makalah minor ulser (traumatik ulser)
Post on 09-Apr-2016
219 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN STUDI KASUS
ILMU PENYAKIT MULUT
TRAUMATIK ULSER
Disusun oleh:
SELVY CHAIRANI
160112130058
Pembimbing:
Nanan Nur’aeni, drg.Sp.PM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Ulser oral adalah keadaan patologis yang sering ditemukan pada rongga
mulut. Greenberg and Glick mendefinisikan ulser sebagai defek pada epitelium
berupa lesi cekung yang telah kehilangan lapisan epidermisnya. Hal ini dapat
disebabkan berbagai macam faktor, walaupun pada beberapa kasus penyebabnya
tidak dapat diidentifikasi. Kebanyakan penyebab terjadinya ulser adalah trauma
(Langlais, 2000). Selain itu, dapat juga disebabkan faktor mekanis dan reaktif,
penyakit infeksius, neoplasma, kelainan autoimun, dan kelainan darah (Laskaris,
2006)
Ulser traumatik biasanya ditemukan di mukosa labial, mukosa bukal,
palatum, dan tepi lidah (Langlais, 2000). Trauma yang terjadi dapat dikarenakan
trauma fisik (mekanis, panas, elektris) atau trauma kimia. Trauma mekanis paling
sering disebabkan gigi yang tajam, penggunaan kawat ortodontik atau gigi palsu,
dan tergigit (Field,2003).
Makalah laporan kasus ini membahas mengenai traumatic ulser yang
dialami seorang pasien perempuan berusia 23 tahun yang datang ke Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada tanggal 7
Maret 2013.
BAB II
STATUS KLINIK DAN KONTROL
2.1 Status Klinik IPM
2.1.1 Data Pasien
Tanggal : 7 Maret 2014
Nama Pasien : Nn. SB
Nomor Rekam Medik : 2012-07557
Usia : 23 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat Rumah : Jalan Kubang Selatan No 7
2.1.2 Anamnesis
Pasien 23 tahun datang dengan keluhan sariawan pada pipi dalam di dekat
gigi geraham kecil atas kiri sejak 1 minggu yang lalu. Sariawan muncul setelah
mendapat perawatan bedah flap gingiva sejak 2 minggu yang lalu. Saat ini pasien
sedang menggunakan obat kumur pepsodent untuk membersihkan rongga mulut
setelah dilakukan bedah flap. Pasien merasa sariawan tersebut mengganggu, sakit,
perih saat makan, menguap,tersenyum lebar. Pasien mengaku kurang makan sayur
dan buah-buahan dan saat ini sedang tidk stress serta tidak ada kebiasan merokok.
Sebelumnya pasien pernah mengalami sariawan serupa dikarenakan bedah flap
pertama. Pasien ingin sariawan tersebut diobati
2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik
Penyakit jantung : YA/TIDAK
Hipertensi : YA/TIDAK
Diabetes Melitus : YA/TIDAK
Asma/Alergi : YA/TIDAK
Penyakit Hepar : YA/TIDAK
Kelainan GIT : YA/TIDAK
Penyakit Ginjal : YA/TIDAK
Kelainan Darah : YA/TIDAK
Hamil : YA/TIDAK
Kontrasepsi : YA/TIDAK
Lain-lain : YA/TIDAK
2.1.4 Riwayat Penyakit Terdahulu
Disangkal
2.1.5 Kondisi Fisik
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mm Hg
Denyut Nadi : 76 x / menit
Pernapasan : 16 x / menit
Suhu : Afebris
2.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe
Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Mata : sklera non ikterik, konjungtiva non anemis, pupil isokhor
TMJ : kliking kiri, deviasi ke kanan
Bibir : TAK
Wajah :Simetri/Asimetri
Sirkum Oral : TAK
Lain-lain : -
2.1.7 Pemeriksaan Intra Oral
Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak + /-
Kalkulus +/ - stain +/ -
Gingiva : Terdapat periodontal pack pada gingiva a/r 13-15
Mukosa bukal : - Terdapat ulser, diameter 3 mm, berbentuk oval, dasar
cekung, berwarna putih dengan tepi irreguler dan
erytema.
- Terdapat makula pada mukosa bukal kiri dekat gigi
molar 2 berwarna kemerahan berdiameter 1 mm
(ptechiae)
Mukosa Labial : TAK
Palatum Durum : TAK
Palatum mole : TAK
Frenulum : Normal
Lidah : Terdapat tera gigitan pada lidah kiri dan kanan
Dasar Mulut : TAK
Gigi Geligi :
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Radiologi TDL
Darah TDL
Patologi Anatomi TDL
Mikrobiologi TDL
2.1.9 Diagnosis
D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14
DD/ RAS
D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27
DD/ Linea Alba
D/ crenated tongue
2.1.10 Rencana Perawatan dan Perawatan
Pro/ Oral Hygiene Instructions
Pro Resep Clorhexidine glukonate 0.2%
Pro kontrol 1 minggu
2.1.11 Gambar Traumatik ulser
Gambar 2.1 Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13
2.2 Status Kontrol IPM
2.2.1 Kontrol I
2.2.1.1 Anamnesis
Keluhan sariawan pada mukosa bukal kanan sudah tidak terlalu sakit dan
mulai terasa sembuh sejak 5 hari yang lalu atau sejak periodontal pack dibuka,
keluhan berkurang seelah penggunaan chlorhexidine glukonate 0.2 % 2 kali
sehari.
