kti 2
Post on 28-Oct-2015
85 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam perkembangan ilmu kedokteran, usaha-usaha di bidang kesehatan
telah mengalami perkembangan. Tidak terbatas pada usaha kuratif saja, tetapi juga
usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Olah raga telah mendapat tempat
dalam dunia kesehatan sebagai salah satu faktor penting dalam usaha pencegahan
penyakit. Olah raga terbukti pula dapat meningkatkan derajat kesehatan dan
tingkat kesegaran jasmani seseorang. Seseorang yangmemiliki kesegaran jasmani
prima dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan optimal dan tidak cepat lelah,
serta masih memiliki cadangan energi untuk melakukan kegiatan lain.
Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak
diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan
semakin baik pula. Manusia yang sehat dan memiliki tingkat kesegaran yang baik
akan mampu berprestasi dalam pekerjaan sehingga tingkat produktivitas akan
meningkat.1,9
Hasil penelitian survey kesegaran jasmani pada usia kerja yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1993 yaitu 92,4% termasuk kategori
kurang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pradono tahun 1998 pada usia
20-39 tahun warga Kebon Manggis, Jakarta Timur diperoleh hasil pengukuran
VO2max 50,2% termasuk kategori sangat kurang, 26,8% kurang, 15% cukup dan
7,7% baik.
1
Kesegaran jasmani seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni,
faktor internal dan faktor eksternal.Yang dimaksud faktor internal adalah sesuatu
yang sudah terdapat dalam tubuh seseorang yang bersifat menetap misalnya
genetik, umur, jenis kelamin.Sedangkan faktor eksternal diantaranya aktivitas
fisik, lingkungan dan kebiasaan merokok.
Dr. Brotz telah menuliskan pada tahun 1983 dalam journal of
AmericanMedical Association sebagai berikut: tidak ada obat yang bisa digunakan
sekarang atau masa depan yang memberikan dan mempertahankan kesehatan
yanglebih baik dari pada kebiasaan yang senantiasa berolahraga. Banyak
penelitian mengenai efek latihan olahraga pada usia muda. Dari penelitian
Allewison dan Andrews 1976, sepertiga hari sekolah dicurahkan pada pendidikan
jasmani. Hasilnya secara dramatis terlihat sebagai anak yang kuat, badan yang
sehat dan cenderung memiliki kemampuan akademik yang baik.7
US Centers for Desease Control and Prevention (CDC) dan
AmericanCollage of Sport Medicine melaporkan bahwa sebanyak 250.000 jiwa
melayang setiap tahun karena gaya hidup yang pasif. Ketidak aktifan memberikan
kontribusi kematian yang besar (34%) dan menelan biaya $5,7 milyar pertahun
(Sharkey). 20
Kekurangan gerak atau kurangnya keterlibatan secara aktif dalam
berolahraga dapat menyebabkan derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi
biologik ini nampak pada keadaan nyata seperti:
Orang lekas menderita kelelahan pada saat melakukan tugas sehari-
hari yang tergolong berbobot sedang
2
Sistem otot dalam keadaan lemah yang menyebabkan kekuatan,
kecepatan dan daya tahan rendah
Penampilan tampak loyo dan gairah hidup kurang.
Kekurangan gerak dan kurangnya latihan dengan intensitas yang memadai
dapat menimbulkan penyakit kurang gerak. Penyakit ini menampakkan dirinya
dalam beberapa gejala seperti tubuh tambun atau berkadar lemak tinggi, fungsi
organ tubuh yang lemah dan hidup yang cenderung tidak bergairah. Penderita
cenderung mengidap penyakit berbahaya seperti penyakit jantung, paru-paru, dan
ginjal, tekanan darah tinggi dan gangguan pencernaan 14
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, pada tahun 2005, secara
global ada sekitar 1,6 miliar orang dewasa yang kelebihan berat badan atau
overweight dan 400 juta di antaranya dikategorikan obesitas. Pada 2015 diprediksi
kasus obesitas akan meningkat dua kali lipat dari angka itu. Sedangkan Menurut
data yang diperoleh dari Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes tahun 1997,
sebanyak 12,8 % pria dewasa mengalami Overweight dan sebanyak 2,5 %
mengalami Obesitas. Sedangkan pada wanita angka ini menjadi lebih besar lagi
yaitu 20 % dan 5,9 %. Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia thn 2000
jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan
pasien obesitas berjumlah lebih dari 9.8 juta (4.7%). Berdasarkan data tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kelebihan berat badan dan kegemukan di Indonesia
telah menjadi masalah besar yang memerlukan penanganan secara serius.21
Jika melihat data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, di
Indonesia terdapat 19,1 persen kasus obesitas pada penduduk berusia di atas 15
3
tahun. Angka tersebut melebihi besaran angka kekurangan gizi dan gizi buruk
pada anak-anak usia di bawah lima tahun sebesar 18,4 persen.tentu saja ini
bepengaruh terhadap daya tahan kardiorespirasi seseorang.14
Daya tahan kardiorespirasi atau aerobic capacity merupakan komponen
terpenting dari kebugaran jasmani. Seseorang dengan kapasitas aerobik yang baik,
memiliki jantung yang efisien, paru-paru yang efektif, peredaran darah yang baik
pula, yang dapat mensuplai otot-otot sehingga yang bersangkutan mampu bekerja
secara kontiniu tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan.9
Salah satu cara untuk menilai kebugaran seseorang dalam melakukan
aktifitas adalah dengan mengukur VO2 max. VO2 max adalah jumlah maksimum
oksigen dalam mililiter, yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram
berat badan. Orang yang kebugarannya baik mempunyai nilai VO2 max yang
lebih tinggi dan dapat melakukan aktifitas lebih kuat daripada mereka yang tidak
dalam kondisi baik.
VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama
aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan. Nilai VO2max
bergantung pada keadaan kardiovaskular, respirasi, hematologi, dan kemampuan
oksidatif otot. Pengukuran nilai VO2max ini rupanya dapat digunakan untuk
menganalisis efek dari suatu latihan fisik. Namun kemudian diketahui bahwa
selama periode pertumbuhan seseorang, ternyata banyak terjadi perubahan
struktural, hormonal, dan biokimiawi yang dapat mempengaruhi nilai VO2max.
Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui perubahan nilai VO2max pada populasi
ini. Suatu penelitian meta-analisis menyebutkan bahwa mayoritas penelitian
4
tentang VO2max menggunakan laki-laki sebagai subyeknya. Dengan demikian,
penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek latihan fisik yang terprogram
terhadap perubahan nilai VO2max pada laki-laki.12
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah latihan fisik terprogram dapat meningkatkan nilai VO2max?
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1.Tujuan umum
1. Membuktikan manfaat latihan fisik terprogram terhadap nilai VO2 max.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Sebagai syarat untuk mendapat gelar sarjana kedokteran
2. Menganalisis perubahan nilai VO2max pada latihan fisik terprogram dan
yang tidak terprogram.
3. Menganalisis perbedaan perubahan nilai VO2 max pada orang yang
memiliki aktivitas latihan fisik terprogram dan yang tidak terprogram.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan program
latihan untuk meningkatan kemampuan dan ketahanan fisik.
2. Dapat digunakan untuk menilai efektivitas latihan fisik terprogram yang
dilakukan di tempat kebugaran mataram.
3. mengetahui perbaikan tingkat kebugaran untuk mengukur kesehatan
kardiorespirasi seseorang.
4. Apabila hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik terprogram
dapat meningkatkan ketahanan kardiorespirasi, maka program latihan
serupa dapat disarankan untuk yang memiliki latihan fisik tidak
terprogram.
5. Masukan untuk penelitian selanjutnya khususnya penelitian tentang
bagaimana pengukuran konsumsi oksigen pada wanita.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ventilasi Paru Prinsip Fisik Pertukaran Gas
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan utama : (1)
ventilasi paru-paru, yang berarti pemasukan dan pengeluaran udara diantara
atmostir dan alveolus paru, (2) difusi oksigen dan karbon dioksida diantara
alveolus dan darah, (3) transpor oksigen dan karbon dioksida di dalam darah dan
cairan tubuh keluar dan dari sel, dan (4) pengaturan ventilasi dan segi-segi
respirasi lainnya. Bab ini dibicarakan untuk melukiskan beberapa prinsip dasar
fisiologi respirasi.16
2.1.1 Mekanika Ventilasi Paru-Paru
Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan dalam dua cara
(1) gerakan turun dan naik diafragma untuk memperbesar atau
memperkecil rongga dada dan (2) elevasi dan depresi iga-iga untuk
meningkatkan dan menurunkan diameter anteroposterior rongga dada.
