farmakologi obat
Post on 07-Aug-2015
134 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Farmakologi Obat
Obat-obat kolinergik dan antikolinesterase
Obat otonom yang merangsang sel efektor yang dipersarafi serat dapat dibagi menjadi 3 yaitu
1. Ester kolin dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, beta karbakol. Indikasi
obat kolinergik adalah iskemik perifer (penyakit Reynauld, trombofleibitis), meteorismus, retensi
urin, feokromositoma
2. antikolinesterase, dalam golongan ini termasuk fsostigmin (eserin), prostigmin (neostigmin) dan
diisopropilfluorofosfat (DFP). Obat antikolinesterase bekerja dengan menghambat kerja
kolinesterase dan mengakibatkan suatu keadaan yang mirip dengan perangsangan saraf
kolinergik secara terus menerus. Fisostigmin, prostigmin, piridostigmin menghambat secara
reversibel, sebaliknya DFP, gas perang (tabun, sarin) dan insektisida organofosfat (paration,
malation, tetraetilpirofosfat dan oktametilpirofosfortetramid (OMPA) menghambat secara
irreversibel. Indikasi penggunaan obat ini adalah penyakit mata (glaukoma) biasanya digunakan
fisostigmin,penyakit saluran cerna (meningkatkanperistalsis usus) basanya digunakan
prostigmin, penyakit miastenia gravis biasanya digunakan prostigmin.
3. Alkaloid termasuk didalamnya muskarin, pilokarpin dan arekolin. Golongan obat ini yang dipakai
hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan efek miosis.
Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik,
penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk
(1). mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik
(2). Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum
(3). Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona, oksifenonium
bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang susunan saraf pusat
(merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan
sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem
kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah),
saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan
menghambat sekresi asam lambung)
Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan mengurangi efek
sistemik yang tidak menyenangkan.
Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai
antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen
digunakan untuk penyakit parkinson.
Obat Adrenergik
Obat ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip efek neurotransmitter
norepinefrin dan epinefrin (dikenal juga sebagai obat noradrenergik dan adrenergik atau simpatik
atau simpatomimetik). Kerja obat adrenergik dibagi dalam 6 jenis yaitu:
1. perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darahn kulit dan mukosa, kelenjar liur dan keringat
2. penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka3. perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi4. perangsangan SSP seperti peningkatan pernafasan, kewaspadaan, dan pengurangan nafsu
makan5. efek metabolik mislnya peningkatan glikogenolisisdi hati dan otot, lipolisis dan pelepasan
asam lemak bebas dari jaringan lemak6. efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon hipofisis.
Mekanisme kerja obat adrenergik adalah merangsang reseptor alfa () dan beta () pada sel
efektor. Efek obat adrenergik dapat dilihat pada tabel-1 dibawah ini
Penggunaan klinis epinefrin adalah pada
1. Sistem kardiovaskular: terjadinya vasokonstriksi (tekanan darah meningkat), meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung
2. Susunan Saraf Pusat: terjadinya kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor.3. Otot polos : efeknya berbeda tergantung pada jenis reseptor yang terdapat pada organ
tersebut. Pada saluran cerna terjadi relaksasi otot polos saluran cerna, pada uterus terjadi penghambatan tonus dan kontraksi uterus, pada kandung kemih terjadi relaksasi otot detrusor kandung kemih, pada pernafasan menimbulkan relaksasi otot polos bronkus.
4. Proses metabolik: menstimulasi glikogenolisis di sel-sel hati dan otot rangka, lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
5. lain-lain : menhambat sekresi kelenjar , menurunkan tekanan intraokular, mempercepat pembekuan darah
Efek samping epinefrin adalah perasaan takut, khawatir, gelisah, tegang, tremor, kepala
berdenyut, palpitasi.
Obat-obat yang termasuk golongan adrenergik yaitu
1. Golongan katekolamin : epineprin, norepinefrin, isoproterenol, dopamin, dobutamin dan sebagainya
2. Golongan nonkatekolamin: amfetamin, metamfetamin, fenilpropanolamin, metaproterenol (orsiprenalin), terbutalin, efedrin dan sebagainya.
Obat Antiadrenergik
Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat perangsangan
adrenergik. Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi
1. penghambat adrenoseptor (adrenoseptor bloker) yaitu obat yang menduduki adrenoseptor baik alfa
(a) maupun beta (b) sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergik.
2. penghambat saraf adrenergik yaitu obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap
perangsangan saraf adrenergik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis, penyimpanan,
dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik adalah
guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini umumnya
dipakai sebagai antihipertensi.
3. penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu obat yang menghambat perangsangan
adrenergik di SSP.
Obat yang termasuk alfa bloker adalah derivat haloalkilamin (dibenamid dan
fenoksibenzamin), derivat imidazolin (tolazolin, fentolamin), prazosin dan alfa bloker lain
misalnya derivat alkaloid ergot dan yohimbin. Indikasi alfabloker adalah hipertensi,
feokromositoma, fenomen Raynaud dan syok.
Obat yang termasuk beta bloker adalah isoproterenol, propanolol, asetabutolol, timolol,
atenolol, oksiprenolol dan sebagainya. Obat betabloker digunakan untuk mengurangi denyut
jantung dan kontraktilitas miokard, antihipertensi, bronkodilator, menghambat glikogenolisis di
sel hati dan otot rangka, menhambat lipolisis menghambat sekresi renin. Efek samping
betabloker adalah gagal jantung, bradiaritmia, bronkospasm, ekstremitas dingin, memperberat
gejala penyakit Reynaud dan menyebabkan kambuhnya klaudikasio intermitten.
Obat penghambat saraf adrenergik bekerja dengan cara menghambat sintesis,
penyimpanan, dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik
adalah guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini
umumnya dipakai sebagai antihipertensi.
Obat penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu klonidin dan metildopa
yang dipakai sebagai obat antihipertensi.
