laporan sirup amox greget
Post on 24-Oct-2015
126 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PRAFORMULASI
1.1 Tinjauan Farmakologi Bahan Obat dan Bahan Tambahan
1.1.1 Indikasi Bahan Obat (Amoxicillin)
Amoksisilin merupakan golongan penisilin yang mempunyai spektrum
luas dan efektif pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif maupun
gram positif, khususnya untuk infeksi pada saluran cerna, saluran pernafasan, dan
saluran kemih (infeksi anugenital dan uretral gonokokus non-komplikasi otitis
media) (Mycek et al, 2001).
1.1.2 Farmakokinetik
a) Absorbsi
Amoksisilin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di
saluran pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Efek terapi
Amoksisilin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per oral.
Meskipun adanya makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat
menurunkan dan menunda tercapainya nilai puncak konsentrasi serum
Amoksisilin, namun hal tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total obat
yang diabsorpsi (McEvoy, 2002).
b) Distribusi
Distribusi obat ke seluruh tubuh baik. Amoksisilin dapat melewati
sawar plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik. Namun
demikian, penetrasinya ke tempat tertentu seperti tulang atau cairan
serebrospinalis tidak cukup untuk terapi kecuali di daerah tersebut terjadi
inflamasi (Mycek et al., 2001). Volume distribusi amoksisilin sekitar 0,2-0,4
L/Kg dengan ikatan protein sebesar 20% (Moffat, 2004).
c) Metabolisme
Metabolisme amoksisilin dalam tubuh pasien biasanya tidak bermakna
(Mycek, et al.,2001).
d) Eliminasi
Jalan utama eliminasi melalui sistem sekresi asam organik (tubulus) di
ginjal, sama seperti melalui filtrate glomerulus. Penderita dengan gangguan fungsi
ginjal, dosis obat yang diberikan harus disesuaikan (Mycek et al., 2001). Waktu
paruh amoksisilin sekita satu jam, dan akan meningkat jika terjadi kerusakan pada
ginjal dan kliren plasma sebesar 3-5 mL/min/Kg (moffat, 2004).
1.1.3 Mekanisme Kerja
Amoxicillin disebut bakterisida karena mampu melisiskan sel dengan
mempengaruhi proses akhir sintesis dinding sel bakteri (transpeptidase atau
ikatan silang) sehingga membran kurang stabil secara osmotik. Keberhasilan
aktivitas amoxicillin menyebabkan kematian sel berkaitan dengan ukurannya.
Amoxicillin hanya efektif terhadap organisme yang tumbuh secara tepat dan
mensintesis peptidoglikan dinding sel. Konsekuensinya, obat ini tidak efektif
terhadap organisme yang tidak mempunyai struktur ini seperti mikobakteria,
protozoa, jamur, dan virus (Mycek, et.al, 2001). Berikut ini adalah beberapa
mekanisme kerja dari amoxicillin : Penisilin pengikat protein: Amoxicillin
menginaktifkan protein yang berada pada membran sel bakteri. Amoxicillin
tersebut yang mengikat protein merupakan enzim bakteri yang terlibat dalam
sintesis dinding sel serta menjaga gambaran morfologi bakteri. Pejanan terhadap
antibiotika ini tidak hanya dapat mencegah sintesis dinding sel tetapi juga
menyebabkan perubahan morfologi atau lisisnya bakteri yang rentan. Perubahan
pada beberapa molekul target ini menimbulkan resistensi pada organisme.
1.1.4 Dosis Pemakaian
- Dosis amoxicillin untuk anak-anak- Dewasa : 250-500 mg x 3 ( tiap 8 jam )- Anak-anak : 20 mg/kgBB/hari
(IAI, 2010)
1
1.1.5 Efek Samping
Reaksi alergi, dari pembentukan eritema ringan hingga syok anafilaktik
(Schmitz, 2009). Efek samping paling sering timbul yaitu mual, muntah,
demam, diare, lemah, hipersensitivitas, gatal-gatal (Wattimena dkk, 1991).
1.1.6 Kontra Indikasi
Amoxicillin bertugas menghambat sintesis dinding sel pada tahap terakhir
dengan jalan inaktivasi D-alanin-transpeptidase (Schmitz, 2009). Pada dasarnya
sel bakteri berfungsi melindungi membrane sitoplasma, memelihara bentuk sel,
dan mencegah lisis karena tekanan osmosis. Jika dinding sel rusak atau tidak
terbentuk, sel akan lisis atau tidak dapat membelah. Lisisnya sel terjadi karena
cairan di sekitar yang hipoosmosis berdifusi ke dalam sel menyebabkan
pembengkakan (swell) dan diikuti lisis (Priyanto, 2010). Amoxicillin mempunyai
spektrum antimikroba yang identik dengan ampicillin kecuali bahwa amoxicillin
kurang aktif terhadap jenis Shigella (Wattimena dkk, 1991).