Hampir seluruh pernapasan tenang yang normal dicapai melalui
pergerakan inspirasi diafragma.Selama inspirasi diafragma menarik batas
bawah rongga dada kearah bawah.Selama pernapasan hebat, tetapi tenaga
elastic tidak cukup kuat untuk menyebabkan ekspirasi cepat yang
diperlukan, jadi ini dicapai dengan kontraksi otot perut, yang mendorong
isi perut keatas pada bagian bawah diafragma.
7
Metode kedua untuk mengekspansi paru-paru adalah mengangkat
sangkar iga. Iga mengekspansikan paru-paru karena pada posisi istirahat
alamiah iga-iga miring kearah bawah sehingga memungkinkan sternum
juga bergerak kearah belakang kearah kolumna spinalis. Tetapi bila
sangkar iga terelevasi, maka iga-iga menonjol secara langsung kearah
depan, sekarang sternum juga bergerak kearah depan menjauhi tulang
punggung, membuat diameter anteroposterior dada kira-kira 20 persen
lebih besar selama inspirasi maksimum dari pada selama ekspirasi. Oleh
karena itu, otot-otot yang meninggikan rangka dada dapat digolongkan
sebagai otot-otot inspirasi, dan otot-otot yang menurunkan sangkar dada
sebagai otot ekspirasi.16-17
2.1.2 Tekanan-Tekanan Pernapasan.
Tekanan intra-alveolar. Otot-otot pernafasan menyebabkan
ventilasi paru-paru dengan mengempiskan dan mengembangkan paru-paru
secara berganti-ganti, yang kemudian menyababkan peningkatan dan
penurunan tekanan didalam alveolus.Selama inspirasi, tekanan intra-
alveolar menjadi agak negative bila dibandingkan dengan takanan
atmosfir, biasanya kurang dari pada -1mm Hg, dan ini menyebabkan aliran
udara kedalam melalui saluran pernafasan. Sebaliknya, selama ekspirasi
normal, tekanan intra alveolar meningkat menjadi hampir +1 mmHg, yang
menyebabkan aliran udara keluar melalui saluran pernafasan. Perhatikan
secara khusus, betapa kecilnya tekanan yang diperlukan untuk
8
menggerakan udara kedalam dan keluar paru-paru normal, suatu efek yang
sering dibahayakan secara serius pada banyak penyakit-penyakit paru.
Selama usaha ekspirasi maksimum dengan glottis tertutup, tekanan
intra-alveolar dapat meningkat menjadi lebih dari 100mmHg pada pria
sehat dan kuat, dan selama usaha inspirasi maksimum ia dapat berkurang
menjadi serendah -80mmHg. Kecenderungan rekoil paru-paru dan tekanan
intrapleura. Paru terus menerus mempunyai kecenderungan elastic untuk
kempis sehingga menjauhi dinding dada. Kecenderungan elastic ini
disebabkan oleh dua macam faktor. Pertama, diseluruh paru-paru terdapat
banyak serabut elastic yang diregangkan oleh pengembagkan paru
sehingga berusaha untuk memendek. Kedua, dan bahkan lebih penting
lagi, tegangan permukaan cairan yang melapisi alveolus mempunyai
kecenderungan elastic yang terus menerus untuk mengempiskan alveolus.
Efek ini disebabkan oleh daya tarik antar molekul-molekul permukaan
cairan tersebut yang terus cenderung mengurangi luas prmukaan masing-
masin alveolus; semua kekuatan kecil ini yang dipersatukan cenderung
mengempiskan seluruh paru dan menyebabkannya menjauhi dinding
dada.Biasanya, serabut elastic didalam paru-paru menyebakan kira-kira
sepertiga kecenderungan recoil dan fenomena tegangan permukaan
menyebabkan kira-kira dua pertiganya.
Kecenderungan recoil total dari paru-paru dapat diukur dengan
jumlah tekanan negative didalam ruang intrapleura yang diperlukan untuk
mencegah pengempisan paru-paru, dan tekanan ini disebut tekanan
9
intrapleura atau, kadang-kadang, tekanan recoil. Biasanya besarnya kira-
kira -4mmHg yaitu bila ruangan alveolus terbuka keatmosfir melalui
trakea sehingga tekanannya pada tekanan atmosfir, suatu tekanan -4mmHg
didalam ruangan intrapleura yang diperlukan untuk mempertahankan
pengembangan paru-paru pada ukuran normal. Bila paru-paru
pengembangan secara besar, seperti pada akhir inspirasi dalam, tekanan
intrapleura yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru dapat
mencapai sebesar -12 sampai -18mmHg.
Surfaktan didalam alveolus, dan efeknya pada kecenderungan
mengempis.Suatu campuran lipoprotein yang disebut “surfaktan”
disekresikan oleh sel khusus pengsekresi-surfaktan yang merupakan
bagian epitel alveolus. Campuran ini, yang terutama mengandung
fosfolipit dipalmitoil lesitin, menurunkan tegangan permukaan cairan yang
melapisi alveolus. Bila tidak ada surfaktan, pengembangan paru menjadi
sangat sulit, sering memerlukan tekanan intrapleura sebanyak -15 sampai -
20mmHg untuk mengatasi kecenderungan alveoli untuk kolaps. Ini
menunjukan bahwa surfaktan sangat penting untuk mengurangi efek
tegangan permukaan dalam menyebabkan pengempisan.
Surfaktan mempunyai suatu sifat khusus yaitu lebih menurunkan
tegangan permukaan ketika alveolus menjadi lebih kecil, sehingga
meniadakan sejumlah kecenderungan alveolus untuk menyempit ketika ia
menjadi lebih kecil. Sebagai akibatnya, surfaktan sangat penting dalam
mempertahankan kesamaan ukuran alveolus-alveolus besar mempunyai
10
tegangan permukaan lebih besar sehingga ia mengecil, sedangkan alveolus
yang lebih kecil mempunyai tegangan permukaan lebih kecil sehingga
cenderung membesar.16
2.1.3. Ventilasi Alveolus
Dari sebuah proses vertilasi paru,faktor yang benar-benar penting
adalah kecepatan pembaruan udara dalam area pertukaran gas
paru,alveolus,tiap menit oleh udara atmosfir; ini disebut vertilasi
alveolus. Orang dapat mudah mengalami bahwa ventilasi alveolus per
menit tidak sama dengan volume respirasi per menit karena sebagaian
besar udara respirasi mengisi saluran pernafasan lebih besar,disebut ruang
rugi tempat,yang membrannya tidak dapat melakukan pertukaran gas yang
berarti dengan darah. Ruang rugi anatomik terhadap fisiologik. Ruang
Rugi yang baru didiskusikan menggambarkan volume udara didalam
semusa jalan udara pernafasan utama tetapi tidak meliputi udara didalam
Alveoli dan di namai Ruang Rugi Anatomik. Tetapi keadaan-keadaan
beberapa alveoli dengan sendirinya tidak berfungfi atau sebagaian
berfungsi karena tidak ada atau buruknya aliran darah yang melali kapiler
paru yang berdekatan sehingga harus dipertimbangkan juga sebagai ruang
rugi. Bila ruang rugi alveolus di masukkan dalam ruang rugi total maka
ruangan ini dinamai ruang rugi fisiologik, yang berlawan dengan runag
rugi anatomik. Pada orang normal ruang rugi anatomic dan fisiologik
hampir sama karena semua alveoli berfungsi pada paru normal, tetapi pada
11
orang dengan alveoli yang tidak berfungsi atau berfungsi sebagaian di
beberapa bagian paru, maka keadaan ruang rugi fisiologik 10 kali ruang
rugi anatomic atau sebanyak 1sampai 2 liter.16-17
2.1.4 Kecepatan Ventilasi Alveolar
Ventilasi alveolar per menit merupakan volume total udara baru
yang memasuki alveoli tiap menit sama dengan kecepatan pernafasan
dikali dengan udara baru yang memasuki alveoli di setiap pernafasan:yaitu
kecepatan pernafasan dikali perbedaan antara volume tidal dengan
volume ruang rugi. Jadi ventilasi alveolar normal adalah 12 kali 350ml,
atau 4200 ml/menitVentilasi alveolar merupakan salah satu faktor utama
yang menentukan kosentrasi oksigen karbon dioksida dalam alveoli. .
