i03_beny keduang 2000_kajian teknik pj dan sig untuk evaluasi penutupan lahan das
Post on 30-May-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
1/55
1
DEPARTEMEN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
BALAI TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
BTP DAS
43 34.5
12 2000
KAJIAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIGUNTUK EVALUASI PENUTUPAN LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI
PENGKAJIAN DAN PENERAPAN HASIL PENELITIAN KEHUTANAN BTPDAS
SURAKARTA SUMBER DANA DIK-S DPL/DR TAHUN ANGGARAN 2000
SURAKARTA, DESEMBER 2000
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
2/55
2
RINGKASAN
Oleh :
Beny Harjadi, Agus Wuryanto, Tyas M.B., Nining Wahyuningrum
Perencanaan kegiatan RLKT membutuhkan informasi mengenai kondisi
terkini yaitu dalam bentuk hasil evaluasi kegiatan yang telah dilakukan. Evaluasi
kegiatan RLKT menyangkut bebarapa hal sesuai dengan jenis kegiatan yang dievaluasi.
Evaluasi efektifitas pengendalian erosi dan limpasan dideteksi dengan pengukuran
sedimen di sungai serta hasil pengukuran erosi di bidang olah. Kegiatan yang berkaitan
dengan tata air dievaluasi melalui hasil pengamatan hidrologi. Dalam hal ini
pendayagunaan penginderaan jauh dan SIG akan digunakan untuk melakukan evaluasi
perubahan kondisi vegetasi hasil kegiatan RLKT. Dalam hal ini kondisi vegetasi hanya
merupakan salah satu indikator dalam evaluasi keberhasilan kegiatan RLKT, terutama
menyangkut kegiatan dengan metode vegetatif.
Kajian ini ditujukan untuk mendapatkan metode analisis klasifikasi citra
satelit tingkat operasional yang dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan penutupan
lahan yang berkaitan dengan evaluasi RLKT DAS. Sasaran penelitian adalah tersedianya
metode analisis klasifikasi citra satelit untuk evaluasi penutupan lahan dalam kaitannya
dengan kegiatan RLKT. Hasil kajian ini dipersiapkan untuk dapat digunakan oleh
instansi perencana dan pengendali (Balai RLKT) maupun instansi pelaksana (Dinas
PKT).
Waktu penelitian dikerjakan mulai bulan Juli sampai Desember 2000 pada
lokasi kajian di Jawa Tengah dengan menyesuaikan areal hidrologi DAS. Hal tersebut
sebagai salah satu indikator evaluasi penutupan lahan pada DAS. Mengingat data
hidrologi yang terlengkap dan terdistribusi menyebar pada beberapa Sub DAS terletak di
Wonogiri, maka kegiatan kajian dilaksanakan di DAS Solo Hulu.
Hasil evaluasi kondisi DAS dengan penginderaan jauh di Sub DAS Keduang
DTW Wonogiri, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Analisis citra satelit menggunakan cetak kertas maupun data dijital masing-masing memiliki kelemahan dan keunggulan, sehingga penggunaan
tergantung dari situasi dan kondisi ketersediaan sumber daya.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
3/55
3
2. Perbedan penyebaran penutupan lahan di Wonogiri mengindikasikanperubahan susunan batuan dan tipe tanahnya serta iklim yang disebut dengan
morfometri dan pedoagroklimat.
3. Perubahan penutupan lahan akan berpengaruh terhadap perubahan hasil airbaik itu kontinyuitas, kualitas, maupun kuantitas air.
4. Perubahan dari tahun 1982 sampai 1997, yaitu penambahan luasagroforestry, sawah, lahan tandus, dan bera. Sedangkan pengurangan terjadipada penutupan lahan pada hutan dan tegalan masing-masing (-14,09% dan
18,76%).
KATA KUNCI : DTW Wonogiri, Evaluasi DAS, Penginderaan Jauh, SIG
KATA PENGANTAR
Kagiatan penelitian dalam rangka evaluasi kegiatan RLKT yang berjudul
Kajian Teknik Penginderaan Jauh dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
dengan tujuan untuk mendapatkan metode analisis klasifikasi citra dengan menggunakan
citra satelit pada berbagai tahun pengambilan gambar untuk mendapatkan data perubahan
penutupan lahan pada satuan wilayah DAS. Hasil kajian ini dipersiapkan untuk dapat
digunakan instansi perencana (Balai RLKT) dalam rangka mendapatkan informasi teknis
serta dapat digunakan untuk tujuan-tujuan pemantauan (Dinas PKT).
Dengan telah selesainya laporan ini disampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Atasan Langsung Kegiatan Pengkajian dan Penerapan Hasil Penelitian
Kehutanan DIK-S DR 1999/2000 BTPDAS Surakarta, beserta staf
Sekretaris keproyekan.
2. Tim yang telah menyusun dan menyelesaikan kajian ini, antara lain :
Ir.Beny Harjadi, MSc., yang telah menulis laporan ini, serta anggota tim
lainnya : Ir. Tyas Mutiara Basuki, MSc., Drs. Agus Wuryanto, MSc., dan Ir.
Nining Wahyuningrum.
3. Para teknisi (Sudirman, Sudimin, Ragil Bambang WMP) serta seluruh staf
BTPDAS yang telah mendukung penyelesaian teknis maupun non teknis
sehingga kagiatan ini dapat berjalan dengan lancar.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
4/55
4
Akhirnya laporan berikut tidak terlepas dari segala kekurangannya, sehingga
saran dan kritik dalam rangka meningkatkan kualitas penelitian di masa yang akan datang
sangat diharapkan.
Kepala Balai,
Dr. Ir. D. Mulyadhi, MSc.
NIP. 080 057 527
DAFTAR ISI
Hal
JUDUL i
RINGKASAN. ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL.. vi
DAFTAR GAMBAR. viiDAFTAR LAMPIRAN. viii
I PENDAHULUAN. 1
A. Latar Belakang.. 1
B. Hasil yang Telah Dicapai.. 2
C. Tujuan dan Sasaran 3
D. Keluaran dan Dampak Hasil Penelitian 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A. Evaluasi DAS dengan PJ dan SIG. 4
B. Prinsip Analisis Citra Satelit. 5
C. Klasifikasi Penutupan Lahan dengan Citra Satelit 5
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
5/55
5
D. Aplikasi GIS untuk Evaluasi Penutupan Lahan 6
III METODOLOGI PENELITIAN 8
A. Waktu dan Lokasi Penelitian 8
B. Bahan dan Peralatan. 8
C. Rancangan Penelitian 8
D. Pengumpulan dan Pengolahan Data. 9
E. Analisis Data. 9
IV PELAKSANAAN KEGIATAN 11
A. Persiapan 11
B. Konsultasi, Orientasi, dan Persiapan Lapangan. 12
C. Deliniasi dan Dijitasi Peta.. 12
D. Pemetaan Bebarapa Titik Kontrol Lapangan. 13
E. Pelaksanaan Survei Lapangan 13
F. Analisis Data Lapangan dan Citra Satelit.. 15
G. Produksi Peta 16
V HASIL DAN PEMBAHASAN.. 17
A. Metode Analisis Penutupan Lahan 17
B. Keadaan Umum DTW Wonogiri.. 20
C. Biofisik DTW Wonogiri. 20
1. Morfometri DTW Wonogiri 23
2. Karakteristik Fisik Lahan DTW Wonogiri. 27
3. Letak Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) ... 28
4. Reboisasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) . 29
D. Perubahan Kondisi Sub DAS Keduang 30
1. Luas Penutupan Lahan 30
2. Luas Perubahan Masing-masing Tipe Penggunaan Lahan. 33
3. Curah hujan Sub DAS Keduang 35
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
6/55
6
4. Debit Sub DAS Keduang 37
5. Sedimen Sub DAS Keduang... 38
VI KESIMPULAN... 42
DAFTAR PUSTAKA. 43
LAMPIRAN 45
DAFTAR TABEL
Hal
1. Rincian Pelaksanaan dan Jadwal Kegiatan di Wonogiri. 1
2. Koordinat Geografi pada Berbagai Titik Kontrol Lapangan... 13
3. Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Citra Landsat dalam BentukHard
Copy (Cetak Kertas) dengan Soft Copy (Data Dijital) 18
4. Perbedaan Umum Analisis Citra Satelit antara Produksi Citra Cetak Kertas
(Hard Copy) dengan Data Dijital (Soft Copy). 19
5. Kondisi Fisik Lahan DTW Waduk Gajah Mungkur... 26
6. Morfometri atau Kondisi Fisik Tanah dan Batuan pada 5 Sub DAS di DTW
Wonogiri. 28
7. Luas Perubahan Penutupan Lahan.. 30
8. Luas Perubahan Masing-masing Tipe Penggunaan Lahan.. 33
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
7/55
7
9. Prosentase Perubahan Masing-masing Tipe Penggunaan Lahan 34
10. Data Hidrologi di Sub DAS Keduang Selama Delapan Tahun... 35
11. Curah Hujan Maksimum (mm)... 36
12. Debit Maksimum Selama Tujuh Tahun di Sub DAS Keduang. 37
13. Prosentase Perubahan Penutupan Lahan Tahun 1982 dan 1997 41
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
8/55
8
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Bagan Alur Kegiatan Kajian Evaluasi Penutupan Lahan DAS.. 10
2. Citra Landsat 5 TM Liputan Juli 1994, DTW Waduk Gajah Mungkur,
Kabupaten Wonogiri.. 20
3. Citra Landsat 5 TM Liputan 1997 di Sub DAS Keduang.. 25
4. Peta Unit Lahan Sub DAS Keduang dari DataHard Copy Citra Landsat
Tahun 1982. 31
5. Peta Unit Lahan Sub DAS Keduang dari Data Soft Copy Citra Landsat
Tahun 1997.. 31
6. Curah Hujan Maksimum Tahun 1991-1997 di Sub DAS Keduang 37
7. Debit Maksimum Bulanan dari Tahun 1991 1997... 38
8. Hujan, Debit, dan Hasil Sedimen Tahun 19921997 di Sub DAS Keduang.. 39
9. Prosentase Perubahan Hujan, Debit, dan Penutupan Lahan Tahun 1992-
1997 40
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
9/55
9
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Kerangka Logis Kegiatan/Proyek 46
2. Data Curah Hujan (mm) dari Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri pada
Tahun 1999.. 47
3. Data Jumlah Hari Hujan dari Dinas Pertanian di Kabupaten Wonogiri pada
Tahun 1999.. 48
4. Luas Daerah Dati II Kabupaten Wonogiri per Kecamatan Berdasarkan
Hasil Evaluasi Penggunaan Tanah (EPT) untuk Sensus Pertanian Tahun
1983. 49
5. Contoh Persiapan Pembagian Kerja Kegiatan Survei Lapangan 50
6. Contoh Blangko Pengumpulan Data Fisik Lapangan. 51
7. Data Inventarisasi Sumber Daya Lahan di Sub DAS Keduang Tahun 1992.. 52
8. Data Inventarisasi Sumber Daya Lahan di Sub DAS Keduang Tahun 1997.. 53
9. Koordinat Geografi Masing-masing Jenis Penggunaan Lahan... 57
10. Titik Sampel Lapangan (GCP = Ground Control Point) 58
11. Koordinat Geografi dan Tinggi dari Permukaan Laut (dpl) Lokasi SPAS. 59
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
10/55
10
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi penginderaan jauh memungkinkan untuk melakukandeteksi obyek-obyek di permukaan bumi secara cepat dan akurat. Apabila deteksi obyek-
obyek tersebut dilakukan pada beberapa waktu yang berbeda maka dapat dipantau
perubahan yang terjadi dan dapat diperkirakan kecenderungannya. Hal ini dimungkinkan
karena pengambilan gambar oleh satelit dilakukan secara periodik sehingga
menghasilkan citra satelit multi temporal. Kemampuan citra satelit dalam
menggambarkan kondisi obyek pada periode waktu yang berbeda akan dimanfaatkan
untuk memantau perubahan penutupan lahan oleh vegetasi.
