internalisasi nilai karakter dalam pembelajaran...
Post on 06-Mar-2019
282 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 125
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
INTERNALISASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS
MODEL PEMBELAJARAN KARAKTER ESD UNTUK MEMPERSIAPKAN
GENERASI EMAS 2045
Amran Amran1, Magfirah Perkasa
2, Muhammad Satriawan
3 dan Ismail Jasin
1
1 Pendidikan Biologi STKIP Bima
2 Pendidikan Kimia STKIP Bima
3 Pendidikan Fisika STKIP Bima
e-mail: ran_bima@yahoo.com
Abstrak: Indonesia pada tahun 2045 akan merayakan 100 tahun kemerdekaan sehingga
momentum ini akan menjadi tolak ukur ketercapaian dan keberhasilan pembangunan Indonesia dalam
berbagai bidang, salah satunya bidang pendidikan dan pemberdayaan SDM. Bonus demografi dimana
usia produktif masyarakat Indonesia yang paling besar akan menjadi bahan baku utama yang harus
diberdayakan dengan baik. Pendidikan sebagai salah satu pilar pembangunan SDM perlu melakukan
inovasi agar bonus demografi ini dapat diarahkan ke arah yang positif dan dapat mewujudkan cita-cita
Indonesia untuk membentuk generasi 2045. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap siswa
dan menyisipkan nilai karakter dalam pembelajaran sains berbasis model pembelajaran karakter ESD
untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045. Nilai karakter yang diukur yaitu karakter abad
21 yang meliputi: kritis, kreatif, kerjasama dan kemampuan komunikasi. Penelitian ini merupakan
desk study dengan desain penelitian tindakan kelas dengan satu siklus. Instrumen pengumpulan data
meliputi lembar penilaian diri dan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran
karakter ESD.
Kata Kunci: Karakter, Model Pembelajaran Karakter ESD, Generasi Emas 2045,
Pembelajaran Sains
PENDAHULUAN
Indonesia akan merayakan 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045. Momentum ini akan
menjadi tolak ukur ketercapaian dan keberhasilan pembangunan Indonesia dalam berbagai bidang,
salah satunya bidang pendidikan dan pemberdayaan SDM. Salah satu bonus yang akan diperoleh
Indonesia pada momentum tersebut yaitu bonus demografi dimana jumlah usia produktif Indonesia
pada kurun waktu 2010-2045 diprediksi sebagai jumlah paling besar sepanjang sejarah. Jumlah usia
produktif ini harus diberdayakan dengan baik sehingga dapat memberikan keuntungan (demographic
benefit) dan dapat menjadi sumber daya manusia (SDM) yang menjadi ujung tombak pembangunan
Indonesia untuk lebih maju. Jika kesempatan ini dapat dikelola dan diberdayakan dengan baik, maka
jumlah usia produktif Indonesia ini akan menjadi bonus demografi yang sangat berharga.
Sebaliknya, jika tidak dikelola dengan baik, maka jumlah usia produktif yang dimiliki oleh Indonesia
justru akan menjadi bencana demografi (demographic disaster) yang berdampak pada stabilitas
negara (Dongoran, 2014).
Pendidikan merupakan sebuah pilar yang memiliki peranan stategis dalam mengembangkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, sangat penting untuk merokunstruksi
dan mereformulasi desain pendidikan yang dapat mendukung terciptanya generasi emas bangsa
Indonesia. Generasi yang berkarakter generasi emas harus memiliki kompetensi, karakter, nilai
religius, sikap, pola pikir, konsep, dan berperadaban unggul dengan wawasan yang cerdas serta
berpikiran berkelanjutan sehingga menumbuhkan tanggung jawab dan kontribusi nyata dalam
mewujudkan lingkungan dan kehidupan yang sehat, damai, bermartabat, dan berkelanjutan
seutuhnya. Kemendikbud menguraikan karakter generasi emas sesuai dengan nilai pendidikan
karakter memuat nilai sikap religius, jujur, toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi,
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 126
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab
(Agus, 2016; Fahmy, et al., 2015; Manullang, 2013).
Permalasahan tentang bergesernya nilai-nilai karakter generasi muda semakin marak akhir-
akhir ini. Beberapa kasus tentang kurangnya kepedulian sosial dan profesionalisme muncul karena
dangkalnya penanaman karakter serta tidak tersisipnya nilai-nilai karakter mulia dalam proses
pembelajaran sejak dini. Media massa saat ini dihiasi oleh pemberitaan tentang karakter dan sikap
generasi muda yang mengarah pada hal-hal negatif. Jika dibiarkan tanpa pengendalian, penanaman,
pengembangan dan penguatan karakter sejak dini, maka permasalahan seperti ini akan menjadi ciri
khas negatif dari generasi yang akan datang.
Hal ini terjadi salah satunya karena tidak tersisipnya nilai-nilai karakter dalam proses
pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan perwakilan guru dan akademisi LPTK
di beberapa kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat, pembelajaran berbasis penguatan
pendidikan karakter serta pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan yang memuat nilai-nilai
dan wawasan berkelanjutan juga belum diimplementasikan secara luas dalam pendidikan.
Kompetensi tersebut masih dianggap asing dan hampir tidak pernah dinilai dengan baik serta
minim disisipkan dalam proses pembelajaran oleh guru maupun dosen sehingga masih banyak
generasi muda yang belum memiliki kesadaran beretika dan penguasaan emosi, menguasai literasi
digital dan informasi serta keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi dalam proses
pembelajaran maupun kesehariannya. Permasalahan lain yang juga dihadapi oleh pendidik pada
masa sekarang adalah tidak tersedianya inovasi pembelajaran berupa model pembelajaran
berkarakter yang dapat dijadikan landasan penerapan dalam proses pembelajaran untuk
menumbuhkembangkan sikap dan karakter mulia, bahkan di pendidikan dasar.
Pada pembelajaran sains terdapat dimensi yang berkaitan dengan sikap ilmiah. Sikap ilmiah
juga memuat nilai sikap yang selaras dengan nilai pendidikan karakter. Konsep education for
sustainable development juga memuat nilai sikap yang berkaitan dengan pendidikan karakter. HEPS
(2004; 9) menguraikan bahwa seseorang yang memiliki literasi dan wawasan berkelanjutan
diharapkan untuk:
1. Memahami kebutuhan untuk perubahan kehidupan berbasis pembangunan berkelanjutan dalam
setiap hal, baik secara individu maupun bersama. Indikator ini berkaitan dengan nilai sikap
jujur, komunikatif, peduli sosial dan bertanggung jawab.
2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk memutuskan dan melakukan
perubahan untuk pengembangan berkelanjutan. Pada kompetensi ini, nilai pendidikan karakter
yang dapat terintegrasi yaitu rasa ingin tahu, gemar membaca, kreatif, kritis, komunikasi,
berprestasi, peduli sosial dan peduli lingkungan.
3. Mampu mengenali dan memberi apresiasi pada keputusan dan tindakan orang lain dalam
melakukan perubahan untuk pengembangan berkelanjutan yang bijak dan tepat. Nilai sikap
yang dapat ditumbuhkembangkan pada kompetensi ini yaitu toleransi terhadap keberagaman,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta
tanah air, berprestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial dan bertanggung jawab.
Strategi dan model pembelajaran untuk mengintegrasikan nilai pendidikan karakter dan nilai konsep
sustainable development masih terbatas (Perkasa, 2017; Perkasa, 2015; UNESCO, 2002: 5).
Nilai ini dapat disisipkan dalam pembelajaran sains melalui internalisasi nilai pendidikan
karakter melalui strategi dan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang
direkomendasikan untuk dapat mengitegrasikan nilai pendidikan karakter yaitu model pembelajaran
karakter ESD. Oleh karena itu, studi ini mengkaji tentang internalisasi nilai pendidikan karakter
dalam pembelajaran sains melalui model pembelajaran karakter ESD untuk mempersiapkan
generasi emas 2045.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (desk study) dengan perspektif tindakan
kelas dengan satu siklus yang bertujuan untuk mengkaji internalisasi nilai pendidikan karakter
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 127
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
dalam pembelajaran sains melalui model pembelajaran karakter ESD untuk mempersiapkan
generasi emas 2045. Hasil kajian ini berdasarkan hasil need assesment yang telah dilakukan dalam
mengembangkan model pembelajaran karakter ESD. Subjek need assessment yaitu enam SMA
yang berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Nilai karakter yang diukur yaitu karakter
abad 21 yang meliputi: kritis, kreatif, kerjasama dan kemampuan komunikasi. Instrumen
pengumpulan data meliputi lembar penilaian diri dan lembar observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Need Assesment
Need assesment dilakukan untuk memperoleh data awal sehingga dapat menjadi landasan
kajian studi ini. Need assesment juga dapat memberikan gambaran data yang nyata dalam
pengkajian studi ini. Beberapa sekolah dijadikan lokasi studi pendahuluan dengan melakukan
wawancara singkat dengan guru mata pelajaran kimia, biologi dan fisika yaitu: SMAN 2 Kota
Bima, SMAN 1 Bolo (Kab.Bima), SMAN 1 Dompu (Kab. Dompu), SMAN 2 Dompu (Kab.
Dompu), SMAN 1 Kota Mataram, SMAN 3 Kota Mataram, SMAN 1 Gunungsari (Kab. Lombok
Barat), dan SMAN 1 Narmada (Kab. Lombok Barat). Namun, need assesment hanya dilakukan
pada enam sekolah diantara delapan sekolah tersebut, yaitu SMAN 2 Kota Bima, SMAN 1 Bolo
(Kab.Bima), SMAN 1 Dompu (Kab. Dompu), SMAN 2 Dompu (Kab. Dompu), SMAN 3 Kota
Mataram dan SMAN 1 Narmada (Kab. Lombok Barat). Need assesment juga sebatas sikap yang
dituntut pada kehidupan abad 21 yang berkaitan dengan 4Cs (communication, critical thinking,
collaboration & creativity).
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan need assesment yang dilakukan pada enam
sekolah tersebut, diperoleh informasi bahwa:
1. Model pembelajaran untuk mengimplementasikan konsep pendidikan karakter belum ada dan
belum diajarkan oleh para guru;
2. Sebagian guru belum mengetahui tentang konsep pendidikan berbasis lingkungan, education for
sustainable development dalam implementasi pembelajaran sains;
3. Sebagian para guru masih menitikberatkan evaluasi pembelajaran sains pada penilaian aspek
pengetahuan;
4. Penilaian aspek sikap dan keterampilan khususnya yang berkaitan dengan nilai karakter bangsa
dan pendidikan karakter masih minim dilakukan dalam proses pembelajaran.
Analisis
Analisis siswa dilakukan dengan menganalisis hasil need assesment siswa yang berkaitan
dengan sikap yang dituntut pada kehidupan abad 21 yang berkaitan dengan 4Cs (communication,
critical thinking, collaboration & creativity). Indikator 4Cs diadaptasi dari Partnership for 21st
Century (P21) (Griffin, et al., 2012; P21, 2011). Berdasarkan hasil angket siswa tentang kebiasaan
sehari-hari mereka yang berhubungan dengan karakter dan nilai pendidikan karakter
menggambarkan bahwa siswa memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang perilaku sesuai nilai-
nilai pendidikan karakter namun belum terlihat dalam keseharian siswa. Hasil need assesment siswa
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Need Assesment Sikap Abad 21
Jumlah
Sampel Tiap
Sekolah (∑)
Sikap Abad 21
Critical Thinking Collaboration Communication Creativity
Ting
gi Cukup
Rend
ah
Tingg
i
Cuku
p
Rend
ah
Tingg
i
Cuk
up
Rend
ah
Ting
gi
Cuku
p
Renda
h
A
(35 siswa) - 8 27 - 11 24 1 13 21 - 8 27
B
(27 siswa) - 6 21 - 2 25 - 17 10 - 11 16
C
(32 siswa) - 4 28 2 7 26 1 11 23 - 3 29
D - 7 23 - 14 16 - 15 15 - 5 25
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 128
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
(30 siswa)
E
(32 siswa) - 8 24 5 15 12 2 13 17 - 5 27
F
(28 siswa) - 6 22 - 10 18 1 7 20 - 4 24
Total 0 39 145 7 59 121 5 76 106 0 36 148
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa pada semua sikap
abad 21 belum mampu mencapai kategori tinggi. Sebaran data siswa masih terbilang banyak pada
kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sikap pembelajaran abad 21 dan nilai karakter
memang penting dan urgen untuk disisipkan dalam pembelajaran. Internalisasi nilai pendidikan
karakter melalui pembelajaran ini dapat dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran
karakter ESD.
Model Pembelajaran Karakter ESD Model Pembelajaran Karakter ESD memiliki tujuan untuk membentuk karakter siswa sesuai
nilai dalam pendidikan karakter dan tuntutan abad 21. Karakter yang diharapkan dapat disisipkan
melalui model pembelajaran karakter ESD yaitu: religius, jujur, toleransi terhadap keberagaman,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta
tanah air, berprestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial
dan bertanggung jawab.
Berikut diuraikan sintaks model pembelajaran karakter ESD:
1. Kumpulkan
Pada tahap ini, informasi tentang materi pembelajaran dan aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari dibelajarkan melalui metode studi kasus dan brainstorming. Siswa diarahkan untuk
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran dari lingkungan sekitar
sekolah maupun tempat tinggal siswa. Informasi tersebut dapat berupa masalah yang sedang
dihadapi masyarakat sekitar maupun yang menjadi gejala masalah yang belum meresahkan
masyarakat. Masalah juga dapat dikumpulkan di lingkungan sekolah. Pada tahap ini, diharapkan
sikap yang muncul yaitu toleransi, kreatif, rasa ingin tahu, komunikatif, peduli sosial, peduli
lingkungan dan tanggung jawab.
2. Rembukkan
Informasi tentang materi pembelajaran dalam bentuk masalah yang telah dikumpulkan
selanjutnya dirembukkan bersama rekan sekelompok. Pada tahap ini juga siswa dapat
merembukkan bersama rekan sekelompok tentang kemungkinan alternatif solusi terhadap isu
permasalahan yang telah dikumpulkan. Sikap yang diharapkan muncul pada tahap ini yaitu:
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu cinta damai.
3. Analisis
Tahap analisis merupakan tahap untuk menganalisis lebih lanjut dan lebih rasional serta
mengolah informasi tentang kemungkinan alternatif solusi. Pada tahap ini, alternatif solusi yang
disediakan dianalisis lebih lanjut hingga siswa dapat memilih solusi yang paling sesuai untuk
dapat diterapkan sebagai penyelesaian masalah. Sikap yang diharapkan dapat disisipkan melalui
tahapan ini yaitu: jujur, toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi, cinta damai, peduli
lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab.
4. Komunikasikan
Solusi yang paling sesuai dengan kondisi atau isu permasalahan selanjutnya
dikomunikasikan kepada guru maupun perwakilan masyarakat.yang menjadi target masalah.
Komunikasi yang baik antara guru, rekan sekelompok maupun masyarakat target masalah dapat
merangsang siswa untuk dapat mengembangkan dan menumbuhkan sikap religius, hormat pada
yang lebih tua, jujur, toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratissemangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi, komunikatif, cinta damai, peduli
lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 129
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
5. Terapkan
Tahapan terakhir dari sintaks model pembelajaran karakter ESD yaitu “terapkan”. Pada
tahapan ini, alternatif solusi yang telah dipilih tidak hanya dikomunikasikan kepada guru
maupun perwakilan masyarakat target, tetapi juga langsung diterapkan agar keberfungsian
alternatif solusi tersebut dapat dioptimalkan hasilnya. Sikap yang diharapkan muncul yaitu:
religius, jujur, toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi, komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab.
Gambaran sintaks model pembelaajran karakter ESD ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Sintaks Model Pembelajaran Karakter ESD
Model pembelajaran karakter ESD memiliki karakteristik dan batasan, yang diuraikan
berikut:
1. Model pembelajaran karakter ESD hanya dapat diterapkan pada materi yang memiliki
karakteristik dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan sesuai dengan
topik dalam konsep pengembangan berkelanjutan yaitu masyarakat, ekonomi dan lingkungan,
2. Bertujuan untuk pembentukan sikap dan karakter sehingga tidak bertujuan langsung untuk
peningkatan aspek pengetahuan maupun keterampilan, walaupun dalam pelaksanaan dan
penilaiannya tetap disisipkan aspek pengetahuan dan keterampilan,
3. Hanya dapat diterapkan untuk mata pelajaran yang eksak (ilmu pengetahuan alam dan
bidangnya),
4. Dapat menjadi salah satu model pembelajaran untuk mengajarkan konsep pendidikan karakter
dan konsep pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan (education for sustainable
development).
Kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran karakter ESD diuraikan:
1. Kelebihan
a. Dapat menjadi salah satu model pembelajaran untuk mengajarkan konsep pendidikan
karakter dan konsep pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan (education for
sustainable development) yang masih belum tersedia model pembelajaran representatifnya
selama ini,
b. Apabila diterapkan dengan baik serta dinilai dengan baik, diprediksi dapat menjadi langkah
praktis untuk penguatan pendidikan karakter,
c. Melibatkan prinsip reaksi dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sekitar sekolah dan
orangtua untuk dapat berpartisipasi dalam pembelajaran sebagai kontrol dan mediator.
d. Dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran untuk pembelajaran abad 21.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 130
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
2. Kekurangan
a. Waktu pelaksanaan yang relatif membutuhkan waktu tidak singkat.
b. Kemungkinan terjadinya miskomunikasi antara pihak yang terlibat.
Model pembelajaran karakter ESD dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan
menggunakan RPP, LKS dan instrumen penilaian yang sesuai dan telah dianalisis terlebih dahulu
(subject specific pedagogy). RPP merupakan seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan tiap satu kali pertemuan atau lebih. RPP disusun
berdasarkan Kurikulum 2013 yang disusun dengan model pembelajaran karakter yang disesuaikan
dengan pendekatan saintifik. Mendikbud (2013: 6) menyatakan sistematika RPP yang disusun
dengan kurikulum 2013 memiliki muatan yang dijabarkan sebagai berikut: identitas sekolah;
identitas mata pelajaran; kelas/semester; materi pokok; alokasi waktu; tujuan pembelajaran yang
dirumuskan berdasarkan KD; kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi; materi
pembelajaran; metode pembelajaran; media pembelajaran; sumber belajar; langkah pembelajaran;
dan penilaian hasil pembelajaran.
RPP memuat tiga kegiatan utama yang mencakup: pendahuluan, inti dan penutup. Kegiatan
pendahuluan berisi hal-hal yang dilakukan untuk memusatkan perhatian siswa melalui apersepsi
dan motivasi serta untuk menyampaikan tujuan yang ingin dicapai kepada siswa pada pertemuan
tersebut. Kegiatan inti memuat pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian tujuan
pembelajaran yang ditentukan. Kegiatan ini memuat beberapa langkah sesuai dengan sintaks model
pembelajaran karakter ESD yaitu: kumpulkan, rembukkan, analisis, komunikasikan dan terapkan.
Pada kegiatan inti, sintaks model pembelajaran karakter ESD disesuaikan dengan sintaks
pendekatan saintifik yang telah ditetapkan yang disebut dengan 5M yaitu: mengamati, menanya,
mengeksperimenkan atau mengeksplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Kegiatan
penutup bertujuan untuk mengkonfirmasi pelaksanaan pembelajaran dan mengevaluasi ketercapaian
tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut.
LKS disusun dengan menggunakan sintaks model pembelajaran karakter ESD yaitu
kumpulkan, rembukkan, analisis, komunikasikan dan terapkan. Terdapat beberapa sikap (karakter)
yang menjadi objek penilaian dalam penerapan model pembelajaran karakter ESD yaitu: jujur,
toleransi terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab.
Internalisasi nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran sains dapat dioptimalkan dengan
menerapkan model pembelajaran karakter ESD karena tujuan pengembangan model tersebut sudah
berdasarkan analisis nilai pendidikan karakter, sehingga cita-cita bangsa Indonesia untuk
mewujudkan generasi emas pada tahun 2045 dapat terwujudkan melalui kontribusi penerapan
model pembelajaran karakter ESD.
SIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan hasil need assesment, analisis dan pengkajian, dapat disimpulkan bahwa secara
teori diasumsikan terdapat peningkatan sikap dan karakter siswa dalam pembelajaran sains
menggunakan model pembelajaran karakter ESD. Hal ini menunjukkan bahwa internalisasi nilai
pendidikan karakter dalam pembelajaran sains dapat dioptimalkan dengan menerapkan model
pembelajaran karakter ESD untuk mempersiapkan generasi emas 2045.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat,
Kemenritekdikti yang telah membantu pendanaan penelitian ini melalui hibah penelitian strategis
nasional (institusi).
DAFTAR RUJUKAN
Agus, C. (2016, Mei 10). Pendidikan untuk Generasi Emas. Harian Bernas, hal. 4.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 131
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dongoran, F. R. (2014, April). Paradigma Membangun Generasi Emas 2045 Dalam Perspektif
Filsafat Pendidikan. Jurnal Tabularasa PPs UNIMED, 11(1), 61-76.
Fahmy, R., Bachtiar, N., Rahim, R., & Malik, M. (2015). Measuring Student Perceptions to
Personal Characters Building in education: An Indonesian Case in Implementing A New
Curriculum in High School. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 211, 851 – 858.
Griffin, P., McGaw, B., & Care, E. (2012). Assessment and Teaching of 21st Century Skills.
Dordrecht, NL: Springer.
HEPS. (2004). Learning and Skills for Sustainable Development: Developing a sustainability
literate society. London: Severnprint.
Kemendikbud. (2013b). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 65 Tahun 2013
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Manullang, B. (2013). Grand Desain Pendidikan Karakter Generasi Emas 2045. Jurnal Pendidikan
Karakter, 3(1), 1-14.
P21. (2011). Framework for 21st Century Learning. Washington DC: Partnership for 21st Century.
Perkasa, M., & Aznam, N. (2016). Pengembangan SSP Kimia Berbasis Pendidikan Berkelanjutan
untuk Meningkatkan Literasi Kimia dan Kesadaran Terhadap Lingkungan. Jurnal Inovasi
Pendidikan IPA, 2(1), 46-57.
Perkasa, M., & Wiraningtyas , A. (2017). Pembelajaran Kimia Berorientasi Sustainable
Development untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Terhadap Lingkungan. Jurnal
Sainsmat, VI(2), 63-72.
UNESCO. (2002). Teaching and Learning for A Sustainable Future. Australia: Griffith University
Publisher.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 132
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
MODEL REGRESI KUANTIL INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA
Amyad1; Mustika Hadijati
2
1,2Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram
e-mail: 1amyadkhan0@gmail.com
2mustika.hadijati @unram.ac.id
Abstrak: Pembangunan manusia sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan
pembangunan suatu negara. IPM di Indonesia tergolong lebih rendah apabila dibandingkan dengan
negara-negara lain di dunia. Agar dapat memperkirakan nilai IPM di Indonesia maka perlu dibuat
model IPM di Indonesia berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Pemodelan IPM
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi kuantil. Regresi kuantil adalah metode
yang dikembangkan dari metode regresi untuk memodelkan data dengan sebaran heterogen.
Estimasi parameter regresi kuantil merupakan pengembangan dari metode Least Absolute Deviation
(LAD), yaitu meminimumkan jumlah absolut error. Hasil analisis menunjukkan bahwa model IPM
terbaik adalah model kuantil 0,10 10,0Y , dengan nilai koefisien determinasi sebesar 97,20 % dan
nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) sebesar 3,32%. Hal ini berarti bahwa semua
variabel yang digunakan memiliki pengaruh terhadap nilai IPM sebesar 97,20% dan model yang
diperoleh sangat baik dalam memprediksi data IPM.
Kata Kunci: IPM, Regresi Kuantil, Least Absolute Deviation, Koefisien Determinasi, Mean
Absolute Percentage Error
PENDAHULUAN
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan
dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/ penduduk). IPM menjelaskan
bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang
dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Umur panjang dan hidup sehat digambarkan
oleh Angka Harapan Hidup (AHH) saat lahir. Pengetahuan diukur melalui indikator rata-rata lama
sekolah dan harapan lama sekolah. Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran per
kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (BPS,
2016).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, IPM Indonesia berada pada level
“sedang”, yaitu mencapai angka 70,18 dan menempati urutan ke-113 dari 188 negara di dunia.
Untuk negara kawasan Asia Tenggara, peringkat tersebut masih jauh berada di bawah negara
tetangga yakni Malaysia dan Singapura. Adapun untuk IPM daerah di dalam negeri, setiap provinsi
di Indonesia berada pada kategori yang berbeda-beda, ada yang berada pada kategori tinggi, sedang,
bahkan ada yang masuk level rendah (BPS, 2016). Oleh karena itu, perlu untuk dilakukan penelitian
mengenai IPM di Indonesia, terutama variabel-variabel yang mempengaruhinya secara statistik.
Salah satu analisis statistika yang dapat digunakan adalah analisis regresi. Analisis regresi
merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui pola hubungan antara
dua atau lebih variabel. Dalam regresi linear terdapat beberapa metode estimasi atau pendugaan
parameter antara lain metode Ordinary Least Square (OLS) dan metode Least Absolute Deviation
(LAD), dengan meminimumkan jumlah absolut error. Prinsip dari metode OLS adalah
meminimumkan jumlah kuadrat error, sedangkan metode LAD menggunakan prinsip
meminimumkan jumlah absolut error. Metode OLS paling banyak digunakan dalam analisis
regresi, namun metode OLS sangat rentan i adanya pencilan. Pencilan dapat menyebabkan hasil
estimasi parameter menjadi tidak stabil. Selain itu, analisis regresi dengan metode OLS didasarkan
pada fungsi distribusi mean. Nilai mean menunjukkan ukuran pemusatan dari suatu distribusi
sehingga hanya sedikit informasi yang diketahui dari keseluruhan distribusi. Oleh sebab itu,
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 133
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
pendekatan dengan metode ini hanya mampu menduga model dari fungsi distribusi mean dan tidak
mewakili keseluruhan data dari distribusi (Buhai, 2005). Pendekatan mean menjadi kurang tepat
digunakan sebagai penduga bagi nilai tengah data, untuk itu metode LAD dapat dijadikan sebagai
alternatif. Namun metode LAD hanya mampu menduga model dari fungsi bersyarat median.
Meskipun rataan dan median adalah dua ukuran pemusatan yang penting dari suatu sebaran, kedua
metode ini tidak dapat menjelaskan tentang perilaku sebaran bersyarat pada ekor suatu sebaran.
Kelemahan dari metode OLS, yaitu peka terhadap penyimpangan asumsi data, sedangkan metode
LAD, yaitu pendekatannya hanya berpusat pada dua kelompok data (Furno, 2007). Di samping itu,
pada kasus penelitian tentang variabel-variabel yang mempengaruhi IPM, regresi linear tidak dapat
mendeteksi kondisi ekstrim. Oleh karena itu, untuk mengatasi keterbatasan tersebut digunakan
pendekatan dengan regresi kuantil (Koenker, 2005).
Regresi kuantil merupakan salah satu metode regresi yang berguna dalam estimasi parameter.
Metode ini tidak mudah terpengaruh oleh adanya pencilan, sehingga tidak mengganggu kestabilan
data yang diperoleh. Metode ini melakukan pendekatan dengan cara memisahkan atau membagi
data menjadi kuantil-kuantil tertentu yang dicurigai menghasilkan nilai dugaan yang berbeda
(Furno, 2007). Dugaan parameter yang digunakan dalam regresi kuantil sama dengan metode LAD,
yaitu meminimumkan jumlah absolute error (Hao dan Naiman, 2007). Kelebihan dari regresi
kuantil salah satunya adalah dapat meminimumkan pengaruh dari pencilan dan memiliki
fleksibilitas dalam memodelkan data dengan syarat memiliki sebaran yang heterogen (Furno, 2007).
Regresi kuantil pertama kali diperkenalkan oleh Koenker dan Basset pada tahun 1978.
Metode ini merupakan perluasan dari model regresi pada kuantil bersyarat dimana distribusi kuantil
bersyarat dari variabel dependent yang dinyatakan sebagai fungsi dari kovariat yang diamati.
Dengan pendekatan ini, dapat memungkinkan menduga fungsi kuantil dari sebaran bersyarat
variabel dependent pada setiap nilai kuantil sesuai dengan kuantil yang diinginkan (Chen, 2005).
Karena sifatnya yang robust terhadap data pencilan maka regresi kuantil sangat dianjurkan untuk
menganalisis sejumlah data yang tidak simestris serta memiliki distribusi yang heterogen dan tidak
simetris, terdapat ekor pada sebaran. pendugaan parameter dalam regresi kuantil tidak dapat
diperoleh secara analitik akan tetapi menggunakan algoritma berdasarkan pemrograman linear.
Metode pendugaan parameter secara iterasi dengan pemrograman linear antara lain metode simplex,
interior point dan smoothing (Hao dan Naiman, 2007). Metode simpleks (simplex) memberikan
hasil estimasi yang konsisten pada data yang berukuran tidak terlalu besar (moderate sample) (Hao
dan Naiman, 1993) . Melakukan simulasi dengan algoritma interior-point dan smoothing dengan
sampel data berukuran besar yaitu 510n dan hasilnya menunjukkan estimasi yang konsisten
(Portnoy, 2003) .Pendugaan interval pada regresi kuantil dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu dengan pendekatan direct, rankscore, dan resampling (Koenker, 2005).
Analisis awal mengenai IPM di Indonesia menunjukkan adanya pencilan pada data IPM,
dengan disertai data variabel-variabel yang mempengaruhi IPM yang menyebar secara heterogen.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini dilakukan pemodelan data
IPM di Indonesia menggunakan metode regresi kuantil dan menentukan nilai prediksi IPM
berdasarkan model regresi kuantil yang diperoleh.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa publikasi “Data Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia Tahun 2016” yang merupakan hasil olah data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Unit observasi dalam penelitian ini adalah variabel-variabel yang mempengaruhi IPM seluruh
Provinsi di Indonesia Tahun 2016 berjumlah 34 data. Selanjutnya digunakan sebagai unit analisis
dalam regresi kuantil untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi IPM di Indonesia
Tahun 2016. Mengacu pada dasar-dasar analisis dan identifikasi IPM BPS maka variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data IPM )(Y sebagai variabel dependent sedangkan
untuk variabel independent terdiri dari persentase kemiskinan 1X , persentase penduduk yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 134
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
berpendidikan di atas SLTP 2X , rasio ketergantungan penduduk 3X , peranan sektor industri
atau lapangan usaha dalam PDRB 4X , persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan
5X , dan rata-rata umur kawin pertama wanita diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan
alamat website www.bps.go.id dan buku Profil Kesehatan Indonesia 2016 yang diterbitkan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Secara singkat, langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini dapat dibagi menjadi
beberapa tahap. Berikut tahapan-tahan pada penelitian:
1. Menghimpun data Indeks Pembanunan Manusia (IPM) di Indonesia pada tahun 2016 serta
variabel-variabel yang mempengaruhinya.
2. Memodelkan IPM indonesia Menggunakan Regresi Kuantil, yaitu pada nilai 0,10; 0,20;
0,30; 0,40; 0,50; 0,60; 0,70; 0,80; dan 0,90. Adapun langkah-langkah dalam memodelkan IPM
menggunakan regresi kuantil, yaitu:
a. Menentukan model umum regresi kuantil dengan persaamaan sebagai berikut. niXXY ipipii ,,2,1dengan )()()()( 110
b. Estimasi parameter regresi kuantil
Dilakukan dengan meminimumkan jumlah absolut error dimana pada prosesnya
merupakan proses optimasi menggunakan algoritma simpleks. Adapun fungsi tujuan dan
kendala yang digunakan pada algoritma simpleks ini adalah sebagai berikut.
Bentuk primal:
Fungsi tujuan: ψdT
ψmin dengan kendala 0, yBψ .
Bentuk dual:
Fungsi tujuan: zyT
dmax dengan kendala dzB
T .
Secara sederhana masalah diatas dapat dirumuskan seperti pada persamaan berikut.
},1,0,maxn
zzτ1 1XzX|z{y
TTT
c. Mendapatkan estimator untuk masing-masing kuantil.
3. Membentuk selang kepercayaan pada regresi kuantil dengan menggunakan metode direct fungsi
sparsity dengan persamaan sebagai berikut.
1ˆˆˆˆ2
12
1 jjjjj seZseZP dimana fungsi sparsity
dinotasikan sebagai berikut.
11 FfS
4. Menguji Asumsi Model Regresi Kuantil, yaitu menguji parameter, dan asumsi residual.
5. Melakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan nilai koefisien determinasi 2R .
dan menentukan nilai ketepatan prediksi yang dihitung menggunakan rumus MAPE.
6. Membuat Hasil dan Pembahasan
7. Membuat Kesimpulan dan Saran
HASIL PENELITIAN
Untuk mengetahui kesesuaian pendekatan regresi yang digunakan, maka dibuat plot antara plot
antara IPM sebagai variabel dependent dengan masing-masing variabel independent. Hasilnya dapat
dilihat pada Gambar 1. Selain itu, dibuat juga box plot IPM di Indonesia Tahun 2016 yang hasilnya
tampak pada gambar 2.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 135
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 1. Scatter Plot Antara Masing-masing 1X Sampai 6X Dengan Y
Gambar 2. Box Plot variabel IPM Y
Selanjutnya, dengan menggunakan regresi kuantil diperoleh hasil estimasi parameter model
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia Tahun 2016 seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Estimasi Parameter Regresi Kuantil
Kuantil
τ
Estimator Nilai ValueP Keputusan Keterangan
τR2
(%)
0 -25,2110 0,6101 Terima 0H Tidak
Signifikan
1 -0,2930 0,0001 Tolak 0H Signifikan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 136
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kuantil
τ
Estimator Nilai ValueP Keputusan Keterangan
τR2
(%)
2 1,0077 0,0574 Terima 0H Tidak
Signifikan
0,10 3 -0,2384 0,0006 Tolak 0H Signifikan 97,20
4 0,2503 0,2590 Terima 0H Tidak
Signifikan
5 0,0428 0,6243 Terima 0H Tidak
Signifikan
6 0,3343 0,00002 Tolak 0H Signifikan
0 -72,6878 0,2139 Terima 0H Tidak
Signifikan
1 -0,2873 0,0005 Tolak 0H Signifikan
2 1,5551 0,0142 Tolak 0H Signifikan
0,20 3 -0,2289 0,0034 Tolak 0H Signifikan 74,88
4 0,1521 0,5536 Terima 0H Tidak
Signifikan
5 -0,1221 0,2371 Tolak 0H Tidak
Signifikan
6 0,2623 0,0017 Tolak 0H Signifikan
0 -49,7081 0,5258 Terima 0H Tidak
Signifikan
1 -0,3427 0,0018 Tolak 0H Signifikan
2 1,3226 0,1113 Terima 0H Tidak
Signifikan
0,30 3 -0,2307 0,0239 Tolak 0H Signifikan 79,59
4 0,1200 0,7295 Terima 0H Tidak
Signifikan
5 -0,0972 0,4835 Terima 0H Tidak
Signifikan
6 0,2935 0,0076 Tolak 0H Signifikan
0 -24,6421 0,7650 Terima 0H Tidak
Signifikan
1 -0,2884 0,0100 Tolak 0H Signifikan
2 1,1111 0,2011 Terima 0H Tidak
Signifikan
0,40 3 -0,3187 0,0041 Tolak 0H Signifikan 89,01
4 -0,2916 0,4283 Terima 0H Tidak
Signifikan
5 -0,0155 0,9154 Terima 0H Tidak
Signifikan
6 0,3075 0,0080 Tolak 0H Signifikan
0 5,7473 0,9150 Terima 0H Tidak
Signifikan
1 -0,2160 0,0037 Tolak 0H Signifikan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 137
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kuantil
τ
Estimator Nilai ValueP Keputusan Keterangan
τR2
(%)
2 0,7865 0,1672 Terima 0H Tidak
Signifikan
0,50 3 -0,3176 0,0001 Tolak 0H Signifikan 68,18
4 -0,2536 0,2938 Terima 0H Tidak
Signifikan
5 -0,0183 0,8468 Terima 0H Tidak
Signifikan
6 0,3798 0,00001 Tolak 0H Signifikan
0 37,9529 0,4897 Terima 0H Tidak
Signifikan
1 -0,1318 0,0672 Terima 0H Tidak
Signifikan
2 0,4770 0,4042 Terima 0H Tidak
Signifikan
0,60 3 -0,4026 0,0000 Tolak 0H Signifikan 74,75
4 -0,3125 0,2052 Terima 0H Tidak
Signifikan
5 0,0322 0,7393 Terima 0H Tidak
Signifikan
6 0,4533 0,0000 Tolak 0H Signifikan
0 33,9521 0,5393 Terima 0H Tidak
signifikan
1 -0,1149 0,1106 Terima 0H Tidak
signifikan
2 0,5269 0,3612 Terima 0H Tidak
signifikan
0,70 3 -0,4161 0,0000 Tolak 0H Signifikan 75,95
4 -0,3394 0,1730 Terima 0H Tidak
signifikan
5 0,0284 0,7710 Terima 0H Tidak
signifikan
6 0,4477 0,0000 Tolak 0H Signifikan
0 80,3228 0,3073 Terima 0H Tidak
Signifikan
1 -0,1691 0,0973 Terima 0H Tidak
Signifikan
2 -0,0369 0,9636 Terima 0H Tidak
Signifikan
0,80 3 -0,2737 0,0084 Tolak 0H Signifikan 94,92
4 -0,5053 0,1521 Terima 0H Tidak
Signifikan
5 0,2405 0,0894 Terima 0H Tidak
Signifikan
6 0,3748 0,0010 Tolak 0H Signifikan
0 67,3221 0,1856 Terima 0H Tidak
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 138
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kuantil
τ
Estimator Nilai ValueP Keputusan Keterangan
τR2
(%)
Signifikan
1 -0,1703 0,0120 Tolak 0H Signifikan
2 0,0290 0,9555 Terima 0H Tidak
signifikan
0,90 3 -0,1871 0,0053 Tolak 0H Signifikan 94,92
4 -0,5803 0,0137 Tolak 0H Signifikan
5 0,3190 0,0011 Tolak 0H Signifikan
6 0,4185 0,0000 Tolak 0H Signifikan
Setelah dilakukan estimasi titik untuk masing-masing estimator, selanjutnya dilakukan estimasi
selang kepercaan bagi dengan menggunakan metode direct fungsi sparsity, hasilnya tampak
pada Gambar 3.
Estimator β0
Batas Bawah
β0
Batas Atas
Estimator β1
Batas Bawah
β1
Batas Atas
Estimator β2
Batas Bawah
β2
Batas Atas
Estimator β3
Batas Bawah
β3
Batas Atas
Estimator β4
Batas Bawah
β4
Batas Atas
Estimator β5
Batas Bawah
β5
Batas Atas
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 139
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 3 Hasil Selang Kepercayaan Regresi Kuantil Untuk Estimator i
Kemudian dilanjutkan dengan pengujian asumsi residual untuk setiap model dengan ringkasan
hasilnya terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Ringkasan Hasil Pengujian Asumsi Residual
Model Pengujian
Asumsi Identik
Pengujian Asumsi
Indepedensi
Pengujian
Asumsi
Kenormalan
Model 1
10,0Y
Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Model 2
20,0Y
Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Model 3
30,0Y
Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Model 4
40,0Y
Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Model 5
50,0Y
Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi
Model 6
60,0Y
Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi
Model 7
70,0Y
Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi
Model 8
80,0Y
Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi
Model 9
90,0Y
Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi
Setelah dilakukan pemilihan model terbaik, model yang terpilih digunakan untuk memprediksi
data IPM tahun 2017 dan hasilnya nampak pada Gambar 4.
Estimator β6
Batas Bawah
β6
Batas Atas
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 140
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 1.4 Plot Data IPM Aktual dan Data IPM Hasil Prediksi
Perhitungan untuk mencari nilai ketepatan prediksi , dengan menggunakan MAPE diperoleh
nilai sebesar 3,3242% dengan perhitungan sebagai berikut.
%3242,3
%10034
1302,1
%10034
05,5805,5805,58
707136,6770
707165,6470
%100
ˆ
1
1
n
i
n
i i
ii
n
yyy
MAPE
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini diuraikan pembahasan pemodelan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Indonesia dengan menggunakan regresi kuantil. Beberapa tahapan yang disajikan dalam penelitian
ini diantaranya adalah analisis deskriptif dan variabel-variabel dari Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), pendugaan parameter dan interval prediksi dengan regresi regresi kuantil, melakukan
pemeriksaan terhadap pencilan atau outlier, pemeriksaan asumsi residual, kebaikan model, dan
ketepatan prediksi.
