integrasi budidaya azolla microphylla …digilib.unila.ac.id/29301/3/skripsi tanpa bab...
Post on 02-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
INTEGRASI BUDIDAYA Azolla microphylla DENGAN BUDIDAYA IKANLELE
(Skripsi)
Oleh
FANYA ALFACIA ARAFAT
JURUSAN TEKNIK PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
INTEGRATION OF Azolla microphylla CULTIVATION WITH CATFISH
CULTIVATION
By
FANYA ALFACIA ARAFAT
Catfish has been cultured by many people in Indonesia, because it is a rapidly
growing fish and does not need very clean pond water. Pond water contains a lot
of pollutants derived from fish metabolism and leftover feed residues. That could
be toxic to catfish. Usually water quality of catfish pond is maintained by
replacing the pond water regularly. The method is neither efficient nor
economical, because it will require a lot of water, thus consume at a lot of energy
and cost. On the other hand, the pond wastewater contains a lot of organic
materials that can be useful as biofertilizer for plant cultivation, especially aquatic
floating plant such as azolla. Azolla microphylla with Anabaena in mutual
symbiosis, were able to fix atmospher nitrogen and make pond water quality
better. Usually Azolla is produced and harvested for ingredients of animal feeds,
directly or indirectly. If the pond wastewater is used to grow Azolla, additional
profits could be earned by the growers. The purpose of this research is to
determine the population of Azolla microphylla required by catfish, so that the
water quality is good for both fishes and Azolla, based on ammonia levels.
This research was conducted at Agricultural Engineering Department of Lampung
University. The materials used in this research were ammonia standard solution,
Nessler reagent, distilled water, baby catfish 7 - 8 weeks old, and Azolla
microphylla plant. This research was carried out in 3 different stages. The first
stage was used to compare performances of the 3 aquaphonic systems with water
replacement. Each the systems consisted of a 3 fish bucket and a 60x60x10 cm3
Azolla box. The fish buckets were filled with different numbers of catfish; 5, 10,
and 15 heads respectively, while each of the 3 Azolla boxes was filled with 500
gram Azolla. The fish bucket and the Azolla box were connected with a small
pump to continuously circulated water, water was replaced once a week. The
second stage was used to compare performances without water replacement. Each
the systems also consisted of same aquaphonic system equipment, 3 of fish
buckets were filled with 3 different numbers of baby catfish; 1, 3, and 5 heads
respectively and with 500 gram Azolla. The third stage was used to compare
performances of an aquaphonic system (with Azolla culture) to performance of a
catfish culture (without Azolla culture). Each of catfish buckets was filled with 5
heads of baby catfish, while the same aquaphonic system equipment and with 500
gram Azolla. The parameters observed were ammonia, pH, EC, Temperature,
water turbidity, BOD5, TS, TFS, TSS, Azolla microphylla Biomass and catfish
weight.
The results showed that in the first stage of research, the Azolla growth rate was
4.47, 1.15, and 0.38 gram/head/day with maximum ammonia level of 24.93,
66.32, and 94.84 mg/l and catfish growth rate of 1.91, 1.85, and 1.57
grams/head/day. Thus the system with 5 heads of catfish turned out to be the most
optimum system of aquaphonic. In the second stage, the Azolla growth rate was
21.41, 14.34, 4.61 gram/head/day, with maximum ammonia level of 7.54, 7.83,
11.37 mg/l, and catfish growth rate of 0.18, 0.85, and 1.01 gram/head/day
respectively. Thus the system with 5 heads of catfish seemed to be the most
optimum system of aquaphonic. In the third stage of research, 5 catfish cultivated
for 37 days with water replacement on day 8 and day 18, azolla growth rate of
4.54 gram/head/day. The catfish growth rate on second week on tha treatment
with and without azolla respectively was 1.91 and 1.81 gram/head/day and on 4th
week catfish growth rate was 1.43 and 1.80 gram/head/day with maximum
ammonia 24.93 mg/l, however maximum ammonia without azolla 53.20 mg/l for
5 catfish cultivated in 40 liters of water.
Keyword: Ammonia, Azolla microphylla, Catfish, Cultivation, Waste water.
ABSTRAK
INTEGRASI BUDIDAYA Azolla microphylla DENGAN BUDIDAYA IKANLELE
Oleh
FANYA ALFACIA ARAFAT
Lele telah dibudidayakan oleh banyak orang di Indonesia, karena merupakan ikan
yang berkembang cepat dan tidak membutuhkan air kolam yang sangat bersih.
Air kolam mengandung banyak polutan yang berasal dari metabolisme ikan dan
sisa pakan, itu dapat menjadi racun bagi ikan lele. Biasanya kualitas air kolam
ikan lele dikelola dengan mengganti air kolam secara teratur. Cara ini tidak
efisien atau ekonomis, karena mengganti air kolam akan membutuhkan banyak
air, sehingga mengkonsumsi banyak energi dan biaya. Di sisi lain, air limbah
mengandung banyak bahan organik yang dapat bermanfaat sebagai biofertilizer
untuk tanaman, terutama tanaman terapung seperti azolla. Azolla bersymbiosis
dengan Anabaena, mampu memperbaiki nitrogen di udara. Biasanya azolla
diproduksi dan dipanen untuk bahan pakan ternak, secara langsung atau tidak
langsung. Jika air limbah kolam digunakan untuk budidaya azolla, keuntungan
tambahan bisa didapat oleh petani. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui populasi mikrofilm Azolla yang dibutuhkan oleh ikan lele, sehingga
kualitas airnya baik untuk ikan dan Azolla, berdasarkan tingkat amonia.
Penelitian ini dilakukan di Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan standar amonia,
pereaksi Nessler, aquades, benih lele berumur 7 - 8 minggu, dan tanaman Azolla
microphylla. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yang berbeda. Tahap
pertama digunakan untuk membandingkan kinerja dari 3 sistem akuaponik dengan
penggantian air. Masing-masing sistem terdiri dari 3 ember ikan dan kotak Azolla
60x60x10 cm3. Ember ikan diisi dengan jumlah lele yang berbeda, masing-
masing 5, 10, dan 15 ekor dan masing-masing dari 3 kotak Azolla diisi dengan
500 gram Azolla. Ember ikan dan kotak Azolla dihubungkan dengan sebuah
pompa kecil untuk menyirkulasikan air, air diganti seminggu sekali. Tahap kedua
digunakan untuk membandingkan kinerja 3 sistem akuaponik tanpa penggantian
air. Masing-masing sistem juga terdiri dari sistem akuaponik yang sama, 3 ember
ikan diisi dengan jumlah benih lele yang berbeda; masing-masing 1, 3, dan 5 ekor
dan 500 gram Azolla. Tahap ketiga digunakan untuk membandingkan kinerja
sistem akuaponik (dengan budidaya Azolla) terhadap kinerja budidaya ikan lele
(tanpa budidaya Azolla). Masing-masing ember lele diisi dengan 5 ekor ikan lele,
sedangkan kotak Azolla 60x60x10 cm3 diisi dengan 500 gram Azolla. Parameter
yang diamati adalah amonia, pH, EC, suhu, kekeruhan air, BOD5, TS, TFS, TSS,
Biomassa Azolla microphylla dan bobot lele.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap pertama penelitian, tingkat
pertumbuhan Azolla adalah 4.47, 1.15, dan 0.38 gram/ekor/hari dengan kadar
amonia maksimum 24.93, 66.32, dan 94.84 mg/l dan laju pertumbuhan ikan lele
1.91, 1.85, dan 1.57 gram/ekor/hari. Dengan demikian sistem dengan 5 ekor ikan
lele merupakan sistem akuaponik yang paling optimal. Pada tahap kedua, tingkat
pertumbuhan Azolla adalah 21.41, 14.34, 4.61 gram/ekor/hari, dengan tingkat
amonia maksimum 7.54, 7.83, 11.37 mg/l, dan laju pertumbuhan ikan lele 0.18,
0.85, dan 1.01 gram/ekor/hari. Dengan demikian sistem dengan 5 ekor ikan lele
merupakan sistem akuaponik yang paling optimal. Pada tahap ketiga penelitian, 5
ekor lele dibudidayakan selama 37 hari dengan pergantian air pada hari ke-8 dan
hari ke-18, laju pertumbuhan Azolla 4,54 gram/ekor/hari, laju pertumbuhan ikan
lele pada minggu ke-2 pada perlakuan dengan Azolla dan tanpa Azolla masing-
masing sebesar 1,91 dan 1,81 gram/hari/hari, pada minggu ke-4 laju pertumbuhan
lele sebesar 1.43 dan 1.80 gram/ekor/hari dengan kadar amonia maksimum 24,93
mg/l, namun bila tanpa azolla kadar amonia maksimum 53,20 mg/l untuk 5 ekor
ikan yang dibudidayakan dalam 40 liter air.
