homeostasis by :setiadi - · pdf filemekanisme homeostasis melibatkan hampir seluruh ......
Post on 06-Feb-2018
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HOMEOSTASIS
By :Setiadi
Homeostasis adalah segala upaya yang dilakukan oleh tubuh kita agar lingkungan hidup sel
didalam tubuh kita, yaitu cairan extrasel selalu dalam keadaan statis, konstan, atau menetap. Cairan
extrasel sebagai tempat sel hidup menyediakan berbagai kebutuhan sel, namun disitu pulalah sel
akan membuang berbagai sisa metabolismenya dan melepaskan berbagai macam produk yang
dihasilkannya.
A. Mekanisme Homeostasis
Mekanisme homeostasis melibatkan hampir seluruh system organ tubuh. Walaupun kondisi
internal berubah secara konstan, tubuh dilindungi terhadap perubahan yang besar dengan mekanisme
kontrol pengaturan sendiri seperti umpan balik. Sistem ini mengacu pada pemberian informasi dari
suatu sistem (output) kembali kesistem (input) untuk menimbulkan respon
B. Komponen Sistem Umpan Balik
Komponen sistem umpan balik antara lain adalah :
1. Setpoint, yaitu nilai fisiologis normal dari masing-masing variabel tubuh (suhu normal,
konsentrasi cairan, keasaman dan kebasahan)
2. Sensor (penerima), yang mendeteksi suatu penyimpangan dari setiap variabel normal
3. Pusat pengendali, yaitu menerima informasi dari berbagai sensor, mengintegrasi dan memproses
infromasi tersebut, kemudian menentukan respon balasan untuk kembali ke setpoint
4. Efektor, yang menjalankan respon, yang terus berlangsung sampai setpoint tercapai kembali
C. Macam-Macam Sistem Umpan Balik Yang Ada Dalam Tubuh
1. Homeostasis Suhu Tubuh (Termoregulasi)
Pengaturan suhu tubuh dapat diibaratkan seperti pengaturan suhu ruangan, kamar, atau kantor kita
yang menggunakan AC atau pemanas udara ditempat-tempat dingin. Bila kita berada dicuaca
panas, alat pendingin bekerja menurunkan suhu sampai sesuai dengan suhu yang kita kehendaki.
Misalnya :
Alat diatur untuk suhu 25 derajad celcius, maka bila suhu mencapai 24 derajad celcius alat
pendingin itu mati dan akan bekerja kembali bila suhunya makin naik menjadi 25 derajad celcius.
Alat pengatur nyala mati yang ada didalam mesin pendingin itu disebut termostat. Agar suhu
yang kehendaki tidak cepat hilang, kita perlu menggunakan isolator panas seperti dinding rumah,
jendela kaca tertutup, atap genteng, dan plafon dari bahan-bahan bukan penghantar panas.
Bagaimana Tubuh kita bekerja
Panas diproduksi oleh metabolisme tubuh kita dan terbesar berasal dari metabolisme yang berasal
dari hepar dan otot. Panas didistribusikan keseluruh tubuh secara merata oleh sistem aliran darah
dan cairan tubuh.
Tujuan instruksional :
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan pembaca mampu :
1) Menjelaskan tinjauan anatomi struktur tubuh dengan benar
2) Menyebutkan mekanisme homeostasis engan benar
3) Menjelaskan macam-macam sistem umpan balik yang ada dalam tubuh dengan benar
4) Menjelaskan homeostasis suhu tubuh (termoregulasi) dengan benar
5) Menjelaskan keseimbangan glukosa dengan benar
6) Menjelaskan jumlah air tubuh dengan benar
Sebagai isolator suhu adalah kulit dan jaringan lemak dibawah kulit. Sedangkan sebagai termostat
suhu tubuh adalah bagian otak yang disebut hipothalamus.
Hipothalamus sangat peka terhadap perubahan suhu yang dibawah oleh aliran darah. Perubahan
suhu tubuh 0,01 derajad celcius saja hipothalamus sudah bereaksi dan menjaga suhu tubuh
manusia konstan 37 derajd celcius.
Bila suhu tubuh melampui 37 derajd celcius, maka akan terjadi hal yang sebaliknya. Kita mencari
kesejukan, aktivitas metabolisme berada dalam taraf yang biasa saja, produksi keringat dan
penguapan bertambah, terjadi vasodilatasi pembulu darah kulit sehingga panas tubuh lebih
mencapai permukaaan , terjadi peningkatan radiasi, konduksi, dan konveksi panas tubuh. Semua
hal ini akan menurunkan suhu tubuh, hal seperti itu terus terjadi dan homeostasis suhupun terjaga
dengan baik.
Sebagai gambaran sistematis bisa dilihat bagan dibawah ini :
Bagan 3.1 : Homeostasis suhu tubuh
2. Keseimbangan Glukosa
Glukosa relative konstan yaitu 90 sampai 110/100 ml darah. Setelah makan terjadi peningkatan
kadar glukosa darah yang merangsang keluarnya insulin dari sel-sel khusus dalam pankreas yang
memfasilitasi masuknya glukosa kedalam sel-sel tubuh sehingga mengurangi kadar glukosa
darah. Penurunan kadar glukosa darah mempengaruhi sel-sel pelepas insulin untuk mengurangi
pelepasan insulin dan glukosa darah dipertahankan pada kadar yang sesuai.
Suhu tubuh turun
Otak besar (serebrum)
kesadaran
Thiroid (kel. Gondok)
Kulit
Kel. Adrenal
Mencari kehangatan
- Selimut - Baju tebal
- Berlindung
- Minuman hangat
Dikeluarkan lebih
Banyak sehingga :
- metabolisme meningkat
Otot-otot mengigil unntuk
meningkatkan produksi
panas
-Mengurangi bahkanmenghentikan produksi
Keringat
-Vasokontriksi pembulu darah kulit
Peningkatan produksi
Hormon untuk
meningkatkan
metabolisme seluler
Otot skeletal
3. Jumlah Air Tubuh
Apabila terjadi suatu perubahan dalam pola pemasukan dan pengeluaran air sehingga tubuh
kekurangan air, maka sel-sel dipusat haus di hypothalamus akan terangsang, kemudian
memerintahkan individu mencari minum dan merangsang sel-sel hipofisis posterior untuk
melepaskan simpanan ADHnya (anti diuretic hormone).
ADH yang beredar dalam darah akan mempengaruhi sel-sel tubulus distal dan duktus koligentes
ginjal untuk lebih banyak menarik air kembali kedalam darah, akibatnya jumlah air kemih
menjadi berkurang. Sebaliknya bila jumlah masukan air sedemikian banyaknya , maka hipofisi
posterior akan menghentikan sama sekali hormon ADH, sehingga air tidak diabsorbsi pada tubuli
distal dan duktus koligentes ginjal. Dengan demikian, air lolos saja, sehingga menyebabkan
jumlah air kemih banyak . dengan demikian homeostasis jumlah air tubuh tetap terjaga dalam
keseimbangan
Komponen terbesar dalam tubuh adalah air dan air merupakan pelarut bagi semua zat terlarut
dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi maupun larutan. Air tubuh total (TBW, total body water)
yaitu presentase dari berat air dibandingkan dengan berat badan total, bervariasi menurut jenis
kelamin, umur dan kandungan lemak dalam tubuh. Air membentuk sekitar 60 % berat badan pada
orang dewasa, pada orang tua TBW sekitar 45-50 % dari berat badannya.
