makalah sejarah dan perkembangan ikm
Post on 26-Oct-2015
976 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Sejarah dan Perkembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat
P h a r m a c y P r o g r a m eS a i n s a n d M a t h D e p a r t e m e n tH a l u O l e o U n i v e r s i t y
Nurramadhani.A.Sida
(F1F1 11 114)
KELAS A GENAP
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah_Nya berupa islam, iman, ilmu, dan kesehatan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah “Sejarah dan Perkembangan Ilmu Kesehatan
Masyarakat” ini.
Penulis telah maksimal dalam menyempurnakan makalah ini, namun
sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, penulis menerima setiap kritik
dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah
hasanah ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Kendari, September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak abad ke 19 istilah ilmu pengetahuan telah dikenal dan istilah
tersebut dikembang luaskan menjadi beberapa cabang ilmu. Dari setiap
cabang ilmu, akan lahir ilmu-ilmu baru yang masih saling berkaitan, salah
satunya ilmu kesehatan. Ilmu kesehatan awalnya merupakan 1 cabang ilmu
dan kemudian berkembang menjadi beberapa subcabang ilmu yang masih
membahas topik yang sama yaitu kesehatan. Ilmu kesehatan masyarakat
merupakan salah satu contoh dari perluasan cabang ilmu kesehatan dan
merupakan gabungan dari ilmu sanitasi dan kedokteran, tidak salah bila
materi yang dipaparkan pada ilmu ini banyak mengenai penyakit dan
manajemen sanitasi lingkungan.
Lahir dan berkembangnya suatu ilmu pengetahuan tidak lepas dari
hasil pemikiran para ahli yang pada akhirnya merumuskan hasil pemikirannya
berdasarkan bukti-bukti menjadi suatu ilmu. Keseluruhan proses hingga
terbentuknya ilmu pengetahuan dirangkum dalam sejarah, dan menjadi
seorang pelajar selain mnegetahui ilmu yang telah ada juga perlu mengetahui
sejarah ditemukan ilmu tersebut. Hal ini berlaku untuk semua jenis cabang
ilmu, begitu pula untuk ilmu kesehatan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana sejarah lahirnya ilmu kesehatan masyarakat ?
b. Bagaimana perkembangan kesehatan masyarakat pada periode sebelum
pengetahuan lahir dan setelah pengetahuan lahir ?
c. Bagaimana proses masuk dan berkembangnya ilmu kesehatan masyarakat
di Indonesia ?
C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui sejarah lahirnya ilmu kesehatan masyarakat
b. Untuk mengetahui perkembangan kesehatan masyarakat pada periode
sebelum pengetahuan lahir dan setelah pengetahuan lahir
c. Untuk mengetahui proses masuk dan berkembangnya ilmu kesehatan
masyarakat di Indonesia
BAB IIPEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Ilmu Kesehatan Masyarakat
Membicarakan kesehatan masyarakat tidak terlepas dari 2 tokoh metologi
Yunani, yakni Asclepius dan Higeia. Berdasarkan cerita mitos Yunani tersebut
Asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang tampan dan pandai
meskipun tidak disebutkan sekolah atau pendidikan apa yang telah ditempuhnya
tetapi diceritakan bahwa ia telah dapat mengobati penyakit dan bahkan melakukan
bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu (surgical procedure) dengan baik.
Higeia, seorang asistennya, yang kemudian diceritakan sebagai isterinya juga
telah melakukan upaya-upaya kesehatan. Beda antara Asclepius dengan Higeia
dalam pendekatan / penanganan masalah kesehatan adalah, Asclepius melakukan
pendekatan (pengobatan penyakit), setelah penyakit tersebut terjadi pada
seseorang. Sedangkan Higeia mengajarkan kepada pengikutnya dalam pendekatan
masalah kesehatan melalui “hidup seimbang”, menghindari makanan / minuman
beracun, makan makanan yang bergizi (baik), cukup istirahat dan melakukan
olahraga.
Apabila orang yang sudah jatuh sakit Higeia lebih menganjurkan
melakukan upaya-upaya secara alamiah untuk menyembuhkan penyakitnya
tersebut, antara lain lebih baik dengan memperkuat tubuhnya dengan makanan
yang baik daripada dengan pengobatan atau pembedahan. Dari cerita mitos
Yunani, Asclepius dan Higeia tersebut, akhirnya muncul 2 aliran atau pendekatan
dalam menangani masalah-masalah kesehatan. Kelompok atau aliran pertama
cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit), yang selanjutnya disebut
pendekatan kuratif (pengobatan). Kelompok ini pada umumnya terdiri dari dokter,
dokter gigi, psikiater dan praktisi-praktisi lain yang melakukan pengobatan
penyakit baik fisik, psikis, mental maupun sosial. Sedangkan kelompok kedua,
seperti halnya pendekatan Higeia, cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan
penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadinya penyakit.
