laporan kppu tahun 2002 - kppu.go.id · membahas program kegiatan monitoring pelaku usaha, ......
Post on 01-May-2018
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Tanpa terasa tahun 2002 telah berlalu dan telah dua setengah
tahun pula Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bekerja
mengemban amanat konstitusional sebagai pengawas pelaksanaan
Undang-Undang No. 5/1999. Sebagai lembaga pengawas persaingan
usaha, salah satu tugas KPPU yang diamanatkan oleh Undang-Undang No.
5/1999 adalah menyampaikan laporan berkala kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.
Laporan berkala Tahun 2002 ini disusun sebagai wujud
pertanggung jawaban KPPU kepada Presiden dan DPR. Laporan ini
menguraikan pelaksanaan tugas KPPU, meliputi pelaksanaan seluruh
program dan kegiatan dalam kurun waktu 2002. Sebagaimana tercermin
di dalam laporan berkala ini, banyak kemajuan yang telah dicapai tetapi
tidak sedikit pula hambatan yang dihadapi dalam kurun waktu tersebut.
KPPU menyadari bahwa tanpa dukungan luas dari publik, teramat
sulit bagi KPPU untuk dapat mencapai berbagai kemajuan dalam
pelaksanaan tugasnya, di tengah kehadiran berbagai kendala dan
tantangan yang tidak ringan. Karena itu pada kesempatan ini, KPPU
menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak,
atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
Laporan berkala ini sudah barang tentu tidak luput dari berbagai
kelemahan dan kekurangan. Karena itu dalam rangka
penyempurnaannya, KPPU terbuka terhadap kritik, saran, dan masukan
dari berbagai pihak.
Jakarta, Januari 2003
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Ketua
Syamsul Maarif
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi iii
Bab I PENDAHULUAN 1
Bab II PROGRAM KERJA KPPU 2002 3
Penegakan Hukum 3
Pengembangan Kebijakan 4
Pengembangan Kelembagaan 4
Komunikasi 5
Pengembangan Sistem Informasi 6
Bab III GAMBARAN UMUM PERSAINGAN USAHA 2002 7
Bab IV PENEGAKAN HUKUM 10
Penanganan Laporan Publik dan Inisiatif 11
Perkara Dalam Proses Pemeriksaan 12
Perkara Yang Telah Diputus 13
Litigasi dan Monitoring Putusan 28
Bab V PELAKSANAAN MONITORING, KAJIAN dan
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN 32
Monitoring 32
Kajian 38
Dengar Pendapat 42
Pemberian Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah 46
Bab VI PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN 51
Pengembangan Organisasi 51
Penyusunan Pedoman UU No.5/1999 53
Status Kelembagaan 53
Pengembangan Strategi KPPU 54
Sarana dan Prasarana 55
Pengembangan Kerjasama Antar Lembaga 55
Kerjasama Internasional 57
Bantuan Teknis 57
Kunjungan dan Pertukaran Informasi 61
Partisipasi Aktif dalam Forum Internasional 63
Pengembangan Sumber Daya Manusia 64
Bab VII SOSIALISASI dan PENGEMBANGAN KOMUNIKASI 65
Sosialisasi Melalui Lokakarya 65
Sosialisasi dan Komunikasi Melalui Media Massa 68
Pertemuan Dengan Para Pakar 69
Bab VIII KENDALA dan TANTANGAN 70
Resistensi Pemburu Rente 70
Lingkungan Kebijakan 71
Peradilan dan Institusi Penegakan Hukum Terkait 71
Otonomi dan Inisiatif – Inisiatif Daerah 72
Merger dan Akuisisi 73
Posisi Staf Sekretariat KPPU 73
Persaingan Sebagai Budaya Baru 74
Hambatan – Hambatan Internal 74
Bab IX PENUTUP 76
Lampiran
Lampiran I : Daftar Putusan KPPU 79
Lampiran II : Kasus Dalam Penanganan KPPU 85
BAB I
PENDAHULUAN
Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diundangkan pada
tanggal 5 Maret 1999. Sebagai produk hukum ekonomi yang lahir di
tengah krisis ekonomi serta hingar bingar “reformasi” di berbagai
bidang, kelahiran UU No.5/1999 menimbulkan semangat sekaligus
harapan baru di bidang perekonomian.
Betapa tidak, krisis ekonomi yang berlangsung sejak
pertengahan tahun 1997 merupakan puncak dari akumulasi
persoalan kebijakan dan praktek persaingan usaha yang
berlangsung tanpa fondasi dan kerangka yang menjamin
tumbuhnya iklim usaha yang sehat. Karena itu lahirnya UU
No.5/1999 diharapkan dapat menjadi bingkai bagi lahirnya iklim
persaingan usaha yang sehat guna mewujudkan dunia usaha yang
efisien yang memberikan pilihan-pilihan yang luas bagi konsumen,
yang pada akhirnya diharapkan mendorong peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Dalam perjalanan waktu yang relatif sangat singkat tentu
saja menjadi sesuatu yang mustahil untuk memenuhi tujuan tadi.
Sebagai lembaga yang diberi amanat untuk mengawasi pelaksanaan
UU No.5/1999, KPPU berupaya seoptimal mungkin untuk
menjalankan tugasnya. Namun sebagai sebuah lembaga baru KPPU
tentu saja dihadapkan pada sejumlah persoalan.
Sebagai sebuah institusi publik, Laporan tahun 2002 ini
merupakan pertanggungjawaban KPPU kepada publik, selain tentu
saja menjadi bentuk pertanggungjawaban konstitusional KPPU
kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Laporan ini membahas pelaksanaan program dan kegiatan –
kegiatan KPPU sepanjang tahun 2002. Sebagaimana layaknya
sebuah laporan, Bab I berisi mengenai pendahuluan yang
membahas tujuan, sistematika dan isi laporan ini. Bab II
memaparkan program 2002 yang dirumuskan tahun sebelumnya.
Sedangkan Bab III menguraikan gambaran umum persaingan usaha
Indonesia sepanjang tahun 2002.
Berdasarkan UU No.5/1999, tugas utama yang diemban KPPU
sebagai pengawas persaingan usaha adalah penegakan hukum.
Program penegakan hukum yang meliputi kegiatan-kegiatan
penanganan laporan publik, pemecahan kasus atau perkara serta
kegiatan litigasi dan monitoring putusan diuraikan pada Bab IV.
Kasus atau perkara yang ditangani dapat pula merupakan
perkara inisiatif KPPU. Perkara inisiatif ini dapat bersumber dari
kajian maupun monitoring pelaku usaha. Perlu juga diketahui
bahwa selain penegakan hukum, tugas utama lainnya dari KPPU
adalah memberikan saran dan pertimbangan kebijakan kepada
pemerintah. Untuk mendukung program ini, KPPU mengembangkan
kajian regulasi dan perundang-undangan maupun dengar pendapat
(hearing) dengan berbagai pihak dan institusi. Karena itu selain
membahas program kegiatan monitoring pelaku usaha, Bab V juga
membahas pelaksanaan program kajian regulasi dan perundang-
undang, dengar pendapat serta saran dan kebijakan pertimbangan
kepada pemerintah.
Sebagai sebuah lembaga baru, pengembangan kegiatan
kelembagaan merupakan salah satu program prioritas KPPU.
Pelaksanaan program ini dibahas secara detail pada Bab VI,
meliputi antara lain pengembangan instrumen-instrumen
operasional hubungan antar lembaga baik nasional maupun
internasional, serta pengembangan sumberdaya manusia.
Sebagai sesuatu yang baru pengenalan UU/5/1999 dan KPPU
kepada stakeholder persaingan usaha dilaksanakan melalui program
komunikasi. Pelaksanaan program ini dibahas secara detail pada
bab VII.
Dalam usianya yang sangat belia KPPU dalam melaksanakan
tugas-tugasnya tentu masih berhadapan dengan sejumlah kendala,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kendala-kendala yang
dihadapi KPPU sepanjang tahun 2002 diuraikan pada Bab VIII.
Sedangkan Bab IX menyimpulkan seluruh isi bab-bab sebelumnya.
Laporan tahunan ini sudah barang tentu tidak lepas dari
berbagai kelemahan dan kekurangan. Untuk itu KPPU mengharap
masukan dan kritikan semua pihak, yang tentunya akan sangat
membantu penyempurnaan laporan ini.
BAB II
PROGRAM KERJA KPPU 2002
Seluruh kegiatan pada tahun 2002 merupakan pelaksanaan
atas rencana strategis yang telah dituangkan dalam bentuk
Program Kerja KPPU. Kelancaran pelaksanaan kegiatan pada tahun
2002 tersebut tidak terlepas dari dukungan pendanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Proyek
Pemberdayaan Persaingan Usaha Tahun Anggaran 2002
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta bantuan teknis
dari beberapa organisasi internasional yang mempunyai perhatian
khusus pada masalah persaingan usaha.
Program kerja KPPU yang dilaksanakan pada tahun 2002
adalah perwujudan tugas-tugasnya yang diamanatkan oleh UU
No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Program kerja dimaksud terdiri dari : Penaatan
/ Penegakan Hukum (Compliance); Pengembangan Kebijakan
(Policy Development); Pengembangan Kelembagaan (Institutional
Development); Komunikasi (Communication); dan Pengembangan
Sistem Informasi (Information System Development).
Penegakan Hukum
Program penegakan hukum merupakan program yang
memayungi pelaksanaan tugas utama KPPU selaku lembaga yang
diberi amanat mengawasi pelaksanaan UU No.5/1999. Kegiatan
utama dalam program ini meliputi rangkaian proses penanganan
dugaan pelanggaran UU No.5/1999 mulai dari penanganan laporan
yang berasal dari masyarakat maupun yang bersifat inisiatif,
pemeriksaan dan penyelidikan, pembuatan putusan, monitoring
pelaksanaan putusan hingga diupayakannya bantuan hukum bila
terdapat masalah hukum atas putusan yang telah ditetapkan.
Pengembangan Kebijakan
Tugas utama KPPU lainnya adalah pemberian saran dan
pertimbangan kepada Pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan
yang mendorong lahirnya praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Tugas ini dilaksanakan melalui pelaksanaan program
pengembangan kebijakan.
Beberapa kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung
Program Pengembangan Kebijakan antara lain adalah penyusunan
saran dan pertimbangan kepada Pemerintah, penyusunan kertas
kerja kebijakan (policy paper), kajian atas sektor industri dan
perdagangan, kajian atas peraturan perundang-undangan,
monitoring pelaku usaha, dengar pendapat dengan pihak-pihak
terkait serta penyusunan saran dan pertimbangan kebijakan
pemerintah.
Pengembangan Kelembagaan
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas – tugas
utama KPPU tersebut, unsur penataan dan penguatan kelembagaan
menjadi salah satu pilar penting yang perlu terus dikembangkan.
Oleh karena itu pengembangan kelembagaan menjadi salah
satu program kerja KPPU. Program ini menjadi sangat penting
mengingat KPPU sebagai lembaga baru dengan sumber daya yang
masih sangat terbatas.
Kegiatan - kegiatan yang menjadi bagian dari program ini
meliputi pengembangan instrumen-instrumen operasional seperti
pengembangan organisasi dan penyusunan aturan - aturan internal,
penyusunan pedoman / petunjuk operasional UU No.5/1999
(guidelines), pembahasan status kelembagaan khususnya untuk
sekretariat, pengembangan strategi KPPU serta pemenuhan fasilitas
kerja baik sarana dan prasarana guna menunjang pelaksanaan
tugas KPPU, pengembangan kerjasama antar lembaga,
pengembangan kerjasama internasional, dan pengembangan
sumber daya manusia,
Komunikasi
Hukum dan budaya persaingan merupakan sesuatu yang baru
bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi kalangan pelaku usaha,
penegak hukum dan aparat pemerintah lainnya. Untuk itu,
kegiatan-kegiatan yang bersifat mendorong internalisasi nilai – nilai
persaingan menyadarkan melalui introduksi dan peningkatan
pemahaman masyarakat akan hukum dan budaya persaingan
menjadi sangat penting artinya bagi efektivitas UU No.5/1999
dalam mendorong lahirnya iklim persaingan usaha yang sehat.
Dengan internalisasi nilai – nilai persaingan serta dengan
meningkatnya kesadaran dan pemahaman atas persaingan usaha
yang sehat diharapkan akan mendorong tumbuhnya perilaku self
correction di dunia usaha dan masyarakat. Hal ini mendasari
dicanangkannya Komunikasi menjadi salah satu program kerja
KPPU.
Kegiatan diseminasi informasi seperti sosialisasi, lokakarya,
seminar, workshop dan temu usaha kepada masyarakat luas
khususnya pelaku usaha, aparat penegak hukum, aparat
pemerintah lainnya, akademisi dan jurnalis serta organisasi –
organisasi non pemerintah merupakan bagian dari program ini.
Pengembangan Sistem Informasi
Di era modern dewasa ini, informasi dan sistem informasi
memegang peran strategis bagi kelangsungan suatu organisasi.
Sebagai organisasi baru dengan substansi bidang tugas yang juga
masih relatif sangat baru, kelangsungan organisasi, pelaksanaan
tugas dan kinerja KPPU akan sangat tergantung pada pengelolaan
informasi.
Oleh karena itu, sejak awal pembentukannya, KPPU
menempatkan pengembangan sistem informasi sebagai salah satu
program prioritas. Meskipun demikian, laporan pelaksaan program
ini dipadukan dalam bagian laporan mengenai pelaksanaan program
pengembangan kelembagaan.
BAB III
GAMBARAN UMUM PERSAINGAN USAHA 2002
Banyak kemajuan dicapai di dalam upaya memperbaiki
persaingan usaha di Indonesia sepanjang tahun 2002, baik di
tingkat mikro (perusahaan) maupun pada kebijakan-kebijakan
pemerintah, meskipun kemajuan-kemajuan tersebut masih belum
seperti yang diharapkan. Kemajuan-kemajuan tersebut tentunya
tidak lepas dari dampak berlakunya UU No. 5/1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang
telah memasuki tahun ke 3 (tiga).
Di tingkat mikro perusahaan, kemajuan-kemajuan mulai
terasa pada sikap dunia usaha yang mulai menjadikan UU No.
5/1999 sebagai salah satu referensi dalam memformulasikan
strategi usahanya. Peningkatan ini adalah buah dari sosialisasi
yang secara intensif dan berkesinambungan yang dilakukan oleh
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sepanjang tahun 2002.
Namun di tengah perbaikan-perbaikan yang mulai terasa,
praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat oleh sebagian
besar pelaku usaha lainnya tetap saja marak, baik di sektor swasta
maupun di sektor publik. Sebagian memang belum memahami
esensi UU No. 5/1999, namun sebagian lainnya justru
memanfaatkan celah kelemahan dalam infrastruktur penegakan
hukum terkait, sehingga luput dari jeratan undang-undang ini.
Hingga akhir tahun 2002, perilaku anti persaingan yang
terasa sangat menonjol antara lain adalah persekongkolan tender,
penyalahgunaan posisi dominan, kartel dan perjanjian tertutup. Hal
ini tercermin baik dari laporan yang disampaikan oleh publik, hasil-
hasil monitoring dan kajian, maupun isu - isu yang berkembang di
dalam wacana publik. Kendati demikian, tidak banyak dari
fenomena tersebut yang dapat dibawa ke meja pemeriksaan dan
menghasilkan putusan, terutama karena kesulitan dalam
pembuktian baik formil maupun materiil.
Sebagai perilaku anti persaingan yang sangat menonjol,
persekongkolan tender menjadi menarik untuk disimak lebih jauh
justru karena sebagian besar fenomena ini berkaitan dengan
transaksi-transaksi penjualan atau privatisasi aset-aset negara,
atau tender proyek-proyek yang dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena itu perilaku anti
persaingan dalam bentuk persekongkolan tender setidaknya
melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau instansi-instansi
pemerintah.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat kebocoran APBN
yang cukup besar dan berlangsung sejak lama merupakan
konsekuensi ketidakefektifan mekanisme pengawasan tender. Pada
gilirannya, hal ini menjadi salah satu sumber inefisiensi anggaran.
Perlu dicatat bahwa berdasarkan Kepres No. 18/2000, penggunaan
APBN yang besaran nilainya lebih dari Rp 50 juta mutlak
dialokasikan melalui tender, kecuali pembayaran bunga dan cicilan
pokok utang, pembayaran gaji pegawai dan komponen lainnya.
Jika mekanisme pengawasan tender berlangsung efektif, maka
sangat bisa jadi bahwa utang luar negeri tidak menjelma menjadi
penyakit kronis Indonesia. Sayangnya, kasus-kasus yang berkaitan
dengan tender proyek-proyek APBN tidak mudah untuk disentuh
karena kesulitan dalam pembuktian formil dan materiil.
Persekongkolan tender juga sangat terasa pada penjualan
aset-aset negara. Pada tahun 2002 tercatat misalnya kasus
penjualan saham dan obligasi konversi PT. Indomobil Sukses
Internasional Tbk. dan beberapa penjualan aset lain yang dilakukan
oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Seperti halnya
dengan persekongkolan tender proyek-proyek APBN,
persekongkolan tender penjualan aset-aset negara juga sulit untuk
disentuh karena masalah yang sama.
Di lingkungan kebijakan (regulatory environment), kemajuan-
kemajuan juga mulai terasa pada sejumlah undang-undang yang
baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maupun pada
beberapa kebijakan pemerintah. Hal ini paling tidak tercermin pada
internalisasi nilai-nilai persaingan pada beberapa produk peraturan
perundang-undangan dan kebijakan umum pemerintah di bidang
perekonomian dan dunia usaha. Sebagai contoh Undang-Undang
tentang Minyak dan Gas Bumi yang menghapuskan adanya
monopoli produksi minyak dan gas bumi yang sebelumnya dimiliki
oleh PT. Pertamina. Sementara pada kebijakan pemerintah
tercermin diantaranya pada upaya mengembalikan kewenangan
penentuan tarif angkutan penumpang udara, dari INACA
(Indonesian National Air Carrier Association) kepada pemerintah,
yang oleh pemerintah pada gilirannya menyerahkan penentuan tarif
pada mekanisme pasar.
Namun di tengah arah sejumlah kebijakan yang kian
mendukung upaya menciptakan iklim persaingan sehat, sejumlah
besar kebijakan lainnya justru cenderung mematikan embrio
persaingan sehat yang mulai diperkenalkan. Pertimbangan
menumbuhkan persaingan usaha yang sehat, hampir tidak tampak
pada sebagian besar kebijakan pemerintah akhir-akhir ini. Upaya
deregulasi pasar, termasuk upaya mengurangi campur tangan
pemerintah pada perekonomian dan dunia usaha, tidak tampak
dilakukan secara nyata.
Beberapa issue yang tercatat paling menonjol adalah
kebijakan pengaturan tata niaga gula pasir, penerapan bea masuk
dan SNI di bidang industri tepung terigu, pengaturan tata niaga
impor tekstil dan produk tekstil, kebijakan pengaturan bisnis VoIP
yang kontra kompetisi, kebijakan “duopoly” sektor telekomunikasi
Indonesia, serta berbagai kasus privatisasi BUMN yang
menghidupkan praktek monopoli baru atau revitalisasi monopolis
lama. Kasus privatisasi Indosat merupakan salah satu contoh
aktual privatisasi BUMN yang mendorong konsentrasi industri,
bahkan praktek monopoli baru, di sektor telekomunikasi nirkabel
(selular).
Sementara itu, perkembangan-perkembangan positif yang
telah dicapai di sektor transportasi khususnya transportasi udara,
kembali mendapat desakan dari pelaku usaha yang mengupayakan
pemberlakuan kembali regulasi yang menghambat persaingan. Hal
yang sama sangat terasa pula di bidang-bidang transportasi
lainnya. KPPU mengembangkan forum dengar pendapat dengan
berbagai pihak di bidang transportasi dan melihat kemajuan yang
cukup signifikan dengan makin berkurangnya upaya campur tangan
pemerintah di bidang ini. Walaupun demikian, KPPU masih melihat
beberapa kebijakan yang diskriminatif dan kurang fair berkaitan
dengan pengaturan teknis. Misalnya dalam pengaturan jalur garis
lintas penerbangan (airline routes), yang mengundang protes dari
perusahaan-perusahaan penerbangan baru. Hal ini semata-mata
terjadi karena adanya konflik kepentingan pemerintah sebagai
regulator sekaligus sebagai pelaku usaha (BUMN).
Kebijakan – kebijakan pemerintah di tingkat lokal (daerah)
juga menandai pasang-surutnya iklim persaingan usaha. Sepanjang
tahun 2002, kebijakan – kebijakan anti persaingan usaha di tingkat
daerah otonom terasa sangat marak. Meskipun terwujud dalam
berbagai bentuk, tetapi kebijakan daerah yang sangat menonjol
adalah diskriminasi perlakuan antara pelaku usaha lokal dengan
pelaku – pelaku usaha dari daerah lain, peraturan – peraturan lokal
yang memberikan lisensi monopoli kepada pelaku – pelaku usaha
tertentu dan pembentukan badan – badan usaha yang melibatkan
pemerintah daerah serta pemberian lisensi monopoli kepada badan
usaha yang bersangkutan.
Melihat latar belakang dan arah kebijakan yang berkembang
sepanjang 2002, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa terdapat
kecenderungan yang kuat akan kian maraknya perilaku perburuan
rente, yakni upaya pelaku usaha untuk mempengaruhi kebijakan
publik guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa
melalui persaingan usaha yang sehat.
BAB IV
PENEGAKAN HUKUM
Penegakan hukum (law enforcement) adalah tugas utama
atau inti dari seluruh tugas yang diamanatkan oleh Undang-Undang
No. 5 / 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 / 1999) kepada Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU). Tugas tersebut dilaksanakan KPPU
melalui tindakan penanganan perkara, penerbitan penetapan-
penetapan dan putusan-putusan atas perkara yang ditangani, dan
pelaksanaan upaya-upaya lanjutan yang terkait dengan eksistensi
dan pelaksanaan penetapan dan putusan atas suatu perkara, yaitu
tindakan monitoring putusan dan upaya litigasi.
Penanganan perkara dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5 /
1999 sebagai tugas prioritas KPPU dilaksanakan baik dalam
kerangka tindakan yang bersifat responsif terhadap laporan dugaan
pelanggaran UU No. 5 / 1999 dari masyarakat (publik) atau pelaku
usaha, maupun sebagai suatu tindakan yang bersifat inisiatif
berdasarkan hasil temuan KPPU sendiri. Sedangkan output dari
penanganan perkara tersebut adalah penetapan-penetapan dan
putusan-putusan dalam rangka memberikan kepastian hukum
terhadap perkara bersangkutan. Pada akhirnya, terhadap seluruh
putusan yang telah diterbitkan KPPU diperlukan upaya lanjutan
berupa monitoring terhadap pelaksanaan putusan-putusan tersebut
dan upaya litigasi jika atas putusan-putusan tersebut terdapat
upaya keberatan (challenge) ke Pengadilan Negeri yang dilakukan
pelaku usaha terkait.
A. Penanganan Laporan Publik dan Inisiatif.
Sejak berdirinya hingga akhir Desember 2002, KPPU telah
menerima 86 (delapan puluh enam) laporan publik tentang dugaan
pelanggaran terhadap UU No. 5/1999. Dari 86 (delapan puluh
enam) laporan publik tersebut, 49 (empat puluh sembilan) laporan
diterima KPPU pada tahun 2002. Laporan publik tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Laporan yang berkaitan dengan dugaan persekongkolan tender
sejumlah 27 (dua puluh tujuh);
2. Laporan yang berkaitan dengan kebijakan anti-persaingan yang
dikeluarkan oleh pemerintah sejumlah 8 (delapan);
3. Laporan yang berkaitan dengan dugaan kartel sejumlah 1
(satu);
4. Laporan yang berkaitan dengan dugaan praktek perjanjian
tertutup sejumlah 1 (satu);
5. Laporan yang berkaitan dengan dugaan praktek monopoli
sejumlah 1 (satu);
6. Laporan yang berkaitan dengan dugaan praktek
penyalahgunaan posisi dominan sejumlah 1 (satu);
7. Laporan yang berkaitan dengan dugaan praktek alokasi pasar
sejumlah 1 (satu); dan
8. Laporan yang bukan merupakan kewenangan / kompetensi
KPPU sejumlah 8 (delapan);
Sementara laporan yang diajukan berdasarkan inisiatif dari
KPPU sejak KPPU berdiri berjumlah 4 (empat), dan khusus tahun
2002 berjumlah 3 (tiga) dengan klasifikasi yang terdiri dari 2 (dua)
buah laporan tentang dugaan persekongkolan tender dan 1 (satu)
buah laporan tentang dugaan kartel.
Sebagaimana diketahui, proses penanganan perkara di KPPU
dilakukan melalui berbagai tahapan, yaitu:
1. Tahap Klarifikasi kejelasan dan atau kelengkapan laporan yang
disampaikan oleh publik (Klarifikasi Laporan);
2. Tahap Pemeriksaan Pendahuluan selama-lamanya 30 (tiga
puluh) hari yang dilakukan oleh Tim Pemeriksaan Pendahuluan;
3. Tahap Pemeriksaan Lanjutan selama-lamanya 90 (sembilan
puluh) hari yang dilakukan oleh Majelis Komisi Pengawas
Persaingan Usaha;
4. Tahap Pembuatan Putusan selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari
yang dilakukan oleh Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5. Pembacaan Putusan oleh Majelis Komisi Pengawas Persaingan
Usaha.
Namun sesuai dengan prosedur penanganan perkara yang
ditetapkan, tidak semua perkara yang ditangani sampai pada tahap
putusan. Bahkan ada sebagian besar perkara tidak dapat
diteruskan ke dalam tahap pemeriksaan. Selain karena
ketidakjelasan dan atau ketidaklengkapan laporan, juga karena
tidak ditemukannya bukti-bukti awal yang cukup untuk memulai
pemeriksaan.
B. Perkara Dalam Proses Pemeriksaan
Satu-satunya perkara yang tersisa dan masih dalam tahap
pemeriksaan pada akhir tahun 2002 adalah Perkara Nomor
05/KPPU-L/2002 mengenai dugaan praktek penyalahgunaan posisi
dominan di sektor film dan bioskop. Perkara ini masih dalam status
pemeriksaan lanjutan dan sesuai dengan jadwal direncanakan akan
tuntas pada awal tahun 2003.
C. Perkara yang Telah Diputus
Dari sejumlah perkara baik yang diangkat dari laporan publik
maupun perkara – perkara inisiatif, hingga Desember 2002, 9
(sembilan) perkara telah diputuskan dan dibacakan di muka umum.
Dari 9 (sembilan) putusan komisi tersebut, 2 (dua) di
antaranya ditangani pada tahun 2000 dan diputuskan pada 2001,
yaitu kasus tender di PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) dan kasus
penguasaan retail oleh Indomaret. Sementara itu, perkara yang
penanganannya telah dimulai pada 2001 dan sampai dengan Tahap
Pemeriksaan Lanjutan yang diakhiri dengan pembacaan putusan
pada 2002 adalah sebanyak 7 (tujuh) perkara, yaitu:
1. Perkara Nomor 08/KPPU-L/2001 mengenai persekongkolan
tender bakalan sapi impor di Pemerintah Daerah Tingkat I
Jawa Timur yang putusannya dibacakan dalam sidang yang
terbuka untuk umum pada 19 April 2002.
2. Perkara Nomor 03/KPPU-I/2002 mengenai persekongkolan
tender penjualan saham dan obligasi konversi PT Indomobil
Sukses International yang putusannya dibacakan dalam
sidang terbuka pada 30 Mei 2002.
3. Perkara Nomor 09/KPPU-L/2001 mengenai persekongkolan
tender OSP/CAN (Out Side Plan / Chopper Access Network) di
PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, yang putusannya
dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 6
Juni 2002.
4. Perkara Nomor 08/KPPU-L/2001 mengenai persekongkolan
tender Pengadaan Barite dan Bentonite di YPF Maxus
Southeast Sumatera BV, yang putusannya dibacakan dalam
sidang terbuka untuk umum pada 17 Juli 2002.
5. Perkara Nomor 10/KPPU-L/2001 mengenai Penentuan Daftar
Rekanan Asuradur di Bank BNI yang putusannya dibacakan
dalam sidang terbuka untuk umum pada 18 Juli 2002.
6. Perkara Nomor 02/KPPU-I/2002 mengenai Dugaan Kartel
Industri Day Old Chicks (DOC) yang putusannya dibacakan
dalam sidang terbuka pada tanggal 27 Agustus 2002.
7. Perkara Nomor 01/KPPU-I/2002 mengenai Pembagian
Pekerjaan antara PT SPIJ dengan PT Citra Turbindo yang
putusannya dibacakan dalam sidang terbuka pada tanggal 29
Agustus 2002.
Ringkasan kasus dan putusan komisi mengenai tender
pengadaan bakalan sapi impor di Jawa Timur dapat dilihat pada
Boks 1.1., tender penjualan saham dan obligasi konversi PT
Indomobil Sukses Internasional pada Boks 1.2., tender di PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. pada Boks 1.3., tender
pengadaan Barite & Bentonite di YPF Maxus Southeast Sumatra BV
pada Boks 1.4., penunjukan rekanan asuradur di PT Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk. pada Boks 1.5., dugaan kartel Industri
Day Old Chicks (DOC) pada Boks 1.6., dan dugaan pembagian
pekerjaan antara PT SPIJ dengan PT Citra Turbindo pada Boks 1.7.
Boks 1.1
KASUS TENDER PENGADAAN SAPI BAKALAN KEREMAN IMPOR
DI JAWA TIMUR (PERKARA NOMOR : 07/KPPU-LI/2001)
Kasus ini berawal dari laporan sebuah organisasi pengusaha di Jawa Timur yang ikut menjadi
peserta Tender Pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor dari Australia dalam Proyek Pembangunan dan
Pembinaan Peternakan di Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun Anggaran 2000 Dinas Peternakan Jawa
Timur. Yang dilaporkan (Terlapor) adalah Koperasi Pribumi Jawa Timur (KOPI Jatim). KPPU
menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan Pemeriksaan Pendahuluan mulai tanggal 22 Agustus
2001 yang diteruskan kemudian dengan Pemeriksaan Lanjutan.
Dari pemeriksaan terungkap telah terjadi persekongkolan dan atau kerjasama antara Terlapor
dengan Panitia Pelelangan dan atau pihak yang berhubungan dengan Panitia Pelelangan. Persekongkolan
dan atau kerjasama tersebut terjadi dalam mengatur, menentukan, dan mengarahkan proses lelang
untuk kepentingan Terlapor melalui perlakuan eksklusif (khusus) dan keringanan persyaratan
pelelangan terhadap Terlapor yang berbeda dengan peserta lelang yang lain.
Bentuk perlakuan khusus adalah keberangkatan Terlapor bersama dan atas biaya Dinas
Peternakan Jawa Timur dan atau Panitia Pelelangan ke Australia pada tanggal 17 Oktober 2000 untuk
melakukan survey bersama atas sapi yang akan dibeli Terlapor. Padahal pada saat itu belum ditentukan
pemenang lelangnya karena Lelang Ulang baru dalam tahap pengumuman pembukaan pendaftaran.
Terdapat keringanan persyaratan yang tidak wajar dalam Surat Perintah Kerja sebagai hasil
negosiasi teknis dalam rangka Penunjukan Langsung. Hal ini dapat dibuktikan dari ketat/mutlaknya
persyaratan administratif dan teknis dalam tahap lelang dan lelang ulang yang dengan serta merta
dieliminasi secara drastis pada tahap penunjukan langsung. Persyaratan dimaksud adalah persyaratan
pengalaman impor sapi 2 (dua) tahun. Apabila pada Tahap Lelang dan Lelang Ulang, Panitia Pelelangan
bersikukuh untuk mempertahankan persyaratan tersebut sebagaimana diatur dalam RKS sehingga
menyebabkan semua Peserta Lelang gugur, dalam tahap Penunjukan Langsung, persyaratan ini tidak
diperlukan dan diganti dengan fakta bahwa Terlapor mampu melampirkan rekomendasi Konsulat
Republik Indonesia tentang reputasi eksportir Hallen Australian Livestock Traders Pty, Ltd. dan sama
sekali tidak menjelaskan reputasi Terlapor sebagai importir.
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan, maka Majelis Komisi memutuskan :
1. Menyatakan Terlapor secara sah dan meyakinkan telah melanggar ketentuan pasal 22
UU No. 5/1999 karena melakukan persekongkolan dengan pihak lain yaitu drh. Sigit Hanggono
Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan dalam mengatur
penentuan Pemenang Tender/Lelang dalam Pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor dari Australia
dalam Proyek Pembangunan dan Pembinaan Peternakan di Kabupaten/Kota se Jawa Timur Tahun
Anggaran 2000
2. Melarang Terlapor mengikuti kegiatan Pengadaan Sapi Bakalan atau kegiatan serupa di Jawa Timur
dan atau wilayah Republik Indonesia selama dipimpin oleh pengurus yang pada saat pembacaan
Putusan ini masih menjabat untuk kurun waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal putusan
dibacakan.
