perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user...
Post on 26-Dec-2019
29 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN
SAWI HIJAU (Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey)
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK
KIRINYUH (Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Rob.)
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh
Nessya Damayanti
NIM. M 0408075
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri
dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar
kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, 27 Juli 2012
Nessya Damayanti
NIM. M 0408075
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN SAWI HIJAU (Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey)
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KIRINYUH (Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Rob.)
Nessya Damayanti Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRAK
Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Rob.) mempunyai
potensi sebagai agen alelopati. Alelokemi yang dilepaskan dari gulma ini diduga dapat mempengaruhi perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau (Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh ekstrak kirinyuh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah macam ekstrak yaitu ekstrak daun, ekstrak batang dan ekstrak campuran. Faktor kedua adalah konsentrasi ekstrak kirinyuh dengan lima taraf yaitu 0% sebagai kontrol, 25%, 50%, 75% dan 100%. Variabel yang diukur adalah persentase perkecambahan, waktu perkecambahan, tinggi tanaman, panjang akar, luas daun, jumlah daun, berat basah, berat kering, rasio akar : tajuk, kadar klorofil dan karotenoid. Data yang diperoleh diuji dengan analisis varian dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh tidak berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan tetapi berpengaruh nyata terhadap waktu perkecambahan sawi hijau dimana sebagian benih mulai berkecambah pada hari kedua dan seluruh benih berkecambah pada hari kelima. Pemberian ekstrak kirinyuh dengan konsentrasi yang semakin tinggi meningkatkan tinggi tanaman dan rasio akar : tajuk tetapi cenderung menurunkan luas daun tanaman uji.
Kata Kunci: Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey, Chromolaena
odorata (L.) R. M. King & H. Rob., perkecambahan, pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
THE GERMINATION AND GROWTH OF FALSE PAKCHOI (Brassica r apa L. var. parachinensis L.H. Bailey)
AFTER SIAM WEED (Chromolaena odorata (L.) R. M. King & H. Rob.) EXTRACT TREATMENT
Nessya Damayanti Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science,
Sebelas Maret University of Surakarta
ABSTRACT
Siam weed (Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Rob.) had allelophatic agent potential. Allelochemical were released by siam weed possibly affect the seed germination and growth of false pakchoi (Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey). The aim of this research was to study the effect of siam weed extracts on seed germination and growth of false pakchoi.
This research used completely randomized design (CDR) with 2 factors and 3 replications. The first factor was extract source, i.e: leaf extract, stem extract and mixed extract. The second factor was extract concentration with five levels, i.e: 0% as control, 25%, 50%, 75% and 100%. The variables which were measured including germination percentage, time to germination, height of plant, root length, leaf wide total, sum of leaves, fresh weight, dry weight, root : shoot ratio, chlorophyll and carotenoid content. The collected data were analyzed by analisis of varians and followed by Duncan Multiple Range Test with 5% of confidence levels.
The results showed that siam weed extract not significantly affect the percentage germination but significantly affect the time to germination of false pakchoi, whereas seeds begin to germinate some of which on the second day and all the seeds germinate on the fifth day. The higher concentrations significantly affect the plant height and increase the root : shoot ratio but it tends to lower the test plant leaf area.
Key words: Brassica rapa L. var. parachinensis L. H. Bailey, Chromolaena
odorata (L.) R. M. King & H. Rob, seed germination, growth.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan kasih,
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi dengan judul “Perkecambahan dan Pertumbuhan Sawi Hijau
(Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey) setelah Pemberian Ekstrak
Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Rob.)”. Penyusunan
skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata
1 (S1) di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis telah
mendapatkan banyak masukan dan dukungan dari berbagai pihak yang sangat
membantu dan bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada
kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
Dr. Agung Budiharjo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
yang telah memberikan izin dan dukungan selama penelitian.
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan saran, bimbingan serta kesabaran dari awal penelitian hingga
terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan saran, bimbingan serta dukungan baik secara moral maupun spiritual.
Widya Mudyantini, M.Si., selaku Dosen Penelaah I yang telah
memberikan masukan dan dukungan selama ini.
Suratman, M.Si., selaku Dosen Penelaah II yang telah memberikan saran
dan dukungan serta pengetahuan yang berharga bagi penulis hingga
terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
Prof. Dr. Okid Parama Astirin, M.Si., selaku Pembimbing Akademik
beserta dosen-dosen di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang telah mendidik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
memberikan dorongan baik moral maupun spiritual sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Staf administrasi Jurusan Biologi serta laboran yang telah membantu
kelancaran penelitian ini.
Kepala dan staf Laboratorium Pusat, Sub Laboratorium Biologi
Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang telah memberikan izin penelitian
beserta sarana, prasarana dan bantuan selama penelitian.
Natalia Widya Lestari, Reza Ayu Fitria dan Muhammad Ridwan, sahabat
terbaik penulis yang telah membantu dalam penelitian sekaligus memberikan
dukungan serta doa hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam melakukan penelitian hingga
penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan yang
berupa saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
PERNYATAAN ............................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ......................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 5
1. Kirinyuh (C. odorata (L.) R.M. King & H. Rob). ................... 5
2. Alelopati ................................................................................... 8
3. Unsur Hara ............................................................................... 11
4. Sawi Hijau (B. rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey) ......... 13
5. Perkecambahan ........................................................................ 16
6. Pertumbuhan ........................................................................... 19
7. Klorofil ..................................................................................... 22
8. Karotenoid ................................................................................ 25
B. Kerangka pemikiran ....................................................................... 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 29
A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 29
B. Alat dan Bahan ............................................................................... 29
C. Rancangan Percobaan .................................................................... 30
D. Cara Kerja ..................................................................................... 30
E. Analisis Data .................................................................................. 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 35
A. Perkecambahan .............................................................................. 35
B. Pertumbuhan .................................................................................... 37
C. Potensi Ekstrak Kirinyuh sebagai Bioherbisida ............................... 59
BAB V. PENUTUP .......................................................................................... 61
A. Kesimpulan .................................................................................... 61
B. Saran ............................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 62
LAMPIRAN ..................................................................................................... 69
RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ 77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kombinasi pemberian ekstrak kirinyuh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau ............................................................ 30
Tabel 2. Pengaruh waktu dan konsentrasi ekstrak kirinyuh terhadap
perkecambahan benih sawi hijau ..................................................... 36 Tabel 3. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap persentase
perkecambahan sawi hijau ............................................................... 37 Tabel 4. Rata-rata tinggi tanaman sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh (cm) ................................................... 38 Tabel 5. Rata-rata panjang akar sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh (cm) ................................................... 42 Tabel 6. Rata-rata jumlah daun sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh ............................................................ 44 Tabel 7. Rata-rata luas daun sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh (cm2) .................................................. 46 Tabel 8. Rata-rata berat basah sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh (g) ...................................................... 48 Tabel 9. Rata-rata berat kering sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh (g) ...................................................... 50 Tabel 10. Rata-rata rasio akar : tajuk sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh ............................................................ 52 Tabel 11. Rata-rata kadar klorofil sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh (mg/l) ................................................. 55 Tabel 12. Rata-rata kadar karotenoid sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh (µmol/l) ............................................. 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kirinyuh (C. odorata (L.) R.M. King & H. Rob.) ....................... 6 Gambar 2. Sawi hijau (B. rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey) .............. 14 Gambar 3. Struktur Klorofil a dan b .............................................................. 23 Gambar 4. Biosintesis Klorofil ...................................................................... 24 Gambar 5. Struktur Karotenoid ...................................................................... 25 Gambar 6. Biosintesis Karotenoid ................................................................. 27 Gambar 7. Alir Kerangka Penelitian ............................................................. 28 Gambar 8. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap tinggi tanaman
sawi hijau (cm) ............................................................................ 40 Gambar 9. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap luas daun sawi
hijau (cm2) ................................................................................... 47 Gambar 10. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap rasio akar :
tajuk sawi hijau ............................................................................ 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Analisis varian pengaruh waktu dan konsentrasi ekstrak
kirinyuh terhadap perkecambahan benih sawi hijau .................. 69 Lampiran 2. Analisis varian persentase perkecambahan sawi hijau pada
pemberian variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh ..... 70 Lampiran 3. Analisis varian tinggi tanaman sawi hijau pada pemberian
variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh ....................... 70 Lampiran 4. Analisis varian panjang akar sawi hijau pada pemberian
variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh ....................... 71 Lampiran 5. Analisis varian jumlah daun sawi hijau pada pemberian
variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh ....................... 72 Lampiran 6. Analisis varian luas daun sawi hijau pada pemberian variasi
sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh .................................. 72 Lampiran 7. Analisis varian berat basah sawi hijau pada pemberian variasi
sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh .................................. 73 Lampiran 8. Analisis varian berat kering sawi hijau pada pemberian
variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh ....................... 74 Lampiran 9. Analisis varian rasio akar : tajuk sawi hijau pada pemberian
variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh ....................... 74 Lampiran 10. Analisis varian klorofil sawi hijau pada pemberian variasi
sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh .................................. 75 Lampiran 11. Analisis varian karotenoid sawi hijau pada pemberian
variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh ....................... 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian wilayahnya terdiri atas
lahan pertanian. Luasnya lahan pertanian didukung iklim tropis yang cocok untuk
bercocok tanam menimbulkan keanekaragaman tanaman khususnya sayuran.
Sayuran sangat penting dikonsumsi untuk kesehatan masyarakat. Nilai gizi
makanan dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi sayuran karena sayuran
merupakan sumber vitamin, mineral, protein nabati dan serat (Rukmana, 2002).
Sawi hijau (Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey) merupakan
salah satu jenis sayuran yang digemari masyarakat Indonesia. Sayuran ini mudah
dibudidayakan dan dapat dimakan segar atau diolah menjadi asinan (Haryanto,
2003). Sawi hijau mengandung banyak antioksidan dan vitamin (Okorogbona et
al., 2011). Menurut Cahyono (2003) dan Rukmana (2002), sawi hijau memiliki
berbagai macam manfaat bagi kesehatan seperti peluruh air seni, obat batuk, obat
sakit kepala, pembersih darah dan pencegah kanker. Begitu banyaknya manfaat
dari sayuran ini sehingga meningkatkan permintaan masyarakat terhadap sawi
hijau. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi
kualitas maupun kuantitas, maka perlu dilakukan peningkatan produksi. Namun,
peningkatan produksi sawi hijau mengalami hambatan karena pembudidayaan
sawi hijau pada lahan yang luas tidak terlepas dari gangguan gulma seperti daun
sendok dan kumis kucing. Keberadaan gulma tersebut dapat menurunkan produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
sawi hijau dan mengakibatkan kualitas sawi hijau menjadi buruk. Untuk itu perlu
dilakukan suatu usaha seperti penyiangan atau penyemprotan herbisida.
Penyiangan merupakan cara yang tidak efisien dalam waktu dan tenaga sedangkan
untuk mendapatkan herbisida sintetik mempunyai dampak negatif seperti
pencemaran lingkungan, meninggalkan residu pada produk pertanian dan juga
mematikan hama (Sutedjo, 1995).
Dampak negatif yang dihasilkan herbisida sintetik mendorong ilmuwan
mencari alternatif pengendalian gulma yang ramah lingkungan yang disebut
bioherbisida. Pengendalian gulma yang ramah lingkungan ini memanfaatkan
senyawa metabolit sekunder tumbuhan bersifat fitotoksik yang disebut alelokemi
(Einhellig, 2002).
Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Robinson)
merupakan gulma yang dapat ditemukan di sekitar lahan kelapa sawit. Gulma ini
memiliki berbagai macam potensi yaitu sebagai pupuk organik karena memiliki
biomassa yang tinggi (Suntoro et al., 2001 dalam Kastono, 2005), sebagai pakan
ternak karena banyak mengandung protein (Marthen, 2007), sebagai biopestisida
karena mengandung flavonoid, alkaloid, tanin dan limonen (Romdonawati, 2009)
serta sebagai bioherbisida karena memiliki aktivitas alelopati bagi pertumbuhan
gulma (Darana, 2006).
Kastono (2005) yang melakukan penelitian tanggapan pertumbuhan dan
hasil kedelai hitam terhadap penggunaan pupuk organik dan biopestisida kirinyuh
melaporkan bahwa pemberian takaran kompos kirinyuh 30 ton/ha memberikan
hasil kedelai tertinggi, yaitu 1,53 ton/ha namun tidak berbeda nyata dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
takaran 10 dan 20 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa dosis masih perlu
ditingkatkan karena hasilnya masih menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Haris et al. (2002) mengenai analisis hara
nitrogen tanaman sawi dengan berbagai perlakuan pupuk yaitu urea, kotoran
ayam, pupuk hijau Thitonia diversifolia, kirinyuh dan Glyricidae sepium
menunjukkan bahwa pupuk hijau kirinyuh meninggalkan residu tertinggi dan
dapat memperbaiki kesuburan tanah tetapi kurang meningkatkan bobot segar total
tanaman sawi dibandingkan pemberian pupuk hijau T. diversifolia.
Percobaan menggunakan ekstrak daun kirinyuh untuk meningkatkan hasil
berbagai jenis tanaman pangan seperti kedelai, buncis, lobak dan ragi (sejenis
gandum yang dibudidayakan di India) dilakukan oleh Ambika dan Poornima
(2004 dalam Prawiradiputra, 2007). Dalam percobaannya, ekstrak daun kirinyuh
yang disiramkan ke dalam tempat tumbuh menunjukkan hasil yang baik pada
hampir semua parameter yang diamati seperti tinggi tanaman, bobot segar,
panjang akar dan hasil polong meskipun dalam skala laboratorium.
Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk
mempelajari potensi kirinyuh sebagai bioherbisida untuk budidaya sawi hijau.
Kajian perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau dilakukan setelah pemberian
ekstrak daun, batang serta campuran keduanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh ekstrak daun, batang serta campuran keduanya terhadap
perkecambahan sawi hijau?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Bagaimana pengaruh ekstrak daun, batang serta campuran keduanya terhadap
pertumbuhan sawi hijau?
C. Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh ekstrak daun, batang serta campuran keduanya terhadap
perkecambahan sawi hijau.
2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun, batang serta campuran keduanya terhadap
pertumbuhan sawi hijau.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh ekstrak daun,
batang, serta campuran keduanya terhadap perkecambahan dan pertumbuhan
sawi hijau.
2. Sebagai salah satu upaya pemanfaatan kirinyuh bagi peningkatan produktivitas
dan hasil panen tanaman budidaya dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kirinyuh (C. odorata (L.) R.M. King & H. Rob.)
a. Klasifikasi
Klasifikasi kirinyuh menurut Pink (2004) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Species : Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Rob.
b. Basinonim, Sinonim dan Nama Daerah
Kirinyuh memiliki basinonim Eupatorium odoratum L. dan sinonim E.
conyzoides Vahl. Di Indonesia terutama di Jawa Barat tumbuhan ini dikenal
dengan Babanjaran atau Kirinyuh, di Jawa Tengah dikenal dengan Krinyo atau
Kirinyu sedangkan dalam Bahasa Indonesia gulma ini disebut gulma siam
(Steenis, 1972).
c. Morfologi
Kirinyuh merupakan semak atau herba yang memiliki panjang kepala
pedunculus 1-2 cm. Karangan bunga terletak terminal dan terdiri dari 20-35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
bunga. Corolla berbentuk corong dan berwarna ungu cerah serta memiliki rambut
pappus berwarna putih. Daun kirinyuh berbentuk segitiga dengan dasar bulat
(cuneate) dan ujung yang tumpul (acute) serta permukaan yang kasar. Daunnya
memiliki 3-5 tulang daun. Batang kirinyuh striate (Backer dan Bakhuizen, 1965).
Batang muda berwarna hijau dan agak lunak yang akan berubah menjadi coklat
dan keras ketika sudah tua. Letak cabang berhadap-hadapan (oposit). Kirinyuh
memiliki perakaran yang sangat kuat dan dalam (Prawiradiputra, 2007).
Gambar 1. Kirinyuh (C. odorata (L.) R.M. King & H. Rob.) (Nasution, 1986).
d. Asal, Penyebaran dan Habitat
Kirinyuh berasal dari Amerika Tengah (Vanderwoude et al., 2005 dalam
Prawiradiputra, 2007) dan dilaporkan pertama kali di Australia pada tahun 1994.
Gulma ini tersebar di negara tropis dan subtropis seperti Afrika, Amerika, India
dan Asia Tenggara. Gulma ini dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dan
akan tumbuh lebih baik apabila mendapat cahaya matahari yang cukup. Kondisi
yang ideal bagi gulma ini adalah wilayah dengan curah hujan > 1000 mm/tahun
(Binggeli, 1997 dalam Prawiradiputra, 2007). Dengan demikian, gulma ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
ditemukan di padang rumput, tepi jalan, tepi hutan dan area kebun yang tidak
terawat. Di Indonesia, kirinyuh banyak ditemukan di perkebunan-perkebunan
seperti karet, kelapa sawit, kelapa, jambu mete dan sebagainya (Muniappan dan
Marutani, 1988 dalam Prawiradiputra, 2007).
Kirinyuh dapat menyebar ke tempat lain hampir di seluruh dunia karena
kemampuannya menyebar sangat mudah dan cepat. Hal itu terjadi karena biji dari
gulma ini ringan dan memiliki rambut-rambut halus yang disebut rambut papus di
permukaannya sehingga dapat menempel (Alisi et al., 2011).
Kirinyuh sangat cepat tumbuh dan berkembang biak karena produksi biji
sangat tinggi (>93.000 biji/pohon/tahun), tahan pemangkasan, renggutan, api dan
daun akan mengering bila kekurangan air serta gugur tetapi bonggol tetap hidup
(Didier et al., 2011). Codilla dan Metillo (2011) menyatakan bahwa kirinyuh
mampu tumbuh di tanah yang memiliki pH antara 4 – 8.
e. Kandungan Kimia dan Manfaat
Komposisi kimia bahan organik kirinyuh menurut Suntoro et al. (2001)
dalam Kastono (2005) adalah C (50,4%), N (2,42%), P (0,26%), C/N (20,82), C/P
(195,34), K (1,6%), Ca (2,02%) dan Mg (0,78%). Nutrien dari gulma ini
berpotensi untuk membantu beberapa jenis Leguminosae beradaptasi di tanah
asam (Koutika dan Rainey, 2010).
Kandungan kimia kirinyuh adalah fenol, terpenoid, limonen, tanin,
alkaloid dan flavonoid. Daun dari tanaman ini kaya akan flavonoid, yaitu tanin,
quercetin, sinensetin, sakuranetin, padmatin, kaempferol dan salvagenin (Phan et
al., 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Kandungan asam amino kirinyuh yaitu alanine (4,03%), arginine (4,96%),
glysine (4,61%), lysine (2,01%), methionine (1,58%), cystine (1,30%), leucine
(7,01%), valine (6,20%) dan asam glutamat (9,38%) (Ngozi et al., 2010).
Hasil analisa proksimat tepung kirinyuh menunjukkan bahwa protein kasar
(25,51%), bahan kering (89,94%), lemak kasar (1,88%), serat kasar (11,17%), abu
(15,925) sedangkan kandungan energinya sebesar 35.835 kkal/kg, Ca (0,14%) dan
P (0,42%) (Marthen, 2007; Aro et al., 2009).
Daun kirinyuh dapat digunakan sebagai obat batuk, menghentikan
pendarahan, mengobati gigitan lintah, luka jaringan lunak, luka bakar dan infeksi
kulit. Akarnya dimanfaatkan sebagai obat analgesik, antipiretik, antibakteri,
antijamur, anti hipertensi, anti inflamasi dan diuretik (Akinmoladun et al., 2007;
Panda et al., 2010).
2. Alelopati
Tumbuhan menghasilkan jenis metabolit yang dapat meracuni tumbuhan
lain yang tumbuh di sekitarnya. Senyawa tersebut dapat meracuni kecambah
tanaman ataupun tumbuhan dewasa bila konsentrasinya cukup tinggi. Senyawa
beracun tersebut dinamakan alelokemi sedangkan proses penghambatan
perkecambahan dan pertumbuhan tanaman di dekatnya merupakan peristiwa
alelopati (Einhellig, 1995).
Potensi alelopati didefinisikan sebagai aktivitas penghambatan tumbuh
suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain, dapat terjadi di antara spesies tumbuhan,
di antara kultivar pada spesies yang sama dan di antara bagian tumbuhan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
kultivar yang sama (Ben et al., 1995). Menurut Molisch (1937) dalam Rice
(1984), alelopati adalah pengaruh negatif satu jenis tumbuhan tingkat tinggi
terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan pembuahan tanaman melalui senyawa
kimia yang dilepaskan ke lingkungan.
Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati dapat
ditemukan di setiap organ tumbuhan, antara lain terdapat pada daun, batang, akar,
buah, biji, umbi dan bagian-bagian tumbuhan yang membusuk. Senyawa alelopati
dapat dilepaskan dari jaringan tumbuhan ke lingkungan dan mencapai organisme
sasaran melalui beberapa cara yaitu:
a. Penguapan
Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui
penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus dan Salvia. Senyawa kimia ketiga
tumbuhan tersebut termasuk dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat
diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, embun dan dapat pula
masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar (Inderjit, 1996).
b. Eksudat akar
Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar
tumbuhan (eksudat akar) yang kebanyakan berasal dari asam benzoat, sinamat
dan fenolat (Einhellig, 1995).
c. Pencucian
Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang
berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Contohnya
hasil cucian daun Chrysanthemum dan kirinyuh menyebabkan tidak ada jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini karena
beracun (Rice, 1984).
d. Pembusukan organ tumbuhan
Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa
kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian organ
yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah
senyawa-senyawa kimia yang ada di dalamnya dilepaskan (Sukman dan
Yakup, 2002).
Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan
tertentu dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Rice, 1984).
Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ
pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya. Organ pembentuk dan jenis
alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies (Inderjit, 1996).
Mekanisme pengaruh alelokimia (yang menghambat) terhadap
pertumbuhan dan perkembangan organisme (tumbuhan) sasarannya melalui
serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995) proses
tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur dan
modifikasi membran yang disebabkan oleh perbedaan potensial osmotik yang
terlalu besar sehingga terjadi depolarisasi. Hal ini menyebabkan permeabilitas
membran berubah sehingga penyerapan dan konsentrasi ion serta air terpengaruh.
Status air dan penyerapan ion dalam sel berpengaruh terhadap proses membuka
dan menutupnya stomata. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi
proses fotosintesis pada tumbuhan. Respon hormon akan terpengaruh bila terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
kerusakan pada membran karena untuk menghasilkan respon tersebut, hormon
harus dikenali dan diikat oleh molekul protein pada membran plasma. Kerusakan
membran juga dapat menyebabkan hilangnya fungsi enzim ATP-ase sehingga
mengganggu proses respirasi. Hambatan berikutnya dapat terjadi dalam proses
sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain. Sebagian atau seluruh
hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan
pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan sasaran (Einhellig, 1995).
Alelokimia dikelompokkan menjadi 14 golongan yaitu asam organik larut
air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam
fenolat, asam amino non protein, sulfida serta nukleosida (Waller, 1987; Putnam,
1988).
3. Unsur Hara
Penambahan unsur hara adalah pengangkutan unsur hara oleh tanaman
yang terus meningkat sehingga akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Penambahan unsur hara dapat dilakukan melalui pemupukan (Sutedjo, 1995).
Syekhfani (2000) menyatakan bahwa pemberian pupuk harus memperhatikan
kandungan unsur hara yang tersedia dalam tanah, tipe pertumbuhan yang
diinginkan dan faktor iklim.
Unsur hara utama yang banyak dibutuhkan tanaman tetapi sering
kekurangan dalam tanah adalah nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
karena itu, ketiga unsur ini biasanya ditambahkan dalam bentuk pupuk
(Musnamar, 2005).
Nitrogen merupakan unsur yang esensial bagi tanaman dan dibutuhkan
dalam jumlah relatif besar. Unsur ini berpengaruh dalam sintesis asam amino,
protein, asam nukleat dan koenzim. Suplai unsur N melalui pemupukan lebih
diutamakan untuk tanaman karena N merupakan unsur yang paling banyak hilang
dari lahan pertanian melalui pemanenan (Prihmantoro, 1996). Tanaman yang
mengalami kekurangan N akan tetap kecil dan secara cepat berubah menjadi
kuning karena N yang tersedia tidak cukup untuk membentuk protein dan klorofil.
Pemberian N secara berlebihan akan menyebabkan jaringan yang terbentuk
menjadi lemah dan berwarna hijau gelap (Sutedjo, 1995).
Fosfor berperan mempercepat pertumbuhan akar semai, memperkuat dan
mempercepat pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa, mempercepat
pembungaan dan pemasakan buah dan biji, membantu pembentukan protein dan
meningkatkan fotosintesis (Sutedjo, 1995). Kekurangan unsur ini dapat
menimbulkan daun dan batang kecil, daun berwarna hijau tua keabu-abuan,
mengkilat, pembentukan bunga terhambat dan produksi buah atau bijinya kecil
(Prihmantoro, 1996).
Kalium berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat,
meningkatkan kualitas biji atau buah, membantu pembentukan gula dan pati,
membantu pertumbuhan jaringan meristematik dan katalisator reaksi enzim
(Sutedjo, 1995). Kekurangan kalium dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
terjadi klorosis dan daun-daun terbakar, pembengkakan akar dan umbi melebihi
normalnya (Musnamar, 2005).
4. Sawi hijau (B. rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey)
a. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman sawi hijau menurut Rukmana (2002) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Angiospermae
Ordo : Brassicales
Familia : Brassicaceae
Genus : Brassica
Species : Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey
b. Basinonim dan Nama Daerah
Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey memiliki basinonim
Brassica parachinensis L.H. Bailey (Kessler, 1989). Dalam Bahasa Indonesia,
tanaman ini dikenal dengan nama sawi hijau, sawi bakso dan caisim. Dalam
Bahasa Inggris disebut false pakchoi dan mock pakchoi. Dalam Bahasa Thailand
disebut phakkat kheo kwangtung dan dalam Bahasa Cina disebut cai xin (Steenis,
1972).
c. Morfologi
Tanaman sawi hijau merupakan herba atau terna semusim (annual)
berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
sekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5
cm (Cahyono, 2003). Batang tanaman sawi hijau pendek dan beruas-ruas sehingga
hampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan
penopang daun. Sawi hijau berdaun lonjong, halus, tidak berbulu. Pada umumnya
pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) (Sunarjono, 2004).
