identifikasi dan analisis faktor yang mempengaruhi obesitas
Post on 27-Dec-2015
161 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
i
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI OBESITAS DALAM KEBUDAYAAN SUKU
BUGIS PADA MASYARAKAT SUKU BUGIS DI KOTAMADYA
BALIKPAPAN, KABUPATEN SOPPENG DAN KABUPATEN
SIDRAP
OLEH
BUMI ZULHERI HERMAN
C11108282
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN
KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
Telah disetujui Untuk Dicetak dan Diperbanyak
Judul Skripsi:
“IDENTIFIKASI DAN ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
OBESITAS DALAM KEBUDAYAAN SUKU BUGIS PADA MASYARAKAT
SUKU BUGIS DI KOTAMADYA BALIKPAPAN, KABUPATEN SOPPENG
DAN KABUPATEN SIDRAP”
Makassar, 14 Februari 2013
Pembimbing 1 Pembimbing 2
(Dr.dr. Sri Ramadhany, M.Kes.) (dr. Basir Palu, MHA, Sp.A.)
iii
PANITIA SIDANG UJIAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
Skripsi dengan judul “IDENTIFIKASI DAN ANALISIS FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI OBESITAS DALAM KEBUDAYAAN SUKU BUGIS
PADA MASYARAKAT SUKU BUGIS DI KOTAMADYA BALIKPAPAN,
KABUPATEN SOPPENG DAN KABUPATEN SIDRAP” telah diperiksa,
disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar, pada:
Hari/tanggal : Kamis, 14 Februari 2013
Waktu : 13.00 WITA
Tempat : Ruang Seminar IKM-IKK FKUH PB.622
Ketua Tim Penguji:
(Dr.dr. Sri Ramadhany, M.Kes.)
Anggota Tim Penguji
(dr. Basir Palu, MHA, Sp.A.) (Dr. dr. H. A Armyn Nurdin, MSc)
iv
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul “IDENTIFIKASI DAN ANALISIS FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI OBESITAS DALAM KEBUDAYAAN SUKU BUGIS
PADA MASYARAKAT SUKU BUGIS DI KOTAMADYA BALIKPAPAN,
KABUPATEN SOPPENG DAN KABUPATEN SIDRAP”
Oleh: Nama: BUMI ZULHERI HERMAN Stambuk: C 111 08 282
Telah disetujui untuk dibacakan pada Seminar Hasil di Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makassar pada :
Hari/Tanggal : Kamis, 14 Februari 2013
Pukul : 13.00 WITA
Tempat : Ruang Seminar PB. 622 IKM & IKK FK Unhas.
Makassar, 14 Februari 2013
Mengetahui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Dr. dr. Sri Ramadhany, M. Kes. dr. Basir Palu, MHA, Sp.A
v
SUMMARY
Hasanuddin University
Faculty of Medicine
General Physician
Bumi Zulheri Herman
Identification and Analysis of Obesity Factor in Bugis Culture in Bugis
Population of Balikpapan, Soppeng and Sidrap.
(xi + 50 pages + 36 Tables)
Obesity is a worldwide health problem. People with obesity tend to have
bigger risk suffer from non communicable diseases such as hypertension, stroke,
diabetes mellitus and eventually death. Epidemic trend shows a increase 2 times
fold of obesity prevalence in last two decades. Some of important risk factors has
been identified and cultural factor may play important role in increasing tendency
of obesity in several ethnic. Sulawesi ethnics consist of Bugis, Makassar, Mandar
and Toraja and have different ways of life according to the culture. This research
was conducted to identify and analyze cultural factor that might affect the
existence of obesity in Buginese. This case control study involved 96 people from
3 different region, Balikpapan(A), Soppeng(B) and Sidrap(C) which represent
different characters of buginese, the local buginese and buginese who live outside
Sulawesi. Sample were collected using random sampling and classified into obese
and non obese group and and asked for several information including food intake,
economy costs, job, Perspective of culture including Siri for protecting women
(which may cause women have less activities and no possibility to be
breadwinner) and Siri of Body (feel ashame with obesity). Style of house and
topography of environment were interpreted by surveyor. Antropometric data also
obtained from sample. Corelation analysis was conducted using Spearman and
Cooficient Contingency test, and comparative analysis by using Kruskal Wallis
test. From three region,there are no correlation between style of house (A p=0,984
B p=0,056 C p=0,331), topography (A p=0,727 B p=0,632 C p=0,151), and job (A
p=0,706 B p=0,632 C p=0,160) to obesity. Food intake is strongly correlate with
obesity (A:p=0,000 r=0,628. B:p=0,000 r=0,633. C:p=0,012 r=0,455). In this
study, economy status in Soppeng has a strong correlation with obesity(p=0,001
r=0,537) further analysis revealed that the higher economy status, the house will
be more luxurious (p=0,000 r=0,633 – 0,824). So style of house will correlate
indirectly to obesity. This might explain style of house is almost correlate with
obesity in Soppeng (p=0,056). There are no significant difference between siri
that might limit the participation of women become breadwinner and obesity (A
p=0,534 B p=0,529 C p 0,982). And the same with Siri of body (A p=0,417 C
p=0,498), except in Soppeng (p=0,014).
References: 27 (1994-2012)
Keywords : obesity, bugis, culture
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kesempatan hidup,
kasih dan pencerahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Identifikasi Dan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Obesitas Dalam
Kebudayaan Suku Bugis Pada Masyarakat Suku Bugis Di Kotamadya
Balikpapan, Kabupaten Soppeng Dan Kabupaten Sidrap
Penyusunan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Dalam
penulisan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik
moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang tiada hingganya kepada :
1. Dr.dr Sri Ramadhany M.Kes selaku pembimbing I dan dr Basir Palu MHA
Sp.A, selaku pembimbing II yang telah banyak mamberikan bimbingan,
nasehat dan arahan kepada penulis.
2. Dr.dr A.Armyn Nurdin, Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan
Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan
para dosen dan seluruh karyawan/ staf bagian IKM dan IKP atas bantuan
yang diberikan selama penulis menjalankan kepaniteraan klinik di bagian ini.
3. Prof. Dr. dr Idrus A Paturusi selaku Rektor Universitas Hasanuddin dan Prof
dr. Irawan Jusuf selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenyam ilmu
di Fakultas Kedokteran.
4. Ayah saya Yuherman Julius Dahlan, yang dalam kesibukannya yang luar
biasa selalu menerima saya apa adanya, memotivasi saya untuk menjadi
orang yang berguna dan mengejar impian yang saya cita-citakan
5. Ibu saya Ny. Hikmah Mustakim Goga yang dengan upaya dan caranya
sendiri, menjadi ibu yang baik dalam kehidupan saya.
6. Adik saya Bumi Zulhendra Herman, SE yang selalu berusaha untuk
memahami kerepotan saya dan mendukung saya dalam menyelesaikan
pendidikan kedokteran saya.
7. Marhumi, nenek saya tercinta dengan amat sangat sabar menemani saya
dalam masa masa kesendirian saya hingga nafas terakhirnya, sumber motivasi
saya dalam menyelesaikan pendidikan.
8. Teman sejawat saya, Allen Aditya S.Ked untuk semua waktu dan kesempatan
yang pernah dilalui bersama. Saya selalu berdoa dan berharap untuk
kebaikan dan kehidupan yang lebih baik serta masa depan yang lebih cerah
untuk Anda.
9. Untuk teman teman dari BBF terima kasih untuk semua waktu yang
dihabiskan bersama dan saling berbagi.,
10. Dian Sulistya Ningrum S.Ked, Andy Wahab S.Ked, terima kasih atas
pelajaran hidup dan sesuatu yang telah kalian ajarkan kepada saya. Nidhia
vii
Badjak S.Ked dan Hastuti Sudirman S.Ked untuk semua keceriaan dimasa
kepaniteraan klinik terutama pada bagian Pediatri.
11. Teman teman pada stase IKM IKP, Ivonne JS, S.Ked, Anugerah Yanti S.ked,
Ulfa Ansfolorita S.Ked, Tuti Andayani S.Ked, Yusniar Nur. S.Ked, Is
Asmaul aq Hataul S.Ked, Viesna Beby S.Ked, Ragil Sekarindra S.ked,
Danianti S.Ked atas kegokilannya yang luar biasa selama menjalani
penelitian besar ini.
12. Teman teman dan senior saya di MYRC, terutama untuk pimpinan saya
terdahulu Saudara dr. M. Junaedi, dr. Rafiqah Nurdin, dan Firdaus Fabrice
S.Ked untuk semua kesempatannya menimba ilmu mengenai penelitian di
keluarga kecil ini
13. Teman Teman satu angkatan saya Osteoblast terutama untuk ketua Angkatan
saya Ammar Abdurrahman Hasyim S.Ked sebagai ketua angkatan, atas segala
kebersamaan yang dilalui.
14. Seluruh pasien di rumah sakit Wahidin Sudiro Husodo dan RS Jejaring,
terutama Nyonya Ateka Bagum dan Tn. Mohammed Ayas serta bayi kecil
mereka, pengungsi dari Rohingya, terima kasih atas kesempatannya untuk
memperbolehkan saya berkontribusi dalam perawatan dan kesembuhan anda.
Anda adalah motivasi terbesar saya dibanding siapapun.
15. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian saya di tiga daerah, saya
mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi
tingginya sehingga skripsi ini dapat diselesasikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran
dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya.
Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Tuhan memberkati segala
usaha dan karma baik yang telah diusahakan.
Makassar, 14 Februari 2013
Bumi Zulheri Herman,
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PERCETAKAN ................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii
RINGKASAN.................................................................................................. v
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................ x
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5
A. Obesitas............................................................................................. 5
B. Faktor Budaya Sebagai Faktor Yang Mempengaruhi Obesitas........ 7
BAB III. KERANGKA KONSEP .................................................................... 18
A. Kerangka Konsep.............................................................................. 18
B. Definisi Operasional...........................................................................
BAB IV. METODE PENELITIAN...................................................................
A. Lokasi Penelitian................................................................................
B. Waktu Penelitian................................................................................
18
21
21
21
ix
C. Populasi dan Sampel Penelitian........................................................
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi................................................................