Obat Anestetik dan Analgesik
A. Obat Anestetik
Istilah anestetik dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit.
Anestetik dibedkan menjadi 2 kelompok yaitu
1. Anestetik lokal yaitu penghilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran2. Anestetik umum yaitu penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran.
Sejak dahulu sudah dikenal tindakan anestesi yang digunakan untuk mempermudah tindakan
operasi. Orang Mesir dahulu menggunakan narkotik, sedangkan orang cina menggunakan
Canabis indica dan pemukulan kepala dengan tongkat untuk menghilangkan kesadaran. Hal ini
tidak memberikan keuntungan. Tahun 1776 ditemukan anestetik gas pertama yaitu N2O, tetapi
anestetik gas ini kurang efektif sehingga diusahakan mencari zat lain.
Mekanisme kerja obat anestesi umum sampai sekarang belum jelas, meskipun mekanisme kerja
susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer mengalami banyak kemajuan pesat, maka
timbullah berbagai teori. Beberapa teori yang dikemukan adalah
1. teori koloid
zat anestesi akan menggumpalkan sel koloid yang menimbulkan anestesi yang bersifat reversibel
diikuti dengan proses pemulihan. Christiansen (1965) membuktikan bahwa pemberian eter dan
halotan akan menghambat gerakan dan aliran protoplasma dalam amuba
1. teori lipid
Ada hubungan kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anestesi. Makin tinggi
klerutan dalam lemak makin kuat sifat anestestetiknya. Teori ini cocok untk obat anestetik yang
larut dalam lemak
1. teori adsorpsi dan tegangan permukaan
Pengumpulan zat anestesi pada permukaan sel menyebabkan proses metabolisma
dan transmisi neural terganggu sehingga timbul anestesi.
1. teori biokimia
pemberiaan zat anestesi invitro menghambat pengambilan oksigen di otak dengan cara
menghambat sistem fosforilasi oksidatif. Akan tetapi hal ini mungkin hanya menyertai anestesi
bukan penyebab anestesi.
1. teori neurofisiologi
pemberian zat anestesi akan menurunkan transmisi sinaps di ganglion cervicalis superior dan
menghambat formatio retikularis asenden untuk berfungsi mempertahankan kesadaran.
1. teori fisika
zat anestesi dengan air di dalam susunan saraf pusat dapat membentuk mikrokristal sehingga
menggangu fungsi sel otak.
Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-mula fungsi yang
kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula oblongata yang mengandung
pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital. Guedel (1920) membagi anestesi umum
dengan eter menjadi 4 stadia:
1. Stadium I (analgesia) yaitu stadia mulai dari saat pemberian zat anestesi hingga hilangnya kesadaran. Pada stadia ini penderita masih bisa mengikuti perintah tetapi rasa sakit sudah hilang
2. Stadium II (delirium/eksitasi) yaitu hilangnya kesadaran hingga permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, gerakan pernafasan yang tak teratur, takikardia, hipertensi hingga terjadinya kematian, sehingga harus segera dilewati
3. Stadium III yaitu stadia sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga hilangnya pernafasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadia ini dibagi lagi menjadi 4 tingkat yaitu
a. Tingkat I : pernafasn teratur, spontan, gerakan bola mata tak teratur, miosis, pernafasan dada dan perut seimbang. Belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna
b. Tingkat II : pernafasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan tingkat I, bola mata tak bergerak, pupil melebar, relaksasi otot sedang, refleks laring hilang.
c. Tingkat III: pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada karena otot interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih lebar tetatpi belum maksimal
d. Tingkat IV: pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya menghilang.
4. Stadium IV (Paralisis mediula oblongata) yaitu stadium dimulai dengan melemahnya pernafasan perut dibanding stadoium III tingkat 4, tekanan darah tak terukur, jantung berhenti berdenyut dan akhirnya penderita meninggal.
Sebelum diberikan zat anestesi pada pasien diberikan medikasi preanestesi dengan tujuan
untuk mengurangi kecemasan, memperlancar induksi, merngurangi keadaan gawat anestesi,
mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardia dan muntah sesudah atau selama anestesia.
Untuk tindakan ini dapat digunakan
1.a. analgesia narkotik untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan, mengurangi
rasa sakit dan menghindari takipneu. Misalnya morfin atau derivatnya misalnya oksimorfin dan fentanil
b. barbiturat biasanya diguankan untuk menimbulkan sedasi. Misalnya pentobarbital dan sekobarbital.
c. Antikolinergik untuk menghindari hipersekresi bronkus dan kelenjar liur terutama pada anestesi inhalasi. Obat yang dapat digunakan misalnya sulfas atropin dan skopolamin.
d. Obat penenang digunakan untuk efek sedasi, antiaritmia, antihistamin dan enti emetik. Misalnya prometazin, triflupromazin dan droperidol
Obat-obat anestesi umum yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi
1. kelompok inhalasi (gas) : Nitrous oksida (N2O), siklopropan, eter, enfluran, isofluran, halaotan,
metoksifluran, trikoretilen, etil klorida, fluroksen
2. anestesi parenteral (injeksi) dibagi menjadi beberapa golongan yaitu
a. Barbiturat, bekerja dengan blokade sistem stimulus di formasio retikularis sehingga kesadaran
akan hilang. Efek samping yang dapat terjadi adalah depresi pusat nafas dan menurunnya
kontraktilitas otot jantung. Contoh obatnya adalah natrium tiopental, ketamin
b. Droperidol dan Fentanil digunakan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik dan anestesia
neuroleptik (bila digunakan bersama N2O)
c. Diazepam, obat ini menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan
bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesia sehingga harus dikombinasi dengan obat-obat
analgesia.
d. Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi tetapi tidak
berefek analgesia. Etomidat hanya menimbulkan efek minimal terhadap sistem kardiovaskular
dan pernafasan. Efek anestesinya berlangsung segera, dalam waktu 1 menit pasien sudah tidak
sadar.
