laporan kasus herpes zoster 2
Post on 04-Jan-2016
91 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
- Nama : Tn. H
- Usia : 55 tahun
- Alamat : Jl. Serdang Baru, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat
- Pekerjaan : Pensiunan
- Agama : Islam
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Islam
Jakarta Cempaka Putih
Tanggal : 19 Oktober 2015
Jam : ± 10.00 WIB
Keluhan Utama : timbul gelembung-gelembung kecil di leher dan dada kiri sejak 3
minggu.
Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli klinik Kulit dan Kelamin RS Islam Jakarta Cempaka Putih
dengan keluhan timbul gelembung-gelembung kecil di leher dan dada kiri sejak 3 minggu
yang lalu.
4 minggu yang lalu pasien mengeluh batuk berdahak dan sakit tenggorokan yang
dirasakan lebih dari 2 minggu, dan badan lemas. Tidak ada demam, nyeri otot, dan
pusing. Untuk keluhan ini pasien sudah datang ke dokter dan sudah diberi pengobatan,
keluhan membaik.
Kemudian timbul gelembung kecil di leher dan dada kiri sejak 3 minggu yang lalu.
Awalnya hanya berupa bintik seperti gigitan nyamuk, berwarna merah, dan terasa gatal
1
di leher kiri. 3 hari kemudian timbul gelembung-gelembung pada tempat kemerahan dan
menyebar ke dada kiri. Gelembung tersebut tersusun berkelompok, terlihat ada cairan di
dalamnya, terasa nyeri seperti di gigit semut, nyeri tidak menjalar ke tempat yang lain,
dan sedikit panas.
Pasien datang ke dokter klinik 24 jam untuk keluhan ini, diberikan acyclovir 3 x 1
tablet, dan diberi salep (pasien lupa nama obatnya), namun tidak ada perbaikan.
Kemudian pasien datang ke Poli klinik Kulit dan Kelamin RS Islam Jakarta Cempaka
putih 2 minggu yang lalu untuk keluhan yang sama, pasien mendapatkan pengobat
acyclovir 5 x 2 tablet, vitamin B compleks 2 x 1 tablet, dan bedak 2 x 1 setelah mandi.
Pasien datang kembali ke Poli klinik Kulit dan Kelamin RS Islam Jakarta Cempaka
putih dengan keluhan sudah ada sedikit perbaikan, gelembung berkelompok yang masih
ada, namun warna sudah tidak kemerahan dan tidak nyeri.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit seperti ini : disangkal
- Riwayat varisela : pernah, saat usia anak-anak.
- Riwayat asma, Diabetes mielitus dan Hipertensi : disangkal
- Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit seperti ini : disangkal
- Riwayat penyakit kulit : disangkal
- Riwayat Asma, Diabetes mielitus dan Hipertensi: disangkal
- Alergi : disangkal
Keadaan Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama anaknya, ukuran rumah sedang, lingkungan padat penduduk.
Pasien adalah pensiunan, kegiatan sehari-hari hanya di rumah dan ke masjid. Jarang
berolahraga.
2
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
TD : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 80 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 kali/menit, regular
Suhu : 36.80C
Kepala : normochepal, rambut sebagian beruban, distribusi merata
Leher : pembesaran KGB (-)
Mata : konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang.
Thorax : Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).
Paru : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas Superior : akral hangat, edema -/-, CRT< 2dtk
Inferior : akral hangat, edema -/-, CRT< 2dtk
Status Dermatologis :
Pada regio : Colli dan thorakalis superior sinistra
Efloresensi : Tampak kelompok vesikel, ukuran miliar sampai lentikular
hiperpigmentasi, tersusun herpetiformis dan dermatom servikalis sinistra.
3
Gambar 1. Foto Pasien
4
D. RESUME
Pasien laki-laki 55 tahun, keluhan timbul gelembung-gelembung kecil di leher dan
dada kiri sejak 3 minggu yang lalu, vesikel berkelompok, hiperpigmentasi, disertai nyeri
dan sedikit panas. Riwayat varisela saat usia anak-anak. Sudah mendapatkan pengobatan
acyclovir 5 x 2 tablet, vitamin B complex 2 x 1 tablet, dan bedak 2 x sehari. Keluhan
membaik.