Tahap awal dalam penelitian ini adalah melakukan analisis statistika secara deskriptif dengan
membuat scater plot antara variabel dependen (IPM) dengan masing-masing variabel independen.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui pola sebaran datanya. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat
bahwa pola sebarannya tidak dapat didekati dengan garis lurus artinya hubungan antara keenam
variabel independent X dengan variabel dependent Y tidak linear terlihat adanya pencilan data
IPM berdasarkan masing-masing variabel yang mempengaruhinya sehingga tepat bila model regresi
didekati dengan regresi kuantil.
Selain itu berdasarkan boxplot data IPM pada Gambar 2 nampak pula adanya beberapa nilai
pencilan, yaitu pada provinsi DKI Jakarta, Di Yogyakarta, Papua Barat, dan Papua dimana hal ini
mendukung digunakannya regresi kuantil.
Selanjutnya dilakukan pemodelan IPM dengan regresi kuantil dengan melakukan estimasi
parameter regresi kuantil pada kuantil-kuantil = 0,10; 0,20; 0,30; 0,40; 0,50; 0,60; 0,70; 0,80;
0,90. Hasil estimasi yang ditunjukkan pada Tabel 1, memberikan model analisis regresi kuantil
untuk masing-masing kuantil sebagai berikut.
65432110,0 3343,00428,02503,02384,00077,12930,0-25,2110.1 XXXXXXY 65432120,0 2623,01221,01521,02289,05551,12873,0-72,6878.2 XXXXXXY
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 141
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
65432130,0 3075,00972,01200,02307,03226,13427,07081,49.3 XXXXXXY
65432140,0 3075,00155,02916,03187,01111,12884,0-24,6421.4 XXXXXXY 65432150,0 3798,00183,02536,03176,07865,02160,05,7473.5 XXXXXXY
65432160,0 4533,00322,03125,04026,04770,01318,037,9529.6 XXXXXXY 65432170,0 4477,00284,03394,04161,05269,01149,033,9521.7 XXXXXXY 65432180,0 3748,02405,05053,02737,00369,01691,080,3228.8 XXXXXXY 65432190,0 4185,03190,05803,01871,00290,01703,067,3221.9 XXXXXXY
Setelah melakukan estimasi dan mendapatkan model pada setiap kuantil dengan
menggunakan regresi kuantil selanjutnya ditentukan selang kepercayaan masing-masing penduga
parameter untuk setiap model. Selang kepercayaan yang diperoleh terlihat pada Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3, selang kepercayaan yang terbentuk pada estimator 0 memiliki selisih
yang berbeda di setiap kuantil. Pada kuantil 10,0 terbentuk selang dengan selisih paling kecil.
Hal ini berarti bahwa terdapat variasi yang kecil bagi penduga 0 keadaan tinggi, sehingga hasil
pendugaan 0 yang tinggi merupakan penduga yang baik. Pada kuantil 40,0 terbentuk selang
dengan selisih lebih besar dibanding dengan selang lainnya pada penduga bagi 0 . Selang dengan
selisih yang besar yakni selang yang lebar ini menunjukkan semakin kurang baik penduga bagi 0
yang sangat tinggi dimana penduga 0 keadaan tinggi memiliki variasi yang besar. Analog untuk
estimator 1 sampai estimator 6 ..
Langkah selanjutnya yakni pengujian parameter regresi dengan cara menguji variabel
independent secara parsial .Hasilnya ditampilkan pada Tabel 1.Berdasarkan hasil Tabel 1 tersebut,
diperoleh hasil uji parsial masing-masing model untuk analisis regresi kuantil, parameter yang
signifikan tersebut menunjukkan bahwa variabel indepedent yang digunakan berpengaruh terhadap
variabel dependent yang diteliti. Sementara itu, parameter yang tidak berpengaruh signifikan tidak
dapat dikeluarkan secara langsung dari variabel, karena akan berpengaruh terhadap proses lainnya.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini semua parameter digunakan di dalam model. Variabel
independent yang berpengaruh dapat ditentukan berdasarkan parameter yang signifikan. Apabila
terdapat paling tidak satu parameter yang signifikan untuk setiap variabel independent, maka
variabel independent tersebut dikatakan berpengaruh terhadap variabel dependent (Sari dan
Budiantara, 2012). Oleh karena itu, model tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dan dapat dijadikan
model regresi kuantil.
Selain pengujian parameter regresi kuantil, dilakukan pula pengujian asumsi residual yang
nantinya dijadikan dasar untuk menentukan model yang terbaikk. Berdasarkan ringkasan hasil
pengujian asumsi residual pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa model 1 10,0Y sampai model 4
40,0Y memenuhi semua asumsi residual, sedangkan pada model 5 50,0Y sampai 9 90,0Y ada
asumsi residual yang tidak terpenuhi.
Berdasarkan regresi kuantil dihasilkan 9 model karena pada setiap kuantil yang digunakan
akan terdapat satu model tertentu. Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan model terbaik, dimana
model yang terbaik dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi, 2R . Koefisien determinasi
menunjukkan seberapa besar keragaman data variable dependent dijelaskan oleh model yang
diperoleh. Semakin besar koefisien determinasi berarti semakin besar keragaman data IPM yang
dijelaskan oleh model sehingga model yang mempunyai koefisien determinasi terbesar adalah moel
yang terbaik. Selain itu ditinjau pula dari terpenuhi atau tidaknya asumsi regresi.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa diketahui bahwa model 1 sampai dengan 4 memenuhi
semua asumsi regresi, sehingga model terbaik dipilih di antara model-model tersebut. Berdasarkan
Tabel 1 diketahui bahwa di antara model 1 sampai dengan model 4 yang memiliki nilai 2R )
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 142
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
terbesar adalah model 1 yaitu model pada kuantil 0,1 10,0 , yaitu sebesar 97,20%. Ini
menunjukkan bahwa model pada kuantil 0,1 menjelaskan keragaman IPM sebesar 97,20% yang
mendekati 100%, berarti model ini adalah model yang terbaik. Sehingga model dari regresi kuantil
yang didapat adalah sebagai berikut.
65432110,0 3343,00428,02503,02384,00077,12930,025,2110 XXXXXXY
Berdasarkan model analisis regresi kuantil pada model 1 dengan menggunakan 10,0 ,
dapat diinterpretasikan sebagai berikut.
Apabila nilai dari semua variabel X konstan maka nilai IPM adalah negatif 25,2110.
Sebaliknya, dengan kenaikan satu persen persentase kemiskinan 1X dan konstan untuk variabel
lainnya maka akan mengurangi IPM sekitar 0,2930. Kenaikan satu persen persentase penduduk
yang berpendidikan di atas SLTP 2X dan konstan untuk variabel lainnya maka akan
meningkatkan IPM sekitar 1,0077. Kenaikan satu persen rasio ketergantungan penduduk 3X dan
konstan untuk variabel lainnya maka akan mengurangi IPM sekitar 0,2384. Kenaikan satu persen
persentase peranan sektor industri atau lapangan usaha dalam PDRB 4X dan konstan untuk
variabel lainnya maka akan meningkatkan IPM sekitar 0,2503. Kenaikan satu persen persentase
penduduk yang mengalami keluhan kesehatan 5X dan konstan untuk variabel lainnya maka akan
meningkatkan IPM sekitar 0,0428. Kenaikan satu persen rata-rata umur kawin pertama wanita 6X
dan konstan untuk variabel lainnya maka akan meningkatkan IPM sekitar 0,3343.
Dari model yang diperoleh, dapat digunakan untuk memprediksi data IPM pada tahun
berikutnya. Berikut ini merupakan hasil prediksi untuk data IPM pada tahun 2017 yang ditampilkan
pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai data IPM 2017
aktual dengan hasil prediksi berdasarkan model regresi kuantil yang diperoleh, dimana nilai
prediksi lebih besar dari nilai data aktualnya. Namun pola yang ditunjukkan oleh kedua kelompok
data relatif sama.
Untuk mengetahui apakah kesalahan prediksi tersebut masih bisa diterima, maka ditentukan
nilai ketepatan prediksinya berdasarkan nilai MAPE dimana diperoleh nilai MAPE sebesar
3,3242% yang menunjukkan besar persentase kesalahannya sangat rendah atau ketepatan
prediksinya sangat baik.
SIMPULAN
Berdasarkan penerapan regresi kuantil pada data IPM diperoleh hasil pendugaan parameter
yang berbeda-beda disetiap kuantil, sehingga dapat ditarik kesimpulan berdasarkan tujuan adalah
sebagai berikut.
1. Model analisis regresi kuantil pada data IPM di Indonesia tahun 2016 adalah:
65432110,0 3343,00428,02503,02384,00077,12930,0-25,2110 XXXXXXY
dengan data IPM Indonesia sebagai variabel dependent Y sedangkan persentase kemiskinan
1X , persentase penduduk yang berpendidikan di atas SLTP 2X , rasio ketergantungan
penduduk 3X , peranan sektor industri atau lapangan usaha dalam PDRB 4X , persentase
penduduk yang mengalami keluhan kesehatan 5X , dan rata-rata umur kawin pertama
wanita 6X masing-masing provinsi di Indonesia tahun 2016 sebagai variabel independent
X .
2. Prediksi IPM tahun 2017 dengan nilai ketepatan prediksi berdasarkan nilai MAPE diperoleh
nilai sebesar 3,3242%.
DAFTAR RUJUKAN
BPS, 2016, Indeks Pembangunan Manusia 2016 Metode Baru, Jakarta: Badan Pusat Satistik.
BPS, 2016, Berita Resmi Statistik, NTB: Badan Pusat Statistik.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 143
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
BPS, 2016, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Buhai, S., 2005. Quantile regression: overview and selected applications. Ad-Astra The Young
Romanian Scientists’ Journal, 5(1), 1e17.
Chen, C., dan Wei, Y., 2005. “Computational Issues for Quantile Regression”. The Indian Journal
of Statistics. Vol. 67, No. 2, hal. 399-417.
Davino, C., Furno, M., Vistocco, D., 2014. “Quantile Regression Theory and Aplication”. SPi
Publishers Services, Pondicherry, India.
Furno, M., 2007. Parameter Instability in Kuantil Regressions. Statistical Modelling. 7(4) : 345-
362.
Hao, L., & Naiman, D. Q., 2007. Quantile Regression. Sage Publications, Inc.
Koenker, R., & Bassett, G., 1978. Regression Quantiles. Econometrica: Journal of the Econometric
Society, 46(1), 33e50.
Koenker, R., 2005. Quantile Regression. Cambridge University Press. New York.
Portnoy, S., 2003, Censored Regression Quantiles, Journal of the American Statistical Association.
Vol. 98, No. 464.
Sari, R.S dan Budiantara, I.N., 2012, Pemodelan Penggguran Terbuka di Jawa Timur Dengan
Menggunakan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel, Jurnal Sains dan Seni ITS, Vol 1,
No 1, ITS, Surabaya.
Wahyudi, V. E., 2015. Analisis IPM di Pulau Jawa Menggunakan Analisis Regresi Kuantil. Tesis :
Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 144
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENGARUH STRATEGI MEANS-ENDS ANALYSIS TERHADAP KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII
SMP AMIR ISLAM PANYULA KABUPATEN BONE
Andi Trisnowali MS1; Hasanal Mutmainnah
2
1,2Pendidikan Matematika STKIP Muhamaadiyah Bone
e-mail: anditrisnowali@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Strategi Means-Ends
Analisis Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Amir
Islam Panyula Kabupaten Bone. Tahun akademik 2016/2017. Penelitian ini menggunakan dua
variabel yaitu variabel bebas (Strategi Means-Ends Analisis) dan variabel terikat (Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika), penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan
desain “The randomized post-test only control group design”. Penelitian ini dilaksanakan di SMP
Amir Islam Panyula pada awal bulan agustus 2018 Tahun Pelajaran 2018/2019. Populasi penelitian
ini yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula yang terdiri dari 3 kelas, dengan teknik
pengambilan sampel yaitu dengan cara random sampling atau teknik acak. Kelas yang terpilih
adalah kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C. Data penelitian ini diperoleh
dengan menggunakan instrumen penelitian berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematika,
lembar aktivitas siswa, dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Data diolah dengan
bantuan SPSS 23 dengan taraf signifikansi (α = 0,05). Penelitian ini dilaksanakan selama 3 kali
pertemuan. Kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata 73,82, Standar Deviasi 10,308, dan Varians
adalah 106,251 sedangkan kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata 80,09, Standar Deviasi
10,000, dan Varians adalah 99,991. Dalam proses pengelolaan data dengan SPSS 23 diperoleh nilai
signifikansi 0,047 dan t hitung 2,049. Nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari nilai
signifikansi uji yaitu 0,05 yakni 0,047 < 0,05 dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 1,682
yakni 2,049 > 1,682. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.
Kata Kunci: Strategi Means-Ends Analysis, Pemecahan Masalah Matematika
PENDAHULUAN
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) mempunyai potensi besar
memainkan strategi untuk menghadapi zaman globalisasi yang penuh dengan persaingan yaitu,
dengan meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dalam menyiapkan sumber daya manusia.
Dengan kualitas sumber daya manusia yang bermutu akan menjamin keberhasilan upaya
penguasaan teknologi dan pembangunan di Indonesia. Kualitas tersebut meliputi kemampuan
berfikir siswa yang logis, bersifat kritis, kreatif, inisiatif, dan adaptif terhadap perubahan dan
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Peningkatan mutu pendidikan tidak lepas dari berbagai upaya perbaikan maupun
pembaharuan kurikulum. Perbaikan dan pembaharuan kurikulum ini dilakukan untuk dapat
mengembangkan potensi pada diri siswa. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
pemerintah telah menetapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang dikenal kurikulum
2004, dikembangkan lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2007
dan pemerintah kembali memperbaiki dengan mengubah menjadi Kurikulum 2013. Upaya
pemerintah dalam memperbaiki kurikulum tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional. Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun
2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 145
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Keberhasilan dalam pembelajaran
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terlibat dalam semua kegiatan belajar mengajar. Diantara
faktor-faktor tersebut adalah siswa, guru, dan kebijakan pemerintah dalam membuat kurikulum,
serta dalam proses belajar seperti metode pembelajaran, sarana dan prasarana (media
pembelajaran), model pembelajaran, strategi pembelajaran, dan pendekatan belajar yang digunakan.
Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran.
Penyebabnya dapat berasal dari penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan pokok bahasan yang
akan disampaikan, sehingga menyebabkan pembelajaran menjadi kurang efektif yang akhirnya
menyebabkan kemampan pemecahan masalah siswa menjadi rendah.
Berdasarkan observasi, kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika di SMP
Amir Islam Panyula masih jauh dari apa yang diharapkan. Masih banyak siswa yang kesulitan
menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis
dengan guru, penulis memperoleh informasi bahwa kelas yang terdiri dari 22 siswa yang diberikan
soal pemecahan masalah, hanya 5 siswa (23%) yang berhasil mencapai nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) dan 17 siswa (77%) lainnya tidak berhasil mencapai nilai KKM yaitu 71.
Hal ini terjadi karena penggunaan strategi pembelajaran yang kurang tepat khususnya
dalam materi pemecahan masalah. Selama ini siswa terbiasa diajarkan dengan metode ceramah
yang berpusat pada guru, siswa hanya diam dan pasif, sehingga pembelajaran matematika terasa
tidak menarik. Maka perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif.
Dalam hal ini guru harus mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai dan dapat
memaksimalkan proses dan hasil belajar siswa. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah
strategi Means-Ends Analysis.
Strategi Means-Ends Analysis merupakan suatu strategi untuk menganalisis permasalahan
melalui berbagai cara untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan (Huda, 2013:294), dengan
melalui pendekatan heuristik yaitu berupa rangkaian pertanyaan yang merupakan petunjuk untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Guru hanya berperan sebagai
fasilitator yang memberi kemudahan bagi siswa. Proses pembelajaran dengan strategi Means-Ends
Analysis memotivasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pemecahan masalah. Dalam strategi
pembelajaran Means-Ends Analysis ini, siswa tidak hanya dinilai pada hasil pengerjaannya, namun
juga dinilai pada proses pengerjaan. Sehingga siswa yang dominan berperan dalam proses
pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu penulis tertarik dengan
mengambil penelitian dengan judul Pengaruh Strategi Means-Ends Analysis Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah penelitian ini
yaitu:
1. Apakah ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone?
2. Bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran yang menggunakan strategi Means-
Ends Analysis?
3. Bagaimana keterlaksanaan proses pembelajaran yang menggunakan strategi Means-Ends
Analysis.
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.
2. Untuk mengetahui bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran yang menggunakan
strategi Means-Ends Analysis?
3. Bagaimana keterlaksanaan proses pembelajaran yang menggunakan strategi Means-Ends
Analysis.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 146
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dalam proses pembelajaran, strategi pembelajaran (Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 141)
merupakan salah satu hal penting dalam mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan dan
tindakan pembelajaran yang digunakan guru sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah,
lingkungan sekitar, serta metode untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Strategi pembelajaran adalah rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran yang terkait dengan
pengelolaan siswa, pengelolaan guru, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan lingkungan
belajar, pengelolaan sumber belajar dan penilaian (asesmen) agar pembelajaran lebih efektif dan
efisien sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Suyono dan Hariyanto, 2014: 20).
Terdapat bermacam-macam strategi pembelajaran, diantaranya adalah strategi Means Ends
Analysis.
Secara etimologis, Means-Ends Analysis terdiri dari tiga unsur kata yaitu Means, Ends, dan
Analysis. Means yang berarti cara, Ends yang berarti tujuan, serta Analysis yang berarti menyelidiki
dengan sistematis (Huda, 2013: 294). Secara keseluruhan, strategi Means-Ends Analysis bisa
diartikan sebagai suatu strategi untuk menganalisis permasalahan melalui berbagai cara untuk
mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Means-Ends Analysis merupakan strategi penyelesaian
masalah yang mendorong identifikasi tujuan yang akan dicapai, situasi saat ini, dan apa yang perlu
dilakukan untuk mengurangi perbedaan antara kedua kondisi tersebut (Slavin, 2011: 30). Strategi
Means Ends Analysis, memfokuskan untuk membagi-bagi permasalahan menjadi bagian-bagian
tertentu dari permasalahan tersebut untuk mencapai tujuan (goal state) yang diinginkan.
a. Langkah-langkah Pembelajaran Strategi Means-Ends Analysis
Langkah-langkah proses pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis:
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari dan memotivasi siswa agar
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih;
2) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, dll);
3) Siswa dikelompokan menjadi 4 atau 5 kelompok (kelompok yang dibentuk harus
heterogen), dan memberi tugas/soal pemecahan masalah kepada setiap kelompok;
4) Siswa dibimbing untuk mengidentifikasi masalah, menyederhanakan masalah, hipotesis,
mengumpulkan data, membuktikan hipotesis, menarik kesimpulan;
5) Siswa dibantu untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan;
6) Siswa dibimbing untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
Pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis menuntut siswa untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga siswa yang dominan berperan dalam proses
pembelajaran, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator. Materi
pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk jadi, tetapi harus merupakan temuan dari siswa sehingga
pembelajaran akan semakin bermakna.
Ruseffendi (2006: 241) mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah pendekatan yang
bersifat umum, yang lebih mengutamakan kepada proses daripada hasilnya (out put). Jadi, aspek
proses merupakan aspek yang utama dalam pembelajaran pemecahan masalah, bukannya aspek
produk. Indikator yang menunjukkan pemecahan masalah menurut Shadiq (2009: 14-15), antara
lain adalah: (1) menunjukkan pemahaman masalah, (2) mengorganisasi data dan memilih informasi
yang relevan dalam pemecahan masalah, (3) menyajikan masalah secara matematika dalam
berbagai bentuk, (4) memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat, (5)
mengembangkan strategi pemecahan masalah, (6) membuat dan menafsirkan model matematika
dari suatu masalah, serta (7) menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Jadi berdasarkan kajian
tersebut, maka yang dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah
kesanggupan seseorang untuk mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi, baik masalah dalam
kehidupan sehari-hari maupun masalah yang tidak rutin dengan mengaplikasikan pengetahuan yang
diperoleh sebelumnya pada situasi yang baru untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 147
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kemampuan pemecahan masalah matematika tersebut ditunjukkan dengan menyelesaikan
soal/masalah matematika berdasarkan indikator pemecahan masalah, yaitu mengidentifikasi
masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah, serta menafsirkan
solusinya. Secara garis besar, langkah-langkah pendekatan pemecahan masalah mengacu kepada
empat tahap pemecahan masalah yang diusulkan oleh George Polya (Suherman, 2003: 91) yaitu:
1. Memahami Masalah
Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu siswa menetapkan apa
yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan.
2. Membuat Rencana untuk Menyelesaikan Masalah
Guru hendaknya mengarahkan siswa untuk mengidentifikasi strategi pemecahan masalah yang
sesuai.
3. Melaksanakan Penyelesaian Soal
Kemampuan siswa memahami substansi materi dan keterampilan melakukan perhitungan
matematika sangat diperlukan dalam melaksanakan tahap ini.
4. Memeriksa Ulang Jawaban yang Diperoleh
Tahap ini penting dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan
ketentuan.
Kualitas belajar mengajar di kelas menentukan prestasi belajar siswa. Kualitas belajar
mengajar berkaitan erat dengan kompetensi guru dalam mengelola program pembelajaran, kelas,
dan interaksi belajar mengajar dengan baik. Kurangnya kompetensi guru dalam mengelola kelas
khususnya dalam penggunaan strategi pembelajaran dapat menyebabkan kurangnya aktivitas belajar
siswa. Strategi pembelajaran yang digunakan masih bersifat searah sehingga aktivitas siswa seperti
bertanya dan mengemukakan pendapat sangat kurang. Hal ini juga berpengaruh pada kemampuan
pemecahan masalah siswa karena ide/gagasan dan informasi yang diperoleh terbatas, hanya berasal
dari guru (teacher centered). Guru sebagai penanggung jawab utama tercapainya tujuan pendidikan
di bidang pembelajaran dituntut mampu menemukan dan menerapkan strategi pembelajaran yang
mampu memotivasi siswa secara optimal. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika secara
efektif maka diperlukan penerapan strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu strategi
pembelajaran yang dimaksud adalah strategi pembelajaran Means-Ends Analysis.
Strategi pembelajaran Means-Ends Analysis berbeda dengan strategi pembelajaran yang
lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang menekankan kepada siswa
untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga siswa dituntut agar
lebih dominan berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan motivator. Materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk jadi, tetapi harus
merupakan temuan dari siswa sehingga pembelajaran akan semakin bermakna. Melalui Means-Ends
Analysis dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan/menyelesaikan soal-soal
pemecahan masalah matematik, berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering
mengekspresikan idenya, memiliki kesempatan lebih benyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan
keterampilan matematik, serta siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon
permasalahan dengan cara mereka sendiri.
Berdasarkan dari tinjauan pustaka diatas dan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan sebuah
hipotesis dari permasalahan yang diajukan. Adapun hipotesisnya dijabarkan sebagai berikut :
H0 : Tidak ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.
H1 : Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (Quasi Experimental Design), dimana
didalam penelitian eksperimen variabel-variabel yang ada termasuk variable bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable), sudah ditentukan secara tegas oleh peneliti sejak
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 148
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
awal penelitian (Sukardi, 2003: 178). Variabel bebas merupakan variabel yang dimanipulasi secara
sistematis. Di dalam penelitian ini strategi Means-Ends Analysis merupakan variabel bebas yang
akan digunakan sebagai perlakuan di kelas eksperimen.
Penelitian dengan judul “Pengaruh Strategi Means-Ends Analysis Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone”
dilakukan di SMP Amir Islam Panyula yang beralamat di Jl. Sungai Musi, Sulawasi Selatan.
Penelitian dilakukan pada tahun ajaran 2016/2017. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kelas
VIII di sekolah SMP Amir Islam Panyula, Kabupaten Bone. Kelas VIII terdiri dari 3 kelas yaitu
kelas VIIIA: 22 orang, kelas VIIIB: 20 orang, dan kelas VIIIC: 22 orang. Secara rinci digambarkan
pada tabel berikut:
Tabel 1. Populasi Penelitian
No Kelas Jumlah siswa
1 VIIIA 22
2 VIIIB 20
3 VIIIC 22
64
Sumber: SMP Amir Islam Panyula, Kabupaten Bone
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu kelas VIIIA (Kelas eksperimen) dan
VIIIC (kelas kontrol). Kelas ini dijadikan sampel yang dipilih secara random sampling atau teknik
acak dengan pertimbangan semua kelas dalam populasi mempunyai probabilitas atau kesempatan
yang sama untuk dipilih menjadi sampel karena pembagian kelas tidak didasarkan pada ranking,
siswa mendapatkan materi berdasarkan kurikulum sama, siswa duduk di kelas yang sama, buku
sumber yang digunakan sama, serta umur yang relatif sama.
Tabel 2. Sampel Penelitian
No Kelas Jumlah Siswa
1 VIIIA 22
2 VIIIC 22
44
Sumber: SMP Amir Islam Panyula, Kabupaten Bone
Desain penelitian yang digunakan yaitu secara acak dengan tes akhir dan kelompok kontol
(The randomized post-test only control group design), yang artinya menggunakan pengukuran post-
test pada masing-masing kelompok baik kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol.
Tabel 3. Desain penelitian
Group Variabel terikat Postest
(R) Eksperimen X O1
(R) Kontrol - O2
Ket:
O1 : Hasil post-test kelas eksperimn
X : Pemberian perlakuan (treatment) pada kelas percobaaan.
O2 : Hasil post-test kelas kontrol
Pada desain ini peneliti melakukan pengukuran setelah pemberian perlakuan pada suatu
objek yang diteliti, kemudian peneliti mengukur perbedaan hasil keduanya.
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk memperoleh, mengolah, dan
menginterpretasikan informasi yang diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan
menggunakan pola ukur yang sama (Siregar, 2014: 75). Instrumen penelitian akan digunakan untuk
melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka instrumen
harus mempunyai skala. Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala Guttman. Pada skala
tersebut, jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Skala pengukuran tipe ini, akan
didapat jawaban yang tegas. (Sugiono, 2014: 139).
Ada beberapa jenis instrumen yang biasa digunakan dalam penelitian, yaitu:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 149
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
1. Tes
Menurut Sanjaya (2010: 235) tes merupakan alat ukur yang sering digunakan untuk
mengukur keberhasilan siswa mencapai kompetensi. Tes adalah sederetan pertanyaan atau
latihan/alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengukuran, intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu maupun kelompok (Arikunto, 2010: 193).
Dalam menggunakan metode tes, peneliti menggunakan instrumen tes berupa soal uraian, yaitu tes
yang berbentuk pertanyaan atau perintah yang menuntut untuk memberikan penjelasan atau
penafsiran yang umumnya cukup panjang, jumlah butir soalnya berkisar antara lima sampai sepuluh
butir. Adapun soal uraian yang digunakan yaitu tes kemampuan pemecahan masalah.
2. Lembar Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar
mengajar baik itu kegiatan fisik hingga kegiatan psikis. Lembar aktivitas siswa digunakan untuk
mengukur aktivitas siswa, karena aktivitas dalam mengikuti proses belajar mengajar sangat
menentukan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.
3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran merupakan alat bantu yang digunakan
peneliti pada saat proses pembelajaran, yang memuat aspek-aspek pengukuran dari keterlaksanaan
strategi pembelajaran.
Teknik pengumpulan data dalam rencana penelitian ini adalah melalui tes kemampuan
pemecahan masalah dan lembar aktifitas siswa.
1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan
pemecahan masalah matematik dalam bentuk uraian yakni post-test yang diberikan kepada masing-
masing kelompok, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Tes tersebut dilaksanakan untuk
mengetahui kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan matematik dengan
langkah-langkah pemecahan menurut Polya (dalam Abdurahman, 2012: 1), serta penguasaan
peserta didik terhadap materi yang telah diberikan. Berdasarkan Pedoman penskoran tes
kemampuan pemecahan masalah yang akan digunakan seperti pada Tabel berikut:
Tabel 4. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Skor Memahami Masalah Merencanakan
Penyelesaian
Melakukan
Perhitungan
Memeriksa
Kembali Hasil
0 Salah
menginterpretasikan/tid
ak memahami
soal/tidak ada jawaban
Tidak ada
rencana strategi
penyelesaian
Tidak ada
penyelesaian
yang sama
Tidak ada
pengecekan
jawaban/hasil
1 Interpretasi soal kurang
tepat/salah
menginterpretasikan
sebagian soal
Merencanakan
strategi
penyelesaian
yang tidak
relevan
Melaksanakan
prosedur yang
benar dan
mungkin
menghasilkan
jawaban benar
tetapi salah
perhitungan/
penyelesaian
tidak lengkap
ada pengecekan
jawaban/hasil tetapi
tidak tuntas
2 memahami soal dengan
baik
Membuat
strategi
penyelesaian
yang kurang
relevan sehingga
tidak dapat
Melakukan
prosedur/prose
s yang benar
dan mendapat
hasil yang
benar
Pengecekan
dilaksanakan untuk
melihat kebenaran
proses
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 150
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
dilaksanakan/sal
ah
3 Membuat
rencana strategi
penyelesaian
yang benar,
tetapi tidak
lengkap
4 Memahami
rencana strategi
penyelesaian
yang benar, dan
mengarah pada
jawaban yang
benar
Skor Maksimal
2
Skor Maksimal
4
Skor Maksimal
2
Skor Maksimal
2
Penilaian aktivitas siswa dilakukan dengan cara mengisi lembaran yang berisi seperangkat
pernyataan. Berdasarkan dari data yang didapatkan akan dilakukan pembandingan bagaimana
pengaruh antara siswa yang aktif dan tidak aktif. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran
merupakan lembar pengamatan yang diisi untuk mengetahui terlaksananya suatu strategi
pembelajaran, yang di dalamnya memuat aspek-aspek pengukuran yang sesuai dengan indikator
yang telah ditentukan.
Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif dan statistik inferensial.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi Sugiyono (2016: 207-
208).
a. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Data hasil post-test siswa digambarkan mengenai nilai rata-rata, nilai maksimum, nilai
minimum, standar deviasi, dan variansi. Selanjutnya, untuk mengukur hasil post-test siswa,
digunakan pengkategorian dengan skala lima yang ditetapkan oleh Nurkancana dan Badalo
(2012: 16) yaitu:
90% - 100% berada pada tingkat penguasaan “sangat tinggi”
80% - 89% berada pada tingkat penguasaan “tinggi”
65% - 79% berada pada tingkat penguasaan “sedang”
55% - 64% berada pada tingkat penguasaan “rendah”
0% - 54% berada pada tingkat penguasaan “sangat rendah”
Berdasarkan tingkat pengkategorian di atas, jika dikonversiakan ke dalam skor hasil
post-test dengan skor ideal 100 diperoleh:
Tabel 5. Interval Skor Post-test
Persentase Penguasaan Skor Kategori
90 – 100 Sangat Tinggi
80 -89 Tinggi
65 – 79 Sedang
55 – 64 Rendah
0 – 54 Sangat
Rendah
Nurkancana dalam Asrika (2016: 37)
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 151
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang
mempersyaratkan siswa dalam menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. Kriteria seorang siswa dikatakan tuntas
belajar apabila memiliki nilai paling sedikit 71 sesuai dengan KKM yang ditetapkan oleh pihak
sekolah, sedangkan ketuntasan klasikal tercapai apabila ≥ 85% siswa di kelas tersebut
mencapai nilai 71.
Persentase ketuntasan belajar =
Tabel 6. Kategori Standar Ketuntasan Belajar
Skor Kategori Ketuntasan Belajar
0 ≤ x < 71 Tidak Tuntas
71 ≤ x ≤ 100 Tuntas
b. Analisis Aktivitas Siswa
Interpretasi aktivitas belajar dilakukan sebagaimana yang dikemukakan Arikunto
(2008: 251) sebagai berikut:
Tabel 7. Interpretasi Aktivitas Siswa
Persentase Aktivitas Belajar Kategori
0 ≤ nilai < 20 Kurang Sekali
20 ≤ nilai < 40 Kurang
40 ≤ nilai < 80 Cukup
60 ≤ nilai < 80 Baik
80 ≤ nilai ≤ 100 Baik Sekali
Arikunto (2008: 251)
c. Analisis Keterlaksanaan Pembelajaan
Teknik analisis data terhadap keterlaksanaan pembelajaran digunakan analisis rata-
rata. Artinya tingkat kemampuan guru dihitung dengan cara menjumlah nilai tiap aspek
kemudian membaginya dengan banyak aspek yang dinilai. Adapun pengkategorian
keterlaksanaan dalam mengelola pembelajaran digunakan kategori pada tabel berikut:
Tabel 8. Skor dan Kategori Keterlaksanaan Pembelajaran
No Skor Rata-rata Kategori
1 1,0 – 1,4 Tidak Terlaksana
2 1,5 – 2,4 Kurang Terlaksana
3 2,5 – 3,4 Cukup Terlaksana
4 3,5 – 4,4 Terlaksana dengan Baik
5 4,5 – 5,0 Terlaksana dengan sangat Baik
Hasmiati dalam Asrika (2016: 39)
2. Analisis Statistik Inferensial
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari
populasi berdistribusi normal atau tidak.
Untuk uji normalitas, digunakan uji kolmogorof-Smirnov dengan taraf signifikansi 5%
(0,05). Hipotesis yang diuji adalah:
H0: Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
H1: Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Kriteria pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05,
maka H0 ditolak artinya bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Rumus:
S √ ( )
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 152
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dengan: Taraf signifikansi 5% (0,05)
Kaidah keputusan :
H0 ditolak jika amaks> atabel
H1 diterima jika amaks≤ atabel (Siregar, 2014: 155)
b. Uji Homogenitas
Jika sampel berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians.
Pengujian variansi atau uji homogenitas adalah keseragaman data yang wajib terpenuhi
sebelum data diolah. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah objek yang diteliti
mempunyai varian yang sama. Dapat diuji dengan rumus
F =
F =
(Siregar, 2014: 167)
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: apabila F hitung < F tabel maka kedua sampel mempunyai variansi yang sama atau
homogen.
H1: apabila F hitung > F tabel maka kedua sampel tidak mempunyai variansi yang sama atau
tidak homogen.
c. Uji-t/Uji Hipotesis
Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan untuk menetahui kelas yang berdistribusi normal
dan homogen sebelum dikenai treatmen apakah bertitik awal sama atau tidak. Dapat diuji
dengan rumus uji beda rata-rata tidak berpasangan atau Independent sample t-test.
Uji-t untuk varian yang berbeda (unequal variance) menggunakan rumus Separated
Varians:
(Siregar, 2014: 114)
Keterangan:
t = t skor
= Mean kelas eksperimen
= Mean kelas kontrol
S12 = Varians kelas eksperimen
S22 = Varians kelas kontrol
n1 = Jumlah sampel kelas eksperimen
n2 = Jumlah sampel kelas kontrol
Hipotesis nol diterima jika t hitung < t tabel dan hipotesis nol ditolak jika t hitung > t tabel.
Sebaliknya H1 diterima apabila t hitung > t tabel dan H1 ditolak jika t hitung < t tabel, masing-
masing pada taraf signifikan α = 0,05 %.
H0 : Tidak ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.
H1 : Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 153
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Apabila t hitung < t tabel, berarti dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh strategi Means-
Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir
Islam Panyula Kabupaten Bone, sedangkan apabila t hitung > t tebel, berarti dapat dikatakan bahwa
Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone. Dalam penelitian ini data yang
diperoleh akan diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 23.
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti melakukan 3 kali pertemuan pada kelas eksperimen dan 3 kali
pertemuan pada kelas kontrol yang kemudian kedua kelas tersebut diberikan post-test (tes akhir)
berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematika, setelah proses pembelajaran selesai.
Berikut ini akan disajikan data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
1) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen
Dalam penelitian ini, data hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
pada kelas eksperimen yang menggunakan strategi pembelajaran Means-Ends Analysis dihitung
menggunakan SPSS 23. Lebih lanjut mengenai data hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa pada kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel statistik deskriptif sebagai berikut:
Tabel 9. Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen
Kelas Eksperimen
Jumlah Sampel 22
Mean 80,09
Standar Deviasi 10,000
Varians 99,991
Minimum 56
Maximum 96
Jumlah Nilai 1762
Dari data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari 22 siswa diperoleh rata-rata nilai post-test
pada kelas eksperimen adalah 80,09, Standar Deviasi 10,000, Variansi 99,991, nilai terendah 56,
nilai tertinggi 96, dan jumlah nilai post-test adalah 1762. Apabila nilai kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa dikelompokkan dalam 5 kategori, maka akan diperoleh distribusi dan
persentase seperti pada tabel 10 berikut:
Tabel 10. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Pengkategorian Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Eksperimen
Interval Nilai Kelas Kontrol
Kategori Frekuensi Persentase %
90 - 100 3 13,6 Sangat Tinggi
80 -89 11 50 Tinggi
65 - 79 6 27,3 Sedang
55 – 64 2 9,1 Rendah
0 - 54 0 0 Sangat Rendah
Jumlah 22 100
Dari tabel diatas menjelaskan bahwa terdapat 3 siswa berada pada kategori “sangat tinggi”
dengan persentase 13,6%, 11 siswa berada pada kategori “tinggi” dengan persentase 50%, 6 siswa
berada pada kategori “sedang“ dengan persentase 27,3%, 2 siswa berada pada kategori “rendah”
dengan persentase 9,1%, dan tidak ada siswa yang berada pada kategori “sangat rendah”.
Selanjutnya jika kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dianalisis dengan ketuntasan
belajar, maka gambaran ketuntasan kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel 11 berikut:
Tabel 11. Kategori Ketuntasan Post-test Siswa Kelas Eksperimen
Skor Kategori Ketuntasan Belajar Frekuensi Persentase (%)
0 ≤ x < 71 Tidak Tuntas 4 18,2
71 ≤ x ≤ 100 Tuntas 18 81,8
Jumlah 22 100
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 154
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Sumber: SMP Amir Islam Panyula
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa 18,2% siswa tidak tuntas dan 81,8% siswa yang
tuntas.
2) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol
Data hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas kontrol
dapat dilihat pada tabel statistik deskriptif sebagai berikut:
Tabel 12. Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol
Kelas Kontrol
Jumlah Sampel 22
Mean 73,82
Standar Deviasi 10,308
Varians 106,251
Minimum 46
Maximum 92
Jumlah Nilai 1624
Dari data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari 22 siswa diperoleh rata-rata nilai post-
test pada kelas kontrol adalah 73,82, Standar Deviasi 10,308, Variansi 106,251, nilai terendah 46,
nilai tertinggi 92, dan jumlah nilai post-test adalah 1624.
Apabila nilai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikelompokkan dalam 5
kategori, maka akan diperoleh distribusi dan persentase seperti pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 13. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Pengkategorian Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Kontrol
Interval Nilai Kelas Kontrol
Kategori Frekuensi Persentase %
90 – 100 1 4,5% Sangat Tinggi
80 -89 7 31,8% Tinggi
65 - 79 10 45,5% Sedang
55 – 64 3 13,6% Rendah
0 - 54 1 4,5% Sangat Rendah
Jumlah 22 100%
Dari tabel diatas menjelaskan bahwa terdapat 1 siswa berada pada kategori “sangat tinggi”
dengan persentase 4,5%, 7 siswa berada pada kategori “tinggi” dengan persentase 31,8%, 10 siswa
berada pada kategori “sedang“ dengan persentase 45,5%, 3 siswa berada pada kategori “rendah”
dengan persentase 13,6%, dan 1 siswa berada pada kategori “sangat rendah” dengan persentase
4,5%. Selanjutnya jika kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dianalisis dengan
ketuntasan belajar, maka gambaran ketuntasan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 14 berikut
Tabel 14. Kategori Ketuntasan Post-test Siswa Kelas Kontrol
Skor Kategori Ketuntasan Belajar Frekuensi Persentase (%)
0 ≤ x < 71 Tidak Tuntas 7 31,8
71 ≤ x ≤ 100 Tuntas 15 68,2
Jumlah 22 100
Sumber: SMP Amir Islam Panyula
Berdasarkan tabel 14 menunjukkan bahwa 31,8% siswa tidak tuntas dan 68,2% siswa yang
tuntas.
