kajian regulasi dan tata kelola sampah
Post on 05-Oct-2021
20 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
KAJIAN
REGULASI DAN TATA KELOLA SAMPAH
(Bahan Diskusi pada Lokakarya Penegakan Hukum Lingkungan untuk Isu Sampah di Cekungan
Bandung, Minggu, 11 September 2006)
Disusun Oleh
Dadan Ramdhan
M Jefry Rohman
Rival Zaelani
PERKUMPULAN INISIATIF
BANDUNG
2006
2
A. Kondisi Umum Persampahan
Pola konsumsi masyarakat perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, dapat
dilihat dari besarnya pengeluaran rata-rata per kapita penduduk per bulan. Berdasarkan data statistik tahun 2002
penduduk Indonesia di daerah perkotaan berpengeluaran Rp 273.294/kapita/bulan, sedangkan penduduk di
perdesaan Rp 152.784/kapita/bulan. Pola konsumsi masyarakat perkotan ini akan menghasilkan sampah yang
banyak. Jika sampah di perkotaan tidak dikelola dengan baik diprediksikan akan menimbulkan permasalahan,
baik permasalahan lingkungan maupun permasalahan sosial dan budaya.
Berdasarkan data Program Adipura (2005), timbulan sampah beberapa kota metropolitan mencapai lebih dari
6.000 m 3 per hari sedangkan untuk kategori kota besar timbulan sampah mencapai lebih dari 3.000 m 3 per hari.
Data jumlah timbulan sampah beberapa kota metropolitan dan kota besar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini :
Timbulan Sampah di Beberapa Kota Metropolitan di Indonesia
No Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Timbulan
sampah
(m 3 /hari)
1 Jakarta selatan 1.703.491 4.609
2 Jakarta pusat 1.115.952 4.571
3 Medan 1.926.520 4.664
4 Semarang 1.309.667 3.750
5 Surabaya 2.599.352 6.700
6 Palembang 1418796 ttd
7 Jakarta Utara 1.435.207 4.580
8 Jakarta Timur 2.371.121 5.325
9 Jakarta Barat 1.567.090 5.521
10 Makasar 1.130.384
11 Depok 1.313.495 2.000
12 Bandung 2.141.837 6.470
13 Tangerang 1.311.746 ttd
Rata-rata 1.641.897 4.819
Jumlah 21.344.658 48.190
Sumber: Adipura, KNLH, 2005
Hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah tersebut masih belum optimal.
11,25% sampah di daerah perkotaan yang diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar, 6,35%
sampah dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke kali/sembarangan. Sementara untuk di daerah
pedesaan, sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% sampan ditimbun/dibakar, 7% sampah dibuat
kompos, dan 20% dibuang ke kali/sembarangan (BPS, Tahun 1999).
B. Permasalahan Sampah Saat Ini
1. Permasalahan meningkatnya jumlah/volume sampah
Meningkatnya jumlah sampah karena beberapa hal berikut ini :
1. Pola konsumsi masyarakat di Indonesia belum mengarah pada pola yang berwawasan lingkungan,
penggunaan kemasan berupa kertas, kantong plastik, kaleng dan lainnya yang bersifat non-biodegradable
masih tinggi.
2. Kurangnya peran masyarakat dan pihak swasta dalam pengelolaan sampah di lingkungannya.
3. Peningkatan jumlah timbulan sampah tidak didukung oleh pengadaan sarana dan prasarana yang memenuhi
persyaratan teknis, sehingga banyak sampah yang tidak tertangani dengan baik.
4. Terbatasnya lahan dan kurang memadainya pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir.
5. Belum adanya kebijakan yang bersifat menyeluruh dan konsisten dalam pengelolaan sampah perkotaan.
3
6. Petunjuk teknis dalam pengelolaan sampah perkotaan masih belum dapat diimplementasikan, kebijakan
dalam pengelolaan sampah tidak konsisten, hal ini dapat dilihat dari belum adanya rencana induk dalam
pengelolaan sampah.
7. Terbatasnya anggaran pengelolaan sampah yang disebabkan oleh kurangnya kepedulian pemerintah daerah
akan pengelolaan sampah serta lemahnya investasi dalam mendukung pengelolaan sampah perkotaan.
Saat ini, sekitar 59,91% sampah dibuang ke TPA. Sisanya sebesar 40,09% dikelola dengan ditimbun (7,54%),
dijadikan kompos dan dimanfaatkan ulang (1,61%), dibakar (35,49%) dan sisanya sebesar 15,27% dibuang ke
lingkungan (BPS, 2001).
Kondisi TPA di kota-kota di Indonesia berdasarkan hasil pemantauan Program Adipura
menunjukkan kondisi fisik rata-rata yang jelek terkait dengan drainase, pengolahan lindi,
penanganan gas, pengaturan lahan atau zonasi, fasilitas sumur pantau, penutupan lahan, serta
pencatatan volume sampah yang masuk.
Beberapa permasalahan yang mungkin timbul dalam sistem penanganan sampah sistem lama, yakni :
1. Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai dari sumber sampah sampai ke
tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi
lanjutan berupa komposting maupun daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya
sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu.
2. Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya :
a.Perlu lahan yang besar bagi tempat pembuangan akhir (TPA) sehingga hanya cocok bagi kota
yang masih mempunyai banyak lahan yang tidak terpakai. Apalagi bila kota menjadi
semakin bertambah jumlah penduduknya, maka sampah akan menjadi semakin bertambah baik
jumlah dan jenisnya. Hal ini akan semakin bertambah juga luasan lahan bagi TPA. Apabila
instalasi Incinerator yang ada tidak dapat mengimbangi jumlah sampah yang masuk jumlah
timbunannya semakin lama semakin meningkat. Lalu dikhawatirkan akan timbul berbagai
masalah sosial dan lingkungan, diantaranya :
- dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit lain;
- dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter;
dandapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.
b. Biaya operasional sangat tinggi bagi pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan lebih lanjut.
Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah otonomi.
c. Pembuangan sistem open dumping dapat menimbulkan beberapa dampak negatip terhadap
lingkungan. Pada penimbunan dengan sistem anarobik landfill akan timbul leachate di dalam
lapisan timbunan dan akan merembes ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Leachate ini sangat
merusak dan dapat menimbulkan bau tidak enak, selain itu dapat menjadi tempat pembiakan
bibit penyakit seperti : lalat, tikus dan lainnya (Sidik, et al, 1985).
d. Pembuangan dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat mencegah timbulnya bau, penyakit dan
lainnya, tetapi masih memungkinkan muncul masalah lain yakni :
Timbulnya gas yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas-gas yang mungkin
dihasilkan adalah : methan, H2S, NH3 dan lainnya. Gas H2S dan NH3 walaupun jumlahnya
sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak sehingga dapat merusak sistem
pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.
Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan
dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemampatan sampah.
Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang berujung pada tambahan dana.
3. Penggunaan Incinerator dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di antaranya :
- Dihasilkan abu ( 15%) dan gas yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Selain itu gas yang
dihasilkan dari pembakaran dengan menggunakan alat ini dapat mengandung gas pencemar
berupa : NOx., SOx dan lain-lain yang dapat mengganggu kesehatan manusia;
- dapat menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses pembersihan Incinerator
dari abu maupun terak. Kualitas air kotor dari instalasi ini menyebabkan COD meningkat dan pH
menurun;
4
- memerlukan biaya yang besar dalam menjalankan Incinerator.
ton/hari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari hasil penjualan listrik yang
dihasilkanhanya Rp. 2,24 milyar/tahun.
- butuh keahlian tertentu dalam penggunan alat ini. Sebagai contoh pada penanganan sampah di
Surabaya, tehnologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990, namun tanpa didukung dengan kualitas
sumber daya manusia yang memahami filosofi alat ini, akibatnya pada tahun kedua terjadi
kerusakan. Hal ini tentu menambah beban dalam perolehan dana bagi perbaikannya. Belum lagi
sampah yang akan menumpuk dengan tidak berfungsinya alat ini.
