hdk wulan isi
Post on 13-Dec-2015
89 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah
satu dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga
banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001,
menurut National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada
150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu, Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan
bahwa hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Amerika
Serikat dari tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari komplikasi-komplikasi hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan.5
Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade,
hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah
yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai
dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah
minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada
multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus,
obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.5
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan
berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi
uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian
janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio plasenta atau
vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Di negara
berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam
kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan
kerusakan end organ lainnya.4,5,7,17
Pada tulisan ini akan dibicarakan aplikasi klinis dari hipertensi dalam kehamilan
pada pasien obstetri yang dirawat di RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Preeklampsia berat adalah sindroma spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang timbul setelah 20 minggu kehamilan, ditandai
dengan peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai proteinuria dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau
lebih.
3.2. Epidemiologi Preeklampsia
Angka kematian maternal di Indonesia adalah 0,45%. Salah satu penyebab kematian
tersebut adalah preeklampsia – eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan,
diperkirakan mencakup 75-80% dari keseluruhan kematian maternal. Survey pada dua
rumah sakit pendidikan di Makassar, insiden preeklampsia – eklampsia berkisar 10-13% dari
keseluruhan ibu hamil dengan rincian insiden preeklampsia berat sebesar 2,61%, eklampsia
0,84%, dan angka kematian akibat keduanya adalah 22,2%. (4)
3.3. Faktor Resiko Preeklampsia
.
a. Pada primigravida Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia
2
b. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus,
hidrops fetalis, bayi besar.
c. Umur yang ekstrim. Terlalu muda atau terlalu tua ( 15 atau ≥ 35 tahun).
d. Riwayat preeklampsia/eklampsia.
e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
f. Obesitas. Peningkatan indeks massa tubuh sebelum kehamilan dan saat ANC.
3.4 Etiologi
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut
antara lain.
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan ovarika yang nantinya akan menjadi areri spiralis, dengan sebab yang belum jelas terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. vasodilatasi dan distensi lumen arteri spiralis memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Poses ini dinamakan ”remodeling arteri spiralis”. Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi proses remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadi hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta yang selanjutnya menimbulkan perubahan-perubahan yang menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan.2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
Pada plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas), salah satu oksidan yang dihasilkan plasenta yaitu radikal hidroksil yang sangat toksis khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak akan merusak membran sel, juga merusak nukleus dan protein sel endotel.
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi endotel, maka akan terjadi : Ganguan metabolisme prostaglandin. Kerusakan pada vaskuler endotel, terjadi penurunan
produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
3
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliasis)
Peningkatan permiabilitas kapiler
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor
Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin
sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang
mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E.
1. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti
dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa
sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti
bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.
4. Teori adaptasi kardiovaskularisasi genetik
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokontriksi. Terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin. Pada hipertensi kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokontriktor, dan terjadi kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor
5. Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hiperensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin.
6. Teori defisiensi gizi
4
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Beberapa penelitian juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeklamsia/eklamsia.
7. Teori Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Respon inflamasi ini
akan mengaktivkan sel endotel, sel-sel makrofag/granulosit sehingga terjadi reaksi
sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu.
(Angsar, 2008)
3.5 Patogenesis
Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari preeklampsia sebagai
berikut:
1. Iskemia Plasenta
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri
sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada
arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim
proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetic Inprenting
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal
atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada
genotip janin.
4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity
5
Preventing Activity (TxPA)
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-
esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah,
pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan
menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana VLDL terekspresikan. Jika
kadar VLDL melebihi TxPA maka efekntoksik dari VLDL akan muncul. Dalam perjalanannya
keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya
pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta.
Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap
pertama adalah: hipoksia placenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri
spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada
awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar
dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta
sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan
membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam
sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana
radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Oxidatif stress pada tahap
berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada
sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh
permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai
vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti
endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan
terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem
koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan
setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut
dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti:
- Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
- Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
6
- Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema
menyeluruh.
- Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopathi.
- Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
- Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan, pelepasan retina,
dan pendarahan.
- Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio
plasenta.
3.6 Gambaran Klinis
Gejala dan tanda preeklampsia berat
1. Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg
2. Tekanan darah diastolik ≥110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus
4. Trombosit <100.000/mm3
5. Oliguria <400 ml/24 jam
6. Proteinuria >3 gram/liter
7. Nyeri epigastrium
8. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
9. Perdarahan retina
10. Edema pulmonum
11. Koma
3.7 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di
bawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut:
7
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan menjalani
tirah baring.
2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
4. Peningkatan kadar kreatinin plasma
5. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan
kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula
Glisson).
7. Edema paru dan sianosis.
8. hemolisis mikroangiopatik.
9. Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase
11. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
12. sindroma HELLP
(Angsar, 2008)
3.8 Penatalaksanaan
Perawatan Konservatif9
1. Indikasi
Pada umur kehamilan < 37 minggu tanpa adanya tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
a. Pengobatan dilakukan kamar bersalin (selama 24 jam)
b. Tirah baring
c. Infus dextrose 5% RL
d. Pemberian anti kejang :
8
Drip MgSO4 40% 10 gram (25 cc)/ 500cc D5% 28 tetes permenit, sampai dengan 24 jam.Syarat pemberian dosis ulangan :- Refleks patella (+)
- Respirasi > 16x/ menit
- Produksi urin sekurang-kurangnya 150 cc/ 6jam
- Harus selalu tersedia kalsium glukonas 10% (1 gram i.v diberikan pelan-pelan bila
terjadi intoksikasi).
e. Diberikan anti hipertensi
- Bila sistole 180 mmHg atau diastole 110 mmHg digunakan drip Klonidin
(Catapres) 1 ampul/ 500cc cairan, 14 tetes/ menit.
- Bila sistole < 180 mmHg dan diastole < 110 mmHg anti hipertensi yang diberikan
adalah Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg.
f. Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal) dan jumlah produksi
urin 24 jam.
g. Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung dan bagian lain
sesuai dengan indikasi.
2. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24 jam di ruang
bersalin)
a. Tirah baring
b. Medikamentosa
- Roboransia
- Antihipertensi : Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg
c. Pemeriksaan laboratorium
- Hb, PCV, leukosit, trombosit
- Asam urat darah
- Fungsi ginjal dan darah
- Urine lengkap
- Produksi urine 24 jam, penimbangan BB setiap hari
d. Diet tinggi protein
e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/ doppler)
3. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
9
a. Adanya tanda-tanda impending eklampsia
b. Kenaikan progresif tekanan darah
c. Ada sindrom HELLP
d. Ada kelainan fungsi ginjal
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek
4. Penderita boleh pulang bila:
Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pre-eklampsia ringan. Perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi.Catatan : Bila keadaan penderita tetap dilakukan pematangan paru dengan dexamethasone
2x16 mg selang 24 jam, dilanjutkan dengan terminasi.
Perawatan Aktif1. Indikasi
a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
b. Adanya keluhan subyektif
c. Adanya sindrom HELLP
d. Kehamilan aterm ( 37mg)
e. Perawatan konservatif gagal
2. Pengobatan medisinal
a. Segera rawat inap
b. Tirah baring miring ke satu sisi
c. Infus dekstrose 5%
d. Pemberian anti kejang:
Dosis awal: drip MgSO4 40 % gram (10cc) diencerkan menjadi 20cc i.v selama 5 menit. Selanjutnya (25 cc) /500 cc D5% 28 tetes permenit.Dosis Pemeliharaan: Drip MgSO4 40 % 6 gr (15cc)/500 cairan 28 tetes permenit s/d 24 jam post partum.Syarat pemberian dosis ulangan: Refleks patella
Respirasi > 16x/menit
Produksi urin sekurang-kurangnya 150cc/6 jam
Harus selalu tersedia kalsium glukonas 10 % (1 gram i.v diberikan pelan-pelan
bila terjadi intosikasi)
10
e. Pemberian Antihipertensi
Bila sistol 180 mmHg atau diastole 110 mmHg digunakan drip Klonidin
(Catapres) 1 ampul/500cc cairan, 14 tetes/permenit, dilanjutkan nifedipine 3x 10 mg
atau Metildopa 3x250 mg.
