kualitas fisik telur ayam berdasarkan perbedaan … · dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi...
Post on 09-Mar-2019
272 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KUALITAS FISIK TELUR AYAM BERDASARKAN
PERBEDAAN UMUR INDUK DAN LAMA PENYIMPANAN
TELUR PADA SUHU RUANG
SONYA REBECCA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Fisik Telur
Ayam Berdasarkan Perbedaan Umur Induk dan Lama Penyimpanan Telur pada
Suhu Ruang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Sonya Rebecca
NIM B04120075
ABSTRAK
SONYA REBECCA. Kualitas Fisik Telur Ayam Berdasarkan Perbedaan Umur
Induk dan Lama Penyimpanan Telur pada Suhu Ruang. Dibimbing oleh HADRI
LATIF dan HERWIN PISESTYANI.
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas telur ayam diantaranya umur
induk dan waktu simpan. Sampel berasal dari tiga kelompok umur ayam Isa
Brown, yaitu umur 24 minggu, 49 minggu, dan 54 minggu sebanyak 18 butir
setiap kelompoknya. Penelitian ini bertujuan menganalisa hubungan umur induk
ayam petelur terhadap bobot telur, ketebalan kerabang dan warna kerabang serta
hubungan waktu simpan dengan tinggi kantung udara dan ketebalan kerabang.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini menunjukkan
bahwa bobot telur dan ketebalan kerabang dipengaruhi oleh umur induk ayam
petelur (P<0.05), namun tidak berpengaruh nyata terhadap warna kerabang
(P>0.05). Waktu simpan yang semakin lama berpengaruh terhadap penurunan
kualitas telur yaitu kantung udara yang semakin tinggi dan kerabang yang
semakin menipis. Kualitas telur yang disimpan pada suhu ruang dipengaruhi oleh
perbedaan umur induk dan waktu simpan.
Kata kunci: bobot telur, kantung udara, kerabang, umur induk, warna kerabang
ABSTRACT
SONYA REBECCA. Effects of Hen Age and Storage Time at Room Temperature
on Physical Quality of Chicken Eggs. Supervised by HADRI LATIF and
HERWIN PISESTYANI.
There are many factors that influence quality of eggs such as hen age and
storage time. The aim of this study was to analyze the interaction between hen
age with egg’s weight, eggshell thickness and eggshell color along with
interaction between storage time and height of air sac and eggshell thickness. The
samples were collected from three groups of age of ISA Brown hens, which were
24 weeks old group, 49 weeks old group, and 54 weeks old group as many as 18
eggs from each group. The data was analyzed through statistic with using the
description analyze. The result showed that the difference hen age had effect on
egg’s weight and eggshell thicknesss significantly (P<0.05) but it did not had a
significant on eggshell color (P>0.05). Storage time caused a decrease in the egg
shell thickness and an increase in the air sac height. The quality of eggs at room
temperature was affected the difference of hen age and storage time.
Keywords: air sac, eggshell, eggshell color, egg’s weight, hen age
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
KUALITAS FISIK TELUR AYAM BERDASARKAN
PERBEDAAN UMUR INDUK DAN LAMA PENYIMPANAN
TELUR PADA SUHU RUANG
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
SONYA REBECCA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi berjudul Kualitas
Fisik Telur Ayam Berdasarkan Perbedaan Umur Induk dan Lama Penyimpanan
Telur Pada Suhu Ruang.
Terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Dr med vet drh Hadri Latif,
MSi selaku dosen pembimbing pertama skripsi dan ibu drh Herwin Pisestyani,
MSi sebagai dosen pembimbing kedua skripsi serta drh Kusdiantoro Mohamad,
MSi sebagai dosen pembimbing akademik, yang dengan sabar telah membimbing
penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan tenaga
kependidikan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Terima kasih
juga penulis ungkapkan kepada pihak industri QL Trimitra yang telah
mensponsori sampel penelitian.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman sepenelitian Elisabet,
Nila, Teguh, Latifah dan Herry, kakak tingkat, adik tingkat, teman-teman
seperjuangan ASTROCYTE, teman-teman Persekutuan Mahasiswa Kristen
(PMK), Persekutuan Fakultas Koinonia, dan Himpro Ruminansia. Penulis juga
sampaikan terima kasih kepada Lufna, Firyal, Aat, Iqbal, Adit, dan Dewi yang
telah hidup senang maupun sulit bersama penulis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, adik Yosi
dan Vincent yang telah memberikan segalanya kepada penulis. Terima kasih
penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar dan semua pihak atas segala doa
dan motivasi yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Sonya Rebecca
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2 Telur 2
Kulit Telur 3
Bobot Telur 3
Kantung Udara 4
METODE 4 Waktu dan Tempat Penelitian 4
Alat dan Bahan 4 Metode Penelitian 5
Sampel Penelitian 5
Pengamatan Kualitas Telur 5
Warna Telur dan Bobot Telur 5
Tinggi Kantung Udara 5
Tebal Kerabang 6
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Hubungan Umur Induk dan Bobot Telur 6 Hubungan Umur Induk dan Ketebalan Kerabang 7
Hubungan Umur Induk dan Warna Kerabang 8
Hubungan Waktu Simpan dengan Tinggi Kantung Udara 9
Hubungan Waktu Simpan dengan Ketebalan Kerabang 10
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11 Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
RIWAYAT HIDUP 14
DAFTAR TABEL
1 Rataan bobot telur ayam konsumsi dari kelompok umur induk yang
berbeda 6
2 Rataan tebal kerabang telur ayam konsumsi dari kelompok umur induk
yang berbeda 7
3 Warna kerabang telur ayam pada kelompok umur induk yang berbeda 8
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur bagian-bagian telur 2 2 Penggaris standar warna kerabang telur 5
3 Pengelompokan mutu telur berdasarkan tinggi kantung udara 5
4 Rataan tinggi kantung udara telur ayam konsumsi selama masa simpan 9 5 Rataan tebal kerabang telur ayam konsumsi selama masa simpan 10
1
PENDAHULUAN
Telur merupakan salah satu pangan asal hewan yang memiliki zat-zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh diantaranya adalah protein dengan asam amino yang
lengkap, lemak, vitamin, dan mineral. Harga telur yang relatif murah dan sangat
mudah untuk didapatkan baik di desa maupun di kota besar menjadi alasan telur
sering dikonsumsi. Masyarakat di desa memelihara ayam petelur sendiri untuk
memenuhi kebutuhannya sedangkan masyarakat perkotaan lebih sering
menyimpan cadangan telur di rumah. Sebagian besar masyarakat kurang
memahami cara penyimpanan telur yang baik. Penyimpanan yang kurang baik
dapat menurunkan kualitas telur baik kualitas fisik, biologi, maupun kimiawi.