Kata kunci: Air Limbah, Ammonia, Azolla microphylla, Budidaya, Ikan Lele.
INTEGRASI BUDIDAYA Azolla microphylla DENGAN BUDIDAYA IKANLELE
Oleh
FANYA ALFACIA ARAFAT
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknik PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada hari Minggu, 12
November 1995, sebagai anak pertama dari pasangan
Bapak Fantoni Arafat dan Ibu Laidiyah. Penulis
menempuh Sekolah Dasar di SD Negeri 06 Kelapa
Tujuh pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2007.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 07
Kotabumi pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, dan melanjutkan sekolah
menengah atas di SMA Negeri 03 Kotabumi pada tahun 2010 sampai dengan
tahun 2013. Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.
Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Alam Indah Bunga Nusantara,
Cianjur, Jawa Barat pada bulan Juli – Agustus 2016 dan melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Jaya Sakti, Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten
Lampung Tengah pada bulan Januari – Maret 2017. Selama menjadi mahasiswa
penulis Aktif dalam mengikuti organisasi PERMATEP (Persatuan Mahasiswa
Teknik Pertanian) sebagai Bendahara Bidang Pengabdian Masyarakat pada
periode 2014/2015 dan Sekretaris Bidang Pengabdian Masyarakat pada periode
2015/2016. Penulis juga pernah mengikuti organisasi tingkat Universitas seperti
PSM Unila dan BEM-U KBM Unila pada Tahun 2013/2014 .
Alhamdulillahirobbil’aalamiin...
Segala puji dan syukur saya haturkan kepada Allah SWT,
Sebagai wujud rasa syukur, kasih sayang, bakti tulus, dan sebagai
bentuk dari kerja keras, doa, serta kesabaran
Kupersembahkan karya ini kepada:
Orangtuaku
(Fantoni Arafat, Eddy Yusmansyah, Laidiyah)
yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh
perjuangan dan selalu mendoakan yang terbaik untuk
keberhasilan dan kebahagiaanku.
Adikku (Faliya Alfacia Arafat), kakakku (Yeyen, Desti, dan
Alm. Bang Febri), Nenekku (Zaitun), Sepupuku (Nomy, Lucy,
Hesa, Alfian, Zidane, Marsha) dan keluarga besarku (om
mamat, tante eva, om ishak, bici mely, abang asep, makcik
yuni) yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, dan
semangat kepadaku.
Serta
The Best Partner (Riyan Wahyudi)Teman-Teman Teknik Pertanian 2013 dan KKN Desa Jaya Sakti,
Almamaterku Universitas Lampung
ii
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehngga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Integrasi Budidaya Azolla microphylla Dengan
Budidaya Ikan Lele” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik Pertanian (S.T.P.) di Universitas Lampung. Penulis memahami dalam
penulisan skripsi ini tentunya banyak sekali cobaan, namun berkat doa,
bimbingan, dukungan, motivasi, serta kritik dan saran dari semua pihak sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Ir. Agus Hariyanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik
Pertanian.
3. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku pembimbing pertama dan
pembimbing akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan,
saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Winda Rahmawati, S.TP., M.Si., M.Sc., selaku pembimbing kedua
atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
iii
5. Bapak Dr. Mohamad Amin, M.Si, selaku penguji utama pada ujian skripsi.
Terimakasih untuk masukan dan saran-saran pada seminar proposal
terdahulu.
6. Orangtuaku, Kakak dan Adikku, Nenekku, dan Keluarga besarku yang
telah memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan moral dan material.
Bandar Lampung, November 2017
Penulis
Fanya Alfacia Arafat
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL............................................................................................... . vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
1.4 Hipotesis ................................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 4
2.1 Azolla ..................................................................................................... 42.1.1 Siklus Pertumbuhan Azolla........................................................ 52.1.2 Syarat Tumbuh Azolla ............................................................... 62.1.3 Manfaat Azolla........................................................................... 82.1.4 Ketinggian Genangan Air .......................................................... 9
2.2 Budidaya Lele ........................................................................................ 92.2.1 Jenis Lele.................................................................................... 102.2.2 Pemberian Pakan Lele................................................................ 112.2.3 Padat Tebar Lele ........................................................................ 13
2.3 Kualitas Air............................................................................................ 142.3.1 Tingkat Kekeruhan Air .............................................................. 152.3.2 pH Air ........................................................................................ 162.3.3 Suhu ........................................................................................... 172.3.4 BOD (Biochemical Oxygen Demand)........................................ 182.3.5 TS (Total Solids) ........................................................................ 18
2.4 Amonia dan Nitrit .................................................................................. 20
III. METODOLOGI ............................................................................................. 22
3.1 Waktu dan Tempat................................................................................. 22
v
3.2 Alat dan Bahan....................................................................................... 22
3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................ 233.3.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 233.3.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian .................................................... 243.3.3 Parameter Pengamatan ............................................................... 25
3.4 Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 26
3.5 Analisis Data.......................................................................................... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 27
4.1 Percobaan Dengan Pergantian Air ......................................................... 274.1.1 Suhu ........................................................................................... 274.1.2 pH (Derajat Keasaman).............................................................. 284.1.3 EC (Electrical Conductivity)...................................................... 294.1.4 Kekeruhan .................................................................................. 314.1.5 BOD5 .......................................................................................... 324.1.6 Total Padatan Terlarut................................................................ 334.1.7 Amonia....................................................................................... 364.1.8 Biomassa Azolla microphylla..................................................... 384.1.9 Bobot Ikan Lele.......................................................................... 39
4.2 Percobaan Tanpa Pergantian Air ........................................................... 414.2.1 Suhu ........................................................................................... 424.2.2 pH (Derajat Keasaman).............................................................. 434.2.3 EC (Electrical Conductivity)...................................................... 444.2.4 Kekeruhan Air............................................................................ 464.2.5 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) ...................................... 474.2.6 TS, TSS, dan TFS ...................................................................... 484.2.7 Amonia....................................................................................... 514.2.8 Biomassa Azolla microphylla..................................................... 524.2.9 Bobot Lele.................................................................................. 53
4.3 Perbandingan Budidaya Lele Dengan Azolla Dan Tanpa Azolla.......... 554.3.1 Suhu ........................................................................................... 554.3.2 pH (Derajat Keasaman).............................................................. 564.3.3 EC (Electrical Conductivity)...................................................... 574.3.4 Kekeruhan Air............................................................................ 584.3.5 BOD5 ........................................................................................... 594.3.6 Total Padatan.............................................................................. 604.3.7 Amonia....................................................................................... 624.3.8 Bobot Ikan Lele.......................................................................... 64
V. KESIMPULAN............................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 70
vi
LAMPIRAN......................................................................................................... 72
1. Data Suhu Harian ............................................................................................. 73
2. Data Pengukuran pH Air.................................................................................. 76
3. Data Nilai EC (Electrical Conductivity) Harian .............................................. 79
4. Data Kekeruhan Air Harian ............................................................................. 82
5. Data pengukuran BOD5.................................................................................... 85
6. Data TS (Total Solids), TSS (Total Suspended Solids), dan TFS .................... 86
7. Data Amonia Harian ........................................................................................ 91
8. Data Biomassa Azolla ...................................................................................... 94
9. Data Bobot dan Laju Pertumbuhan Ikan Lele.................................................. 95
10. Foto Kegiatan Penelitian ................................................................................ 96
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Jumlah Pakan yang Diberikan Pada Lele ................................................... 12
2. Padat Tebar Benih Optimal ........................................................................ 13
3. Persyaratan Kualitas Air Budidaya Lele .................................................... 15
4. Status Kualitas Air Bedasarkan Nilai BOD5 .............................................. 18
5. Persentase Total Amonia Hubungannya Dengan pH dan Suhu ................. 20
6. Suhu Air Dengan Pergantian Air................................................................ 27
7. Nilai pH Air Dengan Pergantian Air .......................................................... 28
