diagnosis dan dd jesno word
Post on 07-Dec-2015
234 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Alur Diagnosa dan Penyingkiran DD
DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan
neurologis. Untuk menegakkan diagnosis suatu bell’s palsy harus ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe perifer, kemudian
menyingkirkan semua kemungkinan penyebabnya paresis fasialis tersebut.2
Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah
wajah saja.
Anamnesa :
Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa bahwa mereka menderita stroke atau tumor
intrakranial. Hampir semua keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.
- Nyeri postauricular
Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis,
tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.
- Aliran air mata
Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis
oculi dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus lacrimalis dan terjadi
kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.
- Perubahan rasa
Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini
terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat.
- Mata kering.
- Hyperacusis
kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada telinga akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris.
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan neurologi
Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan -
pemeriksaan berikut, yaitu:
a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.
- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.
- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat
- Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat menutupi bola mata dan
berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu dapat dilihat juga
bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat,
hal ini dikenal sebagai Lagoftalmus.
- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan.
- Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis menyeringai : sudut mulut sisi
yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat. Dan juga sulcus
nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.
b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis.
Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada bagian ujung lidah dengan
bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam sitrat. Pengecapan
2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak sehat kurang tajam.
c. Pemeriksaan Refleks.
Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bell’s Palsy adalah pemeriksaan reflek kornea baik
langsung maupun tidak langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil berupa pada sisi yang sakit
kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks
nasopalpebra pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua alis langsung dijawab dengan
pemejaman kelopak mata pada sisi, sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan kontraksi m.
orbikularis oculi (pemejaman mata pada sisi sakit).
Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan untuk membantu penegakkan diagnosa
antara lain :
- Stethoscope Loudness Test
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari muskulus stapedius. Pasien diminta
menggunakan stetoskop kemudian dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka suara yang keras
akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius yang lumpuh
- Schirmer Blotting Test.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi. Digunakan benzene yang menstimulasi refleks
nasolacrimalis sehingga dapat dibandingkan keluar air mata dapat dibandingkan antara sisi yang lumpuh dan
yang normal.
2. Pemeriksaan laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy. Namun
pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita
diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan
dari mana virus tersebut berasal.
3. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bell‘s Palsy antara lain adalah MRI (Magnetic
Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran kelainan pada nervus fasialis.
Selain itu pemeriksaan MRI juga berguna apabila penderita mengalami Kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat
dipastikan apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus Fasialis ataupun terdapat tumor.
DIAGNOSIS BANDING
Semua paralisis n. fasialis perifer yang bukan Bell’s Palsy.
1. Kelumpuhan n. fasialis sentral yang mudah dikenal.
Bila dahi dikerutkan tidak terlihat asimetri, karena otot-otot dahi mempunyai inervasi bilateral.
2. Herpes zooster otikus (Ramsay Hunt Syndrome).
Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Ramsay Hunt pada tahun 1907 dengan gejala-gejala paralisis fasialis disertai
gangguan pendengaran, dizziness, dan erupsi herpetik sekitar daun telinga.
Sesudah periode prodromal ini (ditandai dengan malaise dan sedikit demam), terjadi serangan sakit yang hebat di dalam
telinga, kemudian diikuti erupsi herpes di sekitar gendang pendengaran, meatus eksternus dan telinga. Paralisis fasialis
sering disertai oleh gangguan lakrimasi dan salivasi, serta hilangnya rasa pengecapan pada sisi yang sama. Sering disertai
gejala nervus VIII, yaitu gangguan pendengaran, vertigo dan tinitus. Perjalanan penyakit singkat, sembuh dalam beberapa
hari sampai minggu, tetapi rasa sakit dapat menetap sampai beberapa bulan (neuralgia post herpetic).
3. Otitis media.
Otitis media akut maupun kronik dapat menyebabkan paralisis fasialis. Pada otitis media akut terjadinya paresis fasialis
karena adanya tekanan edema dalam kanalis fasialis yang mungkin disebabkan deschisence dari tulang. Pada otitis media
kronik paresis fasialis terjadi karena adanya tekanan kolesteatoma atau abses yang berkapsul di dalam mastoid dan merusak
kanalis fasialis atau daerah sekitarnya. Adanya paresis fasialis pada otitis media kronik merupakan suatu isyarat berbahaya
akan terjadinya komplikasi intrakranial.
4. Tumor.
Paresis fasialis dapat disebabkan oleh tumor primer dan tumor sekunder. Neuroma merupakan tumor primer yang sering
menyebabkan paresis fasialis. Sedangkan tumor sekunder di batang otak, os. temporalis dan di wajah atau leher.
5. Trauma.
Trauma yang bisa menyebabkan paresis fasialis adalah trauma pada tulang temporal, bisa berupa fraktur transversal dan
longitudinal. Post mastoidektomi timpanoplasti, atau pembedahan stapes bisa menyebabkan paralisis nervus fasialis.
Paralisis ini terjadi bisa karena trauma atau edema setempat dari saraf fasialis.
top related