1.1.7 Peringatan dan Perhatian
Obat ini telah banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan
frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya, sehingga
berdasarkan keamanaannya jika diberikan selama kehamilan digolongkan
sebagai obat kategori A (Priyanto, 2010). Namun untuk wanita hamil, sikap
ketat untuk indikasi pada trimester pertama, karena obat ini dapat menembus
sawar plasenta. Sedangkan untuk ibu menyusui, konsentrasi yang muncul di
ASI berada di bawah dosis pediatrik (Schmitz dkk, 2009).
1.1.8 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1995).
1.2 Tinjauan Fisikokimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan
1.2.1 Bahan Aktif: Amoxicillin
Organoleptis
Serbuk hablur, putih; praktis tidak berbau
Kelarutan
2
Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut dalam benzene, dalam karbon
tetraklorida dan dalam kloroform
Stabilitas :
stabil pada pH 3,5 – 6,0
(Depkes RI, 1995).
1.2.2 Bahan Tambahan
a.Carboxymethyl Cellulosa Na
Organoleptis
CMC-Na adalah serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopik.
Kelarutan
Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal, tidak larut dalam
etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain
(Depkes RI, 1995).
Stabilitas dan penyimpanan
CMC Na merupakan senyawa yang stabil dan bersifat higroskopis. Pada
kondisi penyimpanan dengan kelembaban yang tinggi CMC Na dapat
menyerap air > 50%. Pada larutan air CMC Na stabil dalam pH 2-10, dan
akan terjadi pengendapan pada pH dibawah 2, serta penurunan viskositas
dapat terjadi dengan cepat pada pH diatas 10.
Ketidakcampuran
CMC Na tidak tercampur pada larutan yang bersifat asam kuat, dan dengan
garam – garam logam yang dapat larut seperti alumunium, merkuri, dan
seng. Pengendapan kemungkinan terjadi pada pH dibawah 2 dan juga dapat
terjadi bilamana CMC Na dicampur dengan etanol (95%).
Kegunaan
Sebagai bahan pensuspensi, peningkat viskositas, coating agent, stabilizing
agent dan penyerap air.
Penggunaan zat tambahan
CMC Na dapat digunakan baik pada sediaan oral maupun topikal. Sebagai
bahan pengikat, CMC Na digunakan dalam konsentrasi 1,0- 6,0%
3
(Rowe, et. al., 2003).
b. Sodium Benzoat
Organoleptis
Granul atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau,
stabil diudara.
Kelarutan
Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudal larut
dalam etanol 90%.
Kegunaan
Menghambat pertumbuhan mikroba.
(Depkes RI, 1995).
Penggunaan
Sodium benzoat banyak digunakan pada sediaan farmasi. Adapun
penggunaan sodium benzoat dalam sediaan farmasi adalah sebagai berikut :
Penggunaan Konsentrasi
%
Injeksi IM dan IV
Larutan Oral
Larutan Suspensi
Sirup Oral
Sediaan Topikal
Sediaan Vaginal
0,17
0,001-0,1
0,1
0,15
0,1-0,2
0,1-0,2
Dalam sediaan oral konsentrasi sodium benzoat yang digunakan berkisar
antara 0,02-0,5 % b/v.
Inkompatibilitas
Efektifitas pengawet akan dihambat dengan adanya kaolin.
(Rowe, et. al., 2003).
c. Laktosa
Organoleptis
Serbuk atau masa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau dan
rasa sedikit manis. Stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau.
4
Kelarutan
Mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air
mendidih; sangat sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform dan
dalam eter.
(Depkes RI, 1995).
Kegunaan
Sebagai bahan pengikat dan pemanis.
Ketidak campuran
Laktosa anhidrat tidak bercampur dengan oksidator kuat. Ketika dicampur
dengan leukonutrien hidrofobik antagonis dan laktosa anhidrat atau laktosa
monohidrat yang disimpan 6 minggu pada suhu 400C dan 75% RH,
campuran yang mengandung laktosa anhidrat memperlihatkan
ketercampuran dan degradasi obat.
(Rowe, et. al., 2003).
d. Asam Sitrat
Organoleptis
Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus,
putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat asam. Bentuk
hidrat mekar dalam udara kering.
Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol; agak sukar larut
dalam eter .
(Depkes RI, 1995).
Kegunaan
Pengatur keasaman, antioksidan, penyagga (buffer), pengikat rasa. Asam
sitrat yang bisa digunakan adalah 0,1-2% sebagai buffer, dan 0,3-2 %
sebagai pengikat rasa.
Stabilitas
5
Asam sitrat monohidrat kehilangan air saat kristalisasi pada udara kering
atau saat dipanaskan pada suhu 40ºC. Sedikit mencair pada udara lembab.