0
10
20
30
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 155
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
0
1
2
3
4
5
Aktivitas8
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Gambar 1. Diagram Perbandingan Persentase Aktivitas Siswa yang Sesuai dengan Pembelajaran
Berdasarkan diagram 1 perbandingan aktivitas siswa yang sesuai dengan pembelajaran di
atas maka nilai rata-rata persentase keaktifan siswa dengan menggunakan strategi Means-Ends
Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 64,93%. Dengan
demikian menurut kriteria aktivitas siswa pada BAB III dapat dikategorikan “baik”. Selanjutnya
persentase aktivitas siswa yang tidak sesuai dengan pembelajaran (aktivitas 8) pada pertemuan 1
dan 2 dapat dilihat pada diagram berikut:
Gambar 2. Diagram Perbandingan Persentase Aktivitas Siswa yang Tidak Sesuai dengan
Pembelajaran
Berdasarkan hasil analisis observasi aktivitas siswa yang tidak sesuai dengan pembelajaran
pada pertemuan 1 dan 2, diperoleh persentase nilai rata-rata adalah 16%. Untuk selengkapnya
aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat dilihat pada lampiran C1.
Data hasil keterlaksanaan pembelajaran matematika diperoleh melalui pengamatan dengan
Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran (LOKP). Aspek yang diamati antara lain: (A)
Presentasi/ Penyampaian Pembelajaran; (B) Metode Pembelajaran/Pelaksanaan Pembelajaran; dan
(C) Karakteristik Pribadi Guru. Analisis deskriptif skor hasil pengamatan keterlaksanaan
pembelajaran matematika siswa kelas VIII A SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone setelah
diterapkan strategi Means-Ends Analysis dapat dilihat pada tabel 15 berikut:
Tabel 15. Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Pertemuan Skor Rata-rata Per Aspek Rata-rata Keseluruhan
Aspek A B C
1 4,5 4,2 4,2 4,3
2 4,8 4,5 4,5 4,6
Rata-rata Keseluruhan Pengamatan 4,5
Hasil keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh berdasarkan pengamatan menunjukkan
bahwa nilai rata-rata keseluruhan aspek pada pertemuan ke 1 yaitu 4,3, bila nilai tersebut
dikelompokkan dalam kategori standar keterlaksanaan pembelajaran pada BAB III, maka dapat
dikatakan bahwa keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan ke 1 terlaksana dengan “baik”. Pada
pertemuan ke 2 dengan nilai 4,6 menunjukkan peningkatan dari pertemuan ke 1, jika
dikelompokkan dalam kategori dapat dikatakan pertemuan ke 2 terlaksana dengan “sangat baik”.
Secara keseluruhan untuk pengamatan keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan 1 dan 2
menghasilkan nilai rata-rata keseluruhan aspek, yakni dengan nilai 4,5 Bila dikelompokkan dalam
kategori standar keterlaksanaan, maka dapat disimpulkan pelaksanaan pembelajaran terlaksana
dengan “sangat baik”. (Lampiran C5)
1. Deskriptif Inferensial
Sebelum melakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t, diperlukan pengujian prasyarat
yaitu uji normalitas dan uji homogenitas dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
a. Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji kolmogorof-
Smirnov dengan bantuan SPSS 23. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 156
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan berasal
dari populasi yag berdistribusi normal memiliki taraf signifikansi > α, dengan taraf
signifikansi 5% (0,05).
Tabel 16. Hasil Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kolmogorov-Smirnova
Statistik df Signifikan
kelas eksperimen 0.167 22 0.115
kelas control 0.112 22 0.200
Pada tabel di atas, dapat dilihat nilai signifikansi untuk data pada kelas eksperimen adalah
0,115 dan nilai signifikansi untuk data pada kelas kontrol adalah 0,200. Kedua nilai tersebut lebih
besar dari nilai signifikansi uji yaitu 0,05. Karena nilai signifikansi pada kelas eksperimen maupun
pada kelas kontrol lebih besar dari nilai signifikansi uji α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
sampel kedua kelas tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk data
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran (D5) hasil uji normalitas.
b. Uji Hipotesis
Setelah persyaratan normalitas telah terpenuhi, maka pengujian dilanjutkan
dengan uji homogenitas varians.
Tabel 17. Tabel Uji Homogenitas Varians
Levene Statistic df1 df2 Signifikan
0,001 1 42 0,976
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat hasil pengujian homogenitas memperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,884. Nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansi uji yaitu 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa data dari kedua distribusi populasi mempunyai varians yang sama atau
homogen. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran (D6) hasil uji homogenitas varians.
Dari hasil pengujian normalitas dan homogenitas yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Setelah dilakukan uji prasyarat dan
terpenuhi bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya
dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan menggunakan strategi Means-
Ends Analysis lebih tinggi dibandingkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa yang tidak menggunakan strategi Means-Ends Analysis. Pengujian hipotesis yang dilakukan
dalam penelitian ini menggunakan uji-t yang dilakukan dengan bantuan SPSS 23.
Pada penelitian ini, rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas
eksperimen yang diajarkan dengan strategi Means-Ends Analysis lebih tinggi dibandingkan dengan
kelas kontrol atau H0 ditolak dan H1 diterima, jika hasil nilai signifikansi < α, dengan nilai
signifikansi uji α = 0,05 dan jika nilai t hitung > t tabel atau t tabel < t hitung. Setelah dilakukan
perhitungan menggunakan SPSS 23, hasil pengujuian homogenitas dan pengujian hipotesis
menggunakan uji-t mengenai perlakuan yang diberikan terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini:
Tabel 11.Tabel Uji Hipotesis dengan Uji-t
t df
Signifikan
(2-tailed)
Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika 2,049 42 0.047
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat hasil pengujian dengan uji-t diperoleh nilai
signifikansi 0,047 dan t hitung 2,049. Nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari nilai
signifikansi uji yaitu 0,05 yakni 0,047 < 0,05 dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 1,682
yakni 2,049 > 1,682. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 157
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa. Jika dilihat dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas
eksperimen yang diajarkan dengan menerapkan strategi Means-Ends Analysis sebesar 80,09
sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas kontrol yakni
sebesar 73,82. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa yang diajar menggunakan strategi Means-Ends Analysis lebih tinggi dibandingkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar tanpa menggunakan strategi Means-
Ends Analysis.
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian dan dianalisis ditemukan adanya perbedaan yang signifikan
antara hasil post-test kelas kontrol dan hasil post-test kelas eksperimen dengan faktor pendukung
lembar aktivitas siswa dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Dapat dilihat bahwa nilai
rata-rata pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol yakni dengan selisih 6,27 (80,09
- 73,82). Kemudian pencapaian persentase ketuntasan belajar pada kelas kontrol, siswa yang tuntas
adalah 15 dari 22 siswa atau sekitar 68,2%. Sedangkan pada kelas eksperimen, siswa yang tuntas
adalah 18 dari 22 siswa atau sekitar 81,8%. Hal ini berarti ada pengaruh strategi Means-Ends
Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika kelas VIII SMP Amir Islam
Panyula.
Analisis aktivitas siswa yang sesuai dengan pembelajaran dari pertemuan 1 dan 2, diperoleh
nilai rata-rata persentase keaktifan siswa adalah 64,93% dalam kategori “baik”. Sedangkan hasil
analisis aktivitas siswa yang tidak sesuai dengan pembelajaran dari pertemuan 1 dan 2 diperoleh
nilai rata-rata persentase keaktifan siswa adalah 16%
Keterlaksanaan pembelajaran yang diobservasi adalah keterlaksanaan dalam pengelolaan
pembelajaran. Adapun observasi terhadap keterlaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini
mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran.
Observasi dalam proses pembelajaran selama dua kali pertemuan mengacu pada 5 kategori
sebagai berikut: (1) tidak terlaksana, (2) kurang terlaksana, (3) cukup terlaksana, (4) terlaksana
dengan baik, dan (5) terlaksana dengan baik. Berdasarkan hasil analisis keterlaksanaan
pembelajaran pada pertemuan 1 dan 2 menghasilkan nilai rata-rata keseluruhan aspek, yakni dengan
nilai 4,5. Bila dikelompokkan dalam kategori standar keterlaksanaan, maka dapat disimpulkan
pelaksanaan pembelajaran terlaksana dengan “sangat baik”.
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone
diterima (H1) dan ditolak (H0). Dari hasil perhitungan yang dibantu dengan SPSS 23 diperoleh nilai
signifikansi 0,047 dan t hitung 2,049. Nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari nilai
signifikansi uji yaitu 0,05 yakni 0,047 < 0,05 dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 1,682
yakni 2,049 > 1,682. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima
H0: Tidak ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone, ditolak.
H1: Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone, diterima.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan dan
dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu :
1. Ada pengaruh strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa. Jika dilihat dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan menerapkan strategi Means-Ends Analysis
sebesar 80,09 sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada
kelas kontrol yakni sebesar 73,82. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang diajar menggunakan strategi Means-Ends Analysis
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 158
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
lebih tinggi dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar tanpa
menggunakan strategi Means-Ends Analysis.
2. Keaktifan siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hal tersebut berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh bahwa perbandingan aktivitas siswa yang sesuai dengan
pembelajaran di atas maka nilai rata-rata persentase keaktifan siswa dengan menggunakan
strategi Means-Ends Analysis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
sebesar 64,93%, disbanding tidak menggunakan strategi sebesar 16% Dengan demikian
menurut kriteria aktivitas siswa pada BAB III dapat dikategorikan “baik”.
3. Hasil keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh berdasarkan pengamatan menunjukkan
bahwa nilai rata-rata keseluruhan aspek pada pertemuan ke 1 yaitu 4,3, bila nilai tersebut
dikelompokkan dalam kategori standar keterlaksanaan pembelajaran pada BAB III, maka dapat
dikatakan bahwa keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan ke 1 terlaksana dengan “baik”.
Pada pertemuan ke 2 dengan nilai 4,6 menunjukkan peningkatan dari pertemuan ke 1, jika
dikelompokkan dalam kategori dapat dikatakan pertemuan ke 2 terlaksana dengan “sangat
baik”. Secara keseluruhan untuk pengamatan keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan 1
dan 2 menghasilkan nilai rata-rata keseluruhan aspek, yakni dengan nilai 4,5 Bila
dikelompokkan dalam kategori standar keterlaksanaan, maka dapat disimpulkan pelaksanaan
pembelajaran terlaksana dengan “sangat baik”
SARAN-SARAN Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran biologi, adapun saran sebagai berikut :
1. Bagi sekolah dan pihak guru khususnya guru matematika, dapat menggunakan strategi Means-
Ends Analysis sebagai alternatif untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
2. Pembelajaran dengan strategi Means-Ends Analysis dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi kubus dan balok.
3. Penelitian ini hanya dilakukan pada materi kubus dan balok dengan menggunakan strategi
Means-Ends Analysis, diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat melaksanakan penelitian
yang serupa pada materi yang berbeda atau mengukur aspek yang lain.
4. Guru harus meningkatkan interaksi terhadap siswa pada saat pembelajaran agar dapat tercipta
pembelajaran yang menyenangkan.
5. Guru harus sering menerapkan strategi Means-Ends Analysis dalam pelaksanaan pembelajaran
khususnya pada materi pemecahan masalah.
DAFTAR RUJUKAN
Abdurahman, E. 2012. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik.
https://www.academia.edu/7462012/Tes_Kemampuan_Pemecahan_Masalah_Matematik.
diakses 3 Maret 2017.
Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
_________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Asrika. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Check Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII SMP Amir Islam Panyula Kabupaten Bone. Skripsi.
Watampone: STKIP Muhammadiyah Bone.
Hamzah, M. A. dan Muhlisrarini. 2014. Perecanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hartanto, R. 2003. Metodologi Penelitian. Semarang
Huda, M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nastiti, K. A. 2016. Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Strategi Pembelajaran Means-
Ends Analysis Terhadap Hasil Belajar Siswa Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan
Masalah. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 159
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Rahmadiyah. 2015. Pengaruh Penerapan Strategi Means-Ends Analysis (MEA) dalam Pembelajaran
Matematika Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa. Skripsi. Jakarta:
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.
Ruseffendi, E.T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam
Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sanjaya, W. 2010. Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Kencana
Shadiq, Fajar. 2009. Kemahiran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Siregar, S. 2014. Statistik Paramtrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Bumi aksara.
Slavin, R. E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT Indeks.
Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Method).
Bandung: Alfabeta.
_______. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Suyono, dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wardhani, S. 2005. Pembelajaran dan Penilaian Aspek Pemahaman Konsep, Penalaran dan
Komunikasi, Pemecahan Masalah.Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan
PemberdayaanPendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika
_. 2014. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional UU RI No. 20 Th. 2003. Jakarta: Sinar
Grafika.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 160
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENERAPAN METODE INQUIRY DENGAN MEMANFAATKAN
LEMBAR KERJA SISWA (LKS) UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA KELAS VII
SMP NEGERI 3 BATUKLIANGTAHUN 2018/2019
Salma1; I Ketut Sukarma
2; Pujilestari
3
¹,2,3
Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram
e-mail: salmaalvin29@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika dengan
menerapkan metode inquiry pada materi himpunan. Metode penelitian adalah Penelitian Tindakan
Kelas, sabjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Batukliang, Lombok Tengah
dengan jumlah siswa 20 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan tes akhir. Nilai LKS dan tes
akhir digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan inquiry. Nilai rata-rata siswa pada siklus I adalah 59,85 % sedangkan pada siklus II
nilai rata-rata siswa adalah 71,8% kategori baik. Sehingga dapat di simpulkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik.
Kata Kunci: Inquiry, Hasil Belajar, Matematika
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia selama manusia hidup. Tanpa adanya
pendidikan, maka dalam menjalani kehidupan ini manusia tidak akan dapat berkembang dan bahkan
akan terbelakang. Pendidikan yang terencana, terarah dan berkesinambungan dapat membantu
peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek kognitif, aspek
efektif, maupun aspek psikomotorik. Dalam mencapai tujuan pendidikan perlu diupayakan suatu
sistem pendidikan yang mampu membentuk kepribadian dan keterampilan peserta didik yang
unggul, yakni manusia yang kreatif, cakap terampil, jujur, dapat dipercaya bertanggung jawab dan
memiliki solidaritas sosial yang tinggi.
Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi
manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan
ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah
memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan- hubungan.
James dalam kamus matematikanya menyatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan goemetri (Hasratuddin, 2014).
Hadi, & Dolk (2008) dalam Wahyu dan Sofyan (2016) yang menyatakan bahwa guru
matematika yang menerapkan pembelajaran matematika tradisional yang dicirikan dengan alur
opening-example-exercise-closing membuat siswa pasif dan memiliki sedikit kemampuan dalam
berpikir dan memberikan alasan secara matematis (mathematical thinking and reasoning). Dengan
karakteristik tersebut, pembelajaran matematika hanya sebatas pemindahan pengetahuan
(transmission of knowledge) atau belum mencapai pembelajaran sebagai proses membangun
pengetahuan (construction of knowledge) .
Adapun metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode inquiry. Yang dimana metode
inquiry adalah suatu cara menyampaikan pelajaran yang meletakkan dan mengembangkan cara
berpikir ilmiah dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau prinsip, misalnya mengamati,
menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan,mengukur, dan membuat kesimpulan. Melalui
metode inquiry ini sebagai salah satu cara mengajar efektif untuk melatih dan meningkatkan hasil
belajar siswa.
METODE PENELITIAN
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 161
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Batukliang kelas VII. Penelitian dilakukan pada
materi Himpunan semester 1 tahun pelajaran 2018/2019. Sabjek penelitian ini adalah siswa kelas
VII A SMP Negeri 3 Batukliang tahun pelajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa 20 orang siswa
dengan kemampuan akademis heterogen.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri
melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa
meningkat (Aqib, 2008).
Penelitian tindakan kelas ini merupakan tindakan kolaboratif antara peneliti dan guru.
Peneliti dan guru saling berkolaborasi dalam menerapkan metode pembelajaran inquiry melalui
kegiatan belajar mengajar. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai pelaksana tindakan dan inovator,
sedangkan guru sebagai observer. Peneliti sebagai pelaksana tindakan artinya, peneliti sebagai
orang yang melaksanakan tindakan dan menerapkan metode yang digunakan kepada siswa. Peneliti
sebagai inovator artinya, peneliti sebagai orang yang mempunyai tindakan atau yang memberikan
solusi tindakan. Guru sebagai observer artinya, guru mengobservasi (mengamati) proses
pembelajaran pada saat diterapkan tindakan. Dalam penelitian ini peneliti terlibat langsung sejak
perencanaan penelitian hingga penyusunan laporan. Jenis penelitian ini digunakan untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan memanfaatkan Lember Kerja Siswa ( LKS)
materi pokok himpunan pada kelas VIII SMP Negeri 3 Batukliang Lombok Tengah tahun
pelajaran 2018/ 2019. Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan oleh para
peneliti berupa kata, tindakan, pengamatan, dan data mendalam yang mengandung arti makna
sebenarnya. Pendekatan kuantitatif adalah data yang bisa diukur atau dinilai secara langsung. Pada
pendekatan kulaitatif yang digunakan peneliti untuk mengelola data hasil observasi dan pelaksanaan
pembelajaran, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengelola data hasil belajar siswa
dengan menggunakan data statistik (sugiyono). Rancangan penelitian ini dilaksanakan dalam
beberapa siklus, apabila siklus I tidak tuntas maka akan dilakukan hal yang sama pada siklus II dan
seterusnya. Setiap siklus memiliki 4 tahapan yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Sehingga menghasilkan suatu keputusan sebagai hasil dari penelitian. Langkah-langkah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Tahapan Siklus Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Modifikasi
(Arikunto, 2013).
Indikator dalam penelitian ini adalah pencapaian dalam peningkatan hasil belajar siswa
melalui metode inquiry dengan memanfaatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan ketentuan
sebagai berikut, “Hasil belajar siswa dikatakan tuntas secara individu apabila hasil belajar siswa
minimal 80 sesuai KKM yang ditetapkan. Sedangkan siswa dikatakan tuntas secara klasikal tercapai
minimal 85% siswa telah tuntas”.
PEMBAHAHASAN
Perencanaan
Refleksi
Laporan
Observasi/ Evaluasi
Pelaksanaan
SIKLUS
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 162
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tes evaluasi hasil belajar matematika siswa yang dilaksanakan di akhir siklus 1 Tes
dilaksanakan dengan waktu yang digunakan untuk menjawab soal evaluasi adalah 60 Menit, soal
tes untuk meningkatkan hasil belajar matematika terdiri dari lima butir soal jumlah siswa yang
mengikuti tes sebanyak 20 siswa.
Data evaluasi siklus 1 diolah berdasarkan teknik yang telah di ciptakan dan dihasilkan dapat
dilihat pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Data Hasil evaluasi belajar siswa siklus 1
Analisis hasil belaja siswa Nilai
Banyak siswa yang mengikuti tes evaluasi 20 siswa
Nilai tertinggi 85
Nilai terendah 30
Nilai rata-rata 59.85 %
Jumlah siswa yang tuntas 7 siswa
Jumlah siswa yang tidak tuntas 13 siswa
Ketuntasan klasikal 35 %
Jumlah siswa yang tidak hadir tidak ada
Kategori Tidak tuntas
Dari data di atas terlihat bahwa siswa yang tidak mencapai KKM masih banyak yaitu 13
orang siswa, maka perlu diadakan refleksi sebelum melanjutkan ke siklus ke II.
Pada siklus 1I tes evaluasi hasil belajar matematika siswa yang dilaksanakan dengan waktu
yang digunakan untuk menjawab soal evaluasi adalah 60 Menit, soal tes untuk meningkatkan hasil
belajar matematika terdiri dari lima butir soal jumlah siswa dikelas VII A sebanyak 20 siswa.
Data evaluasi siklus I1 diolah berdasarkan teknik yang telah di ciptakan dan dihasilkan dapat
dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Data Hasil evaluasi belajar siswa siklus 1I
Analisis hasil belajar siswa Nilai
Banyak siswa yang mengikuti tes evaluasi 20 siswa
Nilai tertinggi 90
Nilai terendah 50
Nilai rata-rata 71.8%
Jumlah siswa yang tuntas 17 siswa
Jumlah siswa yang tidak tuntas 3 siswa
Ketuntasan klasikal 85 %
kategori Tuntas
Berdasarkan hasil evaluasi menggunakan metode pembelajaran Inquiry dengan
memanfaatkan LKS pada siklus II yang berlangsung di kelas VII A SMP NEGERI 3
BATUKLIANG pada proses belajar mengajar dengan bahwa secara umum hasil penelitian
observasi kegiatan siswa dan observasi dalam pembelajran sudah berlangsung dengan baik sesuai
dengan skenario, sedangkan presentasi ketutansan belajar siswa mengalami peningkatan dengan
jumlah siswa yang tuntas 17 siswa, nilai rata-rata 71.8%, dengan ketuntasan klasikal 85% .
Dengan melihat hasil tes siswa dari siklus I sampai II diketahui bahwa penerapan metode
pembelajaran Inquiry dengan memanfaatkan LKS dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII
A pada materi pokok Himpunan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa penerapan metode
Inquiry dengan memanfaatkan LKS pada pembelajaran materi Himpunan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Batukliang. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi belajar
siswa, yang mana dari 20 orang siswa yang ikut hanya 3 orang siswa yang belum tuntas.
DAFTAR RUJUKAN
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 163
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Abidin, Yunus. 2013.Desain sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT
Refika Aditama.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Renika Cipta.
Aqib.2008. penelitian tindakan kelas. Bandung : CV. Yrama Widya.
Budiyanto, Agus Krisno.2016. Sintaks 45 metode pembelajaran dalam student Centered Learning
(SCL). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Effendi, dkk. 2014. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Metode Inkuiri Terbimbing Di
Kelas VI SDN 12 Matan Hilir Utara. Jurnal Pendidikan dan pembelajaran vol.3,No 3
Hasratuddin.2014. Pembelajaran Matematika Sekarang dan Yang Akan Datang Berbasis Karakter.
Jurnal Didaktik Matematika,Vol. 1, No. 2, ISSN: 2355-4185.
Istiani, Ana.2016. Penerapan Metode Inquiry Pada Materi Himpunan. Jurnal e-DuMath Volume 2
No. 1, Hlm.95-101.
Kusumaningtyas, Wahyu.2016. Efektivitas Metode Inquiry Terhadap Hasil Belajar Matematika
Siswa. Jurnal e-Dumath volume 2 No.1,102-108.
Suarja, Zainal Abidin.2014. Penggunaan lembaran Kerja Siswa Dalam Pembelajaran
Materi Virus Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 14 Banda Aceh.Jurnal
Bio-Natural Vol. 1, No. 1, hlm 33-54.
Untari dan Zahra. 2016 Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Materi Lingkaran berbasis
pembelajaran guided discoveri untuk siswa SMP Negeri kelas VII. Jurnal Pendidikan
Matematika, Vol, 2 No, 1.
Wahyu dan sofian.2016. Sejarah Matematika alternative strategi pembelajaran matematika. Jurnal
tatdris matematika vol.9 No. 1, Hlm 89-110 .
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 164
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN TEMATIK SD BERBASIS
BULETIN BOARD DISPLAY
Sintayana Muhardini1; Sukron Fujiaturrahman
2; Mahsup
3
1,2,3 PGSD FKIP,Universitas Muahmmadiyah Mataram
Abstrak: Pengembangan media pembelajaran tematik berbasis bulletin board display
diharapkan dapat mengatasi masalah yang ada di sekolah yang berkaitan dengan minimnya media
pembelajaran tematik yang menarik dan efektif di kelas. Bulletin board merupakan salah satu jenis
media display yang berupa media pajangan atau papan buletin yang bisa ditempatkan dimana saja
didalam kelas yang sifatnya terbuka sehingga bisa dibaca dan dilihat kapan saja oleh siswa
meskipun materi dalam pembelajaran tertentu telah selesai dijelaskan Pengembangan media
pembelajaran tematik berbasis bulletin board display diharapkan dapat membentuk kemampuan
literasi siswa yang kaitannya dengan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara dan melek visual
siswa yang dimana didalamnya meliputi kemampuan membaca, menulis. Tujuan jangka panjang
dari pengembangan media pembelajaran ini adalah agar seluruh Sekolah Dasar dapat melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan di dukung media pembelajaran tematik yang menarik dan efektif.
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prosedural yaitu model
yang bersifat deskriptif yang dikemukakan oleh Borg & Gall (1983). Validasi produk dilakukan
oleh ahli dan feedback dari siswa. Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data berupa
lembar kuesioner kelayakan produk dan tes kemampuan literasi siswa. Hasil ujicoba menunjukkan
bahwa secara umum peneltian ini melalui 3 tahap utama, yaitu: (1) studi pendahuluan, (2) dan
pembuatan dan pengembangan produk, (3) evaluasi.. Hasil uji coba terbatas yang dilakukan di SDN
1 Anyar Kelas IV A dan VI B yang dikembangkan menunjukan bahwa media yang dikembangkan
layak digunkan dengan presentasi kelayakan sebesar 92,5% dan 91,13 %. Dalam uji coba lapangan
kemampuan literasi siswa meningkat sebesar 0,6 dan 0,5 dengan kategori peningkatan sedang.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1) produk
media yang telah dikembangkan telah layak untuk digunakan; 2) produk pengembangan
berpengaruh terhadap keamampuan literasi siswa..
Kata Kunci: Media Pembelajaran Tematik, Bulletin Board Display
PENDAHULUAN
Pembelajaran tematik berkaitan dengan cara membelajarkan anak didik secara holistic dan
terpadu, konsep atau materi pelajaran termuat dalam suatu tema tertentu sehingga pembelajaran
tematik tidak berpedoman pada pengkhususan mata pelajaran. Proses pembelajarannya menekankan
pada pemberian pengalaman langsung dan pembahasan tema guna mengembangkan kompetensi
siswa dalam memahami materi pelajaran secara menyeluruh. Pembelajaran tematik menurut Trianto
(2011: 147) adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu, unit yang tematik
adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif
menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan
penghayatan secara alamiah tentang dunia disekitar mereka. Selain itu pembelajaran tematik adalah
salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006:5).
Keberhasilan akan proses pembelajaran tidak lepas karena dukungan sarana yang
menunjang salah satunya adalah dalam penggunaan media pembelajaran, pada praktiknya
pembelajaran tematik menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran sehingga siswa akan mampu
menemukan ide-ide terbaik, dengan demikian guru harus bisa menciptakan proses pembelajaran
yang menarik, seperti yang dikemukakan oleh Hasbullah (2009: 4) bahwa dengan adanya suatu
informasi yang dilakukan dengan teknik yang baru, dengan kemasan yang bagus, serta didukung
oleh alat-alat yang berupa sarana atau media akan lebih menarik perhatian siswa untuk belajar.
Media pembelajaran yang digunakan bisa secara visual, seperti yang dikemukakan oleh Gagne dan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 165
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Brigs (1975) dalam (Arsyad, 2009:4) secara eksplisit menjelaskan bahwa media pembelajaran
meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang terdiri
dari buku, tape recorder, kaset, video, kamera, film, slide (gambar bingkai) foto, gambar, grafik,
televisi dan computer.
Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ari Krisnawati (2013) mengungkapkan
bahwa hasil belajar siswa akan lebih meningkat jika guru menggunakan media tiga dimensi dalam
kegiatan pembelajarannya. Karena keunggulan media tiga dimensi adalah siswa dapat mengamati
secara langsung benda yang tidak mungkin dihadirkan di dalam kelas bukan hanya sekedar dalam
bentuk gambar, tetapi dapat mengamati secara konkret atau nyata. Sejalan dengan penelitian
tersebut Sri Saparinsih (2010) dalam penelitiannya tentang pengaruh penggunaan media
pembelajaran display terhadap penguasaan kompetensi siswa, menunjukkan bahwa terdapat
interaksi antara media pembelajaran dan minat siswa terhadap penguasaan kompetensi dasar Ilmu
Pengetahuan Sosial siswa sehingga penggunaan media tersebut terbukti kebenarannya mampu
memberikan pengaruh positif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru SD di Kabupaten Lombok Utara
menyatakan bahwa sebagian besar guru masih mengalami masalah dalam mengimplementasikan
kurikulum 2013 yang dimana dalam kurikulum 2013 menekankan pada pembelajaran tematik
mulai dari jenjang kelas 1 sampai kelas 6. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa salah satu
faktor yang membuat kurang efektifnya pembelajaran tematik yang diterapkan di sekolah
disebabkan karena terbatasnya media pembelajaran yang tersedia, implemantasi pembelajaran
tematik dikelas hanya terfokus pada buku teks dari pemerintah yaitu berupa buku guru dan buku
siswa, sehingga pengembangan media pembelajaran yang sifatnya tematik kerap tidak dilakukan.
Berdasarkan hasil observasi awalan di SDN 1 Anyar dan SDN 2 Anyar terlihat bahwa guru kelas
tidak memiliki media pembelajaran tematik, yang memadukan beberapa mata pelajaran dalam satu
tema tertentu.
Pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik jika semua aspek yang mendukung
proses pembelajaran terpenuhi, salah satunya menyangkut media pembelajaran tematik, sedangkan
pada kenyataan di beberapa sekolah yang sudah digambarkan sebelumnya bahwa penggunaan
media pembelajaran tersebut tidak diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu,
maka diperlukan suatu pengembangan media pembelajaran tematik. Media pembelajaran tematik
bulletin board display adalah salah satu bentuk media pembelajaran yang bisa dikembangkan,
media pembelajaran berbasis bulletin board display merupakan salah satu jenis media display yang
berupa media pajangan didinding kelas yang sifatnya terbuka sehingga bisa di baca dan dilihat
kapan saja oleh siswa meskipun materi dalam pembelajaran tertentu telah selesai dijelaskan pada
saat tatap muka dikelas. Media bulletin board display ini dikembangkan berdasarkan prinsip
pelaksanaan pembelajaran tematik yang menekankan pada keterpaduan materi dalam satu media
pembelajaran yang digunakan, siswa diajak untuk melihat, mempelajari dan memahami konsep-
konsep dari berbagai mata pelajaran yang terkait dalam satu tema yang termuat disatu media
pembelajaran, serta dalam pembuatan media pembelajaran tematik berbasis bulletin board display
ini juga dikembangkan dengan melihat pengalaman langsung siswa dimana ada upaya untuk
mendekatkan siswa dengan kenyataan sehari-hari yang mereka hadapi disekitar mereka, sehingga
konsep-kosep dalam kehidupan sehari-hari tersebut tertuang dalam media pembelajaran tematik
yang dibuat. Penggunaan media pembelajaran tematik bulletin board display ini menekan pula pada
proses pembelajaran inqury terbimbing artinya bahwa pada proses pembelajarannya siswa diajak
dan dibimbing untuk menemukan sendiri ide dan memahami konsep yang termuat dalam media
yang ditampilkan, guru bertindak sebagai fasilitator yang selama proses pembelajaran memiliki
tugas untuk mengarahkan dan membimbing siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan
literasi siswa. Proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran tematik berbasis
bulletin board display ini menekankan pada upaya pembentukan kemampuan literasi siswa
berkaitan dengan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara dan melek visual siswa yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 166
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
meliputi kemampuan membaca, menulis, dan kemampuan untuk mengenali serta memahami ide-ide
yang disampaikan secara visual pada media pembelajaran yang ditampilkan.
Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan menunjukkan bahwa pengembangan media
pembelajaran tematik berbasis bulletin board display diperlukan. Pernyataan ini diperkuat oleh
keterangan dari guru-guru SD dan kepala sekolah yang ada di lokasi survey awalan peneliti, yang
menyatakan bahwasanya perlu pengembangan media pembelajaran tematik yang berbasis bulletin
board display dalam mendukung proses pembelajaran. Pengembangan media pembelajaran tematik
SD berbasis bulletin board display diharapkan dapat mengatasi masalah sekolah dikarenakan
minimnya media pembelajaran tematik yang menunjang proses pembelajaran sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran di sekolah.
METODE PENELITIAN Posedur pengembangan yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah
pengembangan secara prosedural, langkah-langkahnya akan dijelaskan secara rinci. Media
pembelajaran tematik berbasis bulletin board display dibuat berdasarkan uraian materi yang ada
dalam buku tematik yang digunakan oleh guru dan siswa. Prosedur pengembangan yang dilakukan
mengacu kepada prosedur Borg & Galls. Adapun penjabaran dari model pengembangan ini
dijelaskan pada Gambar 1 berikut ini.
Studi Pendahuluan
a. Studi pustaka yaitu melakukan kajian literatur yang relevan dengan penelitian. Studi pustaka
dilakukan untuk mengumpulkan infomasi, diantaranya dengan mempelajari kurikulum 2013
yang berkaitan dengan materi pembelajaran tematik di SD, mempelajari alokasi waktu yang
tersedia, membaca jurnal atau laporan hasil penelitian tentang pengembangan media
pembelajaran. Selain itu studi pustaka dipustakan juga memerlukan suatu analisis untuk
merumuskan indikator, tujuan pembelajaran, menentukan materi pembelajaran serta membuat
evaluasi.
b. Survei lapangan dilakukan untuk melihat secara langsung keadaan sekolah, potensi-potensi
yang dimiliki, proses pembelajaran dan dokumen hasil belajar siswa.
Memproduksi Media Pembelajaran Tematik SD Berbasis Bulletin Board Display
Studi Pendahuluan
Studi Pustaka Survei Lapangan
Pengembangan Produk Awal
Mengevaluasi Mengembangkan Merancang
Evaluasi/Penilaian Produk
Analisis
dan Revisi
Analisis
dan Revisi
Peer
Reviewer
Validasi Ahli
Materi dan
Ahli Media
Analisis
dan Revisi
Analisis
dan Revisi
Uji Coba
Lapangan
Uji Coba
Terbatas
Media Pembelajaran Tematik SD
Berbasis Bulletin Board Display
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 167
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Adapun tahap produksi/pengembangan media pembelajaran tematik SD berbasis bulletin board
display adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi setiap tema pada buku guru dan buku siswa di SD
b. Menyusun media pembelajaran tematik berbasis bulletin board display, isi dari media
pembelajaran tematik bebasis bulletin board display ini adalah memuat konten-konten materi
yang sesuai dengan tema tertentu dalam kurikulum yang dikemas dengan penggunaan desain
grafis agar tampilan lebih menarik perhatian siswa.
Evaluasi
Tahap evaluasi produk dilakukan setelah produk media pembelajaran tematik berbasis
bulletin board display selesai dibuat. Adapun tahap evaluasi produk yaitu sebagai berikut:
a. Memvalidasi produk pada responden ahli materi pembelajaran, ahli media pembelajaran,
dilanjutkan dengan analisis dan revisi produk berdasarkan komentar dan saran dari ahli materi
pembelajaran dan ahli media pembelajaran.
b. Melakukan peer reviewer pada 3 orang pendidik di kabupaten Lombok Utara, dilanjutkan
dengan analisis dan revisi produk berdasarkan saran dari peer reviewer. Selanjutnya melakukan
uji coba terbatas pada dua kelas di SDN 1 Anyar dan untuk uji coba lapangan menggunakan di
satu kelas di SDN 2 Anyar di Kabupaten Lombok Utara.
UJI COBA PRODUK
1. Desain Uji coba
a. Review Ahli isi bidang Studi dan Ahli Media Pembelajaran
Review ini bertujuan untuk mendapatkan data penilaian, pendapat dan saran terhadap
keseluruhan isi dan media. Review ini dilakukan dengan cara memberikan komentar dan saran
terhadap angket tanggapan penilaian ahli isi bidang studi dan media terhadap bahan ajar, perangkat
dan media pembelajaran
b. Uji coba terbatas (kelompok kecil)
Uji coba kelompok kecil ini klasifikasikan kepada 3 tingkatan, yaitu 4 orang yang
mempunyai kemampuan di atas rata-rata,sedang, dan rendah. uji coba ini dilakukan dengan
memberikan komentar dan saran terhadap media pembelajaran yang digunakan melalui angket
tanggapan uji coba kelompok kecil.
c. Uji Coba Lapangan
Tujuan dari uji coba dilapangan ini adalah: (a) memperoleh tanggapan mengenai media
pembelajaran tematik bulletin board display, (b) menentukan keefektifan, (c) mengidentifikasi
masalah-masalah dalam memahami media ini yang mungkin dialami oleh siswa, dan (d)
mengetahui apakah media ini nerpengaruh terhadap kemampuan literasi siswa
2. Subyek Uji Coba
a. Tahap review para ahli
Pada tahap ini, review dilakukan oleh satu 2 ahli isi bidang studi, satu orang ahli media
pembelajaran dan 3 orang pendidik.
b. Tahap uji coba kelompok kecil
Uji coba kelompok kecil ini di klafikasikan kepada 3 tingkatan, yaitu 4 orang yang
mempunyai kemampuan berprestasi tinggi, 4 orang yang mempunyai kemampuan sedang dan 4
orang yang mempunyai kemampuan prestasinya rendah.
c. Tahap uji coba lapangan
Pada tahap ini subjek uji coba terdiri dari 24 siswa yang telah mengikuti pembelajaran
dikelas.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan yaitu kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari kajian
ahli bidang studi, ahli media ,hasil review uji coba terbatas , serta hasil review uji coba lapangan,
dan hasil review pendidik melalui angket dan wawancara.
4. Instrumen pengumpulan data
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 168
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data untuk keperluan pengembangan bahan
ajar dengan menggunakan : dokumentasi, observasi, angket, diskusi dan konsultasi.
5. Teknis Anlaisis Data
Ada dua teknik data yang digunakan untuk mengelola data yang dihimpun dari hasil
review dan uji coba pengembangan produk media, yaitu dengan menggunakan analisis deskriptif
kualitatif dan analisis statistik deskriptif.
a. Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengolah data dari hasil review ahli isi
bidang studi dan ahli media pembelajaran, siswa dan guru bidang studi . Analisis deskriptif
kualitatif ini dilakukan dengan mengelompokkan informasi-informasi dari data kualitatif yang
berupa masukan, tanggapan, kritik, saran perbaikan yang terdapat pada angket. Hasil analisis ini
kemudian digunakan sebagai dasar merevisi produk ajar.
b. Analisis Statistik Deskriptif
Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengolah data yang diperoleh
melalui angket dalam bentuk analisis persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung
persentase dari masing-masing subyek adalah :
∑
∑ x 100%
(Walpole, 1992)
Keterangan :
P = Presentase penilaian
∑ xi = Jumlah jawaban dari Validator
∑ x = Jumlah jawaban tertinggi
Selanjutnya untuk mnghitung persentase keseluruhan subyek/komponen digunakan
rumus sebagai berikut :
∑
∑ x 100%
(Walpole, 1992)
Keterangan :
P = persentase keseluruhan subyek/komponen
∑ p = jumlah persentase keseluruhan komponen
∑ n = banyak komponen
PEMBAHAHASAN
Uji Coba Terbatas
Uji coba terbatas dilakukan di SDN 1 Anyar pada kelas IV A dan IV B, sampel yang diambil
adalah masing-masing 12 siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Produk
pengembangan yang telah mendapatkan review dari ahli dan pendidik dibelajarkan di kelas secara
menyeluruh, serta angket penilaian produk diserahkan pada 12 siswa di dua kelas yang berbeda,
untuk mendapatkan revisi dan komentar serta saran. Berikut ini disajikan data yang diperoleh dari
uji coba terbatas terhadap penggunaan media pembelajaran.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 169
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tabel.1
Data Hasil Uji Coba Terbatas Media Bulletin Board Display kelas IV A
Item
Pertanyaan
Frekuensi Dengan Skala 5
1 2 3 4 5 Jmlh % Komentar/
Saran
1 - - - 2 10 12 96,67
2 - - - 3 9 12 95 Tidak ada
3 - - - 6 6 12 90,00 Tidak ada
4 - - - 6 6 12 90,00 Tidak ada
5 - - - 6 6 12 90,00 Tidak ada
6 - - - 3 9 12 95 Tidak ada
7 - - - 1 11 12 98,33 Tidak ada
8 - - - 7 5 12 88,33 Tidak ada
9 - - - 8 4 12 86,67 Tidak ada
10 - - - 3 9 12 95 Tidak ada
Jumlah 925,00
Rata-rata 92,5
Berdasarkan penilaian/ tanggapan sebagaimana tercantum dalam tabel diatas diketahui
bahwa rata-rata persentase tingkat pencapaian produk media pembelajaran 92,5%, rerata tersebut
bila dikonversikan dengan tabel kelayakan, maka bahan ajar berada dalam kualifikasi sangat baik
dan tidak perlu direvisi. Rangkuman masukan, saran, dan komentar 12 orang siswa dalam uji coba
terbatas yang berkenaan dengan media pembelajaran bulletin board display adalah sebagai berikut :
Berikut ini disajikan data yang diperoleh dari uji coba terbatas terhadap penggunaan media
pembelajaran di kelas yang berbeda dalam satu sekolah yang sama yaiu di kelas IV B SDN 1
Anyar.