Kecepatan pernafasan, volume Tidal dan volume pernafasan semenit hanya
penting sejauh mereka mempengaruhi ventilasi alveolar.16
2.2 Kesegaran Jasmani
Telah disebutkan sebelumnya bahwa olah raga adalah usaha untuk
menjaga kesegaran jasmani. Olah raga sendiri dapat dibagi menjadi dua
kelompok. Yang pertama adalah olah raga aerobik, yaitu olah raga yang
menggunakan energi yang berasal dari pembakaran oksigen, dan
membutuhkan oksigen tanpa menimbulkan hutang oksigen yang tidak
terbayar. Contoh olah raga aerobik misalnya lari, jalan, treadmill,
bersepeda, renang. Sedangkan olah raga anaerobik adalah olah raga yang
menggunakan energi dari pembakaran tanpa oksigen, dalam hal ini
12
aktivitas yang terjadi menimbulkan hutang oksigen. Contoh dari olah raga
anaerobik adalah lari sprint jarak pendek, angkat beban, dan bersepeda
cepat.9
Dalam kesegaran jasmani, dikenal istilah Health related fitness dan
Skill related fitness.Health related fitnessdiartikan sebagai kemampuan
jantung, paru, otot, dan persendian untuk bekerja dengan optimal. Health
related fitness meliputi ketahanan kardiorespirasi, ketahanan otot,
kekuatan otot, fleksibilitas, dan komposisi tubuh. Sedang Skill related
fitness diartikan sebagai keahlian-keahlian yang menunjang performance
seseorang dalam olah raga dan aktivitas fisik lain.
Yang termasuk dalam Skill related fitness ialah agility
(kelincahan), balance (keseimbangan), coordination (koordinasi), reaction
time (kecepatan reaksi), speed (kecepatan), dan power (kekuatan).2
Ketahanan kardiorespirasi adalah kemampuan tubuh untuk
melakukan aktivitas fisik yang intens dan berkesinambungan dengan
melibatkan sekelompok otot besar. Ketahanan kardiorespirasi ini termasuk
unsur kesegaran jasmani yang paling penting. Latihan untuk meningkatkan
ketahanan kardiorespirasi dapat menyebabkan peningkatan kapasitas
aerobik seseorang.9
2.2 Kesegaran Jasmani
Telah disebutkan sebelumnya bahwa olah raga adalah usaha untuk
menjaga kesegaran jasmani. Olah raga sendiri dapat dibagi menjadi dua
kelompok. Yang pertama adalah olah raga aerobik, yaitu olah raga yang
13
menggunakan energi yang berasal dari pembakaran oksigen, dan
membutuhkan oksigen tanpa menimbulkan hutang oksigen yang tidak
terbayar. Contoh olah raga aerobik misalnya lari, jalan, treadmill,
bersepeda, renang, fitness.Sedangkan olah raga anaerobik adalah olah raga
yang menggunakan energi dari pembakaran tanpa oksigen, dalam hal ini
aktivitas yang terjadi menimbulkan hutang oksigen. Contoh dari olah raga
anaerobik adalah lari sprint jarak pendek, angkat beban, dan bersepeda
cepat.9
2.3 Konsumsi Oksigen Maksimal (VO2max)
2.3.1 Definisi
VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi
selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan.
Karena VO2max ini dapat membatasi kapasitas kardiovaskuler seseorang,
maka VO2max dianggap sebagai indikator terbaik ketahanan aerobik. 4,5
VO2Max juga dapat diartikan sebagai kemampuan maksimal
seseorang untuk mengkonsumsi oksigen selama aktivitas fisik pada
ketinggian yang setara dengan permukaan laut. VO2max merefleksikan
keadaan paru, kardiovaskuler, dan hematologik dalam pengantaran
oksigen, serta mekanisme oksidatif dari otot yang melakukan aktivitas.
Selama menit-menit pertama latihan, konsumsi oksigen meningkat hingga
akhirnya tercapai keadaan steady state di mana konsumsi oksigen sesuai
dengan kebutuhan latihan. Bersamaan dengan keadaan steady state ini
14
terjadi pula adaptasi ventilasi paru, denyut jantung, dan cardiac output.
Keadaan di mana konsumsi oksigen telah mencapai nilai maksimal tanpa
bisa naik lagi meski dengan penambahan intensitas latihan inilah yang
disebut VO2max. Konsumsi oksigen lalu turun secara bertahap bersamaan
dengan penghentian latihan karena kebutuhan oksigen pun berkurang.5,9
Secara teori, nilai VO2Max dibatasi oleh cardiac output,
kemampuan sistem respirasi untuk mengantarkan oksigen ke darah, atau
kemampuan otot untuk menggunakan oksigen. Dengan begitu, VO2max
pun menjadi batasan kemampuan aerobik, dan oleh sebab itu dianggap
sebagai parameter terbaik untukmengukur kemampuan aerobik (atau
kardiorespirasi) seseorang. VO2max merupakan nilai tertinggi dimana
seseorang dapat mengkonsumsi oksigen selama latihan, serta merupakan
refleksi dari unsur kardiorespirasi dan hematologik dari pengantaran
oksigen dan mekanisme oksidatif otot.7,11
Orang dengan tingkat kebugaran yang baik memiliki nilai VO2max
lebih tinggi dan dapat melakukan aktivitas lebih kuat dibanding mereka
yang tidak dalam kondisi baik.13
2.3.2 Satuan
VO2 max dinyatakan sebagai volume total oksigen yang digunakan
permenit (ml/menit). Semakin banyak massa otot seseorang, semakin
banyak pula oksigen (ml/menit) yang digunakan selama latihan maksimal.
Untuk menyesuaikan perbedaan ukuran tubuh dan massa otot, VO2max
dapat dinyatakan sebagai jumlah maksimum oksigen dalam mililiter, yang
15
dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan (ml/kg/menit).
Satuan ini yang akan dipergunakan dalam pembahasan selanjutnya14.
.
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai VO2max
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai VO2 max dapat
disebutkan sebagai berikut.
1. Umur
Penelitian cross-sectional dan longitudinal nilai VO2max pada
anak usia 8-16 tahun yang tidak dilatih menunjukkan kenaikan progresif
dan linier dari puncak kemampuan aerobik, sehubungan dengan umur
kronologis pada anak perempuan dan laki-laki. VO2max anak laki-laki
menjadi lebih tinggi mulai umur 10 tahun20,17 , walau ada yang berpendapat
latihan ketahanan tidak terpengaruh pada kemampuan aerobik sebelum
usia 11 tahun.9
Puncak nilai VO2max dicapai kurang lebih pada usia 18-20 tahun
pada kedua jenis kelamin 7,9. Secara umum, kemampuan aerobik turun
perlahan setelah usia 25-28 tahun. Penelitian dari Jackson AS et al.
menemukan bahwa penurunan rata-rata VO2max per tahun adalah 0.46
ml/kg/menit untuk pria (1.2%) dan 0.54 ml/kg/menit untuk wanita (1.7%).
Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk reduksi denyut
jantung maksimal dan isi sekuncup jantung maksimal.13
.2. Jenis kelamin
16
Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria
pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang
menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan
lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil
daripada pria25. Mulai umur 10 tahun, VO2max anak laki-laki menjadi
lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya
menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO2max anak laki-laki 37% lebih
tinggi dibanding anak perempuan.7
Sehubungan dengan jenis kelamin wanita, Lebrun et al dalam
penelitiannya tahun 1995 pada 16 wanita yang mendapat latihan fisik
sedang, melakukan pengukuran serum hormon estradiol dan progesteron
untuk memantau fase-fase menstruasi. Dari penelitian tersebut didapatkan
bahwa VO2max absolut meningkat selama fase folikuler dibanding
dengan fase luteal.7
3. Suhu
Pada fase luteal menstruasi, kadar progesteron meningkat. Padahal
progesteron memiliki efek termogenik, yaitu dapat meningkatkan suhu
basal tubuh. Efek termogenik dari progesteron ini rupanya meningkatkan
BMR, sehingga akan berpengaruh pada kerja kardiovaskuler dan akhirnya
berpengaruh pula pada nilai VO2max. Sehingga, secara tidak langsung,
perubahan suhu akan berpengaruh pada nilai VO2max.2
17
4. Keadaan latihan
Latihan fisik dapat meningkatkan nilai VO2max.Namun begitu,
VO2max ini tidak terpaku pada nilai tertentu, tetapi dapat berubah sesuai
tingkat dan intensitas aktivitas fisik. Contohnya, bed-rest lama dapat
menurunkan VO2 max antara 15%-25%, sementara latihan fisik intens
yang teratur dapat menaikkan VO2max dengan nilai yang hampir serupa2,9
.Latihan fisik yang efektif bersifat endurance (ketahanan) dan meliputi
durasi, frekuensi, dan intensitas tertentu7. Sehingga dengan begitu dapat
dikatakan bahwa kegiatan dan latar belakang latihan seorang atlet dapat
mempengaruhi nilai VO2max-nya.2
2.3.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN NILAI VO2MAX
1. Fungsi paru
Pada saat melakukan aktivitas fisik yang intens, terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen oleh otot yang sedang bekerja. Kebutuhan oksigen ini
didapat dari ventilasi dan pertukaran oksigen dalam paru-paru. Ventilasi
merupakan proses mekanik untuk memasukkan atau mengeluarkan udara
dari dalam paru. Proses ini berlanjut dengan pertukaran oksigen dalam
alveoli paru dengan cara difusi. Oksigen yang terdifusi masuk dalam
kapiler paru untuk selanjutnya diedarkan melalui pembuluh darah ke
seluruh tubuh. Untuk dapat memasok kebutuhan oksigen yang adekuat,
dibutuhkan paru-paru yang berfungsi dengan baik, termasuk juga kapiler
dan pembuluh pulmonalnya. Pada seorang atlet yang terlatih dengan baik,
konsumsi oksigen dan ventilasi paru total meningkat sekitar 20 kali pada
18
saat ia melakukan latihan dengan intensitas maksimal32-4. Dalam fungsi
paru, dikenal juga istilah perbedaan oksigen arteri-vena (A-VO2 diff).
Selama aktivitas fisik yang intens, A-VO2 diff akan meningkat karena
oksigen darah lebih banyak dilepas ke otot yang sedang bekerja, sehingga
oksigen darah vena berkurang. Hal ini menyebabkan pengiriman oksigen
ke jaringan meningkat hingga tiga kali lipat daripada kondisi biasa.
Peningkatan A-VO2 diff terjadi serentak dengan peningkatan cardiac output
dan pertukaran udara sebagai respon terhadap olah raga berat.7
. 2. Fungsi kardiovaskuler
Respon kardiovaskuler yang paling utama terhadap aktivitas fisik
adalah peningkatan cardiac output. Peningkatan ini disebabkan oleh
peningkatan isi sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai
sekitar 95% dari tingkat maksimalnya. Karena pemakaian oksigen oleh
tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem kardiovaskuler
menghantarkan oksigen ke jaringan, maka dapat dikatakan bahwa sistem
kardiovaskuler dapat membatasi nilai VO2max.15
3. Sel darah merah (Hemoglobin)
Karena dalam darah oksigen berikatan dengan hemoglobin, maka
kadar oksigen dalam darah juga ditentukan oleh kadar hemoglobin yang
tersedia. Jika kadar hemoglobin berada di bawah normal, misalnya pada
anemia, maka jumlah oksigen dalam darah juga lebih rendah. Sebaliknya,
bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari normal, seperti pada keadaan
polisitemia, maka kadar oksigen dalam darah akan meningkat. Hal ini juga
19
bisa terjadi sebagai respon adaptasi pada orang-orang yang hidup di
tempat tinggi35. Kadar hemoglobin rupanya juga dipengaruhi oleh hormon
androgen melalui peningkatan pembentukan sel darah merah. Laki-laki
memiliki kadar hemoglobin sekitar 1-2 gr per 100 ml lebih tinggi
dibanding wanita.7,9
. 4. Komposisi tubuh
Jaringan lemak menambah berat badan, tapi tidak mendukung
kemampuan untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olah
raga berat. Maka, jika VO2max dinyatakan relatif terhadap berat badan,
berat lemak cenderung menaikkan angka penyebut tanpa menimbulkan
akibat pada pembilang VO2
; VO2 (mk/kg/menit) = VO2 (LO2) x 1000
Berat badan (kg)
Jadi, kegemukan cenderung mengurangi VO2max.15.
2.3.5 Pengukuran VO2max
Untuk mengukur VO2 max, ada beberapa tes yang lazim
digunakan. Tes-tes ini haruslah dapat diukur dan mudah dilaksanakan,
serta tidak membutuhkan ketrampilan khusus untuk melakukannya. Tes
ergometer sepeda dan treadmill adalah dua cara yang paling sering
digunakan untuk menghasilkan beban kerja. Meskipun begitu,step test
ataupun field test juga dapat dilakukan untuk kepentingan yang sama.
2.3.5.1 Ergometer Sepeda
20
Dilakukan dengan menggunakan sepeda statis yang dikayuh untuk
mendapatkan beban kerja.Beban kerja dapat diberikan secara kontinyu
atau intermiten. Ergometer sepeda ini dapat mekanik atau elektrik, serta
dapat digunakan dalam posisi tegak lurus maupun supinasi. Dipasang
EKG untuk merekam beban kerja, serta dilakukan pengukuran tekanan
darah probandus pada permulaan dan akhir pembebanan. Nilai VO2max
bisa didapat dengan menggunakan nomogram Astrand, khususnya
menggunakan skala beban kerja. Beban kerja dapat dinyatakan dalam unit
standar, sehingga hasil tes dapat dibandingkan satu sama lain.12,19
. 2.3.5.2 Treadmill
Beberapa protokol yang dapat digunakan dalam pemeriksaan
dengan treadmill adalah : (1) Metode Mitchell, Sproule, dan Chapman,
(2)Metode Saltin-Astrand, dan (3) Metode OSU. Keuntungan
menggunakan treadmill meliputi nilai beban kerja yang konstan,
kemudahan mengatur beban kerja pada level yang diinginkan, serta mudah
dilakukan karena hampir semua orang terbiasa dengan keahlian yang
dibutuhkan (berjalan dan berlari). Meskipun demikian, karena alatnya
mahal dan berat, tes ini tidak praktis dilakukan di tempat kerja melainkan
di tempat kebugaran yang memiliki fasilitas treadmile.12,19
. 2.3.5.3 Field Test
Tes ini sangat mudah dilakukan, karena tidak membutuhkan alat
khusus. Probandus diminta berlari berdasarkan jarak atau waktu tertentu.
21
Beberapa variasi dari tes ini adalah : (1) 12minute run, (2)1,5 mile run, dan
(3) 2,4 kmrun test.9,13
. 2.3.5.4 Step Test
Banyak variasi dari tes ini sehubungan dengan jumlah langkah per
menit dan tinggi bangku yang digunakan untuk menghasilkan beban
kerja.Probandus melakukan gerakan naik turun bangku bergantian kaki
dengan irama yang sudah diatur dengan metronome. Walaupun mudah
dilakukan dan tidak butuh biaya besar, beban kerja yang tepat sulit
didapat dengan tes ini karena kelelahan yang mungkin timbul saat
melakukan tes dapat mempengaruhi akurasi beban kerja dan titik gravitasi.