Kualitas telur dilihat dari bagian luar dan bagian dalam. Bagian luar
meliputi bentuk telur, berat telur, tekstur permukaan telur, keutuhan, kebersihan,
dan tinggi kantung udara. Bagian dalam meliputi indeks putih dan kuning telur,
warna kuning telur dan Haugh Unit. Lamanya penyimpanan serta penguapan air
dan gas akibat suhu udara di sekitar telur akan mempengaruhi kualitas telur.
Pengetahuan tentang penyimpanan dan penanganan telur yang benar sangat
diperlukan agar kandungan gizi pada telur tidak cepat turun dan telur tidak mudah
rusak. Penanganan yang benar dapat dilakukan dengan pemisahan dari telur yang
rusak dan disimpan pada tempat yang bersih. Telur yang disimpan pada suhu
ruang dapat bertahan tujuh hari sedangkan pada refrigerator/kulkas dapat bertahan
hingga tiga minggu (Deptan 2010). Penyimpanan telur dalam skala kecil atau
rumah tangga dapat dilakukan di refrigerator, tetapi penyimpanan dalam skala
besar sebaiknya dilakukan di ruangan yang memiliki air conditioner (AC), atau
dengan meletakkan ember berisi air pada ruangan tanpa AC, yang berfungsi untuk
mengurangi penguapan telur (Indrawan et al. 2012).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisa hubungan umur induk ayam dengan
bobot telur, ketebalan kerabang, dan warna kerabang serta hubungan waktu
simpan dengan tinggi kantung udara dan ketebalan kerabang.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat
tentang faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kualitas telur selama
penyimpanan pada suhu ruang.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Telur
Telur merupakan bahan pangan yang mengandung zat-zat gizi yang lengkap
bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Keunggulan telur sebagai produk
peternakan yang kaya gizi juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan
pangan yang mudah rusak (Winarno dan Koswara 2002). Bila dilihat dari nilai
biologisnya telur dapat dimakan dan dicerna hampir secara sempurna karena 96%
dari seluruh protein yang terdapat dalam telur diserap oleh dinding usus (Anjarsari
2010).
Telur dibedakan menjadi dua telur konsumsi dan telur biologis. Telur
konsumsi merupakan telur yang biasanya tidak dibuahi dan digunakan untuk
konsumsi manusia. Telur konsumsi merupakan telur ayam yang belum
mengalami proses fortifikasi, pendinginan, pengawetan, dan proses pengeraman
(BSN 2008). Telur biologis atau telur yang dibuahi, selain untuk konsumsi telur
ini lebih dikhususkan untuk ditetaskan dan digunakan sebagai bibit.
Telur secara umum mengandung unsur utama yang terdiri dari air, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Telur mengandung protein hampir di
setiap bagiannya yang mencakup kulit, putih telur dan kuning telur. Sebagai
penilaian kualitas telur dapat dilihat dari kualitas telur bagian luar dan bagian
dalam, bagian-bagian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Bagian luar meliputi
bentuk telur, berat telur, tekstur permukaan telur, keutuhan, kebersihan, dan luas
kantung udara. Bagian dalam meliputi indeks putih dan kuning telur, warna
kuning telur dan Haugh Unit. Ciri telur yang berkualitas baik dilihat dari bagian
dalam adalah kantung hawa kecil, kuning telur bulat, dan terdapat di tengah dan
putih telur kental juga jernih (Akter et al. 2014).
Gambar 1 Struktur bagian-bagian telur (Mine 2008)
3
Sebagian besar sifat kualitas telur dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
struktur genetik dari ternak, pakan, kesehatan, umur ternak, lingkungan, periode
penyimpanan dan kondisi (Seker dan Kul 2004). Kualitas isi telur tanpa
perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama (Fibrianti et
al. 2012). Penyimpanan telur pada suhu yang tidak sesuai mengakibatkan telur
akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu.
