kasus 9.docx.doc
Post on 22-Dec-2015
266 Views
Preview:
TRANSCRIPT
0
KASUS YANG DIPERSIAPKAN
BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
RIWAYAT PSIKIATRI
Riwayat psikiatri diperoleh dari heteroanamnesis dengan Ny. H (ibu kandung) dan
Tn.K (ayah kandung), dan autoanamnesis. Kebenaran anamnesis dapat dipercaya.
A. Identitas Penderita
Seorang laki-laki, berinisial N, berusia 24 tahun, pendidikan terakhirS1 UPI
jurusan Geografi, agama Islam, suku Sunda, anak ketiga dari tiga bersaudara,
belum bekerja, status belum menikah, tinggal di daerah Buah Batu Bandung,
datang dan kontrol ke Poli Psikiatri RSUP Hasan Sadikin pada tanggal 11 Maret
2013.
B. Keluhan Utama
Mencemaskan dirinya mengalami gangguan jiwa
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelas tahun sebelum kunjungan ke rumah sakit, pasien dimarahi oleh
ayahnya karena pasien pergi bermain dengan teman – temannya padahal ia
disuruh ke Mesjid untuk beribadah. Sejak saat itu pasien mulai memikirkan bahwa
dirinya telah berdosa karena pasien jarang beribadah. Kemudian saat berpuasa di
bulan Ramadhan, pasien juga sering berpikir bila ia berbicara tidak baik dan
berkelakuan tidak baik maka puasanya akan batal. Pikiran tersebut muncul terus
menerus dan hampir setiap hari sehingga pasien menjadi cemas dan tidak nyaman.
Namun setelah lebaran, pikiran tersebut hilang dengan sendirinya.
Empat tahun sebelum kunjungan ke rumah sakit, saat bulan puasa ketika
pasien selesai sholat, ia berpikir bahwa ia telah berdosa karena ibadahnya tidak
2
sempurna. Pikiran tersebut muncul setelah mendengarkan ceramah tentang dosa
dan orang yang musrik saat pasien sedang taraweh. Kemudian, pasien membaca
buku-buku mengenai gangguan jiwa. Setelah membaca buku-buku tersebut ia
mulai merasa takut kalau-kalau dirinya mengalami gangguan jiwa. Saat itu pasien
merasa malu dan takut sehingga ia tidak berobat namun didepan keluarganya
pasien berusaha bersikap biasa. Pasien berusaha menenangkan dirinya dengan
melakukan banyak aktivitas di luar rumah seperti bermain dengan teman –
temannya, menurut pasien bila ia bermain dengan teman – temannya pikiran –
pikiran tersebut berkurang dan kemudian hilang dengan sendirinya.
Satu tahun sebelum kunjungan ke rumah sakit, pasien sering ditegur oleh
keluarga dan dosen pembimbing karena ia tidak juga menyelesaikan skripsinya.
Pasien menjadi cemas dan takut skripsinya tidak akan bisadiselesaikan namun
pasien juga merasa malas mengerjakan skripsinya. Saat itu, secara tidak sengaja,
pasien menonton talk show “Kick Andy” yang membahas tentang skizofrenia.
Sejak saat itu, pasien mulai merasa ketakutan kalau-kalau dirinya akan mengalami
halusinasi dan perilaku seperti pada pasien skizofrenia. Pasien pun sering
melakukan pekerjaan yang berulang – ulang seperti bila keluar rumah ia sering
kembali lagi untuk memeriksa apakah pintu sudah terkunci dan bila mengerjakan
tugas pasien akan berulang kali memeriksa kembali apakah tugasnya sudah benar,
hal ini bisa ia lakukan sebanyak 3 kali. Pasien merasa tidak nyaman bila berada di
rumah karena ia malas dan takut bila ditanya oleh keluarga mengenai skripsinya.
Pasien berusaha mengatasi kecemasannya dengan sering main di luar rumah
bersama teman – temannya namun pikiran tersebut tetap muncul. Pasien
3
menyadari bahwa kecemasannya tersebut sangat berlebihan dan tidak masuk akal,
namun, pasien tidak dapat dan tidak tahu cara mengatasinya.
Pasien juga sengaja menunda tugas Program Latihan Profesi (tugas akhir
mengajar di sekolah) karena ia merasa cemas, takut dan tidak mampu untuk
mengajar di depan kelas. Menurut pasien sejak kecil ia sering merasa tidak
nyaman, berdebar – debar, keringat dingin, tegang dan gemetaran bila harus tampil
di depan kelas. Kemudian karena pasien sudah tidak bisa menunda PLP nya pasien
semakin merasa cemas dan takut dirinya tidak mampu menguasai materi yang
akan dibawakan. Setiap kali mengajar pasien selalu merasa jantungnya berdebar –
debar, keringat dingin, tegang, gemetaran dan gugup sehingga ia sering dikerjai
oleh murid – muridnya dan setelah selesai mengajar keluhannya tersebut hilang.
Enam bulan sebelum kunjungan, pasien datang ke bagian konseling di
kampusnya untuk mencari solusi mengatasi kecemasannya tersebut. Pasien
dikatakan mengalami gangguan kecemasan. Ia mengikuti konseling setiap dua
Minggu sekali selama kurang lebih 5 bulan. Dalam konseling pasien diajarkan
untuk memaafkan masa lalunya dan diarahkan untuk menyelesaikan skripsinya.
Pasien tidak merasakan adanya perubahan. Ia masih sering memikirkan bahwa
dirinya mengalami gangguan skizofrenia seperti takut bila ia bisa mendengar
suara-suara, takut bila ia bisa membunuh ayah dan ibunya dan takut bila
pikirannya dapat membuat skenario cerita yang berbahaya seperti pada pasien
skizofrenia. Hal ini membuat pasien menjadi cemas dan takut bila ia melihat
ataupun memegang pisau.
4
Pikiran tersebut muncul terus menerus terutama bila pasien sedang tidak ada
aktivitas sampai-sampai membuat jantungnya sering berdebar-debar, keringat
dingin dan tidak bisa tidur. Keluhan ini berlangsung hampir setiap hari selama
beberapa bulan yang tidak terbatas pada situasi khusus tertentu saja.
Pasien masih dapat melakukan perawatan diri dan aktivitasnya sehari – hari
dengan baik. Pasien dapat berkonsentrasi dan masih berusaha untuk
menyelesaikan skipsinya meskipun ia merasa sedih, bingung dan tertekan dengan
keadaannya saat ini. Pasien juga masih dapat menikmati hobinya dan nafsu makan
dikatakan baik.
Pasien mencoba mencari informasi dari internet mengenai pelayanan
kesehatan jiwa di rumah sakit dan kemudian pasien datang berobat ke poli
Psikiatri RSHS pada bulan Febuari. Oleh dokter tersebut pasien diberi obat
clomipramin yang diminum 1x1. Menurut pasien meskipun ia sudah minum obat
tersebut namun pikiran – pikiran tersebut tetap muncul.
