kejadian penyakit dan pelayanan kesehatan masyarakat
Post on 15-Jan-2016
23 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LI. 1.Mampu memahami dan Menjelaskan Kejadian Luar Biasa (KLB)
LO.1.1.Memahami dan Menjelaskan Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologis di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991
Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB). Menurut UU No. 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan
menjurus kepada wabah.
Wabah adalah kejadian berjangkitnya penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata, melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan petaka.
Wabah harus mencakup:
Jumlah kasus yang besar.
Daerah yang luas
Waktu yang lebih lama.
Dampak yang timbulkan lebih berat.
LO.1.2.Memahami dan Menjelaskan Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)
Tidak semua kejadian kesakitan/kematian yang terjadi masuk dalam kategori KLB. KLB meliputi hal yang
sangat luas, oleh karena itu untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui
Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB telah menetapkan kriteria kerja KLB yaitu :
1. Munculnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau sebelumnya tidak dikenal.
2. Kejadian penyakit/kematian terus-menerus meningkat selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
3. Kejadian penyakit/kematian meningkat sebanyak 2x lipat/lebih dibanding periode sebelumnya (jam, hari,
minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam 1 bulan meningkat 2x lipat/lebih dibanding angka rata-rata perbulan di
tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama 1 tahun meningkat 2x lipat/lebih dibanding angka rata-rata per bulan di
tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu meningkat 50% atau lebih, dibanding
CFR periode sebelumnya.
7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu meningkat 2x lipat/lebih dibanding
periode yang sama pada kurun waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus, seperti : Kholera, “DHF/DSS”, meliputi :
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).
b. Terdapat 1/lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut
dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti : keracunan makanan, keracunan
pestisida.
LO.1.3.Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)
A. Menurut Penyebab :
1. Entero toxin misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia,Shigella.
2. Exotoxin (bakteri) misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium perfringens.
3. Endotoxin Infeksi, Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing, Toksin Biologis, Racun jamur, Alfatoxin,Plankton,
Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan, Toksin Kimia.
4. Zat kimia organic logam berat (seperti air raksa, timah), cyanide, nitrit, pestisida.Gas-gas beracun: CO,
CO2, HCN.b.
B. Menurut Sumber KLB
1. Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti : Salmonella,Shigella,
Staphylococus, Streptoccocus,Protozoa, Virus Hepatitis.
2. Kegiatan manusia misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,penyemprotan,
pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
3. Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira, Salmonella,Vibrio,
Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
4. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
5. Udara misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
6. Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
7. Makanan/minuman misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.c.
C. Menurut Penyakit wabah
Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi wabah :
Kholera, Pes, Demam kuning, Demam bolak-balik, Tifus bercak wabah, DBD, Campak, Polio, DPT,Rabies,
Malaria, Influensa, Hepatitis, Tipus perut, Meningitis, Encephalitis, SARS, Anthrax
LO.1.4.Memahami dan Menjelaskan Frekuensi Mortalitas & Morbiditas Kejadian Luar Biasa (KLB)
PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS
1. INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat / wilayah /
negara pada waktu tertentu
Incidence Rate (IR):
Jumlah penyakit baru
--------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
2. PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/
wilayah/ negara pada waktu tertentu
PR yang ditentukan pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate
PR yang ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode
Prevalence Rate
Prevalence Rate (PR):
Jumlah penyakit lama + baru
--------------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
3. ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
Attack Rate (AR):
Jumlah penyakit baru
--------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
(dalam waktu wabah berlangsung)
PENGUKURAN MORTALITY RATE
1. CRUDE DEATH RATE
CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi jumlah penduduk
pada pertengahan tahun
Rumus: CDR (Crude Death Rate)
Jumlah semua kematian
--------------------------------- k
Jumlah semua penduduk
2. SPECIFIC DEATH RATE
SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi jumlah penduduk
pada pertengahan tahun
Rumus: SDR (Specific Death Rate
Jumlah kematian penyakit x
----------------------------------- k
Jumlah semua penduduk
3. CASE FATALITY RATE
CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan kegawatan/
keganasan penyakit tersebut
CFR (Case Fatality Rate):
Jumlah kematian penyakit x
------------------------------------ x 100%
Jumlah kasus penyakit x
4. MATERNAL MORTALITY RATE
MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas
(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup
MMR (Maternal Mortality Rate):
Jumlah kematian Ibu
------------------------------ x 100.000
Jumlah kelahiran hidup
5. INFANT MORTALITY RATE
IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran hidup
IMR (Infant Mortality Rate):
Jumlah kematian bayi
----------------------------- x 1000
Jumlah kelahiran hidup
6. NEONATAL MORTALITY RATE
NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur < 4 minggu atau 28
hari per 1000 kelahiran hidup
NMR (Neonatal Mortality Rate):
Jumlah kematian neonates
------------------------------------ x 1000
Jumlah kelahiran hidup
7. PERINATAL MORTALITY RATE
PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d 7 hari seudah
lahir per 1000 kelahiran hidup
PMR (Perinatal Mortality Rate):
Jumlah kematian perinatal
---------------------------------- -x 1000
Jumlah kelahiran hidup
LI. 2.Mampu Memahami dan Menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi KLB
Faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB) :
a. Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah adalah Herd Immunity. Secara umum
dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat
menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan individu yaitu makin tinggi
tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity,
makin banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga
penyebaran penyakit menjadi semakin sulit.
Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd immunity untuk menghindari terjadi epidemi
bervariasi untuk tiap penyakit tergantung pada:
o Proporsi penduduk yang kebal,
o Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan
o Kebiasaan hidup penduduk.