- Penggunaan Incinerator ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah, tetapi masih
memerlukan landfill guna membuang sisa pembakaran;
4. Belum maksimalnya usaha pemasaran bagi kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah
kota;
5. Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi.
6. Sulitnya mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan petugas yang terlibat dalam
penanganan sampah. Hal ini tentu akan berakibat pada kegairarahan kerja yang rendah dari para pengelola
sampah.
2. Beberapa Kasus Aktual yang terjadi di wilayah Bandung
- Longsornya TPA Leuwigajah yang menewaskan sekitar 120 jiwa manusia dan penolakan warga terhadap
rencana pengaaktifan kembali TPA Leuwigajah
- Pengelolaan Sampah yang buruk di TPA Jelekong dan penolakan warga yang terhadap rencana
pengelolaan kembali TPA Jelekong
- Penolakan Warga Arjasari terhadap pembuangan sampah oleh Dinas Kebersihan Kabupaten Bandung
- Penolakan warga Cicabe terhadap rencana pengelolaan TPA Cicabe
- Penolakan warga Pasir Impun terhadap operasi rencana TPA kota Bandung
- Pengelolaan TPA pasir buluh yang tidak terencanakan
- Penggunaan TPA di Cipatat yang tidak sesuai dengan RTRW Propinsi dan Kabupaten
- Penolakan warga terhadap rencana pembangunan TPA di Nagreg
3. Permasalahan di Tingkat Pelaku
Masyarakat Pemerintah Dunia Usaha
1. Masih rendahnya kesadaran dan
kepedulian masyarakat dalam
menjaga kebersihan, misalnya:
a) Membuang sampah tidak pada
tempatnya; ke kali, selokan, jalan,
dsb.
b)Tidak tersedianya tempat sampah
di dalam fasilitas umum, kendaraan
umum, kendaraan pribadi, dsb.
Kalaupun sudah ada, kondisinya
tidak terawat.
2) Masih rendahnya peran
masyarakat dalam mengelola
sampah, misalnya:
a) Masih tingginya pembakaran
ampah
b) Masih rendahnya upaya
pemilahan sampah
c) Masih rendahnya pengawasan
masyarakat dalam upaya
pengelolaan sampah
d) Masih rendahnya partisipasi
masyarakat dalam pemanfaatan
sampah
untuk kepentingan ekonomi.
e) Pemanfaatan lahan kosong
sebagai tempat pembuangan
1. Masih rendahnya tingkat
pelayanan terhadap
masyarakat, baik luas wilayah
pelayanan, jumlah pelanggan,
maupun jumlah sampah yang
dapat ditangani
2. Keterbatasan sarana dan
prasarana pengelolaan
sampah serta kurang
terawatnya sarana dan
prasarana yang ada
3. Keterbatasan SDM yang ahli
di bidang persampahan
4. Anggaran pengelolaan
sampah yang rendah serta
tidak transparannya konsep
retribusi sampah
5. Masih rendahnya upaya
pelibatan masyarakat dalam
pengelolaan sampah, baik
itu dalam bentuk kontrak
kerja sama, dukungan
pembiayaan, teknis dan
manajemen, maupun bentuk
kerja sama lainnya
6. Masih kurangnya dukungan
terhadap upaya komunitas
masyarakat yang telah
1. Masih rendahnya jumlah
industri yang menerapkan
konsep teknologi bersih
dan konsep nir limbah
2. Masih rendahnya jumlah
industri yang
memanfaatkan system dan
teknologi daur ulang
3.Masih rendahnya
kepedulian Pelaku Usaha
dalam memproduksi
produk dan kemasan ramah
lingkungan, yaitu:
a. biodegradable
b. recyclable
4. Masih rendahnya jumlah
perusahaan lokal yang
memanfaatkan sampah
untuk:
a. menghasilkan produk
(sampah sebagai
bahan baku)
b. menghasilkan energi
5
Masyarakat Pemerintah Dunia Usaha
sampah di daerah
perumahan
f) Pemakaian/penggunaan plastik
yang tidak terkendali (serba
plastik)
3) Bagi masyarakat yang telah
melakukan upaya pengelolaan
sampah, kurang mendapat
dukungan dari pemerintah, bank
teknis maupun non teknis
4) Penolakan masyarakat terhadap
pembukaan lahan baru untuk
TPA/TPS di berbagai kota
5) Perubahan Lingkungan sosial di
kawasan TPA
6) Dampak TPA terhadap kesehatan
dan lingkungan (penurunan harga jual
tanah/rumah, bau, asap, partikel, gas-
gas beracun, tempat berbiak lalat,tikus,
pencemaran air, tanah.
berhasil dalam pengelolaan
sampah, baik itu
penghargaan, dukungan
pendanaan, teknis, dan
manajemen, maupun bentuk
dukungan lainnya.
7. Masih kurangnya
peraturan-peraturan teknis
di bidang pengelolaan
persampahan ini, baik di
tingkat nasional maupun
daerah serta masih
8. lemahnya penegakan
hukum yang ada
9. Belum optimalnya
mekanisme koordinasi dan
kerja sama antar pemerintah
daerah dalam pengelolaan
sampah 10. Belum adanya system insentif
dan disentif yang terkait
dengan pengelolaan sampah
ini bagi Pelaku Usaha Standar
TPA berwawasan lingkungan
kurang dimanfaatkan dan di
kesampingkan, karena
membutuhkan biaya yang
tinggi.
11. Standar TPA berwawasan
lingkungan kurang
dimanfaatkan dan
dikesampingkan, karena
membutuhkan biaya yang
tinggi.
12. Sulitnya mencari lahan TPA
di perkotaan Permasalahan
penepatan TPA yang
berbatasan dengan daerah
lain.
13. Permasalahan lintas daerah
sampah (perpindahan dari
daerah satu ke daerah lain)
14. TPA dimanfaatkan sebagai
buangan limbah industri dan
limbah rumah sakit serta
bahan B3.
15. Lokasi TPA dekat sungai,
jurang, bekas rawa,
berdekatan dengan daerah
lain/perbatasan
16. Sampah masih dianggap
tanggung jawab pemerintah,
sedangkan tanggung
masyarakat adalah membayar
sampah yang dibuang.
17. Sampah dari darat pindah ke
sungai atau ke laut bukan
tanggung jawab dinas
kebersihan.
18. Belum adanya peraturan dan
system pelabelan terhadap
teknologi produksi, produk,
6
Masyarakat Pemerintah Dunia Usaha
dan kemasan ramah
lingkungan.
C. Kajian Aturan-Aturan Berkaitan dengan Tata Kelola Sampah
Kaji ulang atas perundang-undangan yang berkaitan dengan persampahan dan lingkungan hidup bertujuan untuk:
1. Mengetahui hal-hal yang terkait, bark secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengelolaan
persampahan yang telah diatur dalam perundang-undangan tersebut
2. Mengintegrasikan substansi pengaturan pengelolaan persampahan dalam rancangan
undang-undang ini dengan perundang-undangan di atas sehingga tidak terjadi pertentangan di antara undang-
undang tersebut.
- Mengetahui hal-hal yang terkait, bark secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengelolaan
persampahan yang telah diatur dalam perundang-undangan tersebut
- Mengintegrasikan substansi pengaturan pengelolaan persampahan dalam rancangan undang-undang ini
dengan perundang-undangan di atas sehingga tidak terjadi pertentangan di antara undang-undang tersebut.
Aturan Nasional
Aturan Penjelasan Analisa Rekomendasi
Undang-Undang No 23
tahun 1997 tentang
Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Pasal 1 ayat 1: Lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan mahluk
hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi
kelang sungan perikehidupan dan
kesejahteraan inanusia serta mahluk
hidup lainnya.