3. Menyarankan Gubernur Jawa Timur sebagai atasan langsung drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas
Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan, untuk mengambil tindakan
administratif sehubungan dengan keterlibatan drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa
Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan dalam pelanggaran Pasal 22 Undang-undang Nomor
5 Tahun 1999 yang secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh Terlapor
Boks 1.2
KASUS TENDER SAHAM DAN OBLIGASI INDOMOBIL
(PERKARA NO. 03/KPPU-I/2002)
Pada tanggal 20 November 2001, BPPN dan PT Holdiko Perkasa mengumumkan tender penjualan
72,63 persen saham milik Pemerintah di PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMSI). Tiga peserta
memasukkan penawaran akhir pada tanggal 4 Desember 2001, yaitu PT Alpha Sekuritas Indonesia, PT
Bhakti Asset Management dan PT Cipta Sarana Duta Perkasa (CSDP). Tanggal 5 Desember 2001, PT
CSDP dinyatakan sebagai pemenang dalam tender divestasi tersebut, dengan penawaran total senilai Rp.
625 milyar. Padahal sewaktu diambil alih Pemerintah, nilai saham dan convertible bond yang dijual
tersebut adalah sekitar Rp. 2,5 trilyun.
Tetapi pelaksanaan dan hasil tender mengandung sejumlah kejanggalan, seperti harga penjualan
saham yang rendah, waktu pelaksanaan tender yang singkat, peserta tender yang terbatas dan indikasi
pelanggaran prosedur tender. Kejanggalan – kejanggalan ini diperkuat oleh data dan informasi yang
mengarah pada indikasi awal yang kuat tentang adanya pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999. Oleh karenanya, kemudian KPPU memutuskan untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan inisiatif.
Pemeriksaan pendahuluan dan lanjutan atas perkara tersebut dilakukan oleh KPPU dengan
memanggil dan mendengarkan keterangan dari BBPN dan beberapa pelaku usaha seperti PT Holdiko
Perkasa, PT Trimegah Securities, PT Cipta Sarana Duta Perkasa, PT Bhakti Asset Management, PT Alpha
Sekuritas Indonesia, PT. Multi Megah Internasional, PT. Deloitte & Touche FAS, Bank Danamon, Pranata
Hajadi dan saksi – saksi lainnya.
Dari pemeriksaan, KPPU mendapatkan bukti-bukti adanya persekongkolan antara panitia tender
dalam hal ini adalah BPPN dan PT Holdiko Perkasa dengan peserta – peserta tender, serta
persekongkolan yang dilakukan antara peserta – peserta tender. Bukti-bukti tersebut antara lain panitia
tender masih menerima dokumen tender dari peserta tender walaupun telah melampaui batas waktu
penyerahan dokumen tender, sekitar 20 usulan mark-up Conditional Share Purchase Loan and Transfer
Agreement yang sama yang diajukan oleh masing-masing peserta tender, penyesuaian harga antara
ketiga peserta tender yang bertujuan untuk memenangkan salah satu peserta tender dan sejumlah bukti
– bukti lainnya.
Berdasarkan bukti – bukti yang ada, Majelis Komisi mengambil keputusan yang intinya adalah
sebagai berikut :
1. Menyatakan PT Holdiko Perkasa (Terlapor I) dan PT Deloitte & Touche FAS (Terlapor X), secara
sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 karena
melakukan tindakan persekongkolan yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dengan
pelaku usaha peserta tender, yaitu PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), PT Bhakti Asset
Management (Terlapor VIII) dan PT Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX), yang secara
terang-terangan dan/atau diam-diam berupa tidak menolak keikutsertaan ketiga peserta tender
tersebut dalam tender penjualan saham dan convertible bonds PT Indomobil Sukses
International walaupun mengetahui ketiga peserta tender tersebut tidak memenuhi persyaratan
dan/atau melanggar prosedur sebagaimana ditentukan dalam Procedures for The Submission of
Bid
2. Menyatakan PT Trimegah Securities (Terlapor II), PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III),
Pranata Hajadi (Terlapor IV), Jimmy Masrin (Terlapor V), PT Bhakti Asset Management (Terlapor
VIII) dan PT Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) secara bersama-sama dengan sah dan
meyakinkan melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 karena melakukan
tindakan persekongkolan di antara mereka yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
berupa tindakan saling menyesuaikan dan/atau membandingkan dokumen tender dan/atau
menciptakan persaingan semu dan/atau memfasilitasi suatu tindakan untuk memenangkan PT
Cipta Sarana Duta Perkasa dalam tender penjualan saham dan convertible bonds PT Indomobil
Sukses International
3. Menyatakan PT Multi Megah internasional (Terlapor VI) dan Parallax Capital Management
(Terlapor VII) kedua-duanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
4. Melarang PT Trimegah Securities (Terlapor II), PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), dan
PT Deloitte & Touche FAS (Terlapor X) untuk mengikuti transaksi baru dalam bentuk apapun di
lingkungan dan/atau dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan/atau dengan
pihak lain yang ditunjuk oleh atau atas kuasa BPPN berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas
BPPN baik dalam penyehatan perbankan, penyelesaian aset bank maupun dalam pengembalian
uang negara dalam jangka waktu dua tahun terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini
dengan denda atas pelanggaran sebesar 30% dari nilai setiap transaksi
5. Menghukum PT Trimegah Securities (Terlapor II) untuk membayar denda sebesar
Rp10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan ke kas negara
sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat di Jalan Ir. H. Juanda No. 19
Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling
lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan
denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp10.500.000.000,00) untuk
setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
6. Menghukum Pranata Hajadi (Terlapor IV) dan Jimmy Masrin (Terlapor V) secara bersama-sama
untuk membayar denda sebesar Rp10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah)
dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen
Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang
beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan
1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal
dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan
(Rp10.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
7. Menghukum PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk membayar denda kepada negara
sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran
penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui
Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam
waktu 45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17
% dari nilai denda yang dikenakan (Rp5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak
melaksanakan putusan ini
8. Menghukum PT Holdiko Perkasa (Terlapor I), untuk membayar denda sebesar Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan
negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu
45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari
nilai denda yang dikenakan (Rp5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak
melaksanakan putusan ini
9. Menghukum PT Deloitte & Touche FAS (Terlapor X) untuk membayar denda sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran
penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui
Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam
waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda
keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp10.000.000.000,00) untuk setiap hari
keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
10. Menghukum PT Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) untuk membayar denda sebesar
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai
setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19
Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling
lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan
denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp1.500.000.000,00) untuk
setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
11. Menghukum PT Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) untuk membayar denda sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan disetorkan ke kas negara sebagai setoran
penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui
Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam
waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda
keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp1.000.000.000,00) untuk setiap hari
keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
12. Menghukum PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk membayar ganti rugi kepada
negara sebesar Rp228.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh delapan miliar rupiah) dan
disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen
Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang
beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan
1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 75 hari kerja terhitung sejak tanggal
dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai ganti rugi yang
dikenakan (Rp228.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan
putusan ini
Menyatakan bahwa denda keterlambatan pelaksanaan putusan tetap dihitung meskipun ada upaya
hukum
Boks 1.3
KASUS TENDER DI PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA (PERSERO) TBK.
(PERKARA NO.09/KPPU-L/2002)
Kasus ini didasarkan pada laporan dari satu pelaku usaha yang pada pokoknya melaporkan PT
(Persero) Telekomunikasi Indonesia (selanjutnya disebut Terlapor) telah melakukan persekongkolan
untuk memenangkan Consortium Siemens di dalam Tender Paket-I Pengadaan Outside Plan Copper
Access Network (OSP-CAN) di PT (Persero) Telekomunikasi Indonesia yang dibiayai melalui pinjaman
Bank Dunia (IBRD Loan 3904).
Berdasarkan informasi dan kesaksian yang didapatkan dalam serangkain proses pemeriksaan
pendahuluan, Tim Pemeriksa merekomendasikan untuk melanjutkan ke tahapan Pemeriksaan Lanjutan.
Di dalam Pemeriksaan Lanjutan telah diperiksa Pelapor, Terlapor dan sejumlah saksi.
Berdasarkan keterangan yang terungkap dalam proses pemeriksaan, proses pelaksaanan
tender OSPCAN tersebut secara umum dapat dijelaskan sebagaimana berikut:;
- Tender OSP-CAN merupakan International Competitive Bidding/one stage tender berdasarkan World
Bank’s Guidelines, dimana Pemenang tender harus mendapatkan persetujuan dari Bank Dunia.
- Dengan adanya ketentuan yang menyatakan bahwa pemenang tidak boleh memenangkan 3 (tiga)
paket sekaligus, maka setelah proses klarifikasi, Consortium RML-Energex dinominasikan oleh
Terlapor sebagai pemenang di Paket I dan dimintakan persetujuan oleh Terlapor kepada Bank
Dunia.
- Selama proses permintaan persetujuan, kepada Bank Dunia berkali-kali mempertanyakan
pengalaman Consortium RML-Energex dibidang Telekomunikasi kepada Terlapor. Dalam rangka
menjawab pertanyaan Bank Dunia, Terlapor berkali-kali pula menghubungi Consortium RML-
Energex untuk meminta pengalaman kerja di bidang Telekomunikasi sesuai permintaan Bank
Dunia. Disamping itu ditemukan fakta-fakta yang mengarahkan persekongkolan antara Terlapor
dengan Consortium RML-Energex berupa pemberian informasi yang bersifat rahasia/confidential,
antara lain berupa Fotokopi faximili Bank Dunia tanggal 30 April 2001 kepada Koordinator Project
Implementation Unit (PIU) Bank Dunia, Posisi harga penawaran masing-masing peserta tender
setelah proses evaluasi atau normalisasi harga penawaran setelah klarifikasi, surat penominasian
Consortium RML-Energex oleh Terlapor kepada Bank Dunia sebagai pemenang Paket-I tender
OSPCAN, korespondensi PIU dengan Bank Dunia, dan Surat penominasian Consortium Siemens
sebagai pemenang Paket-I tender OSPCAN kepada Bank Dunia.
- Karena dokumentasi tendernya tidak sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana diatur dalam dalam
RFP, khususnya record of experience in telecommunication project, maka Bank Dunia menolak
untuk menyetujui Consortium RML-Energex. Pada akhirnya Bank Dunia menyetujui Consortium
Siemens sebagaimana dinominasikan oleh Terlapor sebagai pemenang tender Paket I OSPCAN
tersebut.
Meskipun Majelis Komisi menemukan adanya nuansa persekongkolan antara Terlapor dengan
Consortium RML-Energex, namun pada akhirnya persekongkolan tersebut tidak berhasil
memenangkan Consortium RML-Energex sebagai pemenang tender OSP-CAN di Paket I. Karena itu
persekongkolan dalam kasus ini tidak sesuai dengan persekongkolan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 22 UU No.5/1999.
Pada sisi lain persekongkolan sebagaimana dilaporkan oleh Pelapor, yaitu antara Terlapor
dengan Consortium Siemens, tidak dapat dibuktikan setelah melalui rangkaian proses pemeriksaan oleh
Majelis Komisi. Dengan demikian Majelis Komisi memutuskan bahwa Terlapor, PT Telekomunikasi
Indonesia (Persero) Tbk. dan SIEMENS Consortium tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Boks 1.4
KASUS TENDER PENGADAAN BARITE & BENTONITE DI YPF MAXUS SOUTHEAST SUMATRA
B.V.
(PERKARA NO. 08/KPPU-L/2001)
Perkara ini berawal dari laporan satu pihak (Pelapor) yang pada pokoknya melaporkan bahwa
persyaratan tender pengadaan Barite dan Bentonite yang diselenggarakan oleh YPF Maxus Southeast
Sumatra B.V. (Terlapor) bersifat diskriminatif.
Dalam tahap pemeriksaan pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan indikasi kuat adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh Terlapor yaitu beberapa persyaratan tender cenderung mengada-ada
dan mengarah kepada salah satu peserta tender, persyaratan tersebut antara lain: persyaratan cap API
Monogram dalam kemasan Barite dan Bentonite, serta pengalaman memasok Barite dan Bentonite
kepada perusahaan minyak lepas pantai minimal 2 (dua) tahun, yang hanya dapat dipenuhi oleh salah
satu peserta tender. Berdasarkan temuan tersebut, Tim Pemeriksa menetapkan untuk melakukan
Pemeriksaan Lanjutan.
Garis besar perkara ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Terlapor menyelenggarakan tender pengadaan Barite dan Bentonite (Tender no. B/S/0226)
dengan sistem 1 (satu) sampul, yang diumumkan pada tanggal 9 Juli 2001. Terlapor
menyusun persyaratan tender yang cenderung berdasarkan kemampuan 3 (tiga) perusahaan
yang selama ini memasok Terlapor yaitu: PT. M-I Indonesia, PT. Baroid Indonesia, dan PT.
Milchem Indonesia.
• Setelah melalui prakualifikasi, hanya 5 (lima) peserta yang lulus dari 14 (empat belas) peserta
yang mendaftar yaitu: PT. M-I Indonesia, PT. Baroid Indonesia, PT. Carana Bungapersada, PT.
Gading Megah, dan PT. Bakrie&Brother.
• Beberapa peserta mengajukan keberatan atas persyaratan yang diajukan oleh Terlapor:
persyaratan cap API Monogram dan pengalaman memasok Barite dan Bentonite kepada
perusahaan minyak lepas pantai minimal 2 (dua) tahun, karena kedua persyaratan tersebut
tidak relevan dan hanya dapat dipenuhi oleh peserta tender tertentu.
• Peserta yang ikut pembukaan tender ada 3 (tiga) yaitu: PT. M-I Indonesia, PT. Carana
Bungapersada, dan PT. Gading Megah. Terlapor membuka harga penawaran dari ketiga
peserta tersebut dan ternyata PT. Carana Bungapersada adalah peserta dengan harga
penawaran paling rendah.
• Selanjutnya Terlapor melakukan evaluasi teknis secara terpisah dari pembukaan tender
padahal sistem tender yang digunakan adalah satu sampul yang hanya melihat harga sebagai
penentu utama.
• Pada saat evaluasi teknis, PT. Carana Bungapersada dan PT. Gading Megah tidak memenuhi
persyaratan: cap API Monogram dan pengalaman. Kemudian Terlapor menunjuk PT. M-I
Indonesia (yang sebenarnya adalah peserta dengan harga penawaran tertinggi) sebagai
pemenang tender tersebut.
Berdasarkan temuan-temuan di atas, Majelis Komisi menyimpulkan bahwa: Terlapor tidak
melakukan persekongkolan dan penguasaan pasar. Tetapi Majelis Komisi melihat adanya penyimpangan
pelaksanaan SK No. 077/C0000/2000-SO mengenai evaluasi teknis secara terpisah dari pembukaan
tender dalam sistem satu sampul. Karena itu Majelis Komisi Memutuskan:
1. Menyatakan bahwa Terlapor, YPF Maxus Southeast Sumatra B.V. yang sekarang bernama
CNOOC Southeast Sumatra B.V. tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 22, Pasal 19 huruf a. dan d. Undang-undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2. Memerintahkan kepada Terlapor, YPF Maxus Southeast Sumatra B.V. yang sekarang bernama
CNOOC Southeast Sumatra B.V. untuk memperbaiki persyaratan-persyaratan tender
pengadaan barang dan jasa yang diselenggarakannya untuk menciptakan persaingan usaha
yang sehat dan terbuka.
3. Memerintahkan kepada PERTAMINA untuk dengan sungguh-sungguh melakukan pengawasan
terhadap seluruh KPS dan mitra kerjanya agar dalam melaksanakan pengadaan barang dan
jasa mengikuti ketentuan SK No. 077/C0000/2000-SO dengan memberikan kesempatan
kepada pelaku usaha secara terbuka sehingga tercipta persaingan usaha yang sehat.
Boks 1.5
KASUS PENUNJUKKAN REKANAN ASURADUR DI
PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK
(PERKARA NO. 10/KPPU-L/2001)
Kasus berawal dari laporan pada 22 Agustus 2001 kepada KPPU yang pada intinya menyatakan
bahwa PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (Terlapor) membatasi penutupan asuransi jaminan
kredit debitur BNI dengan hanya menunjuk 4 (empat) perusahaan asuransi sebagai rekanan
asuransinya. Perusahaan asuransi tersebut adalah: PT. Asuransi Tri Pakarta; PT. Asuransi Wahana
Tata; PT. Maskapai Asuransi Indonesia; dan PT (persero) Jasa Asuransi Indonesia.
Penunjukan tersebut menghilangkan kebebasan debitur yang mengajukan kredit pinjaman
kepada BNI untuk memilih perusahaan asuransi yang akan digunakannya. Selain itu, penunjukan untuk
rekanan asuransi juga mengakibatkan perusahaan asuransi yang lain tidak bisa masuk dan bersaing
untuk melayani nasabah BNI yang akan mengasuransikan agunannya.
Setelah melakukan pemeriksaan, Majelis Komisi pada dasarnya berpendapat bahwa perjanjian
yang dibuat antara Terlapor dengan 4 rekanan asurasur tersebut berpotensi melanggar prinsip-prinsip
pasal 4, 15 dan 19 Undang-undang No. 5 Tahun 1999. Tetapi unsur-unsur dari pasal-pasal tersebut
tidak terpenuhi oleh bukti-bukti yang ada.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Komisi mengambil keputusan yang intinya adalah
sebagai berikut:
1. Menyatakan bahwa Terlapor, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan melanggar Pasal 4, Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 19 huruf a dan huruf d
Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
2. Memerintahkan kepada Terlapor, PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., untuk
membatalkan perjanjian yang berpotensi menghambat persaingan usaha yang sehat, yaitu
perjanjian tanggal 16 April 2002 No. DIR/006 No.146/DIR/PKS/2002 antara Terlapor dengan
PT. Wahana Tata, perjanjian No. DIR/009 No. 068/DIR/2002 antara Terlapor dengan PT. MAI
dan perjanjian No.DIR/007 N0. PKS 013.AJI/IV/2002 antara Terlapor dengan PT. Jasindo;
3. Memerintahkan kepada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., untuk memberikan
kesempatan yang sama kepada perusahaan-perusahaan asuransi agar dapat bersaing secara
sehat dan terbuka.
Boks 1.6
KASUS KARTEL INDUSTRI DAY OLD CHICK (DOC)
(PERKARA NO. 02/KPPU-I/2002)
Kasus ini berawal dari adanya laporan sebuah organisasi peternak unggas yang menduga
bahwa lima pelaku usaha yang bergerak dalam bidang perunggasan yaitu PT Japfa Comfeed
Indonesia, Tbk, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, PT Sierad Produce, Tbk, PT Leong AyamSatu
Primadona dan PT Wonokoyo Jaya Corporindo telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Dalam laporan tersebut, Pelapor tidak dapat memberikan informasi yang jelas mengenai
dugaan pelanggaran tersebut sehingga tidak dapat ditindaklanjuti ke dalam pemeriksaan
pendahuluan. Namun mencermati perkembangan industri peternakan (perunggasan) sebagai industri
yang strategis, Komisi berinisiatif untuk melakukan public hearing mengenai permasalahan disekitar
DOC. Dari hasil public hearing, Komisi memutuskan untuk melakukan Monitoring terhadap kegiatan
pelaku usaha yang dilaporkan oleh organisasi peternak tersebut.
Hasil monitoring mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap Pasal 11 UU No. 5 /1999, yang
dilakukan oleh PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, PT Sierad
Produce, Tbk, PT Leong Ayam Satu Primadona dan PT Wonokoyo Jaya Corporindo. Oleh sebab itu
Komisi memutuskan untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan dan menjadikan perkara yang
berkaitan dengan DOC tersebut menjadi perkara inisiatif.
Hasil Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan menemukan fakta bahwa produksi
DOC merupakan produk musiman (seasoning), tidak dapat diatur produksinya dalam waktu singkat
dan pasokannya (supply) relatif konstan dalam jangka waktu 1–2 tahun. Produksi DOC tidak dapat
diatur dalam waktu yang singkat karena market trend tidak dapat diprediksi. Pada umumnya prediksi
permintaan DOC dengan menggunakan dasar peak season. Sedangkan mengenai dugaan
kesepakatan harga yang dibuat oleh para breeder yang dilakukan oleh anggota Gabungan Perusahaan
Peternak Unggas Indonesia ditemukan fakta bahwa kesepakatan diantara para anggota GPPU tersebut
hanya ditujukan untuk memberikan keringanan harga kepada koperasi peternak di Bogor yang
dipimpin oleh Linus Simanjuntak atas permintaan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan.
Berdasarkan informasi, fakta dan dokumen yang diperoleh baik dari pemeriksaan pendahuluan
maupun pemeriksaan lanjutan, maka pada tanggal 27 Agustus 2002 Majelis Komisi mengambil
keputusan yang intinya PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk, PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk, PT
Sierad Produce, Tbk, PT Leong AyamSatu Primadona dan PT Wonokoyo Jaya Corporindo tidak secara
sah dan meyakinkan telah melanggar UU No.5/1999.
Boks 1.7
KASUS PEMBAGIAN PEKERJAAN ANTARA PT. SPIJ DAN PT CITRA TUBINDO
(PERKARA NO. 01/KPPU-I/2002)
Perkara ini berawal dari kejanggalan - kejanggalan dalam proses pengadaan pipa casing dan
tubing di Indonesia. Kejanggalan tersebut mengindikasikan adanya duopoli dalam bidang industri
pengolahan pipa casing dan tubing, khususnya untuk proses pemanasan / heat treatment dan
pembentukan upsetting pipa, pencantuman merek-merek tertentu dalam persyaratan
pelelangan/tender, dan diskriminasi perolehan surat dukungan / supporting letter. Setelah mendengar
keterangan dari beberapa sumber, Komisi menilai perlu dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap
proses pengadaan pipa casing dan tubing dilingkungan PERTAMINA/Kontraktor Production Sharing
(KPS)/Joint Operation Body (JOB)/Technical Assistance Contract (TAC). Dalam perkara ini, yang
menjadi Terlapor adalah PT Seamless Pipe Indonesia Jaya dan PT Citra Tubindo, Tbk.
Setelah melakukan pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan, Komisi menemukan
fakta bahwa pelaksanaan tender di lingkungan PERTAMINA/KPS/JOB/TAC dilakukan secara terbuka
dan diumumkan secara luas oleh panitia tender yang mendapat wewenang dari pejabat yang
berwenang. Tugas panitia lelang adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan tender
yaitu dari mempersiapkan dokumen, memberikan penjelasan kepada peserta tender dan membuat
persyaratan tender.
Persyaratan tender meliputi antara lain supporting letter dari perusahaan yang melakukan
proses heat treatment, upsetting pipa casing dan tubing, serta kewajiban bagi peserta tender untuk
melakukan proses heat treatment dan upsetting di Indonesia. Alasan pencantuman persyaratan
tersebut adalah didasarkan kepada kebijaksanaan pemerintah berdasarkan surat edaran Direktorat
Pembinaan Pengusahaan Migas No. 005 perihal penggunaan fasilitas heat treatment dan threading di
dalam negeri, surat edaran Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 657/396/DJM/97, Surat
edaran Menteri Negara Koordinator bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur
Negara nomor 301/MK.WASPAN/7/1999 dan Surat edaran Menteri Pertambangan dan Energi nomor
698/03/MPE.P/1999, SK PERTAMINA no077.
PT Seamless Pipe Indonesia Jaya dan PT Citra Tubindo merupakan dua perusahaan yang
mampu melakukan proses heat treatment dan upsetting. Karena kebijaksanaan pemerintah,
terbentuk suatu kondisi dimana para peserta tender pengadaan pipa casing dan tubing yang
memerlukan supporting letter untuk proses heat treatment dan upsetting pipa casing dan tubing tidak
memiliki pilihan lain kecuali dari PT Seamless Pipe Indonesia Jaya dan PT Citra Tubindo.
Berdasarkan fakta – fakta yang diperoleh dalam pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan
lanjutan, pada tanggal 29 Agustus 2002 Majelis Komisi memutuskan perkara ini yang inti
putusannnya sebagai berikut:
1. Menyatakan PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I0 dan PT Citra Tubindo, Tbk
(Terlapor II) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 19 huruf d UU
No. 5 tahun 1999;
2. Meminta kepada PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I0 dan PT Citra Tubindo, Tbk
(Terlapor II) untuk tidak menggunakan posisi dominannya dengan cara melakukan
diskriminasi dan atau menghambat pemberian supporting letter untuk fasilitas jasa heat
treatment dan atau upsetting bagi pelaku usaha yang membutuhkannya;
Meminta kepada PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I) dan PT Citra Tubindo, Tbk (Terlapor II)
untuk melakukan kegiatan usaha secara adil, jujur dan terbuka dalam menetapkan harga jasa heat
treatment dan atau upsetting bagi pelaku usaha yang membutuhkannya.
Sementara itu, terdapat sejumlah perkara yang
penanganannya tidak dapat diteruskan ke Tahap Pemeriksaan
Lanjutan. Penghentian penanganan pada Tahap Pemeriksaan
Pendahuluan dilakukan karena tidak adanya bukti awal dan indikasi
kuat akan pelanggaran UU No.5/1999.
Selama periode Januari sampai Desember 2002, perkara yang
penanganannya hanya sampai Tahap Pemeriksaan Pendahuluan
berjumlah 5 (lima) perkara, yaitu :
1. Perkara Nomor 11/KPPU-L/2001 mengenai Penentuan Daftar
Rekanan Penilai di Bank Mandiri, yang penetapannya dibuat
pada 19 Februari 2002.
2. Perkara Nomor 01/KPPU-L/2002 mengenai Lelang Pengadaan
perangkat CCTV di PT Garuda Indonesia, yang penetapannya
dibuat pada 7 Maret 2002.
3. Perkara Nomor 02/KPPU-L/2002 mengenai lelang pengadaan
perangkat X-Ray di PT Garuda Indonesia yang penetapannya
dibuat pada 7 Maret 2002.
4. Perkara Nomor 04/KPPU-L/2002 mengenai pelelangan
pekerjaan di Kilang Pertamina UP-VI Balongan, yang
penetapannya dibuat pada 16 Juli 2002.
Ringkasan Penetapan Komisi mengenai Penentuan Daftar
Rekanan Penilai di Bank Mandiri dapat dilihat pada Boks 1.8.;
mengenai Lelang Pengadaan perangkat CCTV di PT Garuda
Indonesia pada Boks 1.9.; mengenai lelang pengadaan perangkat
X-Ray di PT Garuda Indonesia pada Boks 1.10.; dan mengenai
pelelangan pekerjaan di Kilang Pertamina UP-VI Balongan pada
Boks 1.11.
Boks 1.8
KASUS PENENTUAN DAFTAR REKANAN PENILAI DI BANK MANDIRI
(PERKARA NOMOR 11/KPPU-L/2001)
Berawal dari Laporan salah satu asosiasi profesi di Jakarta (Pelapor), yang berisi tentang
dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri
(Terlapor) dalam proses seleksi rekanan jasa penilai, KPPU membentuk Tim Pemeriksa untuk
melakukan Pemeriksaan Pendahuluan.
Berdasarkan hasil Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan beberapa fakta
sebagai berikut :
1. Dalam rangka membantu jalannya operasional perusahaannya, Terlapor membutuhkan jasa
pihak ketiga;
2. Pada awalnya Terlapor sudah menunjuk 5 rekanan jasa penilai yaitu PT. Ujatek Baru, PT. Aktual
Kencana Appraisal, PT. Asian Appraisal, PT. Satyatama Graha Tara dan PT. Aditya Appraisal
Bhakti;
3. Terlapor tidak pernah melakukan pemberitahuan secara terbuka mengenai pendaftaran seleksi
rekanan jasa penilai di lingkungan kerja Terlapor;
4. Pihak ketiga yang ingin menjadi rekanan penilai Terlapor harus mengajukan permohonan
terlebih dahulu;
5. Terlapor mempunyai Komite khusus, yang terdiri dari Komite Teknis, Komite Pengarah, dan
Komite Pemutus, yang bertugas untuk melakukan seleksi terhadap calon rekanan berdasarkan
suatu kriteria dan prosedur yang telah ditetapkan;
6. Sampai dengan saat ini Terlapor ditingkat pusat telah memiliki 29 rekanan jasa penilai dan 6
rekanan jasa penilai yang sedang dalam proses seleksi, sedangkan di tingkat wilayah terdapat
46 rekanan jasa penilai dan 6 rekanan jasa penilai yang sedang dalam proses seleksi;
7. Meskipun Terlapor hanya memiliki rekanan jasa penilai lokal akan tetapi tidak menutup
kemungkinan rekanan jasa penilai lokal tersebut dapat bekerja sama dengan perusahaan jasa
penilai asing;
8. Pemerintah tidak pernah mengeluarkan suatu regulasi yang secara khusus mewajibkan bank-
bank nasional untuk melakukan seleksi rekanan, yang ada hanya regulasi dari Departemen
Keuangan mengenai Ujian Sertifikasi Penilai.
Berdasarkan hasil Pemeriksaan Pendahuluan sebagaimana tersebut di atas, Tim Pemeriksa
menetapkan bahwa pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri (Terlapor) tidak perlu dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan
Lanjutan, karena tidak ditemukan bukti awal adanya pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999.
Boks 1.9
KASUS LELANG PENGADAAN PERANGKAT CCTV DI PT GARUDA INDONESIA
(PERKARA NOMOR 01/KPPU-L/2002)
Perkara ini berawal dari laporan Pengaduan kepada KPPU, bahwa PT Garuda Indonesia telah
melakukan penyimpangan dalam pelelangan pekerjaan Pengadaan Perangkat CCTV di Gudang Cargo
Perwakilan Setempat Cengkareng. Pelapor menduga kriteria yang dipergunakan PT. Garuda Indonesia
dalam tender pengadaan perangkat CCTV mengandung indikasi adanya praktek persaingan usaha
yang tidak sehat.Berdasarkan laporan tersebut, KPPU menilai bahwa laporan tersebut telah lengkap
dan jelas, sehingga Komisi memutuskan untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan.
Keterangan yang diperoleh selama pemeriksaan pendahuluan baik dari Pelapor maupun dari
pihak PT Garuda Indonesia menyatakan bahwa proses tender pengadaan CCTV yang tengah berjalan
telah dihentikan oleh PT. Garuda Indonesia, karena adanya keberatan dan protes terus-menerus dari
berbagai pihak. Karena tender telah dihentikan maka perkara ini tidak lagi menjadi kewenangan KPPU
sehingga KPPU memutuskan untuk tidak melanjutkan perkara tender pengadaan CCTV oleh PT Garuda
Indonesia ke dalam pemeriksaan lanjutan.
Boks 1.10
KASUS LELANG PENGADAAN PERANGKAT X-RAY DI PT GARUDA INDONESIA
(PERKARA NO. 02/KPPU-L/2002)
Perkara ini berawal dari laporan Pengaduan kepada KPPU, bahwa PT Garuda Indonesia telah
melakukan penyimpangan dalam pelelangan pekerjaan Pengadaan Perangkat X-Ray di Gudang Cargo
Perwakilan Setempat Cengkareng. Pelapor menduga kriteria yang dipergunakan PT. Garuda Indonesia
dalam tender pengadaan perangkat X-Ray ada indikasi adanya praktek persaingan usaha yang tidak
sehat.
Berdasarkan laporan tersebut, KPPU menilai bahwa laporan tersebut telah lengkap dan jelas,
sehingga Komisi memutuskan untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan.
Keterangan yang diperoleh selama pemeriksaan pendahuluan baik dari Pelapor maupun dari
pihak PT Garuda Indonesia menyatakan bahwa proses tender pengadaan X-Ray yang tengah berjalan
telah dibatalkan oleh PT. Garuda Indonesia, karena adanya keberatan dan protes terus-menerus dari
berbagai pihak.
Karena tender telah dibatalkan maka perkara ini tidak lagi menjadi kewenangan KPPU sehingga
KPPU memutuskan untuk tidak melanjutkan perkara tender pengadaan X-Ray oleh PT Garuda
Indonesia ke dalam pemeriksaan lanjutan
Boks 1.11
KASUS PELELANGAN PEKERJAAN DI KILANG PERTAMINA UP-VI BALONGAN
(PERKARA NO. 04/KPPU-L/2002)
Berawal dari laporan salah satu pelaku usaha yang menjadi peserta tender Change Out Catalist
Atmosperic Hydrothreating Unit (COC) di Kilang Pertamina UP VI Balongan Tahun 2002 bahwa telah
terjadi persekongkolan dalam tender tersebut antara Pertamina UP VI Balongan dengan PT. Menara
Megah sebagai pemenang tender.
KPPU kemudian menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan Pemeriksaan
Pendahuluan mulai tanggal 3 Juni 2002.
Dalam pemeriksaan ditemukan fakta-fakta antara lain :
- Tender diumumkan pada tanggal 8 Februari 2002 dilanjutkan dengan proses prakualifikasi dan 6
pelaku usaha dinyatakan lulus proses prakualifikasi masing-masing PT. Trubo Jurong dengan
guarantee letter dari Contract Resources Singapore, PT. Kharisma Hidrokarbon dengan
guarantee letter dari Dialog/Technivac, PT. Anugerah Fatir dengan guarantee letter dari Contract
Resources Singapore, PT. Promits dengan guarantee letter dari Showa Esterindo Indonesia, PT.