Asam sitrat monohidrat disimpan pada tempat sejuk dan kering.
Ketidaktercampuran
Asam sitrat tidak bercampur dengan kalium tartrat, alkali dan alkali tanah,
karbonat dan bikarbonat, asetat serta sulfide. Asam sitrat juga tidak
bercampur dengan oksidator, basa, reduktor dan nitrat. Potensial dapat
meledak apabila dikombinasikan dengan logam nitrat. Pada penyimpanan,
sukrosa dapat mengkristal dari sirup dengan keberadaan asam sitrat.
(Rowe, et. al., 2003).
e. Sorbitol
Organoleptis
Sorbitol berupa serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna putih
rasa manis.
Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; dalam methanol
dan dalam asam asetat.
(Depkes RI, 1995).
Stabilitas
Sorbitol secara kimia relatif inert dan dapat bercampur dengan sebagian
besar bahan tambahan. Sorbitol stabil dalam udara tanpa kehadiran katalis
atau dingin, asan encer atau alkalis. Sorbitol tidak mudah menguap,
terbakar, tidak bersifat korosif. Sorbitol tahan terhadap fermentasi oleh
mikroorganisme, walaupun begitu sebaiknya sediaan ditambahkan
pengawet.
Inkompatibilitas
Sorbitol dapat membentuk khelat yang larut air dengan ion logam bivalen
atau trivalent dalam suasana asam kuat atau kondisi basa. Penambahan
PEG kedalam larutan sorbitol, dengan pengocokan kuat memproduksi
6
“waxy”, gel yang terlarut dalam air dengan titik leleh 35-40ºC. Larutan
sorbitol juga bereaksi dengan besi oksida menjadi tidak berwarna.
Penggunaan
Humectan, plastizer, pemanis. Sorbitol dapat digunakan sebagai humectan
dalam konsentrasi 3-15 %, sebagai anti caplocking 15-30 %, dan sebagai
pengikat sebesar 25-90 %.
(Rowe, et. al., 2003).
1.3 Bentuk Sediaan, Dosis
1.3.1 Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan untuk zat aktif amoxicillin dalam praktikum ini adalah
sediaan sirup kering (dry syrup).
7
BAB II
FORMULASI
2.1. Permasalahan
Adapun permasalah dari pembuatan sediaan dengan zat aktif amoxicillin, yaitu:
1. Amoxicillin tidak stabil dalam air karena akan mengalami hidrolisis dan akan
mendegradasi cincin β-laktam.
2. Amoxicillin memiliki rasa yang pahit, sehingga menggangggu kenyamannan
pasien
3. Amoxicillin stabil pada pH 3,5-6, sehingga diperlukan buffer.
4. Amoxicillin berupa serbuk hablur berwarna putih begitu pula zat lainnya,
sehingga sulit untuk menentukkan homogenitasnya pada sediaan.
5. Air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga
diperlukan suatu pengawet
6. Amoxicillin tidak tahan terhadap paparan cahaya matahari langsung,
sehingga diperlukan perlakuan khusus
2.2. Pengatasan Masalah
Adapun pengatasan dari masalah tersebut, yaitu dengan cara:
1. Golongan penicillin termasuk amoxicillin memiliki stabilitas
yang buruk pada air. Senyawa golongan ini mengalami hidrolisis oleh air
dengan mendegradasi cincin β-laktam yang diproduksi. Sehingga pengatasan
dari masalah ini yaitu dengan cara membuat sediaan amoxicillin dalam
bentuk sirup kering. Adapun alasan pemilihan bentuk sediaan ini adalah:
stabilitas yang dimiliki amoxicillin dalam air adalah 14 hari, sehingga dengan
dibuat dalam bentuk sirup kering maka kemungkinan degradasi cincin β-
laktam yang ada dapat dihindari (Ansel, 2008).
2. Untuk mengatasi rasa yang pahit, ditambahkan perasa stroberi.
3. Untuk menjaga kestabilan pH Amoxicillin, ditambahkan asam
sitrat sebagai buffer.
8
4. Untuk melihat homogenitas amoxicillin dan zat tambahan
lainnya, ditambahkan pewarna secukupnya dalam sediaan.
5. Ditambahkan sodium benzoat sebagai bahan pengawet.
6. Sediaan suspensi kering amoxicillin disimpan dalam botol kaca berwarna
gelap (coklat).