E. Model Penelitian..................................................................................
F. Variabel Penelitian..............................................................................
G. Instrumen Penelitian..........................................................................
H. PengolahanData.................................................................................
I. Penyajian dan Pelaporan Data.........................................................
BAB V. HASIL PENELITIAN.......................................................................
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
21
21
22
23
23
23
23
24
45
47
x
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
5.1 Karakteristik Sampel Kotamadya Balikpapan menurut
Antropometri
25
5.2 Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut
Pekerjaan
26
5.3 Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut
Lingkungan
26
5.4 Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut
Ekonomi
27
4.5 Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut
Asupan makanan
27
4.6 Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut
Rumah Tinggal
28
4.7 Kros Tabulasi Siri Penampilan dengan status IMT 28
4.8 Kros Tabulasi Siri Kesetaraan dengan status IMT 29
4.9 Karakteristik Sampel Kabupaten Soppeng menurut
Antropometri
30
4.10 Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut
Pekerjaan
30
4.11 Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut
Lingkungan
31
4.12 Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut
Ekonomi
31
4.13 Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut
Asupan makanan
32
4.14 Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut
Rumah Tinggal
32
4.15 Kros Tabulasi Siri Penampilan dengan status IMT 33
4.16 Kros Tabulasi Siri Kesetaraan dengan status IMT 33
4.17 Karakteristik Sampel Kabupaten Sidrap menurut
Antropometri
34
xi
4.18 Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut
Pekerjaan
35
4.19 Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut
Lingkungan
35
4.20 Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut
Ekonomi
36
4.21 Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut
Asupan makanan
36
4.22 Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut
Rumah Tinggal
37
4.23 Kros Tabulasi Siri Penampilan dengan status IMT 37
4.24
4.25
4.26
4.27
4.28
4.29
4.30
4.31
4.32
4.33
4.34
4.35
4.36
Kros Tabulasi Siri Kesetaraan dengan status IMT
Hasil Uji Korelasi Spearman Kotamadya Balikpapan
Hasil Uji Korelasi Spearman Kabupaten Sidrap
Hasil Uji Korelasi Spearman Kabupaten Soppeng
Analisa Lingkungan dengan IMT di Kabupaten
Soppeng
Analisa Lingkungan dengan IMT di Kabupaten Sidrap
Analisa Lingkungan dengan IMT di Kotamadya
Balikpapan
Korelasi Lingkungan Terhadap Obesitas di Kabupaten
Soppeng
Korelasi Lingkungan Terhadap Obesitas di Kabupaten
Sidrap
Korelasi Lingkungan Terhadap Obesitas di Kotamadya
Balikpapan
Uji kruskal Wallis Untuk Balikpapan
Uji kruskal Wallis Untuk Sidrap
Uji kruskal Wallis Untuk Soppeng
38
38
39
39
41
41
41
42
42
42
43
43
43
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Overweight dan obesitas merupakan faktor resiko utama untuk timbulnya
penyakit kronik meliputi diabetes, penyakit kardiovaskular dan kanker. Awalnya
permasalahan ini mengancam negara berkapita tinggi namun saat ini overweight
dan obesitas telah meluas ke negara berpendapatan menengah dan rendah
terutama di area urban.1
Secara umum angka obesitas meningkat dua kali lipat dari tahun 1980.
Pada tahun 2008 lebih dari 1,4 milliar orang dewasa berusia 20 tahun atau lebih
telah didiagnosis overweight dan sekitar 200 juta laki-laki dan hampir 300 juta
perempuan dinyatakan obesitas. Kenyataan statistik yang perlu diperhatikan
adalah 65% populasi dunia tinggal dinegara dimana overweight dan obesitas
menjadi penyebab kematian lebih banyak daripada kurang gizi. 1
Hasil penelitian survei Indeks Massa Tubuh (IMT) di 12 Kota di Indonesia
tahun 1995 mendapatkan prevalensi gizi lebih sebesar 10,3% dan prevalensi
obesitas sebesar 12,2%.2 Prevalensi gizi lebih ini mengalami peningkatan pada
tahun 1999 sebesar 14% dan tahun 2000 sebesar 17,4%.3
Melihat betapa besarnya masalah obesitas, maka obesitas menjadi aspek
kesehatan yang dibuatkan strategi pemberantasan terdiri oleh WHO. Dalam
strategi tersebut, WHO menekankan empat faktor penting yang mempengaruhi
obesitas dan dua diantaranya berhubungan dengan perilaku yakni diet dan
kurangnya aktivitas.4
2
Dua hal tersebut sangat berkaitan dengan budaya terutama budaya modern
saat ini. Hal ini jelas menggambarkan bahwa budaya dapat mempengaruhi
perilaku sehat seseorang, disamping pengetahuan dan tingkat ekonomi.
Suku bugis merupakan satu dari empat suku yang berada di Sulawesi
Selatan selain Makassar, Toraja dan Mandar. Budaya yang berbeda akan
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakatnya. Obesitas telah dikaitakan
dengan masyarakat bugis karena berbagai faktor terutama asupan makanan
berkalori tinggi. Selain itu pekerjaan, tempat tinggal dan lingkungan sekitar
memberikan kontribusi terhadap kejadian obesitas dikalangan suku bugis. Faktor-
faktor tersebut ada sebagai hasil dari kebudayaan yang mengakar selama
bertahun-tahun.
Berangkat dari hal itulah penelitian ini dilakukan. Penelitian ini akan
berfokus pada kebudayaan suku bugis di tiga tempat yang berbeda yang masih
mencerminkan karakter asli suku bugis. Suku bugis yang bekerja sebagai petani
dan tinggal di dataran rendah seperti di Kabupaten Sidrap tentunya akan memiliki
pola hidup yang berbeda dengan orang bugis yang tinggal berkebun pada dataran
tinggi seperti di Kabupaten Soppeng dan orang bugis yang bekerja sebagai
nelayan terutama di daerah perantauan seperti di Kota Balikpapan. Tentunya
dengan penelitian ini akan dihasilkan suatu temuan mengenai kaitan antara
kebudayaan asli bugis dengan obesitas dikalangan suku bugis sehingga akan
timbul suatu solusi dan pendekatan kesehatan yang terbaik untuk menangani
masalah obesitas dikalangan suku Bugis.
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan suatu
penelitian berbasis antropologi untuk mengetahui apakah ada hubungan budaya
terhadap obesitas dikalangan suku bugis.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi faktur budaya yang berhubungan dengan obesitas dan
hubungan serta korelasinya terhadap obesitas pada suku bugis pada suku bugis di
tiga daerah di Indonesia yakni Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidrap dan
Kotamadya Balikpapan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan antara tempat tinggal suku bugis dengan obesitas
pada suku bugis
2. Untuk mengetahui hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan obesitas
pada suku bugis
3. Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan tipikal orang bugis dengan
obesitas pada suku bugis
4. Untuk mengetahui asupan makanan pada orang bugis dan hubungannya dengan
obesitas pada suku bugis
5. Untuk mengetahui hubungan budaya siri tertentu terhadap obesitas pada suku
bugis
4
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk:
1. Memperlihatkan gambaran kehidupan orang bugis dalam berbagai aspek
budaya.
2. Membantu menentukan upaya promosi kesehatan yang tepat melalui
pendekatan budaya dalam mengurangi obesitas dikalangan suku bugis.
3. Mengetahui faktor resiko budaya yang modifiable dan melakukan upaya
pencegahan yang tepat dalam mengurangi obesitas
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 Obesitas
Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat
badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas
adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada
bagian bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu
apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita
karena lemak.5
Overweight dan obesitas menurut WHO didefinisikan sebagai akumulasi
abnormal atau berlebihan daripada lemak yang memicu resiko penyakit. Secara
kasar, obesitas pada populasi ditentukan melalui indeks massa tubuh dimana berat
badan dalam kilogram dibagi hasil pangkat dua tinggi badan dalam meter.
Seseorang dengan indeks massa tubuh sama atau lebih dari 30 digolongkan
obesitas sedangkan indeks massa tubuh 25 kg/m2 atau lebih disebut sebagai
overweight.1
Overweight dan obesitas merupakan faktor resiko utama untuk timbulnya
penyakit kronik meliputi diabetes, penyakit kardiovaskular dan kanker. Awalnya
permasalahan ini mengancam negara berkapita tinggi namun saat ini overweight
dan obesitas telah meluas ke negara berpendapatan menengah dan rendah
terutama di area urban.1
6
Secara umum angka obesitas meningkat dua kali lipat dari tahun 1980.
Pada tahun 2008 lebih dari 1,4 milliar orang dewasa berusia 20 tahun atau lebih
telah didiagnosis overweight dan sekitar 200 juta laki-laki dan hampir 300 juta
perempuan dinyatakan obesitas. Kenyataan statistik yang perlu diperhatikan
adalah 65% populasi dunia tinggal dinegara dimana overweight dan obesitas
menjadi penyebab kematian lebih banyak daripada kurang gizi.1
Indonesia dan negara berkembang lainnya sedang menghadapi transisi
epidemiologi, demografi, dan urbanisasi. Di bidang gizi telah terjadi perubahan
pola makan seperti rendahnya konsumsi buah dan sayur, tingginya konsumsi
garam dan meningkatnya konsumsi makanan yang tinggi lemak serta
berkurangnya aktivitas olahraga pada sebagian masyarakat terutama di perkotaan.6
Susenas 2004 mendapatkan bahwa 60% penduduk umur > 15 tahun kurang
mengkonsumsi buah dan sayur menurut standar WHO yaitu minimal 5 porsi, dan
24% tidak tiap hari mengkonsumsi sayur dan buah7.
Perubahan pola makan dan
aktivitas fisik berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu yang
mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas 8
Gizi lebih dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit
jantung koroner disamping faktor risiko lainnya, seperti hipertensi, diabetes
melitus, merokok, stres, dan kurang olahraga9.
