iii. bahan dan metode 3.1. tempat dan wakturepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9750/bab...
Post on 07-Mar-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
44
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juni 2006 hingga Desember 2007.
Ada 12 titik stasiun pengamatan yang berada di dalam Waduk Saguling dan 1 titik di
bagian hulu Sungai Citarum (Gunung Wayang) yang berfungsi sebagai konsentrasi
latar belakangnya (background concentration). Pengambilan sampel sedimen dan
biota telah dilaksanakan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus 2006. Penelitian ini
sengaja dilakukan pada musim kemarau, karena menggambarkan kondisi gangguan
ekologi (diwakili oleh organisme bentik makroavertebrata) dalam kondisi strees
maksimum, dengan debit air yang minimal, dan kadar bahan polutan yang relatif
tinggi (Davis and Tsomides 1997). Disamping itu, komunitas bentik
makroavertebrata diharapkan mampu mencerminkan pengaruh utama peningkatan
dari kontaminasi logam tanpa adanya pengaruh faktor lainnya misalnya: peningkatan
debit air/ banjir yang telah diketahui dapat berpengaruh pada komposisi dan
kelimpahan bentik makroavertebrata (Matthaei et al. 2000). Faktor keselamatan
dalam melakukan sampling juga sebagai pertimbangan dalam pemilihan musim
tersebut di atas, terutama untuk Stasiun Nanjung yang terletak pada ruas Sungai
Ciliwung dan sumber air di Gunung Wayang. Keterangan nama dan peta lokasi
sampling yang telah ditetapkan meliputi (Gambar 4):
Stasiun 1 Hulu Sungai Citarum di Gunung Wayang (GW)
Stasiun 2 Sungai Citarum di Nanjung (Nj)
Stasiun 3 Sungai Citarum di Trash Boom Batujajar (Bj)
Stasiun 4 Cihaur Kampung Cipendeuy (Chr)
Stasiun 5 Cangkorah (Ckr)
Stasiun 6 Cimerang (Cmr)
Stasiun 7 Muara Cihaur/ Kampung Maroko (Mrk)
Stasiun 8 Muara Cipatik (Cpk)
Stasiun 9 Muara Ciminyak (Cmy)
Stasiun 10 Muara Cijere (Cjr)
45
Stasiun 11 Muara Cijambu (Cjb)
Stasiun 12 Dekat intake structure (Itk)
Stasiun 13 Rajamandala (Rjm).
3.2. Bahan dan Alat
I. Alat
Alat yang digunakan selama penelitian meliputi: Atomic Absorbance
Spectrofotometry (AAS) flame fotometer merk Hitachi Z6100, Mercury analyzer
(cold vapor AAS) merk Hiranuma 310, ekman grab sampler merk Wildco, fish finder
250 merk Garmin, spektrofotometer merk Shimadzu, mikroskop stereo merk
Olympus, saringan bentik 0,5 mm, sentrifuge IEC Centra MP4R, dan timbangan
sartorius, botol scott 250 dan 500 ml, labu ukur 25 dan 50 ml, microplate 12
sumuran/ lubang (merk Nunclon®) 5ml, pipet tetes, micropipet (merk eppendorf®),
kuas kecil, keler plastik, inkubator, saringan bertingkat, water quality checker U-10
(merk Horiba).
II. Bahan
Bahan hidup yang digunakan selama penelitian adalah Hydra sp. dan bahan
kimia untuk analisis logam meliputi: larutan standard Cu, Hg, Cd, dan Pb, larutan
HNO3, HCl, H2SO4, CMCP-10, hidroksilamide kloride, SnCl2.2H2O KMnO4, kalium
persulfat 5%, gas asetilen, dan kertas saring Whattmann GF/C.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Metode Pengumpulan data
Teknik pengambilan sampel ditetapkan secara purposive yang didasarkan atas
pertimbangan besarnya beban polutan yang masuk pada setiap stasiun pengamatan.