8. Nilai EC Dengan Pergantian Air ................................................................ 30
9. Kekeruhan Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air................................... 31
10. BOD5 Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air......................................... 32
11. Total Solids Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ............................... 34
12. Total Suspended Solids Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ............. 34
13. Total Filterable Solids Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air .............. 35
14. Nilai Amonia Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ............................ 37
15. Laju Pertumbuhan Ikan Lele dan Azolla.................................................. 40
16. Nilai Suhu Tanpa Pergantian Air ............................................................. 42
17. Nilai pH Tanpa Pergantian Air................................................................. 44
18. Nilai EC Pada Perlaluan Tanpa Pergantian Air........................................ 45
19. Kekeruhan Air Tanpa Pergantian Air....................................................... 46
viii
20. Nilai BOD5 Tanpa Pergantian Air............................................................ 47
21. Total Solids Tanpa Pergantian Air ........................................................... 48
22. Total Suspended Solids Tanpa Pergantian Air ......................................... 49
23. Total Filterable Solids Tanpa Pergantian Air .......................................... 50
24. Nilai Amonia Tanpa Pergantian Air......................................................... 51
25. Laju Pertumbuhan Lele dan Azolla Tanpa Pergantian Air ...................... 54
26. Nilai EC Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla.................... 58
27. Nilai Total Solids...................................................................................... 60
28. Nilai Total Suspended Solids.................................................................... 61
29. Nilai Total Filterable Solids..................................................................... 61
30. Nilai Amonia ............................................................................................ 63
31. Bobot dan Laju Pertumbuhan Ikan Lele Sampai Minggu Ke-4 ............... 64
32. Bobot dan Laju Pertumbuhan Lele Sampai Minggu Ke-2 ....................... 66
33. Data Suhu Harian Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air...................... 73
34. Data Suhu Harian Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air ........................ 74
35. Data Suhu Harian Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla ..... 75
36. Data Harian pH Air Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air................... 76
37. Data Harian pH Air Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air ..................... 77
38. Data pH Harian Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla ........ 78
39. Nilai EC Harian Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ........................ 79
40. Nilai EC Harian Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air........................... 80
41. Nilai EC Harian Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla........ 81
42. Data Kekeruhan Air Harian Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ...... 82
43. Data Kekeruhan Air Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air .................... 83
ix
44. Data Kekeruhan Air Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla . 84
45. Data BOD5 Harian Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air .................... 85
46. Data BOD5 Harian Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air ....................... 85
47. Data BOD5 Harian Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla.... 85
48. Data TS Harian Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ......................... 86
49. Data TS Harian Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air............................ 86
50. Data TS Harian Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla......... 87
51. Data TSS Harian Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ....................... 87
52. Data TSS Harian Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air ......................... 88
53. Data TSS Harian Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla ...... 88
54. Data TFS Harian Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ....................... 89
55. Data TFS Harian Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air ......................... 89
56. Data TFS Harian Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla ...... 90
57. Data Amonia Harian Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ................. 91
58. Data Amonia Harian Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air. .................. 92
59. Data Amonia Harian Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla 93
60. Biomassa Azolla Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ....................... 94
61. Laju Pertumbuhan Azolla Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ......... 94
62. Biomassa Azolla Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air.......................... 94
63. Laju Pertumbuhan Azolla Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air ........... 94
64. Bobot dan Laju Pertumbuhan Lele Pada Perlakuan Dengan Pergantian . 95
65. Bobot dan Laju Pertumbuhan Lele Pada Perlakuan Tanpa Pergantian.... 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Bak Penampung Ikan Lele Tanpa Azolla................................................... 24
2. Bak Penampung Ikan Lele Dengan Azolla ................................................ 24
3. Diagram Alir Penelitian.............................................................................. 26
4. Suhu Air Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air...................................... 27
5. pH Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ............................................... 29
6. Nilai EC Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ...................................... 30
7. Kekeruhan Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air................................... 31
8. BOD5 Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air........................................... 33
9. Total Solids Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ................................. 34
10. Total Suspended Solids Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ............. 35
11. Total Filterable Solids Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air .............. 35
12. Nilai Amonia Pada Perlakuan Dengan Pergantian Air ............................ 37
13. Biomassa Azolla Microphylla Dengan Pergantian Air............................. 38
14. Bobot Lele Dengan Pergantian Air .......................................................... 39
15. Suhu Dengan Perlakuan Tanpa Pergantian Air ........................................ 43
16. pH Air Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air.......................................... 44
17. Nilai EC Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air....................................... 45
18. Kekeruhan Air Pada Perlakuan Tanpa Pergantian Air ............................. 46
19. BOD5 Tanpa Pergantian Air..................................................................... 47
20. Total Solids Dengan Perlakuan Tanpa Pergantian Air ............................. 49
xi
21. Total Suspended Solids Dengan Perlakuan Tanpa Pergantian Air ........... 49
22. Total Filterable Solids Dengan Perlakuan Tanpa Pergantian Air ............ 50
23. Nilai Amonia Tanpa Pergantian Air......................................................... 52
24. Biomassa Azolla microphylla Tanpa Pergantian Air ............................... 53
25. Bobot Ikan Lele Tanpa Pergantian Air..................................................... 54
26. Nilai Perbandingan Suhu.......................................................................... 56
27. Nilai Perbandingan pH ............................................................................. 57
28. Nilai EC Pada Perlakuan Dengan Azolla dan Tanpa Azolla.................... 58
29. Perbandingan Nilai Kekeruhan Air .......................................................... 59
30. Perbandingan Nilai BOD5 ........................................................................ 60
31. Perbandingan Nilai Total Solids............................................................... 61
32. Perbandingan Nilai Total Suspended Solids............................................. 61
33. Perbandingan Nilai Total Filterable Solids.............................................. 62
34. Perbandingan Nilai Amonia ..................................................................... 63
35. Bobot Ikan Lele ........................................................................................ 65
36. Perlakuan Sistem ...................................................................................... 96
37. (a) Azolla Hidup, dan (b) Azolla Mati ..................................................... 96
38. Pengukuran Biomassa Azolla................................................................... 97
39. Pengukuran Bobot Ikan Lele .................................................................... 97
40. Contoh Ikan Lele yang Mati..................................................................... 98
41. Pengukuran Parameter pH........................................................................ 98
42. Pengukuran Parameter Suhu .................................................................... 99
43. Pengukuran Parameter Kekeruhan Air..................................................... 99
44. Pengukuran Parameter BOD5 ................................................................. 100
xii
45. Pengukuran Parameter TS ...................................................................... 100
46. Pengukuran Parameter TSS dan TFS ..................................................... 101
47. Pembuatan Larutan Nessler................................................................... .. 101
48. Larutan Standar ..................................................................................... .. 102
49. Pengukuran Parameter Amonia............................................................. .. 102
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, budidaya ikan lele sudah banyak dilakukan oleh masyarakat. Ikan
lele adalah jenis ikan air tawar yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
karena ikan lele dapat dibudidayakan di lahan yang terbatas. Teknologi budidaya
ikan lele relatif mudah, pemasaran relatif mudah, dan modal usaha relatif kecil.
Pada budidaya ikan lele, air merupakan masalah serius bila tidak ditangani dengan
baik.Walaupun ikan lele termasuk ikan ‘bandel’, pada aplikasinya kualitas air
yang buruk merupakan penyebab kematian utama. Lebih dari 70% penyebab
kegagalan dan kematian pada budidaya lele disebabkan oleh manajemen air yang
buruk atau tidak tepat, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lain (Gunawan,
2016).