Tanaman sawi hijau umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami,
baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Struktur bunga sawi hijau
tersusun dalam tangkai bunga yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang
banyak. Tiap kuntum bunga sawi hijau terdiri atas empat helai daun kelopak,
empat helai daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari
dan satu buah putik yang berongga dua (Rukmana, 2002).
Gambar 2. Sawi hijau (B. rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey) (Dokumentasi Penulis, 2012).
Buah sawi hijau termasuk tipe buah polong, yakni bentuknya memanjang
dan berongga. Tiap buah (polong) berisi 2 - 8 butir biji yang berbentuk bulat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dengan permukaan yang licin, mengkilap, agak keras dan berwarna coklat
kehitaman (Cahyono, 2003).
d. Asal dan Penyebaran
Tanaman sawi hijau diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur
kemudian menyebar luas ke Filipina dan Thailand. Tanaman yang memiliki
habitat di dataran rendah dan medium ini diminati berbagai kalangan di seluruh
dunia sehingga persebarannya meluas ke seluruh Asia, Amerika dan Australia
(Rukmana, 2002).
e. Kandungan Kimia dan Manfaat
Sawi hijau termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang
mengandung zat gizi lengkap dan memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi
masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan
maupun dalam bentuk olahan dalam berbagai macam masakan. Selain itu berguna
untuk pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit (Haryanto, 2003).
Kandungan gizi setiap 100 g sawi hijau adalah kalori 22 k kal; protein 2,3
g; lemak 0,3 g; karbohidrat 4 g; serat 1,2 g; kalsium 220,5 mg; fosfor 38,4 mg;
besi 2,9 mg; vitamin A 969 SI; vitamin B1 0,09 mg; vitamin B2 0,1 mg; vitamin
B3 0,7 mg; vitamin C 102 mg (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1979).
Daunnya dapat digunakan sebagai peluruh air seni, akarnya berkhasiat
sebagai obat batuk, obat nyeri pada tenggorokan dan peluruh air susu, bijinya
berkhasiat sebagai obat sakit kepala (Cahyono, 2003). Tanaman ini juga mampu
bekerja sebagai pembersih darah. Sawi hijau mengandung banyak antioksidan dan
memiliki banyak vitamin (Rukmana, 2002). Sawi hijau seperti juga sayur hijau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
lainnya berfungsi sebagai pencegah kanker. Kandungan nutrisi seperti kalsium,
asam folat dan magnesium juga dapat mendukung kesehatan tulang (Okorogbona
et al., 2011).
f. Syarat Tumbuh Sawi Hijau
Kondisi iklim untuk pertumbuhan sawi hijau adalah daerah yang bersuhu
malam hari 15,6°C dan siang hari 21,1°C serta penyinaran matahari antara 10-13
jam per hari. Meskipun demikian, beberapa varietas sawi hijau yang toleran
terhadap suhu panas dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah yang
suhunya antara 27 - 32°C. Perakaran tanaman sawi hijau dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur dan mudah menyerap air
(Rukmana, 2002).
Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan sawi hijau yang
optimal berkisar antara 80-90%. Tanaman sawi hijau tergolong tahan terhadap
hujan. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman sawi hijau adalah
1000-1500 mm/tahun. Meskipun demikian, tanaman sawi hijau tidak tahan
terhadap air yang menggenang (Cahyono, 2003).
Tanah yang cocok untuk ditanami sawi hijau adalah tanah yang gembur,
mengandung humus dan subur. Derajat keasaman (pH) tanah yang optimum untuk
pertumbuhannya adalah pH 6 sampai pH 7 (Haryanto et al., 2003).
5. Perkecambahan
Perkecambahan dapat diartikan dimulainya proses pertumbuhan embrio
dari benih yang sudah matang. Benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
faktor pendukung selama terjadinya proses perkecambahan (Sitompul dan
Guritno, 1995). Perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain:
a. Tingkat kemasakan benih: benih yang dipanen sebelum masak tidak
mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan
yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Kamil, 1979).
b. Ukuran benih: benih berukuran besar dan berat diduga mengandung cadangan
makanan lebih banyak bila dibandingkan dengan benih yang berukuran kecil
pada jenis yang sama. Cadangan makanan tersebut digunakan sebagai sumber
energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Berat benih berpengaruh
terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan
besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen
(Sutopo, 2004).
c. Dormansi: benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup
tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang telah
memenuhi syarat bagi suatu perkecambahan. Beberapa syarat benih
berkecambah adalah kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai
(Kamil, 1979).
d. Penghambat perkecambahan: adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi
seperti NaCl dan manitol serta bahan yang menghambat lintasan metabolik
atau menghambat laju respirasi seperti sianida, dinitrofenol, fluorida (Lambers
et al., 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Faktor eksternal yang mempengaruhi perkecambahan antara lain:
a. Air: benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air yang tersedia.
Pada kondisi media yang terlalu basah akan menghambat aerasi dan
merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau
bakteri. Fungsi air bagi perkecambahan adalah untuk melembabkan kulit biji
sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi pengembangan embrio dan
endosperm, memberikan fasilitas masuknya oksigen ke dalam biji,
mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya
serta sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke
titik tumbuh dimana akan terbentuk protoplasma baru (Sutopo, 2004).
b. Suhu: suhu optimal adalah suhu 26,5°C - 35°C (Kamil, 1979).
c. Oksigen: saat perkecambahan berlangsung, proses respirasi akan meningkat
disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan
energi panas (Sutopo, 2004).
d. Cahaya: benih yang dikecambahkan pada keadaan kurang cahaya ataupun
gelap akan menghasilkan kecambah yang mengalami etiolasi, yaitu terjadinya
pemanjangan yang tidak normal pada hipokotil atau epikotilnya dan kecambah
akan berwarna pucat (Kamil, 1979).
e. Senyawa Alelokemi: bersifat toksik sehingga dapat menghambat
perkecambahan suatu tanaman. Pada umumnya, peningkatan konsentrasi suatu
senyawa alelokemi dapat meningkatkan daya hambat terhadap perkecambahan
(Lambers et al., 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
f. Medium: medium yang baik untuk perkecambahan harus memiliki sifat fisik
yang baik, gembur, kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme
penyebab penyakit terutama cendawan (Lambers et al., 2000).
Proses perkecambahan diawali dari penyerapan air oleh benih sehingga
kulit benih melunak dan terjadi hidrasi oleh protoplasma. Tahap kedua terjadi
kegiatan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap
ketiga terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein
menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap
keempat adalah asimilasi bahan yang telah terurai di daerah meristematik untuk
menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan komponen dalam pertumbuhan
sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan kecambah melalui proses
pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh (Goldsworthy,
1992; Lakitan, 1993).
6. Pertumbuhan
Pertumbuhan dalam arti sempit berarti proses pembelahan sel
(peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran). Kedua proses ini
membutuhkan sintesis protein dan merupakan proses yang tidak dapat balik.
Apabila pertumbuhan meningkat menandakan bahwa proses fotosintesis juga
mengalami peningkatan. Hasil fotosintesis yang berupa gula digunakan untuk
membentuk bagian-bagian sel seperti dinding sel, membran sel maupun organela
sel. Dalam pengertian yang lebih luas pertumbuhan merupakan perkembangan
sel-sel baru sehingga terjadi pertambahan ukuran dan diferensiasi jaringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Pertumbuhan juga dapat ditunjukkan dengan ukuran daun (meliputi panjang, lebar
dan luas daun), berat basah dan berat kering tanaman yang mencakup akar,
batang, nukleat, nitrogen terlarut, lipid dan karbohidrat di dalam jaringan (Noggle
dan Fritz, 1983; Gardner et al., 1991; Sitompul dan Guritno, 1995).
Beberapa sasaran pengamatan pertumbuhan antara lain biomassa tanaman,
tinggi tanaman dan akar. Biomassa tanaman merupakan massa hasil metabolisme
dari seluruh sel dari tanaman yang bebas dari pengaruh gravitasi dan bersifat
konstan. Biomassa tanaman merupakan ukuran yang paling sering digunakan
untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Pengukuran
biomassa dapat dilakukan melalui penimbangan bahan tanaman yang sudah
dikeringkan. Pengeringan bahan bertujuan untuk menghilangkan kandungan air
bahan, dilaksanakan pada suhu yang relatif tinggi selama jangka waktu tertentu
(Santoso, 2004).
Tinggi tanaman merupakan ukuran yang sering diamati baik sebagai
indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk
mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran
pertumbuhan yang paling mudah diamati (Gardner et al., 1991).
Peran akar dalam pertumbuhan sama pentingnya dengan tajuk atau pucuk.
Fungsi akar adalah menyediakan unsur hara dan air yang diperlukan dalam
metabolisme tanaman. Tanaman yang tumbuh dalam keadaan kurang air
membentuk akar lebih banyak dengan hasil yang lebih rendah daripada tanaman
yang tumbuh dalam keadaan cukup air (Sitompul dan Guritno, 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Respon
tanaman terhadap pengaruh lingkungan sangat bervariasi menurut spesies dan
interaksi faktor-faktor lainnya (Fitter dan Hay, 1998). Gardner et al. (1991)
menambahkan pertumbuhan dipengaruhi faktor internal (genetik) dan faktor
eksternal (lingkungan) yang dikelompokkan sebagai berikut:
1. Faktor internal
Faktor internal meliputi ketahanan terhadap tekanan iklim, tanah dan
biologis, laju fotosintetik, respirasi, pembagian hasil asimilasi dan N,
kandungan klorofil, karoten dan pigmen lainnya, tipe dan letak meristem,
kapasitas untuk menyimpan cadangan makanan, aktivitas enzim, pengaruh
langsung gen (misalnya heterosis dan epistasis) dan diferensiasi (Gardner et al.,
1991).
2. Faktor eksternal
a. Iklim: cahaya, temperatur, air, panjang hari, angin dan gas (CO2, O2, N2,
SO2, NO2, Fl, Cl dan O3). Gas-gas ini seringkali merupakan polutan
atmosfer (kecuali untuk tiga gas pertama) dan konsentrasinya dapat cukup
tinggi untuk menghambat pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995).
b. Edafik (tanah): tekstur, struktur, bahan organik, kapasitas pertukaran kation,
pH, kejenuhan basa dan ketersediaan nutrien yang terbagi menjadi dua yaitu
makronutrien yang mencakup karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O),
nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), belerang (S), magnesium
(Mg) dan mikronutrien meliputi besi (Fe), khlor (Cl), mangan (Mn), boron
(B), seng (Zn), molibdenum (Mo) dan tembaga (Cu) (Marschner, 1986).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
c. Biologis: gulma, serangga, organisme penyebab penyakit, nematoda,
macam-macam tipe herbivora dan mikroorganisme tanah seperti bakteri
pemfiksasi N2 dan bakteri denitrifikasi serta mikorhiza (Gardner et al.,
1991).
Dalam melakukan pengukuran pertumbuhan, harus diperhatikan cara
pengukuran agar tidak merusak tanaman yang diukur. Karena adanya korelasi
antara bagian-bagian tubuh yang mengalami pertumbuhan, maka pengukuran
linear dapat menggambarkan pertumbuhan volume atau berat. Pertumbuhan juga
dapat diukur dengan mengukur kecepatan pertumbuhannya. Kecepatan
pertumbuhan dapat diukur dengan membandingkan kecepatan pertumbuhan
absolutnya (mengukur berapa pertumbuhan tiap satuan waktu) atau secara relatif
(dibandingkan dengan awalnya). Kecepatan pertumbuhan tidak selalu sama
karena berkaitan dengan fase pertumbuhan dan tingkat diferensiasinya. Semakin
tinggi tingkat diferensiasinya, semakin lamban pertumbuhannya. Di samping itu,
kecepatan pertumbuhan untuk satu organ tidak sama dengan organ yang lain,
misalnya kecepatan pertumbuhan batang (Anggarwulan dan Solichatun, 2001).
7. Klorofil
Klorofil merupakan rangka porfirin dengan inti magnesium yang melekat
pada protein dan pigmen yang sangat penting untuk fotosintesis. Klorofil tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam etanol, metanol, aseton, benzoat dan kloroform
(Lehninger, 1990).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Klorofil bersifat fluoresence yang artinya dapat menerima sinar dan
mengembalikannya dalam gelombang yang berlainan. Klorofil akan
memperlihatkan fluoresensi berwarna merah yang berarti warna larutan tersebut
tidak hijau pada cahaya yang diluruskan dan akan merah tua pada cahaya yang
dipantulkan (Noggle dan Fritz, 1979).
Fungsi klorofil pada tanaman adalah menyerap energi dari sinar matahari
untuk digunakan dalam proses fotosintesis yaitu proses biokimia dimana tanaman
mensintesis karbohidrat dari gas karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar
matahari (Goldsworthy, 1992).
Gambar 3. Struktur Klorofil a dan b (Taiz dan Zeiger, 1998).
Semua tanaman hijau mengandung klorofil a dan klorofil b. Klorofil a
terdapat sekitar 75% dari total klorofil. Kandungan klorofil pada tanaman adalah
sekitar 1% berat kering. Rumus empiris klorofil adalah C55H72O5N4Mg (korofil a)
dan C55H79O6N4Mg (klorofil b) (Lea dan Leegood, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Biosintesis klorofil dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Gambar 4. Biosintesis Klorofil (Taiz dan Zeiger, 1998).
