indonesianvictimologist.files.wordpress.com · web viewmakalah disampaikan dalam training for...
Post on 04-Jan-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Perlindungan Hukum terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas dalam Perspektif Viktimologi1
Oleh: Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum2
A. Pengantar
Perlindungan hukum adalah pemberian hak-hak terhadap subjek
hukum yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan. Perlindungan
hukum menjadi lebih penting artinya ketika seseorang dan/atau badan hukum
mengalami suatu permasalahan. Pembicaraan berikut adalah tentang
perlindungan hukum terhadap korban kecelakaan lalu-lintas. Pembicaraan ini
menjadi penting mengingat peristiwa kecelakaan lalu-lintas begitu sering terjadi
dibarengi dengan korban yang ditimbulkan dari luka ringan hingga kematian.
Korban kecelakaan lalu lintas3 dari waktu ke waktu menunjukan
kecenderungan untuk selalu naik. Demikian juga dalam hal fatalitasnya, tampak
mengalami kenaikan. Pada tahun 2010, jumlah kematian akibat kecelakaan telah
mencapai 30.637 jiwa4, artinya dalam setiap 1 jam terdapat sekitar 3-4 orang
atau setiap harinya sekitar 84 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas
jalan. Secara nasional, Sebanyak 67% korban kecelakaan berada pada usia
produktif (22 - 50 tahun). Loss productivity dari korban dan kerugian material
akibat kecelakaan tersebut diperkirakan mencapai 2,9 - 3,1% dari total PDB
Indonesia, atau setara dengan Rp205 - 220 trilyun pada tahun 2010 dengan total
PDB mencapai Rp7.000 trilyun.
1 Makalah disampaikan dalam Training for Trainers on Victmology and Victim Assistance Lmbaga Perlindungan Saksi dan Korban 18-28 Maret 2013 di Cikopo - Bogor
2 Dosen pada Fakultas Hukum dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
(UNSOED)
3 Traffic accident also known as traffict collision, motor vehicle collision, motor vehicle accident, car accident, automobile accident, Road Traffic Collision (RTC) or car crash, occurs when a vehicle collides with another vehicle, pedestrian, animal, road debris, or other stationary obstruction, such as a tree or utility pole. Traffic collisions may result in injury, death and property damage.... The World Health Organization use the term road traffic injury. The U.S. Census Bureau uses the term motor vehicle accidents (MVA), and Transport Canada uses the term "motor vehicle traffic collision". Other terms that are commonly used include auto accident, car accident, car crash, car smash, car wreck, motor vehicle collision (MVC), personal injury collision (PIC), road accident, road traffic accident (RTA), road traffic collision (RTC), road traffic incident (RTI), road traffic accident and later road traffic collision,
4 Berdasar data Kepolisian RI Tahun 2010
1
Fenomena ini tampaknya tidak hanya terjadi di Indonesia namun
demikian pula secara global di seluruh negara, setiap tahun, terdapat sekitar 1,3
juta jiwa meninggal akibat kecelakaan lalu lintas atau lebih dari 3.000 jiwa per
harinya. World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan bahwa
kematian akibat kecelakaan di jalan diperlakukan sebagai salah satu penyakit
tidak menular dengan jumlah kematian tertinggi. Pada tahun 2020, kecelakaan
lalu lintas di jalan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian nomor 3 di
dunia setelah penyakit jantung dan depresi. (table tersaji).
Hal ini tentu saja merupakan hal yang memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian
dan penanganan serius. Berkaitan dengan hal tersbut tulisan ini bertujuan untuk
mendeskripsikan korban kecelakaan lalu lintas khususnya di Indonesia dalam
perspektif Viktimologis. Perpektif viktimologis dimaksudkan melihat dari tiga tujuan
Viktimologi sebagaimana dikemukakan Zvonimir-Paul Separovic meliputi tiga tujuan
sebagai berikut.