Dalam konteks perencanaan kegiatan RLKT dibutuhkan informasi mengenai
kondisi terkini yaitu dalam bentuk hasil evaluasi kegiatan yang telah dilakukan. Evaluasi
kegiatan RLKT menyangkut beberapa hal sesuai dengan jenis kegiatan yang dievaluasi.
Evaluasi efektivitas pengendalian erosi dan limpasan dideteksi dengan pengukuran
sedimen di sungai serta hasil pengukuran erosi di lahan. Kegiatan yang berkaitan dengan
tata air dievaluasi melalui hasil pengamatan hidrologi. Dalam hal ini pendayagunaan
penginderaan jauh dan SIG akan digunakan untuk melakukan evaluasi perubahan kondisi
vegetasi hasil kegiatan RLKT. Dengan demikian kondisi vegetasi hanya merupakan
salah satu indikator dalam evaluasi keberhasilan kegiatan RLKT, terutama menyangkut
kegiatan dengan metode vegetatif.
Pentingnya penggunaan PJ dan SIG dilakukan analisis perubahan penutupan
lahan secara menyeluruh. Perubahan penutupan lahan untuk jangka pendek maupun
jangka panjang dapat diketahui kecenderungannya dengan ketersediaan data yang
lengkap, disamping informasinya sangat akurat karena sebelumnya dilakukan koreksi
radiometri dan geometri. Sedangkan evaluasi lahan yang dilakukan selama ini hanya
monitoring daerah tertentu yang diperkirakan berubah. Begitu juga data penutupan lahan
yang terjadi sebelumnya sering tidak ada sehingga sulit membandingkan perubahan
kondisi setiap waktunya, akurasi data tidak dijamin karena hanya mengandalkan peta
lama dan tidak ada proses koreksi. Sebagai contoh data luas lahan sawah, luas tanam dan
luas panen saat ini diperoleh melalui mantri-mantri tani (PPL dan PLP), selain sering
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
11/55
11
terlambat juga akurasinya masih diragukan karena data tersebut umumnya diperoleh
berdasarkan perkiraan (Ditjen. Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1994). Sehingga
untuk lebih tepatnya pengamatan penutupan lahan hendaknya dilakukan pemantauan
lewat penginderaan jauh.
Pemantauan secara periodik dengan kombinasi data spasial akan memberikan
informasi kecenderungan perubahan kondisi vegetasi. Mengingat bahwa informasi
perubahan kondisi DAS perlu dipantau secara rutin maka dibutuhkan teknologi
pemantauan secara cepat dan akurat.
B. Hasil Yang Telah Dicapai
Beberapa kegiatan penginderaan jauh yang telah dan sedang dilaksanakan
BTPDAS Surakarta antara lain :
1. Kajian Evaluasi Kondisi Vegetasi Kawasan Hutan Produksi dengan
Klasifikasi Citra Satelit dan Aplikasi SIG. Kajian tersebut dilakukan di
Kalimantan Barat pada Tahun 1997/1998, hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa kombinasi kanal/band pada analisis citra SPOT
dapat mendeteksi perubahan luasan hutan produksi.
2. Penerapan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG untuk Pengelolaan
Sumber Daya Alam di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan. Kajian tahun
1998/1999 di Pontianak dan sekitarnya menghasilkan analisis citra yang
dapat memisahkan deteksi pada daerah perkotaan (di luar kawasan hutan)
dan pada kawasan hutan ( di dalam hutan).
3. Penerapan Teknik Penginderaan Jauh dan GIS Untuk Pengelolaan
Sumber Daya Alam. Kegiatan tahun 1999/2000 di Kalimantan Timur
untuk melihat perubahan luasan kerapatan vegetasi akibat penebangan.
4. Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat
Kebakaran Dengan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG. Kajian tahun
1999/2000 menginfomasikan kerusakan lahan akibat kebakaran dengan
tiga kriteria yaitu ringan, sedang dan berat.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
12/55
12
C. Tujuan dan Sasaran
Kajian ini ditujukan untuk mendapatkan metode analisis klasifikasi citra
tingkat operasional yang dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan
yang berkaitan dengan evaluasi RLKT DAS.Sasaran penelitian adalah tersedianya metode analisis klasifikasi citra satelit
untuk evaluasi penutupan lahan dalam kaitannya dengan kegiatan RLKT yang telah
berjalan. Hasil kajian ini dipersiapkan untuk dapat digunakan oleh instansi perencana
dan pengendali (Balai RLKT) maupun instansi pelaksana (Dinas PKT).
D. Keluaran dan Dampak Hasil Penelitian
Keluaran penelitian tahun 2000 antara lain :1. Tersedianya peta penutupan lahan, penyebaran dan luasan masing-masing
pengggunaan lahan pada satuan DAS dari dua metode analisis klasifikasi citra
satelit dengan media hard copy (cetak kertas) dan soft copy (data dijital).
2. Tersedianya informasi kondisi penutupan lahan yang dikaitkan dengan hasil
air yang termonitor pada outletSPAS (Stasiun Pengamat Arus Sungai).
Dampak penelitian tahun 2000 antara lain adalah didapatkannya kemudahan
deteksi perubahan penutupan lahan yang berkaitan dengan kegiatan RLKT secara lebih
akurat dan up to date. Kerangka logis kegiatan keproyekan selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 1.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
13/55
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Evaluasi DAS dengan PJ dan SIG
Evaluasi DAS dengan komposisi bentang alam (Landscape) dan bentuk lahan
(Land form) serta perubahan vegetasi yang ada di dalamnya diperlukan penilaian khusus
dengan interpretasi citra satelit (Kucera, 2000). Dalam evaluasi reboisasi dan penutupan
lahan dipergunakan berbagai sumber informasi peta topografi (kelas lereng), penggunaan
lahan, administrasi dan data iklim. Penggunaan lahan dibedakan menjadi : tegalan,
pekarangan, hutan dan sawah, dimana faktor penutupan lahan tersebut ditetapkan sebagai
faktor C. Semakin sempurna penutupan lahan maka akan semakin rendah nilai C begitu
juga sebaliknya, sebagai contoh : lahan terbuka (bera) dengan nilai C = 1, sedangkanlahan dengan tanaman yang rapat nilai C mendekati 0 (Proyek P3DAS, 1995).
Klasifikasi penggunaan lahan menurut Departemen Kehutanan (1997)
meliputi : Sawah, Hutan, Perkebunan, Tegal diteras, Belukar, Kebun campur, Alang-
alang, Pemukiman, Padang rumput, Pertanian lahan kering, dan Lahan gundul.
Perubahan penggunaan lahan dari tumbuhan liar menjadi Eucalyptus alba dan Accacia
auriculiformis di Sub DAS Wader tahun 1997 berpengaruh pada kondisi hidrologi, yaitu
dapat memperpanjang waktu dasar (tb) dan menurunkan debit puncak (qp),
mempercepat waktu banjir (tc), laju infiltrasi semakin rendah sehingga limpasan,
koefisien limpasan dan erosi tahunan cenderung terus meningkat (Sukresno dan Precylia,
1995).
Perubahan respon DAS : curah hujan, neraca air, respon aliran permukaan,
produksi sedimen dan suspensi sangat erat berhubungan dengan model respon DAS dan
tipe penggunaan lahan (Gregory dan Walling, 1976). Begitu juga kondisi DAS akan
mengalami perubahan dari waktu ke waktu untuk beberapa parameter berikut : kadar
sedimen, volume run-off dan rasio debit maximum-minimum tahunan yang menunjukkan
kualitas, kuantitas dan kontinyuitas hasil air. Perubahan tersebut terjadi akibat perubahan
unsur masukan (input) hujan dan perubahan kondisi di dalam DAS yaitu Land Use dan
kegiatan RLKT (KEPAS, 1984).
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
14/55
14
B. Prinsip Analisis Citra Satelit
Sebelum analisis citra diperlukan persiapan dengan memperbaiki kualitas
citra tersebut sehingga memudahkan analisis klasifikasi. Proses ini biasanya disebut
perbaikan citra (image enhancement). Ada beberapa tahapan perbaikan tetapi yangpenting adalah koreksi geometri dan koreksi radiometri. Dengan dilakukannya koreksi-
koreksi maka setiap piksel telah mempunyai angka radiometri dengan posisi koordinat
tertentu (Girard et Girard, 1989).
Analisis klasifikasi citra pada prinsipnya adalah proses pengelompokkan
piksel yang mempunyai nilai radiometri (spektral) yang sama. Bila dianalogkan dengan
penafsiran potret udara maka klasifikasi citra adalah proses deliniasi satuan peta. Untuk
mengetahui kepastian di lapangan maka dibutuhkan survei lapangan (ground truthing)
untuk memperoleh kunci-kunci interpretasi. Proses analisis menggunakan kunci-kunci
penafsiran dari survei di lapangan disebut klasifikasi berbantuan (supervised
classification). Apabila klasifikasi dilakukan tanpa survei lapangan dan hanya
menggunakan referensi yang ada serta informasi kecocokan antara nilai spektral dengan
obyek di lapangan, disebut klasifikasi tak berbantuan (unsupervised classification).
Setiap jenis citra satelit akan mempunyai sejumlah kanal (channel) yang
berbeda tergantung tujuan pengambilan citra tersebut. Analisis klasifikasi citra pada
dasarnya mencari kombinasi band atau kanal yang sesuai sehingga diperoleh gambaran
yang jelas tentang obyek yang dituju. Dengan demikian akan diperoleh sebaran obyek
tertentu serta luas dan hubungannya dengan obyek lain.
C. Klasifikasi Penutupan Lahan dengan Citra Satelit
Penafsiran citra satelit dalam rangka klasifikasi penutupan lahan dengan
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut (KEPAS, 1984) :
1. Waktu atau tanggal pengambilan citra, dimana vegetasi pada musim
penghujan berwarna cerah dan pada musim kemarau berwarna gelap.
2. Lokasi, yang berwarna kuning dimungkinkan jenis penggunaan lahan
sawah pada dataran rendah dan alang-alang pada dataran tinggi.
3. Pengalaman analisis, tergantung kemampuan dan kebiasan petugas dalam
menganalisis berikut kegiatan lapangan.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
15/55
15
4. Referensi, ketersediaan data terbaru berupa : peta, kunci interpretasi, dan
penafsiran beberapa obyek berupa penutupan lahan, struktur hidrologi dan
jaringan jalan.
Klasifikasi penutupan lahan yang dapat diamati dengan menggunakan citra
satelit antara lain (Departemen Kehutanan, 1997) :
1. Hutan, dibedakan lahan basah (Mangrove, Hutan basah, Hutan tepi
sungai) dan lahan kering (Hutan pantai, Hutan dataran rendah, Hutan
pegunungan rendah, Hutan pegunungan tinggi)
2. Non hutan, dibedakan lahan basah (Daerah pertambakan, Sungai,
Danau, Sawah) dan lahan kering (tanah kosong, Pemukiman, Padang
alang-alang, Semak, Belukar, Daerah industri, Perkotaan, Perladangan,
Pertanian, Perkebunan).
