kinerja pns
Post on 06-Feb-2016
87 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintahan dibentuk, pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Pemerintahan tidaklah dibentuk untuk melayani diri sendiri tetapi
untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
individu dapat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya untuk tujuan
bersama. Pemerintah merupakan manifestasi dari kehendak rakyat, karena itu harus
memperhatikan kepentingan rakyat dan melaksanakan fungsi rakyat melalui proses
dan mekanisme pemerintahan. Pemerintah, memiliki peran untuk melaksanakan
fungsi pelayanan dan pengaturan warga negara. Adapun pengertian pelayanan
seperti yang dikemukakan Moenir (2002:16) bahwa pelayanan adalah dimana
sesama manusia memiliki suatu kewajiban untuk melayanani keperluan orang, atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan organisasi sesuai dengan atauran pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan. Jadi, untuk mengimplementasikan fungsi-
fungsi tersebut, pemerintah melakukan aktivitas pelayanan, pengaturan,
pembinaan, koordinasi dan pembangunan dalam berbagai bidang. Layanan itu
sendiri disediakan pada berbagai lembaga atau institusi pemerintah dengan
aparat sebagai pemberi layanan secara langsung kepada masyarakat.
Pelayanan birokrasi merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, dimana sebenarnya aparat pemerintah yang memiliki
sebutan abdi masyarakat dan abdi negara memiliki tanggung jawab yang besar
untuk memberikan pelayanan yang seadil-adilnya kepada masyarakat. Pada
kenyataan justru terbalik, masyarakat yang ingin menerima pelayanan malah
menjadi pelayan terhadap keinginan dari aparat pemerintah (Siagian, 1994:91).
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu fungsi utama dalam
penyelenggaaraan pemerintah yang menjadi kewajiban aparatur pemerintah.
Berdasarkan Keputusan Menpan No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 tertanggal 10 Juli
2003 pada paragraph 1 butir c menyebutkan pengertian pelayanan umum adalah
segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan
hukum maupun sebagai pelaksananan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan untuk pengukuran kinerja berbasis
rencana strategik yaitu pada PP No. 105 Tahun 2000, dengan menggunakan empat
proksi pengukuran kinerja pemerintah daerah, yaitu standar pelayanan, standar
analisis belanja, tolok ukur kinerja dan standar biaya. Birokrasi di Indonesia
memiliki beberapa karakteristik tertentu sehingga masyarakat sering alergi bila
harus berurusan dengan birokrasi (Sondang, 1994:102):
1. Cara kerja yang berbelit-belit
Cara kerja yang berbelit-belit dapat ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu
urusan yang seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu singkat baru dapat
dituntaskan setelah waktu yang relatif lama. Sering ditambahkan pula bahwa kerja
berbelit-belit berarti suatu pekerjaan yang sesungguhnya dapat diselesaikan oleh
seseorang dalam kenyataannya melibatkan beberapa meja yang tentunya berakibat
pada “mata rantai penyelesaian yang panjang”.
2. Pura-pura sibuk
Para anggota masyarakat yang membutuhkan pelayanan masyarakat aparat
pemerintah mengharapkan pemberian pelayanan yang cepat, cermat sekaligus
ramah. Tetapi dalam kenyataannya pegawai yang karena jabatannya harus
memberikan pelayanan tersebut dengan sengaja menunda-nunda penyelesaian
tugasnya.
3. Tidak sopan
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, para aparat pemerintah
cenderung bersikap tidak sopan. Sehingga masyarakat merasa takut dan enggan
berurusan. Aparatur cenderung melecehkan masyarakat, sikap demikian muncul
karena aparat merasa dirinya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sikap demikian
dapat ditunjukkan dengan muka cemberut, bersikap kasar dan tidak banyak bicara.
4. Sikap tidak acuh
Sikap demikian muncul karena pandangan para aparatur pemerintah merasa bahwa
dialah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sikap tidak acuh didalam melayani
masyarakat yang sering terjadi yaitu dengan membiarkan orang membutuhkan
pelayanannya menunggu, atau mengulur waktu penyelesaian pemberian
pelayanan atau bahkan menyuruh pengguna jasa tersebut kembali pada waktu yang
lain, padahal sebenarnya pelayanan dapat diberikan pada waktu itu. Upaya
pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang optimal menjadi penting
untuk dilakukan. Pelayanan publik harus memperoleh perhatian
dan penanganan yang sungguh- sungguh, karena merupakan tugas pokok dan
fungsi yang melekat pada setiap aparatur pemerintah. Tingkat kualitas kinerja
pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam berbagai aspek kehidupan,
terutama untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, upaya
penyempurnaan pelayanan publik, harus dilakukan secara terus menerus,
berkelanjutan dan dilaksanakan oleh semua jajaran aparatur pemerintahan daerah.
Napitupulu (2007:75) menyatakan kualitas pelayanan publik secara umum
ditentukan oleh beberapa aspek, yaitu (1) sistem, (2) kelembagaan, (3) sumber daya
manusia, (4) dan keuangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan
publik seperti halnya di banyak negara lain, pelayanan yang mencakup bidang
pendidikan, kesehatan, transportasi umum, perumahan, kesejahteraan sosial, gizi,
listrik, dan air minum yang diselenggarakan oleh birokrasi pemerintah dengan tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial warga negara.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional,
jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan. Sebelum menjadi aparatur negara, seseorang pasti akan terlebih
dahulu mendapatkan pendidikan dan pelatihan (Diklat) tentang
pola pikir PNS sebagai aparatur negara atau birokrat, yang ber tanggung jawab
untuk mewujudkan pelayanan prima dan memberikan kepuasan bagi masyarakat.
Kinerja pegawai merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005:67). Kinerja
juga dapat diartikan sebagai suatu catatan perolehan dari suatu kegiatan selama
suatu periode tertentu. Sehingga apabila prestasi kerja atau produktivitas kerja
karyawan setelah mengikuti pengembangan, baik kualitas maupun kuantitas
kerjanya meningkat, fungsi suatu pekerjaan maka berarti metode pengembangan
yang ditetapkan cukup baik (Hasibuan, 2007).
Peningkatan kinerja pegawai menjadi penting mengingat perubahan arah
kebijakan pemerintah sebagaimana dikehendaki oleh semangat reformasi untuk
lebih luas memberi ruang gerak dan peran serta yang lebih besar bagi masyarakat
dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan, dimana pemerintah beserta
aparaturnya lebih berperan sebagai fasilitator. Perubahan arah kebijakan ini
membawa implikasi terhadap kemampuan profesionalisme pegawai dalam
menjawab tantangan era globalisasi dalam menghadapi persaingan ketat dengan
negara – negara lain didunia. Bertitik tolak dari pemikiran ini, maka peningkatan
kinerja aparatur merupakan hal yang mendesak untuk dilaksanakan dewasa ini.
Pada saat sekarang ini, kinerja PNS menjadi masalah yang cukup penting dan
menarik, sebab akan berguna bagi penegakan hukum bagi individu, masyarakat
serta bangsa dan negara. Bagi individu, kinerja PNS yang baik, akan menjamin
terlindunginya pelayanan sipil dan penegakan hukum akan berjalan dengan baik.