Di beberapa stasiun pengamatan merupakan lokasi budidaya ikan jaring apung dan
daerah kawasan industri yang seringkali membuang limbah cairnya ke dalam Waduk
Saguling. Titik stasiun pengamatan yang telah ditetapkan sebagian besar memiliki
kesamaan dengan lokasi sampling dari PT. Indonesia Power guna pemantauan
46
kualitas air setiap tiga bulanan (triwulan). Adanya kesamaan lokasi titik sampling ini
diharapkan mampu melengkapi data kualitas air dari PT. Indonesia Power, guna
manajemen dan pengelolaan kualitas air Waduk Saguling.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer yang
bersumber dari hasil pengukuran/analisis kimia sedimen dan data sekunder dari hasil
pemantauan kualitas air waduk setiap tiga bulanan oleh PT. Indonesia Power UPB
Saguling.
3.3.2. Peubah
Jenis logam berat yang akan dikaji dalam penelitian ini hanya empat jenis
yaitu plumbum (Pb), tembaga (Cu), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd) yang sudah
diketahui berpotensi toksik bagi sebagian besar biota akuatik dan telah
direkomendasikan oleh agensi lingkungan seperti US-EPA (Anonim 1986).
Parameter pendukung yang diukur pada sedimen meliputi: konsentrasi C organik,
fraksi ukuran butir, dan pH sedimen. Parameter kualitas air yang diukur di air
meliputi: pH, konduktivitas, salinitas, oksigen terlarut dan temperatur dengan
menggunakan water quality checker U-10 (merk Horiba).
3.3.3. Metode Analisis
Sampel sedimen yang akan dianalisis konsentrasi logamnya berasal dari
lapisan atas/ permukaan (± 2-5 cm) dengan menggunakan alat Ekman grab sampler.
Pengambilan cuplikan sedimen pada masing-masing stasiun dilakukan pengulangan
sebanyak 3 kali. Cuplikan sedimen tersebut kemudian dimasukkan dalam botol kaca
Scott yang bervolume 250 ml. Botol tersebut kemudian dimasukkan dalam coolbox
yang sebelumnya sudah diberi es batu pada bagian luarnya sebagai pengawetnya.
Untuk uji bioassai, sedimen yang dibutuhkan sebanyak ± 2 liter yang dimasukkan
dalam keler plastik. Penyimpanan sedimen sebelum dilakukan analisis logam dan uji
bioassai disimpan dalam refrigerator pada temperatur 40C. Lamanya waktu
penyimpanan tidak lebih dari 4 minggu sesuai dengan prosedur Ankley et al. (1991).
47
Analisis logam dan uji bioassai sedimen dilakukan di laboratorium ekotoksikologi
Puslit Limnologi-LIPI.
Analisis logam Pb, Cu, Cd dikerjakan dengan menggunakan metode
dekstruksi HCL-HNO3 dengan perbandingan (3:1) dan larutan H2O2 30% yang
dipanaskan di atas hotplate. Larutan ekstrak dianalisis lebih lanjut dengan
menggunakan AAS flame spectrofotometer merk Hitachi Z6100. Penjelasan dari
metode ini dapat dilihat dalam Qu and Kelderman (2001) dan Smoley (1992). Untuk
logam merkuri (Hg), sedimen didekstruksi dengan menggunakan campuran larutan
asam H2SO4-HNO3 yang dioksidasi dengan menggunakan larutan KMnO4 45% dan
Kalium persulfat 5%. Reduksi MnO4 dengan menggunakan larutan hidroksilamide
klorit 10%. Reduksi Hg dilakukan dengan menggunakan larutan SnCl2.2H2O dan
larutan ekstrak yang tertinggal dianalisis dengan menggunakan alat mercury analyzer
(cold vapor AAS) merk Hiranuma 310. Penjelasan lebih lanjut metode analisis logam
merkuri ini dapat dilihat pada Smoley (1992). Pengukuran konsentrasi C organik
pada sedimen dilakukan menurut metode dari Graham (1948) dan Bray and Kurtz
(1945). Adapun pengukuran parameter lainnya seperti: fraksi ukuran butir dengan
menggunakan saringan bertingkat, dan pH sedimen secara rinci dijelaskan dalam
Blackmore et al. (1981). Tabel 3 merupakan ringkasan dari prosedur analisis kimia
pendukung yang dilakukan pada sedimen dan air.