Pada pemeriksaan dermatologi, di regio colli dan thorakalis superior sinistra, tampak
kelompok vesikel, ukuran miliar sampai lenticular, hiperpigmentasi, tersusun
herpetiformis dan dermatom servikalis sinistra.
E. DIAGNOSIS BANDING :
1. Herpes zoster
2. Herpes simpleks
F. DIAGNOSIS KERJA:
Herpes zoster servikalis sinistra
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Usulan pemeriksaan) :
H. PENATALAKSANAAN
1. UMUM
a. Istirahat cukup
b. Menghindari pecahnya vesikel dengan tidak menggaruk pada daerah lesi
5
2. KHUSUS
a. Sistemik :
-
b. Topical :
- Bedak salisin 2% 2 x 1 setelah mandi
I. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam
6
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan :
ANAMNESIS
Dari data anamnesis, keluhan timbul gelembung-gelembung kecil di leher dan dada kiri
sejak 3 minggu yang lalu, tersusun berkelompok, terlihat ada cairan di dalamnya, terasa
nyeri dan sedikit panas.
Pasien telah mendapat pengobat acyclovir 5 x 2 tablet, vitamin B compleks 2 x 1 tablet,
dan bedak 2 x 1 setelah mandi, keluhan membaik.
4 minggu yang lalu pasien mengeluh batuk berdahak dan sakit tenggorokan yang
dirasakan lebih dari 2 minggu, badan lemas dan tidak demam . Untuk keluhan ini pasien
sudah datang ke dokter dan mendapat pengobatan, keluhan membaik.
Pasien mempunyai riwayat cacar air saat usia anak-anak.
PEMERIKSAAN FISIK
Dari pemeriksaan fisik di ragio colli dan thorakalis superior sinistra, tampak
kelompok vesikel, ukuran miliar sampai lenticular, hiperpigmentasi, tersusun
herpetiformis, dengan distribusi dermatom servikalis sinistra.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat didiagnosis :
Herpes zoster servikalis sinistra
Herpes simpleks
7
HERPES ZOSTER
DEFINISI
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.1
Herpes Zoster adalah penyakit setempat yang terjadi terutama pada orang tua yang khas
ditandai oleh adanya nyeri radikuler yang unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang terbatas
pada dermatom yang di inervasi oleh serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris
dari nervus kranialis.2
Neuralgia Post Herpetik adalah radikuloneuritis akut pada herpes zozster yang terdapat
pada orang dengan usia tua dengan insiden 125/100.000 per tahun.Onset klinis adalah nyeri pada
segmen yang terdapat herpes zoster akut.
ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella zoster. Virus varicella zoster terdiri dari
kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 subunit protein-
virion yang lengkap dengan diameternya 150-200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang
bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihacurkan dengan bahan organik,
diterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14-21 hari.1
PATOFISIOLOGI
Selama penyembuhan varisela, Varicella zoster virus menjadi laten di nervus kranialis
seperti nervus trigeminal, fasialis dan di serabut ganglion posterior medula spinalis. Pada
sebagian besar individu virus ini menjadi laten seumur hidup. Perjalanan virus ke ganglion
sensoris diduga dengan cara hematogenik, transport neuronal retrograde atau keduanya. Selama
infeksi laten di serabut ganglion posterior ini tidak menimbulkan apoptosis sel saraf, karena pada
infeksi laten tidak terjadi inflamasi sehingga tidak merusak sel-sel neuron.
8
Pada fase laten ini VZV tidak infeksius dan sebagian besar ekspresi gen VZV tidak
ditemukan pada sel neuron dari ganglion dorsalis yang merupakan tempat infeksi laten VZV.
Sehingga virus tidak bisa dideteksi dan dibersihkan oleh sistim imun. Sistim imun yang berperan
dalam mempertahankan keadaan laten ini adalah sistim imun seluler. Hal ini terbukti dengan
tingginya insiden herpes zoster pada pasien HIV dengan jumlah CD4 menurun dibandingkan
insiden pada individu dengan status imun yang baik.
