chapter ii 17
Post on 04-Feb-2018
260 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 Chapter II 17
1/18
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
2.1.1 Definisi
Lupusberasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala,
sedangkan erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Istilah
lupus erythematosus pernah digunakan pada zaman Yunani kuno untuk menyatakansuatu penyakit kulit kemerahan di sekitar pipi yang disebabkan oleh gigitan anjing
hutan.12
Lupus erythematosus (LE) terdiri dari Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
dan Discoid Lupus Erythematosus (DLE). Berbeda dengan DLE yang hanya akan
menunjukkan manifestasi pada kulit, SLE merupakan tipe LE yang juga dapat
menunjukkan manifestasi pada organ tertentu selain pada kulit.13
Menurut para ahli
reumatologi Indonesia, SLE adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan
adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan
disregulasi sistem imun, sehingga terjadi kerusakan pada beberapa organ tubuh.
Perjalanan penyakit SLE bersifat eksaserbasi yang diselingi periode sembuh. Pada
setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda.
Beratnya penyakit SLE dapat bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai
penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi
yang muncul dan organ yang terlibat.14
2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa faktor
predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Diantara
beberapa faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum diketahui faktor yang
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
2/18
paling dominan berperan dalam timbulnya penyakit ini.15
Berikut ini beberapa faktor
predisposisi yang berperan dalam timbulnya penyakit SLE:
1. Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga timbul
produk autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk menderita SLE
telah ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak
kembar dizigot berisiko menderita SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko
terjadinya SLE adalah 58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki
saudara dengan penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasiumum.
15,1
Studi mengenai genome telah mengidentifikasi beberapa kelompok gen yang
memiliki korelasi dengan SLE. MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas II
khususnyaHLA- DR2 (Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan
timbulnya SLE. Selain itu, kekurangan pada struktur komponen komplemen
merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan SLE. Sebanyak
90% orang dengan defisiensi C1q homozigot akan berisiko menderita SLE. Di
Kaukasia telah dilaporkan bahwa defisiensi varian S dari struktur komplemen
reseptor 1, akan berisiko lebih tinggi menderita SLE.15,1
2. Faktor Imunologi
Pada LE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun, yaitu :
a. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen Presenting
Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus, beberapa
reseptor yang berada di permukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun
fungsinya sehingga pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini
menyebabkan reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan salah mengenali
perintah dari sel T.16
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
3/18
-
7/21/2019 Chapter II 17
4/18
c. Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah memilikikecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon imun tubuh akan
terganggu ketika seseorang dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak akan
mencetuskan SLE pada seseorang yang sistem autoantibodinya tidak ada gangguan
sejak awal.17,18
d. Obat-obatan
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE). Jenis obat yang dapat
menyebabkan DILE diantaranya kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid,
dan isoniazid.17,19
2.1.3 Gambaran Klinis
SLE adalah penyakit autoimun multisistem yang dapat bersifat eksaserbasi
dan remisi. Penyakit ini menyerang berbagai macam organ seperti kulit, ginjal,
muskuloskeletal, saraf, kardiovaskular, serta rongga mulut.
15,20
Sebanyak 50-70% pasien SLE mengalami gangguan pada ginjalnya.