Kulit Telur
Telur dikelilingi oleh kulit yang dikenal dengan kerabang. Telur dikelilingi
oleh kerabang setebal 0.2–0.4 mm yang berkapur dan berpori-pori. Kerabang
berwarna putih-kuning sampai coklat (Hargitai et al. 2011). Kerabang bersifat
kuat, halus, dan berkapur. Komposisi dari kerabang adalah 98.2% kalsium, 0.9%
magnesium dan 0.9% fosfor (Stadelman dan Cotteril 1995). Terdapat banyak
faktor yang berkaitan dengan kualitas kerabang meliputi gizi ternak yang cukup,
masalah kesehatan ternak, manajemen pemeliharaan, serta kondisi lingkungan
peternakan. Pembentukan cangkang telur memerlukan pasokan ion-ion kalsium
yang cukup di dalam uterus. Menurut Amrullah (2003) hanya ada dua sumber
kalsium untuk pembentukan cangkang telur yaitu dari ransum dan medula tulang.
Kerabang merupakan pertahanan alami telur. Kerabang terdiri dari empat
lapisan yaitu lapisan kutikula yang merupakan lapisan terluar yang menyelubungi
seluruh permukaan telur, lapisan kedua yaitu lapisan bunga karang yang terletak
di bawah kutikula, lapisan ketiga adalah lapisan mamila yang merupakan lapisan
sangat tipis dan terakhir lapisan membran yang terletak paling dalam (Sarwono
1994).
Permukaan kerabang telur segar dilapisi oleh lapisan tipis kutikula yang
segera mengering setelah peneluran dan menutup pori-pori telur sehingga
mengurangi hilangnya air dan gas-gas, serta invasi oleh mikroorganisme.
Kutikula tersusun atas sebagian besar garam anorganik, bahan organik dan sedikit
air (Yuwanta 2010).
Bobot Telur
Bobot telur pada saat peneluran bervariasi antara 52 gram sampai dengan
57.2 gram dan mempunyai hubungan linear dengan lama penyimpanan. Semakin
lama penyimpanan makin besar persentase penurunan bobot telur (Indratiningsih
dan Rihastuti 1996). Ukuran telur dibagi menjadi 6 golongan, yaitu jumbo dengan
beratnya 68.5 g, extra large 61.4 g, large/besar 54.3 g, medium 47.2 g, small/kecil
40.2 g, dan peewee di bawah 40 g (Sumarni dan Djuarnani 1995).
Menurut North dan Bell (1990) bobot telur berkaitan dengan komponen
penyusunnya yang terdiri atas putih telur (58%), kuning telur (31%) dan kerabang
(11%). Faktor yang mempengaruhi bobot telur yaitu genetik, umur, besar ayam,
tahap produksi telur dan nutrisi (Campbell et al 2003). Faktor lain yang
mempengaruhi bobot telur yaitu strain ayam, umur dewasa kelamin, temperatur,
tipe kandang, pemberian pakan, air minum dan penyakit (Ensminger 1992). Dewi
(2010) menyatakan penambahan persentase kalsium dalam ransum ayam, akan
4
menghasilkan telur dengan bobot lebih tinggi. Semua strain ayam petelur
mengalami peningkatan bobot telur perbutir pada umur 26-50 minggu, akan tetapi
setelah ayam berumur 50 minggu bobot telur akan menurun perlahan (Togatorop
et al. 1977).
Kantung Udara
Kantung udara merupakan rongga yang terdapat pada bagian tumpul isi
telur yang berfungsi sebagai tempat pemberi udara pada waktu embrio bernafas.
Telur yang baru dikeluarkan oleh ayam, isi bagian dalamnya akan memenuhi
cangkang. Suhu telur sekitar 40 °C ketika dikeluarkan dari tubuh ayam, ketika ini
terjadi isi telur akan berkontraksi, mengeluarkan air melalui pori-pori kulit telur
membentuk kantung udara. Kantung udara merupakan indikator umur atau mutu
telur karena ukurannya akan membesar dengan meningkatnya waktu simpan telur
(Anjarsari 2010).
Kantung udara mempunyai diamater sekitar 5 mm pada telur segar dan
bertambah besar ukurannya selama penyimpanan. Kantung udara dapat
digunakan untuk menentukan umur telur (Kusworo 2009). Kantung udara juga
akan membesar saat kehilangan CO2 dan kelembaban. Masuknya
mikroorganisme ke bagian dalam telur dapat terjadi karena hisapan yang
disebabkan oleh terbentuknya kantung udara.
Sebagai pertahanan terhadap invasi mikroorganisme telur juga memiliki
lapisan selaput telur. Selaput telur tersusun atas dua lapisan yang saling terjalin,
namun pada bagian ujung tumpul telur tepat kantung udara berada kedua lapisan
ini terpisah. Lapisan pertama terdiri dari serabut keratin yang berfungsi
meghalangi mikroorganisme, sedangkan lapisan kedua mengandung lisozim yang
berperan mematikan mikroorganisme.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember 2015.
Pengamatan fisik telur dan tinggi kantung udara dilakukan di Laboratorium Divisi
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah higrometer, timbangan
analitik, alat teropong (candler), pengukur kantung udara, penggaris standar
warna kerabang dan jangka sorong. Bahan penelitian berasal dari telur ayam ras
strain ISA Brown sebanyak 54 butir.
