makalah blok 27
Post on 27-Jan-2016
240 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Neuropati Perifer Akibat Pengobatan Isoniazid
pada Ras Kaukasia
Nurhafiz bin Omar (102012502)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna, No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Indonesia.
nurhafiz.omar@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Penulisan ini dibuat untuk membahaskan secara menyeluruh mengenai efek variasi
genetik terhadap kesan pengobatan farmakoterapi. Signifikannya tinjauan pustaka ini
dilakukan untuk mengkaji dan memahami dasar terjadinya perubahan efek penggunaan
terhadap ras yang berlainan. Terdapat juga perbahasan mengenai efek samping neuropati
perifer yang terjadi akibat penggunaan obat isoniazid pada ras kaukasia. Metode yang
digunakan dalam penghasilan tinjauan pustaka ini adalah dengan melakukan penelitian
terhadap buku-buku dan jurnal-jurnal.
Kata kunci: genetik, farmakoterapi, isoniazid, kaukasia
Abstract
The article was written in order to debate the whole spectrum of the variation effects
of genetics to the pharmacotherapy effect. Significant of this literature review is to study and
understand the basics of the change of drugs effects toward differ racials. There is also
debate about the pheripheral neuropathy side effects when using isoniazid for caucasian.
Method used in the production of this literature review is to conduct research on books and
journals.
Keywords: genetics, pharmacotherapy, isoniazid, caucasian
Pendahuluan
Genetik merupakan sesuatu bidang ilmu yang mempelajari gen. Gen merupakan unit
terkecil dari manusia dan sel-sel makhluk hidup. Secara mudah, genetic merupakan sesuatu
yang menerangkan sebab mengapa kita mempunyai persamaan dengan ibu dan bapa kita pada
beberapa hal dan juga perbedaan pada beberapa hal. Genetik juga dapat menjadi jawaban
kepada turunnya sesuatu penyakit bawaan yang bersifat keturunan. Selain itu, genetik juga
dapat menjelaskan beberapa variasi yang terjadi berakibat dari variasi genetic seperti efek
farmakoterapi, forensik, agricultural dan persekitaran.1
Sesuatu yang diturunkan secara keturunan adalah dipengaruhi oleh gen. gen terdiri
dari bahan kimia yang dinamakan asam deoksiribonukleat (DNA). DNA bereplikasi
menghasilkan salinan DNA baru yang identik. DNA mengandungi kode yang spesifik untuk
sesuatu protein seperti enzim yang membentuk sel-sel tubuh manusia. DNA dapat bermutasi
dan menghasilkan protein yang berbeda dari sebelumnya dan dapat atau tidak mengubah
fungsi asal protein tersebut. Enzim yang bermutasi dapat mengubah mekanisme biokimiawi
sehingga mengubah metabolism molekul-molekul dalam tubuh.2
Farmakogenetik merupakan salah satu bidang dalam farmakologi klinik yang
mempelajari keanekaragaman (respons) obat yang dipengaruhi atau disebabkan oleh karena
faktor genetik. Atau dengan kata lain merupakan studi pengaruh genetik terhadap respons
obat. Kepentingan dari studi farmakogenetik ini yang paling penting adalah untuk
mengetahui atau mengenali individu–individu tertentu dalam populasi, yang dikarenakan
adanya ciri-ciri genetik tertentu, akan bereaksi atau mendapatkan pengaruh obat yang tidak
sewajarnya dibandingkan anggota populasi lain pada umumnya. Sehingga dengan dapat
dilakukan upaya-upaya pencegahan agar pengaruh yang tidak dikehendaki tidak sampai
terjadi, misalnya dengan menyesuaikan besar dosis atau dengan menghindari pemakaian obat
tertentu pada individu tertentu.