Konsentrasi logam berat di air tidak dianalisis lebih lanjut pada penelitian ini,
karena sudah merupakan bagian dari program pemantauan yang telah dilakukan
secara rutin oleh pihak otorita PT. Indonesia Power setiap 3 bulan sekali. Untuk
tujuan evaluasi, maka data sekunder dari data pemantauan kualitas air pada tahun
2006 dibutuhkan dalam penelitian ini guna merunut keberadaan kontaminasi logam
berat di sedimen.
48
Tabel 3. Ringkasan metodologi yang dipergunakan untuk analisis kimia pada sedimen dan air.
No Parameter Jenis Sampel Metode Alat Ukur
1 pH sedimen Ekstraksi dengan H2O dan KCL 10%
pH meter
2 Logam berat (Pb, Cd, Cu)
Sedimen Dekstruksi dengan HCl-HNO3
AAS flame spectrofotometer
3 Hg Sedimen Dekstruksi dengan asam H2SO4-HNO3
Mercury analyzer (cold vapor)
4 Konduktivitas, temperatur, oksigen terlarut (DO), Salinitas, dan pH
Air Water quality checker
5 C organik Sedimen Kolorimeter Spektrofotometer
Untuk menentukan bobot bukti dari hasil analisis kimia di sedimen diprediksi
dengan menggunakan beberapa guideline baku mutu sedimen dari negara lain yaitu
Kementrian Lingkungan Ontario Canada (Giezy and Hoke 1990), Swedia
Environment Protect Agency /SEPA (Anonymous 1991), dan lima guideline lain dari
sediment effect concentration (SECs)4 meliputi: effect range low (ERL)5, effect range
median (ERM), threshold effect level (TEL)6, propable effect level (PEL), dan severe
effect level (SEL) yang secara rinci dapat dilihat dalam Burton (2002).
4) SEC adalah Konsentrasi dari kontaminan dalam sedimen di bawah gejala toksisitas tersebut jarang diamati dan
di atas dari gejala toksisitas sering terjadi. 5) ERL dan ERM adalah Guideline kualitas sedimen yang didasarkan pada pendekatan empiris pengaruh biologi
yang ditimbulkan oleh zat pencemar tertentu. Representasi dari range konsentrasi yang mana efeknya jarang terjadi (di bawah ERL), kadang-kadang terjadi (pertengahan antara ERL dan ERM), dan sering (di atas ERM) yang berhubungan dengan toksisitas dari sedimen. Range dari kedua nilai tersebut ditentukan berdasarkan percentile ke 10 dan 50 dari distribusi konsentrasi kontaminan yang berhubungan dengan efek biologi yang merugikan.
6) Probable Effects Levels (PELS) dan Threshold Effects Levels (TELs): Guideline kualitas sedimen yang
didasarkan pada pendekatan empiris pengaruh biologi yang ditimbulkan oleh zat pencemar tertentu yang mirip dengan ERM dan ERL. Umumnya guideline ini digunakan di daerah florida dan sekitarnya. Nilai konsentrasi dari zat pencemar yang lebih rendah dari guideline ini menunjukkan konsentrasi yang jarang menimbulkan efek toksik pada biota air. Nilai diantara dari guideline ini, pengaruhnya toksiknya kadang-kadang terjadi, dan nilai di atas dari guideline menunjukkan efek toksik sering terjadi. Nilai range ini didefinisikan dengan percentile spesifik dari dua distribusi data antara konsentrasi kontaminan yang berhubungan dengan efek biologi dan konsentrasi yang menunjukkan tidak ada efek biologi. Nilai PEL dihitung dari nilai rata-rata geometrik dari ERM dan no effect range high (NERH), sedangkan TEL dihasilkan dari nilai rata-rata geometrik dari ERL dan no effect range median (NERM).
49
Sampling organisme bentik makroavertebrata/ bentos7 dilakukan pada bulan
Juni, Juli, dan Agustus 2006 dengan menggunakan alat Ekman grab sampler.