Bagi masyarakat, penelitian kinerja PNS akan memberikan antusiasme masyarakat
untuk mendorong terciptanya aturan dan hukum yang dilaksanakan dengan baik.
Selain menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, kinerja PNS yang
baik juga akan menciptakan suasana yang aman dan nyaman, karena hukum benar-
benar dijadikan panglima, sebab PNS merupakan salah satu aparat
negara. Fungsi melayani masyarakat yang harus dijalankan dengan baik tersebut,
harus diwujudkan oleh PNS guna menciptakan pemerintah yang bersih dan
berwibawa, yang berarti penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu.
Jajaran PNS harus bisa mengedepankan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Hal ini sesuai dengan paradigma aparatur pemerintah yang me- nempatkan
kepuasan pelayanan kepada masyarakat di atas segala-galanya. Selanjutnya,
sebagai aparatur pemerintah PNS, dituntut pula untuk memiliki sikap yang disiplin,
jujur, dan senantiasa beritikad baik. Dengan begitu akan tercipta aparatur
pemerintah yang andal dan profesional. Selain itu, PNS harus memiliki tekad yang
kuat dan bulat untuk bertanggung jawab sepenuhnya dalam melaksa- nakan tugas
kepemerintahan maupun tugas-tugas pelayanan masyarakat. Seperti yang terdapat
di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, yang
berisi tentang kewajiban dan larangan bagi pegawai pemerin- tah. Peraturan ini
hendaknya selalu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen, oleh para aparatur
tersebut.
Namun realitanya, pada saat ini masih banyak masyarakat yang mengeluh atas
standar mutu pelayanan yang diberikan seorang aparatur negara. Kinerja PNS acap
mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Bahkan,berbagai media massa hampir
setiap hari memberitakan tentang buruknya kinerja PNS. Pasalnya, para PNS
dinilai kurang produktif, menghamburkan uang negara, dan berdisiplin serta
beretos kerja rendah. Stigma buruk itu umumnya ditujukan kepada para PNS di
hampir seluruh instansi pemerintah. Adanya PNS yang tidak disiplin dalam
melaksanakan tugas. Suka ‘mengutip’ disana sini dengan dalih biaya
‘administrasi’.
Kinerja PNS dalam pelayanan publik di Indonesia dapat dikategorikan buruk, dan
juga banyak menyedot anggaran negara di dalam pelaksanaannya. Pada RAPBN
2012 yang total belanjanya Rp 1418,5 triliun, belanja untuk keperluan PNS yang
meliputi belanja barang dan belanja pegawai, besarnya Rp 353 triliun. Ini
menunjukkan rakusnya birokrasi pusat. Buruknya kualitas kinerja PNS ini, juga
terbukti dalam survei internasional tentang iklim investasi, dimana Indonesia
menempati urutan ke 115 dari semua negara yang telah disurvei.
( http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/18/20340772/PNS.Kerajaan.Te
rburuk.di.Indonesia. diakses pada tanggal 18 November 2011 pada pukul 15.10)
Membenahi kinerja pegawai, khususnya PNS, di negara kita tak ubahnya seperti
balon terpilin, dipencet di sini lalu muncul di sana. Ini tentu bukan saja perkara
menyangkut mental, tetapi juga etos serta budaya kerja. Di Indonesia, jumlah PNS
mencapai tak kurang dari lima juta orang. Namun, dari jumlah itu sekitar 60%-nya
tidak cukup profesional dan produktif. Fenomena ini jelas memprihatinkan.
Pegawai mangkir saat jam kantor atau usai hari libur nasional hingga kini memang
masih menjadi persoalan di berbagai instansi pemerintah lain. Hal ini
mengindikasikan bahwa sikap dan budaya kerja di kalangan PNS belum tumbuh
dan menjadi kesadaran kolektif.
Kecamatan Medan Baru merupakan salah satu kecamatan, dari 21 kecamatan
yang ada di Kota Medan. Permasalahan kinerja menjadi masalah yang sangat
penting, sebab kinerja dari Kecamatan Medan Baru, secara tidak langsung
juga akan mempengaruhi terhadap pengelolaan Kota Medan nantinya. Sehingga
konsekuensinya Kecamatan Medan Baru, khususnya pegawai Kantor Kecamatan
Medan Baru harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat melalui
pembangunan, serta dengan memberikan pelayanan yang lebih baik. Salah satu
bentuk implementasi pelayanan prima tersebut diwujudkan dalam visi dan misi
Kantor Kecamatan Medan Baru, yaitu “Meningkatkan Pelayanan Prima kepada
masyarakat”. Kemudian, misi tersebut dikongkritkan ke dalam delapan program
operasional Kecamatan Medan Baru, yaitu: peningkatan kualitas pegawai,
peningkatan kualitas administrasi pemerintahan dan pembangunan, peningkatan
kualitas dan sistem pelayanan umum, peningkatan kelembagaan, peningkatan
sarana dan prasarana, peningkatan kelembagaan, peningkatan kesejahteraan
pegawai menuju pelayanan prima, serta peningkatan pelayanan yang efektif dan
efisien. Untuk melaksanakan misi tersebut, berpulang kepada masing- masing
individu pegawai yang ada di Kantor Camat Medan Baru, dan hal tersebut juga
tidak lepas dari kinerja yang dimiliki oleh individu para pegawai.
Keberhasilan pencapaian tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh peran, dan
kinerja para pegawainya. Pegawai atau individu berperan penting dalam mencapai
tujuan organisasi, sebab organisasi merupakan wadah atau sebuah koordinasi yang
menggerakan dua orang atau lebih. Untuk meningkatkan aktivitas orgnisasi, maka
seluruh anggota organisasi (pegawai), perlu dimotivasi untuk berpartisipasi
bersama- sama. Jadi, organisasi harus dapat memanfaatkan partisipasi anggota
organisasi (pegawai), untuk menciptakan ketahanan dan kelangsungan hidup
organisasi. Untuk itu, Kecamatan Medan Baru dituntut untuk
memperoleh dan memanfaatkan sumber daya yang ada, dalam usaha dalam
mengejar tujuannya. Persoalan- persoalan yang muncul, diantaranya bahwa
organisasi Kecamatan Medan Baru, menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam
mendapatkan sumber daya manusia yang diperlukan untuk memenuhi sasaran
perorangan dan sasaran organisasi. Ketrampilan, dan keahlian yang ada saat ini
yang dimiliki pegawai Kantor Camat Medan Baru belum bisa menyebar, sehingga
dapat dikatakan bahwa birokrasi ringan di atas dan berat di bawah, artinya bahwa
pada tingkat Kabupaten banyak orang ahli dan terampil sehingga segala persoalan
berat bisa dipecahkan, sedangkan ditingkat kecamatan dan desa yang tidak
didukung oleh pegawai yang mampu, ahli, dan terampil, akan tetapi harus
melaksanakan kebijakan yang telah dibuat.
Pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan di Kantor Camat Medan
Baru, didukung oleh sejumlah pegawai kecamatan, dengan berbagai tingkat
pendidikan. Tingkat pendidikan bervariasi, yaitu Strata II, Strata I, Diploma III,
serta berpendidikan terakhir SLTA/Sederajat. Di Kantor Kecamatan Medan Baru
ini, kebanyakan pegawai berlatar pendidikan terakhir SLTA/Sederajat. Dengan
melihat latar pendidikan terakhir para pegawai Kantor Camat Medan Baru ini, hal
ini secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja mereka nantinya. Untuk
pangkat/golongan ruang, yang merupakan bentuk implementasi dari faktor
internal yang penting bagi organisasi dalam mencapai tujuan, diantaranya seperti
adanya wewenang dan tanggung jawab, gaji, struktur, rentang kontrol, jenjang
organisasi, serta kepemimpinan pegawai Kantor Camat Medan Baru, dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 1: Tingkat Golongan Ruang Pegawai kantor Kecamatan Medan Baru No Golongan Ruang Jumlah (Orang) %
1. I/c 2 6,90 2. II/a 5 17,24 3. II/b 5 17,24 4. II/c 1 3,44 5. II/d 1 3,44 6. III/a 0 0,00 7. III/b 6 20,90 8. III/c 3 10,34 9. III/d 6 20,90
Jumlah
29 100,00
Sumber: Data Kecamatan Medan Baru, 2011
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa dari 29 orang pegawai yang ada
di Kantor Camat Medan Baru, sebanyak dua orang (6,90 %) memiliki golongan
ruang I, sebanyak 12 orang (41,36 %) yang memiliki golongan ruang II, dan
sebanyak 15 orang (52,14 %) yang memiliki golongan ruang III. Dari pegawai
yang mempunyai golongan II pun dapat dilihat bahwa tidak semua berlatar
belakang pendidikan SLTA/Sederajat. Serta pegawai yang golongan III tidak
semuanya juga dengan latar belakang sarjana. Terdapat juga pegawai dengan latar
belakang pendidikan SLTA/Sederajat. Hal ini dapat dimungkinkan karena telah
lulus ujian dinas atau sesuai peraturan kepegawaian baru yang menyatakan bahwa
seseorang yang menjabat dapat dinaikkan pangkatnya dipercepat apabila telah
memenuhi syarat tertentu. Hal ini menyebabkan hubungan yang semakin jauh
antara staf dan pejabat. Karena staf yang pangkatnya reguler empat tahun dapat
diungguli dalam beberapa bulan oleh mereka yang mendapatkan eselon, sehingga
pegawai yang sudah tidak mendapat tunjangan jabatan, naik pangkatnya menunggu
selama empat tahun sedangkan yang mendapat jabatan setiap promosi dapat
dinaikkan pangkatnya.
Permasalahan menyangkut kinerja lainnya di Kantor Camat Medan Baru, adalah
masih adanya pegawai yang keluar kantor diwaktu jam kerja dengan kepentingan
pribadinya. Rendahnya disiplin pegawai dari hasil pengamatan awal di lapangan
menunjukkan rendahnya tingkat kedisiplinan pegawai terlihat dari pegawai yang
masuk kerja siang (jam 09.00 WIB) dan pulangnya awal (sebelum jam 16.00 WIB)
dari ketentuan masuk kerja jam 07.45 WIB dan pulang jam 16.00 WIB.
Berdasarkan permasalahan- permasalahan yang ada diatas, maka
penelitian ini mengambil judul “ Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi pada Kantor
Kecamatan Medan Baru)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka yang menjadi
perumusan masalah di dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi pada Kantor Camat,
Kecamatan Medan Baru)?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
kinerja Pegawai Negeri Sipil dalam menyelenggarakan pelayanan publik di Kantor
Camat, Kecamatan Medan Baru.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan
kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah, dan untuk
menerapkan teori- teori dan aplikasi yang telah diperoleh oleh penulis
selama perkuliahan di Departemen Ilmu Administrasi Negara.
2. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan bermanfaat
sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam bidang ini, demi
terciptanya suatu karya ilmiah.
3. Bagi Kecamatan Medan Baru, khususnya para aparatur pemerintah,
penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dalam
pelaksanaan pelayanan publik.
1.5 Kerangka Teori
1.5.1 Pengertian Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat
yang telah ditentukan , diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas
dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku (Salam, 2004:175).
Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah
(mental dan pikiran) yang senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah
satu modal pokok dalam usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu
(organisasi). Selanjutnya A.W. Widjaja mengatakan bahwa, pegawai adalah
orang- orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga-
lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan usaha (A.W. Widjaja,
2006:113).
Revida (2009:9), berdasarkan Undang-Undang No 43 Tahun 1999 jika
dilihat dari defenisi maka ada empat unsur yang menjadi perhatian utama:
a. Memenuhi syarat tertentu, syarat untuk menjadi pegawai ditentukan dalam
peraturan pemerintah berupa usia , indeks prestasi komulatif dan lain-lain.
b Diangkat oleh pejabat yang berwenang. Diangkat oleh kepala instansi yang
bersangkutan dengan Surat Keputusan (SK) yang mencantumkan pangkat dan
golongan.
c. Diserahi tugas. Untuk menjalankan tugas pemerintah dan pembangunan
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan.
d. Digaji penggajian untuk Pegawai Negeri Sipil berlaku secara nasional.
Pengertian Pegawai Negeri Sipil dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor
8 Tahun 1974, Tentang Pokok- Pokok Kepegawaian, disebutkan bahwa Pegawai
Negeri Sipil (PNS) adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang telah ditentukan, diangkat oleh pejabat berwenang, dan
diserahi tugas lainnya. Kemudian pejabat yang berwenang, adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan
pegawai negari berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dari
perumusan ini terdapat empat unsur penting untuk menyatakan seseorang sebagai
PNS:
a. Memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan perundangan yang berlaku
b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang
c. Diserahi tugas dalam suatu Jabatan Negara atau Tugas Negara lainnya, yang
ditetapkan oleh perundang- undangan yang berlaku
d. Digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku
Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3), Undang- Undang tersebut juga
menjelaskan bahwa pegawai negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan
Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pegawai Negeri Sipil Pusat merupakan Pegawai
Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
negara. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil Daerah, yang gajinya dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, harus diberikan
pengembangan dan penyempurnaan sistem kerja dalam menghadapi tugas yang
semakin berat dalam pelaksaan dan keberhasilan pembangunan. Dalam hal ini
kedudukan Pegawai Negeri Sipil menjadi sangat penting, sebab lancar atau
tidaknya pemerintahan den pembangunan negara, tidak terlepas dari peranan dan
keikutsertaan Pegawai Negeri.
1.5.2 Kedudukan PNS
Dalam menjalankan tugasnya, PNS harus bertindak secara netral. Pengertian
netral di sini berarti PNS dalam melaksanakan tugasnya tidak mementingkan suku,
agama, golongan, atau partai politik. Seorang PNS harus menghindari pengaruh
tersebut sehingga ia dapat menjalankan tugas memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara maksimal. Untuk menghindari pengaruh partai politik, seorang
PNS tidak boleh menjadi anggota aktif dan atau pengurus partai politik. Bila
seorang PNS ingin menjadi anggota suatu partai politik atau
duduk sebagai pengurus suatu partai politik, maka yang bersangkutan diharuskan
mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri. Pemerintah sendiri telah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2004 tentang Larangan PNS
Menjadi Anggota Partai Politik.