Tabel. 2
Data Hasil Uji Coba Terbatas Media Bulletin Board Display kelas IV B
Item
Pertanyaan
Frekuensi Dengan Skala 5
1 2 3 4 5 Jmlh % Komentar/
Saran
1 - - - 3 9 12 95%
2 - - - 3 9 12 95% Tidak ada
3 - - - 6 5 12 81,6% Tidak ada
4 - - - 6 6 12 90% Tidak ada
5 - - - 5 7 12 91,3% Tidak ada
6 - - - 4 8 12 93,2% Tidak ada
7 - - - 2 10 12 96,3% Tidak ada
8 - - - 7 5 12 87,6% Tidak ada
9 - - - 8 4 12 86,3% Tidak ada
10 - - - 3 9 12 95% Tidak ada
Jumlah 911,3
Rata-rata 91,13%
Berdasarkan penilaian/ tanggapan sebagaimana tercantum dalam tabel diatas diketahui
bahwa rata-rata persentase tingkat pencapaian produk media pembelajaran 91,13%, rerata tersebut
bila dikonversikan dengan tabel kelayakan, maka media tersebut berada dalam kualifikasi sangat
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 170
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
baik dan tidak perlu direvisi. Rangkuman masukan, saran, dan komentar 12 orang siswa dalam uji
coba terbatas yang berkenaan dengan media pembelajaran bulletin board display adalah sebagai
berikut :
Tabel. 3
Revisi Masukan, Saran dan komentar Uji Coba Terbatas
No Masukan,Saran, dan Komentar Revisi
1 Bahan ajar mudah dipahami Tidak ada revisi
2. Sebaiknya gambar lebih cerah Penambahan kecerahan warna
pada gambar
3 Gambarnya yang menarik Tidak ada revisi
Uji Coba Lapangan Hasil revisi berdasarkan saran dan masukan siswa serta guru dalam uji coba terbatas ,dibawa
ke kelas yang sebenarnya dalam uji lapangan. Uji lapangan dilaksanakan di SDN 2 Anyar
kecamtaan Bayan Kab. Lombok Utara pada kelas IV (empat) yang berjumlah 27 siswa, uji
lapangan dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2018. Produk pengembangan yang diuji coba kepada
siswa yaitu media pembelajaran tematik bulletin board display. Selama pembelajaran guru
mengajar berpedoman pada RPP yang sudah ada serta dibantu dengan media pembelajaran yang
sudah disiapkan. Strategi pembelajaran yang digunakan yaitu dengan metode diskusi kelompok,
tanya jawab, dan pemberian tugas. Adapun materi yang digunakan adalah tema 1 dan sub tema 1
pada pembelajaran 1.
Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan meminta siswa untuk membaca buku
panduan siswa terlebih dahulu, setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa
dan dilanjutkan dengan menyampaikan kerangka isi dari materi yang akan diajarkan. Selanjutnya
siswa diminta untuk duduk secara berkelompok, siswa berdiskusi terkait subtema satu dalam
pembelajaran satu, setiap kelompok mendapatkan media yang sudah dipersipakan. Pembelajaran
berlangsung selama 2 x 35 menit, hasil belajar siswa diperoleh setelah melalui proses pembelajaran
tersebut.
Berikut ini disajikan data yang diperoleh dari uji coba terbatas terhadap penggunaan media
pembelajaran di kelas yang berbeda dalam satu sekolah yang sama yaiu di kelas IV B SDN 1
Anyar.
Tabel 4
Data Hasil Uji Lapangan Media Bulletin Board Display kelas IV B
Item
Pertanyaan
Frekuensi Dengan Skala 5
1 2 3 4 5 Jmlh % Komentar/
Saran
1 - - - 7 20 27 94,8%
2 - - - 6 21 27 95,5% Tidak ada
3 - - - 9 18 27 93,3% Tidak ada
4 - - - 6 21 27 95,5% Tidak ada
5 - - - 6 21 27 95,5% Tidak ada
6 - - - 5 22 27 96,2% Tidak ada
7 - - - 10 17 27 92,5% Tidak ada
8 - - - 11 16 27 91,7 Tidak ada
9 - - - 8 19 27 93,8% Tidak ada
10 - - - 8 19 27 93,87% Tidak ada
Jumlah 942,7%
Rata-rata 94,2%
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 171
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan penilaian/ tanggapan sebagaimana tercantum dalam tabel di atas diketahui
bahwa rata-rata persentase tingkat pencapaian produk media pembelajaran sebesar 94,2%, rerata
tersebut bila dikonversikan dengan tabel kelayakan, maka media tersebut berada dalam kualifikasi
sangat baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil validasi ahli dan penilaian pendidik dapat disimpulkan bahwa produk media
yang telah dikembangkan telah layak untuk digunakan.
2. Berdasarkan hasil uji coba terbatas diketahui bahwa produk hasil pengembangan layak
digunakan.
DAFTAR RUJUKAN Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika edisi ke -3. Jakarta : PT. Gramadia Pustaka Utama.
Arsyad, A. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Borg, W. R. & Gall, M. D. (1983). Educational research: An introduction (4 th
ed). New York:
Longman Inc.
Bryce, T.G.K., J. McCall, J. MacGregor, I.J. Robertson, & R.A.J. Weston. (1990). Techniques for
Assesing Process Skills in Practical Science: Teacher’s Guide. Oxford: Heinemann
Educational Books.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta :Depdiknas
Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Krisnawati, Ari dan Supriyono. 2013. Penggunaan Media Tiga Dimensi untuk Meningkatkan Hasil
Belajar di Sekolah Dasar. Jurnal: JPGSD Volume 01 Nomor 02 Tahun 2013, 0-216
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 172
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PRAKTIKUM SEBAGAI MEDIA PENERAPAN KONSEP DASAR SAINS BAGI GURU-
GURU SD DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH
Siti Raudhatul Kamali1; Surya Hadi
2 ;Mamika Ujianita Romdhini
3
1,2 Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram
3 Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Mataram
e-mail: sitikamali@unram.ac.id
Abstrak: Kreativitas guru memiliki peranan penting dalam pembelajaran sains di tingkat
Sekolah Dasar (SD). Salah satu metode pembelajaran sains yang bisa diterapkan pada tingkat
Sekolah Dasar adalah praktikum. Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman konsep
dasar IPA bagi guru-guru SD di Kabupaten Lombok Tengah, mengingat beberapa orang guru SD
memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda untuk mengajar IPA. Kegiatan ini memberikan
pelatihan berupa praktikum IPA bagi guru-guru SD yang bersifat sederhana, melalui tahapan
praktek, diskusi, dan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan selama kegiatan berlangsung adalah
evaluasi proses praktikum dan evaluasi akhir berupa laporan praktikum. Rata-rata persentase hasil
untuk semua indikator dari percobaan 1 sampai percobaan 4 berkisar antara 74% sampai dengan
91% sedangkan rata-rata nilai praktikum berkisar antara 85 sampai 91. Kegiatan praktikum ini
berjalan lancar dan peserta kegiatan antusias selama pelaksanaan kegiatan berlangsung.
Kata Kunci: Praktikum, Konsep Dasar IPA, Guru-Guru SD, Kabupaten Lombok Tengah
PENDAHULUAN
Sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam dan proses yang terjadi
di dalamnya yang diperoleh dari proses percobaan dan observasi (Samatowa, 2011). Pada
pembelajaran IPA SD, guru berperan sebagai wahana untuk mengembangkan konsep-konsep ilmiah
kepada siswa sehingga siswa mendapat konsep yang bermakna. Produk sains berupa fakta, konsep,
prinsip, hukum, dan teori dapat dicapai melalui proses sains yakni bekerja ilmiah. Hal penting bagi
siswa dalam belajar sains adalah memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbuat, berpikir,
dan bertindak seperti ilmuwan (scientist) serta dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara yang benar sesuai etika yang berlaku.
Sebagai upaya pencapaian hal ini, maka kompetensi guru sangat diperlukan mengingat latar
belakang pendidikan guru SD khususnya di Kabupaten Lombok Tengah sangat beragam. Jumlah
Sekolah Dasar di Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemdikbud (2018) berjumlah 602 sekolah, terdiri atas 575 SD Negeri dan 27 SD Swasta. Dari
jumlah Sekolah Dasar yang ada, terdapat peserta didik sejumlah 511.240 terdiri atas 266.376 laki-
laki dan 244.864 perempuan sedangkan jumlah guru 36.175 meliputi 14.444 guru laki-laki dan
21.731 orang perempuan.
Kompetensi guru berdasarkan UU RI No. 14 Tahun 2005, merupakan seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalannya. Guru dikatakan profesional jika mampu menselaraskan
antara kemampuan teoritik dengan praktek yakni aplikasi secara nyata di lapangan/lingkungan.
Pada pembelajaran IPA/sains sesuai kurikulum 2013, siswa di arahkan untuk mencari tahu
sendiri pengetahuannya melalui pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bekerja
ilmiah. Selain itu juga, guru memegang peran penting dalam menghasilkan komitmen dari siswa
untuk mencapai tujuan atau target tertentu yang telah ditetapkan. Umumnya, seorang guru merasa
puas dengan rancangan pembelajaran yang sudah dibuat, yakni mereka yakin bisa memberikan
pengetahuan yang baik kepada peserta didik meskipun tanpa adanya kegiatan praktikum. Namun,
hal tersebut ternyata menyebabkan kebutuhan pengembangan pengetahuan siswa menjadi
terhambat. Hal ini mengabaikan kemampuan dasar pada diri siswa. Guru bertanggung jawab dalam
memahami kemampuan dasar siswa kemudian memfasilitasinya untuk memahami persoalan yang
dihadapi berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 173
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Pada pembelajaran IPA, perwujudan kemampuan profesional guru diterapkan melalui
kegiatan praktikum. Umumnya, pengetahuan sesorang akan terbentuk berdasarkan pengalaman
yang dialami (Wisudawati & Sulistyowati, 2014). Melalui kegiatan praktikum, diharapkan siswa
akan mampu mengembangkan potensi dirinya, mampu memahami dan menyesuaikan diri terhadap
fenomena alam sekitar dirinya melalui bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
dimilikinya. Praktikum merupakan kegiatan yang berfungsi sebagai penerapan konsep dasar sains
melalui penerapan keterampilan proses sains dalam rangka meperoleh suatu pengetahuan atau
produk sains.
METODE PENELITIAN
Kegiatan praktikum sebagai media penerapan konsep dasar sains ini diselennggarakan bagi
guru-guru tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Lombok Tengah. Kegiatan dilakukan melalui
beberapa tahap yakni; tahap persiapan, tahap pelaksanaan praktikum, dan tahap evaluasi. Tahap
pelaksanaan terdiri atas penentuan tujuan praktikum, persiapan alat dan bahan, penjelasan teknis
praktikum, pembagian jumlah kelompok. Tahap pelaksanaan praktikum yang terdiri atas 4
percobaan yakni percobaan uji makanan terdiri atas uji karbohidrat dan uji pada makanan,
percobaan pencemaran lingkungan, percobaan kelistrikan, percobaan alam semesta.
Tahap evaluasi terdiri atas evaluasi proses praktikum dan evaluasi akhir berupa laporan
praktikum. Kegiatan diskusi dilakukan pada tahap evlausi laporan praktikum yakni membahas
tentang konsep dan kedalaman pokok bahasan praktikum yang dilaksanakan.
PEMBAHAHASAN
Kegiatan pelatihan praktikum sebagai media penerapan konsep sains bagi guru-guru
Sekolah Dasar di Kabupaten Lombok Tengah dihadiri oleh 20 orang peserta yang berasal dari guru-
guru baik negeri maupun swasta. Kegiatan praktikum yang dilakukan terdiri atas 4 percobaan,
terdiri atas 2 percobaan biologi dan 2 percobaan fisika. Beberapa kegiatan praktikum yang
dilakukan antara lain; percobaan uji makanan terdiri atas uji karbohidrat dan uji pada makanan,
percobaan pencemaran lingkungan, percobaan kelistrikan, percobaan alam semesta.
Sebelum kegiatan praktikum di mulai, terlebih dahulu dilakukan pembagian kelompok yang
terdiri dari 4 kelompok dan setiap kelompok terdiri atas 5 orang. Selanjutnya dilakukan pengenalan
alat dan bahan yang akan digunakan, serta fungsinya masing-masing.
Pada percobaan makanan terdiri atas uji bahan makanan yakni mengidentifikasi zat
makanan karohidrat dan lemak dalam berbagai bahan makanan kemudian mengelompokkan bahan-
bahan makanan yang dapat dijadikan sumber karbohidrat dan lemak. Karbohidrat dan lemak
merupakan jenis dari senyawa makromolekuler yang tersusun atas unsur utaama yakni karbon dan
hidrogen. Adapun jenis bahan makanan yang di uji antara lain nasi,gula pasir, pisang, apel, tahu
putih, margarin, tepung terigu, biskuit, kentang, telur, minyak goring, santan, susu, seledri, wortel,
dan lain-lain.
Pada percobaan pencemaran lingkungan bertujuan untuk mempelajari pencemaran air dalam
kehidupan sehari-hari yang disebabkan karena penggunaan deterjen. Deterjen pada kadar terenetu
dapat mengganggu kehidupan organisme. Percobaan ini menggunakan kacang hijau yang
ditumbuhkan pada medium air tanpa deterjen dan medium dengan deterjen berbagai konsentrasi.
Percobaan kelistrikan bertujuan untuk mempelajari listrik statis dan listrik dinamis. Suatu
benda akan bermuatan listrik negatif jika mendapat tambahan elektron dari benda lain, sedangkan
benda bermuatan positif jika benda tersebut mengalami pengurangan elektron.
Percobaan alam semesta bertujuan untuk mempelajari matahari sebagai sumber panas dan
membuktikan terjadinya gerhana. Matahari merupakan sumber energi yang mudah didapatkan dan
merupakan jenis energy yang dapat diperbaharui. Persitiwa gerhana merupakan proses penggelapan
cahaya dari benda-benda langit yang disebabkan oleh benda-benda langit lainnya. Terlihatnya
benda-benda langit dalam tata surya disebabkan karena benda-benda langit tersebut dapat
memantulkan berkas cahaya matahari.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 174
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kegiatan evaluasi dilaksanakan selama kegiatan praktikum, terdiri atas evaluasi proses dan
evaluasi laporan praktikum Evaluasi proses bertujuan untuk mengetahui kemampuan afektif dan
psikomotorik peserta sedangkan evaluasi laporan praktikum bertujuan untuk mengetahui
kemampuan kognitif peserta. Hasil evaluasi proses praktikum dan evaluasi laporan bagi guru-guru
SD di Kabupaten Lombok Tengah untuk masing-masing percobaan sesuai Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Evaluasi Proses Praktikum Guru-Guru SD di Kabupaten Lombok Tengah
Pada evaluasi proses praktikum terdapat tujuh indikator penilaian yang dilakukan pada
setiap percobaan. Adapun rata-rata persentase hasil untuk semua indikator dari percobaan 1 sampai
percobaan 4 adalah sebagai berikut; 1) kesiapan mahasiswa dalam mengikuti praktikum sebesar
86%, kemampuan dalam improvisasi percobaan sebesar 74%, keterampilan dalam melakukan
percobaan sebesar 88%, ketelitian dalam melakukan pengamatan dan percobaan sebesar 84%,
ketepatan data hasil pengamatan sebesar 80%, kerjasama dalam kelompok sebesar 91%, dan
kebersihan, kerapihan dan keamanan kerja sebesar 90%.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kesiapanmahasiswa
Kemampuandalam
improvisasipercobaan
Keterampilandalam
melakukanpercobaan
Ketelitiandalam
melakukanpengamatan
danpercobaan
Ketepatandata hasil
pengamatan
Kerjasamadalam
kelompok
Kebersihan,kerapihan
dankeamanan
kerja
Percobaan 1 Percobaan II Percobaan III Percobaan IV
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 175
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 2. Evaluasi Laporan Praktikum Guru-Guru SD di Kabupaten Lombok Tengah
Pada evaluasi laporan praktikum, dilakukan berdasarkan kesesuaian sistematika laporan dan
kedalaman isi laporan. Adapun rata-rata nilai praktikum yang diperoleh untuk 20 orang peserta dari
semua percobaan berkisar antara 85-91.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian kegiatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kegiatan pelaksanaan
praktikum sebagai upaya penerapan konsep dassar sains bagi guru-guru SD di Kabupaten Lombok
Tengah berjalan lancar dan hasil evaluasi proses maupun evaluasi akhir praktikum berupa laporan
praktikum mendapat hasil yang baik. Rata-rata persentase hasil untuk semua indikator dari
percobaan 1 sampai percobaan 4 berkisar antara 74% sampai dengan 91% sedangkan rata-rata nilai
praktikum yang diperoleh untuk 20 orang peserta dari semua percobaan berkisar antara 85 sampai
91.
DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen. Jakarta: Depdiknas
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
www.dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/sp/2/230200. Diakses tanggal 23 Juli 2018.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan. Konsep dan Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta : Kemdikbud
Wisudawati dan Sulistyowati. 2014. Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.
Samatowa. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta : Indeks
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Uji makanan Pencemaranlingkungan
Kelistrikan Alam semesta
88 85 91 88
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 176
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS OPINI MELALUI PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS IV SDN 16 MATARAM
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Titin Untari1; Masnunah
2
1Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP, UMMAT
2SDN 16 Mataram
e-mail: titinuntari63@gmail.com
Abstrak: Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam seluruh proses belajar siswa di sekolah. Menulis merupakan suatu proses, oleh
karena itu kemampuan menulis hendaknya dimiliki anak sejak dini. Latar belakang masalah dalam
penelitian ini adalah berasal dari hasil observasi awal diketahui bahwa pembelajaran menulis opini
di kelas IV SDN 16 Mataram masih rendah dan masih menemui banyak kendala yang disebabkan
pemilihan pendekatan pembelajaran yang tidak sesuai dengan materi pembelajaran. Penelitian ini
menggunakan rancangan active learning atau penelitian tindakan kelas yang didalamnya terbentuk
dari rangkaian siklus kegiatan, karena didasarkan pada masalah yang dihadapi oleh guru di dalam
kelas diantaranya minat siswa dan hasil belajar siswa, yang bertujuan untuk memperbaiki
pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas merupakan penyelidikan secara sistematis dengan
menginformasikan praktik dalam pembelajaran situasi tertentu. Adapun analisis data penelitian
yang digunakan deskriptif kuantatif. Penelitian dilaksanakan dalam II siklus tiap siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan atau observasi, evaluasi dan refleksi. Aktivitas siswa dan
guru diambil dengan menggunakan lembar observasi, sedangkan data ketuntasan belajar siswa
diperoleh dengan memberikan tes evaluasi yang diberikan pada setiap akhir siklus. Berdasarkan
analisis data, dapat disimpulkan bahwa: l) Secara individu, prosentase siswa berkemampuan tinggi
meningkat, yaitu dari 19,23% pada tahap prasiklus menjadi 59,62% pada siklus I, dan naik menjadi
84,61% pada siklus II. Siswa yang berkemampuan sedang pun mengalami penurunan dari 84,61%
pada prasiklus menurun menjadi 59,62%, pada siklus I, dan terakhir menjadi 19,23% pada siklus II.
Demikian juga dengan IPK yang diperoleh terjadi peningkatan, yaitu dari 59,62 prasiklus, 69,23
siklus I, dan 75,38 siklus II. Kategori kemampuan siswa juga meningkat, yaitu dari kategori sedang
menjadi tinggi sehingga penelitian ini dianggap sudah berhasil.
Kata Kunci: Meningkatkan, Kemampuan Menulis opini, pembelajaran kontekstual.
PENDAHULUAN
Penerapan kurikulum 2013 merupaka langkah pemerintah untuk meningatkan kompetensi
pembelajaran. Langkah ini di inisiasi oleh pemerintah didasarkan pada analisis tetang
penyempurnaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) karna udah tidak bisa mengatasi
persoalan social yang menggelobal dan kebutukhan sekarang ini. Solusi yang tepat adalah
implementasi kurikulum 2013 atas dinamika social, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh
karna itu implementasi 2013 membawa perubahan mendasar dalam dunia pedidikan salah satunya
adalah dalam pemeblajaran bahasa Indonesia.
Pembelajaran bahasa Indonesia menurut kurikulum 2013 diimplementasikan membentuk
kompetensi siswa yang : 1) taat dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang diwujudkan dalam
sikap menerima, menjalankan, menghargai, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya
masing-masing dengan baik. 2) Memiliki perilaku dan sikap menghargai, menghayati dan
mengembangkan nilai-nilai karaktek mulia. 3) Mampu memahami dan menerapkan ilmu
pengetahuan dan konseptual dalam kehidupan sehari-hari. 4) Mampu menyajikan, mencoba,
mengolah dan mencipta ilmu pengetahuan sesuai dengan materi pelajaran.
Berdasarkan pada keempat kompetensi inti ini maka dapat disimpulkan orientasi inti
pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 adalah pada pengembangan sikap karakter,
ilmu pengetahuan dan kreatifitas siswa. Sikap karakter ini berkainatan dengan prilaku siswa yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 177
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
taat pada ajaran dan berkarakter mulia. Ilmu pengetahuan terkait dengan kemampuan siswa
memahami pengetahuan dan konseptualnya. Adapun kreatifitas terkait dengan kemampuan siswa
mempraktekkan dan menemukan konsep-konsep ilmu pengetahuan baru. Disinilah dapat ditegaskan
bahwa pemebelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 akan mewujudka siswa yang baik,
pintar dan kreatif.
Materi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar menurut kurikulum 2013 bersifat
tematik yaitu pembelajaran yang seluruh mata pelajarannya disatukan dalam tema tertentu. Tema
inilah yang menyatukan mata pelajaran. Satu tema disampaikan dalam berbagai mata pelajaran
sesuia silabusnya. Posisi tema ini merupakan instrument yang digunakan untuk mencapai
kompetensi inti yang berpusat pada pemahaman, keilmuan, sikap, dan karakter, ketakwaan dan
kreatifitas.
Dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia, materi bahasa Indonesia sudah disesuiakan
dengan tema yang harus dibelajarkan pada siswa dalam rangka untuk mencapai kompetensi inti
dalam kurikulum 2013. Adapun pembelajaran di kelas 4 sekolah dasar sesuai kurikulum 2013 yang
harus diajarkan pada siswa, sebagai berikut. Tema 1) Indahnya Kebersaan 2) Selalu Berhemat
Energi 3) Peduli terhadap makhluk hidup 4) Berbagai pekerjaan 5) Menghargai jasa pahlawan 6)
Indahnya negeriku 7) Cita-citaku 8) Daerah Tempat Tinggalku 9) Makanan sehat bergizi. Masing-
masing tema itu mempunyai alokasi waktu 3 minggu. Jadi 9 tema itu disajikan dalam waktu 27
minggu efektif.
Dari tema di atas pembelajaran bahasa Indonesia diajarkan pada siswa. Adalam kontes ini
tema di atas merangkum isi dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu keterampilan menyimak,
berbicara, membaca dan menulis. Diantara 4 keterampilan berbahasa itu, siswa kelas 4 SDN 16
mataram masih kesulitan dalam menulis atau mengarang opini atau pendapat tentang tema-tema
tersebut diatas. Oleh karena itu harus dicarikan solusi untuk mengatasi kesulitan siswa menulis
oponi.
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar bertujuan untuk menjadikan siswa
memiliki 4 keterampilan berbahasa yaitu : keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan
menulis. Keempat keterampilan tersebut dikuasai oleh siswa melalui menyampaian materi yang
sesuai dengan tema yang telah ditentukan dalam kurikulum 2013. Materi pemebelajaran dan tema
memiliki kedudukan sebagai isi (pesan) sedangkan proses penyampaianya dilakukan melalui proses
komunikasi yang melibatkan aktifitas menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Oleh karena itu
pembelajaran bahasa Indonesia bersifat terpadu. Artinya keempat keterampilan berbahasa itu tidak
disampaikan secara dikotomik, melainkan melalui satu kesatuan kompprehensif (kurniawan, H.
2005:40)
Ketika siswa sudah teramoil membaca dan menyimak, dan melalui keterampilan tersebut
siswa dapat memahami berbagai ilmu pengetahuan, maka tugas selanjutnya adalah siswa mampu
menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut untuk mampu menyampaikan itu data dilakukan melalui
kemampuan menulis. Dengan menulis siswa dapat menyampaikan ide gagasannya melalui bahasa
tulis. Menulispun menjadi keterampilan bahasa yang tinggi atau kompleks karna menulis
menunjukkan penguasaan dan pemahaman siswa terhadap pengetahuan.
Apanila siswa tidak memiliki dasar ilmu pengetahuan yang tidak memadai karna tidak
memiliki kebiasaan membaca yang baik maka dapat dipastikan tulisanya tidak bernas atau tidak
berisi sehingga pesan yang disampikan tidak dapat dipahami. Hal ini sebagai indicator bahwa siswa
tidak terampil menulis. Akan tetapi siswa yang memiliki pemahaman ilmu pengetahuan yang baik
idealnya dapat menulis dengan baik. Akan tetapi kenyataanya tidak demikian menulis itu
keterampilan. Jadi biarpun siswa memiliki pemahaman ilmu pengetahuan yang baik, tapi jika tidak
sering melakukan kegiatan menulis dengan baik maka siswa tidak memiliki keterampilan yang baik
itulah alasanya mengapa keterampilan menulis perlu dibelajarkan lebih intensif.
Pembelajaran kontekstual diharapkan menjadi solusi dalam permasalahan peningkatan
kemampuan menulis siswa karna pembelajaran kontekstual berorientasi pada siswa. Artinya
pembelajaran dilaksanakan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan siswa yang mencakuo
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 178
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
kebutuhan rasa, pikiran dan sikap, untuk itu pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah
pendekatan kontekstual. Pembelajaran harus sesuai dengan konteks personal, social, dan cultural
siswa.
Berdasarkan permasalah diatas, bahawa untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
pembelajaran untuk menundukung keterampilan menulis maka harus dicarikan solusinya. Salah
satu solusi untuk memecahkan permasalahan diatas adalah dengan melaksanakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Adapun judul PTK ini adalah ‘’Meningkatkan Kemanpuan Menulis
Melalui Pembelajaran Kontekstual pada Siswa Kelas 4 SDN 16 Mataram Tahun Pelajaran
2018/2019.’’
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan adalah suatu dugaan yang bakal terjadi jika suatu tindakan dilkukan.
Atau hipotesis tindakan yaitu tindakan yang diduga mampu memecahkan masalah yang diteliti
Mahmud (2011:217). Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis
tindakan dalam penelitian ini adalah pemblajaran kontekstual dapat meningatkan kemampuan
menulis pada siswa kelas 4 SDN 16 mataram tahun pelajaran 2018/2019
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang
dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Artinya, peneliti tidak melakukan penelitian sendiri
namun bekerja sama dengan guru kelas yang lain. Secara partisipasif bersama-sama dengan
mitra peneliti akan melaksanakan penelitian ini langkah demi langkah Suwarsih Madya, dalam
jurnal kependidikan (2006:). Penelitian ini menciptakan kolaborasi atau partisipasi antara peneliti
dan guru pendamping. Peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan
hasil penelitian berupa laporan.
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4 SDN 16 Mataram yang berjumlah 25
orang pada Semester ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019. Objek dalam penelitian ini adalah
peningkatan kemampuan menulis melalui pemeblajaran kontekstual
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanankan di SDN 16 Mataram kelas IV. Sedangkan pelaksanaan
penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dirancang dengan menggunakan dua siklus dimana pda kegiatan
siklus I antara laian:
1. Tahap Perencanaan (planning)
2. Pelaksaan Tindakan (acting)
3. Pengamatan (Observing) dan evaluasi
4. Refleksi
Adapun kegiatan pada siklus II antara lain:
1. Tahap perencanaan (planning)
2. Pelaksanaan tindakan
3. Observasi dan evaluasi
4. Refleksi
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini proses pengumpulan datanya melalui beberapa cara yaitu dengan
pedoman observasi/pengamatan, dokumentasi, tugas. Apabila pengumpulan data dilakukan melalui
pengamatan, maka instrumennya adalah pengamatan itu sendiri, dengan alat bantu berupa
pedoman observasi. Pengumpulan data yang dilakukan melalui pengujian, maka instrumennya
adalah tes.
Kriteria Keberhasilan
Keberhasilan penelitian tindakan kelas ini ditandai dengan adanya perubahan ke arah
perbaikan. Adapun keberhasilan akan tercapai apabila siswa dalam pembelajaran Menulis
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 179
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Opini sudah memenuhi Kriteria Kentuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan. Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) kelas IV sekolah dasar adalah 70, maka standar ketuntasan jika 75%
dari jumlah siswa dalam kelas telah mencapai ketuntasan ≥ 70.
Teknik Analisis Data
Tahap analisis data pada penelitian tindakan kelas berada pada tahap evaluasi. Berdasarkan
tujuan pengolahan data dalam penelitian ini digunakan metode analisis statistik atau deskriptif
kuantitatif, yaitu metode yang berusaha menganalisis data secara sistematis dengan menggunakan
angka-angka (Arikunto, 2002: 207). Dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif
ini, peneliti dapat memperoleh suatu deskripsi tentang peningkatan nilai atau kemampuan siswa
kelas IV SDN 16 Mataram dalam pembelajaran menulis opinikarangan sebelum dan sesudah
menggunakan pembelajaran kontekstual. Metode kuantitatif dilakukan dengan cara menentukan
skor maksimal ideal, Mean ideal, dan standar deviasi.
PEMBAHAHASAN
Tabel 1. Data nilai kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis opini dengan
pembelajaran kontekstual siklus 1
No Nama Siswa Nilai
Prasiklus Siklus I Siklus II
1 Alfi Zulmi Maulidi 55 65 70
2 Annisa Aswiyani 55 70 75
3 Denek Bini Naya S. 55 70 75
4 Deni Adha Akbar 60 65 65
5 Dhabithah Batrisyia S. 70 70 75
6 Faizd Mubarok 60 60 70
7 Fathir Bariq Segara 55 80 90
8 Fauzan 60 70 80
9 Hani Gustian 55 70 75
10 Harly Eka Permata S. 50 70 75
11 Lalu Khairil Anwar 60 70 75
12 Liana Permata Hati 60 65 70
13 Lukmanul Hakim 60 85 90
14 Medina Azahrah A. 55 65 75
15 M. Azlan Zaifani 70 75 80
16 M. Fahril Hidayat 55 70 80
17 M. Haikal F. 60 60 65
18 M. Hariyawan R. 60 65 65
19 M. Tiyo Irfatama 55 75 80
20 Mulia Azi Pratama 70 65 75
21 Novi Nur Aryani 60 80 90
22 Retno Saputra 60 70 75
23 Shalsa Qorryliani W. 60 70 75
24 Syakirah Rizka R. 55 65 65
25 Yasmein Dwi A. 70 70 75
26 Yuniarti Maemunah 55 65 75
Jumlah 1.550 1.800 1.960
Rata-rata 59,62 69,23 75,38
Sumber data: Data diolah tanggal 22 September 2018
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 180
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tabel 2. Data peningkatan nilai siswa dalam pembelajaran menulis opini tahap
prasiklus, siklus I dan siklus II
Individu Prasiklus Siklus I Siklus II
a. Tinggi 5 orang= 19,23% 16 orang=61,54% 22 orang= 84,61 %
b. Sedang 21 orang= 80,77% 10 orang=38,46% 4 orang= 15,39%
c. Rendah 0% 0% 0%
IPK 59,62 (kategori
sedang/normal)
69,23 (kategori
sedang/normal)
75,38 (kategori
tinggi)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan menulis opini tanpa
pembelajaran kontekstual prasiklus dibandingkan pembelajaran menulis opini dengan pembelajaran
kontekstual siklus I dan siklus II terdapat keunggulan-keunggulan baik dari segi proses maupun
hasil. Berdasarkan tabel dan hasil evaluasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menulis
opini dengan pembelajaran kontekstual telah dapat meningkatkan kemampuan menulis opini pada
siswa Kelas IV SDN 16 Mataram, baik secara individu maupun kelompok. Secara individu,
prosentase siswa berkemampuan tinggi meningkat, yaitu dari 19,23% menjadi 61,54% pada siklus
I, dan naik menjadi 84,61% pada siklus II. Siswa yang berkemampuan sedang pun mengalami
penurunan dari 80,77% pada prasiklus menurun menjadi 61,54%, pada siklus I, dan terakhir
menjadi 15,39% pada siklus II. Demikian juga dengan IPK yang diperoleh terjadi peningkatan,
yaitu dari 59,62 prasiklus, 69,23 siklus I, dan 75,38 siklus II. Kategori kemampuan siswa juga
meningkat, yaitu dari kategori sedang menjadi tinggi.
Dengan demikian, pembelajaran kontekstual dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan menulis opini pada siswa kelas IV SDN 16 Mataram tahun pelajaran 2018/2019.
Hasil analisis peneliti terhadap perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh mitra peneliti
tanpa pembelajaran kontekstual pada prasiklus, pada tahap ini peneliti merencanakan pembelajaran
di kelas. Guru kemudian menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), absensi siswa,
buku-buku penunjang lainnya sebagai hal yang pokok selain menyediakan alat dan bahan
pembelajaran sebagai sarana pendukung proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Hanya saja
persiapan ABP belum direncanakan.
Pada siklus I hasil analisis peneliti terhadap perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh
mitra peneliti, yaitu semua persiapan telah berjalan dengan baik (RPP, absensi siswa, buku-buku
penunjang lainnya, serta media lingkungan telah dipersiapkan sebelumnya, yaitu kebun sekolah
yang menjadi objek kajian untuk menulis.
Pada siklus II hasil analisis peneliti terhadap perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh
mitra peneliti, yaitu semua persiapan telah berjalan dengan baik (RPP, absensi siswa, buku-buku
penunjang lainnya, serta persiapan lingkungan sekolah yang lebih luas dari siklus I yang hanya
menggunakan lingkungan taman bunga. Kesemuanya telah tersusun dengan baik dan sistematis.
Persiapan guru juga lebih baik dari tahap pembelajaran sebelumnya.
Gambaran peneliti, pada tahap pelaksanaan prasiklus mulai kegiatan awal sampai akhir,
peneliti menemukan beberapa hal sebagai catatan yang sekaligus merupakan kelemahan yang
dilakukan mitra peneliti, antara lain: 1) Guru asyik mengajar tanpa memperhatikan situasi kelas
yang ada pada saat itu (sering gaduh/ribut). 2) Gaya guru mengajar monoton dan tidak menarik,
karena guru hanya berdiri pada suatu tempat. 3) Guru tidak maksimal dalam membimbing siswa
dalam pembelajaran menulis opini. 4) Siswa lebih banyak berdiam diri pada saat ditugaskan guru
untuk tampil di depan kelas.
Gambaran peneliti, pada tahap pelaksanaan siklus I mulai kegiatan awal sampai akhir, telah
terjadi perubahan pada saat proses sampai evaluasi pembelajaran. Perubahan yang dimaksudkan,
antara lain: 1) Pada kegiatan awal pelajaran siswa cukup merespon materi dan tugas yang diberikan
guru. 2) Guru lebih enerjik dalam mengajar menulis opini, karena minat belajar siswa lebih
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 181
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
meningkat dengan adanya penggunaan pembelajaran kontekstual lingkungan sekolah. 3) Gaya guru
dalam mengajar juga lebih variatif sehingga bisa menguasai kelas. 4) Kolaborasi siswa dengan guru
juga terlihat seimbang.
Gambaran peneliti pada tahap pelaksanaan siklus II mulai kegiatan awal sampai akhir,
sudah sangat baik sekali. Hal tersebut tergambar dari hasil penilaian proses pembelajaran yang
peneliti lakukan terhadap siswa dan juga terhadap guru mitra.
Hasil tahap observasi prasiklus menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan
dalam menulis opini. Perhatian anak kurang maksimal karena tidak dilengkapi dengan media
pembelajaran sehingga anak kurang menguasai materi yang ditugaskan kepada mereka. Guru
kurang memotivasi siswa dalam proses belajar mengajar sehingga beberapa siswa tidak
memperhatikan penjelasan guru.
Gambaran peneliti saat melakukan observasi siklus I pada tahap menulis opini dengan
pembelajaran kontekstual menunjukkan respon siswa terhadap pembelajaran terlihat sangat baik.
Siswa terlibat secara aktif dan serius belajar. Hal ini dikarenakan siswa belajar dalam kondisi
menyenangkan dikarenakan penggunaan lingkungan sekolah yang selama ini tidak pernah
dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Siswa lebih interaktif dalam bertanya serta menjawab
pertanyaan guru. Guru tidak lagi terlalu dominan selama pembelajaran berlangsung.
Gambaran peneliti saat melakukan observasi siklus II pada tahap menulis opini dengan
pembelajaran kontekstual siklus II ini sudah sangat baik dan merupakan penyempurnaan dari
pembelajaran menulis opini dengan pembelajaran kontekstual siklus I. Gambaran peneliti pada
tahap evaluasi prasiklus ini, yaitu guru mengadakan evaluasi dengan cara menyuruh siswa
mengarang, dimana guru sebelumnya hanya memberikan contoh karangan tanpa adanya suatu
teknik yang dapat menarik perhatian siswa. Siswa lebih banyak tidak memahami tentang evaluasi
yang diberikan guru terhadap mereka.
Gambaran peneliti pada tahap evaluasi siklus I ini, yaitu guru mengadakan evaluasi menulis
opini, siswa dengan cara mengajak siswa mengamati objek langsung berupa kincir angin yang
dibuat sendiri oleh siswa atas petunjuk dibuku dan contoh dari guru. Pada siklus I ini siswa mulai
antusias dalam pembelajaran menulis opini. Gambaran peneliti pada tahap evaluasi siklus II ini,
yaitu guru mengadakan evaluasi menulis opini siswa dengan cara mengajak siswa mengamati
langsung objek yang ditunjukkan oleh guru, lalu siswa berusaha membuat sendiri benda itu. Hal ini
tentunya merupakan suatu bentuk pembelajaran sebagaimana yang kita kenal dengan pembelajaran
PAIKEM, dan jelas pada siklus II ini siswa sangat antusias serta aplikasi dari hal tersebut terlihat
dari nilai siswa yang lebih baik dalam pembelajaran menulis.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan menulis opini tanpa
pembelajaran kontekstual prasiklus dibandingkan pembelajaran menulis opini dengan pembelajaran
kontekstual siklus I dan siklus II terdapat keunggulan-keunggulan baik dari segi proses maupun
hasil.
Berdasarkan tabel dan hasil evaluasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
menulis opini dengan pembelajaran kontekstual telah dapat meningkatkan kemampuan menulis
opini pada siswa Kelas IV SDN 16 Mataram, baik secara individu maupun kelompok. Secara
individu, prosentase siswa berkemampuan tinggi meningkat, yaitu dari 19,23% menjadi 61,54%
pada siklus I, dan naik menjadi 84,61% pada siklus II. Siswa yang berkemampuan sedang pun
mengalami penurunan dari 80,77% pada prasiklus menurun menjadi 61,54%, pada siklus I, dan
terakhir menjadi 15,39% pada siklus II. Demikian juga dengan IPK yang diperoleh terjadi
peningkatan, yaitu dari 59,62 prasiklus, 69,23 siklus I, dan 75,38 siklus II. Kategori kemampuan
siswa juga meningkat, yaitu dari kategori sedang menjadi tinggi.
Dengan demikian, pembelajaran kontekstual dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan menulis opini pada siswa kelas IV SDN 16 Mataram tahun pelajaran 2018/2019.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 182
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
DAFTAR RUJUKAN Akbulut, H. and R. A. Vural. 2015. Achmadi, A. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Akhadiah, S. 1997. Menulis. Jakarta: Depdikbud.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto. 1998. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Apollo.
Depdiknas. 2010. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Yogyakarta: Pustaka Timur.
Gie, The L. 1992. Pengantar Dunia Karang Mengarang. Yogyakarta: Liberty.
Finuza,L.2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Intan Mulia
Keraf, G. 2000. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah.