2.2.1.2 Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe
Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Bibir : TAK
Wajah : Simetri/Asimetri
Sirkum Oral : TAK
Lain-lain : -
2.2.1.3 Pemeriksaan Intra Oral
Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S
16
1
11
0
26
1
16
0
11
0
26
0
Baik/
sedang/
buruk
46
1
31
0
36
1
46
0
31
0
36
0
Stain +/-
Gingiva : terdapat odem pada gingiva post bedah a/r 13-15
Mukosa Bukal : - Terdapat tera gigitan pada mukosa kiri dan kanan
- Terdapat makula eritema reguler, diameter 2 mm
Mukosa Labial : TAK
Palatum Durum : TAK
Palatum mole : TAK
Frenulum : Normal
Lidah : terdapat tera gigitan pada lidah sisi kiri dan kanan
Dasar Mulut : TAK
2.2.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang
TDL
2.2.1.5 Diagnosis
D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14
DD/ RAS
D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27
DD/ Linea Alba
D/ crenated tongue
2.2.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan
Pro/ Oral Hygiene Instructions
Pro Resep vit B complex ipi tab no X
S 1.d.d 1h.pc
Intruksi istirahat yang cukup, makan yang teratur dan bergizi.
2.2.1.7 Gambar Traumatik ulser
Gambar 2.2 Post traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14
2.3 Status Kontrol IPM
2.3.1 Kontrol II
2.3.1.1 Anamnesis
Keluhan sariawan 10 hari yang lalu sekarang sudah tidak terasa perih lagi namun
masih berwarna kemerahan. Mulai merasa sembuh setelah 7 hari yang lalu. Rajin
mengkonsumsi vit B komplex. Sekarang terdapat periodontal pack baru pada gusi
RA antaerior setelah bedah flap ke 3 ditempat yang berbeda dengan sebelumnya,
penggunaan periodontal pack sedikit kasar sehingga menimbulakan iritasi.
2.3.1.2 Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe
Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Bibir : TAK
Wajah : Simetri/Asimetri
Sirkum Oral : TAK
Lain-lain : -
2.3.1.3 Pemeriksaan Intra Oral
Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S
16
0
11
0
26
0
16
0
11
0
26
0
Baik/
sedang/
buruk
46
0
31
0
36
0
46
0
31
0
36
0
Stain +/-
Gingiva : - terdapat odem pada gingiva post bedah a/r 14-15
- Terdapat periodontal pack pada gingiva anterior RA
a/r 12-21
Mukosa Bukal : - Terdapat tera gigitan pada mukosa kiri dan kanan
- Terdapat makula eritema reguler, diameter 2 mm
Mukosa Labial : TAK
Palatum Durum : TAK
Palatum mole : TAK
Frenulum : Normal
Lidah : terdapat tera gigitan pada lidah sisi kiri dan kanan
Dasar Mulut : TAK
2.3.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang
TDL
2.3.1.5 Diagnosis
D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14 (dalam fase penyembuhan)
D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27
D/ crenated tongue
2.3.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan
- OHI
- instruksikan untuk makan makanan bergizi yang mengandung vit B
- Instruksikan istirahat teratur
- instruksikan untuk memberikan wax pada periodontal pack a/r 14-15
- kontrol 1 minggu
2.3.1.7 Gambar Traumatik ulser
Gambar 2.3 Post traumatik ulser pada mukosa (Fase penyembuhan)
2.4 Status Kontrol IPM
2.4.1 Kontrol III
2.4.1.1 Anamnesis
Keluhan sariawan sudah tidak terasa sakit dan tidak perih lagi sejak 2 minggu
yang lalu. Sembuh sejak mengkonsumsi vit B komplex. Kemerahan sudah
berkurang. Sekarang masih terdapat periodontal pack pada gusi RA anterior.
Periodontal pack ada sejak 8 hari yang lalu. Periodontal pack itu tidak
mengganggu pada bibir bagian dalam hanya merasa gangguan estetik.
2.4.1.2 Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe
Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Bibir : TAK
Wajah : Simetri/Asimetri
Sirkum Oral : TAK
Lain-lain : -
2.3.1.3 Pemeriksaan Intra Oral
Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S
16
1
11
1
26
1
16
0
11
0
26
0
Baik/
sedang/
buruk
46
1
31
1
36
1
46
0
31
0
36
0
Stain +/-
Gingiva : - terdapat odem pada gingiva post bedah a/r 14-15 post
bedah flap
- Terdapat periodontal pack pada gingiva anterior RA
a/r 12-21
Mukosa Bukal : - Terdapat tera gigitan pada mukosa kiri dan kanan
Mukosa Labial : TAK
Palatum Durum : TAK
Palatum mole : TAK
Frenulum : Normal
Lidah : terdapat tera gigitan pada lidah sisi kiri dan kanan
Dasar Mulut : TAK
2.4.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang
TDL
2.4.1.5 Diagnosis
D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14 (dalam fase penyembuhan)
D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27
D/ crenated tongue
2.4.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan
- OHI
- instruksikan untuk makan makanan bergizi yang mengandung vit B
- Instruksikan istirahat teratur
2.4.1.7 Gambar Traumatik ulser
Gambar 2.4 Post traumatik ulser pada
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.3 Traumatic Ulcer
3.3.1 Definisi Traumatic Ulcer
Ulser adalah suatu defek pada jaringan epitel berupa lesi cekung berbatas
jelas yang telah kehilangan lapisan epidermis (Greenberg dan Glick, 2003). Ulser
adalah suatu luka terbuka dari kuli atau jaringan muka yang memperlihatjkan
disintegritas dan nekrosis jaringan sedikit demi sedikit. Ulser meluas melewati
lapisan basal dari epitel dan ke dalam demisnya, penyembuhannya diikuti dengan
pembentukan jaringan parut (Langlais, 2000)
Ulser traumatik biasanya terasa sakit dan lesinya berupa ulser tunggal
berbatas eritema dengan dasar yang dilapisi pseudomembran. Menurut Mosby’s
Dental Dictionary (2008), Traumatic ulcer adalah bentukan lesi ulseratif yang
disebabkan oleh adanya trauma. Traumatic ulcer dapat terjadi pada semua usia
dan pada kedua jenis kelamin. Lokasinya biasanya pada mukosa pipi, mukosa
bibir, palatum, dan tepi perifer lidah.