Kedalam kelompok ini termasuk para petugas kesehatan masyarakat lulusan-
lulusan sekolah atau institusi kesehatan masyarakat dari berbagai jenjang.
Dalam perkembangan selanjutnya maka seolah-olah timbul garis pemisah
antara kedua kelompok profesi, yakni pelayanan kesehatan kuratif (curative health
care) dan pelayanan pencegahan atau preventif (preventive health care). Kedua
kelompok ini dapat dilihat perbedaan pendekatan yang dilakukan antara lain
sebagai berikut. Pertama, pendekatan kuratif pada umumnya dilakukan terhadap
sasaran secara individual, kontak terhadap sasaran (pasien) pada umumnya hanya
sekali saja. Jarak antara petugas kesehatan (dokter, drg, dan sebagainya) dengan
pasien atau sasaran cenderung jauh. Sedangkan pendekatan preventif, sasaran atau
pasien adalah masyarakat (bukan perorangan) masalah-masalah yang ditangani
pada umumnya juga masalah-masalah yang menjadi masalah masyarakat, bukan
masalah individu. Hubungan antara petugas kesehatan dengan masyarakat
(sasaran) lebih bersifat kemitraan tidak seperti antara dokter-pasien.
Kedua, pendekatan kuratif cenderung bersifat reaktif, artinya kelompok ini pada
umumnya hanya menunggu masalah datang. Seperti misalnya dokter yang
menunggu pasien datang di Puskesmas atau tempat praktek. Kalau tidak ada
pasien datang, berarti tidak ada masalah, maka selesailah tugas mereka, bahwa
masalah kesehatan adalah adanya penyakit.Sedangkan kelompok preventif lebih
mengutamakan pendekatan proaktif, artinya tidak menunggu adanya masalah
tetapi mencari masalah. Petugas kesehatan masyarakat tidak hanya menunggu
pasien datang di kantor atau di tempat praktek mereka, tetapi harus turun ke
masyarakat mencari dan mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat, dan
melakukan tindakan. Ketiga, pendekatan kuratif cenderung melihat dan
menangani klien atau pasien lebih kepada sistem biologis manusia atau pasien
hanya dilihat secara parsial, padahal manusia terdiri dari kesehatan bio-psikologis
dan sosial, yang terlihat antara aspek satu dengan yang lainnya.Sedangkan
pendekatan preventif melihat klien sebagai makhluk yang utuh, dengan
pendekatan yang holistik. Terjadinya penyakit tidak semata-mata karena
terganggunya sistem biologi individual tetapi dalam konteks yang luas, aspek
biologis, psikologis dan sosial. Dengan demikian pendekatannya pun tidak
individual dan parsial tetapi harus secara menyeluruh atau holistik.
B. Periode-Periode Perkembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sejarah panjang perkembangan masyarakat, tidak hanya dimulai pada
munculnya ilmu pengetahuan saja melainkan sudah dimulai sebelum
berkembangnya ilmu pengetahuan moderen. Oleh sebab itu, akan sedikit
diuraikan perkembangan kesehatan masyarakat sebelum perkembangan ilmu
pengetahuan (pre-scientific period) dan sesudah ilmu pengetahuan itu
berkembang (scientific period).
Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan (pre-scientific period)
Dari kebudayaan yang paling luas yakni Babylonia, Mesir, Yunani dan
Roma telah tercatat bahwa manusia telah melakukan usaha untuk menanggulangi
masalah-masalah kesehatan masyarakat dan penyakit. Telah ditemukan pula
bahwa pada zaman tersebut tercatat dokumen-dokumen tertulis, bahkan peraturan-
peraturan tertulis yang mengatur tentang pembuangan air limbah atau drainase
pemukiman pembangunan kota, pengaturan air minum, dan sebagainya.
