laporan survey tinjau keberadaan lapisan batubara pada formasi nanggulan kabupaten kulon progo
Post on 18-Jan-2016
160 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN SURVEY TINJAU KEBERADAAN LAPISAN BATUBARA PADA FORMASI NANGGULAN KABUPATEN
KULON PROGO
Oleh ;
Kelompok 9
1. MARIANA SOARES DE DEUS2. DIMAS GALU SUGIARTO3. ABDULLO FIKRI4. ARIF CAHYA DERMAWAN5. MARCHEL MANOARFA6. MAURICE ERWIN YUNIARDY7. YOHANES ANGILIKUS AMPU8. NATANIEL PADAUNAN9. BAGUS DWI HERMANTO10. CRISPIM MIRANDA
(1111 )(1111 )(1111 )(1111 )(1111 )(1111 )(111101055)(1111 )(1111 )(1111 )
JURUSAN TEKNIK GEOLOGIFAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA2013
BAB IPENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai
karunia Tuhan yang maha esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi
hajat hidup orang banyak, karena itu pengeloloanya harus dikuasai oleh negara
untuk memberi nilai tambah secara nyatabagi perekonomian nasional dalam usaha
mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadialan ( Undang
Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009).
Endapan batubara adalah endapan yang mengandung hasil akumulasi
material organik yang berasal dari sisa sisa tumbuhan yang telah mengalami
proses litifikasi untuk membentuk lapisan batubara. Material tersebut telah
mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfisme oleh peningkatan
panas dan tekanan dalam periode geologis.
Survey tinjau merupakan tahapan eksplorasi batubara yang paling awal
dengan tujuan mengidentifikasih daerah daerah yang secara geologis mengandung
endapan batubara yang berpotensi untuk diselidiki lebih lanjut serta
mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tataguna lahan, dan
kesampaian daerah (Klasifikasi Sumber daya dan cadangan batubaara, SNI,
1998).
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, di Kabupaten Kulon Progo, di
Kecamatan Nanggulan, terdapat formasi batuan yang mengandung batubara yaitu
Formasi Nanggulan, yaitu batupasir dengan sisipan lignit.
I.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dilakukannya survei tinjau adalah untuk mendapatkan data data
berupa lokasi, sebaran formasi yang mengandung batubara dan data-data teknis
geologi lainnya dan Maksud dari pembuatan laporan ini adalah sebagai salah satu
syarat untuk memenuhi tugas ke empat matakuliah Geologi Batu Bara pada
Semester V (lima).
Sedangkan tujuan penyelidikan adalah menginventarisir endapan batubara
yang ada di daerah tersebut dengan menentukan lokasi-lokasi singkapan batubara
dan untuk mengetahui penyebaran dari batubara. melaporkan daerah prospeksi
hasil temuan dilapangan dengan memplotkannya pada peta sebaran endapan
batubara.
I.3. Letak, Luas dan Kesampaian Daerah
Secara administratif daerah penelitian terletak di daerah tingkat I yaitu
Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten Kulon Progo, Kecamatan Nanggulan.
dengan luas daerah kecamatan Nanggulan sekitar 3,960.670 hektar yang memiliki
persentase 6.756 % dari total luas wilayah Kabupaten Kulonprogo.
Untuk mencapai Kecamatan Nanggulan Kabupaten kulon progo dari kota
yogyakarta dapat dicapai dengan roda 2 atau 4, melewati jalur sebagai berikut :
Yogyarta – Godean – Ngijo – Ngampak – Kenteng (jarak tempuh sekitar 20 Km,
dengan waktu tempuh lebih kurang 35 menit).