3. Pengobatan Obstetrik
a. Sebelum perawatan aktif, sedapat mungkin pada setiap penderita dilakukan
pemerikasaan kesejahteraan janin.
b. Tindakan seksio sesarea dikerjakan bila:
Hasil kesejahteraan janin jelek
Penderita belum inpartu dengan skor pelvic jelek (PS<5)
Kegagalan drip oksitosin
Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan bila MST baik & PS baik.
3.10 Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi yang tersebut di bawah
ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering
terjadi pada preeklampsia. Di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio
plasenta disertai preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang
dikenal karena ikterus.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
11
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Terdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat
akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini
disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia-eklampsia merupakan akibat vasospasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan
pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati,
terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP
Terjadi ketika abnormalitas hepatik dan hematologik muncul secara bersama-sama yang
meliputi hemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin
12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : Ny. Sulastri
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dsn. Krajan, Jrebeng Kidul
Tanggal masuk : 25 Mei 2015
Ruangan : Melati Kelas III
3.2 SUBJEKTIF
Diagnosa Masuk: G4 P2-2 Ab1 UK 38-39 minggu dengan PEB inpartu kala 1 fase laten ATH,
presentasi kepala, punggung kanan
Keluhan utama: Keluar cairan
Riwayat penyakit sekarang (RPS):
- Pasien merasa keluar air merembes sejak jam 8 malam (28-5-2015), berwarna jernih
dengan jumlah yang banyak
- Pasien merasa hamil 9 bulan
- Pasien merasa kenceng-kenceng sejak jam 1 malam (29-5-2015)
- Kaki bengkak sejak 10 hari yang lalu
- Pasien tidak merasa pusing
- BAK dan BAB lancar
-
13
Riwayat Menstruasi:
Menarche: 15 tahun
Siklus: 28 hari, teratur
Lama: 7 hari
Dismenorhea: (+) sebelum menstruasi
HPHT: 29 September 2014
Tafsiran persalinan (TP): 5 Juli 2015
Usia kehamilan (UK): 34-35 minggu
Riwayat perkawinan:
Pasien telah menikah sebanyak satu kali selama kurang lebih 18 tahun.
Riwayat persalinan sebelumnya:
No UK Jenis
Persalinan
Penolong Tempat Umur BBL Jenis
Kelamin
Penyulit
H M
1. <20
minggu
Kuret Dokter
Sp.OG
RSUD
Moh.
Saleh
14
thn
3 kg Perempuan -
2. >37
minggu
Spt-B Dukun Rumah 19
thn
Laki-laki -
3. >39
minggu
Spt-B Dukun Rumah 16
thn
3 kg Perempuan -
4. Hamil ini
Riwayat penyakit dahulu:
Tidak memiliki riwayat hipertensi
Tidak memiliki riwayat alergi
Tidak memiliki riwayat asma
Tidak memiliki riwayat diabetes
14
Riwayat penyakit obstetrik/ginekologi dahulu: (-)
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat alergi
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat asma
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat TBC
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat diabetes
Riwayat KB
Pasien mengikuti program KB suntik 3 bulan
Riwayat pengobatan:
Belum pernah berobat sebelumnya dan sedang tidak mengkonsumsi obat.