Budidaya ikan lele, tentunya menghasilkan limbah air kolam yang berasal dari
hasil metabolisme ikan dan sisa pakan yang terlarut, dimana limbah ini
mengandung zat pencemar yang bersifat toksik bagi ikan. Biasanya air limbah
dari pemeliharaan ikan ini diolah dengan cara mengganti air secara rutin.
Menurut penelitian Putra (2017), pergantian air membutuhkan air dalam jumlah
besar untuk proses budidaya sehingga hal tersebut akan menjadi masalah saat
pembudidayaan lele yang dilakukan pada musim kemarau atau pada daerah yang
2
memiliki sumber daya air yang terbatas. Pergantian air pada budidaya lele
menyebabkan pencemaran lingkungan sehingga berdampak buruk untuk
lingkungan sekitar. Namun air yang berasal dari limbah lele ini masih bisa
digunakan untuk proses pembudidayaan Azolla microphylla.
Azolla microphylla merupakan tumbuhan paku air yang hidup mengambang di
atas permukaan air. Tumbuhan ini biasanya tumbuh sebagai gulma di perairan
tenang seperti danau, kolam, sungai, dan sawah. Dewi (2007) dalam Indarmawan
(2012), menyatakan bahwa kandungan unsur hara yang terdapat dalam Azolla sp.
yaitu N (1,96-5,30%), P (0,16-1,59%), Si (0,16-3,35%), Ca (0,315,97%), Fe
(0,04-0,59%), Mg(0,22-0,66%), Zn(26-989ppm), Mn (66–2944 ppm).
Menurut penelitian Putra (2017), tanaman Azolla microphylla dapat mereduksi
dan memanfaatkan bahan organik dari limbah budidaya lele untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman sekaligus dapat mengurangi zat pencemar yang ada
pada limbah budidaya. Selanjutnya air kolam yang telah bersih dari zat pencemar
dapat dimanfaatkan kembali untuk kegiatan pembudidayaan ikan lele. Amonia
dalam sistem aquaponik akan dioksidasi menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas
yang selanjutnya nitrit tersebut dioksidasi oleh bakteri Nitrobacter menghasilkan
nitrat. Nitrat inilah yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh Azolla microphylla.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi Azolla microphylla per
ekor lele yang dibudidayakan, berdasarkan kadar amoniak maksimum.
3
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada
mahasiswa dan masyarakat mengenai keuntungan dari budidaya Azolla
microphylla dengan budidaya Ikan lele.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu terdapat pengaruh kepekatan air limbah kolam
ikan lele terhadap pertumbuhan Azolla microphylla.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Azolla
Azolla merupakan jenis tumbuhan paku air yang tumbuh dengan baik di daerah
tropis maupun sub-tropis. Azolla dapat tumbuh di kolam, saluran air, maupun
areal pertanaman padi. Tumbuhan azolla ini mempunyai kandungan unsur hara,
terutama nitrogen yang sangat tinggi. Tumbuhan azolla dalam taksonomi
tumbuhan mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Leptosporangiopsida (heterosporous)
Ordo : Salviniales
Famili : Salviniaceae
Genus : Azolla
Spesies: Azolla spp.
Azolla yang dikelompokkan ke dalam tmbuhan air termasuk famili Salviniaceae,
tetapi ada juga yang menamakannya famili Azollaceae. Genus Azolla
dikelompokkan menjadi dua, yaitu Euazolla dan Rhizosperma. Jenis-jenis yang
termasuk dalam Euazolla adalah sebagai berikut:
1. Azolla filiculoides menyebar di Amerika Selatan sampai Alaska.
2. Azolla caroliniana Menyebar di Amerika Serikat bagian timur, Mexico,
dan India barat.
5
3. Azolla mexicana menyebar di Amerika Selatan bagian utara sampai British
Columbia.
4. Azolla microphylla mrenyebar di Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan
India Barat. Azolla microphylla sangat baik bila dibudidayakan pada
kondisi iklim tropis seperti di Indonesia. Selain itu, dapat menghasilkan
biomassa dalam jumlah banyak dengan kemampuan memfiksasi N2 dari
udara yang tinggi.
Adapun jenis-jenis yang dikelompokkan dalam Rhizosperma adalah sebagai
berikut:
1. Azolla pinnata menyebar di Afrika, Asia Tenggara, Jepang, dan Australia.
Azolla pinnata tumbuh dengan baik pada kondisi iklim seperti di
Indonesia. Spesies ini terbagi menjadi dua varietas, yaitu: var. pinnata dan
var. imbricata.
2. Azolla nilotica menyebar di lembah Nil Afrika. Bentuk tumbuhan agak
tegak memanjat dan akarnya tumbuh bergerombol pada buku rhizoma
(Arifin, 1996).
2.1.1 Siklus Pertumbuhan Azolla
Untuk mencapai pertumbuhan sempurna, setiap tanaman memiliki tahap siklus
pertumbuhan. Azolla memiliki 2 siklus pertumbuhan, yaitu:
a. Tahap Pertama
Tahap ini merupakan tahap pemunculan kecambah dengan umur 7 - 10
hari setelah tumbuhan mulai berkecambah. Kecambah tumbuh agak
6
lambat dan mempunyai 1 - 8 anak daun dengan laju pertumbuhan rata -
rata 0,6 – 0,7 anak daun per hari tanpa tunas sisi.
b. Tahap kedua
Tahap ini disebut tahap muda dengan umur antara 25-35 hari setelah
berkecambah. Pada tahap ini kecambah telah memiliki 2 – 11 tunas yang
masing-masing menumbuhkan 4 – 7 anak daun per hari.
c. Tahap ketiga
Biasanya pada tahap ini azolla sudah mengambang dengan umur di atas 35
hari setelah berkecambah. Biasanya pada tahap ini masing-masing
sporofit memiliki lebih dari 11 tunas dan memperbanyak secara cepat.
Laju pertumbuhan rata-rata 15–18 anak daun perhari. Sporofit terbentuk
setelah melalui tahap terjadinya zigot sebagai akibat adanya perubahan sel
telur oleh sperma (Arifin, 1996).
2.1.2 Syarat Tumbuh Azolla
Pertumbuhan azolla dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti air, temperatur,
dan cahaya yang saling berkaitan. Air merupakan prasyarat bagi kelangsungan
hidup azolla, karena merupakan tempat untuk mengambil mineral. Dalam proses
pertumbuhan dan fiksasi N2 dipengaruhi oleh intensitas cahaya, temperatur, dan
populasi tumbuhan azolla. Pada siang hari dengan cuaca cerah, aktivitas fiksasi
N2 sekitar 8–10%, lebih tinggi daripada dalam keadaan berawan atau hujan.
Pada malam hari, aktivitas fiksasi N2 hanya 25–30%.
Adapun faktor lingkungan yang menjadi syarat untuk pertumbuhan azolla adalah
sebagai berikut:
7
1. Tanah
Tekstur tanah sebaiknya tidak porous (sarang) agar kehilangan air
yang cukup banyak akibat infiltrasi maupun perkolasi dapat dihindari.
2. Unsur Hara
Unsur hara sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan azolla, terutama
unsur fosfor (P). Apabila unsur hara kurang tersedia dalam kultur air,
maka akar akan mengalami pemanjangan dan menembus tanah untuk
mengambil unsur hara yang dibutuhkan.
3. Derajat Keasaman (pH)
Azolla dapat tumbuh di lahan yang mempunyai pH tanah 3,5–10 bila
faktor lainnya telah memenuhi syarat pertumbuhannya. Agar
perumbuhan azolla menjadi baik, pH tanah optimum berkisar 4,5–7,0
dan pH air optimum berkisar 5,0–6,0.
4. Air
Ketesediaan air harus terjamin dan mencukupi selama pertumbuhan
azolla. Kualitas air sangat mempengaruhi pertumbuhan azolla.
