chapter ii
Post on 09-Aug-2015
63 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencegahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses,
cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan
demikian, pencegahan merupakan tindakan. Pencegahan identik dengan perilaku.
2.2. Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah suatu respons
seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua
unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi
manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif
(tindakan yang nyata atau practise), sedangkan stimulus atau rangsangan di sini
terdiri 4 unsur pokok, yakni : sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan
lingkungan. Dengan demikian secara lebih rinci perilaku kesehatan itu mencakup :
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan memersepsi penyakit dan
rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang
dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit
dan penyakit ini dibagi sesuai dengan tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit,
yakni :
Universitas Sumatera Utara
a. Perilaku berhubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
(health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah
raga dan sebagainya.
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respons
untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu
untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan sebagainya.
Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit-penyakit kepada
orang lain.
2. Perilaku sehubungan dengan pencaharian pengobatan (health seeking behavior),
yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan.
3. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation
behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan
kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.
4. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap
sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun
tradisional
5. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
6. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah
respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri.
7.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Domain Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2005), meskipun perilaku adalah bentuk respons atau
reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam
memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari
orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi
beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda.
2.2.2. Determinan Perilaku
Faktor penentu ada determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal ataupun eksternal
(lingkungan). Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan
refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak,
minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku
dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green dan WHO (World Health
Organization) (Notoatmodjo, 2003).
1. Teori Lawrence Green
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor
perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan
atau terbentuk dari 3 faktor.
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban,
dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
2. Teori WHO
Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabakan seseorang itu
berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok, yaitu pemikiran dan
perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi, sumber-sumber
atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku, dan kebudayaan
masyarakat. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi,
sikap, kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (kesehatan).
2.3. Konsep Balita
Perkembangan seorang anak secara umum digambarkan melalui periode-
periode. Salah satunya adalah periode Bawah Lima Tahun (BALITA) merupakan
salah satu periode manusia setelah bayi sebelum anak-anak awal. Rentang usia balita
dimulai dari 1 sampai 5 tahun. Periode usia ini disebut juga periode usia prasekolah.
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena pada masa
ini pertumbuhan dasar yang memengaruhi dan menentukan perkembangan anak
selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,
Universitas Sumatera Utara
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan bagi perkembangan selanjutnya (Djaeni, 2000).
2.4. Pengetahuan (knowledge)
Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa
pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Menurut Setiawati (2008), pengetahuan adalah hasil proses pembelajaran
dengan melibatkan indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap.
Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil
keputusan dan dalam berperilaku.
2.5. Faktor Sosial Ekonomi
Fungsi sosial ekonomi meliputi keadaan penduduk di suatu masyarakat
(jumlah, umur, distribusi seks, dan geografis), keadaan keluarga (besarnya, hubungan,
jarak kelahiran) dan tingkat pendidikan. Faktor ekonomi meliputi pekerjaan,
pendapatan keluarga, dan pengeluaran (Supariasa, 2001).
Tingkat pendidikan juga termasuk dalam faktor ini. Tingkat pendidikan
berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan
kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli
makanan (Hartriyanti, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-
unsur pendidikan, yakni : a) input adalah sasaran pendidikan, b) proses (upaya yang
direncakan untuk memengaruhi orang lain, c) out put (melakukan apa yang
diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Soetjiningsih (1995), pendidikan orang tua merupakan salah satu
faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang
baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar, terutama tentang
cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya,
pendidikannya dan sebagainya.
2.5.2. Pekerjaan
Bagi perkerja wanita, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah tangga
yang sulit lepas begitu saja dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai beban dan
hambatan lebih berat dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus lebih dulu
mengatasi urusan keluarga, suami, anak, dan hal-hal yang menyangkut masalah
rumah tangganya.
Pada kenyataannya banyak wanita yang tidak cukup mampu mengatasi
hambatan itu, sekalipun mereka mempunyai kemampuan teknis yang cukup tinggi
jika mereka tidak mampu menyeimbangkan peran gandanya tersebut akhirnya mereka
akan keteteran. Akan tetapi bukan berarti wanita yang tidak bekerja merupakan
Universitas Sumatera Utara
jaminan bahwa anak-anaknya akan menjadi lebih baik dibanding dengan anak-anak
dari wanita yang bekerja (Anoraga, 1998).
