dampak acfta terhadap kreasi dan diversi … · acfta dan menganalisis dampak acfta terhadap kreasi...
Post on 21-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DAMPAK ACFTA TERHADAP KREASI DAN DIVERSI
PERDAGANGAN IKAN HIDUP INDONESIA
NICCO ANDRIAN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak ACFTA
terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan Hidup Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Nicco Andrian
NIM H14100081
ABSTRAK
NICCO ANDRIAN. Dampak ACFTA terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan
Ikan Hidup Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI.
Perjanjian perdagangan bebas semakin berkembang dan bertambah
jumlahnya. Salah satu perjanjian perdagangan bebas yang ditandatangani oleh
Indonesia adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang dilakukan dengan
seluruh anggota negara ASEAN dan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area)
yang dilakukan negara-negara ASEAN dengan negara Cina. Tujuan penelitian ini
adalah menggambarkan keragaan perdagangan ikan hidup antar negara anggota
ACFTA, menganalisis daya saing ikan hidup Indonesia terhadap negara anggota
ACFTA dan menganalisis dampak ACFTA terhadap kreasi serta diversi
perdagangan ikan hidup Indonesia. Metode yang digunakan adalah RCA
(Revealed Comparative Advantages) dan Data Panel. Data yang digunakan adalah
data time series tahunan periode 1996 hingga 2012, serta data cross section 13
negara (4 negara ASEAN, China dan 8 negara selain anggota ACFTA). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa daya saing ikan hidup Indonesia di negara
anggota ACFTA (Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Cina) berdaya
saing dan dampak yang terjadi akibat ACFTA ini adalah kreasi perdagangan
dalam hal impor dan diversi perdagangan pada hal ekspor.
Kata kunci : ACFTA, daya saing, diversi perdagangan, ikan hidup, kreasi
perdagangan.
ABSTRACT
NICCO ANDRIAN. Impact of ACFTA Against Trade Creation and Diversion
Indonesian Live Fish. Supervised by RINA OKTAVIANI.
Free trade agreements is growing and increasing in number. One of the
free trade agreement signed by Indonesia is AFTA (ASEAN Free Trade Area).
AFTA is performed by all members of the ASEAN countries and ACFTA
(ASEAN-China Free Trade Area) that is performed by all ASEAN countries with
China. The purposes of this study are to describing the live fish trade among
ACFTA members, analyzing the competitiveness of Indonesian live fish to the
ACFTA members and analyze the impact of ACFTA on trade creation and
diversion Indonesian live fish. The used methods are RCA (Revealed
Comparative Advantages) and Panel Data. The data used are annual time series
data between 1996 to 2012, as well as a cross section of 13 countries (4 ASEAN
countries, China and 8 countries non members of ACFTA). The results of this
study indicate that competitiveness of Indonesian live fish at ACFTA countries
member (Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand and China) is competitive
and the impact that this is caused by the ACFTA are trade creation in terms of
import and trade diversion in terms of exports.
Keywords: ACFTA, competitiveness, live fish, trade creation, trade diversion.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DAMPAK ACFTA TERHADAP KREASI DAN DIVERSI
PERDAGANGAN IKAN HIDUP INDONESIA
NICCO ANDRIAN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi: Dampak ACFT A terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan
Nama NIM
Hidup Indonesia : Nicco Andrian : H14100081
Disetujui oleh
-
Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS
Tanggal Lulus: 1 1 JUL 2014
Pembimbing
Diketahui oleh
MEc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah
kreasi perdagangan dan diversi perdagangan, dengan judul Dampak ACFTA
terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan Hidup Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan dan motivasi
yang baik. Dr Alla Asmara SPt Msi selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan saran dan kritik demi perbaikan penulisan skripsi ini dan Widyastutik
SE Msi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan
masukan demi perbaikan penulisan skripsi ini. Selain itu ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan dan
memberikan motivasi kepada penulis, teman-teman terbaik penulis Dessy Yanti
Eka, Diyane Astriani, Gialdy Putra, Meliana Sirait, Fitria Permata Sari dan Yunus
Djamaluddin atas persahabatan, doa, semangat dan motivasi selama kuliah di
Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman
satu bimbingan, Silvia Sari, Dwiki Peni Abimanyu, Ramdhani Budiman, Azmal G
Berliansyah, Faqih Aulia Akbar Rasyid dan Febrina Mirazdianti yang selalu
mendukung dan berjuang bersama penulis, teman-teman Ilmu Ekonomi 47, serta
pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Nicco Andrian
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 6
Hipotesis 6
TINJAUAN PUSTAKA 7
METODE 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Keragaan Ekonomi Negara-Negara AFTA dan ACFTA 21
Keragaan Perdagangan Ikan Hidup Indonesia Dengan Negara ACFTA 23
Daya Saing Ikan Hidup Indonesia 25
Dampak Pemberlakuan ACFTA 26
PENUTUP 29
Kesimpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 45
DAFTAR TABEL
1 Nilai ekspor Indonesia ke negara anggota ASEAN dan Cina (1000
USD) tahun 2005 – 2012 3 2 Tahapan integrasi Bela Ballasa 8 3 Nilai ekspor total perdagangan ikan hidup antar negara ACFTA (1000
USD) tahun 1996 – 2012 25 4 Hasil perhitungan daya saing ikan hidup Indonesia tahun 1996 - 2012 26 5 Dampak pemberlakuan ACFTA terhadap kreasi dan diversi
perdagangan ikan hidup Indonesia 27
DAFTAR GAMBAR
1 Nilai ekspor dan impor Indonesia ke Cina dan ASEAN (USD) tahun 2005
– 2012 2 2 Nilai ekspor hasil perikanan (Milliar USD) tahun 2005 – 2012 3
3 Nilai eksor dan impor ikan hidup Indonesia (1000 USD) tahun 2005 – 2012 4
4 Trade creation 11 5 Trade diversion 12 6 Kerangka pemikiran 16 7 PDB nominal negara anggota ACFTA (USD) tahun 1996 – 2012 21 8 PDB perkapita nominal negara anggota ACFTA tahun 1996 – 2012 22 9 Populasi negara anggota ACFTA (Jiwa) tahun 1996 – 2012 23
10 Nilai impor ikan hidup Indonesia dari negara ACFTA (1000 USD)
tahun 1996 -2012 24
11 Nilai ekspor ikan hidup Indonesia terhadap negara ACFTA (1000 USD)
tahun 1996 -2012 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 PLS 32
2 LSDV 33 3 FEM Test 33 4 Uji normalitas 34
5 Perdagangan ikan hidup antar negara ACFTA 34 6 Perhitungan RCA 37
7 Variabel-variabel dalam model analisis dampak perjanjian bebas
ACFTA 39
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Integrasi regional telah menyebabkan perubahan yang signifikan di dunia
sejak awal tahun 1990-an. Laporan WTO menunjukkan bahwa pada tahun 2011
telah terdapat sekitar lebih dari 500 perjanjian perdagangan regional berlaku. Pada
dua dekade terakhir, perekonomian negara-negara Asia telah terlibat kedalam
integrasi pasar dan menjadi lebih dikenal sebagai pabrik dunia. Sejak krisis 1997,
negara-negara di Asia mulai melakukan proliferasi perjanjian perdagangan bebas
bilateral dan bahkan kerjasama kelembagaan moneter dengan negara-negara
tetangga. Kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi antar wilayah tersebut
menjadi lebih efisien.
Perkembangan kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi antar wilayah
merupakan salah satu ciri sistem internasional selama lima belas tahun terakhir
ini. Perkembangan ini telah menyoroti kebutuhan untuk melakukan analisis baru
mengenai integrasi regional terjadi karena dua alasan. Pertama, karena negara-
negara berkembang saat ini yang beralih ke perjanjian perdagangan bebas adalah
untuk meningkatkan pembangunan negara mereka, selain itu berguna untuk
mengevaluasi efektivitas suatu perjanjian. Kedua, karena regionalisme merupakan
bagian dari lingkungan ekonomi global dan dampaknya terhadap negara-negara
berkembang harus lebih dipahami.
Salah satu kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi yang terjadi di dunia
adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area). AFTA merupakan wilayah perdagangan
bebas yang mencakup seluruh batas negara-negara anggota ASEAN, dimana arus
lalu lintas barang dan faktor penunjang lainnya yang berasal dari negara-negara
anggota bebas keluar masuk dalam wilayah ASEAN hanya dengan hambatan tarif
0 hingga 5 persen dan tidak ada hambatan non-tarif (Non Tariff Barriers - NTB’s).
Untuk komoditi yang Sensitive List (SL) dan General Exception List (GE)
dikeluarkan dari ketentuan di atas, sedangkan untuk barang dagang yang berasal
dari wilayah non ASEAN berlaku tarif normal.
Ide pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free
Trade Area - AFTA) sebenarnya sudah ada beberapa tahun yang lalu. Pada waktu
itu ASEAN Preferential Trading Arrangement (ASEAN PTA) yang merupakan
skema perdagangan preferensi antar negara anggota ASEAN yang diberlakukan
pada tanggal 1 Januari 1978 dan dianggap kurang berhasil sebagaimana yang
diharapkan dalam peningkatan nilai maupun volume perdagangan intra ASEAN,
karena dalam skema ASEAN PTA penurunan tarif tidak dilakukan dari tingkat
tarif dasar yang sama diantara sesama anggota ASEAN tetapi Margin of
Preference (MOP) diberikan dari tingkat tarif bea masuk yang berbeda–beda atas
produk yang disepakati, sehingga secara konsepsional belum memberikan
keuntungan timbal balik bagi negara-negara anggota.
ASEAN juga memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa
negara yang salah satunya adalah negara Cina yang dikenal sebagai ACFTA
(ASEAN-China Free Trade Area). Sejak tahun 2002, Cina dan ASEAN telah
menandatangani serangkaian perjanjian perdagangan bebas sebagai bagian dari
perjanjian kerjasama ekonomi, termasuk kesepakatan mengenai mekanisme
2
penyelesaian sengketa, perjanjian investasi. Pembentukan ACFTA membantu
anggota ASEAN untuk mengakses pasar di negara Cina dan mendorong
pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN. ACFTA memberikan kesempatan
bagi perusahan-perusahaan Cina untuk memperluas pasar mereka ke Asia
Tenggara. ACFTA dapat dilihat sebagai langkah dasar yang memperkuat kegiatan
perdagangan dan memulai ekonomi kerjasama antara negara-negara anggota
ASEAN dan Ciina.
Perjanjian-perjanjian tersebut secara langsung membuat neraca perdagangan
Indonesia meningkat. Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai ekspor dan impor
Indonesia dari negara anggota ACFTA mengalami peningkatan yang cukup
signifikan meskipun mengalami fluktuasi. Berdasarkan rentang tahun 2005
sampai 2012, tahun 2012 merupakan tahun tertinggi nilai ekspor Indonesia
terhadap ASEAN dengan nilai 40 408 472 USD. Penurunan nilai ekspor terjadi
pada tahun 2009 yang diakibatkan oleh krisis keuangan global yang terjadi di
tahun 2008. Sedangkan pada nilai impor Indonesia terhadap negara-negara
ASEAN, tahun 2012 namun krisis tahun 2008 juga menyebabkan impor Indonesia
mengalami penurunan. Pada nilai ekspor Indonesia terhadap Cina paling tinggi
pada tahun 2011 yaitu sebesar 23 334 483 USD. Penurunan ekspor Indonesia ke
Cina pada 2012 menjadi 21 523 958 USD diakibatkan oleh beberapa faktor salah
satunya yaitu ekonomi Cina melambat yang diakibatkan oleh krisis Eropa dan
pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral Cina. Nilai ekspor yang turun
tersebut dapat dijabarkan bahwa pada ekspor non migas mengalami penurunan
sebesar 8.55 persen sedangkan untuk sektor migas turun sebesar 11.41 persen.
Sedangkan, nilai impor Indonesia dari negara Cina memiliki pertumbuhan positif
meskipun terjadi penurunan pada tahun 2009.
Sumber : Bank Indonesia (2014)
Gambar 1 Nilai ekspor dan impor Indonesia ke Cina dan ASEAN (USD) tahun
2005 – 2012
Tabel 1 menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN yang menjadi tujuan
utama ekspor Indonesia diantaranya adalah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Sedangkan, negara yang memiliki tingkat ekspor terendah yaitu Laos, Brunei
0
10000000
20000000
30000000
40000000
50000000
60000000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ekspor ke ASEAN
Impor dari ASEAN
Eskpor ke Cina
Impor dari Cina
1000 USD
Tahun
3
Darussalam dan Myanmar. Singapura merupakan negara yang memiliki nilai
ekspor dari Indonesia yang tertinggi dimana pada tahun 2012 mencapai 16 138
036 USD. Hal tesebut dikarenakan secara garis besar jenis komoditi yang
diekspor ke Singapura merupakan komoditi yang memiliki nilai tinggi yang
diantaranya yaitu minyak bumi, timah, gas, sayur mayur dan lainya. Laos
merupakan negara yang memiliki nilai ekspor terendah dari Indonesia yaitu
sebesar 23 734 USD pada tahun 2012, dimana terjadi perubahan sebesar 22 013
USD. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor dengan nilai ekspor yang rendah
diakibatkan ileh jenis ekspor yang dilakukan bukan dalam bentuk komoditi namun
dalam bentuk tenaga kerja.
Tabel 1 Nilai ekspor Indonesia ke negara anggota ASEAN dan Cina (1000 USD)
tahun 2005 - 2012 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Brunei 36091 38645 45802 57515 57089 60697 76909 116855
Filipina 1425108 1437392 1878061 1925777 2446407 3171312 3716979 3667656
Kamboja 88075 105967 124037 174540 199187 216622 266486 290684
Laos 1721 4345 4080 4222 4668 5504 10663 23734
Malaysia 3373668 4219341 5043516 6674504 6847510 9332358 10902141 11000552
Myanmar 72409 147033 238908 237223 180800 281506 359540 412643
Singapura 7794410 9033569 10769098 13469739 11172922 14098088 16436646 16138036
Thailand 2299715 2799496 3190485 3802323 3262470 4546910 5562626 6491644
Vietnam 645043 1053624 1253748 1700079 1449705 1933452 2333066 2266668
Cina 6775852 8653015 10030100 11943684 11572849 15575316 23334483 21523958
Sumber : Bank Indonesia (2014)
Produk ekspor Indonesia sebagian besar berbentuk produk mentah atau
setengah jadi. Beberapa produk yang menjadi komoditi unggulan ekspor
Indonesia diantaranya adalah kelapa sawit, produk tekstil, karet, elektronika,
olahan tembaga\timah\lainnya. Beberapa negara tujuan untuk komoditi unggulan
tersebut diantaranya Cina, Uni Eropa, AS, negara-negara anggota ASEAN dan
negara lainnya. Salah satu komoditi lain yang menjadi fokus ekspor adalah produk
hasil perikanan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini
Sumber : KKP (2014)
Gambar 2 Nilai ekspor hasil perikanan (Milliar USD) tahun 2005 - 2012
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun
Milliar USD
4
Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada subsektor hasil
perikanan mengalami peningkatan signifikan hingga 3.85 miliar USD pada tahun
2012. Terjadi penurunan pada tahun 2009 menjadi 2.47 miliar USD namun
meningkat kembali pada tahun 2010. Salah satu produk hasil perikanan yang
menjadi komoditi ekspor Indonesia adalah ikan hidup.