I.4. Metode dan Tahap Survey
Di dalam kegiatan eksplorasi pada umumnya an survey tinjau pada
khususnya, metode penelitian yang digunakan adalah:
a. Desk Study, meliputi : mempelajari peta Geologi Regional, hasil
penelitian terdahulu, interpretasi peta topografi atau peta rupa bumi,
interpretasi citra satelit atau foto udara.
b. Pemetaan geologi permukaan, meliputi ploting lokasi, pengamatan data
geologi (meliputi geomorologi, litologi, struktur geologi, geologi
lingkungan), dokumentasi dan pengambilan contoh batuan.
c. Analisis data dan pembuatan laporan geologi meliputi : Peta lintasan dan
peta lokasi pengamatan, Peta geomorfologi, Peta geologi di sertai dengan
penjelasan (Draft) yang dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari tabel
data pengamatan geologi, dan penampang stratigrafi terukur.
I.5.Peralatan Survey
Peralatan survey yang digunakan antara lain :
a. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, skala 1: 100.000
b. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Sumber Agung (1408-232), skala 1:
25.000
c. Peta Topografi, skala 1: 10.000
d. Kompas Geologi
e. Palu Geologi jenis Beku atau sedimen
f. Handheld GPS (Garmin type 76 csx)
g. Loupe
h. Kamera
i. Roll meter panjang 7,5 m
j. Clip Board
k. Alat tulis (pensil, pensil warna, penggaris, busur derajat, dll)
l. Kantong contoh batuan (plastik sample) dll.
I.6. Peneliti Terdahulu
Rahardjo, W., drr., (1977, 1995), meneliti daerah Yogyakarta dan
sekitarnya, hasilnya disusun dalam bentuk Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
Skala 1 : 100.000, yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi Bandung.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
II.1. Geomorfologi Regional
Menurut penelitian Van Bemmelen (1948), secara fisiografis Jawa Tengah
dibagi menjadi 3 zona, yaitu;
a. Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zona Lipatan
b. Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zona Depresi
c. Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zona Plato
Berdasarkan letaknya, Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa
Tengah bagian selatan maka daerah Kulon Progo merupakan salah satu plato yang
sangat luas yang terkenal dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemellen, 1948).
Daerah ini merupakan daerah uplift yang memebentuk dome yang
luas. Dome tersebut relatif berbentuk persegi panjang dengan panjang sekitar 32
km yang melintang dari arah utara - selatan, sedangkan lebarnya sekitar 20 km
pada arah barat - timur. Oleh Van Bemellen Dome tersebut diberi nama Oblong
Dome.
Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi
menjadi beberapa satuan geomorfologi antara lain, yaitu :
a. Satuan Pegunungan Kulon Progo
Satuan pegunungan Kulon Progo mempunyai ketinggian berkisar antara
100 – 1200 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng sebesar
150 – 160. Satuan Pegunungan Kulon Progo penyebarannya memanjang
dari utara ke selatan dan menempati bagian barat wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta, meliputi kecamatan Kokap, Girimulyo dan Samigaluh.
Daerah pegunungan Kulon Progo ini sebagian besar digunakan sebagai
kebun campuran, permukiman, sawah dan tegalan.
b. Satuan Perbukitan Sentolo
Satuan perbukitan Sentolo ini mempunyai penyebaran yang
sempit dan terpotong oleh kali Progo yang memisahkan wilayah
Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul. Ketinggiannya berkisar
antara 50 – 150 meter diatas permukaan air laut dengan besar kelerengan
rata – rata 15 0. Di wilayah ini, satuan perbukitan Sentolo meliputi daerah
Kecamatan Pengasih dan Sentolo.
c. Satuan Teras Progo
Satuan teras Progo terletak disebelah utara satuan perbukitan Sentolo dan
disebelah timur satuan Pegunungan Kulon Progo, meliputi kecamatan
Nanggulan dan Kali Bawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo.
d. Satuan Dataran Alluvial
Satuan dataran alluvial penyebarannya memanjang dari barat ke timur,
daerahnya meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan
sebagian Lendah. Daerahnya relatif landai sehingga sebagian besar
diperuntukkan untuk pemukiman dan lahan persawahan.
e. Satuan Dataran Pantai
1. Subsatuan Gumuk Pasir
Subsatuan gumuk pasir ini memiliki penyebaran di sepanjang pantai
selatan Yogyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang
bermuara di pantai selatan ini adalah kali Serang dan kali Progo yang
membawa material berukuran besar dari hulu. Akibat dari proses
pengangkutan dan pengikisan, batuan tersebut menjadi batuan berukuran
pasir. Akibat dari gelombang laut dan aktivitas angin, material tersebut
diendapkan di dataran pantai dan membentuk gumuk – gumuk pasir.