3.3.2 Etiologi Traumatic Ulcer
Etiologi traumatik ulcer ini disebablan oleh Trauma oral bisa fisik ataupun
kimia. Trauma fisik yang biasa terjadi termasuk pipi atau lidah yang tergigit,
iritasi gigi tiruan yang tidak sesuai, trauma dari benda asing atau bahkan trauma
dari sebuah sikat gigi karena terlalu bersemangat menyikat gigi (Cunningham,
2002). Traumatic ulcer disebabkan oleh trauma berupa bahan-bahan kimia, panas,
listrik, atau gaya mekanik (Langlais & Miller, 2000). Ulser traumatik terjadi
karena tergigit, adanya gigi yang tajam, atau gigi tiruan yang kasar (Thomas,
2010).
Menurut Houston (2009),traumatik ulser disebabkan oleh berbagai faktor:
Trauma mekanis : sering ditemukan di mukosa bukal, mukosa labial bibir
atas dan bawah, dan batas lateral lidah. Mocobucofold, gingiva dan
mukosan palatal juga dapat terlihat . contoh trauma mekanis : trauma saat
menyikat gigi, gigi yang patah atau tajam, tambalan yang kurang
sempurna, iritasi gigi tiruan, iritasi kawat ortodonti, iritasi bahan
kedokteran gigi lainnya.
Trauma kimia : trauma kimia dapat merusak berbagai daerah pada
membran mukosa. Contoh trauma kimia : aspirin, hydrogen peroksida,
silver nitrat,dan fenol.
Suhu yang panas : lesi biasanya terjadi pada posterior mukosa bukal dan
palatum. Contoh : makanan atau minuman terlalu panas.
3.3.3 Patofisiologi Traumatic Ulcer
Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel
dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuklear juga mengelilingi
pembuluh darah (perivaskular), tetapi tidak terlihat adanya vaskulitis (Cawson dan
Odell, 2008).
Gejala ulser traumatik ini adalah sakit, ketidaknyamanan dalam 24 hingga
48 jam sesudah trauma terjadi. Gambaran lesi ulser bergantung pada faktor
iritannya. Mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang dalam waktu
singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya
hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulser akan ditutupi oleh eksudat fibrin
kekuningan dan apabila dasar ulser berubah warna menjadi merah muda tanpa
eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan. Mukosa
oral terdiri dari lapisan epitel gepeng berlapis yang tipis dan rapuh yang banyak
disuplai oleh pembuluh darah. Epitel oral mempertahankan integritas struktural
dengan proses pembaruan sel terus-menerus dimana sel-sel yang dihasilkan oleh
pembelahan mitosis dalam lapisan terdalam bermigrasi ke permukaan untuk
menggantikan sel yang terbuka. Pembaruan sel berlangsung cepat, sehingga
penyembuhan luka akan cepat terjadi, namun kemungkinan untuk kerusakan sel
juga tinggi. Suplai darah yang melimpah dan kerapuhan sel epitel, menjadi risiko
untuk terjadinya infeksi, inflamasi, dan trauma meningkat (Cunningham, 2002).
Ulser ini akan sembuh dengan sendirinya tanpa meninggalkan jaringan
parut dalam waktu 10 hingga 14 hari apabila iritan penyebab dihilangkan karena
terjadi proses keratinisasi dan pembaharuan sel-sel epitel mukosa oral
(Cunningham, 2002).
3.3.4 Gambaran Klinis Traumatic Ulcer
Gambaran klinis dari traumatic ulcer bervariasi dalam ukuran dan
bentuknya sesuai dengan penyebabnya. Biasanya traumatic ulcer mempunyai
gambaran khas berupa ulser tunggal dengan batas yang tidak teratur, tampak
sedikit cekung tidak ada indurasi, jika dipalpasi terasa lunak dan sakit. Pada
bagian tengah ulser biasanya berwarna kuning-kekuningan, dengan batas yang
tegas dan adanya membran fibrinopurulen. Sedangkan di perifer lesi pada awalnya
terdapat daerah eritematous, kemudian perlahan-lahan warnanya menjadi lebih
muda karena proses keratinisasi (Field, 2003).
Rasa sakit pada ulser biasanya timbul terutama saat memakan makanan
yang panas, pedas, atau asin. Mukosa yang rusak karena bahan kimia, seperti
terasa burn sensation oleh aspirin, lapisan epitel mukosanya menjadi nekrosis
dengan gambaran plak berwarna putih. Kemudian epitel yang mengalami nekrosis
ini mengelupas dan meninggalkan daerah ulserasi. Oleh sebab itu traumatic ulcer
yang disebabkan oleh bahan kimia bentuk lesinya memiliki batas yang tidak jelas
(Langlais dan Miller, 2000).
Lokasi, ukuran, dan bentuk lesi tergantung trauma yang menjadi
penyebab. Secara simtomatik, gambaran yang paling sering berupa ulser tunggal
dan sakit dengan permukaan lesi halus, berwarna putih kekuningan atau merah,
dengan tepi eritem tipis. Ulser biasanya lunak pada palpasi, dan sembuh tanpa
berbekas dalam 6-10 hari, secara spontan atau setelah menghilangkan penyebab.