D. Riwayat Medis dan Psikiatrik yang lalu
1. Gangguan Mental atau Emosi
Riwayat gangguan mental dan emosi sebelumnya tidak ditemukan
2. Gangguan Psikosomatis
Tidak didapatkan adanya riwayat asma, nyeri lambung, eksim, rematik atau
penyakit psikosomatik lainnya
3. Kondisi Medik
Riwayat penyakit fisik berat dan riwayat penyalahgunaan zat psikoaktif
5
disangkal
4. Gangguan Neurologi
Riwayat panas badan, muntah-muntah, penglihatan ganda sebelumnya tidak
ada. Riwayat trauma kepala, kejang dan kehilangan kesadaran tidak ada.
E. Riwayat Keluarga
Struktur keluarga yang tinggal serumah saat pasien berusia
10 tahun
No Nama L/P Usia Hubungan Sifat
1.
2.
3.
4.
5.
Tn. R
Ny.H
I
H
N
L
P
L
P
L
46 th
44 th
17th
12 th
10 th
Ayah kandung
Ibu kandung
Kakak Kandung
Kakak kandung
Pasien
Tegas, keras
Baik, ramah, sabar
Pemarah,usil
Ramah, baik
Pemalu, pencemas
Struktur keluarga yang tinggal serumah saat ini
No Nama L/P Usia Hubungan Sifat
1.
2.
3.
Tn. R
Ny. H
N
L
P
L
59 thn
57 th
24 th
Ayah kandung
Ibu Kandung
Pasien
Tegas
Ramah, penyabar
Pemalu, pencemas
6
GENOGRAM
Keterangan
Laki-laki Gangguan Jiwa Meninggal
Perempuan Pasien Tinggal Satu Rumah
Meninggal, 1978Sakit
Meninggal, 1989Sakit
Meninggal, 1977Sakit
Meninggal, 1981Sakit
Meninggal, 2012Sakit
6468 62 60 575870 56 54 52 49 46
232631
59
0,3
33
6270 6469 67 6672 58 55
7
Pasien merupakan anak bungsu yang mempunyai dua orang kakak. Ia
dibesarkan dalam sosio-kultural Sunda dengan kondisi ekonomi yang cukup.
Orang tua pasien berwiraswasta dengan penghasilan yang tidak tetap. Ayah pasien
bekerja membuat maket sedangkan Ibu pasien bekerja berjualan peralatan rumah
tangga. Mereka juga mendapat tambahan uang dari anak-anaknya yang sudah
bekerja.
Ayah pasien merupakan anak ke 9 dari 11 bersaudara, memiliki sifat yang
tegas, keras dan sering memarahi anak-anaknya. Ibu pasien merupakan anak ke 7
dari 12 bersaudara, memiliki sifat penyabar, penyayang, dan mudah kuawatir.
Tidak ada hubungan darah antara ayah dan ibu pasien. Hubungan keduanya cukup
harmonis. Pasien tidak dekat dengan ayahnya karena ia sering memarahi bahkan
memukul pasien apabila pasien tidak menuruti keinginannya. Hal ini membuat
pasien merasa takut dengan ayahnya dan lebih dekat dengan ibunya. Hubungan
pasien dengan kakak pertamanya juga kurang dekat karena perbedaan usia yang
cukup jauh. Selain itu, ia juga sering dimarahi, diejek dan dikerjai oleh kakaknya.
Meski demikian, hubungan pasien dengan kakak keduanya cukup dekat. Ibu lebih
dominan dalam mendidik pasien, namun, ayah tetap memperhatikan
perkembangan anak-anaknya. Ayah dan ibu pasien mengajarkan anak-anaknya
untuk taat beragama. Ayahnya selalu menekankan bahwa sholat adalah tiang
agama dan tidak sempurna Islam seseorang bila sholatnya tidak sempurna.Ia juga
tidak segan-segan menghukum atau memukuli anak-anaknya bila mereka tidak
sholat. Riwayat penyakit serupa atau penyakit psikiatrik lainnya dalam keluarga
disangkal.
8
Denah Tempat Tinggal Pasien
9
Pasien tinggal di daerah kota, posisi rumah pasien di gang yang tidak jauh dari
jalan utama. jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain cukup dekat.
Ukuran rumah pasien kurang lebih ukuran 8 m x 8 m terdiri dari dua lantai. Lantai
pertama terdiri dari beberapa ruangan yaitu ruang tidur utama, kamar mandi,
dapur, ruang keluarga dan ruang tamu. Lantai kedua hanya ada satu ruangan yaitu
kamar yang ditempati oleh pasien. Bagian depan rumah terbuat dari tembok,
bagian belakang dapur dan kamar mandi yang terbuat dari kayu. Ruang tidur
utama diisi oleh ayah dan ibu pasien. Antara ruang tamu dengan ruang keluarga
terdapat sekat atau pembatas. Perbandingan antara jendela dan dinding cukup
proporsional sehingga rumah mendapatkan pencahayaan yang cukup dan sirkulasi
udara baik.
Saat ini, pasien adalah anak satu-satunya yang masih tinggal bersama kedua orang
tuanya. Kedua kakaknya sudah bekerja dan tidak lagi tinggal bersama mereka.
Ayah pasien merupakan ketua RT di lingkungan rumahnya. Hubungan keluarga
dengan tetangganya cukup baik. Ayah dan ibu pasien aktif dalam mengikuti
kegiatan di lingkungannya sedangkan pasien jarang ikut terlibat dalam berbagai
kegiatan di lingkungan rumahnya. Pasien jarang sekali mengobrol dengan
ayahnya karena merasa takut. Meskipun pasien lebih dekat dengan ibunya, namun
pasien tidak pernah menceritakan keluhan yang ia rasakan selama ini kepadanya.
F. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat prenatal dan perinatal
Setelah kelahiran anak kedua, ayah dan ibu pasien berencana untuk tidak
menambah anak lagi dengan cara ibu menggunakan alat kontrasepsi IUD. Ibu
pasien baru menyadari dirinya hamil pada saat usia kandungan berumur 4
10
bulan. Ibu pasien merasa bingung dengan kehamilannya. Ia mencemaskan
kondisi kehamilannya, kuatir terjadi sesuatu akibat penggunaan IUD. Ibu
merasa lebih tenang setelah mendapat penjelasan dari bidan. Selama
kehamilan ibu memeriksakan kandungannya secara teratur. Pasien lahir
setelah dikandung selama 9 bulan, lahir spontan dibantu oleh bidan dan tidak
ada penyulit dalam proses kehamilan atau persalinannya. Berat badan pasien
saat lahir adalah 3350 gr. Tidak terdapat kelainan fisik saat dilahirkan.