3.3 OBJEKTIF
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 120 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : a/i/c/d: -/-/-/-
Pandangan kabur (-)
Visus: normal
Leher :Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Tidak ada struma
Thorax :Simetris kanan kiri
Tidak ada retraksi
Jantung :S1 S2 tunggal
15
Murmur (-)
Paru-paru :Vesikuler kanan kiri
Wheezing -/-, rhonki -/-
Payudara :Puting menonjol +/+
Kolostrum -/-
Hiperpigmentasi areola (+)
Abdomen :Membesar
Terdapat bentukan janin
Striae gravidarum (+)
Bekas operasi (-)
Leopold I :Teraba bagian bulat yang lunak
Intepretasi: bokong
Tinggi Fundus Uteri (TFU): 3 jari di bawah processus xyphoideus (30
cm)
Leopold II :Teraba bagian keras memanjang pada bagian kanan ibu
Intepretasi: punggung kanan
Leopold III :Posisi terendah janin teraba bagian bulat yang keras dan melenting
Intepretasi: posisi terendah janin yaitu kepala yang belum memasuki
pintu atas panggul
Leopold IV :Teraba bagian bulat yang keras dan melenting. Kedua ujung jari tangan
pemeriksa bertemu saat menelusuri bagian terendah janin (konvergen)
Intepretasi: posisi terendah janin yaitu kepala yang belum memasuki
pintu atas panggul
HIS :-
DJJ : 140 x/menit
Anogenital :ambeien (-), edema (-), varises (-)
Ekstremitas :akral hangat, edema pada kedua kaki, CRT < 2 detik
Status neurologis :GCS 456, refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
16
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 29 Mei 2015
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (DL)
Albumin : (-)
Reduksi` : (-)
Nitrit : (-)
Mikroskopis Urine
Leukosit : 3-4
Eritrosit : 0-1
Epitel : 4-5
Kristal : (-)
Silinder/Cast : (-)
Lain-lain : (-)
3.4 ASSESSMENT
Diagnosis: G4 P3-2 Ab0 UK 40-41 minggu ATH inpartu, presentasi kepala, punggung kanan +
Hipertensi Kronis + KPD + Primitua
3.5 PLANNING
Terapi:
Bed rest
Infus RL 20 tpm
Metildopa tab. 250 mg 3x1
Lab:
DL
Fungsi hati
17
USG obstetri
BAB IV
PEMBAHASAN
18
4.1. RESUME
Wanita, 43 tahun, masuk ke kamar bersalin pada tanggal 8 Januari 2015 pukul 12.00
WIB dengan diagnosa masuk G4 P3-2 Ab0 UK 40-41 minggu ATH presentasi kepala,
punggung kanan, inpartu + KPD + HDK + Primitua. Pasien yang merasa hamil 9 bulan
mengeluh terasa keluar air merembes sejak kemarin pagi. Perut tidak terasa sakit atau
berkontraksi, tidak dirasakannya juga keluar lendir atau darah dari vagina. Punggung kaki
bengkak sejak usia kehamilan 8 bulan. Sejak 3 hari yang lalu pasien merasa pusing dan tensi
tinggi. Pasien tidak mengeluh sesak, mual, muntah, dan pandangan tidak kabur. Nafsu
makan dan minum baik. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien mendapat haid pertama
kali saat usia 14 tahun. Siklus haid teratur setiap 30 hari. Lama haid per bulan rata-rata 7
hari. Hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 29 Maret 2014. Pasien telah menikah satu
kali selama 25 tahun. Pasien telah melahirkan sebanyak tiga kali. Anak pertama berjenis
kelamin perempuan, meninggal saat berumur 14 tahun karena penyakit pada hepar, lahir
normal pada usia kehamilan >37 minggu di rumah dengan bantuan dukun bersalin, berat
lahir 3 kg. Anak kedua berjenis kelamin laki-laki, saat ini berumur 19 tahun, lahir normal
pada usia kehamilan >37 minggu di rumah dengan bantuan dukun bersalin, ibu lupa berat
lahir. Anak ketiga berjenis kelamin perempuan, saat ini berumur 16 tahun, lahir normal pada
usia kehamilan >39 minggu di rumah dengan bantuan dukun bersalin, berat lahir 3 kg. Saat
ini sedang hamil anak keempat. Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak sebelum hamil
anak keempat, namun saat hamil anak pertama sampai ketiga pasien menyatakan tekanan
darahnya tidak pernah tinggi. Tidak ada riwayat asma, diabetes, maupun alergi. Keluarga
pasien ada yang memiliki riwayat hipertensi, tidak ada yang memiliki riwayat asma,
diabetes, TBC atau alergi. Pasien mengikuti program KB secara implant selama 3 tahun. KB
implant sampai saat ini belum dilepas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran compos
mentis, tensi 170/100, nadi 120x/menit, RR 20x/menit, dan suhu aksila 36,5oC. Pada
pemeriksaan payudara didapatkan puting kanan dan kiri menonjol, namun kolostrum belum
keluar dari payudara kanan dan kiri. Pada inspeksi abdomen dapat terlihat abdomen
membesar, terdapat bentukan janin, dan terlihat striae gravidarum. Pemeriksaan palpasi
19
abdomen pada Leopold I dapat teraba bagian bulat yang lunak pada fundus uteri yang
mengintepretasikan bokong. Tinggi fundus uteri adalah 3 jari di bawah processus
xyphoideus (30 cm). Pemeriksaan Leopold II dapat teraba bagian keras memanjang pada
bagian kanan ibu yang mengintepretasikan punggung bayi terletak di sebelah kanan.