5. Cahaya
Kebutuhan cahaya matahari yang dapat diterima langsung oleh azolla
paling sedikit 25–30%. Sedangkan intensitas cahaya matahari
optimum untuk fiksasi N2 oleh Anabaena azollae sekitar 40–60 klux
6. Temperatur
Temperatur merupakan faktor lingkungan penting bagi pertumbuhan
azolla, temperatur optimum berkisar 25–35⁰C.
8
7. Kelembaban
Kelembaban relatif optimum yang dikehendaki untuk pertumbuhan
azolla antara 85–90%.
8. Angin
Angin dapat menyebabkan populasi azolla yang tumbuh di atas air
akan terdorong dan berkumpul di ruang tertentu, akibatnya azolla
menjadi padat. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan azolla (Arifin, 1996).
2.1.3 Manfaat Azolla
Manfaat dari azolla yaitu, dapat digunakan sebagai pupuk organik dan membantu
dalam memperbaiki keadaan fisik, kimia, serta biologi tanah. Sehingga sangat
bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman, terutama tanaman padi. Keadaan fisik
tanah yang diperbaiki azolla seperti struktur dan porositas tanah, keberadaan
azolla tersebut berperan sebagai mulsa dan mengurangi terjadinya evaporasi
tanah. Dari segi kimia tanah, azolla dapat memperkaya unsur hara tanah,
sedangkan dari segi biologi tanah, azolla dapat meningkatkan aktivitas mikroba
dan menghambat pertumbuhan gulma (Arifin, 1996).
Selain itu, azolla dapat dijadikan filter (penyaring) air dari pencemaran logam
berat dan mampu mengurangi perkembangbiakan nyamuk, terutama di air tenang
atau tergenang. Kegunaan lain azolla yaitu dapat digunakan sebagai pakan ternak,
unggas dan ikan karena kandungan protein dan mineralnya tinggi. Azolla juga
dapat dijadikan pakan sapi dengan formulasi azolla dicampur molases, jerami, dan
dedak dengan perbandingan yang sama (Arifin, 1996).
9
2.1.4 Ketinggian Genangan Air
Menurut Hanafiah (2009) dalam Utama (2015), ketinggian air genangan juga
mempengaruhi serapan nitrogen, walaupun Azolla microphylla mampu tumbuh
pada tanah berlumpur atau pada gambut yang basah, namun perbanyakannya
terhambat karena akarnya menghujam dengan kuat ke dalam tanah sehingga
menyebabkan terhambat pembelahan (fraksionasinya). Untuk memenuhi
kebutuhan serapan nitrogen Azolla microphylla dibutuhkan media dan syarat
tumbuh yang tepat,diantaranya adalah pemberian dosis fosfat dan kondisi
ketinggian air. Nilai kandungan nitrogen yang dihasilkan oleh Azolla microphylla
tersebut dipengaruhi oleh kondisi perairan optimum (kualitas air dan unsur hara)
serta ketinggian air yang baik sebagai syarat hidup bagi pertumbuhan Azolla
microphylla.
Ketinggian air 4 cm merupakan ketinggian yang optimal untuk pertumbuhan
tanaman azolla. Menurut Arifin (2003) dalam Utama (2015), air merupakan
prasarat bagi pertumbuhan azolla karena air merupakan tempat untuk mengambil
mineral. Pada ketinggian 4 cm, akar tanaman azolla masih dapat menyentuh
permukaan tanah untuk dapat menyerap nutrisi dari tanah dan larutan air, akan
tetapi tidak menghujam terlalu kuat, sehingga proses penyerapan nutrisi
berlangsung secara maksimal dan fraksionasi tanaman azolla tidak terhambat.
2.2 Budidaya Lele
Ikan lele (Clarias sp.) termasuk salah satu dari keenam komoditas lainnya yaitu
rumput laut, patin, bandeng, nila, dan kerapu yang akan dipacu pengembangan
10
budidayanya dengan tujuan meningkatkan produksi budidaya pada beberapa tahun
kedepan. Riyanto, dkk.(2010) dalam Madinawati (2011). Hal tersebut akan
disertai dengan meningkatnya kebutuhan pakan pada budidaya ikan. Peningkatan
kebutuhan pakan juga berlaku pada usaha pembenihan ikan. Pakan yang
memenuhi kebutuhan gizi ikan dapat meningkatkan pertumbuhan benih ikan lele
dumbo hingga mencapai ukuran benih siap jual. Beberapa pakan yang cocok bagi
larva lele yaitu zooplankton, kutu air, moina, rotifera, Tubifex , jentik nyamuk dan
pellet butiran berupa bubur tepung ikan, tepung udang, dan kuning telur.
Soetomo (2000) dalam Madinawati (2011).
2.2.1 Jenis Lele
Menurut (Kottelat et al., 1993) dalam (Kordi, 2012) disebutkan beberapa spesies
ikan lele, yaitu Clarias batrachus, C. leiacanthus, C.maladerma, C. Nieuhofi, C.
Teijsmani, dan C. gariepinus. Dari enam spesies ikan lele yang ditemukan di
perairan umum Indonesia, spesies lokal (Clarias batrachus) merupakan ikan
konsumsi penting yang telah lama dibudidayakan. Budidaya ikan lele lokal
dimulai sejak tahun 1975 di daerah Blitar, Jawa timur dan sekitar tahun 1980
dibudidayakan secara berpasang-pasangan di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Tahun 1985 diintroduksi lele baru yang dikenal sebagai lele dumbo
(C.gariepinus). Sejak saat itulah petani mulai beralih membudidayakan lele
dumbo yang mempunyai kelebihan ukuran yang besar dan pertumbuhannya pesat
dibanding lele lokal (Kordi, 2012).
Suatu komoditas perikanan budidaya dapat dikatakan memiliki keunggulan,
apabila: (1) dapat dibudidayaka di berbagai wadah dan lahan budidaya, (2)
11
ukurannya relatif besar dan dapat diproduksi secara besar-besaran dan berkualitas
tinggi, (3) dapat ditebar dengan kepadatan tinggi, tumbuh lebih cepat,
kelangsungan hidup tinggi, konversi pakan rendah, dan tahan terhadap penyakit,
serta (4) disukai konsumen dan mempunyai pasar yang baik (Kordi, 2012).
Lele dumbo merupakan komoditas yang memenuhi kriteria keunggulan di atas.
Selain lele dumbo, dua varietas/ras/strain lele baru yang merupakan lele unggul
adalah lele sangkuriang dan lele phiton. Lele sangkuriang (Clarias gariepinus var
sangkuriang) adalah salah satu varietas atau strain unggul yang dihasilkan oleh
peneliti tanah air. Lele sangkuriang memiliki keunggulan dibandingkan lele
dumbo, diantaranya fekuenditas telur lebih banyak, yaitu mencapai 60.000 butir
sedangkan lele dumbo hanya 30.000 butir. Panjang rata-rata benih sangkuriang
umur 26 hari mencapai 3-5 cm, sedangkan lele dumbo hanya 2-3 cm (Kordi,
2012).
2.2.2 Pemberian Pakan Lele
Dalam peneliharaan ikan, pakan atau makanan untuk ikan budidaya berasal dari
dalam perairan dan dari pembudidaya. Pemberian pakan tidak hanya untuk
menjaga agar ikan tetap hidup, tetapi juga untuk menjaga agar ikan tetap sehat dan
memacu pertumbuhan ikan. Pemberian pakan, khususnya pakan buatan seperti
pelet, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ditebar langsung dengan tangan atau
menggunakan alat bantu seperti ember atau kaleng yang bagian bawahnya
berbentuk kerucut dan berfungsi sebagai alat pemberi pakan semi otomatis
(Kordi, 2012).
12
Waktu atau saat pemberian pakan lele bisa dilakukan pada pagi, siang, sore, atau
malah hari, hanya biasanya frekuensinya yang berbeda. Saat pemberian pakan
yang teratur dimaksudkan untuk mendisiplinkan waktu makan ikan. Sehingga
dengan membiasakan pemberian pakan pada waktu yang tepat dan teratur, nafsu
makan ikan bisa diketahui. Tentunya pakan lebih efisien karena pakan yang
diberikan langsung di lahap habis.