Pengetahuan tentang herd immunity bermanfaat untuk mengetahui bahwa menghindarkan terjadinya
epidemi tidak perlu semua penduduk yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi tergantung dari jenis
penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.
b. Patogenesitas
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
c. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan
organisme tersebut.
Aspek sosial budaya dalam pencarian pengobatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang tidak mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit sudah tentu
tidak akan bertindak apa-apa, tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan
timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut :
a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa.
Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka
sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun gejala yang dideritanya akan lenyap
dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting
daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di
dalam hidup dan kehidupannya. Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan
sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsif, dan sebagainya. Dan akhirnya alasan
takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.
b. Tindakan mengobati sendiri, dengan alasan yang sama seperti point a.
Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri
sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat
mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.
c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional.
Masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding
fasilitas pengobatan yang lain. Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat
budaya daripada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatan pun lebih berorientasi
kepada sosial-budaya masyarakat daripada hal-hal yang dianggap masih asing. Dukun yang melakukan
pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan
masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat
daripada dokter, bidan, farmasis, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka, seperti juga pengobatan yang
dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka.
d. Mencari pengobatan dengan membeli obat ke warung obat/tukang jamu.
Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar
untuk dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum
mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan makin tampak
peranannya dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.
e. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-
lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.
f. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang dimotori dokter praktik.
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda dengan
konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara kelompok-kelompok masyarakat
pun akan berbeda-beda pula.
Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua
pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang
disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas
masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan.
Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas
yang diberikan akan mereka pergunakan.
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor :
1. Faktor Predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan yaitu faktor demografi,
struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap kesehatan
2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan berupa sumber daya keluarga
atau sumber daya masyarakat.
3. Faktor Need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu ditunjang dengan
adanya penelitian-penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat-
sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita,
maka kita dapat melakukan pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan
demikian, pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupunyang
tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilakumerupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karenaperilaku ini terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini
disebut teori “S-O-R” atau Stimulus– Organisme– Respon. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka
perilaku dapat dibedakan menjadi dua(Notoatmodjo, 2003) :
a. Perilaku tertutup (convert behavior ).
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadapstimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(convert). Respon atau reaksi terhadapstimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,
kesadaran, dan sikapyang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior).Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuktindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuktindakan atau praktek, yang dengan
mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT
Prinsip pendidikan kesehatan masyarakat
a. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas tetapi merupakan kumpulan pengalamandimana saja
dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaansasaran pendidikan
b. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain karenapada
akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunyasendiri.
c. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu keluarga,kelompok dan
masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.
d. Penddikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan ( individu),keluarga, kelompok,
danmasyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telahditetapkan.
Ruang Lingkup Pendidikan kesehatan masyarakat.
Dimensi sasaran
- Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
- Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu
- Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas
Dimensi tempat pelaksanaan
- Pendidikan kesehatan dirumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
- Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar
- Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat ataupekerja
Dimensi tingkat pelayanan kesehhatan
- Pendidikan kesehatan promosi kesehatan ( health promotion) missal ; Peningkatan gizi,perbaikan sanitasi
lingkungan , gaya hidup dan sebagainya
- Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus ( specific Protection) missal : imunisasi
- Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (early diagnostic andpromt treatment )
missal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dariresiko kecacatan
- Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi missal : dengan memulihkan kondisi cacat melaluilatihan latihan
tertentu
METODE PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT
a. Metode pendidikan individual ( perorangan)
- Bimbingan dan penyuluhan ( guidance and counseling) yaitu ; kontak antara klien denganpetugas lebih
intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantupenyelesaianya, akhirnya klien
tersebut akan dengan sukarela dan bedasarkan kesadaranpenuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (
mengubah prilaku)
- Interview ( wawancara);Yaitu merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan danmenggali informasi
mengapa ia tidak atau belum menerima perubhan untuk mengetahuiapakah perilaku yang sudah atau yang
akan diadopsi itu mempunyai dasar pngertian dankesadara yang kuat apabila belum maka peru penyuluhan
yang lebih mendalam lagi.
b. Metode pendidikan kelompok
- Kelompok Besar : Ceramah, seminar
- kelompok Kecil : diskusi kelompok , Curah pendapat ( brain storming), Bola salju ( snowballing), kelompok
kecil kecil ( buzz group), Memainkan peranan ( role play), Permainansimulasi ( simulation game ).c.
c. Metode pendidikan massa
- Ceramah umum ( public speaking)
- Pidato pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio,pada hakikatnya
adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa
- Simulasi dialog atar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatupenyakit atau
masalah kesehatan melalui tv atau radio
- Tulisan tulisan di majalah / Koran baik dalam bentuk artikel maupun Tanya jawab /konsultasi tentang
kesehatan
- Bill board yang dipasang dipinggir jalan ,spanduk dan posterd.
d. Alat bantu dan media pendidikan kesehatan masayarakat
- Alat bantu (peraga) Alat alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikanbahan pendidikan
/pengajaran. Macam macam alat bantu pendidikan : - Alat bantu lihat( visual body) seperti Slide , film, film
strip
- Alat bantu dengar ( audio aids) seperti piringan hitam, radio, pita suara
- Alat bantu lihat dengar seperti : Televisie.
e. Media Pendidikan Kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pedidikan ( audio visual aids)disebut media
pendidikan karena alat alat tersebut merupakan alat saluran ( channel) untukmenyampaikan kesehatan karena alat
alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien .
berdasarkan fungsinya sebagaipenyaluran pesan pesa kesehatan ( media) media ini dibagi menjadi 3 : Cetak ,
elektronik. Mediapapan ( billboard)
Mutu pelayanan
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah (Azwar, 1996) adalah :
a. Tersedia dan berkesinambunganSyarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan
tersebut harus tersediadi masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua
jenispelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.
