kronologi perjanjian hudaibiyah
Post on 28-Jan-2018
1.399 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KRONOLOGI PERJANJIAN
HUDAIBIYAH DALAM TAFSIR
PERADABAN
Lilik Alfiatin Nafi’ah
Zuhaida Naila Shofa
KRONOLOGI
Ketika kaum muslimin semakin kuat di Jazirah Arabia, mereka berpikir
untuk mendapatkan hak mereka yaitu beribadah di Masjidil-Haram yang
sejak enam tahun lamanya terhalang oleh kaum musyrikin.
Hingga pada suatu saat Rasulullah bermimpi memasuki kota Mekah
serta menunaikan umrah dan thawaf disana. maka esok harinya Rasulullah
beritakan hal tersebut kepada para sahabat, lalu beliau perintahkan mereka
untuk bersiap-siap melakukan safar untuk umrah.
Pada hari Senin bulan Dul Qa’idah tahun ke-6 Hijriah berangkatlah
Rasulullah bersama 1400 orang sahabat tanpa senjata perang kecuali
pedang di dalam sarungnya. Isteri yang ikut bersama Rasulullah saat
itu adalah Ummu Salamah. Setibanya di Dulhulaifah, Rasulullah mulai
melakukan ihram untuk umrah.
kaum kafir Quraisy yang mendengar kedatangan Rasulullah sepakat
menghalangi kedatangan beliau apapun caranya.
Rasulullah mengubah rute perjalanannya, sampai akhirnya beliau
singgah di sebuah tempat bernama Hudaibiyah. Di tempat tersebut
Rasulullah menyatakan dengan tegas kepada Badil bin Warqa’ al Khuza’I –
orang yang bersedia menjadi penengah antara kaum muslimin dan orang
kafir – bahwa kedatangannya semata-mata ingin menunaikan umrah,
bukan untuk berperang.
kaum Quraisy mengirim utusannya untuk mengetahui hal
sebenarnya. Rasulullah kembali menegaskan hal tersebut kepada
utusan tadi.
Rasulullah yang ingin mengetahui sikap kaum kafir Quraisy. Maka
diutuslah Utsman bin Affan.
Setibanya di Mekkah, Utsman segera menyampaikan misinya
kepada para pembesar Quraisy.
PENAHANAN UTSMAN
BIN AFFAN
Kaum kafir quraisy bermusyawarah untuk menetapkan jawaban yang akan
disampaikan kepada Rasulullah. Karena itu, mereka menahan Utsman bin Affan hingga
ketetapannya berhasil diputuskan, lalu melalui beliau akan disampaikan kepada Rasulullah.
Namun karena penahanan tersebut berlarut-larut, tersiarlah kabar di kalangan para
sahabat yang menunggu di Hudaibiyah bahwa Utsman bin Affan dibunuh.
Mendengar berita tersebut, Rasulullah segera meminta para sahabatnya melakukan
baiat, untuk menuntut balas atas kematian Utsman. Maka mereka berbaiat di bawah
sebuah pohon. Baiat tersebut dikenal sejarah sebagai Baitur-Ridwan.
Allah SWT menyatakan hal tersebut
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia
kepadamu di bawah pohon” (QS. AL Fath:18)
Ketika kaum Quraisy mengetahui adanya baiat tersebut, mereka segera mengutus
Suhail bin Amr untuk mengadakan perjanjian dengan Rasulullah.
ISI PERJANJIAN HUDAIBIYAH1. Tahun ini (6 H), Rasulullah harus kembali (tidak boleh melaksanakan umrah). Tahun depan beliau
dan kaum Muslimin boleh memasuki Mekkah dan tinggal disana selama tiga hari. Mereka hanya
boleh membawa persenjataan musafir sedangkan pedang-pedang mereka harus dimasukkan ke
dalam sarung. Pada saat itu kaum Quraisy tidak boleh menghalanginya.
2. Menghentikan peperangan dari kedua belah pihak selama 10 tahun dan mewujudkan keamanan di
tengah masyarakat.
3. Siapa yang menjalin persekutuan dengan Muhammad dan kaum Quraisy, maka dia termasuk
bagian dari kedua pihak tersebut. Maka penyerangan yang diarahkan kepada suku-suku tersebut
dianggap sebagai penyerangan kepada sekutunya.
4. Siapa yang kabur dari kaum Quraisy (Mekkah) dan mendatangi Muhammad (ke Madinah) maka
harus dikembalikan (ekstradisi), sedangkan yang kabur dari Muhammad kepada kaum Quraisy,
tidak dikembalikan.
TAFSIR QS. AL-FATH AYAT 1
Kata fatahna terambil dari kata fataha yang diartikan “membuka” dari yang
tertutup. Makna kata ini kemudiaan berkembang menjadi kemenangan, karena dalam
kemenangan tersirat sesuatu yang diperjuangkan menghadapi sesuatu yang dihalangi
dan ditutup.
Para ulama berbeda pendapat tentang makna fath ini. Ada yang memahaminya
sebagai kemenangan dan penyelesaian sengketa antara kaum muslimin dan kaum
musyrikin dengan Penandatanganan Perjanjian Hudaibiyah.
Sayyid Quthb menyebut sekian banyak fath yang diraih, bermula dari janji setia
yang dilakukan oleh para sahabat dan yang mengantar mereka meraih ridha Allah
sehingga janji setia itu dinamakan Baiatur Ridwan, disusul dengan Perjanjian
Hudaibiyah, dan aneka fath yang sesudahnya. Disana ada kemenangan di bidang
dakwah.