Karena lemak pada dasarnya bebas air, maka makin sedikitnya lemak akan
mengakibatkan makin tingginya presentase air dalam berat badan seseorang, sebaliknya
jaringan otot mengandung lebih banyak air. Oleh karena itu bila dibandingkan orang
yang kurus akan mengandung lebih banyak air dari pada orang yang gemuk. Secara
proporsional, wanita mengandung lebih banyak lemak dan lebih sedikit otot
dibandingkan dengan laki-laki, sehingga kandungan airnya lebih sedikit dibandingkan
dengan berat badannya. TBW paling tinggi adalah bayi baru lahir yaitu sekitar 75 % dari
berat badan totalnya, presentase ini akan cepat menurun pada akhir tahun pertama
sampai sekitar 60 %, dan kemudian berangsur-angsur turun sampai mencapai proporsi
orang dewasa pada usia menjelang dewasa.
Tabel 11.1 : prosentase cairan tubuh Jenis Prosentase cairan tubuh
Bayi (baru lahir) 75 %
Dewasa Pria (20-40 tahun ) 60 %
Dewasa wanita (20-40 tahun) 50 %
Usia lanjut 45-50 %
Pembagian cairan tubuh
Cairan tubuh total 60 %
Cairan intravascular /
plasma 5 % Cairan Intertisiel 15 %
Cairan Extra sel 20 % Cairan intra sel 40 %
Cairan transeluler 1-2 % Rongga sinovial Cerebrospinal Liquor humos Intra okuler liquor
Cairan Intrasel
adalah cairan yang berada didalam sel, sekitar 40 % dari jumlah cairan tubuh.
Cairan Ekstrasel
Adalah cairan yang berada diluar sel dan cairan ini terus-menerus bercampur. Jumlah total
cairan di dalam ruangan ekstrasel sekitar 20 %.
Cairan ekstrasel dapat dibagi menjadi :
- Cairan interstitial, yaitu cairan yang berada dicelah-celah jaringan antar sel.
- Plasma (cairan intra vascular), yaitu cairan yang berada dalam pembulu darah (5 %)
- Cairan limfe, yaitu cairan yang berada didalam pembulu limfe.
- Caiaran trans selular, yaitu cairan yang berada ditempat-tempat khusus seperti cairan
serebrospinalis, cairan intraokular, cairan traktus gastro interstinalis, dan cairan ruang-ruang
potensial.
Cairan ekstrasel disebut juga lingkungan internal tubuh dan bahwa unsur-unsurnya diatur dengan
seksama sehingga sel-sel tersebut tetap terendam terus-menerus di dalam suatu cairan yang
mengandung elektrolit dan bahan gizi yang sesuai untuk berlangsungnya fungsi sel.
Dari dan ke situlah sel mengambil zat (O2, nutrisi) dan membuang sisa metabolitnya. Karena
cairan ekstrasel merupakan lingkungan hidup maka harus dijaga kelestariannya dengan cara
homeostasis agar sel tetap hidup secara baik.
Mekanisme Homeostasis Cairan Tubuh
Homeostasis adalah usaha dari tubuh sendiri agar lingkungan sel tubuh dalam keadaan stabil.
Keseimbangan cairan tubuh dicapai dengan masukan dan keluaran air yang seimbang. Air
mengalami proses kehilangan yang tidak terelakkan setiap saat melalui ginjal, kulit, paru-paru.
Air dalam tubuh dapat diperoleh dengan dua cara: 1. Dengan minum, diperoleh atau diatur oleh rasa haus dan kebiasaan minum. Pada bagian
hipotalamus dari otak terdapat “pusat minum” yang bereaksi terhadap dehidrasi.
2. Dengan makan-makanan yang mengandung air
Proses kehilangan air terjadi dalam empat cara:
1. Sebagai urin sekitar 1,5 liter per hari
2. Dengan ekspirasi udara dari paru-paru sekitar 400 ml per hari
3. Dalam feses sekitar 100 ml per hari
4. Melalui kulit sebagai keringat, jumlahnya sesuai dengan temparatur kelembaban dan sirkulasi
udara.
Tabel 11. 2 Hilangnya air setiap hari (dalam mililiter)
Hilang tak terasa Suhu normal Cuaca panas Gerak badan
Kulit
Sal. pernapasan
Urina
Keringat
Feses
350
350
1400
100
100
350
250
1200
1400
100
350
650
500
5000
100
Total 2300 3300 6600
Kehilangan air terbesar melalui ginjal yang merupakan bagian yang tidak dapat dihindarkan,
bagian yang dikendalikan oleh antidiuretik hormon (ADH). ADH dihasilkan di dalam
hipotalamus dan ditransportasikan ke kelenjar pituitari, dari mana dilepaskan sesuai dengan
kebutuhan. Hal tersebut mengatur reabsorpsi air dari tubulus distal ginjal dan juga mengatur
jumlah urin yang diekskresikan.
Gangguan Keseimbangan Air
1. Dehidrasi
Tubuh terlalu banyak kehilangan air dan elektrolit. Seseorang bisa mengalami
dehidrasi antara lain adalah :
a. Berkeringat terlalu banyak, seperti pada keadaan ditempat panas tinggi (oven,
lokomotif, tanur, padang arafah, lari maraton) tanpa pengimbangan jumlah cairan
yang masuk (keringat mengandung banyak Na dan CL)
b. Muntah-muntah hebat karena berbagai sebab, dimana bersama air keluar pula H+,
Cl - yang bisa mengganggu pula keseimbangan asam basa, jadi alkalosis
c. Diare hebat seperti pada penyakit kolera dimana bersama air dan elektrolit juga
keluar HCO3 dan terjadi asidosis bersama dehidrasi
d. Diuresis (jumlah air kemih berlebih baik karena obat dieretik maupun beberapa
penyakit ginjal)
Kompartemen cairan tubuh yang hilang atau berkurang pertama kali adalah cairan
interstitiel, disusul dengan pergerakan pindah dari cairan intravaskular (plasma).
Kedua kompartemen cairan inilah yang paling cepat perpindahannya. Bila dehidrasi
berlangsung lama maka akan terjadi pergeseran cairan intraselluler keluar sel dan
untuk mengatasinya memerlukan waktu yang lama. Kematian bisa terjadi bila
kehilangan cairan ekstrasel 60 % atau kehilangan cairan intra selluler cukup 30 %.
2. Over hidrasi
Suatu keadaan klinik akibat kelebihan cairan ekstraselluler secara keseluruhan atau
kelebihan cairan baik dalam kompartemen plasma maupun kompartemen cairan
interstitiel. Pemasukan air ekstra yang cepat (pemasukan air 1 liter sekaligus)
mengakibatkan penghambatan ADH dan diuresis air yaitu ekstraksi urine encer
dalam volume besar.
3. Edema
Adalah terkumpulnya cairan didalam cairan interstitiel lebih dari jumlah yang biasa.
hal ini ada hubunganya dengan gangguan pertukaran cairan dan elektrolit antara
plasma dengan jaringan interstitiel. Edema bisa terjadi akibat hal-hal sebagai berikut, yaitu :
a. Tekanan darah kapiler yang meningkat, sehingga darah seperti diperas kejaringan.
Hal ini terjadi karena :
1) Vena terbendung
- Pada kasus ibu hamil dengan edema pada tungkai ini diakibatkan bendungan
vena cava inferior dan vena dalam panggul.
- Pada kasus payah jantung bendungan vena bersifat menyeluruh akibat
kegagalan ventrikel jantung memompa darah dengan baik, sehingga darah
terkumpul dipembulu vena, lebih mundur lagi kekapiler karena kapiler
merupakan pembulu darah yang sangat porus (pori-porinya lebar) maka cairan
diperas kejaringan interstitiel
2) Arteriola berdilatasi atau melebar
Arteriola melebar seperti kran air yang terbuka lebar, sehingga darah dari arteria
langsung mengisi kapiler banyak. Pelebaran arteriola bisa hanya setempat seperti
alergi, kaligata, gigitan nyamuk ini karena reaksi setempat terhadap alergen,
jaringan tubuh setempat melepaskan histamin yang melebarkan arteriola.
b. Berkurangnya jumlah protein plasma
Berkurangnya jumlah protein plasma menyebabkan tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, sehingga daya tarik cairan kearah lumen pembulu darah berkurang.