2. Masa kanak-kanak awal ( kelahiran sampai usia 3 tahun )
a. Kebiasaan makan dan minum
Pasien mendapatkan ASI sampai umur 2 tahun. Ibu memberikan ASI dengan
posisi berbaring, duduk atau dalam keadaan tidak melakukan kegiatan yang
berat. ASI diberikan hingga pasien tertidur. Pasien mendapat makanan
tambahan saat 4 bulan dan tidak terdapat kesulitan dalam pemberian makan.
b. Perkembangan awal
Pertumbuhan dan perkembangan secara umum tampak normal seperti anak
lainnya. Pasien jarang mengalami masalah kesehatan atau sakit. Hanya
beberapa kali saja menderita batuk pilek. Pasien mulai berbicara beberapa
kata saat usia sekitar 10 bulan dan mulai berjalan lancar saat usia 15 bulan.
Riwayat kejang demam, trauma dan penyakit medik lain tidak ada.
- Toilet training
Pasien mulai dilakukan toilet training oleh ibunya pada usia sekitar 2 tahun.
Caranya dengan melatih pasien untuk mengatakan keinginannya buang air
kecil/ besar lalu dibawa ke kamar mandi danmembiasakan untuk buang air
11
kecil malam hari sebelum pasien tidur. Menjelang usia 3 tahun pasien sudah
tidak menggunakan popok dan tidak mengompol lagi.
- Gejala-gejala gangguan perilaku
Tidak ditemukan
- Kepribadian dan temperamen
Pasien adalah anak yang pendiam dan jarang rewel.
3. Masa kanak-kanak menengah ( usia 3 – 11 tahun )
a. Pertumbuhan dan perkembangan pasien sama seperti anak seusianya.
Ayah pasien sering melarang dan memarahi pasien untuk bermain di luar.
Terkadang ayah tidak segan untuk memukul apabila pasien tidak menuruti
perintahnya.
b. Pasien masuk TK ketika berusia 5 tahun, saat itu pasien cenderung
pendiam dan pemalu. Pasien hanya mau berteman dengan beberapa anak saja.
c. Usia 6 tahun pasien masuk sekolah di SD Nilem 2 di daerah Buah batu.
Hari pertama sekolah pasien menangis karena tidak mau ditinggal oleh
ibunya. Seminggu kemudian, pasien sudah mulai terbiasa ditinggal di
sekolah. Pasien termasuk anak yang pendiam dan pemalu dan tidak memiliki
banyak teman di sekolah. Pasien selalu naik kelas dengan prestasi cukup.
4. Masa kanak-kanak akhir (pubertas hingga remaja)
a. Hubungan sosial
Pasien adalah anak yang pendiam, pemalu, dan memiliki sedikit teman. Bila
pasien mempunyai masalah, ia lebih sering mengadu kepada ibunya karena
merasa lebih nyaman. Pasien tidak bermasalah dalam menjalin hubungan
12
pertemanan. Ia lebih sering menjadi pengikut dalam permainan dengan
teman-temannya.
b. Riwayat sekolah
Setelah menyelesaikan pendidikannya di SD, pasien melanjutkan sekolahnya
ke SMP 43. Pasien tidak pernah tinggal kelas, prestasi cukup. Di bangku
SMP, pasien mulai memiliki banyak teman dan senang bermain. Namun, hal
ini justru membuat pasien sering dimarahi dan dipukul oleh ayah nya. Ayah
pasien tidak menyukai bila pasien banyak bermain dan jarang beribadah.
Ayah pasien selalu menekankan tentang dosa bila tidak beribadah. Hal ini
membuat pasien merasa takut berdosa terhadap Allah.
Pasien kemudian melanjutkan sekolahnya ke SMA 17. Pasien hanya memiliki
beberapa teman dekat. Tidak ada masalah dalam hal pelajaran. Pasien selalu
naik kelas dengan prestasi cukup.
Pasien melanjutkan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi di kota
Bandung atas saran kakak ipar nya yang berprofesi sebagai guru. Awalnya
pasien sempat bingung akan meneruskan kuliah dimana dan bila ia menjadi
guru ia takut tidak mampu bila harus mengajar di depan kelas, namun karena
biaya pendidikan di UPI tidak terlalu mahal sehingga ia memutuskan untuk
mengikuti saran kakak iparnya dengan memilih jurusan yang ia sukai.
Pada awalnya, pasien dapat mengikuti kuliah dengan baik. Pada tahun ketiga,
setelah judul skripsinya ditolak, pasien mulai malas kuliah dan enggan
mengerjakan skripsi. Prestasi pasien cukup dengan indeks prestasi kumulatif
pasien 3,4. Hingga saat ini pasien sedang berusaha untuk menyelesaikan
skripsinya.
13
c. Perkembangan kognitif dan motorik
Sesuai dengan anak seusianya
d. Masalah emosi dan fisik masa remaja
Tidak ada masalah dengan emosi dan fisik
e. Riwayat Psikoseksual
- Ketertarikan awal pada lawan jenis: Pasien mulai merasakan ketertarikan
pada lawan jenis ketika pasien SMP, tetapi tidak berani untuk mendekati
perempuan yang disukainya.
- Pasien mengetahui masalah seksual dari teman-temannya.
- Pasien pertama kali mimpi basah saat duduk di kelas 2 SMP
- Pasien pemalu dan tidak percaya diri bila berhadapan dengan lawan jenis.
- Hubungan seksual pranikah disangkal.
5. Masa dewasa
a. Riwayat pekerjaan
Pasien belum pernah bekerja.
b. Riwayat perkawinan dan relasi
Pasien belum pernah berpacaran dengan seorang perempuan dengan alasan
malu dan tidak percaya diri.
c. Aktifitas sosial
Pasien jarang mengikuti kegiatan sosial seperti kerja bakti, pengajian, atau
kegiatan-kegiatan hari besar yang diselenggarakan dilingkungannya.
d. Latar belakang kondisi spiritualitas dan religiusitas
Pasien dibesarkan dalam lingkungan beragama Islam. Pasien mendapatkan
pendidikan agama yang cukup kuat dari orang tuanya.
14
e. Riwayat hukum dan militer
Pasien tidak pernah berurusan dengan hukum dan tidak mempunyai
pengalaman militer
I. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal11Maret 2013 di Poliklinik Psikiatri
RSHS pukul 11.00 WIB
A. Gambaran Umum
1. Penampilan
Pasien datang di poli psikiatri menggunakan pakaian kaos berwarna coklat
muda dan celana panjang berbahan kain berwarna hitam dan beralaskaki
sandal. Pasien berpenampilan sesuai usianya, kondisi fisik tampak sehat,
perawakan sedang, kebersihan diri baik. Pasien memasuki ruang
pemeriksaan dengan ragu-ragu dan roman muka yang tampak cemas.
2. Perilaku terhadap pemeriksa
Pasien cukup kooperatif, ramah dan kontak mata dengan pemeriksa kurang
karena selama wawancara pasien lebih banyak menunduk. Pasien mau
menjawab pertanyaan pemeriksa dan mengungkapkan keluhannya meski
dengan malu-malu dan ragu.
3. Karakteristik bicara
Pasien berbicara kurang spontan dengan suara pelan, kadang lambat.