Menara Megah dan pelapor dengan guarantee letter dari Contract Resources Singapore.
- Proses selanjutnya adalah proses pre-bid meeting (rapat pemberian penjelasan) yang kemudian
ditandatangani oleh 5 peserta.
- Setelah proses pre bid meeting, tahap selanjutnya adalah proses penawaran harga dan proposal
teknis dimana pelapor tidak dapat mengikuti proses ini karena guarantee letter dari principle
Contract Resouces Singapore yang merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi oleh
peserta tender dicabut.
- Pada akhirnya proses penawaran harga dan proposal teknis hanya diikuti oleh tiga perusahaan
yaitu PT. Anugerah Fatir, PT. Menara Megah dan PT. Kharisma Hidrokarbon., yang kemudian
setelah dilakukan pembukaan penawaran dimenangkan oleh PT. Menara Megah yang mempunyai
penawaran terendah diantara ketiga peserta tender tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pendahuluan KPPU berkesimpulan tidak terjadi persekongkolan antara
Pertamina UP VI Balongan dengan PT. Menara Megah, sehingga KPPU menetapkan tidak dilanjutkan
ke Pemeriksaan Lanjutan dengan Penetapan No. 21/PEN/KPPU/VII/2002 tertanggal 16 Juli 2002.
D. Litigasi dan Monitoring Putusan
Terhadap putusan KPPU yang telah dibacakan di muka umum
dan disampaikan kepada para pelaku usaha terlapor sepanjang
tahun 2002, hampir semua pihak yang bersangkutan telah
melaksanakan putusan terkait.
Untuk Putusan Komisi yang berkaitan dengan Kasus
Penunjukan Rekanan Asuradur, PT. Bank BNI Tbk misalnya, pihak
PT. Bank BNI Tbk telah mencabut perjanjiannya dengan PT.
Wahana Tata, PT. MAI dan PT. Jasindo sesuai dengan Putusan
Komisi No. 10/KPPU-L/2001. Pencabutan perjanjian – perjanjian ini
membuka peluang bagi perusahaan asuransi lain untuk menjadi
rekanan PT. Bank BNI Tbk.
Hal yang sama terjadi pada pelaksanaan Putusan Komisi
tentang Perkara Tender Impor Bakalan Sapi di Jawa Timur. Pihak
Koperasi Pribumi (KOPI) sebagai salah satu pihak yang dijatuhi
sanksi, berdasarkan hasil monitoring Putusan, ternyata dapat
menerima dan melaksanakan Putusan tersebut. Meskipun demikian,
rekomendasi yang tertuang dalam Putusan Komisi untuk
memberikan sanksi administrasi kepada drh. Sigit Hanggono –
Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur dan Ir. Suhadji –
Ketua Panitia Tender dalam kasus ini, ternyata tidak dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur.
Dari hasil monitoring Putusan juga diketahui bahwa
Rekomendasi KPPU kepada Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti
temuan – temuan tindakan pidana yang tertuang di dalam Putusan
Komisi tentang Perkara Tender Penjualan Saham dan Obligasi
Konversi PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk (PT. IMSI),
ternyata juga tidak dilaksanakan, meskipun bukti – bukti awal telah
dinilai cukup untuk melakukan penyidikan.
Kendati demikian, satu-satunya Putusan Komisi yang
memerlukan upaya litigasi adalah Putusan Majelis Komisi mengenai
Perkara Tender Penjualan Saham dan Obligasi Konversi PT. IMSI.
Sebagaimana ditegaskan di dalam UU No. 5/1999, pelaku usaha
yang berstatus terlapor dan diputuskan oleh Majelis Komisi telah
melanggar Undang – undang ini, dapat mengajukan keberatan atas
putusan tersebut kepada Pengadilan Negeri, selambat – lambatnya
14 (empat belas) hari setelah yang bersangkutan menerima
pemberitahuan putusan dari KPPU.
Berkaitan dengan hal itu, maka terhadap putusan KPPU No.
03/KPPU-I/2002 mengenai persekongkolan tender penjualan saham
dan obligasi konversi PT Indomobil Sukses International Tbk. pelaku
– pelaku usaha yang dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap
UU No. 5 Tahun 1999 telah mengajukan berbagai gugatan, baik
melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta maupun melalui
peradilan perdata di Pengadilan Negeri setempat. Pelaku usaha
tersebut adalah PT Bhakti Asset Management, PT Deloitte & Touche
FAS, PT Holdiko Perkasa, PT Trimegah Securities, PT Cipta Sarana
Duta Persada, Jimmy Masrin, PT Alpha Sekuritas Indonesia dan
Pranata Hajadi. Pengajuan keberatan yang dilakukan oleh para
pelaku usaha sudah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU
No. 5/1999.
KPPU sangat berharap kepada Majelis Hakim Pengadilan
Negeri yang menangani setiap perkara keberatan terhadap Putusan
KPPU tersebut dapat mengambil keputusan seadil-adilnya
berdasarkan nurani keadilan seorang hakim tanpa pengaruh dari
pihak manapun. Diharapkan pula bahwa Majelis Hakim dapat
memahami asas dan tujuan UU No. 5/1999, serta kondisi-kondisi
yang terkait.
Di tengah harapan itulah tampaknya fakta berbicara lain.
Putusan Majelis Hakim terhadap 8 (delapan) perkara keberatan tadi
ternyata mengabulkan permohonan pelaku – pelaku usaha tersebut
yang telah dinyatakan bersalah oleh Majelis Komisi. Majelis Hakim
di 3 (tiga) Pengadilan Negeri secara hampir serempak membatalkan
Putusan Majelis Komisi No. 03/KPPU-I/2002.
Belum tersedianya hukum acara penanganan perkara
keberatan atas Putusan KPPU di Pengadilan tampaknya menjadi
batu sandungan dan bakal menjadi kendala besar, bagi pelaksanaan
UU No. 5/1999. Karena itu di tengah proses keberatan KPPU atas
Putusan – putusan Majelis Hakim di tingkat Pengadilan Negeri
seperti tersebut di atas, KPPU menaruh harapan besar terhadap
kearifan Mahkamah Agung RI, paling tidak dalam dua hal.
Pertama, menangani perkara keberatan yang berkaitan dengan
kasus persaingan usaha dengan seadil-adilnya dengan
pertimbangan hukum seluas-luasnya, termasuk pertimbangan
ekonomi, sebagai wujud dukungannya terhadap upaya memperbaiki
iklim usaha khususnya dan perekonomian Indonesia pada
umumnya. Kedua, menerbitkan dengan segera Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) mengenai Tata Cara Penanganan
Perkara Keberatan terhadap Putusan KPPU.
BAB V
PELAKSANAAN MONITORING, KAJIAN DAN
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
Selain bersumber dari laporan publik, perkara yang diperiksa
dapat pula bersumber dari inisiatif KPPU. Perkara-perkara inisiatif
ini merupakan hasil-hasil program monitoring pelaku usaha dan
kajian industri. Dalam rangka mengumpulkan informasi untuk
mendukung pelaksanaan monitoring pelaku usaha dan kajian
industri dan regulasi, KPPU mengembangkan pula program dengar
pendapat publik (public hearing).
Tetapi pelaksanaan program monitoring pelaku usaha, kajian
industri dan dengar pendapat tidak hanya dilakukan untuk
mendukung penanganan perkara. Pelaksanaan program-program ini
juga dilakukan untuk mendukung tugas lain KPPU, yakni pemberian
saran dan pertimbangan kebijakan kepada pemerintah. Dengan
kata lain, program-program ini juga dilaksanakan untuk
mengevaluasi regulasi dan kebijakan pemerintah dalam konteks
pengembangan kebijakan.
A. Monitoring
Program kegiatan monitoring pelaku usaha dilakukan untuk
menindaklanjuti munculnya dugaan pelanggaran UU No. 5/1999
yang dilakukan oleh pelaku usaha tertentu. Dugaan pelanggaran ini
bisa berasal dari laporan ataupun hasil pengamatan dan penelitian
KPPU terhadap perkembangan yang terjadi di sektor atau kegiatan
usaha tertentu.
Dalam pelaksanaanya program monitoring dilakukan melalui
penelitian yang cermat dan seksama terhadap perilaku pelaku
usaha yang dimonitor. Tim Monitoring melakukan pengumpulan
data dan informasi terhadap berbagai hal yang dianggap memiliki
keterkaitan dengan substansi monitoring. Output program
monitoring adalah rekomendasi Tim Monitoring kepada KPPU,
berkaitan dengan substansi monitoring. Selanjutnya Rapat Pleno
Komisi akan menentukan tindak lanjut terhadap hasil laporan Tim
Monitoring tersebut.
Pada tahun 2002 KPPU telah melakukan beberapa program
monitoring antara lain :
1. Monitoring Tender Penjualan Saham dan Convertible Bond
PT Indomobil Sukses Internasional Tbk.
Monitoring terhadap kasus ini merupakan inisiatif KPPU yang
berkaitan dengan merebaknya dugaan persekongkolan dalam
tender tersebut dengan konsekuensi kerugian negara yang
cukup besar. Setelah melalui pengumpulan data dan analisa
keterkaitannya dengan UU No 5/1999, akhirnya Rapat Pleno
Komisi memutuskan untuk memasukkan substansi yang
dimonitor ke dalam Pemeriksaan Pendahuluan. Analisa terhadap
fakta dan data telah menghasilkan bukti permulaan yang cukup
bagi KPPU untuk memulai pemeriksaan pendahuluan.
2. Monitoring Divestasi Saham PT Bank Central Asia Tbk.
Proses monitoring ini merupakan inisiatif KPPU yang berkaitan
dengan kontroversi yang mengiringi proses divestasi saham PT
Bank Central Asia Tbk, yang merupakan aset besar yang dimiliki
bangsa ini. Dikhawatirkan proses divestasi ini melanggar UU No
5/1999 dan merugikan negara seperti terjadi dalam penjualan
PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. Proses monitoring
diawali dengan analisa terhadap data-data yang telah diperoleh
KPPU, terutama terhadap data hasil public hearing yang berhasil
menghadirkan semua pihak yang terkait dengan proses
penjualan PT Bank Central Asia Tbk.
Setelah melalui proses monitoring, Tim Monitoring mengambil
kesimpulan bahwa proses monitoring dihentikan mengingat tidak
adanya cukup bukti tentang pelanggaran UU No 5 Tahun 1999.
3. Monitoring Pelaku Usaha pemegang posisi dominan di
Industri Tepung Terigu
Proses monitoring ini merupakan inisiatif KPPU terhadap pelaku
usaha pemegang posisi dominan dalam pasar tepung terigu. Dalam
industri tepung terigu Indonesia diketahui terdapat pelaku usaha
yang posisi dominannya sangat kuat, sehingga dikhawatirkan
menyalahgunakan posisi dominan tersebut. Hal ini kemudian
diperkuat oleh fakta bahwa pemegang posisi dominan tersebut
melakukan proses integrasi vertikal dengan mendirikan perusahaan
yang produknya merupakan derivatif dari tepung terigu. KPPU
sampai saat ini masih terus melakukan proses monitoring terhadap
kondisi persaingan usaha di industri ini.
4. Monitoring Pelaku Usaha pemegang posisi dominan di
Industri Mie Instan
Hampir serupa dengan industri tepung terigu, proses
monitoring industri mie instan dilakukan mengingat posisi dominan
salah satu pelaku usaha di industri ini cukup besar, sehingga
potensi penyalahgunaan posisi dominannya juga cukup besar.
Keunggulan pemegang posisi dominan ini juga menjadi bertambah
besar saat diketahui melakukan integrasi vertikal baik hulu maupun
hilir. Sampai saat ini KPPU masih terus memonitor secara aktif
situasi persaingan di industri ini.
5. Monitoring Pelaku Usaha di Industri Kelistrikan
Proses monitoring ini merupakan inisiatif KPPU, setelah KPPU
mencermati munculnya salah satu program konservasi energi
dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang
melibatkan pelaku usaha industri lampu. Dari fakta awal
diperoleh data dan informasi bahwa implementasi program ini
memberikan peluang kepada pelaku usaha untuk melakukan
aktivitas bisnis yang bertentangan dengan UU No 5/1999. Dari
hasil monitoring di lapangan diperoleh beberapa bukti yang
menunjukkan pelanggaran tersebut benar-benar terjadi.
Terhadap hasil temuan tersebut, KPPU kemudian memanggil
Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi untuk
memberitahukan hasil temuan tersebut. Sebagai tindak lanjut
terhadap proses monitoring ini, KPPU menyampaikan
rekomendasi kepada pemerintah agar pemerintah memodifikasi
pelaksanaan program konservasi energinya sehingga
pelaksanaannya tidak bertentangan dengan UU No 5/1999. KPPU
terus memantau program konservasi energi tersebut, dengan
harapan program ini dapat mencapai tujuannya tanpa melanggar
UU No 5/1999.
6. Monitoring Pelaku Usaha Pemegang Monopoli Produksi di
Industri Carbon Black
Kemelut yang terjadi antara satu asosiasi produsen produk
(yang merupakan konsumen terbesar carbon black) dengan satu-
satunya produsen carbon black Indonesia, telah mendorong KPPU
untuk melakukan proses monitoring terhadap industri ini. Fokus
monitoring diletakkan terhadap hadirnya monopoli dalam produksi
carbon black Indonesia. Dalam perjalanan proses monitoring kasus
ini, KPPU juga mencermati munculnya usulan penerapan Bea Masuk
Anti Dumping (BMAD) yang diajukan produsen carbon black
tersebut melalui KADI.
KPPU mencermati bahwa posisi monopoli yang dimiliki
produsen carbon black Indonesia, berpotensi besar menciptakan
terjadinya penyalahgunaan posisi monopolistnya terhadap
konsumen carbon black. Hingga akhir 2002, kegiatan monitoring
ini terus berlangsung. Namun pada awal 2003, hasil-hasil
monitoring diharapkan telah menyediakan informasi yang
memadai guna menyiapkan rekomendasi yang berkaitan dengan
kebijakan terhadap produk ini. Sampai saat ini KPPU masih tetap
memantau perkembangan dalam industri ini.
7. Monitoring Pelaku Usaha di Industri Telekomunikasi
Kontroversi muncul dalam industri telekomunikasi Indonesia
ketika Voice over Internet Protocol (VoIP) yang merupakan
teknologi baru telekomunikasi mulai dikenal dan dimanfaatkan di
Indonesia. Munculnya teknologi ini telah membuat hiruk pikuk
industri telekomunikasi Indonesia mengingat aplikasi teknologi
ini sangat berpengaruh terhadap performance keuangan dua
pelaku usaha utama telekomunikasi Indonesia. VoIP telah secara
nyata mampu mereduksi pendapatan keduanya, karena mampu
menjadi sarana telekomunikasi jarak jauh (SLJJ dan SLI) dengan
tarif yang jauh lebih rendah. Pada saat yang sama pemerintah
tidak memiliki aturan yang tegas mengenai VoIP, apakah masuk
ke dalam produk jasa internet (yang pelaku usahanya saat itu
sangat banyak) atau ke dalam telekomunikasi suara yang
selama ini menjadi hak eksklusivitas dua pelaku usaha utama
telekomunikasi Indonesia.
Kontroversi kemudian berlanjut ketika kebijakan baru berkaitan
dengan VoIP dikeluarkan, terutama saat penunjukan operator
yang berhak menjalankan VoIP dilakukan, di mana muncul dua
operator baru yang sama sekali tidak dikenal dalam dunia
telekomunikasi Indonesia. Sementara pada saat yang sama
beberapa pelaku usaha telekomunikasi yang sudah ada dan
telah menggunakan VoIP sebagai salah satu produknya, tidak
diberi kesempatan sama sekali untuk menjadi operator VoIP.
Sehingga muncul dugaan persaingan tidak sehat dalam industri
ini.
Kontroversi ini mendorong KPPU untuk melakukan proses
monitoring. Proses monitoring kemudian diperluas menjadi
monitoring terhadap bisnis telekomunikasi mengingat lahirnya
kebijakan baru pemerintah, yakni kebijakan duopoli.
Permasalahan telekomunikasi seperti VoIP pada prinsipnya
berakar dari hadirnya permasalahan duopoli telekomunikasi
Indonesia di mana dua BUMN menjadi pelaksananya.
Berbagai dugaan praktek persaingan usaha tidak sehat muncul
dari pelaksanaan kegiatan monitoring ini, terutama sebagai
konsekuensi kebijakan duopoli pemerintah. KPPUpun telah
secara intensif mengkomunikasikan persoalan-persoalan
tersebut dengan pihak-pihak terkait. Salah satu kesimpulan
yang dapat ditarik kemudian adalah persoalan-persoalan
persaingan usaha yang berkaitan dengan kebijakan duopoli
hanya dapat diselesaikan setelah masalah kompensasi terhadap
pencabutan hak eksklusivitas diselesaikan secara tuntas. Karena
itu pemerintah berjanji untuk menyelesaikan masalah tersebut
pada awal 2003.
Sampai saat ini proses monitoring terhadap bisnis
telekomunikasi Indonesia terus dilakukan dengan fokus
monitoring pada pelaku usaha pemegang duopoli.
8. Monitoring Persaingan Bisnis Transportasi Udara, Laut
dan Kereta Api
Persaingan yang terjadi pada moda transportasi udara telah
menjadi bukti nyata dari efektifnya persaingan usaha sebagai
instrumen pendorong terciptanya efisiensi dunia usaha.
Konsumen kini bisa menikmati tarif yang tereduksi sampai 50%
dari tarif terdahulu. Di sisi lain proses persaingan telah
mendorong pelaku usaha untuk melakukan upaya efisiensi.
Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, opini berkembang di
publik bahwa imbas proses persaingan ini merembet ke moda
transportasi lainnya seperti Kereta Api, Bus dan Angkutan Laut
(khususnya angkutan penumpang). Berkali-kali muncul
kontroversi publik bahwa persaingan di udara telah
menghasilkan dampak negatif bagi dunia usaha transportasi
lainnya. Karena itu berbagai pihak mengusulkan agar persaingan
di udara dihentikan dengan mengusulkan kebijakan penetapan
batas tarif bawah.
Munculnya opini-opini tersebut sangat mengganggu dan dapat
merusak proses persaingan sehat yang tengah terjadi. Untuk
itulah KPPU melakukan proses monitoring terhadap
perkembangan bisnis transportasi. Melalui proses monitoring
diketahui bahwa persaingan transportasi udara masih berada
dalam koridor persaingan usaha yang sehat. Sementara kondisi
yang berimbas terhadap moda transportasi lainnya hendaknya
diletakkan pada proporsi yang benar di mana keterdesakan
tersebut sebenarnya merupakan cermin ketidakefisienan moda
transportasi yang bersangkutan. Bahkan dapat disimpulkan
bahwa persaingan bisnis transportasi udara ini bisa menjadi titik
tolak hadirnya sistem transportasi nasional yang efisien.
9. Monitoring Proses Tender Oleh Pelaku Usaha di Bidang
Perminyakan.
Monitoring ini merupakan tindak lanjut dari kasus menyangkut
tender outsourcing yang dilakukan oleh salah satu pelaku usaha
perminyakan Indonesia. Proses monitoring ditujukan untuk
memantau apakah pelaksanaan tender outsourcing yang
dilakukan pelaku usaha (yang menjadi fokus monitoring) dapat
menghambat atau bahkan mematikan pelaku usaha yang
biasanya melakukan kegiatan pengadaan barang dan atau jasa
pada kontraktor Production Sharing di lingkungan Pertamina,
yang kebanyakan berasal dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Di sisi lain proses monitoring juga diharapkan mampu
menghasilkan analisa apakah konsep outsourcing dapat
dikategorikan upaya efisiensi yang tidak menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat.
Dari hasil monitoring diperoleh kesimpulan bahwa dalam tender
yang dilakukan pelaku usaha yang menjadi fokus monitoring,
meskipun hanya perusahaan besar yang mampu menjadi
peserta namun dalam pelaksanaannya tetap mengikutsertakan
dan tidak mematikan perusahaan-perusahaan kecil sebagai
produsen, partner, agen dan atau perwakilan lokal. Sebagian
besar barang dan jasa kebutuhan pelaku usaha tersebut belum
dapat diproduksi di dalam negeri sehingga peranan perusahaan
lokal masih lebih banyak sebagai agen dan perwakilan saja
dengan nilai tambah yang tidak berarti. Meskipun metode
outsourcing berpotensi untuk disalahgunakan oleh pihak
penyelenggara, akan tetapi dapat menghasilkan efisiensi,
sehingga diperlukan pengawasan agar tidak merugikan
kepentingan nasional. Metode outsourcing atau yang sejenis
dapat dikembangkan dalam proses pengadaan barang dan atau
jasa di bidang yang lain, khususnya yang dibiayai oleh negara.
10. Monitoring Dugaan Terjadinya Pelanggaran yang
Dilakukan Beberapa Perusahaan Inti yang Berkaitan
dengan Perjanjian Tertutup dalam kegiatan Usaha DOC.
Proses monitoring ini merupakan inisiatif KPPU terhadap
perkembangan industri peternakan ayam. Kondisi dan indikator
yang dimunculkan pasar dan hadirnya pelaku usaha besar yang
terbatas jumlahnya, telah memunculkan dugaan hadirnya
persaingan usaha tidak sehat dalam industri ini. Fokus
monitoring diletakkan terhadap beberapa pelaku usaha yang
saat ini menjadi penguasa pasar industri ini dari hulu sampai
hilir. Sampai saat ini proses monitoring masih terus berlangsung
dan diharapkan selesai pada awal 2003.
11. Monitoring Persaingan Usaha tidak Sehat dalam Jasa
Kepelabuhan
Privatisasi BUMN pemegang posisi dominan yang bergerak
dalam jasa kepelabuhanan di Tanjung Priuk ternyata
memunculkan indikasi persaingan usaha tidak sehat yang
dilakukan pelaku usaha tersebut. Sejumlah informasi yang
masuk ke KPPU mengindikasikan bagaimana hal tersebut terjadi.
Atas dasar inilah KPPU membentuk Tim Monitoring.
Hal terpenting yang KPPU peroleh dari hasil monitoring ini
adalah ditemukannya klausul perjanjian antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha wakil pemerintah yang menyatakan bahwa
tidak akan ada pembangunan terminal petikemas internasional
lainnya yang dilaksanakan di Pelabuhan Tanjung Priuk sebagai
tambahan atas Terminal Peti Kemas I, II dan III sampai
Throughput di pelabuhan Tanjung Priuk telah mencapai 75% dari
kapasitas rancang bangun tahunan yaitu 3.8 juta TEUS. Klausul
ini merupakan bentuk hambatan pasar yang nyata terhadap
upaya mendorong persaingan usaha jasa kepelabuhanan di
Tanjung Priuk. Sampai saat ini KPPU masih melakukan proses
monitoring terhadap kasus ini.
Kajian
Program kajian lebih ditujukan untuk pendalaman terhadap
struktur industri tertentu dan perilaku pelaku usaha di dalam
industri tersebut, serta eksplorasi isu-isu persaingan yang berkaitan
dengan eksistensi regulasi. Pendalaman terhadap struktur industri
akan menghasilkan data dan informasi yang bersifat umum untuk
sektor industri tersebut. Gambaran struktur tersebut akan
memudahkan KPPU dalam menjalankan tugasnya, karena peta
persaingan industri di Indonesia menjadi lebih jelas, sehingga pada
akhirnya fokus-fokus aktivitas lainnya seperti monitoring dan
penanganan perkara menjadi lebih mudah dilakukan. Kajian
terhadap sektor-sektor industri dan perdagangan ditindaklanjuti
dengan penyampaian saran dan pertimbangan kepada Pemerintah
apabila informasi yang diperoleh menunjukkan kebijakan
Pemerintah yang ada telah mendorong terciptanya iklim persaingan
usaha yang tidak sehat.
Kajian Sektor Industri
a. Kajian Sektor Industri Kertas
Hasil kajian menunjukkan bahwa struktur pasar dalam
industri pulp dan kertas Indonesia cenderung oligopolistik
yang menyebabkan dominasi beberapa pelaku usaha dalam
industri ini. Meski industri kertas nampak lebih dinamis
dibanding industri pulp karena jumlah pelaku usaha di
Industri kertas jauh lebih banyak, tetapi potensi munculnya
kartel dalam industri ini tetap muncul akibat struktur
oligopolistik tadi. Bahkan hal ini diperkuat oleh temuan yang
menunjukkan bahwa untuk beberapa jenis produk, pasar
domestik cenderung tidak terintegrasi dengan harga
internasional.
Hal lain yang muncul dalam industri ini adalah terdapatnya
integrasi vertikal yang dilakukan oleh pelaku utama industri
ini. Penguasaan hulu dan hilir bahkan sampai distribusi sangat
mempengaruhi kondisi persaingan di industri ini.
Dua kondisi ini telah mendorong KPPU untuk tetap memantau
perkembangan dalam industri ini.
b. Kajian Sektor Minyak Goreng
Struktur industri minyak goreng perkembangannya hampir
serupa dengan industri pulp dan kertas, di mana pasar
cenderung oligopolistik melalui penguasaan pasar oleh
beberapa pelaku usaha yang menjadi pemegang posisi
dominan. Hanya ada dua pelaku usaha yang mendominasi
pasar minyak goreng bermerek. Meskipun minyak goreng
bermerek diperkirakan hanya menguasai 40% dari seluruh
pasar minyak goreng dalam negeri dan sisanya diserap oleh
minyak goreng tanpa merek, namun sebagian besar produk
minyak goreng tanpa merek juga dihasilkan pelaku usaha
dominan di pasar bermerek.
Selain pasar oligopolistik tadi, terdapat hal yang harus
dicermati dari industri ini, yakni munculnya integrasi vertikal
yang dilakukan pemegang posisi dominan mulai dari
perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku, industri CPO
dan industri pengolahan minyak makan goreng, bahkan
sampai distributor dan retailernya. Kondisi ini rawan
memunculkan hadirnya persaingan usaha tidak sehat di
industri ini.
c. Kajian Sektor Industri Pupuk
Berdasarkan PP No 28/1997 ditetapkan bahwa Holding
Company PT Pupuk Sriwijaya menjadi pemegang saham
empat produsen pupuk lainnya di Indonesia sehingga praktis
pupuk menjadi monopoli pemerintah. Tetapi ternyata pilihan
ini tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketersediaan
pupuk terutama di daerah-daerah sentra produksi padi.
Pilihan kebijakan tersebut telah menimbulkan struktur pasar
yang monopolistik sehingga berpotensi merugikan konsumen
pupuk dan menjadi salah satu sumber inefisiensi
perekonomian.
Sementara itu studi terhadap harga eceran tetap
menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah di sektor ini
semakin tidak efektif. Pemerintah tampaknya harus segera
membenahi kebijakan di sektor ini. Dibandingkan dengan
harga pupuk dunia maka terlihat bahwa telah terjadi
penurunan yang signifikan dari daya saing pupuk Indonesia
terhadap pupuk dunia. Ini merupakan konsekuensi kebijakan
pemerintah yang cenderung anti persaingan.
Kondisi-kondisi di atas telah menyebabkan perlunya segera
didorong kebijakan kompetisi industri pupuk. Alasan utama
pemilihan kebijakan ini adalah untuk meminimalkan
penggunaan kekuatan monopoli yang merugikan masyarakat,
seraya meningkatkan daya saing industri pupuk dalam
menghadapi persaingan global.
d. Kajian Sektor Farmasi
Perkembangan industri farmasi di Indonesia tergolong pesat.
Terdapat fenomena yang fantastis dalam industri ini berupa
hadirnya 210 industri farmasi (sekitar 3% dari populasi
perusahaan farmasi dunia). Hal ini terasa paradoks mengingat
pasar industri Indonesia sangatlah kecil, hanya 0.3% dari
pasar dunia. Saat ini di pasar hadir kurang lebih 18.000
merek obat.
Paradoks lainnya yang terjadi adalah sedikitnya obat OTC
(over the counter), yaitu obat yang diperdagangkan tanpa
resep, yang dikenal mereknya oleh masyarakat. Sebagian
besar obat di Indonesia diperdagangkan secara ethical (harus
memakai resep) dan B to B (business to business) terutama
ke rumah sakit dan poliklinik.
Kenyataan bahwa produk farmasi mampu bertahan dalam
pasar yang sangat kecil menimbulkan dugaan bahwa industri
ini menikmati marjin yang sangat besar. Sementara itu
indikasi sedikitnya OTC, karena sebagian besar
diperdagangkan secara B to B, telah memunculkan dugaan
adanya upaya persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan
pelaku usaha industri ini.
Perkembangan lain yang muncul dari industri ini adalah
panjangnya rantai distribusi. Akibat hal ini beberapa
perusahaan telah melakukan integrasi vertikal dengan
mendirikan perusahaan distributor bahkan rumah sakit. Tetapi
kondisi ini tidak serta merta menyebabkan harga obat
menjadi murah, karena kondisi pasar menggambarkan
rendahnya daya tawar konsumen terhadap produsen obat.
Bahkan sangat mungkin terjadinya kolusi antar pelaku usaha
di berbagai level kegiatan industri yang menyebabkan kondisi
pasar seperti di atas. Integrasi vertikal dalam kondisi ini
hanya menciptakan eksploitasi saja, karena produsen obat
akan tetap bertahan pada tingkat harga yang sudah menjadi
sumber keuntungannya.
Hal ini kemudian diperkuat oleh fakta bahwa persaingan
antara industri obat tergolong ketat. Gambaran ini terasa
semu karena kondisi pasar seperti yang telah diuraikan di
atas. Sebagai tindak lanjut terhadap kondisi ini, KPPU akan
terus memantau perkembangan industri ini.
e. Kajian Makro Struktur Industri Indonesia
Kajian ini telah menghasilkan peta persaingan yang terjadi
dalam sektor industri dan perdagangan Indonesia. Selain itu
juga telah berhasil diidentifikasi kondisi struktur pasar
beberapa sektor industri dan perdagangan Indonesia. Secara
umum hasil kajian memperlihatkan masih banyaknya sektor
industri dan perdagangan yang struktur pasarnya cenderung
oligopolist bahkan monopolist. Tetapi di beberapa industri
kondisi persaingan usaha yang sehat juga nampak
berlangsung saat ini.
Kajian Perundang-undangan
a. Kajian Formulasi Denda Administrasi dan Ganti Rugi
atas Pelanggaran UU No 5 Tahun 1999
Kajian awal telah menghasilkan prinsip-prinsip pokok
dalam memformulasikan denda administrasi dan ganti rugi
atas pelanggaran UU No 5/1999. Prinsip-prinsip ini
diperlukan untuk menghitung kerugian masyarakat dan
negara yang ditimbulkan oleh pelanggaran UU No 5/1999
sehingga pengenaan denda dan ganti rugi memiliki dasar
yang jelas.
b. Kajian Undang-Undang Jasa Konstruksi
Hasil kajian menunjukkan bahwa implementasi UU No
18/1999 tentang Jasa Konstruksi beserta perangkat
perundang-undangan lainnya seperti peraturan pemerintah
dan Keputusan Presiden, masih memunculkan peluang
terjadinya persaingan usaha tidak sehat seperti praktek
diskriminasi, persekongkolan dan penyelahgunaan posisi
dominan. Hasil kajian ini masih dalam proses
penyempurnaan dan diharapkan dapat menghasilkan
rekomendasi bagi penyempurnaan pelaksanaan UU No
18/1999.
c. Kajian Tentang Otonomi Daerah
Otonomi daerah menjadi perhatian KPPU karena
pelaksanaannya berdampak terhadap persaingan usaha.
Dalam prakteknya, pelaksanaan otonomi daerah telah
menghasilkan regulasi-regulasi lokal yang menghambat
persaingan usaha. Beberapa di antaranya adalah regulasi
yang mendiskriminasi pelaku usaha lokal dengan pelaku-
pelaku usaha dari daerah lainnya, pemberian lisensi
monopoli kepada pelaku-pelaku usaha tertentu,
pembentukan badan-badan usaha yang melibatkan
pemerintah daerah yang disertai dengan pemberian lisensi
kepada badan-badan usaha tersebut, serta berbagai
bentuk kebijakan lokal lainnya.
Hasil kajian ini masih dalam proses penyempurnaan dan
diharapkan selesai sekaligus menghasilkan rekomendasi
kebijakan kepada pemerintah pada awal tahun 2003.
d. Kajian Keppres No 18 Tahun 2000
Hasil kajian terhadap Keppres No 18 Tahun 2000 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi
Pemerintah menunjukkan bahwa Keppres ini sarat dengan
celah penyalahgunaan. Sehingga kecenderungan
persekongkolan seperti yang termaktub dalam pasal 22 UU
No 5 Tahun 1999 menjadi sangat mungkin terjadi. Revisi
terhadap Keppres ini nampaknya harus menjadi perhatian
pemerintah agar proses pengadaan barang/jasa
pemerintah dapat dilakukan sesuai dengan tujuannya.
e. Kajian Undang-Undang Migas
Hasil kajian menunjukkan bahwa UU No 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi akan membawa begitu
banyak perubahan terhadap kondisi persaingan industri
minyak dan gas Indonesia. Struktur industri ini akan
mengalami perubahan yang besar. Hilangnya monopoli
Pertamina akan menyebabkan hadirnya beberapa pelaku
usaha baik di sektor hilir maupun hulu industri ini,
sehingga persaingan antar pelaku usahapun menjadi tidak
terhindarkan. Meskipun demikian, proses transisi dari
struktur pasar monopoli ke arah pasar yang bersaing
memerlukan pemantauan. Karena itu KPPU terus
memantau perkembangan yang terjadi di sektor ini.