Nilai VO2 max bias dapat dengan normogram Astrand berdasarkan denyut
dan berat badan atau mengggunakan perhitungan rumus. Rumus yang
tersedia pun bervariasi, dengan standar nilai VO2max yang bervariasi
pula.Data yang dibutuhkan untuk menghitung VO2max adalah denyut
jantung pemulihan. Beberapa variasi tersebut misalnya : (1) Harvard Step
Test, (2) Queen’s College Step Test, (3) Tuttle Step Test, (4) Ohio Step
Test, (5) YMCA Step test, dan (6) Tecumseh Step Test. 12,19
2.3.5.4 N-EX VO2max estimated
Baru ini VO2max model regresi telah dikembangkan yang secara
eksklusif menggunakan non-olahraga/ non-exercise (N-EX)) prediktor
variabel seperti usia, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, persepsi
kemampuan fungsional atau perceived functional ability (PFA) dan tingkat
aktivitas fisik. N-EX model regresi menghasilkan estimasi VO2max
22
sebanding dalam akurasi untuk beberapa latihan (EX) model regresi dan
dapat memberikan cara praktis untuk memprediksi CRF tanpa
memerlukan eksperimentasi mahal atau pengujian latihan. Namun, saat ini
N-EX model regresi tidak cocok dengan akurasi prediksi model terbaik
regresi EX mungkin tidak menggeneralisasi baik untuk yang lebih muda
(umur kurang dari 18 tahun), individu dengan aktifitas tinggi, dan
memiliki terbatas dalam kemampuan mereka.12
2.4.Latihan Fisik Terprogram
Yang dimaksud dengan latihan fisik terprogram adalah latihan fisik
yang dilakukan secara teratur dengan intensitas, frekuensi, dan durasi
tertentu, serta memiliki tujuan tertentupula.7,12
2.4.1 Intensitas Latihan
Sebaiknya para atlet diberi latihan hingga denyut jantungnya
mencapai 80-95% dari denyut jantung maksimal. Sedangkan denyut
jantung maksimal yangboleh dicapai pada saat melakukan latihan adalah
220 – umur (dalam tahun). Denyut jantung yang 80-95% dari denyut
jantung maksimal tersebut dinamakan target zone. Jika intensitas latihan
yang diberikan kurang dari target zone ini,maka hasilnya tidak banyak
memperbaiki endurance.9
Selain itu, kenaikan intensitas latihan akan meningkatkan heart
rate (HR) dan saturation volume (SV). Karena CO = HR x SV, maka CO
juga akan meningkat seiring denganpeningkatan intensitas latihan. CO
secara langsung mencerminkan hasil latihan, karena CO mewakili
23
besarnya distribusi oksigen pada otot yang sedang beraktivitas. Setelah
intensitas latihan melebihi 40-60% VO2max, SV akanmencapai nilai
tetap. Peningkatan lebih lanjut dari CO merupakan akibat darikenaikan
HR. Atlet yang terbiasa melakukan latihan secara intens akan memiliki
nilai SV lebih tinggi, dan dengan demikian nilai CO-nya pun juga lebih
tinggi. Ini berarti distribusi oksigen juga meningkat intensitas latihan tiap
atlet untuk memperoleh peningkatan pada keadaan yang memberikan efek
melelahkan.22
2.4.2 Durasi Latihan
. Durasi latihan sebaiknya berkisar antara 40-45 menit di dalam
target zone bila ingin mendapatkan perbaikan endurance. Ini belum
termasuk waktu pemanasan dan pendinginan.7
2.4.3 Frekuensi Latihan
. Sebaiknya berlatih minimal 3 kali seminggu untuk mendapat hasil
yangbaik karena endurance seseorang akan mulai turun setelah 48 jam jika
tidak menjalani latihan.7,22
Bagi seorang atlet, semakin tinggi faktor endurance yang
diperlukan dalam cabangnya, semakin tinggi pula angka VO2max yang
harus dimiliknya .Berdasarkan persyaratan tes kesegaran 7,22
.
24
KERANGKA TEORI
: diteliti
: teliti
Pada penelitian ini hanya meneliti latihan fisik terprogram dimana
faktor lainnya sudah dapat di kendalikan dimana fungsi paru dan kardiovaskular
tidak teliti karna harus menggunakan alat ukur khusus sedangkan merokok dapat
di kendalikan karena sample yang digunakan semua tidak merokok, untuk suhu
dan Hb darah pada penelitian sebelumnnya hanya terlihat pada wanita khususnya
pada fase menstruasi sedangkan sample yang digunakan semua adalah laki-laki,
untuk BMI pada sample rata pada ambang normal mengingat sample adalah
pegiat olah raga beban.
25
UMUR
JENIS KELAMIN
LATIHAN FISIK
TERPROGRAM
Body mass index (Komposisi tubuh )
Fungsi kardiovaskulara. menstruasi
Fungsi parua. Suhu b. Sel darah merah
(hemoglobin)c. merokok
VO2MAX
2.5 KERANGKA KONSEP
1.4
2.6 Hipotesis
2.6.1 Hipotesis Mayor
Hi :Ada hubungan antara latihan fisik terprogram dan nilai
VO2max.
H0 :tidak Ada hubungan antara latihan fisik terprogram dan
nilai VO2max.
2.6.2 Hipotesis Minor
1 Nilai VO2max pada yang mendapat latihan fisik
terprogram lebih tinggi dari yang tidak memiliki aktivitas
fisik terprogram .
2 Perubahan nilai VO2max pada atlet atau yang mendapat
latihan fisik terprogram lebih tinggi dibanding yang tidak
mendapatlatihan fisik terprogram.
26
Latihan fisik terprogram
VO2MAX
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancang Bangun Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan
case control yaitu membandingkan antara kelompok kasus dengan
kelompok kontrol berdasarkan status terpaparnya dengan
menggunakan pendekatan retrospektif dimana efek diidentifikasi
pada saat ini kemudian faktor risiko diidentifikasi terjadinya pada
waktu yang lalu.8
3.1.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Arena fitness dan aerobic di
Mataram.
3.1.2. Variabel dan Definisi Operasional
3.1.2.1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
Variabel dependent : nilai Vo2max
Variabel independent : status latihan fisik
Latihan fisik terprogram
Latihan fisik tidak
terprogram
27
Definisi Oprasional
1. VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat
dikonsumsi seseorang selama aktivitas fisik yang intens
sampai akhirnya terjadi kelelahan yang diukur dengan
menggunakan treadmill VO2max test. (skala ordinal)
2. Status latihan fisik
Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dengan
intensitas,frekuensi, dan durasi tertentu, sesuai program
yang telah ditetapkan (skala nominal)
3.1.3. Populasi dan Sampel
3.1.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah belum
diketahui maka digunakan proporsi beberapa orang yang
dipilih di tempat kebugaran yang sudah di tetapkan setelah
memenihi kriteria inklusi
3.1.3.2. Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus
besar sampel untuk uji hipotesis rerata 2 populasi sebagai
berikut :
28
Zα = 1,96 (α = 0,05)
Zβ = 0,843 (β = 0,2)
δ = simpang baku nilai VO2max pria usia 18-29 tahun
x1= rerata nilai VO2max pria 18-29 tahun yang mendapat
latihan fisik terprogram
x2 = rerata nilai VO2max pria 18-29 tahun yang tidak
mendapat latihan fisik terprogram
Apabila dari hasil penelitian sebelumnya diketahui
nilai VO2max adalah 44,7 (SD = 5,8) ml/kgBB/menit dan
perkiraan pada kelompok yang mendapat latihan fisik
terprogram terjadi peningkatan VO2max sebesar 1 SD yaitu
menjadi 50,5 ml/kgBB/menit dan nilai, maka besar sampel
adalah :
29
Apabila diperkirakan besarnya Drop Out sebesar 10
%, maka besar sampel adalah:
Maka besar sample adalah minimal 20 untuk jumlah
sample kasus dan minimal 20 untuk jumlah sample control
maka jumlah total sample adalah minimal 40 responden.
3.1.5.Metoda Sampling
Sampel dalam penelitian ini dipilih melalui tekhnik simple
random sampling, dengan system lotre dimana siapa saja
populasi yang ditemukan yang sebelumnnya di pilih secara acak
atau yang ada saat penelitian dan memenuhi kriteria akan
diambil sebagai sampel penelitian. Adapun kriteria dari sampel
tersebut adalah:
1. Kriteria Inklusi
a. berjenis kelamin laki-laki.
b. tidak merokok .
30
c. Dalam kondisi sehat, tidak memiliki penyakit atau masalah
dengan kesehatan jantung, paru, pembuluh darah dan
ekstrimitas bawah (dengan Anamnesis), ataupun kecacatan
fisik dari kecil walaupun setelah menjalani suatu terapi
d. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
a. Tidak pernah melakukan olah raga dalam 3 bulan
b. Terjadi kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan untuk
diteruskan melakukan test :misalnya terjadi cidera saat
melakukan test, responden ada kepentingan mendadak
c. Umur dibawah 18 tahun atau diatas 25 tahun.