5
Metode Penelitian
Sampel Telur
Sampel telur yang digunakan pada penelitian ini adalah 18 butir telur dari
masing-masing induk ayam berumur 24 minggu, 49 minggu, dan 54 minggu.
Jumlah sampel minimum ditentukan dengan rumus (t-1)(n-1) ≥ 15 dengan t
merupakan jumlah perlakuan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah
sampel minimum (Federer 1963).
Pengamatan Kualitas Telur
Kualitas telur yang diamati meliputi bobot telur, warna kerabang, tinggi
kantung udara, dan ketebalan kerabang. Sampel diletakkan pada suhu ruang 27 ±
2 ºC dengan kelembaban 60-70%. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 7, 14,
21, 28, dan 35 (BSN 2008).
Warna dan Bobot Telur
Warna kerabang telur diamati dengan membandingkan intensitas warna
telur dengan warna pada penggaris standar warna kerabang (Gambar 2). Skala
penggaris warna kerabang yaitu coklat muda (70-80), coklat (90-100), dan coklat
tua (≥110). Bobot telur diukur menggunakan timbangan digital dengan ketelitian
0.01 gram.
Gambar 2 Penggaris standar warna kerabang telur (Hyline International 2014)
Tinggi Kantung Udara Kantung udara diukur dengan cara bagian tumpul ujung telur diarahkan ke
sinar candler, dan diputar-putar, kemudian telur diberi tanda dan dilingkari sesuai
ketinggian kantung udara yang terlihat. Tinggi kantung udara diukur dengan
pengukur kantung udara. Pedoman dalam menentukan mutu telur dilihat dari
tinggi kantung udara (Gambar 3). Mutu I dengan tinggi kantung udara < 0.50 cm;
mutu II = 0.50-0.9 cm; dan mutu III > 0.90 cm (BSN 2008).
Mutu I Mutu II Mutu III
Gambar 3 Pengelompokan mutu telur berdasarkan tinggi kantung udara
6
Tebal Kerabang Tebal kerabang telur didapatkan dengan mengukur tebal kerabang yang
dikupas membran dalamnya. Pengukuran tebal kerabang dilakukan pada bagian
tumpul yaitu tepat pada bagian kantung udara berada. Tebal kerabang diukur
dengan jangka sorong.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisys of variance (ANOVA), jika terdapat
perbedaan yang nyata dilakukan uji selang berganda Duncan. Selanjutnya untuk
melihat hubungan umur induk dengan bobot telur dan ketebalan kerabang
dilakukan uji korelasi Pearson sedangkan uji korelasi Spearman untuk melihat
hubungan umur induk dengan warna kerabang. Hubungan waktu simpan dengan
tinggi kantung udara dan ketebalan kerabang dianalisis menggunakan uji regresi
linier (Hariadi 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Umur Induk dengan Bobot Telur
Ayam petelur umumnya mulai menghasilkan telur pada umur 20 minggu.
Umur induk merupakan faktor penting yang mempengaruhi bobot telur (Seker et
al. 2004). Produksi ayam petelur terdiri dari dua fase yaitu fase I dari umur 22-42
minggu dengan rata-rata produksi telur 78% dan bobot telur 56 g, fase II umur 42-
72 minggu dengan rata-rata produksi telur 72% dan bobot telur 60 g (Susilorini
2008). Bobot telur dikelompokkan menjadi ukuran kecil, sedang dan besar.
Ukuran kecil dengan berat (<50 g), sedang (50-60 g), dan besar lebih (>60 g)
(BSN 2008). Hubungan umur induk dengan bobot telur dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan bobot telur ayam konsumsi dari kelompok umur induk yang
berbeda
Umur induk Bobot telur (g) r P
24 minggu 52.23 ± 2.14a
0. 841** 0.004
49 minggu 64.17 ± 2.86b
54 minggu 61.33 ± 3.48b Keterangan: a,bAngka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda
nyata pada taraf uji 1% (uji selang berganda Duncan)
r= nilai korelasi, **menunjukkan korelasi tinggi pada selang kepercayaan 0.01;
P<0.01 menunjukkan perbedaan nyata
Hasil analisis menunjukkan bahwa umur induk berpengaruh nyata terhadap
bobot telur (P<0.01). Hubungan antara rataan bobot telur dengan kelompok umur
induk yang berbeda menunjukkan korelasi tinggi (r= 0.841 dan P= 0.004).
Hubungan ini menunjukan bahwa semakin tua umur induk maka semakin besar
bobot telur yang dihasilkan. Bobot telur terbesar dihasilkan induk ayam berumur
7
49 minggu. Hal ini disebabkan ayam umur 49 minggu masih berada pada puncak
produksi. Sesuai dengan pernyataan Yuwanta (2010), telur mencapai bobot
maksimal setelah induk ayam berumur 50 minggu. Puncak produksi ayam petelur
tercapai pada umur 26-29 minggu, dan bertahan hingga 24 minggu (Medion 2013).