2.3. Macam-Macam Formulasi Standar
a. Amoxicillin Dry Syrup (5% = 500 mg/10 mL)
R/ Amoxicillin trihydrate...........................5.0 g
Sodium citrate.......................................5.0 g
Citric acid, crystalline............................2.1 g
Sodium gluconate..................................5.0 g
Sorbitol crystalline.................................40.0 g
Kollidon CL-M......................................6.0 g
Orange flavour.......................................1.5 g
Lemon flavour........................................0.5 g
Saccharin sodium...................................0.4 g
(Buhler, 2001)
b. Amoxicillin for Oral Suspension (20 g/70 mL)
Tiap 5 ml sirup yang direkonstitusi mengandung Amoxycilin Trihidrate
yang setara dengan Amoxycillin 125 mg. Dari formula ini menghasilkan 2940
botol masing-masing 40 ml
R/ Amoxicillin Trihydrate 3,8 kg
Carboxymethylcellulose Sodium 1,1 kg
Aerosil 450 g
Sodium Benzoate 270 g
Colour Tartrazine 12 g
Sugar Pharm. Grade 54 kg
Pineapple Flavor Dry 600 g
(Kohli, 1998)
9
2.4 Formula yang Diajukan
Sediaan yang akan dibuat dengan volume 100mL (125 mg/5mL). Maka
perhitungannya:
a. Amoksisilin
Sediaan yang akan dibuat sebanyak 100mL dengan konsentrasi amoksisilin
sebanyak 125mg dalam 5mL, sehingga:
1 mL = 125mg : 5 mL
= 25 mg
1 botol = 100 mL
= 100 ml x 25 mg
= 2500 mg
= 2,5 g
b. CMC-Na pada sediaan digunakan 2 % b/v :
g 2mL 100mL 100
gram 2x
c. Sodium Benzoat = botolmg 92
botol2940
g 270
10
No Bahan Range (%b/v) Fungsi
1. Amoksisilin – Zat aktif
2. CMC Na1 – 6%
0,1 – 1%
Pengikat
Suspending agent
3. Sodium Benzoat 0,02-0,5% Pengawet
4. Laktosa – Pengisi
5. Sorbitol 15-30 % Anti caplocking
6. Asam sitrat0,1 – 2%
0,3 – 2%
Buffer
Pengikat rasa
7. Perisa jeruk Maks. 0,05% Perasa
8. Pewarna kuning Maks. 0,05% Pewarna
= mg 92mL 40
mL 100
= 230 mg
= 0,23 gram
d. Laktosa = botolg 18,36
botol 2940
kg 54
= g 18,36mL 40
mL 100
= 45,9 g
e.Sorbitol
Karena penggunaan laktosa > 30%, maka digunakan sorbitol sebagai
anticaplocking dengan komposisi sebanyak 15%, kemudian dalam
pencampurannya, sorbitol (15%) dicampur dengan laktosa (85%), sehingga
perhitungan formulasinya menjadi sebagai berikut:
Sorbitol = 45,9 g x 100
15 = 6,885 g
Laktosa = 45,9 g x 100
85 = 39,015 g
f. Asam sitrat
Menurut FI IV, penggunaan asam sitrat adalah sebagai buffer.
Penggunaan asam sitrat adalah sebagai buffer dan pengikat rasa. Menurut pustaka,
konsentrasi asam sitrat sebagai buffer adalah 0,1-2% dan sebagai pengikat rasa
adalah 0,3-2%.
11
0,5% b/v = mL 100
g 5,0x 100 mL = 0,5 g
g. Perisa Jeruk (maksimum penggunaan 0.05 % b/v) (Agoes, 2008). Pada sediaan
yang dibuat digunakan 0,01%
g 0,01mL 100mL 100
gram 0.01x
h. Pewarna kuning (maksimum penggunaan 0.05 % b/v) (Agoes, 2008) Pada
sediaan yang dibuat digunakan 0,01%
g 0,01mL 100mL 100
gram 0.01x
BAB III
PRODUKSI
3.1 Penimbangan
No BahanJumlah
(1 botol)
Jumlah
(3 botol)%b/v
Range
(%b/v)Fungsi
1. Amoksisilin 2,5 g 7,5 g 2,5 % – Zat aktif
2. CMC Na 2 g 6 g 2 %1 – 6%
0,1 – 1%
Pengikat
Suspending
agent
3.Sodium
Benzoat0,23 g 0,69 g 0,23 % 0,02-0,5% Pengawet
4. Laktosa 39,015 g 117,045 g 39,015% – Pengisi
5. Sorbitol 6,885 g 20,665 g 6,885 % 15-30 %Anti
caplocking
6. Asam sitrat 0,5 g 1,5 g 0,5 %0,1 – 2%
0,3 – 2%
Buffer
Pengikat rasa
7. Perisa jeruk 0,01 g 0,03 g 0,01 %Maks.
0,05%Perasa
8.Pewarna
kuning0,01 g 0,03 g 0,01 %
Maks.
0,05%Pewarna
12
Total bahan 51,15 g
Dibuat sirup kering amoksisilin 125mg/ 5mL sebanyak 5 botol dengan volume
tiap botol 100mL.