Skenario
Seorang perempuan berusia 30 tahun, berasal dari ras kaukasian, bekerja di non-govermental
organization (NGO) bertempat tinggal di perumahan padat penduduk, datang ke puskesmas
dengan keluhan gatal-gatal di lengan dan kaki. Os didiagnosis tuberkulosis paru 4 bulan yang
lalu dan sudah mendapat terapi. Oleh dokter, pasien didiagnosis menderipa neuropati perifer
karena INH.
Anamnesis
Berdasarkan kasus perempuan ini, anamnesis langsung adalah diperlukan untuk
mengetahui status dan riwayat penyakit yang terdahulu supaya mudah mendiagnosa dan
melakukan tindakan sesuai dengan pemeriksaan keatas dirinya secara autoanamnesis.
Wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat serta
identitas lain yang dirasakan perlu. Seterusnya ditanyakan kepada pasien perkara terkait
dengan keluhan yang dialami seperti dibawah ini:
1. Keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter:
gatal pada kedua lengan tangan dan kaki.
2. Riwayat penyakit sekarang: tuberkulosis paru
3. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri: kapan mulai, sifat serta beratnya,
lokasi serta penjalarannya, hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang
tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya), berlangsung sementara atau
lama. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan,
datang dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya
4. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut: kencing berdarah
(rifampisin) serta efek samping penggunaan INH yang lain seperti neuritis perifer,
neuritis optik, reaksi psikosis, kejang, mual, muntah, kelelahan, gangguan pada
lambung, gangguan penglihatan, demam, kemerahan kulit, dan defisiensi vitamin B
(pyridoxine). Efek samping yang berpotensi fatal adalah hepatotoksisitas (gangguan
dan kerusakan sel hati).3
5. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya: adakah merasakan taraf kesehatan
bertambah baik setelah pengambilan kombinasi obat TBC selama seminggu.
6. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan kondisi medis yang signifikan, khususnya
diabetes mellitus, keganasan, vaskulitis atau kondisi neurologis lain.
7. Riwayat keluarga: Adakah riwayat neuropati serta pernah merasakan keadaan yang
sama seperti pasien?
8. Riwayat sosial: Riwayat pajanan agen neurotoksin (seperti timah), konsumsi
menuman beralkohol dan riwayat merokok.
Pemeriksaan Fisik
Pada saat berkonsultasi dengan dokter, biasanya dokter akan melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik untuk mencari tahu sebab gatal. Karena sebab sangat beragam dan
dapat mengenai seluruh bagian tubuh maka dokter akan melakukan pemeriksaan neurologi
menyeluruh untuk melihat berbagai kemungkinan penyakit yang mendasarinya. Pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium maupun radiologi dilakukan sesuai indikasi penyakit yang
mendasarinya.4 Pemeriksaan tanda-tanda vital terlebih dahulu harus dilakukan.
1. Pemeriksaan neurologis mengarah kepada Neuropati perifer
Gambar 1: Pembagian Sistem Saraf
Sumber:
http://4.bp.blogspot.com/-tn5V-wSvGsE/VH3NQ6SIExI/AAAAAAAAAEU/05l3VKTN-
zA/s1600/e9.png
Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis
(IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus
(IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VIII merupakan saraf
sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf motorik, tetapi juga
mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X
merupakan saraf campuran, saraf kranial III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut
saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom.
Periksa cara berjalan, melangkah, dan menjejak. Periksa area simtomatik.
Lakukan inspeksi : adakah pengecilan otot, postur abnormal, perubahan kulit trofik,
fasikulasi, atau parut?
Gerakan volunter: Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa,
misalnya mengangkat kedua tangan pada sendi bahu, fleksi dan ekstensi artikulus
kubiti, mengepal dan membuka jari-jari tangan, mengangkat kedua tungkai pada sendi
panggul, fleksi dan ekstensi artikulus genu, plantar fleksi dan dorso fleksi kaki dan
gerakan jari- jari kaki.
Periksa tonus : normal atau berkurang?