Efek samping anestesi umum yang dapat terjadi adalah depresi miokardium dan hipotensi
(anestesi inhalasi), depresi nafas (terutama anestesi inhalasi), gangguan fungsi hati ringan,
gangguan fungsi ginjal, hipotermia dan menggigil pasca operasi, batuk dan spasme laring serta
delirium selama masa pemulihan.
Obat anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada setiap bagian saraf.
Pemberian anestetik lokal pada kulit akan menghambat transmisi impuls sensorik, sebaliknya
pemberian anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di
daerah yang dipersarafinya. Mekanisme kerja anestetik lokla adalah mencegah konduksi dan
timbulnya impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel. Obat anestetik lokal
dikelompokkan menjadi
1. Kokain
2. Anestetik lokal sintetik seperti prokain, lidokain , butetamid, dibukain,
mepivakain, tetrakain dan sebagainya.
Tehnik pemberian anestetik lokal dapat berupa
1. anestetik permukaan yaitu penyuntikan obat anestetik secara permukaan misalnya pada kulit, selaput lendir mulut, faring dan esofagus
2. anestetik infiltrasi yaitu penyuntikan untuk menimbulkan anestesi pada ujung saraf melalui kontak langsung dengan obat. Cara anestesi infiltrasi yang sering digunakan adalah ring block.
3. anestetik blok yaitu anestesi bertujuan untuk mempengaruhi konduksi saraf otonom maupun somatis dengan anestesi lokal. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal misalnya saraf oksipital, pleksus brachialis, sampai ke anestesia epidural dan spinal.
4. anestetik spinal yaitu anestesi blok yang lebih luas.
B. Obat Analgesik
Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu
kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Mekanisme
kerja obat analgesik adalah menghambat ensim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat menjadi PGG2 terganggu dan reaksi inflamasi akan tertekan.
Obat-obat analgesik ini juga mempunyai sifat antipiretik dan antiinflamasi, tetapi ada perbedaan
dari masing-masing obat, contohnya parasetamol bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat
antiinflamasinya lemah sekali.
Efek samping obat-obat analgesik yang paling sering adalah iritasi pada lambung hingga tukak
lambung, gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan A2 (TXA2)
dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan, gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati pada
pemamakaian lama dan reaksi alergi.
Obat-obat yang tergolong analgesik adalah salisilat, paraaminofenol (fenasetin dan asetaminofen
atau parasetamol), pirazolon (antipirin, aminopirin, dipiron), fenilbutazon dan oksifenbutazon.
Obat AINS yang lainnya adalah asam mefenamat dan meklofenamat, diklofenak, fenbufen,
ibuprofen, ketoprofen, nafroksen, indometasin, piroksikam.
Obat Antiepilepsi
Antiepilepsi atau antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan
epilepsi (epileptic seizure). Epilepsi merupakan nama kolektif untuk sekelompok gangguan atau
penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut bangkitan
atau seizure) dan gejala utama berupa penurunan kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan
ini biasanya disertai dengan terjadinya kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonom, gangguan
sensorik atau psikis, dan selalu disertai gambaran letupan EEG (electroencephalogram) abnormal
dan eksesif. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik
atau depolarisasi abnormal dan ksesif, terjadi disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan
bangkitan paroksismal. Dalam fokus ini terdapat neuron epilepsi yang sensitif terhadap
rangsangan. Neuron epileptik inilah yang menjadi pencetus bangkitan epilepsi. Epilepsi
dikelompokkan menjadi 2 yaitu
1. Epilepsi fokal atau parsial, yaitu epilepsi yang ditandai oleh terjadinya kejang pada bagian tubuh tertentu misalnya tangan, muka dan sebagainya dan biasanya tanpa disertai dengan penurunan kesadaran.
2. Epilepsi umum yaitu epilepsi yang doitandai oleh terjadinya kejang menyeluruh (kejang umum) disemua bagian tubuh baik yang bersifat tonik, klonik ataupun tonik-klonik dan biasanya disertai dengan terjadinya penurunan kesadaran.
Obat antikonvulsi atau antiepilepsi berdasarkan cara kerjanya dibagi mnejadi 2 yaitu
1. dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi
2. dengan mencegah terjadnya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
Obat epilepsi dibagi nejadi 8 kelompok yaitu
1. Golongan Hidantoin, terdiri atas fenitoin, mefenitoin, dan etotoin
Indikasi obat golongan ini adalah epilepsi umum tonik-klonik (grandmal epilepsi) dan bangkitan
parsial atau fokal. Efek samping yang dapat terjadi adalah pada susunan saraf pusat (ataksia,
nistagmus, sukar bicara, tremor dan ngantuk), saluran cerna dan gusi (nyeri ulu hati, anoreksia,
mual dan muntah serta pembesaran gusi), Kulit (ruam morbiliform) dan hepatotoksik (ikterik)
serta anemia megaloblastik.
1. Golongan barbiturat, misalnya fenobarbital dan primidon. Selain sebagai antikonvulsi, obat ini juga digunakan sebagai hipnotik-sedatif.
Fenobarbital digunakan untuk terapi bangkitan tonik-klonik atau berbagai bangkitan parsial atau
fokal. Efek samping fenobarbital relatif kecil berupa ruam kulit. Primidon digunakan untuk
semua bentuk bangkitan atau epilepsi, kecuali epilepsi jenis petit mal. Efek samping yang dapat
terjadi berupa kantuk, ataksia, pusing, sakit kepala, mual, ruam kulit , anoreksia dan impotensi.
1. Golongan Oksazolidindion, misalnya trimetadion. Indikasi obat ini adalah epilepsi jenis petit mal (bangkitan lena). Disamping itu trimetadion juga bersifat hipnotik dan analgesik. Efek samping ringan berupa ngantuk, dan ruam kulit. Disamping itu dapat juga terjadi gangguan fungsi hati, darah dan ginjal.