Keterlibatan ginjal merupakan penyebab utama tingginya morbiditas dan mortalitas
pada populasi ini. Secara klinis, penyakit ginjal pada SLE berawal dari proteinuria
asimtomatik yang kemudian berkembang dengan cepat menjadi glomerulonefritis
progresif disertai dengan gagal ginjal.15
Sekitar 95% pasien SLE dapat menunjukkan manifestasi pada
muskuloskeletal. Arthralgia, deformitas sendi, kelainan sendi temporomandibular dan
nekrosis avaskular telah dilaporkan terjadi pada pasien SLE.15
Pada kulit, manifestasi SLE disebut juga lupus dermatitis. Lupus dermatitis
dapat dibagi menjadi discoid lupus erythematosus (DLE) dan subacute cutaneous
lupus erythematosus (SCLE). Kebanyakan gambaran klinis SLE pada kulit berupa
lesi diskoid yang umum bersifat fotosensitif, eritema sedikit meninggi, bersisik, pada
wajah bagian pipi dan sekitar hidung yang disebut buterfly rashkarena membentuk
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
5/18
-
7/21/2019 Chapter II 17
6/18
peningkatan trombosis pada SLE dipengaruhi oleh adanya kelainan pada fibrinolisis,
protein antikoagulan (protein S), dan adanya antibodi antifosfolipid. SSP dantrombosis vena dengan emboli paru adalah penyebab utama morbiditas pada pasien
SLE. Sebagai pencegahan pasien SLE membutuhkan antikoagulan tingkat tinggi.15,22
2.1.4 Diagnosa
Diagnosis penyakit SLE sangat sulit untuk ditegakkan. Selain dapat
menimbulkan kerusakan beberapa organ dalam, gejala dari penyakit ini juga terlihat
sangat bervariasi dan tidak sama pada setiap penderita. Gejala yang dapat timbul
berupa demam berkepanjangan, foto sensitifitas, perubahan berat badan, kelenjar
limfe yang membengkak, dan terjadi perubahan terhadap beberapa organ vital
lainnya. SLE pada tahap awal, seringkali memberikan gambaran seperti penyakit lain
misalnya artritis reumatoid, gelomerulonefritis, anemia, dermatitis, dan sebagainya.
Oleh karena itu, ketepatan diagnosis dan deteksi dini penyakit SLE penting untuk
diperhatikan, mengingat gejala penyakit ini sama dengan penyakit lain.14,23
Pada tahun 1982,American Collage Of Rheumatology membuat suatu kriteria
yang dapat menjamin akurasi diagnosis lupus yaitu sampai ketepatan 98% dan pada
tahun 1997 telah di revisi. Tabel 1 merupakan tabel kriteria SLE yang telah direvisi.14
Tabel 1. Kriteria Systemic Lupus Erythematosus (SLE) revisi tahun 1997.14
Kriteria Definisi
1.Butterfly Rash Terdapat eritema, datar, atau meninggi yang cenderungtidak mengenai lipatan nasolabial.
2.Discoid Rash Bercak eritema menonjol dengan skuama keratosis dan
sumbatan folikel, parut atrofi dapat muncul pada lesi yang
sudah lama timbul.
3.Fotosensitivitas Ruam yang timbul setelah terpapar sinar ultraviolet A dan B
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
7/18
Kriteria Definisi
4. Ulser Mulut Ulserasi rekuren yang terjadi pada orofaring, biasanya tidak
nyeri jika sudah kronis.
5.Arthtritis Radang di persendian yang mengenai dua atau lebih
persendian perifer dengan rasa sakit disertai pembengkakan
6.Serositis Radang pada garis paru-paru, disebut jugapleuraatau pada
jantung disebut jugapericardium
7.
Kelainan Ginjal Proteinuria persisten >0,5 g/dL atau 3+ atau endapan tidaknormal dalam urin terlihat dengan bantuan mikroskop
8.Kelainan Saraf Kejang-tanpa adanya gangguan akibat obat atau gangguan
metabolik yang diketahui.
9.Kelainan Darah Anemia hemolitik disertai retikulosis; leukopenia -
-
7/21/2019 Chapter II 17
8/18
tidak terlihat manifestasi klinis, maka belum tentu juga SLE, sehingga hal ini
memerlukan observasi jangka panjang.14,1
2.1.5 Terapi
Terapi SLE sebaiknya dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan
agar tujuan terapi dapat tercapai.14,15
Berikut pilar terapi SLE :
a. Edukasi dan Konseling
Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat dibutuhkan oleh
pasien SLE dengan tujuan agar para pasien dapat hidup mandiri. Beberapa hal perlu
diketahui oleh pasien SLE, antara lain perubahan fisik yang akan dialami, perjalanan
penyakit, cara mencegah dan mengurangi kekambuhan seperti melindungi kulit dari
paparan sinar matahari secara langsung, memperhatikan jika terjadi infeksi, dan
perlunya pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, displidemia atau
terjadinya osteoporosis.14
b. Program Rehabilitasi
Secara garis besar pelaksanaan program rehabilitasi yang dilakukan oleh
pasien SLE, antara lain: istirahat yang cukup, sering melakukan terapi fisik, terapi
dengan modalitas, kemudian melakukan latihan ortotik, dan lain-lain.14
c. Terapi Medikasi
Jenis obat-obatan yang digunakan untuk terapi SLE terdiri dari NSAID ( Non
Steroid Anti-Inflamation Drugs), antimalaria, steroid, imunosupresan dan obat terapi
lain sesuai manifestasi klinis yang dialami.14,24
1.
