kebijakan pemerintahan mustafa kemal ...sampai dengan kebangkitan kultural dan administrasi dari...
Post on 31-Jan-2018
235 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN PEMERINTAHAN MUSTAFA KEMAL
ATATURK TERHADAP SUKU KURDI DI TURKI
TAHUN 1923-1938 M
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Disusun oleh:
ELA HIKMAH HAYATI
1110022000017
SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
KEBIJAKAN PEMERINTAHAN MUSTAFA KEMALATATURK TERHADAP SUKU KURDI DI TURKI
TAHUN 1923.1938 M
Slaipsi
Diajukan untuk memenuhLi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora
(S. Hum)
Oleh:
EIa Hikmah Havati1110022000017
Awalia Rahma. MANIP: 19710621200112 2 001
SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
F'AKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF' HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
Pembimbing II
--t/
Pembimbing I
NIP: 19541010 198803 1 001
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
skripsi yang berjudul KEBIJAKAN PEMERINTAHAN MUSTAFA KEMALATATURK TERHADAP SUKU KURDI DI TURKI TAHUN 1923.1938 M,telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan HumanioraUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakartapada, Kamis 12 Maret 2015.Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SarjanaHumaniora (s. Hum) pada Program studi Sejarah dan Kebudayaanlslam.
Iakarta, 12Maret2015
Sidang Munaqasyah
Sekretaris Merangkap Anggota
Anggota
Penguji II
=-D/J-{,N' \
Drs. Azi-ar Saleh. M. AqNIP: 19581012 199203 1 004
Pembimbing
Pembimbing II
Awalia Rahma, MANIP: 1971 0621 200112 2 001
001
.-.N.--b
NIP: 19690724199703 1 001 197s0417 200s01 2 007
Penguji I
Dr.NIP: 19670119 199403
Pembimbing I
NIP: 19541010 198803 1 001
Dengan
1.
LEMBAR PERNYATAAN
ini saya menyatakan bahwa:
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah J akarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Maret 2015
2.
1J.
i
ABSTRAK
Studi ini menjawab satu pertanyaan yaitu mengapa ditetapkan kebijakan
baru oleh pemerintahan Mustafa Kemal terhadap suku Kurdi di Turki tahun 1923-
1938 M. Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan metode
deskriptif analisis melalui sumber tertulis dengan menggunakan pendekatan
politik. Dari berbagai sumber tertulis menyatakan bahwa ditetapkannya kebijakan
baru karena adanya kesenjangan ideologi dan agama yang sangat kuat antara suku
Kurdi dan pemerintahan Mustafa Kemal sehingga dapat menghambat eksistensi
suku Kurdi baik dalam bidang sosial, ekonomi, agama, budaya dan politik.
Temuan penulis adalah ketika suatu suku dan bangsa dihambat eksistensinya dia
akan melakukan perlawanan pada orang yang berkuasa.
Kata Kunci: Kebijakan, Mustafa Kemal Ataturk, suku Kurdi, Turki
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas karunia Allah SWT yang
selalu melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad Saw, yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah sampai
zaman penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Pada penulisan Skripsi yang penulis angkat dengan Judul “KEBIJAKAN
PEMERINTAHAN MUSTAFA KEMAL TERHADAP SUKU KURDI DI
TURKI TAHUN 1923-1938 M”, merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan mencapai gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari
semua pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini tanpa kendala yang berarti.
Untuk itu penulis persembahkan ucapan terimakasih tersebut kepada:
1. Prof. Dr. Syukron Kamil, MA yaitu Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan jasanya dalam
membantu mengujikan Skripsi ini.
2. Seluruh civitas akademik Fakultas Adab dan Humaniora, kepada Ketua
Jurusan (SKI) yaitu bapak H. Nurhasan, MA dan sekertaris Jurusan (SKI)
ibu Sholikatus Sa’diyah, M. Pd, serta Pembimbing Akademik Drs. Saidun
iii
Derani MA, yang selalu bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk
bertanya dan meminta solusi atas beberapa kendala yang penulis hadapi.
3. Dosen pembimbing Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum dan Awalia
Rahma, MA yang dengan sabar dan penuh dedikasi tinggi selalu
membimbing penulis dalam menyelesaikan materi skripsi ini.
4. Dan tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada bapak dan ibu
Dosen yang selalu memberikan bimbingan dan pelajaran selama penulis
mengikuti perkuliahan dari awal sampai akhir.
5. Segenap karyawan perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Adab
dan Humaniora yang sudah menjaga dan menambahkan buku-buku yang
digunakan penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.
6. Ayahku tersayang bapak Johadi dan ibu Mutamimmah yang telah
memberikan dukungan penuh yaitu dengan mendoakan, membimbing,
merawat anaknya tercinta, agar selalu dimudahkan dalam urusannya dan
dilancarkan sehingga penulis mampu berjuang keras dalam menyelesaikan
penulisan Skripsi ini.
7. Tetehku tersayang Ema Mahdiyah, terimakasih atas doa dan dukungannya
sehingga penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini.
8. Keluarga besar Umayyah penulis haturkan terimakasih yang sedalam-
dalamnya, tanpa dukungan dari kalian semua penulis tidak akan
menyelesaikan Skripsi ini dengan cepat.
9. Keluarga Pesantren Daar El-Falaah dan juga kakak-kakak senior yang
sudah lulus dari UIN yaitu kakak sepupuku Rian Indra Gunawan, S. Pd,
Kak Yogi dan juga temanku Deri terimakasih atas semangat dan
iv
bantuannya, semoga kalian semua diberikan kebaikan selalu dan diberikan
kemudahan serta kelancaran dalam menjalani kehidupan mataforgana ini.
10. Sahabat-sahabatku yaitu Tati Rohayati.S. Hum, Siti Uswatun Hasanah, S.
Hum, Endi Aulia Garadian, S. Hum, Anto Langgeng Prayoga, S. Hum,
Irna Agustiani, S. Hum, Syawalia Turrahmah, S. Sy dan Neneng
Maghfiroh dan tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada sahabti
Zaitun Awaliyah yang telah meminjamkan fasilitas Modemnya selama
penulis mengerjakan Skripsi ini. Terimakasih yang sedalam-dalamnya
penulis ucapkan atas dukungan dan bantuannya dalam penulisan Skripsi
ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua. Amin.
11. Anggota dan Kader PMII yang telah memberikan dukungan kepada
penulis agar segera menyelesaikan Skripsi ini, terutama kepada kak Umi
Rifdah, Hasyim Asy’ari, Siti Maulida, Darojatunnisa, kakak ku tersayang
Nur Aini.
12. Para senior Sejarah dan Kebudayaan Islam, para senior BEM Fakultas
Adab dan Humaniora, teman-teman KKN SOS, serta teman-teman SKI
angkatan 2010, Firman, Dede, Okta, Rina, Wulan, Nurjannah, Dian, Hana
Hanifah, Hana Nurrahmah, Fitri, Lidya yang tak hentinya memberikan
dukungan, semangat, doa dan tawa sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini dalam hangatnya ikatan keluarga.
13. Kepada segenap keluarga besar Bidikmisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2010, 2011 dan 2012. Semoga ini menjadi motivasi bagi kita
semua untuk mampu melanjutkan studi kalian ke jenjang yang lebih
tinggi. “Study Now or Stupid forever” !!!
v
14. Dan tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada Iwan Restandi, S. Hum selaku sahabat, teman seperjuangan, teman
cerita duka dan cita yang dengan sabar memberikan dukungan penuh
kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Semoga
kebaikanmu di balas oleh Allah SWT, amiiin.
Semoga semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini
mendapatkan balasan dari Allah SWT, dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi
kita semua yang menjadikan tulisan ini sebagai bahan bacaan dan sebagai
referensi dikemudian hari.
Jakarta, 02 Maret 2015
Ela Hikmah Hayati
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……………………………………………………………...
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
DAFTAR ISI …………………………………………………………...
i
ii
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
B. Permasalahan ...........................................................................
1. Identifikasi Masalah ..........................................................
2. Pembatasan Masalah .........................................................
3. Perumusan Masalah ...........................................................
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
E. Metode Penelitian ....................................................................
F. Survei Pustaka .........................................................................
G. Sistematika Penulisan ..............................................................
1
1
5
5
5
6
7
7
8
10
14
BAB II SUKU KURDI SEBELUM PEMERINTAHAN MUSTAFA
KEMAL ATATURK
A. Asal Usul Suku Kurdi ...............................................................
B. Keadaan Sosial Ekonomi Suku Kurdi ......................................
C. Keadaan Agama dan Budaya Suku Kurdi ................................
D. Keadaan Politik Suku Kurdi ......................................................
16
16
18
21
25
BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH MUSTAFA KEMAL
TERHADAP SUKU KURDI
36
vii
A. Sistem Pemerintahan Mustafa Kemal
B. Kebijakan
1. Kebijakan Umum ..............................................................
a) Penghapusan Kekhalifahan Turki Utsmani ...........
b) Pemberlakuan Sistem Sekulerisme ........................
2. Kebijakan Khusus .............................................................
a) Kewarganegaraan Turki (Turkifikasi) ...................
b) Pembatasan Ruang Gerak Suku Kurdi ...................
36
44
44
44
45
48
49
50
BAB IV RESPON SUKU KURDI TERHADAP MUSTAFA KEMAL
ATATURK
A. Perlawanan ........................................................................
1) Perang Fisik .........................................................................
2) Non Fisik.............................................................................
B. Dampak Perlawanan Suku Kurdi .............................................
1) Pemerintahan .......................................................................
2) Sosial ...................................................................................
3) Agama .................................................................................
53
54
54
58
63
63
64
65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................
B. Saran..........................................................................................
66
66
67
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
LAMPIRAN....................................................................................................
68
73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Turki (bahasa Turki: Turkiye) merupakan pusat kekuasaan Islam terbesar
masa Kekhalifahan Utsmani pada abad ke 12 sampai abad ke 20 M (1299-1922
M).1 Di akhir abad ke 18 M, Turki Utsmani mengalami fase kemunduran yang
diakibatkan oleh revolusi Prancis, saat itu Khilafah Utsmani yang secara garis
besar terdiri atas beberapa wilayah diantaranya: Anatolia, Arab, Syria, Libanon,
Balkan, Yordania, Israel, Irak, Kuwait, beberapa bagian Saudi Arabia, Mesir,
Libya, Tunisia dan Aljazair.2
Setelah kemunduran Khilafah Utsmani berakhir pada tahun 1922 M,
kemudian Turki mengalami fase peralihan (transisi) pada tahun 1923 M. Ketika
itu (1923), Turki dinyatakan sebagai negara Republik yang telah diakui
kemerdekaannya oleh masyarakat internasional di bawah pimpinan Mustafa
Kemal Ataturk,3 dengan memiliki letak geografis yang strategis yaitu di antara
1Menurut informasi yang penulis dapatkan dari sumber Syafiq A. Mughni di dalam
bukunya yang berjudul Sejarah Kebudayaan Islam di Turki menjelaskan bahwa sejarah Islam
Khilafah Utsmani terbagi dalam lima periode diantaranya dari periode pertama sampai periode
ketiga (1299-1699 M) dimulai dengan berdirinya Khilafah, kemudian kemajuan yang pesat dalam
segala bidang sampai mampunya Khilafah Utsmani dalam mempertahankan Kekhalifahan. Dari
periode keempat sampai kelima (1699-1922 M), ditandai dengan surutnya Kekhalifahan Utsmani
sampai dengan kebangkitan kultural dan administrasi dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat.
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1997), h. 54-66.
Adapun faktor yang menyebabkan Khilafah Utsmani mundur yaitu munculnya kekuatan baru
Eropa yang disebabkan oleh beberapa penemuan dalam bidang teknologi dengan mendorong
bangkitnya bidang ekonomi dan juga militer di Turki. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan
Islam di Turki, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1997), h. 92-119. 2Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, Ed. Revisi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2003), h. 3. 3Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, penerjamah: Ghufron A. Mas’adi, Ed. I,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), Cet I, h. 88. R. R. Kasliwal, The Foreign Policy Of
Turkey Since 1919, The Indian Journal of Political Science, Vol. 7, No. 1-2, (Indian Political
Science Association, 1945), h. 390, diakses: 17/09/2014 23:46.
2
dua benua Asia dan Eropa, yang terbentang dari semenanjung Anatolia di Asia
Barat Daya dan daerah Balkan di Eropa Tenggara.4
Sejak dinyatakannya kemerdekaan Republik Turki tahun 1923 M,
komposisi masyarakat Turki terdiri atas berbagai suku5, agama, dan budaya yang
heterogen. Dari sekian banyak suku yang berada di bawah pemerintahan Republik
Turki, suku Kurdi6 merupakan suku yang paling berpengaruh di dalamnya,
dikarenakan suku Kurdi telah membantu Mustafa Kemal untuk memperjuangkan
kemerdekaan Republik Turki dengan mengerahkan seluruh balatentara Kurdi
guna mencegah sekutu (Inggris, Prancis,Yunani, Itali dan Rusia) menjajah tanah
air mereka, pencegahan yang dilakukan suku Kurdi yaitu dengan melakukan
penyerangan terhadap Sekutu di bawah kendali Mustafa Kemal, hal inilah yang
membuat suku Kurdi dapat menjalin hubungan baik dengan pemerintah Republik
Turki (Mustafa Kemal).
Akan tetapi hubungan baik di antara keduanya tidak berlangsung lama,
dikarenakan suku Kurdi dan pemerintah Republik Turki memiliki tujuan yang
berbeda yaitu dapat dilihat dari perbedaan ideologi keduanya, yang mana suku
Kurdi memiliki ideologi nasionalisme yang menginginkan untuk berpisah dari
pemerintahan Mustafa Kemal dan bersatu dengan suku Kurdi yang berada di
4Feroz Ahmad, “Turki” Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, John L. Esposito;
penerjemah: Eva Y. N., at all, Cet. I, (Bandung: Mizan, 2001), h. 63. 5Definisi suku di sini bermacam-macam, akan tetapi penulis mengambil salah satu arti yang
berkaitan pada pembahasan ini. Suku adalah golongan orang-orang yang seturunan dalam arti
masih dalam satu nenek moyangnya. Tim Penyusun Kamus Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Ed. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1099. 6Suku Kurdi merupakan suku yang berasal dari penduduk asli Arab yang datang ke Persia
dengan membawa berbagai pengaruh didalamnya yaitu pengaruh agama dan budaya yang sangat
kuat. Suku Kurdi pindah ke Persia dikarenakan adanya perselisihan antar suku yaitu suku Ghassani
dengan suku Semit Arab yang menyebabkan mereka hijrah ke daerah pegunungan Zagros yang
berada di Persia dan kemudian mereka bercampur dengan penduduk yang ada disana. Kemudian
suku Kurdi mulai melebur di Persia dan bertahan cukup lama disana, sampai akhirnya suku Kurdi
dinyatakan sebagai suku yang berasal dari rumpun bangsa Indo-Eropa yang memiliki hubungan
baik dengan bangsa Iran. TH. Bois, “Kurds, Kurdistan” The Encyclopaedia of Islam, New Edition;
Vol. V, KHE-MAHI, (Leiden: Tuta Sub Aegide Pallas. E.J. Brill, 1986), h. 449.
3
beberapa negara yaitu negara Irak, Iran dan Suriah yang bertempat di wilayah
Kurdistan7 untuk membentuk negara terpisah seperti negara-negara yang lainnya.
Selain itu, suku Kurdi juga sangat kuat dengan praktek-praktek agamanya di
negara Turki. Adapun ideologi Mustafa Kemal yaitu menetapkan republikalisme,
sekulerisme, nasionalisme, populisme dan etatisme dengan tujuan untuk
membangun perekonomian dan memodernisasikan kultural yang ada di negara
Turki dengan ide-ide Barat.8
Dengan perbedaan ideologi tersebut, pemerintahan Mustafa Kemal
kemudian menetapkan kebijakan baru yang bermula dari dihapuskannya sistem
Kekhalifahan dan Kesultanan, kemudian digantikan dengan sistem Sekuler di
Turki. Sistem Sekuler ini merupakan sistem negara yang mampu memisahkan
urusan negara dengan agama dan sistem ini pula dengan perlahan-lahan
menghapuskan nilai-nilai kegamaan di Turki serta merubah seluruh kebijakan
terdahulu menjadi kebijakan yang modernis seperti: dalam berpakaian gaya Kurdi
diganti dengan pakaian gaya Eropa, bahasa Kurdi juga diganti dengan bahasa
Turki, hukum syari’at Islam diganti dengan hukum Swiss dan Italia, kemudian
melarang keturunan Kurdi untuk tidak bersekolah dan memaksa perempuan Kurdi
untuk menjadi selir dari pejabat-pejabat yang berada di pemerintahan Turki.
7Kurdistan merupakan daerah perbatasan empat wilayah yang di tempati oleh suku Kurdi
seperti Turki, Iran, Irak dan Suriah, selain itu Kurdistan juga merupakan jembatan awal Timur
Tengah yaitu antara Asia Tengah dan pegunungan Caucasus, jembatan inilah yang
menghubungkan interaksi masyarakat Kurdi dengan suku-suku lainnya seperti; suku Iran, suku
Arab, suku Yunani, suku Yahudi, suku Berber, suku Assyria dan suku Turki. David McDowall, A
Modern History of The Kurds, Revised Edition, (London,: I.B. Tauris, 2005), h. 6. 8Suna Kili, Kemalism in Contemporary Turkey, International Political Science Review /
Revue internationale de science politique, Vol. 1, No. 3, Political Ideology: Its Impact on
Contemporary Political Transformations (1980), h. 386-390 diakses: 17/09/2014 23:49.
4
Kebijakan tersebut secara tidak langsung, telah menghambat eksistensi suku
Kurdi baik dalam bidang agama, budaya, ekonomi, sosial dan juga politik.9
Setelah kebijakan baru ditetapkan oleh pemerintahan Mustafa Kemal,
kemudian suku Kurdi merespon pemerintahan dengan melakukan perlawanan
yang dianggap sebagai bentuk protesnya terhadap pemerintah. Sebelum berbicara
mengenai bentuk maupun protes dari perlawanan suku Kurdi, terlebih dahulu
mengetahui arti dari kata perlawanan itu sendiri. Perlawanan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti: bentuk, proses, cara, perbuatan melawan,
usaha mencegah (menangkis, bertahan), berusaha mengadakan pertentangan.
Mengenai hal ini, suku Kurdi berusaha mempertahankan identitasnya yang
diperkuat dengan nilai-nilai keagamaan.10
Adapun perlawanan yang dilakukan oleh suku Kurdi berupa perang fisik
dan non fisik. Dari perang ini kemudian timbullah dampak yang menyebabkan
kehidupan sosial baik dari kehidupan suku Kurdi dan pemerintahan mengalami
perubahan. Adapun bentuk perlawanan yang dilakukan suku Kurdi terhadap
pemerintahan akan dijelaskan secara detail pada bab selanjutnya.11
Dengan mencermati latar belakang di atas, timbullah pertanyaan-pertanyaan
yang menjadi masalah diantaranya sebagai berikut: Bagaimana keadaan suku
Kurdi di Turki dalam segi politik, sosial, agama dan budaya sebelum masa
pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk? Apa motif dari pemerintahan mustafa
Kemal menetapkan kebijakan baru terhadap suku Kurdi? Apa bentuk kebijakan
9Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
220-222. 10
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 3, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), Cet. 3, h. 645. 11
David McDowall, A Modern History of The Kurds, Ed. Revisi, (London,: I.B. Tauris,
1997), h. 184.
5
yang ditetapkan oleh pemerintahan Mustafa Kemal terhadap suku Kurdi di Turki?
Bagaimana respon suku Kurdi terhadap pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk
setelah ditetapkan kebijakan baru?