Keseimbangan cairan bergeser kearah jaringan.
Contoh :
Edema pada penyakit ginjal nefrotik dimana protein banyak terbuang lewat ginjal yang
rusak.
c. Bendungan aliran limfe
Bila aliran limfe terbendung pada suatu bagian tubuh, maka mekanisme pengembalian
molekul-molekul besar seperti protein yang lolos kejaringan kealiran darah melalui vena
subklavia tidak terjadi. Akibatnya molekul-molekul protein tersebut makin lama makin
banyak terkumpul dijaringan interstitiel, sehingga meninggihkan tekanan koloid osmotik
jaringan, kemudian terjadi pergeseran cairan kearah jaringan interstitiel lebih banyak dari
biasanya (edema)
d. Pemeabilitas kapiler yang meningkat
Dinding kapiler bisa berubah menjadi sangat permeabel pada keadaan tertentu seperti :
- pada bagian tubuh yang mengalami luka bakar
- Penderita yang mengalami renjatan (shock) dimana secara tiba-tiba permeabilitas
sangat meningkat, plasma berpindah cepat kejaringan, volume vaskular menjadi
kurang, darah yang kembali kejantung berkurang, organ-organ vital kekurangan darah
sehingga bila pertolongan terlambat klien akan mati.
Terkena toksin, seperti pada infeksi oleh kuman clostridium edematiens, racun
ini meningkatkan permeabilitas dinding pembulu darah e. Ginjal gagal membuang air padahal asupan air minum jumlahnya seperti biasa, maka air
terkumpul didalam badan. Hal ini bisa karena gagal ginjal.
Cairan Elektrolit
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non elektrolit.
1. Cairan nonelektrolit
adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik. Cairan
nonelektrolit terdiri dari:
- protein,
- urea,
- glukosa,
- oksigen,
- karbon di oksida
- dan asam organik lainnya.
2. Cairan elektrolit
Garam yang terurai didalam air menjadi satu atau lebih partikel bermuatan, disebut ion atau
elektrolit. Elektrolit tubuh mancakup antara lain adalah:
- Natrium (Na+),
- Kalium (K+),
- Kalsium (Ca+),
- Magnesium (Mg++
),
- Klorida (Cl+),
- Bicarbonat (HCO3-),
- Fosfat (HPO4-),
- Sulfat (SO4-).
Larutan elektrolit menghantarkan aliran listrik, ion yang bermuatan positif disebut kation
dan yang bermuatan negatif disebut anion.
Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang
lain dan dalam keadaan sehat mereka akan berada pada bagaian dan jumlah yang tepat.
- Kation utama pada cairan ekstraselluler (ECF) adalah natrium (Na+)
- dan anion utama adalah klorida (Cl-) dan bicarbonat (HCO3
-) konsentrasi dari
elektrolit ini rendah dalam ICF.
Pada cairan intaseluler (ICF) kation utama adalah kalium (K+) dan fosfat (HPO4
-) adalah
anion utama, dan sebaliknya elektrolit ini rendah dalam ECF. Sebagai partikel terbanyak
cairan ekstra seluler (ECF) adalah natrium yang memegang peran penting dalam
mengendalikan volume cairan tubuh total, sedangkan kalium penting dalam
mengendalikan volume sel. Perbedaan muatan listrik di dalam dan di luar membran sel
penting untuk menghasilkan kerja syaraf dan otot, dan perbedaan konsentrasi Na+
dan K+
diluar dan didalam membran sel penting untuk mempertahankan perbadaan muatan listrik
itu.
Tabel 11.3 Elektrolit plasma dan intraselluler
Muatan
Plasma
Intraseluler
Kation
Natrium
Kalium
Kalsium
Magnesium
142 mEq
4 mEq
5 mEq
3 mEq
10 mEq
160 mEq
< 1 mEq
35 mEq
Anion
Klorida
Bicarbonat
Fosfat
Sulfat
Asam organik
Protein
103 mEq
27 mEq
2 mEq
1 mEq
5 mEq
16 mEq
2 mEq
8 mEq
140 mEq
55 Eq
Sistem Transportasi Cairan dan elektrolit
1. Perpindahan Air Diantara Bagian Tubuh
Antara plasma dengan cairan interstisial didaerah arteriola-kapiler- venula terjadi pertukaran
yang dinamik berbagai zat. Cairan interstitial adalah “ milleu interiure” tempat sel hidup,
pembulu darah adalah prasarana transport (jalan raya) untuk pengangkutan zat-zat yang
diperlukan oleh sel maupun zat-zat sisa metabolic untuk nanti dikeluarkan dari tubuh.
Proses keluar masuknya zat-zat melalui membran kapiler inilah yang akan dibicarakan.
Hukum Starling Kapiler menyatakan, bahwa pertukaran air dan elektrolit antara plasma
dengan cairan interstisial dipengaruhi oleh empat factor tekanan yaitu :
a. Tekanan hidrostatik dari dalam pembulu darah arahnya ke jaringan interstisial. Tekanan
ini ditentukan oleh tekanan darah dan tekanan jaringan.
b. Tekanan osmotik koloid dari dalam darah yang menahan atau menghambat tekanan
keluar. Tekanan ini ditentukan oleh kehadiran protein plasma dan protein jaringan.
c. Tekanan hidrostatik jaringan yang melawan tekanan hidrostatik darah.
d. Tekanan osmotic koloid dari jaringan yang melawan tekanan osmotic koloid darah.
Sifat dinding kapiler adalah permeable terhadap air, elektrolit, asam amino serta glukosa,
namun impermeable terhadap protein, sehingga protein plasma tidak bisa keluar kejaringan
walaupun ada beberapa molekul protein plasma yang berhasil lolos kejaringan (sedikit) dan
ini tentu menambah tekanan osmotic koloid jaringan. Karena ukuran molekul-molekul
protein ini besar, maka ia tidak masuk kembali kedalam venula, ia terkumpul dijaringan,
kewajiban pembulu limfe untuk menangkap dan menyalurkan molekul besar ini kembali ke
aliran darah setelah melalui duktus limfatikus ke vena subklavila.
Pada awal kapiler praktis semua pergerakan pindah dari arah dalam pembulu darah
kejaringan (air, elektrolit, glukosa, asam amino) sehingga plasma menjadi lebih hiperosmotik
karena protein tetap didalam pembulu darah. Pada akhir kapiler dan venula tekanan darah
sudah semakin rendah, sebaliknya tekanan osmotic koloid darah tinggi, maka pergerakan
cairan dan elektrolit menjadi arah sebaliknya yaitu dari jaringan kedalam pembulu darah
dengan membawa sisa metabolit yang dilepaskan sel. Perubahan tekanan osmotic koloid
jaringan tidak terjadi karena molekul-molekul protein yang sempat lolos kejaringan segera
diangkut melalui system limfatik yang ada juga disekitar tempat itu. Proses macam ini
berlangsung terus menerus sehingga homeostasis di cairan interstisial terjaga dengan baik.
Perpindahan Cairan Tubuh Dan Elektrolit
Cairan tubuh dan zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas yang konstan. Ada proses
menerima dan mengeluarkan cairan yang terjadi terus menerus, baik dalam tubuh secara
keseluruhan maupun di antara berbagai bagian tubuh untuk membawa zat-zat gizi, oksigen
kepada sel, membuang sisa dan membentuk zat tertentu dari sel.
a. Oksigen, zat gizi, cairan dan elektrolit diangkut ke paru-paru dan saluran cerna, dimana
mereka menjadi bagian dari intra vaskuler fluid (IVF) dan di bawa ke berbagai bagian
tubuh melelui sistem sirkulasi.
b. Intra vaskuler fluid (IVF) dan zat-zat terlarut di dalamnya secara cepat saling bertukaran
dengan intra selluler fluid (ISF) melalui membran kapiler yang semipermiabel.
c. Intra seluler fluid (ISF) dan zat-zat yang ada di dalamnya saling bertukaran dengan ICF
melalui membran sel yang permeabel selektif.
