja dibayarkan
sesuai pencapaian kinerja. Sedangkan tunjangan kemahalan dibayarkan sesuai
dengan tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerah
masing-masing.
Intinya segala peraturan undang-undangan yang ada tidak boleh
bertentangan dengan UU ASN ini. Dengan mengacu pada UU ASN maka
3
tunjangan-tunjangan tersebut dihapus, teknisnya apakah akan dilebur bersama gaji
atau tunjangan kinerja masih ditungu implementasinya. Prinsipnya perubahan ini
tidak boleh merugikan PNS baik secara nominal maupun prosedur karena sesuai
pasal 79 UU ASN Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada
PNS serta menjamin kesejahteraan PNS. UU ASN mengharuskan penilaian
kineria PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan
tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan
manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. Kondisi yang masih berlaku sekarang
ini di Pemerintahan Kota Medan, pemberian tunjangan kinerja atau remunerasi
sebagian besar masih berdasarkan absensi bukan penilaian kinerja yang obyektif
dan terukur.
Ketentuan dalam UU ASN tersebut menegaskan bahwa tunjangan kinerja,
tunjangan kemahalan dan fasilitas bagi ASN di daerah dibebankan pada APBD.
Artinya tidak ada konsekuensi bagi pemerintah pusat untuk menganggarkan
pembayaran remunerasi atau tunjangan kinerja PNS. Pemerintah Daerah
memberikan sumber PAD yang besar pemberian tunjangan kineria kepada
pegawai tentu bukan suatu keputusan yang sulit. Namun bagi daerah dengan PAD
minim tentu hanya mampu memberikan tunjangan kinerja sesuai dengan
kemampuan daerah.
Cara yang paling logis adalah optimalisasi anggaran sehingga bisa
dialokasikan untuk pembayaran tunjangan kinerja. Untuk menghindari disparitas
Jangan kinerja yang semakin melebar antar daerah dan demi terciptanya asas
keadilan sebaiknya pemerintah menetapkan batasan (cluster) maksimal tunjangan
kinerja daerah.
Pemberlakuan UU ASN juga harus disikapi dengan hati hati oleh para
pembuat kebijakan menyangkut pemberian tunjangan kepada PNS baik di pusat
maupun daerah. Jangan sampai pemberian tunjangan bertentangan dengan
peraturan yang sudah ditetapkan di undang-undang. Tidak boleh ada lagi
4
tunjangan kepada PNS selain tunangan kinerja dan tunjangan kemahalan.
Termasuk diantaranya tunjangan transportasi.
Saat ini pemerintah Kota Medan sedang merancang dan merumuskan
aturan soal sistem gaji yang akan diterima oleh pegawai negeri sipil (PNS) dalam
suatu Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gaji, Tunjangan Kinerja Daerah
TKD). Diharapkan PP tersebut mampu menghasilkan secara komprehensif aturan
penggajian berbasis pada harga jabatan dengan tetap memperhatikan faktor
lainnya (seperti masa kerja), dan pelaksanaan pemberian tunjangan kineria ini
mampu meningkatkan prestasi keria PNS di kota Medan.
Dengan demikian pemberian Tunjangan Kinerja Daerah berbasis penilaian
kerjaPNS diharapakan akan berdampak bagi Pemerintah Kota Medan, karena
peningkatan kinerja yang terwujud dalam laporan capaian kinerja menunjukan
tingkat capaian yang cukup baik akan tetapi dalam kenyataanya masih banyak
tugas dan tanggung jawab para pegawai yang belum optimal dan sesuai dengan
apa yang diharapkan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Irawan dkk (2015) menyebutkan
bahwa faktor individu, faktor psikologi dan faktor organisasi berpengaruh secara
langsung terhadap kinerja PNS. Dan faktor individu merupakan faktor dominan
yang berpengaruh terhadap kinerja PNS. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai.
Penelitian yang dilakukan Harnanda dkk (2013) melakukan sebuah
penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi KPI yang dapat
merepresentasikan kinerja SDM. Hasil identifikasi kinerja SDM menghasilkan 23
KPI, terdapat tiga KPI yang memiliki pencapaian di bawah target.
Ketidaktercapaian tersebut disebabkan karena banyaknya pelamar yang tidak
sesuai dengan kualifikasi perusahaan, dan kurangnya motivasi dari perusahaan.
Dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan diketahui bahwa kinerja
pegawai yang baik akan memberikan pengaruh bagi keberhasilan organisasi.
faktor utama terwujudnya penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan
5
adalah tersedianya PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil
(Irawan dkk, 2015).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang maslah yang telah dipaparkan diatas,
maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Bagimana sistem penilaian kinerja PNS Kota Medan sesuai dengan beban
kerja yang dilakukan setiap hari oleh setiap PNS.
2) Bagaimana serapan anggaran daerah Kota Medan dapat tercapai sesuai
target?
3) Bagaimana pemberlakuan penerapan tunjangan kinerja daerah berbasis
penilaian kinerja PNS di Kota Medan sehingga tunjangan kinerja ini nantinya
mampu meningkatkan prestasi kerja PNS di Kota Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasikan sistem penilaian pegawai berbasis kinerja di pemerintah
di Kota Medan.
b. Menyusun faktor-faktor yang mempengaruhi sistem penilaian pegawai
berbasis kinerja di pemerintah Kota Medan sehingga penyerapan anggaran
dapat tercapai sesuai target.
c. Merumuskan penerapan sistem penilaian pegawai berbasis kinerja
dipemerintah kota Medan yang akan mempengaruhi pemberian Tunjangan
Kinerja Daerah (TKD). Serta memberikan sumbangan, pemikiran terkait
kebijakan strategi pemberian TKD berbasis penilaian kinerja PNS di
pemerintah Kota Medan.
6
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1) Dengan adanya tunjangan kinerja daerah yang berbasis penilaian kinerja yang
tentunya disesuaikan dengan PAD Pemko Medan, maka diharapkan akan
meningkatkan motivasi bekerja bagi setiap PNS di Pemko Medan.
Peningkatan motivasi ini tentunya akan mendorong peningkatan prestasi yang
mengarah kepada pemberian pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
2) Metode tunjangan kinerja daerah yang berbasis penilaian kinerja PNS juga
meningkatkan rasa disiplin dan kenyamanan dalam bekerja. Hal ini
disebabkan adanya metode penilaian yang adil dan bersifat objektif diantara
sesama PNS.
7
1 Pasal 136 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 mencabut dan menyatakan tidak berlaku
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974.
BAB II
DASAR PENGATURAN TUNJANGAN KINERJA
Sebagain besar dasar hukum yang mengatur tunjangan kinerja Pegawai
Aparatur Sipil Negera (Pegawai ASN) dibentuk dengan berinduk kepada Undang-
Undang Pokok-Pokok Kepegawaian yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974. Namun undang-undang ini sudah dicabut dan digantikan dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Undang-
Undang ASN).1 Walaupun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sudah tidak
berlaku, namun ketentuan dalam Pasal 139 Undang-Undang ASN menentukan:
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3041) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor
169, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3890)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan Undang Undang ini.”
Dengan demikian, berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tunjangan kinerja Pegawai ASN yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ASN.
Adapun peraturan perundang-undangan mengatur tunjangan kinerja Pegawai ASN
(baik yang ada sebelum maupun setelah berlakunya Undang-Undang ASN) yang
saat ini berlaku, khususnya dalam lingkup Kota Medan, adalah:
8
1. Peraturan Kepala BKN Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penghitungan Tunjangan Kinerja PNS.
2. Peraturan MENPAN & RB Nomor 63 Tahun 2011 Pedoman Penataan Sistem
Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri.
3. Peraturan Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017 tentang Tambahan
Pengahsilan Pegawai Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Medan;
4. Keputusan Walikota Medan Nomor 840/595.K/VII/2017 tentang Besaran
Tambahan Penghasilan Berdasarkan Disiplin Kerja, Beban Kerja, Prestasi
Kerja, Dan Pertimbangan Objektif Lainnya.
Disamping beberapa peraturan tersebut di atas yang mengatur tentang
tunjangan kinerja Pegawai ASN, khsuusnya untuk Kota Medan, juga terdapat
beberapa peraturan lainnya yang terkait dengan Penilaian Prestasi Kerja Pegawai
ASN, yaitu :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja
Pegawai Negeri Sipil.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pedoman
Analisis Beban Kerja Di Lingkungan Departemen Dalam Negeri Dan
Pemerintah Daerah.
3. Peraturan MENPAN & RB Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi
Jabatan
4. Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2011 tentang Road Map Reformasi
Birokrasi Tahun 2010-2014.
5. Peraturan Kepala BKN Nomor 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja
Pegawai Negeri Sipil.
2.1 Hak-Hak Pegawai ASN
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 mengatur tentang adanya tunjungan
yang dapat diberikan kepada Pegawai ASN. Tunjungan yang diatur dalam
Undang-Undang ini merupakan bagian dari hak-hak Pegawai ASN. Namun
9
2 Lihat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
Undang-Undang ASN menentukan adanya perbedaan antara hak-hak Pegawai
ASN yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan Pegawai ASN yang
merupakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Hak-hak PNS meliputi:2
a. gaji, tunjangan, dan fasilitas;
b. cuti;
c. jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
d. perlindungan; dan
e. pengembangan kompetensi.
Sedangkan hak-hak PPK meliputi:
a. gaji dan tunjangan;
b. cuti;
c. perlindungan; dan
d. pengembangan kompetensi.
Jika diperhatikan apa saja yang merupakan hak Pegawai ASN tersebut,
ternyata “gaji dan tunjungan” adalah hak untuk semua Pegawai ASN, baik PNS
maupun PPPK.
2.2 Gaji dan Tunjungan
Gaji dan Tunjangan adalah dua komponen yang berbeda. Penjelasan Pasal
22 Huruf a Undang-Undang ASN menyatakan: “Yang dimaksud dengan “gaji”
adalah kompensasi dasar berupa honorarium sesuai dengan beban kerja, tanggung
jawab jabatan dan resiko pekerjaan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan.” Karenanya, ukuran dalam menetapkan besaran gaji didasarkan kepada
3 (tiga) hal tersebut, yakni: pertama, beban kerja: kedua, tanggung jawab jabatan;
dan ketiga, resiko pekerjaan. Hal ini secara jelas dinyatakan pada Pasal Pasal 79
dan Pasal 101 Undang-Undang ASN:
Pasal 79 Undang-Undang ASN menentukan:
10
3 Lihat Pasal 80 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
(1) Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta
menjamin kesejahteraan PNS.
(2) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan
beban kerja, tanggungjawab, dan resiko pekerjaan.
Pasal 101 Undang-Undang ASN menentukan pula:
(1) Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PPPK.
(2) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan beban
kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan .
Pengaturan dasar penetapan gaji yang diatur dalam Undang-Undang ASN
ini adalah kebijakan baru yang berbeda dengan dasar penetapan gaji selama ini.
Hal ini dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang ASN
bahwa proses perubahan sistem penggajian yang semula berbasis pangkat
golongan dan masa kerja menuju ke sistem berbasis pada harga jabatan sehingga
memerlukan kesiapan menyusun peta jabatan dan analisis harga jabatannya secara
menyeluruh sehingga dibutuhkan waktu yang cukup.
Dari pengaturan tentang gaji yang diatur dalam Undang-Undang ASN
sebagaimana disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. dasar penetapan besaran gaji adalah beban kerja, tanggung jawab jabatan,
dan resiko pekerjaan; dan
2. beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan tersebut akan
memunculkan adanya harga jabatan yang diperoleh melalui penyusunan
peta jabatan dan analisis harga jabatan.
Selanjutnya mengenai tunjangan, Undang-Undang ASN menentukan bahwa
tunjangan terbagi menjadi dua kategori yakni:3
a. Tunjangan Kinerja, dan
b. Tunjangan Kemahalan.
Tunjangan Kinerja adalah tunjangan yang didasarkan atas capaian kinerja.
Sedangkan Tunjangan Kemahalan adalah tunjangan yang didasarkan atas tingkat
kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerah masing-masing.
11
Adapun ketentuan tentang siapa yang menetapkan skala penggajian dan
tunjangan untuk Pegawai ASN, hal tersebut ditentukan pada Pasal 26 Undang-
Undang ASN. Pasal 26 menentukan bahwa penetapan kebijakan mengenai skala
penggajian dan tunjangan Pegawai ASN adalah wewenang Menteri
Pendayagunaan Aoaratur Negara. Lebih lanjut penjelasan Pasal 26 ayat (2) Huruf
c Undang-Undang ASN menentukan bahwa skala pengajian dan tunjangan
Pegawai ASN ditetapkan setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Walaupun Pasal 26 telah menentukan Menteri Pendayagunaan Aoaratur
Negara sebagai pejabat yang menetapkan kebijakan mengenai skala penggajian
dan tunjangan Pegawai ASN, setelah mendapatkan pertimbangan dari Meteri
Keuangan, Pasal 81 Undang-Undang ASN mengamanahkan adanya Peraturan
Pemerintah yang harus dikeluarkan untuk pengaturan lebih lanjut mengenai hal
ini. Sampai saat ini, pengaturan mengenai gaji Pegawai ASN sebagaimana amanat
Pasal 81 tersebut belum dikeluarkan oleh Presiden. Adapun pengaturan mengenai
gaji yang saat ini berlaku adalah Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2015
tentang Perubahan Ketujuh Belas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977
Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah tersebut
ditetapkan pada tanggal 4 Juni 2015. Walaupun Peraturan Pemerintah tersebut
dikeluarkan setelah berlakunya Undang-Undang ASN, namun materi yang
ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah ini hanyalah teruntuk bagi PNS saja dan
tidak meliputi PPPK. Peraturan Pemerintah tersebut juga tidak menetapkan skala
penggajian berdasarkan ukuran yang ditetapkan oleh Undang-Undang ASN (yakni
berdasarkan beban kerja, tanggungjawab, dan resiko pekerjaan), tetapi didasarkan
kepada Golongan dan Masa Kerja Golongan. Materi yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah tersebut hanyalah mengenai Gaji Pokok dari PNS saja. Saat
ini, Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara masih
sedang membahas rumusan tentang skala penggajian dan tunjangan Pegawai ASN
12
4 Lihat http://bisnis.liputan6.com/read/2949017/alasan-pemerintah-ubah-struktur-gaji-pns, diakses pada 17 Juli 2017.
tersebut sebagaimana amanat Undang-Undang ASN.4
2.3 Pedoman Penetapan Tunjangan Kinerja
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa sampai saat ini Presiden
belum menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai gaji dan tunjangan sebagai
ketetuan lebih lanjut dari Undang-Undang ASN. Presiden hanya baru menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil. Peraturan Pemerintah ini ditetapkan pada tanggal 7 April 2017 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63). Pasal 303 ayat (2) Peratuan
Pemerintah tersebut menentukan bahwa pengaturan tentang gaji dan tunjangan
diatur dalam Peraturan Pemerintah yang lain.
Sementara itu, Undang-Undang Pemerintah Daerah Tahun 2014 (Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014) tidak memuat ketentuan mengenai gaji maupun
tunjangan Pegawai ASN, khususnya PNS Daerah. Ketentuan yang mengatur
tunjangan PNS Daerah terdapat dalam beberapa peraturan pelaksanaan di tingkat
Menteri ataupun Kepala Badan setingkat Menteri. Peraturan-peraturan tersebut
adalah:
1. Peraturan Kepala BKN Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penghitungan Tunjangan Kinerja PNS.
2. Peraturan MENPAN & RB Nomor 63 Tahun 2011 Pedoman Penataan Sistem
Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri.
Kedua peraturan tersebut di atas sangat terkait dengan beberapa peraturan
lainnya, yakni :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja
Pegawai Negeri Sipil.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pedoman
Analisis Beban Kerja Di Lingkungan Departemen Dalam Negeri Dan
Pemerintah Daerah.