Nilai ekspor dan impor ikan hidup Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3
dibawah ini dimana secara garis besar nilai ekspor ikan hidup Indonesia lebih
besar dibandingkan nilai impornya. Nilai eskpor ikan hidup Indonesia pada 2011
mengalami penurunan dikarenakan produksi domestik menurun, terutama pada
ikan dewasa. Faktor utama yang menyebabkan penurunan ekspor ikan hidup
Indonesia tersebut merupakan cuaca.
Sumber : Worldbank (2014)
Gambar 3 Nilai eksor dan impor ikan hidup Indonesia (1000 USD) tahun
2005 – 2012
Perumusan Masalah
FTA adalah fakta yang harus diterima Indonesia. FTA memungkinkan
akan terjadinya industri dalam negeri mati suri dan dikuasai pemain asing.
Keadaan tersebut merupakan akibat dari masih terdapatnya industri dalam negeri
yang berproduksi dengan hasil produksi bernilai tambah rendah.
Manfaat terebntuknya FTA bagi negara-negara anggota antara lain dapat
terjadinya Trade Creation dan Trade Diversion. Trade Creation adalah
terciptanya transaksi dagang yang terjadi antar anggota (yang sebelumnya belum
pernah terjadi), sebagai akibat adanya insentif-insentif karena terbentuknya FTA
dan akibat penurunan hambatan internal dalam perdagangan. Trade Diversion
muncul ketika impor dari negara ekstra-blok dengan biaya rendah yang digantikan
oleh impor dari negara anggota dengan biaya yang lebih tinggi karena negara
intra-blok memiliki akses istimewa ke pasar dan tidak harus membayar tarif.
Penciptaan perdagangan menyebabkan pergeseran dari produsen negara intra-blok
yang lebih tinggi ke produsen negara intra-blok yang biaya sumber dayanya lebih
rendah. Hal ini menyebabkan peningkatan alokasi sumber daya dan mungkin
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ekspor
Impor
1000 USD
tahun
5
memiliki efek kesejahteraan positif. Sebaliknya, trade diversion mengacu pada
hilangnya kesejahteraan yang disebabkan oleh pergeseran asal produk dari
produsen ekstra – blok yang biaya sumber dayanya lebih rendah ke produsen intra
- blok yang biaya sumber dayanya lebih tinggi.
Dampak dari FTA bagi Indonesia dapat dilihat dari pemaparan yang telah
dijelaskan di latar belakang dimana secara garis besar setelah melakukan
perjanjian perdagangan bebas, nilai ekspor Indonesia terhadap negara-negara
ASEAN dan Cina mengalami pertumbuhan yang positif. Sedangkan, nilai impor
Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang positif akan tetapi memiliki nilai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspornya.
Setelah berlakunya AFTA pada 2005, neraca perdagangan Indonesia terus
mengalami defisit. Sebelum bergabung dengan FTA ASEAN (2004) neraca
perdagangan Indonesia tercatat surplus 1.466 juta USD. Setelah bergabung
dengan FTA ASEAN, posisi neraca perdagangan Indonesia cenderung semakin
defisit, yakni dari defisit 0.455 juta USD (2005) menjadi 6.234 juta USD (2010).
Sedangkan setelah berlakunya ACFTA, kondisi yang dirasakan oleh Indonesia
diantaranya masuknya produk impor dari Cina dapat mematikan sektor ekonomi
di Indonesia yang diserbu akibat harga yang lebih murah, karakter perekonomian
dalam negeri semakin tidak mandiri dan lemah akan selalu tergantung dengan
asing. Maka dari itu nilai impor Indonesia menjadi lebih besar dibandingkan nilai
ekspor Indonesia terhadap negara Cina. Selain itu, jika di dalam negeri produk
domestik kalah saing bagaimana di pasar ASEAN dan Cina karena Indonesia
lebih sering produksi barang mentah dan dampak lainnya.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengevaluasi Trade Creation dan
Trade Diversion yang merupakan dampak dari perjanjian perdagangan bebas
antara Indonesia dengan ASEAN dan ASEAN dengan Cina terhadap Indonesia
khususnya untuk komoditi live fish.
Berdasarkan pemaparan yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagamana keragaan ekonomi negara anggota ACFTA ?
2. Bagaimana keragaan perdagangan ikan hidup dengan negara anggota
ACFTA ?
3. Bagaimana daya saing ikan hidup Indonesia di negara anggota ACFTA ?
4. Bagaimana dampak trade creation dan trade diversion atas pemberlakuan
AFTA dan ACFTA terhadap ikan hidup Indonesia ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menggambarkan keragaan ekonomi negara anggota ACFTA.
2. Menggambarkan keragaan perdagangan ikan hidup di negara-negara
ACFTA.
3. Menganalisis daya saing ikan hidup Indonesia di negara-negara ACFTA.
4. Menganalisis dampak trade creation dan trade diversion atas
pemberlakuan AFTA dan ACFTA terhadap ikan hidup Indonesia.
6
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis maupun pihak-
pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain :
1. Bagi pemerintah atau institusi terkait diharapkan dapat memberikan
masukkan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun
dalam pengambilan keputusan terkait dengan perdagangan internasional
khususnya untuk kawasan ASEAN.
2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukkan
dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji trade creation dan trade diversion yang timbul
akibat perjanjian perdagangan bebas. Jenis perjanjian perdagangan bebas yang
dikaji yaitu ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang ditinjau dampaknya
terhadap ekspor perikanan Indonesia. Analisis yang digunakan dalam tahun
pengamatan sebanyak 17 tahun, mulai dari tahun 1996 hingga 2012. Komoditas
yang digunakan adalah subsektor perikanan dengan HS1996 dan kode HS 0301
yaitu live fish. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang
digunakan untuk melihat dampak trade creation dan trade diversion sebagai
dampak ACFTA diantaranya produk domestik bruto (GDP) riil Indonesia dan
negara asal impor, jarak ekonomi Indonesia dengan negara asal impor, nilai tukar
riil negara Indonesia terhadap negara asal impor dan beberapa variabel dummy
seperti impor Indonesia dari negara ACFTA (Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand dan China) yang digunakan untuk melihat kreasi perdagangan bruto
pada peningkatan impor bilateral dengan negara ACFTA dan dummy ekspor dan
impor Indonesia dari negara lain selain anggota ACFTA yang digunakan untuk
melihat kemampuan Indonesia untuk impor dan ekspor dengan negara diluar
anggota ACFTA setelah terjadinya suatu perjanjian perdagangan bebas. Dummy
Kolonisasi digunakan berdasarkan penandatangan perjanjian yang terlah
dilakukan dimana untuk negara-negara ASEAN berdasararkan pemberlakuan
AFTA, dikarenakan harus sesuai dengan permulaan perjanjian perdagangan bebas
diberlakukan dan Cina berdasarkan pemberlakuan ACFTA. Untuk menganalisis
daya saing live fish digunakan variabel-variabel diantaranya ekspor live fish ke
negara tujuan, ekpsor total ke negara tujuan, ekspor live fish dunia ke negara
tujuan dan ekspor total dunia ke negara tujuan. Dikarenakan keterbatasan data
maka negara yang diambil pada ACFTA yaitu Cina dan AFTA sebanyak 4 negara,
diantaranya Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Selain itu diambil 8
negara dengan nilai ekspor Indonesia tertinggi pada komoditas live fish
diantaranya Australia, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris dan
Amerika Serikat. 8 negara tersebut diambil karena ingin melihat kemampuan
Indonesia dalam ekspor terhadap negara-negara selain anggota ACFTA.
Hipotesis
Dalam penelitian ini, hipotesis sementara yang digunakan dalam
mengevaluasi trade creation dan trade diversion sebagai dampak pemberlakuan
AFTA dan ACFTA adalah :
7
1. GDP riil Indonesia mempunyai hubungan yang positif terhadap impor ikan
hidup di Indonesia. Apabila GDP riil meningkat maka akan meningkatkan
pendapatan sehingga daya beli masyarakat meningkat, oleh karena itu
permintaan ikan hidup akan meningkat pula dengan asumsi ikan hidup adalah
barang normal.
2. GDP riil negara tujuan mempunyai hubungan yang positif terhadap impor ikan
hidup di Indonesia. Apabila GDP riil meningkat maka akan meningkatkan
neraca perdagangan, oleh karena itu ekspor ikan hidup akan meningkat pula
dengan asumsi ikan hidup adalah barang normal.
3. Jarak ekonomi mempunyai hubungan yang negatif. Apabila jarak antar negara
semakin jauh maka akan menurunkan tingkat impor suatu negara tersebut
karena biaya transportasi akan semakin meningkat.
4. Nilai tukar riil mempunyai hubungan yang negatif. Karena apabila nilai tukar
riil menguat maka nilai tukar Indonesia akan terdepresiasi dan impor
Indonesia akan menurun.
TINJAUAN PUSTAKA
Globalisasi
Globalisasi merupakan kata yang paling sering digunakan dalam berbagai
diskusi mengenai pembangunan, perdagangan dam ekonomi politik internasional.
Globalisasi merupakan proses yang menyatukan berbagai perekonomian dunia,
menyebabkan terciptanya perekonomian glibal dan semakin banyaknya
pembuatan keputusan ekonomi global, misalnya melalui berbagai lembaga
internasional seperti World Trade Organization (WTO). Tetapi dalam makna
ekonomi, globalisasi adalah semakin terbukanya perekonomian terhadap
perdagangan internasional, aliran dana internasional dan penanaman modal asing
langsung yang mempunyai dampak lebih besar pada masyarakat di negara-negara
berkembang.
Bagi sebagian kalangan, kata globalisasi berarti peluang bisnis yang
menarik, pertumbuhan pengetahuan dan inovasi yang lebih cepat atau prospek
sebuah dunia yang saling terkait. Namun, bagi banyak orang, globalisasi
menimbulkan keprihatinan yang besar yaitu bahwa dalam ketimpangan dalam
berbagai bentuk dapat lebih terasa di dalam suatu negara dan antar negara, bahwa
kerusakan lingkungan dapat semakin parah. Karena itu, globalisasi mengandung
manfaat dan peluang disamping biaya dan resiko (Todaro 2004).
Integrasi Ekonomi
Menurut Tinbergen dalam Hanie (2006), integrasi ekonomi merupakan
penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan
menghapuskan semua pembatasan-pembatasan (barriers) yang dibuat terhadap
bekerjanya perdagangan bebas dan dengan jalan mengintrdoduksi semua bentuk-
bentuk kerja sama dan unifikasi.
Definisi integrasi ekonomi yang ditandai oleh adanya mobilitas barang dan
jasa serta faktor ini sejalan dengan definisi integrasi menurut United Nation
8
Conference on Trade and Development (UNCTAD). UNCTAD mendefinisikan
integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi
perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas Negara.
Tahapan integrasi bela ballasa menurut Salvatore (1997) dapat dirangkum
menjadi beserta ciri-ciri dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Tahapan integrasi Bela Ballasa
Tahapan Keterangan
Pereferential Trade Area (PTA)
Blok perdagangan yang memberikan
keistimewaan untuk produk-produk
tertentu dari negara tertentu dengan
melakukan pengurangan tarif namun
tidak menghilangkannya sama sekali.
Free Trade Area (FTA)
Suatu kawasan di mana tarif dan kuota
antara negara anggota dihapuskan,
namun masing-masing negara tetap
menerapkan tarif mereka masing-
masing terhadap negara bukan anggota.
Customs Union (CU) Merupakan FTA yang meniadakan
hambatan pergerakan komoditi
antarnegara anggota dan menerapkan
tarif yang sama terhadap negara bukan
anggota.
Common Market (CM)
Merupakan CU yang juga meniadakan
hambatan-hambatan pada pergerakan
faktor-faktor produksi diharapkan dapat
menghasilkan alokasi sumber yang
efisien.
Economic Union Merupakan suatu CM dengan tingkat
harmonisasi kebijakan ekonomi
nasional yang signifikan (termasuk
kebijakan struktural).
Total Economic Integration Penyatuan moneter, fiskal, dan
kebijakan sosial yang diikuti dengan
pembentukan lembaga supranasional
dengan keputusan-keputusan yang
mengikat bagi seluruh negara anggota. Sumber : Salvatore (1997)
Motif Melakukan Perjanjian Perdagangan Bebas
1. Perasaan tidak enak dengan negara lain sebab Indonesia telah tergabung dalam
suatu organisasi atau asosiasi seperti ASEAN. Sebagai salah satu negara
anggota ASEAN tentunya Indonesia turut menyukseskan apa yang menjadi
program-program dan kebijakan ASEAN termasuk ikut serta menjadi bagian
ASEAN bekerjasama dengan dalam AFTA dan bekerjasama dengan negara
lain seperti dengan Cina melalui ACFTA.
9
2. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan bebas karena
didasarkan untuk mengangkat citra Indonesia di mata masyarakat
internasional hanya karena ingin disejajarkan dengan negara modern lain.
3. Karena desakan negara atau lembaga keuangan internasional mengingat
Indonesia sangat bergantung secara ekonomi kepada mereka.
4. Mengikuti perjanjian perdagangan bebas semata-mata karena proses tersebut
telah dianggarkan tanpa persis tahu kegunaan dan manfaat yang akan
dihasilkan (Ariawan 2012).
ASEAN Free Trade Area (AFTA)
Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) berkomitmen untuk
meliberalisasi perdagangan yang tercermin dengan adanya ASEAN Preferential
Trade Arrangement (PTA) yang diperkenalkan pada tahun 1997. Selanjutnya,
pada tahun 1992 negara-negara anggota ASEAN membentuk tipe integrasi yang
lebih tinggi yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA).
ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas
ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan
non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Tujuan pembentukan AFTA adalah
meningkatkan daya saing ekonoi negara-negara ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis pasar dunia, unutk menarik investasi dan meningkatkan
perdagangan antar anggota ASEAN. AFTA disepakati pada 28 Januari 1992 di
Singapura. Awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu : Brunei
Darrusalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Vietnam
bergabung dalam tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997
kemudian Kamboja pada tahun 1999.
Mekanisme yang digunakan untuk mencapai tujuan AFTA adalah dengan
skema “Common Effective Preferential Tariff (CEPT), dimana CEPT merupakan
suatu skema melalui penurunan tarif hingga menjadi nol sampai 5 persen,
penghapusan pembatasan kuantitatif, dan hambatan-hambatan non-tarif lainnya
(Kementrian Pertanian 2002).
Tahapan AFTA di Indonesia sudah berjalan sejak tahun 1993, setelah KTT IV
ASEAN tanggal 27 sampai 28 Januari 1992 di Singapura, melalui CEPT yang
disertai program penurunan tarif sampai tahun 2003. Pernyataan tersebut
dipertegas oleh AEM di Chiangmai tahun 1995, yaitu produk-produk industri
yang belum siap bersaing di pasar ASEAN akan bertahap masuk ke dalam
cakupan CEPT-AFTA.
ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA)
ASEAN-China Free Trade Area pembentukannya pertama kali disepakati
dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan,
Brunei Darussalam pada November 2001. ASEAN menyetujui pembentukan
ACFTA dalam waktu 10 tahun, yang dirumuskan dalam Framework Agreement
on Comprehensive Economic Co-operation between The Assiociation of Southeast
Asian Nations and The People’s Republic of China yang ditandatangani pada 4
November 2002 di Phnom Penh, Kamboja oleh para kepala negara ASEAn dan
RRC. ASEAN dan Cina menyetujui dibentuknya ACFTA dalam dua tahapan
10
yaitu tahun 2010 dengan negara pendiri ASEAN dan pada tahun 2012 dengan
negara anggota baru ASEAN.
Landasan Hukum ACFTA
Dalam membentuk ACFTA, para kepala negara anggota ASEAN dan
China telah menandatangani ASEAN – China Comprehensive Economic
Cooperation pada tanggal 6 Nopember 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei
Darussalam. Sebagai titik awal proses pembentukan ACFTA para kepala negara
kedua pihak menandatangani Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China di
Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 Nopember 2002. Protokol perubahan
Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali,
Indonesia. Protokol perubahan kedua Framework Agreement ditandatangani pada
tanggal 8 Desember 2006.
Indonesia telah meratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA
melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004. Setelah
negosiasi tuntas, secara formal ACFTA pertama kali diluncurkan sejak
ditandatanganinya Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism
Agreement pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos.
Persetujuan Jasa ACFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT
ASEAN di Cebu, Filipina, pada bulan Januari 2007. Sedangkan Persetujuan
Investasi ASEAN China ditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat
Menteri Ekonomi ASEAN tanggal 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand.
Peraturan Nasional Terkait ACFTA
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15
Juni 2004 tentang Pengesahan Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation between the Associaton of Southeast Asean Antions
and the People’s Republic of China.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk
atas Impor Barang dalam rangka Early Harvest Package ASEAN-China Free
Trade Area.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PMK.010/2005
tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka
Normal Track ASEAN China Free Trade Area.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK.010/2006
tanggal 15 Maret 2006 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka
Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.011/2007
tanggal 25 Januari 2007 tentang Perpanjangan Penetapan Tarif Bea Masuk
dalam rangka Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53/PMK.011/2007
tanggal 22 Mei 2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka
ASEAN-China Free Trade Area.
11
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008
tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam
rangka ASEAN-China Free Trade Area.
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk pada suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan
individu ), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu
negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan Internasional tercermin dari
kegiatan impor dan ekspor suatu negara dimana hal tersebut menjadi salah satu
komponen dalam pembentukaan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi
pengeluaran suatu negara. Peningkatan ekspor bersih di suatu negara menjadi
faktor utama dalam meningkatkanPDB suatu negara.
Kreasi Perdagangan dan Diversi Perdagangan
Menurut Salvatore (1997) kreasi perdagangan (Trade Creation) terjadi
apabila sebagian produksi domestik di suatu negara yang menjadi anggota
perserikatan pabean atau dari negara luar yang bukan anggota digantikan oleh
impor yang harganya lebih murah dari negara anggota lain. Namun, berdasarkan
asumsi bahwa segenap sumber daya ekonomi telah terarahkan secara penuh (full
employment), maka pembentukan perserikatan pabean yang menciptakan dampak
seperti itu akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara anggota secara
keseluruhan karena hal tersebut akan mengarah pada peningkatan spesialisasi
produksi yang didasarkan pada keuntungan komparatif. Efek positif dari trade
creation ini bukan hanya berlaku untuk negara anggota, tetapi juga untuk negara
lain yang bukan anggota karena adanya peningkatan spesialisasi produksi yang
mendorong peningkatan impor dari negara lain (rest of the world).
Sumber : Salvatore (1997)
Gambar 4 Trade creation
Menurut Salvatore (1997) terjadinya trade creation dapat diilustrasikan
pada Gambar 4. Dx dan Sx masing-masing merupakan kurva permintaan dan
penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1
($)
12
merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade
untuk barang X dari negara I ($1). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100
persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I, sehingga
harga impornya menjadi $2 atau kurva S1 + T. Produksi domestik negara II
sebanyak 20 unit barang X atau AM, sedangkan total konsumsi dalam negara II
sebanyak 50 unit barang X atau GH. Kemudian negara I dan negara II membentuk
integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA. Setelah membentuk FTA, negara
II mengimpor 60 unit barang X atau CB dari negara tanpa bea masuk pada harga
$1 (kurva S1). Produk domestik negara I turun menjadi 10 unit barang X atau CM
dan total konsumsi naik menjadi 70 unit barang X atau AB. Dengan pembentukan
FTA, maka : Penerimaan bea masuk untuk negara II akan hilang, Konsumen
domestik akan memperoleh transfer dari produsen domestik sebesar area AGJC
yang merupakan kenaikan konsumen surplus, Manfaat lain yang diperoleh negara
II setara dengan area CJM + area BHN, atau setara dengan $15.
Kebalikan dari kreasi perdagangan adalah diversi perdagangan (trade
diversion). Hal ini akan terjadi apabila impor yang murah dari negara luar non
anggota tergusur oleh impor yang sesungguhnya lebih mahal (produksinya kurang
efisien) dari salah satu negara anggota. Diversi perdagangan ini cenderung
menurunkan kesejahteraan di lingkungan negara-negara anggota itu sendiri karena
akan menjauhkan produksi dari pola keuntungan komparatif. Dengan demikian
kreasi ataupun diversi ini dapat meningkatkan atau menurunkan kesejahteraan,
tergantung yang mana yang lebih menonjol.
Sumber : Salvatore (1997)
Gambar 5 Trade diversion
Gambar 5 menunjukkan terjadinya trade diversion pada negara yang
melakukan integrasi ekonomi. Sebagai contoh, Dx dan Sx merupakan kurva
permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan
kurva S1 dan S3 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam
keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1) dan negara III ($1,5).
Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit
barang X atau JH dari negara I sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva
S1+T. Kemudian negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk
FTA dengan negara III. Setelah pembentukan FTA, negara II mengimpor 45 unit
barang X atau C’B’ dari negara III yang bebas bea masuk pada harga $ 1,5 (kurva
S3).Dengan pembentukan FTA maka : kesejahteraan / manfaat yang diperoleh
($)
13
negara II adalah sebesar segitiga C’JJ’ + segitiga H’HB’, atau senilai $1,25 + $2,5
= $3,75 ; kesejahteraan / manfaat yang hilang dari negara II sebesar segiempat
MNH’J’ atau senilai $15 ; kesejahteraan / manfaat neto yang hilang adalah
sebesar $15 - $3,75 = $11,25.
Penelitian Terdahulu
Joselin dan Nicot (2003) yang menganalisis mengenai “geo-economic
gravity model of trade between the EU countries, the CEECs and TMC”. Mereka
menganalisis mengenai isu dari perluasan EU ke tingkat timur dan lebih secara
spesifik integrasi dari CEECs ke EU. Dalam kerangka ini, mereka menganalisis
mengenai transformasi dari ekonomi dan lingkungan geopolitik yang membuat
EU harus mendifiniskan ulang mengenai hubungan baik dari Third Mediteranian
Countries (TMC) dengan negara bukan anggota CEECs (Central European
Countries dan Eastern Europe). Terlebih pada negara-negara Maghreb dan Turki,
dimana memiliki perekonomian yang lebih mandiri ke Eropa dan daya saing
dimana hal tersebut merupakan hal terdekat dengan CEECs yang berisiko
menutup perdagangan. Demikian pula, mereka membandingkan model dari
negara-negara blok asing. Selain itu juga, mereka mengevaluasi dampak dari
integrasi CEECs ke EU pada struktur perdagangan antara EU dan MNCs. Pada
kenyataannya, perluasan tersebut menstimulasi resiko penggusuran yang
menguntungkan CEECs.
Studi dari Sharma dan Chua (2000) dan Thornton dan Goglio (2002)
dianggap sebagai literatur pertama yang menentukan baik terdapat perdagangan
antarwilayah antara negara-negara anggota ASEAN berdasarkan Gravity Model.
Data yang digunakan tercanggkup hingga pertengahan tahun 1990 dimana
memiliki hasil penelitian yang berbeda. Sharma dan Chua (2000) menyimpulkan
bahwa AFTA tidak menyebabkan dampak kreasi perdagangan sejak kurang dari
seperlima perdagangan mereka diadakan antar negara blok anggota. Thornton dan
Goglio (2002) berargumen bahwa Asia Tenggara memiliki perdagangan
antarwilayah akibat jarak yang dekat, kemudian ukuran ekonomi dan bahasa
anatar negara-negara anggota.
Elliot dan Ikemoto (2004) dan Tang (2005) menggunakan data pada periode
setelah 1997. Mereka menggunakan persamaan Gravity dan periode sampel yang
sama untuk mengevaluasi pola perdagangan dari AFTA. Elliot dan Ikemoto
(2004) membagi periode contoh dari 1982 hingga 1990 kepada enam periode
waktu yang berbeda untuk membandingkan efek yang terjadi sebelum dan
sesudah pembentukan AFTA, European Economic Community (EEC) dan
NAFTA. Penemuan utama yaitu mengenai derajat kreasi perdagangan antara
negara-negara anggota AFTA sejak 1997 rendah sejak negara-negara anggota
diharuskan untuk berkompetisi dengan negara industri baru seperti Cina, Amerika
Selatan dan Eropa Timur. Setelah 1997, terdapat impor negatif yang signifikan
dimana efek diversi perdagangan sebagai negara-negara anggota AFTA lebih
memilih untuk impor barang dari negara-negara anggota dibandingkan dengan
negara non-anggota. Pada waktu yang sama, diversi ekspor perdagangan negatif
memperkuat anggota AFTA untuk lebih ekspor ke negara-negara non-anggota
dibandingkan dengan negara anggota.
Tang (2005) memperluas lebih lanjut pada model yang digunakan oleh
Elliot dan Ikemoto (2004) dengan menambahkan beberapa peraturan interaksi
14
untuk menjelaskan hipotesis Linder. Sejak variabel independen dan dependen
berbeda digunakan, hasil dari penilitan Tang hanya memiliki perbedaan yang
sedikit dari Elliot dan Ikemoto (2004). Variabel dependen dari model Tang adalah
nilai ekspor negara i dan j sedangkan yang digunakan Elliot dan Ikemoto adalah
impor negara i dari negara j. Hasil analisis Tang (2005) hampir sama dengan
Elliot dan Ikemoto (2004) dimana disimpulkan bawah terdapat kreasi
perdagangan namun tidak terdapat diversi perdagangan. Tang (2005) menemukan
bahwa negara-negara ASEAN telah meningkatkan perdagangan mereka dengan
negara non-anggota meskipun sebelum pembentukan AFTA sebagai
industrialisasi negara ASEAN yang berorientasi perdagangan. Kedua penelitian
tersebut menemukan bahwa terjadi peningkatan perdagangan antarwilayah di
AFTA setelah kerisi keuangan Asia pada 1997.
Park et al. (2008) menggunakan model Computable General Equilibrium
(CGI) untuk menghitung peningkatan output dan peningkatan kesejahteraan
potensial dari ACFTA. Mereka menemukan bahwa ACFTA dapat menyebabkan
kreasi perdaganagn bersih, output yang lebih tinggi dan memiliki efek
kesejahteraan positif bagi wilayah. Hasil menunjukkan bahwa semakin majunya
negara-negara ACFTA, seperti Singapura dan Malaysia, akan menguntungkan
lebih dari negara-negara berkembang seperti Kamboja, Laos, Myanmar dan
Vietnam.
Qiu et al. (2007) menggunakan data perdagangan pertanian disagregat dan
menggunakan Global Trade Analysis Project (GTAP) model untuk investigasi
dampak dari ACFTA pada perdagangan pertanian Cina. Mereka menyatakan
bahwa ACFTA dapat meningkatakan efisiensi alokatif sumberdaya baik pada
Cina maupun ASEAN dan dapat mempromosikan perdagangan pertanian bilateral
dan pertumbuhan ekonomi kedua negara. Mereka mengungkapkan bahwa ekspor
barang Cina akan meningkat secara signifikan dan berdaya saing.
Kerangka Pemikiran
Perjanjian perdagangan bebas berkembang pesat hingga saat ini, hal
tersebut terbukti dengan banyaknya jenis perdagangan bebas yang dilakukan oleh
negara-negara di dunia. Salah satu jenis perdagangan bebas yang dilakukan
Indonesia adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan ACFTA (ASEAN –
China Free Trade Area). Namun, perjanjian perdagangan bebas memiliki
beberapa dampak yang salah satunya adalah terjadinya trade creation atau trade
diversion. Perjanjian bebas tersebut diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
GDP negara masing-masing melalui mekanisme perdagangan. Pertumbuhan GDP
tersebut akibat perjanjian perdagangan bebas dapat tercapai apabilai masing-
masing negara anggota tersebut memiliki daya saing. Apabila tidak memiliki daya
saing maka pertumbuhan GDP negara tersebut akan stagnan bahkan negatif akibat
kalah bersaing dengan produk dari negara naggota lain yang diperdagangkan.
15
Gambar 6 Kerangka pemikiran
Integrasi Regional
Perjanjian Perdagangan Bebas
AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan ACFTA
(ASEAN – China Free Trade Area)
Analisis Panel Data
Trade Creation dan
Trade Diversion
RCA (Revealed
Comparative Advantage)
Trade Creation dan
Trade Diversion
Daya Saing Ikan Hidup
Indonesia
Rekomendasi Kebijakan
- GDP) riil Indonesia dan
negara asal impor
- jarak ekonomi Indonesia
dengan negara asal impor
- nilai tukar riil negara
Indonesia terhadap negara
asal impor
- Dummy Impor ACFTA
- Dummy ekspor ke negara
selain ACFTA
- Dummy imspor dari negara
selain ACFTA
- Dummy bagi negara
ACFTA yang
menandatangai saat FTA
- Nilai Ekspor live fish ke
negara tujuan
- Ekspor Total Ke Negara
Tujuan
- Ekspor live fish Dunia Ke
Negara tujuan
- Ekspor Total Dunia Ke
Negara Tujuan
16
METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data yang
diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data
(pooled data). Adapun tahun pengamatan sebanyak 17 tahun, mulai dari tahun
1996 hingga 2012 dengan data penampang lintangnya sebanyak lima negara yaitu
ASEAN 4 yang diantaranya Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Untuk
jenis perjanjian perdagangan bebas ACFTA, negara yang digunakan yaitu Cina
dan pada negara lain selain anggota ACFTA ada delapan negara, diantaranya
Australia, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat.