C. Dengar Pendapat
Program dengar pendapat merupakan salah satu instrumen
pengumpulan data dan informasi yang efektif. Melalui dengar
pendapat yang menghadirkan berbagai kalangan masyarakat ―
antara lain pelaku usaha, pejabat pemerintah, individu, dan
lembaga atau instansi terkait lainnya ― diharapkan akan diperoleh
masukan berupa informasi dugaan pelanggaran terhadap UU No
5/1999 untuk mendukung aktivitas KPPU dalam melakukan
kegiatan monitoring pelaku usaha, penanganan perkara, maupun
tugas memberikan saran dan pertimbangan kebijakan kepada
Pemerintah.
Sampai akhir Desember 2002, KPPU telah melaksanakan
beberapa program dengar pendapat yang antara lain terdiri dari :
Dengar Pendapat tentang perkembangan bisnis VoIP
(Voice over Protocol Internet) dalam industri
Telekomunikasi
Dengar pendapat ini diselenggarakan tanggal 14 Mei 2002.
Peserta dengar pendapat tersebut antara lain Departemen
Perhubungan yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Pos dan
Telekomunikasi, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Indosat
Tbk, PT Gaharu Sejahtera, PT Atlasat Solusindo, PT Pos
Indonesia (Wasantara Net), Asosiasi Pengusaha Jasa Internet
Indonesia (APJII), dan Masyarakat Telekomunikasi (Mastel).
Dalam dengar pendapat tersebut, peserta yang hadir telah
menyampaikan pendapatnya berkaitan dengan perkembangan
bisnis VoIP dalam industri telekomunikasi. Pendapat sementara
dari hasil dengar pendapat tersebut adalah adanya permasalahan
yang berkaitan dengan UU Nomor 5/1999 antara lain
menyangkut diskriminasi harga, posisi dominan, penetapan
harga dan entry barrier. KPPU akan melakukan kajian lebih
lanjut sebagai basis bagi upaya memberikan saran dan
rekomendasi yang berkaitan dengan masalah persaingan usaha
bidang telekomunikasi kepada pemerintah.
Dengar Pendapat tentang dugaan kartel industri semen
Dengar pendapat ini dilaksanakan tanggal 23 Oktober 2002.
Hadir dalam dengar pendapat ini wakil dari Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, para produsen semen, Asosiasi
Semen Indonesia, pedagang besar semen dan LSM Monopoly
Watch. Dari hasil dengar pendapat industri semen, diketahui
kemungkinan munculnya kartel internasional yang berpengaruh
terhadap perkembangan bisnis industri semen Indoneia. Hal ini
terbukti dengan adanya hambatan bagi produsen atau eksportir
semen Indonesia untuk mengekspor produknya ke beberapa
negara tertentu. Hambatan ini dimungkinkan oleh perjanjian
antara pemerintah Indonesia dengan pelaku usaha internasional
ketika divestasi saham sejumlah BUMN semen dilakukan
Pemerintah. KPPU terus memantau dan mengkomunikasikan
fenomena ini kepada pemerintah.
Dengar Pendapat tentang Persaingan Bisnis Transportasi
Udara
Dengar pendapat dilaksanakan tanggal 4 November 2002. Dari
hasil dengar pendapat diketahui bahwa pengalihan penetapan
tarif dari INACA oleh pemerintah yang kemudian oleh Pemerintah
diserahkan kepada mekanisme pasar, sudah tepat karena
mendorong efisiensi usaha sekaligus melayani kepentingan
konsumen. Sementara itu dari pelaku usaha muncul harapan
agar pemerintah menjalankan perannya untuk meyakinkan
konsumen bahwa harga yang murah tidak diperoleh dengan
mengurangi biaya perawatan pesawat yang dapat mengganggu
keselamatan penerbangan.
Dari dengar pendapat juga diperoleh informasi bahwa perang
tarif antar perusahaan penerbangan yang sering diopinikan
secara negatif selama ini, lebih merupakan tindakan manajemen
antar pelaku usaha untuk memenangkan persaingan di mana
tarif merupakan salah satu variabelnya. Bahkan perang tarif
telah menyebabkan terbentuknya segmen pasar yang dibidik
oleh setiap maskapai penerbangan yang terbagi ke dalam dua
kelompok besar yakni segmen yang price sensitive dan segmen
schedule sensitive. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
pemerintah perlu mempertahankan kebijakan persaingan di
kegiatan usaha angkutan udara. Yang perlu diperbaiki adalah
pengawasan terhadap keamanan penerbangan.
Dengar pendapat ini dihadiri oleh wakil dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, pengusaha transportasi udara, asosiasi
pengusaha terkait, LSM, pengamat transportasi dan Lembaga
Konsumen.
Dengar Pendapat tentang Persaingan Bisnis Transportasi
Darat
Dengar pendapat sektor transportasi darat pada tanggal 25
November 2002 telah menghasilkan informasi yang berkaitan
dengan penetapan tarif. Perusahaan-perusahaan operator
transportasi darat berpendapat bahwa penetapan tarif ekonomi
yang diserahkan pada pemerintah sudah dianggap tepat meski
terkadang sering muncul permasalahan berkaitan dengan
persoalan bahan bakar dan biaya modal. Dalam penetapan tarif
juga sering muncul persoalan karena Pemerintah biasanya
terlambat mengambil kebijakan dibanding dengan kebijakan
penyesuaian harga BBM.
Kelas tarif non ekonomi dalam kereta api dan angkutan jalan
raya merupakan kelas yang sangat terpengaruh oleh persaingan
antar moda transportasi. Walaupun angkutan darat masih
melayani kelas super eksekutif, tetapi jumlahnya sudah
berkurang karena bersaing dengan transportasi udara.
Sementara itu, untuk bisnis moda transportasi kereta api,
pemerintah telah membuka peluang masuknya swasta ke dalam
sektor ini, melalui perubahan Undang-Undang Kereta Api.
Dengar pendapat ini dihadiri oleh wakil dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, pengusaha transportasi darat, asosiasi
pengusaha terkait, LSM, pengamat transportasi dan Lembaga
Konsumen.
Sebagai tindak lanjut dari dengan pendapat ini, KPPU akan
melaksanakan kajian persaingan bisnis transportasi darat.
Dengar Pendapat tentang Persaingan Bisnis Transportasi
Laut
Dengar pendapat transportasi laut diselenggarakan tanggal 26
November 2002. Dari proses dengar pendapat ini diperoleh
informasi bahwa tarif yang berlaku untuk penumpang kelas
ekonomi masih belum wajar, karena tarif tersebut masih berada
di bawah biaya pokok sehingga perlu adanya penyesuaian tarif
kelas ekonomi.
Untuk tarif angkutan barang, penetapan harga tidak ditentukan
pemerintah, tetapi diserahkan pada mekanisme pasar yang juga
mengacu kepada perjanjian Internasional.
Mengenai persaingan ketat antara moda transporatsi laut dan
transporatsi udara akhir-akhir ini, terutama saat off-peak season
dimana tarif angkutan udara menjadi sangat rendah, dianggap
memberatkan bagi kelangsungan usaha operator angkutan laut.
Meski demikian, saat peak season operator angkutan laut dapat
menangguk keuntungan yang lebih banyak dikarenakan pada
saat itu operator angkutan udara menaikkan tarifnya. Tetapi ini
tidak berarti bahwa pemerintah perlu merevisi kebijakan di
bidang angkutan udara. Yang diperlukan adalah upaya untuk
membenahi persaingan –dan dengan demikian efisiensi- di
subsektor kegiatan transportasi darat.
Dengar pendapat ini dihadiri oleh wakil dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut, pengusaha transportasi laut, asosiasi
pengusaha terkait, LSM, pengamat transportasi dan Lembaga
Konsumen.
D. Pemberian Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah
Pasal 35 huruf e UU Nomor 5/1999 mengamanatkan bahwa
salah satu tugas KPPU adalah memberikan saran dan pertimbangan
kepada Pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan yang
mendorong lahirnya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat. Tugas ini merupakan kewajiban KPPU yang harus
dipenuhi tanpa perlu permintaan dari Pemerintah. KPPU
berkewajiban memberikan saran dan pertimbangan kepada
Pemerintah bila dianggap perlu tanpa diminta, untuk mendorong
efisiensi perekonomian melalui persaingan yang sehat.
Dalam melaksanakan tugas di atas, sejak berfungsinya KPPU
telah beberapa kali memberikan saran dan pertimbangan kepada
Pemerintah. Pada 2001, saran dan pertimbangan yang telah
disampaikan kepada Pemerintah berkaitan dengan masalah harga
BBM, masalah penetapan tarif taksi oleh ORGANDA, dan masalah
penetapan tarif angkutan udara oleh INACA.
Sementara itu, pada periode Januari sampai Desember 2002,
saran dan pertimbangan yang telah disampaikan kepada
Pemerintah oleh KPPU berkaitan dengan masalah tender pengadaan
sapi impor kereman di Jawa Timur, masalah pencetakan label halal,
masalah tender penjualan saham PT Indomobil Sukses Internasional
Tbk. dan masalah pembagian pekerjaan antara PT Seamless Pipe
Indonesia Jaya dan PT Citra Tubindo.
1. Masalah Tender Pengadaan Sapi Impor Kereman di Jawa
Timur
Perkara tender pengadaan sapi impor kereman di Jawa Timur
telah diputuskan oleh KPPU dengan Putusan Nomor 07/KPPU-
L/2001 dan dibacakan di muka umum pada 19 April 2002 yang
menyatakan bahwa Terlapor (Koperasi Pribumi Indonesia Jawa
Timur) secara sah dan meyakinkan telah melanggar ketentuan
pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 karena
melakukan persekongkolan dengan pihak lain, yaitu Drh. Sigit
Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji
Ketua Panitia Pelelangan untuk mengatur menentukan
Pemenang Tender/Lelang dalam Pengadaan Sapi Bakalan
Kereman Impor dari Australia dalam Proyek Pembangunan dan
Pembinaan Peternakan di Kabupaten dan Kota se Jawa Timur
Tahun Anggaran 2000.
Sehubungan dengan Putusan KPPU tersebut, disebutkan dalam
amar putusannya bahwa KPPU juga menyarankan kepada
Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Daerah Jawa Timur
melalui Gubernur Jawa Timur sebagai atasan langsung drh.
Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir.
Suhadji Ketua Panitia Pelelangan, untuk mengambil tindakan
administratif sehubungan dengan keterlibatan drh. Sigit
Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji
Ketua Panitia Pelelangan dalam pelanggaran terhadap pasal 22
secara sah dan meyakinkan.
2. Masalah pencetakan label halal
Melalui Surat No. 62/K/II/2002 tertanggal 12 Februari 2002,
Komisi memberikan saran dan pertimbangan kepada
Pemerintah, cq Menteri Agama Republik Indonesia, berkaitan
dengan diterbitkannya SK Menteri Agama No. 518, No. 519 dan
No. 525 Tahun 2001 mengenai kebijakan penggunaan stiker
atau label halal. Ketiga SK ini berisikan: SK No. 518 tentang
Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan
Halal, SK No. 519 tentang Lembaga Pelaksanaan Pemeriksaan
Pangan Halal, dan SK No. 525 tentang Penunjukan Perum
Peruri Sebagai Pelaksana Pencetakan Label Halal. Saran dan
Pertimbangan KPPU tersebut antara lain :
1. Bahwa dalam rangka memberikan kepastian kehalalan
pangan yang dikemas dan diperdagangkan di Indonesia,
KPPU memandang bahwa penggunaan stiker dan label halal
yang ditempelkan pada setiap kemasan pangan halal yang
akan diperdagangkan di Indonesia akan menimbulkan
beberapa masalah karena:
a. Secara teknis produksi penempelan stiker halal pada
setiap kemasan barang pangan mengakibatkan tambahan
biaya produksi dan distribusi, karena itu sangat tidak
efisien dan tidak ekonomis. Kenaikan biaya produksi dan
distribusi tersebut memiliki dampak beban yang berbeda
menurut skala usaha. Kenaikan biaya relatif atas produk
pangan yang dihasilkan oleh para pelaku usaha kecil dan
menengah akan membengkak, sementara biaya relatif
atas produk pangan yang dihasilkan oleh pelaku usaha
besar akan mengalami kenaikan yang relatif lebih rendah.
Karena itu, kebijakan ini bertentangan dengan semangat
Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
b. Pelaksanaan penerapan stiker halal tersebut juga
akan membingungkan dan sulit untuk diterapkan oleh
lembaga sertifikasi luar negeri yang diakui Majelis Ulama
Indonesia (pasal 3, SK Menag No. 518 Tahun 2001).
2. Untuk meningkatkan daya saing industri nasional, KPPU
menyarankan agar Pemerintah, dalam hal ini Departemen
Agama, mengupayakan pendekatan lain dalam upaya
penyediaan informasi tentang halalnya suatu produk
sehingga tidak menambah beban yang tidak perlu bagi
konsumen.
3. Apabila dalam penyediaan informasi halal tersebut
melibatkan pelaku usaha percetakan maka, agar sejalan
dengan UU No. 5 Tahun 1999, pengadaannya sebaiknya
dilakukan melalui tender yang transparan.
4. Untuk memberikan jaminan kepada konsumen tentang
kepastian kehalalan pangan yang dikemas dan
diperdagangkan di Indonesia, KPPU menyarankan adanya
perbaikan sistem sertifikasi, terlebih kepada fungsi dan
tugas lembaga Pelaksana Pemeriksa Pangan Halal.
3. Kasus Tender Penjualan Saham Indomobil Sukses
Internasional
Dalam Putusan Komisi No 03/KPPU-I/2002 tentang perkara
Tender Penjualan Saham dan obligasi konversi PT Indomobil
Sukses Internasional Tbk, dinyatakan antara lain bahwa 8
(delapan) dari 10 (sepuluh) Terlapor sebagai peserta tender
secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 22 UU No. 5
Tahun 1999 karena melakukan tindakan persekongkolan baik
antar peserta tender, maupun antar peserta dengan pelaksana
tender.
Karena itu Majelis Komisi merekomendasikan kepada pemerintah
agar mengambil tindakan koreksi secara komprehensif sehingga
praktek-praktek serupa tidak terulang di masa mendatang.
Kerugian yang terjadi dalam kasus ini merupakan biaya
pembelajaran yang sangat mahal dalam proses penegakan good
governance dan good corporate governance. Selain itu, KPPU
menyarankan pula kepada Jaksa Agung Republik Indonesia agar
tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat BPPN dalam perkara
ini, dapat diusut karena telah ditemukan bukti-bukti awal yang
cukup untuk memulai penyidikan.
4. Masalah Pembagian Pekerjaan antara PT Seamless Pipe
Indonesia Jaya (SPIJ) dan PT Citra Tubindo
Pada kasus pembagian pekerjaan antara PT SPIJ dan PT Citra
Tubindo, yang telah diputuskan dalam Putusan KPPU Nomor
01/KPPU-I/2002, dinyatakan bahwa PT Seamless Pipe Indonesia
Jaya (Terlapor I) dan PT Citra Tubindo (Terlapor II) tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 19
huruf d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Meskipun demikian, KPPU meminta kepada PT Seamless Pipe
Indonesia Jaya (Terlapor I) dan PT Citra Tubindo (Terlapor II)
untuk tidak menggunakan posisi dominannya dengan cara
melakukan diskriminasi dan/atau menghambat pemberian
Supporting Letter untuk fasilitas jasa heat treatment dan/atau
upsetting bagi pelaku usaha yang membutuhkannya. Selain itu,
KPPU juga meminta kepada PT Seamless Pipe Indonesia Jaya
(Terlapor I) dan PT Citra Tubindo (Terlapor II) untuk melakukan
kegiatan usaha secara adil, jujur, dan terbuka dalam
menetapkan harga jasa heat treatment dan/atau upsetting bagi
pelaku usaha yang membutuhkannya.
Berkaitan dengan kasus ini, KPPU memberikan saran kepada
Pemerintah agar membuat kebijakan yang pada pokoknya dapat
menghilangkan hambatan bagi seluruh peserta pelelangan atau
tender pengadaan casing dan tubing guna mendapatkan
supporting letter untuk fasilitas jasa heat treatment dan atau
upsetting dari pelaku usaha di dalam negeri yang memiliki
kemampuan dan fasilitas heat treatment dan/atau upsetting.
Selain beberapa saran dan pertimbangan yang telah
dituangkan secara tertulis dan disampaikan kepada pemerintah,
terdapat juga beberapa pertimbangan KPPU yang disampaikan
melalui pertemuan-pertemuan yang dilakukan KPPU dengan
pemerintah saat membahas beberapa substansi kasus bisnis yang
bersinggungan dengan kebijakan yang berpotensi menimbulkan
iklim persaingan usaha yang tidak sehat.
Beberapa kasus yang sampai saat ini masih menjadi program
kegiatan KPPU juga diperkirakan akan menghasilkan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah seiring dengan berakhirnya
program tersebut mengingat besarnya pengaruh kebijakan
pemerintah dalam kasus yang ditangani KPPU. Beberapa kebijakan
tersebut antara lain menyangkut kebijakan dalam industri carbon
black, telekomunikasi, jasa pelabuhan dan program kelistrikan.
Hingga akhir Desember 2002 kegiatan program yang berkaitan
dengan industri di atas masih terus berlangsung.
BAB VI PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN
A. Pengembangan instrumen-instrumen operasional
Pengembangan Organisasi
Pada tahun 2002 telah dilakukan upaya penyempurnaan
struktur organisasi Sekretariat KPPU guna mendapatkan bentuk
yang paling sesuai dengan kebutuhan dan sifat dari Sekretariat
tersebut. Alternatif yang telah dikembangkan umumnya didasarkan
atas evaluasi terhadap kinerja selama ini, kebutuhan atas
tantangan di masa depan, alur pelaksanaan tugas yang efektif serta
pola pengembangan karir.
Namun demikian, sampai akhir tahun 2002 pembahasan
mengenai struktur organisasi tersebut masih berlangsung dan akan
diteruskan sampai diperoleh hasil yang optimal. Selama proses
penyempurnaan tersebut, Sekretariat KPPU masih menggunakan
struktur organisasi sebagaimana telah ditetapkan dalam SK KPPU
No. 04/KPPU/KEP/IX/2000 sebagaimana ditunjukkan pada boks
6.1.
Boks 6.1
Struktur Organisasi
Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi Ketua, Wakil Ketua,
Kelompok Direktur Eksekutif
Direktur Administrasi
Kabag Tata
Kabag Keuangan
Kabag Kepegawai
Direktur Penyelidikan &
Penegakan
Kabag Pengaduan & Persidangan
Kabag Penyelidik
Kabag Litigasi
Tim Penyelidik
Direktur Penyelidikan &
Penegakan Hukum
Kabag Hubungan Antar
Lembaga
Kabag Komunikasi
Kabag Info, Dok & Publikasi
Direktur Penyelidikan &
Penegakan Hukum
Kabag Pengkajian &
Pengembangan
Kabag Pelatihan
Kabag Monitoring
Penyusunan Pedoman UU No.5/1999 (guidelines)
Penyusunan pedoman UU No.5/1999 ditujukan sebagai acuan
bagi operasionalisasi pasal pasal yang ada di dalam UU No. 5/1999.
Pedoman ini mempunyai peran penting agar tidak terjadi kerancuan
pemahaman baik bagi penegak hukum, pelaku usaha dan
masyarakat luas dalam menerjemahkan terminologi hukum
persaingan.
Pada tahun 2002 telah berhasil disusun Rancangan Pedoman
UU No. 5/1999 mengenai pengecualian, integrasi vertikal,
diskriminasi harga dan tender. Mengingat hasil yang diperoleh
masih berupa rancangan, maka penyempurnaannya akan terus
dilakukan untuk kemudian dapat ditetapkan sebagai pedoman
resmi.
Status Kelembagaan
Salah satu masalah penting yang masih belum ditemukan
solusinya sampai saat ini adalah mengenai status kelembagaan
Sekretariat KPPU. Permasalahan ini tentunya dapat menghambat
pengembangan dan kemandirian KPPU mengingat status
kelembagaan merupakan gerbang untuk mendapatkan status
kepegawaian bagi Staf Sekretariat dan persyaratan utama untuk
mendapatkan kepastian pendanaan yang lebih mandiri dan
berkelanjutan.
Pada tahun 2002, telah dilakukan beberapa pertemuan
dengan instansi terkait khusus untuk membahas status
kelembagaan Sekretariat KPPU. Dari pertemuan tersebut diketahui
bahwa instrumen kenegaraan yang ada belum dapat
mengakomodasi bentuk lembaga independen non struktural seperti
KPPU.
Pilihan yang tersedia hingga kini adalah menjadikan
Sekretariat KPPU sebagai lembaga negeri sehingga Staf Sekretariat
akan berstatus pegawai negeri yang terikat dengan ketentuan
kepegawaian dan keuangan pemerintah, atau tetap seperti saat ini
yaitu bersifat lebih independen namun pendanaan masih melalui
APBN yang diorganisasikan dalam bentuk proyek pembangunan,
dan oleh karena itu bersifat sementara dan tidak rutin.
Selain itu, sejak awal terdapat keinginan kuat dari Komisi
untuk menjaga independensinya, seraya mengembangkan system
kelembagaan yang mampu mendukung tugas dan wewenangnya.
Keinginan ini dilandasi oleh semangat Pasal 30 UU No. 5/1999 yang
secara tegas menyatakan bahwa, “ Komisi adalah lembaga
independen yang bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain “.
Bagi KPPU, pengertian Pasal 30 UU No. 5/1999 merupakan amanat
konstitusional yang tidak dapat ditawar.
Tetapi keinginan tadi terbentur oleh realitas bahwa tatanan
perundang-undangan yang mengatur keuangan dan kepegawaian
belum memberikan tempat yang permanen bagi organisasi yang
status kepegawaian stafnya di luar status pegawai negeri. Situasi
dilematis ini menyebabkan ketidakpastian perencanaan
pengembangan sumber daya manusia Sekretariat KPPU.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pembahasan status
kelembagaan Sekretariat KPPU oleh Tim antar instansi terkait akan
terus dilanjutkan, dan diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu
lama pembahasan tersebut dapat menghasilkan solusi yang lebih
tepat.
Pengembangan Strategi KPPU
Dengan semakin berkembangnya dunia usaha yang didorong
oleh kemajuan teknologi informasi dan sistem keuangan, KPPU
merasa perlu mengevaluasi dan merumuskan kembali strateginya
agar mampu menjawab tantangan yang semakin kompleks.
Pada tahun 2002 telah dihasilkan draft penyempurnaan
strategi dan program KPPU yang akan menjadi bahan dasar bagi
pengembangan strategi organisasi lima tahun ke depan.
Sarana dan Prasarana
Sebagai lembaga baru dengan keterbatasan sarana dan
prasarananya, KPPU terus berbenah dengan melengkapi sarana dan
prasarana dasarnya guna menunjang kelancaran operasional kantor
dan pelaksanaan tugasnya.
Pada tahun 2002, telah dilaksanakan beberapa kegiatan yang
berkaitan dengan pembangunan sarana dan prasarana seperti
penambahan ruang kerja yang diperuntukkan bagi staf dan
kelompok kerja, pembangunan jaringan sistem informasi,
pengadaan sarana kerja dan peralatan kantor penunjang kegiatan
sehari-hari, serta penyediaan kendaraan bermotor untuk
operasional.
B. Pengembangan Kerjasama Antar Lembaga
Dalam rangka mensosialisasikan keberadaannya sebagai
lembaga baru dan guna memperlancar tugasnya dalam
menegakkan hukum persaingan, KPPU terus memperluas hubungan
kerja dengan lembaga terkait di tingkat nasional maupun di tingkat
internasional. Pengembangan kerjasama antar lembaga di tingkat
nasional difokuskan antara lain dengan instansi penegak hukum
seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik
Indonesia serta instansi-instansi terkait lainnya seperti Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).
Kerjasama dengan Mahkamah Agung diarahkan pada
pencarian bentuk proses beracara di pengadilan jika pelaku usaha
keberatan terhadap putusan KPPU dan membawanya ke Pengadilan
Negeri. Hasil yang diharapkan dari kerjasama ini adalah
dikeluarkannya suatu Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang
mengatur tata cara penyelesaian perkara tersebut sehingga
diperoleh kepastian hukum bagi pencari keadilan.
Pengembangan kerjasama dengan Kepolisian diarahkan pada
pembahasan mengenai :
o mekanisme permohonan bantuan kepada penyidik
seandainya KPPU mendapat kesulitan untuk menghadirkan para
pelaku usaha yang sedang diperiksa;
o mekanisme penyerahan perkara kepada penyidik
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang, jika putusan
KPPU tidak diindahkan oleh pelaku usaha yang dijatuhi sanksi,
atau jika pelaku usaha tidak kooperatif atau mempersulit
pemeriksaan yang dilaksanakan oleh KPPU.
Selain itu, dalam melakukan pemeriksaan atas perkara yang
ditangani, KPPU sering menemukan indikasi terjadinya tindakan
pidana atas pihak yang diperiksa. Untuk itu, KPPU kemudian juga
mengembangkan kerjasama dengan Kejaksanaan Agung guna
menindaklanjuti indikasi tindakan pidana tersebut.
Kerjasama dengan BAPEPAM sampai dengan akhir tahun 2002
masih dalam tahap penjajakan. Kerjasama ini diarahkan pada
pertukaran informasi yang diperlukan dalam pemeriksaan
sepanjang tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Kegiatan ini
mempunyai arti yang cukup penting mengingat sejumlah pelaku
usaha yang diawasi KPPU juga merupakan perusahaan publik yang
juga diawasi oleh BAPEPAM. Pada awal 2003 mendatang,
diharapkan MoU (Memorandum of Understanding) antara KPPU dan
BAPEPAM sudah dapat ditanda tangani antara kedua belah pihak,
sehingga perkara persaingan usaha yang berkaitan dengan
perusahaan – perusahaan publik tidak menimbulkan kontroversi
kewenangan.
C. Kerjasama Internasional
Saat ini, KPPU telah mengembangkan kerjasama dengan
lembaga sejenis di berbagai negara serta beberapa organisasi
terkait dengan masalah persaingan usaha, seperti International
Competition Network (ICN), OECD, UNCTAD, World Bank, dan
lembaga – lembaga internasional lainnya. Bentuk kegiatan yang
telah dan sedang dilakukan dalam rangka pengembangan jaringan
kerjasama internasional antara lain adalah : Bantuan Teknis
(Technical Assistance); Kunjungan dan Pertukaran Informasi;
Partisipasi aktif dalam berbagai forum internasional; serta rencana
Penyelenggaraan ASEAN Conference on Fair Competition Law and
Policy in the AFTA.
Bantuan Teknis
Sepanjang Januari sampai dengan Desember 2002, KPPU telah
merealisasikan program bantuan teknis dari GTZ Jerman, JICA-JFTC
(Jepang), ELIPS II (USAID Amerika Serikat), Federal Trade
Commission (FTC, USA) dan World Bank. Adapun bantuan teknis ini
selengkapnya dapat dilihat pada Boks 6.2. Bantuan teknis dalam
berbagai bentuk ini pada dasarnya diarahkan pada tiga tujuan
utama, yaitu:
o Pengembangan kapasitas (Capacity building)
Pengembangan kapasitas dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan KPPU dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Tercakup dalam tujuan ini antara lain program pelatihan,
seminar, konsultasi tenaga ahli, riset bersama, dan kegiatan –
kegiatan kerjasama lainnya.
o Pengembangan Kelembagaan (Institutional building)
Pengembangan kelembagaan merupakan upaya untuk
membangun KPPU menjadi sebuah institusi yang solid, efisien
dan efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Untuk
tujuan ini dikembangkan beberapa program, di antaranya
berbagai kajian, penyusunan juknis (petunjuk teknis atau
guideline), manajemen SDM, penyusunan rencana strategis
dan berbagai kegiatan pengembangan kelembagaan lainnya.
o Sosialisasi dan Diseminasi tentang Persaingan Usaha
Program ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan UU No.
5/1999 dan KPPU, baik kepada pemerintah sebagai pembuat
kebijakan maupun kepada pelaku usaha dan masyarakat
umum. Program ini dilaksanakan dalam berbagai bentuk
kegiatan antara lain lokakarya, seminar, penerbitan brosur,
pembuatan dan penayangan iklan layanan masyarakat di
televisi swasta dan kegiatan – kegiatan sosialisasi lainnya.
Boks 6.2
RESUME OF TECHNICAL ASSISTANCE TO KPPU Objectives FTC ELIPS II World
Bank JICA/JFTC
Institutional Development To develop investigative skill and to improve the quality of enforcement action
• Consultation on specific cases
• Workshop & Seminars • Consultation on
Investigation • Guidelines &
Procedures a. Dominant Position b. Relevant market c. Cartel/Vertical
Integration
• Guidelines & Procedures
• Integrated Training Programs
• Monthly discussion with JFTC experts
To improve decision making and decision writing skills
• Consultation on decision making process
• Workshop on legal writing
• Consultation on competition analysis
• Consult and review legal drafting
• Training for case handling
• Guidelines & Procedures
• Integrated Training Programs
To develop industrial analysis
• Identify and conduct industrial sectors studies
• Identify and conduct industrial sectors studies
To develop Human Resources M t Pl
• Job analysis and
Objectives FTC ELIPS II World Bank
JICA/JFTC
To improve knowledge and skills of commissioners and staff
• Postgraduate in Law or Economics
• Short term course overseas for specific skills
• Short course/internship in US for commissioners/ staff
• Short courses for KPPU Staff on investigation and related topics in Tokyo (2 batches for 10 staff each)
To develop KPPU Strategic Plan
• To develop Medium and Long Term Strategic Plan
Competition Advocacy To develop Publication Materials
• Guidelines for public
• Pamphlets/Brochures
• Guidelines for public
To develop Competition Advocacy on Government Regulations
• Identification of impediments
• Provide advice
• Develop inter-institutional relation between KPPU and related institution
To develop KPPU Website
• Assistance for content development
• Website design
• Implementation
• Updating / maintenance
To develop Competition laws and policy
• Assist to create regulation
• English translation of law
• Setting parameters of exemptions
• Coordination with others competition policy related institution
• Develop administrative Procedures Act (APC)
• Seminar or workshop on facilitating the work of regulatory commissions
To develop Public Education and Dissemination of Law No. 5 of 1999
• Training and Dissemination of the law
Seminars on competition in 2 big cities one time each
Boks 5.3
Kunjungan dan Pertukaran Informasi
Selama periode Januari sampai dengan Desember 2002, telah
dilakukan kunjungan ke beberapa lembaga yang terkait dengan
persaingan usaha (lihat Boks 6.3). Kunjungan ini dilakukan dalam
rangka memperkenalkan keberadaan KPPU serta menjajaki
kemungkinan pengembangan kerjasama yang lebih intensif di
masa mendatang. Selain itu, kunjungan – kunjungan tersebut
dilakukan sebagai upaya perbandingan dalam upaya penegakan
hukum persaingan.
Sementara itu, pada tahun 2003 mendatang, KPPU berencana
meningkatkan jumlah kunjungan kepada lembaga terkait
persaingan usaha di luar negeri, baik atas biaya anggaran sendiri
maupun melalui bantuan pendanaan lembaga donor. Hal ini
Approved Additional Work Plan Objectives FTC ELIPS II World
Bank JICA/JFTC
To develop short term and long term consultations
• Video conference and multi media system
Development of Competition Advocacy
• PR and Communication program training and development
Increase international relationship on competition law and policy
• Provide sources of fund to participate in international meetings
diperlukan agar pengembangan kelembagaan KPPU dapat
dipercepat menuju lembaga pengawas persaingan yang diakui
eksistensi dan kapabilitasnya, baik di tingkat nasional maupun
internasional.