Adakah penurunan kekuatan? Jika ya, pada kelompok otot mana? Apakah terbatas
pada distribusi perifer tertentu atau terdapat kelemahan perifer umum pada tangan
atau kaki?
Adakah gangguan koordinasi? Periksa refleks : normal atau menurun?
Tabel 1: Jenis dan Fungsi Saraf Kranial
Sumber:
http://1.bp.blogspot.com/-umQzXh2TRGo/VKYFuVtG5kI/AAAAAAAABSk/joBTlr5kY9w/
s1600/Nomor,%2Bnama,%2Bjenis,%2Bdan%2Bfungsi%2Bsaraf%2Bkranial.png
Periksa sensasi:
Raba halus. Adakah ada gangguan? Jika ya, bagaimana distribusi : mengikuti
dermatom, saraf perifer atau radiks saraf?,
Tusuk jarum, rasa getar, rasa posisi sendi, nyeri dalam, panas/dingin, benang halus
(10g)
Apakah ada kelemahan otot serta refleks yang menurun? Koordinasi dan gaya
berjalan.
Neuropati otonom: Hipotensi postural, gastroparesis – muntah, diare, berliur (jarang).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah : melihat HbA1C, kadar gula darah dalam darah,
melihat kadar kolesterol, Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein
(HDL), vitamin B6 dalam darah, kadar SGOT, SGPT.
2. Pemeriksaan urin: kadar glukosa, protein, keton urin
3. Pemeriksaan cairan cerebrospinal. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi antibodi
yang dikaitkan dengan peripheral neuropathi.
4. Electromyogram (EMG), sebuah pengujian aktivitas elektrikal otot: Elektromiografi
(EMG) adalah tes yang memeriksa kesehatan otot dan saraf yang mengendalikan otot-
otot. Penyedia perawatan kesehatan akan memasukkan elektroda jarum yang sangat
tipis melalui kulit ke dalam otot. Elektroda pada jarum mengambil aktivitas listrik
yang dilepaskan oleh otot-otot. Kegiatan ini muncul pada monitor terdekat. Aktivitas
listrik yang terlihat pada monitor menyediakan informasi tentang kemampuan otot
untuk merespon ketika saraf ke otot dirangsang. Biasanya ada aktivitas listrik sangat
sedikit dalam otot saat istirahat. Memasukkan jarum dapat menyebabkan beberapa
aktivitas listrik, tetapi sekali otot-otot tenang, harus ada aktivitas listrik sedikit
terdeteksi. Bila Anda tegangkan otot, aktivitas mulai muncul. Ketika Anda kontrak
otot Anda, semakin meningkatkan aktivitas listrik dan pola dapat dilihat. Pola ini
membantu dokter menentukan apakah otot adalah menanggapi sebagaimana mestinya.
5. Nerve conduction velocity (NCV): tes untuk melihat seberapa cepat sinyal-sinyal
listrik bergerak melalui saraf. Patch disebut permukaan elektroda, mirip dengan yang
digunakan untuk EKG , yang ditempatkan pada kulit di atas saraf di berbagai
lokasi. Setiap patch memberikan off impuls listrik yang sangat ringan, yang
merangsang saraf. Dihasilkan aktivitas listrik saraf dicatat oleh elektroda
lainnya. Jarak antara elektroda dan waktu yang dibutuhkan untuk impuls listrik untuk
perjalanan antara elektroda digunakan untuk menentukan kecepatan dari sinyal saraf.
Pemeriksaan yang lain bisa termasuk:
Computed tomography (CT)
Magnetic resonance imaging (MRI)
Biopsi saraf mencari kelainan penyebab neuropati
Biopsi kulit untuk melihat jika terdapat pengurangan ujung serabut syaraf.