Menurut Dwidjoseputro (1994), pembentukan klorofil dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor pembawaan: dibawakan oleh suatu gen tertentu di dalam kromosom.
Tanaman akan berwarna putih bila gen ini tidak ada.
b. Cahaya: tanaman yang ditumbuhkan pada tempat yang gelap tidak akan
berhasil membentuk klorofil sehingga terlihat pucat.
c. Oksigen: kecambah yang ditumbuhkan pada tempat yang gelap dan selanjutnya
ditempatkan pada tempat yang bercahaya maka kecambah tersebut tidak akan
mampu membentuk klorofil, kecuali bila diberi oksigen yang akan merangsang
sintesis klorofil.
d. Karbohidrat: dalam bentuk gula berperan penting dalam pembentukan klorofil
pada tanaman yang ditumbuhkan di tempat yang gelap. Tanpa adanya gula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
maka daun-daun tersebut tidak mampu membentuk klorofil meskipun faktor-
faktor lain cukup.
e. Nitrogen, Magnesium, Besi: unsur-unsur tersebut merupakan unsur pembentuk
dan katalis dalam sintesis klorofil sehingga bila kekurangan salah satu unsur
tersebut mengakibatkan klorosis pada tumbuhan.
f. Air: kekurangan air dapat mengakibatkan desintegrasi klorofil.
g. Temperatur: kondisi yang paling baik untuk pembentukan klorofil pada
tanaman adalah 26 - 30ºC.
8. Karotenoid
Karotenoid merupakan pigmen alami berwarna kuning, oranye dan merah
yang tersebar luas pada tumbuhan, ganggang, jamur, khamir dan bakteria, baik
pada jaringan fotosintesis maupun memiliki struktur yang berbeda-beda dan
fungsi yang beraneka ragam. Terdapat lebih dari 600 karotenoid yang telah
diisolasi dan dikelompokkan di alam (Lea dan Leegood, 1993).
Gambar 5. Struktur Karotenoid (Taiz dan Zeiger, 1998).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Menurut Tuminah (1999), terdapat lima jenis karotenoid yang utama yaitu:
a. Karoten, terdapat pada sayuran berwarna kuning-oranye dan hijau tua, serta
buah-buahan
b. Likopen yang terdapat pada tomat
c. Lutein terdapat pada sayur-sayuran yang berdaun hijau tua
d. Zeaksantin terdapat pada sayur-sayuran berdaun hijau tua
e. Kriptoksantin yang terdapat pada buah jeruk.
Fungsi karotenoid bagi tumbuhan adalah sebagai pigmen tumbuhan dan
pelindung kloroplas dari kerusakan saat penyerapan cahaya pada jaringan
fotosintesis, menarik perhatian serangga dan hewan yang dapat membantu
penyerbukan dan penyebaran biji serta merupakan prekursor dari hormon absisat
(Lea dan Leegood, 1993).
Karotenoid merupakan senyawa poliena isoprenoid yang tidak larut dalam
air, mudah diisomerisasi dan dioksidasi, menyerap cahaya, meredam oksigen,
memblok reaksi radikal bebas dan dapat berikatan dengan permukaan hidrofobik.
Karotenoid dibentuk oleh penggabungan 8 unit isoprene dan pada umumnya unit-
unit isoprene ini berikatan secara kepala-ekor, kecuali pada pusat molekul
berikatan secara ekor-ekor yang menjadikan molekul karotenoid simetris pada
jaringan non fotosintesis (Raven et al., 1992).
Seperti klorofil, karotenoid terdapat di dalam membran tilakoid.
Karotenoid terbentuk dari 2 komponen yaitu karoten hidrokarbon dan xantofil
teroksigen. Ada dua kelompok dari karotenoid yaitu karoten dan xantofil yang
secara normal terdapat dalam kloroplas (xantofil mengandung oksigen dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
struktur molekulnya sedangkan karoten tidak). Ada empat karotenoid yang biasa
muncul dalam tumbuhan tingkat tinggi yaitu beta karoten, lutein, violaxanthin dan
neoxanthin. Pada daun hijau, warna dari karotenoid tertutup oleh klorofil yang
melimpah (Hall et al., 1984).
Biosintesis karotenoid dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Gambar 6. Biosintesis Karotenoid (Taiz dan Zeiger, 1998).
B. Kerangka Pemikiran
Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kirinyuh (C. odorata
(L.) R.M. King & H. Rob.) dapat berperan sebagai agen alelopati. Senyawa-
senyawa tersebut terdapat di semua bagian tumbuhan. Ekstrak dari tumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tersebut dapat dijadikan sebagai bioherbisida yang diduga dapat menghambat
pertumbuhan tanaman budidaya, khususnya sawi hijau (B. rapa L. var.
parachinensis L.H. Bailey). Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
kirinyuh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau maka dibuat
kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 7. Alir Kerangka Penelitian
Kirinyuh
Sawi hijau
Alelopati
Bioherbisida
Perkecambahan Pertumbuhan
Pemanfaatan kirinyuh sebagai bioherbisida
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, mulai bulan Januari sampai
Mei 2012, di Bratasena A9 Solo Elok Mojosongo dan Laboratorium Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan plastik, kapas,
polibag, timbangan analitik, oven, pisau, blender, penggaris dan ember untuk uji
perkecambahan dan pertumbuhan. Sedangkan untuk uji klorofil dan karotenoid
digunakan pipet, gelas ukur, erlenmeyer, mortar dan pesle, corong, kertas saring,
tabung reaksi, kuvet, spektrofotometer, label dan kamera digital untuk
dokumentasi.
Bahan yang digunakan adalah daun dan batang kirinyuh (C. odorata (L.)
R.M. King & H. Rob.) yang diambil di kawasan Mojosongo untuk dibuat ekstrak,
biji sawi hijau (B. rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey), media tanah, pasir,
kompos, air, aquades dan aseton 80% untuk analisis klorofil dan karotenoid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
C. Rancangan Percobaan
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2
faktor dan 3 ulangan. Adapun macam perlakuannya adalah sebagai berikut:
1. Faktor pertama adalah macam ekstrak yang terdiri atas tiga macam, yaitu
E1 (ekstrak daun), E2 (ekstrak batang) dan E3 (campuran ekstrak daun dan
batang).
2. Faktor kedua adalah konsentrasi ekstrak kirinyuh yang terdiri atas lima
taraf, yaitu K1 (0%), K2 (25%), K3 (50%), K4 (75%) dan K5 (100%).
Tabel 1. Kombinasi pemberian ekstrak kirinyuh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau. K
E
K1 K2 K3 K4 K5
E1 E1K1 E1K2 E1K3 E1K4 E1K5
E2 E2K1 E2K2 E2K3 E2K4 E2K5
E3 E3K1 E3K2 E3K3 E3K4 E3K5
D. Cara Kerja
1. Tahap Persiapan
a. Persiapan Media Tanam
Tanah, pasir dan pupuk kompos dengan perbandingan 1:1:1 dicampur lalu
dimasukkan ke dalam polibag masing-masing sebanyak 1 kg.
b. Persiapan Ekstrak
Kirinyuh diambil dari tanah lapang di kawasan Mojosongo. Bahan ini
kemudian dicuci bersih dan ditiriskan selanjutnya dikeringanginkan selama 24
jam di tempat yang terbuka tetapi tidak terkena sinar matahari secara langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pembuatan ekstrak dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan Teteki
(2010). Daun dan batang kirinyuh dipisahkan kemudian dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu 60°C, setelah kering dibuat bubuk dengan menggunakan
blender. Bahan kemudian dilarutkan dalam aquades dengan perbandingan 10 g
bahan dalam 100 ml pelarut dan dishaker selama 24 jam dengan kecepatan 150
rpm pada suhu ruang (25°C-27°C). Ekstrak yang terbentuk selanjutnya disaring
dan diencerkan dengan aquades (v/v) menjadi konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%
dan 100%. Ekstrak tersebut telah siap digunakan untuk diberikan pada tanaman
sawi. Untuk konsentrasi 0% hanya digunakan aquades saja, sedangkan ekstrak
dengan konsentrasi 100% tidak dilakukan pengenceran.
c. Persiapan Benih Sawi untuk Pengujian Perkecambahan
Cawan plastik disiapkan sebanyak 45 buah. Masing-masing cawan plastik
dilapisi dengan satu lapis kapas. Benih sawi diletakkan dalam cawan plastik.
Setiap cawan berisi 10 benih sawi.
d. Persiapan Benih Sawi untuk Pengujian Pertumbuhan
Benih sawi ditumbuhkan dalam polibag berisi 1 kg media selama 14 hari.
Masing-masing polibag berisi 1 benih.
e. Penanaman Sawi
Bibit sawi yang sudah berumur 14 hari siap diberi perlakuan. Tanaman
disiram dengan air secara teratur setiap pagi.
2. Tahap Perlakuan
Pada pengujian perkecambahan, benih sawi yang sudah diletakkan dalam
cawan plastik yang dilapisi kapas diberi 10 ml ekstrak kirinyuh sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
konsentrasi. Pemberian ekstrak dilakukan setiap 3 hari sekali sampai kecambah
berumur 14 hari. Selama 14 hari diamati hari ke berapa benih mulai berkecambah
dan persentase benih yang berkecambah.
Pada pengujian pertumbuhan, setelah berumur 14 hari bibit sawi dalam
polibag diberi ekstrak. Ekstrak kirinyuh sebanyak 10 ml dalam berbagai
konsentrasi disiramkan di sekeliling tanaman uji dengan selang pemberian ekstrak
adalah seminggu 2 kali sampai 25 hari setelah masa tanam (Teteki, 2010).
3. Tahap Pengamatan
1. Perkecambahan
Variabel yang diamati dalam pengujian perkecambahan adalah waktu
munculnya kecambah (hari) dan persentase perkecambahan tiap cawan yang
dihitung dengan cara:
Persentase perkecambahan=
2. Pertumbuhan
Variabel pertumbuhan yang diamati meliputi:
a. Tinggi Tanaman
Pengukuran dilakukan setiap 7 hari sekali dari tanaman uji
berumur 14 hari sampai 25 hari setelah tanam (hst).
b. Luas Daun
Daun yang diukur berumur 25 hari. Pengukuran luas daun
dilakukan berdasarkan metode gravimetri yaitu dengan membandingkan
berat daun total dengan berat suatu sampel daun yang diketahui luasnya
(Sitompul dan Guritno, 1995).
Jumlah benih yang tumbuh x 100%
Jumlah semua benih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Bila sampel daun diambil dari sejumlah daun maka luas daun dapat
ditaksir dengan:
LD =
keterangan : LD = Luas Daun (cm2)
Wr = Berat kertas replika daun (gram)
Wt = Berat total kertas (gram)
LK = Luas total kertas (cm2)
c. Jumlah Daun
Jumlah daun dihitung pada akhir penelitian yaitu 25 hst.
d. Berat Basah Tanaman
Berat basah tanaman ditimbang pada akhir penelitian yaitu 25 hst.
e. Berat Kering Tanaman
Berat kering tanaman (gram/tanaman) dihitung setelah tanaman
dikeringkan dalam oven dengan suhu 60°C sampai tercapai berat kering
yang konstan.
f. Rasio Akar : Tajuk
Rasio akar : tajuk dilakukan dengan cara membandingkan antara berat
kering akar dan tajuk.
g. Panjang Akar
Panjang akar diukur dari ujung akar primer hingga pangkal akar.
Pengukuran ini dilakukan pada akhir penelitian yaitu 25 hst.
Wr
Wt x LK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
h. Kadar Klorofil dan Karotenoid
Pengukuran kadar klorofil total dan karotenoid sawi hijau dilakukan
menurut Hendry dan Grime (1993) adalah sebagai berikut: daun sawi hijau
yang telah membentang sempurna diambil 0,1 g, kemudian potongan daun
tersebut dihancurkan dalam mortar dan ditambahkan 10 ml aseton 80%.
Larutan didiamkan beberapa saat hingga klorofil larut, lalu disaring
dengan kertas saring supaya sisa daunnya tertinggal. Sebanyak 3 ml filtrat
dimasukkan ke dalam kuvet kemudian dimasukkan ke dalam
spektrofotometer. Absorbansi (A) diukur pada panjang gelombang 480
nm, 645 nm dan 663 nm. Konsentrasi dihitung dengan rumus (Hendry dan
Grime, 1993) sebagai berikut:
Klorofil total = 8,02 (A. 663) + 20,2 (A. 645) mg/l
Karotenoid = {(A480 + (0,114 x A663) – (0,638 x A645)} x 3 x 1000 µmol
112,5 x 100
E. Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis varian (ANAVA) untuk mengetahui
pengaruh perlakuan terhadap perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau.
Apabila terjadi beda nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range
Test (DMRT) pada taraf 5%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perkecambahan
Perkecambahan dapat diartikan dimulainya proses pertumbuhan embrio
dari benih yang sudah matang (Sutopo, 2004). Benih dapat berkecambah bila
tersedia faktor-faktor pendukung selama terjadinya proses perkecambahan seperti
air, suhu, oksigen, cahaya, senyawa alelokemi dan medium (Kamil, 1979). Proses
penyerapan air oleh benih merupakan proses imbibisi yang disebabkan oleh
perbedaan potensial air antara benih dengan media sekitarnya (Lakitan, 1996),
sehingga kadar air dalam benih mencapai persentase tertentu (50 – 60%) dan akan
meningkat lagi pada saat munculnya radikula sampai jaringan penyimpan.
Kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air 70 – 90%. Akibat
terjadinya imbibisi, kulit benih akan menjadi lunak dan retak-retak (Ching, 1972
dalam Sutopo, 2002). Parameter perkecambahan yang diamati dalam penelitian ini
meliputi hari ke berapa benih berkecambah dan persentase benih yang
berkecambah.
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
memberikan pengaruh yang nyata terhadap perkecambahan sawi hijau dimana
sebagian benih mulai berkecambah pada hari kedua dan setelah hari kelima
seluruh benih berkecambah (Lampiran 1). Benih sawi hijau yang diberi ekstrak
dengan konsentrasi tinggi (75% dan 100%), berbeda dengan perlakuan
konsentrasi yang lebih rendah, yaitu hanya beberapa yang berkecambah pada hari
kedua (Tabel 2). Hal ini diduga karena adanya hambatan penyerapan air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Meningkatnya potensial osmotik ekstrak akan menurunkan potensial air sehingga
benih tidak mampu menyerap air secara maksimal dan mengakibatkan
perkecambahan yang tidak sempurna.
Tabel 2. Pengaruh waktu dan konsentrasi ekstrak kirinyuh terhadap perkecambahan benih sawi hijau
Konsentrasi
Ekstrak
Waktu (hari)
1 2 3 4 5
E1K1 0pde 9qde 9,67rde 9,67rsde 10sde
E1K2 0pde 8,33qde 9,33rde 9,67rsde 9,67sde
E1K3 0pbcde 5,33qbcde 9,67rbcde 9,67rsbcde 9,67sbcde
E1K4 0pbcde 4,67qbcde 9,33rbcde 10rsbcde 10sbcde
E1K5 0pb 2qb 8,67rb 9,33rsb 10sb
E2K1 0pcde 7qcde 9,33rcde 9,67rscde 9,67scde
E2K2 0pde 7,67qde 9,67rde 9,67rsde 10sde
E2K3 0pcde 6,33qcde 9,67rcde 10rscde 10scde
E2K4 0pbcd 4qbcd 9,67rbcd 10rsbcd 10sbcd
E2K5 0pb 1,67qb 8,67rb 8,67rsb 10sb
E3K1 0pe 9,33qe 10re 10rse 10se
E3K2 0pde 7,67qde 9,33rde 9,67rsde 10sde
E3K3 0pde 6,67qde 10rde 10rsde 10sde
E3K4 0pbc 3qbc 9rbc 9,33rsbc 10sbc
E3K5 0pa 0,33qa 6,67ra 8,33rsa 9,67sa
keterangan: a-e: menunjukkan perbedaan signifikan (p<0,05) pada huruf berbeda dan pada kolom yang sama.
p-s: menunjukkan perbedaan signifikan (p<0,05) pada huruf berbeda dan pada baris yang sama.
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa rata-rata persentase
perkecambahan sawi hijau tidak berbeda nyata baik pada sumber ekstrak maupun
konsentrasi ekstrak (Lampiran 2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 3. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap persentase perkecambahan sawi hijau
Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
10,00
9,67
10,00
9,67
10,00
10,00
9,67
10,00
10,00
10,00
10,00
10,00
10,00
10,00
9,67
Pemberian ekstrak kirinyuh dengan konsentrasi rendah tidak
mempengaruhi perkecambahan sawi hijau (Tabel 3). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Pramiadi dan Suyitno (2000) tentang pemberian
ekstrak daun Gliricidea terhadap perkecambahan sawi dan bayam dimana
konsentrasi ekstrak daun Gliricidea yang rendah (5% dan 10%) tidak
mempengaruhi perkecambahan sawi dan bayam. Demikian pula halnya dengan
hasil penelitian Ilory et al. (2010) yang menyatakan bahwa ekstrak segar kirinyuh,
Helianthus annus dan Tithonia diversifolia dalam kadar rendah tidak menghambat
perkecambahan dan pertumbuhan Vigna unguiculata.
B. Pertumbuhan
Dalam arti sempit pertumbuhan adalah proses pembelahan sel
(peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran) yang
membutuhkan sintesis protein dan merupakan proses yang tidak dapat balik.
Apabila pertumbuhan meningkat menandakan bahwa proses fotosintesis juga
mengalami peningkatan. Hasil fotosintesis yang berupa gula digunakan untuk
membentuk bagian-bagian sel seperti dinding sel, membran sel maupun organela
sel. Dalam pengertian yang lebih luas pertumbuhan merupakan perkembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
sel-sel baru sehingga terjadi pertambahan ukuran dan diferensiasi jaringan
(Noggle dan Fritz, 1983; Sitompul dan Guritno, 1995).
Variabel pertumbuhan yang diamati dalam penelitian ini meliputi tinggi
tanaman, panjang akar, jumlah daun, luas daun, berat basah tanaman, berat kering
tanaman, rasio akar : tajuk, kadar klorofil dan karotenoid.
1. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran yang sering diamati baik sebagai
indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk
mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran
pertumbuhan yang paling mudah diamati. Sebagai parameter pengukuran
pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan
tertentu (Sitompul dan Guritno, 1995).
Tabel 4. Rata-rata tinggi tanaman sawi hijau pada variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh (cm)
Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
13,83ab
11,33a
18,10cd
17,03bc
16,97bc
23,30e
16,90bc
16,47bc
21,27de
13,67ab
18,23cd
22,07de
15,77bc
18,77cd
21,43de
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama (dalam baris yang sama) menunjukkan tidak beda nyata dengan uji DMRT pada taraf uji 5%
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman sawi hijau (Lampiran 3). Tanaman uji
yang diberi perlakuan memiliki rata-rata tinggi tanaman di atas kontrol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Pemberian ekstrak daun dan ekstrak batang konsentrasi 25% dan 50%
memberikan hasil tinggi tanaman yang relatif hampir sama. Pemberian
ekstrak batang dengan konsentrasi yang semakin tinggi cenderung
meningkatkan rata-rata tinggi tanaman uji sedangkan pemberian ekstrak
campuran tidak menunjukkan kecenderungan peningkatan tinggi tanaman
seiring dengan kenaikan konsentrasi tetapi pemberian konsentrasi 25%
memberikan hasil tinggi tanaman terbaik dibandingkan perlakuan lainnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hanolo (1997) yang menyatakan bahwa
pemberian konsentrasi ekstrak yang rendah secara rutin memberikan hasil
tanam yang memuaskan.
Susanto (2002) mengemukakan bahwa pemberian bahan organik
disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Apabila diberikan dalam jumlah
yang berlebihan merupakan pemborosan dan dapat menyebabkan keracunan,
sedangkan pemberian dosis yang kecil tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap hasil tanaman. Tersedianya unsur hara yang cukup dan
seimbang untuk pertumbuhan tanaman menyebabkan proses pembelahan,
pembesaran dan pemanjangan sel akan berlangsung cepat (Pracaya, 2005).
Hanolo (1997) menyatakan bahwa unsur hara seperti nitrogen
memacu pembentukan asam-asam amino menjadi protein. Protein yang
terbentuk digunakan untuk membentuk hormon pertumbuhan, yaitu hormon
auksin, giberelin dan sitokinin. Auksin mempengaruhi sintesis protein
struktural untuk menyempurnakan struktur dinding sel kembali seperti semula
setelah mengalami peregangan atau pembentangan, giberelin merangsang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
pertumbuhan tinggi tanaman dan sitokinin berperan dalam pembelahan sel
pada ujung batang.
Hasil tinggi tanaman sawi hijau yang diberi ekstrak kirinyuh dalam
berbagai sumber dan konsentrasi ekstrak bila dibandingkan dengan tanaman
kontrol menunjukkan hasil yang lebih baik, hal ini dikarenakan nutrisi yang
terkandung dalam ekstrak kirinyuh tersedia dengan baik dan mencukupi
sehingga sangat baik untuk pertumbuhan sawi hijau.
Gambar 8. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap tinggi tanaman sawi hijau (cm)
Grafik menunjukkan bahwa ekstrak daun memberikan efek
penghambatan pada konsentrasi 75%, sedangkan ekstrak batang memberikan
efek peningkatan seiring dengan semakin bertambahnya konsentrasi ekstrak
dan sumber ekstrak yang memberikan hasil tertinggi terhadap tinggi tanaman
adalah ekstrak campuran (Gambar 8), sehingga dapat disimpulkan bahwa
perlakuan ekstrak daun cenderung menghambat pertumbuhan tinggi tanaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwal et al. (2010)
tentang efek alelopati kirinyuh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan
padi dimana ekstrak daun kirinyuh memberikan efek penghambatan terbesar
pada perkecambahan dan pertumbuhan padi dibandingkan ekstrak batang
maupun ekstrak akar. Phan et al. (2001) menyatakan bahwa daun dari
tanaman ini kaya akan flavonoid, yaitu tanin, quercetin, sinensetin,
sakuranetin, padmatin, kaempferol dan salvagenin. Menurut Putnam (1988),
hampir semua senyawa tersebut diketahui berpotensi sebagai agen alelopati.
Menurut Rice (1984), hambatan pertumbuhan tinggi tanaman
disebabkan adanya alelokemi yang mempengaruhi aktivitas hormon, salah
satunya adalah asam indol asetat (IAA) atau auksin yang berperan dalam
pembesaran sel pada tanaman. Menurut Sastroutomo (1990), alelokemi
seperti senyawa fenolik dan glikosida flavonoid dalam kadar tinggi akan
menguraikan IAA menjadi IAA oksidase, sehingga fungsi IAA sebagai
pemanjang sel terganggu. Hal ini sesuai dengan penelitian Batish et al. (2002)
yang menyatakan bahwa senyawa dari Pharthenium hysterophorus yaitu
parthenin, yang termasuk dalam golongan flavonoid, dapat menghambat
pertumbuhan tinggi tanaman pada Avena fatua dan Bidens pilosa.
2. Panjang Akar
Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel di belakang
meristem ujung. Peran utama akar adalah menyediakan air, mineral dan
bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tanaman yang tumbuh dalam keadaan kurang air membentuk akar lebih
banyak dengan hasil yang lebih rendah daripada tanaman yang tumbuh dalam
keadaan cukup air. Panjang akar perlu diamati karena panjang akar
menggambarkan kemampuan serapan tanaman. Panjang akar diukur dari
pangkal batang hingga ujung akar (Gardner et al., 1991; Sitompul dan
Guritno, 1995).
Tabel 5. Rata-rata panjang akar sawi hijau pada variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh (cm)
Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
5,17
9,33
8,67
8,00
7,33
8,33
5,50
7,83
10,10
5,83
6,17
8,33
3,83
6,67
8,63
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
terhadap rata-rata panjang akar sawi hijau tidak berbeda nyata (Lampiran 4).
Meskipun demikian, pada perlakuan pemberian ekstrak daun terjadi
penurunan panjang akar seiring kenaikan konsentrasi ekstrak. Konsentrasi
25% memberikan hasil tertinggi sedangkan konsentrasi 100% memberikan
hasil terendah. Hal ini diduga karena ekstrak daun memiliki alelokemi seperti
senyawa fenolik yang tinggi (Phan et al., 2001). Penelitian ini sejalan dengan
yang dilakukan Onwugbuta dan Enyi (2001) tentang efek alelopati kirinyuh
terhadap tomat, dimana dalam penelitiannya digunakan ekstrak daun kirinyuh
dengan perbandingan konsentrasi 1 g : 140 ml air, 1 g : 80 ml air dan 1 g : 40
ml air. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil panjang akar tomat yang
mengalami penurunan seiring dengan semakin tinggi konsentrasi ekstrak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Penelitian serupa dilakukan oleh Wu et al. (1998) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan akar Poa annua sangat terhambat oleh pemberian ekstrak daun
Buchloe dacyloides yang banyak mengandung senyawa fenolik yang dapat
mengganggu permeabilitas membran sel dan dapat menghambat kerja enzim
sehingga metabolisme di dalam sel menjadi terhambat (Harbone, 1996).
Pada perlakuan pemberian ekstrak batang dengan berbagai konsentrasi
menunjukkan hasil yang relatif hampir sama meskipun di bawah kontrol,
sedangkan perlakuan pemberian ekstrak campuran konsentrasi 50%
memberikan hasil tertinggi dan di atas kontrol.
Panjang akar dapat digunakan untuk menilai daya penyerapan unsur
hara dan air, sehingga dapat mengetahui nilai potensi fotosintesis tajuk.
Alelokemi menyebabkan berkurangnya laju penyerapan unsur hara oleh akar.
Kekurangan hara ini dapat menghambat pembentukan zat pengatur tumbuh
yang berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel di ujung akar yaitu
sitokinin dan giberelin. Jika pembelahan dan pemanjangan sel pada akar
terhambat, maka pertambahan panjang akar pun terhambat. Konsentrasi
ekstrak 0% menghasilkan panjang akar yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan
karena akar dapat mencari daerah penyerapan yang lebih luas, selain itu tidak
adanya alelokemi menyebabkan akar tumbuh normal (Rice, 1984).
Hasil penelitian serupa tentang alelokemi juga dilaporkan Batish et al.