Agar PNS dapat menjalankan tugasnya sebagai unsur aparatur negara, abdi negara
dan abdi masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka ia harus
mempunyai kesetiaan dan ketaatan penuh terhadap Pancasila, Undang- Undang
Dasar 1945, negara, dan pemerintah, sehingga dengan demikian dapat memusatkan
segala perhatian dan pikiran serta mengarahkan segala daya dan tenaganya untuk
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan
berhasil guna. Dengan demikian kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut
mengandung pengertian bahwa Pegawai Negeri Sipil berada sepenuhnya di bawah
pimpinan pemerintah. Hal ini perlu ditegaskan untuk menjamin kesatuan pimpinan
dan garis pimpinan yang jelas dan tegas. Maka munculah kewajiban dari PNS:
1. Kewajiban yang berhubungan dengan tugas di dalam jabatan. Kewajiban ini
terkait dengan tugas pokok dan fungsi unit kerja masing-masing PNS.
2. Kewajiban yang berhubungan dengan kedudukan PNS pada umumnya.
Kewajiban ini terkait dengan kedudukan PNS sebagai unsur aparatur negara,
abdi negara dan abdi masyarakat. Dapat dirinci sebagai berikut:
a. Kewajiban yang ditetapkan dalam UU No.8 tahun 1974
b. Kewajiban menurut Peraturan Disiplin Pegawai
c. Kewajiban menurut Peraturan Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi
PNS
d. Kewajiban mentaati jam kerja kantor dan pemberitahuan jika tidak masuk
kerja
e. Kewajiban menjaga keamanan negara dan menyimpan surat-surat rahasia
f. Kewajiban mentaati ketentuan tentang pola hidup sederhana dan larangan
penerimaan pemberian hadiah
g. Kewajiban sebagai anggota KORPRI
h. Kewajiban mentaati larangan bekerja dalam lapangan swasta dan usaha-
usaha/kegiatan-kegiatan yang wajib mendapat ijin
i. Kewajiban mentaati larangan menurut kitab UU hukum pidana
j. Kewajiban mentaati peraturan tentang larangan korupsi
k. Kewajiban mentaati peraturan tentang larangan mengerjakan judi
l. Kewajiban mentaati peraturan tentang keanggotaan partai politik
3. Kewajiban PNS yang tidak berhubungan dengan tugas dalam jabatan dan
tidak berhubungan dengan kedudukan sebagai PNS pada umumnya.
Kewajiban ini terkait dengan pasal 5, 28 dan 29 UU No.8 tahun 1974.
1.5.3 Kinerja PNS
1.5.3.1 Pengertian Kinerja Pegawai
Istilah kinerja menurut Anwar (2001:67) berasal dari kata Job
Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya
yang dicapai oleh seseorang). Kinerja didefinisikan sebagai kontribusi terhadap
hasil akhir organisasi dalam kaitannya dengan sumber yang dihabiskan dan harus
diukur dengan indikator kualitatif dan kuantitatif. Maka pengembangan instrument
dilakukan untuk menilai persepsi pekerjaan akan kinerja diri mereka
sendiri dalam kaitannya dengan item-item seperti output, pencapaian tujuan,
pemenuhan deadline, penggunaan jam kerja dan ijin sakit.
Menurut Suntoro (dalam Tika 2006:121), kinerja merupakan hasil kerja yang dapat
dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka
mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu. Kinerja juga dapat diartikan
sebagai suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksaan suatu program
kegiatan atau kebijakan mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang
dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono,
2009:60).
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksaan suatu kegiatan,
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi sebuah organisasi. Istilah kinerja
sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu,
maupun kelompok. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan- tujuan atau target-
target tertentu yang hendak dicapai (Mahsun, 2006: 25).
Kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja sumber daya manusia merupakan prestasi atau hasil kerja ( output) baik
kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode
waktu dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005:67).
Kinerja disebut juga prestasi kerja, maksudnya adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah prestasi kerja
seseorang, berarti pula pengembangan karir untuk masa depan. Aktualisasi dan
pengakuan diri memperkuat seseorang untuk melakukan tugas sebaik- baiknya,
selanjutnya akan mencapai jenjang karir yang lebih tinggi, berarti sukses dalam
berkarir. Selanjutnya Robbins (2001: 187) mendefenisikan kinerja sebagai sinergis
dari beberapa unsur yaitu motivasi, kemampuan dan kesempatan yang
digambarkan sebagai berikut:
Motivasi
Kemampuan Kesempatan
Kinerja Pegawai
Gambar 1. Dimensi Kinerja
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan prestasi
kerja yang dicapai oleh pegawai pada periode waktu tertentu dalam
melaksanakan tugasnya, sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan dalam
mencapai tujuan organisasi.
Dalam rangka mewujudkan kinerja aparatur yang baik, maka upaya yang dapat
dilakukan pemerintah diantaranya:
a. Penetapan Indikator Kerja
Dalam usaha meningkatkan kinerja aparaturnya, pemerintah menetapkan program
manajemen kepegawaian berbasis kinerja. Salah satu peraturan yang
dikeluarkan pemerintah untuk tujuan tersebut adalah Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang
Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi
Pemerintah.
Yang dimaksud dengan kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran
dari visi, misi dan rencana strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan
tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan- kegiatan sesuai dengan
program dan kebijakan yang ditetapkan.
Kinerja pegawai dijabarkan langsung dari misi organisai. Penilaian kinerja
dilakukan secara transparan dan obyektif. Penilaian kinerja menjadi bahan
diagnosis dalam upaya peningkatan kinerja organisasi. Selanjutnya kinerja
pegawai juga menjadi istrumen utama dalam pemberian reward and punishment
termasuk untuk promosi dan rotasi pegawai. Dengan demikian, peraturan
pemerintah tersebut menunjang dan mendukung upaya pengembangan manajemen
kepegawaian berbasis kinerja (berorientasi produk).
b. Upaya Lain: Diklat, Disiplin dan Remunerasi
Upaya lain yang diupayakan pemerintah dalam memperbaiki kinerja aparaturnya
adalah pendidikan dan pelatihan (Diklat) pegawai), penegakan
disiplin PNS dan sistem remunerasi di lingkungan kerja instansi pemerintah.
Dalam upaya peningkatan profesionalitas pegawainya, pemerintah menggalakkan
pendidikan dan pelatihan (diklat) pegawai. Diklat dapat berupa diklat prajabatan
dan diklat dalam jabatan antara lain diklat kepemimpinan, diklat fungsional dan
diklat teknis.
Pemerintah yakin perbaikan kinerja pemerintah dapat terlaksana bila setiap instansi
pemerintah menegakkan disiplin PNS. Disiplin tersebut tidak terjadi hanya untuk
sementara alias hangat-hangat tahi ayam. Penerapan peraturan disiplin PNS harus
tegas dan konsisten. Selain itu diharapkan PNS wajib menjaga dan
mengembangkan etika profesinya.