b. Dapat diterima dan wajarSyarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima
(acceptable)oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut
tidakbertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat danbersifat wajar.
c. Mudah dicapaiSyarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible)
olehmasyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengandemikian
untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan saranakesehatan menjadi sangat penting.
d. Mudah dijangkauSyarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau (affordable)
olehmasyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Pengertianketerjangkauan di sini
terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan sepertiini harus dapat diupayakan
pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatandiharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi
masyarakat.
e. BermutuSyarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality).Pengertian mutuyang
dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yangdiselenggarakan, yang
disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihaklain tata cara penyelenggaraannya
sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan
Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Pergeseran masyarakat dan konsumen
Hal ini sebagai akibat dari peningkatan pengetahuan dan kesadaran konsumen terhadappeningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit dan upaya pengobatan. sebagai masyarakat yangmemiliki pengetahuan tentang masalah
kesehatan yang meningkat, maka mereka mempunyaikesadaran yang lebih besar yang berdampak pada gaya
hidup terhadap kesehatan. akibatnyakebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan meningkat.
2. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sisi lain dapat meningkatkan pelayanankesehatan karena
adanya peralatan kedokteran yang lebih canggih dan memadai walau di sisiyang lain juga berdampak pada
beberapa hal seperti meningkatnya biaya pelayanan kesehatan,melambungnya biaya kesehatan dan
dibutuhkannya tenaga profesional akibat pengetahuan danperalatan yang lebih modern.
3. Issu legal dan etik.
Sebagai masyarakat yaang sadar terhadap haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan danpengobatan ,
issu etik dan hukum semakin meningkat ketika mereka menerima pelayanankesehatan. Pemberian pelayanan
kesehatan yang kurang memadai dan kurang manusiawi makapersoalan hukum kerap akan membayanginya.
4. Ekonomi
Pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan barangkali hanya dapat dirasakan oleh orang-orang tertentu
yang mempunyai kemampuan untuk memperoleh fasilitas pelayanan kesehatanyang dibutuhkan, namun bagi
klien dengan status ekonomi rendah tidak akan mampumendapatkan pelayanan kesehatan yang paripurna
karena tidak dapat menjangkau biayapelayanan kesehatan.e.
5. Politik
Kebijakan pemerintah dalam sistem pelayanan kesehatan akan berpengaruh pada kebijakantentang bagaimana
pelayanan kesehatan yang diberikan dan siapa yang menanggung biaya pelayanan kesehatan.
Tata kerja puskesmas
a. Dengan Kantor KecamatanDalam melaksanakan fungsinya, puskesmas berkoordinasi dengan kantor
kecamatan melaluipertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat kecamatan. Koordinasi tersebut
mencakupperencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam
halpelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh puskesmas, koordinasi dengan
kantorkecamatan mencakup pula kegiatan fasilitasi.
b. Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/KotaPuskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dengan demikiansecara teknis dan administratif, puskesmas bertanggungjawab kepada
Dinas KesehatanKabupaten/Kota. Sebaliknya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab membina
sertamemberikan bantuan administratif dan teknis kepada puskesmas.
c. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata PertamaSebagai mitra pelayanan kesehatan strata pertama yang
dikelola oleh lembaga masyarakat danswasta, puskesmas menjalin kerjasama termasuk penyelenggaraan
rujukan dan memantau kegiatanyang diselenggarakan. Sedangkan sebagai pembina upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat,puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan rujukan sesuai
kebutuhan.
d. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan RujukanDalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan
upaya kesehatanmasyarakat,puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pelayanankesehatan
rujukan. Untukupaya kesehatan perorangan, jalinan kerjasama tersebutdiselenggarakan dengan berbagai
saranapelayanan kesehatan perorangan seperti rumahsakit (kabupaten/kota) dan berbagai balaikesehatan
masyarakat (balai pengobatanpenyakit paru-paru, balai kesehatan mata masyarakat,balai kesehatan kerja
masyarakat,balai kesehatan olahraga masyarakat, balai kesehatan jiwamasyarakat, balai kesehatanindra
masyarakat). Sedangkan untuk upaya kesehatan masyarakat, jalinan kerjasamadiselenggarakan dengan
berbagai sarana pelayanan kesehatan masyarakatrujukan,seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan, BalaiLaboratorium Kesehatan serta berbagai balai kesehatan masyarakat.
Kerjasama tersebutdiselenggarakan melalui penerapan konsep rujukan yang menyeluruh
dalamkoordinasiDinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Unit bidan di desa/komunitas.
e. Dengan Lintas SektorTanggungjawab puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah menyelenggarakan
sebagiantugas pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Untukmendapat hasil yang optimal, penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut harus
dapatdikoordinasikan dengan berbagai lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan. Diharapkan disatu
pihak, penyelenggaraan pembangunan kesehatan di kecamatan tersebut mendapat dukungandari berbagai
sektor terkait, sedangkandi pihak lain pembangunan yang diselenggarakan olehsektor lain di tingkat
kecamatan berdampak positif terhadap kesehatan.
f. Dengan MasyarakatSebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya,puskesmas memerlukan dukungan aktif dari masyarakat sebagai objek dan subjek
pembangunan.Dukungan aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP)
yangmenghimpun berbagai potensi masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM,orgasnisasi
kemasyarakatan, serta dunia usaha. BPP tersebut berperan sebagai mitra puskesmasdalam menyelenggarakan
pembangunan Kesehatan
Sistem Rujukan Masyarakat
UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan :
KEWAJIBAN DOKTER adalah merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan
(Pasal 51)
KETENTUAN PIDANA adalah kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,
setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban tersebut (Pasal 79)
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab
timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu
menangani), atau secara horizontal (antara unit-unit setingkat kemampuannya)
Bentuk Pelayanan Kesehatan
Pada sistem rujukan masyarakat, yang dirujuk tidak hanya pasien saja tetapi masalah kesehatan lain, teknologi,
sarana, bahan laboratorium dll. Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan di Indonesia :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk
meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.