Boks 6.3
REALISASI KEGIATAN PENGEMBANGAN JARINGAN KERJASAMA DI TINGKAT INTERNASIONAL
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TAHUN ANGGARAN 2002
NO. NEGARA
TUJUAN Lembaga/
Penyelenggara MAKSUD/TUJUAN WAKTU
1. Jerman Brussel
Bundeskartellamt Jerman di Bonn DG Competition EC
Training Persaingan Usaha Studi Banding Studi Banding dan Penjajakan Kerjasama
Maret 2002
2. Paris OECD Menghadiri undangan OECD dalam rangka pembicaraan kebijakan dan hukum persaingan internasional
April 2002
3. USA American Bar Association (ABA)
Federal Trade Commission (FTC)
- Menghadiri konferensi hukum persaingan ABA - Melakukan kunjungan ke FTC dalam rangka
kerjasama bilateral
22-25 April 2002
4. Jenewa WTO UNCTAD PTRI WTO
- Menghadiri Sidang WTO dan UNCTAD
Bidang Persaingan Usaha Internasional
- Melakukan kunjungan ke Kedubes /PTRI Jenewa dan Dubes WTO
2 – 6 Juli 2002
5. Beijing Ministry of Trade and Industry RRC
Menghadiri dan Menjadi Pembicara pada Konferensi Competition Policy and Development
17 – 20 September 2002
6. Napoli International Competition Network (ICN)
Menghadiri Konferensi Tahunan ICN yang pertama. ICN adalah forum kerjasama lembaga persaingan tingkat internasional.
28 – 29 September 2002
7. USA, New York
Fordham University of New York
Menghadiri dan Menjadi Pembicara dalam Fordham International Conference on Antitrust Law
31 Oktober – 1 November 2002
8. Seoul, Korea Korea Fair Trade Commission (KFTC)
Menghadiri dan Menjadi Pembicara dalam Seoul International Competition Forum 2002. Pembicaraan Kerjasama Bilateral.
6 – 8 November 2002
9. USA, Arizona American Antitrust Lawyers
Mengikuti Workshop Teknik Investigasi di Sedona Conference 2002
14 – 15 November 2002
10. USA, Washington DC
International Competition Network (ICN)
Menghadiri Workshop tentang International Merger yang diselenggarakan oleh ICN
21 – 22 November 2002
11. Hanoi, Vietnam Taiwan FTC Menghadiri forum International Cooperation Program on the Competition Policy
25 – 26 November 2002
12. Singapore - Kementerian Komersial dan Industri
Pembicaraan Informal dalam rangka persiapan ASEAN Conference on Fair Competition Sebagai Upaya Pengembangan Forum Kerjasama Regional
23 – 24 Desember 2002
13. Malaysia - Kementerian Perdagangan LN
- Kementerian Perdagangan DN
Pembicaraan Informal dalam rangka persiapan ASEAN Conference on Fair Competition Sebagai Upaya Pengembangan Forum Kerjasama Regional
23 – 24 Desember 2002
14. Thailand - Direktorat Jenderal Kementerian Industri dan Perdagangan
Pembicaraan Informal dalam rangka persiapan ASEAN Conference on Fair Competition Sebagai Upaya Pengembangan Forum Kerjasama Regional
23 – 24 Desember 2002
15. Vietnam - Kementerian Industri dan Perdagangan
Pembicaraan Informal dalam rangka persiapan ASEAN Conference on Fair Competition Sebagai Upaya Pengembangan F K j R i l
23 – 24 Desember 2002
Partisipasi Aktif dalam Berbagai Forum Internasional
KPPU telah berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dan
forum internasional seperti seminar, konferensi dan sidang-sidang
yang diadakan organisasi internasional atau lembaga persaingan
negara sahabat. Sejak Januari sampai akhir Desember 2002 ini,
partisipasi aktif KPPU dalam forum – forum tersebut dapat dilihat
pada Boks 6.3.
Penyelenggaraan ASEAN Conference on Fair Competition Law
and Policy in the AFTA
Pada bulan Agustus 2002, KPPU mendapat konfirmasi dari
ASEAN Sekretariat mengenai persetujuan untuk melaksanakan
suatu konferensi tingkat ASEAN di bidang persaingan usaha. Sejak
saat itu, KPPU menyusun perencanaan yang lebih rinci mengenai
konferensi tersebut. Akhirnya disepakati bahwa konferensi akan
diselenggarakan di Bali pada tanggal 5 – 7 Maret 2003 dengan topik
ASEAN Conference on Fair Competition Law and Policy in the ASEAN
Free Trade Area (AFTA). Biaya penyelenggaran konferensi
diperoleh dari bantuan pemerintah Jerman melalui lembaga
bantuan tekniknya di Indonesia, GTZ (Deutsche Gesellschaft für
Technische Zusammenarbeit), sedangkan penyediaan tranportasi
dan akomodasi di Bali di dukung oleh Bank Dunia melalui program
bantuan tekniknya kepada KPPU.
Kehadiran KPPU dalam berbagai kegiatan internasional
tersebut memberikan dampak positif bagi KPPU, baik secara
internal maupun eksternal. Secara internal, kegiatan – kegiatan
internasional memberikan pemahaman tentang berbagai isu
persaingan usaha di tingkat internasional, terutama dalam
kaitannya dengan perdagangan internasional. Selain itu, kegiatan
– kegiatan internasional telah meningkatkan kapasitas wawasan
dan kapasitas staf dan Komisi dalam melaksanakan tugas –
tugasnya. Sementara itu, secara eksternal, kehadiran KPPU
menunjukkan betapa serius Indonesia sebagai negara sedang
berkembang dalam melakukan reformasi kebijakan ekonomi
menuju perekonomian yang lebih terbuka berdasarkan persaingan
usaha yang sehat.
D. Pengembangan Sumberdaya Manusia
Kesiapan dan kematangan sumber daya manusia merupakan
salah satu faktor pendukung utama bagi KPPU dalam menjalankan
tugasnya. Untuk itu pada tahun 2002 telah diupayakan
pengembangan sumber daya manusia baik dari sisi sistem, kualitas
dan kuantitas khususnya di tingkat Sekretariat KPPU.
Kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain meliputi seleksi
pegawai baru, pelaksanaan pelatihan-pelatihan, penyusunan konsep
pengembangan karir pegawai, dan penyusunan pedoman
administrasi yang berkaitan dengan kepegawaian. Dari hasil seleksi
pegawai telah diperoleh lebih 30 calon pegawai baru yang akan
mengisi posisi-posisi yang selama ini belum terisi. Penambahan
pegawai tersebut tentu akan memperkuat KPPU dalam
melaksanakan tugasnya. Selain itu juga tengah dirumuskan
rancangan konsep pengembangan karir dan rancangan pedoman
administrasi kepegawaian.
Beberapa pelatihan yang telah dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan kompetensi pegawai antara lain
meliputi pelatihan penanganan perkara, pelatihan investigasi,
pelatihan kepaniteraan, pelatihan statistik, pelatihan informatika,
dan pelatihan teori dan aplikasi organisasi industri.
BAB VII
SOSIALISASI DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI
Kehadiran regulasi antimonopoli dan persaingan usaha tidak
sehat merupakan hal baru, sekaligus merupakan jawaban atas
tumbuh suburnya praktek monopoli, diskriminasi, kolusi, dan
praktek-praktek anti persaingan lainnya di Indonesia. Tetapi
sayangnya, keberadaan regulasi dalam bentuk UU No. 5/1999
tersebut sampai saat ini masih belum diterima secara luas oleh
masyarakat, pelaku usaha, bahkan kalangan aparat pemerintahan.
Menghadapi kondisi ini, diperlukan upaya intensif dan sistematis
untuk mensosialisasikan UU No. 5/1999 serta KPPU sebagai institusi
pengawas pelaksanaannya.
Sejak beroperasi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
terus mengembangkan program sosialisasi dan komunikasi kepada
seluruh stakeholders antara lain pelaku usaha baik di pusat maupun
di daerah, aparat pemerintah pusat dan daerah, aparat hukum
terkait, akademisi, LSM, dan masyarakat umum. Tujuan program ini
adalah menginternalisasikan nilai – nilai persaingan ke dalam
strategi usaha dan kebijakan – kebijakan pemerintah seraya
memperkenalkan budaya persaingan kepada masyarakat luas,
sehingga upaya menegakkan persaingan sehat memperoleh
dukungan luas dari masyarakat.
Selama tahun 2002 KPPU telah melaksanakan program
sosialisasi dan komunikasi dengan rincian sebagai berikut :
A. Sosialisasi Melalui Lokakarya
Selama tahun 2002, KPPU telah melaksanakan serangkaian
kegiatan lokakarya tentang Persaingan Usaha, khususnya yang
diatur dalam UU No. 5/1999. Sebagian dari lokakarya ini
merupakan bagian dari program diseminasi hukum persaingan
usaha yang dilaksanakan atas bantuan teknik (Technical
Assistance) Bank Dunia.
Dari rangkaian lokakarya ini diperoleh umpan balik dari berbagai
kalangan dengan latar belakang yang berbeda-beda. Umpan
balik ini menjadi masukan yang signifikan dan bermanfaat bagi
keberadaan dan implementasi UU No.5 Tahun 1999.
Rangkaian kegiatan lokakarya yang dilaksanakan pada tahun
2002 adalah sebagai berikut :
1. Lokakarya Hukum Persaingan Usaha untuk Hakim Agung di
Jakarta, 29 Agustus 2002.
2. Lokakarya Hukum Persaingan Usaha untuk kalangan
Eksekutif, Legislatif, Universitas, Media Massa dan Pengusaha
Propinsi Lampung di Bandar Lampung, 25 September 2002.
3. Lokakarya Hukum Persaingan Usaha untuk Hakim PN dan PT
se Jakarta di Jakarta, 28 Oktober 2002.
4. Lokakarya Hukum Persaingan Usaha untuk kalangan
Eksekutif, Legislatif, Universitas, Media Massa dan Pengusaha
Propinsi Sumatera Utara, Medan, 28-29 November 2002.
5. Lokakarya Hukum Persaingan Usaha Untuk Polisi dan Jaksa,
Jakarta, 17 Desember 2002.
6. Lokakarya Hukum Persaingan Usaha untuk kalangan
Eksekutif, Legislatif, Universitas, Media Massa dan Pengusaha
di Daerah Batam, di Batam, 20 Desember 2002.
Dari berbagai lokakarya di atas, KPPU mendapatkan masukan
yang berharga berkaitan dengan implementasi UU No. 5/1999.
Beberapa masukan tersebut antara lain :
1. Perlunya kajian yang mendalam dan komprehensif tentang
hukum acara yang dipergunakan KPPU dalam menangani setiap
perkara pelanggaran UU No. 5/1999.
2. Masyarakat hukum juga berpendapat agar Mahkamah Agung
segera mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang
prosedur beracara di pengadilan berkaitan dengan keberatan pelaku
usaha.
3. KPPU diharapkan segera membuat guideline yang dapat menjadi
acuan baik pelaku usaha maupun aparat penegak hukum lain untuk
memudahkan penanganan perkara pelanggaran UU No. 5/1999.
4. Meskipun telah secara tegas dijelaskan di dalam UU No.5/1999,
para praktisi hukum masih berpendapat perlunya penegasan
mengenai kewenangan KPPU yang dirasakan begitu luas mulai dari
menyelidik, memeriksa, menuntut sampai menjatuhkan hukuman.
Berkaitan dengan kewenangan ini, para praktisi hukum berpendapat
perlunya persepsi yang sama mengenai kewenangan KPPU tersebut,
agar tidak terjadi tumpang tindih dengan insitusi terkait lainnya.
5. Materi UU No 5 tahun 1999 dianggap masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk mengisi kekurangan – kekurangan ini diperlukan
berbagai jenis pedoman sehingga tidak terjadi perbedaan
penafsiran oleh berbagai pihak.
6. Beberapa daerah secara terbuka menginginkan dibukanya
dengan segera perwakilan KPPU di daerah. Pembukaan perwakilan
di daerah dipandang penting mengingat banyaknya kasus
persaingan usaha yang juga terjadi di daerah - daerah.
B. Sosialisasi dan Komunikasi Melalui Media Masa
Sosialisasi melalui media masa pada tahun 2002 dilakukan
melalui beberapa pendekatan, antara lain :
1. Kerjasama penulisan artikel dan berita tentang persaingan
usaha.
2. Mengadakan press release dan jumpa pers pada berbagai
kesempatan.
3. Road show ke beberapa media cetak nasional.
Secara kuantitatif hasil sosialisasi melalui media masa ini
cukup memadai. Bahkan semenjak kasus Tender Penjualan Saham
IMSI ditangani KPPU, kuantitas pemberitaan di media masa
meningkat pesat.
Tetapi secara kualitatif pemberitaan tersebut masih jauh dari
harapan. Pemahaman tentang esensi persaingan usaha yang sehat
seringkali dikaburkan untuk kepentingan pihak tertentu saja. Hal
ini terjadi karena masih kurangnya pemahaman para jurnalis
tentang hakekat praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat. Meskipun begitu, perkembangan menggembirakan juga
tercatat dengan semakin banyaknya media massa yang mulai
mengangkat issue – issue persaingan usaha secara lebih
proporsional, sehingga dapat memberikan pemahaman yang
proporsional pula kepada publik.
Perkembangan di media massa ini berjalan secara alami.
KPPU tidak berupaya memberi warna dan arah dari setiap
pemberitaan dan wacana persaingan usaha di media – media
massa. Keinginan untuk tetap menjaga independensi tanpa saling
mempengaruhi merupakan prinsip dasar KPPU dalam melakukan
sosialisasi dan komunikasi melalui media masa. Dengan tetap
mempertahankan prinsip tersebut, hubungan KPPU dengan media –
media massa di masa – masa mendatang diharapkan tetap berjalan
secara alami.
C. Pertemuan Dengan Para Pakar
Untuk menggalang dukungan dari para pakar, KPPU telah
mengadakan pertemuan-pertemuan dengan sejumlah pakar.
Melalui pertemuan tersebut, KPPU memperoleh masukan berharga
mengenai implementasi UU No. 5/1999 serta pengembangan KPPU.
Masukan tersebut terutama terkait dengan pemikiran tentang upaya
penegakan hukum persaingan serta pengembangan kebijakan
persaingan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Melihat besarnya antusiasme para pakar dalam mendukung
implementasi hukum dan kebijakan persaingan, KPPU tampaknya
perlu lebih banyak lagi menyelenggarakan forum sejenis di masa
mendatang. Tindak lanjut dari forum ini secara lebih konkrit perlu
dilakukan agar keberadaan forum pertukaran pemikiran ini
menghasilkan manfaat yang optimal baik bagi KPPU maupun bagi
pemerintah atau pihak lain yang terkait dengan persaingan usaha di
Indonesia.
BAB VIII
KENDALA DAN TANTANGAN
Banyak kemajuan yang dicapai dalam pengawasan
pelaksanaan UU No. 5/1999 selama tahun 2002. Hal ini paling tidak
tercermin pada lonjakan jumlah laporan pengaduan publik yang
diterima oleh Komisi, penyelesaian perkara yang juga kian
meningkat, serta penyesuaian-penyesuaian baik pada strategi dan
praktek dunia usaha maupun pada sejumlah regulasi dan perangkat
perundang-undangan.
Tetapi perkembangan tadi terasa masih jauh dari optimum.
Dalam rentan waktu 2002, sejumlah pelaku usaha memang telah
melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam strategi dan praktek
bisnisnya. Tetapi praktek “business as usual” tetap saja marak oleh
sebagian besar pelaku lainnya. Sejumlah pelaku bahkan
memanfaatkan kelemahan dari proses pengambilan keputusan
publik yang menyertai transisi demokrasi, untuk secara instan
masuk ke dalam kegiatan ekonomi tertentu, atau untuk kembali
mendapatkan posisi dominannya, memonopoli sektor-sektor usaha
tertentu.
Perkembangan demi perkembangan di tataran lingkungan
strategis KPPU, bahkan dalam beberapa hal justru mendorong
lahirnya sejumlah hambatan, baik yang sifatnya eksternal maupun
internal. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya adalah
resistensi para pemburu rente, perkembangan lingkungan regulasi
yang sebagian besar justru relatif bias terhadap persaingan sehat,
dukungan peradilan dan institusi penegakan hukum terkait yang
kurang memadai, ketidaksiapan pelaksanaan otonomi daerah,
budaya persaingan yang belum tertanam luas di masyarakat,
ketidakpastian status staf Sekretariat KPPU, ketidakjelasan posisi
KPPU di dalam tatanan kelembagaan negara dan sejumlah
hambatan lainnya.
Resistensi Pemburu Rente (Rent Seekers)
Hasil-hasil positif yang dicapai oleh Komisi (terutama dalam
mengambil keputusan) serta penyesuaian-penyesuaian dalam
lingkungan regulasi dan perundang-undangan (regulatory
environment) sudah barang tentu mengarah pada penyempitan
ruang gerak, bahkan mengancam keberadaan pemburu-pemburu
rente – para monopolist, pemegang posisi dominan yang tumbuh
tanpa melalui proses persaingan, serta para pelaku usaha lainnya
yang menggantungkan diri pada hubungan kolusif antara birokrasi
dan pengambil kebijakan publik dengan pengusaha klien.
Karena itu tidaklah mengherankan jika kerja keras di dalam
mengawasi pelaksanaan UU No. 5/1999 berhadapan dengan
berbagai hambatan, terutama jika bersentuhan dengan kepentingan
pemburu rente, yang pada kenyataannya adalah mereka yang
selama ini memegang kendali perekonomian dan oleh karenanya
memiliki kemampuan mempengaruhi proses-proses pengambilan
keputusan.
Sebagai sebuah produk reformasi hukum dalam kerangka
reformasi ekonomi, resistensi terhadap pelaksanaan UU. No. 5/1999
oleh kelompok-kelompok pemburu rente adalah fenomena alamiah
yang tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga dialami oleh
negara lain pada tahap awal pelaksanaan Undang-undang
persaingan usahanya. Tetapi pelajaran terpenting yang dapat
dipetik dari pengalaman negara-negara lain adalah bahwa satu-
satunya kekuatan untuk melawan resistensi tersebut adalah
komitmen dan dukungan politik untuk melaksanakan undang-
undang secara konsekuen.
Lingkungan Kebijakan (Regulatory Environment)
Kebijakan publik khususnya di bidang ekonomi/bisnis di satu
sisi dan pola perilaku dunia usaha di sisi lainnya adalah dua faktor
yang saling mempengaruhi. Pada gilirannya hal ini berdampak
nyata bagi efektif atau tidak efektifnya setiap upaya menegakkan
Undang - Undang persaingan usaha. Oleh karena itu dukungan
kebijakan pemerintah akan sangat menentukan tumbuhnya budaya
persaingan di dunia usaha. Namun harapan akan tumbuhnya
dukungan kebijakan seperti itu justru cenderung kian menjauh.
Sejumlah kebijakan pemerintah sepanjang tahun 2002 justru
cenderung mematikan embrio persaingan sehat yang mulai
diperkenalkan.
Peradilan dan Institusi Penegakan Hukum Terkait
Sejumlah masalah yang muncul baik dalam proses
penanganan perkara maupun pasca penanganan perkara senantiasa
menghendaki keterlibatan instansi-instansi penegak hukum terkait.
Pelaku usaha yang diduga melanggar UU No. 5/1999 namun tidak
kooperatif di dalam proses pemanggilan atau pemeriksaan
memerlukan bantuan penyidik. Putusan Komisi yang tidak
dilaksanakan oleh pelaku usaha bersangkutan memerlukan eksekusi
pengadilan. Aspek-aspek pidana dari perkara persaingan yang
ditangani Komisi memerlukan tindak lanjut dari penyidik, dan
keberatan atas putusan Komisi oleh pelaku usaha melibatkan
institusi peradilan umum. Oleh karena itu, keefektifan dan kinerja
KPPU akan sangat tergantung kepada sinergi atau keharmonisan
antara Undang-Undang No. 5/1999 dengan sistem dan substansi
hukum sektoral lainnya yang ada, serta keharmonisan hubungan
kelembagaan KPPU dengan instansi-instansi penegak hukum
terkait.
Sejak awal, sejumlah potensi persoalan memang dapat
muncul dari sisi ini, tetapi tahun 2002 dapat dikatakan sebagai
tahun yang sarat dengan batu sandungan. Berawal dari
penanganan perkara penjualan saham dan obligasi konversi PT.
Indomobil Sukses Internasional Tbk oleh BPPN yang diduga
mengandung unsur persekongkolan tender yang melibatkan 8
(delapan) pelaku usaha, sandungan demi sandungan mulai terasa.
Di tengah-tengah proses pemeriksaan oleh Komisi, Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan Putusan Sela yang
memerintahkan penghentian pemeriksaan atas permohonan PT.
Trimegah Securities – salah satu peserta tender yang diperiksa
dalam perkara ini. Meskipun kemudian Pengadilan Tinggi Jakarta
tidak memberikan persetujuan eksekusi atas putusan ini, namun
hambatan-hambatan dari sisi peradilan keberatan tetap saja
berlangsung.
Di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Pusat, Majelis
Hakim mengabulkan permohonan PT. Trimegah Securities untuk
membatalkan Surat-Surat Panggilan Pemeriksaan yang dilayangkan
KPPU kepada PT. Trimegah Securities. Oleh Majelis Hakim TUN,
Anggota KPPU diposisikan sebagai pejabat tata usaha negara,
meskipun UU No. 5/1999 secara jelas menempatkan KPPU sebagai
badan judiciary exclusive di bidang persaingan usaha. Dan oleh
karena itu putusan-putusan, apalagi surat-surat panggilan yang
dikeluarkan dalam rangka pemeriksaan perkara, tidak dapat diuji di
Pengadilan TUN.
Sandungan-sandungan dari sisi peradilan keberatan tidak
terbatas pada masalah itu saja. Majelis Hakim di tiga Pengadilan
Negeri Jakarta yang menangani 8 (delapan) perkara keberatan atas
putusan Majelis Komisi (KPPU) memiliki persepsi yang sama
terhadap perkara ini – membatalkan putusan Majelis Komisi dalam
perkara tender penjualan saham PT. Indomobil Sukses
Internasional. Pengertian tender serta tata cara penanganan
perkara (Hukum Acara) tampaknya menjadi sumber perbedaan
yang sangat menonjol antara KPPU dengan lembaga-lembaga
peradilan keberatan.
Perbedaan-perbedaan tadi bisa jadi karena pemahaman
substansial yang belum memadai terhadap hukum persaingan, serta
ketidaksiapan hukum acara yang mengatur tata cara penanganan
perkara keberatan. Sosialisasi yang intensif melalui dialog dengan
hakim-hakim hingga kini terus berlangsung. Sementara itu,
peraturan mengenai tata cara penanganan perkara keberatan
seperti yang tengah dipersiapkan oleh Mahkamah Agung dalam
bentuk PERMA diharapkan dapat mengeliminir persoalan-persoalan
tadi.
Otonomi dan Inisiatif-Inisiatif Daerah
Selain karena tuntutan pengelolaan pemerintahan dan
pembangunan, Otonomi Daerah juga menjadi sesuatu yang vital di
dalam kerangka demokratisasi politik dan ekonomi. Tetapi
ketidaksiapan di dalam pelaksanaan otonomi daerah membawa
konsekuensi yang sangat luas. Di bidang persaingan usaha,
diskriminasi perlakuan antara pelaku usaha lokal dengan pelaku
usaha dari daerah-daerah lain merupakan contoh kecil dari
penyimpangan terhadap UU No. 5/1999 yang marak di sebagian
besar daerah otonom. Peraturan-peraturan lokal (Perda) di
sejumlah daerah yang memberikan lisensi monopoli kepada pelaku
usaha tertentu, atau pembentukan badan-badan usaha yang
melibatkan pemerintah daerah otonom sekaligus pemberian lisensi
monopoli kepada badan-badan usaha bersangkutan adalah contoh
lain pengabaian UU No. 5/1999 di dalam pengelolaan daerah-
daerah otonom.
Merger-Akuisisi di tengah Ketidaksiapan PP tentang Merger
dan Akuisisi
Sepanjang tahun 2002, KPPU mencatat sejumlah transaksi
merger dan akuisisi, terutama terhadap perusahaan-perusahaan
negara atau aset-aset negara yang dikelola oleh BPPN. Salah satu
aspek yang sangat menonjol dalam hal ini adalah transaksi-
transaksi yang tidak mempertimbangkan konsekuensinya terhadap
pergeseran struktur industri – dan dengan demikian dampaknya
terhadap persaingan usaha. Wacana yang berkembang di seputar
privatisasi PT. Indosat merupakan konsekuensi dari hal ini.
Meskipun demikian, ketidaksiapan Peraturan Pemerintah (PP)
tentang Merger dan Akuisisi – sebagaimana yang diatur di dalam
Pasal 28 (khususnya ayat 3) dan Pasal 29 UU No. 5/1999 – belum
memberikan landasan hukum sekaligus ruang gerak bagi KPPU
untuk melakukan campur tangan langsung dalam bentuk review
rencana transaksi atau hasil transaksi merger dan akuisisi (merger
notification) yang memungkinkan kontrol terhadap transaksi-
transaksi seperti itu. Tanpa dugaan kuat akan adanya
persekongkolan dalam proses transaksi tender, upaya intervensi
maksimum yang dapat dilakukan oleh KPPU di tengah ketidaksiapan
PP yang mengatur Merger dan Akuisisi adalah saran pertimbangan
yang tidak mengikat kepada pemerintah.
Posisi Staf Sekretariat KPPU di tengah Tatanan Kelembagaan
Negara
Komisi adalah lembaga independen yang bebas dari pengaruh
pemerintah dan pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU
No. 5/1999. Untuk melaksanakan tugas konstitusionalnya, Komisi
dibantu oleh Sekretariat Komisi yang organisasinya diatur sendiri
oleh Komisi sebagaimana tercantum pada Pasal 34. Bagi Komisi,
pengertian independen pada Pasal 30 UU No. 5/1999 merupakan
amanat konstitusional yang tidak dapat ditawar. Hal ini memiliki
konsekuensi luas, terutama yang berkaitan dengan sistem
pendukung, termasuk Sekretariat Komisi. Atas dasar itu, Komisi
berkeyakinan bahwa untuk menjalankan amanat UU sebagai
lembaga independen, Sekretariat KPPU juga mutlak bebas dari
pengaruh pihak manapun, termasuk pemerintah.
Perkembangan yang dilematis kemudian muncul karena di
dalam tatanan perundang-undangan yang mengatur tentang
kepegawaian dan pembiayaan pegawai oleh negara dengan sistem
yang bersifat permanen, satu-satunya pilihan yang tersedia bagi
Staf Sekretariat Komisi adalah Status Pegawai Negeri.
Melaksanakan secara konsekuen UU No. 5/1999 dalam hal ini akan
berbenturan dengan beberapa perangkat perundang-undangan lain,
sementara mengikuti arah dan amanat UU Kepegawaian justru
dikhawatirkan menyimpang dari UU No. 5/1999. Situasi yang
dilematis ini memiliki konsekuensi ketidakpastian bagi staf serta di
dalam perencanaan pengembangan sumberdaya manusia secara
umum.
UU Kepegawaian maupun UU Keuangan Negara jelas tidak
memberi tempat bagi lembaga-lembaga negara yang bersifat
independen. Kehadiran Undang-undang yang memayungi
eksistensi lembaga-lembaga independen – termasuk KPPU, KPU,
Komisi Anti Korupsi dan Komisi-komisi lainnya, karena itu menjadi
kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda.
Persaingan sebagai Budaya Baru
Dalam banyak hal sejumlah masalah yang muncul di sekitar
lingkungan strategis KPPU merupakan konsekuensi dari persaingan
sebagai budaya baru yang belum terinternalisasi ke dalam tatanan
nilai, baik di dunia usaha, pengambil kebijakan publik, maupun
masyarakat luas. Di lingkungan dunia usaha dan pengambil
kebijakan, hambatan dalam internalisasi nilai ini tidak terlepas dari
kecenderungan masa lalu yang lebih mengkedepankan hubungan
kolusif.
Tidak dapat dipungkiri bahwa lahirnya Undang-Undang No.
5/1999 merupakan respon politik wakil-wakil rakyat terhadap
wacana publik yang berkepanjangan di seputar isu-isu monopoli dan
praktek-praktek persaingan usaha tidak sehat lainnya yang, dalam
banyak hal, difasilitasi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah di masa
lalu. Lisensi-lisensi monopoli dalam bidang industri dan
perdagangan serta kebijakan perlindungan industri yang
mengungkung bahkan mencegah tumbuhnya budaya persaingan
menyebabkan internalisasi nilai-nilai persaingan ke dalam dunia
usaha menjadi relatif lamban. Banyak pelaku yang muncul secara
instan dan tumbuh menjadi besar karena perlindungan kebijakan.
Dalam kondisi demikian tadi, rentan waktu dua tahun lebih
bagi KPPU merupakan kesempatan yang relatif masih sangat
singkat untuk melakukan perubahan budaya yang telah mengakar
sejak lama. Sosialisasi di berbagai segmen memang telah
dilakukan secara intensif, namun tidak dapat diharapkan untuk
membuahkan hasil nyata dalam kurun waktu yang relatif sangat
pendek.
Hambatan-hambatan Internal
Selain kendala-kendala yang bersifat eksternal tadi, sejumlah
kendala yang dihadapi KPPU sifatnya internal. Tetapi beberapa
dari kendala internal tersebut justru bersumber dari masalah dalam
lingkungan strategis. Dukungan kelembagaan Sekretariat KPPU
yang tidak mengalami kemajuan berarti adalah salah satu contoh
praktis, meskipun telah dibahas intensif secara bersama lintas
institusi kenegaraan. Tetapi hal ini pun merupakan konsekuensi
proses kelembagaan KPPU di dalam tatanan kelembagaan negara
yang belum mengalami kejelasan.
Sebagai konsekuensinya lebih lanjut, program pengembangan
SDM dilakukan tanpa kerangka yang pasti. Karena itu tidaklah
mengherankan jika Sumber Daya Manusia, baik dalam kuantitas
maupun kualitas, berkembang menjadi kendala internal lain yang
menghambat pelaksanaan tugas-tugas KPPU. Demikian pula
dengan pengembangan infrastruktur baik fisik maupun non fisik.
Ketidakpastian di dalam status kelembagaan Sekretariat KPPU
menyebabkan alokasi dan penggunaan APBN muncul sebagai
kendala pada setiap upaya mengembangkan kapasitasnya sebagai
sebuah institusi publik yang memperoleh amanat konstitusional
melalui UU No. 5/1999.
BAB IX
PENUTUP
Telah tiga tahun KPPU bekerja mengemban amanat UU No.
5/1999. Banyak hal yang telah dilakukan, meski mungkin masih
jauh dari harapan yang lahir dari konsekuensi pembentukan UU No.
5/1999. Tetapi dari sisi usia yang masih relatif sangat muda, apa
yang telah dicapai mencerminkan hasil sebuah kerja keras. Tidak
sulit untuk menggambarkan hasil-hasil itu. Dalam kurun waktu tiga
tahun, eksistensi KPPU mulai dikenal luas masyarakat, baik di
tingkat domestik maupun di kalangan komunitas persaingan
internasional. Laporan pengaduan yang disampaikan oleh publik
kian mengalir dari waktu ke waktu.
Tetapi yang terpenting dari itu semua adalah bahwa dalam
kurun waktu yang relatif sangat singkat, KPPU telah melaksanakan
tugas utama yang diembannya – menangani dan memutus
sejumlah perkara persaingan usaha, serta memberikan sejumlah
saran dan pertimbangan kepada pemerintah tentang kebijakan-
kebijakan yang mendorong terjadinya persaingan usaha tidak sehat
di berbagai sektor. Padahal pada waktu yang bersamaan, KPPU
melaksanakan tugas-tugas utamanya itu di tengah tuntutan
mempersiapkan instrumen-instrumen operasional, seraya
membangun dan mengembangkan kapasitas kelembagaannya.
Tidak berlebihan jika di dalam melaksanakan tugasnya, kondisi
kerja KPPU ibarat membangun kapal sambil berlayar.
Karena itu tidaklah mengherankan jika, di dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, KPPU dihadapkan pada sejumlah
kendala dan tantangan, baik yang sifatnya internal maupun
eksternal. Budaya persaingan yang belum dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia tampaknya muncul sebagai salah satu
kendala utama. Budaya persaingan ini tidak hanya tercermin pada
perilaku dunia usaha, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan
pemerintah, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
Selain itu, ketidakjelasan posisi KPPU dalam tatanan kelembagaan
negara juga menjadi salah satu kendala lainnya. Ketidakjelasan ini
menimbulkan sejumlah kendala dan tantangan lain, diantaranya
ketidakpastian status kepegawaian staf Sekretariat KPPU,
ketidakpastian arah pengembangan sumber daya manusia, serta
ketidaktersediaan pos mata anggaran tersendiri dan anggaran
belanja rutin.
Dalam tahun 2003 mendatang, KPPU diharapkan dapat
merespon tantangan-tantangan ini melalui empat pendekatan
utama. Pertama, pada tingkat mikro KPPU secara konsisten terus
menerus melakukan penegakkan hukum sesuai amanat UU melalui
penanganan perkara.
Kedua, Policy advocacy untuk membangun pemahaman dan
kesadaran berbagai pihak guna menginternalisasikan semangat UU
No. 5/1999 di dalam setiap langkahnya. Bagi pengambil kebijakan
di sektor publik, internalisasi UU No. 5/1999 dimaksud diharapkan
terwujud dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang pro persaingan,
sementara dunia usaha diharapkan melakukan penyesuaian-
penyesuaian dalam strategi dan praktek bisnisnya. Upaya ini sudah
barang tentu memerlukan dukungan publik, dan oleh karena itu
sebagai konsekuensinya advokasi kepada publik (public advocacy)
menjadi mutlak pula dilakukan. Untuk melaksanakan fungsi policy
advocacy, KPPU akan secara proaktif dan berkesinambungan
memberikan saran dan pertimbangan kepada pengambil kebijakan.