Remunerasi merupakan pemberian imbalan kerja yang dapat berupa gaji,
honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atau prestasi, pesangon dan atau
pensiun kepada pegawai. Dengan adanya remunerasi, diharapkan adanya sistem
penggajian pegawai yang adil dan layak. Besaran gaji pokok akan didasarkan
kepada bobot jabatan. Penggajian PNS juga berdasarkan pada pola keseimbangan
komposisi antara gaji pokok dengan tunjangan dan keseimbangan skala gaji
terendah dan tertinggi. Dengan adanya remunerasi, maka peningkatan
kesejahteraan pegawai dikaitkan dengan kinerja individu dan kinerja organisasi.
( http://pormadi.wordpress.com/2008/06/16/upaya-meningkatkan-kinerja-pns/
diakses pada tanggal 18 November 2011 pukul 11.03)
1.5.3.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor- faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu di dalam
organisasi adalah (Mangkunegara, 2001:67):
1. Faktor Individu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas
yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya
integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut
memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakanmodal
utama individu manusia untu mampu mengelola dan mendayagunakan potensi
dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-
hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor Lingkungan Organisasi
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam
mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain
uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang,
pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan
dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
1.5.3.3 Indikator Kinerja
Analisis mengenai kinerja merupakan suatu penilaian terhadap suatu organisasi,
bagaimana sasaran kerja, program atau tugas- tugas khusus yang telah dilakukan,
diukur atau dievaluasi dengan menggunakan berbagai metode. Pengukuran kinerja
(Mahsum, 2006: 34) merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target- target
tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Lebih lanjut, Mahsum
menjelaskan terdapat perbedaan pengukuran kinerja sektor publik dan sektor
bisnis. Pengukuran kinerja pada sektor bisnis
(organisasi yang berorentasi pada laba) lebih mudah dilakukan, jika dibandingkan
dengan organisasi sektor publik (organisasi yang tidak berorientasi pada laba).
Pada organisasi bisnis, kinerja penyelenggaraannya dapat dilakukan dengan cara,
misalnya melihat tingkat laba yang berhasil diperolehnya. Pada organisasi sektor
publik, pengukuran keberhasilannya lebih kompleks, karena hal- hal yang dapat
diukur lebih beraneka ragam, kadang- kadang bersifat abstrak sehingga
pengukurannya tidak dapat dilakukan dengan hanya menggunakan satu variabel
saja.
Yang harus digarisbawahi bahwa pengukuran kinerja bukanlah hasil akhir,
melainkan merupakan alat agar dihasilkan manajemen yang efisien dan terjadi
peningkatan kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja akan memberi tahu kita apa
yang telah terjadi, bukan mengapa hal itu terjadi atau apa yang harus dilakukan.
Pengukuran kinerja (Mahsum, 2006:35), menyediakan organisasi untuk menilai:
1. Bagaimana kemajuan atau sasaran yang telah ditetapkan 2. Membantu dalam mengenali area- area kekuatan dan kelemahan 3. Menentukan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja 4. Menunjukan bagaimana kegiatan mendukung tujuan organisasi 5. Membantu dan membuat keputusan- keputusan dengan langkah inisiatif 6. Meningkatkan produk- produk dan jasa- jasa kepada pelanggan
Penelitian ini menggunakan indikator kinerja menurut Mangkunegara (2001 : 75),
yaitu:
1. Kualitas
Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan apa yang
seharusnya dikerjakan. Parameternya adalah:
- Kesesuaian layanan yang diberikan oleh PNS dengan aturan atau pedoman
yang berlaku
- Konsistensi PNS dalam memberikan layanan kepada masyarakat
- Memegang teguh prinsip- prinsip moral dan kode etik dalam tugasnya
melayani kebutuhan masyarakat
- Optimalnya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
2. Kuantitas
Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu
harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai
itu masing-masing. Paramenternya adalah:
- Capaian tugas PNS
- Penggunaan waktu penyelesaian tugas PNS
- Ketepatan waktu PNS dalam menyelesaikan tugas yang diberikan,
misalnya dalam penyelesaian pembuatan KTP atau KK
- Penyelesaian urusan yang cepat dan tidak berbelit- belit
3. Kehandalan
Kehandalan kerja adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan
pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan. Parameternya adalah:
- Kompetensi PNS
- Efektivitas PNS dalam tugasnya melayani masyarakat
- Kepatuhan para PNS memakai seragam pada saat bekerja
- Daya tanggap PNS terhadap berbagai permintaan yang datang dari
masyarakat
- Keadilan masyarakat mendapatkan pelayanan di Kantor Camat
4. Sikap
Sikap kerja adalah kemampuan individu untuk dapat melaksanakan pekerjaan
yang sedang dilakukannya. Parameternya adalah:
- Ketelitian PNS menyelesaikan tugasnya
- Kemudahan masyarakat dalam mengakses informasi yang ada di Kantor
Camat Medan baru
- Masyarakat diperlakukan sama pada saat datang ke Kantor Camat Medan
Baru
- Pemberitahuan waktu penyelesaian misalnya pembuatan KTP atau KK
kepada masyarakat
- Kesopanan dan keramahan PNS dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat
1.5.3.4 Unsur- Unsur Penilaian Kinerja PNS
Hasil penilaian kinerja Pegawai Negari Sipil digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain pengangkatan,
kenaikan pangkat, pendidikan, pelatihan, serta pemberian penghargaan.
Revida (2009:80), adapun unsur- unsur yang dinilai dalam melaksanakan penilaian
pelaksaan pekerjaan adalah:
a. Kesetiaan
Merupakan kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Unsur kesetiaan terdiri atas sub-sub
unsur penilaian sebagai berikut:
1. Tidak pernah menyangsikan kebenaran Pancasila baik dalam ucapan, sikap,
tingkah laku, dan perbuatan
2. Menjunjung tinggi kehormatan Negara dan atau Pemerintah, serta senantiasa
mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan diri sendiri,
seseorang, atau golongan
3. Berusaha memperdalam pengetahuan tentang Pancasila dan UndangUndang
Dasar 1945, serta selalu berusaha mempelaiari haluan Negara, politik
Pemerintah, dan rencana-renca Pemerintah dengan tujuan untuk
melaksanakan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna
4. Tidak menjadi simpatisan/anggota perkumpulan atau tidak pernah terlibat
dalam gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang Pancasila Undang-
Undang Dasar 1945, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau
Pemerintah
5. Tidak mengeluarkan ucapan, membuat tulisan, atau melakukan tindakan yang
dapat dinilai bertujuan mengubah atau menentang Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.
b. Prestasi Kerja
Adalah hasil kerja yang dicapai seorang Pegawai Negara Sipil dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja
seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan,
pengalaman dan kesungguhan PNS yang bersangkutan. Unsur prestasi kerja
terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk beluk bidang tugasnya
dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya
2. Mempunyai keterampilan dalam melaksanakan tugasnya
3. Mempunyai pengalaman di bidang tugasnya dan bidang lain yang
berhubungan dengan tugasnya
4. Bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan
tugasnya
5. Mempunyai kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani yang baik
6. Melaksanakan tugas secara berdayaguna dan berhasilguna
7. Hasil kerjanya melebihi hasil kerja rata-rata yang ditentukan, baik dalam arti
mutu maupun dalam arti jumlah.