Penelitian Manson dkk. (1990)
dalam Suyono (1994) terhadap 115.886 wanita berumur 30-55 tahun, setelah
diikuti selama 8 tahun, ternyata risiko relatif (RR) penderita gizi lebih berkisar
antara 1,0 sampai 3,3 kali, sedangkan pada indeks massa tubuh (IMT) lebih dari
29 risiko relatif 3,3 kali terjadinya penyakit jantung koroner. Dengan demikian
7
makin tinggi IMT makin besar resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Risiko
relatif ini diperoleh setelah dilakukan penyesuaian terhadap faktor umur dan
kebiasaan merokok10
.
Hasil penelitian survei Indeks Massa Tubuh (IMT) di 12 Kota di Indonesia
tahun 1995 mendapatkan prevalensi gizi lebih sebesar 10,3% dan prevalensi
obesitas sebesar 12,2%2 Prevalensi gizi lebih ini mengalami peningkatan pada
tahun 1999 sebesar 14% dan tahun 2000 sebesar 17,4% 3
Obesitas telah menjadi fokus utama WHO pada strategi global tahun 2008-
2013 dalam upaya pencegahan penyakit nonkomunikabel melalui pengendalian
dua faktor utama yakni diet dan kurangnya aktivitas fisik disamping penggunaan
tembakau dan alkohol.4
2.1.2 Faktor Budaya Sebagai Faktor Yang Mempengaruhi Obesitas
Secara eksplisit, WHO telah menggambarkan faktor yang mempengaruhi
obesitas yakni, diet dan kurangnya aktivitas fisik. Hal ini merupakan salah satu
bentuk perilaku pada masyarakat.
Menurut UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur –unsur fisik, mental dan
sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.11
Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan
kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah
8
kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis
dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan
pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan
hanya penyembuhan penduduk yang sakit.11
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti kelas sosial, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka
ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari
variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan
pasien. Menilik kalimat diatas dapat disimpulkan bahwa paradigma sehat sangat
ditentukan oleh faktor budaya dan sosial.11
Untuk mendapatkan gambaran mengenai budaya yang dapat
mempengaruhi pola diet, Endah muwarni menggambarkan budaya Eating Out
sebagai hasil dari akulturasi budaya modern dalam masyarakat. 12
Fenomena yang terjadi pada masyarakat perkotaan, konsumsi makanan
tidak hanya sekedar sebagai kebutuhan biologis memenuhi rasa lapar, akan tetapi
makan adalah gaya hidup yang akan menandakan identitas, kelas, kelompok, dsb.
Oleh karenanya, makan diluar (eating out) muncul sebagai buah komoditas dalam
kehidupan sosial masyarakat urban. Produsen mengemas makan beserta tempat
makan dengan menciptakan suasana dan pengalaman yang khas yang dapat
dirasakan konsumen. Sebagaimana dinyatakan Bourdieu (1984), tempat makan
dan jenis makanan yang dipilih bisa saja menentukan kelas sosial seseorang.
Perkotaan dengan beragam pusat perbelanjaan dan tempat makan telah menjadi
arena pertarungan, tidak saja bagi produsen dalam mendapatkan konsumen, akan
9
tetapi juga bagi konsumen dalam menunjukkan status dan kelas sosialnya melalui
jenis makanan dan tempat makan. Konsumen disajikan berbagai pilihan tempat
dan jenis makanan yang beragam.12
Lalu apa yang terjadi dengan fenomena eating out? Restoran yang
makanan cepat saji dengan kalori yang tinggi menjadi sasaran paling sederhana
dari budaya ini. Dan menurut J Wardle, asupan kalori yang tidak terkontrol sangat
berpotensi menimbulkan obesitas13
Penelitian yang dilakukan Yungshen et al pada tahun 2003 mempelihatkan
perubahan budaya lainnya pada masyarakat modern seperti melewatkan sarapan
ternyata berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas (odds ratio = 4.5,
95% confidence interval: 1.57,12.90) dan sama besarnya dengan sarapan atau
makan malam di luar rumah seperti definisi eating out.14
Kesimpulan sederhana adalah budaya dapat mempengaruhi pola hidup.
Lalu bagaimana dengan peranan budaya lokal, atau masyarakat yang memegang
budaya lokal dalam kehidupannya? Apakah beberapa budaya lokal di Indonesia
cenderung memiliki potensi menimbulkan obesitas? Apakah hal ini menjadi
faktor utama munculnya beberapa penyakit tertentu pada beberapa etnis tertentu
pula di Indonesia?
Analisis dimulai dengan melihat gambaran obesitas pada ras atau etnis.
Ras atau etnis akan menggambarkan setidaknya ada potensi herediter yang
memungkinkan timbulnya obesitas dikalangan ras tertentu dan menjadi alasan
utama tingginya obesitas dikalangan etnis tersebut. Analisa ras dimulai dari ras
10
tertentu diluar negeri. Berikut adalah grafik perbandingan obesitas pada anak anak
di Amerika dengan tiga ras utama disana.
Prevalensi obesitas pada anak-anak ras Afrika Amerika, Mexico Amerika
dan Amerika Asli lebih tinggi dari etnis lainnya. Centers for Disease Control
(CDC) melaporkan pada tahun 2000 prevalensiobesitas pada anak hitam non
Hispanik mencapai 19% dan 20% pada Mexico Amerikad dibandiungkan 11%
pada anak putih non Hispanik. Dibandingkan pada data tahun 1980, peningkatan
obesitas terjadi sangat nyata pada non Hispanik hitam dan Mexico Amerika (lihat
grafik diatas). Meskipun prevalensi keseleruhan obesitas pada anak meningkat
pada pertengahan dekade ini, perbedaan ras mulai menghilang terbukti dengan
mulai meningkatnya obesitas pada anak kulit putih.15
Yang dapat disimpulkan
saat ini adalah ras tidak lagi berpengaruh pada kejadian obesitas. Sehingga faktor
etnisitas untuk terjadinya obesitas sekarang dianggap sama pada semua suku. Lalu
faktor apa lagi yang dapat mempengaruhi terjadinya obesitas berdasarkan unsur
budaya?
Kebiasaan diet dapat dipengaruhi oleh budaya, misalnya etnis Cina yang
menganggap obesitas sebagai lambang kekayaan, tidak memiliki kecenderungan
11
untuk berdiet menurut Lee (1991) Namun, globalisasi telah mengubah persepsi
budaya tersebut terhadap obesitas yakni pada penelitian oleh Lee pada tahun 2001
yang mendapati sebanyak 3 – 10% perempuan di Hong Kong mengalami gejala
gangguan makan disebabkan oleh keinginan untuk menjadi kurus. Penelitian ini
disokong oleh penelitian yang dilakukan di Fiji oleh Becker et al di tahun 2002
yang menunjukkan peningkatan secara signifikan gejala gangguan makan di
kalangan remaja perempuan setelah tayangan televisi.16
Globalisasi telah
mengubah pemikiran dasar manusia sehingga manusia berubah kondisi dari tidak
tahu menjadi tahu dan dari tidak sadar menjadi sadar.
Apa yang dapat disimpulkan dari pemaparan diatas? Ras atau etnis tidak
lagi menjadi dasar utama timbulnya obesitas. Akan tetapi persepsi dari lingkungan
berupa paparan budaya menjadi salah satu kunci utama terjadinya obesitas
tentunya setelah pertimbangan ekonomi. Akan tetapi seandainya tingkat ekonomi
masyarakat dalam keadaan merata, maka kunci utama timbulnya obesitas
merupakan pengaruh dari budaya semata.
Unsur-Unsur budaya terutama dalam budaya bugis meliputi tempat
tinggal, pekerjaan, lingkungan, asupan makanan serta aturan adat yang disebut
Siri’. Hal ini tentunya perlu dicermati apakah setiap unsur budaya ini memberikan
kontribusi terhadap obesitas. Apakah unsur asli budaya bugis pada dasarnya
memang telah membentuk potensi seseorang untuk menjadi obesitas atau pada
dasarnya unsur budaya bugis tidak demikian? Analisa teoritis dimulai dari aspek
pekerjaan dan tempat tinggal suku bugis.
12
2.1.2.1 Pekerjaan Sebagai Faktor Yang Mempengaruhi Obesitas
Pekerjaan sebagai unsur demografi memiliki hubungan dengan obesitas.
Elya et al (2009) mengemukakan prevalensi obesitas sentral lebih tinggi pada
sampel yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan
hubungan nyata antara pekerjaan dan kejadian obesitas sentral (p<0,05)17
Hasil
yang sama juga ditunjukkan Erem et al. (2004) yang menemukan tingginya
prevalensi obesitas pada ibu rumah tangga dan pedagang. Terdapatnya hubungan
nyata antara pekerjaan dan kejadian obesitas sentral diduga karena berkaitan
dengan aktivitas fisik berat yang melibatkan pengeluaran energi.18
Kantachuvessiri et al. (2005) menyatakan bahwa penggunaan energi bervariasi
pada tingkat aktivitas yang berbeda. Beberapa pekerjaan melibatkan tingginya
penggunaan energi, sementara pekerjaan yang lain melibatkan sedikit pengeluaran
energi.19
Sebagian besar orang bugis bekerja sebagai petani dan nelayan. Sebagai
contoh Masyarakat Kecamatan Lilirilau di Kabupaten Soppeng. Masyarakat
tersebut merupakan salah satu masyarakat asli yang mendiami bagian timur
wilayah Kabupaten Soppeng. Masyarakat Kecamatan Lilirilau adalah penduduk
suku Bugis yang secara turun temurun berdiam dan tinggal di dataran tinggi. Pola
kehidupan mereka adalah bercocok tanam, terutama jagung, padi, palawija dan
tembakau. Di samping itu, mereka juga bergantung kepada hasil tanaman keras,
seperti kelapa dan kakao. Perubahan pola bercocok tanam masyarakat lilirilau
merupakan suatu akulturasi budaya yang dibawa dari masyarakatnya yang
merantau ke Malaysia. Dulunya mereka menanam padi dan palawija namun,
keuntungan besar yang ditawarkan dalam menanam kakao telah membuat
13
perubahan besar pada budaya kehidupan dan status sosial mereka. Hal ini
tentunya berbeda dengan suku bugis yang bekerja sebagai nelayan.20
Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan
berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat
dan laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori
sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan
simbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor
kebudayaan inilah yang menjadi pembeda antara masyarakat nelayan dengan
kelompok sosial lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung
maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola
potensi sumberdaya kelautan. 21
Terbentuknya permukiman komunitas suku Bugis dan suku Bajo di BajoE
dilatarbelakangi oleh sebagian besar masyarakatnya yang mempunyai sumber
mata pencaharian sebagai nelayan. Mereka membentuk permukiman kampung
nelayan untuk memudahkan aksesibilitas terhadap kegiatan sehari-hari, sebagai
nelayan, mulai dari penangkapan ikan ataupun hasil-hasil laut lainnya sampai
pada pemasaran. Semuanya dilakukan di kampung ini. Komunitas suku Bugis di
Bajo sebagai penduduk asli sudah banyak berinteraksi dengan beberapa suku
pendatang. Antara lain suku Makassar, Mandar, suku Bajo dan beberapa suku
lainnya. 21
Selain di Bajo, komunitas nelayan bugis juga terdapat di kawasan lainnya.