Hanya beberapa material genetik VZV yang diekspresikan di ganglion posteriror. Gen-
gen yang biasa ditemukan pada fase ini adalah gen 21, 29, 62, dan 63. Gen-gen tersebut
umumnya ditemukan dalam sitoplasma neuron ganglion dorsalis. Kadang-kadang juga
ditemukan di sel-sel satelit ganglion seperti sel Schwann dan astrosit. Berbeda pada fase
reaktivasi, gen-gen tersebut terdapat di dalam nukleus sel neuron yang terinfeksi VZV. Gen 63
berfungsi sebagai protein yang menekan apoptosis neuron selama fase laten. Gen 62 berfungsi
sebagai regulator transkripsi ketika gen tersebut berada di dalam nukleus pada fase reaktivasi.
Tidak adanya gen-gen regulator transkripsi lainnya menyebabkan tidak terjadi replikasi VZV
selama fase laten.
Dari penelitian kuantitatif PCR mengindikasikan sangat sedikit jumlah gen VZV, yaitu
sekitar 6-31 per 100.000 sel ganglion yang terinfeksi laten. Pengetahuan mengenai gen mana
yang diekspresikan selama fase laten penting untuk berbagai alasan. Dengan diketahuinya
berbagai fungsi gen VZV diharapkan dapat lebih memahami proses yang terjadi pada fase laten
ini. Ekspresi gen VZV tersebut dapat digunakan sebagai dasar terapi antivirus dalam mencegah
terjadinya reaktivasi virus, dan selanjutnya dapat mengidentifikasi secara spesifik enzim-enzim
yang dapat menghambat reaktivasi VZV, seperti enzim anti-sense oligonukleotidase dapat
menghambat reaktivasi virus laten dan kemungkinan pengembangan vaksin melawan protein
VZV.
Komponen genetik VZV terdapat ekstrakromosomal dalam bentuk yang tidak infeksius.
Hal ini berbeda dengan retrovirus, dimana komponen genetiknya terdapat di DNA sel host.
Sebagian besar penelitian memperlihatkan bahwa komponen DNA virus berada di dalam
sitoplasma sel neuron serabut saraf baik nervus trigeminal ataupun di neuron serabut ganglion
posterior. Pada infeksi ini ditemukan sedikit perubahan morfologi tanpa disertai peradangan pada
neuron-neuron tersebut.
9
Reaktivasi Varicella zoster virus
Reaktivasi VZV bisa terjadi secara spontan atau mengikuti berbagai faktor pencetus,
seperti infeksi, imunosupresi, trauma, radiasi dan keganasan. Selama fase klinis aktivasi terjadi
berbagai perubahan patologik pada serabut ganglion. Perubahan utama adalah nekrosis dari sel-
sel neuron baik sebagian maupun keseluruhan ganglion. Perubahan lain adalah infiltrasi limfosit
dan hemoragik pada sel-sel neuron.
VZV dapat menetap di struktur-struktur saraf, dalam kasus herpes otikus VZV menetap
di ganglion genikulatum. Dari ganglion ini virus yang dorman dapat mengalami reaktivasi. Pada
keadaan reaktivasi ini, VZV menstimulasi respon imun yang mampu mencegah reaktivasi pada
ganglion lainnya dan reaktivasi klinis berikutnya. Sehingga herpes zoster hanya menyerang satu
dermatom dan muncul hanya sekali seumur hidup.
(Varisela, fase laten dan reaktivasi)
Proses patologik tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya neuralgia. VZV
kemudian menyebar secara sentrifugal ke saraf sensorik dan menyebabkan neuritis. Virus yang
terdapat pada ujung saraf sensorik menyebar di kulit menimbulkan kelompok-kelompok vesikel
herpes zoster. Biasanya keadaan ini berada pada satu unilateral dermatom.
Pada keadaan reaktivasi didahului dengan keberadaan komponen genetik virus yang
sebelumnya berada di sitoplasma neuron selama fase laten, mencapai nukleus dan mengaktifkan
10
proses replikasi virus, kemudian memproduksi virus yang infeksius. Virus tersebut kemudian
keluar dari sel neuron ganglion posterior ke saraf sensorik, dan mencapai kulit menginfeksi sel-
sel epitel kulit dan menimbulkan lesi herpes zoster.