Pada kawasan pertanian menurut Bappenas (1995) dibagi menjadi beberapa
kawasan, antara lain : K.pertanian lahan basah, K.pertanian lahan kering, K.tanaman
tahunan, K.peternakan, dan K.perikanan. Selanjutnya pada lahan sawah untuk wilayah
bergelombang sampai berbukit kemungkinan akan banyak mengalami kesulitan antara
lain karena sinar pantulan banyak terganggu oleh dinding teras, sempitnya petakan
sawah, dan tanaman pohon-pohonan yang umumnya ditanami petani di bibir teras
ataupun sekitarnya (Marsudi, Haryanto, dan Murbekti, 1997). Klasifikasi citra satelit
tidak memungkinkan untuk menghilangkan bayangan tersebut, maka perlu dibantu citra
radar dengan pengambilan gambar dari sisi muka tampingan.
D. Aplikasi GIS untuk Evaluasi Penutupan Lahan
Aplikasi penginderaan jauh dan GIS telah banyak digunakan dalam
mengevaluasi lahan. Elsie and Zuidan (1998) menggunakan remote sensing dan GIS
untuk mengklasifikasikan penutupan lahan dan proses identifikasi lahan yang
terdegradasi terutama daerah terbuka. Penutupan lahan dibedakan dengan interpretasi
visual dari reflektan spektral citra SPOT. Problem terbesar dalam interpretasi adalah
dalam membedakan batuan permukaan karena respon batuan basal sama dengan lahan
basah dan daerah dengan sedikit vegetasi. Untuk keperluan tersebut maka klasifikasi
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
16/55
16
perlu diperbaiki dengan informasi tambahan berupa data fisik ISDL yang dimasukkan
dengan GIS.
Uboldi and Chuvieco (1997) menggunakan image processing dan GIS untuk
mengakses pengelolaan lahan pertanian di daerah semi arid yang terletak di lembah
sungai Colorado, propinsi Buenos Aires, Argentina. Beberapa parameter tanah
digunakan dalam rangka membuat peta kesesuaian lahan yang berbasis pada karakteristik
fisik tertentu, sedangkan penggunaan lahan aktual diperoleh dari citra SPOT. Keduanya
kemudian ditumpangsusunkan sehingga diperoleh tabel dan peta yang memperlihatkan
lahan yang dikelola lebih intensif atau kurang intensif dari seharusnya.
Jessen (1992) menggunakan GIS dan soft-ware Arc-Info untuk mengolah
data sumber daya lahan dan menyusun rekomendasi penggunaan lahan yang produktif.
Begitu juga Fletcher (1990) menggunakan GIS untuk perencanaan konservasi tanah di
Sub DAS Wiroko dengan menghimpun data ISDL ( Inventarisasi Sumber Daya Lahan)
pada setiap unit peta. Data ISDL yang dikumpulkan di lapangan meliputi beberapa
parameter tetap (bentuk lahan, tipe batuan, jenis tanah, kemiringan lereng) dan parameter
berubah (tingkat erosi, macam teras, jenis penggunaan lahan).
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
17/55
17
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitan mulai bulan Juli sampai Desember 2000 yang berlokasi di
Jawa Tengah yang disesuaikan dengan areal kajian hidrologi DAS. Mengingat data
hidrologi yang terlengkap dan menyebar pada beberapa Sub DAS di DTW Gajah
Mungkur Wonogiri, maka kajian dilaksanakan di DAS Solo Hulu.
B. Bahan dan Peralatan
Bahan dan peralatan yang diperlukan antara lain :
citra multi temporal pada bulan pengambilan yang sama, citra Landsat TM1982 (12 September 1982) dalam bentuk hard copy (cetak kertas) dan Citra
Landsat TM 1997 (7 September 1997) dalam bentuk soft copy (data dijital).
Serta citra Landsat 1994 dan 1996 untuk seluruh kenampakan DTW Waduk
Gajah Mungkur.
peta topografi dan peta dasar lainnya
peralatan survei lapangan (abney level, meteran, pH stik, binokuler, dll)
perangkat komputer (software dan hardware)
peralatan kantor (kertas HVS, CD-writer, pensil, penghapus dll)
bahan dan alat pemetaan (plastik astralon, selotip Nashua, Spidol OHP)
C. Rancangan Penelitian
Tahapan kegiatan kajian sebagai berikut :
Image enhancement, perbaikan citra dengan koreksi geometri dan koreksi
radiometri.
Dijitasi peta situasi dan peta dasar lainnya.
Tumpang susun (overlay) hasil klasifikasi dengan peta dasar untuk menentukan
lokasi sebarannya.
Klasifikasi citra untuk deteksi vegetasi pada tiga waktu pengambilan dengan
metode berbantuan (supervised) dan tidak berbantuan (unsupervised).
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
18/55
18
Survei lapangan pada satuan peta yang dihasilkan
Analisis diskriptif komparatif terhadap hasil klasifikasi
Hasil klasifikasi dipadukan dengan hasil survei lapangan dan informasi
pengelolaan lahan
Berdasarkan hasil analisis klasifikasi terhadap citra satelit dan data teristris
dapat ditentukan jenis penutupan lahan dari masing-masing pengelolaan
lahannya.
Teknik klasifikasi yang dapat dipilih berdasarkan kelebihan dan hambatan yang
dijumpai selama proses klasifikasi.
Rekomendasi teknis yang diperoleh untuk melengkapi alternatif teknik yang
disajikan.
D. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan untuk kegiatan kajian teknik penginderaan jauh dan
SIG untuk penutupan lahan DAS, antara lain :
a. Data grafis batas DAS dan unit lahan
b. Data inventarisasi sumber daya lahan (ISDL)
Pengolahan data berupa klasifikasi kemampuan penggunaan lahan serta
pengumpulan data grafis dan data angka pada kegiatan analisis klasifikasi citra satelit danaplikasi SIG. Urutan kegiatan pengumpulan dan analisis data dapat dilihat Gambar 1.
E. Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan sebagai pedoman untuk interpretasi dalam
menetapkan unit-unit peta untuk sampel klasifikasi dalam menganalisis citra satelit,
dengan perangkat lunak Erdas-Imagine. Disamping itu juga data kualitatif maupun
kuantitatif dari lapangan dimasukkan kedalam data-base serta dikombinasikan dengan
data grafis dengan perangkat lunakArc-Info.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
19/55
19
Citra Landsat TM
1982 Sebelum
Kegiatan RLKT
Hard copy (cetakan)
Citra Landsat TM
1997 Setelah
Kegiatan RLKT
Soft Copy (Dijital)
Dijitasi
Peta Dasar
Image EnhancementPerbaikan Citra
Klasifikasi
Citra Satelit
Sebaran Lokasi
Survei Lapangan
ISDL
Reklasifikasi
Citra Satelit
Evaluasi
Penutupan Lahan
Gambar 1. Bagan Alur Kegiatan Kajian Evaluasi Penutupan Lahan DAS
Rekomendasi
Metode Analisis
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
20/55
20
IV. PELAKSANAAN KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan penelitian untukKajian Teknik Penginderaan Jauh Dan
SIG Untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS meliputi beberapa tahapan dengan jadwal
pelaksanaan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Rincian Pelaksanaan dan Jadwal Kegiatan di Wonogiri
Rincian Kegiatan B u l a n
VI VII VIII IX X XI XII
- Persiapan
- Pengadaan ATK dan Operasional
Komputer
- Pengadaan bahan perlengkapan GIS
- Perjalanan dalam rangka orientasi
lapangan
- Perjalanan dalam rangka
pelaksanaan kegiatan
- Upah survey lapangan
- Foto copy dan dokumentasi
- Analisa data dan laporan ilmiah
- Pengadaan CPU untuk operasional
GIS
- Digitasi dan memasukkan data
- Rapat intern
A. Persiapan
Persiapan berupa penyiapan bahan untuk pembuatan RPTP (Rencana
Penelitian Tingkat Peneliti) dengan melakukan studi literatur, pembuatan kartu lapangan
atau kuisioner untuk pengumpulan data dan menginventarisir kebutuhan peralatan kantor
maupun perbekalan lapangan. Studi literatur dimaksudkan untuk mengumpulkan
berbagai informasi untuk mendukung peningkatan wawasan pengetahuan yang terkait
dengan judul dan tujuan yang telah ditetapkan. Informasi dihimpun dari berbagai sumber
antara lain : buku pedoman, petunjuk teknis, buletin, selebaran, majalah, text bookdll.
Dalam studi pustaka juga berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan dan untuk
menghindari duplikasi dan kesalahan agar jangan sampai terulang lagi.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
21/55
21
Pembuatan RPTP (Rencana Penelitian Tingkat Peneliti) perlu dibuat sebelum
pelaksanaan penelitian dilakukan, yaitu dengan menjabarkan rencana kegiatan,
pengaturan tata waktu, dan pengalokasian anggaran sehingga dapat memudahkan
pelaksanaan dan pemantauan. RPTP ini sekaligus juga sebagai bahan acuan dalam
pelaksanaan evaluasi kegiatan yang telah berjalan, berdasarkan metodologi penelitian
yang telah ditetapkan.
B. Konsultasi, Orientasi dan Persiapan Lapangan
a. Sebelum survei lapangan dilakukan beberapa hal yang harus dipersiapkan, agar tidak
ada data atau informasi yang terlewatkan atau tidak sempat diambil. Beberapa
persiapan menjelang survei adalah :1. Digitasi peta DAS/Sub DAS Solo Hulu dan sekitarnya dengan nama-nama desa
kunjungan (Peta DAS/Sub DAS dan Peta Administrasi).
2. Interpretasi citra satelit DTW Gajah Mungkur dengan tampilan klasifikasi
penutupan lahan (PetaLand Cover) dan deliniasi kegiatan RLKT
3. Merekap data hidrologi selama 10 tahun pada periode 5 tahunan (Tahun 1990,
1994 dan 1999), untuk melihat perubahan penutupan lahan yang berdampak
pada perubahan debit dan sedimen.
b. Konsultasi ke Dinas PKT dan instansi terkait lainnya tentang kegiatan RLKT yang
berlangsung selama kurang lebih satu dekade (1990 - 2000), yaitu meliputi kegiatan :
UP. UPSA 10 hektar, Hutan rakyat, Hutan kemasyarakatan, Dam penahan, Dam
pengendali, Bangunan penahan erosi, dan Pengembangan ulat sutra.
c. Konsultasi ke kecamatan dan kelurahan yang terdapat kegiatan RLKT di atas untuk
membantu menunjukkan lokasi penghijauan dan kegiatan konservasi tanah.
d. Orientasi dengan melakukan peninjauan langsung ke seluruh wilayah areal sekitar
waduk Gajah Mungkur yang meliputi beberapa DAS besar (DAS Keduang, Wiroko,
Temon, dan Alang-Unggahan).
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
22/55
22
C. Deliniasi dan Dijitasi Peta
Deliniasi atau pembatasan peta dilakukan untuk pembuatan jalur jalan dan
sungai dalam rangka pembuatan Peta Dasar yang akan dipakai sebagai pedoman survei di
lapangan. Selanjutnya dilakukan beberapa deliniasi (pembuatan batas) antara lain : batassatuan peta, unit lahan dan batas masing-masing Sub DAS.
Hasil dari deliniasi peta selanjutnya didijitasi untuk memasukkan data grafis
kedalam komputer dalam bentuk produk gambar vektor. Proses analisis selanjutnya
gambar vektor tersebut ditumpangsusunkan dengan gambar raster dari citra satelit.