Dari pertanyaan yang telah disebutkan di atas, penulis memiliki tujuan yang
berkaitan dengan permasalahan ini yaitu ingin mengetahui faktor penyebab dari
adanya kebijakan sehingga memicu suku Kurdi untuk merespon pemerintahan
Mustafa Kemal Ataturk. Maka dari itu, penulis berusaha mengkaji kebijakan
pemerintahan Mustafa Kemal terhadap suku Kurdi di Turki tahun 1923-1938 M
untuk diajukan sebagai karya ilmiah skripsi. Dengan alasan, sejauh ini penulis
belum menemukan sumber tertulis mengenai tema yang penulis angkat yaitu
“kebijakan pemerintahan Mustafa Kemal terhadap suku Kurdi di Turki tahun
1923-1938 M”, hal ini menjadi ketertarikan penulis untuk membahas dan
menjelaskan secara rinci adanya motif ditetapkannya kebijakan pemerintahan
Mustafa Kemal terhadap suku Kurdi di Turki yang mengakibatkan suku Kurdi
terdiskriminasi.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, muncul masalah yang dapat diidentifikasikan
antara lain persoalan “kebijakan pemerintahan Mustafa Kemal terhadap suku
Kurdi tahun 1923-1938 M”.
2. Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah pada studi ini adalah kebijakan pemerintahan
Mustafa Kemal terhadap suku Kurdi tahun 1923-1938 M. Secara terperinci
sebagai berikut; dari tema yang diambil oleh penulis, skripsi ini mengkaji sejarah
6
politik yang ditandai tahun 1923-1938 M, merupakan tahun penting dikarenakan
adanya diskriminasi yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Ataturk terhadap suku
Kurdi. Di samping itu pula diskriminasi ini terjadi sejalan dengan adanya masa
transisi Khilafah Utsmani menjadi Turki Modern. Dipilihnya suku Kurdi sebagai
objek penelitian Skripsi ini, dikarenakan suku Kurdi mempunyai peran penting
dalam perang kemerdekaan Republik Turki sehingga Mustafa Kemal
menginginkan tentara Kurdi untuk membantu menghadapi musuh dalam
peperangan tersebut.
Selain itu pula, suku Kurdi mampu mempertahankan etnisitasnya.
Dipilihnya tahun 1923-1938 M, karena pada tahun ini adanya kebijakan Mustafa
Kemal Ataturk yang menyamaratakan suku Kurdi ke dalam rakyat Turki
(Turkifikasi). Di samping itu pula kondisi Turki sedang mengalami masa
peralihan dari Khilafah Utsmani menjadi Turki Modern,12
yang menyebabkan
Kurdi kehilangan haknya sebagai warga negara (otonom). Selain itu, peran suku
Kurdi dalam bidang kemiliteran untuk pemerintahan Turki sangat besar, di mana
pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk tidak akan berjalan tanpa adanya peran
tentara suku Kurdi (Kavaleri) yang seharusnya mereka lindungi.
3. Perumusan Masalah
Masalah pokok dalam penulisan penelitian ini adalah mengapa ditetapkan
kebijakan baru oleh pemerintahan Mustafa Kemal terhadap suku Kurdi di Turki
tahun 1923-1938 M. Dalam studi ini, penulis ingin menjelaskan pertanyaan di atas
melalui sumber tertulis yaitu sebagai berikut:
12
Mustafa Kemal Ataturk adalah orang yang pertama menjadi pemimpin Turki modern dan
menyelamatkan Turki Utsmani dari kehancuran total serta bangsa Turki dari penjajahan Eropa.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan), (Jakarta: PT
Bulan Bintang, 1992), h. 142.
7
1) Bagaimana kondisi suku Kurdi masa pemerintahan Mustafa Kemal
Ataturk?
2) Apa saja kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Mustafa Kemal
Ataturk terhadap suku Kurdi?
3) Bagaimana respon suku Kurdi terhadap pemerintahan Mustafa Kemal
Ataturk?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu ingin melihat faktor penyebab dan
respon masyarakat Kurdi di Turki terhadap kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintahan Mustafa Kemal tahun 1923-1938 M.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini melengkapi studi-studi yang sudah ada,
dalam arti studi ini dapat menjadi rujukan bagi akademisi yang mengambil kajian
Turki dan terfokus pada masalah suku-suku yang merasa dirinya terdiskriminasi
oleh pemerintahan, dengan alasan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang
bertentangan dengan ideologi suku tersebut.
Selain itu, manfaat dari penelitian ini juga memberikan sumbangan bagi
perpustakaan lembaga Turki yang ada di Indonesia sebagai batu loncatan bagi
penulis untuk meneruskan jenjang studi selanjutnya yang mengkaji sejarah suku
yang terdiskriminasikan, penulis juga ingin memberi inspirasi kepada generasi
sejarawan selanjutnya yang akan mengkaji sejarah Suku Kurdi yang ada di Turki
masa Mustafa Kemal Ataturk.
8
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian sejarah,
dengan menggunakan pendekatan bersifat deskriptif analisis. Dari pakar sejarah
Indonesia yang bernama Sartono Kartodirjo menyatakan bahwa terjadinya
peristiwa sejarah dilatarbelakangi dari beberapa faktor penyebab, jadi ada banyak
aspek yang perlu dilihat mengapa suatu peristiwa itu terjadi.13
Penulis menggunakan pendekatan ilmu sejarah digunakan untuk
memaparkan tiap proses dalam peristiwa sejarah berdasarkan kronologis waktu.
Selain itu, pendekatan sosiologi yang penulis gunakan untuk melihat segi sosial
yang berperan aktif dalam suatu peristiwa dan memiliki hubungan dengan pihak
yang lain yang berdasarkan kepentingan masing-masing pihak. Selanjutnya,
penulis menggunakan pendekatan antropologi untuk memahami nilai-nilai yang
mempengaruhi perilaku atau tingkah laku sejarah dilihat dengan cara gaya hidup,
kedudukan dan sistem kepercayaan yang mendasari kehidupan dari pelaku
sejarah.14
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan
data yang meliputi 4 tahapan yaitu15
:
1. Heuristik
Dengan teknik mencari atau mengumpulkan data atau sumber sejarah.
Adapun sumber yang penulis gunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan
metode penelitian kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan, membaca,
mempelajari serta menelaah buku-buku dan dokumen yang berkaitan dengan
13
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan llmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4-5 dan 144-156. 14
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media), h. 64. 15
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media), h. 43.
9
pembahasan yang penulis teliti. Adapun sumber yang merujuk dengan tema
skripsi ini, yaitu: sumber primer dan sekunder yang bersifat tertulis, berupa
sumber yang diterbitkan seperti, buku dan jurnal, Skripsi, tesis, disertasi dan juga
website.
Mengenai hal ini penulis melakukan kunjungan ke beberapa perpustakaan
antara lain: Perpustakaan Umum dan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas
Indonesia, Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), Arsip Nasional, Perpustakaan
Imam Jama ataupun tempat-tempat lain yang dapat penulis manfaatkan untuk
mencari sumber-sumber yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini.
2. Kritik Sumber
Setelah sumber-sumber tersebut diperoleh, maka tahap selanjutnya adalah
kritik sumber. Penulis membandingkan, menganalisis dan mengkritisi beberapa
sumber yang penulis dapat, guna mendapatkan sumber yang valid dan relevan
dengan tema yang penulis kaji.
3. Interpretasi Data
Pada interpretasi data ini, penulis melakukan analisa sejarah dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan konteks, pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejarah politik. Hal ini dilakukan
untuk mengungkapkan masalah yang ada, penulis berusaha melihat fakta dari
pengumpulan data dan kritik sumber yang penulis dapatkan sehingga mampu
memecahkan masalah yang ditulis.
10
4. Historiografi
Dari hasil keseluruhan yang penulis temukan yaitu dengan melakukan
pengumpulan data, kemudian kritik sumber dan interpretasi data, penulis
memaparkan dan menuliskan hasil pemikiran dari penelitian sejarah secara
sistematik dibantu oleh buku pedoman penulisan skripsi, sehingga dalam
penelitian ini menghasilkan karya yang baik dalam segi isi dan juga metode
penulisannya.16
Adapun buku yang penulis pakai untuk dijadikan pedoman dalam
penulisan Skripsi yaitu terbitan CeQDA yang berjudul “Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”,
(Ciputat: CeQDA, 2007).
F. Survei Pustaka
Dari hasil penelusuran penulis mengenai suku Kurdi, sebenarnya sudah
banyak karya yang ditulis oleh para sejarawan, akan tetapi karya-karya yang ada
terbatas pada pembahasan aspek ekonomi dan sosial. Untuk politik sendiri ada
yang mengkaji tapi tidak terfokus pada suku Kurdi. Maka dari itu penulis sangat
tertarik untuk mengkaji dan mendalaminya.
Adapun sebagian kajian terdahulu mengenai suku Kurdi antara lain :
Pertama, tulisan dari Zarar Sedigh Tofigh, Kurdish Tribes in The Middle
Age, diterjemahkan oleh Idris Abdullah Mustafa, (@‹ ŽïÜìóè, 2010).
www.mukiryani.com.17
Kedua, Jaffer Sheyholislami, Kurdish Identity, Discourse, and New Media,
(New York: Palgrave Macmillan, 2011).18
16
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Jakarta:
CeQDA, 2013/14). 17
Zarar Sedigh Tofigh, Kurdish Tribes in The Middle Age, diterjemahkan oleh Idris
Abdullah Mustafa, (@‹ ŽïÜìóè, 2010).
11
Ketiga, Martin Van Bruinessen dengan tulisannya yang berjudul The Kurds
and Islam, menjelaskan tentang pertama kali suku Kurdi masuk ke wilayah Turki
dan ketika itu suku Kurdi telah memeluk agama Islam yang faham Sunni. Di
dalam tulisannya juga disebutkan kondisi suku Kurdi yang dapat dilihat dari segi
politik, sosial, ekonomi, agama, dan budaya.19
Keempat, adapun buku yang menjelaskan lebih dalam tentang bentuk
kebijakan pemerintahan Mustafa Kemal terhadap suku Kurdi sehngga suku Kurdi
merespon kebijakan tersebut dengan melakukan perlawanan, hal ini dibahas
dalam buku A Modern History of The Kurds karya David McDowall.20
Kelima, kemudian tulisan David McDowall yang berjudul The Kurds (A
Contemporary Overview), menjelaskan kondisi suku Kurdi di Turki masa Mustafa
Kemal Ataturk.21
Keenam, dari tulisan Memet Uludag di dalam karyanya yang berjudul The
long struggle of the Kurds, menjelaskan perjuangan suku Kurdi dalam
mempertahankan etnisitasnya yang disertai timbulnya pemberontakan Kurdi di
beberapa tempat yaitu Irak, Iran dan Turki.22
Ketujuh, didukung dengan tulisan Jenny. B. White di dalam jurnalnya yang
berjudul “Islam and Politics in Contemporary Turkey” dan tulisan Hamit
Bozarslan yang berjudul “ Kurds and The Turkish State” di dalam kumpulan
jurnal The Cambridge History of Turkey, menjelaskan masalah-masalah yang ada
18
Jaffer Sheyholislami, Kurdish Identity, Discourse, and New Media, (New York: Palgrave
Macmillan, 2011). 19
Martin van Bruinessen, The Kurds and Islam, Working Paper no. 13, Islamic Area Studies
Project, Tokyo, Japan, 1999, (Les Annales de l'Autre Islam , No.5), (Paris: INALCO, 1998). 20
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London, New York: I. B. Tauris,
1997). 21
David McDowall, The Kurds (A Contemporary Overview), edited by Philip
G.Kreyenbroek and Stefan Sperl, (London and New York: Routledge, 1992). 22
Memet Uludag, The long struggle of the Kurds,
http://www.irishmarxistreview.net/index.php/imr/article/view/96/98, diakses: 06/07/2014 13:20.
12
di Turki yang membuat suku Kurdi melakukan perlawanan terhadap pemerintah
Republik Turki dan menjelaskan tokoh-tokoh Kurdi yang berperan dalam
perlawanan tersebut.23
Kedelapan, tulisan TH. Bois yang berjudul Kurds, Kurdistan di dalam buku
The Encyclopaedia of Islam, menjelaskan tentang sejarah suku Kurdi sebelum dan
masa pemerintahan Republik Turki.24
Kesembilan, selain harus mengetahui munculnya perlawanan suku Kurdi
terhadap pemerintah Turki masa 1923-1938, kita juga harus mengetahui terlebih
dahulu sejarah pemerintahan Republik Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal
di dalam buku yang berjudul Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan
Gerakan) yang ditulis oleh sejarawan kita yaitu Harun Nasution menjelaskan
tentang perjuangan Mustafa Kemal Ataturk menjadi presiden Repulik dan
menjelaskan sistem pemerintahan yang disertai dengan memproklamasikan
kebijakan-kebijakan baru kepada rakyatnya.25
Kesepuluh, didukung oleh R. R. Kasliwal di dalam jurnalnya yang berjudul
The Foreign Policy Of Turkey Since 1919, menjelaskan tentang sistem
pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk di Turki yang disertai dengan ideologi-
ideologinya dan juga menjelaskan adanya kebijakan baru di dalam sistem
pemerintahan itu.26
23
Jenny. B. White and Hamit Bozarslan, “Islam and Politics in Contemporary Turkey” and
“Kurds and the Turkish State” in The Cambridge History of Turkey,Editted by: Resat Kasaba, Vol.
4, Turkey in The Modern World, (New York: The Cambridge University Press, 2008). 24
TH. Bois, “Kurds-Kurdistan” The Encyclopaedia of Islam, New Edition; Vol. V, KHE-
MAHI, (Leiden: Tuta Sub Aegide Pallas. EJB/ E. J. Brill, 1986). 25
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan), (Jakarta:
PT Bulan Bintang, 1992). 26
R. R. Kasliwal, The Foreign Policy Of Turkey Since 1919, The Indian Journal of Political
Science, Vol. 7, No. 1-2, (Indian Political Science Association, 1945), diakses: 17/09/2014 23:46.
13
Kesebelas, Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2003). Untuk pembahasan suku Kurdi, buku ini hanya
menjelaskan sistem pemerintahan Mustafa Kemal, bentuk kebijakan baru yang
ditetapkan oleh Mustafa Kemal serta respon suku Kurdi untuk melakukan
perlawanan terhadap kebijakan tersebut.27
Keduabelas, kemudian tulisan Ira. M. Lapidus di dalam bukunya yang
berjudul Sejarah Sosial Ummat Islam dan diterjamahkan oleh Ghufron A.
Mas’adi, Ed, menceritakan masa pemerintah Republik Turki yang dipimpin oleh
Mustafa Kemal Ataturk dan di dalam buku ini juga tidak lain hanya menjelaskan
adanya kebijakan-kebijakan baru yang memicu rakyatnya melakukan
perlawanan.28
Ketigabelas, adapun tulisan Suna Kili yang berjudul Kemalism in
Contemporary Turkey, menjelaskan tentang tujuan Mustafa Kemal Ataturk dalam
sistem pemerintahan Turki menurut ideologi kemalis.29
Keempatbelas, diambil dari website suku Kurdi yaitu
http://www.kurdipedia.org/documents/88606/0001.PDF.
Adapun sebagai sumber pembanding dalam penulisan skripsi ini adalah
karya Umair Shiddiq Yahsy, Identitas Etnis Kurdi di Turki, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 2010) di dalam skripsinya banyak informasi yang saya dapatkan
mengenai suku Kurdi di Turki,30
tidak hanya itu, di dalam tesis karya Ully
Nuzulian dengan Tema Kebijakan Pemerintah Turki terhadap Etnis Kurdi (studi
27
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003). 28
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, penerjamah: Ghufron A. Mas’adi, Ed. I.,
Cet I, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999). 29
Suna Kili, Kemalism in Contemporary Turkey, International Political Science Review /
Revue internationale de science politique, Vol. 1, No. 3, Political Ideology: Its Impact on
Contemporary Political Transformations (1980), diakses: 17/09/2014 23:49. 30
Umair Shiddiq Yahsy, Identitas Etnis Kurdi di Turki, (Jakarta: Universitas Indonesia,
2010).
14
kasus Perjanjian Sevres tahun 1920), menjelaskan kebijakan pemerintahan Turki
setelah Perjanjian sevres terhadap suku Kurdi,31
dari tesis ini saya telah
mengetahui lebih banyak lagi informasi mengenai pemerintahan Mustafa Kemal
Ataturk, selanjutnya Tesis yang ditulis oleh Fahmi Jamaludin dengan Tema
Kebijakan Luar Negeri Turki dalam Mengatasi masalah Konflik Etnis dengan
Suku Kurdi, menjelaskan tentang perkembangan suku Kurdi yang berkaitan
dengan kebijakan Luar Negeri. Sumber-sumber inilah yang bisa membantu
penulis untuk meneliti lebih dalam tentang tema yang penulis ambil dengan judul
Kebijakan pemerintahan Mustafa Kemal terhadap Suku Kurdi di Turki tahun
1923-1938 M.32
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, penulis membagi ke dalam lima bab
penulisan, termasuk di dalamnya dari bab pendahuluan sampai bab penutup, yang
ditulis secara singkat dan jelas dari bab I sampai bab V beserta sub-babnya yaitu:
Bab pertama membahas tentang Pendahuluan, berisi mengenai latar
belakang masalah, permasalahan (identifikasi, pembatasan dan perumusan
masalah), tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, survei pustaka dan
sistematika penulisan.
Bab kedua membahas tentang suku Kurdi sebelum Mustafa Kemal Ataturk
yang menggambarkan secara umum asal usul suku Kurdi, keadaan sosial ekonomi
Suku Kurdi, kemudian keadaan agama dan budaya suku Kurdi serta keadaan
Politik Suku Kurdi di Turki. Sebelum membahas inti dari masalah yang ada di
31
Ully Nuzulian, Kebijakan Pemerintahan Turki Terhadap Etnis Kurdi (studi kasus setelah
perjanjian Sevres tahun 1920), (Jakarta: Universitas indonesia, 2008). 32
Fahmi Jamaludin, Kebijakan Luar Negeri Turki dalam Mengatasi Masalah Konflik Etnis
dengan Bangsa Kurdi, (Jakarta: Universitas indonesia, 2010).
15
dalam penulisan ini, alangkah baiknya mengetahui lebih awal gambaran tentang
keadaan suku Kurdi di Turki sebelum Mustafa Kemal menjabat menjadi presiden
Turki.
Bab ketiga lebih terfokuskan pada sekilas pemerintahan Mustafa Kemal,
dari sistem pemerintahan Mustafa Kemal kemudian telah ditetapkan kebijakan
baru yang terbagi ke dalam dua bagian yaitu kebijakan umum dan kebijakan
khusus. Kebijakan inilah yang memicu adanya respon suku Kurdi terhadap
pemerintahan Mustafa Kemal yang akan dibahas pada bab empat.
Bab keempat membahas respon Suku Kurdi terhadap kebijakan Mustafa
Kemal Ataturk dengan beberapa sub bab diantaranya perlawanan (perang fisik
dan non fisik), dampak kebijakan pemerintahan Mustafa Kemal (pemerintahan,
sosial dan agama).
Bab kelima yaitu penutup berupa kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
16
BAB II
SUKU KURDI SEBELUM PEMERINTAHAN MUSTAFA KEMAL
ATTATURK
A. Asal Usul Suku Kurdi
Suku Kurdi1 merupakan suku yang berasal dari penduduk asli Arab yang
datang ke Persia pada abad ke 7 M setelah datangnya Islam, suku Kurdi datang ke
Persia dengan membawa berbagai pengaruh didalamnya yaitu pengaruh agama
dan budaya yang sangat kuat. Suku Kurdi pindah ke Persia dikarenakan adanya
perselisihan antar suku yaitu suku Gassan (Ghassani)2 dengan suku Semit Arab
3
yang menyebabkan mereka hijrah ke daerah pegunungan Zagros yang berada di
Persia dan kemudian mereka bercampur dengan penduduk yang ada disana dan
mulai melebur di Persia dan bertahan cukup lama disana, sampai akhirnya suku
1Sebutan nama Kurdi berasal dari sebuah prasasti milik bangsa Sumerian pada tahun 2000
sebelum masehi, prasasti tersebut disebut dengan menggunakan kata Kar-da-ka. Akan tetapi,
setelah melakukan peperangan pada akhir abad 1000 sebelum masehi penyebutan Kurdi diganti
oleh bangsa Assiria menjadi Kur-ti-e. Penyebutan nama Kurdi dari setiap penguasa yang berbeda
menjadi indikasi bahwa penamaan suku Kurdi disesuaikan dengan bahasa yang digunakan serta
wilayah yang suku Kurdi tempati dengan suatu pemerintahan. TH. Bois, “Kurds, Kurdistan” The
Encyclopaedia of Islam, New Edition; Vol. V, KHE-MAHI, (Leiden: Tuta Sub Aegide Pallas. E.J.