1.to analyze the manifold aspects of the victim’s problem; 2. to explain the causes
for victimization; 3. to develop a system of measures for reducing human suffering.5
B. Pembahasan
5 Zvonimir-Paul Separovic, 1985. Victimology Studies of Victims, Publishers “Zagreb” Samobor-Novaki by Pravni Fakultet, Zagreb. Hal.24.
2
1 To analyze the manifold aspects of the traffic accident victim’s problem;
Pertama, tentang kerugian dan/atau penderitaan korban dan yang
kedua tentang pengaturan dan implementasi penanganan traffic accident victim
saat ini khususnya di Indonesia.
a. Kerugian dan/atau penderitaan traffic accident victim.
Untuk mengetahui kerugian dan/atau penderitaan traffic accident
victim anatara lain dapat dilihat dari table berikut ini yang memuat tentang
jumlah kejadian (traffic accident) dalam kurun waktu 5 tahun yaitu tahun
2005 samapai dengan tahun 2010 yang diikuti dengan data tentang jumlah
yang meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan.
Berdasarkan data tersebut di atas tampak bahwa pada tahun 2006
jumlah traffic accident mencapai angka 87.020 kasus dengan jumlah
meninggal dunia mencapai 15.762 orang, luka berat 33.282 orang dan luka
ringan sejumlah 52.310 orang. Tahun 2007 jumlah traffic accident mencapai
angka 48.058 kasus dengan jumlah meninggal dunia mencapai 16.548 orang,
luka berat 20.180 orang dan luka ringan sejumlah 45.860 orang. Tahun
2008 jumlah traffic accident mencapai angka 59.154 kasus dengan jumlah
meninggal dunia mencapai 20.188 orang, luka berat 23.440 orang dan luka
ringan sejumlah 55.722 orang. Tahun 2009 jumlah traffic accident mencapai
angka 62.960 kasus dengan jumlah meninggal dunia mencapai 19.979 orang,
luka berat 23.469 orang dan luka ringan sejumlah 62.936 orang. Tahun
3
2010 jumlah traffic accident mencapai angka 66.488 kasus dengan jumlah
meninggal dunia mencapai 19.873 orang, luka berat 26.196 orang dan luka
ringan sejumlah 63.809 orang.
Berdasar data tersebut di atas, selain tahun 2006, jumlah traffic
accident mengalami kenaikan dari tahun 2007 hingga tahun 2010. Demikian
juga jumlah angka kematian dari tahun 2006 hingga tahun 2008 mengalami
kenaikan. Pada tahun 2009 dan tahun 2010 memang mengalami penurunan
namun hanya sekitar 300 an jiwa dibanding tahun 2008. Sedangkan untuk
korban luka berat dan luka ringan kecuali tahun 2006 terus mengalami
peningkatan. Artinya fatalitasnya tidak berubah dan cenderung naik.
Selain mengakibatkan timbulnya korban meninggal dunia, luka berat
dan luka ringan, traffic accident juga menimbulkan kerugian materi yang
jumlahnya tidak sedikit serta mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Tahun 2006 kerugian materi mencapai Rp.81.847.536.607.00, tahun 2007
Rp. 109.938.640.300.00, tahun 2008 sejumlah Rp.131.209.757.478.00,
tahun 2009 sejumlah Rp. 136.285.412.000.00, dan tahun 2010 sejumlah Rp.
158.258.601.407.00.
Dalam perpektif korban sebagaimana pengertian korban itu sendiri
pasti mengalami penderitaan dan/atau kerugian, dari kerugian materi, luka
ringan, luka berat hingga meninggal dunia serta kerugain materi. Dalam
realitanya penderitaan dan/atau kerugiannya juga dapat dialami secara
4
bersama artinya selain penderitaan physic, psychics, dan kerugian materi.