Kurniawan,H.2015. Pembelajaran Kreatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Kharisma Putra Utama
Maliki, I. 2008. Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.
Nurjamal, D dan Warta S. 2010. Penuntun Perkuliahan Bahasa Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Nurkancana, W. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
-------------------. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Purwanto, Ng. 1997. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: Rosda
Jayaputra.
Riyanto, Y. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC.
Semi, M. A. 2007. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa.
Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.
Suyatno. 2011. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.
Slamet, ST. 2008. Dasar-dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Solo: UNP Press.
Syamsuddin. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Tarigan HG. 2008. Komposisi. Ende Flores: Penerbit Nusa Indah
----------------. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Dj. 2008. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung :
Angkasa
Widyamantara. 1996. Kreatif Mengarang. Yogyakarta: Kanisius.
-------------------. 1997. Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Grasindo
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 183
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PELESTARIAN TOKOH LOKAL MASYARKAT BIMA MELALUI KEMAMPUAN
MAHASISWA DALAM MENULIS TEKS DRAMA
Sri Hardiningsih1; Muh. Rijalul Akbar
2
1,2 STKIP Taman Siswa Bima
e-mail: stkip.tamansiswa.bima@gmail.com
Abstrak: Sebagai kekayaan budaya, tokoh-tokoh setempat mencerminkan identitas
masyarakat. Pengetahuan kelokalan tersebut dapat direvitalisasi untuk meningkatan kompetensi
mahasiswa dalam menyediakan bahan ajar berbasis lingkungan agar mengatasi kesulitan belajar
peserta didik. Adapun rumusan maslah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah kemampuan
mahasiswa Prodi PGSD STKIP Taman Siswa Bima dalam menulis teks drama dengan
memanfaatkan tokoh lokal Dana Mbojo? Penelitian ini menggunakan teori tentng tokoh lokal dan
menulis teks drama. Adapun metode penelitian ini adalah desktiptif kuantitatif. Lebih lanjut, hasil
dari penelitian ini adalah pemanfaatan tokoh-tokoh dana Mbojo dalam menulis naskah drama.
Berdasarkan hasil angket yang disebarkan pada mahasiswa yang berjumlah 18 pernyataan, “5 W 1
H” hasil analisis angket respon mahasiswa dalam menulis teks drama menunjukan kemampuan
menulis teks drama cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: Berdasarkan
hasil tes yang dinilai dari instrumen penelitian, mahasiswa mampu menulis teks drama dengan
cukup baik, hal ini ditunjukkan dalam hasil dimana 48,88% dengan skor nilai 59-69 dengan jumlah
11 mahasiswa mampu menulis teks drama. Sedangkan 14,18% dengan skor nilai 70-80 dengan
jumlah 4 mahasiswa mampu menulis teks drama dengan baik.
Kata Kunci: Revitalisasi, Tokoh Bima, Menulis, Teks Drama
PENDAHULUAN
Seiring perubahan zaman, manusia terkadang melupakan sesuatu yang ada di lingkungan
masyarakat. Padahal itu diyakini berharga dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Situasi demikian perlu disiasati untuk menghindari gejala manusia yang mulai
melupakan kesejarahan yang ada di lingkungannya. Semestinya terus diingatkan, dijaga hingga
dilestarikan secara turun-temurun dari setiap generasi. Adapun fenomena yang maksud mencakup
dua aspek, yakni: 1) pudarnya pengetahuan tentang tokoh-tokoh Dana Mbojo yang pernah hidup
dari zaman nenek moyang sampai zaman kerajaan dan 2) belum adanya pemanfaatan tokoh tersebut
dalam membantu pengembangan kompetensi mahasiswa dalam menyediakan bahan ajar
berdasarkan lingkungannya.
Aspek pertama memberi gambaran yang menyoroti permasalahan pengetahuan terhadap tokoh-
tokoh yang ada pada Dana Mbojo kini kurang dikenal secara luas oleh masyarakat Bima. Hal itu
disebabkan kurangnya penyebaran informasi secara lisan maupun tertulis dari berbagai ranah:
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh yang pernah hidup pada zaman dahulu dipercaya
hadir membawa kearifan khas Bima yang bermanfaat untuk dijadikan panutan bagi masyarakat
yang hidup di zaman setelahnya.
Aspek kedua sebagai suatu upaya memanfaatkan potensi kelokalan (tokoh) dalam kehidupan
kekinian. Oleh karenanya, perlu kesadaran dalam mengaktualisasikan tokoh-tokoh lokal, sebelum
hal itu terlupakan selama-selamnya. Adapun langkah nyata yang dapat dilakukan terhadap
keberadaan tokoh-tokoh dana Mbojo melalui proses revitalisasi dalam bentuk menulis teks drama
(kompetensi calon guru dalam menyediakan bahan yang ramah serta efektif terhadap perkembangan
psikologis peserta didik agar terhindar dari kesulitan belajar). Prosesnya, mahasiswa akan membuat
teks drama yang berpedoman pada tokoh (gambaran karakteristik) yang disediakan telah
disediakan. Jangka panjang, kesadaran akan keberadaan tokoh-tokoh lokal sehingga memunculkan
pengetahuan dalam diri mereka yang selama ini terabaikan. Oleh karena demikian, selain secara
internalisasi seorang mahasiswa dapat mengetahui kembali tokoh dengan karakteristik yang khas
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 184
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
lingkungannya, melainkan juga kemampuan dalam membantu menfasilitasi tersedianya bahan ajar
untuk menghindari kesulitan belajar peserta didik kelak.
Secara teoretis, mahasiswa secara kreatif dapat menghasilkan cerita karena terbantu dengan
adanya deskripsi tokoh (karakteristik) sehingga pengembangan alur akan mengalir sesuai
interpretasi yang ingin disampaikan. Drama sebagai sebagai salah satu bentuk sastra berisi
kesadaran tentang hidup dan kehidupan yang disajikan melalui pendalaman dialog. Hal tersebut
diperkuat pernyataan Wellek dan Warren (2014:99) berikut ini “Sastra (drama) tidak hanya
mencerminkan situasi sosial pada kurun waktu tertentu. Drama tidak hanya mencerminkan beberapa
aspek realitas sosial. Melainkan drama mencerminkan dan mengekspresikan berbagai aspek
kehidupan.
Dengan demikian, proses yang perlu dilakukan dalam penelitian ini mulai dari pengumpulan
informasi tentang tokoh-tokoh Dana Mbojo dari berbagai literatur maupun informan. Deskripsi
tokoh (karakteristik) sehingga memberi kemudahan mahasiswa dalam mengembangkan dialog pada
teks drama. Panduan yang diberikan menjadi stimulus pada materi perkuliahan tentang kompetensi
mahasiswa dalam mengembangkan bahan ajar.
Upaya revitalisasi tokoh-tokoh dana Mbojo yang melibatkan mahasiswa Prodi PGSD STKIP
Taman Siswa Bima dalam menulis teks drama. Berangkat dari kesadaran terhadap fenomena
kelokalan karena semakin dipinggirkan dan kurang dimanfaatkan dalam ranah pendidikan
(perguruan tinggi) saat ini. Oleh karena itu, objek telaah dapat membantu menyelesaikan satu
fenomena sosial dan pengembangan kompetensi akademik mahasiswa.
1. Teori
A. Tokoh dan Penokohan
Tokoh memegang peran yang sangat penting dalam sebuah karya sastra, khususnya novel.
Tokoh yang menentukan bagaimana cerita akan dimainkan melalui watak yang dimiliki oleh
masing-masing tokoh. Watak yang dimiliki oleh tiap-tiap tokoh inilah yang dinamakan perwatakan,
untuk mengetahui watak seorang tokoh dalam sebuah cerita salah satunya dengan cara bagaimana
mereka bersikap dengan tokoh lainnya.
Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin
suatu cerita disebut dengan tokoh. Sementara itu, cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku
disebut dengan penokohan (Aminuddin, 2011:79). Tokoh atau pelaku dalam sebuah cerita
memegang perannya masing-masing. Beberapa tokoh ada yang mengambil banyak peran atau
bahkan mengendalikan sebuah cerita sehingga kemunculan tokoh dalam sebuah cerita mendominasi
tokoh lain. Terdapat beberapa tokoh yang mendukung peran dari tokoh yang mendominasi tersebut.
Pembaca atau peneliti dituntut untuk memahami watak-watak tokoh dalam sebuah cerita. Beberapa
hal berikut adalah hal yang perlu diketahui untuk mengenal watak-watak tokoh.
Menurut Aminuddin (2011:80) dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat
menelusurinya melalui (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelaku, (2) gambaran yang
diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan maupun cara berpakaian, (3)
menunjukkan bagaimana perilakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya
sendiri atau sebaliknya melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (5) memahami
bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, (7) melihat
bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, atau melihat bagaimana
tokoh itu dalam mereaksi tokoh lainnya.
Beberapa pedoman yang telah dipaparkan tersebut adalah sejumlah cara atau teknik untuk
menentukan watak seorang tokoh. Watak seorang tokoh dapat dipahami dari berbagai sudut.
Adapun cara untuk memahami watak tokoh yaitu dengan melihat hubungan seorang tokoh dengan
dirinya sendiri, dengan tokoh lainnya, dan berdasarkan penggambaran pengarang.
B. Tokoh Lokal
Tokoh lokal (Bima) sebagai sosok yang yang terkemuka dan kenamaan (dibidang politik,
kebudayaan, dan sebagainya) dalam masyarakat tertentu. Keberadaan tokoh lokal mencerminkan
perilaku positif dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya, yang bersumber dari
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 185
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang, atau budaya setempat yang terbangun secara
alamiah dalam suatu komunitas masyarakat (Wikantiyoso, dkk, 2013:4). Begitu pula tokoh-tokoh
Dana Mbojo sejatinya memiliki filosofi yang sangat kuat dengan karakter positifnya dengan
semboyan “Maja Labo Dahu”. Istilah masyarakat yang dilabeli tokoh lokal karena kesadaran dalam
dirinya untuk menggunakan akal budinya dalam bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek,
atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya.
Adanya proses internalisasi yang panjang dan berlangsung terus-menerus sebagai akibat
interaksi manusia dan lingkungannya sehingga menjadi penting kemudian dalam pembelajaran ada
penggunaan tokoh lokal sebagai pendekatan building character (pengembangan karakter)
diharapkan memberikan solusi kebermaknaan dalam pembelajaran. Seperti pandangan Purnama
(dalam Syamsiyatun, 2013:11) bahwa belajar tentang tokoh lokal sebagai usaha menguasai
kemampuan berpikir secara imajinatif, untuk mengorganisir informasi, dan menggunakan berbagai
fakta dalam rangka menemukan dan memahami ide yang signifikan.
C. Menulis Teks Drama
Menulis adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Menurut Wardani, dkk
(2016:8.4-8.5) keterampilan menulis merupakan keterampilan yang menuntut keaktifan sehingga
membutuhkan kemampuan mengolah informasi yang akan disampaikan. Adanya bahan yang
disediakan dosen, diharapkan membantu mahasiswa menghasilkan teks drama. Selain itu, modal
kelokalan yang ada sesuai lingkungan yang ditempatinya.
Adapun teks drama merupakan rangkaian cerita (dialog) antartokoh yang akan dipentaskan.
Secara umum teks drama akan berisi prolog (adegan pembukaan), dialog (percakapan), dan epilog
(adegan akhir atau penutup). Oleh karena itu, bagian itu harus diperhatikan dalam merancang teks
drama agar kekuatan pesan hadir di dalamnya (O’Sullivan, dkk., 2016). Seorang penulis teks
drama harus memberi penekanan tokoh dan karakter hingga bahasa yang dimunculkan. Hal
mendasar dalam teks drama, meliputi: 1) pemakaian "petunjuk lakuan" (petunjuk tentang sikap,
atau perasaan tokoh yang biasanya diletakan sebelum atau sesudah dialog) dan dialog; (2)
penggambaran watak, watak tokoh dalam teks drama dideskripsikan oleh tindakan dan motivasi
tokoh ketika berdialog dengan tokoh lain, (3) memiliki bahasa yang cenderung orang berbicara
dalam keseharian (Dewojati, 2015:18).
Mahasiswa dalam menulis teks drama tentu harus memahami unsur pengembangan penceritaan
sehingga naskah yang dihasilkan memiliki kualitas baik. Pemahaman tentang tokoh yang
merupakan pelaku dalam pertunjukan cerita (Hidayat, 2014:29; Akbulut and Vural, 2015).
Penokohan sebagai gambaran watak setiap tokoh yang akan dilakonkan, seperti: 1) protagonis,
tokoh yang menampilkan kebaikan, 2) antagonis, tokoh jahat atau tokoh penentang kebaikan, dan 3)
tirtagonis, tokoh pendukung. Tema menjadi sumber ide pokok cerita (gagasan). Alur merupakan
rangkaian peristiwa dalam drama. Latar menunjukkan keberadaan tempat dan waktu terjadinya
peristiwa dalam drama. Amanat mengarahkan sebuah pesan nasihat yang terkandung penceritaan.
Ketika teks cerita dipentaskan maka harus diperhatikan tata panggung dan tata rias untuk
mendukung kesuksesan konsep teks drama yang dibuat (Killen and Cooney, 2017). Oleh karena
demikian, drama sebagai karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan
mengemukakan tikaian dan emosi lewat dialog dengan tujuan memengaruhi penontonya.
Jika unsur itu dipahami oleh mahasiswa, maka tidak akan mengalami kesulitan dalam
mengembangkan teks drama berdasarkan draf tokoh Dana Mbojo (karakteristik) yang disediakan
dosen. Kemampuan mahasiswa membuat teks drama dalam perkuliahan berdampak pada
ketersediaan bahan yang membantu penguatan karakter peserta didik kelak. Perlakuan dalam
mengarahkan pembuatan teks drama untuk meningkatkan kreativitas (Dananjaya, 2013:122).
Begitupun perihal yang harus dilakukan mahasiswa calon guru dalam menyiasati permasalahan
terhadap kebutuhan bahan ajar untuk membantu perkembangan peserta didik di sekolah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Berusaha menggambarkan data
sesuai karakteristik variabel, inventarisasi, menghitung, dan mempersentasekannya (Sugiono,
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 186
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
2014:112). Oleh karena demikian, deskriptif kuantitatif dapat memberikan gambaran tentang data
secara sistematis dan cermat secara diteliti.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu catat menggunakan
instrumen yang telah divaliditasi oleh tim ahli (2 orang). Instrumen pengumpulan data akan
membantu peneliti untuk mendata kemampuan mahasiswa menulis teks drama, mempersentasekan,
dan mendeskripsikan temuan sehingga dihasilkan keakuratan hasil penelitian sesuai rumusan yang
telah ditentukan.
Di mana pertanyaan penelitian yang termuat dalam instrumen, telah divalidasi oleh expert
judgement. Pertanyaan yang ada pada instrumen penelitian yang telah divalidasi di lihat dari 5 W 1
H atau what (apa), who (siapa), when (kapan), where (dimana), why (mengapa), dan how
(bagaimana). Untuk lebih jelasnya berikut disajikan bentuk instrumen dan validasinya.
Tabel 1. Pedoman Penilain Naskah Drama
Aspek Kriteria Validator 1 dan
2
Tokoh/
perwatakan
Ekspresi
penokohan dan
kesesuaian
karakter tokoh
Siapa (who)
Bagaimana
(how)
Dimana (where)
Latar, teks
samping
(petunjuk
tindakan),
nada, dan
suasana
Kreativitas dalam
menggambarka
n latar, teks
samping,
mengembangka
n nada dan
suasana.
Kapan (when)
Mengapa (why)
Dimana (where)
Alur atau jalan
cerita
Alur cerita,
kronologi
struktur
dramatik
Dimana (where)
Kapan (when)
Bagaimana
(how)
Amanat atau
pesan
Penyampaian
amanat
Apa (what)
Siapa (who)
Dialog Kreativitas dalam
menyusun dan
mengembangka
n dialog
Kapan (when)
Mengapa (why)
Bagaimana
(how)
Selain itu, penelitian ini menggunakan instrumen penelitian untuk mengukur sejauh mana
kemampuan mahasiswa dalam menulis teks drama. Adapun contoh instrumen penelitian sebagai
berikut.
Petunjuk pengisian kuisioner:
1. Baca petunjuk pengisian kuisoner sesuai dengan pemahaman saudara/saudari
2. Beri tanda ceklist (√) pada kolom pensekoran yang telah disediakan’
Biodata sampel
Nama Mahasiswa:
NIM :
Prodi :
Tabel 2. Instrumen Penilain Naskah Drama
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 187
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
N
o Pertanyaan Penelitian
SKOR Keterangan 1 2 3 4 5
1
Menganalisis tokoh lokal Mbojo yang sesuai
dengan karakternya (bidang politik, kebudayaan,
dan sebagainya)
2 Memahami karakteristik tokoh lokal Mbojo yang
di data
3 Karakter positif yang ditampilkan tokoh lokal
Mbojo
4 Karakter tokoh Mbojo dalam berinteraksi dengan
masyarakat
5 Sikap tokoh Mbojo dalam petuah nenek moyang
6 Sikap tokoh Mbojo yang sesuai dengan adat
istiadat dan filosofi (maja labo dahu)
7 Keterkaitan antara tokoh lokal dengan
pengembangan karakter
8
Tokoh lokal Mbojo sebagai solusi yang
bermakna dalam penanaman karakter positif
masyarakat Mbojo
9 Mempelajari tokoh lokal sebagai peningkatan
kemampuan berpikir secara imajinatif
1
0
Pemanfaatan tokoh lokal yang di tuangkan
dalam teks drama mampu meningkatkan
kompetensi
1
1
Pemanfaatan tokoh lokal yang di tuangkan
dalam teks drama menambah pemahaman dalam
mengolah informasi yang disampaikan
1
2
Teks yang ditampilkan sesuai dengan karakter
tokoh Mbojo yang sesuai dengan lingkungan
yang ditempati
1
3
Penulisan skenario sesuai dengan tokoh lokal
Mbojo yang berisi pesan pada pembuka cerita
1
4
Penulisan skenario tokoh lokal Mbojo berisi
pesan prolog (percakapan) cerita
1
5
Penulisan skenario sesuai dengan tokoh lokal
Mbojo memuat adegan akhir berisi petuah yang
memuat karakter dou Mbojo (maja labo dahu)
1
6
Dialog yang dilakukan memberikan pesan
positif pada cerita
1
7
Bahasa nonverbal (gerak tubuh) yang
ditampilkan menggambarkan watak tokoh yang
dilakoni
1
8
Mengalokasikan waktu pementasan sesuai
dengan tema berdasarkan sumber cerita
Keterangan:
1 = sangat tidak baik
2 = tidak baik
3 = cukup baik
4 = baik
5 = sangat baik
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 188
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Selanjutnya, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui langkah-langkah berikut ini.
Pertama, mengidentifikasi data tokoh. Kedua, pemberian materi dan tugas tentang menulis teks
drama. Ketiga, mahasiswa diminta menuliskan drama dengan cara menyadur dari cerpen atau
dongeng daerah Bima. Keempat, menabulasi data kemampuan mahasiswa menulis teks drama
dalam instrumen yang disediakan. Kelima, menganalisis hasil pengumpulan data dan
mendeskripsikan secara akurat sesuai perhitungan serta persentase dalam bentuk bagan atau tabel.
Keenam, membuat simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian.
PEMBAHAHASAN
Pada tahap evaluasi dilakukan penugasan kepada 15 mahasiswa yang diharapkan mewakili
kemampuan mahasiswa yang lain secara standard. Dari hasil angket tersebut diperoleh data dan
respon dari mahasiswa setelah menulis teks drama dengan hasil jawaban dan analisis angket dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Hasil Analisis Angket Kemampuan Mahasiswa.
No Jawaban Instrumen 18 Pertanyaan Hasil
1 3 4 5 3 5 4 5 3 4 3 5 3 5 3 4 5 4 3 71
2 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 5 2 3 4 3 5 3 4 64
3 4 4 3 5 3 2 4 4 3 4 5 4 5 4 3 4 3 5 69
4 5 4 3 5 4 3 4 3 5 4 4 4 5 4 3 4 5 4 73
5 3 3 4 5 3 3 2 5 3 5 3 2 3 3 3 2 4 5 61
6 4 5 4 5 4 5 3 3 5 3 4 4 3 4 4 3 5 3 71
7 4 3 3 2 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 2 5 61
8 3 4 5 3 4 5 3 5 4 4 3 4 4 3 5 3 5 5 72
9 3 3 2 4 3 3 5 3 4 5 3 3 2 5 3 2 3 3 59
10 4 3 4 3 2 3 5 3 4 3 4 2 3 4 3 2 3 4 59
11 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 2 4 3 4 2 4 4 69
12 5 3 3 3 4 2 3 5 3 4 5 5 5 4 3 4 4 3 68
13 4 4 3 4 4 3 4 3 5 3 4 3 3 3 4 3 4 4 65
14 5 4 4 3 2 3 3 4 3 4 5 4 3 4 3 5 3 4 66
15 3 3 4 3 2 4 3 5 3 4 5 2 4 3 3 4 3 4 62
JUMLAH KESELURUHAN 918
RATA-RATA 61,2
Berdasarkan hasil angket yang disebarkan pada mahasiswa yang berjumlah 18 pernyataan, “5
W 1 H” hasil analisis angket respon mahasiswa dalam menulis teks drama didapat sebanyak 11
mahasiwa menunjukan kemampuan menulis teks drama cukup baik, sedangkan sebanyak 4
mahasiswa kemampuan menulis teks drama dapat dikatakan baik.
Berikut hasil pengolahan data kemampuan mahasiswa dalam menulis teks drama.
Grafik 4.1. Hasil Kemampuan Mahsiswa dalam Menulis Teks Drama
Selanjutnya penelitian ini diuraikan melalui tes dengan instrumen penelitian untuk mengukur
sejauhmana kemampuan menulis teks drama. Hasil tes didapat dengan menulis teks drama dengan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 189
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
mendata tokoh lokal dari berbagai sumber. Selain itu hasil tes ini juga didapat dari pengolahan data
yang ada pada teks drama berupa jurnal, observasi, dan wawancara.
Hasil pada penelitian ini meliputi hasil tes dengan pemberlakuan tindakan penelitian
kompetensi menulis teks drama oleh mahasiswa dengan pendataan tokoh lokal Mbojo. Berdasarkan
hasil penilaian menulis teks drama yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil kemampuan
mahsiswa program studi PGSD STKIP Taman siswa semester V, secara keseluruhan termasuk
dalam kategori cukup. Nilai terendah 59. Mahsiswa yang memperoleh nilai tersebut adalah 2
mahasiswa. Dan sebagian lainnya mendapat nilai dengan rentan 61-71.
Hasil penelitian menulis teks drama oleh mahasiswa secara lebih lengkap dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4. Hasil Tes Keterampilan Menulis Teks Drama
No Kategori Rentang
Nilai
Frekuensi Bobot
Nilai
Presentase
(%)
Nilai Rata-rata
1 Kurang Sekali 0-40 ̅ =
= 61, 2
(kategori cukup
baik)
2 Kurang 41-55
3 Cukup Baik 56-69 11 703 48,87%
4 Baik 70-80 4 215 14,33%
5 Sangat Baik 81-100
Jumlah 15 918
Berdasarkan tabel 2 ini diketahui bahwa bobot nilai tes keterampilan mahsiswa dalam menulis
teks drama pada penelitian ini secara keseluruhan mencapai 918 dengan nilai rata-rata 61,8
termasuk dalam kategori cukup baik. Diantara 15 mahasiswa, terdapat 4 mahsiswa atau 14,33%
yang berhasil memperoleh nilai dengan kategori baik dengan rentang nilai 70-84.
Mahasiswa yang memperoleh nilai tinggi disebabkan teks drama yang ditulis mahasiswa sudah
sesuai dengan kaidah penulisan teks drama yaitu, tokoh yang dideskripsikan sesuai dengan baik
sesuai karakter tokoh, alur yang digunakan jelas, latar yang dideskripsikan cukup jelas dengan gaya
bahasa yang mudah dimengerti serta baik dan terarah.
Mahasiswa yang memperoleh nilai rendah penyebab utamanya mahasiswa kurang fokus
terhadap apa yang ditulis. Oleh karena itu, hasil teks drama yang dibuat kurang memenuhi kaidah
penulisan drama. Mahasiswa tersebut masih kesulitan dalam mendeskripsikan penokohan sehingga
yang terlihat dari hasil teks drama mahasiswa hanya berisi percakapan tanpa adanya penekanan-
penekanan karakter tokoh. Alur yang digunakan kurang jelas. Penulisan teks drama langsung pada
konflik sehingga tidak ditemui awalan atau akhir dari cerita yang ditulis. Kurang dalam
menggambarkan setting/latar, sehingga deskripsi cerita kurang jelas.
0
20
40
60
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
HASIL KEMAMPUAN MAHASISWA
HASIL KEMAMPUAN MAHASISWA
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 190
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dari tabel diatas disimpulkan bahwa
sebagian besar mahasiswa berada pada kategori
menulis teks drama cukup baik. Dengan adanya
nilai tersebut menunjukkan tercapainya
ketuntasan menulis teks drama yaitu dengan nilai
rata-rata 61,2.
Hasil penulisan teks drama mahasiswa dapat
dilihat dengan adanya diagram 1 (diagram
batang) sebagai berikut.
Diagram batang diatas memperlihatkan
batang kategori cukup baik paling tinggi yaitu 11
mahasiwa dan baik dengan frekuensi 48,88%
kemudian diikuti dengan kategori baik 4
mahasiswa dengan frekuensi 14,33%. Agar lebih
jelas, nilai yang telah berhasil dicapai mahasiswa
digambarkan pada diagram 2 (diagram lingkaran) berikut
ini.
Berdasarkan diagram 2 dapat dilihat bahwa
persentase terbanyak yaitu sebesar 44,88% adalah jumlah
mahasiswa yang mendapat nilai 56-69 termasuk kategori
cukup baik. Semenentara 14,33% adalah jumlah
mahasiswa yang mendapat nilai 70-80 dengan kategori
baik. Hasil tes pada tabel diatas merupakan gabungan
dari “5 W 1 H” apa (what), siapa (who), kapan (when),
dimana (where), mengapa (why), bagaimana (how).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil tes yang dinilai dari instrumen penelitian, mahasiswa mampu menulis teks
drama dengan cukup baik, hal ini ditunjukkan dalam hasil dimana 48,88% dengan skor nilai 59-69
dengan jumlah 11 mahasiswa mampu menulis teks drama dengan acuan data tokoh lokal.
Sedangkan 14,18% dengan skor nilai 70-80 dengan jumlah 4 mahasiswa mampu menulis teks
drama dengan baik, dengan acuan yang sama.
DAFTAR RUJUKAN Akbulut, H. and R. A. Vural. 2015. Drama in Education as one of the Opportunities of Cross‐
Cultural Pedagogy, in National Drama Publications Vol 6 No.2.
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Dananjaya, U. 2013. Media Pembelajaran Aktif (edisi ke III). Bandung: Nuansa Cendekia.
Dewojati, C. 2015. Drama: Sejarah, Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Javakarsa Media.
Hidayat, S. O. (2014). Metode Pengembangan Moral dan Nilai Agama. Penerbit Universitas
Terbuka.
Killen, A. and P. Cooney. 2017. Discovering the value of „not knowing‟. Using drama for a deeper
understanding of pedagogy and learning, in National Drama Publications Vol 8 No.1.
O’Sullivan, C., H. Schoenenberger and P. Kingston. 2016. The Impact of Live Performance in
Primary Schools in Ireland: A Case Study of the Abbey Theatre‟s Priming the Canon
Programme, in National Drama Publications Vol 7 No.1.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitataif, dan R & D).
Bandung: Alfabeta.
Syamsiyatun, S. (Eds). 2013. Philosophy, Ethics and Local Wisdom in the Moral Construction of
the Nation Geneva. Switzerland: Globethics.net.
Wellek, R. dan A. Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wikantiyoso, R. dkk. 2013. Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Kota: untuk
Mewujudkan Arsitektur Kota yang Berkelanjutan. Malang: Malang Group.
0
2
4
6
8
10
12
cukup
baik
baik
48,88% 14,33%
Kriteria Penilaian
kriteriapenilaian
48,88%
14.33%
0%
Jumlah
cukup baik56-69
baik 70-80
kurang 0-50
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 191
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN BUKU AJAR
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X
MIPA 1 SMAN 1 LABUAPI SEMESTER GASAL
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Islahudin1; Rini Yulaika
2
1Program Studi Pendidikan Fisika, Univ. Muhammadiyah Mataram
2SMAN 1 Labuapi
Abstrak: Penelitian yang telah dilakukan ini tentang penerapan pendekatan kontekstual
berbantuan bukua ajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi
semester gasal Tahun Pelajaran 2018/2019. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019
dengan menerapkan pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua
siklus. Masing-masing siklus terdiri atas empat tahap kegiatan, yaitu Perencanaan, Tindakan,
Pengamatan, dan Refleksi Teknik analisa data untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif
belajar siswa pada siklus I dan siklus II menggunakan rumus t-tes dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 = tidak terdapat peningkatan yang signifikan antara Siklus I dan Siklus II, Ha = terdapat
peningkatan yang signifikan antara Siklus I dan Siklus II. Adapun untuk ketuntasan belajar klasikal
dinyatakan berhasil jika persentase siswa yang tuntas belajar atau siswa yang mendapat nilai ≥ 70
jumlahnya lebih besar atau sama dengan 85 % dari jumlah siswa seluruhnya. Hasil analisis data,
ketuntasan klasikal diperoleh pada siklus I sebesar 4.76% dan siklus II sebesar 85.71% sehingga
tindakan kelas selesai pada siklus II. Peningkatan hasil belajar ini masuk dalam kategori signifikan
karena uji t beda rata-rata siklus I dan siklus II menunjukkan nilai thitung (= 5.30671) > ttabel (=
2.84534) pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar siswa siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi Semester Gasal Tahun Pelajaran
2018/2019 mengalami peningkatan setelah mengalami pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar.
Kata Kunci: Kontekstual, Buku Ajar, Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Pelaksanaan pembelajaran fisika masih sering di laksanakan dengan menggunakan metode
konvensional (ceramah). Kegiatan pembelajaran dengan metode ceramah cenderung monoton
berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa yang tidak terlalu menarik perhatian dan minat
belajar siswa, meskipun ada kesempatan bagi siswa untuk bertanya. Menurut Baharuddin dkk
(2006) minat merupakan kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Seseorang yang berminat terhadap suatu pelajaran akan cenderung bersungguh-
sungguh dalam mempelajari pelajaran tersebut, sebaliknya seseorang yang kurang berminat
terhadap suatu pelajaran akan cenderung enggan mempelajari pelajaran tersebut. Di kelas X MIPA
1 SMAN 1 Labuapi hal ini dicerminkan dengan banyaknya siswa yang kurang fokus dalam kegiatan
pembelajaran dan sering mengalihkan perhatiannya pada hal lain. Akibatnya hasil belajar siswa
juga kurang memuaskan.
Agar pendekatan kontekstual bisa berjalan dengan efektif, maka sangat perlu dibantu
dengan media pembelajaran. Salah satu media tersebut adalah buku ajar. Penggunaan buku ajar
dengan pendekatan kontekstual diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas X MIPA
1 SMAN 1 Labuapi Tahun Pelajaran 2018/2019.
Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak terkait masalah pembelajaran di kelas,
maka peneliti melakukannya dengan teknik awancara. Hasil wawancara dengan Ibu Rini Yulaika,
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 192
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
S.Pd selaku guru fisika di SMAN 1 Labuapi menyatakan bahwa pada proses pembelajaran fisika
masih terdapat beberapa kekurangan yaitu sebagai berikut:
1. Penerapan strategi pembelajaran yang kurang bervariasi sehingga peserta didik bosan dan malas
mempelajari fisika.
2. Peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran.
3. Cukup banyak peserta didik yang kurang suka dengan fisika.
Adanya masalah tersebut mengakibatkan hasil belajar yang masih sangat rendah bagi siswa
kelas X MIPA 1 SMAN I Labuapi. Oleh karena itu, penggunaan buku ajar dengan pendekatan
kontekstual diharapkan dapat mengatasi asalah di atas sehingga siswa bisa meningkat hasil
belajarnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul
“Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbantuan Bukua Ajar untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019”.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai bulan Oktober 2018. Adapun
tempat penelitian adalah SMAN 1 Labuapi. Adapun subjek penelitian ini adalah siswa Kelas X
MIPA 1 semester ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa sebanyak 21 orang yang
diajar langsung oleh peneliti. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri atas empat tahap
kegiatan, yaitu Perencanaan, Tindakan, Pengamatan, dan Refleksi. Adapun alur penelitiannya dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Alur pelaksanaan penelitian
Metode pengumpulan data dalam penelititan ini yaitu metode tes. Faktor-faktor yang
diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif yang diukur dengan tes evaluasi. Instrumen
dalam penelitian ini adalah tes pemahaman fisika pokok bahasan Operasi Matematik Vektor dan
Gerak Lurus Beraturan. Tes pemahaman fisika berbentuk soal uraian berupa latihan soal.
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif belajar siswa pada siklus I dan siklus
II digunakan rumus t-tes dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 = tidak terdapat peningkatan yang signifikan antara Siklus I dan Siklus II
Ha = terdapat peningkatan yang signifikan antara Siklus I dan Siklus II
Adapun persamaan uji t (t-tes) yang digunakan signifikansi siklus I dan II yaitu
1
2
NN
dx
Mt D
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 193
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Sedangkan untuk menghitung presentase ketuntasan klasikal menggunakan persamaan
berikut:
%x100tesikutyangsiswajumlah
KKMnilaimendapatyangsiswajumlah
P
Ketuntasan belajar klasikal dinyatakan berhasil jika persentase siswa yang tuntas belajar
atau siswa yang mendapat nilai ≥ 70 jumlahnya lebih besar atau sama dengan 85 % dari jumlah
siswa seluruhnya. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perencanaan
lanjutan dalam pertemuan dan siklus selanjutnya. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan
refleksi dalam memperbaiki rancangan pembelajaran atau bahkan sebagai bahan pertimbangan
dalam penentuan metode pembelajaran yang tepat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan pembelajaran fisika dengan pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar
pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dilakukan
dengan metode tanya jawab. Pelaksanaan pembelajaran ini ditunjang dengan RPP dan LKS yang
telah disesuaikan dan dimiliki oleh masing-masing siswa. Siswa melakukan kegiatan tanya jawab
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada LKS dan buku ajar yang telah disediakan. Kegiatan
belajar dilanjutkan dengan kegiatan evaluasi melalui tes tulis dengan teknik penugasan yang
membahas materi analisis matematik vektor. Kelemahan dari pembelajaran pada siklus I adalah
kurang efektifnya metode pembelajaran Tanya jawab dan alokasi waktu yang tidak mecukupi. Pada
akhir kegiatan guru memberikan arahan agar pertemuan berikutnya siswa mempelajari dahulu
materi selanjutnya, sehingga siswa memperoleh pengetahuan awal.
Pembelajaran kontekstual pada siklus II dilaksanakan untuk memperbaiki pembelajaran
pada siklus I. Peneliti dan guru menyepakati pelaksanaan pembelajaran fisika dengan pendekatan
kontekstual berbantuan buku ajar pada siklus II dilaksanakan dengan metode diskusi yang ditunjang
dengan RPP dan LKS yang disesuaikan. Kegiatan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dalam
dua kali pertemuan. Pertemuan pertama untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar sedangkan pertemuan berikutnya digunakan untuk
melakukan kegiatan latihan soal dan evaluasi melalui proses penugasan. Adapun materi yang
diberikan pada siklus II adalah Gerak Lurus Beraturan. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II
berjalan lancar sesuai dengan rencana. Siswa terlihat aktif melakukan kegiatan pembelajaran
melalui kegiatan diskusi serta mengerjakan soal latihan di depan kelas. Pelaksanaan evaluasi juga
berjalan dengan lancar. Pada siklus II guru mengintensifkan proses pembimbingan kepada siswa
pada saat melakukan latihan soal agar dapat berjalan lancar sehingga alokasi waktu yang tersedia
dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Adapun hasil belajar siswa secara lengkap baik pada siklus I
dan II ditunjukkan oleh Tabel 4.1 berikut.
Tabel 1. Hasil Penelitian Siklus I dan Siklus I
Kategori Siklus I Siklus II
Nilai Terendah 45 68
Nilai Tertinggi 73 76
Nilai Rata-rata 62.762 71.619
Ketuntasan Klasikal 4.76% 85.71%
Uji t signifikansi 5.30671 Berdasarkan Tabel 1, kemampuan hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan secara
signifikan karena nilai thitung (= 5.30671) > ttabel (= 2.84534) pada taraf kepercayaan 95%. Tabel 1 di atas jika
dibuat dalam bentuk grafik maka tampak sebagai berikut.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 194
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 1. Grafik Peningkatan Nilai Hasil Belajar dengan Pendekatan Kontekstual Berbantuan
Buku Ajar. Berdasarkan Gambar 1 di atas, adanya peningkatan hasil belajar ini juga ditunjukkan
dengan banyaknya siswa yang mampu memenuhi nilai di atas standar kriteria ketuntasan minimal
(KKM). Peningkatan hasil belajar yang signifikan ini disebabkan karena minat yang tinggi untuk
belajar fisika setelah menerapkan pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar.
Dalam penelitian ini, pembelajaran fisika dilaksanakan dengan pendekatan kontekstual
yang menghubungkan materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata siswa berbantuan buku
ajar. Di dalam buku ajar tersebut, materi tentang Operasi Matematik Vektor dan Gerak Lurus
Beraturan dihubungkan dengan peristiwa dalam kehiduoan sehari-hari dengan media animasi power
point menggunakan hiperlink. Selain itu pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran ini dilaksanakan
dengan teknik penugasan di kelas. Kriteria penilaian dalam kegiatan penugasan ini meliputi 3 hal,
yaitu: 1) kecepatan mengerjakan soal, 2) ketepatan menjawab pertanyaan, dan 3) kemampuan
menerapkan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari. Kriteria kedua dan ketiga berkaitan dengan
kemampuan berpikir siswa. Siswa dapat memenuhi kedua krietria tersebut apabila kemampuan
berpikirnya tinggi. Menurut Mardapi (2008) kemampuan berpikir termasuk dalam ranah kognitif,
yang terdiri kemampuan menghapal, kemampuan memahami, kemampuan menerapkan,
kemampuan analisis, kemampuan mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam penelitian ini
pertanyaan-pertanyaan dalam teknik penugasan berupa latihan soal disusun untuk memenuhi ke-6
aspek dalam ranah kognitif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan siswa dalam
menjawab pertanyaan pada siklus II lebih baik dibandingkan siklus I termasuk kemampuan siswa
menerapkan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari juga mengalami peningkatan. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan kognitif (pengetahuan) siswa mengalami peningkatan dari siklus I
ke siklus II. Berdasarkan pada penemuan Lynch dkk dalam Shamsid Deen dkk (2006) siswa
mempunyai tingkat pemahaman yang lebih baik dan penguasaan materi yang lebih lama ketika
pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) atau
CTL.
Berdasarkan Tabel 1 kita bisa melihat bahwa ketuntasan klasikal di kelas X MIPA 1
SMAN 1 Labuapi setelah penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan buku
ajar mengalami peningkatan. Selain karena penggunaan pendekatan CTL dalam pembelajaran, hal
ini juga terjadi karena adanya peningkatan minat belajar fisika siswa. Menurut Mardapi (2008: 101)
siswa atau orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai hasil
belajar yang optimal. Hal ini menunjukan keterkaitan antara minat belajar dengan hasil belajar.
KESIMPULAN
Hasil belajar siswa siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Labuapi Semester Gasal Tahun Pelajaran
2018/2019 mengalami peningkatan setelah mengalami pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan kontekstual berbantuan buku ajar. Adapun ketuntasan klasikal diperoleh pada siklus I
sebesar 4.76% dan siklus II sebesar 85.71% sehingga tindakan kelas selesai pada siklus II.
Siklus I
Siklus II
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 195
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Peningkatan hasil belajar ini masuk dalam kategori signifikan karena uji t beda rata-rata siklus I dan
siklus II menunjukkan nilai thitung (= 5.30671) > ttabel (= 2.84534) pada taraf kepercayaan 95%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Belmawa Kemenristekdikti atas
dukungannya terhadap program Penugasan Dosen di Sekolah (PDS) ini sehingga program PDS dan
penelitian ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
DAFTAR RUJUKAN http://eprints.uny.ac.id/7614/30/Lampiran%2013%20%28Data%20Penelitian%29-
10503247003.pdf. Diakses tanggal 04 Oktober 218.