Brill, 1986), h. 447. 2Suku Gassan merupakan suku yang mengaku sebagai keturunan Arab Selatan Kuno, yang
mana bangsanya telah melarikan diri ke Yaman dan menggantikan keturunan Salih. Kemudian
mendirikan kerajaan di Suriah, dan mengembangkan kerajaannya di Damaskus sebelah ujung
Utara yang dekat dengan Ma’rib. Keturunan dari suku Gassan menganut agama Kristen dan
menjadi bangsa Suriah, kemudian mereka mengadopsi bahasa Aramatik yang merupakan bahasa
bangsa Suriah tanpa meninggalkan bahasa Arab yaitu bahasa asli mereka. Philip K. Hitti, History
of The Arabs, diterjemahkan oleh: R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 96-97. 3Semit Arab merupakan keturunan Arab yang jumlahnya lebih banyak ketimbang
keturunan Yahudi yang mempunyai ciri khas fisik dan mental. Philip K. Hitti, History of The
Arabs, diterjemahkan oleh: R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 9.
17
Kurdi dinyatakan sebagai suku yang berasal dari rumpun bangsa Indo-Eropa yang
memiliki hubungan baik dengan bangsa Iran.4
Setelah peleburan itu terjadi di Persia, sebagian dari penduduk Kurdi
memutuskan untuk pindah ke beberapa wilayah yaitu salah satunya adalah
wilayah Turki. Keberadaan suku Kurdi di Turki bermula dari diberikannya hibah
tanah oleh Khilafah Utsmani pada abad ke 15 M yang berada di daerah
Diyarbakir5. Ketika itu, Khilafah Utsmani dan Khilafah Safawiyah berada pada
perang Chaldiran, yang mana diantara dua Kekhalifahan tersebut telah
memperebutkan beberapa wilayah yang ingin dikuasainya. Perang ini terjadi pada
tahun 1514 M, Khilafah Utsmani telah memberikan sebuah perjanjian kepada
suku Kurdi untuk memberikan sebagian kekuasaannya asalkan suku Kurdi mau
membantu Khilafah Utsmani mengalahkan Khilafah Safawiyah, perjanjian
tersebut dinamakan sebagai perjanjian “Qasr-e Shirin” untuk membentuk
perbatasan Iran dan Turki secara resmi dan membuat partisi Kurdi dari masa ke
masa. Disini suku Kurdi dan Mesopotamia terbagi pada batas-batas pemerintahan
Khilafah Usmani.6
Tidak lama setelah perjanjian terjadi, Khilafah Utsmani memenangkan
perang tersebut dan menepati janji yang sudah disepakati dengan pihak suku
Kurdi, sebagai imbalannya suku Kurdi diperbolehkan untuk memegang sistem
pemerintah yang berada di pusat kota dan daerah-daerah seperti mengurus urusan
4TH. Bois, “Kurds, Kurdistan” The Encyclopaedia of Islam, New Edition; Vol. V, KHE-
MAHI, (Leiden: Tuta Sub Aegide Pallas. E.J. Brill, 1986), h. 449. 5Diyarbakir merupakan salah satu daerah yang di tempati oleh suku Kurdi, letaknya berada
di tenggara Turki di dataran Basaltic. Nama lamanya yaitu Amida hitam yang berasal dari tembok
hitam Basalt, disekeliling kota Diyarbakir merupakan kota sangat tua yang berdiri sejak 5000
tahun yang lalu. T. Isikozlu-E.F. Isikozlu, “Diyarbakir” Encyclopedia Of Modern Asia, New
Edition; Vol. III, H-IRAM, (Leiden: Tuta Sub Aegide Pallas. EJB, 1971), h. 280. 6Abdullah Ocalan, War an Peace In Kurdistan (Perspektives For a Political Solution of The
Kurdish Question), (International Initative: 2008), h 14-15.
18
agama yang ada di pemerintahan maupun di daerah-daerah dan di utus untuk
menjabat sebagai Gubernur seperti di daerah Diyarbakir, Anatolia, Erzerum, Van.7
Adapun keadaan sosial ekonomi suku Kurdi di Turki akan dijelaskan lebih
lanjut pada sub babnya.
B. Keadaan Sosial Ekonomi Suku Kurdi
Sebelum membahas keadaan sosial ekonomi suku Kurdi di Turki, terlebih
dahulu kita mengetahui pengertian sosial dan ekonomi. Pengertian sosial menurut
Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar yang
menyebutkan bahwa ilmu-ilmu sosial yang menunjuk pada objeknya yaitu
masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai
makhluk sosial.8 Di dukung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai arti
dari kata sosial yaitu segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat.9
Sementara pengertian dari ekonomi sendiri adalah ilmu mengenai asas-asas
produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan sesuai dengan
kebutuhan manusia.10
Berdasarkan penjelasan dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa sosial ekonomi saling berkaitan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan
hidup bermasyarakat, begitupun dengan keadaan sosial ekonomi suku Kurdi di
Turki yang sedang dikaji oleh penulis pada bab II ini.
Suku Kurdi pertama kali datang berbondong-bondong ke wilayah Turki
sebelum masa Khilafah Utsmani, suku Kurdi hidup bermasyarakat dengan
7David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 2005), h. 6.
8Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Ed. Baru 4, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), Cet. 34, h. 14. 9Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 3, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007), Cet. 4, h. 1085. 10
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 287.
19
penduduk lainnya yang tinggal di Turki, saat itu suku Kurdi belum diakui
keberadaannya oleh pemerintah setempat. Setelah Khilafah Utsmani berkuasa di
Turki, suku Kurdi baru diakui keberadaannya sejak usainya perang Chaldiran11
tahun 1514 M. Hal ini menunjukan bahwa suku Kurdi memerlukan tempat tinggal
yang secara resmi mendapat pengakuan dari Khilafah, karena suku Kurdi
merupakan penduduk baru yang tinggal di Turki. Pengakuan tersebut dilakukan
dengan diberikannya hibah tanah yang berada di daerah Diyarbakir kepada suku
Kurdi, selain itu Khilafah Utsmani juga memberikan kebebasan untuk membentuk
kekuasaan secara terpisah dengan pemerintah pusat.12
Semua ini dilakukan karena suku Kurdi sangat berperan penting bagi
Khilafah Utsmani, adapun gambaran terpentingnya ialah ketika Kurdi terdaftar
sebagai tentara berdiri Kavaleri (pasukan berkuda) di Kekhalifahan Utsmani, suku
Kurdi membuat kontribusi khusus untuk memberontak dan bertempur dalam
formasi suku melawan Khilafah Safawiyah yang berakhir pada kemenangan
Utsmani.13
Berakhirnya perang Chaldiran telah memberikan dampak negatif bagi suku
Kurdi, karena selain dari sarana dan pra sarana Kurdi yang telah hancur, banyak
pejuang Kurdi yang mati dalam perang tersebut. Untuk mengatasi hal ini,
pemerintah Turki Utsmani membantu suku Kurdi memperbaiki sarana dan pra
11
Perang Chaldiran merupakan perang dua kekuasaan Islam terbesar yaitu masa Turki
Utsmani dan Safawiyah, pada perang ini suku Kurdi dijadikan tiang utama dalam persaingan
antara Turki Utsmani dan kekuasaan Safawiyah. David McDowall, “The Kurdish Question: a
historical review” The Kurds: A Contemporary Overview, edited by Philip G.Kreyenbroek and
Stefan Sperl, (London and New York: Routladge, Taylor and francis group, 1992), h. 11. 12
Abdullah Ocalan, War an Peace In Kurdistan (Perspektives For a Political Solution of
The Kurdish Question), (International Initative: 2008), h 14-15. 13
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 29.
20
sarananya. Meskipun suku Kurdi bukan bagian dari wilayah Turki, akan tetapi
suku Kurdi telah dianggap penting olehnya.14
Seiring berjalannya waktu setelah perang Chaldiran berakhir, kehidupan
suku Kurdi mulai membaik dari abad ke 16 sampai abad ke 18 M. Ketika itu suku
Kurdi telah mengalami persebaran penduduk ke berbagai daerah seperti daerah
Anatolia, Diyarbakir, sungai Araxes, Van, Kars, Erzerum, Istanbul dan juga
Ankara.
Di dalam persebaran ini, kehidupan suku Kurdi di Turki terbagi menjadi dua
golongan yaitu:
Pertama, sebagian dari penduduk Kurdi tinggal di kota seperti kota Istanbul
dan Ankara. Kehidupan suku Kurdi yang tinggal di kota berbeda dengan yang
tinggal di desa, hal ini dikarenakan dapat dilihat dari cara hidup mereka yaitu
mayoritasnya yang tinggal di kota lemah dari segi agama, kekerabatannya pun
berkurang dibandingkan dengan di desa. Akan tetapi dalam segi ekonomi, di kota
lebih maju dibandingkan dengan di desa. Mayoritas penduduk Kurdi yang tinggal
di kota bekerja sebagai buruh tenun dan besi yang dapat menghasilkan tikar,
sajadah, kain sarung serta alat-alat berperang yang terbuat dari besi seperti:
pedang, perisai, tambak dan lain sebagainya. Selain itu juga, suku Kurdi
diwajibkan untuk mengikuti pelatihan militer oleh pemerintahan.15
Kedua, selain di perkotaan sebagian penduduk Kurdi juga tinggal di
pedesaan yang meliputi daerah pegunungan dan perbukitan seperti daerah
Diyarbakir, Van, Anatolia, sungai Araxes dan lain sebagainya. Suku Kurdi yang
14
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 27. 15
G. R. Driver, Studies in Kurdish History, “Bulletin of the School of Oriental Studies,
University of London”, Vol. 2, No. 3, (Cambridge University Press on behalf of the School of
Oriental and African Studies, 1922), h. 497-500. diakses: 06/04/2014 23:33.
21
tinggal di pedesaan ini memanfaatkan alam sekitarnya yaitu dengan bertani,
menggembala, berkebun, yang dapat menghasilkan panen setiap tahunnya yang
kemudian hasilnya dapat di jual di perkotaan. Adapun hasil panen yang
didapatkan oleh suku Kurdi berupa gandum, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-
buahan, daging hewan dan lain sebagainya. Selain hasil pertanian yang diandalkan
oleh suku Kurdi, di pedesaan sangat kuat tradisi keagamaannya.16
Walaupun suku Kurdi di Turki mengalami persebaran penduduk, akan tetapi
hal ini tidak dapat mengurangi jumlah penduduk Kurdi yang tinggal disana.
Menurut Quatre’mere di dalam tulisan G. R. Driver yang berjudul Studies in
Kurdish History menyebutkan bahwa jumlah penduduk suku Kurdi yang berada di
Turki pada tahun 1884 M berkisar 1.650.000 penduduk.17
Rata-rata dari penduduk Kurdi di Turki bertempat tinggal di daerah
Diyarbakir dan Anatolia Timur. Diyarbakir adalah kota terbesar Kurdistan yang
memiliki perbatasan antara Irak, Iran dan juga Suriah. Diyarbakir merupakan
pusat perdagangan Turki yang dapat memberikan keuntungan besar bagi Khilafah
Utsmani, selain itu Diyarbakir telah menjadi produsen yang signifikan dari dua
tanamannya yaitu kapas dan tembakau.
Selain itu juga daerah Anatolia merupakan daerah pegunungan dan
pedesaan yang dapat menghasilkan panen dan ternak dan dapat dikirim ke
beberapa wilayah.18
16
TH. Bois, “Kurds-Kurdistan” The Encyclopaedia of Islam, New Edition; Vol. V, KHE-
MAHI, (Leiden: Tuta Sub Aegide Pallas. EJB/ E. J. Brill, 1986), h. 280. 17
G. R. Driver, Studies in Kurdish History, “Bulletin of the School of Oriental Studies,
University of London”, Vol. 2, No. 3 (1922), Cambridge University Press on behalf of the School
of Oriental and African Studies, h. 494. diakses: 06/04/2014 23:33. 18
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 6.
22
C. Keadaan Agama dan Budaya Suku Kurdi
Setelah penulis menjelaskan keadaan sosial ekonomi suku Kurdi di Turki,
selanjutnya akan dijelaskan keadaan agama dan budaya suku Kurdi yang
merupakan dua hal yang sangat dekat dalam kehidupan masyarakat. Terkadang
banyak orang yang salah dalam mengartikannya, bahkan agama dan budaya
dinilai sebagai satu kesatuan yang utuh. Padahal arti dari agama dan budaya
sendiri memiliki kedudukan yang tidak dapat disatukan, karena kedudukan agama
lebih tinggi dibandingkan dengan budaya.
Hal ini dapat diketahui dari pengertian agama dan budaya sendiri. Agama
ialah kebutuhan dasar setiap manusia sebagai makhluk sosial dan manusia
menerima agama sebagai suatu nilai kebenaran yang membantunya menjalani
kehidupan.19
Agama juga dianggap yang mempunyai wujud sebagai sistem
keyakinan dan gagasan tentang Tuhan, dewa, roh halus, neraka, surga dan
sebagainya. Selain itu agama juga memiliki wujud yang berupa pelaksanaan
upacara, baik yang bersifat musiman maupun yang kadangkala.20
Sedangkan budaya adalah tindakan dan hasil kerja manusia dalam
kehidupan masyarakat melalui proses belajar, seperti belajar untuk mengerti
adanya bahasa, belajar untuk memahami keagamaan, belajar untuk mengetahui
ilmu pengetahuan. Ini semua merupakan unsur-unsur kebudayaan yang harus
dipelajari oleh setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat, agar suatu nanti
manusia mengerti apa yang menjadi kebutuhan hidupnya.21
19
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 12. 20
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Ed. Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
h. 164-165. 21
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Ed. Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
h. 144.
23
Di dalam kehidupan bermasyarakat agama merupakan wujud sebagai sistem
keyakinan dan gagasan yang berkenaan dengan Tuhan, dari wujud tersebut
kemudian menghasilkan suatu budaya yang dipelajari oleh setiap individu.
Adapun bentuk budaya yang dapat dipelajari bagi setiap individu yaitu bahasa,
adat istiadat dan lain sebagainya. Hal ini juga berkaitan dengan keadaan agama
dan budaya suku Kurdi di Turki.
Perlu diketahui suku Kurdi merupakan suatu kelompok bermasyarakat yang
memiliki agama serta budaya yang satu sama lainnya berdampingan. Adapun
agama yang dianut oleh suku Kurdi berbeda-beda, akan tetapi mayoritas dari suku
Kurdi sendiri menganut agama Islam yang faham Sunni dan bermazhab Syafi’i.
Hal ini didukung oleh David McDowall di dalam bukunya yang berjudul A
Modern History of The Kurds, menyebutkan bahwa sebagian suku Kurdi yang
tinggal di Turki sekitar 75 persennya adalah menganut agama Islam yang faham
Sunni dan sebagiannya lagi agama Alevi22
(Qizilbash) yang berpusat di Anatolia
dan Dersim.23
Suku Kurdi memang menganut agama Islam Sunni, akan tetapi mereka
mempunyai cara tersendiri untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan, yaitu
melalui tarekat-tarekat yang ada. Adapun tarekat24
yang dianut oleh suku Kurdi
yaitu tarekat Naqshabandiyah. Tarekat Naqshabandiyah merupakan pemahaman
hakikat dan tasawuf yang mengandung unsur-unsur pemahaman rohani yang
spesifik, seperti tentang rasa atau “zok”. Tarekat Naqshabandiyah muncul ketika
22
Agama Alevi (Qizilbash) merupakan agama campuran dari pra-Islam yaitu Zoroaster.
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 10. 23
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 10. 24
Tarekat adalah jalan menuju kebenaran biasa disebut Tasawuf atau cara aturan hidup
dalam keagamaan (ilmu kebatinan). Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, h. 1899.
24
suku Kurdi datang ke negara Turki pada abad ke 14 M dan berkembang di daerah
Diyarbakir pada abad ke 17 M, dari perkembangannya itu munculah rasa ikatan
kekerabatan antar suku.25
Ikatan tersebut dikatakan sebagai kekuatan persaudaraan dan kekhasan
agama Kurdi yang dapat meningkatkan solidaritas kelompok. Selain dari
meningkatkan kekerabatan, tarekat Naqshabandiyah juga masih mempercayai hal-
hal yang berbaur mistis. Karena dari ajaran terdahulunya suku Kurdi masih
terpengaruh pada ajaran agama Zoroaster yang merupakan agama keturunan dari
nenek moyangnya. Akan tetapi pengaruh tersebut telah hilang seriring dengan
kemajuan zaman dan berkembangnya agama Islam.26
Biasanya tarekat
Naqshabandiyah dipercayai oleh masyarakat Kurdi yang tinggal di pedesaan yang
di pimpin oleh seorang Syaikh, pemimpin Kurdi mempunyai ambisi sangat kuat
terhadap kemampuan politik yang ada di pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah.27
Adapun bahasa yang dipakai oleh suku Kurdi yaitu bahasa Kurmanji yang
berdialek Zaza. Bahasa ini merupakan budaya dari turun tenurun yang kemudian
dikembangkan oleh para penerusnya sehingga dapat bertahan sampai saat ini
juga.28
Selain dari bahasa, suku Kurdi juga mampu mengembangkan karyanya
dengan berbentuk tulisan, tulisan itu berupa sejarah, puisi dan lain sebagainya.
Bahkan suku Kurdi memiliki penerus dari kalangan terpelajar untuk belajar
25
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 49-50. 26
Martin van Bruinessen, “Kurdish society, ethnicity, nationalism and refugee problems”
The Kurds: A Contemporary Overview, (London and New York: Routladge, Taylor and Francis
Group, 1992), h. 28. 27
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 12. 28
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 11.
25
menjadi penulis seperti penyair nasional yaitu yang bernama Akhmad Khani dan
Mulla Ahmad Jaziri, keduanya terkenal pada abad ke 17 M. Penerus tersebut
berasal dari orang-orang Kurdi yang terpelajar di madrasah tradisional yang dapat
menghasilkan karya seni berupa puisi.29
Selain itu juga terdapat tulisan puisi yang populer dari suku Kurdi yaitu
Memuzin, Memuzin adalah bagian dari tradisi lisan yang panjang sampai berabad-
abad seperti bahasa yang dipakai oleh suku Kurdi sendiri diantaranya bahasa
Kurmanji, Gurani dan Sorani.30
Jika bahasa tidak dianggap sebagai dasar nyata dari kesatuan suku Kurdi,
agama bukanlah merupakan faktor pemersatu utama dengan bahasa. Sebagian
besar suku Kurdi yang tinggal di Turki memang benar menganut agama Islam
yang faham Sunni yang berpegang pada madzhab Syafi’i dan memakai dialek
Zaza. Tetapi ada banyak orang Kurdi dari keyakinan agama lainnya juga yang
tinggal disana dan memakai bahasa yang sama. Bahasa dan agama dari keduanya
memiliki keterkaitan tersendiri yang tidak dapat bersatu utuh.31
D. Keadaan Politik Suku Kurdi
Setelah mendapat pengakuan etnis dari Khilafah Utsmani dan juga
mendapatkan kepercayaan untuk memegang provinsi di beberapa daerah, keadaan
politik suku Kurdi dengan Kekhalifahan berjalan dengan baik. Bahkan Khilafah
Utsmani telah mengerahkan kepada suku Kurdi untuk mengatur masalah-masalah
29
Puisi yang dibuat oleh Akhmad Khan akan di tampilkan di lampiran-lampiran skripsi ini
dengan tulisan bahasa Inggris. David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B.