Sumber yang digunakan untuk data-data dalam penelitian ini digunakan dari
beberapa sumber diantaranya Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk
mengetahui nilai ekspor subsektor perikanan Indonesia, Bank Indonesia pada
bagian Statistik Keuangan Ekonomi Indonesia untuk mengetahui nilai ekspor
sektor perikanan Indonesia ke suatu negara dimana data yang digunakan hanya
untuk negara-negara yang terkait dalam penelitian ini. Untuk data PDB, PDB
Perkapita, Jarak geografis yang kemudian diukur jarak ekonominya dan Real
Bilateral Exchange Rates didaptkan dari sumber World Development Indicators,
UNCTAD, Worldbank dan CEPII. Serta penelusuran internet dan literatur terkait.
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini
adalah untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil
analisis. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis dampak atas
pemberlakuan Free Trade Agreements bagi negara Indonesia khususnya untuk
ACFTA, apakh terjadi Trade Creation atau Trade Diversion. Metode kuantitatif
yang digunakan untuk menganalisis hal tersebut yaitu dengan menggunakan
Gravity Model. Dikarenakan kurang ketersediannya data khususnya untuk negara-
negara anggota AFTA, maka negara anggota AFTA yang digunakan hanya
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand terhadap Indonesia sehingga
didapatkan terbatasnya jumlah observasi, oleh karena itu kualitas model yang fit
dapat dikatakan cukup rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka digunakan
estimasi panel data. Sedangkan untuk melihat bagaiamana daya saing live fish
Indonesia di negara ACFTA dan negara selain anggota ACFTA menggunakan
RCA (Revealed Comparative Advantage).
Panel Data
Data panel merupakan salah satu jenis data yang dapat digunakan dalam
analisis model regresi data panel (Panel Data Regression Models), atau disebut
juga dengan pooled data (pooling dari pengamatan times series dan cross-section)
kombinasi dari time series dan cross-section data. Data cross section merupakan
data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, perusahaan,
negara dan lain-lain. Data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu
17
kewaktu terhadap suatu individu. Menggunakan data panel memiliki beberapa
keuntungan. Menurut Firdaus (2011) beberapa kelebihan menggunakan data panel
disebutkan sebagai berikut:
1. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section membuat
jumlah observasi menjadi lebih besar sehingga parameter yang diestimasi
akan lebih akurat,
2. Memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, derajat Kebebasan
yang lebih efisien, serta mengurangi kolinieritas antar variabel,
3. Data panel lebih baik dalam hal untuk studi mengenai dynamics of
adjustment, yang memungkinkan estimasi masing-masing karakteristik
individu maupun karakteristik antar waktu secara terpisah, dan
4. Mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam mengidentifikasi dan
mengukur pengaruh yang secara sederhana tidak dapat dideteksi oleh data
cross section ataupun time series saja dan mampu mengontrol heterogenitas
individu.
Pada analisis model panel data dikenal tiga metode pendekatan estimasi
yang ditawarkan yaitu metode kuadrat terkecil (Pooled Least Square), metode
efek tetap (Fixed Effect) yaitu dan metode efek acak (Random Effect). Metode
Fixed Effect yaitu menambahkan dummy variable untuk mengizinkan adanya
perubahan pada intersep. Metode Random Effect adalah variasi dari estimasi
Generalized Least Squares (GLS).
Hampir semua penelitian terdahulu telah menggunakan metode “Fixed
Effect” untuk mengestimasi persamaan Gravity mereka. Ketika mengestimasi
sebuah data panel untuk negara-negara berbeda, harus ada yang mentolerir
intersep yang terpisah untuk obesrvasi yang berbeda. Hal tersebut yang membuat
metode ini menarik. Pada konteks ini, maka harus ditentukan secara ekonometrik
metode terbaik apa yang harus digunakan untuk mengestimasi data. Pertama,
menentukan mana yang lebih cocok apakah “Fixed atau Random Effects” yang
paling sesuai. Satu cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut
yaitu dengan menggunakan uji Haussman, dimana hasilnya terdapat dua
persamaan (Satu Untuk Fixed Effects dan Random Effects untuk lainnya),
selanjutnya lakukan uji berikutnya. Sebagai tambahan, regresi digunakan untuk
dua sub periode yaitu sebelum penandatanganan antara Indonesia dengan AFTA
dan ASEAN dengan dengan ACFTA.
Gravity Model ini ditentukan berdasarkan asumsi impor negara i dari
negara j tergantung dari variabel gravity seperti (PDB, PDB Perkapita dan Jarak).
Spesifikasi dasar dari persamaan Gravity dasar termasuk faktor-faktor dari negara
importir (terkadang PDB dan PDB Perkapita), Supply Factors dari negara
eksportir (PDB dan PDB Perkapita) dan juga jarak geografis sebagai proxy untuk
biaya transportasi. Persamaan ini digunakan untuk menjelaskan perbedaan arus
seperti imigrasi, foreign direct investment, dan digunakan secara luas dalam
konteks perdagangan internasional.
Persamaan Gravity umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ln Mijt = β0 + β1lnGDPit + β2lnGDPjt + β3lndistij + Uijt (1)
Ket : Mijt : Impor Riil Bilateral Negara i dari negara j pada periode teretntu;
GDPit : GDP negara i pada tahun t;
18
GDPjt : GDP negara j pada tahun t; dan
distij : Jarak antar negara i ke negara j
RCA (Revealed Comparative Advantage)
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk
mengukur daya saing sebuah komoditas. Oleh karena itu digunakannya metode ini
agar dapat mengetahui seberapa besar daya saing minyak nilam di pasar
Internasional. Konsep RCA ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada
tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara
direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya. RCA dapat dirumuskan sebagai
berikut
Dimana : : Ekspor ikan hidup Indonesia ke negara tujuan (1000 USD)
: Ekspor total Indonesia ke negara tujuan (1000 USD)
: Ekspor ikan hidup dunia ke negara tujuan (1000 USD)
: Ekspor total dunia ke negara tujuan (1000 USD)
Negara Tujuan : Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Cina,
Australia, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda,
Inggris dan Amerika Serikat.
Dari nilai RCA dapat diketahui bagaimana daya saing suatu produk
apakah daya saingnya rendah atau tinggi. Jika semakin tinggi nilai RCA, berarti
daya saingnya semakin tinggi, dan sebaliknya. Batasan nilai daya saing, yaitu:
RCA > 1 = daya saing tinggi
RCA< 1 = daya saing rendah
Metode Penelitian
Variabel yang digunakan untuk menganalisis dampak ACFTA terhadap ikan
hidup Indonesia antara lain : GDP riil negara Indonesia dan eksportir live fish ke
Indonesia, jarak ekonomi dari negara Indonesia dan eksportir live fish, nilai tukar
riil Indonesa terhadap masing-masing Negara dan variabel dummy negara-negara
menandatangani AFTA/ACFTA saat deklarasi, variabel dummy Indonesia sebagai
importir dari ACFTA, variabel dummy Indonesia sebagai ekportir ke negara-
negara selain anggota ACFTA dan variabel dummy Indonesia sebagai importir
dari negara-negara selain anggota ACFTA.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan persamaan tersebut
menjadi sebagai berikut :
Ln Mijt = α0 + α1 ln GDPit + α2 ln GDPjt + α3 ln Distij + α4 ln RERijt + α5 Col
+ α6 MACF + α7 XRW + α8 MRW + Uijt (2)
Ket : α0 = Intersep
Mijt = Impor riil Bilateral Indonesia dari negara j pada tahun t
19
(1000 USD);
GDPit = GDP riil Indonesia pada tahun t (USD);
GDPjt = GDP riil negara j pada tahun t (USD);
Distij = Jarak antar negara Indonesia ke negara j (km);
RERijt = Nilai Tukar riil Indonesia terhadap negara j pada tahun t
(Rp/LCU);
Col = Variabel dummy dengan nilai 1 jika partner menandatangani
(AFTA/ACFTA) saat deklarasi dan 0 untuk lainnya;
MACF = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara importir adalah
Indonesia dan negara eksportir j dalah bagaian dari
(AFTA/ACFTA) dan 0 untuk lainnya;
XRW = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara eksportir adalah
Indonesia dan negara importir j dalah bagaian dari dunia dan 0
untuk lainnya;
MRW = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara importir adalah
Indonesia dan negara eksportir j dalah bagaian dari dunia dan 0
untuk lainnya;
Uijt = error term.
t = 1996 hingga 2012
Untuk melihat dampak dari perjanjian perdagangan bebas pada Indonesia
sejak diimplementasikannya AFTA dan ACFTA maka digunakan variabel dummy
untuk menangkap efek dari perjanjian antara Indonesia dan ASEAN 4 pada satu
sisi dan Indonesia (ASEAN) dengan Cina dan Indonesia dengan Dunia dari sisi
lain. Pertama, variabel dummy mengindikasikan gross creation on Ballasa’s trade
dimana terjadi peningkatan impor bilateral antara Indonesia dengan ASEAN 4 dan
Cina. Kemudian variabel dummy lainnya untuk merepresentasikan kemampuan
ekspor Indonesia atas live fish ke dunia. Pada akhirnya, variabel dummy
mengindikasikan evolusi Impor Indonesia. Perlu dicatat :
Efek net trade creation jika α6 > 0 dan α8 = 0;
Efek diversi pada ekspor jika α6 > 0 dan α7 < 0;
Efek diversi pada impor jika α6 > 0 dan α8 < 0;
Efek kreasi pada ekspor jika α6 > 0 dan α7 > 0;
Efek kreasi pada impor jika α6 > 0 dan α8 > 0;
Nilai tukar yang digunakan pada Gravity Model ini adalah nilai tukar riil
yang merupakan nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif,
yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri
Variabel jarak merupakan indikator dari biaya transportasi yang dihadapi
suatu negara dalam melakukan ekspor. Adapun jarak yang digunakan adalah jarak
ekonomi yang dirumuskan sebagai berikut
20
Pengujian Model
Pada analisis model dengan menggunakan data panel, dikenal tiga macam
pendekatan yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least
Squared), Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model), dan Pendekatan Efek
Acak (Random Effect). Pemilihan model terbaik yang digunakan untuk
pengolahan data panel menggunakan beberapa pengujian. Pengujian yang
dilakukan antara lain:
1. Pemilihan model dalam pengolahan data panel
a) Chow Test
Chow Test atau Uji-F digunakan untuk memilih kedua model diantara Pooled
Least Squared dan Fixed Effect Model dengan hipotesis :
H0 : PLS
H1 : LSDV
Jika nilai PLS, p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka sudah
cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model LSDV
akan terpilih, dan sebaliknya.
b) Haussman Test
Haussman Test digunakan untuk memilih model Fixed Effect Model atau
Random Effect Model, dengan hipotesis :
H0 : REM
H1 : LSDV
Jika pada REM, p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka
sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan H0, sehingga model LSDV
yang akan dipilih, dan sebaliknya.
c) LM Test
Uji ini dilakukan jika Chow Test cukup bukti untuk menolak H0 dan
Haussman Test belum cukup bukti untuk menolak H0, atau sebaliknya.
Sehingga model harus diuji kembali dengan LM Test untuk memilih Random
Effect Model atau Pooled Least Square dengan hipotesis :
H0 : PLS
H1 : REM
Jika LM lebih besar dari chi-square table maka sudah cukup bukti untuk
melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model REM yang dipilih, dan
sebaliknya.
2. Pengujian asumsi klasik
a) Uji Normalitas
Uji normalitas data diperlukan untuk mengetahui apakah error term
mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas diaplikasikan dengan
melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata yang
digunakan maka error term dalam model sudah menyebar normal.
b) Uji Homoskedastisitas
Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas, dalam hasil olahan data
panel dengan Eviews dengan menggunakan metode General Least Squared (Cross
Section Weight), caranya adalah dengan membandingkan nilai sum squared resid
pada weighted statistic dengan sum squared resid pada unweighted statistic. Jika
21
sum squared resid pada weighted statistic lebih kecil daripada sum squared resid
pada unweighted statistic maka model sudah homoskedastisitas. Langkah yang
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah heterosedastisitas adalah dengan
mengestimasi General Least Squared (GLS) dengan white heterocedasticity.
Selain itu dapat juga dilakukan dengan pembobotan Cross Section SUR.
c) Uji Autokorelasi
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai
dari Durbin – Watson (DW) statistiknya. Jika nilai DW lebih dari 1,55 atau
kurang dari 2,46 maka dapat dikatakan tidak dapat terdapat autokorelasi pada
model.
d) Uji Multikolinearitas
Suatu model dapat dikatakan mengandung multikolinearitas apabila nilai
R2 tinggi tetapi banyak variabel yang tidak signifikan. Untuk mengatasi masalah
multikolinearitas dalam model maka dapat digunakan beberapa cara berikut ini:
adanya informasi apriori; penggabungan data cross section dengan time series;
mengeluarkan suatu variabel atau lebih dan kesalahan spesifikasi; transformasi
variabel-variabel, dan penambahan data baru.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Ekonomi Negara-Negara AFTA dan ACFTA
Negara-negara yang merupakan anggota ACFTA merupakan negara yang
memiliki karakter perekonomian yang berbeda. Hal tersebut dapat dilihat bahwa
PDB Nominal dari masing-masing negara berbeda, terutama negara Cina.
Sumber : World Development Indicator (2014)
Gambar 7 PDB nominal negara anggota ACFTA (USD) tahun 1996 - 2012
Gambar 7 menunjukkan bahwa PDB nominal yang paling besar diantara
negara-nagara ACFTA adalah Cina. Hal tersebut dapat dilihat bahwa sejak tahun
1996 hingga tahun 2012, Cina memiliki pertumbuhan PDB nominal yang positif
0
1E+12
2E+12
3E+12
4E+12
5E+12
6E+12
7E+12
8E+12
9E+12
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Cina
USD
Tahun
22
dan cukup signifikan. Nilai PDB Cina tertinggi adalah pada tahun 2012 yaitu
sebesar 8 227 102 629 831.48 USD, keadaan tersebut meningkat dari tahun 1996
sebesar 7 371 017 900 519.23 USD. PDB Cina meningkat diawali pada perubahan
ekonomi yang lebih terencana sejak akhir tahun 1978. Selain itu, pemerintah Cina
tidak menekankan kesemarataan dalam memulai mengembangkan perekonomian.
Pemerintah Cina juga fokus dalam memulai bisnis perdagangan dengan negara-
negara tetangga dan hal tersebut dijadikan jembatan utama dalam pertumbuhan
perekonomian Cina yang pesat. Lebih dari 2000 zona ekonomi khusus milik Cina
telah tersebar dalam pemerintahan Cina yang dimana hukum investasi lebih
longgar dalam menarik modal asing.
Lima negara anggota ACFTA yang memiliki rata-rata PDB Nominal
terendah adalah Filipina yaitu memiliki PDB nominal rata-rata sebesar 124 985
853 073.83 USD. Pertumbuhan PDB filipina rendah diakibatkan rendahnya
infrastruktur yang memadai, tingkat korupsi dan birokrasi pemerintah yang
menjadi kekhawatiran bagi investor. Hal tersebut dapat dilihat bahwa tingkat
presepsi korupsi Filipina menduduki peringkat ke-105 dari 176 negara pada 2011.