13
5 Lihat Pasal 129 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437).
3. Peraturan MENPAN & RB Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi
Jabatan
4. Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2011 tentang Road Map Reformasi
Birokrasi Tahun 2010-2014.
5. Peraturan Kepala BKN Nomor 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja
Pegawai Negeri Sipil.
Beragamnya ketentuan mengenai tunjangan kinerja tersebut merupakan
dampak dari ketentuan yang dirumuskan dalam tataran Undang-Undang. Undang-
Undang Pemerintahan Daerah Tahun 2004 (Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004) yang merupakan kebijakan umum pemerintahan daerah, yang berlaku di
saat peraturan-peraturan pelaksanaan tersebut di atas diberlakukan, hanya
menentukan bahwa penetapan tunjangan PNS Daerah yang merupakan bagian
dari manajemen PNS Daerah merupakan kewenangan Pemerintah Pusat.5
Undang-Undang ini tidak merumuskan pendelegasian kewenangan pengaturan
tunjangan PNS Daerah kepada Pemerintah Daerah.
Peraturan Kepala BKN Nomor 20 Tahun 2011 pada bagian Lampiran,
angka II mengenai Pengaturan Tunjangan Kinerja, huruf A menentukan bahwa
pemberian tunjangan kinerja bagi PNS di lingkungan Kementerian/Lembaga
harus ditetapkan dengan Peraturan Presiden dan pemberian tunjangan kinerja bagi
PNS di lingkungan Pemerintah Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pemberian tunjangan kinerja (baik di lingkungan Pemerintah Pusat
maupun juga di lingkungan Pemerintah Daerah) didasarkan pada ukuran yang
jelas. Sebagaimana dinyatakan pada bagian konsiderans Peraturan MENPAN &
RB Nomor 63 Tahun 2011 bahwa pemberian tunjangan kinerja kepada Pegawai
Negeri harus adil dan layak sesuai dengan bobot pekerjaan dan tanggung
jawabnya serta tingkat (indeks) kemahalan daerah dimana Pegawai Negeri
tersebut bekerja. Jadi ukuran dalam pemberian Tunjangan adalah :
14
a. harus adil dan layak;
b. sesuai dengan bobot pekerjaan dan tanggung
jawabnya; dan
c. tingkat (indeks) kemahalan daerah dimana
Pegawai Negeri tersebut bekerja.
Lebih lanjut, ketentuan mengeni dasar pemberian tunjangan kinerja
ditentukan pada Pasal 3 Peraturan MENPAN & RB tersebut. Dasar pemberian
tunjangan kinerja adalah :
a. tingkat capaian pelaksanaan reformasi
birokrasi instansi;
b. nilai dan kelas jabatan;
c. indeks harga nilai jabatan;
d. faktor penyeimbang; dan
e. indeks tunjangan kinerja daerah provinsi
(Locality-Based Comparability Payments/ Locality Payment Rate).
Dalam Peraturan MENPAN & RB tersebut diberikan defenisi atau
pengertian dari beberapa istilah yang terkait dengan dasar pemberian tunjangan
kinerja, diantaranya yakni:
a) Nilai Jabatan adalah akumulasi poin faktor
evaluasi jabatan struktural maupun jabatan fungsional yang digunakan
untuk menentukan kelas jabatan.
b) Kelas Jabatan adalah tingkatan jabatan
struktural maupun jabatan fungsional dalam satuan organisasi negara yang
digunakan sebagai dasar pemberian besaran tunjangan kinerja.
c) Evaluasi jabatan adalah suatu proses untuk
menilai suatu jabatan secara sistematis dengan menggunakan kriteria-
kriteria yang disebut sebagai faktor jabatan terhadap informasi faktor
jabatan untuk menentukan nilal jabatan dan kelas jabatan.
15
Adapun ukuran dalam penentuan nilai dan kelas jabatan (sebagai salah
satu dasar pemberian tunjangan kinerja) adalah adanya evakuasi jabatan yang
didasarkan pada beberapa faktor. Peraturan Kepala BKN Nomor 20 Tahun 2011
maupun juga Peraturan MENPAN & RB Nomor 63 Tahun 2011 menentukan
bahwa nilai dan kelas suatu jabatan diperoleh melalui proses evaluasi jabatan
dengan menggunakan Factor Evaluation System (FES) atau sistem evaluasi
berdasarkan faktor jabatan dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
a. Untuk Penilaian Jabatan Struktural. Dalarn melakukan penilaian jabatan
struktural digunakan faktor dan kriteria penilaian jabatan, sebagai berikut:
1) ruang lingkup program dan darnpak;
2) pengaturan organisasi;
3) wewenang kepenyeliaan dan rnanajerial;
4) hubungan personal, yang terbagi dalarn 2 (dua) sub faktor yaitu sifat
hubungan dan tujuan hubungan;
5) kesulitan dalarn pengarahan pekerjaan; dan
6) kondisi lain.
b. Untuk Penilaian Jabatan Fungsional. Dalarn melakukan penilaian jabatan
fungsional digunakan faktor jabatan, sebagai berikut:
1) pengetahuan yang dibutuhkan jabatan;
2) pengendalian dan pengawasan penyelia;
3) pedoman kerja;
4) kornpleksitas tugas;
5) ruang lingkup dan dampak;
6) hubungan personal;
7) tujuan hubungan;
8) persyaratan fisik; dan
9) lingkungan pekerjaan.
Faktor-faktor evaluasi tersebut diatas akan menjadi rujukan dalam proses
evaluasi jabatan. Pelaksanaan evaluasi jabatan untuk mendapatkan nilai dan kelas
jabatan mengacu kepada Peraturan MENPAN & RB Nomor 34 Tahun 2011
16
6 Lihat Lampitan Peraturan MENPAN & RB Nomor 34 Tahun 2011, Bab II Pelaksanaan Evaluasi Jbatan, Angka 2.2 Alur Penetapan Nilai dan Kelas Jabatan Di Lingkungan Instansi.
tentang Pedoman Evaluasi Jabatan. Berdasarkan Peraturan MENPAN & RB ini,
evaluasi jabatan dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun:
1. Paeta Jabatan;
2. Informasi Faktor Jabatan Struktural;
3. Informasi Faktor Jabatan Fungsional
Tertentu/Jabatan Fungsional Umum.
Adapun alur yang dilakukan untuk sampai kepada penetapan mengenai
nilai dan kelas jabatan adalah sebagai mana tergambar pada Gambar-1 Alur
Penetapan Nilai dan Kelas Jabatan.
Peraturan MENPAN & RB Nomor 34 Tahun 2011 telah menentukan
Batasan Nilai (rentang nilai) untuk masing-masing Kelas Jabatan. Peraturan ini
juga menentukan tingkatan kelas jabatan dari 1 (satu) hingga 17 (tujuh belas).
Adapun Nilai untuk masing-masing Kelas Jabatan dapat dilihat pada Tabel-1
Nilai Dan Kelas Jabatan.
Gambar 2.1 Alur Penetapan Nilai dan Kelas Jabatan 6
17
77 Lihat Lampitan Peraturan MENPAN & RB Nomor 34 Tahun 2011, Bab III Faktor Evaluasi Jabatan, Bagian 3 Tabel Batasan Nilai Dan Kelas Jabatan.
Tabel 2.1Nilai Dan Kelas Jabatan.7
Batasan Nilai Kelas Jabatan
190-240 1
245-300 2
305-370 3
375-450 4
455-650 5
655-850 6
855-1100 7
1105-1350 8
1355-1600 9
1605-1850 10
1855-2100 11
2105-2350 12
2355-2750 13
2355-3150 14
3155-3600 15
3605-4050 16
4055-ke atas 17
Selanjutnya untuk mendapatkan besaran tunjangan fungsional maka
dibutuhkan pula adanya “Indeks Harga Nilai Jabatan” (IHNJ). Berdasarkan
Peraturan MENPAN & RB Nomor 63 Tahun 2011, penentuan IHNJ mengacu
kepada besaran Upah Minimum Regional Propinsi (UMRP) terakhir yang telah
ditetapkan oleh Pejabat Yang Berwenang (Menteri Tenaga Kerja). Penentuan
angka IHNJ didapatkan dengan cara membagi UMRP dengan Nilai Jabatan dari
Kelas Jabatan yang terendah. Angka IHNJ yang didapatkan tersebut akan menjadi
18
8 Lihat Lampitan Peraturan MENPAN & RB Nomor 63Tahun 2011, Bab II Penataan Sistem Tunjangan Kinerja, Angka II.4 Pemberian, Penambahan, Dan Pengurangan Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri.
pengali untuk setiap kelas jabatan sehingga akan diperoleh tunjangan kinerja
(tanpa faktor penyeimbang) untuk setiap kelas jabatan. Guna melandaikan
perbedaan perbedaan penghasilan tunjangan kinerja dari Kelas Jabatan Tertinggi
dengan Kelas Jabatan Terendah maka perlu ditetapkan pula adanya faktor
penyimbang..
Peraturan MENPAN & RB Nomor 63 Tahun 2011 juga menentukan
adanya penambahan atau pengurangan tunjangan kinerja.8 Ketentuan mengenai
hal ini sesungguhnya juga dipertegas lagi dalam Undang-undang ASN Tahun
2014. Undang-Undang ASN pada Pasal Pasal 77 ayat (5) menentukan bahwa
“Hasil penilaian kinerja PNS digunakan untuk menjamin objektivitas dalam
pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan
jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, dan
promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.” Lebih lanjut Pasal 80
ayat (3) menetukan pula bahwa “ Tunjangan kinerja dibayarkan sesuai pencapaian
kinerja. Pencapaian kinerja adalah dasar untuk memberikan penambahan atau
pengurangan tunjangan kinerja.
2.4 Tunjangan Kinerja Pegawai ASN Daerah Di Kota Medan
Pemerintah Kota Medan telah menerbitkan (mengundangkan) 2 (dua)
dasar hukum untuk memberikan tambahan penghasilan bagi Pegawai ASN
Pemerintah Kota Medan. Dasar hukum tersebut adalah:
1. Peraturan Walikota Medan Nomor 44 Tahun
2017 tentang Tambahan Pengahsilan Pegawai Aparatur Sipil Negara
Pemerintah Kota Medan;
2. Keputusan Walikota Medan Nomor
840/595.K/VII/2017 tentang Besaran Tambahan Penghasilan Berdasarkan
Disiplin Kerja, Beban Kerja, Prestasi Kerja, Dan Pertimbangan Objektif
Lainnya.
19
Kedua dasar hukum tersebut tidak menggunakan istilah ‘tunjangan
kinerja’ tetapi yang dipakai adalah istilah ‘tambahan penghasilan’.
Peraturan Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017 secara eksplisit telah
mencabut Peraturan Walikota Medan Nomor 14 Tahun 2017 tentang Tambahan
Pengahsilan Pegawai Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Medan. Namun
demikian, dua produk hukum lainnya yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Walikota Medan Nomor 14 Tahun 2017 tidak secara eksplisit dicabut. Peraturan
Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017 tidak menentukan status hukum dari
produk-produk hukum yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Walikota
Medan Nomor 14 Tahun 2017. Produk hukum tersebut adalah:
1. Keputusan Walikota Medan Nomor
840/060.K/II/2017 tentang Perhitungan Pengurangan Besaran Tambahan
Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Medan.
2. Keputusan Walikota Medan Nomor
840/064.K/II/2017 tentang Besaran Pemberian Tambahan Penghasilan
Pegawai Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Medan.
Jika dicermati dua produk hukum yang berbentuk Keputusan Walikota
tersebut di atas, maka secara substansi sebenarnya Keputusan Walikota Medan
Nomor 840/064.K/II/2017 adalah mengenai hal yang sama dengan substansi
Keputusan Walikota Medan Nomor 840/595.K/VII/2017, yaitu sama-sama
menetapkan besaran tambahan penghasilan pegawai ASN Pemerintah Kota
Medan (walaupun bentuk-bentuk tambahan penghasilan yang diatur dalam kedua
Keputusan Walikota tersebut adalah berbeda). Dengan mempertimbangkan
substansi yang diatur dalam kedua produk hukum tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor 840/064.K/II/2017 tidak
berlaku lagi karena substnasi yang sama telah diatur kemballi dalam Keputusan
Walikota Medan Nomor 840/595.K/VII/2017. Jika sebuah peraturan perundang-
undangan dengan jenis yang sama dan mengatur hal yang sama serta tidak ada
kekhususuan antara satu dengan lainnya, maka berlaku adagium yang merupakan
meta principle norma, yakni lex posterior derogat legi priori. Maknanya adalah
20
peraturan atau hukum yang terbaru mengenyampingkan peraturan atau hukum
sebelumnya.
Sementara untuk Keputusan Walikota Medan Nomor 840/060.K/II/2017,
secara substansi keputtusan ini hanya mengatur Perhitungan Pengurangan Besaran
Tambahan Penghasilan Pegawai ASN. Keputusan Walikota Medan Nomor
840/060.K/II/2017 berbeda substansinya dengan Keputusan Walikota Medan
Nomor 840/595.K/VII/2017 sehingga berlaku adagium tersebut di atas. Namun
Keputusan Walikota Medan Nomor 840/060.K/II/2017 berkaitan dengan substansi
yang diatur dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017, khususnya
terkait ketentuan yang diatur pada Pasal 9 yang mengatur tentang persentase
aspek perilaku kerja yang dijadikan dasar pemberian tambahan penghasilan.
Aspek perilaku yang diukur diantaranya adalah Datang Tepat Waktu (DTW),
Pulang Tepat Waktu (PTW), dan Hadir Kerja (HK). Aspek-aspek tersebut adalah
hal yang juga diatur dalam Keputusan Walikota Medan Nomor
840/595.K/VII/2017. Jika keputusan walikota ini diberlakukan bersamaan dengan
Peraturan Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017 maka akan terjadi Pengurangan
Ganda terhadap besaran penghasilan yang akan diterima Pegawai ASN
Pemerintah Kota Medan. Oleh karena substansi Keputusan Walikota Medan
Nomor 840/060.K/II/2017 bukanlah pengaturan lebih lanjut dari Peraturan
Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017 tetapi bahkan menimbulkan sanksi ganda
kepada pegawai, maka secara substansi Keputtusan Walikota tersebut
bertentangan dengan Peraturan Walikota. Sesuai dengan dasar hukum
pembentukan Keputusan Walikota yang salah satunya adalah Peraturan Walikota
sehingga dengan demikian Peraturan Walikota lebih tinggi tingkatannya daripada
Keputusan Walikota maka Keputusan Walikota Medan Nomor 840/060.K/II/2017
tidak berlaku lagi. Hal ini berdasarkan adagium lex superior derogat legi inferiori.
Maksudnya adalah peraturan atau hukum yang tingkatannya lebih tinggi
mengenyampingkan peraturan atau hukum yang tingkatannya lebih rendah.
Dari uaian yang telah dijabarkan di atas maka dasar hukum perberlakuan
Tambahan Penghasilan Pegawai ASN Pemerintah Kota Medan untuk saat ini
21
9 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234.
adalah Keputusan Walikota Medan Nomor 840/595.K/VII/2017 juncto Peraturan
Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017.
2.5 Kekeliruan Jenis Peraturan
Sebelum membahas lebih lanjut substansi dari dasar hukum perberlakuan
Tambahan Penghasilan Pegawai ASN Pemerintah Kota Medan, perlu dibahas
terlebih dahulu penggunaan bentuk produk hukum ‘keputusan’ sebagai dasar
hukum perberlakuan tambahan penghasilan ini. Tepatkah Keputusan Walikota
Medan Nomor 840/595.K/VII/2017 sebagai dasar hukum yang digunakan untuk
menetapkan besaran tambahan penghasilan?