c. Tanggung Jawab
Adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan
yang diserahkan kepadanya, dengan sebaik- baiknya dan tepat waktu, serta berani
mengambil resiko atas keputusan yang diambilnya. Unsur tanggung jawab terdiri
atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Selalu menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya dan tepat pada waktunya
2. Selalu berada di tempat tugasnya dalam segala keadaan
3. Selalu mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri sendiri,
orang lain, atau golongan
4. Tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang
lain
5. Berani memikul risiko dari keputusan yang diambil atau tindakan yang
dilakukannya
6. Selalu menyimpan dan atau memelihara dengan sebaik-baiknya barang-
barang milik Negara yang dipercayakan kepadanya.
d. Ketaatan
Ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menaati segala
peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati
perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan
untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. Unsur ketaatan terdiri atas sub-
sub unsur sebagai berikut:
1. Mentaati peraturan perundang- undangan, atau peraturan kedinasan yang
berlaku
2. Mentaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang
dengan sebaik-baiknya
3. Memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan bidang tugasnya
4. Bersikap sopan santun.
e. Kejujuran
Adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas
dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan
kepadanya. Unsur kejujuran terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Melaksanakan tugas dengan ikhlas
2. Tidak menyalahgunakan wewenangnya
3. Melaporkan hasil kerjanya kepada atasannya menurut keadaan yang
sebenarnya.
f. Kerja Sama
Adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja bersama- sama
dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas, agar tercapai daya guna dan
hasil guna. Unsur kerjasama terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Mengetahui bidang tugas orang lain yang ada hubungannya dengan bidang
tugasnya
2. Menghargai pendapat orang lain
3. Dapat menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain, apabila yakin
bahwa pendapat orang lain itu benar
4. Bersedia mempertimbangkan dan menerima usul yang baik dari orang lain
5. Selalu mampu bekerja bersama-sama dengan orang lain menurut waktu dan
bidang tugas yang ditentukan
6. Selalu bersedia menerima keputusan yang diambil secara sah walaupun tidak
sependapat.
1.5.3.5 Teori Kinerja
1. Teori Kinerja menurut Wexley dan Yukl
Wexley dan Yukl (2000: 97) mengidentifikasi faktor – faktor yang
mempengaruhi kinerja antara lain adalah disiplin kerja dan motivasi. Disiplin
kerja diperlukan untuk menghasilkan kinerja yang bagus, dengan disiplin pegawai
akan berusaha untuk melakukan pekerjaan semaksimal mungkin dan kinerja yang
dihasilkan menjadi lebih bagus. Dan motivasi juga berpengaruh terhadap kinerja
pegawai. Dengan motivasi pegawai akan mendorong pegawai untuk
melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi tingkat motivasi seorang pegawai maka semakin tinggi pula kinerja
pegawai.
2. Teori Kinerja menurut Sutarto
Sutarto (1998: 56) telah merangkum dari berbagai pendapat para ahli organisasi
dan manajemen, sehingga ditemukan ada 81 faktor yang merupakan faktor internal
yang merupakan faktor penting bagi jalannya suatu organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan, yaitu seperti pembagian kerja, wewenang dan
tanggungjawab, disiplin, kesatuan perintah, kesatuan arah, prioritas kepentingan
bersama, gaji, sentralisasi, saluran jenjang, ketertiban, keadilan , kestabilan masa
kerja, inisiatif, rasa kebersamaan, koordinasi, jenjang, penyusunan fungsi, staf,
ketetapan penempatan, pengakuan terhadap pimpinan, staf khusus dan umum,
departemenisasi, asas pengecualian, keseimbangan tanggungjawab dan wewenang,
rentangan kontrol, tujuan, wewenang tertinggi, penugasan kewajiban,pembatasan,
kebersamaan, efektivitas, analisis, komunikasi, penyusunan jenjang, kontrol,
pengecualian , pelimpahan, kesederhanaan, standardisasi, spesialisasi,
berkelangsungan, fleksibilitas,keseimbangan, hubungan langsung, penyesuaian,
wewenang bertindak,saluran pengawasan dan komunikasi, garis promosi,
penugasan secara logis, pengakuan kompetensi, pemusatan
wewenang, pembagian fungsi, pengawasan, asas penyebab, asas keyakinan,
pengarahan dan kontrol, wewenang, tanggungjawab, kesatuan struktural, asas
perwujudan, penanggungjawab tunggal, pelimpahan, pemberdayaan bawahan,
motivasi, pendelegasian, gabungan fungsi, peraturan, penugasan, keseimbangan
struktur, desentralisasi, efisiensi, rentang kontrol, struktur, jenjang organisasi,
spesialisasi dan pembagian kerja, kesatuan tujuan, kemutlakan tanggungjawab,
jenjang wewenang, pembatasan fungsi, pemisahan, dan kepemimpinan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja diatas secara implisit terlihat dari
kinerja yang mempunyai hubungan positif dengan pengakuan kompetensi dan
disiplin. Serta pemberdayaan bawahan dan pembagian fungsi yang mempunyai
hubungan yang positif dengan tingkat kepuasan kerja pegawai yang ditentukan
oleh persepsi para bawahan tentang kondisi lingkungan ditempat pekerjaan.
3. Teori Kinerja manurut Simamora
Simamora ( 1995 : 500 ), kinerja sangat ditentukan oleh 3 ( tiga ) faktor yaitu :
a. Faktor individual yang terdiri dari:
- Kemampuan dan keahlian
- Latar belakang
- Demografi
b. Faktor psikologi yang terdiri dari:
- Persepsi
- Attitude
- Personality
- Pembelajaran
- motivasi
c. Faktor organisasi yang terdiri dari:
- Sumber daya
- Kepemimpinan
- Penghargaan
- Struktur
- Job design
Simamora mengungkapkan kemampuan dan keahlian serta latar belakang sebagai
faktor individual masing – masing pegawai. Semakin kompeten kemampuan dan
keahlian serta latar belakang yang dimiliki masing – masing pegawai akan
mempengaruhi pencapaian hasil kinerja. Begitu juga penghargaan sebagai faktor
organisasi yang akan mendorong pegawai untuk mencapai kepuasan kerja,
sehingga dengan kepuasan kerja semakin bagus kinerja yang dihasilkan.