Jumlah pakan adalah porsi atau banyaknya pakan yang dibutuhkan dan harus
diberikan pada ikan. Biasanya dalam dihitung dalam persen (%) per hari berat
(bobot) keseluruhan jumlah ikan dalam wadah pemeliharaan. Ikan lele
membutuhkan pakan 15-3% per berat total ikan dalam wadah, tergantung dari
ukuran ikan. Pada ukuran umur 20–30 hari, lele membutuhkan pakan 20–15%
bobot tubuh/hari, sedangkan ikan yang berumur 90 hari ke atas, membutuhkan
pakan sebanyak 4-3% bobot tubuh/hari. Perhitungan pemberian pakan ikan dapat
dihitung dengan mengalikan bobot rata-rata ikan dengan jumlah keseluruhan ikan
di kolam, dimana (A) jumlah kilogram pakan yang diberikan dalam sehari, dan
(B) bobot total ikan dalam wadah. Selanjutnya dengan rumus A/B x 100% dapat
diketahui persentase pakan yang harus diberikan/dibutuhkan (C%).
Tabel 1. Jumlah Pakan yang Diberikan Pada Lele
Umur Lele (Hari) Dosis Pemberian Pakan (% Bobot Tubuh/hari)
20 – 30 20 – 1531 – 40 15 – 1041 – 55 7 – 556 – 90 4 – 390 dst 4 – 3
Sumber: Kordi, 2012
13
2.2.3 Padat Tebar Lele
Padat tebar adalah tingkat kerapatan ikan dalam kolam per luasan atau volume
kolam. Hal ini sangat erat hubungannya dengan ukuran wadah, jumlah pakan,
tingkat pertumbuhan, dan kualitas air. Semakin tinggi padat tebar, jumlah pakan
yang diberikan semakin banyak, kualitas air cepat menurun, dan pertumbuhan
tidak merata. Dengan teknik budidaya tertentu, padat tebar ikan bisa ditingkatkan,
misalnya dengan metode air mengalir, meningkatkan oksigen air dengan teknik
sirkulasi, teknik central drain, atau probiotik.
Padat tebar lele pada segmen pembenihan, pendederan, pembesaran, dan
pemeliharaan induk berbeda dalam luasannya. Semakin besar ikan, padat
tebarnya terus menurun.
Tabel 2. Padat Tebar Benih Optimal
UkuranBenih(cm)
KedalamanAir (cm)
Padat Tebar (ekor/m2) KeteranganNormal Menggunakan
Aerator/Sirkulasi3 – 4 40 – 50 850 1000 1.450 – 1.550 Belum aman
dipelihara4 – 5 40 – 50 750 – 800 1.350 – 1.450 Belum aman
dipelihara5 – 6 40 – 50 650 – 700 1.250 – 1.350 Kurang aman
dipelihara6 – 7 40 – 50 550 – 600 1.150 – 1.250 Aman untuk
pembesaran7 – 8 40 – 50 450 – 550 1.050 – 1.150 Aman untuk
pembesaran8 – 9 45 – 50 400 – 500 950 – 1.050 Aman untuk
pembesaran9 – 10 45 – 50 350 – 450 800 – 950 Sangat aman
untuk pembesaran10 – 12 45 – 50 300 350 700 – 850 Sangat aman
untuk pembesaranSumber: Gunawan, 2016
14
2.3 Kualitas Air
Ikan lele termasuk ikan yang tahan terhadap kualitas air yang minim atau kualitas
air yang kurang baik bahkan ikan lele dapat hidup pada kondisi oksigen yang
sangat rendah, hal ini disebabkan karena ikan lele mempunyai alat bantu
pernafasan berupa arborescant yang dapat mengambil oksigen langsung dari
udara. Dalam usaha budidaya ikan, kualitas air merupakan salah satu faktor
penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan.
Menurut Mulyanto (1992) dalam Augusta (2016), bahwa kondisi air sebagai
media hidup biota air, harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagi biota yang
dipelihara. Kualitas air tersebut meliputi kualitas fisika, kimia dan biologi.
Faktor fisika misalnya suhu, kecerahan dan kedalaman. Faktor kimia diantaranya
pH, DO, CO2, dan NH3. Sedangkan faktor biologi adalah yang berhubungan
dengan biota air termasuk ikan. Apabila kualitas air tidak stabil atau berubah-
ubah maka dapat berdampak buruk terhadap ikan yang dibudidayakan, akibatnya
ikan dapat stress, sakit bahkan mati bila tidak mampu bertoleransi terhadap
perubahan lingkungan. Oleh sebab itu biasanya diperlukan tindakan khusus atau
rekayasa manusia agar kondisi kualitas air tetap stabil.
Mulyanto (1992) dalam Insulistyowati (2015), mengemukakan bahwa
pengelolaan kualitas air sangat penting karena air merupakan media hidup bagi
organisme akuatik. Usaha untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas air
dalam budidaya pembesaran ikan sudah banyak dilakukan baik secara fisika
maupun kimiawi, namun usaha yang dilakukan dengan cara ini banyak
memerlukan biaya dan terkadang tidak ramah lingkungan, terutama pada air
15
limbah kolam ikan lele tersebut. Air yang bisa digunakan untuk budidaya lele
adalah air sungai, air sumur bor, air kolam, air danau, atau mata air. Kriteria air
yang layak untuk hidup ikan lele seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan Kualitas Air Budidaya Lele
Karakteristik Nilai Batas
pH 5,5 – 7,5
Suhu 20 – 30o C
Warna Bening hingga kecokelatan
Tingkat Kekeruhan 20 – 40 cm kadar plankton terkandung dalam air
Kadar Oksigen Minimum 3 mg/l
Kadar Amoniak Maksimum 0,1 mg/l
Kadar Karbondioksida Maksimal 25 mg/l
Kadar Basa Terlarut 50 – 300 mg/l
Sumber: Gunawan, 2016
2.3.1 Tingkat Kekeruhan Air
Tingkat kekeruhan air biasa disebut Turbiditas. Turbiditas air disebabkan oleh
adanya materi suspensi, seperti tanah liat/lempung, endapan lumpur, partikel
organik yang koloid, plankton, dan organisme mikroskopis lainnya. NN Vol 2
(1988) dalam Yuniarti (2007).
Turbiditas biasanya diukur dengan turbidimeter yang berprinsip pada spektroskopi
absorpsi, dan yang diukur adalah absorpsi akibat partikel yang tercampur.
Turbiditas juga biasa diukur dengan turbidimeter atau nephelometer yang
berprinsip pada hamburan sinar dengan peletakan detektor pada sudut 900 dari
sumber sinar dan yang diukur adalah hamburan cahaya oleh campurannya.
Khopkar (1990) dalam Yuniarti (2007).
16
Nilai kekeruhan dapat dipengaruhi oleh faktor periode pergantian air, Semakin
lama periode pergantian air maka semakin kecil nilai kekeruhan. Perlakuan E2
(periode pergantian air 4 hari sekali) sudah dapat mengurangi nilai kekeruhan
sesuai dengan standar kualitas air untuk budidaya lele. Menurut Lloyd (1985)
dalam Putra (2017), kekeruhan untuk budidaya sebaiknya tidak lebih dari 25
NTU. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai kekeruhan berhubungan dengan
biomassa tanaman. Sampel periode pergantian air 2 hari sekali (E1) dan periode
pergantian air 4 hari sekali (E2) merupakan sampel dengan nilai kekeruhan yang
tinggi.
2.3.2 pH Air
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (singkatan dari puissance
negatif de H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas
dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion
hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen
(dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis:
PH = - log (H+)
Air murni (H2O) bersosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion H-
dalam konsenrasi yang sama, dan dalam keadaan demikian pH air murni = 7.