Malik dan Rahmawati (2006) menyatakan bahwa ayam dewasa kelamin pada
umur 19 minggu, ditandai dengan produksi yang meningkat dengan cepat hingga
mencapai puncak produksi. Rataan bobot telur ayam pada penelitian adalah 51-59
g/butir. Berdasarkan bobot telur maka telur digolongkan sebagai telur berukuran
sedang.
Bobot telur semakin besar seiring dengan bertambahnya umur induk. Hal ini
berkaitan dengan pertumbuhan organ pencernaan dan perkembangan organ
reproduksi ayam yang semakin sempurna. Perkembangan organ pencernaan ayam
akan membuat kebutuhan pakan ayam meningkat sehingga penyerapan nutrisi
pakan akan semakin banyak. Hal ini menyebabkan ukuran dan bobot badan ayam
meningkat. Ayam petelur yang memiliki bobot badan lebih besar akan
menghasilkan telur lebih besar dibandingkan dengan ayam yang memiliki bobot
badan kecil (Campbell et al. 2003).
Hubungan Umur Induk dengan Ketebalan Kerabang
Kerabang berfungsi untuk menjaga keadaan putih dan kuning telur terhindar
dari mikroba dan pengaruh dari lingkungan secara langsung. Kualitas kerabang
dipengaruhi beberapa faktor salah satunya umur induk. Perbandingan rataan tebal
kerabang yang dihasilkan kelompok umur induk 24 minggu, 49 minggu, dan 54
minggu disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan tebal kerabang telur ayam konsumsi dari kelompok umur induk
yang berbeda
Umur induk Tebal kerabang (mm) r P
24 minggu 0.22 ± 0.064a 0.424 0.255
49 minggu 0.27 ± 0.028a
54 minggu 0.26 ± 0.058a
Keterangan: a,bAngka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 1% (uji selang berganda Duncan)
r= nilai korelasi; P>0.01 menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata
Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan umur induk tidak berpengaruh
nyata terhadap ketebalan kerabang (P>0.01). Kerabang yang paling tebal berasal
dari telur kelompok umur induk 49 minggu (0.27 mm) dan paling tipis pada rataan
kelompok umur induk 24 minggu (0.22 mm). Namun, hubungan antara umur
induk dengan ketebalan kerabang menunjukkan korelasi sedang (r= 0.424 dan P=
0.255). Tebal kerabang telur ayam ras yang normal berkisar antara 0.35-0.40 mm.
Berdasarkan hasil penelitian, tebal kerabang telur termasuk tipis karena berada di
bawah tebal kerabang telur yang normal. Ukuran telur yang semakin besar
menyebabkan menipisnya kerabang (Sihombing et al. 2014).
Umur induk ayam yang semakin tua menyebabkan kemampuan ayam untuk
menyerap, memobilisasi, ataupun menyimpan cadangan nutrien, misalnya Ca
8
menjadi berkurang sehingga pembentukan kerabang kurang maksimal. Hal ini
menyebabkan kerabang menjadi lebih ringan dan tipis (Sodak 2011). Namun,
untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan pemberian pakan dengan
kandungan kalsium dan mineral lain (fosfor, mangan, dan zat besi) yang tinggi
sebagai penyusun cangkang telur. Bahan pakan dengan kalsium tinggi banyak
terkandung di dalam grit (kulit kerang atau batu kapur). Pemberian grit dilakukan
sesuai dengan kebutuhan, yaitu 1-2 kali dalam setiap minggu (Fauzi 2014).
Telur ayam yang berasal dari umur induk 49 minggu memiliki kerabang
yang lebih tebal dibandingkan dengan kerabang telur dari induk berumur 54
minggu. Hal ini menunjukkan umur induk 49 minggu merupakan masa terbaik
bagi ayam untuk produksi telur berkualitas, sedangkan pada umur 54 minggu
ayam menghasilkan telur dengan ketebalan kerabang yang mulai menipis.
Kerabang telur yang tipis relatif berpori lebih banyak dan besar, sehingga
mengakibatkan penguapan dan pembusukan lebih cepat (Jazil et al. 2013).
Kualitas kerabang juga ditentukan oleh umur dewasa kelamin. Hal ini
dibuktikan dengan pembentukan kerabang yang dipengaruhi hormon seksual yaitu
hormon estrogen yang meningkat saat induk berada pada umur dewasa kelamin.
Hormon estrogen bekerja sama pula dengan parathormon dan kalsitonin. Hormon
estrogen berperan pada aktivitas mobilitas kalsium pada saat ayam dewasa
kelamin sedangkan parathormon berperan dalam proses kalsifikasi kerabang telur
pada primordial, parathormon akan meningkat selama kalsifikasi kerabang telur
kemudian dibantu pula dengan hormon kalsitonin yang meregulasi metabolisme
kalsium pada ayam (Yuwanta 2010).
Hubungan Umur Induk dengan Warna Kerabang
Faktor yang mempengaruhi perbedaan warna kerabang telur yaitu adanya
perbedaan intensitas pigmen. Hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel 3
menunjukkan perbedaan warna telur pada umur induk yang berbeda.