Pelayanan yang diperlukan untuk kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health service).
Bentuk Pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan Balkesmas.
Pelayanan tipe ini lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar, dilakukan bersama masyarakat dan
dimotori oleh :
Dokter Umum (Tenaga Medis)
Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)
Primary health care pada pokoknya ditujukan kepada masyarakat yang sebagian besar bermukim di pedesaan,
serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan sifatnya berobat jalan
(Ambulatory Services)
2. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health service)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe
C, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau
pelayanan rawat (inpantient services). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
Dokter Spesialis
Dokter Subspesialis terbatas
3. Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani
oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis,
contoh di Indonesia seperti Rumah sakit tipe A dan B. Pelayanan kesehatan sifatnya dapat merupakan pelayanan
jalan atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
Dokter Subspesialis
Dokter Subspesialis Luas
Klasifikasi Sistem Rujukan Masyarakat
Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi dua yakni :
1. Rujukan medis
Berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. Disamping itu mencakup
rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan pemeriksaan kesehatan.
2. Rujukan kesehatan masyarakat
Berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini
mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan internal dan rujukan eksternal.
a. Rujukan Internal
adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusitersebut. Misalnya dari jejaring
puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk
b. Rujukan Eksternal
adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanankesehatan, baik horizontal (dari
puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (daripuskesmas ke rumah sakit umum
daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan Medik dan rujukan Kesehatan.
a. Rujukan Medik
adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif )dan pemulihan (rehabilitatif
). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantungkoroner, hipertensi, diabetes
mellitus) ke rumah sakit umum daerah.
b. Rujukan Kesehatan
adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upayapeningkatan promosi kesehatan (promotif
) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasiendengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi
(pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalahkesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit
Kesehatan Kerja).
Manfaat Sistem Rujukan
Berikut ini manfaat sistem rujukan ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan :
1. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker)
Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada
setiap sarana kesehatan.
Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan
yang tersedia.
Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2. Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer)
Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang.
Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan
wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider)
Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja,
ketekunan, dan dedikasi.
Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin.
Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan
kewajiban tertentu.
Jenjang Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan dibedakan atas lima, yaitu:
1. Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.
2. Tingkat masyarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu, polindes, POD, saka
bakti husada, dan lain-lain.
3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama
Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional dibawahnya, praktek dokter
swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua
Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru (BP4), balai
kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga
masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit
kabupaten atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.
5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit provinsi atau pusat
atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.
Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
Rujukan upaya kesehatan perorangan
1. Antara masyarakat dengan puskesmas
2. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
3. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
4. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat
1. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
2. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral
3. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa diteruskan ke
provinsi atau pusat (Trihono, 2005).
LI. 3.Mampu Memahami dan Menjelaskan Pencegahan dan Penanggulangan KLB
Sistem Pelayanan Kesehatan
Seperti telah diuraikan sepintas dalam bagian terdahulu bahwa sistem adalah gabungan dari elemen-elemen
(sub sistem) didalam suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Didalam suatu
sistem terdapat elemen-elemen atau bagian-bagian dimana didalamnya juga membentuk suatu proses didalam
suatu kesatuan maka disebut sub sistem (bagian dari sistem). Selanjutnya sub sistem tersebut juga terjadi suatu
proses berfungsi sebagai suatu kesatuan sendiri sebagai bagian dari sub sistem tersebut. Demikian seterusnya dari
sistem yang besarnya ini, misalnya pelayanan kesehatan sebagai suatu sistem terdiri dari sub sistem pelayanan
medik, pelayanan keperawatan, pelayanan rawat inap, rawat jalan dan sebagainya, dan masing-masing sub sistem
terdiri sub-sub sistem lagi.
Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah
satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis
besar, elemen-elemen dalam sistem itu adalah sebagai berikut :
Masukan (Input) adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem.
Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu
(keluaran) yang direncanakan.
Keluaran (out put) ialah hal yang dihasilkan oleh proses.
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.
Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem
tersebut.
Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.
Contoh :
Didalam pelayanan puskesmas yang menjadi input adalah dokter, perawat, obat-obatan, fasilitas lain, dan
sebagainya. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas tersebut. Outputnya adalah pasien sembuh / tak
sembuh, jumlah ibu hamil yang dilayani dan sebagainya.
Dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat. Sedangkan umpan balik pelayanan puskesmas
antara lain keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan sedangkan lingkungan adalah masyarakat dan instansi-
instansi diluar puskesmas tersebut.Sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical
services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Dalam artikel ini, hanya akan dibahas
sistem pelayanan kesehatan masyarakat saja. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat adalah merupakan
sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif
(peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan
kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan)
Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan rakyat banyak maka
peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai porsi yang besar. Namun demikian
karena keterbatasan sumber daya pemerintah maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam
upaya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya pelayanan
kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3 dimensi, yakni :
a. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misal masyarakat RT, RW, kelurahan, dsb)
Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan Makanan Tambahan) untuk
anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-bentuk partisipasi dan penggalian potensi
masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
b. Potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM).
Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat oleh LSM-LSM pada hakekatnya juga
merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
c. Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan swasta yang ikut membantu meringankan
beban penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas, balkesmas, dan sebagainya), juga
merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta perlu
memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain :
1. Penanggung Jawab
Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung jawab oleh pemerintah maupun oleh
swasta. Namun demikian di Indonesia, pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan) merupakan
tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya pengawasan, standar pelayanan dan sebagainya bagi pelayanan
kesehatan masyarakat baik pemerintah (puskesmas) maupun swasta (balkesmas) adalah dibawah koordinasi
Departemen Kesehatan.
2. Standar Pelayanan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan pada suatu
standar tertentu. Di Indonesia, standar ini telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dengan adanya buku
Pedoman Puskesmas.
3. Hubungan Kerja
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian kerja yang jelas antara bagian satu
dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang jelas dan
menggambarkan hubungan kerja, baik horizontal maupun vertikal.
4. Pengorganisasian Potensi Masyarakat
Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau
pengorganisasian masyarakat. Upaya ini penting (terutama di Indonesia) karena adanya keterbatasan
sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat, perlu keikutsertaan masyarakat
ini.
Syarat pokok pelayanan kesehatan
Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:
1. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continuous)
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta
keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
2. Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan
mesyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
3. Mudah dicapai (accessible)
Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan
pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.
Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan
didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
4. Mudah dijangkau (affordable)
Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang
seperti itu harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja
bukanlah kesehatan yang baik.
5. Bermutu (quality)
Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang disatu pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standart yang
telah ditetapkan.
Prinsip pelayanan prima di bidang kesehatan
1. Mengutamakan pelanggan
Prosedur pelayanan disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan, bukan untuk memperlancar
pekerjaan kita sendiri. Jika pelayanan kita memiliki pelanggan eksternal dan internal, maka harus ada
prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk keduanya. Jika pelayanan kita juga memiliki pelanggan tak
langsung maka harus dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk keduanya dan utamakan pelanggan
tak langsung.
2. Sistem yang efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata (hard system), yaitu tatanan yang
memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi. Perpaduan tersebut harus terlihat sebagai
sebuah proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar dimata para pelanggan.
3. Melayani dengan hati nurani (soft system)
Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang diutamakan keaslian sikap dan perilaku sesuai dengan
hati nurani, perilaku yang dibuat-buat sangat mudah dikenali pelanggan dan memperburuk citra pribadi
pelayan. Keaslian perilaku hanya dapat muncul pada pribadi yang sudah matang.
4. Perbaikan yang berkelanjutan
Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan. Semakin baik
mutu pelayanan akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya juga
semakin tinggi, kebutuhannya juga semakin meluas dan beragam, maka sebagai pemberi jasa harus
mengadakan perbaikan terus menerus.
6. Memberdayakan pelanggan
Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya atau perangkat tambahan oleh
pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.
Layanan kesehatan yang bermutu dapat disimpulkan sebagai suatu layanan kesehatan yang dibutuhkan yang
ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien/konsumen ataupun
masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Sedangkan mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan
standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang
bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan,
ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Djoko Wijono, 2000 : 35).
Dimensi mutu tersebut, sebagai berikut:
a. Dimensi Kompetensi Teknis; berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar
layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi.
b. Dimensi Keterjangkauan; artinya layanan kesehataan yang diberikan harus dapat dicapai oleh masyarakat,
baik dari segi geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa.
c. Dimensi Efektivitas; layanan kesehatan yang diberikan harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan
masyarakat/pasien dan mampu mencegah meluasnya penyakit yang diderita.
d. Dimensi Efisiensi; dengan adanya layanan kesehatan yang efisiens maka masyarakat atau pasien tidak perlu
menunggu terlalu lama yang dapat mengakibatkan masyarakat/pasien tersebut membayar lebih mahal.
e. Dimensi Kesinambungan; masyarakat/pasien dilayani secara terus-menerus sesuai dengan kebutuhannya,
termasuk rujukan yang tidak perlu mengulangi prosedur.
f. Dimensi Keamanan; layanan kesehatan harus aman dari resiko cidera, infeksi, efek samping, atau bahaya
lainnya, sehingga prosedur yang akan menjamin pemberi dan penerima pelayan disusun.
g. Dimensi Kenyamanan; layanan kesehatan yang diberikan akan terasa nyaman bagi masyarakat/pasien jika
dapat mempengaruhi kepuasan dan menimbulkan kepercayaan untuk datang kembali.
h. Dimensi Informasi; layanan kesehatan ini sangat perlu diberikan oleh petugas puskesmas dan rumah sakit
kepada masyarakat, yang mana dapat mempengaruhi perubahan perilaku.
i. Dimensi Ketepatan Waktu; layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh
pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien).
j. Dimensi Hubungan Antarmanusia; hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan
kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi
perhatian, dan lain-lain.
Cakupan Mutu
Sistem mutu adalah program perencanaan, kegiatan, sumberdaya dan kejadian yang didorong oleh
manajemen, berlaku diseluruh organisme dan proses dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Selain dari dimensi
mutu, cakupan dari mutu juga harus diperhatikan. Yang mana cakupan tersebut sebagai berikut:
1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.
3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.
4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.
5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.
6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.
Jika pemberi pelayanan bisa menerapkan dimensi mutu dan cakupan mutu yang di butuhkan di wilayahnya
sesuai dengan situasi dan kondisi dari masyarakat setempat. Maka pelayanan yang bermutu dapat diperoleh oleh
semua tingkat ekonomi dimasyarakat. Agar semakin mudah dalam menerapkan di masyrakat, pelayanan
kesehatan perlu melakukan tahap-tahap yang terdapat dalam siklus mutu.