Hal ini hampir sama halnya dengan korban kejahatan kecuali kerugian social
yang hampir tidak dialami oleh traffic accident victim. Efek yang dapat
ditimbulkan oleh suatu tindak pidana bagi korban menurut pendapat
Joanna Shapland dapat berupa kerugian materi (financial loos), akibat
psikologis (psychological effect) akibat fisik (physical effects), akibat sosial
(social effects).6
b. Perlindungan hukum (pengaturan) dan implementasi korban
traffic accident victim.
Terdapat ketentuan normative dalam rangka penanganan terhadap
korban kecelakaan lalu lintas. Hal ini di atur dalam beberapa pasal peraturan
perundang-undangan antara lain di dalam Undang-undang no 22 tahun 2009
tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
Ketentuan normative dimaksud antara lain diatur dalam Pasal 234,
235, 236, 240 dan 241. Pasal 234 sampai 236 mengatur tentang Kewajiban
dan Tanggung Jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau
Perusahaan Angkutan korban kecelaan lalu lintas. Khusus Pasal 240 dan 241
mengatur tentang Hak-hak korban.
Pasal 234
(1) Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan
Angkutan Umum pertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh
Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena
kelalaian Pengemudi.
(2) Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau
PerusahaanAngkutan Umum bertanggungjawab atas kerusakan jalan
dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan
Pengemudi.
6 Joanna Shapland, 1986, Victim Assistance and the Criminal Justice System: The Victim’s
Perspective, dalam From Crime Policy To Victim Policy, editor Ezzat A. Fattah. The Macmillan Press
Ltd. London., p. 219.
5
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku jika:
a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar
kemampua Pengemudi;
b. disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga;
dan/atau
c. disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil
tindakan pencegahan.
Pasal 235
(1) Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi,
pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan
bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau
biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara
pidana.
(2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat
Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat
(1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan
Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa
biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara
pidana.
Pasal 236
(1) Pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian
yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.
(2) Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229
ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan
damai di antara para pihak yang terlibat.
Pasal 240
Korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak mendapatkan:
6
a. Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas
terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah;
b. Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya
Kecelakaan Lalu Lintas; dan
c. Santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.
Pasal 241
Setiap korban kecelakaan Lalu Lintas berhak memperoleh
pengutamaan pertolongan pertama dan perawatan pada rumah sakit
terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain norma tersebut di atas terdapat pula norma hukum lain yang
dapat dipakai untuk kepentingan korban kecelakaan lalu lintas untuk
menuntut ganti kerugian kepada pelaku. Ketentuan hukum yang dimaksud
adalah ketentuan Pasal 98 sampai Pasal 101 Undang-undang no 8 thaun
1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesai yang
mengatur Penggabungan Perkara Gugatan Ganti kerugian .
Korban melalui aturan tentang asuransi dapat juga mendapat
perhatian berupa santunan. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964
Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Serta Undang-
Undang no 34 tahun 1964 Tentang Dana Pertangungan Wajib Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan. Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 yang
mengatur Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang.
Berdasarkan atas rumusan norma tersebut di atas maka tampak bawa
norma hukum di Indonesia sudah memberikan perhatian terhadap korban
kecelakaan lalu-lintas. Perhatian yang dimaksud antara lain memberikan
hak-hak korban sebagaimana tampak dalam rumusan Pasal Pasal 240
(pertolongan dan perawatan serta ganti rugi dari pihak yang bertanggung
jawab atas terjadinya kecelakaan), dan Pasal 241 (pengutamaan pertolongan
pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat). Dengan kata lain pihak
7
korban dapat memperoleh restitusi7. Selain itu korban yang memenuhi
kriteria tertentu juga mendapat asuransi.