Pengambilan bentik makroavertebrata dilakukan pada kedalaman ± 5 meter yang
ditetapkan dengan menggunakan alat Fish finder 250 merk Garmin pada semua
stasiun pengamatan. Diharapkan adanya kesamaan kedalaman ini diantara stasiun
pengamatan akan memiliki kemiripan komunitas bentik yang akan dikaji pada
penelitian ini. Pada masing-masing stasiun pengamatan dilakukan pengambilan
sebanyak 9 kali grab (luas area yang disampling ± 2025 cm2). Pengawetan bentik
makroavertebrata dengan menggunakan larutan formalin 10% yang dimasukkan
dalam keller plastik. Sedimen dibilas dengan menggunakan air kran di atas saringan
yang berpori 0,5 mm. Sortir bentik makroavertebrata dilakukan di bawah mikroskop
stereo dengan pembesaran hingga 10 hingga 45 kali. Hewan yang telah tersortir
dimasukkan dalam botol flakon yang sudah berisi larutan alkohol 75%. Khusus
identifikasi hewan cacing Oligochaeta dan larva Diptera Chironomidae dilakukan
mounting dengan menggunakan larutan CMCP-10 (Polysciences Inc.).
7) Bentik Makroavertebrata/ bentos merupakan sekelompok grup hewan yang tanpa ruas tulas belakang dan
biasanya hidup di dasar perairan dengan cara menggali lubang pada sedimen maupun menempel pada permukaan substrat/ batu. Hewan bentos sendiri mungkin berupa siput, cacing, serangga air, remis dan sebagainya. Dari segi ukuran hewan tersebut mungkin sangat bervariasi dari yang besar mudah terlihat secara kasat mata, hingga yang berukuran kecil dan mungkin harus menggunakan alat bantu mikroskop stereo.
50
Gambar 4. Peta lokasi sampling pengambilan sedimen dan organisme bentik
makroavertebrata.
Uji toksisitas sedimen dilakukan dengan menggunakan air pori-pori sedimen.
Metode pemisahan/ isolasi air pori-pori sedimen mengadopsi cara kerja Harkey et al.
(1994) dan Giezy et al. (1990). Sedimen basah dimasukkan dalam tabung sentrifuge
dan disentrifugasi dengan menggunakan alat sentrifuge merk IEC Centra MP4R pada
kecepatan 8000 rpm selama 30 menit pada temperatur 40C. Supernatan dipisahkan
dan disaring dengan menggunakan kertas Whattmann GF/C (1,2 µm) dan disimpan
dalam refrigerator pada temperatur 4 0 C. Sebelum air pori-pori digunakan dalam
pengujian maka air tersebut didiamkan dalam temperatur ruangan ± selama 1 jam.
Hewan yang digunakan dalam uji toksisitas air pori-pori adalah Hydra sp. yang
diperoleh dari kultur Lab. Toksikologi Puslit Limnologi-LIPI. Teknik kultur dan
pemeliharaan dari hewan tersebut secara rinci telah dijelaskan Trotier et al. (1997).
Hewan Hydra sp. dimasukkan ke dalam microplate dengan menggunakan
kuas kecil yang terdiri dari 12 sumuran yang masing-masing bervolume 5 ml merk
51
Nunclon@. Metode uji toksisitas dengan Hydra yang ditempatkan dalam microplate
mengadopsi dari prosedur Blaise and Takashi (1997). Jumlah hewan Hydra yang
dimasukkan dalam tiap sumuran adalah 5 ekor. Sampel air pori-pori sedimen
dilakukan serangkaian pengenceran dengan air aquades dengan konsentrasi: 100, 50,
25, 12,5, 6, 3, 0 % v/v ( hanya air aquades) yang dimasukkan dalam microplate
tersebut. Respon stres hingga kematian dari hewan Hydra sp. ditunjukkan dengan
bentuk morfologi clubed, “tulip”, hingga disintegrasi yang bentuk morfologinya dapat
dilihat pada Blaise and Takashi (1997). Kematian dari hewan Hydra dicatat pada 96
jam.