Mekanisme hubungan kelembagaan yang lebih sistemik dengan
institusi-institusi pengambil kebijakan, baik di tingkat nasional
maupun di tingkat daerah karena itu menjadi prasyarat bagi
kelangsungan program ini.
Ketiga, kajian intensif di bidang industri dan perdagangan
serta regulasi dan perundangan-undangan, baik untuk mendukung
penanganan perkara maupun dalam kerangka policy advocacy
menuju harmonisasi kebijakan. Selain itu, monitoring terhadap
para monopolis dan pelaku-pelaku usaha pemegang posisi dominan
akan tetap diintensifkan.
Keempat, pengembangan kelembagaan baik yang bersifat
capacity building, pengembangan instrumen-instrumen penunjang
pelaksanaan tugas pokok Komisi, maupun dalam hubungan
kelembagaan dengan instansi-instansi terkait.
Secara lebih spesifik, pendekatan-pendekatan tersebut di atas
diharapkan terwujud dalam berbagai kegiatan berdasarkan urgensi
dan prioritas berikut:
a. Menangani perkara, baik yang dilaporkan oleh publik, maupun
yang diinisiasi sendiri oleh KPPU berdasarkan prioritas masalah
yang berkembang di publik;
b. Secara intensif, reguler dan berkesinambungan membangun
hubungan sistemik dengan institusi-institusi pengambil
kebijakan yang memungkinkan pembukaan ruang bagi review
setiap rencana kebijakan yang diduga memiliki dampak
terhadap persaingan usaha, serta memberikan saran
perubahan terhadap kebijakan-kebijakan publik yang
mengandung semangat anti persaingan. Upaya ini terutama
diarahkan pada kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
sektor-sektor strategis;
c. Untuk mendukung fokus (a) tersebut diatas, KPPU
memberikan pula prioritas pada pengkajian secara intensif
terhadap sektor-sektor strategis, termasuk infrastruktur dan
bidang-bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang
banyak;
d. Secara proaktif memonitor rencana privatisasi BUMN dan
tender penjualan aset-aset negara lainnya, seraya mendorong
pemerintah secepatnya untuk mengeluarkan Peraturan
Pemerintah mengenai Merger dan Akuisisi;
e. Mendorong lahirnya Undang-undang yang memayungi
eksistensi secara keseluruhan lembaga-lembaga negara
independen dalam tatanan kelembagaan negara.
Dunia telah membuktikan, persaingan usaha yang sehat
dalam perekonomian suatu negara dapat memberikan manfaat
kesejahteraan bagi masyarakatnya. Hal inilah yang didambakan
bersama. Namun disadari bahwa tanpa dukungan luas dari publik,
upaya membangun persaingan sehat melalui penegakan setiap sisi
dari UU No. 5/1999 akan menjadi sia-sia.
LAMPIRAN I
DAFTAR PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)
YANG TELAH DIBACAKAN DIMUKA UMUM Compiled as of 31 December 2002
NO.
NOMOR PUTUSAN
TANGGAL
PEMBACAAN
ISI PUTUSAN
MAJELIS KOMISI
KET
1.
Putusan No: 01/KPPU-L/2000 Tender Pengadaan Casing dan Tubing di PT CPI
20 April 2001
1. Menyatakan pengadaan casing dan tubing
melalui tender No. Q-034210-0000-0000-00-52, terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, karena penentuan pemenang tender dihasilkan melalui persekongkolan antar sesama peserta tender;
2. Memerintahkan kepada Terlapor yaitu PT Caltex Pasific Indonesia untuk menghentikan kegiatan pengadaan casing dan tubing berdasarkan tender No. Q-034210-0000-0000-00-52 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Terlapor menerima pemberitahuan putusan.
1. Mohammad Iqbal
(Ketua) 2. Soy M. Pardede
(Anggota) 3. Tadjudin Noersaid
(Anggota)
2.
Putusan No: 03/KPPU-L-I/2000 Retail PT Indomarco Prismatama (Indomaret)
4 Juli 2001
1. Menyatakan bahwa Terlapor dalam
pengembangan usahanya kurang memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam menumbuhkan persaingan sehat antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum;
2. Memerintahkan kepada Terlapor untuk menghentikan eksapansinya di pasar-pasar tradisional yang berhadapan langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudkan keseimbangan persaingan antar pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku
1. Sutrisno Iwantono
(Ketua) 2. Didik J. Rachbini
(Anggota) 3. Erwin Syahril (Anggota) 4. Pande Raja Silalahi
(Anggota)
usaha kecil; 3. Menyatakan bahwa Terlapor dalam
mengembangkan usahanya untuk melibatkan masyarakat setempat diantaranya dengan memperbesar porsi kegiatan waralaba;
4. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk segera menyempurnakan dan mengefektifkan pelaksanaan peraturan dan langkah-langkah kebijakan yang meliputi antara lain dan tidak terbatas pada kebijakan lokasi dan tata ruang, perijinan, jam buka, dan lingkungan sosial;
5. Merekomendasikan kepada Pemerintah segera melakukan pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil menengah atau pengecer kecil agar memiliki daya saing lebih tinggi dan dapat berusaha secara berdampingan dengan usaha-usaha menengah atau besar;
6. Menyatakan untuk melakukan kajian, monitoring, dan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku-pelaku usaha yang terkait dengan usaha eceran dalam jalur vertikal termasuk dugaan praktek diskriminasi harga dan perjanjian tertutup.
3.
Putusan No: 07/KPPU-L-I/2001 Tender Pengadaan Bakalan Sapi Impor di Jawa Timur
19 April 2002
1. Menyatakan Terlapor secara sah dan
meyakinkan telah melanggar ketentuan pasal 22
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 karena melakukan persekongkolan dengan pihak lain yaitu Drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan untuk mengatur menentukan Pemenang Tender/Lelang dalam Pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor dari Australia dalam Proyek Pembangunan dan Pembinaan Peternakan di Kabupaten/Kota se Jawa Timur Tahun Anggaran 2000.
2. Melarang Terlapor untuk mengikuti
1. Syamsul Maarif (Ketua) 2. Bambang P. Adiwiyoto
(Anggota) 3. Erwin Syahril (Anggota)/
Pande Raja Silalahi (Anggota)
kegiatan Pengadaan Sapi Bakalan atau kegiatan serupa di Jawa Timur dan atau wilayah Republik Indonesia selama dipimpin oleh pengurus Terlapor.
3. Larangan sebagaimana disebutkan dalam diktum dua di atas berlaku untuk kurun waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal putusan ini dibacakan.
4. Menyarankan Gubernur Jawa Timur sebagai atasan langsung Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan, untuk mengambil tindakan administratif sehubungan dengan keterlibatan drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan dalam pelanggaran terhadap Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh Terlapor.
4.
Putusan No:03/KPPU-I/2002 Tender Penjualan Saham PT Indomobil Sukses International
30 Mei 2002
13. Menyatakan PT. Holdiko Perkasa (Terlapor
I) dan PT. Deloitte & Touche FAS (Terlapor X), secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena melakukan tindakan persekongkolan yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dengan pelaku usaha peserta tender yaitu PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), PT. Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) dan PT. Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) secara terang-terangan dan atau diam-diam berupa tidak menolak keikutsertaan ketiga peserta tender tersebut dalam tender penjualan saham dan convertible bonds PT. Indomobil Sukses Internasional walaupun mengetahui ketiga peserta tender tersebut tidak memenuhi persyaratan dan atau melanggar prosedur sebagaimana ditentukan dalam Prosedures for The Submission of Bid
1. Sutrisno Iwantono
(Ketua) 2. Pande Raja Silalahi
(Anggota) 3. Bambang P. Adiwiyoto
(Anggota) 4. Syamsul Maarif
(Anggota) 5. Faisal H. Basri (Anggota) 6. Didik J. Rachbini
(Anggota) 7. Erwin Syahril (Anggota) 8. Tadjudin Noersaid
(Anggota)
14. Menyatakan PT. Trimegah Securities (Terlapor II), PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), Pranata Hajadi (Terlapor IV), Jimmy Masrin (Terlapor V), PT. Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) dan PT. Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) secara bersama-sama secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena melakukan tindakan persekongkolan di antara mereka yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat berupa tindakan saling menyesuaikan dan atau membandingkan dokumen tender dan atau menciptakan persaingan semu dan atau memfasilitasi suatu tindakan untuk memenangkan PT. Cipta Sarana Duta Perkasa sebagai pemenang tender penjualan saham dan convertible bonds PT. Indomobil Sukses Internasional
15. Menyatakan PT. Multi Megah internasional (Terlapor VI) dan Parallax Capital Management (Terlapor VII) kedua-duanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
16. Melarang PT. Trimegah Securities (Terlapor II), PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), dan PT. Deloitte & Touche FAS (Terlapor X) untuk mengikuti transaksi baru dalam bentuk apapun di lingkungan dan atau dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan atau dengan pihak lain yang ditunjuk oleh atau atas kuasa BPPN berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas BPPN baik dalam penyehatan perbankan, penyelesaian aset bank maupun dalam pengembalian uang negara dalam jangka waktu dua tahun terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda atas pelanggaran sebesar 30% dari nilai setiap transaksi
17. Menghukum PT. Trimegah Securities (Terlapor II) untuk membayar denda sebesar Rp.10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.10.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
18. Menghukum Pranata Hajadi (Terlapor IV) dan Jimmy Masrin (Terlapor V) secara bersama-sama untuk membayar denda sebesar Rp.10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.10.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
19. Menghukum PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk membayar denda kepada negara sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
(KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
20. Menghukum PT. Holdiko Perkasa (Terlapor I), untuk membayar denda sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
21. Menghukum PT. Deloitte & Touche FAS (Terlapor X) untuk membayar denda sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.10.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
22. Menghukum PT. Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) untuk membayar denda sebesar Rp. 1.500.000.000,00 (satu setengah miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.1.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
23. Menghukum PT. Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) untuk membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp.1.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
24. Menghukum PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp. 228.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh delapan miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 75 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai ganti rugi yang dikenakan (Rp. 228.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini
25. Menyatakan bahwa denda keterlambatan pelaksanaan putusan tetap dihitung meskipun ada upaya hukum
5.
Putusan No.09/KPPU-L/2002 Tender di PT (Persero) Telekomunikasi Indonesia
6 Juni 2002
Menyatakan Terlapor, PT. (Persero) Telekomunikasi Indonesia Tbk. Dan SIEMENS Consortium tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
1. Tadjudin Noersaid (Ketua) 2. Syamsul Maarif (Anggota) 3. Faisal Basri (Anggota)
6.
Putusan No: 08/KPPU-L/2001 Tender Pengadaan Barite & Bentonite di YPF Maxus Southeast Sumatra B.V.
17 Juli 2002
4. Menyatakan bahwa Terlapor, YPF Maxus
Southeast Sumatra B.V. yang sekarang bernama CNOOC Southeast Sumatra B.V. tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22, Pasal 19 huruf a. dan d. Undang-undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
5. Memerintahkan kepada Terlapor, YPF Maxus Southeast Sumatra B.V. yang sekarang bernama CNOOC Southeast Sumatra B.V. untuk memperbaiki persyaratan-persyaratan tender pengadaan barang dan jasa yang diselenggarakannya sehingga tercipta persaingan usaha yang sehat dan terbuka.
6. Memerintahkan kepada PERTAMINA untuk dengan sungguh-sungguh melakukan pengawasan terhadap seluruh KPS dan mitra kerjanya agar dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa mengikuti
1. Soy M. Pardede (Ketua) 2. Bambang P. Adiwiyoto
(Anggota) 3. Sutrisno Iwantono
(Anggota)
ketentuan SK No. 077/C0000/2000-SO dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha secara terbuka sehingga tercipta persaingan usaha yang sehat.
7.
Putusan No:10/KPPU-L/2001 Penunjukkan Rekanan Asuradur di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
18 Juli 2002
4. Menyatakan bahwa Terlapor, PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk. Tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 4, Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 19 huruf a dan huruf d Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
5. Memerintahkan kepada Terlapor, PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., untuk membatalkan perjanjian yang berpotensi menghambat persaingan usaha yang sehat, yaitu perjanjian tanggal 16 April 2002 antara Terlapor masing-masing Wahana Tata dengan perjanjian No. DIR/006 No.146/DIR/PKS/2002, MAI dengan perjanjian No. DIR/009 No. 068/DIR/2002 dan Jasindo dengan perjanjian No.DIR/007 N0. PKS 013.AJI/IV/2002;
6. Memerintahkan kepada Terlapor PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., untuk memberikan kesempatan yang sama kepada perusahaan-perusahaan asuransi agar dapat bersaing secara sehat dan terbuka.
1. Didik J. Rachbini (Ketua) 2. Soy M. Pardede (Anggota) 3. Bambang P. Adiwiyoto
(Anggota)
Jakarta, 31 Desember 2002 KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Kasus Yang Ditangani KPPU Sejak Juni 2000 – 31 Desember 2002
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
Periode Juni 2000 – 31 Desember 2000 1. Tender casing dan
tubing di PT CPI Laporan Dugaan persekongkolan
antar peserta tender untuk menentukan pemenang tender.
KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 20 April 2001
2. Penguasaan Pasar oleh beberapa Importir Kedelai
Laporan Dugaan beberapa Importir Kedelai melakukan penguasaan pasar dan penyalahgunaan posisi dominan.
Penanganan dihentikan karena laporan tidak lengkap, masuk buku 2 (Monitoring)
3. Penguasaan retail oleh Indomaret
Laporan Pendirian retail Indomaret dilokasi yang berdekatan dengan pedagang eceran tradisional.
KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 4 Juli 2001
4. Penentuan harga BBM
Inisiatif Diskriminasi dalam penentuan harga BBM Pemerintah.
KPPU telah menyampaikan saran pertimbangan kepada pemerintah untuk menghapuskan harga diskriminatif.
5. Penggunaan nama domain oleh pesaing
Laporan Pemakaian nama domain oleh pesaing yang menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha tertentu.
Penanganan dihentikan karena bukan kewenangan KPPU.
6. Penetapan harga di Industri DOC
Laporan Dugaan penetapan harga oleh beberapa pelaku usaha dibidang DOC
Monitoring dan kajian
7. Pengadaan Buku Sekolah
Laporan Persaingan tidak sehat antar penerbit buku sekolah dalam pemasaran produknya ke sekolah-sekolah.
Dijadikan bahan informasi Tim Kajian Industri Kertas.
8. Diskriminasi Harga Kertas
Laporan Dugaan diskriminasi harga yang dilakukan oleh produsen kertas.
Monitoring Kajian Industri Kertas.
9. Pendirian Pom Bensin.
Laporan Pendirian Pom Bensin besar didekat Pom Bensin Tradisional.
Penanganan dihentikan karena bukan kewenangan KPPU.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
Periode Januari 2001 – 31 Desember 2001 10. Pembatasan
pemasaran air mineral.
Laporan Dugaan perjanjian penguasaan pasar air mineral di hotel tertentu oleh merk tertentu saja.
Penanganan dihentikan karena Laporan tidak lengkap, masuk Buku 2 (Monitoring Pasif)
11. Wanprestasi distribusi es krim.
Laporan Pembatalan sepihak perjanjian kerjasama distribusi es krim.
Penanganan dihentikan karena bukan kewenangan KPPU
12. Tender Bakalan Sapi Dinas Peternakan Pemda Jawa Timur.
Laporan Dugaan persekongkolan antar peserta dengan panitia tender.
KPPU telah mengeluarkan putusan, yang dibacakan dimuka umum tanggal 17 April 2002.
13. Angkutan Feri. Laporan Keberatan perusahaan angkutan feri atas peraturan yang diberlakukan pemerintah
Laporan dinyatakan tidak lengkap, masuk buku 2, dijadikan bahan kajian kebijakan.
14. Tender Site Survey & Navigation Service.
Laporan Ketidaktaatan KPS Pertamina terhadap peraturan tender di lingkungan Pertamina.
Penanganan dihentikan, bukan kewenangan KPPU.
15. Dugaan Monopoli Carbon Black.
Laporan Dugaan penyalahgunaan posisi dominan oleh Produsen carbon black.
Tidak ada bukti pendukung, diputuskan ditindaklanjuti dalam bentuk Monitoring Pasif.
16. Tarif Taxi oleh ORGANDA.
Inisiatif Perusahaan Taxi tidak diperbolehkan menggunakan tarif lama oleh Organda.
KPPU telah menyampaikan saran pertimbangan kepada pemerintah.
17. Tender Penyemenan pada KPS Pertamina.
Laporan Dugaan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender.
Penanganan dihentikan karena kasus terjadinya sebelum UU No. 5/1999 berlaku efektif (bukan kewenangan KPPU)
18. Keppres Asosiasi Kontraktor.
Laporan Perusahaan kontraktor hanya diperkenankan menjadi anggota asosiasi kontraktor tertentu.
Laporan tidak lengkap (Monitoring Pasif)
19. Pensiunan Karyawan KPS Pertamina.
Laporan Penunjukan perusahaan asuransi tertentu untuk menyelenggarakan asuransi pensiunan karyawan KPS Pertamina.
Tidak ditindak lanjuti, kasus merupakan masalah perdata (bukan kewenangan KPPU)
20. Tender proyek OSP CAN di Telkom.
Laporan Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 6 Juni 2002.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
21. Tarif Penerbangan
INACA. Inisiatif Penetapan tarif
penerbangan oleh asosiasi sebagai akibat SK. Menhub No. 25 Tahun 1997.
KPPU telah menyarankan Menhub untuk mencabut SK tsb. Dan Menhub telah melakukan perubahan kebijakan.
22. Tender pipa di KPS Pertamina Maxus.
Laporan Dugaan persekongkolan untuk menentukan pemenang tender.
Pemeriksaan dihentikan pada tahap pemeriksaan pendahukuan karena tidak ada indikasi kuat.
23. Sengketa perjanjian distributor pakan udang.
Laporan Sengketa hutang piutang antara pabrik dan distributor pakan udang.
Tidak ditindaklanjuti, bukan kewenangan KPPU.
24. Tender MRO di KPS Pertamina.
Laporan Tersingkirnya pelaku usaha kecil dalam pengadaan MRO akibat diterapkannya sistem pengadaan secara aliansi.
Tidak ditindaklanjuti, bukan kewenangan KPPU.
25. Penentuan daftar rekanan penilai di Bank Mandiri.
Laporan Tidak transparannya Bank Mandiri dalam menentukan kriteria pelaku usaha yang dapat menjadi penilai.
Pemeriksaan dihentikan pada tahap Pemeriksaan Pendahuluan, tidak ditemukan bukti kuat.
26. Iklan Produk Kacang. Laporan Klaim iklan dan kemasan produk Kacang tertentu yang dianggap menipu konsumen.
Laporan tidak ditindaklanjuti, bukan kewenangan KPPU. Selain itu, terjadi perubahan perilaku.
27. Pemberlakuan PP No. 82/1999.
Laporan Keberatan pelaku usaha terhadap pemberlakuan PP No. 82/1999.
Dijadikan bahan kajian kebijakan.
28. Tender Barite dan Bentonite di KPS Pertamina.
Laporan Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 17 Juli 2002.
29. Tender Katalis di BUMN Industri Kimia.
Laporan Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
Laporan tidak lengkap, masuk buku 2 (Monitoring)
30. Tender CCTV di Garuda Indonesia.
Laporan Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
Pemeriksaan tidak dilanjutkan karena proses tender dihentikan.
31. Tender perangkat X-Ray di Garuda Indonesia.
Laporan Dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
Pemeriksaan tidak dilanjutkan karena proses tender dihentikan.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
32. Daftar rekanan
asuransi di Bank BNI. Laporan Dugaan penutupan pasar
oleh bank BUMN bagi pelaku usaha asuransi untuk menjadi rekanan.
KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan di muka umum pada tanggal 18 Juli 2002.
33. Perlakuan tidak adil oleh Depnakertrans.
Laporan Perlakuan tidak adil oleh Depnakertrans dalam rangka pengiriman jasa tenaga kerja ke Timur Tengah.
Bukan kewenangan KPPU, dijadikan bahan kajian.
34. Tender pengadaan Casing dan Tubing.
Laporan Kebijakan pemerintah yang melarang impor finished product casing dan tubing
Dijadikan bahan kajian kebijakan.
35. Tender pengadaan kendaraan PMK di BUMN.
Laporan Dugaan persekongkolan dalam tender kendaraan PMK di BUMN.
Laporan tidak lengkap
36. Tender pengadaan perangkat X-Ray di BUMN ( 2 ).
Laporan Dugaan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender.
Laporan tidak lengkap
37. Integrasi Vertikal dan Tender Pabrik Karung Plastik di BUMN.
Laporan Dugaan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender dalam pendirian pabrik karung plastik.
Laporan tidak lengkap
38. Tender pengadaan software dan hardware di lembaga pemerintah.
Laporan Dugaan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender.
Laporan tidak lengkap
39. Sistem Pengadaan Barang di Perusahaan Minyak.
Laporan Akibat negatif dari sistem baru dalam pengadaan barang dan jasa dilingkungan Pertamina.
Laporan tidak lengkap, dijadikan informasi tambahan pada kasus lain serupa.
40. Tender Pengembangan di BUMN.
Laporan Dugaan KKN dan persekongkolan dalam menentukan pemenang tender.
Laporan tidak lengkap
Periode Januari 2002 – 31 Desember 2002
41. Informasi tentang KKN di sektor perdagangan.
Laporan Dugaan telah terjadi KKN di sektor perdagangan yang melibatkan lembaga pemerintah.
Laporan tidak lengkap dan bukan kewenangan KPPU.
42. Penyelundupan gula dan beras.
Laporan Surat kaleng yang melaporkan terjadinya penyelundupan beras dan gula di Kalbar.
Laporan tidak lengkap dan bukan kewenangan KPPU.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
43. Tender Penjualan
Saham IMSI. Inisiatif Dugaan persekongkolan
dalm tender penjualan saham PT Indomobil Sukses International di BPPN.
KPPU telah mengeluarkan putusan, yang dibacakan dimuka umum tanggal 30 Mei 2002.
44. Wajib pungut PPn oleh BUMN.
Laporan Wajib pungut PPn oleh BUMN menimbulkan persaingan usaha tidak sehat antar pelaku non BUMN dengan pelaku BUMN.
Bukan kewenangan KPPU namun dijadikan bahan kajian.
45. Pelelangan pekerjaan di Kijang Pertamina UP-IV Balongan.
Laporan Dugaan persekongkolan pada lelang tersebut yang dilakukan oleh pemenang dan panitia.
Pemeriksaan dihentikan pada tahap pemeriksaan pendahuluan karena tidak ada indikasi kuat.
46. Tender di PT Caltex Pasific Indonesia.
Laporan Dugaan praktek diskriminasi dan kolusi pada tender tersebut
Laporan tidak lengkap
47. Masalah ketenagakerjaan di perusahaan.
Laporan Pengisian posisi dalam perusahaan oleh tenaga kerja asing tanpa pertimbangan yang fair.
Tidak ditindaklanjuti, bukan kewenangan KPPU.
48. Divestasi saham PT.KPC.
Laporan Dugaan persaingan usaha tidak sehat pada kasus divestasi saham KPC.
Laporan tidak lengkap.
49. Pelabuhan Container. Laporan Dugaan praktek monopoli di bidang jasa pelabuhan kontainer.
Monitoring intensif.
50. KKN diperusahaan Swasta Retail.
Laporan Informasi berbagai bentuk KKN yang terjadi diperusahaan yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
Tidak ditindaklanjuti, laporan tidak lengkap (Identitas pelapor tidak jelas)
51. Perdagangan Komoditi.
Laporan Dugaan diskriminasi berkaitan dengan ijin operasi perusahaan pada perdagangan komoditi.
Bahan masukan audiensi dengan pemerintah, dan masalah telah diselesaikan oleh Depperindag.
52. Pengadaan karcis komputer di BUMN.
Laporan Dugaan terjadinya kecurangan dalam tender pengadaan karcis komputer.
Laporan tidak lengkap, identitas pelapor tidak jelas.
53. Pendirian Rumah Sakit.
Laporan Dugaan perlakuan diskriminatif oleh pemerintah daerah, berkaitan dengan ijin pendirian rumah sakit.
Bukan kewenangan KPPU, tetapi KPPU telah menyampaikan masalah ini ke Pemda ybs.
54. Pelanggaran Keppres 18/2000.
Laporan Dugaan adanya pelanggaran Keppres 18/2000 yang
Laporan tidak lengkap.
mengakibatkan persaingan tidak sehat.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
55. Kartel Day Old Chick. Inisiatif Dugaan terjadinya kartel
pada DOC oleh 5 Industri besar dibidang ini.
KPPU telah mengeluarkanputusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 27.
56. Bagi-bagi tender antar dua produsen pipa
Laporan Dugaan konspirasi membagi pemenang tender untuk produk pipa di KPS Pertamina
KPPU telah mengeluarkan putusan yang dibacakan dimuka umum tanggal 29 Agustus 2002.
57. Monopoli sektor film dan bioskop
Laporan Dugaan diskriminasi oleh monopolis di sektor perfilman dan bioskop oleh sekelompok pelaku usaha.
Pemeriksaan Lanjutan
58. Perlakukan eksklusif BUMN Penerbangan terhadap Pemasok Sistem Komputerisasi.
Laporan Dugaan adanya kewajiban penggunaan sistem komputer tertentu untuk bertransaksi dengan BUMN Penerbangan.
Klarifikasi dan Pengumpulan kelengkapan data pendukung awal.
59. Tender di perusahaan KPS Migas.
Laporan Dugaan adanya kewajiban penggunaan system komputer tertentu untuk bertransaksi dengan BUMN Penerbangan.
Klarifikasi laporan.
60. KKN pada proyek Pemda Kabupaten di Jawa Tengah.
Laporan Dugaan adanya penyimpangan Keppres 18/2000 melalui penunjukkan langsung proyek yang seharusnya ditenderkan.
Klarifikasi laporan.
61. Persekongkolan Tender Pemda Dati II di Jawa Barat
Laporan Dugaan adanya persekongkolan dalam tender pembuatan jalan di Dati II di Jabar.
Klarifikasi laporan.
62. Persekongkolan Tender di Pemda Tk I di Indonesia
Laporan Dugaan adanya persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
Klarifikasi, menunggu kelengkapan data.
63. Persekongkolan Tender
Laporan Dugaan adanya persekongkolan pada tender sistem informasi di salah satu departemen.
Klarifikasi laporan.
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
64. Tender di Perusahaan
KPS Migas. Laporan Dugaan adanya
persekongkolan dalam penentuan pemenang tender berupa penyebutan nama2 produsen tertentu yang dapat diikutsertakan dalam tender.
Menunggu Kelengkapan data.
65. Surat dari Asosiasi Pelaku Usaha kepada Panitia Pengadaan.
Laporan Keberatan mengenai keharusan peserta untuk mempunyai sertifikat dari asosiasi yang diakreditasi LPJK.
Klarifikasi, Penelitian Kelengkapan.
66. Tender di BPEN Laporan Dugaan persekongkolan tender di BPEN.
Laporan tidak lengkap.
67. Penerimaan kredit ekspor dari USDA
Laporan Dugaan praktek monopoli dalam penerimaan kredit ekspor dari USDA.
Penanganan laporan selesai.
68. Persaingan industri pertimahan nasional
Laporan Dugaan tentang praktek persaingan usaha tidak sehat dalam industri pertimahan nasional
Klarifikasi laporan.
69. Tender di perusahaan migas.
Laporan Dugaan persekongkolan tender repair & testing pipa minyak.
Laporan tidak lengkap.
70. Persaingan penyediaan layanan internet.
Laporan Dugaan tentang praktek monopoli oleh pelaku usaha penyedia layanan sambungan internet
Monitoring
71. Penetapan harga semen
Laporan Dugaan tentang kartel industri semen di Indonesia.
Monitoring
72. Diskriminasi bidang industri MIGAS
Laporan Dugaan adanya diskriminasi dalam bidang industri migas.
Penanganan Laporan selesai.
73. Tender di Pemda Riau
Laporan Dugaan diskriminasi perlakuan peserta tender
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
74. Penetapan harga peralatan operasional rumah sakit
Laporan Dugaan penetapan harga peralatan operasional rumah sakit yang bertentangan dengan Keppres 18/2000.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
75. Penyimpangan lelang Laporan Dugaan terjadinya penyimpangan/ kejanggalan pelaksanaan prakualifikasi/ lelang dengan penyebutan merk tertentu.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
No
Kasus
Sumber
Substansi Kasus
Status/Tindak Lanjut
76. Tender Dinas
Kesehatan Riau Laporan Dugaan persekongkolan
tender dalam pengadaan peralatan radiologi untuk rumah sakit.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
77. Tender peralatan rumah sakit.
Laporan Dugaan persekongkolan tender dalam pengadaan paket I peralatan radiologi.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
78. Tender pengadaan alat kesehatan
Laporan Dugaan penyimpangan Keppres 18/2000 dengan penunjukan langsung, tanpa melalui tender terbuka.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
79. Tender peralatan operasional rumah sakit.
Laporan Dugaan penyimpangan Keppres 18/2000 mengenai penetapan pemenang bukan oleh penawar terendah.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
80. Diskualifikasi tender Laporan Keberatan pelaku usaha karena didiskualifikasikan sebagai peserta tender Total Final Elf E&P.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
81. Sengketa pelaku usaha
Laporan Penyelesaian laporan dengan mengundang Ketua BP Migas, Menteri ESDM dan Memperindag antara pelaku usaha bidang Migas
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
82. Tender bidang industri migas
Laporan Dugaan terjadinya persekongkolan tender berupa penyebutan nama – nama pabrik tertentu yang dapat diikutkan dalam tender.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
83. Franchise Laporan Dugaan terjadinya pelanggaran perjanjian franchise.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
84. Tender pengadaan kendaraan
Laporan Dugaan persekongkolan tender dalam pengadaan kendaraan di Pertamina Unit Pengolahan II Dumai
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
85. Tender casing dan tubing Laporan Dugaan persekongkolan tender oleh beberapa pelaku usaha dan panitia tender.
Laporan tidak lengkap. (Monitoring Pasif)
86. Tata niaga impor gula Inisiatif Dugaan pelanggaran UU No.5/1999 oleh Pemerintah dalam penetapan kebijakan tata niaga impor gula.
Monitoring intensif
PERKEMBANGAN PENANGANAN LAPORAN
4 June 2003
NO MATERI
LAPORAN
TGL PENERIMAAN
LAPORAN
TGL DISPOSISI
KETUA KPD DE PERKEMBANGAN PENANGANAN
TINDAK LANJUT/STATU
S
1. Laporan tender di PT Caltex Pacific Indonesia oleh PBN dan SP
No. 015/KPPU/ VI/2000 Tgl. 30 Juni 2000
1. Pemeriksaan Pendahuluan 13-9-2000 s/d 24-10-2000
2. Pemeriksaan Lanjutan 26-10-2000 s/d 23-1-2001, diperpanjang s/d 7-3-2001
3. Perkara telah diputus Majelis Komisi pada tanggal 20 April 2001.
4. Majelis yang menangani : a. Mohammad Iqbal (Ketua) b. Soy M. Pardede (Anggota) c. Tadjuddin Noersaid (Anggota) d. Ismed Fadillah (Investigator) e. Lulu Husein (Investigator) f. Etty Nurhayati (Panitera) g. Ando Fahda Aulia (Pembantu
panitera) h. Dema Nursaid (Pembantu panitera)
Status: Penanganan perkara selesai
2. Laporan dari INKOPTI
No. 19/KPPU/VIII /2000 tgl. 20 Juli 2001
Diputuskan dalam Rapat Komisi laporan dibatalkan
Status: Penanganan laporan Selesai
115
3. Laporan tentang PT. Indomarco Prismatama
No. 25/KPPU/VII/ 2000 dan No. 93/KPPU/X/20000 tgl 4 Oktober 2000
1. Pemeriksaan Pendahuluan 10-11-2000 s/d 22-12-2000.
2. Pemeriksaan Lanjutan 2-1-2001 s/d 28-3-2001, diperpanjang s/d 17-5-2001
3. Perkara telah diputus Majelis Komisi pada tanggal 4 Juli 2001.
4. Majelis Komisi yang menangani : a. Sutrsno Iwantono (Ketua). b. Didik J. Rachbini (Anggota) c. Erwin Syahril (Anggota) d. Pande Radja Silalahi (Anggota) e. Ani Poedyastuti (Investigator) f. Nur Muhammad (Investigator) g. Malino Pangaribuan
(Investigator) h. Retno Suprihandayani
(Panitera) i. Nanik Sukantin (Panitera) j. Hilda Wahyuni (Panitera)
Status : Penanganan perkara selesai
4. Laporan PT Mustika Ratu
No. 63/KPPU/ IX/2000 tgl. 11 September 2000
Sudah dijawab sekretariat bahwa penanganannya bukan kewenangan KPPU
Status: Penanganan laporan selesai
5. Laporan Asosiasi Produsen Buku Tulis Indonesia (APBTI)
No. 82/KPPU/ IX/2000 Tgl. 27 September 2000
Diputuskan dalam Rapat Komisi tgl 2-8-2001 laporan sebagai informasi bagi Tim Kajian Kertas
Status : Penanganan laporan selesai
116
6. Laporan tentang Integrasi vertikal DOC
No. 105/KPPU/ X/2000 Tgl. 13 Okto ber 2000
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 28-1-2002 s/d 8-3-2002
2. Pemeriksaan Lanjutan dari tgl 12 Maret s/d 6 Juni 2002, diperpanjang s/d 18 Juli 2002.
3. Perkara telah diputus Majelis Komisi tanggal 27 Agustus 2002.
4. Majelis yang menangani : a. Bambang P. Adiwiyoto (Ketua) b. Erwin Syahril (Anggota) c. Pande Radja Silalahi (Anggota) d. Faisal H. Basri (Anggota) e. Sutrisno Iwantono (Anggota) f. M. Noor Rofieq (Investigator) g. Zaki Zein Badrun
(Investigator) h. Riesa Susanti (Investigator). i. Dewi Sita Yuliani (investigator) j. Dedi Sani Ardi (Investigator) k. Astrid Iswandari (Panitera) l. Betty Ramos (Panitera) m. Sapta Riana Sari (Panitera)
Status: Penanganan perkara selesai
7. Laporan pemilik pom bensin di Indramayu
No. 113/KPPU/ X/2000 Tgl. 10 Okto ber 2000
Sudah dijawab sekretariat bahwa penanganannya bukan kewenangan KPPU
Status: Penanganan laporan selesai
117
8. Laporan equil (air mineral)
No.17/KPPU/I/2001 Tgl. 29 Januari 2001
Laporan tidak lengkap dan pelapor diberitahu agar melengkapi namun tidak dilengkapi.