Di Kota Balikpapan, komunitas bugis membangun suatu kampung khusus dimana
hampir sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan. Kawasan mereka
14
terletak di kawasan terpadu kampung baru dimana rumah berbentuk panggung
yang dibangun tepat diatas laut.
Secara teori, berdasarkan pemaparan diatas, pekerjaan tipikal suku bugis
akan memberikan hubungan terhadap obesitas. Bertani, melaut, berdagang dan
berumah tangga yang merupakan pekerjaan dari suku bugis tentunya akan
berpengaruh terhadap obesitas.
2.1.2.2 Topografi Lingkungan dan Bentuk Tempat Tinggal Mempengaruhi
Obesitas.
Topografi Lingkungan, dan bentuk tempat tinggal sangat mempengaruhi
kehidupan orang bugis. Tinggal dirumah panggung tentu sangat berbeda
dibandingkan dengan tinggal dirumah semi permanen sehingga secara teoritis
orang orang yang tinggal dirumah panggung akan beraktivitas lebih banyak bila
dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal dirumah semi permanen.
Secara teori wilayah dataran rendah perkotaan memungkinkan kemudahan
akses akan pangan dan gaya hidup seseorang dibandingakan dengan wilayah
pantai dan perbukitan. Akses pangan di perkotaan lebih mudah dibandingkan
dengan wilayah perdesaan. Akses pangan mempermudah pemenuhan kebutuhan
pangan sehingga memungkinkan pemenuhan kalori seseorang. Selain itu, gaya
hidup masyarakat perkotaan juga berbeda dengan gaya hidup masyarakat
perdesaan. Sehingga unsur budaya seperti lingkungan, pekerjaan, dan tempat
tinggal akan memberikan pengaruh terhadap kejadian obesitas.22
Perbedaan lingkungan yakni kehidupan pantai dan dataran tinggi juga
akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pola aktivitas masyarakat.
15
Sehingga unsur budaya seperti lingkungan, pekerjaan, dan tempat tinggal akan
memberikan pengaruh terhadap kejadian obesitas. Dilihat dari pengaruh topografi
lingkungan terhadap aktifitas secara teoritis, orang bugis yang tinggal di dataran
tinggi akan lebih sedikit obesitas bila dibandingkan dengan nelayan karena
perbedaan tingkat energi yang dibutuhkan untuk beraktifitas. Berjalan di dataran
tinggi dan tidak rata akan memakan energi lebih banyak dibandingkan dengan
orang yang tinggal pada medan yang datar.
2.1.2.3 Asupan Makanan Mempengaruhi Obesitas.
Dari aspek kuliner manusia cenderung punya preferensi. Manusia telah
diajarkan untuk memilih makanan sejak kecil, membiasakan diri pada rasanya dan
tumbuh berkembang dengan pola makan yang diajarkan.23
Secara umum budaya bugis menyajikan makanan yang bersifat manis
antara lain beppa puteh, nennu-nennu, palopo, barongko, paloleng, sanggarak,
lapisi, cangkueng, badda-baddang dan lain-lain. Menurut kepustakaan yang ada
makanan tradisional seperti ini sering disajikan pada acara acara tertentu. Namun
untuk diet sehari hari masyrakat suku bugis belum tergambar dengan jelas.
Kalkulasi harian asupan nutri rata-rata suku bugis tidak banyak ditelusuri lebih
jauh. Potensi timbulnya obesitas dapat pula diperkirakan terjadi karena aspek
asupan makanan24
2.1.2.4 Aspek Budaya Siri Terhadap Obesitas.
Pada masyarakat Suku Bugis, menjunjung tinggi adat-istiadat yang disebut
dengan siri’ yang berarti segala sesuatu yang menyangkut hal yang paling peka
dalam diri masyarakat Bugis, seperti martabat atau harga diri, reputasi, dan
16
kehormatan, yang semuanya harus dipelihara dan ditegakkan dalam kehidupan
nyata.25
Siri’ merupakan kebanggaan atau keagungan harga diri yang telah
diwariskan oleh leluhur untuk menjunjung tinggi adat istiadat yang di dalamnya
terpatri pula sendi-sendi tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini
semakin merabah setiap sudut kehidupan, maka perubahan-perubahan akan terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Kuatnya siri’ yang dimiliki oleh masyarakat Bugis
sangat jelas terlihat jika harkat dan martabatnya dilanggar oleh orang lain, maka
orang yang dilanggar harkat dan martabatnya tersebut akan berbuat apa saja untuk
membalas dendam dan memperbaiki nama besar keluarganya di tengah-tengah
masyarakat.25
Budaya siri tersebut membedakan perilaku yang seharusnya dimiliki oleh
laki laki dan perempuan. Perempuan dalam bugis diibaratkan sebagai permata
keluarga sehingga adanya pelanggaran yang terjadi pada perempuan akan merusak
siri yang ada dalam keluarga. Perempuan harus menjaga perilakunya dan
memendam beberapa nafsu. Sedangkan laki laki harus terlihat agresif
(marisaliwengngi) dan menjaga perilakunya. Dengan adanya budaya seperti ini
membuat perempuan bugis cenderung dipelihara dalam rumah untuk mencegah
hal hal yang tidak diinginkan. Dibatasinya aktivitas seperti ini akan berpengaruh
pada pola hidup laki laki dan perempuan bugis26
Keterbatasan aktivitas ini akan memicu terjadinya obesitas secara
langsung seperti yang dipaparkan oleh WHO sebelumnya. Sehingga secara teori,
obesitas pada perempuan bugis dipengaruhi oleh faktor ini.
17
Melalui pendidikan, seseorang diajarkan berbagai kemampuan dan nilai-
nilai yang berguna bagi manusia. Saat ini masyarakat sudah meninggalkan sistem
stratifikasi sosial tertutup dan siri’ saat ini merujuk kepada beragam kasus tidak
hanya menyangkut masalah perempuan. Siri’ saat ini juga menyangkut masalah
taraf hidup dan status sosial seseorang dan keluarga dalam masyarakat. Semakin
baik standar hidup, semakin baik pula tingkat siri’ seseorang dan keluarga.
Hukum pembunuhan yang sebelumnya dianggap sebagai salah satu cara untuk
memulihkan siri’ sudah jarang terjadi pada masyarakat.25
Contoh hal mengenai
mempertahankan siri secara sederhana. Seorang bugis bila diajak seseorang untuk
makan, maka orang tersebut tidak akan makan selahap mungkin. Hal ini sering
dialami oleh orang bugis di perantauan karena akan tampak memalukan bila
terlihat rakus, dan kontras bila dibandingkan dengan orang bugis yang hidup
dilingkungannya, maka orang bugis akan tidak canggung untuk menghabiskan
sajian.
Secara ringkas unsur budaya yang mungkin berpengaruh pada obesitas di
kalangan suku bugis adalah, lingkungan, tempat tinggal, pekerjaan, asupan
makanan serta budaya siri yang berhubungan dengan pembatasan aktivitas fisik
dan sopan santun dalam perjamuan.
18
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai orang dengan indeks massa tubuh lebih dari
30 kg/m2. Data antropometri diukur dengan menggunakan spring balance scale
untuk berat badan (satuan kilogram) dan meteran untuk tinggi badan (satuan
meter). Responden yang non obes diberi nilai 1 dan obes diberi nilai 2.
3.2.2 Suku Bugis
Orang bugis didefinisikan sebagai keturunan suku bugis sedikitnya
sebanyak 2 keturunan dan tidak berasal dari pernikahan campur.
OBESITAS PADA
SUKUBUGIS
FAKTOR
EKONOMI
FAKTOR
PENGETAHUAN
FAKTOR SOSIAL
BUDAYA TEMPAT TINGGAL
PEKERJAAN
LINGKUNGAN
BUDAYA SIRI ASUPAN
MAKANAN
FAKTOR GENETIS
19
3.2.3 Tempat Tinggal
Tempat tinggal didefinisikan sebagai rumah tinggal bagi seorang bugis
berupa rumah panggung. Rumah panggung adalah rumah yang dibuat dari kayu
dan memiliki kemungkinan mobilitas (diangkat) dan tidak memiliki sedikitpun
bagian rumah yang permanen. Rumah panggung diberi kode 1. Rumah panggung
semi permanen adalah rumah panggung yang memiliki bagian permanen yang
terbuat dari batu (diberi kode 2). Rumah permanen satu lantai adalah rumah
permanen tanpa lantai yang dibangun dengan tembok batu tidak melebihi satu
tingkat (diberi kode 3) dan rumah permanen lebih dari satu lantai adalah rumah
permanen lebih dari satu tingkat (kode 4). Setidaknya rumah tersebut dihuni
paling sedikit selama lima tahun terakhir.
3.2.4 Pekerjaan
Pekerjaan adalah pekerjaan utama sehari hari yang dilakukan sebagai
usaha utama untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam hal ini pekerjaan yang akan
diteliti adalah, bertani, nelayan, berdagang dan berumah tangga.