Sumber : World Development Indicators (2014)
Gambar 8 PDB perkapita nominal negara anggota ACFTA tahun 1996 - 2012
Gambar 8 menunjukan bahwa negara Singapura merupakan negara yang
memiliki PDB perkapita tertinggi dibandingkan dengan Cina. Hal tersebut
dikarenakan populasi penduduk yang rendah namun pendapatan nasional tinggi.
Secara garis besar meskipun Singapura memiliki luas negara yang sangat kecil,
namun Singapura adalah pusat keuangan terdepan ke empat di dunia. Selain itu,
Singapura merupakan negara yang ke sembilan yang memiliki cadangan devisa
terbesar di dunia.
Negara yang memiliki PDB perkapita terendah adalah Filipina dimana
hingga tahun 2012 hanya mencapai angka 2 587.017 USD. Hal tersebut dapat
diakibatkan salah satunya oleh jumlah warga negara Filipina cukup banyak dan
PDB negara tersebut rendah. Tingginya jumlah penduduk dan rendahnya PDB
suatu negara akan menyebabkan PDRB yang dibagikan akan terlalu sedikit.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Cina
Tahun
USD
23
Sumber : World Development Indicators (2014)
Gambar 9 Populasi negara anggota ACFTA (Jiwa) tahun 1996 - 2012
Gambar 9 menjelaskan bahwa semua negara anggota ACFTA memiliki
tingkat pertumbuhan penduduk yang positif dari tahun 1996 hingga 2012.
Diantara enam negara ACFTA, Cina merupakan negara yang memiliki jumlah
penduduk terbanyak dimana pada 2012 memiliki jumlah penduduk sebanyak 1
354.04 juta jiwa atau meningkat sebesar 130.15 juta jiwa dari tahun 1996.
Sedangkan yang terendah yaitu Singapura dimana populasi pada tahun 1996
sebesar 3 671 juta jiwa dan pada 2012 sebesar 5 312 juta jiwa, hal tersebut
merupakan salah satu kondisi yang membuat PDB Perkapita Singapura paling
tinggi dibandingkan lima negara ACFTA lainnya.
Keragaan Perdagangan Ikan Hidup Indonesia Dengan Negara ACFTA
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,
sehingga meskipun Indonesia dapat dan mampu untuk memenuhi kebutuhan
domestiknya akan ikan hidup, Indonesia harus tetap melakukan impor dari negara-
negara yang telah melakukan perjanjian perdagangan. Indonesia juga merupakan
negara importir ikan hidup. Impor ikan hidup tertinggi Indonesia adalah pada
tahun 2008 dimana hingga mencapai angka 806 258 ribu USD dari negara
Malaysia. Salah satu produk ikan hidup yang diimpor Indonesia dari Malaysia
yaitu ikan lele. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2012, sebanyak 75
persen didatangkan dari Malaysia. Selain itu harga lele yang ditawarkan dari
Malaysia memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan harga lele Indonesia.
Sedangkan, diantara 5 negara ACFTA, Filipina merupaan negara yang memiliki
nilai ekspor terendah terhadap Indonesia, kondisi tersebut dapat dilihat bahwa
pada tahun 1999 nilai impor ikan hidup Indonesia dari Filipina sebesar 5. 693 ribu
USD. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Cina
Jiwa (Juta)
Tahun
24
Sumber : Worldbank (2014)
Gambar 10 Nilai impor ikan hidup Indonesia dari negara ACFTA (1000 USD)
tahun 1996 -2012
Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai ekspor ikan hidup Indonesia
terhadap negara-negara ACFTA mengalami pergerakan yang fluktuatif. Nilai
ekspor rata-rata Indonesia tertinggi adalah terhadap negara Singapura yaitu
sebesar 3 170.9 ribu USD, dimana tahun 2008 adalah tahun tertinggi yaitu
mencapai nilai ekspor sebesar 5 941.653 ribu USD. Diantara 5 ACFTA yang
menjadi tujuan ekspor ikan hidup Indonesia yang memiliki nilai ekspor rata-rata
terendah sebesar 278.352 ribu USD. Tahun 1998 yaitu sebesar 5.128 ribu USD
dan yang tertinggi adalah tahun 2009 sebesar 881.465 ribu USD.
Sumber : Worldbank (2014)
Gambar 11 Nilai ekspor ikan hidup Indonesia terhadap negara ACFTA (1000
USD) tahun 1996 -2012
Ekspor dan impor ikan hidup negara-negara ACFTA memiliki nilai yang
cukup tinggi dan memiliki peningkatan yang cukup signifikan. Hal tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3.
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Cina
Tahun
1000 USD
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Cina
1000 USD
Tahun
25
Tabel 3 Nilai ekspor total perdagangan ikan hidup antar negara ACFTA (1000
USD) tahun 1996 - 2012
Importir Eksportir
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Cina
Indonesia 0 4003.576 6.9 288.3 113.6 129.9
Malaysia 32908.4 0 903.1 36607.1 11167.5 1861.2
Filipina 17332.2 1553.5 0 2640.6 882.4 511.1
Singapura 53905.2 194955.8 1849.8 0 17352.6 4138.5
Thailand 4714.5 17284.9 1242.8 9729.9 0 194.6
Cina 15699.6 15685.8 24028.4 5363.3 16418.9 0 Sumber : Worldbank (2014)
Tabel 3 menunjukkan jumlah total nilai ekspor perdagangan ikan hidup
antar negara ACFTA. Perdagangan ikan hidup tertinggi yaitu antar negara
Malaysia dengan Singapura dengan nilai ekspor perdagangan total sebesar 194
955.8 ribu USD dimana Malaysia sebagai Eksportir dan Singapura sebagai
Importir. Perdagangan ikan hidup terendah antara Malaysia dan Filipina terjadi
pada tahun 1999 dengan nilai ekspor 227.754 ribu USD. Namun untuk
perdagangan ikan hidup tertinggi terjadi pada perdagangan antar Malaysia dengan
nilai ekspor sebesar 16 559.364 ribu USD pada tahun 2011.
Daya Saing Ikan Hidup Indonesia
Berdasarakan hasil perhitungan RCA yang digunakan untuk melihat daya
saing suatu produk di negara lain khususnya live fish Indonesia di beberapa negara
ACFTA dihasilkan bahwa secara garis besar live fish Indonesia memiliki daya
saing yang cukup baik, hal tersebut dapat dilihat dari 5 negara ACFTA tujuan
ekspor Indonesia, nilai RCA rata-rata yang memiliki nilai diatas 1.
Negara tujuan ekspor yang memiliki nilai RCA rata-rata yang paling tinggi
adalah Filipina yaitu sebesar 17.025. Nilai RCA ikan hidup Indonesia di Filipina
sacara garis besar memiliki nilai dua digit bahkan sempat mencapai 39.34 pada
tahun 2002, hal tersebut dikarenakan Filipina tidak memiliki produksi atau
penangkapan live fish yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan domestiknya
sehingga menyebabkan Filipina harus melakukan impor. Mayoritas jenis ikan
hidup yang diimpor oleh Filipina dari Indonesia merupakan ikan karang hidup.
Negara tujuan ekspor yang memiliki nilai RCA yang terendah adalah Cina dengan
nilai RCA rata-rata 1.034492. Namun, setelah adanya ACFTA nilai RCA ikan
hidup Indonesia memiliki nilai diatas satu dimana pada 2011 sempat mencapai
2.676. Rendahnya nilai rata-rata daya saing ikan hidup Indonesia di Cina
dikarenakan Cina masih memiliki sektor perikanan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan domestik negara mereka. Hal tesebut terbukti bahwa Cina merupakan
negara produsen perikanan terbesar yang bersumber dari laut dan perairan umum,
sedangkan Indonesia hanya menduduki peringkat ke-4 sebagai negara produsen
perikanan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
26
Tabel 4 Hasil perhitungan daya saing ikan hidup Indonesia tahun 1996 - 2012
Tahun MYS PHL SGP TND CHN
1996 3.121 4.049 5.1 2.821 1.749
1997 1.046 2.333 2.303 3.985 1.186
1998 3.323 0.813 1.001 0.265 1.514
1999 7.974 1.971 2.604 0.754 0.187
2000 7.672 14.15 2.194 0.673 0.535
2001 15.95 30.55 3.146 2.917 1.04
2002 10.04 39.34 2.367 2.06 0.145
2003 6.735 31.45 2.136 4.358 1.396
2004 5.937 27.86 3.403 1.191 0.166
2005 9.581 23.96 3.843 1.883 0.117
2006 7.052 26.74 4.26 2.711 0.504
2007 8.475 18.46 3.918 3.378 0.989
2008 7.85 15.96 4.573 3.451 0.728
2009 4.464 16.65 3.714 5.193 1.824
2010 3.762 12.27 2.264 2.784 1.102
2011 4.898 10.06 2.315 2.794 2.676
2012 6.853 12.82 2.964 4.313 1.73
Dampak Pemberlakuan ACFTA
Berdasarkan pemilihan model yang dilakukan, model estimasi terbaik
untuk mengetahui dampak pemberlakuan ACFTA terhadap kreasi dan diversi
perdagangan ikan hidup Indonesia menggunakan LSDV (fixed effect model).
Berdasarkan Tabel 5 hasil estimasi diketahui koefisien determinasi (R-Squared)
yang diperoleh sebesar 97.9 persen. Menunjukkan bahwa sebesar 97.9 persen
kergaman dampak pemberlakuan ACFTA dapat dijelaskan oleh variabel-variabel
bebasnya, sedangakan sisanya 2.1 persen dijelaskan oleh faktor-faktor diluar
model. Berdasarkan estimasi tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu terdapat
determinan alami dari perdagangan (GDP, Dist, RER dan Col) dan determinan
institusional (MACF, XRW dan MRW).
Setelah terpilihnya LSDV sebagai model terbaik maka selanjutnya
dilakukan uji asumsi klasik untuk mendapatkan model persamaan yang terbebas
dari masalah dalam analisis regresi seperti multikolinearitas , heteroskedastisitas
dan autokorelasi. Dari 8 variabel yang independen yang dianalisis tidak terdapat
variabel yang saling berkolerasi karena nilai Durbin Watson sebesar 1.93. Hal
tersebut mengindikasikan nilai Durbin Watsonstat mendekati 2 atau berada
diantara 1.55-2.46, maka model telah terbebas dari masalah autokorelasi.
Selanjutnya,uji heteroskedastisitas yaitu nilai sum squared resid weighted
(205.3582) lebih kecil dari nilai sum squared resid unweighted (388.8251) maka
artinya model terindikasi terdapat heteroskedastisitas. Pengujian terakhir yaitu uji
normalitas, probabilitas Jarque Bera lebih besar dari taraf nyata 5% ( > 005),
maka residual dalam model ini menyebar normal. Namun karena model yang
digunakan adalah Panel Data dengan Fixed Effect Model dan telah diboboti
27
dengan cross section SUR maka masalah-masalah seperti heterskedastisitas dapat
diabaikan.
Tabel 5 Dampak pemberlakuan ACFTA terhadap kreasi dan diversi perdagangan
ikan hidup Indonesia
Variable Coefficient Prob.
GDPI 0.140485 0.0008
GDPJ -0.344402 0.102
DIST -0.063911 0.6668
RER -0.259747 0.0023
COL 0.460735 0.0000
MACF 5.149084 0.0000
XRW -1.297699 0.0000
MRW 2.801163 0.0000
C 4.726475 0.1808
Effect Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.979950 Mean dependent var 2.996206
Adjusted R-squared 0.977945 S.D. dependent var 6.803193
S.E. of regression 1.013307 Sum squared resid 205.3582
F-statistic 488.7474 Durbin-Watson stat 1.933168
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.894907 Mean dependent var 3.058224
Sum squared resid 388.8251 Durbin-Watson stat 1.47463 Catatan: *) signifikan pada taraf nyata 1%, **)signifikan pada taraf nyata 5%, ***) signifikan pada
taraf nyata 10%.
Variabel GDP Indonesia (GDPi) memiliki hubungan yang positif dengan
nilai koefisien 0.140485, hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Variabel GDP Riil
Indonesia berpengaruh nyata terhadap impor Indonesia karena memiliki
probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 1 persen. Artinya, jika terjadi
peningkatan 1 persen GDP riil Indonesia maka akan meningkatkan impor live fish
Indonesia sebesar 0.224336 persen. Hal tersebut karena meningkatnya GDP
negara importir maka akan dapat meningkatkan volume impor negara tersebut.
Variabel GDP negara asal impor (GDPj) memiliki hubungan yang negatif
karena memiliki nilai koefisien -0.344402 hal tersebut tidak sesuai dengan
hipotesis awal atau teori. Hal tesebut dapat disebabkan karena jika GDP negara
asal impor dapat meningkat namun tidak diikuti oleh peningkatan pertumbuhan
ekspor. Karena peningkatan GDP tidak hanya disebabkan oleh konsumsi,
invesatsi, pengeluaran pemerintah atau penurunan impor. Variabel GDPj
siginifikan dengan probabilitas sebesar 0.102 yang berarti lebih besar dari taraf
nyata 10 persen, maka GDP Riil negara asal impor tidak berpengaruh nyata
terhadap impor Indonesia.
28
Sesuai dengan penelitian Zidi dan Dhifallah (2013) variabel jarak (DIST)
yang merupakan cerminan biaya transportasi yang harus dikeluarkan berpengaruh
negatif dan memiliki nilai koefisien -0.063911 hal ini sesuai dengan hipotesis
awal dimana jika terjadi peningkatan setiap satu persen jarak ekonomi dengan
negara asal impor makan akan menurunkan impor live fish Indonesia sebesar
0.063911 persen. Variabel DIST signifikan karena memiliki probabilitas lebih
besar dari taraf nyata 10 persen, maka jarak ekonomi tidak berpengaruh nyata
terhadap impor live fish Indonesia. Oleh sebab itu Indonesia harus memilih negara
penghasil ikan hidup yang memiliki jarak lebih dekat dengan Indonesia sebagai
negara importir jika Indonesia mengalami kekurangan pasokan ikan hidup.
Pada variabel nilai tukar riil (RER) memiliki hubungan yang negatif dimana
nilai koefisien dari variabel RER yaitu -0.259747 hal ini sesuai dengan hipotesis
awal. Hal tersebut memiliki arti bahwa setiap peningkatan satu persen nilai tukar
maka akan menurnkan impor Indonesia sebesar 0.259747. Sedangkan probabilitas
RER menunjukkan probabilitas yang signifikan, maka nilai tukar riil berpengaruh
nyata terhadap impor live fish Indonesia karena memiliki nilai probabilitas lebih
kecil dari taraf nyata 1 persen.
Variabel Col atau penandatanganan perjanjian perdagangan bebas oleh
negara-negara anggota ACFTA bernilai positif dengan nilai koefisien 0.460735
hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Variabel ini memiliki probabilitas sebesar
0.0000 yang berarti lebih kecil dari taraf nyata 1 persen, maka penandatanganan
perjanjian perdagangan bebas ACFTA oleh negara-negara anggota ACFTA
berpengaruh nyata terhadap impor live fish Indonesia. Artinya, jika terjadi
percepatan penandatangan setiap tahunnya lebih cepat maka akan meningkatkan
impor live fish Indonesia sebesar 0.460735 persen, karena jika semakin cepat
perjanjian tersebut dilaksanakan maka akan semakin cepat hambatan impor
menurun. Maka selanjutnya, jika Indonesia akan melakukan perjanjian
perdagangan bebas akan lebih baik jika proses penandatanganan perjanjian
perdagangan bebas dilakukan lebih cepat.