Mardapi, D. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes .Yogyakarta: Mitra Cendikia
Press. Marlina, Sri. (2014) Peningkatan Hasil Belajar Fisika Melalui Metode Eksperimen Berbasis Kooperatif Pada
Siswa Kelas XI IPA4 SMA Negeri 14 Makassar. JPF | Volume 2 | Nomor 3 | ISSN: 2302-8939 |
262 Nurdiansyah, Beni. 2016. Buku Referensi dan Buku Ajar, Apa Saja Perbedaannya?
https://www.duniadosen.com/buku-referensi-m/. Diakses tanggal 04 Oktober 218.
Yulianti C., Lestari, A., M., Yulianto. (2010). Penerapan dalam pembelajaran Kontekstual untuk
meningkatkan minat dan hasil belajar Fisika siswa smp Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia
6 (2010) 84-89. http://journal.unnes.ac.id
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 196
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN
SOAL SEGI EMPAT KELAS VII SMPN 3 PRAYA
TAHUN PELAJARAN
2017/2018
Iswandi 1; Sutarto
2; Zaenal Abidin
3
1,2,3Pendidikan Matematika, FPMIPA, IKIP Mataram
Abstrak: penulis berusaha untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dilakukan
oleh siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang segi empat, mencari faktor-faktor yang
mempengaruhinya, dan memberikan solusi altenatif untuk permasalahan tersebut. Dengan
demikian, kesulitan-kesulitan yang serupa dapat diminimalisir khususnya pada soal segi empat
sehingga prestasi belajar matematika dapat ditingkatkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan kesulita – kesulitan yang di alami siswa untuk menyelesaikan soal segi empat.
Penelitian ini di lakukan di SMP 3 Praya. Subjek penelitian ini terdiri dari 7 subjek kelas VII SMP
3 Praya. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripsi kualitatif. Analisis data mengacu pada
pendapat Miles dan Huberman adalah reduksi data, pemaparan data, analisi data dan kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisi menggambarkan siswa salah dalam cara mencari luas dan keliling dan
tidak bisa rumus untuk mencari luas dan keliling segi empat, hal ini di sebabkan siswa kurang
memahami aturan – aturan yang berlaku dalam mencari keliling dan lus segi empat.
Kata Kunci: Kesulitan Siswa, Segi Empat
PENDAHULUAN
Matematika merupakan mata pelajaran yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
ditegaskan oleh (Soemarmo, 2014) yang menyatakan bahwa setiap orang dalam kegiatan hidupnya
akan terlibat dalam matematika, mulai dari bentuk yang sederhana dan rutin sampai bentuk yang
sangat kompleks.
Ehan (1983) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan pada siswa karena: (a)
selalu digunakan dalam segi kehidupan, (b) semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang sesuai, (c) merupakan sarana komunikasi yang sangat kuat, ringkas dan jelas, (d)
dapat menyajikan inpormasi dalam berbagi acara dan (e) meningkatkan kemampuan berpikir logis,
ketelitian dan kesadaran. Tatau tidaknya tujuan pendidikan dan pembelajaran matematika salah
satunya dapat dinilai dari keberhasilan siswa dalam memahami matematika dan pemampaatannya
pemahaman ini untuk menyelesaikan persoalan-persoalan matematika maupun ilmu-ilmu yang lain.
Untuk itu,perlu dilakukan evaluasi atau tes hasil belajar siswa.
Akan tetapi,pada kenyataannya, prestasi belajar siswa masih rendah. Rendahnya prestasi
belajar matematika ini di tunjukkan antara lain dengan rendahnya nilai ulangan harian, ulangan
semester, maupun UAN (ujian akhir nasional) matematika. Bahkan menurut data dari Trends in
Mathematics and Science Study (TIMSS), prestasi belajar matematika Indonesia secara umum
berada pada peringkat 35 dari 46 negara peserta yang melibatkan lebih dari 200.000 siswa. Rata-
rata nilai seluruh siswa dari seluruh negara adalah 467 sedangkan rata-rata nilai 5000-an siswa
Indonesia sebagai sampel studi hanyalah 411 (Supriyoko, 2008). Dari data empirik tersebut terlihat
jelas bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia secara umum sangatlah rendah.
Kebanyakan masih mengalami kesulitan dalam menerapkan rumus-rumus memahami
teorema-teorema, bahkan yang paling utama siswa masih kesulitan dalam memahami permasalahan
dalam suatu soal matematika. Kesulitan tersebut bisa di sebabkan karna dua faktor yaitu : (1) faktor
internal seperti jasmani,psikologidan kelelahan, (2) faktor eksternal yaitu keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat (Wijayanti, 2016).
Rendahnya kemampuan matematika siswa dapat dilihat dari penguasaan siswa terhadap
materi. Salah satunya adalah dengan memberikan tes atau soal tentang materi tersebut kepada
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 197
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
siswa. Kesalahan siswa dalam mengerjakan soal tersebut dapat menjadi salah satu petunjuk untuk
mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi. Oleh karena itu, adanya kesalahan-kesalahan
tersebut perlu diidentifikasi dan dicari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya kemudian
dicari solusi penyelesaiannya. Dengan demikian, informasi tentang kesalahan dalam menyelesaikan
soal-soal matematika tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar
dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau
pernyataan merupakan akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau
pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Belajar matematika merupakan suatu proses yang
berkesinambungan untuk memperoleh konsep, ide, dan pengetahuan baru yang berdasarkan
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Oleh karena itu, untuk setiap materi siswa diharapkan benar-
benar menguasai konsep yang diberikan karena konsep tersebut akan digunakan untuk mempelajari
materi berikutnya. Matematika terdiri dari empat wawasan luas yaitu aljabar, aritmatika, geometri,
dan analisis. Untuk geometri, berdasarkan hasil survei dari Programmefor International Student
Assessment (PISA) 2000/2001 diperoleh bahwa siswa sangat lemah dalam geometri, khususnya
dalam pemahaman ruang dan bentuk (Untung, 2008 ).
Dalam kurikulum matematika sekolah,karena banya konsep yang termuat di dalamnya dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Mempelajari geometri merupakan komponen penting dari
pembelajaran matematika, karena kemungkinan peserta didik untuk menganalisi dan menafsirkan
dunia mereka tinggal serta melengkapi mereka dengan alat yang dapat diterapkan selain matematika
(Ozerem, 2012). Menurut misretta sebagai mana di kutip oleh (Etal, 2012: 274) geometri
merupakan bagian penting dari matematika, akan tetapi peserta didik tidak bisa mengembangkan
pemahaman konseptual yang kuat pada bagian ini.
Pada tingkat pendidikan SMP, geometri segi empat yang dipelajari adalah tentang luas dan
keliling persegi empat bangun datar. Di SMP Negeri 3 praya kls VII, Berdasarkan informasi dan
pengalaman dari guru, siswa sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal tentang
segi empat, salah satunya adalah kesalahan dalam perhitungan. Selain itu, banyak juga siswa yang
masih salah dalam memasukkan rumus. Hal ini dapat disebabkan karena siswa lebih cenderung
hanya menghafalkan rumus, kurang memahami konsep secara benar. Selain kesalahan-kesalahan
tersebut, tidak tertutup kemungkinan masih terdapat kesalahan-kesalahan lain yang dilakukan oleh
siswa yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika.
Tentunya guru telah menganalisis kesalahan-kesalahan siswa. Akan tetapi, guru belum
dapat melakukannya secara mendetail mengingat banyaknya siswa dan kelas yang dipegang.
Analisis kesalahan secara mendetail dibutuhkan agar kesalahan-kesalahan siswa dan faktor-faktor
penyebabnya dapat diketahui lebih jauh untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis berusaha untuk mengidentifikasi kesalahan-ke
yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang materi segi empat, mencari
faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan memberikan solusi altenatif untuk permasalahan
tersebut. Dengan demikian, kesalahan-kesalahan yang serupa dapat diminimalisir khususnya pada
materi segi empat sehingga prestasi belajar matematika dapat ditingkatkan.
KAJIAN PUSTAKA
A. Kesulitan Belajar Matematika
Menurut Wood (2007) bahwa beberapa karakteristik kesulitan siswa dalam belajar
matematika adalah : (1) kesulitan membedakan angka, simbol-simbol, serta bangun ruang, (2)
tidak sanggup mengingat dalil-dalil matematika, (3)menulis angka tidak terbaca atau dalam
ukuran kecil, (4) tidak memahami simbol-simbol matematika, (5) lemahnya kemampuan
berpikir abstrak, (6) lemahnya kemampuan metakognisi (lemahnya kemampuan
mengidentifikasi serta memanfaatkan algoritma dalam memecahkan soal-soal matematika).
Husnaini (2010) berpendapat bahwa kesulitan belajar siswa itu tidak terlepas dari
praktek pembelajaran yang selama ini telah berlangsung. Sehubungan dengan itu, ada sesuatu
yang perlu dibenahi dalam praktek pembelajaran matematika, terutama dalam pembelajaran
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 198
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
materi geometri. Praktek pembelajaran matematika yang berlangsung hingga saat ini cenderung
masih berorientasi pada pencapaian target kurikulum. Proses pembelajaran masih
menempatkan guru sebagai sumber
pengetahuan dan sangat jarang ditemukan siswa terlibat dengan aktivitas danproses matematika
dalam proses belajar.
B. Kesulitan Menyelesaikan soal
Kesulitan adalah kesusahan atau kesukaran (Poerwadarminta 2007:121). Fenomena
kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau
prestasi belajarnya. Rendahnya tingkat keberhasilan dalam pembelajaran matematika
dikarenakan beberapa alasan, diantaranya karena faktor kesulitan siswa dalam menerima materi
pada pelajaran matematika, dan faktor yang lain disebabkan karena ketidakmampuan siswa
dalam memecahkan masalah matematika. Penyelesaian soal atau pemecahan suatu soal adalah
aplikasi dari konsep dan keterampilan. Dalam pemecahan soal biasanya melibatkan beberapa
kombinasi konsep dan keterampilan dalam situasi baru atau situasi yang berbeda (Sholekah,
dkk, 2017).
Kesulitan belajar dan masalah belajar menjadi istilah yang menggambarkan seorang
anak mulai mengalami kesulitan belajar di sekolah. Di beberapa negara juga digunakan sebagai
sinonim untuk ketidakmampuan belajar. Setiap orang mungkin mengalami kesulitan belajar
ringan dan berat, yang disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. Jenis-jenis Kesulitan
Belajar menurut Murtadlo (2013) adalah sebagai berikut:
1. Disleksia
Disleksia adalah kombinasi dari kemampuan dan kesulitan, kesulitan mempengaruhi
proses belajar dalam aspek bahasa dan berhitung. Ditandai dari kelemahan yang terus-menerus
dapat diidentifikasi dalam memori jangka pendek, kecepatan pemrosesan, urutan keterampilan,
pendengaran dan persepsi visual, bahasa lisan, dan keterampilan motorik, termasuk masalah
membaca, menulis, ejaan, berbicara. Kemampuan berupa kemampuan visuo-spasial yang baik,
berpikir kreatif dan pemahaman intuitif.
2. Dyspraxia (Gangguan Integrasi Sensory)
Siswa dengan dyspraxia dipengaruhi oleh penurunan nilai dan sering canggung.
Keterampilan motorik halus (berkaitan dengan keseimbangan dan koordinasi) dan keterampilan
motorik halus (yang berkaitan dengan manipulasi objek) sulit untuk belajar dan sulit untuk
mempertahankan belajar. Pengucapan juga terpengaruh dan orang-orang dengan dyspraxia
sensitif terhadap suara, cahaya, dan sentuhan. Masalah dengan koordinasi tangan-mata,
keseimbangan, dan ketangkasan manual.
3. Dyscalculia
Dyscalculia adalah kesulitan belajar yang melibatkan aspek paling dasar dari
keterampilan aritmatika. Kesulitannya terletak pada pemahaman, penerimaan, atau produksi
informasi kuantitatif dan spasial. Siswa dengan dyscalculia mungkin mengalami kesulitan
dalam memahami konsep angka sederhana, kurangnya pemahaman intuitif sebuah angka dan
memiliki masalah belajar dalam penjumlahan dan prosedur. Ini dapat berhubungan dengan
konsep-konsep dasar seperti mengatakan waktu, menghitung harga, dan mengukur hal-hal
seperti suhu dan kecepatan.
4. Dysgraphia
Dysgraphia merupakan kesulitan dengan menulis. Masalah dengan tulisan tangan,
ejaan, mengorganisasi ide-ide.
5. Auditory Processing Disorder
Auditory Processing Disorder merupakan kesulitan mendengar perbedaan antara
suara. Masalah dengan membaca, dan pemahaman bahasa.
6. Visual Processing Disorder
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 199
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Visual Processing Disorder merupakan kesulitan menafsirkan informasi visual.
Masalah dengan membaca, matematika, peta, grafik, simbol, dan gambar.
7. Attention Deficit Disorder (ADD)
Attention Deficit Disorder (ADD) ada dengan atau tanpa hiperaktivitas. Gangguan ini
terjadi pada orang yang sering pergi tugas, mengalami kesulitan tertentu dimulai dan beralih
tugas bersama-sama dengan rentang perhatian yang sangat pendek dan tingkat tinggi. Mereka
gagal menggunakan umpan balik yang yang mereka terima dengan efektif dan mereka memiliki
kemampuan mendengarkan yang lemah. Mereka yang hiperaktif dapat bertindak impulsif dan
tak menentu, mengalami kesulitan meramalkan hasil, gagal untuk merencanakan ke depan dan
menjadi gelisah. Mereka yang tidak memiliki sifat hiperaktif cenderung melamun berlebihan,
kehilangan jejak dari apa yang mereka lakukan dan gagal untuk terlibat dalam belajar mereka
kecuali mereka sangat termotivasi.
Dalam penelitian ini kesulitan yang digunakan adalah kesulitan menurut Cooney
(dalam sholekah dkk, 2017) kesulitan dikategorikan dalam 2 jenis, yaitu: a) kesulitan dalam
mempelajari konsep (kesulitan dalam mempelajari konsep dalam satu materi), b) kesulitan
dalam menerapkan prinsip (kesulitan dalam menerapkan konsep yang artinya kesulitan dalam
mengkaitkan konsep antar materi).
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini mendeskripsikan jenis-jenis kesulitan siswa dalam menyelesaikan
persoalan geometri segi empat. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode deskriptif ini
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran/lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (sugiono,
2016).
B. Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini, subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3 praya tahun
ajaran 2017/2018. Berdasarkan rekomendasi dari guru, dari lima kelas yang ada dipilih kelas
VII B karena kelas ini memiliki rata-rata prestasi belajar matematika yang lebih rendah
dibandingkan kelas yang lain.
C. Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini dalah tes soal materi segi empat bangun
datar, wawancara, dan dokumenter.
1. Lembar tes
Lembar dalam penelitian ini berupa lembar soal tes materi segi empat yang akan
dikerjakan oleh siswa, kelas VII SMP Negeri 3 praya.
2. Pedoman wawancara
Wawancara dilakukan hanya untuk memperjelas masalah terhadap proses berpikir
siswa dalam menyelesaikan tes soal segi empat sambil think alouds yang telah diberikan.
Karena itu, wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur, pertanyaan
disusun terlebih dahulu namun pada saat penelitian, pertanyaan disesuaikan dengan
keadaan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan alat yang akan digunakan untuk mendapatkan gambaran
secara visual mengenai aktivitas siswa dalam proses melaksanakan tes kesulitan siswa dan
wawancara. Dokumenter pada penelitian ini berupa foto-foto kegiatan melaksanakan tes
dan wawancara yang sudah di laksanakan.
D. Prosedur Penelitian
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 200
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Prosedur penelitian adalah pemaparan lebih jauh mengenai langkah-langkah penelitian
yang akan di tempuh menggunakan ketentuan-ketentuan yang telah disusun dalam penelitian
ini. Prosedur yang akan di gunakan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan penelitian
Pada tahap persiapan penelitian, peneliti akan melakukan kegiatan sebagai berikut
yaitu:
a. Membuat surat izin penelitian. Serta berkoordinasi dengan guru untuk menentukan
jadwal pelaksanaan penelitian
b. Menyempurnakan proposal
c. Menyiapkan instrumen yang valid atau instrumen yang telah di validasi (soal dan
pedoman wawancara)
d. Menyiapkan perangkat pengambilan data
2. Pengambilan Data
pada tahap ini siswa diberikan soal tes kemudian soal tersebut dikerjakan sambil think
alouds.. Dan selanjutnya melakukan wawancara.
3. Analisis Data
Pada tahap ini peneliti menganalisi jawaban siswa dan wawancara untuk mengetahui
letak kesulitan.
4. Menarik kesimpulan
Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan terhadap hasil analisis dari jawaban
tes siswa dan hasil wawancara.
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini digunakan yaitu:
1. Memberikan soal tes . Siswa mengerjakan soal sambil think alouds..
2. Melakukan wawancara. Dalam proses wawancara akan di rekam dengan kamera.
3. Peneliti menjadi instrumen utama, mengamati, mengumpulkan, menganalisis dan
menafsirkan data penelitian.
4. Dokumentasi dilakukan pada saat tes dan wawancara berlangsung untuk mendapatkan
hasil berupa poto-poto mengenai aktifitas pada saat mengerjakan soal dan wawancara
berlangsung.
F. Tehnik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka analisis datanya adalah non statistik.
Data yang muncul berupa kata – kata dan bukan merupakan rangkaian angka.Analisis data
menurut Model Miles dan Hubernam yang terdiri dari reduksi data, display data, dan
mengambil kesimpulan dari verifikasi (Sugiono, 2016). Berikut analisis data di antaranya:
1. Reduksi Data
Reduksi merupakan langkah awal dalam menganalisi data. Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan
membuang hal-hal tidak perlu. Reduksi data ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman
terhadap data yang di peroleh, sehingga peneliti dapat memilih data yang relevan dan
kurang relevan dengan tujuan dari permasalahan penelitian.
2. Display Data
Display data merupakan penyajian data. Dalam hal ini berbentuk teks naratif.
Dalam teks naratif ini digunakan untuk memudahkan dalam memahami apa yang terjadi
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah di pahami sebelumnya.
3. Mengambil Kesimpulan Dan Verifikasi
Langkah terakhir dalam analisis data ini adalah menarik kesimpulan dan verifikasi.
Simpulan tersebut merupakan pemaknaan terhadap data yang telah di kumpulkan.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat di harapkan merupakan temuan baru yang
belum pernah ada. Temuan itu berupa diskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap, sehingga setelah di teliti menjadi jelas.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 201
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Ketiga langkah tersebut saling berkaitan dalam menganalisi data kualitatif. Analisis data di
lakukan dalam dua tahap yaitu pada saat pengumpulan data dan setelah data terkumpul.
Artinya dari awal dilakukan penelitian sudah langsung melakukan analisisdata. Hal tersebut
dikarenakan data akan terus bertambah dan berkembang. Oleh karena itu, ketika data yang
diperoleh atau masih kurang dapat segera di lengkapi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini tentang menganalisis kesulitan belajar siswa materi segi empat. Siswa kelas
VII SMPN 3 Praya yang dimaksud adalah siswa yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata.
Tujuan dari peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengidentipikasi kesulitan yang dialami
siswa SMP 3 Praya Kemudian instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dibantu
dengan handycam (camera) dan lembar soal.
Berdasarkan hasil penelitian yang berupa lembar jawaban siswa dan terdapat data penguat
penelitian berupa video siswa pada saat menyelesaikan soal, serta rekaman wawancara antara
peneliti dan siswa. Lembar jawaban siswa yang terkumpul sebanyak 7 lembar dari tujuh orang
siswa, tujuh lembar jawaban siswa, dan tujuh rekaman wawancara peneliti dan siswa. Pada tahap
pengambilan data dilakukan dengan cara memberikan soal belah ketupat, soal ciri – ciri belah
ketupat dan cara untuk mencari luas dan keliling belah ketupat .
Data dikumpulkan dengan cara siswa mengerjakan soal yang diberikan dan diamati
melalui handycam (video), lembar jawaban dan hasil wawancara. Analisis data dilakukan melalui
transkrip hasil rekaman video dan traskrip hasil wawancara terhadap pekerjaan siswa. Kemudian
untuk siswa pertama peneliti akan memberi kode TS, siswa kedua YAH, sisiwa ketiga PH siswa
keempat SH, siswa ke lima AM, siswa keenam HD siswa ke tujuh WD.
PEMBAHAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, di peroleh dari siswa SMPN 3 Praya, tujuh sabjek di ambil
untuk menyelesaikan soal belah ketupat dimana siswa tidak mengetahui prosedur penyelesain soal
seperti tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sebelun siswa menjawab soal,
dan melakukan kesalahan dalam mencari keliling dimana dari tujuh sabjek semuanya salah, dilihat
dari analisis jawaban siswa dan wawancara siswa. Menurut husnaini (2007) berpendapat bahwa
kesulitan belajar siswa itu tidak lepas dari praktek pembelajaran yang selama ini telah berlangsung.
Sehubungan dengan itu, ada yang perlu di benahi dalam praktek pembelajaran matematika.
Terutama dalam pembelajaran geometri. Praktek pembelajaran yang berlangsung hingga saat ini
cenderung masih berorientasi pada pencapaian target kurikulum. Proses pembelajaran masih
menempatkan guru sebagai ilmu pengetahuan dan sangat jarang ditemukan siswa terlibat dengan
aktivitas dan proses matematika dalam proses pembelajaran.
Hal tersebut peranan guru bidang study pada mata pelajaran matematika bangku SMP
dalam meletakan dasar penguasaan materi sangat diperlukan. Pentingnya peletakan pengetahuan
dan pemahaman yang mendasar pada siswa SMP dalam berbagai materi pelajaran matematika
khususnya materi segi empat, mata pelajaran kelas VII yang merupakan materi yang dianjurkan
kepada siswa SMP, bukan hanya menjadi permasalahan guru akan tetapi siswa juga harus aktif
menguang kembali materi-materi yang telah diajarkan sebelumnya yang mempunyai hubungan
langsung atau tidak langsung dengan materi yang diajarkan ditingkat yang lebih tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan siswa pada
soal segi empat dalam terjadi saat siswa mencari keliling dari segi empat tersebut diman siswa
salah dalam merumuskan, siswa kesulitan dalam mencari prinsip dan konsep dimana untuk
mencari keliling dari segi empat yaitu menjumlahkan semua sisi – sisi dari segi empat (prinsip)
sedangkan rumus mencari keliling dari segi empat tersebut yaitu (konsep) selanjutnya
siswa kesulitan mencari luas dari segi empat siswa salah dalam merumuskan (konsep) diman
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 202
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
untuk mencari luas dari segi empat yaitu
selanjutnya pada saat mencari luas siswa
tidak bisa melakukan perhitungan
(melakukan perhitungan).
B. Saran
1. Bagi Guru
Dalam pembelajaran guru dapat menemukan kesulitan dalam setiap materi yang di ajarkan
pada siswa. Guru juga di harapkan harus membiasakan atau melatih siswa agar menuliskan
apa yang di ketahui dan apa yang di tanyakan dalam soal sebelum menyelesaikan tugas
harian, ulangan, ujian dan lain sebagainya.
2. Bagi peneliti
Bagi Peneliti selanjutnya yang ingin menganalisi kesulitan siswa tingkatannya harus lebih
tinggi seperti bangun ruang.
DAFTAR RUJUKAN Arti, S. (1994). Kesulitan Belajar Matematika pada Siswa SMP (Pengkajian Diagnosa). Jurnal
Kependidikan Jogjakarta.
Blanco, L, J. (2006). Errors in Teaching/Learning of The Basic Concepts of Geometry.
Darmawan, W. (2009). Analisis Kesulitan Belajar Pokok Bahasan Pecahan pada Siswa Kelas V
Sekolah Dasar di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Program Pasca Sarjana UNS.
Tidak diterbitkan.
Fanny, E. (2014). Penerapanpen Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas VII MTSN Palubarat pada Materi Keliling dan Luas Daerah Layang-Layang, Jurnal
Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. 1(2).
Husnaini. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele dalam Membantu Siswa Kelas IV SD
Membangun Konsep Segitiga. Universitas Terbuka.
Kerami dan Sitanggang. (2002). Kamus Matematika. Jakarta: Balai Pustaka.
Lexy, J, M. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Moeharti, H, W. (1986). Sistem-Sistem Geometri.Jakarta :Penerbit Karunika
Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Muhammad, R, Y, dkk. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Teams Games Tournament Dengan Strategi Peta Konsep Pada Materi Segi Empat
Ditinjau Dari Kemampuan Spasial Peserta Didik. Jurnal Elektronik Pembelajaran
Matematika. 2(9), hal 959-971
Nazir, M. (2011). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Ngalim, P. (1990). PsikologiPendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ridwan. (2004). Metode dan Tekhnik Menyusun Karya Tesis. Bandung : CV
Alfabeta.
Sholekah, L, M., Anggreini, D dan Waluyo, A. (2007). Analisis Kesulitan Siswa
dalam Menyelesaikan Soal Matematika Ditinjau Dari Koneksi Matematis Materi Limit
Fungsi. Wacana Akademika: 1(2).
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung :Alfabeta.
Sugiyono, (2013). Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Hak Cipta
Suharsimi, A. (1997). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta : Biro Aksara.
Widodo, H. (2015). Proses Penalaran Matematis Siswa Dalam Memecahkan
Masalah Matematika Pada Materi Pokok Dimensi Tiga Berdasarkan
Kemampuan Siswa Di SMP Negeri 5 Kediri. Jurnal Math Educator Nusantara. 1(2).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 203
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPERASI HITUNG
BENTUK ALJABAR PADA SISWA KELAS VIII MTS NEGERI 2 LOMBOK TENGAH
DITINJAU DARI PETA KOGNITIF
Izmi Zulaika1; Sutarto
2; Baiq Rika Ayu Febrilia
3
1,2,3Pendidikan Matematika, FPMIPA, IKIP Mataram
Abstrak: Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas VIIIB
Mts Negeri Lombok Tengah pada semester ganjil tahun pelajaran
2017/2018. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi tes operasi bentuk aljabar dan
angket terbuka. Teknik analisis data meliputi reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Hasil
penelitian menyatakan bahwa terdapat kesulitan siswa dalam mengerjakan soal aljabar yang
berkaitan dengan konsep dan prinsip. Kesulitan yang dialami siswa terkait dengan konsep yaitu
kesulitan dalam menentukan variabel dan konstanta, termasuk belum mengerti definisi dari variabel
dan konstanta, dan kesulitan dalam menerapkan konsep pembagian pada aljabar. Sedangkan
kesulitan yang dialami dalam hal prinsip yaitu penerapan prinsip penjumlahan pada bentuk aljabar,
pengurangan pada bentuk aljabar, perkalian pada bentuk aljabar, dan menyelesaikan soal cerita
yang berkaitan dengan aljabar.
Kata Kunci: kesulitan siswa, konsep, prinsip, bentuk aljabar
PENDAHULUAN
Aljabar adalah cara kita menyatakan generalisasi tentang kuantitas, relasi dan fungsi
(Watson, 2007). Lebih lanjut Watson menyatakan bahwa pada level sekolah aljabar dideskripsikan
sebagai: (a) menipulasi dan tranformasi dan pernyataan dalam bentuk simbol, (b) generalisasi
aturan tentang bilangan dan pola-pola, (c) kajian tentang struktur dan sistem abstraksi dari
komputasi dan relasi, (d) aturan dalam tranformasi dan penyelesaian persamaan, (e) pembelajaran
tentang variabel, fungsi dan mengekspresikan perubahan dan hubungan-hubungannya, (f)
pemodelan struktur matematikan dari situasi didalam atau diluar konteks matematika. Akan tetapi
pada saat ini aljabar merupakan topik yang dikenal sulit dipahami oleh siswa. Terdapat beberapa
banyak penelitian yang menjelaskan mengenai kesulitan siswa dalam materi aljabar.
Menurut Soedjadi (1996) bahwa kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari aljabar
akan memungkinkan terjadi kesalahan sewaktu menjawab soal tes. Kesalahan yang dilakukan siswa
dalam menjawab persoalan aljabar merupakan bukti adanya kesulitan yang dialami oleh siswa pada
materi operasi hitung bentuk aljabar, Sodikin (dalam Handayani dkk, 2015) juga menyatakan bahwa
kesulitan siswa pada materi operasi hitung bentuk aljabar yaitu siswa kesulitan dalam menemukan
ide pokok yang diinginkan dari permasalahan dan siswa juga kesulitan untuk membuat generalisasi
umum yang abstrak.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kesulitan siswa dalam belajar aljabar sering
diabaikan oleh guru maupun siswa, misalnya koefisien, variabel, dan simbol operasi dalam aljabar.
Operasi aljabar merupakan satu diantara proses yang penting untuk dikembangkan dalam
pembelajaran aljabar. Operasi bentuk aljabar merupakan salah satu bagian dalam matematika yang
mencakup berbagai materi yang dipelajari pada tingkat sekolah menengah sampai pada tingkat
perguruan tinggi. Operasi bentuk aljabar sangat bermanfaat bagi siswa, khususnya untuk
mempelajari dan materi matematika yang lain maupun kesulitan aljabar dijenjang pendidikan yang
lebih tinggi (Hodiyanto, 2016).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi matematika kelas
VIII MTs Negeri 2 Lombok Tengah pada tanggal 25 Januari 2018 diperoleh informasi yaitu masih
banyak siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan soal tentang materi operasi bentuk aljabar.
Adapaun kesulitan yang dihadapi oleh siswa sebagai berikut : (1) kesulitan siswa yang tidak bisa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 204
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
membedakan suku sejenis, (2) kesulitan dalam materi aljabar terutama pada soal cerita, (3)
kesulitan mengoperasikan penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar.
Matematika adalah satu bidang studi hidup, yang perlu dipelajari karena hakikat
matematika adalah pemahaman terhadap pola perubahan yang terjadi di dalam dunia nyata dan di
dalam pikiran manusia serta keterkaitan di antara pola-pola tersebut secara holistik. Walaupun
matematika beroperasi berdasarkan aturan-aturan (rules) yang perlu dipelajari, tetapi kegiatan
belajar ditunjukan lebih dari hanya dapat melakukan operasi matematika sesuai dengan aturan-
aturan matematika yang diungkapkan dalam bahasa-bahasa matematika. Tujuan belajar matematika
adalah mendorong siswa untuk dapat memecahkan masalah berdasarkan proses berfikir yang kritis,
logis, dan rasional. Oleh karena itu, materi kurikulum dan strategi pembelajaran perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (1) menekankan penemuan, tidak dihapalan, (2)
mengeksplorasi pola-pola peristiwa dan proses yang terjadi di alam, tidak hanya menghafal rumus,
(3) merumuskan keterkaitan-keterkaitan yang ada dan hubungannya secara kesuluruhan, tidak
hanya penyelesaikan soal yang diberikan dalam latihan matematika (Jamaris, 2014).
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif
adalah bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau
berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan
berupa menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau
gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007). Adapun penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (sugiyono, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 september 2018 di Mts Negeri Lombok
Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesulitan siswa dalam menyelesaikan
soal pada materi operasi hitung bentuk aljabar. Berdasarkan analisis lembar jawaban dan hasil
wawancara diperoleh data tentang kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal pada operasi hitung
bentuk aljabar ditinjau dari peta kognitif. Setelah mengalami kejenuhan data dalam proses
pengambilan subjek, diperoleh 4 subjek yang melakukan kesulitan siswa pada materi operasi bentuk
aljabar pada peta kognitif, dari 4 siswa tersebut akan dipaparkan dua subjek yaitu subjek s1 dan
subjek s2 sebagaii berikut:
a. Pemaparan data subjek s1
a. Soal nomor 1
Gambar 4.1 lembar jawaban S1
dari soal yang dikerjakan pada gambar di atas, terlihat bahwa subjek s1 hanya menuliskan apa
yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Dari hasil analisis yang dilakukan pada saat
wawancara terlihat bahwa siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal ini, sesuai dengan
kutipan wawancara yang dilakukan :
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 205
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
b. soal nomor 2
Gambar 4.2 lembar jawaban S1
dari soal yang dikerjakan pada gambar di atas, terlihat bahwa subjek s1 hanya
menuliskan apa yang diketahui. Dari hasil analisis yang dilakukan Pada saat wawancara
terlihat bahwa siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal ini, sesuai dengan kutipan
wawancara yang dilakukan :
Dari jawaban siswa terlihat bahwa siswa tidak mampu menentukan penyelesaian yang
diharapkan. Ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami permasalahan dalam soal dan siswa
tidak melakukan proses berfikir serta mengevaluasi hasil pekerjaanya. Dari analisis terdapat
lembar jawaban dapat dikatakan bahwa siswa kesulitan menfokuskan pikiran, lupa pada materinya
lupa rumus-rumus matematika. Diamati dari aktivitas siswa mengerjakan soal adalah sebagai
berikut: pertama-tama setelah diminta mengerjakan soal, siswa terlihat mengamati soal (membaca
dalam waktu singkat beberapa detik) dan mulai mengerjakan (tanpa berfikir atau memgamati soal
sejenak tentang soal yang diberikan). Disebabkan oleh anggapan bahwa matematika merupakan
mata pelajaran yang sulit sudah melekat pada sebagai besar siswa, sehingga pada saat menghadapi
pelajaran matematika siswa menjadi males untuk berpikir . Hal ini dikuatkan oleh pendapat
Wibowo, Djaelani & Sularmi (dalam Zahrah & Herman, 2012) yang menyatakan bahwa
berdasarkan hasil observasi pada penelitiannya ditemukan siswa masih kesulitan mengubah kalimat
soal menjadi kalimat matematika. Selanjutnya untuk subjek s2 permasalahan yang dihadapi masih
sama yakni tidak begitu memahami soal cerita dikarenakan tidak menghapal rumus seperti yang ia
katakan dalam wawancara hal ini berbanding terbalik dengan pendapat Retna (dalam Khasanah &
Sutama, 2015) yang mengatakan bahwa Seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan
matematika apabila terampil dengan benar menyelesaikan soal matematika. Untuk S1 kesulitan
yang dihadapi masih sama yakni soal nomor 1 dan soal nomor 2. belum pernah diajarkan karena
soal cerita yang sebelumnya berbeda sehingga subjek kebingungan dalam langkah-langkah
penyelesaian dan mengubah soal cerita kedalam kalimat matematika. Hal ini sejalan dengan
pendapat James dan Adewale (dalam Wahyudin, 2016) mengemukakan bahwa ada hubungan antara
kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan verbal (soal cerita) siswa. Kemudian
untuk subjek S2 permasalahan yang dihadapi masih sama yakni pada soal nomor 1 dan soal nomor
2, ini sesuai dengan apa yang ia katakana pada saat wawancara bahwa soal nomor 1 dan 2 belum
pernah diajarkan dan soal tersebut berbeda dengan soal sebelumnya sehingga subjek merasa
kesulitan dalam mengubah kalimat kedalam model matematika dikarenakan tidak terlalu memahami
soal dan jarang latihan. Hal ini sejalan dengan pendapat Wibowo, Djaelani & Sularmi (dalam
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 206
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Zahrah & Herman, 2012) yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil observasi pada penelitiannya
ditemukan siswa masih kesulitan mengubah kalimat soal menjadi kalimat matematika.
Berikut ini rekapitulasi tabel analisis kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Analisis kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal
Indikator Pengkodingan Subjek
S1 S2
Kesulitan Memahami Soal KMS
Kesulitan Merencanakan
Penyelesaian
KRS
Kesulitan Melaksanakan
Perencanaan
KLR
Kesulitan Pengambilan
Kesimpulan
KPK
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada perbab sebelumnya , maka dapat
disimpulkan bahwa kesulitan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal ditinjau dari peta
kognitif yaitu :
a. Kesulitan memahami soal.
Dalam kesulitan memahami soal ditinjau dari peta kognitif, siswa tidak bisa membedakan apa
yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal. Tidak bisa mengubah soal kedalam bentuk
matematik, terutama dalam membuat gambaran yang terkait dengan soal.
b. Kesulitan merencanakan penyelesaian
Dalam kesulitan merencanakan penyelesaian ditinjau dari peta kognitif, siswa tidak bisa
menemukan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan soal. Siswa bisa
mengerjakan soal yang diberikan namun tidak sesuai dengan langkah-langkah yang benar.
c. Kesulitan melaksanakan perencanaan
Dalam kesulitan melaksanakan perencanaan ditinjau dari peta kognitif, siswa sering melakukan
kesalahan dalam menggunakan pengoperasikan perkalian ,pengurangan, penjumlahan,
pembagian, dan soal cerita diubah kebentuk matematika. Siswa mengetahui operasi atau metode
yang digunakan, namun tidak bisa menjumlahkan.
d. Kesulitan pengambilan kesimpulan
Dalan kesulitan pengambilan kesimpulan ditinjau dari peta kognitif, siswa menyelesaikan
permasalahan secara tepat dan hasil jawaban akhir tidak sesuai dengan konteks soal.
DAFTAR RUJUKAN Bungin, B. (2007). Penelitian kualitatif, komunikasi, ekonomi, kebijakan publik, dan ilmu sosail
lainnya. Jakarta: Prenada Media Group.
Hasibuan, I. (2015). Hasil belajar siswa pada materi bentuk aljabar dikelas VII SMP Negeri 1
Banda Aceh Tahun pelajaran 2013/2014. Jurnal Peluang. 4(1), 1-6.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 207
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Handayani, dkk. (2015). Pemanfaatan lego pada pembelajaran pola bilangan. Jurnal Didakti
Matematika. 2(1).
Herman, H. (1998). Mengajar belajar matematika. Jakarta: Proyek pengembangan lembaga
pendidikan tenaga kependidikan dirjendikti.
Hodiyanto. (2016). Analisis kesulitan siswa kelas IX dalam mengerjakan soal operasi bentuk
aljabar. Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains. 5(1).
Jamaris, M. (2014). Kesulitan belajar perspektif, asesmen, dan penanggulannya. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Murdanu. (2004). Analisis kesulitan siswa-siswa SLIP dalam menyelesaikan persoalan geometri.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Suaibah, S. (2010). Kemampuan siswa SMP kelas VIII dikota malang dalam menyelesaikan soal
cerita matematika ditinjau dari tahapan analisis kesalahan newman. Malang: Universitas
negeri malang.
Suharnan. (2005). Psikologi kognitif. Surabaya: Srikandi.
Suhartati. (2012). Representasi geometri dari bentuk aljabar. Jurnal peluang. 1(1), 5-56.
Sugiyono. (2016). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Soedjadi, R. (1996). Analisis kesulitan siswa menyelesaikan soal materi aljabar siswa kelas VIII
SMP Negeri 2 Bangil. Kadikma. 6 (2), 116-130.
Skemp, R. (1976). Relational understanding and instrumental understanding. First published in
mathematics teaching: university of wawick.
Watson. (2007). Penalaran aljabar dalam pembelajaran matematika. http://jurnal beta.ac.id. 8(1), 1-
13.
Wahyu D,W. (2015). Berfikir aljabar dalam pemecahan masalah matematika. Jurnal apotema. 1(1).
Wibowo A,T. (2016). Analisis kesulitan siswa kelas VIII C dan VIII f SMP Negeri 2 Piyungan
dalam menyelesaikan soal cerita pada pokok bahasa kubus dan balok. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 208
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
NATIONAL EXAMINATION IN THE CONCEPT OF EDUCATION EVALUATION IN
SCHOOL
Johan Setiawan1; Aman
2
1,2 Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimanakah Ujian Nasional
dalam Konsep Evaluasi Pendidikan di Sekolah. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai
oleh peserta didik, dan salah satu dari beberapa kegiatan penting untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Ujian nasional adalah teknik dalam mengevaluasi proses pendidikan. Pelaksanaan ujian
nasional selama ini tidak terlepas dari adanya pro dan kontra, beberapa ahli seperti guru dan politisi
meragukan efektivitas ujian nasional, tetapi di sisi lain banyak ahli percaya bahwa ujian nasional
adalah salah satu solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun banyak
kekurangan dalam pelaksanaan di dunia pendidikan Indonesia, diharapkan bisa menjadi kemajuan
dalam mengevaluasi proses pembelajaran di sekolah.