(Rowe et al, 2003)
3.2 Alat dan bahan
3.2.1 Alat
Botol sirup 100 mL
Kemasan dan etiket
Timbangan
Ayakan mesh 20
Oven
Mortir
Stamper
Pipet tetes
Gelas Ukur
Penangas Air
Sendok Tanduk
Batang pengaduk
Beaker glass
Botol timba
3.2.2Bahan
Amoxicillin
CMC-Na
Sodium benzoate
Laktosa
Sorbitol
Asam Sitrat
Perasa jeruk
Pewarna kuning
Air
13
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Sediaan Sirup Kering Amoxicillin
Dimasukkan dalam baskom, diaduk secara manual
hingga terbentuk muschillago atau cairan pengikat
(Campuran I)
Ditambahkan ke dalam baskom, diaduk secara manual
hingga homogen (Campuran II)
Dimasukkan satu persatu ke dalam campuran II,
diaduk hingga homogen
14
Ditimbang semua bahan yang diperlukan dan tera botol 100
mL
CMC-Na + Sorbitol
Pewarna kuning, perasa jeruk, Na Benzoat
Asam Sitrat dan Laktosa
Campuran I
Ditambahkan ke campuran II bagian perbagian jika
terbentuk muschillago atau tetes pertetes jika
terbentuk cairan pengikat
Dikeringkan dalam oven dengan suhu <35C hingga
campuran serbuk benar-benar kering dan diayak
kembali dengan menggunakan mesh 20.
Ditimbang 2,5 g, digerus dengan mesh 60 dan
dimasukkan ke dalam granul
Dimasukkan ke botol kaca gelap, diberi etiket,
dimasukkan ke dalam kemasan sekunder bersama
brosur
3.3.2 Evaluasi Granul Sirup Kering Amoxicillin
a. Uji Organoleptis
Dimasukkan ke dalam beaker glass
b. Penetapan Sudut Diam
15
Massa granul siap uji
Amoxicillin
Sirup Kering Amoxicillin
Sirup Kering Amoxicillin
Granul
Damati warna, bau dan bentuk granul
Kecepatan alir yang baik tidak kurang dari 4 gram/detik
Granul
Dimasukkan ke dalm corong pisah dengan
lubang pada bagian bawahnya tertutup,
diratakan permukaannya
Diberi alas kertas dan katup corong diputar
sehingga lubang pada bagian bawahnya
terbuka
Diperoleh dengan cara menghitung cotangent
antara tinggi dan garis tengah alas bukit
c. Waktu alir
ditimbang
disiapkan
dimasukkan ke dalam corong yang diberi tutup, tutup
dibuka dicatat waktu yang diperlukan granul untuk
mengalir
d. Uji Kadar Air
16
Granul pada corong
Sudut diam
Sudut diam yang baik adalah kurang dari 30
Stopwatch
10 gram granul
Granul yang telah ditimbang
Granul mengalir keluar
5 gram granul
dikeringkan di dalam oven pada suhu 40oC
ditimbang kembali
3.3.3 Evaluasi Sediaan Sirup Kering Amoxicillin
a. Uji Homogenitas
dilarutkan dengan air hingga 100 mL
diamati kecepatan mengendap dan redistribusinya
b. Uji Volume Terpindahkan
dilarutkan
dituangkan ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan
kapasitas gelas ukur yang tidak melebihi dari dua
setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi.
Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk
menghindari pembentukan gelembung udara, kemudian
diamkan selama 30 menit
17
Granul yang telah dioven
Sediaan sirup kering
Sediaan suspensi sirup kering
Sediaan yang baik tidak boleh cepat mengendap, jika mengendap harus segera
terdispersi kembali
Sediaan sirup kering
Suspensi sirup kering
Diukur volume campuran jika sudah tidak ada gelembung udara
c. Uji Penetapan pH
disiapkan
dicelupkan ke dalam larutan suspensi
18
Alat pH meter dan sediaan suspensi sirup kering
Elektroda
Diukur pH larutan suspensi
BAB IV
PENGEMASAN
4.1 Kemasan Primer
4.2 Kemasan sekunder
4.3 Etiket
4.4 Brousur
19
BAB VDATA / HASIL PRAKTIKUM
5.1 Uji OrganoleptisBatch ke- Warna Bau Rasa
I Pink - -
II Pink - -
Keterangan:
5.2 Uji Homogenitas Tidak homogen, karena sediaan sirup kering yang telah direkonstirusi dengan
air tidak terdispersi secara sempurna pada batch kedua dan ketiga.