Pada tiga variabel institusional yang digunakan sebagai indikator yang
digunakan untuk melihat dampak pemberlakuan ACFTA terhadap kreasi
perdagangan dan diversi perdagangan ikan hidup Indonesia menunjukkan bahwa
MACF memiliki nilai koefisien positif dengan nilai 5.149084, XRW memiliki
nilai koefisien negatif dengan nilai -1.297699 dan MRW memiliki nilai koefisien
positif dengan nilai 2.801163. Selain itu ketiga variabel institusional tersebut
memiliki probabilitas yang signifikan, karena memiliki nilai probabilitas lebih
kecil taraf nyata 1 persen. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa variabel-
variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap impor Indonesia.
Dampak pemberlakuan ACFTA terhadap kreasi dan diversi perdagangan
ikan hidup Indonesia dilihat dari nilai koefisien masing-masing variabel tersebut.
Pada hal ekspor, dampak yang ditimbulkan dari ACFTA tersebut yaitu efek
diversi dikarenakan nilai dai koefisien MACF positif sedangkan nilai koefisien
XRW bernilai negatif. Hal tesebut dapat disimpulkan bahwa ACFTA
menyebabkan ekspor Indonesia yang biayanya lebih murah ke luar negara non
anggota FTA tergusur oleh ekspor yang Indonesia lakukan dimana sesungguhnya
ekspor tersebut lebih mahal ke salah satu negara anggota FTA. Hal tesebut
menyebabkan ekspor Indonesia mengalami penurunan ke negara non anggota
29
salah satunya ke beberapa negara XRW yang telah dipilih. Hal tesebut dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Dampak perdagangan pada hal impor yang ditimbulkan akibat ACFTA
terhadap ikan hidup Indonesia yaitu kreasi impor. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa sebagian impor Indonesia dari negara-negara non anggota ACFTA
digantikan oleh negara anggota akibat perjanjian perdagangan bebas tersebut,
sehingga impor Indonesia menjadi lebih murah. Meskipun Indonesia dapat dan
mampu menghasilkan ikan hidup secara mandiri dari hasil perairannya, namun
dengan adanya kreasi impor jika Indonesia mengalami penurunan produksi maka
akan dapat melakukan impor dengan harga tanpa tarif atau dengan tarif rendah.
PENUTUP
Kesimpulan
Perdagangan ikan hidup inter negara anggota ACFTA, perdagangan antar
Malaysia dengan Singapura merupaka negara yang memiliki nilai perdagangan
total tertinggi dibandingkan negara lainnya, dimana Malaysia sebagai eksportir
dan Singapura sebagai importir. Untuk hal perdagangan ikan hidup Indonesia,
jumlah ekspor terbesar Indonesia yaitu ekspor terhadap Singapura juga.
Sedangkan untuk negara yang memiliki perdagangan ikan hidup terendah yaitu
ekspor Filipina terhadap Indonesia. Daya saing ikan hidup Indonesia secara garis
besar memiliki daya saing pada negara anggota ACFTA. Namun, Cina merupakan
negara yang memiliki daya saing ikan hidup Indonesia terendah, sedangkan daya
saing ikan hidup Indonesia tertinggi di negara Filipina. Pada dampak pemerlakuan
ACFTA yang ditimbulkan terhadap kreasi dan diversi perdagangan ikan hidup
Indonesia yaitu efek diversi perdagangan pada hal ekspor yang menyebabkan
Indonesia harus melakukan ekspor ke negara anggota ACFTA dengan biaya yang
lebih sesungguhnya lebih mahal dibandingkan dengan ekspor ke negara non
anggota. Pada hal perdagangan impor yang ditimbulkan yaitu efek kreasi impor,
dimana hal tersebut mengindikasikan bahwa impor Indonesia menjadi lebih murah
dibandingkan melakukan impor dengan negara non anggota.
Saran
Perdagangan ikan hidup Indonesia khususnya dalam hal ekspor lebih
ditingkatkan, hal tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan program budidaya
ikan hidup sehingga produksinya lebih meningkat. Dengan meningkatnya
produksi tersebut akan lebih baik jika diikuti dengan peningkatan mutu ikan hidup
yang diproduksi sehingga ikan hidup Indonesia semakin diminati oleh negara lain,
karena hal tersebut dapat meningkatkan daya saing live fish Indonesia. Pada kasus
FTA akan lebih baik jika Indonesia membuat FTA dengan negara yang
mengahasilkan suatu komoditi yang melimpah dibandingkan produksi Indonesia
akan suatu komdoiti tersebut dalam jumlah rendah, karena Indonesia dapat
melakukan impor dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi dalam hal ekspor
akan lebih baik jika Indonesia lebih membatasi ekspor ke negara anggota atau
membuat FTA ke negara-negara yang pada awalnya menjadi negara fokus tujuan
ekspor Indonesia, sehingga tidak menyebabkan hilangnya kerugian dari hal ekspor.
30
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Dampak ACFTA Bagi Perekonomian Indonesia.
http://uasuin.wordpress.com/2012/01/03/dampak-acfta-terhadap-
perekonomian-indonesia/. [20 Februari 2014].
Ariawan. (2012). Perjanjian Perdagangan Bebas dalam Era Liberalisasi
Perdagangan: Studi mengenai Asean-China Free Trade Agreement
(ACFTA) yang diikuti oleh Indonesia. [Disertasi]. Depok: Fakultas
Hukum: Universitas Indonesia.
ASEAN Secretary. 2014. Asean Free Trade Area.
http://www.asean.org/communities/asean-economic-community/. [24
Februari 2014].
___________________. 2014. ASEAN – China Free Trade Area.
http://www.asean.org/asean/external-relations/china/item/asean-china-
free-trade-area. [24 Februari 2014].
Bank Indonesia. 2014. Nilai Ekspor Indonesia.
http://www.bi.go.id/seki/tabel/TABEL5_11.xls. [20 Februari 2014]. Bowles, P. 1997. ASEAN, AFTA and the New Regionalism. Pacific Affairs, Vol.70,
No.2, pp.219-233. Elliot RJR, Ikemoto K. 2004. AFTA and the Asian Crisis: Help or Hindrance to
ASEAN Intra- Regional Trade?. Asian Economic Journal 2004, Vol.18 No.1,
1-23.
Estrada G, Park D, Park I, Park S. 2011. ASEAN’s Free Trade Agreements with
the People’s Republic of China, Japan, and the Republic of Korea: A
Qualitative and Quantitative Analysis. ADB Working Paper Series on
Regional Economic Integration. No. 75, March 2011.
Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series.
Bogor: IPB Press.
Hanie. 2006. Analisis Konvergensi Nominal dan Riil Diantara Negara-Negara
ASEAN-5, Jepang dan Korea Selatan [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Ho Sze Yin. 2010. Trade Creation and Diversion Effects of ASEAN Free Trade
Area (AFTA). [Disertasi]. Hong Kong. Business Administration, Hong
Kong Baptist University.
International Monetary Fund. 2014. Consumer Price Index. http://www.imf.org/
[3 Maret 2014].
Joselin D, Nicot B. 2003. A Geo-economic Gravity Modelof trade between the
EU countries, the CEECs and PTM. European Journal of Geography, 237.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014. Nilai Ekspor Hasil Perikanan.
http://statistik.kkp.go.id/index.php/dashboard/c/5/?iframe=true&width=10
0%&height=95%. [20 Februari 2014].
Kementrian Perdagangan. 2014. ASEAN Free Trade Area.
http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/files/content/4/asean2004103
0113046.pdf. [20 Februari 2014].
Kementrian Pertanian. 2014. Mekanisme CEPT. karantina.deptan.go.id/. [24
Februari 2014].
31
Research and Expertise On The World Economy. 2014. Data Geo Distance.
http://www.cepii.fr/. [3 Maret 2014]
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Ke-5 Jilid 1. Alih Bahasa: Haris
Munandar. Jakarta: Erlangga. Sharma SC, Chua SY. 2000. ASEAN economic integration and intra-regional trade.
Applied Economics Letter, Vol. 7, Iss. 3, pp. 165-69.
Tang, D. 2005. Effects of the Regional Trading Arrangements on Trade: Evidence
from the NAFTA, ANZCER and ASEAN Countries, 1989-2000. The Journal
of International Trade & Economic Development, Vol.14, No.2, 241-265.
The World Bank. 2014. Data Gross Domestic Product (current US$).
http://data.worldbank.org. [3 Maret 2014].
______________________. Data Gross Domestic Product per capita (current US$).
http://data.worldbank.org. [3 Maret 2014].
______________________. Data Nilai Ekspor dan Impor Ikan Hidup.
http://data.worldbank.org. [3 Maret 2014].
Thornton J, Goglio A. 2002. Regional bias and intra-regional trade in Southeast Asia.
Applied Economics Letters, Vol. 9, Iss. 4, pp. 205-208. Todaro, M. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke Tiga. Jakarta: Gramedia
Pustaka.
United Nations Conference On Trade And Development. 2014. Nominal
Exchange Rate. http://unctad.org. [3 Maret 2014].
Qiu H, Yang J, Huang J, Chen R. 2007. Impact of China-ASEAN Free Trade
Area on China’s International Agricultural Trade and Its Regional
Development. China & World Economy 15(4):77 – 90.
Zidi A, Dhifallah SM. 2013. Trade Creation and Trade Diversion between Tunisia
and EU: Analysis by Gravity Model. International Journal of Economics
and Finance Vol. 5, No. 5.
32
Lampiran 1 PLS
Dependent Variable: MIJT
Method: Panel Least Squares
Date: 07/04/14 Time: 10:28
Sample: 1996 2012
Periods included: 17
Cross-sections included: 13
Total panel (balanced) observations: 221 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDPI -0.003399 0.341169 -0.009964 0.9921
GDPJ 1.693620 0.227510 7.444141 0.0000
DIST -2.725201 0.363803 -7.490865 0.0000
RER 0.194137 0.053156 3.652225 0.0003
COL 2.928374 0.467104 6.269212 0.0000
MACF 6.188309 0.532543 11.62031 0.0000
XRW 0.887469 0.616546 1.439421 0.1515
MRW 3.345307 0.436732 7.659869 0.0000
C -22.19352 8.139678 -2.726584 0.0069 R-squared 0.760677 Mean dependent var 3.058224
Adjusted R-squared 0.751646 S.D. dependent var 4.100901
S.E. of regression 2.043690 Akaike info criterion 4.307262
Sum squared resid 885.4536 Schwarz criterion 4.445649
Log likelihood -466.9525 Hannan-Quinn criter. 4.363140
F-statistic 84.22899 Durbin-Watson stat 0.743330
Prob(F-statistic) 0.000000
33
Lampiran 2 LSDV
Dependent Variable: MIJT
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Date: 07/04/14 Time: 10:30
Sample: 1996 2012
Periods included: 17
Cross-sections included: 13
Total panel (balanced) observations: 221
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDPI 0.140485 0.041038 3.423263 0.0008
GDPJ -0.344402 0.209647 -1.642775 0.1020
DIST -0.063911 0.148237 -0.431140 0.6668
RER -0.259747 0.084292 -3.081514 0.0023
COL 0.460735 0.102045 4.515036 0.0000
MACF 5.149084 0.105610 48.75570 0.0000
XRW -1.297699 0.262989 -4.934422 0.0000
MRW 2.801163 0.136740 20.48535 0.0000
C 4.726475 3.519721 1.342855 0.1808 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.979950 Mean dependent var 2.996206
Adjusted R-squared 0.977945 S.D. dependent var 6.803193
S.E. of regression 1.013307 Sum squared resid 205.3582
F-statistic 488.7474 Durbin-Watson stat 1.933168
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.894907 Mean dependent var 3.058224
Sum squared resid 388.8251 Durbin-Watson stat 1.474630
Lampiran 3 FEM Test
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 45.299340 (12,200) 0.0000
34
Lampiran 4 Uji Normalitas
Lampiran 5 Perdagangan Ikan Hidup antar Negara ACFTA
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Cina
Indonesia
1996 0 15.435 0 16.768 11.76 0
1997 0 102.473 0 8.896 7.329 0
1998 0 26.132 0 2.731 0 0
1999 0 9.989 5.693 2.666 13.309 5.745
2000 0 14.287 0 22.748 15.292 3.164
2001 0 1.402 0 7.343 0.051 8.135