Untuk memberikan pelayanan berkualitas yang berorentasi pada kebutuhan pelanggan dan citra rumah sakit
yang baik dimasyarakat maka pihak rumah sakit perlu melakukan upaya perbaikan yang berkesinambungan
dengan langkah-langkah sbb :
a. Meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan sikap yang ramah dan juga bisa mengerti dan memahami
keadaan pasien.
b. Meningkatkan kedisiplinan dan kometmen dalam bekerja pada seluruh petugas Rumah Sakit agar bisa
memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, dan dapat melaksanakan tugas, fungsi serta peranannya
dengan baik sesuai dengan visi dan misi.
c. Untuk meningkatkan kualitas teknis, perlu dilaksanakan program pendidikan dan pelatihan yang sesuai
dengan standar pelayanan prima sehingga mampu memberikan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan
dan kepuasan bagi pasien.
d. Untuk meningkatkan kualitas fungsional, perlu dilaksanakan pelatihan terutama yang berkaitan dengan
hubungan manusia yaitu mengenai sikap dan cara komunikasi yang baik guna memberikan karakter
kepribadian pada sumber daya manusia.
e. Pihak Rumah Sakit diharapkan terus meningkatkan sarana, prasarana dan kesehatan lingkungan Rumah
Sakit serta memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada, seperti pengadaan alat-alat medis dan
penunjang medis, perbaikan fasilitas di ruang rawat inap dan kebersihan lingkungan Rumah Sakit
Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang menyelenggarakan
upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, serta
biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk mendukung tercapainya
tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran serta kemauan dan kemampuan hidup
sehat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan ‘Indonesia Sehat
2010’.
Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas
bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.
Pelayanan di Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis kesehatan di bawah supervise Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Secara umum, mereka harus memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan
rehabilitatif baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM).
Puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat inap selain pelayanan rawat jalan
Imunisasi
Artinya adalah kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.
Macam kekebalan :
1. Kekebalan tidak spesifik
Pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan misalnya reflex batuk, bersin,
kulit, air mata
2. Kekebalan spesifik
Berasal dari 2 sumber yaitu
a. genetik
b. kekebalan yang diperoleh
kekebalan aktif diperoleh melalui imunisasi dan sembuh dari penyakit tertentu. Kekebalan pasif diperoleh dari
ibunya melalui plasenta.
Faktor yang mempengaruhi kekebalan :
a. umur
b. seks
c. kehamilan
d. gizi
e. trauma
Sejak penetapan the Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar anak
meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat
campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap
tahunnya.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia,
pada tanggal 27 mei 2011 menunjukkan angka cakupan imunisasi di tahun 2010 adalah campak 89,5%, DTP-3
90,4%, polio-4 87,4%, dan hepatitis B-3 mencapai 91%. Dari data yang ada, terlihat angka cakupan imunisasi
dasar di Indonesia sudah cukup tinggi, namun pada beberapa daerah masih ditemukan angka cakupan di bawah
standar nasional (Depkes RI, 2011).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar meliputi pengetahuan, motif,
pengalaman, pekerjaan, dukungan keluarga, fasilitas posyandu, lingkungan, sikap, tenaga kesehatan, penghasilan
dan pendidikan.
Tujuan Umum program imunisasi :
Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini Indonesia
berupaya menurunkan angka penyakit seperti disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak, polio dan
tuberculosis.
Tujuan Khusus :
Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara
merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010.
Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam
satu tahun) pada tahun 2005.
Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta sertifikasi bebas polio
pada tahun 2008.
Tercapainya Reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.
Sasaran :
Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
Ibu hamil ( awal kehamilan -8 bulan)
Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
Anak sekolah dasar kelas I dan VI
Jadwal pemberian imunisasi :
Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian injeksi
vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin
hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk
polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling
sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2 bulan. Apabila diberikan
sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan vaksin
DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang
diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1 (program BIAS).
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval
2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih
dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan
cukup satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali.
Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval
minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan
tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu,
interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval
minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada umur sebelum
masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4
minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk
imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan
interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 – <36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV
bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan interval 0, 2, 6 bulan.
Pemberian vaksin bisa melalui injeksi, misalnya vaksin BCG, DPT, DT, TT, Campak dan Hepatitis B.
Sedangkan yang diberikan secara oral yaitu vaksin polio
BCG : 1 X (bayi 0-11 bulan)
DPT : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Polio : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Campak : 1X ( anak 9-11 bulan)
TT IH : - 1 x ( BOOSTER) bila ibu hamil pernah menerima TT 2 X pada waktu calon pengantin atau pada
kehamilan sebelumnya)
i. 2 X (selang 4 minggu) bila ibu hamil belum pernah divaksinasi TT, Selama kehamilan. Bila pada
waktu kontak berikutnya (saat pemberian TT2 tetap) diberikan dengan maksud untuk memberikan
perlindungan pada kehamilan berikutnya
DT : 2x ( selang 4 minggu) anak kelas 1 sampai wanita
TT : 2x ( 4 minggu ) anak kelas 6 SD sampai wanita
TT calon pengantin wanita : 2 X ( selang 4 minggu) sebelum akad nikah
Persiapan alat : Spuit lengkap, alat sterilisator, kapas air hangat.
Persiapan Vaksin : Vaksin yang sesuai dengan sasaran dimasukkan dalam termos es ( vaksin carier ).
Persiapan sasaran : Pemberitahuan kepada orang tua bayi ( sasaran ) tempat penyuntikan dan efek sampingnya.
Pemberian Imunisasi : Pengambilan vaksin sesuai dengan dosisnya. Desinfeksi pada tempat yang akan disuntik.