Kata Kunci: ujian nasional, evalusi pendidikan, sekolah
PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, upaya meningkatkan kualitas pendidikan sangat memerlukan
strategi dalam proses belajar mengajar. Kelancaran dan keberhasilan pengajaran antara lain banyak
ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan guru, mulai dari membuat perencanaan pengajaran,
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi sampai tercapainya tujuan pengajaran.
Evaluasi merupakan hal biasa dilaksanakan setelah menyelesaikan proses pembelajaran pada
tahapan tertentu, baik setelah proses pembelajaran satu pokok bahasan atau materi pembelajaran
ataukah setiap kali proses pembelajaran yang menghabiskan satu periode pembelajaran atau diakhir
tahun ajaran (Mudasir, 2016: 69). Dengan adanya evaluasi, suatu sekolah mampu mengambil
keputusan dengan benar apakah siswanya lulus atau tidak.
Ujian Nasional salah satu evaluasi output yang dilakukan pemerintah untuk skala nasional
yang mampu mejadi alat ukur untuk mengukur keberhasilan seluruh elemen yang tercakup dalam
proses pendidikan khususnya di sekolah seperti: kepala sekolah, guru, orang tua dan siswa. Guru
sebagai tenaga pendidik akan sukses ketika seluruh peserta didiknya lulus mengikuti ujian, maka
sudah menjadi tanggung jawab bagi guru tersebut untuk mencapai titik kesempurnaannya. Dengan
melakukan revisi terhadap metode pembelajaran, media, kurikulum, bahan ajar, dan perkembangan
siswa. Kepala sekolah sebagai menajer di sekolah pun harus melakukan kontrol intensif terhadap
kinerja guru sebagai tenaga pengajar untuk mencapai kesuksesan (Rizqa, 2014: 146-147).
Demikian pula halnya siswa, siswa akan bangga apabila dia mempunyai prestasi belajar
yang baik. Dengan mengetahui hasil ujian nasional, siswa dapat mengetahui posisi dirinya terhadap
teman-temannya baik secara lokal maupun secara nasional. Posisi ini sangat penting diketahui oleh
siswa agar mereka dapat memprioritaskan dirinya demi masa depan yang sudah dicita-citakan.
Orang tua siswa sebagai pendidik di luar sekolah pun akan mengetahui hasil didikannya dan kerja
sama yang baik dengan pihak sekolah akan terlihat jelas ketika orang tua siswa mengetahui
perolehan hasil ujian nasional. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimanakah Ujian Nasional dalam Konsep Evaluasi Pendidikan di Sekolah?
dan tujuan penelitian ini untuk mengetahui Ujian Nasional dalam Konsep Evaluasi Pendidikan di
Sekolah.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif,
Adapun definisi kualitatif deskriptif adalah data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa
prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 209
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran baru atau memuatkan suatu gambaran
yang sudah ada (Subagyo, 2006: 106). Penelitian ini merupakan penelitian studi pustaka, data
dikumpulkan melalui sumber primer maupun sekunder untuk kemudian dilakukan analisis isi sesuai
dengan tujuan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep Ujian Nasional
Ujian Nasional (UN) sebagai bentuk penilaian hasil belajar oleh pemerintah yang menjadi
tolak ukur keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajarn di sekolah. Tujuan dilaksanakan
UN, yaitu untuk mengetahui dan mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran tertentu secara
nasional. Menurut Gultom dalam Anwar (2012) Ujian Nasional adalah sistem evaluasi standar
pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
Menurut Setiadi dalam Anwar (2012) Ujian Nasional adalah penilaian hasil belajar oleh
pemerintah yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata
pelajaran tertentu dalam kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendapat selanjutnya menurut
Tilaar (2006: 109-110) mendefinisikan Ujian Nasional sebagai upaya pemerintah untuk
mengevaluasi tingkat pendidikan secara nasional dengan menetapkan standarisasi nasional
pendidikan dijenjang sekolah.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut tentang Ujian Nasional, maka dapat disimpulkan
bahwa Ujian Nasional adalah sistem evaluasi atau penilaian standar pendidikan dasar dan menengah
secara nasional dengan menetapkan standarisasi nasional pendidikan yang bertujuan sebagai
pemetaan masalah pendidikan dalam rangka menyusun kebijakan pendidikan nasional.
Menurut Supriyoko dalam Anwar (2012) Ujian Nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah perlu dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan, antara lain: (1) sebagai tolak ukur
kualitas pendidikan antar daerah, (2) sebagai upaya standarisasi mutu pendidikan secara nasional,
dan (3) sebagai sarana memotivasi peserta didik, orang tua, guru, dan pihak-pihak terkait untuk
meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam menghadapi standar pendidikan.
Selain itu, menurut Setiadi dalam Anwar (2012) jika dicermati secara seksama dengan adanya
Ujian Nasional dapat menumbuhkan pendidikan berkarakter bagi siswa, seperti religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, menghargai
prestasi, dan gemar membaca. Selain itu UN juga dimaksudkan untuk mengukur kemampuan
peserta didik dari segi kognitif. Dengan demikian UN memiliki peran yang sangat sentral sebagai
quality control pendidikan atau mengatur kualitas pendidikan.
Perubahan Kebijakan Pemerintah Terkait Ujian Nasional
Ujian nasional mengalami beberapa kali perubahan, baik dari sisi penggunaan istilah,
sampai dengan sistem pelaksanaannya. Mulai yang bersifat sentralisasi, desentralisasi atau bahkan
gabungan diantara keduanya. Terkait dengan itu, model tes dengan skala nasional telah mengalami
beberapa kali perubahan dan penyempurnaan. Secara kronologis, perkembangan ujian akhir tersebut
menurut Idrus (2010: 212) adalah sebagai berikut:
a. Tahun 1950-1960
Pada tahun ini ujian nasional disebut dengan istilah “ujian Penghabisan”. Dilakukan
secara nasional dan soal dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan. Seluruh soal tidak berupa pilihan ganda, tetapi berupa esai. Pemeriksaan
soal dilaksanakan di pusat rayon, bukan di sekolah.
b. Tahun 1965-1971
Pada kisaran tahun ini, istilah ujian penghabisan diganti “ujian negara”.
Pelaksanaannya masih menggunakan sistem terpusat karena bahan serta waktu
pelaksanaan ujian ditentukan oleh pemerintah pusat.
c. Tahun 1972-1979
Pada kisaran ini, pemerintah membuka kebebasan kepada setiap sekolah atau
sekelompok sekolah melaksanakan ujian sendiri. Penyusunan soal dan pelaksanaan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 210
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
ujian dilaksanakan oleh masing-masing sekolah. Pemerintah hanya menyusun
pedoman dan panduan yang bersifat umum.
d. Tahun 1980-2000
Pada tahun ini mulai diselenggarakan ujian akhir nasional yang disebut Evaluasi
Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Model ujian akhir ini menggunakan dua
bentuk yaitu Ebtanas untuk mata pelajaran pokok, dan Ebta untuk mata pelajaran non-
Ebtanas. Ebtanas dikoordinasi pemerintah pusat dan Ebta dikoordinasi oleh
pemerintah propinsi. Kelulusan ditentukan oleh kombinasi kedua evaluasi tadi yang
ditambah nilai ujian harian yang tertera diraport.
e. Tahun 2001-2004
Pada tahun ini, Ebtanas diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (Unas). Hal yang
menonjol dalam peralihan nama Ebtanas menjadi Unas adalah penentuan kelulusan
siswa yaitu dalam Ebtanas kelulusan berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan
nilai Ebtanas murni, sedangkan Unas ditentukan pada mata pelajaran secara
individual.
f. Tahun 2005-2009
Pada tahun ini dikeluarkan PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang didalamnya memuat tentang Standar penilaian. Standar tersebut salah
satunya mengatur tentang pelaksanaan ujian nasional. Yang mencolok pelaksanaan
Ujian nasioanl pada kisaran tahun ini adalah harus adanya target minimal kelulusan.
Target tersebut harus dicapai siswa jika ingin mendapat kelulusan dari satuan
pendidikan tertentu.
g. Tahun 2010-sekarang
Pada tahun ini, masih hampir sama dengan pelaksanaan ujian nasional pada tahun
sebelumnya. Hanya saja terdapat ujian susulan bagi siswa yang tidak lulus ujian
nasional.
Proses perubahan kebijakan pelaksanaan Ujian Nasional yang demikian panjang, pada
hakikatnya merupakan langkah evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam
menetapkan standar nilai untuk memetaan mutu dan kompetensi lulusan. Kebijakan ini diharapkan
mampu menyentuh hasrat banyak pihak dalam mewujudkan mutu pendidikan sebagaimana yang
diharapkan. Persoalan muncul ketika evaluasi terhadap proses pendidikan ini bernama Ujian
Nasional terutama memasuki periode 2010-2013 (Hidayah, 2013: 36). Baru pada tahun 2015 hingga
sekarang ujian nasional tidak digunakan sebagai penentu kelulusan.
Evaluasi dalam Sistem Pendidikan
Terkait dengan mutu, maka indikator dari kualitas pendidikan adalah kompetensi lulusan,
yaitu kemampuan yang dimiliki lulusan. Kompetensi lulusan dapat berupa kemampuan yang
dimiliki lulusan dicirikan dengan pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dapat ditampilkan
(Ghofur, 2004: 4). Memperbaiki kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas
pengajaran dan kualitas evaluasinya. Dengan begitu, setiap usaha memperbaiki kualitas pendidikan
harus mencakup usaha untuk semakin menyempurnakan sistem evaluasi yang digunakan. Paparan
di atas, mengisyaratkan posisi penting evaluasi dalam proses pendidikan.
Menurut Norman E. Gronlund dalam Idrus (2007: 2) merumuskan pengertian evaluasi
sebagai berikut: “Evaluation is a systematic process of determining the extent to which
instructional objectives are achieved by pupils”. Secara garis besar Grounlund mengungkap bahwa
evaluasi adalah suatu proses yang sistimatis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai
sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh peserta didik. Adapun Wrightstone dalam
Idrus (2007: 2) mengemukakan rumusan evaluasi pendidikan sebagai “Educational evaluation is
the estimation of the growth and progress of pupils toward objectives or values in the curriculum.”
Berbeda dengan Grounlund, Wrighstone tampaknya memaknai evaluasi pendidikan
sebagai penapsiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik ke arah tujuan-tujuan atau
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 211
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
nilai-nilai yang telah ditetapkan di dalam kurikulum. Dalam kegiatan proses pendidikan selalu
memerlukan evaluasi. Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pendidikan memerlukan evaluasi
(Idrus, 2007: 5-6).
Pertama, ditinjau dari sudut proses, adanya interdependensi antara ketiga komponen
(tujuan pengajaran, materi, dan metode belajar mengajar). Tujuan akan mengarahkan bagaimana
pelaksanaan proses belajar-mengajar, (materi, metode belajar-mengajar) yang seharusnya
dilaksanakan, sekaligus merupakan kerangka acuan untuk melaksanakan evaluasi hasil belajar.
Untuk itu dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar perlu dilakukan perumusan tujuan,
dan prosedur evaluasi yang dilaksanakan dalam proses belajarmengajar secara jelas dan tepat. Hal
ini diperlukan agar pihak penyelenggara kegiatan pendidikan (dalam hal ini dapat saja guru, atau
instansi tertentu yang menyelenggarakan kegiatan proses belajar mengajar) dapat mengetahui
sejauh mana tingkat keberhasilan proses pembelajaran yang telah dilaksanakannya.
Kedua, ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, bahwa kegiatan evaluasi
hasil belajar merupakan salah satu ciri pendidik profesional. Seorang pendidik profesional selalu
menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal tersebut dilakukannya
mengingat salah satu indicator keberhasilan mengajar salah satunya ditentukan dari tingkat
keberhasilan yang dicapai oleh subjek belajarnya (peserta didik).
Di samping itu, pendidik profesional juga menginginkan informasi tentang tingkat
kesukaran materi yang disampaikannya, serta cara ataupun metode yang digunakannya dalam
proses pembelajaran tersebut. Dengan sendirinya, salah satu cara termudah untuk mengetahui dan
mendapatkan informasi yang diinginkannya, maka pendidik tersebut harus melakukan kegiatan
evaluasi.
Ketiga, Secara kelembagaan, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan manajemen, yang
meliputi; planning, programming, organizing, actuating, controlling, dan evaluating. Meski secara
tegas kegiatan controlling dan evaluating masuk dalam wilayah kajian manajemen, tetapi dalam
kegiatan manajemen tradisional terkadang kedua kegiatan tersebut kurang mendapatkan perhatian
secara serius, termasuk manajemen pendidikan.
Dalam tulisan yang sama Idrus (2007: 7-8) mengungkap bahwa fungsi pokok evaluasi
pendidikan ialah untuk mengetahui penguasaan bahan dalam rangka membimbing pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik secara individual maupun kelompok. Selain itu juga berfungsi untuk
mengetahui kelemahan dan kekuatannya serta untuk menentukan bidang-bidang yang harus
diperbaiki atau diubah.
Bagi pengembangan kurikulum, maka proses evaluasi berfungsi untuk menentukan dasar
bagi perubahan dan penyempurnaan kurikulum serta untuk menetapkan kegiatan-kegiatan baru
yang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan pendidikan. Secara rinci fungsi evaluasi
pendidikan menurut Idrus (2010: 208-211) dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan peserta didik setelah
mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama janga waktu tertentu. Hasil evaluasi
yang diperoleh itu selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta
didik (fungsi formatif) dan atau untuk mengisi rapor atau Surat Tamat Belajar, yang
berarti pula untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus-tidaknya seseorang peserta
didik dari suatu lembaga pendidikan tertentu (fungsi sumatif).
b. Sebagai proses pemberian tingkatan. Evaluasi ditujukan untuk menentukan atau
membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik
lainnya dalam suatu kelompok yang sama. Mengingat proses ini untuk menunjukkan
kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak lainnya, maka fungsi
ini lebih mengacu kepada penilaian acuan norma.
c. Sebagai alat seleksi, proses evaluasi juga ditujukan untuk memisahkan antara peserta
didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak yang tidak boleh. Dalam hal
ini, fungsi ini dapat saja dimaksudkan untuk menentukan calon peserta didik masuk atau
diterima di sekolah tertentu atau ditolak, atau dapat juga sebagai seleksi masuk-tidaknya
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 212
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
seorang peserta didik dalam sebuah program yang dirancang atau lulus tidaknya yang
bersangkutan saat menjalankan program tertentu.
d. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran yang dilaksanakan.
Pengajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan
satu sama lain. Komponen dimaksud antara lain adalah tujuan, materi atau bahan
pengajaran, metode dan kegiatan belajar mengajar, alat dan sumber pelajaran, dan
prosedur dan alat evaluasi. Pada sisi ini menjadi kewajiban bagi para pendidik atau
lembaga pendidikan untuk melakukan proses evaluasi.
e. Untuk keperluan bimbingan dan konseling (BK). Biasanya dari sebuah proses penilaian
akan diketahui tingkat kemampuan anak didik, juga siapa saja yang mengalami
kegagalan dan hambatan dalam proses pendidikan. Hasil evaluasi yang telah
dilaksanakan oleh guru terhadap peserta didiknya dapat dijadikan sumber informasi atau
data untuk mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan lebih lanjut
informasi tersebut berguna bagi pelayanan BK oleh para konselor atau guru
pembimbing lainnya.
f. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Guru melaksanakan kegiatan evaluasi dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta
didik dan menilai program pengajaran, yang berarti pula menilai isi atau materi
pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum. Dengan kalimat lain dengan mengetahui
kekurangan serta keburukan yang diperoleh dari hasil evaluasi itu, selanjutnya dapat
digunakan sebagai usaha untuk memperbaiki proses belajar mengajar, yang menyangkut
materi pelajaran, metode, alat evalausi dan juga kurikulum. Pada sisi ini, hasil penilaian
memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki
proses belajar mengajar serta mengadakan perbaikan program bagi peserta didik.
g. Adanya proses evaluasi menunjukkan adanya sisi profesionalitas pendidikan. Artinya
proses evaluasi secara langsung menunjukkan bahwa pendidikan yang dikelola
memiliki nilai profesional dan bukan sekadar asal jalan saja.
h. Proses evaluasi menunjukkan adanya sisi pertangungjawaban lembaga.
Pertanggungjawaban ini dibutuhkan oleh masyarakat pengguna lembaga pendidikan.
i. Secara kelembagaan proses pendidikan merupakan kegiatan managerial yang di
dalamnya memerlukan proses evaluasi. Sebagaimana dipahami proses management
dimulai dari adanya perencanaan (planing), programming, organizing, actuating,
controlling, dan diakhiri dengan evaluating.
j. Sebagai alat diagnotik, proses evaluasi bertujuan untuk mengetahui kesulitan belajar
yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang dapat dikembangkan. Ini
akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
Selain itu, dari proses evaluasi yang dilakukan akan diperoleh informasi tentang
kelemahan dan kekuatan satuan pendidikan. Informasi ini akan dijadikan sebagai umpan
balik (feedback) untuk selanjutnya pihak penyelenggara pendidikan dapat merancang
aktivitas yang dapat mengatasi kelemahan dan lebih memperkuat situasi yang ada.
Konsekuensi dari keberhasilan lembaga menata ulang aktivitasnya adalah adanya
peningkatan mutu pendidikan di lembaga tersebut.
k. Pengendalian mutu (quality control) pendidikan. Fungsi ini sangat erat terkait dengan
fungsi pada poin j di atas, yaitu fungsi diagnostik. Adanya evaluasi akan dapat diperoleh
informasi tentang kualifikasi lulusan. Informasi ini selanjutnya dapat digunakan sebagai
balikan pada proses pendidikan yang berlangsung pada lembaga tersebut untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu. Dengan begitu evaluasi salah satu instrumen
penjamin mutu pendidikan.
l. Sebagai alat prediksi, evaluasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat
memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya,
keberhasilan pada suatu program yang akan dijalninya atau kesesuaian dalam pekerjaan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 213
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Biasanya secara umum untuk melakukan model evaluasi ini digunakan serangkaian tes
psikologi seperti tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.
m. Seleksi dan penempatan, yaitu bahwa hasil evaluasi pendidikan dapat dijadikan salah
satu bahan pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang pelamar, khususnya
jika tempat yang tersedia lebih sedikit dari jumlah yang melamar. Selain itu, hasil
evaluasi juga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan ke mana seorang
dianjurkan untuk melanjutkan pendidikannya atau terjun ke dunia kerja.
Dengan begitu berdasarkan pada alasan-alasan di atas, maka dalam proses pendidikan
wajib adanya evaluasi sebagai upaya untuk mengukur keberhasilan program, serta untuk
menentukan kualifikasi peserta didik. Lebih jauh lagi proses evaluasi pendidikan diperlukan untuk
dapat secara tepat melihat kelemahan proses pendidikan, sehingga akan secara tepat pula memberi
perlakuan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan.
Evaluasi Pendidikan Melalui Ujian Nasional Evaluasi terdiri dari dua konsep, yaitu: pertama, evaluasi sebagai suatu proses yang terdiri
dari rangkaian kegiatan penilaian; kedua, evaluasi sebagai tindakan untuk menunjukkan kualitas
dari hasil penilaian (Sanjaya, 2008: 335). Secara umum evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai
sejauhmana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya
(Nugroho, 2011: 668).
Kaitannya dengan sistem pendidikan, evaluasi bertujuan untuk mendapatkan informasi
yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa, sehingga dapat
diupayakan tindak lanjutnya. Daryanto (2007: 11) menyebutkan tindak lanjut tersebut dapat berupa
penempatan pada tempat yang tepat, pemberian umpan balik, diagnosis kesulitan belajar siswa, dan
penentuan kelulusan.
Salah satu rangkaian kegiatan evaluasi dilakukan melalui tes serta pengukuran sampai
akhirnya melakukan evaluasi (Alawiyah, 2011: 208). Tes ditujukan untuk menghasilkan pertanyaan
yang mewakili karakteristik siswa yang hendak direncanakan untuk diukur (Sukardi, 2010: 20).
Pengukuran menjadi kegiatan untuk memberikan angka terhadap suatu hasil suatu kegiatan
pengukuran (Hasan, 1988: 10); dan evaluasi merupakan proses yang menentukan keadaan dimana
tujuan dapat dicapai (Sukardi, 2010: 20).
Dalam hal ini, UN dilakukan sebagai salah satu rangkaian kegiatan evaluasi. Berupa
kegiatan memberikan tes kepada peserta didik, hasilnya kemudian diukur serta dilakukan evaluasi
yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran pada peserta didik. Hal ini sejalan dengan
pendapat Tyler dalam Hasan (2008: 35) yang mendefinisikan evaluasi sebagai proses untuk
menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil belajar, untuk mengukurnya dilakukan
melalui tes hasil belajar.
Setiap tahun UN dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia untuk menilai
pencapaian Standar Nasional Pendidikan yang dilakukan pada beberapa mata pelajaran tertentu.
Hasilnya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pendidikan maupun penempatan pada jenjang
pendidikan berikutnya. Terdapat beberapa prinsip yang harus termuat dalam sebuah proses evaluasi.
Sukardi (2010: 4-5) menjelaskan terdapat beberapa prinsip evaluasi yaitu: (1) evaluasi harus masih
dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditentukan, (2) evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara
komprehensif, (3) evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan peserta
didik, (4) evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu, (5) evaluasi harus peduli mempertimbangkan
nilai-nilai yang berlaku.
Evaluasi pendidikan melalui Ujian nasional memiliki nilai positif bagi peningkatan kinerja
pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan. Tentunya adanya sisi lemah dari pelaksanaan ujian
nasional ini memang perlu direduksi. Banyak alternatif kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk
peningkatan mutu pendidikan, dan salah satunya adalah mendesain model evaluasi yang digunakan
untuk menyaring lulusan yang memang berkualitas.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 214
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Pada sisi ini pelaksanaan ujian nasional merupakan salah satu strategi umum yang dapat
dilakukan. Hal tersebut sebagaimana diungkap Heyneman & Ransom yang menyatakan bahwa
ujian merupakan strategi yang umum digunakan oleh negara-negara berkembang dalam
meningkatkan mutu pendidikannya karena merupakan cara yang efektif dan murah dalam
mempengaruhi apa yang diajarkan guru dan apa yang dipelajari peserta didik di sekolah.
Maka perlunya ujian nasional untuk menentukan kelulusan peserta didik pada setiap akhir
satuan pendidikan. Selain ujian kelulusan pada akhir setiap satuan pendidikan, merupakan salah
satu bentuk evaluasi untuk mengendalikan mutu pendidikan secara nasional dan memantau capaian
standar nasional.
KESIMPULAN
Ujian Nasional sebagai bentuk penilaian hasil belajar oleh pemerintah yang menjadi tolak
ukur keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajarn di sekolah. Ujian Nasional adalah
sistem evaluasi atau penilaian standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dengan
menetapkan standarisasi nasional pendidikan yang bertujuan sebagai pemetaan masalah pendidikan
dalam rangka menyusun kebijakan pendidikan nasional
Ujian nasional mengalami beberapa kali perubahan dimulai tahun 1950-1960 disebut
dengan istilah “ujian penghabisan”. Tahun 1965-1971 istilah ujian penghabisan diganti “ujian
negara”. Tahun 1972-1979 pemerintah membuka kebebasan kepada setiap sekolah atau sekelompok
sekolah melaksanakan ujian sendiri. Tahun 1980-2000 disebut evaluasi belajar tahap akhir nasional,
tahun 2001-2004 Ebtanas diganti menjadi Ujian Akhir Nasional. Tahun 2005-2009 dikeluarkan PP
nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada kisaran tahun ini adalah harus
adanya target minimal kelulusan. Tahun 2010-sekarang ini bernama Ujian Nasional terutama
memasuki periode 2010-2013 Baru pada tahun 2015 hingga sekarang ujian nasional tidak
digunakan sebagai penentu kelulusan.
Memperbaiki kualitas suatu pendidikan dapat di tempuh melalui peningkatan kualitas
pengajaran dan kualitas evaluasinya. Dengan begitu, setiap usaha memperbaiki kualitas pendidikan
harus mencakup usaha untuk semakin menyempurnakan sistem evaluasi yang digunakan. Evaluasi
adalah suatu proses yang sistimatis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana
tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh peserta didik. Kaitannya dengan sistem pendidikan,
evaluasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran oleh siswa, sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. UN dilakukan sebagai salah
satu rangkaian kegiatan evaluasi. Berupa kegiatan memberikan tes kepada peserta didik, hasilnya
kemudian diukur serta dilakukan evaluasi yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran pada
peserta didik.
DAFTAR RUJUKAN Alawiyah, F. (2011). Evaluasi dan Pemetaan Mutu Pendidikan Melalui Ujian Nasional. Jurnal
Aspirasi, 1 (2), 189-202. Jakarta: Aspirasi
Anwar, K. (2012). Ujian Nasional: Sarana Untuk Membangun Karakter Bangsa. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Daryanto. (2007). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ghofur, A., & Mardapi, D. (2004). Pola Induk Pengembangan Sistem Penilaian. Yogyakarta:
Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Hasan, S. H. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Hidayah, N. (2013). Ujian Nasional Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Jurnal Pencerahan, 7 (1),
35-40. Aceh: Pencerahan
Idrus, M. (2007). Evaluasi Pendidikan. Diktat. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam.
_____. (2010). Ujian Nasional dalam Konteks Pendidikan. Jurnal Millah edisi Khusus desember.
Mudasir. (2016). Fenomena Pelaksanaan Ujian Nasional Tingkat Madrasah Aliyah Se-Provinsi
Riau. Jurnal Tadris, 1 (1), 69-83. Riau: Tadris
Nugroho, R. (2011). Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, Manajemen
Kebijakan. Jakarta: OT. Elex Media Komputindo.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 215
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Rizqa, M. (2014). Evaluasi Program Strategi Menghadapi Ujian Nasional di Mtsn Model Padang
Tahun 2008. Jurnal Kutubkhanah: Penelitian Sosial Keagamaan, 17 (2), 146-159. Riau:
Kutubkhanah
Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Media Grup.
Subagyo. J. P. (2006). Metode Penelitian: dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.
Sukardi. (2010). Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.
Tilaar. (2006). Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjuan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 216
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
DESAIN PERANGKAT PEMBELAJARAN HIMPUNAN BERBASIS BERTANYA
PRODUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DAN
KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA MTs
Masjudin1; Ade Kurniawan
2
1,2Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram
Abstrak: Perangkat pembelajaran memiliki manfaat penting dalam pembelajaran. Namun,
sebagian besar perangkat pembelajaran yang dirancang guru matematika selama ini kurang
mengembangkan interaksi sosial siswa. Rancangan yang disusun terlalu normatif dan tidak secara
rinci memuat aktivitas belajar, pertanyaan-pertanyaan kunci, serta konsep-konsep yang seharusnya
terbangun secara terstruktur dalam pembelajaran. Hal ini berdampak pada rendahnya keterampilan
social dan kemampuan kognitif siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk
berupa perangkat pembelajaran himpunan yang dapat dijadikan rujukan bagi guru dalam upaya
meningkatkan keterampilan sosial dan kemampuan kognitif siswa. Jenis penelitian ini adalah
penelitian pengembangan. Penelitian ini dirancang dengan mengacu pada model pengembangan 4D
(Define, Design, Develop, Dessimination). Namun yang dilaksanakan sampai pada tahap tahap
Develop. Instrumen penelitian ini adalah lembar validasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-
rata skor validasi mencapai 4,2 dari skala 5 dengan kateori sangat valid. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa desain perangkat pembelajaran himpunan berbasis bertanya produktif valid
untuk meningkatkan keterampilan social dan kemampuan kognitif siswa.
Kata Kunci: Perangkat Pembelajaran Himpunan, Bertanya Produktif, Keterampilan Sosial,
Kemampuan Kognitif
PENDAHULUAN
Perangkat pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam dalam proses
pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang baik mempermudah guru dalam membantu proses
fasilitasi pembelajaran siswa. Perangkat pembelajaran membantu guru melaksanakan proses
pembelajaran secara sistematis, terpola, mengarahkan siswa dalam proses penyususnan konsep. Jika
guru tidak menyiapkan perangkat pembelajaran sebelum pembelajaran, sering kali guru hilang arah
dan bingung ditengah-tengah proses. Lebih-lebih dalam proses pembelajaran matematika.
Matematika dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan yang abstrak, yang dapat dipandang
sebagai menstrukturkan pola, berpikir yang sistematis, kritis, logis, cermat, dan konsisten (Ansjar &
Sembiring, 2001:5). Karakteristik matematika yang bersifat abstrak dan materi matematika disusun
secara hirarkis, menuntut guru untuk merancang perangkat pembelajaran secara maksimal. Dalam
merancang perangkat pembelajaran, guru ditantang untuk mendesaian suatu aktivitas yang rinci dan
melibatkan potensi dan interaksi siswa secara maksimal.
Namun demikian, temuan yang peneliti peroleh di lapangan, bahwa perangkat
pembelajaran yang dirancang guru matematika selama ini kurang mengembangkan interaksi sosial
antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Rancangan yang disusun terlalu
normatif dan tidak secara rinci memuat aktivitas belajar, pertanyaan-pertanyaan kunci, serta
konsep-konsep matematika yang seharusnya terbangun secara terstruktur dalam pembelajaran.
Dampaknya dalam pembelajaran, interaksi dan komunikasi antara guru dengan siswa cenderung
monoton dan satu arah serta tidak terjalin komunikasi sosial yang baik antar siswa yang bermuara
pada rendahnya kemampuan kognitif matematika siswa.
Dampak lainnya adalah di luar pembelajaran, rancangan perangkat pembelajaran tersebut
memunculkan masalah social dalam masyarakat seperti siswa matematika sering dicirikan kurang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 217
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
mampu berkomunikasi secara verbal. Selain itu, jika siswa tidak dilatih berinteraksi, akan
memungkinkan terjadinya sifat tidak menghargai orang lain, kurang mendengarkan pendapat atau
keluhan dari orang lain, tidak mau memberi atau menerima feedback, dan tidak mau memberi atau
menerima kritik, serta bertindak tidak sesuai norma dan aturan yang berlaku.
Oleh karena itu, sangat penting dikembangkan suatu perangkat pembelajaran yang
representatif untuk meningkatkan keterampilan sosial dan kemampuan kognitif siswa. Salah
satunya dengan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis bertanya produktif. Bertanya
produktif merupakan suatu proses meminta informasi dengan cara yang terstruktur, dimulai dari
bertanya terbuka terhadap siswa sampai siswa menemukan konsep yang diharapkan.
Perangkat pembelajaran yang dirancang berbasis bertanya produktif memuat segenap
aktivitas pembelajaran yang rinci, konsep-konsep yang terstruktur, serta segenap pertanyaan yang
tersusun secara sistematis untuk menstimulus interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa
dengan siswa. Teknik bertanya produktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan ide, mendengarkan pendapat temannya, memberikan dan menerima masukan yang
sifatnya dapat membangun pemahaman matematika siswa
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berupaya untuk melaksanakan penelitian untuk
menghasilkan produk berupa perangkat pembelajaran yang valid untuk meningkatkan interaksi
social dan kemampuan kognitif siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang diajukan dalam penelitian ini
secara umum dapat dirumusan sebagai berikut: Bagaimanakah tingkat validitas perangkat
pembelajaran matematika berbasis bertanya produktif untuk meningkatkan keterampilan social dan
kemampuan kognitif siswa?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Pembelajaran Matematika
Matematika dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan yang abstrak, yang dapat
dipandang sebagai menstrukturkan pola, berpikir yang sistematis, kritis, logis, cermat, dan
konsisten (Ansjar & Sembiring, 2001:5). Matematika juga dapat diartikan sebagai aktivitas
manusia. Pada dasarnya, matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunia secara
empiris. Karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses
dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur
kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.
Matematika sebagai suatu struktur dan konsep seharusnya dipahami dengan baik sehingga
dapat diaplikasikan dengan baik pula (Masjudin & Muzaki, 2014:222).
Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru yang dirancang
untuk menciptakan interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Sutarto dan Syarifudin,
2013:40). Cara belajar adalah cara atau strategi siswa dalam melakukan kegiatan belajar untuk
mencapai prestasi belajar yang diharapkannya. Dalam hal cara belajar tentunya terdapat cara-
cara yang baik maupun tidak baik. Banyak siswa gagal atau tidak mendapat hasil yang baik
dalam pelajarannya karena tidak mengetahui cara-cara belajar yang efektif dan kebanyakan
hanya mencoba menghafal pelajaran (Masjudin & Hasanah, 2014:198)
Dalam mengajarkan matematika, tugas penting guru adalah mendesain perangkat
pembelajaran dengan melibatkan interaksi social guru dan siswa secara maksimal. Dengan
demikian diharapkan peserta didik akan dapat menyerap konsep secara utuh dan bermakna.
B. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran merupakan salah satu hal yang harus disiapkan oleh guru
sebelum melaksanakan pembelajaran. Menurut Zuhdan, dkk (2011:16) perangkat pembelajaran
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 218
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
adalah alat atau perlengkapan untuk melaksanakan proses yang memungkinkan pendidik dan
peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Pada KBBI (2007:17) dijelaskan bahwa
perangkat adalah alat atau perlengkapan, sedangkan pembelajaran adalah proses atau cara
menjadikan orang belajar. Perangkat pembelajaran menjadi pegangan bagi guru dalam
melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium atau di luar kelas. Dengan demikian,
dapat disimpukan bahwa perangkat pembelajaran merupakan alat yang digunakan guru dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas.
C. Bertanya Produktif.
Bertanya menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah proses meminta keterangan
atau penjelasan tentang sesuatu informasi. Cara bertanya sangat banyak jenisnya. Salah
satunya adalah bertanya produktif. Bertanya produktif merupakan suatu proses meminta
informasi dengan memberikan beberapa pertanyaan terstruktur dan sistematis sampai siswa
menemukan konsep.
Sangat penting bahwa para guru terus berupaya mengembangkan pengetahuan mereka
tentang pengajaran matematika. Termasuk di dalamnya tentang cara bertanya dan pertanyaan
apa yang harus ditanyakan. Dengan bertanya atau mendengarkan pertanyaan siswa akan terjadi
inteksi social yang baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Anonim
(2011:1) menjelaskan bahwa dengan mendengarkan dengan saksama gagasan siswa dan
mempertahankan tujuan pembelajaran dan gagasan matematika yang besar, kita dapat
mengidentifikasi dan mengembangkan gagasan penting dalam wacana siswa
D. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan
orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada
pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan
keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam
hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Hargie, Saunders, & Dickson dalam
Gimpel & Merrell, 1998 dalam Sofyan, 2015).
Keterampilan sosial membawa orang untuk lebih berani berbicara, mengungkapkan
setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian yang
adaptif, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke hal-hal lain yang justru dapat merugikan
diri sendiri maupun orang lain (Matson, dalam Gimpel & Merrell, 1998).
Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi,
menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan
pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau
menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila
keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya
E. Kemampuan Kognitif
Anderson et al, (2001:67) mengkategorikan ranah atau domain kognitif berdasarkan
taksonomi Bloom yang tingkatannya mulai dari yang sederhana sampai yang paling kompleks
yaitu: remember (ingatan), understand (pemahaman), apply (aplikasi), analyze (analisis),
evaluate (evaluasi), dan create (kreasi). Penjabaran sebagai berikut:
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Pengembangan. Model pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 219
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
diadaptasi dari model pengembangan 4D (Define, Design, Develop, Desimination). Namun
penelitian ini hanya dilaksanakan sampai tahap Develop
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah di MTs. NW Lingsar. Penelitian ini dilaksanakan pada
semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini mengacu pada tahap-tahap
model pengembangan 4D yang meliputi tahap Define (Pendefinisian), tahap Design
(Perancangan), tahap Develop (Pengembangan), dan tahap Disseminate (Penyebaran).
D. Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut
1. Lembar validasi Perangkat ajar
2. Lembar Observasi interaksi social siswa
3. Angket tanggapan guru terhadap perangkat pembelajaran
4. Lembar tes evaluasi kemampuan kognitif siswa
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan tiga cara yaitu:
1) Pemberian lembar validasi perangkat
Lembar validasi modul diberikan kepada tiga validator yaitu validator ahli materi, ahli
media dan desain, dan kepada guru matematika. Validator akan memberikan penilaian
terhadap perangkat yang dikembangkan. Masukan-saran dari validator akan diperguanakan
sebagai bahan untuk perbaikan perangkat pembelajaran
2) Pemberian angket tanggapan guru
Angket tanggapan guru diberikan kepada guru yang mengujicoba
3) Pemberian Lembar Observasi interaksi social siswa
Lembar Observasi diberikan kepada observer. Observer akan bertugas untuk memberikan
penilaian dan keterangan pada lembar observasi mengenai interaksi social siswa. Kegiatan
observasi akan dilakukan oleh 2 orang observer yang sudah terlatih oleh peneliti.
4) Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mendapatkan gambaran secara visual mengenai aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran. Dokumentasi dapat dapat berupa foto-foto proses
pembelajaran yang akan dijadikan lampiran untuk mengetahui proses pembelajaran yang
telah dilakukan.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif. Teknik analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif.
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono,
2015:254).
1) Analisis Data Hasil Validasi Perangkat
Kategori kelayakan dari perangkat ini menggunakan skala pengukuran (Rating Scale).
Dengan skala pengukuran (Rating Scale), data yang diperoleh berupa angka akan
ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Skor yang akan diberikan dengan Rating Scale
dengan ketentuan sebagai berikut
a. Skor 5 jika dipandang item validasi sangat baik
b. Skor 4 jika dipandang item validasi baik
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 220
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
c. Skor 3 jika dipandang item validasi cukup baik
d. Skor 2 jika dipandang item validasi kurang baik
e. Skor 1 jika dipandang item validasi tidak baik
Hitungan rata-rata skor dari validator dikonversi lagi ke skala pengukuran Rating Scale
dengan 5 kategori tingkat validasi. Tiap-tiap kategori dinyatakan berdasarkan rumus
(Riduwan, 2013:21):
Kriteria penilaian skor rata-rata dan persentase adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kriteria Validitas Perangkat
Persentase
Kelayakan Kategori
81% - 100% Sangat Valid
61% - 80% Valid
41% - 60% Cukup Valid
21% - 40% Kurang Valid
0 % - 20% Tidak Valid
Sumber: (Riduwan, 2013:222)
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini meliputi dua tahapan, yaitu tahap pengembangan dan tahap implementasi.
Tahap pengembangan menggunakan model 4D Mode yang yang meliputi tahap Define
(Pendefinisian), tahap Design (Perancangan), tahap Develop (Pengembangan), dan tahap
Disseminate (Penyebaran). Hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Hasil Tahap Define
Produk yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran matematika berbasis
bertanya produktif. Pada tahap define ini, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Tahap ini dilakukan dengan
melakukan analisis tujuan dan batasan materi pelajaran yang akan dikembangkan perangkatnya.
Dalam tahap ini meliputi analisis kurikulum, analisis peserta didik, analisis materi, dan
merumuskan tujuan pembelajaran.
Pada tahapan ini, hasil kegitan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Analisis awal-akhir.
Pada tahap ini, peneliti mempelajari beberapa buku yang terkait seperti pelaksanaan
pembelajaran, strategi pembelajaran, penyusunan instrumen, dll. Hasil analisis buku tersebut
diperoleh teori-teori pendukung agar siswa dapat menguasai keterampilan dasar mengajar.
2. Analisis siswa.
Pada tahap ini, peneliti mendiagnosa kabutuhan siswa dengan mengacu kepada pengalaman
yang sudah didapatkan siswa dalam belajar matematika. Kegiatan ini dilaksanakan dengan
mewawancara beberapa siswa. Hasil yang diperoleh bahwa selama ini siswa jarang bertanya
kepada guru, siswa malu bertanya, dan guru juga jarang bertanya kepada siswa, palingan
memberikan soal.
3. Analisis tugas.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 221
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis target capaian yang akan
diperoleh siswa. Kegiatan ini juga dilaksanakan dengan melaksanakan wawancara dengan
siswa yang sudah belajar materi matematika yang sedang dikembangkan. Hasilnya adalah
dalam pelaksanaan pembelajaran guru seringkali hanya menjelaskan materi, memberikan
contoh soal, dan memberikan soal dari buku.