Pasal 1 ayat 2: Pengelolaan lingkungan
hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup
meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan
dan pengendalian lingkungan hidup.
Pasal 1 ayat 3: Pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup adalah upaya sadar
dan terencana, yang memadukan
lingkungan hidup, termasuk sumber
daya, ke dalam proses pembangunan
untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi
masa kini dan generasi masa depan.
Pasal 1 ayat 8: Daya tampung
lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi dan/atau komponen lain yang
masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Pasal 1 ayat 12: Pencemaran
lingkungan hidup adalah masuknya
atau dimasukkannya mahluk hidup, zat,
energi dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya turun
Undang-undang ini lebih
mengatur pada upaya
pengendalian lingkungan
yang disebabkan oleh
pencemaran limbah oleh
perusahaan.badan usaha
tidak mengatur mengenai
pengelolaan sampah
perbedaan/persamaan
konsepsiantara limbah dan
sampah masih prokontra
Perlu redefinsi
antara sampah
dan limbah
7
Aturan Penjelasan Analisa Rekomendasi
sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak
dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya.
Pasal 1 ayat 16: Limbah adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan
Pasal 20 ayat 1: Tanpa suatu keputusan
izin, setiap orang dilarang melakukan
pembuangan limbah ke media
lingkungan hidup
Pasal 20 ayat 2: Setiap orang dilarang
membuang limbah yang berasal dari
luar wilayah Indonesia ke media
lingkungan hidup Indonesia.
Pasal 20 ayat 4: Pembuangan limbah ke
media lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada pasal 20 ayat 1 hanya
dapat dilakukan di lokasi pembuangan
yang ditetapkan oleh Menteri.
Undang-Undang no 24
tahun 1992 tentang
Tataruang Nasional
Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992
tentang Tata Ruang
Pasal 1 ayat 2:
Tata ruang adalah wujud struktural dan
pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
Pasal 3 ayat 3 butir d dan e:
Tercapainya pemanfaatan ruang yang
berkualitas untuk:
1. mewujudkan perlindungan fungsi
ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif
terhadap lingkungan.
2. Mewujudkan keeimbangan
kepentingan kesejahteraan dan
keamanann.
Pasal 5 ayat 1:
Setiap orang berkewajiban berperan
serta dalam memelihara kualitas ruang.
Pasal 14 ayat 1 butir b: Perencanaan
tata ruang dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek pengelolaan
secara terpadu berbagai sumber daya,
fungsi dan estetika lingkungan, serta
kualitas ruang .
undang –undang ini tidak
mengatur pengelolaan
sampah secara nasional
kebijakan pengelolaan
persampahan harus menjadi
bagian dari subtansi
uandang-undang tata ruang
nasional
revisi undang-
undang RTRN
atau ada PP yang
mengatur tentang
kebijakan
pengelolaan
sampah
Undang-Undang no 32
tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah
Pasal 13
(1) Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah
provinsi merupakan urusan dalam skala
provinsi yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian
pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana
umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan
alokasi sumber daya manusia potensial;
pengelolaan dan
pengendalian lingkungan
hidup menjadi kewenangan
pemeritah provinsi
pemprop bertanggungjawab
untuk mengendalikan
pembangunan
yangberdampak pada
lingkungan hidup
mendorong
pemerintah
daerah provinsi
menyusun
kebijakan
pengelolaan dan
pengendalian
persampahan
8
Aturan Penjelasan Analisa Rekomendasi
g. penanggulangan masalah sosial
lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan
lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi,
usaha kecil, dan menengah termasuk
lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk
lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan
sipil;
m. pelayanan administrasi umum
pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman
modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya yang belum dapat dilaksanakan
oleh kabupaten/kota; dan
p. urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan per
undang-undangan.
Pasal 14
(1) Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah
untuk kabupaten/kota merupakan
urusan yang berskala kabupaten/kota
meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian
pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana
umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi,
usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan
sipil; pelayanan administrasi umum
pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman
modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang
-undangan.
pengelolaan dan
pengendalian lingkungan
hidup menjadi kewenangan
pemeritah kabupaten/kota
pemeritah kabupaten/kota
bertanggungjawab untuk
mengendalikan
pembangunan yang
berdampak pada lingkungan
hidup
Pemerintah harus
menyusun
kebijakan
pengelolaan
sampah
pemeritah harus
menyusun
program yang
untuk
pengendalian
lingkungan
hidup termasuk
pengelolaan
sampah
Undang-Undang no 33
tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan
pusat dan daerah
Pasal 5
(1) Penerimaan Daerah dalam
pelaksanaan Desentralisasi
terdiri atas Pendapatan Daerah
dan Pembiayaan.
(2) Pendapatan Daerah sebagaimana
Dana perimbangan dari
pusat merupakan sumber
dana yang bisa digunakan
untuk pengelolaan sampah
oleh pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota
kenaikan
anggaran sektor
lingkungan
untuk
mendukung
pengelolaan
9
Aturan Penjelasan Analisa Rekomendasi
dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah;
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain Pendapatan.
(3) Pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari:
a. sisa lebih perhitungan
anggaran Daerah;
b. penerimaan Pinjaman
Daerah;
c. Dana Cadangan Daerah;
dan hasil penjualan
kekayaan Daerah yang
dipisahkan
Pasal 10
(1) Dana Perimbangan terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil;
b. Dana Alokasi Umum;
dan
c. Dana Alokasi Khusus.
(2) Jumlah Dana Perimbangan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan setiap tahun
anggaran dalam APBN.
sampah
Undang-Undang
Nomor 9 tahun 1990
tentang Kepariwisataan:
Pasal 6 butir c : Pembangunan obyek
dan daya tank wisata dilakukan dengan
memperhatikan kelestarian budaya dan
mutu kualitas lingkungan
pengelola pengembangan
pariwisata memiliki
tanggung jawab untuk
menjaga kualtas lingkungan
perlu adanya
kebijakan yang
mendorong
pengelola
pariwisata
memperhatikan
aspek
lingkungan
Peraturan Pemerintah
No 27 Tahun 1999
tentang Amdal
1. Analisis mengenai dampak
lingkungan hidup (AMDAL) adalah
kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan;
(2) Usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diwajibkan untuk melakukan
pengendalian dampak lingkungan
hidup dan perlindungan fungsi
lingkungan hidup sesuai dengan
rencana pengelolaan lingkungan hidup
dan rencana pemantauan lingkungan
hidup
Berdasarkan PP ini setiap
kegiatan usaha yang
memiliki dampak terhadap
lingkungan wajib
melakukan kajian amdal
kenyataannya pengelolaan
TPA yang ada di cekungan
Bandung tidak memiliki
kajian amdal
ini menunjukan lemahnya
penegakan hukum sektor
lingkungan
mendesak
pemerintah
untuk melakukan
penegakan
hukum
lingkungan
(pengendalian,
pengawasan)
Peraturan Pemerintah
No. 69 Tahun 1996
Tentang :
Pelaksanaan Hak Dan
Kewajiban, Serta
Bentuk Dan Tata
Tata Cara peran Masyarakat
Pasal 24
(1) Tata cara peran serta masyarakat
dalam proses perencanaan tata ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
PP ini membuka ruang bagi
masyarakat untuk terlibat
dalam perencanaan,
pelaksanaan dan
pengendalian penataan
ruang, termasuk pada
Sosialiasi aturan/
kebijakan
mendesak
pemerintah
melibatkan
10
Aturan Penjelasan Analisa Rekomendasi
Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam
Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
dilaksanakan dengan pemberian
saran,pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan, masukan
terhadap informasi tentang arah
pengembangan, potensi dan masalah,
serta rancangan Rencana Tata Ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
(2) Penyampaian saran, pertimbangan,
pendapat, tanggapan, keberatan atau
masukan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara lisan atau
tertulis kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara peran serta masyarakat dalam
proses perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam
Negeri.
kegiatan pengelolaan
sampah
1. Masyarakat belum
dilibatkan dalam proses
perencanaan penyusunan
penataan ruang di tingkat
Propinsi
2. Rendahnya akses
masyarakat terhadap
dokumen kebijakan
penataan ruang dalam
beberapa level
pemerintahan
3. Rendahya pengetahuan
masyarakat terhadap
berbagai produk
kebijakan tata ruang
4. Dokumen Kebijakan
tidak bisa diakses oleh
masyarakat
masyarakat
dalam penataan
ruang termasuk
penataan
persampahan
perlu adanya
pedoman teknis
yang menjamin
keterlibatan
masyarakat
dalam penataan
ruang
Tata Cara Peran Serta Masyarakat
Dalam Penataan Ruang
Wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II
Pasal 27
(1) Tata cara peran serta masyarakat
dalam proses perencanaan tata ruang
wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 dan dalam penyusunan
rencana rinci tata ruang kawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
dilaksanakan dengan pemberian saran,
pertimbangan, pendapat, tanggapan,
keberatan, masukan terhadap informasi
tentang arah pengembangan,
potensi dan masalah, serta rancangan
Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat
II.