5.3 Uji Kelembaban
Batch ke- Kelembaban paraf
I 2,85% terlampir
II 3,75%
5.4 Uji sudut diam
Batch 1 :
Tinggi : 3,1
Diameter :
Jari-jari : 0,5 = 0,5 9,9 = 4,95
Tan =
=
20
Tan = 0,6262
= Tan -1 0,6262 = 32o
Batch 2 :
Tinggi : 3,3
Diameter :
Jari-jari : 0,5 = 0,5 10,4 = 5,2
Tan =
=
Tan = 0,634
= Tan -1 0,634 = 32,3o
5.5 Uji Volume Terpindahkan
Sediaan ke- Volume awal Volume akhir paraf
I 100 mL 92 mL Terlampir
5.6 Uji pH
Sediaan ke- pH Paraf
I 4,01 Terlampir
21
BAB VI
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan pembuatan sirup kering dengan bahan aktif
amoxicillin serta penambahan beberapa bahan tambahan. Sirup kering merupakan
suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat akan digunakan, sediaan
tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan tidak larut
dalam pembawa air, seperti ampisilin dan amoksilin. Amoxicillin memiliki sifat
sukar larut dalam air. Untuk mengatasi masalah tersebut maka sediaan ini dibuat
dalam bentuk suspensi (Depkes RI, 1995). Amoxicillin merupakan antibiotik
golongan penicillin yang tidak stabil dalam bentuk sediaan sirup. Senyawa
golongan ini mengalami hidrolisis oleh air dengan mendegradasi cincin beta
laktam. Maka dari itu, dibuat sedian amoxicillin dalam bentuk sirup kering.
Gambar 7.1 Struktur Amoxicillin
Adapun alasan pemilihan bentuk sediaan ini adalah stabilitas yang
dimiliki amoxicillin dalam air adalah 14 hari, sehingga dengan dibuat dalam
bentuk sirup kering maka kemungkinan degradasi cincin beta laktam yang ada
dapat dihindari (Lasy, et.al., 2004). Selain itu sediaan suspensi antibiotik lebih
mudah ditelan oleh anak-anak dan juga mudah dilakukan penyesuaian dosisnya
22
(Ansel,2005). Pembuatan larutan suspensi juga dapat sedikit meningkatkan
stabilitas amoxicilin secara kimia dalam air karena kontak antara zat aktif dengan
air berkurang.
Bentuk amoksisilin dalam sediaan sirup kering adalah granul. Pembuatan
massa granul bertujuan untuk mencegah terjadinya flokulasi dan sedimentasi.
Flokulasi dan sedimentasi tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya suspensi
yang tidak stabil, karena flokulat dan hasil sedimentasi yang terbentuk sulit
terdispersi kembali saat dilakukan rekonstitusi dan penggojogan sebelum
digunakan. Granul biasanya lebih tahan terhadap pengaruh udara. Selama granul
lebih mudah dibasahi (wetted) oleh pelarut dibandingkan beberapa macam serbuk
yang cenderung akan mengambang di atas permukaan pelarut, sehingga granula
lebih disukai untuk dijadikan larutan (Ansel, 2005).
Pada resep baku peracikan amoxicillin, diproduksi amoxicillin dalam
bentuk sediaan sirup kering sebanyak 2.940 botol dengan kadar amoxicillin
sebanyak 125 mg dalam 5 ml sirup. Hal tersebut untuk memudahkan pasien untuk
mengkonsumsi obat dengan mengunakan sendok takar dengan volume 5 ml
dengan mempertimbangkan bahwa pasien yang mengkonsumsi obat adalah anak-
anak.
Suatu sediaan dapat terdiri dari bahan obat (zat aktif) dan bahan tambahan.
Formularium Nasional US pada tahun 1994 menyatakan bahwa bahan tambahan
merupakan semua senyawa selain zat aktif yang ditambahkan dengan sengaja ke
dalam formulasi, atau semua senyawa dalam formula selain zat aktif. Termasuk di
dalamnya senyawa yang berfungsi untuk menjamin stabilitas, ketepatan dosis,
memperbaiki karakteristik organoleptis serta kepatuhan pasien. Suatu obat harus
memenuhi syarat efikasi, sedangkan bahan tambahan harus memenuhi syarat
fungsionalitas, meliputi sifat fisik, fisikokimia dan biofarmasetika. Suatu bahan
tambahan harus aman untuk digunakan (inert).
Semua bahan yang diperlukan ditimbang terlebih dahulu dan tera botol
sirup 100 mL. Pertama campurkan Carboxymethylcellulose sodium (CMC-Na)
dengan sorbitol kedalam baskom dan diaduk manual hingga membentuk
muchillago. CMC-Na secara umum digunakan dalam formulasi sediaan oral dan
23
topikal untuk meningkatkan viskositas atau sebagai suspending agent sehingga
baik digunakan untuk mensuspensikan serbuk pada sediaan oral, topikal dan
parenteral dengan konsentrasi dalam sediaan 0,1-1,0%b/v (Rowe, et all, 2003).
Peningkatan viskositas ini dapat mengurangi kecepatan sedimentasi zat aktif yang
tidak larut dalam air. Penambahan sorbitol berfungsi sebagai anticaplocking.