Sesuai dengan arahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan9 maka jika sebuah norma hukum
bersifat mengikat secara umum maka pilihan nama dari produk hukum tersebut
adalah ‘peraturan’, kecuali produk hukum tersebut memang telah memiliki nama
khusus yang dibenarkan. Produk hukum dimaksud diantaranya adalah Undang-
Undang Dasar, Ketetapan MPR, dan Undang-Undang. Tidak perlu ada kata
‘peraturan’ mendahului kata Undang-Undang Dasar, Ketetapan MPR, dan
Undang-Undang. Namun selain dari jenis produk hukum tersebut maka jika
norma hukum yang ingin dibentuk adalah norma hukum yang mengkikat secara
umum maka pilihan produk hukumnya bernama ‘peraturan’. Dalam ilmu
pengetahuan peraturan perundang-undangan, peraturan ini juga disebut sebagai
regeling.
Adapun keputusan adalah jenis produk hukum yang memuat norma
hukum yang mengikat secara individual. Subjek hukum yang dituju oleh norma
hukum tersebut bersifat individual atau orang per orang (bukan jabatan) yang
memiliki identitas yang jelas dan spesifik dan tidak berganti-ganti. Dalam ilmu
pengetahuan peraturan perundang-undangan, peraturan ini juga disebut sebagai
beschikking.
22
Konsekuensi hukum atas kedua produk hukum tersebut (peraturan dan
keputusan) adalah juga berbeda. Keberatan atas diberlakukannya sebuah peraturan
dapat dilakukan melalui mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan
(judicial review) sedangkan jika keberatan atas diberlakukannya sebuah keputusan
maka mekanisme yang ditempuh adalah Gugatan tata Usaha Negara. Kekeliruan
atas penggunaan jenis produk hukum ini menyebabkan produk hukum tersebut
dapat dibatalkan tanpa menguji materi muatan atau subtansinya.
Adapun substansi atau materi materi muatan yang diatur dalam Keputusan
Walikota Medan Nomor 840/595.K/VII/2017 adalah merupakan norma hukum
yang bersifat umum. Seluruh norma hukum yang dimuat dalam keputusan
tersebut baik npada batang tubuh maupun lampiran tidak ditujukan secara spesifik
kepada subjek hukum tertentu yang memiliki identitas yang jelas dan spesifik
tetapi ditujukan kepada jabatan-jabatan atau fungsi tertentu saja. Norma hukum
yang seperti ini haruslah dimuat dalam produk hukum yang berbentuk peraturan.
Oleh kaena itu, substansi yang diatur dalam Keputusan Walikota Medan
Nomor 840/595.K/VII/2017 harusnya bergabung dalam Peraturan Walikota
Medan Nomor 44 Tahun 2017. Apa yang diatur dalam Keputusan Walikota Medan
Nomor 840/595.K/VII/2017 lebih tepat sebagai bagian lampiran dari Peraturan
Walikota. Sehingga dengan demikian, ketentuan yang terdapat dalam rumusan
Pasal 5 Peraturan Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017 dilakukan pembenahan
sehingga menjadi :
“Besaran TPP-ASN berdasarkan disiplin kerja, beban kerja, prestasi kerja,
dan pertimbangan objektif lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
yang dialokasikan untuk setiap jabatan/penugasan serta Pegawai ASN
yang melakukan tugas-tugas khusus seperti PA, KPA, Bendahara, dan
Pegawai ASN sebagaimana terdapat pada Lampiran dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Walikota ini.”
23
Dengan rumusan seperti tersebut di atas, maka materi muatan yang terdapat pada
Keputusan Walikota digabungkan menjadi satu kesatuan dengan Peraturan
Walikota.
2.6 Tunjangan Kinerja versus Tambahan Penghasilan
Persoalan penting lainnya yang perlu dibahas adalah kessesuaian antara
ketentuan mengenai Tunjangan Kinerja sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ASN dengan materi yang diatur dalam Peraturan Walikota Medan Nomor
44 Tahun 2017 dan Keputusan Walikota Medan Nomor 840/595.K/VII/2017. Jika
dicermati materi yang diatur dalam Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota
tersebut maka beberapa catan yang perlu diberikan adalah :
1. Substansi yang diatur dalam Peraturan
Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017 adalah bersesuaian dengan
pengaturan tunjangan kinerja sebab tunjangan kinerja diberikan dengan
mengacu kepada capaian kinerja. Penggunaan istilah kinerja bersesuaian
maknanya dengan istilah prestasi kerja.
2. Substansi yang diatur dalam Peraturan
Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017 lebih berfokus pada pengukuran
capaian kinerja atau prestasi kerja sehingga rujukan terhadap berbagai
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan prestasi kerja
adalah hal yang tidak salah.
3. Substansi yang diatur dalam Peraturan
Walikota Medan Nomor 44 Tahun 2017 tidak mengacu kepada rujukan
peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur pedoman dalam
penetapan besaran tunjangan kinerja sehingga dasar penetapan besaran
Tambahan Penghasilan sebagaimana tertuang dalam Lampiran Keputusan
Walikota Medan Nomor 840/595.K/VII/2017 tidak memiliki dasar
penghitungan yang jelas.
24
4. Dasar penetapan besaran Tambahan
Penghasilan sebagaimana tertuang dalam Lampiran Keputusan Walikota
Medan Nomor 840/595.K/VII/2017 tidak terlihat adanya acuan Nilai dan
Kelas Jabatan yang dirujuk.
5. Oleh karena dasar penetapan besaran
Tambahan Penghasilan sebagaimana tertuang dalam Lampiran Keputusan
Walikota Medan Nomor 840/595.K/VII/2017 tidak ada maka terlihat jelas
perbedaan angka yang cukup signifikan antara besaran pendapatan jabatan
tertentu dengan jabatan lainnya.
6. Dalam Keputusan Walikota Medan Nomor
840/595.K/VII/2017 terdapat tiga kategori tambahan penghasilan yang
semua kategori tersebut diberikan kepada kriteria pegawai yang sama.
Kategori ini tidak terdapat dalam rujukan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tunjangan kinerja.
25
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Disiplin Kerja
Menurut Rivai (2005:444), mengemukakan bahwa disiplin kerja adalah
suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan
agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku
Sedangkan menurut Siagian (2002:305): “Disiplin adalah suatu bentuk
pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan
perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela berusaha
bekerja kooperatif dengan para pegawai yang lain serta meningkatkan prestasi
kerja”.
Menurut Hasibuan dalam edisi revisi (2013:193) memberikan definisi
kedisiplinan yang baik yaitu: “Kedisiplinan adalah kesadaran atau kesediaan
seseorang mentaati semua peraturan organisasi atau perusahaan dan norma-
norma sosial yang berlaku”. Disiplin dapat diartikan jika:
a. Pegawai selalu datang dan pulang tepat padawaktunya.
b. Mengerjakan semua pekerjaan denganbaik.
c. Mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yangberlaku.
Selain itu pendapat lain mengenai disiplin kerja yaitu dikemukan oleh
Handoko (2009:208) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan
standar-standar organisasional. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu
preventif dan korektif. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil
seperti yang diharapkan, maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan
pedoman tertentu sebagai landasanpelaksanaan.
Dari beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa disiplin adalah sikap
26
kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati segala peraturan
dan tata tertib yang berlaku disekitarnya. Penempatan disiplin dalam kehidupan
suatu organisasi ditujukan agar semua pegawai yang dalam organisasi bersedia
dengan sukarela mematuhi dan mentaati segala peraturan dan tata tertib yang
berlaku tanpa paksaan. Setiap para pegawai dalam organisasi tersebut dapat
mengendalikan diri dan mematuhi norma yang berlaku dalam organisasi, maka
Hal ini akan menjadi modal utama yang amat penting dalam pencapaian
tujuan yang diinginkan. Disiplin juga akan tercipta apabila pegawai dapat
mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku pada organisasi atau perusahaan,
dan hal tersebut dapat di ukur.
Menurut Saydam (2000:208) tentang bentuk disiplin kerja yang baik akan
tergambar pada suasana:
a. Tingginya rasa kepedulian pegawai terhadap pencapaian tujuan yang
ingin dicapai.
b. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif kerja pegawai dalam
melakukankerjanya.
c. Besarnya rasa tanggung jawab para pegawai untuk melaksanakan tugas
sebaik-baiknya.
d. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di
kalangan pegawai.
e. Meningkatkan efisiensi dan produktivitaskerja.
Menurut Dharma (2004:388) perilaku tidak disiplin sering dijumpai
ditempat kerja adalah sebagai berikut:
a. Melanggar peraturan jam istirahat dan peraturan kerjalainnya.
b. Melanggar peraturan keamanan dankesejahteraan.
c. Terlambat masuk kerja, mangkir daripekerjaan.
d. Berkembang rasa tidak puas, saling curiga dan saling melempar rasa
tanggung jawab.
e. Bekerja dengan ceroboh dan merusakperalatan.
f. Terang-terangan menunjukan ketidakpatuhan, seperti menolak
27
melaksanakan tugas yang seharusnyadilakukan.
g. Sering terjadi konflik antara pegawai danpimpinan.
Dalam usaha menegakkan kedisiplinan, maka perlu dikeluarkan aturan-
aturan berupa sanksi hukuman bagi para pegawai yang melanggar tatatertib dan
tidak melaksanakan kewajiban dengan baik, sehingga pada akhirnya
menimbulkan suasana tertib dalam melaksanakan pekerjaan. Tujuan sanksi dan
hukuman tersebut adalah memperbaiki dan mendidik pegawai untuk melakukan
pelanggaran disiplin, sehingga diharapkan tercipta tata tertib kelancaran tugas
pegawai. Strategi yang perlu diupayakan dalam penegakan disiplin adalah
menciptakan kebiasaan-kebiasaan yang positif seperti kita ketahui bahwa
pemberlakuan suatu disiplin tidak mungkin terwujud dalam waktu mendadak,
tetapi hanya dapat dilakukan secara berangsur-angsur dandibiasakan.
Sebenarnya sangatlah sulit menetapkan tujuan rinci mengapa pembinaan
disiplin kerja perlu dilakukan oleh manajemen. Secara umum dapat disebutkan
bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan
organisasi sesuai dengan motif organisasi. Pada dasarnya, tujuannya semua
disiplin adalah agar seseorang dapat bertingkah laku sesuai dengan apa yang
disetujui oleh organisasi/lembaga. Bagi aparatur pemerintahan disiplin mencakup
unsur-unsur ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan
kesanggupan berkorban, dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan
golongan untuk kepentingan negara dan masyarakat.
Pasal 29 UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999 dinyatakan
bahwa “Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan
tugas, diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil”. Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai kewajiban,
larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh
Pegawai NegeriSipil.
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
28
Sipil. Dalam Peraturan Disiplin PNS diatur ketentuan-ketentuan mengenai:
1. Kewajiban.
2. Larangan.
3. Hukuman disiplin.
Disiplin kerja yang tinggi merupakan harapan bagi setiap pimpinan kepada
bawahan, karena itu sangatlah perlu bila disiplin mendapat penanganan intensif
dari semua pihak yang terlibat dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan
dari suatu organisasi. Dalam menangani pelanggaran yang dilakukan bawahan
perlu adanya kebijakan yang tegas guna mengoreksi, memperbaiki dan
menghindari terulangnya pelanggaran kembali hal-hal yang negatif di masa-
masa mendatang. Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para tenaga
kerja yang melanggar norma-norma organisasi adalah memperbaiki dan
mendidik para tenaga kerja yang melakukan pelanggaran disiplin.
Dalam penetapan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada
pegawai yang melanggar hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan
seksama bahwa sanksi disiplin yang akan dijatuhkan tersebut setimpaldengan
tindakan dan perilaku yang diperbuat. Dengan demikian, sanksi disiplin tersebut
dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada pegawai yang pernah diberikan
sanksi disiplin dan mengulangi lagi pada kasus yang sama, perlu dijatuhi sanksi
disiplin yang lebih berat dengan tetap berpedoman pada kebijakan pemerintah
yang berlaku.
3.1.1 Macam-Macam DisiplinKerja
Menurut Mangkunegara (2011:129) ada dua bentuk disiplin kerja, yaitu
disiplin preventif, dan disiplin korektif.
a. Disiplin Preventif, adalah suatu upaya untuk menggerakan pegawai mengikuti
dan mematuhi peraturan kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh
perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakan pegawai berdisiplin
diri. Dengan cara preventif, pegawai dapat memelihara dirinya terhadap
peraturan-peraturanperusahaan.
b. Disiplin Korektif, adalah suatu upaya menggerakan pegawai dalam penyatuan
29
suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mengatuhi peraturan sesuai
dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada disiplin korelatif,
pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki
pegawai pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan
pelajaran kepada pelanggar. Keith Davis berpendapat bahwa disiplin korelatif
memerlukan perhatian proses yang seharusnya, yang berarti bahwa prosedur
harus menunjukan pegawai yang bersangkutan benar-benar terlibat.
Keperluan proses yang seharusnya itu dimaksudkan adalah pertama, suatu
prasangkayang tidak bersalah sampai pembuktian pegawai berperan dalam
pelanggaran. Kedua, hak untuk didengar dalam beberapa kasus terwakilkan
oleh pegawai lain.
Dalam setiap organisasi, yang diinginkan pastilah jenis disiplin yang
pertama,yaitu datang karena kesadaran dan keinsyafan. Akan tetapi kenyataan
selalu menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak di sebabkan oleh adanya
semacam paksaan dari luar. Disiplin mengacu pada pola tingkah laku dengan
ciri- ciri sebagai berikut:
1. Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah
menjadi norma, etika, kaidah yangberlaku.
2. Adanya perilaku yangterkendali.
3. Adanyaketaatan
Untuk mengetahui ada atau tidaknya disiplin kerja seorang
pegawai/karyawan dapat dilihat dari:
1. Kepatuhan karyawan/pegawai terhadap peraturan yang berlaku, termasuk
tepat waktu dan tanggung jawab terhadappekerjaannya.
2. Bekerja sesuai prosedur yangada.
3. Pemeliharaan sarana dan perlengkapan kantor denganbaik.
3.1.2 Prinsip-PrinsipPendisiplinan
Prinsip-prinsip pendisiplinan yang dikemukakan Ranupandojo dalam
Asmiarsih (2006) adalah:
a. Pendisiplinan dilakukan secarapribadi
30
Pendisiplinan seharusnya dilakukan dengan memberikan teguran kepada
karyawan. Teguran jangan dilakukan di hadapan orang banyak. Karena dapat
menyebabkan karyawan yang ditegur akan merasa malu dan tidak menutup
kemungkinan menimbulkan rasa dendam yang dapat merugikan organisasi.
b. Pendisiplinan harus bersifatmembangun.
Selain memberikan teguran dan menunjukkan kesalahan yang dilakukan
karyawan, harus disertai dengan saran tentang bagaimana seharusnya
berbuat untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama.
c. Pendisiplinan harus dilakukan sacara langsung dengansegera.
Suatu tindakan dilakukan dengan segera setelah terbukti bahwa karyawan
telah melakukan kesalahan. Jangan membiarkan masalah menjadi
kadaluarsa sehingga terlupakan oleh karyawan yang bersangkutan.
d. Keadilan dalam pendisiplinan sangatdiperlukan.
Dalam tindakan pendisiplinan dilakukan secara adil tanpa pilih kasih.
Siapapun yang telah melakukan kesalahan harus mendapat tindakan
pendisiplinan secara adil tanpamembeda-bedakan.
e. Pimpinan hendaknya tidak melakukan pendisiplinan sewaktu karyawanabsen.
Pendisiplinan hendaknya dilakukan dihadapan karyawan yang bersangkutan
secara pribadi agar ia tahu telah melakukan kesalahan. Karena akan percuma
pendisiplinan yang dilakukan tanpa adanya pihak yang bersangkutan.
f. Sikap wajar hendaknya dilakukan pimpinan terhadap karyawan yang telah
melakukan kesalahan tersebut. Dengan demikian, proses kerja dapat lancar
kembali dan tidak kaku dalam bersikap.