2002 0 57.044 0 24.74 24.772 5.947
2003 0 110.423 1.172 10.824 10.038 50.372
2004 0 45.672 0 34.809 18.062 21.069
2005 0 109.853 0 35.04 4.754 8.211
2006 0 268.575 0 6.786 5.437 13.25
2007 0 758.267 0 48.696 2.793 11.246
2008 0 806.258 0 4.365 0 0
2009 0 712.727 0 0.381 0 0
2010 0 754.55 0 23.557 0 0.698
2011 0 209.63 0 28.594 0 2.101
2012 0 0.859 0 9.302 0 0
Malaysia
1996 561.342 0 0 0 0 14.332
1997 451.504 0 0 571.705 0 24.1
1998 134.302 0 0 761.854 0 13.784
1999 468.818 0 0 658.989 122.641 35.27
2000 581.92 0 4.174 1258.147 81.688 26.006
2001 1313.144 0 2.1 713.19 249.437 37.782
2002 931.286 0 7.999 1212.799 261.025 36.605
2003 1046.305 0 65.785 1778.41 482.76 169.739
0
4
8
12
16
20
24
28
-3 -2 -1 0 1 2
Series: Standardized Residuals
Sample 1996 2012
Observations 221
Mean 8.62e-17
Median -0.022661
Maximum 2.701752
Minimum -3.255699
Std. Dev. 0.966150
Skewness -0.287758
Kurtosis 3.378898
Jarque-Bera 4.371943
Probability 0.112368
35
2004 1308.479 0 108.773 2368.805 1172.649 233.353
2005 2452.269 0 38.862 2454.682 847.405 155.942
2006 1907.498 0 84.034 2526.395 1052.984 135.534
2007 2999.228 0 91.074 2867.49 1023.734 105.059
2008 3435.928 0 104.908 3505.714 935.81 207.506
2009 2843.66 0 64.234 3755.855 1015.455 242.574
2010 3442.164 0 58.592 4534.107 1197.397 185.557
2011 3523.585 0 133.867 3635.694 1123.289 156.368
2012 5506.994 0 138.74 4003.217 1601.202 81.662
Filipina
1996 37.196 0 0 0 0 6.309
1997 33.764 0 0 203.043 0 9.928
1998 15.449 69.193 0 249.984 0 8.584
1999 63.347 227.754 0 358.225 38.575 5.513
2000 538.327 169.714 0 303.673 44.523 2.139
2001 1847.642 138.212 0 74.456 27.079 16.754
2002 3783.928 57.942 0 46.775 32.25 6.083
2003 1418.195 55.282 0 28.305 42.241 2.499
2004 1170.46 22.62 0 49.11 54.275 1
2005 987.333 27.262 0 125.275 47.066 2.946
2006 919.179 42.233 0 124.663 44.015 0.3
2007 631.06 63.436 0 79.688 75.817 4.622
2008 707.336 195.481 0 129.717 72.723 5.491
2009 1415.463 80.325 0 146.324 68.555 6.883
2010 1485.673 156.274 0 220.402 94.387 406.6
2011 908.711 126.668 0 263.575 110.903 6.311
2012 1369.128 121.084 0 237.396 129.975 19.104
Singapura
1996 1473.102 0 0 0 0 262.294
1997 1416.469 6701.148 0 0 0 261.69
1998 683.255 6987.626 0 0 0 147.186
1999 1676.918 8177.148 0 0 269.226 154.352
2000 1772.467 9450.127 86.274 0 251.537 159.568
2001 3047.544 11141.13 105.274 0 364.609 151.218
2002 2255.733 12606.59 156.651 0 751.847 128.517
2003 1986.267 13736.75 165.015 0 933.076 205.201
2004 2951.472 12544.55 237.05 0 1093.742 302.043
2005 3766.506 12769.89 129.458 0 1161.418 216.987
2006 4101.471 12773.82 138.251 0 1322.463 195.696
2007 4793.056 13016.5 125.829 0 1223.597 189.464
2008 5941.653 13491.99 181.699 0 1707.2 190.245
2009 4534.797 13856.98 173.049 0 1811.518 287.016
2010 4731.213 16381.02 126.868 0 2709.697 330.672
2011 4160.957 16559.36 108.659 0 2219.434 482.776
2012 4612.353 14761.16 115.724 0 1533.194 473.521
Thailand 1996 37.221 0 0 0 0 0
36
1997 64.618 53.786 0 221.714 0 0
1998 5.128 324.986 0 175.369 0 12.342
1999 15.351 468.581 0 224.409 0 3.461
2000 23.771 826.195 30.722 582.585 0 1.607
2001 152.45 1213.702 66.907 427.275 0 2.223
2002 84.051 320.815 70.231 508.034 0 0.737
2003 150.68 311.658 42.236 494.687 0 4.02
2004 86.386 1175.992 113.819 836.169 0 74.463
2005 134.885 855.79 76.084 1166.939 0 10.381
2006 233.532 1319.99 71.172 997.873 0 2.838
2007 337.692 1546.674 71.901 575.392 0 7.211
2008 524.651 2684.374 51.288 682.578 0 8.032
2009 881.465 1728.789 43.78 874.967 0 18.784
2010 610.806 1599.909 187.474 956.703 0 25.747
2011 591.06 1728.05 199.7 636.152 0 9.777
2012 780.786 1125.663 217.457 369.039 0 13.027
Cina
1996 710.015 0 0 0 0 0
1997 403.219 26.236 0 51.562 0 0
1998 393.462 592.227 0 193.975 0 0
1999 85.763 388.276 0 64.643 2623.53 0
2000 149.647 239.937 4.192 50.779 275.285 0
2001 242.296 360.808 1.622 5.979 118.175 0
2002 44.857 348.302 9.958 86.026 774.761 0
2003 373.036 625.993 11.195 147.16 404.936 0
2004 41.929 933.476 186.318 298.892 193.485 0
2005 79.13 1386.357 319.741 648.21 472.008 0
2006 173.571 1755.097 752.412 1014.661 638.372 0
2007 629.002 1380.549 1821.491 904.203 1846.967 0
2008 454.85 489.117 1400.747 449.852 1411.778 0
2009 389.108 1178.202 1586.396 154.129 661.424 0
2010 1208.722 1721.019 4315.115 455.326 1720.288 0
2011 5911.21 2702.3 4672.002 141.469 2088.911 0
2012 4409.788 1557.903 8947.255 696.444 3188.963 0
37
Lampiran 6 Perhitungan RCA
Negara Tahun Xit Xj Wit Wj RCA
Malaysia
1996 561.342 1109703 7387.179 45584888 3.121498
1997 451.504 1357209 22635.87 71198810 1.046383
1998 134.302 1358453 1552.91 52197191 3.323065
1999 468.818 1335908 2612.024 59349963 7.973905
2000 581.92 1971842 3111.756 80892314 7.671724
2001 1313.144 1778626 3312.432 71559890 15.94962
2002 931.286 2029947 3490.906 76390985 10.03927
2003 1046.305 2363850 5595 85132112 6.734908
2004 1308.479 3016048 7138.623 97689243 5.936915
2005 2452.269 3431300 7973.549 1.07E+08 9.581087
2006 1907.498 4110757 8257.497 1.25E+08 7.051635
2007 2999.228 5096064 9781.988 1.41E+08 8.475446
2008 3435.928 6432552 10712.25 1.57E+08 7.849832
2009 2843.66 6811824 11997.28 1.28E+08 4.463834
2010 3442.164 9362332 16525.13 1.69E+08 3.762277
2011 3523.585 10995847 12660.25 1.93E+08 4.897694
2012 5506.994 11280285 14596.88 2.05E+08 6.853446
Filipina
1996 37.196 688399.2 354.316 26552184 4.049164
1997 33.764 794046.3 648.983 35611436 2.333266
1998 15.449 707371.7 793.428 29520124 0.812575
1999 63.347 694681 1530.167 33068955 1.970708
2000 538.327 819528.9 2002.434 43133204 14.14931
2001 1847.642 814785.1 2791.171 37604989 30.55159
2002 3783.928 778197.2 4642.495 37565290 39.34491
2003 1418.195 944666.1 2062.694 43207720 31.44736
2004 1170.46 1237594 1635.041 48159233 27.85668
2005 987.333 1419120 1493.402 51423033 23.95661
2006 919.179 1405669 1399.227 57210303 26.73641
2007 631.06 1853683 1141.553 61914277 18.46417
2008 707.336 2053611 1484.212 68768979 15.95894
2009 1415.463 2405864 2022.174 57217781 16.64715
2010 1485.673 3180743 2905.733 76339583 12.27125
2011 908.711 3699027 2058.223 84321059 10.06426
2012 1369.128 3707633 2639.112 91612003 12.81864
Singapura
1996 1473.102 4564581 5010.057 79171006 5.099827
1997 1416.469 5467830 10923.17 97103426 2.302916
1998 683.255 5718261 9344.414 78289368 1.001082
1999 1676.918 4930477 11768.51 90111162 2.604234
2000 1772.467 6562377 14603.06 1.19E+08 2.194349
2001 3047.544 5363831 18356.05 1.02E+08 3.14565
38
2002 2255.733 5349084 18509.94 1.04E+08 2.367063
2003 1986.267 5399658 20033.05 1.16E+08 2.136025
2004 2951.472 5999058 19851.62 1.37E+08 3.403364
2005 3766.506 7836585 20999.13 1.68E+08 3.84255
2006 4101.471 8929849 21190.23 1.97E+08 4.260357
2007 4793.056 10501617 24967.61 2.14E+08 3.917989
2008 5941.653 12862045 25067.54 2.48E+08 4.573019
2009 4534.797 10262665 23917.01 2.01E+08 3.71365
2010 4731.213 13723266 37824.34 2.48E+08 2.264499
2011 4160.957 18443890 28600.37 2.93E+08 2.31502
2012 4612.353 17135025 27032.55 2.98E+08 2.964316
Thailand
1996 37.221 822624.7 745.756 46489405 2.820613
1997 64.618 848436 954.226 49921968 3.98451
1998 5.128 942497.8 713.903 34772238 0.265009
1999 15.351 812690.6 948.999 37900129 0.754373
2000 23.771 1026463 1801.966 52392962 0.673334
2001 152.45 1063621 2427.144 49390763 2.916692
2002 84.051 1227352 1761.017 52969637 2.059858
2003 150.68 1392633 1552.023 62519463 4.358491
2004 86.386 1976236 2925.395 79698518 1.190886
2005 134.885 2246459 3037.31 95228543 1.882536
2006 233.532 2701549 3377.815 1.06E+08 2.710628
2007 337.692 3054276 3771.332 1.15E+08 3.377671
2008 524.651 3661252 5557.604 1.34E+08 3.451081
2009 881.465 3233813 5520.789 1.05E+08 5.193379
2010 610.806 4566569 7158.958 1.49E+08 2.783656
2011 591.06 5896687 6277.943 1.75E+08 2.793678
2012 780.786 6635141 5177.669 1.9E+08 4.312824
China
1996 710.015 2057467 26673.7 1.35E+08 1.748692
1997 403.219 2229334 23460.78 1.54E+08 1.186303
1998 393.462 1832031 20589.23 1.45E+08 1.514011
1999 85.763 2008915 34727.72 1.52E+08 0.18668
2000 149.647 2767708 20509.9 2.03E+08 0.535306
2001 242.296 2200670 22585.43 2.13E+08 1.03952
2002 44.857 2902948 27685.06 2.6E+08 0.145063
2003 373.036 3802530 25521.04 3.63E+08 1.396128
2004 41.929 4604733 25822.52 4.71E+08 0.166046
2005 79.13 6662354 57481.52 5.65E+08 0.116654
2006 173.571 8343571 28126.81 6.81E+08 0.503565
2007 629.002 9675513 52217.83 7.94E+08 0.988625
2008 454.85 11636504 48312.76 9E+08 0.728444
2009 389.108 11499327 15753.14 8.49E+08 1.823709
2010 1208.722 15692611 80843.11 1.16E+09 1.101923
39
2011 5911.21 22941005 133930.9 1.39E+09 2.675778
2012 4409.788 21659503 163783.8 1.39E+09 1.729922
Lampiran 7 Variabel-variabel dalam model analisis dampak perjanjian bebas
ACFTA.
Negara Tahun Mijt GDPi GDPj Dist RER COL Macf Xrw Mrw
Malay
sia
1996 9.486121 22.54963 21.12847 3.799839 -7.87169 0 1 0 0
1997 11.37908 22.37875 21.08744 3.793048 -7.90784 0 1 0 0
1998 10.01264 21.00204 20.67813 3.465293 -8.28868 0 1 0 0
1999 9.050968 21.25269 20.76989 3.557512 -8.08263 0 1 0 0
2000 9.408833 21.22417 20.85313 3.727244 -8.0749 0 1 0 0
2001 7.087383 21.06244 20.8583 3.716465 -8.16603 0 1 0 0
2002 10.79331 21.20357 20.91081 3.799781 -7.99079 0 1 0 0
2003 11.4538 21.33239 20.96708 3.888509 -7.86986 0 1 0 0
2004 10.57097 21.34016 21.03271 4.012501 -7.87071 1 1 0 0
2005 11.44863 21.31331 21.08466 4.152757 -7.82995 1 1 0 0
2006 12.34261 21.42471 21.17092 4.278053 -7.77109 1 1 0 0
2007 13.38052 21.48823 21.29695 4.451741 -7.79793 1 1 0 0
2008 13.44189 21.48741 21.37492 4.628555 -7.82607 1 1 0 0
2009 13.31858 21.46381 21.30386 4.495702 -7.82255 1 1 0 0
2010 13.3756 21.6578 21.46554 4.697737 -7.73268 1 1 0 0
2011 12.09483 21.75652 21.56761 4.853513 -7.7402 1 1 0 0
2012 6.597497 21.74903 21.61335 4.90661 -7.77327 1 1 0 0
Filip
ina
1996 0 22.54963 20.81425 4.690141 -5.3396 0 0 0 0
1997 0 22.37875 20.74777 4.684041 -5.40482 0 0 0 0
1998 0 21.00204 20.51693 4.552668 -5.83497 0 0 0 0
1999 5.77018 21.25269 20.5924 4.691913 -5.65526 0 1 0 0
2000 0 21.22417 20.51287 4.667905 -5.59585 0 0 0 0
2001 0 21.06244 20.39827 4.607306 -5.56803 0 0 0 0
2002 0 21.20357 20.42216 4.671986 -5.3855 0 0 0 0
2003 4.189655 21.33239 20.42152 4.702854 -5.2287 0 1 0 0
2004 0 21.34016 20.45302 4.788062 -5.24332 1 0 0 0
2005 0 21.31331 20.51682 4.9085 -5.24182 1 0 0 0
2006 0 21.42471 20.63889 5.078878 -5.23129 1 0 0 0
2007 0 21.48823 20.80907 5.27949 -5.31257 1 0 0 0
2008 0 21.48741 20.8867 5.429899 -5.38245 1 0 0 0
2009 0 21.46381 20.82852 5.399078 -5.39403 1 0 0 0
2010 0 21.6578 20.95748 5.569394 -5.28432 1 0 0 0
2011 0 21.75652 21.03387 5.685202 -5.29274 1 0 0 0
2012 0 21.74903 21.12515 5.79532 -5.37339 1 0 0 0 Sin
gap
u
ra
1996 8.279592 22.54963 20.67102 3.55316 -9.23633 0 1 0 0
1997 7.645722 22.37875 20.75784 3.652344 -9.23075 0 1 0 0
40
1998 6.464788 21.00204 20.68424 3.565076 -9.85818 0 1 0 0
1999 6.440699 21.25269 20.62467 3.45649 -9.55794 0 1 0 0
2000 8.584597 21.22417 20.69856 3.566109 -9.41336 0 1 0 0
2001 7.453868 21.06244 20.66998 3.515056 -9.45761 0 1 0 0