D. Penetapan Beberapa Titik Kontrol Lapangan
Penetapan titik kontrol lapangan (TKL/GCP:Ground Control Point) dengan
melakukan pengambilan sampel koordinat masing-masing penggunaan lahan dan titik-
titik penting lainnya yang berguna untuk keperluan koreksi geometris citra satelit (Tabel
2). Titik-titik kontrol tersebut diusahakan menyebar keseluruh DTW Gajah Mungkur
Wonogiri, antara lain :
Tabel 2. Koordinat Geografi pada Beberapa Titik Kontrol Lapangan
No Titik Kontrol Lapangan Koordinat Geografi dpl (m)1. Pintu bendungan waduk 7o 50 19.95 LS
110o
55 29.76 BT
166.20
2. Pertigaan kecamatan Eromoko 7o 57 46.64 LS110o 50 47.98 BT
189.05
3. Pertigaan kecamatan Ngadirojo 7o 48 52.37 LS110
o59 44.91 BT
278.78
4. Pertigaan kabupaten Wonogiri 7o 48 50.18 LS110o 55 33.53 BT
164.96
5. Monumen Jendral Sudirman/Nawangan 7o 56 20.58 LS111o 10 49.87 BT
144.15
6. Pertigaan kecamatan Purwantoro 7o 50 48.60 LS111o 15 46.56 BT
324.34
7. Pertigaan kecamatan Jatisrono 7o 49 38.15 LS111o 7 40.62 BT
432.32
8. Pertigaan Karangturi Tritomoyo 7o 56 4.90 LS110o 59 7.90 BT
183.82
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
23/55
23
E. Pelaksanaan Survei Lapangan.
Beberapa kegiatan Pelaksanaan Survei di lapangan, meliputi pengumpulan
data fisik primer maupun data non fisik sekunder, antara lain :a) Cheking lokasi dengan menetapkan ketepatan letak lokasi sampel pada
koordinat lapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System)
b) Cheking penutupan lahan dan kegiatan RLKT
c) Pengambilan gambar atau panorama fisiografi di lapangan dengan
pengambilan foto secara vertikal dengan kamera biasa (digital).
Pengumpulan data lapangan dengan mengamati beberapa hal, antara lain :
a) Perubahan penutupan lahan di lapangan dapat diamati secara langsung sebagai
sampel untuk analisis klasifikasi variasi penutupan lahan.
b) Perubahan penutupan lahan nantinya dikaitkan dengan perubahan hasil air yang
meliputi kualitas, kuantitas dan kontinyuitas.
c) Perubahan oleh kegiatan RLKT sulit dilacak di lapangan karena sebagian besar tidak
berhasil disamping luasan kurang dari ketentuan minimal ukuran piksel (30 m x 30
m), sehingga tidak mungkin dapat dipantau dengan citra satelit untuk pelaksanaan
evaluasi kegiatan.
Wonogiri merupakan daerah dati II yang terletak pada koordinat 7o 32 - 8o
15 LS dengan 110o 41 - 111o 18 BT dengan kondisi alam sebagian besar berbatu
gamping pada bagian selatan dengan pegunungan seribu, dalam hal ini sebagai hulu dari
sungai Bengawan Solo. Iklim tropis dengan kondisi musim penghujan dan kemarau yang
bertemperatur 24 -32 o C. Terletak 32 km sebelah selatan Surakarta dan 133 km dari
Semarang dengan luas daerah 182.236, 0236 ha. Wonogiri berbatasan dengan sebelah :
Selatan : kab. Pacitan (Jatim) dan Samudra Indonesia
Utara : kab. Sukoharjo dan kab. Karanganyar
Timur : kab. Karanganyar dan Ponorogo (Jatim)
Barat : Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Dari pengumpulan data ISDL secara garis besar di Wonogiri ada beberapa
jenis tanah yang dapat ditemui di lapangan antara lain :
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
24/55
24
a. Entisol : dengan bahan induk endapan liat dan pasir, campuran batuan endapan tuf
dan batuan volkan, serta campuran batuan kapur dan napal
b. Inceptisol : dengan bahan induk abu atau pasir tuf volkan intermedier
c. Vertisol : dengan bahan induk tuf volkan intermedier dan sedimen black clay
d. Mollisol : dengan bahan induk tuf volkan alkali/basa dan mediteran.
Data ISDL selengkapnya untuk Sub DAS Keduang dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.
Kegiatan survei akhir dimaksudkan untuk melengkapi data sebelumnya dan juga
mengecek keadaan lapangan dengan mencocokkan kenampakan penutupan lahan pada
citra satelit. Berkaitan dengan itu maka kegiatan survei akhir lapangan selanjutnya
meliputi beberapa kegiatan antara lain :
1. Melihat perubahan penutupan lahan dengan mencatat koordinat geografis letak
perubahan tersebut terjadi dan mencocokkan kenampakan pada citra satelit.
2. Melengkapi beberapa titik kontrol lapangan pada daerah strategis, misalnya : pusat
kota, pasar, lapangan, perkampungan dan beberapa obyek yang memiliki lebar lebih
dari 30 m.
3. Mengaitkan kegiatan RLKT yang telah dikerjakan PKT maupun BRLKT dengan
mengamati perubahan pemanfaatan dan penutupan lahan, serta mencatat letak
koordinat geografis beberapa kegiatan RLKT yang sedang atau telah berjalan.
4. Mengevaluasi semua kegiatan yang telah dikerjakan sebelumnya dikaitkan dengan
kegiatan sekarang serta mencatat beberapa kendala di lapangan dalam
mengumpulkan data dari awal sampai akhir.
F. Analisa Data Lapangan dan Citra Satelit
Data lapangan yang dikumpulkan berupa data penutupan lahan pada lokasi
DTW (Daerah Tangkapan Waduk) Wonogiri serta data hidrologi berupa tinggi muka air
dengan menggunakan alat AWLR. Data lapangan yang terkait dengan data penutupan
lahan atau penggunaan lahan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk
mengerjakan klasifikasi berbantuan. Dengan catatan bahwa data penutupan lahan
diketahui dengan tepat letak koordinatnya yang dibantu dengan alat GPS (Global
Positioning System) dan akan lebih baik sampel radiometri juga diukur dengan alat
Radiometer di lapangan. Perpaduan letak obyek secara geometri dan sinyal obyek dari
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
25/55
25
radiometri akan diperoleh ketepatan sampel dalam melakukan klasifikasi. Hasil
penetapan sampel obyek klasifikasi pada citra satelit dapat diterapkan keseluruh obyek
yang memiliki kenampakan yang sama.
G. Produksi Peta
Hasil dijitasi peta yang merupakan sumber informasi geografis dipadukan
dengan citra satelit untuk saling mengisi atau melengkapi antara data dari penginderaan
jauh dengan data SIG. Peta yang dihasilkan dapat berupa peta tematik atau multitema
dari format gambar vektor atau gambar raster dari data citra satelit. Peta tersebut dapat
ditampilkan dalam format kertas lebar (A0) atau kertas quarto (A4) tergantung
kebutuhan, skala kecil atau skala besar.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
26/55
26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Metode Analisis Penutupan Lahan
Metode analisis penutupan lahan dengan penginderaan jauh pada Daerah
Aliran Sungai (DAS) yaitu dengan analisis manual (cetak kertas) dan dengan analisis
dijital (soft copy). Masing-masing metode analisis tersebut memiliki beberapa kunggulan
dan kelemahan (Tabel 3).
Dari kedua metode tersebut parameter yang dapat diperbandingkan untuk
melihat keunggulan dan kelemahan masing-masing antara lain : komposisi warna,
perbedaan kondisi lapangan, kecenderungan perubahan, skala cetak citra satelit Landsat,
warna cetak kertas, ukuran unit lahan, batas unit lahan dan homogenitas setiap unit lahan.
Dari kedelepan parameter tersebut maka keunggulan antara analisis citra satelit dengan
data dijital (soft copy) dan data manual (hard copy) maka skore keunggulan 7 berbanding
1. Sehingga analisis citra satelit dengan data dijital relatif lebih baik. Namun demikian
pada kegiatan analisis penutupan lahan untuk evaluasi pengelolaan DAS dicobakan
dengan data manual.
Perbedaan umum analisis citra satelit dari produksi citra antara cetak kertas
(hard copy) dengan data dijital (soft copy) dapat diperbandingkan dari beberapa
parameter sebagai berikut : harga, koreksi, klasifikasi, kenampakkan, hasil klasifikasi,
tingkat kesalahan, luasan klasifikasi, penyimpanan citra satelit, tiga dimensi, analisis
statistik, tumpang susun, pembatasan unit lahan, SDM, dan hard ware (lihat Tabel 4).
Dari ke empat belas parameter yang diperbandingkan tersebut memiliki keunggulan dan
kelemahan dengan jumlah yang sama untuk kedua metode analisis tersebut. Sehingga
metode mana yang hendak dipilih tergantung dari kesiapan parameter-parameter tersebut,
untuk setiap daerah selalu berbeda dengan melihat kasus per kasus.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas maka kegiatan analisis penutupan lahanuntuk evaluasi DAS di Wonogiri tahun 2000 dicobakan dengan menggunakan kedua
metode tersebut sesuai ketersediaan data yang ada.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
27/55
27
Tabel 3. Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Citra Landsat dalam BentukHard
Copy (Cetak kertas) dengan Soft Copy (Data Dijital)
Parameter Citra Landsat th 1982
Hard Copy (Cetak kertas)
Citra Landsat th 1997
Soft Copy (Dijital)1. Komposisi Warna Mirip dengan foto udara IRFC
(Infra Red False Colour),sehingga komposisi warna tidak
dapat dirubah lagi
- Manipulasi tampilan gambar
dengan komposisi warna
asli Band 542 atau yang
lainnya tergantung
keperluan
+
2. Perbedaan kondisi
lapangan karenafrekuensi waktu
pengambilan gambar
Frekuensi jarang sehingga umur
citra satelit yang lebih dari 5
tahun maka sudah mengalami
banyak perubahan lapangan (12
September 1982)
- Umur citra satelit yang
kurang dari 5 tahun tidak
berbeda jauh dengan kondisi
lapangan (8 September
1997)
+
3. Skala cetak citra
satelit Landsat
Skala terlalu kecil (1:
3.000.000), sehingga sulit untukmelakukan klasifikasipenutupan lahan secara detil
- Skala relatif besar (1 :
150.000), cukup detil untukanalisis klasifikasipenutupan lahan secara
manual
+
4. Warna cetak kertas
(Palsu atau Asli)
Warna palsu, dimana warna
diatas cetak kertas berbeda
dengan keadaan di lapangan,
sebagai contoh semakin hijau
daun maka nampak semakin
merah, sehingga perlu kunci
interpretasi khusus
- Warna asli, dimana dari
komposisi band dapat
menghasilkan warna cetak
kertas yang mirip dengan
warna di lapangan, misalnya
tanaman yang berwarna
hijau juga tampak hijau
+
5. Ukuran unit lahan Unit lahan terlalu kecil,
sehingga tidak terlalu jelasmasing-masing jenis penutupan
lahannya
- Unit lahan cukup lebar,
sehingga nampak jelasperbedaan masing-masing
jenis penutupan lahannya
+
6. Batas unit lahan Batas unit lahan harusdilakukan sangat hati-hati,
karena pergeseran sedikit akan
terjadi perubahan luasan yang
amat besar
- Batas unit lahan dilakukan
dengan ballpoint OHP
ukuran 0,2 cm dengan
ketelitian yang tetap harus
dijaga
-
7. Homogenitas setiap
unit lahan
Kompleksitas jenis penutupan
lahan terlalu banyak karena
setiap unit lahan terlalu luas
- Tidak terlalu bervariasi jenis
penutupan lahan, karena
unit lahan relatif homogen
+
Jumlah Keunggulan (+) 1 6
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
28/55
28
Tabel 4. Perbedaan Umum Analisis Citra Satelit antara Produksi Citra Cetak Kertas(Hard Copy) dengan Data Dijital (Soft copy)
PARAMETER HARD COPY(CETAK KERTAS)
SOFT COPY
(DATA DIGITEL)
1. Harga Relatif murah, dengan selisih harga1/3 dari data digital
+ Relatif mahal, karena mengandungbanyak informasi digital
-
2. Koreksi Tanpa ada koreksi, sehinggatinggal dilakukan intepretasi
seperti pada pengamatan foto udara
+ koreksi radiometri untuk distorsi danmembetulkan tata letak dengan koreksi
goemetri
-
3. Klasifikasi Secara visual mengamati seluruhkenampakkan citra satelit untuk
setiap unit lahan/peta
- Komputer secara otomatis mencari danmengelompokkan obyek yang sama
+
4. Kenampakan Dapat ditentukan pada saatpemesanan, misalnya diperlukan
kanal 542 untuk kenampakkan asli
sesuai kondisi lapangan
- jelas dengan mengatur enhancemenet(ketajaman, kekontrasan, dan warna)
dan kombinasi kanalnya
+
5. Hasilklasifikasi
Dimungkinkan kesalahan relatif
kecil oleh faktor mata manusia dan
pada saat pembatasana unitlahan/peta yang tidak konsisten
+ Dimungkinkan ada kesalahan alatdalam pengelompokan oleh komputer
karena adanya gangguan sistematik dannon sistematik
-
6. Tingkatkesalahan
Tidak dapat diketahui luasan Omisi
dan Komisi, kecuali dilakukan
pengukuran teristris di lapangan
luasan masing-masing unit
- Dapat diketahui saat koreksi maupunsaat klasifikasi dengan informasi
persentase hasil klasifikasi dan luas
omisi dan komisi.