Meskipun keadaan diatas merupakan proses pertukaran dan pergantian yang terus menerus,
namun komposisi dan volume cairan relatif stabil, suatu keadaan yang disebut keseimbangan
dinamis atau homeostasis. Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh
melibatkan mekanisme tranportasi aktif dan pasif.
- Mekanisme tranport aktif memerlukan energi,
- Mekanisme pasif tidak (difusi dan osmosis adalah mekanisme tranpor pasif)
Pembatas utama dari perpindahan zat terlarut adalah membran sel. Molekul lemak dan protein
yang membentuk membran ini tersusun sedemikian rupa sehingga hanya zat tertentu yang dapat
melewatinya. Pori-pori dari membran ini dapat dilewati air dan zat kecil yang larut dalam air
seperti ion dan glukosa, tapi molekul protein yang lebih besar tidak dapat melewatinya dengan
mudah. Zat yang larut dalam lemak seperti urea, oksigen, dan karbondioksida dapat langsung
menembus membran.
Beberapa faktor yang menentukan mudah tidaknya difusi zat terlarut menembus
membran kapiler dan sel yaitu permeabilitas membran, konsentrasi, potensial listrik,
perbedaan tekanan. 1. Permeabilitas membran
Permeabilitas adalah perbandingan ukuran dari partikel zat yang akan lewat terhadap ukuran
pori-pori membran. Partikel kecil seperti air dan ion paling mudah menembus pori-pori
membran. Partikel yang besar seperti glukosa dan asam amino, harus terlebih dulu menjalani
proses yang disebut difusi yang dibantu, sebelum dapat melewati membran. Gambar 11.1 Mekanisme difusi yang dibantu (fasilitated diffusion)
2. Konsentrasi
Perpindahan zat terlarut melalui sebuah membran sel melawan perbedaan konsentrasi dan
atau muatan listrik disebut tarnspor aktif. Tranport aktif berbeda dengan tranportasi pasif
karena memerlukan energi dalam bentuk adenosin triphospat (ATP). Salah satu tranportasi
aktif yang umum terjadi adalah sistem ATPase yang diaktivasi oleh NaK pompa (Natrium
Kalium Pump) yang berlangsung pada membran sel. Molekul enzim tunggal ini memompa 3
molekul ion Na+
keluar dari sel untuk ditukar dengan 2 ion K+ dan membutuhkan 1 molekul
ATP. Sistem NaK-ATPase ini berperan dalam penting dalam mempertahankan konsentrasi
yang benar dari Na dan K didalam dan diluar sel, sehingga mempertahankan elektro potensial
membran.
Gambar 11.2 Mekanisme Transportasi aktif
Perpindahan Air Di Antara ECF Dan ICF
Perpindahan air diantara ECF dan ICF ditentukan oleh kekuatan osmotik koloid, natrium
klorid pada ECF dan kalium pada ICF adalah zat terlarut yang tidak dapat menembus, dan sangat
berperan pada konsentrasi air pada kedua sisi membran (beberapa ion Natrium bocor dan masuk
kedalam sel, tapi pompa Na-K, mengembalikan mereka ka bagian yang seharusnya). Karena 90
% adalah natrium, maka natrium yang paling menentukan jumlah air tubuh total dan
distribusinya.
Prinsip osmosis dapat diterapkan pada pemberian cairan intra vena, yang berupa isotonik,
hipotonik dan hipertonik, tergantung pada keadaan konsentrasi partikel, apakah sama, kurang
atau melebihi cairan sel tubuh. Jika sel darah ditempatkan pada larutan garam isotonik (0,9%)
mereka tidak akan mengalami perubahan volume. Jika sel darah ditempatkan pada larutan
hipotonik (0,45 %), maka sel-sel akan membengkak. Sebaliknya jika sel darah ditempatkan pada
larutan hipertonik (3%) akan mengakibatkan sel tersebut mengkerut karena larutan tersebut
hiperosmotik terhadap sel, terjadi difusi air dari sel darah merah ke larutan hipertonik.
Pertukaran Air Dengan Lingkungan Eksternal
Keseimbangan air tubuh total dan elektrolit ditentukan oleh keseimbangan antara
pemasukan dan pengeluaran. Kebutuhan air normal orang dewasa yang sehat atau bayi adalah
sekitar 1500 ml/m2 luas permukaan tubuh. Air dan elektrolit masuk melalui saluran cerna dalam
bentuk cairan atau makanan. Air juga dibentuk dari oksidasi makanan, oksidasi dari setiap 100
kalori menghasilkan sekitar 14 ml air, karena itu diet 2100 kalori/hari akan menghasilkan sekitar
300 ml air.
Air secara normal akan hilang dari tubuh melalui 4 jalan yaitu, ginjal (kemih), usus halus
(feses), paru-paru (penguapan air ekspirasi) dan kulit (keringat). Hilangnya air paru-paru dan
kulit dikenal sebagai kehilangan yang tidak di sadar (water insensible loss) yang bertujuan
mengatur temperatur tubuh.
Pemasukan Jumlah Pengeluaran Jumlah
Minuman cairan
Makanan padat
Oksidasi makanan
1200 ml
1000 ml
300 ml
Ginjal
Feses
Paru-paru
keringat
1500 ml
200 ml
400 ml
400 ml
Pemasukan total 2500 ml 2500 ml
4. PERDARAHAN
Pengertian
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah akibat rusaknya pembuluh darah.
Perdarahan dapat terjadi secara internal dan enternal, secara internal (dalam tubuh) seperti
ruptur organ ataupun pembuluh darah besar, secara external (luar tubuh) seperti
perdarahan melalui vagina, mulut, rectum, atau melalui luka dari kulit (Lammers, 2009).
Kehilangan darah melebihi 15% dari total estimasi jumlah darah tubuh akan
menyebabkan terjadinya hipoperfusi jaringan dan mengarah kepada keadaan syok
hemoragik, maka diperlukan pergantian cairan untuk mengembalikan kehilangan darah
yang keluar akibat perdarahan (Leksana, 2007).
Penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai adalah hilangnya integritas dinding
pembuluh darah yang memungkinkan darah keluar. Beberapa hal yang menyebabkan
perdarahan anatara alain adalah :
- Kerusakan pembuluh darah
- Trauma
- Proses patoloogik
- Penyakit yang berhubungan dengan gangguan pembekuan darah.
- Kelainan pembuluh darah.
Perdarahan dapat bersifat local atau sistemik, perddarahan local akan tergantung lokasi
perdarahan, bila lokasinya tidak vital maka tidak tampak gejala (tidak penting), sedangkan
bila lokasinya vital, seperti pada medulla oblongata, akan timbul kematian, perdarahan pada
Otak, mengganggu fungsi otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan dan perdarahan pada
rongga pleura, mengakibatkan volume paru mengecil
Perdarahan sistemik juga tergantung dari cepat dan banyaknya perdarahan. Bila akut dan
banyak maka dapat menyebabkan kollaps sehingga semua organ tubuh akan iskhemi dan
tampak pucat. Bila kronis, sedikit-sedikit dan berulang atau terus menerus akan timbul
kekurangan zat besi sehingga mengakibatkan anemia hipokhrom dan tejadi pula kelainan
sum-sum tulang
Tempat perdarahan
Hemorhagi dapat terjadi pada kapiler, vena, arteri, atau jantung , dimana terjadi karena darah
keluar dari susunan kardiovaskuler atau karena diapedesis (artinya eritrosit keluar dari
pembuluh darah yang tampak utuh). Dilihat dari sudut tempat perdarahan ada berbagai
macam perdarahan antara lain adalah : Tempat terjadinya perdaraha.
a. Kulit, dapat berupa:
- Petechiae, yaitu perdarahan kecil-kecil bibawah kulit yang terjadi secara spontan,
biasanya pada kapiler-kapiler.