Pemeriksaan Leopold III teraba bagian bulat yang keras dan melenting yang
mengintepretasikan posisi terendah janin yaitu kepala yang belum memasuki pintu atas
panggul. Pemeriksaan Leopold IV teraba bagian bulat yang keras dan melenting dan saat
menelusuri bagian terendah janin kedua tangan pemeriksa bertemu (konvergen) yang
menegaskan hasil pemeriksaan Leopold III bahwa bagian terendah janin yaitu kepala yang
belum memasuki pintu atas panggul. Ibu belum mengalami His. Denyut jantung janin
140x/menit. Pada ekstremitas didapatkan oedem pada kedua kaki.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan yaitu Urine Lengkap (UL) pada
tanggal 8 Januari 2015.. Pada pemeriksaan kimia urine tidak didapatkan kelainan. Pada
pemeriksaan mikroskopis urine didapatkan leukosit 3-4, eritrosit 0-1, epitel 4-5, sedangkan
hasil lainnya negatif.
4.2. DISKUSI
Kriteria diagnostik utama yang memenuhi kriteria hipertensi kronik pada pasien ini
adalah hipertensi (≥ 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu kehamilan. Diagnosis
hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :
- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.
- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali bila ada penyakit
trofoblastik.
- Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.5
Pada kasus ini pasien menyatakan memiliki riwayat hipertensi sejak sebelum hamil
yaitu tekanan darah mencapai ≥ 140/90 mmHg dan sedikit meningkat saat trimester ketiga
kehamilan yang dibuktikan melalui anamnesa bahwa sejak tiga hari terakhir sebelum pasien
masuk kamar bersalin tekanan darah naik. Tekanan darah saat pasien masuk kamar bersalin
saat itu adalah 170/100 mmHg. Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi
wanita hamil tidak mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada beberapa kasus,
hipertensi kronis didiagnosis sebelum kehamilan usia 20 minggu, tetapi pada beberapa
20
wanita hamil, tekanan darah yang meningkat sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin
merupakan tanda awal terjadinya preeklamsi. 1,10,19
Preeklamsi lebih umum diderita pada wanita dengan hipertensi kronis, dengan
insidensi sekitar 25%. Kriteria diagnosis pada preeklamsi terdiri dari :
Kriteria minimal, yaitu :
- TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu
- Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.
Kemungkinan terjadinya preeklamsi :
- TD 160/110 mmHg.
- Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.
- Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah meningkat.
- Trombosit <100.000/mm3.
- Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).
- Peningkatan ALT atau AST.
- Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau cerebral lain.
- Nyeri epigastrium persisten.5
Pada kasus hipertensi kronik ini untuk membedakannya dengan preeklamsi
dilakukan pemeriksaan laboratorium urine lengkap untuk mengetahui adanya proteinuria.
Tingkat proteinuria dapat berubah-ubah secara luas selama setiap periode 24 jam, bahkan
pada kasus yang berat. Oleh karena itu, satu sampel acak bisa saja tidak membuktikan
adanya proteinuria yang berarti.2,5 Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis
preeklamsi adalah hipertensi dengan proteinuria yang minimal.. Hasil pemeriksaan urine
lengkap pada pasien ini ditemukan tidak ada proteinuria, maka diagnosis banding
preeklamsi dapat disingkirkan.