Gambar 5. Gambar respons stress dari Hydra sp. A). Kondisi normal, B dan C. terjadi pemendekan tentakel yang merupakan kondisi stress ringan, D). Fase tulip yang merupakan respon stress berat, E). Disintegrasi merupakan kematian dari Hydra sp (Blaise and Takashi 1997).
3.4. Analisis Data
Data hasil analisis logam di sedimen sebelum dilakukan analisis sidik ragam
(ANOVA) dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dengan menggunakan
Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai probabilitasnya (P<0,05), maka data tersebut
diprediksi tidak normal dan harus dilakukan transformasi terlebih dahulu dengan
52
menggunakan akar kuadrat (√) atau log(x+1). Data hasil analisis logam di sedimen
yang mengikuti normalitas (p>0,05), maka dapat dilanjutkan dengan menggunakan
analisis statistik ANOVA satu arah (α = 0,05), guna mengetahui adanya pengaruh
lokasi titik sampling stasiun terhadap konsentrasi logam beratnya. Jika ada perbedaan
signifikan perbedaan konsentrasi logam antar stasiun pengamatan, maka dilakukan uji
perbandingan post hoc dengan menggunakan Duncan dengan p = 0,05. Pengujian
analisis statistik ini dilakukan dengan menggunakan software STATISTICA versi 5
(Statsoft Inc.).
Status kontaminasi dari empat logam yang terakumulasi di sedimen (Hg, Cd,
Cu, dan Pb) digabung kedalam satu indek polusi (W) dari Widianarko et al. (2000).
Rumus dari indek polusi (W) dapat dilihat di bawah ini:
log /
Dengan Ci = konsentrasi logam i di sedimen, Coi = konsentrasi logam di stasiun yang
berfungsi sebagai latar belakang (background consentration), dan n = jumlah dari
logam. Lokasi dikategorikan belum terpolusi jika W ≤ 0, terpolusi ringan jika 0 ≤W<
1, terpolusi sedang 1<W≤ 2, dan terpolusi berat jika W> 2.
Prediksi besarnya gangguan pada komponen triad (uji bioassai dan komunitas
bentik makroavertebrata) di masing-masing stasiun pengamatan, mengadopsi dari
kriteria MacDonald et al. (2004). Tipe kualitas sedimen digolongkan menjadi tiga
bagian yaitu tipe A, B, dan C. Tipe A diharapkan kondisi yang mewakili tingkat
gangguan yang rendah yang umumnya terdapat pada bagian reference site
(background concentration). Tipe B menunjukkan tingkat gangguan sedang, dan tipe
C menunjukkan tingkat gangguan yang tinggi. Uraian penjelasan secara rinci dari
kriteria tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 4.
53
Tabel 4. Kriteria kualitas sedimen yang didasarkan pada besarnya gangguan pada komponen triad uji bioassai dan komunitas bentik makroavertebrata.
Tipe kualitas sedimen
Besarnya gangguan pada
efek biologi
Uji toksisitas akut di sedimen (% sampel yang menunjukkan
pengaruh akut)
Komunitas bentik (% sampel yang
terpengaruh)
Tipe A Rendah < 10 < 10 Tipe B Sedang 10-20 10-50 Tipe C Tinggi > 20 > 50
Tahap rangking dari kontaminasi logam di setiap stasiun pengamatan
didasarkan pada adopsi sistem scoring dalam penyusunan indek multimetrik (Barbour
et al. 1999). Data kontaminasi logam berat pada sedimen diurutkan dari mulai yang
terkecil hingga yang terbesar. Data setelah diurutkan, maka dilakukan tahap
penentuan persentil dari 5%, 25%, 50%, dan 75%. Penjelasan sistem scoring secara
rinci dari masing-masing logam dapat dilihat dalam Tabel 5. Untuk masing-masing
logam berat (Cu, Cd, dan Pb) dilakukan tahap rangking dan penjumlahan skor dari
masing-masing stasiun pengamatan. Hasil penjumlahan dari ketiga skor tersebut
digunakan untuk rangking tempat berdasarkan kontaminasi logam berat total pada
sedimen.