3.1.3 Indikator-IndikatorKedisiplinan
Menurut Rivai (2005:444), disiplin kerja memiliki beberapa indikator
seperti:
1. Kehadiran
Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan, dan
biasanya karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa untuk
terlambat dalam bekerja.
31
2. Ketaatan kepada peraturankerja.
Karyawan yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan prosedur
kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh
perusahaaan.
3. Ketaatan pada standarkerja.
Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan yang
diamanahkankepadanya.
4. Tingkat kewaspadaantinggi.
Karyawan yang memiliki tingkat kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-
hati, penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu
menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.
5. Bekerjaetis.
Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sopan kepada
pelanggan atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Hal ini
merupakan salah satu tindakan indisipliner, sehingga bekerja etis sebagai
salah satu wujud dari disiplin kerja karyawan.
3.2 Beban Kerja
Analisis Beban Kerja adalah suatu teknik manajemen yang dilakukan
secara sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan
efisiensi kerja organisasi berdasarkan volumekerja. Berdasarkan peraturan
Menteri dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008 Pedoman analisis beban kerja
menjadi acuan bagi setiap unit organisasi di lingkungan Departemen Dalam
Negeri dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan analisis beban kerja sesuai
dengan tugas pokok dan fungsimasing-masing. Analisis beban kerja
dilaksanakan untuk mengukur dan menghitung beban kerja setiap jabatan/unit
kerja dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan meningkatkan
kapasitas organisasi yang profesional, transparan, dan rasional. Analisis beban
kerja dilakukan pada setiap jabatan yang ada dalam satuan kerja organisasi.
32
Analisis beban kerja menghasilkan informasi berupa :
a. efektivitas dan efisiensi jabatan serta efektivitas dan efisiensi unitkerja
b. prestasi kerja jabatan dan prestasi kerjaunit
c. jumlah kebutuhanpegawai/pejabat
d. jumlah beban kerja jabatan dan jumlah beban kerja unit;dan
e. standar bobot tugaskerja.
Analisis beban kerja bermanfaat untuk :
a. penataan/penyempurnaan strukturorganisasi
b. penilaian prestasi kerja jabatan dan prestasi kerjaunit
c. bahan penyempurnaan sistem dan prosedurkerja
d. sarana peningkatan kinerjakelembagaan
e. penyusunan standar beban kerja jabatan/kelembagaan, penyusunan daftar
susunan pegawai atau bahan penetapan eselonisasi jabatanstructural.
3.2.1 Analisis Beban Kerja
Penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif menjadi tuntutan
di era globalisasi yang sarat dengan persaingan dan keterbatasan di segala
bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya aparatur
dalam pelaksanaan urusan pemerintahan. Yang terjadi saat ini profesionalisme
yang diharapkan belum sepenuhnya terwujud.
Salah satu penyebab utamanya karena terjadi ketidaksesuaian antara
kompetensi pegawai dengan jabatan yang didudukinya. Ketidaksesuaian itu
disebabkan oleh komposisi keahlian atau keterampilan pegawai yang belum
proporsional. Demikian pula, pendistribusian pegawai masih belum mengacu
pada kebutuhan nyata organisasi, dalam arti belum didasarkan pada beban kerja
organisasi. Menumpuknya pegawai di satu unit tanpa pekerjaan yang jelas dan
kurangnya pegawai di unit lain merupakan kenyataan dari permasalahan tersebut.
Di sisi lain pembentukan organisasi cenderung tidak berdasarkan kebutuhan
nyata, dalam arti organisasi yang dibentuk terlalu besar sementara beban
33
kerjanya kecil, sehingga pencapaian tujuan organisasi tidak efisien danefektif.
Dalam rangka mencapai performance Departemen Dalam Negeri dan
Pemerintah Daerah yang diharapkan, dipandang perlu menyusun suatu Peraturan
Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan
Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah yang merupakan panduan
tentang uraian langkah-langkah dalam melakukan analisis beban kerja pada
setiap unit organisasi di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan
PemerintahDaerah.
Pelaksanaan analisis beban kerja pada hakekatnya diharapkan agar
terpenuhinya tuntutan kebutuhan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi
serta profesionalisme sumber daya manusia aparatur yang memadai pada setiap
instansi serta mampu melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan secara lancar dengan dilandasi semangat pengabdian kepada
masyarakat, bangsa dan negara. Hal dimaksud sesuai dengan Undang-undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang menyatakan
bahwa sebagai unsur aparatur negara Pegawai Negeri Sipil harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional.
Selain itu, pelaksanaan analisis beban kerja dapat menghasilkan suatu tolok
ukur bagi pegawai/unit organisasi dalam melaksanakan kegiatannya, yaitu
berupa bobot tugas penyelesaian pekerjaan, tingkat efisiensi kerja, dan standar
beban kerja dan prestasi kerja, menyusun formasi pegawai, serta penyempurnaan
sistem prosedur kerja dan manajemen lainnya.
Hasil analisis beban kerja juga dapat dijadikan tolok ukur untuk
meningkatkan produktifitas kerja serta langkah-langkah lainnya dalam rangka
meningkatkan pembinaan, penyempurnaan dan pendayagunaan aparatur negara
baik dari segi kelembagaan, ketatalaksanaan maupun kepegawaian. Upaya
tersebut dapat dicapai melalui pelaksanaan analisis beban kerja pada setiap unit
organisasi di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah
secara konsisten dan berkesinambungan.
34
3.3 Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah suatu proses penilaian secara sistematis yang
dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai (SKP) dan
perilaku kerjaPNS. SKP adalah rencana kerja dant arget yang akan dicapai
olehseorangPNS. Perilaku kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan
yang dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk mewujudkan pembinaan PNS berdasarkan sistem penilaian
prestasi kerja dan sistem karier yang lebihbaik Sistem penilaian pekerjaan
sebagaimana diatur dalam PP No. 10 Tahun 1979 (DP3) memiliki kelemahan,
yaitu mengutamakan penilaianperilaku Untuk mengukur Prestasi Kerja PNS,
maka TMT 1Januari 2014 dilaksanakan Penilaian PrestasiKinerjaPNSsebagai
pengganti DP3 (PP No. 46 Tahun 2011 pasal 31 dan33)
Prestasi kinerja individu pegawai sangat penting dalam mencapai tujuan
organisasi. Oleh karena itu diperlukan sistem penilaian kinerja yang dapat
diandalkan, dan dapat dijadikan dasar untuk penilaian kinerja dan pengembangan
prestasi pegawai sesuai tujuan organisasi. Dengan demikian, setiap pegawai dapat
menilai seberapa jauh kinerjanya telah menghasilkan prestasi yang diharapkan
sesuai tujuan organisasi.
Dalam penilaian kinerja individu Pegawai Negeri Sipil (PNS) selain
memperhatikan tugas pokok dan fungsi, juga melakukan penilaian terhadap tugas
tambahan yang dibebankan kepada individu PNS yang bersangkutan. Instrumen
Penilaian kinerja Individu PNS meliputi: (1) Penilaian kinerja berdasarkan pada
Sasaran Kinerja Individu (SKI) yang dilakukan dengan membandingkan antara
realisasi kerja dengan target dari aspek kuantitas, kualitas, waktu dan/atau biaya,
dikalikan dengan bobot kegiatan; (2) Penilaian perilaku kerja dilakukan dengan cara
pengamatan sesuai kriteria yang telah ditetapkan; (3) Penilaian prestasi kerja
dilakukan dengan cara menggabungkan penilaian SKI dengan penilaian perilaku
kerja.
35
Prinsip Dasar Penilaian Prestasi Kerja :
1. Objektif, Sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh
penilaian subjektif pribadi dari pejabatpenilai
2. Terukur, Dapat diukur secara kualitatif dan kuantitati
3. Akuntabel, Seluruh hasil penilaian kinerja harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada pejabat yang berwenang
4. Partisipasi, Seluruh proses penilaian prestasi kerja dengan
melibatkansecara aktif antara pejabat penilai dengan PNS yangdinilai
5. Transparan, Seluruh proses dan hasil penilaian prestasi kerja
bersifatterbuka dan tidak bersifat rahasia
3.4 Kinerja
Kinerja merupakan prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan seseorang
(Adoe, 2001). Kinerja (Performance) adalahhasil kerja yang dapat dicapai
olehseseorang atau sekelompok orang dalamsuatu organisasi, sesuai
denganwewenang dan tanggung jawab masingmasing,dalam rangka upaya
mencapaitujuan organisasi bersangkutan secaralegal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999).
Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning
suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau
tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui
hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria
keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan
atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target,
kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada
tolok ukurnya. (Mohamad Mahsun, 2009).
36
3.5 Tunjangan Kinerja Daerah
Tunjangan kinerja daerah yang diberikan oleh pemerintah daerah DKI
Jakarta kepada para PNS dan CPNS daerah DKI Jakarta merupakan salah satu
bentuk kompensasi yang diterima oleh para PNS dan CPNS tersebut. Teguh
Sulistiyani dan Rosidah (2009:256) mengatakan bahwa kompensasi adalah segala
sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa (kontra prestasi) atas kerja
mereka. Pada dasarnya kompensasi merupakan kontribusi yang diterima oleh
pegawai atas pekerjaan yang telah dikerjakannya. Bagaimanapun sumber daya
manusia telah bekerja dalam organisasi telah pengorbanan waktu, tenaga,
pikiran, bahkan,konsentrasi yang bersifat material juga dilakukan. Atas usaha-
usaha yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung perlu dihargai secara
memadai. Untuk itulah kompensasi perlu mendapat perhatian. Sejalan dengan
pendapat diatas, menurut Sedarmayanti (2009:23) kompensasi adalah segala
sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa untuk mereka. Teguh
Sulistiyani dan Rosidah (2009:256) juga mengemukakan bahwa program
kompensasi penting bagi organisasi karena mencerminkan upaya organisasi untuk
mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama, dan merupakan
komponen biaya yang paling penting.
Di samping pertimbangan tersebut, kompensasi juga merupakan salah satu
aspek yang berarti bagi pegawai, karena bagi individu/pegawai besarnya
kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka diantara para pegawai itu
sendiri, keluarga dan masyarakat. Bila kompensasi diberikan secara benar,
pegawai akan termotivasi dan lebih terpusatkan untuk mencapai sasaran-sasaran
organisasi. Suatu kompensasi harus memiliki dasar yang logis, kuat dan tidak
mudah goyah serta adil. Kompensasi ada dua macam: langsung (financial) dan
tidak langsung (non financial). Secara definitif kompensasi langsung adalah upah
dasar/sistem gaji ditambah bayaran yang berdasarkan penampilan (prestasi).
Kompensasi tidak langsun adalah kategori umum tunjangan karyawan/pegawai,
program proteksi yang diamanatkan, asuransi kesehatan, upah waktu tidak bekerja
dan bermacam-macam tunjangan lainnya. Sedarmayanti (2009:24-25) menyatakan
tujuan sistem kompensasi, antara lain :
37
1. Menghargai prestasi kerja. Pemberian kompensasi yang memadai adalah
suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja parapegawainya. Hal
tersebut selanjutnya akan mendorong kinerja pegawai sesuai dengan yang
diinginkan organisasi.
2. Menjamin keadilan. Dengan adanya sistem kompensasi yang baik,akan
menjamin ada nya keadilan diantara pegawai dalam organisasi. Masing-
masing pegawai akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi,
jabatan, dan prestasi kerjanya.
3. Mempertahankan pegawai. Dengan sistem kompensasi yang baik, para
pegawai akan lebih betah atau bertahan bekerja pada organisasi itu. Hal ini
berarti mencegah keluarnya pegawai dari organisasi untuk mencari pekerjaan
yang lebih menguntungkan.
4. Memperoleh pegawai yang bermutu. Dengan sistem kompensasi yang baik
akan menarik lebih banyakcalon pegawai. Dengan banyaknya pelamar atau
calon pegawai, makapeluang untuk memilih pegawai yang bermutu akan
lebih banyak.
5. Pengendalian biaya.Dengan sistem pemberian kompensasi yang baik akan
mengurangiseringnya pelaksanaan rekruitmen sebagai akibat dari
makinseringnya pegawai yang keluar mencari pekerjaan yang
lebihmenguntungkan. Hal ini berarti penghematan biaya untuk rekruitmendan
seleksi calon pegawai baru.
6. Memenuhi peraturanSistem administrasi kompensasi yang baik merupakan
suatu tuntutan.Suatu organisasi yang baik dituntut untuk memiliki
sistemadministrasi kompensasi yang baik.
Tunjangan kinerja daerah adalah tunjangan yang diberikan kepadaPNS dan
CPNS yang dikaitkan dengan kehadiran dan kinerja. Tunjangankinerja daerah
merupakan salah satu bentuk kompensasi yang diterima olehpegawai negeri sipil
dan calon pegawai negeri sipil di Provinsi DKI Jakarta.Dengan adanya kebijakan
pemberian tunjangan kinerja daerah, tidak ada lagitunjangan peningkatan
penghasilan, tunjangan kesejahteraan pegawai, danhonor kegiatan.
38
3.6 Kompetensi
Kompetensi merupakan aspek kemampuan seseorang yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, atau karakteristik pribadi yang
memungkinkan pekerja mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan
mereka melalui pencapaian hasil atau keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-
tugas (Noe, 2002: 94).
Penempatan pegawai pada posisi yang sesuai dengan kompetensinya juga
merupakan salah satu faktor penentu dalam peningkatan kepuasan kerja.
Kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang (individu) yang mempengaruhi
cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang
dihadapi serta bertahan cukup lama dalam diri manusia (Ruky, 2006).
Kompetensi dalam kaitannya dengan kinerja dapat digolongkan dalam dua
kelompok (Ruky, 2006) yaitu kompetensi ambang (thresholdcompetencies) yaitu
kriteria minimal yang harus bisa dipenuhi pemegang jabatan agar dapat bekerja
dengan efektif dan kompetensi pembeda (differentiatingcompetencies) yaitu
kriteria yang membedakan orang yang mencapai kinerja superior dan orang yang
kinerjanya rata-rata.
3.7 Keadilan dan Kewajaran
Keadilan yang dibahas dalam penelitina ini adalah keadilan distributif dan
keadilan prosedural. Teori ini diambil dari teori equity yang menyatakan bahwa
keadilan distributif berhubungan dengan persepsi karyawan dan keseimbangan
antara masukan-masukan (misalnya usaha yang dilakukan dan skill) yang mereka
berikan dalam hasil-hasil (misalnya gaji) yang mereka terima. Pada saat individu
dalam organsasi mempersepsikan bahwa rasio masukan-masukan yang mereka
berikan terhadap imbalan-imbalan yang mereka terima seimbang, mereka
merasakan adanya kewajaran (equity). Disisi lain, ketidakseimbangan rasio antara
masukan dan imbalan menggiring mereka pada persepsi akan adanya
ketidakwajaran (Cowherd dan Levine, 1992 dalam Pareke, 2000).
Keadilan distributif berkaitan dengan pandangan fairshare yaitu
pembagian yang adil yang merupakan harapan yang dimiliki oleh unit kerja
(Magner and Johnson, 1995). Walaupun disadari bahwa perusahaan dengan
39
sumber daya yang terbatas tidak dapat memenuhi semua permintaan. Artinya
masalah-masalah tentang keadilan akan muncul ketika dinas menghadapi sumber
daya yang terbatas (Libby, 1999). Keadilan merupakan sisi keadilan dalam
penganggaran yang memperhatikan aspek prosedur yang digunakan dalam
melakukan distribusi anggaran. Berdasarkan penelitian oleh Libbe (1999)
menyatakan bahwa keadilan prosedural berpengaruh terhadap kinerja.
3.8 Lingkungan Organisasi
Lingkungan organisasi dapat dikatakan sebagai ‘semua hal’ diluar
organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku pekerja. Teori dari lingkungan
organisasi menekankan bahwa sumber daya yang tersedia dalam organisasai,
keberagaman tuntutan dari stakeholders yang harus dipenuhi, tingkat perubahan
dalam tiap hal tersebut memberikan implikasi bagi kinerja (Quinn dan
Rohrbaugh, 1981).