(2002) yang menyatakan bahwa parthenin senyawa dari Pharthenium
hysterophorus dapat menghambat pertambahan panjang akar Avena fatua dan
Bidens pilosa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
3. Jumlah Daun
Organ tanaman yang utama dan yang menyerap radiasi matahari
adalah daun. Untuk memperoleh laju pertumbuhan tanaman yang maksimum,
diperlukan cukup banyak daun untuk menyerap sebagian besar radiasi
matahari yang jatuh ke atas tajuk tanaman (Gardner et al., 1991).
Tabel 6. Rata-rata jumlah daun sawi hijau pada variasi sumber dan
konsentrasi ekstrak kirinyuh Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
4,33
4,67
5,67
3,33
6,00
5,67
4,67
4,67
6,00
4,00
3,67
5,67
4,00
5,67
6,00
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
terhadap rata-rata jumlah daun sawi hijau tidak berbeda nyata yang berarti
pemberian ekstrak kirinyuh dalam berbagai sumber maupun konsentrasi tidak
memberikan pengaruh terhadap jumlah daun tanaman uji (Lampiran 5).
Pemberian perlakuan ekstrak dengan konsentrasi yang semakin tinggi tidak
menunjukkan adanya penurunan jumlah daun pada tanaman uji.
Tanaman yang hanya dipanen daunnya seperti kubis, selada, sawi,
kangkung dan bayam membutuhkan unsur hara seperti nitrogen, fosfor dan
kalium dalam jumlah yang tinggi sehingga berguna untuk membentuk asam
amino dan protein sebagai bahan dasar dalam menyusun daun (Haryanto,
2003). Novizan (2004) juga menyatakan bahwa nitrogen, fosfor dan kalium
merupakan unsur hara yang berperan besar dalam menaikkan potensi
pembentukan daun. Menurut Suntoro et al. (2001) dalam Kastono (2005),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
kirinyuh mengandung unsur nitrogen, fosfor dan kalium dalam jumlah yang
cukup. Apabila unsur hara tersebut diberikan dalam jumlah banyak, tanaman
akan tampak subur, ukuran daun menjadi lebih besar dan batang menjadi
lunak serta berair. Hal ini didukung oleh penelitian Nataniel et al. (2006)
yang menyatakan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik cair lamtoro
dengan konsentrasi yang semakin tinggi pada tanaman sawi menghasilkan
jumlah daun yang banyak. Hal ini disebabkan suplai nitrogen pada tanaman
semakin banyak sehingga proses pertumbuhannya semakin cepat.
Pemberian ekstrak di sekeliling tanaman dalam hal ini merupakan
faktor luar (lingkungan) yang dapat mempengaruhi jumlah daun, namun
pengaruh tersebut tidak terlalu nyata jika dibandingkan dengan faktor dari
dalam (genetik) (Gardner et al., 1991).
4. Luas Daun
Selain jumlah daun, untuk mengetahui pertumbuhan suatu tanaman
juga dilihat dari luas daunnya yang merupakan salah satu komponen
pertumbuhan yang penting. Permukaan daun yang luas dan datar
memungkinkan untuk menangkap cahaya semaksimal mungkin dan
meminimalkan jarak yang harus ditempuh CO2 dari permukaan daun ke
kloroplas (Gardner et al., 1991).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 7. Rata-rata luas daun sawi hijau pada variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh (cm2)
Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
28,25ab
15,70a
22,15ab
45,16c
24,26ab
33,63bc
22,63ab
22,78ab
23,33ab
29,02ab
35,65bc
34,78bc
31,02b
24,97ab
25,64ab
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama (dalam baris yang sama) menunjukkan tidak beda nyata dengan uji DMRT pada taraf uji 5%
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
terhadap luas daun tanaman sawi hijau berbeda nyata yang berarti pemberian
ekstrak kirinyuh mempengaruhi pertumbuhan luas daun tanaman uji
(Lampiran 6). Pada pemberian ekstrak daun kirinyuh dengan konsentrasi
yang semakin tinggi tidak menunjukkan adanya penurunan terhadap hasil
luas daun, tetapi konsentrasi 25% menghasilkan nilai luas daun tertinggi
dibandingkan perlakuan yang lain. Pemberian ekstrak batang dan campuran
dalam berbagai konsentrasi menghasilkan nilai rata-rata luas daun yang relatif
sama. Pada kedua sumber ekstrak tersebut, konsentrasi 75% menghasilkan
nilai luas daun tertinggi.
Pada fase vegetatif tanaman, luas daun akan semakin meningkat
sehingga tanaman akan semakin efisien dalam melakukan fotosintesis dan
memanfaatkan unsur hara yang diambil bersama air yang akan digunakan
untuk membentuk karbohidrat (Sumarni dan Rosliani, 2001). Sarief (1989)
menyatakan bahwa apabila unsur nitrogen yang tersedia lebih banyak serta
dibantu kalium, maka akan dihasilkan protein yang lebih banyak dan daun
dapat tumbuh lebih lebar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Gambar 9. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap luas daun sawi
hijau (cm2)
Grafik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kirinyuh
konsentrasi 25% meningkatkan luas daun tanaman sawi hijau dibandingkan
pemberian konsentrasi yang tinggi (Gambar 9). Hasil ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kastono (2005), yang menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian kompos kirinyuh pada kedelai hitam dengan tiga
konsentrasi berbeda yaitu 10 ton/ha, 20 ton/ha dan 30 ton/ha menghasilkan
luas daun optimal pada konsentrasi 20 ton/ha meskipun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya. Diduga C/N rasio pada takaran kompos 20 ton/ha
lebih optimum sehingga bahan organik itu semakin cepat terdekomposisi dan
tersedia bagi tanaman serta menunjang pertumbuhan tanaman yang dalam hal
ini adalah luas daun.
Pemberian ekstrak kirinyuh konsentrasi 50% dalam berbagai sumber
ekstrak menunjukkan rata-rata luas daun yang relatif hampir sama (Gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
9) diduga konsentrasi tersebut mengandung unsur hara seperti nitrogen, fosfor
dan kalium dalam jumlah yang sama. Apabila ketiga unsur hara tersebut
tersedia dalam jumlah yang sedikit, maka protein yang dihasilkan sedikit dan
daun tidak dapat tumbuh dengan maksimal.
5. Berat Basah Tanaman
Berat basah tanaman menunjukkan aktivitas metabolisme tanaman
dan nilai berat basah dipengaruhi oleh kadar air jaringan, unsur hara dan hasil
metabolisme. Berat segar menggambarkan kandungan air dan kelembaban
tanaman. Sekitar 500 g air diperlukan untuk menghasilkan 1 g bahan kering.
Sekitar 1 g atau 10% air ini menjadi bagian terpadu tanaman dan sisanya
hilang melalui stomata pada daun selama penyerapan karbondioksida (Fitter
dan Hay, 1981; Salisbury dan Ross, 1995; Sitompul dan Guritno, 1995).
Tabel 8. Rata-rata berat basah sawi hijau pada variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh (g) Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
6,57
3,18
4,97
7,10
6,58
8,45
5,07
4,67
5,21
5,10
4,51
5,63
5,63
4,39
5,70
Hasil analisis varian terhadap berat basah tanaman sawi hijau tidak
menunjukkan adanya beda nyata yang berarti antara ekstrak daun, batang
maupun campuran tidak ada yang dominan dalam mempengaruhi berat basah
tanaman sawi hijau (Lampiran 7). Konsentrasi 25% pada masing-masing
sumber ekstrak memberikan nilai tertinggi terhadap berat basah tanaman sawi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
hijau sedangkan konsentrasi 50% sampai 100% memberikan hasil berat basah
tanaman sawi hijau yang relatif hampir sama, kecuali pada pemberian ekstrak
daun yang menghasilkan nilai berat basah di bawah kontrol. Hasil ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizqiani et al. (2007), yaitu perlakuan
pemberian pupuk organik cair pada tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.)
dengan tiga konsentrasi yaitu 1%, 2% dan 3% per polibag menghasilkan nilai
berat basah optimal pada konsentrasi 2%. Hal ini diduga karena pemberian
hara pada tanaman yang tepat dan seimbang sehingga dapat meningkatkan
nilai berat basah tanaman.
Dwijoseputro (1993) menyatakan bahwa berat segar tanaman
dipengaruhi oleh unsur hara dalam sel-sel jaringan tanaman. Pertumbuhan
akar dan daun yang cepat menyebabkan penyerapan unsur hara, air dan
cahaya untuk proses fotosintesis lebih optimal, asimilat yang dihasilkan
digunakan untuk perkembangan tanaman bertambah cepat, maka berat segar
tanaman akan bertambah bobotnya. Menurut Foth (1994), kelembaban tanah
penting dalam mempengaruhi laju pergerakan dan fungsi ion ke dalam sel-sel
akar, hal ini terkait dengan kelarutan hara di dalam tanah. Ketersediaan air
yang meningkat dapat meningkatkan kelarutan N di dalam tanah sehingga
tanaman mendapatkan pasokan N yang cukup, akibatnya pertumbuhan
vegetatif akan semakin lebat dan berat basah tanaman semakin meningkat.
Ratna (2002) menyatakan bahwa dengan luas daun yang tinggi dapat
membentuk dan menyimpan zat hara lebih banyak sehingga terjadi
peningkatan berat basah tanaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman uji tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap berat basah tanaman, hal ini dikarenakan pemberian ekstrak
kirinyuh cenderung menurunkan luas daun tanaman uji sehingga fotosintat
yang dihasilkan tidak mampu untuk meningkatkan berat basah tanaman.
Pengaruh alelokemi dalam menurunkan nilai berat basah tanaman
adalah dengan menghambat pengikatan unsur hara dalam tanah sehingga
kemampuan sel akar dalam menyerap ion dari dalam tanah tidak maksimal.
Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi terhambat
karena sedikitnya hara yang diserap akibatnya berat basah turun
(Sastroutomo, 1990).
6. Berat Kering Tanaman
Hasil berat kering tanaman adalah keseimbangan antara pengambilan
CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi). Fotosintesis
mengakibatkan meningkatnya berat kering tanaman karena pengambilan CO2,
sedangkan proses katabolisme respirasi menyebabkan pengeluaran CO2 dan
mengurangi berat kering (Gardner et al., 1991).
Tabel 9. Rata-rata berat kering sawi hijau pada variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh (g)
Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
0,80
0,42
0,48
0,78
0,76
0,69
0,58
0,56
0,44
0,56
0,49
0,52
0,64
0,36
0,43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh dalam
berbagai sumber dan konsentrasi tidak mempengaruhi berat kering tanaman
sawi hijau yang artinya ekstrak daun, batang maupun campuran tidak ada
yang dominan dalam mempengaruhi berat kering tanaman sawi hijau tetapi
pemberian ekstrak dengan konsentrasi yang semakin tinggi menunjukkan
adanya kecenderungan penurunan berat kering tanaman uji (Lampiran 8).
Penurunan berat kering menunjukkan penghambatan tersebut disebabkan
gangguan fisiologis dalam tubuh tanaman seperti kerusakan struktur sel yang
disebabkan oleh ekstrak. Walters dan Gilmore (1976) melaporkan bahwa efek
alelopati dari Festuca arundinaceae Shreb. menyebabkan penurunan nilai
berat kering Liquidambar styraciflua L. dengan merusak kemampuan
tanaman dalam menyerap fosfor dan nitrogen.
Rice (1984) menyatakan bahwa alelokimia secara tidak langsung
dapat berpengaruh pada tanaman dengan menghambat mikroorganisme di
dalam tanah yang berperan dalam fiksasi nitrogen dan menyebabkan tanaman
kekurangan unsur tersebut. Ratna (2002) mengemukakan bahwa apabila
unsur hara tersedia dalam keadaan seimbang dapat meningkatkan
pertumbuhan vegetatif dan bobot kering tanaman, akan tetapi apabila keadaan
unsur hara dalam kondisi kurang atau lebih akan menghasilkan bobot kering
yang rendah. Berat kering tanaman juga dipengaruhi keseimbangan antara
pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi). Apabila
respirasi lebih besar dibanding fotosintesis, berat kering tanaman akan
berkurang. Penurunan berat kering ini sesuai dengan penelitian Cahyanti et
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
al. (2005), bahwa ekstrak akar dan pucuk dari Acalypha indica dapat
menurunkan berat kering Portulaca oleracea pada konsentrasi 5000-10000
ppm. Begitu pula dengan Batish et al. (2002) yang melaporkan bahwa
senyawa parthenin dari Pharthenium hysterophorus dapat menurunkan berat
kering Avena fatua dan Bidens pilosa.
7. Rasio Akar : Tajuk
Rasio akar : tajuk merupakan perbandingan antara biomassa akar
dibagi biomassa tajuk. Rasio akar : tajuk dilakukan untuk mengetahui tingkat
perkembangan tanaman baik akar maupun daun pada perlakuan yang
diberikan. Menurut Fitter dan Hay (1998), rasio akar : tajuk merupakan sifat
yang sangat plastis (mudah berubah). Rasio akar : tajuk meningkat karena
beberapa faktor seperti rendahnya suplai air, rendahnya suplai nitrogen,
rendahnya oksigen tanah dan rendahnya temperatur tanah. Rasio akar : tajuk
merupakan petunjuk yang baik tentang pengaruh lingkungan terhadap
pertumbuhan tanaman.