- Echymosis, yaitu perdarahan yang lebih besar dari petechiae, yang terjadi secara
Spontan.
- Purpura, yaitu perdarahan yang berbentuk bercak, biasarnya bercak antara petechiae
dan echymosis.
b. Perdarahan tergantung lokasi
- Hematoma, yaitu penimbunan darah setempat, diluar pembuluh darah, biasanya telah
membeku, sering menonjol seperti suatu tumor pada suatu jaringan.
- Apopleksi, yaitu penimbunan darah yang dihubungkan dengan perdarahan otak.
- Hemoptysis, yaitu perdarahan pada paru-paru atau salurannya kemudian dibatukkan
keluar.
- Hematemesis, yaitu keluarnya darah dari saluran pencernaan melalui muntah (muntah
darah).
- Melena, yaitu keluarnya darah dari saluran pencernaan melalui anus sehingga feces
berwarna hitam
Patofisiologi
Komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis terdiri atas pembuluh darah,
trombosit, kaskade faktor koagulasi, inhibitor koagulasi, dan fibrinolisis. Permeabilitas,
fragilitas dan vasokonstriksi merupakan sifat yang dimiliki oleh pembuluh darah.
Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah berupa petekie, purpura, dan
ekimosis yang besar. Peningkatan fragilitas menyebabkan ruptur yang berefek sama seperti
peningkatan permeabilitas, namun disertai dengan perdarahan hebat pada jaringan yang lebih
dalam (Suharti, 2006). Bila pembuluh darah mengalami cedera atau ruptur, hemostasis terjadi melalui beberapa cara:
1) konstriksi pembuluh darah; 2) pembentukan sumbat platelet (trombosit); 3) pembentukan
bekuan darah sebagai hasil dari pembekuan darah; dan 4) akhirnya terjadi pertumbuhan
jaringan fibrosa ke dalam bekuan darah untuk menutup lubang pada pembuluh secara
permanen (Guyton and Hall, 2007).
Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan fibrin adalah:
a. Langkah pertama: proses awal yang melibatkan jalur intrinsik dan ekstrinsik yang
menghasilkan tenase kompleks yang mengaktivasi faktor X.
b. Langkah kedua: pembentukan prothrombin activator (kompleks protrombinase) yang
akan memecah protrombin menjadi trombin.
c. Langkah ketiga: prothrombin activator merubah protrombin menjadi trombin.
d. Langkah keempat: trombin memecah fibrinogen menjadi fibrin serta mengaktifkan
F.XIII sehingga timbul fibrin yang stabil
(Bakta, 2006).
Penyebab perdarahan sistemik
Perdarahan hebat dapat terjadi akibat defisiensi salah satu dari faktor-faktor pembekuan. Tiga
jenis utama perdarahan adalah: 1) perdarahan akibat defisiensi vitamin K, 2) hemofilia, dan
3) trombositopenia.
Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan kekurangan protrombin, faktor VII, faktor IX, dan
faktor X. Hemofilia adalah penyakit perdarahan yang diturunkan. Hemofilia A disebabkan
oleh kekurangan faktor VIII, hemofilia B disebabkan oleh kekurangan faktor IX, dan
hemofilia C disebabkan oleh kekurangan faktor XI (Guyton and Hall, 2007).
a. Trombosit dan Trombositopenia
Trombosit diproduksi di sumsum tulang dengan cara fragmentasi sitoplasma megakariosit.
Produksi trombosit diatur oleh hormon trombopoetin yang diproduksi oleh hepar dan
ginjal (Suharti, 2007). Trombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal
koagulasi yang akan berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug).
Trombosit akan mengalami peristiwa adhesi, aktivasi, dan agregasi. Nilai normal hitung
trombosit adalah 150.000-450.000/mm3. Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah
trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini terjadi akibat
berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Umumnya tidak ada
manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 (Baldy, 2006).
Penyebab terjadinya trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4, yaitu:
(1) Gangguan produksi
Gangguan produksi ini bersifat depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia
atau infeksi virus. Sebagai bagian dari “bone marrow failure” umum. Beberapa situasi
yang menngangu poses produksi trombosit adalah:
- Anemi aplastik
- Leukemia akut
- Sindrom mielodisplastik
- Mielosklerosis
- Infiltrasi sumsum tulang: limfoma, carcinoma
- Mieloma multipel
- Anemia megaloblastik
(2) Peningkatan destruksi trombosit
- Autoimmune thrombocytopenic purpura atau idiopathic thrombocytopenic purpura
(ITP)
- Immune thrombocytopenic purpura sekunder, misalnya pada: SLE, CLL, limfoma
- Alloimmune thrombocytopenic purpura: misalnya neonatal thrombocytopenia
- Drug induced immune thrombocytopenia: quinine dan sulfonamid
- Disseminated intravascular coagulation (DIC)
(3) Distribusi tidak normal, yaitu Sindrom hipersplenism: dimana terjadi pooling trombosit
dalam lien.
(4) Akibat pengenceran (dilutional loss), yaitu akibat transfusi masif.
(Bakta, 2006)
Kelainan hemostasis dengan perdarahan abnormal dapat merupakan kelainan pembuluh
darah, trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit, dan kelainan koagulasi. Sejumlah
pemeriksaan sederhana dapat dikerjakan untuk menilai fungsi trombosit, pembuluh darah,
serta komponen koagulasi dalam hemostasis. Pemeriksaan penyaring ini meliputi
pemeriksaan darah lengkap (Complete Blood Count/CBC), evaluasi darah apus, waktu
perdarahan (Bleeding Time/ BT), waktu protrombin (Prothrombin Time/PT), activated partial
thromboplastin time (aPTT), dan agregasi trombosit.
a. CBC dan evaluasi darah apus. Pasien dengan kelainan perdarahan pertama kali harus
menjalani pemeriksaan CBC dan pemeriksaan apusan darah perifer. Selain
memastikan adanya trombositopenia, dari darah apus dapat menunjukkan
kemungkinan penyebab yang jelas seperti misalnya leukemia.
b. Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi. Meliputi penilaian jalur intrinsik dan
ekstrinsik dari sistem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin. PT
(Prothrombin Time) mengukur faktor VII, X, V, protrombin, dan fibrinogen. aPTT
(activated Partial Prothrombin Time) mengukur faktor VIII, IX, XI, dan XII. TT
(Thrombin Time) cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau hambatan
terhadap trombin.
c. Pemeriksaan faktor koagulasi khusus. Pemeriksaan fibrinogen, faktor vW, dan faktor
VIII.
d. Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT). Memeriksa fungsi trombosit abrnormal
misalnya pada defisiensi faktor Von Willebrand (VWf). Pada trombositopenia, waktu
perdarahan juga akan memanjang, namun pada perdarahan abnormal akibat kelainan
pembuluh darah, waktu perdarahan biasanya normal.
e. Pemeriksaan fungsi trombosit. Tes agregasi trombosit mengukur penurunan
penyerapan sinar pada plasma kaya trombosit sebagai agregat trombosit
f. Pemeriksaan fibrinolisis. Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat
dideteksi dengan memendeknya euglobulin clot lysis time. (Suharti, 2007).
b. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik),
tetapi ternyata diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun,
karena itu disebut juga autoimmune thrombocytopenic purpura. Pada ITP jumlah
trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi
terutama ditujukan untuk reseptor GP IIb/IIIa pada trombosit. Trombosit yang diselimuti
antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya terjadi
trombositopenia. Gambaran klinik ITP, yaitu 1) onset pelan dengan perdarahan melalui
kulit atau mukosa berupa peteki, ekimosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau
perdarahan gusi; 2) perdarahan SSP jarang, tetapi fatal; dan 3) splenomegali, terjadi pada
10% kasus. Pada ITP kelainan laboratorium yang terjadi: 1) darah tepi: trombosit paling
sering antara 10.000-50.000/mm3; 2) sumsum tulang: megakariosit meningkat,
multinuklear, disertai lobulasi; dan 3) imunologi: adanya antiplatelet IgG pada permukaan
trombosit atau dalam serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gp IIb/IIIa atau
gp Ib. Diagnosis ITP ditegakkan bila dijumpai: 1) gambaran klinik berupa perdarahan kulit
atau mukosa; 2) trombositopenia; 3) sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat;
4) antibodi antiplatelet (IgG) positif, tetapi tidak harus demikian; dan 5) tidak ada
penyebab trombositopenia sekunder (Bakta, 2006).