Karena jumlah pemanis yang digunakan adalah lebih dari 30%, maka perlu
ditambahkan sorbitol sebagai anticaplocking, sehingga tutup dari wadah sediaan
mudah dibuka. Jumlah sorbitol yang ditambahkan pada formulasi adalah sebesar
15%, hal tersebut sudah sesuai dengan literatur, yaitu jumlah sorbitol yang harus
ditambahkan agar dapat berfungsi sebagai anticaplocking adalah sebesar 15-30%
(Rowe et al, 2003). Campuran CMC-Na dengan sorbitol ini diberi label
“Campuran 1”.
Pewarna, perasa jeruk dan Na Benzoat dicampurkan kedalam baskom (beri
label “Campuran 2”) dan lakukan pengadukan manual. Pewarna yang digunakan
yaitu pewarna makanan. Pewarna berfungsi untuk mengetahui homogenitas
serbuk saat proses pencampuran, karena semua bahan yang digunakan berwarna
putih. Selain itu penambahan pewarna juga berfungsi untuk meningkatkan bentuk
estetika dari sediaan sehingga menarik ketika pemakaian. Pewarna yang
digunakan dalam praktikum kali ini adalah karmin yang menghasilkan warna
merah muda pada sediaan. Sedangkan perasa yang digunakan adalah perasa jeruk.
Perasa ini diperlukan untuk menutupi bau dan rasa amoksisilin yang pahit.
Sediaan sirup kering nantinya akan mengalami rekonstitusi dengan
menggunakan pelarut air. Sehingga perlu ditambahkan natrium benzoat sebagai
pengawet. Alasan perlunya ditambahhkan zat pengawet karena kebanyakan
bakteri atau mikroorganisme sangat senang hidup di air, sehingga dapat
mempengaruhi stabilitas sediaan nantinya jika penambahan pengawet tidak
dilakukan. Konsentrasi natrium benzoat yang digunakan dalam sediaan adalah
sebesar 0,5% (b/v) (Rowe et al., 2009).
Selanjutnya asam sitrat dan laktosa dimasukkan satu persatu ke dalam
campuran II, diaduk hingga homogen. Asam sitrat (buffer) ditambahkan untuk
mempertahankan kestabilan karena zat aktif amoxcillin memiliki pH stabilitas
24
yang berkisar antara 3,5-6. Asam sitrat dipilih karena senyawa ini bersifat asam
selain itu dapat digunakan sebagai penguat rasa jeruk pada sediaan suspensi.
Jumlah asam sitrat yang ditambahkan pada formulasi adalah sebesar 1%, hal
tersebut sudah sesuai dengan literatur, yaitu jumlah asam sitrat yang harus
ditambahkan agar dapat berfungsi sebagai buffer adalah sebesar 0,1-2% (Rowe et
al,2003). Pemanis yang digunakan pada sediaan suspensi Amoxicillin ini yaitu
Laktosa. Pemanis ini digunakan untuk menutupi rasa Amoxicillin yang pahit.
Campuran 1 dimasukkan kedalam campuran 2 dan campur hingga
homogen. Masa granul yang siap diuji dikeringkan dalam oven dengan suhu
<35C hingga campuran serbuk benar-benar kering dan diayak kembali dengan
menggunakan mesh 20. Setelah itu dilakukan penyiapan amoxicillin dengan cara
diayak dengan ayakan mesh 60. Ayakan mesh 60 merupakan ayakan dimana
terdapat 60 lubang setiap 2,54 cm sepanjang kawat. Amoxicillin perlu diayak
untuk mendapatkan serbuk amoxicillin yang halus dengan ukuran yang homogen.
Amoxicillin yang telah diayak, dimasukkan kedalam granul dan campur hingga
homogen. Sirup kering amoxicillin yang telah siap dimasukkan ke botol kaca
gelap, diberi etiket, dimasukkan ke dalam kemasan sekunder bersama brosur.
Selanjutnya dilakukan 2 jenis evaluasi, yaitu evaluasi terhadap granul
karena sediaan dibuat dengan bentuk granul dan evaluasi terhadap sediaan.
Evaluasi granul meliputi uji kelembaban, laju alir dan sudut diam. Sedangkan
evaluasi sediaan meliputi volume terpindahkan dan nilai pH. Tahap awal
pengujian sediaan dilakukan pengujian evaluasi granul. Tujuan evaluasi granul
adalah untuk menilai apakah granul yang dihasilkan telah memenuhi kriteria
sebagai granul yang baik atau tidak. Pengujian pertama yang dilakukan adalah uji
kelembaban. Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan serbuk sedemikian
rupa kedalam alat uji kelembaban moisture analyzer. Hasil yang didapat pada
pengujian batch 1 dengan bobot yang digunakan untuk uji sebesar 1,085 g didapat
angka kelembaban sebesar 3,75 %. Sedangkan pada batch 2 dengan bobot uji
seberat 1,050 g diperoleh angka kelembaban sebesar 2,85 %. Kadar air yang baik
untuk suatu granul adalah kurang dari 2 % (Ansel, 2005). Sehingga granul yang
dibuat dalam praktikum ini masih kurang baik.