(Laskaris, 2006)
3.3.5 Histologi traumatic ulser
Lesi traumatik ulser akut dan kronis memiliki perbedaan gambaran
histologis, yaitu keterlibatan sel makrofag antara kedua lesi tersebut. Pada lesi
akut, permukaan epithelium yang hilang digantikan oleh jaringan fibrin yang
banyak mengandung neutrophil, sedangkan pada lesi kronis sel makrofag yang
banyak terlihat adalah eosinophil, kemudian pada lesi akut regenerasi sel
epithelium dimulai pada tepi ulser dan pada lesi kronis regenerasi epithelium
mungkin tidak terjadi (Regezi et al., 2003).
3.3.6 Terapi Traumatic Ulser
Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor
etiologi atau penyebab (trauma) (Laskaris, 2008). Terapi simptomatik pasien
dengan traumatic ulcer yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti
khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikal anatesi. Terapi paliatif
pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik. Terapi suportif
dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-benar trauma,
maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain mengatakan bahwa
setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika
tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang
menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser
tersebut merupakan karsinoma .
Secara umum, pasien dengan keluhan traumatic ulcer dapat diterapi
dengan:
Jenis TerapiAntiseptik Topikal Clorhexidine gluconate 0,2%
Penggunaan :- Kumur selama 1 menit sebanyak 10 mlWaktu :- 2x sehari selama masih ada lesi sampai 2 hari
setelah lesi sembuh
Povidon iodine 1%Penggunaan :
- Kumur selama 30 detik sebanyak 10 mlWaktu :- 3 – 4 x sehari
Analgesik Topikal Benzydamine hydrochloridePenggunaan :- Kumur selama 1 menit sebanyak 15 mlWaktu :- 2 – 3 sehari (tidak boleh lebih dari 7 hari)
Kortikosteroid Topikal Triamcinolone acetonide 0,1%Penggunaan :- Keringkan permukaan ulser dengan cotton
bud, kemudian oles atau tekan (jangan digosok) sejumlah kecil pasta menggunakan cotton bud pada daerah ulser hingga pasta menempel, rata dan licin.
Waktu :- 2 – 3 sehari setelah makan dan sebelum tidur
Antibiotik Topikal ChlortetracyclinePenggunaan :- Larutkan 1 kapsul dalam 10 ml air, kumur
selama 3 – 5 menitWaktu :- 4x sehari (tidak untuk terapi jangka panjang)
Tabel 1. Pilihan Terapi Traumatik Ulser (Field, 2003)
3.4 DIAGNOSIS BANDING
3.4.1 Stomatitis Aphtosa Rekuren(SAR)
Penyakit ini relatif ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan
tidak menular. Namun bagi orang-orang yang menderita SAR dengan
frekuensi tinggi akan merasa sangat terganggu. SAR merupakan lesi oral
yang paling sering ditemui, terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe minor, mayor dan
herpetiformis. Berikut tabel yang merangkum gambaran klinis dari ketiga
jenis tipe SAR :
Lesi SAR mayor ukurannya lebih besar dan terjadi dalam waktu yang
lebih lama, hingga berbulan-bulan pada beberapa kasus, dibandingkan SAR
minor. Berdiameter 1 cm dan dapat mencapai 5 cm. Berdasarkan kedalaman
dan luasnya kerusakan jaringan penyembuhan lesi ini lambat (sekitar 2-6
minggu) dan biasanya meninggalkan jaringan parut. Lesi ini biasanya sakit
dan bertambah bila makan atau berbicara. SAR mayor dapat terjadi pada
seluruh rongga mulut, termasuk area palatum lunak dan tonsilar. Ulserasi juga
dapat mencapai orofaring (Greenberg and Glick, 2003).
Gambar 3.2 Stomatitis aphtosa rekuren(SAR) mayor pada mukosa alveolar atas (Greenberg and Glick, 2003)
Tipe SAR herpetiform jarang terjadi, muncul berkelompok dapat puluhan
atau ratusan yang dapat bersatu menjadi ulser yang tidak teratur. Ulser
dikelilingi oleh lapisan erythem dan seringkali mengenai mukosa tidak
berkeratin, lebih sering pada dasar mulut dan permukaan lateral lidah.
Penyembuhan terjadi selama 7-14 hari dan tidak menimbulkan jaringan parut
(Field et al., 2003).
Gambar 3.3 Stomatitis aphtosa rekuren(SAR) herpetiform pada dasar lidah (Laskaris, 2006)
3.4.2 Behcet’s Disease
Behcet’s disease disebabkan oleh imun kompleks yang menyebabkan
inflamasi pada pembuluh darah dan epithelium, ditandai dengan gejala klinis
berupa lesi rekuren yang mengenai rongga mulut, mata, dan genital
(Chandra, etl al., 2007). Apabila memiliki 2-3 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor menjadi indikator diagnosis dari behcet’s disease. Kriteria mayor
berupa ulser oral yang bersifat rekuren, ulser genital rekuren, lesi pada mata
(konjungtivitis, iritis, uveitis, retinal vaskulitis), lesi pada kulit (papula,
pustula, eritema nodosum, ulser, lesi nekrotik), sedangkan kriteria minornya
adalah lesi pada gastrointestinal, lesi vaskular, arthritis, keterlibatan SSP, lesi
kardiovaskular, riwayat keluarga (Greenberg and Glick, 2003 ; Laskaris,
2006). Lesi oral rekuren 90% terjadi pada pasien yang secara klinis mirip
dengan aphthous ulcers (Chandra et al., 2007). Eksudat serofibrinosa
menutupi permukaan dan tepi merah berbatas jelas (Langlais and Miller,
2000).