2. Golongan Suksimid, misalnya etosuksimid, metsuksimid, dan fensuksimid. Efek antikonvulsi suksimid sama dengan trimetadion. Indiasi penggunaan obat ini adalah epilepsi tipe petit mal. Efek samping berupa mual, sakit kepala, kantuk, dan ruam kulit.
3. Golongan Karbamazepin, misalnya karbamazepin. Selain mempunyai efek antikonvulsif obat ini juga memperbaiki kewaspadaan dan perasaan. Selain itu juga mempunyai efek analgesia selektif dan digunakan pada pengobatan tabes dorsalis dan neuropati lainnya. Obat ini digunakan untuk mengatasi semua bangkitan epilepsi kecuali epilepsi tipe petit mal dan digunakan secara luas di Amerika Serikat. Efek samping yang dapat terjadi adalah pusing, vertigo, ataksia, penglihatan kabur, mual, muntah dan gangguan darah.
4. Golongan Benzodiazepin, misalnya diazepam, klonazepam, nitrazepam. Selain untuk antikonvulsi obat ini uga dipakai sebagai antiansietas. Diazepam intravena merupakan obat terpilih untuk status epileptikus dan merupakan obat antikonvulsi yang paling banyak dipakai. Obat ini digunakan untuk kejang umum maupun fokal. Efek samping yang dapat terjadi adalah obstruksi saluran nafas oleh lidah akibat relaksasi otot, depresi nafas hingga apneu, hipotensi, henti jantung dan ngantuk. Klonazepam dan nitrazepam digunakan untuk epilepsi tipe mioklonik, akinetik dan spasme. Efek samping berupa ngantuk, ataksia dan gangguan kepribadian.
5. Golongan Asam Valproat. Mekanisme kerja asam valproat didasarkan meningkatnya kadar asam gama aminobutirat (GABA) di otak. Indikasi pemberian obat ini adalah epilepsi petit mal, mioklonik dan tonik-klonik. Efek samping yang terjadi adalah gangguan saluran cerna, berupa mual dan muntah susunan saraf pusat (ngantuk, ataksia, tremor), gangguan fungsi hati, ruam kulit dan alopesia.
6. Antiepilepsi lain misalnya fenasemid dan asetazolamid.
Prinsip pengobatan epilepsi adalah (1) melakukan pengobatan kausal (penyebab) misalnya
pembedahan pada tumor serebri, (2) menghindari faktor pencetus suatu bangkitan, misalnya
alkohol, emosi dan kelelahan fisik maupun mental, (3) penggunaan antikonvulsi.
Kriteria obat epilepsi yang baik adalah (1) dapat menekan bangkitan, (2) memiliki batas
keamanan yang lebar, (3) satu jenis obat yang dapat menekan semua jenis bangkitan dan
bekerjalangsung pada fokus bangkitan, (4) diberikan peroral dan masa kerja panjang, tidak
menimbulkan gejala putus obat, (5) harganya murah.
Farmakologi Adrenergik
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dimana
dalam makalah ini kami menyajikan materi mengenai obat otonom yakni Obat Adrenergik. Oleh
karena itu materi ini memberi perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan bagian
farmakologi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari taraf kesempurnaan. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kendari, 3 oktober 2011
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I PENDAHULUAN
Bab II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
Daftar pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,
lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut
obat. Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang ( the art of weighing ).
Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang dokter dapat merupakan sumber bencana
bagi pasien karena tidak ada obat yang aman secara murni. Hanya dengan penggunaan yang
cermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping tidak diinginkan yang terlalu menggangu.
Selain itu, pengetahuan mengenai efek samping obat memampukan dokter mengenal tanda dan
gejala yang disebabkan obat. Hampir tidak ada gejala dari demam, gatal sampai syok anafilaktik,
yang tidak terjadi dengan obat. Jadi obat selain bermanfaat dalam pengobatan penyakit, juga
merupakan penyebab penyakit. Menurut suatu survey di Amerika Serikat, sekitar 5 % pasien
masuk rumah sakit akibat obat. Rasio fatalitas kasus akibat obat dirumah sakit bervariasi antara 2
– 12%. Efek samping obat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diminum. Melihat fakta
tersebut, pentingnya pengetahuan obat bagi seorang dokter maupun apoteker tidak dapat
diragukan.
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit/gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu misalnya membuat
seorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan.
Salah satu bagian dalam ilmu farmakologi yaitu obat otonom yakni obat adrenergic atau
simpatomimetika yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama dengan
stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung – ujung
sarafnya. SS berfungsi meningkatkan penggunaan zat oleh tubuh dan menyiapkannya untuk
proses disimilasi. Organisme disiapkan agar dengan cepat dapat menghasilkan banyak energy,
yaitu siap untuk suatu reaksi “ fight, fright, or flight “ ( berkelahi, merasa takut, atau melarikan
diri ). Oleh karena itu, adrenergika memiliki daya yang bertujuan mencapai keadaan waspada
tersebut.
2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Dapat menentukan jenis – jenis obat adrenergic
2. Proses atau mekanisme kerja obatnya
3. Indikasi obat adrenergic
4. Kontraindikasi
5. Efek samping
BAB 2
PEMBAHASAN
Dikatakan obat adrenergic karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan saraf
adrenergic, atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin ( yang disebut juga
noradrenalin dan adrenalin ). Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau simpatomimetik
yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama dengan stimulasi susunan
simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung – ujung sarafnya.
Kerja obat adrenergic dapat dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu :
1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, serta kelenjar liur
dan keringat.
2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah otot rangka
3. Perangsangan jantung : dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi
4. Perangsangan SSP : misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas
psikomotor, dan pengurangan nafsu makan
5. Efek metabolic : misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan penglepasan
asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. Efek endokrin : misalnya modulasi sekresi insulin, rennin, dan hormone hipofisis
7. Efek prasinaptik : dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan neurotransmitter NE
atau Ach ( acetyl colin ).