Oedem yang dialami pada pasien ini bukan merupakan kriteria diagnostik
preeklamsi. Oedem telah ditinggalkan sebagai kriteria diagnostik karena hal tersebut juga
banyak terjadi pada wanita hamil yang normotensi. Oedem dianggap patologis bila
menyeluruh dan meliputi tangan, muka, dan tungkai. Sebagai catatan, oedem tidak selalu
terdapat pada pasien preeklamsi maupun eklamsi.5,7,10,16
Pemeriksaan penunjang yang diusulkan pada pasien ini adalah pemeriksaan darah
lengkap, fungsi hati, dan USG obstetri. Tujuan diusulkan pemeriksaan tersebut adalah untuk
21
menyingkirkan diagnosis banding yaitu preeklamsi dan menegakkan diagnosis hipertensi
kronik. Pemeriksaan darah lengkap diusulkan untuk mengetahui adanya trombositopenia
(trombosit <100.000/mm3). Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsi yang
memburuk, dan hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta
hemolisis mikroangiopati yang disebabkan oleh vasospasme yang berat. Bukti adanya
hemolisis yang luas dengan ditemukannya hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau
hiperbilirubinemi dan merupakan indikasi penyakit yang berat.5
Pemeriksaan fungsi hati untuk mengetahui adanya peningkatan ALT atau AST.
Temuan laboratorium yang abnormal dalam pemeriksaan ginjal, hepar, dan fungsi
hematologi meningkatkan kepastian diagnosis preeklamsi. Selain itu, pemantauan secara
terus-menerus gejala eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri epigastrium, juga
meningkatkan kepastian tersebut.5 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas
merupakan akibat nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan kapsul
Glissoni. Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang
tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.5
Pemeriksaan USG obstetri diusulkan karena faktor lain yang menunjukkan
hipertensi berat meliputi juga pembatasan pertumbuhan janin yang nyata.5
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah istirahat tirah baring, infus RL 20 tpm, dan
metil dopa tablet 250 mg 3 kali sehari. Penggunaan metil dopa dengan alasan metil dopa
merupakan obat anti hipertensi yang umum digunakan dan tetap menjadi obat pilihan karena
tingkat keamanan dan efektivitasnya yang baik, berdasarkan laporan tentang stabilnya aliran
darah uteroplasental dan hemodinamika janin dan ketiadaan efek samping yang buruk pada
pertumbuhan anak yang terpapar metil dopa saat dalam kandungan.4,5 Dosis awal 250 mg 3
kali sehari dan ditingkatkan 2 gram/hari.
Terapi harus dijalankan ketika tekanan darah mencapai 150-160 mmHg sistolik atau
100-110 mmHg diastolik untuk mencegah peningkatan tekanan darah pada tingkat yang
sangat tinggi pada kehamilan. Akan tetapi ada beberapa pendapat yang merekomendasikan
pemberian obat anti hipertensi saat tekanan darah mencapai 180/110 mmHg.
Tujuan utama dalam mengobati hipertensi kronis dalam kehamilan adalah
menurunkan risiko maternal, tetapi pemilihan obat anti hipertensi lebih memperhatikan
keselamatan janin. Wanita hamil dengan hipertensi kronis harus dievaluasi sebelum
22
kehamilan sehingga obat-obat yang memiliki efek berbahaya terhadap janin dapat diganti
dengan obat lain seperti metildopa. Bila terdapat kontra indikasi (menginduksi kerusakan
hepar) maka obat lain seperti nifedipin atau labetalol dapat digunakan.3,5,15
Seleksi obat anti hipertensi dan rute pemberian tergantung pada antisipasi waktu
persalinan. Jika persalinan terjadi lebih dari 48 jam kemudian, metil dopa oral lebih disukai
karena keamanannya. Alternatif lain seperti labetalol oral dan beta bloker serta antagonis
kalsium juga dapat dipergunakan. Jika persalinan sudah akan terjadi, pemberian parenteral
adalah praktis dan efektif. Anti hipertensi diberikan sebelum induksi persalinan untuk
tekanan darah diastol 105-110 mmHg atau lebih dengan tujuan menurunkannya sampai 95-
105 mmHg.5,6,15
Banyak wanita yang diterapi dengan diuretika, akan tetapi apakah terapi diuretik