Gambar 3.4 Lesi seperti Aphthous pada pasien Behcet’s Disease (Greenberg and Glick, 2003)
3.4.3 Oral Herpes Simpleks
Biasanya pasien dengan infeksi herpes simplex virus primer datang kepada
klinisi dalam keadaan full blown kelainan pada oral dan kondisi sistemik. Riwayat
onset terjadinya penyakit membantu dalam membedakan lesi primer infeksi HSV
dengan lesi multipel akut lainnya pada mukosa oral (Greenberg, 2003)
Masa inkubasi dari infeksi herpes simplex virus primer umumnya berkisar
antara 5-7 hari, namun dapat pula terjadi antara 2-12 hari. Pasien oral herpes
primer memiliki riwayat generalized prodromal symptom yang mendahului
terbentuknya lesi lokal 1- 2 hari sebelumnya.Hal inilah yang membedakan infeksi
ini dengan allergic stomatitis dan erythema multiform, dimana lesi lokal dan
sistemik muncul bersamaan. Generalized symptom ini meliputi demam, sakit
kepala, malaise, nausea, dan muntah-muntah. Tidak adanya riwayat herpes labialis
rekuren dan adanya riwayat kontak dengan penderita lain juga dapat membantu
kita dalam membuat diagnosis penyakit ini.(Greenberg,2003)
Lesi lokal muncul berupa vesikel kecil yang berdinding tipis dengan
inflammatory base (pinggiran ulser berwarna merah akibat inflamasi) yang dapat
muncul pada seluruh bagian dari mukosa oral. Dinding vesikel ini mudah sekali
pecah dan membentuk lesi ulser kecil bulat dan dangkal. Lesi dapat terjadi pada
semua bagian mukosa. Dengan bertambah parahnya penyakit, lesi ulser ini akan
bergabung satu sama lain membentuk ulser yang lebih besar dengan bentuk yang
tidak teratur. (Greenberg 2003)
Gambaran yang paling penting dari penyakit ini adalah adanya gambaran
gingivitis kronis akut generalisata, dimana seluruh gusi dalam keadaan oedem dan
inflamasi (gambar 4-3, A & B dan 4-4). Beberapa ulser kecil pada gusi juga dapat
muncul. Pada pemeriksaan juga ditemukan inflamasi pada faring posterior, serta
adanya pembengkakan dan rasa sakit pada nodus limfatikus submandibular dan
serfikal. Pada beberapa kasus, HSV primer dapat pula menimbulkan lesi pada
bibir dan wajah tanpa menimbulkan lesi intra oral.
Gambar 4-2 wanita 12 tahun dengan herpes gingivostomatis primer terdapat vasikel dan ulser dengan tepi yang terinflamasi (Greenberg, 2003)
Pada anak-anak, HSV primer merupakan penyakit yang bersifat self
limiting. Demam biasanya akan hilang dalam 3-4 hari, sedangkan lesi akan mulai
menyembuh dalam 7 sampai 10 hari, walaupun virus akan tetap berada dalam
saliva sampai selama 1 bulan setelah onset penyakit.
Tingkat rekurensi infeksi virus herpes simpleks adalah sekitar 20-40 %.
Rekurensi disebabkan oleh teraktivasinya virus yang bersembunyo di dalam
jaringan saraf. Virus teraktivasi disebabkan oleh trauma terhadap bibir,
demam,imun yang menurun, menstruasi, dll. Setelah pengobatan infeksi herpes
primer, virus biasanya masih tetap ada namun dalam keadaan inaktif. Untk
mencegahnya dengan menjaga daya tahan tubuh dan menghindari trauma agar
virus tidak teraktivasi.
Gambar 3.5 Lesi berupa vesikel pada pasien dengan herpes simpleks rekuren (Greenberg and Glick, 2003)
3.5 Periodontal Dressing
3.5.1 Definisi
Periodontal dressing merupakan bahan yang diaplikasikan untuk menutup luka
yang diakibatkan oleh prosedur bedah periodontal ( nield-Gehrig,2008). Periodontal
dressing merupakan barier fisik yang melindungi jaringan yang sedang dalam tahap
penyembuhan dari tekanan gaya mastikasi dan memberikan kesempatan jaringan untuk
beradaptasi pada proses penutupan luka (David, dkk., 2013). Penutupan luka dengan
periodontal dressing bertujuan untuk mengurangi Pendarahan dan infeksi pasca
pembedahan serta melindungi luka dari trauma selama proses pengunyahan.
3.5.2 Syarat Periodontal Dressing
Syarat ideal dari periodontal dressing dalam kedokteran gigi (Kale, 2014) :
1. Lembut, tetapi cukup plastis dan fleksibel agar penempatan lebih mudah dan
dapat beradaptasi dengan baik.