Semakin tinggi konsentrasi ion H+ maka konsentrasi ion H- semakin rendah dan
pH < 7. Perairan semacam ini bersifat asam. Sebaliknya, jika konsentrasi ion
OH- yang tinggi dan pH > 7 maka perairan bersifat alkalis (basa).(Kordi, 2012).
pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat
17
membunuh hewan budidaya. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Sehingga
budidaya akan berhasil baik dalam air dengan pH 6.5–9.0 dan kisaran optimal
adalah pH 7.0–8.7 (Kordi, 2012).
2.3.3 Suhu
Pertumbuhan dan kehidupan ikan dan biota air sangat dipengaruhi oleh suhu air.
Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28-
32oC. Lele adalah ikan yang hidup pada ketinggian 0–700 mdpl. Suhu pada
ketinggian tersebut antara 22-34oC. Lele phiton dan sangkuriang mampu
beradaptasi hingga suhu 20oC. Namun, pertumbuhan optimal lele yaitu pada
suhu 27–30oC (Kordi, 2012).
Suhu dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu
melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air Semakin tinggi suhu
air, semakin tinggi pula laju metabolisme biota budidaya yang berarti semakin
besar konsumsi oksigennya. Semakin tinggi suhu air, maka semakin rendah daya
larut oksigen di dalam air, dan sebaliknya. Sebagai contoh, reaksi kesetimbangan
amonia (NH3):
NH4OH NH3 + H2O, akan ke kanan yang menyebabkan kadar amonia
meningkat sehingga daya racun amonia turut mengalami peningkatan. Amonia
lebih bersifat beracun daripada ammonium (NH4OH). Pada pH 8,0 dengan suhu
25oC, presentase NH3 adalah 5,38%, sedangkan pada pH yang sama dengan suhu
30oC presentase NH3 adalah 7,46%. Selain itu, kegiatan bakteri nitrifikasi, yaitu
Nitrobacter dan Nitrosomonas juga dipengaruhi oleh suhu (Kordi, 2012).
18
2.3.4 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme
(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik. Bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan
organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organicmatter). Prinsip
pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan
oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh,
kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah
diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20oC) yangsering
disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi- DO5) merupakan nilai BOD
yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Haryadi (2004) dalam
Agustira (2013).
Tabel 4. Status Kualitas Air Bedasarkan Nilai BOD5
No. Nilai BOD5 (ppm) Status Kualitas Air1. < 2,9 Tidak tercemar2. 3,0 – 5,0 Tercemar ringan3. 5,1 – 14,9 Tercemar sedang4. > 15 Tercemar berat
Sumber: Le et al (1978) dalam Silalahi (2009)
2.3.5 TS (Total Solids)
Solids atau zat padat atau padatan yang terkandung di dalam air dan air limbah
berasal dari bermacam-macam sumber. Partikel padatan yang terkandung di
dalam air limbah kemungkinan berasal dari sisa-sisa bahan organik, maupun
19
anorganik. Zat padat terlarut umumnya terdiri dari partikel-partikel berukuran
kecil, dan biasanya berasal dari bahan-bahan organik koloid yang sangat sulit
untuk mengendap. Selain menyebabkan pendangkalan, zat padat di dalam air
juga menyebabkan kekeruhan dan menghalangi penetrasi cahaya masuk ke dalam
air. Sehingga zat padat terlarut ini menjadi parameter kualitas air yang penting
(Triyono, 2011).
Total solids selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi nonfilterable/ suspended
solids (SS) dan filterable solids (FS). Suspended solids adalah partikel yang tidak
lolos dari kertas saring whatsman GF/C berpori 1,2 mikron, sedangkan filterable
solids adalah solids yang dapat lolos dari kertas saring. Di lingkungan air sungai
suspended solids akan terbawa aliran dan mengendap setelah menempuh jarak
yang cukup jauh, sedangkan filterable solids tidak mudah mengendap atau
mungkin tidak akan mengendap karena ukuran partikel yang sangat kecil.
Filterable solids terdiri dari bahan bahan koloid dan padatan terlarut (Triyono,
2011).
Menurut Huda (2009) dalam Agustira (2013), TSS (Total Suspended Solid) atau
total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa
bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore
berpori-pori 0,45 µm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk
terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air,
kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi
organisme produser.
20
2.4 Amonia dan Nitrit
Di dalam air, amonia terdapat dalam 2 bentuk, yaitu NH4+ atau biasa disebut
Ionized Ammonia (IA) yang kurang beracun dan NH3 atau Unionized Ammonia
(UIA) yang beracun. Kedua bentuk amonia tersebut di dalam air berada dalam
keseimbangan seperti terlihat dari persamaan reaksi berikut:
NH4+ + OH NH3 + H2O
Semakin tinggi pH air, daya racun amonia semakin meningkat sebab sebagian
besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3)
lebih beracun daripada yang berbentuk (NH4+). Secara biologis, di alam
sebenarnya dapat terjadi perombakan amonia menjadi nitrat (NO3), suatu bentuk
yang tidak berbahaya dalam proses nitrifikasi dengan bantuan bakteri nitrifikasi,
terutama Nitrosomonas dan Nitrobacter. Kedua bakteri nitrifikasi tersebut
memerlukan banyak oksigen, minimum 80% saturasi untuk proses yang normal.
Karena itu, dalam budidaya biota akuatik di kolam dan tambak, aerasi air sangat
menunjang proses nitrifikasi. Proses ini dapat terhambat pada pH rendah (Kordi,
2012).
Tabel 5. Persentase Total Amonia Hubungannya Dengan pH dan Suhu
PhSuhu (oC)
10 15 20 25 306,0 0,086 0,027 0,040 0,057 0,0816,5 0,059 0,087 0,125 0,180 0,2507,0 0,186 0,273 0,396 0,566 0,7997,5 0,586 0,859 1,240 1,770 2,4808,0 1,830 2,670 3,820 5,380 7,4608,5 5,560 7,970 11,200 15,300 20,3009,0 15,700 21,500 28,400 36,300 44,600
Sumber: Noga (1996) dalam Kordi (2012)
21
Amonia berada dalam air karena sisa pakan, pupuk yang terangkut ke dalam air,
kotoran biota budidaya, dan hasil kegiatan jasad renik di dalam pembusukan
bahan organik yang kaya akan nitrogen (protein). Senyawaan ini dapat digunakan
oleh fitoplankton dan tumbuhan air setelah diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh
bakteri dalam proses nitrifikasi.
22
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei – Juni 2017, di Rumah kaca dan di
Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan penelitian ini adalah Ember besar sebanyak 4 buah, bak
styrofoam dengan ketebalan 3 cm berukuran 60x60x10 cm sebanyak 3
buah,wadah lele, tissue, pompa air, pipa paralon, pipa siku, dop pipa, pipa
sambungan, gergaji besi, lem styrofoam, plastik bening, double tape, kuas kecil,
lem pipa, cutter, meteran, penggaris, dan spidol.
Peralatan Laboratorium yang digunakan yaitu botol kecil, gelas beaker, gelas
ukur, pipet tetes, labu ukur, timbangan analitik, cawan, oven, desiccator, Filtering
funnel, Vacuum Pump, kertas saring whatman GF/C 1,2 µm, pH meter, EC meter,
turbidimeter, DO meter, kulkas, dan spektrofotometer.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu larutan induk amonia (1000 ppm),
larutan Nessler, aquades, air limbah kolam ikan lele, benih ikan lele berumur 7–8
minggu, dan tanaman Azolla microphylla.
23
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan sistem akuaponik pada budidaya Azolla
microphylla dan ikan lele, benih ikan lele dimasukkan ke dalam 4 buah bak yang
sudah disediakan. Azolla microphylla diletakkan di atas 3 buah wadah berukuran
60x60x10 cm sebanyak 500 gram pada masing-masing wadah. Masing-masing
bak lele diberi pompa, kemudian wadah azolla diberi lubang pengeluaran untuk
air limbah lele.