Tabel 5. Sistem scoring yang digunakan dalam penyusunan multimetrik
No Persentil (%) Bobot skor 1 0 - 5 1 2 5 - 25 3 3 25 - 50 5 4 50 - 75 7 5 > 75 9
Untuk mendapatkan nilai rangking kontaminasi logam di sedimen (L) pada
rangkuman indek yang berbentuk grafik radar triad, maka dibuatlah suatu rumus
yaitu
%100)1(×
−+=
tertinggirangkingNilaitempatrangkingNilaitertinggirangkingNilaiL
54
Analisis stastistik multivariat nonmetric dimensional scaling (NMDS)
diterapkan guna mengetahui adanya pengelompokan komunitas bentik
makroavertebrata pada setiap stasiun pengamatan. Barbour et al. (1996) menyebutkan
metode ordinasi dengan menggunakan NMDS lebih kuat dan menghasilkan
pemisahan kelas lebih baik daripada metode ordinasi lainnya. NMDS merupakan
ordinasi nonlinier yang menempatkan site (unit sampel) dalam sebuah orientasi
spasial dengan cara mencocokkan dengan beberapa pengukuran jarak diantara unit
sampel, analognya adalah untuk mengembangkan sebuah pemetaan yang hanya
didasarkan pada jarak diantara site satu dengan lainnya. Secara aktual, NMDS tidak
menggunakan metrik jarak dalam algoritma ordinasinya, namun menggunakan
rangking jarak untuk ordinasinya (Ludwig and Reynolds 1988). Dalam penelitian ini,
rangking jarak yang digunakan dalam analisis NMDS dengan menggunakan indek
Jaccard (Legendre and Legendre 2003; Washington 1984). Rumus dari indek Jaccard
adalah
100
nc adalah jumlah spesies yang umum untuk kuadrat i dan j, ni dan nj adalah jumlah
spesies dalam kuadrat i dan j berturut-turut.
Canonical correspondence analysis (CCA) merupakan teknik ordinasi
langsung yang telah secara luas digunakan dalam model ekologi guna karakterisasi
hubungan diantara kelimpahan spesies, variabel lingkungan yang mempengaruhi
spesies, dan lokasi sampling. CCA merupakan metode analisis gradien langsung yang
menggabungkan analisis correspodence (CA) dengan regresi berganda. Dalam CCA
komposisi spesies dihubungkan dengan variabel lingkungan yang diukur. Hasil dari
analisis CCA dirangkum dalam bentuk sebuah plot dari skor spesies, lokasi sampling,
dan panah/ vektor yang mewakili variabel lingkungan. Skor lokasi sampling dan
spesies diplotkan dalam bentuk titik yang berbentuk segitiga, bulat, kotak atau
lainnya, sedangkan panah vektor yang mewakili variabel lingkungan menuju arah
dengan variasi maksimal. Panah dari masing-masing variabel jika berhimpitan satu
55
dengan lainnya menunjukkan adanya korelasi positif, sedangkan jika membentuk
sudut mendekati 1800, maka menunjukkan korelasi negatif. Jika 2 panah membentuk
sudut 900, maka antar variabel tersebut mengindikasikan tidak berkorelasi. Plot dari
stasiun maupun spesies yang berdekatan dengan panah /vektor variabel lingkungan,
maka stasiun maupun spesies yang ditemukan cenderung untuk dicirikan oleh
variabel tersebut (Manolakos et al. 2007).
Dalam penelitian ini, analisis CCA digunakan untuk menampakkan hubungan
antara kontaminasi logam pada sedimen dengan komunitas bentik makroavertebrata
di setiap stasiun pengamatan. Data komposisi dan kelimpahan bentik
makroavertebrata sebelum dianalisis dengan CCA dilakukan transformasi terlebih
dahulu dengan menggunakan akar kuadrat berganda guna meminimisasi pengaruh
dari data kelimpahan yang terlalu ekstrim (besar). Seleksi variabel lingkungan yang
akan dimasukkan dalam ordinasi CCA diuji terlebih dahulu dengan menggunakan tes
multikolinearitas guna menghindari adanya variabel yang saling berautokorelasi
(R>0,8). Penghitungan ordinasi CCA dan tes multikolinearitas dilakukan dengan
menggunakan software ECOM versi 1.36 (Pisces Conservation ltd).