Tauris, 1997), h. 5. 30
Sejauh ini penulis belum menemukan tulisan Memuzin dalam sumber-sumber tertulis
yang menyatakan sebagai tulisan dari suku Kurdi sendiri. Bruce Master, “Kurds” Encyclopedia of
the Ottoman Empire, Facts on File Library of World History, Edited by: Gabor Agoston dan Bruce
Masters, (New York: Facts on File, 2009), h. 320. 31
Martin van Bruinessen, “Kurdish society, ethnicity, nationalism and
refugee problems” The Kurds: A Contemporary Overview, (London and New York:
Routladge, Taylor and Francis Group, 1992), h. 27.
26
politik yang ada di beberapa provinsi dengan melakukan persebaran penguasa
Kurdi di bawah pengawasannya, akan tetapi keadaan seperti ini tidak bertahan
lama, karena pada akhir abad ke 18 M Khilafah Utsmani telah mengalami fase
kemunduran. Saat itu, yang menjadi pemimpin Khilafah Utsmani adalah Sultan
Salim III (1789-1807 M).32
Dari masa kemunduran Khilafah Utsmani, kemudian Sultan Salim III
memutuskan untuk melakukan pembaharuan. Akan tetapi pembaharuan yang
diajukan oleh Sultan Salim III tidak disetujui oleh para Ulama, dan pada akhirnya
pembaharuan yang dilakukan olehnya pun tidak berjalan sesuai rencana.33
Masa kemunduran Khilafah Utsmani yang dialami oleh masa
kepemimpinan Sultan Salim III merupakan hal yang tersulit untuk dihadapi,
karena fase kemunduran ini berasal dari masalah-masalah internal yang tidak
mudah untuk diatasi. Masalah tersebut salah satunya yaitu muncul dari pemimpin
Kurdi dan pemuka agama yang ada di provinsi pada tahun 1807 M, yang
memaksa Sultan Salim III untuk mengakui secara resmi status suku Kurdi sebagai
penguasa yang bebas dari jangkauan pemerintahan pusat, agar suku Kurdi dapat
membangun wilayah terpisah dan pemerintahan secara terpisah dari pemerintahan
pusat yang berada di daerah Anatolia Timur di wilayah Turki. Akan tetapi hal ini
telah dihiraukan oleh Sultan Salim, karena Sultan lebih memfokuskan urusan
Kekhalifahan daripada urusan Kurdi.34
Tidak lama dari kejadian tersebut, Sultan Salim III pun lengser dari
kepemimpinannya. Kemudian digantikan oleh Sultan Mahmud II (1808-1839 M),
32
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 38. 33
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1997), h.
91-121. 34
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 40.
27
ketika itu Sultan Mahmud II memutuskan untuk meneruskan keinginan Sultan
Salim III untuk melakukan kembali pembaharuan yang tidak terealisasikan itu.35
Pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II bermula dari masalah-
masalah yang ada di provinsi pada tahun 1820 M. Karena ketika Sultan Salim III
masih menjabat sebagai pemimpin Khilafah Utsmani, masalah tersebut belum
terselesaikan olehnya, sehingga masalah-masalah yang dahulu ditinggalkan oleh
Sultan Salim III diatasi oleh Sultan Mahmud II dengan melakukan penekanan
terhadap tokoh lokal yang berpotensi untuk mengkompensasi Khilafah Utsmani.36
Akibat dari penekanan tersebut, kemudian terjadi konflik antar pemimpin
Kurdi yang ada di Anatolia (Mir. Muhammad) dengan pemimpin Kurdi yang
berada di Tur Abdin sebelah barat Mosul (Mir. Said) tahun 1823 M, dimana
pemimpin Mir Muhammad telah memporak-porandakan beberapa daerah yang
berada di wilayah Turki untuk memperluas wilayahnya dan menjadikan dirinya
sebagai pemimpin Kurdi yang paling berkuasa diantara pemimpin yang lain.
Kemudian Kekhalifahan Utsmani melakukan kesepakatan antara pemimpin lokal
dengan Kekhalifahan pusat, dengan tujuan untuk menghindari bertambahnya
korban dan selain itu Kekhalifahan dapat dipertahankan dengan seutuhnya.
Kesepakatan tersebut kemudian disetujui oleh Mir Muhammad dan
Kekhalifahan.37
Setelah permasalahannya dapat teratasi dengan baik, kemudian Sultan
Mahmud II melakukan perombakan terhadap angkatan bersenjata Jenissari dengan
menjadikannya angkatan militer yang serupa dengan model Eropa. Hal ini
dilakukan olehnya, karena kekuatan militer Jenissari terlihat lemah di mata Sultan.
35
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos, 1997), h. 91-121. 36
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 41. 37
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 42-43.
28
Selain itu, pembaharuan ini dilakukan untuk mempertahankan sistem Khilafah
Utsmani yang telah mengalami fase kemunduran. Keputusan yang dilakukan
Sultan kemudian ditolak oleh pihak Jenissari dan Jenissari memutuskan untuk
melakukan pemberontakan terhadap Sultan, pemberontakan ini dikenal sebagai
kejadian yang menguntungkan (The Auspicious Incident) dalam sejarah Turki. Di
dalam pemberontakan ini, sistem militer Jenissari telah lenyap secara total oleh
Sultan (1831 M) dan Sultan Mahmud II dianggap sebagai musuh permanen oleh
Jenissari. Sebenarnya Sultan melakukan ini semua semata-mata untuk
mengkonsolidasi seluruh potensi lokal dengan membangun kembali kekuatan
militer Khilafah Utsmani.38
Lenyapnya Jenissari, memicu Rusia Utara melakukan penghinaan militer
dan politik terhadap Sultan. Penghinaan ini membuat Sultan marah, kemudian
diputuskan olehnya untuk melakukan penyerangan terhadap Rusia tahun 1827 M.
Tidak lama dari serangan tersebut, pihak Rusia pun membalas serangan Sultan
pada 1828 M yang bertempat di pinggiran Khilafah Utsmani yaitu di Anatolia
Timur, Erzerum dan Kars. Saat itu, penguasa dari suku Kurdi ikut serta dalam
penyerangan tersebut dengan memihak pada Rusia. Hal ini dilakukan karena
Kekhalifahan memutuskan untuk mengirimkan seseorang agar mengambil alih
kekuasaan pemimpin Kurdi dibawah pengawasan Sultan.39
Satu persatu masalah-masalah yang ada di Kekhalifahan pun dapat diatasi
oleh Sultan. Hal yang tersulit untuk mengatasi masalah yang ada di Kekhalifahan
yaitu masalah perekonomian. Masalah ini muncul ketika pedagang Eropa datang
menembus Kekhalifahan, sebagai potensi untuk mengekspor produk-produk dari
38
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 122-
123. 39
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 38.
29
revolusi industri Eropa. Kemudian Sultan Mahmud II memutuskan untuk
menindaklanjuti permasalahn ini (1831 M), dengan melakukan sensus penduduk
dan survei kepemilikan tanah yang ada di Kurdistan (Kadaster) dengan tujuan
untuk membangun kembali potensi ekonomi Khilafah.40
Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran yang serius pada Khilafah
Utsmani, karena fase kemunduran Kekhalifahan sudah terlihat diambang pintu
kehancuran. Masalah yang serius dari perekonomian ini telah membuat Sultan
Mahmud II merasa sulit untuk memperbaikinya, kemudian Sultan Mahmud II
memutuskan untuk melakukan pembaharuan kembali yaitu dengan menyerahkan
kewenangan Kekhalifahan pusat kepada daerah-daerah (desentralisasi) yang
dibantu oleh kekuatan politik dan komersial Eropa. Keputusan ini sangat tidak
disetujui oleh pemimpin Kurdi yang berada di daerah-daerah, karena secara tidak
langsung Sultan Mahmud II tidak mempercakan sistem Kekhalifahan Utsmani
berada di tangan Kurdi. Hal ini membuat suku Kurdi protes terhadap Sultan
Mahmud II dengan melakukan pemberontakan terhadapnya. Akan tetapi Sultan
Mahmud II tidak mempedulikannya, karena suku Kurdi bukanlah salah satu
kepercayaannya lagi, hal ini berbeda dengan dahulu kala sejak Kurdi pertama kali
datang ke wilayah Turki.41
Perbuatan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II sangatlah beresiko besar
pada suku Kurdi. Sultan Mahmud II mempunyai ambisi yang sangat kuat dalam
memperbaiki sistem Kekhalifahan Utsmani terutama pada masalah
40
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 39. 41
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, penerjamah: Ghufron A. Mas’adi, Ed. I,
Cet I, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 65. Pada periode ini terjadi krisis
pemerintahan yang ada di Mesir, ketika itu Mesir memisahkan diri dari kekuasaan Utsmani yang
berpusat di Istambul. Mesir memutuskan untuk menjadi otonom daerah, kemudian para Sultan
mengirim seorang Pasya Turki untuk menjadi wakil mereka dan memerintah disana. Syafiq A.
Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1997), h. 92-108.
30
perekonomiannya, kemudian Sultan Mahmud II memutuskan untuk
memberlakukan pajak pada rakyatnya. Akan tetapi hal ini di tolak keras oleh
rakyatnya, penolakan tersebut dibesar-besarkan dengan adanya pemberontakan
terhadap Khilafah. Mayoritas yang melakukan pemberontakan ini yaitu dari
kalangan suku Kurdi, karena pusat perdagangan Turki Utsmani berada di
perbatasan Kurdistan yaitu Diyarbakir, Diyarbakir merupakan tempat yang di
tinggali oleh suku Kurdi.42
Sejak pemberontakan itu terjadi, Kekhalifahan memutuskan untuk tidak
berhubungan lagi dengan penguasa lokal (suku Kurdi). Karena setiap kali
melakukan pembaharuan yang menurut Sultan itu baik demi kepentingan
Khilafah, suku Kurdi selalu mengecohkannya dengan melakukan pemberontakan
yang disengaja maupun tidak disengaja. Setelah itu Kekhalifahan memutuskan
untuk melakukan pengusiran paksa terhadap suku Kurdi dan pemipinnya,
Kekhalifahan juga merampas hasil pertanian serta peternakannya yang berada di
Anatolia Timur guna membantu meringankan beban Khilafah. Sejak saat itu,
beberapa petani memutuskan untuk meninggalkan desanya, kemudian menetap di
tempat lain dan kembali setelah krisis ini mereda.43
Pada akhir abad inilah keadaan sosial, ekonomi, politik dan agama suku
Kurdi terlihat tidak baik, hal ini dikarenakan pembaharuan yang ditetapkan oleh
Sultan Mahmud II bertolak belakang dengan ideologi suku Kurdi sehingga suku
Kurdi sering melakukan pemberontakan terhadapnya. Keinginan Sultan Mahmud
II untuk mempertahankan Khilafah Utsmani berujung pada kematian tahun 1839
42
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
38-43. 43
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
3.
31
M, Sultan wafat karena penyakit TBC. Kemudian Sultan Mahmud II digantikan
oleh putra sulungnya Abdul Majid yang memerintah tahun 1839-1861 M.
Masa pemerintahannya merupakan masa reformasi yang bermaslahat, masa
ini bisa dikatakan sebagai Tanzimat. Tanzimat atau dalam bahasa Turki dikenal
dengan Tanzimat-i Khairiye yaitu gerakan pembaharuan yang dapat mengatur,
menyusun dan memperbaiki. Periode inilah yang memberikan perubahan besar
terhadap sistem Kekhalifahan secara drastis, karena dalam periode ini terdapat
tekanan ekternal berkelanjutan yang mendorongnya untuk melakukan Reformasi
internal di bidang hukum dan pemerintahan. Pembaharuan Tanzimat ini sama
halnya dengan pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II, dengan
mengatasi masalah pada angkatan bersenjata, birokrasi pusat, pemerintahan
provinsi, perpajakan, pendidikan dan komunikasi. Bedanya, Sultan Abdul Majid
lebih memperhatikan dan memperbaiki masalah-masalah ekonomi dan hukum dan
merubah itu semua secara drastis.44
Selain itu, periode ini juga telah melahirkan bibit-bibit nasionalisme yang
memandang program tersebut secara kritis. Adapun bibit-bibit tersebut yaitu
gerakan Utsmani Muda (1860-1870 M)45
dan Turki Muda (1889 M)46
, keduanya
44
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
57-66. 45
Utsmani muda merupakan golongan intelegensia Kekhalifahan Utsmani yang menentang
kekuasaan Sultan dengan tujuan untuk merubah pemerintahan absolut Kekhalifahan Utsmani
menjadi pemerintahan konstitusional (yang di atur oleh negara). Salah satu dari pemikir Utsmani
Muda yaitu Ziya Pasya (1825-1880 M) yaitu anak seorang pegawai Kantor Cukai di Istanbul dan
Namik Kemal (1840-1888 M) seorang akademisi yang berasal dari keluarga golongan atas dan
oleh karena itu orang tuanya sanggup menyediakan pendidikan khusus baginya di rumah. Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan), (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1992), h. 105. 46
Setelah Utsmani Muda runtuh kemudian di bentuk oposisi baru yang dikenal dengan
Turki Muda. Ide perjuangan Turki Muda berasal dari pemikiran-pemikiran Ahmet Riza (1859-
1931 M), Mehmed Murad (1853-1912 M) dan Pangeran Sabahuddin (1877-1948 M). dari ketiga
pemikiran ini mempunyai tujuan yang sama yaitu merubah pemerintahan Kekhalifahan Utsmani
sebagai pemerintahan konstitusional. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Sejarah
Pemikiran dan Gerakan), (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992), h. 118-121.
32
merupakan kelompok intelektual yang memberikan kritik secara lebih baik dan
juga terdominasi oleh ide-ide Barat dari berbagai pelatihan birokrasi. Sebenarnya
faham politik keduanya dipengaruhi oleh faham sekuler dan revolusioner terhadap
ajaran Islam tradisional.47
Ide nasionalisme yang diterapkan pada gerakan Utsmani Muda dan Turki
Muda dipelopori oleh Mustafa Kemal. Di dalam idenya dikatakan, kemunduran
Khilafah Utsmani terdapat pada perbedaan antara satu suku dengan suku lainnya
yang dapat menyebabkan runtuhnya sistem Khilafah. Maka dari itu, gerakan
Utsmani Muda dan Turki Muda ingin merubah itu semua dengan sistem revolusi
dan menjadikan wilayah Turki sebagai negara sekuler.48
Akan tetapi, pemimpin
dan suku Kurdi tidak menginginkan adanya perpisahan antara agama dan negara,
karena agama adalah satu-satunya ikatan antara Kurdi dan Turki.49
Dari situlah munculnya Mustafa Kemal di Turki, keberadaannya disana
tidak lain hanyalah berpartisipasi untuk memberikan kritis terhadap sistem
Khilafah yang mulai runtuh, kritis tersebut dikemukakan oleh Mustafa Kemal
melalui gerakan Turki Muda (1880 M). Hal inilah yang menambah kekacauan
pada sistem Kekhalifahan, orang-orang penting di dalamnya terdapat orang-orang
penghianat terhadap Kekhalifahan, karena mereka telah dipengaruhi oleh ide-ide
Barat. Kehadiran dari Mustafa Kemal sendiri yaitu berniat untuk mengusir orang-
orang Eropa dari Turki, karena para Sultan dan jajarannya telah terpengaruh
47
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1997), h.
125-131. 48
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1997), h.
141-144. 49
Zharmukhamed Zardykhan, Ottoman Kurds of the First World War Era: Reflections in
Russian Sources, Vol. 42, No. 1, (Middle Eastern Studies, 2006), h. 73.
33
dengan janji-janji Eropa, selain itu para Sultan sudah tidak mempedulikan
kebutuhan rakyatnya lagi.
Ketegangan pada tubuh politik Khilafah kini terus berlanjut sampai tahun
1900 M, hal ini dikarenakan semua sistem Kekhalifahan diubah secara drastis dan
perubahan tersebut telah membuat suku Kurdi menderita. Dengan adanya
pengungsian internal untuk individu dan kelompok masyarakat demi keamanan
setempat, sebagian dari rakyat Turki termasuk suku Kurdi membentuk kelompok-
kelompok yang didedikasikan untuk mengubah sistem atau bahkan
menggulingkan Sultan dengan cara extralegal.50
Tahun 1902 M, telah terjadi desentralisasi Partai dimana pembelotan sudah
mengahncurkan politik Kurdi sejak tahun 1900 M. Sejak adanya gerakan
nasionalisme Kurdi yang dipelopori oleh Sayyid Nihri atau Badr Khan, suku
Kurdi telah memisahkan diri dari Utsmani. Gerakan nasionalisme ini telah
membawa suku Kurdi untuk mengungkapkan kritisnya terhadap Sultan. Sehingga
Sultan Abd Hamid yang telah menjadi pemimpin Khilafah ini merasakan
benyaknya lawan yang menyerangnya, terutama dikalangan birokrasi dan
intelektual yang begitu menyambut konstitusi. Hal ini dilakukan oleh rakyatnya
karena para Sultan ingin memodernisasikan Khilafah Utsmani dengan mengikuti
sistem pemerintahan Eropa. Tahun 1908 M, Sultan merencanakan wilayah Turki
sebagai negara sekuerisme, diawali dengan penutupan sekolah-sekolah Islam dan
pidato-pidato dari kalangan agama yaitu tarekat Sufi, identitas nasional harus
berada di bawah pengawasan Kekhalifahan, hal ini sangat bertentangan dengan
50
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 87-88.
34
suku Kurdi yang mayoritasnya menganut agama Islam. Kemudian suku Kurdi dan
rakyat Turki yang beragama menolak sistem tersebut.51
Pada tahun yang sama (1908 M), suku Kurdi yang ada di ibu kota
memutuskan untuk membentuk perhimpunan dari para intelektual Kurdi yang
dinamakan dengan Perhimpunan bagi Dukungan dan Kemajuan Rakyat Kurdi
(Kurt Teavun ve Terakki Cemiyeti) diantara pendirinya adalah Amin Ali Khan
Badr, Syaikh Abd al-Qadir dari Nihri dan Muhammad Sharif Pasha, dimana Said
Nursi (seorang reformis religius) adalah salah satu anggotanya. Perhimpunan ini
memiliki tujuan-tujuan sosial, dan bukan untuk politik. Pada tahun ini juga (1908
M), Turki Muda memiliki kesempatan untuk melakukan Revolusi pada Khilafah
Utsmani.52
Pembentukan dari perhimpunan suku Kurdi ini berada di beberapa daerah,
diantaranya Diyarbakir, Bitlis dan Mosul. Pada perhimpunan ini memiliki
hubungan atau pertalian budaya di Istanbul, masyarakat Kurdi yang sebagian
tinggal disana memperbanyak pendidikan dengan didirikannya sekolah dibawah
arahan Abd al-Rahman Badr Khan, Abd al Rahman ini mendidik anak-anak di
sekolah dengan jumlah 30.000 dan pengajarnya ialah Sayyid Nursi Bitlis. Hal ini
dikarenakan agama dan etnis di Turki menjadi tumpang tindih, Said sudah
memutuskan untuk mendukung identitas Kurdi di istanbul. Dengan perlakuannya
Said Nursi Bitlis terhadap penekanan Kurdi telah menimbulkan kecurigaan Sultan
Hamid kepadanya. Tujuan Said Nursi hanya ingin menumbuhkan rasa identitas
muslim yang akan melampaui jaringan kekerabatan dalam masyarakat, dengan
mengajukan surat permohanannya kepada Sultan untuk memperpanjang
51
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 91. 52
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
219.
35
pendidikan sekuler Utsmani agar menghasilkan kader yang berpendidikan yang
dapat mengubah suku Kurdi menjadi warga negara yang lebih baik. Keinginan
Said Nursi untuk memajukan anak-anak dari keturunan Kurdi begitu kuat, bahkan
Said Nursi memperbaiki madrasah dan memberikan pelajaran tentang keagamaan
dan kenegaraan, serta mendirikan Universitas Al-Azhar untuk menyediakan
pendidikan yang lebih tinggi.53
Setelah beberapa tahun didirkannya perhimpunan Kurdi, kemudian Syaikh
Abd al-Qadir melakukan pemberitahuan kepada masyarakat bahwa suku Kurdi
menginginkan pemerintahan daerah secara terpisah (1910 M), dengan
menyelenggarakan kelompok baru yaitu kelompok Harapan Masyarakat Kurdi
(Hiviya Kurdi Jamiyati), kelompok ini merupakan bentuk ekspresi identitas Kurdi
yang berkeinginan untuk memisahkan diri dari komposisi kelompok tokoh muda
yang sebagian besar dari mereka menyambut Revolusi tahun 1908 M, suku Kurdi
dapat mengekspresikan keingininannya lewat surat kabar mingguan. Begitulah
keadaan politik suku Kurdi di Turki, dengan lika-liku perjuangan suku Kurdi
dalam mempertahankan identitasnya disana, suku Kurdi rela mati-matian untuk
mempertahankan keetnisannya. Keinginan suku Kurdi untuk otonomi daerah ini
akan dibahas pada bab selanjutnya.54
53
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 93. 54
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 94.