Penatalaksanaan ITP
a. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit
- Terapi kortikosteroid à menekan aktivitas makrofag, mengurangi pengikatan IgG
oleh trombosit, dan untuk menekan sintesis antibodi.
- Jika dalam 3 bulan tidak memberi respon pada kortikosteroid (trombosit <30×109/l)
atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan splenektomi, atau obat-
obatan immunosupresif lain seperi vincristine, cyclophospamide, atau azathiprim.
b. Terapi suportif , terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia.
- Pemberian androgen (danazol).
- Pemberian high dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag.
Patofisiologi perdarahan sistemik
Saat terjadi perdarahan dibawah 10% dari jumlah estimasi darah dalam tubuh, mekanisme
kompensasi tubuh akan mengatasi kekurangan volume cairan yang hilang, namun secara
klinis tidak terlihat nyata dikarenakan volume darah yang hilang pun tidaklah banyak. Saat
tubuh kehilangan darah lebih dari 15% dari volume darah yang beredar, tubuh akan segera
memindahkan volume sirkulasinya dari organ non vital (organ-organ pencernaan, kulit, otot)
ke organ-organ vital (otak dan jantung) untuk menjamin perfusi yang cukup ke organ-organ
vital.
Saat terjadi perdarahan akut, curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat penurunan
volume darah yang menyebabkan penurunan venous return dan volume preload jantung. Hal
ini dapat menyebabkan hipoperfusi ke seluruh jaringan tubuh apabila tidak dikompensasi
dengan baik. Perubahan ini akan mengaktivasi baroreseptor di arcus aorta dan atrium.
Selanjutnya akan terjadi peningkatan aktivitas simpatis pada jantung sebagai mekanisme
kompensasi dari penurunan preload, yaitu peningkatan denyut jantung, vasokontriksi perifer
dan redistribusi aliran darah dari organ-organ nonvital seperti kulit, organ-organ pencernaan,
dan ginjal (Pujo et al., 2013; Udeani, 2013)
Dalam saat yang bersamaan, terjadi pula respon neurohormonal sebagai mekanisme
kompensasi. Pelepasan hormon kortikotropin akan merangsang pelepasan glukokortikoid dan
beta-endorphin. Hipofisis pars posterior akan melepas vasopressin, yang akan meretensi air di
tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas renin, sebagai respon dari
penurunan mean arterial pressure (MAP) akibat penurunan jumlah darah dalam tubuh dan
meningkatkan pelepasan aldosteron yang berperan dalam reabsorpsi natrium dan air,
sehingga volume urin menurun. Hiperglikemia sering terjadi saat perdarahan akut, karena
proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat. Hal ini disebabkan karena
penurunan perfusi dan nutrisi ke jaringan, serta pelepasan katekolamin yang dapat
menstimulasi glikogenolisis dan lipolisis, dan diperkirakan memberikan efek terhadap
resistensi insulin yang menyebabkan keadaan hiperglikemia pada perdarahan. Secara
keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik untuk mengikuti
kondisi tersebut. Pada otak, terjadi proses autoregulasi yang bermakna, yaitu aliran darah ke
otak dijaga tetap konstan melalui serangkaian aktivitas di atas dalam menjaga MAP tetap
stabil. Ginjal dapat mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu singkat,
serta pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme vasokonstriksi
yang dicetuskan nervus splanchnicus. Namun, proses kompensasi akan berlanjut pada fase
dekompensata, yaitu saat organ-organ vital seperti jantung dan otak mengalami kelemahan
akibat mekanisme kompensasi yang panjang. Maka pemberian resusitasi awal dan tepat
waktu dapat mencegah kerusakan organ tubuh yang irreversibel akibat kompensasinya dalam
pertahanan tubuh (Pujo et al., 2013; Udeani, 2013)
Klasifikasi Derajat Perdarahan
Berdasarkan tanda gejala dan jumlah kehilangan darah, perdarahan dibagi menjadi 4
kelas (Leksana, 2007): Variabel Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
sistolik
(mmHg) >110 > 100 >90 <90
Nadi <100 >100 >120 >140
nafas 16 16-20 21-26 >26
Mental Gelisah cemas Bingung Letargi
Kehilangan <750 ml 750-1500 ml 1500-2000ml >2000 ml
darah < 15 % 15-30 % 30-40 % >40 %
5. TROMBOSIS
Trombosis adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh darah vena atau
arteri pada makluk hidup. Trombosis hemostatis yang bersifat self-limited dan terlokalisir
untuk mencegah hilangnya darah yang berlebihan merupakan respon normal tubuh
terhadap trauma akut vaskuler, sedangkan trombosis patologis seperti trombosis vena
dalam (TVD), emboli paru, trombosis arteri koroner yang menimbulkan infark miokard,
dan oklusi trombotik pada serebro vaskular merupakan respon tubuh yang tidak
diharapkan terhadap gangguan akut dan kronik pada pembuluh darah dan darah.
Trombosis dapat mengakibatkan efek lokal adan efek jauh. Efek lokal tergantung dari
lokasi dan derajat sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah, sedangkan efek jauh
berupa gejal-gejala akibat fenomena tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan
memberikan gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan. Terlepasnya trombus akn
menjadi emboli dan mengakibatkan obstruksi dalam sistem arteri, seperti yang terjadi
pada emboli paru, otak dan lain-lain. Ahli bedah vaskular berperan untuk mengeluarkan
trombus yang sudah terbentuk yaitu dengan melakukan trombektomi.
Dikenal 2 macam trombosis, yaitu Trombosis arteri dan Trombosis vena. Trombus arteri
di sebut trombus putih karena komposisinya lebih banyak trombosit dan fibrin, sedangkan
trombus vena di sebut trombus merah karena terjadi pada aliran daerah yang lambat yang
menyebabkan sel darah merah terperangkap dalam jaringan fibrin sehingga berwarna
merah.
a. Trombosis arteri
Trombosis arteri adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah arteri terutama
sering terbentuk pada sekitar orifisium cabang arteri dan bifurkasio arteri. Penyebab/
kausa dapat lokal di tempat yang bersangkutan atau proksimalnya. Sebagian besar
adalah kelainan jantung seperti kelainan katup, Infark jantung, fibrilasi artrium dan
lain-lain. Dapat pula karena aneurisma aorta, bila trombusnya lepas dan bergerak ke
lokasi terjadinya trombosis. Trombus yang bergerak ini disebut embolus.
b. Trombosis vena
Pada kasus-kasus yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan pengobatan
yang tepat terhadap trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya
trombosis dan terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian.
Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena
tungkai superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti vena
poplitea, vena femoralis dan viliaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang lain
relatif jarang di kenai. Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala
apabila menimbulkan bendungan aliran vena, peradangan dinding vena dan jaringan
perivaskuler, emboli pada sirkulasi pulmoner.
Keluhan dan gejala trombosis vena dapat berupa :
1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena
di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian
medial dan anterior paha. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa
terasa nyeri atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat.
Nyeri akan berkurang kalau penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi
tungkai ditinggikan.
2. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema disebabkan
oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler.
Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di
bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan
perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai
nyeri. Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang
kalau istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
3. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis
vena dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena perubahan warna
kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat
dan kadang-kadang berwarna ungu
4. Perubahan warna kaki menjadi pucat dan pada perubahan lunah dan dingin,
merupakan tanda-tanda adanya sumbatan cena yang besar yang bersamaan dengan
adanya spasme arteri, keadaan ini di sebut flegmasia alba dolens. Sindroma post-
trombosis. Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena
sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar.
Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di
daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena dalam.
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik ke
daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan
jaringan subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di
kenai. Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah
betis yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri
berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi
pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah
DIAGNOSIS
Diagnosis trombosis vena dalam berdasarkan gejala linis saja kurang sensitif karena
banyak kasus trombosis vena yang besar tidak menimbulkan penyumbatan dan
peradangan jaringan perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.
Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis trombosis
vena dalam, yaitu:
a. Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis
vena. Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah
dorsum pedis dan akan kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal
sampai ke proksimal ke v iliaca.
b. Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada
tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femrlis dan iliaca
dibandingkan vena di betis.
c. Ultra sonografi (USG) Doppler
Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat, sehingga adanya
trombosis vena dapat di deteksi dengan USG, terutama USG Doppler.
Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 60,6% dan spesifity 93,9%.
Metode ini dilakukan terutama pada kasus-kasus trombosis vena yang berulang,
yang sukar di deteksi dengan cara objektif lain.
PENCEGAHAN
Meskipun resiko dari trombosis vena dalam tidak dapat dihilangkan seluruhnya, tetapi
dapat dikurangi melalui beberapa cara:
a. Orang-orang yang beresiko menderita trombosis vena dalam (misalnya baru saja
menjalani pembedahan mayor atau baru saja melakukan perjalanan panjang),
sebaiknya melakukan gerakan menekuk dan meregangkan pergelangan kakinya
sebanyak 10 kali setiap 30 menit.
b. Terus menerus menggunakan stoking elastis akan membuat vena sedikit
menyempit dan darah mengalir lebih cepat, sehingga bekuan darah tidak mudah
terbentuk. Tetapi stoking elastis memberikan sedikit perlindungan dan jika tidak
digunakan dengan benar, bisa memperburuk keadaan dengan menimbulkan
menyumbat aliran darah di tungkai.
c. Yang lebih efektif dalam mengurangi pembentukan bekuan darah adalah
pemberian obat antikoagulan sebelum, selama dan kadang setelah pembedahan.
d. Stoking pneumatik merupakan cara lainnya untuk mencegah pembentukan bekuan
darah. Stoking ini terbuat dari plastik, secara otomatis memompa dan
mengosongkan melalui suatu pompa listrik, karena itu secara berulang-ulang akan
meremas betis dan mengosongkan vena. Stoking digunakan sebelum, selama dan
sesudah pembedahan sampai penderita bisa berjalan kembali.
PENGOBATAN
Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya sudah pasti
dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-obatan yang
diberikan mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius,
tujuan pengobatan adalah :
1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
3. Mengurangi keluhan post flebitis
4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo emboli.
Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru, meluasnya proses trombosis
dan timbulnya emboli paru dapat di cegah dengan pemberian anti koagulan dan obat-
obatan fibrinolitik. Pada pemberian obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin
dan efek samping seminimal mungkin. Pemberian anti koagulan sangat efektif untuk
mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di pakai adalah heparin.
Prinsip pemberian anti koagulan adalah Save dan Efektif. Save artinya anti koagulan
tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat menghancurkan trombus dan
mencegah timbulnya trombus baru dan emboli. Pada pemberian heparin perlu di pantau
waktu trombo plastin parsial atau di daerah yang fasilitasnya terbatas, sekurang-
kurangnya waktu pembekuan.
Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah :
1. Hipertensi : sistilik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.
2. Perdarahan yang baru di otak.
3. Alkoholisme.
4. Lesi perdarahan traktus digestif.
Syok
Pengertian Syok
Syok merupakan kondisi medis yang mengancam nyawa, yang terjadi ketika tubuh tidak
mendapat cukup aliran darah sehingga tidak tercukupinya kebutuhan aerobik seluler atau
tidak tercukupinya oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh sehinggga dapat
menyebabkan hipoperfusi jarngan secara global dan meyebabkan asidosis metabolic. Tanda
khas (typical sign) syok adalah menurunnya tekanan darah, meningkatnya denyut jantung,
tanda gangguan perfusi pada organ akhir, dan dekompensasi (peripheral shut-down), seperti
menurunnya urin output, menurunnya kesadaran, dll.
Klasifikasi syok Syok dapat diglongkan menjadi 5 klasifikasi, meliputi :
1. Syok hipovolemik (disebabkan oleh kehilagan cairan / darah)
Syok hipovolemik disebabkan oleh menurunnya volume darah di sirkulasi diikuti dengan
menurunnya Cardiac Output (Curah Jantung). Beberapa contoh penyebab dari syok
hopovolemik, seperti pendarahan baik eksternal maupun internal, luka bakar, diare,
muntah, peritonitis, dll (disebabkan oleh kehilagan cairan / darah).
2. Syok kardiogenik (disebabkan oleh masalah pada jantung)
Syok kardiogenik digolongkan menjadi 2 yaitu intrakardia dan ekstrakardia. Jika penyebab
dari dalam disebabkan karena kematian otot jantung (myocardiac infarct) atau pun
terdapat sumbatan didalam jantung yang membuat curah jantung menjadi menurun.
Beberapa contoh penyebab syok kardiogenik diantaranya, aritmia, AMI (Acute Myocard
Infarct), VSD (Ventricular Septal Defect), Valvular lesion, CHF(Chronic Heart Disease)
yang berat, Hypertrophic Cardiomyopathy. Syok kardiogenik ini terjadi ketika ventrikel
gagal manejadi pompa disertai dengan menurunnya tekanan darah sistolik < 90mmHg
minimal dalam waktu 30 menit, dan terjadi peningkatan tekanan kapiler pulmo yang
disebabkan oleh kongesti pary, atau edema pulmo.
Syok kardiogenik ekstrakardiak disebabkan oleh adanya obstruksi pada aliran sirkuit
kardiovaskular dengan karakteristik terdapat gangguan pada pengisisan diastolik ataupun
adanya afterload yang berlebihan. Penyebab dari syok kardiogenik ini diantaranya,
Pulmonary embolism, Cardiac temponade, Tension Penumothorax, dll
3. Syok anafilaktik (disebabkan oleh reaksi alergi)
Syok anafilaktik ini terjadi akibat reaksi alergi yang dimediasi oleh IgE pada sel mast dan
basofil yang diakibatkan oleh antigen tertentu yang menyebabkan terjadinya pelepasan
mediator - mediator sepagai respon imun. Hal ini mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
perifer, konstriksi bronkhus, ataupun dilatasi pembuluh darah lokal. Mediator yang
terlepas terdiri dari primer dan sekunder. mediator primer meliputi histamin, serotonin,
Eosinofil chemotactic factor dan enzim proteoitik. Sedangkan mediator sekunder meliputi
PAD, bradikinin, prostagandin, dan leukotriene. Beberapa penyebab syok anafilaktik
diantaranya, insect venom, antibiotik (beta lactams, vancomycin, sulfonamide),
heterologues serum (anti toxin, anti sera), latex, vaksin yang berbasis telur, tranfusi darah,
immunogobulin.