3.1.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan
untuk pengumpulan data. Instrumen dalam penelitian ini adalah:
1. Kuesioner/Panduan Pertanyaan
Untuk mendapatkan data mengenai latihan fisik
terprogram dilakukan dengan cara peneliti menanyakan
pertanyaan yang ada dalam kuesioner kepada
responden. Kebiasaan olahraga terprogram yang
dimaksudkan adalah olahraga yang dilakukan 3 kali
dalam seminggu dan lamanya kurang lebih 45 menit
31
dengan intensitas lebih dari cukup lelah atau dapat
melampirkan jadwal latihan tersendiri.7,22
2. Peralatan pengukuran Vo2max.
1. Treadmile (ada di tempat kebugaran)
2. Stopwatch
32
Cara Penelitian
3.1.6.1 Alur Penelitian
33
VO2Max tinggin=30
VO2Max sedangn=30
Aktifitas tidak terprogram
ANALISA DATA DAN LAPORAN
Pengukuran VO2Max
Aktifitas terprogram
Aktifitas tidak terprogram
Aktifitas terprogram
Pemilihan subjek
Subjek memenuhi kriteria inklusi
Kreteria eksklusi
3.1.8 Proses pengumpulan data
Tes ini mengharuskan responden untuk menjalankan
selama mungkin pada treadmill yang kemiringannya kenaikan pada
interval waktunya
Responden pemanasan selama 10 menit
Peneliti menset treadmill dengan kecepatan 8.05 km/hr (5
mph) dan kemiringan sebesar 0%
Peneliti memberi perintah “mulai”, mulai stopwatch dan
responden memulai tes
Setelah 3 menit melakukan, naikkan kemiringan treadmill
menjadi 2,5% dan kemudian diikuti setiap 2 menit
meningkatkan bidang miring sebesar 2,5% dan seterusnya
Peneliti menghentikan stopwatch dan merekam saat atlet
tidak dapat melanjutkan
Penilaian
Dari waktu berjalan total perkiraan atlet VO2Max dapat dihitung
sebagai berikut:
VO2max = (Waktu × 1,444) + 14,99
34
dimana “Waktu” adalah waktu tes dinyatakan dalam menit
dan sepersekian menit.12
3.1.9 Pengolahan dan Analisis Data
Analisa data merupakan bagian penting dari suatu
penelitian, dimana tujuan dari analisis ini adalah agar diperoleh
suatu kesimpulan masalah yang diteliti. Data yang telah terkumpul
akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer dengan
software SPPSS for Windows versi 17 Adapun langkah-langkah
pengolahan data meliputi:
1. Editing adalah pekerjaan memeriksa validitas data yang
masuk, seperti memeriksa kelengkapan menjawab
kuesioner
2. Coding adalah suatu kegiatan memberi tanda / kode tertentu
terhadap data yang telah diedit dengan tujuan
mempermudah pembuatan tabel.dalam hal ini yang perlu
dilakukan coding adalah:
a. Latihan fisik terprogram:
1. Terprogram
2. Tidak terprogram
b. nilai VO2Max:
adalah nilai perkiraan VO2Max yang di miliki tiap sample,
menggunakan nilai dari tabel normative
sedang/ standart antara 35,4 – 45,1 (poor- fair)
35
tinggi/ high apabila >45,2 (good- excellent)
sumberNormative data (Heywood 1998 untuk pria
(nilai dalam ml/kg/min)12.
3. Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah didapat ke
dalam program komputer yang ditetapkan (SPSS 17)
3.2. Analisis Data
Data hasil penelitian yaitu nilai VO2max diedit,
dikoding, dan dientri dalam file komputer dengan
menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Setelah
dilakukan cleaning, dilakukan analisis statistik dengan urutan
sebagai berikut :
a. Analisis univariat
Variabel yang berskala kategorial dinyatakan sebagai
distribusi frekuensi dan persen sedangkan variabel yang
berskala kontinyu dinyatakan sebagai rerata dan simpang baku,
dan median.
b. Analisis bivariat
Analisa ini berfungsi untuk mengetahui hubungan masing-
masing variable tunggal,baik variable bebas maupun variable
terikat.Diantaranya adalah ukuran status latihan fisik dan
konsumsi oksigen maksimal dimana antara variable
36
dependentdan variable independent. Karena rancangan
penelitian ini adalah case control hubungan antara variable
independen dan variable dependent digunakan uji statistic
Odds Ratio(OR) = AD/BC yakini perbandingan
antaraprevalensi efek pada kelompok subyek tanpa faktor
risiko dengan prevalensi dengan faktor risiko, digunakan tabel
kontigensi 2x2 dengan tingkat kepercayaan 90% (α= 0,1) data
juga akan ditabelkan dengan menggunakan tabel silang sebagai
berikut:
Tabel silang analisis bivariate
Status latihan fisik Konsumsi oksigen maksimal
(VO2Max)
TOTAL
VO2Max 38,4 –
45,1
VO2Max >45,2
Terprogram A B AB
Tidak terprogram C D CD
Total AC BD ABCD
Sumber: data primer yang diolah
Data juga akan dianalisa dengan uji statistic
koefisien contingency untuk mengetahui derajat
hubungan antara status latihan fisik dengan konsumsi
37
oksigen maksimal. koefesien contingency (C) sangat
erat kaitannya dengan Chi-Square dan di hitung dengan
Chi-Square dapat dengan mudah di ketahui. Rumus
menghitung chi-square adalah:
X2=
Keterangan:
X2 :Chi-Square
O : frekuensi observasi
E : frekuensi harapan
Untuk menghitung contingency coefficient,
maka di gunakan rumus sebagai berikut:
C=
Keterangan:
C :contingency coefficient
X2 :Chi-Square
Agar harga C yang di proleh dapat di pakai untuk
menilai derajat hubungan antara variable, maka harga C ini
perlu diperbandingkan dengan harga C maksimum. Harga
38
C maksimum dapat di hitung dengan rumus sebagai
berikut:
Cmax=
Keterangan:
M : harga minimum jumlah baris dalam kolom.
Interpretasi hasil makin dekat dengan harga C
kepada Cmax maka makinbesar derajat hubungan antara
kedua variable. Dengan kata lain variable yang satu makin
berkaitan dengan variable yang lain.
Untuk analisis pada penelitian ini akan
menggunakan program Statistic product and service
solution (SPSS for windows versi 16).dasar pengambilan
ckeputusan penerimaan hipotesis berdasarkan tingkat
signifikan (nilai α ) sebesar 90 %:
a. Jika nilai p > α (α = 0,1 ; df =1) maka H0
diterima
b. Jika nilai P ≤ α (α = 0,1 ; df =1) maka H0
ditolak
3.2. 1 Etika Penelitian
Dalam peneltian ini, peneliti tetap mengedepankan masalah
etika yaitu:
1. Lembar persetujuan (informed consent) menjadi responden
39
Lembar persetujuan dibagikan kepada seluruh subyek
penelitian.Tujuannya agar responden mengetahui maksud dan
tujuan penelitian, serta kesediaan subyek untuk menjadi
responden penelitian. Jika subyek bersedia menjadi responden,
maka subyek harus bersedia di observasi dan di wawancara,
dan peneliti akan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Anonimity
Nama responden yang menjadi responden tidak perlu
dicantumkan pada lembar pengumpulan data, hal ini untuk
menjaga obyektifitas data.Untuk mengetahui partisipasi dan
peran serta responden, peneliti cukup menuliskan nomor kode
pasien pada masing-masing lembar persetujuan.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan
dijumpai pada pasien, dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan
benar-benar digunakan untuk tujuan penelitian.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Didapat 60 orang subyek penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi. Subyek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan, dengan menggunakan simple random sampling
dengan sistem lotre. Mula-mula dilakukan pengambilan data karakteristik
subyek penelitian lalu dilakukan pengambilan data nilai VO2max pada
awalnya untuk membagi antara seseorang yang berolah raga dengan
VO2Max tinggi dan sedang. Kelompok perlakuan dimana disini yang
memiliki Vo2Max tinggi nantinya melakukan mengisi kuisioner untuk
mengetahui apakah nilai Vo2max yang tinggi diproleh dengan latihan fisik
terprogram atau tidak, sedangkan kelompok kontrol yang memiliki
Vo2Max rerata umur 19-25 tahun di berikan kuisioner apakah mereka
memiliki Vo2Max rerata walau sudah melakukan latihan fisik terprogram
atau tidak. Setelah wawancara, maka dimulailah proses tabulasi data.
41
4.1.1 Analisa univariat
Tabel 2.1 status latihan fisik
Frekuensi persentase
tidak
terprogram28 46,7
terprogram 32 53.3
Total 60 100.0
Dari tabel diatas, diketahui sebesar 51,7%, responden memiliki status
latihan fisik terprogram dan sebesar 48,3%, responden memiliki nilai
status latihan fisik tidak terprogram. Untuk lebih jelas dapat di lihat dalam
grafik di bawah ini:
42
Grafik batang 1.1 status latihan fisik
Dari perhitungan rumus mencari jumlah sample,di dapatkan 60
sample saat penelitian yang memasuki kriteria inklusi. Karena penelitian
ini menggunakan case control, maka kasus yang diambil sebanyak 30
orang yang memasuki kriteria inklusi setelah dilakukan pengukuran
VO2Max dengan hasil nilai VO2Max diatas rata-rata atau tinggi dan
sisanya digunakan sebagai control dengan hasil nilai VO2Max rata-rata
sebanyak 30 orang.