36
BAB III
KEBIJAKAN PEMERINTAH MUSTAFA KEMAL TERHADAP SUKU
KURDI
A. Sistem Pemerintahan Mustafa Kemal
Seperti yang telah dipaparkan sekilas pada bab sebelumnya mengenai
keadaan suku Kurdi sebelum pemerintahan Mustafa Kemal Attatturk, dimana saat
itu merupakan masa kemunduran Khilafah Utsmani yang didominasi oleh Eropa
(abad ke 19 M). Kemunduran Khilafah ini telah membawa suku Kurdi untuk
menuntut haknya sebagai penduduk yang merdeka. Akan tetapi setiap kali suku
Kurdi menuntut haknya, Kekhalifahan Utsmani selalu menghiraukan tuntutannya
tersebut. Sampai pada akhirnya, kemunduran Khilafah Utsmani dilengkapi dengan
terjadinya perang Dunia I tahun 1914 M. Usainya perang Dunia I ini telah
membawa wilayah Timur Tengah pada perpecahan wilayah, yang terbagi pada
perjanjian Sykes-Picot1 tahun 1916 M.
2
Isi dari perjanjian Sykes-Picot yaitu wilayah-wilayah yang telah dikuasai
oleh Khilafah Utsmani diambil alih oleh Sekutu diantaranya; Perancis kebagian
pengaruh di wilayah Libanon, bagian barat laut Turki, Syria utara dan Iraq utara.
Sedangkan Inggris kebagian wilayah Irak, Arabia yang berbatasan dengan Teluk
Persia dan Transjordan, Palestina ditujukan menjadi rezim internasional, Rusia
kebagian Istanbul dan beberapa bagian timur Anatolia. Italia dijanjikan kebagian
1Menurut Ira. M. Lapidus di dalam bukunya yang berjudul Sejarah Sosial Ummat Islam
menyebutkan bahwa perjanjian Sykes-Picot merupakan janji-janji Eropa terhadap kekuasaan
Khilafah Utsmani yang berisikan pembagian wilayah Utsmani dalam beberapa provinsi Utsmani.
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, penerjamah: Ghufron A. Mas’adi, Ed. I., Cet I,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 70-71. 2Michael M. Gunter, The Kurdish Question in Perspective, Vol. 166, World Affairs, Spring
2004, http://www.kurdipedia.org/documents/88606/0001.PDF, h. 197, diakses: 03/01/2015 22:56.
37
wilayah selatan Anatolia. Di dalam pembagian wilayah tersebut, telah berdampak
buruk pada suku Kurdi yang tinggal di Kurdistan3, suku Kurdi yang tinggal disana
ikut terbagi dalam perpecahan wilayah, diantaranya adalah wilayah Turki sekitar
43%, Iran sekitar 31%, Irak 18% dan bekas Uni Soviet (sekarang ini menjadi
negara Armenia dan Azerbaijan) 2%. Dari pembagian wilayah tersebut menjadi
keuntungan besar bagi Eropa, keuntungan yang didapatkan oleh Eropa berupa
pajak yang dihasilkan dari sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan suku
Kurdi. Hal ini dikarenakan wilayah yang di tempati oleh suku Kurdi (Kurdistan)
merupakan sumber perekonomian utama dari Kekhalifahan Utsmani.4
Ketika kehancuran Khilafah Utsmani tidak dapat ditoleransi kembali,
setelah perang Dunia I upaya kemerdekaan suku Kurdi di Turki secara konsisten
telah ditekan oleh Kemalis5, tekanan tersebut telah menghancurkan gerakan Kurdi
pada tahun 1919 M. Kejadian tersebut telah membuat para pemimpin Kurdi untuk
membujuk Mustafa Kemal dengan kuat agar mempertimbangkan kembali
permintaan Kurdi. Setelah mempertimbangkannya, Mustafa Kemal mengajukan
kebijakan khusus (dalam bentuk proposal) untuk membela persaudaraan Turki dan
Kurdi yang berunsur Islam. Isi dari proposal yang diajukan oleh Mustafa Kemal
selain dari perlindungannya terhadap rakyat Turki dan Kurdi yaitu pengajuan
3Kurdistan merupakan daerah perbatasan empat wilayah yang di tempati oleh suku Kurdi
seperti Turki, Iran, Irak dan Suriah, selain itu Kurdistan juga merupakan jembatan awal Timur
Tengah yaitu antara Asia Tengah dan pegunungan Caucasus, jembatan inilah yang
menghubungkan interaksi masyarakat Kurdi dengan suku-suku lainnya seperti; suku Iran, suku
Arab, suku Yunani, suku Yahudi, suku Berber, suku Assyria dan suku Turki. David McDowall, A
Modern History of The Kurds, Revised Edition, (London,: I.B. Tauris, 2005), h. 6. 4Hamit Bozarslan, “Kurds and The Turkish State” The Cambridge History of Turkey,
Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The Cambridge
University Press, 2008), h. 334. 5Kemalis merupakan seorang perwira militer yang ahli politik di Turki yang bergabung
dengan gerakan Turki Muda dan telah membentuk “Commite For Union and Progress” C. U. P
tahun 1907, yang bertujuan untuk mengambil alih pemerintahan pusat agar tidak jatuh ketangan
Sekutu. Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
h. 80.
38
dirinya untuk menjadi ketua baru dari Majlis Nasional Agung. Pada akhirnya
proposal yang diajukan oleh Mustafa Kemal disepakati oleh beberapa golongan
seperti gerakan Utsmani Muda dan Turki Muda yang mempunyai peran penting di
dalamnya. Selain itu, proposal tersebut juga telah disetujui oleh para pejabat yang
telah membantu para Sultan dalam mengatasi sistem pemerintahan yang telah
hancur.6
Dari proposal yang diajukan oleh Mustafa Kemal, keinginan suku Kurdi
dalam mendirikan kemandirian lokal telah tercapai. Akan tetapi dengan syarat
bahwa kemandirian lokal yang diajukan oleh suku Kurdi masih dibawah
pengawasan pemerintahan pusat. Mengenai hal ini, suku Kurdi masih merasa
tidak puas dengan pengakuan tersebut, karena merasa sukunya belum diakui oleh
masyarakat internasional sehingga suku Kurdi mengajukan tuntutan kembali
kepada Sekutu (Inggris, Rusia, Italia, Prancis dan Amerika Serikat) untuk
mengadakan perundingan khusus tanpa diketahui oleh Mustafa Kemal yang saat
ini menjabat sebagai ketua Majlis Nasional Agung, hal ini dikarenakan Mustafa
Kemal tidak akan menyetujui keputusan dari suku Kurdi dan dikhawatirkan
Mustafa Kemal akan melakukan tindakan di luar dugaan seperti: menekan
kembali pada suku Kurdi sehingga suku Kurdi tidak mampu bertindak lebih jauh.7
Tuntutan suku Kurdi untuk mendapatkan kemandirian lokal telah di dukung
oleh Presiden Amerika yang bernama Woodrow Wilson tahun 1917 M, dengan
menyatakan bahwa minoritas dari kelompok sosial yang bukan dari rakyat Turki
masa kekhalifahan Utsmani harus yakin dengan kesempatan mereka untuk
6George S. Harris, Ethnic Conflict and The Kurds, Annals of the American Academy of
Political and Social Science, Vol. 433, Ethnic Conflict in the World Today (1977), h. 112. 7http://www.aljazeera.com/news/europe/2007/10/2008525183331270946.html.
39
membangun otonomi daerah tanpa ada gangguan dari bangsa lain.8 Perundingan
khusus antara Sekutu (Inggris, Amerika Serikat, Rusia dan Prancis) dan pemimpin
Kurdi serta Muhammad VI (cucu dari Sultan Mahmud II) dilakukan melalui
perjanjian Sevres tahun 1920 M. Pada perjanjian Sevres ini, suku Kurdi berhasil
menjadikan wilayahnya sebagai wilayah merdeka yang menyatakan bahwa
“autonomy was granted to Khurdistan (terwujudnya otonomi di Kurdistan)”.9
Akan tetapi sebagian dari masyarakat Turki dan gerakan nasionalisme
(Turki Muda) tidak menyetujui isi dari perjanjian tersebut, dengan alasan apabila
masyarakat Kurdi dibebaskan dari Turki maka sebagian yang tinggal di wilayah
tetangga seperti Irak, Iran, Suriah, Armenia, dan Azerbaijan akan menuntut hak
mereka masing-masing sehingga menimbulkan pemberontakan antar wilayah.
Tidak hanya itu, apabila suku Kurdi di Turki dipisahkan dengan negara Turki
maka kekuasaan populasi yang ada di wilayah Turki menjadi sedikit.10
Kenyataannya, hal ini tidak dapat dihindari lagi. Dikarenakan isi dari
perjanjian Sevres tersebut telah terlaksana oleh suku Kurdi yang ada di Turki.
Kejadian tersebut telah menimbulkan pemberontakan yang dilakukan oleh
8David McDowall, “The Kurdish Question: a historical review” The Kurds: A
Contemporary Overview, edited by Philip G.Kreyenbroek and Stefan Sperl, (London and New
York: Routladge, Taylor and francis group, 1992), h. 13. 9R. R. Kasliwal, The Foreign Policy Of Turkey Since 1919, The Indian Journal of Political
Science, Vol. 7, No. 1-2, (Indian Political Science Association, 1945), h. 389, diakses: 17/09/2014
23:46. 10
Isi dari perjanjian Sevres tersebut diantaranya: pertama, banyaknya beberapa wilayah
yang diotonomkan dalam perjanjian ini diantaranya: wilayah Armenia diberikan status merdeka
dibawah pengawasan Internasional, jaminan otonom telah diberikan kepada Kurdistan, pulau-
pulau Mediterania dilepaskan dari kekuasaan Turki Utsmani dan Mesir. Di Asia, Turki
memerdekakan Medopotamia (Irak) dan Palestina termasuk Transjordan menjadi mandat Inggris.
Suriah dan Hijaz menjadi mandat Perancis. Kedua, Tarakia (Smyrna) harus diserahkan kepada
Yunani dan Azmir dan berada dibawah administrasi Yunani sampai diselenggarakan perundingan
selanjutnya. Ketiga, wilayah Anatolia Selatan menjadi milik Italia dan negara Sekutu yang berhak
mengawasi perekonomian Turki. keempat, daerah penduduknya bukan Turki harus dilepaskan.
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Utsmani, Cet. I, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1988), h. 78-79. R. R. Kasliwal, The Foreign Policy Of Turkey Since 1919, The Indian
Journal of Political Science, Vol. 7, No. 1-2, (Indian Political Science Association, 1945), h. 388-
389, diakses: 17/09/2014 23:46.
40
Mustafa Kemal terhadap Sultan Muhammad IV dan Sekutu. Hal ini terjadi karena
tidak adanya persetujuan pada kedua pihak. Menurut Parker Moon di dalam
penelitian R. R. Kasliwal yang berjudul The Foreign Policy of Turkey Since 1919
menyatakan bahwa:“On 24th April, 1920, the Allies published to the Sultan and
his Government the terms of the treaty of Sevres. This treaty was purely one-sided
arrangement. Parker Moon calls it "a mosaic of secret treaties, a document in
which imperialism was writ large (Pada 24 April 1920, Sekutu mempublikasikan
kepada Sultan dan pemerintahannya mengenai ketentuan perjanjian Sevres.
Perjanjian ini adalah pengaturan murni sepihak saja. Bahkan Parker Moon
menyebutnya "mosaik perjanjian rahasia” yaitu dokumen yang tertulis besar
imperialismenya)”.11
Turki yang mulanya mempunyai cakupan wilayah yang luas, akhir dari
perjanjian Sevres ini wilayah Turki dijadikan sebagai wilayah kecil oleh Sekutu.
Bahkan wilayah Turki dijadikan sasaran menghancurkan utang dan ekonomi yang
dapat dikendalikan oleh Sekutu. Dari perjanjian ini, Ankara (Mustafa Kemal dan
gerakan Turki Muda) tidak menyetujuinya karena hal ini bertentangan dengan
tujuan-tujuan politik dan ekonomi yang mendasar dari gerakan kemerdekaan yang
dipimpin oleh Turki Muda. Dengan demikian perjanjian terhadap pendudukan
membawa dualisme kepemimpinan politik. Di dalam perjanjian Sevres, perjanjian
ini telah mati akibat dari kurangnya penandatangan yang berkeinginan untuk
melaksanakan ketentuan tersebut.12
11
R. R. Kasliwal, The Foreign Policy Of Turkey Since 1919, The Indian Journal of Political
Science, Vol. 7, No. 1-2, (Indian Political Science Association, 1945), h. 388, diakses: 17/09/2014
23:46. 12
Hasan Kayali, “The Struggle for Independence” The Cambridge History of Turkey,
Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The Cambridge
University Press, 2008), h. 131.
41
Mengenai hal ini, Mustafa Kemal memiliki hak untuk mengikuti
penandatanganan perjanjian Sevres. Karena ketika itu, Mustafa Kemal telah
menjadi pemimpin militer di Turki yang membantu mengurus Khilafah Utsmani
dalam mengatasi masalah-masalah politik, yang seharusnya Mustafa Kemal
mengetahui masalah perjanjian Sevres tersebut. Selain itu pula, Mustafa Kemal
merupakan orang yang ahli dalam urusan politik dan Mustafa tidak menginginkan
Turki sepenuhnya dibawah kendali Sultan dan Sekutu.13
Akibatnya Mustafa Kemal mengajukan tuntutan terhadap pemerintah yang
berisikan tentang “pemerintah dapat pulih kembali dengan keutuhan dan kesatuan
di Anatolia”. Tetapi pemerintah tidak menyetujuinya, kemudian pihak pemerintah
dan Eropa melakukan penyerbuan terhadap Turki dan menduduki Konstatinopel.
Setelah itu, Eropa memberikan hukuman mati kepada Mustafa Kemal. Namun
Mustafa Kemal tidak pernah peduli akan hal itu, bahkan dia terus melakukan aksi
militernya dan dengan gemilang bersama pasukannya ia berhasil memenangkan
pertempuran di Anatolia yang terjadi pada bulan Januari 1921 M. Usainya
kejadian tersebut, kemudian diadakannya sidang Majlis Nasional Agung pada
bulan April 1921 M yang bertempat di Ankara. Di dalam sidang ini memutuskan
untuk memilih Mustafa Kemal sebagai pemimpin dari Majlis Nasional Agung
(Grand National Assembly).14
13
R. R. Kasliwal, The Foreign Policy Of Turkey Since 1919, The Indian Journal of Political
Science, Vol. 7, No. 1-2, (Indian Political Science Association, 1945), h. 389, diakses: 17/09/2014
23:46. 14
Terlihat jelas bahwa dijadikannya Mustafa Kemal sebagai ketua Majlis Nasional Agung
merupakan keputusan yang tepat bagi rakyatnya, karena diantara mereka mendukung Mustafa
Kemal sebagai pendiri Turki Modern yang bebas dari jajahan Sekutu. Tidak hanya itu ia telah
berhasil mengambil alih sistem pemerintahan Sultan yang berkedudukan di Istanbul pada tanggal
29 Oktober 1923 dan menjadikan Turki sebagai negara Sekuler tahun 1924, kemudian Turki
dinyatakan merdeka oleh internasional dengan presiden pertamanya yaitu Mustafa Kemal. Dari
situlah Mustafa Kemal diberi gelar oleh rakyatnya sebagai bapaknya Turki (Attaturk). Adapun isi
dalam sidang Majlis nasional Agung tersebut ialah, suatu keputusan yang diambil oleh Mustafa
42
Terpilihnya Mustafa Kemal menjadi pemimpin Majlis Nasional Agung
bermula dari gerakan perjuangan Nasional (Turki Muda) yang telah membuat
paten batas-batas politik dan hukum di Turki untuk membebaskan Turki dari
dominasi asing, dan meletakkan dasar-dasar sebuah negara yang merdeka. Semua
peristiwa ini berperan dalam mendefinisikan identitas nasional Turki.15
Setelah dinyatakan sebagai ketua dari Majlis Nasional Agung, Mustafa
Kemal memutuskan untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Turki pada
tanggal 29 Oktober 1923 M, yang bertujuan untuk membangun struktur politik
abadi menjadi karakteristik dominan.16
Saat itu suku Kurdi masih menuntut
haknya agar diberikan otonom. Keambisiusan suku Kurdi akan diberikannya
otonom terpupuskan setelah perjanjian Sevres, dikarenakan saat itu Mustafa
Kemal telah meratifikasinya pada perjanjian damai Lausanne tahun 1923 M.
Perjanjian damai Lausanne merupakan perjanjian damai setelah meredanya
permusuhan antara pihak Sekutu (Inggris, Perancis, Italia, Amerika Serikat, Rusia
dan Yunani) dan Turki yang dilaksanakan di Lausanne. Pada perjanjian damai
Lausanne ini Ismet Pasha (Inonu) yang memimpin delegasi Turki di Lausanne.
Inonu dipilih oleh Mustafa Kemal karena ia adalah orang yang bisa diandalkan,
Inonu juga merupakan salah satu pendukung Mustafa Kemal di Turki. Dalam
pandangan mereka, konferensi ini dimaksud untuk menyesuaikan syarat-syarat
dari perjanjian Sevres dengan situasi baru. Di dalam perjanjian ini, masalah yang
Kemal dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, Majlis Nasional Agung berfungsi
sebagai badan legislatif sekaligus eksekutif. Majlis negara yang anggotanya dipilih dari Majlis
Nasional Agung akan menjalankan tugas pemerintah, ketua Majlis Nasional Agung merangkap
sebagai ketua Majlis Negara. Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki
Utsmani, (Jakarta: Kalam Mulia, 1988), h. 79-81. 15
Suna Kili, Kemalism in Contemporary Turkey, International Political Science Review /
Revue internationale de science politique, Vol. 1, No. 3, Political Ideology: Its Impact on
Contemporary Political Transformations (1980), h. 384, diakses: 17/09/2014 23:49. 16
J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 215.
43
dirundingkan dibagi ke dalam tiga pokok bahasan: pertama, masalah teritorial dan
militer. Kedua, perekonomian dan keuangan dan terakhir posisi orang-orang asing
serta kaum minoritas.17
Setelah perjanjian damai Lausanne berjalan dengan baik, kemudian Mustafa
Kemal melakukan perubahan besar pada awal pemerintahannya. Perubahan
tersebut dilakukan berdasarkan pada ideologi Kemalis18
yang diterapkan dalam
sistem pemerintahannya di Turki, dengan tujuan utamanya yaitu ingin
membangun perekonomian dan memodernisasikan kultural yang ada di negara
Turki dengan ide-ide Barat.19
Perubahan sistem pemerintahan di Turki telah menjadikan suku Kurdi
dibawah keputusasaan. Karena selama ini suku Kurdi telah membantu negara
Turki dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Selama sepuluh tahun
perjuangan bersenjata Kurdi secara efektif dapat mengimbangi tindakan
pemerintahan Turki yang mengedepankan penyelesaian secara militer. Namun
secara politis, pemerintahan Turki belum menerima keberadaan identitas suku
Kurdi hingga saat ini. Sampai pada akhirnya keputusan Mustafa Kemal dalam
melakukan perubahan tersebut telah bulat.