4. Analisis Konsep.
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan identifikasi konsep-konsep utama
yang akan diajarkan pada pembelajaran matematika di kelas VII MTs NW Lingsar. Konsep-
konsep tersebut selanjutnya diurutkan berdasarkan urutan hierarkinya. Hasil analisis konsep
tersebut adalah materi matematika yang dikembangkan perangkatnya adalah Materi
Himpunan.
5. Penentuan indicator ketercapaian (specifying instructional objectives).
Berdasar hasil analisis tugas dan analisis konsep, selanjutnya pada tahap ini kegiatan yang
dilakukan adalah mendesain indicator-indikator ketercapaian yang akan dicapai dalam
pembelajaran matematika. Hasil tahap ini adalah memunculkan Indicator-indikator
pembelajaran materi Himpunan yang akan dikembangkan perangkatnya
B. Tahap Design. Pada tahap design ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan yaitu, Constructing
Criterion-Tes, Pemilihan Media, Pemilihan format, Rancangan utama. Luaran yang dihasilkan
dari tahap ini adalah draf perangkat pembelajaran.
C. Tahap Develope
Tahap Develope (pengembangan) ini melalui beberapa kegiatan seperti tahap uji
validasi ahli oleh validator ahli yang bertujuan untuk mengetahui kevalidan buku. Adapun hasil
dari beberapa kegiatan di atas dapat penulis jabarkan sebagai berikut :
1. Uji Validitas Perangkat Pembelajaran
Kegiatan uji validitas buku ajar ini ini akan dilakukan oleh tiga validator ahli. Adapun
hasil data kuantitatif dan data kualitatif dari validator ahli dapat penulis jabarkan pada tabel,
sebagai berikut
Tabel 4.1 Data Kuantitatif Uji Validitas Perangkat Pembelajaran
No. Nama
Validator
Skor
Total
Butir
Soal
Rata-
rata
Persentase Kriteria
1 Validator 1 138 31 4,31 86, 2% Sangat
Valid
2 Validator 2 131 31 4,09 81,8% Sangat
Valid
3 Validator 3 138 31 4,31 86, 2% Sangat
Valid
∑
Rata-rata 4,2 84% Sangat
valid
Tabel 4.1 Data Kualitatif Uji Validitas Perangkat Pembelajaran
No. Nama Validator Komentar dan Saran
1. Validator 1 a. Isi dari perangkat baik, ketepatan isi
juga baik.
b. Ada beberapa penulisan yang tidak
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 222
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
jelas, sebaiknya harus diperbaiki
kembali sebelum digunakan.
c. Contoh RPP cukup baik dan memuat
pertanyaan-pertanyan yang produktif.
2. Validator 2 a. Konten perangkat lengkap dan sangat
menarik, baik untuk menguatkan
kemampuan kognitif siswa.
b. Cover depan Perangkat masih kurang
menarik masih ada bagian yang
kosong.
3 Validator 3 Perangkat cukup baik, dan sudah sesuai
untuk menguatkan keterampilan sosial dan
hasil belajar siswa
KESIMPULAN
Berdasar hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa desain
perangkat pembelajaran himpunan berbasis bertanya produktif valid untuk meningkatkan
keterampilan social dan kemampuan kognitif siswa.
DAFTAR RUJUKAN Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., and Airasian, P.W., 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching,
and Assesing, A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York:
Addison Wesley Longman, Inc
Anonim. 2011. The Capacity Building Series is produced by the Student Achievement Division to
support leadership and instructional effectiveness in Ontario schools. ISSN: 19138482.The
series is posted at: www.edu.gov.on.ca/eng/literacynumeracy/inspire/ For information:
lns@ontario.ca
Ansyar & Sembiring,R.K. 2001. Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Matematika
di Perguruan Tinggi. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka
Masjudin dan Hasanah, U., 2014. Penerapan metode creative problem solving untuk meningkatkan
motivasi dan berpikir kreatif siswa kelas x tkj pada mata pelajaran matematika Materi
pokok matriks di SMK Darul qur’an bengkel. Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2
ISSN:2355-6358
Masjudin & Muzaki, A 2014. Analisis Kemapuan Berfikir Geometri Tukang Bata Tradisional Di
Lombok Barat. Prosiding Seminar Nasional FPMIPA IKIP Mataram: “ Sains dan Inovasi
Pembelajaran Berorientasi Kearifan Lokal “ Mataram, 22 November 2014 ISBN : 978-602-
71752-0-4
Riduwan. 2013. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta
Setyawan. P., 2016. Upaya Peningkatan “Generic Life Sklil” Warga Belajar Program Kecakapan
Hidup SKB Kota Yogyakarta. Yogyakarta: UNY. Skripsi
Sofyan, 2015. Pentingnya Keterampilan Social pada Anak SMA.
Zuhdan Kun Prasetyo, dkk. 2011. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Terpadu Untuk
Meningkatkan Kognitif, Keterampilan Proses, Kreativitas serta Menerapkan Konsep Ilmiah
Peserta Didik SMP. Program Pascasarjana UNY. Source:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 223
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
ANALISIS KESULITAN MAHASISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH
MATEMATIKA PADA MATAKULIAH KALKULUS DIFERENSIAL
BERDASARKAN TEORI POLYA
Mayang Dintarini
Program Studi Pendidikan MatematikaUniversitas Muhammadiyah Malang
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) adalah untuk mendeskripsikan
kesulitan mahasiswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan teori Polya.
Subyek penelitian ini merupakan lima mahasiswa yang telah menempuh matakuliah
kalkulus diferensial. Jenis penelitian meruapakan kualitatif deskriptif, dengan tahapan
penelitian memberikan tes, menganalisis kesulitan mahasiswa berdasar tahap pemecahan
masalah Polya. Didapati kesulitan yang dialami mahasiswa dalam memecahkan masalah
matematika yaitu kesulitan untuk menentukan simbol yang tepat untuk merepresentasikan
permasalahan, kesulitan dalam merencanakan strategi yang tepat untuk memecahkan
masalah, kesulitan menghubungkan masalah dengan konsep turunan, kesulitan dalam
menyelesaikan permasalah sesuai dengan strategi yang dibuat.
Kata Kunci: kesulitan, pemecahan masalah, Polya
PENDAHULUAN
Pemecahan masalah telah menjadi aspek yang ditekankan dalam kurikulum di Indonesia
dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terbukti dengan pencantuman pemecahan masalah pada
kompetensi dasar matematika dalam kurikulum 2013. Kemampuan pemecahan masalah matematika
dianggap penting untuk dikembangkan dan ditingkatkan, karena berhubungan dengan keterampilan
siswa dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari.
Masalah adalah situasi baru yang mungkin ditemui siswa dan menjadi hambatan antara
siswa dengan tujuan yang hendak dicapai, sehingga siswa perlu melakukan investigasi dan inkuiri
(VanGundy, 2004). Sedangkan pemecahan masalah dalam matematika didefinisikan sebagai
percobaan untuk mencapai suatu hasil tertentu dengan metode yang tidak jelas yang harus
dilakukan, sehingga siswa harus mengupayakan dan mencoba suatu usaha keras untuk mencapai
hasil yang diharapkan (Schoenfeld, 2013). Untuk menyelesaikan masalah matematika, siswa perlu
memahami aturan, teknik, dan konten matematika secara keseluruhan. Sehingga pemecahan
masalah merupakan bentuk tertinggi dalam pembelajaran (Gagne, 1985).
Siswa di tingkat menengah masih belum mengetahui langkah apa yang perlu dilakukan
untuk menyelesaikan masalah. Hal tersebut dikarenakan guru belum banyak mengenalkan langkah-
langkah yang perlu diambil siswa dalam menyelesaikan masalah. Kondisi ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Kargas & Stephens (2014), yang menemukan berdasarkan diskusi
informal dengan sejumlah guru bahwa banyak dari mereka yang belum mempelajari dan
mengajarkan strategi menyelesaikan masalah matematika.
Polya (1973) mengemukakan bahwa terdapat empat langkah dalam menyelesaikan
masalah matematika, yaitu memahami masalah, menentukan strategi penyelesaian, melakukan
strategi tersebut dalam menyelesaikan masalah, dan memerika kembali. Dan setidaknya terdapat
sebelas strategi yang dapat digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika meliputi,
mencari dan menggunakan pola, mensimulasikan permasalahan, membuat model, menggambar
diagram, membuat tabel atau grafik, menuliskan kalimat matematika, trial and error, menuliskan
semua kemungkinan jawaban, menyelesaikan permasalahan yang lebih sederhana, bekerja mundur,
dan mengubah sudut pandang.
Kalkulus Diferensial adalah matakuliah yang cukup abstrak bagi mahasiswa. Di
dalamnya terdapat materi fungsi, limit fungsi dan turunan fungsi. Seringkali mahasiswa dapat
menyelesaikan berbagai soal pada matakuliah ini, namun memiliki kesulitan apabila soal kalkulus
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 224
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
ini dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peneliti bermaksud melakukan
analisis kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan teori Polya pada
mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika dengan rumusan masalah bagaimana kesulitan mahasiswa
dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan teori Polya?. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan kesulitan mahasiswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan
teori Polya.
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meminimalisir munculnya kesulitan-kesulitan
yang umum terjadi pada perkuliahan selanjutnya. Guru/Dosen dapat memaparkan kepada
mahasiswa mengenai kesulitan dan penyebabnya tersebut pada mahasiswa di awal sehingga
mahasiswa dapat menghindari kesulitan tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Subyek yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 5 mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika UMM yang telah
menempuh matakuliah Kalkulus Diferensial.
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan yaitu mulai dari perencanaan penelitian,
pengumpulan data, analisis data, serta evaluasi kegiatan. Adapun langkah-langkah penelitian yang
dilakukan dalam penelitian ini dijabarkan dalam bagan di bawah ini.
Gambar 3.1 Langkah Penelitian
Tes diberikan kepada 5 mahasiswa yang telah menempuh kuliah Kalkulus Diferensial dan
berisi mengenai 2 soal pemecahan masalah Kalkulus Diferensial. Pemberian tes bertujuan untuk
mengidentifikasi kesulitan pemecahan masalah matematika mahasiswa berdasarkan teori Polya.
Kemudian wawancara wawancara terhadap subyek dilakukan guna mengkonfirmasi kesulitan
pemecahan masalah matematika siswa serta menemukan penyebab dari kesulitan tersebut.
Wawancara dilakukan kepada 3 siswa yang memiliki letak kesulitan yang beragam berdasarkan
tahap pemecahan masalah Polya. Data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan analisis data
kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data serta verifikasi data.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 225
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
HASIL DAN PEMBAHAHASAN
Polya (1973) mengemukakan bahwa terdapat empat langkah dalam menyelesaikan
masalah matematika, yaitu memahami masalah, menentukan strategi penyelesaian, melakukan
strategi tersebut dalam menyelesaikan masalah, dan memeriksa kembali jawaban. Berikut
merupakan berbagai kesulitan yang dimiliki mahasiswa dalam setiap tahapannya.
1. Memahami masalah
Terdapat tiga indikator memahami masalah yang menjadi sasaran penelitian ini yaitu,
membaca soal, menentukan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, serta
mengubah masalah dalam model matematika. Semua mahasiswa memulai memecahkan
masalah matematika dengan membaca masalah terlebih dahulu. Kemudian mahasiswa
menentukan informasi yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah dengan cara menuliskan
yang diketahui dari soal. Namun, ketika menentukan informasi yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah, banyak mahasiswa mengalami kendala dalam menuliskan simbol
matematika yang tepat. Hal ini sejalan dengan temuan Kaur (1997) yang menyatakan kesulitan
dalam memahami bahasa masalah menjadi sebuah hambatan untuk mahasiswa memecahkan
masalah matematika. Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan mahasiswa berikut.
Gambar 2. Hasil Tahap Memahami Masalah SW
Dapat kita lihat pada gambar bahwa mahasiswa SW menuliskan . Penulisan
simbol seperti ini tidak lazim dalam matematika. Simbol biasa digunakan untuk
menunjukkan lama waktu, bukan waktu itu sendiri. Kemudian SW menuliskan kembali
. Terlihat bahwa SW tidak konsisten dalam menuliskan simbol tersebut. SW
memiliki kesulitan untuk menentukan simbol yang tepat untuk merepresentasikan
permasalahan di atas.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 226
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Hal yang sama dilakukan oleh ZM, yang menuliskan dan . dimana
penulisan simbol ini tidak lazim digunakan. ZM juga menuliskan . Dalam hal ini ZM mengoperasikan dua konsep bilangan yang berbeda, 12 menujukkan
waktu (pukul 12), sedang 0,25 diperoleh dari 15 menit yang diubah ke dalam jam (
.
Hal tersebut dilakukan kembali oleh ZM ketika merumuskan apa yang ditanyakan pada
permasalahan di atas. 13.15 ditulis . ZM memiliki kesulitan untuk
menentukan simbol yang tepat untuk merepresentasikan permasalahan di atas. Miskonsepsi
yang ditemukan pada tulisan ZM juga menjadi salah satu penyebab kesulitan ZM memecahkan
masalah di atas.
Selain kesulitan dalam menuliskan informasi, Kelima mahasiswa tidak dapat membuat
membuat model matematika yang tepat. Hal terlihat dari informasi yang dituliskan tidak
menyinggung konsep turunan. Bahkan mahasiswa tidak mencoba untuk menyelesaikan
masalah dengan menggunakan turunan, melainkan hanya dengan konsep kecepatan dan jarak.
Hal ini disebabkan mahasiswa kesulitan dalam menghubungkan masalah dengan konsep
turunan.
2. Merencakan strategi pemacahan masalah
Pemecahan masalah membutuhkan pengetahuan strategi. Mahasiswa membutuhkan
teknik yang akan membantu mereka mengembangkan rencana untuk mencari penyelesaian
(Polya, 1945). Kelima mahasiswa mengalami kesulitan dalam merencanakan strategi yang
tepat untuk memecahkan masalah. Mahasiswa tidak menghubungkan masalah dengan konsep
turunan. Mahasiswa belum menggunakan pengetahuan mereka mengenai konsep turunan untuk
menyelesaikan masalah. Seperti gambar di bawah ini, IN tidak menggunakan konsep turunan,
melainkan menggunakan konsep kecepatan dan jarak. IN cukup mampu merencanakan
penyelesaian masalah tersebut, namun tidak cukup mampu untuk menyelesaiakannya.
Permasalahan di atas jika diselesaikan dengan konsep turunan, hanya akan mendapat jarak
kedua pesawat. Padahal yang ditanyakan pada soal adalah kecepatan kedua pesawat terpisah
pada waktu tertentu.
Hal ini sejalan dengan Schoenfeld (1981) yang melaporkan bahwa terdapat kesalahan
yang dilakukan mahasiswa dalam menentukan pilihan bagaimana mereka menyelesaikan
masalah. Mahasiswa tersebut sangat memahami konten matematika yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah, namun memilih strategi yang kurang tepat.
3. Menyelesaikan masalah sesuai dengan strategi
Kelima mahasiswa mengalami kesulitan dalam merencanakan penyelesaian, sehingga
dalam menyelesaikan masalah sesuai dengan strategi mahasiswa juga mengalami kesulitan
yang sama. Hanya mahasiswa IN yang dapat menyelesaikan strategi yang ia rencanakan,
walaupun rencana yang dibuat kurang sesuai.
4. Memeriksa kembali jawaban
Kelima mahasiswa tidak melakukan pengecakan kembali jawaban yang mereka dapatkan.
Lester (1982) menyebutkan bahwa untuk sukses dalam memecahkan masalah
matematika dibutuhkan lima hal berikut ini.
1. Pengetahuan dan pengalaman tentang matematika.
2. Keterampilan dalam menggunakan alat bantu dasar seperti memilih informasi yang relevan
ataupun menggambar grafik/diagram.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 227
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
3. Kemampuan untuk menggunakan berbagai macam seni keilmuan yang diketahui.
4. Pengetahuan tentang materi prasyarat maupun materi saat ini.
5. Kemampuan mengontrol prosedur yang digunakan saat memecahkan masalah.
Kelima mahasiswa terlihat hanya memiliki keterampilan menggunakan alat bantu dasar
seperti memilih informasi yang tepat atau menggambar grafik/diagram. Sedang kemampuan
yang lain mahasiswa belum menguasainya.
Temuan Novriani dan Surya (2017) menyatakan hal yang sama dengan peneliti bahwa
terdapat lima kesulitan yang ada pada mahasiswa dalam memecahkan masalah. Yaitu siswa
kesulitan dalam membaca soal, siswa salah mengartikan soal, jika siswa tidak memahami
masalah maka mereka menebak jawaban, siswa enggan/malas mencari solusi masalah, serta
siswa tidak dapat menginterpretasikan simbol.
KESIMPULAN
Ditemukan berbagai macam kesulitan yang dialami mahasiswa dalam memecahkan masalah
matematika, yaitu kesulitan untuk menentukan simbol yang tepat untuk merepresentasikan
permasalahan, kesulitan dalam merencanakan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah,
kesulitan menghubungkan masalah dengan konsep turunan, kesulitan dalam menyelesaikan
permasalah sesuai dengan strategi yang dibuat.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 228
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENGARUH MEDIA WAYANG KARTUN TERHADAP KETERAMPILAN MENYIMAK
SISWA KELAS V SDN 6 CAKRANEGARA TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Miftahillah1; Ida Bagus Kade Gunayasa
2; Siti Istiningsih
3
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Mataram
Abstrak: Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh media
wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara tahun pelajaran
2017/2018. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 6 Cakranegara yang terbagi dalam
dua kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling purposive, diperoleh siswa kelas
VB sebagai kelas eksperimen dan kelas bebasnya adalah kelas VA. Pada kelompok eksperimen
pembelajaran menggunakan media wayang kartun, sedangkan kelompok bebas tanpa menggunakan
media. Instrumen penelitian berupa soal uraian berjumlah 10 soal dengan tehnik tes lisan, sebelum
data dihitung, instrumen diujikan terlebih dahulu. Berdasarkan hasil penelitian dari uji normalitas
dan homogenitas dari kedua kelompok diperoleh bahwa kelompok tersebut normal dan homogen,
sehingga untuk pengujian hipotesis dapat digunakan uji t. Dari hasil perhitungan, diperoleh
= 7,235 dan = 1,997, oleh karena ≥ maka, Ha diterima dan Ho ditolak yang
artinya terdapat pengaruh penerapan media wayang kartun terhadap keterampilan siswa,. Dari hasil
penelitian dan pembahasan diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen
sebesar 72,055 dan kelompok bebas 56,194. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media
wayang kartun lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan media wayang
kartun di SDN 6 Cakranegara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada penerapan media
wayang kartun memberikan pengaruh terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6
Cakranegara Tahun Pelajaran 2017/2018.
Kata Kunci: Media wayang kartun, Keterampilan menyimak
PENDAHULUAN
Mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan sebuah mata pelajaran yang diajarkan dari
jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang bertujuan untuk mengembangkan sikap dan
perilaku positif dalam berbahasa. Melalui pendidikan bahasa Indonesia ini siswa akan diajarkan
bagaimana cara untuk bertutur kata yang baik saat berkomunikasi sehingga akan membantu dalam
membentuk dan mengembangkan karakter maupun kepribadian pada siswa. Pembelajaran bahasa
Indonesia sendiri memuat empat aspek keterampilan, yaitu keterampilan menyimak, berbicara,
membaca dan menulis.
Salah satu keterampilan yang harus dimiliki siswa adalah keterampilan menyimak.
Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh
perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi
atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui
ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 2013:31). Dalam proses belajar mengajar porsi terbesar siswa
adalah menyimak, sehingga keterampilan menyimakpun harus dikembangkan oleh guru, baik
melalui pengembangan metode maupun media pembelajaran.
Terampil memilih media yang tepat merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru
dalam usaha menumbuhkan minat belajar siswa. Azhar Arsyad (2017:3), mengatakan media adalah
suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (messenge) atau
informasi dari satu sumber (resource) kepada penerimanya (receiver). Jadi media ini sangat
berperan penting dalam proses pembelajaran. Melalui media siswa dapat mengenal yang abstrak
menjadi kongkrit, jauh menjadi dekat dan hal bermanfaat lainnya. Penggunaan media yang baik
akan menumbuhkan minat serta motivasi belajar siswa serta membantu guru dalam menyampaikan
materi agar mudah dipahami.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 229
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas V yang dilakukan di SDN 6
Cakranegara, diperoleh informasi bahwa guru sangat jarang menggunkan media dalam proses
pembelajaran terutama Bahasa Indonesia, khususnya pada materi cerita sehingga siswa kurang
berminat untuk menyimak.
Melihat permasalahan diatas, tentu seorang guru harus mengambil langkah untuk membuat
siswa menyukai pelajaran Bahasa Indonesia agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Salah satu
langkah yang dapat diambil guru adalah membuat suatu media pembelajaran yang akan membuat
siswa merasa tertarik belajar dan pemahamannya akan materi semakin baik. Salah satu media yang
dapat digunakan guru adalah “media wayang kartun”. Menurut Sudjana dan Rivai (2002:190)
wayang kartun terdiri atas suatu bentuk potongan karton yang diikatkan kepada sebuah batang atau
tongkat. Media wayang kartun dapat dijadikan alat bantu pembelajaran yang digunakan guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran menyimak cerita dengan menampilkan tokoh sesuai dengan
yang ada di dalam cerita.
Melalui media wayang kartun ini guru diharapkan dapat menyampaikan materi sambil
memerankan tokoh-tokoh yang sedang diceritakan sehingga peseta didik tidak hanya mendengar,
menerka-nerka namun langsung melihat sendiri tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh penerapan
media wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara Tahun
Pelajaran 2017/2018 oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul:
“Pengaruh Media Wayang Kartun Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V SDN 6
Cakranegara Tahun Pelajaran 2017/2018”.
PEMBAHAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterampilan menyimak siswa kelas V di SDN 6
Cakranegara tahun Pelajaran 2018 dengan menggunakan media wayang kartun. Pembelajaran
dengan menggunakan media wayang kartun dilaksanakan di kelas eksperimen sedangkan di kelas
bebas tanpa menggunakan media pembelajaran atau hanya sekedar bercerita biasa.
Penelitian ini diawali dengan pemberian pretest pada kelas eksperimen dan kelas bebas
dengan tujuan melihat kemampuan awal siswa. Rata-rata hasil prettes kelas eksperimen sebesar
52,583 sedangkan untuk kelas bebas sebesar 47,833. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua kelas
memiliki kemampuan awal yang relatif sama, sehingga dapat dilanjutkan untuk pemberian
perlakuan berupa penggunaan media wayang kartun di kelas eksprimen dan pada kelas bebas tanpa
penggunaan media.
Selanjutnya peneliti memberikan perlakuan dengan menggunakan media wayang kartun
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada materi mendengarkan cerita di kelas
eksperimen selama 2 (dua) kali pertemuan. Setelah memberi perlakuan peneliti memberikan
posttest pada kelas eksperimen dan kelas bebas yang bertujuan untuk melihat pengaruh media
wayang kartun pada (kelas eksperimen) dengan kelas yang tidak diberikan perlakuan. Nilai rata-
rata yang dihasilkan oleh kelas eksperimen dan kelas bebas pada pelaksanaan posttest masing-
masing adalah 72,055 dan 56,194. Selain itu, nilai tertinggi untuk kelas eksperimen adalah 93 dan
terendah 46. Sedangkan pada kelas bebas nilai tertinggi adalah 71 dan terendah 32. Hasil ini
menunjukkan adanya perbedaan antara nilai rata-rata kelas eksperimen dan kelas bebas. Hal ini
dimungkinkan karena adanya perbedaan perlakuan yang diberikan pada kedua sampel tersebut.
Perlakuan yang diberikan di kelas eksperimen adalah perlakuan khusus yaitu dengan menggunakan
media wayang kartun dalam pembelajaran, sedangkan di kelas bebas hanya mendengarkan cerita
tanpa menggunakan bantuan media.
Sebelum pengambilan data dimulai, pertama Peneliti melakukan uji validitas kontruksi
(soal pretest dan posttest )dengan item soal yang diajukan kepada dosen ahli sebanyak 40 soal dan
valid sebanyak 20 soal. Item soal yang digunakan peneliti berbentuk soal uraian yang diuji lisankan,
sehingga dari 20 soal, 10 digunakan menjadi soal pretest dan 10 soal posttest.
Sesuai dengan hasil uji normalitas data posttest pada kelas eksperimen dan kelas bebas
diperoleh nilai Xhitung < Xtabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk= k-1= 6-1=5 yaitu sebesar
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 230
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
11,070, maka ditemukanlah hasil (Xhitung=5,03 Xtabel 11.070) dan (Xhitung 5,31< Xtabel 11,070) dan
data terdistribusi normal. Dari hasil perhitungan Uji homogenitas diperoleh Fhitung sebesar 1,070 dan
Ftabel = 3,98, tampak bahwa Fhitung < Ftabel (Fhitung= 1,070 < Ftabel = 3,98), hal ini berarti data bersifat
homogen.
Setelah diketahui adanya perbedaan hasil keerampilan menyimak dari masing-masing
kelas, peneliti selanjutnya menganalisis hipotesis yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, yaitu
dengan menggunakan rumus t-tes.
Peneliti memperoleh hasil thitung = 7,235< ttabel = 1,997 pada taraf kepercayaan 95%, dan db
= N1+N2-2= 70 (1,997), yang berarti bahwa terdapat pengaruh positif penerapan media wayang
kartun terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara Tahun Pelajaran
2017/2018.
Mengacu pada data dan pengujian di atas, maka hipotesis alternatif (Ha) yang berbunyi
terdapat “ada pengaruh penggunaan media wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa
kelas V SDN 6 Cakranegara” dinyatakan diterima, sedangkan hipotesis nihil (H0) yang menyatakan
“tidak ada pengaruh penggunaan media wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa
kelas V SDN 6 Cakranegara, dinyatakan ditolak.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa proses belajar mengajar Bahasa
Indonesia khususnya menyimak cerita menggunakan media wayang kartun dapat membantu
meningkatkan minat belajar siswa. Siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran, bersemangat
dan dapat meningkatkan keterampilan menyimaknya. Terbukti dari hasil lembar observasi aktivitas
siswa yang mendapat skor 23 pada pertemuan pertama, dan 25 pada pertemuan kedua yang dimana
kedua skor ini menunjukkan adanya peningkatan aktifitas menyimak siswa menggunakan media
wayang kartun dan dalam kategori baik.
Hal ini juga diperkuat oleh teori Arsyad (2017:2). Yang menyatakan proses pembelajaran
mutlak memerlukan bantuan media, agar lebih aktif dalam menyampaikan bahan informasi
pengetahuan dan memiliki daya tarik bagi siswa untuk memperhatikannya. Dan semakin banyak
alat indera yang diguanakan siswa dalam menerima dan mengolah informasi, semakin besar
kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan siswa (Arsyad,
2017:11).
Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah tujuan dari menyimak baik secara
umum maupun tujuan menyimak di SD telah tercapai atau tidak. Dapat diketahui bahwa tujuan
menyimak adalah untuk mendapatkan informasi dari sang pembicar dan ini telah tercapai dengan
baik dibuktikan dengan siswa mampu menjawab soal yang diajukan mengenai unsur-unsur cerita
dan dapat mengontruksi jawaban dengan baik. Selain itu ada beberapa tujuan menyimak di SD
seperti, melatih disiplin siswa, melatih siswa berfikir kritis, melatih nalar siswa, serta melatih
menghargai orang lain. Dalam penelitian ini maka dapat diketahui bahwa siswa telah mamapu
mencapai tujuan menyimak di SD ini, ketika menyimak berlangsung siswa tidak saling
mengganggu dan menyimak apa yang disapaikan dengan seksama, ketika diberikan soal, siswa
mampu menjawab dengan baik menggunakan bahasanya sendiri namun dengan kalimat yang efektif
dan sesuai dengan isi cerita, sehingga kegiata menyimak ini melatih siswa untuk disipin, tidak
mengganggu teman, berfikir kritis, serta melatih nalarnya.
Selain itu, hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
oleh Suci Kurniawati dengan jenis penelitian eksperimen yang menyatakan terdapat pengaruh
positif dan signifikan pada penggunaan media wayang kartun terhadap keterampilan menyimak
siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia (menyimak cerita). Berdasarkan hal itu, maka dapat
dinyatakan bahwa ada pengaruh yang positif penggunaan media wayang kartun terhadap
keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara Tahun Pelajaran 2017/2018.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya bahwa, hasil uji-t
Polled Varian mendapatkan hasil nilai ≥ yaitu 7,235 ≤ 1,997 pada signifikansi 5%.
Maka dapat disimpulkan bahwa ditolak dan diterima, yang artinya terdapat pengaruh media
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 231
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
wayang kartun terhadap keterampilan menyimak siswa kelas V SDN 6 Cakranegara Tahun
Pelajaran 2017/2018. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengujian hipotesis dimana nilai ≥
. Penerapan media wayang kartun juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan
pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari kategori aktivitas belajar siswa yang berada dalam kategori
baik. Kegiatan menyimak ini pun membantu siswa dalam mengembangkan sikap positifnya serta
dalam penelitian ini siswa telah mampu mencapai tujuan menyimak di SD seperti, melatihnya
disiplin, berfikir kritis, tidak mengganggu teman, serta melatih nalarnya.
Adapun beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan terkait dengan hasil penelitian ini,
yaitu :
1. Guru
Dengan adanya suatu media yang diterapkan oleh guru di dalam pembelajaran,
diharapkan dapat meningkatkan dan membangkitkan minat serta keaktifan belajar siswa terhadap
pelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan menyimak, sehingga dapat meningkatkan
keterampilan menyimak yang dimiliki oleh siswa.
2. Siswa
Memberikan alternatif media pembelajaran dalam meningkatkan keterampilan
menyimak.
3. Kepala Sekolah
Dengan adanya media pembelajaran yang telah terbukti lebih efektif untuk
meningkatkan keterampilan menyimak siswa, maka diharapkan kepada kepala sekolah memberikan
dukungan bagi guru untuk dapat mengembangkan media pembelajaran yang lebih kreatif dan
inovatif di sekolah.
4. Peneliti lain
Kepada peneliti lain disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, untuk
melengkapi kekurangan hasil penelitian ini sehingga dapat menghasilkan penelitian yang lebih
akurat.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad Azhar .2017. Media Pembelajaran: Surabaya. Rajawali
Asrori, Mohammad. 2009. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Aqib, Zainal. 2010. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Insian Cendekia.
Daryanto. 2013. Strategi dan Tahapan Mengajar. Bandung: Yrama Widya.
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Fauziah, Amalia. 2016. Pengaruh Metode Permainan Bahasa Bisik Berantai Terhadap
Keterampilan Menyimak Pantun ( Quasi Eksperimen Pada Kelas IV SDN Bekasi Jaya II).
Skripsi. Universitas Islm Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hadi, Sutrisno. 2015. Statistik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Khairunisa. 2015. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Dan Motivasi
Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mengetik Manual Siswa Kelas Xi Administrasi
Perkantoran Di Smk Negeri 1 Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Kurniawati, suci. 2016. Pengaruh Media Wayang Kartun Terhadap Keterampilan Menyimak Cerita
Anak Pada Siswa Kelas Iii Mi Jam’iyyatul Khair Ciputat Timur. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mulyati, dkk. 2010. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Museum Negeri NTB. 1988. Katalog Pameran Wayang Sasak di Museum Negeri NTB 23-29
Januari’8: Mataram. Museum Negeri NTB.
Nurcahyo, Doni E.. 2014. Peningkatan Kemampuan Menyimak Cerita Menggunakan Quantum
Teaching Di Kelas V SD Negeri I Iroyudan Pajangan Bantul. Skripsi. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Nurgiyantoro, Burhan. 2016. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 232
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Setyani. 2015. Pembelajaran Mendengarkan Cerita Wayang Menggunakan Media Film Animasi
Untuk Siswa Kelas V SD Kalisegoro. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Smaldino E, Sharon, dkk. (2011). Instructional Technology & Media For Learning. Jakarta:
Prenada Media.
Sudjana, Nana, dan Rivai, Ahmad. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono.2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Solchan T.W, dkk. 2011. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Syaiful Bahri. D dan Aswan Zain. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tarigan, Djago. (2002). Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 233
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PROTOTYPE MEDIA PEMBELAJARAN PENGENALAN HARDWARE JARINGAN
KOMPUTER BERBASIS AUGMENTED REALITY
Muhamad Arpan1; Ridho Dedy Arief Budiman
2; Unung Verawardina
3
1,2,3 Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak
e-mail: arpanmuhamad@email.com
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk media pembelajaran
pengenalan hardware jaringan komputer berbasis augmented reality yang dikemas secara interaktif
sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber belajar. Tahapan pengembangan media ini yaitu
menentukan kebutuhan dan kesiapan pengembangan, hingga tahap evaluasi dan revisi program.
Pada tahap evaluasi, dipilih satu orang ahli materi, dua orang ahli media sebagai validator. Hasil
analisis data dari pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut: dari ahli materi sebesar 93,4%,
dari ahli media sebesar 94,4%. Berdasarkan hasil tersebut, media interaktif yang dikembangkan
dikatakan valid dan layak digunakan.
Kata Kunci: prototype, media pembelajaran, augmented reality
PENDAHULUAN
Jaringan komputer merupakan mata kuliah yang dianggap sulit bagi sebagian mahasiswa.
Hal ini dikarenakan Jaringan Komputer menuntut berfikir keras sehingga mahasiswa merasa sulit
memahaminya. Konsep dasar jaringan komputer merupakan hal yang prinsip dan penting untuk
menunjang pengembangan hasil belajar selanjutnya, salah satunya adalah materi pengenalan
hardware jaringan komputer. Pengenalan hardare jaringan komputer merupakan materi dasar
dalam mata kuliah jaringan komputer. Diharapkan pengenalan hardware jaringan komputer sebagai
dasar dari ilmu lainnya pada jaringan, sehingga penting untuk dipelajari dan dipahami.
Untuk mengatasi kesulitan mahasiswa dalam belajar pengenalan hardware jaringan
komputer, penulis merasa perlu adanya media pembelajaran yang dapat membantu mahasiswa
sedemikian hingga media pembelajaran dapat menarik perhatian mahasiswa untuk focus sehingga
lebih mudah dalam memahami materi tersebut. Dengan kecanggihan teknologi, banyak mahasiswa
memanfaatkan media komputer sebagai media yang mereka sukai, baik berupa game ataupun media
pembelajaran berbasis augmented reality.
Media pembelajaran merupakan bagian dari sarana pembelajaran yang mempunyai peran
penting dalam proses pemberian materi pelajaran. Smaldino, Lowther, dan Russell (2002)
menyatakan bahwa “medium, a means of communication. Derived from the latin medium
(“between”), the term refers to anything that carries information between a source and receiver”.
Augmented reality adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi
ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda
maya tersebut dalam waktu nyata (Valino, 1998). Menurut penjelasan Haller, Billinghurst, dan
Thomas (2007), riset augmented reality bertujuan untuk mengembangkan teknologi yang
memperbolehkan penggabungan secara real-time terhadap digital conten yang dibuat oleh komputer
dengan dunia nyata. Augmented reality memperbolehkan pengguna melihat objek maya dua
dimensi atau tiga dimensi yang diproyeksikan terhadap dunia nyata.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dikembangakan suatu media pembelajaran
berbasis augmented reality. Media pembelajaran tersebut kemudian diterapkan dalam proses
pembelajaran Jaringan Komputer. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membuat
prototype media pembelajaran pengenalan hardware jaringan komputer berbasis augmented reality.
Spesifikasi produk yang diharapkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah menghasilkan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 234
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
produk berupa aplikasi media pembelajaran berbasis augmented reality dengan menggunakan
sistem operasi android. Pengguna hanya perlu menginstall di smartphone android yang dimiliki.
METODE PENELITIAN
Model penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan oleh peneliti berupa model
prosedural. Model prosedural adalah model yang bersifat deskriptif, yaitu menggariskan langkah-
langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk (PPKI: 2010). Pada penelitian dan
pengembangan dalam pembuatan media pembelajaran ini peneliti menggunakan model yang telah
dikembangkan oleh Alessi dan Trollip (1991: 245-248) yang terdiri dari menentukan kebutuhan dan
kesiapan pengembangan, mengumpulkan referensi, mempelajari isi materi, perancangan awal,
pembuatan diagram alir program, pembuatan struktur program, pembuatan storyboard program,
pembuatan program, membuat bahan pendukung, evaluasi dan revisi program. Selain itu, untuk
mengetahui apakah media pembelajaran ini sesuai atau perlu direvisi, dibutuhkan suatu
validasi media. Validasi media yang dikembangkan penulis berupa angket yang akan divalidasi
oleh tim ahli yaitu ahli media dan ahli materi.
HASIL DAN PEMBAHAHASAN
Media Pembelajaran Pengenalan Hardware Jaringan Komputer Berbasis Augmented
Reality ini merupakan suatu media pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu mahasiswa
dalam mempelajari materi pengenalan hardware jaringan komputer. Media pembelajaran ini dapat
dijalankan pada sistem operasi android di smartphone.
Untuk memulai menjalankan media pembelajaran ini, pengguna harus menginstall terlebih
dahulu di smartphone berbasis android yang dimilikinya. Berikut ini merupakan tampilan-tampilan
media yang penulis buat.
Tabel 1. Tampilan Aplikasi Augemented Reality
Bagian Tampilan
Opening
Splash
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 235
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Bagian Tampilan
Progress Bar
Menu
Access Point
Kabel
NIC
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 236
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Bagian Tampilan
Hub / Switch
Crimping Tool
RJ45
LAN Tester
Router
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 237
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Hasil dari perancangan alur program media pembelajaran berbasis augmented reality dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 1. Alur Program
Komponen media pembelajaran yang dinilai adalah materi yang disajikan pada media dan
cara penyajian materi. Data uji coba yang diperoleh terdiri dari penilaian validasi oleh ahli materi
dan ahli media. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing bagian.
1. Data Hasil Validasi
a. Data Hasil Validasi Ahli Materi
Berikut merupakan saran dan kritik yang diberikan oleh validator ahli materi.
Tabel 2. Komentar dan Saran Ahli Materi
Validator Keterangan
Ahli
Materi
Sangat Bagus, perbanyak
kreatifitas media
pembelajaran. Matari yang
disampaikan sudah sesuai
dengan yang akan dipelajari
mahasiswa
b. Data Hasil Validasi Ahli Media
Berikut merupakan saran dan kritik yang diberikan oleh validator ahli media.
Tabel 3. Komentar dan Saran Ahli Media
Validator Keterangan
Ahli
Media 1
Tambahkan Logo
Ristekdikti di Samping
Logo IKIP
Ahli
Media 2
Tambahkan petunjuk
penggunaan dan biodata
pengembang pada aplikasi
Analisis Data Pada tahap ini dilakukan pengolahan dari data yang diperoleh dari para validator. Dengan
mengacu pada teknik analisis data, diperoleh hasil analisis hasil validasi dari masing masing-masing
validator dan subyek coba sebagai berikut.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 238
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
1. Analisis Hasil Validasi
a. Analisis Hasil Validasi Ahli Materi
Analisis hasil validasi ahli materi diperoleh persentase total keseluruhan adalah 93,4%
artinya termasuk kriteria valid, sehingga dari sisi materi media pembelajaran pengenalan
hardaware jaringan komputer berbasis augmented reality tidak perlu dilakukan revisi dan
tetap bisa digunakan.
b. Analisis Hasil Validasi Ahli Media
Analisis hasil validasi ahli diperoleh persentase total keseluruhan adalah 94,4% artinya
termasuk kriteria valid. Berdasarkan komentar dan saran yang diberikan validator, perlu
dilakukan perbaikan pada media pembelajaran.
KESIMPULAN
Hasil analisis data secara keseluruhan, media pembelajaran ini dapat dikategorikan valid
karena memenuhi kriteria pada validasi dari segi isi (materi) sebesar 93,4% dan dari segi tampilan
(media) sebesar 94,4%.
DAFTAR RUJUKAN Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2010. Malang: Universitas Negeri Malang.
Haller, M., Billinghurst, M., & Thomas, B. H. 2007. Emerging Technologies of Augmented Reality:
Interfaces and Design. Hershey Pa, London: IGI Global
Smaldino, S. E., Heinich, R., Molenda, M., & Russell, J. D. 2002. Instructional Tecnology and
Media for Learning (9th ed). New Jersey: Pearson.
Trollip, Stanley, R. & Alessi, Stepen, M. 1991. Computer based Instructional: Method and
Development. Prentice Hall
Vallino, J. R. 1998. Interactive Augmented Reality. Rochester, New York: University of Rochester.
top related