3.2.5 Asupan Makanan
Asupan makanan adalah gambaran makanan yang dimakan dalam satu
bulan dengan perkiraan energi dihitung melalui harris benedict dengan
perhitungan kasar food recall 24 jam. Perhitungan energi dilakukan dengan rumus
Laki-laki : BMR = 66,42 + (13,75 BB) + (5,0 TB) – (6,78 U)
Perempuan : BMR = 655,1 + (9,65 BB) + (1,85 TB) – (4,68 U)
Keterangan :
BMR = Basal Metabolic Rate (kkal)
20
BB = Berat badan (dalam kilogram)
TB = Tinggi badan (dalam meter)
U = Usia (dalam tahun)
Pengelompokan konsumsi energi akan dibagi menjadi 3 kelompok yakni
kurang dari 90% intake BEE (kode 1), 90-120% BEE (kode 2) dan >120% BEE
(kode 3)
3.2.6. Lingkungan
Lingkungan adalah keadaan tempat tinggal sekitar subjek yang
menggambarkan kontur dan akses publik yang dapat mempengaruhi perilaku atau
ketersediaan sumber makanan. Dibagi menjadi area pantai, area dataran rendah
perkotaan, dan area perbukitan.
3.2.7 Budaya Siri
Budaya Siri didefinisikan sebagai persepsi dalam keluarga mengenai siri.
Siri yang akan diteliti yakni siri kesetaraan yang membatasi aktivitas anggota
keluarga terutama perempuan dalam rumah tangga. Pertanyaan ini akan diajukan
kepada responden wanita. Dikatakan ada bila responden mengatakan bahwa ada
siri seperti itu dalam kelurga dan tidak jika sebaliknya.
Siri terhadap penampilan dikatakan sebagai rasa malu terhadap gemuk
Responden akan ditanyakan apakah responden malu bila memiliki tubuh yang
gemuk. Kode 1 untuk ya dan Kode 2 untuk tidak.
21
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di tiga daerah di tiga kabupaten/ kotamadya di
Indonesia. Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Soppeng dan Kota
Balikpapan
4.2. WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Desember 2012- 12 Februari
2013 dan dimulai di Kotamadya Balikpapan dan dilanjutkan pada daerah
Kabupaten Sidrap dan Soppeng
4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Populasi penelitian adalah seluruh orang bugis yang terdapat di tiga daerah
tersebut. Sampel diambil secara acak dengan menggunakan kriteria inklusi dan
eksklusi oleh tim Surveyor dengan mendatangi titik pertemuan tertentu, Sampel di
Kotamadya Balikpapan diambil di Pasar Pandan Sari, Pasar Kebun Sayur dan
Kawasan Terpadu Kampung Baru. Titik pengambilan sampel untuk kabupaten
Soppeng diambil di Pasar Sentral kecamatan Lalabata dan Kabupaten Sidrap di
Pasar Daerah Rappang.
4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria inklusi meliputi :
a. Suku Bugis yang tidak tercampur dengan pernikahan luar minimal dua
keturunan
22
b. Memenuhi definisi obesitas
c. Bagi perempuan, tidak sedang menggunakan kontrasepsi, atau tidak hamil
d. Menetap lebih dari 5 tahun didaerah penelitian
e. Memiliki pekerjaan tipikal bugis yang menetap.
f. Bersedia mengikuti penelitian
Sedangkan kriteria eksklusi antara lain:
a. Suku Bugis yang telah tercampur dengan pernikahan luar
b. Tidak memenuhi definisi obesitas
c. Bagi perempuan, menggunakan kontrasepsi atau hamil
d. Menetap kurang dari 5 tahun didaerah penelitian
e. Belum memiliki pekerjaan tipikal bugis yang menetap.
f. Tidak bersedia mengikuti penelitian
4.5 MODEL PENELITIAN
Studi dilakukan dengan pendekatan crosssectional. Data primer diambil
menggunakan kuisioner dan akan dianalisis hubungannya dengan menggunakan
uji korelasi Spearman dan Kontingensi Koofisien.
4.6 VARIABEL PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independen yakni unsur
budaya bugis dan variabel dependennya adalah obesitas. Variabel counfounding
yang akan dikontrol dalam penelitian ini adalah variabel ekonomi dan tingkat
pendidikan yang melambangkan tingkat pengetahuan.
23
4.7 INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian ini menggunakan kuisioner yang telah disusun
berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. Sedangkan pengumpul data
yang digunakan berupa alat tulis, dan kertas serta alat hitung antopometri seperti
meteran dan spring balance scale serta kalkulator.
4.8 PENGOLAHAN DATA
Kuisioner yang telah diisi kemudian dimasukkan dalam piranti lunak
analisis statistik SPSS 17 dengan inputan kode variabel sesuai dengan pemaparan
sebelumnya. Dilakukan 2 jenis analisis yakni Univariat untuk mengetahui
gambaran deskriptif variabel yang sebagian besar bersifat kategorial. Uji bivariat
dilakukan untuk mengetahui hubungan amtar variabel Uji korelasi Spearman
dilakukan untuk menganalisis variabel ordinal dan Uji Koofisien Kontingensi
untuk uji variabel nominal. Uji komparatif Kruskal Wallis dilakukan pada analisa
variabel siri. Kriteria tingkat kemaknaan statistik yang dianjurkan adalah p<0.05
4.8. PENYAJIAN DAN PELAPORAN DATA
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk table sederhana untuk
analisis univariat dan bivariat yang disertai narasi dan analisis untuk ditarik
sebuah kesimpulan
24
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Penelitian dengan judul “Identifikasi dan Analisis Faktor-Faktor Pada
Kebudayaan Suku Bugis yang Mempengaruhi Obesitas pada Suku Bugis di
Kotamadya Balikpapan, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Soppeng” dilakukan
mulai dari tanggal 10 Desember 2012- 12 Februari 2013.
Penelitian ini melibatkan 96 responden dari 3 daerah yang telah ditentukan
sebelumnya. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menggunakan
kuisioner yang ditanyakan oleh surveyor kepada subjek penelitian. Hasil yang
diperoleh, dikumpulkan dan dianalisa menggunakan piranti lunak SPSS versi 17.
Dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji Mann Withney dan
Kruskal Wallis untuk menarik kesimpulan dari unsur-unsur budaya yang
mempengaruhi obesitas. Dibawah ini merupakan hasil analisis data per daerah.
5.1.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Kotamadya Balikpapan merupakan salah satu kota di Propinsi Kalimantan
Timur yang dihuni oleh berbagai macam etnis pendatang, salah satunya adalah
suku Bugis dengan proporsi sebesar 14,4% dari total penduduk. Sebanyak 31
subjek (15 laki-laki dan 16 perempuan) dalam dua kelompok (17 obes dan 14 non
obes) dilibatkan dalam penelitian ini dengan rentang usia 32-70 tahun dengan
umur rata-rata 49,39 tahun dengan umur terbanyak 43 tahun. Indeks massa tubuh
25
rata-rata yakni 27,93 kg/M2 dengan IMT terendah yakni 18,26 kg/m2 dan
maksimum 31,80. Berat Badan Subjek penelitian berkisar antara 45-95 kg dengan
berat badan rata-rata 75,06 Kg. Tinggi badan rata-rata 1,637 m dengan rentang
1,50-1,75 m.
Tabel 1 : Karakteristik Sampel Kotamadya Balikpapan menurut Antropometri
Umur IMT BB TB
N Valid 31 31 31 31
Missing 0 0 0 0
Mean 49.39 27.9306 75.06 1.6374
Median 45.00 30.4500 78.00 1.6300
Mode 43 30.49a 69a 1.58a
Std. Deviation 12.112 3.91846 12.329 .06366
Minimum 32 18.26 45 1.50
Maximum 70 31.80 95 1.75
Berdasarkan unsur-unsur budaya, karakteristik sampel penelitian di
Kotamadya Balikpapan, pekerjaan tipikal suku bugis paling banyak dari
responden adalah berdagang sebanyak 16 responden. Responden umumnya
bekerja sebagai pedagang bahan makanan seperti beras, telur dan sayuran
terutama sayuran yang didatangkan dari Sulawesi.Responden memiliki kios
sendiri di pasar tradisional dan ada juga yang menjadikan ruko sebagai tempat
untuk berjualan. Sebanyak 11 responden adalah ibu rumah tangga yang
melakukan pekerjaan rumah tangga tanpa memiliki pekerjaan yang tetap.
Responden yang bekerja sebagai nelayan ada 3 orang, umumnya tinggal di
kawasan terpadu Kampung Baru yang berada diatas pantai Teluk Balikpapan. Dan
1 responden bekerja sebagai petani yakni petani sayuran dan berladang lada pada
waktu waktu tertentu dan tinggal di daerah transmigrasi terpadu Km 17.
26
Tabel 2. Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Nelayan 3 9.7 9.7 9.7
Bertani 1 3.2 3.2 12.9
Berdagang 16 51.6 51.6 64.5
rumah tangga 11 35.5 35.5 100.0
Total 31 100.0 100.0
Topografi Kotamadya Balikpapan terdiri dari daerah pantai, dataran
rendah perkotaan dan kawasan perbukitan. Sebagian besar responden (18 orang)
tinggal di dataran rendah perkotaan disusul dengan perbukitan sebanyak 8 orang
dan kawasan pantai sebanyak 5 orang dan semuanya tinggal di Kawasan terpadu
Kampung Baru.
Tabel 3. Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut Lingkungan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Pantai 5 16.1 16.1 16.1
Perkotaan 18 58.1 58.1 74.2
perbukitan 8 25.8 25.8 100.0
Total 31 100.0 100.0
Menurut Perda Kotamadya Balikpapan, Upah Minimum Regional Tahun
2013 adalah IDR 1.700.000 sehingga kategori 1 adalah dibawah 1.700.000 ,
Kategori 2 berkisar 1.700.000-3.400.000 dan kategori tiga adalah diatas IDR
3.400.000. Berikut adalah karakteristik responden menurut tingkat ekonomi
keluarga setiap bulan.