17
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
206-208. 18
Ideologi Kemalis merupakan ideologi Mustafa kemal yang ia terapkan terhadap
pemerintahan Turki karena ia adalah penggemar dari pemikiran orang Barat. sebelumnya juga ia
bersekolah di Barat dan mempelajari pemikiran-pemikiran orang Barat. Maka dari itu
ketertarikannya terhadap pemikiran Barat ia terapkan di negara Turki. adapun ideologi Kemalis
yaitu Republikanisme (kemerdekaan pada suatu negara), Sekulerisme (pemisahan agama dengan
negara), Nasionalisme (berkebangsaan), populisme (pengambil alihan pemerintahan oleh rakyat),
etatisme (mementingkan negara daripada rakyat). Suna Kili, Kemalism in Contemporary Turkey,
International Political Science Review / Revue internationale de science politique, Vol. 1, No. 3,
Political Ideology: Its Impact on Contemporary Political Transformations (1980), h. 386-390,
diakses: 17/09/2014 23:49. 19
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
h. 89.
44
Setelah terpilihnya Mustafa Kemal sebagai presiden Turki, kemudian
Mustafa Kemal memberlakukan bentuk-bentuk kebijakan yang terbagi ke dalam
dua bagian diantaranya kebijakan umum dan khusus:
B. Kebijakan
1. Kebijakan Umum
Di dalam kebijakan umum ini terdapat beberapa keputusan Mustafa Kemal
yang sengaja dibuat demi perbaikan sistem pemerintahan Republik Turki, setelah
mengalami kehancuran total dari Kekhalifahan Utsmani. Kebijakan umum ini
berlaku bagi seluruh rakyat yang ada di Turki tanpa terkecuali. Adapun bentuk
kebijakan yang diproklamasikan oleh Mustafa Kemal diantaranya;
a) Penghapusan Kesultanan dan Kekhalifahan Turki Utsmani
Penghapusan kesultanan Utsmani terjadi setahun sebelum Turki
memproklamasikan kemerdekaannya yaitu tahun 1922 M. Ketika itu, Turki di
pimpin oleh Majlis Nasional Agung, yang mana hubungan Kekhalifahan dan
Majlis Nasional memiliki tujuan yang berbeda. Jika dilihat dari keduanya, secara
resmi merupakan satu fungsi keagamaan yang sama.20
Setelah Republik Turki didirikan, kemudian Mustafa Kemal mengambil
keputusan untuk melakukan reformasi dan mulai menetapkan ideologi Kemalis di
Turki. Reformasi itu dilakukan karena Mustafa Kemal memiliki tujuan untuk
memperkuat otoritas pembangunan bangsa yang sekuler dan mewujudkan
partisipasi politik untuk membawa perubahan dalam struktur sosial ekonomi
negara. Tujuan langsung dari reformasi Kemal dan ideologi Kemalisme adalah
20Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
214.
45
terwujudnya sebuah negara Turki modern dan masyarakat modern dengan
membawa Turki ke tingkat peradaban kontemporer.21
Demi pembangunan bangsa yang sekuler, kemudian Mustafa Kemal
memutuskan untuk memberlakukan kebijakan baru yaitu penghapusan
Kekhalifahan Utsmani, Kekhalifahan ini dihapuskan semata-mata untuk
kepentingan negara Turki yang menginginkan perubahan besar dalam sistem
pemerintahannya. Kemudian Mustafa Kemal menetapkan kebijakan pada lembaga
wakaf dan Ulama untuk dialihkan kuasanya kepada kantor urusan agama. Selain
itu, pelarangan pada thariqat Sufi untuk melakukan prosesi keagamaannya di
negara Turki dan Mustafa Kemal memutuskan untuk menghancurkannya pada
tahun 1925 M.22
b) Pemberlakuan Sistem Sekuler
Pemberlakukan sistem sekulerisme sebenarnya sudah sejak lama diinginkan
oleh gerakan nasionalisme yang anggotanya adalah Mustafa Kemal sendiri, hal ini
baru terwujudkan setelah Turki memproklamasikan kemerdekaan. Sistem
sekulerisme merupakan pemisahan agama dengan negara, sekulerisme ini
ditetapkan bersamaan dengan penghapusan Kekhalifahan Utsmani dengan
menghilangkan nilai-nilai Islam yang ada di Turki. Selain itu sistem sekuler ini
sudah direncanakan sejak Mustafa Kemal bergabung dengan Turki Muda, karena
menurutnya agama adalah salah satu faktor penghambat kemajuan negara.
21
Suna Kili, Kemalism in Contemporary Turkey, International Political Science Review /
Revue internationale de science politique, Vol. 1, No. 3, Political Ideology: Its Impact on
Contemporary Political Transformations (1980), h. 385-387. diakses: 17/09/2014 23:49. 22
Jenny B. White, “ Islam and Politics in Contemporary Turkey” The Cambridge History of
Turkey, Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The
Cambridge University Press, 2008), h. 360.
46
Sedangkan kehidupan masyarakat yang tinggal di Turki mayoritasnya adalah
menganut agama Islam.
Adapun dorongan sistem sekuler yang paling menonjol dari reformasi
Kemalis sebagai berikut: Pertama, sekularisasi di Turki terbagi dalam bentuk
negara, pendidikan, dan hukum yaitu dengan cara menyerang pusat-pusat kegiatan
tradisional dan para ulama yang melembaga. Mengenai hal ini, sistem sekuler
dalam bentuk negara menghapus kesultanan dan Kekhalifahan, kemudian
diproklamasikannya Republik Turki dan pemberlakuan ketatanegaraan baru di
tahun 1922-1924 M. Selain itu, peranan syari’at, hukum suci, secara eksklusif
dibatasi pada hukum keluarga dan diberlakukannya undang-undang Perdata Swiss
serta undang-undang Pidana Italia pada tahun 1926 M, dengan berisikan tentang
pelarangan dalam pembentukan organisasi yang berbasis agama. Lain halnya
dengan sistem sekulerisasi dalam bentuk pendidikan yaitu secara langsung berada
di bawah kontrol kementrian pendidikan dengan pemberlakuan penyatuan sekolah-
sekolah agama dan sekolah negeri.23
Kedua, tidak diperbolehkan mengangkat simbol-simbol religius dengan cara
menggantikan simbol-simbol keagamaan dengan simbol-simbol peradaban Eropa,
seperti; penggantian tutup kepala (turbus) dengan topi Eropa tahun 1925 M dan
pelarangan dalam menggunakan cadar. Hal ini berlaku bagi kaum wanita dan laki-
laki yang ada di Turki. Ketika itu, wanita dilarang memakai kerudung dan
digantikan dengan memakai rambut palsu. Kemudian laki-laki yang memakai tutup
kepala seperti peci digantikan dengan topi Eropa. Wanita yang memakai cadar mau
23
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
242.
47
tidak mau harus dilepas, apabila rakyatnya melakukan protes terhadap
pemerintahan, maka mereka akan diungsikan ke negara tetangga.24
Pelarangan simbol-simbol religius ini juga diberlakukan oleh Mustafa Kemal
pada jam dan kalender yang diganti dengan jam Eropa.25
Selain itu, tahun 1928 M
Mustafa Kemal memberlakukan tulisan latin dengan menggantikan tulisan Arab
dan juga mulai dilancarkannya pemurnian bahasa Turki dari muatan bahasa Arab
dan Persi. Bilangan dan angka-angka juga mengikuti gaya tulisan Eropa. Pada
tahun yang sama, Mustafa Kemal mewajibkan warga Turki untuk menggunakan
nama panggilan kecil (marga) sebagaimana yang berlaku dengan nama yang ada di
Eropa.26
Tahun 1931 M, pemberlakuan ukuran takaran dan neraca, hal ini dilakukan
untuk membuat komunikasi dunia Eropa menjadi lebih mudah. Hal ini juga
merupakan sebuah langkah lain untuk memutuskan keterikatan dengan dunia
Islam. Selain itu, tahun 1934 M pemberlakuan nama keluarga dengan hukum Swiss
yang menggantikan hukum syari’ah dan tahun 1935 hukum waris laki-laki serta
perempuan disamaratakan.27
Ketiga, pemerintah melakukan serangan terhadap agama Islam yang dianut
oleh rakyat dalam bentuk pembatasan hukum. Pembatasan ini dilakukan pada
masjid-masjid dan pengurangan khatib (orang yang menyampaikan khotbah)
24
Jenny B. White, “Islam and Politics in Contemporary Turkey” The Cambridge History of
Turkey, Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The
Cambridge University Press, 2008), h. 360. 25
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
243. 26
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Utsmani, (Jakarta:
Kalam Mulia, 1988), h. 83-84. 27
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
243.
48
karena sebagian dari mereka diangkat oleh pemerintah. Seorang khutbah Jum’at di
dalam penyampaian keagamaan diwajibkan untuk menyampaikan masalah-masalah
pertanian dan perdagangan kepada rakyat. Selain itu, rakyat yang menganut agama
Islam yang biasanya beribadah di masjid-masjid seperti di masjid Istanbul tidak
diperbolehkan oleh pemerintah, kemudian pemerintah Mustafa Kemal melakukan
perubahan pada masjid Aya Sophia untuk dijadikan sebagai Musium dan masjid
raya Al-Fatih dijadikan sebagai gudang.28
Dari perubahan inilah keputusasaan suku Kurdi dalam memperjuangkan
identitasnya di negara Turki, apalagi mayoritas dari suku Kurdi menganut agama
Islam faham Sunni. Disini mereka dijadikan sebagai alat tawar menawar guna
mencapai keberhasilan negara Turki dalam mempertahankan sistem
pemerintahannya. Wajar saja apabila suku Kurdi kontra dengan keputusan Mustafa
Kemal, yang akhirnya pihak dari suku Kurdi melakukan perlawanan. Selain
kebijakan umum, sistem pemerintahan juga memberlakukan kebijakan khusus
untuk suku Kurdi yang akan dipaparkan pada sub babnya.
2. Kebijakan Khusus
Kebijakan umum yang telah dipaparkan di atas, jelas bahwa di dalam
kebijakan tersebut suku Kurdi dan bangsa lain yang tinggal di Turki kontra
terhadap keputusan Mustafa Kemal. Hal ini dikarenakan nilai-nilai agama Islam di
Turki secara perlahan telah terhapus dengan sendirinya. Meskipun pemerintah
tidak mempedulikan kepentingan rakyatnya, akan tetapi masyarakat Turki
menginginkan kepedulian dari seorang pemerintah yang berkuasa. Tidak hanya
28
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
h. 91.
49
kebijakan umum yang diberlakukan, akan tetapi kebijakan kebijakan khusus pun
berlaku bagi suku Kurdi diantaranya:
1) Kewarganegaraan Turki (Turkifikasi)
Dalam hal ini, penulis menemukan beberapa masalah yang dinyatakan bahwa
suku Kurdi sebagai calon warga negara Turki, yang artinya secara tidak langsung
suku Kurdi telah diakui keberadaannya oleh pemerintah Republik Turki. Akan
tetapi, status Kurdi sebagai negara Turki tidak mudah bagi mereka. Karena status
Kurdi dalam komunitas nasional politik Turki telah menimbulkan keraguan bagi
rakyat Kurdi. Keraguan tersebut timbul dari hukum-hukum yang telah diubah oleh
pemerintah Republik Turki. Maka dari itu, suku Kurdi merasa dirinya telah tertipu
dengan hukum-hukum tersebut. Hukum yang diberlakukan oleh pemerintah
Republik Turki diantaranya:
Pemberlakuan hukum kewarganegaraan sebagai penanda keturkian dengan
menggunakan bahasa Turki secara keseluruhan tanpa terkecuali, diwajibkan
seluruh rakyat yang tinggal di Turki memakai hukum Swiss yang telah diterapkan
oleh Mustafa Kemal. Mengenai hal ini, rakyat Kurdi yang menganut agam Islam
maupun non-Islam merasa dirinya terasimilasi dengan adanya praktek-praktek
diskriminatif kewarganegaraan dan pemerintahan tidaklah menganggap serius suku
Kurdi sebagai warga negara Turki, karena suku Kurdi masih dianggap sebagai luar
lingkaran keturkian yang diharuskan untuk tunduk pada pemerintahan Turki.29
29
Mesut Yegen, Prospective-Turks or Pseudo-Citizens: Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 598, diakses: 06/04/2014 23:04.
50
Hal ini dapat dilihat melalui pasal Pasal 88 dari Konstitusi 1924 yang
menyatakan : "Rakyat Turki terlepas dari agama dan ras mereka yang dianggap
akan kewarganegaraannya di Turki”.30
Sebenarnya tujuan utama Republik Turki mengasimilasi suku Kurdi adalah
tidak ingin dirugikan oleh pihak Kurdi yang memanfaatkan fasilitas sebagai warga
negara Turki tanpa pengabdiannya kepada pemerintah Republik Turki. Oleh karena
itu, pemerintahan membuat undang-undang baru tahun 1934 M yang terbagi ke
dalam tiga zona yaitu:
a) Pemisahan daerah yang dianggap sebagai populasi budaya Turki
b) Daerah pemisahan untuk migrasi dan pemukiman penduduk dianggap
berasimilasi ke dalam budaya Turki
c) Daerah yang dilarang untuk bermukim dengan alasan mementingkan
kesehatan rakyat, ekonomi, budaya, politik, militer dan keamanaan di
Turki
Dideklarasikannya hukum undang-undang tersebut, berdampak buruk bagi
populasi rakyat Turki. Sehingga data yang diperoleh menunjukan adanya jumlah
dari keseluruhan dari rakyat Turki yaitu 25. 381 dan jumlah rakyat Kurdi sekitar
5.074 yang berumah tangga di provinsi Kurdi seperti di Tunceli, Erzincan, Bitlis,
Siirt, Van, Diyarbakir, Ago, Mus, Erzurum, Elazig, Kars, Malatya, dan Mardin.
Suku Kurdi di Turki mulai mengungsi dan menetap dibagian Barat Turki.31
30
Mesut Yegen, Prospective-Turks or Pseudo-Citizens,Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 606, diakses: 06/04/2014 23:04. 31
Mesut Yegen, Prospective-Turks or Pseudo-Citizens,Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 603, diakses: 06/04/2014 23:04.
51
2) Pembatasan Ruang Gerak Suku Kurdi
Adapun praktek-praktek diskriminasi pemerintah Republik Turki terhadap
suku Kurdi yaitu membatasi ruang gerak Kurdi di Turki, dengan memaksa rakyat
Kurdi untuk dijadikan sebagai buruh dan menjadikan wanita dari keturunan Kurdi
sebagai selir di pemerintahan. Selain itu, anak-anak dari keturunan Kurdi tidak
diperbolehkan untuk bersekolah di sana.32
Walau bagaimanapun, kehidupan suku Kurdi di Turki harus dipertahankan.
Karena keinginan untuk menuntut haknya menjadi negara yang merdeka akan sia-
sia. Meskipun pemerintah telah berlaku keras terhadap agama dan rakyatnya, akan
tetapi suku Kurdi harus dengan sabar mengahadapi masalah ini. Setelah bertahun-
tahun suku Kurdi menuntut haknya, hal ini telah ditolak oleh pemerintahan berkali-
kali, kemudian Mustafa Kemal mendeklarasikan Undang-undang baru yaitu dengan
menyelenggarakan pemeliharaan ketertiban untuk menekan pers dan menutup
partai politik oposisi dan partai Republik progresif. Jika hal ini dilakukan oleh
Mustafa Kemal, otomatis sangat kecil kemungkinan suku Kurdi untuk meminta
otonom.33
Ketidakmampuannya suku Kurdi untuk mendirikan negara sendiri
mencerminkan sifat lawan mereka terhadap pemerintahan. Situasi nasional yang
kusut akan dihadapi oleh Kurdi pada abad ke dua puluh ini. Mungkin saja reputasi
suku Kurdi sebagai prajurit yang berani akan melawan pemerintah Turki dengan
32
David Bradshaw, After the Gulf War: The Kurds, The Middle East Journal, (Published by:
Royal Institute of International Affairs), (Middle East: 1991), h. 79. 33
Jenny B. White, “Islam and Politics in Contemporary Turkey” The Cambridge History of
Turkey,Editted by: Resat Kesaba, Vol. 4, Turkey in Modern World, (New York: Cambridge
University Press, 2008), h. 361.
52
semampu mereka, walaupun terdapat hambatan yang dilalui oleh Kurdi dalam
perpecahan organisasi politik mereka sendiri.34
34
George S. Harris, Ethnic Conflict and the Kurds, Annals of the American Academy of
Political and Social Science, Vol. 433, Ethnic Conflict in the World Today (Sep., 1977), Sage
Publications, Inc. in association with the American Academy of Political and Social Science, h.
112, diakses: 06/04/2014 23:26.
53
BAB IV
PRESPON SUKU KURDI TERHADAP PEMERINTAHAN MUSTAFA
KEMAL
Sistem pemerintahan Mustafa Kemal merupakan sebuah rezim satu partai
yang otoriter, dengan ditetapkannya hukum undang-undang pemeliharaan
ketertiban yang diberlakukan sampai tahun 1936 M. Hal ini dikarenakan,
pemerintahan merasa aman untuk menggunakan hukum undang-undang tersebut
sebagai tujuan dan maksud tertentu. Adapun tujuan dan maksud itu ialah untuk
melindungi negara yang utuh dengan tidak ada gangguan dari berbagai kalangan
yang mampu melawannya di bawah hukum undang-undang.1
Hukum undang-undang tersebut diantaranya hukum seluarisasi, Swiss dan
Itali, dimana hukum tersebut ditetapkan sesuai dengan ideologi Kemalis
(Republikanisme, Sekularisme, Nasionalisme, Populisme, Etatisme). Selain itu,
Mustafa Kemal juga menetapkan hukum kewarganegaraaan di Turki (Turkifikasi),
dikarenakan Mustafa Kemal menghindari timbulnya perselisihan dengan suku-
suku yang menginginkan pengakuan nasionalisme dari pemerintahan. Bahkan hal
ini telah dilakukan oleh suku Kurdi sebagai suku yang menginginkan pengakuan
nasionalismenya. Akan tetapi kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan
Mustafa Kemal berdampak buruk, pemberlakuan kebijakan tersebut dengan
sengaja mengasimilasi suku Kurdi ke dalam budaya Turki.2
1Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
228. 2Mesut Yegen, Prospective-Turks or Pseudo-Citizens: Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 598, diakses: 06/04/2014 23:04.
54
Dengan begitu, suku Kurdi dengan terpaksa merespon kebijakan tersebut
dengan melakukan perlawanan.
A. Perlawanan
Adapun perlawanan yang dilakukan oleh suku Kurdi yaitu berbentuk
perang, dimana perang tersebut adalah sebuah aksi fisik dan non fisik dalam arti
sempit misalnya dengan melakukan kekerasan antara dua kelompok masyarakat
atau lebih untuk melakukan dominasi wilayah yang dipertentangkan.3
I. Perang Fisik
Yang dimaksud dengan perang fisik yaitu dimaknai sebagai pertikaian
bersenjata, seperti yang dilakukan oleh suku Kurdi ketika melakukan perlawanan
terhadap pemerintahan Mustafa Kemal. Ketika itu, suku Kurdi mengerahkan
tentara dan perhimpunan Kurdi untuk berperang melawan pemerintahan Mustafa
Kemal. Sebenarnya perang yang dilakukan oleh suku Kurdi bermula dari
perhimpunan Azadi (Bahasa Turki; Kebebasan) yang mengaku sebagai
perhimpunan orang-orang Kurdi yang berasal dari para mantan perwira milisi
Kurdi tahun 1924 M, dipimpin oleh Syaikh Said dari Palu.4
Perhimpuna Azadi didirikan oleh beberapa orang yang merasa bahwa
kelompok sosialnya sendiri terdiskriminasi dengan adanya pergantian sistem
pemerintahan yang di pimpin oleh Mustafa Kemal, apalagi Mustafa Kemal
dengan sengaja menetapkan kebijakan sekuler yang dapat memisahkan urusan
agama dan negara. Hal ini membuat para pemimpin yang dulunya ikut berperan
dalam sistem pemerintahan Utsmani tersingkirkan dari jabatan dan hak mereka,
3Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Ed. Ketiga,
(Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 1253. 4David McDowall, A Modern History of The Kurds, Revised Edition, (London,: I.B. Tauris,
2005), h. 192.