43
Tabel 2.2 konsumsi oksigen maksimal
Konsumsi oksigen maksimal
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
V02max
standar 30 50.0 50.0 50.0
VO2max
tinggi30 50.0 50.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
Sumber: data primer yang diolah
Grafik 2.2 konsumsi oksigen maksimal VO2Max
44
4.1.2 Analisa bivariat
Tabel 4.3 tabel silang Status latihan fisik konsumsi oksigen maksimal
Status latihan fisik
Konsumsi oksigen maksimal
TotalV02max standar VO2max tinggi
tidak terprogram
terprogram
26 (86,7%) 2(6,7%) 28(100%)
4(13,3%) 28(93,3%) 32(100%)
Total 30(100%) 30(100%) 60(100%)
Sumber: data primer yang diolah
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa presentase responden dengan
konsumsi oksigen rata-rata dengan status latihan fisik tidak terprogram
sebesar 86,7% dan responden dengan konsumsi oksigen maksimal rata-
rata dengan status latihan fisik terprogram sebesar 13,3%. Sedangkan
presentase responden dengan konsumsi oksigen tinggi dengan status
latihan fisik tidak terprogram hanya 6,7% dan responden dengan konsumsi
oksigen tinggi dengan status latihan fisik terprogram sebesar 93,3%.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara status latihan fisik
dengan konsumsi oksigen maksimal maka dilakukan perhitungan Odds
Rasio melalui data yang disajikan dalam tabel silang berikut:
OR=AD/BC
OR=(26x28)/(4x2)
OR=(728)/(8)
OR=9145
Dari tabel silang dan perhitungan odds ratio di atas diperoleh hasil
odds rasio (OR) sebesar 91 (OR>1). Hal ini menunjukan bahwa variable
independent tersebut merupakan factor resiko yang mempengaruhi
variable dependen yang dalam hal ini bahwa status latihan fisik responden
mempengaruhi konsumsi oksigen maksimal responden, dimana responden
yang memiliki status latihan fisik terprogram memiliki resiko peningkatan
konsumsi oksigen maksimal sebesar 91 kali lipat
Untuk mengetahui hubungan peningkatan konsumsi oksigen
maksimal dengan status latihan fisik, maka digunakan uji korelasi
Contingency Coefficien, karena bentuk skala data yang di peroleh adalah
nominal dan ordinal. Namun sebelum melakukan uji korelasi Contigency
Coefficient, peneliti melakukan uji chi-square untuk mengetahui
perbedaan status latihan fisik yang memiliki nilai konsumsi oksigen
maksimal rata-rata dan tinggi. Berdasarkan uji chi-square pada lampiran
hasil analisis, maka hasil pengujian dapat disajikan dalam bentuk tabel
sederhana sebagai berikut:
Tabel 4.5 Perbedaan status latihan fisik yang memiliki nilai konsumsi oksigen maksimal rata-rata dan tinggi
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 38.571a 1 .000
Sumber: data primer yang diolah.
46
Berdasarkan hasil uji Chi-Square pada tabel di atas di proleh nilai
signifikasni atau P value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,10
(α = 10%), 0,05 (α=5%), bahkan 0,01 (α = 1%), sehingga H0 ditolak dan
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan konsumsi oksigen maksimal
(VO2Max) yang rata-rata pada umurnya dan yang memiliki konsumsi
oksigen maksimal (VO2Max) tinggi dengan status latihan fisik responden
yang tidak terprogram dan yang terprogram. Dengan risiko kesalahan yang
sangat kecil hingga di bawah 1%atau (ρ < 0,01), yang menunjukan tingkat
akurasi yang tinggi untuk menolak H0.
Sedangkan untuk melihat adanya hubungan peningkatan konsumsi
oksigen maksimal dengan status latihan fisik responden, maka dilakukan
analisis korelasi Contigency Coefficient. Berdasarkan uji korelasi
Contigency Coefficient pada lampiran hasil analisis, maka hasil pengujian
dapat disajikan dalam bentuk tabel sederhana sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hubungan peningkatan konsumsi oksigen maksimal dengan status latihan fisik
Uji Value Signifikasi (ρ- value).
Contingency Coefficient .626 .000
Sumber: data primer yang diolah.
Berdasarkan tabel hasil uji korelasi Contigency coefficient di atas,
jika dilihat dari nilai ρ- value menunjukan nilai sebesar 0,000 yang dalam
hal ini berarti ρ < 0,05 bahkan ρ <0,01 menunjukan penolakan terhadap
H0 dan penerimaan terhadap H1, yang berarti ada hubungan yang sangat
47
signifikan antara konsumsi oksigen maksimal dengan status latihan fisik
responden.
48
4.2 Pembahasan Penelitian
4.2.1 Konsumsi Oksigen Maksimal Tinggi Pada Responden Dengan
Status Latihan Fisik Terprogram
Responden yang memiliki status latihan fisik terprogram
dengan nilai konsumsi oksigen maksimal (VO2Max) diatas rata-rata atau
tinggi didapatkan sebesar 93,3%, sedangkan responden yang memiliki
status latihan fisik terprogram dengan nilai konsumsi oksigen maksimal
(VO2Max) rata-rata didapatkan sebesar 6,7%. Dari data tersebut, diketahui
bahwa orang dengan latihan fisik terprogram mendapatkan resiko
peningkatan konsumsi oksigen maksimal sangat besar atau dengan kata
lain mereka yang memiliki latihan fisik terprogram sangat kecil
kemungkinannya memiliki nilai VO2Max standar.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikatakan Peningkatan nilai
VO2max pada kelompok perlakuan yang melakukan latihan fisik
terprogram sesuai dengan beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan
sebelumnya. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu latihan
fisik, fungsi kardiovaskuler, dan komposisi tubuh. Latihan fisik atau
olahraga dapat meningkatkan nilai VO2max. Akan tetapi peningkatan ini
hanya terbatas sekitar 10-20% dari nilai VO2max sebelumnya.
Diduga hal ini berkaitan dengan meningkatnya kerja sistem
kardiovaskuler yang berupa peningkatancardiac output, stroke volume,
dan volume darah yang diikuti dengan menurunnya denyut jantung
istirahat. Orang yang terlatih akan memiliki denyut jantung istirahat yang
49
lebih rendah daripada orang biasa.. Denyut jantung yang lebih rendah
mengakibatkan nilai VO2max pada orang terlatih menjadi lebih tinggi.
Denyut jantung dapat mengalami penurunan setelah melakukan latihan
fisik selama waktu tertentu50. Ini adalah kompensasi tubuh terhadap latihan
fisik. Pada usia dewasa muda hingga dewas, perubahan VO2max
berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi akibat
pertumbuhan. Salah satunya adalah komposisi tubuh Atlet pria memiliki
kadar lemak tubuh lebih rendah daripada pria yang bukan atlet. Selain itu,
massa otot atlet pria dengan latihan fisik terprogram juga lebih besar
daripada yang latihan fisik biasa saja karena atlet pria terbiasa melakukan
latihan fisik yang teratur. Peningkatan massa otot dapat meningkatkan
nilai konsumsi oksigen.
Dalam penelitian ini, subyek penelitian pada kelompok
dengan VO2Max tinggi melakukan latihan fisik tiga kali seminggu selama
lebih dari 45 menit dengan intensitas cukup lelah. Sehingga, diduga massa
otot mereka lebih tinggi dan kadar lemak tubuhnya pun lebih rendah
dibanding subyek penelitian pada kelompok kontrol. Secara teori
seharusnya kelompok kontrol pun mengalami peningkatan nilai VO2max
karena nilai VO2max akan mengalami peningkatan dengan melakukan
olah raga. Akan tetapi hal ini tidak bisa dijadikan landasan bila hanya di
lakukan atas dasar sesaat saja
50
4.2.2 keterbatasan penelitian
1. Peneliti tidak meneliti fakto-faktor lainnya jika ingin di teliti
harus menggunakan alat-alat khusus, seperti fungsi paru harus
menggunakan spirometer saat melakukan pengukuran
konsumsioksigen maksimal
2. Peneliti kesulitan untuk mengetahui lebih jauh dan mendetail
apabila ada kelainan dan penyakit pada responden. Dimana
peneliti hanya melakukan anamnesa pada responden.