NSAID( Non Steroid Anti-Inflamation Drugs
)NSAID dapat digunakan untuk mengendalikan gejala SLE pada tingkatan
yang ringan, seperti menurunkan inflamasi dan rasa sakit pada otot, sendi dan
jaringan lain. Contoh obat : aspirin, ibuprofen, baproxen dan sulindac. Obat-obatan
tersebut dapat menimbulkan efek samping, yaitu pada saluran pencernaan seperti
mual, muntah, diare dan perdarahan lambung.14,24
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
9/18
2. Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalampengendalian lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah atau tinggi sesuai
tingkat keparahan penyakit untuk pengendalian penyakit. Penggunaan kortikosteroid
dapat dilakukan secara oral, injeksi pada sendi, dan intravena. Contoh :
Metilprednisolon. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian dosis yang tinggi,
namun tidak disertai kontrol dan dalam waktu yang lama.14,24
Beberapa efek samping
dari mengonsumsi kortikosteroid terdiri dari meningkatkan berat badan, penipisan
kulit, osteoporosis, meningkatnya resiko infeksi virus dan jamur, perdarahan
gastrointestinal, memperberat hipertensi dan moon face.14,24
3. Antimalaria
Antimalaria yang dapat digunakan untuk terapi SLE terdiri dari
hydroxychloroquinon dan kloroquin. Hydroxychloroquinon lebih sering digunakan
dibanding kloroquin karena resiko efek samping pada mata lebih rendah. Obat
antimalaria efektif untuk SLE dengan gejala fatique, kulit, dan sendi. Baik untuk
mengurangi ruam tanpa meningkatkan penipisan pembuluh darah. Toksisitas pada
mata berhubungan dengan dosis harian dan kumulatif, sehingga selama dosis tidak
melebihi, resiko tersebut sangat kecil. Pasien dianjurkan untuk memeriksakan
ketajaman visual setiap enam bulan untuk identifikasi dini kelainan mata selama
pengobatan.14,24
4. Immunosupresan
Obat Immunosupresan merupakan obat yang berfungsi untuk menekan sistem
imun tubuh. Ada beberapa jenis obat immunosupresan yang biasa dikonsumsi pasien
SLE sepertiazathioprine
(imuran),mycophenolate mofetil
(MMF),methotrexate,
cyclosporine, cyclophosphamide, danRituximab.14,24
2.2 Manifestasi SLEpada Rongga Mulut
Sekitar 20-45% pasien SLE dilaporkan memiliki lesi oral.25
Beberapa
manifestasi oral yang timbul pada pasien SLE, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
10/18
-
7/21/2019 Chapter II 17
11/18
Selain ulser, juga sering terlihat lesi berwarna merah dan putih, berbentuk
garis-garis yang sejajar dan multipel pada beberapa permukaan mukosa. Lesi ini
dapat dikatakan mirip dengan lichen planus (Gambar 3). Hal ini disebabkan karena
keduanya merupakan kelainan inflamasi mukokutaneus imunologik kronik yang
memiliki gambaran keratotik, berwarna kemerahan, dan disertai ulser.25
Pada
pemeriksaan histopatologi, juga terlihat kesamaan antara SLE dan lichen planus,
yaitu terdapat kerusakan pada sel basal, sel limfosit, perivaskular, hiperkeratotis, dan
atrofi perifer. Pada dasarnya, butterfly rash yang terdapat di pipi dan hidung dapat
membantu dalam menyingkirkan diagnosa lichen planus. Selain itu, pada
pemeriksaan histopatologi juga dapat terlihat perbedaan antara SLE dan lichen
planus,yaitu pada SLE terlihat edema submukosa dan vasodilatasi pembuluh darah,
sementara pada lichen planus, sama sekali tidak terlihat hal tersebut.25,28
Gambar 2. Ulser oral pada pasien SLE 31
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