Atribut biologi (metrik) yang digunakan untuk mendeteksi tingkat gangguan
pada komunitas bentik makroavertebrata yang disebabkan oleh kontaminasi logam
diprediksi dengan tiga macam metrik yaitu Dominansi 3 (Bode et al. 1996), indek
diversitas Shannon-Wiener (Krebs 1989), biological monitoring working party/
BMWP (Armitage et al. 1983), dan kekayaan taksa (Bode et al., 1996). Rumus dari
indek diversitas Shannon-Wiener adalah sebagai berikut:
Dengan, H’= indek diversitas, ni = Jumlah individu dalam satu spesies, N = Jumlah total individu spesies yang ditemukan
Penghitungan indeks diversitas dan BMWP dilakukan dengan menggunakan
software Spesies Diversity and Richness ® versi 2.65 (Pisces Conservation ltd.). Dari
Nn
NnH ii
2log' ∑−=
56
tiga macam metrik di atas dilakukan uji korelasi sederhana Spearman dengan variabel
lingkungan (kualitas sedimen) guna mengetahui sensitifitas dari masing-masing
indek. Indek yang mempunyai nilai korelasi r > 0,5 dapat dijadikan kandidat dalam
penyusunan indek gabungan yang didasarkan pada pendekatan konsep multimetrik
seperti yang dilakukan dalam rangking kontaminasi logam. Penggabungan nilai
atribut biologi kedalam rangkuman indek yang berbentuk grafik radar (triad),
sebelumnya dilakukan normalisasi guna menetapkan rangking dari setiap stasiun
pengamatan. Normalisasi nilai rangking berdasarkan indek gabungan (B) pada
masing-masing stasiun adalah sebagai berikut:
%100×=tertinggigabunganbiotikindekNilai
lokasigabunganbiotikindekNilaiB
Nilai LC50 (lethal concentration) dihitung dari jumlah hewan Hydra yang mati
selama 96 jam dan datanya dianalisis dengan menggunakan statistik probit.
Penghitungan analisis probit dikerjakan dengan menggunakan software EPA probit
analysis program version 1.5. Untuk menghasilkan nilai rangking tempat berdasarkan
pada nilai LC50 yang digunakan dalam grafik radar (T) dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
%10050
50 ×=tertinggiLCNilai
lokasiLCNilaiT
Penggabungan nilai rangking (kontaminasi kimia, struktur komunitas, dan uji
toksisitas sedimen) pada setiap stasiun pengamatan digambarkan dalam suatu
rangkuman indek yang berbentuk grafik radar guna menampakkan trend dari masing-
masing parameter pada setiap stasiun pengamatan. Semakin besar kontaminasi logam
di sedimen, gangguan pada komunitas bentik makroavertebrata, dan toksisitas
sedimen yang tinggi, maka gambar dari grafik radar akan mendekati pusat dari sumbu
kuadran. Begitu juga sebaliknya, jika rendahnya kontaminasi logam diikuti dengan
tingginya nilai indek gabungan (komunitas bentik makroavertebrata) dan rendahnya
toksisitas sedimen, maka grafik radar akan semakin menjauhi dari sumbu pusat
57
kuadran. Skala yang digunakan dalam grafik kuadran dinyatakan dalam persentase
(%).
Analisis principal compenent analysis (PCA) diterapkan guna melihat
kontribusi dari masing-masing logam berat terhadap toksisitas logam berat (LC50) dan
perubahan struktur komunitas bentik makroavertebrata yang diwakili oleh indek
gabungan. Pengerjaan analisis multivariat tersebut dilakukan dengan menggunakan
software MVSP version 3.1 (kovach computer system).
3.5. Batasan Penelitian.
Pada penelitian ini, penulis membatasi penelitian hanya sampai pada analisis
konsentrasi logam total yang terakumulasi di sedimen saja. Jenis logam yang dikaji
pada penelitian ini, dibatasi 4 macam saja,yaitu Cu, Pb, Cd, dan Hg.
top related