Diagnosis Kerja
Isoniazid (INH) induced Peripheral Neuropathy
Neuropati perifer akibat penggunaan INH merupakan suatu kejadian penyakit yang
disebabkan oleh efek samping penggunaan INH yang menyebabkan berkurangnya neuron
perifer. INH sendiri merupakan obat utama dalam regimen pengobatan kasus tuberkulosis
yang dianjurkan oleh World Health Organization (WHO). Neuropati akibat penggunaan INH
merupakan sesuatu kelainan yang sering terjadi pada ras tertentu disebabkan kelainan
metabolisme isoniazid yang berakibat dari variasi genetik. Hal ini dinamakan genetik
polimorfisme.5
Diagnosis Banding
1. Diabetic Neuropathy
Diabetik neuropati merupakan komplikasi yang tersering dijumpai pada kasus diabetes
melitus. Ianya dijumpai pada 50% dari pasien yang menderita diabetes tipe 1 dan diabetes
tipe 2. Diabetik neuropati perifer melibatkan gejala disfungsi saraf perifer pada pasien yang
menderita diabetes setelah penyebab lain disingkirkan. Antara uji klinis yang boleh dilakukan
adalah pemeriksaan gula darah puasa (GDS), HbA1C, hitung darah lengkap, kadar hormon
tiroid, kadar vitamin B, elektromiografi dan MRI. Gejala klinis yang bisa didapatkan adalah
seperti gejala klinis neuropati perifer yang lain dan tergantung kepada sel neuron yang terkait.
2. Charcot-Marie-Tooth Disease
Merupakan suatu penyakit akibat kelainan bawaan yang menyebabkan penurunan
kekuatan ekstrimitas distal yang progresif. Selain itu turut didapatkan atrofi otot dan
kehilangan sensor disebabakan kelainan bawaan neuropati perifer. Terbagi kepada dua
kelompok utama yaitu kelompok 1 yang mempunyai kelajuan konduksi sinyal lambat dan
kelompok 2 yang disebabkan degenerasi akson. Gejala klinis pertama yang biasa ditemukan
adalah tanda motorik, atrofi pada otot kaki, diikuti tumit, dan ibu jari yang dorsofleksi.
Kelainan sensorik terjadi lebih lambat dibanding motorik. Pemeriksaan penunjang yang biasa
dilakukan adalah pemeriksaan cairan serebrospinal selain dari pemeriksaan penunjang yang
biasa dilakukan pada kasus neuropati perifer lain. Uji genetik juga boleh dilakukan tetapi
tidak menyingkirkan diagnosis.6 Dapat disebabkan duplikasi pada gen PMP22, kromoson 17,
mutasi gen MPZ dan gen MFN2, kromosom 1, serta gen Cx32 pada kromosom X.7
Epidemiologi
Menurut kamus Oxford, kaukasia merupakan pembagian ras secara tradisional yang
merangkumi populasi Eropah, Asia barat, sebagian India dan Afrika Utara. Studi
farmakogenetik juga berguna untuk mempelajari adanya perbedaan antar kelompok etnik
dalam hal pengaruh atau respons terhadap obat, yang kemungkinan karena adanya perbedaan
dalam frekuensi gen yang ada dalam populasi dari masing-masing kelompok etnik tersebut.
Sebagai contoh yang menarik adalah perbedaan antar kelompok etnik dalam metabolisme
(asetilasi) obat-obat tertentu seperti isoniazid, dapson, sulfadimidin, prokainamid, dan
hidralazin.
Dalam hal kemampuan asetilasi obat-obat ini maka individu-individu dalam populasi
akan terbagi secara tegas menjadi fenotipe asetilator cepat dan asetilator lambat, dan sifat ini
ditentukan oleh suatu gen otosom, yakni sifat asetilator cepat ditentukan oleh gen dominan
otosom sedangkan sifat asetilator lambat oleh gen resesif otosom. Yang menarik ternyata
frekuensi asetilator ini berbeda antar masing-masing kelompok etnik oleh karena adanya
perbedaan dalam frekuensi gen asetilasi dalam populasi. Proporsi asetilator lambat pada
berbagai kelompok etnik bervariasi sebagai berikut:8
Jepang : 10% Kaukasoid : 50%
Cina : 20% Negroid : 50-100%
Melayu : 35%
Indian-Amerika : 40%
Etiologi
Terdapat beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya neuropati perifer.