27
Tabel 4. Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut Ekonomi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Dibawah UMR 4 12.9 12.9 12.9
1-2 kali UMR 17 54.8 54.8 67.7
diatas 2 kali UMR 10 32.3 32.3 100.0
Total 31 100.0 100.0
Berdasarkan tingkat ekonominya, sebagian besar responden berada pada
tingkat ekonomi menengah (17 orang) disusul menengah keatas (10 orang) dan
sisanya (4 orang ) berada pada tingkat ekonomi menengah kebawah.
Berdasarkan asupan makanan yang didapatkan melalui perhitungan food
recall maka diperoleh distribusi subjek menurut asupan makanannya. Sebanyak 20
responden memiliki pola makan menengah, disusul pola makan rendah energi (6
orang dan tinggi energi 5 orang
Tabel 5. Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut Asupan makanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <90 % BEE 6 19.4 19.4 19.4
90-120% BEE 20 64.5 64.5 83.9
>120 BEE 5 16.1 16.1 100.0
Total 31 100.0 100.0
Berdasarkan bentuk rumah responden, sebagian besar responden (12
orang) tinggal di rumah permanen satu lantai, disusul tinggal dirumah panggung
semi permanen (8 orang), rumah permanen lebih dari 1 lantai (6 orang) dan rumah
panggung sebanyak 5 orang.
28
Tabel 6. Distribusi Responden Kotamadya Balikpapan Menurut Rumah Tinggal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rumah panggung 5 16.1 16.1 16.1
rumah panggung semi permanen 8 25.8 25.8 41.9
rumah permanen 1 lantai 12 38.7 38.7 80.6
rumah permanen lebih dari 1
lantai
6 19.4 19.4 100.0
Total 31 100.0 100.0
Berdasarkan pandangan terhadap budaya Siri, dibagi menjadi siri terhadap
penampilan yakni apakah responden malu bila tubuhnya gemuk dan siri
kesetaraan dimana laki-laki merupakan tulang punggung dan perempuan
cenderung dibatasi aktivitasnya. Pada pasien dengan obes didapatkan sebanyak 6
dari 17 orang responden malu dengan tubuh gemuknya dan 11 dari 17 responden
yang obes tidak siri dengan tubuh gemuknya. Sedangkan pada responden non
obes semuanya seimbang ( 7 orang malu dan 7 orang tidak malu)
Tabel 7. Kros Tabulasi Siri Penampilan dengan status IMT
siripenampilan
Total malu tidak
statusIMT obes 6 11 17
non obes 7 7 14
Total 13 18 31
Sedangkan pada pandangan kesetaraan yang hanya ditanyakan terhadap
responden perempuan mengatakan bahwa dalam kelurganya terdapat pandangan
bahwa perempuan tidak perlu bekerja untuk menanggung kebutuhan keluarga
29
yakni sebanyak 11 orang. Sebanyak 6 orang perempuan obes memegang nilai
tersebut dalam kehidupan keluarganya dan sebanyak 4 orang obes tidak merasa
ada nilai siri yang membatasi aktivitas mereka dalam keluarga. Pada golongan
non obes, sebanyak 5 orang memiliki keterbatasan aktivitas dan 2 responden
tidak.
Tabel 8. Kros Tabulasi Siri Kesetaraan dengan status IMT
Count
sirikesetaraan
Total tidak ditanyakan ada tidak
statusIMT Obes 7 6 4 17
non obes 7 5 2 14
Total 14 11 6 31
Kabupaten Soppeng merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi
Selatan yang hampir seluruhnya dihuni oleh suku bugis dan etnis lain seperti cina,
dan Jawa. Sebanyak 35 subjek (14 laki-laki dan 21 perempuan) dalam dua
kelompok (18 obes dan 17 non obes) dilibatkan dalam penelitian ini dengan
rentang usia 29-67 tahun dengan umur rata-rata 46,29 tahun dengan umur
terbanyak 34 tahun. Indeks massa tubuh rata-rata yakni 27,49 kg/M2 dengan IMT
terendah yakni 18,03 kg/m2 dan maksimum 34,81. Berat Badan Subjek penelitian
berkisar antara 45-97 kg dengan berat badan rata-rata 73,77 Kg. Tinggi badan
rata-rata 1,64 m dengan rentang 1,52-1,79 m.
30
Tabel 9 : Karakteristik Sampel Kabupaten Soppeng menurut Antropometri
Umur BB TB IMT
N Valid 35 35 35 35
Missing 0 0 0 0
Mean 46.29 73.7714 1.6429 27.4929
Median 46.00 76.0000 1.6300 30.0600
Mode 34a 87.00 1.65 33.15
Std. Deviation 11.421 14.68510 .06506 5.51318
Minimum 29 45.00 1.52 18.03
Maximum 67 97.00 1.79 34.81
Berdasarkan unsur-unsur budaya, karakteristik sampel penelitian di
Kabupaten Soppeng, pekerjaan tipikal suku bugis paling banyak dari responden
adalah berdagang sebanyak 12 responden dan rumah tangga 12 responden.
Responden umumnya bekerja sebagai pedagang bahan makanan seperti beras,
telur dan sayuran serta hasil hasil pertanian dan perkebunan seperti kakao. Sisanya
bekerja sebagai petani yang mengelola sawah dan ladang kakao sebanyak 11
orang.
Tabel 10. Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid bertani 11 31.4 31.4 31.4
berdagang 12 34.3 34.3 65.7
rumah tangga 12 34.3 34.3 100.0
Total 35 100.0 100.0
Topografi Kabupaten Soppeng terdiri dari dataran rendah perkotaan dan
kawasan perbukitan seperti desa Mattabulu dan Lalabata Rilau. Sebagian besar
31
responden (24 orang) tinggal di dataran rendah perkotaan disusul dengan
perbukitan sebanyak 11 orang.
Tabel 11. Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut Lingkungan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid dataran rendah perkotaan 24 68.6 68.6 68.6
Perbukitan 11 31.4 31.4 100.0
Total 35 100.0 100.0
Upah Minimum Regional Tahun 2013 untuk Sulawesi Selatan adalah IDR
1.440.000 sehingga kategori 1 adalah dibawah 1.440.000, Kategori 2 berkisar
1.440.000-2.880.000 dan kategori tiga adalah diatas IDR 2.880.000. Berikut
adalah karakteristik responden menurut tingkat ekonomi keluarga setiap bulan.
Tabel 12. Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut Ekonomi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Dibawah UMR 3 8.6 8.6 8.6
1-2 kali UMR 22 62.9 62.9 71.4
diatas 2 kali UMR 10 28.6 28.6 100.0
Total 35 100.0 100.0
Berdasarkan tingkat ekonominya, sebagian besar responden berada pada
tingkat ekonomi menengah (22 orang) disusul menengah keatas (10 orang) dan
sisanya (3 orang ) berada pada tingkat ekonomi menengah kebawah.
Berdasarkan asupan makanan yang didapatkan melalui perhitungan food
recall maka diperoleh distribusi subjek menurut asupan makanannya. Sebanyak 21
32
responden memiliki pola makan menengah, disusul pola makan rendah energi 7
orang dan tinggi energi 7 orang
Tabel 13. Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut Asupan Makanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <90 % BEE 7 20.0 20.0 20.0
90-120% BEE 21 60.0 60.0 80.0
>120 BEE 7 20.0 20.0 100.0
Total 35 100.0 100.0
Berdasarkan bentuk rumah responden, sebagian besar responden (12
orang) tinggal di rumah panggung, disusul tinggal dirumah permanen 1 lantai (9
orang), rumah panggung semi permanen (8 orang) dan rumah permanen lebih dari
satu lantai sebanyak 6 orang.
Tabel 14. Distribusi Responden Kabupaten Soppeng Menurut Bentuk Rumah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rumah panggung 12 34.3 34.3 34.3
rumah panggung semi permanen 8 22.9 22.9 57.1
rumah permanen 1 lantai 9 25.7 25.7 82.9
rumah permanen lebih dari 1
lantai
6 17.1 17.1 100.0
Total 35 100.0 100.0
Berdasarkan pandangan terhadap budaya Siri, dibagi menjadi siri terhadap
penampilan yakni apakah responden malu bila tubuhnya gemuk dan siri
kesetaraan dimana laki-laki merupakan tulang punggung dan perempuan
33
cenderung dibatasi aktivitasnya. Pada pasien dengan non obes didapatkan
sebanyak 15 dari 17 orang responden malu dengan tubuh gemuk dan 2 dari 17
responden yang obes tidak siri dengan tubuh gemuknya. Sedangkan pada
responden obes semuanya seimbang ( 9 orang malu dan 9 orang tidak malu)
Tabel 15. Kros Tabulasi Siri Penampilan dengan status IMT
Count
statusIMT
Total obes non obes
penampilan malu 9 15 24
tidak 9 2 11
Total 18 17 35
Sedangkan pada pandangan kesetaraan yang hanya ditanyakan terhadap
responden perempuan mengatakan bahwa dalam kelurganya terdapat pandangan
bahwa perempuan tidak perlu bekerja untuk menanggung kebutuhan keluarga
yakni sebanyak 12 orang. Sebanyak 7 orang perempuan obes memegang nilai
tersebut dalam kehidupan keluarganya dan sebanyak 5 orang obes tidak merasa
ada nilai siri yang membatasi aktivitas mereka dalam keluarga. Pada golongan
non obes, sebanyak 5 orang memiliki keterbatasan aktivitas dan 7 tidak.
Tabel 16. Kros Tabulasi Siri Kesetaraan dengan status IMT
Count
statusIMT
Total obes non obes
Kesetaraan tidak ditanyakan 6 5 11
Ada 7 5 12
Tidak 5 7 12
Total 18 17 35
34
Kabupaten Sidrap merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi
Selatan dengan topografi yang hampir seluruhnya dataran rendah dan dianggap
sebagai lumbung padi dari Sulawesi Selatan.Dari Center ini sebanyak 30 subjek
(14 laki-laki dan 16 perempuan) dalam dua kelompok (16 obes dan 14 non obes)
dilibatkan dalam penelitian ini dengan rentang usia 28-70 tahun dengan umur
rata-rata 47,13 tahun dengan umur terbanyak 28 tahun. Indeks massa tubuh rata-
rata yakni 27,436 kg/M2 dengan IMT terendah yakni 19,14 kg/m2 dan maksimum
31,74. Berat Badan Subjek penelitian berkisar antara 49-95 kg dengan berat badan
rata-rata 74,03 Kg. Tinggi badan rata-rata 1,64 m dengan rentang 1,49-1,75 m.