4. Syok Septik (disebabkan oleh infeksi)
Terjadinya syok septik diawali dengan adanya infeksi pada darah yang menyebar ke
seluruh tubuh. Penyebab yang sering adalah peritonitis dan pyelonefritis. Dengan adanya
infeksi tersebut tubuh melakukan respon dengan terlepasnya mediator inflamasi seperti il-
1, TNF, PGE2, NO, dan leukotriene yang menyebabkan berbagai kejadian berikut :
- relaksasi vaskular
- meningkatnya permeabilitas endotel (sehingga menyebabkan defisit volume
intravaskular)
- Menurunya kontraktilitas jantung
Karakteristik tanda dan gejala dari syok septik adalah demam tinggi, vasodilatasi,
meningkatanya / Cardiac Output tetap normal akibat vasodilatasi dan laju metabolime
yang meningkat, serta adanya DIC yang menyebabkan pendarahan terutama di saluran
cerna.
5. Syok Neurogenik (disebabkan oleh kerusakan sistem saraf)
Syok neuro genik disebabkan oleh cederanya medula spinalis terutama pada segment
thoracolumbal, sehingga menyebabkan hilangnya tonus simpatis. Hal ini menyebabkan
hilangnya tonus vasomotor, bradikardi, hipotensi. Biasanya pasien tampak sadar namun
hangat dan kering akibat hipotensi.
Patofisiologi
Syok merupakan kondisi terganggunya perfusi jaringan yang disebabkan oleh beberapa factor
yaitu :
1. Cardial : Cardiac Output melebihi volume darah yang dipompakan oleh jantung baik
ventrikel kiri maupun ventrikel kanan dalam interval 1 menit. Perfusi jaringan dipengaruhi
oleh cardiac output, sebagai contoh apabila Cardiac output menurun yang disebabkan oleh
aritmia, atau AMI (Acute Myocard Infact) maka volume darah yang dipompa menuju
seluruh tubuh pun akan menurun sehingga jaringan di seluruh tubuh pun mengalami
hipoperfusi.
2. Vascular : Perubahan Resistensi Vaskular.
Tonus vaskular diregulasi oleh :
o Aktivitas tonus simpatis
o Kotekolamin sistemik -> berperan dalam sistem saraf simpatis
o Myogenic faktor -> berperan dalam menjaga aliran darah agar tetap konstan ketika
terjadi berbagai macam faktor yang mempengaruhi perfusi
o Substansi yang berperan sebagai vasodilator
o Endothelial NO
3. Humoral : renin, vasopressin, prostaglandin, kinin, atrial natriuretic factor.
Faktor - faktor yang mempengaruhi dalam mikrosirkulasi yaitu
o Adanya adhesi platelet dan leukosit pada lesi intravaskuler.
o Koagulasi intravaskuler
o Adanya konstriksi pada pembuluh darah prekapiler dan post kapiler
o Hipoksia -> vasodilatasi artriola -> venokonstriksi -> Kehilangan cairan intravaskuler
o meingkatnya permeabilitas intrakapiler -> edema jaringan
Patogenesis
Patogenesis dari syok terjadi akibat penurunan Cardiac Output yang tidak adekuat. Penurunan
cardiac output disebabkan oleh adanya anormalitas pada jantung sendiri maupun akibat
menurunnya venous return. Abnormalitas yang terjadi pada jantung akan menyebabkan
menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat.Beberapa
abnormalitas jantung diantaranya MI, aritmia, dll. Sedangkan beberapa penyebab
menurunnya venous return diantaranya, menurunya volume darah, menurunnya tonus
vasomotor, terjadi obstruksi pada beberapa tempat pada sirkulasi.
Tahapan Patofisiologi
terdapat 4 stage perkembangan shock yang berlangsung secara progresif dan berkelanjutan,
yaitu
1. inisial Selama tahap ini, terjadi keadaan hipoperfusi yang menyebabkan kurangnya/ tidak
cukupnya oksigen untuk memberikan suplai terhadap kebutuhan metabolisme seluler.
Keadaan hipoksia ini menyebabkan, terjadinya fermentasi asam laktat pada sel. Hal ini
terjadi karena ketika tidak adanya oksigen, maka proses masuknya piruvat pada siklus
kreb menjadi menurun, sehingga terjadi penimbunan piruvat. Piruvat tersebut akan diubah
menjadi laktat oleh laktat dehidrogenase sehingga terjadi penimbunan laktat yang
menyebabkan keadaan asidosis laktat.
2. Kompensatori Pada tahap ini tubuh menjalani mekanisme fisiologis untuk mengembalikan kepada
kondisi normal, meliputi neural, humoral, dan bio kimia. Asidosis yang terjadi dalam
tubuh dikompensasi dengan keadaan hiperventilasi dengan tujuan untuk mengeluarkan
CO2 dari dalam tubuh, karena secara tidak langsung CO2 berperan dalam keseimbangan
asam basa dengan cara mengasamkan ata menurunkan pH dalam darah. Dengan demikian
ketika CO2 dikeluarkan melalui hiperventilasi dapat menaikkan pH darah didalam tubuh
sehingga mengkompensasi asidosis yang terjadi.
Pada syok juga terjadi hipotensi yang kemudian pada ambang batas tertentu dideteksi oleh
barosreseptor yang kemudian tubuh merespon dengan menghasilkan norepinefrin dan
epnefrin. Norepinefrin berperan dalam vasokonstriksi pembuluh darah namun memberikan
efek yang ringan pada peningkatan denyut jantung. Sedangkan epinefrin memberikan efek
secara dominan pada peningkatan denyut jantung dan memberikan efek yang ringan
terhadap asokonstriksi pembuluh darah. Dengan demikian kombinasi efek keduanya dapat
berdampak terhadap peningkatan tekanan darah. Selain dilepaskan norepinefrin dan
epinefrin, RAA (renin angiotensi aldosteron) juga teraktivasi dan terjadi juga pelepasan
hormon vasopressor atau ADH (anti diuretic hormon) yang berperan untuk meningkatkan
tekanan darah dan mempertahankan cairan didalam tubuh dengan cara menurunkan urine
output.
3. Progresif Ketika shock tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok akan mengalami tahap
progresif dan mekanisme kompensasi mulai mengalai kegagalan. Pada stadium ini,
Asidosis metabolik semakin parah, otot polos pada pembuluh darah mengalami relaksasi
sehingga terjadi penimbunan darah dalam pembuluh darah. Ha ini mengakibatkan
peningkatan tekanan hidrostatik dikombinasikan dengan lepas nya histamin yang
mengakibatkan bocornya cairan ke dalam jaringan sekitar. Hal ini mengakibatkan
konsentrasi dan viscositas darah menjadi meningkat dan dapat terjadi penyumbatan dala
aliran darah sehingga berakibat terjadinya kematian banyak jaringan. Jika organ
pencernaan juga mengalami nekrosis, dapat menyebabkan masuknya bakteri kedalam
aliran darah yang kemudian dapat memperparah komplikasi yaitu syok endotoxic.
4. Refraktori Pada stadium ini terjadi kegagalan organ untuk berfungsi dan shock menjadi ireversibel.
Kematian otak dan seluler pun berlangsung. Syok menjadi irevesibel karena ATP sudah
banyak didegradasi menjadi adenosin ketika terjadi kekurangan oksigen dalam sel.
Adenosin yang terbentuk mudah keluar dari sel dan menyebabkan vasodilatasi kapiler.
Adenosin selanjutnya di transformasi menjadi asam urat yang kemudian di eksresi ginjal.
Pada tahap ini, pemberian oksigen menjadi sia- sia karena sudah tidak ada adenosin yang
dapat difosforilasi menjadi ATP.
top related