55
kemudian para pendiri Azadi tersebut memutuskan untuk memberontak kepada
pemerintahan Mustafa Kemal dengan mengumpulkan beberapa rakyat Kurdi yang
ikut serta dalam perhimpunannya. Di antara para pendiri perhimpunan Azadi yaitu
Yusuf Zia Bey, Khalid Beg Jibran seorang anggota pendiri, yang pada masanya
telah memerintahkan dua resimen Hamidiya, kemudian Syaikh Said dari palu
sebagai Syaikh Naqshabandiyah terkemuka, kapten Ihsan Nuri dan saudara Yusuf
Zia Riza dari angkatan darat ketujuh Corps bermarkas di Diyarbakir dan terakhir
seorang kepala cabang lokal Akram Beg Jamilzada.5
Adapun awal mula kemarahan suku Kurdi pada pemerintahan Mustafa
Kemal yaitu dari dihapuskannya sistem Kekhalifahan dan Kesultanan Utsmani di
ganti menjadi sistem pemerintahan sekuler. Penetapan kebijakan sekuler ini telah
menghambat eksistensi suku Kurdi baik dalam bidang agama, ekonomi, politik
dan sosial, apalagi suku Kurdi di kenal sebagai suatu suku yang kuat dengan
keagamaannya. Maka dari itu, pemerintahan Mustafa Kemal dengan sengaja
menetapkan kebijakan sekuler agar urusan negara tidak terganggu dengan urusan
agama.6
Perang yang dilakukan oleh suku Kurdi sebenarnya tidak dilakukan hanya
sekali saja, bahkan perang ini dikatakan sebagai perang abortif7 yang dilancarkan
kembali oleh angkatan bersenjata suku Kurdi di sebelah Tenggara pada bulan
Agustus 1924 M, akan tetapi perang ini dinyatakan gagal karena pemerintah
5David McDowall, A Modern History of The Kurds, Revised Edition, (London,: I.B. Tauris,
2005), h. 192. 6Syaikh Said merupakan tokoh agama yang memiliki pengaruh politik yang besar di
Kurdistan. Dilihat dari pengalamannya ketika Syaikh Said menjadi penengah atau yang mampu
mengatasi perselisihan di antara suku-suku yang sering kali diminta untuk menyelesaikan
perselisihan di antara suku-suku yang berlainan dan hal ini memberikan prestise, koneksi. Syaikh
Said adalah anggota aliran Naksabandiyyah yang berpengaruh. Erik J. Zurcher, Sejarah Modern
Turki, h. 220. 7Abortif: terhenti dalam perkembangan (Lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, KBBI, ed.3, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), h. 3.
56
Republik Turki telah menangkap pendiri perhimpunan Azadi diantaranya; Yusuf
Zia Bey dan dua kepala Hamidiya, Khalid Beg Jibran dan Haji Musa Beg Mutki
Bitlis.8
Penangkapan pendiri Azadi ini telah memicu para anggotanya untuk
melakukan perlawanan kembali terhadap pemerintahan Mustafa Kemal dengan
melakukan perang bersenjata pada tahun 1925 M di daerah Diyarbakir, yang
merupakan bentuk kebencian suku Kurdi terhadap pemerintahan.9 Selain itu,
alasan lain dari perang ini adalah ditetapkan kebijakan untuk melarang pemuka
agama memberikan pengajaran yang bercorak Islami terhadap generasi Kurdi,
dengan begitu pemerintahan menutup semua akses pembelajaran seperti
madrasah, universitas Islam dan masjid di daerah Diyarbakir, Anatolia Timur,
Ankara dan Istanbul. Kemudian perang yang dilakukan suku Kurdi segera di
tumpas oleh pemerintahan dengan mengerahkan 50.000 tentaranya untuk
menekan perang Kurdi dengan menghabiskan sepertiga anggaran tahunan guna
mendapatkan penggunaan kereta api milik Perancis.10
Dari perang yang digencarkan oleh pemerintahan yang mengerahkan
tentaranya di daerah Diyarbakir pada tahun 1925 M, kemudian suku Kurdi
membalas perang tersebut pada tahun 1926 M di lereng gunung Ararat sebelah
Anatolia Timur yang memakan waktu selama empat tahun lamanya dan di
8David McDowall, A Modern History of The Kurds, Revised Edition, (London,: I.B. Tauris,
2005), h. 193. 9Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
218. 10
Jenny. B. White, The Cambridge History of Turkey, Vol. 4, Turkey in The Modern World,
(New York: The Cambridge University Press, 2008), h. 360.
57
pandang sebagai perang lanjutan Syaikh Said dengan memakan banyak korban
termasuk pemimpin Kurdi yang dihukum mati.11
Setelah menerima kematian Syaikh Said, kemudian perhimpunan Azadi
digantikan oleh adiknya Syaikh Said yaitu Syaikh Abdurrahman dari Piran.
Syaikh Abdurrahman dipercayakan untuk memimpin perang lanjutan suku Kurdi
pada tahun 1927 M. Perang pertamanya Syaikh Abdurrahman dilakukan atas
dasar membalas kematian kakanya dan perang ini pula dilakukan karena adanya
bentuk kebijakan yang melarang nilai-nilai budaya suku Kurdi seperti; melarang
pemakaian penutup kepala (Turbus) yang digunakan oleh laki-laki dan perempuan
(kerudung), kemudian pakaian yang biasa di pakai sehari-hari oleh suku Kurdi di
ganti dengan pakaian yang serupa dengan orang Eropa.12
Sayangnya, perang yang
dilakukan oleh Syaikh Abdurrahman telah gagal. Hal ini dikarenakan, para
anggota suku Kurdi telah di tekan oleh pemerintahan Mustafa Kemal dengan
menggunakan kekutan udara dan darat yang terjadi di gunung Ararat sebelah
Anatolia Timur pada tahun 1930 M.13
Mengenai perang suku Kurdi melawan pemerintahan Mustafa Kemal tidak
ada satu pun di antara keduanya untuk berdamai, sampai pada akhirnya perang
terakhir suku Kurdi dilanjutkan secara besar-besaran di daerah Dersim bagian
Timur Turki yang dekat dengan Elazig yang di pimpin oleh Sayyid Riza, perang
ini disebut sebagai perang Dersim. Terjadinya perang Dersim dikarenakan
pemerintahan Mustafa Kemal terus-menerus mengeluarkan kebijakan baru yaitu
11
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
222. 12
Jenny. B. White, The Cambridge History of Turkey, Vol. 4, Turkey in The Modern World,
(New York: The Cambridge University Press, 2008), h. 360. 13
Hamit Bozarslan, “Kurds and The Turkish State” The Cambridge History of Turkey,
Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The Cambridge
University Press, 2008), h. 340.
58
pemberlakuan hukum Swiss dan Itali seperti; melarang generasi Kurdi untuk
bersekolah di madrasah atau sekolah yang bercorak Islam. Selain itu, memaksa
gadis remaja Kurdi untuk menjadi selir dan laki-laki dari keturunan Kurdi
dijadikan sebagai buruh di pemerintahan. Akan tetapi, perang tersebut di tumpas
dengan sangat kejam oleh pemerintahan dan lagi-lagi puluhan ribu warga Kurdi
terpaksa dimukimkan kembali di bagian Barat Turki. Setelah penumpasan itu
terjadi, kemudian suku Kurdi melakukan protes kembali dengan melancarkan
perlawanannya dalam bentuk pamflet-pamflet dan terbitan seperti: majalah, koran,
artikel berkala yang tidak berbobot.14
Sebenarnya, perang dari aksi fisik ini telah di sadari oleh pemerintahan
Mustafa Kemal mengenai keinginan dari suku Kurdi sebagai etnis yang kontra
terhadapnya. Akan tetapi, pemerintahan mengabaikannya melalui perjanjian-
perjanjian, hal ini dikarenakan pemerintah menyadari akan adanya bahaya dari
perang tersebut.15
Maka dari itu, Mustafa Kemal mengumumkan perang kembali
di provinsi-provinsi timur seperti: daerah Diyarbakir, Van, Erzerum, Mosul,
Dersim, gunung Ararat sebelah Timur Anatolia selama sebulan dan Mustafa
Kemal juga mengumumkan Undang-undang Pengkhianatan Tinggi diamandemen
agar mencantumkan pemanfaatan agama demi politik sebagai pengkhianatan.16
II. Perang Non Fisik
a) Diplomasi
Adapun perang non fisik yang dilakukan suku Kurdi yaitu berupa Diplomasi
yang merupakan penyelenggaraan perhubungan resmi antar satu negara dengan
14
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
229. 15
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 2005), h. 193. 16
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 2005), h. 221.
59
negara lain,17
seperti yang dilakukan oleh suku Kurdi dan pemerintahan Mustafa
Kemal dengan di dampingi oleh Liga Bangsa-bangsa yang dilaksanakan tanggal 1
Agustus 1924 M.18
Dari rasa ketidakpuasan suku Kurdi setelah perang bersenjata itu berakhir
dengan kegagalan, kemudian suku Kurdi memutuskan untuk mendatangi Liga
Bangsa-bangsa untuk dijadikan sebagai penengah dari permasalahan antara suku
Kurdi dan pemerintahan Mustafa Kemal di Mosul. Keduanya telah mengatur
pertemuan di daerah Diyarbakir, dengan dihadiri oleh pemimpin Kurdi dan
pemerintahan Mustafa Kemal yang telah berjanji untuk mempertimbangkan
sebuah rezim khusus, dimana keduanya harus mengikuti aturan dari perjanjian
yang telah di buat oleh Liga Bangsa-bangsa, yaitu bermula dari permintaan
pemimpin suku Kurdi kepada pihak pemerintahan Mustafa Kemal yang
diwajibkan menyediakan dana untuk pemulihan daerah, penangguhan wajib
militer selama lima tahun, pemulihan pengadilan Syari’ah, penghapusan
komandan Turki dan penghapusan hukum yang diberikan oleh presiden terhadap
suku Kurdi dan pelepasan orang-orang Kurdi yang dipenjarakan. Adapun timbal
balik dari pemerintahan terhadap pemimpin Kurdi yaitu diwajibkan untuk
mendukung klaim Turki kepada pemerintah Mosul.19
b) Aliansi
Setelah dilakukannya diplomasi antara suku Kurdi dan pemerintahan yang
tidak lain hanyalah mendapatkan merugikan bagi keduanya karena penyerangan
yang terus dilakukan oleh suku Kurdi kepada pemerintahan. Kemudian
17
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Ed. Ketiga,
(Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 357. 18
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 2005), h. 193. 19
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 2005), h. 193.
60
diadakanlah aliansi20
Kurdi dengan pemerintahan Mustafa Kemal. Aliansi tersebut
guna mengancam pemerintah agar memenuhi keinginan suku Kurdi untuk terpisah
dari pemerintahan Turki. Maka dari itu, suku Kurdi mengumpulkan tiga dari
pimpinan perang bersenjata Kurdi yaitu Syaikh Said (1925-1930 M), Syaikh
Abdurrahman (1927 M) dan Sayyid Reza Dersimi (1936-1938 M). Dari aliansi
yang dilakukan suku Kurdi telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam
sejarah nasionalisme Kurdi dan Republik Turki.21
Jejak mendalam tersebut telah melahirkan hukum kewarganegaraan
(Turkifikasi) yang ditetapkan oleh pemerintahan Mustafa Kemal dengan melalui
asimilasi budaya terhadap suku Kurdi. Dimana Kurdi telah diundang untuk
menjadi warga negara Turki melalui proses asimilasi budaya secara paksa tahun
1925 M. Demi menghentikan pertentangan suku Kurdi terhadap pemerintahan
Mustafa Kemal, dengan melalui hukum undang-undang kewarganegaraan yang
dapat dilihat pada pasal 88 tahun 1924 dengan menyatakan: “rakyat Turki terlepas
dari agama dan ras mereka dalam hal kewarganegaraan”. Dalam pandangan pasal
ini memberikan kesan bahwa keturkian (Turkifikasi) terbuka untuk semua
penduduk negara terlepas dari asal-usul etnis dan agama.22
Praktek asimilasi suku Kurdi secara paksa ini telah membuat kekhawatiran
pada rakyat Kurdi, sehingga ketakutan akan kehilangan etnis mereka semakin
tinggi. Praktek asimilasi budaya ini dimulai dengan pelarangan berbicara bahasa
asli Kurdi dan diwajibkan untuk memakai bahasa Turki, penulisan pun demikian
20
Ikatan atau gabungan antara dua negara atau lebih dengan tujuan politik. Peter Salim dan
Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Ed. Ketiga, (Jakarta: Modern English Press,
2002), h. 43. 21
Hamit Bozarslan, “Kurds and The Turkish State” The Cambridge History of Turkey,
Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The Cambridge
University Press, 2008), h. 339. 22
Mesut Yegen, Prospective-Turks or Pseudo-Citizens: Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 600-601, diakses: 06/04/2014 23:04.
61
sama halnya dengan diwajibkan memakai tulisan Turki, adat istiadat Kurdi tidak
boleh dipraktekan dalam budaya Turki, pemakaian pakaian Kurdi pun di larang
dengan tegas dan diganti dengan pakaian yang serupa dengan gaya Eropa.
Mengenai hal ini, pihak pemerintah Republik Turki tidak mau dirugikan oleh
pihak suku Kurdi, dengan begitu seluruh fasilitas yang telah disediakan oleh
pemerintahan diperbolehkan untuk digunakan oleh rakyat Kurdi dengan syarat
suku Kurdi mengakui pengabdiannya kepada bendera Turki.23
c) Hukum Undang-undang
Asimilasi suku Kurdi telah membuat suku Kurdi diungsikan oleh
pemerintahan yang bertempat di daerah Anatolia Barat bersama dengan
keluarganya. Mengenai hal ini, tercantum dalam hukum undang-undang 1204
tahun 1927 M yang menyatakan “1.500 orang dan 80 keluarga telah dipindahkan
ke Anatolia Barat”. Dari hukum undang-undang tersebut kemudian pemerintahan
juga melarang keturunan dari suku Kurdi untuk menggunakan nama marga dan
digantikan dengan nama keluarga di Turki. Hal ini tercantum pada pasal tiga di
dalam hukum undang-undang Republik Turki dengan melarang penggunaan nama
asli tahun 1934 M. Asimilasi ini telah mengancam identitas suku Kurdi secara
tidak langsung.24
Walaupun suku Kurdi telah melakukan perlawanan dengan cara berperang,
dalam periode ini pemerintahan memiliki dampak yang luar biasa. Bahkan dengan
cara apapun pemerintah berusaha menghentikan perlawanan suku Kurdi sebelum
keadaan semakin memburuk. Maka dari itu, pemerintahan telah memutuskan
23
Mesut Yegen, Prospective-Turks or Pseudo-Citizens: Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 603, diakses: 06/04/2014 23:04. 24
Mesut Yegen, Prospective-Turks or Pseudo-Citizens,Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 607, diakses: 06/04/2014 23:04.
62
untuk menetapkan hukum undang-undang pemeliharaan ketertiban (Takrir-i
Sukun) yang menandai akhir dari konflik di antara keduanya.25
Undang-undang ini diberlakukan agar pihak dari suku Kurdi tidak
melakukan perlawanan kembali, hukum undang-undang ini bertahan sampai dua
tahun lamanya.26
Walaupun hukum undang-undang Pemeliharaan Ketertiban yang
ditetapkan oleh pemerintah tidak bertahan lama, pemerintah memutuskan untuk
berusaha menghentikan bentuk perlawanan kembali yang dilakukan oleh suku
Kurdi melalui serangkaian hukum undang-undang yang disebut penyelesaian
(Iskan Kanunu) tahun 1934 M, secara terbuka ditujukan untuk perpindahan
populasi dari kelompok-kelompok yang tidak memiliki budaya Turki dengan
mengirim suku Kurdi ke Anatolia.27
Dari aksi perang yang dipaparkan di atas, ada dua alasan yang menyebabkan
suku Kurdi untuk melakukan perang terhadap pemerintah yaitu:
1) Diberlakukannya ideologi resmi nasionalisme Turki tahun 1923 M yaitu
ideologi Kemalis untuk merubah kekhalifahan menjadi negara yang
sekuler dan modern.
2) Adanya penghapusan Khilafah yang merupakan simbol penting yang
berhubungan dengan masa lalu Utsmani, yang mengakibatkan pemuka
agama Kurdi bereaksi keras terhadap penghapusan khilafah Utsmani.28
25
Hamit Bozarslan, “Kurds and The Turkish State” The Cambridge History of Turkey,
Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The Cambridge
University Press, 2008), h. 341. 26
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
221-222. 27
Hamit Bozarslan, “Kurds and The Turkish State” The Cambridge History of Turkey,
Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The Cambridge
University Press, 2008), h. 342. 28
Hamit Bozarslan, “Kurds and The Turkish State” The Cambridge History of Turkey,
Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The Cambridge
University Press, 2008), h. 338.
63
Dari hasil perlawanan suku Kurdi terhadap pemerintahan dapat diketahui
dengan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh suku Kurdi dan pemerintahan
Republik Turki menurut Hamit Bozarslan di dalam tulisannya yang berjudul
“Kurds and The Turkish State” The Cambridge History of Turkey diantaranya:
1. Pemerintah Republik menunujukan kemampuan negara dengan menekan
dan memanfaatkan suku, hal ini dikarenakan para pemimpin suku telah
dikooptasi untuk memimpin pasukan militer Turki.
2. Meskipun mayoritas dari daerah Kurdi militer, pemerintah Mustafa Kemal
merampasnya dalam satu waktu, sehingga Kurdi melakukan perlawanan.
Perlawanan yang dilakukan suku Kurdi tidak mampu memobilisasi seluruh
penduduk pedesaan dan perkotaan untuk melawan pemerintah Republik.
3. Meskipun mereka terkandung dalam salah satu bagian dari provinsi Kurdi,
hampir semua perlawanan Kurdi meluas keluar dari jalur Turki.29
B. Dampak Perlawanan Suku Kurdi
Respon suku Kurdi terhadap kebijakan baru yang telah dibuat oleh Mustafa
Kemal yaitu berdampak pada pemerintahan, sosial dan agama. Mengenai hal ini,
akan dijelaskan secara detail pada sub-babnya.
1) Pemerintah
Adapun dampak dari perlawanan suku Kurdi terhadap pemerintah Republik
yaitu terdapat kerugian besar yang dialami oleh administrasi pusat. Dimana
pemerintahan telah menekan perlawanan suku Kurdi dengan mengerahkan 50.000
tentara untuk menumpas perlawanan tersebut, dengan menghabiskan sepertiga
29
Hamit Bozarslan, “Kurds and The Turkish State” The Cambridge History of Turkey,
Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The Cambridge
University Press, 2008), h. 340.
64
anggaran tahunan guna mendapatkan bantuan penggunaan kereta api milik
Perancis.30
2) Sosial
Selain konflik ini berdampak pada pemerintahan, hal ini juga berdampak
pada kehidupan sosial yang berasal dari pihak Kurdi dan pihak rakyat Turki.
Perlawanan yang berlangsung lamanya sejak tahun 1924-1936 M, membuat suku
Kurdi dan rakyat Turki memakan korban jiwa yaitu salah satunya para pemimpin
Kurdi yang dihukum mati dan 20.000 orang dideportasi dari Tenggara kemudian
dipaksa untuk tinggal di bagian Barat negara. Pemerintahan Turki pada masa ini
memperlakukan orang Kurdi sangat kejam melalui pejabat Militer dan
pengadilan-pengadilan kemerdekaan. Karena setiap kali melakukan perlawanan,
suku Kurdi melangsungkan perlawanannya secara besar-besaran.31
Selain memakan korban jiwa, perlawanan suku Kurdi juga berdampak pada
hasil perkebunannya, dimana pemerintah telah menyita perkebunan tersebut di
beberapa daerah yang di tempati oleh suku Kurdi dengan terpaksa suku Kurdi
yang tinggal di Diyarbakir, Van, Erzerum dipindahkan ke Anatolia Barat dalam
sepuluh tahun lamanya. Disana suku Kurdi mengungsi bersama dengan keluarga
mereka, yang berjumlah sekitar 1.500 orang dan 80 keluarga (1925-1934 M).