12/18
Gambar 3. Lesi ulserasi mirip lichen planus
pada pasien SLE.15
Lesi ulserasi lainnya juga sering dijumpai di daerah vermilion bibir, seperti
lesi ulser yang biasanya disebabkan oleh virus herpes. Lesi awal terlihat berupa
vesikel berukuran kecil dan berkelompok, kemudian dalam hitungan jam vesikel akan
pecah dan menjadi ulserasi yang pada permukaannya terlihat lapisan berwarna
kekuningan (Gambar 4).25,33
Gambar 4. Lesi Herpes Simplek.32
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
13/18
c. Lesi Diskoid
Lesi diskoid dapat terjadi pada bibir, terutama pada bibir bawah bagian tepivermillion yang sering terpajan dengan sinar matahari (Gambar 5), sementara itu
bibir bagian atas juga dapat terkena akibat perluasan langsung dari lesi diskoid yang
terdapat pada kulit. Lesi biasanya diawali dengan lesi kemerahan, namun lama-
kelamaan berubah menjadi lesi keratotik dan bersisik (Gambar 6). Bila sisik diangkat,
maka bibir akan perih dan menimbulkan perdarahan.25
Gambar 5. Lesi diskoid pada bibir pasien SLE.15,25
Gambar 6. Lesi bibir bersisik dan merah pada
pasien SLE.25
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
14/18
d. Lesi Mi
Padisertai ul
berkilauan
sakit. Lesi
7).25,33
Le
bercak p
terlihat di
ipLichen
a pasien Sserasi. Le
yang ters
biasanya
si lain yan
da mukos
epi lesi. D
lanus
E dapat tei terlihat
sun dalam
apat terli
g juga dap
yang ber
pat terlihat
Gambar 7
Gambar
lihat bebererupa gar
satu jarin
at di pipi,
t terlihat p
arna me
di pipi, lid
. Lesi mirip
. Lesi miri
apa lesi mis-garis ata
an mirip j
lidah, bibi
ada pasien
ah, tanpa
h, gusi, da
lichen pla
lichen pla
ip lichen pu papula-p
la dan pa
r, gusi dan
SLE meru
isertai uls
palatum (
us retikule
usatrofik.
anus,namapula puti
a umumn
palatum (
pakan lesi
rasi. Striae
ambar 8).2
.15
15
n tidakhalus
a tidak
ambar
ercak-
sering
5,33
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
15/18
e. Kandidi
Kaopurtunist
komplikas
sistemik
sebagai pl
akan meni
25,33
Ka
masuk me
asis Oral
ndidiasisk yang dis
i paling ser
ang serin
k-plak put
nggalkan p
Ga
ndidiasis
alui permu
pseudomeebabkan ol
ng akibat p
digunaka
h, berkelo
ermukaan
mbar 10. T
iperplastik
kaan muko
bran akeh jamur c
enggunaan
oleh pas
pok, mem
ang merah
Gambar 9
ushpada p
kronis dis
sa dan men
t (trush)andida alb
obat imuno
ien SLE.
unyai tepi
kasar atau
. Trush. 15
sien imun
ebabkan o
stimulasi re
merupakacans super
supresif se
ecara kli
eritematos
berdarah (
supresi (S
eh jamur
spon hiper
n suatufisial dan
erti kortik
is, thrush
s, dan jika
ambar 9
E).15
candida s
lastik. Les
infeksienjadi
steroid
terlihat
ikerok
an 10).
. yang
paling
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
16/18
-
7/21/2019 Chapter II 17
17/18
2.3 Kerangka Teori
Faktor Genetik Faktor Imunologi Faktor Hormonal Faktor Lingkungan
Xerostomia
Lesi Ulserasi
Lesi Diskoid
Lesi mirip
lichen planus
Kandidiasis
SLE
(S stemic Lu us Er thematosus)
Gejala & gambaran menurut ACR
(American Collage Of Rheumatology 1997)
sistemik Kulit Oral Laboratorium
Arthritis
Serositis
Gangguan ginjal
Gangguan saraf
Butterfly rash
Discoid rash
Fotosensitivitas
Gangguan darah
Gangguan imun
Antibodiantinuklir
(ANA)
Universitas Sumatera Utara
-
7/21/2019 Chapter II 17
18/18
2.4 Kerangka Konsep
ODAPUS
(Orang Penderita Lupus)
Manifestasi Oral
Xerostomia
Lesi Ulserasi
Lesi Merah dan Merah /Putih
Lesi Diskoid
Jenis kelamin
top related