3. Hal-hal di atas kerena keterbatasan waktu dan sample untuk
diteliti.dan hal tersebut diluar kemampuan peneliti untuk diteliti.
4. Uji statiska non parametrik (Chi-Square dan Contigency
Coefficient) yang digunakan memiliki kelemahan sebagai
berikut:
a. Hasil pengujian tidak setajam statiska paarametrik
b. Statiska non parametric mengabaikan beberapa
informasi tertentu, misalnya nilai utuh dari suatu
penelitian.
51
BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara status latihan fisik responden
dengan konsumsi oksigen maksimal di Arena dan kebugaran Fitness
periode juni 2012
2. Dari hasil analisa data didapatkan status latihan fisik responden sebanyak
53,3% terprogram dan 46,7% memiliki status latihan fisik tidak
terprogram.
3. Dari hasil analisa tabel silang status latihan fisik tidak terprogram dengan
nilai VO2Max didapatkan 86,3% konsumsi oksigen maksimal standar dan
6,7% dengan konsumsi oksigen maksimal tinggi
4. Dari hasil analisa tabel silang status latihan fisik terprogram dengan nilai
VO2Max didapatkan 13,3% konsumsi oksigen maksimal standar dan
93,3% dengan konsumsi oksigen maksimal tinggi
5. Dari perhitungan odds ratio didapatkan bahwa OR = 91 (OR>1) dalam hal
ini berarti peningkatan nilai konsumsi oksigen maksimal di pengaruhi oleh
status latihan fisik seseorang. Dimana apabila seseorang melakukan
olahraga dengan terprogram akan memiliki resiko untuk memiliki nilai
VO2Max yang tinggi.sebagai indikator kebugaran seseorang.
52
5.2 SARAN.
1. Melihat ada hubungan antara status latihan fisik dan nilai konsumsi
oksigen maksimal. Maka sebaiknya untuk seseorang yang ingin
menjaga kebugaran harus dengan terprogram karena hasil yang didapat
jauh lebih baik dari pada yang hanya sekedar berolah raga biasa,
mengingat masyarakat masih kurang sadar akan manfaat olahraga.
2. Tenaga kesehatan dapat menilai secara kasar bagaimana fungsi
kardiorespirasi seorang dengan melihat bagaimana konsumsi oksigen
maksimalnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, peneliti
sebaiknya meneliti wanita dikarnakan pengukuran pada wanita lebih
sulit karena adanya siklus menstruasi. Dan jika penelitian
menggunakan prosepektif sehingga dapat mengikuti awal seseorang
dari latihan fisik terprogram sampai mencapai nilai VO2Max yang
tinggi.
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasyim Efendi, 1983. Fisiologi Kerja dan Olahraga serta Peranan Tes
Kerja (Exercise Test) untuk Diagnostik. Bandung : Penerbit Alumni,
hlm59-121.
2. Anonym. The Component of Physical Fitness. In : Fitness Components
Student Workbook. p.3. Available from URL :
www.rockwood.k12.mo.us/rsouth/moore/Fitness%20Components
%20Student%20Workbook.pdf Diakses pada tanggal 14 Februari 2009
pukul 08.30 WIB
3. Thomas G. Theory of Physical Preparation for Volleyball. In : Coaches
Manual 1. Lausanne : Federation International de Volleyball; 1989. p. 400.
4. Astorin T, Robergs R, Ghiasvand S, Marks D, Burns S. Incidence of the
Oxygen Plateauat VO2 max during Exercise Testing to Volitional Fatigue.
Journal of The American Society of Exercise Physiologists. 2000; 3: 2.
5. Welsman JR, Armstrong N. The Measurement and Interpretation of
Aerobic Fitness in Children : Current Issues. Journal of the Royal Society
of Medicine. 1996; 89: 1..
6. Centers for Disease Control and Prevention (2009b). BMI for children and
teens Retrieved August 10, 2009, from
http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/childrens_bmi/about_chi
ldrens_bmi.html Armstrong N, Welsman JR. Assessment and
54
interpretation of aerobic fitness in children and adolescents. Exerc Sport
Scien Ver. 1994; 22: 435-76.
7. Uliyandari Adhikarmika : Pengaruh Latihan Fisik Terprogram Terhadap
Perubahan Nilai Konsumsi Oksigen Maksimal (Vo2max) Pada Siswi
Sekolah Bola Voli Tugu Muda Semarang Usia 11-13 Tahun: Meta-Analisi,
Universitas Diponegoro .2009. P. 12
8. Sastroasmor, Sudigdo. DASAR-DASAR METODOLOGI PNELITIAN
KLINIS, Jakarta .2002 p 49-97
9. Cece Ananda. hubungan beberapa faktor yang mempengaruhi daya tahan
kardiorespirasi siswa-siswi sma 2 payakumbuh . deskriptif analitik,
Fakultas Kedokteran Baiturahmanz Jakarta, 2007
10. Verducci F. Measurement Concepts in Physical Education. Missouri
(USA) : The C.V. Mosby Company; 1980. p. 261.
11. Armstrong N, Welsman J. Maximal Oxygen Uptake; Age, Sex And
Maturity Of Children. Exeter (UK) : University of Exter. p. 1.
12. Mackenzie B. VO2 max. Available from
URL:http://www.brianmac.demon.co.uk/VO2max.html Diakses pada
tanggal 14 Februari 2012, pukul 06.30 WIB.
13. Anonym. Assessing Aerobic Fitness. p. 4. Available from URL
:http://www.uh.edu/tigerstudy/textbook/TigerCpt2.pdf. Diakses pada
tanggal 14 Februari 2009, pukul 06.35 WIB
14. Armstrong N. Aerobic Fitness of Children and Adolescent. Jornal de
Pediatria. 2006; 82 : 406.
55
15. Fox SI. Respiratory Physiology : The Respiratory System. In : Fox SI.
Human Physiology, 8 th ed. Kota : McGraw-Hill; 2003. p. 480.
16. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Alih bahasa:
Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A. Jakarta : EGC; 1997. p. 1347-8.
17. Fox SI. Respiratory Physiology : Hemoglobin and Oxygen Transport. In :
Fox SI. Human Physiology, 8th ed. Kota : McGraw-Hill; 2003. p. 504-5.
18. Verducci F. Measurement Concepts in Physical Education. Missouri
(USA) : The C.V.Mosby Company; 1980. p. 263-4.
19. Anonym. YMCA Fitness Assessment. Available from URL
:http://www.exrx.net/Testing/YMCATesting.html Diakses pada tanggal 14
Februari 2012, pukul 11.15 WIB.
20. CDC. 2 to 20 Years : Girls, Stature-for-age and Weight-for-age Percentiles
2000. Available from URL :http://www.cdc.gov/growthcharts.html
21. World healty organization, http://www.who.int/bmi/index.jsp?
introPage=intro_3.html diakses tanggal 15 maret 2012
22. Robet Jamsmer prof., MD, Perelman school of medicine Pynnsylvania
http://www.medpagetoday.com/Pulmonology/GeneralPulmonary/13163 di
akses tanggal 16 maret 2012
56
LAMPIRAN.
Dokumentasi.
Pengisian kuisioner
57
Pengukuran VO2Max
58
ANALISA BIVARIATE SPSS
status_latihan_fisik * keterangan Crosstabulation
Count
keterangan
TotalV02max standar VO2max tinggi
status_latihan_fisik tidak terprogram 26 2 28
terprogram 4 28 32
Total 30 30 60
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 38.571a 1 .000
Continuity Correctionb35.424 1 .000
Likelihood Ratio 44.655 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 37.929 1 .000
N of Valid Casesb60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .626 .000
N of Valid Cases 60
59
ANALISIS UNIVARIATE SPSSstatus_latihan_fisik
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid tidak terprogram 28 46.7 46.7 46.7
terprogram 32 53.3 53.3 100.0
Total 60 100.0 100.0
VO2Max
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid V02max standar 30 50.0 50.0 50.0
VO2max tinggi 30 50.0 50.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
Statistics
status_latihan_fisik keterangan
N Valid 60 60
Missing 0 0
Mean 1.5333 1.5000
Median 2.0000 1.5000
Std. Deviation .50310 .50422
Statistics
VO2max
N Valid 60
Missing 0
Mean 1.5000
Median 1.5000
Std. Deviation .50422
60
DATA RESPONDEN
61
top related