Tabel 3 Warna kerabang telur ayam pada kelompok umur induk yang berbeda
Umur Induk Persentase warna kerabang telur (%)
r P Coklat muda Coklat Coklat tua
24 minggu 25.0 50.0 25.0
0.274 0.476 49 minggu 25.0 62.5 12.5
54 minggu 37.5 50.0 12.5 Keterangan: r= nilai korelasi; P>0.01 menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata
Hasil analisis menunjukkan bahwa umur induk tidak berpengaruh nyata
terhadap warna kerabang (P>0.01). Hubungan antara umur induk dengan warna
kerabang menunjukkan korelasi yang lemah (r= 0.274 dan P= 0.476). Hubungan
ini menunjukkan bahwa umur induk tidak mempengaruhi warna kerabang telur.
Warna kerabang disebabkan adanya pigmen oophorpyrin yang terdapat pada
permukaan kerabang. Pigmen oophorpyrin terdiri dari protoporpirin,
koproporpirin, dan uroporpirin (Miksik et al. 1996). Warna coklat kerabang telur
dipengaruhi oleh pigmen protoporpirin yang dihasilkan oleh induk saat
pembentukkan kerabang telur di dalam uterus (Jazil et al 2013). Telur yang
9
berwarna pucat disebabkan pigmen oophorpyrin yang rusak setelah terkena
cahaya matahari saat telur keluar dari kloaka (Jazil et al. 2013). Warna kerabang
selain dipengaruhi oleh jenis pigmen juga dipengaruhi oleh konsentrasi pigmen
warna telur dan juga struktur dari kerabang telur (Hargitai et al. 2011).
Kerabang yang berwarna coklat tua umumnya lebih tebal dibandingkan
dengan yang berwarna coklat muda. Tebal kerabang yang berwarna coklat tua
rata-rata mencapai 0.51 mm sedangkan yang berwarna coklat muda 0.44 mm.
(Joseph et al. 1999). Telur dengan warna kerabang coklat muda mempunyai pori-
pori yang lebih banyak dari telur warna kerabang coklat tua, menyebabkan
penguapan CO2 dan H2O lebih banyak, sehingga penurunan kualitas akan lebih
cepat (Hiroko et al. 2014).
Namun, menurut Yuwanta (2010) semakin tua umur induk maka warna telur
akan semakin memudar. Seiring dengan pertambahan umur induk, ayam akan
memproduksi telur berukuran lebih besar dengan permukaan kerabang yang lebih
luas sehingga warna kerabang akan semakin memucat.
Hubungan Waktu Simpan dengan Tinggi Kantung Udara
Kualitas telur dipengaruhi oleh kantung udara yang terdapat pada bagian
tumpul telur. Kantung udara pada telur terbentuk sesaat setelah peneluran karena
adanya perbedaan suhu ruang yang lebih rendah dibandingkan suhu tubuh induk,
kemudian isi telur menjadi lebih dingin dan mengkerut sehingga memisahkan
membran kerabang bagian dalam dan luar (Jazil et al. 2013).
Kantung udara akan semakin besar seiring dengan bertambahnya waktu
penyimpanan (Gambar 4). Hal ini berkaitan dengan pertukaran CO2 atau
penguapan pada pori-pori kerabang. Penguapan menyebabkan penempelan
membran luar pada kerabang dan membran dalam menempel pada albumin (Gary
et al. 2009).
Gambar 4 Rataan tinggi kantung udara telur ayam konsumsi selama masa simpan
Hubungan waktu simpan terhadap tinggi kantung udara memperlihatkan
hubungan berbanding lurus, yaitu semakin lama telur ayam konsumsi disimpan
0,27 0,31
0,52
0,760,82
1,13
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1 2 3 4 5 6
Tin
ggi
kan
tung u
dar
a
(cm
)
Masa simpan (minggu ke-)
Mutu I Mutu II Mutu III
Y= 0.0298 + 0.173X
10
maka tinggi kantung udara pada telur semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil
analisis data yang menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) tinggi kantung udara
setiap minggunya. Lama penyimpanan menentukan kualitas telur, semakin lama
disimpan kualitas dan kesegaran telur semakin merosot (Haryoto 2010). Hasil
rata-rata tinggi kantung udara terus meningkat selama masa penyimpanan.
Peningkatan yang cukup tinggi mulai terjadi pada minggu ke-2. Kondisi telur di
minggu ke-2 hingga minggu ke-5 berada pada mutu II dengan tinggi kantung
udara 0.5-0.9 cm. Kantung udara tertinggi selama penyimpanan yaitu pada
minggu ke-6 setelah ditelurkan, telur yang disimpan selama 6 minggu berada pada
mutu III dengan tinggi kantung udara di atas 0.9 cm. Telur pada mutu II dan mutu
III masih layak dikonsumsi namun kualitas dan kesegaran telur telah mengalami
penurunan.
Menurut Sihombing et al. (2014) telur akan mengalami kehilangan air dan
gas selama penyimpanan namun telur tetap mempertahankan ukuran dan bentuk
aslinya sehingga mengakibatkan ukuran kantung udara telur meningkat. Suhu
optimum penyimpanan telur antara 12-15 ºC dan kelembaban 70-80%, di bawah
atau di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas telur
(Sudaryani 2008). Penyimpanan telur maksimal 14 hari pada suhu kamar dan
kelembaban 80-90% (BSN 2008).