Semua pertanyaan dijawab dengan kemampuan berbahasa cukup. Kadang
pasien tampak tidak fokus sehingga beberapa pertanyaan harus diulang
oleh pemeriksa.
15
4. Tingkah laku dan aktivitas psikomotor
Selama wawancara pasien tampak gelisah atau berpindah-pindah posisi
duduk dan meremas-remas jari-jari tangannya seakan-akan tidak nyaman.
Pasien sering menundukkan kepalanya saat menjawab pertanyaan.
B. Mood dan Afek
1. Mood (subjektif):
Pasien mengatakan perasaannya saat ini adalah bingung. Ia tidak dapat
memahami keadaan dirinya dan penyakitnya. Hal ini dirasakan tiap hari,
dan kadang disertai dengan rasa cemas.
2. Afek (objektif):
Pasien tampak cemas sesuai dengan moodnya.
C. Pikiran dan Persepsi
1. Bentuk pikiran
a. Produktifitas: Pasien berbicara dengan lambat, koheren, dengan
kalimat-kalimat pendek.
b. Kelancaran berpikir: Pasien menjawab pertanyaan langsung pada
jawaban dan terarah.
c. Gangguan berbahasa: Tidak ditemukan.
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : rasa takut dan bingung dengan pikirannya
b. Waham : tidak ada waham
3. Gangguan persepsi
a. Halusinasi dan ilusi : tidak ditemukan
b. Depersonalisasi dan derealisasi : tidak ditemukan
16
D. Sensorium dan Kognisi
1. Kesadaran : kompos mentis
2. Orientasi
a. Tempat : baik, pasien dapat mengetahui bahwa ia sedang berada di
Poliklinik Psikiatri RS Hasan Sadikin
b. Waktu : baik, pasien mengetahui hari dan tanggal saat
pemeriksaan
c. Orang : baik, pasien dapat mengenal dokter yang memeriksa
3. Memori
a. Jangka panjang : baik, karena pasien dapat mengingat pengalaman
masa kecilnya
b. Jangka sedang : baik, pasien dapat mengingat kejadian beberapa
bulan ke belakang, termasuk dapat menceritakan
riwayat penyakitnya secara rinci.
c. Jangka pendek : baik, pasien dapat mengingat kejadian sehari
sebelumnya, apa yang dilakukannya pada pagi
hari sebelum datang kerumah sakit.
d. Segera : baik, pasien dapat menyebutkan dengan segera 5
benda yang disebutkan oleh pemeriksa
4. Konsentrasi dan perhatian : baik
5. Membaca dan menulis : baik
6. Berpikir abstrak : baik
7. Informasi dan intelegensia : sesuai dengan tingkat pendidikan
8. Impulsivitas : tidak ada
17
E. Wawasan Terhadap Penyakit
Tilikan derajat 4, pasien mengetahui bahwa ia mengalami gangguan yang
menurutnya disebabkan oleh sesuatu hal dalam dirinya yang ia tidak ketahui.
II. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tenang
Kesadaran : kompos mentis
Gizi : cukup
Tekanan darah : 110/80 mmhg
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : afebris
Kulit : turgor baik
Kepala : tidak ada deformitas
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+ normal
Leher : tiroid tidak teraba membesar, JVP tidak meningkat,
kelenjar getah bening tidak teraba
Toraks : bentuk dan pergerakan simetris
Jantung : bunyi jantung murni, regular, murmur (-)
Pulmo : sonor, vesikuler kanan = kiri normal
Abdomen : datar, lembut, bising usus (+)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
18
Ekstremitas : telapak tangan agak berkeringat dan tremor
B. Pemeriksaan Neurologi
Tidak ada tanda-tanda defisit neurologis
C. Pemeriksaan Penunjang
HDRS : 16(tidak ada depresi)
HARS : 16 (kecemasan ringan)
Saran : Tes MMPI
III. RINGKASAN PENEMUAN
I. Autoanamnesa dan Heteroanamnesa
Seorang laki-laki, berinisial Tn.N, usia 23 tahun, pendidikan terakhir S1
UPI jurusan Geografi, agama Islam, suku Sunda, anak bungsu dari tiga
bersaudara, belum bekerja, status belum menikah, tinggal di daerah Buah
batu Bandung, datang dengan keluhan mencemaskan dirinya mengalami
gangguan jiwa.
Sebelas tahun sebelum kunjungan ke rumah sakit, Pasien mempunyai pikiran
yang muncul berulang-ulang dan hampir setiap hari sehingga pasien menjadi
cemas dan tidak nyaman. Namun dapat hilang dengan sendirinya.
Empat tahun sebelum kunjungan ke rumah sakit, keluhan tersebut kembali
muncul.Ia mulai merasa takut kalau-kalau dirinya mengalami gangguan jiwa.
Pasien tidak berobat namun keluhan tersebut dapat hilang.
Empat tahun sebelum kunjungan ke rumah sakit, pikiran merasa berdosa
muncul berulang – ulang. Kemudian, pasien membaca buku-buku mengenai
gangguan jiwa. Setelah membaca buku-buku tersebut ia mulai merasa takut
kalau-kalau dirinya mengalami gangguan jiwa. Pasien berusaha menenangkan
19
dirinya dengan melakukan banyak aktivitas di luar rumah seperti bermain
dengan teman – temannya, menurut pasien bila ia bermain dengan teman –
temannya pikiran – pikiran tersebut berkurang dan kemudian hilang dengan
sendirinya.
Satu tahun sebelum kunjungan ke rumah sakit, pasien sering ditegur oleh
dosen pembimbing karena ia tidak juga menyelesaikan. Keluhan yang
dialaminya kembali muncul. Pasien mulai merasa ketakutan kalau dirinya
mengalami skizofrenia. Pasien pun sering melakukan pekerjaan yang
berulang – ulang seperti bila keluar rumah ia sering kembali lagi untuk
memeriksa apakah pintu sudah terkunci dan bila mengerjakan tugas pasien
akan berulang kali memeriksa kembali apakah tugasnya sudah benar, hal ini
bisa ia lakukan sebanyak 3 kali.
Pasien sengaja menunda tugas Program Latihan Profesi (tugas akhir mengajar
di sekolah) karena ia merasa cemas, takut dan tidak mampu untuk mengajar
di depan kelas. Keluhan tidak nyaman, berdebar – debar, keringat dingin dan
gemetaran sering ia rasakan bila harus tampil di depan kelas. Ketika PLP,
setiap kali mengajar pasien selalu merasa jantungnya berdebar – debar,
keringat dingin, gemetaran dan gugup sehingga ia sering dikerjai oleh murid
– muridnya dan setelah selesai mengajar keluhannya tersebut hilang.
Enam bulan sebelum kunjungan, pasien mengikuti konseling namun tidak
merasakan adanya perubahan. Ia masih sering memikirkan bahwa dirinya
mengalami gangguan skizofrenia hingga jantungnya sering berdebar-debar
dan tidak bisa tidur. Hal ini membuat pasien menjadi cemas dan takut bila ia
20
melihat ataupun memegang pisau. Karena hal ini pasien datang berobat ke
poli Psikiatri RSHS.