Masuk Bk. II.
9. Laporan retail es krim (Indomeiji)
No. 53/KPPU/ III/2001 Tgl. 12 Maret 2001
Sudah dijawab Sekretariat bahwa penanganannya bukan kewenangan KPPU
Status: Penanganan laporan selesai
10. Laporan tentang tender bakalan sapi di Surabaya
19 Pebruari 2001 1. Pemeriksaan Pendahuluan 22-8-2001 s/d 2-10-2001.
2. Pemeriksaan Lanjutan 3-10-2001 s/d 28-12-2001.
3. Putusan sudah dibacakan Majelis tgl. 19-4-2002.
4. Majelis yang menangani : a. Syamsul Maarif (Ketua) b. Erwin Syahril (Anggota) c. Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) d. Pande Radja Silalahi (Anggota) e. A. Junaedi (Anggota) f. Setya Budi Yulianto (Anggota) g. Dendi R. Sutrisno (Anggota) h. Tuti Yuniar (Panitera) i. Hilda Wahyuni (Panitera) j. Budi Praharto (Panitera)
Status: Penanganan perkara selesai putusan
11. Laporan GAFEKSI No. 104/KPPU/ V/2001 Tgl. 15 Mei 2001
Pelapor tidak melengkapi data tambahan yang diminta sekretariat.
Masuk buku II.
12. Laporan tentang No. 139/KPPU/ Sekretariat sudah menjawab bukan Status:
118
PT. Calmarine VI/2001 Tgl. 8 Juni 2001
kewenangan KPPU Penanganan laporan selesai
13. Laporan carbon black
Menghadap ke KPPU tgl 7 Maret 2001
1. Diputuskan dalam Rapat Komisi tgl 8-11-2001 diputuskan dibentuk Tim Monitoring.
2. Tim terdiri dari : Ketua : Tadjuddin Noer Said, Anggota : Didik J. Rachbini dan Faisal H. Basri
Investigator : Dewi, Reza, Zakie
Status : Monitoring
14. Laporan tentang tariff taxi
Inisiatif KPPU sudah mengirim surat kepada Menteri Perhubungan untuk mengoreksi kewenangan penetapan tariff taxi
Status : Penanganan laporan selesai
15. Laporan PT. Gemilang Technodrill Paripurna
No. 91/KPPU/ V/2001 Tgl 3 Mei 2001
Sekretariat sudah menjawab bukan kewenangan KPPU, karena perkara sedang diproses di PTUN.
Status: Penanganan laporan selesai
16. Laporan Gabungan Konraktor Nasional Indonesia (GAPEKNAS)
No. 140/KPPU/ VI/2001 Tgl 12 Juli 2001
Diputuskan dalam Rapat Komisi tgl 2-8-2001 dijadikan kajian jika anggaran memungkinkan
Kajian belum terlaksana
17. Laporan terhadap Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (PT.CPI)
Diutuskan dala Rapat Komisi tgl 2-8-2001 agar Sekretariat menjawab bahwa perkara bukan kewenangan KPPU
Status: Penanganan laporan selesai
18. Laporan PT. Nusa Metrikom Ekakarma tentang tender di Telkom
No. 196/KPPU/ VII/2001 Tgl. 12 Juli 2001
12 Juli 2001 1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl 21-11-2001 s/d 18-1-2002.
2. Pemeriksaan Lanjutan dari tgl. 29-1-2002 s/d 25-4-2004
3. Putusan telah dibacakan tanggal 6-6-2002
4. Majelis yang menangani :
Status : Penanganan perkara selesai.
119
a. Tadjuddin Noer Said (Ketua) b. Syamsul Maarif (Anggota) c. Faisal H. Basri (Anggota) d. Dedi Sani Ardi (Investigator) e. Maduseno Dewobroto (Anggota) f. Goprera Panggabean (Anggota) g. Dema Noersaid (Panitera) h. Tutik Yuniar (Anggota) i. Sapta Riana Sari (Panitera)
19. Laporan INACA Inisiatif 1. Sudah dilakukan dengar pendapat tgl. 6-
7-2001 2. KPPU sudah mengirim surat ke Menhub
No. 206/K/VII/2001 tgl 30-7-2001. Respon Menhub surat No. PR.303/2/6 Phb-2001 tgl 14-9-2001
Status: Penanganan laporan selesai
20. Laporan tender pipa di Maxus oleh PT. Sari Prambanan
No. 117/KPPU/ V/2001 Tgl 23 Mei 2001
23 Mei 2001 1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl 28-1-2002 s/d 8-3-2002
2. Pemeriksaan tidak dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan.
3. Majelis yang menangani : a. Tadjuddin Noer Said (Ketua) b. Mohammad Iqbal (Anggota) c. Didik J. Rachbini (Anggota) d. Goprera Panggabean
(Investigator) e. Riesa Susanti (Investigator) f. Maduseno Dewobroto
(Investigator) g. Dendy R. Sutrisno (Investigator)
Status : Penanganan perkara selesai.
120
21. Laporan CV.
Dharma Feed Lestari
No. 255/KPPU/VIII/ 2001
Tgl 23 Agustus 2001
23-8-2001 Sekretariat sudah menjawab bahwa perkara bukan kewenangan KPPU dengan surat No. 279/Set/DE/2001 tgl. 3-11-2001
Status: Penanganan laporan selesai
22. Laporan Forum Komunikasi Perusahaan Pengadaan Barang & Jasa (FKPPBJ) tentang tender MRO di PT. YPF Maxus
11 September 2001
1. Diputuskan oleh Ketua KPPU untuk dilakukan dengar pendapat.
2. Dengar pendapat telah dilaksanakan tgl. 9-10-2001
3. Tim telah memanngil pelapor tanggal 7-11-2001 untuk mengklarifikasi laporan.
4. Pelapor telah menyerahkan draft usulan yang diinginkan pelapor.
5. Diputuskan agar Sekretariat mengundang kembali pelapor untuk klarifikasi terakhir
6. Anggota Komisi yang menghadiri adalah : Tadjuddin Noer Said, Mohamad Iqbal, Syamsul Maarif, Pande Radja Silalahi, dan Bambang P. Adiwiyoto. Sekretariat : Junaidi, Riesa, Tuti, dan Ria
7. Diputuskan oleh FKPPBJ bahwa laporan akan dirubah menjadi laporan persekongkolan.
Status : Penanganan laporan selesai
23. Laporan Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia (GAPPI) tentang penentuan daftar rekanan di Bank Mandiri
No. 248/KPPU/ VIII/2001 Tgl. 23 Agustus 2001
22 Agustus 2001 1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl 12-12-2001 s/d 8-2-2002
2. Penetapan Tim Pemeriksa Pendahuluan telah dibacakan tgl 19-2-2002, yang isisnya Pemeriksaan tidak dilanjutkan.
3. Majelis yang menangani : a. Erwil Syahril (Ketua)
Status: Penanganan perkara selesai
121
b. Soy M. Pardede (Anggota) c. Tadjuddin Noer Said (Angota) d. Dendy R. Sutrisno (Investigator)] e. Riesa Susanto (Investigator) f. Harun Al Rasyid (Investigator) g. Budi Praharto (Panitera) h. Donna Sophia (Panitera) i. Dema Noersaid *Panitera)
24. Laporan APKIN
tentang iklan PT. Dwi Kelinci
No. 279/KPPU /IX/2001 Tgl 7 September 2001
7 September 2001 ke Nur
1. Diputuskan dalam Rapat Komisi untuk dipelajari keterkaitannya dengan UU No. 5 Tahun 1999.
2. Tim telah bertemu dengan APKIN tgl 12-12-2001 untuk mengkonfirmasi laporan setelah munculnya iklan baru.
3. Tim sedang mempelajari informasi terakhir.
4. Anggota Komisi yang terlibat adalah Pande R. Silalahi, dibantu Nur Muhamad, Dedy, dan Setyabudi
5. Terdapat perubahan perilaku pelapor, sehingga laporan diputuskan selesai
Status: Penanganan laporan selesai.
25. Laporan PT. Tri Elang Jaya Maritim tentang Pemberlakuan PP 82/1999
No. 277/KPPU/ VIII/2001 22 Agustus 2001
7 September 2001 1. Diputuskan dalam Rapat Komisi agar memanggil Pemerintah.
2. Telah memanggil Ditjen Perhubungan Laut Tgl. 21 September 2001.
3. Pemerintah telah menunda
Status: Penangan laporan selesai
122
pemberlakuan PP sampai 2004 dan Rapat Komisi tgl. 9-10-2001 memutuskan untuk mengkaji PP 82/1999.
4. Komisi memutuskan bahwa laporan akan dijadikan kajian.
5. Sekretariat telah mengirim surat ke pelapor No. 426/SET/DE/XI/2001 tgl 1 Nopember 2001
26. Laporan PT. Carana Bungapersada tentang tender Barite & Bentonite di YPF Maxus
No. 300/KPPU/ IX/2001 Tgl 19 September 2001
19 September 2001
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl 20-11-2001 s/d 16-1-2002.
2. Pemeriksaan Lanjutan dari tgl. 18-1-2002 s/d 24-4-2002, diperpanjang s/d 6 Juni 2002
3. Putusan telah dibacakan tgl. 17-7-2002. 4. Majelis yang menangani :
a. Soy M. Pardede (Ketua) b. Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) c. Sutrisno Iwantono (Anggota) d. Siswanto (Investigator) e. M. Noor Rofieq (Investigator) f. Dewi Sita Yuliani (Investigator) g. Donna Sophia (Panitera) h. Astrid Iswandari (Panitera) i. Nani Sukantin (Panitera)
Status: Penanganan perkara selesai.
27. Laporan H.M.A.S. No. 309/KPPU/ 24 September 1. Laporan belum lengkap. Sekretariat Status :
123
Alex Asmasoebrata tentang lelang katalis di PT. Petrokimia Gresik
IX/2001 Tgl. 24 September 2001
2001 sudah megirim surat agar pelapor melengkapi laporannya.
2. Pelapor sudah melengkapi laporannya dan sedang diteliti oleh Sekretariat.
3. Sekretariat sudah bertemu dengan pelapor tanggal 13-11-2001 untuk penjelasan tambahan
4. Pelapor menjanjikan akan memberikan dokumen tambahan
5. Pelapor tidak melengkapi laporan.
Penanganan laporan selesai
28. Laporan H.M.A.S. Alex Asmasoebrata tentang lelang pengadaan perangkat CCTV di Garuda, Gudang Cargo Kantor Cabang Cengkareng
No. 311/KPPU/ IX/2001
Tgl. 24 Septemer 2001
24 September 1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 28-1-2002 s/d 8-3-2002
2. Penetapan putusan telah dibuat tanggal 7-3-2002 yang isinya tidak melanjutkan Pemeriksaan ke Pemeriksaan Lanjutan.
3. Majelis yang menangani : a. Pande Radja Silalahi (Ketua) b. Sutrisno Iwantono (Anggota) c. Syamsul Maarif Silalahi (Anggota) d. M. Noor Rofieq (Investigator) e. Nur Muhammad (Investigator) f. Harun Al Rasyid (Investigator) g. Betty Ramos (Panitera) h. Nanik Sukantin (Panitera) i. Tutik Yuniar (Panitera)
Status : Penanganan perkara selesai.
124
29. Laporan H.M.A.S. Alex Asmasoebrata tentang lelang pengadaan dan instalasi perangkat X-ray di Garuda, Gudang Cargo Perwakilan Cengkareng
No. 310/KPPU/ IX/2001 Tgl. 24 Septeber 2001
24 September 2001
1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 28-1-2002 s/d 8-3-2002.
2. Penetapan penghentian Pemeriksaan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan telah dibuat tgl 7 Maret 2002
3. Majelis yang menangani : a. Faisal H. Basri (Ketua) b. Mohammad Iqbal (Anggota) c. Pande Radja Silalahi (Anggota) d. M. Noor Rofieq (Investigator) e. Nur Muhammad (Investigator) f. Harun Al Rasyid (Investigator) g. Betty Ramos (Panitera) h. Sapta Riana Sari (Panitera) i. Ando Fahda Aulia (Panitera)
Status : Penanganan perkara selesai.
30. Laporan PT. Parolamas tentang daftar rekanan asuransi di BNI
1. No. 250/KP PU/ VIII/ 2001
Tgl 22 Agustus 2001
2 No. 292/ KPPU/ IX/2001
Tgl. 13 September 2001
3.No. 361/KP PU/ X/2001
Tgl 24 Oktober 2001
22 Agustus 2001 1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 21-11-2001 s/d 29-1-2002.
2. Pemeriksaan Lanjutan dari tgl 30-1-2002 s/d 25-4-2002, diperpanjang s/d tgl. 7-6-2002.
3. Putusan dibacakan tanggal 18 Juli 2002. 4. Majelis yang menangani :
a. Didik J. Rachbini (Ketua) b. Soy M. Pardede (Anggota) c. Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) d. Nur Muhammad (Investigator) e. Mohamad Reza (Investaigator) f. Setya Budi Yulianto (Investigator) g. HildaWahyuni (Panitera) h. Donna Sophia (Panitera) i. Astrid Iswandari (Panitera)
Status : Penangan perkara selesai.
125
31. Laporan dari Badan Otonomi Gotong Royong Penempatan TKI Khusus Timur Tengah tentang Perlakuan tidak adil oleh Depnakertrans
No. 351/KP PU/ X/2001 Tgl 19 Oktober 2001
24 Oktober 2001 1. Dalam rapat Komisi tgl. 29-11-2001 diputuskan Monitoring
2. Pelapor telah diberitahu melalui surat No. 563/Set/DE/XII/2001 tgl 6-12-2001
Status : Monitoring
32. Laporan PT. Mahabina Kreasitama tentang tender di UNOCAL berkaitan dengan larangan impor finished product cashing dan tubing
386/KPPU/XI/2001 Tgl. 12 Nov 2001
Dalam rapat Komisi Tgl 10-2-2002 diputuskan untuk mengundang Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral guna berdiskusi mengenai peraturan di bidang Migas.
Status : menunggu pertemuan dengan Menteri ESDM
33. Laporan tentang tender pengadaan kendaraan pemadam kebakaran di PT. Angkasa Pura I
No. 389/KPPU/XI/ 2001 Tgl.13-11-2001
14-11-2001 Dalam rapat Komisi tgl. 10-2-2002 diputuskan masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II
34. Laporan tentang pengadaan perangkat X-Ray di PT. Angkasa Pura I & II
No. 389/KPPUXI/ 2001 Tgl. 13-11-2001
14-11-2001 Dalam rapat Komisi tgl. 10-2-2002 diputuskan masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II
35. Laporan tentang tender
No. 389/KPPUXI/ 2001
14-11-2001 1. Sekretariat sudah mengirim surat No. 04/Set/DE/I/2002 tgl. 4-1-2002 kepada
Status : Masuk Buku II.
126
pembangunan pabrik karung plastik di PTP.
Tgl. 13-11-2001 Pelpaor untuk melengkapi laporannya. 2. Pelapor tidak melengkapi laporannya.
36. Laporan CV Rombo Via Sejahtera tentang tender di BPEN
40/KPPU/XI/201 Tgl. 23-11-2001
23-11-2001 Dalam rapat Komisi tgl. 10-2-2002 diputuskan masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II
37. Laporan tentang dampak negatif pengadaan barang dengan sistem aliansi di PT. Caltex
No. 417/KPPU/XI/ 2001 Tgl. 10-12-2001
11-12-2001 Sekretariat sudah mengirim surat kepada Pelapor memberitahukan bahwa laporannya diperlakukan sebagai informasi tambahan. Surat No. 06/Set/DE/I/2002 tgl 8-1-2002.
Status : Masuk Buku II.
38. Lelang Pengembangan TVRI
No. 419/KPPU/XI/ 2001 Tgl. 10-12-2001
11-12-2001 Sekretariat sudah mengirim surat kepada Pelapor untuk menegaskan keseriusan dalam melapor sebab laporan pertama tidak ditandatangani. Surat No. 05/Set/DE/I/2002 tgl. 8-1-2002.
Status : Masuk Buku II.
39. Informasi tentang KKN di berbagai Komoditi
No. 13/KPPU/I/2002 Tgl/ 9-1-2002
9-1-2002 Komisi memutuskan bahwa KKN bukan merupakan kewenangan KPPU
Status : Masuk Buku II
40. Informasi (surat kaleng) tentang penyelundupan gula dan beras di Kalimantan Barat.
No.22/KPPU/I/2002 Tgl. 14-1-2002
15-1-2002 Komisi memutuskan bahwa penyelundupan bukan merupakan kewenangan KPPU
Status : Masuk Buku II
41. Laporan Mulia Tarigan, Dirut
161/KPPU/III/2002 Tgl. 28/3/2003
28/3/2002 1. Laporan mengenai kewenangan wajib pungut PPN oleh BUMN.
Status : Masuk ke Dir.
127
Masyarakat Pratama Anindita.
2. Sudah dijawab melalui surat No. 68/Set/DE/IV/2002 tgl. 19 April 2002 bahwa perkara bukan kewenangan KPPU, materi laporan diperlakukan sebagai bahan kajian KPPU dalam rangka memberikan saran dan pertimbangan.
3. Berkas laporan asli telah diserahkan kepada Dir. Pengkajian pada tanggal 7 Februari 2003
Pengkajian
42. Laporan PT. Tisa Perkasa tentang Permohonan Pembatalan Pelelangan Pekerjaan di Kilang Pertamina UP-VI Balongan
190/KPPU/IV/2002 tgl. 9-9-2002
10-4-2002 1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 5-6-2002 s/d Tgl. 16-7-2002.
2. Penetapan dibacakan tanggal 16-7-2002, bahwa pemeriksaan Tidak dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan karena tidak ada dugaan kuat adanya pelanggaran.
3. Majelis yang menengani : a. Mohammad Iqbal (Ketua) b. Tadjuddin Noersaid (Anggota) c. Bambang P. Adiwiyoto (Anggota) d. Goprera Panggabean
(Investigator) e. Dendy R. Sutrisno (Investigator) f. Nur Muhamaad (Investigator) g. Setya Budi Yulianto (Investigator) h. Ando Fahda Aulia (Panitera) i. Astrid Iswandari (Panitera) j. Demayanti Noersaid (Panitera)
Status : Penanganan perkara selesai.
43. Laporan PT. Sari 193/KPPU/IV/2002 10-4-2002 1. Sekretariat sudah mengirim surat No. Status : Masuk
128
Prambanan tentang tender di PT. Caltex Pacific Indonesia No. Q-045660-0000-0000 tanggal penutupan 19 April 2002
tgl. 10-4-2002 67/Set/DE/IV/2002 tgl 18 April 2002, bahwa laporan tidak jelas dan lengkap.
2. Pelapor memberikan balasan bahwa laporan tersebut merupakan laporan baru yang jelas.
3. Terhadap surat tersebut Komisi memutuskan bahwa laporan tersebut dianggap belum jelas.
4. Terhadap putusan Komisi, Sekretariat telah memberitahukan kepada Pelapor melalui surat No. 92/Set/DE/V/2002 tgl. 22-5-2002.
Pelapor tidak melengkapi laporan.
Buku II.
44. Laporan Togar SM Sijabat tentang pemberhentian karyawan
222/KPPU/IV/2002 tgl. 18-4-2002
19-4-2002 Sudah dijawab bahwa perkara bukan merupakan kewenangan KPPU melalui surat No. 75/Set/DE/IV/2002 tgl. 22 April 2002
Status : Penanganan laporan selesai
45. Laporan divestasi saham PT. Kaltim Prima Coal
1. Laporan disampaikan lewat Bpk. Faisal H. Basri.
2. Resume sudah disiapkan secretariat. 3. Diputuskan dalam rapat Komisi tgl. 23-5-
2002 laporan masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II.
46. Surat tembusan dari Ombudsman
285/KPPU/V/2002 tgl. 10-5-2002
14-5-2002 1. Surat menyatakan adanya indikasi praktek monopoli oleh PT. Louis Dreyfus Indonesia dalam penerimaan kredit ekspor dari USDA.
2. Resume sudah disiapkan secretariat. 3. Diputuskan dalam rapat Komisi tgl. 23-5-
2002 agar secretariat menyiapkan surat tanggapan kepada Ombudsman.
4. Tanggapan dari Ombudsman belum ada.
Status : Penanganan laporan selesai.
129
47. Laporan dari Himpunan Masayarakat Anti Monopoli (HIMAM) tentang praktek Monopoli di Pelabuhan Tanjung Priok.
294/KPPU/V/2002 Tgl. 14 Mei 2002
14-5-2002 1. Pelapor menyatakan adanya praktek monopoli yang dilakukan oleh PT. Pelindo II di Pelabuhan Tanjung Priok.
2. Resume telah disiapkan secretariat. 3. Diputuskan dalam rapat tgl. 23-5-2002
agar Sekretariat meminta kelengkapan data dari Pelapor.
4. Sekretariat sudah mengirim surat No. 98/Set/DE/V/2002 tgl. 31 Mei 2002.
5. Tanggapan belum ada. 6. Diputuskan oleh Komisi masuk
monitoring.
Status : Monitoring.
48. Laporan KKN di PT. Sarinah
1. Melaporkan berbagai bentuk KKN di PT. Sarinah.
2. Pelapor tidak jelas. 3. Resume sudah disiapkan secretariat. 4. Diputuskan dalam rapat tgl. 23-5-2002,
laporan masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II.
49. Laporan PT. SNS tentang perlakuan diskriminatif di Bappebti (Depperindag)
300/KPPU/V/2002 Tgl. 17-5-2002
18-5-2002 1. Pelapor menyatakan bahwa Bappebti telah melakukan tindakan sewenang-wenang.
2. Resume telah disiapkan Sekretariat. 3. Diputuskan dalam rapat tgl. 23-5-2002
agar secretariat mengundang Pelapor untuk dimintakan informasi tambahan.
4. Pertemuan telah terlaksana. 5. Diputuskan oleh Komisi karena solusi
telah diambil leh Deperindag, maka penanganan laporan selesai.
Status : Penanganan laporan selesai.
130
50 Laporan tentang tender pengadaan karcis komputer di PT. KAI
330/KPPU/V/2002 Tgl. 31 Mei 2002
4-6-2002 1. Identitas pelapor tidak jelas jelas. 2. Informasi dan dokumen yang diserahkan
masih belum lengkap dan jelas. 3. Direncanakan Pelapor akan dimintakan
klarifikasi. 4. Pelapor tidak dapat dihubungi.
Status : Menunggu pertemuan dengan Pelapor.
51. Laporan tentang pendirian rumah sakit
432/KPPU/VII/2002 Tgl. 4 Juli 2002
5-7-2002 1. Diputuskan oleh Komisi agar sekretariat mengirim surat kepada Pelapor bahwa laporan bukan yurisdiksi KPPU, namun kepada instansi yang berwenang akan diberikan saran dan pertimbangan.
2. Sekretariat telah mengirim surat kepada Pelapor.
Status : Penanganan laporan selesai.
52. Laporan tentang dugaan pelanggaran Kepres 18/2000 di Kalteng
433/KPPU/VII/2002 Tgl. 4-7-2002
5-7-2002 1. Diputuskan oleh Komisi agar sekretariat mengirim surat kepada Pelapor untuk memberikan keterangan dan dokumen tambahan.
2. Sekretariat telah mengirim surat kepada Pelapor , tapi tidak ada jawaban.
Status : Masuk buku II.
53. Laporan tentang dugaan monopoli oleh Cineplex 21Group
439/KPPU/VII/2002
5-7-2002 1. Pemeriksaan Pendahuluan dari tgl. 2 –8-2002 s/d 12-9-2002.
2. Pemeriksaan Lanjutan 13-9-2002 s/d 9-12-2002.
3. Majelis yang menangani : a. Faisal H. Basri (Ketua) b. Syamsul Maarif (Anggota) c. Tadjuddin Noersaid (Anggota)
Status : Pemeriksaan Lanjutan.
131
d. Siswanto (Investigator) e. Dedy Sani Ardi (Investigator) f. Harun Al Rasyid (Investigator) g. Setya Budi Yulianto (Investigator) h. Sapta Riana sari (Panitera) i. Dema Nursaid (Panitera) j. Tutik Yuniar (Panitera).
54. Laporan tentang
praktek persaingan usaha tidak sehat di industri pertimahan ansional
444/KPPU/V II/2002 Tgl. 10-7-2002
10-7-2002 1. Resume sedang disipkan Sekretariat . 2. Diputuaskan oleh Komisi untuk
mengundang Menperindag.
Status : Undangan belum terlaksana.
55. Laporan tentang tender di Unocal Indonesia Company
457/KPU/VII/2002 16-7-2002
17-7-2002 1. Resume sedang disipkan Sekretariat . 2. Diputuskan laporan merupakan informasi
tambahan bagi kasus pembagian kerja antara PT. CT. dan SPIJ.
Status : Penanganan laporan selesai
56. Tembusan surat kepada Menperindag mengenai rayonisasi pemasaran semen.
473/KPPU/VII/2002 23 Juli 2002
5-8-2002 Arsip Status : Selesai
57. Laporan tentang tender repair & testing services old CNOOC Valves
478/KPPU/VII/2002 30 Juli 2002
31-7-2002 1. Karena laporanditulis dalam bahasa Inggeris, maka DE mengirim surat agar laporan ditulis dalam bahasa Indonesia.
2. Pelapor tidak memberikan jawaban.
Status : Masuk Buku II.
58. Permohonan pertemuan dengan KPPU untuk
485/KPPU/VIII/2002 1-8-2002
1-8-2002 Materi surat bukan merupakan laporan adanya dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999.
Status : Penanganan laoran selesai.
132
membicarakan perlakuan tidak adil oleh Direktur Teknik MIGAS.
59. Laporan tentang Telkomnet Instant
491/KPPU/VIII/2002 5-8-2002
5-8-2002 1. Pertemuan dengan pelapor sudah dilaksanakan tgl. 21-8-2002. Dalam pertemuan tersebut pelapor telah diminta untuk melengkapi laporannya.
2. Pelapor telah melengkapi laporannya pada tgl. 4-9-2002
3. Resume dan rekomendasi sudah disiapkan Sekretariat.
4. Rapat Komisi tgl. 12-9-2002 diputuskan masuk Buku II karena bukti belum cukup.
Status : Masuk Buku II.
60. Laporan tentang kartel semen oleh MNC
361/KPPU/VIII/2002 27-8-2002
28-8-2002 1. Masih diteliti oleh Sekretariat. 2. Memanggil pelapor untuk klarifikasi. 3. Pertemuan dengan Pelapor sudah
dilaksanakan tgl. 11-9-2002, Pertemuan selanjutnya dilaksanakan pada tgl. 23-9-2002.
4. Sekretariat masih memerlukan klarifikasi, surat sudah disampaikan tgl. 30-9-2002.
5. Pelapor sudah menyampaikan jawabannya.
6. Resume sudah disiapkan sekretariat. 7. Rapat Komisi tgl 17-10-2002
memutuskan masuk Buku II.
Status : Masuk Buku II.
61. Tembusan surat mengenai sertifikat jasa konstruksi
368/KPPU/VIII/2002 28-8-2002
29-8-2002 1. Surat ditujukan kepada Mensesneg, KPPU hanya menerima tembusan.
2. Materi mengenai keberatan penggunaan UU No. 5/1999 oleh LPJK GAPENSI.
Status : File
133
62. Penolakan menjadi peserta tender oleh panitia tender di Riau
600/KPPU/IX/2002 17-9-2002
17-9-2002 Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
63. Tembusan surat mengenai impor garam di Medan
602/KPPU/IX/2002 17-9-2002
17-9-2002 1. Surat ditujukan kepada Kepala Dinas Depperindag Sumut.
2. Materi mengenai tangapan atas teguran tentang impor garam
Status : File
64. Pengadaan pera- latan operasional RSUD Kota Dumai, Riau. TA 2002
619/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002 1. Adanya penetapan harga terendah wajar dan maksimal wajar sebesar 7% dari owner estimate yang dianggap bertentangan dengan Kepres 18 Tahun 2000.
2. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas
3. Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
65. Kejanggalan/Penyimpangan pelaksanaan prakualifikasi/lelang
620/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002 1. Adanya persyaratan yang spesifikasi menyebut merk barang.
2. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas
3. Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
66. Pengadaan pera latan Radiologi RSUD Karimun di Dinas Kesehatan Propinsi Riau
621/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002 1. Pengumunan tender hanya ditempatkan di Kantor Dinas Kesehatan Propinsi Riau dan KADINDA.
2. Barang yang akan dilelangkan mengarah pada tipe dan merk tertentu (Toshiba)..
3. Sekretariat sudah menjawab agar
Status : Masuk Buku II
134
laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas
4. Laporan tidak dlengkapi, masuk Buku II
67. Pengadaan peralatan Radiologi I paket RSUD Karimun TA. 2002
622/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002 1. Pengumunan tender hanya ditempatkan di Kantor Dinas Kesehatan Propinsi Riau dan KADINDA.
2. Adanya alasan penolakan yang dibuat-buat untuk mejadi peserta lelang.
3. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas.
4. Laporan tidak dilengka pi, masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
68. Lelang pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Kab. Kuantan Singingi, Riau
623/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002 1. Lelang senilai 4.900.000.00 melalui penunjukan langsung bukan tender terbuka yang diduga melanggar Kepres No. 18 Tahun 2000.
2. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas
3. Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
69. Pengadaan peralatan operasi- onal pelayanan rumah sakit kota
624/KPPU/IX/2002 23-9-2002
25-9-2002 1. Materi laporan mengenai penatapan pemenang tender bukan oleh penawar terendah, sehingga diduga melanggar Kepres No. 18 Tahun 2000.
Status : Masuk Buku II
135
Dumai 2. Sekretariat sudah menjawab agar laporan diperbaiki karena belum lengkap dan jelas.
3. Laporan tidak dilengkapi, masuk Buku II
70. Tembusan surat
sanggahan lelang pengadaan peralatan non medis RS Umum Daerah Cengkareng pada Dinas Kesehatan DKI
626/KPPU/IX/2002 25-9-2002
26-9-2002 1. Penentuan barang sudah secara spesifik menyebut merk (Datascrip).
2. Pemenang tender adalah penawar terendah no. 4.
Status : File
71. Tembusan surat sanggahan lelang pengadaan peralatan non medis RS Umum Daerah Cengkareng pada Dinas Kesehatan DKI
627/KPPU/IX/2002 25-9-2002
26-9-2002 1. Penentuan barang sudah secara spesifik menyebut merk (Datascrip).
2. Pemenang tender adalah penawar terendah no. 4
Status : file
72. Tembusan surat dari PT. Sari Prambanan kepada Total Final Elf E&P Indonesie
653/KPPU/X/2002 7-10-2002
9-10-2002 1. Materi mengenai keberatan akan adanya diskualifikasi sebagai peserta tender di TotalFinal Elf E&P.
2. Masuk Buku II
Status : Masuk Buku II
73. Laporan tentang 665/KPPU/X/2002 18-10-2002 1. Materi tentang adanya kewajiban Status :
136
perlakuan ekslusif PT. Garuda Indonesia kepada Abacus Indonesia dalam CRS (computerized reseservation system)
9-10-2002 penggunaan crs abacus kepada travel agent untuk pemesanan tiket garuda route dalam negeri.