Menurut Mangkunegara (2006) lingkungan kerja meliputi uraian jabatan
yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola
komunikasi, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang dinamis, peluang
karir, dan fasilitas kerja yang memadai. Lingkungan kerja yang tidak memuaskan
dapat menurunkan semangat kerja dan akhirnya menurunkan produktifitas kerja
pegawai (Ahyari, 1986).
3.9 Motivasi
Menurut teori pengharapan yang dikemukakan oleh Vroom dalam
Handoko (1999) yaitu “Motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin
dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan
mengarah kepada hasil yang diinginkannya. Motivasi manusia yang telah
dikembangkan oleh Maslow melalui penjelasan bahwa motivasi dipicu oleh
usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan (Mathis dan Jackson, 2001).
Gambaran teori Hierarkhi Kebutuhan Maslow, atas dasar sebagai berikut :
(Hasibuan,2001 : 156).
a. Manusia adalah mahluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan
lebih banyak.Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan berhenti bila akhir
hayatnya tiba.
40
b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi
pelakunya, hanyakebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi
motivator.
c. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang/hierarkhi, yakni dimulai
dari tingkatkebutuhan yang terendah physiological, safety and security,
affiliation or acceptance, esteemor status dan terakhir self actualization.
1. Self Actualization
2. Esteem or Status
3. Affiliation or Acceptance
4. Safety and Security
5. Physicological
Pada teori ini, Maslow mengklasifikasikan kebutuhan manusia yang
diurutkan menjadi lima kategori. Hierarki kebutuhan Maslow terdiri atas:
a. Fisiologis, antara lain kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan kebutuhan
jasmani lain.
b. Keamanan, antara lain kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan
terhadap kerugian fisik dan emosional.
c. Sosial, antara lain kasih sayang, rasa saling memiliki, diterima-baik,
persahabatan.
d. Penghargaan, antara lain mencakup faktor penghormatan diri seperti harga
diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor penghormatan diri luar seperti
misalnya status, pengakuan dan perhatian.
e. Aktualisasi Diri, merupakan dorongan untuk menjadi seseorang atau sesuai
ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan
kebutuhan diri.
Selain teori kebutuhan Maslow, teori ini kemudian dikembangkan oleh
FrederickHerzberg yang terkenal dengan “Teori Motivasi Kerja Dua Faktor”
yang membicarakan 2(dua) golongan utama kebutuhan menutup kekurangan dan
kebutuhan pengembangan.
Menurut teori ini ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi kondisi pekerjaan
seseorang, yaitu :
41
1. Faktor-faktor yang akan mencegah ketidakpuasan (faktor higine), yang terdiri
dari gaji,kondisi kerja, kebijakan perusahaan, penyeliaan kelompok kerja.
2. Faktor-faktor yang memberikan kepuasan (motivator factor) yang terdiri dari
kemajuan,perkembangan, tanggung jawab, penghargaan, prestasi, pekerjaan
itu sendiri
Hasibuan dalam Prabu (2005) yang menyatakan bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang berkeinginan. Keinginan dan kebutuhan terjadi secara terus-
menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayatnya tiba. Suatu kebutuhan yang
telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi pelakunya, hanya kebutuhan
yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator.
3.10 Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat diringkas dalam gambar
sebagai berikut ini:
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptive analysis. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hal-hal yang ditanyakan dalam
penelitian, seperti: siapa yang mana, kapan dan dimana. Studi dengan deskriptive
analysis dapat dilakukan secara sederhana ataupun rumit. Peneliti dituntut untuk
melakukan penelitian dengan standar yang layak, baik dalam perencanaan
maupun pelaksanaannya.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Pemerintah Kota Medan
Sumatera Utara. Waktu penelitian adalah berkisar April sampai dengan Juli 2017.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
bekerja di kantor Pemerintah Kota Medan. Berdasarkan analisis pendahulu yang
dilakukan diperoleh sampel berjumlah 97 orang dari seluruh jabatan di Pemko
Medan.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan mengumpulkan data dari
dua sumber, yaitu:
1. Sumber primer
Yaitu data yang berasal dari sumber informasi. Sumber data ini diperoleh
dengan teknik wawancara (interview) untuk mendapatkan informasi
yanglebih objektif terhadap permasalahan dan observasi lapangan oleh
peneliti.
43
Data yang dihasilkan dari data primer, yaitu:
- Jumlah pegawai Pemko Medan
- Data kinerja Pemko Medan
- Penetapan indikator kinerja Pemko Medan
- Statistik kinerja pegawai
2. Sumber sekunder
Sumber data yang tidak langusng memberikan data kepada penulis, sumber
ini diperoleh dari studi buku-buku, dokumen dan literatur yang berkaitan
dengan fokus penelitian.
- Data permasalahan kinerja Pemko Medan
- Data pertumbuhan pegawai Pemko Medan
- Besaran gaji di Pemko Medan
4.5 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik kuantitatif dan kualitatif. Teknik
kuantitatif yang digunakan untuk menganalsisi ‘faktor-faktor yang
mempengaruhi penilaian pegawai berbasis kinerja’ dengan menggunakan teknik
analisis regresi linear berganda, dengan persamaan:
Y = a + B1X1+ B2X2 + B3X3 + B4X4 + e
Dimana:
Y : Kinerja
a : Konstanta
B1 : Kompetensi
B2 : Keadilan dan Kewajaran
B3 : Lingkungan Organisasi
B4 : Motivasi
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui bagaimana sistem
penilaian pegawai berbasis kinerja di kantor Pemerintah Kota Medan sesuai
dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Karena
44
dengan pendekatan kualitatif data yang didapat akan lebih lengkap, lebih
mendalam, kredibel dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.
Pendekatan kualitatif juga dipilih karena pendekatan kualitatif dapat memberikan
rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh kuantitatif.
Analisis data kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap data-data
non-angka seperti hasil wawancara atau catatan laporan bacaan dari buku-buku,
artikel dan termasuk non tulisan seperti foto, gambar atau film, dengan tujuan
mencari suatu pola umum dalam bentuk diskripsi kata-kata (Irawan, 2004: 99).
45
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Operasional Variabel
Sistem penilaian kinerja PNS Kota Medan sesuai dengan beban kerja
dapat diketahui dengan menggunakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja. Seperti yang telah dipaparkan pada beberapa bab sebelumnya, faktor
yang dianggap paling tepat dalam mempengaruhi sistem penilaian kinerja adalah:
1. Kompetensi, yang meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan dan
tanggung jawab.
2. Keadilan atau kewajaran, yang meliputi pendapatan berdasarkan keahlian,
kesejahteraan, keterbukaan informasi dan keterbukaan prosedur kompensasi.
3. Lingkungan organisasi, yang meliputi hubungan dengan
kolega/atasan/bawahan, suasana kerja dan fasilitas kerja.
4. Motivasi, yang meliputi self achievement, penghargaan dan kepuasan.
5. Kinerja, yang meliputi ketepatan waktu, kuantitas pekerjaan, kualitas
pekerjaan dan loyalitas.
Selanjutnya keseluruhan variabel ini ditransformasikan kedalam kuesioner
yang bertujuan untuk pengambilan data. Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh:
1. Data deskriptif yang berupa karakteristik responden dan distribusi frekuensi
tanggapan responden.
2. Hasil analisis data statistik yang menggunakan teknik analisis data regresi
linier berganda, untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh terhadap
kinerja pada pegawai Pemko Kota Medan.
5.2 Karakteristik Responden
5.3.1 Jenis Kelamin
46
Berdasarkan hasil pengelompokan data didapat distribusi frekuensi
responden berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut:
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)1 Laki-laki 62 63,92 Perempuan 35 36,1
Total 97 100,0Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Dari Tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden berdasarkan
jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki sebanyak 62 orang (63,9%).
Kemudian perempuan sebanyak 35 (36,1%).
5.3.2 Usia
Dari hasil pengumpulan dan pengelompokan data didapat distribusi
frekuensi responden berdasarkan usia responden sebagai berikut:
Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
No. Umur (Thn) Jumlah Persentase (%)1. 18-27 tahun 4 4,12. 28-37 tahun 24 24,73. 38-47 tahun 46 47,44. > 48 tahun 23 23,7
Total 97 100,0Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Dari Tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden berdasarkan
usia yang paling banyak adalah usia sekitar antara 38-47 tahun yaitu sebanyak 46
orang (47,4%). Kemudian 28-37 tahun sebanyak 24 orang (24,7%), lebih dari 48
tahun sebanyak 23 orang (23,7%) dan yang terakhir antara 18-27 tahun sebanyak
4 orang (4,1%).
47
5.3.3 Tingkat Pendidikan
Dari hasi pengumpulan dan pengelompokan data didapat distribusi
frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan sebagai berikut:
Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase1. SMA 26 26,82. D3 2 2,13. S1 63 64,94. S2 6 6,2
Total 97 100,0Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Dari Tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden berdasarkan
tingkat pendidikan yang paling banyak adalah S1yaitu sebanyak 63 orang
(64,9%). Kemudian SMA sebanyak 26 orang (26,8%), S2 sebanyak 6 orang
(6,2%) dan yang paling sedikit adalah D3 sebanyak 2 orang (2,1%).
5.3.4 Lama Bekerja
Dari hasil pengumpulan dan pengelompokan data didapat distribusi
frekuensi responden berdasarkan lama bekerja sebagai berikut:
Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Bekerja
No. Lama Bekerja Jumlah Persentase (%)1. < 10 tahun 21 21,62. 10-19 tahun 40 41,23. 20-29 tahun 23 23,74. > 30 tahun 13 13,4
Total 97 100,0Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Dari Tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden berdasarkan
lama bekerja di Pemko Kota Medan yang paling lama adalah responden yang
telah bekerja selama 10-19 tahun yaitu sebanyak 40 orang (41,2%). Kemudian 20-
48
29 tahun sebnayak 23 orang (23,7%), kurang dari 10 tahun sebanyak 21 orang
(21,6%) dan yang paling sedikit yang bekerja lebih dari 30 tahun yaitu sebanyak
13 orang (13,4%).
5.3.5 Jabatan Terakhir
Dari hasil pengumpulan dan pengelompokan data didapat distribusi
frekuensi responden berdasarkan jabatan terakhir sebagai berikut:
Tabel 5.5Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jabatan Terakhir
No. Jabatan Terakhir Jumlah Persentase (%)1. Tidak ada 79 81,42. Kasub 2 2,13. Kasub Penyusunan Program 1 1,04.5.6.
SekretarisStaf
Wali Kelas
1131
1,013,41,0
Total 97 100,0Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Dari Tabel 5.5 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden berdasarkan
jabatan terakhir yang diembannya kebanyakan responden tidak memiliki jabatan
sebelumnya yaitu sebanyak 79 orang (81,4%). Kemudian staf sebanyak 13 orang
(13,4%), Kasub sebanyak 2 orang (2,1%), Kasub Penyusunan Program sebanyak
1 orang (1,0%), Sekretaris sebanyak 1 orang (1,0%) dan wali kelas sebanyak 1
0rang (1,0%).
5.3.6 Pangkat/ Golongan
Dari hasil pengumpulan dan pengelompokan data didapat distribusi
frekuensi responden berdasarkan pangkat/ golongan sebagai berikut:
Tabel 5.6Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jabatan Terakhir
No. Jabatan Terakhir Jumlah Persentase (%)1. Ahli Madya 2 2,12. Ahli Muda 11 11,33. Ahli Pertama 6 6,24. Ahli Utama 1 1,05. Eselon II/a 2 2,16. Eselon III/b 2 2,1
49
7. Eselon IV/a 7 7,28. Eselon IV/b 5 5,29. Guru 10 10,3
10. Guru/IIIa 1 1,011. I 1 1,012. II 26 26,813. III 17 17,514. IV 1 1,015. Mahir 1 1,016. Penata/IIIc 1 1,017. Penyelia 3 3,1
Total 97 100,0Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Dari Tabel 5.5 dapat disimpulkan frekuensi responden berdasarkan
pangkat/ golongan yang paling banyak adalah II sebanyak 26 orang (26,8%).
Kemudian III sebanyak 17 orang (17,5%), Ahli Muda sebanyak 11 orang
(11,3%), Eselon IV/a sebanyak 7 orang (7,2%), Ahli Pertama sebanyak 6 orang
(6,2%), Eselon IV/b sebanyak 5 orang (5,2%), Penyelia sebanyak 3 orang
(3,1%). Ahli Madya, Eselon II/a dan Eselon III/b masing-masing sebanyak 2
orang (2,1%). Ahli Utama, Guru/IIIa, I, IV, Mahir dan Penata/IIIc masing-
masing sebanyak 1 orang (1,0%).
5.3 Analisis Deskriptif Penilaian Pegawai Berbasis Kinerja di Pemerintah
Kota Medan
Berikut ini hasil penyajian berupa penjelasan responden terhadap variabel-
variabel tersebut yang nantinya diukur dengan standar nilai pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7Pengukuran Jawaban Responden
No. Nilai Pengukuran1 1,00-1,79 Sangat tidak baik2 1,80-2,59 Tidak baik3 2,60-3,39 Kurang baik4 3,40-4,19 Baik5 4,20-5,00 Sangat baik
5.3.1 Kompetensi Responden
50
Dari hasil pengumpulan sampai dengan analisis data di dapat distribusi
frekuensi uraian jawaban pengetahuan responden tentang kompetensi responden
dalam bekerja untuk mencapai penilaian kinerja pegawai.
Tabel 5.8Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Kompetensi Responden
No. Pernyataan 1 2 3 4 5 Total Rerata1. Saya memahami tugas dan fungsi
pekerjaan saya0 0 2 62 33 97 4.32
2. Saya menguasai pengetahuan yang mendukung penerapan tugas dan fungsi pekerjaan saya
0 0 4 78 15 97 4.03
3. Saya mengetahui batasan tanggung jawab yang saya emban.
0 0 4 77 16 97 4.12
4. Saya mengetahui konsekuensi hukumdalam pekerjaan saya
0 0 7 73 17 97 4,10
5. Saya memiliki pengetahuan mengelola sumber daya manusia
0 0 7 77 13 97 4,06
6. Saya memiliki pengetahuan mengenai peraturan wali kota Medan yang sesuai dengan jabatan yang sayaemban
0 0 8 62 27 97 4,19
7. Saya menguasai keahlian administrasi sesuai dengan tugas dan fungsi
0 0 10 76 11 97 4,01
8. Saya mampu membina komunikasi dengan atasan
0 0 6 64 27 97 4,21
9. Saya mampu membina komunikasi dengan bawahan
0 0 5 79 13 97 4,08
10. Saya mampu membina komunikasi dengan kolega
0 0 8 70 19 97 4,11
11. Saya mampu membina hubungan kerja yang baik dengan atasan
0 0 5 76 16 97 4,11
12. Saya mampu membina hubungan kerja yang baik dengan bawahan
0 0 6 70 21 97 4,15
13. Saya mampu membina hubungan kerja yang baik dengan kolega
0 0 5 76 16 97 4,13
14. Saya mampu membuat perencanaan kerja sesuai dengan tanggung jawab saya
0 1 13 70 13 97 3,95
15. Saya mampu mengorganisir sumber daya yang ada untuk mengaplikasikan rencana kerja
0 0 9 78 10 97 4,01
51
16. Saya memiliki keterampilan yang cukup dalam mengarahkan sumber daya manusia untuk pencapaian tujuan organisasi
0 0 15 70 12 97 3,96
17. Saya selalu mengawasi pekerjaan bawahan saya
0 0 14 70 13 97 3,98
18. Saya mampu mengevaluasi pekerjaanbawahan
0 0 18 71 8 97 3,89
19. Saya mampu menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepada saya.
0 0 6 81 10 97 4,04
20. Saya selalu berkomitmen untuk hadirtepat waktu
0 0 8 55 34 97 4,26
21. Saya menjunjung tinggi kejujuran dalam bekerja
0 0 2 57 38 97 4,37
22. Saya selalu bekerja secara transparan 0 0 2 64 31 97 4,3923. Saya menerima konsekuensi dari
pekerjaan yang saya lakukan0 0 4 69 24 97 4,20
24. Saya bersedia bertanggung jawab terhadap pekerjaan saya
0 0 4 58 35 97 4,31
25. Saya adalah orang yang berkomitmenuntuk menjadi yang terbaik di pekerjaan saya
0 0 4 57 36 97 4,32
26. Saya yakin dengan disiplin, maka saya mampu mencapai tujuan organisasi
0 0 5 64 28 97 4,23
Rerata Total 4.13Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 5.8 diperoleh distribusi frekuensi jawaban responden
terhadap kompetensi dalam bekerja. Dari data diatas didapat beberapa kesimpulan
terkait dengan kompetensi pegawai dalam bekerja. Pernyataan paling negatif
terdapat pada Saya mampu mengevaluasi pekerjaan bawahan (3.89) namun masih
dalam kategori baik, hal ini menjelaskana bahwa setiap atasan mampu
mengevaluasi hasil kerja bawahannya sehingga hasil pekerjaan tersebut
terselesaikan dengan baik. Sedangkan pernyataan yang paling positif terdapat
pada Saya selalu bekerja secara transparan masuk kedalam kategori sangat baik
(4.39) yangtermasuk kedalam kategori baik, hal ini menjelaskan bahwa pegawai
kantor Pemko Medan bekerja dengan transparan. Satu pegawai mengetahui
52
pekerjaan pegawai lainnya, atasan mengetahui pekejaan bawahannya dan
bawahan mengetahui pekerjaan atasannya.