II. Status Mental
Kesadaran : compos mentis
Roman muka : cemas
Kontak : ada
Rapport : baik
Orientasi TWO : tidak terganggu
Perhatian : cukup
Ingatan : tak terganggu
Persepsi : ilusi dan halusinasi tidak ditemukan
Pikiran
Bentuk : tidak realistik
Jalan : koheren
Isi : preokupasi rasa takut dan bingung dengan pikirannya
Emosi
Mood : bingung
Afek : cemas
Wawasan penyakit: tilikan derajat 4
Tingkah laku : normoaktif
Bicara : pelan, relevan, lambat
Dekorum :
Sopan santun : baik
Cara berpakaian: baik
21
Kebersihan : baik
III. Status Pemeriksaan fisik
Telapak tangan basah, dingin dan tremor.
IV. Pemeriksaan penunjang
HARS : 16 (kecemasan ringan)
HDRS : 16 (tidak ada depresi ringan)
IV. FORMULASI DIAGNOSTIK
Pada pasien ini ditemukan adanya tanda dan gejala yang secara klinis
bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan hendaya dalam
berbagai fungsi pekerjaan dan psikososial. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami suatu gangguan jiwa.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah menderita
penyakit yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak. Dari pemeriksaan
fisik dan neurologis juga tidak ditemukan kelainan yang secara fisiologis
menimbulkan disfungsi otak sehingga gangguan mental organik dapat
disingkirkan.
Pada pasien ini tidak didapatkan adanya hendaya dalam menilai realita seperti
waham dan halusinasi sehingga tidak digolongkan ke dalam gangguan psikotik.
Dari anamnesis dan pemeriksaan status mental, pada pasien ini ditemukan
perasaan cemas dan takut dirinya mengalami gangguan jiwa. Pada pasien
sering muncul pikiran tentang perasaan berdosa, hal ini membuat pasien
merasa cemas dan takut sehingga membuat jantung pasien berdebar – debar
dan tidak bisa tidur. Pasien ini menunjukkan kecemasan sebagai gejala utama
yang berlangsung hampir setiap hari selama beberapa bulan yang tidak terbatas
pada situasi khusus tertentu saja (bersifat free floating atau mengambang).
22
Pasien juga mengeluhkan adanya rasa sedih dan bingung dengan kondisinya
saat ini.
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya kelainan fisik (kondisi medis umum)
maupun penyalahgunaan zat yang dapat menyebabkan gangguan cemas.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka untuk diagnosis aksis I sesuai
dengan PPDGJ III pada pasien ini adalah F41.2 Gangguan campuran
anxietas dan depresi
Pada aksis II Berdasarkan riwayat premorbid, hubungan interpersonal dan cara
pasien menghadapi masalahnya, pasien sering menggunakan mental
mekanisme represi sehingga didiagnosis ciri kepribadian cemas.
Pada aksis III tidak ada diagnosis.
Pada aksis IV ditemukan adanya stresor psikososial yaitu konflik dengan
ayahnya karena pasien selalu merasa takut dengan ayahnya dan masalah
skirpsinya yang tidak kunjung selesai.
Untuk aksis V dilakukan penilaian kemampuan penyesuaian diri dengan
menggunakan skala Global Assessment of Functioning (GAF). GAF untuk
penilaian saat ini adalah 70 - 61 (beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).Sedangkan untuk
skala GAF tertinggi dalam 1 tahun terakhir adalah80 – 71 (gejala sementara &
dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan dan sekolah).
23
V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresi
DD/ F42.0 Gangguan Obsesif-kompulsi Predominan
pikiran obsesi atau pengulangan
F41.1 Gangguan ansietas menyeluruh
F40.1 Fobia sosial
Aksis II : Ciri kepribadian cemas
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah interaksi dengan orang tua
Aksis V : - GAF Scale 1 tahun terakhir 80 – 71
- GAF Scale saat pemeriksaan 70– 61
VII. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik : tidak ditemukan adanya kelainan
2. Psikologis :
- Adanya gejala cemas yang dirasakan pasien hampir setiap
hari
- Preokupasi rasa takut dan bingung dengan pikirannya
- Adanya gejala depresi (ringan)
3. Psikososial : masalah interaksi dengan keluarga dan skripsi.
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad Bondan
VI. FORMULASI PSIKODINAMIKA
Pasien adalah seorang laki-laki, anak bungsu dari tiga bersaudara, 24tahun,
Islam, pendidikan S1 UPI jurusan Geografi, belum menikah, tidak bekerja. Pasien
dibesarkan dalam lingkungan sosiokultural Sunda, keadaan sosioekonomi cukup,
24
dengan nilai-nilai agama Islam yang taat. Pasien menyatakan kekhawatiran dan
perasaan tidak nyaman dengan pikiran – pikiran dirinya mengenai gangguan jiwa.
Kondisi ini makin lama makin membuat pasien merasa sedih, tertekan bingung,
tidak dapat bersikap tenang dan santai.
Ibu pasien memiliki sifat yang pemalu dan mudah khawatir (faktor
genetik, faktor predisposisi). Ketika masa kehamilannya, Ibu pasien baru
menyadari dirinya hamil pada saat usia kandungan berumur 4 bulan. Ibu pasien
merasa bingung dengan kehamilannya dan mencemaskan kondisi kehamilannya,
kuatir terjadi sesuatu akibat penggunaan IUD (faktror predisposisi).
Sejak usia pasien 3 tahun, ayah pasien sering melarang dan memarahi pasien
untuk bermain di luar. Terkadang ayah tidak segan untuk memukul apabila pasien
tidak menuruti perintahnya. Tahapan perkembangan menurut Erik Erikson,
Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Rasa Bersalah), pada fase ini inisiatif tidak
berkembang dengan baik karena lingkungan langsung memarahi (ayah pasien)
sehingga anak akan merasa bersalah (Guilt) bila mempunyai keinginan, hambatan
dalam berperan, ragu – ragu dan selalu takut salah
Selain itu, ia juga sering dimarahi, diejek dan dikerjai oleh kakaknya.
Karena ia tidak berani melawan ayah dan kakak nya, akhirnya ia hanya menerima
saja perlakuan tersebut. Pola asuh ayah pasien dalam mendidik pasien dan
saudara-saudaranya disiplin. Berdasarkan pada parenting styles, beberapa
penelitian mengkonfirmasi bahwa gaya pola asuh tertentu berkorelasi dengan
perilaku tertentu pada anak. Ayah pasien menggunakan pola asuh the
authoritarian style yang dikarakteristik oleh aturan-aturan yang ketat dan tidak
25
fleksibel yang dapat mengarah pada harga diri rendah, ketidakbahagiaan dan
penarikan sosial.