Hubungan Waktu Simpan dengan Ketebalan Kerabang
Tebal kerabang menjadi faktor yang menentukan kualitas telur selama
penyimpanan. Hubungan antara tebal kerabang dengan masa simpan telur
ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Rataan tebal kerabang telur ayam konsumsi selama masa simpan
Pengaruh waktu simpan terhadap tebal kerabang menunjukkan hubungan
berbanding terbalik (Gambar 5). Semakin lama waktu simpan telur maka
ketebalan kerabang semakin menurun. Penelitian Seker dan Kul (2004) juga
membuktikan bahwa tebal kerabang menurun seiring dengan lamanya waktu
simpan. Penurunan tebal kerabang dapat dihubungkan dengan semakin
menyusutnya lapisan lilin yang menutupi kerabang sehingga memungkinkan
0.268 0,247
0,1970,169
0,1330,113
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
1 2 3 4 5 6
Teb
al k
erab
ang (
mm
)
Masa simpan (minggu ke-)
Y= 0.299 - 0.0310X
11
semakin banyak pori-pori kerabang yang terpapar udara. Keadaan ini
mempermudah penguapan selama masa penyimpanan dan mengakibatkan
kantung udara semakin tinggi. Semakin lama waktu simpan maka pori - pori
kerabang akan melebar hal ini juga yang menyebabkan kerabang semakin menipis
(Rasyaf 1991).
Telur yang baru dikeluarkan dari induk, memiliki pori-pori yang masih
dilapisi kutikula atau lapisan lilin sehingga kerabang menjadi lebih tebal.
Kutikula terdiri dari 90% protein dan sedikit lemak yang berfungsi mengurangi
penguapan air dan mencegah masuknya mikroba. Kutikula merupakan lapisan
yang mudah hilang oleh pencucian sehingga fungsinya sebagai pelindung sangat
terbatas dan hanya mampu bertahan 100 jam. Selain itu kerabang telur juga
tersusun dari 5 000-17 000 pori-pori dengan jumlah rata-rata 70-200/cm2
(Sudaryani 2008). Jumlah pori-pori paling banyak pada bagian tumpul karena
berhubungan langsung dengan rongga udara (Yuwanta 2010). Selama waktu
penyimpanan telur mengalami perubahan-perubahan ke arah kerusakan seperti
terjadinya penguapan melalui pori kulit telur (Cornelia et al. 2014). Perubahan
lain yang dapat dilihat dari luar, seperti warna kerabang agak keruh dan timbul
bintik-bintik hitam dipermukaan kerabang. Perubahan tersebut disebabkan oleh
pertumbuhan jamur dan penyebaran air yang tidak merata pada kulit telur (Mulza
et al. 2013).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Bobot dan ketebalan telur dipengaruhi oleh umur induk ayam petelur
sedangkan warna kerabang tidak dipengaruhi umur induk ayam. Semakin tua
umur induk maka bobot telur yang dihasilkan semakin berat. Semakin lama telur
disimpan maka kantung udaranya semakin besar sedangkan kerabang semakin
menipis. Mutu I telur ayam yang disimpan pada suhu ruang dapat dipertahankan
hingga 1 minggu.
Saran
Kajian terhadap kualitas internal telur berdasarkan perbedaan umur induk
dan lama penyimpanan telur pada suhu ruang perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor (ID): Penerbit Lembaga Satu
Gunungbudi.
12
Akter Y, Kasim A, Omar H, Qurni AS. 2014. Effect of storage time and
temperature on the quality characteristics of chicken eggs. J Food Agric
Environ. 12(3&4):87–92. Anjarsari B. 2010. Pangan Hewani. Bandung (ID): Graha Ilmu.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 3926:2008. Telur Ayam
Konsumsi. Jakarta (ID): BSN.
Campbell NA, Reece JB, Urry LA, Cain MI, Wasserman SA, Minorsky PV.
Biologi, 5th Ed. 2003. Jakarta (ID): Erlangga.
Cornelia A, Ketut SI, Rudyanto DM. 2014. Perbedaan daya simpan telur ayam ras
yang dicelupkan dan tanpa dicelupkan larutan kulit manggis. Indo Med Vet.
3(2):112–119.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2010. Tanya Jawab Seputar Telur Sumber
Makanan Bergizi [Internet].[Diunduh 2015 Juli 1]; Jakarta (ID).Tersedia
pada:http://www.deptan.go.id/pengumuman//Booklet%20Telur.pdf.
Dewi K. 2010. Pengaruh Kalsium-Asam Lemak Sawit (Ca-ALS) dan kalsium
terhadap bobot telur, tebal kerabang dan kekuatan kerabang ayam petelur
Lohman. MIP. 13(1):20-35.
Ensminger. 1992. Poultry Science (Animal Agricultal Series). 3rd Ed. Danville
(US): Interstate Publishers Inc.
Fauzi FN. 2014. Pasti Panen Telur. Klaten (ID): Penerbit HF.
Federer W. 1963. Experimental Design, Theory and Apllication. New York (US):
Mac Millan.
Fibrianti SM, Ketut SI, Djoko RM. 2012. Kualitas telur ayam konsumsi yang
dibersihkan dan tanpa dibersihkan selama penyimpanan suhu kamar. Indo
Med Vet. 1(3):408–416.
Gary D, Butcher, Richard M. 2009. Ilmu Unggas. Jasa Ekstensi
Koperasi, Lembaga Ilmu Pangan dan Pertanian. Florida (US): University of
Florida.