Tabel 10. Rata-rata rasio akar : tajuk sawi hijau pada variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh
Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
0,18bcde
0,10ab
0,13abcd
0,16abcd
0,12abc
0,10ab
0,3f
0,17abcde
0,09a
0,18bcde
0,13abcd
0,21de
0,2cde
0,25ef
0,17abcde
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama (dalam baris yang sama) menunjukkan tidak beda nyata dengan uji DMRT pada taraf uji 5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
terhadap rasio akar : tajuk sawi hijau berbeda nyata (Lampiran 9). Pemberian
ekstrak kirinyuh dalam berbagai sumber dengan konsentrasi yang semakin
tinggi cenderung meningkatkan rasio akar : tajuk tanaman uji. Pemberian
ekstrak daun kirinyuh konsentrasi 50% memberikan nilai tertinggi yang jauh
di atas kontrol dan konsentrasi lainnya.
Gambar 10. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap rasio akar : tajuk
sawi hijau
Grafik menunjukkan bahwa sawi hijau yang diberi perlakuan ekstrak
cenderung memiliki nilai rasio akar : tajuk yang lebih tinggi bila
dibandingkan kontrol (Gambar 10). Nilai rasio akar : tajuk sawi hijau pada
perlakuan ekstrak daun 50% menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan
konsentrasi lainnya baik dalam sumber ekstrak yang sama atau sumber
ekstrak yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Berat kering tajuk lebih besar dibandingkan akar karena penggunaan
fotosintat lebih digunakan untuk perkembangan tajuk daripada perkembangan
akar. Penyerapan garam mineral sebagian dikendalikan oleh tajuk. Tajuk akan
merangsang akar untuk meningkatkan penyerapan garam mineral dan secara
cepat menggunakan garam mineral tersebut dalam produk pertumbuhan
(misalnya protein, asam nukleat dan klorofil). Tajuk memasok karbohidrat
melalui floem yang digunakan akar untuk melakukan respirasi yang akan
menghasilkan ATP (Salisbury dan Ross, 1995).
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kirinyuh yang diberikan melalui
tanah menyebabkan semakin rendahnya suplai hara yang diserap oleh akar.
Umumnya rasio akar : tajuk meningkat dengan kondisi rendahnya suplai air,
suplai nitrogen, oksigen dan temperatur tanah. Tanaman dengan keadaan stres
sering mengalokasikan hasil fotosintesisnya lebih besar ke dalam organ-organ
dalam tanah dibandingkan saat keadaan lingkungan normal (Fitter dan Hay,
1998). Hal itulah yang menyebabkan rasio akar : tajuk semakin meningkat
seiring meningkatnya konsentrasi ekstrak yang diberikan.
8. Kadar Klorofil
Klorofil banyak terdapat di daun dan bagian tanaman lainnya dengan
karakteristik berwarna hijau dan berperan dalam proses fotosintesis tanaman.
Klorofil berada dalam kloroplas, tempat berlangsungnya fotosintesis.
Pigmen-pigmen yang terdapat di dalam membran tilakoid akan menyerap
cahaya yang berasal dari matahari atau sumber lain, kemudian mengubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP)
(Lakitan, 1993). Semakin banyak kandungan klorofil maka kemungkinan
terjadinya proses fotosintesis akan berjalan lebih cepat sehingga fotosintat
yang dihasilkanpun lebih tinggi. Fotosintat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tanaman, pertumbuhan serta sebagai cadangan makanan.
Tabel 11. Rata-rata kadar klorofil sawi hijau pada variasi sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh (mg/l)
Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
26,69
27,87
24,28
24,38
25,73
24,95
24,70
32,63
21,53
20,35
26,36
32,94
23,53
17,43
27,84
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
terhadap kadar klorofil tanaman sawi hijau tidak berbeda nyata yang berarti
pemberian ekstrak kirinyuh dalam berbagai sumber dan konsentrasi tidak
memberikan pengaruh terhadap kadar klorofil tanaman sawi hijau (Lampiran
10). Meskipun demikian, kadar klorofil tanaman sawi hijau dengan perlakuan
pemberian ekstrak daun dalam berbagai konsentrasi menghasilkan nilai kadar
klorofil di bawah kontrol. Hal ini diduga, ekstrak daun memiliki senyawa
alelopati yang mempengaruhi kadar klorofil tanaman uji. Pada perlakuan
pemberian ekstrak batang dengan konsentrasi yang semakin tinggi cenderung
menurunkan kadar klorofil tanaman uji, sedangkan pemberian ekstrak
campuran konsentrasi 75% memberikan hasil tertinggi terhadap kadar klorofil
tanaman sawi hijau. Diduga ekstrak campuran konsentrasi 75% mengandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
unsur hara seperti N, Mg dan Fe yang cukup sehingga sintesis klorofil
berlangsung dengan maksimal.
Alelokemi dari ekstrak yang diberikan melalui tanah menghambat
penyerapan unsur hara oleh akar sehingga berpengaruh pada sintesis klorofil.
Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh adanya N, Mg, Fe, Mn, Cu dan Zn.
Kandungan nutrien yang berkurang mempengaruhi fotosintesis terutama
dengan cara mempengaruhi peralatan fotosintesis (Gardner et al., 1991).
Rice (1984) menyatakan bahwa komponen alelopati mungkin
menghambat sintesis prekursor porfirin pada biosintesis klorofil. Yang et al.
(2002) menduga bahwa penurunan klorofil disebabkan alelokemi
menghambat biosintesis klorofil atau merangsang mekanisme penurunan
klorofil. Alelokemi terbukti menurunkan kandungan klorofil padi dan juga
porfirin seiring kenaikan konsentrasi yang berupa fenol. Senyawa fenol tidak
berefek pada penurunan presentase Mg-Proto, tetapi dapat melambatkan
sintesisnya dan meningkatkan protoporfirin IX (Proto) dan protoklorofilid
(Pchlide) secara berturut-turut. Penelitian Yang et al. (2004) menunjukkan
bahwa senyawa-senyawa fenol dapat menurunkan kandungan klorofil pada
Oryza sativa dengan cara menghambat biosintesis klorofil. Biosintesis
tersebut terhambat karena turunnya kerja Mg-chetalase dalam menghasilkan
Mg-proto. Terhambatnya biosintesis klorofil pada akhirnya menurunkan
fotosintesis.
Viles dan Reese (1995) mengungkapkan bahwa senyawa yang
terdapat pada Echinacea angustifolia dapat mempengaruhi kadar klorofil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Lactuca sativa. Ekstrak akar dan pucuk E. angustifolia yang berupa gas dapat
menurunkan kadar klorofil pada L. sativa. Ekstrak akar dan pucuk E.
angustifolia yang berbentuk gas memiliki potensi alelopati lebih besar jika
dibandingkan dengan ekstrak akar dan pucuk berbentuk cair. Menurut
Einhellig (1995) pada tanaman Glycine max kadar klorofil dan laju
fotosintesisnya menurun karena adanya asam fenolat.
9. Kadar Karotenoid
Karotenoid merupakan pigmen alami berwarna kuning, oranye dan
merah yang tersebar luas pada jaringan fotosintesis tumbuhan. Fungsi
karotenoid adalah sebagai pigmen tumbuhan dan pelindung kloroplas dari
kerusakan saat penyerapan cahaya pada jaringan fotosintesis (Lea dan
Leegood, 1993).
Tabel 12. Rata-rata kadar karotenoid sawi hijau pada variasi dan konsentrasi ekstrak kirinyuh (µmol/l)
Sumber ekstrak
Konsentrasi ekstrak (%) 0 25 50 75 100
Daun
Batang
Campuran
0,21
0,21
0,19
0,19
0,21
0,18
0,20
0,25
0,15
0,16
0,19
0,22
0,19
0,12
0,19
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
dalam berbagai sumber dan konsentrasi terhadap kadar karotenoid tanaman
sawi hijau tidak berbeda nyata (Lampiran 11). Kadar karotenoid semua
tanaman yang diberi perlakuan memberikan nilai yang relatif hampir sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Pemberian ekstrak daun dan batang dengan konsentrasi yang semakin tinggi
cenderung menurunkan kadar karotenoid tanaman uji.
Alelokemi menyebabkan turunnya aktivitas akar dalam menyerap hara
sehingga fotosintesis terganggu. Kedua hal tersebut lebih disebabkan karena
rusaknya struktur sel yang didahului oleh rusaknya membran sel kemudian
disusul rusaknya organel-organel sel seperti kloroplas, mitokondria dan
nukleus. Rusaknya organel-organel tersebut juga didahului oleh rusaknya
masing-masing membran kemudian strukturnya menjadi tidak jelas
(Einhellig, 2002). Karotenoid terdapat di membran plastida dan memiliki
membran ganda. Salah satu jenis plastida yang terpenting adalah kloroplas.
Kloroplas membentuk dan menampung karotenoid (Zaripheh dan Erdman,
2002). Penurunan kadar karotenoid dapat disebabkan karena rusaknya
kloroplas. Apabila kloroplas mengalami kerusakan maka biosintesis
karotenoid dapat terhambat.
Biosintesis karotenoid dimulai dari pembentukan prenil pirofosfat
pada plastida tumbuhan yang merupakan perintis biosintesis karotenoid.
Pirenil pirofosfat dibentuk oleh transferase prenil, setelah itu membentuk
dimetilalil pirofosfat (DMAPP) menjadi isopentenil pirofosfat (IPP).
Kemudian disintesis geranil geranil pirofosfat (GGPP). Kondensasi 2 molekul
GGPP membentuk prefitoen pirofosfat sebagai suatu intermediet (sintesis
fitoen). Fitoen dibentuk dengan pembuangan kelompok pirofosfat.
Selanjutnya konversi fitoen menjadi likopen yang membentuk berbagai
macam karotenoid (Hirschhberg et al., 1997; Sandmann, 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
C. Potensi Ekstrak Kirinyuh sebagai Bioherbisida
Hasil penelitian mengenai potensi alelopati dari ekstrak kirinyuh terhadap
sawi hijau secara umum belum menunjukkan adanya efek penghambatan karena
tidak semua variabel yang diamati terhambat pertumbuhannya. Meskipun
demikian, terdapat kecenderungan penurunan nilai pada beberapa variabel seiring
dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak.
Ekstrak kirinyuh memang memiliki potensi alelopati karena memiliki
beberapa senyawa metabolit sekunder, namun penghambatannya belum terlihat
secara nyata. Pada pemberian ekstrak kirinyuh konsentrasi rendah, umumnya
menghasilkan nilai pertumbuhan sawi hijau yang optimal, sedangkan pemberian
ekstrak konsentrasi tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan sawi hijau.
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa ekstrak daun kirinyuh paling
menghambat hampir seluruh variabel pertumbuhan tanaman sawi hijau apabila
dibandingkan ekstrak batang maupun ekstrak campuran. Hasil ini serupa dengan
penelitian yang dilakukan Suwal et al. (2010) tentang efek alelopati kirinyuh
terhadap perkecambahan dan pertumbuhan padi dimana ekstrak daun kirinyuh
memberikan efek penghambatan terbesar pada perkecambahan dan pertumbuhan
padi dibandingkan ekstrak batang maupun ekstrak akar. Phan et al. (2001)
menyatakan bahwa daun dari tanaman ini kaya akan flavonoid, yaitu tanin,
quercetin, sinensetin, sakuranetin, padmatin, kaempferol dan salvagenin. Menurut
Putnam (1988), hampir semua senyawa tersebut diketahui berpotensi sebagai agen
alelopati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Senyawa alelokemi mempunyai efek tidak spesifik terhadap spesies
tertentu dan dapat berperan sebagaimana penghambatan yang dilakukan oleh
herbisida (Wu et al., 1998). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan
bahwa kirinyuh berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai herbisida alami pada lahan
budidaya sawi hijau. Namun masih perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh
ekstrak kirinyuh terhadap gulma yang umum tumbuh di lahan budidaya sawi
hijau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemberian ekstrak kirinyuh tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
perkecambahan sawi hijau tetapi berpengaruh nyata terhadap waktu
perkecambahan sawi hijau dimana sebagian benih mulai berkecambah pada
hari kedua dan seluruh benih berkecambah pada hari kelima.
2. Pemberian ekstrak kirinyuh dengan konsentrasi yang semakin tinggi
meningkatkan tinggi tanaman dan rasio akar : tajuk tetapi cenderung
menurunkan luas daun tanaman uji. Pemberian ekstrak kirinyuh tidak
berpengaruh nyata terhadap panjang akar, jumlah daun, berat basah, berat
kering, kadar klorofil, dan karotenoid tanaman sawi hijau.
B. Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak kirinyuh
terhadap gulma yang umum tumbuh di lahan budidaya sawi hijau.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut menggunakan sumber dan konsentrasi
ekstrak serta frekuensi yang bervariasi sehingga diperoleh kombinasi yang
tepat dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai analisis senyawa alelokemi
yang terdapat pada ekstrak kirinyuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
DAFTAR PUSTAKA
Akinmoladun, A. C., E. O. Ibukun and I. A. Dan-Ologe. 2007. Phytochemical Constituents and Antioxidant Properties of Extracts from the Leaves of Chromolaena odorata. Science Research Essays 2: 191-194.
Alisi, C. S., G. O. C. Onyeze, O. A. Ojiako and C. G. Osuagwu. 2011. Evaluation
of the Protective Potential of Chromolaena odorata Linn. Extract on Carbon Tetrachloride-Induced Oxidative Liver Damage. International Journal of Biochemistry Research and Review 1 (3): 69-81.