Pada neuralgia post Herpetik dimukan adanya perubahan degeratif pada sel saraf yaitu
hilangnya sel ganglion, atrofi dan fibrosis sel saraf tepi. Pada neuralgia post herpetic ditemukan
adanya sensitisasi nosiseptor abnormal dan aktivitas sel saraf abnormal menyebabkan terjadinya
nyeri.2
11
FAKTOR RESIKO2
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini, akibat daya tahan
tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko
terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan
leukemia. Adanya lesi pada ODHA merupakan menifestasi pertama dari
immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang
GAMBARAN KLINIS 4
Daerah yang sering terkena adalah daerah thorakal.
Prevalensi wanita dan pria sama.
Umur lebih sering pada usia dewasa.
Gejala prodromal sistemik : Demam, pusing, malese.
Gejala prodromal lokal: Nyeri otot tulang, gatal, pegal.
Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok
dengan dasar kulit yang eritematous dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih. Kemudian
menjadi keruh berwarna abu-abu. Dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang vesikel berisi darah
(herpes zoster hemoragik). Dapat pula timbul infeksi sekunder hingga timbul ulkus dengan
penyembuhan berupa sikatrik.
Masa tunasnya 7-12 hari.
Masa aktif berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira 1 minggu.
Masa resolusi berlangsung 1-2 minggu.
Dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional
Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral.
Dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persyarafan.
Pada susunan syaraf tepi jarang timbul kelainan motorik. Tetapi pada susunan syaraf
pusat dapat terjadi kelainan motorik. Hiperestesi pada daerah yang terkena merupakan gejala
khas. Kelainan pada muka sering di sebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus
12
(ganglion gaseri). Nervus fasialis dan oftikus(ganglion genikulatum). Secara klinis manifestasi
herpes zoster antara lain :
Zoster sine herpete : Adanya nyeri dermatom yang jelas tanpa disertai dengan erupsi
kulit. Hal ini disebabkan gagalnya penyebaran VZV ke kulit saat fase reaktivasi.
Herpes zoster abortif : Perjalanan penyakit sangat singkat disertai dengan kelainan kulit
yang sangat ringan.
Herpes zoster oftalmikus : Herpes zoster yang menyerang ganglion oftalmikus yang
merupakan cabang I nervus trigeminal. Bila mengenai anak cabang nervus nasosiliaris
dapat menimbulkan kelainan pada mata yang bisa berupa konjungtivitis, keratitis, uveitis
anterior, iridosiklitis bahkan panoftalmitis.
Sindrom Ramsay Hunt : Herpes zoster pada liang telinga eksterna atau membran timpani,
terdapat paralisis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan mengecap pada 2/3 bagian
depan lidah, tinitus, vertigo dan tuli. Pada keadaan ini virus menyerang nervus fasialis
dan nervus auditorius.
Herpes zoster generalisata atau diseminata : Lesi utama disertai penyebaran vesikel-
vesikel soliter pada tubuh.
Herpes zoster pada pasien imunokompromais : Lesi cukup berat bisa multi dermatom,
ditemukan bula hemoragik, nyeri hebat, dapat mengenai organ dalam dengan gejala
prodormal hebat dan erupsi kulit yang berlangsung lebih lama.
PEMERIKSAAN PENUNJANG2
1. Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herpes simpleks:
a. Tzanck smear: mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan
herpes zoster dan herpes simpleks.
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: untuk membedakan diagnosis herpes
virus.
2. Immunofluorescent mengidentifikasi varicella di sel kulit.
3. Pemeriksaan histopatologik.
4. Pemeriksaan mikroskop elektron.
13
5. Kultur virus.
6. Identifikasi antigen/asam nukleat VVZ.
7. Deteksi antibodi terhadap infeksi virus.
DIAGNOSIS BANDING
- Herpes simpleks
Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas
dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal
atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes
simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1
biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi
penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah
pinggang terutama di sekitar alat genitalia eksterna.
- Varisela
Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi
vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah
menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari
badan ke muka dan ekstremitas.