Dalam implementasi di lapangan ketentuan norma tersebut dapat
dikatakan efektif. Namun demikian terdapat permasalah yang dialami oleh
korban ketika masuk pada proses persidangan. Permasalahan yang
dimaksud adalah sebagai berikut;
a. Hakim tidak akan mengabulkan permohonan ganti kerugian apabila
pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan secara
financial tidak mampu.
b. Hakim hanya mengabulkan tuntutan korban atas kerugian yang nyata-
nyata dirasakan antara lain biaya pengobatan, dan perbaikan
kendaraan. Namun tidak mengganti kerugian atas akibat kecelakaan
misalnya hilangnya pendapatan karena tidak masuk kerja atau
hilangnya pekerjaan akibat korban mengalami cacat tetap dan tidak
dapat lagi berkerja.
c. Apabila pihak yang diwajibkan memberikan ganti kerugian wanprestasi
maka harus menempuh melalui jalur gugatan perdata yang tentunya
memakan waktu lama.
d. Apabila yang bertanggung jawab juga meningal dunia maka korban
tidak dapat menuntut ganti kerugian kepada ahli warisnya. Kecuali yang
bertangungjawab adalah korporasi.
e. Korban pada kecelakaan tunggal, misalnya kecelakaan akibat jalan yang
berlubang dan rusak, tidak akan memperoleh ganti kerugian.
2 To explain the causes for victimization (traffic accident);
Aspek selanjutnya yang dibahas adalah tentang sebab sebab terjadinya
traffic accident. Sebab ini dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yakni Faktor
manusia, Faktor kendaraan, Factor kendaraan, Factor jalan, Factor Lingkungan
7 Restitution is the act of restoring to the original owner, making good a loss, indemnification: restitution is reparation to an original shape: said of elastic bodies. Synonim compensation, damages, reparation, return . Webster, 1985, World University Dictionary, Copyright 1965. By Books Inc. Printed in The United States of America, Publishers Company Inc. Washington D. C.p. 841.
8
Alam , Faktor lain-lain.8 Faktor manusia9 dari tahun ke tahun menduduki angka
yang paling tinggi.
Faktor manusia antara lain antara lain dari kesalahan korban dalam hal
kurang hati-hati pada waktu menyeberang , mengabaikan lampu pengatur
pejalan kaki tidak untuk menyebrang. Faktor manusia juga dapat berupa
kondisi pihak pengemudi antara laian kondisi kesehatan kurang bbaik, terlalu
capai dan ngantuk, mabuk, minum alcohol/obat tetapi tidak sampai nmabuk,
serta penglihatan /pendengaran kurang baik.
Factor kendaraan, antara lain perlengkapan yang tidak memadai berupa
alat-alat rem tidak baik bekerja, alat-alat bkemudi tidak baik kerjanya, serta
ban/roda kondisi kurang baik. Penerangan yang kurang memadai serta
pelanggaran tentang pemasangan jenis lampu penerangan juga merupakan
factor terjadinya kecelakaan.
8 A 1985 study by K. Rumar, using British and American crash reports as data, found that 57% of crashes were due solely to driver factors, 27% to combined roadway and driver factors, 6% to combined vehicle and driver factors, 3% solely to roadway factors, 3% to combined roadway, driver, and vehicle factors, 2% solely to vehicle factors and 1% to combined roadway and vehicle factors. (Harry Lum & Jerry A. Reagan (Winter 1995). "Interactive Highway Safety Design Model: Accident Predictive Module". Public Roads Magazine.)
9 A 1985 report based on British and American crash data found driver error, intoxication and other human factors contribute wholly or partly to about 93% of crashes.
9
Faktor jalan, antara lain jalan licin, tikungan terlalu tajam , jalan yang
terlalu sempit.
Faktor Lingkungan Alam, berupa cuaca buruk (kabut, gelap, hujan dll).
3 To develop a system of measures for reducing human suffering
Kajian yang ke tiga ini berkaitan dengan membangun suatu system guna
mengurangi penderitaan manusia. Untuk mengurangi kerugian dan/atau
penderitaan korban yang utama tentu saja mengurani terjadinya kecelakaan,
serta menurunkan fatalitas. Selanjutnya adalah mengurangi penderitaan korban
melalui system peradilan pidana ataupun jalur hokum.