1.5.3.6 Metode Penilaian Kinerja
Ada beberapa metode kinerja yang biasa digunakan di dalam organisasi
(Moeheriono, 2009:107):
a. Metode Skala Peringkat
Metode skala peringkat merupakan sistem evaluasi yang paling popular untuk
menilai kinerja karyawan, karena system evaluasi menggunakan cara yang
paling sedikit membutuhkan usaha. Sistem ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian
suatu daftar karakteristik dan bagian atau perilaku yang akan dinilai.
b. Metode Daftar Pertanyaan
Untuk evaluasi berdasarkan metode ini, menggunakan sejumlah pertanyaan denga
menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka ragam tingkat perilaku
bagi suatu pekerjaa tertentu.
c. Metode Pilihan Terarah
Dengan metode ini, persentase yang telah ditentukan dari karyawan, dan
ditempatkan dalam kategori kinerja. Sistem ini menggunakan evaluasi dengan
skala lima butir, yaitu berkinerja sangat tinggi, berkinerja rata- rata tinggi,
berkinerja rata- rata, berkinerja rata- rata rendah dan berkinerja sangat rendah.
d. Metode Peristiwa Kritis
Pada sistem ini dilaksanakan dengan membuat satu catatan tentang contoh- contoh
yang luar biasa baik, atau tidak diinginkan dari perilaku yang berhubungan dengan
kerja seorang karyawan, dan meninjaunya bersama karyawan lain pada waktu yang
telah ditentukan sebelumnya. Metode ini digunakan untuk melengkapi teknik
evaluasi lain.
e. Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, kepemimpinan, dan
aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Metode ini digunakan untuk
menghasilkan detail laporan tahunan tentang kontribusi seorang professional
selama satu tahun.
f. Metode Skala Peringkat Perilaku
Merupakan suatu metode evaluasi yang bertujuan mengkombinasikan manfaat
dari metode peristiwa kritis dan evaluasi berdasarkan kuantitas dikaitkan dengan
skala berdasarkan kuantitas pada contoh- contoh naratif spesifik dari kinerja baik,
dan kinerja yang buruk.
g. Metode Peninjauan Lapangan
Metode ini dilaksanakan dengan cara penilai turun ke lapangan bersama- sama
dengan ahli dari SDM untuk mendapatkan informasi dari atasan langsung tentang
prestasi karyawannya, kemudian informasi tersebut dievaluasi dan hasilnya dikirim
ke penyelia dan dibawa ke lapangan untuk keperluan revisi, perubahan,
persetujuan, dan pembahasan dengan pihak karyawan yang dinilai.
h. Metode Tes dan Observasi Kinerja
Penilai prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, berupa
tes tertulis dan peragaan. Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui
ujian tertulis, seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja
yang telah ditetapkan dan harus ditaati ataupun melalui ujian praktik, yang
langsung diamati oleh penilai.
i. Metode Pendekatan Evaluasi Perbandingan
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seorang karyawan dengan
karyawan lainnya dengan kegiatan yang sejenis. Perbandingan ini dipandang
bermanfaat bagi manajemen SDM dengan lebih rasional dan efektif.
j. Metode Essay
Dengan menggunakan metode ini, penilai atau atasan menulis ringkas gambaran
prestasi kerja karyawan tersebut. Metode ini cenderung menggambarkan prestasi
kerja karyawan yang luar biasa, ketimbang kinerjanya setiap hari.
k. Metode Distribusi yang Dipaksakan
Dalam metode ini, diasumsikan karyawannya dapat dikelompokan, misalnya ke
dalam lima kategori, seperti kategori paling baik (10%), baik (20%), cukup (40%),
buruk (20%), dan sisanya (10%).
l. Metode Pemilihan yang Dipaksakan dan Laporan Pemeriksaan Kinerja
Tertimbang
Laporan ini memerlukan penilai untuk memilih karyawan mana yang dapat
mewakili kelompoknya. Faktor yang dinilai adalah perilaku karyawan dan penilai
memberikan nilai positif atau nilai negative, namun penilai tidak peduli dengan
bobot penilaiannya.
m. Metode Pendekatan Management By Objective (MBO)
Dalam pendekatan ini, setiap karyawan dan penyelia secara bersama- sama
menentukan sasaran organisasi, tujuan individu, dan saran- saran untuk
meningkatkan produktivitas organisasi.
1.5.3.7 Kinerja PNS
Kinerja PNS merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan seorang pegawai,
dalam sebuah organisasi, dan dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk
mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Peran penting pegawai
atau individu dalam mencapai tujuan organisasi secara implisit dikemukakan oleh
Thomson bahwa, organisasi adalah integrasi impersonal dan sangat rasional atas
sejumlah spesialis yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati.
Pada saat ini, kinerja aparatur negara atau Pegawai Negeri Sipil (PNS)
masih sangat minim. Bahkan, hal tersebut saat ini terjadi di lingkungan
Kementerian/Lembaga (K/L) ataupun di lingkungan pemerintah daerah
(PEMDA). Salah satu penyebabnya, adalah karena ketidakefektifan pada
pembahasan dan pencairan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
( http://metrotvnews.com/read/news/2011/11/08/71002/Pemerintah-Akui-Kinerja-
PNS Buruk/1 diakses pada tanggal 22 November 2011 pada pukul 13.14 )
Peningkatan kinerja pegawai menjadi penting mengingat perubahan arah kebijakan
pemerintah sebagaimana dikehendaki oleh semangat reformasi untuk lebih luas
memberi ruang gerak dan peran serta yang lebih besar bagi masyarakat dalam
kegiatan pemerintahan dan pembangunan, dimana pemerintah beserta aparaturnya
lebih berperan sebagai fasilitator. Perubahan arah kebijakan ini membawa
implikasi terhadap kemampuan profesionalisme pegawai dalam menjawab
tantangan era globalisasi dalam menghadapi persaingan ketat dengan negara –
negara lain didunia. Bertitik tolak dari pemikiran ini, maka peningkatan kinerja
aparatur merupakan hal yang mendesak untuk dilaksanakan dewasa ini. Maka
dalam sekali setahun, diadakanlah penilaian kinerja PNS
Penilaian kinerja PNS, adalah penilaian secara periodik pelaksanaan pekerjaan
seorang Pegawai Negeri Sipil. Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui
keberhasilan atau ketidak berhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil, dan untuk
mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam melaksana-kan tugasnya. Hasil
penilaian kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan
Pegawai Negeri Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat, pengangkatan
dalam jabatan, pendidikan dan pelatihan, serta pemberian penghargaan.
Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil.
1.5.4 Pelayanan Publik
1.5.4.1 Pengertian Pelayanan Publik
Konsep pelayanan publik menurut Moenir (1995: 26), adalah bahwa pelayanan
umum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur, dan metode
tertentu, dalam rangka memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.
Dari uraian tersebut, pengertian pelayanan memiliki makna dan ruang lingkup
yang sangat luas. Pelayanan yang diberikan dalam rangkaian organisasi dan
manajemen dalam landasan sistem, prosedur, dan metode dalam penulisan ini
dilakukan oleh institusi pemerintah kepada masyarakat.
Pelayanan publik adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat
yang berupa penggunaan fasilitas- fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang
dilakukan oleh organisasi public yaitu pemerintahan (Rohman, 2008:3). Menurut
Lembaga Administrasi Negara tahun 1998, pelayanan publik diartikan sebagai
segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintahan di Pusat dan Daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam
bentuk barang dan/atau jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”
Departemen Dalam Negeri menyebutkan bahwa, pelayanan publik adalah
pelayanan umum, dan mendefinisikan pelayanan umum adalah suatu proses
bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan
dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan. Setiap pelayanan
menghasilkan produk, baik berupa barang dan jasa. Selanjutnya, Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari beberapa pengertian pelayanan dan pelayanan publik yang diuraikan tersebut,
dalam konteks pemerintah daerah, pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai
pemberian layanan atau melayani keperluan orang atau masyarakat dan atau
organisasi lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu, sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang ditentukan dan ditujukan untuk
memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.