2. Subsatuan Dataran Alluvial Pantai
Subsatuan dataran alluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan
gumuk pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir halus yang
berasal dari subsatuan gumuk pasir oleh kegiatan angin. Pada subsatuan
ini tidak dijumpai gumuk – gumuk pasir sehingga digunakan
untuk persawahan dan pemukiman penduduk.
II.2. Stratigrafi Regional
Secara regional daerah penelitian merupakan bagian dari stratigrafi
daerah Pegunungan Kulon Progo (bagian utara) yang telah disusun oleh Rahardjo
et al (1995). Lokasi penelitian berada pada peta geologi lembar Yogyakarta.
Berikut merupakan tatanan stratigrafi daerah Pegunungan Kulon Progo bagian
utara :
1. Formasi Nanggulan (Teon)
Formasi ini merupakan batuan tertua di Pegunungan Kulon Progo dengan
lingkungan pengendapannya adalah litorial pada fase genang laut.
Litologi penyusun formasi ini terdiri dari batupasir dengan sisipan lignit,
batunapal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, sisipan
batunapal dan batugamping, batupasir dan tuf kaya foraminifera yang
ketebalannya diperkirakan mencapai 350 meter. Berdasarkan atas studi
foraminifera plankton formasi ini diperkirakan berumur Eosen Tengah
sampai Oligosen Atas.
2. Formasi Kebobutak (Tmok)
Formasi Kebobutak merupakan bagian dari Formasi Andesit Tua (OAF)
yang ada di Jawa Tengah. Litologi penyusun formasi ini adalah breksi
andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Lavanya
terutama terdiri dari andesit augit- hornblende. Kepingan tuf napalan
yang merupakan hasil rombakan dari lapisan yang lebih tua dijumpai di
kaki Gunung Mudjil, di dekat bagian bawah formasi ini. Fosil plankton
pada kepingan ini berupa Globigerina Caperoensis Bolli, Globigerina
Yeguaensis, dan Globigerina bulloides menunjukkan umur Oligosen
Atas. Dengan demikian, Formasi Kebobutak berumur Oligosen Atas
sampai Miosen Bawah dengan ketebalan kira – kira mencapai 660 m.
3. Formasi Jonggrangan (Tmj)
Litologi penyusun bagian bawah dari formasi ini adalah konglomerat
yang ditindih oleh napal tufaan dan batupasir gampingan dengan sisipan
lignit. Ketebalan formasi ini mencapai 250 meter. Formasi ini berumur
Miosen Bawah, dan di bagian bawah menjemari dengan bagian bawah
Formasi Sentolo.
4. Formasi Sentolo (Tmps)
Formasi ini tersusun oleh batugamping dan batupasir napalan. Bagian
bawah dari formasi ini terdiri dari konglomerat yang ditumpuki oleh
napal tufaan dengan sisipan tuf. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur
berubah menjadi batugamping berlapis yang kaya akan fosil
foraminifera.
5. Endapan alluvial (Qa)
Endapan aluvial ini terdiri dari kerakal, pasir, lanau, dan lempung
sepanjang sungai yang besar dan dataran pantai.
6. Endapan Gunungapi Sumbing Muda (Qsm)
Endapan ini tersusun oleh pasir tufan, tuf pasiran, dan breksi andesit.