2. Mengeras dalam periode yang sesuai
3. Setelah setting harus cukup kaku untuk mencegah fraktur dan dislokasi
4. Memiliki permukaan halus setelah setting agar dapat mencegah iritasi pada
mukosa bibir dan mukosa pipi
5. Bersifat bekteriosid untuk mencegah penumpukan plak
6. Tidak mengganggu proses healing jaringan
7. Memiliki dimensional yang stabil untuk mencegah adanya kebocoran saliva
8. Tidak memicu penyakit sitemik dan reaksi alergi
9. Memiliki rasa yang dapat ditoleransi untuk kenyamanan pasien
10. Ekonomis
11. Biokompatibel yakni dapat diterima oleh jaringan tubuh
3.5.3 Fungsi Periodontal Dressing
Periodontal dressing merupakan bahan yang digunakan setelah tindakan bedah
periodontal yang memiliki fungsi sebagai berikut (Kale, 2014):
Melindungi luka pasca bedah. Bagian yang luka tertutup oleh periodontal
dressing sehingga melindungi luka saat makan dan minum
Kenyamanan pasien
Kontrol pendarahan pasca bedah
Reposisi jaringan lunak
Mencegah pembentukan jaringan granulasi yang berlebihan
Spilinting gigi yang goyang
3.5.4 Tipe Periodontal Dressing
Secara umum periodontal dressing dibedakan menjadi 2 jenis yaitu yang
mengandung eugenol dan non eugenol (David, 2013). Eugenol yang terkandung dalam
periodontal dressing dapat menginduksi reaksi alergi yang menimbulkan kemerahan dan
nyeri terbakar pada beberapa pasien, sehingga periodontal dressing eugenol mulai
ditinggalkan ( David, 2013). Periodontal dressing eugenol mengandung 40-50 % eugenol
yang dapat menyebabkan inflamasi , jaringan nektoris, dan memicu reaksi alergi serta
menunda penyembukan luka (Patelin, 2003). Peneliti mengembangkan periodontal
dressing non eugenol yang berfungsi untuk memproteksi luka dari iritasi lokal tetapi tidak
dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
a. Zink oxide eugenol
Zink oxide eugenol tersedia dalam dua bentuk yakni berupa powder liquid dan
berupa pasta. Dimana powder terdiri dari zink oxide, asam tanat, rosin, kaolin,
zincstearate, asbestos. Zinc oxide sendiri berfungsi sebagai bahan antiseptik dan
astringen, asam tanat berperan sebagai haemostasis, rosin sebagai bahan pengisi
yang meningkatkan kekuatan, mempercepat reaksi dan menghasilkan permukana
yang lebih halus dan homogen. Sedangkan liquidnya terdiri dari eugenol, minyak
kacang, rosin. Eugenol adalah bahan yang bersifat anastetik dan antiseptik. Minyak
kacang berfungsi untuk mengontrol waktu setting. Saat powder dan liquid tersebut
dicampurkan maka akan terjadi reaksi kimia antara zink oxide dan eugenol
membentuk zink eugenolate. Keuntungan dari bahan zink oxide eugenol memiliki
daya splintig yang kuat saat melekat pada gigi dan memiliki efek haemostasis
karena mengandung asam tanat. Kekurangan dari bahan ini yaitu memiliki
permukaan yang kasar saat setting yang dapat memudahkan akumulasi plak dan
proliferasi bakteri, memiliki rasa yang berbeda karena kandungan eugenolnya, dan
memungkinkan memicu reaksi alergi melalui sisa dari eugenol yang tidak bereaksi
yang dapat menyebabkan sensasi terbakar dan kemerahan pada area yang
diaplikasikan periodontal dressing jenis zinc oxide eugenol.
b. Zink oxide non-eugenol
Periodontal pack tipe ini terdiri dari 2 pasta yakni base dan akselerator. Akselerator
mengandung zinc oxide, minyak sayur/ minyak mineral (memberi sifat plastis) dan
magnesium oxide. Sedangkan base mengandung petrolatum dan alkohol yang telah
terdenaturasi. Reaksi settingnya merupakan hasil reaksi antara oksida logam dan
asam lemak. Kelebihan periodontal dressing ini memiliki warna dan rasa yang
netral, bersifat plastis sesuai dengan syarat dari periodontal dressing, dan tidak
mengandung eugenol. Namun kekurangan dari bahan ini yakni tidak dapat melekat
dengan baik dengan mukosa sehingga mudah mengalami lepas sebelum waktunya.
Daya slinting lebih rendah karena sifatnya yang lebih lunak.
Nama produk
1. Coe-pack
Pasta yang pertama mengandung oxide, minyak (memberi sifat plastis), karet
(bahan kohesif), lorothidol (fungisida). Sedangkan pasta yang lain
mengandung asam lemak, air kelapa, resina atau rosin , chlorothymol
(bakteriostatik).
2. Perioputty
Terdiri dari methyl dan prophyl parafens sebagai bakterisidal dan fingisidal,
benzocain sebagai anastesi topikal
3. Peripac
Tersedia dalam 1 pasta yang tekah dicampur. Komposisinya yakni kalsium
sulfat, zinc oxide, acylate,zinc sulfat, poly methyl metharylate, dimethoxy tetra
ethylene glycol, asam ascorbic, red dye sebagai pewarna.
4. Periocare
terdiri dari 2 pasta, memiliki elastisitas tinggi, bau dan rasanya netral, memiliki
waktu kerja 7 menit dan waktu setting 15 menit.
3.5.5 Alergi Pasien Dengan Penggunaan Periodontal Dressing
Beberapa case report menunjukan terdapat reaksi alergi dalam komponen periodontal
dressing. Dengan adanya kandungan terramycin, rosin, dan tannin menunjukkan
peningkatan reaksi alergi. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah burning sensation
pada mukosa bukal dan lidah, erythema, edema, dan terdapat vesikel (David, 2013)
Fraleigh – menyatakan reaksi alergi terjadi oleh karena kandungan terramycin
pada periodontal dressing
Pulsion – dilaporkan terjadi reaksi anaphylactic setelah aplikasi periodontal
dressing yang mengandung eugenol
Lysell – melaporkan terjadi alergi karena kandungan rosin
Haugen dan hensten petterson- melakukan penelitian pada hewan, menyatakan
bahwa coe- pac, peri-pac, dan wonder- pac memiliki sifat sensitif terhadap
timbulnya alergi (Muthukumarasamy, 2012).