2. Laporan belum lengkap dan jelas, sehingga dilakukan klarifikasi dengan Pelapor tgl. 22-10-2002.
3. Dalam klarifikasi disepakati bahwa pelapor akan memberikan laporan baru yang lebih jelas dan bukti tambahan.
4. Pelapor sudah melengkapi laporannya, resume sudah disiapkan Sekretariat.
5. Komisi memutuskan untuk meminta Pelapor memperbaiki laporannya.
6. Sekretariat telah mengirim surat kepada Pelapor untuk memperbaiki laporannya
7. Pelapor telah memperbaiki laporannya. Resume telah disiapkan Sekretariat.
8. PT. Garuda Indonesia telah diundang Sekretariat pada hari senin tgl. 2-12-2002.
9. PT. Garuda meminta pertemuan diundur. 10. Pertemuan telah dilaksanakan tgl. 18-12-
2002. Dalam Pertemuan tersebut disepakati akan bertemu lagi pada pertengahan Januari 2003.
11. Pertemuan selanjutnya dilaksanakan tgl. 16 Januari 2003.
12. Seklretariat sudah menyiapkan resume untuk diputuskan Rapat Komisi.
13. Tanggal 6 Februari 2003Rapat Komisi memutuskan laporan masuk ke Pemeriksaan Pendahuluan.
14. kabag. Pengaduan dan Persidangan telah menyerahkan berkas asli laporan kepada
Pemeriksaan Pendahuluan
137
kabag. Penyelidikan pada tanggal 7 Februari 2003.
74. Tembusan surat dari PT. Sari Prambanan kepada Unocal Indonesia Company
689/KPPU/X/2002 17-10- 2002
21-10-2002 1. Materi mengenai dokumen tender yang mensyaratkan pengadaan barang dengan menyebut merk tertentu.
2. Sekretariat sdah mengirim surat kepada UNOCAL untuk dimintakan klarifikasi.
3. Penyelesaian denga mengundang Ketua BP Migas, Menteri ESDM, dan Menperindag.
Status : Masuk Buku II
75. Laporan pengaduan KKN di Pemerintah Kab. Semarang
695/KPPU/X/2002 21-10-2002
22-10-2002 1. Materi melaporkan tentang adanya penyimpangan Kepres 18 Tahun 2002 berupa penunjukan langsung untuk proyek senilai diatas 1 milyar.
2. Laporan belum lengkap dan jelas. Sekretariat sudah mengirim surat kepada Pelapor untuk melengapi laporannya.
3. Pelapor sudah melengkapi laporannya dan sedang dipelajari oleh Sekretariat
4. Sekretariat mengundang Pemda Semarang untuk klarifikasi.
5. Pemda Semarang tidak datang, namun akan mengirim bahan yang diperlukan dengan segera.
6. Pelapor tidak melengkapi laporannya sampai dengan 10 hari setelah surat disampaikan kepada pelapor.
Status : Masuk Buku II.
76. Laporan dugaan persekongkolan di Pemda Cianjur.
720/KPPU/X/2002 29-10-2002
30-10-2002 1. Surat pertama mengenai permohonan audiensi.
2. Dalam audiensi disampaikan mengenai dugaan adanya persekongkolan dalam pelaksanaa pembuatan jalan di Kab.
Status : Masuk Buku II.
138
Cianjur, senilai 2,7 milyar. Namun laporan dianggap belum lengkap dan jelas.
3. Sekretariat telah mengundang Pemda Cianjur untuk klarifikasi.
4. Pelapor tidak melengkapi laporannya. 77. Tembusan surat
dari PT. Sari Prambanan kepada Unocal Indonesia Company.
740/KPPU/XI/2002 4-11-2002
2-11-2002 Laporan diselesaikan dengan mengundang Ketua BP Migas, Menteri ESDM, dan Menperindag.
Status : Masuk Buku II.
78. Tembusan surat dari PT. Sari Prambanan kepada BP. Indonesia
742/KPPU/XI/2002 5-11-2002
11-11-2002 Materi laporan tidak jelas Status : File
79. Laporan persekongkolan dalam pelelangan pengadaan barang/jasa di Pemprov DKI Jakarta
750/KPPU/XI/2002 7-11-2002
12-11-2002 1. Materi laporan mengenai adanya dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender.
2. Laporan dianggap tidak jelas dan lengkap, Sedang dimintakan kelengkapan dan kejelasan laporan kepada Pelapor.
Status : Masuk Buku II.
80. Laporan dugaan persekongkolan tender di Ditjen Dagri Depperindag
753/KPPU/XI/2002 8-11-2002
12-11-2002 1. Materi laporan mengenai adanya dugaan persekongkolan tender sistem informasi.
2. Tuntutan berupa ganti rugi sebesar 200 juta dan teguran keras.
3. Sekretariat mengundang Pelapor untuk klarifikasi pada hari jumat, tanggal 22-11-2002.
4. Dalam klarifikasi terungkap laporan keliru, karena pelapor bukan merupakan pihak yang dirugikan.
Status : Masuk Buku II.
139
81. Laporan dugaan
persekongkolan dalam penentuan pemenang tender di Unocal dan TotalFinalElf.
762/KPPU/XI/2002 14-11-2002
14-11-2002
1. Materi laporan adalah mengenai adanya dugaan persekongkolan dalam penentuan pemenang tender berupa penyebutan nama-nama pabrik tertentu yang dapat diikutsertakan dalam tender.
2. Sekretariat sudah mengirim surat kepada Total, namun belum ada balasan.
3. Laporan diselesaikan dengan mengundang Ketua BP. Migas, Menteri ESDM, dan Menperindag.
Status : Masuk Buku II.
82. Tembusan surat dari DPD GAPEKNAS Jateng kepada Panitia Bina Marga Jateng
/KPPU/XI/2002 20-11-2002
20-11-2002 1. Gapeknas keberatan dengan adanya pengumuman dari Bina Marga, sehubungan dengan persyaratan dalam pengadaan di Bina Marga yang mengharus-kan peserta mempunyai sertifikat Asosiasi yang diakreditasi dan diregistrasi oleh LPJK.
2. Diusulkan untuk dibahas oleh Tim penyusun guideline tender dan dikoordinasikan oleh Direktorat Pengkajian.
Status : Masuk Kajian.
83. Laporan ttg dugaan pelanggaran oleh Master Franchise Gymboree Indonesia
798/KPPU/XI/2002 29 November 2002
12-12-2002 1. Materi laporan ttg adanya dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 dalam bidang franchise.
2. Pelapor diundang tgl. 9-1-2003 jam 10.00.
3. Dalam pertemuan disepakati bahwa laporan untuk dapat diproses lebih lanjut harus dirubah karena laporan tidak lengkap dan jelas.
4. Laporan yang telah diperbaharui diserahkan Pelapor tanggal 3 Februari
Status : Masuk Buku II.
140
2003. 5. Tanggal 6 Februari 2003 Sekretariat
mengirimkan surat kepada Pelapor agar melengkapi dokumen bukti.
6. Sampai batas waktu yang diatur, pelapor tidak melengkapi laporannya.
84. Laporan adanya persekongkolan dalam tender kendaraan di Pertamina Unit Pengolahan II Dumai
816/KPPU/XII/2002 13-12-2002
16-12-2002 1. Materi tentang dugaan persekongkolan oleh oknum Pertamina dengan oknum pegawai perusahaan pelapor.
2. Laporan belum lengkap dan jelas. 3. Sekretariat mengundang pelapor untuk
klarifikasi tgl. 17-1-2003. 4. Sampai dengan 10 hari sejak surat
disampaikan, Pelapor tidak melengkapi laporannya.
Status : Masuk Buku II.
85. Laporan ttg dugaan persekongkolan tender oleh TotalFinalElf E&P Indonesie, SPIJ, dan CT.
819/KPPU/XII/2002 16-12-2002
16-12-2002 1. Materi laporan tentang adanya dugaan persekongkolan dalam tendet pengadaan casing dan tubing.
2. Laporan belum lengkap dan jelas. 3. Sekretariat sedang memintakan
kelengkapan laporan. 4. Laporan diselesaikan dengan
mengundang Ketua BP. Migas, Menteri ESDM, dan Menperindag.
Status : Masuk Buku II.
86. Laporan pelanggaran UU 5/99 oleh Pemerintah dalam penetapan kebiajakan tata
842/KPPU/XII/2002 27-12-2002
27-12-2002 1. YLKI merasa bahwa keputusan Menperindag No. 643/MPP/Kep/IX/2002 ttg Tata Niaga Impor Gula telah melanggar UU 5 Tahun 1999.
2. Sekretariat telah mengirim surat kepada pelapor untuk menambah informasi bagi
Status : Masuk Buku II.
141
niaga impor gula KPPU dalam rangka memberikan saran kepada Pemerintah.
3. Sesuai dengan keputusan rapat tanggal 6-2-2003 Komisi agar mengirim surat kepada Menperindag untuk mendapatkan perhatian.
87. Surat mengenai dugaan penyalahgunaan jabatan dalam penentuan pemenang tender
850/KPPU/XII/2002 301202003
6-1-2003 1. Materi surat mengenai adanya dugaan penyalahgunaan jabatan dalam penentuan pemenang tender gedung SD senilai Rp. 212.000.000 di Riau.
2. Penelitian secretariat. 3. Laporan mengenai KKN.
Status : Masuk Buku II.
88. Tembusan surat mengenai sanggahan pemenang lelang di PT. Expan Nusantara
04/KPPU/I/2003 & 05/KPPU/I/2003 Tgl. 3-1-2003
7-1-2003 1. Materi surat mengenai sanggahan ditetapkannya 2 pemenang tender yang tidak memenuhi pesyaratan tender.
2. Laporan belum lengkap dan jelas. 3. Sekretariat mengirim surat kepada
Pelapor untuk melengkapi dan memperjelas laporannya.
4. Sampai dengan 10 hari setelah surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya.
Status : Masuk Buku II.
89. Tembusan surat kepada Gubernur DKI mengenai praktek KKN di Pemda DKI.
09/KPPU/I/2003 6-1-2003
8-1-2003 1. Materi laporan mengenai dugaan adanya KKN dalam pengadaan barang di Pemda DKI, yang diperkirakan merugikan Negara sedikitnya 7 Milyar.
2. Penelitian secretariat. 3. Hasil penelitian, laporan menyangkut
KKN.
Status : Masuk Buku II.
90. Laporan ttg kartel DOC
16/KPPU/I/2003 8-1-2003
9-1-2003 1. Materi laporan mengenai adanya dugaan kartel oleh beberapa pelaku usaha dalam menentukan harga DOC
Status : monitoring
142
2. Rapat sekretariat memutuskan untuk masuk dalam monitoring.
91. Laporan dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
17/KPPU/I/2003 9-1-2003
14-1-2003 1. Materi laporan mengenai adanya dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 berupa penentuan pemenang tender di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat.
2. Laporan belum lengkap dan jelas. 3. Sekretariat telah mengirim surat kepada
pelapor untuk memperbaiki laporannya. 4. Sampai dengan 10 hari sejak surat
disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya.
Status : Masuk Buku II.
92. Laporan mengenai dugaan pelanggaran oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk.
56/KPPU/I/2003 28-102003
28-1-2003 1. Materi laporan mengenai dugaan pelanggaran pasal 6,8,10,14,15,19,21,25,dan 26 oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
2. Laporan belum lengkap dan jelas. Sekretariat sudah mengirim surat No. 31/Set/DE/2003 tgl. 3-2-2003 untuk meminta kelengkapan laporan.
3. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya.
Status : Masuk Buku II
93 Laporan tentang dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 dalam hal usaha
77/KPPU/II/2002 3-2-2003
3-2-2003 1. Laporan mengenai adanya dugaan persaingan usaha tidak sehat (Ps.6) dan Persekongkolan (Ps.24) yang dilakukan oleh mantan franchisee dari PT. Tumble Tots yang kemudian menjadi franchisee
Status : Masuk Buku II
143
franchise play group.
dari PT. Gymboree. 2. Laporan belum lengkap dan jelas.
Sekretariat sudah mengirim surat No. 35/Set/DE/II/2003 tgl. 6-2-2003 untuk meminta kelengkapan laporan.
3. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya.
94 Laporan Dugaan
terjadinya persekongkolan dalam tender di Deperindag
126/KPPU/II/2003 17 Februari 2003
17-2-2003 1. Laporan mengenai dugaan persekongkolan dalam tender (Ps.22) atas proyek pengembangan iklim usaha dan informasi perdagangan dalam negeri di Departemen Perindustrian dan Perdagangan oleh PT. Quadra Solution.
2. Laporan belum lengkap dan jelas. Sekretariat sudah mengirim surat No. 45/Set/DE/II/2003 tgl. 24-2-2003 untuk meminta tambahan bukti dan data.
3. Sekretariat mengundangan Terlapor (pimpinan proyek pengembangn iklim usaha dan informasi perdagangan) untuk klarifikasi pada tanggal 27 Februari 2003 jam.10.00 WIB
4. Tanggal 27 Februari 2003 dilakukan klarifikasi terhadap Terlapor yang dihadiri oleh: Deperindag: Sahudi (Pimpro) dan Jamhir (bendahara proyek). KPPU: Kurnia Sya’ranie, Malino, Ismed Fadillah, Arnold, Endah.
5. Terlapor (Sahudi) menyerahkan data-data berupa: a. Dokumen Administrasi dan Teknis
Status : Masuk Buku II
144
dari PT. Quadra Solution. b. Dokumen Usulan Biaya dari PT.
Quadra Solution. c. Biodata Perusahaan Quadra
Solution. d. Surat Pernyataan
No.018/QS/ASS/III/03 dari Dirut PT. Quadra Solution.
e. Surat Keterangan No.002/S.KETR-HRD/QS/II/03 dari Manager HRD PT. Multidata Rencana Prima.
f. Surat Permohonan Pengunduran Diri Sri Buana Andaya.
g. Curriculum Vitae Swi Buana Andaya.
6. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya.
7. Tanggal 12 Maret 2003 Pelapor menyerahkan tambaha data berupa 2 buah kaset rekaman pembicaraan antara ; 1. Swi (Pelapor) dengan Sahudi
(Terlapor II) 2. Swi (Pelapor) dengan Yuwelis
8. Pada tanggal 27 Maret 2003, Terlapor II (Sahudi) menyerahkan dokumen-dokumen, antar lain : a. Dokumen pengadaan soft ware
sistem manajemen informasi Ditjen. PDN tahun anggaran 2002.
b. Dokumen Administrasi & Teknik, Dokumen Usulan biaya PT. Innerindo Dinamika Konsultan
145
c. Dokumen Administrasi & Teknik, Dokumen Usulan biaya PT. Atlas Deltasatya.
d. Dokumen Administrasi & Teknik, Dokumen Usulan biaya PT. Waindo Specterra
e. Dokumen Administrasi & Teknik PT. Nusa Consultans
f. Dokumen Administrasi & Teknik, Dokumen Usulan biaya PT. Sanitek Konsultindo
g. 1 lembar kwitansi No.01097/Pro2/IV/2002 & 1 lembar jadwal iklan baca pengumuman lelang
9. Resume telah disiapkan oleh sekretariat pada tanggal 10 April 2003 untuk diputuskan dalam Rapat Komisi.
10. Sekretariat telah mengirimkan surat No. 202/K/IV/2003 kepada Itjen Deperindag tanggal 14 April 2003 yang berisi bahwa KPPU mendukung tindakan pemeriksaan yang dilakukan oleh Itjen, agar pemeriksaan tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan apabila dikemudian hari hasil dari pemeriksaan tidak dilaksanakan maka tidak tertutup kemungkinan bagi KPPU untuk memeriksa perkara tersebut.
95 Laporan adanya persekongkolan tender kendaraan
167/KPPU/II/2003 25 Februari 2003
25 Februari 2003 1. Laporan mengenai dugaan adanya persekongkolan dalam tender pengadaan barang di Pertamina Unit II Dumai.
Status : Masuk Buku II
146
di Pertamina unit Pengolahan II Dumai
2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.53/SET/DE/II/2003 tanggal 28 Februari 2003 bahwa tindakan pertamina yang memutuskan perjanjian secara sepihak merupakan tindakan wanprestasi, dan apabila akan dikaitkan dengan dugaan persekongkolan maka laporan belum lengkap dan jelas, sehingga diperlukan tambahan bukti-bukti.
3. Sampai dengan 10 hari sejak surat disampaikan, pelapor tidak melengkapi laporannya.
96 Laporan/informasi
mengenai pemilihan calon mitra KTP di Sumedang
193/KPPU/III/2003 10 Maret 2003
10 Maret 2003 1. Materi laporan mengenai adanya penyimpangan yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan/Seleksi di Dinas Kehutanan Kab. Sumendang dalam memilih/menyeleksi perusahaan sebagai calon mitra kelompok tani penghijauan, yang hanya didasarkan pada hasil kesepakatan bersama antara panitia pemilihan/seleksi dengan KADINDA dan Asosiasi Perusahaan (ARDIN & ASPANJI).
2. Sekretariat telah mengirimkan surat kepada Panitia Pemelihan/Seleksi calon mitra proyek stabilisasi tanah & usaha tani lahan kering sub-das citarik kab. Sumedang dengan No.79/SET/DE/III/2003 tanggal 25 Maret 2003, untuk minta klarifikasi mengenai : a. Proses penunjukkan 14
Perusahaan sebagai calon mitra KTP yang hanya berdasarkan pada hasil
Status : Masuk Buku II
147
kesepakatan bersama antara panitia seleksi/pemilihan dengan KADINDA & Asosiasi Perusahaan (ARDAN & ASPANJI)
b. Diantara 14 perusahaan yang telah ditetapkan ada 4 perusahaan yang tidak termasuk perusahaan golongan kecil yaitu CV. Karya Tepat, CV. Pasir Putih, CV. Pangadegan, CV. Nugraha
c. Ada perusahaan yang tidak mendaftar namun oleh panitia pemilihan/seleksi dinyatakan lulus seleksi menjadi calon mitra.
3. Panitia Seleksi calon mitra KTP telah mengirimkan surat jawaban tertanggal 1 April 2003 yang menjelaskan antara lain : a. Proses pemilihan calon mitra
sudah menempuh proses dan mekanisme penyeleksian Badan Usaha sesuai Kepres No.18 tahun 2000, Kepres No.42 tahun 2002, Surat Dirjen Bina Bangda No.050/227/V/Bangda tanggal 17 Januari 2003 perihal pemilihan mitra pada proyek upland Citarik Loan OECF IP-455. Bahwa pernyataan hasil kesepakatan bersama itu tidak benar, sebagaimana sanggahan surat Ketua Kadin No.022/Kadin/SDM/II/2003 perihal Daftar rekanan mampu yang menyatakan bahwa pendapat Kadin menjamin dan menyepakati hasil seleksi adalah pernyataan tidak benar
148
dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
b. Bahwa pekerjaan pengadaan saprotan proyek UPLDP Sub DAS Citarik merupakan pola kerjasama (SPKS) antara KTP peserta proyek dengan mitra yang terseleksi sesuai dengan pilihan masing-masing KTP. Dalam pola kerjasama SPKS ini tidak ada pengecualian kualifikasi kepada perusahaan untuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan Kelompok Tani Penghijauan (KTP).
c. Bahwa berdasarkan hasil skoring panitia seleksi terdapat calon mitra sebanyak 17 perusahaan namun 3 diantaranya tidak didukung kelengkapan administrasi sehingga diputuskan hanya 14 perusahaan sebagai calon mitra yang terseleksi, sehingga wacana ada yang tidak mendaftar lulus seleksi adalah tidak benar.
97 Laporan dugaan
KKN pada proyek pemeliharaan jalan dan jembatan di Pelaihari (Kal-Sel)
197/KPPU/III/2003
10 Maret 2003 1. Materi Laporan mengenai dugaan KKN atas pelaksanaan proyek peningkatan jalan (pemeliharaan berkala jalan & pembangunan jembatan) yang dikerjakan sebelum pengesahan APBD kab. Tanah Laut tahun 2003.
2. Sekretariat telah mengirimkan surat kepada Bupati Tanah Laut dengan No.68/SET/DE/III/2003 tanggal 17 Maret 2003, untuk meminta klarifikasi
Status : Masuk Buku II
149
mengenai : a. Proses penunjukkan perusahaan
pelaksana proyek yang dilakukan tanpa melalui tender.
b. Sumber pendanaan proyek, dikarenakan belum disahkannya APBD tahun 2003.
98 Laporan mengenai
tender di Pertamina Unit II Dumai
198/KPPU/III/2003 6 Maret 2003
11 Maret 2003 1. Materi laporan mengenai dugaan adanya persekongkolan dalam tender material Catalyst Ceramic Ball merk Huatian –China antara CV.Kosaka dengan Pertamina Unit II Dumai.
2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.65/SET/DE/III/2003 tanggal 14 Maret 2003 bahwa laporan merupakan permasalahan hukum hak atas kekayaan intelektual dan apabila akan dikaitkan dengan dugaan pelanggaran UU No.5/1999 maka laporan belum lengkap dan jelas, serta diharapkan adanya tambahan bukti-bukti antara lain : a. Adanya persyaratan tender yang
diarahkan pada CV. Kosaka Utama – Dumai
b. Kualifikasi perusahaan PT. Citra Prasidha Jaya sehingga layak untuk diikutkan dalam proses tender
c. Adanya bukti korespondensi Pertamina yang mendukung CV. Kosaka Utama - Dumai
d. Bukti-bukti lain yang dapat mendukung persekongkolan tersebut.
3. Pelapor mengirimkan surat
Status : Masuk Buku II
150
No.072/LP/LT/III/2003 perihal Jawaban atas surat KPPU No.65/SET/DE/III/2003 yang menyampaikan antara lain : a. Tidak dapat memenuhi
permintaan data/dokumen tentang hubungan pertamina dengan CV. Kosaka Utama, karena hal tersebut merupakan urusan internal pertamina yang bersifat rahasia.
b. Pelapor mampu menyediakan informasi dan data yang bersangkutan dengan Pelapor dan akan mempersiapkan data dan bukti yang diminta.
c. Bahwa seharusnya persaingan usaha tidak sehat dan menggunakan cara yang tidak jujur yang dilakukan oleh Pertamina dapat dilihat dari fakta yang sampai saat ini masih menggunakan produk milik Pelapor yang melanggar ketentuan prosedur tender sebagaimana mestinya.
99 Laporan mengenai
persaingan usaha tidak sehat di Pertamina Padang.
224/KPPU/III/2003 19 Maret 2003
26 Maret 2003 1. Materi laporan mengenai adanya persaingan usaha tidak sehat di Pertamina cabang Padang unit pemasaran I Medan dalam pembagian quota pengangkutan BBM Solar/HSD.
2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.96/SET/DE/IV/2003 tanggal 4 April 2003 bahwa laporan belum memenuhi syarat untuk dapat diproses lebih lanjut, dan diharapkan ada perbaikan laporan dengan disertai bukti-bukti antara lain :
Status : Masuk buku II
151
a. Uraian kejadian yang lebih lengkap dan jelas.
b. Identitas para pihak yang dilaporkan
c. Maksud dan tujuan laporan d. Dugaan pasal dari UU No.5/1999
yang dilanggar e. Bukti-bukti lain yang dapat
mendukung dugaan persaingan usaha tidak sehat di Pertamina.
100 Laporan mengenai
Pelaksanaan Pekerjaan lebih dahulu di Kabupaten Simalungun.
248/KPPU/III/2003 Jo. 250/KPPU/III/2003
27 Maret 2003 1. Materi laporan mengenai adanya pelaksanaan pekerjaan lebih dahulu di kabupaten Simalungun sebelum APBD 2003 disetujui, dengan menggunakan metode pemilihan langsung.
2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.95/SET/DE/IV/2003 kepada STOP OLI & Ganusa dan No.97/SET/DE/2003 kepada DPD Gapeknas, keduanya tanggal 4 April 2003 mengenai tanggapan bahwa laporan belum memenuhi syarat untuk dapat diproses lebih lanjut, dan diharapkan ada perbaikan laporan dengan disertai bukti-bukti antara lain :
a. Uraian mengenai pelaksanaan pekerjaan lebih dahulu yang dikelola oleh : 1. Dinas PU Bina Marga Simalungun 2. Dinas Pengairan Simalungun 3. Dinas Perkimbangwil Simalungun
b. Identitas para pihak yang
Status : Masuk buku II
152
dilaporkan c. Maksud dan tujuan laporan d. Dugaan pasal dari UU No.5/1999
yang dilanggar e. Bukti-bukti lain yang dapat
mendukung dugaan persaingan usaha tidak sehat di Kabupaten Simalungun.
3. Rapat Komisi tanggal 27 Maret 2003 memutuskan bahwa Komisi akan menugaskan Direktur Eksekutif agar menunjuk 1 orang staf KPPU untuk mempelajari dan mengetahui tentang pembagian anggaran di DPR.
101 Laporan mengenai larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di provinsi Kalimantan Selatan
264/KPPU/III/2003 31 Maret 2003 1. Materi laporan mengenai adanya persekongkolan antara pihak Ardin dengan Gubernur Kalimantan Selatan yang telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur untuk memberikan kewenangan kepada Ardin dalam rangka melakukan sertifikasi. Sedangkan berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berwenang memberi pengakuan pada suatu lembaga untuk dapat melakukan sertifikasi adalah pihak pemerintah pusat.
2. Laporan karena berkaitan dengan kebijakan pemerintah, sehingga sebaiknya atas laporan ini dibahas dalam Direktorat Pengkajian.
3. Direktur Penyelidikan dan Penegakan Hukum dengan Memorandum No.39/M/D.2/IV/03 telah menyerahkan
Status : Masuk ke Dir. Pengkajian
153
berkas laporan kepada Direktur Pengkajian dan Pelatihan.
4. Sekretariat telah mengirimkan surat No.133/SET/DE/IV/2003 kepada Pelapor untuk memberikan pemberitahuan bahwa masalah yang dilaporkan merupakan masalah persaingan yang timbul sebagai akibat kebijakan pemerintah, sehingga laporan tersebut akan dijadikan bahan informasi yang akan dikaji lebih lanjut.
102 Laporan mengenai Proyek Kilang Mini LPG di Tambun
242/KPPU/III/2003 Jo. 305/KPPU/IV/2003
26 Maret 2003 15 April 2003
1. Materi laporan mengenai adanya kejanggalan-kejanggalan dalam proses pelelangan untuk menajdi mitra PT. Bina Bangun Wibawa Mukti (BUMD) untuk pengoperasian kilang mini LPG di Tambun
2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.113/SET/DE/IV/2003 tanggal 11 April 2003 kepada PT. Petromas Indonesia (Konsorsium) untuk minta klarifikasi mengenai : a. Identitas para pihak yang
dilaporkan b. Adanya bukti rekayasa
yang menunjukkan bahwa pemenang lelang sudah ditunjukkan kepada PT. Elnusa Petro Teknik
c. Dugaan pasal dari UU No.5/1999 yang dilanggar
d. Bukti-bukti lain yang dapat mendukung dugaan persaingan usaha
Status : Masuk Buku II
154
tidak sehat dalam lelang ini. 3. PT. Petromas Indonesia telah
mengirimkan surat jawaban No.050/KPPU/IV/03 tanggal 17 April 2003 yang menyampaikan antara lain : a. surat sanggahan kepada
PT. Bina Bangun Wibawa Mukti No.034/BBWM/III/03 tanggal 21 Maret 2003 masih berupa pemberitahuan dan belum merupakan laporan.
b. Apabila setelah 21 April 2003 PT. Bina Bangun Wibawa Mukti masih mengabaikan saran tersebut maka PT. Petronas akan memberikan laporan kepada KPPU.
103 Tembusan Surat
mengenai Laporan praktek monopoli RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makasar
262/KPPU/III/2003 31 Maret 2003 1. Materi laporan mengenai adanya kebijakan dari Direksi RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo dengan mengeluarkan instruksi kepada dokter RSUP Dr. Wahidin agar menuliskan resep-resep dokter untuk pembelian obat-obatan hanya dilakukan di dalam RSUP.
Status : Masuk Buku II
104 Informasi adanya kejanggalan tender di DPR/MPR
286/KPPU/IV/2003 7 April 2003 1. Materi surat mengenai informasi adanya kejanggalan dalam tender gedung Dewan Perwakilan Daerah di komplek DPR/MPR
2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.134/SET/DE/IV/2003 kepada pelaku usaha yang tidak lulus dalam tahap prakualifikasi (PT. Adhi Karya) untuk memberikan penjelasan mengenai proses tender tersebut secara tertulis kepada
Status : Penelitian Sekretariat
155
KPPU.
105 Laporan mengenai pelelangan tanah di BPPN
299/KPPU/IV/2003 9 April 2003 1. Materi laporan mengenai adanya kesepakatan sebelum pelelangan dilaksanakan antara salah satu investor yang juga sebagai peserta lelang dengan masyarakat setempat yang dituangkan dalam Surat Kesepakatan tertanggal 15 Maret 2003. Dalam kesepakatan tersebut investor bersedia memberi kompensasi Rp.10 Milyar kepada masyarakat secara tunai apabila menjadi pemenang lelang. Namun setelah investor dinyatakan sebagai pemenang lelang,ternyata melanggar kesepakatan yang telah dibuat.
2. Sekretariat telah mengirimkan surat No.123/SET/DE/IV/2003 tanggal 16 April 2003, untuk minta perbaikan laporan dengan disertai dengan bukti-bukti, antara lain : a. Uraian kejadian yang lebih
lengkap dan jelas b. Identitas para pihak yang
dilaporkan c. Dugaan pasal dari UU No.5/1999
yang dilanggar d. Bukti-bukti lain yang mendukung
dugaan persaingan usaha tidak sehat dalam proses lelang tersebut.
3. Pelapor telah mengirimkan surat jawaban tanggal 24 April 2003 dan menyampaikan antara lain : a. Uraian kejadian telah disampaikan
Status : Penelitian Sekretariat
156
pada surat laporan tanggal 9 April 2003.
b. Bahwa yang mengetahui identitas dari Terlapor adalah Syarif Bastaman dan Arteria Dahlan dari kantor Konsultan Hukum Bastaman & Partners.
c. Pasal yang dilanggar adalah Pasal 19 (d) UU No.5/1999.
d. Bukti utama dari Pelapor adalah Surat Kesepakatan tanggal 15 maret 2003 dan telah dilampirkan dalam laporan.
4. Sekretariat akan mengundang Pelapor untuk memberikan klarifikasi pada hari Selasa tanggal 6 Mei 2003 jam 14.00 WIB.
157
106 Laporan mengenai pelaksanaan tender Divestasi Bank Danamon di BPPN
304/KPPU/IV/2003 15 April 2003 1. Materi laporan mengenai adanya indikasi ketidakbenaran dalam proses tender divestasi Bank Danamon, dalam hal ini pelapor oleh BPPN dianggap terlambat 8 menit dalam menyampaikan penawaran harga dan tidak menyertakan Bank Komersil.
2. Resume telah disiapkan oleh sekretariat untuk dibahas dalam rapat komisi
3. Sekretariat telah mengirimkan surat No.132/SET/DE/IV/2003 agar pelapor memperbaiki laporan disertai tambahan bukti-bukti antara lain : a. Identitas para pihak yang
dilaporkan b. Dugaan pasal dari UU No.5/1999
yang dilanggar c. Penjelasan lebih detil mengenai
maksud ketidakberesan serta bukti lain yang mendukung dugaan ketidakbenaran proses tender tersebut.
Status : Penelitian Sekretariat
107 Tembusan surat mengenai SPPH No.T.0044/D0052/75/A1-G
324/KPPU/IV/2003 22 April 2003 Materi surat mengenai pengumuman lelang No.044/JPK/ADA/PS/IV/2003 yang harus dibatalkan karena :
1. Menyalahi prasyaratan prosedur dan tata cara yang diatur dalam Kepres 18/2000, SKB Menkeu RI dan Kepala Bapenas No.S-42/A/2000 dan S-2262/D.2/05/2000 dan Surat Kep. Pertamina No.077/C00/2000-SO.
2. Adanya kejanggalan-kejanggalan yang mengindikasikan adanya praktek KKN
Status : Penelitian sekretariat
158
108 Laporan mengenai
adanya keberatan dengan berdirinya indomaret di Jalan Raya Cisaat
327/KPPU/IV/2003 22 April 2003 1. Materi laporan mengenai keberatan masyarakat pedagang pengecer di Cisaat dengan berdirinya swalayan indomaret di Jalan raya Cisaat dengan pertimbangan : a. Tidak adanya areal parkir
sehingga akan menambah kepadatan lalulintas dan memicu terjadinya kriminalitas.
b. Akan terjadinya penurunan omzet pedagang pengecer di Cisaat
c. System marketing dari indomaret akan merusak iklim persaingan usaha
2. Sekretariat akan mengundang Pelapor untuk memberikan klarifikasi pada hari selasa tanggal 6 Mei 2003 jam 10.00 WIB.
Status : Penelitian Sekretariat
top related