2.5.3. Pendapatan
Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang
tak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Rendahnya pendapatan
itu mungkin disebabkan menganggur atau setengah menganggur karena susahnya
memperoleh lapangan kerja-tetap sesuai dengan yang diinginkan (Sayogya, 1994).
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak
karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak-anak baik yang primer
maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 1995).
2.5.4. Jumlah Anak
Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya
cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima
anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlalu dekat. Sedangkan pada keluarga dengan
keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan
selain berkurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer
seperti makanan, sandang, dan perumahanpun tidak terpenuhi (Soetjiningsih, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Gizi
2.6.1. Pengertian Gizi
Istilah gizi berasal dari bahasa Arab ”giza” yang berarti zat makanan; dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan atau zat
gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi (Irianto, 2007).
Menurut Supariasa (2001), gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari
organ-organ, serta menghasilkan energi.
2.6.2. Penyakit-Penyakit Gizi
1. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)
Penyebab langsung dari KKP adalah defisiensi kalori maupun protein
dengan dengan berbagai tekanan, sehingga terjadi spektrum gejala-gejala dengan
berbagai nuansa dan melahirkan klasifikasi klinik yang telah disebutkan di atas.
Penyebab tak langsung KKP sangat banyak, sehingga penyakit ini disebut juga
sebagai penyakit dengan causa multifactorial (Sediaoetama, 1993)
2. Penyakit Kegemukan (Obesitas)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan
kebutuhan energi, yaitu konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan
kebutuhan atau pemakaian energi. Akibat dari obesitas ini, para penderitanya
Universitas Sumatera Utara
cenderung menderita penyakit-penyakit: kardio-vaskuler, hipertensi, dan diabetes
mellitus (Notoatmodjo, 2003).
3. Anemia (Penyakit Kurang Darah)
Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak
seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh. Program penanggulangan anemia
besi, khususnya untuk ibu hamil sudah dilakukan melalui pemberian Fe secara
cuma-cuma melalui puskesmas atau posyandu. Akan tetapi karena masih
rendahnya pengetahuan sebagian besar ibu-ibu hamil, maka program ini tampak
berjalan lambat (Almatsier, 2003).
4. Xerophthalmia (Defisiensi Vitamin A)
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam
tubuh. Program penanggulangan xerophthalmia ditujukan pada anak balita
dengan pemberian vitamin A secara cuma-cuma melalui puskesmas dan atau
posyandu (Irianto, 2007).
5. Penyakit Gondok Endemik
Zat Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan
komponen dari hormon Thyroxin. Terapi penyakit ini pada penderita dewasa
umumnya tidak memuaskan. Oleh sebab itu, penanggulangan yang paling baik
adalah pencegahan, yaitu dengan memberikan dosis iodium kepada para ibu hamil
(Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Penyebab Masalah Gizi
Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi
kesejahteraan per orangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya
kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berkaitan erat
dengan masalah pangan (Baliwati, 2004).
Malnutrition (gizi salah, malnutrisi) adalah keadaan patologis akibat
kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi
(Supariasa, 2001).
2.6.4. Gizi buruk
Gizi buruk adalah keadaan di mana asupan zat gizi sangat kurang dari
kebutuhan tubuh.
Adapun klasifikasi gizi buruk adalah sebagai berikut:
1. Kwashiorkor
Dengan gejala klinis:
a. Pertumbuhan dan mental mundur, perkembangan mental apatis
b. Edema
c. Otot menyusut (kurus)
d. Depigmentasi rambut dan kulit
e. Karakteristik di kulit : timbul sisik, gejala kulit itu disebut dengan flaky paint
dermatosis
f. Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam hati yang reversible
Universitas Sumatera Utara
g. Atropi dari kelenjar Acini dari pankreas sehingga produksi enzim untuk
merangsang aktivitas enzim untuk mengeluarkan juice duodenum terhambat ,
diare
h. Anemia moderat
i. Masalah diare dan infeksi menjadi komponen gejal klinis
j. Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupan sintesis
plasma protein pengikat retinol sehingga sering kali timbul gejala kebutaan
yang tetap/permanen (Departemen gizi, 2007).
2. Marasmus
Dengan gejala klinis:
a. Kurus kering
b. Tampak hanya tulang dan kulit
c. Otot dan lemak bawah kulit atropi
d. Wajah seperti orang tua
e. Berkerut/keriput
f. Layu dan kering
g. Diare umum terjadi (Ditjenkes RI, 2007).