Kemenangan lainnya adalah kemenangan territorial. Kaum muslimin setelah
perjanjian itu berhasil menaklukkan sisa-sisa kekuatan Yahudi dengan menguasai
benteng mereka yang terkuat di Khaibar serta meraih harta rampasan perang yang
sangat banyak.
Yang ketiga kemenangan dalam bidang politik. Karena dengan perjanjian
Hudaibiyah itu kaum musyrikin mengakui eksistensi kaum muslimin, mengizinkan mereka
menjalankan syariat agama di kota Mekkah selama tiga hari agar kaum muslimin benar-
benar merasa aman dan tenteram ketika melaksanakan ibadah. Satu pengakuan dan hasil
yang tidak pernah diduga oleh yang paling optimis sekalipun.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kemenangan immaterial yang diraih oleh
kaum muslimin dengan Baiatur Ridwan yang mencurahkan ridha Allah kepada mereka
lalu memberi gambaran yang sangat indah tentang identitas pengikut-pengikut Nabi
sebagaimana terbaca pada akhir surah ini. Demikian lebih kurang uraian Sayyid Quthub
dalam tafsirnya.
Banyak riwayat sahabat yang menegaskan bahwa fath yang dimaksud di sini adalah
Perjanjian Hudaibiyah ituu. Sayyidina Umar misalnya – yang pada mulanya bersikap keras
menyangkut beberapa butir perjanjian Hudaibiyah – setelah turunnya ayat di atas bertanya
kepada Rasulullah: “Apakah ini yang dinamakan fath (kemenangan) ya Rasulullah?” Nabi
saw menjawab: “Ya. demi jiwaku yang ada dalam genggaman tangan-Nya. Ini adalah fath.”
Sekian banyak riwayat lain yang senada maknanya dengan ini, misalnya ucapan al
Bara’ Ibn ‘Azib yang berkata bahwa: “Kalian menganggap bahwa fath Mekkah adalah fath
yang dimaksud ayat ini, sedang kami (sahabat-sahabat nabi) menilai Bai’atur Ridhwan yang
terjadi pada hari Hudaibiyah itulah yang dimaksud.
TAFSIR AL-MUMTAHANAH
AYAT 10
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan mukminah yang berhijrah,
maka ujilah mereka – Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui
mereka bahwa mereka wanita-wanita mukminah, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang
kafir. Mereka tidak halal bagi mereka dan mereka tidak halal (juga) bagi mereka. Dan berikanlah kepada mereka
apa yang telah mereka bayar; dan tiada dosa atas kamu mengawini mereka – apabila kamu bayar kepada mereka
mahar-mahar mereka. Janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) perempuan-perempuan kafir; dan
mintalah apa yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka pun meminta apa yang telah mereka bayar.
Demikianlah hukum Allah yang ditetapkannya di antara kamu. Dan Allah maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa perempuan-perempuan yang hendak bergabung
dengan kaum mukminah yang telah berhijrah, maka mereka harus diuji terlebih
dahulu sebelum diterima menjadi bagian dari kaum mukmin Madinah.
Adapun ujian yang dimaksud antara lain dengan menyuruhnya bersumpah
bahwa kehadiran mereka benar-benar tulus demi Allah, bukan karena alasan ingin
berpisah dengan suami, lalu menikahi seseorang yang dicintai, atau karena ingin
terhindar dari beban atau sanksi yang seharusnya dipikulnya. Meskipun sudah diuji,
sesungguhnya manusia tidak mampu mengetahui secara pasti. Hanya Allah yang
mengetahui secara pasti kadar keimanan manusia. (Tafsir Az amakhsyari).
PELAJARAN DAN HIKMAH
PERJANJIAN HUDAIBIYAH
Secara umum perjanjian ini menunjukkan diakuinya keberadaan muslimin di
Madinah dan ini merupakan kemenangan tersendiri bagi kaum muslimin, sebab
sebelumnya kaum kafir Quraisy berupaya memerangi dan menumpas mereka
sampai ke akar-akarnya.
adanya perjanjian tersebut dapat menghalangi keangkuhan dan kedzaliman kaum
musyrikin yang selalu berupaya menyerang kaum muslimin.
adanya perjanjian tersebut, membuka peluang yang sangat besar bagi kaum
muslimin untuk melancarkan dakwahnya yang selama ini banyak disibukkan oleh
peperangan-peperangan bersama kaum Quraisy.
Adapun pasal yang menyatakan bahwa penduduk Mekkah yang
kabur ke Madinah harus dikembalikan oleh Rasulullah ke Mekkah,
sedangkan penduduk Madinah yang kabur ke Mekkah tidak
dikembalikan.
Sedangkan kaum muslimin di Mekkah jika dia hendak kabur, maka
Madinah bukanlah satu-satunya tujuan untuk itu. Bumi Allah amatlah
luasnya, maka dia dapat mencarinya selain Madinah.
Di kalangan para sahabat sendiri pada awalnya timbul keberatan denga nisi perjanjian
tersebut. Karena secara lahir, perjanjian tersebut berpihak kepada kaum musyrikin.
Namun akhirnya mereka menyadari bahwa keputusan Rasulullah akan selalu
mendatangkan kemaslahatan, karena semuanya berasal dari Allah. Apalagi tidak lama
kemudian Allah menurunkan ayatNya:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata” (QS AL Fath:1)
Maka bergembiralah para sahabat dengan kabar gembira kemenangan yang gilang
gemilang.
TERIMA KASIH
top related