Pada zaman ini juga diperoleh catatan bahwa telah dibangun tempat pembuangan
kotoran (latrin) umum, meskipun alasan dibuatnya latrine tersebut bukan karena
kesehatan. Dibangunnya latri umum pada saat itu bukan karena tinja atau kotoran
manusia dapat menularkan penyakit tetapi tinja menimbulkan bau tak enak dan
pandangan yang tidak menyedapkan. Demikian juga masyarakat membuat sumur
pada waktu itu dengan alasan bahwa minum air kali yang mengalir sudah kotor itu
terasa tidak enak, bukan karena minum air kali dapat menyebabkan penyakit.
Dari dokumen lain tercatat bahwa pada zaman Romawi kuno telah
dikeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan masyarakat mencatatkan
pembangunan rumah, melaporkan adanya binatang-binatang yang berbahaya, dan
binatang-binatang piaraan yang menimbulkan bau, dan sebagainya.
Bahkan pada waktu itu telah ada keharusan pemerintah kerajaan untuk melakukan
supervisi atau peninjauan kepada tempat-tempat minuman (public bar), warung
makan, tempat-tempat prostitusi dan sebagainya.
Kemudian pada permulaan abad pertama sampai kira-kira abad ke-7
kesehatan masyarakat makin dirasakan kepentingannya karena berbagai macam
penyakit menular mulai menyerang sebagian besar penduduk dan telah menjadi
epidemi bahkan di beberapa tempat telah menjadi endemi. Penyakit kolera telah
tercatat sejak abad ke-7 menyebar dari Asia khususnya Timur Tengah dan Asia
Selatan ke Afrika. India disebutkan sejak abad ke-7 tersebut telah menjadi pusat
endemi kolera. Disamping itu lepra juga telah menyebar mulai dari Mesir ke Asia
Kecil dan Eropa melalui para emigran. Upaya-upaya untuk mengatasi epidemi dan
endemi penyakit-penyakit tersebut, orang telah mulai memperhatikan masalah
lingkungan, terutama hygiene dan sanitasi lingkungan. Pembuangan kotoran
manusia (latrin), pengusahaan air minum yang bersih, pembuangan sampah,
ventilasi rumah telah tercatat menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pada
waktu itu. Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat, di China
dan India. Pada tahun 1340 tercatat 13.000.000 orang meninggal karena wabah
pes, dan di India, Mesir dan Gaza dilaporkan bahwa 13.000 orang meninggal tiap
hari karena pes. Menurut catatan, jumlah meninggal karena wabah pes di seluruh
dunia waktu itu mencapai lebih dari 60.000.000 orang. Oleh sebab itu waktu itu
disebut “the Black Death”. Keadaan atau wabah penyakit-penyakit menular ini
berlangsung sampai menjelang abad ke-18. Disamping wabah pes, wabah kolera
dan tipus masih berlangsung.
Telah tercatat bahwa pada tahun 1603 lebih dari 1 diantara 6 orang
meninggal, dan pada tahun 1663 sekitar 1 diantara 5 orang meninggal karena
penyakit menular. Pada tahun 1759, 70.000 orang penduduk kepulauan Cyprus
meninggal karena penyakit menular. Penyakit-penyakit lain yang menjadi wabah
pada waktu itu antara lain difteri, tipus, disentri dan sebagainya. Dari catatan-
catatan tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah kesehatan masyarakat
khususnya penyebaran-penyebaran penyakit menular sudah begitu meluas dan
dahsyat, namun upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara
menyeluruh belum dilakukan oleh orang pada zamannya.
Periode Ilmu Pengetahuan
Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19
mempunyai dampak yang luas terhadap segala aspek kehidupan manusia,
termasuk kesehatan. Kalau pada abad-abad sebelumnya masalah kesehatan
khususnya penyakit hanya dilihat sebagai fenomena biologis dan pendekatan yang
dilakukan hanya secara biologis yang sempit, maka mulai abad ke-19 masalah
kesehatan adalah masalah yang kompleks. Oleh sebab itu pendekatan masalah
kesehatan harus dilakukan secara komprehensif, multisektoral. Disamping itu
pada abad ilmu pengetahuan ini juga mulai ditemukan berbagai macam penyebab
penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit. Louis Pasteur telah berhasil
menemukan vaksin untuk mencegah penyakit cacar, Joseph Lister menemukan
asam carbol (Carbolic Acid) untuk sterilisasi ruang operasi dan William Marton
menemukan ether sebagai anestesi pada waktu operasi.
Penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai
dilakukan pada tahun 1832 di Inggris. Pada waktu itu sebagian besar rakyat
Inggris terserang epidemi (wabah) kolera, terutama terjadi pada masyarakat yang
tinggal di perkotaan yang miskin. Kemudian parlemen Inggris membentuk komisi
untuk penyelidikan dan penanganan masalah wabah kolera ini. Edwin Chadwich
seorang pakar sosial (social scientist) sebagai ketua komisi ini akhirnya
melaporkan hasil penyelidikannya sebagai berikut : Masyarakat hidup di suatu
kondisi sanitasi yang jelek, sumur penduduk berdekatan dengan aliran air kotor
dan pembuangan kotoran manusia. Air limbah yang mengalir terbuka tidak
teratur, makanan yang dijual di pasar banyak dirubung lalat dan kecoa. Disamping
itu ditemukan sebagian besar masyarakat miskin, bekerja rata-rata 14 jam per hari,
dengan gaji yang dibawah kebutuhan hidup. Sehingga sebagian masyarakat tidak
mampu membeli makanan yang bergizi. Laporan Chadwich ini dilengkapi dengan
analisis data statistik yang bagus dan sahih. Berdasarkan laporan hasil
penyelidikan Chadwich ini, akhirnya parlemen mengeluarkan undang-undang
yang isinya mengatur upaya-upaya peningkatan kesehatan penduduk, termasuk
sanitasi lingkungan, sanitasi tempat-tempat kerja, pabrik dan sebagainya.
Pada tahun 1848, John Simon diangkat oleh pemerintah Inggris untuk
menangani masalah kesehatan penduduk (masyarakat). Pada akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan untuk tenaga kesehatan yang
profesional. Pada tahun 1893 John Hopkins, seorang pedagang wiski dari
Baltimore Amerika mempelopori berdirinya universitas dan didalamnya terdapat
sekolah (Fakultas) Kedokteran. Mulai tahun 1908 sekolah kedokteran mulai
menyebar ke Eropa, Canada dan sebagainya. Dari kurikulum sekolah-sekolah
kedokteran tersebut terlihat bahwa kesehatan masyarakat sudah diperhatikan.
Mulai tahun kedua para mahasiswa sudah mulai melakukan kegiatan penerapan
ilmu di masyarakat. Pengembangan kurikulum sekolah kedokteran sudah
didasarkan kepada suatu asumsi bahwa penyakit dan kesehatan itu merupakan
hasil interaksi yang dinamis antara faktor genetik, lingkungan fisik, lingkungan
sosial (termasuk kondisi kerja), kebiasaan perorangan dan pelayanan kedokteran /
kesehatan.
Dari segi pelayanan kesehatan masyarakat, pada tahun 1855 pemerintah
Amerika telah membentuk Departemen Kesehatan yang pertama kali. Fungsi
departemen ini adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk
(public), termasuk perbaikan dan pengawasan sanitasi lingkungan. Departemen
kesehatan ini sebenarnya merupakan peningkatan departemen kesehatan kota
yang telah dibentuk di masing-masing kota, seperti Baltimor telah terbentuk pada
tahun 1798, South Carolina tahun 1813, Philadelphia tahun 1818, dan sebagainya.
Pada tahun 1872 telah diadakan pertemuan orang-orang yang mempunyai
perhatian kesehatan masyarakat baik dari universitas maupun dari pemerintah di
kota New York. Pertemuan tersebut menghasilkan Asosiasi Kesehatan
Masyarakat Amerika (American Public Health Association).
3. Proses Masuk dan Berkembangnya Ilmu Kesehatan Masyarakat Di
Indonesia
Bapak kesehatan Masyarakat adalah Edwin Chadwich, ia adalah orang
yang mula mula tertarik kepada kematian yang terjadi di kalangan masyarakat
kota kota besar di Inggris. Dari pengamatannya yang teliti dapat menghimpun
data yang berkaitan dengan penyakit, sehingga angka kematian pada golongan
masyarakat dapat dicatat dengan sangat teliti. Bertitik tolak dari penelitiannya, ia
terjun lebih dalam lagi dalam bidang kesehatan masyarakat.
Generasi generasi setelah Chadwick adalah Winslow yang menjadi
muridnya, yang kemudian dikenal sebagai Pembina kesehatan Masyarakat
Modern(public health modern). Ia menciptakan defenisi untuk kesehatan
masyarakat yang diterima oleh WHO, yang kemudian lahirlah berbagai defenisi
sehat, balasan-balasan tentang usaha usaha pokok kesehatan (basic health service).