Dari hasil pengolahan data didapat juga rerata pengetahuan total
kompetensi pegawai dalam bekerja yaitu sebesar 4.13 yang terletak pada kategori
sangat baik. Hal ini mengindikasikan bahwa pegawai pada kantor Pemko Medan
sudah memiliki kompetensi diatas rata-rata (baik).
5.3.2 Keadilan atau Kewajaran Responden
Dari hasil pengumpulan sampai dengan analisis data didapat distribusi
frekuensi uraian jawaban keadilan dan kewajaran responden dalam bekerja
sebagai berikut ini.
Tabel 5.9Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Keadilan atau Kewajaran Responden
dalam BekerjaNo. Pernyataan 1 2 3 4 5 Total Rerata1. Saya menganggap beban kerja saya
cukup adil0 3 28 60 6 97 3,71
2. Pendapatan saya cukup berdasarkan keahlian yang saya miliki
0 7 21 60 9 97 3,73
3. Saya telah diberikan kesejahteraan yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari
0 3 18 71 5 97 3,80
4. Untuk membuat keputusan pekerjaan, pimpinan saya mengumpulkan informasi yang akurat dan lengkap
0 2 15 73 7 97 3,87
5. Pimpinan saya menjelaskan keputusan dan memberikan informasitambahan ketika diminta oleh karyawan dan pegawai
0 1 17 74 5 97 3,85
6. Semua keputusan pekerjaan diterapkan secara konsisten kepada seluruh karyawan dan pegawai yang bertugas
0 1 14 75 7 97 3,90
7. Prosedur-prosedur kompensasi di tempat saya bekerja tidak lagi mengandung bias (kepentingan pihaktertentu)
0 2 13 75 7 97 3,89
8. Prosedur-prosedur kompensasi di tempat saya bekerja telah didasarkan pada informasi yang akurat
0 3 7 80 7 97 3,85
53
9. Prosedur-prosedur kompensasi di tempat saya bekerja sesuai dengan etika dan standar moral
0 2 9 78 8 97 3,94
10. Pimpinan telah menjelaskan prosedur-prosedur dengan jelas di dalam prosedur Peraturan Wali Kota Medan
0 1 16 74 6 97 3,71
11. Pekerjaan yang diberikan sesuai dengan latar belakang pendidikan saya.
0 2 5 79 11 97 4,02
12. Saya menerima gaji sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab.
0 3 12 75 7 97 3,76
Rerata Total 3.84Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 5.9 diperoleh distribusi frekuensi jawaban responden
terhadap keadilan atau kewajaran dalam bekerja. Dari data diatas didapat beberapa
kesimpulan terkait dengan keadilan atau kewajaran bagi responden dalam bekerja.
Pernyataan paling negatif terhadap keadilan atau kewajaran adalah Pimpinan
telah menjelaskan prosedur-prosedur dengan jelas di dalam prosedur Peraturan
Wali Kota Medan (3.71) namun hasil ini masih termasuk kedalam kategori baik
(3.40-4.19). sedangkan penyataan yang paling positif terdapat pada penyataan
Pekerjaan yang diberikan sesuai dengan latar belakang pendidikan saya (4.02)
yang juga termasuk kedalam kategori baik.
Dari hasil pengolahan data juga didapat rerata total hasil penelitian sebesar
3.84 yang termasuk kedalam kategori baik. Hal ini mengindikasikan bahwa
keadilan atau kewajaran didalam pekerjaan yang dirasakan pegawai dalam bekerja
sudah berjalan dengan baik.
5.3.3 Lingkungan Organisasi
Dari hasil pengumpulan sampai dengan analisis data di dapat distribusi
frekuensi uraian jawaban tindakan responden terhadap lingkungan organisasi
dalam bekerja sebagai berikut ini.
Tabel 5.10Disribusi Frekuensi Uraian Jawaban Tindakan Responden terhadap
Lingkungan Organisasi dalam Bekerja
54
No. Pernyataan 1 2 3 4 5 Total Rerata1. Terdapat hubungan keharmonisan
antara saya dan kolega0 0 7 66 24 97 4,17
2. Terdapat hubungan keharmonisan antara saya dan atasan
0 1 9 66 21 97 4,10
3. Terdapat hubungan keharmonisan antara saya dan bawahan
0 0 5 77 15 97 4,10
4. Terdapat peralatan kerja yang memadai sehingga memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi pekerjaan
0 1 13 66 17 97 4,02
5. Saya merasakan suasana yang nyaman dalam bekerja
0 1 8 74 14 97 4,04
6. Terdapat perlengkapan kerja yang memadai sehingga memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi pekerjaan
0 1 13 70 13 97 3,87
Rerata Total 4.05Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 5.10 diperoleh distribusi frekuensi jawaban tindakan
responden terhadap lingkungan organisasi dalam bekerja. Dari data diatas didapat
beberapa kesimpulan terkait dengan tindakan responden terhadpa lingkungan
organisasi. pernyataan yang paling negatif terhadap lingkungan organisasi adalah
Terdapat perlengkapan kerja yang memadai sehingga memudahkan pelaksanaan
tugas dan fungsi pekerjaan (3.87) namun masih termasuk kedalam kategori baik.
Hal ini menjelaskan bahwa perlengkapan dalam bekerja sudah tersedia dan
memadai untuk digunakan karyawan dalam bekerja. Sedangkan pernyataan yang
paling positif terdapat pada Terdapat hubungan keharmonisan antara saya dan
kolega (4.17) yang termasuk kedalam kategori baik. Hal ini menjelaskan bahwa
hubungan antara rekan kerja di dalam kantor Pemko Medan terjalin dengan baik
sehingga dapat menunjang aktivitas dalam bekerja.
Dari hasil pengolahan data diatas didapat juga hasil rerata total variabel
lingkungan organisasi yaitu sebesar 4.05 yang termasuk kedalam kategori baik
dan mengindikasikan bahwa lingkungan organisasi di kantor Pemko Medan sudah
berjalan dengan baik.
55
5.3.4 Motivasi
Dari hasil pengumpulan sampai dengan analisis data didapat distribusi
frekuensi uraian jawaban sikap responden terhadap motivasi pegawai dalam
bekerja sebagai berikut ini.
Tabel 5.11Distibusi Frekuensi Uraian Jawaban Responden terhadap Motivasi Pegawai
dalam BekerjaNo. Pernyataan 1 2 3 4 5 Total Rerata1. Saya bekerja untuk membuktikan
kemampuan saya0 2 17 70 8 97 3,86
2. Pekerjaan ini memberi kesempatan kepada saya untuk menunjukkan prestasi saya kepada orang lain
0 1 10 77 9 97 3,96
3. Menyelesaikan pekerjaan memberikan kepuasan pada diri saya
0 1 8 70 18 97 4,08
4. Saya memegang kendali atas kesuksesan saya
0 1 14 69 13 97 3,96
5. Pekerjaan ini memberikan peluang bagi saya untuk memperoleh penghasilan yang memuaskan
0 2 15 70 10 97 3,90
6. Saya mendapatkan penghargaan dari masyarakat karena adanya pekerjaan ini
0 2 25 63 7 97 3,77
Rerata Total 3.92Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 5.11 diperoleh distribusi frekuensi jawaban responden
terhadap pengetahuan tentang motivasi pegawai dalam bekerja. Dari data diatas
didapat beberapa kesimpulan yang terkait dengan motivasi pegawai dalam
bekerja. Pernyataan yang paling negatif terhadap motivasi pegawai dalam bekerja
adalah Saya mendapatkan penghargaan dari masyarakat karena adanya pekerjaan
ini (3.77) yang masih termasuk kedalam kategori baik, hal ini menjelaskan bahwa
masyarakat memiliki peran terhadap motivasi pegawai dalam bekerja. Apresiasi
dari masyarakat memiliki pengaruh yang baik bagi pegawai dalam bekerja.
Sedangkan pernyataan yang paling positif terdapat pada Menyelesaikan
pekerjaan memberikan kepuasan pada diri saya (4.08) yang termasuk kedalam
kategori baik, hal ini menjelaskan bahwa pegawai merasa senang ketika bisa
56
menyelesaikan pekerjaannya dan kemudian menjadi lebih bersemangat untuk
mengejakan pekerjaan berikutnya.
Dari pengolahn data juga didapat hasil rerata total dari motivasi bagi
pegawai dalam bekerja yaitu sebesar 3.92 yang termasuk kedalam kategori baik.
Hal ini menjelaskan bahwa para pegawai merasa bahwa motivasi-motivasi
memiliki nilai yang baik bagi mereka dalam bekerja.
5.3.5 Penilaian Pegawai Berbasis Kinerja
Dari hasil pengumpulan sampai dengan analisis data didapat distibusi
frekuensi uraian jawaban responden terhadap motivasi dalam bekerja sebagai
berikut ini.
Tabel 5.12Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Responden terhadap Kinerja Pegawai
dalam BekerjaNo. Pernyataan 1 2 3 4 5 Total Rerata1. Saya hadir tepat waktu 0 3 28 60 6 97 3,71
2.Saya pulang kerja sesuai waktu yang ditetapkan
0 7 21 60 9 97 3,73
3.Saya menyelesaikan tugas sesuai Tupoksi saya
0 3 18 71 5 97 3,80
4.Saya tidak pernah menunda pekerjaan
0 2 15 73 7 97 3,88
5. Atasan puas dengan hasil kerja saya 0 1 17 74 5 97 3,86
6.Saya mampu menyelesaikan sesuai target yang telah ditetapkan
0 1 14 75 7 97 3,91
7. Saya loyal terhadap pekerjaan saya 0 2 13 75 7 97 3,908. Hal yang merupakan rahasia
pekerjaan tidak saya diskusikan dengan keluarga
0 3 7 80 7 97 3,94
Total Rerata 3,84Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 5.12 diperoleh distribusi frekuensi jawaban responden
terhadap kinerja karyawan dalam bekerja. Pernyataan yang paling negatif
terhadap kinerja pegawai adalah Saya hadir tepat waktu (3.71) yang masih
termasuk kedalam kategori baik. Hal ini menjelaskan bahwa para pegawai kantor
Pemko Medan mayoritas dapat hadir tepat pada waktunya. Sedangkan pernyataan
57
yang paling positif terdapat pada Saya mampu menyelesaikan sesuai target yang
telah ditetapkan (3.91) yang masuk kedalam kategori baik. Hal ini menjelaskan
bahwa pegawai kantor Pemko Medan dapat menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan padanya tepat pada waktunya.
Dari hasil pengolahan data juga didapat hasil rerata total yaitu sebesar 3.84
yang artinya bahwa kinerja pegawai kantor Pemko Medan termasuk kedalam
kategori yang baik. Pegawai kantor Pemko Medan memiliki sikap disiplin yang
baik, mampu menyelsaikan tugas dengan baik dan memiliki sikap loyal terhadap
tempatnya bekerja.
5.4 Hasil Regresi Linier dan Uji Signifikansi Parsial (Uji T)
Dimana prestasi kerja merupakan unsur yang sangat penting dalam
kinerja. Dalam hal ini peneliti mengunakan teknik analisis regresi linier berganda.
Regresi linier berganda, yang bertujuan untuk menganalisis faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja PNS. Uji secara statistik ini dilakukan untuk
menghasilkan hasil yang valid. Hasil regresi penelitian yang telah dilakukan
mendapatkan hasil.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil penelitian regresi
linier berganda sebagai berikut ini.
Tabel 5.13Hasil Analisis Regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.BStd. Error Beta
1 (Constant) -1.828 1.268 -1.442 .153
Kompetensi .006 .010 .016 .597 .552
keadilan_atau_kewajaran
.671 .019 .96035.25
7.000
lingkungan_organisasi .004 .035 .003 .114 .910
Motivasi .027 .034 .021 .788 .433
a. Dependent Variable: kinerjaSumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
58
Dari hasil regresi linier berganda pada Tabel 5.13 didapat nilai konstanta
sebesar (-1.828) yang artinya bahwa tanpa melihat variabel independen, nilai
kinerja karyawan sebesar -1.828. Dari Tabel 5.13 didapat hasil variabel
kompetensi sebesar 0.006 yang berarti kompetensi bernilai positif dan nilai
signifikan sebesar 0.552 lebih besar dari 0.05 yang artinya berpengaruh tidak
signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa kompetensi memiliki pengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap kinerja pegawai Pemko Medan.
Variabel keadilan atau kewajaran memiliki nilai 0.671 yang berarti
memiliki nilai positif dan nilai signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.05
yang berarti memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini berarti bahwa keadilan
atau kewajaran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerj pegawai
Pemko Medan.
Variabel lingkungan organisasi memiliki nilai 0.004 yang memilki arti
positif dan nilai signifikansi sebesar 0.910 yang berarti memilki pengaruh yang
tidak signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa lingkungan organisasi memiliki
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja pegawai Pemko Medan.
Variabel motivasi memilki nilai 0.027 yang memiliki arti positif dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.433 yang berarti memiliki pengaruh yang tidak
signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa motivasi memiliki pengaruh positif dan
tidak signifikan.
5.5 Pengujian Simultan (Uji F)
Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil uji signifikansi
simultan (Uji F) sebagi berikut ini.
Tabel 5.14Uji Signifikansi Simultan
ANOVAa
ModelSum of Squares Df
Mean Square F Sig.
1 Regression 922.312 4 230.578 384.490 .000b
59
Residual 55.172 92 .600
Total 977.485 96
a. Dependent Variable: kinerjab. Predictors: (Constant), motivasi, lingkungan_organisasi, kompetensi, keadilan_atau_kewajaran
Sumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Dari Tabel 5.14 diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pengaruh
seluruh variabel independen terhadap variabel dependen kinerja yaitu sebesar
0.000 yang artinya bahwa seluruh variabel independen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja secara bersama-sama.