+
7. Luasanklasifikasi
Hanya untuk daerah yang relatif
luas dan klasfikasi penutupan lahan
tidak bervariasi sekali
- Dari luas sampai yang sempit denganvariasi klasifikasi penutupan lahan
yang bervariasi
+
8. Penyimpanancitra satelit
Sulit dan mudah rusak, karena
dicetak dengan bahan kertas yang
tidak tahan lama
- mudah dan tahan lama karena disimpandalam bentuk CD-Rom
+
9. Tiga Dimensi belum lazim, tapi dapat
dimungkinkan pengamatan tigadimensi dengan menggunakan citra
SPOT oblik dan vertikal
+ diamati pada layar monitor dengan
kaca mata 3 dimensi yang relatif jarangdilakukan dan mahal peralatannya
-
10.Analisisstatistik
Tidak ada hasil analisis untuk
klasifikasi dari kanal per kanal
maupun total seluruh kanal
- Angka perhitungan statistik dari hasilklasifikasi untuk kanal per kanal
ataupun total seluruh kanal
+
11.Tumpangsusun
Harus dicetak sesuai kebutuhan
apakah kanal per kanal, tapi paling
tidak citra yang berbeda maupun
peta harus dicetak sendiri-sendiri
(terpisah)
- Tumpang susun sesuai kebutuhan antarkanal atau citra satelit lain maupun
dengan peta (vektor) dengan berbagai
variasi kanal
+
12.Pembatasanunit lahan
Pembatasan tergantung skala cetak
apakah skala besar atau skala kecil- Mengandung nilai digital setiap
pikselnya, sehingga klasifikasi lebih
detil sesuai kebutuhan
+
13.SDM Tidak diperlukan ahli analisis, tapiperlu tenaga interpreter foto udara
+ Perlu tenaga ahli dan terkait untukinterpreter dan analisis
-
14.Hard ware Tidak diperlukan alat khusus yaitubutuh alat sederhana (Loop : kacapembesar) atau tanpa alat (Visual
mata)
+ Diperlukan komputer dengan RAM dankapasitas hard disk dengan multimedia,
sehingga sangat mahal
-
7 Jumlah Keunggulan (+) 7
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
29/55
29
B. Keadaan Umum DTW Wonogiri
Secara umum kondisi fisiografi DTW (Daerah Tangkapan Waduk) Wonogiri
dan sekitarnya dari bergelombang sampai bergunung dengan kemiringan lereng landai
sampai curam. Formasi batuan di DTW Wonogiri untuk daerah selatan merupakan
deretan pegunungan dengan dominasi batuan kapur. Selanjutnya untuk formasi batuan di
daerah timur dengan formasi gunung Lawu didominasi batuan vulkanik yang telah
mengalami pelapukan lanjut.
Iklim di Wonogiri dan sekitarnya memiliki jumlah bulan basah (> 200
mm/th) adalah 4 - 9 bulan rata-rata 6,8 bulan, bulan kering ( < 100 mm/th) 4,8 bulan,
sehingga nilai Q (Schmindt-Ferguson) 77,42 % dan dengan demikian tergolong beriklim
sedang. Wonogiri merupakan daerah tropis yang memiliki 2 musim yaitu penghujan dan
kemarau dengan temperatur suhu udara 24 - 32 oC. Data tentang curah hujan untuk
seluruh kecamatan (24) yang ada di Wonogiri dapat dilihat pada Lampiran 3.
C. Biofisik DTW WonogiriJenis penggunaan lahan di Wonogiri untuk areal seluas 182.236 hektar, antara
lain : Sawah (30.292 ha/16,62%), Tegal (61.131 ha/33,54 %), Pekarangan
(36.775/20,18%), Hutan Negara (33.356 ha/18,30%), Lain-lain penggunaan (20.682
ha/11,35%). Penyebaran jenis penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 2, yang
merupakan liputan citra Landsat 5 TM.
Penetapan titik lokasi sampel beberapa penggunaan lahan dilakukan secara
tepat dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) untuk memastikan letak
koordinat masing-masing sampel. Hasil dari pengukuran beberapa sampel penggunaan
lahan disajikan pada Lampiran 9.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
30/55
30
Gambar 2. Citra Landsat 5 TM Liputan Juli 1994, DTW Waduk Gajah Mungkur
Kabupaten Wonogiri.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
31/55
31
Variasi penutupan lahan di DTW Wonogiri tergantung dari beberapa faktor
biofisik dan iklim (Pedoklimat) antara lain :
a. Musim : yaitu antara musim kemarau dan musim penghujan, khususnya untuk
tanaman semusim berbeda, sedangkan untuk tanaman tahunan pada musim kemarau
sering meranggas dan pada musim penghujan tampak hijau. Pada lahan berbatuan
pada jenis tanah Entisol maka pada musim kemarau batuan muncul ke permukaan
sedangkan pada musim penghujan ditutupi oleh tanaman bawah dan sejenis lumut.
b. Formasi batuan : formasi batuan pada pegunungan selatan yang terdiri dari batuan
kapur (Limestone dan Oolitik limestone) penutupannya didominasi oleh tanaman jati
atau tanaman jenis lain yang meminta persyaratan tingkat kebasaan tinggi. Batuan
Konglomerat dan Breksi yang merupakan kumpulan batuan vulkanik yang relatif
belum melapuk ditumbuhi tanaman yang kurang memiliki nilai komoditi tinggi,
karena solum tanah yang dangkal dan tanah relatif kurang unsur hara, misalnya
Gmelina. Batuan vulkanik yang telah mengalami pelapukan lanjut cukup produktif
untuk tanaman semusim dan biasanya terdapat pada daerah dataran.
c. Bentuk Lahan : Variasi bentuk lahan juga berpengaruh terhadap variasi jenis
penutupan lahan, yaitu dari pegunungan sampai dataran. Pegunungan biasanya
didominasi oleh tanaman tahunan atau agroforestry dan dalam kondisi relatif tertutup.
Pada daerah perbukitan sudah mulai adanya tanaman semusim berupa polong-
polongan dan juga padi tadah hujan atau irigasi setengah teknis. Pada daerah Alluvial
dan Colluvial relatif subur dan biasa ditanami tanaman semusim dengan sistem
agroforestry dan relatif terbuka. Selanjutnya pada daerah dataran sebagian besar
ditanami padi sawah dengan irigasi teknis maupun dari pompa air.
d. Jenis Tanah : jenis tanah yang dapat ditemui di Wonogiri menurut Soil Taxonomy
(1992) antara lain meliputi Ultisol, Entisol, Inceptisol, Vertisol, dan sedikit Mollisol.
Ultisol merupakan tanah yang relatif masam dengan ketebalan tanah yang cukup
dalam, biasa ditanami dengan tanaman Mahoni, Sonokeling dll tanaman keras.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
32/55
32
Entisol walaupun solumnya dangkal di Wonogiri sebagian diusahakan untuk tegalan
dengan bermacam-macam tanaman semusim dalam sistem agroforestry (Ao).
Inceptisol biasa terdapat pada pekarangan dan persawahan dengan tanaman padi
sawah dan campuran tanaman pekarangan (Ap). Vertisol biasa diusahakan untuk
buah-buahan dan sebagian juga disawahkan (Si). Mollisol hanya terdapat di
Batuwarno dengan Subordo Rendoll merupakan tanah berkapur yang cocok untuk
tanaman jati (Ht).
1. Morfometri DTW Wonogiri
a. Bentuk Lahan : dataran, alluvial-colluvial, berbukit sampai bergunung dengan
fisiografi dari dataran, berombak, bergelombang, berbukit kecil sampai bergunung
dengan kemiringan lereng bervariasi dari datar sampai sangat curam. Pada daerah
puncak terdapat batuan singkapan vulkanik (utara) dan batuan kapur (selatan).
b. Tanah : Ultisol, Inceptisol, Entisol, Grumusol dan Mollisol dengan kedalaman tanah
dan regolit bervariasi dari sangat dangkal (< 10 cm) sampai sangat dalam (> 90/ >
200 cm). Warna tanah coklat, merah dan hitam dengan tekstur dari sedang sampai
sangat halus dan struktur granular sampai blocky. Kemasaman tanah dari masam
(Entisol) sampai netral (Inceptisol atau tanah sawah).
c. Batuan : Berupa batuan vulkanik dari yang belum melapuk sampai melapuk lanjut
dengan tingkat kekerasan keras sampai lunak. Erosi pada daerah puncak bukit berupa
Landslide dan longsoran, selanjutnya pada tanah Ultisol dengan kandungan liat tipe 1
: 1 (Hematit, Ilit, Helmit dan Kaolinit) berupa erosi Alur dan Jurang, sedangkan pada
daerah yang miring terdapat erosi permukaan.
d. Konservasi Tanah : sebagian besar telah berteras berupa teras bangku (miring
keluar, miring kedalam dan datar) serta teras gulud.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
33/55
33
Keadaan gambaran secara umum dari citra satelit dapat dilihat pada Gambar
3 yang merupakan citra Landsat 5 TM Liputan Tahun 1997 pada DTW Wonogiri.
Dimana pada daerah timur waduk terdapat 3 Sub DAS yaitu : Keduang, Wiroko dan
Temon, sedangkan sebelah barat waduk Sub DAS Wuryantoro dan Alang-Unggahan.