- Impetigo vesiko-bulosa
Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta. Tempat
predileksi di ketiak, dada, punggung dan sering bersamaan dengan miliaria. Penyakit ini
lebih sering dijumpai pada anak-anak.
PENATALAKSANAAN1
Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan rasa nyeri secepat mungkin
dengan cara membatasi replika virus, sehingga mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.
1. Pengobatan Sistemik
14
a. Obat antivirus
Obat anti virus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster akut.
Efektivitasnya dalam mencegah NPH masih kontroversial
Tiga antivirus oral yang disetujui Food and Drug Administration (FDA)
untuk terapi herpes zoster, Famsiklovir, Valasiklovir hidrokhlorida, dan asiklovir.
Antivirus famsiklovir 3x500mg atau valasiklofir 3 x 1000 mg atau asiklovir 5 x
800mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari.
b. Kortikosteroid
Prednison yang digunakan bersama asiklovir dapat mengurangi nyeri akut.
Hal ini disebabkan penurunan derajat neuritis akibat infeksi virus dan
kemungkinan juga menurunkan derajat kerusakan pada saraf yang terlibat.
Akan tetapi pada penelitian lain, penambahan kortikosteroid hanya
memberikan sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat
untuk mencegah NPH, walaupun memberikan perbaikan kualitas hidup
mengingat risiko komplikasi terapi lebih berat daripada keuntungannya.
c. Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukan respon baik terhadap AINS
(asetosal,piroksikam,ibuprofen,diklofenak) atau analgetik non opioid
(parasetamol,tramadol,asam mefenamat). Kadang-kadang dibutuhkan opioid
(kodein,morfin atau oksikodon) untuk pasien dengan nyeri kronik hebat.
d. Antidepresan dan antikonvulsan
antikonvulsan gabapentin dan pregabalin. Gabapentin dan pregabalin bekerja di
subunit α2δ yang terdapat pada kanal kalsium untuk menurunkan influks kalsium,
sehingga menginhibisi keluarnya neurotransmiter eksitatorik termasuk glutamat
yang merupakan neurotransmiter utama yang memelihara sensitisasi sentral.
Dosis awal gabapentin 300 mg pada hari pertama, 2 x 300 mg pada hari ke dua, 3
x 300 mg pada hari ke tiga. Titrasi lalu diperlambat sampai mencapai 3 x 600 mg
dalam 2 minggu. Dosisnya harus dibagi 3-4 kali sehari karena waktu paruhnya
pendek. Dosis pregabalin 150-600 mg perhari, dibagi 2 dosis. Gabapentin dan
pregabalin akan mengurangi nyeri sehingga akan memperbaiki tidur, mood, dan
15
kualitas hidup. Pregabalin sendiri memiliki efek antiansietas. Kedua obat ini
memiliki insiden efek samping yang rendah, dan biasanya bersifat ringan
sehingga sering disarankan sebagai obat lini pertama. Efek samping yang dapat
dialami pasien antara lain somnolen, pusing, edema perifer, dan gangguan
keseimbangan.5
2. Pengobatan topical
a. Analgetik topikal
i. Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin
(Caladryl) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan
pruritus. Kompres dengan solusio Burowi (alumunium asetat 5%)
dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60 menit.
ii. Antiinflamasi nonsteroid
Asam asetil salisilat topikal dalam pelembab efektif dalam
memperbaiki nyeri akut.
iii. Analgetik
Lidokain patch 5% yang efeknya dapat terlihat mulai 2-3 minggu
setelah pemakaian dimulai.Tiga buah patch dapat digunakan dalam satu
waktu pemberian. Caranya adalah 12 jam digunakan, kemudian
dilepaskan selama 12 jam. Krim kapsaisin 0,025 dan 0.075% dapat
digunakan 3-4 kali sehari, namun harus diberitahu kepada pasien bahwa
akan terasa sensasi terbakar pada awal pemakaian.5
KOMPLIKASI1,4
Komplikasi herpes zoster secara garis besar bisa dikelompokan pada komplikasi
di kulit, organ viseral dan neurologik.