5.6 Analisis Koefisien Determinasi
Analisis koefisien determinasi adalah analisis yang digunakan untuk
melihat seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari
pengolahan data yang telah dilakukan diperoleh hasil analisis koefisien
determinasi sebagai berikut:
Tabel 5.15Koefisien Determinasi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .971a .944 .941 .77440
a. Predictors: (Constant), motivasi, lingkungan_organisasi,
kompetensi, keadilan_atau_kewajaranSumber: Hasil Penelitian, 2017 (data diolah)
Dari Tabel 5.15 diperoleh hasil koefisien determinasi sebesar 0.944 atau
94.4% yang berarti variabel independen dalam penelitian ini yaitu motivasi,
keadilan atau kewajaran, lingkungan organisasi dan motivasi dapat mempengaruhi
kinerja pegawai sebesar 94.4% sedangkan sisanya 5.6% dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak termasuk kedalam penelitian ini.
5.7 Pembahasan
60
Dalam penelitian ini faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
kinerja pegawai Pemko Medan adalah keadilan atau kewajaran. Menurut
Rumokoy (2010) asas keadilan menuntut tindakan secara proporsional, sesuai,
seimbang dan selaras dengan hak setiap orang. Sedangkan asas kewajaran
menekan agar aktifitas pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat, baik itu berkaitan dengan agama, moral, adat-istiadat maupun nilai-
nilai lainnya.
Keadilan dapat dibagi menjadi dua dimensi yaitu keadilan distributif dan
keadilan prosedural. Kedua keadilan ini merujuk kepada persepsi karyawan
terhadap kewajaran dan keseimbangan antara masukan-masukan yang mereka
berikan dengan hasil-hasil organisasional yang mereka terima, serta persepsi
karyawan tentang wajar atau tidaknya proses-proses yang digunakan untuk
mendistribusikan hasil-hasil organisasional tersebut.
Teori keadilan distributif menyatakan bahwa individu-individu organisasi
akan mengevaluasi distribusi hasil-hasil organisasional dengan memperhatikan
beberapa aturan distribusi, yang paling sering digunakan adalah hak menurut
kewajaran atau keadilan (Gilliland,). Teori kewajaran (equity theory) menyatakan
bahwa manusia dalam hubungan-hubungan sosialnya berkeyakinan bahwa imbalan
organisasional harus didistribusikan sesuai dengan tingkat kontribusi individual
(Adam dalam Cowherd dan Levine, 1992).
Berdasarakan Tabel 6.9 yang berisikan tanggapan responden terhadap
butri-butir indikator keadilan atau kewajaran, dapat dilihat bahwa pegawai Pemko
Medan rata
Keadilan beban kerja merupakan hal yang sangat penting bagi pegawai
Pemko Medan. Ketika suatu beban kerja dianggap tidak adil, maka akan
menciptakan ketidakpuasan yang mengakibatkan rendahnya kinerja. Terdapat
banyak persepsi tentang keadilan salah satunya adalah dianggap adil ketika
pendapatan saya cukup berdasarkan keahlian yang saya miliki.
61
Pembagian imbalan hasil kerja keras (kompensasi) hendaknya di
distribusikan sesuai dengan tingkat kontribusi individu serta sesuai dengan
etika dan standar moral yang berlaku.
Keterbukaan merupakan hal yang sangat penting bagi pegawai Pemko Medan
khususnya dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan.
Pimpinan hendaknya mengumpulkan informasi yang akurat dan lengkap
untuk menjadi bahan pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Pimpinan
juga harus mampu menjelaskan tentang keputusan yang diambil dan mampu
menjelaskan apabila ketidakjelasan yang muncul dari para pegawai.
Keputusan yang sudah diambil hendaknya diberlakukan tanpa pilih kasih
dengan maksud khusus.
Penempatan pegawai hendaknya dilakukan sesuai dengan keahliannya
masing-masing. Theright man on the right place merupakan istilah penting
yang harus diterapkan dalam setiap pekerjaan agar pekerjaan tersebut dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa keadilan atau kewajaran
merupakan salah satu faktor penting bagi pegawai. Diberlakukan secara adil
merupakan keinginan bagi setiap karyawan. Tidak adanya pembedaan atau pilih
kasih terhadap karyawan akan memberikan rasa nyaman bagi karyawan dalam
bekerja. Karyawan diberikan penghargaan sesuai dengan hasil kerja yang
dilakukannya. Ketika rasa adil tersebut telah dirasakan oleh karyawan tentunya
akan memberikan rasa kepuasan bagi mereka, kepuasan inilah yang akhirnya akan
berdampak pada peningkatan kinerja mereka. Hal inilah yang terjadi pada
pegawai di Pemko Medan. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa kenaikan
keadilan atau kewajaran akan meningkatkan kinerja pegawai.
Begitu pula sebaliknya apabila keadilan tidak dapat terpenuhi maka akan
menimbulkan rasa curiga antar pegawai. Rasa curiga yang timbul antar pegawai
tentunya akan memberikan rasa yang tidak nyaman dalam bekerja dan
bersosialisasi sehingga kinerja yang akan dihasilkan akan menurun. Hal ini
dikarenakan mereka merasa reward yang mereka dapat tidak sebanding dengan
62
kerja keras yang mereka lakukan. Oleh karena itu, keadilan atau kewajaran
merupakan aspek yang sangat penting yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai.
5.8 Penilaian Berbasis Kinerja Bengkulu dan Surabaya
Berdasarkan Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 73 Tahun 2016 tentang
Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Bengkulu dapat dilihat bahwa pada Pasal 18 ayat 1 yang
menyatakan bahwa setiap pegawai wajib membuat laporan kerja harian.
Kemudian pada ayat 2 dikatakan bahwa laporan yang dibuat tersebut
disampaikan setiap hari kepada atasan langsung untuk dilakukan penilaian dan
bersifat final.
Berdasarkan pasal 19 ayat 1 dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan
verifikasi terhadap hasil pengukuran kinerja, dan menangani pengaduan dari
pegawai yang dinilai maupun pejabat yang menilai dibentuklah Tim Monitoring
dan Evaluasi.
Berdasarkan Pasal 2 tentang sanksi atas penilaian kinerja yang tidak
sesuai, diuraikan dua jenis sanksi yaitu:
1. pejabat penilai yang berdasarkan hasil verifikasi Tim Monitoring dan
Evaluasi terbukti memberikan penilaian kinerja yang tidak sesuai dengan buti
kinerja pegawai diberikan sanksi berupa pemotongan tambahan penghasilan
sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari total tambahan penghasilan pada
bulan berikutnya.
2. Pejabat penilai yang terbukti tidak melakukan penilaian kinerja pegawai
kepada bawahannya, diberikan sanksi berupa pemotongan tambahan
penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari total tambahan penghasilan
pada bulan berikutnya.
Dari peraturan tersebut bisa diambil masukan bahwa penilaian pegawai
berbasis kinerja Kota Medan juga membutuhkan monitoring, evaluasi dan sanksi.
Sehingga pelaksanaannya akan lebih baik.
63
Berdasarkan penilaian pegawai berbasis kinerja yang dilakukan di
Surabaya, Damayanti (2014) melakukan penelitian mengenai penggajian berbasis
kinerja di Sekretariat Pemerintah Kota Surabaya melalui Program e-Performance
dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Hasil penelitiannya menyebutkan
bahwa Dampak adanya program e-Performance dan TPP dalam Sekretariat
pemkot Surabaya adalah perubahan kinerja pegawai yang dulunya bekerja tidak
memakai ukuran penilaian yang jelas dan target acuan kegiatan, sekarang
pegawai memakainya. Ukuran penilaian kinerja digunakan untuk menilai
seberapa persen kinerja yang telah dikerjakan pegawai. Penilaian tersebut
digunakan pada program e-Performance, disini pegawai dinilai kinerja yang telah
mereka lakukan serta capaian target yang mereka peroleh. Ditambah lagi tes
kompetensi untuk mengukur pegawai diluar kinerja yang lebih berhubungan pada
hubungan antar pegawai, bawahan dengan atasan, dan atasan dengan bawahan.
Penilaian yang dihasilkan dari e-Performance yang nantinya akan menghasilkan
uang kinerja yang berhak dibawa pegawai.
Setelah program ini dilaksanakan pegawai selalu berupaya optimal untuk
mendapatkan poin yang maksimal dengan cara rajin mengerjakan kegiatan dan
berupaya mengejar target capaian agar pendapatan mereka bisa meningkat. Hal
ini ditambah dengan meningkatnya kedisiplinan pegawai dalam kehadiran, tepat
waktu masuk dan pulang kantor. Hal ini mereka lakukan untuk mendapatkan
tambahan penghasilan dari TPP.
Dari dampak tersebut juga disimpulkan bahwa telah tercipta suatu budaya
kinerja baru yang ada pada birokrasi di Pemerintah Surabaya yang tiap
pegawai mempunyai kedisiplinan, semangat kerja, penyelesaian tugas, kinerja
pegawai, Produktivitas Pegawai dan kesejahteraan pegawai pada program e-
Performance dan TPP. Dalam kaitannya disini kesejahteraan pegawai dijamin
dengan adanya penggajian berbasis kinerja. Pegawai lebih fokus dan optimal
dalam menjalankan tugasnya karena tingkat kesejahteraan mereka telah dipenuhi
oleh Pemerintah Kota Surabaya (Damayanti, 2014).
64
65
BAB VI
PERUMUSAN PENERAPAN SISTEM PENILAIAN PEGAWAI BERBASIS
KINERJA DI PEMKO MEDAN
Berdasarkan pemaparan pada beberapa bab sebelumnya dimana diperoleh
bahwa keadilan atau kewajaran merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja
pegawai di Pemko Kota Medan. Oleh karena itu, perumusan yang paling tepat
adalah dengan berfokus pada penilaian kinerja yang berasaskan keadailan dan
kewajaran. Keadilan dan kewajaran dapat tercapai dengan adanya keterbukaan
informasi, kesesuaian antara kompensasi dengan beban kerja dan keahlian yang
dimiliki. Sehingga penilaian sangat penting diutamakan pada penentuan beban
kerja yang merupakan hasil dari uraian tugas dan jabatan yang sesuai dengan
Tupoksi.
Aspek penilaian yang dirumuskan terdiri dari:
1. Disiplin, yang meliputi hadir terlambat, pulang lebih cepat, tidak masuk kerja
dan tidak mendapat hukuman.
2. Beban kerja, yang meliputi rincian tugas yang telah diberi pembobotan
berdasarkan lama waktu penyelesaian.
3. Prestasi kerja, yang meliputi disiplin, beban kerja dan penyerapan anggaran.
6.1 Analisis Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk
berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu
perilaku serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan
seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku (Rivai, 2005:444). Sedangkan menurut Siagian (2002:305) disiplin adalah
suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan,
sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai yang lain serta meningkatkan
prestasi kerja.
66
Peraturan Disiplin Pegawai Negari Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam
Peraturan Disiplin PNS diatur ketentuan-ketentuan mengenai:
1. Kewajiban
2. Larangan
3. Hukuman disiplin
Menurut Mangkunegara (2011:129) ada dua bentuk disiplin kerja, yaitu: (1)
disiplin preventif dan (2) disiplin korektif.
1. Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai
mengikuti dan mematuhi peraturan kerja, aturan-aturan dasar yan telah
digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan
pegawai berdisiplin diri.
2. Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam penyatuan
suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai
dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan.
Menurut Rivai (2005:444) disiplin kerja memiliki beberapa indikator seperti:
1. Kehadiran
Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan,
dan biasanya karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa untuk
terlambat dalam bekerja.
2. Ketaatan kepada peraturan kerja
Karyawan yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan prosedur
kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh
perusahaan.
3. Ketaatan pada standar kerja
Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan yang
diamanahkan kepadanya.
4. Tingkat kewaspadaan tinggi
Karyawan yang memiliki tingkat kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-
hati penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu
menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.
67
5. Bekerja etis
Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sopan
kepada pelanggan atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Hal ini
merupakan salah satu tindakan indisipliner, sehingga bekerja etis sebagai
salah satu wujud dari disiplin kerja karyawan.
Tabel 6.1Indikator Kedisiplinan
Variabel Indikator UraianKedisiplinan 1. Kehadiran a. Setiap jam kerja selalu berada ditempat
kerja sampai pada waktu pulang kerja.b. Datang ditempat kerja berusaha tepat
waktu untuk menjalankan pekerjaan.c. Menggunakan waktu sebaik-baiknya
dalam melaksanakan pekerjaan.2. Ketaatan
kepadaperaturan kerja
a. Dalam menyelesaikan pekerjaan/ tugassesuai dengan waktu yang ditetapkanoleh pemerintah.
b. Bekerja sesuai dengan yang telahdiamanahkan oleh atasan atau sesuaidengan bidang masing-masing.
c. Mmapu menyelesaikan tugas yangdiberikan
3. Ketaatan padastandar kerja
a. Setiap hasil kerja yang telah dilakukansesuai dengan standar prosedur ditempatkerja.
b. Menyelesaikan pekerjaan tepat denganstandar waktu sesuai dengan prosedurpemerintah yang telah ditetapkan.
c. Menjadikan prosedur pemerintha sebagaidasar dalam bertindak dilingkungankerja.
4. Tingkatkewaspadaantinggi
a. Ketelitian dalam bekerja.b. Penggunaan fasilitas kantor secara efektif
dan efisien.c. Selalu berhati-hati dalam bertindak.
5. Bekerja etis a. Bersikap ramah terhadap sesama.b. Saling menghargai dan menghormati
dalam bekerja.c. Bersikap jujur dalam pelaksanaan
pekerjaan.Sumber: Rivai (2005:444)
68
Dari analisis yang telah dilakukan peneliti mendapatkan analisis aspek
perilaku disiplin sebagai berikut.
Tabel 6.2Form A
Panduan DisiplinNo. Keterangan Bobot Keterangan1. Aspek Perilaku Kerja (100%)
- Hadir Terlambat/ bulan(max=20%)
20% 0 jam
15% < 2 jam
10% 2– 4 jam
5% 4-7jam 30 menit
0% >7 jam 30 menit
- Pulang lebih cepat/ bulan(max=20%)
20% 0 jam
15% < 2 jam
10% 2-4 jam
5% 4- 7 jam 30 menit
0% >7 jam 30 menit
- Tidak masuk kerja/ bulan(max=30%)
30% 0 hari
23% 1 hari (7 jam 30 menit)
16% 2 hari (15 jam)
9% >2 hari (>15 jam)
- Tidak mendapat hukumandisiplin sesuai dengan ketentuanperaturan UU yang berlaku/bulan (max=30%)
30% Tidak pernah
24% Teguran lisan
18% Teguran tertulis
12% Pernyataan tidak puastertulis
6% Hukuman disiplin sedang
Contoh perhitungan untuk total disiplin.
Tabel 6.3Disiplin PNS per Bulan
Uraian Keterangan Bobot (%)Hadir terlambat 1 jam 15Pulang terlambat 3 jam 10Tidak masuk kerja 1 hari 23Hukuman Tidak pernah 30
Total Skor Disiplin 78
69
6.2 Analisis Beban Kerja
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008
Analisis Beban Kerja adalah suatu teknik manajemen yang dilakukan secara
sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi
kerja organisasi berdasarkan volume kerja.
Indikator untuk mengukur beban kerja dapat menggunakan volume kerja,
efektifitas dan beban kerja, bobot tugas, jam kerja efektif dan standar prestasi
kerja.
1. Volume Kerja adalah sekumpulan tugas/pekerjaan yang harus diselesaikan
dalam waktu 1 tahun.
2. Beban Kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu
jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan
bobot tugas.
3. Bobot adalah variabel tetap, harap ditentukan ketetapan bobot untuk masing-
masing kegiatan yang berbeda-beda sesuai dengan form isian bobot.
4. Jam Kerja Efektif adalah jam kerja yang harus dipergunakan untuk
berproduksi/menjalankan tugas.
5. Standar Prestasi Kerja adalah nilai baku kemampuan hasil kerja pejabat/unit
kerja secara normal.
Analisis beban kerja dilakukan terhadap aspek-aspek, yaitu :
a. Bobot tugas
b. volume kerja (variabel tidak tetap); dan
c. jam kerja efektif.