Sejak usia 5 tahun pasien cenderung memiliki sifat pendiam dan pemalu dan
kemudian sifat ini terbawa hingga pasien remaja. Saat remaja pasien mulai senang
bermain namun hal ini membuat pasien semakin sering dimarahi oleh ayahnya
yang akhirnya menimbulkan perasaan takut, bersalah dan berdosa (guilty feeling).
Pasien sempat bingung akan meneruskan kuliah dimana dan ragu – ragu
menerima saran kakak iparnya untuk menjadi guru karena ia takut tidak mampu
bila harus mengajar di depan kelas (ambivalensi). Namun karena biaya
pendidikan di UPI tidak terlalu mahal sehingga ia memutuskan untuk mengikuti
saran kakak iparnya dengan memilih jurusan yang ia sukai (mm supresi).
Pasien merasa malu dan takut dirinya mengalami gangguan jiwa namun
didepan keluarganya pasien berusaha bersikap biasa (mm represi). Pasien
berusaha menenangkan dirinya dengan melakukan banyak aktivitas di luar rumah
seperti bermain dengan teman – temannya (mm. displacement), menurut pasien
bila ia bermain dengan teman – temannya pikiran – pikiran tersebut berkurang dan
kemudian hilang dengan sendirinya.
Pasien sering ditegur oleh keluarga dan dosen pembimbing karena ia tidak
juga menyelesaikan skripsinya (faktor presipitasi). Pasien menjadi cemas dan
takut skripsinya tidak akan bisa diselesaikan namun pasien juga merasa malas
mengerjakan skripsinya (avoidance) Secara tidak sengaja, pasien menonton talk
show “Kick Andy” yang membahas tentang skizofrenia. Sejak saat itu, pasien
mulai merasa ketakutan kalau-kalau dirinya akan mengalami halusinasi dan
26
perilaku seperti pada pasien skizofrenia (faktor predisposisi). Pasien merasa tidak
nyaman bila berada di rumah karena ia malas dan takut bila ditanya oleh keluarga
mengenai skripsinya sehingga pasien lebih banyak menghabiskan waktu di luar
rumah (avoidance). Pasien juga sengaja menunda tugas Program Latihan Profesi
(tugas akhir mengajar di sekolah) karena ia merasa cemas, takut dan tidak mampu
untuk mengajar di depan kelas (avoidance, lack of self confidence).
Pasien masih sering memikirkan bahwa dirinya mengalami gangguan
skizofrenia seperti takut bila ia bisa mendengar suara-suara, takut bila ia bisa
membunuh ayah dan ibunya dan takut bila pikirannya dapat membuat skenario
cerita yang berbahaya seperti pada pasien skizofrenia. Hal ini membuat pasien
menjadi cemas dan takut bila ia melihat ataupun memegang pisau (fantasi).
IX. RENCANA TERAPI MENYELURUH
1. Farmakologi :
fluoxetinetablet 10 mg 1x1 per oral
clobazam tablet 10mg 1x1 per oral
2. Non farmakologi :
a. Psikoterapi suportif individual
b. Terapi relaksasi.
c. Terapi kognitif perilaku (Cognitive behavior therapy /CBT)
X. PEMBAHASAN
A. Diagnosis
Pasien dengan gangguan campuran anxietas dan depresi gejala
menunjukkan gejala-gejala keduanya, baik depresi maupun kecemasan, yang tidak
27
memenuhi kriteria untuk gangguan mood atau gangguan kecemasan. Pasien
tersebut harus menunjukkan tanda-tanda penurunan mood yang konsisten selama
minimal 1 bulan, disertai dengan gejala tambahan meliputi kecemasan yang
menonjol. Studi longitudinal menemukan bahwa individu dengan kondisi ini
memiliki risiko yang relatif tinggi untuk gangguan mood, terutama depresi mayor,
atau gangguan kecemasan dikemudian hari. Kombinasi gejala-gejala depresi dan
anxietas menyebabkan gangguan fungsi yang signifikan bagi orang yang terkena
gangguan ini. Kondisi ini paling sering ditemukan pada klinik pelayanan primer
dan pada pasien rawat jalan.
Ketegori gangguan campuran anxietas dan depresi digunakan bila terdapat
gejala kecemasan dan depresi, tapi keduanya tidak cukup dominan, dan jenis
gejala yang ada tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis tersendiri. Jika gejala anxietas dan depresi masing-masing
cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri, kedua diagnosis harus
ditegakkan dan kategori ini tidak digunakan. Dalam pedoman penggolongan
diagnosis gangguan jiwa III disebutkan bahwa kriteria diagnostik untuk Gangguan
Campuran Anxietas dap Depresi adalah sebagai berikut:
Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, di mana asing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan
walaupun tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran
berlebihan.
28
Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxitas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.
Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan asing asing diagnosis, maka kedua diagnosis harus dikemukakan
, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena
sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif
harus diutamakan.
Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas,
maka harus digunakan kategori f43.2 gangguan penyesuaian.
Berdasarkan data klinis, pasien dengan gangguan ini memiliki gejala
anxietas yang menonjol, depresi yang menonjol atau campuran dari keduanya.
Selama perjalanan penyakit gejala anxietas atau depresi mungkin menonjol secara
bergantian.
Pada pasien ini tidak didapatkan adanya hendaya dalam menilai realita
seperti waham dan halusinasi sehingga tidak digolongkan ke dalam gangguan
psikotik. Dari anamnesis dan pemeriksaan status mental, pada pasien ini
ditemukan perasaan cemas. Pasien mencemaskan tentang ibadah dan dosa-
dosanya hingga mengganggu aktivitasnya. Ia juga takut kalau-kalau dirinya
menderita gangguan jiwa berat. Kecemasan yang dialami pasien juga disertai
dengan peningkatan gejala otonomik sperti jantung berdebar-debar dan membuat
pasien kesulitan untuk tidur.
Pada pasien ini ditemukan gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi
kriteria untuk menegakkan diagnosis depresi mayor, yaitu adanya perasaan
29
bersalah dan berdosa karena tidak menjalankan ibadah dengan sempurna. Selain
itu, Ia kesulitan menyelesaikan skripsinya meski mengaku masih dapat
berkonsentrasi dan masih berusaha. Ia juga merasa sedih, bingung dan tertekan
dengan kondisinya saat ini.
Pasien memiliki ciri kepribadian cemas menghindar. Ia memiliki perasaan
tegang dan takut yang menetap, merasa dirinya tidak mampu. Ia juga juga
menghindari untuk dekat dengan seseorang kecuali jika ia yakin akan diterima.
Konflik dengan kakak dan ayahnya merupakan masalah interaksi dalam keluarga
(aksis IV) yang mungkin mendasari keluhan-keluhan pasien dan harus
diselesaikan.
B. Terapi
Tidak adanya penelitian yang adekuat dalam yang membandingkan berbagai
penatalaksanaan gangguan campuran cemas dan depresi membuat para dokter
cenderung untuk memberikan penatalaksanaan berdasarkan gejala yang muncul,
keparahannya, dan tingkat pengalaman dokter tersebut terhadap berbagai
modalitas terapi.