Etiologi tersebut dapat dibagikan kepada beberapa kelompok seperti akibat trama, metabolic,
keganasan, obat, toksin, infeksi, inflamasi, kelainan vaskuler, genetic dan defisiensi
mikronutrien. Pembagiannya adalah seperti table di bawah.
Tabel 2: Bermacam Etiologi Neuropati Perifer
Sumber:
http://www.rcemlearning.co.uk/wp-content/uploads/peripheral_neuropathy_causes.png
Patofisiologi
Mekanisme kerja obat
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in
vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh
bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan
glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang
merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan
asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.
Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Obat terdapat dalam
kadar yang cukup dalam cairan pluera dan cairan asites. Kadar dalam cairan serebrospinal
pada radang selaput otak kira-kira sama dengan kadar dalam cairan plasma. Isoniazid mudah
mencapai mencapai material kaseosa. Kadar obat ini pada mulanya lebih tinggi dalam
plasma dan otot daripada dalam jaringan yang terinfeksi. Tetapi obat kemudian tertinggal
lama dalam di jaringan yang terinfeksi dalam jumlah yang lebih cukup sebagai bakteriostatik.
Antara 75-95% Isoniazid dieksresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir
seluruhnya dalam bentuk metabolit. Ekskresi terutama dalam bentik asetil isoniazid yang
merupakan metabolit proses asetilasi, dan asam isonikotinat yang merupakan metabolit
proses hidrolisis. Sejumlah kecil diekskresi dalam bentuk isonikotinol glisin dan isonikotinol
hidrazon, dan dalam jumlah yang kecil sekali N-metil isoniazid.
Gambar 2: Metabolisme Isoniazid (INH)Sumber: http://iv.iiarjournals.org/content/25/5/803/F1.large.jpg
Farmakogenetik isoniazid
Farmakogenetik adalah studi tentang variasi respons obat akibat factor genetik.
Farmakogenetik perlu dibedakan dari overdosis, reaksi alergi, dan
inborn error of metabolism. Inborn error of metabolism adalah kelainan genetik yang
mengakibatnya kelainan pengolahan zat tertentu sehingga terjadi akumulasi dalam sel.
Sementara itu, farmakogenetik mempelajari tentang adanya perbedaan respons individu
terhadap suatu obat. Dari aspek farmakokinetik, farmakogenetik banyak memengaruhi sisi
biotransformasi (metabolisme) obat. Selain biotransformasi (metabolisme), farmakokinetik
juga melibatkan proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi.
Metabolisme obat terutama terjadi di sel-sel hati (mikrosom = retikulum endoplasma
hati), serta di sitosol. Selain hati, dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit juga
menjadi tempat biotransformasi obat. Metabolisme memiliki tujuan untuk mengubah obat
yang non polar (larut dalam lemak) menjadi polar (larut dalam air) agar dapat dieksresi
melalui ginja.. Pada umumnya perubahan ini menyebabkan obat menjadi inaktif,namun ada
juga yang justru menjadi lebih aktif, atau bahkan toksik.
Metabolisme obat dibagi menjadi 2 fase, yakni fase I yang merupakan fase reduksi,
oksidasi, dan hidrolisis; dan fase II yang merupakan reaksi konjugasi dengan substrat lain,
misalnya asam glukoronat, asamsulfat, asam asetat, dan asam-asam amino. Reaksi fase I
dilakukan oleh enzim sitorkrom P450 (CYP) sebagai enzim pengoksidasi, dan merupakan
enzim yang terpenting dalam reaksi ini. Enzim ini memiliki isoenzim sekitar 50 macam.