Volume kerja (variabel tidak tetap) diperoleh dari target pelaksanaan tugas
untuk memperoleh hasil kerja. Jam kerja efektif merupakan alat ukur dalam
melakukan analisis beban kerja. Analisis beban kerja menggunakan metoda
membandingkan beban kerja dengan jam kerja efektif per tahun. Beban kerja
diperoleh dari hasil perkalian antara volume kerja dengan bobot tugas
Analisis beban kerja dilaksanakan secara sistematis dengan tahapan sebagai
berikut:
70
a. pengumpulan data;
b. pengolahan data;
c. pengelolahan hasil olahan data; dan
d. penetapan hasil analisis beban kerja.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan:
a. Formulir Isian, berupa pengumpulan data dan inventarisasi jumlah pemangku
jabatan.
b. wawancara;
c. pengamatan langsung; dan
d. referensi.
Pengolahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilakukan
dengan menggunakan :
a. rekapitulasi jumlah beban kerja jabatan;
b. perhitungan kebutuhan pejabat/pegawai, tingkat efisiensi jabatan dan prestasi
kerja jabatan; dan
c. rekapitulasi kebutuhan pejabat/pegawai, tingkat efisiensi unit dan prestasi
kerja unit.
Berdasarkan peraturan menteri dalam negeri nomor 12 tahun 2008 analisis
aspek-aspek dalam analisis bebankerja
1. Bobot Tugas
2. Volume Kerja (Variabel TidakTetap).
Volume kerja diperoleh dari target pelaksanaan tugas untuk memperoleh hasil
kerja/produk. Setiap volume kerja yang berbeda-beda antar unit/jabatan
merupakan variabel tidak tetap dalam pelaksanaan analisis beban kerja.
Contoh :
a. Salah satu tugas Kepala Seksi Inventarisasi Jabatan adalah membuat
laporan kegiatan Seksi Inventarisasi Jabatan. Tugas ini adanya seminggu
sekali. Misal Hari Kerja Efektif dalam 1 tahun untuk 5 hari kerja = 235
hari. Maka jumlah volume kerja untuk tugas membuat laporan kegiatan
71
dalam 1 tahun adalah 235 : 5 = 47, satuannyafrekuensi.
b. Tugas membuat laporan bulanan, tugas ini adanya 1 bulan sekali.
Maka jumlah volume kerja untuk tugas membuat laporan bulanan dalam
1 tahun adalah 235 : 20 = 11,75 dibulatkan menjadi 12,
satuannyafrekuensi.
3. Jam KerjaEfektif
Untuk dapat melakukan analisis beban kerja secara baik dan benar, terlebih
dahulu perlu ditetapkan alat ukurnya, sehingga pelaksanaannya dapat
dilakukan secara transparan.
Keterbukaan/transparansi ini sebagai suatu syarat agar pelaksanaan analisis
beban kerja dapat dilaksanakan secara obyektif, sehingga laporan hasil
analisis beban kerja benar-benar akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kriteria suatu alat ukur yaitu :
a. Valid, artinya alat ukur yang akan dipergunakan mengukur beban kerja
sesuai dengan material yang akandiukur;
b. Konsisten, artinya dalam melakukan analisis beban kerja harus konsisten
dari waktu kewaktu;
c. Universal, artinya alat ukur harus dapat dipergunakan untuk mengukur
berbagai unit kerja maupun hasil kerja, sehingga tidak ada alat ukur
yang lain atau khusus untuk suatu unit kerja atau hasilkerja.
Sesuai dengan kriteria alat ukur, maka dalam pelaksanaan analisis beban
kerja yang dipergunakan sebagai alat ukur adalah jam kerja efektif yang harus
diisi dengan tindak kerja untuk menghasilkan berbagai produk baik yang bersifat
konkrit (benda) atau abstrak (jasa).
Dalam Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 telah ditentukan jam
kerja instansi pemerintah 37 jam 30 menit per minggu, baik untuk yang 5 (lima)
hari kerja ataupun yang 6 (enam) hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan
Kepala Daerah masing-masing.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dihitung jam kerja efektif yang akan
72
digunakan sebagai alat ukur dalam melakukan analisis beban kerja.
Contoh penghitungan 1 :
Untuk 5 hari kerja:
a. Jam Kerja PNS Per Minggu = 37,5 Jam (37 Jam 30Menit)
b. Jam Kerja PNS Per Hari = 37,5 Jam : 5 = 7,5 Jam (7 Jam
30Menit)
c. Jam Kerja Efektif Per Hari = 75% x 7,5 Jam = 5 Jam 37 Menit =
337 Menit dibulatkan 330 Menit (5 Jam 30Menit)
d. Jam Kerja Efektif Per Minggu = 5 Hari x 330 Menit =
1.650Menit
e. Jam Kerja Efektif Per Bulan = 20 Hari x 330 Menit = 6.600Menit
f. JamKerjaEfektifPerTahun=12Bulanx6.600Menit=79.200Menit=
1.320 Jam = 1.300 Jam
73
Tabel 6.4FORM B
ISIAN BOBOT TUGAS/KEGIATAN
No. Tugas/KegiatanSkala
1 2 3 4 5
1.2.3.4.5.6.7.8.9.
10.
Catatan Penting:
1. Bobot diberikan skala lama waktu penyelesaian sebagai berikut:
1 = sangat cepat (0-60 menit)
2 = cepat (61-120 menit)
3 = cukup lama (121-180 menit)
4 = lama (181-240 menit)
5 = sangat lama (>240 menit)
2. Setiap PNS yang bersangkutan harus mengisi tugas/ kegiatan sesuai dengan
job description masing-masing.
74
Tabel 6.5FORM C
TOTAL SKOR BEBAN KERJA PER BULANNama Jabatan :
Unit Organisasi :
No. Rincian Tugas/ KegiatanSatuan
(A)
Volume Kerja
(B)
Bobot Tugas
(C)
Beban Kerja
(D=B xC)
1.2.3.4.5.6.7.
Total
Rumus perhitungan beban kerja
100%
75
Contoh perhitungan beban kerja dan total beban kerja.
Isilah Tabel 5.6, yaitu beban kerja berdasarkan panduan Form B untuk isian bobot
tugas/ kegiatan, dengan menggunakan form C sebagai Tabel 6.6. Dalam hal ini,
form B harus diisi terlebih dahulu oleh PNS yang bersangkutan. Setelah mengisi
form B barulah bisa mengisi Tabel 6.6.
Tabel 6.6Total Skor Beban Kerja per Bulan
No. Rincian Tugas/ KegiatanSatuan
(A)
Volume Kerja
Bobot Tugas
Beban Kerja
(B) (C)(D=B xC)
1. Laporan harian Unit 24 300 7200
2. Laporan mingguan Unit 4 150 600
3. laporan bulanan Unit 1 240 240
4.pembuatan rancangan anggaran tahunan
Unit 1 1200 1200
5. pelaksanaan program bulanan Kegiatan 2 240 480
6. pembuatan rencana kerja Set 1 240 2407. pembuatan laporan tahunan Unit 0,08 240 20
8. pengawasan Kegiatan 1 240 240
Total Skor Beban Kerja 10220
Catatan:
Bobot kerja diberikan oleh atasan sesuai dengan beban kerja PNS.
Total beban kerja per bulan dapat dihitung dengan rumus:
Catatan: 6600 menit adalah jam kerja efektiv per bulan dalam menit
76
6.3 Analisis Prestasi Kerja
Kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat material
maupun non-material (Nawawi, 2001). Mondy (1995) berpendapat bahwa
penilaian kinerja (performance appraisal) adalah sistem formal untuk meninjau
dan mengevaluasi kinerja para individu atau tim dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Sudarmayanti (2007) instrumen pengukuran kinerja merupakan
alat yang dipakai dalam mengukur kinerja individu seorang pegawai yang
jmeliputi antara lain:
1. Prestasi kerja: hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas baik secara
kualitas maupun kuantitas.
2. Keahlian: tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam
menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini dapat dalam
bentuk kerjasama, komunikasi, insentif dan lain-lain.
3. Perilaku: sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan
dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga
mencakup kejujuran, tanggung jawab dan disiplin.
4. Kepemimpinan: aspek kemampuan manajerial dan seni dalam memberikan
pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara tepat
dan cepat, termasuk pengambilan keputusan dan penentuan prioritas.
77
Prestasi kerja
Tabel 6.7FORM D
PRESTASTI KERJAUraian Persentase Skor Prestasi
KerjaDisiplin (40%) >90% 40%
>80% - 90% 36%>70% - 80% 32%>60% - 70% 28%>50% - 60% 24%>40% - 50% 20%>30% - 40% 16%>20% - 30% 14%
0% - 20% 10%
Beban Kerja (40%) >90% 40%>80% - 90% 36%>70% - 80% 32%>60% - 70% 28%>50% - 60% 24%>40% - 50% 20%>30% - 40% 16%>20% - 30% 14%
0% - 20% 10%
Penyerapan Anggaran (20%)
>90% 20%>80% - 90% 18%>70% - 80% 16%>60% - 70% 14%>50% - 60% 12%>40% - 50% 10%>30% - 40% 8%>20% - 30% 6%
0% - 20% 4%
78
Contoh perhitungan total skor prestasi kerja.
Hitunglah total skor beban kerja menggunakan rumusan perhitungan prestasikerja.
Tabel 6.8Total Skor Prestasi Kerja
No. UraianPersentase
(%)Skor Prestasi Kerja
(%)
1 Disiplin 78 32
2 Beban Kerja 154,85 40
3 Penyerapan Anggaran 80 18
Total Skor Prestasi Kerja 72
Contoh Perhitungan Total Penghasilan per Bulan.
Tabel 6.9Total Penghasilan per Bulan
No. Uraian Total Skor Harga Satuan Jabatan Penghasilan
1 Disiplin 78 10.000.000 7.800.000
2 Beban Kerja 100 10.000.000 10.000.000
3 Prestasi Kerja 72 20.000.000 14.400.000
Total Penghasilan/ bulan 32.200.000
6.4Capaian Serapan Anggaran Daerah Sesuai Target
Serapan anggaran Kota Medan dapat dicapai apabila seluruh kepala SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah) bekerja dengan segera melaksanakan program
kegiatan agar setidaknya pada triwulan pertama pada satu tahun target sudah bisa
tercapai minimal 20%.
Anggaran daerah dapat tercapai adalah dengan sebagai berikut:
1) Setiap tugas direncana dengan baik dengan metode Bottom Up, dimana tugas
dari bagian bawah di laporkan kepada bagian atas. Sehingga bagian atas
mengetahui tugas apa saja yang akan dilakukan dan kapasitas pengerjaannya.
79
2) Setiap rencana kegiatan yang sudah dilaporkan kepada atasan dinilai bagian
manakan yang lebih prioritas.
3) Setiap rencana kerja harus ditetapkan targetnya secara berkala.
4) Setelah melakukan perencanaan kerja, setiap divisi harus menyiapkan sumber
daya mansia (SDM) berdasarkan kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tugas tersebut.
5) Setelah tersedianya SDM yang memadai, penerapan kompensasi harus sudah
dipersiapkan pula sesuai dnegan sistem penilaian pegawai berbasis kinerja.
6) Pengerjaan tugas yang memiliki beban paling ringan, terutama tugas yang
bersifat penunjukan langsung.
7) Tugas berbentuk kontrak dilakukan di triwulan berikutnya. Hal ini
dikarenakan tugas yang berbentuk kontrak membutuhkan waktu yang lebih
panjang dalam pengerjaannya karena adanya tahapan dan proses administrasi
yang harus dilakukan.
8) Pejabat pelaksana teknis kegiatan harus mampu memanfaatkan waktu dengan
cermat dalam melaksanakan tugas.
9) Setiap pelaksanaan tugas dilakukan controling, dimana tetap dilaksanakan
monitoring dan evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan.
10) Kepala daerah hendaknya bersikap tegas kepada setiap pejabat pelaksana
teknik kegiatan di setiap dinas agar tugas dapat dikerjakan dengan baik.
80
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai Pemko Medan adalah
keadilan dan kewajaran. Keadilan dan kewajaran dalam hal ini meliputi
pendapatan berdasarkan keahlian, kesejahteraan, keterbukaan informasi dan
keterbukaan prosedur kompensasi. Semakin tinggi rasa keadilan dan
kewajaran yang dirasakan oleh pegawai maka kinerja yang dihasilkan juga
akan semakin meningkat.
2. Dasar hukum pemberlakuan tambahan penghasilan pegawai pada Pemko
Medan untuk saat ini yaitu Perwal No.44 tahun 2017, dimana terdapat
perbedaan angka yang cukup signifikan antara pendapatan jabatan tertentu
dnegan pendapatan jabatan lainnya. Selain itu, terdapat tiga kategori
tambahan penghasilan yang semua kategori tersebut diberikan kepada kriteria
pegawai yang sama. Kategori ini tidak terdapat dalam rujukan peraturan
perundangan-undangan yang mengatur tunjangan kinerja.
7.2 Rekomendasi
Berikut beberapa rekomendasi yang dapat diberikan oleh peneliti kepada
Pemko Medan:
1. Sebaiknya ditentukan pembagian kelas atau jabatan yang jelas, yang terkait
pendapatan antara jabatan tertentu dengan pendapatan jabatan lainnya.
Sehingga tidak terdapat perbedaan angka yang cukup signifikan antara
jabatan tertentu dengan jabatan lainnya.
2. Sebaiknya dibuat rujukan peraturan perundang-undangan terhadap besaran
tambahan penghasilan untuk tiap kategori.
81
3. Sebaiknya tiap SKPD harus membuat uraian tugas dan jabatan sesuai dengan
Tupoksi masing-masing mengikut resiko, tingkat kesulitan dan besar
tanggung jawab. Sehingga dapat menentukan beban kerja yang sesuai dengan
prinsip keadilan dan kewajaran
4. Jika pelaksaan penilaian dilakukan sebaiknya pengawasan dan evaluasi
dilakukan dan diberlakukan sanksi bagi pihak-pihak yang tidak melakukan
prosedurnya.
82
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, Agus. 1986. Manajemen Produksi. Edisi Keempat. Cetakan Pertama.Yogyakarta: BPFE.
Damayanti, Sellaganjis. 2014. Pengagajian Berbasis Kinerja di SekretariatPemerintah Kota Surabaya melalui Program e-Performance dan TambahanPenghasilan Pegawai (TPP). Kebijakan dan Manajemen Publik Vol. 2,No.1, pp 1-10.
Dharma, Agus. 2004. Manajemen Supervisi, ed ke-6. Jakarta: Raja GrafindoPersada.
Harnanda, Silma Luthfika, Arif Hidayat dan Shyntia Atica Putri. AnalisisPengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia Menggunakan Metode HumanResources Scorecard (Studi Kasus di PT. Erindo Mandiri, Pasuruan).
Hasibuan, Malayu SP. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: GunungAgung.
Hasibuan, Melayu S.P, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, ed revisi.Jakarta: Bumi Aksara.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2006. Evaluasi Kinerja Sumber Daya ManusiaPerusahaan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2011. Manajemen Sumber Daya ManusiaPerusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Noe, Raymond A. 2002. Employee Training and Development. Second Edition.McGraw-Hill Irwin.
Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2012. PedomanPegelolaan Informasi Publik dan Dokumentasi di Lingkungan BadanKepegawaian Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Peraturan Disiplin Pegawai NegeriSipil.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011. PenilaianPrestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008. SistemPengendalian Intern Pemerintah.
Rivai, Viethzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: DariTeori ke Praktek. Edisi 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
83
Ruky, A. 2006. Sumber Daya Manusia Berkualitas Mengubah Visi MenjadiRealitas. Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, ed 9. Jakarta:Bumi Aksara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993. Perubahan atasUndang-Undang Nomor 8 Tahun 11974 tentang Pokok-PokokKepegawaian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974. Pokok-pokokKepegawaian.
top related