Infeksi sekunder oleh bakteri memperlambat proses penyembuhan. Pada erupsi
kulit yang disertai infeksi sekunder dapat meninggalkan bekas berupa jaringan parut, dan
pada penderita dengan bakat keloid dapat terjadi keloid. Pada keadaan dengan gangguan
16
imunitas dapat terjadi herpes zoster dengan lesi kulit yang luas yang dikenal dengan
herpes zoster diseminata.
Komplikasi terhadap organ viseral yang sering dijumpai adalah pneumonitis,
hepatitis, pericarditis dan lain-lain. Sedangkan komplikasi neurologik yang paling sering
ditemui adalah neuralgia paska herpetik (NPH), meningoensefalitis, myelitis transversa,
komplikasi pada mata berupa keratitis akut, skleritis, uveitis, glaukoma sekunder, ptosis,
korioretinitis, neuritis optika dan parese otot penggerak bola mata.
Pada NPH nyeri menetap 1 - 3 bulan atau lebih sesudah lesi herpes menyembuh.
Terjadinya NPH ini sangat erat hubungannya dengan umur penderita saat timbulnya
herpes zoster. NPH menimbulkan gejala nyeri hebat yang kadang sulit diatasi sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sesudah herpes zoster menghilang. Hal ini
disebabkan karena kerusakan neuron yang terjadi pada fase akut menjadi permanen
karena daya regenerasi sel neuron yang rendah.
Tabel 1 : Komplikasi herpes zoster
Neuralgia post herpetik
Neuralgia post herpetik (PHN) adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa
tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10-15 %
17
dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi
persentasenya.
Pasien NPH biasanya mengeluh nyeri yang bersifat spontan (dideskripsikan
sebagai rasa terbakar, aching, throbbing), nyeri yang intermiten (nyeri seperti ditusuk,
ditembak) dan/atau nyeri yang dibangkitkan oleh stimulus seperti alodinia. Alodinia
(nyeri yang dibangkitkan oleh stimulus yang secara normal tidak menimbulkan nyeri)
merupakan nyeri yang terdapat pada hampir 90% pasien NPH. Pasien dengan alodinia
dapat menderita nyeri yang hebat setelah tersentuh baik dengan sentuhan yang paling
ringan sekalipun seperti angin sepoi-sepoi ataupun selembar pakaian. Biasanya alodinia
terjadi jelas di daerah yang masih mempunyai sensasi, sedangkan nyeri spontan terjadi
terutama di daerah yang sensasinya terganggu atau hilang. Hampir seluruh pasien
memiliki sensasi abnormal pada raba halus, suhu, dan getar pada dermatom yang terkena.
Pasien juga sering mengalami disestesia, hiperalgesia, anestesia dan parestesia yang
kontinyu.Beberapa pasien dapat mengeluh gatal yang intens.
Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia
lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
Kelainan pada mata
Keterlibatan mata dapat mengancam penglihatan jika tidak terdeteksi dan diterapi
dengan tepat. Adanya edem orbita adalah emergensi ophtalmologi dan pasien harus
dirujuk ke spesialis mata. Iritis, iridocyclitis, glaucoma, dan ulkus kornea dapat terjadi
18
pada kasus ini. Keterlibatan hanya di daerah dibawah fisura palpebra inferior tanpa
disertai keterlibatan dari kelopak atas dan nasal menunjukkan tidak adanya komplikasi
pada mata karena daerah kelopak bawah diinervasi oleh nervus maksillaris superior.
Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus
ganglion genikulatum, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis
dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan
anus. Umumnya akan sembuh spontan.
PROGNOSIS2
1. Umumnya baik, tergantung berat ringannya faktor predisposisi.
2. Pada orang muda dan anak umumnya baik.
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke tujuh.
Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2015.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and
Herpes Zoster. In :Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York :
McGraw Hill Company.2012.p. 2374-2397.
3. Graham R, Brown, Burn T. Lecture Notes :Dermatologi.8th ed. Jakarta : Erlangga Medical
Series. 2005 : 28– 30
4. David J. Gawkrodger. Dermatology An Illustrated Colourtext.2003. Elsevier Science :
Uk
5. Thakur R, Kent JL, Dworkin RH. In : Regina, Loretha Wijaya. Herpes Zoster and
Postherpetic Neuralgia. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010; p. 348-55.
20
top related