Pada dasarnya periodontal dressing yang mengandung eugenol lebih berisiko
timbulnya reaksi alergi dari pada dressing yang tidak mengandung eugenol.
BAB IV
PEMBAHASAN
Traumatik ulser merupakan kasus yang umum dikeluhkan pasien yang
datang ke bagian Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Sekeloa. Pada
kasus ini, pasien wanita usia 23 tahun datang dengan keluhan terdapat sariawan
pada pipi dalam di dekat gigi geraham kecil RA kiri sejak +- 1 minggu yang lalu.
Sariawan muncul setelah mendapat perawatan bedah flap gingiva sejak 2 minggu
yang lalu. Pasien mengaku menggunakan obat kumur pepsodent untuk
membersihkan rongga mulut setelah dilakukan bedah flap. Pasien merasa
sariawan tersebut mengganggu,terasa sakit dan perih, terutama saat
makan,menguap,tersenyum lebar. Pasien mengaku kurang makan sayur dan buah-
buahan dan saat ini sedang tidak stres serta tidak ada kebiasan merokok.
Sebelumnya pasien pernah mengalami sariawan serupa dikarenakan bedah flap
pertama. Dari anamnesa pasien disimpulkan bahwa pasien menderita sariawan
karena trauma mekanis dan kimiawi dari periodontal dressing yang sedang
digunakan.
Pemeriksaan klinis pada pasien ditemukan ulser pada mukosa bukal a/r 13-
14 berdiameter ± 3 mm, dasar cekung, berwarna putih keabuan dengan tepi eritem
dan irreguler. Gambaran klinis ulser traumatikyang dialami pasien tersebut sesuai
dengan yang dikemukakan Langlais and Miller (2000) dan Field, et.al. (2003) ,
yaitu gambaran khas berupa ulser dengan dengan batas yang tidak teratur
(irregular) dan margin eritem dengan dasar kuning, tampak sedikit cekung, jika
dipalpasi terasa lunak dan sakit.
Dari Anamnesis dan pemeriksaan klinis, kemungkinan faktor predisposisi
pertama dari traumatik ulser ini adalah trauma mekanis bahan atau alat kedokteran
gigi, yang pada kasus ini adalah periodontal dressing. Diduga periodontal dressing
pada pasien ini memiliki permukaan yang sedikit kasar, sehingga mengiritasi
mukosa bukalnya. Syarat ideal periodontal dressing memiliki permukaan halus
setelah setting agar dapat mencegah terjadinya iritasi pada mukosa bibir dan
mukosa pipi (Kale, 2014). Menurut Houston (2009) , traumatic ulser pada pasien
ini merupakan trauma mekanis yang terjadi pada mukosa bukal kanan atas
dikarenakan iritasi dari periodontal dressing
Kemungkinan Faktor predisposisi kedua dari pasien ini adalah trauma
kimiawi dari bahan yang terkandung pada periodontal dressing. Menurut David
(2013) Eugenol yang terkandung dalam periodontal dressing dapat menginduksi
reaksi alergi yang menimbulkan kemerahan dan nyeri terbakar pada beberapa
pasien. Selain eugenol bahan lain yang dapat menyebabkan terjadinya trauma
kimiawi dengan adanya kandungan terramycin, rosin, dan tannin menunjukkan
peningkatan reaksi alergi juga. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah burning
sensation pada mukosa bukal dan lidah, erythema, edema, dan terdapat vesikel
(David, 2013). Hal ini sesuai dengan kasus pasien dimana ulser erytema, terasa
sakit dan perih pada mukosa bukal.
Kedua faktor predisposisi ulser disebabkan oleh periodontal dressing ini
juga diperkuat oleh pernyataan pasien yang mengatakan pada pengaplikasian
periodontal dressing setelah bedah flap pertama juga terdapat sariawan pada
bagian mukosa bukal dari periodontal dressing tersebut.
Gambaran klinis menunjukkan single ulser yang berada dekat dengan
faktor penyebabnya (periodontal dressing). Memiliki kedalaman dangkal yang
berwarna putih kekuning-kuningan dan tepi irregular kemerahan, tidak ada
indurasi, serta lunak ketika di palpasi (Laskaris, 2006).
Diagnosis banding dari ulser traumatik adalah Stomatitis Aphtous Rekuren
(SAR), Behcet’s disease dan Oral Herpes Simpleks. Hal yang membedakan
keempat lesi tersebut adalah faktor penyebab, angka kejadian rekurensi, serta
bentuk lesi. Pada SAR bentuk cenderung lebih simetris dibandingkan dengan
ulser traumatik, angka kejadiannya juga berulang umumnya setiap bulan . Ulser
biasa terdapat dasar mulut, mukosa bukal, mukosa labial atau di lidah (Regezi et
al., 2003; Laskaris, 2006). Gambaran lesi oral Behcet’s disease mirip dengan
aphtous ulcers (Chandra, et.al., 2007). Namun seperti yang diketahui bahwa
dalam penegakkan diagnosis Behcet’s disease apabila terdapat 2-3 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor, kriteria mayor berupa ulser oral yang bersifat rekuren, ulser
genital rekuren, lesi pada mata (konjungtivitis, iritis, uveitis, retinal vaskulitis),
lesi pada kulit (papula, pustula, eritema nodosum, ulser, lesi nekrotik), sedangkan
kriteria minornya adalah lesi pada gastrointestinal, lesi vaskular, arthritis,
keterlibatan SSP, lesi kardiovaskular, riwayat keluarga (Greenberg and Glick,
2003 ; Laskaris, 2006). Pada kasus ini, tidak dipenuhi kriteria tersebut, karena
pasien hanya mengalami ulser oral yang disebabkan karena trauma dari
periodontal dressing. Kemudian untuk diagnosis banding berupa Oral herpes
simpleks , gambaran klinisnya berupa lesi vesikel berkelompok dan letaknya
biasanya pada mukosa berkeratin seperti palatum, gingiva, maupun alveolar ridge
(Greenberg and Glick, 2003), di samping itu biasanya diawali pula dengan adanya
gejala prodromal. Pada kasus ini, lokasi dari lesi tersebut pada mukosa bukal yang
merupakan lesi non-keratin dan tidak adanya riwayat gejala prodromal yang
dikeluhkan pasien, sehingga herpes simpleks rekuren bukan merupakan diagnosis
untuk pasien ini.