3. Kwashiorkor-marasmus
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median World Health
Organization-National Centre for Health Statistics (WHO-NCHS) disertai edema
yang tidak mencolok (Depkes RI, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.6.5. Penilaian Status Gizi Balita
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah
WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status
gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan WHO-NCHS. Pada
Loka Karya Antropometri tahun 1975 telah diperkenalkan baku Harvard.
Berdasarkan Semi Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan
penggunaan baku rujukan WHO-NCHS.
Berdasarkan baku harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu:
1. Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2. Gizi baik untuk well nourished
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM
(Protein Calori Malnutrition)
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiokor dan
kwasiokor.
Dalam klasifikasi status gizi menurut Rekomendasi lokakarya Antropometri,
1975 serta Puslitbang Gizi, 1978 digunakan lima macam indeks yaitu: BB/U, TB/U,
LLA/U, BB/TB, dan LLA/TB. Baku yang digunakan adalah Harvard. Garis baku
adalah persentil 50 baku Harvard.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Menurut Rekomendasi Lokakarya
Antropometri 1975 Dan Puslitbang Gizi 1978.
Kategori BB/U*) TB/U*) LLA/U BB/TB*) LLA/TB
Gizi baik 100-80% 100-95% 100-85% 100-90% 100-85%
Gizi kurang < 80-60% < 95-85% < 85-70% < 90-70% < 85-75%
Gizi buruk**) < 60% < 85% < 70% < 70% < 75%
*) Garis baku adalah persentil 50 baku Harvard
**) Kategori gizi buruk termasuk marasmus, marasmik-kwashiokor dan kwashiokor.
Adapun cara yang dilakukan untuk menilai status gizi anak usia 0-5 tahun
adalah dengan menggunakan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Indeks LLA/U
digunakan pada anak usia ½-5 tahun dan 6-17 tahun dan LLA/TB pada anak usia 1-
10 tahun. Setiap indeks tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-
masing (Irianto, 2007).
2.6.6. Upaya Pencegahan Gizi Buruk
Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai
upaya pencegahan terjadinya gizi buruk/KEP berat di tingkat rumah tangga yaitu:
1. Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan
untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya
2. Ibu memberikan hanya ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan
3. Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun
4. Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran
pemberian makanan
5. Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggota keluarga lainnya
Universitas Sumatera Utara
6. Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita mengalami
sakit atau gangguan pertumbuhan
7. Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas.
2.6.7. Upaya Perbaikan Gizi di Indonesia
Kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) merupakan salah satu
program gizi yang sedang dan telah dilaksanakan di Indonesia. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan UPGK mempunyai beberapa kegiatan yang pada
hakikatnya merupakan satu paket, yaitu menyangkut :
1. Penimbangan bulanan anak balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS).
2. Pendidikan gizi dan kesehatan bagi ibu-ibu dari anak balita tersebut.
3. Demonstrasi memasak makanan yang memenuhi persyaratan gizi baik atau
pemberian makanan tambahan yang bergizi tinggi kepada anak balita, terutama
yang menderita gizi buruk.
4. Mengembangkan intensifikasi pemanfaatan lahan pekarangan untuk
memproduksi bahan pangan bernilai gizi tinggi maupun untuk tanaman obat
tradisional (apotek hidup).
5. Pemberian paket pertolongan gizi untuk mereka yang memerlukan, yang terdiri
dari vitamin A dosis tinggi, tablet besi, garam oralit dan garam beryodium
(Suhardjo, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep
Pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga terhadap pencegahan
gizi buruk pada balita di Desa Sikalondang Kecamatan Simpang Kiri Kota
Subulussalam Tahun 2010 digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel
penelitian sebagai berikut:
1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).
2. Sosial ekonomi adalah suatu konsep, dan untuk mengukur sosial ekonomi
keluarga misalnya, harus melalui variabel-variabel: tingkat pendidikan, pekerjaan
dan pendapatan keluarga itu (Notoatmodjo, 2005).
3. Tindakan adalah pelaksanaan atau mempraktikkan apa yang diketahui ataupun
disikapinya (Notoatmodjo, 2003).
1. Pengetahuan Ibu
2. Sosial Ekonomi Keluarga
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pendapatan
- Jumlah anak
Pencegahan
Gizi Buruk pada
Balita
Universitas Sumatera Utara
2.8. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh pengetahuan ibu terhadap pencegahan gizi buruk pada balita.
2. Ada pengaruh sosial ekonomi keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
jumlah anak) terhadap pencegahan gizi buruk pada balita.
Universitas Sumatera Utara
top related