Beberapa titik kontrol lapangan dapat dilihat pada Lampiran 10, sedangkan kondisi fisik
lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
34/55
34
Gambar 3. Citra Landsat 5 TM Liputan 1997 di Sub DAS Keduang
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
35/55
Tabel 5. Kondisi Fisik Lahan DTW Waduk Gajah Mungkur
PARAMETER UTARA SELATAN BARAT
Lokasi (Kecamatan) Manyaran, Wonogiri Praci, Baturetno Eromoko, Wuryantor
1. Bentuk Lahan Dataran dan perbukitan,fisiografi berombak-
bergelombang
Gunung, deretanpegunungan fisiografi
berbukit - bergunung
Bukit, fisiografibergelombang - berbu
2. Batuan Vulkanik denganpelapukan belum lanjut
dengan susunan batuan
sandstone, trast, danclaystone
Batu kapur dan batuvulkanik yang belum
mengalami pelapukan,
dengan susunan batuanLimestone, Oolitik
limestone, breksi dan
aglomerat
Batu vulkanik belummengalami pelapukan
lanjut dengan susunan
batuan sandstone, brekdan konglomerat
3. Tanah Inceptisopls Entisols Entisols dan Inceptiso
4. Lereng A - C (0 - 15%) G - I (45 - > 85%) D-F (15 - 45 %) 5. Erosi diabaikan sampai sheet
erosion
sheet erosion sampai ril
erosion
ril erosion dan sedikit
gully erosion tingkat
ringan
6. Teras Teras bangku dengan
tampingan sedikitrumput dengan kondisi
teras bagus
Teras miring keluar
dengan tampingan daribatuan permukaan
dengan kondisi sedang
Teras miring keluar
dengan tampinganberumput cukup pada
kondisi relatif bagus
7. Land Use Relatif tertutup rapat
dengan berbagai variasitanaman pada hutan
rakyat/hutankemasyarakatan
Kondisi agak terbuka
karena hutan agak jarangdan penduduk serta
tanaman pekarangantidak begitu rapat
Tanaman agak rapat d
didominasi juga tanamhutan milik perhutani
serta kombinasi dengatanaman hutan rakyat
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
36/55
36
2. Karakteristik Fisik Lahan DTW Wonogiri
Pembagian beberapa Sub DAS di DAS Solo Hulu ada 5 yaitu Sub DAS
Keduang, Wiroko, Temon, Wuryantoro, dan Alang-Unggahan. Masing-masing ke lima
Sub DAS tersebut memiliki morfometri yang berbeda satu dengan lainnya. Dengan
susunan sifat fisik tanah dan formasi beberapa batuan penyusunnya yang berbeda maka
akan berakibat pada pola tanam dan hasil air yang berbeda pula. Karakteristik untuk ke
lima Sub DAS tersebut dapat ditabulasikan seperti pada Tabel 6.
Kondisi lahan dan formasi batuan masing-masing Sub DAS yang berbeda
maka akan menyumbangkan erosi yang berbeda pula, dapat diurutkan penyumbang erosi
dan sedimen yang terbesar adalah : Keduang > Wiroko > Temon > Wuryantoro > Alang-
Unggahan. Kondisi Sub DAS Keduang hampir tidak mungkin untuk dilakukan
pencegahan besar-besaran agar tanah tertahan tidak banyak yang terangkut ke bawah, hal
tersebut berkenaan dengan sifat fisik tanah. Tanah di Sub DAS Keduang yang sebagian
besar Oxisol sangat potensial sekali terjadi erosi hal tersebut berkenaan sifat tanah yang
labil karena perkembangan struktur tanah lemah, tekstur tanah liat dengan kandungan liat
tipe 1 : 1 dan sebagian tipe 2 : 1 yang terjadi kembang kerut pada saat perubahan musim.
Pencegahan sumbangan sedimen dari Sub DAS-Sub DAS bagian timur DTW Wonogiri
hanya dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan bangunan fisik teknis yang sifatnya
permanen atau vegetasi pun juga yang relatif permanen (tanaman tahunan).
Berbeda dengan kondisi Sub DAS bagian barat DTW Wonogiri relatif sedikit
memberikan sumbangan erosi, yaitu hanya yang berasal dari sekitar green beltdan dari
Wuryantoro. Sehingga air yang berasal dari barat tidak membawa sedimen partikel
tanah yang terangkut dalam jumlah banyak, karena sebagian besar sudah meresap
kedalam tanah seperti di daerah Alang-Unggahan. Sedangkan dari tingkat kekeruhan air
yang masuk ke waduk, Wuryantoro hanya sedikit sekali menyumbangkan sedimen dari
hasil erosi, sehingga air keluaran tidak terlalu keruh. Hal tersebut berkenaan dengan sifat
tanah dan formasi geologi dari kondisi kedua Sub DAS di daerah barat DTW Wonogiri
tersebut.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
37/55
Tabel 6. Morfometri atau Kondisi Fisik Tanah dan Batuan pada 5 Sub DAS di DTW Wonogiri
Sub DAS Formasi Batuan Sifat Fisik Tan
Kemiringan Ler
1. Keduang Batuan Vulkanik yang telahmengalami pelapukan lanjut terdiridari batuan breksi vulkanik, lava,tufa, termasuk colluvial dan
tercampur dengan tephra
Tanah sebagian berwarna merah denganmendominasi sebagian besar lahan. Seb
sedikit Entisol atau jenis tanah yang lainsedimen yang terbesar, karena lereng ya
labil dan mudah tererosi.
2. Wiroko Batuan vulkanik yang sebagian telahmelapuk dan sebagian lagi belummengalami pelapukan lanjut terdiri
dari agglomerat breksi volkanik,
lava, tufa dengan pelapukan ringan
sampai lanjut
Batuan vulkanik yang mudah melapuk d
hulu merupakan penyumbang erosi permNamun di Wiroko tidak sebesar di Kedu
daerah yang terdiri dari susunan batuan
mengalami pelapukan lanjut. Disampin
curam dan tanah relatif stabil.3. Temon Campuran batu kapur (Limestone
atau Oolitik) dan batuan vulkanikbreksi, kongklomerat dan aglomerat
Batu kapur yang diusahakan oleh pendu
lahan pertanian, yaitu selain batu di ambbakarnya diambil dari kayu bakar tanam
lahan tersebut sangat cocok untuk tanam
lainnya.
4. Wuryantoro Batu vulkanik pelapukan lanjut dansedikit batu kapur yang terletak di
permukaan tanah
Inceptisol mendominir Wuryantoro dengakan bahan organik dan relatif tidak mu
subur karena tanah tidak terlalu miring
5. Alang-Unggahan Hampir sebagian besar terdiri daribatu kapur (Limestone) dan
didominasi Oolitik limestone
Tanah kapur dengan jenis kapur yang be
menyebabkan daerah tersebut memiliki
Dengan demikian air meresap ke bawahrelatif kecil, sehingga airnya tidak keruh
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
38/55
38
3. Letak Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS)
Stasiun yang di pasang untuk DTW Wonogiri dan masuk kedalam DAS Solo
Hulu ada 9 Sub DAS, yaitu meliputi 4 Sub DAS besar yang dibangun tahun 1991 dan 5
Sub DAS Kecil yang dibangun tahun 1975 , yaitu : Temon, Alang, Wuryantoro, Keduang
(Sub DAS Kecil) dan Plawatan, Duren, Wader, Gobeh, Kali wungu (Sub DAS besar).
Letak masing-masing SPAS terletak pada koordinat geografis seperti pada Lampiran 11.
Data air untuk sembilan SPAS yang masuk pada DTW Wonogiri dalam rangka
membandingkan perubahan Land Use dari deteksi citra satelit, maka perlu ditampilkan
perkembangan data air (Tinggi Muka Air, Suspensi, dan Beban dasar) selama kurun
waktu satu dekade.
4. Reboisasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT)
Beberapa kegiatan Dinas PKT (Perhutanan dan Konservasi Tanah) pada tahun
1994 yang dimungkinkan dapat dikaitkan dengan kegiatan penginderaan jauh pada tahun
1997 antara lain :
a) Rehabilitasi teras (469,364 ha), di kecamatan Slogohima, Eromoko, Pracimantoro,
Giritontro, Giriwoyo, dan Batuwarno
b) Hutan kemasyarakatan (450 ha), di kecamatan Giritontro, Pracimantoro, Jatiroto,
Manyaran, Sidoharjo, Giriwoyo, Eromoko.
c) Pemeliharaan Dam penahan (32 unit), di kecamatan Ngadirojo, Sidoharjo, Girimarto,
Jatipurno, Jatisrono, Jatiroto, Wuryantoro, Eromoko, Pracimantoro, Tirtomoyo
d) Pemeliharaan ujung jurang (50 unit), di kecamatan Wuryantoro, Girimarto, Jatisrono
(J. besar), Ngadirojo, Sidoharjo, Pracimantoro, Jatiroto (J.kecil)
e) Pemeliharaan streambank protection (1.494 m), di kecamatan Ngadirojo, Sidoharjo,
Jatiroto, Batuwarno, Eromoko, Nguntoronadi, Tirtomoyo
f) Pemeliharaan road side protectian (9.510 m), di kecamatan Girimarto, Jatisrono,
Slogohimo, Wuryantoro, Manyaran, Jatiroto, Jatipuro, Nguntoronadi.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
39/55
39
D. Perubahan Kondisi Sub DAS Keduang
1. Luas Perubahan Penutupan Lahan
Luas perubahan penutupan lahan dari tahun 1982 sampai 1997 untuk seluruh
Sub DAS Keduang dapat dilihat pada Tabel 7. Penurunan luasan untuk penutupan lahanhutan (H) dan tegalan (U) masing-masing seluas 5833,8 dan 7768,2 ha, sebaliknya
penambahan luasan terjadi pada penutupan lahan agroforestry (A) = 3272, 1 ha, Sawah
(S) = 4489,9 ha, lahan tandus (T) = 5747,2 ha, dan Bero (B) = 92,7 ha. Peta Sub Das
Keduang dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Tabel 7. Luas Perubahan Penutupan Lahan
Penggunaan Luas (ha) Prosentase (%) BEDALahan 1982 1997 1982 1997 Luas (ha) %
A Agroforestry 354,2 3.626,3 0,86 8,76 3.272,1 7.90
H Hutan 17.281,9 11.448,1 41,73 27,64 - 5.833,8 -14.09
S Sawah 1.667,7 6.157,6 4,03 14,87 4.489,9 10.84
T Tandus/Marginal 836,1 6.583,3 2,02 15,90 5.747,2 13.88
U Tegalan 19.226,6 11.458,4 46,42 27,67 -7.768,2 -18.76
B Bero/Terbuka 0 92,7 0,00 0,22 92,7 0.22
W Waduk 2.048,8 2.048,8 4,95 4,95 0,0 0.00
TOTAL 41.415,3 41.415,2 100,00 100,00 0,0 0.00
Keterangan : (-) : terjadi penurunan luas
Perubahan luasan dari hutan seluas 17.281,9 hektar menjadi 1.448,1 hektar (-
14,09 %), begitu juga tegalan turun dari 19.226,6 hektar menjadi 11.458,4 ha (-18,76%).
Penambahan luasan untuk agroforestry dari 354,2 menjadi 3.626,3 ha (7,9%), Sawah dari
1.667,7 menjadi 6.157,6 ha (10,84%), lahan tandus dari 836,1 menjadi 6.583,3 ha
(13,88%), dan lahan bero dari tidak ada menjadi 92,7 hektar (0,22%).
Penurunan luasan penutupan lahan tersebut karena beralihnya tanaman kayu
dari hutan ke tegal.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
40/55
40
Gambar 4. Peta Unit Lahan Sub DAS Keduang dari Data Hard Copy Citra Landsat
Tahun 1982.
Gambar 5. Peta Unit Lahan Sub DAS Keduang dari Data Soft Copy Citra Landsat
Tahun 1997.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
41/55
41
Sedangkan penambahan luasan penutupan lahan terkait dengan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pengelolaan lahan secara optimal dan proporsional sesuai
dengan kemampuan dan kesesuaian lahan. Sebagai contoh untuk lahan miring yang tidak
sesuai lagi untuk tegalan beralih ke tanaman keras dalam bentuk agroforestry. Tanah
yang miring jika diteras dan ketersediaan air cukup dapat diupayakan untuk persawahan
karena memiliki hasil produksi dengan nilai jual tinggi sesuai kebutuhan masyarakat
dengan adanya peningkatan penduduk. Tegalan sebagian besar beralih ke padi gogo
setelah adanya teras atau padi sawah pada saat saluran irigasi telah dibangun.