Hariadi. 2009. Statistik Pendidikan. Jakarta (ID): Prestasi Pustaka.
Haryoto. 2010. Membuat Telur Asin. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Hargitai R, Mateo R, Torok J. 2011. Shell thickness and pore density in relation to
shell colouration female characterstic, and environmental factors in the
collared flyctcher ficedula albicollis. J Ornithol. 152(1):579-588.
Hiroko SP, Kurtini T, Riyanti. 2014. Pengaruh lama simpan dan warna kerabang
telur ayam ras terhadap indeks albumen, indeks yolk dan pH telur. JIPT.
3(2):117-127.
Hyline International. 2014. Management guide. [Internet]. [Diunduh 2015 Juli 20].
Tersedia pada: http://www.specialisedbreeders.com.au/wp-content/upoads/
2015/06/HL-Brown-Commercial-Manual-BRN-COM-ENG.pdf
Indratiningsih RA, Rihastuti. 1996. Dasar Teknologi Hasil Ternak, Susu dan
Telur. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.
Indrawan IG, Sukada IM, Suada IK. 2012. Kualitas telur dan pengetahuan
masyarakat tentang penanganan telur di tingkat rumah tangga. Indo Med Vet.
1(5):62–67.
Jazil N, Hintono A, Mulyani S. 2013. Penurunan kualitas telur ayam ras dengan
intensitas warna coklat kerabang berbeda selama penyimpanan. J Apl
Teknol Pangan. 2(1):43-47.
13
Joseph NS, Robinson NA, Renema RA, Robinson FE. 1999. Shell quality and
color variation in broiler eggs. J Appl Poult Res. 8:70-74.
Kusworo S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur. [Internet]. [Diunduh 1 Juli 2015];
Jakarta (ID). Tersedia pada: http://tekpan.unimus.ac.Id/ uploads/2013/07/
TEKNOLOGI-PENGOLAHAN-TELUR.pdf.
Malik A, Rahmawati T. 2006. Pengaruh seleksi bobot badan terhadap umur
puncak produksi ayam petelur. J Prot. 13(2):49-51.
Medion. 2013. Strategi Melewati Masa Kritis. [Internet]. [Diunduh 30 Agustus
2016]; Bandung (ID). Tersedia pada: http://info.medion.co.id.
Miksik I, Holan V, Deyl Z. 1996. Avian eggshell pigments and their variability
comp. Biochem Physiol. 1138: 607-612.
Mine Y. 2008. Egg Bioscience and Biotecnoligy. United States of America (US):
Department of Food Science University of Guelph.
Mulza DP, Ratnawulan, Gusnedi. 2013. Uji kualitas telur ayam ras terhadap
lamanya enyimpanan berdasarkan sifat listrik. Pillar Phys. 1(1): 111-120.
North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual, 4th Ed. New
York (US): Champman and Hall.
Rasyaf M. 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Sarwono B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Seker I, Ekmen F, Bayraktar M, Kul S. 2004. The effects of parental age and
mating ratio on egg weight, hatchability and chick weight in Japanese quail.
Asian-Aust J Anim Sci. 3(7):424-430.
Seker I, Kul S. 2004. Phenotypic correlations between some external and internal
egg quality traits in the Japanese quail (Coturnix coturnix japonica). Int J
Poult Sci. 3(6):400-405.
Sihombing R, Kurtini T, Nova K. 2014. Pengaruh lama penyimpanan terhadap
kualitas internal telur ayam ras pada fase kedua. JIPT. 2(2):10-20.
Sodak JF. 2011. Karakteristik fisik dan kimia telur ayam pada dua peternakan di
Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Stadelman RG, Catterill OJ. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed. New
York (US): Food Product Pr.
Sudaryani T. 2008. Kualitas Telur. Jakarta (ID): Penebar swadaya.
Sumarni, Djuarnani N. 1995. Diktat Penanganan Pasca Panen Unggas.
Departemen Pertanian. Bogor (ID): Balai Latihan Pertanian Ternak.
Susilorini. 2008. Budidaya Ternak Potensial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Togatorop M, Basya H, Soemarni. 1977. Performans Ayam Pedaging Periode
Finisher dengan Pemeliharaan Lantai Litter dan Lantai Kawat. Bul. LPP.
Winarno F, Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Pengamatan dan Pengolahannya.
Bogor (ID): M-Brio Pr.
Yuwanta T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr.
14
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 3 September
1994 dari ayah Ir. Sontang Simorangkir dan ibu Hery Daniwaty br. Hutagaol, SE.
Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai
pendidikan di SDN 060834 Medan pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2006.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Bengkulu dan lulus pada
tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 4
Medan dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN
undangan dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama menempuh pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran Hewan penulis
mengikuti kegiatan kemahasiswaan seperti Himpunan Profesi (Himpro)
Ruminansia, Paduan Suara Gita Klinika, Persekutuan Fakultas (PF) Koinonia, dan
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB. Penulis aktif di Divisi Internal
Himpro Ruminansia pada masa bakti 2013/2014 dan 2014/2015. Penulis aktif
mengikuti kegiatan rutin paduan suara Gita Klinika sebagai anggota. Penulis
menjadi Badan Pengurus Harian (BPH) yaitu sekertaris PF Koinonia dan menjadi
ketua divisi di PMK IPB.
top related