Tabel 17 : Karakteristik Sampel Kabupaten Sidrap menurut Antropometri
Umur BB TB IMT
N Valid 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0
Mean 47.13 74.0333 1.6433 27.4360
Median 44.50 75.5000 1.6450 30.0650
Mode 28a 67.00a 1.58a 27.64
Std. Deviation 12.336 12.09868 .06880 4.12947
Minimum 28 49.00 1.49 19.14
Maximum 70 95.00 1.75 31.74
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Berdasarkan unsur-unsur budaya, karakteristik sampel penelitian di
Kabupaten Sidrap, pekerjaan tipikal suku bugis paling banyak dari responden
adalah rumah tangga sebanyak 12 responden Sisanya adalah bertani terutama
bertani mengelola sawah untuk ditanam padi sebanyak 9 orang dan nilai yang
sama untuk berdagang sebanyak 9 orang
35
Tabel 18. Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Bertani 9 30.0 30.0 30.0
Berdagang 9 30.0 30.0 60.0
rumah tangga 12 40.0 40.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Topografi Kabupaten Sidrap terdiri dari dataran rendah perkotaan dan
kawasan perbukitan namun tidak setinggi daerah lainnya. Sebagian besar
responden (22 orang) tinggal di dataran rendah perkotaan disusul dengan
perbukitan sebanyak 8 orang.
Tabel 19. Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut Lingkungan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid dataran rendah 22 73.3 73.3 73.3
Perbukitan 8 26.7 26.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Upah Minimum Regional Tahun 2013 untuk Sulawesi Selatan adalah IDR
1.440.000 sehingga kategori 1 adalah dibawah 1.440.000, Kategori 2 berkisar
1.440.000-2.880.000 dan kategori tiga adalah diatas IDR 2.880.000. Berikut
adalah karakteristik responden menurut tingkat ekonomi keluarga setiap bulan.
36
Tabel 20. Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut Ekonomi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Dibawah UMR 6 20.0 20.0 20.0
1-2 kali UMR 13 43.3 43.3 63.3
diatas 2 kali UMR 11 36.7 36.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan tingkat ekonominya, sebagian besar responden berada pada
tingkat ekonomi menengah (13 orang) disusul menengah keatas (11 orang) dan
sisanya (6 orang) berada pada tingkat ekonomi menengah kebawah.
Berdasarkan asupan makanan yang didapatkan melalui perhitungan food
recall maka diperoleh distribusi subjek menurut asupan makanannya. Sebanyak 20
responden memiliki pola makan menengah, disusul pola makan tinggi energi 7
orang dan renah energi 3 orang
Tabel 21. Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut Asupan Makanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <90 % BEE 3 10.0 10.0 10.0
90-120% BEE 20 66.7 66.7 76.7
>120 BEE 7 23.3 23.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan bentuk rumah responden, sebagian besar responden (12 orang)
tinggal di rumah panggung, disusul tinggal dirumah permanen 1 lantai (10 orang),
rumah panggung semi permanen (5 orang) dan rumah permanen lebih dari satu
lantai sebanyak 3 orang.
37
Tabel 22. Distribusi Responden Kabupaten Sidrap Menurut Bentuk Rumah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rumah panggung 12 40.0 40.0 40.0
rumah panggung semi permanen 5 16.7 16.7 56.7
rumah permanen 1 lantai 10 33.3 33.3 90.0
rumah permanen lebih dari 1
lantai
3 10.0 10.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan pandangan terhadap budaya Siri, dibagi menjadi siri terhadap
penampilan yakni apakah responden malu bila tubuhnya gemuk dan siri
kesetaraan dimana laki-laki merupakan tulang punggung dan perempuan
cenderung dibatasi aktivitasnya. Pada pasien dengan obes didapatkan sebanyak 6
dari 16 orang responden malu dengan tubuh gemuk dan 10 dari 16 responden
yang obes tidak siri dengan tubuh gemuknya. Sedangkan pada responden non
obes semuanya seimbang ( 7 orang malu dan 7 orang tidak malu)
Tabel 23. Kros Tabulasi Siri Penampilan dengan status IMT
Count
siripenampilan
Total Malu tidak
IMTstat Obes 6 10 16
non obes 7 7 14
Total 13 17 30
Sedangkan pada pandangan kesetaraan yang hanya ditanyakan terhadap
responden perempuan mengatakan bahwa dalam kelurganya terdapat pandangan
bahwa perempuan tidak perlu bekerja untuk menanggung kebutuhan keluarga
38
yakni sebanyak 11 orang. Sebanyak 7 orang perempuan obes memegang nilai
tersebut dalam kehidupan keluarganya dan sebanyak 2 orang obes tidak merasa
ada nilai siri yang membatasi aktivitas mereka dalam keluarga. Pada golongan
non obes, sebanyak 4 orang memiliki keterbatasan aktivitas dan 3 tidak.
Tabel 24.Kros Tabulasi Siri Kesetaraan dengan Status IMT
Count
Sirikesetaraan
Total tidak ditanyakan ada tidak
IMTstat Obes 7 7 2 16
non obes 7 4 3 14
Total 14 11 5 30
5.1.2 Analisa Hubungan Antara Budaya dengan Obesitas
Unsur Budaya yang sudah diidentifikasi yakni bentuk rumah, pekerjaan
tipikal, lingkungan tempat tinggal, asupan makanan, dan 2 nilai siri yakni
kesetaraan rumah tangga dan siri penampilan. Uji korelasi Spearman akan
dilakukan terhadap variabel tingkat ekonomi, bentuk rumah dan asupan makanan.
Tabel 25 :Hasil Uji Korelasi Spearman Kotamadya Balikpapan
rumah Ekonomi
Asupan
makanan statusIMT
Spearman's
rho
Rumah Correlation Coefficient 1.000 .824**
.052 -.004
Sig. (2-tailed) . .000 .780 .984
N 31 31 31 31
Ekonomi Correlation Coefficient .824**
1.000 .072 .122
Sig. (2-tailed) .000 . .701 .515s
N 31 31 31 31
Asupan
makanan
Correlation Coefficient .052 .072 1.000 .628**
Sig. (2-tailed) .780 .701 . .000
N 31 31 31 31
Status IMT Correlation Coefficient -.004 .122 .628**
1.000
Sig. (2-tailed) .984 .515 .000 .
N 31 31 31 31
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
39
Tabel 26 :Hasil Uji Korelasi Spearman Kabupaten Sidrap
rumah Ekonomi
Asupan
Makanan IMTstat
Spearman's rho Rumah Correlation Coefficient 1.000 .801** .251 .184
Sig. (2-tailed) . .000 .181 .331
N 30 30 30 30
Ekonomi Correlation Coefficient .801** 1.000 .370* .150
Sig. (2-tailed) .000 . .044 .430
N 30 30 30 30
Asupan
makanan
Correlation Coefficient .251 .370* 1.000 .455*
Sig. (2-tailed) .181 .044 . .012
N 30 30 30 30
IMTstat Correlation Coefficient .184 .150 .455* 1.000
Sig. (2-tailed) .331 .430 .012 .
N 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 27 :Hasil Uji Korelasi Spearman Kabupaten Soppeng
Asupan
makanan statusIMT rumah Ekonomi
Spearman's rho Asupan
Makanan
Correlation Coefficient 1.000 .633** .270 .317
Sig. (2-tailed) . .000 .117 .063
N 35 35 35 35
statusIMT Correlation Coefficient .633** 1.000 .326 .537**
Sig. (2-tailed) .000 . .056 .001
N 35 35 35 35
Rumah Correlation Coefficient .270 .326 1.000 .600**
Sig. (2-tailed) .117 .056 . .000
N 35 35 35 35
Ekonomi Correlation Coefficient .317 .537** .600** 1.000
Sig. (2-tailed) .063 .001 .000 .
N 35 35 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari ketiga tabel diatas dapat terlihat bahwa asupan makanan berkorelasi
positif dengan IMT (Balikpapan p=0,000 r=0,628. Sidrap p=0,012 r=0,455.
Soppeng p=0.000 r=0.633) Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Erin et
al (2003)26
dimana asupan makanan berkorelasi dengan obesitas dan juga oleh
40
Mustamin (2010) dimana asupan makanan berkorelasi dengan obesitas
(p=0,022).27
Tidak ada korelasi yang bermakna antara bentuk rumah dengan Indeks
Massa Tubuh (Balikpapan p=0,984 Sidrap p=0,331) walaupun di kabupaten
Soppeng, variabel ini nyaris berkorelasi (p=0,056).
Ada hal yang menarik mengenai unsur bentuk rumah. Terdapat korelasi
positif yang sangat kuat antara tingkat ekonomi dengan bentuk rumah di semua
kota (Balikpapan p=0.000 r=0.824. Sidrap p=0.000 r=0.801 dan Soppeng p=0.000
r=0.633) Hal ini memberikan gambaran bahwa bentuk rumah adalah lambang
tingkat ekonomi suatu keluarga. Melihat korelasi variabel ekonomi terhadap
obesitas, Kabupaten Soppeng menunjukkan korelasi yang kuat terhadap hubungan
kedua variabel itu (p=0.001 r=0.537) dibandingkan kedua daerah yang lain yakni
Sidrap (p=0.430) dan Balikpapan (p=0,515). Hal ini menunjukkan bahwa bentuk
rumah bila dikaitkan dengan obesitas adalah hubungan yang tidak langsung yang
diperantarai oleh tingkat ekonomi. Maka tidak mengherankan bahwa nyaris
terdapat korelasi antara bentuk rumah responden di Kabupaten Soppeng dengan
status obesitas respondennya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi
mempengaruhi unsur budaya bentuk tempat tinggal pada suku bugis.