(2) Penyampaian saran, pertimbangan,
pendapat, tanggapan, keberatan
atau masukan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara lisan
atau tertulis kepada bupati/
Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur oleh Menteri Dalam Negeri.
pada prakteknya masyarakat
tidak diberi ruang untuk
terlibat /implementasi yang
tidak dilakukan
Mendorong
pelaksanaan PP
ini dijalankan
secara benar
11
Aturan Tingkat Propinsi
Propinsi Penjelasan Analisa Rekomendasi
Perda no 2 tahun
2003 tentang
RTRW Propinsi
Jawa Barat
Pasal 3
Tujuan penyusunan RTRWP adalah :
a. mengoptimalkan dan mensinergikan
pemanfaatan sumber daya daerah
secara berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan
ketahanan nasional;
b. menyeimbangkan dan menyerasikan
perkembangan antarwilayah serta
antarsektor dalam rangka mendorong
pelaksanaan otonomi daerah;
c. meningkatkan kualitas lingkungan
hidup dan mencegah serta
menanggulangi dampak negative
terhadap lingkungan;
Pasal 11
(1) Kebijakan pemanfaatan ruang
diwujudkan berdasarkan kebijakan
struktur tata ruang dan pola tata ruang.
(2) Kebijakan struktur tata ruang
diwujudkan untuk mencapai
pemerataan pertumbuhan wilayah
dengan mempertahankan keseimbangan
lingkungan dan ketersediaan sumber
daya daerah. (3) Kebijakan pola tata
ruang diwujudkan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup.
(4) Kebijakan struktur tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
pasal ini meliputi pengembangan
sistem kota-kota, infrastruktur wilayah,
kawasan andalan, dan kawasan
pertahanan keamanan.
(5) Kebijakan pola tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
pasal ini meliputi kebijakan pola tata
ruang kawasan lindung, kawasan
budidaya, serta daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup.
Pasal 85
(1) Peran serta masyarakat dalam
proses perencanaan dilakukan melalui
pemberian informasi berupa data,
bantuan pemikiran dan keberatan, yang
disampaikan dalam bentuk dialog,
angket, internet dan melalui media
lainnya baik langsung maupun tidak
langsung.
(2) Peran serta masyarakat dalam
proses pemanfaatan ruang dapat
dilakukan melalui pelaksanaan
program dan kegiatan pemanfaatan
ruang yang sesuai dengan RTRWP,
meliputi :
a. pemanfaatan ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara berdasarkan
Pasal ini menjelaskan
tentang peran serta
masyarakat dalam
perencanaan dan
pengawasan pemnafaatan
ruang (pengelolaan
sampah)
Namun pelaksanaan
mekanisme ini tidak
dijalankan oleh
pemerintah
Mendorong
implementasi
aturan yang ada
12
Propinsi Penjelasan Analisa Rekomendasi
RTRWP yang telah ditetapkan;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan
berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah;
c. bantuan teknik dan pengelolaan
dalam pemanfaatan ruang.
(3) Peran serta masyarakat dalam
proses pengendalian pemanfaatan
ruang dapat dilakukan
melalui :
a.pengawasan dalam bentuk
pemantauan terhadap pemanfaatan
ruang dan pemberian informasi atau
laporan pelaksanaan pemanfaatan
ruang;
b.bantuan pemikiran atau pertimbangan
berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.
Pasal 86
Dalam kegiatan penataan ruang
wilayah, masyarakat berhak :
a. berperan serta dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka isi
RTRWP;
c. menikmati manfaat ruang dan atau
pertambahan nilai ruang sebagai akibat
dari penataan
ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak
atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang.
Pasal 87
(1) Untuk mengetahui rencana tata
ruang sebagaimana dimaksud dalam
huruf b Pasal 86
Peraturan Daerah ini, masyarakat dapat
mengetahui RTRWP dari Lembaran
Daerah Propinsi, pengumuman atau
penyebarluasan oleh pemerintah
propinsi pada tempat-tempat yang
memungkinkan masyarakat mengetahui
dengan mudah.
(2) Pengumuman atau penyebarluasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini diketahui masyarakat melalui
penempelan/pemasangan peta rencana
tata ruang yang bersangkutan pada
tempat-tempat umum dan kantor-kantor
yang secara fungsional menangani
rencana tata ruang tersebut.
Pasal 88
(1) Dalam menikmati manfaat ruang
dan atau pertambahan nilai ruang
sebagai akibat penataan
13
Propinsi Penjelasan Analisa Rekomendasi
ruang sebagaimana dimaksud dalam
huruf c Pasal 86 Peraturan Daerah ini,
pelaksanaannya
dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk menikmati dan
memanfaatkan ruang beserta sumber
daya alam yang terkandung
didalamnya, sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini berupa manfaat
ekonomi, sosial,
dan lingkungan dilaksanakan atas dasar
pemilikan, penguasaan, atau pemberian
hak tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan ataupun atas
hukum adat dan kebiasaan yang
berlaku atas ruang pada masyarakat
setempat.
Pasal 89
(1) Untuk memperoleh penggantian
yang layak atas kondisi yang dialami
sebagai akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan
RTRWP sebagaimana dimaksud huruf
d dalam Pasal 86 Peraturan Daerah ini,
diselenggarakan secara musyawarah
dengan pihak yang berkepentingan.
(2) Dalam hal tidak tercapai
kesepakatan mengenai penggantian
yang layak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini,
penyelesaiannya dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 90
Dalam kegiatan penataan ruang
wilayah propinsi, masyarakat wajib :
a. berperan serta dalam memelihara
kualitas ruang;
b.berlaku tertib dalam keikutsertaannya
dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c. mentaati RTRWP yang telah
ditetapkan.
Pasal 91
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat
dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90 Peraturan
Daerah ini, dilaksanakan dengan
mematuhi dan menerapkan kriteria,
kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan
penataan ruang yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.(2) Kaidah dan aturan
pemanfaatan ruang yang dipraktekkan
masyarakat secara turun temurun
dapat diterapkan sepanjang
memperhatikan faktor-faktor daya
dukung lingkungan, estetika
14
Propinsi Penjelasan Analisa Rekomendasi
lingkungan, lokasi, dan struktur
pemanfaatan ruang serta dapat
menjamin pemanfaatan ruang yang
serasi, selaras dan seimbang.