Adrenergic dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel – sel efektor
dari organ – ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta. Perbedaan antara kedua jenis reseptor
didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin ( NA ), dan isoprenalin. Reseptor-alfa
lebih peka bagi NA, sedangkan reseptor-beta lebih sensitive bagi isoprenalin.
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologisnya yaitu dalam alfa-1
dan alfa-2 serta beta-1 dan beta-2.Pada umumnya stimulasi dari masing-masing reseptor itu
menghasilkan efek-efek sebagai berikut :
Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar dengan
bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenegis dengan turunnya tekanan darah.
Mungkin pelepasan ACh di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga antara lain
menurunnya peristaltic.
Beta-1 : memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung ( efek inotrop dan kronotop ).
Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut :
alfa-1 dan beta-1 : postsinaptis artinya lewat sinaps di organ efektor
alfa-2 dan beta-2 : presinaptis dan ekstrasi-naptis yaitu dimuka sinaps atau diluarnya antara lain
dikulit otak,rahim,dan pelat-pelat darah. Reseptor-a1 juga terdapat presinaptis.
Contoh Obat Adrenergik antara lain :
Epinefrin
Norepinefrin
Isoproterenol
Dopamin
Dobutamin
Amfetamin
Metamfenamin
Efedrin
Metoksamin
Fenilefrin
Mefentermin
Metaraminol
Fenilpropanolamin
Hidroksiamfetamin
Etilnorepineprin
EPINEFRIN
Epinefrin merupakan prototype obat kelompok adrenergic. Zat ini dihasilkan juga oleh
anak-ginjal dan berperan pada metabolisme hidrat-arang dan lemak. Adrenalin memiliki semua
khasiat adrenergis alfa dan beta, tetapi efek betanya relative lebih kuat ( stimulasi jantung dan
bronchodilatasi ).
a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
Pada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf adrenergic.
Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf adrenergic adalah NE. Efek yang
paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan otot polos lain.
Jantung, epinefrin mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan
konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif epinefrin pada jantung.
Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari
nodus sino-atrial ( SA ) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian mempercepat firing rate pacu
jantung dan merangsang pembentukan focus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA,
epinefrin juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate lebih
cepat.
Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari atrium ke nodus
atrioventrikular ( AV ). Epinefrin juga mengurangi blok AV yang terjadi akibat penyakit, obat
atau aktivitas vagal. Selain itu epinefrin memperpendek periode refrakter nodus AV dan berbagai
bagian jantung lainnya. Epinefrin memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam
mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis, epinefrin memperpendek waktu sistolik
tanpa mengurangi waktu diastolic. Akibatnya curah jantung bertambah tetapi kerja jantung dan
pemakaian oksigen sangat bertambah sehingga efisiensi jantung ( kerja dibandingkan dengan
pemakaian oksigen ) berkurang. Dosis epinefrin yang berlebih disamping menyebabkan tekanan
darah naik sangat tinggi juga menimbulkan kontraksi ventrikel premature diikuti takikardia
ventrikel dan akhirnya fibrilasi ventrikel.
Pembuluh darah, efek vascular epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler,
tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal
mengalami konstriksi karena dalam organ – organ tersebut reseptor α dominan. Pembuluh darah
otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi reseptor β2 yang
mempunyai afinitas lebih besar pada epinefrin dibandingkan dengan reseptor α. Epinefrin dosis
tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor tersebut. Dominasi reseptor α di pembuluh darah
menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah. Pada
waktu kadar epinefrin menurun, efek terhadap reseptor α yang kurang sensitive lebih dulu
menghilang. Efek epinefrin terhadap reseptor β2 masih ada pada kadar yang rendah ini. Dan
menyebabkan hipotensi sekunder pada pemberian epinefrin secara sistemik. Jika sebelum
epinefrin telah diberikan suatu penghambat reseptor α, maka pemberian epinefrin hanya
menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinefrin reversal
yaitu suatu kenaikan tekanan darah yang tidak begitu jelas mungkin timbul sebelum penurunan
tekanan darah ini, kenaikan yang selintas ini akibat stimulsai jantung oleh epinefrin.
Pada manusia pemberian epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan kenaikan tekanan
darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan aliran darah
otak.
Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan darah, meningkatkan resistensi
pembuluh darah ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi Na, K dan Cl
berkurang volume urin mungkin bertambah, berkurang atau tidak berubah. Tekanan darah arteri
maupun vena paru meningkat oleh epinefrin meskipun terjadi konstriksi pembuluh darah paru,
redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi vena – vena besar juga
berperan penting dalam menimbulkan kenaikan tekanan darah paru. Dosis epinefrin yang
berlebih dapat menimbulkan kematian karena adema paru.
Pernapasan, epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara merelaksasi otot
bronkus melalui reseptor β2. efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot
polos bronkus karena asma bronchial, histamine, ester kolin, pilokarpin, bradikinin, zat penyebab
anafilaksis yang bereaksi lambat dan lain – lain. Disini epinefrin bekerja sebagai antagonis
fisiologik. Pada asma, epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel – sel
mast melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor
α1.
Proses Metabolik, epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui
reseptor β2, glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian glukosa-6-fosfat. Hati
mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas glukosa
sedangkan otot rangka melepas asam laktat. Epinefrin juga menyebabkan penghambatan sekresi
insulin akibat dominasi aktivasi reseptor α2 yang menghambat, terhadap aktivasi reseptor β2 yang
menstimulasi sekresi insulin. Sekresi glucagon ditingkatkan melalui reseptor β pada sel α
pancreas. Selain itu epinefrin mengurangi ambilan glukosa oleh jaringan perifer, sebagian akibat
efeknya pada sekresi insulin, tapi juga akibat efek langsung pada otot rangka. Akibatnya terjadi
peningkatan kadar glukosa dan laktat dalam darah dan penurunan kadar glikogen dalam hati dan
otot rangka.