1.Farmakoterapi
Farmakoterapi untuk ganguan campuran cemas dan depresi meliputi obat
anti cemas, obat anti depresi atau keduanya. Diantara obat anti cemas, beberapa
data menunjukkan bahwa penggunaan alprazolam mungkin diindikasikan karena
efektif dalam mengobati depresi yang berkaitan dengan axietas. Obat yang bekerja
pada reseptor serotonin 5-HT1A, misalnya Buspiron, mungkin juga diindikasikan.
Diantara beberapa anti depresan, meskipun teori noradrenergik berhubungan
dengan gangguan anxietas dan depresi, anti depresan serotonergik mungkin yang
30
paling efektif dalam mengobati gangguan campuran anxietas dan depresi.
Pemberian kombinasi SSRI dengan Benzodiazepin efektif untuk pasien yang
mengalami cemas dan gelisah, terutama pada awal terapi.
Berdasarkan uraian diatas, maka pada pasien ini diberikan antidepresan
golongan SSRI yaitu fluoxetin. Anti anxietas juga diberikan pada pasien ini.
Untuk menghindari potensi ketergantungan dari alprazolam yang cukup tinggi,
maka pada pasien ini diberikan golongan benzodiazepin. yang lain yaitu
Clobazam yang kemudian dilakukan tappering off.
1. Psikoterapi
Peran psikoterapi dalam pengobatan gangguan kecemasan dan depresi tidak
bisa diabaikan. Psikoedukasi tidak diragukan lagi merupakan komponen kunci
dalam pengobatan keduanya. Selanjutnya, terapi kognitif-perilaku (CBT) pada
khususnya telah terbukti berguna dalam banyak gangguan kecemasan serta
depresi.
Meskipun terdapat hanya sedikit penelitian yang membandingkan SSRIs
dengan CBT dan terapi kombinasi, pengalaman klinis menunjukkan bahwa
kombinasi dari modalitas ini seringkali bermanfaat.Secara teoritis, CBT memiliki
nilai tertentu dalam mencegah kekambuhan setelah penghentian obat. Selain itu,
keterlibatan keluarga mungkin sangat berguna dalam mendorong pasien untuk
mematuhi baik pengobatan maupun terapi perilaku.
Pendekatan psikoterapi yang utama pada gangguan cemas adalah CBT,
sportif, dan insight oriented. Pendekatan kognisi ditujukan untuk mengkoreksi
distorsi kognitif secara langsung, den pendekatan perilaku ditujukan untuk gejala-
gejala aromatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan
31
perilaku adalah terapi relaksasi dan biofeedback. Terapi suportif memberikan
ketentraman dan kenyamanan, meskipun dedikasi jangka panjangnya diragukan.
Atas dasar uraian diatas maka pada pasien ini dilakukan terapi Psikoterapi
CBT, latihan relaksasi dan terapi suportif. Kebanyakan pasien akan mengurangi
penurunan kecemasan ketika diberi kesempatan untuk mendiskusikan kesulitan-
kesulitan mereka. Jika ditemukan situasi eksternal yang dapat memprovokasi
kecemasan pada pasien, maka dengan bantuan pasien atau keluarganya dapat
mengubah lingkungan dan hasilnya akan menurunkan ketegangan bagi pasien.
C. Prognosis
Prognosis dari gangguan campuran anxietas dan depresi ini secara teoritis
tidak diketahui.Namun, Pada pasien terdapat indikator prognostik yang positif,
yaitu: penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya faktor presipitasi serta
tidak ada indikasi rawat di rumah sakit. Pasien ini juga mempunyai beberapa
indikator prognostik buruk, antara lain:onset muda dan riwayat pertemanan di
masa remaja yang kurang akrab.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka prognosis pada pasien
ini menjadi dubia ad bonam.
32
XI. DAFTARPUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz, Pedro. Clinical Features of the Anxiety Disorders.
In: Sadock BJ, Sadock VA, editors. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of
Psychiatry. 9th ed: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. p. 1856.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Anxiety Disorders. In: Sadock BJ, Sadock VA, editors. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry - Behavioral Scince/Clinical Psychiatry. Philadelphia2007. p. 631-2.3. WHO. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems10th Revision. 2 ed. Geneva2006.
4. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa - Rujukan Ringkas dari PPDGJ III2001.5. Stahl SM. Essential Psychopharmacology - The Prescriber’s Guide. Cambridge: Cambridge University Press; 2005.6. Stein DJ, Hollander E. Anxiety Disorders Comorbid with Depression. London: Martin Dunitz Ltd; 2002.
33
Lampiran 1. Cuplikan Autoanamnesa
Pemeriksaan dilakukan tanggal 11Maret 2013 di poliklinik Psikiatri
T : Selamat pagi, kenalkan saya dr.KJ : Pagi dok. (Pasien menyambut uluran tangan pemeriksa dengan malu-malu)T: Apa yang bisa saya bantu?J : Ini dok saya sering memikirkan sesuatu .T: memikirkan seperti apa?J: memikirkan apa saya sakit skizofren. Pikiran saya seperti bikin plot cerita, seperti saya bisa mendengar suara- suara,saya mau membunuh ayah saya. T: apakah N bisa mendengar suara orang atau suara berbisik yang tidak ada orangnya?J: tidak ada dok, hanya saja saya takut kalo saya seperti itu.T: sejak kapan keluhan ini berlangsung.?J: sejak saya nonton acara talkshow “Kick Andy” mengenai skizofrenia. T: apakah sebelumnya N pernah mengalami hal seperti ini?J: iya dok.. pernah waktu saya selesai sholat saya tiba-tiba merasa sholat saya tidak sempurna, merasa sudah menyekutukan Allah karena ibadah Sholat saya blangbeton dok.T: ketika N memikirkan sholatnya apakah N mengulang kembali sholatnya secara terus-menerus?J: ga dok..hanya pikiran saya saja yang terus – menerus berfikiran begitu.T: tadi N mengatakan ada pikiran ingin membunuh ayah N. Kenapa?J: tidak tau dok. Saya hanya takut kalau saya seperti pasien skizofrenia.T: Bagaimana hubungan N dengan ayah?J: tidak terlalu dekat dok. Saya suka takut sama ayah.T: kenapa N takut dengan ayah?J: ayah saya keras dok, waktu kecil saya sering dimarahi kadang juga suka main tangan.T: kenapa kmu sering dimarahi?J: karena saya sering malas sholat dan kebanyakan main dok.T: apa yang N rasakan bila pikiran – pikiran tersebut muncul?T: saya merasa cemas, takut dan bingung dok. T: ada keluhan berdebar –debar, sesak nafas, keringat dingin?J: berdebar-debar dan keringatan dok.T: Bisa tidur?J: kadang saya tidak bisa tidur dok, karena saya takut kalau mata saya merem saya jd bisa mendengar suara-suara.T :Kapan keluhan-keluhan tersebut sering muncul?J: biasanya sering muncul kalau saya lg tidak ada kegiatan dok.T: apakah sebelumnya sudah pernah berobat?J: iya dok,, saya ke bimbingan konseling di kampus saya. Terus dibilang saya sakit cemas.T: di bimbimgan konseling kamu diajarkan apa saja?J: saya konseling rutin dua kali seminggu. Saya diarahkan untuk menyelesaikan skripsi saya kemudian saya juga diajarkan untuk memaafkan ayah saya. Tapi karena gak ada perbaikan saya cari-cari informasi di internet. Makanya saya datang kesini dok.