Aturan tingkat kabupaten/kota
Aturan Penjelasan Analisa Rokemendasi
Perda No 31 tahun
2000 tentang K3 di
kabupaten
Bandung
Pasal 2
Didaerah diselenggarakan
pengelolaan kebersihan yang
berwawasan kelestarian
lingkungan yang serasi dan
seimbang
Tidak mengatur
penyelenggaraan tata
kelola sampah
Perda ini tidak
secara detail
mengatur tata
kelola sampah
Sehingga
Perlu ada kebijakan
pengelolaan sampah
di tingkat
lokal/komunitas
Perlu tata cara
pengelolaan sampah
dengan
mempertimbangkan
sumber sampah
yang ada
Pasal 3
Penyelenggaraan pengelolaan
kebersihan sebagaimana diatur
pada pasal 5 perda ini, bertujuan
untuk memelihara kebersiahan
lingkungan dari pencemaran yang
disebabkan oleh sampah dan
limbah
Pasal 4
1. Setiap orang atau badan hukum
bertanggung jawab atas
kebersihan
2. Kebersihan sebagaimana
dimaksud pada ayat ini pasal ini
meliputi fasilitas umum dan
fasilitas social
Pengelolaan kebersiahan
merupakan bentuk
pelayanan publik yang
harus diberikan
pemerintah kepada
masyarakat, pasal ini
memiliki potensi
meminimlakan peran
pemerintah/negara
Pasal 5
Pelaksanaan pengelolaan sampah
meliputi :
a. penyapuan dan
pengumpulan
b. pewadahan dan
pemilahan
c. pemindahan
d. pengelohan antara
e. pengangkuatan
f. pengolahan akhir
Pada prakteknya
pemilahan dilakukan
Harus diperjelas pelaku
yang melakukan
pelaksanaan pengelolaan
Pasal 6
Pemerintah daerah berkewajiban
menumbuhkan dan
mengembangkan kesadaran
masyarakat menjadi tanggung
jawab bersama akan kebersihan
lingkungan melalui bimbingan
dan penyuluhan dan pemanfaatan
fasilitas
Pada prakteknya
pemerintah belum
melakukan kewajibannya
Pasal 11
(1) setiap orang atau badan
hukum dilarang :
a. membuang sampah, kotoran
atau barang bekas lainnya ke
saluran, berm, tempat umum,
tempat pelayanan umum, dan
tempat-tempat lainnya
15
Aturan Penjelasan Analisa Rokemendasi
b. mengotori, merusakdan
membakar atau menghilangkan
tempat/wadah sampah yang
dsediaka
c. membakar sampah pada tempat
yang membahayajkan
d. mengubur bangkai hewan besar
dipelkarangan atau membuangnya
disaluran air
e. membuang smpah berupa
pecahan kaca, zat kimia sampah
medis atau lain-lain yang
membahayakan kecuali pada
tempat/wadah yang disediakan
khusus untuk dikelola secara
khusus
Pasal 15
(1). Untuk memperlancar dan
memudahkan penanganan
persampahan setiap penghuni,
rumah tingal/took, perumahan,
bioskophotel atau rumah makan,
rumha sakit, perkantoran dan
tempat pariwisata wajib
menyediakan TPSS
(2). Pembagian wilayah
pengambilan, pengangkutan,
pembuangan dan pemusnahan
sampah yang disesuaikan dengan
sarana dan prasarana pelayanan
kebersiahan, ditetapkan kemudian
oleh bupati
Pasal ini menyatakan
bahwa penyediaan TPSS
dibebankan kepada
sumber sampah padahal
pemda juga melakukan
pungutan/retribusi
Pelayanan public
pengelolaann sampah
selama ini buruk
Pemerintah tidak
melakukan kewajiban
sebagaimana mestinya
sebagai pelayan
masyarakat
Pasal 16
1. Pengambilan,
pengangkutan dan
pembuangan sampah dari
took/perusahaan,
bisokop, hotel/rumah
makan rumah sakit,
pabrik perkantoran dan
tempat pariwisata
dilaksankan oleh
pemerintah daerah
2. pengambilan,
pengangkutan dan
pembuangan sampah dari
rumah tinggal ke TPSS
dilaksanakan oleh
petugas yang ditunjuk
oleh RT/RW masing-
,masing
3. pengambilan,
pengangkutan dan
pembuangan sampah dari
rumah tinggal ke tPSS
dilaksanakan oleh
petugas RT/RW
dilaksankan oleh
pemrintah daerah
4. pengambilan,
pengangkutan dan
Harus mengubah
konsepsi Tempat
pembuangan sampah
akhir menjadi tempat
pengelolaan sampah akhir
16
Aturan Penjelasan Analisa Rokemendasi
pembuangan sampah dari
TPSS ke TPSA
dilaksanakan oleh
Pemerintah daerah
5. penetapan lokasi TPSS
diatur kemudian oleh
Bupati
Pasal 17
1. untuk keperluan pemberian
pelayanan/pemberian jasa
pengambilan dan pembuangan
sampah dimaksud pada pasal 19
dikenakan retribusi angkutan
sampah
Retribusi setiap bulan
dipungut namun
pelayanan yang diberikan
buruk
Pasal 19
(1) Penentuan lokasi TPA diatur
oleh Bupati
(2) Pengelolaan dan
pengusahaan TPSA yang
dilakukan oleh pihak Swasta
/intansi pemerinta diluar
pemerintah daerah, terlebih
dahulu mendapat ijin bupati
(3) Terhadap pihak-pihak
sebagaimana dimaskud pada
ayat 2 pasal ini, dikenkan
kontribusi yang besarnya
berdasarkan ksepekatan dan
diatur kemudian oleh dalam
perjanjian kerjasama
(4) Tata cara pengelolaan
sebagimana dimaksud dalam
ayat 2 pasal ini diatur lebih
lanut oleh bupati
Seharusnya penentuan
TPA mengacu kepada
ketentuan tata ruang yang
ada dalam RTRW
Tidak ada dokumen yang
jelas dari bupati mengenai
penentuan TPA
Belum ada aturan yang
mengatur tata cara
pengelolaan sampah di
TPSA
Penentuan rencana
TPA disesuaikan
dengan aturan tata
ruang dengan
mempertimbangkan
aspek kelestarian
lingkungan
Perlu ada aturan
pengelolaan sampah
di TPSA
Pasal 20
(1). Pembuangan sampah ke
TPSA yang dikelola/milik
pemerintahan daerah yang
dilaksanakan oleh pihak
swasta/intansi pemerintah dilura
pemda dinekan rteribusi setiap
meter3 sebasar Rp 5000
Perda 12 tahun
2001 tentang
RTRW Kabupaten
Bandung
Pasal 7 Tujuan pemanfaatan ruang
wilayah di Kabupaten Bandung,
yaitu :
a. Terselenggaranya pengaturan
ruang yang berwawasan
lingkungan di kawasan
lindung dan kawasan
budidaya.
b. Tercapainya pengaturan
ruang yang berkualitas untuk
:
Mewujudkan keterpaduan
dalam penggunaan sumber
daya alam dan sumber daya
buatan dengan
memperhatikan sumber daya
Sudah jelas
keberpihakanya pada
lingkungan
17
Aturan Penjelasan Analisa Rokemendasi
manusia ;
Meningkatkan pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber
daya buatan secara berdaya
guna, berhasil guna, dan tepat
guna untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia ;
Mewujudkan perlindungan
fungsi ruang dan mencegah,
serta menanggulangi dampak
negatif terhadap lingkungan ;
Mewujudkan keseimbangan
kepentingan kesejahteraan dan
keamanan.
Pasal 12
(5) Sistem prasarana
pengelolaan lingkungan (air
baku & air bersih, sampah,
drainase) sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8 ayat (2)
huruf d dilaksanakan melalui :
e. Pengelolaan sampah
dilaksanakan melalui :
pengembangan organisasi
pengelolaan persampahan,
pengembangan partisipasi
masyarakat dalam
pengelolaan sampah,
mempersiapkan setiap
wilayah kecamatan untuk
program pengembangan
pelayanan mulai dari
pengumpulan, transfer dan
pengangkutan sampah,
penerapan metode
pemilihan dan pendaur-
ulangan sampah di suatu
lokasi dalam upaya
meminimalkan pembuangan
sampah ke TPA (Zero
Waste
System/Dezentralization
Composting System), serta
mendorong pengelolaan
TPA Bersama. TPA di
Kabupaten Bandung
dialokasikan di :
Bandung Barat : Leuwigajah
(Cimahi Selatan), cakupan
wilayah pelayanan :
Padalarang, Margahayu,
Soreang, Katapang, Kotif
Cimahi, dan Batujajar.