2002 8.668541 21.20357 20.67258 3.508831 -9.32127 0 1 0 0
2003 7.841886 21.33239 20.71801 3.53906 -9.37795 0 1 0 0
2004 9.009996 21.34016 20.83304 3.696997 -9.46565 1 1 0 0
2005 9.01661 21.31331 20.93439 3.818864 -9.40408 1 1 0 0
2006 7.374982 21.42471 21.03246 3.937191 -9.2991 1 1 0 0
2007 9.345717 21.48823 21.16531 4.130723 -9.36492 1 1 0 0
2008 6.933738 21.48741 21.2355 4.189529 -9.44343 1 1 0 0
2009 4.495164 21.46381 21.29081 4.271101 -9.42414 1 1 0 0
2010 8.619543 21.6578 21.40097 4.383386 -9.21445 1 1 0 0
2011 8.813317 21.75652 21.5159 4.503924 -9.24375 1 1 0 0
2012 7.690349 21.74903 21.60958 4.618251 -9.23009 1 1 0 0
Th
ailand
1996 7.866737 22.54963 20.9297 4.810123 -5.46315 0 1 0 0
1997 7.393872 22.37875 20.70271 4.622965 -5.44128 0 1 0 0
1998 0 21.00204 20.31504 4.323649 -5.86895 0 0 0 0
1999 7.990473 21.25269 20.44818 4.415574 -5.70193 0 1 0 0
2000 8.129363 21.22417 20.43559 4.416353 -5.63764 0 1 0 0
2001 2.426103 21.06244 20.35474 4.35599 -5.62184 0 1 0 0
2002 8.611747 21.20357 20.44024 4.449622 -5.48083 0 1 0 0
2003 7.708411 21.33239 20.54406 4.566729 -5.40069 0 1 0 0
2004 8.295843 21.34016 20.6362 4.689917 -5.44015 1 1 0 0
2005 6.961019 21.31331 20.68164 4.778886 -5.42061 1 1 0 0
2006 7.09526 21.42471 20.7912 4.939552 -5.39381 1 1 0 0
2007 6.429149 21.48823 20.9334 5.115699 -5.45654 1 1 0 0
2008 0 21.48741 20.99347 5.214329 -5.45081 1 0 0 0
2009 0 21.46381 20.94112 5.181259 -5.49791 1 0 0 0
2010 0 21.6578 21.0952 5.371307 -5.40611 1 0 0 0
2011 0 21.75652 21.13438 5.451895 -5.4062 1 0 0 0
2012 0 21.74903 21.17805 5.508944 -5.44857 1 0 0 0
Ch
ina
1996 0 22.54963 22.24155 4.474824 -7.06985 0 0 0 0
1997 0 22.37875 22.33339 4.581705 -7.19581 0 0 0 0
1998 0 21.00204 22.4101 4.649481 -7.84855 0 0 0 0
1999 2.940882 21.25269 22.48363 4.710201 -7.57687 0 1 0 0
2000 2.344389 21.22417 22.56457 4.811259 -7.56609 0 1 0 0
2001 3.288728 21.06244 22.64447 4.911476 -7.64256 0 1 0 0
2002 2.975439 21.20357 22.73141 5.004409 -7.44742 0 1 0 0
2003 5.111988 21.33239 22.82694 5.12549 -7.34648 0 1 0 0
2004 4.240355 21.34016 22.92305 5.288581 -7.34949 0 1 0 0
2005 3.298027 21.31331 23.04022 5.444203 -7.2996 0 1 0 0
41
2006 3.77655 21.42471 23.1869 5.628246 -7.2328 0 1 0 0
2007 3.612565 21.48823 23.36632 5.881273 -7.28205 0 1 0 0
2008 0 21.48741 23.54941 6.139126 -7.33891 0 0 0 0
2009 0 21.46381 23.65426 6.237897 -7.4161 0 0 0 0
2010 0.833016 21.6578 23.76241 6.410323 -7.26921 0 1 0 0
2011 1.934966 21.75652 23.89802 6.621084 -7.28307 0 1 0 0
2012 0 21.74903 23.99628 6.737643 -7.35706 0 0 0 0
Am
erika S
erikat
1996 7.574663 22.54963 25.38194 6.44371 -9.58482 0 0 1 1
1997 7.649456 22.37875 25.42583 6.504571 -9.7206 0 0 1 1
1998 7.669327 21.00204 25.46936 6.558897 -10.3985 0 0 1 1
1999 7.057287 21.25269 25.51669 6.620405 -10.1649 0 0 1 1
2000 4.406157 21.22417 25.55678 6.682964 -10.1789 0 0 1 1
2001 4.915362 21.06244 25.56623 6.715059 -10.2736 0 0 1 1
2002 0 21.20357 25.58383 6.747915 -10.1082 0 0 1 0
2003 6.866933 21.33239 25.61135 6.795228 -9.99473 0 0 1 1
2004 7.920257 21.34016 25.64863 6.859549 -10.0056 0 0 1 1
2005 7.880794 21.31331 25.68159 6.924082 -9.96597 0 0 1 1
2006 7.442938 21.42471 25.70792 6.980677 -9.86598 0 0 1 1
2007 7.505447 21.48823 25.72565 7.02461 -9.84531 0 0 1 1
2008 0 21.48741 25.72275 7.041049 -9.80676 0 0 1 0
2009 4.381566 21.46381 25.69432 7.020292 -9.867 0 0 1 1
2010 0 21.6578 25.71908 7.057087 -9.68272 0 0 1 0
2011 0 21.75652 25.73739 7.094839 -9.63998 0 0 1 0
2012 0 21.74903 25.7648 7.139582 -9.68365 0 0 1 0
Jepan
g
1996 7.184089 22.54963 24.4836 5.834407 -4.4449 0 0 1 1
1997 8.65589 22.37875 24.39303 5.749774 -4.47902 0 0 1 1
1998 7.297952 21.00204 24.29404 5.650236 -5.06728 0 0 1 1
1999 9.213071 21.25269 24.43114 5.774515 -4.93407 0 0 1 1
2000 9.231497 21.22417 24.50889 5.839708 -4.9625 0 0 1 1
2001 8.998398 21.06244 24.39224 5.711011 -4.91096 0 0 1 1
2002 8.949441 21.20357 24.36387 5.667017 -4.68346 0 0 1 1
2003 9.639066 21.33239 24.45897 5.744828 -4.62651 0 0 1 1
2004 10.58412 21.34016 24.55141 5.823644 -4.67985 0 0 1 1
2005 9.4771 21.31331 24.54581 5.805453 -4.57827 0 0 1 1
2006 7.84674 21.42471 24.50889 5.757258 -4.40629 0 0 1 1
2007 9.128011 21.48823 24.51814 5.757159 -4.33866 0 0 1 1
2008 8.739544 21.48741 24.63807 5.864345 -4.43389 0 0 1 1
2009 7.25124 21.46381 24.6807 5.901971 -4.55471 0 0 1 1
2010 0 21.6578 24.79005 5.989437 -4.41512 0 0 1 1
2011 7.662272 21.75652 24.87951 6.059938 -4.43459 0 0 1 1
2012 7.408915 21.74903 24.89891 6.070552 -4.4585 0 0 1 1 Au
s
trali
a 1996 0 22.54963 22.58851 5.198244 -8.47447 0 0 1 1
42
1997 0 22.37875 22.65763 5.280087 -8.53758 0 0 1 1
1998 0 21.00204 22.5654 5.193109 -9.04768 0 0 0 0
1999 0 21.25269 22.52351 5.166077 -8.83071 0 0 1 0
2000 0 21.22417 22.5484 5.231618 -8.76039 0 0 1 0
2001 0 21.06244 22.42133 5.139429 -8.7565 0 0 1 1
2002 0 21.20357 22.43505 5.18031 -8.64335 0 0 1 1
2003 0 21.33239 22.57339 5.348446 -8.71216 0 0 1 0
2004 0 21.34016 22.81402 5.621465 -8.84199 0 0 1 1
2005 0 21.31331 22.89295 5.744823 -8.83172 0 0 1 1
2006 0 21.42471 22.92012 5.819523 -8.72882 0 0 1 1
2007 0 21.48823 23.01071 5.952599 -8.80202 0 0 1 1
2008 0 21.48741 23.15916 6.164613 -8.79515 0 0 1 1
2009 0 21.46381 23.02593 6.034479 -8.78407 0 0 1 1
2010 0 21.6578 23.18287 6.243193 -8.77266 0 0 1 1
2011 0 21.75652 23.33809 6.437656 -8.84648 0 0 1 0
2012 0 21.74903 23.44404 6.537433 -8.89802 0 0 1 1
Peran
cis
1996 0 22.54963 23.61265 6.276523 -9.2314 0 0 1 0
1997 0 22.37875 23.50243 6.175388 -9.2301 0 0 1 1
1998 0 21.00204 23.52492 6.208176 -9.88408 0 0 1 0
1999 0 21.25269 23.51465 6.19967 -9.59244 0 0 1 0
2000 0 21.22417 23.40548 6.1061 -9.44505 0 0 1 0
2001 0 21.06244 23.39451 6.115083 -9.50978 0 0 1 0
2002 0 21.20357 23.45414 6.196644 -9.39087 0 0 1 0
2003 0 21.33239 23.64485 6.407133 -9.46372 0 0 1 0
2004 0 21.34016 23.7654 6.544287 -9.5613 0 0 1 0
2005 0 21.31331 23.78505 6.582876 -9.50428 0 0 1 0
2006 0 21.42471 23.81813 6.637144 -9.40779 0 0 1 0
2007 0 21.48823 23.92784 6.772396 -9.46172 0 0 1 0
2008 0 21.48741 23.99493 6.864591 -9.49557 0 0 1 0
2009 0 21.46381 23.90995 6.786735 -9.4939 0 0 1 0
2010 0 21.6578 23.87276 6.759113 -9.26489 0 0 1 0
2011 0 21.75652 23.94689 6.846031 -9.26646 0 0 1 0
2012 0 21.74903 23.86981 6.784133 -9.22863 0 0 1 0
Jerman
1996 0 22.54963 23.97412 5.79749 -15.7536 0 0 1 0
1997 0 22.37875 23.85007 5.675562 -15.9397 0 0 1 0
1998 0 21.00204 23.85183 5.685222 -17.7373 0 0 1 0
1999 0 21.25269 23.82677 5.66335 -17.4852 0 0 1 0
2000 0 21.22417 23.71391 5.541408 -17.5205 0 0 1 0
2001 0 21.06244 23.70101 5.538484 -17.8209 0 0 1 0
2002 5.427025 21.20357 23.75168 5.603172 -17.8798 0 0 1 1
2003 5.111988 21.33239 23.92956 5.792079 -18.04 0 0 1 1
2004 5.643959 21.34016 24.0319 5.909697 -18.2612 0 0 1 1
43
2005 0 21.31331 24.04187 5.924231 -18.5239 0 0 1 0
2006 0 21.42471 24.0887 5.972395 -18.5524 0 0 1 0
2007 0 21.48823 24.20914 6.107848 -18.7269 0 0 1 0
2008 0 21.48741 24.28508 6.194228 -18.9702 0 0 1 0
2009 0 21.46381 24.17988 6.100119 -19.0219 0 0 1 0
2010 0 21.6578 24.16343 6.095462 -18.9261 0 0 1 0
2011 0 21.75652 24.25093 6.194553 -18.9983 0 0 1 0
2012 0 21.74903 24.18263 6.138752 -19.0497 0 0 1 0
Ingg
ris
1996 0 22.54963 23.55448 5.499904 -9.44615 0 0 1 0
1997 0 22.37875 23.64533 5.608381 -9.63121 0 0 1 0
1998 0 21.00204 23.69191 5.673844 -10.319 0 0 1 0
1999 0 21.25269 23.69745 5.700825 -10.045 0 0 1 0
2000 0 21.22417 23.6732 5.684525 -9.96683 0 0 1 0
2001 0 21.06244 23.64493 5.678831 -10.007 0 0 1 0
2002 0 21.20357 23.70802 5.766299 -9.87083 0 0 1 0
2003 0 21.33239 23.83229 5.912001 -9.83748 0 0 1 0
2004 0 21.34016 23.97813 6.081194 -9.94558 0 0 1 0
2005 0 21.31331 24.003 6.12547 -9.88389 0 0 1 0
2006 0 21.42471 24.04208 6.192788 -9.80146 0 0 1 0
2007 0 21.48823 24.15963 6.333117 -9.84467 0 0 1 0
2008 0 21.48741 24.06717 6.272039 -9.75233 0 0 1 0
2009 0 21.46381 23.84851 6.075405 -9.64884 0 0 1 0
2010 0 21.6578 23.85246 6.109929 -9.47317 0 0 1 0
2011 0 21.75652 23.91083 6.191144 -9.48195 0 0 1 0
2012 0 21.74903 23.8933 6.188257 -9.51976 0 0 1 0 Italia
1996 0 22.54963 23.48293 5.588363 -9.15605 0 0 1 0
1997 0 22.37875 23.40268 5.533421 -9.19436 0 0 1 0
1998 0 21.00204 23.3978 5.554819 -9.85358 0 0 1 0
1999 0 21.25269 23.36653 5.541336 -9.56607 0 0 1 0
2000 0 21.22417 23.25711 5.45117 -9.42821 0 0 1 0
2001 0 21.06244 23.24642 5.46885 -9.50041 0 0 1 0
2002 0 21.20357 23.30129 5.555306 -9.38872 0 0 1 1
2003 0 21.33239 23.48258 5.767309 -9.46307 0 0 1 0
2004 0 21.34016 23.59517 5.903529 -9.56127 0 0 1 0
2005 0 21.31331 23.60598 5.932353 -9.50802 0 0 1 0
2006 0 21.42471 23.63645 5.979753 -9.41553 0 0 1 0
2007 0 21.48823 23.74026 6.107018 -9.46963 0 0 1 0
2008 0 21.48741 23.79652 6.188304 -9.51513 0 0 1 0
2009 0 21.46381 23.687 6.099453 -9.51445 0 0 1 0
2010 0 21.6578 23.6498 6.066129 -9.28657 0 0 1 0
2011 0 21.75652 23.70881 6.138409 -9.29787 0 0 1 0
2012 0 21.74903 23.6071 6.052676 -9.27054 0 0 1 0
44
Belan
da
1996 0 22.54963 22.39667 5.570412 -9.17426 0 0 1 0
1997 0 22.37875 22.2924 5.492196 -9.16881 0 0 1 0
1998 0 21.00204 22.31431 5.533041 -9.8288 0 0 0 0
1999 0 21.25269 22.31831 5.55468 -9.54337 0 0 1 0
2000 0 21.22417 22.21165 5.488414 -9.40716 0 0 1 0
2001 0 21.06244 22.20158 5.528076 -9.50738 0 0 1 1
2002 0 21.20357 22.25272 5.616756 -9.39833 0 0 1 0
2003 0 21.33239 22.43783 5.823417 -9.4635 0 0 1 0
2004 0 21.34016 22.55537 5.948256 -9.55063 0 0 1 0
2005 0 21.31331 22.57717 5.994053 -9.4967 0 0 1 0
2006 0 21.42471 22.61926 6.05367 -9.40042 0 0 1 0
2007 0 21.48823 22.74483 6.197556 -9.44243 0 0 1 0
2008 0 21.48741 22.83062 6.304402 -9.48118 0 0 1 0
2009 0 21.46381 22.74024 6.214995 -9.47663 0 0 1 0
2010 0 21.6578 22.70111 6.184079 -9.24629 0 0 1 0
2011 0 21.75652 22.76458 6.258821 -9.24785 0 0 1 0
2012 0 21.74903 22.67481 6.182089 -9.22338 0 0 1 0
45
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Jakarta, pada Tanggal 2 Mei 1993 dengan nama
lengkap Nicco Andrian. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara
pasangan Nurdaiman dan Sri Suryati. Penulis menamatkan Sekolah Menengah di
SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2010.
Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih
tinggi dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk
IPB (USMI) dan memilih Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam
kepanitiaan baik dalam tingkat departemen, fakultas maupun kampus. Penulis
juga aktif dalam kegiatan organisasi baik dalam departemen maupun kampus
yaitu aktif dalam Himpunan Profesi jurusan (HIPOTESA 2012/2013) sebagai
staff DNA dan IDC (IPB Debating Community). Selama menjadi mahasiswa
penulis aktif dan sempat menjuarai beberapa lomba di tingkat departemen,
kampus IPB maupun Nasional baik karya tulis dan artikel ilmiah maupun debat
bidang bahasa Inggris. Penulis pernah dinobatkan sebagai Young Economist Icon
pada tahun 2012. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif di tingkat kota
Bogor dengan menjadi Duta Pariwisata Kota Bogor 2013.
top related