Reaki fase II, terutama reaksi glukuronidasi (oleh enzim UDP-glukuroniltransferase /
UGT),dan reaksi asetilasi oleh enzim N-asetiltransferase 2(NAT2). Polimorfisme genetik
dapat ditemukan pada enzim CYP2D6, CYP2D9, CYP2C19, serta NAT2. Oleh karena itu,
populasi terbagi menjadi 2 golongan. Untuk enzim-enzim CYP (sebagai enzim dalam reaksi
oksidasifase I), populasi terbagi menjadi golongan extensive metabolizer (EM) dan poor
metabolizer (PM). Sementara untuk enzim NAT2 yang berperan dan asetilasi fase II, terbagi
menjadi rapid acetylator (RA) dan slow acetlyator (SA).9
Bagi orang-orang dalam golongan slow acetylator , penggunaan obat INH (isoniazid)
misalnya dalam terapi tuberkolosis dapat menyebabkan toksisitas, dan memicu penyakit-
penyakit lain. Ini diakibatkan kadar obat yang tinggi akibat mengalami metabolisme secara
lambat. Demikian juga untuk metabolisme menggunakan CYP. Orang dengan keadaan poor
metabolizer akan mengalami peningkatan kadar obat akibat obat dimetabolisme secara
kurang baik. Adanya polimorfisme genetik dalam konteks farmakologi ini menyebabkan
diperlukan dosis-dosis tertentu untuk orang-orang dengan golongan tertentu. Misalkan
pengobatan dengan INH bagi penderita tuberkolosis harus dengan penurunan dosis INH
untuk menghindari terjadinya akumulasi INH yang lambat dimetabolisme oleh enzim NAT2.
Faktor genetik dapat juga dikatakan sebagai faktor lingkungan, mengingat kecenderungan
untuk ditemukannya satu golongan tertentu ( misalnya, golongan RA / rapid acetylator ) di
masyarakat yang tinggal daerah tertentu.
Gambar 3: Genetik PolimorfismeSumber: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcQokbiIJxyQzeKDD9Ai8blwf1kIwRqIYgyavjzSQJuBXQtac0uPWQ
Pada pasien yang tergolong dalam asetilator cepat, kadar isoniazid dalam sirkulasi
berkisar antara 30-50% kadar pada pasien dengan asetilasi lambat. Masa paruhnya pada
keseluruhan populasi antara 1 samapai 4 jam. Masa paruh rata-rata pada asetilator cepat
hampir 70 menit, sedangkan nilai 2-5 jam adalah khas untuk asetilator lambat. Masa paruh ini
dapat memanjang bila terjadi insufisiensi hati
Neuropati perifer et causa polimorfisme genetik( asetilasi lambat)
Neuritis perifer paling banyak ditemukan dengan dosis isoniazid 5mg/kgBB/hari. Bila
pasien tidak mengambil piridoksin, frekuensi meningkat sehingga 2%. Bila diberikan dosis
yang lebih tinggi, pada sekitar 10-20% pasien menghidap neuritis perifer. Perubahan
neuropatogenik yang berhubungan dengan efek samping antara lainnya menghilangkan
vesikel sinaps, membengkaknya mitokondria dan pecahnya akson terminal. Biasanya juga
terjadi perubahan pada ganglia didaerah lumbar dan sacral. Pemberian piridoksin sangat
bermanfaaat untuk mencegah perubahan tersebut. Pada pemberian isoniazid, eksresi piridoksi
meningkat dan konsentrasinya dalam plasma menurun memberikan gambaran defisiensi
piridoksin. Neuropati lebih sring mengenai orang dengan penyakit asetilator lambat, diabetes
mellitus, nutrisi buruk dan anemia. mati rasa atau ketidakpekaan terhadap nyeri atau
temperature
Manifestasi Klinis
kesemutan, membakar, atau menusuk-nusuk sensasi tajam nyeri atau kram
ekstrim kepekaan terhadap sentuhan, sentuhan bahkan cahaya
kehilangan keseimbangan dan koordinasi
mati rasa, kesemutan, atau nyeri di jari kaki, kaki, kaki, tangan, lengan, dan jari-jari
pengecilan otot-otot kaki atau tangan
masalah buang air kecil, gangguan pencernaan, mual, atau muntah diare atau sembelit
pusing atau pingsan karena penurunan tekanan darah setelah berdiri atau duduk
disfungsi ereksi pada pria atau kekeringan vagina pada wanita
Gambar 4: Area Neuropati Perifer
Penatalaksanaan
Medikamentosa
1. Tricyclic Antidepressant (TCA)
Derivat yang biasa digunakan adalah amitriptilin. Mekanismenya adalah sebagai suatu
penghambat reuptake neurotransmitter yang dapat terutamanya pada norepinefrin dan
serotonin. Ia juga berfungsi sebagai antikolinergik. Dosis yang dapat diberikan adalah 65-100
mg oral 4kali sehari selama 3minggu.