Analisis unsur budaya berupa wilayah lingkungan, pekerjaan, dan nilai siri
kesetaraan dan penampilan dilakukan dengan uji Kontingensi Koofisien. Berikut
adalah hasil analisis mengenai korelasi antara lingkungan dengan IMT:
41
Tabel 28 : Analisa Lingkungan dengan IMT di Kabupaten Soppeng
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .081 .632
Interval by Interval Pearson's R -.081 .169 -.466 .644c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.081 .169 -.466 .644c
N of Valid Cases 35
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Tabel 29 : Analisa Lingkungan dengan IMT di Kabupaten Sidrap
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .253 .151
Interval by Interval Pearson's R .262 .167 1.436 .162c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .262 .167 1.436 .162c
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Tabel 30 : Analisa Lingkungan dengan IMT di Kotamadya Balikpapan
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .142 .727
Interval by Interval Pearson's R .137 .177 .746 .462c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .135 .177 .734 .469c
N of Valid Cases 31
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Berdasarkan analisis diatas tidak ada korelasi antara tempat tinggal dengan
obesitas pada ketiga daerah (Balikpapan p=0,727 Sidrap p=0,151 dan Soppeng
p=0,632) Hal ini berbeda dari penelitian Wardina (2009)22
yang menunjukkan ada
42
korelasi antara lingkungan tempat tinggal dengan obesitas. Hal yang mungkin
mempengaruhi adalah sarana transportasi yang sudah merata terutama di kota
Balikpapan sehingga akses pangan akan merata terlepas dari topografi daerah
yang sangat bervariasi dibandingkan dengan 2 daerah lainnya.
Analisa berikutnya yakni mengenai faktor pekerjaan terhadap obesitas.
Berikut adalah hasil analisis ketiga daerah tersebut.
Tabel 31 Korelasi Lingkungan Terhadap Obesitas di Kabupaten Soppeng
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .239 .346
Interval by Interval Pearson's R .105 .168 .606 .549c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .102 .171 .589 .560c
N of Valid Cases 35
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Tabel 32 Korelasi Lingkungan Terhadap Obesitas di Kabupaten Sidrap
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .330 .160
Interval by Interval Pearson's R .113 .183
.600 .554c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .099 .189
.524 .604c
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Tabel 33 Korelasi Lingkungan Terhadap Obesitas di Kotamadya Balikpapan
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .208 .706
Interval by Interval Pearson's R -.163 .172 -.892 .380c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.172 .174 -.942 .354c
N of Valid Cases 31
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
43
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara pekerjaan
dengan obesitas (Balikpapan p=0,706 Sidrap p=0,160 dan Soppeng p=0,346) Hal
ini bertentangan dengan Elya et al (2009) yang mengemukakan bahwa pekerjaan
berkorelasi dengan obesitas.17
Analisis mengenai budaya siri yang berhubungan dengan kesetaraan dan
penampilan akan diuji dengan Uji Kruskal Wallis dengan hasil berikut:
Tabel 34 Uji kruskal Wallis Untuk Balikpapan
sirikesetaraan Siripenampilan
Chi-Square .387 .660
Df 1 1
Asymp. Sig. .534 .417
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: statusIMT
Tabel 35 Uji Kruskal Wallis Untuk Sidrap
sirikesetaraan Siripenampilan
Chi-Square .001 .459
Df 1 1
Asymp. Sig. .982 .498
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: IMTstat
Tabel 36 Uji Kruskal Wallis Untuk Soppeng
kesetaraan Penampilan
Chi-Square .397 5.761
Df 1 1
Asymp. Sig. .529 .016
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: statusIMT
Dari analisis diatas tidak ada perbedaan yang bermakna antara budaya siri
yang menekan keseteraan peran perempuan dalam rumah tangga dengan obesitas
(Balikpapan p=0,534 Sidrap p=0,982 dan Soppeng p=0,529). Hasil yang sama
44
ditunjukkan pada siri penampilan. Tidak ada perbedaan bermakna antara
persepktif malu terhadap obesitas pada kedua kota (balikpapan p=0,417 dan
sidrap p=0,498) namun ada perbedaan bermakna antara perspektif siri karena
gemuk dengan obesitas di kabupaten soppeng (p=0,014).
45
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah :
1. Tidak ada korelasi antara bentuk tempat tinggal suku bugis dengan obesitas
pada suku bugis di Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidrap dan Kotamadya
Balikpapan
2. Tidak ada korelasi antara lingkungan tempat tinggal dengan obesitas pada suku
bugis di Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidrap dan Kotamadya Balikpapan
3. Tidak ada korelasi antara antara pekerjaan tipikal orang bugis dengan obesitas
pada suku bugis di Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidrap dan Kotamadya
Balikpapan
4. Ada korelasi positif yang kuat antara asupan makanan dengan obesitas pada
suku bugis di Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidrap dan Kotamadya
Balikpapan
5. Tidak ada perbedaan bermakna antara budaya siri yang membatasi kesetaraan
terhadap obesitas pada suku bugis di Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidrap
dan Kotamadya Balikpapan. Dan tidak adaperbedaan bermakna antara budaya
siri pada penampilan terhadap obesitas pada suku bugis di Kabupaten Sidrap
dan Kotamadya Balikpapan kecuali di Kabupaten Soppeng
46
6.2 Saran
1. Penelitian ini mengalami kendala dalam mengumpulkan sampel dengan jumlah
sampel yang lebih besar sehingga bila melakukan studi yang sama pertimbangan
mengenai jangka waktu dan tenaga surveyor perlu diperhatikan agar sampel yang
diperoleh jauh lebih banyak sehingga memberikan hasil yang lebih spesifik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama untuk membahas aspek-aspek
budaya bugis lainnya terutama aspek budaya bugis yang tidak terdapat dalam
aspek budaya lainnya.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Obesity and overweight (update : Mei 2012) dikutip dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/index.html
2. Kodyat, dkk., (1996): “Survei indek massa tubuh (IMT) di 12
kotamadya, indonesia”, Gizi Indonesia, 21: 52-61.
3. Departemen Kesehatan RI (2003): Petunjuk teknis pemantauan status
gizi orang dewasa dengan indeks massa tubuh (IMT), Jakarta.
4. WHO. 2008-2013 Action plan for the global strategy for the prevention
and control of noncommunicable diseases. Geneva:WHO 2009
5. Ganong WF. Fisiologi Kedokteran 2005. Jakarta:EGC
6. Azrul, Azwar (2004): Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di
Masa Depan, www.gizi.net, 27 September 2004.
7. Badan Litbang Kesehatan (2005). Data Susenas 2004 Substansi
Kesehatan: Status Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Perilaku Hidup
Sehat dan Kesehatan Lingkungan. Jakarta, Badan Litbang Kesehatan.
8. Almatsier, Sunita (2001): Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama.
9. Supari, Fadillah (2003): Penyakit Jantung Koroner dan Pencegahannya,
Seminar Gizi dan Kesehatan Populer, Bogor, 12 Juni 2003.
10. Suyono, Slamet dan Djauzi S. (1994): Penyakit Degeneratif dan Gizi
Lebih, Risalah WKNPG V, LIPI, Jakarta.
48
11. Sunanti Z.S. Konsep sehat, sakit dan penyakit dalam konteks sosial
budaya. 2005 Jakarta: Departemen Kesehatan RI
12. Endah M. Eating out’ makanan khas daerah : Komoditas gaya hidup
masyarakat urban. 2006. Jakarta: Universitas Multimedia Nusantara
13. Wardle J .Eating behaviour and obesity. Obesity reviews (2007) 8
(Suppl. 1) 73–75
14. Yunsheng M, Elizabeth RB, Edward J.S, George WR, James R.H, Nancy
LC, Philip AM, Ira SO. Association between eating patterns and obesity
in a free-living US adult population. Am J Epidemiol 2003;158:85–92
15. Sonia C et al. Influence of race, ethnicity, and culture on childhood
obesity: implications for prevention and treatment a consensus statement
of shaping merica’s health and the obesity society. Diabetes care,
2008;31;11
16. Hanisah I. Penapisan gejala gangguan makan menggunakan eat-26 pada
mahasiswi fakultas kedokteran universitas sumatera utara 2010. Medan:
Universitas Sumatera Utara
17. Sugiyanti, Elya. Hardiansyah. Afriansyah, Nurfi. Faktor risiko obesitas
sentral pada orang dewasa di dki jakarta: analisis lanjut data riskesdas
2007. Gizi Indon 2009, 32(2):105-116
18. Erem C et al. Prevalence of obesity and associated risk factors in a
Turkish population (Trabzon City, Turkey). Obes Res. 2004;12:1117-27.
49
19. Kantachuvessiri A et al. Factors associated with obesity among workers
in a metropolitan waterworks authority. Southeast Asian J Trop Med
Public Health. 2005;36:1057-65.
20. Muhammadiyah. Perubahan sosial dan budaya masyarakat petani kakao
di kecamatan lilirilau kabupaten soppeng. jurnal Masyarakat dan
Kebudayaan Politik 2012, Vol 25, 1: 8-14
21. Salipu, Amir. Transformasi pemukiman suku bajo di kelurahan bajoe
kota administratif watampone sulawesi selatan. 2002.Tesis Pascasarjana
Arsitektur ITS Surabaya.
22. Humayrah, Wardina. Faktor gaya hidup dalam hubungannya dengan
risiko kegemukan orang dewasa di provinsi sulawesi utara, dki jakarta,
dan gorontalo. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi
Manusia Institut Pertanian Bogor. 2009
23 Stanley JU,Hayley L. Obesity in biocultural perspective. Annu. Rev.
Anthropol. 2006.35:337–60
24. Muttia AH. Proses dalam tradisi perkawinan masyarakat bugis di desa
pakkasalo kecamatan sibulue kabupaten bone. 2012, Makassar:
Universitas Hasanuddin
25. Idrus NI. Siri’, gender, and sexuality among the bugis in south sulawesi.
antropologi indonesia Januari 2005, Vol. 29, No. 1
26. Erik LM, Lars UG, Lauren LO. Food intake patterns and development of
obesity Dan Med Bull 2004;51:152.
50
27 Mustamin. Asupan energi dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas
sentral pada ibu rumah tangga di kelurahan ujung pandang baru
kecamatan tallo kota makassar Media Gizi Pangan, Vol. X, Edisi 2, Juli
– Desember 2010
top related