Pengaruh defenisi kesehatan masyarakat dari Winshlow kemudian akan membawa
pengaruh dalam perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesi.
Barton membagi 4 tingkatan kesehatan, yaitu Tingkat I : Pelaksanaan
kesehatan masyarakat dlakukan melalui cara cara pengobatan di klinik. Tingkat II
: Pelaksanan kesehatan Masyarakat sudah di perluas melalui cara cara pengobatan
di poliklinik, BKIA, maupun RS, Dari upaya pengobatan kuratif di kembangkan
pula pengobatan preventif pada unit unit tersebut. Tingkat III : Pelaksanaan
kesehatan masyarakat telah dikembangkan berbagai usaha usaha pokok kesehatan
(basic Health Service) secara bersamaan, semuanya dikordinasi secara
menyeluruh yang di kenal dengan istilah Pelayanan kesehatan Terintegrasi.
Tingkat IV : Pada tingkat ini kesehatan masyarakat pelaksanaannya sudah
berorintasi secara lintas sektoral dan multidisiplin.
Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak
pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada
waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang
sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Kolera masuk di Indonesia tahun 1927
dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948
cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia.
Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada
waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Namun demikian di
bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan
Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek
persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi
yang tinggi pada waktu itu. Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena
langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi
dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan.
Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara
cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi. Pada tahun 1851 sekolah dokter
Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan
dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA
(School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter
pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di
Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).
Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya
sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang
sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang
mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia. Tidak kalah pentingnya dalam
mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat
Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun
1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya
disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan
Yogyakarta. Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat
penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra,
cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti
gizi dan sanitasi.
Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan
1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai
tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan
penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal.
Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.
Pada tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda
melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan
di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya
tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan
kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan. Masyarakat pada
waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali
bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali.
Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan
karena perilaku penduduk. Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan
masyarakat, Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan
propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich
ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan
kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung
(Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang
selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena. Dalam konsep ini mulai
diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan
preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di
rumah sakit maupun di puskesmas.
Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan
sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956
ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai
proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan
masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan.
Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan
kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim
dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk melancarkan penerapan konsep
pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu
Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa
Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan
Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal
sistem puskesmas sekarang ini. Pada bulan November 1967, dilakukan seminar
yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai
dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep
puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada
konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah
disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C. Dengan
menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan
rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun
1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah
merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan
oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan
kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu,
menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian
kecamatan, di kotamadya atau kabupaten
Kegiatan pokok puskesmas mencakup : kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, gizi, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyuluhan
kesehatan masyarakat, pengobatan, perawatan kesehatan masyarakat, usaha
kesehatan gizi, usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan jiwa, laboratorium,
pencatatan dan pelaporan.
Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati 2 saja, yakni tipe A
dan B dimana tipe A dikelola oleh dokter sedangkan tipe B hanya dikelola oleh
paramedis. Dengan adanya perkembangan tenaga medis maka akhirnya pada
tahun 1979 tidak diadakan perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B, hanya ada
satu tipe puskesmas yang dikepalai oleh seorang dokter.
Pada tahun 1979 juga dikembangkan 1 piranti manajerial guna penilaian
puskesmas yakni stratifikasi puskesmas sehingga dibedakan adanya :
1. Strata 1 : puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. strata 2 : puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 : puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata
Selanjutnya puskesmas juga dilengkapi dengan 2 piranti manajerial yang
lain, yakni micro planning untuk perencanaan dan lokakarya mini (Lokmin) untuk
pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim. Akhirnya pada
tahun 1984 tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangnya
program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (Posyandu).
Program ini mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencan
3. Gizi
4. Penanggulangan penyakit diare
5. imunisasi
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini :
1. Kesehatan masyarakat telah dikenal sejak metologi Yunani dan diperkenalkan
oleh seorang dokter bernama Asclepius dan istrinya Higeia
2. Kesehatan masyarakat sebelum periode Ilmu pengetahuan telah diterapkan
sejak zaman Romawi dna baru pada abad ke 7 kesehatan masyarakat baru
dirasakan keberadaannya, sedangkan perkembangan kesehatan masyarakat
pada perode ilmu pengetahuan dimulai sejak ilmu pengetahuan diterapkan
yaitu pada abad ke 19.
3. Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak
pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia
pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera
yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.
DAFTAR PUSTAKA
top related