III.3 Struktur Geologi Regional
Daerah Kulon Progo mengalami tiga kali fase tektonik (Rahardjo et al,
1995). Fase tektonik pertama terjadi pada Oligosen Awal dengan disertai aktifitas
vulkanisme. Fase kedua terjadi pada Miosen Awal terjadi penurunan daerah
Kulon Progo. Kemudian, fase ketiga terjadi pada Pliosen sampai Pleistosen terjadi
fase tektonik berupa pengangkatan dan aktivitas vulkanisme.
1. Fase Tektonik Oligosen Awal – Oligosen Akhir.
Fase tektonik Oligosen Awal terjadi proses pengangkatan daerah Kulon
Progo yang dicirikan oleh ketidakselarasan Formasi Nanggulan yang
diendapkan di darat. Fase tektonik ini juga mengaktifkan vulkanisme di
daerah tersebut ,yang tersusun oleh beberapa sumber erupsi.
Perkembangan vulkanisme di Kulon Progo tidak terjadi bersamaan,
namun di mulai oleh Gunung Gajah (bagian tengah Pegunungan Kulon
Progo), kemudian berpindah ke selatan pada Gunung Idjo, dan terakhir
berpindah ke utara pada Gunung Menoreh.
2. Fase Tektonik Miosen Awal.
Pada pertengahan Miosen Awal terjadi fase tektonik kedua berupa
penurunan daerah Kulon Progo. Penurunan ini dicirikan oleh berubahnya
lingkungan pengendapan , yaitu dari Formasi Kebobutak yang
diendapkan di darat menjadi Formasi Jonggrangan yang diendapkan di
laut dangkal. Pada fase ini, hampir semua batuan gunungapi Formasi
Kebobutak tertutup oleh batugamping Formasi Jonggrangan,
menandakan adanya genangan laut regional.
3. Fase Tektonik Pliosen – Pleistosen.
Pada akhir Pliosen terjadi fase tetonik ketiga di daerah Kulon Progo,
berupa pengangkatan. Proses ditandai oleh berakhirnya pengendapan
Formasi Sentolo di laut dan diganti oleh sedimentasi darat berupa aluvial
dan endapan gunung api kuarter. Fase tektonik inilah yang mengangkat
daerah Kulon Progo menjadi pegunungan kubah memanjang yang
disertai dengan gaya regangan di utara yang menyebabkan terpancungnya
sebagian Gunung Menoreh. Bisa dikatakan bahwa fase tektonik inilah
yang membentuk morfologi Pegunungan Kulon Progo saat ini.
BAB IIIHASIL PENELITIAN
III.1 Geomorfologi
Formasi Nanggulan menempati daerah dengan morfologi perbukitan
bergelombang rendah hingga menengah dengan tersebar merata di daerah
Nanggulan (bagian timur Pegunungan Kulon Progo). Secara setempat formasi ini
juga dijumpai di daerah Sermo, Gandul, dan Kokap yang berupa lensa-lensa atau
blok xenolit dalam batuan beku andesit. Geomorfologi yang di jumpai
berdasarkan hasil survey tinjau pada lokasi penelitian berupa perbukitan
bergelombang rendah sampai sedang dan tubuh sungai. Lapisan batubara jenis
lignit yang dijumpai pada lokasi menelitian berada tepat di tubuh sungai.
Morfologi bergelombang rendah atau landai di manfaatkan penduduk sekitar
untuk dijadikan sebagai lahan pertanian dan perkebunan.
III.2 Stratigrafi
Formasi Nanggulan mempunyai tipe lokasi di daerah Kalisongo,
Nanggulan. Van Bemmelen menjelaskan bahwa formasi ini merupakan batuan
tertua di Pegunungan Kulon Progo dengan lingkungan pengendapannya adalah
litoral pada fase genang laut. Litologi penyusunnya terdiri dari batupasir dengan
sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal
dan batugamping, batupasir, tuf kaya akan foraminifera dan moluska,
diperkirakan ketebalannya 350 m. Wilayah tipe formasi ini tersusun oleh endapan
laut dangkal, batupasir, serpih, dan perselingan napal dan lignit. Berdasarkan atas
studi Foraminifera planktonik, maka Formasi Nanggulan ini mempunyai kisaran
umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen. Formasi ini tersingkap di bagian
timur Kulon Progo, di daerah Sungai Progo danSungai Puru.