Pemberian Imunisasi sesuai dengan jenis vaksin sbb :
BCG : Intra cutan, dosis 0,05 cc.
Polio : Tetes mulut, dosis 2 tetes.
DPT, HB, Campak : Subcutan, dosis 0,5 cc.
Pemberian obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian. Memberikan
Informasi kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya. Pencatatan / pelaporan : Imunisasi yang
diberikan dicatat dalam buku catatan imunisasi dan Buku KIA / KMS.
Langkah-langkah kegiatan :
1. Petugas Imunisasi menerima kunjungan bayi sasaran Imunisasi yang telah membawa Buku KIA / KMS di
Ruang Imunisasi setelah mendaftar di loket pendaftaran.
2. Petugas memriksa status Imunisasi dalam buku KIA / KMS dan menentukan jenis imunisasi yang akan
diberikan.
3. Petugas menanyakan keadaan bayi kepada orang tuanya ( keadaan bayi yang memungkinkan untuk diberikan
imunisasi atau bila tidak akan dirujuk ke Ruang Pengobatan ).
4. Petugas menyiapkan alat ( menyeteril alat suntik dan kapas air hangat ).
5. Petugas menyiapkan vaksin ( vaksin dimasukkan ke dalam termos es ).
6. Petugas menyiapkan sasaran ( memberitahukan kepada orang bayi tentang tempat penyuntikan.
7. Petugas memberikan Imunisasi ( memasukkan vaksin ke dalam alat suntik, desinfeksi tempat suntikan
dengan kapas air hangat, memberikan suntikan vaksin / meneteskan vaksin sesuai dengan jadwal imunisasi
yang akan diberikan.
8. Petugas melakukan KIE tentang efek samping pasca imunisasi kepada orang tua bayi sasaran imunisasi.
9. Petugas memberikan obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian.
10. Petugas memberitahukan kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya.Petugas mencatat
hasil imunisasi dalam Buku KIA / KMS dan Buku Catatan Imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya
Imunisasi dasar untuk bayi
Imunisasi yang dianjurkanVaksinasi
Yang harus diperhatikan, tanyakan dahulu dengan dokter anda sebelum imunisasi jika bayi anda sedangsakit
yang disertai panas; menderita kejang-kejang sebelumnya ; atau menderita penyakit system saraf.
IMUNISASI TT UNTUK IBU HAMIL
Program Imunisasi TT Ibu Hamil
Program Imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian daripenyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).Untuk mencapai hal tersebut, makaprogram imunisasi
harus dapat mencapai tingkat cakupan yang tinggi dan merata di semua wilayahdengan kualitas pelayanan yang
memadai.Pelaksanaan kegiatan imunisasi TT ibu hamil terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan
kegiatantambahan. Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus-menerusharus
dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditetapkan. yang pelaksanaannya dilakukan di dalamgedung
(komponen statis) seperti puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan diluar gedung
seperti posyandu atau melalui kunjungan rumah. Kegiatan imunisasi tambahan adalahkegiatan imunisasi yang
dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atauevaluasi. (Depkes RI, 2005).
Manfaat imunisasi TT ibu hamil
a. Melindungi bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum (BKKBN, 2005; Chin, 2000).
Tetanusneonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan)
yangdisebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan
menyerangsistim saraf pusat (Saifuddin dkk, 2001).
b. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka (Depkes RI, 2000)Kedua manfaat tersebut
adalah cara untuk mencapai salah satu tujuan dari program imunisasisecara nasional yaitu eliminasi tetanus
maternal dan tetanus neonatorum (Depkes, 2004)
Jadwal Imunisasi TT ibu hamil.
Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) sudah mendapat TT sebanyak 2 kali, makakehamilan pertama
cukup mendapat TT 1 kali, dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilanberikutnya cukup mendapat TT 1 kali
saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.
Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) atau hamil sebelumnya baru mendapat TT 1 kali,maka perlu
diberi TT 2 kali selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup diberikan TT 1 kalisebagai TT ulang.
Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan sebelumnya, cukup mendapat TT 1kali dan
dicatat sebagai TT ulang.
Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat
diartikansebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatanuntuk
mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang
mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatuperubahan status kesehatan
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus barudari penyakit-penyakit yang
berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-datayang telah terkumpul dilakukan
pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatanperbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota
Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta PeraturanMenteri
Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktukurang dari 24 jam.
Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadianberjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secaranyata melebihi dari keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkanmalapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara
dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa(KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah.
Tetapi kelemahan dari sistem ini adalahpenentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium
sehingga seringkali KLBterlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).Badan Litbangkes berkerja sama dengan
Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilansdengan menggunakan teknologi informasi (computerize)
yang disebut dengan Early Warning OutbreakRecognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem
jaringan informasi yang menggunakaninternet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar
biasa pada suatu daerah diseluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI).
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan
penanggulanganpenyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan
dalam halmenginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi,
danwaktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003).
Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita, mencegah perluasan
KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan
sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk
mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang
mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan
masyarakat.
Upaya penanggulangan KLB
1. Penyelidikan epidemilogis.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.
3. Pencegahan dan pengendalian.
4. Pemusnahan penyebab penyakit.
5. Penanganan jenazah akibat wabah.
6. Penyuluhan kepada masyarakat.
7. Upaya penanggulangan lainnya.
Indikator keberhasilan penanggulangan KLB
1. Menurunnya frekuensi KLB.
2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.
Tim penanggulangan KLB
1. Terdiri dari multi disiplin atau multi lintas sektor, bekerjasama dalam penanggulangan KLB.
2. Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat (sebagai anggota masyarakat maupun sebagai petugas
disarana kesehatan).