2. Gabapentin
Analog GABA yang tidak berefek terhadapa proses binding, uptake dan degradasi GABA.
Hanya sebagai neurotransmitter. Dosis yang dapat diberikan adalah per oral, 900 mg per hari.
3. Lamotrigine
Merupakan anti epilepsy untuk feniltriazin. Ia menghambat perlepasan ransangan asam
amino glutamate dan menghambat sodium chanel yang sensitif terhadap voltage sehingga
mengstabilkan membran neuron. Dosis yang dapat diberikan adalah 25 mg per oral, 4 kali
sehari selama 2 minggu.10
Non Medikamentosa
Terapi non medika mentosa yang dapat diberikan adalah berupa suplementasi nutrisi.
Suplementasi vitamin E terbukti dapat mengurangkan frekuensi terjadinya gejala neuropati
pada pasien. Efek yang digunakan adalah efek antioksidan nya yang dapat memperlambat
degenerasi neuron. Selain itu, pemberian vitamin B6 turut melihatkan hasi yang baik
disebabkan mekanisme kerjanya yang bersifat neurogenesis dan neuroprotektif. Terdapat juga
literatur yang menyarankan pemberian vitamin B12 dan B9 walaupun belum terbukti
efikasinya sebagai agen neuroprotektif. Agen neuroprotektif lain yang dapat diberikan adalah
Acetyl-L-Carnitine (ALC), glutamin dan asam alfa lipoik.
Terdapat juga beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk tatalaksana neuropati
seperti transcutaneous electrical nerves stimulation (TENS), frequency-modulated
electromagnetic neural stimulation (FREMS), magnetic field therapy, akupuntur, terapi
relaksasi dan juga rebuilder device yang dianjurkan oleh FDA.11
Komplikasi
1. Asetilator lambat
Asetilator lambat dapat menyebabkan obat lebih banyak terakumulasi dan lebih jelas
memperlihatkan efek toksisitas dari molekul obat yang tidak dimetabolisme berbanding
dengan asetilator cepat dalam dosis yang sama. Dibanding dengan asetilator lambat, asetilator
cepat memerlukan dosis yang lebih tinggi dan pemberian yang lebih sering untuk
mempertahan suatu level terapi yang efektif dan adekuat. Untuk pengobatan dengan INH,
asetilator lambat lebih mudah menderita efek samping INH berupa neuropati perifer karena
defisiensi vitamin B-6 dan akan menghambat pemakaian vitamin B-6 jaringan dan akan
memperbesar eksresi vitamin B-6. Selain itu,asetilator lambat lebih rentan terhadap kanker
kandung kemih disebabkan oleh amin-amin penyebabnya tidak didetoksifikasi secara efisien.