Epinefrin melalui aktivasi reseptor β meningkatkan aktivasi lipase trigliserida dalam jaringan
lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam darah meningkat. Efek kalorigenik epinefrin terlihat
sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada pemberian dosis terapi.
Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak, yang menyediakan lebih
banyak substrat untuk oksidasi.
Efek utamanya terhadap organ dan proses – proses tubuh penting dapat diikhtisarkan sebagai
berikut :
Jantung : daya kontraksi diperkuat ( inotrop positif ), frekuensi ditingkatkan ( chronotrop
positif ), sering kali ritmenya di ubah.
Pembuluh : vasokontriksi dengan naiknya tekanan darah.
Pernapasan : bronchodilatasi kuat terutama bila ada konstriksi seperti pada asma atau akibat
obat.
Metabolisme ditingkatkan dengan naiknya konsumsi O2 dengan ca 25%, berdasarkan
stimulasi pembakaran glikogen ( glycogenolysis ) dan lipolysis. Sekresi insulin di hambat, kadar
glukosa dan asam lemak darah ditingkatkan.
Farmakokinetik
Absorbsi, pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar
dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada
penyuntikan SK, absorbsi lambat karena vasokontriksi local, dapat dipercepat dengan memijat
tempat suntikan. Absorbsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian local
secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi,
terutama bila digunakan dosis besar.
Biotransformasi dan ekskresi, epinefrin stabil dalam darah. Degradasi epinefrin terutama terjadi
dalam hati terutama yang banyak mengandung enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga
dapat merusak zat ini. Sebagian besar epinefrin mengalami biotransformasi, mula – mula oleh
COMT dan MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan atau konyugasi, menjadi metanefrin,
asam 3-metoksi-4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk
konyugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit – metabolit ini bersama epinefrin yang tidak diubah
dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah epinefrin yang utuh dalam urin hanya
sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung epinefrin dan NE utuh dalam jumlah
besar bersama metabolitnya.
b. Indikasi
Terutama sebagai analepticum, yakni obat stimulan jantung yang aktif sekali pada keadaan
darurat, seperti kolaps, shock anafilaktis, atau jantung berhenti. Obat ini sangat efektif pada
serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi karena per oral diuraikan oleh getah lambung.
c. Kontraindikasi
Epinefrin dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat β-bloker nonselektif, karena kerjanya
yang tidak terimbangi pada reseptor α1 pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi yang berat
dan perdarahan otak.
d. Efek samping
Pemberian epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala berdenyut, tremor,
dan palpitasi. Gejala – gejala ini mereda dengan cepat setelah istrahat. Pasien hipertiroid dan
hipertensi lebih peka terhadap efek – efek tersebut maupun terhadap efek pada system
kardiovaskular. Pada pasien psikoneuretik epinefrin memperberat gejala – gejalanya.
NOREPINEFRIN
Norepinefrin adalah derivate tanpa gugus-metil pada atom-N. neurohormon ini khususnya
berkhasiat langsung terhadap reseptor α dengan efek fasokontriksi dan naiknya tensi. Efek
betanya hanya ringan kecuali kerja jantungnya ( β1 ). Bentuk-dekstronya, seperti epinefrin, tidak
digunakan karena ca 50 kali kurang aktif. Karena efek sampingnya bersifat lebih ringan dan
lebih jarang terjadi, maka norepinefrin lebih disukai penggunaannya pada shok dan sebagainya.
Atau sebagai obat tambahan pada injeksi anastetika local.
a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila
dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang sebanding dengan
epinefrin, tetapi hampir tidak memperlihatkan efek β2.
Infus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolic, tekanan sistolik, dan
biasnya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga aliran darah melalui ginjal, hati
dan juga otot rangka juga berkurang. Filtrasi glomerulus menurun hanya bila aliran darah ginjal
sangat berkurang. Reflex vagal memperlambat denyut jantung, mengatasi efek langsung NE
yang mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat perlambatan denyut
jantung ini, disertai venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat efek langsung NE pada
pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan curah sekuncup. Tetapi curah jantung
tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran darah koroner meningkat, mungkin karena dilatasi
pembuluh darah koroner tidak lewat persarafan otonom tetapi dilepasnya mediator lain, antara
lain adenosin, akibat peningkatan kerja jantung dan karena peningkatan tekanan darah. Berlainan
dengan epinefrin, NE dalam dosis kecil tidak menimbulkan vasodilatasi maupun penurunan
tekanan darah, karena NE boleh dikatakan tidak mempunyai efek terhadap reseptor β2 pada
pembuluh darah
otot rangka. Efek metabolic NE mirip epinefrin tetapi hanya timbul pada dosis yang lebih
besar.
b. Indikasi
Pengobatan pada pasien shock atau sebagai obat tambahan pada injeksi pada anastetika
local.
c. Kontraindikasi
Obat ini dikontraindikasikan pada anesthesia dengan obat – obat yang menyebabkan
sensitisasi jantung karena dapat timbul aritmia. Juga dikontraindikasikan pada wanita hamil
karena menimbulkan kontraksi uterus hamil.
d. Efek Samping
Efek samping NE serupa dengan efek samping epinefrin, tetapi NE menimbulkan
peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi. Efek samping yang paling umum berupa rasa
kuatir, sukar bernafas, denyut jantung yang lambat tetapi kuat, dan nyeri kepala selintas. Dosis
berlebih atau dosis biasa pada pasien yang hiper-reaktif ( misalnya pasien hipertiroid )
menyebabkan hipertensi berat dengan nyeri kepala yang hebat, fotofobia, nyeri dada, pucat,
berkeringat banyak, dan muntah.