1. Kombinasi perlakuan pada Tahap Pertama (dengan pergantian air) adalah
sebagai berikut:
a. Berisi 5 Ekor lele (dengan azolla)
b. Berisi 10 Ekor lele (dengan azolla)
c. Berisi 15 Ekor lele (dengan azolla)
2. Kombinasi perlakuan pada Tahap Kedua/Tahap Lanjutan (tanpa pergantian
air) adalah sebagai berikut:
a. Berisi 1 Ekor lele (dengan azolla)
b. Berisi 3 Ekor lele (dengan azolla)
c. Berisi 5 Ekor lele (dengan azolla)
3. Perlakuan yang ketiga yaitu : Bak berisi 5 Ekor Lele (tanpa azolla)
24
Gambar 1. Bak Penampung Ikan Lele Tanpa Azolla
Gambar 2. Bak Penampung Ikan Lele Dengan Azolla
3.3.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap pelaksanaan penelitian, masing-masing bak diisi dengan air sebanyak
40 liter. Kemudian ikan lele ditebar sebanyak 5, 10, dan 15 ekor pada 2 minggu
pertama, 2 minggu selanjutnya lele yang dimasukkan sebanyak 1, 3, dan 5 ekor
pada setiap bak pemeliharaan yang diatasnya di letakkan wadah budidaya azolla.
Selanjutnya bak ke empat berisi 5 ekor lele, yang dibudidaya kan tanpa azolla di
Pompa air
25
atasnya. Benih ikan lele yang ditebar berumur 7–8 minggu. Untuk pemberian
pakan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB, siang hari
pukul 12.00 WIB, dan sore hari pukul 17.00 WIB. Pakan yang diberikan
sebanyak 3% dari berat tubuh total ikan dalam satu bak. Bureau Fiseheries &
Aquatic Resource (2008) dalam Rasyid (2012).
3.3.3 Parameter Pengamatan
1. Amonia diukur menggunakan Larutan Nessler dan alat Spectrofotometer
yang dilakukan setiap hari.
2. pH diukur menggunakan pH meter yang dilakukan setiap hari.
3. Suhu dan EC diukur menggunakan EC meter yang dilakukan setiap hari.
4. Kekeruhan air diukur menggunakan Turbidimeter yang dilakukan setiap hari.
5. BOD5 diukur menggunkan DO meter yang dilakukan 3 hari sekali.
6. TS, SS, dan FS dihitung dengan rumus, yang dilakukan 2 hari sekali.
Rumus TS : W2 – W1 (mg)Vol. Sampel (L)
Rumus TSS : WK2 – WK1 (mg)Vol. Sampel (L)
Rumus TFS : W2 – W1 (mg) (sampel sudah disaring)Vol. Sampel (L)
Keterangan : W1 : Berat Cawan AwalW2 : Berat Cawan OvenWK1 : Berat Cawan + Kertas Saring AwalWK2 : Berat Cawan + Kertas Saring Oven
7. Biomassa Azolla microphylla dan bobot ikan lele diukur dengan timbangan
digital yang dilakukan setiap minggu.
26
3.4 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
3.5 Analisis Data
Data yang didapat dari parameter akan dianalisis menggunakan aplikasi Microsoft
Office Excel yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Mulai
Persiapan alat dan bahan
Perakitan sistem akuaponik
Sebelumnya Azolla microphylladitetakkan pada air biasa
Disiapkan benih lele yangberumur 7- 8 minggu.
Ikan lele dimasukkan ke dalam wadah berisi air
Azolla microphylla diletakkan pada air limbah
Pengukuran parameter
Analisis Data
Selesai
Pemeliharaan Azolla dan Ikan Lele
V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu laju pertumbuhan azolla per ekor lele yang
dibudidayakan yaitu:
a. Pada perlakuan 5, 10, dan 15 ekor lele dengan pergantian air seminggu
sekali, laju pertumbuhan azolla secara berturut-turut sebesar 4.47, 1.15,
dan 0.38 gram/ekor/hari dan laju pertumbuhan lele yaitu 1.91, 1.85, dan
1.57 gram/ekor/hari. Kadar amonia maksimum sebesar 24.93, 66.32, dan
94.84 mg/l, untuk perlakuan 10 ekor dan 15 ekor tidak dapat dilanjutkan
karena kadar amonia terlalu tinggi sehingga Azolla microphylla mati.
b. Pada perlakuan 1, 3, dan 5 ekor lele tanpa pergantian air selama 20 hari,
laju pertumbuhan azolla secara berturut-turut sebesar 21.41, 14.34, dan
4.61 gram/ekor/hari dan laju pertumbuhan lele yaitu 0.18, 0.85, dan 1.01
gram/ekor/hari. Kadar amonia maksimum sebesar 7.54, 7.83, dan 11.37
mg/l.
c. Pada perlakuan 5 ekor lele yang dibudidaya selama 37 hari dengan
pergantian air pada hari ke-8 dan hari ke-18. Pada perlakuan dengan
azolla, laju pertumbuhan azolla sebesar 4.54 gram/ekor/hari dan laju
pertumbuhan lele pada minggu ke-2 yaitu 1.91 dan minggu ke-4 yaitu
1.43 gram/ekor/hari dengan kadar amonia maksimum yaitu 24.93 mg/l.
Laju pertumbuhan lele pada perlakuan tanpa azolla pada minggu ke-2
69
yaitu 1.81 dan minggu ke-4 yaitu 1.80 gram/ekor/hari dengan kadar
amonia maksimum yaitu 53.20 mg/l.
DAFTAR PUSTAKA
Agustira, R., K.S. Lubis, dan Jamilah. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air,Fisika Air Dan Debit Sungai Pada Kawasan Das Padang AkibatPembuangan Limbah Tapioka. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(3):615-625.
Arifin, Z. 1996. Azolla Pembudidayaan dan Pemanfaatan pada Tanaman Padi.Penebar Swadaya, Jakarta. 57 hlm.
Augusta, T.R. 2016. Dinamika Perubahan Kualitas Air Terhadap PertumbuhanIkan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Dipelihara di Kolam Tanah.Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 5(1):41-44.
Gunawan, S. 2016. 99% Sukses Budidaya Lele. Penebar Swadaya, Jakarta Timur.156 hlm.
Indarmawan, T., A.S. Mubarak, dan G. Mahasri. 2012. Pengaruh KonsentrasiPupuk Azolla pinnata Terhadap Populasi Chaetoceros sp. Journal OfMarine and Coastal Science. 1(1):61-70.
Insulistyowati, L. 2015. Potensi Mikroba Probiotik_Fm Dalam MeningkatkanKualitas Air Kolam Dan Laju Pertumbuhan Benih Ikan Lele Dumbo(Clarias gariepinus). Jurnal Prodi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.17(2):18-25.
Kordi, M.G. 2012. Kiat Sukses Pembesaran Lele Unggul. Lily Publisher,Yogyakarta. 177 hlm.
Madinawati, N. Serdiati, dan Yoel. 2011. Pemberian Pakan Yang BerbedaTerhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo(Clarias Gariepinus). Jurnal Budidaya Perairan Jurusan PeternakanFakultas Pertanian. 4(2):83–87.
Putra, A.M. 2017. Pemanfaatan Air Kolam Ikan Lele Untuk Budidaya Azollamicrophylla. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung
Rasyid, M. 2012. Pemanfaatan Azolla sp. Pada Sistem Resirkulasi Yang BerbedaDalam Pemeliharaan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).(Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.
71
Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas Air Dan Hubungannya DenganKeanekaragaman Vegetasi Akuatik Di Perairan Balige Danau Toba. (Tesis).Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Triyono, S. 2011. Modul Praktikum Rekayasa Pengolahan Limbah. UniversitasLampung, Bandar Lampung.
Utama, P. 2015. Pertumbuhan Dan Serapan Nitrogen Azolla Microphylla AkibatPemberian Fosfat Dan Ketinggian Air yang Berbeda. Jurnal Ilmu BudidayaTanaman Agrologia. 4(1):41-52.
Yuniarti, B. 2007. Pengukuran Tingkat Kekeruhan Air MenggunakanTurbidimeter Berdasarkan Prinsip Hambuan Cahaya. (Skripsi). UniversitasSanata Dharma.Yogyakarta.
top related