dilanjutkan selama kehamilan masih menjadi bahan perdebatan. Terapi diuretik berguna
pada wanita dengan hipertensi sensitif garam atau disfungsi diastolik ventrikel. Akan tetapi
diuretik harus dihentikan apabila terjadi preeklamsi atau tanda-tanda pertumbuhan janin
terhambat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous, Hypertension, dalam Merck Manual of Diagnosis&Therapy, 25 Januari 2004,
diakses tanggal 24 Oktober 2009, dari http : //www.merck.com
23
2. August P, Management of Hypertension in Pregnancy, 2009, diakses tanggal 24 Oktober
2009, dari http : //www.uptodate.com/patients/content/topic
3. Branch D, Porter T, Hypertensive Disorders of Pregnancy, dalam Danforth’s
Obstetrics&Gynecologiy, edisi ke-8, Scott J, Saia P, Hammond C, Spellacy W, penyunting,
Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 1999: 309-326
4. Brooks M, Pregnancy&Preeclampsia, 5 Januari 2005, diakses tanggal 24 Oktober 2009, dari
http : //www.emedicine.com
5. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive
Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22, New York: McGraw-Hill,
2005 : 761-808
6. Eger R, Hypertensive Disorders during Pregnancy, dalam Obstetrics&Gynecology Principles
for Practice, Ling F, Duff P, penyunting, New York : McGraw-Hill, 2001 : 224-252
7. Gibson P, Carson M, Hypertension and Pregnancy, 30 Juli 2009, diakses tanggal 24 Oktober
2009, dari http : //emedicine.medscape.com/article/261435
8. Herrera J, Shahabudin A, Ersheng G, Wei Y, Garcia R, Lopez P, Calcium plus Linoleic Acid
Therapy for Pregnancy Induced Hypertension, 9 Desember 2005, diakses tanggal 24 Oktober
2009, dari http : //www.ncbi.nlm.nih.gov
9. Kaplan N, Lieberman E, Hypertension with Pregnancy and the Pill, dalam Kaplan’s Clinical
hypertension, edisi ke-8, Neal W, penyunting, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins,
2002: 404-433
10. Kelompok Kerja Penyusunan Hipertensi dalam Kehamilan-Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI, Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia, edisi
ke-2, Angsar M, penyunting, 2005: 1-27
11. Krisnadi S, Mose J, Effendi J, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Pedoman Diagnosis dan
terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.Hasan Sadikin, bagian pertama, edisi ke-2, Bandung :
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS dr.Hasan
Sadikin, 2005 : 60-70
12. Mose J, Gestosis, dalam Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, edisi ke-2,
Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, penyunting, Jakarta : EGC, 2003 : 68-
82
24
13. National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure, dalam The Seventh Report of the Joint National Committee, NIH
publication, 2004 : 49-52
14. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3,
Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301
15. Reynolds C, Mabie W, Sibai B, Hypertensive States of Pregnancy, dalam Current Obstetrics
and Gynecologic Diagnosis and Treatment, edisi ke-9, New York : McGraw-Hill, 2003: 338-
353
16. Scott J, Disaia P, Hammond C, Spellacy W, Gordon J, Danforth Buku Saku Gangguan
Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Obstetri dan Ginekologi, edisi ke-1, Koesoema H,
penyunting, Jakarta : Widya Medika, 2002: 202-213
17. Seely E, Maxwell C, Chronic Hypertension in Pregnancy. 2007, diakses tanggal 24 Oktober
2009, dari http : //circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115
18. Shennan A, Hypertensive disorders, dalam Dewhurst’s textbook of Obstetrics &
Gynaecology, edisi ke-7, USA : Blackwell Publishing, 2007 : 227-234
19. Sibai B, Diagnosis, Prevention, and Management of Eclampsia, 18 November 2004, diakses
tanggal 24 Oktober 2009, dari http : //www.greenjournal.org
20. Sibai B, Treatment of Hypertension in Pregnant Women, 25 Juli 1996, diakses tanggal 24
Oktober 2009, dari http : //www.NEJM.org/cgi/content/full
25
top related