Hal ini ditunjukan dalam undang-undang penyelesaian tahun 1934 M,
dimana di dalam undang-undang tersebut menyatakan adanya perpindahan
penduduk suku Kurdi ke Anatolia Barat hanya 25. 381 warga, 5.074 rumah tangga
30
Jenny. B. White, The Cambridge History of Turkey, Vol. 4, Turkey in The Modern World,
(New York: The Cambridge University Press, 2008), h. 360. 31
Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.
222.
65
dari beberapa provinsi yaitu Tunceli, Erzincan, Bitlis, Van, Diyarbakir, Erzurum,
Elazig, Kars, Malatya dan Mardin.32
Akan tetapi pemukiman ini diberhentikan oleh pemerintahan pada tahun
1940 M setelah Mustafa Kemal lengser dari jabatannya. Alasan diberhentikannya
pemukiman yaitu untuk pengembangan lingkungan yang lebih demokratis di
Turki. Selain itu, setelah penindasan perlawanan suku Kurdi yang ditekan oleh
pemerintah pada tahun 1925, 1930 dan 1938 M Kurdi di Turki tidak lagi
menimbulkan masalah besarnya. Pada tahun 1950 M, akhirnya penduduk suku
Kurdi dipindahkan ke kota-kota besar dengan begitu suku Kurdi di Turki tidak
lagi terasimilasi secara paksa.33
3) Agama
Adapun dari perlawanan suku Kurdi berdampak buruk terhadap agama,
karena ketika itu pemerintahan Republik menutup peribadatan di Turki. Selain itu,
sekolah-sekolah keagamaan di daerah-daerah di tutup rata dan publikasi seperti
tulisan berita (pers) dilarang oleh pemerintah Republik Turki. Hal ini tercantum
pada pasal 42 yang menyatakan “konstitusi saat ini melarang instruksi bahasa lain
selain Turki sebagai bahasa negara yang berlaku bagi seluruh rakyatnya.34
32
Mesut Yegen, "Prospective-Turks" or "Pseudo-Citizens:" Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 601-602, diakses: 06/04/2014 23:04. 33
Mesut Yegen, "Prospective-Turks" or "Pseudo-Citizens:" Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 603, diakses: 06/04/2014 23:04. 34
Mesut Yegen, Prospective-Turks or Pseudo-Citizens: Kurds in Turkey, Middle East
Journal, Vol. 63, No. 4 (Autumn, 2009), h. 604, diakses: 06/04/2014 23:04.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis melalui sumber tertulis, maka hasil
kesimpulannya yaitu:
Pertama, karena adanya kesenjangan ideologi dan agama yang sangat kuat
antara suku Kurdi dan pemerintahan Mustafa Kemal sehingga dapat menghambat
eksistensi suku Kurdi baik dalam bidang sosial, ekonomi, agama, budaya dan
politik.
Kedua, adapun kondisi suku Kurdi masa pemerintahan Mustafa Kemal yaitu
merasa dirinya terdiskriminasi dengan adanya pergantian pemerintahan dari masa
Khilafah Utsmani ke masa pemerintahan Republik Turki yang bertolak belakang,
baik dalam segi politik, ekonomi, sosial, dan agama. Selain itu, pemerintahan
Mustafa Kemal telah menetapkan kebijakan baru yang dapat menghambat
eksistensi suku Kurdi di Turki sehingga suku Kurdi merasa terancam identitas
etnisnya.
Ketiga, bentuk kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan Mustafa
Kemal yaitu penghapusan sistem Kekhalifahan Utsmani di ganti dengan sistem
sekularisasi, dari sistem sekularisasi ini hukum Syari’ah Islam di ganti dengan
hukum Swiss dan Itali, peleburan etnis yang tinggal di Turki menjadi rakyat Turki
(kewarganegaraan Turki). Akibat adanya kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pemerintahan Mustafa Kemal, kemudian ruang gerak suku Kurdi di Turki dibatasi
di Turki.
67
Keempat, dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan Mustafa
Kemal terhadap suku Kurdi di Turki, kemudian suku Kurdi merespon kebijakan
tersebut dengan melakukan perlawanan. Adapun perlawanan yang suku Kurdi
lakukan berupa perang fisik dan non fisik yang dilakukan oleh perhimpunan
Azadi dengan para pendiri dan anggotanya, dari perlawanan tersebut kemudian
berdampak buruk bagi pemerintahan, sosial dan agama.
B. Saran
Berdasarkan dengan hasil penelitian ini, disadari bahwa pada tulisan ini
akan mendapatkan kritik dan saran dari para pembaca. Karena itu, diharapkan
untuk ke depannya akan diteliti kembali melalui penelitian lapangan ataupun
pustaka. Saran dari penulis dalam penelitian ini untuk mengatasi kebijakan
pemerintahan Mustafa Kemal terhadap suku Kurdi di Turki alangkah baiknya
lebih hati-hati dalam menuntut hak kepada yang berkuasa, karena bisa jadi
pemerintahan akan melakukan lebih kejam lagi dari biasanya.
68
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Primer:
Jaffer Sheyholislami, Kurdish Identity, Discourse, and New Media, (New York:
Palgrave Macmillan, 2011).
Zarar Sedigh Tofigh, Kurdish Tribes in The Middle Age, diterjemahkan oleh Idris
Abdullah Mustafa, (@‹ ŽïÜìóè, 2010). www.mukiryani.com
Sumber Sekunder:
A Syafiq, Mughni. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. Jakarta: Logos, 1997.
Abdullah, Ocalan. War an Peace In Kurdistan (Perspektives For a Political
Solution of The Kurdish Question). International Initative: 2008.
Bruce, Master. “Kurds” Encyclopedia of the Ottoman Empire. Facts on File
Library of World History, Edited by: Gabor Agoston dan Bruce Masters,
New York: Facts on File, 2009.
David, McDowall. A Modern History of The Kurds. London: I.B. Tauris, 2005.
David, McDowall. The Kurds (A Contemporary Overview), edited by Philip G.
Kreyenbroek and Stefan Sperl. London: Routledge, 1992.
Dudung, Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar Ruzz
Media.
Erik J. Zurcher. Sejarah Modern Turki. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2003.
Fahmi, Jamaludin. Kebijakan Luar Negeri Turki dalam Mengatasi Masalah
Konflik Etnis dengan Bangsa Kurdi. Jakarta: Universitas indonesia, 2010.
69
Feroz, Ahmad. “Turki” Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Bandung:
Mizan, 2001.
Hakan Ozoglu, Kurdish Notables and The Ottoman State: Evolving Identities
Competing Loyalties and Shifting Boundaries, (New York: State University
of New york, 2004).
Harun, Nasution. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan).
Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992.
Ira M. Lapidus. Sejarah Sosial Ummat Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1999.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Martin, Van Bruinessen. The Kurds and Islam. Working Paper no. 13, Islamic
Area Studies Project, Tokyo, Japan, 1999, (Les Annales de l'Autre Islam ,
No.5), (Paris: INALCO, 1998).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. KBBI. Jakarta : Balai Pustaka,
2005.
Sartono, Kartodirdjo. Pendekatan llmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002.
TH, Bois. “Kurds” The Encyclopaedia of Islam. Leiden: Tuta Sub Aegide Pallas.
EJB/ E. J. Brill, 1986.
Tim Penyusun Kamus Pusat bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 2007.
70
Tim, Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi
Jakarta: CeQDA, 2013/14.
Ully, Nuzulian. Kebijakan Pemerintahan Turki Terhadap Etnis Kurdi (studi kasus
setelah perjanjian Sevres tahun 1920). Jakarta: Universitas indonesia, 2008.
Umair Shiddiq, Yahsy. Identitas Etnis Kurdi di Turki. Jakarta: Universitas
Indonesia, 2010.
Jurnal:
David, Bradshaw. After the Gulf War: The Kurds. The Middle East Journal,
(Published by: Royal Institute of International Affairs). Middle East: 1991.
G. R Driver. Studies in Kurdish History. “Bulletin of the School of Oriental
Studies, University of London”. Cambridge University Press on behalf of
the School of Oriental and African Studies, 1922.
George S. Harris. Ethnic Conflict and The Kurds, Annals of the American
Academy of Political and Social Science, Vol. 433, Ethnic Conflict in the
World Today 1977.
Hamit, Bozarslan. “Kurds and the Turkish State” The Cambridge History of
Turkey, Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World,
New York: The Cambridge University Press, 2008.
Hasan, Kayali. “The Struggle for Independence” The Cambridge History of
Turkey, Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World.
New York: The Cambridge University Press, 2008.
Jenny. B, White. “Islam and Politics in Contemporary” The Cambridge History of
Turkey. New York: The Cambridge University Press, 2008.
71
Martin van Bruinessen, The Kurds in Turkey, Middle East Research and
Information Project (MERIP) Reports, No. 121, State Terror in Turkey
(Feb., 1984).
Michael M. Gunter. The Kurdish Question in Perspective, Vol. 166, World
Affairs, Spring 2004,
http://www.kurdipedia.org/documents/88606/0001.PDF.
R. R, Kasliwal. The Foreign Policy Of Turkey Since 1919. The Indian Journal of
Political Science, Vol. 7, No. 1-2, (Indian Political Science Association,
1945.
Sibel Bozdogan, “Art and architecture in modern Turkey” in The Cambridge
History of Turkey,Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern
World, (New York: The Cambridge University Press, 2008).
Suna, Kili. Kemalism in Contemporary Turkey. International Political Science
Review / Revue internationale de science politique, Vol. 1, No. 3, Political
Ideology: Its Impact on Contemporary Political Transformations 1980.
Zharmukhamed, Zardykhan. Ottoman Kurds of the First World War Era:
Reflections in Russian Sources. Middle Eastern Studies, 2006.
Internet:
http://www.aljazeera.com/news/europe/2007/10/2008525183331270946.html.
http://www.britannica.com/EBchecked/media/136499/Carrying-a-banner-
depicting-the-image-of-the-founder-of?topicId=40411
http://www.britannica.com/EBchecked/media/601/Mustafa-Kemal-in-
1923?topicId=40411
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/22897/Anatolia
72
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/22897/Anatolia
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/22897/Anatolia
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/325191/Kurd
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/325241/Kurdistan
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/325241/Kurdistan
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/325241/Kurdistan
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/434995/Ottoman-court-carpet
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/471291/portolan-chart
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/582207/tanbur
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/609790/Turkey
https://istihbaratsahasi.wordpress.com/2013/08/01/doc-dr-hakan-ozoglu-ataturk-
ozerklik-vaat-etmedi-oyle-anlasilsin-istedi/
https://istihbaratsahasi.wordpress.com/2013/08/01/doc-dr-hakan-ozoglu-ataturk-
ozerklik-vaat-etmedi-oyle-anlasilsin-istedi/
Uludag, Memet. The long struggle of the Kurds.
http://www.irishmarxistreview.net/index.php/imr/article/view/96/98,
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 11
Suku Kurdi sebelum kendali Khilafah Utsmani
Gambar 2. 22
Suku Kurdi di bawah kendali Khilafah Utsmani yaitu delegasi (wewenang)
kekuasaan, kepatuhan dan ukuran kelompok.
1Hakan Ozoglu, Kurdish Notables and The Ottoman State: Evolving Identities Competing
Loyalties and Shifting Boundaries, (New York: State University of New york, 2004), h. 55. 2Hakan Ozoglu, Kurdish Notables and The Ottoman State: Evolving Identities Competing
Loyalties and Shifting Boundaries, (New York: State University of New york, 2004), h. 55.
Gambar 2. 33
Perbatasan Khilafah Safawi dan suku Kurdi sebelum 1514 M
Gambar 2. 44
Peta Kurdi tahun 1860 M
3Hakan Ozoglu, Kurdish Notables and The Ottoman State: Evolving Identities Competing
Loyalties and Shifting Boundaries, (New York: State University of New york, 2004), h. 50. 4Jaffer Sheyholislami, Kurdish Identity, Discourse, and New Media, (New York: Palgrave
Macmillan, 2011), h. 49.
Gambar 2. 55
Daftar Gubernur suku Kurdi masa Khilafah Utsmani dari tahun 1847-1867 M
Gambar 2, 66
Peninggalan Khilafah Utsmani di Turki
5Hakan Ozoglu, Kurdish Notables and The Ottoman State: Evolving Identities Competing
Loyalties and Shifting Boundaries, (New York: State University of New york, 2004), h. 62-63. 6http://www.britannica.com/EBchecked/topic/22897/Anatolia
Gambar 2. 77
Data rakyat Kurdi yang tinggal di wilayah Kurdistan
Gambar 2. 88
Kelompok dialek Kurdi ditunjukan dalam jumlah besar di wilayah Kurdistan
7David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. xiii.
8Jaffer Sheyholislami, Kurdish Identity, Discourse, and New Media, (New York: Palgrave
Macmillan, 2011), h. 59.
Gambar 2. 99
Data distribusi suku Kurdi di beberapa wilayah seperti Turki, Iran dan Irak
Gambar 2. 1010
Kekuasaan daerah yang dipegang alih oleh suku Kurdi di Turki
9David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. xiv
10David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. xv.
Gambar 2. 1111
Rakyat yang memakai bahasa Kurdi
Gambar 2. 1212
Ahmed-i Hani (Ehmed Xani 1651 M) seorang penyair dan pemuka agama Kurdi
menunjukan kesadaran kelompok yang jelas ketika ia membedakan Kurdi dari
Arab, Turki dan Iran dengan judul “Derde Me” terkenal dengan sebutan Mem-u
Zin diselesaikan olehnya tahun 1695 M.
11
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. xvi. 12
Hakan Ozoglu, Kurdish Notables and The Ottoman State: Evolving Identities Competing
Loyalties and Shifting Boundaries, (New York: State University of New york, 2004), h. 31-32.
Gambar 2. 1313
Puisi Mem-u Zin yang di tulis oleh Ahmed-i Hani
Gambar 2. 1414
Rakyat petani suku Kurdi di pemerintahan daerah
13
Memuzin adalah bagian dari tradisi lisan yang panjang sampai berabad-abad seperti
bahasa yang dipakai oleh suku Kurdi sendiri diantaranya bahasa Kurmanji, Gurani dan Sorani.
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 5. 14
Martin van Bruinessen, The Kurds in Turkey, Middle East Research and Information
Project (MERIP) Reports, No. 121, State Terror in Turkey (Feb., 1984), h. 7, diakses: 17/09/2014
23:41.
Gambar 2. 1515
Penggembala dari suku Kurdi
Gambar 2. 1616
Hasil karya suku Kurdi yang tinggal di kota yaitu Karpet Permadani
15
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/325241/Kurdistan 16
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/434995/Ottoman-court-carpet
Gambar 2. 1717
Seni musik suku Kurdi bernama Tanbur
Gambar 2. 1818
Wanita seniman
17http://www.britannica.com/EBchecked/topic/582207/tanbur
18Sibel Bozdogan, “Art and architecture in modern Turkey” in The Cambridge History of
Turkey,Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The
Cambridge University Press, 2008), h. 433.
Gambar 2. 1919
Perempuan dan anak dari keturunan suku Kurdi, disebelah kirinya adalah laki-laki
dari keturunan Kurdi yang akan bekerja.
Gambar 2. 2020
Kavaleri (pasukan berkuda) suku Kurdi
19
Martin van Bruinessen, The Kurds in Turkey, Middle East Research and Information
Project (MERIP) Reports, No. 121, State Terror in Turkey (Feb., 1984), h. 9, diakses: 17/09/2014
23:41. 20
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/325241/Kurdistan
Gambar 2. 2121
Keadaan kota Bitlisi
Gambar 3. 122
Perpecahan wilayah pada perjanjian Sykes-Picot
21
Martin van Bruinessen, The Kurds in Turkey, Middle East Research and Information
Project (MERIP) Reports, No. 121, State Terror in Turkey (Feb., 1984), h. 11, diakses: 17/09/2014
23:41. 22
David McDowall, A Modern History of The Kurds, (London,: I.B. Tauris, 1997), h. 116.
Gambar 3. 223
Rangkaian reformasi kemerdekaan Turki tahun 1920 yang diarahkan oleh Mustafa
Kemal Attaturk, dengan menyatakan negara Turki menjadi negara sekulerisasi
yang menghilangkan nilai-nilai keagamaan di Turki.
Gambar 3. 324
Sebelah Kiri: Mustafa Kemal Attaturk dan kanan: Sultan Vahidettin. Sultan
Vahidettin ditugaskan oleh Mustafa Kemal selama perjuangan kemerdekaan Turki
untuk menerima dukungan dari kepala suku Kurdi yang meluas di beberapa
daerah.
23
Sibel Bozdogan, “Art and architecture in modern Turkey” in The Cambridge History of
Turkey,Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The
Cambridge University Press, 2008), h. 430. 24
https://istihbaratsahasi.wordpress.com/2013/08/01/doc-dr-hakan-ozoglu-ataturk-ozerklik-
vaat-etmedi-oyle-anlasilsin-istedi/
Gambar 3. 425
Mustafa Kemal (Atatürk) in 1923
Gambar 3. 526
Sejumlah intelektual Kurdi berpartisipasi dalam gerakan nasionalis dalam
pembentukan Republik pada akhir abad ke 20.
25
http://www.britannica.com/EBchecked/media/601/Mustafa-Kemal-in-
1923?topicId=40411 26
https://istihbaratsahasi.wordpress.com/2013/08/01/doc-dr-hakan-ozoglu-ataturk-ozerklik-
vaat-etmedi-oyle-anlasilsin-istedi/
Gambar 3. 627
Peta negara Turki tahun 1924 M
Gambar 3. 728
Bangunan peninggalan Mustafa Kemal yaitu Cubuk Dam, taman umum dan
restoran di luar Ankara (tahun 1930-1936 M)
27
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/22897/Anatolia 28
Sibel Bozdogan, “Art and architecture in modern Turkey” in The Cambridge History of
Turkey,Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The
Cambridge University Press, 2008), h. 435.
Gambar 3. 829
Bangunan dari Ankara sebagai ibu kota baru dengan Exhibition Hall yang baru
(Sergi Evi) yang dirancang oleh Sevki Balmumcu ke kanan (1933).
Gambar 4. 130
Spanduk Mustafa Kemal saat terjadinya perlawanan.
29
Sibel Bozdogan, “Art and architecture in modern Turkey” in The Cambridge History of
Turkey,Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The
Cambridge University Press, 2008), h. 436. 30
http://www.britannica.com/EBchecked/media/136499/Carrying-a-banner-depicting-the-
image-of-the-founder-of?topicId=40411
Gambar 4. 231
Pembukaan stasiun kereta api Ankara (1937) yang dirancang oleh Sekip akalin.
Gambar 4. 332
Anıtkabir, makam Ataturk (1942 -55), yang dirancang oleh Emin Onat dan Orhan
Arda - monumen nasionalis utama Turki modern.
31
Sibel Bozdogan, “Art and architecture in modern Turkey” in The Cambridge History of
Turkey,Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The
Cambridge University Press, 2008), h. 439. 32
Sibel Bozdogan, “Art and architecture in modern Turkey” in The Cambridge History of
Turkey,Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The
Cambridge University Press, 2008), h. 440.
Gambar 4. 433
Taslik Coffee House (1948) oleh Sedad Hakki Eldem, yang diperkuat replika
beton modern rumah kayu abad ketujuh belas, yang Amcazade Huseyin Pasa
Yalisi di Bosporus; contoh kanonik Kedua Style Nasional dalam arsitektur.
Gambar 4. 534
Para pemimpin Kurdi dari seluruh bagian Kurdistan dan era yang berbeda.
33
Sibel Bozdogan, “Art and architecture in modern Turkey” in The Cambridge History of
Turkey,Editted by: Resat Kasaba, Vol. 4, Turkey in The Modern World, (New York: The
Cambridge University Press, 2008), h. 443. 34
Jaffer Sheyholislami, Kurdish Identity, Discourse, and New Media, (New York: Palgrave
Macmillan, 2011), h. 157.
Gambar 4. 635
Dokumen ini adalah kontrak pernikahan di mana 'Republik Kurdistan dua kali
disebut, dan pasangan menikah yang mengaku memiliki 'kewarganegaraan
Republik Kurdistan. Hassan Ghazi itu.
Gambar 4. 36
Pembantaian suku Kurdi di Turki
35
http://www.weneykk.blogspot.com 36
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/325191/Kurd
top related