Anggarwulan, E. dan Solichatun. 2001. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Sebelas
Maret, Surakarta. Aro, S. O., I. B. Osho, V. A. Aletor and O. O. Tewe. 2009. Chromolaena odorata
in Livestock Nutrition. Journal of Medicinal Plants Research 3 (13): 1253-1257.
Backer, C. A. and R. C. Bakhuizen van den Brink Jr. 1965. Flora of Java.
Volume II. Noordhoff, Groningen, Netherlands. Batish, D. R., H. P. Singh, R. K. Kohli, D. B. Saxena and S. Kaur. 2002.
Allelopathic Effects of Parthenin Againts Two Weedy Species, Avena fatua and Bidens pilosa. Enviromental and Experimental Botany 47 (2): 149-155.
Ben, H., R. J. Kremer and H. C. Minor.1995. Phytotoxicity of Extracts from
Sorghum Plant Components on Wheat Seedling. Agronomy Journal 35: 1652-1656.
Cahyanti, I. D., E. Anggarwulan dan W. Mudyantini. 2005. Pertumbuhan, Kadar
Klorofil dan Nitrogen Total Gulma Krokot (Portulaca oleracea Linn.) pada Pemberian Ekstrak Anting-anting (Acalypha indica Linn.). Biosmart 7 (1): 27-31.
Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Budidaya Sawi Hijau. Yayasan Pustaka
Nusatama, Jakarta. Codilla, L. T. and E. B. Metillo. 2011. Distribution of the Invasive Plant Species
Chromolaena odorata L. in the Zamboanga Peninsula, Philippines. International Conference on Environmental and Agriculture Engineering 15: 25-30.
Darana, S. 2006. Aktivitas Alelopati Ekstrak Daun Kirinyuh (Chromolaena
odorata) dan Salira (Lantana camara) terhadap Pertumbuhan Gulma di Perkebunan Teh. Jurnal Pusat Penelitian Teh dan Kina 9 (1): 2-8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Didier, D. S., N. Zenabou, O. J. Marie and B. Paul. 2011. Origin and Propagation
of Chromolaena odorata (L.) King and Robinson (Asteraceae) between Mabele and Meiganga in the North of Cameroon. American Journal of Food and Nutrition 1 (2): 61-66.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1979. Komposisi Zat Makanan.
Bharata, Jakarta. Dwijoseputro. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta. Einhellig, F. A. 1995. Allelopathy: Current status and future goals. In: Inderjit, K.
M. M. Dakshini and S. S. Narwal (Eds.). Allelopathy: Organisms, Processes and Applications. ACS Symposium Series 582: 1-19.
Einhellig, F. A. 2002. The physiology of allelochemical action: clues and views.
In M. J. Reigosa and N. Pedrol (Eds.). Allelopathy from Molecules to Ecosystems. Science Publisher New, Hampshire.
Fitter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman
(Diterjemahkan oleh Sri Andani dan E.D. Purbayanti). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Foth, H. D. 1994. Dasar - dasar Ilmu Tanah (Diterjemahkan oleh Soenartono
Adisoemarto). Penerbit Erlangga, Jakarta. Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. I. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya (Diterjemahkan oleh Herawati Susilo). Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Goldsworthy, P. R. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik (Diterjemahkan
oleh Tohari). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hall, J. L., T. J. Flowers and R. M. Roberts. 1984. Plant Cell Structure and
Metabolism. Second Edition. Longman Inc., New York. Hanolo, W. 1997. Tanggapan Tanaman Selada dan Sawi terhadap Dosis dan Cara
Pemberian Pupuk Cair Stimulan. Jurnal Agrotropika 1 (1):25-29 Harbone, J. B. 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan (Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro). Penerbit ITB, Bandung.
Haris, A., Soemarno dan L. Agustina. 2002. Analisis Perharaan Nitrogen
Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Berbagai Perlakuan Pupuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Organik dan Anorganik. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Haryanto, E. 2003. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya, Jakarta. Hendry, G. A. F. and J. P. Grime. 1993. Methods in Comparative Plant Ecology.
Chapman and Hall, London. Hirschhberg, J., M. Cohen, M. Harker, T. Lotan, V. Mann and I. Pecker. 1997.
Molecular Genetics of the Carothenoid Biosynthesis Pathway in Plant and Algae. Chemistry 69 (10): 2151-2158.
Ilory, O. J., O. O. Otusanya, A. A. Adelusi and R. O. Sanni. 2010. Allelopathic
activities of some weeds in the asteraceae family. International Journal of Botany 6: 161-163.
Inderjit. 1996. Plant Phenolic in Allelopathy. Botanical Review 62: 182-202. Kamil, J. 1979. Teknologi Benih I. Angkasa Raya, Padang. Kastono, D. 2005. Tanggapan Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Hitam terhadap
Penggunaan Pupuk Organik dan Biopestisida Gulma Siam (Chromolaena odorata). Ilmu Pertanian 12 (2): 103-116.
Kessler, R. 1989. Those Brassy Brasicas. The Furrow 94 (4): 20-21 Koutika, L. S. and H. J. Rainey. 2010. Chromolaena odorata in Different
Ecosystems: Weed or Fallow Plant. Applied Ecology and Environmental Research 8 (2): 131-142.
Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta. Lambers, H., F. S. Chapin and T. L. Pons. 2000. Plant Physiological Ecology.
Springer 69: 776-783. Lea, P. J. and R. C. Leegood. 1993. Plant Biochemistry and Molecular Biology.
John Wiley and Sons Ltd., London. Lehninger, A. L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia (Diterjemahkan oleh Maggy Th.).
Penerbit Erlangga, Jakarta. Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plant. Academic Press, London.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Marthen, L. M. 2007. Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) untuk Peningkatan Produksi Tanaman dan Ternak. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Musnamar, E. I. 2005. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi.
Penebar Swadaya, Jakarta. Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera
Utara dan Aceh. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM), Medan. Hal 155.
Nataniel, P., L. Robert dan F. Hamzah. 2006. Pengaruh Ekstrak Daun Lamtoro
sebagai Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi. Jurnal Agrisistem 2 (2): 23-35.
Ngozi, I. M., I. C. Jude and I. C. Catherine. 2010. Chemical Profile of
Chromolaena odorata (L.) King and Robinson Leaves. Pakistan Journal of Nutrition 8 (5): 521-524.
Noogle, G. R. and G. J. Fritz. 1983. Introductory Plant Physiology. Second
Edition. Prentice-Hall Inc., New Jersey. Okorogbona, A. O. M., W. Van Averbeke and T. D. Ramusandiwa. 2011. Growth
and Yield Response of Chinese Cabbage (Brassica rapa L. subsp. chinensis) as Affected by Nutrient in Air-Dried and Pulverized Different Types of Animal Manure Using Low Biological Activity Soil. World Journal of Agriculture Sciences 7 (1): 1-12.
Onwugbuta and J. Enyi. 2001. Allelopathic Effects of Chromolaena odorata L.
(R. M. King and Robinson – (Awolowo Plant)) Toxin on Tomatoes (Lycopersicum esculentum Mill). Journal of Applied Sciences and Environmental Management 5 (1): 69-73.
Panda, D., S. K. Dash and G. K. Dash. 2010. Qualitative Phytochemical Analysis
and Investigation of Anthelminitic and Wound Healing Potential of Various Extracts of Chromolaena odorata Linn. Collected from the Locality of Mohuda Village, Berhampur (South Orissa). International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research 1 (2): 122-126.
Phan, T. T., L. Wang, P. See, R. J. Grayer, S. Y. Chan and S. T. Lee. 2001.
Phenolic Compounds of Chromolaena odorata Protect Cultured Skin Cells from Oxidative Damage: Implication for Cutaneous Wound Healing. Biological and Pharmaceutical Bulletin 24: 1373-1379.
Pink, A. 2004. Gardening for the Million Project. Literary Achive Foundation,
Gutenberg.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Pracaya. 2005. Bertanam Sayur Organik. Penebar Swadaya, Jakarta. Pramiadi, D. dan A. I. Suyitno. 2000. Uji Daya Alelopati Ekstrak Daun Kleresede
(Gliricidia sp.) melalui Bioassay Perkecambahan dengan Biji Sawi (Brassica sp.) dan Biji Bayam (Amaranthus sp.). Makalah. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Prawiradiputra, B. R. 2007. Ki Rinyuh (Chromolaena odorata (L.) R. M. King
dan H. Robinson): Gulma Padang Rumput yang Merugikan. Wartazoa 17 (2): 12-18.
Prihmantoro, H. 1996. Memupuk Tanaman Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta. Putnam, A. R. 1988. Allelopathy: Problem and opportunities in weed
management. In: M. A. Altieri and M. Liebman (eds). Weed Management in Agroecosystem: Ecological Approaches. CRC Press, Florida. P. 77-88
Ratna, D. I. 2002. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Pupuk Hayati dengan Pupuk
Organik Cair terhadap Kualitas dan Kuantitas Hasil Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Klon Gambung 4. Ilmu Pertanian 10 (2): 17-25.
Raven, P. H., R. F. Evert and S. E. Eichhorn. 1992. Biology of Plants. Fifth
Edition. Worth Publishers, New York. Rizqiani, N. F., E. Ambarwati dan N. W. Yuwono. 2007. Pengaruh Dosis dan
Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 7 (1): 43-53.
Rice, E. L. 1984. Allelopathy. Second Edition. Academic Press Inc., Orlando. Romdonawati, Y. 2009. Ekstrak Daun Kirinyu [Chromolaena odorata (L.) R. M.
King and H. E. Robinson] sebagai Larvasidan Nyamuk Aedes aegypti. Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Rukmana, R. 2002. Bertanam Petsai dan Sawi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan (Diterjemahkan oleh
D. R. Dian Lukman dan Sumaryono). Penerbit ITB, Bandung. Sandmann, G. 2000. Carotenoid Biosynthesis and Biotechnologycal Application.
Botanisches Institut. Universitaty Frankfurt, Frankfurt Germany.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Santoso. 2004. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Muhammadiyah Bengkulu,
Bengkulu. Sarief, E.S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana,
Bandung. Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sitompul, N. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta. Steenis, C. G. G. J. van. 1972. Flora untuk Sekolah di Indonesia (Diterjemahkan
oleh M. Surjowinoto, S. Hardjosuwarno, S. S. Adisewojo, Wibisono, M. Partodidjojo dan S. Wirjahardja). PT. Pradya Pramitha, Jakarta.
Sukman, Y. dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali
Press, Jakarta. Sumarni, N. dan R. Rosliani. 2001. Media tumbuh dan waktu aplikasi larutan hara
untuk penanaman cabai secara hidroponik. Jurnal Hortikultura 11 (4): 237-243.
Sunarjono, H. H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penerbit Swadaya, Jakarta. Suntoro, Syekhfani, E. Handayanto dan Soemarno. 2001. Penggunaan Bahan
Pangkasan Kirinyu (Chromolaena odorata) untuk Meningkatkan Ketersediaan P, K, Ca, dan Mg. Agritivia XXIII (1): 20-26.
Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan
Pengembangan. Kanisius, Yogyakarta. Sutedjo, M. M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suwal, M. M., A. Devkota and H. D. Lekhak. 2010. Allelopathic Effects of
Chromolaena odorata (L.) King&Robinson on Seed Germination and Seedlings Growth of Paddy and Barnyard Grass. Scientific World 8 (8): 73-75.
Taiz, L. and E. Zeiger. 1998. Plant Physiology. Sinauer Associates Inc.,
Sunderland. Teteki, G. S. 2010. Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)
sebagai Alelokemi terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Bayam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Duri (Amaranthus spinosus) serta Tomat (Lycopersicum esculentum). Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Togatorop, D. A. 2009. Studi Alelopati Wedelia triloba, Ageratum conyzoides,
Chromolaena odorata, dan Mikania mikranta terhadap Pertumbuhan Sawi. Laporan Penelitian. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Tuminah, S. 1999. Pencegahan Kanker dengan Antioksidan. Cermin Dunia
Kedokteran 122: 21-23. Viles, A. L. and R. N. Reese. 1996. Allelopathic Potential of Echinacea
angustifolia D. C. Enviromental and Experimental Botany 36: 39-43. Waller, G. R. 1987. Allelochemical: Role in Agriculture and Forestry. American
Chemical Society, Washington DC. Walters, D. T. and A. R. Gilmore. 1976. Allelopathic Effects of Fescue on the
Growth of Sweetgum. Journal Chemical Ecology 2: 469-479 Wu, L., Guo X., and A. M. Harivandi. 1998. Allelopathic Effects of Phenolic
Acids Detected in Buffalograss (Buchloe dactyloides) Clippings on Growth of Annual Bluegrass (Poa annua) and Buffalograss Seedlings. Crop Science 39: 159-167.
Yang, C. M., C. N. Lee and C. H. Chou. 2002. Effects of Three Allelopathic
Phenolics on Chlorophyll Accumulation of Rice (Oryza sativa) Seedlings: I. Inhibition of Supply-orientation. Bot. Bull. Acad. Sin. 43: 299-304.
Yang, C. M., I. F. Chang, S. J. Lin and C. H. Chou. 2004. Effects of Three
Allelopathic Phenolics on Chlorophyll Accumulation of Rice (Oryza sativa) Seedlings: II. Simulation of consumption-orientation. Bot. Bull. Acad. Sin. 453: 119-125.
Zaripheh, S. and J. W. Erdman. 2002. Factors in Influences the Bioavibility of
Xantophylls. J. Nutr. 9 (8): 531-534.
top related