2. Asetilator cepat
Pada asetilator cepat, metabolit asetilasinya merupakan zat toksik, yang dapat
menyebabkan hepatitis yang dapat diinduksi oleh asetilhidrazin yang terbentuk dari
isoniazid. Selain itu, pada asetilator cepat lebih resisten terhadap pengobatan.
Pencegahan
Pencegahan bagi kasus drug induced peripheral neuropathy adalah tidak definitif.
Hal ini adalah karena genetik polimorfisme menyebabkan sesuatu keadaan yang sukar
diduga. Yang paling utama adalah mengklasifikasikan golongan yang mempunyai faktor
resiko terhadap pengobatan yang berefek samping neuropati. Antara golongan yang beresiko
adalah ras kaukasian, konsumsi alkohol, defisiensi vitamin B, individu dengan HIV serta
individu dengan penyakit tiroid. Pemberian suplemen piridoksin 10 mg/hari dapat
mengurangkan resiko terjadinya neuropati perifer.12
Prognosis
Prognosis bagi kasus polimorfisme genetik terhadap isoniazid adalah baik, tergantung
kepada penatalaksanaan yang tepat. Pemberian INH terhadap pasien yang beresiko harus
dipertimbangkan dosis serta keuntungan dan efek samping terhadap pasien. Pemberian
vitamin B6 dapat mengurangkan resiko terjadinya neuropati perifer terhadap pasien yang
menerima pengobatan isoniazid.
Kesimpulan
Farmakogenetika adalah cabang ilmu yang penting dalam dunia kedokteran. Hal ini
karena genetik dapat mempengaruhi efek farmakoterapi sehingga pemberian pengobatan
pada pasien harus lebih dinamis. Pemberian INH pada pasien yang beresiko mempunyai
asetilator lambat akan menyebabkan INH berada dalam tubuh lebih lama dan berefek kepada
terjadinya neuropati perifer. Neuropati perifer dapat terjadi akibat defisiensi vitamin B6.
Pemberian suplemen piridoksin dapat mengurangkan resiko terjadinya neuropati perifer.
Daftar Pustaka
1 Charles CT, Yang X. Learning basics genetics with interactive computer programs. London:
Springer Science Media; 2013. Hal. 1-3
2 Daniel LH. Essential genetics a genomics perspective. 6 th ed. Burlington: Jones & Bartlett
Learning; 2014. Hal. 31
3 Joseph IB, Vincent TA. Handbook of drug-nutrient interactions. Philadelphia: Humana
Press; 2010. Hal. 326-7
4 Jonathan G. At a Glance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007. Hal. 182-3.
5 David EG, Armen HT, Ehrin JA, April WA. Principles of pharmacology. 3 rd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2012. Hal. 611-9
6 Bennett Cl, Lawson VH, Brickell KL, Isaacs K, Seltzer W, Lipe HP,. Late onset hereditary
axonal neuropathies. Neurology. Jul 1 2010;71 (1):14-20
7 Guillebastre B, Calmels P, Rougier P. effects of muscular deficiency on postural and gait
capacities in patients with Charcot-Marie-Tooth disease. J Rehabil Med. Mar 6
2013;45(3):314-7
8 Yati H. Istiantoro dan Rianto Setiabudy Tuberkulostik dan Leprostatik, Farmakologi dan
Terapi. 6th ed. Jakarta: Percetakan Gaya Baru; 2009. Hal. 613-8.
9 Zee AM, Daly AK. Pharmacogenetics and individualized therapy. New Jersey: Wiley
Publishers; 2012. Hal. 86-7
10 Tisdale JE, Miller DA. Drug-induced disease. Bethesda: American Society of Health-
System Pharmacists; 2010. Hal. 244-5
11 Peripheral Neuropathy. New York: Medifocus.com; 2011. Hal. 56-60.
12 Carp SJ. Peripheral nerve injury. Philadelphia: F.A Davis Company; 2015. Hal. 144-77
top related