1.5.4.2 Sendi- Sendi Pelayanan Publik
Sendi- sendi pelayanan publik menurut Boediono (2003:63) adalah sebagai
berikut:
1. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat diselenggarakan secara
mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan.
2. Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan
tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut. Hal ini
sangat penting karena masyarakat tidak boleh ragu-ragu terhadap pelayanan
yang diberikan.
3. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada
masyarakat dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan
keamanan yang perlu diberikan berupa keamanan fisik, finansial dan
kepercayaan pada diri sendiri.
4. Keterbukaan, yaitu bahwa masyarakat bisa mengetahui seluruh informasi
yang mereka butuhkan secara mudah dan gambling, meliputi informasi
mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain.
5. Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan langsung dengan pencapai sasaran pelayanan.
6. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara
wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan masyarakat
untuk membayar.
7. Keadilan, dalam arti cakupan jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas
mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.
8. Ketepatan waktu, dimana pelayanan dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
1.5.4.3 Bentuk- Bentuk Pelayanan Publik
Menurut Moenir (2000:190), bentuk pelayanan merupakan wujud perlakuan secara
nyata, yang mencakup tiga hal yaitu:
a. Pelayanan dengan lisan
Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh petugas di bidang hubungan masyarakat,
bidang layanan informasi, dan bidang- bidang lain, yang tugasnya memberikan
penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan pelayanan lisan,
sesuai dengan yang diharapkan.
b. Pelayanan dengan tulisan
Pelayanan melalui tulisan merupakan bentuk layanan yang paling menonjol di
dalam pelaksanaan tugas, tidak hanya dari segi jumlah, tetapi juga dari segi
peranannya. Pada dasarnya pelayanan melalui tulisan cukup efisien, terutama
bagi pelayanan jarak jauh karena faktor biaya. Agar pelayanan dalam bentuk
tulisan dapat memuaskan pihak yang dilayani, satu hal yang harus
diperhatikan adalah faktor kecepatan, baik dalam pengolahan masalah, maupun
dalam proses penyelesaiannya.
c. Pelayanan dengan perbuatan
Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk
perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekadar kesanggupan dan penjelasan secara
lisan.
1.5.4.4 Prinsip- Prinsip Pelayanan Publik
Terdapat 9 prinsip penyediaan pelayanan publik yang merupakan wujud dari visi
pemerintah yang dilaksanakan oleh setiap pegawai negeri. Prinsip-prinsip tersebut
adalah :
a. Menentukan standar pelayanan
b. Bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkap-lengkapnya
c. Berkonsultasi dan terlibat
d. Mendorong akses dan pilihan
e. Memperlakukan semua secara adil
f. Mengembalikan ke jalan yang benar ketika terjadi kesalahan
g. Memanfaatkan sumber daya secara efektif
h. Inovatif dan memperbaiki
i. Bekerjasama dengan penyedia layanan lainnya.
1.5.4.5 Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Penyelenggaraan tatalaksana pelayanan publik sesuai dengan bentuk dan sifatnya,
dapat menggunakan salah satu pola-pola berikut ini :
a. Pola pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan publik yang diberikan oleh
satu Instansi Pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya.
b. Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan publik yang diberikan secara
tunggal oleh satu Instansi Pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari
Instansi Pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan.
c. Pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan publik yang dilakukan secara
terpadu pada satu tempat/lokasi oleh beberapa Instansi Pemerintah yang
bersangkutan sesuai kewenangannya masing-masing.
d. Pola pelayanan secara terpusat, yaitu pola pelayanan publik yang dilakukan
oleh satu Instansi Pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap
pelayanan Instansi Pemerintah lainnya yang terkait dengan pelayanan publik
yang bersangkutan.
Dalam menetapkan kebijaksanaan pengaturan tatalaksana pelayanan publik
sekurang-kurangnya secara jelas dimuat hal-hal sebagai berikut :
a. Landasan hukum pelayanan publik.
b. Maksud dan tujuan pelayanan publik.
c. Alur proses/tatacara pelayanan publik.
d. Persyaratan yang harus dipenuhi, baik teknis maupun administratif.
e. Tatacara penilaian untuk memberikan kepastian kepada masyarakat atas
persetujuan atau penolakannya.
f. Rincian biaya jasa pelayanan publik dan tatacara pembayarannya, waktu
penyelesaian pelayanan publik, dan uraian mengenai hak dan kewajiban pihak
pemberi/penerima pelayanan publik.
g. Penunjukkan pejabat penerima keluhan masyarakat.
( http://explore-indo.com/layanan-publik/48-layanan-publik/170-pelayanan-
publik-bagian-2.html diakses pada tanggal 20 November 2011 pukul 16.10)
1.5.4.6 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Publik
Menurut Moenir (2002: 88) dalam pelayanan publik terdapat beberapa faktor
pendukung yang penting, yaitu:
1. Faktor Kesadaran
Yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam kegiatan
pelayanan. Kesadaran para pegawai pada segala tingkatan terhadap tugas yang
menjadi tanggung jawabnya dapat membawa dampak yang sangat positif terhadap
organisasi.
2. Faktor Aturan
Yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja pelayanan. Aturan ini
mutlak kebenarannya agar organisasi dan pekerja dapat berjalan teratur dan
terarah.
3. Faktor Organisasi
Yaitu mengorganisir fungsi, baik dalam struktur maupun mekanismenya yang akan
berperan dalam mutu dan kelancaran pelayanan. Sarana pendukung
mekanisme adalah sistem, prosedur, dan metode yang berfungsi sebagai tata cara
atau tata kerja agar pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar.
4. Faktor Pendapatan
Yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung pelaksanaan
pelayanan. Pendapatan yang cukup akan memotivasi pegawai dalam
melaksanakan pekerjaan yang baik.
5. Faktor Keterampilan Tugas
Yaitu kemampuan dan keterampilan petugas dalam melaksanakan pekerjaan. Ada
tiga kemampuan yang harus dimiliki, yaitu: kemampuan manajerial, kemampuan
teknis, dan kemampuan untuk membuat konsep.
6. Faktor Sarana
Yaitu sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan layanan.
Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan, alat bantu dan fasilitas lain yang
melengkapi, serta fasilitas komunikasi.
1.6 Defenisi Konsep
Konsep merupakan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
kejadian, keadaan, atau kelompok dalam individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial (Singarimbun, 1995:33). Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat
menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk
beberapa kejadian, yang berkaitan satu dengan lainnya. Untuk mendapatkan
batasan yang jelas dari konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan
defenisi konsep dari penelitian yaitu:
1. Kinerja merupakan prestasi kerja seseorang, berarti pula pengembangan karir
untuk masa depan. Aktualisasi dan pengakuan diri memperkuat seseorang
untuk melakukan tugas sebaik- baiknya, selanjutnya akan mencapai jenjang
karir yang lebih tinggi, berarti sukses dalam berkarir.
2. Pegawai Negeri Sipil merupakan setiap warga negara Republik Indonesia
yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, diangkat oleh pejabat
berwenang, dan diserahi tugas lainnya dan digaji menurut peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
3. Kinerja Pegawai Negeri Sipil merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau
kegiatan seorang pegawai, dalam sebuah organisasi, dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu
tertentu.
top related