Terapi kasus ini adalah dengan dengan memberikan oral hygiene
instruction kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.
penatalaksanaan traumatik ulser dengan menghilangkan faktor etiologi atau
penyebabnya (Laskaris, 2008). Pasien ini diresepkan obat kumur berupa
Chlorhexidine garg 0,2% yang digunakan dua kali sehari setiap habis menyikat
gigi. Terapi simptomatik pasien traumatic ulser yaitu dengan pembeian obat
kumur antiseptik seperti chorhexidine gluconate 0,2 % diberikan 2x sehari selama
masih ada lesi hingga 2 hari setelah lesi sembuh (Field,2003) dan melanjutkan
peningkatan nutrisi berupa daging-dagingan (Vit B12), sayur-sayuran hijau (zat
besi), dan kacang-kacangan (asam folat) dianjurkan untuk dikonsumsi oleh pasien
agar mempercepat proses penyembuhan.
Pada saat kontrol pertama keluhan sariawan pada mukosa bukal kanan
sudah tidak terlalu sakit dan mulai terasa sembuh sejak periodontal dressing
dilepas. Keluhan berkurang berkurang setelah penggunaan chlorhexidine
glukonate 0,2% 2 kali sehari. Reaksi terapi sesuai dengan teori Field dan
Longman (2003) penatalaksaan traumatik ulser dengan menghilangkan faktor
etiologinya dan dengan pemberian antiseptik topikal.
Pada kontrol ke 2 yaitu 10 hari dari kontrol pertama, ulser sudah tidak
sakit dan dirasa sembuh. Namun secara tampilan klinis masih terlihat kemerahan.
Pada kontrol ke 3 yaitu 7 hari setelah kontrol ke2, ulser sudah sembuh karena
pasien mengikuti seluruh instruksi dan saran dengan baik, sehingga ulser telah
sembuh dan tidak terdapat keluhan lagi.
1
2
3
4
5
6
7 BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan intraoral dapat disimpulkan
diagnosis untuk pasien ini adalah traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14
etiologi traumatik ini disebabkan oleh trauma mekanis dan trauma kimiawi dari
periodontal dressing yang di pasang setelah bedah flap periodontal.
Perawatan yang diberikan pada pasien adalah pemberian OHI (Oral
Hygiene Instruction) mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut,
pemberian Chlorhexidin garg 0,2% dan vitamin B kompleks sebagai resep.
Pasien juga diintruksikan untuk istirahat, makan yang bergizi dan teratur.
Pada kontrol kedua yaitu 2 minggu setelah kedatangan pertama, traumatik
ulser pada mukosa bukal a/r 13-14 sudah sembuh dan tidak menimbulkan rasa
sakit. Pada minggu ketiga bekas lesi juga sudah terlihat normal tanpa bekas.
DAFTAR PUSTAKA
Cawson, R.A. and Odell, E.W. 2008. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. The University of Michigan : Churchill Livingstone.
Chandra, S. ; Chandra, G. ; Kamala, R. 2007. Oral Medicine. New Delhi : Jaypee Brother Medical Publishers. p. 53 – 54.
Cunningham, S. 2002. Ulcerative lesions of the oral cavity. Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology.
David, K, et al. 2013. Periodontal Dressing : an Informed view. Available online http://www.researchgate.net/publication/237812595_periodontal_dressing_-_an_informed_view
Field, A., Longman, L., and William, R.T. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine. London : Oxford University Press. p. 51 – 59.
Greenberg, M.S. and Glick, M. 2003. Burket’s Oral Medicine: Diagnosis and Treatment 10th ed. Ontario : BC Decker Inc. p.51 ; 63 – 68.
Houston, G. 2009. Traumatic Ulcers. Available online at http://emedicine.medscape.com/
Kale, Triveni. 2014. Periodontal Dressing. Available online at http://www.iosrjournals.org/iosr-jdms/papers/Vol13-issue3/Version-4/S013349498.pdf
Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates.
Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 2ndedition. Newyork : Thieme.
Mosby’s Dental Dictionary. 2008. Traumatic Ulser. Available online at
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/traumatic+ulcer
Muthukumaraswamy. 2012. Periodontal dressing. Review article. Available
online at http://www.jident.com/archives/47/Periodontal%20Dressing.pdf
Regezi, J.A. ; Sciubba, J.J. ; and Jordan, R.C.K. 2003. Oral Pathology : Clinical
Pathologic Correlations 4th Ed. USA : Saunders Elsevier Science.
Sarrami, 2002 . Adverse reactions associated with the use of eugenol in dentistry. Available online at http://www.nature.com/bdj/journal/v193/n5/full/4801539a.html
Khuntia, Annie, 2004. Contac dermatitis. The university of michigan . available online at https://www.med.umich.edu/intmed/allergy/edu/syllabus/TOPICS/Contact%20Dermatitis/contactderm.htm
top related