Bandung Selatan : Pasir
Durung (Cicalengka),
cakupan wilayah pelayanan
bagi pengembangan
selanjutnya untuk
Metropolitan Bandung.
Bandung Timur : Babakan
Tidak nyambung antara
perda k3 dan tata ruang
18
Aturan Penjelasan Analisa Rokemendasi
(Ciparay), cakupan wilayah
pelayanan : Banjaran,
Baleendah, Majalaya,
Ciparay, Cileunyi,
Cicalengka, Rancaekek.
Bandung Utara : Pasir Buluh
(Lembang), cakupan wilayah
pelayanan : Lembang.
Perda no 3 tahun
2004 tentang RTRW
kota Bandung
Pasal 3
Visi Pembangunan Kota Bandung
adalah sebagai Kota Jasa
yang BERMARTABAT (Bersih,
Makmur, Taat, dan Bersahabat).
Pasal 4
Untuk mewujudkan visi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3,
maka arahan penataan ruang
wilayah akan ditujukan untuk
melaksanakan misi:
a. mewujudkan kota yang tertata
rapi, nyaman dan layak huni
melalui penyediaan berbagai
sarana dan prasarana dalam
mendukung pembangunan
ekonomi, sosial, dan lingkungan;
Pasal 5
Tujuan penataan ruang adalah:
a. mencapai optimasi dan sinergi
pemanfaatan sumberdaya secara
berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan
ketahanan nasional;
b. menciptakan keserasian dan
keseimbangan antara
lingkungan dan sebaran kegiatan;
c. meningkatkan daya guna dan
hasil guna pelayanan atas
pengembangan dan pengelolaan
ruang;
d. mewujudkan keseimbangan
dan keserasian perkembangan
antarbagian wilayah kota serta
antarsektor dalam rangka
mendorong pelaksanaan otonomi
daerah;
e. mewujudkan perlindungan
fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif
terhadap lingkungan.
Pasal 26.
(1) Kebijakan prasarana dan
sarana kota sebagaimana
dimaksud
pada Pasal 10 meliputi:
a. air baku dan air bersih;
b. air limbah;
c. drainase;
d. persampahan;
e. pemadam kebakaran;
Tidak detail diatur
pengelolaan pada level
teknis
19
Aturan Penjelasan Analisa Rokemendasi
f. energi dan telekomunikasi;
g. fasilitas umum dan fasilitas
sosial.
(5) Kebijakan prasarana dan
sarana persampahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d
Pasal ini adalah:
a. mengurangi volume sampah
yang akan dibuang ke
Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) dengan cara pengolahan
setempat per-wilayah dengan
teknik-teknik
yang berwawasan lingkungan;
b. meningkatkan kualitas dan
kuantitas prasarana dan sarana
pengelolaan sampah.
Pasal 90
Program pengembangan
prasarana dan sarana
persampahan
sebagaimana dimaksud pada Pasal
59, meliputi:
a. mengadakan penyediaan tempat
sampah terpisah untuk
sampah organik dan non-organik;
b. menentukan lahan-lahan untuk
Tempat Pembuangan
Sampah (TPS)/kontainer yang
baru;
c. melakukan rehabilitasi Tempat
Pembuangan Sampah (TPS)
dan kontainer yang rusak;
d. mengupayakan perluasan
Tempat Pembuangan Akhir
(TPA)
Leuwigajah terpadu;
e. melaksanakan studi kelayakan
manajemen pengelolaan
sampah terpadu Kota Bandung,
Cimahi, dan Kabupaten
Bandung;
f. melaksanakan studi kelayakan
penggunaan lahan Tempat
Pembuangan Akkhir (TPA) di
Pasir Durung untuk pengelolaan
sampah terpadu;
g. melakukan usaha reduksi
melalui pengomposan, daur ulang
dan pemilahan antara sampah
organik dan non-organik dapat
bekerjasama dengan swasta.
Perda No 11 rahun
2005 tentang K3 di
kota Bandung
Pasal 19 kebersihan
(2) Setiap Orang, dan Badan
Hukum dan/ atau Perkumpul an
bertanggung jawab atas
kebersihan
Pasal 26
(1) Penyelenggaran Kebersihan
lingkungan dilaksa nakan
melalui koordinasi RT dan RW
20
Aturan Penjelasan Analisa Rokemendasi
meliputi kegiatan pewadahan
dan/atau pemilahan, penyapun
dan pengumpulan serta
pemindahan sampah dari
lingkungnya ke TPS.
Pasal 27
(1) Pelaksaan pengelolaan
sampah pada umumnya meliputi
:
. pewadah an dan/ atau
pemilahan;
b. penyapuan dan pengumpulan;
c. pengaturan, penetapan dan
penyediaan TPS pada tempat
ya ng tidak mengganggu lalu
lintas (bukan pada badan jalan)
dan TPA;
d. pengolaha n antatara ;
e. pengangkutan;
f. pengolah an akhir.
(2) Pemerintah Daerah
menyelenggarakan pengelolan
sampah meliputi :
a. penyapuan jalan utama ;
b. peng akutan sampah dari TPS
ke TPA;
c. peng atura n, penetapan dan
penyedian TPS dan TPA;
d. pengolahan dan pemanfaatan
sampah.
(3) Ata penyelenggaran
sebagaimana dimaksud pada
aya t (1) d an ay at (2) dikenakan
biaya jasa kebersihan ya ng
diteta pk an deng an Keputusan
Walikota dengan terlebih dahulu
berkonsultsi deng n DPRD.
Pasal 28
(1) Penyelenggaraan Kebersihan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25, bertujun untuk
memelihara kelestarian
lingkungan dari pencemaran
yang di akibatkan oleh sampah
dan limbah.
(2) Kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara terpadu oleh
Pemerintah Daerah dan peran
serta masyaraka t.
Pasal 29
(1) Setiap Orang, dan Hukum
dan/a tau Perkumpulan yang
akan membuang bekas
pera botan, berangk al dan/ atau
bangun, tebang n dan/ atau
pangkas pohon dapat meminta j
asa pengangkutan kepada PD.
Kebersihan atau membuangnya
langsung ke TPA.
(2) Untuk pelayanan jasa
21
Aturan Penjelasan Analisa Rokemendasi
dimaksud pada aya t (1)
dikenakan biaya jasa
pelayanan
yang di atur lebih lanjut oleh
Walikota dengan terlebih
dahulu konsultasi dengan
DPRD.
Pasal 59
Rencana pengelolaan prasarana
dan sarana persampahan
sebagaimana dimaksud Pasal 26
ayat (5) adalah:
a. memanfaatkan teknik-teknik
yang lebih berwawasan
lingkungan berdasarkan konsep
daur ulang-pemanfaatan
kembali-pengurangan dalam
pengolahan sampah di TPA
yang ada maupun yang akan
dikembangkan;
b. rehabilitasi dan pengadaan
sarana dan prasarana
persampahan, bergerak dan tidak
bergerak;
c. mengembangkan kemitraan
dengan swasta dan
kerjasama dengan kabupaten
dan kota sekitarnya yang
berkaitan untuk pengelolaan
sampah dan penyediaan
TPA.