Berkaitan dengan hal tersebut pada Maret tahun 2010 Majelis Umum PBB
mendeklarasikan Decade of Action (DoA) for Road Safety 2011 - 2020 yang
bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi tingkat fatalitas korban
kecelakaan lalu lintas jalan secara global dengan meningkatkan kegiatan yang
dijalankan pada skala nasional, regional dan global.
Semangat pendeklarasian Decade of Action for Road Safety 2011-2020 ini
sejalan dengan amanat Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan khususnya pada Pasal 203 untuk menyusun Rencana
Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK). Dalam rangka memanfaatkan
momentum ini, Pemerintah Indonesia menyusun RUNK yang bersifat jangka
panjang (25 tahun) dan mendeklarasikan DoA yang akan menjadi bagian dari
materi RUNK. Falsafah dari RUNK ini adalah berlanjut, terkoordinasi, dan
kebersamaan, berdasarkan pemahaman bahwa keselamatan jalan adalah
tanggung jawab setiap warga masyarakat. Untuk memenuhi program Decade of
Action for Road Safety Perserikatan Bangsa-Bangsa sepuluh tahun pertama dari
RUNK ini yang ditetapkan menjadi program Dekade Aksi Keselamatan Jalan
Republik Indonesia 2011-2020. Laporan Asian Development Bank (ADB) Tahun
2004 menjelaskan bahwa salah satu kelemahan dari penyelenggaraan
keselamatan jalan di Indonesia adalah buruknya koordinasi dan manajemen10.
Koordinasi merupakan kunci sukses bagi tercapainya keselamatan jalan di suatu
negara. Oleh karena itu, fokus utama Pemerintah adalah memastikan
10 Rapor kinerja penyelenggaraan keselamatan jalan Indonesia berada diurutan ke-9 dari 10 Negara Asis Tenggara. Untuk koordinasi dan manajemen. Indonesia berada diurutan ke-10 dari 10 negara Asia Tenggara (ADB.2004)
10
penyelenggaraan keselamatan jalan sebagai tanggung jawab bersama yang
harus dilaksanakan secara selaras dan terkoordinasi dengan menerapkan
prinsip-prinsip orkestra11
Penyusunan visi12 RUNK Jalan Tahun 2011-2035 menggunakan kata
kunci, yaitu: terbaik, Asia Tenggara, dan koordinasi. Guna mendukung visi di
atas, aspek-aspek yang harus diakomodasi dalam misi13 RUNK Jalan, yaitu:
prioritas nasional, mengutamakan keselamatan, serta mensinergikan segala
potensi.
Berdasarkan uraian di atas, berikut adalah Visi dan Misi Penyelenggaraan
Keselamatan Jalan Indonesia 2011-2035.
Visi :
"Mencapai Keselamatan Jalan Terbaik di Asia Tenggara melalui Penguatan
Koordinasi”
Misi:
1. Mengarusutamakan keselamatan jalan menjadi prioritas nasional;
Setiap pihak menyadari besarnya kerugian ekonomi nasional akibat
kecelakaan, untuk itu berkomitmen menjadikan isu keselamatan jalan menjadi
pokok bahasan dalam penetapan kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan.
2. Membudayakan penyelenggaraan lalulintas jalan yang mengutamakan
keselamatan;
11 Suatu Drkestra membutuhkan dirigen yang mampu mengarahkan dan memandu setiap pemain untuk berperan serta dalam penciptaan suatu harmoni.
12 Visi dimaknai sebagai pandangan jauh ke depan mengenai cita dan citra yang ingin diwujudkan oleh penyelenggara keselamatan jalan pada masa yang akan datang dan menyatukan komitmen seluruh pemangku kepentingan untuk menjamin kesinambungan.