Sedangkan penambahan luasan agroforestry berupa tanaman kayu yang
ditanam pada tegalan yaitu karena meningkatnya kesadaran dan juga dampak dari
penghijauan. Peningkatan lahan sawah karena meningkatnya kebutuhan penduduk akan
padi, disamping adanya upaya rehabilitasi teras dan adanya saluran irigasi.
Prosentase penurunan penutupan lahan hutan dan tegalan masing-masing
sebesar 14,09 % dan 18,76 %. Sebaliknya penambahan penutupan lahan untuk
agroforestry (7,9%), sawah (10,84%), lahan tandus (13,87%) dan semak belukar (0,22%).
Sedangkan waduk seluas 2.048,8 hektar yang dimaksud disini meliputi areal diluar
catchment Sub DAS Keduang disamping juga areal yang tergenang air waduk, tidak
mengalami perubahan.
Pertambahan luasan penutupan lahan agroforestry, sawah, lahan tandus dan
bero sebesar 32,8 % semuanya diambilkan dari adanya penurunan luasan hutan dan
tegalan masing-masing 14,1% dan 18,7%. Hal tersebut terjadi perubahan penutupan
lahan pada bagian atas (daerah hutan) ke bagian tengah berupa agroforestry, yang
mengindikasikan bahwa penghijauan pada DAS sudah merambah pada lahan milik
petani. Tapi hal tersebut akan lebih baik jika Perum Perhutani meningkatkan
pengamanan hutan agar tidak terjadi pencurian kayu atau penebangan liar (ilegal).
Apalagi dengan adanya ijin PAS kayu milik petani yang dikeluarkan oleh Dinas PKT
setempat, maka dimungkinkan akan ada peluang kayu ilegal dari kawasan hutan dapat
diikutsertakan dalam ijin keluar kayu milik penduduk. Perubahan penurunan luasan
penggunaan lahan akan diikuti oleh penambahan luasan penggunaan lahan dengan
prosentase secara total sama yaitu terjadi pergeseran sejumlah 32,8 %.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
42/55
42
2. Luas Perubahan Masing-masing Tipe Penggunaan Lahan
Perubahan pada setiap unit penggunaan lahan berbeda dengan perubahan
untuk seluruh DAS dalam hal distribusinya, begitu juga tingkat akurasinya berbeda (lihat
Tabel 8). Dimana untuk masing-masing unit penggunaan lahan dimungkinkan adanya
beberapa kesalahan :
- kesalahan dalam penggabungan untuk batas penggunaan lahan tidak
selaras antara tahun 1982 dengan 1997.
- Kesalahan pada perbedaan musim atau rotasi penanaman
- Penutupan lahan hanya dimunculkan yang dominan saja, sedangkan yang
tambahan tidak dimasukkan sementara setiap musim tanam atau rotasi
penanaman terjadi pergeseran dominasi jenis penggunaan lahan. Sebagai
contoh sawah tadah hujan dengan tegalan (tanaman hortikultura) saling
berganti.
Sedangkan perubahan penutupan lahan dalam satu DAS relatif dekat dengan perubahan
Debit dan Sedimen DAS, dimana semakin rapat penutupan lahan oleh vegetasi maka
kontinyutas dan kualitas air semakin baik begitu juga sedimen menurun. Demikian juga
sebaliknya yaitu dengan terbukanya lahan maka sedimen akan semakin meningkat dan
kualitas serta kontinyuitas semakin menurun.
Tabel 8. Luas Perubahan Masing-masing Tipe Penggunaan Lahan
1982\97 Land Use A B H S T U W 1982
A Agroforestry 0.0 0.0 275.0 79.0 0.0 0.2 0 354.2
B Bero/Terbuka 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0 0.0
H Hutan 977.5 40.8 9027.5 1365.7 3398.8 2471.8 0 17281.9
S Sawah 19.9 0.0 647.3 310.2 690.3 0.0 0 1667.7
T Tandus 14.6 0.0 16.0 0.0 805.5 0.0 0 836.1
U Tegalan 2614.3 52.0 1482.4 4402.8 1688.7 8986.4 0 19226.6
W Waduk 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2048.8 2048.8
Total 1997 3626.3 92.7 11448.1 6157.6 6583.3 11458.4 2048.8 41415.2
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
43/55
43
Total penggunaan masing-masing penutupan lahan tahun 1982 adalah
agroforestry (354,2 ha), hutan (17.281,9 ha), sawah (1.667,7 ha), tandus (836,1 ha), dan
tegalan (19.226,6 ha).
Masing-masing tipe penggunaan lahan berubah untuk agroforestry (354,2 ha)
menjadi hutan (275 ha), sawah (79 ha), dan tegalan (0,2 ha). Hutan (17281,9 ha) berubah
menjadi agroforestry (977,5 ha), bero (40,8 ha), hutan (9027,5 ha), sawah (1365,7 ha),
tandus (3398,8 ha) dan tegalan (2471,8 ha). Sawah (1667,7 ha) berubah menjadi
agroforestry (19,9 ha), hutan (647,3 ha), tetap sawah (310,2 ha), tandus (690,3 ha).
Lahan tandus (836,1 ha) berubah menjadi agroforestry (14,6 ha), hutan (16 ha), tandus
(805,5 ha). Terakhir tegalan (19226,6 ha) berubah menjadi agroforestry (2.614,3 ha),
bero (52 ha), hutan (1.482,4 ha), sawah (4.402,8 ha), tandus (8986,4 ha) dan tetap tegalan(1.688,7 ha).
Prosentase perubahan masing-masing tipe penggunaan lahan dapat dilihat
pada Tabel 9. Hampir sebagian besar mengalami pergeseran perubahan penggunaan
lahan, hanya sebagian kecil yang relatif tetap yaitu pada penggunaan lahan hutan, lahan
tandus, dan tegalan.
Tabel 9. Prosentase Perubahan Masing-masing Tipe Penggunaan Lahan
1982\97 Land Use A B H S T U W Th.1982
A Agroforestry 0.00 0.00 0.66 0.19 0.00 0.00 0.00 0.86
B Bero/Terbuka 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
H Hutan 2.36 0.10 21.80 3.30 8.21 5.97 0.00 41.73
S Sawah 0.05 0.00 1.56 0.75 1.67 0.00 0.00 4.03
T Tandus 0.04 0.00 0.04 0.00 1.94 0.00 0.00 2.02
U Tegalan 6.31 0.13 3.58 10.63 4.08 21.70 0.00 46.42
W Waduk 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.95 4.95
Total 1997 8.76 0.22 27.64 14.87 15.90 27.67 4.95 100.00
Perubahan agroforestry menjadi hutan karena tanaman reboisasi yang telah
rapat dalam kurun waktu 5 tahun. Sehingga kenampakannya pada citra satelit sama
dengan kenampakan untuk kategori hutan. Selanjutnya untuk sawah berubah menjadi
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
44/55
44
tegalan (41,4 ha), dimana perubahan tersebut disebabkan oleh tanah sawah yang tidak
cukup air, sehingga dijadikan tegalan atau terjadinya perubahan rotasi tanam antara
sawah tadah hujan dengan tanaman hortikultura (jagung, kacang-kacangan, dll).
Prosentase perubahan penutupan lahan per tipe penggunaan lahan tahun 1982
1997, dimana sebagian besar tetap sedangkan yang mengalami perubahan besar-
besaran adalah pada penggunaan lahan agroforestry, yaitu sebagian besar berubah
menjadi hutan.
Agroforestry sebagian besar berubah menjadi hutan (77,7%), lainnya menjadi
sawah (22,3%), dan tegalan (0,1%). Hutan sebagian tetap hutan (52,2%), sedangkan
yang lainnya berturut-turut berubah dari yang terbesar yaitu tegalan (14,3%), sawah
(7,9%), agroforestry (5,7%), bero (0,2%) dan tandus (19,7%). Sawah sebagian besar
berubah menjadi tegalan (41,4%), hutan (38,81%), tetap sawah (18,6%), sedang lainnya
menjadi agroforestry (1,2%). Lahan tandus sebagian besar tetap tandus (96,2%)
sedangkan lainnya berubah menjadi agroforestry (1,7%) dan hutan (1,2%). Selanjutnya
tegalan sebagian besar tetap tegalan (46,7%), sedang lainnya berubah menjadi bero
(8,8%), sawah (22,9%), hutan (0,3%), dan agroforestry (13,6%).
3. Curah Hujan Sub DAS Keduang
Data hidrologi untuk Sub DAS Keduang selama 8 tahun pengamatan (1982-
1999) dapat dilihat pada Tabel 10, yaitu meliputi parameter hujan, debit, debit
maksimum, debit minimum dan sedimen.
Tabel 10. Data Hidrologi di Sub DAS Keduang Selama Delapan Tahun
Parameter Tahun Pengamatan di Sub DAS Keduang RERATA
Hidrologi 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 8 Tahun
Hujan (mm) 5271 4427 3499 5130 4043 3449 5404 4522 4468.13
Debit (m3/det) 4786 3969 2854 4175 4183 2122 2417 2601 3388.38
Debit maks (m3/det) 47.1 1529.0 25.4 25.4 23.4 23.2 45.7 36.6 219.48
Debit min (m3/det) 0.35 0.01 2.82 0.18 1.47 1.78 0.50 0.97 1.01
Sedimen (ton/ha) 20.0 268.7 24.0 0.0 5.2 5.4 48.4 54.1 53.23
Sumber : Kelti Hidrologi, BTPDAS Surakarta
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
45/55
45
Selama delapan tahun pengamatan dapat dilihat bahwa terjadi puncak hujan
pada fluktuasi tiga tahunan, yaitu tahun 1992, 1995 dan 1998. Sebaliknya curah hujan
terendah pada tahun 1994 dan 1997. Tinggi hujan tertinggi pada tahun 1998 (5404 mm)
dan terendah tahun 1997 (3449 mm). Curah hujan tertinggi tidak selalu diikuti dengan
sedimen dan debit yang tinggi pula. Pengaruh hujan lebih ditentukan dari intensitas dan
penyebaran hujan untuk menimbulkan erosi atau sedimentasi pada kejadian hujan saat
itu. Sedangkan debit sungai lebih ditentukan dari curah hujan yang terjadi pada tahun
lalu yang telah disimpan kedalam tanah dan keluar dalam bentuk mata air atau ground
water.
Fluktuasi hujan tahunan dapat dilihat pada Gambar 6, dimana selalu ada
kecenderungan bentuk grafik yang sama yaitu curah hujan tinggi pada awal dan akhir
tahun, selanjutnya rendah pada pertengahan tahun (pada saat musim kemarau). Beberapa
tahun (1991, 1994, 1996, dan 1997) pada pertengahan tahun tidak ada hujan sama sekali.
Disamping data tahunan untuk curah hujan juga dapat dilihat tinggi hujan
maksimum setiap bulanannya untuk pengamatan selama 7 tahun (1991-1997) pada Tabel
11. Dimana curah hujan maksimum mengindikasikan selain maksimum hujan juga ada
tidaknya hujan bulan tertentu pada tahun pengamatan berjalan.
Tabel 11. Curah Hujan Maksimum (mm)
THN JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGS SEP OKT NOP DES
1991 56 60 33 44 32 25 - - 23 9 44 60
1982 81 83 67 47 37 56 42 57 50 50 28 82
1993 95 125 118 150 53 72 5 7 10 35 103 111
1994 153 82 65 43 - - - - - 20 57 128
1995 68 166 92 113 18 40 47 31 39 75 223 133
1996 102 119 168 64 64 23 - 39 32 70 92 83
1997 178 167 116 70 103 23 - - - 10 40 170
Sumber : Kelti Hidrologi, BTPDAS Surakarta
Sepanjang tahun hampir setiap bulannya selalu ada hujan kecuali pada
fluktuasi tahun pada saat terendah yaitu tahun 1994 dan 1997 ada bulan tertentu yang
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
46/55
46
tidak hujan sama sekali yaitu masing-masing tahun 1994 (bulan Mei sampai September)
dan tahun 1997 (bulan Juli sampai September).