Perda No 2 tahun
2006 tentang
Alokasi Dana
Perimbangan desa
Pasal 8
Butir 1
(1) Alokasi dana desa
dimaksudkan untuk membiayai
program pemerintahan desa dalam
melaksanakan kegaiatan
pemerintahan dan pemberdayaan
masyarakat
(2) tujuan diberikannya ADD
adalah a. meningkatkan
kemampuan lembaga desa dalam
melaksanakan pelayanan
pemerintahan kemasyarakatan
dan peneydian sarana dan
prasarana yang menjadi skala
prioritas kebutuhan masyarakat
desa sesuai dengan
kewenangannya
e. meningkatkan peningkatan
swadaya gotong royong
masyarakat
pasal 16
Dana perimbangan desa
digunakan untuk meningkatkan
kemampuan pemerintahan desa
dalam menyediakan pelayanan
publik yang menjadi skala
prioritas kebutuhan masyarakat
desa
22
Aturan Penjelasan Analisa Rokemendasi
Rancangan Perda
Penyerahan sebagian
kewenangan dari
kabupaten ke desa
Pasal 4
Daerah menyerahkan sebagian
urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya kepada
desa
Pasal 6
(1) urusan pemerintahan yang
menjadi kewenagan daerah yang
diserahkan menjadi kewenagan
desa, sebagaimana dimaksud pada
pasal 4 ayat 1, merupakan bentuk
pelayanan publik yang terdiri atas
kegiatan fisik dan non fisik
2. urusan pemerintahan
kewenangan daerah yang
disrahkan menjadi kewenangan
desa , sebagaimana dimaksud
pada pasal 4 ayat 1 mencakup
bidang ;
d. persampahan dan limbah
f. pembuangan air kotor
k. kesehatan
lampiaran perda
4. urusan bidang persampahan
dan sampah
a. pengelolaan pemnafaatan dan
pemusnahan sampah domestik
dan lingkungan
b. pembangunan , pemeliharaan
dan pengelolaan sarana dan
prasarana persampahan desa
seperti alat angkut, tempat
sampah, dan tempat pengelolaan
sampah sementara
c. pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian dan penertiban
pembuangan sampah di daerah
desa dan dibantaran sungai dan
drainase di desa
d. pengelolaan industri kecil daur
ulang sampah
e. pengawasan pencemaran dan
pencegahan pembuangan limbah
di desa
f. pembinaan dan penyuluhan
masyarakat tentang persampahan
Aturan Teknis lainnya
Standar yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan telah diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum dan Badan Standarisasi Nasional (BSN), yaitu:
1. SK-SNI. S-04-1991-03, tentang Spesifikasi Timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di Indonesia,
Standar ini mengatur tentang Jenis sumber sampah, besaran timbulan sampah berdasarkan komponen sumber
sampah serta besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota.
2. SNI 19-2454-1991, tentang Tata cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan Standar ini mengatur tentang
Persyaratan Teknis yang meliputi:
a. tekknik operasional, Pemindahan sampah
b. Daerah pelayanan
c. Pengangkutan sampah
d. Tingkat pelayanan Pengolahan
23
e. Pewadahan sampan Pembuangan Akhir
f. Pengumpulan sampah
g. Kriteria penentuan kualitas operasional pelayanan adalah:
1) Penggunaan jenis peralatan
2) Tipe kota
3) Sampah terisolasi dari lingkungan
4) Variasi daerah pelayanan
5) Frekuensi pelayanan
6) Pendapatan dari retribusi
7) Frekuensi penyapuan
8) Timbulan sampah musiman
9) Estetika
3. SNI 03-3241-1994, tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Standar ini
mengatur tentang ketentuan pemilihan lokasi TPA, kriteria pemilihan lokasi yang meliputi kriteria regional
dan kriteria penyisih.
4. SNI 19-3964-1994, tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah
Perkotaan.
Standar ini mengatur tentang tata cara pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah yang meliputi
Lokasi, cara pengambilan, jumlah contoh, frekuensi pengambilan serta pengukuran dan perhitungan.
D. Rancangan Konsepsi Tata Kelola Sampah
1. Pengertian Umum
Sampah adalah bahan yang terbuang atau dibuang yang berasal dari aktivitas manusia maupun alam yang dinilai
tidak memiliki nilai ekonomis. Sampah dapat berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan,
rumah sakit, pasar, dan lain-lain. Pengelolaan sampah di Indonesia umumnya dilakukan di tempat pembuangan
akhir (TPA) sampah. Sampah tidak dikelola pada sumbernya.
2. Jenis Sampah Yang dihasilkan
Sumber /asal produksi Bentuk/Jenis Pengolahan
Organik anorganik
Rumah
Tangga/Pemukiman
- sayuran
- daun-
daunan
- kulit buah-
buahan
- kertas
- plastik
- kaleng
- botol
- kardus
- kain
- karet
Organik :
1. kompos
2. pakan ternak
anorganik :
- di daur ulang
Pasar/mall/perdagangan - sayuran
- buah-buahan
- daun-daunan
- kertas
- plastik
- kaleng
- botol
- kain
- karet
Organik :
- kompos
- pakan ternak
anorganik :
- di daur ulang
Hotel sayuran
kulit buahan
daun-daunan
- kertas
- plastik
- kaleng
- botol
Organik :
- kompos
- pakan ternak
anorganik :
- di daur ulang
24
Sumber /asal produksi Bentuk/Jenis Pengolahan
Organik anorganik
Rumah Sakit - sayuran
- sisa makanan
- jarum suntik
- kertas
- kulit
- botol infus
- bekas obat-
obatan
- karet
Sampah rumah sakit perlu
dipisahkan.
Sampah rumah sakit harus
dibakar di dalam sebuah
insinerator milik rumah
sakit.
Sampah rumah sakit
ditampung di sebuah
kontainer dan selanjutnya
dibakar di tempat
pembakaran sampah.
Sampah biomedis
disterilisasi terlebih dahulu
sebelum dibuang ke
landfill.
Rumah makan - sayuran
- daun
- kulit buah-
buahan
- kertas Organik :
kompos
pakan ternak
anorganik :
- di daur ulang
Kontruksi gedung semen, pasir,
spesi, batu bata,
ubin, besi dan
baja, kaca, dan
kaleng. Karet
Industri - kertas
- plastik
- kaleng
- botol
- kain
- karet
Organik :
kompos
pakan ternak
anorganik :
- di daur ulang
Perkantoran - sisa makanan - kertas
- plastik
- kaleng
- botol
- kardus
Organik :
kompos
pakan ternak
anorganik :
- di daur ulang
3. Lingkup Pengelolaan Sampah.
. Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari:
1) rumah tangga;
2) kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel,
restoran, tempat hiburan;
3) fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara,
rumah sakit, klinik, puskesmas;
4) fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan
umum, taman, jalan, dan trotoar;
5) industri;
6) fasilitas lainnya: perkantoran, sekolah.
7) hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai
25
Otoritas/Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Sampah/Kewenangan Negara untuk Publik
Aspek Pusat Propinsi Kabupaten/kota Ket
Informasi sosialiasiai kebijakan-
kebijakan lingkungan
(sampah) kepada
msyarakat tingkat
nasional
Menyediakan layanan
informasi yang
berkiatan dengan
pengelolaan sampah
Mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan dan
meningkatkan
kesadaran dan
tanggung jawab para
pengambil keputusan
dalam pengelolaan
lingkungan hidup;
Mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan, dan
meningkatkan
kesadaran akan hak
dan tanggung jawab
masyarakat dalam
pengelolaan sampah
sosialiasiai kebijakan-
kebijakan lingkungan
(sampah) kepada
msyarakat tingkat
propinsi
Menyediakan layanan
informasi yang
berkiatan dengan
pengelolaan sampah
Mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan dan
meningkatkan
kesadaran dan
tanggung jawab para
pengambil keputusan
dalam pengelolaan
lingkungan hidup;
Mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan, dan
meningkatkan
kesadaran akan hak
dan tanggung jawab
masyarakat dalam
pengelolaan sampah
sosialiasiai kebijakan-
kebijakan lingkungan
(sampah) kepada
msyarakat tingkat
kabupateni
Menyediakan layanan
informasi yang
berkiatan dengan
pengelolaan sampah
Mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan dan
meningkatkan
kesadaran dan
tanggung jawab para
pengambil keputusan
dalam pengelolaan
lingkungan hidup;
Mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan, dan
meningkatkan
kesadaran akan hak
dan tanggung jawab
masyarakat dalam
pengelolaan sampah
Partisipasi Menyusun kebijakan
yang membuka ruang
dan partispasi
masyarakat dalam
pengelolaan sampah
Mendukung upaya-
upya masyarakat
dalam pengelolaan
sampah
Memberikan
penghargaan kepada
masyarakat yang telah
berkontribusi
pengelolaan sampah
Menyusun kebijakan
yang membuka ruang
dan partispasi
masyarakat dalam
pengelolaan sampah
Mendukung upaya-
upya masyarakat
dalam pengelolaan
sampah
Memberikan
penghargaan kepada
masyarakat yang telah
berkontribusi
pengelolaan sampah
Menyusun kebijakan
pengelolaan sampah
yang membuka ruang
dan partispasi
masyarakat
Mendukung upaya-
upya masyarakat
dalam pengelolaan
sampah
Memberikan
penghargaan kepada
masyarakat yang telah
berkontribusi
pengelolaan sampah
Dukungan
Sumber daya
- penyelenggaraan
pelatihan dan
pendidikan
pengelolaan sampah
- penyedian alokasi
anggaran pengelolaan
sampah
- pengkajian dan
penelitian pengelolaan
sampah
- penyediaan
anggaran
pengelolaan skala
wilayah
- pembinaan dan
bimbingan teknis
- Penyedian anggaran
pengelolaan sampah
untuk komunitas
- Penyediaan sarana dan
prasarana pengelolaan
sampah
- Penyedian bimbingan
teknis
Pengelolaan
/Penanganan
- penyusunan regulasi
pengelolaan
persampahan yang
mendukung partispasi
- Mengenakan sanksi
kepada semua pihak
yang melanggar
peraturan
- penyusunan aturan
pengelolaan skala
lokal/RT
26
Aspek Pusat Propinsi Kabupaten/kota Ket
masyarakat
- penyusunan rencana
induk pengelolaan
sampah
- pemeberian insentif
dan disinsentif
- Menteri membuat
kebijakan pengelolaan
sampah yang terbaik
bagi masyarakat dan
lingkungan
- Menteri bertanggung
jawab dalam
melakukan koordinasi
pengendalian dampak
dari pengelolaan
sampah.
- pemerintah memiliki
kewajiban dalam
pengelolaan sampah berupa:
- Instansi teknis terkait
menyiapkan dan
menyusun kebijakan
umum pengelolaan
sampah.
- Menyusun dan
menyiapkan standar
pengelolaan sampah.
- Penyelesaian kasus
yang berpotensi
menjadi masalah
nasional, dan atau
tidak dapat
diselesaikan oleh antar
pemerintah propinsi,
dan atau atas
permintaan pemerintah
propinsi.
- Mengeluarkan peraturan
pengelolaan sampah
yang mengikat semua
warga untuk
menciptakan lingkungan
yang bersih, indah,
nyaman, dan sehat
- Memberikan pelayanan
pengelolaan sampah di
daratan dan perairan
yang terbaik bagi
masyarakat.
- Menggunakan dana
masyarakat secara
transparan dan akuntabel
untuk mengelola sampah
- Melakukan pengawasan
ternadap pengelolaan
sampan yang dilakukan
oleh pemerintah sendiri
dan masyarakat
- Menyediakan sarana dan
prasarana pengelolaan
sampah secara memadai.
- Mendorong dan
mendukung masyarakat
untuk melakukan
kegiatan pengurangan
dan pemanfaatan sampah
(3R) .
- Menentukan besarnya
tarif jasa pengelolaan
sampah secara transparan
Pembinaan
dan
Pengawasan
Menteri melakukan
pengawasan terhadap
penaatan pemerintah daerah
dan/atau badan usaha dalam
melakukan pengelolaan
sampah atas ketentuan yang
telah ditetapkan dalam
peraturan perundang-
undangan di bidang
pengelolaan sampah serta
menetapkan pejabat yang
berwenang melakukan
pengawasan.
Melakukan
pembinaan kepada
masyarakat dan
Pelaku Usaha
dalam
menentukan
besarnya tarif jasa
pengelolaan
sampah secara
transparan.
Melibatkan
masyarakat dalam
mengendalikan
pengelolaan
lingkungan
Melakukan pembinaan,
pendidikan, penyuluhan dan
bimbingan teknis bagi
kelompok masyarakat
pengelola sampah
Pengendalian Menyusun kerangka reward
dan funisment berkaitan
dengan pengelolaan sampah
27
Peran Masyarakat dalam Pengelolaan sampah/ akses publik terhadap Negara
Aspek Bentuk tanggung jawab /hak dan kewajiban
Informasi Mendapatkan informasi mengenai pemanfaatan dana masyarakat oleh pemerintah
maupun pengelola sampah swakelola
Mendapatkan informasi tentang kebijakan-kebijakan pengelolaan lingkungan
Memberikan informasi dan data berkaitan dengan pengelolaan sampah yang dilakukan
kepada pemerintah
Memberikan informasi berkaitan pengelolaan lingkungan/sampah yang dilakukan
Partisipasi Menjaga kebersihan di lingkungan sekitarnya
Berpatisipasi dalam mengelola sampah tingkat pemukiman (pengurangan, pemilahan,
pemanfaatan)
Berperan aktif dalam perencenaan, pelaksanaan dan kebijakan pengelolaan sampah.
Berperan dalam mendorong pemberdayaan masyarakat untuk mengelola sampah.
Melakukan pemantauan terhadap kegiatan pengelolaan sampah.
Terlibat dalam pembinaan, pendidikan dan bimbingan teknis yang difasilitasi oleh
pemerintah
Sumber daya - membangunan keswadayaan masyarakat dalam mengelola sampah pemukiman
- mendapatkan bantuan atau dukungan anggaran dari pemerintah berkaitan dengan
pengelolaan sampah yang bersumber dari APBD
- mengelola sarana dan prasarana pengelolaan sampah
- mengajukan sumber daya kepada pemerintah untuk mendukung kegiatan pengelolaan
persampahan tingkat pemukiman
- membangunan usaha ekonomi bersama dengan mengelola sampah
- berperan aktif membangun hubungan dengan pihak lain yang mendukung pada kegiatan
pengelolaan sampah
- pemberian modal bagi para pemulung-pemulung
Pengelolaan - Mendapatkan lingkungan yang bersih, indah, nyaman, dan sehat
- Berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah dan penentuan besarnya retribusi/ pajak
pengelolaan sampah, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengelola sampah
swakelola
- masyarakat berperan dalam kegiatan pengelolaan sampah melalui pengurangan,
pemilahan, pengolahan dan pemanfaatan sampah untuk skala pemukiman
- Mendapatkan pelayanan kebersihan yang terbaik dari pemda/pengelola sampah.
- Memanfaatkan, mengolah, dan membuang sampah sesuai dengan ketentuan
- masyarakat bias berperan dalam membangun usaha pengomposan, daur ulang
- pemberdayaan terhadap pemulung-pemulung
Pengendalian masyarkat terlibat dalam pengawasan terhadap pengelolaan sampah yang dilakukan oleh
pemerintah
memberikan bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban dalam ke-giatan
pemanfaatan ruang kawasan dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang kawasan.
Dari Kajian regulasi diperoleh beberapa Catatan:
1. Kerangka regulasi yang ada belum mengatur tentang tata kelola sampah yang berbasis komunitas
2. Perlunya Kerangka Aturan yang baru yang mengatur tentang tata kelola sampah yang mengutamankan
potensi local
Rencana Tindak Lanjut Yang akan dilakukan adalah :
1. melakukan kajian mendalam terhadap aturan yang berkaitan tentang sampah
2. menyusun rancangan naskah akademik pengelolaan sampah
top related