13 Misi dimaknai sesuatu yang harus diemban oleh suatu institusi/organisasi sesuai dengan visinya
11
Semua pihak terlibat aktif dalam mengupayakan pengutamaan
keselamatan diseluruh mata rantai penyelenggaraan lalulintas jalan dan
angkutan jalan;
3. Mensinergikan segala potensi guna memaksimalkan kinerja
keselamatan jalan;
Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK) mempuntai
Target Jangka Panjang14: Menurunkan tingkat fatalitas dan keparahan korban
kecelakaan lalu lintas sebesar 80% pada tahun 2035 berbasis data tahun 201015
yang diukur berdasarkan tingkat fatalitas dan tingkat keparahan per 10.000
kendaraan atau disebut indeks fatalitas per 10.000 kendaraan dan indeks
keparahan per 10.000 kendaraan. Pada tahun 2035, indeks fatalitas yang
diinginkan sebesar 0,87, sedangkan indeks keparahan sebesar 1,02.
Untuk mencapai target jangka panjang maka terdapat strategi yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Penyelarasan arah dan komitmen penyelenggaraan keselamatan jalan
melalui penerapan prinsip orkestra yang mengkoordinir lima pilar16 secara
inklusif17.
2. Penyelenggaraan keselamatan jalan menggunakan urutan prioritas pada
penanganan korban (Emergency Services), pencegahan luka (Passive
Safety), dan pencegahan kecelakaan (Active Safety); serta dengan pendekatan
dari kuratif berangsur ke preventif.
3. Pendekatan sistem keselamatan jalan yang mampu mengakomodasi human
error dan kerentanan tubuh manusia untuk memastikan kecelakaan lalu
14 Target jangka panjang adalah pencapaian pada kurun waktu tertentu yang bersifat kuantitatif. Dalam kaitan dengan penyusunan RUNK. target jangka panjang adalah suatu pencapaian kuantitatif dalam bentuk penurunan indeks fatalitas per 10.000 kendaraan dan indeks korbaan luka berat per 10.000 kendaraan pada tahun 2035 (selama 25 tahun)
15 Berdasarkan data Kepolisian RI pada tahun 2010. korban meninggal 30.637 jiwa. korban luka berat 35.983 orang. jumlah kendaraan 70.714.569 berdasar data Statistik Indonesia tahun 2010. sehingga baseline pada tahun 2010 iintuk indeks fatalitas per 10.000 kendaraan adalah 4.33. sedangkan indeks keparahan per 10.000 kendaraan adalah 5.09.
16 Lima pilar merupakan pendekatan yang digunakan oleh WHO dalam penyelenggaraan keselamatan. Prinsip lima pilar keselamatan jalan ini tidak memisahkan kewenangan dari pemangku kepentingan.
17 Mutually inclusive. Integrasi dari interaksi pilar-pilar keselamatan jalan yang bernilai tambah.
12
lintas tidak mengakibatkan kematian dan luka berat.
C. Rekomendasi.
1. Kompensasi perlu diberikan kepada korban untuk kasus-kasus dimana yang
bertanggungjawab tidak mampu secara finansial dan/atau meninggal dunia.
2. Kerugian yang diganti tidak hanya yang nyata-nyata diderita misalnya biaya
pengobatan atau perbaikan kendaraan yang rusak, namun meliputi pula
kerugian hilangnya pendapatan yang harusnya diterima akibat tidak bekerja
selama menjalani masa pengobatan.
3. Pengaturan tentang kewajiban negara untuk memberikan bantuan bagai
korban yang mengalami kecelakaan tunggal akibat prasarana jalan yang
tidak memadai untuk dapat direalisasikan.
D. Dafatar Pustaka
Separovic, Zvonimir-Paul, 1985. Victimology Studies of Victims, Publishers “Zagreb” Samobor-Novaki by Pravni Fakultet, Zagreb.
Webster, 1985, World University Dictionary, Copyright 1965. By Books Inc. Printed in The United States of America, Publishers Company Inc. Washington D. C
Shapland, Joanna 1986, Victim Assistance and the Criminal Justice System: The Victim’s Perspective, dalam From Crime Policy To Victim Policy, editor Ezzat A. Fattah. The Macmillan Press Ltd. London
13
top related