ISOPROTERENOL
Obat ini juga dikenal sebagai isopropilnorepinefrin, isopropilarterenol dan isoprenalin,
merupakan amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua reseptor β, dan hampir
tidak bekerja pada reseptor α.
a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
Isoproterenol tersedia dalam bentuk campuran resemik. Infus isoproterenol pada manusia
menurunkan resistensi perifer, terutama pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal dan
mesenterium, sehingga tekanan diastolic menurun. Curah jantung meningkat karena efek
inotropik dan kronotropik positif langsung dari obat.pada dosis isoproterenol yang biasa
diberikan pada manusia, peningkatan curah jantung umumnya cukup besar untuk
mempertahankan atau meningkatkan tekanan sistolik, tetapi tekanan rata – rata menurun. Efek
isoproterenol terhadap jantung menimbulkan palpitasi, takikardia, sinus dan aritmia yang lebih
serius.
Isoproterenol melalui aktivasi reseptor β2, menimbulkan relaksasi hampir semua jenis otot
polos. Efek ini jelas terlihat bila tonus otot tinggi, dan paling jelas pada otot polos bronkus dan
saluran cerna. Isoproterenol mencegah atau mengurangi bronkokonstriksi. Pada asma, selain
menimbulkan bronkodilatasi, isoprotorenol juga menghambat penglepasan histamine dan
mediator – mediator inflamasi lainnya.akibat reaksi antigen-antibodi, efek ini juga dimiliki oleh
β2-agonis yang selektif. Efek hiperglikemik isoproterenol lebih lemah dibandingkan dengan
epinefrin, antara lain karena obat ini menyebabkan sekresi insulin melalui aktivasi reseptor β2
pada sel – sel beta pancreas tanpa diimbangi dengan efek terhadap reseptor α yang menghambat
sekresi insulin. Isoproterenol lebih kuat dari epinefrin dalam menimbulkan efek penglepasan
asam lemak bebas dan efek kalorigenik.
b. Indikasi
Digunakan pada kejang bronchi ( asma ) dan sebagai stimulant sirkulasi darah.
c. Kontraindikasi
Pasien dengan penyakit arteri koroner menyebabkan aritmia dan serangan angina.
d. Efek samping
Efek samping yang umum berupa palpitasi, takikardi, nyeri kepala dan muka merah.
Kadang – kadang terjadi aritmia dan serangan angina, terutama pada pasien dengan penyakit
arteri koroner. Inhalasi isoproterenol dosis berlebih dapat menimbulkan aritmia ventrikel yang
fatal.
DOPAMIN
a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamik
Precursor NE ini mempunyai kerja langsung pada reseptor dopaminergik dan adrenergic,
dan juga melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah, dopamin bekerja pada reseptor
dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal, mesenterium dan pembuluh darah koroner.
Stimulasi reseptor D1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase. Infus dopamin
dosis rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan ekskresi Na+ .
Pada dosis yang sedikit lebih tinggi, dopamin meningkatkan kontraktilitas miokard melalui
aktivasi adrenoseptor β1. Dopamin juga melepaskan NE endogen yang menambah efeknya pada
jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi perifer total tidak berubah. Hal ini karena
dopamin mengurangi resistensi arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya sedikit
peningkatan di tempat – tempat lain.dengan demikian dopamin meningkatkan tekanan sistolik
dan tekanan sistolik dan tekanan nadi tanda mengubah tekanan diastolic ( atau sedikit
meningkat ). Akibatnya dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai
dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan gagal jantung yang berat. Pada
kadar yang tinggi dopamin menyebabkan vasokontriksi akibat aktivasi reseptor α1 pembuluh
darah. Karena itu bila dopamin di gunakan untuk syok yang mengancam jiwa, tekanan darah dan
fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor dopamin juga terdapat dalam otak, tetapi dopamin yang
di berikan IV, tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah-otak.
Fenoldopam merupakan agonis reseptor D1 perifer dan mengikat reseptor α2 dengan
afinitas sedang, afinitas terhadap reseptor D2, α1 dan β tidak berarti. Obat ini merupakan
vasodilator kerja cepat untuk mengontrol hipertensi berat ( misalnya hipertensi maligna dengan
kerusakan organ ) di rumah sakit untuk jangka pendek, tidak lebih dari 48 jam. Fenoldopam
mendilatasi berbagai pembuluh darah, termasuk arteri koroner, arteriol aferen dan eferen ginjal
dan arteri mesenteric. Masa paruh eliminasi fenoldopam intravena, setelah penghentian 2-jam
infuse ialah 10 menit. Efek samping akibat vasodilatasi berupa sakit kepala, muka merah, pusing,
takikardia atau bradikardia.
Dopeksamin merupakan analog dopamin dengan aktivitas intrinsic pada reseptor D1, D2
dan β2, juga menghambat ambilan katekolamin. Obat ini agaknya memperlihatkan efek
hemodinamik yang menguntungkan pada pasien gagal jantung berat, sepsis dan syok. Pada
pasien dengan curah jantung rendah, infus dopeksamin meningkatkan curah sekuncup dan
menurunkan resistensi vascular sistemik.
b. Indikasi
Pengobatan pada pasien syok dan hipovolemia.
c. Kontraindikasi
Dopamin harus dihindarkan pada pasien yang sedang diobati dengan penghambat MAO.
d. Efek Samping
Dosis belebih dapat menimbulkan efek adrenergic yang berlebihan. Selama infuse
dopamine dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi dan
peningkatan tekanan diastolic.
DOBUTAMIN
a. Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
Struktur senyawa dobutamin mirip dopamin, tetapi dengan substitusi aromatic yang besar
pada gugus amino. Dobutamin merupakan campuran resemik dari kedua isomer / dan d. Isomer /
adalah α1-agonis yang poten sedangkan isomer d α1-bloker yang poten. Sifat agonis isomer /
dominan, sehingga terjadi vasokontriksi yang lemah melalui aktivasi reseptor α1. Isomer d 10
kali lebih poten sebagai agonis reseptor β daripada isomer / dan lebih selektif untuk reseptor β1
daripada β2.
Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik
dibandingkan isoproterenol. Hal ini disebabkan karena resistensi perifer yang relative tidak
berubah ( akibat vasokontriksi melalui reseptor α1 diimbangi oleh vasodilatasi melalui reseptor β2
), sehingga tidak menimbulkan reflex takikardi, atau karena reseptor α1 di jantung menambah
efek inotropik obat ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang sebanding, efek
dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding isoproterenol, tetapi
peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2 obat ini sebanding. Dengan demikian,
infuse dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah jantung, hanya sedikit
meningkatkan denyut jantung, sedangkan resistensi perifer relative tidak berubah.
Farmakokinetik
Norepinefrin, isoproterenol dopamine dan dobutamin sebagai katekolamin tidak efektif
pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada pemberian SK. Isoproterenol
diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai aerosol atau sublingual sehingga
tidak dianjurkan. Obat ini merupakan substrat yang baik untuk COMT tetapi bukan substrat yang
baik unuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang daripada epinefrin. Isoproterenol
diambil oleh ujung saraf adrenergic tetapi tidak sebaik epinefrin dan NE. Nonkatekolamin yang
digunakan dalam klinik pada umumnya efektif pada pemberian oral dan kerjanya lama, karena
obat – obat ini resisten terhadap COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan
hati sehingga efektif per oral.
b. Indikasi
Pengobatan pada jantung
c. Kontraindikasi
Pasien dengan fibrilasi atrium sebaiknya dihindarkan karena obat ini mempercepat
konduksi AV.
d. Efek samping
Tekanan darah dan denyut jantung dapat sangat meningkat selama pemberian dobutamin.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu bagian dari obat otonom yaitu obat adrenergic yakni obat dengan zat – zat yang
dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan
melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung – ujung sarafnya. SS berfungsi meningkatkan
penggunaan zat oleh tubuh dan menyiapkannya untuk proses disimilasi. Contoh Obat Adrenergik
antara lain : Epinefrin, Norepinefrin, Isoproterenol, Dopamin, Dobutamin, Amfetamin,
Metamfenamin, Efedrin, Metoksamin, Fenilefrin, Mefentermin, Metaraminol,
Fenilpropanolamin, Hidroksiamfetamin dan Etilnorepineprin. Semua contoh obat adrenergic
tersebut memiliki mekanisme kerja dalam tubuh, indikasi,kontraindikasi, serta efek samping
yang berbeda – beda namun di khususkan untuk memacu adrenalin. Sehingga pemakaiannya
harus diperhatikan agar tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan dalam tubuh dengan tetap
memperhatikan kontraindikasi pada pasien yang bersangkutan agar pemakaiannya maksimal.
B. Saran
Sebaiknya pada pembuatan makalah ini diperlukan pemahaman yang lebih mendalam
mengingat isi dari makalah ini mengandung banyak istilah asing yang sulit dipahami maka
diperlukan kamus kedokteran ataupun kamus keperawatan yang menunjang demi tercapainya
hasil yang maksimal dari pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hoffman BB. Adrenoceptor-activating & other sympathomimetic drugs. In : katzung BG, editor.
Basic & Clinical pharmacology. 9th ed. Ch 10. New York : McGraw-Hill : 2004.p.122-41.
Westfall TC, Westfall DP. Adrenergic agonists and antagonists. In : Brunton LL, Lazo JS, Parker
KL, editor. Goodman & Gilman’s the pharmacological Basis of Theraupetics. 11 th ed. Ch 10.
New York : McGraw-Hill : 2006.p.237-63.
Westerveld Gj et al. Anti-oxidant actions of oxymethazoline and xylomethazoline. Eur J
phermacol 1995; 291 : 27-31. Geref in NTvG 1997, Nr 41 p 1999.
LAMPIRAN
ARTI DAN KETERANGAN ISTILAH :
Anafilaksis ; reaksi alergi systemic yang terjadi mendadak, paling sering setelah penyuntikan
serum/penisilin, dapat berakibat kematian.
Afinitas ; daya ikat
Depolarisasi ; proses netralisasi keadaan polar.
Diastole ; relaksasi/masa relaksasi jantung, khususnya kedua bilik jantung pada saat darah
mengalir kedalamnya.
Dilatasi ; mengenai suatu pembuluh/struktur berongga
Fibrilasi ; kerutan serat/berkas otot sendiri-sendiri secara spontan dengan kekerapan tinggi.
Inotropik ; sifat mempengaruhi daya kerut otot.
Inflamasi ; reaksi tubuh terhadap mikroorganisme, bahan asing, ruda-paksa, ditandai dengan
panas, bengkak kemerahan, nyeri dan gangguan fungsi seperti radang katar, radang selaput
lendir.
Nodus ; simpul, gumpalan kecil jaringan yang berbentuk simpul, pembengkakan atau
penonjolan normal atau abnormal.
FEK SAMPING β-BLOKER Kebanyakan efek samping β-bloker hambatan reseptor β,efek samping yang tidak
berhubungan dengan reseptor β-bloker jarang terjadi.Sediaan
1. Propraanolol : tablet 10 dan 40 mg2. Metoprolol : tablet 50 dan 100 mg3. Karvedilol : tablet 6,25 mg dan 25 mg4. Betaksolol : tetes mata 0,5 %5. Timolol : tetes mata 0,5 %6. Bisoprol : tablet 2,5mg dan 5 mg7. Asebutulol : kapsul 200 mg dan tablet 400 mg8. Pindolol : tablet 5 mg dan 10 mg9. Karteolol : tablet 5 mg10. Sotalol : tablet 80 mg11. Nadolol : tablet 40 dan 80 mg12. Atenolol : tablet 50 dan 100 mg
top related