3. Perawat dapat terlibat langsung di Puskesmas atau Rumah sakit.
Prosedur Penanggulangan KLB
1. Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan
Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.
b. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
d. Memperbaiki kerja laboratorium
e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
Tim Gerak Cepat (TGC)
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di
lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :
a. Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
b. Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan
c. Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya
Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan.
d. Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
e. Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap.
2. Pembentukan Pusat Rehidrasi
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
a. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
b. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb.
c. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
d. Mengatur logistik
e. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
f. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
g. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
h. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan,
obat yang digunakan dsb.
KOORDINASI LINTAS PROGRAM DAN LINTAS SEKTOR
Pengertian koordinasi adalah:
1. Pengaturan yang tertib dari kumpulan/gabungan usaha untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam mencapai
tujuan bersama (L.panglaykim)
2. Kewajiban yang penting untuk menghubungkan bermacam-macam kegiatan dari pekerjaan (Luther Gullick).
Koordinasi membantu untuk memaksimalkan hasil-hasil Yang dicapai suatu kelompok dengan jalan
mengusahakan adanya usaha kesinambungan pada aktivitas-aktivitas komponen pelaksanaan program dimana
dianjurkan partisipasi kelompok.
Lintas Program
Hanya ditugaskan kepada salah satu instansi /departemen yang bersangkutan saja secara khusus
melaksanakan kegiatan tersebut untuk mencapai suatau tujuan tertentu.
Contohnya: kerjasama antara KIA dan laboratorium.
Sedangkan tujuannya:
1. Adanya system manajemen sederhana dengan cara kerjasama antar staff.
2. Terciptanya semangat kerjasama dalam satu tim
3. Adanya intervensi hasil kegiatan
4. Adanya pembagian tugas yang terpadu dan menentukan daerah binaan /pelayanan terpadu dan menentukan
daerah binaan
5. Tersusunnya rencana kerja harian untuk bulan yang akan dating
Lintas sektoral
Kerjasama yang terintegrasi dan terkoordinasi antara sector kesehatan dengan sector-sektor lain terkait
(formal/non formal)
Kerjasama lintas sektoral sering suka diwujudkan jika tidak dilandasi oleh saling pengertian dan keterbukaan
masing-masing sector dan mekanisme kerjanya.
Tujuannya:
1. Terjalinnya kerjasama lintas sektoral dalam rangka peran serta masyarakat secara baik.
2. Adanya saling mengetahui dan saling mengenal program pembinaan peran serta masyarakat masing-masing
sector terkait.
3. Adanya saling mengetahui peran masing-masing sector yang saling mendukung untuk membina peran serta
masyarakat dalam bidang keseharian.
Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama ini hasilnya belum optimal karena didukung oleh lintas
sector. Beberapa program sektoral masih ada yang tidak atau kurang berwawasan kesehatan sehingga
memberikan dampak negative bagi kesehatan masyarakat.untuk diperlukan pendekatan lintas sector terkait dapat
selalu memperhitungkan dampak programmnya terhadap kesehatan masyarakat.
LI. 4.Mampu Memahami dan Menjelaskan Tujuan Syari’at Islam & Hukum Menjaga Kesehatan dalam
Islam
Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah Islamiyah dari
Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:
Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak merusak
aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-
Quran:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil’alamin, maka Allah SWT telah
membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisaa [4]: 48).
Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum qishash yang
merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan dibunuh,
seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah menyakiti orang lain,
akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran
menegaskan:
“Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada orang-orang yang
dibunuh…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau daiat (ganti rugi)
telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
“Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik dan hendaklah
(orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)” (QS Al-
Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon pembunuh akan
berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya. Dengan begitu, jiwa orang beriman akan
terpelihara.
Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk
memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara
yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-
ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah:
“Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih
besar dari manfaatnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa perjudian.
Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah jelas ditentukan
siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 221).
“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari
orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional (dengan disaksikan
banyak orang) agar para pezina bertaubat.
Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal
hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagaimana) pembalasan
bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”
(QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan yang sangat kuat
sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta dihukum potong tangan. Dilihat dulu
akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya. Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil
beberapa butir buah untuk mengganjal laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para
koruptor yang sengaja memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah
pasti buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat
terhadap berbagai tindak pencurian.
Hukum berobat dalam islam
1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya perintah Rosululloh
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah adalah wajib, ini adalah salah satu
pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafi’iyah, dan madzhab Hanabilah.
2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan bersabar, dan ini adalah madzhab Syafi’iyah.
3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan dalil- dalil yang
sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini adalah madzhab Hanafiyah dan
salah satu pendapat madzhab Malikiyah).
4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya, Imam Qurtubi
rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Abu Darda radhiyallahu ‘anhum, dan
sebagian para Tabi’in.
5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan lebih baik berobat
bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab Syafi’iyah.
DAFTAR PUSTAKA
Azrul Aswar (1999). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Binarupa Akasara
Bambang Sutrisna (1994). Pengantar Metoda Epidemiologi, Jakarta, Dian Rakyat.
Beaglehole, Bonita (1997). Dasar – dasar Epidemiologi, Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Trihono. 2010. Arrimes : Manajemen Puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta : Sagung Seto
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta :
Rineka Cipta. 2003.
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/05/ukuran-ukuran-dalam-epidemiologi.html
http://informasikesehatanfkmunsri.blogspot.com/2013/05/sistem-rujukan.html
http://aceh.tribunnews.com/2013/12/02/konsep-mutu-dalam-pelayanan-kesehatan
http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-2014.html
http://kesehatananakku.com/jadwal-imunisasi-2014.html
top related