25
Uji kedua yang dilakukan adalah uji waktu alir. Pada batch 1 didapatkan
laju alir sebesar 0,46 g/detik, sedangkan pada batch 2 didapat hasil sebesar 3,56
g/detik. Semakin besar nilai laju alir dari suspensi kering maka laju alirnya akan
semakin baik dan sediaan sirup kering tersebut semakin mudah untuk dituang.
Laju alir juga berpengaruh dalam proses produksi suatu sediaan, dimana laju alir
dibutuhkan untuk menjamin keseragaman bobot sediaan. Uji ketiga adalah
pengujian sudut diam dimana dari hasil perhitungan yang telah dilakukan didapat
angka pada batch 1 diperoleh sudut diam sebesar 32o dan batch 2 sebesar 32,3o.
Menurut standar ISO, sudut diam merupakan sudut yang terbentuk pada ujung
bentuk kerucut dari sampel, setelah sejumlah sampel dibiarkan jatuh pada bidang
horizontal yang memiliki permukaan datar, dan dengan kondisi tertentu. Granul
yang baik biasanya memiliki nilai sudut diam kurang dari atau sama dengan 30o,
sudut diam yang lebih besar atau sama dengan 40o biasanya daya mengalirnya
kurang baik. Dari hasil perhitungan sudut diam yang diperoleh, sudah
menunjukkan kedekatan dengan nilai sudut diam granul yang baik.
Uji sediaan yang pertama dilakukan adalah uji volume terpindahkan.
Sediaan direkonstusikan dengan pelarut air hingga volume awalnya 100 mL.
Kemudian suspensi sirup kering dituangkan ke dalam gelas ukur untuk
menentukan volume terpindahkan dari sediaan tersebut. Volume terpindahkan
pada sediaan adalah 92 mL. Volume terpindahkan yang diperoleh sudah sesuai
dengan literatur yaitu tidak lebih 100% (100 ml) dan tidak ada volume wadah
yang kurang dari 90% dari volume yang dinyatakan dalam etiket (Depkes RI,
1995).
Penetapan pH untuk sediaan dalam formulasi yang digunakan menunjukan
nilai pHnya sebesar 4,01. Hal ini sudah sesuai dengan kondisi stabil dari zat aktif
amoxicillin yaitu berkisar antara pH 3,5-6.
26
BAB VIIIKESIMPULAN
1. Dalam pembuatan sirup kering amoxicillin ditambahkan beberapa zat
tambahan yaitu carboxymethylcellulose sodium, natrium benzoat, sorbitol,
laktosa, asam sitrat, pewarna karmin. Formulasi sediaan sirup kering
amoxicillin dibuat dalam bentuk suspensi kering, dimana harus direkonstitusi
terlebih dahulu sebelum digunakan.
2. Tahapan secara umum pembuatan sirup kering amoxicillin yaitu dibuat
campuran granul I terdiri dari sorbitol dan CMC-Na sedangkan campuran
granul II terdiri dari pewarna, perasa dan natrium benzoat, yang kemudian
kedua campuran disatukan, lalu ditambahkan laktosa dan asam sitrat.
Amoxicillin ditambahkan terakhir setelah campuran tadi dikeringkan dengan
oven.
3. Evaluasi yang dilakukan pada sediaan sirup kering meliputi uji waktu alir,
ujikelembaban, uji sudut diam, uji volume terpindahkan dan uji pH.
27
\
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta :
UI Press.
Buhler, Volker. 2001. Generic Drug Formulation Second Edition. BHSF Fine
Chemical
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Kohli, D. P. S; dan D. H. Shah. 1998. Drug Formulation Manual. India: Easten
Publishers
Lasy, Charles F., Lora L. Amstrong, Marton P. Goldman, Leonard L. Lance.
2004. Drug Information Handbook 12th Edition. Ohio: Lexi Comp
McEvoy and K. Gerald. 2002. AHFS Drug Information, American Society of
Health System Pharmacists. USA
Moffat, A.C., David O., Brian W. 2004. Clarke’s Analysis Of Drug and Poison In
Pharmaceutical, Body Fluids and Postmortem Material 3rd Edition.
London: Pharmaceutical press
Mycek, Mary J., Richard A. Harvey dan Pamela C. Champe. 2001. Farmakologi
Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Penerbit Widya Medika
Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2003. Handbook of Pharmaceutical
Exipients. Pharmaceutical Press. London.
28
top related