34
FOLLOW UP
Tanggal 18 Maret 2013
S : Pasien merasa ada perbaikan, dapat menyelesaikan skripsinya dan akan
dijadwalkan sidang minggu depan. Pasien juga sudah menceritakan penyakitnya
kepada orang tuanya.
O :
kesadaran : kompos mentis
keadaan umum : tenang
Pikiran : Preokupasi terhadap penyakitnya dan cemas karena akan menghadapi
sidang.
Emosi : Mood cemas, afek sesuai.
A : Gangguan campuran ansietas dan depresi
Dd/Gangguan obsesif kompulsif predominan gangguan obsesif ,Gangguan Cemas
Menyeluruh, fobia sosial
P : clomipramine 1x25mg
Clobazam 0-0-10mg
Psikoterapi suportif
Tahap awal dari psikoterapi suportif individu meliputi menentukan tujuan dan
menetapkan pengaturan terapi.Terapis bekerjasama dengan pasien untuk
menetapkan tujuan pengobatan, yang biasanya fokus pada pengentasan gejala dan
membangun hubungan terapeutik.
Pada psikoterapi ini, terapis juga menjelaskan proses pengobatan atau cara kerja
pengobatan, memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai
35
penyakitnya, membantu pasien mengembangkan pemahaman mereka terhadap
masalahnya sehingga dapat menemukan solusi dari permasalahan mereka
daripada mengatakan pada pasien apa yang harus mereka lakukan, membantu
mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi,mengurangi pertahanan yang maladaptif
dan memperkuat pertahanan yang adaptif, modifikasi harapan pasien yang tidak
mungkin tercapai.
Mengajarkan pasien tehnik relaksasi seperti melakukan tehnik pernafasan dengan
cara mengambil nafas dalam kemudian melepaskan dengan perlahan lahan.
Tanggal 10April 2013
S : Pasien menyampaikan bahwa dirinya sudah lulus dan mendapat nilai A. Pasien
merasa puas dengan nilainya meskipun skripsinya ada beberapa yang harus
diperbaiki. Keluhan cemas berkurang dan pasien sudah dapat tidur.
O :
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan umum : tenang
Pikiran : Preokupasi rasa takut
Emosi : Mood : agak cemas, afek sesuai.
A : Gangguan campuran ansietas dan depresi
Dd/Gangguan obsesif kompulsif predominan gangguan obsesif ,Gangguan Cemas
Menyeluruh, fobia sosial
P : clomipramin 1x50mg
Psikoterapi suportif
Mendukung kemajuan dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pasien untuk
lulus dan mengarahkan pasien untuk mengerjakan perbaikan skripsinya.
36
CBT
Terapi kognitif yang dilakukan pada pasien ini dilakukan dengan 4 proses, yaitu :
1. Mendapatkan pikiran otomatis
2. Menguji pikiran otomatis : terapis bersama-sama dengan pasien
meninjau situasi secara keseluruhan dan membantu menghubungkan
kembali kesalahan atau penyebab peristiwa yang tidak menyenangkan.
3. Mengidentifikasi asumsi maladaptif : saat pasien dan ahli terapi terus
berusaha mengidentifikasi pikiran otomatis, pola biasanya mulai
tampak. Pola mewakili aturan atau anggapan umum maladaptif yang
menuntun kehidupan pasien.
4. Menguji keabsahan asumsi maladaptif : satu tes yang cukup efektif
bagi terapis untuk meminta pasien mempertahankan keabsahan suatu
asumsi.
Tanggal 15Mei 2013
S : Pasien mengatakan masih malas untuk menyelesaikan perbaikan skripsinya.
Menurut pasien setelah lulus pasien lebih banyak diam di rumah. Selama tidak ada
kegiatan pikiran – pikiran sebelumnya sering muncul. Hal ini membuat pasien
merasa cemas.
O :
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan umum : tenang
Pikiran : Preokupasi rasa takut
37
Emosi : Mood : biasa, afek sesuai.
A : Gangguan campuran ansietas dan depresi
Dd/Gangguan obsesif kompulsif predominan gangguan obsesif ,Gangguan Cemas
Menyeluruh, fobia sosial
P : Fluoxetin 10 mg – 0 – 0 (dosis titrasi)
Psikoterapi suportif
CBT
Mengarahkan pasien untuk mengerjakan perbaikan skripsinya dan mencari
aktivitas yang pasien senangi. Mengajarkan pasien untuk mengalihkan pikiran-
pikiran negatif yang muncul dengan memikirkan hal yang sebaliknya. Pasien
diajarkan untuk mengenali respon emosi dan perilaku yang timbul akibat pikiran
tersebut dan menilai bukti-bukti yang mendukung atau menyangkal pikirannya
tersebut. Selanjutnya pasien diminta untuk mencari penjelasan alternatif untuk
pikirannya tersebut dan diajarkan mengenai berbagai tipe kesalahan pemikiran
yang umum. Pasien kemudian diminta untuk membentuk pikiran baru berdasarkan
bukti-bukti yang ada.
Tanggal 17Juni 2013
S : Pasien berusaha menyelesaikan perbaikan skripsinya. Pasien ingin mencari
kerja namun masih bingung. pasien juga mengatakan pikiran – pikiran
sebelumnya masih suka muncul terutama bila ia tidak ada aktivitas.Pasien sempat
tidak minum obat karena tidak ada uang untuk membeli obat.
O :
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan umum : tenang
38
Pikiran : Preokupasi rasa takut dan bingung
Emosi : Mood : biasa, afek sesuai.
A : Gangguan campuran ansietas dan depresi
Dd/Gangguan obsesif kompulsif predominan gangguan obsesif ,Gangguan Cemas
Menyeluruh, fobia sosial
P : fluoxetin 1x10mg (dosis titrasi)
Psikoterapi suportif
CBT
Pasien tetap diingatkan untuk mengalihkan pikiran – pikiran negatif nyadengan
memikirkan hal yang sebaliknya. Pasien diajarkan untuk mengenali respon emosi
dan perilaku yang timbul akibat pikiran tersebut dan menilai bukti-bukti yang
mendukung atau menyangkal pikirannya tersebut. Selanjutnya pasien diminta
untuk mencari penjelasan alternatif untuk pikirannya tersebut dan diajarkan
mengenai berbagai tipe kesalahan pemikiran yang umum.
top related