III.3 Struktur Daerah Nanggulan
Daerah nanggulan termasuk ke dalam daerah kulon progo yang mempunyai
struktur geologi sebagai berikut :
1. Struktur Dome
Menurut Van Bemmelen (1948), pegunungan Kulon Progo secara
keseluruhan merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km
mengarah NE – SW dan 20 km mengarah SE – NW. Puncak kubah
lonjong ini berupa satu dataran yang luas disebut jonggrangan plateu.
Kubah ini memanjang dari utara ke selatan dan terpotong dibagian
utaranya oleh sesar yang berarah tenggara – barat laut dan tertimbun oleh
dataran magelang, sehingga sering disebut oblong dome. Pemotongan ini
menandai karakter tektonik dari zona selatan jawa menuju zona tengah
jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah
mempunyai puncak yang relative datar dan sayap – sayap yang miring
dan terjal. Dalam kompleks pegunungan Kulon Progo khususnya pada
lower burdigalian terjadai penurunan cekungan sampai di bawah
permukaan laut yang menyebabkan terbentuknya sinklin pada kaki
selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan arah timur – barat yang
memisahkan gunung Menoreh denagn vulkan gunung Gadjah. Pada
akhir miosen daerah Kulon Progo merupakan dataran rendah dan pada
puncak Menoreh membentang pegunungan sisa dengan ketinggian
sekitar 400 m. secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulon Progo
terkubahkan selama pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar
radial yang memotong breksi gunung ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar
yang memotong batu gamping Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah
terbentuk graben rendah.
2. Unconformity
Di daerah kulon progo terdapat kenampakan ketidakselarasan
(disconformity) antar formasi penyusun kulon progo.Kenampakan telah
dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa formasi andesit tua yang
diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan
diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi
Sentolo yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi
Jonggrangan.
III.4 Keterdapatan Lignit
Selama penyelidikan berlangsung hanya ditemukan 1 (satu) singkapan
lapisan batubara jenis lignit yang memperlihatkan struktur kayu dengan tebal 32
cm dan terdapat lensa dalam lapisan batubara tersebut dan tempat keberadaan
lapisan batubara tersebut berada tepat pada tepi tubuh sungai dengan kedudukan
lapisan batubara tersebut N1340/11°. lapisan atas (Roof) dari lapisan batubara
tersebut berupa batulempung biru dan lapisan bawah (floor) berupa batupasir.
Kesulitan mendapatkan singkapan batubara pada Formasi Nanggulan
tersebut disebabkan selain lapisan batuan mempunyai kemiringan yang hampir
landai di pengaruhi juga oleh kondisi cuaca yang kurang mendukung. Kendala
lainnya yang dihadapi dilapangan adalah gangguan air sungai yang sangat tinggi
karena seringskali turun hujan sehingga menutup singkapan yang mungkin ada.