Gambar 6. Curah Hujan Maksimum Tahun 1991-1997 di Sub DAS Keduang
4. Debit Sub DAS Keduang
Debit sungai yang masuk Sub DAS Keduang dengan luas catchment 41415,3
hektar selama tujuh tahun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Debit Maksimum Selama Tujuh Tahun di Sub DAS Keduang
THN JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGS SEP OKT NOP DES
1991 417,3 436,8 50,1 545,2 66,2 1,0 0,7 0,5 6,9 4,9 111,0 194,3
1992 274,5 390,3 471,2 413,8 46,9 1,0 0,7 377,0 127,4 100,2 221,9 174,5
1993 301,0 622,0 371,0 15,3 117,0 40,3 2,4 1,8 0,7 0,8 65,4 224,0
1994 19,6 19,0 25,4 15,8 9,5 7,5 4,6 4,6 4,2 4,6 6,9 10,2
1995 18,2 22,1 25,4 18,0 8,8 10,8 5,2 5,3 5,8 12,8 22,8 21,1
1996 18,6 23,4 18,4 15,5 7,1 4,6 7,2 11,9 14,7 13,6 18,5 20,9
1997 16,2 17,6 16,6 15,1 11,9 23,2 3,0 2,8 2,6 2,6 11,1 12,8
0
50
100
150
200
250
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997
Tahun Pengamatan
C
urahHujanTerbesar(mm)
JAN FEB M AR
APR M EI JUNI
JULI AG S SEP
OKT NO P DES
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
47/55
47
Debit maksimum sungai setiap bulannya dari tahun 1991 sampai 1993 relatif
tinggi, sedangkan mulai tahun 1994 sampai 1997 relatif rendah. Sedangkan total
setahunnya tidak berbeda jauh dengan fluktuasi hujan yaitu pada saat hujan tinggi maka
debit sungai juga tinggi, atau pada saat debit rendah maka total hujan tahunan juga
rendah (Gambar 7).
Gambar 7. Debit Maksimum Bulanan dari Tahun 1991-1997
5. Sedimen Sub DAS Keduang
Total sedimen tahunan selama delapan tahun pengamatan tidak selalu selaras
dengan debit air, hal tersebut terkait dengan puncak debit setiap bulannya atau juga oleh
pengaruh perubahan penutupan lahan. Semakin rapat penutupan lahan, maka akan
semakin menurun hasil sedimen, karena sebagian besar partikel tanah tidak mudah larut
atau tererosi (Gambar 8).
0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7
T a h u n P e n g a m a t a n
DebitM
aksimum(m3/det)
J A N F E B
M A R A P R
M E I J U N I
J U L I A G S
S E P O K T
N O P D E S
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
48/55
48
Gambar 8. Hujan, Debit dan Hasil Sedimen Tahun 1992-1997 di Sub DAS Keduang
Begitu juga total hujan tahunan tidak selalu menghasilkan debit air yang
selaras, namun untuk debit sungai terjadi keselarasan dengan total hujan tahunan.
Dimana dengan meningkatnya total hujan maka debit juga akan meningkat. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa dengan tingginya hujan dan diikutinya debit sungai maka
menunjukkan bahwa perubahan penutupan lahan tidak berpengaruh besar terhadap
kapasitas tanah memegang air.
Perubahan penutupan lahan tidak berpengaruh besar terhadap perubahan
debit, karena penurunan hutan pada daerah hulu digantikan oleh penambahan sawah dan
agroforestry. Namun pengaruh tersebut tetap ada kalau dilihat debit tertinggi tahun 1982
(4786 m3/det) dan terendah (2121 m3/det), terjadi akibat peningkatan penutupan lahan
pada kegiatan reboisasi dan perbaikan teras pada kegiatan rehabilitasi teras. Seharusnya
dengan perubahan penutupan lahan maka debit sungai akan menurun, sebab air
digunakan untuk kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan dan transpirasi serta
fotosintesis, disamping ada juga yang hilang karena evapotranspirasi dari tanah.
5271
4427
3499
5130
3449
5404
4522
4786
3969
2854
4175
2122
24172601
4043
4183
20.0
268.7
24.0
0. 05.2 5.4
48.454.1
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999
T a h u n P e n g a m a t a n
Hujan+Debit
0. 0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
300.0
HasilSedimen
Hujan (mm)De bi t (m3/det )
Hasi l sedime n (kw/ha)
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
49/55
49
Data perubahan penutupan lahan kaitannya dengan data hujan dan debit
sungai dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Prosentase Perubahan Hujan, Debit dan Penutupan Lahan Tahun 1992-1997
Perubahan penutupan lahan berpengaruh terhadap perubahan sedimen tetapi
tidak selalu selaras, dimana dari tahun 1982 sampai 1997 dengan adanya perubahan
penutupan lahan tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap sedimen. Sebaliknya pada
tahun 1993 sedimen mengalami puncak tertinggi sebesar 268,7 ton/ha. Setelah tahun
1997 sedimen juga mengalami peningkatan lagi yaitu sebesar 48,4 ton/ha (1998) dan 54,1
ton/ha (1999).
Curah hujan yang jatuh untuk tahun yang sama tidak berpengaruh langsung
terhadap debit sungai, artinya curah hujan antara tahun 1982 dengan 1997 hampir sama
tapi debit yang dihasilkan tahun 1997 lebih kecil dibandingkan tahun 1982. Hal tersebut
terkait juga dengan prosentase penutupan lahan, dimana pada tahun 1997 relatif rapat
dengan tanaman dibandingkan dengan tahun 1982 yang masih jarang tanaman. Misalnya
untuk agroforestry tahun 1997 (91,1 %) lebih luas dari pada tahun 1982 (8,9 %), hal
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Hujan
Max
Debit
Max
Agrof
orest
Hutan
Sawah
Tand
us
Tegalan Be
ra
Wad
uk
Hujan, Debit & Penutupan Lahan
Prosentase(%)
19971992
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
50/55
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
51/55
51
VI. KESIMPULAN
Hasil evaluasi kondisi DAS dengan penginderaan jauh di DTW Wonogiri
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kegiatan RLKT tidak semuanya dapat dipantau dengan citra satelit, karena letak dari
lokasi penelitian yang menyebar dan tidak mengumpul untuk satu luasan yang
representatif untuk persyaratan minimal analisis citra satelit (100 piksel atau kurang
lebih 1 hektar).
2. Dampak dari kegiatan RLKT yang masih memungkinkan untuk dipantau dengan citra
satelit yang ditunjukkan dari hasil analisis berupa perubahan penutupan lahan yang
membaik dari tahun ke tahun, hal tersebut mengindikasikan bahwa kegiatan RLKT
berdampak positif bagi petani dan lingkungannya.
3. Penggunaan metode analisis citra satelit dengan cetak kertas maupun data dijital
tergantung dari kesiapan SDM dan perangkat teknologi, dimana pada kegiatan analisis
penutupan lahan di DTW Wonogiri khususnya di Sub DAS Keduang dapat dipilih
salah satu metode tersebut.
4. Hasil evaluasi dengan citra satelit untuk perubahan penutupan lahan terkait langsung
dengan perubahan debit dan sedimen yaitu dengan terjadinya penurunan luas tegal dan
hutan akan berakibat pada penurunan debit dan hasil sedimen.
Saran untuk kegiatan evaluasi penutupan lahan DAS layak dikembangkan
metode analisis citra satelit dengan cetak kertas (hard copy) dengan pertimbangan karena
relatif murah dan tidak terlalu rumit, sehingga tidak memerlukan SDM berkualitas dan
teknologi yang canggih.
Pada masa yang akan datang agar kegiatan lebih terpadu yaitu dengan
mengaitkan dari berbagai disiplin ilmu yang terkait, antara lain :
a. Hidrologi, untuk melihat kontinyuitas, kualitas, dan kuantitas hasil air
untuk kurun waktu yang panjang.
b. Kegiatan sosial ekonomi, untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat
petani apakah karena kegiatan RLKT atau lebih banyak disebabkan oleh
hasil dari urbanisasi.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
52/55
52
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas, 1995. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Jakarta.
Departemen Kehutanan, 1997. Buku Pintar Kehutanan Penyuluhan Kehutanan.Dep.Hut., Pusat Penyuluhan Kehutanan, Kaliurang.
Ditjen Pertanian, 1994. Tata Cara Pengumpulan Data Pertanian, Ditjen PertanianTanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta.
Elsie, M.J. and R.A. Zuidan, 1998. Remote Sensing Synergism and Geographical Information System for Desertification Analysis : an example from northwestPatagonia, Argentina, ITC Journal 1998 : 134.
Fletcher, J.R., 1990. Land Resources Survey of The Wiroko Sub Watershed. Upper Solo
Watershed, Central Java. Indonesia.
Girard, M.C. nd M.C. Girard, 1989. Tldtection Applique Zones Tempres etIntertropicales. Collection Sciences Agronomiques, Masson. Paris. France.
Gregor, K.J. and D.E. Walling, 1976. Drainage Basin Form and process A GramorPhological Approach. Fletcher and Son Ltd. Norwiel.
Jessen, M.R., 1992. Land Resources Survey of The Pijiharjo Sub-sub Watershed. UpperSolo Watershed. Central Java. Indonesia.
KEPAS, 1984. The Sustainability of Agricultural Intensification in Indonesia. Jakarta :Agency of Agricultural Research and Development. KEPAS : KelompokPenelitian Agroekosistem (Research Group on Agroecosystems).
Kucera, K.P., 2000. Interpretasi Citra Satelit. Buku Pegangan Praktis untuk IdentifikasiLahan Kritis Aktual pada Citra Satelit. Rehabilitasi lahan pada DAS bagian
hulu, Seksi watershed management, Jakarta.
Marsudi, D.S., B. Haryanto, S. Karana dan Mubekti, 1997. Inventarisasi Lahan Sawahdengan Memanfaatkan Data Citra ERS-SAR di lokasi Penelitian Demak.Prosiding : Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Balitbang Pertanian,Bidang Pedologi, Cisarua. Bogor.
Proyek P3DAS, 1995. Laporan Evaluasi Pengelolaan DAS Wonogiri. Proyek Penelitiandan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo. Dep.Hut.
Balitbang Kehutanan. BTPDAS Surakarta.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
53/55
53
Sukresno dan V. Precylia, 1995. Evaluasi Perubahan Penggunaan Lahan danKonservasi Tanah Terhadap Sifat-sifat Parameter Tata Air DAS di Sub DASWader. Prosiding : Diskusi Hasil Penelitian BTPDAS Surakarta, ProyekP2TPDAS Solo.
Uboldi, J.A. and F. Chuvieco, 1997. Using Remote Sensing and GIS to Asses Current Land Management in the Valley of Colorado River. Argentina, ITC Journal1997 : 2.
-
8/14/2019 I03_Beny Keduang 2000_Kajian Teknik PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan DAS
54/55
54
BIODATA BENY HARJADIData Diri :Nama : Ir. Beny Harjadi, MSc.
Tempat/Tanggal Lahir: Surakarta, 17 Maret 1961
NIP/Karpeg : 19610317.199002.1.001/ E.896711
NPWP : 58.678.096.7-532.000Pangkat/Golongan : Pembina / IV
b
Jabatan : Peneliti Madya
Riwayat Pendidikan :
TK : TK Aisyiyah Premulung, Surakarta (1967)SD : SD Negeri 94 Premulung, Surakarta (1973)
SMP :
top related