Berikut adalah hasil dari data lapangan yang di peroleh dari setiap lokasi
pengamatan :
LP 1
Hari, tanggal :
Lokasi :
Waktu :
Litologi :
Cuaca :
Vegetasi :
Morfologi :
Koordinat :
Elevasi :
11.00 WIB
Kolovium
Mendung
Sedang
Perbukitan (tubuh sungai)
S
B
Foto
LP 2
Hari, tanggal :
Lokasi :
Waktu :
Litologi :
Cuaca :
Vegetasi :
Morfologi :
Koordinat :
Elevasi :
12.00 WIB
Batuan sedimen
Mendung
Sedang
Perbukitan (tubuh sungai)
S
B
Foto
Deskripsi Lignit :
Warna :
Struktur :
Ukuran butir :
Bentuk butir :
Sortasi :
Kemas :
Hitam (lengket)
Memperlihatkan adanya struktur kayu
Ukuran butir lempung-lanau
Membulat halus
Baik
Tertutup
Kedudukan :
Tebal :
N1340/110
32 cm
Foto Singkapan Lignit LP 2
LP 3
Hari, tanggal :
Lokasi :
Waktu :
Litologi :
Cuaca :
Vegetasi :
Morfologi :
Koordinat :
Elevasi :
12.17 WIB
Batuan sedimen
Mendung
Sedang
Perbukitan
S
B
Foto
Deskripsi lignit
Warna :
Struktur :
Ukuran butir :
Bentuk butir :
Sortasi :
Kemas :
Kedudukan :
Tebal :
Hitam (lengket)
Memperlihatkan adanya struktur kayu
Ukuran butir lempung-lanau
Membulat halus
Baik
Tertutup
12 cm
LP 4
Hari, tanggal :
Lokasi :
Waktu :
Litologi :
Cuaca :
Vegetasi :
Morfologi :
Koordinat :
Elevasi :
12.17 WIB
Batuan sedimen (endapan koluvium dan batu lempung)
Mendung
Sedang
Perbukitan
S
B
Foto
Deskripsi
Warna Segar :
Warna Lapuk :
Struktur :
Ukuran butir :
Bentuk butir :
Sortasi :
Kemas :
Komposisi :
Nama batuan :
Abu-abu
Coklat
Berlapis
Lempung-lanau
Membulat halus
Baik
Tertutup
Fosiliferus
Batulempung fosil
LP 5
Hari, tanggal :
Lokasi :
Waktu :
Litologi :
Cuaca :
Vegetasi :
Morfologi :
Koordinat :
Elevasi :
12.17 WIB
Batuan sedimen (endapan koluvium dan batulempung)
Mendung
Sedang
Perbukitan
S
B
Deskripsi
Warna Segar :
Warna Lapuk :
Struktur :
Ukuran butir :
Bentuk butir :
Sortasi :
Abu-abu
Coklat
Berlapis
Lempung-lanau
Membulat halus
Baik
Kemas :
Nama batuan :
Ketebalan :
Kedudukan :
Tertutup
Batulempung
60 cm
N 38o E/30o
BAB VKESIMPULAN
Daerah peninjauan tersusun atas 5 Formasi, yaitu Formasi Nanggulan,
Formasi Andesit Tua (dari Van Bemmelen), Formasi Jonggrangan, Formasi
Sentolo dan Endapan Kolovium. Sedangkan yang bertindak sebagai pembawa
lapisan batubara adalah Formasi Nanggulan berumur Eosen tengah sampai
Oligosen Atas. Ketebalan lapisan batubara setelah di ukur memiliki ketebalan
antara 20-30 cm lapisan batuan pada bagian atasnya (roof) berupa batulempung
biru dan lapisan batuan dibawahna berupa batupasir. Batubara di daerah
peninjauan mempunyai karakteristik yang sama, dimana secara kasat mata
batubara tersebut berwarna kehitaman, agak lunak tidak keras, tidak berlapis,
struktur kayu masih jelas terlihat.
Berdasarkan ciri- ciri tersebut kemungkinan batubara didaerah peninjauan
merupakan Batubara jenis lignit. Mutu batubara termasuk kedalam jenis Lignit,
dengan nilai kalori antara 4500 kal/gr – 5200 kal/gr.
Jadi, berdasarkan data yang didapat di lapangan, keterdapatan Batubara di
Formasi Nanggulan belum dapat di eksploitasi jika kita mengacu pada data-data
yang kita peroleh di lapangan, indikasinya yaitu berupa Lignit yang masih
mengandung unsur kimia H2O
LAMPIRAN
top related